17
117 PERSEPSI MASYARAKAT PEZIARAH TERHADAP MAKAM KERAMAT DI KABUPATEN LUWU UTARA (Perception of P Pilgrim Toward Sacred Tomb in North Luwu) Ansaar Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 e-mail: [email protected] INFO ARTIKEL Keywords Perception, Sacred tomb, Pilgrim community Kata Kunci Persepsi, Makam keramat, Masyarakat peziarah ABSTRACT The tradition of pilgrimage to old sacred tombs is a phenomenon that lives in the community that has been carried out for generations. Mystical beliefs based on traditions and beliefs that are based on rational thoughts, show the various kinds of beliefs of tomb pilgrims. Supernatural powers on tombs that are considered sacred can affect their perspective or perception of the unseen world which is considered to change their destiny and life. This study, in addition to aiming at giving an idea of the purpose and motivation of pilgrims visiting old sacred tombs, is also to find out the perception of the pilgrims to the sacred tombs. This research is descriptive qualitative with field data collection techniques. The results of the discussion showed that the purpose and motivation of pilgrims came to the sacred tombs, because there was a belief from them that visiting sacred tombs would get a blessing in accordance with their intended intentions and goals. Pilgrims who come to the tomb, each other also have different perceptions or views, depending on their goals and needs coming to the tomb. ABSTRAK Tradisi ziarah ke makam-makam tua yang dikeramatkan merupakan fenomena yang hidup di kalangan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun. Kepercayaan mistis yang berbasis pada tradisi dan kepercayaan yang berdasar pada pemikiran-pemikiran rasional, menunjukkan berbagai macam kepercayaan para peziarah makam. Kekuatan supranatural pada makam-makam yang dianggap keramat dapat mempengaruhi cara pandang atau persepsi mereka terhadap dunia gaib yang dianggap dapat merubah nasib dan kehidupannya. Penelitian ini, di samping bertujuan memberi gambaran tentang tujuan dan motivasi peziarah mengunjungi makam-makam tua yang dikeramatkan, juga untuk mengetahui persepsi masyarakat peziarah terhadap makam-makam yang dikeramatkan itu. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data lapangan. Hasil pembahasan menunjukkan, bahwa tujuan dan motivasi peziarah mendatangi makam-makam keramat itu, karena ada keyakinan dari mereka bahwa mendatangi makam-makam keramat akan memperoleh berkah sesuai dengan niat dan tujuan yang dikehendaki. Peziarah yang datang ke makam itu, satu sama lain juga punya persepsi atau pandangan yang berbeda, tergantung dari tujuan dan kebutuhan mereka datang ke makam itu. PENDAHULUAN Setiap manusia sadar bahwa selain dunia fana ini, ada suatu alam yang tak tampak olehnya dan berada diluar batas akalnya. Dunia itu adalah dunia supra- natural. atau alam gaib. Berbagai kebudayaan menganut kepercayaan, bahwa dunia gaib dihuni oleh berbagai makhluk dan Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

117 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

PERSEPSI MASYARAKAT PEZIARAH TERHADAP MAKAM KERAMAT DI KABUPATEN LUWU

UTARA (Perception of PPilgrim Toward Sacred Tomb in North Luwu)

Ansaar

Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 e-mail: [email protected]

INFO ARTIKEL

Keywords Perception, Sacred tomb, Pilgrim community Kata Kunci Persepsi, Makam keramat, Masyarakat peziarah

ABSTRACT

The tradition of pilgrimage to old sacred tombs is a phenomenon that lives in the community that has been carried out for generations. Mystical beliefs based on traditions and beliefs that are based on rational thoughts, show the various kinds of beliefs of tomb pilgrims. Supernatural powers on tombs that are considered sacred can affect their perspective or perception of the unseen world which is considered to change their destiny and life. This study, in addition to aiming at giving an idea of the purpose and motivation of pilgrims visiting old sacred tombs, is also to find out the perception of the pilgrims to the sacred tombs. This research is descriptive qualitative with field data collection techniques. The results of the discussion showed that the purpose and motivation of pilgrims came to the sacred tombs, because there was a belief from them that visiting sacred tombs would get a blessing in accordance with their intended intentions and goals. Pilgrims who come to the tomb, each other also have different perceptions or views, depending on their goals and needs coming to the tomb.

ABSTRAK

Tradisi ziarah ke makam-makam tua yang dikeramatkan merupakan fenomena yang hidup di kalangan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun. Kepercayaan mistis yang berbasis pada tradisi dan kepercayaan yang berdasar pada pemikiran-pemikiran rasional, menunjukkan berbagai macam kepercayaan para peziarah makam. Kekuatan supranatural pada makam-makam yang dianggap keramat dapat mempengaruhi cara pandang atau persepsi mereka terhadap dunia gaib yang dianggap dapat merubah nasib dan kehidupannya. Penelitian ini, di samping bertujuan memberi gambaran tentang tujuan dan motivasi peziarah mengunjungi makam-makam tua yang dikeramatkan, juga untuk mengetahui persepsi masyarakat peziarah terhadap makam-makam yang dikeramatkan itu. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data lapangan. Hasil pembahasan menunjukkan, bahwa tujuan dan motivasi peziarah mendatangi makam-makam keramat itu, karena ada keyakinan dari mereka bahwa mendatangi makam-makam keramat akan memperoleh berkah sesuai dengan niat dan tujuan yang dikehendaki. Peziarah yang datang ke makam itu, satu sama lain juga punya persepsi atau pandangan yang berbeda, tergantung dari tujuan dan kebutuhan mereka datang ke makam itu.

PENDAHULUAN

Setiap manusia sadar bahwa selain

dunia fana ini, ada suatu alam yang tak

tampak olehnya dan berada diluar batas

akalnya. Dunia itu adalah dunia supra-

natural. atau alam gaib. Berbagai

kebudayaan menganut kepercayaan, bahwa

dunia gaib dihuni oleh berbagai makhluk dan

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 2: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 118

kekuatan yang tak dapat dikuasai oleh

manusia dengan cara-cara biasa, dan karena

itu dunia gaib pada dasarnya ditakuti oleh

manusia. Makhluk dan kekuatan yang

menghuni dunia alam gaib adalah:1) dewa-

dewa yang baik dan buruk, 2).makhluk-

makhluk halus lainnya seperti roh para

leluhur, hantu dan lain-lainnya yang baik

maupun yang jahat, 3) Kekuatan sakti yang

dapat bermanfaat bagi manusia maupun yang

dapat membawa bencana (Koentjaraningrat,

1997;203)

Pola pemikiran semacam itulah yang

masih mewarnai masyarakat Indonesia dan

menganggap dunia sebagai satu kesatuan

mistis yang utuh. Ia harus menjalin relasi

yang baik dengan seluruh alam semesta.

Begitu pula dengan dunia lain yang dianggap

mampu untuk memberikan keselamatan dan

mewujudkan suatu keinginan tertentu. Untuk

mengekspresikan adanya getaran jiwa, suatu

emosi membutuhkan suatu objek tujuan

sebagai sarananya, yakni tempat-tempat

keramat yang dianggap suci untuk

mengespresikan emosi keagamaan.

Kepercayaan tentang kekeramatan

atau kekuatan supra-natural begitu kuat pada

kebanyakan masyarakat dengan melihat suatu

kelebihan atau mujizat terhadap orang-orang

tertentu yang semasa hidupnya menjadi

panutan baik dalam kegiatan keagaamaan

seperti tokoh ulama yang menyebarkan

agama Islam maupun raja-raja yang pernah

berkuasa. Ketika tokoh-tokoh ini meninggal

maka kuburannya dianggap keramat dan

banyak dikunjungi masyarakat untuk

berziarah dan melakukan ritual.

Makam-makam yang dianggap

keramat, banyak ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten

Luwu Utara. Di daerah tersebut, makam-

makam tua yang dikeramatkaan dan dikenal

banyak orang, seperti makam Datuk

Patimang atau yang bergelar Waliyullah Al

Arif Billah Al Imam dan makam Raja Luwu

XV (Andi Patiware Opu Daeng Parabu Petta

Matinroe ri Patimang). Kedua makam yang

menjadi objek pembahasan dalam penelitian

ini, sampai sekarang masih ramai dikunjungi

peziarah, baik peziarah lokal maupun

peziarah dari daerah lain. Mereka melakukan

kunjungan terutama pada hari-hari tertentu,

seperti hari-hari besar Islam, hari menjelang

memasuki bulan suci Ramadhan maupun

setelah hari raya lebaran, baik Idul Fitri

maupun Idul Adha. Tradisi berziarah ini telah

dilakukan sejak dahulu hingga sekarang dan

berlangsung secara turun temurun.

Ziarah atau berkunjung ke makam

pada dasarnya merupakan salah satu

rangkaian kegiatan religius manusia. Orang

yang berziarah ke makam pada umumnya

dihubungkan dengan tokoh atau leluhur yang

dimakamkan di tempat itu. Berziarah

dianjurkan oleh Rasulullah, tetapi sebatas

untuk mengingatkan kepada kita bahwa

setiap makhluk hidup akan mengalami mati.

Karena itulah kita harus selalu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 3: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

119 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

mempersiapkan segalanya untuk bekal di

akherat nanti. Bagi yang sholeh dan beramal

baik, selalu dikenang dan dijadikan tauladan

sehingga tidak sedikit orang yang berkunjung

ke makam tersebut untuk mendoakan agar

arwah yang berada dalam kubur ditempatkan

di sisi-Nya.

Peziarah yang datang atau berkunjung

ke makam-makam keramat, umumnya

memiliki tujuan dan motivasi yakni untuk

melakukan doa atau memohon kepada Allah

swt atas berbagai keinginan atau niat seperti:

permohonan agar diberi kemudahan rezki,

keselamatan, nasib baik, ungkapan syukur,

kesembuhan dari penyakit yang diderita,

serta permohonan agar usaha yang dijalankan

tetap lancar. Selain itu, ada pula yang

berziarah sebagai pelaksanaan nazar atau

melepas nazar yang pernah diucapkan

sebelumnya. Peziarah seperti ini dari awal

sudah meniatkan untuk melakukan ziarah

atau kunjungan ke makam bilamana

harapannya telah berhasil.

Di samping adanya tujuan dan motivasi

melakukan kunjungan ke makam, masyarakat

peziarah juga punya persepsi atau pandangan

yang berbeda terkait dengan keberadaan

makam-makam keramat itu. Berbicara

tentang persepsi atau pandangan, beberapa

ahli telah memberikan pendapat. Menurut

Suseno (1993), persepsi atau pandangan

adalah merupakan keseluruhan semua

keyakinan, daripadanya manusia memberi

struktur yang bermakna kepada alam

pengalamannya. Dalam persepsi masyarakat,

realitas tidak dibagi dalam berbagai bidang

yang terpisah satu sama lain, melainkan

dilihat sebagai satu kesatuan menyeluruh.

Bagi mereka persepsi atau pandangan itu

bukan berarti pengertian yang abstrak,

melainkan berfungsi sebagai sarana dalam

usahanya untuk berhasil dalam menghadapi

malah-masalah kehidupan.

Sementara itu, Geertz (1992:51)

memberi arti pandangan sebagai gambaran

tentang kenyataan apa adanya, konsep

tentang alam, diri dan masyarakat.

Pandangan ini mengandung gagasan-gagasan

yang paling konprenhensif mengenai tatanan

dan secara emosional dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat diterima dengan disajikan

sebagai sebuah gambaran tetang masalah-

masalah yang aktual.

Persepsi atau pandangan dibentuk oleh

suatu cara berpikir yang dapat merasakan

nilai-nilai kelakuan, peristiwa-peristiwa dan

segi-segi lain dari suatu pengalaman. Oleh

karena itu, pandangan merupakan sebuah

pengaturan mental dari pengalaman itu dan

pada gilirannya mengembangkan suatu sikap

hidup (Mulder, 1986:30). Persepsi atau

pandangan dapat memunculkan makna pada

“sesuatu” yang tersimpan dalam simbol-

simbol yang keabsahannya diakui oleh para

pendukungnya, terutama pada persepsi yang

berkenaan dengan kehidupan religius.

Persepsi yang berkenaan dengan

kehidupan religius itu terkadang diperkuat

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 4: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 120

dengan mitos. Mitos itu sendiri merupakan

kebenaran religius yang biasanya

diungkapkan melalui cerita atau dongeng dan

merupakan bagian dari suatu kepercayaan

yang hidup di antara sejumlah bangsa. Mitos

menjadi suatu kebenaran yang pasti dan

menetapkan suatu kebenaran absolut yang

tidak bisa diganggu gugat. Mitos

menguatkan suatu tabir misteri, mewahyukan

peristiwa primordial yang masih selalu

diceritakan dan diulang kembali pada waktu

sekarang. Dalam hal ini mitos

mengungkapkan struktur aktual keilahian,

yang mengatasi semua atribut dan

mendamaikan semua pertentangan secara

lebih mendalam daripada yang bisa

diungkapkan oleh pengalaman rasional

(Susanto, 2005:90).

Tulisan mengenai persepsi masyarakat

peziarah terhadap makam keramat di daerah

lain telah pun banyak dibuat, jika kita

membuka internet maka akan banyak kita

jumpai tentang tulisan serupa tapi di daerah

lain. Namun lain lubuk lain belalang,

persepsi masyarakat dipengaruhi juga oleh

budaya setempat sehingga persepsi antara

satu daerah dengan daerah yang lain tidak

dapat di”general”kan. Persepsi masyarakat

peziarah terhadap makam di tempat lain

belum tentu sama dengan persepsi

masyarakat peziarah terhadap makam

keramat di Luwu Utara.

Berdasarkan latar belakang tersebut di

atas, maka masalah dalam tulisan ini akan

difokuskan pada: 1) apa tujuan dan motivasi

para peziarah berkunjung ke makam-makam

tua yang dianggap keramat, dan 2)

bagaimana persepsi masyarakat peziarah

terhadap makam-makam tua yang

dikeramatkan itu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

deskripsi-analisis dengan pendekatan

kualitatif yang menggambarkan fenomena

apa adanya, perkembangan yang tengah

terjadi, dan pendapat yang muncul, baik

berhubungan dengan masa sebelumnya

maupun masa sekarang. Sumber data terbagi

atas data primer dan data sekunder. Data

primer yaitu para peziarah yang datang di

kedua makam tersebut. Selain itu, penjaga

makam dan pengurus makam serta aparat

pemerintah Desa Patimang. Data sekunder

diperoleh dari buku-buku yang menunjang

tulisan.

Teknik pengumpulan data lapangan

(field research) dilakukan dengan menempuh

cara-cara sebagai berikut:

1) observasi, melalui observasi penulis

belajar mengenai perilaku dan makna dari

perilaku para peziaah yang datang ke

kedua makam tersebut. Selama masa

penelitian, penulis melakukan

pengamatan setiap harinya pada

kedatangan para peziarah.

2) wawancara mendalam terhadap peziarah

terpilih, kepada pengurus dan penjaga

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 5: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

121 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

makam serta kepada pemerintah Desa

Patimang dimana makam tersebut berada.

Mendapatkan informasi dari para

peziarah agak sulit dilakukan karena

kebanyakan dari mereka tertutup

mengenai motivasinya datang berziarah.

Kendala ini diatasi dengan menggunakan

pendekatan persuasif partisipatif.

3) studi pustaka dilakukan untuk membantu

penulis menemukan motivasi-motivasi

lain yang tak diungkapkan pada saat

wawancara. Selain itu, studi pustaka juga

berguna untuk mengetahui profil kedua

tokoh yang makamnya dikeramatkan ini.

Teknik pengumpulan data lapangan (field

research) dengan cara observasi dan

wawancara mendalam.

PEMBAHASAN

Datuk Patimang dan Raja Luwu XV,

Andi Patiware

Datuk Patimang yang bernama asli

Datuk Sulaeman dan bergelar Khatib Bungsu

adalah seorang ulama yang berasal dari Koto

Tangah, Minangkabau yang menyebarkan

agama Islam ke Kerajaan Luwu pada 1593

atau penghujung abad ke-16. Menurut

catatan sejarah, kedatangannya di Sulawesi

Selatan bersama dengan dua ulama lain yaitu

Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro.

Ketiganya datang dengan misi menyebarkan

agama Islam.

Menurut Lontarak Luwu dan Wajo,

bahwa meskipun ketiga datuk ini pertama

kali tiba di Kerajaan Gowa dan Tallo, namun

upaya pengislaman pertama dilakukan

terhadap Kerajaan Luwu. Kerajaan Gowa

tempat ketiga Datuk ini tiba pertama kali

belum bersedia menerima Islam karena

masih memiliki hubungan yang baik dengan

Portugis (penganut kristiani) di masa itu.

Ketiga datuk tersebut lalu disarankan menuju

Kerajaan Luwu, dimana saat itu Kerajaan

Luwu diperintah oleh Raja Andi Patiware.

Raja Andi Patiware bukanlah orang lain bagi

Kerajaan Gowa karena Andi Patiware

merupakan kakak ipar Raja Gowa. Andi

Patiware menikahi Petta Matinroe ri Balla

Bugisi yang merupakan anak pertama dari

Raja Gowa I Manggorai (Lestari, 2014:30).

Berangkatlah ketiga datuk ini dengan

dibantu oleh orang-orang Melayu. Ketiga

Datuk ini memilih Kerajaan Luwu setelah

mengetahui bahwa walaupun kekuasaan ada

di Kerajaan Gowa namun kemuliaan terletak

di Kerajaan Luwu. Asal muasal semua arung

atau raja di Sulawesi Selatan berasal dari

Kerajaan ini. Sehingga dengan kata lain, jika

ingin menyebarkan agama Islam ke penjuru

Sulawesi Selatan, maka Raja Luwu lah yang

pertama harus diIslamkan. (Mahmud, 2012:

39 – 40).

Ketiga datuk ini pertama kali tiba di

Desa Lapandoso, Kecamatan Bua,

Kabupaten Luwu. Disana dia dikisahkan

bertemu dengan Tandipau (semacam kepala

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 6: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 122

desa). Tandipau inilah yang pertama

memeluk Islam lalu disusul oleh masyarakat

Bua. Setelah masyarakat Bua menerina

Islam, dibangunlah masjid di Desa Tana

Rigella pada 1594 M. setelah itu, Datuk

Sulamain dan beberapa orang dari Bua lalu

melanjutkan perjalanan menuju Malangke.

Saat itu, pusat Kerajaan Luwu berada di

Malangke (Purnama, 2014: 62-63).

Datuk Patimang bersama dengan

Datuk ri Tiro dan Datuk ri Bandang berhasil

mengislamkan Raja Luwu yang berkuasa

ketika itu, Andi Patiware Daeng Parabbung

dengan mengucapkan syahadat pada 15

Ramadhan 1013 H (4 Februari 1603

(Mahmud, 2012 43). Andi Patiware lalu

mengganti nama menjadi Sultan Mahmud.

Secara perlahan tapi pasti, rakyat Kerajaan

Luwu menerima Islam selepas Raja Luwu,

Andi Patiware menerima Islam. Walaupun

demikian beberapa masyarakat Luwu yang

tinggal di pelosok kerajaan tetap memeluk

agama nenek moyangnya.

Islamisasi di Kerajaan Luwu melalui

proses yang lambat. Hal ini tidak terlepas

dari kebijakan Raja Luwu, Andi Patiware

yang tidak memperbolehkan adanya

tindakan pemaksaan. Setelah Kerajaan Luwu

menerima Islam, Datuk ri Tiro dan Datuk ri

Bandang kembali ke Kerajaan Gowa dan

Tallo dengan misi yang sama yaitu

menyebarkan agama Islam. Hal ini

dilakukan atas petunjuk dari Raja Luwu,

Andi Patiware bahwa Kerajaan Gowa lebih

tepat untuk menyebarkan agama Islam

secara menyeluruh di Sulawesi Selatan.

Dalam perjalanannya Datuk ri Bandang

fokus menyebarkan agama Islam di Kerajaan

Gowa dan Tallo sedang Datuk ri Tiro

menyebarkan agama Islam di Bulukumba

dan sekitarnya.

Datuk Patimang memilih menetap di

Malangke dan mengajarkan Islam kepada

rakyat dan pemerintahan Kerajaan Luwu.

hingga ajal menjemput dan dimakamkan di

Desa Patimang. Raja Luwu, Andi Patiware

wafat pada 1615 dan digantikan oleh Raja

Patipasaung (Purnama, 2014: 63, Mahmud,

2012: 44 - 48). Kedua makam tersebut

berada di lokasi yang sama.

Deskripsi Makam-Makam Tua yang

Dikeramatkan

1. Makam Datuk Patimang

Kompleks makam Datuk Patimang,

secara administratif terletak di Desa

Patimang, Kecamatan Malangke, Kabupaten

Luwu Utara. Jarak dari kota kabupaten

menuju kompleks makam, adalah kurang

lebih 40 km ke arah Timur dengan waktu

tempuh sekitar 1 jam. Sedangkan dari Kota

Makassar ditempuh dengan lama perjalanan

sekitar 9 jam. Di dalam kompleks makam ini,

selain terdapat makam Datuk Patimang, juga

terdapat makam Andi Patiware Opu Daeng

Parabu Petta Matinroe ri Patimang atau Raja

Luwu XV (Raja Luwu yang pertama kali

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 7: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

123 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

memeluk Islam) serta makam kerabat

kerajaan.

Untuk masuk ke lokasi komplek

makam, maka pengunjung ziarah harus

melewati pintu gerbang yang terletak di

sebelah utara menghadap jalan raya. Di

depan pintu gerbang tersebut atau tepatnya di

tengah-tengah jalan desa juga berdiri dengan

kokohnya sebuah tuguh dimana pada bagian

atasnya terdapat sebuah payung besar dan

tombak. Payung dan tombak tersebut adalah

merupakan simbol Kerajaan Luwu (gambar

1)

Gambar. 1 Sebuah bangunan tugu dengan payung dan tombak di atasnya sebagai simbol

Kerajaan Luwu, berdiri kokoh di depan pintu gerbang Kompleks Makam. (Sumber: googleimage)

Kompleks makam yang terletak di atas

tanah datar ini, memiliki luas kurang lebih

700 m2 yang dibatasi oleh pagar keliling

yang terbuat dari bahan beton tumbuk. Jika

dilihat dari letak geografisnya, Kompleks

Makam Patimang ini dapat ditandai dengan

batas-batas: di sebelah Utara terdapat jalan

aspal arah hadap lokasi, rumah penduduk dan

kebun coklat; di sebelah Timur terdapat

kebun coklat dan kebun jeruk; di sebelah

Selatan terdapat kebun coklat dan hutan

lindung; dan di sebelah Barat terdapat kebun

coklat, kebun jeruk dan empang milik

masyarakat.

Makam Datuk Patimang dibuatkan

bangunan cungkup yang terbuat dari tembok

dan beratap. Makamnya sendiri sangat

sederhana karena pada bagian pinggiran

makam ditembok sekeliling dan ditancapkan

sebuah nisan dari batu cadas alam yang tidak

dibentuk.

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 8: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 124

Gambar. 2 Tampak Makam Dato Sulaeman dalam sebuah bangunan cungkup

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hingga saat ini kondisi makam tersebut dapat

dikatakan cukup terawat, hal mana dapat

dilihat pada sekililing bangunannya, terutama

pada bagian cungkup dan tembok pinggiran

makam yang semuanya tampak masih sangat

kokoh. Selain itu, di sekitarnya juga dapat

dilihat adanya bagunan baruga, musallah, dan

penataan akses jalan setapak yang semuanya

masih dalam kondisi cukup baik.

2. Makam Raja Luwu XV (Andi

Patiware)

Sebagaimana telah dijelaskan di

sebelumnya, bahwa makam Raja Luwu ke

XV ini berada satu kompleks dengan

makam Datuk Patimang, bahkan lokasi

atau tempat makam antar keduanya cukup

berdekatan. Namun demikian, bentuk atau

model makamnya berbeda. Makam Raja

Luwu XV (Andi Patiware) sebagai raja

yang pertama kali memeluk Islam atau

yang bergelar Petta Matinroe ri Patimang,

dibentuk dari susunan batu padas lalu

dibentuk menjadi batu kotak persegi (lihat

foto. 3).

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 9: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

125 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

Gambar. 3 Tampak Makam Raja Luwu XV (Andi Patiware)

dalam Kompleks Makam di Desa Patimang.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dalam foto tersebut di atas, tampak

bahwa di sekeliling makam dibuatkan pagar

dari batu padas yang juga dibentuk menjadi

kotak batu persegi yang disusun setebal

sekitar 1 meter dan tinggi sekitar 1,5 meter

mengelilingi makam. Nisan paling besar

berbentuk mahkota yang diberi ukiran

dengan motif flora dan sulur, sedangkan

nisan paling kecil berbentuk mahkota

persegi. Andi Patiware memeluk agama

Islam pada tahun 1603 H yang disiarkan oleh

salah seorang mubalik besar bernama Datuk

Patimang (Nasir, dkk, 2009:52).

Tujuan dan Motivasi Peziarah

Berkunjung ke Makam-Makam Keramat

Ziarah atau berkunjung ke makam

pada dasarnya merupakan salah satu

rangkaian kegiatan religius manusia. Orang

yang berziarah ke makam-makam keramat

pada umumnya dihubungkan dengan tokoh

atau leluhur yang dimakamkan di tempat itu.

Berziarah dianjurkan oleh Rasulullah, tetapi

sebatas untuk mengingatkan kepada kita

bahwa setiap makhluk hidup akan mengalami

mati. Karena itulah kita harus selalu

mempersiapkan segalanya untuk bekal di

akherat nanti. Bagi yang sholeh dan beramal

baik, selalu dikenang dan dijadikan tauladan,

sehingga tidak sedikit orang yang berkunjung

ke makamnya untuk mendoakan agar arwah

yang berada dalam kubur ditempatkan di sisi-

Nya.

Ziarah makam menurut pemahaman

Islam juga dapat dikatakan amal ibadah

selama yang diziarahi itu kaum muslimin.

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 10: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 126

Salah satu tujuan dari ziarah makam itu

adalah bertasawuf kepada seorang yang

dianggap mempunyai karamah agar memiliki

syafaat, keberkahan dan dikabulkan segala

apa yang diminta. Jika pada peziarah itu tidak

memiliki akidah yang kuat, ada

kekhawatiran bahkan cenderung berlebihan

dan menyimpang dari norma-norma ajaran

Islam (Salam, 2015:472).

Keberadaan makam-makam keramat

sebagaimana telah digambarkan di atas,

khususnya makam Datuk Patimang, hingga

kini masih ramai dikunjungi peziarah dengan

berbagai tujuan dan motivasi. Peziarah

datang dari berbagai pelosok di wilayah

Sulawesi Selatan, bahkan dari daerah-daerah

lainnya, seperti Sumatra, Kalimantan, Palu,

Jambi, Bima, dan Jawa. Menurut juru

pelihara makam, di antara peziarah-peziarah

yang datang dari luar daerah, peziarah asal

Sumatra merupakan yang terbanyak

jumlahnya, karena mereka menganggap

bahwa Datuk Patimang adalah leluhur

mereka juga dan merasa memiliki ikatan

batin yang kuat dengannya. Para peziarah itu

pada umumnya datang secara berombongan

dengan menggunakan kendaraan pribadi

ataupun kendaraan umum. Jumlah mereka

lebih ramai pada hari-hari libur, menjelang

memasuki bulan puasa dan setelah lebaran.

Umunya peziarah yang datang adalah

mereka yang sudah mempunyai agenda

khusus atau keterikatan dengan makam

tersebut. Karena itu, bilamana

permohonannya dikabulkan, maka mereka

akan bernazar untuk kembali berziarah ke

makam-makam tersebut.

Kebanyakan peziarah yakin bahwa

dengan mendatangi makam-makam keramat

akan memperoleh berkah sesuai dengan niat

dan tujuan yang dikehendaki. Mereka yang

mengunjungi makam pada umumnya telah

dilandasi dengan niat dan tujuan yang

didorong oleh kemampuan batin yang teguh.

Demikian, untuk mengetahui lebih jelas

tujuan dan motivasi peziarah berkunjung

pada kedua makam keramat itu dapat

diuraikan sebagai berikut

1. Makam Datuk Patimang

Makam ini tidak pernah sepi dari

peziarah, karena beliau adalah seorang ulama

besar yang hidup di zamannya menjadikan

pigur yang senantiasa disakralkan sebagai

suatu perantara dalam doa-doa yang

dipanjatkan. Bagi sebagian masyarakat

percaya, bahwa dibalik nama besar Datuk

Patimang ada sesuatu kekuatan yang

dianggap mampu menjembatani untuk

menggapai suatu tujuan. Untuk itulah mereka

menjadikan makam ini sebagai salah satu

perantara (washilah) untuk memohon doa

doa kepada yang Maha kuasa.

Di antara beberapa makam atau tempat

keramat yang ada di Kabupaten Luwu Utara,

makam Datuk Patimang dan makam Raja

Luwu XV paling banyak dikunjungi,

terutama menjelang memasuki bulan suci

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 11: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

127 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

Ramadan atau sesudah lebaran. Dalam satu

hari ada saja peziarah yang datang ke makam

tersebut, baik perorangan maupu rombongan.

Menurut A. Tamrin yang sudah bertugas

beberapa tahun sebagai juru pelihara pada

makam Datuk Patimang dan Raja Luwu XV

mengatakan, peziarah yang datang bukan saja

masyarakat lokal, tetapi juga banyak yang

berasal dari daerah-daerah lain.

Tujuan dan motivasi peziarah

mengunjungi makam Datuk Patimang,

karena di tempat inilah mereka dapat

memanjatkan doa dan mengharapkan berkah

agar dalam kehidupan mereka senantiasa

mengalami kesuksesan dan kebahagian,

seperti kemudahan dalam rezeki, jabatan dan

kehormatan. Di samping itu banyak pula

pengunjung yang datang untuk memohon

pertolongan akan sesuatu kesulitan yang

dihadapi agar dapat keluar dari apa yang

dialaminya itu. Seperti yang dikemukakan

oleh seorang peziarah dari Kota Palopo

(Amir, 37 tahun). Menurut peziarah tersebut,

bahwa maksud dan tujuan berkunjung ke

makam Datuk Patimang adalah untuk

menenangkan batin atau pikiran, karena

banyaknya masalah yang dihadapi. Ia bekerja

atau berprofesi sebagai sopir angkutan

umum. Dalam kehidupan keluarga, menurut

dia ada permasalahan yang melilit, di

antaranya selain penghasilan yang didapatkan

dalam perhari menurun karena minimnya

penumpang, di sisi lain dia juga butuh biaya

untuk dua orang anaknya yang akan masuk

sekolah pada sekolah lanjutan pertama dan

sekolah lanjutan tingkat atas. Di makam ia

melaksanakan shalat kemudian berdzikir.

Setelah beberapa kali melakukan hal tersebut,

beliaupun merasakan sedikit demi sedikit ada

perubahan dalam kehidupannya. Jika pada

hari-hari sebelumnya, penghasilan yang

diperolehnya kurang mencukupi dalam

membiayai keluarganya, namun setelah

melakukan usaha seperti itu, penghasilan

yang diperolehnya sebagai seorang sopir

mulai mengalami peningkatan yang cukup

berarti.

Peziarah lain yang mengaku bernama

Muliati (42 tahun) dari Kabupaten Wajo

mengemukakan, bahwa ia datang berziarah

ke makam Datuk Patimang dengan maksud

dan harapan mudah-mudahan dapat

menemukan kecocokan dalam berdagang.

Menurutnya, dengan berziarah mudah-

mudahan menemukan jalan yang tepat

sehingga ada kemajuan dalam berdagang.

Motivasi ibu Muliati ini didorong karena

telah mengetahui dan menyaksikan temannya

yang mencoba berdagang berbagai jenis

barang, tapi belum mendapat kecocokan atau

hasil yang diharapkan. Namun setelah

berziarah dan mendapat kecocokan, ia pun

mencoba merubah usahanya dengan hanya

fokus ke satu jenis jualan saja, yakni jualan

pakaian wanita, ternyata jualannya ada

perubahan dan mengalami kemajuan pesat.

Lain lagi dengan apa yang

diungkapkan Jumriah (52 tahun), seorang

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 12: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 128

peziarah yang berasal dari Luwu Timur.

Peziarah ini menuturkan bahwa tujuan

melakukan ziarah ke makam Datuk Patimang

adalah untuk memohon doa restu kepada

Allah swt agar diberi keselamatan selama

menunaikan ibadah haji di Tanah Suci

Mekah, begitupun keselamatan ketika

kembali ke tanah air. Dan ketika tiba dengan

selamat di kampung halaman, maka ia pun

akan kembali menyiarahi makam Datuk

Patimang sebagai tanda rasa syukur atas

keselamatan melaksanakan ibadah haji.

Masih banyak lagi motif-motif lainnya

yang turut mewarnai ziarah ke makam Datuk

Patimang, seperti meminta penyembuhan

dari penyakit yang tak kunjung sembuh,

meminta agar diberi jodoh bagi yang belum

menikah, bahkan ada di antara mereka datang

dengan berpakaian pengantin untuk melepas

nazar karena telah mendapatkan jodohnya

yang telah dipintanya dahulu dan lain

sebagainya.

Manakala permohonan atau hajat yang

disertai dengan nazarnya itu terkabul, maka

orang-orang tersebut akan kembali

berkunjung ke makam untuk melepas

nazarnya karena harapannya berhasil.

Sementara itu, bagi mereka yang datang

melakukan ziarah ke makam Datuk Patimang

karena menganggap bahwa makam tersebut

memiliki nilai historis dan merupakan salah

satu cara penghormatan bagi jasad Datuk

Patimang sebagai ulama besar, biasanya

hanya dilakukan oleh orang-orang tetentu

saja, seperti para pejabat, para alim ulama

dari berbagai daerah, termasuk peneliti dari

bidang ilmu sejarah maupun budaya.

Makam Datuk Patimang sarat dengan

berbagai mitos yang dipercayai oleh sebagian

masyarakat sebagai tempat yang dapat

merubah nasib seseorang menjadi lebih baik,

karena sosok beliau adalah seorang ulama

besar yang dianggap berjasa menyebarkan

agama Islam. Peziarah sangat ramai

menjelang bulan suci Ramadhan. Hari-hari

yang dianggap baik untuk berziarah ke

Makam Datuk yaitu Minggu, Senin dan

Kamis, akan tetapi menurut penuturan

penjaga makam (A.Tamrin), bahwa setiap

hari ada saja peziarah yang datang untuk

melakukan ritual maupun untuk melepas

nazar karena telah tercapai apa yang

diinginkan

2. Makam Raja Luwu XV (Andi

Patiware).

Makam ini sebenarnya berada satu

kompleks dengan makam Datuk Patimang,

karena itu jarak antara kedua makam tersebut

tidaklah berjauhan, yakni hanya kurang lebih

25 meter. Tujuan dan motivasi peziarah

mengunjungi makam tersebut juga

bermacam-macam, ada yang hanya untuk

melihat keberadaan makam seorang Raja

yang pertama kali memeluk agama Islam di

wilayahnya kemudian mendoakan arwahnya

agar diterima di sisi Tuhan, atau ingin

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 13: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

129 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

mengetahui sejarah perjuangannya, namun

ada juga sebagian masyarakat yang

menganggap dan percaya bahwa di kompleks

pemakaman Datuk Patimang dimana juga

terdapat makam Raja Luwu XV tersebut,

adalah tempat keramat yang dapat

mengabulkan segala permintaan bagi yang

memujanya melakukan ritual kepada

penguasa tempat ini.

Salah seorang pengunjung atau

peziarah (Darmin, 49 tahun) yang kebetulan

ditemui di kompleks makam mengatakan,

bahwa tujuan dia berziarah ke tempat ini

adalah untuk memohon berkah kepada arwah

penghuni kompleks pemakaman, bahwa

sekiranya setelah berada di perantauan

(Malaysia), dapat memperoleh pekerjaan

yang layak dengan penghasilan yang

memadai. Ada pula peziarah yang

bermunajat pada arwah Raja Luwu itu untuk

menyempurnakan ilmu kekebalan yang

diperolehnya dengan memanjatkan doa di

makam itu. Namun demikian, menurut

penjaga makam, peziarah yang rutin

berkunjung ke makam ini, adalah mereka

yang masih mempunyai keturunan dengan

Raja Luwu ke XV sehingga mereka

berkewajiban untuk mengunjungi dan

meminta berkah di makam itu. Tujuan dan

motivasi mereka adalah agar mendapat

karomah dari arwah leluhurnya, seperti

kelancaran rezeki, jabatan, kekebalan dan

berbagai niat lainnya.

Persepsi Masyarakat Peziarah Terhadap

Makam-Makam Keramat

Persepsi atau pandangan masyarakat

peziarah terhadap makam-makam tua yang

dikeramatkan di Kabupaten Luwu Utara,

seperti makam Datuk Patimang maupun

makam Raja Luwu XV sangat beragam. Ada

yang mempersepsikan bahwa makam Datuk

Patimang adalah merupakan makam seorang

ulama atau mubaliq besar yang banyak

diziarahi atau dikunjungi orang. Di tempat itu

dimakamkan seorang tokoh yang sudah

mendapat pengakuan sebagai seorang yang

dikasihi Allah dan seorang yang termasuk

waliyullah. Tokoh ini diyakini telah berjasa

besar dalam menyebarkan agama Islam,

khususnya di tanah Luwu.

Begitupun terhadap makam Raja

Luwu ke XV yang lokasinya tidak berada

jauh dari makam Datuk Patimang, oleh para

peziarah telah menganggapnya sebagai

makam seorang tokoh (Raja) yang telah

banyak berjasa kepada rakyatnya, terutama

saat disiarkannya agama Islam di

wilayahnya. Dia adalah orang (Raja) yang

pertama kali menerima ajaran Islam di

wilayahnya dari seorang mubalig besar,

yakni Datuk Patimang lalu manganjurkannya

kepada seluruh rakyatnya agar juga

mengikuti jejaknya, yakni menerima ajaran

Islam sebagai agama yang dimuliakan Allah.

Di tempat atau lokasi dari kedua

makam itu, pada hari-hari atau waktu tertentu

ramai dikunjungi orang untuk berziarah,

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 14: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 130

seperti hari menjelang memasuki bulan suci

Ramadhan, setelah melaksanakan hari raya

Idul Fitri atau Idul Adha dan pada saat bulan

Maulid. Pada hari-hari seperti ini, peziarah

yang datang jumlahnya lebih banyak bila

dibandingkan dengan hari-hari biasanya.

Mereka bukan hanya warga sekitar saja,

tetapi banyak pula yang datang dari luar

daerah, bahkan luar provinsi.

Setiap orang yang berziarah ke

makam Datuk Patimang ataupun makam

Raja Luwu XV, dalam dirinya diperkuat

dengan emosi keagamaan. Dengan emosi

keagamaan itu mereka berusaha memusatkan

dirinya pada alam sakral untuk memohon

kepada Allah di tempat yang diyakini sebagai

seorang kekasih Allah, sehingga dia berharap

ada barokah (berkah) yang kembali kepada

dirinya dan dapat terkabul segala hal yang

menjadi tujuannya datang berziarah ke

tempat itu.

Peziarah yang datang ke makam itu,

satu sama lain mempunyai persepsi atau

pandangan yang berbeda, tergantung dari

tujuan dan kebutuhan mereka datang ke

makam itu. Persepsi yang menyebutkan,

bahwa makam Datuk Patimang maupun

makam Raja Luwu XV merupakan tempat

yang dapat memberi “arti” bagi peziarah,

maksudnya adalah berkat keyakinannya,

seorang peziarah dapat menemukan

“sesuatu” yang diharapkannya. Peziarah

lainnya mempunyai persepsi, bahwa makam

Datuk Patimang merupakan tempat untuk

meminta sesuatu apa saja yang diinginkan.

Persepsi seperti ini telah dibuktikan salah

seorang peziarah Abd. Asis (39 tahun) yang

berasal dari Kabupaten Luwu Timur dan

bekerja sebagai karyawan swasta. Ia

menuturkan bahwa sejak telah menikah

sembilan tahun yang lalu, hingga kini belum

dikaruniai seorang anak. Berbagai upaya

telah dilakukannya, baik ke dokter maupun

ke pengobatan alternatif tetapi belum

membuahkan hasil. Karena ia penasaran, ia

pun tekun beribadah kemudian berziarah ke

makam Datuk Patimang dan berdoa kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa. Secara

berulangkali, ia berziarah sambil memohon

barokah kepada Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, berkat kebesaran Yang Maha

Kuasa, isterinya pun akhirnya dikaruniai

anak. Menurut pengakuannya, sejak itulah

sering berkunjung atau berziarah ke makam

Datuk, baik untuk keperluan urusan keluarga

maupun untuk urusan lainnya.

Sementara itu banyak juga peziarah

yang mempunyai persepsi, bahwa makam

Datuk Patimang adalah tempat untuk mencari

dan bisa memberi harapan hidup yang lebih

baik dari sekarang. Persepsi seperti ini

diyakini oleh peziarah lainnya (Muh. Asrul

(42 tahun), peziarah dari Sidrap yang

berprofesi sebagai buruh tani dan Herman

(29 tahun) yang belum memiliki pekerjaan

tetap. Menurutnya, berziarah ke makam ini

niatnya untuk mencari keberkahan sehingga

ada perubahan pada nasibnya. Keduanya baru

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 15: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

131 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

mengetahui bahwa makam Datuk Patimang

itu sebagai makam yang banyak dikunjungi

peziarah setelah diberitahu oleh kerabatnya

yang juga pernah melakukan kunjungan ke

makam yang sama. Namun karena terdorong

oleh niatnya yang tulus, akhirnya keduanya

pun mencoba melakukan ziarah sambil

berusaha mengubah nasibnya. Kedua

peziarah tersebut mengatakan, bahwa kami

datang ke makam ulama besar (Datuk

Patimang) tersebut dengan maksud berziarah,

semoga dengan perantaraan ziarah ini ada

perubahan pada nasib saya.

Bagi peziarah yang percaya dan

ternyata berhasil dalam menjalankan

usahanya, maka persepsi mengenai makam

Datuk Patimang maupun makam Raja Luwu

XV sebagaimana digambarkan di atas akan

semakin kuat. Namun demikian menurut juru

pelihara makam dan seorang tokoh

masyarakat setempat, persepsi bahwa

makam Datuk Patimang maupun makam

Raja Luwu merupakan tempat untuk

meminta rezeki, itu adalah keliru dan salah

besar. Kedua informan tersebut menegaskan,

bahwa kalau memang sekiranya terdapat

peziarah yang berhasil dalam usahanya

setelah memanjatkan doa dan

permohonannya di tempat makam itu adalah

kehendak Allah Yang Maha Kuasa, bukan

karena makam-makam tersebut.

Lokasi atau lingkungan makam Datuk

Patimang maupun makam Raja Luwu XV

merupakan tempat yang sejuk dan tenang

sehingga pengunjung atau peziarah yang

berada di tempat itu dapat berkonsentrasi

dengan baik dan khusuk dalam berdoa.

Dengan kondisi demikian akan memudahkan

hubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Di samping adanya persepsi yang

menyatakan bahwa makam Datuk Patimang

maupun makam Raja Luwu dapat

memberikan keberuntungan, memberikan

harapan baru, tempat untuk meminta segala

macam keinginan dan harapan, dan lain

sebagainya yang lebih bersifat material,

terdapat pula peziarah yang mempunyai

persepsi atau pandangan yang lebih rasional,

bahwa makam Datuk Patimang dan makam

Raja Luwu itu merupakan tempat untuk

mendoakan arwah atau leluhur yang telah

meninggal agar selalu diberi tempat yang

layak di sisi Allah SWT. Persepsi atau

pandangan seperti ini, lebih menekankan

pada kebutuhan hidup spiritual. Para peziarah

tersebut menyatakan bahwa makam Datuk

Patimang merupakan tempat sakral dan suci.

Tujuan utama mereka hanyalah semata

berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Bagi mereka, mendoakan orang yang

sudah tiada (meninggal) merupakan

perbuatan yang baik. Demikian pula

mendoakan arwah Datuk Patimang dan Raja

Luwu XV. Dengan cara demikian semoga

Allah memberi berkah kepada yang didoakan

dan kepada yang mendoakannya. Atas

berkah-Nya, semoga apa yang dinginkan

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar

Page 16: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 132

dalam kehidupannya dikabulkan dan diberi

kelancaran dalam berbagai hal.

PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah

dikemukakan di atas, maka pada bagian

penutup ini dapat disimpulkan, bahwa

kepercayaan masyarakat terhadap

kekeramatan makam-makam tua yang ada di

Kabupaten Luwu Utara, khususnya di Desa

Patimang Kecamatan Malangke, masih

dijadikan sebagai salah satu instrumen

pemujaan untuk memperoleh keberkahan dan

mujizat terhadap doa-doa yang dipanjatkan.

Para peziarah yang datang dari berbagai

profesi biasanya melakukan kunjungan

secara rutin pada makam-makam yang

dianggap telah memberi keberkahan,

sehingga mereka mengikatkan diri dengan

salah satu makam yang dikultuskan untuk

selalu melakukan ritual di makam tersebut.

Peziarah yang datang berkunjung ke

makam-makam tua yang dikeramatkan itu,

baik makam Datuk Patimang maupun makam

Raja Luwu XV, dilandasi dengan niat dan

tujuan yang didorong oleh kemauan batin

yang kuat. Adanya niat dan tujuan tersebut

membuat motivasi peziarah menjadi

beragam. Demikian, niat dan tujuan itu juga

dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh.

Umumnya peziarah itu mendengar atau

diberitahu temannya, ataupun kerabatnya

tentang kharisma sebuah makam yang

dianggap dapat memberi harapan untuk

hidup lebih baik dari sekarang, memberi

keselamatan, ketenangan hidup dan

sebagainya. Niat mereka untuk ziarah itu

selain karena atas dorongan diri sendiri, ada

juga karena diajak atau dianjurkan oleh

teman atau kerabatnya, terutama oleh mereka

yang merasa berhasil mencapai keinginannya

setelah melakukan ziarah. Karena itulah cara

berkunjungnya juga bermacam-macam, ada

yang seorang diri, diajak teman atau keluarga

dan ada juga yang datang secara rombongan.

Persepsi atau pandangan masyarakat

peziarah terkait dengan kunjungan ke

makam-makam tua yang dikeramatkan itu

cukup beragam. Di antara persepsi itu, ada

yang menyebutkan, bahwa makam Datuk

Patimang maupun makam Raja Luwu XV

(Andi Patiware) merupakan tempat yang

dapat memberi arti bagi peziarah, maksudnya

adalah berkat keyakinannya, seorang

peziarah dapat menemukan sesuatu yang

diharapkannya. Di sisi lain, ada juga peziarah

yang mempersepsikan, bahwa makam Datuk

Patimang adalah tempat untuk mencari dan

bisa memberi harapan hidup yang lebih baik

dari sekarang. Bagi peziarah yang percaya

dan ternyata berhasil dalam menjalankan

usahanya, maka apa yang dipersepsikan

mengenai makam keramat itu akan semakin

kuat. Namun persepsi seperti itu ditentang

oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat

karena menganggap tidak sesuai lagi dengan

kaidah-kaidah keislaman, dan jika sekiranya

terdapat peziarah yang berhasil dalam

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133

Page 17: Perception of Toward Sacred Tomb in North Luwu

133 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018

usahanya setelah memanjatkan doa dan

permohonannya di tempat makam itu, maka

itu adalah kehendak Allah Yang Maha

Kuasa, bukan karena makam dimana dia

berdoa dan bermohon.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Ribert dan Steven J Tylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

Baal, Van J. 1987. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Jakarta: PT. Gramedia.

Darmawan, Sigit, dkk. 2006. Laporan Pemetaan Kompleks Makam Patimang Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar.

Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama.Yogyakarta: Kanisius. Koentjaranigrat. 1997. Pengantar Antropolog (Pokok-Pokok Etnografi). Jakarta: PT. Rineka

Cipta. Koentjaranigrat. 2011. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. (Cetakan kesembilan

belas). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lestari, Eka. 2014. Islamisasi di Kerajaan Luwu Abad XVII (Skripsi). Makassar: Fakultas

Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar. Mahmud, M. Irfan. 2012. Datuk ri Tiro: Penyiar Islam di Bulukumba. Yogyakarta: Penerbit

Ombak. Mulder, Niels. 1986. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gajah

Mada University Pres. Natsir, Moh, dkk. 2009. Kepurbakalaan Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai

Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar Nawir. 1997/1998. Sejarah Islam di Luwu. Laporan Hasil Penelitian. Makassar: BKSNT

Ujung Pandang. Purnama, H.L. 2014. Kerajaan Luwu: Menyimpan Banyak Misteri. Makassar: Arus Timur. Salam, Rahayu. 2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Ziarah Makam Datok Ri Tiro Di

Kecamatan Bonto Tiro Kabupaten Bulukumba. Makassar: Jurnal Penelitian Vol. 6 no. 2.

Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualiatif. Bandung: Alfabeta. Suteja. 2010. Pesiarah Kubur Makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Proposal Penelitian

Mandiri. Hajisteja’s Blog. Posted on June 13 Saleh, Nur Alam, 2001. Persfektif Makam Syek Yusuf Sebagai Wisata Budaya Di Daerah

Kabupaten Gowa. Laporan Penelitian. Makassar: BPSNT Makassar.

Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar