13
Oseana, Volume XVII, Nomor 3 : 83-95 ISSN 0216-1877 PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANAN oleh Johanes Widodo 1) ABSTRACT The term hydroacoustics is generally applied to techniques which use sonars or depth sounder, that is, techniques in which sound is actively transmitted and in- formation extracted from the returning achoes. Fisheries accoustics, a relatively new and rapidly developing field, is an important tool at the disposal of those who have to do with fisheries resource evaluation and management when it is properly applied under appropriate circumstances. Because of its novelty as well as its technical complexity, it is one of the most misapprehended technique in fisheries. So far hydroacoustics has been proved to be an extremely powerful and very effective fishery assessment tool even for stocks which have not yet been fished. However, acoustic techniques is not a panacea for fisheries assessment problems, since they do not provide species composition, or other biological information, nor are they appicable in some cases, e.g., for most demersal stocks. PENDAHULUAN Bahwa teknik penggunaan gelombang suara (akustik) untuk menduga kedalaman perairan dapat pula dipergunakan untuk mendeteksi ikan, baru diketahui sekitar tahun 1930. Sejak saat itu hidroakustik tidak saja mempunyai peranan yang besar di dalam industri penangkapan ikan, tetapi juga sangat penting di dalam bidang pene- litian perikanan, terutama untuk menduga kelimpahan suatu sediaan ikan (fish stock assessment). Perkembangan yang sangat pe- sat dari ilmu akustik perikanan ini baru di- awali pada dasawarsa tujuh puluhan, yakni pada saat dikembangkannya penggunaan “echo integrator” serta teori-teori yang men - dasarnya (CUSHING 1973; MARGETTS 1977). Pada masa itu juga diterbitkan be- berapa buku petunjuk teknis tentang hido- akustik untuk perikanan oleh FORBES dan NAKEN (1972), kemudian disusul oleh BURCZYNSKI (1979), SAVILLE (1977) dan terakhir JOHANNESSON dan MITSON (1983). Akhirnya, bibliografi yang lebih lengkap tentang hidroakustik dapat dike- 1) Sub-Balai Penelitian Perikanan Laut Jl. Koster Pelabuhan Tg. Emas, Semarang 50129 83 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Oseana, Volume XVII, Nomor 3 : 83-95 ISSN 0216-1877

PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANAN

oleh

Johanes Widodo 1)

ABSTRACT

The term hydroacoustics is generally applied to techniques which use sonars or depth sounder, that is, techniques in which sound is actively transmitted and in-formation extracted from the returning achoes. Fisheries accoustics, a relatively new and rapidly developing field, is an important tool at the disposal of those who have to do with fisheries resource evaluation and management when it is properly applied under appropriate circumstances.

Because of its novelty as well as its technical complexity, it is one of the most misapprehended technique in fisheries. So far hydroacoustics has been proved to be an extremely powerful and very effective fishery assessment tool even for stocks which have not yet been fished. However, acoustic techniques is not a panacea for fisheries assessment problems, since they do not provide species composition, or other biological information, nor are they appicable in some cases, e.g., for most demersal stocks.

PENDAHULUAN

Bahwa teknik penggunaan gelombang suara (akustik) untuk menduga kedalaman perairan dapat pula dipergunakan untuk mendeteksi ikan, baru diketahui sekitar tahun 1930. Sejak saat itu hidroakustik tidak saja mempunyai peranan yang besar di dalam industri penangkapan ikan, tetapi juga sangat penting di dalam bidang pene-litian perikanan, terutama untuk menduga kelimpahan suatu sediaan ikan (fish stock assessment). Perkembangan yang sangat pe-

sat dari ilmu akustik perikanan ini baru di-awali pada dasawarsa tujuh puluhan, yakni pada saat dikembangkannya penggunaan “echo integrator” serta teori-teori yang men -dasarnya (CUSHING 1973; MARGETTS 1977). Pada masa itu juga diterbitkan be-berapa buku petunjuk teknis tentang hido-akustik untuk perikanan oleh FORBES dan NAKEN (1972), kemudian disusul oleh BURCZYNSKI (1979), SAVILLE (1977) dan terakhir JOHANNESSON dan MITSON (1983). Akhirnya, bibliografi yang lebih lengkap tentang hidroakustik dapat dike-

1) Sub-Balai Penelitian Perikanan Laut Jl. Koster Pelabuhan Tg. Emas, Semarang 50129

83

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 2: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

temukan di dalam penerbitan FAO (VE-NEMA 1982).

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kiranya dikemukakan bahwa pengertian akustik perikanan mencakup semua perang-kat (system) akustik yang dipergunakan untuk mendeteksi serta menentukan lokasi (dan bilamana mungkin melakukan identifi-kasi) terhadap berbagai sasaran (target) di dalam air. Selebihnya, baik penggunaan sistem ini secara pasif (bioakustik, atau akustik pasif), yakni sebagai perangkat pendengar untuk mendeteksi berbagai suara yang dihasilkan oleh berbagai jenis ikan dan krustasea maupun sebagai biotelemetri, yakni perangkat yang menggunakan pening akustik (acoustic tag), tidak akan diulas dalam tulisan ini.

Meskipun akustik perikanan merupa-kan disiplin ilmu yang relatif baru, namun ilmu ini berkembang sangat pesat serta me-miliki kemampuan yang sangat besar untuk penelitian maupun untuk usaha pengelolaan perikanan, terutama bila diterapkan secara tepat serta pada kondisi yang memadai. Meskipun demikian, tidak berarti teknik tersebut dapat begitu saja digunakan sebagai "obat mujarab" (panacea) untuk mengatasi berbagai problema yang terdapat di dalam usaha melakukan pendugaan sediaan per-ikanan, sebab dalam beberapa hal teknik akustik ini bahkan sama sekali tidak dapat diterapkan. Misalnya bila dipergunakan untuk melakukan pendugaan terhadap sedia-an berbagai jenis ikan demersal yang hidup jauh di dekat permukaan dasar laut,maupun untuk ikan-ikan pelagis yang hidup di dekat permukaan air.

Berhubung sifatnya yang masih baru serta rumitnya konsep yang mendasarinya, maka tidak mengherankan apabila hidro akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang

perikanan. Aspek terpenting bagi para pakar biologi perikanan pada khususnya maupun biologi kelautan pada umumnya ialah bagaimana mereka mampu memahami prin-sip dasar hidroakustik dari berbagai pustaka yang tersedia dan terpercaya,sehingga dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang teknik akustik ini.

PERANGKAT HIDROAKUSTIK

Peralatan Meskipun terdapat berbagai jenis serta

kualitas dari perangkat hidroakustik,, namun pada dasarnya mereka memiliki kesamaan komponen, yakni terdiri dari peralatan baku dari sebuah "sonar" (sound navigation and ranging), yakni perangkat hidroakustik yang bekerja secara horisontal, atau dari sebuah "depth sounder", perangkat yang bekerja secara vertikal.

Pada dasarnya sebuah sonar atau depth sounder terdiri dari empat bagian, yakni (1) pesawat transmisi/pemancar (trans-mitter), (2) "transducer", (3) pesawat penerima-pengeras (receiver-amplifier), dan (4) pesawat pengendali dan peraga (control and display). Gambar 1 memperlihatkan sebuah sketsa yang melukiskanjalinankerja-sama dari keempat unit hidroalustik terse-but. Pada umumnya, blok 1, 2, 4, dan 5 terletak di dalam sebuah kabinet, yakni sebuah kotak yang dihubungkan langsung dengan transducer.

Cara Kerja. Pesawat pengendali (control) mengi-

rimkan pulsa listrik dengan frekuensi terten-tu dan mengatur pesawat transmisi yang pada gilirannya akan memodulasi pulsa ter-sebut dan meneruskannya ke transducer.

84

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 3: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Gambar 1. Sketsa sebuah sonar atau depth sounder.

85

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 4: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Selanjutnya, transducer akan mengubah pul-sa listrik tersebut ke dalam bentuk energi akustik yang berupa signal suara yang ke-mudian dipancarkan ke dalam air. Gelom-bang akustik tersebut akan merambat di dalam air, dan apabila membentur sebuah sasaran (target), misalnya seekor ikan atau dasar perairan, ia akan dipantulkan sebagai gema (echo). Pada umumnya transducer yang sama akan menerima gema tersebut dan mengubahnya kembali menjadi tenga listrik (voltage). Dengan demikian waktu yang diperlukan dari saat signal akustik dipancarkan sampai dengan diterima kembali oleh transducer akan sebanding dengan jarak antara target dengan transducer ter-sebut.

Selanjutnya pesawat receiver-amplifier akan menerima dan kemudian memperkuat pulsa listrik tersebut serta mengirimkannya ke pesawat peraga. Pada umumnya pesawat peraga ini dapat berupa perekam gema dari kertas (echogram paper), atau berupa sebuah "oscilloscope", yakni suatu alat yang didasarkan atas kemampuan sebuah CRT (cathode ray tube) untuk melakukan visualisasi terhadap osilasi arus atau tegangan listrik.

Transmisi dari pulsa listrik oleh pe-sawat pengendali tersebut dilakukan ber-ulang-ulang menurut tempo yang beraturan. Selang waktu antara pulsa yang satu dengan pulsa berikutnya ditentukan berdasarkan atas waktu yang diperlukan bagi pulsa ter-sebut untuk merambat dari transducer ke arah target dan kembali lagi ke transducer dalam bentuk gema. Untuk jarak target sejauh 750 m, akan diperlukan selang waktu kira-kira satu detik, bila kecepatan suara dalam air, c = 1.500 m/detik.

Dengan menggunakan analogi terhadap sorotan cahaya (beam light) dari sebuah

lampu sorot, maka gelombang $uara yang dipancarkan dari sebuah transducer dikenal pula sebagai ”sonar beam”(Gambar 1). Beam ini acap kali digambarkan sebagai sebuah kerucut, meskipun kenyataan yang sebenarnya akan mempunyai bentuk yang sulit untuk digambarkan.

Gelombang akustik dari sebuah trans-ducer dapat dipusatkan ke suatu arah ter-tentu, sehingga intensitas tertinggi dari ge-lombang tersebut akan terletak pada arah tegak lurus dengan permukaan transducer, yakni yang disebut sumbu akustik (acoustic axis). Dengan demikian, semakin besar sudut penyimpangan arah suara dari sumbu akus-tik, akan semakin kecil intensitas suara. Untuk itu lebar dari sebuah beam tergantung dari ukuran sebuah transducer, yakni sema-kin tinggi frekuensi akustik yang dapat di-pancarkannya, akan semakin kecil lebar beam, atau dengan perkataan lain, energi akan lebih dipusatkan di sepanjang sumbu akustik.

Seperti diketahui amplitudo gema akan selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan amplitudo signal asli yang dipancar-kan dari sumbernya. Akibatnya pesawat receiver-amplifier akan menerima pulsa lis-trik yang lemah dari transducer dan harus memperkuatnya dengan cara yang selektif, yakni tergantung dari pada waktu yang di-perlukan dari saat signal dipancarkan sampai dengan saat diterima kembali oleh transdu-cer (time varied gain, TVG).

TVG ini diperlukan untuk mengim-bangi intensitas suara yang hilang akibat adanya proses perambatan dan peredaman (spreading and attenuation) di dalam air, yakni dari saat dipancarkan sampai dengan saat diterima kembali oleh transducer. Sesudah proses TVG tersebut, signal-signal itu kemudian dimodulasi dan akhirnya di-

86

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 5: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

kirimkan ke pesawat peraga yang untuk selanjutnya diperagakan dalam bentuk echo-gram atau gambar berwarna pada sebuah layar pijar mirip dengan layar sebuah pesa-wat video.

Pesawat pengendali dan pesawat pera-ga bentuk dan ukurannya bervariasi, namun pada dasarnya mereka mempunyai dua peranan utama, yakni (1) memicu pesawat transmisi untuk memancarkan signal listrik, dan (2) merekam gema yang merupakan fungsi dari kedalaman perairan. Gema yang dihasilkan oleh sebuah pulsa harus terlebih dahulu diterima oleh transducer sebelum pulsa berikutnya dipancarkan, sehingga tidak menimbulkan keraguan di dalam menentu-kan kedalaman dari suatu dasar perairan maupun dari sebuah target.

PRINSIP DASAR

Sebelumnya, penting kiranya untuk mengetahui serta memahami satuan ukuran, dimensi, serta saling keterkaitan dari ber-bagai parameter yang lazim dipergunakan di dalam ilmu hidroakustik. Uraian di bagian ini terutama ditujukan bagi mereka yang memiliki latar belakang yang terbatas di bidang fisika maupun matematika.

Terminologi Simbol Di dalam uraian selanjutnya, penulis

mempergunakan simbol-simbol yang artinya sepertiberikut:

Decibel Satuan decibel banyak dipergunakan

di dalam berbagai perhitungan dalam ilmu akustik. Satu decibel adalah sama dengan sepersepuluh bel^ yakni satuan yang diambil dari nama seorang ilmuwan terkemuka, Alexander Graham Bel. Berbeda dengan satuan seperti meter, gram, atau detik,maka decibel bukanlah merupakan satuan pengu-kur kwantitas, melainkan merupakan logarit-ma dari suatu bandingan (ratio) yang meng-gambarkan nilai nisbi dari dua buah nilai. Misalnya, notasi decibel (dB) dari suatu tenaga berkekuatan 500 mW terhadap suatu tenaga lainnya yang berkekutan 100 mW akan menjadi:

10 log (500/100) = 7 dB.

Notasi yang lebih tepat dan lebih jelas dari contoh tersebut biasanya dinyatakan seleng-kapnya sebagai 7 dB ref 100 mW atau 7 dB/ 100 mW (ref adalah kependekan dari "refe-rence" yang berarti "with regard to", atau "mengacu kepada").

Tekanan (Pressure). Dalam ilmu akustik, tekanan dapat

diukur dengan satuan mikropaskal, j~/Pa3

atau dengan satuan mikrobar, jjBar (huruf

87

Lambang Nama Satuan Definisi

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 6: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Yunani µ, dibaca myu, menyatakan mikro = 10-6). Dewasa ini, mikropaskal merupakan satuan baku yang lazim dipergunakan se-cara internasional. Satuan ini tergolong dalam sistem/m2. Sebaliknya, mikrobar, yang sebelumnya juga lazim dipergunakan, termasuk dalam sistem CGS (centimeter-gram—second), di mana 1 yBar = 105 yPa.

Intensitas Intensitas suara di dalam air, yakni

energi per satuan luas per detik, sebagai fungsi dari tekanan dapat dirumuskan sbb. :

Perambatan Suara dan Gema

Signal akustik yand dipancarkan dari sebuah transducer akan merambat di dalam air dengan kecepatan yang akan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman perairan. Pada umumnya kecepatan suara di dalam air akan berkisar antara 1.400 dan 1.500 m/detik. Dengan demikian jarak (range, R0 suatu sasaran (target) akan ditentukan oleh waktu-tempuh yang diperlukan oleh gelombang suara dari transducer ke target dan kembali lagi ke transducer. Jarak terse -but dapat dihitung dengan persamaan sbb. :

R = 0.5 c . t

dimana R = jarak c = kecepatan suara di dalam air t = waktu

MACKENZIE (1960) memberikan tin-jauan atas berbagai rumus empiris yang lazim dipergunakan untuk menentukan ke-cepatan suara di dalam air, namun untuk menduga c (m/detik) tersebut URICK (1975) menyarankan penggunaan rumus Leroy,yakni:

Penurunan Intensitas Selama pulsa suara merambat dari

transducer ke arah target, maka intensitas-nya akan mengecil. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, pertama, terjadinya proses perambatan geometris (geometric spreading), yakni proses yang kan terjadi manakala suara dipancarkan dari suatu sumber maka akan merambat ke berbagai penjuru, dengan demikian permukaan gelombang suara men-jadi semakin luas sehingga intensitasnya akan semakin mengecil. Sedangkan proses peredaman (attenuation) oleh air merupakan faktor kedua yang mampu menurunkan intensitas suara di dalam air. Secara kuanti-tatif, besarnya penurunan intensitas suara selama proses transmisi berlangsung ("trans-mission loss", TL) yang disebabkan oleh terjadinya proses perambatan geometris maupun proses peredaman di dalam air da-pat diuraikan sebagai berikut.

Perambatan geometris (Geometric spreading) Manakala dari titik pusat sebuah ba-

ngun bola dipancarkan energi dengan jumlah yang tetap, maka semakin jauh jarak yang

88

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 7: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

ditempuh (jari-jari) akan semakin luas bi-dang permukaan yang dfliput, yakni akan sebanding dengan kuadrat jari-jarinya (Gam-bar 2). Misalnya, pada jarak

(berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, atau terkenal dengan istilah "inverse square law").

Bila dinyatakan dalam notasi decibel, maka penurunan intensitas suara akibat proses perambatan geometris adalah sbb.:

TL1 = 101og(Io/I) = 10 log R2 = 201ogRrefRo = 1m

(R dalam satuan m).

Ternyata besarnya penurunan intensi-tas suara akibat proses perambatan geo-metris akan bernilai 6 dB untuk setiap keli-patan R. Misalnya pada jarak R = 1 m, TL1 = 0 (yakni 20 log 1 = 0); untuk R = 2 m, maka TL, = 6 dB; R = 4 m, TL1 = 12 dB; R = 100 m, TL1 = 40 dB; dan pada R = 200 m, TL1 =46dB,dsb.

Gambar 2. Penampang perambatan geometris. Apabila In dan Io masing-masing adalah

intensitas suara pada jarak Rn dan Ro, maka Io/In = (Rn/Ro)2. Bila Ro = 1 m, maka In = Io/Rn2.

89

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 8: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Peredaman (Attenuation) Manakala gelombang akustik meram-

bat di dalam air, maka sebagian dari energi suara akan diserap oleh air dan diubah men-jadi panas. Besarnya energi yang diserap (biasanya dinyatakan dengan hump Yunani" a , alpha) akan tergantung dari berbagai faktor. Dengan kata lain a adalah merupa-kan fungsi dari pada frekuensi suara, tekan-an, suhu serta densitas dari pada air. Untuk setiap meter energi yang diserap dapat di-nyatakan dalam model sbb.:

di mana A adalah faktor peredaman.

Rumus tersebut berupa persaniaan diferensial dengan solusi sebagai berikut. (BODHOLT dan BREDE 1982) :

di mana I (o) adalah intensitas pada jarak Ro. Dalam notasi decibel, penurunan inten-sitas karena proses peredaman dapat diru-muskan sbb.:

Dengan demikian penurunan intensitas

oleh adanya proses peredaman adalah se-banding dengan jarak yang ditempuh oleh signal suara. Apabila Ro (sebagai refernsi jarak) = 1 m, maka penurunan intensitas karena peredaman dapat diperkirakan :

di mana a adalah koefisien peredaman. Ni-lai a ini telah banyak diteliti dan diukur oleh berbagai pakar (FISHER dan SIM-

MONS 1977), dan sebagai fungsi dari freku-ensi suara, salinitas dan suhu air,maka nilai tersebut dapat disimak pada Gambar 3.

Penurunan intensitas total Jurrdah penurunan intensitas yang di-

alami oleh signal suara dalam perjalanannya dari transducer ke target akan merupakan jumlah penurunan yang diakibatkan oleh kedua proses perambatan geometris dan peredaman, yang dapat dinyatakan sebagai:

(R dalam m, dalam dB/m). Namun, ber-hubung signal suara tersebut merambat dari transducer ke arah target serta kembali lagi ke transducer, maka penurunan inten-sitas keseluruhan menjadi sebesar dua kali lipat,yakni:

"Target Strength" "Target strength", TS, adalah suatu

ukuran yang sangat penting dari suatu tar-get, yang menggambarkan kemampuan un-tuk memantulkan suatu gelombang suara yang datang dan membenturnya. Dalam hidroakustik, target tersebut dapat berupa seekor ikan, sebuah kapal selam, atau suatu dasar perairan. Dalam satuan decibel, target strength dapat dirumuskan sbb.:

TS = 10 log (Ie/Il)

di mana I, adalah merupakan intensitas akustik yang datang dan membentur pada target (incident sound intensity, sedang Ie adalah intensitas pantulan suara dari target yang biasanya diukur pada jarak referensi 1 m dari pusat target.

90

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 9: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Gambar 3. Hubungan antara peredaman dan frekuensi suara di dalam air laut dengan salinitas 35 %. Peredaman suara dinyatakan dengan simbol dalam satuan desibel per km (dB/km) sedang frekuensi dengan kHz. Perhitungan dilaku-kan dengan menggunakan rumus dari Fisher dan Simmons (1977).

91

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 10: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

Selama dalam perjalanan dari trans-ducer ke arah target, intensitas suara, akan menurun. Sehingga intensitas suara ( Ie ) pada suatu jarak tertentu (R) dapat diduga dengan persamaan berikut :

Sebaliknya, intensitas dari pada gema, Ie, selain akan mengalami modifikasi yang disebabkan oleh sifat-sifat refleksi (reflec-tive properties) yang dimiliki oleh setiap target, juga akan dipengaruhi oleh proses perambatan geometris serta proses pereda-man. Sehingga gema yang ditangkap oleh transducer akan memiliki intensitas sebagai berikut:

Target strength dari pada ikan saja me-rupakan fungsi dari ukurannya, tetapi juga beragam di antara berbagai jenis (yakni me-reka yang memiliki gelembung renang dan yang tidak memilikinya), di samping ter-gantung pula pada orientasi atau kiblat dari ikan pada saat gelombang suara mem-bentur badannya. Menurut THORNE (1983), ikan yang memiliki gelembung renang mempunyai nilai TS 10 dB lebih tinggi dari pada ikan tanpa gelembung re-nang.

Selanjutnya untuk menentukan target strength dapat diperoleh baik melalui per-cobaan di mana ikan sebagai target diletak-kan di dalam sebuah kurungan/karamba, atau dengan pengukuran in situ, yakni di lingkungan hidup aslinya.

PERSAMAAN AKUSTIK

Bagian ini akan menguraikan secara singkat tentang penggunaan beberapa para-meter yang terangkum di dalam persamaan akustik (acoustic equation) yang sebelum-nya lebih dikenal dengan sebutan persamaan sonar (sonar equation). Parameter-parameter tersebut berkaitan erat dengan sifat-sifat air sebagai media transmisi bagi gelombang-gelombang akustik, ikan sebagai target akustik di dalam air, serta beberapa sifat khas yang dimiliki oleh jenis perangkat akustik yang dipergunakan.

Dari uraian sebelumnya, tenaga listrik akan diubah oleh transducer menjadi tenaga atau intensitas akustik. Intensitas akustik atau derajat sumber (source level, SL) yang dihasilkan oleh sebuah transducer dalam satuan decibel dengan sumber acuan sebuah tekanan 1 )jPa pada jarak 1 m dari transducer dapat dirumuskan sebagai beri-kut:

92

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 11: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

di mana a adalah luas permukaan transdu-cer dan X (huruf Yunani lambda) adalah panjang gelombang, dengan satuan yang telah disesuaikan untuk masing-masing fak-tor, misalnya dalam mm, cm, atau m.

Sebagai contoh, sebuah transducer memiliki ukuran panjang 20 cm dan lebar 10 cm, sehingga mempunyai luas 200 cm2. Pada frekuensi sebesar 30 kHz, maka pan-jang gelombang adalah sebesar 3,9 cm, yang dapat dihitung dari persamaan :

Melangkah setapak lebih lanjut, bila

kita menggunakan sebuah target dengan nilai target strength TS sebesar —35 dB, maka tenaga akustik yang dipantulkan dan diterima kembali oleh transducer, yang se-lanjutnya disebut derajat gema (echo level) EL, dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan akustik dalam bentuknya yang paling sederhana, ialah :

EL = SL - 2TL + TS

EL = 221,8 - (2 x 42,5) + (-35) = 101,8 dB/1 uPa.

(Perlu diperhatikan bahwa penurunan inten-sitas total menjadi dua kali).

METODE PENDUGAAN KELIMPAHAN (ABUNDANCE ESTIMATION)

Pada dasarnya terdapat dua macam metoda pengolahan data akustik, yakni (1) dengan cara penghitungan (counting) signal akustik dan (2) dengan pengukuran (measuring) amplitudo dari signal terse but. Teknik penghitungan signal akustik tergan-

93

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 12: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

tung pada ketelitian pemisahan dan pgn-jumlahan dari masing-masing target. Sedang metoda pengukuran amplitudo gema dida-sarkan atas prinsip bahwa intensitas suara yang dipantulkan, dalam bentuk kuadrat dari amplitudo (amplitode—squared), akan berbanding langsung dengan kelimpahan ikan (fish abundance), dengan konstanta perbandingan yang dipengaruhi oleh bebe-rapa parameter dari sistem akustik yang dipergunakan, serta sifat-sifat yang dimiliki oleh ikan sebagai target.

Penggunaan kedua metode analisis tersebut dapat dilakukan dengan cara me-manfaatkan echogram, oscilloscops, atau suatu sistem yang mampu mengolah signal akustik secara otomatis. Selanjutnya analisis terhadap echogram dapat dilakukan melalui teknik penghitungan gema (echo counting), penilaian secara visual (visual grading), maupun penghitungan serta pengukuran (counting and sizing) terhadap kawanan atau kelomppk signal gema. Sedangkan tek-nik pengukuran terhadap amplitudo dari signal gema dapat dilakukan dengan meng-gunakan oscilloscope, yakni sebuah pesawat yang mampu melakukan visualisasi terhadap variasi di dalam arus atau tegangan listrik ke dalam bentuk gelombang sinar pada se-buah layar pijar. Hasil pengukuran ampli-tudo akustik dari sebuah oscilloscops akan mempunyai ketelitian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pengukuran dari echogram.

Baik metode penghitungan signal akus-tik maupun pengukuran amplitudo gema dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat bekerja secara otomatis. Sistem otomatis untuk pengukuran amplitudo akus-tik yang lazim dipergunakan adalah "echo integrator". Alat ini mampu melakukan

pengukuran, kemudian mengkuadratkan, dan selanjutnya menjumlahkan kuadrat dari amplitudo gema tsb.

Estimasi terhadap densitas Manakala suatu penelitian akustik ter-

hadap densitas suatu sediaan dilakukan dengan menggunakan perangkat integrasi— gema (echo integrator), maka densitas dapat diduga dengan suatu model yang dikemuka-kan oleh MIDTTUM dan NAKKEN (1977) sbb.:

ρi = K CM

di mana ρi = densitas ikan (ton/km2) c = nilai hasil kalibrasi dari pe-rangkat hidroakustik yang di-pergunakan terhadap ikan sebagai target utama M = nilai keluaran (output) yang tercatat pada integrator (mm) yang merupakan integrasi dari intensitas signal-singal gema. K = ambang densitas (threshold density), di mana nilai yang lebih kecil dari padanya tidak akan mempengaruhi keluaran dari integrator.

Dengan anggapan bahwa nilai keluaran integrator, M, memiliki hubungan linier dengan densitas ikan, ρi , maka dengan mengetahui niiai M dan densitas ikan (misal-nya dengan melakukan percobaan akustik terhadap sebuah keramba yang terlebih dahulu telah diketahui jenis serta densitas ikan di dalamnya), nilai C dan K dapat di-tentukan,yakni masing-masing sebagai koefi-sien dan titik potong (intercept) dari garis regresi dengan sumbu-tegaknya.

94

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992

Page 13: PRINSIP DASAR HIDROAKUSTIK PERIKANANoseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvii(3)83-95.pdf · akustik ini merupakan salah satu cabang ilmu yang paling kurang difahami di bidang perikanan

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Sdr. Ir. Suhendro Budihardjo dan Ir. Sahabi Marzuki yang telah memberi-kan masukan yang sangat berharga pada naskah ini disampaikan terima kasih yang tak terhingga.

DAFTAR PUSTAKA

BODHOLT, H., and R. BREDE. 1982. Basic theory of hydroacoustics. Rep. M95 82. 12.20 (SIMRADj. Horten. Norway.

BURCZYNSKI, J. 1979. Introduction to the use of sonar systems for estimating fish biomass. FAO Fish. Tech. Pap., (19), Rome, Italy. 89 pp.

CUSHING, D.H. 1972. The detection of fish. Pergamon Press, Oxford. England. 200 pp.

FISHER, F.H., and V.P. SIMSONS. 1977. Sound absorption in seawater. /. Acoust. Soc. Am., (62): 558 - 564.

FORBES, S.T., and 0. NAKKEN. (eds.). 1972. Manual of methods for fisheries resource survey and apprisal. Part 2, The use of acoustic instruments for fish de-tection and abundance estimation. FAO Man. Fish. Set, (5), Rome, Italy. 138 pp.

JOHANNESSON, K.A., and R.B. MITSON. 1983. Fisheries acoustics. A practical manual for aquatic biomass estimation. FAO Fish. Tech. Pap., (240), Rome, Italy. 249 pp.

MACKENZIE, K.V. (ed.). 1977. Sympo-sium hydroacoustics in fisheries research. Bergen. Norway. June 1 9 - 2 2 . 1973. Rapp. Cons. Int. Explor. Mer, 170 : 327 pp.

MIDTTUN, L., and O. NAKKEN. 1977. Some results of abundance estimation studies with echo integrators. Rapp. P. -V. Reun. CIEM, 170 : 253 - 258

SAVILLE, A. (ed.). 1977. Survey methods of apprising fishery resources. FAO Fish. Tech. Pap. (171), Rome, Italy. : 76 pp.

THORNE, R.E. 1983. Hydroacoustics, p. 239 - 259. In L.A. NIELSEN and D.L. JOHSON (eds.), Fisheries techniques. Am. Fish. Soc, Bethesda, Maryland, USA.

URICK, R.J. 1975. (2nd ed.) Principles of underwater sound. McGraw Hill, New York. : 384 pp.

VENEMA, S.C. 1982. A selected biblio-graphy of acoustics in fisheries research and related fields. FAO Fish. Circ. (748), Rome, Italy. 154 pp.

95

sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVII No. 3, 1992