26
BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1884 Louis Duhring pertamakali menjelaskan gambaran klinis dan sejarah dari suatu kelainan polimorfik yang gatal, yang disebutnya dermatitis herpetiformis. Beberapa literatur menyebut kelainan ini sebagai penyakit Duhring untuk menghormatinya. Pada tahun 1888 Brocq menjelaskan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan disebutnya dermatite polymorhe prurigineusu. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan kemanjuran dari sulfapiridin dalam pengobatan DH. Pierard, Whimster, Mac Vicar dkk. Pada awal tahun 1960 menemukan bahwa lesi dini DH ditandai dengan mikroabses netrofil pada papila dermis. Pada tahun 1967 Cormane menemukan bahwa kulit DH mengandung deposit imunoglobulin pada ujung papilla dermis dan pada tahun 1969 Van der Meer melanjutkan penelitian ini dan menemukan imunoglobulin tersebut adalah IgA. 1,4 Penyakit ini berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Hubungan antara DH dan kelainan usus pertamakali diamati oleh Marks dkk. Pada tahun 1966, kemudian Fry dkk dan Shuster dkk menyebut kelainan tersebut sebagai Gluten Sensitive Enteropathy. 1,4 Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya 20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi 1

refrat Dermatitis Herpetiformis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit kelamin

Citation preview

Page 1: refrat Dermatitis Herpetiformis

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1884 Louis Duhring pertamakali menjelaskan gambaran klinis dan sejarah

dari suatu kelainan polimorfik yang gatal, yang disebutnya dermatitis herpetiformis. Beberapa

literatur menyebut kelainan ini sebagai penyakit Duhring untuk menghormatinya. Pada tahun

1888 Brocq menjelaskan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan disebutnya

dermatite polymorhe prurigineusu. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan kemanjuran

dari sulfapiridin dalam pengobatan DH. Pierard, Whimster, Mac Vicar dkk. Pada awal tahun

1960 menemukan bahwa lesi dini DH ditandai dengan mikroabses netrofil pada papila dermis.

Pada tahun 1967 Cormane menemukan bahwa kulit DH mengandung deposit imunoglobulin

pada ujung papilla dermis dan pada tahun 1969 Van der Meer melanjutkan penelitian ini dan

menemukan imunoglobulin tersebut adalah IgA. 1,4

Penyakit ini berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Hubungan antara DH dan

kelainan usus pertamakali diamati oleh Marks dkk. Pada tahun 1966, kemudian Fry dkk dan

Shuster dkk menyebut kelainan tersebut sebagai Gluten Sensitive Enteropathy. 1,4

Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang mana dapat dimulai dari

limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya 20% pasien DH yang

memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun pada intestinal keduanya

berespon terhadap restriksi gluten dan membaik dengan penggantian diet yang mengandung

gluten. Ada hubungan genetik yang kuat, 90% dari Celiac disease dengan pasien DH, yaitu

memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel DQA1*0501 dan DQB1*02,

dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.1,4

Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian yaitu

10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua umur, tapi yang

tersering pada umur 30 – 40 tahun.2

Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah papulovesikel,

pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi netrofil pada papilla

dermis disertai terbentuk vesikel pada epidermal-dermal junction, deposisi granular IgA pada

papilla dermis pada kulit normal di sekitar lesi, pemberian terapi diaminodiphenyl sulfone

menimbulkan respon terhadap kulit tetapi bukan merupakan suatu penyakit kulit.2

1

Page 2: refrat Dermatitis Herpetiformis

Remisi spontan dapat terjadi pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang terjadi

berhubungan dengan pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan sulfone memberi

respon cepat pada pasien DH anak dan dewasa.2

2

Page 3: refrat Dermatitis Herpetiformis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Dermatis Herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit papulovesikel yang jarang

dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun berkelompok,

sangat gatal dengan distribusi simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut dan

bokong.1,4

2.2. Epidemiologi

Pada pasien keturunan Eropa Utara paling lazim terjadi DH. Diketahui pria memiliki

prevalensi lebih tinggi untuk terkena DH dibandingkan perempuan. Sejumlah studi

epidemiologi telah dijelaskan insiden dan prevalensi DH. Sebagian besar studi ini berfokus

pada individu Eropa Utara, baik di Eropa dan Amerika Serikat, dimana gangguan ini adalah

paling umum terjadi. Studi pada populasi ini dilakukan pada akhir 1970 ke awal 1980-an

melaporkan kisaran prevalensi dari 1,2-39,2 per 100.000 orang dan kejadian kisaran 0,4-2,6

per 100.000 orang per tahun. Selain itum sebuah studi berbasis populasi yang dilakukan di

Utah pada tahun1992 mendokumentasikan prevalensi 11,2 per 100.000 orang dan kejadian

0,98 oer 100.000 orang per tahun, dan kedua tingkat yang sebanding dengan penelitian

dilakukan dalam Eropa. Karena populasi Utah memiliki proporsi yang tinggi dari orang-orang

dengan keturunan Eropa Utara, konkordansi ini menemukan dengan penelitian sebelumnya

tidak mengherankan. Dari itu dilaporkan kejadian DH sebanding dengan yang dilaporkan

untuk penyakit immunobulous lainnya, seperti pemfigoid bulosa dan pemfigus vulgaris.2

Beberapa penelitian di populasi Asia telah menunjukkan bahwa DH adalah sangat

langka di antara kelompok ini dan bahkan jarang jika dibandingkan dengan Amerika Afrika.

Bahkan, begitu sedikitnya kasus yang dimiliki telah dijelaskan bahwa tidak ada yang lebih

besar studi berbasis populasi telah dilaporkan dalam grup entis. 2

Eropa Utara tampaknya memiliki jumlah terbesar kasus secara keseluruhan, tapi DH

dengan onset pada masa kanak-kanak cenderung lebih umum di negara-negara Mediterania.

Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan dalam diet gluten atau kecendrungan genetik

dalam populasi ini.2

Laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi dari DH. Bahkan, sebagian besar berbasis

populasi studi sampai saat ini telah ditemukan laki-laki untuk rasio wanita mulai 1,5:1 sampai

3

Page 4: refrat Dermatitis Herpetiformis

2:1. Kebanyakan pasien melaporkan timbulnya gejala selama musim panas pertahun, setiap

saat dari musim semi hingga akhir tahun musim panas. Onset DH adalah bervariasi, dengan

rentang usia yang paling umum pada presentase yang berusia 30 sampai 40 tahun, namun usia

saat diagnosis bervariasi dari bayi sampai penduduk usia lanjut. DH pada anak-anak jarang

terjadi, dan selama bertahun-tahun itu dikelompokkan dengan diagnosis IgA linear bulous

dermatosis masa kanak-kanak. Oleh karena itu, prevalensi sejati masa kanak-kanak DH tidak

dapat diketahui pasti.2

2.3. Etiologi dan Patogenesis

Gluten Sensitive Enterophathy (GSE) kemungkinan berhubungan dengan deposit IgA

pada kulit penderita DH, meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti apakah IgA

terikat pada antigen yang ditemukan pada gastrointestinal kemudian beredar dan tertimbun

pada kulit atau apakah IgA yang terbentuk khas untuk antigen kulit yang belum diketahui.4

Ditemukan IgA dan komplemen diseluruh kulit menimbulkan perkiraan bahwa

diperlukan faktor tambahan untuk menerangkan permulaan lesi. Dengan faktor tambahan ini,

IgA mengaktifkan komplemen (mungkin melalui jalur alternative) sehingga terjadi

kemotaksis neutrophil yang melepaskan enzimnya dan mengakibatkan lesi yang disebut

dengan DH.4

Selain gluten, yodium juga disebutkan dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan

eksaserbasi penyakit.4

Ada hubungan yang kuat dengan Human Leucosyt Antigen yang spesifik

histocompatibility: HLA-B8 (60%), HLA kelas II antigen HLA-DR3 (95%), dan HLA-DQw2

(100%). IgA linear bulosa dermatosis memiliki fitur klinis yang mirip dengan dermatitis

herpetiformis, tetapi memiliki pola histologist dan imunofluoresensi berbeda dan ada penyakit

usus kecil terkait.3

Pada penderita DH ditemukan ada riwayat keluarga penyakit celiac atau DH di 10,5%

pasien. Semua pasien memiliki enteropati gluten-sensitif merupakan hal yang mendasari,

meskipun penyakit ini mungkin tanpa gejala. Ada hubungan dengan paparan infeksi

adenovirus, seperti yang telah diamati pada penyakit celiac studi HLA pada pasien yang pada

klinis dan imunologi kriteria DH, telah menunjukkan temuan identik dengan penyakit celiac.

Ada hubungan yang sangat kuat dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw2. Karakteristik temuan

adalah deposisi IgA dalam pola granular dalam dermis papiler meskipun IgM, IgG dan C3

4

Page 5: refrat Dermatitis Herpetiformis

dapat ditemukan. Deposit IgA gluten-dependent, dan perlahan-lahan dibersihkan dari kulit

setelah gluten dihapus dari diet. Mekanisme dimana gluten menyebabkan deposisi IgA dalam

kulit masih belum diketahui.3

C3 telah ditunjukkan dalam papiladermis kulit kedua lesi dan perilesional. Properdin

dan faktor B telah ditemukan dan mendukung saran bahwa komplemen diaktifkan melalui

jalur alternative. C5 dan fibrin sering terdeteksi pada bagian serupa. Fraksi diaktifkan, C5a,

sangat chemotactic untuk neutrofil dan dapat berkontribusi pada perubahan inflamasi kaskade.

Data ini menunjukkan bahwa IgA berasal dari mukosa dan serum. Pada tahun 1967, hubungan

dengan enteropati gluten-sensitif (Penyakit celiac) ditegakkan. Penelitian lebih lanjut

menunjukkan bahwa perubahan atrofi total vili dari usus kecil merupakan sensitivitas

sekunder terhadap gluten. Enteropati gluten-sensitif ada pada semua pasein, meskipun pada

beberapa kasus sulit ditunjukkan, pasien ditemukan memiliki antiretikulin antibody dan,

disamping itu, antigluten atau antigliadin antibody.3

Perkembangan yang paling menarik dari beberapa tahun terakhir adalah antibody dan

reaksi T-sel transglutaminases jaringan, dan transglutaminase 2 tertentu, relevan dengan

pathogenesis penyakit celiac. Antibody ini telah dibuktikan dalam DH. Selain itu, sekarang

jelas bahwa sebelum antiretikulin diakui dan antibody yang endomisial terkait dengan

antibody ini, dan memerlukan transglutaminase 2 untuk mengikat jaringan, jaringan

transglutaminase membelah gliadin untuk peptide antigenik dan hal ini dapat berkontribusi

untuk peran mereka dalam pathogenesis. Ada perbedaan dalam profil autoantibody antara DH

dan penyakit celiac, dalam bahwa ada antibodi terhadap epidermal transglutaminase di DH

tetapi bukan penyakit celiac. IgA yang mengendap di dalam dermis mengandung

transglutaminase epidermal. 3

Telah diketahui bahwa DH adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh pengendapan

IgA dalam papila dermis, yang memicu kaskade imunologi, sehingga rekurtmen neutrofil dan

aktivasi komplemen. Dermatitis herpetiformis adalah hasil dari suatu respon kekebalan

terhadap rangsangan kronis dari mukosa usus oleh diet gluten.3

2.4. Gambaran Klinis

Umumnya pada penyakit DH terkena antara usia 20-55 tahun. Onset dapat bersifat

akut atau bertahap, pruritus adalah gejala yang biasanya pertama dikeluhkan. Lesi awal pada

kulit adalah papula eritematosa, bercak, urtikaria atau vesikel yang multiple, yang sering

disertai dengan eksoriasi. Vesikel biasanya berkelompok bersama-sama pada plak yang

5

Page 6: refrat Dermatitis Herpetiformis

eritema tetapi,walaupun jarang, blisters sebesar 1-2 cm dapat terjadi. Hal Ini lebih sering

terjadi pada panyakit yang kambuh pada saat pengobatan tidak dilanjutkan. Papula tanpa

blisters tidak lazim dan perubahan eczematous, yang mungkin linchenified, kadang-kadang

terlihat. Pigmentasi progresif pada bagian lesi kulit terjadi di beberapa pasien.3

Keadaan umum pasien biasanya baik. Keluhannya sangat gatal, seperti rasa terbakar

atau rasa tersengat tetapi bisa juga asimptomatik walaupun jarang. Ruam berupa eritema,

papulo vesikel, vesikel atau bula yang berkelompok. Kelainan yang utama adalah vesikel,

oleh sebab itu disebut herpetiformis yang berarti seperti Herpes Zoster atau Herpes Simplex.

Vesikel-vesikel tersebut dapat berbentuk arsiner atau sirsiner. Dinding vesikel atau bula

tegang. Bula jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai erosi atau krusta jika vesikel atau bula

pecah.1,4,5

Distribusi lesi biasanya simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut, sacrum,

bokong dan punggung. Lesi jarang terjadi pada mukosa mulut, telapak tangan dan kaki.

Penderita biasanya dapat memperkirakan tempat timbulnya lesi baru 8-12 jam sebelumnya

karena daerah tersebut terasa tersengat atau terbakar atau gatal. 1,4,5

a b

Gambar 1. a) vesikel b) vesikulopapul 6

6

Page 7: refrat Dermatitis Herpetiformis

a b

Gambar 2. a) papulovesikel eritematous dan erosi pada siku. b) vesikel dan papula

yang berkelompok pada lutut disertai krusta hemoragik 6

Gambar 3. Papulovesikel berkelompok pada leher dan kulit 6

7

Page 8: refrat Dermatitis Herpetiformis

Gambar 4. Bulla pada siku 6

8

Page 9: refrat Dermatitis Herpetiformis

Gambar 5. Distribusi lesi pada dermatitis herpetiformis 6

Gambar 6. Gambaran papulavesicel berkelompok, krusta, erosi dengan dasar eritema pada

sacrum, bokong6

9

Page 10: refrat Dermatitis Herpetiformis

Gambar 7. Papul, plak urtikaria, vesikel dan krusta pada siku6

2.5. Pemeriksaan Penunjang

2.5.1. Histopatologi

Gambaran histopatologi DH yang khas paling baik terlihat pada daeah eritem

disekitar vesikel yang baru muncul. Pada daerah ini terdapat akumulasi netrofil dan

beberapa eosinofil pada ujung papila dermis yang semakin lama semakin bertambah

besar membentuk mikroabses. Pembentukan mikroabses mengakibatkan pemisahan

antara ujung papila dermis dan epidermis sehingga terbentuk vesikel.3,4

Pada awalnya interpapilary ridges epidermis tetap melekat pada dermis sehingga

vesikel yang terbentuk adalah multilokular dan masih terlalu kecil untuk dilihat secara

klinis. Dalam 1-2 hari rete ridges ini akan terlepas dari dermis dan terbentuk vesikel

unilokular yang akan tampak secara klinis. Pada saat ini mungkin masih terlihat

mikroabses pada tepi vesikel . karena itu biopsi pada tepi vesikel sangat berguna. 3,4

Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron terlihat bula subepidermal di

bawah lamina basalis. Pada daerah lesi, lamina basalis rusak atau hilang dan pada kulit

di dekat lesi, lamina basalis menjadi tipis. 3,4

Gambar 8. Biopsi pada lesi awal DH menunjukkan kumpulan eosinofil dan netrofil

pada papilla dermis dan vesikulasi pada subepidermal 6

10

Page 11: refrat Dermatitis Herpetiformis

2.5.2. Pemeriksaan Serologi

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan serologis pada penderita DH. Sebuah

panel tes serologis digunakan untuk mendeteksi gluten-sensitif enteropathy (GSE). Tiga

antibodi ditujukan ke jaringan ikat atau komponen permukaan fibril otot polos:

1. A-EmA Antiendomysial antibody (IgA)

2. AGA Antigliadin antibody (IgG atau pooled Ig)

3. R1-ARA Antireticulin antibody (IgA)4

A-EmA memiliki spesifisitas sampai 100% untuk celiac disease, sedangkan

kepekaannya adalah 85% untuk orang dewasa yang tidak diobati dan 90% pada

childhood celiac disease. Hal ini dapat menetap dalam titer rendah pada 10-25% pasien

dengan diet bebas gluten, meskipun histologinya normal. Tes AGA memiliki sensitivitas

yang baik (68-76%), tetapi juga dapat ditemukan pada 10-20% pasien dengan penyakit

lain pada mukosa usus kecil. Tes AGA sangat membantu dalam pemantauan GSE. R1-

ARA memiliki spesifitas yang lebih tinggi disbanding AGA pada pasien anak, tetapi

sensitivitasnya relatif rendah (<40-50%).4

Pemeriksaan direct immunifluorescent menunjukkan adanya IgA di ujung-ujung

papilla di sekitar lesi. Ditemukannya IgA pada papilla dermis merupakan tanda spesifik

untuk DH.3,4

11

Page 12: refrat Dermatitis Herpetiformis

Gambar 9. Direct immunofluorescent. Deposisi granular IgA pada papilla dermis6

2.6. Diagnosa

Diagnosis DH dapat ditegakkan berdasarkan :

Gejala klinik ( pleomorfik dan papula eritematous yang gatal, urtikaria, dan

vesikobulla, yang terletak pada permukaan ekstensor, bokong, dan punggung)

Gambaran histologi (bulla subepidermal, akumulasi eosinofil dan mikroabses

netrofil pada papilla dermis)

Ada antibodi IgA terhadap endomysium dan TG2 di sirkulasi

DIF pada kulit di sekitar lesi menunjukkan deposisi granular IgA pada daerah

membrane basalis di atas papilla dermis.

Konfirmasi diagnosis secara exjuvantibus dengan pemberian terapi dapson dan

mendapat respon yang cepat dan baik.

Enteropati akibat sensitif terhadap gluten dapat dikonfirmasi melalui biopsy jejunum.4

2.6. Diagnosis Banding

DH dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic Bullous

Diseases of Childhood (CBDC).6

1) Pemfigus Vulgaris

Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bulla

yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran

histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgG di stratum

spinosum.6

2) Pemfigoid Bullosa

Pemfigoid bullosa berbeda dengan DH karena ruam yang utama ialah bulla, tak begitu

gatal, dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di

subepidermal.6

3) Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)

CBDC atau dermatosis linear IgA, terdapat pada anak, kelainan utama ialah bulla, tak

begitu gatal, eritema tidak selalu ada, dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA

yang linear.6

12

Page 13: refrat Dermatitis Herpetiformis

a b

Gambar 10. a) Pemfigus vulgaris. b) Pemfigoid bullosa 6

Gambar 11. Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)6

13

Page 14: refrat Dermatitis Herpetiformis

Tabel 1. Perbedaan Pemfigoid Vulgaris, Pemfigoid Bullosa, dan Dermatitis

Herpetiformis6

Pemfigus vulgaris Pemfigoid

bullosa

Dermatitis

herpetiformis

Etiologi Autoimun Disangka

autoimun

Belum jelas

Usia 30-60 tahun Biasanya usia tua Anak atau dewasa

Keluhan Biasanya tidak

gatal

Biasanya tidak

gatal

Sangat gatal

Kelainan kulit Bula berdinding

kendur, krusta

bertahan lama

Bula berdinding

tegang

Vesikel

berkelompok

berdinding tegang

Tanda Nikolski + - -

Tempat

predileksi

Biasanya

generalisata

Perut, lengan

fleksor, lipat paha,

tungkai medial

Simetrik : tengkuk,

bahu, lipat ketiak,

lengan ekstensor,

daerah sacrum,

bokong

Kelainan mukosa

mulut

60% 10-40% Jarang

Histopatologi Bula

intraepidermal,

akantolisis

Celah di taut

dermal-epidermal,

bula di sub-

epidermal,

terutama eosinofil

Celah subepidermal,

terutama netrofil

Imunofluoresensi

langsung

IgG dan

komplemen di

epidermis

IgG seperti pita di

membrane basal

IgA granular di

papilla dermis

Enteropati - - +

Peka gluten - - +

HLA - - B8, DQW2

Terapi Kortikosteroid Kortikosteroid DDS 14

Page 15: refrat Dermatitis Herpetiformis

(prednisone) 60-

150mg sehari,

sitostatik

(prednisone) 40-

60mg sehari

(diaminodifenil

sulfon) 200-300 mg

sehari

2.7. Penatalaksanaan

Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini melibatkan

penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari diet pasien DH. Mungkin

diperlukan dua tahun atau lebih untuk deposit IgA bawah kulit untuk benar-benar jelas.3

Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai sebelum

ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan lengkap tidak

disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH bisa

negatif jika seseorang melakukan diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk diagnosis yang

valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa minggu sebelum

pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu penyakit keturunan autoimun sehingga konfirmasi DH

akan membantu generasi mendatang sadar akan risiko dalam keluarga.3

Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon).

Pilihan kedua yakni sulfapiridin.3

2.7.1. Dapsone (diaminodifenilsulfon)

Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan

tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek

sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia. Kecuali

itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg sehari umumnya

tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb, jumlah leukosit, dan

hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika klinis menunjukkan tanda-

tanda anemia atau sianosis segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat

defisiensi G6PD, maka merupakan kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik.

Bila telah sembuh dosis diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari,

kemudian 2 hari sekali, lalu menjadi seminggu 1x.3

2.7.2. Sulfapiridin

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih

banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan akan 15

Page 16: refrat Dermatitis Herpetiformis

menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Efek samping

hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang dibandingkan

dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.3

Ketika pemberian dapson dan sulfapiridine tidak dapat digunakan karena adanya

reaksi lanjut, pemberian antihistamin dengan dengan dosis tinggi dapat membantu.

Penggunakan kortikosteroid harus tersedia dalam keadaan darurat ketika tidak ada obat lain

yang tersedia saat itu. Triamcinolone acetonide 60 mg antara 20 atau 30 mg intramuscular

tidak diberikan lebih dari 1 bulan, biasanya lebih efektif dan muungkin di gunakan jika DDS

dan sulfapiridine gagal atau tidak toleransi7

2.8. Prognosis

Dengan tetap menjalankan diet bebas gluten, prognosis pasien DH sangat baik.

Tingkat keparahan dan frekuensi erupsi juga akan berkurang dengan melanjutkan diet.

Yodium dan sinar matahari dapat memicu timbulnya erupsi pada beberapa orang, namun

yodium merupakan nutrisi penting dan seharusnya tidak dihapus dari diet tanpa pengawasan

seorang dokter.3

Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif. Sepuluh persen

dari pasien ditemukan mengalami remisi. Infeksi akut dan gangguan emosional dapat

mencetuskan serangan. Diet bebas gluten yang ketat akan menyebabkan remisi pada kulit dan

intestinal. Pasien DH dengan diet yang normal atau diet bebas gluten tidak menurunkan

harapan hidup, meskipun adanya limfoma yang bertambah berat, dan mungkin mereduksi

penyakit jantung iskemik.3

BAB III

PENUTUP

16

Page 17: refrat Dermatitis Herpetiformis

RINGKASAN

1. Dermatis Herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit vesikobulosa yang jarang

dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun

berkelompok, sangat gatal dengan distribusi simetris pada permukaan ekstensor seperti

siku, lutut dan bokong.1,4

2. Gejalanya sangat gatal, seperti rasa terbakar atau rasa tersengat tetapi bisa juga

asimptomatik walaupun jarang.1,4,5

3. Tanda (UKK): Kelainan yang utama adalah vesikel, oleh sebab itu disebut

herpetiformis yang berarti seperti Herpes Zoster atau Herpes Simplex. Vesikel-vesikel

tersebut dapat tersusun arsiner atau sirsiner. Dinding vesikel atau bula tegang. Bula

jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai erosi atau krusta jika vesikel atau bula pecah.1,4,5

4. Predileksi: lesi biasanya simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut, sacrum,

bokong dan punggung. Lesi jarang terjadi pada mukosa mulut, telapak tangan dan

kaki. Penderita biasanya dapat memperkirakan tempat timbulnya lesi baru 8-12 jam

sebelumnya karena daerah tersebut terasa tersengat atau terbakar atau gatal.1,4,5

5. Predisposisi: konsumsi gluten dan yodium

6. Diagnosa banding: pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic Bullous

Diseases of Childhood (CBDC).

7. Pemeriksaan penunjang: histopatologi diambil dari eritem disekitar vesikel yang baru

muncul, terdapat akumulasi netrofil dan beberapa eosinofil pada ujung papila dermis

yang semakin lama semakin bertambah besar membentuk mikroabses. Pembentukan

mikroabses mengakibatkan pemisahan antara ujung papila dermis dan epidermis

sehingga terbentuk vesikel.3,4

Pemeriksaan serologi: Tiga antibodi ditujukan ke jaringan ikat atau komponen

permukaan fibril otot polos:

4. A-EmA Antiendomysial antibody (IgA)

5. AGA Antigliadin antibody (IgG ataupooled Ig)

6. R1-ARA Antireticulin antibody (IgA)4

8. Terapi: Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS

(diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni sulfapiridin.

17

Page 18: refrat Dermatitis Herpetiformis

DAFTAR PUSTAKA

1. Leonard JN. Dermatitis Herpetiformis. In Harper J, Oranje A, Prose N, eds. Textbook of

Pediatric Dermatology. 1st ed. London. Blackwell Sciensce Ltd. 2000 : 724-9. Diakses

tanggal 19 september 2014

2. Bolotin Diana, Petronic-Rosic Vesna. Epidemiology, Pathogenesis, and Clinical

Presentation. Dalam: Dermatitis Herpetoformis. Chicago. Diakses tanggal 19 september

2014

3. Burn T, Breathnach S, CoxN, et al. The Genital, Perianal, and Umbilical Region In:

Rook’s Textbook of Dermatology. Oxford, UK: Blackwell Publisning Ltd. 2004. 7th ed.

Vol 1-4. P.41.54-41.58. Diakses tanggal 19 september 2014

4. Woff Kauls, Goldsmith A. Lovell, Katz I. Stephen, Gilchrest A. Barbara, Paller S. Amy,

Leffell J. David. Dermatitis Herpetiformis. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in general

medicine. 7th ed. Vol. 1-2.p501. Diakses tanggal 19 september 2014

5. Wiryadi BE. Dermatitis Herpetiformis. Dalam:: Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. ed. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelami. Edisi Keenam. Jakarta. Fakultas KEdokteran Universitas

Indonesia.

6. Klaus Wolff. 2008. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Mc

Graw Hill. New York.

7. Domonkos N. Anthony, Arnold L. Harry, Odom B. Richard. 1982. Andrews Diseases of

the Skin Clinical Dermatology 7th ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia.

18