Upload
lyxuyen
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRUKTUR VEGETASI MANGROVE
DI KEPULAUAN SANGIHE DAN TALAUD
SULAWESI UTARA
FAKHRURROZY
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
STRUKTUR VEGETASI MANGROVE
DI KEPULAUAN SANGIHE DAN TALAUD
SULAWESI UTARA
FAKHRURROZY
109095000048
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
STRUKTUR VEGETASI MANGROVE
DI KEPULAUAN SANGIHE DAN TALAUD
SULAWESI UTARA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
FAKHRURROZY
109095000048
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Maret 2015
Fakhrurrozy
109095000048
i
ABSTRAK
Fakhrurrozy. Struktur Vegetasi Mangrove di Kepulauan Sangihe dan Talaud
Sulawesi Utara. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015. Dibawah bimbingan:
Budi Irawan, M. Si. dan Priyanti, M. Si.
Vegetasi mangrove merupakan tumbuhan ekosistem pesisir yang hidup di
daerah tropis dan subtropis. Mangrove memiliki fungsi ekologi sebagai daerah
penyangga dari intrusi air laut, memijah ikan serta memiliki fungsi ekonomi
diantaranya sebagai kawasan wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui struktur vegetasi dan zonasi mangrove di Kepulauan Sangihe dan
Talaud. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2013 di empat stasiun
pengamatan, yaitu Talengen, Kaluwatu, Binebas (Kep.Sangihe) dan Tarohan
(Kep.Talaud). Analisis struktur vegetasi mangrove dilakukan menggunakan
metode survei dengan sampling menggunakan metode transek garis berplot
ukuran 2x2 m, 5x5 m, dan 10x10 m. Pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan
Binebas dibuat sebanyak 8-10 petak pengamatan, sedangkan pada Stasiun
Tarohan dibuat 3 petak pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian, mangrove yang
teridentifikasi sebanyak 11 jenis dari 4 famili. Komposisi individu tertinggi
dimiliki oleh jenis Rhizophora apiculata 55,14%, sedangkan komposisi terendah
dimiliki oleh jenis Aegiceras floridium 0,14% dari seluruh individu mangrove
yang ditemukan. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada Stasiun Talengen dan
Kaluwatu dimiliki oleh R. apiculata pada berbagai tingkat pertumbuhan, pada
Stasiun Binebas INP tertinggi dimiliki oleh R. mucronata dan pada Stasiun
Tarohan INP tertinggi dimiliki oleh S. alba. Indeks keanekaragaman (H’) dengan
nilai tertinggi sebesar 1,498 (keanekaragaman sedang) dimiliki oleh Stasiun
Binebas, sedangkan nilai terendah sebesar 0 (keanekaragaman rendah) dimiliki
oleh Stasiun Talengen dan Kaluwatu. Jumlah zonasi mangrove terlengkap dimiliki
oleh Stasiun Binebas sebanyak 5 zona, terkecil pada Stasiun Kaluwatu sebanyak 2
zona. Panjang zonasi mangrove tertinggi di Stasiun Kaluwatu yaitu berkisar 50-
250 m, sedangkan panjang zonasi mangrove terpendek di Stasiun Tarohan yaitu
berkisar 10-30 m.
Kata Kunci: Struktur vegetasi mangrove, zonasi mangrove, Kepulauan Sangihe
dan Talaud
ii
ABSTRACT
Fakhrurrozy. Mangrove Vegetation in the Sangihe and Talaud Islands North
Sulawesi. Undergraduate Thesis. Department of Biology, Faculty of Science and
Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015. Advisors:
Budi Irawan, M.Si and Priyanti, M.Si
Mangrove is vegetation lives in the coastal ecosystem of the tropics and
subtropics area. It has an ecological function as buffer zone from the saltwater
intrusion, fish spawning and an economical function such as ecotourism area. The
research was aimed to describe mangrove vegetation structure and mangrove
zoning of the Sangihe and Talaud islands. It was conducted from March–June
2013 at four observation stations. They were Talengen, Kaluwatu, Binebas
(Sangihe Islands) and Tarohan (Talaud Islands). The analysis of mangrove used
survey method with line transects method sizes 2x2 m, 5x5 m, and 10x10 m for
sampling. On the Talengen, Kaluwatu and Binebas Stations, there were 8-10
observation plots, while in the Tarohan Station there are 3 observation plots.
Based on the result, 11 mangrove species from 4 families were identified. The
highest composition of the individual mangrove species was belong to Rhizopora
Apiculata 55.14%, while the lowest composition belong to Aegiceras floridum
0.14%. The highest IVI (Important Value Index) on the Talengen and Kaluwatu
belong to R. apiculata in a various growth rate. While on the Binebas, the highest
IVI belong to R. mucronata and on the Tarohan the highest IVI belong to
Sonneratia alba. The highest diversity index with 1.498, belong to Binebas, while
the lowest index with 0 belong to Talengen and Kaluwatu. The highest amount of
mangrove zoning was belong to Binebas with 5 zones, while the lowest amount of
mangrove zoning belong to Kaluwatu with only 2 zones. The longest mangrove
zoning was found on Kaluwatu for about 50-250 m, while the shortest was found
on Tarohan for only about 10-30 m.
Key words: Mangrove vegetation structure, mangrove zoning, The Islands of
Sangihe and Talaud
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas
nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan
dan menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
besar Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabatnya.
Skripsi ini berjudul: “Struktur Vegetasi Mangrove di Kepulauan
Sangihe dan Talaud”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
gelar Sarjana Sains di Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat dukungan
dan partisipasi dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada orang-orang dibawah ini:
1. Dosen Pembimbing Budi Irawan, M.Si dan Priyanti, M.Si yang telah
membimbing penulis dengan sabar dan memberikan kritik, saran serta
masukannya dalam pembuatan skripsi ini hingga terselesaikan.
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku ketua Jurusan Biologi dan Dr. Agus Salim, M.Si,
selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Kedua orangtua (Ibu Suherti dan Alm. Bapak Sugiri), Adik (Dali Sya’bandi
dan Ratu Tania) untuk semangat dan dukungan sehingga penulis dapat
termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Tim Ekspedisi NKRI 2013 Lettu. Mar Ricky Sandro, Letda. Nunarwanto,
Sertu. Ismuriansyah, Serda. Tri Warso, Briptu. Ade Munawar, Bripatu. Jati,
Bripda. Imam, Pratu. Shefi, Briptu. Andy, Anindita, Fitriani Safitri, Taruno
Wilis, Azhar, Irhansyah dan peserta Ekspedisi NKRI 2013 lainnya yang tidak
iv
saya sebutkan semua namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya atas
bantuan tenaga dan pikirannya dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. Teman-teman Biologi Cakra 2009 Firda Puspita Daeng Matta, Dinda Nurul
Maulida, Wahyudin, Rio Hadi Wandana dan yang lainnya namun tidak
mengurangi rasa terima kasih saya atas dukungan semangat dan tenaganya
kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.
6. KPP Tarsius Ka Angga, Ka Tyo, Ka Mutia, Ka Tari, Ka Antos, Putri Qurota,
Lia, Dara dan Sinta yang selalu memberikan motivasi dan semangatnya.
7. Tim Paradisonesia : Ryan, Lape, Sanny, Bang Eddy, Bang Andy, Bang Sakol,
Bang Awa, Bang Jamal, dan Bang Rambo.
8. Teman Kutsut: Rama, Riyadi, Hilal, Hady, Njah, Ka Fitri, Yayah dan Feby
yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.
Skripsi ini jauh dari kata sempurna, karena kesempurnaan hanya milik
Allah SWT. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan baru khususnya bagi penulis
sendiri.
Jakarta, Maret 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3. Tujuan .............................................................................................. 3
1.4. Manfaat ........................................................................................... 3
1.5. Kerangka Berfikir............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove .......................................... 5
2.2. Faktor-Faktor Lingkungan Mangrove .............................................. 6
2.3. Pengelompokan Vegetasi Mangrove ............................................... 7
2.4. Zonasi Mangrove ............................................................................ 7
2.5. Karakteristik Vegetasi Mangrove ................................................... 9
2.6. Fungsi dan Manfaat Mangrove ........................................................ 12
2.7. Kabupaten Kepulauan Sangihe ........................................................ 12
2.8. Kabupaten Kepulauan Talaud .......................................................... 14
BAB III METODO PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 16
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 17
3.3. Metode Pengambilan Data ............................................................. 17
3.3.1. Penentuan Stasiun Pengamatan ............................................... 17
3.3.2. Penentuan Transek dan Plot Pengamatan ............................... 19
3.3.3. Koleksi Data Tumbuhan ......................................................... 20
3.3.4. Identifikasi Mangrove ............................................................. 20
3.4. Analisis Data ................................................................................... 21
3.4.1. Struktur Vegetasi Mangrove ................................................... 21
3.4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove ..................................................... 24
vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Vegetasi Mangrove ............................................................ 25
4.1.1. Komposisi dan Jenis Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud . 25
4.1.2. Indeks Nilai Penting (INP) mangrove di Kep. Sangihe dan
Talaud ...................................................................................... 29
4.1.3. Indeks Keanekaragaman mangrove di Kep. Sangihe dan
Talaud ...................................................................................... 34
4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove .............................................................. 35
4.2.1. Stasiun Talengen ..................................................................... 36
4.2.2. Stasiun Kaluwatu .................................................................... 37
4.2.3. Stasiun Binebas ....................................................................... 38
4.2.4. Stasiun Tarohan ....................................................................... 39
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 41
5.2. Saran ................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43
LAMPIRAN .................................................................................................... 46
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud ............................ 25
Tabel 2. Perbandingan jumlah jenis mangrove di Indonesia .......................... 26
Tabel 3. Keanekaragaman jenis mangrove Kep. Sangihe dan Talaud ............ 28
Tabel 4. INP mangrove tingkat semai di Kep. Sangihe dan Talaud ............... 29
Tabel 5. INP Mangrove tingkat pancang di Kep. Sangihe dan Talaud ............ 31
Tabel 6. INP Mangrove tingkat pohon di Kep. Sangihe dan Talaud ............... 32
Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman mangrove di Kep. Sangihe dan
Talaud ................................................................................................ 34
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan kerangka berfikir ................................................................. 4
Gambar 2. Salah satu tipe zonasi mangrove .................................................... 8
Gambar 3. Bentuk perakaran mangrove .......................................................... 11
Gambar 4. Lokasi Kep. Sangihe dan Talaud .................................................. 15
Gambar 5. Lokasi penelitian di Kep. Sangihe ................................................. 16
Gambar 6. Lokasi penelitian di Kep. Talaud .................................................. 17
Gambar 7. Transek pengamatan ....................................................................... 19
Gambar 8. Pengukuran dbh ............................................................................. 20
Gambar 9. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Talengen ..................... 36
Gambar 10. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Kaluwatu .................... 37
Gambar 11. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Binebas ..................... 39
Gambar 12. Sketsa zonasi vegetasi mangrove Stasiun Tarohan ...................... 40
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan
Talaud .......................................................................................... 46
Lampiran 2. Hasil analisis vegetasi mangrove ................................................ 47
Lampiran 3. Foto hasil intervensi mansuia di setiap lokasi penelitian ........... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mangrove adalah hutan rawa payau yang tumbuh di daerah pesisir tropis
dan subtropis, kawasan ini akan tergenang air laut pada saat pasang dan terpapar
udara pada saat surut. Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
memiliki berbagai macam fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan (Wantasen,
2002). Mangrove berperan sebagai pencegah abrasi pantai, daerah penyangga dari
intrusi air laut, tempat memijah ikan, serta tempat berkembang biak burung laut.
Mangrove juga memiliki nilai ekonomis seperti penghasil kayu, penyedia bibit
ikan, pariwisata serta pendidikan (Romadhon, 2008).
Kepulauan (Kep.) Sangihe dan Talaud terletak di Provinsi Sulawesi Utara
yang berbatasan langsung dengan Filipina. Suatu kawasan yang tersusun atas
pulau-pulau kecil di ujung utara Indonesia, menjadikan Kep. Sangihe dan Talaud
memiliki berbagai keanekaragaman kawasan pesisir yang khas. Kep. Sangihe dan
Talaud terletak di garis Wallacea yang memiliki peranan penting dalam
penyebaran keanekaragaman hayati. Kawasan di sekitar garis Wallacea
merupakan tempat transisi penyebaran flora dan fauna antara wilayah Asia,
Indo-Malaya dan Australia (Hsuan, 1978).
Luas kawasan mangrove di Indonesia mengalami penurunan pada
beberapa tahun terakhir sebanyak 25,59% (Noor, dkk., 2006). Talengen,
Kaluwatu, Binebas dan Tarohan merupakan salah satu daerah yang memiliki
2
ekosistem mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud. Pemanfaatan kawasan
mangrove berupa hasil kayu yang berlebihan, serta pembukaan lahan untuk
reklamasi maupun pembangunan pelabuhan menjadikan ekosistem mangrove di
Kep. Sangihe dan Talaud rentan terhadap kerusakan. Menurut Lukman
(Komunikasi Pribadi dengan Kepala Dinas Kehutanan Kab. Sangihe, 2013),
belum ada penelitian mengenai vegetasi mangrove yang melakukan perizinan di
lokasi ini. Untuk itu penelitian mengenai struktur vegetasi mangrove di lokasi ini
penting untuk dilakukan.
Penelitian yang dilakukan meliputi struktur vegetasi dan zonasi vegetasi
mangrove. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai data awal penelitian
lebih lanjut mengenai ekosistem mangrove dan memberikan informasi bagi
pemerintah setempat dalam memberikan kebijakan yang komprehensif di kawasan
pesisir. Hal ini dimaksud sebagai upaya perlindungan serta pelestarian ekosistem
mangrove, sehingga dalam pemanfaatannya tetap diiringi dengan upaya
perlindungan dan pelestarian.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana struktur vegetasi mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan
Talaud meliputi: keanekaragaman jenis, komposisi, indeks nilai
penting dan indeks keanekaragaman jenis ?
b. Bagaimana zonasi mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud ?
3
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Struktur vegetasi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud yang
meliputi: keanekaragaman jenis, komposisi, indeks nilai penting dan
indeks keanekaragaman jenis.
b. Zonasi mangrove yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapakan:
a. Sebagai acuan bagi pemerintah daerah setempat untuk menentukan
kebijakan bagi kawasan mangrove secara komprehensif.
b. Sebagai acuan penelitian lebih lanjut mengenai vegetasi mangrove di
Kep. Sangihe dan Talaud.
4
1.5. Kerangka Berfikir
Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir
Memiliki fungsi ekologis dan ekonomis
Kep. Sangihe dan Talaud merupakan salah satu habitat mangrove
Kurangnya data dan gangguan manusia menjadikan mangrove di Kep.
Sangihe dan Talaud rentan terhadap kerusakan
Diperlukan data ekologsi tentang struktur komunitas, zonasi dan ada
tidaknya pengaruh manusia pada ekosistem mangrove
Analisis struktur vegetasi mangrove
Gambar 1. Bagan kerangka berfikir
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata
grove (Inggris) yang berarti belukar (Macnae, 1968 dalam Noor dkk., 1999). Kata
mangrove berasal juga dari bahasa Melayu kuno yaitu “mangi-mangi” yang
digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat
ini di Indonesia bagian timur (Mastaller 1997 dalam Noor dkk., 1999). Mangrove
adalah komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut (Tomlinson, 1986
dalam Noor, 1995). Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan
daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan subtropis yang terlindung
(Saenger dkk., 1983 dalam Noor dkk., 1999).
Ekosistem mangrove, menurut Saenger dkk. (1981) dalam Anwar dkk.
(1984), harus mencakup hal-hal berikut :
a. Satu atau lebih jenis pohon mangrove yang khas (mangrove sejati).
b. Setiap jenis yang tidak khas (mangrove ikutan) tumbuh bersama jenis yang
khas.
c. Biota yang hidup di dalamnya seperti hewan darat atau laut, lumut kerak,
cendawan, ganggang, bakteri dan lainnya, baik yang menetap, sementara,
sesekali, biasa, kebetulan atau khusus hidup di daerah tersebut.
d. Daerah terbuka atau berlumpur yang terletak di antara hutan sebenarnya
dan laut.
6
2.2. Faktor-faktor Lingkungan Mangrove
Mangrove merupakan tumbuhan yang sangat tergantung dengan kondisi
lingkungan. Salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove
diantaranya topografi pantai, iklim, salinitas, dan lokasi yang terproteksi.
Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi
karakteristik struktur mangrove, khususnya komposisi spesies, distribusi spesies,
ukuran serta luas hutan mangrove. Karakteristik pantai berhubungan dengan
penggenangan pasang (tidal inundation), sedimentasi, dan karakteristik sedimen.
Semakin datar pantai dan besar pasang surut, maka semakin lebar hutan mangrove
yang tumbuh (Chapman, 1976).
Iklim di sebagian besar daerah pantai Indonesia dicirikan dengan
kelembapan, angin musim, curah hujan dan temperatur yang tinggi. Hal ini
menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan
mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Mangrove umumnya
tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun.
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Mangrove tumbuh subur
pada daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Mangrove merupakan vegetasi
bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, sehingga dapat tumbuh secara baik di
habitat air tawar (Chapman, 1976).
Tanah berlumpur merupakan lokasi yang biasanya ditumbuhi oleh
mangrove, namun berbagai spesies mangrove dapat tumbuh pula di tanah
berpasir, koral, tanah berkerikil, bahkan tanah gambut. Pada umumnya tanah di
7
hutan mangrove mengandung garam, sedikit oksigen dan kaya bahan organik.
Susunan spesies dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh
susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan (Chapman,
1976). Mangrove tumbuh dengan baik pada daerah pesisir yang terlindung dari
gelombang kuat. Daerah yang dimaksud adalah laguna, estuaria, dan delta
(Chapman, 1976 ; Bengen, 2002).
2.3. Pengelompokan Vegetasi Mangrove
Chapman (1976) mengelompokkan vegetasi mangrove ke dalam dua
kategori, yaitu :
a. Mangrove inti, yaitu tumbuhan mangrove yang mempunyai peran ekologi
utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, dan
Xylocarpus.
b. Mangrove perifheral (pinggiran), yaitu tumbuhan mangrove yang secara
ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi berperan penting juga
dalam formasi hutan lain. Contohnya antara lain jenis Excoecaria
agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis,
dan Hibiscus tiliaceus.
2.4. Zonasi Mangrove
Tumbuhan mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi dari pinggir
pantai sampai pedalaman daratan (Gambar 2). Zonasi di hutan mangrove
mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi
8
9
d. Mangrove daratan, berada di zona perairan payau atau hampir tawar yaitu
di belakang jalur hijau mangrove inti. Jenis yang umum ditemukan Ficus,
Nypa, Xylocarpus,dan Lumnitzera.
Faktor yang mengontrol zonasi, menurut Macnae (1968) dalam Saenger
(1982), antara lain : 1. pasang surut, 2. tipe tanah, menentukan tingkat aerasi
tanah, tinggi muka air dan drainase, 3. salinitas, berkaitan dengan toleransi spesies
terhadap kadar garam, 4. intensitas cahaya, berpengaruh pada pertumbuhan
anakan spesies intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia,
5. asupan air tawar.
Zonasi mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh spesifik yang
berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Zonasi juga menggambarkan
tahapan suksesi yang terjadi sejalan dengan perubahan tempat tumbuh. Daya
adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh
akan menentukan komposisi spesies yang menyusun suatu hutan mangrove.
Setiap zonasi diidentifikasi berdasarkan individu spesies atau kelompok dan
dinamakan sesuai dengan spesies yang dominan (Macnae, 1968 dalam Saenger,
1982).
2.5. Karakteristik Vegetasi Mangrove
Vegetasi mangrove mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
memiliki salinitas tinggi. Tumbuhan mangrove menyerap air dengan salinitas
tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat
pada daun. Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras,
10
Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizophora (Jennings, 1968 dalam
Saenger, 1982).
Tumbuhan mangrove mampu menyerap air tetapi mencegah masuknya
garam, melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini
dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera,
Excoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum (Rains dan Eipstein, 1967 ;
Scholander, 1968 dalam Saenger, 1982).
Akumulasi garam (salt accumulation) dapat terjadi pada bagian kulit kayu,
akar dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sekulen dan
pengguguran daun sekulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran
kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.
Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera,
Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia, dan Xylocarpus (Jennings, 1968
dalam Saenger, 1982).
Tumbuhan mangrove beradaptasi terhadap habitat pasang surut, berlumpur
dan selalu tergenang, dengan membentuk akar-akar khusus. Hal ini memiliki
tujuan agar dapat tumbuh dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen.
Bentuk perakaran mangrove dapat dilihat pada Gambar 3.
11
12
e. Akar gantung (aerial root)
Akar yang tidak bercabang, yang muncul dari batang atau cabang bagian
bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Terdapat pada Rhizophora,
Avicennia, dan Acanthus.
2.6. Fungsi dan Manfaat Mangrove
Menurut Bengen (2002), mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai:
peredam gelombang dan angin badai; pelindung dari abrasi; penahan lumpur dan
perangkap sedimen; penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan pohon
mangrove; daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding
grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang,
dan biota laut lainnya; penghasil kayu untuk bahan konstruksi; kayu bakar; bahan
baku arang; bahan baku kertas (pulp); sebagai tempat pariwisata. Selain itu
mangrove berpotensi mengakumulasi logam berat tembaga (Cu), mangan (Mn),
dan seng (Zn).
2.7. Kabupaten Kepulauan Sangihe
Kabupaten Kep. Sangihe merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara
yang beribukota di Tahuna. Berjarak +142 mil laut dari Manado dan terletak
antara 20 44’ 13” - 4
0 44’ 22” LU dan 125
0 9’ 28” - 125
0 56’ 57” BT. Posisinya
yang berbatasan dengan Mindanao (Republik Filipina), menjadikan Kep. Sangihe
sebagai salah satu garda terdepan Republik Indonesia (Sangihe Dalam Angka,
2012)
13
Secara keseluruhan luas wilayah Kep. Sangihe mencapai 11.863,58 km2
yang terdiri dari daratan seluas 736,98 km2 (60% daratan, 40% lereng) dan lautan
seluas 11.126,61 km2 (Sangihe Dalam Angka, 2012). Secara geografis jika dilihat
berdasarkan batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Filipina dan Kep.
Talaud, sebelah selatan berbatasan dengan Kep. Sitaro, sebelah timur berbatasan
dengan Samudra Pasifik dan Laut Maluku serta sebelah barat berbatasan dengan
Laut Sulawesi (Gambar 4.).
Suhu di Kep. Sangihe mempunyai kisaran 26,1 – 27,9 0C, kelembapan
udara berkisar antara 80 – 87 %, dengan tingkat curah hujan berkisar 151 – 786
mm/tahun (Sangihe Dalam Angka, 2012). Iklim sangat dipengaruhi oleh angin
muson yaitu angin muson barat dan timur. Angin barat yang kering ditandai
dengan kurangnya curah hujan terjadi sekitar bulan Oktober – April. Angin timur
yang banyak membawa uap air ditandai dengan tingginya curah hujan terjadi
sekitar bulan April – Oktober (BMKG, 2014).
Kep. Sangihe memiliki beberapa satwa endemik yang khas diantaranya
Tarsius sangirensis (Nama lokal: Sanggasi), Aethopyga duyvenbodei (burung
madu sangihe), Zosterops nehrkorni (burung kacamata sangihe). Hampir semua
satwa endemik yang ada di Kep. Sangihe tersebut terancam punah. Salah satunya
yaitu Tarsius sangirensis yang berstatus Endengered (IUCN, 2008), yang artinya
terancam punah kehidupannya di alam. Faktor yang menjadikan satwa-satwa
endemik Kep. Sangihe terancam punah terutama berkurang habitat satwa
diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk perkebunan masyarakat serta
pengetahuan masyarakat yang minim tentang arti pentingnya pelestarian satwa.
14
2.8. Kabupaten Kepulauan Talaud
Kabupaten Kep. Talaud merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara
dengan Ibukota Melonguane yang berjarak 271 mil laut dari Manado. Secara
geografis terletak antara 30 38’ 00” – 5
0 33’ 00” LU dan 126
0 38’ 00” – 127
0 10’
00” BT. Sebelah utara berbatasan dengan Pulau Mindanau (Republik Filipina).
Sebelah timur berbatasan dengan Laut Pasifik. Sebelah selatan berbatasan dengan
Kep. Sangihe. Sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (Talaud Dalam
Angka, 2012).
Kep. Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya + 37.800 km2
dan luas wilayah daratannya 1.251,02 km2. Terdapat tiga pulau utama di Kep.
Talaud, yaitu Pulau Karakelang, Salibabu, dan Kabaruan. Kep. Talaud terdiri dari
19 Kecamatan, dimana kecamatan terluas adalah Kecamatan Beo Utara (144,85
km2) dan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Miangas seluas 2,39 km
2 (Talaud
Dalam Angka, 2012).
Suhu di Kep. Talaud mempunyai kisaran 26,1 – 27,90C, kelembapan udara
berkisar antara 80 – 87%, dengan tingkat curah hujan berkisar 151 – 786
mm/tahun (Talaud Dalam Angka, 2012). Hampir sama dengan Kep. Sangihe, di
Kep. Talaud iklim dipengaruhi oleh angin muson yaitu angin muson barat dan
timur (BMKG, 2014).
Kep. Talaud memiliki beberapa satwa endemik yang terancam punah
seperti Kuskus Beruang Talaud (Ailurops melanotis) dan Nuri Talaud (Eos histrio
talautensis). Kuskus Beruang Talaud atau biasa disebut dengan Kuse oleh
masyarakat Talaud, merupakan mamalia berkantung (marsupialia) yang hanya
15
dapat ditemukan di Pulau Salibabu (IUCN, 2008). Populasi hewan ini sangat
sedikit dan jumlahnya semakin menurun beberapa tahun terakhir, sehingga IUCN
(2008) menetapkan status konservasi Kuse dalam kategori Critically Endangered.
Gambar 4. Lokasi Kep. Sangihe dan Talaud (Sumber: Loketpetapu.go.id, 2014)
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2013. Lokasi penelitian
bertempat di Kep. Sangihe dengan stasiun pengamatan yaitu di Desa Talengen
(A), Kaluwatu (B), Binebas (C) (Gambar 5.) dan Kep. Talaud dengan lokasi
stasiunnya di Desa Tarohan (D) (Gambar 6.).
Gambar 5. Lokasi penelitian di Kep. Sangihe
17
Gambar 6. Lokasi penelitian di Kep. Talaud
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri buku panduan pengenalan
mangrove (Noor, dkk., 2006), Global Position System (GPS), gunting dahan, jam
tangan digital, kamera digital, kertas koran, kompas, kantong plastik (ukuran:
40x60 cm), label gantung, phi-band, dan rol meter. Bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah alkohol 70% dan tumbuhan mangrove.
3.3. Metode Pengambilan Data
3.3.1 Penentuan Stasiun Pengamatan
Stasiun pengamatan ditentukan dengan mencari kawasan yang memiliki
rawa pesisir atau vegetasi mangrove yang cukup luas berdasarkan peta topografi
Kep. Sangihe dan Talaud (Dittopad, 2013) serta wawancara dengan masyarakat
18
sekitar. Kep. Sangihe didapatkan tiga stasiun pengamatan yaitu Talengen,
Kaluwatu dan Binebas dan di Kep. Talaud didapatkan satu stasiun pengamatan
yaitu Tarohan.
Berikut deskripsi lokasi setiap Stasiun Pengamatan:
a. Stasiun Talengen memiliki luas mangrove 16,58 ha, merupakan kawasan
teluk dengan daerah muara bagi beberapa sungai kecil dan tergolong ke
dalam zona mangrove tengah (Noor, dkk., 2006). Mangrove di kawasan ini
memiliki substrat berupa lumpur halus dengan sedikit ditumbuhi karang
masif. Lumpur berwarna abu-abu kecoklatan sampai kehitaman yang
merupakan campuran endapan material organik, tanah aluvium dan
pecahan karang.
b. Stasiun Kaluwatu memiliki luas mangrove 82 ha, merupakan kawasan
teluk dan tergolong zona mangrove tengah (Noor, dkk., 2006). Substrat di
stasiun ini berupa lumpur aluvium berwarna kecoklatan. Stasiun ini
merupakan muara bagi beberapa sungai kecil yang debit airnya sangat
dipengaruhi oleh cuaca. Kawasan ini dekat dengan pertambangan emas
yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat sekitar.
c. Stasiun Binebas memiliki luas mangrove 179,42 ha, merupakan kawasan
teluk dan tergolong ke dalam zona mangrove tengah (Noor, dkk., 2006).
Substrat pertumbuhan mangrove di lokasi pengamatan yaitu lumpur
berwarna coklat sampai kehitaman. Terdapat juga pemukiman masyarakat
di kawasan mangrove ini.
19
A
B
C
d. Stasiun Tarohan memiliki luas mangrove 9 ha, terletak di sebelah barat
Pulau Karakelang dan tergolong zona mangrove terbuka (Noor, dkk.,
2006). Substrat pertumbuhan berupa pantai berkarang dan terdapat
beberapa titik sumber mata air tawar dan menjadi muara bagi sungai
Tarohan.
3.3.2 Penentuan Transek dan Plot Pengamatan
Pada setiap stasiun pengamatan dibuat transek garis dari laut ke darat di
daerah intertidal (Gambar 7). Panjang transek yang digunakan mengikuti panjang
stasiun pengamatan (Bengen, 2002).
Gambar 7. Transek pengamatan (Sumber: Bengen, 2002 dan Onrizal, 2008).
Keterangan: A. pohon 10x10 m, B. pancang 5x5 m dan C. semai
2x2 m.
Setiap petak pengamatan dibagi menjadi tiga plot dengan kriteria, plot
pohon berukuran 10x10 m, plot pancang berukuran 5x5 m, dan plot semai
berukuran 2x2 m (Onrizal, 2008). Transek di Stasiun Talengen, Binebas dan
Kaluwatu dibuat sebanyak 8–10 petak pengamatan karena panjang zonasi
mangrove di lokasi ini berkisar 30–250 m. Transek di Stasiun Tarohan dibuat 3
petak pengamatan, dikarenakan panjang zonasi mangrove hanya berkisar ±30 m.
20
21
3.4. Analisis Data
3.4.1 Struktur Vegetasi Mangrove
Strukutur vegetasi mangrove pada setiap stasiun pengamatan dianalisa
secara deskriptif yang meliputi komposisi, kerapatan relatif, frekuensi relatif,
dominansi relatif, Indeks Nilai Penting (INP), dan indeks keanekaragaman.:
a. Komposisi
Komposisi merupakan persentase jumlah individu suatu jenis mangrove di
semua lokasi pengamatan berdasarkan total seluruh individu. Komposisi
tumbuhan dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun suatu
komunitas (Dachlan, 2013). Perhitungan nilai komposisi ini berdasarkan rumus:
b. Frekuensi
Frekuensi menunjukkan kehadiran atau keberadaan suatu jenis dalam titik
sampling. Nilai ini menyatakan penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas.
Frekuensi dihitung dengan menggunakan rumus (Muller-Dombois dan Ellenberg,
1974) :
22
c. Kerapatan
Kerapatan merupakan parameter yang menunjukkan jumlah individu
dalam suatu area tertentu atau individu suatu jenis per satuan luas. Jenis yang ada
di plot dicatat dan dihitung jumlah individu dari masing-masing jenis yang
ditemukan per satuan luas. Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus
(Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974) :
d. Dominansi
Dominansi dihitung untuk menggambarkan penutupan satu jenis
tumbuhan pada suatu wilayah. Semakin besar penutupan suatu jenis tumbuhan
semakin tinggi nilai dominansinya. Dominansi dihitung dengan menggunakan
rumus (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974) :
Keterangan : BA (rata-rata basal area tiap jenis)
BA = πr²
e. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) adalah hasil penjumlahan parameter kuantitatif
relatif (frekuensi, kerapatan dan dominansi), menunjukan parameter ekologi yang
23
signifikan pada distribusi tumbuhan dibandingkan dominan absolut (Muller-
Dombois dan Ellenberg, 1974).
Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Jenis tumbuhan yang
memiliki INP tinggi menunjukkan bahwa spesies tersebut lebih dominan
dibandingkan dengan spesies lain. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran
mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis dalam komunitas. Nilai penting ini
dapat juga menunjukkan tingkat kemampuan suatu spesies untuk
mempertahankan hidupnya di area tertentu (Bengen, 2002).
f. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman (H’) adalah nilai yang menyatakan kelimpahan
spesies dalam suatu komunitas. Perhitungan indeks keanekaragaman
menggunakan metode Shannon-Wiener (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974):
H’ : Indeks keanekaan Shannon-Wiener
ni : jumlah individu suatu jenis
N : jumlah individu seluruh jenis
Nilai H’ berkisar antara 0 - ∞, dengan kriteria sebagai berikut:
H’ < 1 : Keanekaragaman populasi rendah
1 < H’ < 3 : Keanekaragaman populasi sedang
H’ ≥ 3 : Keanekaragaman populasi tinggi
24
3.4.2 Zonasi Vegetasi Mangrove
Data zonasi vegetasi mangrove diperoleh dengan melihat pertumbuhan
mangrove sesuai garis transek pengamatan yang dipasang tegak lurus dari garis
pantai menuju ke arah darat. Setiap jenis pertumbuhan dan panjang zonasi
mangrove dari setiap stasiun pengamatan dicatat, kemudian dibuat sketsa zonasi
mangrove dari setiap stasiun pengamatan. Sketsa zonasi mangrove dibuat dengan
aplikasi Photoshop Cs 3.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Vegetasi Mangrove
4.1.1 Komposisi dan Jenis Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud
Berdasarkan pengamatan dan identifikasi jenis-jenis mangrove di Kep.
Sangihe dan Talaud (Tabel 1.), diperoleh 11 jenis mangrove (Lampiran 1) yang
termasuk ke dalam empat famili yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae,
Myrsinaceae, dan Avicenniaceae. Mangrove dari famili Rhizophoraceae memiliki
jumlah terbanyak yaitu enam jenis, sedangkan mangrove dari famili
Avicenniaceae memiliki jumlah jenis terkecil yaitu hanya satu jenis. Untuk
tingkatan genus, Rhizophora dan Bruguiera masing-masing memiliki jumlah
terbanyak yaitu tiga jenis, sedangkan genus dengan jumlah terkecil yaitu
Avicennia hanya satu jenis.
Tabel 1. Komposisi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud
No. Famili Nama Ilmiah Komposisi (%)
1.
Rhizophoraceae
Rhizophora apiculata 55,14
2. R. mucronata 3,57
3. R. stylosa 1,29
4. Bruguiera gymnorhiza 9,86
5. B. sexangula 5,57
6. B. parviflora 3,29
7. Sonneratiaceae
Sonneratia caseolaris 1,14
8. S. alba 13,86
9. Myrsinaceae
Aegiceras corniculatum 4,43
10. Ae. floridum 0,14
11 Avicenniaceae Avicennia marina 1,71
Jumlah 100,00
26
Berdasarkan komposisi total di semua lokasi pengamatan, diketahui bahwa
R. apiculata memiliki nilai komposisi tertinggi sebesar 55,14%. Mangrove jenis
ini memiliki tingkat dominasi hingga 90% dari vegetasi mangrove yang tumbuh di
suatu lokasi dan tersebar melimpah di seluruh kawasan Indonesia (Noor dkk.,
2006). Ae. floridum merupakan mangrove dengan nilai komposisi yang paling
rendah 0,14%. Ae. floridum sangat jarang ditemui di Indonesia, sehingga
informasi mengenai mangrove jenis ini sangat terbatas (Noor dkk., 2006).
Diketahui bahwa mangrove yang ada di Sulawesi sebanyak 32 jenis
(Tomlinson 1986 dalam Irawan, 2005), sedangkan mangrove yang ada di Kep.
Sangihe dan Talaud sebanyak 11 jenis (Tabel 1.). Oleh karena itu, 34% mangrove
Sulawesi dapat ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud.
Tabel 2. Perbandingan jumlah jenis mangrove di Indonesia
No Peneliti Instansi Tahun Lokasi Jumlah jenis
mangrove
1 Fakhrurrozy UIN
Jakarta 2015
Kep. Sangihe dan
Talaud 11
2 Arofi UIN
Jakarta 2008
Pulau Rambut, Kep.
Seribu 8
3 Sofyarita UNPAD 2006 Teluk Tomini
Selatan
15
4 Irawan UNPAD 2005 Luwuk Banggai 17
5 Onrizal FP USU 2003 Teluk Bintuni, Papua 13
Perbandingan jumlah jenis mangrove di beberapa lokasi di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2. Dari tabel tersebut ditemukan bahwa jumlah jenis mangrove
di Kep. Sangihe dan Talaud lebih sedikit dibandingkan di Luwuk Banggai
(Irawan, 2005), Teluk Tomini Selatan (Sofyarita, 2006) dan Teluk Bintuni
(Onrizal, 2003). Namun jika dibandingkan dengan Pulau Rambut (Arofi, 2008),
27
jumlah jenis mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud lebih banyak. Perbedaan
jumlah jenis vegetasi mangrove ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
iklim, topografi pantai, salinitas serta kondisi lokasi yang terlindung dari ombak
atau tidak (Chapman, 1976).
Terdapat 14 jenis mangrove yang tidak ditemukan di Kep. Sangihe dan
Talaud, namun ditemukan di lokasi lain (Tabel 2.) yaitu Acanthus ilicifolius,
Achrosticum aureum, Av. lanata, Av. officinalis, Ceriops decandra, C. tagal,
Exoecaria agallocha, Heritiera globosa, Lumnitzera littorea, Pemphis acidula,
Sarcolobus globosa, Scyhiphora hydrophyllaceae, Xylocarpus granatum, dan
X. moluccensis. Jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud,
namun tidak ditemukan di lokasi lain (Tabel 2.) yaitu R. stylosa dan
Ae. corniculatum.
Mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud memiliki fungsi
dan manfaatnya masing-masing bagi manusia. Dari 11 jenis mangrove yang telah
teridentifikasi di Kep. Sangihe dan Talaud, hampir semua jenis mangrove
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, bahan pembuat perahu nelayan, dan pewarna
alami oleh masayarakat sekitar. Ae. floridum merupakan salah satu mangrove
yang belum diketahui dengan pasti kegunaan dan manfaatnya bagi manusia. Hal
ini dikarenakan Ae. floridum adalah salah satu mangrove yang jarang ditemukan
namun tersebar di wilayah Indonesia, sehingga belum banyak informasi yang
didapatkan dari mangrove jenis ini (Noor dkk., 2006).
28
Tabel 3. Keanekaragaman jenis mangrove Kep. Sangihe dan Talaud
No Jenis Perakaran Buah Habitat
Status
IUCN
ver 3,1
Manfaat
(Noor dkk., 2006)
1 R. apiculata Akar
tunjang
Hipokotil
silindris
Lumpur
Halus
Least
concern
Bahan bangunan dan
kayu bakar
2 R. mucronata Akar
tunjang
Hipokotil
silindris
Lumpur
Halus
Least
concern
Kayu bakar,
pewarnaan dan obat
hematuria (hipokotil)
3 R. stylosa Akar
tunjang
Hipokotil
silindris
Lumpur,
Pasir dan
batuan
karang
Least
concern
Kayu bakar dan obat
hematuria (hipokotil)
4 B. gymnorhiza Akar
papan
Hipokotil
lurus
tumpul
Lumpur,
Pasir dan
Gambut
Least
concern
Kayu bakar dan
Konsumsi (hipokotil)
5 B. sexangula Akar
lutut/papan
Hipokotil
lurus
tumpul
Lumpur
dan
Gambut
Least
concern
Kayu bakar dan
Konsumsi (hipokotil)
6 B. parviflora Akar lutut
Hipokotil
menyempit
diujung
Lumpur
dan Pasir
Least
concern Kayu bakar
7 S. caseolaris Akar nafas
Berbentuk
bola dan
ujung
bertangkai
Lumpur
bersalinitas
rendah
Least
concern
Kayu bakar, akar
pengganti gabus dan
konsumsi (hipokotil)
8 S. alba Akar nafas
Berbentuk
bola dan
ujung
bertangkai
Lumpur,
pasir dan
batuan
karang
Least
concern
Kayu bakar, akar
pengganti gabus dan
konsumsi (hipokotil)
9 Ae.
corniculatum
Akar
menjalar Sabit
Tanah dan
salinitas
beragam
Least
concern
Kayu bakar, saponin,
konsumsi dan hiasan
10 Ae. floridum Akar
menjalar
Sabit (agak
lurus)
Pasir dan
Batuan
karang
Near
threatened -
11 Av. Marina
Akar
tunjang
dan nafas
Membulat
Lumpur,
pasir dan
batuan
karang
Least
concern
Daun konsumsi
ternak, obat kulit
terbakar dan
kotrasepsi, buah
untuk konsumsi, kayu
bahan kertas
Berdasarkan status IUCN Redlist, didapatkan bahwa hampir seluruh jenis
mangrove pada Tabel 3. termasuk ke dalam kategori Least Concern (LC), kecuali
mangrove Aegiceras floridum termasuk ke dalam kategori Near Threatned (NT).
Kategori LC pada IUCN Redlist diberikan kepada suatu taksa yang tidak termasuk
ke dalam kategori Critically Endangered (CR), Endangered (EN), Vulnerable
29
(VU) maupun Near Threatened (NT) setelah dilakukan evaluasi (IUCN, 2012).
Kategori NT diberikan kepada suatu taksa yang tidak termasuk ke dalam kategori
CR, EN atau VU setalah dilakukan evaluasi, namun sangat berpotensi menjadi
terancam dalam waktu dekat (IUCN, 2012).
4.1.2 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud
a. Mangrove Tingkat Semai
Berdasarkan Tabel 4., mangrove tingkat semai dengan INP tertinggi yaitu
R. apiculata pada ketiga stasiun: Talengen (200,00), Kaluwatu (200,00) dan
Binebas (110,66). Pada Stasiun Tarohan berbeda dengan ketiga stasiun yang lain,
jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu S. alba (84,43). Hal ini menandakan
bahwa R. apiculata pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas, serta S. alba
pada Stasiun Tarohan memiliki potensi regenerasi yang tinggi dibandingkan
mangrove lain di masing-masing stasiun penelitian.
Tabel 4. INP mangrove tingkat semai di Kep. Sangihe dan Talaud
Jenis Mangrove FR (%) KR (%) INP
Talengen
R. apiculata 100 100 200,00
Kaluwatu
R. apiculata 100 100 200,00
Binebas
B. sexangula 16,67 32,79 49,45
B. parviflora 33,33 6,56 39,89
R. apiculata 50 60,66 110,66
Tarohan
S. alba 30 54,43 84,43
Ae. Corniculatum 30 30,38 60,38
Av. Marina 30 13,92 43,92
R. stylosa 10 1,27 11,27
30
Perbedaan jenis mangrove yang memiliki INP tertinggi pada Stasiun
Tarohan dengan ketiga Stasiun yang lain, dapat dikarenakan oleh beberapa faktor
lingkungan pendukung pertumbuhan mangrove yang berbeda pada setiap
jenisnya. S. alba yang dapat tumbuh baik pada Stasiun Tarohan karena didukung
oleh kondisi substrat lokasi ini yang memiliki batuan karang dan salinitas tinggi.
S. alba merupakan jenis pionir yang tidak toleran terhadap air tawar dalam
periode yang lama serta menyukai substrat batuan karang ataupun berpasir (Noor
dkk., 2006). R. apiculata dapat tumbuh baik pada Stasiun Talengen, Kaluwatu dan
Binebas karena didukung oleh kondisi substrat yang berlumpur halus dan
merupakan muara bagi beberapa sungai. R. apiculata dapat tumbuh baik pada
substrat dengan lumpur halus dan selalu mendapatkan asupan air tawar (Noor
dkk., 2006).
b. Mangrove Tingkat Pancang
Berdasarkan Tabel 5., mangrove pada tingkat pancang dengan INP
tertinggi yaitu R. apiculata yang terdapat di Stasiun Talengen (286,36), Kaluwatu
(228,96) dan Binebas (208,45). Pada Stasiun Tarohan, mangrove yang memiliki
INP tertinggi yaitu S. alba (168,69). Hal ini menandakan bahwa R. apiculata pada
Stasiun Talengen, Kaluwatu dan Binebas serta S. alba pada Stasiun Tarohan
mendominasi pertumbuhan tingkat pancang.
Mangrove jenis S. caseolaris (Stasiun Talengen) dan Bruguiera (Stasiun
Kaluwatu) sebelumnya tidak ditemukan pada tingkat semai. Hal ini dapat
dikarenakan mangrove Sonneratia dan Brugiera memiliki adaptasi yang rendah
pada tingkat semai. Adaptasi vegetasi suatu mangrove akan mengalami
31
peningkatan seiring dengan pertambahan umur tingkat permudaannya (Alik, dkk.,
2013).
Tabel 5. INP mangrove tingkat pancang di Kep. Sangihe dan Talaud
Jenis Mangrove FR (%) KR (%) DR (%) INP
Talengen
R. apiculata 88,89 97,56 99,91 286,36
S. caseolari 11,11 2,44 0,09 13,64
Kaluwatu
R. apiculata 58,33 77,05 93,57 228,96
B. sexangula 8,33 1,64 0,24 10,21
B. gymnorhiza 25 19,67 6,12 50,80
B. parviflora 8,33 1,64 0,06 10,40
Binebas
R. apiculata 41,18 70,69 96,59 208,45
R. mucronata 11,76 5,17 1,3 18,23
B. Sexangula 11,76 5,17 0,1 17,03
B. gymnorhiza 17,65 8,62 1,05 27,32
B. parviflora 11,76 8,62 0,92 21,31
Ae. floridum 5,88 1,72 0,04 7,65
Tarohan
S. alba 42,86 50 75,84 168,69
Ae. Corniculatum 28,57 16,67 2,24 47,48
R. stylosa 28,57 33,33 21,92 83,92
INP terendah pada tingkat pancang dimiliki oleh mangrove jenis
Ae. floridum (7,65). Mangrove jenis ini jarang ditemukan karena hanya
teridentifikasi kehadirannya pada Stasiun Binebas, yaitu di sekitar aliran sungai
yang memiliki substrat lumpur halus. Kelimpahan Ae. floridum sangat jarang dan
ditemukan tumbuh pada tepian aliran sungai namun tercatat pula hidup di batuan
karang (Noor dkk., 2006). Ae. floridum pada Redlist IUCN tergolong kedalam
kategori Near Threatned, yang berarti mangrove jenis ini berpotensi terancam
punah kehidupanya di alam (IUCN, 2012).
32
c. Mangrove Tingkat Pohon
Tabel 6. INP mangrove tingkat pohon di Kep. Sangihe dan Talaud
Jenis Mangrove FR (%) KR (%) DR (%) INP
Talengen
R. apiculata 61,54 59,21 78,09 198,84
S. caseolari 7,69 5,26 0,63 13,59
B. gymnorhiza 30,77 35,53 21,27 87,57
Kaluwatu
R. apiculata 53,85 59,76 69,59 183,19
B. gymnorhiza 23,08 30,49 24,54 78,11
B. sexangula 23,08 9,76 5,87 38,70
Binebas
R. apiculata 26,92 37,33 28,06 92,31
R. mucronata 23,08 29,33 51,55 103,96
B. gymnorhiza 3,85 1,33 0,05 5,23
B. sexangula 26,92 9,33 3,63 39,89
B. parviflora 11,54 17,33 11,68 40,55
S. caseolaris 3,85 4,00 4,69 12,54
Av. marina 3,85 1,33 0,34 5,25
Tarohan
S. alba 42,86 80,36 96,49 219,70
Ae. corniculatum 14,29 12,50 3,31 30,09
R. apiculata 14,29 3,57 0,12 17,98
R. stylosa 28,57 3,57 0,09 32,23
Pertumbuhan mangrove tingkat pohon di Stasiun Talengen dan Kaluwatu
dengan INP tertinggi dimiliki oleh mangrove jenis R. apiculata (Tabel 6.). Pada
Stasiun Talengen dan Kaluwatu, R. apiculata mempunyai INP tertinggi pada
semua tingkat pertumbuhan mangrove (pohon, pancang dan semai). Hal ini
menandakan bahwa R. apiculata memiliki kemampuan mempertahankan hidup
lebih tinggi jika dibandingkan dengan mangrove jenis yang lain. Tingginya nilai
INP pada setiap tingkat pertumbuhan mangrove di Stasiun Talengen dan
33
Kaluwatu menandakan bahwa, R. apiculata memiliki pengaruh dan peranan yang
tinggi di lokasi tersebut (Bengen, 2002).
INP tertinggi pada Stasiun Binebas dimiliki oleh jenis R. mucronata
(103,96). Jenis R. mucronata memiliki nilai DR melebihi 50% pada tingkat
pohon, sedangkan pada tingkat semai dan pancang nilai DR jenis ini kurang dari
50%. Hal ini menandakan bahwa R. mucronata pada tingkat pohon memiliki daya
adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tingkat semai dan pancang.
R. apiculata yang memiliki INP tertinggi pada tingkat semai dan pancang, namun
pada tingkat pohon INP tertinggi justru dimiliki oleh R. mucronata. Pada dasarnya
R. mucronata dan R. apiculata termasuk kedalam satu genus Rhizopora dan
memiliki karakteristik habitat ekologi yang hampir sama, namun R. mucronata
lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir (Noor dkk., 2006).
Pada Stasiun Tarohan tingkat pertumbuhan pohon, mangrove dengan INP
tertinggi yaitu S. alba (219,70). Hal ini didukung oleh kondisi habitat Stasiun
Tarohan yang sesuai dengan pertumbuhan S. alba yaitu substrat karang berpasir
dan berhadapan langsung dengan laut lepas. S. alba hidup pada habitat dengan
salinitas tinggi dan tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama
(Noor dkk., 2006). R. apiculata ditemukan dengan INP terkecil 17,98, jenis ini
tidak ditemukan sebelumnya pada tingkat semai dan pancang. Hal ini
menandakan bahwa semakin tinggi umur mangrove, maka tingkat adaptasi
terhadap lingkungan akan semakin bertambah (Alik dkk., 2013). Rendahnya INP
R. apiculata pada Stasiun Tarohan, disebabkan kerena mangrove ini tidak toleran
terhadap substrat keras dan bercampur pasir (Noor dkk., 2006).
34
4.1.3 Indeks Keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud
Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’) mangrove pada setiap
stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 7. Nilai H’ tertinggi untuk tingkat
pertumbuhan pohon terdapat di Stasiun Binebas (1,498). Hal ini menunjukan
bahwa pembagian jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan
pohon pada Stasiun Binebas lebih merata dibandingkan dengan stasiun penelitian
lainnya. Jumlah individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pohon di
Stasiun Binebas dapat dikatakan lebih proporsional jika dibandingkan dengan
stasiun penelitian yang lain. Nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun
Binebas sebesar 1,498, menandakan bahwa keanekaragaman vegetasi mangrove
untuk tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Binebas termasuk dalam kategori
sedang (Muller dan Ellenberg, 1974).
Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman Mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud
Stasiun H’
Pohon Pancang Semai
Talengen 0,833 0,114 0,000
Kaluwatu 0,895 0,656 0,000
Binebas 1,498 0,974 0,846
Tarohan 0,673 1,012 1,023
Stasiun Tarohan mempunyai nilai H’ tertinggi untuk tingkat pertumbuhan
pancang (1,012) dan semai (1,023). Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah
individu dan jumlah jenis untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai pada
Stasiun Tarohan lebih merata dibandingkan dengan stasiun penelitian yang lain.
Berdasarkan nilai H’ tingkat pertumbuhan pancang dan semai di Stasiun Tarohan,
menandakan bahwa keanekaragaman vegetasi mangrove termasuk dalam kategori
sedang (Muller dan Ellenberg, 1974).
35
Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pohon dimiliki oleh Stasiun
Tarohan (0,673). Nilai H’ terendah untuk tingkat pertumbuhan pancang dimiliki
oleh Stasiun Kaluwatu (0,656). Hal ini menunjukan bahwa pembagian jumlah
individu dan jumlah jenis tingkat pertumbuhan pohon di Stasiun Tarohan dan
tingkat pancang di Stasiun Kaluwatu paling tidak merata jika dibandingkan
dengan stasiun yang lain. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan pohon
di Stasiun Tarohan dan pancang di Stasiun Kaluwatu, masing-masing tergolong
dalam kategori keanekaragaman rendah (Muller dan Ellenberg, 1974).
Nilai H’ terendah untuk tingkat semai dimiliki oleh Stasiun Talengen dan
Kaluwatu (0,000). Hal ini menandakan bahwa jumlah individu dan jumlah jenis
tingkat pertumbuhan semai yang ada di kedua stasiun paling tidak merata jika
dibandingkan dengan stasiun yang lain. H’ pada Stasiun Talengen dan Kaluwatu
bernilai 0,000 karena hanya ada satu jenis mangrove yang teridentifkasi yaitu R.
apiculata. Berdasarkan nilai H’ untuk tingkat pertumbuhan semai di Stasiun
Talengen dan Kaluwatu, masing-masing tergolong dalam kategori
keanekaragaman rendah (Muller dan Ellenberg, 1974).
4.2. Zonasi Vegetasi Mangrove
Zonasi vegetasi mangrove di Kep. Sangihe dan Talaud menunjukan hasil
yang beragam pada setiap stasiun penelitian. Hal ini ditandai dengan panjang
zonasi vegetasi mangrove berkisar antara 10-250 m. Kondisi pantai dari setiap
stasiun penelitian juga memiliki karakteristik substrat yang bervariasi dari pantai
pasir berkarang sampai dengan endapan lumpur halus. Berikut akan dibahas
zonasi vegetasi mangrove pada masing-masing stasiun penelitian.
36
37
38
Panjang zonasi mangrove pada Stasiun Kaluwatu berkisar antara 50-250
m, dihitung dari pertumbuhan mangrove terluar (laut) ke arah darat. Panjang
zonasi yang ada pada kawasan mangrove sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan, diantaranya tinggi pasang surut air laut (Chapman, 1976). Tingginya
intervensi manusia di suatu kawasan mangrove dapat menyebabkan penurunan
kualitas mangrove seperti panjang zonasi, keanekaragaman jenis dan kerapatan
mangrove. Intervensi manusia berupa limbah penambangan emas, menyebabkan
air di sekitar stasiun ini menjadi keruh (Lampiran 3).
4.2.3 Stasiun Binebas
Stasiun Binebas mempunyai lima lapisan zonasi dari laut ke darat dengan
urutan sebagai berikut: zona Rhizophora - zona Bruguiera - zona Sonneratia -
zona Aegiceras – zona Avicennia (Gambar 11.). Mangrove jenis Av. Marina hidup
pada kondisi salinitas tinggi yang berhadapan langsung dengan laut (Noor dkk.,
2006), namun pada Stasiun Binebas Av. marina ditemukan pada lokasi yang
mengarah ke darat dengan kondisi substrat berlumpur halus dan terpasok air tawar
dari sungai secara langsung. Hal ini diduga karena adanya faktor lain yang
mendukung pertumbuhan mangrove seperti suhu, geografis, pasang surut yang
menyebabkan Av. marina dapat tumbuh pada zona mangrove ke arah darat (Noor
dkk., 2006).
39
40
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Jenis - jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Talaud ada 11
jenis dari 4 famili. R. apiculata memilik komposisi mangrove dengan nilai
terbaik (55,14%), sedangkan Ae. floridum memiliki komposisi dengan nilai
terburuk (0,14%). R. apiculata mempunyai INP terbaik di Stasiun Talengen,
Kaluwatu dan Binebas pada berbagai tingkat pertumbuhan, kecuali pada
tingkat pohon di Stasiun Binebas INP terbaik dimiliki oleh R. mucronata.
S. alba mempunyai INP terbaik pada Stasiun Tarohan diberbagai tingkat
pertumbuhan. Indeks keanekaragaman terbaik dimiliki oleh Stasiun Binebas
dengan kategori keanekaragaman sedang pada tingkat pohon (1,498) dan
Indeks keanekaragaman yang paling tidak baik dimiliki oleh Stasiun
Talengen (0,000) dan kaluwatu (0,000) dengan kategori keanekaragaman
rendah pada tingkat semai.
2) Stasiun Binebas memiliki zonasi terbaik (5 zona mangrove) dan Stasiun
Kaluwatu memiliki zonasi paling tidak baik (2 zona mangrove). Panjang
zonasi terbaik dimiliki oleh Stasiun Kaluwatu (50-250 m), sedangkan panjang
zonasi yang paling tidak baik dimiliki oleh Stasiun Tarohan (10-30 m).
42
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi vegetasi, fungsi, serta
manfaat hutan mangrove, agar masyarakat terutama di kawasan pesisir dapat
mengambil manfaat langsung dalam menjaga kelestarian hutan mangrove,
khususnya masyarakat yang ada di Kep. Sangihe dan Talaud.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhaji. 2001. Problem of Issues Affecting Biodiversity in Indonesia Situation
Analysis Paper. Presented in Wrokshop on Trainning Net Assessment for
Biodiversity Conservation in Indonesia. Bogor, Indonesia.
Alik, T. S. D., Umar R., dan Priosambodo D. 2013. Analisis Vegetasi Mangrove
di Pesisir Pantai Mara Bombang. Kab. Pinrang. Makassar: Universitas
Hassanudin.
Arofi, O. I. K. 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Di Suaka Margasatwa
Pulau Rambut Kepulauan Seribu. Skripsi. Universitas Islam Negeri Jakarta.
Bengen, D. G. 2002. Pedoman Teknis : Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan - Institut
Pertanian Bogor.
BMKG. Klimatologi. www.bmkg.go.id (Diakses Februari 2014)
Chapman, V. J. 1976. Mangrove Vegetation. University of California: J. Cramer.
Dachlan, R. 2013. Struktur Vegetasi Mangrove di Kampung Iseren Pulau
Rumberpon Pada Kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Papua.
Universitas Negeri Papua.
Dittopad, 2013. Peta Sulawesi. Jakarta. Direktorat Topografi Angkatan Darat.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hsuan, K. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore
University Press.
Jamili, Setiadi, D., Qayim, I., dan Guhardja, E. 2009. Ilmu Kelautan. Struktur dan
Komposisi Mangrove di Pulau Keledupa Taman Nasional Wakatobi,
Sulawesi Tenggara. Vol. 14 (4): 36-45.
Irawan, B. 2005. Kondisi Vegetasi Mangrove di Luwuk-Banggai Sulawesi
Tengah. Bandung: FMIPA - Universitas Padjajaran.
IUCN Redlist. 2008. http://www.iucnredlist.org (Diakses Februari 2015).
IUCN. 2012. IUCN Red List Categories and Criteria: Version 3.1. Second
edition.United Kingdom: Gland, Switzerland and Cambridge.
Kaunang, T. D., dan Kimbal, J. D. 2009. Agritek. Komposisi dan Struktur
Vegetasi Hutan Mangrove di Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara.
Vol. 17 (6): 1163-1171.
44
Kepel., R. C., L. J. L. Lumingas, dan Hendrik B. A. Lumimbus. 2012. Pasifik
Journal. Komunitas Mangrove di Pesisir Namano & Wasisil, Provinsi
Maluku. Vol. 2 (7).
Loket Pelayanan Informasi Peta Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia
http://loketpeta.pu.go.id/peta/wilayah-sungai-provinsi-sulawesi-utara/
Mehta, A. 1999. Buku Panduan Lapangan Bunaken. Taman Nasional Bunaken:
EPIQ.
Muller- Dombois, D., dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. Canada: John Wiley and Sons Inc.
Noor, Y. R., M. Khazali, dan I. N. N. Suryadipura. 2006. Wetland International.
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor. Indonesia Programme.
Noor, Y. R., M. Khazali, dan I. N. N. Suryadipura. 1999. Wetland International.
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Indonesia Programme.
Noor, Y. R.1995. Mangrove Indonesia, Pelabuhan bagi Keanekaragaman Hayati:
Evaluasi Keberadaannya Saat Ini. Prosiding Seminar V Ekosistem
Mangrove. 299-309.
Onrizal. 2003. Jenis-jenis Mangrove di Teluk Bintuni, Papua. Bogor: Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan PT Bintuni Utama Murni Wood
Industries.
Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove.
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Romadhon, A. 2008. Kajian nilai ekologi melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks
Penting (INP) mangrove terhadap perlindungan Lingkungan kepulauan
kangean. Embryo Vol. 5 (1): 82-97.
Romimohtarto, K., dan Sri Juwana. 2007. BIOLOGI LAUT Ilmu Pengetahuan
tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.
Sangihe Dalam Angka. 2012. Kepulauan Sangihe. Badan Pusat Statistik (BPS).
Saenger, P. 1982. Morphological, Anatomical and Reproductive Adaptations of
Australian Mangroves. In B.F. Clough (ed): Mangrove Ecosystem in
Australia Structure, Function and Management. Australian Institute of
Marine Science. Canberra: Australian National University Press.
Saenger, P. and Hutching. 1987. Ecology of Mangrove. Queensland: University of
Queensland Press.
45
Sofyarita, S. 2006. Kondisi dan Struktur Vegetasi Mangrove di Wilayah Pesisir
Teluk Tomini Selatan, Sulawesi Tengah. Skripsi. Universitas Padjajaran.
Syah Candra. 2003. Pengaruh Penebangan Terhadap Suksesi Hutan ALam
Mangrove di Provinsi Kalimantan Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Syahril, A. R. 1995. Studi Pola Sebaran Mangrove Berdasarkan Salinitas di Pantai
Malili, Kab. Lulu. Skripsi. Universitas Hassanudin.
Talaud Dalam Angka. 2012. Kepulauan Talaud. Badan Pusat Statistik (BPS).
Talib, M. F. 2008. Struktur dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove serta
Makrozoobenthos yang Berkoeksistensi, di Desa Tanah Merah dan Oebelo
Kecil Kabupaetn Kupang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Wantasen, A. 2002. Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Talise,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
46
Lampiran 1. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan di Kep. Sangihe dan Kep. Talaud
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa
Bruguiera gymnorhiza Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula
Sonneratia caseolaris Avicennia marina Sonneratia alba
Aegiceras floridum Aegiceras corniculatum
47
Lampiran 2. Hasil analisis vegetasi mangrove
Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Talengen
Petak 10x10 (Pohon)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.889 0.050 753.786 61.54 59.21 78.09 198.84
2 S. caseolaris 0.111 0.004 6.119 7.69 5.26 0.63 13.59
3 B. gymnorhiza 0.444 0.030 205.314 30.77 35.53 21.27 87.57
Total 1.444 0.084 965.219 100.00 100.00 100.00 300.00
Petak 5x5 (Pancang)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.889 0.044 58.763 88.89 97.56 99.91 286.36
2 S. caseolaris 0.111 0.001 0.051 11.11 2.44 0.09 13.64
Total 1 0.046 58.814 1 1 1 3
Petak 2x2 (Semai)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.111 0.006 - 100 100 - 200
Total 0.111 0.006 - 100 100 - 200
48
Lanjutan ...
Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Kaluwatu
Petak 10x10 (Pohon)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.875 0.061 1391.408 53.85 59.76 69.59 183.19
2 B. gymnorhiza 0.375 0.031 490.707 23.08 30.49 24.54 78.11
3 B. sexangula 0.375 0.01 117.376 23.08 9.76 5.87 38.70
Total 1.625 0.103 1999.491 100 100 100 300
Petak 5x5 (Pancang)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.875 0.05875 28.496 58.33 77.05 93.57 228.96
2 B. sexangula 0.125 0.00125 0.073 8.33 1.64 0.24 10.21
3 B. gymnorhiza 0.375 0.015 1.865 25.00 19.67 6.12 50.80
4 B. parviflora 0.125 0.00125 0.020 8.33 1.64 0.06 10.04
Total 1.500 0.07625 30.454 100 100 100 30
Petak 2x2 (Semai)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.625 0.115 - 100 100 - 200
Total 0.625 0.115 - 100 100 - 200
49
Lanjutan ...
Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Binebas
Plot 10x10 (Pohon)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.88 0.035 111.09 26.92 37.33 28.06 92.31
2 R. mucronata 0.75 0.0275 204.11 23.08 29.33 51.55 103.96
3 B. gymnorhiza 0.13 0.0012 0.19 3.85 1.33 0.05 5.23
4 B. sexangula 0.88 0.0087 14.38 26.92 9.33 3.63 39.89
6 B. parviflora 0.38 0.0162 46.24 11.54 17.33 11.68 40.55
5 S. caseolaris 0.13 0.0037 18.57 3.85 4.00 4.69 12.54
7 Av. marina 0.13 0.0012 1.36 3.85 1.33 0.34 5.52
Total 3.25 0.0937 395.95 100 100 100 300
Plot 5x5 (Pancang)
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 R. apiculata 0.88 0.05125 43.431 41.18 70.69 96.59 208.45
3 R. mucronata 0.25 0.00375 0.582 11.76 5.17 1.30 18.23
2 B. sexangula 0.25 0.00375 0.044 11.76 5.17 0.10 17.03
4 B.gymnorhiza 0.38 0.00625 0.474 17.65 8.62 1.05 27.32
5 B. parviflora 0.25 0.00625 0.415 11.76 8.62 0.92 21.31
6 Ae. floridum 0.13 0.00125 0.019 5.88 1.72 0.04 7.65
Total 2.13 0.0725 44.965 100 100 100 300
Plot 2x2 (Semai)
No Jenis FM KM DR FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 B. sexangula 0.13 0.03 - 16.67 32.79 - 49.45
2 B. parviflora 0.25 0.01 - 33.33 6.56 - 39.89
3 R. apiculata 0.38 0.05 - 50.00 60.66 - 110.66
Total 0.75 0.08 - 100 100 - 200
50
Lanjutan ...
Hasil analisis vegetasi mangrove di Stasiun Binebas
Petak 10x10 No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 S. alba 1.000 0.15 3320.556 42.86 80.36 96.49 219.70
2 Ae. corniculatum 0.333 0.023 113.7524 14.29 12.50 3.31 30.09
3 R. apiculata 0.333 0.006 4.187 14.29 3.57 0.12 17.98
4 R. stylosa 0.667 0.006 3.025 28.57 3.57 0.09 32.23
Total 2.333 0.187 3441.520 100 100 100 300
Petak 5x5
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 S. alba 1.000 0.03 5.658 42.86 50 75.84 168.69
2 Ae. corniculatum 0.667 0.01 0.168 28.57 16.67 2.24 47.48
3 R. stylosa 0.667 0.02 1.635 28.57 33.33 21.92 83.82
Total 2.333 0.060 7.461 100 100 100 300
Petak 2x2
No Jenis FM KM DM FR (%) KR (%) DR (%) INP
1 S. alba 1.000 0.143 - 30.00 54.43 - 84.43
2 Ae. corniculatum 1.000 0.08 - 30.00 30.38 - 60.38
3 Av. marina 1.000 0.037 - 30.00 13.92 - 43.92
3 R. stylosa 0.333 0.003 - 10.00 1.27 - 11.27
Total 3.333 0.263 - 100 100 - 200
51