Upload
thomas-halim
View
269
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 1/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 184
PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA
TIMOR BARAT
Arnold E. Manu
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui KupangTelp.(0380)-881084, HP.085239299545, E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The objectives of this study were to evaluate the West Timor savanna productive at different season. The location of this study is in the station of Lili
field, Assessment Institute for Agricultural Technology Naibonat Kupang, with 40hectare of savannah for pasture, held in one year. The data collected are botanicalcomposition, production, feed intake in savannah and forage quality also the
carrying capacity. The data analyzed descriptively. The amount of goat used formeasurement of feed intake in savannah is 10 does. The result showed that the
averages of forage fluctuation available is between 0.61-4,33 ton/hectare. Thelowest point of production is happened in the edge of dry season (October) that is0.61 ton/hectare. Then it increases in early of rainy (December) and reaches the
highest point in the early of dry season (April). From this point, then it decreasesand reach the lowest point in October, so, the forage production in nature was
increases in December. The composition rate of CP is very varied, that is 2.71-9.48%. The composition of CP in nature grass has no significant difference withthe composition in other locations of Timor, that is 2.26% in the ends of dry
season and become 8-10% in the rainy. Most of forage on the pasture is naturegrass that is upper 90% and relative less of leguminous plants. The lack
proportion of leguminous plants in nature savannah result in the less of foragequality, especially during the dry season there is no legume proportion and thequality of nature grass become very low. Key words : Production, savannah, pasture, West Timor
ABSTRAK
Suatu penelitian yang bertujuan untuk mengukur produktivitas sabana TimorBarat sebagai padang penggembalaan pada musim yang berbeda telah dilakukan
di stasiun kebun percobaan Lili, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat Kupang, dengan sabana sebagai padang penggembalaan seluas 40 ha
dan berlangsung selama 1 (satu) tahun. Data yang dikumpulkan adalah: komposisi botani, produksi, kualitas hijauan dan konsumsi di sabana serta daya tampung,data dianalisis secara deskriptif. Ternak yang digunakan untuk pengamatan
konsumsi sebanyak 10 ekor induk kambing Bligon. Pengukuran jumlah konsumsi pakan di sabana pada puncak musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkanfluktuasi hijauan yang tersedia secara rata-rata diantara 0,61-4,33 ton/ha. Produksi
pada titik terendah terjadi pada puncak kemarau (Oktober) yaitu 0,61 ton/ha.Kemudian bergerak naik pada di bulan Desember dan mencapai puncak tertinggi
pada awal kemarau (April). Dari sini terus menurun dan mencapai titik terendahdi Oktober. Kandungan PK sangat besar variasinya diantara 2,71-9,48%.Kandungan PK ini sangat berfluktuasi sesuai dengan perubahan musim. Sebagian
besar hijauan adalah rumput alam (di atas 90%), hanya terdapat sedikit tanaman
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 2/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 185
leguminosa. Konsumsi hijauan selama penggembalaan berkisar antara 0,7-1,9%
dari berat badan. Kurangnya proporsi tanaman leguminosa di padang rumput alammenyebabkan rendahnya kualitas hijauan, terutama selama musim kemarau
proporsi legum sudah tidak ada, di mana rumput alam sudah menjadi sangat
rendah mutunya. Kata Kunci : Produksi, sabana, padang penggembalaan, Timor Barat
PENDAHULUAN
Timor Barat merupakan salah satu tempat konsentrasi ternak ruminansia di
Nusa Tenggara Timur (NTT). Ternak biasanya dipelihara dengan dilepas bebas di padang penggembalaan dan dikandangkan pada malam hari. Hal ini
dimungkinkan karena didukung oleh potensi alam Timor Barat yang memiliki padang sabana yang luas, menurut data tahun 1999 terdapat 1.399.980,824 ha, danyang digunakan sebagai padang penggembalaan seluas 736.981 ha. Kawasan
pulau Timor memiliki kondisi alam yang dipengaruhi oleh sistem angin musonyang dicirikan dengan musim hujan yang pendek (tiga sampai empat bulan yaitu
Desember sampai Maret) dan musim kemarau panjang (delapan sampai sembilan bulan yaitu April sampai Nopember). Adanya jarak waktu yang tidak seimbangantara musim hujan dan musim kemarau mengakibatkan pengaruh negatif
terhadap kuantitas dan kualitas pakan yang tersedia di padang penggembalaan dansecara tidak langsung mempengaruhi proses produksi dan reproduksi ternak.
Berdasarkan klasifikasi tipe iklim sistem Schmidt dan Ferguson, wilayahTimor Barat termasuk dalam tipe iklim E (agak kering) (Anonim, 2002). Kondisiini berpengaruh secara langsung terhadap ketersediaan air tanah untuk proses
fisiologis tanaman. Besarnya hasil fotosintesis netto pada tanaman berhubungan
erat dengan ketersediaan air di daerah perakaran termasuk hijauan yang terdapatdalam hamparan sabana.
Gejala yang sudah lazim terjadi adalah kekurangan air selama musimkemarau bagi pertumbuhan rumput, di samping terjadi kekurangan air selama
musim kemarau juga terjadi peningkatan suhu (mencapai di atas 32oC) yangmengakibatkan peningkatan laju proses fotosintesis dan menurun setelah
mencapai titik optimum. Keadaan ini bermuara pada menurunnya kualitas rumputyang ditandai dengan menurunnya kandungan protein kasar. Penurunankandungan protein kasar akan berpengaruh terhadap penurunan total konsumsi
bermuara pada penurunan berat badan.Berdasarkan pemikiran ini maka telah dilakukan suatu penelitian yang
bertujuan untuk: mengukur produktivitas sabana Timor Barat sebagai padang penggembalaan pada musim yang berbeda.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitianPenelitian ini dilakukan di stasiun kebun percobaan Lili, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat Kupang, yang memiliki sabana sebagai
padang penggembalaan seluas 40 ha. Penelitian berlangsung selama 1 (satu) tahunyaitu selama 2 musim yang berbeda.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 3/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 186
Materi penelitian
Ternak percobaan. Ternak yang digunakan untuk pengamatankonsumsi di sabana sebanyak 10 ekor induk kambing Bligon kering.
Peralatan. Peralatan yang digunakan adalah timbangan duduk merk
Tanita kapasitas 115 kg dengan kepekaan 0,1 kg untuk menimbang ternak, untukhijauan dengan timbangan merk Camry kapasitas 5 kg dengan kepekaan 20 g, dan
bingkai kuadrat untuk pengukuran produksi hijauan.
Metode penelitianUntuk dapat menjawab tujuan yang diajukan dilaksanakan penelitian yang
meliputi:
Padang penggembalaan sabana
Untuk keperluan pengamatan komposisi botani, produksi dan kualitashijauan serta daya tampung, areal penggembalaan dibagi ke dalam 8 petak dengan
luas masing-masing petak 5 ha. Pengukuran dilakukan dengan metode Halls et al. (1964) yang dikutip Susetyo (1980) yaitu dengan menggunakan bingkai kuadrat
berukuran 1 × 1 m2 sebagai titik pengamatan. Penempatan bingkai kuadrat
dilakukan dengan menggunakan bilangan teracak di setiap petak. Sebanyak 8 titik pengamatan untuk masing-masing petak sehingga diperoleh 64 titik pengamatan.
Pengamatan dilakukan sepanjang tahun setiap 2 bulan sekali.
Pengamatan komposisi botanisPada setiap titik pengamatan diamati vegetasi yang ada yaitu rumput,
legum dan gulma, dan dihitung persentase masing-masing vegetasi dari setiap
petak. Kemudian dihitung rata-rata masing-masing vegetasi dari 64 titik pengamatan.
Pengamatan produksi hijauanUntuk mengukur produksi hijauan pada padang penggembalaan, pada
setiap titik pengamatan hijauan dipotong setinggi 5 cm dari tanah. Selanjutnyadihitung produksi hijauan (g/BK/titik) setiap kali pemotongan dan produksi bahan
kering per hektar dari padang penggembalaan. Pemotongan dilakukan sepanjangtahun bersamaan dengan pengamatan komposisi botani, kualitas hijauan dan dayatampung. Dari 64 titik pengamatan ini kemudian dihitung rata-ratanya dan
dikonversi ke produksi per ha.
Pengamatan kualitas hijauan.Pengamatan dilakukan sama dengan pengukuran produksi hijauan.
Kualitas hijauan dilakukan dengan analisis nilai nutrien, meliputi kadar PK, LK,
SK, abu, Ca, P, BETN, energi, NDF dan ADF, sedangkan TDN dihitung denganrumus Hartadi et al . (2005). Hijauan dari 64 titik pengamatan untuk setiap
pemanenan dikomposit kemudian dikeringkan dan diambil sampel sebanyak 10%
untuk dianalisis.
Daya tampungPerhitungan daya tampung padang penggembalaan dilakukan dengan
membagi produksi hijauan/ha dengan kebutuhan BK/UT/tahun. Kebutuhan BK
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 4/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 187
untuk 1 unit ternak (UT) adalah sebesar 2,5%/hari dari berat badan (BB). Satu UT
adalah satu ekor sapi dewasa dengan BB 400 kg atau 8 ekor domba dewasadengan BB 40 kg/ekor (Anggraeny dan Umiyasih, 2005).
Pengukuran jumlah konsumsi pakan di padang penggembalaanEstimasi konsumsi bahan kering (dry matter =DM) di sabana dilakukan
dengan metode Fecal Techniques dengan rumus Minson (Manu et al ., 2007):
DM = keluaran feses sehari( 1 - DMD )
Estimasi keluaran feses menggunakan external indicator (tracer ) yaitu chromicoxide (Cr 2O3) dan dilakukan selama 10 hari.
Keluaran feses/hari = Q/CQ = jumlah tracer yang diberikan per hari
C = konsentrasi tracer pada sampel feses
Estimasi bahan kering tercerna (digestible dry matter = DMD) dari hijauan yang
digembalakan menggunakan internal tracer (tracer alami) yang tidak tercerna,dalam hal ini yang digunakan adalah lignin.
DMD = X2 – X1 X2
X1 = tracer alami di pakanX2 = tracer alami di feses
Dari data konsumsi di sabana ini diketahui berapa kekurangan bahankering selama ternak kambing merumput.
Perhitungan konsumsi dilakukan pada puncak musim kemarau selama 10hari di bulan Oktober. Tracer diberikan sebanyak 10 g/ekor/hari, sampel diambildari feses yang baru keluar dari rectum ternak sebanyak ± 10 g setiap
pengambilan. Setiap hari diambil sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 11.00,17.00 dan 22.00. Sampel selama 10 hari dikomposit dan diperiksa tracer alami
(lignin) dan tracer chromic oxide.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Hijauan
Hasil penelitian produksi hijauan dan besarnya kapasitas tampung lokasi penelitian tertera pada Tabel 1. Fluktuasi produksi hijauan dapat digambarkandalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa fluktuasi hijauanyang tersedia secara rata-rata diantara 0,61-4,33 ton/ha. Produksi (BK, PK)
terendah terjadi pada puncak kemarau (September-Oktober), kemudian bergeraknaik pada awal hujan yaitu bulan Desember dan mencapai puncak tertinggi padaawal kemarau yaitu bulan April. Produksi hijauan kemudian menurun dan
mencapai titik terendah bulan Oktober, jadi produksi rumput alam mulai membaik
pada bulan Desember.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 5/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 188
Hijauan di sabana merupakan asset yang sangat penting peranannya dalam
menunjang pengembangan usaha ternak ruminansia di Timor Barat. Hamparanareal penggembalaan terdiri dari spesies rumput dan legum lokal serta adanya
leguminosa pohon dan tanaman keras lainnya yang tumbuh secara alamiah
maupun sengaja ditanam. Pengukuran produksi hijauan dalam areal penggembalaan, penting artinya dalam menentukan peluang pengembangan
ternak yang diusahakan di atasnya. Produksi dan kandungan kimia rumput alam diIndia yang beriklim semi arid seperti Timor dilaporkan oleh Bhatta et al . (2004),
menunjukkan gejala yang sama.Tabel 1 menunjukkan bahwa variasi kandungan PK sangat besar yaitu
diantara 2,71-9,48 %. Kandungan PK rumput alam ini tidak jauh berbeda dengan
PK rumput alam di lokasi lain di Timor yaitu 2,26% di akhir musim kemarau danmenjadi 8-10% di musim hujan. Kandungan PK ini sangat berfluktuasi sesuai
dengan perubahan musim. Pada musim hujan kandungan dinding sel rumput alamdi Timor yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebesar 65% dan
meningkat menjadi 85% pada musim kemarau (Nulik dan Bamualim, 1998).
Tabel 1. Produksi, daya tampung dan kualitas hijauan di lokasi penggembalaan
selama penelitianParameter Musim/Bulan
Hujan Awal kemarau Akhir kemarau
Des. Feb. Apr. Juni Agst Okt.
Produksi BK (ton/ha) 2,66 3,27 4,33 2,27 1,50 0,61
Daya tampung (UT/ha/thn) 0,74 0,91 1,20 0,83 0,42 0,17
BK (%) 16,01 22,27 40,41 71,22 78,41 80,41
PK (%) 6,18 9,48 8,65 6,45 4,43 2,71
LK (%) 2,78 2,17 1,77 1,65 1,16 1,93
SK (%) 20,38 36,15 42,54 45,63 58,47 69,22BETN (%) 61,47 50,63 46,83 44,88 43,77 42,11
Abu (%) 9,81 11,57 10,21 11,39 12,17 13,92
Ca (%) 0,43 0,56 0,62 0,84 1,13 1,22
P (%) 0,15 0,24 0,29 0,35 0,64 0,58Gross Energi (Kkal/kg) 3897 3915 4055 4144 4065 3982
NDF (%) 51,04 54,18 58,65 65,55 76,48 89,48
ADF 32,12 36,45 38,44 46,48 55,10 51,14
DT UT/ha/thn 0,74 0,91 1,20 0,93 0,42 0,17
BK=bahan kering; PK=protein kasar; LK=lemak kasar; UT=unit ternak
Gambar 1. Fluktuasi ketersediaan hijauan di lokasi penelitian
Kandungan kimia hijauan alam ini sangat mempengaruhi kecernaan
pakan, karena kecernaan berhubungan erat dengan kandungan PK dan dinding sel
(NDF). Semakin rendah PK dan semakin tinggi kandungan NDF akan semakin
0
1
2
3
4
5
Peb April Juni Agst Okt Des P r o d u k s i B K ( t o n / h a )
Bulan
BK
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 6/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 189
memperkecil kecernaan suatu bahan pakan. Aoetpah (2002) melaporkan bahwa
kecernaan BO (bahan organik) rumput alam Timor tertinggi terjadi pada bulanDesember dimana rumput masih muda dan kandungan PK tertinggi di bulan ini,
dan kecernaan terendah di bulan Oktober. Setiap penurunan 1% PK maka
kecernaan BO turun sebesar 1,77%.Secara fisiologis dapat dijelaskan bahwa sintesis protein mikrobia
tergantung kecepatan pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorbsi ammoniadan asam-asam amino, kecepatan aliran bahan dari rumen dan jenis fermentasi
rumen berdasarkan jenis pakan. Kualitas sumber protein penting karena 40% zein-nitrogen, 90% casein-nitrogen dan 50% nitrogen tanaman diubah menjadi proteinmikrobia. Mikrobia rumen menggunakan 25-50% N dari protein pakan.
Kandungan PK ditentukan oleh konsentrasi N, semakin tingginya konsentrasi Nhijauan yang digunakan oleh mikrobia akan meningkatkan aktivitas pencernaan
mikrobia terhadap kandungan BO pakan (McDonald et al ., 2002).Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan NDF berfluktuasi
mengikuti musim. Kandungan NDF terendah terdapat pada musim hujan(Desember dan Pebruari), terus bergerak naik dan tertinggi pada puncak musimkemarau yaitu Oktober. Fluktuasi kandungan PK dan NDF dapat digambarkan
dalam gambar seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Fluktuasi kandungan PK dan NDF hijauan sabana
Aoetpah (2002) mendapatkan bahwa semakin tinggi kandungan NDF akanmenurunkan kecernaan BO pakan. Setiap kenaikan kandungan NDF rumput alamsebesar 1% akan mengurangi kecernaan BO secara in vitro rata-rata sebesar
0,87%.
Daya cerna pakan dipengaruhi oleh komposisi nutrien dan daya cerna berhubungan erat dengan kandungan serat kasar. Dinding sel tanaman terutamaterdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama jika berikatandengan lignin. Setiap penambahan 10% serat kasar dalam tanaman menyebabkan
penurunan daya cerna BO sebesar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Katipana et al .,2009). Pada tanaman muda kandungan selulosa dan hemiselulosa kira-kira 40%
dari BK dan karbohidrat yang larut dalam air terutama fruktan kira-kira 25%. Bilahijauan semakin tua proporsi selulosa dan hemiselulosa bertambah, sedangkankarbohidrat yang mudah larut berkurang. Selulosa berhubungan erat dengan lignin
dan kombinasi lignin-selulosa yang merupakan bagian terbesar pada tanamanyang tua maupun jerami. Selulosa dan hemiselulosa tidak dicerna oleh enzim
tetapi oleh mikrobia, sedangkan lignin tidak dicerna oleh enzim maupun mikrobia
01020
30405060708090
100
Des Feb Aprl Juni Agst Okt. K a n d
u n g a n ( % )
Bulan
PK
NDF
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 7/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 190
rumen. Hal yang sama dilaporkan oleh Bhatta et al . (2004) bahwa dengan
semakin rendah kandungan PK dan semakin tinggi serat kasar (ADF) kecernaanBO pada kambing yang merumput semakin menurun.
Terdapat banyak pendapat mengenai mengapa lignin dapat mengurangi
biodegradasi BO. Jelantik (2001) merangkum beberapa pendapat yangmenyebutkan berbagai alasan hubungan kandungan lignin terhadap kecernaan BO
antara lain karena sulitnya mikrobia melekat pada substrat, lignin membentuklapisan bagian dalam yang tidak dapat dicerna, lignin terikat bersama-sama
hemiselulosa , atau lignin merupakan racun bagi mikrobia.Produksi rumput alam yang berfluktuasi ini menyebabkan jumlah ternak
yang dapat ditampung per satuan luasan area penggembalaan juga berfluktuasi
seperti pada Tabel 1. Terjadi penurunan daya tampung padang penggembalaanyang tajam dari bulan Juni ke bulan Oktober. Produksi rumput alam menjadi
sangat rendah selama puncak musim kemarau sehingga daya tampung hanya 0,6UT/ha. Hal ini terjadi terutama akibat tidak adanya pertumbuhan rumput selama
tidak adanya curah hujan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau danditambah dengan semakin naiknya suhu lingkungan dan semakin berkurangnyakelembaban sehingga udara menjadi sangat kering. Dengan demikian peranan
pakan yang berasal dari luar lahan penggembalaan menjadi sangat penting selama periode pertengahan sampai akhir musim kemarau, terutama pada wilayah yangmempunyai kepadatan ternak tinggi.
Dari data Tabel 1 ini jelas terlihat padang sabana mulai memasuki akhirmusim kemarau sudah tidak bisa menyediakan rumput sebagai pakan ternak
dalam jumlah yang cukup. Kekurangan jumlah ini ditambah lagi dengan kualitasrumput yang sudah menurun karena tingginya kandungan SK, NDF danrendahnya PK. Hal ini dapat mengakibatkan pada menurunnya produktivitas
ternak yang digembalakan di padang sabana ini.
Konsumsi di padang penggembalaanJumlah konsumsi BK pada puncak musim kemarau (bulan Oktober) dapat
dilihat pada Tabel 2. Hasil konsumsi BK pada Tabel 2 merupakan hasil
perhitungan dari rumus metode Fecal Techniques dan perhitungannya sepertitertera pada Lampiran 1.
Tabel 2. Konsumsi hijauan di padang penggembalaan jika kebutuhan BK 3% dari BB pada akhir musim kemarau
No. Konsumsi bahan
kering (g)
Konsumsi bahan
segar (g)
Konsumsi BK
(% dari BB)
% Kekurangan
12
345
67
89
10
319,21156,89
245,79432,76285,43
198,90325,92
290,77285,56
189,44
396,98195,11
305,67538,19354,97
247,36405,30
361,61355,13
235,59
1,430,70
1,101,941,28
0,891,46
1,301,28
0,85
1,572,30
1,901,061,72
2,111,54
1,701,72
2,15
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 8/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 191
Rata-rata konsumsi dari hasil perhitungan selama musim kemarau berkisar
antara 0,70% sampai 1,94% dari BB, jika kebutuhan BK dari ternak adalah 3%dari BB, maka selama kemarau ada kekurangan sebanyak 1,06% sampai 2,30%
dari BB. Keadaan ini jelas sangat jauh dari kebutuhan ternak karena pada bulan
Oktober ini ketersediaan hijauan di lapangan sangat sedikit.
Komposisi Botani padang penggembalaanYang dihitung dalam penelitian ini adalah proporsi dari rumput,
leguminosa dan gulma. Setelah dihitung proporsinya maka untuk melihat jenisrumput dan leguminosa hanya diidentifikasi yang dominan saja. Jenis rumput danleguminosa yang dominan terdapat di padang penggembalaan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Jenis rumput dan legum yang dominan di padang penggembalaanRumput Leguminosa
Heteropogon contortus Digitaria sangunalis Bothriochloa timorensis Ischaemum timorense Digitaria sp Cyprus rotundus
Alysicarpus vaginalis Desmodium spp Glysine spp
Proporsi dari tanaman rumput, leguminosa dan gulma yang terdapat di
lokasi padang penggembalaan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Proporsi rumput, leguminosa dan gulma di lokasi penggembalaan
Bulan Rumput (%) Leguminosa herba (%) Gulma (%) Desember 92,3 4,1 3,6 Pebruari 91,3 4,8 4,2 April 90,4 4,3 5,3 Juni 91,9 2,5 5,6 Agustus 98,5 0,2 1,3 Oktober 99,2 - 0,8
Sebagian besar hijauan yang ada di padang penggembalaan adalah rumput
alam yakni diatas 90%, hanya terdapat relatif sedikit tanaman leguminosa.Kurangnya proporsi tanaman leguminosa di padang rumput alam menyebabkan
rendahnya kualitas hijauan, terutama selama musim kemarau proporsi legumsudah tidak ada, di mana rumput alam sudah menjadi sangat rendah mutunya yangmenjadi sumber pakan satu-satunya. Pada kebanyakan padang rumput alam di
Timor sekarang ditambah dengan ancaman gulma semak bunga putih(Chromolena odorata) yang semakin mempersempit lahan penggembalaan, tetapi
pada lokasi penelitian ancaman semak ini belum terlalu banyak karena gulma distasiun ini secara rutin setiap musim hujan dimusnahkan.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah ternak digembalakan sepanjang pagi
sampai sore hari dan pada malam hari dikandangkan. Setelah masuk kandangmaka ternak diberi hijauan pohon, jenis hijauan yang diberikan sangat tergantung
pada ketersediaannya di sabana. Ketersediaan hijauan sangat tergantung pada
musim dan sifat dari regrowth tanaman setelah pemotongan, maka ada perbedaan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 9/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 192
hijauan yang diberikan sepanjang tahun, yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis hijauan yang diberikan kepada ternak selama dikandangkanBulan Jenis Hijauan
Desember – Januari Leucaena leucochepala , Lannea corromandelica Pebruari – Maret Leucaena leucochepala, Lannea corromandelica, Gliricidia sepium
April – Mei Gliricidia sepium, Leucaena leucochepala, Samania saman Juni – Agustus Samania saman, Schleichera oleosa September – Nopember Thamarindus, Schleichera oleosa
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulansebagai berikut:
1. Produksi dan kualitas hijauan, daya tamping sabana Timor Baratmengalami fluktuasi sesuai musim, produksi tertinggi di awal kemarau,kualitas terbaik di musim hujan serta produksi dan kualitas terendah di
akhir kemarau.2. Di akhir musim kemarau ternak hanya mengkonsumsi 0,7-1,94% BK
hijauan sabana dari BB sehingga mengalami kekurangan 1,06-2,3% BK pakan dari kebutuhan 3 % BK berdasarkan BB.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeny, Y.N. dan U. Umiyasih. 2005. Tinjauan tentang upaya penyediaan
hijauan pakan ternak sepanjang tahun di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan
Kering. Fapet-UGM, Yogyakarta.Anonim. 2002. Data Curah Hujan Daerah NTT. Stasiun Klimatologi Klas II
Lasiana, Kupang.Aoetpah, A. 2002. Fluktuasi ketersediaan dan kualitas gizi padang rumput alam di
pulau Timor. J.of Dryland Agric. Information 11:32-43. Pusat Penelitian
Lahan Kering Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana, Kupang.Bhatta,R.,N.Swain, D.L. Verma and N.P.Singh. 2004. Study on feed intake and
nutrient utilitation of sheep under two housing system in a semi arid regionof India. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17 (6):814-819.
Hartadi,H., S.Reksohadiprodjo, A.D.Tillman. 2005. Tabel-tabel Dari KomposisiBahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Edisi kelima. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
Jelantik, I G.N. 2001. Improving Bali cattle (Bibos banteng Wagner) productionTrough protein supplementation. PhD. Tesis. Dept. of Science and AnimalHealth. The Royal Veterinary and Agricultural University Copenhagen.
Katipana, N.G.F., J.I. Manafe, D. Amalo. 2009. Manfaat Limbah Organik BagiProduktivitas Ternak Ruminansia, Ketahanan Pangan dan Pencemaran
Lingkungan: I. Uji Laboratoris Terhadap Produksi NH3 dan TingkatDegradasi Protein Limbah Organik dari Mikrobia Rumen. LaporanPenelitian. Fakultas Peternakan – Undana. Kupang.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 10/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 193
Manu, A.E., E. Baliarti, S. Keman, F. Umbu Datta. 2007. Effects of Local Feed
Supplementation on the Performance of Bligon Goat Does at the End ofGestation Reared in West Timor Savannah. Anim. Proc. 9 (1): 1-8.
McDonald, P.; R.A Edwards; J.F.D. Greenhalgh; and C.A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. Prentice Hall. New York. Nulik, J. dan A. Bamualim. 1998. Pakan Ruminansia Besar di Nusa Tenggara.
Laporan Penelitian. BPTP Naibonat Kupang dan Eastern Island VeterinaryService Project.
Susetyo. 1980. Padang Penggembalaan. Balai Penyuluhan PertanianBatangkaluku. Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluh Pertanian,Departemen Pertanian.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 11/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 194
PENDUGAAN DAYA TAMPUNG RUSA LIAR (Cervus timorensis) DI
PADANG RUMPUT MAR TAMAN NASIONAL WASUR MERAUKE
Bambang Tjahyono Hariadi1)
dan Thimotius Sraun1)
ABSTRACT
The objective of this experiment was to know carrying capacity of rusa deer(Cervus timorensisi ) at Mar, Wasur National Park Merauke district. The data
collected were spesies of grasses, production each species and carrying capacity.The results showed species of grasses were Cynadon dactylon, Imperatacylindrica and Phragmites karka. Mar was dominated by Cynadon dactylon. The
production of Cynodon dactylon was 2.183 kg/ha. The Carryng capacity of rusadeer was 0,5 ha/head/year.
Key words : Carryng capacity, rusa deer, savannah, national park
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kapasitas tampung rusa liar
( Macropus agilis) di Mar Taman Nasonal Wasur Merauke. Variabel yang diamatiyaitu jenis rumput, produksi per ha dan kapasitas tampung. Berdasarkan
pengamatan menunjukkan bahwa jenis hijauan yang ditemukan di padang rumput
Mar yang dikonsumsi oleh rusa liar adalah Grinting (Cynadon dactylon), Alang-alang ( Imperata cylindrica) dan Palungpung ( Phragmites karka), dimana grinting
merupakan rumput yang sangat dominan. Produksi Grinting (Cynadon dactylon)
2.183 Kg/ha. Daya tampung padang rumput Mar terhadap rusa liar adalah 0,5Ha/ekor/tahun.
Kata kunci : Daya tampung, padang rumput, rusa liar, taman nasional
PENDAHULUAN
Latar belakang
Taman Nasional Wasur merupakan taman nasional yang terletak dikabupaten Merauke-Papua. Taman Nasioanl Wasur ditetapkan sebagai taman
nasional berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan nomor : 448/Menhut-VI/1990, tertanggal 6 Maret 1990. Luas areal Taman Nasional Wasur sebesar
413.810 Ha.Potensi flora dan fauna di Taman Nasional Wasur sangat besar. Taman ini
mempunyai 10 jenis induk vegetasi dengan daerah hutan savana 2/3 dari
seluruh taman. Habitat lain yang dapat dijumpai adalah hutan pantai, hutan bakau,hutan bambu, padang rumput dan rawa sagu yang cukup luas. Di Taman Nasional
Wasur terdapat sekitar 80 jenis mamalia, dimana 27 jenis merupakan jenisendemik. Jenis burung yang ada sekitar 390, sehingga merupakan daerah yang
paling kaya di Papua (Petocz, R.G. , 1987). Jenis-jenis fauna antara lain kanguru/
walabi lincah ( Macropus agilis), kaswari (Casuarius-casuaarius) dan faunaeksotik adalah rusa liar (Cervus timorensis).
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 12/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 195
Permasalahan
Mar, merupakan salah satu zona inti di dalam kawasan Taman Nasional
Wasur. Di lokasi tersebut banyak dijumpai padang rumput/savana yang sangatluas. Satwa yang bisa dilihat dalam padang rumput di Mar antara lain yaitu walabi
lincah dan rusa liar. Pengelolaan padang rumput di Mar menjadi sangat penting,karena padang rumput tersebut menjadi sumber pakan utama bagi rusa liar .Sedangkan rusa liar merupakan sumber protein yang penting juga bagi masyarakat
yang berdiam di dalam Taman Nasional Wasur maupun masyarakat di Meraukedan sekitarnya. Kondisi padang rumput yang perlu diperhatikan adalah jangansampai terjadi kondisi over grazing maupun under grazing oleh rusa liar pada
padang rumput tersebut.Untuk mencegah terjadinya kondisi over maupun under grazing di dalam
suatu kawasan padang rumput, salah satu caranya adalah dengan mengukurkapasitas tampung /carrying capacity pada lokasi tersebut. Dengan mengetahuiadanya kapasitas tampung di padang rumput Mar, maka bisa diketahui berapa
jumlah ideal rusa liar yang dapat ditampung pada padang rumput tersebut.Hal ini menjadi sangat penting bagi strategi pengelolan kawasan zona inti di
Mar tersebut. Bila jumlah rusa liar berlebihan maka perlu dilakukan pemburuanterhadap rusa liar, agar tidak terjadi over grazing . Tetapi bila jumlah rusa liardirasa kurang, maka perburuan perlu dilarang, karena akan mengakibatkan
terjadinya under grazzing di padang rumput tersebut. Mengingat sampaisekarang data tentang kapasitas tampung di Mar sampai saat ini belum ada, maka
penelitian untuk mengetahui kapasitas tampung di Mar mutlak perlu sebagai dasardalam pengelolaan zona inti di Mar Taman Nasional Wasur Merauke.
Tujuan dan ManfaatTujuan penelitian ini untuk mengetahui kapasitas tampung rusa liar di Mar
Taman Nasonal Wasur Merauke.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dasar dalam melakukanstrategi pengelolaan rusa liar di padang rumput Mar Merauke.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilakasanakan di padang rumput Mar Taman NasionalWasur. Penelitian dilaksanakan selama 7 hari.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu rumput. Sedangkanalat yang dipakai adalah : Timbangan duduk berkapasitas 2 kg, meteran rol,kantong plastik, parang, gunting, kwadran kayu ukuran 1 m2, spirtus, kertas koran,
buku identifikas i jenis rumput, dan alat tulis menulis.
MetodaMetoda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metoda deskriptif
dengan teknik survei. Survei dilakukan di Padang rumput Mar Taman Nasional
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 13/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 196
Wasur Merauke. Untuk mengetahui produksi rumput dan kapasitas tampung,
pengambilan contoh rumput dilakukan secara stratifikasi dengan menggunakanmetoda kwadran (Alikodra 1990) dan (Reksohadiprodjo, 1996). Sedangkan
koleksi spesimen dilakukan untuk mengetahui spesies rumput yang dimakan oleh
rusa liar.
Identifikasi jenis rumputIdentifikasi jenis rumput dilakukan dengan mengamati jenis-jenis rumput
dan mencabut jenis rumput terutama yang sudah berbunga. Kemudian dicocokkandengan buku identifikasi lapangan ( Mannetje L. „t and R.M. Jones, 1992).Rumput yang belum teridentifikasi, akan dibuat spesimen basah untuk
diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium atau spesimen tersebut nantinya dikirimke Herbarium Bogoriense- Bogor.
Stratifikasi lokasi
Stratifikasi lokasi dilakukan berdasarkan jenis rumput yang tumbuh.Berdasarkan pengamatan lapangan menunjukan bahwa terdapat tiga jenis rumputyaitu grinting (Cynodon dactylon ), Palungpung ( Prhagmites karka) dan Alang-
alang ( Imperta cylindrica). Tetapi luasan palungpung dan alang-alang sangatkecil kurang dari 1%, maka pada kedua jenis rumput tersebut tidak diambilsampelnya. Sedangkan grinting tumbuh sangat dominan di padang rumput
tersebut hampir 100%, sehingga padang rumput sangat homogen. Berdasarkanhal tersebut maka dilakukan pengambilan sampel untuk rumput grinting pada tiga
lokasi yang berbeda.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menempatkan kwadran 1 m2 pada padang rumput tersebut. Rumput yang masuk dalam kwadran semuanya dipotong
serendah mungkin dengan tanah, kemudian ditimbang berat segarnya.Pengukuran produksi padang rumput dimodifikasi dari (Reksohadiprodjo, 1996):
1. Diamati spesies padang rumput yang dikonsumsi oleh satwa, dan dihitung
produksinya per hektar2. Dihitung % cover masing-masing spesies, kemudian dijumlahkan sehingga
merupakan total % cover.3. Ditentukan P.U.F (proper use factor). untuk menjamin pertumbuhan
kembali. PUF untuk penggunaan padang rumput yang ringan adalah 25%
4. Dipertimbangakan juga periode merumput atau periode stay dan periodeistirahat atau rest. Voisin (1959) dalam Reksohadiprodjo (1996)
memasukkan periode rest(istirahat) 10-14 minggu atau 70 hari rata-ratadan periode merumput 30 hari untuk negara tropis. Persamaan Voisin(1959) dalam Reksohadiprodjo (1996) untuk mengukur kebutuhan luas
tanah pertahun adalah :(Y-1) s = r
dimana Y = luasan tanah yang diperlukan oleh seekor satwas = Periode merumput (30 hari)r = Periode istirahat (70 hari)
(Y-1) 30 = 70
30Y – 30 = 70
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 14/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 197
30Y = 100; Y = 3,3 (Kebutuhan tanah pertahun adalah
3,3 kali kebutuhan tanah perbulan).
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu :a. Jenis rumput
b. Produksi rumput dihitung dengan membandingkan berat segar rumput (gr) per luasan 1 m2.
c. Proyeksi daya tampung. Untuk menetapkan proyeksi daya tampung didaerah tropis dimodifikasi berdasarkan rumus Voisin (1959) dalam Reksohadiprodjo
( 1996) sebagai berikut :(y - 1 ) s = r
dimana :Y : angka konversi luas tanah yang dibutuhkan per ekor rusa liar per
tahun terhadap kebutuhan per bulanS : periode merumput (S = stay : selama 30 hari)R : periode istirahat (r = rest : selama 70 hari)
Dengan menggunakan nilai r = 70 dan s = 30 pada rumus di atas, maka diperolehnilai Y = 3,3. Sehingga dengan mengetahui kebutuhan luas tanah per bulan/Ha/unit rusa liar (UR) , maka kebutuhan luas padang rumput atau daya tampung per
tahunnya dapat diketahui = 3,3 × taksiran kebituhan luas tanah /bulan/UR.
Pengolahan dataPengolahan data dilakukan secara tabulasi sesuai dengan variabel
pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Hijauan
Jenis-jenis hijauan yang terdapat dalam padang rumput Mar Taman Nasional Wasur yang dikonsumsi oleh rusa liar adalah Grinting (Cynodon
dactylon) (L.) Pers.), palungpung — ( Phragmites karka) (Retz.) Trin., Alang-alang – ( Imperata cylindrical ) (L.) Beauv. Grinting mempunyai daya pengikattanah yang kuat dan tahan terhadap injakan sehingga rumput ini merupakan
rumput penutup halaman dan lapangan olah raga yang baik. Karena sifat-sifatnya
itulah rumput ini sudah umum ditanam. Grinting juga merupakan rumputmakanan ternak yang bernilai tinggi. Tumbuhnya memberi respon terhadap pemupukan. Seperti jenis rumput lainnya, dalam penanamanya juga biasadicampur dengan jenis legum yang tujuannya untuk meningkatkan nilai gizi dan
produksinya. Jenis legum yang dapat ditanam bersama-sama yaitu Trifoliumrepens, Trifolium procumbens, Trifolium dubium dan Lespedeza sp. (Anonimous,1982)
Jenis legum (leguminosa) tidak dijumpai di padang rumput tersebut.Berdasarkan kandungan gizinya, maka legum lebih tinggi kandungan protein
kasarnya dari pada rumput ( McIlroy R.J., 1977).Dengan demikian maka sebenarnya rusa liar masih perlu suplai protein
kasarnya dalam pakannya, sehingga pertumbuhan rusa liar bisa lebih baik lagi.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 15/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 198
Dimana salah satu fungsi dari protein adalah untuk pertumbuhan (Tilmann, dkk.,
1998). Disamping itu peranan legum sangat penting untuk satwa, legum jugamempunyai peranan sangat penting untuk padang rumput antara lain yaitu yaitu :
(1) memperbaiki kualitas produksi suatu padang rumput, karena kadar protein
kasar legum yang lebih tinggi dari pada rumput. (2) Memanfaatkan transfernitrogen dari legum untuk menjaga produksi rumput padang rumput karena
pelapukan bintil akar serta rontokan daun legum akan menyumbangkan N padatanah setelah melewati proses dekomposisi. Hal tersebut pada gilirannya akan
meningkatkan produktivitas satwa/walabi yang hidup pada padang rumputtersebut (Humphreys, 1995). Alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan
penanaman legum yang sudah ada di dalam Taman Nasional Wasur. Apakah
berupa legum pohon, legum yang menjalar atau legum perdu.
Produksi HijauanBerdasarkan pengamatan lapangan terdapat tiga jenis rumput yang dapat
dikonsumsi oleh Rusa liar, yaitu palungpung, alang-alang dan grinting. Tetapiyang diambil sebagai sampel hanya terhadap rumput grinting. Produksi rumputgrinting dari tiga lokasi di Mar disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Produksi rumput grinting di padang rumput Mar
No Tempat/Lokasi Produksi ( gr / m ) Produksi (kg /Ha)
1
23
Lokasi I
Lokaasi IILokasi III
195
210250
1.950
2.1002. 500
Rata-rata 218,3 2.183
Berdasarkan Tabel 1 tersebut diatas menunjukkan bahwa produksirumput grinting rata sebesar 2.183 kg/Ha. Dapat dikatakan cukup tinggi.
Berdasarkan waktu pengambilan sampel pada bulan November, maka waktutersebut merupakan akhir musim kering. Dengan demikian maka pada akhirmusim keringpun produksi grinting masih cukup tinggi.
Menurut Subagiyo dan Kusmartono (1988), musim terutama curahhujan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi rumput. Dari
segi kualitas perubahan musim antara musim penghujan dan musim kemarau akanmengakibatkan adanya perubahan nilai gizi rumput. Hal ini disebabkan karena
kandungan nilai gizi rumput berasal dari unsur hara dalam tanah. Dengan berkurangnya kadar air tanah di musim kemarau, maka unsur hara tersebut kurangdapat diabsorbsi rumput untuk pembetukan zat gizi. Dengan demikian maka
kandungan protein kasarnya pun pada mudim kemarau akan menurun. Disampingitu radiasi sinar matahari yang lebih besar pada musim kemarau akanmengakibatkan pembentukan serat kasar yang lebih aktif, sehingga kandungan
kasar rumput akan lebih tinggi.Pada musim kemarau juga akan menurunkan kuantitas produksi rumput.
Karena kadar air tanah yang rendah, maka rumput akan mengalami hambatan pertumbuhan karena berkurangnya kadar air tanah serta kurang dapatnya unsurhara untuk diabsorbsi rumput untuk pertumbuhan tersebut. Bahkan penurunan
produksi rumput pada musim kemarau dapat mencapai lebih dari setengah
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 16/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 199
produksi pada musim penghujan. Fluktuasi ini juga akan dapat mengakibatkan
fluktuas inya pertumbuhan satwa (rusa liar) di padang rumput tersebut.
Proyeksi Daya Tampung
Di dalam menentukan proyeksi daya tampung padang rumput Mar ditarik beberapa asumsi sebagai berikut:
Berat rata-rata rusa liar diasumsikan adalah 110 kg, Semiadi (1998) dalam Andoy E F S (2002) sehingga kebutuhan rumput/hijauan perhari adalah 10% dari
berat badan = 110 kg × 10% = 11kg. Sehingga kebutuhan perbulan = 11 kg ×30= 330 Kg/bulan. Proyeksi daya tampung di padang rumput Mar disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Proyeksi kebutuhan lahan/ekor rusa liar
No Jenis
rumput
Produksi
(Kg/Ha)
PUF
(25%)
Kons.pakan per bulan
(Kg)
Kebth.lahan
(bulan/ Ha)
Kebth.lahan
(tahun/Ha)
1 Grinting 2.183 545,75(kg) 330 0,60 1,98
Keterangan : Kons.pakan : Konsumsi pakan
Kebuth. Lahan : Kebutuhan lahan
Berdasarkan tabel 2 di atas terlihat bahwa kebutuhan lahan seekor rusa
liar adalah 0,6 Ha/bulan atau 1,98 2 Ha/tahun. Dengan kata lain Daya Tampung
perhektar 0,5/ekor/th. Jumlah ini sama dengan yang dilaporakan oleh Burhanudin
M dkk. (2008) sebesar 0,5 ekor/ha/tahun di Tanjung Pasir Taman Nasional BaliBarat.
KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanBerdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jenis hijauan yang ditemukan di padang rumput Mar yang dikonsumsioleh rusa liar adalah Grinting (Cynadon dactylon), Alang-alang ( Imperata
cylindrica) dan Palungpung ( Phragmites karka).2. Produksi Grinting (Cynadon dactylon) 2.183 Kg/ha.
3. Daya tampung padang rumput Mar terhadap rusa liar adalah 0,5Ha/ekor/thn.
SaranHal-hal yang perlu disarankan setelah penelitian ini yaitu: perlu dilakukan
survei jumlah populasi rusa liar di padang rumput Mar.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra Hadi S., 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Departemen Pendidikandan Kebudayaan . Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 17/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 200
Andoy Elvis Erikson Sonny, 2002. Studi Populasi Rusa Timr (Cervus timorensis)
dan Perburuan oleh Penduduk di Desa Poo, Tomer dan Sota Dalam Taman Nasional Wasur Merauke. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Papua. Tanpa Publikasi.
Anonimous, 1982. Rumput Dataran Rendah. Lembaga Biologi Nasional, Bogor.Burhanudin Masy‟ud, Indra Hadi Kusuma dan Yandi Rahmadani, 2008 . Potensi
Vegetasi Pakan dan Efektivitas Perbaikan Habitai Rusa Timor (Cervustimorensis de Blainfile 1828) di Tanjung Pasir Taman Nasional di Taman
Nasional Bali Barat). Media Knservasi. Vol.13 No.2. Agustus 2008 : 57-64
Humphreys L.R., 1995. Diversity and Productivity of tropical legumes. In :
D‟Mello J.P.F. and Devendra C (ed)., 1995. Tropical Legumes in Animal Nutrition. CAB international, Wallingford UK.
Mannetje L. „t and R.M. Jones, 1992. Forages. Prosea, Bogor.McIlroy R.J., 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya
Paramita, Jakarta.Petocz, R.G. , 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. Pustaka
Grafitipers, Jakarta.
Reksohadiprodjo Soedomo, 1996. Evaluasi Produksi Pasture. Dalam KursusSingkat Teknik Evaluasi Pakan Ruminansia. Jurusa liarn Nutrisi danMakanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogjakarta.
Soesanto, H dan Subagiyo, 1988. Landasan Agrostologi. NUFFIC. UniversitasBrawijaya, Malang.
Subagiyo ,I. dan kusmartono, 1988. Ilmu Kultur Padangan. NUFFIC. UniversitasBrawijaya, Malang.
Susetyo, 1979. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padang Rumput. Direktorat
Jendral Peternakan dan Fakultas Peternakan IPB, Bogor.Tillman A.D., Hartadi H., Reksohadiprodjo S., dan Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press dan FakultasPeternakan UGM., Yogjakarta.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 18/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 19/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 202
sebesar 20,8% pada pemotongan pertama dan 10,7% pada pemotongan kedua, dan
mampu meningkatkan kualitas protein hijauan sebesar 17,01% pada pemotongan pertama dan 38,95% pada pemotongan kedua. Cara persiapan lahan dengan
menyemprotkan herbisida yang berbahan aktif glyphosate setelah dipotong
terlebih dahulu, merupakan cara yang paling tepat dalam menanam leguminosake padang rumput alami. Untuk meningkatkan ketersediaan pakan berkualitas,
menanam centro ke padang rumput alami dengan cara persiapan lahanmenggunakan herbisida yang berbahan aktif glyphosate adalah merupakan cara
yang paling tepat. Diperlukan suatu penelitian dalam jangka waktu yang panjanguntuk memperoleh data yang lebih akurat mengenai produksi hijauan pakansepanjang tahunnya.
Kata kunci: persiapan lahan, penyebaran legume, padang rumput alami
PENDAHULUAN
Latar BelakangSalah satu faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan
produksi ternak ruminansia adalah tersedianya hijauan makanan ternak yang berkualitas sepanjang tahun. Hijauan makanan ternak yang berkualitas terutamaterdiri dari rumput rumputan sebagai sumber energi dan leguminosa sebagai
sumber protein. Di Indonesia, khususnya di Bali, petani ternak masihmemanfaatkan rumput lapangan sebagai pakan ternaknya (Mendra, 1992 ), karena
lahan yang khusus dipergunakan untuk menanam rumput tidaklah memadai.Padang rumput alami yang tersebar pada beberapa daerah di Indonesia
luasnya 2.399.597 ha, dan lebih dari 90% luas padang rumput yang diusahakan
untuk menghasilkan pakan ternak di Indonesia didominasi oleh rumput alam dankomponen leguminosa hampir tidak ada (Sanchez, 1993). Rendahnya
produktivitas ternak pada padang rumput alami didaerah tropis terutamadisebabkan oleh rendahnya kualitas hijauan. Salah satu faktor yang menyebabkanrendahnya kualitas hijauan padang rumput alami adalah kelengasan dan
kesuburan tanah yang rendah (Sanchez, 1993).Di negara-negara maju, asosiasi rumput dan leguminosa banyak
diterapkan di padang penggembalaan (padang rumput). Bayer (1990) menyatakan bahwa keuntungan leguminosa dibandingkan dengan rumput adalah (1)leguminosa dapat mengikat N bebas dan bersimbiose dengan rhizobia, (2) kualitas
hijauan leguminosa tidak menurun drastis pada musim kemarau, (3) hijauan yang
lebih banyak mengandung leguminosa mempunyai kandungan protein dan nilaicerna yang lebih tinggi.Pada umumnya leguminosa yang diintroduksikan ke dalam padang rumput
adalah leguminosa penutup tanah (cover crops), seperti Centrosema pubescens,
Calopogonium mucunoides dan Pueraria phaseoloides. Jenis leguminosa penutuptanah ini adalah leguminosa tahunan yang tumbuhnya membelit dan memanjat,dan panjangnya bisa mencapai 5 m (Bogdan, 1977) Spesies tahunan seperti
Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides ini mempunyai sistem perakaran yang kuat dan relatif tahan terhadap cekaman air. Centrosema
pubescens mempunyai pertumbuhan awal yang sangat lambat, tetapi akan berkembang sangat cepat dan agresif jika sudah beradaptasi, serta mempunyai
daun yang lebat (Skerman, 1988). Sumbangan nitrogen yang dapat diberikan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 20/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 203
leguminosa setiap tahunnya pada padang rumput menurut Sanchez (1993) adalah
berkorelasi langsung dengan kandungan bahan kering bagian atas apabila spesiesyang digunakan telah dikelola dengan baik.
Di beberapa tempat yang mengembangkan padang rumput leguminosa,
daya tampung dapat ditingkatkan 5-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan padang rumput alamiah. Hal ini didukung oleh t‟Mannetje dan Jones (1992) yang
menyatakan bahwa pada pertanaman campuran rumput dan leguminosa dapatmeningkatkan kapasitas tampung, meningkatkan kenaikan berat badan dan
meningkatkan produksi dari ternak.Leguminosa memerlukan aerasi yang baik supaya bintil akar dapat
berkembang dan memfiksasi N bebas dengan baik. Hasil fiksasi N inilah nantinya
yang akan membantu pertumbuhan leguminosa, sehingga mampu berproduksimaksimal dengan kualitas yang baik (Humphreys, 1980). Pada umumnya
leguminosa kalah bersaing dengan rumput lapangan yang telah menyesuaikan diridengan kondisi yang ada. Rumput-rumputan termasuk tanaman golongan C4
sedangkan leguminosa termasuk golongan C3. Tanaman C4 lebih efisien dalammemanfaatkan sinar matahari, CO2 dan lebih efisien dalam penggunaan air,karena mempunyai sistem perakaran yang lebih luas dibandingkan dengan C3
(Sastroutomo, 1980).Cara persiapan lahan yang tepat juga bertujuan untuk mengurangi
kompetisi oleh rumput sehingga leguminosa dapat tumbuh optimum. Pemilihan
cara persiapan lahan ini sangat dibatasi oleh biaya, ketersediaan tenaga kerja danluasan padang rumput yang akan diintroduksi dengan leguminosa, serta tingkat
erosi (Leach et al ., 1976 dalam Nurjaya, 1987).Pengolahan tanah didalamnya termasuk pencangkulan sampai dengan
tanpa pengolahan hanya dibuat larikan atau ditugal.Selain dengan pengolahan
tanah pengelolaan padang rumput alam juga dapat dilakukan dengan pembakaran padangan. Maksud utama pembakaran adalah untuk memusnahkan tanaman
rumput dan gulma yang tua dan tidak palatabel dan kering, serta untukmerangsang pertumbuhan tanaman muda yang mengandung nutrisi yang lebihtinggi dan lebih disukai ternak. Pembakaran juga dapat memberantas hama dan
penyakit baik yang menyerang ternak atau tanaman (Reksohadiprodjo, 1994),serta melepaskan fosfor dan unsur hara yang lain yang terikat dalam jaringan
tanaman tua dan membuatnya tersedia bagi tanaman (Sanchez, 1993).Pengontrolan kompetisi tanaman juga dapat dilakukan dengan
menggunakan herbisida. Herbisida sistemik seperti dalapon dan glyphosate,
ditranslokasikan ke tanaman dan akan membunuh sampai ke akar tanaman. Nurjaya (1987) menemukan bahwa pada tanah berpasir, cara persiapan lahan
dengan memotong kemudian menyemprot dengan glyphosate 3 kg a.i. ha – 1 dansetelah dua minggu ditanami, memberikan hasil yang lebih baik daripada
persiapan lahan secara konvensional (membajak dan membersihkan tanaman yang
ada). Hal ini disebabkan oleh temperatur permukaan tanah lebih tinggi pada persiapan lahan secara konvensional dibandingkan dengan menyemprotnya
dengan herbisida.
Rumusan Masalah
Padang rumput alami didominasi oleh rumput-rumputan lokal sehingga
kuantitas dan kualitas pakan ternak yang dihasilkan rendah. Penanaman
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 21/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 22/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 23/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 24/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 207
Tabel 5.1 Signifikansi pengaruh cara persiapan lahan (P), jenis leguminosa (L)
dan interaksinya terhadap variabel yang diamati.Variabel Pengaruh
P L P X L
PEMOTONGAN PERTAMA
4 Kompos isi botani (%)
a) Rumput ** ** **
b)Leguminosa ** ** NS
c) Gulma ** ** *
9 Produksi (t ha – 1
)
a). Produksi bahan kering rumput ** ** **
b). Produksi bahan kering gulma ** NS NS
c). produksi bahan kering leguminosa ** ** NS
d).Produksi total bahan kering hijauan ** ** **
e). Produksi total protein kasar NS ** NS
10 Kualitas hijauan (%)
a). Kandungan protein kasar ** ** * b). Kandungan bahan kering (DM) NS ** NS
c). Kandungan bahan organik NS NS NS
d). Kandungan abu. NS NS NS
PEMOTONGAN KEDUA
4 Kompos isi botani (%)
a) Rumput ** ** **
b) Leguminosa ** ** **
c) Gulma ** ** **
9 Produksi (t ha-1
)
a). Produksi bahan kering rumput ** ** **
b). Produksi bahan kering gulma ** ** **
c). produksi bahan kering leguminosa ** ** **
d) Produksi total bahan kering hijauan ** ** NSe) Produksi total protein kasar ** ** **
10 Kualitas hijauan (%)
a). Kandungan protein kasar ** ** **
b). Kandungan bahan kering (DM) NS ** NS
c). Kandungan bahan organik NS NS NS
d). Kandungan abu. NS NS NS
11 Jumlah nodul NS NS NS
Keterangan :
1) * = berbeda nyata (P < 0,05 )
2) ** = berbeda sangat nyata (P < 0,01)
3) NS = tidak berbeda nyata (P> 0,05)
Pada pemotongan pertama, cara persiapan lahan tanpa penanamanleguminosa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap poduksi bahankering rumput, kecuali pada persiapan lahan secara konvensional (Tabel 5.2).
Penanaman centro mengakibatkan penurunan produksi bahan kering rumput padacara persiapan lahan dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan. Pada
penanaman calopo, persiapan lahan dengan pembakaran menghasilkan produksi
bahan kering rumput yang lebih tinggi dibandingkan dengan persiapan lahankonvensional, tetapi tidak berbeda nyata dengan persiapan lahan dengan herbisida
dan tanpa olah tanah. Persiapan lahan secara nyata (P<0,05) meningkatkan produksi bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan, tetapi penanaman leguminosa ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap berat
kering gulma (Tabel 5.2).
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 25/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 208
Pada pemotongan kedua, persiapan lahan pada penanaman centro secara
nyata meningkatkan produksi bahan kering leguminosa dibandingkan dengantanpa persiapan lahan, sedangkan pada calopo persiapan lahan dengan herbisida
dan tanpa persiapan lahan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel
5.3). Produksi bahan kering leguminosa tertinggi dijumpai pada persiapan lahandengan herbisida dan ditanami dengan centro, serta yang terendah dijumpai pada
persiapan lahan secara konvensional yang ditanami dengan Calopo (Tabel 5.3).Penanaman leguminosa mengakibatkan penurunan produksi bahan kering rumput
dibandingkan dengan tanpa ditanami dengan leguminosa kecuali pada persiapanlahan secara konvensional. Tanpa penanaman leguminosa, cara persiapan lahanmenekan produksi bahan kering rumput dibandingkan dengan tanpa persiapan
lahan kecuali pada persiapan lahan dengan herbisida. Pada penanaman dengan centro,
cara persiapan lahan memberikan produksi rumput yang sama kecuali pada persiapan lahan secara konvensional yang mampu menekan produksi bahan
kering rumput. Pada penanaman dengan calopo, cara persipan lahan tidakmemberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan(Tabel 5.3).
Tabel 5.2 Pengaruh cara persiapan lahan (P) dan jenis leguminosa (L) terhadap produksi bahan kering gulma dan leguminosa (t ha – 1) pada
pemotongan pertama dan produksi bahan kering total (t ha-1) pada pemotongan kedua (Pem.II)
Perlakuan Produksi bahan kering Prod. Bahan
Pemotongan I Kering total
Leguminosa Gulma Pem. II------ t ha- ---------- ------t ha- -----
Persiapan lahan
Pt (TOT) 1,47 c 0,68 b 2,85 a
Ph(herbisida) 2,39 a 1,06 a 2,84 a
Pp(pembakaran) 1,70 b 1,07 a 2,54 b
Pk(konvensional) 1,77 b 0,98 a 2,20 c
Jenis Leguminosa
Ltl (Tanpa legum) - 1,02 a 2,75 b
LCp (Centro) 1,71 b 0,89 a 3,08 a
LCm (calopo) 1,96 a 0,93 a 1,95 c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
Tanpa penanaman leguminosa, persiapan lahan meningkatkan produksi
bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa persipan lahan kecuali pada persiapan lahan dengan herbisida. Pada penaman dengan centro, cara persiapanlahan meningkatkan produksi bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa
persiapan lahan, sedangkan pada penanaman calopo persiapan lahan tidakmemberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi bahan kerinng gulma (Tabel
5.3)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 26/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 27/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 28/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 29/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 30/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 31/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 214
herbisida yang ditanami dengan leguminosa produksi bahan kering rumputnya
hampir sama dengan pada persiapan lahan tanpa olah tanah (Tabel 5.4), tetapiuntuk produksi bahan kering leguminosa pada persiapan lahan dengan herbisida
pada penanaman centro memberikan hasil yang berbeda nyata. Hal inilah yang
mengakibatkan produksi total bahan kering hijauan di atas tanah, pada persiapanlahan dengan herbisida yang ditanami centro memberikan hasil yang paling
tinggi.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penanaman leguminosa dan
cara persiapan lahan mampu menekan pertumbuhan rumput dibandingkan dengantanpa olah tanah. Tanpa penanaman leguminosa, prosentase rumput masih tingggitetapi dengan penanaman leguminosa prosentase rumput berkurang baik pada
pemotongan pertama maupun pada pemotongan kedua. Calopo, pada pemotongan pertama mempunyai daya menekan pertumbuhan rumput yang lebih tinggi
dibandingkan dengan centro.Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa centro lebih tahan terhadap
pemotongan. Reksohadiprodjo (1994) menyatakan bahwa centro adalahleguminosa dengan sifat tumbuh yang agresif, tumbuhnya merayap dan membelitdengan batang-batang yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya,
sehingga dapat menghindari dari tertutupnya oleh bayangan tanaman yangtumbuh bersamanya, dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Centro merupakantanaman leguminosa tahunan yang lebih tahan terhadap pemotongan jika
dibandingkan dengan calopo (Skerman, 1988).Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan
terhadap kualitas hijauan (kandungan bahan organik dan kandungan abu) kecualiterhadap kandungan protein kasar hijuan (Tabel 5.7). Pada semua perlakuandihasilkan kandungan protein kasar di atas 7% yang merupakan kandungan
protein kasar kritis pada hijauan pakan ternak. Penanaman leguminosa nyatameningkatkan kandungan protein kasar hijauan dibandingkan dengan tanpa
ditanami leguminosa (Tabel 5.7). Cara persiapan lahan dengan herbisidamenghasilkan hijauan dengan kandungan protein kasar yang tertinggi, tetapi tidak
berbeda dengan antara leguminosa centro dan calopo.
Semakin besar persentase leguminosa, maka kandungan protein kasar akansemakin besar dan semakin banyak prosentase rumput akan semakin menurunkan
kandungan protein hijauan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (1984)dan Reksohadiprodjo (1994) yang menyatakan bahwa leguminosa mempunyainilai nutrisi yang lebih baik daripada rumput, memiliki kandungan protein kasar,
kalsium dan fosfor yang lebih tinggi, dan seringkali mempunyai nilai serat kasaryang lebih rendah. Sementara itu, Mc Illroy (1977) menyatakan bahwa tingkat
dan stadia pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan perbaikan kualitas pakan.Selanjutnya dikatakan bahwa nilai gizi jenis hijauan makanan ternak dipengaruhioleh perbandingan daun/batang, fase pertumbuhan, kesuburan tanah dan
pemupukan, serta keadaan iklim. Lebih lanjut, Djuned, dkk. (1980) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi kimia hijauan
diantaranya adalah faktor tanaman meliputi umur, jenis dan bagian tanaman.Daun mempunyai nilai protein yang lebih tingggi dibandingkan dengan batang,karena pada batang lebih banyak mengandung serat kasar dibandingkan dengan
daun.
Produksi total bahan kering hijauan di atas tanah dan kandungan protein
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 32/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 215
kasar hijauan akan mempengaruhi produksi total protein kasar di padang rumput
alami. Produksi total protein kasar yang tertinggi diperoleh pada cara persiapanlahan dengan herbisida yang ditanami dengan centro pada pemotongan pertama
dan kedua.(Tabel 5.1). Produksi total protein kasar berkorelasi erat dengan
produksi bahan kering leguminosa. Semakin banyak jumlah bahan keringleguminosa pada hijauan akan semakin meningkatkan produksi total protein kasar,
dan dengan semakin banyaknya rumput maka akan mengakibatkan semakinrendahnya produksi total protein kasar. Selain itu produksi total protein kasar juga
berkorelasi erat dengan nodul yang terbentuk. Nodulasi leguminosa juga dapatmempertahankan tingginya konsentrasi protein pada rumput, sehingga keberadaanleguminosa dalam hijauan akan memberikan pakan yang lebih baik bagi ternak
(Skerman,1977). Penanaman centro pada perbagai cara persipan lahan, mampumeningkatkan produksi total protein kasar mendekati dua kali lipat pada
penanaman calopo. Hal ini disebabkan karena setelah defoliasi calopo lebihlambat tumbuh kembali dibandingkan dengan centro.
Kompetisi yang terjadi setelah defoliasi, antar spesies tanaman yang berbeda atau pada spesies yang sama meliputi banyak faktor. Penampilan spesiestanaman yang berbeda dalam asosiasi yang berbeda dari sangat depresif, depresif
hingga menunjukkan interaksi yang tidak menguntungkan. Kompetisi akhirnyaakan mengurangi jumlah faktor yang esensial bagi masing-masing individu.Berhasilnya tanaman dalam kompetisi tergantung pada kedalaman dan distribusi
akar, lebar daun dan sifat genetik (Donald,1963).Rumput merupakan tanaman C4 yang lebih efisien dalam memanfaatkan
sinar matahari, CO2 dan lebih efisien dalam penggunaan air, karena mempunyaisistem perakaran yang lebih luas dibandingkan dengan C3 (Sastroutomo, 1990).Hal tersebutlah yang akan membatsi pertumbuhan leguminosa setelah
pemotongan. Selanjutnya Mc.Illroy (1977) menyatakan bahwa penekanan inidisebabkan penaungan rumput dan persaingan akar dalam menyerap unsur hara di
dalam tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :1. Terjadi interaksi antara cara persiapan lahan dengan jenis leguminosa dalam
hal produksi dan kualitas hijauan di padang rumput alami.
2. Jenis leguminosa yang lebih mampu menghasilkan bahan kering yang lebihtingggi terutama pada pemotongan kedua adalah Centrosema pubescens
Benth.3. Penanaman leguminosa mampu meningkatkan produksi total bahan kering dan
kualitas hijauan di padang rumput alami.
4. Cara persiapan lahan dengan menyemprotkan herbisida sistemik yang berbahan aktif glyphosate setelah dipotong terlebih dahulu, merupakan cara
yang paling tepat dalam menanam leguminosa di padang rumput alami.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 33/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 34/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 35/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 218
PEMANFAATAN LIMBAH DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK
UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH
Nani Yunizar, Elviwirda dan Yenni Yusriani
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
ABSTRAK
Provinsi Aceh merupakan daerah prioritas penyumbang ternak sapi potong
yang memberi kontribusi terhadap penyediaan daging untuk konsumsi dalamdaerah dan memberi pendapatan yang cukup tinggi 25,5%. Akan tetapi akhir-
akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25%. Salah satu penyebabnya yaiturendahnya daya reproduksi terutama pada usaha peternakan rakyat akibat dari
terbatasnya ketersediaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk ; 1). Meningkatkan
produksi dan produktivitas ternak untuk mencukupi kebutuhan daging 2).mendapatkan teknologi pakan yang berasal dari limbah pertanian (padi dan kakao)sebagai sumber hijauan pakan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten AcehTimur dan Kabupaten Bireuen. Ternak sapi di kelompokkan atas berdasarkan
umur dan bobot hidup. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan AcakKelompok. Nilai ekonomis ransum dihitung menggunakan R/C ratio. Design
perlakuan pakan sebagai berikut : A0 =Perlakuan Petani dan A1 = 50% jerami padi fermetasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat ; A2 = 50% kulit kakaofermentasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat. Peubah yang diamati adalah:
Pertambahan bobot badan harian, konsumsi dan analisis ekonomi (B/C ratio).Hasil penelitian diperoleh rata-rata pertambahan bobot badan harian A0 sebesar
0,759 kg, A1 sebesar 0,801 kg dan A2 sebesar 0,675 kg. Nilai B/C ratio Ao
sebesar 1,48 ; A1 sebesar 1,55, dan A2 sebesar 1,39.Kata kunci: integrasi, sapi, jerami padi, kulit kakao, ketahanan pakan
PENDAHULUAN
Kebijakan pembagunan peternakan di Provinsi Aceh dewasa ini lebihditekankan pada upaya untuk menyongsong kecukupan daging 2014. Salah satu
faktor yang dominan pada keberhasilan pengembangan ternak adalah ketersediaansumber pakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Provinsi Aceh sebagai salah
satu Provinsi yang memiliki ternak sapi lokal dengan populasi sebesar 587,122
ekor memiliki potensi lahan pertanian berupa perkebunan, antara lain kebun kakao105,625 ha dan lahan sawah 352,201 ha. Kedua komoditi tersebut memiliki
potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.Akan tetapi akhir-akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya
sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25%(Dinas Peternakan Prov. NAD, 2009). Hambatan utama petani ternak khususnyadalam peningkatan populasi ternak yaitu terbatasnya pakan. Perluasan areal untuk
penanaman rumput sebagai pakan ruminansia sangat sulit, karena alih fungsilahan yang sangat tinggi. Mengingat sempitnya lahan penggembalaan, maka
usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah) pertanian untuk pakan perlu dipadukandengan bahan lain yang sampai saat ini belum biasa digunakan sebagai pakan.
Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 36/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 37/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 220
diberikan vitamin dan obat cacing. Dilakukan adaptasi selama 10 hari dengan
bahan pakan yang akan diuji. Setiap 10 hari ternak ditimbang. Pakan diberikansebanyak 10% dari bobot badan. Konsentrat diberikan setiap pagi bersama dengan
mineral blok. Peubah yang diamati meliputi pertambahan bobot badan, konsumsi
ransum dan analisis ekonomi (B/C ratio) berdasarkan nilai input dan output.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik di Kabupaten BireuenDesa Juli Mee Tengoh merupakan salah satu desa di Kecamatan Juli
Kabupaten Bireuen dengan luas wilayah 207 Ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan
3,5 km dan jarak desa ke ibukota kabupaten 5,5 km. Desa ini mudah dikunjungikarena transportasi dan sistem komunikasi relatif lancar. Batasan desa adalah
sebagai berikut:Sebelah Utara berbatasan dengan Meunasah Teungoh
Sebelah Timur berbatasan dengan Blang KeutumbaSebelah Selatan berbatasan dengan Bate Raya, PeuradenSebelah Barat berbatasan dengan Seunebok Gunci
Karakteristik Usahatani dan Jenis UsahataniUsahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Juli Mee Teungoh sangat
beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani.Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanaman
semusim seperti padi, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominanditanam adalah kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutandan pisang. Adapun komoditas ternak yang banyak diusahakan adalah sapi,
kerbau, kambing, ayam dan itik.
Karakteristik Fisik di Kabupaten Aceh TimurDesa Lhok Asahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Idi Timur
Kabupaten Aceh Timur dengan luas wilayah 230 Ha. Jarak desa ke ibukota
kecamatan 1,5 km, dan jarak desa ke ibukota kabupaten 6,5 km.Batasan desa adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Seunebok KuyunSebelah Timur berbatasan dengan Meunasah JempaSebelah Selatan berbatasan dengan Keutapang Dua
Sebelah Barat berbatasan dengan Seunebok Tengoh
Karakteristik Usahatani dan Jenis UsahataniUsahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Lhok Asahan sangat
beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani.
Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanamansemusim seperti padi, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominan
ditanam adalah kelapa sawit, kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutan dan pisang. Adapun komoditi ternak yang banyak diusahakanadalah sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik. Susunan dan komposisi pakan sesuai
dengan pemberian saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 38/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 221
Tabel 1. Susunan pakan berdasarkan bahan kering
Bahan pakan Susunan Formulasi ransum (%)
A0 A1 A2 Hijauan 100 81.7 76.3
jerami padi fermentasi 0 18 0 kulit kakao fermentasi 0 0 23.4 Konsentrat 0 0.3 0.3
Total 100 100 100
Tabel 2. Komposisi bahan pakan sesuai jumlah yang diberikan (kg)
Bahan pakan Susunan Formulasi Ransum (kg) A0 A1 A2
Hijauan 18.46 15.36 14.44
jerami padi fermentasi 0 3.38 0
kulit kakao fermentasi 0 0 4.43
Konsentrat 0 0.06 0.06 Total 18.46 18.8 18.93
Pertambahan Bobot Badan Selama PenelitianRata-rata pertambahan bobot badan sapi selama penelitian 90 hari
perlakuan A0 (perlakuan petani) sebesar 38.97 g/ekor/hari, perlakuan A1 (pemakaian 50% jerami padi permentasi tambah 50% hijauan tambah 1%
konsentrat) sebesar 72.66 g/ekor/hari dan perlakuan A2 (kulit buah kakao permentasi hijauan tambah 1% Konsentat) sebesar 60.66 g/ekor/hari.
Dari hasil data penelitian yang diperoleh A0, A1, dan A2 secara statistik
menunjukkan perbedaan tingkat pertambahan bobot badan ternak sapi yang nyata
terutama antara perlakuan petani (A0) dengan perlakuan penambahan bahan
pakan hasil fermentasi yaitu A1 dan A2. Namun perbedaan pertambahan bobot bobot badan ternak sapi yang diberikan pakan perlakuan hasil fermentasi antaraA1 dengan A2 memperlihatkan selisih yang tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan
karena pengaruh hasil proses fermentasi jerami padi (A1) yang menunjukkanserat-seratnya sudah terurai semua sehingga memberikan daya cerna lebih tinggidibandingkan dengan perlakuan petani maupun perlakuan penambahan kulit buah
kakao difermentasi.Tingkat daya cerna pakan yang dikonsumsi dapat menunjukkan tingkat
tinggi rendahnya penambahan bobot badan, karena dapat memberikan gambaran
seberapa banyak pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap oleh pili-pili ususuntuk membentuk otot daging dan tidak banyak di buang dalam bentuk feses.
Fitriani (2003) menyatakan bahwa perlakuan amoniasi jerami padi dengan aditifmikroba dapat meningkatkan nilai kecernaan NDF dan hemisellulosa rumput.
Tabel 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Sapi Selama Penelitian(gram/ekor/hari)
PerlakuanUlangan
Total Rata-rata1 2 3
A0 38.97 39.96 37.98 116.91 38.97a
A1 69.03 37.98 74.97 217.98 72.66c
A2
56.97 62.01 63.0 181.98 60.66 b
Ket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata (P>0,05)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 39/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 40/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 41/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 224
Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor
produksi, yang digunakan dalam proses produksi, dan biaya adalah suatu nilaiyang dikorbankan untuk produksi (Teken dan Asnawi, 1977). Penerimaan adalah
hasil perkalian antara jumlah produksi fisik dengan harga satuan dari produksi
tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa harga dari jumlah produksi sangat menentukan besar kecilnya penerimaan (Bishop dan Toussaint, 1979). Sedangkan pendapatan
adalah jumlah penerimaan total dari hasil usaha setelah dikurangi biaya riil usaha(Adiwilaga, 19820).
Untuk menilai kelayakan ekonomi dari hasil penelitian maka digunakananalisa tingkat keuntungan dan rasio manfaat biaya (B/C Ratio) disajikan padaTabel 7.
Tabel 7. Nilai B/C Ratio selama penelitian 90 Hari
Perlakuan PenerimaanBiaya produksi
B/C Ratio
(Rp)A0 Rp. 7.824.950 Rp. 5.261.554 1.48
A1 Rp. 9.123.100 Rp. 5.889.358 1.55
A2 Rp. 8.748.600 Rp. 6.284.309 1.39
KESIMPULAN
1. Pertambahan bobot badan sapi selama penelitian mengalami kenaikan yg
signifikan dengan pemberian ransum perlakuan yang terdiri dari pakan perlakuan Hasil penelitian diperoleh rata-rata pertambahan bobot badan
harian A0 sebesar 0,759 kg, A1 sebesar 0,801 kg dan A2 sebesar 0,675 kg. Nilai B/C ratio Ao sebesar 1,48 ; A1 sebesar 1,55, dan A2 sebesar 1,39.
2. Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan seperti pelepah sawit, kulit buah kakao yang di olah dengan cara fermentasi memberikan B/C ratio yang
lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, 2009. Data Base Peternakan Provinsi
Aceh. Banda Aceh.Fitriani. 2003. Analisis Usaha Penggemukan Sapi Yang Diberi pakan Jerami padi
Fermentasi ditambah Aktivator Mikroorganisme. Skripsi JurusanPeternakan Unsyiah, Darussalam Banda Aceh.
Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal.2006.
Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta
Suharto. 2004. Pengalaman Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Sapi – KelapaSawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional Kelapa Sawit – Sapi. BadanLitbang Pertanian. Bogor. Pp. 57-63
Zainuddin. 1995. Kecernaan dan Fermentasi Limbah Kakao serta Manfaatnya.Kumpulan Hasil-hasil Pertanian APBN TA 94/95, Balia Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 42/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 225
KERAGAAN PASTURA Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick
PADA SISTEM PENGGEMBALAAN DAN STOCKING RATE BERBEDADI LAHAN PERKEBUNAN KELAPA
Selvie D. Anis
1
, M.A. Chozin
2
, M. Ghulamahdi
2
, Sudradjat
2
dan H. Soedarmadi
3
1DepartemenNutrisidanMakananTernakFakultasPeternakan UNSRAT, Manado.
2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
3DepartemenMakananTernakdanTeknologi Pakan, FakultasPeternakan IPB, Bogor.
ABSTRACT
Integreted pasture and livestock in coconuts based farming systemswere expected to enhance the efficiency and the sustainability of land utilization.
The aim of this experiment was to studies the effects of stocking rate andgrazing systems on performance of pasture. This experiment was conducted at
Coconut and Others Palma Research Center (BALITKA) Manado since July 2009
until June 2010. Two grazing system and three stocking rate were put on SplitPlot arrangement based on Rendomized Block Design (RBD). Measured variables
were number of mother plant, ground tiller, aerial tiller, weight of dry roots andcrown. The results shows that all highest performances measured were found
on the interaction of rotational grazing system (SP2) and stocking rate 2,31AU (SR3).
Key word: performance, humidicola, grazing system, stocking rate.
ABSTRAK
Integrasin pastura dan ternak sapi ke dalam system pertanian berbasis kelapadiharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan secar aberkelanjutan.
Percobaan ini bertujuan mempelajari pengaruh stocking rate dan system penggembalaan terhadap keragaan pastura.Penelitian ini telah dilakukan di Kebun
Percobaan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) Manado sejakJuli 2009 sampai Juni 2010. Perlakuan terdiri dari dua sistem penggembalaan dantiga stocking rate diatur dalam pola petak terpisah yang didasarkan pada
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Variabel yang diukur adalah jumlah tanamaninduk, jumlah ground tiller , jumlah aerial tiller , bobot akar dan bobot crown.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua parameter keragaan pastura yangterbaik diperoleh pada interaksi antara sistem penggembalaan rotasi (SP2) dan
stocking rate 2,31 UT (SR3).Kata kunci : keragaan, humidicola, sistempenggembalaan, stocking rate.
PENDAHULUAN
Frekuensi defoliasi akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
produksi biomassa bahan kering hijauan di atas tanah (Flemmer et al., 2002) dan pada tekanan penggembalaan berat akan terjadi pengurangan absorbsi unsur hara
yang dapat mengancam terhadap pemulihan jaringan fotosintesis (Dawson et al.,2000), bahkan gangguan kehidupan perakaran dan kematian akar (Mousel et al .,2005). Namun demikian laporan terbaru menunjukkan naiknya frekuensi defoliasi
tidak berpengaruh terhadap produksi dan dinamika akar, sebaliknya menaikan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 43/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 226
konsentrasi (%) dan kandungan TNC (g/tanaman) dalam crown dan akar (Gittins
et al.,2010). Sebelumnya, Gao et al . (2007) melaporkan bahwa penggembalaan berat 2,9 Yaks/ha menghasilkan rasio biomassa akar/pucuk lebih tinggi dari pada
penggembalaan ringan 1,2 Yaks/ha dan medium 2,0 Yaks/ha. Naiknya alokasi,
yang biomassa komponen akar rumput adalah respons adaptasi tanaman terhadap perenggutan pada gilirannya akan mendukung terjadinya restorasi tanaman setelah
direnggut (Wang et al ., 2003).Ketika terjadi defoliasi atau perenggutan bagian pucuk tanaman akan
menyebabkan kehilangan unsur nitrogen, yang menyebabkan terjadinyaketidakseimbangan kedua unsur tersebut. Untuk menjaga tanaman beradadalam keadaan homeostatis, secara otomatis tanaman akan melepaskan unsur
karbon ke lingkungan risosfer melalui eksudat akar (Manske, 2001; Kuzyakov,2002; Mousel et al . , 2003). Eksudat akar mengadung glukosa dan asam amino
yang optimal, akan menjadi pilihan utama untuk pertumbuhan bakteri(Kuzyakov, 2002).
Pada umumnya rerumputan pakan tropis selalu menghasilkan biomassahijauan berlimpah. Namun tanpa manajemen penggembalaan yang benar akanterjadi akumulasi material mati yang dapat menghambat ternak untuk merumput
(Sollenberger dan Burns, 2001). Intensitas defoliasi atau perenggutan yangoptimum berbeda untuk setiap jenis rumput, dan sebagai contoh untuk jenislimpograss ( Hemarthria altissima) dapat memenuhi kebutuhan ternak dan
memberi keragaan ternak terbaik pada struktur pastura dengan tinggi conopy40 cm, sebagai ukuran tinggi tanaman yang terjangkau oleh ternak untuk
direnggut dengan ditandai suplai hijauan tertinggi (Newman et al . , 2002). Tinggitunggul yang tersisa 30 cm setelah digembalakan menghasilkan komponen daunlebih banyak dan memberikan efisiensi penggembalaan 80%, lebih tinggi
dibandingkan 68% pada tinggi tunggul 50 cm pada rumput P. Maximum(Carnevalli et al., 2006), demikian juga dilaporkan pada jenis rumput
Brachiaria yang lebih sering digembalakan, efisiensinya lebih tinggidibandingkan dengan yang kurang digembalakan (CIAT, 2006).
Pengaruh sistem penggembalaan terhadap produksi ternak tidak sebesar
pengaruh stocking rate (SR). Sistem penggembalaan rotasi dapat menyajikanhijauan yang lebih seragam, tumbuh relatif pendek tetapi berdaun muda dan
bergizi, serta lebih disukai dan dipilih ternak (Mayne et al ., 2000). Pada sistem penggembalaan rotasi dengan SR tinggi, memberikan kenaikkan hasil susu sapi per induk sebesar 16%, dibandingkan dengan hanya 4% pada SR
rendah,demikian juga pertambahan berat badan harian ternak sapi lebih tinggi pada rumput B.humidicola dengan naiknya SR (Pereira et al ., 2009).
Penentu utama jumlah hijauan yang terenggut per hari oleh ternak sapiadalah bobot hijauan per renggutan.Volume tersebut ditentukan oleh tinggirendahnya kanopi pastura, sebagai akibat dari perbedaan SR (Newman et al .,
2002; Carnevalli et al., 2006) dimana tinggi kanopi pastura antara 8-10 cmmemberikan hasil pertambahan berat badan lebih tinggi (Mayne et al , 2000).
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilaksanakan di lapang pada kebun percobaan Balai
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 44/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 45/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 228
Tabel 1. Pengaruh interaksi perlakuan system penggembalaan dan stocking rate
terhadap keragaan pasture B.humidicola.
Interaksi
Tanaman Induk
Parameter
Aerial
Tiller
Ground
Tiller
Bobot
Akar
Crown
SP1-SR1
SP1-SR2
SP1-SR3
SP2-SR1
SP2-SR2 SP2-SR3
6,22b
6,44b
9,22b
2,66c
7,00b
12,22a
13,22b
18,78b
26,55a
3,67c
14,00b
27,89a
16,55a
9,78b
7,33b
12,77a
4,55b
1,11c
4,35c
5,48b
6,06b
4,07c
5,80b
11,09a
5,11c
6,99b
9,78b
3,48c
9,01b
14,34a
Ket : angka yang diikuti huruf tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata P<0,05
Anakan/Ground Tiller. Jumlah anakan ( ground tiller ) tertinggi padainteraksi SP2 SR 3 (27, 89) dan SP1 SR 3 (26, 55) dimana keduanya berbeda nyata
lebih tinggi dari interaksi lainya, tetapi keduanya tidak berbeda nyata. Sedangkan jumlah anakan yang paling rendah diperoleh pada interaksi SP2 SR 1 (3,67) dannyata lebih rendah dari interaksi lainnya. Tingginya jumlah anakan pada interaksi
perlakuan SP2 SR 3 tersebut mungkin disebabkan karena sebagian besar biomassahijauan terenggut oleh ternak, sehingga terjadi pengurangan phytomas berupa
mulsa dan material mati (Schuman et al., 1999). Kondisi ini memungkinkan penetrasi cahaya yang cukup dan meningkat kankecepatan pertukaranCO2melalui proses fotosintesis (Lecain et al ., 2000; Bremer et al ., 1998), dan
terjadi peningkatan suhu udara mikroklimat dekat permukaa ntanah yangmerangsang pertumbuhan pucuk baru dari crown (McMaster et al ., 2003).
Selanjutnya aktivitas fotosintesis meningkat pada bagian tanaman yang tidak
terdefoliasi karena naiknya rasio akar tajuk yang bersinergi dengan naiknyaintesitas penyinaran akibat lingkungan pastura semakin terbuka (Schnyder dan
de Visser, 1999; Thornton et al ., 2000).Hasil penelitian Zhang et al . (2011) menunujukkan bahwa penggembalaan
berdampak positif terhadap perkecambahan, dimana pada pedok yang digembalaikumulatif perkecambahan meningkat 77% , sedangkan yang didefoliasi secaramekanik (mowing ) peningkatan tersebut hanya 59%. Peningkatan jumlah
kecambah yang tumbuh tersebut berkorelasi positif dengan temperatur tanahlapisan atas (Wang et al., 2003). Pada pastura yang tidak digembalakan vegetasirumput akan menutupi permukaan tanah sehingga membatasi masuknya cahaya
matahari yang akan menentukan tinggi rendahnya suhu tanah lapisan atas
(Huang dan Gutterman, 2004; Romo, 2004).
Anakan/Aeri el ti ll er . Jumlah anakan (aerial tiller ) tertinggi pada interaksiSP1 SR 1 (16,55) dan SP2 SR 1 (12,77). Keduanya tidak berbeda nyata, tetapi nyata
dibandingkan dengan interaksi lainnya. Selanjutnya jumlah aerial tiller terendahdihasilkan oleh interaksi SP2 SR 3 sebanyak 1,11 anakan. Hal ini disebabkan
sebagian besar pucuk tanaman terenggut oleh ternak sehingga kurangkemungkinan menghasilkan aerial tiller (Busque dan Herrero, 2001).
Bobot Akar dan Crown . Akar sebagai representasi sumber cadangan
energy pada bagian tanaman di bawah tanah, dan dengan biomassa yang besar
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 46/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 229
dapat memberikan kontribusi lebih banya unsur C dan N ke dalam tanah
(Mouselet al, 2003). Bobot akar seberat 11,09 g dan bobot crown sebanyak14,34 g dihasilkan pada perlakuan SP2 SR 3(Gambar), dan nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan interaksi lainnya.
Pada jenis rerumputan perenial akan terjadi penurunan bobot akar bila
frekuensi defoliasi meningkat (Flemmer et al ., 2002). Namun tingginya bobotakar dan crown yang kami peroleh pada penelitian ini merupakan respons adaptasitanaman terhadap perenggutan, yang pada gilirannya akan mendukung terjadinya
restorasi tanaman setelah direnggut (Wang et al ., 2003). Hal ini pentingmengingat fungsi akar sebagai sink untuk C dan N di padangrumput. Gao et al .(2007) melaporkan bahwap enggembalaan berat 2,9 yaks/ha menghasilkan rasio
akar/pucuk lebih tinggi dari pada penggembalaan ringan 1,2 yaks/ha dan medium2,0 yaks/ha. Hasil bobot akar tertinggi yang diperoleh pada perlakuan SP2SR 3sebanyak 11,09 g. Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa pada sistem
penggembalaan rotasi terjadi pertumbuhan akar yang lebih panjang, dan adanyaakar-akar baru yang lebih segar, dibandingkan dengan pada sistemp
enggembalaan kontinyu. Hal ini terjadi kerena pada system penggembalaan rotasitanman diberi kesempatan untuk bertumbuh kembali optimal. Dalam
perkembangan tanaman, naiknya proporsi pucuk selalu diimbangi dengan perkembangan akar yang lebih aktif. Sejalan dengan penelitian terbaru olehGittins et al . ( 2010) yang menunjukkan bahwa defoliasi yang berat tidak
berpengaruh negatif terhadap kecepatan tumbuh akar, biomasa akar dan crown,kecepatan rekrutmen akar dan tingkat hidup akar rumput Poa ligularis. Penulis
tersebut mengatakan bahwa hal ini sebagai petunjuk karakteristik morfologisrerumputan yang tergolong persisten sebagai padang penggembalaan.Kemungkinan lain dari hasil penelitian kami adalah bahwa rumput B.humidicola
semasa pertumbuhan vegetatif tidak hanya menyimpan cadangan energi di akardan crown, tetapi juga alokasi asimilat terjadi secara horinsontal ke stolon.
Dengan demikian ketika terjadi perenggutan, untuk bertumbuh kembali tanamanrumput tidak tergantung sepenuhnya cadangan energi yang berasal dari akar dancrown saja melainkan juga dari stolon (Baruch dan Guenni, 2007).
KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :Semua keragaan pastura yang terbaik diperoleh pada interaksi sistem
penggembalaan rotasi (SP2) dan stocking rate tiga (SR 3).
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 47/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 230
DAFTAR PUSTAKA
Baruch, Z., O. Guenni. 2007. Irradiance and defoliation effects in three species of
the forage grass Brachiaria. Tropical Grassland 41: 269-276Busque.J., M. Herrero. 2001. Sward structure and patterns of defoliation of signal
gass (Brachiariadecumbens) pastures under different cattle gazingintensities. Tropical Gassland 35: 193-204.
Carnevalli R.A., S.C. Da Silva., A.A.O. Bueno., N.G. Silva., J.P.G Morais. 2006.Herbage production and grazing losses in Panicum maximumcv. Mombacaunder four grazing managements. Tropical Grassland 40: 165-176
Carnevalli R.A., S.C. Da Silva., A.A.O. Bueno., N.G. Silva., J.P.G Morais. 2006.Herbage production and grazing losses in Panicum maximumcv. Mombaca
under four grazing managements. Tropical Grassland 40: 165-176Centro InternationaleAgicultureTropicale (CIAT). 2009. Exploiting biological
nitrification inhibition in agiculture. http://www.ciat.cgiar.org.Dawson, L.A., S.J. Gayston., E. Paterson. 2000. Effects of gazing on the roots and
rhizosphere of gasses. GasslandEcaophysisolgy and GazingEcoalogy. (Ed)
G. Lemaire et al. CAB International.Flemer, A.C., C.A. Busso., O.A. Fernandez., T. Montani. 2002. Root gowth,
appearance and disappearance in perennial gasses: Effects of the timming of
water stress with or without defoliation. Canadian Journal of Plant Science.82: 539-547.
Gao, Y.H., P. Luo., N. Wu., W. Chen., G.X. Wang. 2007. Gazing intensityimpacts on carbon sequestration in an Alpine Meadow on the EasternPlateau. Research J. Agi and Biology Sci. 3 (6): 642-647.
Gittings,C., C.A. Busso., G, Becker., L. Ghermandi., G. Siffredi. 2010.Defoliation frequency affects morphophysiological traits in the
bunchgass Poaligularis. Int. J. Exptl Botany 79: 55-68.Gomez, A.A and A.A. Gomez. 1995. ProsedurStatistikuntukPenelitianPertanian.
(Edisi II). PenerbitUniversitas Indonesia.
Huang, Z., Y. Guttreman. 2004. Seedling desiccation tolerance of Leymusracemous(Poaceae) (wild rye) a perennial sand-dune grass
inhabiting the Junggar Basin of Xinjiang, China. Seed Sci. Res. 2(14):233-241
Kuzyakov,Y.2002. Factor affecting rhizosphere priming effects.J.PlantNut.
SoilSci 165: 382-396Lecain, D.R., Morgan, J.A., Schuman, J.D and H. Hart. 2000. Carbon exchange
rates gazed and ungazed pastures of Wyoming. J. Range Management.53: 199-206.
Manske,L.L. 2001. Well-Timed gazing can stimulate gassgowth and tiller
development.North Dakota State University-NDSU AgicultureCommunication. hhtp://www.ag.ndsu.nodak.edu
Mayne, C.S,.Wright, I.A and G.E.J. Fisher. 2000. Gassland management undergazing and animal respons. In: Gass Its Production and Utilization. ThirdEdition.Edited by Alan Hopkins. Institute of Gassland and Environment
Research, North Wyke, Okehampton, Devon, UK. Blackwell Science Ltd.
McMaster, G.S., W.W.Wilhelm., D.B.Palic., J.R. Porter., P.D. Jamieson. 2003.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 48/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 49/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 232
PERILAKU MAKAN RUMINANSIA SEBAGAI BIOINDIKATOR
FENOLOGI DAN DINAMIKA PADANG PENGGEMBALAAN
Suhubdy Yasin
Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropis,Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram-NTB
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Grazingland or Rangeland is an “eating table” of ruminants and/or other
herbivores for supporting their life. The adequacy and uptake of essential nutrientssuch as dry matter, protein and energy are very much determined by quality and
phenology of pasture vegetation. The phenology of grass influences directly to
ingestive behaviour of the herbivores. During grazing time, ruminantanimals/herbivores tend to select the pastures that are easy to be prehended for
fulfilling their dry matter requirement. Therefore, monitoring and recording thediurnal ingestive or grazing behaviour of ruminant animals or other herbivoreswould be as useful bioindicator for understanding the change of growth and
availability of grass on pasture and/or rangeland. This behavioral aspect ofruminants is also useful clue and effective information to be considered for
managing the grassland developments. This paper reviews and discusses theingestive behaviour of ruminants as one of bioindicators determining the
phenology of grass and dynamics of grasslands or rangelands.
Keywords: bioindicator, grasslands, ingestive behaviour, plants phenology, pastures, rangelands, ruminants
ABSTRAK
Padang rumput (penggembalaan) merupakan “meja makan” bagi ternakruminansia dan/atau herbivora lainnya untuk menopang hidupnya. Ketercukupankebutuhan dan asupan zat gizi utama seperti bahan kering, protein dan energi
sangat ditentukan oleh mutu dan fenologi tumbuhan pakan tersebut. Fenologitumbuhan pakan secara langsung mempengaruhi cara dan pola konsumsi
(ingestive behaviour ) dari ternak herbivora. Pada saat merumput, ruminansiamemiliki kecenderungan memilih dan menyenggut hijauan pakan yang gampangdisenggut untuk memenuhi kebutuhan bahan kering pakannya. Oleh sebab itu,
memonitor dan merekam karakteristik aktivitas merumput ( grazing ) dan polamakan harian ruminansia dan/atau herbivora lainnya menjadi salah satu petunjuk
biologis (bioindikator) yang mungkin sangat berguna untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi terhadap padang penggembalaan dan aspek ini pula padagilirannya menjadi salah satu faktor manajemen strategis pengelolaan padang
penggembalaan. Makalah ini mereview dan mendiskusikan tentang perilakumakan (ingestive behaviour ) ternak ruminansia sebagai salah satu bioindikator
fenologi dan dinamika padang penggembalaan alam dan/atau pastura. Kata kunci: bioindikator, fenologi tumbuhan, padang penggembalaan, padang
rumput, perilaku makan, ruminansia
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 50/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 51/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 234
NOLOGI DAN KARAKTERISTIK NUTRISI TUMBUHAN PAKAN
Fenologi tumbuhan didefinisikan sebagai siklus perubahan biologi
tumbuhan yang erat kaitannya dengan faktor iklim (MacAdam, 2009 dan Gibson,
2009). Pada saat musim penghujan, rerumputan yang potensial sebagai hijauan pakan tumbuh dengan baik dan produksi biomassanya relatif berlimpah. Akan
tetapi pada musim kemarau, produktivitasnya relatif sedikit. Artinya, faktor pembatasnya adalah ketersediaan air bukan hujan. Jika air dapat disediakan secara
memadai sepanjang tahun maka produksi dan ketersediaan hijuan pakan tak akanmenjadi kendala.
Fenologi tumbuhan pakan sangat mempengaruhi nilai gizi dan tabiat
makan dan/atau ruminasia (Flores, dkk., 1993; Minson, 1990; Prache, 1997;Prache, dkk., 1998;). Pada fase vegetatif kandungan protein kasar cenderung
tinggi dan kadar seratnya relatif rendah. Demikian sebaliknya, kadar seratcenderung semakin meningkat pada saat mencapai fase generatif (Brazle., dkk.,
2000). Tingginya kadar serat berkaitan erat dengan tingkat lignifikasinya. Hijauan pakan biasanya disukai oleh ternak jika diberikan biomassa pada saat fasevegetatif dan kurang diminati jika diberikan pada saat sudah menua. Pada kondisi
padang penggembalan, hijauan pakan yang sudah menua akan menyulitkanternak mengkonsumsinya hal ini berkaitan dengan kesulitan dalam halmenyenggut dan mengunyahnya (Yasin, 2012). Di samping itu, nilai nutrisinya
(daya cerna) pun cenderung menurun (Tabel 1, Minson, 1990).
Tabel 1. Daya cerna (in vitro) lima species rumput tropis (Minson, 1990).
Daya cerna bahan kering
Tumbuhan Pakan Monthlyregrowths
Matureregrowths
Rata-rata
Setaria sphacelata var. splendida 0,65 0,58 0,62
Digitaria decumbens 0,63 0,57 0,60Chloris gayana 0,61 0,54 0,58
Panicum maximum 0,61 0,52 0,57
Pennisetum clandestinum 0,60 0,52 0,56Rata-rata 0,62 0,55 0,59
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 52/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 235
Gambar 1. Hasil pantauan perubahan biomassa (□) dan standing CP (■) dankandungan CP (○) dari tiga tingkat penggembalaan (a) NG: non-
grazed grassland, (b)LG: lightly grazed grassland , (c)MG:intermediately grazed grassland, dan (d)HG: heavily grazed
grassland ) pada stepa Xilingol, Mongolia (Kawamura dan Akiyama,
2010).
Perubahan kualitas hijauan pakan dapat dimonitor secara langsung dantidak langsung. Cara jitu dan sahih untuk menilai qualitas hijauan pakan adalahdengan menyajikannya kepada ternak. Respons ternak ruminansia terhadap
hijauan yang dikonsumsinya dapat dimonitor dari pertambahan bobot badan dan produksi air susunya. Namun, melakukan percobaan pemberian pakan biasanya
relatif membutuhkan waktu, biaya, dan fasilitas yang mahal (NRC, 1962; „tMannetje and Jones, 2000). Pada kondisi padang penggembalaan, kualitas dankuantitas hijauan pakan sesungguhnya dapat diamati setiap saat dengan
memperhatikan tabiat atau pola makan ternak herbivore (Forbes, 1995). Gambar 1mengilustrasikan perubahan kandungan nutrient (CP) dan biomassa hijauan pada
padang penggembalaan di Xilingol stepa di Mongolia (Kawamura dan Akiyama,
2010). Dari ilustrasi (Tabel 1 dan Gambar 1) menunjukkan bahwa fenologinampak mempengaruhi kandungan protein, jumlah biomassa hijauan, dan daya
cerna tumbuhan pakan.
FENOLOGI, PERILAKU MAKAN RUMINANSIA, DAN DINAMIKA
PADANG PENGGEMBALAAN
Berbagai ahli nutrisi ternak ruminansia telah melaporkan bahwa terdapathubungan yang positif antara fenologi tumbuhan pakan, pola makan, dandinamika padang penggembalaan (Bailey, dkk., 1996; Baumont, dkk., 2000;
Boland dan Scaglia, 2011). Selanjutnya Baumont dkk., (2000) menyimpulkan bahwa pada pastura, konsumsi, komposisi pakan, dan dampak merumput terhadap
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 53/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 236
berkembangan vegetasi merupakan interaksi yang kompleks antara ternak dan
vegetasi. Dinamika padang penggembalaan sesungguhnya sangat komplekmelibatkan komponen utama yaitu peternak, ternak, dan vegetasi. Ternak dan
tumbuhan pakan sangat rentan perubahan akibat perubahan pengaruh iklim. Oleh
sebab itu, untuk kontinyuitas hubungan ini, peternak harus mampu mengantisipasisetiap perubahan yang terjadi terutama dalam beradapatsi pada kondisi lokal-
setempat. Kepekaan peternak untuk memantau dan merekam setiap perubahanyang terjadi akan mendapatkan informasi yang akurat dalam mengelola padang
rumput alami maupun pastura.Ternak herbivora mengekploitasi vegetasi padang penggembalaan untuk
memenuhi kebutuhan bahan kering dan zat makanan esensial lainnya. Konsumsi
pakan merupakan penentu utama keberlangsungan hidup dan berproduksi. Padakondisi padang penggembalaan yang kompleks, fenologi tanaman pakan secara
langsung mempengaruhi pola makan. Sebagai contoh, jika hijauan pakan yangtersedia relatif sedikit dan tinggi tanaman relatif rendah untuk disenggut secara
maksimal, maka herbivora akan memperpanjang waktu merumput agarmendapatkan total jumlah senggutan yang diharapkan (Baumont, dkk, 2000;Brazle, dkk., 2000; Kirch, dkk, 2007; Gregorini, dkk, 2006; 2008; 2009; Boland
dan Scaglia, 2011; Yasin, 2012). Jika hijauan yang tersedia sangat padat dankomposisi botaninya relatif seragam maka herbivora akan mempersingkat waktumerumput akan tetapi memperpanjang waktu ruminasi (Bailey, dkk., 1996;
Gregorini, dkk., 2008; Yasin, 2012). Ingestive behaviour dari ternak ruminansia ditentukan oleh karakeristik
vegetasi, kondisi fisiologi, dan aktivitas rongga mulut (buccal cavity) (Coleman,dkk., 1989; Yasin, 2012). Komponen pola makan dapat dijadikan parameteruntuk menentukan konsumsi pakan harian dan secara keseluruhan hubungan
anatar komponen ingestive behaviour seperti diilustrasikan pada Gambar 2(Gordon dan Lascano, 1993).
Gambar 2. Skema hubungan ingestive behaviour dengan konsumsi pakan harian
ruminansia (Gordon dan Lascano, 1993).
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 54/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 55/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 238
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perilaku makan (ingestive behaviour ) ternak ruminansia dan/atau
herbivora non-ruminansia merupakan salah satu bioindikator yang praktis, sakildan mangkus untuk mengetahui perubahan fenologi, karakteristik tumbuhan
pakan, dan dinamika padang penggembalaan.
SaranBioindikator ini dapat juga dijadikan petunjuk agronomis dalam
memaksimalkan komposisi botani padang penggembalaan, dan pada gilirannya
dapat pula dijadikan acuan ilmiah yang jitu untuk mengetahui perubahan kapasitas produksi, nilai gizi, dan strategi untuk mengembangkan ternak ruminansia
berbasis padang penggembalaan.
DAFTAR PUSTAKA
Allden, WG. Dan Whittaker, IA.McD. 1970. The determinants of herbage intake
by grazing sheep: The interrelationship of factors influencing herbageintake and availability. Aust. J. Agric. Res., 21:755-766.
Bailey, DW., Gross, JE., Laca, EA., Rittenhouse, R., Coughenour, MB., Swift,
DM. dan Sims, PL. 1996. Invited Synthesis Paper: Mechanism that resultsin large herbivores grazing distribution patterns. J. Range Manage. 49:386-
400.Boland, HT. dan Scaglia, G. 2011. Case Study: Giving beef calves a choice of
pasture type influences behaviour and performance. The Professional
Animal Scientist, 27:160-166.Boumant, R., Ptache, S., Meuret, M. dan Morand-Fehn, P. 2000. How forage
characteristic influence behaviour and intake in small ruminants: a review.Ivestock Production Science, 64:15-28.
Brazle, FK., Kilgore, GL., dan Fausett, MR. 2000. Effect of season on grazing
native-grass pastures. The Professional Animal Scientist, 16:30-32.Coleman, SW., Forbes, TDA. Dan Stuth, JW. 1989. Measurements of the plant-
animal interface in grazing research. Dalam: Grazing Research: Design,Methodology, and Analysis. CSSA Special Publication No. 16.
Flores, ER., Laca, EA., Griggs, TC. Dan Demment, MW. 1993. Sward height and
vertical morphologyal differentiation determine cattle bite dimensions.Agron. J., 85:527-532.
Forbes, JM. 1995. Voluntary food Intake and Diet Selection in Farm Animals.CAB International, UK.
Gordon, IG. Dan Lascano, C. 1993. Foraging strategies of ruminant livestock on
intensively manged grasslands: potential and constrains. Proceedings of theXVII International Grassland Congress New Zealand, p.681-690.
Gibson, DJ. 2009. Grasses and Grassland Ecology. Oxford University Press, UK.Gregorini, P., Gunter, SA. dan Beck, PA. 2008. Matching plant and animal
processes to alter nutrient supply in strip-grazed cattle: timing of herbage
and fasting allocation. J. Anim. Sci., 86:1006-1020.
Gregorini, P., Gunter, SA., Beck, PA., Calwell, J., Bowman, MT., dan Coblentz,
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 56/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 57/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 58/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 241
umur 6 tahun didominasi oleh Ottochloa nodosa (33,89%), Melastoma
malabatrichum (28,23%), dan Paspalum urvillei (8,37%). Produksi berat keringtanaman pada perkebunan umur 3 tahun adalah 3.205,1 kg per ha menurun
menjadi 1.165,4 kg per ha pada perkebunan umur 6 tahun. Kandungan zat-zat
makanannya, terutama PK meningkat dari 8,25% pada umur tanaman 3 tahunmenjadi 10,5% pada umur 6 tahun, sedangkan SK menurun dari 23,20% pada
umur 3 tahun menjadi 22,43% pada umur 6 tahun. Kapasitas tampung perkebunankelapa sawit umur 3 tahun adalah 1,44 ST ha-1 th-1 dan umur 6 tahun adalah 0,71
ST ha-1 th-1. Secara alami, perkebunan kelapa sawit di Kabupaten KutaiKartanegara, Kalimantan Timur memiliki potensi yang baik sebagai sumberhijauan pakan sapi potong.
Kata kunci: Kelapa sawit, komposisi botanis, produksi hijauan, zat-zat makanan,kapasitas tampung
PENDAHULUAN
Populasi sapi potong di Provinsi Kalimantan Timur dalam lima tahunterakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 tercatat 81.746 ekor (Dinas
Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2012) dan pada tahun 2012 meningkatmenjadi 104.017 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2013). DiKabupaten Kutai Kartanegara sendiri peningkatannya cukup besar dari 12.470
ekor pada tahun 2007 menjadi 21.900 ekor pada tahun 2011 (Dinas PeternakanProvinsi Kalimantan Timur, 2012). Meningkatnya populasi ini memberikan
konsekuensi terhadap penyediaan lahan bagi sapi potong. Lahan tersebut tidakhanya berperan sebagai sumber hijauan pakan, namun juga sebagai ruang jelajah.Hingga saat ini, di Provinsi Kalimantan Timur belum ada alokasi lahan yang
diperuntukan khusus sebagai kawasan peternakan, sehingga integrasi dengan berbagai subsektor pertanian lainnya seperti perkebunan, tanaman pangan, dan
hortikultura, serta kehutanan, maupun pertambangan merupakan pilihan untukmemenuhi kebutuhan pakannya.
Pada tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan
Timur sudah mencapai 827.347 ha dari 339.292,50 ha pada tahun 2007 (DinasPerkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012). Seiring dengan meningkatnya
areal perkebunan kelapa sawit, maka potensi untuk mengembangkan ternak sapi potong secara terintegrasi di kawasan ini cukup besar. Menurut Direktorat PakanTernak (2011) Konsep integrasi ternak dalam usahatani tanaman baik itu tanaman
perkebunan, pangan, atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakansejumlah ternak, tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman. Dengan
adanya ternak ini dapat meningkatkan produktifitas tanaman sekaligus produksiternaknya. Dengan demikian, dalam sistem integrasi ternak dan tanaman akanterjadi suatu hubungan yang saling menguntungkan (mutualism sinergicity).
Keberadaan ternak di perkebunan kelapa sawit memberikan beberapakeuntungan, diantaranya adalah mengurangi biaya untuk mengendalikan gulma
dan menyumbangkan kotoran ternak sebagai sumber hara bagi tanaman. Chung(1994) menyatakan bahwa kerbau yang dipelihara di kebun kelapa sawit dapatmengurangi biaya pengendalian gulma, selain itu juga akan diperoleh keuntungan
berupa daging dan ternak sebagai nilai tambah dalam proses produksi hilir.
Diketahui, penggunaan herbisida sebagai pengendalian gulma dilakukan pada
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 59/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 242
kisaran 13-18 kali pada saat tanaman muda.
Di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya di Kecamatan Samboja, saatini telah berkembang sistem pemeliharaan ternak sapi bali di bawah areal
perkebunan kelapa sawit dengan memanfaatkan hijauan antar tanaman. Sistem
integrasi sapi-sawit dengan memanfaatkan hijauan tersebut cukup prospektifuntuk meningkatkan produksi ternak dan tanaman kelapa sawit yang baik. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai potensi hijauanantara tanaman di perkebunan kelapa sawit ditinjau dari produksinya dan
kandungan zat-zat makanannya untuk memperkirakan kapasitas tampung darikebun kelapa sawit pada umur 3 tahun dan 6 tahun di perkebunan rakyat,Kabupaten Kutai Kartanegara.
MATERI DAN METODE
Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013.
Sampel tanaman diambil di bawah tanaman kelapa sawit yang telah
berumur 3 tahun dan 6 tahun. Masing-masing umur tanaman di ambil seluas 5hektar, dan setiap hektar di cuplik sebanyak 5 cuplikan dengan menggunakankuadran ukuran 1 m × 1 m secara acak.
Untuk memperkirakan produksi hijauan per hektar digunakan rumus sebagai
berikut: P = C x 10.000 – (LP × JS), dimana P adalah produksi hijauan per hektar(kg), C adalah rata-rata berat hijauan per m2, LP adalah luas piringan pada pohon
kelapa sawit, dan JS adalah jumlah tanaman kelapa sawit dalam 1 hektar. Jumlahtanaman kelapa sawit rakyat yang ditanama di Kecamatan Semboja, KabupatenKutai kartanegara rata-rata 136 pohon per hektar. Jari-jari piringan pada pohon
kelapa sawit umur 3 tahun adalah 2 m dan pada umur 6 tahun adalah 3 m. Dengandemikian luas piringan pohon kelapa sawit umur 3 tahun adalah 12,56 m2 per
pohon, dan umur 6 tahun adalah 28,26 m2 per pohon. Produksi hijauan antartanaman yang dimaksud adalah produksi berat kering, yaitu hijauan segar yangtelah di lakukan pengeringan dengan oven pada suhu 65 oC selama 48 Jam atau
beratnya stabil.Komposisi botanis tanaman dihitung berdasarkan perbandingan berat kering
antara suatu spesies tanaman terhadap total berat kering seluruh tanaman dalamsetiap cuplikan, kemudian dibandingkan terhadap seluruh cuplikan. Pengambilan
sampel ini dilakukan sebelum dilakukan perhitungan produksi berat kering.Komposisi kimia zat-zat makanan, dianalisis secara proksimat untukmemperoleh kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan abu. Analisis
proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas PertanianUniversitas Mulawarman.
Untuk memperoleh perkiraan kapasitas tampung kebun kelapa sawit bagi
sapi potong, digunakan persamaan Voisin (Reksohadiprodjo, 1994). Persamaantersebut, yaitu (Y – 1) s = r, dimana Y adalah jumlah luas lahan yang diperlukan
oleh seekor sapi, s adalah periode merumput pada setiap luas lahan, dan r adalah periode istirahat agar tanaman melakukan pertumbuhan kembali. Dalam penelitianini s adalah 30 hari dalam satu bulan dan r adalah 60 hari. Sedangkan PUF
( proper use factor ) yang diperhitungkan adalah 40%, dengan asumsi bahwa
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 60/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 243
penggembalaan yang dilakukan adalah sedang. Setiap satu satuan ternak (ST)
dihitung setara dengan sapi jantan seberat 400 kg. Konsumsi hijauan segardiasumsikan 10% dari setiap satuan ternak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi botanisKomposisi botanis adalah proporsi suatu spesies tanaman terhadap seluruh
tanaman yang tumbuh bersamanya. Hijauan yang tumbuh di perkebunan kelapasawit rakyat, Kecamatan Samboja merupakan hijauan alam, sehinga perubahankomposisi botanis hijauan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti
kesuburan tanah, ketersediaan air, dan naungan dari tajuk sawit (cahaya). Hasil penelitian ini (Tabel 1) menunjukkan bahwa jenis tanaman yang tumbuh di bawah
kelapa sawit dengan umur yang berbeda proporsinya juga berbeda.Pada kebun kelapa sawit umur 3 tahun didominasi oleh Paspalum
conjugatum (45,54%), yang diikuti oleh Mikania micrantha (9,93%), danOttochloa nodosa (7,89%), sedangkan di kebun kelapa sawit umur 6 tahundidominasi oleh Ottochloa nodosa (33,89%), yang diikuti oleh Melastoma
malabatrichum (28,23%) dan Paspalum urvillei (8,37%).
Tabel 1. Komposisi botanis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit
umur 3 tahun dan 6 tahun di Kecamatan Semboja, Kabupaten KutaiKartanegara
No. Jenis tanaman
Komposisi botanis (%) pada
kelapa sawit umur
3 tahun 6 tahun
1 Ageratum conyzoides 0 1,06
2 Asystasia intrusa 5,49 1,17
3 Borreria latifolia 6,73 5,47
4 Chromolaena odorata 1.96 0
5 Clidemia hirata 0 1,14
6 Cyperus brevifolius 0 0,48
7 Cyperus rotundus 0 1,15
8 Imperata cylindrica 2,05 0
9 Leptochloa chinensis 0,57 7,95
10 Melastoma malabatrichum 3,89 28,2311 Mikania micrantha 9,93 3,9
12 Nephrolepsis bisserata 1,45 0
13 Ottochloa nodosa 7,89 33,89
14 Panicum sarmentosum 5,73 0
15 Paspalum conjugatum 45,54 1,49
16 Paspalum urvillei 3,07 8,37
17 Solanum violaceum 5,7 5,4
Berdasarkan hal tersebut nampak bahwa O. nodosa memiliki proporsi yang
semakin tinggi dengan meningkatnya umur pohon kelapa sawit. Hal ini
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 61/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 62/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 63/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 246
komponen kualitas lainnya. Disebutkan pula bahwa naungan sebesar 63% dapat
meningkatkan konsentrasi protein kasar sebesar 26% pada rumput. Meningkatnyakonsentrasi senyawa nitrogen akibat naungan biasanya dengan mengorbankan
karbohidrat terlarut.
Kapasitas Tampung
Berdasarkan hasil perhitungan untuk mendapatkan kapasitas tampung perhektar tanaman kelapa sawit pada umur 3 tahun diperoleh hasil sebesar 1,44 ST
ha-1 dan untuk tanaman kelapa sawit umur 6 tahun sebesar 0,71 ST ha -1.Menurunnya kapasitas tampung ini berkaitan dengan menurunnya produksihijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit akibat semakin tuanya umur
tanaman kelapa sawit. Pada tanaman kelapa sawit umur muda menghasilkanhijauan yang tinggi sehingga dapat mendukung jumlah ternak yang optimum.
Menurunnya kapasitas tampung akibat semakin tuanya tanaman kelapa sawit jugaditunjukkan oleh Wan Mohammad et al . (1997). Ketika tanaman kelapa sawit
berumur 1-2 tahun dapat menampung 3 ekor sapi per hektar, kemudian menurunmenjadi 2 ekor per hektar ketika tanaman telah berumur 2-3 tahun, selanjutnyamenurun lagi menjadi 1 ekor per hektar pada tanaman umur 5 tahun.
Untuk mempertahankan kapasitas tampung sebaiknya dilakukan penggembalaan dengan sistem rotasi pada interval sekitar 60 hari. Chen & Dahlan(1995) menyarankan agar system rotasi dilakukan pada interval 6-8 minggu agar
diperoleh kapasitas tampung yang berkelanjutan. Hal itu juga perlumemperhatikan ketersediaan hijauan.
Dalam hal meningkatkan kapasitas tampung, selain memperbaiki jenishijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit, bisa juga melalui
pemupukan. Hanafi (2007) melaporkan bahwa pemupukan dengan 100 kg urea +
50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuk rumput, serta 50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuklegume ha-1 tahun-1 dapat meningkatkan kapasitas tampung dari 2,78 ST ha -1
menjadi 5,12 ST ha-1 pada tanaman kelapa sawit umur 4 tahun.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa hijauan antar tanaman di
perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang besar sebagai sumber hijauan bagisapi potong. Jenis-jenis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawitumumnya sebagai gulma, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan
pakan bagi sapi potong. Hal ini digambarkan oleh produksi hijauan yang tumbuhdi bawah tanaman kelapa sawit maupun komposisi kimia zat-zat makanan yang
dikandungnya. Berdasarkan produksi hijauan tersebut, perkebunan kelapa sawitrakyat yang berada di Kecamatan Sembija, Kabupaten Kutai Kartanegara dapatmenampung 1,44 ST ha-1 pada tanaman umur 3 tahun, dan menurun menjadi 0,71
ST ha-1 pada tanaman umur 6 tahun. Untuk mempertahankan kapasitas tampungtersebut diperlukan pengelolaan hijauan pakan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, L. 2006. The development of integrated forage production system for
ruminants in rainy tropical region. Bull. Facul. Agric. Niigata Univ. 58 (2):
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 64/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 247
125-128.
Abdullah, L. 2011. Prospek Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit-Sapi Potongdalam Upaya Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Nasional 2014 :
Sebuah Tinjauan Perspektif Penyediaan Pakan. Orasi Ilmiah, disampaikan
pada Sidang Senat Terbuka (Wisuda) V Sekolah Tinggi Ilmu PertanianKutai Timur. Sangatta.
Buxton, D.R., Fales, S.L. 1994. Plant Environment and Quality. Dalam: Fahey,G.C (Ed). Forage Quality, Evaluation, and Utilization. American Society
of Agronomy, Madison, WI, USA.Chen, C.P. 1990. Problem and Prospects of Integration of Forage Into Permanent
Crops. www.fao.org/ag/Agp/AGPC/doc/publicat/GRASSLAN/128.pdf
Chen, C.P., Wong, H.K., Dahlan, I. 1991. Herbivores and the plantations.Proceedings of 3rd. International Symposium on Nutrition of Herbivores.
MSAP.Chen, C. P., Dahlan, I. 1995. Tree spacing and livestock production. Paper
presented at the FAO First International Symposium on the integration oflivestock to oil palm production. 25-27 May 1995, Kuala Lumpur,Malaysia.
Chin, F.Y. 1998. Sustainable use of ground vegetation under mature oil palm andrubber trees fo commercial beef production. Dalam: de la Vina, A.C.,Moog, F.A., (eds). Proceedings of 6 th. Meeting of the Regional Working
Group on Grazing and Feed Resources for Shoutheast Asia. Legaspi City,Philippines.
Chung, G.F. 1993. Herbicide evaluation for general weed control in immature oil palm with and without EFN mulching. Dalam: Jalami Sukaimi et.al., (eds).PORIM International Palm Oil Congress: Update are vision. Ministry of
Primary Industries Malaysia.Crowder, L. V., Chheda, H.R. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman
group. New YorkDinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Buku Statistik Perkebunan
Tahun 2007-2011. Perkebunan Kalimantan Timur, Samarinda.
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Statistik PeternakanKalimantan Timur Tahun 2007 – 2011. Dinas Peternakan Provinsi
Kalimantan Timur. Samarinda.Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2013. Laporan Penyelenggara
Rapat Konsultasi dan Koordinasi Teknis Daerah (Rakontekda)
Pembangungan Peternakan dan Pertemuan Kelompok Tani Ternak SeKaltim, Samarinda 25-26 Februari 2013. Dinas Peternakan Provinsi
Kalimantan Timur. Samarinda.Direktorat Tanaman Pakan. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi
Tanaman – Ruminansia Tahun 2012. Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Jakarta.Hanafi, D.N. 2007. Keragaan Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan
dan Aplikasinya pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi, SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kephart, K.D., Buxton, D.R. 1993. Forage quality responses of C3 and C4
perennial grasses to shade. Crop. Sci. 33: 831-837
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 65/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 66/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 249
PROSPEKTIF AGRONOMI DAN EKOFISIOLOGI I ndigofera zoll i ngeri ana
SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL HIJAUAN PAKANBERKUALITAS TINGGI
L. AbdullahBagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Indigofera sp. are very diverse legume species. The plant has been utilizedas a natural dye for generations. One such species namely Indigofera
zollingeriana has been widely used as forage because of its advantages in the
agronomic and nutritional aspect. However, agronomic knowledge about Indigofera is still limited. It is therefore, some results relating to agronomic and
nutritional aspect of I. zollingeriana are elucidated in this paper. Some of theinformation obtained during this study showed that from agronomic view point I.
zollingeriana is a prospective plant, ease to be developed generatively and has a
high forage production capability and rapid regrowing. In addition it has theability to adapt to drought condition.
Keyword: Indigofera zollingeriana, agronomic view, and regrowing.
ABSTRAK
Indigofera merupakan leguminosa yang sangat beragam spesiesnya dan
kegunaannya. Masyarakat industri pakaian mengenal Indigofera sebagai tanamansumber pewarna alami yang sudah digunakan secara turun temurun. Salah satuspesies Indigofera seperti Indigofera zollingeriana telah banyak digunakan karena
kelebihannya secara agronomis maupun nutrisi menjadikannya salah satu pilihansumber pakan berkualitas. Pengetahuan agronomi tanaman Indigofera masih perludisosialisaikan kepada masyarakat agar penggunaan hijauannya lebih luas.
Beberapa informasi yang berhasil diperoleh dari penelitian selama ini menunjukan bahwa Indigofera secara agronomis mudah untuk dikembangkan secara
generative dan memiliki kemampuan produksi hijauan yang tinggi sertaregrowing yang cepat. Selain itu memiliki kemampuan adaptasi kekeringan.Kata kunci: Indigofera zollingeriana, secara gronomi, dan regrowing
PENDAHULUAN
Indigofera zollingeriana termasuk salah satu genus tanaman yangmemiliki kegunaan untuk industri baik industri pewarna secara alami maupun
industri peternakan. Keberadaan Indigofera di Indonesia telah dikenal sejak lamauntuk industri pewarna alami. Namun dilaporkan oleh banyak peneliti bahwa
Indigofera selain sebagai sumber pewarna alami terdapat beberpa spesiesIndigofera memiliki potensi sebagai hijauan pakan sumber protein. Setidaknyaterdapat 700 spesies Indigofera yang telah teridentifikasi. Sebanyak 64 spesies
ditemukan mengandung senyawa nitro alifatik dalam konsentrasi 2 sampai 12 mg
NO2/g tanaman. Empat spesies yang diuji 4 sampai 12 mg NO2/g yang cukup
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 67/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 250
beracun untuk umur anak ayam 1 minggu. Sekitar 20 spesies yang telah dipelajari
untuk tanaman pakan. Beberapa spesies Indigofera yang diketahui memiliki peranan penting sebagai bahan pakan antara lain, Indigofera zollingeriana,
Indigofera arrecta, Indigofera tinctoria, dan spesies lain seperti I. spicata and I.
nigritana yang diujikan pada ternak tikus tidak menunjukan gejala abnormalitassecara histologi.
Secara nutritif telah dilaporkan bahwa I. zollingeriana tergolong sebagaitanaman legume semak yang mampu menghasilkan hijauan pakan dengan kualitas
tinggi (Abdullah et al ., 2010) seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi hijauan (daun dan bagian cabang edible) Indigofera
zollingeriana
Sumber : (Abdullah et al ., 2010)
Pengujian secara in vivo terhadap kambing perah PE dan Saanen dengan
pemberian hijauan I. zollingeriana dalam bentuk sampai taraf 100% menunjukan peningkatan produksi susu 14-28% dan persistensi produksi menjelang masakering (Apdini, 2012). Produksi susu kambing menjelang masa kering dari ternak
kambing Saanen dan peranakan etawah (PE) yang diberi pellet daun I. zollingeriana sebanyak berturut-turut 761 ml dan 675 ml dibandingkan produksi
susu kambing pada waktu yang sama dari kambing Saanen dan PE berturut-turutyang hanya 379 ml dan 390 ml.
Banyak pertanyaan di lapangan tentang prospek Indigofera sebagai
tanaman pakan yang baru-baru ini mulai banyak dibicarakan dalam forum ilmiah.Secara ekofisiologis, I. zollingeriana termasuk tanaman yang sangat adaptif
terhadap kondisi lingkungan yang relatif kering, karena mekanisme fisiologi yangdibangun dalam sistem tubuh tanaman tersebut melalui ekskresi prolin menjadi
salah satu cirinya, disamping terdapat mekanisme interaksi dengan hifa mikoriza
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 68/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 69/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 70/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 253
hama dan penyakit seperti jamur pada polong dapat mencapai 36% pada musim
hujan.
Gambar 2. Bentuk tanaman dan polong Indigofera zollingeriana
Kadar air benih Indigofera untuk penyimpanan bisa mencapai 8-9%. Benih
normal I. zollingeriana dapat berkecambah pada umur 4 hari dengan persentase
perkecambahan (daya kecambah) 28-35% jika benih pernah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Pada umumnya daya kecambah yang rendahdisebabkan oleh kulit benih yang tebal dan invasi jamur pada saat perkecambahan.Pengalaman di laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB menunjukan
pemberian bahan organik (pupuk organik) pada media penyemaian dapatmeningkatkan daya kecambah menjadi 67%-74%. Perlakuan benih dengan
skarifikasi pemanasan kering dari 30oC menjadi 45oC menurunkan dayakecambah dari 58% menjadi 29% pada pengamatan umur perkecambahan 7 hari.Benih I. zollingeriana tergolong benih dengan sifat fotoblastik negatif, karena
benih yang berkecambah pada germinator gelap lebih banyak dibandingkangerminator terang (44% - 57% vs 24% - 29%; P<0.05). Karakteristik fisiologi
lainnya dari benih I. zollingeriana adalah menurunnya daya kecambah benih jika telah mengalami penyimpanan dan penundaan waktu berkecambah.Penyimpanan lebih dari 4 minggu dapat menurunkan daya kecambah benih
hingga 24%.Secara fisik benih berwarna coklat (b) dan coklat kehitaman (c) bulat
berisi lebih baik dibandingkan dengan benih berwarna kuning atau hijaukecoklatan (Gambar 3). Penambahan panjang hipokotil dari umur kecambah 4hari ke umur 7 hari mencapai 177%, namun mengalami penurunan penambahan
tinggi hipokotil sebanyak 26.26% dengan bertambahnya umur kecambah menjadi14 hari. Pengeringan benih hingga 45oC dapat menurunkan daya kecambah benih
hingga 29.85% dan 41.53% berturut-turut pada umur kecambah 4 hari dan 14hari.
Gambar 3. Bentuk dan warna benih Indigofera pada kondisi masak fisiologis berbeda. Benih berwarna coklat kehitaman lebih bernas dibanding
yang masih muda (Sumber Foto : Nanda dan Rhoma, 2011)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 71/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 254
Persemaian
Benih Indigofera sangat mudah dihasilkan Persemaian benih pada bakiyang berisi media tumbuh pasir, tanah dan pupuk kandang (1:1:1). Setelah
pengujian benih, benih langsung ditabur secara merata ke permukaan media tanam
pada baki Penyiraman dilakukan secara hati-hati agar kecambah tidak rusak,tidak tergenang (Gambar 4). Hari ke 7-10 dipindahkan ke polibag ukuran 0.5 kg.
Bibit muda dipelihara di bawah naungan dengan menggunakan paranet naungan65%. Pembersihan lahan, pembajakan, penggaruan, penggemburan, pengguludan
dan dibuat jarak tanam 1.5 × 1 m. Jarak individu tanaman antar guludan 1.5 mdan jarak invidu tanaman dalam guludan 1m. Populasi tanaman 6600 individu
tanaman/ha. Tanaman berumur 1 bulan dapat dipindahkan secara hati-hati kelobang tanaman dengan jarak tanam yang sudah ditentukan.
Gambar 4. Proses penyemaian dan pembibitan tanaman Indigofera
Untuk hasil yang baik, pemberian pupuk kandang dalam lobang tanam
sebanyak 250-300g/lobang. Untuk menghasilkan bentuk tajuk yang baik dan pertumbuhan cabang yang baik, potong tanaman dengan ketinggian 75-100cm.
Pemotongan pertama sebaiknya dilakukan setelah tanaman mencapai targetketinggian yang diharapkan. Pemberian pupuk cair anorganik maupun organikseperti urin sapi dapat memacu pertumbuhan dan pembentukan tajuk lebih cepat
dibandingkan dengan kontrol (tanpa pupuk). Salah satu pupuk buatan yangdikembangkan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB yang
dirancang khusus untuk pertumbuhan tajuk Indigofera adalah INDIGO-
FERTILIZER dalam kemasan 1 L/botol (Abdullah, 2010). Pupuk ini untuk setiapsatu liter diencerkan dalam 100-150 liter, tergantung hasil yang diharapkan.
Kebutuhan pupuk cair untuk satu hektar adalah 10 botol untuk sekali penyemprotan. Pupuk daun diberikan 4 kali selama periode penanaman, yaitu
pada saat tanaman berumur 30, 34, 38 dan 42 hari setelah pemangkasan atau panen sebelumnya (Gambar 5).
Pemanenan dilakukan dengan interval 60 hari, menyisakan tegakan
tanaman 75-100 cm. bagian tanaman yang dipanen daun dan batang (edible).Batang yang tidak terpakai hasil pemangkasan yang dianggap tidak dapat dimakan
dapat digunakan sebagai kayu bakar ringan atau digunakan untuk mulsa.Pertumbuhan kembali (regrowth) tajuk Indigofera akan terlihat setelah satuminggu jika cukup curah hujan (Gambar 6). Daun dan batang dikeringkan,
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 72/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 255
kemudian dirontokan dengan mesin perontok (daun kering dengan sendirinya
terlepas dari batang edible). Pengeringan dengan sinar matahari 4 jam sudahmenyisakan kadar air sekitar 28%, dan pada 2 jam pertama kadar air sudah
mencapai 30%, atau pengeringan dengan oven 70oC selama 2 jam. Kadar air ini
sangat sesuai untuk pembuatan tepung (agar tidak terlalu berdebu) dan mudahdibentuk pelet.
Gambar 5. Pertumbuhan, pembentukan tajuk dan penyemprotan pupuk cair padadaun Indigofera
Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah et al . (2010), mengungkapkan
bahwa aplikasi pupuk daun dapat memperbaiki produksi hijauan tanamanIndigofera, total produksi daun, rataan tinggi tanaman, rataan jumlah cabang,rataan persentase pucuk terhadap total daun dan rasio daun-batang. Seperti terlihat
pada Tabel 1. Respons tanaman I. zollingeriana terhadap perlakuan pemupukandaun menunjukan bahwa terdapat peluang yang besar untuk meningkatkan
produktivitasnya. Pemupukan daun dengan menggunakan pupuk cair INDIGO-FERTILIZER juga dapat memperbaiki komposisi dan konsentrasi asam amino pada daun (Abdullah dan Kumalasari 2012). Pemupukan tidak hanya melalui
daun tetapi praktek pemupukan dengan pupuk organik pada tanah sangatdianjurkan, karena dapat meningkatkan produksi hijauan pakan secara signifikan
(18%).
Tabel 2. Pengaruh dosis pupuk cair daun terhadap produksi hijauan dan
pertumbuhan tanaman Indigofera
Sumber : Abdullah dan Kumalasari (2010)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 73/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 256
Produksi dan kualitas hijauan pakan sangat dipengaruhi oleh komposisi
daun muda dan daun tua tanaman Indigofera. Dinamika komposisi antara daunmuda dan daun tuda terjadi sesuai waktu pemangkasan. Hasil studi menunjukan
bahwa semakin tua umur pemangkasan dari 38 hari menjadi 88 hari semakin
meningkat proporsi daun tua dari 58.4% menjadi 75.3% dan semakin menurun proporsi daun muda dari 41.6% menjadi 24.7% (Abdullah dan Suharlina, 2010),
meskipun produksi total hijauan meningkat dari 2673 kg BK/ha/panen menjadi5410 kg BK/ha/panen. Konsekuensi perubahan komposisi ini adalah penurunan
kualitas yang ditunjukan oleh penurunan kandungan protein dari 22% menjadi20%, dan penurunan kecernaan bahan kering dari 74.52% menjadi 67.39% serta
penurunan kecernaan 73.79% menjadi 69.63%.
Gambar 6. Pemanenan menghasilkan hijauan pakan dan batang untuk kayu bakar.
Pertumbuhan kembali setelah pemanenan pada musim hujan bisaterlihat setelah satu minggu
Peran Tanaman Indigofera terhadap Kesuburan Tanah
Sebagai tanaman leguminosa yang akan dikembangkan untuk sumberhijauan pakan, Indigofera juga diharapkan dapat berkontribusi positif terhadapkestabilan kesuburan tanah. Mekanisme simbiosis untuk fiksasi nitrogen udaradengan bakteri rhizobium dan transfer unsur hara dan air melalui simbiosis
dengan mikoriza diharapkan dapat meningkatkan peran Indigofera dalam menjagaekologi tanah. Hasil pengamatan pada pot terkontrol di rumah kaca menunjukan
bahwa keberadaan Indigofera dipandang mampu mempertahankan kandungan C, N dan P. Indigofera mampu meningkatkan residu akar dan asam organik padatanah sehingga dapat meningkatkan taraf kandungan karbon organik tanah sebesar
16.8%, yang berarti dapat memberikan peluang untuk berkembangnyamikroorganisme tanah (Suharlina dan Abdullah, 2012). Demikian halnya dengan
kandungan N dan P tanah yang relatif masih stabil setelah penanaman Indigofera,meskipun sebagian telah dimanfaatkan (uptake) oleh tanaman untuk kebutuhan
pertumbuhan dan pembentukan tajuk. Hal penting lainnya secara mikrobiologis,
keberadaan perakaran Indigofera pada tanah dapat meningkatkan populasi bakteri pelarut fosfat, yang diduga menjadi salah satu factor stabilnya kandungan fosfat
tersedia pada tanah setelah penanaman Indigofera.
KESIMPULAN
Indigofera zollingeriana sebagai tanaman leguminosa sangat potensial
sebagai sumber hijauan pakan, yang secara agronomis mudah dikembangkan
melalui benih. Reproduktivitas yang tinggi memungkinkan pengembangan secara
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 74/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 75/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 258
MASALAH PENGEMBANGAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK
DI ACEH
M. Nur Husin dan Didy Rachmadi
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
ABSTRACT
Forage development in Aceh is slow if it is compared to other Agriculture
sectors. Program of population growth of animal ruminant and its genetic qualitydepend on the quality and production of forage since forage is the basis of animal
feed of ruminant. The problems found were: forage planting was vegetative andthe raising system of ruminant was permanent grazing (traditional system). Thereis no standard regulation about the land used in raising animal in agriculture area,
and no investor to develop Animal Husbandry sector as well. The result of the
research on the plant of grass and legume in Experimental Farm, University ofSyiah Kuala shows that it can improve carrying capacity from 6 Animal Unit(AU) to 12 AU. There is a valuable potential land in Aceh to develop animalruminant in West Indonesia in order to achieve self supporting of meat in
Indonesia. Without sufficient fund this program is impossible to be implementedin the future.
Key words: Forage, problems, and development.
PENDAHULUAN
Pembangunan peternakan di Aceh mempunyai peranan penting dalam
pembangunan pertanian secara keseluruhan, namun kemajuannya dirasakanlamban bila dibandingkan dengan kemajuan di sektor pertanian lainnya. Berbagai
faktor yang menyebabkan lambatnya kemajuan ini dapat diidentifikasi antara lain:Adanya penyakit parasiter, keguguran, mutu genetik ternak yang rendah,
kurangnya pemanfaatan bibit hijauan unggul dan cara beternak yang masihtradisional.
Program peningkatan populasi dan mutu genetik ternak ruminansia selalu di
dasarkan kepada peningkatan mutu dan produksi hijauan, karena hijauanmerupakan basis utama makanan ternak ruminansia. Tanpa perbaikan mutu dan
produksi hijauan adalah sulit untuk memajukan usaha pengembangan ternakruminansia. Usaha apapun (pengobatan, bibit unggul) tidak akan nampak hasilnya
apabila masalah hijauan makanan ternak tidak ditanggulangi terlebih dahulu.Hijauan yang mempunyai produksi tinggi membutuhkan tempat tumbuh
(tanah) dengan tingkat kesuburan tinggi. Kenyataan menunjukan bahwa lahan
yang tersedia untuk pengembangan perternakan adalah lahan klass IV sampaikritis. Lahan ini harus dikelola dengan hati-hati disertai pemupukan berat.Penanaman hijauan unggul (rumput, dan leruminosa) memungkinkan daya
tampung ternak dapat di pertinggi 5-20 kali (Mc Ilroy, 1976) di samping dapatmeningkatkan kesuburan tanah akibat fiksasi nitrogen oleh leguminosa. Tanaman
leguminosa selain mempunyai protein tinggi juga dapat berfungsi ganda dalam penghematan penggunaan pupuk dan sintetik. Setiap kg N yang difiksasi setaradengan 2,22 kg pupuk urea (N urea 46%)
Program budidaya hijauan unggul telah lama dilakukan di Aceh. Namun
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 76/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 259
hasilnya masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain:
1. Keinginan masyarakat untuk menanam rumput unggul masih rendah, karenatersedia rumput alam
2. Nilai ekonomis hijauan sangat rendah di bandingkan dengan tanaman lain.
3. Tidak mempunyai kebun bibit hijauan disetiap Kabupaten/Kota yang mudahdiperoleh peternak kecuali kabupaten Aceh Besar
4. Sistem pemeliharaan ternak dipedesaan pada umumnya masih tradisionalMerubah sistem usaha ternak dari sistem tradisional ke intensif bukanlah
pekerjaan yang mudah karena memerlukan perubahan bentuk usaha taniternak, disamping memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keberanian,kepercayaan dan modal usaha yang memadai. Untuk ini diperlukan pemikiran
para cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu dan investor untuk mengolahsumber daya alam yang tersedia secara optimal.
PEMBAHASAN
Potensi Ternak RuminansiaPotensi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba lokal)
sampai saat sekarang masih menjadi primadona dalam penyediaan daging diAceh. Jumlahnya semakin berkurang akibat adanya konflik bersenjata yangdimulai tahun 1976 antara GAM dan pemerinta RI yang berkepanjangan dan
ditambah Tsunami 2004.Potensi genetik sapi aceh tidak terlalu rendah dibandingkan sapi bali.
Pertambahan berat badan sapi jantan aceh yang dipelihara secara tradisional padaumur 2-3 tahun antara 252-354 g/hari per ekor dan yang intensif 400-500g/hari/ekor (Basri, 2003) sedangkan sapi bali mempunyai tambahan berat badan
jantan 600- 700 g/hari/ekor (Sitepu, 2009) dan Brahman Cross 1200 g/hari/ekor(Rahmadi, 2012).
Menurut BPS (2012) di Aceh terdapat 701.284 ekor sapi (19.743 diantaranya adalah sapi bali), kerbau 303.156 ekor, kambing 768.869 ekor, dandomba 168.994 ekor. Populasi sapi, kambing dan domba terbesar di temukan di
pantai utara Aceh (Banda Aceh Sampai Aceh Tamiang), sedangkan populasikerbau banyak di temukan di Pantai Barat Selatan (Banda Aceh sampai Aceh
Singkil, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Pulau Simeulu). Pemotongan ternak sapi75.097/ekor/tahun, kerbau 25.513/ekor/tahun, kambing 169.764 /ekor/tahun, dandomba 43.780/ekor/tahun. Harga daging di Banda Aceh termasuk harga tertinggi
di Dunia. Secara konkrit harga daging sapi, kerbau dan domba berkisar antara Rp110.000-Rp. 120.000 /kg dan harga daging kambing berkisar antara Rp 140.000-
Rp 150.000 /kg. (Mai 2013) dan pada hari Megang (2 hari sebelum bulan puasa/idul Fitri dan Idul Adha) harga daging naik 20-30%.
Sistem pemeliharaan ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba pada
umumnya secara tradisional. Dimana ternak dilepas bebas mencari makan sendiridi permukiman penduduk atau di jalan raya. Hal ini merugikan banyak pihak
karena menjadi hama bagi tanaman pertanian dan mengakibatkan seringterjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Pemeliharaan secara intensifdengan pemberian hijauan unggul banyak di temukan di bantaran Krueng Aceh
dan Kabupaten Aceh Besar.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 77/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 260
Potensi Lahan
Aceh mempunyai lahan padang penggembalaan seluas 500.000/ha pada tahun1973. Akibat infasi tanaman industri, perkebunan dan permukiman penduduk,
sekarang luasnya 232.023 ha, persawahan 314.991 ha, lahan kering 139.049 ha,
kebun rakyat 800.401 ha, perkebunan besar (sawit dan karet) 200.680 ha, lahan pemukiman 305.624 ha, merupakan sumber lahan yang dapat digunakan untuk
pengembangan hijauan dan ternak (BPS, 2012).Merubah sistem usaha ternak tradisional ke intensif akan memberikan
keuntungan antara lain;1. Mempertinggi daya guna tanah dan daya tamping ternak2. Memperluas lapangan kerja bagi pengangguran dan masyarakat pedesaan
3. Dapat menambah pendapatan dan mengurangi kemiskinan4. Dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengangguran dan Kemiskinan
Komplek bersenjata antara GAM dan Pemerintah RI yang berkepanjanganditambah gempa dan Tsunami 26 Desember 2004, yang melanda Aceh telahmenimbulkan banyak korban jiwa manusia, ternak, tananam, harta benda, mata
pencaharian yang tidak terkira nilainya. Namun disisi lain, terdapat hikmah besaryang timbul secara spontan dan sangat luar biasa dari masyarakat Indonesia danInternasional yang membantu perjuangan hidup mati rakyat Aceh. Perdamaian
antara GAM dan Pemerintah RI 15 agustus 2005 di Helsinki telah membawaangin sejuk bagi rakyat miskin untuk bangkit kembali menyongsong hari depan
yang lebih cerah.Daerah Aceh sejak kemerdekaan merupakan salah satu daerah kaya di
Indonesia dan dijuluki sebagai daerah modal (Soekarno, Presiden RI) namun
kenyataannya sampai saat ini merupakan salah satu daerah miskin di Indonesiadengan jumlah penduduk 5,1 juta jiwa, penduduk miskin 19,46% dan
pengangguran 7,43% (di atas rata-rata nasional). Tidak diketahui secara pastikapan kemiskinan dan penganguran dapat ditanggulangi di Aceh. Masalahkemiskinan dan kesempatan kerja merupakan masalah nasional yang belum dapat
ditanggulangi sampai saat sekarang. Jangankan masyarakat miskin dan pemuda putus sekolah, ―Lulusan Sarjana‖ saja banyak yang menganggur belum
mendapat pekerjaan yang layak.Menciptakan lapangan kerja pada saat sekarang bukanlah pekerjaan mudah,
karena memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keberaniaan dan modal usaha yang
memadai.Membuka usaha peternakan adalah salah satu alternatif untuk menggurangi
pengangguran dan kemiskinan di Aceh. Hal ini juga sejalan dengan kebijakanstrategi dan terobosan Gubernur Aceh (Zaini Abdullah, 2013) memilih bidangusaha peternakan menjadi salah satu usaha andalan untuk memerangi kemiskinan
dan pengangguran “Pekerjaan ini tidak semudah membalik telapak tangan”
Budidaya HijauanBudidaya hijauan unggul daerah Aceh di temukan berkembang pesat
dipinggiran Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Daerah ini dikenal sebagai
kantong tempat penggemukan ternak dikandang ( zero grazing ). Diprediksi jumlah
rumput unggul yang telah dibudidaya mencapai 2.465 ha, dimana 70% berada di
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 78/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 79/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 80/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 263
PRODUKSI PADANG PENGGEMBALAAN ALAM DAN POTENSI
PENGEMBANGAN SAPI BALI DALAM MENDUKUNG PROGRAMKECUKUPAN DAGING DI PAPUA BARAT
Onesimus Yoku, Andoyo Supriyantono, Trisiwi Widayati dan Iriani SumpeJurusan Peternakan Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua Jl. Gunung Salju Amban Manokwari
ABSTRACT
West Papua is an area with high potential for the development of beef
cattle because the capacity of the area is quite extensive. Availability of thenatural resources provides great opportunities to develop of Bali cattle business.This study aims to analyze the botanical composition, carrying capacities, and
forage production potential in Kebar, West Papua. Botanical composition wasanalyzed by the ranking method (dry weight rank) which observing only three
types of forage that has a big contribution, and set them as 1, 2, and 3 ranking based on dry matter, while forage production was estimated by sample methodusing 1 m2 quadrants. The results showed that almost 100% forage on pasture
were dominated by grass; very low carrying capacity of natural pastures, it wasabout 0.48 to 1.70 UT / ha / year; forage production on natural pastures have not
any potential for planing of Bali cattle/beef cattle development to support beefsufficiency program in West Papua.
Keywords: grassland natural, botanical composition, carrying capacities
ABSTRAK
Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan
ternak sapi potong karena daya dukung wilayah cukup luas. Ketersediaansumberdaya alam tesebut memberikan peluang besar bagi pengembangan usaha
peternakan sapi bali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi botanis, kapasitas tampung, dan potensi produksi hijauan pakan di dataran Kebarkabupaten Tambraw provinsi Papua Barat. Komposisi botanis dianalisis dengan
metode ranking (dry weight rank) yaitu dengan mengobservasi hanya tiga jenishijauan yang mempunyai kontribusi besar , dan menetapkannya sebagai ranking 1,
2, dan ranking 3 berdasarkan bahan kering, sedangkan produksi hijauan pakandiestimasi dengan metode cuplikan menggunakan kuadran berukuran 1 m2. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hampir 100% hijauan pada padang penggembalaan di dominasi jenis rumput; kapasitas padang penggembalaan alamsangat rendah yaitu 0,48-1,70 UT/ha/tahun; dan produksi hijauan pada padang
penggembalaan alam sangat tidak potensial untuk rencana pengembangan ternaksapi bali dan/atau sapi potong untuk mendukung program kecukupan daging sapidi provinsi Papua Barat.
Kata Kunci: Padang penggembalaan alam, komposisi botanis, kapasitas tampung
PENDAHULUAN
Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan
ternak sapi potong karena daya dukung wilayah berupa padang penggembalaan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 81/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 264
alami cukup luas. Ketersediaan sumberdaya alam tesebut memberikan peluang
besar bagi pengembangan usaha peternakan sapi bali. Namun demikian sapi balisaat ini cenderung mengalami penurunan kualitas karena adanya seleksi negatif
ditingkat peternak (Djagra et al ., 2002; Jan, 2000; Talib et al ., 2002;
Supriyantono et al ., 2011).Pembangunan peternakan secara nasional secara mutlak memerlukan
peran serta peternakan rakyat, mengingat produksi ternak di Indonesia didominasioleh peternakan rakyat yang dikelola secara tradisional (99,70%) dan sisanya
sebesar 0,30% diusahakan oleh perusahaan berskala besar (Soedjana, 2005).Sehingga sangat perlu untuk melakukan langkah-langkah strategis dalammengembangkan peternakan rakyat, melalui dukungan baik dari permodalan,
teknologi, bibit, manajemen pengembangan melalui standardisasi usaha peternakan.
Peningkatan kualitas bibit sapi bali dapat dilakukan denganmengembangkan village breeding center (VBC) dengan melibatkan masyarakat.
Salah satu daerah pengembangan VBC di Papua Barat adalah Kabupaten Kebaryang memiliki hamparan padang penggembalaan seluas ±1.500 ha. Daerah inidiharapkan mampu menjadi salah satu lumbung daging sapi di Papua Barat guna
mendukung Program Swasembada Daging Sapi 2014.Pengembangan padang penggembalaan alam dataran Kebar dapat
dilakukan hanya jika diketahui susunan/komposisi vegetasi dan kapasitas tampung
padang penggembalaan dimaksud.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi yaitu padang penggembalaan alam
kampung Inam dan kampung Jandurau. Kampung Inam dan Kampung Janduraumerupakan bagian dari wilayah distrik Kebar, kabupaten Tambrauw, provinsi
Papua Barat.Lokasi pengambilan sampel (cuplikan) ditetapkan secara purposif
berdasarkan jenis vegetasi (hijauan pakan ternak) dan luas padang penggembalaan
alam. Cuplikan diambil secara sistematik dengan arah diagonal. Menurut petunjukSusetyo (1980) yaitu untuk padangan dengan luas 65 ha, ditetapkan sebanyak 100
cuplikan. Cuplikan diambil secara sistematik dengan arah diagonal.Metode dry weight rank (DWR) digunakan untuk mengestimasi komposisi
jenis-jenis hijauan pakan (komposisi botani) atas dasar bahan kering. Metode DWRdigunakan dengan mengobservasi hanya tiga jenis hijauan yang mempunyai kontribusi besar yang ditemukan dalam kuadran (ranking 1, 2, dan 3) tanpa melakukan pemotongan
dan pemisahan spesies hijauan. Selanjutnya untuk mengetahui produksi hijauan dan
sampel untuk analisis laboratorium, hijauan yang terdapat dalam areal kuadrandipotong sekitar 5-10 cm di atas permukaan tanah dan ditimbang beratnya
menggunakan timbangan digital kapasitas 5 kg dengan ketelitian 10 g.Variabel penelitian meliputi komposisi botani dan kapasitas tampung.
Komposisi botani dihitung untuk mengetahui komposisi atau susunan spesies
hijauan pada suatu padang penggembalaan. Jenis hijauan yang termasuk dalamranking 1, 2, dan 3, tanpa melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan.
Selanjutnya dikalikan dengan angka konstanta berturut-turut 8,02; 2,41; dan 1
(jika total tidak sama) atau 70,2; 21,1; dan 8,7 (jika total sama) ,
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 82/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 83/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 266
(Kyllinga brevifolia) sebesar 38,93% dan 100% termasuk kategori rumput,
sedangkan pada kelompok Bitawi didominasi oleh Imperata cylindrica sebesar73,42% dengan sebaran 73,42% rumput dan 26,58 bukan pakan ternak.
Tabel 2. Jenis-jenis hijauan yang dominan pada lokasi kampung Jandurau No. Nama hijauan/Spes ies Persen Ket.
1. Paspalum conjugatum 18,28 R
2. Ischaemum indicum 12,87 R
3. Ipomea batas 0,73 BP
4. Phragmites karka 1,75 R
5. Mikania cordata (bkn pakan) 0,73 BP
6. Cyperus rotundus (teki) 9,36 R
7. Sida rhumbefolia 2,48 BP
8. Imperata cyl indrica 20,76 R
9. Osmuda regalis (paku tauge) 11,70 BP
10. Rumput k elinci btg merah 0,73 R
11. Hyparrhenia hirta 9,79 R
12. Amaranthus sp (bayaman-bkn hmt) 1,75 BP13. Panicum bunga coklat 6,58 R
14. Kyllinga brevifolia (tek i) 1,75 R
15. Lycopodium cernuum (paku jari) 0,73 BP
TOTAL 100,00
Rumput 73,42
Hijauan lain 26,58
Keterangan : Ket. = Keterangan, R = Rumput, BP = Bukan pakan ternak
Pada lokasi kampung Jandurau tiga jenis hijauan yang dominan, masing-masing 20,76% Imperata cylindrica, 18,28% Paspalum conjugatum , 12,87%
Ischaemum indicum dan tidak ditemukan jenis hijauan legum, tetapi hanya jenis
rumput dan jenis hijauan lainnya yang tidak termasuk jenis hijauan pakan (tidakdapat dikonsumsi ternak). Kondisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Setiana(2010) bahwa ternak ruminansia secara alami memanfaatkan tumbuhan untukkebutuhan hidupnya, terutama jenis tumbuhan berasal dari famili Gramineae atau
Poacea atau rumputan. Menurut Kristianto dan Nappu (2004), sistem pemeliharaan sapi potong di tingkat petani juga masih kurang optimal, oleh
karena ternak sapi pada siang hari diikat di padang penggembalaan alam dengankualitas hijauan yang masih rendah, karena komposisi hijauan pakan ternakdidominasi oleh alang-alang dan semak belukar. Selanjutnya dikemukakan
bahwa hijauan pakan ternak lokal yang tidak bernilai gizi tinggi merupakan penyebab utama rendahnya produks i sapi.
Potensi Produksi Hijauan dan Kapasitas TampungHasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas tampung padang
penggembalaan alam di dataran Kebar cukup rendah yaitu berkisar antara 0,48-1,70 UT/ha/thn. Potensi produksi hijauan dan kapasitas tampung padang
penggembalaan menurut lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 84/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 267
Tabel 3. Potensi produksi hijauan dan estimasi kapasitas tampung
a. Padang Penggembalaan Alam
Variabel Pengamatan/UraianKAMPUNG INAM KAMPUNG JANDURAU
Wanimeri Bitawi Amawi Aruwam
Produksi hijauan , kg/m2 0,955 1,751 1,054 0,478Produksi hijauan , kg/ha, *10.000 9550 17510 10540 4780
Produksi hijauan tersedia, kg/ha,
*25% (rendah)2387,5 4377,5 2635 1195
KT (carrying capacity), UT/ha/thn 0,9646 1,7687 1,0646 0,4828
b. Kebun Rumput Raja
Variabel Pengamatan/Uraian HASIL
Produksi hijauan, kg/rumpun 4,2
Produksi hijauan (PH), kg/ha 67.200,00
Produksi hijauan tersedia, kg/ha
Musim hujan, 100%, (5/2)(1*PH) 168.000,00
Musim kemarau, 60%, (7/3)(0,6*PH) 94.080,00Jumlah (kg/ha/thn) 262.080,00
Berat 1 unit ternak (UT) sapi , kg 250
Kebutuhan pakan (10% BB), kg/hari 25
Kebutuhan pakan per tahun (365
hari), 25 kg*3659.125
Kapasitas tampung, UT/ha/thn 28,72
c. Total kapasitas tampung
(UT/ha/thn) 29,68 30,49 29,78 29,20
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa produktivitas padang
penggembalaan alam sangat tidak potensial untuk mendukung rencana pengembangan ternak sapi potong (sapi bali). Kapasitas tampung padang penggembalaan alam sangat rendah yaitu berkisar antara 0,48-1,70 UT/ha/thn atausetinggi-tingginya dapat menampung 2 unit ternak (2 ekor sapi betina dewasa atau
1 UT setara satu ekor sapi betina dewasa dengan berat badan 250 kg).Diperlukan upaya-upaya perbaikan padang penggembalaan alam dan
peningkatan kapasitas tampung. Salah satu upaya alternatif yaitu membangunkebun hijauan pakan ternak. Jika dalam luasan 1 ha ditanami rumput raja dengan
jarak tanam 100 cm × 60 cm, untuk jangka waktu satu tahun dapat mencapai
kapasitas tampung sekitar 28,72 UT/ha/thn atau setara 28,72 atau 29 ekor sapi
dewasa (lihat Tabel 3). Untuk mendukung peningkatan produksi sapi potong danusaha untuk mencapai program swasembada daging sapi, maka diperlukan
perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi di tingkat petani secara tepat (Kristianto
dan Nappu, 2004)
Komposisi Kimia Padang Penggembalaan AlamHasil analisis komposisi kimia nutrien hijauan pakan di lokasi penelitian,
masing-masing bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat
kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) disajikan pada Tabel 4.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 85/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 268
Tabel 4. Komposisi kimia hijauan pakan di padang penggembalaan alam Kebar
No Komponen Komposisi Kisaran
1. Air (%) 9,74 8,25 – 10,752. BK (%) 90,26 89,26 – 91,75
3. PK (%) 3,99 3,54 – 4,424. LK (%) 2,37 1,98 – 2,81
5. SK (%) 40,87 37,37 – 46,636. BETN (%) 44,75 42,20 – 49,217. Abu (%) 8,02 5,27 – 10,57
Ca (%) 0,0874 0,0357 – 0,1162P (%) 0,0809 0,0651 – 0,0993
8. GE (Kal/g) 4391,63 4092,55 – 4747,86Keterangan :
BK =bahan kering, PK = protein kasar, LK = lemak kasar, SK = serat kasar,
BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca = kalsium, P = fosfor, Kalori = gross energy (GE)
Rata-rata kandungan PK hijauan pakan pada padang penggembalaan alamsebesar 3,99% termasuk dalam kategori sangat rendah. Hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Siregar (1994) bahwa hijauan dikategorikan pada kualitasrendah bila kandungan protein kasarnya kurang dari 5%, sedang bila kandungan
PK adalah 5-10%, dan tinggi bila PK hijauan adalah lebih besar dari 10%.Rata-rata kandungan PK padang penggembalaan sebesar 3,99% (Tabel 1)
disebabkan karena komposisi botani hijauan sebagian besar adalah jenis rumput,
sebagian kecil hijauan bukan pakan, dan tanpa leguminosa. Kondisi padang penggembalaan ini akan berdampak pada rendahnya produktivitas ternak karena
kebutuhan minimal PK bagi ternak ruminansia sebesar 8% tidak terpenuhi.
Produktivitas dan kualitas padang penggembalaan di kampung Inam danJandurau perlu ditingkatkan dengan introduksi hijauan pakan jenis rumput dan
leguminosa yang sesuai kondisi setempat atau sesuai dengan jenis tanah dankondisi iklim.
KESIMPULAN
Hijauan pakan yang mendominasi padang penggembalaan alam Kebaradalah jenis rumput dengan kapasitas tampung sangat rendah yaitu 2 UT/ha/tahun.
Produktivitas padang penggembalaan alam dataran Kebar dapat ditingkatkandengan introduksi spesies yang cocok dan potensi produksi tinggi dan/atau perlu
dilakukan program pemberian pakan tambahan (dasar hijauan pakan).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat JenderalPendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui Proyek: DP2M
Ditjen Dikti, Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan PerluasanPembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Nomor Kontrak:
244/SP2H/PL/Dit.Litabmas/ III/2012.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 86/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 269
DAFTAR PUSTAKA
Djagra, I.B., I.G.N.R. Haryana, I.G.M. Putra, I.B. Mantra, A.A. Oka., 2002.
Ukuran Standar Tubuh Sapi Bali Bibit. Laporan Hasil PenelitianKerjasama Bappeda Propinsi Bali dengan Fakultas Peternakan Universitas
Udayana, Denpasar.Jan, R., 2000. Penampilan Sapi Bali di Wilayah Proyek Pembibitan dan
Pengembangan Sapi Bali di Daerah Tingkat I Bali. Tesis PPS-UGM,Yogyakarta.
Kristanto, L.K dan M. B. Nappu. 2004. Prospek Pengembangan Sapi Potong
Melalui Pola Pengembangan Kolektif Dalam Upaya Swasembada DagingSapi di Kalimantan Timur. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Samarinda
Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak. BPFE.Yogyakarta.
Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Cetakan Pertama. Swadaya,Jakarta.
Subagio, I dan Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur Padangan, NUFIC. Universitas
Brawijaya Malang.Supriyantono, A., L. Hakim, Suyadi and Ismudiono, 2011. Breeding Programme
Development of Bali Cattle at Bali Breeding Centre. Journal of Animal
Production. 13, 1: 45-51.Susetyo, S, 1980. Pengelolaan dan Potensi Hijauan Makanan Terak untuk
Produksi Ternak Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S. Budiarti-Turner and D. Lindsay, 2002.
Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle and Existing
Breeding Programs in Indonesia. Working Papers: Bali Cattle Workshop.Bali, 4-7 February 2002.
Lampiran 1. Estimasi produksi hijauan rumput raja tahunan
Penanaman rumput Raja : 100 cm x 60 cm
Populasi 1 ha = (10.000 m2)/ (1 m x 0,6 m) = 16.666 rumpun; dalamhitungan dibulatkan 16.000 rumpun
Untuk kondisi umum, 1 rumpun menghasilkan 7 (tujuh) kg hijauan segarKhusus Kebar, diperhitungkan hanya 60% sehingga produksi hijauan segar
yang dihasilkan sebanyak 4,2 kg Jadi produksi per ha = 4,2 kg * 16.000 rumpun = 67.200 kg/ha
Estimasi Produksi Hijauan setahunMasa pertumbuhan dan produksi hijauan
Kemarau = 3 bulanHujan = 2 bulan
Jika data Klimatologi tahun 2010 : di Manokwari
Bulan Hujan = Nov, Des, Jan, Feb, dan Mart (5 bulan)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 87/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 270
Bulan Panas = April, Mei, Jun, Jul, Agust, Sep dan Okto (7 bulan)
Hitungan :Hujan = (5 bulan / 2 bulan) x produksi hijauan
Kemarau = (7 bulan / 3 bulan) x produksi hijauan
Estimasi produksi rumput raja =
Lampiran 2. Estimasi kapasitas tampung padangan di kampung Inam dan
Jandurau, Kebar, Manokwari
a. Padang Penggembalaan
Alam
Variabel Pengamatan/Uraian Satuan Hitungan KAMPUNG INAMKAMPUNGJANDURAU
Wanimeri Bitawi Amawi Aruwam
Produksi hijauan kg/m2 0,955 1,751 1,054 0,478
Produksi hijauan kg/ha * 10.000 9550 17510 10540 4780
Produksi hijauan tersedia
(PHT)kg/ha
* 25%
(rendah)2387,5 4377,5 2635 1195
Berat 1 unit ternak (UT) sapi kg 250 (BB) 250 250 250 250
Kebutuhan pakan (10% BB) kg/hari 10% * BB kg 25 25 25 25
Kebutuhan pakan (30 hari) kg/bulan25 kg * 30
hari750 750 750 750
Kebutuhan luas lahan per bulan(LLB)
Ha/bulan
750/PHT * 1ha
0,3141 0,1713 0,2846 0,6276
Kebutuhan luas lahan per tahun
(LLT)
Ha/UT/t
h3,3 * LLB 1,0366 0,5654 0,9393 2,0711
KT (carrying capacity)UT/ha/t
h1/LLT 0,9646 1,7687 1,0646 0,4828
b. Kebun Rumput Raja
Variabel Pengamatan/Uraian Satuan Hitungan HASIL
Produksi hijauankg/rump
un4,2
Produksi hijauan kg/ha * 16.000 67200,00
Produksi hijauan tersedia kg/ha
Musim hujan 100%(5/2)(1*Prod
Hij)168000,00
Musim kemarau 60%(7/3)(ProdHij*0,6)
94080,00
Jumlah
(kg/ha/thn)262080,00
Berat 1 unit ternak (UT) sapi kg 250 (BB) 250
Kebutuhan pakan (10% BB) kg/hari 10% * BB kg 25
Kebutuhan pakan per tahun
(365 hari)
kg/ha/U
T
25 kg * 365
hari9125
Kebutuhan luas lahan per bulan UT/ha/ta 262080/9125 28,72
Estimasi Produksi Hijauan Produksi Hijauan TOTAL
Rata-Rata (kg/ha) Rata-Rata (kg/ha) PRODUKSI
HUJAN
(100%)
PANAS
(60%) HUJAN KEMARAU (kg/ha/thn)
67.200,00 40.320,00 168.000,00 94.080,00 262.080,00
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 88/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 271
hun
c. Total kapasitas tampung 29,68 30,49 29,78 29,20
PERTUMBUHAN GENERATIF ALFALFA (Medicago sati va L)
MUTAN TROPIS, RESPON TERHADAP PEMUPUKAN FOSFAT
(HASIL MUTASI INDUKSI EMS)
Widyati-Slamet. Sumarsono, S. Anwar dan D.W. Widjajanto
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan manajemen pemupukan fosfatuntuk pertumbuhan generatif alfalfa yang ditanam pada ketinggian tempat
tertentu. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 5 perlakuan (0, 50, 100, 150, 200 kg P2O5/ha) dan 4 kelompok ulangan. Variabel
yang diamati adalah karakteristik pertumbuhan generatif alfalfa, yaitu jumlahtanaman berbunga, jumlah tanaman berpolong dan berat per 100 biji. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, pemupukan fosfat tidak berpengaruh terhadap
jumlah tanaman yang berbunga dan berpolong pada umur 14 minggu. Pemupukanfosfat tidak nyata meningkatkan persen tanaman alfalfa yang berbunga dan
berpolong, tetapi meningkatkan bobot per 100 biji. Alfalfa mutan membutuhkan pemupukan fosfat 122,50 kg P2O5/ha untuk mendapatkan berat per 100 biji yangmaksimum.
Kata kunci: alfalfa, pemupukan P, pertumbuhan generatif
ABSTRACT
The research was aimed to obtain
management of Phosphat fertilization
for the growth generative of alfalfa at a certain altitude. The research CompletelyRandomized Block Design with 5 treatments (0, 50, 100, 150, 200kg P2O5 /ha)
and 4 replicated. The variable observed growth generative of alfalfa (number offlowering plants, the number of pods plants and weight per 100 seeds). The resultof research showed P fertilization had no effect on the number of flowering plants
and pod plants at the age of 14 weeks. P fertilization did not increase the percentof alfalfa plants were flowering and pods. Fertilizing of mutan alfalfa with 122.50
kg P2O5/ha of P-fertilizer provided the maksimum weight of 100 seeds. Keywords: alfalfa, P fertilization, generative growth
PENDAHULUAN
Alfalfa ( Medicago sativa L. ) dikenal sebagai “Queen of Forages", palatabel dan bergizi, kaya protein, vitamin dan mineral (Orloff, 1997), dapatdipakai sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak karena
mempunyai serat kasar dan protein kasar yang tinggi. Tanaman alfalfa merupakanleguminosa yang biasa tumbuh di daerah temperate (Hoy et al ., 2002) dan
merupakan tanaman hari panjang. Pertumbuhan alfalfa membutuhkan sinarmatahari dan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahankelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan
kesuburan tanah yang baik (Agricultural Experiment Station and Cooperative
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 89/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 272
Extension Service, 1998).
Kelebihan tanaman alfalfa dapat hidup 3 hingga 12 tahun, tergantungvarietas dan iklim di mana tanaman itu hidup. Tingginya dapat mencapai satu
meter, memiliki akar yang sangat panjang hingga mencapai 4,5 meter.
Keunggulan itulah yang menyebabkan alfalfa mampu bertahan hidup, sekalipunsaat terjadi kekeringan.
Alfalfa adalah tanaman tahunan berupa herba berakar dalam, bercabang danmembentuk rhizom, mempunyai batang mendatar, menanjak sampai tegak,
berkayu di bagian dasar, cabang-cabang di bagian dasar dan menanjak setinggi30-120cm, satu tangkai berdaun tiga (trifoliat ), panjang daun 5-15mm, berbulu
pada permukaan bawah, tangkai daun berbulu, bunga berbentuk tandan yang rapat
berisi 10-35 bunga, mahkota berwarna ungu atau biru jarang yang berwarna putih(Mannetje dan Jones, 2000). Tanaman, daun, bunga dan polong alfalfa tersaji
pada Ilustrasi 1.Tanaman alfalfa merupakan leguminosa yang biasa tumbuh di daerah
temperate (Hoy et al ., 2002). Pertumbuhan alfalfa membutuhkan sinar mataharidan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahankelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan
kesuburan tanah yang baik (Agricultural Experiment Station and CooperativeExtension Service, 1998). Karakteristik Alfalfa di daerah temperate antara lain:kapasitas produksi tinggi (40-150 ton bahan segar/ha/th), kualitas hijauan tinggi
(PK 18-24%), nilai kemampuan tumbuh tinggi yang dipengaruhi tekanan musimdan resistensi terhadap penyakit daun dan tunas serta penyakit akar, kecepatan
tumbuh setelah pemotongan, penghasil biji yang baik (Smith et al ., 1986). Alfalfatropis yang berasal dari Taiwan merupakan hasil perbaikan dari alfalfa subtropisyang dilakukan para ahli pertanian di Taiwan, dapat beradaptasi dan tumbuh baik
di daerah tropis di Propinsi Taiwan sebagai penghasil hijauan. Perbaikan alfalfatropis yang berasal dari Taiwan telah dilakukan agar dapat beradaptasi secara
alami sebagai penghasil biji. Alfalfa di Indonesia belum menghasilkan biji.Akibatnya tanaman alfalfa tidak berkembang karena keterbatasan bibit (Sajimin,2011).
Tanaman Alfalfa Daun Alfalfa
Bunga Alfalfa Polong alfalfa
Ilustrasi 1. Tanaman, daun, bunga dan polong alfalfa
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 90/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 273
Perbaikan tanaman dapat dilakukan antara lain dengan melakukan mutasi
induksi yang dapat meningkatkan keragaman genetik sehingga benih yangdihasilkan dapat dipakai sebagai bahan seleksi untuk mendapatkan tanaman yang
dikehendaki. Keragaman yang tinggi merupakan salah satu faktor untuk merakit
varietas unggul baru (Hutami et al., 2006).Unsur fosfat (P) pada dosis tinggi lebih diinginkan legume untuk memacu
pertumbuhan (Mikkelsen, 2004; Liani et al ., 2011). Penelitian Yu et al. (2007)menunjukkan bahwa alfalfa sangat sensitif terhadap P tersedia dan terdapat
korelasi positif antara penurunan P tanah tersedia dengan hasil hijauan alfalfasetelah berumur 3 tahun. Pemupukan P sampai 100kg P2O5 /ha dan Intervaldefoliasi yang berbeda tidak mempengaruhi produksi bahan kering (BK), protein
kasar (PK) maupun serat kasar (SK) hijauan alfalfa (Widyati-Slamet et al., 2008).Liani et al . (2011), mendapatkan produksi bahan kering tertinggi dengan
pemupukan TSP dengan dosis 125 mg P2O5/kg tanah.
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian yang digunakan biji hasil alfalfa mutan, hasil mutasi
induksi dengan EMS (Ethyl Methyl Sulfanate), kebun percobaan, kompos, pupukUrea (45%N), SP-36 (36% P2O5 ), KCl (52%K 2O), dan insektisida. Penelitiandilaksanakan di kebun di desa Sidomulyo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten
Semarang yang terletak pada ketinggian + 400 m dpl.Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari 5
perlakuan dosis fosfat (0, 50, 100, 150 dan 200kg P2O5/ha) dengan 4 kelompokulangan. Variabel yang diamati adalah karakteristik pertumbuhan generatif alfalfa,yaitu jumlah tanaman berbunga, jumlah tanaman berpolong dan berat per 100
biji.Data yang diperoleh diolah secara statistik menurut prosedur analisis
ragam untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati, apabilaterdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Ganda Duncan (Steeldan Torrie, 1980) dan Uji Polinomial. Apabila diperoleh pengaruh kuadratik,
dirumuskan dalam persamaan Polinomial Kuadratik y = a + bx + cx2, selanjutnyauntuk mendapatkan Titik Puncak (TP) perlakuan pemupukan P optimum
diperoleh dengan rumus;TP = - b , di mana a = intersep, b, c = koefisien regresi linier dan kuadratik.
2 c
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tempat PenelitianPenelitian untuk produksi biji dilakukan pada lahan di desa Sidomulyo
kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang yang terletak pada ketinggian +
400 m diatas permukaan laut. Hasil analisis tanah lahan penelitian mengandung P potensial 499,39 ppm dengan pH 6,57 Temperatur selama penelitian berkisar
antara 23-35oC dengan kelembaban berkisar antara 31-80%. Masa adaptasitanaman alfalfa dari persemaian ke lahan + 2 minggu. Hujan turun sepanjang hari
pada bulan Agustus sampai Nopember. Angin yang kencang menyebabkan curah
hujan tidak terukur. Data yang didapat dari Balai Meteorologi dan Geofisika
didapatkan bahwa curah hujan selama bulan September 133 mm (4 hari hujan)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 91/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 274
lainnya tidak terukur. Curah hujan bulan Oktober 137 mm (10 hari hujan) lainnya
tidak terukur. Curah hujan bulan Nopember 217 mm (19 hari hujan) lainnya tidakterukur. Pengamatan pada tanaman alfalfa dilakukan selama 16 minggu (Agustus-
Nopember 2011) setelah benih ditanam ke lahan, karena pengaruh cuaca,
beberapa tanaman belum berbiji, hal tersebut disebabkan karena Alfalfa tumbuhuntuk produksi biji hanya jika kondisi cuaca tepat.
Pertumbuhan generatif alfalfa
Jumlah Tanaman BerbungaJumlah tanaman yang berbunga diamati pada umur tanaman 14 minggu.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan P yang berbeda tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap jumlah tanaman yang berbunga. Persen jumlah tanaman yang berbunga pada pemupukan P yang beda tersaji pada
Tabel 1.Tabel 1. Jumlah tanaman yang berbunga (14 mg) pada Pemupukan P yang
Berbeda==========================================================Perlakuan
PemupukanP
Jumlah tanaman yang berbunga
Ulangan Rerata
1 2 3 4
--------------------------- %/petak ------------------------------P1 (0kg P2O5/ha) 31,25 56,25 37,5 93,75 54,69P2 (50kg P2O5/ha) 43,75 31,25 68,75 18,75 40,63
P3 (100kg P2O5/ha) 43,75 81,25 37,50 87,50 62,50
P4 (150kg P2O5/ha) 81,25 81,25 56,25 43,75 65,63
P5 (200kg P2O5/ha) 81,25 81,25 87,25 62,5 78,06
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Pemupukan P tidak mempengaruhi jumlah tanaman yang berbunga. Hasil
analisis tanah menunjukkan bahwa P2O5 total 323,43 ppm melebihi yangdibutuhkan legum (21-40 ppm) (Hardjowigeno, 1987), tetapi P yang ada pada
tanah bukan P tersedia, sehingga pemupukan P dengan berbagai level belummempengaruhi pertumbuhan tanaman alfalfa. Alfalfa sangat sensitif dengan Ptersedia (Yu et al., 2007), sehingga jika kandungan P pada media tanam cukup
tinggi, pemberian P tidak efektif. Kemungkinan P yang ada pada media tanamdalam bentuk mineral yang kompleks, biasanya sangat lambat tersedia dan sulit
diserap oleh tanaman (Agustina, 2004). Unsur P pada dosis tinggi lebihdiinginkan legume untuk memacu pertumbuhan (Mikkelsen, 2004). Alfalfa padaumur 10 minggu setelah tanam sudah memasuki akhir fase vegetatif, karena
beberapa tanaman dalam petak sudah mulai berkuncup dan tinggi tanaman lebihdari 30 cm. Fase reproduktif alfalfa dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap
terakhir vegetatif dengan ditandai belum terdapat kuncup bunga dengan tinggitanaman lebih dari 30 cm, tahap kuncup bunga, tahap berbunga pertama, berbungasemuanya dan pembungaan terakhir (Bagg, 2003).
Tanah lokasi penelitian pada waktu hujan tergenang air tetapi pada waktukering tanahnya padat sehingga aerasi kurang baik. Aerasi yang kurang baik
penyerapan P dan unsur-unsur lain nya akan terganggu. Selama penelitian hujan
turun sepanjang hari pada bulan Agustus sampai Nopember. Angin yang kencang
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 92/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 93/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 276
Alfalfa berbunga kira-kira 7 minggu tiap periode, jika terjadi penyerbukan,
menghasilkan polong biji dan masak 3 sampai 5 minggu. Pada kondisi yang bagus tiap polong mengandung 3 sampai 5 biji. Dibawah kondisi tekanan
serangga yang tinggi, beberapa polong tidak mengandung biji yang dapat hidup
(Oklahoma Cooperative Extension Service, 2009).
Berat per 100 bijiBulan Nopember curah hujan merata sepanjang hari sehingga polong yang
telah terbentuk tidak mengandung biji. Beberapa polong tidak mengandung bijiyang dapat hidup, hal tersebut disebabkan tanaman di bawah kondisi tekananserangga yang tinggi (Oklahoma Cooperative Extension Service, 2009). Alfalfa
tumbuh untuk produksi biji hanya jika kondisi cuaca tepat. Tanaman untuk produksi biji harus menerima hanya cukup air untuk meningkatkan pertumbuhan
puncak yang cukup sampai berbunga. Kondisi kelembaban akan meningkatkan pertumbuhan lambat ( slow-growing ). Tambahan air akan menunda periode
pembungaan, tetapi kelebihan air akan meningkatkan pertumbuhan vegetatifdan hasil biji lebih rendah. Waktu alfalfa berbunga yang ideal untuk produksi
biji yang tinggi adalah pada musim kemarau. Bunga mekar terus untuk kira-kira
3 minggu, dan biji matang sampai beberapa minggu (Agricultural ExperimentStation and Cooperative Extension Service, 1998).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan P yang berbeda
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap berat per 100 biji alfalfa. Berat per 100 bijialfalfa pada pemupukan P yang berbeda tersaji pada Tabel 3.
Hasil uji Duncan menunjukkan berat per 100 biji pada pemupukan P dosis50 kg P2O5/Ha lebih tinggi dari semua perlakuan pemupukan. Pemupukan sampai50 kg P2O5/Ha meningkatkan berat per 100 biji pada alfalfa mutan kemudian
menurun pada perlakuan 100, 150, dan 200 kg P2O5/Ha.
Tabel 3. Berat per 100 biji (16 mg) pada Pemupukan P yang Berbeda==========================================================Perlakuan
PemupukanFosfat
Berat per 100 biji
Ulangan Rerata
1 2 3 4
-------------------------------- g ---------------------------------P1 (0kg P2O5/ha) 0,5580 0,5520 0,6920 0,9460 O,6945P2 (50kg P2O5/ha) 1,3520 1,4100 1,3120 1,3100 1,3460a
P3 (100kg P2O5/ha) 0,8940 0,8460 0,7640 1,3720 0,9690P4 (150kg P2O5/ha) 0,7920 0,9860 1,1060 0,7520 0,9090
P5 (200kg P2O5/ha) 1,3900 0,9240 0,8500 0,8700 1,0085*Superskrip yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Hasil uji lanjut menunjukkan besarnya nilai koefisien regresi pada
persamaan alfalfa mutan Y = 0,8348 + 0,0049 X - 0,00002 X2 (R 2 = 0,13) yangmempunyai titik puncak 122,50 kg P2O5/Ha. Pemupukan alfalfa mutan 122,50 kg
P2O5/Ha memberikan berat per 100 biji yang optimum walaupun hanyadipengaruhi 13% oleh pemupukan P, Hal tersebut disebabkan kandungan P padamedia tanam (499,39 ppm) melebihi yang dibutuhkan legum (21-40 ppm)
(Hardjowigeno, 1987), sehingga pemupukan P dengan berbagai level tidak akan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 94/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 277
mempengaruhi pertumbuhan tanaman alfalfa secara nyata.
Perubahan asam amino pada rantai DNA akan mempengaruhimetabolisme tanaman. disebabkan alfalfa mutan mengandung asam amino yang
kaya AT dan GC, sehingga beberapa asam amino berubah karena komposisi nya
berubah (Yuwono, 2006). Perubahan asam amino akan mempengaruhi prosesmetabolisme tanaman. Proses metabolisme tanaman akan mempengaruhi produksi
tanaman (biji). Pemakaian mutagen EMS dengan konsentrasi yang tepatmenunjukkan mutasi yang positif (Chopde, 2006). Mutasi dengan EMS akan
menunjukkan peningkatan perubahan genetik (Jabeen dan Mirza, 2002).Perubahan genetik pada organisme yang tercermin dari perubahan ekspresinyamungkin dapat mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu.
Berdasarkan variabel genetik, alfalfa memiliki kemampuan beradaptasi yang baikuntuk kondisi lingkungan yang berbeda (Radovic et al ., 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang dapat diambil adalah, bahwa pada kondisi tempat penelitian, tanaman alfalfa mutan kurang responsif terhadap pemupukan P.
Pemupukan P tidak meningkatkan persen tanaman berbunga dan berpolong alfalfamutan, tetapi meningkatkan bobot per 100 biji. Pemupukan 122,50 kg P2O5/hacukup memberikan berat per 100 biji yang maksimum.
Dapat disarankan bahwa, masih diperlukan penelitian lebih lanjut terhadapkarakteristik pertumbuhan generatif alfalfa mutan ini untuk produksi biji pada
kondisi yang lebih mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Agriculture Experiment Station and Cooperative Extension Service, 1998. Alfalfa
Production Handbook. Kansas State University, Manhattan, Kansas.Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Bagg, J. 2003. Cutting Management of Alfalfa. Government of Ontario. OntariaHoy. D. M,., K. J. Mooere, J. R. George and E. C. Brummer. 2002. Alfalfa Yield
and Quality as Influenced by Establishment Method. Agron J. 94: 65-71.Hutami, S., I. Mariska dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik
Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. J. AgroBiogen 2(2):81-88.
Liani, Y., H. H. Qing, Sumarsono, D.W. Widjajanto and J. Guanjie. 2011.Phosphate rock application on alfalfa ( Medicago sativa L) production and
macronutrient in latosol soil. J. Indonesia Trop. Anim. Agric. 36 (4) :290-296.
Mannetje, L dan R.M. Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. PT.
Balai Pustaka, Bogor.Mikkelsen, R. 2004. Managing phosphorus for maximum alfalfa yield and quality.
Dalam: Proccedings National Alfalfa Symposium, San Diego 13-15December 2004. CA, CU Cooperative Extension, University of California,Davis. Pp 617-622.
Oklahoma Cooperative Extension Service. 2009. Alfalfa Production Guide for
the Southern Great Plains. Division of Agricultural Sciences and Natural
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 95/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 278
Resources. Oklahoma State University, Stillwater, Oklahoma.
Sajimin. 2011. Medicago sativa L (alfalfa) sebagai tanaman pakan ternak harapandi Indonesia. Wartazoa vol 21(2):91-98.
Smith D, Raymond J.B and Richard P W. 1986. Forage Management. 5 th
Edition. Kendall/Hunt. Publishing Company. Dubuque. Iowa.Steel, R.G.D and J.H Torrie. 1980. Principle and Procedures of Statistics. Mc.
GrawHill Book Company, Inc. New York.Widyati-Slamet, F. Kusmiyati dan E.D. Purbayanti. 2008. Produksi Alfalfa
( Medicago sativa). dengan Pemupukan Fosfat dan Interval Defoliasi yangBerbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 33 (2 ): 158-163.
Yuwono, T.W. 2008. Bioteknologi Pertanian. Cetakan kedua. Gadjah Mada
University Press. YogjakartaYu Jia, Xu Bingcheng, Li Fengmin and Wang Xiaoling. 2007. Availability and
Contributions of soil phosphorus to forage production of seeded alfalfa insemiarid Loess Plateau. Acta Ecologica Sinica. 2007, 27(1): 42-47.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 96/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 279
UJI PENGAWETAN TERHADAP DAYA SIMPAN BAHAN TANAM
STEK RUMPUT GAJAH (Penn isetum purpureum Schummach)
M. Agus Setiana
Fakultas Peternakan Institut Pertanian BogorJl. Agatis Kampus IPB Darmaga Bogor
Hp. 0811111835
email: [email protected]
ABSTRAK
Pendistribusian bahan tanam stek masih menjadi kendala karena sifatnya
yang mudah rusak akibat faktor luar seperti mikroba dan fungi. Metode penyimpanan stek yang baik diperlukan agar stek memiliki daya simpan yang
lebih lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan dan alat yangdapat memperpanjang umur stek dan menentukan lama masa simpan yang terbaik
untuk bahan tanam stek rumput gajah ( Pennisetum purpureum Schummach).Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola faktorial dengan ulangan 5 kali. Faktor A adalah perlakuan
pengawetan berupa 4 jenis bahan atau alat pengawet yaitu cairan gula 2%, cairanlilin, silica gel dan refrigerator (4°C) dan faktor B adalah 5 tingkat lama
penyimpanan 3, 6, 9, 12 dan 15 hari. Bahan yang digunakan adalah stek rumput
gajah ( Pennisetum purpureum Schummach) sebanyak 625 batang. Peubah yangdiukur adalah keadaan umum stek, penyusutan bobot, awal pertumbuhan setelah
tanam, daya tumbuh, dan tinggi vertikal.Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi nyata (P<0,05) terhadap
penyusutan bobot stek yang berpengaruh nyata antara penggunaan bahan
pengawet dengan lama penyimpanan, interaksi terjadi pada bahan pengawet gula,silica gel, dan kontrol. Interaksi menunjukkan bahwa optimal lama penyimpanan
kurang lebih 13 hari. Lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadapdaya tumbuh, dimana lama penyimpanan 15 hari menunjukkan penurunan dayatumbuh yang signifikan. Lama penyimpanan dan bahan pengawet berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap tinggi vertikal, dimana penyimpanan 15 hari secarasignifikan berpengaruh pada tinggi vertikal dan rataan tinggi vertikal tertinggi
pada penggunaan lilin dan gula. Daya simpan stek rumput gajah ( Pennisetum purpureum Schummach) dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan pengawet gula, silica gel, lilin, dan refrigerator pada suhu 4° C selama 15 hari.
Kata kunci: Pennisetum purpureum Schummach, stek, bahan pengawet, penyimpanan.
ABSTRACT
Elephant grass‟s producers still can not distribute more than a week, because of the damaged of the cutting by external factors such as microbes and
fungi. Therefor it is necessary that both storages methods cuttings that have alonger shelf life. The aim of this study was to determine the materials and toolsthat can extend the life of old cuttings and det ermine the shelf life is best for
planting material cuttings of elephant grass.
Experimental design used was completely randomized design (CRD)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 97/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 280
factorial with repeated 5 times. A factor is a preservation treatment is 4 types of
materials or equipment that is preservative 2% liquid sugar, liquid wax, silica gel,an refrigerator (4°C) and factor B are 5 levels of storage time of 3, 6, 9, 12, and 15
days. The materials used are cutting grass counted 625 pieces. The variables
measured were the general state of cuttings, weight decrease, and early growthafter planting, growing power, and vertical height.
Results showed that the real interaction (P<0.05) the weight decreasesignificant cuttings between the used of preservatives with storage time, the
interaction occurs in sugar preservatives, silica gel and control. The teractionshowed a point of intersection between the sugar, silica gel and control overstorage time chart at approximately 13 days. Intersection indicates that the
maximum points of planting cuttings storage materials are given preservativesugar, silica gel, and control is about 13 days. Storage time significantly (P<0,05)
the ability of grow, where teh storage time of 15 day showed a significantreduction in the growth of storage longer than others. Preservative retention and
significantly (P<0.05) to the vertical height, where the storage time of 15 dayshowed higher average vertical drop significantly and the average height of thehighest vertical is when using wax and sugar preservatives. The shelf life cuttings
of elephant grass ( Pennisetum purpureum Schummach) can be improved by usingsugar preservatives, silica gel, wax, and refrigerator at 4°C for 15 days storagetime and quality is good for 15 days of shelf life that is using a refrigera tor at 4°C.
Keyword: Pennisetum purpureum Schummach, cuttings, preservatives, storage
PENDAHULUAN
Kendala yang dihadapi pada saat penyediaan dan penyebaran bahan tanam
stek (vegetatif) adalah sifatnya yang mudah rusak akibat proses fisiologis daninvasi mikroorganisme yang dapat menurunkan kandungan bahan organik. Dalam
distribusi stek yang relatif jauh memerlukan upaya penanganan stek yang tepatuntuk mempertahankan kualitas bibit dan mempertahankan daya tumbuh selama
penyimpanan. Bahan-bahan dan alat seperti lilin, gula, silica gel dan refrigerator
dapat digunakan sebagai sarana pengawetan. Penggunaan sarana pengawetantersebut diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan dapat membantu
penyebaran hijauan yang berkualitas tinggi ke daerah yang membutuhkan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa teknik
pengawetan untuk dapat mempertahankan umur bahan tanam stek rumput gajah
( Pennisetum purpureum Shummach) selama penyimpanan
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April-Mei 2012, di LaboratoriumAgrostologi Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor.
MateriBahan yang digunakan adalah stek Pennisetum purpureum Schummach
umur 4 bulan, panjang 20-25 cm, sebanyak 625 stek. Stek diambil dari tanaman
induk yang seragam dari Laboratorium Lapang Agrostologi. Bahan pengawet
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 98/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 281
yang digunakan adalah larutan gula 2%, lilin, silica gel, dan pupuk. Alat yang
digunakan yaitu: refrigerator, karung, tali, polybag, dan cangkul.
Metode
Persiapan Stek dan Bahan Penyimpanan Stek1. Pencelupan lilin
Kedua ujung stek dicelupkan ke dalam lilin yang telah. Setelah itu stekdidiamkan hingga lilin memadat, lalu dimasukkan ke dalam karung dan diikat.
2. Pencelupan cairan gulaPencelupan stek pada cairan gula menggunakan konsentrasi 2%. Kedua ujungstek direndam di dalam cairan gula selama 30 menit. Stek ditiriskan lalu
dimasukkan ke dalam karung dan diikat dengan rapat.3. Penambahan silica gel
Stek ditimbang satu persatu, lalu dimasukkan dalam karung bersama silica gel30 g dalam kemasan berpori. Kemudian karung tersebut diikat dengan rapat.
4. Penggunaan refrigerator (suhu 4°C)Refrigerator diatur suhunya menjadi 4ºC. Stek ditimbang dan dimasukkan kedalam karung lalu diikat dan dimasukkan ke dalam refrigerator.
PenyimpananPenyimpanan stek dilakukan pada setiap perlakuan pengawetan dibagi
menjadi 5 yaitu lama penyimpanan 3, 6, 9, 12, dan 15 hari.
PenanamanSetelah disimpan, stek ditimbang, dan ditanam di polybag yang berisi tanah
dan pupuk kandang (10 g/polybag), KCl (2 g/polybag), dan SP36 (2 g/polybag.
Peubah yang diamati
a. Keadaan umum stekKeadaan umum yang diamati adalah perubahan warna, bau, fisik (tumbuhnyacendawan) dan tekstur, pada setiap lama penyimpanan 3, 6, 9, 12, dan 15 hari.
b. Penyusutan bobot stekStek ditimbang sebelum dan sesudah penyimpanan, dan dihitung selisihnya.
Rumus : selisih bobot stek (g) = bobot stek awal (g) – bobot stek akhir (g).c. Awal pertumbuhan setelah tanam
Diamati dan dicatat munculnya tunas dan daun awal setelah penanaman stek
(setiap 2 hari hingga hari ke-14).d. Daya tumbuh
Pertumbuhan dilihat setelah muncul dua daun pada stek setiap perlakuan.e. Tinggi vertikal
Tinggi vertikal stek diukur 15 Hari setelah Tanam (HST).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap(RAL) faktorial dengan pengulangan 5 kali, dan setiap ulangan terdiri dari 5 stek.Faktor A adalah perlakuan bahan/alat pengawet dan faktor B adalah lama
penyimpanan.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 99/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 282
Faktor A = Perlakuan bahan pengawet
A0 = Penyimpanan tanpa bahan pengawet (kontrol)A1 = Penyimpanan dengan cairan gula
A2 = Penyimpanan dengan cairan lilin
A3 = Penyimpanan dengan silika gelA4 = Penyimpanan dengan mesin pendingin (refrigerator)
Faktor B = Lama penyimpanan stekB1 = Stek disimpan selama 3 hari
B2 = Stek disimpan selama 6 hariB3 = Stek disimpan selama 9 hariB4 = Stek disimpan selama 12 hari
B5 = Stek disimpan selama 15 hari
Model matematis yang digunakan pada penelitian ini yaitu:Yijk = µ + ai + b j + (ab)ij + eijk
Keterangan:Yijk = nilai pengamatan untuk perlakuan bahan pengawet (A0,…,A5) ke-i
perlakuan lama penyimpanan (B1,…,B5) ke-j dan ulangan k
µ = rataan umumai = pengaruh perlakuan A ke-i
b j = pengaruh perlakuan B ke- j
(ab)ij = pengaruh interaksi bahan pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-jeijk = galat faktor A ke-i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k
Analisa data :Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam (ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan yang dilakukan terhadap bahan tanam stek meliputi keadaan
fisiologis, kualitas, dan daya tumbuh yang disajikan pada Tabel 1. Stek dengan perlakuan menggunakan pengawet lilin sudah mulai mengalami perubahan warna,
bau, dan tekstur pada saat penyimpanan, karena lapisan lilin yang menutupi pori- pori pada stek tersebut rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Pengamatan bagian tekstur tidak terlihat adanya penyusutan meskipun bobotnya turun, hal ini
disebabkan karena penurunan bobot stek tidak terlalu banyak. Pelapisan lilin biasadigunakan pada buah-buahan. Permukaan buah yang dilapisi oleh lilin dapat
mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan danmenghambat laju respirasi (Suhaidi, 2008).
Pada perlakuan penanmabahan silica gel, terjadi perubahan warna stek
menjadi kuning kecoklatan, tumbuh cendawan dan terjadi penyusutan (keriput).Hal ini diduga karena kurang banyaknya jumlah silica gel yang digunakan
sehingga kurang dapat menyerap air yang dapat menyebabkan kebusukan dankelembaban sehingga mempermudah tumbuhnya cendawan.
Stek yang disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4°C warna, bau dan
tekstur stek masih tetap terjaga sama sebelum stek mendapatkan perlakuan. Pada
penyimpanan dalam refrigerator aktivitas mikroba terhambat, sehingga tidak
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 100/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 283
merusak stek. Menurut Thalib dan Widiawati (2010), penyimpanan pada suhu
dingin menyebabkan aktivitas mikroba akan semakin melemah.
Tabel 1. Perubahan Warna, Bau, Fisik (Cendawan), dan Tekstur Stek Selama
Penyimpanan
PerlakuanLama penyimpanan (hari)
3 6 9 12 15
Kontrol
Warna - + + + + + + + + + +
Bau - + + + + + + + + + +
Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + +
Tekstur (keriput) - + + + + + + + + + +
Lilin
Warna - + + + + + + + +
Bau - - + + + + + +
Fisik (cendawan) + + + + + + + + +
Tekstur (keriput) - - - - -
Silica gel
Warna - + + + + + + + +
Bau - + + + + + + + + + +
Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + + + +
Tekstur (keriput) - - + + + + + + + +
Refrigerator
Warna - - - - -
Bau - - - - -
Fisik (cendawan) - - - - -
Tekstur (keriput) - - - - -
Gula
Warna - + + + + + + + + + +
Bau - - + + + + + +
Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + +
Tekstur (keriput) - - + + + + + + + +
Keterangan : Tanda (-) : belum ada perubahan, (+) : sudah terjadi perubahan dan semakin banyak
tanda (+) maka perubahan yang terjadi semakin meningkat.
Pada perlakukan dengan bahan pengawet gula, stek mengalami perubahanwarna, bau, fisik (tumbuh cendawan), dan tekstur (keriput), yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang menjadikan gula sebagai sumber nutrisinya. MenurutSuwijah (2011), pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan karbon dan
nitrogen, dimana kebutuhan akan karbon dapat diperoleh dalam bentukkarbohidrat sederhana, misalnya adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain.
Penyusutan Bobot StekData pada Tabel 2 menunjukkan adanya interaksi yang nyata (P<0,05)
terhadap perlakuan lama penyimpanan dengan penggunaan bahan pengawet.
Interaksi terjadi antara kontrol, gula dan silica gel, (Gambar 1), yang
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 101/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 102/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 285
suhu, saat tanaman berada pada suhu optimum maka tanaman tersebut dapat
tumbuh dengan baik, tetapi pada saat tanaman berada pada suhu di bawah suhuminimun maka laju pertumbuhannya tidak baik.
Tabel 3. Awal Pertumbuhan Bahan Tanam Stek Setelah TanamBahan
Pengawet
Awal pertumbuhan setelah tanam (hari)
2 4 6 8 10 12 14
Kontrol + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Lilin + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Silica gel + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Refrigerat - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Gula + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Keterangan : (-):belum ada pertubuhan, (+) : sudah terjadi pertumbuhan tunas dan semakin banyak
tanda (+) maka pertumbuhan yang terjadi semakin meningkat.
Pada perlakuan silica gel, pertumbuhan paling lambat terjadi pada
penyimpanan 12 dan 15 hari akibat kontaminasi mikroorganisme yang mengambilcadangan makanan dalam stek. Hartman et al . (1997), menyatakan bahwaserangan cendawan pada stek dapat langsung menurunkan daya tumbuh dan
kemampuan stek untuk bertahan hidup sehingga stek mengalami kematian.Menurut Edi (2001), kecepatan tumbuh stek yang semakin menurun dikarenakan
cadangan karbohidrat yang diperlukan untuk energi oleh stek saat pertumbuhantunas semakin berkurang, baik akibat respirasi ataupun fermentasi yang dilakukanoleh stek untuk mempertahankan jaringan maupun fermentasi yang dilakukan
oleh bakteri atau cendawan yang terdapat pada stek.
Stek dengan pengawet gula sudah terlihat pertumbuhan tunas 2 hari setelahtanam dan tumbuh dua daun sempurna pada hari ke 6. Cadangan makanan yangdibutuhkan selama penyimpanan masih tersedia, sehingga stek lebih cepattumbuh. Napitupulu (2006) menyatakan bahwa cadangan makanan yang cukup
mampu memenuhi nutrisi bahan stek agar tetap bertahan hidup dimana bahan stekmasih terlihat segar dan tahan terhadap penyakit.
Daya Tumbuh StekStek yang diawetkan dengan lilin mulai tumbuh kuncup daun 2 hari setelah
penanaman, karena lapisan lilin menghambat kontaminasi mikroorganisme. Stekyang tidak tumbuh, lebih sedikit pada penggunaan pengawet gula dibandingkan
dengan menggunakan lilin, silica gel, dan refrigerator. Cadangan makanan stekmasih tersedia sehingga daya tumbuhnya cepat. Penyimpanan dalam refrigerator,tunas tumbuh setelah 4 hari penanaman dan daya tumbuhnya lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Stek membutuhkan waktu sesuai suhuoptimal untuk pertumbuhannya. Pengamatan pada keseluruhan perlakuan pada 2minggu setelah penanaman, semua stek sudah tumbuh dengan sempurna,
Pada Tabel 4, pengawetan dan lama penyimpanan tidak memiliki interaksiyang nyata (P<0,05) terhadap daya tumbuh stek. Lama simpan berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap daya tumbuh stek (3, 6, 9, 12 dan 15 hari). Penyimpanan 3, 6,9, dan 12 hari menghasilkan daya tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penyimpanan 15 hari, karena terjadinya penurunan cadangan makanan dalam stek
yang signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Saputri (2012), menyatakan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 103/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 286
bahwa penyimpanan selama 3 hari tidak menimbulkan kerusakan yang berarti
sehingga daya tumbuh masih tinggi.Penyimpanan pada suhu 4°C, daya tumbuh stek setelah 15 hari adalah
paling baik dibanding pengawetan lainnya. Pertumbuhan tunas yang cepat pada 4
hari setelah tanam dan hari ke 15 sudah tumbuh dua daun sempurna. Kemampuantumbuh yang baik setelah disimpan pada suhu 4°C juga disebabkan penyusutan
bobot yang terkecil dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan silica gel, dayatumbuh relatif lebih kecil akibat banyak ditumbuhi cendawan sehingga cadangan
makanan dalam stek berkurang. Stek dengan perlakuan lilin menunjukkan dayatumbuh yang baik karena rata-rata daya tumbuhnya tidak jauh berbeda dengan
perlakuan penyimpanan menggunakan refrigerator, sehingga penggunaan lilin
dapat menjadi alternatif selain penggunaan refrigerato r.
Tabel 4. Rataan Daya Tumbuh (%) Stek Berdasarkan Pengawetan dan LamaBahan
Pengawet
Lama penyimpanan (hari)
3 6 9 12 15 Rata-rataKontrol 76± 0,26 100±0,00 96± 0,09 92±0,11 76±0,26 88±0,11
Lilin 100±0,00 96±0,09 92± 0,18 96±0,09 84±0,17 94±0,06
Silica gel 92±0,11 100±0,00 88± 0,11 96±0,09 60±0,32 87±0,16
Refrigerat 100±0,00 96±0,09 84± 0,17 92±0,11 88±0,11 92±0,06
Gula 100±0,00 100±0,00 100±0,00 96±0,09 84±0,09 96±0,07
Rataan 94±0,16 98±0,07 92±0,11 94±0,06 78±0,04
Keterangan : superskrip pada baris menunjukkan pengaruh nyata pada (P<0,05)
Tinggi VertikalPengukuran tinggi vertikal dilakukan 15 Hari Setelah Tanam (HST).
Kemudian dihitung rata-rata tinggi vertikal tanaman untuk mengetahui bahan pengawet mana yang memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik.
Tabel 5. Rataan Tinggi Vertikal (cm) pada Stek selama PenyimpananBahan
Pengawet
Lama Pengawetan (hari) Rataan
3 6 9 12 15
Kontrol 43,66±11,09 59,62±9,39 54,96±8,04 53,38±14,61 38,8 ±17,43 50,09±8,56
Lilin 70,16±9,61 61,66±7,12 62,94±19,34 70,60±7,86 52,52±13,43 63,58±7,40a
Silica gel 53,16±4,14 64,06±1,48 56,92±9,55 60,80±6,00 28,76±24,07 54,74±9,83 b
Refrigerat 59,58±4,94 58,92±4,76 55,12±15,68 52,82±5,49 45,20±10,88 54,33±5,81Gula 64,36 ±10,36 66,90±2,12 63,60±9,47 57,74±8,23 50,14±7,41 60,55±6,72a
Rataan 58,18±13,22 62,23±7,33 58,71±3,12 59,07±6,45 45,09±6,52
Keterangan : superskrip pada kolom dan baris menunjukkan pengaruh nyata pada (P<0,05)
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pengawetan dan lama penyimpanantidak berpengaruh nyata (P>0,05). Namun lama penyimpanan dan penggunaan bahan pengawet berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan tinggi vertikal.
Rataan tinggi vertikal pada lama penyimpanan 15 hari lebih rendah dibandingkandengan lama penyimpanan 3, 6, 9, dan 12 hari. Maka semakin lama penyimpanan,tinggi vertikal akan mengalami penurunan. Pengawetan dengan menggunakan
refrigerator suhu 4°C memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi vertikal yang lebihrendah dibandingkan dengan bahan pengawet yang lainnya, hal ini disebabkan
karena pada saat pengambilan data tinggi vertikal stek masih dalam tahap adaptasiterhadap lingkungan tempat penanaman stek setelah mengalami dormansi
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 104/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 287
KESIMPULAN
Perlakuan pengawetan dengan menggunakan gula, silica gel, lilin dan
refrigerator dapat meningkatkan daya simpan dan pertumbuhan bahan tanam stek
rumput gajah selama penyimpanan hingga 15 hari. Pengawetan yang paling baikadalah penyimpanan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C.
DAFTAR PUSTAKA
Agribisnis Deptan. 2008. Pengawetan Bunga Potong.http://www.agribisnis.deptan.go.id. [9 Maret 2011].
Edi, A. 2001. Perbandingan Daya Tumbuh dan Kesempurnaan Tumbuh StekRumput Gajah ( Pennisetum purpureum Schummach) yang Disimpan
Dengan Metode Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut PertanianBogor, Bogor.
Hartman, H. T & D. E. Kester. 1997. Plant Propagation Principles and Practices.5rd. Prentice Hill.New York.
Meilawati, N. L. M. 2008. Pengaruh bahan stek dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh hormonik terhadap keberhasilan stek Sansevieria trifasciata „TigerStripe‟. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Napitupulu, R. M. 2006. Pengaruh bahan stek dan dosis zat pengatur tumbuh
rootone-F terhadap keberhasilan stek Euphorbia milii. Skripsi. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rochman, K. dan S.S. Haryadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Diktat. DepartemenAgronomi IPB, Bogor.
Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1992a. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Terjemahan D.
R. Lukman dan Sumaryono. 1995. Institut Teknologi Bandung (ITB)-Perss,Bandung.
Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1992b. Fisiologi Tumbuhan jilid 3. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. 1995. Institut Teknologi Bandung (ITB) -Press,Bandung.
Saputri, E. L. 2012. Uji pengawetan terhadap daya simpan bahan tanam stekrumput meksiko ( Euchlaena mexicana Schrad). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Suhaidi, I. 2008. Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah
Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Rekayasa. 1 (1): 47-50.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Garfindo. Jakarta.Suwijah. 2011. Pengaruh kadar gula, vitamin C dan kadar serat dari sari buah
markisa ungu (Passiflora edulis var eduls) pada pembuatan nata de cocodengan menggunakan Acetobacter xylinum. Skripsi. Fakultas Pertanian.Universitas Sumatera Utara, Medan.
Thalib, A & Y. Widiawati. 2010. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap DayaInhibitor Metanogenesis Sediaan Cair Kultur Bakteri Acetoanaerobium
noterae dan Acetobacterium woodii. Prosiding Seminar Nasional TeknologiPeternakan dan Veteriner. Buku I: 880-886.
Yunarti, R. A. 2008. Pengaruh suhu pemeraman dan konsentrasi etilen terhadap
mutu buah sawo (Achras Zapota L.) varietas sukatali ST 1. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 105/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 288
ANALYSIS AND EXPRESSION OF AL-TOLERANT GENES
FROM SOYBEAN [Glycine max (L.) Merryl] ON FORAGE CROPS AND
Escheri chia coli
S. Anwar, Sumarsono, Karno and F. KusmiyatiFaculty of Animal Agriculture, Diponegoro University
Email: [email protected], [email protected]
ABSTRACT
In order to analyze and to study expressions of the Al-tolerant genes, we
have examined five clone genes that were isolated from soybean cv. Lumut.Soybean cv. Lumut and Slamet, Centrocema pubescens, Pennisetum purpureumand Escherichia coli were selected for futher analysis. Based on the DNA
sequencing, searching enzyme restriction sites and searching DNA homology withthe genebank database; the clones encoding: (1) Catalase ( gmali12, that function
as an antioxidant), (2) Proliferating cell nuclear antigen like protein/PCNALP( gmali15, that involved as one of transcriptional regulator in the eucaryotic cellcycle), (3) Growth hormone ( gmali22, this gene may play a role on stimulation of
cell growth/development), (4) Amine oxidase ( gmAO, genebank accessionnumber AF313622, a gene that function as amine oxidation and/or antioxidant),
and (5) Aminoacyl peptidase ( gmAP, genebank accession number AF091304, aserine protease gene). Expressions of the clone genes either on forage crops or
Escherichia coli indicated that all of the clones are basic genes, but its expression
increased with aluminium induction (Al-induced genes) and involved indetoxification to Al stress. From this research, we also found similar responses
between oxidative stress and Al stress to gene responses. Keywords: Analysis, Expression, Al-Tolerant Genes, Soybean, Forage, E. coli
INTRODUCTION
Aluminum (Al) is regarded as one of the main toxic factors which exist in
most acidic soil in Indonesia (Notohadiprawiro, 1983), even of the world,comprising 1x109 hectares in the tropical and cool temperature regions (Van
Wambeke, 1976) or approximately 8% by Weight (Moller et al ., 1984). Most Alin soil is insoluble, associated with complex aluminosilicates and oxides.However, under acidic soil condition (pH < 5) Al is converted from insoluble
forms into soluble Al+3
(Marschner, 1991; Driscoll and Schecher, 1990; andKinraide, 1991), which block growth of plant roots (Rajaram and Villegus, 1990;
Kinraide and Ryan, 1991; Foy et al ., 1978; Wagatsuma et al ., 1987; and Taylor,1991). Thus, Al toxicity is one of the most important soil problems that limits
plant growth, particularly in the tropical regions.
Approximately 40% of the world‟s arable soils are too acid, and Indonesiahas over 47,6 millions hectares. A problem that is becoming increasingly severe,
because of the use of nitrogenous fertilizer, industrial pollution and acid rain (Van breeman, 1985). Eventhough, normal rainfall can also cause acidification of soils by promoting the leaching of basic cations such as Ca+2, Mg+2, K + and Na+ (Foy,
1984). Thus, Al toxicity is one of the most important soil problems that limits
plant growth, particularly in the tropical regions (Kochian, 1995; Taylor, 1995;
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 106/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 289
Matsumoto, 2000).
Identifying genetic resistance to aluminium toxicity would be a valuablecontribution toward the development of tolerant crops in the tropical areas,
especially in Indonesia. In these low pH aluminosilicate soils, the susceptibility
of field crops to aluminium toxicity leads to the inhibition of root growth into thelower soil horison. Aluminium saturates the charged sites of the soil particle and,
along with the restriction of root growth, acts to impede cation exchange withsubsoil elements (Ca+2, K +, and Mg+2), which are critical for normal plant
development. Determining the molecular basis of tolerance to increase levels ofaluminium in certain crops (such as soybean) poses a significant challenge.
Soybean is one of important crops in Indonesia. Its specific material for
Indonesian tradisional food such as tempe, tofu, sauce and soybean milk have brought the soybean to an important position in Indonesian nutrition. Demand for
soybean is increasing with the increase on protein need due to improvement program on Indonesian nutrition. The development of animal husbandry in
Indonesia have also increased the demand of this crop. Unfortunately, theincrease in demand for soybean can not be responded by the sufficient increase in
production of this crop. This research was conducted to support soybean breeding
programs by molecular approach. Considering the importance of molecularinformation on soybean tolerance to Al, we proposed the research on molecular
biology of soybean tolerance to al stress as follow-through from previous
research, by two approach: (1) Analysis of the Al-tolerant and (2) Study ofexpression of the cloned genes. The genes also have been evaluated to forage
crop by northern/slot blot hybridization (heterologous approach) and E. coli.
RESEARCH METHOD
The research consist of two programs: Research I (Analysis of Al-tolerant
genes) and Research II (Study expression of Al-tolerant genes).Research 1. There are 3 steps in this program: (a) Analysis of clone genes
by nucleotide sequencing, (b) Analysis of clone genes by searching restriction
enzyme sites and (c) Analysis of clone genes by searching homology withGeneBank database.
DNA synthesis for chain-termination sequencing is carried out two steps.In the first, the primed strand of DNA is extended and at the same time labelled
by the incorporation of dye-nucleotide. . In the second step, dideoxynucleotides
are added to the population of labelled DNA molecules (ranging in length from afew to many hundreds of nucleotides) and synthesis continues until a ddNTP is
incorporated, thus terminating the chains.Analysis of clone genes by nucleotide sequencing was started with
cDNAs cloned from our previous study that is not analyzed yet (Anwar, 1999).
Plasmid cDNAs cloned are prepared using the alkaline lysis method (Sambrook etal., 1989). The selected cDNA clones was sequenced by dideoxynucleotide
chain-termination method (Sanger et al., 1977).Analysis of clone genes by searching restriction enzyme sites using the
amino acid and restriction enzyme sites software that have been developed by
DCRG-team database, which provided information about analysis of DNA
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 107/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 290
especially for searching of restriction enzyme sites, start and stop codon, amino
acid sequence, including number of ATGC and amino acid.Analysis of clone genes by searching homology with GeneBank database.
The resulted cDNA sequences are then compared to the existing genes sequences
in Genebank. First, we access to the NCBI (National Center for BiotechnologyInformation) website (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), and then select GeneBank
database for searching similarity/homology sites for nucleotide sequence (BLAST program/BLAST web). Finally, follow instruction provided in the web electronic
guide till resulted kinds of the genes.In Research II, expression of the cloned genes have been studied by (a)
using mRNA analysis by northern/slot blot hybridization method both on soybean
and forage crop and (b) Escherichia coli’s exposed to Al toxic level. There are 4steps for analysis of transcript level/mRNA analysis i.e: (a) Planting material, (b)
total RNA Isolation, (c) probe preparation and (d) northern/slot blot hybridization.Planting material was planted described by Anwar (1999). Total RNA was
isolated from the root tips (± 5 mm) and/or leaf of soybean and forage croptreated and untreated with Al+3, using phenol/SDS method (Ausabel et al ., 1987).
Northern/Slot Blot Hybridization. Total RNA (10-15 g) samples wasdenatured with glyoxal and DMSO, and followed incubation in 65 oC for 15
minutes. Then, the RNA was transferred to Hybond-N+ membranes (Amersham) by Slot-Hybridization (prior to use, the slot must be cleaned with 0.1 N NaOH andwashed by steril water- DEPC treated). Probes was prepared from cDNA inserts
isolated from agarose gels and labelled by non radioactive system (ECL-system).Hybridization was performed as described in Virca et al. (1990). The filter was
washed twice with 2xSSC+0.4%SDS for 10 min at 42oC, and twice with 2xSSCfor 5 min at room temperature. Filter was stripped by immersion in warm (60oC)0.1% SDS and reprobed up to three times as described by Sambrook et al. (1989).
For Expression of clone genes by identifying tolerant-genes with itsexpression on Escherichia coli to Al toxic level was implemented by addition of
Al toxic level on LB (Luria Bertani) culture (2% bactotryptone, 0.5% yeastextract, 10 mM NaCl and 1% bactoagar. First of all, to set up assay for Al stress,
E. coli and E. coli containing vector was cultured in LB with various Al treatment
(0-500 ppm). Assay for Al-toxic level based on the reduction of E. coli’s growthon media at least 75% from control (without Al). Secondly, all of the clones wascultured at LB plate with addition of Al-toxic level based on previous study for 2
days. The clones that involved to Al tolerance was indicated by E. coli (contained
the clones) growing well in the selected media.
RESULTS AND DISCUSSIONS
Analysis of Al-tolerant GenesThere are five clones that are already analyzed (cDNA isolation and
sequencing, searching enzyme restriction sites and searching homology withGeneBank database) as shown on Table 1 and Figure 1-5. Based on the searchinghomology with the genebank database, the clones encode: (1) Catalase ( gmali12,
that function as an antioxidant), (2) Proliferating cell nuclear antigen like protein/PCNALP ( gmali15, that involves as one of transcriptional regulator in the
eucaryotic cell cycle), (3) Growth hormone ( gmali22), (4) Amine oxidase ( gmAO,
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 108/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 109/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 292
421 gacagtgtctttatatgcactgtggctaactatgagtatggatttttctggcacttttat 480481 caggatggaaaaatagaagcagagatcaagctcacaggaattctcagcttaggatcactt 540541 caaccaggtgaactcgaaaatatggcacaaccattgcacctggactatatgcgcctgtcc 600
601 accaacattttttgttgctcgtatggacatggcagtaaattgcaagcctggtgaaacatt 660661 taatcaggttgttgaaggtgaatgtcaaaattgaaaaaccagaaacaataatgttcctaa 720721 caatgcattttatgctgaaaaaaaaactgcttaaatcaaaaatggaagcaatgccttgat 780
781 tgtgacctttatctgcccctccctgggattgtttggaaccctaggacttt 830
Figure 4. Nucleotide sequence of the gmAO (Glycine max Amine Oxidase)
Clone.
1 atggcagctactcaggaagatgtgtactctgatcccggttctcctatgatgcggagaact 60 61 caagctgggacatacattattgccaggataaagaaggaaagtgatgaaggaagatatatt 120 121 tatactgaatggaaatggtgctacaccagaaggaaacattccattccttgatctgtttga 180
181 cataaatacaggtaaaaaaatggaacgaatctgggagagcgataaggagaagtattatga 240241 gactgttgttgctctaatgtctgatcaagaagaaggggatttgtatttagataaactgaa 300
301 gaagatactgacttctaaagagtcaaaaactgaaaacacccaatactactttgttagctg 360361 ggccagataaaaacatagttcaggttacaaatttccctcatccataccctcagcttgcat 420
421 ccattgcagaaagagatgatcagatatgaaagaaaagacggggttcaacttactgctaca 480481 ttatacctaccaccaggttacaatccatcaacagatggccctttgccatgcctggtttgg 540541 tcttacccaggagaatttaagaacaaagatgctgctggacaagttcgtggtctccaaatg 600
601 aatttgtaggctccacatcttcctgagtagctgccatcgcccgaaacttcattcgtt 657
Figure 5. Nucleotide sequence of the gmAP (Glycine max Aminoacyl
Peptidase) Clone.
Expression of Al -tolerant Genes
Plants show spesific responses to many kinds of stress (biotic and abiotic)including aluminium stress. Genes response to Al stress will be reflected byincreasing transcription (production mRNA) level of one or more genes. The
molecular basis of these responses has not been completely worked out but thereare clear examples of the expressions of many induced genes by aluminium stress.
Based on slot blot analysis (Figure 6), all of the genes are basic genes(appear at all of control media/media pH 6.0 without Al) , but its expressionincreased with Al stress (media pH 4.0 with Al stress). Clone gmali12 is coding
catalase which involved as antioxidant. This result indicated that genes responseto Al stress is similar with oxidation stress responses. This novel information is
useful for genetic engineering. Similar result from the genes are expressed on Escherichia coli.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 110/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 293
Glycine max cv. Lumuta b c d
Gl yci ne max cv. Slamet
a b c d Centrosema pubescens
a b c d Penn i setum purpu reum
a b c d
gmali 12
(%)25 30 34 35 25 29 30 33 25 27 31 26 25 28 30 26
gmali 15
(%)22 23 26 30 25 25 31 35 20 28 30 34 25 30 32 33
gmali 22
(%)30 36 50 34 32 30 35 48 18 20 22 25 30 30 35 35
Gm AO
(%)25 30 35 40 20 20 22 35 0 0 0 0 20 20 24 25
Gm AP
(%)20 22 24 27 22 20 25 27 42 42 47 48 15 15 15 20
Notes : a = media pH 6.00 without Al; b = media pH 4.0 without Al
c = media pH 4.0 with 0.8 mM Al d = media pH 4.0 with 1.6 mM Al
Figure 6. Slot blot hybridization of clone genes on Glycine max,Centrocema pubescens and Pennisetum purpureum
Assay for Al-toxic level on Escherichia coli, based on the reduction of E.
coli’s growth on media at least 75% from control (without Al). We found that300 ppm Al is a critical assay for E. coli, and used it for study of expression of Al-
tolerant genes on Escherichia coli. The result of research is listed on Table 2-3and Figure 7.
Table 2. Optical density value (OD550) of growth of E. coli in Luria Clone Time of Stress (h)
0 2 8 24 48gmali 12: B+none
B+VnR
B+VR
00
0
00
0.157
00.115
0.388
00.247
0.748
00.225
1.166
gmali 15: B+none
B+VnRB+VR
000
00
0.125
00.1150.315
00.2470.685
00.2251.225
gmali 22: B+none
B+VnR
B+VR
00
0
00
0.095
00.115
0.250
00.247
0.595
00.225
1.247gm AO: B+none
B+VnRB+VR
0
00
0
00.210
0
0.0880.517
0
0.2821.025
0
0.2001.825
gm AP B+none
B+VnRB+VR
000
00
0.144
00.0880.414
00.2820.661
00.2000.934
Not es : B+none = DH10B E.coli; B+VnR = DH10B E.coli withVector/plasmid insite;B+VR = DH10B E.coli with Vector Recombiant
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 111/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 112/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 295
toxicity in acid soil. Agronomy Monograph 12:57-97.
Grierson, D. and S. Covey. 1985. Plant Molecular Biology. Blackie Publ., USA New York.176p.
Jusuf, M., Suharsono, and D. Sopandie. 1998. Molecular biology of soybean
tolerance to aluminium stress. HTTP report Batch II. Jakarta.Kinraide, T.B. 1991. Identity of the rhizotoxic aluminum species. Plant soil.
134:167-178.Kinraide, T.B and P.R. Ryan. 1991. Cell surface change may observe the
identity of the rhizotoxic aluminum species. In D.D. Randall, D.G.Blevins and C.D. Lies, ed., Current Topics in Plant Biochemistry andPhysiology. Univ. of Missouri, Columbia, pp. 94-106.
Kochian, L.V. 1995. Cellular mechanisms of aluminium toxicity and resistant in plants. Ann.Rev.Plant.Physiol.Plnat Mol.Biol.46:237-260.
Marshner. 1991. Mechanism of adaptation of plants to acid soils. Plant Soil134:1-20.
Matsumoto, H. 2000. Cell biology of aluminium tolerance and toxicity in higher plants. Int.Rev.Cytol. (in press).
Moller T., J.C. Bailar, J. Kleinberg, C.O. Guss, M.E. Castellion, and C. Motz.
1984. Chemistry with Inorganic Qualitative Analysis. Acad Press, Inc.Orlando.
Notohadiprawiro, T. 1983. Persoalan Tanah Masam Dalam Pembangunan
Pertanian Indoonesia. Bull Faperta UGM. 18:44-47.Rajaram, S. and E. Villegas. 1990. Breeding wheat (Triticum aestivum) for
aluminum toxicity tolerance at CIMMYT. P. 489-495. In N.E. Bassam etal (eds). Genetic aspexcts of plant mineral nutrition. Kluwer Acad. Publ.,Dordrecht, the Netherlands.
Rhue, R.D., G.O. Grugan, E.W. Stockmeyer, and H.L. Everett. 1978. Geneticcontrol of aluminum tolerance in corn. Crop Sci. 18:1063-1067.
Sambrook J, E.F. Fritsch and T. Mamatis 1989. Molecular Cloning : Alaboratory Manual. Cold Spring Harbor laboratory Press, New York.
Sanger, F., S.Nicklen and A.R. Coulson. 1977. DNA sequencing with chain-
termination inhibitors. Proc.Natl.Acad. USA 74:5463-5467.Taylor G.J. 1991. Current views of the aluminum stress respons : the
physiological bases of tolerance. In D.D. Randall, D.G. Blevins and C.D.Miles, eds., Current Topics in Plant Biochemistry and Physiology.University of Missouri, Columbia, pp. 57-93.
Van Breemen N. 1985. Acidification and decline of Central European Forest. Nature : 316 : 16.
Van Wambeke A. 1976. Formation, distribution and consequence of acid soils inagriculture development. In M.J. wright and S.A. Ferrari, eds. Plantadaptation to mineral stress in problem soils. Spec. Publ. Cornell Univ.
Agric. Exp. Stn. Ithaca, New York. Pp. 15-24.Wagatsuma T., M. Kaneko and Y. Hayasaka. 1987. Destruction process of plant
root cells by aluminum. Soil Sci. Plant Nutr. 33 : 161-175.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 113/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 296
EVALUASI PRODUKTIVITAS TANAMAN KERANDANG (Canavalia
virosa ) SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK PADA LAHANPANTAI
Sajimin dan B.R. PrawiradiputraBalai Penelitian Ternak P.O.Box 221 Bogor 16002
ABSTRAK
Tanaman kerandang (Canavalia virosa) adalah jenis leguminosa yang banyak tumbuh dilahan salin (pantai). Indonesia merupakan negara kepulauan
yang memiliki garis pantai yang panjang dan berpotensi apabila dikelola dengan baik seperti untuk penyediaan pakan ternak. Memelihara ternak merupakanalternatif diversifikasi usaha untuk meningkatkan taraf hidup nelayan pada saat
tidak melaut. Tujuan penelitian untuk mengetahui produktivitas hijauan tanaman
kerandang pada berbagai media tanah. Rancangan percobaan adalah split plot pola faktorial dengan faktor utama media tanam dan dosis pupuk limbah kopi.Perlakuan yang diuji adalah tanah, pasir kali dan pasir pantai, media tersebutdiberi pupuk dengan dosis 0%, 5%, 10%, dan 15% yang diulang tiga kali.
Parameter yang diamati produktivitas hijauan setiap 60 hari, pertumbuhantanaman setiap minggu setelah panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produktivitas hijauan berat kering tertinggi pada media pasir kali 25,9 gram per panen pada dosis pemupukan 15%, kemudian diikuti pada media tanah 18,8gram/tanaman/panen pada dosis 10%. Produksi terendah pada media pasir pantai
16,6 gram/tanaman/panen pada dosis 5%. Rataan produksi hijauan yang diberikan pupuk dibandingkan dengan perlakuan kontrol (0%) meningkatkan produksi
92,99%. Produksi hijauan tiap panen terjadi penurunan setelah pemotongan keempat, sedangkan pada media pasir pantai pada awal produksi hijauan tertinggikemudian panen berikutnya menunurun sampai panen ke lima. Hasil penelitian
ini disimpulkan bahwa tanaman kerandang dapat ditingkatkan produktivitasnyadengan pemberian pupuk organik dan setelah empat kali pemanenan perlu
pemberian pupuk untuk mendapatkan hasil stabil. Kata kunci : canavalia virosa, produksi hijauan, pupuk limbah kopi.
PENDAHULUAN
Porsi utama pakan ternak ruminansia adalah dari hijauan pakan yang
mencapai 80% dari pakan yang dikonsusmsi sebagai sumber serat. Namun pakanutama tersebut pada musim kemarau selalu terjadi masalah kekurangan. Hal ini ini
disebabkan pengembangan tanaman pakan pada umumnya dilahan-lahan marginal(kurang subur) atau sub-optimal.
Pemanfaatan lahan yang kurang subur untuk tanaman pakan menjadisangat penting seperti tanah salin (pesisir). Ekstensifikasi tanah salin mempunyai
potensi yang besar karena Indonesia merupakan negara pulau yang mempunyai
garis pantai yang panjang dengan didominasi lahan salin. Menurut Suhardi (2008)lahan pasir di Indonesia 181000 km yang berada disepanjang pantai dan belum
dimanfaatkan.Pengembangan tanaman pakan ternak pada lahan marginal di pesisir yang
mengandung kadar garam (salinitas) tinggi diperlukan upaya perbaikan lahan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 114/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 297
terlebih dulu agar tanaman mampu tumbuh dan berproduksi. Salinitas
mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui keracunan akibat penyerapan unsur garam berlebihan seperti natrium yang mengakibatkan
penurunan penyerapan unsur penting bagi tanaman (Purbayanti et al ., 2010).
Tanaman kerandang (Canavalia virosa Roxb) adalah termasuk keluargaLeguminosa dan merupakan tanaman perenial yang tumbuh baik di daerah pantai
dengan perbanyakan taanaman dengan biji atau stek. Pemanfaatan biji kerandangdilakukan sebagai bahan pakan untuk menggantikan kedelai. Menurut Djaafar et
al . (2011) biji kerandang mengandung protein 31,3%, lemak 4,8%, abu 3,8% danasam amino seperti isoleusine, histidine, cystine, methionin, dan threonine. Bijikerandang telah diolah menjadi tempe, tahu dan minuman fermentasi. Namun
mengandung HCN tinggi sehingga apabila digunakan sebagai bahan pangan perlu proses pengolahan yang benar untuk menurunkan kandungan HCN. Menurut
Winarti et al . (2009) produktivitas kerandang biji 909,07 kg/ha, kulit biji 290,99kg/ha, kulit polong 809,94 kg/ha dan daun serta batang 3100 kg/ha/panen
Kerandang termasuk tanaman kacang-kacangan tropis tahunan yangmerambat, berdaun tiga dengan bunga warna pink. Panjang bunga kerandang 3cm, ukuran polong 17 cm × 3 cm, warna biji coklat atau coklat kemerahan dengan
marble warna hitam (PROSEA, 1992). Tanaman tersebut mampu tumbuh cepatdi lahan pasir dan merupakan tanaman penutup lahan yang bagus untuk lahan
pasir yang kering. Saat ini tanaman kerandang tumbuh sebagai tanaman liar, yangmampu hidup dan berproduksi tanpa adanya campur tangan manusia. Disamping
itu, kerandang juga mampu mengikat nitrogen dari udara sehingga berpotensiuntuk memperbaiki kesuburan lahan.
Pengembangan tanaman kerandang sebagai pakan ternak didaerah pantai
merupakan sumber hijauan yang dapat digunakan oleh nelayan terutama pada saattidak melaut. Penelitian ini bertujuan mempelajari produktivitas hiajauan dengan
pemotongan teratur dan pertumbuhan tanaman dengan penambahan pupukorganik serta kualitas hijauan.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balitnak Bogor pada tahun 2011 -2012. Penelitian merupakan percobaan pot menggunakan media tanah, pasir kali,dan pasir pantai. Tanaman pakan yang digunakan kerandang (Canavalia virosa
Roxb (W&A). Percobaan disusun dengan rancangan split plot dengan dua
faktorial yaitu media tanam dan dosis pupuk dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama media tanam tanaman dan faktor kedua dosis pupuk organik 0%, 5%,10% dan 15% dari berat tanah.
Tahap persiapan dilakukan penyiapan media yang diisikan dalam pot
berisi tanah kering 7 kg. Kompos limbah kopi yang digunakan mengandung bahanorganik C/N rasio 2,77%, P2O5 4,25%, N 4,90%. Sedangkan media tanammasing-masing tanah kandungan P 7,34%, K 8,32%, Mo 3,34% dan C/N rasio 7.
Media pasir kali kandungan P 8,69%, K 9,20%, Mo 2,53% dan C/N 8. Media pasir pantai kandungan P 6,41%, K 7,12%, Mo 4,21% dan C/N 7.
Pemberian pupuk dilakukan saat pengisian pot dicampur merata sesuaidengan perlakuan dan diinkubasikan selama satu bulan dan tiap tanaman
menerima N 17,15 g (dosis 5%), 34,3 g (dosis 10%), dan 51,45 g (dosis 15%).
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 115/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 116/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 299
A. Gambar pertumbuhan tanaman pada media tanah
B. Gambar pertumbuhan tanaman pada lahan pasir kali
C. Gambar pertumbuhan pada media pasir pantai
Gambar 1. Pertumbuhan tanaman pada berbagai media tumbuh
Pada Gambar 1 terlihat bahwa dari pengukuran tinggi tanaman dari
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 117/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 300
minggu pertama sampai minggu ke 7 (sebelum panen) menunjukkan kenaikan
yang cukup signifikan kecuali yang kontrol pertumbuhannya tetap bertambahwalaupun tidak setinggi yang dengan perlakuan pupuk.
Sedangkan pada media tanah nampaknya perlakuan kontrol
pertumbuhannya tidak banyak berbeda banyak dengan perlakuan pemberian pupuk. Hal ini diduga tanaman kerandang yang termasuk jenis legum mampu
mengikat nitrogen dari udara yang dapat digunakan untuk pertumbuhannyasehingga dapat tumbuh baik pada media tanah dari pada media lainnya. Peran
pupuk kandang sebagai sumber organik tanah dan unsur hara yang dibutuhkanoleh tanaman terlihat nyata meningkatkan laju pertumbuhan. Penggunaan pupukorganik menurut Purbayanti (2011) untuk tanah salin memberikan perbaikan sifat
kimia tanah yaitu penurunan salinitas dan perbaikan ketersediaan unsur hara.Bertambahnya unsur hara dari pupuk yang diberikan pada media menunjukkan
peningkatan pertumbuhan tanaman yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan.Kemudian Burhanudin dan Nurmansyah (2010) juga melaporkan pupuk organik
berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dalam menunjang pertumbuhantanaman. Karena dalam pemberian pupuk organik terjadi proses dekomposisiseperti yang dikemukakan Barber (1984) bahwa adanya proses dekomposisi dan
mineralisasi pupuk organik menghasilkan sejumlah hara dengan bantuan peranmikro organisme tanah. Unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, dan K menjadi bentuktersedia yang dapat diserap oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhannya
seperti menambah tinggi, pertambahan cabang, dan tajuk tanaman. Selain itu pupuk organik juga berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dan pertumbuhan
tanaman karena hara tetap tersedia. Hal senada juga dikemukakan oleh Baver(1975) bahwa pupuk organik berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dalammenunjang pertumbuhan tanaman.
Pemberian pupuk organik pada penelitian ini dapat meningkatkanketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kerandang, sehingga dapat
memacu pertumbuhan tanaman. Sanchez (1976) melaporkan bahwa pemberian pupuk organik (pupuk kandang) dapat meningkatkan unsur hara makro dan mikroyang dibutuhkan tanaman.
Produksi hijauan
Produksi hijauan meningkat akibat pemupukan limbah kopi pada ketigamedia yang diaplikasikan seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata produksi hijauan berat segar dan berat keringMedia tanam Dosis pupuk (%) Berat segar (g/tanaman) Berat kering (g/tanaman)
Tanah 0 176,26 b 37,16 b
5 302,83 a 60,69 a
10 437,55 a 87,09 a
15 263,39 a 48.35 aPasir kali 0 157,19 b 38,09 b
5 572,57 a 123,38 a
10 665,54 a 107,26 a
15 633,56 a 129,71 a
Pasir pantai 0 193,81 b 43,24 b5 304,74 a 68,56 a
10 342,74 a 74,8 a
15 370,56 a 77,86 a
Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom sama tidak beda nyata (P<0,05)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 118/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 119/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 120/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 303
tanaman pegagan yang diberikan pupuk organik lebih tinggi juga meningkatkan
kandungan asiatik oksida.
KESIMPULAN
1. Pertumbuhan tanaman kerandang pada media tanah pasir kali tertinggi
sedangkan produksi hijauan tidak banyak berbeda.2. Penggunaan pupuk organik dari limbah kopi dapat meningkatkan produksi
pada ketiga media rata-rata mencapai 160, 2 % dari perlakuan kontrol.3. Kandungan nutrisi hijauan dari masing perlakuan maupun media tanam yang
berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, S. A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability : A Mechanistic Approach. John
Willey & Sons. pp. 20-21.Baver, L. D. 1975. Soil Physics. Third edition, John Willey and Sons, Inc. New
York. 552 p.
Burhanudin dan Nurmansyah. 2010. Pengaruh pemberian pupuk kandang dankapur terhadap pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah podsolikmerah kuning. Bul.Littro. Vol 21(2). P138-144.
Djaafar, T.F., Y.P. Wanita dan E.S. Rahayu. 2011. Novel product, fermenteddrink from kerandang (C.virosa). The 12th Asean food Conference. 16 -
18 June 2011. Bangkok .Thailand. 704 -708.Dahono, M.Ghulamahdi, S.A. Azis dan Adiwirman. 2011. Kombinasi pupuk NPK
dan pupuk kandang dalam peningkatan pertumbuhan dan produksi
asiatik oksida tanaman Pegagan. Jurnal Littri. 17(2) : 51 - 59.PROSEA. 1992. Plant Resources of South-East Asia 4. Forages. Prosea, Bogor.
Purbayanti, E.D., D. Sutrisno, E. Hanudin dan S.P.S. Budi. 2010. Respon rumput benggala terhadap gypsum dan pakan di tanah salin. J. Agron. Indonesia.381 : 75 - 80.
Suhardi. 2008. Pengembangan Agro industri berbasis pangan lokal untukmeningkatkan kedaulatan pangan. Pros. Semnas Pengembangan produk
berbasis pangan lokal. Universitas Mercu Buana, YogyakartaSanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John
Willey and Sons, Inc. New York. 618 p.
Winarti, E., Sarjiman, Supriyadi dan N. Cahyaningrum. 2009. Potensi kerandang(Canavalia virosa) sebagai sumber pangan dan pakan ternak alternatif. Pros.
Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. 765 - 769.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 121/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 304
INVENTARISASI HIJAUAN PAKAN KUDA PACUAN
DI NUSA TENGGARA BARAT*)
Sudirman1)
, Gde Mertha2)
dan Suhubdy1)
1)
Dosen Fakultas Peternakan,
2)
Dosen Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan - Universitas Mataram - Mataram,
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pacuan kuda dilaksanakan setiap tahun di provinsi Nusa Tenggara Barat yang
diikuti oleh tidak kurang dari 700 ekor kuda pacuan dalam lima kelas lomba.Kegiatan ini umumnya berlangsung selama 1-2 minggu di pulau Sumbawa dansenantiasa menjadi agenda hiburan rakyat serangkaian dengan acara perayaan
hari-hari besar nasional maupun regional dan/atau lokal. Selama kurun waktutersebut, semua kuda yang akan dilombakan diberikan pakan berupa hijauan dari
jenis tumbuhan tertentu dan/atau spesifik. Tujuan penelitian ini adalah (1)menginventarisisr jenis-jenis tumbuhan yang dijadikan hijauan pakan kuda
pacuan selama lomba berlangsung, dan (2) mengkaji komposisi nutrisi jenis
hijauan pakan dimaksud. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara. Semua kuda pacuan yang
berasal dari beberapa kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat yang mengikutilomba pacuan kuda di kabupaten Sumbawa tahun 2012 diamati pemberian
pakannya, kemudian dilakukan identifikasi dan analisis komposisi nutrisi jenis
hijauan yang diberikan. Untuk mengetahui jenis pakan yang diberikan, dilakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan peternak kuda pacuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tercatat 9 jenis tumbuhan (2 famili, 8 marga) yangdiberikan pada kuda pacuan selama lomba berlangsung, yaitu Alysicarpusvaginalis (Fabaceae), Desmodium dichotomum (Fabaceae), Cynodon dactylon
(Poaceae), Cynodon sp. (Poaceae), Dactyloctenium aegyptium (Poaceae), Brachiaria sp. (Poaceae), Eleusine indica (Poaceae), Eulalia fimbriata (Poaceae)dan Leersia hexandra (Poaceae). Hijauan pakan diberikan pada kuda pacuan
dalam bentuk pakan tunggal maupun kombinasi diantara jenis-jenis tumbuhantersebut dengan komposisi nutrisi yang berbeda.
Kata kunci: jenis hijauan pakan, kuda pacuan, poaceae, fabaceae
IDENTIFYING AND RECORDING OF FORAGES OFFERED TO
RICING HORCE IN WEST TENGGARA BARAT
Sudirman1)
, Gde Mertha2)
dan Suhubdy1)
1)
Faculty of Animal Science ,2)
Faculty of Teacher Training and Education
Mataram University - Mataram
Email: [email protected]
ABSTRACT
A research had been done aimed at (1) identifying and recording the kind of
forages offered to ricing horses during the ricing competition, and (2) Analyzingthe chemical composition of that forages offered. Data had been collected bydoing an direct observation to forages and interview to the owners of the ricing
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 122/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 305
horses who came to follow the competition at horse ricing arena at Sumbawa
Regency in 2012. All forages offered to each horse had been identified andsampled for analyzing the chemical composition. The results of this research is
that there were eight types of forages given to ricing horseS. Those are
Alysicarpus vaginalis (Fabaceae), Desmodium dichotomum (Fabaceae), Cynodondactylon (Poaceae), Cynodon sp. (Poaceae), Dactyloctenium aegyptium (Poaceae),
Eleusine indica (Poaceae), Eulalia fimbriata (Poaceae) dan Leersia hexandra (Poaceae). The forage offered to the horse was either as sole or combined diet
with different nutritional contents. Keywords: forages, fabaceae, poaceae, ricing horse, sumbawa
PENDAHULUAN
Pacuan Kuda pada awalnya merupakan sebuah tradisi pesta rakyat NusaTenggara Barat secara turun-menurun, khususnya di wilayah kabupaten se Pulau
Sumbawa, sebagai ungkapan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa ataslimpahan rezeqi hasil panen padi. Mengingat masa panen tanaman padi waktu itusekitar enam bulan yang ditanam di sawah tadah hujan, maka tradisi rakyat
dimaksud hanya dilaksanakan sekali dalam setahun. Dengan semakin pendeknyaumur tanaman padi dan/atau masa panen berubah menjadi dua kali setahun, makaacara Lomba Pacuan Kuda seringkali berlangsung lebih dari sekali setahun,
bahkan telah menjadi agenda rutin pengurus PORDASI (Persatuan OlahragaBerkuda Seluruh Indonesia) bekerjasama dengan pemerintah daerah dirangkaikan
dengan perayaan hari besar nasional maupun regional. Tidak kurang kurang dari700 ekor kuda pacu terbagi dalam lima kelas terdaftar sebagai peserta pada setiapacara lomba yang memiliki bermacam-macam ciri yang bersifat karakteristik
morfologis (Sudirman, 2011). Hal inilah yang mendongkrak peluang peternakuntuk memelihara ternak kuda jantan pilihan, terutama dari keturunan kuda yang
memiliki silsilah jawara. Apabila kuda pacu dimaksud telah menurun kecepatanatau tidak lagi menjuarai turnamen, masih memiliki nilai jual yang relatif tinggikarena dapat digunakan sebagai kuda penarik Cidomo (Sudirman, dkk., 2012).
Memelihara Kuda Pacu ternyata memerlukan perhatian khusus, terutama jenis hijauan pakan yang disajikan menjelang dan/atau pada saat dilombakan.
Hijauan pakan yang diberikan biasanya berupa campuran lebih dari lima jenisdengan harapan saling menutupi kekurangan nutrisi masing-masing. Pemberianhijauan pakan dimaksud hanya berpatokan pada tradisi yang turun-temurun atau
yang dilakuksn oleh pemilik kuda pacu yang seringkali menjadi juara pada beberapa even sebelumnya.Dengan kata lain, para pemilik kuda pacu tidak
mengerti nama dan nutrisi apa serta berapa nilai yang terkandung di dalamnyasehingga disenangi oleh kuda. Makalah ini menginformasikan beberapa jenishijauan pakan pavorit Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat serta komposisi
kandungan makro-nutrisinya.
MATERI DAN METODE
Penelitian yang telah dilaksanakan bulan Januari 2012 bertepatan dengan pencanangan Revitalisasi Lomba Pacuan Kuda Tradisional Sumbawa oleh
Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat di Arena Pacuan Kuda Orong Gilae
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 123/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 306
Sumbawa Besar. 179 orang resonden/pemilik kuda pacu yang telah berhasil
masuk babak semifinal (± 25 persen dari jumlah peserta) yang terbagi dalam limakategori kelas lomba (TK = 40 orang, O = 57 orang, TH = 35 orang, T = 30 orang,
dan D = 35 orang).
Wawancara dan inventarisasi langsung jenis hijauan pakan dilakukan padasore dan malam hari di lokasi kandang sementara yang didirikan di luar/tidak jauh
dari arena pacu. Sekitar 500 g sampel segar dari semua jenis hijuan pakan yangtersedia di dalam kandang diambil secara acak kemudian dibawa ke laboratorium
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan Laboratorium AnalitikUniversitas Mataram untuk dianalisis secara mikroskopis dan makroskopis(Mertha, 2012) dan analisa proksimat bahan kering, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar, energi kasar, kalsium dan fosfor (Harris, 1970 ; Sudirman, dkk.,1993 ; Sudirman, 2013). Hasil penelitian berupa data kualitatif dibahas secara
diskriptif, dan data kuantitatif (nilai rata-rata) dianalisis statistik menggunakan program Microsoft Excel (Santosa dan Ashari, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wawancara yang dilakukan pada sore dan/atau malam hari, nampaknyalebih banyak diperoleh informasi terutama yang terkait dengan jenis hijauan
pakan kuda pacu karena para responden cenderung berkumpul di kandang kuda
yang akan dilombakan keesokan harinya. Koleksi sampel semua jenis pakan tidakmengalami kesulitan karena pada umumnya telah tersedia sehari sebelumnya serta
dibersihkan dan dipilah-pilah berdasarkan jenisnya. Penelitian menemukan
tidak kurang 25 jenis hijauan pakan yang diberikan kepada kuda pacumerupakan penyusun utama komposisi botani dan merupakan famili
Poaceae , Cyperaceae, Commelinaceae, Euphorbiaceae, Amaranthaceae, Fabaceae, Convolvuceae, dan lain-lain yang belum teridentifikasi. Tetapi hanya
delapan jenis hijuan pakan berikut ini (Tabel 1) yang dikoleksi dari respondentermasuk dalam famili Poaceae dan Fabaceae.
Tabel 1. Jenis Hijauan Pakan Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat
No. urut Nama ilmiah Family
1. Desmodium dichotomum Fabaceae
2. Alysicarpus vaginalis Fabaceae3. Cynodon sp Poaceae
4. Eulalia amora Poaceae5. Cynodon dactylon Poaceae6. Leersia hexandra Poaceae
7. Dactyloctenium aegyptium Poaceae8. Eleusine indica Poaceae
Hasil pengamatan menunjukkan, Cynodon dactylon merupakan jenis
hijaun pakan yang dominan proporsinya dalam campuran pakan kuda pacu, relatifsama dengan komposisi botani hijauan pakan kuda penarik cidomo di KotaMataram provinsi Nusa Tenggara Barat (Sudirman, dkk., 2012).
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan makro-nutrisi (bahan
kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kalsium dan fosfor) kelima jenis
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 124/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 307
hijauan pakan kuda pacu di Nusa Tenggara Barat tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Nutrisi Hijauan Pakan Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat
Jenis Hijauan Pakan BK(%) PK(%)
LK
(%)
SK
(%)
GE
Kkal/k g
Ca
(%)
P
(%)
Desmodium dichotomum 88,72 10,99 1,78 21,21 5.132 0.18 0.16
Alysicarpus vaginalis 89,88 14,43 2,84 18,84 4.291 0.30 0.33
Cynodon sp 90,35 6,99 2,09 35,95 5.248 0.15 0.26
Eulalia fimbriata 92,34 14,25 2,65 23,11 4.857 0.19 0.45
Cynodon dactylon 81,30 16,28 1,96 30,65 5.767 0.25 0.26
Leersia hexandra 89,33 14,64 1,91 24,58 3.579 0.16 0.16
Dactyloctenium
aegyptium92,71
7,502,36 27,47 3.720 0.17 0.54
Eleusine indica 90,01 12,19 2,66 28,00 3.981 0.29 0.28Keterangan: BK = Bahan Kering, PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK = Serat Kasar,
GE = Gross Energy, Ca = Kalsium, P = Fosfor.
Data kadar bahan kering pada Tabel 2 merupakan porsi di dalam hijauan
pakan kering udara (air dry basis), tetapi setelah dikonversikan ke dalam hijauansegar ternyata kadar bahan keringnya (as fed basis) berturut-turut (dari atas ke
bawah): 25,30%, 22,55%, 32,08%, 43,19%, 30,35%, 25,13%, 30,32%, dan
32,50%. Hasil analisis laboratorium terhadap bahan kering (as fed basis) tersebutmemberikan informasi bahwa hijauan pakan yang diberikan telah dilayukan atau
mengandung kadar air sekitar 56, 81-77,45 persen. Secara umum dapat diartikan
bahwa pemilik kuda pacu yang menjadi responden didalam penelitian ini telahmemahami manajemen pemberian hijauan pakan atau efek negatif apabila ternak
mengkonsumsi hijauan pakan yang terlalu tinggi kadar air.Kadar protein kasar Cynodon dactylon yang direkam dalam penelitian ini
hampir dua kali lipat dibanding laporan yang lain yaitu sebesar 9,70%, sedangkan Dactyloctenium aegyptiu, Eleusine indica, dan Leersia hexandra relatif samakandungan proteinnya dibanding pernyataan Anonimus (cit. Adawiyah, 2012)
yaitu masing-masing 7,4-8,6%, 9,6-10,1%, dan 13,98%. Tingginya kadar proteinkasar Cynodon dactylon yang diberikan kepada kuda pacu di kabupaten pulau
Sumbawa diduga karena rumput dimaksud banyak tumbuh di areal persawahanatau sengaja dipelihara sebagai pakan kuda pacu. Selain kadar protein kasar yangrelatif tinggi, informasi lain yang menarik terhadap Cynodon dactylon adalah
rendahnya kadar lemak kasar, tingginya energi, dan seimbangnya kandungankalsium dan fosfor.
KESIMPULAN
Terinventarisir delapan jenis hijauan pakan kuda pacu di provinsi NusaTenggara Barat memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, relatif spesifik dan
telah menjadi pakan tradisional kuda pacu. Cynodon dactylon merupakan jenishijauan pakan pavorit kuda pacu dengan proporsi komposisi botani di dalam
campuran pakan sangat dominan dan diberikan minimal sebulan sebelum lomba.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 125/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 308
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Riza Fakhlevi, Lismadia Utami, Saudatul Adawiyah,
Yuni Sulastiani, Marninayanti, dan seluruh panitia Revitalisasi Lomba Pacuan
Kuda Tradisional Sumbawa, yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, Saudatul, 2012. Inventarisai Jeni Pakan dan Energi Pakan danKecepatan Lari Kuda Sumbawa. Skripsi. Fakultas Peternakan UniversitasMataram.
Harris, Lorin E., 1970. Nutrition Research Techniques for Domestic and WildAnimals. Volume 1. An International Research System and Procedures for
Analyzing Samples. Printed in the United States of America.Mertha, I Gde, 2012. Visualization of Forest Trees of Lombok. Biology
Departement Mataram University. Pendanaan dan Penerbitan: JIFPR danDinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Santosa, P.B. dan Ashari, 2006. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan
SPSS. Penerbit ANDI. Yogyakarta.Sudirman, Muhammad Warman, I Nyoman Budiardja, Sofyan D. Hasan, dan
Suhubdy, 1993. Aspek Pakan Kuda Pacuan di Nusa Tenggara Barat
Kaitannya dengan Kecepatan Lari. Laporan Penelitian. DP3M Dirjen Dikti.Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Sudirman, 2011. Penetapan Rumpun Kuda Sumbawa. Makalah disampaikan danDipertahankan di Depan Dewan Komisi Penilaian, Penetapan, danPelepasan Rumpun atau Galur Ternak. Bogor.
Sudirman, Suhubdy, Sofyan D. Hasan, Mohammad Iqbal, dan Oscar Yanuarianto,2012. Profil Pakan Kuda Penarik Cidomo: Skrening Bahan Pakan Lokal
Berdasarkan Indeks Kecernaan. Laporan Penelitian. Bantuan OperasionalPerguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Universitas Mataram.
Sudirman, 2013. Evaluasi Pakan Tropis, Dari Konsep ke Aplikasi (Metode in-
Vitro Feses). Pustaka Reka Cipta, Bandung.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 126/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 309
PRODUKTIVITAS TENAGA PENGARIT BERDASARKAN MODA
PENGANGKUT DI PETERNAKAN SAPI PERAH PONDOK RANGGON,JAKARTA TIMUR
Iwan Prihantoro1)
, M. A Setiana, Annisa Bahar
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas tenaga pengaritdan efektivitasnya berdasarkan moda pengangkut yang dipergunakan di
peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Peternakan sapi perah
Pondok Rangon merupakan salah satu peternakan yang masih bertahan di DKIJakarta yang ketersediaan hijauan pakannya berasal pada padang rumput alam.
Penelitian didasarkan pada sumber data primer dan sekunder dengan cara sensusdari total 22 peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak
di Pondok Rangon 40,91% telah berumur > 55 tahun dan 45,46% telah memiliki pengalaman >20 tahun. Kapasitas mengarit tertinggi pada umur 38 tahun (395kg/hari) dan moda truck lebih efisien dalam penyediaan hijauan dibanding pick up
dan becak motor.
PRODUCTIVITY OF GRASS SEEKERS BASE ON THE TRANSPORT
VEHICLE USED IN PONDOK RANGGON DAIRY CATTLE FARM,EAST JAKARTA
ABSTRACT
The aim of this study were analyze productivity of grass seekers base on thetransport vehicle used in pondok ranggon dairy cattle farm, east jakarta. PondokRanggon farm is one of the dairy cattle farms in Jakarta where the supply of
forage depend on natural pastures. Research based on primary and secondary datafrom the farmers and grass seekers using census techniques of 22 farmers. The
result showed, that 40.91% farmers were > 55 years old and 45.46% had >20years of experience. The highest capacity of grass seeker were 38 years old (395kg/d). Truck more efficient in supplying forages (p<0.05) than pick up and motor
tricycles. Keywords: grass seeker productivity, forage, dairy cattle
PENDAHULUAN
Usaha peternakan sapi perah sangat bergantung pada ketersediaan pakanterutama hijauan yang nilainya mencapai 60-70% dari biaya produksi. Mengingat
tingginya biaya tersebut, perlu adanya perhatian tentang penyediaan pakan yang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. DKI Jakarta merupakan kotametropolitan dengan pembangunan yang bertambah pesat setiap tahunnya yang
berdampak langsung terhadap berkurangnya lahan terbuka yang beralih fungsimenjadi berbagai macam jenis bangunan. Dibalik pesatnya pembangunan Ibukota,
masih terdapat kawasan peternakan yang berbasis sapi perah. Peternakan sapi
perah Pondok Ranggon terletak pada koordinat 06
o
21.435‟ lintang selatan dan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 127/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 310
106o54. 391‟ bujur timur. Kawasan peternakan Pondok Ranggon berbatasan
langsung dengan jalan Munjul Raya Kecamatan Cipayung (sebelah utara), perikanan ikan arwana dan perkemahan pramuka Cibubur (sebelah barat),
Kabupaten Bekasi (sebelah selatan), dan Tempat Pemakaman Umum (sebelah
timur).Penyediaan hijauan makanan ternak di Jakarta cukup sulit didapat karena
ketersediaan lahan yang sedikit dan produktivitas hijauan sangat tergantung padamusim. Ketersediaan lahan hijau di Jakarta tiap tahun semakin berkurang seiring
bertambahnya penduduk, sehingga lahan hijau beralih fungsi menjadi pemukiman.Hal ini menyebabkan ketersediaan hijauan pakan ternak berkurang, sehingga
peternak akan mencari hijauan ke daerah lain hingga ke luar daerah Jakarta. Pola
mengarit ke luar daerah ini mengakibatkan waktu peternak akan banyak terbuanguntuk mencari hijauan daripada mengurus ternaknya.
Tingginya minat beternak sapi perah di Pondok Ranggon semakin menuntut pakan asal hijauan yang semakin tinggi. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu
umumnya peternak tidak memiliki lahan khusus penyedia hijauan seperti kebunrumput potong. Hingga saat ini penyediaan hijauan sangat bergantung pada
padang rumput alam yang ketersediaanya semakin menurun. Saat ini kajian
tentang produktivitas tenaga pengarit dan komposisi hijauan pakan domestik didaerah penyedia hijauan belum dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas tenaga pengarit
dan efektivitasnya berdasarkan moda pengangkut yang dipergunakan di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu penelitianPenelitian dilaksanakan di kawasan usaha ternak sapi perah Pondok
Ranggon Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Waktu penelitiandilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Februari-April 2013.
MateriAlat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, GPS
device, kamera, dan kuisioner.
Prosedur
Pelaksanaan PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang
menggambarkan situasi atau keadaan berdasarkan data-data faktual dengan tekniksurvei dan observasi langsung di kawasan peternakan sapi perah PondokRanggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Responden dari
penelitian ini adalah peternak sapi perah di Pondok Ranggon, dimana pemilihanresponden ini menggunakan teknik sensus terhadap 22 peternak sapi perah yang
berada di kawasan tersebut. Pengamatan dan pengukuran terhadap 19 peternakdari total 22 peternak yang berada dikawasan ini hanya dilakukan terhadap
peternak atau buruh yang mengarit di area terbuka dalam penyediaan hijauan
pakan.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 128/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 311
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Observasi
di lapangan meliputi pengamatan aktivitas pengarit dengan mengikuti peternakselama mengarit dan dilakukan pencatatan serta dokumentasi. Observasi juga
dilakukan terhadap jarak dan waktu tempuh peternak ke tempat mengarit
menggunakan GPS untuk mengetahui jelajah pengarit dalam mencari hijauan, dan jenis moda yang dipakai peternak untuk mengangkut dari hasil mengarit. Waktu
efektif dan areal jelajah peternak dalam mengarit dihitung, serta dilakukan penimbangan terhadap hasil mengarit tiap peternak.
Analisis Deskriptif
Data survei dan observasi yang diperoleh terhadap responden masing-masing dari peternak dan buruh pengarit di daerah Pondok Ranggon, kemudian
diolah secara deskriptif. Analisis deskriptif ini meliputi gambaran keadaan umumdi daerah penelitian, serta menggambarkan karakteristik peternak dan tenaga
pengarit yang meliputi, umur, pengalaman (beternak atau mengarit), pekerjaan,
dan pendidikan. Selain itu, analisis deskriptif dalam penelitian ini untukmenggambarkan komposisi hijauan yang dikonsumsi ternak, waktu dan jarak
tempuh ke tempat mengarit, moda transportasi yang digunakan dalam mengarit,serta kapasitas mengarit per satuan waktu dan areal jelajah dalam mengarit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Peternakan Pondok RanggonKawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon terletak di Kelurahan
Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Keadaan permukaan
tanah di Pondok Ranggon bergelombang dengan dengan ketinggian 36 mdpldengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun (Anggraeni, 2010). Temperatur dan
kelembaban udara harian berkisar antara 24-35oC dan 65-91% (Dewayani, 2012).Pondok Ranggon mempunyai luas wilayah 366.015 ha dengan jumlah penduduk24.962 jiwa (Profil Kelurahan Pondok Ranggon, 2012).
Peternak di Pondok Ranggon secara turun-temurun telah melakukankegiatan berternak secara tradisional sejak di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
Peternak di daerah ini telah memiliki struktur organisasi yang bernama KelompokTani Ternak Swadaya Pondok Ranggon yang berdiri sejak tahun 1993. Kawasan
peternakan sapi perah Pondok Ranggon mempunyai luas sebesar 11 ha dari 30 ha
yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur No. 300 tahun1986. Ternak yang dipelihara meliputi ternak ruminansia, yaitu: sapi perah, sapi
potong, kerbau, domba, dan kambing perah. Sapi perah merupakan ternakdominan yang dipelihara dengan populasi 1.100 ekor atau setara dengan 941.5satuan ternak.
Penggunaan Lahan Kelurahan Pondok RanggonBerdasarkan data penggunaan lahan, penggunaan lahan di Kelurahan
Pondok Ranggon terdiri dari perumahan, perkantoran, rekreasi, sekolah, saranaibadah, pemakaman, jalur hijau dan lain-lain. Lahan yang dapat digunakan
sebagai sumber hijauan pakan di Kelurahan Pondok Ranggon meliputi jalur hijausebesar 0.54% dan pemakaman sebesar 18.56%. Kondisi ini menggambarkan luaslahan hijau yang sangat terbatas. Hal ini dikarenakan maraknya pembangunan
pemukiman dan bangunan lainnya sehingga lahan untuk sumber hijauan pakan
berkurang.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 129/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 312
Tabel 1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Pondok RanggonJenis Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Perumahan 210.015 56.47Perkantoran 4.6 1.24
Rekreasi/ OR 26 6.99
Fasum/Sekolah 20.5 5.51Sarana Ibadah 22 5.92
Pemakaman 69 18.56Jalur Hijau 2 0.54
Lain-lain 17.8 4.79
Sumber : Profil Kelurahan Pondok Ranggon, 2012
Karakteristik PeternakKarakteristik peternak di Pondok Ranggon dibedakan berdasarkan umur
peternak, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pengalaman beternak.Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar peternak di Pondok Ranggon berumur antara25-70 tahun. Peternak berumur >55 tahun memiliki persentase paling besar yaitu
sebesar 40.91%. Umur tersebut merupakan umur yang cukup sulit untuk
mendapat pengarahan dalam mengembangkan usaha ternaknya. Hal tersebutdikarenakan peternak beranggapan bahwa pengalaman adalah sumber utama
pengetahuan mereka dalam beternak.Tingkat pendidikan peternak di Pondok Ranggon sebagian besar adalah
lulusan SMA (54.54%), sedangkan lulusan SD, D2, dan S1 masing-masingsebanyak 27.27%, 4.55%, dan 13.64%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
peternak memiliki pendidikan yang relatif cukup tinggi. Meskipun tingkat pendidikan tergolong cukup tinggi, peternak di Pondok Ranggon belummenerapkan teknologi/mekanisasi dan masih bersifat tradisional.
Pekerjaan utama masyarakat di Pondok Ranggon adalah peternak dengan persentase sebesar 90.9%. Secara umum peternak sapi perah di Pondok Ranggon
menjadikan usaha ternaknya sebagai usaha utama. Hal ini disebabkan usahaternak sapi perah memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan jikadikelola dengan baik. Tingkat pengalaman beternak di Pondok Ranggon relatif
lama yaitu lebih dari 20 tahun yang merupakan warisan keluarga secara turunmenurun.
Tabel 2 Karakteristik PeternakKarakterist ik Individu Jumlah Responden Peternak Persentase (%)
Umur (Tahun)
a. 25 - 35 tahun 6 27.27% b. 36 - 45 tahun 2 9.09%
c. 46 - 55 tahun 5 22.73%
d. > 55 tahun 9 40.91%Pendidikan
a. SD 6 27.27% b. SMA 12 54.54%
c. D2 1 4.55%
d. S1 3 13.64%
Pekerjaan
a. Peternak 20 90.9% b. Petani 1 4.55%
c. Lainnya 1 4.55%
Lama beternak
a. 1 – 10 tahun 8 36.36%
b. 11 – 20 tahun 4 18.18%c. > 20 tahun 10 45.46%
Sumber : Data primer 2013
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 130/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 313
Produktivitas Tenaga Pengarit dan Manajemen Pakan Hijauan
Penyediaan hijauan pakan tidak terlepas dari ketersediaan alam dan produktivitas tenaga pengarit. Berdasarkan status tenaga pengarit, hanya terdapat
5.26% pengarit yang berstatus sebagai pemilik ternak. Tenaga pengarit
didominasi oleh tenaga lepas/buruh sebanyak 94.74%. Karakteristik tenaga pengarit di kawasan Pondok Ranggon disajikan pada Gambar 1.
Banyaknya tenaga pengarit meningkat seiring banyaknya jumlah ternak.Pengaruh ini dimodelkan dalam bentuk persamaan linear. Berdasarkan model
tersebut dapat diambil kesimpulan berupa satu tenaga pengarit bertanggung jawabterhadap 7.02 ST dengan Y = 32,23x - 25,21; R² = 0,552. Banyaknya kapasitasmengarit meningkat seiring besar berat badan pengarit dengan setiap kenaikan
bobot badan tenaga pengarit sebesar 1 kg meningkatkan menaikkan kapasitasmengarit sebesar 19.663 kg. Berdasarkan umur tenaga pengarit, kapasitas
mengarit tertinggi berada pada umur 38 tahun dengan kapasitas mengarit sebesar395 kg/hari dan pengalaman mengarit cenderung meningkatkan banyak kapasitas
mengarit.Pemberian hijauan cenderung menurun seiring dengan banyaknya jumlah
kepemilikan satuan ternak (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
peternak dalam mengarit. Peternak cenderung mengkonpensasi kekuranganhijauan dengan konsentrat dan ampas tahu. Konsentrat memiliki zat makananutama (protein, lemak, karbohidrat) yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
ternak. penambahan konsentrat terhadap sapi perah dara pada usaha peternakanrakyat secara efektif meningkatkan pertambahan berat badan dan mempercepat
umur pubertas ternak (Mariyono et al ., 1995)
(a) (b)
(c) (d) Gambar 1
Keterangan : (a) adalah hubungan banyak pengarit t erhadap jumlah t ernak, (b) adalah hubungan kapasitas mengarit
terhadap bobot badan, (c) adalah grafik hubungan antara kapasitas mengarit terhadap umur, dan (d) adalahhubungan ant ara kapasitas mengarit terhadap pengalaman.
y = 32,234x - 25,214R² = 0,5528
0
50
100
150
200
0 2 4 6 J u m l a h T e r n a k ( S T )
Jumlah Pengarit (orang)
y = 19,663x - 761,01
R² = 0,6383
0
200
400
600
800
40 50 60 70 k a p a s i t a s m e n g a r i t
( k g )
bobot badan tenaga pengarit (
y = -0,4561x2 + 35,268x -
286,17
R² = 0,3439
0
200
400
600
800
0 20 40 60 80
K a p a s i t a s m e n g a r i t ( k g )
Umur Tenaga Pengarit (tahun)
y = 26,451x + 221,18
R² = 0,2935
0
500
1000
1500
2000
0 10 20 30
K a p a s i t a s m e n g a r i t ( k g )
Pengalaman Mengarit (tahun)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 131/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 314
Gambar 2 Manajemen pemberian hijauan pakan
Moda Penyediaan Hijauan di Pondok Ranggon
Moda penyediaan hijauan di Pondok Ranggon terbagi atas 3 jenis alatangkut yaitu gerobak (29%), pick-up (53%), truk (12%) dan becak motor (6%).Berdasarkan hasil uji sidik ragam, moda truk berbeda nyata lebih efisien (p<0,05)
dibanding pick-up dan gerobak dalam perolehan hijauan. Hal ini disebabkan jaraktempuh yang lebih jauh dan areal jelajah yang lebih luas. Berdasarkan jumlah
ternak, moda truk nyata lebih banyak dari gerobak dan pick up. Meskipundemikian jumlah ternak/tenaga pengarit tidak menunjukkan perbedaan.
Tabel 3. Moda Penyediaan Hijauan Pakan
Parameter Jenis alat angkut
Gerobak Pick-up Truk
Jumlah Tenaga Pengarit (orang) 1.25±0.50c
2.33±0.71 4±0a
Waktu tempuh (menit) 22.75±22.65 15.22±6.98 32±1.41
Jarak (mil) 1.20±1.22 b
2.81±2.29 b
10.6±1.84a
Jelajah mengarit (m2) 189.41±161.08
b 155.84±52.49
b 243.31±116.5
a
Kapasitas hijauan (kg) 310.25±231.42 859.00±377.17 2382±195.16a
jumlah Ternak (ekor) 28.75±17.59 b
43.88±12.27 b
151±41.01a
Jumlah Ternak/ Tenaga
Pengarit
22.38±9.69 21.87±13.64 37.75±10.25
Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama meunjukkan berbeda nyata pada
taraf p< 0.05
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak di PondokRangon 40,91% telah berumur > 55 tahun dan 45,46% telah memiliki pengalaman
>20 tahun. Kapasitas mengarit tertinggi pada umur 38 tahun (395 kg/hari) danmoda truck lebih efisien dalam penyediaan hijauan dibanding pick up dan becakmotor.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, L. 2010. Evaluasi usaha sapi perah dalam aspek financial berdasarkanskala usaha yang berbeda (studi kasus pada kelompok tani ternak sapi perah
y = -0,2967x + 20,524
R² = 0,1272
y = 0,0572x + 8,4675
R² = 0,0623
y = 0,0803x + 4,3728
R² = 0,1657
0
5
1015
20
25
30
8 1 2
1 8
2 9
3 0
3 7
4 0
4 6
4 2
4 8
1 0 8
P e m b e r i a n (
k g / S T / h a r i )
Jumlah Ternak (ST)
Hijauan
Konsentrat
Ampas Tahu (BK)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 132/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 315
swadaya Pondok Ranggon di Jakarta Timur). Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.Dewiyani, N. 2012. Hubungan antara produksi dan kualitas susu sapi perah
dengan faktor yang mempengaruhi (studi kasus di Pondok Ranggon, Jakarta
Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Kantor Kelurahan Pondok Ranggon. 2011. Profil Kelurahan Pondok Ranggon
Tahun 2012. Kecamatan Cipayung. Kota administrasi Jakarta Timur.Mariyono, A. Musofie, D. Pamungkas dan D. E. Wahyono. 1995. Pengaruh
pemberian pakan konsentrat pada sapi perah dara dalam usaha peternakanrakyat terhadap tampilan produktivitas dan efisiensi ekonomis. J. Ilmu
Penelitian Ternak Grati. Vol 4 (1) : 1-5
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 133/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 134/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 317
2012). Hal ini menunjukkan konversi pakan berserat menjadi produk bermanfaat
(daging maupun susu) oleh kambing belum optimal, hanya 42% serat kasar pakanlimbah dapat dicerna (Mudita et al ., 2010). Hal ini disinyalir akibat tingginya
kandungan lignoselulosa pakan limbah yang membatasi pemanfaatannya oleh
ternak (Perez et al ., 2002).Lignoselulosa merupakan komponen utama biomassa tanaman pembangun
dinding sel yang terdiri dari tiga polimer yaitu lignin (25-30%), selulosa (35-50%)dan hemiselulosa (25-30%) yang berikatan kuat melalui ikatan non-kovalen dan
kovalen silang (Howard et al., 2003). Lignoselulosa hanya bisa didegradasi secarasempurna oleh aktivitas kompleks enzim lignoselulase yang dihasilkan olehkerjasama berbagai mikroba (Sarkar et al ., 2011; Wongwilaiwalin et al ., 2010).
Sehingga pemanfaatan isolat tunggal tidak mampu mendegradasi ketiga polimertersebut secara sempurna.
Konsorsium mikroba merupakan sekelompok mikroba dengan aktivitassinergis mendegradasi senyawa/substrat secara berkesinambungan menghasilkan
produk akhir berupa monomer siap pakai (Pathma dan Sakthivel, 2012). Sarkar etal . (2011) mengungkapkan pemanfaatan konsorsium mikroba mengoptimalkan
biodegradasi senyawa lignoselulosa melalui efisiensi waktu dan meniadakan bau
busuk dekomposting limbah organik dapur. Wongwilaiwalin et al., (2010)mengungkapkan formulasi konsorsium mikroba dari 3 sumber serat yaitu baggastebu, jerami padi dan tongkol jagung “MC3F” mampu mengefisienkan
dekomposisi biomassa menjadi produk bernilai tinggi dengan aktivitas enzimendoglukanase, xylanase dan β-glukanase tinggi. Di alam, berbagai konsorsium
mikroba dapat diperoleh seperti isi rumen, rayap, cacing tanah, lahan pertanian,lahan gambut dan sumber lainnya.
Hasil penelitian Hibah Bersaing I dan II (Wibawa et al ., 2009-2010)
menunjukkan pemanfaatan 1,5% konsorsium mikroba cairan rumen sapi bali dan0,05% enzim optizime menghasilkan wafer ransum limbah nonkonvensional
berkualitas dan produktivitas kambing PE yang tinggi. Sedangkan penelitianMudita et al. (2009-2012) menunjukkan pemanfaatan konsorsium mikroba asallimbah rumen sapi bali dan rayap sebagai produk bioinokulan mampu
menghasilkan silase ransum berkualitas dengan tingkat kecernaan in-vitro yangtinggi. Hasil-hasil penelitian tersebut dievaluasi lebih lanjut dalam optimalisasi
pemanfaatan limbah dalam penegmbangan peternakan kambing kompetitif dan sustainable.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fapet UNUD Bukit Jimbarandengan waktu pengamatan dan pengambilan data lapangan selama 2 bulanmenggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 5 perlakuan dan 3 kelompok.
Tiap unit perlakuan menggunakan 1 ekor kambing PE betina muda dengan bobot badan awal 15,86 ± 2,57 kg/ekor. Lima inokulan konsorsium mikroba asal limbah
isi rumen sapi bali, rayap dan/atau enzim optyzime dimanfaatkan dalam penelitianini. Satu inokulan terdiri dari 1,5% cairan rumen dan 0,05% enzim optizyme“R 15E5” yang merupakan inokulan terbaik hasil penelitian Hibah Bersaing I dan
II, dan 4 bioinokulan yang diproduksi dari kombinasi 2 level cairan rumen {10%
(R1) dan 20% (R2)} serta 2 level rayap {0,1% (T1) dan 0,2% (T2)} yang
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 135/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 318
dibiakkan dalam medium inokulan alami secara anaerob T 39oC selama 1 minggu
(BR 1T1, BR 2T1, BR 1T2 dan BR 2T2) (Tabel 1). Inokulan tersebut dimanfaatkandalam produksi wafer ransum perlakuan yaitu WFc = Wafer ransum terfermentasi
1,5% cairan rumen dan 0,05% enzim optizyme, WF1 = Wafer ransum
terfermentasi bioinokulan BR 1T1, WF2 = Wafer ransum terfermentasi bioinokulanBR 2T1, WF3 = Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR 1T2 dan WF4 = Wafer
ransum terfermentasi bioinokulan BR 2T2.
Tabel 1. Komposisi Bioinokulan Limbah Rumen dan Rayap yang diproduksiBahan Bioinokulan
Alternatif
Komposisi Bioinokulan
BR 1T1 BR 2T1 BR 1T2 BR 2T2
Cairan Rumen sapi bali 10,00 20,00 10,00 20,00
Rayap 0,10 0,10 0,20 0,20
Molases 8,99 7,99 8,98 7,98
Urea 0,90 0,80 0,90 0,80
Tepung Tapioka 0,90 0,80 0,90 0,80
Dedak Padi 0,45 0,40 0,45 0,40Kapur 0,22 0,20 0,22 0,20
Garam Dapur 0,22 0,20 0,22 0,20
Pignox 0,18 0,16 0,18 0,16
Dedak padi 0,02 0,02 0,02 0,02
Air Sumur 78,02 69,34 77,93 69,25
Total 100 100 100 100
Kandungan Nutrien dan Mikroba Bioinokulan1
Protein Terlarut (%) 4,03 4,49 4,39 4,37
Fosfor/P (mg/l) 156,54 160,95 160,96 159,14
Kalsium/Ca (mg/l) 975,00 981,25 975,83 969,17
Belerang/Sulfur/S (mg/l) 244,00 244,33 241,33 246,00
Seng/Zinkum/Zn (mg/l) 7,96 8,00 7,92 8,07
Total Bakteri (x109
koloni/ml)
11,96
13,27 12,94 14,01
Bakteri Selulolitik (x109
koloni/ml)
6,33
6,65 6,43 7,00
Bakteri Silanolitik (x109
koloni/ml)
4,87
6,01 5,56 6,39
Keterangan:1) Hasil analisis Lab. Analitik UNUD,
2) Hasil Analisis Lab. Biofarmaka, Fakultas
Farmasi Univerrsitas Hasanuddin, Makassar
Peubah yang diamati adalah: 1) Variabel Produktivitas Ternak meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering dan nutrien ransum
(Bahan Organik/BO, Protein Kasar/PK, Serat Kasar/SK dan Gross Energy/GE),
serta FCR, 2) Variabel Fermentasi Rumen, terdiri terdiri dari pH cairan rumen,konsentrasi VFA Total dan Parsial (Asetat, Propionat, Butirat dan asam lain), dankonsentrasi NNH3 cairan rumen, bahan organik terdegradasi (BOTr) dalamrumen, produksi ATP dalam rumen, jumlah energi untuk produksi VFA, jumlah
energi hilang sebagai metan, jumlah energi hilang sebagai panas, sintesis biomassa mikroba, sintesis protein mikroba dan efisiensi sintesis protein mikroba,
3) Variabel Kecernaan Bahan Kering dan Nutrien Wafer Ransum, meliputi KcBK,KcBO, KcSK, KCPK, Kc.energi, serta 4) Variabel Emisi Polutan, meliputi kadarCH4 dan CO2 cairan rumen serta konsentrasinya tiap unit VFA total, serta
konsentrasi dan produksi NH3 feses dan urine harian.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 136/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 319
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Basal
Bahan Penyusun Komposisi (%)
Jerami Padi 15,00
Serbuk Gergaji kayu 4,00
Umbi ketela pohon10,00
Dedak Padi 25,00
Bungkil Kelapa 30,00
Molases 5,00
Urea 3,00
Garam dapur 1,50
Kapur/CaCO3 1,35
Lemak Tello 5,00
Pignox 0,15
TOTAL 100,00
Kandungan Nutrien *
Bahan Kering (% Asfed ) 91,07
Bahan Organik (% BK) 85,46Serat Kasar (% BK) 21,79
Protein Kasar (% BK) 14,71
Energi Bruto/GE (kkal/kg) 3222,55
Keterangan: * Hasil analisis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud
Tabel 3. Teknik Fermentasi Ransum PenelitianWafer
Ransum
Jumlah
ransum
basal (kg
Asfed )
Komposisi Larutan Inokulan
Cairan
Rumen
(liter)
Enzim
Optizyme
(kg)
Bioinokulan
aktif (liter)
Air
(liter)
Molases
(liter)
WFc 100 1,5 0,05 - 77 1,5
WF1 100 - - 2,5 lt BR 1T1 76 1,5WF2 100 - - 2,5 lt BR 2T1 76 1,5
WF3 100 - - 2,5 lt BR 1T2 76 1,5
WF4 100 - - 2,5 lt BR 2T2 76 1,5
Tabel 4. Kandungan Nutrien Wafer Ransum Penelitian
NutrienKandungan Nutrien Wafer Ransum
WFc WF1 WF2 WF3 WF4
Bahan Kering (%
segar bas is) 84,1102 84,1449 84,3375 83,8565 83,0318
Bahan Organik (%
BK) 85,8946 86,5790 86,3961 86,0740 86,6677
Serat Kasar (% BK) 13,3163 12,5741 12,6264 12,4943 12,4596
Protein Kasar (% BK) 16,0837 16,1644 16,9250 17,1836 17,1393
Energi Bruto/GE
(kkal/kg) 3504,07 3521,65 3687,35 3743,68 3734,04
Keterangan: Hasil analisis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud
Pertambahan bobot badan ternak ditentukan melalui penimbangan bobot
badan ternak setiap dua minggu sekali selama penelitian, Konsumsi bahan keringdan nutrien ransum didasarkan pada jumlah konsumsi ransum ( Asfed ) dikalikan
kandungan bahan kering atau nutrien ransum, kecernaan bahan kering dan nutrienransum dihitung berdasarkan persentase selisih jumlah konsumsi nutrien ransumdengan jumlah nutrien yang keluar melalui feses dibagi dengan jumlah konsumsi
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 137/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 320
nutrien ransum. Populasi protozoa dihitung menggunakan haemocytometer
dengan pewarna larutan Methylgreen Formalin Saline/MFS (Ogimoto dan Imai,1981), pH cairan rumen diukur dengan pH meter Hanna Tife HI 9025, Kadar
VFA total dihitung menggunakan metode General Laboratory Procedure (1966),
VFA parsial (Asetat, Propionat dan Butirat) dianalisis menggunakan Standard Addition Technique dengan HPLC (ICI Organic Acids Column), sedangkan Asam
lemak lain dihitung dari selisih VFA total dengan jumlah konsentrasi asetat, propionat dan butirat. Konsentrasi N-NH3 atau NH3 cairan rumen, feses dan urine
ditentukan dengan metode Phenolhypochlorite ( American Society of Limnology,1969), Bahan Organik terdegradasi dalam rumen (BOTr) ditentukan denganmenghitung jumlah bahan organik tercerna dikalikan 0,65 (ARC, 1990).
Sedangkan efisiensi sintesis protein mikroba dihitung berdasarkan produksimikrobial protein tiap 100 g unit bahan organik terdegradasi.
Produksi methan dan Carbondioksida diestimasi berdasarkan produksiVFA parsial (Owen and Goetsch, 1988), yaitu CH4 (mmol) = 0,5 Asetat – 0,25
Propianat + 0,5 Butirat. Sedangkan CO2 = 0,5 Asetat + 0,25 Propionat + 1,5Butirat. Produksi ATP dalam rumen, jumlah energi untuk produksi VFA, jumlahenergi hilang sebagai metan, jumlah energi hilang sebagai panas, sintesis
biomassa (BK) mikroba dan sintesis protein mikroba dihitung berdasarkankesetimbangan fermentasi dalam rumen (Owens dan Goetsch, 1988), yaitu :
Produksi ATP dalam Rumen (mol) = 2,5Asetat + 2,75Propionat + 3,5Butirat
Energi VFA (Mkal) = 0,2094Asetat + 0,3672Propionat + 0,5243Butirat
Energi hilang sbg methan (Mkal) = 0,2108 × (0,5Asetat+0,5Butirat –
0,25Propionat)
Energi hilang sbg panas (Mkal) = 0,0042Asetat + 0,0028Propionat +
0,0188Butirat Sintesis Biomassa Mikroba (g/h) = 25Asetat + 27,5Propionat + 35Butirat6000 × Prod ATP dalam Rumen
Sintesis Protein Mikroba (g/h) =
162 × (0,5Asetat + 0,5Propionat + Butirat)
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapathasil yang berbeda nyata (P≤0,05), analisis dilanjutkan dengan uji Beda NyataJujur (BNJ)/ Honestly Significant Difference/ HSD (Sastrosupadi, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas ternakHasil penelitian menunjukkan, pemberian kelima wafer ransum berbasis
limbah nonkonvensional terfermentasi inokulan konsorsium mikrobamenghasilkan produktivitas ternak sama (P>0,05) (Tabel 5), walaupun secara
kuantitatif pemberian WF3 menghasilkan pertambahan bobot badan harian,konsumsi serat kasar, konsumsi protein kasar dan konsumsi energi yang lebihtinggi masing-masing sebesar 0,54-10,62%, 1,27-9,44%, 1,25-24,62%, dan 1,25-
24,61%. Terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik, pemberian WFcmenghasilkasn tingkat konsumsi secara kuantitatif tertinggi (510,88 g/e/h dan
441,90 g/e/h) yang lebih besar 0,04-1,15% dan 0,53-4,54% dibandingkan dengan
pemberian wafer ransum lainnya.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 138/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 321
Tabel 5. Pengaruh Biofermentasi Inokulan Konsorsium Mikroba Terhadap
Produktivitas Kambing PE
PeubahPerlakuan
SEM3 WFc WF1 WF2 WF3 WF4
BB Awal (kg/ekor) 15,67a 15,72a 15,90a 15,93a 16,07a 1,26
BB Akhir (kg/ekor) 18,69a 19,04a 19,03a 19,27a 19,25a 1,29PBBH (gram/hari) 60,37a 66,42a 62,68a 66,78a 63,64a 5,63
Konsumsi BK (g/h) 510,88a 505,80a 507,96a 510,67a 505,07a 49,52
Konsumsi BO (g/h) 441,90a 437,91a 438,86a 439,56a 422,72a 53,45
Konsumsi SK (g/h) 61,74a 61,86a 62,07a 67,57a 66,72a 6,45
Konsumsi PK (g/h) 74,57a 79,53a 83,21a 92,93a 91,78a 8,08Konsumsi GE
(kkal/h)1624,67a 1732,58a 1812,75a 2024,64a 1999,57a 175,99
FCR 8,36a 7,67a 8,20a 7,68a 8,10a 0,63
Keterangan:1 ) WFc = Wafer ransum terfermentasi cairan rumen dan enzim optizime, WF 1 yaitu
Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 1 , WF 2 yaitu Wafer ransum
terfermentasi bioinokulan BR2T 1 , WF 3 yaitu Wafer ransum terfermentasi
bioinokulan BR1T 2 , dan WF 4 yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR2T 2;2 )
Hurup yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
(P>0.05), 3) SEM = Standard Error of the Treatment Means
Dihasilkannya produktivitas yang sama menunjukkan semua inokulankonsorsium mikroba mempunyai kualitas baik yang ditunjukkan terjadinya
peningkatan kandungan protein dan energi serta penurunan kadar serat kasarwafer ransum terfermentasi yang dihasilkan dibandingkan dengan kualitas ransum
basal (Tabel 2 dan 4). Hal ini cukup logis mengingat bioinokulan konsorsium
mikroba yang diproduksi dari limbah rumen sapi bali dan rayap mempunyaikandungan nutrien dan mikroba yang cukup tinggi (Tabel 1), sedangkan inokulan
R 15E5 merupakan inokulan terbaik hasil penelitian hibah bersaing I dan II (2009-2010). Sehingga semua inokulan tersebut mampu menjadi fermentor yang baik
untuk ransum berbasis limbah nonkonvensional. Disamping itu pada dasarnya
semua inokulan mengandung konsorsium mikroba dengan berbagai enzim pendegradasi serat, dimana limbah isi rumen sapi bali maupun rayap merupakan
sumber konsorsium mikroba dengan populasi bakteri, fungi, maupun protozoayang tinggi serta kaya berbagai enzim pendegradasi serat, sedangkan enzimoptyzime merupakan enzim kompleks yang mengandung selulase, hemiselulase,
amylase, protease, dan pektinase (Guntoro, Pers.Comm), sehingga inokulan yangdihasilkan kaya nutrien available, mikroba serta enzim pendegradasi serat pakan.
Secara kuantitatif, pemanfaatan bioinokulan konsorsium mikroba yangdiproduksi dari limbah rumen sapi bali dan rayap (BR 1T1, BR 2T1, BR 1T2 dan
BR 2T2) menghasilkan pertambahan bobot badan harian lebih tinggi 3,82-10,61%dan dengan FCR lebih rendah 2,00-8,35% dibandingkan dengan pemanfaatan“R 15E5” inokulan limbah cairan rumen dan enzim optizime pada saat konsumsi
bahan kering dan bahan organik secara kuantitatif lebih rendah 0,04-1,14% dan0,69-4,34% (Tabel 5). Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kandungan rayap
pada bioinokulan alternatif yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas
enzim khususnya CMCase (endo β -D-1.4-glukanase), dimana diketahui rayapmempunyai aktivitas CMCase yang tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg atau 7,11-
33,95 kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas CMCase cairan rumenkerbau, bahkan 19,39-35,69 kali lebih besar daripada aktivitas enzim cairanrumen sapi (Prabowo et al ., 2007). Disamping itu kombinasi rayap dan cairan
rumen disinyalir meningkatkan kemampuan bioinokulan dalam mendegradasi
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 139/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 322
serat pakan, karena produk hasil degradasi CMC-ase (sebagian besar dihasilkan
mikroba rayap) dapat dilanjutkan untuk didegradasi oleh enzim eksoglukanase maupun β -glukosidase (banyak dihasilkan mikroba cairan rumen) (Prabowo, et
al ., 2007; Tresnawati Purwadaria et al ., 2003;2004), sehingga meningkatkan
keseimbangan aktivitas kompleks enzim selulase (Beauchemin et al ., 2003 dalamPrabowo et al ., 2007).
Fermentasi Rumen
Terhadap proses fermentasi rumen, penggunaan bioinokulan yangdiproduksi dari kombinasi 10% cairan rumen dan 0,2% rayap (BR 1T2) sebagaifermentor dalam produksi wafer silase ransum berbasis limbah nonkonvensional
mengakibatkan penurunan (P<0,05) populasi protozoa sebesar 38,37%,meningkatkan (P<0,05) produksi VFA total (78,67%), asam asetat (88,69%)
produksi ATP dalam rumen (83,67%) dan sintesis bahan kering mikroba rumensebesar 83,59%, sedangkan terhadap derajat keasaman rumen (pH), produksi N-
NH3, asam propionat, asam butirat, jumlah bahan organik terdegradasi dalamrumen, energi untuk produksi VFA, enegi yang hilang untuk produksi methan,enegi panas, sintesis protein mikroba maupun efisiensinya belum secara nyata
(P>0,05) menghasilkan nilai yang berbeda dibandingkan inokulan kombinasicairan rumen dan enzim optizime (R 15E5) (Tabel 6). Hasil penelitian jugamenunjukkan penggunaan bioinokulan lain (BR 1T1, BR 2T1 dan BR 2T2) secara
kuantitatif juga menurunkan populasi protozoa, meningkatkan VFA total, asamasetat, produksi ATP dalam rumen dan sintesis biomassa mikroba, walaupun
belum menunjukkan nilai berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan penggunaan inokulan R 15E5 (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Biofermentasi Inokulan Konsorsium Mikroba TerhadapFermentasi Rumen Kambing PE
PeubahPerlakuan
SEM3 WFc WF1 WF2 WF3 WF4
Protozoa (x10 ) 6,62b 5,00ab 5,00ab 4,08a 4,31a 0,44
Ph 6,74a 6,84a 6,81a 7,00a 6,68a 0,17
N-NH3 (m.Mol) 20,03a 19,22a 18,50a 19,51a 20,41a 2,18
VFA Total (m.Mol) 81,50a 122,91ab 128,26ab 145,62b 134,94ab 12,33VFA Parsial
- Asetat (mM) 42,36a 67,75ab 68,58a 79,93b 71,03ab 6,47
- Prop ionat (mM) 22,89a 34,42a 36,81a 42,26a 38,07a 5,48
- Butirat (mM) 9,65a 14,42a 16,28a 15,97a 13,94a 2,41
- As. Lemak lain (mM) 6,60a 6,33a 6,58a 7,46a 11,89a 1,70
BO Terdegradasi (g) 187,78a 201,93a 201,03a 225,00a 218,61a 34,94Prod. ATP di Rumen
(mM)
202,61a 314,48ab 329,68ab
371,96b 331,07ab30,57
Energi u. Prod. VFA
(Mkal)
22,33a 34,38a 36,42a
40,63a 36,16a3,56
Energi Methan (Mkal) 4,50a 6,85a 7,00a 7,88a 6,95a 0,85
Energi Panas (Mkal) 0,42a 0,65a 0,70a 0,75a 0,67 0,07
Sintesis BK Mikroba (g) 2026,07a 3144,81ab 3296,83ab 3719,57b 3310,66ab 305,71
SPM (g) 177,56a 177,80a 177,19a 178,94a 179,09a 1,64
eSPM (g/100 g BOTr.) 108,27a 88,75a 89,07a 80,29a 94,01aa 20,02
Keterangan: 1 ) WFc = Wafer ransum terfermentasi cairan rumen dan enzim optizime, WF 1 yaitu Wafer
ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 1 , WF 2 yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan
BR2T 1 , WF 3 yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 2 , dan WF 4 yaitu Waferransum terfermentasi bioinokulan BR2T 2;
2 ) Hurup yang sama pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05), 3) SEM = Standard Error of theTreatment Means
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 140/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 141/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 142/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 143/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 326
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian wafer
ransum terfermentasi kelima inokulan konsorsium mikroba menghasilkan
produktivitas, kecernaan bahan kering dan nutrien ransum dan emisi polutan yangsama, sedangkan pemanfaatan bioinokulan BR 1T2 menghasilkan VFA total, Asam
Asetat, produksi ATP di rumen dan sintesis biomassa mikroba tertinggidibandingkan dengan bioinokulan lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Makalah ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dibiayai DP2MDikti melalui Program Hibah Bersaing III (2011). Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada DP2M Dikti, Rektor Universitas Udayana, LPPM Unud, DekanFakultas Peternakan Unud, Dekan Fakultas Peternakan Unhas, Kepala Lab. serta
staf analis laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biofarmaka FakultasFarmasi Unhas, Kepala Lab dan analis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud atassegala bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. ICI Organic Acids Column. Instruction Manual. ICI AustraliaOperations Pty Ltd. Scientific Instruments Division
Anonymous. Pedoman Kerja (Edisi Indonesia). Biocon Diagnostik. QualityDiagnostics Manufactured in Germany. PT. Biocon Indonesia, Jakarta Selatan
Association of Official Analytical Chemist (A.O.A.C.). 1980. Official Method of
Analysis. 13th Ed., Washington, DC.Bratasida. 2002. Sustainable human settlements CSD12, Navy, New York
Hegarty, R. 2001. Green House Gas Emission From The Australian LivestockSector. What Do We Know, What Can We Do. Australian Green HouseOffice, Canberra ACT. ISBN: 1 876536 69 1. [cited 2007 Decembre 24].
Available from: URL: http://www.greenhouse.gov.au/agriculture/publications/pubs/ methane_emissions.pdf
Howard R. L., Abotsi E., J. V. Rensburg E. L., and Howard S. 2003.Lignocellulose Biotechnology; Issues of Bioconversion and EnzymeProduction. Review. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (12); 602-619
International Atomic Energy Agency/IAEA. 1997. Estimation of RumenMicrobial Protein Production From Purine Derivatives in Urine. A laboratory
Manual for The FAO/IAEA Co-ordinated Research Programme onDevelopment, Standardization and Validation of Nuclear Based Technologiesfor Measuring Microbial Protein Supply in Ruminant Livestock for
Improving Productivity. IAEA-TECDOC-945.Vienna, AustriaKamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial
Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007Decembre 20]. Available from: URL:http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf
Mudita, I M.. 2008. Suplementasi Multi Vitamin-Mineral dalam Ransum Komplit
Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea untuk Meningkatkan Efisiensi Sintesis
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 144/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 327
Protein Mikroba Rumen Sapi Bali Penggemukan. Tesis Program Studi Ilmu
Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, DenpasarMudita, I M., I G. L.O. Cakra, A.A.P.P.Wibawa, N.W.Siti. 2009. Penggunaan
Cairan Rumen sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta
Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan BerbasisLimbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan
Udayana. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, DenpasarMudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010 a. Penurunan
Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum BerbasisLimbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar
Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
ISBN: 978-979-25-9571-0Mudita, I M., A.A.P.P.Wibawa, I W.Wirawan, N.W.Siti, and I G.L.O.
Cakra.2011. Improving the Nutritive Value of Total Mixed Ration Based onBy-Products Fermented by Rumen Liquor and Enzyme. Indonesian Journal of
Nutrition & Feed Science Vol. 2 (1); 20-25.Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, I G.L. O. Cakra and N. W. Siti.
2011. Optimising Rumen Function of Bali Cattle Fed Ration Based on
Agriculture By-Products with Supplementation of Multivitamin-Minerals.Proceedings 3nd International Conference on Biosciences and Biotechnology.278-286
Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P.Wibawa, dan I G. N. Kayana 2012.Penggunaan cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif
serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitifdan Sustainable. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. UniversitasUdayana, Denpasar.
Owens, F.N. dan A.L. Goetsch. 1988. Ruminal Fermentation. In D.C. Church Ed.The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A. Reston Book.
Prentice Hall, Eglewood Cliffs, New Jersey.Pathma, J. and N. Sakthivel. 2012. Microbial Diversity of Vermicompost bacteria
that Exhibit Useful Agricultural Traits and Waste Management
Potential.SpringerPlus.Vol.1(26);1-19Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002.
Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose andLignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56
Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi
Mikrobia Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah danCairan Rumen Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007
Putri, T.I., T.G.B.Yadnya, I M. Mudita, B.R. T. Putri., 2009. Biofermentasiransum berbasis bahan lokal asal limbah inkonvensional dalam
pengembangan usaha peternakan sapi Bali kompetitif dan sustainable.
Laporan Penelitian Tahun Pertama Hibah Kompetitif Penelitian SesuaiPrioritas Nasional Batch IV. Fakultas Peternakan Universitas Udayana
Sarkar, P., M. Meghvanshi and rajni Singh. 2011. Microbial Consortium; A NewApproach in Effective Degradation of Organic Kitchen Waste. InternationalJournal of Environmenmtal Science and development. Vol. 2 No. 3; 170-174
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi
Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 145/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 328
Theodorou, M.K., and J. France. 1993. Rumen Microorganisms and Their
Interaction. In;Quantitative Aspests of Ruminant Digestion andMetabolism.Edited by; J.M. Forbes and J. France. Pages; 145-163. C-A-B
International. United Kingdom at The University Press, Cambridge.
Tresnawati Purwadaria, Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat Dan P. Ketaren.2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase Dari Bakteri Dan Kapang
Hasil Isolasi Dari Rayap. JITV Vol. 8 No. 4 Th 2003:213-219Tresnawati Purwadaria, T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan
Sutikno. 2003b. Identification and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes inThe Extract of Termites (Glyptotermes montanus) for Poultry FeedApplication. Indonesian Journal of Agricultural Sciences 4(2) 2003; 40-47
Tresnawati Purwadaria, T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P.Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap.
Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62Van Glyswyk, N.O. 1995. Factors Limiting Proliferation of Desirable Groups of
bacteria in The Rumen of Animals Fed Poor Quality Feeds of High FibreContent. In; Rumen Ecology Research Plannig. Proceeding of Workshop heldat ILRI. Addis Ababa, Ethiopia 13 – 18 March 1995. Edited by;,R. J. Wallace
and A. L. Kassi. The International Livestock Research Institute, Nairobi,Kenya., Addis Ababa, Ethiopia.
Wanapat, M. 2000. Rumen Manipulation to Increase the Efficient Use of Local
Feed Resources and Productivity of Ruminants in the Tropics. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 Supplement July B: 59-67
Wibawa, A.A. A. P. P., I M. Mudita, I W. Wirawan. I G. L. O. Cakra. 2009-2010.Aplikasi Teknologi Suplementasi dan Biofermentasi dalam Wafer RansumKomplit Berbasis Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan
Kambing Sustainable dengan Emisi Polutan Rendah. Laporan PenelitianHibah Bersaing I dan II Universitas Udayana, Denpasar
Wongwilaiwalin, S., U. Rattanachomsri, T. Laothanachareon, L. Eurwilaichirt, Y.Igarashi, V. Champreda. 2010. Analysis of a thermophilic lignocellulosedegrading microbial consortium and multi-species lignocellulolytic enzyme
system. Enzyme and Microbial Technology Journal 47; 283-290.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 146/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 329
PENGARUH PEMBERIAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT
MENGANDUNG UREA-KAPUR DAN UBI KAYU TERHADAP
PENAMPILAN KAMBING PE
I G. Mahardika*; N.S. Dharmawan**; K. Budaarsa*I G.L.O. Cakra* , I P. Ariastawa* dan Indra Arimahayana*
*Fakultas Peternakan Universitas Udayana
**Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian hijauandan konsentrat yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu terhadap produktivitaskambing. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan
dan 4 ulangan. Ke empat perlakuan yang dicobakan adalah Perlakuan A: ransumdengan 75% konsentrat (mengandung 4% urea, 2% kapur dan 50% ubikayu) dan
25% hijauan (40% gamal dan 60% rumput raja), perlakuan B: rasnsum yangterdiri 60% konsentrat 40% hijauan, perlakuan C: ransum dengan 45% konsentratdan 55% hijauan dan perlakuan D: ransum dengan 30% konsentrat dan 70%
hijauan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa produktivitas kambing yangmendapat ransum dengan level konsentrat 45% sampai 75% tidak berbeda
sedangkan yang mendapat ransum dengan level konsentrat 30% lebih rendah.Ransum yang memebrikan nilai ekonomi tertinggi adalah ransum yangmengandung konsentrat antara 45% sampai 60%.
Kata kunci:Produktivitas, kambing, urea, kapur, ubi kayu.
EFFECT OF FORAGE AND CONCENTRATE FEED CONTAININGUREA-LIME AND CASSAVA MEAL ON PRODUCTIVITY OF GOATS
I G. Mahardika*; N.S. Dharmawan**, K. Budaarsa*
I G.L.O. Cakra*, I P. Ariastawa* and Indra Arimahayana
*Faculty of Animal Husbandry, Udayana University
** Faculty of Veterinary Science, Udayana University
ABSTARCT
The experiment was conducted to study the effect of forage and
concentrate feed containing urea-lime and cassava meal on productivity of goat.
Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments and 4 replicates wereused in this experiment. Treatment A: ration with 75% concentrate (4% urea 2%
lime and 50% cassava meal) and 25% forage (40% gliricidia leaf and 60% kinggrass), treatment B: ration with 60% concentrate and 40% forage, treatment C:
ration with 45% concentrate and 55% forage and treatment D: ration with 30%concentrate and 70% forage. Results of this experiment showed productivity ofgoat feed 45% to 75% higher than feed 30% concentrate. Ration with 45-60%
concentrate gives higher economic value. Key words: Productivity, goats, urea, lime, cassava meal
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 147/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 330
PENDAHULUAN
Suplementasi urea dapat digunakan sebagai sumber amonia (nitrogen),
tetapi urea sangat cepat melepas nitrogen (N) dalam rumen, dan dapat
memproduksi amonia dengan cepat sehingga bila dosisnya berlebihan akanmenyebabkan keracunan bahkan dapat menyebabkan kematian ternak (Stanton
dan Whittier, 2006). Huntington et al . (2006) melaporkan bahwa urea dihidrolisisdengan cepat dalam rumen dan puncak produksi amonianya dicapai pada 1 jam
setelah pemberian urea. Taknik untuk memperlambat pelepasan amonia darihidrolisis urea di rumen dipandang lebih efisien, dan aman karena dapatmencegah keracunan amonia (Galo et al ., 2003).
Penggunakan urea dalam ransum perlu disertai dengan penggunaansumber energi (sumber karbohidrat) yang mudah larut/tersedia di dalam rumen,
karena untuk mensintesa protein mikroba yang optimal diperlukan keseimbanganantara energi (VFA) dan nitrogen dalam bentuk N-NH3. Bahan makanan sebagai
sumber karbohidrat yang sudah umum digunakan adalah molasis, namun bahanini harganya tinggi dan keberadaannya tidak tersebar diseluruh Indonesia, olehkarena itu perlu dicarikan sumber karbohidrat alternatif lainnya seperti ubi kayu.
Ubi kayu mengandung energi yang tinggi (85% BK) tetapi rendah kandungan proteinnya (Kyotong dan Wanafat, 2004; Wanafat dan Khampa, 2007).Disamping itu ubi kayu mengandung karbohidrat lebih tinggi dibandingkan
dengan jagung (Somart et al ., 2000; Chanjula et al., 2003). Hasil penelitianChanjula et al., (2004) menunjukkan bahwa sinkronisasi penggunaan urea dengan
pati yang berasal dari ubi kayu atau jagung dalam ransum sapi perah memberikanrespon yang tidak berbeda terhadap penampilan produksi sapi perah. SebelumnyaGerparcio et al., (1979) mendapatkan kandungan pati ubi kayu (48,49%) lebih
tinggi dari kandungan pati jagung (45,35%). Disisi lain harga ubi kayu lebihmurah dibandingkan dengan jagung. Dari fenomena ini dapat menunjukkan
bahwa ubi kayu dapat dijadikan sumber energi yang potensial sebagai pakankambing. Namun imbangan yang optimal antara urea-kapur sebagai slow releaseurea (SRU ) dan ubi kayu dalam ransum kambing Peranakan Etawah (PE) belum
ada informasinya. Penelitian pendahuluan kami mendapatkan bahwa penggunaanurea 5% dan 2% kapur dalam konsentrat yang disertai dengan penggunaan 50%
ubi kayu memberikan kinerja rumen yang terbaik. Berdasarkan atas hasil tersebut perlu dicoba berapa imbangan hijauan dan konsentrat tersebut di dalam ransumagar memberikan penampilan ternak yang terbaik dan efisiensi penggunaan pakan
yang tertinggi. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untukmengetahui produktivitas kambing yang diberikan pakan konsentrat mengandung
urea-kapur dan ubi kayu.Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain: 1)
sebagai dasar penyusunan ransum ternak kambing dengan menggunakan limbah
pertanian yang disuplementasi dengan urea-kapur dan ubi kayu. 2) Penerapanhasil penelitian ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan
meningkatkan produktivitas ternak, 3) meningkatkan pendapatan peternakkambing karena menggunakan pakan yang efisien serta menghasilkan ternakdengan produksi yang baik.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 148/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 331
MATERI DAN METODE
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 ekor kambing
Peranakan Etawa (PE) jantan, dengan kisaran berat badan awal 25 kg. Kambing
tersebut ditempatkan sacara acak dalam kandang individu dengan kapasitas satuekor per kandang dan diberikan pakan sesuai dengan rancangan percobaan yang
digunakan.Ransum yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari imbangan antara
hijauan (40% gamal dan 60% rumput raja) dengan konsentrat yang mengandungurea-kapur dan ubikayu. Ransum disusun disesuaikan dengan standar kebutuhankambing berat 25 Kg. dengan pertambahan berat badan 75g per hari (Kearl 1982)
dengan protein kasar 11% dan total digestible nutrien 72%.Penelitian menggunakan rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
ulangan dan 4 Perlakuan. Adapuan keempat perlakuan yang dicobakan adalah:Perlakuan A: Ransum yang terdiri dari 25% hijauan dan 75% konsentrat.
Perlakuan B: Ransum yang terdiri dari 40% hijauan dan 60% konsentrat.Perlakuan C: Ransum yang terdiri dari 55% hijauan dan 45% konsentrat.Perlakuan D: Ransum yang terdiri dari 70% hijauan dan 30% konsentrat.
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan ternak, konsumsi pakan dankonsumsi nutrien, pH rumen, NH3, VFA total, asam asetat, asam propionat, asam
butirat, gas methan, efisiensi dan sintesis protein mikroba, populasi protozoa. Disamping itu dihitung juga kecernaan bahan kering, bahan organik, protein, kadar
urea darah, Sintesis Protein Mikroba (SPM), serta Neraca protein dan energi.Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil
yang berbeda nyata (P< 0,05), analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari
Duncan (Steel dan Torrie, 1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampilan ternak
Berat badan akhir kambing yang mendapat ransum yang terdiri dari 75%konsentrat dan 25% hijauan (perlakuan A) adalah: 36,65 kg, sedangkan berat
badan kambing yang mendapat perlakuan B, C dan D berturut-turut adalah: 36,20kg; 35,15 kg dan 32, 75 kg. Berat badan akhir kambing pada perlakuan D nyatalebih rendah dari perlakuan A, B dan C (P<0,05). Lebih rendahnya berat badan
kambing pada perlakuan D tersebut disebabkan karena kambing pada perlakuan Dmengkonsumsi nutrien (energi, protein) yang lebih rendah dari peerlakuan
lainnya. Bila dihitung kenaikan berat badan selama 16 minggu maka diperolehkenaikan berat badan (PBB) kambing pada perlakuan A adalah: 112,50 g/h,sedangkan pada perlakuan B. 0,79% lebih tinggi dan pada perlakuan C 6,75%
lebih rendah dari perlakuan A, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).Kanaikan berat badan kambing pada perlakuan D nyata 31,74% lebih rendah dari
perlakuan A (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yangmengandung 45-75% konsentrat yang dikombinasikan dengan hijauan yang terdiridari 40% gamal dan 60% rumput raja memberikan pertumbuhan yang tidak
berbeda, sedangkan bila konsentratnya dibawah 45%, maka pertumbuhan
kambing menjadi nyata lebih rendah.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 149/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 332
Konsumsi ransum kambing yang mendapat perlakuan A adalah: 980,94
g/h, sedangkan konsumsi ransum pada perlakuan B, C dan D tidak berbedadengan perlakuan A (P>0,05). Dengan konsumsi ransum yang tidak berbeda
tersebut akan menyebabkan kambing mendapatkan nutrien dengan jumlah
berbeda karena ransum pada perlakuan A mengandung konsentrat yang lebihtinggi. Hal ini menyebabkan kenaikan berat badan kambing yang mendapat
konsentrat yang lebih banyak adalah lebih tinggi. Akibatnya adalah FCR kambing pada perlakuan D paling tinggi.
Tabel 1. Penampilan Kambing yang mendapat pakan yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu
Variabel Perlakuan1)
A B C D
Berat badan awal (kg) 24.05a 23.50a 23.40a 24.16a2)
Berat badan akhir (kg) 36.1a 36.19a 35.15a 32.76b
Kenaikan berat badan (g/h) 112,5a 113,39a 104.91a 76,79b
Konsumsi BK (g/h) 980.94a 984,41a 970,82a 960,32a
FCR 8,72a 8,68a 9,25a 12,51bKeterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan
B: Kam bing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauanC: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan
D: Kam bing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan
2). Nilai yang diikuti oleh superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)
Rendahnya pertumbuhan kambing pada perlakuan D disebabkan karena penggunaan konsentrat yang terlalu rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan
akan nutrien untuk pertumbuhan. Di samping itu rendahnya pasokan nutrien jugaakan berpengaruh terhadap proses pencernaan di dalam rumen. Hal ini terlihat
dari sintesis protein mikroba (SPM) pada perlakuan D paling rendah yaitu 65,42
g/h, sedangkan pada perlakuan A, B, dan C adalah: 76,85; 72,72 dan 67,62 g/h.
Kecernaan PakanPengukuran secara in-vivo terhadap kecernaan bahan kering ransum dan
kecernaan protein pakan mendapatkan bahwa kecernaan bahan kering ransum
pada perlakuan A adalah: 71,76% (Tabel 2), sedangkan kecernaan bahan kering pada perlakuan B dan C tidak berbeda dengan perlakuan A (P>0,05), tetapi
kecernaan bahan kering ransum perlakuan D nyata lebih rendah dari perlakuan A(P<0,05). Kecernaan protein semua ransum percobaan tidak berbeda nyata
(P>0,05).
Tabel 2. Kecernaan ransum yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu pada
kambingVariabel Perlakuan
1)
A B C D
Kecernaan Bahan Kering (%) 71,76a 73,05a 70,16a 68,06a2)
Kecernaan Protein (%) 78,62a 78,80a 76,72a 75,00a
Sintes is Protein Mikroba (g/h) 76,85a 72,72a 67,62b 65,42bKeterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan
B: Kam bing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauan
C: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan D: Kam bing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan
2). Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 150/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 151/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 334
diretensi, maka pertumbuhan ternak lebih baik.
Tabel 3. Keseimbangan Energi dan Protein pada kambing yang mendapatkan
ransum mengandung urea-kapur dan ubi kayu.
Variabel PerlakuanA B C D
Energi tercerna/DE (k.kal/h) 2876a 2823a 2816a 2726a Retensi Energi (k.kal/h) 326,1a 328,2a 304,8a 224,2b Konsumsi protein (g/h) 203,80a 194,551a 181,95ab 170,22b Protein tercerna (g/h) 160,20a 153,30a 139,60ab 127,70b Retensi protein (g/h) 21,72a 21,91a 20,24a 14,77b Keterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan
B: Kambing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauan
C: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan
D: Kambing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan
2). Nilai yang diikuti oleh superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)
Aspek EkonomiHarga ransum yang terdiri dari 75% konsentrat dan 25% hijauan
(perlakuan A) adalah Rp. 3.078, sedangkan harga ransum pada perlakuan B; Cdan D berturut-turut adalah: Rp. 2.742; Rp. 2.407 dan Rp. 2.071. Kaikan berat
badan kambing yang mendapat perlakuan A, B, C dan D berturut-turut: 112,50g/h, 113,39g/h, 104,91 g/h dan 76,79 g/h. Bila dihitung biaya pakan untukkenaikan 1 kg berat badan (PBB), maka pada perlakuan A adalah Rp. 26.842/kg
PBB, sedngakan ransum pada perlakuan B, C dan D berturut-turut Rp. 23.811/kgPBB, Rp. 22.274/kg PBB dan Rp. 25.905/kg PBB. Dilihat dari aspek ini maka
ransum pada perlakuan B (60% konsentrat dan 40% hijauan) serta ransum pada perlakuan C (45% konsentrat dan 55% hijauan) memberikan nilai ekonomitertinggi karena memerlukan biaya pakan paling murah untuk mendapatkan
kenaikan berat badan. Hubungan antara level konsentrat dengan biaya yangdibutuhkan untuk menaikan 1 kg kenaikan berat badan mengikuti persamaan Y =
41506 – 748,25 X + 7,40 X2 (R 2 = 0,95) (Gambar 1).
Gambar 1. Hubungan antara level konsentrat dengan biaya pakan untuk
menaikan 1 kg berat badan
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 B i a y a p a k a n / P B B B ( R p / 1 k g P B B )
Level konsentrat (%)
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 152/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 335
Kurva Gambar 1. mengindikasikan bahwa pada level konsentrat yang
terlalu rendah meskipun biaya pakannya rendah akan menyebabkan kenaikan berat badan yang rendah sehingga tidaf efisien. Demikian juga dengan
penggunaan konsentrat yang terlalu tinggi menyebabkan biaya pakan yang tinggi,
walaupun pertumbuhannya terbaik. Bila dilihat dari kurva tersebut, levelkonsentrat yang paling efisien antara 45% sampai dengan 60% atau pada rata-rata
penggunaan konsentrat 50%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Produktivitas kambing yang mendapat pakan yang mengandungkonsentrat yang mengandung ure-kapur dan ubi kayu di atas 45% lebih
baik dibandingkan dengan kambing yang mendapat pakan dengankonsentrat kurang dari 45%, sedangkan produktivitas kambing yang
mendapat pakan yang mengandung konsentrat antara 45% sampai 70%tidak ada perbedaan.
2. Level konsentrat (mengandung urea-kapur dan ubi kayu) 45% sampai 60%
dan hijauan 40% sampai 55% memberikan nilai ekonomi yang terbaik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, Dikti atas pendanaan yang diberikan. Terimakasihkepada Rektor Universitas Udayana dan Ketua Lembaga Penelitian danPengabdian Masyarakat yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.
Kepada Andi Udin Saransi (analisis) di Laboratorium Nutrisi Ternak Fakultasserta Yogi dan Putri (mahasiswa S2 Program Pascasarjana Unud) terimakasih atas
segala bantuannya selama penelitian lapangan dan di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Bach, A., S. Calsamiglia, dan M.D. Stern. 2005. Nitrogen Metabolism in TheRumen. J. Dairy Sci. 88(E.Suppl.): E9-E21. American Dairy Science
Association.Cherdthong, A., M. Wanapat and C. Wachirapakorn 2011. Influence of urea
calcium mixture supplementation on ruminal fermentation characteristics
of beef cattle fed on concentrates containing high levels of cassava chipsand rice straw.
Chiba, L.I. 2009. Animal Nutrition Handbook. Second Revision. URL:http://www.ag.auburn.edu/-chibale/animalnutrition.html diunduh 5Januari
2011. Currier, T.A., D.W. Bohnert, S.J. FALCK, C.S. Schauer and S.J. Bartle. 2004.
Daily and alternate-day supplementation of urea or biuret to ruminants
Consuming low-quality forage: III. Effects on ruminal fermentationcharacteristics in steers. J. Anim. Sci. 82: 1528 – 1535.
Erwanto, 1995. “Optimalisasi system fermentasi rumen melalui suplementasisulfur, defaunasi, reduksi emisi metan dan stimulasi pertumbuhan mikroba
pada ternak ruminansia” Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 153/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 336
Bogor.
Galo, E., S.M. Emanuele, C.J. Sniffen, J.H. White and JR. Knapp. 2003. Effectsof a polymer-coated urea product on nitrogen metabolism in lactating
Holstein dairy cattle. J. Dairy Sci. 86: 2154-2162.
Huntington, G.B., D.L. Harmon, N.B. Kristensen, K.C. Hanson and J.W. Spears.2006. Effects of a slowrelease urea source on absorption of ammonia and
endogenous production of urea by cattle. Anim. Feed Sci. Technol . 130:225-241.
Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2010Decembre 20]. Available from:
URL:http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf.Khampa, S., M. Wanapat, C. Wachorapakorn, N. Nontaso and M. Watiaux ,2005.
Effect of urea level and sodium DL-malte in concentrate containing highcassava chip on ruminal fermentation effeciensy, microbial protein
synthesis in lactating dairy cows raised under tropical condition. Asian- Aust J. anim. Sci., 5: 837-844.
Kiyothong, K. & M. Wanapat. 2004. Growth, hay yield and chemical composition
of cassava and Stylo 184 grown under intercropping. Asian- Aust.J.Anim.Sci.17:799-807.
McDonald, P., R. A. Edwards, dan J. F. D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition.
4th Edition. New York : Longman Scientific & Technical.Partama, I.B.G., I G.L.O. Cakra, I W. Matheus, I K. Sutama dan N.G.K. Roni.
2010. Increasing productivity of bali steer through supplementation ofmulti vitamins and minerals in ration based on ammoniation rice straw andagroindustrial by products. Proceeding Conservation and Improvement of
World Indigenous Cattle. Held by Study Centre for Bali cattle UdayanaUniversity.
Somart, K., Buttery, D.S., Rowlinson, P., and Wannapat, M. (2000). Fermentationcharacteristics and microbial protein
Stanton, T.L. & J. Whittier. 2006. urea and NPN for cattle and sheep.
http://www.ext.colostate.edu/Pubs/Livestk/01608.html. [25-01-2011]Stern, M.D., A. Bach and S. Calsamiglia. 2006. New Consepts in protein
Nutrition of Ruminants. 21st Annual Southwest Nutrition & ManagementConference. February 23 – 24. Pp: 45 – 46.
Suryani. 2012. Aktivitas Mikroba Rumen dan Produktivitas Sapi Bali yang
Diberikan Pakan Hijauan dengan Jenis dan Komposisi Berbeda. DisertasiProgram Pascasarjana Universitas Udayana.
Sutardi, T, D. Sastradipradja, E. B. Laconi, Wardana, I G. Permana. 1995.Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia Melalui Amoniasi Pakan seratBermutu rendah , Defaunasi
Wanapat, M. and O. Pimpa. 1999. Effect of ruminal NH3N levels on ruminantfermentation, purine derivatives, digestibility and rice straw intake in
swamp buffaloes. Asian Aust. J. Anim. Sci. 12: 904-907.Wanapat, M. & S. Khampa. 2007. Effect of levels of supplementation of
concentrate containing high levels of cassava chip on rumen ecology,
microbial N supply and digestibility of nutrients in beef cattle. Asian-
Aust.J.Anim.Sci. 20:75-81.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 154/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 337
EKSPLORASI HIJUAN PAKAN BABI DAN CARA PENGGUNAANNYA
PADA PETERNAKAN BABI TRADISONAL DI PROVINSI BALI
K. Budaarsa, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. Astawa
Email: [email protected] HP. 08123629838Fakultas Peternakan Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hijauan yang
diberikan sebagai pakan ternak babi dan cara penggunaannya di propinsi Bali.Penelitian dilakukan dengan metode survei di seluruh kabupaten dan kota di Bali.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified random sampling , dengan pengelompokan atas dataran rendah dan dataran tinggi di masing-masingkabupaten dan kota. Pada masing-masing kelompok di ambil 2 orang peternak
babi tradisional, sehingga ada 4 peternak yang diwawancarai di masing-masingkabupaten dan kota atau 32 peternak di seluruh Bali. Hasil survei menunjukkan
bahwa ada perbedaan hijauan yang diberikan oleh peternak di dataran rendah dandataran tinggi. Jenis hijauan yang diberikan di dataran rendah antara lain: batang
pisang ( Musa paradisiaceae), kangkung ( Ipomaea aquatica), biah-biah
( Limnocharis flava), dan eceng gondok ( Eichornia crassipes). Sedamgkan didataran tinggi antara lain: batang pisang ( Musa paradisiaceae), ketela rambat
( Ipomaea batatas), daunt alas (Colocasia esculenta) daun lamtoro ( Leucaenaleucocephala) dan dag-dagse ( Pisonia alba). Batang pisang dominan (95 %)diberikan di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Pemberian hijauan ada
dengan cara direbus ada yang diberikan dalam bentuk segar. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah terdapat keragaman jenis hijauan pakan babi dan cara pemberiannya antara di dataran rendah dengan dataran tinggi di Bali. Batang pisang merupakan hijauan yang paling banyak digunakan untuk pakan babi pada peternakan babi tradisional, baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi.
Kata kunci: eksplorasi, hijauan dan peternakan babi tradisional
FORAGES EXPLORATION AND HOW TO USE ON TRADITIONALPIG FARM IN BALI PROVINCE
K. Budaarsa, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. AstawaEmail: [email protected] HP. 08123629838
Faculty of Animal Husbandry Udayana University
ABSTRACT
This study aims to determine the types of forages fed to pigs and how touse them on traditional pig farm in the province of Bali. The research wasconducted using a survey in all districts and cities in Bali. Sampling was done by
stratified random sampling technique, by grouping the lowlands and highlands. Ineach of the 2 groups in the capture of traditional pig farmers, so there are four
farmers interviewed in each city or district and 32 farmers across Bali. The surveyresults indicate that there are differences in forage given by farmers in highlandsand lowlands. Given type of forage in the lowlands include: banana stem ( Musa
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 155/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 338
paradisiaceae), kale ( Ipomaea aquatica), “ biah-biah” ( Limnocharis flava), and
water hyacinth ( Eichornia crassipes). In the highlands include: banana stem( Musa paradisiaceae), sweet potatoes ( Ipomaea batatas), taro leaf (Colocasia
esculenta) lamtoro leaf ( Leucaena leucocephala) and “dag-dagse” ( Pisonia alba).
Banana stem dominant (95%) given in the lowlands and in the highlands. Givingforage there by boiling was provided in the form of fresh. The conclusion from
this study is that there is diversity of forage species and ways of administrationamong pigs in lowland plateau in Bali. Banana stem is the most widely used
forage to feed pigs on traditional pig farms, both lowland and highland. Keywords: exploration, forage and traditional pig farm
PENDAHULUAN
Peternakan babi di Bali masih menempati posisi penting bagi masyarakat pedesaan. Babi adalah salah satu komoditas ternak yang telah dipelihara sejak
lama oleh masyarakat. Usaha peternakan babi di Bali sebagian besar merupakan peternakan tradisional yang memelihara babi dua atau tuga ekor di masing-masingrumah tangga. Namun demikian, sudah banyak juga terdapat usaha peternakan
yang semi intensif dan bahkan modern dengan jumlah ternak piaraan lebih dari100 ekor.
Peternak tradisional di pedesaan masih banyak yang memilih babi bali
untuk dipelihara, namun sudah banyak juga yang memelihara babi ras,diantaranya babi landrace, duroc, large wight, dan yang lainnya. Babi bali di Bali
memiliki status sosial-budaya yang sangat penting sekali. Untuk kegiatan upacaradan bahan upakara banyak mempergunakan daging babi. Selain untuk memenuhikebutuhan untuk upacara agama, daging babi juga digunakan dalam berbagai
aktivitas sosial. Babi Bali sangat cocok dipelihara oleh para ibu rumah tangga diBali sebagai celengan atau ”tatakan banyu”, karena dengan pemberian pakan
seadanya dan pemanfaatan limbah dapur (banyu dan sebagainya) babi bali telahmampu memberikan pertambahan berat badan yang baik.
Kalau dilihat sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, populasi babi tahun 2013 adalah 7.113.310ekor dan tahun 2014 adalah 7.204.768 ekor. Sementara target produksi daging
babi tahun 2013 adalah 143.992 ton dan tahun 2014 sebanyak 247.420 ton. Olehkarena itu peningkatan produktivitas ternak babi menjadi suatu hal yang sangat
penting, selain untuk meningkatkan komoditas ekspor, juga untuk memenuhi
permintaan dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat, contohnya untukkebutuhan babi guling di Bali (Budaarsa, 2002 dan Budaarsa, 2006).
Meningkatnya permintaan daging babi dalam negeri sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk non muslim dan kunjungan wisatawan mancanegara yang terusmeningkat (Budaarsa, 2012).
Peternakan babi tradisional di Bali masih menghandalkan limbah pertanianlokal dan hijauan yang ada di sekitar mereka sebagai pakan utama. Mereka tidak
mampu membeli pakan komersial, karena harganya sangat mahal. Limbah pertanian yang paling utama diberikan adalah dedak padi. Selain itu bungkilkelapa yang diperoleh dari proses pembuatan minyak secara tradisional, juga
biasa diberikan pada ternak babi. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur
dengan hijauan.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 156/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 339
Hijauan yang diberikan jenisnya sangat beragam, tergantung lokasi daerah
dan musim saat itu. Di daerah dataran rendah, yang umumnya merupakan daerah persawahan, peternak lebih banyak memberikan kangkung sebagai hijauan pakan.
Sedangkan di daerah dataran tinggi atau pegunungan lebih banyak pohon ketela
rambat yang diberikan. Pemberian hijauan ada yang diberikan dalam bentuksegar, ada juga diberikan dengan merebus terlebih dulu. Batang pisang ternyata
merupakan bahan pakan yang dominan digunakan oleh peternak babi di seluruh plosok daerah Bali.
Sampai saat ini belum ada informasi ilmiah mengenai jenis-jenis hijauanlokal dapat diberikan pada babi, termasuk cara pemberiannya. Padahalkenyataannya di lapangan peternak babi sebagaian besar memberikan hijauan
untuk ternak babinya. Hal ini dilakukan mengingat harga pakan komersial sangatmahal, tidak terjangkau oleh peternak, karena umumnya mereka beternak secara
tradisional dengan jumlah satu-tiga ekor.Informasi mengenai hijauan lokal dan kandungan nutrisinya untuk pakan
babi hampir belum ada. Padahal peternak babi khususnya di pedesaan di Bali,sangat menghandalkan hijauan sebagai makanan tambahan. Hal ini mendoronguntuk dilakukannya penelitian ini, untuk memperkaya kasanah ilmu pengetahuan,
khususnya dalam pengembanan peternakan babi dengan berbasis sumber dayahijauan lokal yang melimpah.
MATERI DAN METODE
Materi dalam penelitian ini adalah jenis hijauan yang diberikan oleh peternak babi tradisional di provinsi Bali. Pengambilan sampel dilakukan denganteknik stratified random sampling , dengan pengelompokan daerah atas dataran
rendah dan dataran tinggi di masing-masing kabupaten dan kota. Kesembilankabupaten dan kota tersebut adalah : Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem,
Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung dan Kota Denpasar. Pada masing-masingkelompok di ambil 2 orang peternak babi tradisional, sehingga ada 4 peternakyang diwawancarai di masing-masing kabupaten dan kota atau 32 peternak di
seluruh Bali. Pengelompokan tersebut didasarkan atas adanya perbedaan jenisflora yang tumbuh di kedua dataran tersebut, walau perbedaannya tidak
signifikan. Di daerah dataran rendah secara umum adalah daerah persawahan,maka hijauan yang tumbuh adalah tanaman yang tahan air. Demikian sebaliknya,di daerah dataran tinggi umumnya daerah perkebunan, maka yang tumbuh adalah
tanaman yang kurang tahan air.Penelitian dilakukan selama 7 minggu. Saat melakukan wawancara dengan
peternak, sekaligus dilakukan pengamatan langsung terhadap pakan babi yangdiberikan oleh peternak untuk diidentifikasi. Selain identifikasi jenis hijauan,
juga di catat cara pemberiannya. Peternak yang dipilih adalah peternak babi
tradisonal yang dengan ciri-ciri antara lain : memelihara 1-4 ekor babi, babi diikatatau dikandangkan pada kandang sederhana, tidak memberikan konsentrat buatan
pabrik, dan tidak melakukan vaksinasi secara berkala. Data yang peroleh dianalisasecara sederhana menggunakan analisa kuantitatip dan deskriptif.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 157/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 340
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Hijauan
Kalau dilihat sebaran jenis hijauan yang diberikan oleh peternak babi di
masing-masing kabupaten/kota di Bali, tampaknya tidak banyak perbedaan antarakabupaten satu dengan kabupaten lain. Jenis hijauan yang diberikan yaitu: batang
pisang, kangkung, ketela rambat, ketela pohon, daun papaya, daun pisang, bayam,eceng gondok, daun lamtoro, daun talas, suweg, ules-ules, kerokot, genjer, daun
candung, daun dag-dag, padang cekuh dan daun labu. Jenis hijauan yangdiberikan dan nama lokalnya disajikan pada Tabel 1.
Dari 32 orang peternak tradisional yang diwawancarai, sebanyak 30 orang
atau 95% yang memberikan batang pisang. Batang pisang sangat dominandigunakan baik di dataran rendah, maupun di dataran tinggi karena tanaman
pisang banyak tumbuh di kedua daerah tersebut. Batang pisang yang digunakanadalah batang pisang yang sudah dipanen. Peternak tidak memilih jenis pisang
tertentu, yang penting pohon pisang tersebut sudah dipanen buahnya. Pohon pisang ada di mana mana, dan panennya tidak mengenal musim. Oleh karena itusangat mudah didapat tanpa harus membeli.
Hijauan ketela rambat dan kangkung, hampir ada di semua kabupaten dankota di Bali. Kedua jenis tanaman ini juga banyak ditanam baik di dataran rendah,maupun di dataran tinggi. Di daerah persawahan biasanya petani menanam ketela
rambat sehabis panen padi, ketika musim kemarau, sebagai tanaman sela,menunggu musim tanam berikutnya. Pohon ketela rambat saat ini sudah
merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Di pedesaan, sudah banyak peternak yang membeli pohon ketela rambat untuk babi piaraannya.Harganya relatif murah, satu ikat dengan berat kurang lebih 10 kg hanya Rp
10.000. Hijauan ketela rambat biasanya dipanen beberapa kali. Bisa dipotongsecara selektif beberapa kali sebelum umbinya di panen. Kemudian terakhir
dicabut saat umbinya dipanen.Tanaman kangkung, selain ditanam secara khusus, juga banyak tumbuh
secara liar di parit-parit, di pinggir sungai atau tanah-tanah kosong yang tergenang
air. Tanaman kangkung sebenarnya ditanam sebagai bahan sayur, tetapi jugadiberikan untuk ternak babi. Oleh karena itu kangkung merupakan tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Bahkan banyak sawah-sawah diperkotaansecara khusus ditanami kangkung dan dipanen setiap hari. Kangkung yangkualitas bagus dijual untuk sayur, yang kualitas kurang bagus dijual untuk pakan
babi. Tanaman kangkung sebenarnya secara umum ada dua jenis, yaitu kangkungdarat dan kangkung air. Kangkung darat hidupnya memang di darat, kangkung
air hidup subur di daerah berair atau tergenang air. Kangkung yang banyakdigunakan untuk pakan babi di Bali adalah kangkung air.
Kalau dilihat dari ragam jenis hijauan yang diberikan pada ternak babi, di
daerah pegunungan jenis hijauannya lebih beragam dibandingkan dengan didaerah dataran rendah. Hal tersebut karena memang di daerah pegunungan
persedian hijauan lebih beragam. Sebagai contoh tanaman suweg( Amorphophallus campanullatus) dan ules-ules ( Amorphophallus muelleri), hanyaditemukan di dataran tinggi atau di pegunungan dan sangat jarang terdapat di
dataran rendah apalagi di persawahan. Tanaman suweg dan ules-ules ini adalah
tanaman semusim. Pohon dan daunnya muncul ke permukaan tanah hanya pada
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 158/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 341
musim penghujan saja. Pada musim kemarau, pohonnya rontok, tetapi umbinya
tetap utuh di bawah tanah. Umbinya inilah di panen, bisa diolah untuk aneka jenis panganan.
Tabel 1. Beberapa jenis hiajauan untuk pakan babi di Bali No Nama tanaman Nama latin Nama lokal (Bali)
1. Batang pisang Musa paradisiaceae Gedebong
2. Ketela Rambat Ipomaea batatas Sela bun
3. Kangkung Ipomaea aquatic Kangkung
4. Daun talas Colocasia esculenta Don tales
5. Ketela pohon Manihot utilissima Sela sawi/kesawi/sela prahu
6. Daun papaya Carica papaya Don gedang
7. Daun lamtoro Leucaena leucocephala Don lamtoro
8. Daun pisang Musa paradisiaceae Don biyu
9. Bayam Amaranthus caudatus Bayem
10. Eceng gondok Eichornia crassipes Eceng gondok
11. Daun dag-dag Pisonia alba Dag-dagse
12. Suweg Amorphophallus campanullatus Suweg13. Ules-ules Amorphophallus muelleri Tiyih
14. Kerokot Portulaca oleracea Kesegseg
15. Genjer Limnocharis flava Biah-biah
16. Daun candung Don candung
17. Padang cekuh Padang cekuh
18. Daun labu Cucumbita maxima Don labu/waluh
Cara PemberianPemberian hijauan pada peternakan babi tradisional dapat dikatagorikan
menjadi dua, yaitu pemberian dalam bentuk segar dan direbus. Pemberiann dalam bentuk segar ini dilakukan dengan cara memberikan langsung hijauan tersebut
setelah diambil dari sumbernya. Sebagai contoh, tanaman kangkung diambil dari
kebun dalam jumlah tertentu langsung diberikan dengan menaruh di samping babi. Namun ada sebanyak 2% yang mencuci terlebih dahulu sebelum diberikan
kepada babi. Alasannya supaya bersih, sehingga babinya tidak sakit. Pemberiandalam bentuk segar mempunyai kelebihan antara lain: lebih praktis, kandungannutrisinya utuh, dan tidak perlu waktu dan biaya untuk merebus. Kekurangannya:
sangat rentan terhadap penularan telur cacing, jika berlebihan ternak bisakeracunan akibat toksin yang dikandungnya, dan kecernaannya lebih rendah
dibandingkan yang direbus.Pemberian dengan cara merebus dilakukan terhadap hijauan yang menurut
peternak dianggap membahayakan kalau diberikan dalam bentuk segar.Pengetahuan tersebut mereka terima secara turun temurun, sehingga apa yangdiwarisi itu akan diteruskan kembali kepada anak-anak mereka. Beberapa hijauan
yang harus direbus diantaranya: daun talas, genjer, suweg, ules-ules, candung , dandaun papaya. Alasan utama mereka merebus hijauan adalah supaya babi tidakkeracunan. Alasan tersebut sangat masuk akal karena banyak diantara tanaman
tersebut yang mengandung toksin. Jika direbus maka kadar toksinnya akan berkurang, bahkan hilang.
Merebus hijauan sebelum diberikan kepada ternak babi ternyata memangada manfaatnya. Pertama, toksin yang dikandungnya menjadi tidak aktif bahkanhilang, sehingga babi aman mengkonsumsinya. Kedua, meningkatkan
valatabelitas, lebih lahap dimakan oleh babi karena baunya lebih enak dan
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 159/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 342
merangsang. Ketiga, kecernaannya meningkat. Hanya saja dengan merebus akan
membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak. Kalau diperhitungkan secaraekonomi, hal ini akan menambah biaya produksi. Hanya saja peternak tradisional
tidak memperhitungkan hal tersebut. Biasanya mereka merebus di atas tungku
menggunakan kayu bakar. Hijaun yang direbus sebagian besar peternak (60%)mencampur dengan batang pisang, dedak padi atau polar.
Batang pisang sebelum diberikan terlebih dahalu dikupas lapisan luar yangagak tua, kemudian di iris-iris dengan ketebalan kurang lebih 0,5 cm. Irisan
batang pisang tersebut kemudian ditumbuk sampai agak halus, di campur dengandedak padi atau polar, atau konsentrat lain yang dimilikinya. Semua peternak(100%) menambahkan garam dapur secukupnya pada campuran pakan yang
direbus, sebelum diberikan kepada babi. Pemberian garam dimaksudkan untukmenambah nafsu makan, disamping sebagai sumber mineral Na dan Cl. Peternak
tidak membeda-bedakan jenis batang pisang yang diberikan. Sangat tergantungdari jenis pisang apa yang kebetulan panen saat itu. Batang pisang kandungan
utamanya adalah air, serat kasar dan mineral Zn (Hartadi, dkk. 1990). Jenistanaman di masing-masing daerah dan cara pemberiannya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis hijauan yang diberikan berdasarkan letak geografis/lokasi daerahdan cara pemberiannya
No Lokasi
daerah
Nama Tanaman Bahan Pencampur Cara Pemberian
1 Dataran
rendah
Ketela rambat - Diberikan utuh dalam bentuk segar
Kangkung - Diberikan dalam bentuk segar
Daun pisang - Diberikan dalam bentuk segar
Ketela pohon Daun talas, dedak Direbus dan ditambah garamsecukupnya
Daun papaya Dedak, polar, bungkil kelapa Direbus
Bayam Diberikan dalam bentuk segar
Batang pisang Dedak padi, polar Diris-iris tip is, kemudian ditumbuk,
bisa segar basa direbusDaun talas Dedak padi, polar, batang
pisang
Pelepah dan daunnya dicincang,
kemudian direbus dengan bahan lain
Daun lamtoro - Diberikan dalam benuk segar
Eceng gondok Dedak padi, polar, batang pisang
Dalam bentuk segar atau direbus
Genjer Dedak padi, polar, batang
pisang
Direbus
Candung Dedak padi, polar, batang
pisang
Direbus
2 Dataran
tinggi
Ketela rambat - Diberikan dalam bentuk segar
Batang pisang Dedak padi, polar, batang pisang Dalam bentuk segar atau direbus
Daun talas Direbus
Daun pisang - Diberikan dalam bentuk segar
Daun lamtoro - Dalam bentuk segarBayam - Dalam bentuk segar
Daun papaya Dedak padi, polar dan batang
pisang
Direbus
Daun dag-dag Dedak padi, polar dan batang
pisang
dalam bentuk segar atau direbus
Suweg Dedak padi, polar dan batang
pisang
Direbus
Ules-ules Dedak padi, polar dan batang
pisang
Direbus
Kerokot Dedak padi, polar dan batang pisang
direbus
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 160/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 343
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis hijauan yang diberikan sebagai
pakan babi di Bali cukup banyak. Terdapat keragaman jenis hijauan pakan babidan cara pemberiannya antara di dataran rendah dengan dataran tinggi di Bali.
Batang pisang merupakan hijauan yang paling banyak digunakan untuk pakan babi pada peternakan babi tradisional, baik pada dataran rendah maupun dataran
tinggi. Hijauan tersebut dapat diberikan dalam bentuk segar maupun direbus.Letak geografis (ketinggian tempat) mempengaruhi jenis hjauan yang tumbuh,sehingga menyebabkan ada perbedaan jenis hijauan yang diberikan untuk babi
antara dataran rendah dan dataran tinggi.
SaranPerlu diupayakan pelestarian dan pengembangan hijauan lokal yang
menjadi pakan ternak babi, sehingga bisa menunjang peningkatan produktivitasusaha ternak babi di Bali yang berbasis bahan pakan lokal. Penelitian ilmiah perludilakukan untuk menggali potensi hijauan lokal untuk pakan babi, terutama dari
kandungan nutrisinya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih di sampaikan kepada Wayan Budiarta dan Gede Mahendra,
dan semua mahasiswa KKN Unud yang telah membantu mengumpulkan datalapangan. Demikian juga kepada anggota grup riset “Kajian Nutrisi Ternak
Nonruminansia” yang telah memberikan dukungan semangat selama penelitian
ini, kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2011. Populasi Ternak 2010.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2011. Bali Dalam Angka 2011.Budaarsa, K. 2002. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kota Denpasar. Laporan
Penelitian. DIK. Universitas Udayana.Budaarsa, K. 2006. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kabupaten Badung.
Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.
Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi sebagaiSumber Serat dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas
dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi Program Pascasarjana InstitutPertanian Bogor.
Budaarsa, K. 2011. Nama Nama Latin Hewan. Denpasar. Udayana University
Press.Cahyanti, I.D., E. Anggarwulan dan W. Mudyantini. Pertumbuhan, Kadar
Klorofil dan Nitrogen Total Gulma Krokot ( Portulaca oleracea Linn.) pada Pemberian Ekstrak Anting-anting ( Acalypha indica.Linn.).BioSMART Vol. 7.1. 27-31.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar RISKEDAS Indosesia Tahun 2007, DepKes, Jakarta.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 161/168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 162/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 345
POTENSI PENGEMBANGAN HIJAUAN PAKAN TERNAK SAPI
DI BAWAH POHON KELAPAKECAMATAN LOLAYAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
1
Artise H.S. Salendu dan2
Femi H. EllyJurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi,
Jl. Kampus Bahu Kleak Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia
e-mail: [email protected]/08124426056
[email protected]/081310980175
ABSTRAK
Kecamatan Lolayan memiliki potensi untk pengembangan ternak sapidilihat dari populasi ternaknya dan sumberdaya lahan. Permasalahannya lahan
yang ada belum dioptimalkan. Lahan di bawah kelapa dibiarkan ditumbuhirumput liar yang dikonsumsi oleh ternak. Berdasarkan pemikiran tersebut, telah
dilakukan penelitian tentang potensi pengembangan hijauan makanan ternak sapi.Tujuan penelitian adalah menganalisis kapasitas tampung lahan di bawah pohonkelapa untuk hijauan makanan ternak. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode suvey. Penetuan lokasi secara purposive yaitu desa Tonayan dan Bakanyang memiliki populasi ternak sapi terbanyak. Penentuan responden secara simplerandom sampling terhadap populasi petani di desa terpilih. Jumlah responden
sebanyak 52 orang. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif denganmenggunakan formulasi kapasitas tampung (carring capacity). Nilai kapasitas
tampung (carring capacity) untuk kecamatan Lolayan sebesar 9,68, artinya berdasarkan luas lahan yang tersedia maka populasi riil masih dapat ditingkatkan9,68 kali. Nilai kapasitas tampung desa Bakan masih lebih tinggi dibanding
dengan desa Tonayan. Kesimpulan, kecamatan Lolayan memiliki potensi untuk pengembangan hijauan di bawah pohon kelapa dilihat dari nilai kapasitas
tampung. Pengembangan hijauan ini dapat memberikan manfaat baik bagi ternaksapi maupun bagi kelestarian lingkungan. Saran yang dapat disampaikan adalah
pengembangan hijauan di bawah pohon dilakukan bersama-sama dengan
pemerintah dan perguruan tinggi. Kata kunci: ternak sapi, hijauan, kapasitas tampung, kelapa
POTENCY OF DEVELOPMENT FORAGE FOR CATTLE UNDERCOCONUT IN LOLAYAN DISTRICT
BOLAANG MONGONDOW REGENCY1Artise H.S. Salendu dan
2Femi H. Elly
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi,
Jl. Kampus Bahu Kleak Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia
e-mail: [email protected]/08124426056
[email protected]/081310980175
ABSTRACT
Lolayan districts have the potential remedy cattle development seen from
the livestock population and land resources. The problem is that there has not
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 163/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 346
been optimized land. Land under coconut are left overgrown with weeds that are
consumed by livestock. Based on these ideas, research has been conducted on the potential development of cattle forage food. The purpose of research is to analyze
the capacities of land under coconut trees to forage fodder. The method used was
a survey. Determination of the location has been done by purposive sampling, thevillage Tonayan and Bakan which has the largest cattle population. Determination
of the respondents by simple random sampling of the population of farmers in theselected villages. The number of respondents as many as 52 people. Data was
analyzed using descriptive analysis with a capacity formulation (carring capacity).Value capacities for Lolayan Distrct of 9.68, meaning that the area of landavailable then the real population could be enhanced 9.68 times. Bakan village
capacities value is still higher than the village Tonayan. Conclusion, Lolayandistrict has the potential for development of forage under coconut seen from a
capacity value. Forage development can provide benefits both for cattle and forenvironmental sustainability. Suggestions that can be delivered is the development
of forage under the trees together with the government and universities. Keywords: cattle, forage, carring capacity, coconut
PENDAHULUAN
Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang diandalkan oleh masyarakatKabupaten Bolaang Mongondow. Ternak sapi di daerah ini sebagai sumber
pendapatan bagi masyarakat petani. Ternak sapi juga dimanfaatkan sebagai tenagakerja untuk pengangkutan dan pengolahan lahan. Fenomena ini menunjukkan
bahwa ternak sapi sebagai sumber pendapatan alternatif bagi petani. Menurut
Elly, (2008) dan Elly et al . (2008), ternak sapi memiliki peran terhadap sumber pangan (daging), sebagai tabungan, sumber pendapatan dan devisa, sumber tenaga
kerja, sumber pupuk organik serta sumber energi alternatif.Kecamatan Lolayan sebagai salah satu kecamatan yang memiliki ternak
sapi terbanyak yaitu sebesar 3210 ekor atau sekitar 14,16 persen dari total
populasi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Berdasarkan sumberdaya ternakyang ada maka populasi ternak sapi di Kecamatan Lolayan mempunyai potensi
untuk dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pemeliharaan ternak sapi merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha peternakan di daerah tersebut. Hal ini seperti yang terjadi di NTT (Ratnawaty et
al ., 2004). Permasalahannya ternak sapi masih dipelihara secara tradisional dan
merupakan usaha sambilan. Ternak digembalakan di lahan lahan kering seperti dilahan perkebunan kelapa. Ternak di daerah ini mengkonsumsi limbah pertaniandan rumput yang tumbuh liar di lahan bawah pohon kelapa tersebut. Hal ini yangmenyebabkan produktivitas ternak sapi lebih rendah dibanding di daerah lain
seperti di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara.Lahan di bawah pohon kelapa di Kecamatan Lolayan dimanfaatkan petani
sebagai lahan tanaman pangan. Tetapi, hasil prasurvey menunjukkan bahwa lahan
di bawah pohon kelapa belum dimanfaatkan secara optimal. Artinya, lahan di bawah kelapa tersebut masih banyak yang hanya dibiarkan ditumbuhi rumput liar.
Disis lain, ternak sapi membutuhkan pakan untuk peningkatan bobot badan yangideal sesuai dengan umur dan jenis ternaknya. Kondisi ini sama dengan di daerah
lain di Sulawesi Utara, seperti hasil penelitian Salendu (2012) di Kabupaten
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 164/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 347
Minahasa Selatan. Lahan di bawah pohon kelapa yang belum dimanfaatkan dapat
ditanami hijauan makanan ternak. Berdasarkan pemikiran tersebut maka telahdilakukan penelitian tentang potensi pengembangan hijauan pakan ternak sapi di
perkebunan kelapa di Kecamatan Lolayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis kapasitas tampung lahan di bawah pohon kelapa di KecamatanLolayan.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Lolayan dengan menggunakanmetode survey. Jenis data yang digunakan adalah data cross section, dari sumber
data primer dan data sekunder. Data primer (cross section setahun) diperoleh dariwawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
instansi yang terkait dengan penelitian ini serta data hasil penelitian yangdipublikasi. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dengan petani peternak
serta pengamatan langsung di lapangan.Desa sampel ditentukan secara purposive yaitu Desa Tonayan dan Desa
Bakan yang memiliki populasi ternak sapi terbanyak (BPS Kecamatan Lolayan,
2012). Responden ditentukan secara simple random sampling dari populasi petani peternak sapi di desa terpilih. Jumlah responden sebanyak 52 sampel terdiri dari32 petani peternak sapi untuk desa Tonayan dan 20 petani peternak sapi untuk
desa Bakan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan rumuskapasitas tampung (Kementerian Pertanian, 2010) sebagai berikut :
Kapasitas Tampung = K
P
Keterangan :P : Produksi Hijauan (ton/ha/tahun)K: Konsumsi Ternak (ST/tahun) yaitu 35 kg/ST/hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Lolayan adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten BolaangMongondow yang memiliki luas wilayah 297 km dengan batas-batas : SebelahUtara berbatasan dengan Kecamatan Kotamobagu dan Kecamatan Passi; Sebelah
Selatan dengan Kecamatan Pinolosian; Sebelah Barat dengan Kecamatan dumogadan Sebelah Timur dengan Kecamatan Modayag.
Keberhasilan petani dalam berusaha ternak sapi ditentukan oleh tiga unsuryang saling terkait yaitu penggunaan bibit, pakan dan manajemen usaha tersebut.Selain itu, karakteristik petani peternak juga sangat menentukan keberhasilan
usaha ternak sapi. Karakteristik petani peternak dimaksud diantaranya umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
umur responden berkisar antara 26-79 tahun atau rata-rata 45,35 tahun. Umurresponden sebagian besar (98,08 persen) dikategorikan sebagai umur produktif.Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden lebih mudah dalam
menerapkan iptek berkaitan dengan usahanya. Kiswanto et al . (2004)mengemukakan bahwa makin tinggi umur petani, sampai batas tertentu, maka
kemampuan untuk bekerja akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat.
Tingkat pendidikan responden sesuai hasil penelitian berkisar antara
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 165/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 348
tingkat pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi. Distribusi tingkat pendidikan SD
dan SMP masing-masing sebanyak 40,38 persen, SMA sebanyak 17,32 persendan PT 1,29 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani
peternak di lokasi penelitian dikategorikan rendah. Padahal, tingkat pendidikan
formal yang semakin tinggi dapat menyebabkan seseorang makin berpikir rasional(Kiswanto et al , 2004).
Pakan merupakan salah satu unsur keberhasilan usaha ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan ternak sapi mengkonsumsi limbah pertanian dan rumput
yang tumbuh liar di lahan-lahan pertanian. Fenomena ini terjadi di beberapadaerah di Indonesia. Hasil penelitian Ratnawaty et al . (2004) menunjukkanhijauan yang biasa digunakan untuk konsumsi ternak sapi berasal dari rumput
alam dan limbah tanaman jagung, kacang tanah yang baru dipanen. Djajanegaradan Ismail (2004) mengemukakan sebagian besar (95-100 persen) petani di
Wonogiri, Brobogan dan Blora memanfaatkan limbah tanaman sebagai pakansapi. Tetapi menurut Rohani et al . (2013), jerami tergolong pakan yang
berkualitas rendah.Ternak sapi di Kecamatan Lolayan sesuai hasil penelitian digembalakan di
bawah pohon kelapa. Status lahan kelapa yang digunakan untuk menggembalakan
ternak sapi baik lahan sendiri maupun lahan yang dipinjam. Responden yangmemiliki lahan kelapa berjumlah 34 orang petani (65,38 persen) sedangkan 18orang petani (34,72 persen) memanfaatkan lahan kelapa dengan status pinjam.
Rata-rata luas lahan kelapa yang dimiliki dan dipinjam sebesar 1,47 Ha.Pemilikan ternak sapi di wilayah penelitian berkisar 2-6 ekor dengan
jumlah keseluruhan untuk 52 responden sebanyak 152 ekor yang terdiri dari 40ekor jantan dan 112 ekor betina. Rumput yang dikonsumsi sesuai hasil penelitian
berupa jerami jagung, jerami padi, rumput gajah dan rumput lapang (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Limbah/Rumput oleh Ternak Sapi di Wilayah
Penelitian No. Jenis Limbah/Rumput Konsumsi Rata-rata
(Kg/Hari/Ekor)Persentase (%)
1. Jerami Jagung 12,83 20,19
2. Jerami Padi 24,28 38,213. Rumput Gajah 11,25 17,70
4. Rumput Lapang 15,19 23,90
Total 63,55 100.00
Rata-rata 15,89
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi jerami padi adalah yangterbanyak (38,21 persen). Hal ini ditunjang oleh keadaan wilayah penelitian yang
merupakan daerah produksi tanaman pangan (padi). Petani peternak dalam hal initelah memanfaatkan limbah padi yang selama ini hanya dibakar, walaupunkualitas pakan tersebut masih sangat rendah.
Konsumsi rumput gajah adalah yang paling rendah yaitu sebanyak 17,70 persen. Rumput gajah di lokasi penelitian mudah diperoleh tetapi bukan ditanam
di lahan milik petani, sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan waktu. Didaerah penelitian pernah diintroduksi rumput gajah tetapi hanya petani tertentuyang menanamnya. Pengetahuan petani tentang manajemen penanaman rumput
gajah sangat rendah.
Rata-rata konsumsi ternak sapi per ekor untuk hijauan sesuai Tabel 1
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 166/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 349
sebanyak 15,89 kg per hari per ekor. Konsumsi pakan ini belum sesuai dengan
yang dianjurkan yaitu sekitar 10 persen dari berat badan ternak sapi. Hal iniseperti yang dikemukakan Santoso (1989) bahwa ternak besar akan
mengkonsumsi hijauan sebesar 10 persen dari berat badannya atau sekitar 20-25
kg/ekor/hari.Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan ternak sapi
(Salendu, 2012). Menurut Menegristek (2000), pakan yang makin baik kualitasdan kuantitasnya menyebabkan makin besar tenaga yang ditimbulkan dan makin
besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging. Ternak sapi dalam masa pertumbuhan dan sedang menyusui memerlukan pakan yang memadai dari segikualitas dan kuantitasnya. Kemampuan produksi ternak yang relatif rendah
tergantung kualitas dan kuantitas pakan yang tersedia (Haryanto, 2009).Berdasarkan kebutuhan ternak sapi tersebut maka sangat diperlukan penyediaan
pakan yang cukup dan berkesinambungan.Sebagian besar lahan di bawah pohon kelapa di lokasi penelitian tidak
dioptimalkan. Ternak sapi yang digembalakan di bawah pohon kelapa hanyamengkonsumsi rumput liar yang tumbuh di lahan tersebut. Upaya yang dapatdilakukan untuk peningkatan kuantitas dan kualitas pakan di lokasi penelitian
adalah lahan di bawah pohon kelapa ditanami hijauan makanan ternak.Penanaman hijauan makanan ternak juga dapat bermanfaat dalam mengurangiemisi CO2 (Salendu, 2012). Penanaman hijauan ini dianggap seperti program
mempertahankan kelestarian hutan yang sering dianjurkan. Emisi CO2 dari perubahan penggunaan lahan menurut Herman et al . (2006) dapat dikurangi
dengan cara konversi hutan. Menurut Hurteau and North (2009) hutan dipandangsebagai penyerap potensi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecamatan Lolayan
memiliki potensi untuk pengembangan hijauan makanan ternak dilihat darikapasitas tampung lahan yang tersedia. Menurut Kementerian Pertanian (2010)
kapasitas tampung adalah kemampuan lahan untuk menampung ternak per satuanternak per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimal. Hasil analisiskapasitas tampung di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kapasitas tampung (carringcapacity) untuk kecamatan Lolayan sebesar 9,68, artinya berdasarkan luas lahan
yang tersedia maka populasi riil masih dapat ditingkatkan 9,68 kali. Nilaikapasitas tampung desa Bakan masih lebih tinggi dibanding dengan desaTonayan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan hijauan di bawah
pohon kelapa dapat dilakukan di lokasi penelitian, malahan populasi ternak masihdapat ditingkatkan.
Tabel 2. Hasil Analisis Kapasitas Tampung Kecamatan Lolayan, Desa Tanoyan
dan Desa BakanKoefisien/Variabel Kecamatan Lolayan Desa Tanoyan Desa Bakan
Luas Lahan Kelapa 3308,14 40,00 45,00
Produksi Rumput
(Ton/Ha/Tahun) 120,00 120,00 120,00
POPRIL 3210,00 101,00 51,00
Konsumsi
Ternak(Kg/ST/Hari) 35,00 35,00 35,00
Kapasitas Tampung 9,68 3,72 8,29
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 167/168
Prosiding Semnas II HITPI Page 350
Hijauan yang dapat ditanam di bawah pohon kelapa berupa rumput dan
leguminosa. Leguminosa dapat berfungsi sebagai tanaman penutup di bawah pepohonan. Tanaman ini kebanyakan digunakan untuk lahan yang ditanami
tanaman keras seperti karet, kelapa sawit dan kelapa (Salendu, 2012). Keberadaan
tanaman penutup tanah di bawah pohon kelapa berguna untuk melindungi tanahdari jatuhnya butir-butir hujan. Selain itu, adanya tanaman penutup tanah
menyediakan suatu perlindungan terhadap tanah sehingga dapat menjagakesuburan tanah.
Jenis rumput yang dapat diintroduksi di lahan di bawah kelapa misalnyarumput Brachiaria mutica. Introduksi dapat dilakukan dengan memperhatikanmanajemen penanaman rumput di bawah pohon kelapa harus sesuai dengan yang
dianjurkan. Menurut Rahim (2006), apabila rumput penutup (cover grass)digembalai secara berlebihan (over grazing ) dapat menimbulkan erosi.
Pengendalian erosi sangat ditentukan oleh jumlah ternak yang digembalakan padasuatu areal padang rumput ( stocking rate). Penggembalaan harus diatur
sedemikian rupa agar tidak terjadi over grazing, jumlah ternak sebaiknyatergantung pada kapasitas tampung (carring capacity) lahan di bawah pohonkelapa tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecamatan Lolayanmemiliki potensi untuk pengembangan hijauan di bawah pohon kelapa dilihat dari
nilai kapasitas tampung. Pengembangan hijauan ini dapat memberikan manfaat baik bagi ternak sapi maupun bagi kelestarian lingkungan.
Saran yang dapat disampaikan adalah pengembangan hijauan di bawah
pohon dilakukan bersama-sama dengan pemerintah dan perguruan tinggi sebagai pendamping.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Sam Ratulangi yangtelah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh dana penelitian
melalui Hibah Unggulan UNSRAT Tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Djajanegera, A dan I.G. Ismail. 2004. Manajemen Sarana Usahatani dan Pakan
dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . Prosiding Seminar, Sistem danKelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku EkonomiRumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara.
Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.Elly, F.H., B.M. Sinaga., S.U. Kuntjoro and N. Kusnadi. 2008. Pengembangan
Usaha Ternak Sapi Melalui Integrasi Ternak Sapi Tanaman di Sulawesi
Utara. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT
http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 168/168
Haryanto, B. 2009. Inovasi Tehnologi Pakan Ternak Dalam Sistem integrasi
Tanaman-Ternak Berbasis Limbah Mendukung Upaya PeningkatanProduksi Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Pengembangan Innovasi Pertanian 2 (3). 2009: 163-176.
Herman, F. Agus, and I. Las. 2006. Analisis Finansial dan Keuntungan yangHilang dari Pengurangan Emisi Karbon Dioksida pada Perkebunan Kelapa
Sawit. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 28 (4), 2006. p: 127-133.Hurteau. M, and M. North. 2009. Fuel Treatment Effects On Tree-Based Forest
Carbon Storage And Emissions Under Modeled Wildfire Scenarios. J.Frontiers in Ecology and the Environment. Volume 7, Issue 8 (October2009). p : 409-414.
Kementerian Pertanian. 2010. Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing ProdukPertanian Dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan.
Blue Print . Kementerian Pertanian, Jakarta.Kiswanto., A. Probowo dan Widyantoro. 2004. Transformasi Struktur Usaha
Penggemukan Sapi Potong di Jawa Tengah. Prosiding Seminar, Sistem danKelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Menegristek. 2000. Budidaya Ternak Sapi Potong (Bos sp.). Kantor DeputiMenegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IlmuPengetahuan dan Teknologi, Jakarta.
Ratnawaty, S., M. Ratnada., Yusuf dan J. Nulik. 2004. Pengelolaan Pakan Ternakdi Lahan Kering Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar, Sistem dan