58
Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 201 3 STATUS ASMATIKUS PADA KEHAMILAN Tigor P. Simanjuntak, 1 Ifen Ayu Malinda 2 1 Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Kristen Indonesia 2 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Abstrak Asthma is probably the most common serious medical disorder that may complicate pregnancy. A third of pregnant women with asthma will experience worsening of their symptoms, a third will see improvement of their symptoms and a third will see no change. The primary goal is to maintain optimal control of asthma for maternal health and well-being as well as fetal maturation. Vital patient education should cover the use of controller medication, avoidance of asthma triggers and early treatment of asthma exacerbations. Acute asthma exacerbation during the first trimester is associated with an increased risk of congenital malformations. Poorly controlled asthma is associated with low birth weight, preeclampsia, and preterm birth. Medications used for asthma control in the non-pregnant 1

Status Asmatikus Pada Kehamilan

  • Upload
    ifenayu

  • View
    240

  • Download
    15

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

STATUS ASMATIKUS PADA KEHAMILAN

Tigor P. Simanjuntak,1 Ifen Ayu Malinda 2

1 Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Kristen Indonesia

2 Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Abstrak

Asthma is probably the most common serious medical disorder that may

complicate pregnancy. A third of pregnant women with asthma will experience

worsening of their symptoms, a third will see improvement of their symptoms and

a third will see no change. The primary goal is to maintain optimal control of

asthma for maternal health and well-being as well as fetal maturation. Vital

patient education should cover the use of controller medication, avoidance of

asthma triggers and early treatment of asthma exacerbations. Acute asthma

exacerbation during the first trimester is associated with an increased risk of

congenital malformations. Poorly controlled asthma is associated with low birth

weight, preeclampsia, and preterm birth. Medications used for asthma control in

the non-pregnant population are generally the same in pregnancy with a few

exceptions. Inhaled corticosteroids (ICS) are the preferred controller. Budesonide

is the preferred ICS. Long-acting Bagonists (LABA) are the preferred add-on

therapy to medium to high dose ICS. Major triggers for asthma exacerbations

during pregnancy are viral infections and ICS nonadherence.

Keywords : asma, status asmaticus, inhaled corticosteroids

1

Page 2: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Abstrak

Asma adalah gangguan kesehatan umum serius yang dapat mempersulit

kehamilan. Sepertiga dar iwanita hamil dengan asma akan mengalami gejala asma

yang lebih buruk, sepertiga akan mengalami peningkatan gejala dan sepertiga

lainnya tidak mengalami perubahan. Tujuan utama adalah untuk mempertahankan

kontrol yang optimal asma untuk kesehatan ibu dan kesejahteraan serta

pendewasaan janin. Pendidikan pasien utamanya harus mencakup penggunaan

obat pengendali, menghindari pemicu asma dan pengobatan serangan awal asma.

Serangan asma akut selama trimester pertama biasanya dihubungkan dengan

peningkatan risiko malformasi kongenital. Asma yang tidak terkontrol biasanya

dihubungkan dengan kelahiran bayi dengan berat rendah, preeklamsia, dan

kelahiran prematur. Obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol asma pada

populasi non-hamil umumnya sama dengan populasi kehamilan dengan beberapa

pengecualian. Kortikosteroid inhalasi(ICS) adalah terapi pengendalian yang

disenangi. Budesonide merupakan ICS yang sering dipakai. Long acting B-

agonists (LABA) adalah pilihan terapi tambahan untuk dosis ICS menengah

hingga tinggi. Pemicu utama asma serangan selama kehamilan adalah infek si

virus dan ketidakpatuhan ICS.

Kata kunci : asma, status asmatikus, inhalasi kortikosteroid

2

Page 3: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

PENDAHULUAN

1. Definisi

Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medik berupa serangan

asma berat kemudian bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap

pengobatan seperti bronkodilator dan kortikosteroid. Refrakter mengandung arti

tidak adanya respon terhadap pengobatan.

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan

maupun sebagai hasil suatu pengobatan.1,2

Prevalensi asma terjadi pada 4-8% populasi umum. Pada kehamilan

prevalensinya 1-4%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7 %. 3,4,5

Kepustakaan lain menyatakan asma berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada

200.000 - 376.000 kehamilan di Amerika setiap tahunnya. Rata - rata morbiditas

dan mortalitas pada wanita hamil sebanding dengan populasi umum. Rata - rata

mobilitas asma di Amerika adalah 2,1 per 100.000. 3

2. Etiologi dan Faktor predisposisi

a. Reaksi imunologi (alergi) dimana IgE meninggi

Jalur imunologi utama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.

Pada jalur IgE , masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC

(Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan

dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel ini akan memberikan

instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk

serta sel- sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinifil,

neotrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator

inflamasi seperti histamin prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet

activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain-lain akan

mempengaruhi organ sasaran menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi

3

Page 4: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas

saluran napas (HSN). Jalur non- alergi selain merangsang sel inflamasi, juga

merangsang sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan

hiperreaktivitas saluran napas.9

b. Faktor genetik

c. Faktor hormon

1) Progesteron

Yang kadarnya meningkat pada masa kehamilan mempunyai efek

langsung terhadap pusat pernapasan menyebabkan peningkatan

frekuensi pernapasan., sehingga menyebabkan hiperventilasi.

Progesteron bersifat smooth muscle relaxant terhadap otot – otot

polos usus, genitourinarius, dan otot bronkus.

2) Estrogen

Kadarnya meningkat saat kehamilan, terutama trimester ketiga.

Pecora et al membuktikan estrogen mempunyai efek menurunkan

diffusing capacity dari CO2 pada paru-paru dan diduga ini terjadi

sebagai akibat meningkatnya asam mukopolisakarida perikapiler.

3) Kortisol

Kadarnya meningkat pada kehamilan, diduga sebagai akibat kliren

kortisol yang menurun, bukan karena sekresinya yang meningkat.

Sehingga waktu paruhnya akan memanjang dan pemberian preparat

steroid pada masa kehamilan harus disesuaikan dengan keadaan ini.

Pengaruh Asma Bronkiale Terhadap Kehamilan

3. Patofisiologi Asma pada Kehamilan

Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma, hal ini

berhubungan dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang

dimediasi oleh progesteron serta peningkatan kadar kortisol serum bebas

merupakan salah satu perubahan fisiologis kehamilan yang dapat memperbaiki

gejala asma, sedangkan prostaglandin F2 dapat memperburuk gejala asma karena

efek bronkokonstriksi yang ditimbulkannya.1,5

4

Page 5: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

a. Pengaruh kehamilan pada asma

Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi

hidung, sinus dan paru. Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti

kapiler hidung, terutama selama trimester ketiga, sedangkan peningkatan

kadar hormon progesteron menyebabkan peningkatan laju pernapasan.5

Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat

mempengaruhi serangan asma pada kehamilan. Pada studi prospektif blind,

ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan gejala asma

selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan

bayi laki-laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak

satu pun ibu dari bayi perempuan mengalami perbaikan. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa gejolak adrenergik yang dialami ibu selama

mengandung janin laki-laki dapat meringankan gejala asma.1,5

Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap

penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya

tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya

serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu,

dan akan berkurang pada akhir kehamilan.4

Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan

beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia.

Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh

buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang

tidak sesuai dengan umur kehamilan.4

b. Pengaruh asma pada kehamilan

Asma pada kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi janin,

namun serangan asma berat dan asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan

hipoksemia ibu sehingga berefek pada janin.1 Asma pada kehamilan

berdampak penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan persalinan.

Dampak yang terjadi dapat berupa kelahiran prematur, usia kehamilan muda,

hipertensi pada kehamilan, abrupsio plasenta, korioamnionitis, dan seksio

sesaria.

5

Page 6: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

4. Diagnosis dan Pemantauan Peyakit

a. Pemeriksaan fisik 

Pemeriksaan yang bermakna termasuk takipneu, takikardi, pulsus

paradoksus (>20 mm Hg), ekspirasi memanjang, agitasi (tanda hipoksia dan

gangguan pernafasan) , dan penggunaan otot aksesorius

(sternokleidomastoideus, abdominalis, pektoralis). Gejala yang menunjukkan

serangan yang potensial menjadi fatal termasuk sianosis sentral dan

penurunan kesadaran. Pemeriksaan analisa gas darah arteri dapat

memperlihatkan penilaian objektif dari oksigenasi ibu, ventilasi dan status

asam basa. Tes paru juga rutin dilakukan pada manajemen asma akut dan

kronik.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap untuk menentukan diagnosis banding:

Inflamasi nonspesifik dan kemungkinan trombositopenia serta anemia

Leukositosis sebagai akibat dari respons fisiologis terhadap kehamilan,

terapi steroid, infeksi saluran pernafasan atas, atau stres serangan asma

2) Analisa gas darah:

Analisa gas darah arteri untuk mengindikasikan tahap oksigenasi dan

kompensasi respiratorik

PaCO2 biasanya rendah pada tahap awal eksaserbasi sebagai hasil dari

hiperventilasi

Peningkatan PaCO2 menunjukkan tanda gagal nafas akan segera terjadi

Gas darah arteri sering menunjukkan penurunan PaO2

Perubahan fisiologis sistem pulmonalis pada kehamilan biasanya

mengubah hasil gas darah arteri: pH 7.4-7.45, PO2 95-105 mm Hg, PCO2

28-32 mmHg, and bikarbonat 18-31 mEq/L

c. Pemeriksaan Radiologi

1.    Radiografi paru

6

Page 7: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Radiografi paru normal pada kehamilan aterm biasanya menunjukkan

jantung yang membesar

Radiografi paru diindikasikan apabila terdapat kondisi seperti

pneumonia, barotrauma, gagal jantung kongestif, atau penyakit paru

obstruktif kronik

d. Pemeriksaan Lain

1.    Pemeriksaan fungsi paru

Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR) dan volume ekspirasi

paksa dalam 1 detik (FEV1)

Pengurangan pada kapasitas vital paksa (FVC)

Peningkatan volume residu (RV), kapasitas residual fungsional

(FRC), dan kapasitas paru total (TLC)

Kapasitas difusi normal

2.    Obstruksi aliran udara yang reversibel untuk mendiagnosis dan

menilai asma

3.    Pasien dengan asma biasanya menunjukkan FEV1, FVC, dan

PEFR yang

meningkat 15 % apabila diobati dengan bronkodilator

a. Stadium Status asmatikus10

Menentukan stadium status asmatikus dapat dilihat dari hasil laboratorium

gas darah dalam status asma. Pasien dalam stadium 1 atau 2 dapat dirawat di

rumah sakit, tergantung pada tingkat keparahan dyspnea mereka, kemampuan

mereka untuk menggunakan otot pernapasan tambahan, dan arus puncak ekspirasi

(PEF) nilai atau volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) setelah pengobatan

(>50% tetapi <70% dari nilai prediksi). Pasien yang setelah di lihat dari hasil

ABG termasuk kedalam stadium 3 dan 4 diharuskan masuk ke unit perawatan

intensif(ICU). Nilai PEF atau FEV1 kurang dari 50% dari nilai prediksi setelah

pengobatan.

7

Page 8: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

1) Stadium 1

Pasien tidak hypoxemic, tetapi terdapat hiperventilasi dan memiliki

tekanan parsial oksigen normal (PO2). Data menunjukkan bahwa ada

kemungkinan pasien dapat keluar dari rumah sakit, pada kondisi seperti ini

pengobatan ipratropium melalui nebulizer dapat bermanfaat sebagai

tambahan untuk beta-agonis.

2) Stadium 2

Stadium ini mirip dengan stadium 1, namun pada pasien terjadi

hiperventisai dan hipoksemia. Pada kondisi ini masih bisa terlepas dari

kondisi gawat, tergantung pada respon mereka terhadap pengobatan

bronkodilator, namun akan membutuhkan kortikosteroid sistemik.

3) Stadium 3

kondisi pasien ini umumnya sakit dan memiliki tekanan parsial normal

karbon dioksida (PCO2) karena kelelahan otot pernapasan. PCO2 mereka

dianggap nilai normal palsu dan merupakan tanda yang sangat serius dari

kelelahan yang merupaka sinyal perlunya untuk perawatan lebih lanjut. Hal

tersebut merupakan indikasi untuk intubasi elektif dan ventilasi mekanik, dan

pasien ini perlu untuk masuk ke perawatan ICU. Diusulkan penggunaan

Kortikosteroid parenteral, seperti penggunaan beta2-adrenergik bronkodilator

inhalasi terus menerus secara agresif. Pasien-pasien ini mungkin

mendapatkan manfaat dari teofilin.

4) Stadium 4

Ini adalah tahap yang sangat serius di mana PO2 rendah dan PCO2 yang

tinggi, menandakan kegagalan pernapasan. Pasien tersebut memiliki kurang

dari 20% fungsi paru-paru atau FEV1 dan memerlukan intubasi dan ventilasi

mekanis. Pasien dalam tahap 4 harus dirawat di ICU. Diusulkan untuk

mengganti dari inhalasi agonis beta-2 dan ke antikolinergikinhaler meteran-

dosis (MDI) melalui ventilator tabung mekanik n. Obat Steroid parenteral

8

Page 9: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

sangat penting, danteofilin dapat ditambahkan, seperti dengan pasien dalam

stadium 3.

5. Penatalaksanaan Asma pada Kehamilan

Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan

kooperatif antara dokter kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang khusus

menangani asma dan ibu hamil itu sendiri. Tujuan serta terapi pada prinsipnya

sama dengan pada penderita asma yang tidak hamil. Terapi medikasi asma selama

kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma tidak hamil, dengan pelega

kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi inflamasi.

Pentingnya pengobatan asma adalah mencegah kematian, kegagalan pernapasan,

status asmatikus, perawatan di ruang emergensi, dan cacat wheezing.1,5,6

a. Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal

berikut.

1) Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin

Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 – 550

liter/menit. Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga

terapi dapat disesuaikan.6,15

2) Menghindari faktor pencetus asma

Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan

kesejahteraan ibu dengan kebutuhan medikasi yang minimal. Asma dapat

dicetuskan oleh berbagai faktor termasuk alergi, infeksi saluran napas atas,

sinusitis, exercise, aspirin, obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID),

dan iritan, misalnya: asap rokok, asap kimiawi, kelembaban, emosi. Di

samping itu, pencetus terkemuka serangan asma termasuk serbuk/tepung,

tungau, jamur, amukan hewan, makanan, dan hormone. Pada umumnya

kucing merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma. Semua

hewan pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma,

termasuk kecoak.15,16

Gastroesophageal reflux dikenal sebagai pencetus asma dan terjadi

pada hampir 1/3 wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER dapat

9

Page 10: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

disebabkan oleh aspirasi isi lambung kedalam paru sehingga menyebabkan

bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal dari esofagus ke paru

sehingga menyebabkan bronkokonstriksi.

Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari

paparan asap tembakau serta iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang

merokok berhubungan dengan peningkatan risiko wheezing dan kejadian

asma pada anaknya.4,5

3) Edukasi

Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin.

Ibu hamil harus mampu mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang

memburuk agar mencegah hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti

cara mengurangi paparan agar dapat mengendalikan faktor-faktor pencetus

asma7,15

4) Terapi farmakologi selama kehamilan

Kelompok kerja NAEPP merekomendasikan prinsip serta pendekatan

terapi farmakologi dalam penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi.

Prednison, teofilin, antihistamin, kortikosteroid inhalasi, β2 agonis dan

kromolin bukan merupakan kontra indikasi pada penderita asma yang

menyusui. Rekomendasi penatalaksanaan asma selama laktasi sama dengan

penatalaksanaan asma selama kehamilan. Terapi asma modern dengan

teofilin, kortikosreoid dan beta agonis menurunkan risiko komplikasi

kehamilan menjadi rendah baik pada ibu maupun janin. Farmakoterapi tdak

boleh bersifat teratogenik pada janin atau berbahaya pada ibu. Penggunaan

beta agonis, seperti metaproterenol, dan albuterol, dapat digunakan dalam

pengobatan darurat pada asma berat dalam kehamilan, tetapi penggunaan

jangka panjang seharusnya dihindari pada kehamilan muda, terutama sekali

sejak efek pada janin tidak diketahui.15

Penatalaksanaan farmakologi dibagi menjadi 4 stadium

a) Tahap 1: Asma Intermitten

Bronkodilator kerja singkat, terutama β2 agonis inhalasi

direkomendasikan sebagai pengobatan pelega cepat untuk mengobati

10

Page 11: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

gejala pada asma intermiten. Aksi utama β2 agonis adalah untuk

merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus β2 reseptor,

sehingga meningkatkan siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi.

Salbutamol adalah β2 agonis inhalasi yang memiliki profil keamanan

baik. Belum terdapat data yang membuktikan kejadian cidera janin pada

penggunaan β2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontra indikasi

selama menyusui.15

b) Tahap 2 : Asma Persisten Ringan

Terapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama

pada asma persisten ringan adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Kortikosteroid merupakan terapi preventif dan bekerja luas pada proses

inflamasi. Efek klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya serangan,

perbaikan arus puncak ekspirasi dan spirometri, mengurangi

hiperresponsif jalan napas, mencegah serangan dan mencegah

remodeling dinding jalan napas. Kortikosteroid mencegah pelepasan

sitokin, pengangkutan eosinofil jalan napas dan pelepasan mediator

inflamasi. Kortikosteroid inhalasi mencegah eksarsebasi asma dalam

kehamilan dan merupakan terapi profilaksis pilihan.,8,15,16

Dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi lainnya, budesonid

lebih banyak digunakan pada wanita hamil. Belum terdapat data yang

menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid inhalasi selain

budesonid tidak aman selama kehamilan. Oleh karenanya, kortikosteroid

inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah

terkontrol dengan baik sebelum kehamilan, terutama bila terdapat dugaan

perubahan formulasi dapat membahayakan asma yang terkontrol.15,16

Kortikosteroid oral selama kehamilan meningkatkan risiko

preeklampsia, kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah.

Bagaimanapun juga, mengingat pengaruh serangan asma berat bagi ibu

dan janin, penggunaan kortikosteroid oral tetap diindikasikan secara

klinis selama kehamilan . Selama kehamilan, penggunaan prednison

untuk mengontrol gejala asma penting diberikan bila terdapat

11

Page 12: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

kemungkinan terjadinya hipoksemia ibu dan oksigenasi janin yang tidak

adekuat. 15

Prednisolon dimetabolisme sangat rendah oleh plasenta (10%).

Beberapa studi menyebutkan tidak ada peningkatan risiko aborsi, bayi

lahir mati, kelainan kongenital, reaksi penolakan janin ataupun kematian

neonatus yang disebabkan pengobatan ibu dengan steroid.15

Kromolin sodium memiliki toleransi dan profil keamanan yang baik,

tetapi kurang efektif dalam mengurangi manifestasi asma baik secara

objektif maupun subjektif bila dibandingkan dengan kortikosteroid

inhalasi. Kromolin sodium memiliki kemampuan anti inflamasi,

mekanismenya berhubungan dengan blokade saluran klorida. Kromolin

ialah suatu terapi alternatif, bukan terapi yang dianjurkan bagi asma

persisten ringan.15

Antagonis reseptor leukotrien (montelukast dan zafirlukast)

digunakan untuk mempertahankan terapi terkontrol pada pasien asma

sebelum hamil. Menurut opini kelompok kerja NAEPP, saat memulai

terapi baru untuk asma pada kehamilan, antagonis reseptor leukotrien

merupakan terapi alternatif, dan tidak dianjurkan sebagai terapi pilihan

bagi asma persisten ringan.

Teofilin menyebabkan bronkodilatasi ringan sampai sedang pada

asma. Konsentrasi rendah teofilin dalam serum beraksi sebagai anti

inflamasi ringan. Teofilin memiliki potensi toksisitas serius bila dosisnya

berlebihan atau terdapat interaksi dengan obat lain (misal dengan

eritromisin). Penggunaan teofilin selama kehamilan membutuhkan dosis

titrasi yang hati-hati serta pemantauan ketat untuk mempertahankan

konsentrasi teofilin serum 5 – 12 mcg/mL. Penggunaan teofilin dosis

rendah merupakan terapi alternatif, tapi tidak dianjurkan pada asma

persisten ringan.15

c) Tahap 3 : Asma Persisten Sedang

Terdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi

dosis rendah dan β2 agonis inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis

12

Page 13: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

kortikosteroid inhalasi sampai dosis medium. Data yang menunjukkan

keefektivan dan atau keamanan penggunaan kombinasi terapi ini selama

kehamilan sangat terbatas, tetapi menurut data uji coba kontrol acak pada

orang dewasa tidak hamil menunjukkan bahwa penambahan β2 agonis

inhalasi kerja lama pada kortiko steroid inhalasi dosis rendah

menghasilkan asma yang lebih terkontrol daripada hanya meningkatkan

dosis kortikosteroid.6,8,15

Profil farmakologi dan toksikologi β2 agonis inhalasi kerja lama

dan singkat hampir sama, terdapat justifikasi bahwa β2 agonis inhalasi

kerja lama memiliki profil keamanan yang sama dengan salbutamol, dan

β2 agonis inhalasi kerja lama aman digunakan selama kehamilan. Contoh

β2 agonis inhalasi kerja lama adalah salmeterol dan formoterol. Bracken

dkk menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan

pada berat lahir dan panjang lahir bayi, kelahiran prematur, maupun

preeklampsia, pada penggunaan β2 agonis inhalasi kerja lama bila

dibandingkan dengan Salmeterol selama kehamilan.15

d) Tahap 4 : Asma Persisten Berat

Jika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih

membutuhkan tambahan terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus

dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta penambahan terapi budesonid.

Jika cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka dianjurkan untuk

penambahan kortikosteroid sistemik. Dosis kortikosteroid sistemik

sebagai pengontol jangka panjang selama kehamilan dan laktasi dapat

dilihat pada tabel.7,815

b. Penatalaksaan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut.

Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan non-hamil,

tetapi hospitaliyy threshold lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif

dengan hidrasi intravena, pemberian masker oksigen, pemeriksaan analisis

gas darah, pengukuran FEV1 (forced expiratory volume in one second),

PEFR, pulse oximetry, dan fetal monitoring.

13

Page 14: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Penanganan lini pertama adalah β adrenergic agonis (sub-kutan, oral,

inhalasi) loading dose 4 – 6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8 – 1

mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10 –

20 µg/ml, Dan kortikosteroid, metilprednisolon 40- 60 mg I.V. tiap 6 jam.

Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan respons hasil terapi.

Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 – 60

menit dimasukkan dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di

ICU dan intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan

kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas dan

mortalitas.

c. Penatalaksanaan Asma pada Persalinan

Serangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang

ditemukan. Ibu hamil dapat melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai

persalinan. Pada ibu dengan asma yang selama kehamilan telah menggunakan

steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama lebih dari 2 minggu) saat

awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral

(hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu

memulai kembali pengobatan oralnya.

Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu

intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi

dan parameter-parameter klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma

berat atau yang steroid dependen, karena mereka mempunyai resiko yang lebih

besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin. Onset spontan persalinan

harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan untuk alasan obstetrik.

Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit, maka

persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani

komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita

memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.

Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus

diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid

harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan.

14

Page 15: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan

penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas.

Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik

untuk penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya

seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih

dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat

memacu terjadinya bronkospasme yang berat.

Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan

pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau

forceps akan bermanfaat.

Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan sebagai

induksi persalinan untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi awal

kehamilan. Prostaglandin F2α yang diindikasikan untuk perdarahan post partum

berat, harus digunakan dengan hati-hati karena menyebabkan bronkospasme

(Nelson and Piercy, 2001).

Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak

melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine

atau morfin yang melepas histamin. Bila persalinan dengan seksio sesarea atas

indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya anestesi cara spinal.

Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat digunakan

dengan aman, termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan opiat pada

serangan asma akut. Bila dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya menggunakan

epidural anestesi daripada anestesi umum karena peningkatan risiko infeksi dada

dan atelektasis. Ergometrin dapat menyebabkan bronkospasme, terutama pada

anestesi umum. Sintometrin (oksitosin/ergometrin) yang digunakan untuk

mencegah perdarahan post partum, aman digunakan pada wanita asma. Sebelum

menggunakan obat-obat analgetik harus ditanyakan mengenai sensitivitas pasien

terhadap aspirin atau NSAID (Nelson and Piercy, 2001).

d. Penanganan Asma Postpartum

Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan.

Perjalanan dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis

15

Page 16: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

setelah post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi

yang berkaitan dengan penyakitnya ini.

Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10%

dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam

setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air

susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan

pengaruh pada janin.6

Gambar 1. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi :

pengobatan di rumah15

16

Pengobatan Awal

Inhalasi MDI 2-4 semprot atau nebulizer boleh samapi 3x dengan selang waktu 15

Page 17: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

MDI : Metode-dose inhaler

*Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah

menurun sesuai dengan berjalannya waktu

Untuk penatalaksanaan di rumah sakit dapat di gambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan

laktasi : di Ruang Gawat Darurat dan Rumah Sakit15

17

Respon Baik

- Eksaserbasi ringan- APE > 80% prediksi- Tidak ada mengi / sesak napas- Respons terhadap inhalasi

agonis β2 bertahan selama 4 jam- Aktivitas janin wajar*

Pengobatan

- Agonis β2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 1-2 hari

- Pada pasien yang telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis ditingkatkan 2x nya untuk 7-10 hari

Respon Tidak Baik

- Eksaserbasi sedang- APE 50-80%

prediksi- Mengi / sesak napas

menetap- Aktivitas janin

menurun

Pengobatan - Tambahkan

kortikosteroid oral- Teruskan inhalasi

agonis β2 aksi pendek

Respons Buruk

- Eksaserbasi berat- APE <50% prediksi- Mengi / sesak napas

menonjol- Aktivitas janin menurun

Pengobatan

- Tambahkan kortikosteroid oral

- Ulangi inhalasi agonis β2 segera

- Bila distress pernapasan berat dan tidak responsive segera hubungi dokter dan pergi ke IGD

Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya

Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya

Kunjungi segera Instalasi Gawat Darurat

VEP 1 atau APE > 50%

Agonis β2 kerja singkat dengan MDI atau nebulizer sampai dengan 3 dosis pada jam pertama

Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%

Steroid oral bila tidak respons segera atau pasien telah minum steroid oral sebelumnya

VEP 1 atau APE < 50%

(Eksaserbasi Berat)

Agonis β2 kerja singkat dosis tinggi setiap 20 menit atau terus menerus selama 1 jam + ipatropium bromide inhalasi

Oksigen untuk mencapai saturasi > 95% Steroid oral sistemik

Ancaman / actual henti napas

Intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 100%

Agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide dengan nebulizer

Steroid intravena

Penilaian Awal

Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1, saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektronik secara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.

Page 18: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Rawat

ICU

42 mmHg

Tabel 3. Langkah penanganan asma pada kehamilan1

Selama

kehamilan

Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar

teofilkin dalam darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi

sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi.

Pengobatn untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila

terjadi serangan.

18

PENILAIAN ULANG

Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.

Eksaserbasi Sedang

VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaan fisik : gejala sedang

Agonis β2 kerja singkat setiap 60 menit Steroid sistemik Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95% Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada

perbaikan

Eksaserbasi Berat

VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaan fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan otot napas tambahan, retraksi dinding dada.

Agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + ipatropium bromide inhalasi

Oksigen Steroid sistemik

Respons Baik

VEP 1 atau APE > 70% Respons bertahan 60 menit setelah

pengobatan terakhir Tidak ada distress pernapasan Pemeriksaan fisik normal Pastikan kembali keadaan janin

Respons Tidak Komplit

VEP 1 atau APE > 50% tapi < 70%

Gejala ringan – sedang Lanjutkan penilaian janin

Respons Buruk

VEP 1 atau APE < 50% PCO2 >42 mmHg Pemeriksaan fisik : sesak hebat,

bingung, mengantuk Lanjutkan penilaian janin

Keputusan perawatan berdasarkan tiap individu

Dipulangkan ke rumah

o Lanjutkan terapi dengan agonis β2 kerja singkat

o Lanjutkan steroid oralo Mulai atau lanjutkan steroid

inhalasi sampai follow up selanjutnya

o Edukasi pasieno Tinjau ulang penggunaan obato Tinjau ulang / mulai rencana

tindakano Dianjurkan untuk tindak lanjut

secara ketat

Rawat di Rumah Sakit

o Inhalasi agonis β2 kerja singkat + ipatropium bromide

o Steroid oral atau intravenao Oksigeno Pantau VEP 1 atau APE, saturasi

oksigen, nadio Lanjutkan penilaian janin sampai

pasien stabil

Rawat di ICU

o Inhalasi agonis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerus + inhalasi ipapropium bromide

o Steroid intravenao Oksigeno Pikirkan kemungkinan intubasi

dan ventilasi mekaniko Lanjutkan penilaian janin sampai

pasien stabil

PERBAIKAN

Page 19: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek

sistemik pada janin.

Pemeriksaan fungsi paru ibu.

Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester

II/awal trimester III.

Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.

Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang

bila timbul gejala.

Pemberian oksigen adekuat.

Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam)

diberika 4 minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance

diberikan selama persalinan.

Anestesi epidural dapat digunakan selama proses persalinan.

Pada persalinan operatif lebih baik digunakan anestesi regional

untuk menghindari rangsangan pada intubasi trakea.

Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya

menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat

merangsang bronkospasme.

Pascapersalian Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan

pernapasan untuk mencegah atau meminimalisasi atelektasis,

mnulai pemberian terapi maintenance.

Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu

mendapat obat antiasma termasuk prednisone.

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:

Nama : Ny. H

MR : 59.01.04.00

Umur : 38 Tahun

19

Page 20: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Alamat : Jl. Otista 82 10 06, Bidara Cina Jatinegara Timur.

Tanggal masuk : 12 Juni 2013

I. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 15 menit SMRS

2. Keluhan Tambahan : Mules – mules

3. Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 15 menit sebelum

masuk UGD RS UKI. Sesak nafas dirasakan tiba – tiba dan terus menerus.

Sebelumnya 4 jam sebelum masuk UGD RS UKI pasien terlebih dahulu

merasakan mules – mules yang lamanya 15 menit. Kemudian mules

tersebut hilang, kemudian 3 jam sebelum masuk UGD RS UKI pasien

kembali mules lamanya 15 menit, Keluar flek darah disangkal. Riwayat

trauma disangkal. Haid pertama dari haid terakhir tanggal 17 september

2012 saat ini pasien sedang hamil 36 minggu, G2P1A0, riwayat antenatal

care bermasalah dengan asma pada minggu ke 29 – sekarang. Riwayat

persalinan sebelumnya yaitu sectio caesarea sebanyak 1x.

4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien punya riwayat asma sejak umur 20

tahun.

5. Riwayat Haid :

Haid pertama umur 13 tahun

Siklus : Teratur, 25-28 hari.

Durasi : Reguler ( 26-30 hari )

Kuantitas : 3-4 kali ganti pembalut ( + 120cc )

20

Page 21: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Haid pertama dari haid terakhir tanggal 17 September 2012 selama 7

hari, sebanyak + 120cc, sehingga perhitungan partus adalah tanggal 24

juni 2013.

6. Riwayat Perkawinan :

Perkawinan pertama, dengan suami sekarang sudah 5 tahun.

7. Riwayat kehamilan, kelahiran nifas yang sudah-sudah

I. Sectio Caesaria a.i Riwayat Asma

Jumlah anak yang hidup : 1 orang

Umur anak terakhir : 4 tahun

8. Riwayat Penyakit :

Penyakit dalam keluarga : Asma pada ibu pasien

9. Riwayat Operasi :

Sectio Caesaria tahun 2008

II. PEMERIKSAAN UNTUK PERSALINAN

1. Pemeriksaan Umum :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 113x/menit

Nafas : 28 x/menit

Suhu : 36,80 C

Berat badan : 58,9 kg

Tinggi badan : 158 cm

BMI : 23,6 metric

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik,

Telinga : Normotia, liang telinga lapang/lapang,

secret -/-, serumen -/-

21

Page 22: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Hidung : Cavum nasi lapang/lapang, septum deviasi

-/-, secret-/-

Mulut : Mukosa bibir lembab

Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

Faring : tidak hiperemis

Leher : trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran

kelenjar getah bening

Mammae : ASI -/-

Massa -/-

Nyeri -/-

Retraksi -/-

Thoraks :

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan = kiri,

retraksi sela iga +

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan = kiri,

Perkusi : Sonor kanan = kiri

Auskultasi : Bunyi nafas dasar Ekspirium memanjang,

rhonki -/-, wheezing +/+, Bunyi jantung I dan II normal,

murmur -/-, gallop -/-

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak buncit sesuai masa

kehamilan, linea nigra +

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-),

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus (+), 3x/menit

Genitalia :

Flek : -

Fluour : -

2. PEMERIKSAAN OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

22

Page 23: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Leopold I : TFU 34 cm,

Bagian teratas janin teraba bulat, lunak,

tidak melenting. Kesan bokong.

Leopold II : pada perut sebelah kanan teraba keras, datar,

memanjang, tidak terputus-putus kesan

punggung kanan.

Tgl. & Jam TFU Letak pres.

& turunnya

HISBJJ

Edem

Eks.

Umur

kehamilanFrek Lama Kekua-tan Relak

12/6/13 6.00

WIB34 cm Preskep 1x 15’ sedang + -142 - 36 mgg

Leopold III : Pada bagian bawah teraba bulat, keras,

melenting kesan kepala.

Leopold IV : tangan pemeriksa membentuk sudut

konvergen, kepala belum masuk PAP.

Pemeriksaan Dalam

a. Inspekulo : tidak dilakukan

b. Vagina Toucher

Keadaan porsio dan pembukaan : Porsio axis

posterior, kenyal, pembukaan (-)

Ketuban : (-)

Stasion : (-)

Posisi : Presentasi kepala

c. Pemeriksaan panggul : tidak dilakukan

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah : Hb : 12,6 gr/dL

Leukosit : 21400 /uL

Hematokrit : 35,5 %

Trombosit : 388000/uL

Elektrolit : Natrium : 138 mmol/L

23

Page 24: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

Kalium : 3,6 mmol/L

Clorida : 109 mmol/L

Hemostasis:

Masa perdarahan : 1.00 menit

Masa pembekuan : 12.30 menit

Masa protrombin : - Kontrol : 12 detik

- Pasien : 14 detik

Hit. Jenis : -

Gol. Darah : -

WR/Khan/VDRL : -

Gula darah sewaktu : 59 mg/dl

Imunologi : HbsAg Non reaktif

Urine : Protein : -

Sedimen : -

Reduksi : -

Diagnosis :

Ibu : G2P1A0, hamil 36 minggu + Riwayat SC 1x + Asma

Fetus : Janin tunggal, hidup, presentasi kepala.

Prognosis :

Ibu : Dubia ad malam

Fetus : Dubia ad malam

Penanganan :

1. Rawat inap

2. Observasi Keadaan umum, tanda-tanda vital, kontraksi, dan

DJJ

3. Periska H2TL, MP3, GDS, dan HbsAg

4. Rencana SC + Steril Kehamilan

5. Konsultasi IPD dan Anastesiologi

6. Diet : Puasa sementara

7. IVFD : 1 RL ( 16 tetes/menit )

24

Page 25: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

8. Menjelaskan kepada pasien tentang keadaan kehamilan dan

tindakan yang akan dilakukan.

FOLLOW UP

Date SOAP

12 Juni 2013 S: Sesak (+), Mulas - mulas (+)

O: KU: Tampak sakit sedang

Kesadaran: composmentis

Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg

Nadi : 113x/ minute

Suhu : 36,8oC

RR : 28 x/ minute

Status Generalis :

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary

refill time <2’, tidak terdapat edem pada

25

Page 26: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND ekspirium

memanjang, rhonki -/-, wheezing +/+,

BJ I dan II normal, murmur -/-, gallop

-/-

Abdomen : perut tambak buncit

sesuai masa kehamilan, linea nigra (+),

supel, defense muscular (-), nyeri tekan

(-), nyeri ketok (+), bising usus (+)

3x/menit

Leopold I : TFU 34 cm. Bagian

teratas janin teraba bulat, lunak, tidak

melenting. Kesan bokong.

Leopold II : pada perut sebelah

kanan ibu teraba keras, datar,

memanjang, tidak terputus-putus kesan

punggung kanan.

Leopold III : Pada bagian bawah ibu

teraba bulat, keras, melenting kesan

kepala.

Leopold IV : tangan pemeriksa

membentuk sudut konvergen, kepala

belum masuk PAP

Genitalia : Flek (-), Fluor (-)

A: G2P1A0, Hamil 36 minggu +

26

Page 27: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

kontraksi + riw SC 1x + Riwayat asma

P:Diet : Puasa

IVFD : RL 16 /menit

Mm/ : Ventolin

Pulmicort Uap

Lab :

Hb : 12,8 g/dl

L : 27,5 ribu/ul

Ht : 36,8 %

T : 415 ribu/ul

13 Juni 2013 S: Sesak +, Buang Angin - , BAB -

O: KU : TSS

Kes : CM

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 72 x/menit

RR : 28 x/menit

S : 36,5 oC

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary

refill time <2’, tidak terdapat edem pada

27

Page 28: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND ekspirium memanjang,

rhonki -/-, wheezing -/-, BJ I dan II

normal, murmur -/-, gallop -/-

Abdomen : perut tampak datar, terdapat

luka bekas SC terhadap verban, darah - ,

pus - .

Lokia : Rubra

A/ P2A0 Pasca SCTP + Fimbrectomi

dexta + Tubektomi bilateral ai asthma +

riwayat sc 1x + cukup anak.

P/ Diet : Lunak tidak merangsang

IVFD : RL + Syntocinon 2 amp

MM/

Kedacilin 3 x 1 g

Alinamin F 2 x 1 amp

Vit C 2 x 500 mg

Kaltrofen supp 3 x 1

14 juni 2013 S: Batuk + , Sesak + , Buang Angin - ,

BAB -

O: KU : TSS

Kes : CM

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36 oC

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

28

Page 29: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary

refill time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/+, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND ekspirium memanjang,

rhonki -/-, wheezing -/-, BJ I dan II

normal, murmur -/-, gallop -/-

Abdomen : perut tampak datar, terdapat

luka bekas operasi tertutup verban,

perembesan darah - , pus - .

Lokia : Rubra

A/ P2A0 Pasca SCTP + Fimbrectomi

dexta + Tubektomi bilateral ai+ asthma

+ riwayat sc 1x + cukup anak.

P/ Diet : Lunak tidak merangsang

IVFD : 1 RL

MM/

Kedacilin 3 x 1 g

Alinamin F 2 x 1 amp

Vit C 2 x 500 mg

Kaltrofen supp 3 x 1

15 Juni 2013

PH : 4

PO : 3

S: Batuk + , Sesak + , Buang Angin - ,

BAB -

O: KU : TSS

Kes : CM

29

Page 30: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36 oC

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary

refill time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND ekspirium memanjang,

rhonki -/-, wheezing -/-, BJ I dan II

normal, murmur -/-, gallop -/-

Abdomen : perut tampak datar, terdapat

luka bekas operasi tertutup verban,

perembesan darah - , pus - .

Lokia : Rubra

A/ P2A0 Pasca SCTP + Fimbrectomi

dexta + Tubektomi bilateral ai letak

oblique + asthma + riwayat sc 1x +

cukup anak.

P/ Diet : Lunak

MM/

Cefixime 2 x 200 mg

As mefenamat 3 x 500 mg

Aminopilin 3 x 150 mg

16 Juni 2013 S : Batuk + , Sesak + , BAB +

30

Page 31: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

O: KU : TSS

Kes : CM

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 36,6 oC

Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis.

Ekstremitas : akral hangat, capillary

refill time <2’, tidak terdapat edem pada

ekstremitas atas dan bawah

Mammae : ASI -/-, Massa -/-, Nyeri

-/-,retraksi -/-

Thoraks : BND vesikuler, rhonki -/-,

wheezing -/-, BJ I dan II normal,

murmur -/-, gallop -/-

Abdomen : perut tampak datar, terdapat

luka bekas operasi tertutup verban,

perembesan darah - , pus - .

Mammae :

Nyeri -/- Retraksi -/-

Massa -/- Asi -/-

Genitalia : Lokia Sanguilenta

A/ P2A0 Pasca SCTP + Fimbrectomi

dexta + Tubektomi bilateral ai + asthma

31

Page 32: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

+ riwayat sc 1x + cukup anak.

P/ Diet : Lunak

MM/

Cefixime 2 x 200 mg

As mefenamat 3 x 500 mg

Becom C 1 x 1 mg

Aminopilin 3 x 150 mg

DISKUSI

Dalam laporan kasus ini, diagnosis Status asmatikus pada kehamilan

ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan

bahwa pasien umur 38 tahun dengan G2P1A0 hamil 36 minggu, datang dengan

keluhan sesak nafas sejak 15 SMRS. Selain itu 4 jam SMRS pasien terlebih

dahulu mengeluh mules – mules. Keluar flek dan darah dari kemaluan disangkal.

Dan mempunyai riwayat asma sejak umur 20 tahun.

Menurut literatur pada asma akut mempunyai gejala dan tanda sebagai

berikut : Bising mengi dan sesak nafas yang berat, frekuensi napas lebih dari 25

kali/menit, denyut nadi lebih dari 110 kali/menit, penurunan tekanan darah

sistolik pada waktu inspirasi, pulsus paradoksus lebih dari 10 mmHg. Pada

laporan kasus ditemukan bising mengi dan sesak nafas yang berat, frekuensi

nafas lebih dari 25 kali/menit yaitu 28 kali/menit, denyut nadi lebih dari 110

kali/menit yaitu 113 kali/menit, namun pulsus paradoksus tidak diperiksa.

Pemeriksaan penunjang pada serangan asma adalah Analisis gas darah

arteri, Arus Puncak Ekspirasi, foto thorax. Pada serangan asma berat pemeriksaan

analisis gas darah arteri akan menunjukkan gambaran PaCO2 normal atau

meninggi, Hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg, Nilai pH darah rendah. Lalu

pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) akan menunjukkan hasil APE < 50%

32

Page 33: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau < 120 liter/menit,

kemudian pada foto torax tidak dapat ditemukan kelainan apapun. Pada pasien

tidak dilakukan pemeriksaan foto thorax karena .

Menurut literatur, faktor resiko usia kehamilan ibu asma sangat

mempengaruhi timbulnya serangan. Pada laporan kasus usia kehamilan 36

minggu, dimana biasanya serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24 – 36

minggu.

Pengontrolan terhadap keparahan tingkat kejadian asma selama kehamilan.

Martel et al melakukan studi kohort pada 8226 anak-anak dari ibu yang menderita

asma dan menemukan bahwa ada hubungan antara anak-anak dengan serangan

asma yang ringan dengan yang ibu yang melakukan pengontrolan teratur.

Sehingga disimpulkan bahwa asma tidak terkontrol selama kehamilan memiliki

peningkatan kejadian asma.

Merokok selama kehamilan merupakan faktor resiko terhadap hasil

perinatal yang buruk, termasuk berat lahir rendah, kelahiran prematur, dan

kematian bayi. Dalam sebuah studi besar terhadap asma pada kehamilan,

menemukan bahwa perokok aktif memiliki gejala asma yang lebih sehari-harinya

dibandingkan dengan bukan perokok dan mereka yang paparan asap pasif. Pada

laporan kasus pasien tidak mengkonsumsi rokok.

Menurut literatur efek pada kehamilan dan janin adalah jenis kelamin bayi

yang dikandung juga mempengaruhi timbulnya gejala. Pada studi prospektif

blind, ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan gejala asma

selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan

bayi laki-laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu

pun ibu dari bayi perempuan mengalami perbaikan. Pada laporan kasus bayi yang

dikandung adalah bayi laki-laki, namun pada pasien tetap terjadi perburukan

gejala asma.

Penatalaksanaan dengan kortikosteroid oral dihubungkan dengan pasien

yang melahirkan sebelum 37 minggu dan memiliki bayi dengan berat 2500g.

Kortikosteroid inhalasi adalah terapi pengendalian yang disenangi. Budesonide

merupakan ICS yang sering dipakai. Long acting B-agonists (LABA) adalah

33

Page 34: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

pilihan terapi tambahan. Pada laporan kasus pasien sudah menggunakan

Symbicort sebagai ICS inhalasi dan  β-antagonis aksi panjang.

Status Asmatikus yang tidak berespon dengan pengobatan bronkodilator

dan kortikosteroid dan yang memerlukan perawatan intensif care unit, yaitu pada

stadium 3 dan 4. Dianjurkan segera dilakukan terminasi, persalinan sesar

menjadi pilihan karena mendesaknya kebutuhan untuk dilahirkan. pada laporan

kasus pasien tidak termasuk kedalam stadium 3 dan 4. Jadi bukan suatu indikasi

dilakukannya persalinan sesar. Pada pasien direncanakan dilakukan steril dengan

pertimbangan usia pasien yang termasuk kedalam resiko tinggi terhadap

kehamilan yaitu 38. Dan karena pasien sudah mempunyai anak dua. Sehingga

karena pasien direncanakan steril sehingga direncanakan juga terminasi secara

sesar.

Komplikasi asma pada kehamilan terhadap ibu adalah Preeklamsia,

Hiperemis gravidarum, berat badan turun, serta gagal nafas. Namun pada laporan

kasus komplikasi tersebut tidak didapatkan pada pasien. Karena asma yang

terkontrol dengan baik akan memberi hasil yang lebih baik.

komplikasi asma pada kehamilan bagi janin adalah kematian perinatal,

IUGR, kehamilan preterm, hipoksia neonatal, berat bayi lahir rendah. Gangguan

pada janin disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, yaitu berkurangnya aliran

darah uterus, berkurangnya aliran balik vena ibu, dan pergeseran kurva disosiasi

oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa. Apabila ibu tidak mampu lagi

mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi hipoksemia, janin akan

berespon dengan mengurangi aliran darah umbilikus, meningkatkan resistensi

vaskular sistemik dan paru dan akhirnya mengurangi curah jantung. Pada bayi

tidak didapatkan komplikasi tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

tidak semua status asmatikus pada kehamilan selalu mengalami komplikasi.

34

Page 35: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis status asmatikus berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pasein mempunyai riwayat alergi terhadap debu yang menjadi faktor

resiko terhadap tibulnya serangan asma.

Jenis kelamin bayi adalah laki-laki dan tidak mengalami perburukan gejala

asma

Penatalaksanaan Asma pada kehamilan pada pasien adalah denga terapi

kortikosteroid inhalasi dan LABA kemudian telah dilakukan tindakan

steril dan sectio sesarea

Pada kasus tidak didapatkan komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu

seperti Preeklamsia, Hiperemis gravidarum, berat badan turun, serta gagal

nafas. Karena pasien melakukan pengontrolan dengan baik

Pada kasus tidak didapatkan komplikasi asma pada kehamilan bagi janin

seperti kematian perinatal, IUGR, kehamilan preterm, hipoksia neonatal,

35

Page 36: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

berat bayi lahir rendah. Karena pasien melakukan pengontrolan dengan

baik

Pada kasus diatas, ternyata Antenatalcare yang teratur sangat diperlukan

untuk mngontrol kondisi pasien

SARAN

Dilakukan pengukuran Peak Ekspiratory Flow Rate 2 kali sehari dengan

target 380 – 550 liter/menit. Tiap pasien memiliki nilai baseline masing-

masing sehingga terapi dapat disesuaikan.

Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah untk mengetahui stadium status

asmatikus pasien sehingga dapat dicapai penatalaksanaan yang tepat..

Edukasi pada pasien ini adalah menjelaskan mengenai keluhan pasien dan

terpi yang akan diberikan kepada pasien.

Memberikan dukungan psikologis agar ibu tidak terganggu akibat

kematian janin yang telah dialami, peran keluarga juga sangat penting

untuk memberikan dukungan kepada ibu

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth

JC,Wenstrom KD. Williams Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill

2001

2. McCallister, Jennifer W. Asthma in pregnancy: management strategies.

Curr Opin Pulm Med. 2013; 19 (1): 13-17. Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23154712

3. Warouw, Najoan Nan. Penyakit Saluran Pernapasan. (810 -813). Abdul

Bari Syaifuddun (Eds.). 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.

Ed. 4 Cet. 1. Jakarta : PT Bina Husada Sarwono Prawirohardjo.

4. Subijanto, Achmad Arman Review : Keanekaragaman Genetik HLA-DR

dan Variasi Kerentanan terhadap Penyakit Asma; Tinjauan Khusus pada

Asma dalam Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta. BIODIVERSITAS Vol. 8, No. 3, Juli 2008, hal. 237-243

36

Page 37: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

5. Hardy-Fairbanks AJ, Baker ER. 2010. “Asthma in Pregnancy:

Pathophysiology, diagnosis and management”. Obtet Gynecol Clin N Am.

37: p 159-172.

6. Benninger, CG and McCallister, JW. “An update on treating asthma in

pregnancy. US Resp Disease 2011;7(2):76-81.  Available at :

http://www.touchrespiratory.com/articles/update-treating-asthma-

pregnancy

7. GINA. 2011. Global Strategy for Asthma Management and Prevention,

Global Initiative for Asthma Report 2011.

8. “Britisth Guideline On the Management of Asthma” ; scottish

Intercollagiate Guidelines Network, may 2008 revised january 2012 hal

85-90

9. Sundaru H, Asma Bronkial. Dalam: Suyono S, Waspadji S, Lesmana

L,Alwi I Setiani S, Sundaru H, Djojoningrat D, Suhardjono, Sudoyo AW,

Bahar A, Mudjadid E. Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi

2. Jakarta : Balai Penerbit UI; 2001. hal. 21-32.

10. Saadeh CK, Mosenifar Z et all. “Status Asthmaticus” Medscape

Reference. 2011. Drugs, Deseases & Procedures.

11. Magnus CM, Haberg SE. “ Delivery by Caesarean Section and Early

Chilhood Respiratory Symptomp and Disorders” 2011. American Journal

of Epidemiology. Vol 174:1275-85

12. Almqvist C, Cnattingius S, Lichtenctein P, Lunholm C. “ The Impact of

Birth Mode of Delivery on Childhood Asthma and Allergic diseases a

Sibling Study”. 2012, Clinical et Experimental Allergy.Vol 42 : 1369 – 76.

13. Lim AS, Stewart K, Abramson MJ, George J. “Management of Asthma in

Pregnant women by general practitioners : A cross sectional suvey” 2011.

BMC Family Practice.

14. Mendola P, Laughon SK, Mannisto TI, et all. “Obstetric Complication

Among US Women with Asthma”. American Journal of Obstetrics &

Ginecology 2013;208:127.e1-8.

37

Page 38: Status Asmatikus Pada Kehamilan

Case report : Status Asmatikus pada Kehamilan 2013

15. National Asthma Education and Prevention Program. 2005. Managing

Asthma During Pregnancy Recommendations for Pharmacologic

Treatment update 2004. US Department of Health and Human Services.

National Institutes of Health National Heart, Lung and Blood Institute.

16. Schatz, M. Namazy J; ”Current Guidelines Management Asthma During

Pregnancy” 2006. Department of Allergy, Kaiser Permanente Medical

Center, 7060 Clairemont Mesa Boulevard, San Diego, CA 92111, USA

38