Upload
yuni-purwati
View
16
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
poniyah simanulung tuberkulosis paruuuu jfahaqjhfnambvjaghvajbhvcabhjad
Citation preview
1
GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA TB PARU
TENTANG REGIMEN TERAPEUTIK TB PARU
DI RUMAH SAKIT UMUM HERNA
MEDAN
Poniyah Simanullang, SKM, M.Kes
Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan – UDA, Medan
Abstract
Therapeutic regimens for the treatment of pulmonary TB is a gradual and done
regularly, and done in accordance with the standards illustrate to people with
pulmonary TB. In the treatment of pulmonary tuberculosis, there are 3 Therapeutic
Regimen, namely: Regimen I, Regimen II, and Regimen III.
This study aims to describe knowledge about pulmonary TB Pulmonary TB therapeutic
regimen in Herna General Hospital Medan. This research is descriptive. The study was
conducted in April 2012 to July 2012. The population in this study were all patients
with pulmonary TB is in the General Hospital Herna field of 25 people. By using the
technique of sampling the total sample of 25 people.
From this research it is known that of the 25 respondents, there were 13 people (52%)
either knowledgeable, 9 people (36%) knowledgeable enough and 3 people (12%) are
less knowledgeable.
Suggested for Hospitals that do counseling to improve patient knowledge about TB
Pulmonary Therapeutic Regimen as 48% of patients there is less knowledge.
Keywords: Knowledge, Therapeutic Regimen, Pulmonary TB
2
Pendahuluan
TB Paru merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 World Health
Organization (WHO) telah
mencanangkan TB Paru sebagai
“Global Emergency”. Laporan WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru TB Paru, pada tahun
2002 3,9 juta kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif dalam dahak. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman
TB Paru dan menurut Regional WHO
jumlah terbesar kasus TB Paru di dunia.
Namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Asia Afrika
ditemukan kasus TB Paru 2 kali lebih
besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per
100.000 penduduk (Soedarsono, 2006).
Di perkirakan angka kematian akibat
TB Paru adalah 8.000 setiap hari dan
2,3 juta setiap bulan. Laporan WHO
tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah
terbesar kematian akibat TB Paru
terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000
orang dan angka mortality tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000.
Indonesia menempati urutan ke-3 di
dunia untuk jumlah kasus TB Paru
setelah India dan Cina. Setiap tahun
terdapat 250.000 kasus baru TB Paru
dan sekitar 140.000 kematian akibat TB
Paru. Di Indonesia TB Paru adalah
merupakan pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia (Soedarsono, 2006). Pengobatan
TB Paru dilakukan secara bertahap dan
teratur, tahapan pengobatan TB Paru
diantaranya tahap intensif dan tahap
lanjutan. Untuk itu para penderita harus
mengenal, memahami, bagaimana cara
pencegahan, tanda gejala dan
penatalaksanaan dari TB Paru.
Regimen Terapeutik TB Paru
merupakan pengobatan yang bertahap
dan dilakukan secara teratur, dan di
lakukan sesuai dengan penjelasan yang
standard (Jhon 2000). Akibat kurang
baiknya penanganan pengobatan
penderita TB Paru dan lemahnya
implementasi strategi DOTS (Drug
Observed Treatmen Strategy), pasien
yang mengidap BTA (Bakteri Tahan
Asam) yang resisten terhadap OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) akan
menyebarkan infeksi TB Paru dengan
kuman yang bersifat resisten. Sehingga
membutuhkan obat lain selain obat
standard TB Paru dan perlunya PMO
3
(Pengawas Makan Obat)
memperhatikan para penderita TB Paru
dalam penggunaan obat-obat TB Paru
selama di Rumah Sakit maupun setelah
perawatan di rumah untuk
memperhatikan perkembangan dari
pengobatan penderita TB Paru
(Murniasih, 2010) Menurut hasil
observasi di Rumah Sakit Umum Herna
Medan menunjukkan bahwa penyakit
TB Paru merupakan salah satu penyakit
yang masih banyak ditemukan, dari
januari 2011 sampai dengan desember
2011 jumlah pasien TB Paru sebanyak
90 orang. Pasien cenderung mengalami
penyakit kronis atau menahun dan
berobat atau opname berulang
dikarenakan pengobatan yang tidak
rutin oleh karena pasien sering lupa, dan
juga sering berhenti minum obat karena
dianggap sudah sembuh dan apabila
habis obat tidak dilanjutkan dan tidak
kontrol secara rutin. Hal inilah yang
membuat, penelit tertarik untuk
melakukan penelitian tentang tingkat
pengetahuan penderita TB Paru
terhadap Regimen Terapeutik TB Paru
di Rumah Sakit Umum Herna Medan
tahun 2012.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana
gambaran pengetahuan penderita TB
Paru terhadap regimen terapeutik TB
Paru di Rumah Sakit Umum Herna
Medan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran pengetahuan
penderita TB Paru tentang regimen
terapeutik TB Paru di Rumah Sakit
Umum Herna Medan.
Manfaat Penelitian
Dapat memberikan informasi pada para
penderita TB Paru sehingga penderita
mengetahui informasi tentang Regimen
TB Paru sehingga dapat melakukan
upaya pencegahan dan perawatan.
Sebagai bahan masukan bagi Rumah
Sakit Umum Herna Medan agar para
petugas kesehatan di Rumah sakit
Umum Herna Medan dapat
meningkatkan pengetahuan pasien TB
Paru tentang Regimen Terapeutik TB
Paru.
4
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif.
Penelitian dilaksanakan dirumah sakit
umum Herna Medan pada bulan April
2012 sampai Juli 2012. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita
TB Paru yang ada di Rumah Sakit
Umum Herna Medan sebanyak 25
orang, dengan menggunakan Tehnik
total sampling maka sampelnya
sebanyak 25 orang.
Tinjauan Pustaka
Pengetahuan adalah kesan di dalam
pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, yang
berbeda sekali dengan kepercayaan
(beliefe), takhayul (superstitions), dan
penerangan-penerangan yang keliru.
Pengetahuan merupakan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis dengan
penggunaan kekuatan pemikiran,
pengetahuan mana yang selalu dapat
diperiksa dengan tujuan untuk lebih
mengetahui dan mendalami segala segi
kehidupan (Soerjono, 2002).
Tingkatan DalamPengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu (Arikunto, 2006).
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat dari adalah
mengingat kembali terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang
djterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkatan yang paling
rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil
atau sebenarnya.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
5
Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
TB Paru
TB Paru merupakan penyakit yang
disebabkan infeksi mycobacterium
tuberklosis yang menyerang jaringan
paru. TB Paru merupakan penyakit
menular yang menyebar melalui batuk
dan dahak (Soedarsono 2006).
Cara Penularan TB Paru Penderita
TB Paru yang menular adalah penderita
dengan basil-basil TB dalam dahaknya
dan bila mengadakan ekspirasi paksa
berupa batuk-batuk, bersin, akan
menghembus keluar, percikan-percikan
dahak halus yang melayang-layang di
udara (Droplet Neucleid). Droplet
Neucleid ini mengandung basil
Tuberkulosis. (Murniasih, 2010). Ada
beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi transmisi. Pertama
yaitu: basil dan virulensinya. Makin
banyak basil dalam dahak seseorang
maka penderita makin besar bahaya
penularan. Maka para penderita yang
sudah positif pada pemeriksaan
langsung dengan mikroskop akan jauh
lebih berbahaya dari mereka yang baru
positif pada pemeriksaan (WHO 1999).
Komplikasi TB Paru
1. Batuk Darah (Haemoptoe)
Pada dasar nya proses TB Paru adalah
proses nekrotis, dan jaringan yang
mengalami nekrotis terdapat pada
pembulub darah. Jumlah darah yang
dibatukkan keluar bervariasi mulai dari
sangat sedikit sampai banyak sekali,
tergantung pada pembuluh darah yang
terkena.
2. Hematogen
Penyebaran hematogen terjadi bilamana
proses nekrotis mengenai pembuluh
darah. Bahan-bahan nekrotis yang
penuh basil-basil TB akan tertumpah
dalam aliran darah. Basil-basil ini
kemudian akan bersarang di organ-
organ tubuh. hariya ada dua organ tubuh
yang memang secara alamiah tidak
dapat diserang TB, yaitu otot sekiet dan
otot jantung.
3. TB Larings
Karena tiap kali dahak yang
mengandung basil TB dikeluarkan
melalui lanings, maka basil yang
tersangkut di larings akan menimbulkan
proses TB di larings. Maka terjadilah
TB larings.
6
4. Penumootoraks
Apabila proses riekrotis dekat dengan
pleura maka pleura akan bocor.
Sehingga terjadilah penumathorules
(pecahnya dinding kavitas yang
berdekatan dengan pleura).
5. Abses paru
Infeksi sekunder dapat pula mengenai
jaringan nekrotis itu langsung, sehingga
terjadi abses paru.
Pencegahan TB Paru
Orang dewasa lebih sering ditimbulkan
oleh reinfeksi endogen (80%) daripada
eksogen (20%). Maka perlu untuk
mencegah TB yaitu dengan
mempertahankan sistem imunitas dalam
keadaan optimal, kurang gizi. Pada
penderita Diabetes Mellitus dan AIDS
dianjurkan agar mengurangi pengobatan
kortikostarood dan INH.
Regimen Terapeutik TB Paru
Regimen terapeutik adalah merupakan
perawatan yang dilakukan secara
bertahap dan teratur dengan penjelasan
secara benar dan standard. Regimen
terapeutik adalah merupakan
pengobatan pada penyakit dengan
menggunakan cara pengobatan secara
berkala atau bertahap dengan
memperhatikan keadaan klinisnya
(Crofton, 2002). Pengobatan pada TB
Paru terbagi menjadi 2 fase yaitu
intensif (2- 3) dan fase lanjutan (4 atau
6 bulan dengan menggunakan paduan
obat yang terdiri dan paduan obat utama
dan paduan obat tambahan (Soedarsono,
2006; Surya, 2008), yaitu:
1. Tahap intensif (awal)
Pada tahap intensif penderita menelan
obat setiap hari dan diawasi langsung
oleh PMO (Pengawas Minum Obat)
untuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua obat. Pengobatan tahap
intensif ini berlangsung selama 2
sampai 3 bulan dengan pemberian OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) setiap hari.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.Pada tahap
lanjutan penderita mendapat jenis obat
lebih sedikit tetapi dalam waktu yang
lebih lama yaitu 4 sampai 5 bulan. Pada
tahap lanjutan ini penderita menelan
obat secara berselang seling tiga kali
seminggu. Dalam pengobatan TB Paru
terdapat 3 regimen pedoman karena
mencakup pengobatan intermiten antara
lain:
7
1. Regimen I yang diberikan pada 2
bulan pertama yaitu seperti isoniasid,
rifampisin, pirazinamed yang diberikan
sekali sehari dalam keadaan kosong
lambung.
2. Regimen II yang diberikan pada 2
bulan pertama yaitu seperti etambutol,
isoniasid, rifainpisin, pirazinamed
semuanya diberikan dosis tunggal 3 kali
seminggu dan dilanjutkan isoniasid dan
rifampisinn pada 4 bulan berikutnya,
keduanya bersama 3 kali seminggu.
3. Regimen III yaitu mengawasi setiap
pemberian dosis yaitu Etambutol,
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
diberikan 3 x seminggu selama 6 bulan.
Regimen ini merupakan pengobatan
yang dilakukan tiap hari secara
terusmenerus (Crofton, 2002).
Jenis dan Dosis Obat TB Paru
1. Isoniasid (h)
Obat yang bersifat bakterisida dan dapat
membunuh 90% kuman dalam beberapa
hari pertama pengobatan
2. Rifampicin ®
Yaitu bersifat bakterisida yang dapat
membunuh kuman yang tidak dapat di
bunuh oleh isoniasid dengan dosis
10mg/kg bb
3. Pirazinamid
4. Yaitu bersifat bakterisida
dengan dosis 30 mg/kgbb.
5. Etambutol
Yaitu bersifat bakterisida dapat
membunuh bakteri dalam suasana asam,
dengan dosis 30mg/kgbb
6. Streptomicin
Yaitu bersifat bakterisida dengan dosis I
5mglkgbb.
Penyembuhan TB Paru
Dalam penyembuhan TB Paru ada 2
komponem penyembuhan yaitu
kepatuhan dan komponem obat.
1. Kepatuhan
Tentang kepatuhan penderita meminum
obat di dasari betapa vital perananya
Apabila penderita tidak tekun meminum
obat-obatnya maka hasil akhir hanyalah
kegagalan penyembuhan dengan
timbulnya basil-basil multiresisten.
2. Komponem obat
Obat-obat TB Paru diberikan secara
massa yaitu sebanyak 5 buah yaitu INH,
Rifampicin, Streptomicin, Pirazinamid,
Etambutol, semua obat-obat ini bekerja
secara bakterisida terhadap basil-basil
yang mempunyai efek sterilisasi yang
membunuh basil-basil sehingga tidak
8
terjadi perkembangbiakan (Crofton,
2002).
Efek samping pengobatan
Efek samping biasanya di anggap
sebagai gejala-gejala yang muncul
akibat pemberian obat. Dampak ngatif
dan pembenian obat dapat
menimbulkan keluhan seperti penyakit
baru karena obat, mengurangi
kepatuhan berobat, serta meningkatkan
potensi kegagalan pengobatan
(Murniasih, 20l0). Obat TB Paru dan
efek sampingnya:
1. INH mempunyai efek samping
ringan seperti kesemutan, rasa terbakar
dikaki dan nyeri otot
2. Rifampicin mempunyai efek
samping berupa sakit perut, mual, gatal-
gatal kemerahan pada kulit.
3. Pirazinamid mempunyai efek
samping nyeri sendi, mual, hepatitis,
4. Etambutol mempunyai efek
samping gangguan pada penglihatan.
Streptomicin mempunyai efek samping
gangguan keseimbangan dan
pendengaran (Soedarsono, 2006).
Pemantauan kemajuan dan basil pengobatan
Pemantauan kemajuan ha.sil
pengobatan pada penderiata TB Paru di
iaksanakan dengan pemeriksaan ulang
dahak secara mikroskopik, dan
dilakukan pada akhir tahap intensif,
sebulan sebelum akhir pengobatan dan
pada akhir pengobatan. Dan adanya
kemajuan ketika keluhan
berkurang/hilang, berat badan
bertambah,nafsu makan meningkat,
pemeriksaan dahak pada akhir tahap
awal juga menunjukkan hasil negatif
(Murniasih, 2010). Pasien TB Paru
dikatakan sudah sembuh apabila pasien
sudah melakukan program pengobatan
dengan baik, tanda-tanda dan gejala
yang dialami sudah hilang, penderita
mengikuti tes tuberculin yang bertujuan
untuk memeriksa kemampuan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Apabila
penderita sudah tidak terinfeksi kuman
TB Paru maka tes tuberculin akan
negatif. Selain itu penderita juga
mengikuti photo rontgen Paru ulang
yang bertujuan untuk mengetahui
infiltrate ddalam paru. Apabila infitrat
dalam paru sudah tidak ada lagi maka
penderita dinyatakan sembuh dan sudah
Nsa menghentikan pemakaian obat
(Soedarsono,2006). Pasien TB Paru
yang telah dinyalakan sembuh
sebaiknya tetap dievaluasi minimal 2
tahun pertama setelah sembuh, agar
mengetahui ada atau tidaknya
9
kekambuhan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah BTA dahak dan
potho thorak (Soedarsono, 2006).
Pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan, kemudian permohonan izin
yang di peroleh di kirim ke Rumah
Sakit Umum Henna Medan. Kemudian
peneliti menentukan responden yang
memenuhi kriteria. Data yang telah
dikumpulkan di olah dengan cara:
Editing, untuk mengevaluasi
kelengkapan data yang telah terkumpul
lalu bila terdapat kesalahan dalam
pengumpulan data diperbaiki dan
dilakukan pendataan ulang terhadap
responden.Coding hasil jawaban dan
setiap pertanyaan dibuat dalam bentuk
kode (angka sesuai petunjuk).
Tabulating, untuk mempertahankan
analisa data, pengolahan dan
pengambilan kesimpulan, untuk hasil
pengumpulan dimasukkan ke dalam
tabel distribusi frekuensi. Instrumen
penelitian dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Pada bagian pertama
instrumen berisi data demografi
responden yang meliputi data nama,
umur, pendidikan, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat. Sedangkan kuesioner
yang pengetahuan penderita TB Paru
tentang regimen terapeutik TB
Paru.Yang terdiri dari 20 pertanyaan.
Penilaian menggunakan skala Guttman
yang bersifat tegas dengan memberikan
jawaban yang benar nilai 1 dan jawaban
yang salah nilainya 0 (Hidayat, 2007).
Analisa data dilakukan secara deskriptif
dengan mendiskriptifkan data yang
telah di kumpulkan. Untuk
memudahkan dalam analisa data
digunakan dalam tabel Jistribusi
frekuensi relatif.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Pengetahuan Responden berdasarkan Umur Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
mayoritas responden yang memiliki
pengetahuan baik pada umur 21-40
yaitu 8 orang (32%) sedangkan
minoritas yang memiliki pengetahuan
baik umur 61-80 tahun sebanyak 1
orang (4%). Menurut Imbalo, umur
adalah variabel yang diperhatikan dalam
penyelidikan Epidemiologi yang dicapai
seseorang dalam kehidupannya, maka
bila ditinjau dan faktor umur maka
semakin tinggi umur seseorang maka
akan semakin baik pula pengetahuan
yang diperoleh dan pengalaman
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data
yang diperoleh penulis maka hasil
penelitian tidak sesuai dengan pendapat
Imbalo yang mengatakan bahwa
semakin tinggi umur seseorang maka
10
semakin tinggi pula pengetahuan yang
dimilikinya, dikarenakan dan seluruh
responden yang didapat oleh penulis
terdapat lebih banyak responden yang
berumur 21-40 Tahun sebanyak 8 orang
(30%).
Karakteristik Pengetahuan
Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Berdasarkan Jenis kelamin didapatkan
bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan memiliki
pengetahuan baik sebanyak 7 orang
(28%) dan responden yang berjenis
kelamin laki-laki memiliki pengetahuan
baik sebanyak 6 orang (24%).
Karakteristik Pengetahuan Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan mayoritas
responden sebagai wiraswasta memiliki
pengetahuan baik sebanyak 5 orang
(20%) dan minoritas responden yang
bekerja sebagai IRT yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 1 orang
(4%). Menurut Imbalo pekerjaan adalah
kegiatan formal yang dilakukan oleh
seseorang guna dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, sesuai dengan
teori ini bahwa apabila seseorang
berinteraksi dengan orang lain, maka
pengetahuan yang dimiliki akan
bertambah. Berdasarkan data yang
diperoleh penulis maka hal ini sesuai
dengan pendapat Imbalo apabila
seseorang berintraksi dengan orang lain
maka pengetahuan yang dimiliki akan
bertambah.
Karakteristik Pengetahuan Responden Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan pendidikan mayoritas
Responden memiliki pengetahuan baik,
pada penguruan tinggi yaitu sebanyak 6
orang (24%) dan minoritas responden
pengetahuan baik pada SLTP sebanyak
1 orang (4%). Menurut Imbalo
pendidikan secara umum adalah segala
upaya individu, kelompok ataupun
masyarakat sehingga dapat melakukan
apa yang diharpkan oleh pelaku
pendidikan. Maka semakin tinggi
pendidikan yang diperoleh seseorang
maka akan semakin tinggi pula
pengetahuan yang dimilikinya. Dari
hasil yang diperoleh penulis maka
semakin tinggi pendidikan yang dicapai
seseorang maka akan semakin tinggi
pada pengetahuan yang dimilikinya.
Pengetahuan Responden Tentang Regimen Terapeutik TB Paru
Berdasarkan pengetahuan
responden bahwa dari 25 responden
terdapat 13 orang (52%)
11
berpengetahuan baik, 9 orang (36%)
berpengetahuan cukup dan 3 orang
(12%) berpengetahuan kurang. Menurut
penulis dari hasil penelitian sesuai
dengan pendapat Soerjono bahwa
pengetahuan adalah kesan didalam
pikiran manusia hasil pengguna panca
indranya yang diterapkan berdasarkan
buah pikiran dari setiap orang dengan
tujuan untuk lebih mengetahui dan
medalami segala segi kehidupan.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
mayoritas pengetahuan responden
tentang Regimen Terapeutik TB Paru
tergolong baik 13 orang (52%)
Saran
Disarankan kepada instansi Rumah
Sakit untuk lebih meningkatkan
penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien, khususnya tentang
Regimen Terapeutik TB Paru karena
masih ada 48 % pasien pengetahuan nya
kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul A Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan, Salemba Medika, Jakarta 2003
Arikunto, S. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Yogyakarta, 2005
Crofton J, dkk, Tuberkulosis Klinik, Widya Media, Jakarta 2002
____________, Ilmu Penyakit Paru, Widya Media, Jakarta, 2002
Imbalo, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, EGC Jakarta, 2007
Murniasih, E. 2010 Pengenalan Tuberkulosis Paru , Widya Media, Jakarta
Notoadmodjo, S. Pengantar Pedidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003
_____________. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2003
Setiadi Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2003
Soedarsono, Diagnosa dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru, Indah Offset, Jakarta, 2006
Soerjono, Sosioslogi Suatu Pengantar, PT.Raja Grafindo Persada Jakarta, 2001
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. penerbit Alfa Beta, bandung
Surya, Pengobatan Tuberkulosis Paru, Jakarta, Kawan Pustaka, 2008
12