Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PHILOSHOPY OF SCIENCE
DISUSUN OLEH :
DANIEL DA COSTA PINTO
PROGRAM DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS ILMU KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN, 2016
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
2
BAB I
FILSAFAT ILMU
1.1. SEJARAH FILSAFAT
1.1.1. Filsafat
Sejarah Filsafat ilmu tidak terlepas dari priodisasi sejarah terdahulu yaitu sejak dari
cara berpikir yang sangat sederhana hingga cara berfikir modern zaman kemajuan
ilmu pengetahuan komtemporer saat ini.
Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat, pada awal kelahirannya tidak
dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang muncul pada
masa peradaban Kuno (masa Yunani). Pada tahun 2000 SM, bangsa Babylon yang
hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah mengenal alat pengukur
berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, ternyata pembuatannya
menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya yang sudah
tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan
benda-benda langit, baik bintang, bulan, maupun matahari sehingga dapat
meramalkan gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka
pakai dewasa ini disebut astronomi. Di India dan China, saat itu telah ditemukan cara
pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).
1.1.2. Filsafat Masa Yunani
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
3
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban
manusia karena saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi
logo-sentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat
mengenal mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan
pelangi. Namun, ketika filsafat di perkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas.
Penelusuran filsafat Yunani dijelaskan dari asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau
paling tidak tahun 700 SM, di Yunani, Softhia diberi arti kebijaksanaan; Sophia berarti
juga kecakapan. Kata philoshopos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh
Heraklitos (480−540 SM). Sementara pada abad 500−580 SM, kata-kata tersebut
digunakan oleh Pithagoras Menurut Philosophos (ahli filsafat), harus mempunyai
pengetahuan luas sebagai pengenjawantahan daripada kecintaannya akan
kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum sophis dan
socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis
terhadap pengetahuan teoritis.
Philosopia adalah hasil dari perbuatan yang disebut Philosophein, sedangakan
philosophos adalah orang yang melakukan philosophien. Dari kata philosophia itulah
timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Perancis), philosophy (Inggris).
Dalam bahasa Indonesia disebut falsafat (Soerjabrata 1970 dalam Bakhtiar 2011).
1.1.3. Filsafat Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan maka filsafat atau pemikiran pada abad
pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya,pemikiran filsafat
abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu
didasarkan atas agama sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
4
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung,
didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri,
aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan tersebut akan mendorong perkembangan
pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas
dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu
dan agama, seperti Anselmus (1033–1109), Abaelardus (1079–1143), dan Thomas
Aquinas (1225–1274). Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik
Islam), muncul al-Kindi,al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan
Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850–1200. Pada masa
itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.
Akan tetapi, setelah jatuhnya Kerajaan Islam di Granada, Spanyol tahun 1492
mulailah kekuasaan politik barat menjarah ke timur. Suatu prestasi yang paling besar
dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini mereka
merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana menganggap
bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka
mengadakan perpaduan serta sinkretisme antara agama dan filsafat.
Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam
paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran
filsafat, terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari
abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa
peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme yang
berlangsung pada abad 15−16.
Munculnya Renaisance dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern.
Mulai zaman modern ini peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol sehingga
akibatnya pemikiran filsafat semakin dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu
sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan
yang dapat dicapai oleh akal manusia.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
5
1.1.4. Filsafat Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada
tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannnya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafat mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme
sebagai awal masa abad modern, di mana para ahli (filsuf) menjadi pelopor
perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor
perkembangan filsafat adalah para pemuka agama).
Pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi
metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya
pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan
alam menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam
berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai
tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene
Descartes (1596–1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan
suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dan ilmu pasti ke dalam
pemikiran filsafat.
Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai
kebenaran serta kenyataan yang jelas dan terang. Pada abad ke-18, perkembangan
pemikiran filsafat mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran
filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/sarana apa yang dipakai untuk
mencari kebenaran dan kenyataan.
Sebagai tokohnya adalah George Berkeley (1685–1753), David Hume (1711–1776),
dan Rousseau (1722–1778). Di Jerman, muncul Christian Wolft (1679–1754) dan
Immanuel Kant (1724–1804) yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
6
pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-
pengertian yang jelas dan bukti kuat (Amin 1987).
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada
saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan
pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat Inggris,
dan filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770−1831), Karl Marx
(1818−1883), August Comte (1798−1857), JS. Mill (1806–1873), John Dewey (1858–
1952).
Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini berakibat
tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi Giliran selanjutnya lahirlah
filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.
1.1.5. Filsafat Masa Kotemporer
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer yang
merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang
bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti
pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas saat ini banyak
bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak dipikirkan
secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna
ganda).
Oleh karena itu, timbulah filsafat analitika yang di dalamnya membahas tentang
cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah yang menimbulkan
kerancauan, sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di
dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat, para
ahli pikir menyebut sebagai logosentris.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
7
Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita
perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. Kemudian, pada tahun pertama abad ke-20
ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-
Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme,
dan Neo-Positivisme.
Aliran-aliran tersebut sampai sekarang hanya sedikit yang masih bertahan.
Sementara pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih
dapat memberikan corak pemikiran, seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, dan Kritikan Sosial.
Oleh karena itu sejarah dunia filsafat ilmu telah mengalami evolusi dan restrukturisasi
dari zaman ke zaman guna mencari sebuah kebenaran, namun sebuah nilai
kebenaran sangat sulit karena melalui proses, interprestasi dan metodologi barulah
nilai tersebut dapat berguna atau tidak berguna dalam kehidupan manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan filsafat ilmu dari zaman ke zaman di planet bumi
ini hanya dengang sebuah prinsip yaitu memberikan sesuatu yang realistis, konkrit,
rasio, dan logis kepada manusia, sehingga dalam dunia pengembangan pendidikan
dan ilmu pengetahuan dapat mengadakan revolusi dan inovasi yang bermutu dan
berkualitas dan handal guna memenuhi kepentingan orang banyak.
2.2 PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Pengertian Filsafat Ilmu dalam arti luas, yaitu mencakup permasalahan yang
menyangkut berbagai hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah seperti implikasi
ontologik-metafisik dan citra dunia yang bersifat ilmiah, tata susila yang menjadi
patokan dalam penyelenggaraan ilmu dan konsekuensi pragmatik-etik
penyelenggara ilmu.
Pengertian Filsafat Ilmu dalam arti sempit, yaitu menampung permasalahan
yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
8
yang menyangkut sifat dari pengetahuan ilmiah dan cara-cara mengusahakan serta
mencapai pengetahuan ilmiah.
Dan pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan
terminologi.
a. Filsafat secara etimologi
Secara etimologis istilah "filsafat" diambil dari bahasa Yunani yaitu Philo dan shopia.
Philo/Philein berarti cinta (love) dan Shopia berarti kebijaksana (wisdom). jadi, kata
philoshopia secara Etimologis istilah filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan (love
of wisdom) Orang-orang Yunani sebelum Phygoras mengartikan kata Sophio sebagai
kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan, Kemudian kata "filsafat"
Masuk dalam bahasa Arab menjadi "falsafah", dan kemudian menjadi philosophy
"dalam bahasa Inggris, phiolosophla dari Bahasa latin dan philosophie dari bahasa
Jerman, Belanda dan Perancis (Fu'ad Farid Isma'il, Abdul Hamid Mutawalli, 2012
18-19).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yaitu
pengetahuan dan penyeledikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada
sebab asal dan hukumnya.
Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat pada
waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini
dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf lainnya.
b. Filsafat secara terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan
batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran penulis hanya memilih
6 referensia pengertian filsafat ilmu menurut para ahli dan pakar terdahulu adalah sebagai
berikut :
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
9
1. Robert John Ackermann adalah professor
filsafat kelahiran Ohio Amerika Serikat, Peraih gelar
Ph.D. dari Michigan State University di tahun 1960;
mendifinisikan bahwa Philosophy of science in one
aspect as a critique of current scientific opinions by
comparison to proven past views, but such a
philosophy of science is clearly not a discipline
autonomous of actual scientific practice” Filsafat
ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah terkini
dengan perbandingan terhadap pandangan yang terbukti di masa lampau, namun
filsafat ilmu bukanlah suatu disiplin otonom praktek ilmiah aktual
2. Lewis White Beck adalah seorang pakar
filsafat asal Amerika Serikat. Ia terkenal
sebagai profesor bidang filsafat moral
intelektual di Universitas Rochester.
Menurutnya, “Philosophy of science questions
and evaluates the methods of scientific
thinking and tries to determine the value and
significance of scientific enterprise as a
whole.” “Filsafat ilmu adalah membahas dan
mengevaluasi metode pemikiran ilmiah dan mencoba untuk menentukan nilai dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu kesatuan.”
3. Abram Cornelius Benjamin adalah ahli filsafat kelahirn
Michigan, Amerika Serikat pada 25 August 1897. Pakar ini
berpendapat kalau filsafat itu adalah “That philosopic
disipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and
presuppositions, and its place in the general scheme of
intellectual discipines” Artinya, “Cabang pengetahuan
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
10
filsafat yang merupakan studi sistematis mengenai ilmu, khususnya metode, konsep
dan praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual”
4. Michael Victor Berry menjelaskan kalau filsafat
ilmu adalah “The study of the inner logic if scientific
theories, and the relations between experiment and
theory, i.e. of scientific methods”.
Filsafat ilmu adalah “studi tentang logika internal dari
teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara
percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.”
5. May Brodbeck, seorang pakar filsafat ilmu asal
Amerika Serikat yang hidup dari tahun 1917 sampai
1983 mendefinisikan “Philosophy of science is the
ethically and philosophically neutral analysis,
description, and clarifications of science.”
“Filsafat ilmu adalah analisis, deskripsi dan
klarifikasi ilmu yang netral secara etis dan filosofis.”
6. George Washington pernah berpendapat
“Philosophy of science is a part of philosophy, which
attempts to do for science what philosophy in general
does for the whole of human experience. Philosophy does
two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories
about man and the universe, and offers them as grounds
for belief and action; on the other, it examines critically
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
11
everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own
theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.”
“Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat, yang bertindak secara sains yang filsafat
lakukan untuk menelaah pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di
satu sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak,
filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan dapat
menghilangkan ketidakkonsistenan dan kekeliruan.”
1.3. TUJUAN FILSAFAT ILMU
Tujuan dalam mempelajari filsafat ilmu adalah sebagai :
1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami
sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu diberbagai bidang
sehingga kita mendapatkan gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
3. Menjadi pedoman para insan akademis di perguruan tinggi dalam mendalami studi
diperguruan tinggi, terutama persoalan yang ilmiah dan yang non ilmiah.
1.4. MANFAAT FILSAFAT ILMU
1. Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
2. Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
3. Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap
bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
4. Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut
pandang lain di luar bidang ilmunya.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
12
1.5. RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Ruang lingkup filsafat ilmu berdasar pendapat beberapa ilmuan adalah seperti berikut ini :
1. Cornelius Benyamin merumuskan filsafat ilmu ke dalam tiga, yaitu :
a, Telaah mengenai metode ilmu; telaah ini banyak menyangkut logika da teori
pengetahuan dan teori umum tentang tanda.
b. Penjelasan mengenai konsep dasar; dan pangkal pendirian ilmu,
c. Landasan-;andasan empiris, rasional atau pragmatis yang menjadi
tumpuannya.
2. Edward Madden, merumuskan lingkup filsafat ilmu kedalam tiga bidang yaitu :
probabilitas, induksi, dan hipotesis
3. Ernes Nagel, rumusan ruang lingkup filsafat ilmu ke dalam tiga bidang kajian
yaitu pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu, pembentukan
konsep ilmiah dan pembuktian keabsahan kesimpulan sifat ilmiah.
Dengan memperhatikan pendapat para ahli diatas maka dapat diambil
kesimpulan ruang lingkup filsafat ilmu mencakup dua pokok bahasan utama
yaitu :
1. Membahas sifat-sifat pengetahuan ilmiah (epistimologi) dan menelaah
cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah (metodologi) sehingga
filsafat ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu filsafat
ilmu umum yang mencakup kajian tentang persoalan kesatuan,
keseragaman, serta hubungan diantara segenap ilmu;
2. Membahas filsafat ilmu khusus, yaitu kajian filsafat ilmu yang membicarakan
kategori-kategori serta metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu seperti
kelompok ilmu alam, kelompok ilmu sosial, dan kelompok ilmu teknik dan
sebagainya.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
13
BAB II
LANDASAN BERPIKIR FILSAFAT
ILMU DAN PENGETAHUAN
2.1. Landasan Berpikir
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafah
adalah :
1. Keheranan;
2. Kesangsian;
3. Kesadaran akan keterbatasan karena merasa dirinya sangat kecil, sering
menderita, dan sering mengalami kegagalan. Hal ini mendorong pemikiran
bahwa di luar manusia yang terbatas, pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
2.2. Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “alima” dan berarti pengetahuan. Pemakaian kata
ini dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah “science”. Science berasal
dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan.
Ilmu adalah pengetahuan. Namun, ada berbagai macam pengetahuan. Dengan
“pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang pasti, eksak, dan betul-betul
terorganisir. Jadi, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan tersusun baik.
Apa isi pengetahuan ilmu itu? Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis, teori, dan
dalil hukum. Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha
mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit
atau belum cukup, ilmuwan membina hipotesis. Hipotesis ialah dugaan pikiran
berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi arah pada penelitian dalam
menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan pada
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
14
hipotesis. Apabila data itu mensahihkan (valid)/menerima hipotesis, hipotesis menjadi
tesis atau hipotesis menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang umum, menjadi
dalil ia dan bila teori memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap, ia akan
menjadi hukum.
Berikut ini macam-macam jenis ilmu.
1. Ilmu praktis, ia tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstraksi, tidak
hanya terhenti pada suatu teori, tetapi juga menuju kepada dunia kenyataan. Ia
mempelajari hubungan sebab-akibat untuk diterapkan dalam alam kenyataan.
2. Ilmu praktis normatif, ia memberi ukuran-ukuran (kriterium) dan normanorma.
3. Ilmu proktis positif, ia memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus
daripada ilmu praktis normatif. Norma yang dikaji ialah bagaimana membuat
sesuatu atau tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil tertentu.
4. Ilmu spekulatif ideografis, yang tujuannya mengkaji kebenaran objek dalam
wujud nyata dalam ruang dan waktu tertentu.
5. Ilmu spekulatif nomotetis, bertujuan mendapatkan hukum umum atau
generalisasi substantif.
6. Ilmu spekulatif teoretis, bertujuan memahami kausalitas. Tujuannya
memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa tertentu.
lmu secara factual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah
dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi- teknologi
keilmuan. Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah
mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.
Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus
revolusi genetika dan tehnik perubahan sosial.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
15
2.3. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
“knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan
beberapa definisi tentang pengetahuan.
Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil
pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti,
dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian,
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan
kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau
tidak benar adalah kontradiksi.
Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan
maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki pengetahuan dan kebenaran.
Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada
empat. Yaitu :
1. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan
istilah common sense, sering diartikan dengan Good sense karena seseorang
memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya
sesuatu itu merah karena memang itu merah, benda itu panas karena memang
dirasakan panas dan sebagainya.
2. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science yang pada
prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
16
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan
dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti menggunakan berbagai metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.
Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi,eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan
menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral dalam arti
tidak dipengaruhi olehsesuatu yang bersifat kedirian karena dimulai dengan
fakta.
3. Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang
kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada
universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu
bidang pengetahuan yang sempit, filsafat membahas hal yang lebih luas dan
mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis
sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar
kembali.
4. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh para pemeluknya.
2.4. Sumber Ilmu Pengetahuan
Sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai asal. Sebagai
contoh, sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan
demikian, sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, pengetahuan dan ilmu
pengetahuan tidak dibedakan karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat
sumber ilmu pengetahuan.Sumber utama ilmu pengetahuan sebagai berikut. :
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
17
1.2.1 Rasionalisme
Paham rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia
adalah rasio. Jadi, dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio, mustahil manusia dapat
memperoleh ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir.
Oleh karena itu, berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Manusia
yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia
itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuanlah manusia berbuat dan menentukan tindakannya
sehingga nanti ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai
dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.
Tokoh-tokohnya ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun
pada hakikatnya akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para
filsuf klasik misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya.
Namun demikian, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata
sehingga proses pemerolehan pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan
dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.
1.3.2 Empirisme
Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu emperia
yang artinya pengalaman. Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke,
Berkeley, dan yang terpenting adalah David Hume.
Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai
sumber pengetahuan, empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan, baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
18
Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman indrawi sebagai permulaan
segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan
(kalkulus), yaitu penggabungan data-data indrawi yang sama dengan cara yang
berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan system
materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar
hukum mekanisme. Atas pandangan ini, ajaran Hobbes merupakan system
materialistis pertama dalam sejarah filsafat modern.
Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh Jhon Locke.
Penerapan tersebut terhadap masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan.
Langkah yang utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori emperisme
seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme
Descartes.
Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme. Ia menentang teori
rasionalisme mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai
bawaan manusia. Menurutnya, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan
tidak lebih dari itu dan akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu
didapat. Akal tidak bisa memperoleh pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak
lain hanyalah seperti kertas putih yang kosong, ia hanyalah menerima segala
sesuatu yang datang dari pengalaman.
Locke tidak membedakan antara pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali,
satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena adanya
pengalaman lahiriah dan karena pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah
berkaitan dengan hal-hal yang berada di luar kita. Sementara pengalahan
batiniah berkaitan dengan halhal yang ada dalam diri/psikis manusia itu sendiri.
Dr. Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau
sesuatu dari mana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang
berbeda-beda sifat dasarnya.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
19
Karena sumber pengetahuan adalah alat maka Ia menyebut indra, akal, dan hati
sebagai sumber pengetahuan. Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda.
Menurutnya, sumber pengetahuan merupakan alat untuk memperoleh ilmu
pengetahuan.
Dengan istilah yang berbeda, Ia menyebutkan empat macam sumber
pengetahuan, yaitu emperisme, rasionalisme, intuisi, dan wahyu. Begitu juga
dengan Jujun Surya Sumantri, Ia menyebutkan empat sumber pengetahuan
tersebut.
Sementara John Hospers dalam bukunya yang berjudul An Intruction to
Filosofical Analysis, sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo menyebutkan
beberapa alat untuk memperoleh pengetahuan, antara lain pengalaman indra,
nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan keyakinan. Sumber ilmu pengetahuan
secara detail dikemukakan oleh John Hospers dalam Kebung (2011: 43−45)
seperti berikut.
1. Pengalaman indrawi atau sense-experince,
Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman manusia dalam
kehidupan nyata yang berhubungan dengan pemanfaatan alat indra
manusia. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada John Locke
(1632−1704) mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa
pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa, seperti kertas putih yang
belum ternoda. Pengalaman indrawinya mengisi catatan harian jiwa hingga
menjadi pengetahuan yang sederhana sampai begitu kompleks dan
menjadi pengetahuan yang cukup berarti.
Selain John Locke, ada juga David Hume (1711−1776) yang mengatakan
bahwa manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apaapa.
Manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengamatannya yang
memberikan dua hal, kesan (impression), dan pengertian atau ide (idea).
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
20
Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman,
seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar. Sementara ide adalah
gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan merenungkan
kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari
pengalaman.
Gejala alam menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan
pancaindra dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan
mengenai suatu kejadian, seperti langit yang mendung dan biasanya diikuti
oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori
ini, akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep gagasan indrawi
dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal juga
sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil
pengindraan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan hubungan urutan-
urutan peristiwa tersebut.
Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman indrawi sebagai
sumber pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indra bukanlah
pengetahuan yang benar. Walaupun demikian, ternyata indra mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain pertama, keterbatasan indra, seperti
kasus semakin jauh objek, semakin kecil ia penampakannya. Kasus
tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil atau kecil.
Kedua, indra menipu. Penipuan indra terdapat pada orang yang sakit.
Misalnya, penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit, dan
udara yang panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu, seperti
pada ilusi dan fatamorgana. Keempat, objek dan indra yang menipu.
Penglihatan kita kepada kerbau atau gajah. Jika kita memandang
keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan
ekornya tidak kelihatan dan kedua binatang itu tidak bisa menunjukkan
seluruh tubuhnya. Kelemahan pengalaman indra sebagai sumber
pengetahuan maka lahirlah sumber kedua, yaitu rasionalisme.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
21
2. Penalaran atau reasoning
Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses penalaran manusia
menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan cara mempertentangkan
pernyataan yang ada dengan pernyataan baru. Kebenaran dari hasil
kontradiksi keduanya merupakan ilmu pengetahuan baru. Rene Descartes
(1596−1650) dipandang sebagai bapak rasionalisme.
Rasionalisme tidak menganggap pengalaman indra (empiris) sebagai
sumber pengetahuan, tetapi akal (rasio). Kelemahan-kelemahan pada
pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indra dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi indra hanyalah sebagai perangsang agar akal berpikir
dan menemukan kebenaran/pengetahuan.
Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indra, mengolahnya dan
menyusunnya hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam
penyusunan ini, akal menggunakan konsep rasional atau ide-ide universal.
Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat
universal serta merupakan abstraksi dari benda-benda konkret. Selain
menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indra, akal juga
mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indra, yaitu
pengetahuan yang bersifat abstrak, seperti pengetahuan tentang
hukum/aturan yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk.
Hukum ini ada dan logis, tetapi tidak empiris. Meskipun rasionalisme
mengkritik emprisme dengan pengalaman indranya, rasionalisme dengan
akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal
tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang
dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial karena akal
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
22
hanya dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya
memahami bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.
Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan
sehingga melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte
(1798−1857) dan Iammanuel Kant (1724−1804). Ia telah melahirkan
metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan ilmiah dan telah
menyumbangkan jasanya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Menurut paham ini, indra sangat penting untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, tetapi indra harus dipertajam dengan eksperimen yang
menggunakan ukuran pasti. Misalnya, panas diukur dengan derajat panas,
berat diukur dengan timbangan, dan jauh dengan meteran.
3. Otoritas atau authority
Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah kewibawaan kekuasaan yang
diakui oleh anggota kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan kebenarannya ini tidak perlu diuji lagi.
4. Intuisi atau instuition.
Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan manusia yang
memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan kejiwaannya. Ilmu
pengetahuan yang bersumber dari intuisi tidak dapat dibuktikan secara
nyata merta melainkan melalui proses yang panjang dan tentu dengan
memanfaatkan intuisi manusia.
Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme dilontarkan oleh
Hendry Bergson (1859−1941). Menurutnya bukan hanya indra yang terbatas,
akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indra dan
akal hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya
pada objek tersebut. Dengan memahami keterbatasan indra, akal, serta
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
23
objeknya, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang
dinamakannya intuisi.
Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap, dan
menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus
berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu
objek.
Lebih lanjut, Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak
dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah
pengetahuan simbolis. Intuisi dan analisis bisa bekerja sama dan saling
membantu dalam menemukan kebenaran. Namun, intuisi sendiri tidak dapat
digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.
Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu?
Pengertian adil akan berbeda bergantung akal manusia yang memahami. Adil
bisa muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim, dan dari jaksa. Adil
mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini,
intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.
5. Wahyu atau revelation.
Ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi melalui para nabi dan
utusan-Nya demi kepentingan umat. Dasar penerimaan kebenarannya adalah
kepercayaan terhadap sumber wahyu itu sendiri. Dari kepercayaan ini
munculah apa yang disebut dengan keyakinan.
Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang di kalangan
agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan
tanpa mengusahakannnya.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
24
Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang
mendapat wahyu. Wahyu Allah berisikan pengetahuan yang baik mengenai
kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta, dan juga pengetahuan
transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam
semesta dan kehidupan di akhirat nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak
menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.
6. Keyakinan atau faith
Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sebuah keyakinan yang kuat.
Keyakinan yang telah berakar dalam diri manusia atas kebenaran wahyu Ilahi
dan pembawa berita Wahyu Ilahi tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak perlu diuji
kebenarannya.
Jadi Filsafat ilmu adalah Pengetahuan logis dan tidak empiris, dan filfasat ini
sendiri terdiri atas tiga cabang besar yaitu ontology, Epistomologi dan aksiologi.
Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan yang mana Ontologi
akan membicarakan hakikat (segala sesuatu), Epistimologi membicarakan cara
memperoleh pengetahuan, dan Aksiologi membicarakan guna pengetahuan.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
25
BAB III
LANDASAN FILSAFAT ILMU
3.1. ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara
penampakan dengan kenyataan.
Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan
bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
Pembicaraan mengenai hakikat sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang
mungkin ada. Hakikat ada adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara
atau berubah-ubah.
Secara ringkas Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Ontologi
juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas
lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik
maupun metafisik.
Sedangkan Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu
yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan
benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam
pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, seperti
Monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisime.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
26
Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa”
yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu
mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
On/ontos/being yang artinya ada, dan Logos/logic adalah ilmu.
Jadi, ontologi adalah The Theory of Being Qua Being (teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan).atau ilmu tentang hakikat yang ada. Menurut istilah, ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Kenyataan yg
asas, baik yang berbentuk jasmani / konkret, maupun rohani / abstrak.
3.1.1 Bidang Kajian Ontologi
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M
yang menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya, Christian Wolff (1679 – 1754 M) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai
istilah lain dari ontologi. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi,
psikologi dan teologi.
Objek kajian ontologi adalah hakikat seluruh kenyataan. Yang nantinya, objek ini
melahirkan pandangan-pandangan (point of view) / aliran-aliran pemikiran dalam kajian
ontologi antara lain: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme.
3.1.2. Pandangan Pokok Pemikiran Ontologi
3.1.2.1. Monoisme
Monoisme adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu
hanyalah satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani
(spirit, ruh). Monoisme menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi
ataupun rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
27
1). Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan.
Aliran ini sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam,
sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri. Anaximander (585-525 SM). Dia
berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara
merupakan sumber dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini
sering dikaitkan dengan teori Atomisme.
Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut
unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang
terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom. Demokritos (460-370 SM). Ia
berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak
jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang
merupkan asal kejadian alam.
2). Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak
tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia
berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan
bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik
akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348
SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
28
idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
3.1.2.2. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan
roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai
bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia
kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya
Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima Philosophia (1641).
Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal dengan
Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping
Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried
Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
3.1.2.3. Pluralisme
Pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles
yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4
unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
29
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal
sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of
Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang
mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh
pengalaman berikutnya.
3.1.2.4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya
yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak
dapat diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya:
Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M),
dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas
manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
3.1.2.5. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari
bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya
know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri
sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini seperti Filsafat Eksistensinya Soren Kierkegaar (1813-1855 M),
yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme yang
menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum,
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
30
tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan
ke dalam sesuatu orang lain.
Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang
mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya
manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean
Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu
menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre
(akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat
benda, baik materi maupun rohani.
2.1.3. Aspek Ontologi
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada
dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai
dengan akal manusia.
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan
c. Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung
uraian yang bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang,
melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
31
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di
mana saja.
Dengan uraian diatas maka manfaat ontology adalah dapat membantu untuk
mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada, dan
membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.
Jadi, penulis dapat disimpulakan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan
kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif
filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme,
pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan
paham ontologi yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita
masing-masing tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. ( what’s being )
2.1.4. Aspek Epistemologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk
membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem
filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan yang tidak mudah
dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka
memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan
pengertian yang berbeda-beda.
Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu
konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya,
pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian
(definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam
konsep tersebut. Hal ini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan
konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
32
persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu
sendiri.
Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses
belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar,
cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap
substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan
selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam
definisi.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi,
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti
pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistomologi secara
etimologis berarti teori pengetahuan (Rizal 2001: 16).. Epistemologi dapat didefinisikan
sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan
sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”?
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?;
2. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?;
3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen
Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Pengertian epistemologi diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. adalah cabang filsafat
yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang
membahas tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu
pengetahuan”. Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
33
kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua
pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.
Bertolak dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya kita perlu memerinci
aspek-aspek yang menjadi cakupannya atau ruang lingkupnya. Sebenarnya masing-
masing definisi diatas telah memberi pemahaman tentang ruang lingkup epistemologi
sekaligus, karena definisi-definisi itu tampaknya didasarkan pada rincian aspek-aspek
yang tercakup dalam lingkup epistemologi daripada aspek-aspek lainnya, seperti
proses maupun tujuan. Akan tetapi, ada baiknya dikemukakan pernyataan-pernyataan
lain yang mencoba menguraikan ruang lingkup epistemologi, sebab pernyataan-
pernyataan ini akan membantu pemahaman secara makin komprehensif dan utuh
(holistik) mengenai ruang lingkup pemabahasan epistemologi.
Jadi meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi cakupannya luas
sekali. Jika kita memadukan rincian aspek-aspek epistemologi, sebagaimana diuraikan
tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi, hakikat, keaslian, sumber, struktur,
metode, validias, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat,
pertanggungjawaban dan skope pengetahuan.
Maka pada dasarnya, manusia ingin mencapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui
sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1) Kakikat itu ada dan nyata;
2) Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3) Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami; serta
4) Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu.
Dalam Filsafat ilmu pada landasan epistomologi Terdapat empat persoalan pokok yang
sangat mendasar yaitu:
1. Apakah sumber-sumber pengetahuan?, Dari manakah pengetahuan yang benar itu
datang?
2. Apakah watak dari pengetahuan?
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
34
3. Adakah dunia yang real di luar akal dan kalau ada dapatkah kita mengatahui? Ini
adalah problem penampilan (appearance) terhadap realitas.
4. Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita membedakan
kebenaran dan kekeliruan? Ini adalah persoalan menguji kebenaran.
(verivication) (Titus 1984: 20−21 dalam Kaelan 1991: 27−28).
3.1.4.1 Landasan Epistemologi
Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan
pengetahuan, sebab ia merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi
mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Bangunan pengetahuan bagaikan
bangunan rumah, sedangkan landasan bagaikan fundamennya. Kekuatan bangunan
rumah bisa diandalkan berdasarkan kekuatan fundamennya. Demikian juga dengan
epistemologi, akan dipengaruhi atau tergantung landasannya.
Di dalam filsafat pengetahuan, semuanya tergantung pada titik tolaknya.
Sedangkan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang
dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu
yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan
penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang
sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Begitu pentingnya fungsi metode ilmiah dalam sains, sehingga banyak pakar yang
sangat kuat berpegang teguh pada metode dan cenderung kaku dalam
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
35
menerapkannya, seakan-akan mereka menganut motto: tak ada sains tanpa metode;
akhirnya berkembang menjadi: sains adalah metode. Sikap ini mencerminkan bahwa
mereka berlebihan dalam menilai begitu tinggi terhadap metode ilmiah, tanpa
menyadari semuanya yang hanya sekedar salah satu sarana dari sains untuk
mengukuhkan objektivitas dalam memahami sesuatu. Sesungguhnya sikap berlebihan
itu memang riil, tetapi terlepas dari sikap tersebut yang seharusnya tidak perlu terjadi,
yang jelas dalam kenyataanya metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam
menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Disini perlu dibedakan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan (ilmu).
Pengetahuan adalah pengalaman atau pengetahuan sehari-hari yang masih
berserakan, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diatur
berdasarkan metode ilmiah, sehingga timbul sifat-sifat atau ciri-cirinya; sistematis,
objektif, logis dan empiris.
3.1.4.2 Hubungan Epistemologi, Metode dan Metodologi
Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks
epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya, antara metode, metodologi dan
epistemologi.
Hal ini perlu penegasan, mengingat dalam kehidupan sehari-hari sering dikacaukan
antara metode dengan metodologi dan bahkan dengan epistemologi. Untuk mengetahui
peta masing-masing dari ketiga istilah ini, tampaknya perlu memahami terlebih dahulu
makna metode dan metodologi. “Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut
metode, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu
yang sedang dikaji”.
Lebih jauh lagi Peter R.Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis”.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
36
Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan
dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah
ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui
sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, maka
metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual terhadap prosedur tersebut.
Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan upaya membahas permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan metode.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara
epistemologi, metodologi dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan
dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik.
Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak
bisa dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi
mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode.
Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi
merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun epistemologi
merupakan bagian dari filsafat.
Posisi masing-masing istilah ini, seperti lingkaran besar yang melingkari lingkaran kecil,
dan dalam lingkaran kecil masih terdapat lingkaran yang lebih kecil lagi. Lingkaran
besar disini diumpamakan filsafat, lingkaran kecil berupa epistemologi, dan lingkaran
yang lebih kecil kecuali berupa metodologi. Ini berarti bahwa filsafat mencakup bahasan
epistemologi, tetapi bahasan filsafat tidak hanya epistemologi karena masih ada
bahasan lain, yaitu ontologi dan aksiologi.
Demikian juga epistemologi mencakup bahasan metode (metodologi), namun bahasan
epistemologi bukan hanya metode semata-mata, karena ada bahasan lain, seperti:
hakikat, sumber, struktur, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran dan dasar
pengetahuan. Untuk lebih jelas lagi perlu dibedakan adanya metode pengetahuan dan
metode penelitian, kendatipun tidak bisa dipisahkan. Metode pengetahuan berada
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
37
dalam dataran filosofis-teoritis, sedangkan metode penelitian berada dalam dataran
teknis.
Metode penelitian secara ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific
method adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis, empiris,
dan terkontrol. Langkah-langkah metode ilmiah adalah :
1. Merumuskan masalah
Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya
masalah. Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat
tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang
yang melakukan metode ilmiah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya,
menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya.
Perumusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan
sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya sendiri belum
dirumuskan?
2. Merumuskan Hipotesa
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih
memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam metode
ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sangat penting.
Rumusan hipotesis yang jelas dapat membantu mengarahkan pada proses
selanjutnya dalam metode ilmiah. Sering kali pada saat melakukan penelitian,
seorang peneliti merasa semua data sangat penting.
Oleh karena itu, melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti
untuk mengumpulkan data yang benarbenar dibutuhkannya. Hal ini disebabkan
berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
38
3. Mengumpulkan data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapantahapan
sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan.
Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan
data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya.
Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah sebab berkaitan
dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan
bergantung pada data yang dikumpulkan.
4. Menguji Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan.
Berpikir ilmiah pada hakikatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis.
Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau
menyalahkan hipotesis, tetapi menerima atau menolak hipotesis tersebut.
Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih
dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang
tetapkan maka akan semakin tinggi pula derajat kepercayaan terhadap hasil suatu
penelitian. Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan ambang
batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri.
5. Merumuskan kesimpulan
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah
kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan harus sesuai dengan
masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam
bentuk kalimat deklaratif secara singkat, tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
39
menulis data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun
dianggap cukup penting.
Hal ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang
dianggapnya penting, meski pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan
masalah yang diajukannya.
Dari langkah-langaka metodologi tersebut diatas perlu memperoleh pengetahuan
yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain sehingga dapat
terinspirasi di dalam dunia filsafat, oleh karena itu perlu kita mengetahui beberapa
penegertian sebagai berikut :
a. Metode indukatif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut suatu
pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif,
suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataanpernyataan
tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang
sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
David Hume (1711−1776) telah membangkitkan pertanyaan mengenai induksi yang
membingungkan para filsuf dari zamannya sampai sekarang. Menurut Hume,
pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya,
secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan maka akan dipergunakan hal-hal
lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang,
bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi akan
mengembang. Dari contoh tersebut bisa diketahui bahwa induksi tersebut
memberikan suatu pengetahuan yang tersebut juga dengan pengetahuan sintetik.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
40
b. Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara
kesimpulankesimpulan itu sendiri.
Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan
ada pengujian teori dengan jelas menerapkan secara empiris kesimpulan-
kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. Popper tidak pernah menganggap
bahwa kita dapat membuktikan kebenaran-kebenaran teori dari kebenaran
pernyataan-pernyataan yang bersifat tunggal. Tidak pernah ia menganggap bahwa
berkat kesimpulan-kesimpulan yang telah diverifikasikan, teori-teori dapat dilakukan
sebagai benar atau bahkan hanya mungkin benar, contoh: jika penawaran besar ni
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah
segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian, metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi pada bidang gejala-gejala saja. Menurut
Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis,
metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa di balik
segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak,
yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam
dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala. Pada tahap ini, usaha mencapai
pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tak
berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir seluruh alam;
melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan
hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan
pengamatan dan penggunaan akal.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
41
d. Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal menusia untuk
memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda
harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi,
pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi
seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.
Intuitif yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran,
Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan
Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang
diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk
mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan.
e. Metode dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh socrates. Namun Palto mengartikan diskusi
logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
42
Kerangka Konsep Metode Ilmiah Secara Epistomologi
Kerangka teori merupakan Kerangka pikir untuk mencari jawaban terhadap pertayaan penelitian Mendeskripsikan hubungan logis Konsep-konsep atau variabel-rariabel kunci
Metode penelitian membutuhkan kejelasan dan ketepatan jenis dan tempat rnendapatkan data. teknik untuk mendapatkan data. dan cala menganalisis serta menarik kesimpulan
SDM
Perencanaan Penelitian
Keuangan
Material
Fasilitas
Instrument
Fasilitas
Fasilitas
Fasilitas
Pelaksanaan Penelitian
UJi Hipotesis
diterima atau ditolak
Menjawab Rumusan Masalah
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
43
Dalam filsafat, istilah metodologi berkaitan dengan praktek epistemologi. Secara lebih
khusus, problem penyelidikan ilmiah yang secara filosofis menjadi kajian utama cabang
epistemologi yang berkaitan dengan problem metodologi juga berkaitan dengan
rancangan tata pikir, apa yang benar dan dapat dipergunakan sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan. Kemudian berbicara tentang metodologi yang berarti
berbicara tentang cara-cara atau metode-metode yang digunakan oleh manusia untuk
mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran, baik dalam aspek parsial atau
total.
Lebih jelas lagi, bahwa seseorang yang sedang mempertimbangkan penggunaan dan
penerapan metode untuk memperoleh pengetahuan, maka dia harus mengacu pada
metodologi, mengingat pembahasan tentang seluk-beluk metode itu ada pada
metodologi. Metodologi inilah yang memberikan penjelasan-penjelasan konseptual dan
teoritis terhadap metode.
3.1.4.3 Hakikat Epistemologi
Pembahasan tentang hakikat, lagi-lagi terasa sulit, karena kita tidak bisa
menangkapnya, kecuali ciri-cirinya. Apalagi hakikat epistemologi, tentu lebih sulit lagi.
Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-
cabangnya yang pokok, mengidentifikasikan sumber-sumbernya dan menetapkan
batas-batasnya. “Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui” adalah
masalah-masalah sentral epistemologi, tetapi masalah-masalah ini bukanlah semata-
mata masalah-masalah filsafat.
Pandangan yang lebih ekstrim lagi menurut Kelompok Wina, bidang epistemologi
bukanlah lapangan filsafat, melainkan termasuk dalam kajian psikologi. Sebab
epistemologi itu berkenaan dengan pekerjaan pikiran manusia, the workings of human
mind. Tampaknya Kelompok Wina melihat sepintas terhadap cara kerja ilmiah dalam
epistemologi yang memang berkaitan dengan pekerjaan pikiran manusia. Cara
pandang demikian akan berimplikasi secara luas dalam menghilangkan spesifikasi-
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
44
spesifikasi keilmuan. Tidak ada satu pun aspek filsafat yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan pikiran manusia, karena filsafat mengedepankan upaya pendayagunaan
pikiran. Kemudian jika diingat, bahwa filsafat adalah landasan dalam menumbuhkan
disiplin ilmu, maka seluruh disiplin ilmu selalu berhubungan dengan pekerjaan pikiran
manusia, terutama pada saat proses aplikasi metode deduktif yang penuh penjelasan
dari hasil pemikiran yang dapat diterima akal sehat. Ini berarti tidak ada disiplin ilmu
lain, kecuali psikologi, padahal realitasnya banyak sekali.
Oleh karena itu, epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak
merupakan ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat
sebagai objek penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk
mendapatkan pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh
melalui perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.
Perbedaaan padangan tentang eksistensi epistemologi ini agaknya bisa dijadikan
pertimbangan untuk membenarkan Stanley M. Honer dan Thomas C.Hunt yang menilai,
epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi. Sejak semula,
epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit,
sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentang
seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh
disingkirkan darinya. Selain itu, pengetahaun merupakan hal yang sangat abstrak dan
jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, epistemologi atau teori mengenai ilmu pengetahuan itu adalah inti sentral
setiap pandangan dunia. Ia merupakan parameter yang bisa memetakan, apa yang
mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya; apa yang mungkin
diketahui dan harus diketahui; apa yang mungkin diketahui tetapi lebih baik tidak usah
diketahui; dan apa yang sama sekali tidak mungkin diketahui. Epistemologi dengan
demikian bisa dijadikan sebagai penyaring atau filter terhadap objek-objek
pengetahuan.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
45
Tidak semua objek mesti dijelajahi oleh pengetahuan manusia. Ada objek-objek tertentu
yang manfaatnya kecil dan madaratnya lebih besar, sehingga tidak perlu diketahui,
meskipun memungkinkan untuk diketahui. Ada juga objek yang benar-benar merupakan
misteri, sehingga tidak mungkin bisa diketahui.
Epistemologi ini juga bisa menentukan cara dan arah berpikir manusia. Seseorang yang
senantiasa condong menjelaskan sesuatu dengan bertolak dari teori yang bersifat
umum menuju detail-detailnya, berarti dia menggunakan pendekatan deduktif.
Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik
kesimpulan secara umum, berarti dia menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya
seseorang selalu mengarahkan pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada
yang hanya berpikir berdasarkan pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula
seseorang yang berpikir dengan kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa
lampau yang telah dilalui.
Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang. Kita terkadang
menemukan seseorang beraktivitas dengan serba strategis, sebab jangkauan
berpikirnya adalah masa depan. Tetapi terkadang kita jumpai seseorang dalam
melakukan sesuatu sesungguhnya sia-sia, karena jangkauan berpikirnya yang amat
pendek, jika dilihat dari kepentingan jangka panjang, maka tindakannya itu justru
merugikan.
Pada bagian lain dikatakan, bahwa epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan
gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara
berpikir tersebut digabungan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan
kebenaran, sebab secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia
dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itu, epistemologi adalah
usaha untuk menafsir dan membuktikan keyakinan bahwa kita mengetahuan kenyataan
yang lain dari diri sendiri. Usaha menafsirkan adalah aplikasi berpikir rasional,
sedangkan usaha untuk membuktikan adalah aplikasi berpikir empiris.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
46
Hal ini juga bisa dikatakan, bahwa usaha menafsirkan berkaitan dengan deduksi,
sedangkan usah membuktikan berkaitan dengan induksi. Gabungan kedua macaram
cara berpikir tersebut disebut metode ilmiah.
Jika metode ilmiah sebagai hakikat epistemologi, maka menimbulkan pemahaman,
bahwa di satu sisi terjadi kerancuan antara hakikat dan landasan dari epistemologi yang
sama-sama berupa metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme, atau
deduktif dengan induktif), dan di sisi lain berarti hakikat epistemologi itu bertumpu
pada landasannya, karena lebih mencerminkan esensi dari epistemologi. Dua macam
pemahaman ini merupakan sinyalemen bahwa epistemologi itu memang rumit sekali,
sehingga selalu membutuhkan kajian-kajian yang dilakukan secara berkesinambungan
dan serius.
3.1.4.4 Pengaruh Epistemologi
Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori
pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis
prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Tetapi, ilmu
pengetahuan harus ditangkap dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang
berhenti, akan kehilangan kekhasannya.
Ilmu pengetahuan harus berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu
pengetahuan yang lebih dulu ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu
pengetahuan yang kemudian. Perkembangan ilmu pengetahuan dengan demikian
membuktikan, bahwa kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat tentatif. Selama belum
digugurkan oleh temuan lain, maka suatu temuan dianggap benar. Perbedaan hasil
teman dalam masalah yang sama ini disebabkan oleh perbedaan prosedur yang
ditempuh para ilmuwan dalam membentuk ilmu pengetahuan.
Melalui pelaksanaan fungsi dan tugas dalam menganalisis prosedur ilmu pengetahuan
tersebut, maka epistemologi dapat memberikan pengayaan gambaran proses
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
47
terbentuknya pengetahuan ilmiah. Proses ini lebih penting daripada hasil, mengingat
bahwa proses itulah menunjukkan mekanisme kerja ilmiah dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Akhirnya, epistemologi bisa menentukan cara kerja ilmiah yang paling
efektif dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang kebenarannya terandalkan.
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep
atau teori-teori yang ada. Dalam filsafat, banyak konsep dari pemikiran filosof yang
kemudian mendapat serangan yang tajam dari pemikiran filosof lain berdasarkan
pendekatan-pendekatan epistemologi. Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara
memperoleh pengetahuan yang membantu seseorang dalam melakukan koreksi kritis
terhadap bangunan pemikiran yang diajukan orang lain maupun oleh dirinya sendiri.
Koreksi secara kontinyu terhadap pemikirannya sendiri ini untuk
menyempurnakan argumentasi atau alasan supaya memperoleh hasil pemikiran yang
maksimal. Ini menunjukkan bahwa epistemologi bisa mengarahkan seseorang untuk
mengkritik pemikiran orang lain (kritik eksternal) dan pemikirannya sendiri (kritik
internal).
Implikasinya, epistemologi senantiasa mendorong dinamika berpikir secara
korektif dan kritis, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan relatif mudah dicapai, bila
para ilmuwan memperkuat penguasaannya.
Dinamika pemikiran tersebut mengakibatkan polarisasi pandangan, ide atau gagasan,
baik yang dimiliki seseorang maupun masyarakat. Mohammad Arkoun menyebutkan,
bahwa keragaman seseorang atau masyarakat akan dipengaruhi pula oleh pandangan
epistemologinya serta situasi sosial politik yang melingkupinya.
Keberangaman pandangan seseorang dalam mengamati suatu fenomena akan
melahirkan keberagaman pemikiran. Kendati terhadap satu persoalan, tetapi karena
sudut pandang yang ditempuh seseorang berbeda, pada gilirannya juga menghasilkan
pemikiran yang berbeda. Kondisi demikian sesungguhnya dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah suatu kelaziman, tidak ada yang aneh sama sekali, sehingga
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
48
perbedaan pemikiran itu dapat dipahami secara memuaskan dengan melacak akar
persoalannya pada perbedaan sudut pandang, sedangkan perbedaan sudut pandangan
itu dapat dilacak dari epistemologinya
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur
semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada
tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis
dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh
penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai
merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung
oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh
lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang
canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan
perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-
perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
Pada awalnya seseorang yang berusaha menciptakan sesuatu yang baru, mungkin
saja mengalami kegagalan tetapi kegagalan itu dimanfaatkan sebagai bagian dari
proses menuju keberhasilan. Sebab dibalik kegagalan itu ditemukan rahasia
pengetahuan, berupa faktor-faktor penyebabnya. Jadi kronologinya adalah sebagai
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
49
berikut: mula-mula seseorang berpikir dan mengadakan perenungan, sehingga
didapatkan percikan-percikan pengetahuan, kemudian disusun secara sistematis
menjadi ilmu pengetahuan (sains). Akhirnya ilmu pengetahuan tersebut diaplikasikan
melalui teknologi, technology is an apllied of science (teknologi adalah penerapan
sains). Pemikiran pada wilayah proses dalam mewujudkan teknologi itu adalah bagian
dari filsafat yang dikenal dengan epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi
dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistemologi
bukan hanya mungkin, melainkan mutlak perlu dikuasai.
3.1.4.4 Pandangan Epistemologi
Ada beberapa pandangan yang berbicara tentang epistemology diantaranya adalah :
1. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata empiria, yang
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang
dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia
menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan teori
tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk
itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti,
bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari
ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera
bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan
yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
50
manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika
dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia,
menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.
Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak
puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada
kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga
mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap
segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang
berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya
berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang
benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan
terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea
innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena
rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme.
Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan
biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat,
rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori
pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah August compte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
51
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen
memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus
menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca
atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai.
Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu
itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu
aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan
rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya
indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian
bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal
juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan
dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan
(unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia
menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari kekurangan dari indera
dan akal maka seorang mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
manusia, yaitu intuisi.
5. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli
pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-18004) mencoba
menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi
terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan
keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis. Walaupun semua
pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari
pengalaman (empirime).
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
52
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai
yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan
yang melampaui akal.
6. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata
idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada
filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-
tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut
idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan
oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah
mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat
diperoleh dari manusia denganakalnya
2.1.5. Aspek Aksiologi
2.1.5.1. Pengertian Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari perkataan “ axios ” (yunani) yang
berarti “ Nilai ”, dan “logos ” yang berarti “teori”. Jadi aksiologi adalah teori tentang
nilai. (Burhanuddin Salam,1997).
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi
adalah teori tentang nilai dalam berbagai bentuk.
Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
53
Atau menurut Jujun S. Sumantri dalam filsafat Ilmu Suatu Pengantar, “aksiologi adalah
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh”. Sejalan
dengan itu, Wibisono mengatakan, “aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolak
ukur kebenaran ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Jadi aksiologi adalah suatu teori tentang nilai yang
berkaitan dengan bagaimana suatu ilmu digunakan.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
etika.
2. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat
social politik.
Menurut pandangan Kattsoff aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Menurut Barneld aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai,
menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam
tingkah laku manusia.
Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi
aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157) memberikan definisi
tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan
praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
54
dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik
secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama,
yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang
membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang
nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan
2.1.5.2. Pengertian Nilai
Permula adanya teori umum dari terjadinya perdebatan antara Alexius Meinong
dengan Christian von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber nilai.
Alexius Meinong berpendapat sumber nilai adalah perasaan (feeling) atau
perkiraan adanya kesenangan terhadap suatu objek. Christian von Ehrenfels
berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau keinginan (desire). Menurut pendapat
keduanya nilai adalah milik objek itu sendiri .
Pengertian nilai menurut Horton dan Hunt adalah gagasan tentang apakah
pengalaman tersbeut berarti atau tidak. Nilai ada hakikatnya mengarahkan perilaku
dan pertimbangan seseorang, akan tetapi nilai tidak menghakimi apakah sebuah
perilaku tersebut benar atau salah. Nilai adalah salah satu bagian penting dari
kebudayaan itu sendiri. Suatu tindakan dapat diterima secara moral apabila
harmonis ataupun selaras dengan nilai nilai yang telah disepakati dan dijunjung oleh
masyarakat dimana tindakan tersebut dilakukan. Apabila suatu tindakan tidak sesuai
dengan nilai yang ada dalam masyarakat tersebut maka akan dianggap
menyimpang oleh masyarakat tersebut.
Pengertian nilai secara menyeluruh adalah konsep konsep umum tentang
sesuatu dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita citakan,
diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari dan menjadi tujuan
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
55
kehidupan bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial
terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat internasional.
Menurut Andrain, nilai nilai memiliki 6 ciri atau karakteristik. Berikut 6 karakteristik nilai:
1. Umum dan abstrak.
Nilai adalah patokan umum tentang sesuatu yang dicita citakan atau dianggap baik. Nilai
dapat dikatakan umum sebab tidak akan ada masyarakat tanpa pedoman umum tentang
sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas sekaligus sesuatu menjadi larangan atau
tabu bagi kehidupan masing masing kelompok. Nilai sosial memiliki sifat abstrak, artinya
nilai tidak hanya dilihat sebagai benda secara fisik terlihat, dapat diraba ataupun difoto
2. Konsepsional
Nilai memiliki ciri konsepsional artinya bahwa nilai nilai tersebut hanya diketahui
berdasarkan ucapan ucapan, tulisan dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang.
3. Nilai Mengandung Kualitas moral
Kualitas moral suatu masyarakat baik individu ataupun kelompok ditentukan oleh nilai nilai
yang dianut oleh masyarakat tersebut.
4. Nilai tidak selamanya realistik
Nilai yang ada dalam masyarakat biasanya bersifat idealis atau tidak mampu secara penuh
dilaksanakan. Hal ini dikarenakan sifat nilai yang abstrak sehingga pemahamannya tidak
mampu sama untuk tiap individu dalam masyarakat tersebut.
5. Dalam bermasyarakat, Nilai bersifat campuran
6. Cenderung bersifat stabil.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan
mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif
jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur
suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
56
Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada
objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam
memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang
dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang.
Oleh Karena itu baik objektivitas subjektif harus bernilai dan beretika. Maka menurut
Bramei, aksiologi terbagi dalam 3 bagian penting, antara lain:
1. Tindakan moral yang melahirkan etika;
2. Ekspresi keindahan yang melahirkan estetika
3. Kehidupan sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik
Dan menurut Susanto (2011) mengatakan, ada dua kategori dasar aksiologi:
Objectivism & Subjectiviam. Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu:
1. Teori Nilai Intuitif (The Intuitive Theory of Value) Menurut teori ini, sangat sukar
jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefimisikan suatu perangkat nilai
yang absolut.
2. Teori Nilai Rasional (The Rational Theory of Value) Menurut teori ini, janganlah
percaya pada nilai yang bersifat obiektif dan murni independen dari manusia.
3. Teori Nilai Alamiah (The Naturaliatic Theory of Value) Menurut teori ini nilai,
diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan dan hasrat yang dislaminya.
4. Teori Nilai Emotif (The Emotive Theory of Value)
.Jika ke-empat aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya,
maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan 4 faktual
melainkan hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
57
Nilai dan manfaat Aksiologi terdapat empat pengelompokan nilai, yaitu: (1) kenikmatan,
(2) kehidupan, (3) kejiwaan, dan (4) kerohanian.
2.1.5.3. Kegunaan Nilai Aksiologi
.Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran.
2. Filsafat sebagai kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Maka filsafat
sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani
kehidupan
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti baik, menarik dan bagus.
2. Nilai dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
3. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai,
seperti nilainya atau nilai dia.
4. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau
dinilai.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi
yang bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu
golongan pertama yang menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-
nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
58
BAB IV
KESIMPULAN
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan
filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan
tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat
ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami
persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah
dengan cermat dan kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat
mempunyai objek yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan
objeknya terbatas, khusus lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan
pengetahuan, insight/pemahaman lebih dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang
terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak
begitu mendalam.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji
tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik
yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir
secara rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Sedangkan
ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara obyektif dalam
menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
59
Filsafat ilmu dan Ilmu pengetahuan merupakan sebuah wadah atau mata rantai yang
tidak terlepas antara satu dengan yang lain, Filsafat ilmu dan pengetahuan selalu di
dahului oleh sebuah metode dan metodologi, dan di dalam metodologi itu sendiri telah
terstruturisasi dengan landasan filsafat ilmu yaitu Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
sehingga hakekat akan nilai kebenaran dan keilmuannya akan di pertanggungjawabkan
secara individual, kelompok maupun secara universal.
Universitas Sumatra Utara, Program Pasca Sarjana, Ilmu Kedokteran Gigi Makalah Filsafat Ilmu, by : Daniel da Costa Pinto
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Constructivism: Theory, Perspectives, and Practice. NewYork: Teachers
College.
2. Cognition. Washington, DC: American Psychological Association.
3. Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
4. Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press.
5. Shomali, Mohammad A. Relativisme Etika. Serambi. Jakarta: 2005.
6. Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
7. Effendy, Onong Uchjana. (1992). Spektrum Komunikasi. Bandung: Penerbit
Mandar Maju
8. Fiske, John. (1999). Introduction To Communication Studies. 2nd Edition.
London: Guernsey Press Co Ltd 2002). Communication Theories: Perspectives,
Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill
9. Mulyana, Deddy. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
10. Susanto, Astrid. S. (1977). Komunikasi Kontemporer. Jakarta: Penerbit
Binacipta
11. Admojo,Wihadi, et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.Amsal, Bakhtiar. 2009.
12. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers.Bertens, K. 2007.
13. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
14. Soetriono, & Hanafie, Rita.2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi.
15. Rahman, Abdul. (2005) Wacana Falsafah Ilmu, Malaysia