Upload
donguyet
View
578
Download
103
Embed Size (px)
Citation preview
0
TUGAS AKHIR - RC 091380
PERENCANAAN JEMBATAN PRATEKAN PADA SIMPANG SUSUN AK SES TOL SURABAYA-MOJOKERTO DI SISI MOJOKERTO DENGAN BALOK M ENERUS I GIRDER DESIGN OF PRESTRESS BRIDGE OF INTERSECTION ACCESS HIGHWAY SURABAYA –MOJOKERTO AT MOJOKERTO WITH CONTINOUS BEA M I GIRDER
ACHMAD FITRONI CHILMI NRP 3105 100 053 Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. I.G.P Raka, M.Sc Dr.Techn. Pujo Aji, ST,.MT JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010
1
PERENCANAAN JEMBATAN PRATEKAN PADA SIMPANG SUSUN AK SES TOL SURABAYA-MOJOKERTO DI SISI MOJOKERTO DENGAN BALOK M ENERUS I
GIRDER
Nama Mahasiswa : Achmad Fitroni Chilmi NRP : 3105 100 053 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. I.G.P Raka, M.Sc Dr.Techn. Pujo Aji, ST,.MT.
ABSTRAK Dalam tugas akhir ini dilakukan perencanaan jembatan pada akses tol Surabaya-Mojokerto disisi Mojokerto dengan I girder sebagai struktur utamanya. Panjang sungai yang menjadi rintangan ini mencapai 80 meter. Lebar jembatan yang direncanakan 2 lajur 1 arah, dengan lebar per arah 3,5 meter. Disisi kanan kiri jalan terdapat concrete barrier dengan lebar 0,6 meter. Perencanaan ini dimulai dengan pengumpulan data-data teknis yang diperlukan dalam perencanaan. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai latar belakang pemilihan jembatan, perumusan tujuan perencanaan, pembahasan, dan dasar-dasar perencanaan yang mengacu pada peraturan perencanaan jembatan RSNI T-02-2005, SNI T-12-2004, dan ASTM A-416. setelah itu barulah dilakukan preliminary design dengan menentukan dimensi-dimensi utama jembatan. Pada tahap awal perencanaan dilakukan perhitungan terhadap struktur sekunder jembatan seperti : pagar pembatas dan lantai kendaraan yang nantinya akan digunakan untuk analisa beban yang terjadi. Analisa beban yang terjadi seperti : analisa berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, dan analisa pengaruh waktu seperti creep dan kehilangan gaya prategang. Kemudian dari hasil analisa tersebut dilakukan kontrol tegangan yang terjadi pada struktur. Tahap yang terakhir dari perencanaan ini adalah perencanaan perletakan. Akhir dari perencanaan ini adalah didapat bentuk dan dimensi penampang I girder yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada jembatan, sehingga didapat suatu struktur jembatan yang aman. Kata kunci : Jembatan Akses tol, I Girder, Prategang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia dalam melakukan berbagai interaksi. Mengingat pentingnya peran sarana transportasi dalam kehidupan manusia maka diperlukan sarana penunjang transportasi yang baik diantaranya adalah jalan dan jembatan.
Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini Surabaya telah menjadi kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Sehingga kebutuhan mobilitas di kota Surabaya dan sekitarnya pun semakin meningkat sehingga dibutuhkan sarana transportasi yang memadai untuk mengalihkan volume lalu lintas yang kian padat di jalan kabupaten tersebut seperti, jalan tol dan jalan rel. . Contohnya seperti Surabaya dengan Mojokerto. Sarana transportasi yang sudah ada saat ini yaitu jalan kabupaten dan jalan rel. Untuk itu dibutuhkan perencanaan jalan tol antara Surabaya-Mojokerto. Apabila jalan tol tersebut telah terencana, maka akan memperlancar mobilitas antara Surabaya-Mojokerto sama seperti dengan kota-kota lainnya. Sampai saat ini baru di sisi Surabaya saja yang sudah terencana. Sedangkan
untuk sisi mojokerto belum ada perencanaan yang pasti. Dalam perencanaan jalan tol Surabaya-Mojokerto di sisi mojokerto akan direncanakan jembatan simpang susun yang berfungsi sebagai akses tol. Jembatan akses tol ini nantinya berfungsi sebagai jalur perlintasan kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan 2 lajur 1 arah. Lebar jembatan akses tol yang direncanakan 9 meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jembatan akses tol ini adalah menentukan jenis jembatan yang akan dibangun. Sehingga dibutuhkan kemampuan perencanaan yang benar-benar matang di bidang rekayasa.
Dalam perencanaan jembatan ini ada dua pilihan yang dapat digunakan dalam perencanaanya yaitu jembatan baja dan jembatan beton pratekan. Tetapi yang digunakan dalam perencanaan jembatan akses tol ini adalah jembatan beton pratekan, karena beton sudah banyak dikenal di dunia konstruksi, karena selain perawatannya yang mudah beton juga dapat menahan beban yang cukup besar bila dibandingkan dengan material lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi dunia konstruksi terus berupaya menciptakan suatu struktur yang kuat dan dapat menekan biaya serta tanpa mengabaikan unsur biaya, mutu, waktu. Dewasa ini telah dikenal beton pratekan, yakni beton yang diberi penekanan terlebih dahulu
2
melalui proses stressing sebelum dibebani. Ternyata teknik tersebut cukup efektif karena selain beton dapat memikul beban yang lebih besar dari sebelumnya dan dapat memperkecil berat sendirinya dan ukuran penampangnya. Hal ini jelas sangat menguntungkan dunia konstruksi karena volume bahan dapat dikurangi sehingga berat profil menjadi lebih ringan dan beban struktur atas yang dipikulkan ke pondasi juga menjadi lebih kecil.
Pada jembatan akses tol ini menggunakan struktur beton pratekan tipe I statis tak tentu. Struktur beton pratekan lebih ekonomis, karena pada beban dan bentang yang sama dapat digunakan profil girder yang lebih kecil. Hal ini karena pada beton pratekan memanfaatkan momen sekunder akibat gaya prategang untuk mengimbangi momen yang ditimbulkan akibat beban luar. Penggunaan struktur statis tak tentu digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibanding struktur statis tertentu. Kelebihan tersebut diantaranya adalah momen lentur yang dihasilkan lebih kecil sehingga defleksinya berkurang dan penampang juga jauh lebih kecil. Penggunaan profil I Girder karena dianggap mudah dalam proses pembuatan dan pelaksanaan di lapangan. Jadi pemilihan alternatif struktur bagian atas jembatan tol tersebut dengan menggunakan beton pratekan I statis tak tentu karena dianggap lebih efisien dan mudah dalam pelaksanaannya di lapangan.
I.2 Permasalahan
Merujuk pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang dapat dikemukakan : 1. Bagaimana menentukan skema
pembebanan terhadap struktur jembatan ? 2. Bagaimana analisa perhitungan kekuatan
profil untuk menahan gaya-gaya yang bekerja ?
3. Bagaimana menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada balok I girder prestressed ?
4. Bagimana mengontrol desain balok pratekan tipe I terhadap kekuatan dan kestabilan struktur ?
5. Bagaimana menuangkan hasil desain dan analisa ke dalam bentuk gambar teknik ?
6. Bagaimana dengan metode pelaksanaan dari I girder prestressed dengan system balok menerus?
7. 1.3 Batasan masalah Lingkup bahasan dan pengerjaan dibatasi pada :
1. Jembatan yang diperhitungkan bangunan atas (struktur primer dan sekunder) dan bawah.
2. Tidak merencanakan tebal perkerasan dan design jalan pendekat jembatan.
3. Teknik pelaksanaan dibahas hanya secara umum.
1.4 Tujuan Adapun tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu dapat merencanakan sebuah jembatan batang menerus dengan tiga tumpuan yang sesuai dengan SNI T-12-2004 dan RSNI T-02-2005 1.5 Manfaat Adapun manfaat dari tugas akhir ini yaitu :
Terhubungnya akses jalan tol disisi Mojokerto yang melewati rintangan sungai dengan jembatan I girder prestressed dengan system batang menerus.
1.6 Lokasi Adapun lokasi yang akan dijadikan tempat studi adalah sebagai berikut :
Gambar 1.1 Lokasi Proyek
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jembatan 2.1.1 Umum Jembatan adalah bagian jalan yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya, dan rel kereta api. Jembatan sangat vital fungsinya terhadap kehidupan manusia, dan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik (Bambang supriyadi,2007) 2.1.2 Tipe Jembatan
� Konstruksi jembatan busur. � Konstruksi jembatan perletakan sederhana � Konstruksi jembatan baja. � Konstruksi jembatan cable stayed � Konstruksi jembatan beton prategang. � Konstruksi jembatan balok menerus. � Konstruksi jembatan gantung. � Konstruksi jembatan Box Girder.
3
2.1.3 Pemilihan Tipe Jembatan
Aspek-aspek pemilihan tipe jembatan ( Arie Irianto dan Reza Febriano, 2008) :
� Kekuatan dan stabilitas struktur. � Ekonomis. � Kenyamanan. � Durabilitas ( keawetan dan kelayakan
jangka panjang). � Hemat pemeliharaan. � Estetika. � Dampak lingkungan pada tingkat yang
wajar/minimal. � Kemudahan dan kecepatan pelaksanaan
Bentang (m) Tipe Jembatan
5-25 Gelagar
15-40 Gelagar Prestressed I
30-60 Gelagar Box Prismatic Section
60-200 Box Free Cantilever 50-250 Pelengkung
40-400 Rangka
100-250 Cable-Stayed
100-2000 Gantung 1500-3500 Hybrid ( Gantung plus Cable-Stayed)
Tabel 2.1 Tabel type jembatan
2.2 Peraturan Desain Struktur Jembatan 1. Standard Pembebanan untuk jembatan,
RSNI 2005 Bina Marga Dep. PU. 2. Perencanaan Struktur Beton Untuk
Jembatan, SNI T-12-2004 Badan Standardisasi Nasional
3. Spesifikasi ASTM A-416
2.3 Sifat dan Karakteristik Baja prategang Di dalam perencanaan (konstruksi), kita
perlu mengetahui sifat – sifat material yang akan digunakan (baja), sehingga dapat dihasilkan perencanaan yang optimum
2.4 Spesifikasi Pembebanan Pada Struktur Utama Jembatan
Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan a. Aksi Tetap
Aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada jembatan. Yang termasuk aksi ini adalah :
• Beban sendiri • Beban mati • Pengaruh prategang • Pengaruh susut dan rangkak • Tekanan tanah
b. Aksi Transient Aksi ini bekerja dengan waktu yang
pendek, walaupun mungkin terjadi seringkali.
Aksi ini terbagi beberapa kelompok menurut sumber, yaitu :
1. Beban Lalu-lintas : • Beban Lajur D • Beban Truk T • Gaya Rem • Beban Tumbukan
2. Aksi Lingkungan • Beban Angin • Pengaruh Gempa • Pengaruh Temperatur • Tekanan Hidrostatis dan Gaya
Apung • Aliran Air, Benda Hanyutan • Penurunan
3. AksiAksi-aksi lainnya • Gesekan pada Perletakan • Pengaruh Getaran • Beban pelaksanaan
2.5 Beton Prategang Beton pratekan adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. (T.Y Lin). 2.5.1 Jenis Beton Prategang � Sistem Pratarik ( Pretension ). Metode sistem prategang dimana tendon-tendon ditarik sebelum beton di cor. � Sistem Pascatarik ( Posttension).
Sistem prategang dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Metode ini dapat dipakai pada elemen-elemen baik beton pracetak(precast) atau beton yang dicetak di tempat (cast in situ).
2.5.2 Gaya Prategang
F = T = h,
MT
650
Dimana : MT = Momen total. h = tinggi balok. 2.5.3 Metode Sistem Prategang � Sistem Pratarik ( Pretension ), metode sistem
prategang dimana strand ditarik sebelum beton di cor.
� Sistem Pascatarik ( Posttension), Sistem prategang dimana strand ditarik setelah beton mengeras. Metode ini dapat dipakai pada elemen-elemen baik beton pracetak(precast) atau beton yang dicetak di tempat (cast in situ).
2.5.4 Kehilangan Gaya Prategang Kehilangan gaya prategang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya (Edward G.Nawy) :
- Perpendekan elastis beton.
4
- Rangkak. - Susut. - Relaksasi tendon. - Friksi. - Pengangkeran.
BAB III
METODOLOGI 3.1 Flowchart pengerjaan Tugas Akhir
Berikut adalah diagram alir dari pengerjaan tugas akhir ini :
Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Pengerjaan jembatan
Adapun data teknis dari jembatan tersebut adalah : Bentang : 80 m ( 40 + 40 m). Lebar jembatan : 9 m ( 7 + 1 + 1 m). Zona gempa : 2. Struktur utama jembatan : Jembatan beton prategang. Data bahan : Kekuatan tekan beton = 45 Mpa. Kekuatan leleh baja ( fy ) BJ-40 = 400 Mpa. Prestressed Concrete strand : sesuai standar ASTM A-416. 3.2 Desain Awal Jembatan
Desain jembatan menggunakan struktur beton prategang sebagai struktur utamanya dengan bentang 2x40 meter.
3.3 Perencanaa Struktur Atas Jembatan 3.3.1 Pelat Lantai Kendaraan
Beban yang digunakan dalam perencanaan lantai kendaraan, antara lain :
� Beban lajur ”D” � Beban truk “T” = 100 kN. � Sedangkan untuk faktor beban dinamis (DLA) untuk pembebanan truk = 0,3 � Tebal aspal (d4) ≥5-8 Dipakai tebal aspal (d4) = 7 cm. � Tebal pelat beton (d3) Persyaratan : d3 ≥200 mm d3 ≥ 100 + 40 (b1) mm
Faktor beban yang digunakan dalam perencanaan ini mengacu pada peraturan RSNI T-02-2005 Faktor beban berat sendiri KuMS (beton pracetak)= 1,2 (RSNI T-02-2005 pasal 5.2). � 5 � Faktor beban KuTT (muatan Truk) = 1,8 (RSNI T-02-2005 pasal 6.4). a. Perhitungan Momen Arah Melintang
(Mx) � Akibat beban mati � Akibat beban hidup
b. Penulangan Pada Arah Melintang
maxperlumin ρρρ <<
AS = ρ × b × d mm2
c. Kontrol Geser Pons Berdasarkan peraturan perencanaan teknik jembatan (SNI T-12-2004 pasal 5.6-2) dan (SNI T-12-2004 pasal 5.6-4).
3.3.2 Perencanaan Balok Memanjang ( Prestressed Girder )
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam perencanaan struktur beton prategang
OK
NOT OK
SELESAI
METODE PELAKSANAAN
GAMBAR KERJA
PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH
DESAIN PERLETAKAN
Start
DESAIN AWAL JEMBATAN
PENGUMPULAN DATA PERENCANAAN dan STUDI LITERATUR
PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
DESAIN AKHIR JEMBATAN
KONTROL DESAIN
ambil yang terbesar
STAR
Pemilihan jenis beton prategang
Tafsiran dimensi gelagar
Menentukan gaya
5
Gambar 3.2 Flowchart prosedur pengerjaan balok memanjang
3.4 Pembebanan
Pembebanan berdasarkan pada muatan dan aksi-aksi yang terjadi pada jembatan berdasarkan peraturan yang ada dalam BMS tahun 1992. Alsi-aksi ( beban,perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan menurut sumbernya kedalam beberapa kelompok, yaitu :
� Aksi tetap. � Beban lalu-lintas. � Aksi lingkungan ( angin, hujan, gempa, dsb.) � Aksi-aksi lainnya.
Berdasarkan lamanya bekerja, aksi dibedakan menjadi 2, yaitu :
� Aksi tetap : aksi yang bekerja sepanjang waktu atau pada jangka waktu yang lama.
� Aksi transient : aksi yang bekerja dalam jangka waktu yang pendek.
3.4.1 Aksi dan Beban Tetap a. Berat sendiri dan beban mati tambahan. b. Pengaruh penyusutan dan rangkak. c. Pengaruh prategang d. Pengaruh tetap pelaksanaan 3.4.2 Beban Lalu Lintas � Komponen vertikal, sebagai reaksi dari berat
kendaraan.
� Komponen Horizontal, sebagai reaksi akibat gaya rem kendaraan.
a. Beban lajur ”D” Beban lajur ”D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung dengan beban garis (KEL)
� Beban terbagi rata (UDL) mempunyai intensitas q kpa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani (L) seperti berikut : L ≤ 30 m ; q = 8 Kpa
L > 30 m ; q = 8
+L
,15
50 Kpa.
b. Beban truk ”T” c. Faktor beban dinamis � Faktor beban dinamis untuk KEL pada beban
lajur ”D” tergantung pada panjang bentang, sebagai berikut :
- Bentang (L) ≤ 50 m ; DLA = 0,4 - 50 ≤ bentang (L) ≤ 90 m ; DLA = 0,525 – 0,0025 L - Bentang (L) ≥90 m ; DLA = 0,3 � Faktor beban dinamis untuk beban truk ”T”,
DLA diambil 0,3. Penyebaran beban lajur ”D” harus disusun sedemikian rupa sehingga diperoleh momen maksimum.
d. Gaya rem
� Panjang (L) ≤ 80 m ; Gaya rem = 250 kN
� 80 ≤ panjang (L) ≤ 180 m ; Gaya rem = 2,5 L + 50
� Panjang (L) ≥ 180 m; Gaya rem = 500 kN 3.4.3 Aksi Lingkungan a. Penurunan b. Beban angin TEW = 0,0006 × Cw × (VW)2 × Ab (Satuan dalam
kN ). c Beban Gempa
TEQ = Kh × I × WT
Dimana : K h = C × S
3.5 Perencanaan Perletakan Pemilihan ukuran perletakan bisa didapatkan dari Tabel K8 pada BMS 1992 yaitu hal K8-18 3.5.1 Kontrol Perletakan Perletakan yang dipakai untuk perencanaan harus memenuhi semua kontrol sesuai perumusan BMS BDM hal 7-17 sebagai berikut :
1. Faktor bentuk berada 4 ≤ s ≤ 12 S = A r P * te 2. Jumlah tegangan tekan, perputaran, dan geser Esc + Est + Esh = Et ≤ 2,6 √6 3. Pembatasan regangan geser
6
Esh = 0,7 bila Aeff ≥ 0.9 A Esh = 2. Aeff _ 1,1 bila 0,9 A ≥ Aeff ≥ A 0,8 A 4. Luas tumpuan eff min Aeff ≥ 0,8 A 5. Mencegah lelah khusus pada jembatan Escl ≤ 1,4 √ 0,69 G 6. Stabilitas perletakan dalam tekan Vmax = 2bGs Aeff 3t 7. Tebal minimum ts dari pelat baja yang tertanam dalam perletakan te ≤ 3 Vmax t1 Ar . fy 8.Tahanan gesekan tidak cukup dan tahanan mekanis gesekan diperlukan bila : H ≥ 0,1 (Vmax + Aeff x 103) untuk semua kombinasi beban
3.6 Perencanaan Bangunan Bawah 3.6.1 Perencanaan Abutment Beban – beban yang bekerja pada abutment : 1. Beban vertical/gravitasi - Reaksi total akibat beban mati - Reaksi total akibat beban hidup - Berat sendiri abutment, berat tanah, pelat injak 2. Beban horisontal - Tekanan tanah - Gaya gesekan - Gaya rem - Gaya gempa bumi - Beda angin - Pengaruh susut dan suhu 3.6.2 Perencanaan Pilar Beban – beban yang bekerja pada pilar : 1. Beban Vertikal/gravitasi - Reaksi total akibat beban mati - Reaksi total akibat beban hidup - Berat sendiri pilar 2. Beban horisontal - Gaya gesekan - Gaya rem - Gaya gempa bumi - Beban angin - Pengaruh susut dan suhu - Akibat aliran sungai, hanyutan, tumbukan 3.6.3 Pondasi Tiang Pancang Qijin = 1 x 40 x N x Ab + N x As 5 Efisiensi tiang dalam kelompok Eff = 1 – θ (m-1)n + (n-1)m 90.m.n Beban maksimum tiang pancang P = V ± Mx .y ± My.x ≤ Qijin 1 tiang kel n ∑ y2 ∑ x2
BAB IV PRELIMINARY DESIGN
4.1 Data Teknis Perencanaan 4.1.1 Data-data jembatan :
• Bentang jembatan : 2 x 40 m • Lantai kendaraan : - 2 lajur 1 arah - lebar lajur lalu lintas 2 x 3,5 m - lebar bahu luar 2,5 m - lebar bahu dalam 1 m • Concrete barier : 2 x 0.5 m (1 m) • Lebar melintang jembatan:
(2x3,5)+2,5+1+(2x0,5) = 11,5 m • Perencanaan dimensi girder sesuai dengan
tabel WIKA : o Panjang girde : 40 m o Jarak balok melintang : 1,85 m o Dimensi girder berdasarkan tabel
WIKA dengan H210 class B
Gambar 4.1 Dimensi I girder
bahu luar lajur lalu lintas lajur lalu lintasbahu dalam
concrete barrier
slab
Igirder
diafragma
POTONGAN MELINTANG JEMBATAN
Gambar 4.2 Potongan melintang jembatan
• Tipe sambungan yang akan digunakan dalam pengerjaan jembatan ini yaitu diambil dari T.Y Lin desain struktur beton prategang (jilid 2 bab 10 gambar 10-5-f).
B a j a n o n p r a t e g a n gB e t o n c o r d i t e m p a t
P i e r H e a dB a l o k p r a t e g a n g
Gambar 4.3 Tata letak untuk balok menerus sebagian
4.1.2 Data-data Bahan 4.1.2.1 Beton
• Kuat tekan beton pratekan (f’ c) = 40 Mpa
7
• Kuat tekan beton untuk bangunan bawah (f’ c) = 30 Mpa
• Kuat tekan beton untuk struktur sekunder (f’ c) = 30 Mpa
4.1.2.2 Baja • Mutu baja pratekan yang digunakan kabel
jenis strand seven wires stress relieved (7 kawat untaian), grade 270, Astrand = 98,71 mm2.
• Mutu baja yang digunakan untuk penulangan bangunan bawah adalah baja dengan mutu (fy) = 290 Mpa.
• Mutu baja yang digunakan untuk penulangan bangunan sekunder adalah baja dengan mutu (fy) = 250 Mpa
4.1.3 Peraturan struktur :
• Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan RSNI T-02-2005
• Peraturan Struktur Beton Untuk Jembatan SNI T-12-2004
• ASTM A-416
4.1.4 Tegangan ijin bahan 4.1.4.1 Beton prategang = 40 Mpa. 4.1.4.2 Baja prategang
4.2 Struktur Sekunder 4.2.1 Perencanaan concrete barrier
S lab
Gambar 4.4 Rencana dimensi concrete barrier
P ult = 100 kN
P ult = 100 kN
Gambar 4.5 Asumsi beban P (RSNI T-02-2005 Ps. 6.10)
P ult = 100 kN H = 1,00 m Momen ultimate (Mu) =P ult x H =100 x 1,00 = 100 kNm
= 100 x 106 Mpa Dalam perencanaan concrete barrier momen nominal(Mn) didapat dari : Mu ≤ φ Mn
100 x 106 ≤ 0.8 Mn
Mn = 8,0
10100 6× = 125 x106 Mpa
Data-data : • Bw=1500 mm (segmen barrier 1,5 m) • h = 500 mm • d’ = 30 mm • d = 470 mm
• fy = 250 Mpa • f’c = 30 Mpa • D Tulangan = 16 mm, As’
200,96 mm2 • D Sengkang =` 10 mm, As’’
78,5 mm2
Tulangan pokok
Slab
Gambar 4.6 Gambar tulangan barrier (satuan
dalam meter)
Perhitungan :
Rn = 2db
Mu
××φ = 2
6
47015008,0
10100
×××
=
0,377 Mpa
m = '85,0 fc
fy =
3085,0
250
× = 9,8
minρ = fy
4,1 =
250
4,1 = 0,0056
balanceρ = fyfy
βfc',
+×××
600
600850 1
= 250600
600
250
85,03085,0
+×××
= 0,061
maxρ = 0,75× balanceρ = 0,75 ×0,061= 0,046
8
perluρ =
××−−fy
Rnm
m
211
1
=
××−−250
377,08,9211
8,9
1= 0,00152
Karena perluρ < minρ , maka yang dipakai
adalah minρ
As = minρ ×b×d
= 0,0056 ×1500×470 = 2632 mm2 Dipakai 14 Ø16 ( As.pakai = 2813,4 mm2)
4.2.2 Kontrol Terhadap Geser Ponds Berikut adalah tahapan perhitungan kontrol
terhadap geser ponds.
`
25 /2
2 0
2 5 /2
2 5 /2 2 5 /2 5 0
7 5
4 5
2 5
� Gaya geser (V) = KUTT ×100× (1+0,3) = 2 ×100× (1+0,3) = 260 � Luas bidang kritis (AK) = 2 × (bo+ do) ×d3 = 2 × (75+45) ×25 = 6000 � Kemampuan geser (VU)
= AK × Teg geser beton
= 6000 × '3
1fc = 6000× 30
3
1
= 10954,4512 � Gaya geser < VU
260 < 10954,4512 (OK)
BAB V
PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
5.1 Pembebanan 5.1.1 Beban Mati
• Berat I girder.
• Berat aspal • Berat lantai kendaraan. • Berat concrete barrier. • Berat alat penyambung dan utilitas
sebesar 10% dari beban mati jembatan
bahu luar lajur lalu lintas lajur lalu lintasbahu dalam
concrete barrier
slab
Igirder
diafragma
POTONGAN MELINTANG JEMBATAN
Gambar 5.1 Potongan melintang jembatan
5.1.2 Beban Hidup • Beban lajur D
Gambar 5.2 Penyebaran beban D pada arah melintang
• Beban truk
Gambar 5.3 Pembebanan Truk ”T” (500 kN)
� Faktor Beban Dinamis (DLA)
(RSNI T-02-2005 pasal 6.6.3)
Gambar 4.7 Penyebaran beban pada pelat lantai
9
Grafik 5.1 Koefisien Pembebanan Dinamis Beban “D” (RSNI T-02-2005)
Untuk pembebanan truk "T": DLA diambil 40%
• Beban Rem
Grafik 5.2 Grafik gaya Rem
• Beban Angin Type Bangunan Atas
Masif Koef. Cw
b/d = 1 2.1
b/d = 2 1.5
b/d = 6 1.25
Bangunan rangka 1.2
Tabel 5.1 Koefisien Cw
Keadaan Batas
Location Lokasi
< 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s Ultimate 35 m/s 30 m/s Tabel 5.2 Kecepatan Angin Rencana VW
5.2 Perhitungan Beban 5.2.1 Beban Mati
Berdasarkan gambar awal dapat dilakukan perhitungan beban mati mula-mula. Jarak segment jembatan adalah 40 m, jadi beban jembatan dihitung sepanjang 40 meter.
Tebal aspal : 50 mm Tebal lantai kendaraan: 250 mm
Lebar jalan : -aspal = 10.5 m -lantai kendaraan = 11.5 m
Beban Struktur Sekunder : � Berat concrete barrier
Slab
Gambar 5.4 Rencana dimensi concrete barrier
Luas 1 : 0.25 x 1 = 0.25 m2 Luas 2 : 0.5 x (0.35+1)x0.07 = 0.04725 m2 Luas 3 : 0.5 (0.35+0.1)x0.19 = 0.04275 m2 + Total = 0.34 m2 Volume = luas x panjang = 0.34 x 40 = 13.6 m3 Berat = volume x berat jenis = 13.6 x 2400 = 32640 kg Beban Struktur Primer : � Berat I girder
IV IV
V V
Gambar 5.5 Dimensi I girder (dalam m)
Luas 1 : 0.2 x 0.8 = 0.16 m2 Luas 2 : 1.65 x 0.2 = 0.33 m2 Luas 3 : 0.7 x 0.25 = 0.175 m2 Luas 4 : (0.5 x 0.25 x0.25)x2 = 0.0625 m2 Luas 5 : (0.5 x 0.3 x 0.12)x 2 = 0.036 m2 + Total = 0.7635 m2 Volume = luas x panjang = 0.7635 x 40 = 30.54 m3 Berat = volume x berat jenis = 30.54 x 2500 = 76350 kg
10
Tabel 5.3 Perhitungan beban mati
Beban 1-3 dianalisa sebagai berat sendiri yaitu (qd1)
= 89054 kg =890.54 kN = 22.3 kN/m , sedangkan beban 6 di inputkan sebagai beban terbagi rata (qd2) = 44400 kg = 444 kN = 11.1 kN/m 5.2.2 Beban Hidup 5.2.2.1 Beban beban terbagi rata (BTR) dari beban D
Beban terbagi rata UDL mempunyai intensitas q kPa. Dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani. Untuk bentang jembatan yang lebih dari 30 m besarnya q adalah sebagai berikut :
q = 9 kPa (RSNI T-02-2005 ps 6.3.1.2)
Karena bentang jembatan yang direncanakan sepanjang 80 m, maka nilai q adalah :
q = 9 kPa
q = 6.1875 kPa = 6.1875 kN/m2
Lebar lajur pada jembatan ini adalah 2@3,5 m per arah, ditambah dengan bahu dalam dan bahu luar secara berturut-turut lebarnya 1m dan 2.5m. jembatan ini terpisah menjadi 2 jembatan yang berbeda. Jadi dalam perencanaan ini tidak ada median jalan yang digunakan.
5.2.2.2 Beban garis (BGT) dari beban D
Besar beban garis yang direncanakan berdasarkan RSNI T-02-2005 6.3.1.3 adalah 49 kN/m. jembatan terdiri dari 2 jalur, setiap jalur memiliki lebar 2@3,5 m, jadi besarnya beban P untuk setiap jalur adalah :
P = (49 x 5,5) + (50% x 49 x 1,5) = 306,25 kN/jalur
Untuk bentang menerus, panjang bentang ekivalen diberikan:
(RSNI T-02-2005 pasal 6.6.3)
m
Dari gambar 6.3 RSNI T-02-2005 6.3.1.3 diperoleh DLA sebesar 40%, jadi beban KEL total adalah :
P = 1,4 x 306,25 = 428,75 kN/jalur 5.2.2.3 Beban Truk
Berdasarkan RSNI T-02-2005 ps.6.4.1 gambar 7 dinyatakan beban truk adalah sebesar 112,5 kN/roda yang setara dengan truk semi trailer dimana jarak antara 2 as belakang truk dapat diubah-ubah antara 4 – 9 m, guna mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. DLA = 40% (truk) 5.2.2.4 Beban Rem
Berdasarkan RSNI T-02-2005 ps.6.7 gambar 9 diperoleh untuk bentang 40 m, maka gaya rem yang terjadi sebesar 100 kN.
5.2.3 Beban Angin 5.2.3.1 Beban Angin pada I girder
Gaya nominal dan gaya layan jembatan sangat bergantung kepada kecepatan angin rencana sebagai berikut:
(kN) (RSNI T-02-2005pasal 7.6.2)
Dimana : Vw =30 m/s > 5 km dari pantai (ultimate) Cw = b/d = 11,5/(2,1 + 1) = 3.6 < 6 Maka Cw dapat diinterpolasi linier. Dari tabel 5.1 didapat Cw = 1,4 Ab = (2,1 + 1) x 80 = 248 m2
TEW = 0.0006 x 1.4 x 302 x 248 = 187,488 kN 5.2.3.2 Beban Angin tambahan akibat Kendaraan pada Jembatan Beban angin tambahan akibat kendaraan pada jembatan di hitung berdasarkan rumus 2.7 pada BMS 92’: Tew = 0,0012 Cw (Vw)2 kN/m (RSNI T-02-2005pasal 7.6.4) Dimana, nilai Cw dan Vw sama dengan diatas maka: Tew = 0,0012 x 1,4 x 302 Tew = 1,512 kN/m 5.2.4 Beban Gempa
• Beban Gempa (RSNI T-02-2005 ps.7.7.1) Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Dan untuk beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :
T’EQ = Kh . I . WT Dan
Kh = C . S Dimana : T’EQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN) Kh= Koefisien beban gempa horizontal C= Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai (RSNI T-02-2005 gambar 14) I= Faktor kepentingan (RSNI T-02-2005 tabel 32) S= Faktor tipe bangunan (RSNI T-02-2005 tabel 33)
No Elemen Berat Jenis (kg/m3)
Volume (m3) Berat (kg)
1 I Girder (1girder) 2500 30.54 76350 2 Balok melintang 2400 4x(1.65x0.2x1.6) 5068.8 3 Utilitas 10% ∑(1) 7635 4 Air hujan 1000 0.05 x 1.85x40 3700 5 Aspal 2200 1.85 x 0.05x40 8140 6 Lantai Kendaraan 2400 1.85 x 0.25x40 44400
Beban Mati = 169165
11
WT= Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan ( kN ) Spesifikasi lokasi sebagai berikut : - Jembatan Akses tol Surabaya Mojokerto termasuk pada zona 2. - Tanah sedang (medium soil) - Periode waktu getar ”T” = 1 detik - Sehingga - C = 0,1 - I = 1,2 - S = 3 (type C, fully prestressed) - Kh = C x S = 0,1 x 3 = 0,3 - Teq = Kh x I x Wt = 0,3 x 1,2 x 1691,65 = 609 kN
5.3 Perhitungan Momen 5.3.1 Perhitungan Momen Simple Beam • Akibat berat sendiri gelagar(beban girder dan
diafragma
qdl=22.3 kN/m
RA L=40m RB
Gambar 5.6 Gambar beban akibat berat sendiri balok • Akibat beban mati terbagi rata (beban pelat)
qd2= 11.1 kN/m
RA L=40m RB
Gambar 5.7 Gambar beban akibat beban mati merata 5.3.2 Perhitungan Momen Continous Beam • Akibat beban hidup (beban terbagi rata dan
beban garis terpusat) kombinasi 1 P = 428.75kN P = 428.75kN ql= 6.1875 kN/m RA L=40m RB L=40m RC
Gambar 5.8 Gambar beban akibat beban hidup kombinasi 1
Titik A B B C Batang AB BA BC CB
Faktor distribusi -1 -0.5 -0.5 -1 Faktor induksi 0.5 0.5 0.5 0.5 Momen primer 296.875 -296.875 296.875 -296.875
Momen distribusi
-296.875 0 0 296.875
Momen induksi 0 -148.437 148.437 0 Momen akhir 0 -445.3 445.3 0
Tabel 5.4 Perhitungan momen akhir akibat beban
hidup kombinasi 1
• Akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis terpusat) kombinasi 2
P = 428.75kN ql= 9.1475 kN/m RA L=40m RB RC
Gambar 5.11 Gambar beban akibat beban hidup kombinasi 2
Titik A B B C Batang AB BA BC CB
Faktor distribusi -1 -0.5 -0.5 -1 Faktor induksi 0.5 0.5 0.5 0.5 Momen primer 336.345 -336.345 121.97 -121.97
Momen distribusi -336.345 107.18 107.18 121.97 Momen induksi 53.6 -168.17 60.98 53.6
Momen distribusi -53.6 53.6 53.6 -53.6 Momen induksi 26.8 -26.8 -26.8 26.8
Momen distribusi -26.8 26.8 26.8 -26.8 Momen induksi 13.4 -13.4 -13.4 13.4
Momen distribusi -13.4 13.4 13.4 -13.4 Momen akhir 0 -343.73 343.73 0
Tabel 5.5 Perhitungan momen akhir akibat beban hidup kombinasi 2
• Akibat beban hidup (beban terbagi rata dan
beban garis terpusat) kombinasi 3 P = 428.75kN ql= 9.1475 kN/m RA L=40m RB RC
Gambar 5.14 Gambar beban akibat beban hidup kombinasi 3
Titik A B B C Batang AB BA BC CB
Faktor distribusi -1 -0.5 -0.5 -1 Faktor induksi 0.5 0.5 0.5 0.5 Momen primer 336.4 -336.4 0 0
Momen distribusi -336.4 168.2 168.2 0 Momen induksi 84.1 -168.2 0 84.1
Momen distribusi -84.1 84.1 84.1 -84.1 Momen induksi 42.05 -42.05 -42.05 42.05
Momen distribusi -42.05 42.05 42.05 -42.05 Momen induksi 21.02 -21.02 -21.02 21.02
Momen distribusi -21.02 21.02 21.02 -21.02 Momen akhir 0 -252.3 252.3 0
Tabel 5.6 Perhitungan momen akhir akibat beban
hidup kombinasi 3
(a)
12
(b)
(c)
Grafik 5.3 Momen envelope (a)kombinasi 1, (b)kombinasi 2, (c)kombinasi 3.
5.4 Analisa penampang
• Karakteristik profil yang digunakan sebelum komposit
IV IV
V V
Gambar 5.17 Desain balok memanjang sebelum
komposit
Yb = = = 102,7
Wb = = = 341237.1
Kb = = = 42.81 cm
Ya = = = 107.3
Wa = = = 326854.2
Ka = = = 44.69 cm
• Karakteristik profil yang digunakan sesudah komposit
IV IV
V V
Gambar 5.18 Desain balok memanjang sesudah
komposit pada tengah bentang
Yb = = = 148.67 cm
Wb = = = 570846.71 cm3
Ka = = = 46.09 cm
Ya = = = 86.33
Wa = = = 983069.54
Kb = = = 79.38 cm
5.5 Menentukan Gaya Prategang yang Terjadi a. Saat transfer/ jacking Tarik :
fct = 0,33 x (SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.1.2)
fct = 0,33 x = 2.087 Mpa = -20.87 kg/cm2
Tekan : fcc = 0,6 x f’ c (SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.1.3) fcc= 0,6 x 40 = 24 Mpa = 240 kg/cm2 b. Saat service Tekan : fcc = 0,45 x f’ c (SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.2.1) = 0,45 x 40 = 18 Mpa = 180 kg/cm2
Tarik :
fct = 0,5 x (SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.2.3)
fct = 0,5 x = 3,16 Mpa = 31.6 kg/cm2
5.6 Menentukan Fo 5.6.1 Saat beban mínimum (akibat berat sendiri gelagar) Asumsi tebal decking (dc) = 10 cm Eo = Yb – dc = 102.7 -10 = 92.7 cm - Tegangan pada serat atas
ft = – +
-20.87 = – +
-20.87 = 0.000131 Fo – 0.00028 Fo + 136.45 Fo = 1030696 kg = 10307 kN
13
- Tegangan pada serat bawah
fb = + -
240 = + -
240 = 0.000131 fo + 0.00027 fo – 130.7 Fo = 920688 kg = 9206.88 kN 5.7 Kontrol tegangan yang terjadi 5.7.1 Digunakan Fo = 920689 kg = 9206.89 kN - -- Saat beban mínimum akibat berat sendiri gelagar (Mg) 120.59 261.12 136.45 4.07 20.87 - + - - + + + = < OK! + + - + + 120.59 250.11 130.7 240 240
Gambar 5.19 Diagram tegangan saat beban minimum (kg/cm2)
- Saat beban akibat berat sendiri gelagar + beban mati (Mg+Md) 120.59 261.12 136.45 67.92 63.85 20.87 - + + - + + + + = + < OK! + - - + + - 120.59 250.11 130.7 65.05 174.95 240
Gambar 5.20 Diagram tegangan akibat berat sendiri gelagar + beban mati (kg/cm2)
- Saat beban layan (Mg+Md+Ml) 49.39 49.39 180 102.5 221.95 136.45 67.92 + + 120 127.84 - + + + + + + + + + + = + < OK..! + - - - - - 102.5 212.59 130. 65.05 85.06 34.28 31.6 102.5 212.59 130.7 65.05 85.06 34.28 31.6Gambar 5.21 Gambar diagram tegangan pada saat
beban layan (kg/cm2) Dari kontrol tegangan dapat digunakan Fo = 920689 kg = 9206.89 kN 5.8 Perhitungan tendon 5.8.1 Perencanaan banyaknya tendon Pada perencanaan balok beton pratekan, jenis dan karakteristik kabel yang digunakan adalah sebagai berikut : - Uncoated seven wire stress relieved strand grade 270 ASTM A416 - Diameter nominal = 12.7 mm - Luas penampang nominal (AI) = 100 mm2 - Modulus elastisitas (Es) = 1.9E6 kg/cm2 - Tegangan putus baja =18600 kg/cm2 - Besar gaya pratekan untuk 1 kabel(fpe) adalah 70% dari tegangan putus baja
- Fpe = 70% x Fpu = 70% x 18600 = 13020 kg/cm2 = 130.2 kN/cm2
Aps = = = 70.1 cm2
= = 70.1 ≈ 70 strand
Jadi kabel yang digunakan 70 strand dalam 4 tendon dengan masing-masing tendon terdapat 18 strand. Dari tabel VSL diperoleh data-data sebagai berikut : - Digunakan type tendon 5-19 dengan karakteristik sebagai berikut : o Diameter selubung = 84 mm o Minimum breaking load = 3500 kN o Angker hidup tipe 5-19 Sc o Angker mati tipe 5-19 P
(a) (b)
Gambar 5.25 Jenis angker hidup (a) dan angker mati (b) yang digunakan
5.9 Kehilangan gaya prategang 5.9.1 Kehilangan pratekan akibat perpendekan elastis -Kehilangan gaya prategang dapat dihitung dengan rumus :
(Lyn, T.Y., Burns, Ned H., Desain Struktur Beton Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 98)
� maka kehilangan prategang yang terjadi : fpu = 18600 kg/cm2
fpe = 0.7 x 18600 = 13020 kg/cm2
5.9.2 Kehilangan pratekan akibat rangkak beton Persamaan yang digunakan :
(Lyn, T.Y., Burns, Ned H., Desain Struktur Beton
Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 107) � jadi presentase kehilangan pratekan akibat
creep :
%CR = x 100% = 10.4 %
Ac
Fonfs
×=∆.
%1.2%10013020
4.284 == xEs
( )fcdsfcirEc
EsKCRCR −⋅⋅=
14
5.9.3 Kehilangan pratekan akibat susut beton persamaan yang digunakan yaitu : (Lyn, T.Y., Burns, Ned H., Desain Struktur Beton Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 108) dimana : (0.06 digunakan apabila v/s dalam satuan inchi jika dalam cm dikali 0.0236) � jadi presentase kehilangan pratekan :
%SH = x 100% = 1.6 %
5.9.4 Kehilangan pratekan akibat relaksasi Persamaan yang digunakan :
(Lyn, T.Y., Burns, Ned H., Desain Struktur Beton
Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 110) • Jadi presentase kehilangan pratekan :
%RE = x 100% = 6.13 %
� Sehingga total kehilangan pratekan dari kondisi transfer sampai kondisi beban bekerja, yaitu : • Di tengah bentang ∆ = ΕS + CR + SH + RE = 2.18% + 10.4% + 1.6% + 6.13% = 20.31 % 5.10.5 Perhitungan tulangan geser Rumus penulangan geser yang digunakan yaitu: (SNI T-12-2004 pasal 6.8.10.3.a) Dimana : S = Jarak sengkang Av = Luas sengkang fy = tegangan leleh tulangan d = tinggi balok Vs = Vn – Vc, Vn = Vu/� ���Vc =Vcw atau Vci (lapangan) � Digunakan diameter tulangan = 22 mm Av = 0.25 x ��x d2 = 0.25 x ��x 222 = 3.7994 cm2 fy = 2900 kg/cm2 d = 2100 mm � Tulangan pada tengah bentang - Tulangan lapangan Dari tabel 5.27 (Vu/��jarak 20m� didapat 650.4471 kN. Dari perhitungan Vci 20 m didapat 762.5 kN � Karena kekuatan beton melebihi kekuatan geser maka tidak diperlukan tulangan geser. 5.11 Perhitungan Momen batas dan Momen retak
5.11.1 Kontrol terhadap momen batas (Mu) Syarat balok untuk dapat mencapai keadaan aman apabila : ��Mn > Mu Dimana : � = Faktor reduksi Mn = Momen nominal Mu = Momen batas = 1.2 MD + 1.6 ML Aps = 70 cm2 d = 210 – 20 – (0.5x8.4) = 185.8 cm ..... OK !
(Lyn, T.Y., Burns, Ned H., Desain Struktur Beton Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 162)
• Daerah tekan beton (Lyn, T.Y., Burns, Ned H.,
Desain Struktur Beton Prategang, Jilid I, Edisi ketiga, halaman 162)
Disubtitusi antara persamaan T’=C’ maka didapat: a< t plat ≈ 19.23 cm < 25 cm ….OK !! • Momen nominal
• Momen nominal pada flens
Dimana :
EsKSHSHSH ⋅⋅= ε
( )RHs
vSH −⋅
⋅−⋅⋅= 10006.01102.8 6ε
( )[ ] CESCRSHJKRE RE ⋅++⋅−=
Vs
dfyAvS
⋅⋅=
kNVciVu
Vs 05.1125.762447.650 −=−=−=φ
001982.08.185190
70p ===
xbxd
Apsρ
/5.17742400
18600001982.05.0118600 cmkgfps =
⋅⋅−⋅=
3.009.0400
5.17742.001882.0
'<==⋅=
cf
fpspp
ρω
kgfpsApsT 12419745.17742.70' ==⋅=aabfC c .190.400.85.0'85.0' =⋅⋅⋅=
23.19190.400.85.0
1241974
'85.0==
⋅⋅⋅=
bf
fpsApsa
c
−××=2
adfpsApwflensMn
ApfApsApw −=( )
299.22
5.17742
25)2080(40085.0'85.0
cmApf
fps
hfbwbfApf c
=
×−××=×−××
=
201.4799.2270 cmApw =−=
cmkgflensMn .1357711182
468.1855.1774201.47 =
−××=
cma
a
precastflenslebar
precastflensluashfa
4620
))12305.0(2()8020((25
=
××+×+=
+=
⋅⋅−⋅=
cf
fpupfpufps
'5.01 ρ
15
• Momen nominal pada pelat/slab
• Momen Nominal total
• Faktor kapasitas (���= 0.9 Mu < � Mn � Mn = 0.9 x 207497518.7 = 1867477.668 kgm Mu = 1.2 MD +1.6 ML = (1.2 x 668000) + (1.6 x 485450) = 1578320 kgm 1578320 kgm < 1867477.668 kgm ...OK ! 5.11.2 Kontrol terhadap momen retak (Mcr) Mcr < � Mn Mcr = MD + ∆Mcr MD = 66800000 kgcm
Fr = 0.5 x = 0.5 x = 3.162 Mpa = 31.62 kg/cm2 ∆Mcr = 813473.26 kgm 1.2 Mcr = 1.2 x (668000 + 813473.26) = 1777768 kgm < 1867477.668 kgm ...OK ! 5.12 Kontrol tegangan di belakang angker Angker hidup tipe 19 Sc memiliki ukuran angker 26.5 x 26.5 cm. Sedangkan angker mati tipe P memiliki ukuran angker 25 x 25 cm. 26.5 cm 70 cm Gambar 5.41 Penampang angker hidup Jarak antar tendon = 26.5 cm
Ab = (26.5 x 26,5)-(0.25 x 3.14 x 8.42) = 646.83 cm2 Ab’ = 27 x 70 = 1890 cm2 • Saat jacking Fcp = 1.25 fci = 32.5 Mpa Fcp yang digunakan = 32.5 Mpa - Kontrol Fo/Ab = 12489850 / 763500 = 16.36 Mpa Fo/Ab < Fcp...OK!! • Saat service Fcp = fci = 26 MPa Fcp yang digunakan = 26 Mpa - Kontrol F/Ab = 10165750 / 763500 = 13.31 Mpa F/Ab < Fcp...OK!! 5.13 Perhitungan lendutan Lendutan yang dihitung memakai metode beton sebagai benda bebas yang terpisah dari tendon, tanpa menghitunga gaya-gaya dari kabel tendon. Tujuan dari pemberian lendutan kontra (cambre), antara lain : 1. Untuk mengatasi lendutan akibat berat sendiri balok. 2. Untuk mengatasi pandangan jembatan yang seolah-olah turun, sehingga akan nampak lemah. • Lendutan pada balok 1. Akibat gaya prategang dan berat sendiri balok Fo = 1248985 kg = 12489.85 kN F = 1058684 kg = 10586.84 kN F rata-rata = 1153834 kg = 11538.34 k N - akibat gaya prategang E rata-rata = 0.5 (Ec + Eci) = 0.5(297254.1+248700.6) kg/cm2
= 272977.35 kg/cm2 ` - akibat berat sendiri W = 22.3 kN/m = 2230 kg/m 2. Akibat beban mati merata W = 11.1 kN/m = 1110 kg/m 3. Akibat beban hidup - akibat beban hidup lalu lintas terpusat P = 42875 kg
( )
( )
kgcmslabMn
slabMn
hfdhfbwbfcslabMn
71726400
2
258.18520208040085.0
2'85.0
=
−××−××=
−××−××=
cmkgtotalMn
totalMn
slabMnflensMntotalMn
.7.207497518
71726400135771118
=
+=
+=
( )[ ] ''
WbfrMpKaeFWb
WbMcr ⋅+−+⋅⋅=∆
( )[ ] 71.57084626.31668000009.467.929206891.341237
'71.570846 ⋅+−+⋅⋅=∆Mcr
MpaAb
AbfciFcp 32.342.0
83.646
1890).4065.0(8.020.0
'8.0 =−××=−⋅=
MpaAb
AbfciFcp 61.262.0
83.646
1890).4065.0(6.020.0
'6.0 =−××=−⋅=
500
Lchamber=∆
mkgL
hFW /4353.5250
40
927.011327808822
=××=⋅⋅=
cmEI
LW55.7
5.8486839335.272977384
4000504.525
384
5 44
11 =×⋅⋅⋅=
⋅⋅⋅=∆ −
cmEI
LW21.3
5.8486839335.272977384
40003.225
384
5 44
21 =×⋅
⋅⋅=⋅⋅⋅=∆ −
cmEI
LW6.1
5.8486839335.272977384
40001.115
384
5 44
12 =×⋅
⋅⋅=⋅⋅⋅=∆ −
cmEI
LP47.2
5.8486839335.27297748
400042875
48
33
13 =×⋅
⋅=⋅⋅=∆ −
16
( ) - akibat beban hidup lalu lintas merata q = 9.1475 kN/m = 914.75 kg ( ) � Jadi lendutan total yang terjadi = 7.55 – (3.21+1.6+2,47+1.32) = 1.05 Syarat :
∆ < ∆ ….OK !! 5.14 Perhitungan sambungan pelat menerus • Penulangan arah x Mux = beban hidup kombinasi 1 = 504.518 tm = 504518 Kg.m = 504518000 N.mm
Mnx= Φ
Mux =
8,0
504518000 = 630647500 Nmm
Rn = 2.. dxb
Mn = 22501000
630647500
x= 10.09 N/mm
2 =
10.09 Mpa
perluρ=
−−
fy
mxRn
m
211
1=
−−
350
09.1047,16211
47,16
1 xx =0.047 > minρ
Jadi pakaiρ = perluρ = 0,047
As = ρ xbxd = 0,047 x 1000 x 250 = 11750 mm2
Smax = 2 x h = 2 x 100 = 200 mm Jadi dipasang tulangan lentur arah x Φ22 – 100 (3801 mm2) Jadi dipasang tulangan lentur arah y Φ22 – 200 (3801 mm2)
BAB VI PERENCANAAN STRUKTUR BAWAH
6.1.1 Preliminary desain elastomer 6.1.1.1 Preliminary desain elastomer pada abutmen Data-data perancanaan : > Durometer hardness IRHD 70 > Shear modulus, G = 1.2 MPa BMS Tabel 8.1 > Bulk Modulus, B = 2000 MPa BMS Tabel 8.1 > Panjang Perletakan, a = 500 mm > Lebar Perletakan, b = 500 mm > Tebal selimut, tc = 12 mm > Tebal Lapis Dalam, t1 = 14 mm
> Tebal Pelat Baja ts = 5 mm n = 5 lapis > Tebal total elastomer, t = 105 mm > Side Cover thickness, tsc = 15 mm (berdasarkan BMS tabel K.8) 6.1.2 Pembebanan 6.1.2.1 Reaksi vertical Reaksi vertikal didapat dari perhitungan momen-momen :
Kombinasi RA RB RC Kombinasi 1 27.12 52.85 27.12 Kom binasi 2 31.14 48.33 9.7 Kombinasi 3 33.42 46.04 6.3
Tabel 6.1 Reaksi pada tumpuan pilar dan abutment (satuan dalam t)
6.1.2.2 Reaksi horisontal a. Akibat gaya rem Berdasarkan RSNI T-02-2005 ps.6.7 gambar 9 diperoleh untuk bentang 40 m, maka gaya rem yang terjadi sebesar 100 kN. b. Akibat gaya gempa bumi
T’EQ = Kh . I . WT Dan
Kh = C . S • Total gaya gempa pada abutmen - Teq = Kh x I x Wt = 0,3 x 1,2 x 33420 kg = 12031.2 kg = 120.31 kN • Total gaya gempa pada pilar - Teq = Kh x I x Wt = 0,3 x 1,2 x 52850 kg = 19026 kg = 190.26 kN c. Akibat beban angin Gaya nominal dan gaya layan jembatan sangat bergantung kepada kecepatan angin rencana sebagai berikut:
(kN) (RSNI T-02-2005pasal7.6.2) Dimana : Vw = 30 m/s > 5 km dari pantai (ultimate) Cw = b/d = 11,5/(2,1 + 1) = 3.6 < 6 Maka Cw dapat diinterpolasi linier. Dari tabel 5.1 didapat Cw = 1,4 Ab = (2,1 + 1) x 80 = 248 m2
TEW = 0.0006 x 1.4 x 302 x 248 = 187,488 kN � Beban horizontal total pada abutmen Ha=Hb = 100+120.31+187.88 = 408.19 kN = 40819 kg � Beban horizontal total pada pilar Ha=Hb = 100+190.26+187.88 = 478.14kN = 47814 kg 6.1.3Kontrol elastomer 6.1.3.1 Kontrol elastomer pada abutmen a. Faktor bentuk (Berdasarkan BMS pasal 8.3.5)
cmEI
LW32.1
5.84846839335.272977384
400075.9145
384
5 44
23 =×⋅⋅⋅=
⋅⋅⋅=∆ −
cmL
chamber 8500
4000
500===∆
17
Perletakan Laminasi, 4 < S < 12
4 <8.39 < 12…..Ok1! Persyaratan tegangan tekan rata-rata (BMS pasal 8.3.6.2)
≤ 15 MPa Perletakan laminasi
≤ 15 N/mm2 1.62 N/mm2 ≤ 15 N/mm2…..OK d. Persyaratan stabilitas perletakan (BMS pasal 8.3.6.5)
≤
≤ 1.6996 N/mm2 ≤ 46.53 N/mm2 ….OK e. Persyaratan tebal minimum pelat baja (BMS pasal 8.3.6.6) Tebal pelat baja (ts) = 5 mm dengan BJ 44 dan fy = 2800 MPa ts ≤ te = 3 5 ≤ 3 jadi yang menentukan adalah te = 3
te ≥
3 ≥ 3 ≥ 0.024 ..... OK f. Persyaratan penahan perletakan (BMS pasal 8.3.6.7) - Kombinasi beban H < 0.1 (Vmax + 3 x Aeff x 0.001) 120.3 < 0.1 (528.5 + 3 x 310954 x 0.001 ) 120.3 < 124 …OK - Beban permanen
≥ 2 Mpa 2.1675 ≥ 2 Mpa ... OK Jadi elastomer berukuran 500x500 mm2 dapat digunakan 6.1.3.2 Kontrol elastomer pada pilar a. Faktor bentuk (Berdasarkan BMS pasal 8.3.5)
Perletakan Laminasi, 4 < S < 12
4 <10.18 < 12…..Ok1! Persyaratan tegangan tekan rata-rata (BMS pasal 8.3.6.2)
≤ 15 MPa Perletakan laminasi
≤ 15 N/mm2
1.51 N/mm2 ≤ 15 N/mm2…..OK d. Persyaratan stabilitas perletakan (BMS pasal 8.3.6.5)
≤
≤ 2.1675 N/mm2 ≤ 31.97 N/mm2 ….OK e. Persyaratan tebal minimum pelat baja (BMS pasal 8.3.6.6) Tebal pelat baja (ts) = 5 mm dengan BJ 44 dan fy = 2800 MPa ts ≤ te = 3 5 ≤ 3 jadi yang menentukan adalah te = 3
te ≥
3 ≥ 3 ≥ 0.023 ..... OK f. Persyaratan penahan perletakan (BMS pasal 8.3.6.7) - Kombinasi beban H < 0.1 (Vmax + 3 x Aeff x 0.001) 190.3 < 0.1 (334.2 + 3 x 310954 x 0.001 ) 190.3 < 191.43 …OK - Beban permanen
≥ 2 Mpa 2.54 ≥ 2 Mpa ... OK � Jadi elastomer berukuran 600x600 mm2 dapat digunakan. 6.2 Perencanaan Abutmen 6.2.1 Data umum perencanaan Panjang bentang : 80 m Lebar jalan : 10.5 m Tebal lantai beton : 0.25 m Tebal lapisan aspal : 0.05 m Lebar concrete barrier : 0.5 m Lebar Jembatan Total : 11.5 m Mutu baja : BJ 37 ( fy = 240 Mpa, fu = 370 Mpa ) Mutu beton : fc’ = 30 Mpa , fy = 320 Mpa Zone gempa : 2 Kekuatan angin : > 5 km dari pantai 6.2.2 Dimensi Abutment Dalam perencanaan abutment atau kepala jembatan digunakan tipe pilecap untuk tumpuan A dan C. Karena jarak bentang simetris maka beban yang dipikul abutment akan sama, sehingga hanya dihitung satu sisi saja.
18
Gambar 6.3 Dimensi abutment (satuan dalam
mm) 6.2.3 Pembebanan Abutment a. Beban vertical Bangunan atas = 6 x 33.42 t = 200.52 t Beban angin = 18.748 t + = 219.268 t
Berat sendiri abutment
2
3
1
6
5 4
Gambar 6.4 Pembagian segmen abutment (satuan dalam mm)
segment P t A L V(m
3) W(kg)
1 7.5 0.8 6 11.5 69 165600
2 1.5 5.1 7.65 11.5 87.975 211140
3 1.2 2 2.4 11.5 27.6 66240
4 1.2 0.5 0.6 11.5 6.9 16560
5 0.3 0.9 0.27 11.5 3.105 7452
6 0.4 2.1 0.84 11.5 9.66 23184
Σ 490176 Tabel 6.2 Perhitungan berat sendiri abutment
(kg)
b. Beban horisontal
Gambar 6.5 Beban Horisontal
Layer 1 → Tanah Urug γ = 1,85/m2 Φ = 30o C’ = 0 Layer 2 → Tanah Asli (Silt kedalaman 2 – 12 m) γ = �1.4 t/m3
Φ = 19,467o
C’ = 0.067 ≈ 0 Tekanan Tanah Aktif Ka1 = Tg2 (45 – Ø/2) ; Ka2= Tg2 (45 – Ø/2) = Tg2 (45 – 30/2) ; = Tg2 (45 – 19,467/2) = 0,333 = 0,5 Tekanan Tanah Pasif Kp = Tg2 (45 + Ø/2) = Tg2 (45 + 19,467/2) = 1,999 Gaya Lateral Tanah Aktif Ea1 = H1 . (q Ka1)l = 7 (3 x 0,333) 8,5 = 59,4405 t Ea2 = H2 . (q Ka2)l = 0,8 (3 x 0,5) 8,5 = 10,2 t Ea3 = 0,5H1 . (γ1 H1 Ka1)l = 0,5 x 7 (1,8 x 7 x 0,333) 8,5 = 124,825 t Ea4 = H2 . (γ1 H1 Ka2)l = 0,8 (1,8 x 7 x 0,5) 8,5 = 42,84 t Ea5 = 0,5 H2 (γ2 H2 Ka2)l = 0,5 x 0,8 (1,4 x 0.8 x 0,5) 8,5 = 1,904 t Gaya Lateral Tanah Pasif Ep = 0,5 H (γ2 h Kp)l = 0,5 x 0.8 (1,4 x 0.8 x 1,999) 8,5 = 7,612192 t 6.2.4 Cek Stabilitas Control stabilitas abutment yang dihitung antara lain : • Kontrol Guling
Control guling dicek terhadap titik A (titik putar guling)
19
Gambar 6.6 Perhitungan Momen Penahan
dan Momen Guling
• Perhitungan momen penahan Momen penahan disini memperhitungkan kekuatan abutmen dan kekuatan dari tanah yang dibagi per segmen untuk mempermudah perhitungan.
segment P t A L V(m3) W(kg) X terhadap A Momen di A
1 7.5 0.8 6 11.5 69 165600 3.75 621000
2 1.5 5.1 7.65 11.5 87.975 211140 3.75 791775
3 1.2 2 2.4 11.5 27.6 66240 5.1 337824
4 1.2 0.5 0.6 11.5 6.9 16560 5.1 84456
5 0.3 0.9 0.27 11.5 3.105 7452 4.35 32416.2
6 0.4 2.1 0.84 11.5 9.66 23184 4 92736
7 0.7525 1.5 1.12875 11.5 12.98063 31153.5 3.312 103180.392
8 7 1.8 12.6 11.5 144.9 347760 6.6 2295216
9 1.2 2 1.2 11.5 13.8 33120 5.1 168912
10 3.5 1.2 4.2 11.5 48.3 115920 5.1 591192
5118707.59 Tabel 6.3 Perhitungan momen penahan abutment (kg)
• Perhitungan Momen Guling Momen guling adalah momen yang bekerja akibat tekanan tanah aktif yang bekerja pada struktur. segment W (ton) X terhadap A Momen di A
1 594 4.3 2555.9415
2 10.2 0.4 4.08
3 125 3.13 390.70225
4 42.84 0.4 17.136
5 2 0.2667 0.5077968
2968.367547 Tabel 6.4 Perhitungan momen tekanan tanah aktif (t)
Syarat : 5,1≥Σ
ΣgMomenGulin
anMomenPenah
).....(5,1724418392.1367547,2968
70759.5118OK
gMomenGulin
anMomenPenah ≥==Σ
Σ
• Kontrol geser
- Gaya geser ΣEa-Ep = (239,2095 - 7,612192 ) = 231.597308 ton (←) - Gaya penahan [ (ΣW) Tg ό] = (2051,868 ) Tg (2/3 Ø) = (2051,868) Tg (2/3 19,467) = 472 ton Syarat :
5,1])[( ≥
−∑
∑
EpEa
TgW δ5,1037,2
6,231
472 ≥=
� jadi dimensi abutment cukup untuk menahan gaya guling dan gaya geser.
6.2.5 Penulangan 6.2.5.1 Penulangan kaki abutmen
Dimensi Poer : b (panjang poer) = 11.5 m t (tebal poer) = 0.8 Kontrol penampang
h/b ≥ 0.3 (adalah sebagai balok) h/b ≤ 0.3 (adalah sebagai pelat) 0.8/11.5 = 0.069 (analisa sebagai pelat)
Mutu beton f’c = 30 Mpa Mutu baja tulangan fy = 290 Mpa
Gambar 6.7 Gambar Pelat Persegi yang menumpu pada Kempat tepinya
Lx = 7.5 m Ly = 11.5 m
53.15.7
5.11 ===lx
lyB < 2 (pelat 2 arah)
Beban yang dipakai untuk perhitungan penulangan pelat poer adalah : Wt = 526.243+490.176 = 1016.419 t
2/78.1125.86
419.1016mt
A
Wtq ===
Direncanakan: tebal decking = 40 mm diameter tulangan = 25 mm
dx = 1000 – 40 – (0.5x25) = 947.5 mm dy = 1000–40 - 25 – 0,5x25 = 922.5 mm b = 1000 mm
2
3
1
6 5 4
7
8
10
9
20
dari hasil perhitungan dapat digambar sebagai berikut : tulangan lapangan arah x yang dipakai tulangan D25 – 100 mm ( As = 4548 mm2).Untuk lebih detailnya lihat gambar 6.8 Gambar 6.8 Detail tulangan pelat arah x
tulangan lapangan arah y yang dipakai tulangan D25 – 100 mm ( As = 4417.866 mm2) .Untuk lebih detailnya lihat gambar 6.9
Gambar 6.9 Detail tulangan pelat arah y
6.2.5.2 Penulangan dinding abutment Dimensi Poer : b (panjang poer) = 11.5 m t (tebal poer) = 1.5 Kontrol penampang : h/b ≥ 0.3 (adalah sebagai balok) h/b ≤ 0.3 (adalah sebagai pelat) 1.5/11.5 = 0.13 (analisa sebagai pelat) Mutu beton f’c = 30 Mpa Mutu baja tulangan fy = 290 Mpa
Gambar 6.10 Gambar Pelat Persegi yang menumpu pada Kempat tepinya
Lx = 5.1 m Ly = 11.5 m
)1(225.21.5
5.11arahpelat
lx
lyB >===
M = 239.44 tm = 239.44.107 Nmm Direncanakan: tebal decking = 40 mm, diameter tulangan = 25 mm
dx = 1000 – 40 – 25.2
1 = 947.5 mm
dy = 1000 – 40 - 25 – 0,5x25 = 922.5 mm
b = 1000 mm Dicari m (perbandingan tegangan).....CHU – KIA WANG & CHARLES G. SALMON; Disain Beton Bertulang jilid 1 (3.8.4a)
Rn= 2dxb
Mn
×=
2
7
5,9471000
10.44.239
x = 2.66 N/mm2
=
××−−fy
mRn
m
211
1
=
××−−290
37.1166.2211
37.11
1 = 0.0097
As perlu = �b.d = 0.0097. 1000 . 947,5 = 9190.75 mm2
As = 222 874,490)25(4
1
4
1mmxxxdx == ππ
buahAs
perluAsn 1972.18
874.490
9190.75 ≈===
Jadi tulangan tumpuan arah x yang dipakai tulangan 19 D25 ( As = 9326.6 mm2) 6.2.6 Perencanaan pondasi abutment 6.2.6.1 Cek pondasi dangkal abutment • Kontrol daya dukung tanah Tanah pada dasar Abutment�Tanah Asli(silt pada kedalaman 12m) γ = �1.4 t/m3 Nc = 14,4 Ø = �19,467o Nγ = 3,3 C’= 0.067 Nq = 6,14 • Data abutment D = 0.8 m , B = 7.5 m, h = 0,8 m, L = 11,5 m, b = 1,5 m • Daya dukung tanah qult = (1 – 0.2(B/L) γ �B/2 Nγ + (1 + 0.2(B/L) C Nc + γ ��D Nq
= (1-0.2(7.5/11,5) (1,4) (�7.5/2) (3.3) + (1+0.2(7.5/11,5) (0,067) (14,4) + (1,4) (0.8) (6,14) = 15.06 + 1,09 + 6.877= 23.027 ton/m2 • Menghitung momen terhadap titik O :
2
3
1
6
5 4
7
8
10
9
21
Gambar 6.11 Momen terhadap titik A
segment W (ton) X terhadap A Momen di A
1 165.6 3.75 621
2 211.14 3.75 791.775
3 66.24 5.1 337.824
4 16.56 5.1 84.456
5 7.452 4.35 32.4162
6 23.184 4 92.736
7 12.98063 3.312 42.99183
8 144.9 6.6 956.34
9 13.8 5.1 70.38
10 48.3 5.1 246.33
Ea1 59.4405 4.3 255.59415
Ea2 10.2 0.4 4.08
Ea3 124.825 3.13 390.70225
Ea4 42.84 0.4 17.136
Ea5 1.904 0.2667 0.5077968
3944.269227 tm Tabel 6.5 Perhitungan momen di titik A abutment Menghitung gaya geser Wt = berat pilar = 41.28 t � Gaya geser Total Arah Memanjang
� Gaya Geser Total Arah Melintang
Tegangan yang terjadi
58,361.65,115.76/1
26.3944
5,115.7
526.243
6/1 22+=
∗∗+
∗=
Σ+Σ=
LB
M
BL
V oσ
� σmax = 42.68 ton/m2
SF = 539.068.42
027.23
max==
σqult < 3…..NOT OK
� perbaikan dengan tiang pancang 6.2.6.2 Perencanaan tiang pancang abutment
2/67.73
027.23mt
SF
qultt ===σ
Tegangan yang tejadi σmax = 42.68 t/m2 Kebutuhan daya dukung tiang pancang = 42.68– 7.67 = 35.01 t/m2 � Q = 35.01 (7.5 x 11,5) = 3019.61 t Digunakan metode “ LUCIANO DECOURT”
Ql = Qp + Qs � Perhitungan Ql untuk diameter = 0.5 m Ap = 0.25 x 3.14 x (0.5) = 0.19625m2 As = 3.14 x (0.5) x 22 =34.54 m2 k = 25 t/m2 = 245 kPa ( u/ lanau berpasir) Np = 45.8
Ns = 20.725 Qp = qp . Ap = (Np . k) Ap = (45.8 . 25) 0.19625 = 224.7 t Qs = qs . As = (Ns/3 + 1)As = (20.725/3+1)34.54 = 273.15 t Ql = Qp + Qs = 224.7 t + 273.15 t = 497.85 t Qu = QL/SF = QL/3 = 497.85/3 = 165.95 t N = Q/Qu = 3019.61/165.95 = 18.19 ≈ 18 tiang pancang. � Jumlah Tiang pancang yang dipakai = 18
tiang pancang pada kedalaman 22 m 6.2.6.3 Kontrol tiang pancang abutment Beban maksimum tiang pancang :
2
max
2
maxmax
x
xMy
y
yMx
n
Pp
∑
∗+
∑
∗+∑=
Data perencanaan tiang pancang n = 18 Σx2 = 2(6(2,75)2) = 90.75 Σy2= 2(3(0.952)+3(2.852)+ 3(4.752)) = 94.7625 Xmax = 2.75 m ; Ymax= 4.75 m Diameter = 0.5 m = 50 cm
Gambar 6.12 Kelompok Tiang Pancang
Daya Dukung Tiang Pancang Group QL (group) = QL(1tiang) x n x Ce = 165.95 x 18 x 1,33 = 3972.843 t Beban maksimum tiang pancang : Mx = Gaya geser Total Arah Memanjang x 7.8 = 14.86 x 7.8 = 115.9 t.m My = Gaya geser Total Arah Melintang x 7.8 = 14.86 x 7.8 = 115.9 t.m
2
max
2
maxmax
x
xMy
y
yMx
n
Pp
∑
∗+
∑
∗+∑=
t078.17775.90
75,29.115
7625.94
75.49.115
18
) (3019.61 =∗+∗+=
Pmax x n < QL (Group) 177.078 x 18 < 3972.843 t 3187.404 t < 3972.843 t …OK!!! Jadi 18 Tiang Pancang dengan diameter 50 cm bisa digunakan.
22
6.3 Perencanaan Pilar 6.3.1 Umum
Gambar 6.13 Dimensi Pilar Jembatan
6.3.2 Pembebanan Pilar • Beban Mati
Bangunan atas = 6 x 169.165 t = 1014.99 t Beban angin = 2 x 18.748 = 37.496 t + = 1052.486 t
• Beban Rem Berdasarkan RSNI T-02-2005 ps.6.7 gambar 9 diperoleh untuk bentang 40 m, maka gaya rem yang terjadi sebesar 100 kN.
• Beban Tumbukan Beban tumbukan dimisalkan sebuah batang kayu dengan massa 2 ton menumbuk dengan kecepatan aliran sungai. Perhitungannya sebagai berikut: (RSNI T-02-2005 ps.7.4.5)
• Gaya Seret (Hanyutan) TEF = 0,5 x CD x Vs2 x AD = 0,5 x 0,7 x 12 x 1.5 = 0.525 t • Perhitungan Scouring
( )
dg
vFr
Frd
a
d
St
.
.2 45,065,0
=
=
( ) 45,0
65,0
28,0.5.1
1.22
28,028,9
25,1
=
==
xSt
xFr
= 1,73 m
• Berat sendiri pilar
Gambar 6.15 Pembagian segmen pada pilar
segmen γ(t/m3) t(m) l(m) A W Yo Mo A x Yo
1 2.4 0.8 2 1.6 3.84 9.6 36.864 15.36
2 2.4 8.8 1 8.8 21.12 5.2 109.82 45.76
3 2.4 1.2 5.5 6.6 15.84 0.6 9.504 3.96
4 2.4 0.4 0.5 0.2 0.48 9 4.32 1.8
Σ 17.2 41.28 160.51 66.88 Tabel 6.6: Perhitungan Berat Pilar dan Momen Titik berat abutment dan didapatkan dengan
persamaan A
YoA
Σ×Σ sehingga didapatkan
= 3.88 m dari titik O. • Perhitungan Gaya Gempa
Berat total seluruh bangunan adalah berat struktur atas jembatan ditambah dengan 0,5 x berat pilar. a. Beban Mati
• Total beban mati Total beban mati pada pilar adalah akumulasi beban mati pada perhitungan abutment dan pilar. • Beban mati pada pilar: 1052.486+474.72 = 1527.206 t • Beban mati pada abutment: 526.243+490.176 = 1016.419 t Total = 2543.625 t
b. Beban Hidup • Beban beban terbagi rata (BTR) dari
beban D • Beban garis (BGT) dari beban D • Beban Truk c. Beban Gempa Arah Memanjang • Beban Gempa (RSNI T-02-2005 ps.7.7.1) T’EQ = Kh . I . WT Dan Kh = C . S 6.3.3 Penulangan Pilar 6.3.3.1 Penulangan Kaki Pilar
1
2
3
4 4
23
Dimensi Poer : b (panjang poer) = 11.5 m t (tebal poer) = 1.2 m Kontrol penampang h/b ≥ 0.3 (adalah sebagai balok) h/b ≤ 0.3 (adalah sebagai pelat) 1.2/11.5 = 0.104 (analisa sebagai pelat) Mutu beton f’c = 30 Mpa Mutu baja tulangan fy = 290 Mpa Gambar 6.16 Gambar Pelat Persegi yang menumpu pada Kempat tepinya Lx = 5.5 m Ly = 11.5 m
09.25.5
5.11 ===lx
lyB > 2 (pelat 1 arah)
Beban yang dipakai untuk perhitungan penulangan pelat poer adalah : M = 160.51 Direncanakan:
tebal decking = 40 mm diameter tulangan = 25 mm dx = 1000 – 40 – (0.5x25) = 947.5 mm
dy = 1000 – 40 - 25 – 0,5x25 = 922.5 mm b = 1000 mm
Rn = 2dxb
Mn
×=
2
7
5,9471000
10.51.160
x= 1.78 N/mm2
=
××−−fy
mRn
m
211
1
=
××−−290
37.11178211
37.11
1 = 0.0063
As perlu = �b.d
= 0.0063. 1000 . 947,5 = 5969.25 mm2
As = 222 874.490)25(4
1
4
1mmxxxdx == ππ
Jumlah tulangan yang dibutuhkan
buahAs
perluAsn 1316.12
874.490
5969.25 ≈===
Jadi tulangan tumpuan arah x yang dipakai tulangan 13D25 ( As = 5969.25 mm2)
6.3.3.2 Penulangan dinding pilar Dimensi Poer : b (panjang poer) = 11.5 m t (tebal poer) = 1 Kontrol penampang : h/b ≥ 0.3 (adalah sebagai balok) h/b ≤ 0.3 (adalah sebagai pelat) 1 /11.5 = 0.087 (analisa sebagai pelat) Mutu beton f’c = 30 Mpa Mutu baja tulangan fy = 290 Mpa
Gambar 6.17 Gambar Pelat Persegi yang menumpu pada Kempat tepinya
Lx = 8 m Ly = 11.5 m
)2(243.18
5.11arahpelat
lx
lyB <===
Beban yang dipakai untuk perhitungan penulangan pelat poer adalah : Wt = 1052.486+474.72 = 1527.206 t
2/59.1692
106.1527mt
A
Wtq === Direncanakan:
tebal decking = 40 mm, diameter tulangan = 25 mm
dx = 1000 – 40 – 25.2
1 = 947.5 mm
dy = 1000 – 40 - 25 – 0,5x25 = 922.5 mm b = 1000 mm ● Penulangan arah x - Tumpuan
1,209.25.5
5.11 ≈==lx
ly , X =63
Mtx = - 0,001 q. lx2. X = - 0,001.16.59. 5.52. 63 = - 31.61 tm
Mu = 31.61 tm = 31.61x107 Nmm
===8,0
10.31.61 7
φMu
Mn 39.51x107 Nmm
Rn=2dxb
Mn
×=
2
7
5.9471000
1051.93
x
x =0.44 N/mm2
=
××−−fy
mRn
m
211
1
=
××−−290
37.1144.0211
37.11
1
= 0.0015 As perlu = �b.d
= 0,0048 . 1000 . 947,= 4548 mm2
24
As= 222 874,490)25(4
1
4
1mmxxxdx == ππ
Jumlah tulangan yang dibutuhkan
buahAs
perluAsn 1027.9
874.490
4548 ≈===
Jadi tulangan tumpuan arah x yang dipakai tulangan D25 – 100 mm ( As = 4548 mm2)
- Lapangan
1,209.25.5
5.11 ≈==lx
ly , X =63
Mtx = - 0,001 q. lx2. X = - 0,001.16.59. 5.52. 63 = - 31.61 tm
Mu = 31.61 tm = 31.61x107 Nmm
===8,0
10.31.61 7
φMu
Mn 39.51x107 Nmm
Rn=2dxb
Mn
×=
2
7
5.9471000
1051.93
x
x =0.44 N/mm2
=
××−−fy
mRn
m
211
1
=
××−−290
37.1144.0211
37.11
1
= 0.0015 As perlu = �b.d
= 0,0048 . 1000 . 947,5 = 4548 mm2
As= 222 874,490)25(4
1
4
1mmxxxdx == ππ
Jumlah tulangan yang dibutuhkan
buahAs
perluAsn 1027.9
874.490
4548 ≈===
Jadi tulangan tumpuan arah x yang dipakai tulangan D25 – 100 mm ( As = 4548 mm2).Untuk lebih detailnya lihat gambar 6.18
Gambar 6.18 Detail tulangan pelat arah x ● Penulangan arah y - Lapangan
1.209.25.5
5.11 ≈==lx
ly , X =10
Mlx = + 0,001 q. lx2. X = + 0,001.16.59. 5.52.10 = 5.02 tm
Mu = 5.02 tm = 5.02x107 Nmm
Mn = 8,0
10.02.5 7
=φ
Mu = 6.275.107 Nmm
Rn= 2dxb
Mn
×=
2
7
5.9471000
10.275.6
x = 0.07 N/mm2
=
××−−fy
mRn
m
211
1
=
××−−290
37.1107.0211
37.11
1
= 0.00024 As perlu = �b.d = 0,0048 . 1000 . 947,5 = 4548 mm2
As= 222 874,490)25(4
1
4
1mmxxxdx == ππ
Jumlah tulangan yang dibutuhkan
buahAs
perluAsn 1026.9
874.490
4548 ≈===
Jadi tulangan lapangan arah y yang dipakai tulangan D25 – 100 mm ( As = 4417.866 mm2) .Untuk lebih detailnya lihat gambar 6.19.
Gambar 6.19 Detail tulangan pelat arah y 6.3.4 Perencanaan pondasi pilar 6.3.4.1 Cek pondasi dangkal pilar
• Daya dukung tanah qult = (1 – 0.2(B/L) γ �B/2 Nγ + (1 + 0.2(B/L) C Nc + γ ��D Nq
= (1-0.2(5.5/11,5) (1,4) (�5.5/2) (3.3) + (1+0.2(5.5/11,5) (0,067) (14,4) + (1,4) (2) (6,14) = 11.49 + 1,05 + 17.192 = 29.732 ton/m2
• Menghitung momen terhadap titik O :
1
2
3
4 4
A
Gambar 6.20 Momen terhadap titik A
25
segmen γ(t/m3) t(m) l(m) A W Yo Mo A x Yo
1 2.4 0.8 2 1.6 3.84 9.6 36.864 15.36
2 2.4 8.8 1 8.8 21.12 5.2 109.82 45.76
3 2.4 1.2 5.5 6.6 15.84 0.6 9.504 3.96
4 2.4 0.4 0.5 0.2 0.48 9 4.32 1.8
Σ 17.2 41.28 160.51 66.88 Tabel 6.7 Perhitungan momen di titik A pilar
Menghitung gaya geser Wt = berat girder = 83.985 t � Gaya geser Total Arah Memanjang
� Gaya Geser Total Arah Melintang
Tegangan yang terjadi :
11.714.245,115.56/1
45.412
5,115.5
1527.206
6/1 22+=
∗∗+
∗=
Σ+Σ=
LB
M
BL
V oσ
� σmax = 31.25 ton/m2
SF = 95.025.31
732.29
max==
σqult
< 3....NOTOK
� perbaikan dengan tiang pancang 6.3.4.2 Perencanaan tiang pancang pilar
2/91.93
732.29mt
SF
qultt ===σ
Tegangan yang tejadi σmax = 31.25 t/m2 Kebutuhan daya dukung tiang pancang = 31.25– 9.91 = 21.34t/m2
� Q = 21.34 (5.5 x 11,5) = 1349.75 t digunakan metode “ LUCIANO DECOURT”
Ql = Qp + Qs Qp = qp . Ap = (Np . k) Ap Qs = qs . As = (Ns/3 + 1)As
Qu = QL/SF = QL/3 � Perhitungan Ql untuk diameter = 0.5 m Ap = 0.25 x 3.14 x (0.5) = 0.19625m2 As = 3.14 x (0.5) x 10 = 15.7 m2 k = 25 t/m2 = 245 kPa (u/ lanau berpasir) Np = 36 Ns = 14.1 Qp = qp . Ap = (Np . k) Ap = (36 . 25) 0.19625 = 176.625 t Qs = qs . As = (Ns/3 + 1)As = (14.1/3+1)15.7 = 89.49 t Ql = Qp + Qs = 176.625 t + 89.49 t
= 266.115 t Qu = QL/SF = QL/3 = 266.115/3 = 88.705 t N = Q/Qu = 1349.75/88.705 = 15.21 ≈ 16 tiang pancang. � Jumlah Tiang pancang yang dipakai = 16
tiang pancang pada kedalaman 10 m 6.3.4.3 Kontrol tiang pancang pilar
Gambar 6.21 Kelompok Tiang Pancang pilar
Beban maksimum tiang pancang : Mx = Gaya geser Total Arah Memanjang x 10 = x 10 = 302.3 t.m My = Gaya geser Total Arah Melintang x 10 = x 10 = 302.3 t.m
2
max
2
maxmax
x
xMy
y
yMx
n
Pp
∑
∗+
∑
∗+∑=
t34.9875.90
75,13.302
9875.175
75.43.302
16
) (1349.75 =∗+∗+=
Pmax x n < QL (Group) 98.35 x 16 < 1717.329 t
1573.6 t < 1717.329 t …OK Jadi 16 Tiang Pancang dengan diameter 50 cm bisa digunakan
BAB VII METODE PELAKSANAAN STRUKTUR
UTAMA 7.1 Umum
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dilapangan agar hasil dari perancangan jembatan ini sesuai dengan apa yang telah direncakan sebelumnya. Keberhasilan suatu rancangan adalah apabila rancangan tersebut dapat diterapkan dilapangan dengan metode pelaksanaan yang tepat.
Untuk Tugas Akhir ini, akan dijelaskan mengenai tahap pelaksanaan struktur balok pratekan pracetak. Hal ini dilakukan agar hasil dilapangan nantinya akan tidak berbeda jauh dengan apa yang telah dirancang.
26
7.2 Metode pelaksanaan struktur utama
BAB VIII RINGKASAN dan SARAN
8.1 Ringkasan Dari hasil perhitungan dan perencanaan jembatan akses tol Surabaya-Mojokerto dengan beton pratekan tipe I diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : 1. Panjang total jembatan 80m dibagi menjadi 2
bentang masing-masing 40m+40m dengan lebar total jembatan 11.5 m (7m+2.5m+1m+1m).
2. Gelagar utama direncanakan sebanyak 6 buah dengan jarak as ke as 1.85m.
3. Concrete barrier dari beton dengan tulangan 14Ø16 dengan tinggi 1 m.
4. Pelat lantai kendaraan digunakan tebal 25 cm 5. Diafragma digunakan dimensi 165 x 127.5 x
20cm3. 6. Gelagar utama L=40m, Fo = 9206.89kN
mengalami kehilangan prategang total sebesar 20.31% dengan jumlah strand 70 buah dipasang pada 4 tendon masing-masing terdapat 18 strand.
7. Lendutan total yang terjadi sebesar 1.05cm ( ) 8. Dimensi elastomer bearing pad 500x500x105
mm3 untuk abutmen, sedangkan untuk pilar berdimensi 600x600x105 mm3
9. Abutment direncanakan setinggi 7.8 m ditumpu pondasi tiang pancang Ø 50 cm sebanyak 18 tiang dengan kedalaman 22 m
10. Pilar direncanakan setinggi 10 m ditumpu pondasi tiang pancang Ø 50 cm sebanyak 16 tiang dengan kedalaman 10 m
DAFTAR PUSTAKA
ASTM A-416 Badan Standarisasi Nasional. SNI T-12-2004 Perencanaan Struktur Beton Pada Jembatan Direktorat Jendral Binamarga, Departemen Pekerjaan Umum. Standar Pembebanan Untuk Jembatan (RSNI T-02-2005-jatan). Lin Ned, TY and Burn, NH.1989.Desain Struktur Beton Pratekan. Nawy, Edward G.2001. Beton Prategang
Balok pratekan dicetak
Pemasangan Tul. geser
Pemasangan stell duct
Pengecoran balok
pratekan
Jacking Fo
=9206KN
Pengangkatan dengan 2
mobile crane
Gelagar diletakkan
di atas bridge
launching
Pemasangan slab-slab beton,
Penulangan, Pengecoran pelat
Dilakukan pengecoran pada struktur Sekunder
jembatan
Pemasangan
Diafragma