314
PEMBAHASAN TO3 BATCH IV SEPT-NOV 2013 dr. Ratna, dr. Yusuf, dr. Dini, dr. Cemara, dr. Carolina

Soal C part 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

l

Citation preview

Page 1: Soal C part 2

PEMBAHASAN TO3 BATCH IV SEPT-NOV 2013

dr. Ratna, dr. Yusuf, dr. Dini,

dr. Cemara, dr. Carolina

Page 2: Soal C part 2

ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN DAN PARASITOLOGI

Page 3: Soal C part 2

89. Bacterial Identification

Page 4: Soal C part 2

Hemolysis

• Alpha hemolysis incomplete hemolysis, greenish

• Beta hemolysis complete hemolysis, clear zone sometimes yellowish

• Gamma hemolysisno visible hemolysis

Page 5: Soal C part 2

Staphylococcus epidermidis

• Skin commensal

• Has predilection for plastic material

• Ass. With infection of IV lines, prosthetic heart valves, shunts

• Causes urinary tract infection in cathetarised patients

• Has variable ABS pattern

• Treatment should be aided with ABST

Page 6: Soal C part 2
Page 7: Soal C part 2

90. Pioderma

• Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh staphylococcus, streptococcus, atau oleh kedua-duanya.

• Faktor predisposisi: higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, telah ada penyakit kulit yang lain.

• Pengobatan umum: – Sistemik:penisilin G prokain 1.2 juta per hari, ampisilin

4x 500 mg, linkomisin 3x500mg, eritromisin 4x500 mg – Topikal: salep antibiotik seperti basitrasin, neomisin

atau mupirosin

Page 8: Soal C part 2

Furunkel

• Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan sekitarnya

• Etiologi: staphylococcus aureus

• Gejala klinis: Nyeri, nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengah terdapat pustul

• Pengobatan: antibiotik topikal

Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI edisi kelima

Page 9: Soal C part 2

Impetigo

Impetigo Krustosa

• Penyebab: streptococcus B hemolyticus

• Tempat predileksi di muka, sekitar hidung dan mulut.

• Gejala Klinis: eritema dan vesikel yang cepat memecah, krusta tebal kekuningan seperti madu

• Pengobatan: krusta dilepaskan dan diberi salep antibiotik

Impetigo bulosa

• Penyebab: Staphylococcus aureus

• Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.

• Gejala klinis: eritema, bula, dan bula hipopion.

• Pengobatan: vesikel baru bisa dipecahkan lalu diberikan salep antibiotik atau cairan antiseptik.

Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI edisi kelima

Page 10: Soal C part 2

Jenis-jenis pioderma yang lain

• Ektima: ulkus superficial akibat infeksi Streptococcus B hemolyticus, dengan krusta

• Erisipelas: Eritema merah cerah dengan batas tegas.

• Hidroadenitis: infeksi kelenjar apokrin oleh Staphylococcus aureus. Usia akil balik , didahului trauma (rambut ketiak digunting). Nodus yg dapat melunak menjadi abses

• Abses multipel kelenjar keringat: infeksi kelenjar keringat, berupa abses multipel tidak nyeri berbentuk kubah

Page 11: Soal C part 2

Erisipelas • Penyakit infeksi akut oleh

Streptococcus beta hemolyticus, menyerang epidermis dan dermis

• Gejala: eritema berwarna merah cerah, berbatas tegas. Predileksi: tungkai bawah

• Gejala konstitusi: demam, malaise • Terdapat keterlibatan limfatik dan

juga limfadenopati, jika sering residif dapat menjadi elefantiasis

• Pengobatan: elevasi tungkai, antibiotik sistemik, diuretik (bila edema)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 12: Soal C part 2

Penyakit Definisi

Impetigo krustosa Pioderma superfisial (terbatas pada epidermis) yang ditandai dengan adanya krusta tebal berwarna kuning

Furunkel Radang folikel rambut dan sekitarnya

Ektima Ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi Streptococcus

Folikulitis Radang folikel rambut

Page 13: Soal C part 2

91. Kusta/Morbus Hansen

• Penyakit infeksi kronik akibat infeksi Mycobacterium leprae

• Gejala klinis:

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 14: Soal C part 2

Tuberculoid • Few well-defined hypopigmented

hypesthetic macules with raised edges and varying in size from a few millimeters to very large lesions covering the entire trunk.

• Erythematous or purple border and hypopigmented center. Sharply defined, raised; often annular; enlarge peripherally. Central area becomes atrophic/depressed.

• Advanced lesions are anesthetic, devoid of skin appendages (sweat glands, hair follicles). test pinprick, temperature, vibration

• Any site including the face. • May be a thickened nerve on the edge

of the lesion; large peripheral nerve enlargement frequent (ulnar).

Lepromatous • Skin-colored or slightly

erythematous papules/nodules. • Lesions enlarge; new lesions occur

and coalesce. Later: symmetrically distributed nodules, raised plaques, diffuse dermal infiltrate, which on face results in loss of hair (lateral eyebrows and eyelashes) and leonine facies (lion's face).

• Bilaterally symmetric involving earlobes, face, arms, and buttocks, or less frequently the trunk and lower extremities.

• More extensive nerve involvement

Wolff K. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology, 5th ed. McGraw-Hill; 2007.

Page 15: Soal C part 2

Tipe Lesi Batas Permukaan BTA Lepromin

I Makula hipopigmentasi

Jelas Halus agak berkilat, anestesi

- +

TT Makula eritematosa bulat/lonjong, bagian tengah sembuh

Jelas Kering bersisik, anestesi

- + kuat

BT Makula eritematosa tidak teratur, mula-mula ada tanda kontraktur

Jelas Kering bersisik, anestesi

+/- + lemah

BB Plakat, dome-shaped, punched-out

Agak jelas

Agak kasar, agak berkilat

+ -

BL Makula infiltrat merah Agak jelas

Halus berkilat

+ -

LL Makula infiltrat difus berupa nodus simetri, saraf terasa sakit

Tidak jelas

Halus berkilat

+ kuat -

Page 16: Soal C part 2

Pausibasilar Multibasilar

Lesi kulit (makula datar, papul meninggi, nodus)

•1-5 lesi •Hipopigmentasi/eritema •Distribusi tidak simetris •Hilangnya sensasi yang jelas

•>5 lesi •Distribusi lebih simetris •Hilangnya sensasi kurang jelas

Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi)

Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

• Kriteria Diagnosis Lepra: • Lesi hipopigmentasi dengan gangguan sensibilitas • Penebalan saraf • BTA (+)

• Pemeriksaan – Bakterioskopik: Ziehl-Neelsen – Histopatologik: sel datia Langhans, atau sel Virchow – Serologik: MLPA, ELISA, ML dipstick

Page 17: Soal C part 2

92. Ektima

• Ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan oleh Streptococcus

• Gejala: Krusta tebal berwarna kuning, predileksi di tungkai bawah, jika krusta diangkat ternyata lekat dan terdapat ulkus di bawahnya

• Pengobatan: antibiotik

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 18: Soal C part 2

Penyakit Definisi

Impetigo krustosa Pioderma superfisial (terbatas pada epidermis) yang ditandai dengan adanya krusta tebal berwarna kuning

Furunkel Radang folikel rambut dan sekitarnya

Ektima Ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi Streptococcus

Folikulitis Radang folikel rambut

Page 19: Soal C part 2

93. Chancroid /ulcus molle

Etiology:

• Hemophilus ducreyi

• Small coccobacillus

• Grows on special medium not available with <80% sensitivity

Page 20: Soal C part 2

Chancroid Presentation

• Painful genital ulcers – often multiple

– with sharply defined edges

– exudative base

– bleed when traumatized.

• Inguinal lymph nodes – tender

– suppurative

– drain spontaneously

Page 21: Soal C part 2

Ulcus durum

• A lesion typical of infection with the bacterium that causes syphilis, Treponema pallidum

• Typically painless

• Typically non-exudative

• Have a hard (indurated) edge

• Heal spontaneously within three to six weeks, even in the absence of treatment

• Can occur in the pharynx as well as on the genitals

Ulcus molle

• A lesion typical of infection with the bacterium that causes chancroid, Haemophilus ducreyi

• Typically painful

• Typically have a grey or yellow purulent exudate

• Have a soft edge

Page 22: Soal C part 2

94. Impetigo

• Etymology: L. a scabby eruption

• The most common skin infection in children. Approximately 9-10% of all children presenting to clinics with skin complaints have impetigo

• The majority (90%) of bullous impetigo cases occur in children younger than 2 years

Page 23: Soal C part 2

Etiology • Caused by -Staphylococcus aureus -Streptococci (group A

beta-hemolytic) or • Staph aureus is cultured

consistently from the lesions, but streptococci are found only occasionally

• The infection may be caused by a mixture of the

2 organisms • Strept rarely act as the

sole causative agents, as was believed 10 years ago

• The organisms are thought to enter through damaged skin and are transmitted through direct contact

• After infection, new lesions may be seen on the patient with no apparent break in the skin

• Usually there is a predisposing factor e.g. miliaria, atopic dermatitis or scabies. Which disrupts skin integrity

Page 24: Soal C part 2

Clinically Impetigo contagiosa(non-bullous impetigo):

The lesions begin with a single 2- to 4-mm erythematous macule that rapidly evolves into a vesicle or a pustule

• This vesicle is very fragile

and ruptures early, leaving

a crusted exudate of a honey

or yellow color over the superficial erosion

Page 25: Soal C part 2

Bullous impetigo:

presents with small or large, superficial, fragile bullae on the trunk and the extremities

• Often, only the remnants of ruptured bullae are seen at the time of presentation

Page 26: Soal C part 2

95. Dermatofitosis

• Penyakit jamur di kulit oleh jamur dermatofita

• 3 genus:

1. Microsporum

2. Tricophyton

3. Epidermophyton

Page 27: Soal C part 2

• Morfologi dermatofitosis khas: Kelainan berbatas tegas Polimorfik (papul, vesikel, skuama, dll) Tepi lebih aktif Disertai rasa gatal

• Penderita pria lebih sering gatal karena struktur anatominya

• Klasifikasi dermatofitosis didasarkan pada lokalisasi kelainan kulit

Page 28: Soal C part 2

MIKOSIS

Superficialis Inter-

mediate

Profunda

Dermatofitosis Non

Dermatofitosis

Subcutis Sistemik

Tinea capitis

Tinea barbae

Tinea corporis

( T. imbrikata &

T. favosa )

Tinea manum

Tinea pedis

Tinea kruris

Tinea unguium

Pitiriasis

versikolor

Piedra hitam

Piedra putih

Tinea nigra

palmaris

Otomikosis

Kandidiasis

Aspergillosis

Misetoma

Kromomikosis

Sporotrikosis

Fikomikosis -

subkutan

Rinosporodiosis

Aktinomikosis

Nokardiosis

Histoplasmosis

Kriptokokosis

Koksidioidomikosis

Blastomikosis

Fikomikosis -

sistemik

Page 29: Soal C part 2

Diagnosis Dermatofitosis: 1. Anamnesa 2. Gambaran klinis 3. Sediaan langsung + lar KOH 10% 4. Wood’s light (T.kapitis, T.kruris –

eritrasma, P.versicolor) 5. Biakan pada agar Sabouraud spesies

penyebabnya Terapi Dermatofitosis:

1. Griseofulvin (lini pertama), 2. ketokonazol, itrakonazol (golongan azol) 3. terbinafin

Page 30: Soal C part 2

Tinea kapitis

• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofit

• Bentuk klinis: – Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)

• Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik. Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.

– Kerion • Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan menyerupai

sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap.

– Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans dan Trycophyton violaceum) • Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang tertinggal

adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot).

• Terapi: griseofulvin (lini pertama), ketokonazol, itrakonazol, terbinafin. Pemberian topikal saja kurang efektif.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 31: Soal C part 2

96. Kandidosis

• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan oleh genus Candida

• Klasifikasi – Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,

mukokutan kronik, bronkopulmonar – Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,

granulomatosa – Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia – Reaksi id (kandidid)

• Faktor – Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,

penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik – Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki,

kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 32: Soal C part 2

Kandidosis kutis

• Bentuk klinis: – Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak,

lipat paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah, eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula

– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit tipe basah

– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin. Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia

• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur di agar Sabouraud

• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 33: Soal C part 2

97. Psoriasis vulgaris

• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan

• Predileksi: skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral

• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign • Patofisiologi:

– Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan

keratinosit – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,

alkohol, dan merokok

• Tata laksana: – Topikal: preparat ter, KS, ditranol, tazaroen, emolien, dll – Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll – PUVA (UVA + psoralen)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 34: Soal C part 2
Page 35: Soal C part 2

Tanda Penjelasan

Fenomena tetesan lilin

Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.

Fenomena Auspitz Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kobner Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.

Penyakit Keterangan

Dermatitis eksfoliatif (eritroderma)

Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis, disertai skuama. Pada dermatitis eksfoliatif skuama berlapis-lapis

Tennis elbow Peradangan atau nyeri pada sisi lateral siku

Dermatitis kontak Dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit

Page 36: Soal C part 2

Defferential Diagnosis Cutaneous stigmata (of atopic dermatitis)

• Dennie-Morgan fold

• Pityriasis alba

• Keratosis pilaris

• Hertoghe’s sign – thinning of the lateral eyebrows

• Keratosis punctata palmaris et plantaris

Page 37: Soal C part 2

98. Infeksi Cacing Tambang

• Disebabkan Ancylostoma duodenale & Necator americanus

• Gejala: – Pruritus lokal pada tempat

yang mengalami invasi – Nyeri abdomen, diare,

muntah – Anemia defisiensi besi – Infeksi berat

menyebabkan pneumonitis (Loefflerlike syndrome)

Haburchak DR. Hookworms. http://emedicine.medscape.com/article/218805-overview#showall

Page 38: Soal C part 2

http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/health_professionals/index.html#tx

Page 39: Soal C part 2

Telur cacing

• Ascaris lumbricoides telur berbentuk bulat berlapis dengan bagian luar bergerigi

• Ancylostoma duodenale dan necator americanus telur oval dengan segmented ovum

• Trichuris trichiuratelur seperti tempayan

Page 40: Soal C part 2

Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Ascaris lumbricoides

Mebendazole, pirantel pamoat

Taenia solium Albendazole, prazikuantel, bedah

Enterobius vermicularis

Pirantel pamoat, mebendazole, albendazole

Ancylostoma duodenale Necator americanus

Mebendazole, pirantel pamoat, albendazole

Schistosoma haematobium

Prazikuantel

Trichuris trichiura

Mebendazole, albendazole

Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.

Page 41: Soal C part 2

99. Enterobiasis

• Enterobiasis disebabkan oleh Enterobius vermicularis

• Gejala: sering asimtomatik – Pruritus ani & vulva

terutama malam hari – Insomnia, nyeri abdomen – Enuresis pada anak

• Diagnosis: menemukan telur dengan tape di perineum saat malam/pagi hari sebelum mandi

Wolfram W. Enterobiasis. http://emedicine.medscape.com/article/997814-overview

Page 42: Soal C part 2

100. Herpes Genitalis • Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya

vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan

• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

• Gejala klinis: – Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan

eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik

– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis

– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

• Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear)

• Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir • Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu

herpes genitalis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 43: Soal C part 2

Indication Acyclovir Valacyclovir Famciclovir

First episode 400 mg tid OR 200 mg 5

times/d (for 7-10 d)

1000 mg bid (for 7-10 d)

250 mg tid (for 7-10 d)

Recurrent 400 mg tid (for 3-5 d) OR 800 mg PO tid (for

2 d)

500 mg bid (for 3 d)

1000 mg bid (for 1 d)

Daily suppression

400 mg bid 500 mg qd or

1000 mg qd (if >9

recurrences/y)

250 mg bid

http://emedicine.medscape.com/article/274874-overview#aw2aab6b7

Tzank Smear

Page 44: Soal C part 2

HSV-1 Cold sore

HSV-2 Genital Herpes

• HSV-1; orofacial disease

• HSV-2; genital disease

• Herpetic vesicles appear on the external genitalia, labia majora, labia minora, vaginal vestibule, and introitus.

• In moist areas, the vesicles rupture, leaving exquisitely tender ulcers.

• medical treatment of herpes simplex virus (HSV) infection is centered around specific antiviral treatment.

Page 45: Soal C part 2

Karakteristik beberapa IMS

Penyakit Karakteristik

Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram negatif.

Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen, jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

Page 46: Soal C part 2

Penyakit Karakteristik

Variola (small pox) Makula eritematosa papul vesikel pustula krusta. Sifat lesi monomorfik. Sudah tereradikasi.

Herpes zoster Reaktivasi dari varicella. Gejala prodromal vesikel jernih vesikel keruh pustula krusta. Predileksi unilateral dan sesuai dermatom.

Herpes simpleks Vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan •HSV tipe I: predileksi di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut dan hidung •HSV tipe II: predileksi di daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital

Impetigo vesikobulosa Disebabkan S. aureus. Predileksi di ketiak, dada, punggung. Berupa eritema, bula, dan bula hipopion.

Page 47: Soal C part 2

101. Eritroderma

• Kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis biasanya disertai skuama

• Patofisiologi: belum jelas, kemungkinan karena peranan sitokin

• Gejala: – Eritroderma akibat alergi obat – Eritroderma akibat oerluasan

penyakit kulit: psoriasis eritrodermik, penyakit Leiner

– Eritroderma akibat penyakit sistemik: sindrom Sezary

• Pengobatan: – Kortikosteroid – Diet tinggi protein (pada

edema karena protein loss) – Emolien: untuk mengurangi

radiasi akibat vasodilatasi

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 48: Soal C part 2

• erythroderma :the desease is a serious, at times life-threatening reaction pattern of the skin characterized by generalized and uniform redness and scaling

• Age of Onset

> 50 years; in children, EES usually results from pityriasis rubra pilaris or atopic dermatitis.

• Sex

Males > females

Page 49: Soal C part 2

DIAGNOSIS

• The history of the preexisting dermatosis

• Pathognomonic signs and symptoms of the preexisting dermatosis may help – Psoriasis Early lesion dusky-

red

– Pityriasis rubra pilaris yellowish-red

Cause

• Undetermined or unclassified 23% • Psoriasis 23 % • Atopic dermatitis, eczema 16 % • Drug allergy 15% • Lymphoma, leukemia 11% • Allergic contact dermatitis 5% • Seborrheic dermatitis 5% • Stasis dermatitis with “id” reaction3% • Pityriasis rubra pilaris 2 % • Pemphigus 1 %

Page 50: Soal C part 2

102. Dermatitis Kontak

Page 51: Soal C part 2

Dermatitis Kontak Iritan

• Reaksi peradangan kulit nonimunologik (tanpa didahului proses desensitisasi)

• Dapat diderita semua orang • Penyebab: bahan iritan • Gejala: beragam tergantung sifat iritan

– Akut: kulit terasa oedih, panas, terbakar, eritema edema, bula – Kronik: kulit kering, eritema, skuama, hiperkeratosis, likenifikasi

• Jenis: – Kategori mayor: DKI akut, DKI kumulatif (kronis) – Kategori lain: DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI

eritematosa, DKI subyektif

• Pengobatan: menghindari pajanan, KS

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 52: Soal C part 2

Dermatitis kontak alergi

• Reaksi peradangan kulit imunologik, diperantarai cell-mediated immune response (hipersensitivitas tipe IV)

• Mengenai orang yang kulitnya hipersensitif • Penyebab: hapten (alergen yang belum diproses, lipofilik,

sangat reaktif, mampu menembus stratum korneum) • Fase: sensitisasi & elitisasi • Gejala:

– Akut: gatal, eritema, edema, papulovesikel, vesikel, bula – Kronik: kulit kering, skuama, papul, likenifikasi, fisur

• DD: DKI • Pemeriksaan: uji tempel • Pengobatan: menghindari pajanan, KS

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 53: Soal C part 2

• Uji tempel digunakan untuk membedakan DKA dengan DKI • Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam • Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30 menit setelah

dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah dilepas • Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua pembacaan, cenderung

ke respons alergi. Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 54: Soal C part 2

103. Pemfigus

Page 55: Soal C part 2

Kelainan Penjelasan

Pemfigus vulgaris Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen desmosom pada Stratum Basale sampai spinosum jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam darah

Pemfigoid bulosa Penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang dan pada pemeriksaan imunologik ditemukan komplemen C3 dan IgG linear pada dermo-epidrmal junction(DEJ). Keadaan umum baik

Page 56: Soal C part 2
Page 57: Soal C part 2

Pemphigus Vulgaris Bullous Pemphigoid

Paraneoplastic Pemphigus e.c Castleman tumor

Cleared when the tumor removed

Pemphigus Foliceus Cicatricial Pemphigoid

Pemphigus Vulgaris

Page 58: Soal C part 2
Page 59: Soal C part 2

104. Dermatitis Seboroik • Segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan berpredileksi

di tempat-tempat seboroik • Etiologi: belum diketahui pasti

– Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan – Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan – Proliferasi epidermis yang meningkat – Faktor predisposisi: kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun

• Gejala: eritema, skuama agak kekuningan yang berminyak • Pitiriasis sika (ketombe): dermatitis seboroik ringan ditandai skuama halus yang

kemudian mengenai seluruh kulit kepala • Predileksi: kepala, scalp, dahi, postaurikular, leher, lipat nasolabial, liang telinga

luar, dada, areola mammae, lipatan mammae, interskapular, umbilikus, lipat paha, anogenital

• Pengobatan: – Sistemik: KS, isotretinoin, UVB – Topikal: selenium sulfida shampoo (pitiriasis sika), emolien, ter, sulfur presipitat, KS,

ketokonazol (pada infeksi P. ovale) – Hindari faktor predisposisi, diet rendah lemak – Terapi berdasarkan klinis, bila terlokalisir terapi topikal, bila generalisata terapi

sistemik

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 60: Soal C part 2
Page 61: Soal C part 2

105. Trikomoniasis

• Infeksi saluran urogenital bagian bawah oleh Trichomonas vaginalis, bisa bersifat akut/kronik, penularan biasanya melalui hubungan seksual (dapat juga melalui pakaian atau karena berenang)

• Gejala klinis: – Pada wanita:

• Sekret vagina seropurulen berwana kekuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak, berbusa

• Dinding vagina kemerahan, terdapat abses yang tampak sebagai granulasi berwarna merah (strawberry appearance), dispareunia, perdarahan pascakoitus, perdarahan intermenstrual

– Pada laki-laki: gambaran klinis lebih ringan, mirip uretritis nongonore

• Pemeriksaan: – Sediaan basah – Pemeriksaan pewarnaan Giemsa

• Pengobatan: – Topikal: cairan irigasi (H2O, asam laktat), supositoria/gel trikomoniasudal – Sistemik: metronidazol (2 g single dose atau 500 mg x 7 hari), tinidazol

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 62: Soal C part 2
Page 63: Soal C part 2

Karakteristik beberapa IMS Penyakit Karakteristik

Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram negatif.

Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen, jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

Page 64: Soal C part 2

Sediaan Basah

Candida species .Budding yeast visible (arrow)

Trichomonads with flagella slightly larger than a leukocyte may be seen (arrow)

Clue cells. Vaginal epithelial cells with borders obscured by adherent coccobacilli

http://www.aafp.org/afp/2011/0401/p807.html

Page 65: Soal C part 2

106. Gonorrhea

• Penyakit yang disebabkan infeksi Neisseria gonorrhoeae

• Masa tunas 2-5 hari • Jenis infeksi:

– Pada pria: uretritis, tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis

– Gambaran uretritis: gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria , keluar duh yang kadang disertai darah, nyeri saat ereksi

– Pada wanita: uretritis, oarauretritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis (pada bayi baru lahir), gonorrhea diseminata

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 66: Soal C part 2

Gonorrhea Infection in Women Most infections are asymptomatic

• Cervicitis inflammation of the cervix

• Non-specific symptoms: abnormal vaginal discharge, intermenstrual bleeding, dysuria, lower abdominal pain, or dyspareunia

• Clinical findings: mucopurulent or purulent cervical discharge, easily induced cervical bleeding

• 50% of women with clinical cervicitis have no symptoms

• Incubation period unclear, but symptoms may occur within 10 days of infection

• Urethritis – inflammation of the urethra

• Symptoms: dysuria, however, most women are asymptomatic

• 40%-60% of women with cervical gonococcal infection may have urethral infection

66

Clinical Manifestations

Page 67: Soal C part 2

67

Complications in Women

• Accessory gland infection

– Bartholin’s glands

– Skene’s glands

• Pelvic Inflammatory Disease (PID)

• Fitz-Hugh-Curtis Syndrome

– Perihepatitis

Clinical Manifestations

Page 68: Soal C part 2

68

Bartholin’s Abscess

Clinical Manifestations

Source: CDC/NCHSTP/Division of STD Prevention, STD Clinical Slides

Gonococcal Cervicitis

Page 69: Soal C part 2

Gonorrhea

• Pemeriksaan: – Sediaan langsung: diplokokus gram negatif – Kultur: agar Thayer-Martin

• Pengobatan Diagnosis Pilihan pengobatan

Uncomplicated gonococcal infection of the cervix, urethra, pharynx, or rectum

First line: Ceftriaxone (250 mg IM, single dose) or Cefixime (400 mg PO, single dose) plus Treatment for Chlamydia if chlamydial infection is not ruled out: Azithromycin (1 g PO, single dose) or Doxycycline (100 mg PO bid for 7 days) Alternative: Ceftizoxime (500 mg IM, single dose) or Cefotaxime (500 mg IM, single dose) or Spectinomycin (2 g IM, single dose) or Cefotetan (1 g IM, single dose) plus probenecid (1 g PO, single dose) or Cefoxitin (2 g IM, single dose) plus probenecid (1 g PO, single dose)

Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill; 2012.

Page 70: Soal C part 2

107. Urtikaria

• Reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo

• Etiologi: obat, makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetik, atau penyakit sistemik

Page 71: Soal C part 2

Klasifikasi urtikaria

• Berdasarkan waktu – Akut: Kurang dari 6 minggu – Kronik: lebih dari 6

minggu

• Berdasarkan morfologi – Papular: berbentuk papul – Gutata: sebesar tetesan air – Girata: ukurannya besar-

besar

• Berdasarkan luas: – Lokal – Generalisata – Angioedema: terkena

lapisan yang lebih dalam daripada dermis

• Berdasarkan penyebab – Karena reaksi imunologik

• Bergantung pada IgE (atopi, karena antigen spesifik)

• Ikut sertanya komplemen (reaksi sitotoksik, reaksi kompleks imun, defisiensi C1 esterase inhibitor)

• Reaksi alergi tipe IV – Reaksi nonimunologik

• Langsung memicu sel mast • Bahan yang menyebabkan

perubahan metabolisme asam arakidonat

• Trauma fisik – Idiopatik

Page 72: Soal C part 2

• Gejala: – Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk

– Eritema atau edema berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat

– Besarnya dapat lentikular, numular, plakat

• Pengobatan: – Menghindari penyebab

– Antihistamin (AH2jarang menyebabkan kantuk)

– Betaadrenergik (untuk urtikaria kronik)

Page 73: Soal C part 2

Jenis Keterangan

Urtikaria adrenergik Urtikaria yang berhubungan dengan kenaikan konsentrasi noradrenalin dan adrenalin plasma. Dapat dipicu dengan pemberian adrenalin atau noradrenalin

Urtikaria kolinergik (bagian dari urtikaria fisik)

Urtikaria yang dipicu karena kenaikan suhu tubuh sendiri dan keringat

Urtikaria dingin Urtikaria yang dipicu karena rangsangan dingin

Urtikaria fisik Kelompok urtikaria yang dipicu oleh rangsangan fisik dari luar. Gejala khas: dermografisme

Urtikaria idiopatik Urtikaria yang tidak jelas penyebabnya

Page 74: Soal C part 2

108. Pitiriasis Versikolor

• Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan Malassezia furfur

• Gejala: – Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai

coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut

– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi

• Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti appearance)

• Obat: selenium sulfida, azole, sulfur presipitat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 75: Soal C part 2

Lampu Wood

• Tinea kapitis (M. canis, M. audouinii, M. rivalieri, M. distortum, M. ferrugineum dan M. gypseum): hijau terang

• Pitiriasis versikolor : putih kekuningan, orange tembaga, kuning keemasan, atau putih kebiruan (metabolit koproporfirin)

• Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii): biru suram/hijau suram (akibat metabolit pteridin)

• Eritrasma (Corynebacterium minutissimum): merah koral (metabolit porfirin)

• Infeksi pseudomonas: hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein) • Hasil positif palsu:

– Salep dan krim di kulit atau eksudat: biru – jingga – Tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum: kuning

Page 76: Soal C part 2

109. Hidradenitis Suppurativa

• A chronic disease characterized by chronic or recurrent abscesses, sinus tracts and scarring of apocrine gland-bearing skin

• Prevalence of 1% • Can occur in children, BUT

most often appears after puberty

• Rare among aged • Prognosis is poor, as one

hallmark is chronicity

Page 77: Soal C part 2

Predilection

Page 78: Soal C part 2

Typical lesions

• Deep-seated painful nodules

• Abscesses

• Draining sinuses

• Bridged scars

• Open comedones

Typical Topography

• Axillae

• Groin

• Perineum

• Perianal

• Buttocks

• Infra- & Inter- mammary folds

Page 79: Soal C part 2

Risk Factor

• Smoking

• Overweight

• Female preponderance

• Routine cultures are most often negative.

• In abscesses, numerous bacteria are recovered

Severity

• “Hurley” stages: based on degree of inflammation & fibrosis

• Hurley stage 1 : Abscess(es) without sinuses or scarring

• Hurley 2: recurrent abscesses with tract formation & scarring

• Hurley 3: Multiple interconnected tracts & abscesses thruout an entire area

Page 80: Soal C part 2

Treatment

• Medical

– Topical

– Systemic

• Surgical

– Traditional

– Laser

• Other

Page 81: Soal C part 2

Medical

Topical

• Clindamycin : B Rec

• 15% Resorcinol peels : C Rec

• Intralesional TAC: C Rec for single lesions

Systemic • Clindamycin & Rifampicin:

(both 300 mg BID X 3 months) B Rec

• TCN: 500 mg BID x 3 months: B Rec

• Immunosupressants: – Steroids: B Rec, but get

rebound flares when stopped – Cyclosporine: B Rec – TNF-a inhibitors: B Rec,

Etanercept, adalimumab, & Infliximab

– Methotrexate: D Rec

Page 82: Soal C part 2

Surgical

• The principal treatment for chronic, relapsing & severe HS : B Rec

• The wider the excision, the better: C Rec

• Healing by 2ndary intention is better: C Rec

• HS is a generalized disease at onset, so will get recurrences at sites & in regions not “surgerized”.

B. Wayne Blount, MD, MPH. American Academy of Family Physicians

Page 83: Soal C part 2

Penyakit Definisi

Impetigo krustosa Pioderma superfisial (terbatas pada epidermis) yang ditandai dengan adanya krusta tebal berwarna kuning

Furunkel Radang folikel rambut dan sekitarnya

Ektima Ulkus superfisial dengan krusta di atasnya disebabkan infeksi Streptococcus

Folikulitis Radang folikel rambut

Cellulitis The affected area are hot, red, warmth, and swollen. Systemic symptoms may occur; fever, chills, malaise.

Suppurative Hidradenitis Superficial abscess formation in axilla, mammary, & perianal region

Page 84: Soal C part 2

110. Urtikaria

• Reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo

• Etiologi: obat, makanan, gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetik, atau penyakit sistemik

Page 85: Soal C part 2

• Gejala: – Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk

– Eritema atau edema berbatas tegas, kadang bagian tengah tampak lebih pucat

– Besarnya dapat lentikular, numular, plakat

• Pengobatan: – Menghindari penyebab

– Antihistamin (AH2jarang menyebabkan kantuk)

– Betaadrenergik (untuk urtikaria kronik)

Page 86: Soal C part 2

Jenis Keterangan

Urtikaria adrenergik Urtikaria yang berhubungan dengan kenaikan konsentrasi noradrenalin dan adrenalin plasma. Dapat dipicu dengan pemberian adrenalin atau noradrenalin

Urtikaria kolinergik (bagian dari urtikaria fisik)

Urtikaria yang dipicu karena kenaikan suhu tubuh sendiri dan keringat

Urtikaria dingin Urtikaria yang dipicu karena rangsangan dingin

Urtikaria fisik Kelompok urtikaria yang dipicu oleh rangsangan fisik dari luar. Gejala khas: dermografisme

Urtikaria idiopatik Urtikaria yang tidak jelas penyebabnya

Page 87: Soal C part 2

Diagnosis banding

Jenis Keterangan

Miliaria rubra Papul merah yang gatal, pada badan dan tempat-tempat tekanan/gesekan pakaian.

Eritema multiforme Erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang-kadang pada mukosa dengan gambaran bermacam-macam spektrumtipe makula-eritem dan tipe vesikobulosa

Angioedema Rapid nonpitting edema of the dermis, subcutaneous tissue, mucosa and submucosal tissues

Hypersensitivity Vasculitis

palpable purpuric papules, classically located on the lower extremities, Usually begins 7 to 10 days after exposure, Typically caused by drugs

Page 88: Soal C part 2

111. Kandidosis

• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan oleh genus Candida

• Klasifikasi – Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,

mukokutan kronik, bronkopulmonar – Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,

granulomatosa – Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia – Reaksi id (kandidid)

• Faktor – Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,

penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik – Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki,

kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 89: Soal C part 2

Kandidosis kutis

• Bentuk klinis: – Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat

paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah, eritematosa. Dikelilingi ileh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula

– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit tipe basah

– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin. Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia

• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur di agar Sabouraud

• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Page 90: Soal C part 2

• Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa

• Bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin

• Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.

Page 91: Soal C part 2

112. Pemeriksaan Sensibilitas

• Jarumnyeri

• Kapasraba

• Rasa suhu bila belum jelas

– Dengan tabung reaksi panas dan dingin

Page 92: Soal C part 2

ILMU KESEHATAN ANAK

Page 93: Soal C part 2

113. Pemantauan Pertumbuhan dan Perkembangan

• Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala – Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran

antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)

• Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi individu antara lain dalam bidang motorik kasar, motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual, emosi, dan sosial – Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan

Denver II – Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan setiap 3

bulan hingga 5 tahun Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI

Page 94: Soal C part 2

Pemantauan Pertumbuhan

Interpretasi Pengukuran TB/U • Z Score

– >2 SD : Tergolong sangat tinggi. Rujuk anak jika dicurigai adanya gangguan endokrin (tinggi tidak sesuai perkiraan tinggi kedua orang tua, atau cenderung terus meningkat)

– 2 sd (-2) SD : Normal

– <-2 SD : Stunted

– <-3 SD : Severly stunted

• CDC-NCHS – 90-110% : Baik/normal

– 70-89% : Tinggi kurang

– <70% : Tinggi sangat kurang

Interpretasi Pengukuran BB/U • Z Score

– > 3 SD : Memiliki masalah pertumbuhan, lebih baik dinilai dari pengukuran berat terhadap tinggi atau BMI/U

– 3 sd (-2) SD : Normal – <-2 SD : Underweight – <-3 SD : Severly underweight

• CDC-NCHS – >120% : Gizi lebih – 80-120% : Gizi baik – 60-80% : Gizi kurang, buruk

dengan edema – <60% : Gizi buruk

Pedoman Pelayanan Medis Dept. IKA RSCM dan IDAI

Page 95: Soal C part 2

Pemantauan Pertumbuhan

• Interpretasi Pengukuran BB/TB – Z-score → menggunakan kurva WHO weight-for-height

• >3 – obesitas • >2 – overweight • >1 – possible overweight • <-2 – moderate wasted • <-3 – severe wasted

– BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC • ≥120% obesity • ≥110 -120% overweight • ≥90-110% normal • ≥80-90% mild malnutrition • ≥70-80% moderate malnutrition • ≤70% severe malnutrition.

Page 96: Soal C part 2

114. Approach to Bleeding Disorder in Children

History :

• Bleeding into the skin and mucous membranes : disorders of platelets and blood vessels (purpuric disorders) and may be manifested as petechiae, purpura, and/or ecchymoses. Purpura measure 0.3–1 cm (3–10 mm), whereas petechiae measure less than 3 mm, and ecchymoses greater than 1 cm

• Bleeding into soft tissue, muscle, and joints : hemophilia or other disorders of coagulation (Gangguan pembekuan)

• Typical Presentation

male infant who is starting to walk and presents with a painful swollen joint after a fall

Hemofilia

adolescent girl who presents with excessive menstrual bleeding, recurrent nosebleeds, and pallor

von Willebrand Disease (vWD)

five-year-old child who is not clinically ill but presents with moderate mucocutaneous purpura in the wake of a viral infection

acute post-infectious immune thrombocytopenia

ten-day-old infant with bleeding from the umbilical stump factor XIII deficiency

Page 97: Soal C part 2
Page 98: Soal C part 2

Abnormal Coagulation Test Normal PT and prolonged aPTT characteristic of intrinsic pathway coagulation

factor (factors VIII, IX, XI, and XII) deficiency

Prolonged PT and normal aPTT characteristic of inherited or acquired factor VII deficiency

Prolonged PT and aPTT Well child — inherited disorder within the common pathway or an acquired disorder involving multiple pathways (vitamin K-dependent coagulation factors, e.c vit K deficiency)

Sick child — disorders to consider are disseminated intravascular coagulation (DIC), severe hepatocellular dysfunction, and severe vitamin K deficiency. Because the production of factor V is independent of the status of vitamin K, the factor V level can be used to distinguish between vitamin K deficiency (in which factor V is normal) and liver disease or DIC (in which factor V is decreased)

Prolonged thrombin time hypofibrinogenemia, structurally abnormal fibrinogens (dysfibrinogenemias)

Page 99: Soal C part 2

Vit K Deficiency

• Vitamin K (VK) deficiency can occur in any age group but is encountered most often in infancy

• Infants with VK deficiency are at risk for hemorrhagic disease of newborn, caused by a lack of VK reaching the fetus across the placenta, the low level of VK in breast milk, and low colonic bacterial synthesis

• The clinical manifestations of vitamin K (VK) deficiency: Bleeding is the major symptom, especially in response to minor or trivial trauma. Any site can be involved, such as epistaxis, hematoma, gastrointestinal bleeding, menorrhagia, hematuria, gum bleeding, and oozing from venipuncture sites. Easy bruisability also is observed

• Patients with VK deficiency tends to have an elevated PT and a normal aPTT.[15] Both PT and aPTT can be elevated in more severe deficiency states

Vitamin K Deficiency. http://emedicine.medscape.com/article/126354-overview

Page 100: Soal C part 2

115. Coarctation of the Aorta

• Coarctation of the aorta (CoA) is a relatively common defect that accounts for 5-8% of all congenital heart defects.

• Coarctation of the aorta may occur as an isolated defect or in association with various other lesions, most commonly bicuspid aortic valve and ventricular septal defect (VSD)

• Diagnosis is often delayed until the patient develops congestive heart failure, or hypertension

Page 101: Soal C part 2

Presentation

• Early presentation – Young patients may present in the first few weeks of life with poor feeding, tachypnea,

and lethargy and progress to overt CHF and shock

– Keys to the diagnosis include blood pressure (BP) discrepancies between the upper and lower extremities and reduced or absent lower extremity pulses to palpation

• Late presentation – Patients often present after the neonatal period with hypertension or a murmur

– Other presenting symptoms may include headaches, chest pain, fatigue, or even life-threatening intracranial hemorrhage

– The murmur associated with coarctation of the aorta may be nonspecific yet is usually a systolic murmur in the left infraclavicular area and under the left scapula

– Blood pressure in both arms and one leg must be determined; a pressure difference of more than 20 mm Hg in favor of the arms may be considered evidence of coarctation of the aorta

– abnormalities of blood vessels in the retina and a prominent suprasternal notch pulsation

Page 102: Soal C part 2
Page 103: Soal C part 2

116. Pertusis

• A highly contagious respiratory disease caused by the bacterium Bordetella pertussis (fastidious, gram-negative bacterium)

• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing which often makes it hard to breathe. After fits of many coughs needs to take deep breathes which result in a "whooping" sound.

• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terjadinya penyakit

Page 104: Soal C part 2

Pertussis Sign and Symptom

Divided into catarrhal, paroxysmal, and convalescent stages, each lasting 1-2 weeks (Batuk kronik dapat berlanjut hingga 3 bulan) • Stage 1 – Catarrhal phase

– Nasal congestion – Rhinorrhea – Sneezing – Low-grade fever – Tearing – Conjunctival suffusion (Perdarahan subkonjungtiva)

• Stage 2 – Paroxysmal phase – Paroxysms of intense coughing lasting up to several minutes, occasionally

followed by a loud whoop – Post-tussive vomiting and turning red with coughing

• Stage 3 – Convalescent stage – Chronic cough, which may last for weeks

Page 105: Soal C part 2

Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis

• Diagnosis :

– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika penyakit diketahui terjadi lokal.

– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-), bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis

• Penatalaksanaan :

– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat jalan

– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti napas, atau sianosis dirawat di RS

• Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia

• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Page 106: Soal C part 2

117. Hemofilia

• Penyakit yang diturunkan secara genetik tertaut kromosom X resesif, ditandai dengan defisiensi faktor pembekuan VIII (tipe A) atau IX (tipe B)

• Insidensi Hemofilia A 1:5000-10.000 kelahiran, sedangkan Hemofilia B 1:30.000-50.000. Hemofilia A lebih sering.

• Tanda dan gejala : – Perdarahan baik spontan atau pasca

trauma • Perdarahan sendi (70-80% kasus). Sendi

bengkak dan nyeri saat digerakkan • Perdarahan otot • Perdarahan intrakranial • Perdarahan lain

– Secara klinis tidak dapat dibedakan antara hemofilia A dan B

Page 107: Soal C part 2

Kaskade koagulasi

aPTT

PT

Page 108: Soal C part 2

Hemofilia A Hemofilia B Von Willebrand

Bleed. Time Memanjang Memanjang Memanjang

PT Normal Normal Normal

APTT Memanjang Memanjang Memanjang/Normal

Gejala Spontaneous Haemarthrosis, muscle

bleeding

Spontaneous Haemarthrosis, muscle

bleeding

Menorraghia, epistaxis

(haemarthrosis rare)

Defisiensi Faktor VIII Faktor IX Faktor Von Willebrand

Fresh Frozen Plasma Cryoprecipitate

FFP contains all coagulation factors in normal concentrations

Cryoprecipitate is prepared from plasma and contains fibrinogen, von Willebrand factor, factor VIII, factor XIII and fibronectin

Page 109: Soal C part 2

118. Scurvy

• Scurvy is a state of dietary deficiency of vitamin C (ascorbic acid) • Although scurvy is uncommon, it still occurs and can affect adults

and children who have chronic dietary vitamin C deficiency • Symptoms and signs of scurvy may be remembered by the 4 Hs:

hemorrhage, hyperkeratosis, hypochondriasis, and hematologic abnormalities

• The initial symptoms: Malaise, Lethargy, Loss of appetite, Poor weight gain, Diarrhea, Tachypnea, Fever

• After 1-3 months : Shortness of breath and bone pain. Myalgias may occur because of reduced carnitine production. Skin changes with roughness, easy bruising and petechiae, gum disease, loosening of teeth, poor wound healing, and emotional changes occur

• In the late stages, jaundice, generalized edema, oliguria, neuropathy, fever, and convulsions can be seen

Page 110: Soal C part 2

Treatment & Management

• Orange juice is an effective dietary remedy for curing infantile scurvy and was the standard treatment before the discovery of vitamin C

• Patients should take oral ascorbic acid at 100 mg 3-5 times a day until total of 4 g is reached, and then they should decrease intake to 100 mg daily

Page 111: Soal C part 2

• Pellagra – Pellagra is a vitamin deficiency disease most

commonly caused by a chronic lack of niacin (vitamin B3) in the diet

– Pellagra is classically described by "the four D's": diarrhea, dermatitis, dementia and death

• Beriberi – Refers to a cluster of symptoms caused primarily by a

nutritional deficit in Vitamin B1 (thiamine) – Symptoms of beriberi include weight

loss, emotional disturbances, impaired sensory perception, weakness and pain in the limbs, and periods of irregular heart rate. Edema (swelling of bodily tissues) is common

Page 112: Soal C part 2

119. Developmental Milestone

Page 113: Soal C part 2

120. Diare

• Bentuk klinis diare:

– Diare cair akut: bentuk cair, >3 kali sehari, dapat disertai deman & muntah, penyebab utama rotavirus (50-60%), kolera, E. coli, Salmonella

– Sindrom disenteri: diare berlendir dan berdarah, penyebab utama Shigella, E. histolytica, Campylobacter jejuni

– Diare persisten: diare >14 hari, penyebab: diare osmotik & sekretorik

Firmansyah A. Management of gastrointestinal problems. WHO/UNICEF Joint Statement. Clinical management of acute diarrhea. 2006.

Page 114: Soal C part 2

Patogen Penyebab Diare Akut dan Karakteristik

Patogen Karakteristik

Rotavirus Severe watery-bloodless diarrhea, often with vomiting, fever, and abdominal pain

Kolera Diare seperti air cucian beras yang sering dan banyak, cepat menimbulkan dehidrasi berat. Hasil kultur tinja positif V. cholerae 01/O139

Shigella Short period of watery diarrhoea with intestinal cramps and general malaise, soon followed by permanent emission of bloody, mucoid, often mucopurulent stools

Salmonella Abrupt onset of nausea, vomiting, and crampy abdominal pain. Sudden onset of sustained fever, severe headache. Mild to severe watery diarrhea and sometimes by diarrhea containing blood and mucus

Enterotoksigenik Escheria Coli

Watery, nonmucoid, nonbloody diarrhea, abdominal pain, nausea, vomiting, and little or no fever. The illness is usually self-limited in 3–5 days

Page 115: Soal C part 2

121. Anemia Defisiensi Fe (IDA)

• Penyebab: – Peningkatan kebutuhan (pemakaian Fe , infeksi berulang) – Perdarahan kronik, infeksi cacing tambang – Asupan diet kurang – Malabsorpsi – Kurangnya cadangan besi (prematur, gemelli, anemia pada ibu hamil)

Stage Iron Depletion I

Iron Deficiency II

Iron Deficiency Anemia

III

Iron Store (Ferritin)

↓ ↓↓

↓↓↓

Serum Iron Normal ↓ ↓↓

Hb Normal Normal MCV, MCH MCHC ↓

Windiastuti E. Anemia in children.

Page 116: Soal C part 2

Anemia Mikrositik Hipokrom

Page 117: Soal C part 2

Infeksi Cacing Tambang

• Disebabkan Ancylostoma duodenale & Necator americanus

• Gejala:

– Pruritus lokal pada tempat yang mengalami invasi

– Nyeri abdomen, diare, muntah

– Anemia defisiensi besi

– Infeksi berat menyebabkan pneumonitis (Loefflerlike syndrome)

• The infection is usually contracted by persons walking barefoot over contaminated soil

Haburchak DR. Hookworms. http://emedicine.medscape.com/article/218805-overview#showall

Page 118: Soal C part 2

122. Penyakit jantung kongenital

• Asianotik: L-R shunt – ASD: fixed splitting S2,

murmur ejeksi sistolik

– VSD: murmur pansistolik

– PDA: continuous murmur

• Sianotik: R-L shunt – TOF: AS, VSD, overriding

aorta, RVH. Boot like heart pada radiografi

– TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/

Page 119: Soal C part 2

Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.

Page 120: Soal C part 2

PDA

Page 121: Soal C part 2

Eisenmenger syndrome

• Eisenmenger syndrome refers to any untreated congenital cardiac defect with intracardiac communication that leads to pulmonary hypertension, reversal of flow, and cyanosis

• The previous left-to-right shunt is converted into a right-to-left shunt secondary to elevated pulmonary artery pressures and associated pulmonary vascular disease

• Causes of Eisenmenger syndrome include the following: – Large, nonrestrictive VSD – Nonrestrictive PDA – Atrioventricular septal defect, including a large ostium primum

ASD without a ventricular component – Palliative, surgically created systemic-to-pulmonary anastomosis

for treatment of congenital heart disease

Page 122: Soal C part 2

123. Hipotermia pada Neonatus • Definisi : Temperatur inti < 35 to 35.5° C

• Neonatus rentan terhadap hipotermi karena besarnya rasio luas permukaan tubuh terhadap volume, terutama pada neonatus dengan BBLR.

• Heat loss :

– Radiant heat loss occurs (akibat suhu lingkungan yang lebih rendah)

– Evaporative heat loss (melalui cairan amnion yang masih melekat di tubuh)

– Conductive heat loss (kontak dengan benda atau permukaan dengan suhu rendah)

• Hipotermi juga dapat terjadi akibat kondisi patologis yang mempengaruhi termoregulasi (sepsis, intracranial hemorrhage).

Page 123: Soal C part 2

• Patofisiologi – Hipotermia → Pengaktifan saraf simpatis, ↑Norepinefrin di

jaringan brown fat → Lipolisis dan oksidasi/re-esterifikasi asam lemak → Menghasilkan energi panas lokal, dan supply aliran darah → Meningkatnya metabolic rate dan konsumsi O2 → respiratory insufficiency, hipoksia jaringan, kerusakan neurologis, hipoglikemia, metabolik asidosis, dan kematian

• Pencegahan – Menggunakan kain kering dan hangat saat melahirkan – Metode Kanguru – Hindari memandikan bayi di hari I – Memakaikan pakaian yang menutupi seluruh tubuh,

termasuk kepala – Menjaga temperatur saat transport

Page 124: Soal C part 2

Bayi dengan berat lahir <1750 gr (BBLSR)

• Berisiko untuk hipotermia, apneu, hipoksemia, sepsis, intoleransi minum, dan enterokolitis nekrotikans

• Haru dikirim ke perawatan khusus/unit neonatal • Perawatan suhu:

– Lakukan perawatan kulit-ke-kulit di antara kedua payudara ibu (metode kanguru) atau beri pakaian di ruangan yang hangat atau dalam humidicrib jika staf telah berpengalaman menggunakannya

– Pertahankan suhu tubuh inti 36,5-37,5⁰C dengan kaki tetap berwarna kemerahan

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO

Page 125: Soal C part 2

124. Hepatitis Viral Akut

• Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan

• Perjalanan klasik hepatitis virus akut – Stadium prodromal: flu like syndrome, – Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang

disertai munculnya ikterus, urin kuning tua

• Anamnesis : – Manifestasi hepatitis A: Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada

gejala sistemik yang berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan adanya outbreak atau diketahui sumber penularan. Metode penularan fekal-oral. Onset terjadi tiba-tiba.

– Hepatitis B akut dapat didahului dengan gejala prodromal mirip serum sickness yang ditandai dengan arthralgia, arthritis

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Page 126: Soal C part 2

Hepatitis Viral Akut

• Pemeriksaan Fisik – Ikterus, hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas

abdomen, demam

• Pemeriksaan Penunjang – Peningkatan enzim transaminase, terutama ALT, dan

mungkin disertai kadar bilirubin yang meninkat – Pemeriksaan serologi

• Hepatitis A : IgM anti HAV positif • Hepatitis B : IgM anti HBc positif

• Penatalaksanaan – Tidak ada terapi yang spesifik, hanya berupa tatalaksana

suportif dengan asupan kalori yang cukup

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Page 127: Soal C part 2

Penanda Serologis Hepatitis

Page 128: Soal C part 2

125. Disentri

• Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik

• Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia. Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang pandang mendukung etiologi bakteri invasif

• Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Page 129: Soal C part 2

Penatalaksanaan Disentri

• Berdasarkan WHO (Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit) – Pelayanan primer : Semua diare berdarah diobati sebagai

shigellosis, diberi kotrimoksazol, evaluasi ulang jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari

– Jika positif amuba vegetatif pada pemeriksaan tinja : Metronidazol 50 mg/kg/BB dibagi 3 dosis, 5 hari

– Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif shigella : sefiksim dan asam nalidiksat. Pertimbangkan kondisi lain seperti alergi susu sapi

– Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi) – Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut – Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala

simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Page 130: Soal C part 2

126. Dengue

Demam dengue DBD

• Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut: – Nyeri kepala

– Nyeri retroorbita

– Myalgia/arthralgia

– Ruam

– Manifestasi perdarahan

– Leukopenia

• Infeksi dengue yang ditambah 1 atau lebih gejala: – Uji bendung positif

– Petekie, ekimosis, purpura

– Perdarahan mukosa

– Hematemesis/melena

– Trombositopenia (<100.000)

– Adanya kebocoran plasma (kenaikan >20% Ht normal; adanya bukti kebocoran seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia)

Page 131: Soal C part 2

Kriteria Diagnosis Klinis DBD (WHO, 2011)

• Clinical Manifestations – Fever (Acute onset, high and continuous, lasting two to seven

days in most cases) – Any haemorrhagic manifestations (Positive tourniquet test,

petechiae, epistaxis, gum bleeding, haematemesis, melena) – Enlargement of the liver – Shock, manifested by tachycardia, poor tissue perfusion or

hypotension

• Laboratory Findings – Thrombocytopenia (≤ 100.000 cells/mm3) – Haemoconcentration; ↑ Ht ≥ 20%

• Clinical diagnosis : The first two clinical criteria plus thrombocytopenia and haemoconcentration; or a rising haematocrit only

Page 132: Soal C part 2
Page 133: Soal C part 2

127. Infeksi Enterobius Vermicularis (Oxyuris vermicularis, Cacing Kremi)

• Penyakit : Enterobiasis, oksiuriasis • Manusia adalah satu-satunya hospes • Parasit kosmopolit, lebih banyak ditemukan

didaerah dingin • Habitat cacing dewasa adalah di rongga

sekum, usus besar, dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum

• Cacing betina akan bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur

• Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetris). Dinding telur bening, agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang

• Infeksi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas bermigrasi kembali ke usus besar

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI

Page 134: Soal C part 2

• Gejala Klinis – Pruritus lokal akibat migrasi cacing betina, sering terjadi pada

waktu malam hari hingga mengganggu tidur – Iritasi dan luka garuk disekitar anus, perineum dan vagina – Kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi,

enuresis, cepat marah, insomnia

• Diagnosis – Menemukan telur dan cacing dewasa. Telur diambil dengan anal

swab yang ditempelkan di sekitar anus pada pagi hari sebelum cebok

– Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut

• Pengobatan – Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan – Mebendazol, efektif untuk semua stadium perkembangan

enterobius, 100 mg PO, diulang 2 minggu kemudian – Pyrantel Pamoate 10-11 mg/kgBB single dose, diulang 2 minggu

kemudian

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. FKUI

Page 135: Soal C part 2

Penulisan Resep

• Obat yang diberikan (Pyrantel Pamoate):

– 10 mg/kgBB * 12,5 kg = 125 mg single dose

– Sediaan 125 mg/5ml

– Yang diberikan 1 x 5 ml

– Resep

• dd = de die (sehari), 1 dd = satu kali sehari

• c = cochlear (sendok makan) 15 cc

• cth = cochlear theae (sendok the) 5 cc

– Resep yang diberikan = 1 dd cth 1

Page 136: Soal C part 2

128. Asma

• Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik, nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi

• Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing

Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.

Page 137: Soal C part 2

Derajat Serangan

Asma

Page 138: Soal C part 2

Alur Penatalaksanaan Serangan Asma

Page 139: Soal C part 2

129. Sepsis Neonatorum

• Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan. Mortalitas mencapai 13-25%

• Jenis : – Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,

cepat berkembang menjadi syok septik – Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1

minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis

• Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik → diperlukan skrining dan pengelolaan faktor risiko

Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Page 140: Soal C part 2

Skrining

• Kecurigaan besar sepsis bila :

– Bayi umur sampai dengan usia 3 hari

• Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini

• Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada kategori B

– Bayi usia lebih dari 3 hari

• Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan Kategori B

Page 141: Soal C part 2

Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis

Kategori A Kategori B

Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi dinding dada, grunting, sianosis sentral, apnea)

Tremor

Kejang Letargi atau lunglai, malas minum padahal sebelumnya minum dengan baik

Tidak sadar Mengantuk atau aktivitas berkurang

Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan tidak memberi respons terhadap terapi) atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu selama tiga kali atau lebih

Iritabel, muntah, perut kembung

Persalinan di lingkungan yang kurang higienis

Tanda-tanda mulai muncul setelah hari ke-empat

Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis

Air ketuban bercampur mekonium

Page 142: Soal C part 2

Kriteria SIRS - Sepsis

Goldstein B. International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1).

Page 143: Soal C part 2
Page 144: Soal C part 2

130. Defisiensi vitamin A

• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-karoten

• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis, pembentukan mukus

• Gejala defisiensi: – Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva & kornea,

keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis folikular, fotofobia – Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia,

hiperkeratosis folikular di kulit

• Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah & sayuran kuning

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011

Page 145: Soal C part 2

Bitot’s Spot Xerophtalmia

Follicular hyperkeratosis

Page 146: Soal C part 2

World Health Organization. Control of vitamin A deficiency and xerophthalmia. WHO; 1982.

Page 147: Soal C part 2

131. Neonatal Routine Care

• Dilakukan apabila bayi memenuhi 3 kriteria: cukup bulan, menangis kuat (tidak terdapat masalah pernapasan), dan tonus otot baik

• Hal yang dilakukan dalam perawatan rutin bayi baru lahir: – Jagalah bayi supaya tetap kering di ruangan yang hangat, selimuti

dengan baik

– Bayi rawat gabung dengan ibu, inisiasi menyusu dini dalam jam pertama kehidupan

– Jaga tali pusat tetap bersih dan kering

– Beri tetrasiklin salep mata pada kedua mata satu kali

– Beri Vit K1 1 mg IM di paha kiri

– Beri Vaksin hepatitis B 0.5 ml IM di paha kanan sekurangnya 2 jam sesudah pemberian vitamin K1

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO

Page 148: Soal C part 2

132. Glomerulonefritis akut

• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi pada glomerulus

• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute GN

• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik → deposit kompleks imun di glomerulus

• Diagnosis – Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,

hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri – PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas

infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru – Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO

• Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview

Page 149: Soal C part 2

Pemeriksaan Penunjang

• Urinalisis – Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit

• Peningkatan ureum dan kreatinin • ASTO meningkat (ASTO: the antibody made

against streptolysin O, an immunogenic, oxygen-labile hemolytic toxin produced by most strains of group A)

• Komplemen C3 menurun pada minggu pertama • Hiperkalemia, asidosis metabolik,

hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada komplikasi gagal ginjal akut

Page 150: Soal C part 2

133. Kejang demam

• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE, 1993)

• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun • Kejang demam sederhana (simpleks)

– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam

• Kejang demam kompleks – Lama kejang > 15 menit – Kejang fokal atau parsial menjadi umum – Berulang dalam 24 jam

• Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-18 bulan

Mangunatmadja I. Kejang demam: diagnosis dan tata laksananya.

Page 151: Soal C part 2

Tata laksana • Intermiten

– Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari – Diazepam 0,5 mg/kg/hari dibagi 4 dosis

• Rumatan – Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari

• Dianjurkan profilaksis terus menerus: – Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tod’s, CP,

hidrosefalus) – Kejang lama > 15 menit – Kejang fokal

• Dipertimbangkan: – Kejang berulang dalam 24 jam – Bayi usia < 12 bulan – Kejang demam kompleks berulang > 4 kali

• Lama pengobatan 1 tahun bebas kejang

Mangunatmadja I. Kejang demam: diagnosis dan tata laksananya.

Page 152: Soal C part 2

134. Kontraindikasi Imunisasi

• Berlaku umum untuk semua vaksin

•Indikasi Kontra BUKAN Indikasi Kontra

• Reaksi anafilaksis terhadap vaksin (indikasi kontra pemberian vaksin tersebut berikutnya)

• Reaksi anafilaksis terhadap konstituen vaksin

• Sakit sedang atau berat, dengan atau tanpa demam

• Reaksi lokal ringan-sedang (sakit, kemerahan, bengkak) sesudah suntikan vaksin

• Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi sebelumnya

• Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam ringan

• Sedang mendapat terapi antibiotik • Masa konvalesen suatu penyakit • Prematuritas • Terpajan terhadap suatu penyakit menular • Riwayat alergi, atau alergi dalam keluarga • Kehamilan Ibu • Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

Pedoman Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi – IDAI. 2008

Page 153: Soal C part 2

Kontraindikasi Imunisasi Spesifik Imunisasi Indikasi Kontra

DTP • Ensefalopati dalam 7 hari pasca DTP sebelumnya Perhatian khusus : • Demam >40.5⁰C dan episode hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam pasca

DTP sebelumnya • Kejang dalam 3 hari pasca DTP sebelumnya • Sindrom Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi

Polio Oral • Infeksi HIV atau kontak HIV serumah • Imunodefisiensi pada pasen atau pada penghuni serumah

Polio Inactivated • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin, streptomisin, atau polimiksin-B

MMR • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin • Kehamilan • Imunodefisiensi dengan imunosupresi berat

Hepatitis B • Reaksi anafilaksis terhadap ragi

Varisela • Reaksi anafilaksis terhadap neomisin dan gelatin • Kehamilan • Infeksi HIV • Imunodefisiensi

Page 154: Soal C part 2

Pertimbangan Tambahan

• Anak dengan batuk-pilek ringan dengan atau tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1-2 minggu

• Tidak dibenarkan memberikan imunisasi dengan pengurangan dosis atau dengan dosis terbagi

• Anak yang sedang minum antibiotik tetap diperbolehkan imunisasi

• Obat penurun panas boleh diberikan, terutama 30 menit sebelum imunisasi DPT/DT untuk mengurangi demam dan nyeri pasca imunisasi, dilanjutkan maksimal 4x/hr

Page 155: Soal C part 2

135. Tetanus Neonatorum

• Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa gangguan kesadaran

• Kejadian tetanus neonatorum sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya perawatan tali pusat

• Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot diafragma

Page 156: Soal C part 2

Diagnosis

• Tanda dan Gejala – Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan

perawatan tali pusat yang tidak higienis – Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau

tersentuh – Bayi malas minum – Mulut mencucu (carper mouth) – Trismus (mulut sulit dibuka) – Perut teraba keras seperti papan – Opistotonus – Anggota gerak spastik (boxing position) – Tali pusat kotor/berbau

• Pemeriksaan Penunjang – Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis – Pungsi lumbal – Darah rutin, kultur, dan sensitivitas

Page 157: Soal C part 2

Tatalaksana

• Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari

• Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U IM

• Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari

• Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat

• Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU

• Langkah promotif/preventif :

– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril

– Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat

– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan

Page 158: Soal C part 2

136. Meningitis

• Meningitis – Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B

(bulan pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, N. meningitidis (anak lebih besar)

– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun. Penyebab tersering: enterovirus

– Meningitis fungal: pada imunokompromais – Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda

rangsang meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah, fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang

Page 159: Soal C part 2

Pemeriksaan Penunjang

• Darah perifer lengkap dan kultur darah • Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi • Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan

menentukan etiologi – Pada kasus berat sebaiknya ditunda – Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan

tekanan intrakranial

• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural

• EEG jika ditemukan perlambatan umum

Page 160: Soal C part 2

Karakteristik CSF berdasarkan Etiologi

Page 161: Soal C part 2

Tatalaksana

• Antibiotik – Lini pertama, ceftriaxone 100 mg/kg/kali IV drip selama 30-60

menit setiap 12 jam atau cefotaxime 50 mg/kg/kali IV setiap 6 jam

– Lini kedua, Kloramfenikol 25 mg/kg/kali ditambah ampisilin 50 mg/kg/kali IM/IV setiap 6 jam

– Pengobatan parenteral minimal 5 hari dilanjutkan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi

– Bila ada kecurigaan, pertimbangkan regimen pengobatan TB

• Steroid – Prednison 1-2 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan 2-4

minggu, dilanjutkan tappering off (per oral) – Bila per oral tidak memungkinkan, dexamethason 0,6

mg/kg/hari IV selama 3-6 minggu

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO

Page 162: Soal C part 2

137. Thalassemia

• Penyakit genetik yang ditandai dengan supresi produksi hemoglobin karena defek pada sintesis rantai globin

• Diturunkan secara autosomal resesif • Secara fenotip: mayor, intermedia, minor • Secara genotip:

– Thalassemia beta • Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)

– Thalassemia alfa • -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen • -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan • Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali • Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.

Page 163: Soal C part 2

Diagnosis thalassemia

• Sign and Symptom : – Pucat kronik, Hepatosplenomegali, Ikterik, Perubahan

penulangan, Perubahan bentuk wajah, Hiperpigmentasi, Riwayat keluarga (+)

• Pemeriksaan darah – CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW – Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis,

poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +

• Analisis Hb (Hb electrophoresis) – HbF , HbA2 n/, HbA (-) (β thalassemia) – Hb H in patients with Hb H disease, – Hb Bart in newborns with α thalassemia trait

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.

Page 164: Soal C part 2

Tata laksana thalassemia

• Transfusi darah – Pertama kali diberikan bila Hb<7g/dl atau >7g/dl dengan facies cooley,

gangguan tumbuh kembang – Selanjutnya transfusi diberikan bila Hb≤8g/dl sampai Hb 10-11g/dl – Transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC rendah leukosit (leucodepleted)

bila tersedia

• Medikamentosa – Asam folat – Kelasi besi – Vitamin E – Vitamin C (dosis rendah, pada terapi denga n deferoxamin)

• Nutrisi: kurangi asupan besi • Splenektomi • Transplantasi (sumsum tulang, darah umbilikal) • Fetal hemoglobin inducer

Page 165: Soal C part 2

138. Ikterus Neonatorum

• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis. • Ikterus fisiologis:

– Awitan terjadi setelah 24 jam – Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB) – Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-

15 mg/dl pada NCB

• Ikterus non fisiologis: – Awitan terjadi sebelum usia 24 jam – Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam

– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB

– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB – Tanda penyakit lain

• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai bilirubin direk > 2 mg/dl. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.

Page 166: Soal C part 2

• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1 – Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik,

atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD

• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam – Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih

jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7

fisiologis

non- fisiologis

Page 167: Soal C part 2

Penyebab Hemolisis

Penyakit Keterangan

Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. Darah anak

Inkompatibilitas Rh Adanya antibodi ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak. Jarang pada anak pertama.

Hematoma darah ekstravaskuler

Akibat proses persalinan.

Defisiensi G6PD Penyakit terkait kromosom X. Enzim G6PD berfungsi untuk melindungi eritrosit dari kerusakan oksidatif.

Sferositosis herediter Terdapat defek protein membran yang menyebabkan instabilitas eksoskeleton eritrosit

Polisitemia Peningkatan pembentukan eritrosit yang menyebabkan peningkatan destruksi eritrosit

Page 168: Soal C part 2

ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI

Page 169: Soal C part 2

139. PERDARAHAN DI AWAL KEHAMILAN

Abortus Perdarahan dari uterus yang disertai dengan keluarnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi pada usia kehamilan < 20-24 minggu dan atau Berat < 500gr. Dapat disertai dengan mules, dapat/tidak disertai dengan pembukaan serviks, dapat/tidak disertai dengan keluarnya jaringan

Mola Hidatidosa

Kelainan dalam proses fertilisasi,”hamil anggur”, Gejala: amenorrhea, perdarahan banyak, hyperemesis, tinggi fundus lebih besar dari usia kehamilan, keluar jaringan berbentuk gelembung (seperti telur ikan)

KET Kehamilan di luar rahim, Gejala :amenorrhea, perdarahan (dapat juga tidak), nyeri perut, biasanya disertai syok, nyeri goyang portio, darah pada kavum douglas

Page 170: Soal C part 2

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Kehamilan Ektopik : kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri, paling sering di tuba (90-95%) kehamilan ektopik terganggu bila telah terjadi ruptur tuba dan memberikan gejala-gejala, antara lain :

• Nyeri perut

• Amenorrhea

• Perdarahan per vaginam (dapat juga tidak)

• Syok karena hipovolemia perdarahan (tergantung beratnya perdarahan)

Page 171: Soal C part 2

KET Diagnosis :

• Nyeri pada palpasi perut, perut tegang

• Nyeri goyang portio

• Urine b-hCG (+)

• Kuldosentesis (+) : darah pada kavum douglas (warna merah tua, tidak membeku setelah diambil

• USG

• Diagnosis pasti : laparotomi

Tatalaksana :

• Atasi Shock

• Penghentian perdarahan segera laparotomi salpingektomi (memotong bagian tuba yang terganggu)

Obstetri Patologi Buku Ajar FK Unpad

Page 172: Soal C part 2

140. KONTRASEPSI SUNTIK PROGESTIN • 2 jenis: Depo Medroksiprogesterone Asetat (Depoprovera): setiap

3 bulan IM

Depo Noretisterone Enantat (Depo Noristerat): setiap 2 bulan IM

• Cara kerja : Mencegah Ovulasi

Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma

Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi

Menghambat transportasi gamet oleh tuba

Page 173: Soal C part 2

Penanganan Efek Samping Efek Samping TataLaksana

Amenorea • Bila tidak hamil, pengobatan apapun tidak perlu • Bila hamil, rujuk klien. Hentikan penyuntikan • Jangan berikan terapi hormonal apapun untuk menimbulkan

perdarahan. Tunggu 3-6 bulan, bila tidak terjadi perdarahan, rujuk klien

Perdarahan/perdarahan bercak (spotting)

• Infromasikan bahwa perdarahan ringan sering dijumpai, dan biasanya tidak memerlukan pengobatan

• Bila klien tidak dapat menerima perdarahan tersebut, terdapat pilihan pengobatan : 1 siklus pil kontrasepsi kombinasi, ibuprofen (sampai 800mg, 3x/hari untuk 5 hari)atau obat sejenis lainnya. Jelaskan bahwa selesai pemberian PKK dapat terjadi perdarahan kembali

• Bila perdarahan banyak: dengan pemberian 2 pil kontrasepsi kombinasi/hari selama 3-7 hari dilanjutkan dengan 1 siklus pil kontrasepsi hormonal, atau diberi pil estrogen dosis tinggi selama 14-21 hari

Meningkat/menurun berat badan

• Informasikan bahwa kenaikan/penurunan 1-2 kg dapat terjadi. Bila perubahan berat badan berlebihan, hentikan suntikan,sarankan metode lain

Page 174: Soal C part 2

141. ABORTUS

Definisi : • Perdarahan dari uterus yang disertai dengan

keluarnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi pada usia kehamilan < 20-24 minggu dan atau Berat < 500gr

Patofisiologi : • Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua

basalis + nekrosis jaringan sekitarnya hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya (benda asing dalam uterus) uterus berkontraksi untuk mengeluarkannya.

Page 175: Soal C part 2

DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS BESAR UTERUS GEJALA LAIN

Abortus iminens

Sedikit sedang

Tertutup Lunak

Sesuai usia kehamilan

• Plano test (+) · Kram ringan · Uterus lunak

Abortus insipiens

Sedang banyak

Terbuka Lunak

Sesuai atau lebih kecil

• Kram sedang/kuat · Uterus lunak

Abortus inkomplit

Sedikit banyak

Terbuka Lunak

usia kehamilan

•Kram kuat . Keluar jaringan •Uterus lunak

Abortus komplit

Sedikit tidak ada

Tertutup Lunak

usia kehamilan

• Sedikit/tanpa kram · massa kehamilan

(+/-) · Uterus agak kenyal

Abortus Septic Perdarahan berbau Lunak Membesar, nyeri tekan

- Demam - Leukosistosis

Page 176: Soal C part 2

Abortus Infeksiosus / Abortus Septik

• Abortus infeksiosus : abortus yang disertai infeksi traktus Genitalia.

• Abortus septik : abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

Gejala :

• Terjadi abortus disertai tanda infeksi : demam, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus membesar, lembek, nyeri tekan, lekositosis. Bila sepsis demam , menggigil, Tekanan Darah .

• Penanganan : infus transfusi, Antibiotik. Kuretase dilakukan dalam 6 jam

Page 177: Soal C part 2

142. GINEKOLOGI

Common causes of vaginal discharge : • Foreign body

• Non-sexual transmitted infections : bacterial vaginosis, candidiasis

• Sexually transmitted infections

• Cervical polips

• Endometrial cancer

• Cervical cancer

Possible causes of intermenstrual bleeding/abnormal uterine bleeding: • Pregnancy-related including ectopic pregnancy and gestational trophoblastic

disease

• Physiological - 1-2% spot around ovulation

• Iatrogenic :

Combined oral contraceptive pill (COCP) Progesterone-only pill

Contraceptive depot injections

Intrauterine systems or implant

Emergency contraception

Following smear or treatment to the cervix

Caesarean section scars

Drugs altering clotting parameters, eg anticoagulants, SSRIs, corticosteroids

Alternative remedies, eg ginseng, ginkgo, soy supplements

• Vaginal causes:

Adenosis

Vaginitis

Tumours

• Cervical causes:

Infection - chlamydia, gonorrhoea

Cancer (but bleeding is most often postcoital)

Cervical polyps

Cervical ectropion

Condylomata acuminata of the cervix

• Uterine causes:

Endometrial polyps

Cancer

Adenomyosis

Endometritis

Fibroids

Oestrogen-secreting ovarian cancers

Page 178: Soal C part 2
Page 179: Soal C part 2
Page 180: Soal C part 2

143. RETENSIO PLASENTA

• Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.

• Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; ataub). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

• Apabila plasenta belum lahir sama sekali tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

• Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:a). kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);b). plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).

PONEK, 2008

Page 181: Soal C part 2

Retensio Plasenta

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

a.Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line. Pemberian cairan. Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan.

b.Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.

c.Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

d.Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

e.Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

f.Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

g.Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

PONEK, 2008

Page 182: Soal C part 2

Retensio Plasenta

Page 183: Soal C part 2
Page 184: Soal C part 2

144. KETUBAN PECAH DINI

• Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung)

• PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) : ketuban pecah saat usia kehamilan < 37 minggu

• PROM (Premature Rupture of Membranes) : usia kehamilan > 37 minggu

• Kriteria diagnosis : Usia kehamilan > 20 minggu

Keluar cairan ketuban dari vagina

Inspekulo : terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum

Kertas nitrazin merah biru

Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

• Pemeriksaan penunjang : USG (menilai jumlah cairan ketuban, menetukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta)

Page 185: Soal C part 2

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri RSHS

Page 186: Soal C part 2

Pengelolaan

• Konservatif : dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan 28-36minggu, dirawat selama 2 hari Selama perawatan dilakukan:

Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia,lekositosis,nyeri pada rahim,sekret vagina purulen, takikardi janin)

Pengawasan timbulnya tanda persalinan

Pemberian antibiotika

USG menilai kesejahteraan janin

Bila ada indikasi melahirkan janin pematangan paru

• Aktif : Dengan umur kehamilan 20-28mg dan > 37mg

Ada tanda-tanda infeksi

Timbulnya tanda persalinan

Gawat janin

Pedoman diagnosis dan terapi Obstetri

Page 187: Soal C part 2

145. PERDARAHAN ANTEPARTUM Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu

Gejala dan Tanda Utama Faktor Predisposisi Penyulit Lainnya Diagnosis

• Perdarahan tanpa nyeri. • Darah segar atau kehitaman. • Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik,

kontraksi braxton hicks, trauma atau koitus.

Nullipara atau multiparitas • Tidak ada nyeri. • Bagian terendah fetus tidak

masuk pintu atas panggul. • Gawat janin

Plasenta Previa

• Perdarahan dengan nyeri intermitten atau menetap.

• Darah kehitaman dan cair atau mungkin terdapat bekuan

• Bila jenis terbuka, warna darah merah segar.

• Hipertensi • Versi luar • Trauma abdomen • Polihidramnion • Gemelli • Defisiensi nutritif

• Syok yang tidak sesuai jumlah darah yang keluar

• Anemia berat • Melemah/hilangnya gerak

fetus • Gawat janin atau hilangnya

DJJ • Uterus tegang dan nyeri

Solusio Plasenta

• Kelelahan dan dehidrasi • Konstriksi bandl • Nyeri perut bawah hebat • Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria

• Pernah SC • Partus lama • CPD • Kelainan

letak/presentasi • Persalinan traumatik

• Syok/takikardia • Hilangnya gerak dan DJJ • Bentuk uterus

abnormal/kontur tidak jelas • Nyeri raba/tekan dinding

perut • Bagian anak mudah dipalpasi

Ruptura Uteri

• Perdarahan merah segar • Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya

bekuan darah setelah 7 menit • Rendahnya faktor pembekuan darah

• Solusio plasenta • Janin mati dalam rahim • Eklampsia • Emboli air ketuban

• Perdarahan gusi • Gambaran memar bawah kulit • Perdarahan dari tempat

suntikan/infus

Gangguan pembekuan darah

• Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput ketuban pecah spontan

• Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba

• Kehamilan multipara • Genetik

• Sulit dikenali saat pembukaan masih kecil

Vasa Previa

Page 188: Soal C part 2

Ruptura Uteri

• Robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilapauinya daya regang miometrium

• Penyebab : disproporsi janin dan panggul atau persalinan traumatik

• Robekan dinding uterus perdarahan per vaginam atau ke dalam rongga abdomen

• Risiko infeksi dan angka kematian bayi sangat tinggi

• Tatalaksana : Stabilisasi pasien tangani syok

Laparotomi untuk melahirkan anak dan plasenta

Bila ingin konservasi uterus reparasi uterus

Bila luka nekrosis kuas histerektomi

Berikan antibiotika spektrum luas

Page 189: Soal C part 2

146. IVA

• IVA : Inspeksi Visual dengan Asem Asetat salah satu metode untuk skrining kanker serviks

• Lebih murah dan gampang dibandingkan dengan PAP Smear, hanya sebentar dan tidak sakit

• Dengan cara mengoleskan asam cuka 3 % sampai dengan 5 % . Bila terlihat warna putih berarti ada keganasan sel dan bisa berubah menjadi kanker.

• Dapat dilakukan di praktek bidan atau puskesmas oleh dokter.

• Yang harus diperiksa : wanita usia 30-50 tahun atau sudah menikah, diperiksa setahun sekali

• Persiapan: saat sedang tidak haid

http://www.uptodate.com/contents/cervical-cancer-screening-tests-visual-inspection-methods

Page 190: Soal C part 2

147. ABSES PAYUDARA • Suatu keadaan yang diakibatkan kumpulan nanah di bawah kulit payudara

sebagai akibat infeksi bakteri.

• Gejala : Masa padat, mengeras di bawah kulit payudara yang kemerahan

Payudara tegang

Adanya fluktuasi

Mengalir nanah

• Tatalaksana : Anestesi umum

Insisi radial dari tengah ke pinggir areola, supaya tidak memotong saluran ASI

Pecahkan kantong pus

Berikan kloksasilin 500mg setiap 6 jam selama 10 hari

Sangga payudara

Kompres dingin

Parasetamol 500mg bila diperlukan

Anjurkan tetap memberikan ASI

Protokol PONEK 2008

Page 191: Soal C part 2

148. PERDARAHAN DI AWAL KEHAMILAN

Abortus Perdarahan dari uterus yang disertai dengan keluarnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi pada usia kehamilan < 20-24 minggu dan atau Berat < 500gr. Dapat disertai dengan mules, dapat/tidak disertai dengan pembukaan serviks, dapat/tidak disertai dengan keluarnya jaringan

Mola Hidatidosa

Kelainan dalam proses fertilisasi,”hamil anggur”, Gejala: amenorrhea, perdarahan banyak, hyperemesis, tinggi fundus lebih besar dari usia kehamilan, keluar jaringan berbentuk gelembung (seperti telur ikan)

KET Kehamilan di luar rahim, Gejala :amenorrhea, perdarahan (dapat juga tidak), nyeri perut, biasanya disertai syok, nyeri goyang portio, darah pada kavum douglas

Page 192: Soal C part 2

MOLA HIDATIDOSA

• Kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi chorialis degenerasi hidropik; kelainan dalam proses fertilisasi

• “hamil anggur”

• 2 tipe :

Komplit : tidak ada janin/bagian janin

Partial : ada janin/bagian janin

Obstetri Patologi Buku Ajar FK Unpad

Page 193: Soal C part 2

Mola Hidatidosa

Gejala

• Amenorrhea

• Perdarahan (banyak/sedikit) anemia

• Rahim lebih besar dari usia kehamilan

• Hyperemesis

• Dapat disertai preeklampsia/eklampsia; hipertiroid

• Tidak ada tanda janin : ballotement (-), DJJ (-)

Diagnosis :

• B-hCG tinggi dalam darah dan urin

• Percobaan sonde : masuk mudah ke cavum uteri, tanpa tahanan

• Diagnosis pasti: Lahirnya gelembung-gelembung mola pemeriksaan histopatologi : edema dari stroma villi, avaskular villi, kumpulan dari syncytiotrophoblast/cytotrophoblastic yang berproliferasi

• USG : gambaran badai salju/snowstorm

Page 194: Soal C part 2

Mola Hidatidosa

Tatalaksana :

• Perhatikan keadaan umum ibu

• Evakuasi jaringan : dengan vakum kuret, diberikan oxytocin sebelumnya harus yakin bersih

• Bila fungsi reproduksi cukup : dapat dianjurkan histerektomi

• Follow up rutin : untuk evaluasi kemungkinan menjadi choriocarcinoma

Page 195: Soal C part 2

149. ABORTUS IMINENS

• Klinis: • Anamnesis : perdarahan sedikit dari jalan lahir, nyeri perut tidak ada atau ringan • Pemeriksaan dalam :

Fluksus sedikit Ostium uteri tertutup

• Pemeriksaan Penunjang : • USG dapat memberikan hasil sbb :

Buah kehamilan masih utuh, ditemukan tanda kehidupan janin Meragukan : kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung janin belum jelas Buah kehamilan tidak baik: janin mati

• Terapi : • Bila kehamilan masih utuh :

Rawat jalan Tidak diperlukan tirah baring total pada kondisi tertentu Anjurkan tidak melakukan aktivitas berlebihan atau hubungan seksual Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan kehamilan selanjutnya Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi janin (USG) 1 minggu kemudian

• Bila hasil USG meragukan : ulangi USG 1-2 minggu kemudian • Bila hasil USG tidak baik : evakuasi tergantung umur kehamilan

PONEK 2008

Page 196: Soal C part 2

Progestogen for Treating Threatened Miscarriage

• Progestogen is an essential hormone both for establishing and maintaining pregnancy. It is therefore a possible treatment for threatened miscarriage.

• The review of trials located four randomised studies involving 421 women that compared the use of progestogens in the treatment of threatened miscarriage with either placebo or no treatment. The limited evidence suggests that the use of a progestogen does reduce the rate of spontaneous miscarriage.

• Two trials reported that treatment with progestogens did not increase the occurrence of congenital abnormalities in the newborns and the women did not have any significant difference in incidence of pregnancy-induced hypertension nor antepartum haemorrhage.

http://summaries.cochrane.org/CD005943/progestogen-for-treating-threatened-miscarriage

Page 197: Soal C part 2

150. GINEKOLOGI

Myoma Geburt Tumor jinak dari otot rahim yang membesar ke arah rongga rahim hingga tumbuh keluar dari mulut rahim

Perdarahan abnormal, terasa berat pada abdomen bawah, nyeri saat menstruasi, teraba massa pada perut bawah, gangguan BAK atau BAB.

Prolaps Uteri keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi lemah sehingga uterus akan turun atau bergeser ke bawah dan dapat menonjol keluar dari vagina

Sering tidak menimbulkan gejala atau keluhan, Pasien merasa ada sesuatu yang keluar dari vagina, Rasa tak nyaman di abdomen bagian bawah,Inkontinensia urine,Gangguan miksi ( dysuria ),Konstipasi,Dispareunia, Iritasi , infeksi vulva

Kista Kista ovarium adalah semacam kantung tertutup yang dapat berisi cairan, gas, atau benda padat

Gangguan menstruasi, dispareunia, gangguan BAK

Appendisitis a medical emergency characterized by inflammation of the appendix, many cases of which require removal of the inflamed appendix, either by laparotomy or laparoscopy.

Pain, vomiting, fever,rebound tenderness at lower abdomen, McBurney’s sign

Polip Serviks tumor jinak yang tumbuh menonjol dan bertangkai dari selaput lendir pada permukaan saluran leher rahim, tumbuh di permukaan mukosa serviks, atau pada saluran endoserviks dan menonjol pada mulut serviks

Perdarahan vagina abnormal (dapat antar mens, setelah berhubungan, atau setelah membersihkan vagina), keputihan, rasa tidak nyaman pada vagina

Page 198: Soal C part 2

PROLAPS UTERI • Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis

• Etiologi: Partus sering

Partus dengan penyulit: partus lama, meneran sebelum pembukaan lengkap

Laserasi dinding vagina bawah pada kala II

Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik

Tatalaksana pelepasan plasenta yang tidak baik

Kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penyangga uterus

• Tanda dan Gejala: Perasaan adanya benda yang mengganjal/menonjol di

genitalia eksterna

Sakit pinggang/pinggul

Gangguan miksi : sering/sedikit-sedikit, rasa tidak lampias, stress incontinence

Gangguan defekasi: obstipasi

Laserasi pada portio

• Tatalaksana : latihan otot dasar panggul, dengan pessarium, operasi

Page 199: Soal C part 2

151. KISTA OVARIUM

• Etiologi : beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus; gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi.

• Diagnosis : Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau USG (abdomen atau transvaginal), kolposkopi screening, dan pemeriksaan darah (tumor marker atau petanda tumor) bila curiga ganas.

• Terdiri dari : Kista Fungsional / Normal Kista Non-Fungsional

Tanda dan Gejala: Sering tanpa gejala.

Nyeri saat menstruasi.

Nyeri di perut bagian bawah

Nyeri pada saat berhubungan badan.

Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.

Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar.

Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

• Tatalaksana : Observasi atau Operasi (bila membesar)

Page 200: Soal C part 2

Tipe Kista Normal

Kista Fungsional : • Merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. • Berasal dari sel telur dan korpus luteum bersamaan dengan

siklus menstruasi yang normal. • Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah

pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi.

• Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6-8 minggu.

Page 201: Soal C part 2

Kista Folikel

• The follicular cyst of ovary, or graafian follicle cyst or follicular cyst

• form when ovulation doesn't occur, and a follicle doesn't rupture or release its egg but instead grows until it becomes a cyst, or when a mature follicle involutes

• thin-walled, lined by one or more layers of granulosa cell and filled with clear fluid

• The cells of the ovarian follicle are the oocyte, granulosa cells, and the cells of the internal and external theca layers

Page 202: Soal C part 2

Tipe Kista Abnormal

Maksud kata “abnormal” disini adalah tidak normal, tidak umum, atau tidak biasanya (ada, timbul, muncul, atau terjadi). Semua tipe atau bentuk kista -selain kista fungsional- adalah kista abnormal, misalnya: 1. Cystadenoma Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.

2. Kista coklat (endometrioma) Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.

3. Kista polikistik ovarium kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

Page 203: Soal C part 2

Tipe Kista Abnormal

4. Kista dermoid Merupakan kista yang yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.

5. Kista endometriosis Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.

6. Kista hemorrhage Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.

Page 204: Soal C part 2

Tipe Kista Abnormal

7. Kista lutein Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan.

Beberapa tipe kista lutein antara lain: a. Kista granulosa lutein

Merupakan kista yang terjadi di dalam korpus luteum ovarium yang fungsional. Kista yang timbul pada permulaan kehamilan ini dapat membesar akibat dari penimbunan darah yang berlebihan saat menstruasi dan bukan akibat dari tumor. Diameternya yang mencapai 5-6 cm menyebabkan rasa tidak enak di daerah panggul. Jika pecah, akan terjadi perdarahan di rongga perut.

Pada wanita yang tidak hamil, kista ini menyebabkan menstruasi terlambat, diikuti perdarahan yang tidak teratur.

b. Kista theca lutein Merupakan kista yang berisi cairan bening dan berwarna seperti jerami. Timbulnya kista ini berkaitan dengan tumor ovarium dan terapi hormon

Page 205: Soal C part 2

152. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Page 206: Soal C part 2

Endometriosis Pertumbuhan jaringan endometrium di luar rahim

Nyeri di perut bawah dan panggul, menstruasi tidak teratur, dispareunia, kemandulan

Cervicitis Inflamasi cervix (leher rahim), disebabkan oleh infeksi menular seksual, alergi kondom/spremisida, IUD

Cairan abnormal dari vagina, dispareunia,nyeri saat BAK,post-coital bleeding. Pada pemeriksaan tampak cerviks kemerahan dengan tanda-tanda radang

Ca Cervix Keganasan pada leher rahim Post coital bleeding, perdarahan pasca menopause, cairan abnormal yang berbau, keputihan abnormal. Tampak massa pada cervix, berbenjol-benjol, mudah berdarah

Vaginitis Inflamasi pada vagina Cairan abnormal dari vagina, terkadang juga menyebabkan iritasi pada vulva. Vagina tampak kemerahan

Mioma Uteri Tumor jinak pada dinding rahim, berasal dari sel jaringan fibro

Perdarahan banyak dan lama pada menstruasi dan di luar siklus haid, nyeri perut bawah, penekanan pada organ sekitar seperti kandung kemih,ureter,rektumgangguan BAK dan BAB

153. GINEKOLOGI http://id.wikipedia.org

Page 207: Soal C part 2

154-155. SEXUALLY TRANSMITED INFECTIONS

Page 208: Soal C part 2
Page 209: Soal C part 2

Canadian Guidelines on Sexually Transmitted Infections - Updated January 2010

Page 210: Soal C part 2

156. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN • Hipertensi Gestasional :

Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.

• Preeklamsi :

Kriteria minimum: Desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

• Eklamsi :

Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma

• Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi :

Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

• Hipertensi kronik :

Ditemukannya desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

Pedoman Hipertensi POGI

Page 211: Soal C part 2

Preeclampsia vs. Severe Preeclampsia

Severe Preclampsia

• Previously normotensive woman

• > 140 mmHg systolic

• > 90 mmHg diastolic

• Proteinuria > 300 mg in 24 hour collection or > +1 on dipstick

• Nondependent edema

BP > 160 systolic or >110 diastolic > 5 gr of protein in 24 hour urine or

> 3+ on 2 dipstick urines greater than 4 hours apart

Oliguria < 500 mL in 24 hours Cerebral or visual disturbances

(headache, scotomata) Pulmonary edema or cyanosis Epigastric or RUQ pain Evidence of hepatic dysfunction Thrombocytopenia Intrauterine growth restriciton

(IUGR)

Preeclampsia :

Wiliiams Obstetrics 22nd ed.; konsensus POGI

HELLP Syndrome

◦A distinct clinical entity with: Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelets

◦Occurs in 4 to 12 % of patients with severe preeclampsia

Page 212: Soal C part 2

a. Terapi Medikamentosa terhadap penyulit

b. Terapi terhadap kehamilan

Pengelolaan Preeklampsia Berat

• Segera masuk rumah sakit • Tirah baring miring ke kiri secara intermiten • Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5% • Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang • Terapi antihipertensi untuk mencegah perdarahan intrakranial : Nifedipine

(golongan penghambat kanal kalsium) (10-20mg setiap 6-8 jam) atau Labetalol dan Atenolol

• Pemberian MgSO4 dibagi : Loading dose (initial dose) : dosis awal Maintenance dose : dosis lanjutan

a. Ekspektatif/konservatif : umur kehamilan < 37 minggu, artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

b. Aktif/agresif : umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Page 213: Soal C part 2

157. Antibiotics During Pregnancy A few guidelines should be followed before prescribing an antibiotic to a pregnant patient, include: • Only use antibiotics if no other treatment option will

suffice. • Avoid prescribing antibiotics during the first trimester

when possible. • Choose a safe medication (typically an older antibiotic

tested on pregnant women). • Choose single prescriptions over polypharmacy when

possible. • Dose at the lowest possible amount proven effective. • Advise patients not to use over the counter

medications during antibiotic treatment.

Page 214: Soal C part 2

Some of the antibiotics that may be prescribed safely during pregnancy include:

• Amoxicillin

• Ampicillin

• Clindamycin

• Erythromycin

• Penicillin

• Gentamicin

• Ampicillin-Sulbactam

• Cefoxitin

• Cefotetan

• Cefazolin

Page 215: Soal C part 2

158. LETAK MUKA

• Adalah letak kepala dengan defleksi maksimal, hingga occiput mengenai punggung dan muka terarah ke bawah.

Diagnosa :

• Dalam kehamilan :

Dapat dicurigai bila tonjolan kepala teraba sepihak dengan punggung dan antara belakang kepala dan punggung teraba sudut yang runcing (sudut Fabre); DJJ terdengar pada pihak bagian-bagian kecil

• Dalam Persalinan :

Dengan pembukaan yang cukup besar, teraba: orbita, hidung, tulang pipi, mulut, dagu

Obstetri Patologi FK Unpad

Page 216: Soal C part 2

Letak Muka • Sebab tersering : Panggul sempit dan anak besar

• Tatalaksana :

Diperiksa apakah ada kelainan panggul

Dalam persalinan : dapat lahir spontan asalkan tidak ada CPD; biasanya partus lebih lama dengan kemungkinan ruptur perineum lebih besar; apabila dagu tidak dapat berputar ke depan, dilakukan SC

Apabila tidak ada gawat janin dan persalinan berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukuplah dilakukan observasi terlebih dahulu hingga terjadi pembukaan lengkap.

Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di anterior, maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti persalinan dengan presentasi belakang kepala.

Bedah sesar dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih posterior, didapatkan tanda-tanda disproporsi, atau atas indikasi obstetric lainnya.

Obstetri Patologi FK Unpad

Page 217: Soal C part 2

159. DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING

• Abnormal bleeding from the uterus and can be characterized clinically by amount, duration, and periodicity : Oligomenorrhea: menstruation occurring with intervals of more than

35 days

Polymenorrhea: menstruation occurring regularly with intervals of less than 21 days

Metrorrhagia: menstrual bleeding occurring at irregular intervals or bleeding between menstrual cycles

Menorrhagia: regular menstrual cycles with excessive flow (technically more than 80 mL of volume) or menstruation lasting more than 7 days

Menometrorrhagia: menstrual bleeding occurring at irregular intervals with excessive flow or duration

• DUB is broadly characterized clinically as ovulatory or anovulatory

Page 218: Soal C part 2

Dysfunctional Uterine Bleeding

• Ovulatory DUB presents as menorrhagia

• Risk Factors : Adolescence

Perimenopause

Obesity: DUB in overweight women results from altered estrogen-to-progesterone ratios and increased peripheral conversion of androgens to estrogens. The estrogen-driven endometrial proliferation eventually leads to endometrial overgrowth and abnormal bleeding patterns. Weight loss in obese patients presumably restores regular menstrual cycles by decreasing the adipose tissue available for conversion of androgens to estrogen

Polycystic ovary syndrome (PCOS)

Cigarette smoking

https://www.clinicalkey.com/topics/obstetrics-gynecology/dysfunctional-uterine-bleeding.html

Page 219: Soal C part 2

160. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN • Hipertensi Gestasional :

Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.

• Preeklamsi :

Kriteria minimum: Desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

• Eklamsi :

Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma

• Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi :

Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

• Hipertensi kronik :

Ditemukannya desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

Pedoman Hipertensi POGI

Page 220: Soal C part 2

161. RUPTUR PERINEUM

Delivery may lead to overstretching of the vagina, causing tears in the perineal tissue between the vagina and rectum.

• First degree Injury to perineal skin only

• Second degree Injury to perineum involving perineal muscles but not involving the anal sphincter

• Third degree Injury to perineum involving the anal sphincter complex: 3a: Less than 50% of external anal sphincter (EAS) thickness torn

3b: More than 50% of EAS thickness torn

3c: Both EAS and internal anal sphincter (IAS) torn

• Fourth degree Injury to perineum involving the anal sphincter complex (EAS and IAS) and anal epithelium.

Page 221: Soal C part 2
Page 222: Soal C part 2

162. LABOR

• Partus / persalinan adalah pengeluaran hasil konsepsi (janin dan placenta/membrane) mampu hidup (viable) dari uterus.

• Persalinan immature : pengeluaran konsepsi dengan berat 500-100 gram dengan umur kehamilan 20-28 minggu

• Persalinan premature : pengeluaran konsepsi dengan berat 1000-2500 gram atau usia kehamilan 28-36 minggu.

• Persalinan serotinus atau post matur : persalinan dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu.

• Partus aterm : pengeluaran hasil konsepsi antara usia kehamilan 37-40 minggu atau BB bayi 2500 gram atau lebih.

Page 223: Soal C part 2

163. PREEKLAMPSIA BERAT Severe Preclampsia

• Previously normotensive woman

• > 140 mmHg systolic

• > 90 mmHg diastolic

• Proteinuria > 300 mg in 24 hour collection or > +1 on dipstick

• Nondependent edema

BP > 160 systolic or >110 diastolic > 5 gr of protein in 24 hour urine or

> 3+ on 2 dipstick urines greater than 4 hours apart

Oliguria < 500 mL in 24 hours Cerebral or visual disturbances

(headache, scotomata) Pulmonary edema or cyanosis Epigastric or RUQ pain Evidence of hepatic dysfunction Thrombocytopenia Intrauterine growth restriciton

(IUGR)

Preeclampsia :

Wiliiams Obstetrics 22nd ed.; konsensus POGI

HELLP Syndrome

◦A distinct clinical entity with: Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelets

◦Occurs in 4 to 12 % of patients with severe preeclampsia

Page 224: Soal C part 2

a. Terapi Medikamentosa terhadap penyulit

b. Terapi terhadap kehamilan

Pengelolaan Preeklampsia Berat

• Segera masuk rumah sakit • Tirah baring miring ke kiri secara intermiten • Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5% • Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang • Terapi antihipertensi untuk mencegah perdarahan intrakranial : Nifedipine

(golongan penghambat kanal kalsium) (10-20mg setiap 6-8 jam) atau Labetalol dan Atenolol

• Pemberian MgSO4 dibagi : Loading dose (initial dose) : dosis awal Maintenance dose : dosis lanjutan

a. Ekspektatif/konservatif : umur kehamilan < 37 minggu, artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

b. Aktif/agresif : umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Page 225: Soal C part 2

164. MALPRESENTASI

• Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks

• Malposisi adalah posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referensi

• Masalah : janin yg dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet

Page 226: Soal C part 2

Occiput position (vertex position)

Ubun-ubun (puncak kepala) bayi mengarah ke bawah ke leher rahim

Face position (letak muka)

letak kepala dengan defleksi maksimal, hingga occiput mengenai punggung dan muka terarah ke bawah

Breech position (letak sungsang)

Letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah

Acromion position (letak lintang bahu)

Sumbu panjang anak tegak lurus pada sumbu panjang ibu dengan bahu (acromion) menjadi bagian terendah

Brow position (letak dahi)

Letak kepala dengan defleksi sedang hingga dahi menjadi bagian terendah

Page 227: Soal C part 2

ILMU FORENSIK DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS

Page 228: Soal C part 2

165. Tenggelam

• Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan

• Mekanisme kematian : – Asfiksia akibat spasme laring

– Asfiksia akibat gangging dan choking

– Refleks vagal

– Fibrilasi ventrikel (air tawar) → konsentrasi elektrolit air tawar lebih rendah (hemodilusi) menyebabkan gangguan keseimbangan ion K+ dan Ca++

– Edema pulmoner (air asin) → konsentrasi elektrolit lebih tinggi, air tertarik dari sirkulasi pulmonal ke jar.interstisial

Page 229: Soal C part 2

Tenggelam

• Perlu ditentukan pada pemeriksaan : – Identitas korban – Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam

• Pemeriksaan diatom • Kadar elektrolit magnesium darah • Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan • Air dalam lambung dengan sifat sama dengan air tempat korban

tenggelam

– Penyebab kematian sebenarnya – Faktor yang berperan pada proses kematian (alkohol, obat-

obatan) – Tempat korban pertama kali tenggelam

• Pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau tempat lain

Page 230: Soal C part 2

Perbedaan Tenggelam Air Tawar vs Air Laut

Air Tawar Air Laut

Paru-paru besar, relatif kering dan ringan Paru-paru besar, relatif basah dan berat

Hemodilusi Hemokonsentrasi

Hipervolemi Hipovolemi

Hiperkalemi Hipokalemi

Hiponatremia Hipernatremia

Berat jenis darah di jantung kiri lebih rendah

Berat jenis darah di jantung kiri lebih tinggi

Page 231: Soal C part 2

166. Luka Tusuk

• Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau dua. Bila satu sudut luka lancip, luka disebabkan pisau bermata satu

• Kulit disekitar luka tidak menunjukkan adanya luka lecet atau memar

• Panjang luka tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian juga dengan panjang saluran luka tidak menunjukkan panjang benda tajam karena faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. Umumnya panjang saluran luka>lebar benda tajam, dan panjang saluran luka<panjang benda tajam

Page 232: Soal C part 2

167. Luka Tembak (Gun Shot Wound)

• Luka yang ditimbulkan oleh anak peluru pada sasaran tergantung indikator :

– Besar dan bentuk anak peluru

– Balistik (Kecepatan, energi kinetik, stabilitas anak peluru)

– ‘Kerapuhan’ anak peluru

– Kepadatan jaringan sasaran

– Vulnerabilitas jaringan sasaran

Page 233: Soal C part 2

• Komponen luka : – Luka akibat terjangan anak peluru

– Bukti partikel logam akibat geseran anak peluru dengan laras

– Butir mesiu

– Panas akibat ledakan mesiu

– Kerusakan jaringan akibat moncong laras yang menekan sasaran

• Komponen produk ikutan mana yang mencapai sasaran menentukan jenis: Luka tembak jarak jauh, jarak dekat, jarak sangat dekat dan luka tembak tempel

Page 234: Soal C part 2

• Luka Tembak Masuk (LTM) : – LTM Jarak jauh : Hanya komponen anak peluru

– LTM Jarak dekat : Komponen anak peluru dan mesiu

– LTM Jarak sangan dekat : Anak peluru, mesiu, jelaga

– LTM Tempel/kontak : Seluruh komponen dan jejak laras

• Luka Tembak Keluar : – Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban

– Umumnya lebih besar dari LTM karena deformitas anak peluru

– Jika menembus tulang berbentuk corong yang membuka searah gerak anak peluru

– Dapat dijumpai daerah lecet jika pada tempat keluar terdapat benda keras

Page 235: Soal C part 2

168 & 175. Visum et Repertum untuk Perlukaan

• Tujuan pemeriksaan forensik pada korban hidup : Untuk mengetahui penyebab luka dan derajat parahnya luka

• Dalam pemberitaan disebutkan : Keadaan umum korban, luka-luka dengan uraian letak, jenis, sifat, ukuran, serta tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit, dan keadaan akhir saat perawatan selesai.

• Dalam kesimpulan disebutkan : luka-luka atau cedera yang ditemukan, jenis benda penyebab, serta derajat perlukaan. Tidak dituliskan pendapat bagaimana terjadinya luka dan oleh siapa.

Page 236: Soal C part 2

Derajat Perlukaan

• Luka ringan :

– Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. (KUHP 352)

– Umumnya tanpa luka, atau dengan luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/tidak menurunkan fungsi alat tubuh.

• Luka sedang : diantara luka ringan dan berat

Page 237: Soal C part 2

• Luka berat (KUHP 90) – Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak

memberi harapan akan sembuh sama sekali. Atau menimbulkan bahaya maut

– Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

– Kehilangan salah satu panca indra

– Cacat berat

– Sakit lumpuh

– Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih

– Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Page 238: Soal C part 2

169. Euthanasia

“Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri”

• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem

death) dapat diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat irreversible.

Page 239: Soal C part 2

Jenis Euthanasia

• Dari cara dilaksanakan : – Euthanasia pasif = menghentikan segala tindakan

atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup

– Euthanasia aktif = intervensi aktif dengan tujuan untuk mengakhiri hidup • Aktif Langsung (Tindakan medik terarah dan

diperhitungkan)

• Aktif Tidak Langsung (Tindakan medik ditujukan untuk meringankan penderitaan namun ada risiko untuk memperpendek atau mengakhiri hidup)

Page 240: Soal C part 2

Jenis Euthanasia

• Ditinjau dari permintaan :

– Euthanasia voluntir (sukarela) = secara sadar diminta oleh pasien secara berulang-ulang

– Euthanasia involuntir (tidak atas permintaan pasien) = pada pasien yang tidak sadar, biasanya diminta oleh keluarga

Page 241: Soal C part 2

170 & 176. Identifikasi Forensik

• Merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang/korban, terutama pada jenazah tidak dikenal, membusuk, rusak, terbakar, kecelakaan masal, ataupun bencana alam

• Metode identifikasi yang dapat digunakan adalah: Identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik, metode eksklusi dan metode identifikasi DNA. Data korban pre-mortem/antemortem didapatkan dari anamnesa sebagai pembanding

• Identitas seseorang dapat dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif dari 9 metode yang ada

Page 242: Soal C part 2

Metode Identifikasi

• Pemeriksaan Sidik Jari

– Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem. Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya. Dibutuhkan penanganan dan kondisi yang baik dari jari tangan jenazah

• Metode Visual

– Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan. Hanya efektif pada jenazah yang masih dapat dikenali wajah dan bentuk tubuhnya

• Pemeriksaan Dokumen

– Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan, sulit diandalkan.

• Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan (Identifikasi Properti)

– Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan

• Identifikasi Medik

– Menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, kelainan/cacat khusus. Termasuk pemeriksaan radiologis (sinar X)

Page 243: Soal C part 2

Metode Identifikasi • Pemeriksaan Gigi

– Seperti sidik jari, setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Ketepatan sama dengan pemeriksaan sidik jari, dengan syarat terdapat data ante-mortem (dari dokter gigi). Dilakukan karena daya tahan gigi yang baik

• Pemeriksaan Serologis

– Menentukan golongan darah jenazah. Tidak khas untuk masing-masing individu

• Metode Eksklusi

– Terutama pada kecelakaan masal

• Identifikasi DNA – Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli forensik

molekular

Page 244: Soal C part 2

Disaster Victim Investigation

• DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu definisi yang diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol

• Adapun proses DVI meliputi 5 fase: – Fase TKP - The Scene – Fase Pengumpulan data jenasah - The Post Mortem – Fase Pengumpulan data jenasah sewaktu hidup - The Ante Mortem – Fase Pembandingan - The Reconciliation – Fase Anev - The Debriefing

• Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik

• Proses identifikasi dihentikan apabila jenazah yang ada sudah dalam kondisi rusak berat dan membusuk, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan wabah penyakit

Page 245: Soal C part 2

• Identifikasi pada korban bencana masal adalah suatu hal yang sangat sulit mengingat berapa hal di bawah ini:

– Jumlah korban banyak dan kondisi buruk

– Lokasi kejadian sulit dicapai

– Memerlukan sumber daya pelaksanaan dan dana yang cukup besar

– Bersifat lintas sektoral sehingga memerlukan koordinasi yang baik

Page 246: Soal C part 2

171. Asfiksia Mekanik

• Asfiksia mekanik : Mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik)

• Meliputi : Pembekapan, penyumbatan, pencekikan, penjeratan, gantung diri, serta penekanan pada dada

Page 247: Soal C part 2

Tanda Kematian akibat Asfiksia

• Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku

• Lebam mayat yang gelap dan luas

• Perbendungan pada bola mata

• Busa halus pada lubang hidung, mulut, dan saluran pernapasan, perbendungan pada alat-alat dalam

• Bintik perdarahan (Tardieu’s spot) pada mukosa usu halus, epikardium, subpleura visceralis

• Perbendungan sistemik maupu pulmoner dan dilatasi jantung kanan (lorgan lebih berat, gelap, pada pengirisan banyak mengeluarkan darah)

Page 248: Soal C part 2

Kasus Gantung (Hanging)

• Bila jerat kecil dan keras : Hambatan total arteri, muka tampak pucat, tidak terdapat peteki

• Bila jerat lebar dan lunak : Hambatan terjadi pada saluran pernapasan dan pada aliran vena, sehingga tampak perbendungan pada daerah sebelah atas ikatan

• Jejas Jerat : – Relatif lebih tinggi pada leher, lebih meninggi di bagian simpul,

kulit mencekung ke dalam sesuai dengan bahan penjerat – Pada tepi jejas, terdapat perdarahan (resapan darah), pada

jaringan bawah kulit dan otot terdapat memar jaringan (Tanda Intravital)

• Distribusi lebam mayat mengarah ke bawah yaitu pada kaki, tangan, dan genitalia eksterna.

Page 249: Soal C part 2

Tanda Intravital

• Reaksi tubuh yang masih hidup terhadap trauma (Jika ditemukan menyatakan bahwa korban masih hidup saat terjadinya trauma)

• Tanda Intravital : – Perdarahan berupa ekimosis, peteki;

– Emboli lemak atau udara (pada patah tulang dan trauma tumpul jaringan lemak)

– Kadar laktat darah (Cerminan reaksi adrenergik)

– Reaksi radang (Edema, Ekstravasasi cairan)

Page 250: Soal C part 2

172. Pemeriksaan Narkotika

• Untuk mendeteksi seseorang apakah dia pecandu atau bukan dapat diketahui melalui: – Analisa urin. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya narkotika minimal

dengan Kromatografi lapis tipis (TLC), atau dengan Kromatografi gas dan Radio immuno-assay

– Uji Nalorfin. Pemberian nalorfin (3 mg, SC) akan memperlihatkan tanda midriasis dan gejala putus obat lainnya. Bila midriasis tidak terjadi belum tentu bukan pecandu

– Gejala putus obat jika pemakaian dihentikan mendadak. Gejala dapat berupa mual, menggigil, kelelahan, hiperhidrosis, lakrimasi, diare dan dilatasi pupil

• Dari ketiga cara tersebut, yang paling baik dan yang paling sering digunakan adalah analisa urin

Page 251: Soal C part 2

173. Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)

• Pasal 341: – Ancaman hukuman bagi seorang ibu yang karena takut

akan diketahui bahwa ia melahirkan anak, dengan sengaja menghilangkan nyawa anak tersebut ketika anak itu dilahirkan atau tidak lama sesudah dilahirkan.

• Dokter harus memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal: – Memang benar korban (anak) itu baru dilahirkan – Usia bayi (intra dan ekstrauterin), dan tanda perawatan – Sebab kematian korban, berkaitan dengan: anak lahir

hidup & adanya hal-hal yang menyebabkan kematian (tanda kekerasan).

Page 252: Soal C part 2

Pembunuhan Anak Sendiri

• Patokan korban baru dilahirkan berdasarkan tidak adanya tanda-tanda perawatan:

– Masih berlumuran darah

– Tali pusat belum dirawat

– Adanya lemak bayi yang jelas

– Belum diberi pakaian

• Tanda lahir hidup:

– Makroskopis: dada tampak mengembang, diafragma sudah turun sampai sela ida 4-5. Paru berwarna warna merah muda tidak merata dengan gambaran mozaik, konsistensi spons, teraba derik udara, akan mengapung pada tes apung paru.

– Mikroskopis paru: adanya pengembangan kantung alveoli.

Page 253: Soal C part 2

174. Visum et Repertum

• VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan

• Pasal 133 KUHAP: – Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang dikehendaki

• Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu

Page 254: Soal C part 2

Visum et Repertum

• Pada korban yang diduga korban tindak pidana, dilakukan tindakan perawatan/pengobatan dan dibuatkan catatan medik lengkap

• Penegak hukum yang menangani tindak pidana yang korbannya masih hidup segera mengajukan permintaan VeR atau korban tindak pidana harus segera melaporkan tindak pidana yang dialami ke penegak hukum

• Jika permintaan pembuatan Visum et Repertum diajukan ditengah masa perawatan atau setelah sembuh, maka substansi keterangan yang boleh dituangkan ke dalam Visum et Repertum hanyalah mengenai fakta – fakta sejak diterimanya surat tersebut. Fakta-fakta sebelumnya akan menjadi rahasia kedokteran yang hanya boleh diungkapkan kepada hakim di sidang pengadilan

Page 255: Soal C part 2

177. Indikator Program Gizi Puskesmas

• Cakupan penimbangan balita (SKDN) – Indicator partisipasi masyarakat (D/S) – Hasil Program (N/S) – Liputan Program (K/S) – Hasil Penimbangan (N/D)

• Cakupan vitamin A dan Yodium untuk bayi, balita dan ibu nifas

• Tablet tambah darah (fe) ibu hamil • Status gizi balita : pelayanan thdp gizi buruk dan pemberian

MP-ASI • Keluarga sadar gizi • Kecamatan bebas rawan gizi

Page 256: Soal C part 2

Keberhasilan Posyandu

• Cakupan SKDN – S : Semua balita diwilayah kerja Posyandu – K : Semua balita yang memiliki KMS – D : Balita yang ditimbang – N : Balita yang naik berat badannya

• Indikator (Hasil dinyatakan dalam persen, dibandingkan dengan persentase target yang ingin dicapai): – D / S : baik/kurangnya peran serta masyarakat – N / D : berhasil tidaknya Program posyandu – K/S : cakupan/liputan program

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011

Page 257: Soal C part 2

178. Infant Mortality Rate

• Infant mortality is the death of a child less than one year of age

• Infant mortality rate is an estimate of the number of infant deaths for every 1,000 live births (CDC)

• A live birth = any born human being who demonstrates independent signs of life, including breathing, voluntary muscle movement, or heartbeat (WHO)

• This rate is often used as an indicator to measure the health and well-being of a nation, because factors affecting the health of entire populations can also impact the mortality rate of infants

Page 258: Soal C part 2
Page 259: Soal C part 2

Soal 178

• Infant Mortality Rate =

– Jumlah bayi meninggal <1bln+<1thn/Jumlah bayi lahir hidup

= 15/290

Page 260: Soal C part 2

179. The Five-Star Doctor

• The concept of the “five-star doctor” is proposed as an ideal profile of a doctor possessing a mix of aptitudes to carry out the range of services that health settings must deliver to meet the requirements of relevance, quality, cost-effectiveness and equity in health

• The five sets of attributes: – Care provider

– Decision-maker

– Communicator

– Community leader

– Manager

The Five-Star Doctor. Dr Charles Boelen . World Health Organization, Geneva, Switzerland

Page 261: Soal C part 2

The Five-Star Doctor

Attributes Definition

Care-provider Besides giving individual, must take into account the total (physical, mental and social) needs of the patient. Ensure that a full range of treatment - curative, preventive or rehabilitative - will be dispensed in ways that are complementary, integrated and continuous.

Decision-maker Taking decisions that can be justified in terms of efficacy and cost. The one that seems most appropriate in the given situation must be chosen

Communicator Excellent communicators in order to persuade individuals, families and the communities in their charge to adopt healthy lifestyles and become partners in the health effort

Community leader

Take a positive interest in community health activities which will benefit large numbers of people. Understanding the determinants of health inherent in the physical and social environment and by appreciating the breadth of each problem or health risk

Manager Initiate exchanges of information in order to make better decisions, and to work within a multidisciplinary team in close association with other partners for health and social development

Page 262: Soal C part 2

180. Uji Hipotesis

• Nilai α (kesalahan tipe 1 atau positif semu) → dalam uji hipotesis diperoleh hubungan atau perbedaan (yakni hipotesis nol ditolak), sedangkan sebenarnya di dalam populasi asosisasi atau perbedaan tersebut tidak ada

• Nilai β (kesalahan tipe 2 atau negatif semu) → asosiasi atau perbedaan tidak ditemukan dalam data pada sampel, sedangkan dalam populasi asosiasi atau perbedaan tersebut ada

• Nilai p → batas kemaknaan uji hipotesis; makna penting namun tidak mutlak, harus dibandingkan dengan data klinis yang dievaluasi – Nilai p < 0,05 → dikatakan bermakna secara statistik

Page 263: Soal C part 2

Korelasi • Metode untuk mencari hubungan antara 2 variabel

numerik • Tidak mengenal variabel bebas dan tergantung →

menunjukan hubungan antara 2 variabel numerik • Langkah:

– Menggambar scatter plot atau diagram baur – Bila terdapat hubungan linear, hitung koefisien korelasi – Hasil perhitungan: koefisien korelasi pearson (r) → korelasi

mutlak: nilai r=1 (nyaris tidak pernah ada dalam fenomena biologis)

– Tafsiran nilai r • Baik : r > 0,8 • Sedang : r = 0,6 – 0,79 • Lemah : r = 0,4 – 0,59 • Sangat lemah : r < 0,4

Sudigdo. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 2011

Page 264: Soal C part 2

181. Menentukan

Design Penelitian

Page 265: Soal C part 2
Page 266: Soal C part 2

• Case series (clinical series)

Descriptive study that tracks patients with a known exposure given similar treatment or examines their medical records for exposure and outcome. It can usually involves a smaller number of patients

• Case report

Detailed report of the symptoms, signs, diagnosis, treatment, and follow-up of an individual patient. Case reports may contain a demographic profile of the patient, but usually describe an unusual or novel occurrence

Page 267: Soal C part 2

182. Regresi vs Korelasi

• Analisis Korelasi : mengetahui APAKAH ADA HUBUNGAN antara dua variabel atau lebih

• Analisis Regresi : MEMPREDIKSI SEBERAPA JAUH pengaruh yang ada tersebut (yang telah dianalisis melalui analisis korelasi)

• Tujuan dari analisis regresi adalah untuk memprediksi besar Variabel Terikat (Dependent Variable) dengan menggunakan data Variabel Bebas (Independent Variable) yang sudah diketahui besarnya

Page 268: Soal C part 2

Regresi Linier (RL) vs Regresi Logistik (RG)

1. Dalam RL variabel respon (dependen) berskala metrik dan prediktor (independen) dapat berskala interval atau kategori, sebaliknya, dalam RG var.respon (dependen) berskala non-metrik (kategorik) dan prediktor (independen) dapat berskala interval atau kategori (mixed/bebas).

2. Regresi logistik digunakan pada kasus dimana variabel dependent bersifat dikotomi dan kategori dengan dua atau lebih kemungkinan

3. Dalam RL asumsi normalitas, homogenitas varians, linieritas harus terpenuhi (masing2 dibuktikan melalui uji statistik tersendiri)

Page 269: Soal C part 2

183. Sampling Method

• Sampling methods are classified as either probability (random) or nonprobability (nonrandom).

Page 270: Soal C part 2

Probability Samples

• Each member of the population has a known non-zero probability of being selected.

Sampling Methods Description

Simple Random Sampling A sample selected from a population in such manner that all member of the population have an equal chance of being selected

Stratified Random Sampling A sample selected so that certain characteristic are represented in the sample in the same proportion as they occur in the population. Use when there are specific sub-groups to investigate

Systematic Random Sampling Sample is obtained by selecting every Nth name in a population

Cluster Random Sampling A sample is obtained by using groups as the sampling unit rather than individuals. Use when population groups are separated and access to all is difficult, eg. in many distant cities

Page 271: Soal C part 2

When population is small, homogeneous & readily available. All subsets of the frame are given an equal probability.

The frame organized into separate "strata." Each stratum is then sampled as an independent sub-population, out of which individual elements can be randomly selected

In this technique, the total population is divided into these groups (or clusters) and a simple random sample of the groups is selected (two stage) Ex. Area sampling or geographical cluster sampling

Page 272: Soal C part 2

Nonprobability Sampling

• Members are selected from the population in some nonrandom manner.

Sampling Methods Description

Convenience Sampling Sample is obtained by any group of individuals that available for the study. Used when you cannot proactively seek out subjects.

Purposive/Judgment Sampling

Sample is obtained from individuals who have special qualification/expertise. Using judgment to select sample. Used when you are studying particular groups

Snowball Sampling Relies on referrals from initial subjects to generate additional subjects. Used when the desired sample characteristic is rare

Quota Sampling The researcher first identifies the stratums and their proportions as they are represented in the population. Then convenience or judgment sampling is used to select the required number of subjects from each stratum. When you are studying a number of groups and when sub-groups are small

Page 273: Soal C part 2

184. Uji Hipotesis

* : Uji Parametrik; Tanda panah ke bawah : Uji alternatif jika parametrik tidak terpenuhi

Page 274: Soal C part 2

• Variabel Kategorik vs Numerik – Kategorik : Memiliki kategori variabel. Nominal

(kategori sederajat, cth laki-laki-perempuan)/Ordinal (kategori bertingkat, cth baik-sedang-buruk)

– Numerik : Dalam angka numerik, rasio (memiliki nilai nol alami, cth tinggi badan)/interval (tidak memiliki nilai nol alami, cth suhu)

• Hipotesis Komparatif vs Korelatif – Komparatif : perbedaan/hubungan (cth. Apakah

terdapat/hubungan antara kadar gula darah dengan jenis pengobatam?)

– Korelasi : Cth. Berapa besar korelasi antara kadar trigliserida dan kadar gula darah?

Page 275: Soal C part 2

• Skala Pengukuran – Komparatif : Dianggap skala kategorikal bila kedua

variabel kategorik. Skala numerik jika salah satu variabel numerik

– Korelatif : Dianggap skala kategorikal bila salah satu variabel kategorik. Skala numerik jika kedua variabel numerik

• Berpasangan vs Tidak Berpasangan – Berpasangan : Dua atau lebih kelompok data

berasal dari subyek yang sama atau yang berbeda tapi telah dilakukan matching

– Tidak berpasangan : Data berasal dari kelompok subyek yang berbeda, tanpa matching

Page 276: Soal C part 2

185. Referrals

• Interval Referral : the patient is referred for complete care for a limited period

• Collateral Referral : the referring MD retains overall responsibility but refers patient for care of some spesific problem

• Cross Referral : the patient is referred to another MD, once accepted, the referring MD has no more responsibility in patient care (Transfer of service)

• Split Referral : the responsibility is divided between 2 or more MD

Page 277: Soal C part 2

186. Diagnosis Komunitas

• Latar belakang: – profile dokter masa depan (WHO) : care provider, decision maker, educator,

manager dan community leader.

• Definisi: – Merupakan metode/prosedur keterampilan kedokteran komunitas, untuk

mengidentifikasi masalah kesehatan di komunitas/masyarakat

• Tahapan diagnosis komunitas – Penentuan area masalah (indikator) – Penentuan instrumen pengumpulan data – Pengumpulan data – Analisis, solusi dan pelaporan

• Tujuan : 1. Menentukan masalah kesehatan utama di komunitas 2. Menentukan sumber-sumber yang ada 3. Menjadi dasar untuk mengembangkan program intervensi

Page 278: Soal C part 2

PELAKSANAAN DIAGNOSIS KOMUNITAS

1. Memerlukan bantuan aspek managemen, epidemiologi dan statistik

2. Menggunakan berbagai indikator yang menggambarkan dan diperkirakan mempengaruhi terjadinya masalah (ingat Blum) – Indikator kematian – Indikator kesakitan – Indikator ke-cacatan – Indikator lingkungan – Indikator sosio demografi – Indikator yangkauan pelayanan – Dll

Page 279: Soal C part 2

187. Pemecahan Masalah

I. Membuat Prioritas Masalah

• Priority = Importance x Technological Feasibility x Resources

• Pentingnya masalah (Importancy = I) yang terdiri dari:

– Prevalence = P. Merupakan besarnya masalah

– Severity = S .Akibat yang ditimbulkan oleh masalah

– Rate of Increase = RI. Merupakan suatu kenaikan besarnya masalah

– Degree of unmeet need = DU. Yaitu derajat kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi

– Social Benefit = SB. Adalah keuntungan sosial karena selesainya masalah

– Public Concern = PB. Merupakan rasa prihatin masyarakat terhadap masalah

– Political Climate = PC. Adalah suasana politik

Importance = Prevalence + Severity +Rate of Increase + Degree of unmet need + Political Climate + Social Benefit + Public Concern

Page 280: Soal C part 2

• Technology = T . Merupakan kelayakan teknologi . Makin layak teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.

• Sumber daya yang tersedia (Resources = R). Terdiri dari tenaga (man), dana (money), dan sarana (material). Penyelesaian masalah akan semakin diprioritaskan bila sumber daya yang diperlukan tersedia.

• (P = priority, T = technology, I =importancy, R=resources), dengan memberi nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting).

Page 281: Soal C part 2

II. Alternatif Pemecahan Masalah III. Prioritas Pemecahan Masalah = Efektivitas Jalan keluar (MxIxV) Efisiensi jalan keluar (C) • Efektifitas jalan keluar : Magnitude x Importancy

x Velocity – Magnitude : Besarnya masalah yang dapat diatasi – Importancy : Pentingnya jalan keluar untuk

permasalahan – Velocity : Kecepatan jalan keluar mengatasi masalah

• Efisiensi jalan keluar berkaitan dengan cost • Nilai diberikan 1-5

Page 282: Soal C part 2

Usaha Definisi

Promosi kesehatan Upaya promosi kesehatan yang bersifat umum; Pola hidup bersih dan sehat, asupan gizi seimbang

Proteksi spesifik Ditujukan untuk mencegah penyakit tertentu; Asepsis dan antisepsis sebelum tindakan, kemoprofilaksis preventif

Early diagnosis and promp treatment

Diagnosis sebelum penyakit timbul atau dimasa awal penyakit kemudian melakukan penanganan dengan tepat. Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengobati serta menghentikan proses perjalanan penyakit

Limitasi Disabilitas Mengurangi keparahan penyakit jika penyakit telah terjadi, mencegah akibat dari penyakit yang berkelanjutan

Rehabilitasi Memaksimalkan fungsi tubuh atau memperbaiki atau meningkatkan fungsi yang menurun , sehingga dapat berfungsi optimal secara sosial, mental dan fisik

188. Level of Disease Prevention

http://dc120.4shared.com/doc/7ade2xg7/preview.html

Page 283: Soal C part 2

ILMU KESEHATAN THT & KL

Page 284: Soal C part 2

189. Gangguan Penghidu

Page 285: Soal C part 2

189. Gangguan Penghidu

• Transport Olfactory Loss – Gangguan transpor dapat disebabkan:

• Mukosa nasal yang bengkak pada infeksi virus, bakteri, alergi.

• Sekresi mukus abnormal yang merendam silia

• Sensory Olfactory Loss – Kerusakan pada neuroepitel olfaktori.

• Neural Olfactory Loss.

Page 286: Soal C part 2

190. Otitis Media

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 287: Soal C part 2

190. Otitis Media

Otitis Media with Effusion • Serous otitis media

– Obstructed eustachian tube negative pressure transudation of serous fluid.

– hearing loss, depending on the remaining air in middle ear.

– if some air is still present, position changes of the head a sensation of moisture with bubbling sounds.

– Tinnitus, if present: a low-frequency humming or roaring sound. Pulsatile tinnitus, hearing his own small arteries pulsate.

– In the absence of infection or rapid pressure change no pain.

– Th: nasal drop vasoconstrictor, antihistamin. If symptoms persist after 1-2 weeks myringotomy.

Page 288: Soal C part 2
Page 289: Soal C part 2

190. Otitis Media

Otitis Media with Effusion

• Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM

– If a serous effusion continues for weeks the mucous glands of the middle ear & eustachian tube tend to proliferate & secrete more actively the fluid can progressively thicken “glue” (gelatinous mucus).

– Findings:

• As fluid increases & thickens, with loss of any air content, the drum may look darker, thick, or dull.

• The serous and mucous ear effusions are usually sterile & do not cause the diffuse thick redness .

• Audiometry will document conductive hearing loss.

– Th: myringotomy & inserting ventilation pipe (Grommet)

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.

Page 290: Soal C part 2

190. Otitis Media

Chronic serous otitis media

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 291: Soal C part 2

191. Epistaksis

• Epistaksis anterior: – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis

anterior

– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan.

– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan.

– Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 292: Soal C part 2

191. Epistaksis

• Epistaksis Posterior

– Perdarahan berasal dari a. ethmoidalis posterior atau a. Sphenopalatina, sering sulit dihentikan.

– Terjadi pada pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis.

– Terapi: tampon bellocq/posterior selama 2-3 hari.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 293: Soal C part 2

192. Otitis Media

Otitis Media Akut • Etiologi:

Streptococcus pneumoniae 35%,

Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Suppuration: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali

normal. Jika perforasi sekret berkurang.

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 294: Soal C part 2

192. Otitis Media

Otitis Media Akut

• Th: – Oklusi tuba: dekongestan topikal

(ephedrin HCl)

– Presupurasi: AB minimal 7 hari (ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & analgesik.

– Supurasi: AB, miringotomi.

– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.

– Resolusi: jika sekret tidak berhenti AB dilanjutkan hingga 3 minggu.

Suppuration stage

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Hyperaemic stage

Page 295: Soal C part 2

192. Otitis Media

• Miringotomi: – Tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase

sekret dari telinga tengah ke telinga luar.

• Miringoplasti: – Timpanoplasti tipe 1 (paling ringan), hanya merekonstruksi membran

timpani. – Tujuan: mencegah berulangnya infeksi pada OMSK tipe aman dengan

perforasi menetap.

• Timpanoplasti: – Rekonstruksi membran timpani sering disertai dengan rekonstruksi

tulang pendengaran. – Tujuan: menyembuhkan penyakit & memperbaiki pendengaran.

• Timpanosentesis: – Pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna

pemeriksaan mikrobiologik.

Buku ajar THT-KL. 6th ed. FKUI.

Page 296: Soal C part 2

193. Rinitis Alergi

Page 297: Soal C part 2
Page 298: Soal C part 2

194. Gangguan Pendengaran

• Vertigo of peripheral origin

Condition Details

BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal presence of particles in semisircular canal

Meniere’s disease An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic system (recurrent vertigo, tinnitus, fluctuating sensorineural deafness).

Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus

Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection

Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine

Labyrinthine concussion Damage after head trauma

Perylimnph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage into middle ear

Page 299: Soal C part 2

194. Gangguan Pendengaran

Rinne Weber Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit

Memanjang Tuli konduktif

Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat

Memendek Tuli sensorineural

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 300: Soal C part 2

195. Tes Pendengaran

• Tes pendengaran kualitatif:

– Rinne

– Weber

– Schwabach

– Bing

• Tes pendengaran semikuantitatif:

– tes bisik

• Tes pendengaran kuantitatif

– pure tone audiometry

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 301: Soal C part 2

195. Tes Pendengaran

• Audiometri nada murni: – Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada

frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.

– Perhitungan derajat ketulian: (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4 – Derajat ketulian:

• 0-25 dB : normal • >25-40 dB : tuli ringan • >40-55 dB : tuli sedang • >55-70 dB : tuli sedang berat • >70-90 dB : tuli berat • >90 dB : tuli sangat berat

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 302: Soal C part 2

195. Tes Pendengaran

• Tes bisik – Panjang ruangan minimal 6 meter – Nilai normal: 5/6-6/6

• Audiometri tutur – Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape – Jumlah kata yang benar speech discrimination score:

• 90-100%: normal • 75-90%: tuli ringan • 60-75%: tuli sedang • 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari • <50%: tuli berat

• Audiometri impedans – Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu

pada meatus akustikus eksterna, meliputi timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius

Page 303: Soal C part 2

196. Vertigo

Peripheral Vertigo Central Vertigo

Involving Inner ear, vestibular nerve Brainstem, cerebellum, cerebrum

Onset Sudden Gradual

Nausea, vomitting Severe Varied

Hearing symptom Often Seldom

Neurologic symptom - Often

Compensation/resolution Fast Slow

Spontaneous nystagmus Horizontal, rotatoir Vertical

Positional nystagmus Latency (+), fatigue (+) Latency (-), no fatigue (-)

Calory nystagmus Paresis Normal

Page 304: Soal C part 2

196. Vertigo

Page 305: Soal C part 2

196. Vertigo

• Vertigo of peripheral origin

Condition Details

BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal presence of particles in semisircular canal. Characteristic nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.

Meniere’s disease An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin

Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus

Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection

Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine

Labyrinthine concussion Damage after head trauma

Perylimnph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage into middle ear

Page 306: Soal C part 2

196. Vertigo

• Vertigo of central origin

Condition Details

Migraine Vertigo may precede migraines or occur concurrently

Vascular disease Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar syndrome can affect brainstem or cerebellum function

Multiple sclerosis Demyelination disrupts nerve impulses which can result in vertigo

Vestibular epilepsy Vertigo resulting from focel epileptic discharges in the temporal or parietal association cortex

Cerebellopontine tumours Benign tumours in the interal auditory meatus

Page 307: Soal C part 2

197. Rhinitis

Vasomotor Rhinitis: • Idiopathic condition which is diagnosed per exclutionam

• Trigger: smoke/cigarrete, spicy food, cold, change in temperature, fatigue, stress.

• Symptoms: nasal congestion influenced by position, rhinorrea, sneezing.

• Signs: mucosal edema, konka: dark red/pale, konka: smooth or hypertrophy.

• Management: avoid trigger, symptomatic (oral decongestan, nasal wash with saline, topical CS, topical anticolinergic)

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 308: Soal C part 2

197. Rhinitis Diagnosis Clinical Findings

Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis vasomotor

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

Rinitis atrofi / ozaena

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.

Rinitis medikamentosa

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 309: Soal C part 2

198. Rhinitis Diagnosis Clinical Findings

Acute rhinitis (rhinovirus)

Warm, dry, & itchy followed by sneezing, congestion, & serous secrete along with fever & headache. Rhinoscopy: reddened & swollen mucous membrane.

Foreign bodies

Nasal obstruction, unilateral rhinorrea, thick & foul smell secrete. Edema, inflammation, sometimes ulceration. Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if object can be grasped, or suction for many object.

Rhinosinusitis •Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal discharge as one of them and: facial pain/pressure or hyposmia/anosmia.

Nasal septal deviation

Nasal obstruction, unilateral or bilateral, headache or pain around eyes, hyposmia if deviation located at upper septum.

Polip white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain, frontal headache.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Page 310: Soal C part 2

199. Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess Submandibular abscess

Page 311: Soal C part 2

193. Sore Throats

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

Page 312: Soal C part 2
Page 313: Soal C part 2

199. Abses Leher Dalam

Diagnosis Clinical Features

Abses peritonsil Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato voice, & sometimes trismus.

Abses parafaring 1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral pharyngeal wall.

Abses Retrofaring In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway compromise In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

Submandibular abscess

Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig angina

Ludwig/ludovici angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to develop)

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

Page 314: Soal C part 2

200. Hearing Testing

• Audiometri khusus – Tes SISI (short increment sensitivity index)

• Untuk mengetahui adanya fenomena rekrutmen (khas pada tuli koklea), yaitu keadaan koklea yang dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil (sampai 1 dB)

– Tes kelelahan (tone decay) • Adaptasi abnormal (khas pada tuli retrokoklea) berupa

cepat lelahnya saraf pendengaran bila dirangsang terus menerus istirahat pulih kembali.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.