22
Perdarahan Subarakhnoid Traumatik Taufik Mesiano, Lyna Soertidewi, Jofizal Jannis, Al Rasyid Departemen Neurologi FKUI-RSCM 2007 Abstract One of the primary complication of head injury is subarachnoid hemorrhage (SAHt). Its incidence varried from 14,3% until 40 % and getting higher following the incidence of motorcycle accident. Clinical diagnosis is usually difficult to conclude in the case of mild head injury without typical clinical feature such as meningeal irritation. Imaging examination such as Brain CT Scan would help to diagnose and prevent vasospasme complication with early administration of nimodipine, and early management complication such as hydrocephalus and seizure. Abstrak Salah satu komplikasi primer cedera kepala yaitu perdarahan subarakhnoid (SAHt). Insidensinya semakin meningkat mengikuti angka kejadian kecelakaan kendaraan bermotor, bervariasi dari 14,3% hingga 40 %. Dalam mendiagnosis SAHt secara klinis dapat timbul kesulitan terutama pada cedera kepala ringan dan tidak menimbulkan gejala klinis khas seperti keadaan iritasi pada meningen. Pemeriksaan penunjang imajing untuk membantu mendiagnosis SAHt dalam hal ini CT Scan otak menjadi penting bagi klinisi dalam pemberian nimodipine untuk mencegah komplikasi dini vasospasme serta penanganan komplikasi lainnya seperti hidrosefalus dan kejang yang dapat memperburuk keluaran pasien. Pendahuluan Kejadian cedera kepala di bumi ini diperkirakan pertama kali terjadi pada sekitar 1 juta tahun yang lalu, dibuktikan dengan ditemukannya kerusakan tulang tengkorak pada pendahulu manusia yang sekarang dinamakan Australopithecus africanus. Kerusakan yang ditemukan yaitu terdapat dua garis 1 1

SAH Traumatik Neurona by Taufik M

Embed Size (px)

Citation preview

Perdarahan Subarakhnoid Traumatik Taufik Mesiano, Lyna Soertidewi, Jofizal Jannis, Al Rasyid

Departemen NeurologiFKUI-RSCM

2007 AbstractOne of the primary complication of head injury is subarachnoid hemorrhage (SAHt). Its incidence varried from 14,3% until 40 % and getting higher following the incidence of motorcycle accident. Clinical diagnosis is usually difficult to conclude in the case of mild head injury without typical clinical feature such as meningeal irritation. Imaging examination such as Brain CT Scan would help to diagnose and prevent vasospasme complication with early administration of nimodipine, and early management complication such as hydrocephalus and seizure.

AbstrakSalah satu komplikasi primer cedera kepala yaitu perdarahan subarakhnoid (SAHt). Insidensinya semakin meningkat mengikuti angka kejadian kecelakaan kendaraan bermotor, bervariasi dari 14,3% hingga 40 %. Dalam mendiagnosis SAHt secara klinis dapat timbul kesulitan terutama pada cedera kepala ringan dan tidak menimbulkan gejala klinis khas seperti keadaan iritasi pada meningen. Pemeriksaan penunjang imajing untuk membantu mendiagnosis SAHt dalam hal ini CT Scan otak menjadi penting bagi klinisi dalam pemberian nimodipine untuk mencegah komplikasi dini vasospasme serta penanganan komplikasi lainnya seperti hidrosefalus dan kejang yang dapat memperburuk keluaran pasien. Pendahuluan

Kejadian cedera kepala di bumi ini diperkirakan pertama kali terjadi pada sekitar

1 juta tahun yang lalu, dibuktikan dengan ditemukannya kerusakan tulang tengkorak pada

pendahulu manusia yang sekarang dinamakan Australopithecus africanus. Kerusakan

yang ditemukan yaitu terdapat dua garis fraktur berdekatan di daerah posterior tulang

tengkorak yang sesuai dengan kondilus tulang humerus antilop yang ditemukan

berdekatan dan diduga sebagai alat yang digunakan untuk membunuh dari arah belakang.

Cedera-cedera seperti tersebut juga ditemukan pada hominid yang sudah berjalan tegak

pada Homo erectus seperti yang berasal dari Jawa (lebih dari 300.000 tahun lalu), Peking

(lebih dari 100.000 tahun lalu), dan Neanderthal (lebih dari 40.000 tahun lalu).1

Cedera kepala masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu

mendapat perhatian, karena sering menimpa golongan usia produktif dan menyebabkan

kecacatan serta yang terburuk adalah kematian. Prevalensinya sekitar 5,3 juta orang di

11

Amerika Serikat dengan insidensi 90 per 100.000 penduduk.2 Dilaporkan oleh Thurman

et.al angka kecacatan yang terjadi sekitar 80.000 hingga 90.000 orang pada pasien

dengan cedera kepala.3 Di Indonesia khususnya RSCM Jakarta, penderita trauma kepala

yang dirawat menduduki peringkat pertama penyakit neurologik melebihi kasus penyakit

serebrovaskular.4

Komplikasi primer dari cedera kepala ini yaitu terjadinya perdarahan intrakranial

diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan subarakhnoid.2 Perdarahan

subarakhnoid traumatik (SAHt) angka kejadiannya semakin meningkat pada kasus cedera

kepala. Laporan dari studi HIT II angka kejadian SAHt sekitar 33 %. Data lain dari

American Traumatic Coma Data Bank sekitar 40 % dari seluruh kejadian cedera kepala.5

Definisi

Penyebab cedera kepala secara epidemiologi sangat bervariasi. Hampir

setengahnya penyebab cedera kepala yaitu kecelakaan kendaraan bermotor dan sekitar

20 hingga 35 % nya disebabkan karena terjatuh.6,7 Kejadian tersebut dapat menyebabkan

gejala klinis dari yang ringan hingga berat tergantung seberapa besar dan berat kerusakan

yang terjadi mulai dari luka di kulit hingga kerusakan jaringan otak.8

Terdapat berbagai klasifikasi dari cedera kepala. Berdasarkan

patologi/patofisiologi, cedera kepala dapat dibagi menjadi komosio, kontusio dan laserasi

serebri. Berdasarkan lokasi lesi, cedera kepala dapat dibagi menjadi lesi difus jaringan

otak, kerusakan vaskular otak dan lesi fokal. Sedangkan berdasarkan derajat kesadaran

(SKG) dapat dibagi menjadi cedera kepala ringan, sedang dan berat.4,9 Klasifikasi

berdasarkan derajat kesadaran ini lebih banyak dipakai di klinik karena standarisasi dan

penilaian prognosis pasien yang lebih jelas, juga untuk pemilahan penatalaksanaan.9

Ditinjau dari sudut waktu, proses patofisiologi kerusakan otak akibat cedera kepala terdiri

dari 2 jenis, yaitu4,8,10: 1) proses kerusakan primer yang terjadi langsung saat cedera dan

meliputi laserasi kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, kontusio dan laserasi serebri,

cedera aksonal difus, perdarahan intrakranial dan jenis-jenis lain kerusakan otak, dan 2)

proses kerusakan sekunder, yang merupakan akibat dari proses komplikasi yang dimulai

pada saat cedera namun mungkin secara klinis tidak muncul dalam periode waktu tertentu

sesudahnya adalah tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, yang meliputi hipoksia,

22

iskemia, pembengkakan, infeksi dan kerusakan otak yang disebabkan oleh peningkatan

tekanan intrakranial.

Trauma kepala sering kita temukan suatu kerusakan primer berupa perdarahan

intrakranial. Perdarahan intrakranial akibat trauma dapat diklasifikasikan menjadi

perdarahan ekstradural dan intradural. Perdarahan intradural dibagi lagi menjadi

perdarahan subdural, perdarahan intraserebral/serebellar, dan perdarahan subarakhnoid.7

Perdefinisi perdarahan subarakhnoid (SAH) adalah suatu keadaan terdapatnya

darah pada rongga subarakhnoid yang menyelimuti otak dan medula spinalis.11 Dalam

keadaan normal rongga ini terisi oleh cairan serebrospinal yang jernih dan tidak berwarna

serta jaringan penunjang berbentuk trabekula halus, selain itu juga terdapat bagian distal

dari sinus kavernosus, arteri carotis interna beserta percabangannya.11 Penyebab

terbanyak dari SAH yaitu akibat trauma kepala (SAHt).11

Insidensi

Angka kejadian SAHt bervariasi. Demircivi et.al melaporkan kejadian 89 kasus

SAHt di RS. Izmir Turki pada rentang tahun 1985 hingga 1990.12 Di RS. St. Joseph

Arizona, USA, Greene et.al melaporkan 252 kasus SAHt pada tahun 1995.13 Agrawal

et.al di tahun 2005 melaporkan kejadian SAH di Nepal sekitar 14,3 % akibat cedera

kepala.14 Laporan dari studi HIT II angka kejadian SAHt sekitar 33 %, data lain dari

American Traumatic Coma Data Bank sekitar 40 % dari seluruh kejadian cedera kepala.5

Patofisiologi

33

Dari kepustakaan terdapat berbagai mekanisme terjadinya cedera pada pembuluh

darah intrakranial yang disebabkan oleh keadaan trauma kepala. Akselerasi angular yang

merupakan kombinasi akselerasi translasional dan rotasional adalah bentuk proses cedera

akibat gaya kelembaman (inertial forces) yang paling sering. Pada akselerasi angular,

pusat gravitasi kepala bergerak terhadap poros di pusat angulasi, yaitu vertebra servikal

bawah atau tengah. Kekuatan dan lamanya akselerasi angular menentukan parahnya

kerusakan otak yang disebabkannya. Akselerasi berkecepatan tinggi dalam durasi singkat

menyebabkan kerusakan pembuluh darah superfisial seperti vena-vena jembatan dan

pembuluh-pembuluh pial. Sedangkan akselerasi berkecepatan tinggi dengan durasi yang

lebih lama dapat menyebabkan kerusakan aksonal.15,16 Perdarahan subarakhnoid

traumatik ini dihubungkan dengan robeknya pembuluh darah kecil yang melintas dalam

ruang subarakhnoid karena teregang saat fase akselerasi atau deselerasi.17 Selain itu

terkumpulnya darah di ruang subarakhnoid dapat disebabkan dari darah akibat kontusio

serebral dan perluasan perdarahan intra ventrikel ke ruang subarakhnoid.18

Diagnosis

Dalam menentukan adanya perdarahan di ruang subarakhnoid secara klinis

tidaklah mudah. Pada kasus cedera kepala pasien datang dengan mengeluh sakit kepala

dan riwayat penurunan kesadaran. Hal tersebut semata dapat terjadi akibat cedera kepala

yang dialaminya. Dan pada pemeriksaan fisik neurologis tidak ditemukan suatu tanda

iritasi meningeal (kaku kuduk) yang tentunya pemeriksaan tersebut dilakukan setelah

terbukti tidak adanya cedera pada leher atau keadaan fraktur servikal.

44

Kaku kuduk terjadi karena meningismus, menunjukkan tahanan yang disertai

nyeri terhadap fleksi leher pasif maupun aktif yang disebabkan oleh iritasi meningen

servikal oleh darah dalam ruang subarakhnoid atau oleh inflamasi.19 Pergerakan fleksi

kepala akan menjadi tegang dan kaku pada struktur lokasi dari meningen, serabut saraf,

atau medula spinalis yang mengalami inflamasi dan ataupun edema.20 Iritasi pada

meningen yang menimbulkan tanda klinis berupa kaku kuduk ini biasanya timbul dalam

3 hingga 12 jam.21

Pemeriksaan lain untuk memeriksa SAH adalah punksi lumbal. 22,23,24 Punksi

lumbal hanya dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit yang sangat mengarah ke

SAH, namun pada pemeriksaan pencitraan tidak ditemukan gambaran SAH. Pemeriksaan

funduskopi pada SAH hanya dapat menemukan perdarahan subhialoid pada sekitar 17%

pasien.16

Terdapat dua pola penyebab terjadinya SAH paska cedera kepala, yang pertama

disebabkan akibat trauma atau SAHt (diakibatkan ruptur pembuluh darah kecil di ruang

subarakhnoid) dan yang kedua SAH aneurismal (aneurisma yang telah ada sebelumnya

terjadi ruptur setelah trauma kepala).25 SAH yang terjadi pada kasus cedera kepala, harus

kita bedakan apakah hal ini akibat aneurisma yang telah ada sebelumnya atau bukan.

Selain anamnesis keadaan tersebut dapat kita bedakan berdasarkan hasil imajing. Dimana

pada aneurismal SAH darah lebih banyak terdapat pada cisterna basal, sedangkan

55

perdarahan SAHt yang terjadi lebih sering terdapat pada sulkus perifer dan fisura

interhemisfer.25

Komplikasi dan Tata laksana

Perdarahan subarakhnoid traumatik dapat menyebabkan komplikasi berupa

vasospasme, kejang atau hidrosefalus.17 Hubungan antara vasospasme pasca trauma

dengan perdarahan subarakhnoid sangatlah erat. Pada penelitian di University of

Mississipi Medical Center menunjukkan pada 68,7% pasien dengan vasospasme pasca

trauma terdapat SAH traumatik.26 Studi lain mengenai vasospasme pada kasus SAHt,

dapat dilihat pada tabel berikut.27

Tabel 1. Traumatic vasospasm define by TCD 27

Author Year Patients (n) % Spasm

Campton et.al 1987 25 68Weber et.al 1990 35 40Martin et.al 1992 30 27Chan et.al 1992 50 34

Studi lain pada 47 pasien dengan contusio serebri dilakukan pemeriksaan apakah terdapat

SAHt atau tidak, dimana hampir setengahnya terdapat SAHt (tabel 2).27 Pada beberapa

hari follow up, pasien dengan SAHt secara signifikan terjadi suatu keadaan vasospasme

dibandingkan yang tanpa SAH (tabel 3).27

Tabel 2. Forty-seven patients with cerebral contusion with and without traumatic subarachnoid haemorrhage according to computed tomographyGroup I : 25 patients with cerebral contusion but without SAH

66

SAH AneurismaSAH Traumatik

Group II : 22 patients with cerebral contusion with SAH

Tabel 3. Blood flow changes in patients of Table 2Group I (n) Group II (n) Statistics

Total 25 22Hyperaemia 10 5 p = 0.2Vasospasm 6 13 p = 0.019Severe vasospasm 2 8 p = 0.021Normal velocity 9 4 p = 0.2

Pada cedera kepala vasospasme bukan hanya dikaitkan dengan SAH. Vasospasme

pun dapat timbul pada cedera kepala tanpa SAH. Pada 10-30% kasus vasospasme pasca

trauma tidak disertai dengan adanya darah dalam cairan serebrospinal (LCS).26 Berbeda

dengan pada SAH karena aneurisma, vasospasme pasca trauma muncul lebih awal, paling

sering pada hari ke-228 dan paling cepat dalam 12 jam pasca trauma.26,29 Ada dua tipe

vasospasme pasca trauma, yang pertama diasosiasikan dengan SAH dengan perjalanan

waktu yang serupa dengan SAH karena aneurisma (hingga hari ke-17 dan maksimal pada

kisaran hari ke-7 sampai hari ke-10), dan yang kedua, tidak berkaitan dengan SAH

dengan durasi lebih singkat (rata-rata 1,25 hari).29, 30

Vasospasme pada cedera kepala secara umum mungkin berkaitan dengan

kaskade biokimia pasca cedera kepala yang mengganggu homeostasis ion kalsium.31,32

Kelebihan beban kalsium intrasel pada neuron menyebabkan dilepaskannya

neurotransmiter tertentu seperti 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang diaktifkan oleh

kalmodulin. Hal ini memicu spasme pembuluh darah otak. Di pihak lain ion kalsium

langsung masuk ke otot polos pembuluh darah dan memperparah spasme tersebut.32

Mekanisme bagaimana SAH dapat menyebabkan vasospasme arteri masih dalam

penelitian dan menjadi bahan perdebatan. Vasospasme arteri paling mungkin melibatkan

beberapa perubahan pada struktur dinding pembuluh darah. Penelitian menunjukkan

bahwa vasospasme arterial terutama merupakan akibat kontraksi otot polos yang

berkepanjangan. Hipertrofi, fibrosis dan degenerasi serta perubahan inflamatorik lain

pada dinding pembuluh merupakan efek sekunder yang berlangsung kemudian. Penelitian

yang ekstensif menunjukkan bahwa kejadian utama yang menimbulkan inisiasi

vasospasme adalah pelepasan oksihemoglobin (OxyHb) yang merupakan produk dari

perombakan darah. Namun, mekanisme pasti bagaimana OxyHb memicu vasokonstriksi

77

masih belum diketahui. Mekanisme ini nampaknya merupakan suatu proses

multifaktorial yang melibatkan pembentukan radikal bebas, peroksidasi lipid dan aktivasi

protein kinase C juga fosfolipase C dan A2 dengan akumulasi resultante diasilgliserol dan

pelepasan endothelin-1. Proses ini nampaknya menghasilkan loop umpan balik yang

selanjutnya menghasilkan keadaan tonik dari kontraksi otot polos dan inhibisi relaksasi

yang tergantung endotel. Serotonin, prostaglandin, katekolamin dan histamin yang

dilepaskan dari perombakan trombosit dan eritrosit (kaskade asam arakhidonat) juga

terlibat sebagai faktor–faktor penyebab.33 Penelitian eksperimental oleh Borel dkk.

menunjukkan kemungkinan adanya peran proliferasi sel vaskular yang diasosiasikan

dengan trombus perivaskular pada vasospasme serebral setelah SAH. Proliferasi sel ini

diduga distimulasi faktor-faktor pertumbuhan seperti platelet-derived growth factor

(PDGF), transforming growth factor- (TGF-) dan vascular endothelial growth factor

(VEGF) yang dilepaskan oleh trombosit yang diaktivasi oleh koagulasi darah

subarakhnoid.34

Risiko terjadinya vasospasme ini juga berhubungan dengan banyaknya dan lokasi

darah pada rongga subarakhnoid, semakin banyak darah dalam rongga subarakhnoid

risikonya semakin tinggi.24,29 Penatalaksanaan tripel H (hipervolemi, hipertensi dan

hemodilusi) yang menjadi acuan utama penatalaksanaan SAH karena aneurisma tidak

terbukti efektif untuk SAH traumatik, dan dapat menimbulkan komplikasi pada pasien

trauma yang seringkali mengalami peningkatan tekanan intrakranial.29 Yang perlu

diupayakan adalah mencegah hipovolemia untuk menjaga perfusi jaringan otak.22

Keadaan vasospasme setelah trauma kepala, terutama pada pasien dengan SAHt,

secara signifikan mempengaruhi prognosis dan hal ini dapat diterapi. Pada suatu studi

randomized, double blind, placebo-controlled trial pada SAHt di Jerman yang dilakukan

pada 21 sentra rumah sakit selama 6 bulan, di dapatkan secara signifikan perbedaan

keluaran kasus SAHt yang mendapatkan terapi nimodipine 2mg/jam selama 7-10 hari

dilanjutkan terapi oral sampai hari ke 21 yaitu sekitar 26 % mengalami keluaran yang

buruk ( kematian, keadaan vegetatif, dan disabilitas yang berat) sedangkan pada grup

plasebo keluaran yang buruk pada 45 % kasus.5 Penelitian serupa di Polandia yang

dilakukan oleh Abraszko dkk. (2000) menunjukkan pada evaluasi keluaran tiga bulan

pasca cedera adalah lebih baik (namun tidak signifikan) pada kelompok pasien yang

88

diterapi nimodipin dibandingkan dengan yang tidak.35 Hasil metaanalisis 6 uji klinis

terandomisasi yang dilakukan Langham dkk. (2003) menunjukkan efek yang

menguntungkan dari pemberian nimodipin pada sub-kelompok pasien cedera kepala

dengan perdarahan subarakhnoid (SAH) (event OR 0,67 (95% CI 0,46-0,98), walaupun

efeknya masih belum pasti pada cedera kepala secara keseluruhan.36

Nimodipin merupakan penghambat kanal kalsium kelompok dihidropiridin.37,38

Mekanisme kerjanya terutama dikaitkan dengan penghambatan influks kalsium melalui

kanal kalsium tipe L terutama pada otot polos arteriol serebral, karena kemampuannya

menembus sawar darah otak.38,39 Penelitian in vitro dan pada hewan coba menunjukkan

nimodipin menurunkan spasme (kontraksi otot polos vaskular) dan proliferasi sel otot

polos vaskular.40 Namun di klinik (pada manusia) nampaknya nimodipin tidak jelas

menurunkan frekuensi vasospasme, walaupun terdapat perbaikan keluaran.39 Mungkin

nimodipin bekerja melalui mekanisme lain yang bersifat neuroprotektif. Nimodipin

diduga mengurangi kerusakan membran sel neuron, menurunkan permeabilitas sawar

darah otak, menurunkan efusi makromolekul ke parenkim otak (mengurangi edema

otak)32 dan meningkatkan kadar adenosin plasma yang bersifat sitoprotektif.37 Dosis

pemberian nimodipin yang disetujui oleh FDA adalah 60 mg per oral/per NGT setiap 4

jam selama 21 hari.38,39 Studi nimodipin di Jerman pada kasus SAHt diberikan secepatnya

dalam 12 jam setelah terjadinya cedera kepala dengan dosis 2 mg iv selama 7 hingga 10

hari, dilanjutkan dengan dosis oral 360 mg/hari, hingga hari ke 21. Dan didapatkan

perbaikan keluaran pasien dibandingkan pemberian plasebo (75 % vs 54 %, p = 0,02). 5

Komplikasi lain yang mungkin timbul dari SAH traumatik adalah hidrosefalus.

Pada penelitian oleh Demircivi dkk. di Turki pada 89 pasien dengan SAH traumatik,

hanya 2 orang pasien yang menunjukkan hidrosefalus pada fase akut.12 Hidrosefalus ini

diduga disebabkan oleh penurunan resorpsi LCS karena oklusi vili arakhnoid oleh

perdarahan dan metabolit darah (hidrosefalus komunikans). Penyebab lain yang lebih

jarang adalah sumbatan di ventrikel III atau IV yang menimbulkan hidrosefalus

obstruktif.17 Gejala-gejala dan tanda klinis yang mengarahkan pada dugaan hidrosefalus

antara lain adalah mual, muntah, nyeri kepala, papiledema, demensia, ataksia dan

inkontinensia. Diagnosis hidrosefalus ditegakkan jika secara klinis ditemukan gejala dan

tanda yang sesuai serta hasil pencitraan (MRI, CT atau sisternografi) yang menunjukkan

99

hidrosefalus.41 Hidrosefalus karena SAH traumatik lebih jarang terjadi dibandingkan

dengan pada SAH pada aneurisma, karena darah yang terakumulasi lebih sedikit.17 Jika

hidrosefalus yang ditimbulkan cukup parah, mungkin dibutuhkan drainase ventrikel

melalui ventrikulostomi darurat, sebelum dilakukan pemasangan VP shunt.17,41

Komplikasi SAH traumatik yang lain adalah kejang. Probabilitas SAH

menyebabkan kejang kurang dari 15%.17 Proses epileptogenesis dari perdarahan

subarakhnoid traumatik berkaitan erat dengan kontak langsung antara darah dengan

jaringan korteks. Hemolisis darah pada ruang subarakhnoid akan menghasilkan deposisi

ion Fe yang mengaktifkan kaskade asam arakhidonat dan osilasi kalsium dalam sel-sel

glia yang selanjutnya menyebabkan kematian neuron yang berakhir dengan terbentuknya

gliosis (parut glia) yang menjadi pusat aktivitas epileptiform.42 Khusus untuk pasien SAH

traumatik pemberian antikejang sebagai profilaksis tidak dianjurkan.17

Prognosis pada pasien-pasien dengan SAH traumatik sangat bergantung pada

klasifikasi keparahan cedera kepalanya, banyaknya volume perdarahan dan distribusi

SAH. Adanya perdarahan subarakhnoid pada sisterna basal dan konveksitas serebri

mengindikasikan keluaran yang buruk.43 Pada penelitian oleh Kakarieka dkk. Di Jerman

menunjukkan keluaran pasien cedera kepala berat (CKB) dengan SAH traumatik secara

bermakna lebih buruk daripada pada pasien CKB tanpa SAH traumatik.44 Akan tetapi

penelitian oleh Shigemori dkk. di Jepang menunjukkan bahwa pada 9 pasien cedera

kepala ringan dengan SAH menunjukkan hanya satu yang menunjukkan keluaran yang

buruk (vasospasme dan hidrosefalus komunikans), sedangkan dari 10 pasien cedera

kepala berat dengan SAH hanya satu yang menunjukkan keluaran yang baik.45 Pada

banyak studi mengenai perdarahan subarakhnoid ini dipakai sistem skoring untuk

menentukan berat tidaknya keadaan SAHt ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien.

Sistem grading yang dipakai antara lain :

1. Hunt & Hess Grading of SAH46

Tabel 4. Hunt dan Hess skoring

101

2. WFNS SAH grade46

Tabel 5. WFNS SAH grade

WFNS grade GCS Score Major facal deficit

01 15 -2 13-14 -3 13-14 +4 7-12 + or -5 3-6 + or -

3. Modified Hijdra score5,47

4. Fisher grade5

111

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified

Hijdra score dan Fisher grade.5 Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH

primer akibat rupturnya aneurisma.46

KESIMPULAN

SAHt merupakan salah satu komplikasi akibat dari cedera kepala yang ringan

hingga berat. Dalam mendiagnosis SAHt ini secara anamnesis ataupun klinis dapat

timbul kesulitan terutama pada kasus cedera kepala ringan dan tidak menimbulkan gejala

klinis yang khas seperti keadaan iritasi pada meningen. Oleh karenanya pemeriksaan

penunjang imajing untuk membantu mendiagnosis SAHt dalam hal ini CT Scan menjadi

penting bagi klinisi dalam hal penatalaksanaan selanjutnya seperti pemberian nimodipine

untuk mencegah komplikasi akibat SAHt yaitu vasospasme yang dapat memperburuk

keluaran pasien.

121

DAFTAR PUSTAKA

1. Rose FC. The history of cerebral trauma in Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press.2006; 2:19.

2. Weintraub A, Ashley MJ. Aging and Related Neuromedical Issues in Traumatic Brain Injury Rehabilitative Treatment and Case Management. 2nd ed. CRC press.2004; 9:273.

3. Thurman, D.J et.al., Traumatic Brain Injury in the United States: A public health perspective, J. Head Trauma Rehabil. 14(6), 602-615.

4. Misbach J. Patofisiologi cedera kranioserebral. Neurona 1999 Jul;16(4):4-75. Kakarieka A. The German Study of Nimodipine in Traumatic Subarachnoid

Haemorrhage in Ischemia in Head Injury in 10th European Congress of Neurosurgery. Berlin.1995.

6. Torner JC., Choi S, Barnes TY. Epidemiology of head injuries in Traumatic brain injury. Thieme.1999; 2:22.

7. Graham DI, Saatman KE, Marklund N, et.al. The neuropathology of trauma in Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press.2006; 4:47.

8. Suryamiharja A. Penatalaksanaan cedera kranioserebral akut. Neurona 1999 Jul;16(4):8-11.

9. Soertidewi L. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Dalam: Hakim M, Ramli Y, Lastri DN, Hamonangan R, Bayu P, Roiana N, editors. Proceedings updates in emergencies II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 51-72.

10. Graham DI. Neuropathology of head injury. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 43-59.

11. Gershon A. Subarachnoid hemorrhage. From : www.emedicine.com12. Demircivi F, Ozkan N, Buyukkececi S, Yurt I, Miniksar F, Tektas S. Traumatic

subarachnoid haemorrhage: analysis of 89 cases. Acta Neurochir (Wien). 1993;122(1-2):45-8

13. Greene KA, Marciano FF, Johnson BA, et.al. Impact of traumatic subarachnoid hemorrhage on outcome in nonpenetrating head injury. Part I: A proposed computerized tomography grading scale. J Neurosurg. 1995 Sep;83(3):445-52.

14. Agrawal A, Agrawal CS, Singh GK, et.al. Head injuries and mortality : Where can ce improve ? A single Institution experience. Nepal Journal of Neuroscience 2005 3:40-48.

15. Halliday AL. Patophysiology of severe traumatic brain injuries. In: Marion DW, editor. Traumatic brain injury. New York: Thieme; 1999. p. 29-38.

16. Basyiruddin A. Mekanisme dan patofisiologi dari cedera kepala. Dalam: Amir D, Basyiruddin A, Frida M, Djamil J, editors. Kumpulan makalah simposium cedera kepala. Padang: Anonymous; 1995. p. 1-22.

17. Lowe JG, Northrup BE. Traumatic intracranial hemorrhage. In: Evans RW, editor. Neurology and trauma. Philadelphia: W. B. Saunders; 1999. p. 140-50.

18. Zee CS, Go JL, Kim PE, Geng D. Computed tomography and magnetic resonance imaging in traumatic brain injury. In Neurology and trauma. Evans RW 2nd ed. New York : Oxford University Press; 2006. p. 36

19. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2002. p. 70-94. 

20. Turner C. Crash course neurology. 2nd ed. Italy, Mosby, 2006.p165

131

21. DeMyer WE. Technique of the neurologic examination. 5th ed. New York; McGraw-Hill, 2004.p590

22. Newton T, Krawczyk J, Lavine S. Subarachnoid hemorrhage [monograh on the Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2004 Nov 11; cited 2006 Mar 20]. Available from: http://www.emedicine.com/htm.

23. Edlow AJ, Caplan LR. Avoiding pitfalls in the diagnosis of subarachnoid hemorrhage. New England J of Med 2000 Jan;342(1):29-36.

24. Van Gijn J, Rinkel GJE. Subarachnoid haemorrhage: diagnosis, causes and management. Brain 2001 Feb;124(2):249-78.

25. Kneyber MCJ, et.al. Earli posttraumatic subarachnoid hemorrhage due to dissecting aneurysms in three children. Neurology 2005;65:1663-1665.

26. Zubkov AY. Posttraumatic vasospasm: is it important? [monograph on the Internet]. Russian Neurosurg 2001 [cited 2006 Apr 28];1(3). Available from: http://www.neuro.neva.ru/English/Issues/Articles I 2001/zubkov.htm.

27. Dorsch N. Subarachnoid haemorrhage and associated vasospasm: Do they play a role in traumatic brain ischemia in Ischemia in head injury 10th European congress of neurosurgery. Berlin. 1995. p33

28. Oertel M, Boscardin WJ, Obrist WD, Glenn TC, McArthur DL, Gravori T, et al. Posttraumatic vasospasm: the epidemiology, severity, and time course of an underestimated phenomenon: a prospective study performed in 299 patients. J Neurosurg 2005 Nov;103(5):812-24.

29. Dowling JL, Brown AP, Dacey RG Jr. Cerebrovascular complications in the head-injured patient. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 655-72.

30. Harris S. Penatalaksanaan perdarahan subarachnoid. Dalam: Hakim M, Ramli Y, Lastri DN, Hamonangan R, Bayu P, Roiana N, editors. Proceedings updates in emergencies II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 154-65.

31. Cohadon F. The concept of secondary damage in brain trauma. In: Smith TCG, editor. Ischaemia in head injury: proceedings of a special symposium. Berlin: Springer-Verlag; 1996. p. 1-7.

32. Yang SY, Wang ZG. Therapeutic effect of nimodipine on experimental brain injury. Chin J Traumatol 2003 Dec;6(6):326-31.

33. Murthy SP, Bhatia P, Prabhakar T. Cerebral vasospasm: aethiopathogenesis and intensive care management. Indian J Crit Care Med 2005 Mar;9(1):42-6.

34. Borel CO, McKee A, Parra A, Haglund MM, Solan A, Prabakhar V, et al. Possible role for vascular cell proliferation in cerebral vasospasm after subarachnoid hemorrhage. Stroke 2003;34:427.

35. Abraszko R, Zub L, Mierzwa J, Berny W, Wronski J. Posttraumatic vasospasm and its treatment with nimodipine. Neurol Neurochir Pol. 2000 Jan-Feb;34(1):113-20.

36. J Langham, C Goldfrad, G Teasdale, D Shaw, K Rowan. Calcium channel blockers for acute traumatic brain injury. The Cochrane Database of Syst Rev 2003;(4):CD000565.

37. Blardi P, Urso R, de Lalla A, Volpi L, Perri TD,Auteri A. Nimodipine: drug pharmacokinetics and plasma adenosine levels in patients affected by cerebral ischemia. Clin Pharm & therapeutics 2002 Nov;72(5):556-61.

38. Anonymous. Nimotop®30 mg tablets, nimotop®iv solution. Available from: www.intekom.com/pharm/bayer/nimotop.html.

39. Anonymous. Nimotop® (nimodipine) capsules for oral use. Available from: www.univgraph.com/bayer/inserts/nimotop.pdf.

40. Abernethy DJ, Schwartz JB. Calcium-antagonist drugs. New England J of Med 1999;341(19):1447-57.

141

41. Smith DE, Greenwald BD. Management and staging of traumatic brain injury [monograph on the Internet]. eMedicine; c 2005 [updated 2003 Dec 19; cited 2006 Mar 20]. Available from: http://www.emedicine.com/htm.

42. Temkin NR, Haglund M, Winn HR. Post-traumatic seizures. In: Narayan RK, Wilberger JE Jr., Povlishock JT, editors. Neurotrauma. New York: McGraw-Hill; 1996. p. 71-101.

43. Gaetani P, Tancioni F, Tartara F, Carnevale L, Brambilla G, Mille T, et al. Prognostic value of the amount of post-traumatic subarachnoid haemorrhage in a six month follow up period. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1995;59:635-7.

44. Kakarieka A, Braakman R, Schakel EH. Clinical significance of the finding of subarachnoid blood on CT scan after head injury. Acta Neurochir (Wien) 1994;129(1-2):1-5.

45. Shigemori M, Tokutomi T, Hirohata M, Maruiwa H, Kaku N, Kuramoto S. Clinical significance of traumatic subarachnoid hemorrhage. Neurol Med Chir (Tokyo) 1990 Jun;30(6):396-400.

46. Wahjoepramono EJ, Sidipramono P, Yunus Y. The treatment of spontaneous subarachnoid hemorrhage. Neurona, vol.20, No.3-4, Juli 2003. p17

47. Hijdra et.al. Stroke.1990; 21: 1156-61.

151