Promosi Kesehatan

Embed Size (px)

Citation preview

Sejarah Promosis Kesehatan Bab I PENDAHULUAN Hidup hanya dapat dimengerti dengan menoleh ke belakang Mengamati yang telah dila kukan Tetapi harus dijalani dengan melihat ke depan (Soren Kierkegaard) We learn f rom the past days, we belong to the present, and with the guidance from the Almi ghty we build our tomorrow (A wise persons saying) Di era milenium ini, setiap hari bahkan setiap saat, kepada kita disaj ikan pelbagai macam iklan atau upaya pemasaran pelbagai macam produk dan jasa. I klan-iklan itu dengan gencarnya menyapa kita melalui berbagai media, terutama TV dan radio. Melalui internet, iklan-iklan itu juga datang silih berganti. Iklan juga menyergap kita melalui telepon seluler. Jangan ditanya iklan melalui surat kabar dan majalah. Juga melalui film layar lebar di gedung bioskop. Iklan-iklan juga mejeng secara mentereng melalui billboard, spanduk, umbul-umbul, dll. Tentu saja iklan juga muncul melalui poster, leaflet atau brosur. Belum lagi iklan me lalui selebaran yang secara berdesakan nongol di tembok-tembok, tiang listrik/te lepon, pagar rumah, dll. Ada juga iklan yang disamarkan melalui tulisan ilmiah a tau tulisan populer. Jangan dilupakan iklan atau pemasaran produk atau jasa yang dikemas secara sangat professional dalam bentuk pameran, seminar atau pertemuan . Belum lagi iklan atau upaya pemasaran yang dilakukan secara agresif melalui ta tap mula langsung dari rumah ke rumah dan secara berantai (multy level marketing ). Demikian pula upaya yang dilakukan melalui loby kepada pelbagai pihak, khusus nya pengambil kebijakan, agar produk atau jasanya dapat dipergunakan oleh khalay ak luas. Dan masih banyak lagi cara-cara kreatif yang dilakukan dalam rangka men jajakan suatu produk atau jasa. Upaya-upaya itu mempunyai pengaruh yang sangat b esar terhadap lakunya suatu produk atau jasa. Produk atau jasa apa saja, termasu k produk atau jasa di bidang kesehatan serta produk dan jasa yang merugikan kese hatan seperti rokok, minuman keras, obat-obatan yang tidak layak, dll. Itu semua termasuk upaya pemasaran atau upaya untuk mempromosikan produk atau jasa. Pada zaman dulu upaya itu disebut propaganda. Istilah propaganda sering dik aitkan dengan bidang politik. Namun sebenarnya tidak selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk kesehatan. Di zaman pra dan awal kemerdekaan du lu propaganda masalah kesehatan itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara propaga nda itulah yang dilakukan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang kes ehatan. Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya yang sederhana melal ui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar t ancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda dirasakan kurang efe ktif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku hidup sehar i-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan masyarakat (he alth education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat (community de velopment) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community organization). Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami perkemb angan lagi pada tahun 1975 an, menjadi Penyuluhan Kesehatan. Meski fokus dan caran ya sama, tetapi istilah Pendidikan kesehatan itu berubah menjadi Penyuluhan Kesehat an, karena pada waktu itu istilah pendidikan khusus dibakukan di lingkungan Departe men Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995 istilah Penyuluhan kesehatan itu berubah lagi menjadi Promosi Kesehatan. Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan pe rkembangan dunia (Health promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan paradigma sehat, yang merupakan arah baru pembangunan keseha tan di Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang, yang antara la in menampakkan wujudnya dalam bentuk pemasaran atau iklan, yang marak pada era m ilenium ini. Perjalanan dari propaganda, kemudian menjadi pendidikan, lalu penyuluhan dan sekarang promosi kesehatan itu, merupakan sejarah. Dalam per jalanan dari waktu ke waktu itu ada kejadian atau peristiwa yang patut dikenang, dan ada cerita atau kisah yang menarik, mengharukan, atau juga lucu. Tetapi yan g penting pastilah ada hikmah, kebijaksanaan, nilai atau wisdom yang dapat diangka t dari rentetan kisah atau cerita itu. Hikmah, kebijaksanaan, nilai atau wisdom it u tentulah sangat besar manfaatnya bagi kita semua, terutama generasi muda yang merupakan penerus pembangunan bangsa tercinta ini. Kebijaksanaan itu pula yang r

asanya patut sekali dapat dimiliki oleh para pembuat kebijakan, yang menentukan arah perkembangan negara kita di masa y.a.d. Demikianlah, maka sejarah atau perk embangan tentang promosi kesehatan di Indonesia itu perlu dituliskan. Penulisan sejarah atau perkembangan promosi kesehatan di Indonesia itu dirasakan semakin p erlu karena nampaknya sejarah berulang. Apa yang kita pikirkan sekarang, rupanya sudah pernah dipikirkan bahkan dilaksanakan pada waktu yang lalu. Melalui tulis an ini diharapkan kita dapat lebih cepat belajar dan tidak mengulangi kesalahankesalahan yang pernah kita lakukan pada waktu yang lalu itu. Dengan de mikian yang dimaksud dengan sejarah di sini bukan dalam arti rentetan peristiwa dalam tanggal, bulan dan tahun. Tetapi sejarah adalah uraian tentang peristiwa n yata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan bahan analisa untuk disimpulkan m anfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan yang akan datang . Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan. Dalam kaitan itu beberapa negar a sedang ribut dalam penulisan sejarah ini. Korea, Jepang dan China berebut melu ruskan sejarah dengan versi masing-masing. Pemerintah RI sejak merdeka sampai se karang juga sangat berkepentingan dengan penulisan sejarah. Ini menunjukkan bahw a sejarah sering dibuat untuk kepentingan sesaat demi pemenuhan si pembuat sejar ah. Seharusnyalah bahwa sejarah itu netral. Yang penting adalah tentang pembelaj aran sejarah. Makna, nilai atau kebijaksanaan apa yang dapat ditangkap di balik kejadian atau rentetan peristiwa itu. Para pembacalah yang menganalisis sendiri, menyimpulkan dan mengambil makna sebagai landasan untuk pengambilan kebijakan b agi langkah-langkah tindakannya masa kini dan yang akan datang. Sejara h, menurut Prof Nugroho Notosutanto, mengandung dua hal: fakta dan persepsi. Di satu pihak merupakan rentetan peristiwa berdasar fakta. Tekanannya pada uraian f akta yang bersifat deskriptif. Di pihak lain sejarah juga merupakan persepsi dar i para pelaku, para saksi dan para pengamatnya. Tekanannya berupa analisis peris tiwa bahkan dilanjutkan dengan prediksi ke depan. Demikianlah, maka sejarah perk embangan Promosi Kesehatan di Indonesia ini ditulis senetral dan seobyektif mung kin berdasarkan fakta sesuai rentetan peristiwa. Namun demikian juga t idak dapat dihindari adanya pandangan subyektif berupa analisis dan prediksi dar i para pelaku, para saksi atau pengamat yang kebetulan menjadi penulisnya. Sikap subyektif ini ditekan seminimal mungkin karena buku ini ditulis oleh satu tim y ang terdiri dari berbagai unsur dan lintas generasi. Selanjutnya kebenaran deskr ipsi fakta, analisis dan prediksi tim penulis ini diserahkan sepenuhnya kepada p ara pembaca. Para pembaca buku ini dapat siapa saja : para pengambil kebijakan, praktisi lapangan, kalangan Perguruan Tinggi khususnya mahasiswa, kalangan ilmuw an, para profesional, media massa, dan lain-lain. Melalui tulisan ini, para pemb aca diharapkan dapat menangkap makna, nilai atau kebijaksanaan di setiap peristi wa itu dan memanfaatkannya untuk menghadapi masalah sekarang dan yang akan datan g, untuk peningkatan kesehatan masyarakat pada khususnya dan pembangunan nasiona l pada umumnya. Setidak-tidaknya tulisan ini diharapkan dapat menjadi dokumen te rtulis yang memperkaya dokumen-dokumen lain, yang ternyata tidak banyak jumlahny a. Buku tentang sejarah atau perkembangan Promosi Kesehatan ini diberi nama Perkembangan Dan Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia, dengan sub judul: Dari Propaganda, Pendidikan dan Penyuluhan Sampai Promosi Kesehatan. I ni berarti bahwa meskipun buku ini ditulis berdasar rentetan peristiwa, tetapi y ang ingin diungkap terutama adalah makna yang dapat ditarik dari balik rentetan peristiwa itu. Maka periodesasi atau kurun waktu perjalanan promosi kesehatan di kaitkan dengan isu yang mengemuka serta widom yang dapat dipetik di setiap periode atau kurun waktu itu. Sekali lagi yang diharapkan dari buku ini adalah bahwa pe mbaca dapat belajar dari masa lalu, untuk menghadapi masalah sekarang, serta ter utama untuk menjajagi dan proaksi masa depan, sebagaimana dikatakan oleh orang b ijak yang dikutip pada awal tulisan ini. Mengenai istilah Promosi Kese hatan sendiri juga mengalami perkembangan. Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canad a pada tahun 1986 (dikenal dengan Ottawa Charter), oleh WHO promosi kesehatan dide finisikan sebagai: the process of enabling people to control over and improve the ir health. Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : Pro ses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi keseha tannya. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada ko nferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: Health promotion is t

he process of enabling people to increase control over their health and its dete rminants, and thereby improve their health (dimuat dalam The Bangkok Charter). De finisi baru ini belum dibakukan bahasa Indonesia. Selain istilah Promosi Kesehat an, sebenarnya juga beredar banyak istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa dengan istilah promosi kesehatan, seperti : Komunika si, Informasi dan Edukasi (KIE), Pemasaran sosial, Mobilisasi sosial, Pemberdaya an masyarakat, dll. Istilah-istilah tersebut juga akan diulas dalam buku ini, da lam bab-bab yang berkaitan. Buku ini terdiri dari 11 bab. Masing-masin g bab, mulai bab II sampai dengan bab V mencoba menceritakan : peristiwa atau ke jadian secara ringkas pada waktu itu, pemikiran atau konsep yang mengemuka, peng alaman empirik di lapangan, tokoh atau figur yang menonjol, serta pelajaran yang dapat ditarik dari episode itu. Dalam beberapa bab itu ada juga diselipkan ceri ta atau kisah ringan yang merupakan kenangan khusus pada waktu itu. Sedangkan ba b VI khusus bercerita tentang perkembangan Promosi Kesehatan dari segi organisas i, yang mengalami pasang surut. Pernah menjadi jabatan yang berada langsung di b awah Menteri Kesehatan (dapat disebut setara eselon I) di awal kemerdekaan, pern ah pula menjadi eselon III pada era 1960-1970 an. Kemudian menjadi beb erapa unit eselon II. Bab VII bercerita tentang perkembangan Pendidikan Kesehata n di Perguruan Tinggi, baik di Jakarta maupun di kota-kota lain, juga yang ada d i PT Swasta. Bab VIII bercerita tentang perkembangan tenaga profesional Penyuluh atau Promosi Kesehatan, yang ternyata juga sudah dimulai di zaman awal kemerdek aan dulu, sampai pengembangannya secara besar-besaran pada era 1970 an dan terus berlangsung sampai sekarang. Dalam bab itu juga dikisahkan perkembangan organis asi profesi Tenaga Penyuluh Kesehatan, baik sebagai jabatan profesional di lingk ungan pemerintahan, maupun sebagai organisasi profesi yang juga mempunyai hubung an dengan organisasi sejenis di luar negeri. Bab IX tentang Proaksi Promosi Kese hatan di masa depan. Secara ringkas diuraikan kekuatan, kelemahan, peluang dan t antangan yang dihadapi dengan dilatar belakangi analisis situasi dan kecenderung an ke depan. Di dalamnya termasuk kaitannya dengan the Bangkok Charter yang dihasi lkan dalam Konferensi Dunia Promosi Kesehatan ke-enam di Bangkok, Thailand pada bulan Agustus 2005. Bab X mencoba mendokumentasikan kesan dan pesan dari para pe laku atau mereka yang terkait dengan upaya promosi kesehatan, baik yang berada d i Jakarta maupun di kota-kota lain, yang berada di unit promosi kesehatan atau d i unit lainnya, di pemerintahan dan di luar pemerintahan. Terakhir bab XI adalah bab Penutup, yang juga memuat kesimpulan dan sumbang saran yang berkaitan denga n promosi kesehatan untuk masa sekarang dan yang akan datang. Dalam beberapa bab terasa terjadi pengulangan, tetapi hal itu tidak dapat dihindari, bahkan semoga dapat memperkuat cerita. Ini sesuai dengan salah satu jargon Health Education, bahwa Education is reenforcement. Dengan membaca buku perkembangan promosi kesehat an di Indonesia ini, kita mencoba sedikit menoleh ke belakang, mencoba mengamati apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Kemudian dengan mengambil pe lajaran dan hikmah yang ada di dalamnya, kita bertekad melangkah untuk menjalani nya dengan melihat ke depan, sebagaimana dikatakan oleh Soren Kierkegaard, seora ng filsuf Jerman, yang dikutip di awal tulisan ini. Bab II ERA PROPAGANDA DAN PENDIDIKAN KESEHATAN RAKYAT (Masa Penjajahan dan Awal Kemerdekaan sampai sekitar Tahun 1960 an) Health education alone is nothing. Health education with program is something. He alth education with program and community is everything. (Jargon Health Education ) Masa Penjajahan Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pem buatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa pendu duk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 182 0. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisa han nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditu

jukan kepada kelompok masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggot a tentaranya yang juga meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertingg i kesehatan rakyat secara keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibent uknya Jawatan/Dinas Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan keseha tan yang mula-mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), me lalui RS Tentara. Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan mas ih sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengob atan lebih percaya pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan bero bat ke dokter masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola h idup yang tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah mala ria, kolera, sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakuk an adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas. U saha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita ku sta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan t erhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya. Dengan ad anya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang diberi nama Hyg iene Commissie yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi, menyediakan air min um dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini adalah Dr. W. T h. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan jabatan propagandist (juru penyi ar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada rakyat melalui pene rbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923. Medisch Hygienische Propaganda Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiat an pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usaha nya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunak annya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamaka n Medisch Hygienische Propaganda. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit per ut lainnya, bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengo batan kepada anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan br igade sekolah dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya. B aru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk Pe rcontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam hubungan usaha higi ene ini perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari Rocckefeller Fundation (A merika), yang memimpin pemberantasan cacing tambang mulai tahun 1924 sampai 1939 , dengan menitik beratkan pada Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengan gkat kegiatan Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) denga n mengadakan penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing ta mbang di daerah Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tent ang Hygiene dan Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-p enyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha pe ncegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia mengadaka n pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat ( pendekatan seperti ini nanti dikenal dengan nama pendekatan edukatif). Yang menonj ol pada waktu itu adalah penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film dsb ) dan juga kunjungan rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik. Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene da n Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan Seko lah Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R. Mocht ar yang kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat (Med isch Hygienische Propaganda Dienst). Sehubungan dengan karya atau usaha Dr. Hydr ick itu, Dr. R. Mochtar mengemukakan sbb.: Selama penyelidikan itu, dia dakan penerangan kepada penduduk tentang penyakit cacing dengan menggunakan film , dan gambar-ganbar sorot. Hasil penerangan itu begitu besar, hingga terjadilah

keyakinan, bahwa mungkin sekali kepada penduduk diberikan pengetahuan lebih lanj ut tentang kesehatan itu dan tentang penyakit dengan jalan mengadakan propaganda tentang kesehatan dan organisasi pekerjaan hygiene secara seksama. Ke mudian timbul suatu pekerjaan secara teratur dalam lapangan Medisch Hyg. Propaga nda dan hygiene yang seksama di daerah-daerah desa, dibawah pimpinan dokter-dokt er. Suatu daerah percontohan diadakan di wilayah Kabupaten Banyumas . Disamping itu diadakan suatu sekolah Mantri Kesehatan. Berkat kegiatan mereka ja ng mendjalankan tugasnja dalam lapangan tersebut, maka pekerdjaan tadi dalam art i sebenarnyja mendjelma sebagai suatu pendidikan tentang kesehatan kepada rakyat bukan saja suatu medisch hygiensche propaganda. Meskipun para pegawai acapkali menghadapi orang-orang jang salah faham tentang pekerjaan itu dan meng alami berbagai penghinaan, akan tetapi dengan penuh keyakinan tentang kesucian p ekerjaan itu, mereka menjalankan tugasnya, sehingga pendidikan kesehatan rakjat itu memperoleh tempat dalam usaha Pemerintahan dalam lapangan kesehatan rakjat, bahkan sejak pecahnya revolusi pada tahun 1945 di Indonesia telah dibangun urusa n hygiene desa atas dasar pendidikan kesehatan rakyat. Perang dunia ke II mengakibatkan datangnya zaman baru. Arus gelombang gerakan kesehatan rakyat di dunia telah juga meliputi Indonesia. Di Indonesia filsafat kesehatan yang dia njurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan dijadikan dasar dalam gerakan kesehata n rakyat di Indonesia. Oleh karena itu dapat diramalkan, bahwa pekerjaan Pendidi kan Kesehatan Rakyat itu terus menerus akan memperoleh perhatian besar dari peme rintah, maupun masyarakat. Filsafat yang diandjurkan oleh W.H.O. itu ialah, bahw a kesehatan itu adalah : a state of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity(Suatu keadaan sempurna mengenai tubuh, rohani dan sosial, bukan saja tidak ada penjakit, uzur arau cacad). Riwayat Kesehatan Rakyat memperlihatkan, bahwa pada permulaannya Usaha Kesehatan Rakyat itu ditujukan kepada usaha menyehatkan lingkungan hidup dan pe mberantasan penjakit; usaha itu didjalankan untuk rakyat dengan jika perlu mengg unakan juga undang-undang. Akan tetapi dalam bentuk Usaha Kesehatan Ra kyat yang paling baru, usaha-uaaha itu dijalankan untuk rakyat dengan ikut serta nya rakyat. Ini berarti bahwa penyelenggaraanUsaha Kesehatan Rakyat itu membutuh kan juga gerakan rakyat ke jurusan tadi. Hal ini sungguh lebih sukar daripada me njalankan usaha itu tidak dengan syarat bahwa rakjat juga harus ikut mengadakan inisiatif. Inisiatif rakyat tadi perlu dibangunkan dengan jalan pendid ikan, agar rakyat dapat mengerti dan suka sama-sama bekerja dengan pemerintah un tuk keperluan mereka sendiri. Bantuan rakyat itu harus berdasarkan atas intelige nsi. (R.Mochtar, M.D.,M.P.H. 1954, tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan baru) Pendidikan Kesehatan Rakyat Dalam tulisannya tersebut, Dr. R. Mochtar jelas memberikan gambaran be tapa penting arti Pendidikan Kesehatan Rakyat dalam upaya membangkitkan dan meng gerakkan partisipasi masyarakat dalam Kesehatan Rakyat, yang sejak sebelum Hydri ck, yaitu 1911, sudah mulai digalakkan oleh pemeritah Belanda. Ada bebarapa poko k penting yang dapat diangkat dari tulisan Dr. R.Mochtar, yaitu : 1. Pendidikan Kesehatan Rakjat (PKR) sudah dirasakan pentingnya sejak permula an abad ke XX, namun direalisasikan dalam bentuk kegiatan nyata baru dalam tahun 1911, yang dikenal dengan nama Medisch Hygienische Propaganda. 2. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) terkait pada program kesehatan, yaitu Hy giene dan Sanitasi lingkungan (PKR bukan suatu program yang berdiri sendiri) 3. Walaupun Pendidikan Kesehatan merupakan bagian dan kegiatan terintegrasi d alam program-program kesehatan, namun hal ini perlu ditangani secara professional. Untuk ini perlu organisasi/unit kerja khusus yang menangani Pendidikan Kesehata n, dan diperlukan pula tenaga terdidik atau terlatih. Dalam hal ini tenaga sanit asi, disiapkan untuk mampu memberikan pendidikan tentang kesehatan dan sanitasi kepada masyarakat desa, disertai alat/media pendidikan (Audio Visual Aid ). Tena ga Health Educators ini bekerja dengan penuh keyakinan dan dedikasi.

Pada waktu itu sudah ada anggapan bahwa Pendidikan Kesehatan tidak dip erlukan, jika masyarakat telah maju. Hal ini tidak dibenarkan oleh Dr.R.Mochtar, karena kenyataan memperlihatkan bahwa di negara-negara yang telah majupun kegia tan Pendidikan Kesehatan Rakyat masih diperlukan dan dilaksanakan. Cara pendekat an, metodologi serta tehnologi yang dipergunakan disesuaikan dengan kemajuan mas yarakat setempat. Sedangkan Dr. J. Leimena (1952) mengangkat beberapa prinsip pioneering job Dr. J.L. Hydrick, khususnya yang berkaitan dengan pentingny a health education, sbb.: Principles : The idea underlying the organization of this intensive hygiene work was the belief that if health education could instill in the people an unde rstanding of the fundamental rules of hygiene and a realization of the importanc e and necessity of healthful habits of life, many diseases and condition might b e brought under control and in time might be eradicated. Purpose : The purpose o f the work is to awaken in the people a permanent interest in hygiene and stimul ate them to adopt habits and to carry out measures which will help them secure h ealth and remain healthy. Cooperation of the people: In order to secure the coop eration of the people, health education work must propose practicable measures, so that the people will be able to give cooperation. Further it is of the greate st importance that not only the children be taught hygiene and health, but that also the adults be taught at the same time, so that each group will support the other. This cooperation is very valuable. The spirit of the approach : They shoul d be lead, not driven. They should be stimulated and lead to express a desire to live more hygienically. It is the task of the health worker to create the desir e. A subject with which to begin : .to begin with an attempt to bring about in th e people an understanding of the fundamental facts involved in the cause, transm ission and prevention of a wide spread chronic disease. .if the people can be tau ght that they themselves can carry out certain simple measures which will help t hem to avoid one of the chronic diseases, they will learn to live more hygienica lly and thus build up their resistance to many other diseases. Laying the founda tion for general hygienic work: If this new sanitary habits become permanent, th en there has been laid the foundation upon which general hygiene work can be bui lt ..It was therefore not intended that the Division of Public Health Education s hould conduct only a campaign against soil and water pollution, but it should th ereby lay a foundation for a broad general campaign for hygiene by teaching the dangers of the pollution of soil and water. Memaknai apa yang diuraikan dalam kutipan tersebut di atas, ada contoh menarik. PT Unilever dalam rangka mempromosikan produksinya berupa sabun mandi dan pasta gigi, sering mengadakan bioskop keliling dengan layar tancap. Pada zam an belum ada televisi, bioskop semacam ini sangat digemari oleh masyarakat, teru tama di pedesaan. Di sela-sela pertunjukan film dengan cerita tertentu sering di selipkan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Yaitu dengan selipan slide film yang a ntara lain menunjukkan tokoh kartun yang memerankan petugas laboratorium yang se dang meneropong secawan air mentah dengan mikroskop. Melalui alat itu terlihat b ahwa air mentah itu banyak mengandung kuman atau bakteri dengan berbagai bentuk yang berkeliaran, berjingkrak-jingkrak dan menari-nari di dalam air tersebut. Ad egan berikutnya adalah air di cawan itu langsung diminum oleh tokoh kartiun yang lain dengan akibat beberapa lama kemudian merasakan sakit perut dan beberapa ka li buang air besar. Lalu dijelaskan oleh narrator dari slide film tersebut itula h akibatnya apabila kita minum air tanpa dimasak lebih dahulu. Sang narrator men ganjurkan agar air sebelum diminum agar dimasak lebih dahulu. Kemudian ditunjukk an slide film berikutnya bahwa melalui mikroskop terlihat bahwa kuman-kuman itu pada mati dan tidak berkeliaran lagi dalam air yang sudah dimasak. Sang narrator menjelaskan bahwa air yang sudah dimasak aman dari gangguan penyakit. Dari sili de film sederhana ini ternyata banyak penduduk pedesaan yang memasak air sebelum diminum. Prevention is better than cure Usaha Kesehatan Rakyat yang semula lebih ditekankan pada usaha kuratif

, lambat laun berkembang pula kearah preventif. Sebagian dari usaha kuratif dise rahkan pada inisiatif partikelir (1917 1937) seperti Zending, Missie, Bala Keselam atan (Leger des Heils), perusahaan perkebunan. (Dr.J.Leimena, 1952). Dalam tahun 1937 sampai meletusnya Perang Dunia ke II, Pemerintah Pusat menyerahkan usaha k uratif kepada daerah otonom, namun tetap diawasi dan dikoordinir oleh Pemerintah Pusat. Seiring dengan perkembangan dalam bidang kuratif, maka usaha p reventif juga berkembang. Usaha kuratif dan preventif mulai digalakkan dan dikem bangkan di perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang memang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja perkebunan, dan dengan demikian meni ngkat pula daya kerja (arbeidscapaciteit) dan daya produksinya (productie capaci teit) . Penelitian dalam bidang bakteriologi dan epidemiologi menambah luas wawasan pengetahuan tentang sebab penyakit menular dan cara pencegahannya, seperti, cholera, desentri, typhus. Demikian pula halnya dengan penelitian tent ang penyakit rakyat, seperti TBC, frambusia, cacing tambang, malaria dsb. Agar m asyarakat sadar dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan upaya peningkatan kualitas kesehatannya, maka sudah pada tempatnya jika informasi terkini mengenai perkembangan dalam bidang kesehatan dapat disalurkan ke masyarakat, seperti pen yebab penyakit, cara penangulangannya atau cara pencegahannya. Disinilah Pendidi kan Kesehatan dapat mewujudkan perannya dengan jelas. Apa yang telah d irintis oleh Hydrick tersebut kemudian ternyata dilanjutkan oleh Pemeritah (Bela nda). Perhatian Pemerintah Belanda terhadap usaha preventif dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, tindakan dan peraturan (perundang-undangan). Motto yang berb unyi Prevention is better than cure diwujudkan dalam berbagai kegiatan a.l. : * vaksinasi cacar, typus, cholera, desentri, pes * pendaftaran kelahiran, kematian * pelaporan tentang penyakit menular, sakit jiwa * pengawasan : air minum, pabrik, tempat pembuatan makanan dan minuman, saluran limbah ait/riolering, pembuangan sampah, perumahan. * Termasuk upaya pendidikan kepada rakyat tentang peraturan dalam pemeli haraan kesehatan diri dan lingkungan. Dengan demikian upaya pencegahan semakin dipandang sebagai usaha yang penting, demikian pula upaya pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Masa Pendud ukan Jepang dan Awal Kemerdekaan Dengan pecahnya Perang Dunia ke II dan pendudukan Jepang (1942 1945) ma ka semua sistem pemerintahan praktis mengalami disorganisasi, karena semua usaha ditujukan untuk kepentingan perang (Pemerintahan dan orang-orang Jepang). Pendi dikan, ekonomi, kehidupan sosial, kesehatan amat sangat terpuruk. Sumber daya al am dan sumber daya manusia, semua dikerahkan untuk kepentingan Jepang. Dimana-ma na hanya terlihat kemiskinan, penderitaan, kelaparan, dan penyakit. Hidup masyar akat sangat tertekan. Situasi ini berlangsung sampai tahun 1945, saat berakhirny a Perang Dunia ke II. Pada tahun 1945 Jepang menyerah dan Indonesia memproklamas ikan kemerdekaan serta memperjuangkannya dengan melawan tentara sekutu (Amerika dan Inggris) dan Belanda yang ingin memperoleh kembali supremasi penjajahannya d i Indonesia. Disorganisasi Usaha Kesehatan Masyarakat yang sejak zaman pendudukan Jepang sudah kacau, berlangsung terus dalam periode revolusi fisik ( 1945 1949). Banyak fasilitas Kesehatan tidak dapat dipergunakan karena rusak, ba hkan para petugas kesehatan pun banyak yang meninggalkan posnya, bergabung dalam barisan gerilyawan melawan Belanda, Amerika dan Inggris. Dalam kaitan itu perlu dicatat bahwa banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menjadi pe juang dan di antaranya ada yang gugur di medan perang, atau menjadi korban peran g. Dalam periode revolusi fisik itu (Agustus 1945 Desember 1949), masi h ada dua sistem pemeritahan, yaitu Belanda yang berpusat di Jakarta, dan Republ ik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Dengan demikian maka selama 8 tahun (1 942 1949), Indonesia mengalami masa yang sangat memprihatinkan. Banyak fasilitas kesehatan yang tidak dapat dipergunakan, karena rusak, ditinggalkan, bahkan par a petugas kesehatanpun meninggalkan posnya untuk turut bergabung dengan para ger ilyawan. Obat-obatan didaerah Republik juga sulit. Baru setelah penyer

ahan Kedaulatan (27 Desember 1949), Pemerintah memberikan perhatian pada kesehat an rekyat. Pemerintah (RI) juga memberikan perhatiannya pada kesehatan masyaraka t di desa. Pada waktu itu dikembangkan Usaha Pembangunan Masyarakat Desa yang an tara lain melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pada waktu itu ada y ang disebut Gerakan Kebersihan, Pekan Kerja Bakti, dll. Diadakan pula Usaha Kese hatan di sekolah-sekolah, yang berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan, perbaikan gizi, dll. Bahkan di masa masih bergolak (1948) sudah didirikan sekola h untuk penyuluh kesehatan di Magelang dan dibuat dua daerah percontohan, yaitu di Magelang dan Yogyakarta. Empat Sehat Lima Sempurna dan Bandung Plan Pada sekitar tahun 1950 an itu masalah gizi cukup menonjol. Dengan uku ran sesuai Nutritional Standard (`id`, `date`, `writer`, `title`, `pict_name`, ` pict_dname`, `attach_name`, `attach_dname`, `news_type_id`, `description`, `lang `, `attach1_name`, `attach1_dname`, `attach2_name`, `attach2_dname`, `dt_created `, `dt_updated`) VALUES ditentukan tingkat keadaan gizi dengan menggunakan indek s. Dengan demikian dapat ditentukan keadaan gizi: kurang, minimal, normal, atau optimal. Golongan gizi minimal oleh Prof. Dr. Poerwo Soedarmo disebut golongan ti dak sakit dan tidak sehat. Sementara itu kwashiorkhor dan xerophthalmia sebagai masal ah gizi pda golongan anak para sekolah mendapat banyak perhatian. Selain penyeli dikan secara mendalam, usaha perbaikan dilakukan melalui penyuluhan gizi dan pen ggalian sumber makanan bernilai gizi. Penerangan kepada masyarakat dil aksanakan melalui kursus yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi, maupun m elalui pers dan radio. Pada waktu itu diperkenalkan semboyan atau pesan : Empat S ehat Lima Sempurna, sesuai dengan pola makanan Indonesia. Pesan tersebut berhasil disebar luaskan dan menjadi populer. Pesan tersebut juga banyak terpampang di d inding-dinding sekolah. Pengertian semboyan tersebut ternyata berhasil dihayati masyarakat. Pesan itu sangat efektif dan mudah dihafal, bahkan masih relevan sam pai sekarang. Selanjutnya pada sekitar tahun 1951, oleh Dr. J. Leimena dan Dr. Patah diperkenalkan Konsep Bandung atau Bandung Plan, yang menggambarkan pe rpaduan antara upaya kuratif dan preventif. Konsep tersebut sebenarnya tidak lai n dari konsep Communiyty health, yang merupakan dasar bagi pengembangan Puskesma s, yang kemudian menjadi pembuka program kesehatan masyarakat desa dan upaya pen didikan kesehatan masyarakat secara luas. Dengan demikian masyarakat pedesaan ak an mempunyai akses lebih dekat ke Pelayanan Kesehatan. Hal ini dianggap penting, karena sebagian besar masyarakat Indonesia ada di pedesaan, dan di masa lalu ma syarakat desa kurang mendapat perhatian dalam pelayanan kesehatan. Pro gram pembangunan kesehatan untuk periode 10 tahun (1950-1960) telah digariskan d alam konperensi Kementerian Kesehatan tahun 1952 di Jakarta. Isi program mencaku p kebijaksanaan umum dan khusus. Usaha kuratif dan preventif yang ditempuh sesua i dengan rumusan WHO mengenai kesehatan, yaitu: a state of complete physical, men tal and social well being, and not merely the absence of disease or infirmity. Tu juan pemerintah adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Indonesi a untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia agar memiliki kemampuan kerja semaksimal mungkin. Kesehatan Masyarakat Desa (KMD) Pada sekitar tahun 1956, dibentuk Unit Kesehatan Masyarakat Desa dan P endidikan Kesehatan Rakyat (KMD/PKR). Prof. Dr. dr. Sulianti Sarosa (alm), yang biasa disebut dengan dr Sul ditetapkan sebagai pimpinan unit tersebut. Menurut bel iau, titik berat usaha kesehatan masyarakat adalah pada usaha preventif. Namun i stilah preventif ini masih kurang dipahami secara tepat oleh masyarakat, bahkan seringkali dikira bahwa usaha preventif hanya meliputi penerangan-penerangan kes ehatan atau usaha imunisasi saja. Yang diharapkan dan dianggap penting oleh masy arakat adalah pengobatan atau usaha kuratif. Sebenarnya yang dimaksud de ngan usaha preventif adalah bahwa upaya kesehatan yang dijalankan tidak semata-m ata untuk penyembuhan yang sakit, tetapi lebih pada upaya untuk mencegah timbuln ya penyakit serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (promotif). Hal ini berarti bahwa usaha-usaha pengobatan ringan perlu dilakukan agar penyakit tidak bertambah parah, juga termasuk pengobatan dalam rangka memberantas penyakit menu

lar yang dilakukan secara sistematis. Dr Sul selalu mengingatkan bahwa rangkaian usaha preventif inilah yang dimaksudkan dengan Public Health atau Usa ha Kesehatan Masyarakat, yang dirumuskan oleh Prof. Winslow, dimana pemahaman de finisinya divisualkan sebagai berikut : PUBLIC HEALTH is THE SCIENCE and ART OF THROUGH FOR 1. Preventing Disease 2. Prolonging Life and 3. Promoting Health Organized Community Effort 1. The Sanitation of the Environment 2. The Control of Communicable Disease 3. The Education of the Individual in Personal Hygiene 4. The Organization of Medical and Nursing Service for the Early Diagnosis an d Preventive Treatment of Disease, and 5. The Development of Social machinery to ensure everyone a standard of livin g adequate for maintenance of Health So organizing these benefit as to enable every citizen to realize his birthright of health and longevity Demikianlah dengan jelasnya bahwa dengan usaha kesehatan masyarakat se tiap orang diberi kesempatan untuk mendapatkan haknya untuk hidup sehat dan umur p anjang. Mengenai upaya kesehatan yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut diatas dr. Sul mengingatkan kembali skema yang menggambarkan riw ayat penyakit dan tindakan yang dapat diambil sesuai dengan tahap-tahap perkemba ngan penyakit, yang disusun oleh Prof Leavell dari Harvard University dibawah in i : Berdasarkan riwayat penyakit tersebut, maka usaha-usaha kesehatan prev entif yang dapat dilakukan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat (Health Education) Perbaikan Makanan Rakyat Perbaikan Hygiene lingkungan hidup Kesejahteraan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Sekolah Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (Public Health Nursing) Usaha Pengobatan Pemberantasan Penyakit endemis dan epidemis S t a t i s t i k Laboratorium Kesehatan

Lebih lanjut dr Sul menatakan bahwa tujuan Pendidikan Kesehatan kepada masyaraka t adalah : Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) Model Lemah Abang Berhubung pada waktu itu (dan juga sampai sekarang) sebagian besar pen duduk hidup di pedesaan, maka usaha-usaha kesehatan terutama ditujukan kepada ma syarakat desa, selain karena disebabkan usaha kesehatan belum merata sampai ke p elosok-pelosok. Konsep yang dianut oleh seluruh dunia ialah bahwa sebaiknya usah a-usaha kesehatan itu dijalankan secara terintegrasi dan koordinasi serta perlu mengikut sertakan masyarakat secara aktif pada penyelenggaraan usaha-usaha keseh atan tersebut. Untuk melaksanakan rencana kesehatan masyarakat tersebut maka Kem enterian Kesehatan waktu itu, telah mengadakan percontohan didaerah Bandung yang disebut dengan Bandung Plan dan tepat dengan waktu dimulainya Program Nasional Pembangunan Masyarakat Desa dalam bulan Agustus 1956. Percontohan Usah a Kesehatan Masyarakat Desa (KMD) dimulai dari Kabupaten Bekasi pada 1956. Di si ni diadakan kursus-kusrsus atau latihan mengenai usaha KMD untuk segala jenis te

naga kesehatan dari seluruh Indonesia. Disamping KMD di Bekasi, di setiap propin si juga diadakan daerah percontohan KMD untuk dijadikan tempat pelatihan bagi te naga kesehatan setempat. Daerah-daerah percontohan lain adalah di : Bojongloa (B andung), Sleman (Magelang), Godean (Yogjakarta), Mojosari (Surabaya), Metro (Lam pung), Kasemen (Denpasar), Kotaraja (Banda Aceh), Indrapura (Medan), dan Barabai (Banjarmasin). Pada waktu itu tenaga-tenaga yang akan diterjunkan ke masyarakat dilatih dahulu secara intensif dalam suatu pelatihan atau kursus yang diberi na ma Pendidikan Kesehatan pada Rakyat (PKR). Khusus Daerah Percontohan K MD/PKR Kecamatan Lemah Abang, Bekasi, dipersiapkan sebagai Daerah pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam bidang Rural Health and Health Education. Tujuan diadaka nnya Daerah Percontohan KMD/PKR Lemah Abang adalah : Menjadikan Daerah itu sebaga i contoh sistem kerja dan pengelolaan program Kesehatan Masyarakat Desa, oleh su atu Tim Kesehatan Desa (Rural Health), dan juga sebagai daerah pelatihan lapanga n (field training) tenaga-tenaga kesehatan (medis, para medis). Tim KMD /PKR Lemah Abang terdiri dari petugas kesehatan yang bertugas sebagai full timer dan merupakan administrative staff dalam bidang-bidang : * Kuratif dokter selaku pimpinan Tim, pimpinan proyek * Beberapa Penilik Kesehatan yang bertugas dalam : Public Health Administrat ion dan Statistik, Hygiene dan Sanitasi Lingkungan * Gizi (Nutrition) * Public Health Nursing * Pendidikan Kesehatan (Health Education). Selain dari itu ada tenaga-tenaga lapangan seperti bidan, pembantu bidan dan beb erapa sanitarians. Dapat dikemukakan bahwa Staf KMD/PKR secara keselur uhan, sebelum ditugaskan dalam pos masing-masing, baik di Dep.Kes. sebagai staf Bagian KMD/PKR, maupun di Lemah Abang, sebagai Team Staff lapangan, semua mendap at pendidikan dan pelatihan khusus di Luar Negeri dalam disiplin profesi masingmasing dalam konteks Kesehatan Masyarakat. Sekembali masing-masing ke tanahair, masih ada tahap pembinaan intensif dari Kepala Bagian KMD/PKR yaitu oleh Ibu Dr. J. Soelianti Saroso, mengenai program Rural Health, serta tentang cara dan meka nisme kerja dalam Tim. Staff Meeting dilakukan secara teratur (hampir setiap har i) di Bag. KMD/PKR, Dep.Kes., dengan penugasan-penugasan khusus, sebelum ke Lema h Abang. Dalam kesempatan pertemuan seperti ini laporan lisan tentang pelaksanaa n tugas dan masalah-masalah juga dibicarakan bersama. Cara ini menimbulkan rasa kebersanaan, rasa tanggung-jawab bersama, rasa persaudaraan, lebih-lebih bagi me reka yang memang harus tinggal di Lemah Abang. Beberapa hal yang dapat diutarakan sebagai pengalaman yang membantu dalam membentuk Tim KMD/PKR Lemah A bang yang solid dan handal a.l. adalah : * adanya organization and staff development planning yang solid (Tingkat Pus at) * Adanya well planned staff preparation, development, and placement (Tingkat Pusat) * Adanya regular Lemah Abang team staff meeting, dan keterbukaan (lokal), se tiap hari Senin sebelum kelapangan. * Adanya technical supervision and guidance (dari Pusat-Bgn KMD/PKR)melalui berbagai jalur seperti : o Kunjungan lapangan ke desa-desa, dan dialog langsung dengan petugas lapangan dan PEMDA setempat. o Pertemuan/rapat dengan administrative Team staff Lemah Abang. Pertem uan seperti ini biasanya dihadiri pula oleh staff Bgn KMD/PKR dari berbagai disp lin dan bersifat edukatif. * Pertemuan non-formal (social gathering) yang sewaktu-waktu diselenggarakan Kepala Bagian KMD/PKR untuk seluruh staf, membantu menambah erat hubungan sosia l antar-staf. Pembentukan dan pengembangan Daerah Percontohan Lemah Abang mendapat b antuan tehnis dari badan Internasional, dengan penempatan Team Konsultan (full t

mer) di lokasi untuk bidang-bidang : kuratif (dokter), Environment Sanitation, P ublic Health Nursing (semuanya dari US-AID) dan Health Education (dari WHO). Tea m consultant ini masing-masing didampingi oleh local national technical counterp art, sebagai Tim KMD/PKR. Untuk Public Health Administration & Statistics tidak ada consultant tehnisnya. H.E. Consultant, Mr. Calhoun dalam masa penu gasannya pernah mengadakan penulusuran jejak karya Hydrick di wilayah Banyumas y ang didampingi Sdr. TarzanPanggabean Bsc, Penilik Kesehatan yang bertugas dibida ng Health Education di lapangan. Keberadaan dan bantuan tehnis dari para konsult an Luar Negeri membantu upaya meningkatkan mutu kinerja local national staff. Tr ansfer of knowledge and technology tentang cara kerja dalam Team, penggunaan ala t-alat bantu dalam melaksanakan Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat, cara-car a pendekatan masyarakat dsb. adalah hal yang dialami langsung, di diskusikan dan di analisa bersama. Dengan cara learning by doing, maka pemahaman dan penghayatan tentang Health Education in rural areas dan role of Health Educator as a member of a Rural Health Team, dapat secara langsung diterapkan. Masing-masing counter part mampu menampung, menyaring, memilih, mengolah, meresapkan dan memanfaatkan masukan-masukan yang diperoleh dari konsultan-konsultan asing dalam upaya memper kuat dan meningkatkan mutu profesinya dalam rangka pengembangan program KMD/PKR. Tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa kehidupan Tim yang cukup din amis ini, diliputi juga oleh adanya nuansa dominasi profesional. Ini dapat menimbu lkan arus ketegangan dikalangan Tim, dan merusak Team Spirit, jika kesadaran para anggota Tim akan makna pentingnya keberadaan Daerah Percontohan ini tidak kuat, dan roda kepemimpinannya lemah. Dominasi profesional juga dapat diamati dikalang an foreign consultants. Jika local administrative staff sebagai technical counte rpart terpengaruh, maka hal ini dapat membahayakan hubungan sosial antar-staf da n pada akhirnya membuyarkan fungsi Tim. Selain dominasi professional, maka sikap perilaku yang dapat juga melemahkan fungsi Tim ialah adanya individual vested in terest anggota Tim, yang dapat memicu timbulnya sikap kecurigaan antar-disiplin. Disinilah diperlukan adanya leadership yang objektif, kuat dan mampu menjaga kes eimbangan hubungan sosial antar-disiplin, intra-disiplin dan intra-Team. Jika lo cal conflicting situation and conflicting interest tidak dapat teratasi setempat , maka posisi kepemimpinan untuk memecahkan masalah, diangkat ke tingkat Departe men(Pusat), yaitu oleh Bagian KMD/PKR. Peranan Health Education Staff Sebagaimana halnya tujuan Pendidikan pada umumnya, yaitu menjadikan or ang itu dewasa, memiliki tanggung-jawab untuk diri sendiri dan lingkungan sosial nya, serta mampu mengambil keputusan yang bijaksana, maka Health Education sebag ai proses yang terarah, menjadikan orang itu dewasa, mampu meningkatkan taraf kese hatan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya atas kesadaran diri tentang penti ngnya kesehatan dan melaksanakan pola hidup sehat atas upaya dan kekuatannya sen diri. Health Education mengolah pola pikir orang, agar ia dapat berpikir rasional, objektif , mampu secara sadar mewujudkan pengetahuan tentang kesehata n kedalam kehidupan sehari-hari, bahkan dapat mentransfer pengetahuannya juga ke pada orang lain. Para pertugas kesehatan di lapangan dibina sedemikian rupa, aga r mampu mengembangkan critical mind-nya. Adakalanya penerapannya dirasakan sebagai mengganggu disiplin kesehatan lainnya. Ini kemudian dapat meninbulkan social conf licts dalam Team. Conflicting ideas, opnion, interest, dalam suatu Tim , selalu dapat terjadi, namun yang perlu diperhatikan ialah bawa hal ini merupak an ingredients dalam kehidupan Tim, yang dapat menambah ke-matangan dan kedewasaan team sebagai suatu Kelompok yang anggota-anggotanya bervariasi. Penting dalam h al ini adalah adanya team spirit, dan sikap toleransi, objektif dalam melihat atau menanggapi masalah, peka terhadap kondisi lingkungan, dan responsive serta krea tif dalam mencari penyelesaian yang dapat memberikan rasa puas bagi seluruh angg ota Tim. Pengalaman sebagai grassroot level worker dan sebagai anggota R ural Health & Health Education Team, telah menempa spiritual maturity, dan lebih peka terhadap kemungkinan timbulnya benturan antar-anggota Tim. Dalam menghadap i foreign consultants, maka kita perlu memperkuat posisi kita sebagai nasional c ounterpart, dengan lebih memperhatikan kepentingan program nasional. Sedapat mun gkin dapat mengendalikan pemikiran-pemikiran yang sekiranya dapat menghambat ata u mengalihkan arus dan arah perkembangan program. Dapat dikemukakan ba

hwa sasaran Health Education bukan hanya masyarakat saja, tetapi juga para petug as kesehatan. Tujuan tentu berbeda. Bagi masyarakat, diharapkan agar mereka sada r akan pentingnya kesehatan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat lingkunga nnya, dan bagi Petugas kesehatan, agar mereka juga dapat menjadi panutan dalam c ara hidup sehat, serta mampu menggunakan tehnologi Health Education dalam melaks anakan tugasnya, yang dilaksanakan sedemikian rupa, hingga masyarakat yang menja di sasarannya menjadikan cara hidup bersih dan sehat sebagai pola hidupnya sehar i-hari. Pengalaman di Lemah Abang memberikan pelajaran bahwa perubahan sikap perilaku kesehatan yang diharapkan meskipun hanya dalam lingkup seluas Ke acamatan saja, ternyata memerlukan tindakan-tindakan di tingkat adminsitratif da n sosial yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan tenaga khusus untuk menanganiny a secara professional. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan bahwa sebagai health educator dalam Tim, ia dapat menjadi Mediator dalam menghadapi situasi konflik yan g terjadi dalam Tim serta dapat membangun networking antar berbagai program/unit k erja. Singkatnya ia dapat berperan sebagai catalyst dalam upaya mengadakan perubah an, yang memadukan pendidikan kesehatan dengan program serta dengan melibatkan p eran aktif masyarakat. Pengalaman di Lemah Abang juga menunjukkan, seb agaimana jargon dikutip di awal bab ini, bahwa :Health education alone is nothing . Health education with program is something. Health education with program and community is everything. Bab III ERA PENDIDIKAN DAN PENYULUHAN KESEHATAN (Kurun Waktu 1960-1980) Education is not for knowing more But for behaving differently (Ruskin) Istilah Pendidikan Kesehatan dan UU Kesehatan 1960 Dr. J. Leimena, selaku Menteri Kesehatan menyampaikan kepada Presiden Sukarno, Presiden I RI, pada tahun 1955 (dalam buku Kesehatan Rakyat di Indonesi a, Pandangan dan Planning), bahwa merajalelanya berbagai penyakit di Indonesia p ada saat itu adalah karena kurang baiknya keadaan hygiene lingkungan di Indonesi a. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya pengertian masyarakat tentang hygiene perseorangan dan hygiene umum. Oleh karena itu maka Pendidikan Kesehata n kepada Rakyat adalah suatu soal yang penting di Indonesia. Dalam kai tan itu beliau juga menyatakan bahwa pada umumnya semua usaha di lapangan keseha tan masyarakat tidak akan berhasil jika masyarakat tidak diberikan pendidikan da n penerangan yang sebaik-baiknya tentang masalah itu. The public health administr ation can achieve no solid, durable and effective result unless the public is gi ven Health Education. Mengenai pentingnya pendidikan kesehatan ini juga dapat dil ihat pada Undang-undang No. 9 Ytahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan. Paling tidak ada dua hal penting dalam Undang-undang tersebut yang perlu dike mukakan dan dijadikan landasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kesehatan Masyar akat yaitu : * Pasal 1, yang menyatakan bahwa Tiap-tiap warganegara berhak memperoleh der ajat kesehatan setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha Ke sehatan Pemerintah. * Pasal 4, yang menetapkan Tugas Pemerintah untuk memelihara dan mempertingg i derajat kesehatan rakyat dengan menyelenggarakan dan menggiatkan usaha-usaha d alam lapangan......... butir c. Penerangan dan Pendidikan Kesehatan Rakyat...... dst Dengan demikian pada saat itu, istilah Pendidikan Kesehatan telah dipergunakan s ecara resmi. Tentang apa yang disebut dengan Pendidikan Kesehatan (Hea lth Education) banyak ahli memberikan definisi (seperti: Dorothy Neswander, Guy Steuart, Paul Mico, Helen Ross, Iwan Sutjahja, dll). Dari berbagai definisi ters ebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya yang ditekanka n pada terjadinya perubahan perilaku, baik pada individu maupun masyarakat. Bahk an dalam salah satu jargonnya, yang bermula dari Ruskin sebagaimana dikutip di a wal bab ini, ditegaskan bahwa fokus Health Education adalah pada perubahan peril aku itu, bukan hanya pada peningkatan pengetahuan saja. Oleh karena itu area Pen didikan Kesehatan adalah pada Knowledge (Pengetahuan), Attitude (Sikap) dan Prac tice (Perilaku), yang disingkat menjadi K.A.P. Mengenai metode yang di

pergunakan dalam pendidikan kesehatan dapat bervariasi, sesuai dengan keadaan, m asalah dan potensi setempat. Namun metode tersebut harus dikembangkan : dari, ol eh, untuk dan bersama masyarakat. Penetapan Hari Kesehatan Nasional Pada sekitar tahun 1960-an malaria merupakan salah satu penyakit rakya t yang berkembang dengan subur. Ratusan ribu jiwa mati akibat malaria. Berdasark an penyelidikan dan pengalaman, sebenarnya penyakit malaria di Indonesia dapat d ilenyapkan. Untuk itu cara kerja harus dirubah dan diperbarui. Maka pada Septemb er 1959 dibentuk Dinas Pembasmian Malaria (DPM) yang kemudian pada Januari 1963 dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Pembasmian malaria t ersebut ditangani secara serius oleh pemerintah dengan dibantu oleh USAID dan WH O. Direncanakan bahwa pada tahun 1970 malaria hilang dari bumi Indonesia. Pada akhir tahun 1963, dalam rangka pembasmian malaria dengan racun serangga DDT, telah dijalankan penyemprotan rumah-rumah di seluruh Jawa, Bali dan Lampun g, sehingga l.k. 64,5 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari kemungkinan serangan malaria. Usaha itu juga dilanjutkan dengan nusaha surveilans yang berh asil menurunkan parasite index dengan cepat, yaitu dari 15 % menjadi hanya 2%. Pada saat itulah, tepatnya pada tanggal 12 November 1964, peristiwa penye mprotan nyamuk malaria secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku Presiden RI di desa Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Meskipun pe ristiwanya sendiri merupakan upacara simbolis penyemprotan nyamuk, tetapi kegiat an tersebut harus dibarengi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan kepada ma syarakat. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN), yang setiap tahun terus menerus diperingati sampai sekarang. Sejak itu, HKN dija dikan momentum untuk melakukan pendidikan/penyuluhan kesehatan kepada masyarakat . Tetapi pemberantasan malaria dengan cara penyemprotan tersebut terny ata tidak dapat diteruskan karena tiadanya biaya. Bantuan dari USAID dan WHO ber henti. Juga karena adanya pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Bagian Pendidikan Kesehatan Masyarakat Pada tahun 1967, Prof. Dr. GA Siwabessy, selaku Menteri Kesehatan, den gan Surat Keputusan No. 091/III/Ad.Um/67, telah menetapkan Susunan Organisasi Dep artemen Kesehatan. Dalam struktur organisasi tersebut antara lain ditetapkan bah wa unit yang melaksanakan tugas pendidikan kesehatan adalah Bagian Pendidikan Ke sehatan Masyarakat (Bagian PKM) yang berada di Biro Pendidikan, Sekretariat Jend eral. Kalau di era sebelumnya Bagian Pendidikan Kesehatan kepada Rakyat berada l angsung dan bertanggung jawab kepada Menteri (yang mungkin dapat disebut setara dengan eselon I), maka dengan SK Menkes 1967 tersebut posisi Bagian Pendidikan K esehatan Masyarakat berada di bawah Kepala Biro, dan ditetapkan dalam jabatan es elon III, meskipun beban kerja Pendidikan Kesehatan tetap dan bahkan makin besar . Meskipun hanya eselon III tetapi unit ini mempunyai jaringan yang cu kup kuat dengan WHO. Demikianlah misalnya pada bulan November 1967, di New Delhi , India, diselenggarakan Inter-Country Workshop on The Methodology of Planning, Implementation and Evaluation of Health Education. Pada waktu itu Indonesia meng irimkan wakilnya yaitu : (1) Prof. Dr. I.M. Bagiastra (alm), saat itu sebagai De kan FKM-UI; (2) dr. Wirjawan Djojosugito (alm), saat itu Kepala Biro V/Pendidika n; dan (3) Drs. Koento Hidajat (alm), saat itu sebagai Kepala Bagian PKM. Hasil workshop tersebut, di antaranya adalah keharusan berintegrasinya kegiatan Pendid ikan Kesehatan dalam setiap program kesehatan baik dalam perencanaan, pelaksanaa n (implementasi) maupun penilaian. Selanjutnya pada bulan Agustus 1968 , Bagian PKM menyelenggarakan Workshop tentang Approach Edukatip dalam Perencana an dan Penyelenggaraan Program-Program Kesehatan Masyarakat, yang merupakan tind ak lanjut dari Rapat Kerja Nasional bulan April 1968. Salah satu keputusan Raker adalah dinyatakannya Pendidikan Kesehatan sebagai usaha utama dan mutlak, kalau r encana Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) hendak direalisasikan. B eberapa rekomendasi penting dari workshop ini antara lain : 1. Fungsi dan Peran PKM baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten: Yai tu bahwa Fungsi Bagian PKM di Pusat antara lain adalah Bimbingan Konsepsionil, B imbingan Tehnis dan Penyaluran Bantuan Materiil

2. Struktur Organisasi: Diusulkan kedudukan Bagian PKM ditingkatkan menjadi B iro karena merupakan salah satu tugas pokok Departemen (Basic Six) 3. Untuk pembiayaan, diusulkan ada anggaran khusus untuk Pendidikan Kesehatan Masyarakat baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten. 4. Diusulkan pengembangan staff yang qualified, antara lain pendidikan Health Education Specialist 5. Bentuk terintegrasinya kegiatan PKM dalam setiap Program Pendidikan Health Education Specialist Pada sekitar tahun 1967-1968, semakin disadari bahwa masalah kesehatan tidak dapat diatasi melalui disiplin ilmu kedokteran saja, tetapi juga perlu me nggunakan ilmu sosial. Itu disebabkan karena masalah kesehatan banyak terkait de ngan masalah sosial, khususnya perilaku masyarakat. Untuk itu dipikirkan tentang perlunya tenaga khusus pendidikan kesehatan masyarakat tingkat sepesialis, yang memahami persoalan sosial kemasyarakatan. Hal itu telah dibawa dan dibahas di d alam Rakerkesnas 1968, dan disepakati perlunya pengembangan tenaga spesialis bid ang pendidikan kesehatan masyarakat. Maka diadakanlah proyek khusus Pe ngadaan Tenaga Health Education Specialist ini. Kegiatan ini mendapat bantuan da na dan konsultan dari WHO dan USAID, dan proyeknya bernama: Health Education Man power Development Project. Konseptor dari proyek ini adalah Dr. Wiryawan Djojoso egito, Kepala Biro Pendidikan waktu itu dengan dibantu khususnya Drs. Koento Hid ayat dan Dra. Koesnaniyah Wiryomihardjo. Selaku Pimpinan proyek ditetapkan: Dr. Soeharto Wiryowidagdo. Tujuan proyek adalah pengadaan sekitar 60 orang HES (Heal th Education Specialist) dan memperkuat Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya di Universitas Indonesia, yang nantinya diharapkan mampu menyelenggarakan pendid ikan tenaga HES tersebut di dalam negeri. Proyek ini mulai berjalan p ada tahun 1971 dengan merekrut para sarjana dari berbagai disiplin. Selain dokte r dan dokter gigi, juga sarjana pendidikan, sarjana ekonomi, sarjana hukum, sosi ologi, antropologi, dll. Angkatan I dan II dari proyek tersebut dididik di dalam dan luar negeri (USA). Sedangkan angkatan III dan IV dididik di dalam negeri (F KM UI). Khusus Angkatan I dan II, sebelum mereka belajar di USA terlebih dahulu mereka mengikuti Basic Orientation Course (BOC) dan Work Experience (Pengalaman Kerja Lapangan) in Health Education. Sedangkan angkatan III dan IV pengalaman la pangan dilakukan di belakang, setelah pendidikan di FKM UI selesai. Cerita lebih lanjut tentang proyek dan tenaga ini dapat dibaca di bab VII. Sementa ra itu kegiatan pendidikan kesehatan masyarakat di daerah tetap berjalan. Kegiat an KMD/PKR atau community development in health di beberapa daerah berjalan cukup baik. Hal itu memang banyak dipengaruhi oleh adanya tenaga atau tokoh yang kreat if. Misalnya di Jawa Timur, ada Drs. Yusworo, yang pada waktu itu menjadi Kepala Unit Pendidikan Kesehatan Masyarakat di sana. Perlu pula disampaikan bahwa ada beberapa orang yang sebelumnya juga dikirim untuk memperoleh pendidikan atau pel atihan di luar negeri. Mereka itu ada yang dikirim ke USA, Libanon, India, dll. Mereka bersama tenaga-tenaga lainnya yang terus menerus menggerakkan kegiatan Pe ndidikan Kesehatan Masyarakat di Indonesia pada waktu itu. Dari Pendidikan ke Penyuluhan Pada tahun 1975, Struktur Bagian PKM berubah, dari eselon III menjadi eselon II, tetapi tidak sebagai Biro, melainkan sebagai salah satu direktorat pa da Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Ditjen Binkesmas). Yang b erubah ternyata tidak hanya eselonnya, tetapi juga istilah (nomenklatur). Pada waktu itu ada kebijakan Pemerintah dalam penggunaan nomenklatur (istila h/nama institusi), yaitu bahwa istilah Pendidikan hanya boleh dipergunakan di li ngkungan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan di luar Depdiknas, nomenklatu r Pendidikan Kesehatan yang dipergunakan adalah Penyuluhan Kesehatan. Dengan dem ikian maka Direktorat baru yang menangani masalah Pendidikan Kesehatan diberi na ma Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, dengan Kepala Direktoratnya adala h dr Pudjiastuti Pranjoto, MPH (alm). Dengan dibentuknya Direktorat PKM ini, bah kan kantorpun juga mengalami perpindahan. Kalau sebelumnya bermarkas di Hang Jeb at, maka Direktorat PKM me nempati sayap kanan gedung Departemen Kesehatan, lant

ai 2, di Jl Prapatan 10. Sedangkan pengertian atau konsep Penyuluhan K esehatan Masyarakat sebenarnya tidak berbeda dengan Pendidikan Kesehatan. Dalam hal ini, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat diberi pengertian sebagai suatu proses p erubahan, pertumbuhan dan perkembangan diri manusia menuju kepada keselarasan da n keseimbangan jasmani, rohani dan sosial dari manusia tersebut terhadap lingkun gannya, sehingga mampu dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalah-masalah kes ehatannya sendiri serta masyarakat lingkungannya (Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes, 1976). Tujuan penyuluhan kesehatan masyara kat ini adalah agar: (a) Kesehatan dianggap sebagai hal yang penting dan diberi nilai tinggi oleh masyarakat; (b) Masyarakat melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai kesehatan diri dan lingkungannya; (c) Masyarakat berusaha membantu dan mengembangkan serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk mencap ai tingkat kesehatan yang optimal. DKI PKM Salah satu kegiatan yang menonjol pada era penyuluhan kesehatan ini ad alah adanya Daerah Kerja Intensif Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (disingkat DKI PKM) yang mula-mula muncul awal tahun 1970-an. Ini berawal dari pengalaman kerj a lapangan (field work experience) para Student Health Education Specialist (calon Tenaga Ahli Pendidikan Kesehatan Masyarakat) di Bandung. Sebelum tugas belajar di Amerika, mereka diterjunkan di berbagai kecamatan di daerah kabupaten dan kot a Bandung. Selama di lapangan ini mereka mengembangkan daerah kerja percontohan (demonstration area) pendidikan kesehatan masyarakat, yaitu suatu daerah yang ma syarakatnya berperan aktif dalam pembangunan kesehatan. Mereka belajar teori dal am kelas dengan bimbingan konsultan WHO (Dr. CH Pyaratna) dan USAID (Mr. John Ne lson) yang dibantu oleh dua orang supervisor Indonesia, yaitu Bapak Drs. Putulaw a Udayana dan Bapak Dr. I.B. Mantra. Teori-teori dari dalam klas tersebut dicoba dipraktekkan di lapangan, secara langkah demi langkah, dalam nrangka pembinaan masyarakat, yang dilakukan bersama staf Puskesmas dan Kecamatan. Selama sekitar setahun mereka bolak balik antara kelas dan lapangan ini. Setelah mere ka kembali belajar dari Amerika, mereka ditempatkan di pusat dan daerah. Bertola k dari pengalaman Bandung yang dipadukan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya maka dikembangkanlah Daerah Kerja Intensif Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (DKI PKM) yang langsung dikoordinasikan oleh Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyara kat, d.h.i. Sub Direktorat Pengembangan Metoda dan Tehnik yang dipimpin oleh Dr. IB Mantra, mantan supervisor program kerja lapangan (work experience) HES di Ba ndung. Sesuatu yang khas dari DKI PKM ini adalah pendekatannya yang benar-benar melibatkan peranserta masyarakat, bahkan berupaya untuk memberdayakan masyarakat . Pendekatan ini kemudian hari disebut dengan pendekatan edukatif. Dal am rangka penyelenggaraan DKI PKM itu diselenggarakanlah pelatihan PKM bagi petu gas daerah, yang lamanya 3 bulan. Pesertanya adalah Koordinator PKM Kabupaten. M ereka itu pada umumnya lulusan D3 Sanitasi atau D3 Perawatan. Kurikulum dan pros esnya mirip BOC dan Work Experience Bandung, hanya waktunya dipersingkat. Pelati han ini diselenggarakan beberapa angkatan, tetapi kemudian waktunya dipersingkat lagi menjadi 4 minggu. Pada tahap awal DKI ini dikembangkan pada 4 pr ovinsi, yaitu: Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tern yata keberhasilan pengembangan DKI pada 4 propinsi telah melebar ke provinsi lai nnya. Tidak jarang dari kegiatan pengembangan DKI ini muncul petugas kesehatan t eladan yang pada waktu itu penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah secara b erkala. DKI PKM juga banyak menghasilkan kegiatan masyarakat dalam bidang keseha tan, yang pada umumnya terkait dengan masalah kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, perbaikan rumah tempat tinggal, dll. DKI PKM inilah yang kemudian be rkembang menjadi kegiatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Salah satu kelemahan dari pengembangan DKI PKM ini adalah sistem pencatatan da n pendokumentasian kegiatan yang belum dilakukan secara benar, sehingga tidak da pat dikemukakan secara kuantitatif, baik yang berkaitan dengan jenis kegiatan ma syarakat, tenaga masyarakat yang berhasil dilatih, media yang diterbitkan, dana, dll. Tetapi kelemahan yang utama adalah karena proses pendekatan yang bersifat sektoral. Keterlibatan lintas sektoral bahkan lintas program sangat kurang, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun di tahap pengembangan. H

al ini menyebabkan sulitnya diperoleh dukungan dari lintas program dan lintas se ktor, dan sekaligus merupakan salah satu faktor penting tidak populernya DKI PKM . Pengembangan DKI PKM ini tenggelam karena program kesehatan lain jug a mengembangkan pendekatan yang serupa di lapangan, yang kemudian nanti dikenal dengan kegiatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (disingkat PKMD) dan Posya ndu. Pendekatan Edukatif Pendekatan edukatif yang merupakan pendekatan yang dipergunakan dalam DKI PKM (juga kemudian dalam PKMD), adalah serangkaian kegiatan untuk membantu m asyarakat: mengenali dan menemukan masalah mereka sendiri, dan kemudian atas das ar rumusan masalah kesehatan yang telah mereka sepakati dikembangkanlah rencana penanggulangannya. Tujuan utama pendekatan edukatif adalah untuk mengembangkan k emampuan masyarkat sehingga masyarakat yang bersangkutan dapat memcahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas kemampuan mereka. Untuk mencapai tujua n tersebut, strategi dasar yang ditempuh adalah mengembangkan provider dan masya rakat. Yang dimaksud dengan provider adalah para petugas yang peduli t erhadap kesehatan, utamanya petugas kesehaan yang terlibat langsung dengan masal ah kesehatan masyarakat. Pengembangan provider ini bertujuan agar mereka mempuny ai persamaan pandangan atau sikap positif terhadap kesehatan dan pendekatan eduk atif. Secara lebih rinci pengembangan provider ini diharapkan akan menciptakan s uatu kerja sama lintas sektor yang terkoordinir. Untuk itu perlu diper hatikan, antara lain: (a) Adanya keterbukaan dan komunikasi; (b) Adanya wadah, y aitu yang telah ada di masyarakat setempat, misalnya: PKMD, LSD (lembaga sosial desa), atau BPGD (Badan Perbaikan Gizi Daerah, now(), now()); (c) Program yang s aling menunjang, yaitu program kesehatan dan program sektor lainnya, dengan sali ng menghormati kewenangan masing-masing sektor; (d) Peran yang jelas dari masing -masing pihak; (e) Adanya kepusan atau keberhasilan bersama dari semua pihak yan g terlibat; serta (f) Adanya perencanaan terpadu dari semua sektor. Da lam rangka mewujudkan kerjasama antar provider, dilakukan langkah-langkah: 1. Pendekatan terhadap para penjabat penentu kebijakan: Para penjabat lintas sektor baik tingkat pusat, daerah dan lokal, terutama pejabat pemerintahan (gube rnur, bupati, camat, dsb) adalah merupakan kunci kerja sama. Oleh sebabab itu da lam menggalang kerjasama dalam rangka pendekatan edukatif ini, harus dilakukan p endekatan terhadap mereka ini. Tujuan pendekatan kepada para penjabat ini adalah untuk memperoleh dukungan politis. Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan se macam ini disebut advocacy. 2. Pendekatan terhadap para pelaksana dari berbagai sektor dan tingkat: Pende katan ini bertujuan agar para pelaksanan dilapangan dari berbagai sektor mempero leh pemahaman yang sama terhadap program atau pendekatan yang akan dilakukan. Pe ndekatan ini dapat dilakukan baik secara horisontal (antar sektor pada tingkat s ektor yang sama), maupun secara vertikal, antara sektor yang sama di tingkat adm inistrasi yang berbeda (diatas atau dibawahnya). 3. Pengumpulan data oleh provider tingkat kecamatan: Data adalah fakta empiri s dari lapangan atau masyarakat, dan merupkan bukti bahwa masalah memang ada di masyarakat secara riil (faktual). Dari data inilah masalah ada, dan dari masalah inilah program atau kegiatan akan dimulai, karena program merupakan upaya pemec ahan masalah. Oleh sebab itu, para petugas atau provider harus mengumpulkan send iri data dan memahaminya sendiri. Manfaat data bagi provider disamping untuk men genal masalah yang ada di masyarakat, juga merupakan pembanding (data awal) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kegiatan. Jenis data yang diperlukan a ntara lain: (i) Data umum, yakni data tentang kondisi geografi wilayah, demograf i, pemuka masyarakat, media komunikasi yang ada, sejenisnya, dan sebagainya; (ii ) Data khusus, yakni data dari masing-masing sektor, antara lain: data pertanian , pendidikan, kesehatan (jamban keluarga, sumber air bersih, saluran air limbah, tempat pembuangan sampah, status gizi anak balita, dan sebaginya, now(), now()) ; (iii) Data perilaku, khususnya perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, misal nya: kebaiasaan buang air besar, kebiasan mandi, kebiasaan makan, perilaku pence gahan penyakit, dan sebagainya.

Sedangkan pengembangan masyarakat pada hakekatnya adalah upaya menghid upkan atau menggali potensi masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya upaya ini disebut pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Adapun langkah-langkah pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan tingkat desa: Sasaran pendekatan ini adalah adalah para tokoh-t okoh masyarakat tingkat desa, utamanya kepala desa. Tujuan pendekatan ini adalah agar mereka memperoleh pemahaman tentang program, dan akhirnya mendukung progra m tersebut. Agar memperoleh kepercayaan mereka, maka sebaiknya pendekatan ini di lakukan oleh Kepala Puskesmas bersama-sama dengan Camat setempat. Akan lebih bai k lagi kalau dilakukan oleh tim Kecamatan yang terdiri dari penjabat lintas sekt or tingkat kecamatan yang dipimpin oleh Camat. Pelaksanaan pendekatan ini dianju rkan diadakan dalam bentuk pertemuan tingkat desa (kelurahan) yang dihadiri oleh kepala desa dan stafnya, anggota-anggota Lembaga Sosial Desa dan tokoh-tokoh ma syarakat setempat lainnya. Dalam pertemuan ini tim dari kecamatan menjelaskan te ntang Pengertian pendekatan edukatif serta langkah-langkah selanjutnya yang perl u dilakukan dalam pengembangan masyarakat. 2. Survai Mawas Diri (community self survey): Survai Mawas Diri atau Communit y self survey (CSS) ini merupakan pengenalan lingkungan sendiri, termasuk masala h yang ada di masyarakat, oleh mereka sendiri. CSS tidak terlepas dari kegiatan pengumpulan data oleh mereka sendiri untuk mengenal lebih baik tentang dirinya ( masyarakat) sendiri. Meskipun petugas (tim) kecematan atau provider telah mempun yai data tentang masyarakat tersebut, tetapi data tersebut dilihat dari kaca mat a provider, yang mungkin agak berbeda dengan yang dilihat atau gambaran dari mas yarakat sendiri. Dengan cara ini maka program akan benar-benar dikembangkan bert olak dari kebutuhan dan masalah yang ditemukan sendiri atau oleh masyarakat send iri, bukan menurut perkiraan provider. Kegiatan pokok CSS terdiri dari: Orientas i dan latihan; Pengumpulan data; Pengolahan dan analisis data; serta Penyajian d ata. 3. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) Penyajian data (hasil CSS) diusahakan ole h atau setidaknya di hadapan para tokoh masyarakat desa agar diperoleh kesepakat an tentang: Masalah yang dirasakan oleh masyarakat, Prioritas masalah, yaitu mas alah yang dianggap perlu dan segera dipecahkan; serta kesediaan masyarakat untuk ikut berperan sertan secara aktif dalam usaha pemecahan masalah tersebut. Hal i tu dibicarakan dalam suatu forum yang disebut Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). 4. Perencanaan: Setelah kesepakatan seperti tersebut diatas tercapai, tim pem bangunan desa yang bersangkutan, dibawah bimbingan tim dari kecamatan atau Puske smas, menyusun rencana pemecahan masalah, yang mencakup antara lain: Program pem ecahan masalah, sesuai dengan prioritas masalah yang telah ditentukan sebelumnya , tujuan dan sasaran program (tujuan umum dan khusus), kegiatan yang akan dilaku kan, termasuk Rencana anggaran dan biaya, serta sumber dananya. 5. Pelaksanaan: Hal yang penting dalam tahap pelaksanaan adalah mempersiapkan tenaga-tenaga pelaksana, termasuk penanggung jawaban pelaksana program. 6. Penilaian: Pada waktu pelaksanaan program diperlukan pengawasan, monitorin g sampai dengan evaluasi terhadap program atau kegiatan-kegiatan tersebut. Monit oring dan evaluasi program bukan sekedar apakah kegiatan-kegiatan telah berjalan sesuai dengan perencanaannya, tetapi juga apakah program mempunyai dampak terha dap penurunan atau hilangnya masalah. Dengan perkataan lain, apakah program ters ebut mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kesehatan msyarakat. Pendekatan Edukatif ini sangat membantu petugas kesehatan di Puskesmas, khususnya dokter-dokter baru Puskesmas, yang menurut pengakuannya kurang sekali memperoleh pengetahuan tentang itu waktu di Fakultas Kedokteran. Pendekatan eduk atif itu semula dipergunakan dalam pengembangan DKI PKM. Kemudian, pada Rapat Ke rja Pelaksanaan PKMD di Jakarta tanggal 27-30 Nopember 1978, oleh Dr. IB Mantra diusulkan untuk menjadi pendekatan yang dipergunakan dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (disingkat PKMD). Berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan Selain mengembangkan DKI PKM dengan menggunakan pendekatan edukatif, P

usat PKM juga melakukan penyuluhan berbagai program kesehatan melalui berbagai k egiatan. Penyuluhan langsung melalui media dilakukan melalui televisi dan radio, baik secara nasional maupun secara lokal di Daerah. Setiap tahun PKM juga selal u memproduksi berbagai leaflet, poster, radio spot, TV spot, kalender, dll yang berisi pesan-pesan kesehatan. Berbagai pameran kesehatan juga digelar, khususnya dalam memperingati hari-hari tertentu, seperti: Hari Kesehatan Nasional, Hari K esehatan Sedunia, Hari Tanpa Rokok Sedunia, dll. Dalam rangka memperingati berba gai hari tertentu itu, PKM lah yang paling sibuk dalam penyelenggaraannya, sekal igus memanfaatkan momentum hari-hari itu untuk melakukan penyuluhan kesehatan. Selanjutnya berbagai pedoman, manual, dll juga diterbitkan, sebagai pan duan bagi daerah atau program untuk melakukan penyuluhan kesehatan. Pelatihan-pe latihan bagi tenaga PKM daerah dan organisasi kemasyarakatan juga sering diselen ggarakan, baik mengenai ke-PKM-an pada umumnya maupun mengenai metode dan tehnik tertentu, khususnya dalam pengembangan media penyuluhan. Kerjasama dengan linta s sektor, lintas program dan organisasi kemasyarakatan dijalin dalam rangka pemb erdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Dalam perkembangannya nanti, PKM juga sangat berperan dalam menggerakkan PKMD dan Posyandu, serta berbagai ke giatan lainnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan . Itu semua dilakukan dalam rangka menunjang terjadinya perubahan perilaku yang sehat di masyarakat. Perubahan perilaku itulah yang menjadi fokus kegiatan PKM, sebagaimana salah satu jargon yang dikutip pada awal bab ini (yang berasal dari Ruskin), bahwa: Education is not for knowing more, but for behaving differently. Bab IV ERA PKMD, POSYANDU DAN PENYULUHAN KESEHATAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (Kur un Waktu 1975 - 1995) Go to the people; Stay with them; Learn from them; Work with them. (Jargon Health Education) Peran Serta Dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan Sebelum cerita tentang Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) ki ranya perlu cerita sedikit tentang peranserta masyarakat yang merupakan komponen utama dalam PKMD. Perlunya peranserta masyarakat dalam pembangunan, termasuk di bidang kesehatan, didasarkan pada kesadaran bahwa tidak mungkin pembangunan han ya dilakukan dan ditanggung oleh pemerintah saja. Masyarakat harus diikut sertak an dan berperanserta di dalamnya. Masyarakat bukan hanya sebagai obyek, tetapi j uga sebagai subyek pembangunan. Hal ini sejak awal sudah merupakan konsep dasar pendidikan atau penyuluhan kesehatan, yang sudah dilaksanakan sejak sebelum dan di awal kemerdekaan. Banyak batasan pengertian tentang peran serta mas yarakat. Berdasarkan pertemuan Alma Ata (1978), WHO memberi rumusan tentang pera n serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu dan keluarga: 1. Bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri, keluarga dan masy arakat. 2. Berkembang kemampuannya untuk berkontribusi dalam pembangunan. 3. Mengetahui keadaannya dengan lebih baik dan termotivasi untuk memecahkan m asalahnya. 4. Memungkinkan menjadi penggerak pembangunan (agent of develepment). Bank Dunia (World Bank, 1978) merumuskan partisipasi masyarakat dari d imensi cakupannya, yakni: 1. Keterlibatan dari semua unsur yang terlibat dalam proses pengambilan keput usan terhadap apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara pelaksanaannya. 2. Kontribusi massa dalam upaya pembangunan, misalnya dalam pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. 3. Menikmati bersama hasil program pembangunan Selanjutnya dalam World Health Assembly 1979 dirumuskan: Peran serta mas yarakat adalah suatu proses untuk mewujudkan kerja sama kemitraan (partnership) antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam merencanakan, melaksanakan dan m emanfaatkan kegiatan kesehatan, sehingga diperoleh manfaat berupa peningkatan ke

mampuan swadaya masyarakat dan masyarakat ikut berperan dalam penentuan prasaran a dan pemeliharaan teknologi tepat guna dalam pelayanan kesehatan. Sed angkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 1982 menyebutkan bahwa cara masyara kat berperan serta dapat dalam bentuk: ikut dalam penelahaan masalah, ikut dalam perencanaan dan pelaksanaan pemecahahan masalah-masalah kesehatan. Lebih jauh S KN, dalam Dasar-dasar Pembangunan Kesehatan Nasional menyebutkan, bahwa: 1. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertin ggi derjat kesehatan masyarakat. 2. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secar a seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui up aya pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif) secara terpadu dengan upay a penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). 3. Sikap, suasana kekeluargaan, kegotong royongan serta semua potensi yang ad a diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. 4. Pelayanan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kema mpuan dan kekuatan sendiri, berisendikan kepribadian bangsa. Dari berbagai pengertian dan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa : Peran Serta Msayarakat adalah proses dimana individu dan keluarga serta lembag a swadaya masyarakat termasuk swasta: 1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri, keluarga serta masyarakat. 2. Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam peningkatan kesehatan me reka sendiri dan masyarkat sehingga termotivasi untuk memecahkan berbagai masala h kesehatan yang dihadapi. 3. Menjadi agen, perintis atau penggerak pembangunan kesehatan dan pemimpin g erakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang dilandasi semangat gotong royong. Dalam perkembangannya nanti, istilah peran serta masyarakat dipandang kurang dinamis. Istilah tersebut dipandang kurang sesuai dengan isi pengertian y ang dicakupnya. Di dunia internasional, selanjutnya juga digunakan istilah lain yang lebih menunjukkan tanggungjawab masyarakat yang lebih besar, yaitu: empower ment, atau community empowerment. Di Indonesia istilah itu menjadi pemberdayaan m asyarakat. Dalam berbagai pertemuan dunia/internasional tentang promosi kesehatan , istilah pemberdayaan masyarakat ini yang kemudian lebih ditonjolkan. Munculnya PKMD PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) mulai muncul di permukaan pada sekitar tahun 1975. Pada waktu itu oleh Depkes dibentuk Panitya Kerja untu k menyiapkan konsep program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Ketuan ya adalah Dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Landasan dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya bangsa Indonesia yang telah turu n temurun, yakni gotong royong dan musyawarah. Mengacu pada dua prinsip ini maka kon sep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling membantu, yang kua t membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan yang sehat membantu y ang sakit. Disamping landasan sosio budaya, PKMD juga mengacu pada Pancasila seb agai dasar dan tujuan pembangunan masyarakat Indonesia, yakni Berketuhanan yang Maha Esa, berperikemanusian dan berkebangsaan Indonesia, serta berkeadilan socia l yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pada waktu itu semua program pembangunan harus didasarkan pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) . Demikian pula PKMD, yang di dalam GBHN dengan jelas disebutkan bahwa pembangun an kesehatan bertujuan untuk mencacapai kesempatan yang luas bagi setiap warga N egara untuk meningkatkan derajat kesehatannya sebagai bagian dari pencapaian kes ejahteraan sosial. Hal itu juga sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan No. 9/196 0 yang menyebutkan bahwa kesehatan bukan hanya sekedar bebas penyakit dan cacat, tetapi merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial. Kesehatan adal ah hak setiap warga Negara untuk mecapai derajat kesehatan yang setinggi-tinggin

ya. Untuk mewujudkan derajat kesehatan seperti ini, maka perlu dilaksanakan pemb angunan kesehatan masyarakat desa, sebagi bagian dari pembanguan nasional. Sementara itu PKMD juga dikaitkan dengan kebijakan Departemen Dalam Negeri untuk melaksanakan program pembangunan desa jangka panjang, yaitu untuk menuju d esa swasembada dengan pendekatan UDKP (Unit Daerah Kerja Pembangunan). Tiga tipe daerah pembangunan desa pada waktu dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, y akni : Desa Swadaya (desa tradisional), Desa Swkarya (desa transsisi), dan Desa Swasembada (modern). Kemudian pada tahun 1976 (Januari) di dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional ditetapkan bahwa PKMD merupakan pendekatan yang strate gis untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dengan target meningkatnya ke sehatan masyarakt. Ditetapkan pula bahwa PKMD adalah program nasional. Untuk men goperasikan PKMD pada bulan Maret tahun 1976 diadakan Lokakarya, yang diahadiri oleh para penjabat Departemen Kesehatan dan Depertemen Dalam Negeri. Hasil Lokak arya tersebut menetapkan Kabupaten Karanganyar sebagai daerah uji coba PKMD. Dis amping itu Loakakrya juga menetapkan Prokesa (promoter kesehatan desa) merupakan tenaga lapangan PKMD, dan Dana Sehat merupakan salah satu elemen pokok PKMD. Selanjutnya pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 1977, hasil uji co ba PKMD di kabupaten Karanganyar dibahas, dan dari hasil pembahasan tersebut dis impulkan bahwa PKMD dimantapakan sebagai startegi nasional untuk meningkatkan de rajad kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Oleh sebab it u implemetasi PKMD diperluas secara nasional, bukan saja di pedesaan tetapi juga di perkotaan, sehingga muncul istilah PKMD perkotan. Dalam pertumbuha nnya, PKMD mememperoleh komitmen dari lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swa sta. Departemen-Departemen dan lembaga-lembaga non departemen yang telah meberik an komitmen terhadap PKMD adalah: Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Depertemen Pertanian, Departemen Sosial, Depertemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama , Departemen Perdagangan dan Industri dan Departemen Keuangan. Sedangkan l embaga pemerintahan non Departemen, dan lemabga swadaya masyarakat lainnya yang terlibat adalah: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bank Raky at Indonesia , Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Pramuka, Komite Nasional P emuda Indonesia (KNPI), Perkumpulan Kelauraga Berenecana Indonsia (PKBI), Organi sasi Wanita dan Palang Merah Indonsia. PKMD dan Deklarasi Alma Ata PKMD adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan dengan beraza skan gotong royong dan swadaya. PKMD dilaksanakan dalam rangka menolong diri (ma syarakat) sendiri untuk mengenal dan memecahkan masalah/kebutuhan yang dirasakan mayarakat. Kegiatan PKMD ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuaan masyara kat dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh sebab itu sasaran utama PKMD adalah: masyarakat mampu memelihara dan mening katkan kehidupannya yang sehat dan sejehtera. Dengan demikian sebenarnya PKMD sa ma dan sebangun dengan upaya Pendidikan Kesehatan Masyarakat, khususnya yang dil akukan melalui pengembangan masyarakat (community development). PKMD j uga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional pada umumnya, dan pemban gunan desa pada khususnya. Kegiatan PKMD diharapkan muncul dari masyarakat sendi ri dengan bimbingan dan pembinaan oleh pemerintah setempat secara lintas program dan lntas sektor. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan tingkat kecamat an atau kelurahan mengambil parakarsa dalam pemabangunan kesehatan masyarakat. T ujuan umum PKMD adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menolong diri mer eka sendiri dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan kesejaht eraan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus PKMD adalah: 1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimiliki untuk menolong diri sendiri dalam meningkatkan mutu hidup mereka. 2. Mengembangkan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk berperan serta aktif dan berswadaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. 3. Menghasilkan tenaga-tenaga masyarakat setempat yang mampu, trampil serta m au berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. 4. Meningkatnya kesehatan masyarakat.

Dengan demikian sebenarnya PKMD adalah identik dengan pengembangan DKI PKM, sebagaimana yang diceritakan pada bab III. Kedua kegiatan ini sama-sama me ningkatkan peranserta dan memberdayakan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Namun karena PKMD melibatkan lintas program dan lintas sektoral, dan di Depkes s endiri dimotori oleh pejabat eselon I, maka PKMD lebih berkembang. Apalagi, PKMD kemudian memperoleh dukungan dunia internasional yang menggalakkan Primary Heal th Care, yang dicetuskan dalam Deklarasi Alma Ata. Deklarasi itu dicetus kan pada tahun 1978 dalam suatu konferensi kesehatan yang dihadiri oleh 140 nega ra di dunia, termasuk Indonesia, di Alma Ata. Salah satu keputusan penting konfr ensi tersebut adalah dideklarasikan Sehat Untuk Semua Pada Tahun 2000 atau yang le bih dikenal dengan Health For All By The Year 2000. Semua negara yang menanda tang ani deklarasi Alma Ata tersebut, termasuk Indonesia sepakat ingin mencapai keseh atan untuk semua tahun 2000 dan Primary Health Care sebagai bentuk operasionalnya. Sementara itu Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996, sebenarnya sudah merupakan perwujud an primary helath care. Maka kemudian dalam kebijakan nasional PKMD dikatakan bahw a Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) merupakan bentuk kegiatan Primary Health Care di Indonesia. Dengan adanya deklarasi Alma Ata yang intinya adalah pe laksanaan primary health care, maka memberikan dorongan pada pelaksanaan PKMD di Indonesia. PKMD Dan SKN Pada sekitar tahun 1982 ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional oleh Ment eri Kesehatan RI (waktu itu Dr. Suwardjono Suryaningrat) yang menetapkan pembang unan kesehatan sebagai suatu sistem dari supra sistem pembangunan nasional. Sela njutnya berdasarkan Ketetapan MPR No. II/1983 tentang GBHN, disebutkan bahwa Dala m rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan rakyat, pembangunan kesehat an termasuk perbaikan gizi perlu makin ditingkatkan dengan mengembangkan Sistem Kesehatan nasional (SKN). Peningkatan kesehatan dilakukan dengan meliba tkan peran serta (partisipasi) masyarakat berpengahasilan rendah baik di desa ma upun di kota. Panca Karsa Husada sebagai tujuan pembangunan panjang bidang keseh atan mencakup: (1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan; (2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin keseh atan; (3) Peningkatan status gizi masyarakat; (4) Pengurangan kesakitan dan kema tian; dan (5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan makin diterimanya nor ma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan dikaitkan dengan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan prima ry health care, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hirarkhi tingkat pelayanan kesehatan sehubungan dengan komponen atau unsur -unsur pelayanan kesehatan menurut SKN, mulai dari tingkat Rumah tangga, selanju tnya ke tingkat masyarakat, terus sampai ke tingkat yang lebih tinggi, adalah se bagai berikut: Bagan Tingkat Pelayanan Kesehatan Hirarkhi Komponen atau unsur pelayanan kesehatan Tingkat Rumah Tangga Pelayanan kesehatan oleh individu atau keluarga sendiri Tingkat Masyarakat Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong merek a sendiri, atau oleh kader kesehatan. Tingkat Pertama Fasilitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Puskesmas Pem bantu, Puskesmas Keliling Tingkat Rujukan Pertama Rumah Sakit Tingkat Kabupaten Tingkat Rujukan Yang Lebih Tinggi Rumah Sakit Kelas B atau A 2. Pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang dil akukan masyarakat minimal mencakup salah satu dari 8 unsur Primary Haelath Care sebagai berikut: 1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit s erta perlindungannya. 2. Peningkatan persediaan makanan dan peningkatan gizi. 3. Pengadaan air bersih dan sanitasi dasar yang memadai. 4. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk keluarga berencana

5. Imunisasi untuk penyakit yang utama 6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemi setempat 7. Pengobatan penyakit umum dan luka-luka 8. Penyediaan obat esensial. 3. Pengembangan dan Pembinaan PKMD dilakukan sebagai berikut: 1. Berpedoman pada GBHN. 2. Dilakukan dengan kerja sama lintas program dan lintas sektor melalui pendekatan edukatif. 3. Koordinasi pembinaan melalui jalur fungsional pada Gubernur, Bupati, atau Camat. 4.