Upload
hoangcong
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA
PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS
DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA
PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS
DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Pola
Penggunaan Pestisida pada Petani Sayuran dan Petani Tanaman Hias di
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Yagus Munandar Darajat
NIM A34100080
ABSTRAK
YAGUS MUNANDAR DARAJAT. Perbandingan Pola Penggunaan Pestisida
pada Petani Sayuran dan Petani Tanaman Hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Dibimbing oleh DADANG dan TITIEK SITI YULIANI.
Penggunaan pestisida merupakan upaya paling umum dilakukan oleh petani
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pola penggunaan pestisida
yang dilakukan oleh para petani berbeda untuk setiap jenis komoditas yang
diusahakan. Penelitian ini bertujuan membandingkan pola penggunaan pestisida
antara petani sayuran dan petani tanaman hias, serta faktor yang
mempengaruhinya. Penelitian dilakukan dengan metode survei langsung di
lapangan dengan menggunakan kuesioner terstruktur untuk mendapatkan data
primer. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi di Lingkungan
Kecamatan Cipanas. Penentuan lokasi desa pengambilan contoh dilakukan secara
terpilih (purposive). Jumlah petani responden masing-masing 75 orang petani
sayuran dan 45 orang petani tanaman hias. Hasil survei menunjukkan bahwa
pengendalian hama dan penyakit tanaman yang paling dominan dilakukan petani
sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas adalah penggunaan
pestisida sintetik. Pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani
tanaman hias memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan pola
penggunaan pestisida diantaranya pengetahuan penggunaan pestisida, pemilihan
pestisida, kesesuaian dosis dengan anjuran, rotasi dan pencampuran pestisida,
pembacaan label kemasan, serta tindakan evaluasi pasca aplikasi pestisida.
Perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman
hias diantaranya dalam hal dasar pertimbangan aplikasi, jenis dan bahan aktif
pestisida, intensitas aplikasi, dasar pemilihan pestisida, dan aplikasi pestisida
terakhir sebelum panen. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola penggunaan
pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias adalah tingkat pendidikan
petani, iklim dan cuaca, perasaan cemas petani terhadap serangan OPT, populasi
dan intensitas serangan OPT, pengetahuan tentang aplikasi pestisida masih
rendah, serta keberadaan kios pestisida.
Kata kunci: pestisida, petani sayuran dan tanaman hias, pola penggunaan
ABSTRACT
YAGUS MUNANDAR DARAJAT. The Comparison of Pesticide Use Patterns on
Vegetable and Ornamental Plant Farmers in Cipanas, Cianjur Regency.
Supervised by DADANG and TITIEK SITI YULIANI.
The most common strategy used by farmers to control pests is the
application of pesticide. The use of pesticide by farmers is different for each kind
of cultivated crops. The use of pesticide on vegetable crops is more intensive than
ornamental plant crops. This study aimed to compare pesticide use patterns
between vegetable and ornamental plant farmers, and to know the factors that
influence. This study was conducted by using direct survey method using
structured questionnaires to collect a primary data. The secondary data was
obtained from government institution of Cipanas. The survey location was
determined by purposive sampling. The number of respondents were 75 for
vegetables farmers and 45 for ornamental plant farmers. The result of this study
showed that the most dominant strategy used by vegetable and ornamental plant
farmers to control pests and deseases was use of synthetic pesticide. Paterns of
pesticide use among vegetables and ornamental plant farmers have some
simlilarities and differences. The similarities including knowledge of pesticide
use, pesticide selection criteria, dose conformity with recommendation dose, the
rotation and mixing pesticides, reading label, and post evaluation of pesticide
application. The differences including basic consideration to apply pesticides,
active ingredients used, intensity of application, pesticide selection, and pre
harvest interval. Several factors may influence the patern of pesticides use on
vegetable and ornamental plant farmers were level of education, climate and
weather, farmer anxiety when their crops attacked by pest and disease, knowledge
of pesticide application, and the presence of pesticides store.
Keywords: pesticide, vegetables and ornamental plant farmers, pattern of
use
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERBANDINGAN POLA PENGGUNAAN PESTISIDA
PADA PETANI SAYURAN DAN PETANI TANAMAN HIAS
DI KECAMATAN CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR
YAGUS MUNANDAR DARAJAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga laporan penelitian tugas akhir
yang berjudul “Perbandingan Pola Penggunaan Pestisida pada Petani Sayuran dan
Petani Tanaman Hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur” dapat
diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc
dan Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU selaku dosen pembimbing skripsi serta Dr. Ir.
Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si sebagai dosen penguji tamu yang senantiasa
memberikan dukungan, saran, motivasi, serta masukan dalam penulisan skripsi
ini. Kepada Ayah, Ibu, dan kedua adik yang senantiasa memberi bantuan,
dukungan dan motivasi kepada penulis, serta teman-teman angkatan 47
Departemen Proteksi Tanaman yang selalu mendukung dalam penyusunan skripsi
ini.
Pada akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca.
Bogor, Maret 2014
Yagus Munandar Darajat
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitiaan 2
BAHAN DAN METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Alat dan Bahan 3
Penentuan Responden 3
Jenis dan Sumber Data 3
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Keadaan Umum Lokasi 5
Karakteristik Petani 5
Karakteristik Budi Daya dan Pemasaran Produk Pertanian 8
Permasalahan Hama dan Penyakit 10
Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 12
Pola Penggunaan Pestisida 13
Pengetahuan Penggunaan Pestisida 13
Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida 14
Jenis dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan 16
Intensitas dan Waktu Aplikasi 17
Kriteria dan Sumber Informasi Pemilihan Pestisida 19
Dosis Aplikasi Pestisida 21
Rotasi dan Pencampuran pestisida 23
Pembacaan Label Pestisida 23
Tindakan Penyimpanan Pestisida 25
Aplikasi Terakhir Sebelum Panen 26
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) 26
Evaluasi Pasca Aplikasi Pestisida 27
Cara Lain Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan Penggunaan
Pestisida Nabati 28
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 35
viii
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik umum petani sayuran dan petani tanaman hias 8
2 Karakteristik budi daya dan pemasaran produk pertanian 11
3 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran 12
4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman hias 12
5 Penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran dan petani tanaman hias 14
6 Pengambilan keputusan aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias 16
7 Intensitas dan waktu aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias 20
8 Dasar pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 22
9 Dosis aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias 23
10 Tindakan rotasi dan pencampuran pestisida pada petani sayuran dan
tanaman hias 25
11 Pembacaan label kemasan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias 25
12 Tindakan penyimpanan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman
hias 26
13 Aplikasi terakhir sebelum panen pada petani sayuran dan petani tanaman
hias 27
DAFTAR GAMBAR
1 Komoditas utama sayuran 9
2 Komoditas utama tanaman hias 10
3 Pengetahuan penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias 15
4 Persentase petani sayuran dan tanaman hias dalam menggunakan
bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B) 19
5 Kriteria umum pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman
hias 21
6 Persentase kelengkapan alat pelindung diri pada petani sayuran dan
petani tanaman hias 28
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar merek dagang insektisida yang digunakan petani di
Kecamatan Cipanas 35
2 Daftar merek dagang fungisida yang digunakan petani di
Kecamatan Cipanas 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Subsektor hortikultura merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian
yang memiliki cakupan yang sangat luas. Subsektor hortikultura mencakup
tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan
(Rositasari 2006).
Perkembangan produksi komoditas hortikultura terus meningkat dalam
beberapa tahun terakhir. Perkembangan poduksi komoditas hortikultura utama
dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
data produksi total sayuran tahun 2011 sebesar 10 871 224 dan meningkat
menjadi 10 939 752 ton pada 2012 dengan persentase kenaikan sebesar 0.63%.
Untuk tanaman hias, produksi total anggrek tahun 2012 sebesar 15 490 256
tangkai dan meningkat menjadi 16 689 363 tangkai pada tahun 2012 dengan
persentase kenaikan sebesar 7.74%. Begitu juga produksi krisan, pada tahun 2011
sebesar 305 867 882 tangkai dan meningkat menjadi 384 215 341 tangkai pada
tahun 2012 dengan persentase kenaikan sebesar 25.61% (Dirjen Horti 2012).
Di kalangan petani sayuran maupun petani tanaman hias, serangan hama
dan patogen tanaman menjadi salah satu kendala utama dalam usaha tani.
Menurut Rambe (2012), kendala utama dalam usaha tani sayuran adalah kesulitan
untuk memproduksi secara konstan dan berkesinambungan. Produksi komoditas
tersebut berfluktuasi dari satu musim ke musim tanam berikutnya. Fluktuasi
tersebut disebabkan oleh pengaruh musim serta hama dan penyakit tanaman.
Serangan hama dan penyakit tanaman merupakan faktor pembatas produksi paling
penting. Menurut Brennan et al. (2002), tanaman hias merupakan salah satu
komoditas yang sering menjadi target serangan berbagai jenis hama dan penyakit
tanaman.
Strategi pengendalian hama penyakit tanaman yang dapat dilakukan adalah
pengendalian kimia, fisik, biologi, mekanis, dan kultur teknis. Akan tetapi,
pengendalian secara kimiawi masih memegang peranan penting. Menurut Gusfi
(2002), ketergantungan petani sayuran pada pestisida di Cipanas sudah sangat
tinggi, hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar responden (95.5%)
menyatakan melakukan penyemprotan pestisida untuk mencegah dan
mengendalikan serangan hama dan penyakit.
Menurut Djaelani (1999), bagi petani tanaman hias penggunaan pestisida
merupakan satu-satunya cara dalam pengendalian hama dan penyakit.
Pengendalian lain seperti pengendalian fisik, mekanis, dan hayati kurang
dilaksanakan.
Pola penggunaan pestisida untuk setiap jenis komoditas subsektor
hortikultura berbeda, dengan kata lain terdapat perbedaan dasar pertimbangan
pelaksanaan aplikasi, waktu aplikasi, intensitas aplikasi, dan dosis yang digunakan
antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Akan tetapi, informasi terkini
mengenai perbandingan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dengan
tanaman hias belum banyak tersedia, oleh karena itu penelitian ini diperlukan.
2
Perumusan Masalah
Penggunaan pestisida merupakan hal yang umum di kalangan petani
subsektor hortilkultura di Indonesia, terutama di daerah Kecamatan Cipanas. Akan
tetapi, pola penggunaannnya berbeda untuk setiap komoditas hortikultura yang
diusahakan. Penggunaan pestisida pada pertanaman sayuran cenderung lebih
tinggi dibandingkan pada tanaman hias, Oleh karena itu ingin diketahui apakah
perbedaan pola tesebut signifikan atau tidak. Adanya persamaan dan perbedaan
pola penggunaan pestisida, serta faktor yang berpengaruh, diharapkan dapat
memberikan informasi dan gambaran kondisi di lapangan yang sebenarnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membandingkan pola penggunaan pestisida antara
petani sayuran dengan petani tanaman hias di wilayah Kecamatan Cipanas,
persamaan dan perbedaannya, serta faktor yang mempengaruhinya.
Manfaat Penelitiaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang persamaan dan perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani sayuran
dan petani tanaman hias, serta faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat
dijadikan acuan bagi pembinaan petani di daerah.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Desa
tempat pengambilan petani responden terdiri dari Desa Batulawang, Cimacan,
Ciloto, Palasari, Sindangjaya, dan Sindanglaya. Untuk responden petani sayuran,
berasal dari Desa Batulawang, Ciloto, Palasari, Sindangjaya, dan Cimacan,
sedangkan untuk responden petani tanaman hias diambil dari Desa Cimacan,
Sindanglaya, dan Cipanas. Penelitian dilaksanakan dari bulan September sampai
November 2013.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kuisioner, alat
tulis, dan handphone yang digunakan sebagai perekam suara.
Penentuan Responden
Responden diambil dari semua desa yang berada di wilayah Kecamatan
Cipanas. Penentuan desa tempat pengambilan contoh dilakukan secara terpilih
(purposive), dengan didasarkan pada asumsi bahwa desa tersebut merupakan
sentra produksi tanaman sayuran dan atau tanaman hias. Petani sayuran yang
menjadi responden berjumlah 75 orang, diambil dari 5 desa, dengan sebaran 15
orang petani responden per desa. Responden petani tanaman hias berjumlah 45
orang, berasal dari 3 desa, dengan sebaran 15 petani per desa. Survei terhadap
petani responden dilaksanakan dengan mengunjungi langsung lahan pertanian
yang digarap atau nursery tanaman hias, atau mendatangi rumah petani responden
tersebut.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani
responden dengan menggunakan panduan kuisioner terstruktur. Kuisioner
dirancang sedemikian rupa untuk mengetahui perbandingan pola penggunaan
pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias, dan faktor yang
mempengaruhinya. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur, dan Kecamatan Cipanas.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan persamaan dan
perbedaan pola penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman
hias, serta faktor yang mempengaruhinya. Untuk membandingkan pola
penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias, dilakukan uji
2 proporsi dengan menggunakan uji z menurut Walpole (1982) sebagai berikut:
√ (
) (
)
4
dengan karakteristik tertentu
Analisis data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel kemudian diolah
dengan bantuan software Microsoft excel 2007 dan Minitab versi 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Kecamatan Cipanas terletak di wilayah paling utara Kabupaten Cianjur.
Kecamatan Cipanas terletak pada ketinggian 800 sampai 1400 m dpl. Kecamatan
Cipanas berbatasan dengan Kabupaten Bogor di sebelah barat dan utara,
berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi di sebelah timur, dan berbatasan dengan
Kecamatan Pacet di sebelah selatan. Kecamatan Cipanas terdiri dari 7 desa yaitu
Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Sindaglaya, Desa Cimacan, Desa Palasari,
Desa Ciloto, dan Desa Batulawang.
Topografi wilayah Kecamatan Cipanas terdiri dari 826.24 ha (14.53%)
lahan datar dan 4 860.20 ha (85.47%) lahan perbukitan. Jenis tanah di Kecamatan
Cipanas adalah tanah latosol, andosol, dan regosol dengan tingkat kesuburan
tanah subur, sedang, dan kurang subur. Luas tanah dengan kategori subur 5
068.30 ha (89.13%), kategori sedang 439.4 ha (8.43%), dan tanah dengan kategori
kurang subur 169.7 ha (2.98%) dengan pH tanah antara 5.5 dan 7.5. Rata-rata
curah hujan Kecamatan Cipanas 2 967.84 mm per tahun dengan kisaran suhu
antara 12 dan 30 °C dan kelembaban 70%. Komoditas hortikultura seperti sayuran
dan tanaman hias merupakan komoditas andalan (BPP Cipanas 2012).
Karakteristik Petani
Karakteristik petani yang dianalisis adalah usia, tingkat pendidikan,
pengalaman bertani, jumlah anggota keluarga, dan penghasilan rata-rata per bulan
(Tabel 1). Petani responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan baik
pada petani sayuran maupun petani tanaman hias. Persentase responden laki-laki
pada petani sayuran 97.33% dan perempuan 2.67%, sedangkan pada tanaman hias
berturut-turut 93.33% dan perempuan 6.67%.
Usia petani sayuran tidak berbeda nyata dengan petani tanaman hias.
Kategori usia dengan persentase paling tinggi pada petani sayuran maupun
tanaman hias adalah kategori usia 35 sampai 44 tahun (Tabel 1).
Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 24% petani sayuran dengan
kategori usia muda, yaitu usia 20 sampai 34 tahun. Hal tersebut menunjukkan
adanya regenerasi pada petani sayuran. Berbeda dengan petani sayuran, pada
petani tanaman hias belum terdapat regenerasi, hal tersebut ditunjukkan oleh
kecilnya persentase petani dengan kategori usia muda. Adanya regenerasi pada
petani sayuran di Kecamatan Cipanas dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya adalah di Kecamatan Cipanas budidaya sayuran sudah menjadi tradisi
yang diwariskan oleh petani kepada anak-anaknya. Menurut petani di Kecamatan
Cipanas, budidaya sayuran tidak hanya menjadi pekerjaan, tetapi sudah menjadi
kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua mereka.
Sebagian besar petani sayuran memiliki pengalaman bertani yang cukup
lama. Hal tersebut terlihat dari tingginya persentase responden yang memiliki
pengalaman bertani lebih dari 20 tahun (Tabel 1). Tingginya persentase petani
sayuran dengan pengalaman lebih dari 20 tahun berbanding lurus dengan
tingginya persentase petani dengan kategori usia tua.
Persentase petani sayuran dengan pengalaman bertani 1 sampai 5 tahun juga
tinggi. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa terjadi regenerasi pada
6
petani sayuran di Kecamatan Cipanas. Tingginya persentase petani sayuran
dengan pengalaman rendah diakibatkan banyaknya masyarakat dengan kategori
usia muda yang memilih bekerja di bidang pertanian karena keterbatasan keahlian
dan tingkat pendidikan mereka untuk bekerja di bidang lain seperti pariwisata dan
perhotelan. Karena keterbatasan tersebut akhirnya tidak ada pilihan lain selain
melanjutkan kegiatan usaha tani yang dilakukan kedua orang tua mereka.
Pada petani tanaman hias, petani dengan pengalaman bertani lebih dari 20
tahun memiliki persentase terbesar. Hal tersebut dimungkinkan karena pada
budidaya tanaman hias dibutuhkan pengalaman yang cukup. Persentase petani
paling sedikit adalah petani dengan pegalaman bertani 1 sampai 5 tahun. Kondisi
tersebut berbeda dengan kondisi responden petani sayuran (Tabel 1).
Petani sayuran didominasi oleh petani dengan pendidikan terakhir SD
berbeda dengan petani tanaman hias. Tingkat pendidikan petani tanaman hias
dengan persentase paling tinggi adalah SMA dan SD. Terdapat petani tanaman
hias dengan pendidikan D3/S1, sedangkan pada petani sayuran tidak ditemukan.
Secara umum tingkat pendidikan petani tanaman hias relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan petani sayuran (Tabel 1). Hal tersebut karena budidaya
tanaman hias memerlukan keahlian yang tinggi, sehingga petani yang ingin
melakukan usaha tani tanaman hias harus memiliki latar belakang pendidikaan
yang memadai. Berbeda dengan budidaya tanaman hias, pada budidaya sayuran
tidak terlalu memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi, akan tetapi lebih
cenderung memerlukan pengalaman dalam budidaya. Tingkat pendidikan seorang
petani berpengaruh terhadap kerasionalan petani tersebut dalam menggunakan
pestisida. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih rasional
dibandingkan dengan petani dengan pendidikan rendah dan akan lebih
memperhatikan berbagai resiko dan dampak negatif pada saat melakukan aplikasi
pestisida
Jumlah anggota keluarga petani sayuran tidak berbeda dengan petani
tanaman hias. Jumlah anggota keluarga petani sayuran maupun petani tanaman
hias sebagian besar 1 sampai 6 orang (Tabel 1). Bagi petani sayuran yang
memiliki penghasilan relatif lebih rendah dibandingkan petani tanaman hias,
jumlah anggota keluarga lebih dari 3 orang dirasakan masih cukup memberatkan,
sedangkan bagi petani tanaman hias tidak terlalu memberatkan karena penghasilan
mereka relatif tinggi. Penghasilan rata-rata per bulan petani sayuran tidak berbeda
dengan petani tanaman hias, akan tetapi persentase petani tanaman hias dengan
kategori penghasilan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan petani sayuran.
Hal tersebut dikarenakan nilai jual komoditas tanaman hias lebih tinggi
dibandingkan komoditas sayuran.
Sebagian besar petani sayuran maupun tanaman hias menyatakan tidak
pernah menghitung penghasilan rata-rata per bulan (Tabel 1). Sebagian besar
petani juga tidak pernah menghitung biaya untuk pestisida per musim tanam. Hal
tersebut karena acuan utama keberhasilan petani sayuran dan tanaman hias di
Kecamatan Cipanas dalam budidaya bukan penghasilan rata-rata per bulan, akan
tetapi tertutupinya modal untuk musim tanam berikutnya, sehingga petani tidak
pernah menghitung penghasilan yang mereka dapatkan dari usaha tani yang
dilakukan. Selain itu, sebagian besar petani menerapkan pola tanam tumpangsari,
sehingga waktu panen untuk beberapa komoditas yang ditanam akan berbeda. Hal
tersebut menyebabkan petani memperoleh penghasilan secara bertahap, sehingga
7
penghasilan rata-rata bulanan sulit untuk dihitung. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari mereka, sebagian besar petani selain melakukan budidaya sayuran atau
tanaman hias mereka juga menjadi buruh tani lepas pada petani lain. Beberapa hal
tersebut yang mengakibatkan petani kesulitan untuk menghitung penghasilan rata-
rata bulanan dari usaha tani sayuran maupun tanaman hias.
Tabel 1 Karakteristik umum petani sayuran dan petani tanaman hias di
Kecamatan Cipanas
Karakteristik petani Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Umur (tahun)
20-34 24.00 8.89 0.038b
35-44 29.33 35.56 0.478
45-54 26.67 33.33 0.437
55-75 20.00 22.22 0.772
Pendidikan terakhir
Tidak tamat SD 9.33 6.67 0.609
SD 80.00 35.56 0.000b
SMP 5.33 15.56 0.060
SMA 5.33 37.78 0.000b
D3/S1 0.00 4.44 0.066
Pengalaman bertani
(tahun)
1-5 24.00 11.11 0.082
6-10 20.00 24.44 0.567
11-15 13.33 13.33 1.000
16-20 16.00 20.00 0.577
> 20 26.67 31.11 0.601
Jumlah anggota
keluarga (orang)
1-3 33.33 53.33 0.479
4-6 33.33 40.00 0.476
7-9 2.86 6.67 0.516
> 9 1.90 0.00 0.269
Penghasilan rata-rata
per bulan (Rp)
Tidak pernah dihitung 74.67 68.89 0.493
≤1 000 000 10.67 0.00 0.023b
1 000 000-3 000 000 4.00 0.00 0.174
3 000 000-5000 000 4.00 2.22 0.409
≥ 5 000 000 6.67 28.89 0.001b
aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
8
Karakteristik Budi Daya dan Pemasaran Produk Pertanian
Terdapat perbedaan status kepemilikan lahan antara petani sayuran dan
petani tanaman hias. Status kepemilikan lahan petani sayuran sebagian besar
merupakan lahan garapan, sedangkan pada petani tanaman hias sebagian besar
lahan merupakan lahan milik sendiri (Tabel 2).
Tingginya persentase petani sayuran yang tidak memiliki lahan sendiri
dikarenakan sebagian besar lahan yang mereka miliki telah dijual. Selain status
kepemilikan lahan, terdapat perbedaan luas lahan antara petani sayuran dan petani
tanaman hias. Luas lahan petani sayuran cenderung lebih merata, sebagian besar
petani sayuran memiliki luas lahan kurang dari 1 000 m2 sampai 5 000 m
2,
sedangkan lahan petani tanaman hias sebagian besar kurang dari 1 000 m2 (Tabel
2).
Terdapat permasalahan yang sama mengenai luas lahan di kalangan petani
sayuran dan tanaman hias, yaitu sempitnya lahan pertanian. Menurut Gusfi
(2002), sempitnya lahan pertanian di wilayah Cipanas sudah menjadi hal yang
umum, hal tersebut diakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk. Pada beberapa kasus, lahan
petani sebenarnya cukup luas, namun lahan tersebut diwariskan kepada putra-
putrinya, sehingga lahan yang dimiliki menjadi sempit.
Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pola tanam antara petani
sayuran dan petani tanaman hias. Sebagian besar petani sayuran maupun petani
tanaman hias menerapkan pola tanam tumpangsari pada pertanaman mereka
(Tabel 2). Menurut Warsana (2009), terdapat beberapa keuntungan dari pola
tanam tumpangsari, diantaranya adalah peningkatan efisiensi, populasi tanaman
dapat diatur sesuai keinginan, dalam satu areal diperoleh hasil lebih dari satu
komoditas, tetap mendapat hasil walaupun salah satu komoditas gagal, dan
kombinasi beberapa tanaman dapat menciptakan stabilitas tanaman terhadap
serangan hama dan penyakit.
Permasalahan umum budidaya yang paling dominan dihadapi oleh petani
sayuran adalah harga produk pertanian yang fluktuatif. Petani sayuran tidak dapat
mengetahui harga komoditas yang mereka usahakan hingga produk mereka
sampai di pasar atau di tengkulak. Akibatnya petani sayuran sering mengalami
kerugian karena biaya produksi yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan
hasil yang mereka dapatkan dari hasil panen. Permasalahan umum yang dominan
dirasakan petani tanaman hias adalah pemasaran produk. Konsumen atau pembeli
tanaman hias yang mereka budidayakan tidak menentu. Menurut petani, beberapa
tahun terakhir ini kecenderungan penjualan tanaman hias sedang menurun.
Secara umum target pemasararan produk pertanian antara petani sayuran
dan petani tanaman hias berbeda nyata. Target pemasaran komoditas tanaman hias
lebih variatif dibandingkan dengan sayuran. Target pemasaran komoditas tanaman
hias meliputi konsumen individu, pasar tradisional, supplyer, bahkan pasar
ekspor, sedangkan pemasaran komoditas sayuran hanya sebatas pasar tradisional,
tengkulak, atau supermarket (Tabel 2). Sebagian besar petani sayuran menjual
hasil pertanian mereka ke tengkulak, hanya sebagian kecil petani yang menjual
produknya ke pasar tradisional ataupun supermarket, sedangkan petani tanaman
hias cenderung menjual produk mereka ke konsumen individu, yaitu pembeli yang
datang langsung ke nursery mereka.
9
Tabel 2 Karakteristik budidaya dan pemasaran produk pertanian
Karakteristik petani
Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman
hias
Status kepemilikan lahan
Petani penggarap 60.00 22.22 0.000b
Petani penyewa 24.00 22.22 0.824
Pemilik lahan 9.33 44.44 0.000b
Penggarap dan pemilik lahan 5.33 4.44 0.829
Penyewa dan pemilik lahan 1.33 6.67 0.115
Luas lahan (m
2)
≤ 1000 37.33 75.56 0.000
b
1001-2500 26.67 11.11 0.042b
2501-5000 22.67 11.11 0.113
5001-7500 0.00 0.00 1.000
7501-10 000 10.67 2.22 0.089
> 10 000 2.67 0.00 0.269
Pola pertanaman
Monokultur 26.67 24.44 0.788
Tumpang sari 73.33 75.56 0.788
Masalah umum budidaya
Tidak ada masalah 0 8.89 0.036b
Air 0 2.22 0.312
Saprotan 0 4.44 0.139
Harga fluktuatif 57.33 6.67 0.000b
Pemasaran produk 0 57.78 0.000b
Hama dan penyakit 49.33 4.44 0.000b
Penurunan produksi 1.33 0.00 0.314
Kesulitan budidaya 0 15.56 0.004b
Keterbatasan lahan 0 13.33 0.009b
Biaya produksi tinggi 24.00 15.56 0.248
Pemasaran
Pasar tradisional 20.00 7.14 0.048b
Tengkulak/penyalur 74.67 40.48 0.000b
Supermarket 5.33 13.33 0.125
Konsumen individu 0.00 35.56 0.000b
Ekspor 0.00 6.67 0.024b
aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
Komoditas yang paling banyak ditanam petani sayuran di Kecamatan
Cipanas adalah bawang daun, brokoli, wortel, dan tomat (Gambar 1), sedangkan
komoditas tanaman hias yang paling banyak ditanam adalah tanaman hias
lansekap dan bonsai (Gambar 2). Untuk target pemasaran supermarket, komoditas
sayuran yang banyak ditanam adalah daun mint dan bayam jepang („horinso‟),
sedangkan tanaman hias dengan target pemasaran ekspor adalah bonsai.
10
Gambar 1 Komoditas utama sayuran
Gambar 2 Komoditas utama tanaman hias
Permasalahan Hama dan Penyakit
Berdasarkan hasil survei, permasalahan hama dan penyakit yang dirasakan
petani sayuran dan petani tanaman hias sangat beragam. Banyaknya pemasalahan
hama yang dihadapi akan berpengaruh terhadap pola penggunaan pestisida.
Menurut Sulistiyono et al. (2012), semakin banyak jenis organisme pengganggu
tanaman (OPT) yang menyerang, maka semakin banyak jenis pestisida yang
digunakan karena berbeda jenis OPT berbeda juga jenis pestisidanya. Selain itu
juga semakin berat tingkat serangan, semakin banyak pestisida yang digunakan.
0
10
20
30
40
50
60
Wortel Tomat B. daun Kubis Brokoli Sawi
putih
Cabai Terong Mint Bayam
jepang
Per
senta
se p
etan
i
Komoditas
0
10
20
30
40
50
60
Per
senta
se p
etan
i
Komoditas
11
Permasalah utama hama pada petani sayuran adalah serangan kutu daun
yang oleh petani lokal disebut „bereng‟ (Tabel 3). Permasalah hama kutu daun
banyak dirasakan petani karena hama tersebut merupakan hama yang polifag dan
persentase petani yang menanam bawang daun tinggi. Bawang daun sendiri
merupakan salah satu inang utama kutu daun. Menurut Kalshoven (1986), Aphis
spp. merupakan serangga kosmopolitan dan sangat polifag. Hama ini diketahui
ditemukan pada berbagai spesies tanaman pertanian dan gulma. Gejala yang
diakibatkan kutu daun adalah pertumbuhan tanaman terhambat dan daun keriting.
Selain kutu daun, ulat gerayak, ulat krop kubis, dan ulat daun kubis juga menjadi
permasalahan hama yang paling banyak dirasakan petani (Tabel 3).
Permasalahan penyakit yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran
adalah penyakit hawar daun dan bercak kering. Penyakit ini dirasakan petani
terutama pada musim hujan. Hal tersebut yang menyebabkan peningkatan
intensitas aplikasi pestisida pada musim hujan. Penyakit hawar daun pada
tanaman tomat disebabkan oleh Phytophthora infestans, sedangkan penyakit
bercak kering disebabkan oleh Alternaria spp. (Agrios 2005).
Berbeda dengan petani sayuran, permasalahan hama dan penyakit yang
dialami petani tanaman hias tidak terlalu banyak. Permasalahan hama pada
komoditas tanaman hias dengan persentase paling tinggi adalah ulat daun.
Menurut Brennan et al. (2002), terdapat banyak spesies anggota Lepidoptera yang
dilaporkan menyerang tanaman hias. Fase yang menyerang adalah larva (ulat).
Gejala yang ditimbulkan sangat beragam, seperti habisnya daun, daun berlubang,
korokan, daun menggulung dan lain-lain.
Tabel 3 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran
Hama/penyakit Penyebab Persentase
petani
Hama
Kutu daun ('bereng') Aphis spp., Myzus spp. 65.33
Ulat gerayak ('hileud bawang') Spodoptera exigua 46.67
Ulat krop kubis Croccidolomia spp. 26.67
Ulat daun kubis Plutella xylostella 18.67
Kutu kebul Aleurodicus spp. 12.00
Penyakit
Hawar daun ('ngeresek') Phytophthora infestans 38.67
Bercak kering ('panyakit hideung') Alternaria spp. 26.67
Akar gada ('akar beutian')
Plasmodiophora
brassicae 13.33
Antraknosa ('lodoh') Colletotrichum capsici 9.33
Selain ulat, permasalahan kutu kebul juga umum dirasakan petani tanaman
hias (Tabel 4). Menurut penuturan petani, serangan kutu kebul di daerah Cipanas
meningkat beberapa tahun terakhir. Kutu kebul merupakan hama yang umum
terdapat pada berbagai jenis tanaman hias. Beberapa jenis tanaman hias yang
sering menjadi inang kutu kebul adalah mawar, poinsettia, crepe myrtle, pakis,
gardenia, kembang sepatu, plumeria, puring, dan beberapa tanaman hias semusim
12
yang lain. Fase nimfa biasanya ditemukan di permukaan bawah daun. Gejala yang
ditimbulkan kutu kebul berupa bercak bekas tusukan stilet (Brennan et al. 2002).
Tidak banyak permasalahan penyakit tanaman pada tanaman hias terutama
tanaman hias lansekap dirasakan petani. Tetapi, petani tanaman hias bunga potong
terutama krisan menyatakan bahwa penyakit karat merupakan penyakit yang
penting. Selain karat, permasalah penyakit busuk pada batang dan daun juga
dirasakan oleh petani tanaman hias, terutama pada musim hujan.
Tabel 4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman hias
Hama/penyakit Penyebab Persentase petani
Hama
Ulat daun Lepidoptera 80.00
Kutu kebul Aleurodicus spp. 37.78
Kutu daun Aphis spp., Myzus spp. 26.67
Thrips Thripidae 13.33
Penyakit
Karat putih Puccinia horiana 13.33
Busuk batang Bakteri, Cendawan 13.33
Busuk daun Bakteri, Cendawan 8.89
Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Hampir semua petani sayuran maupun petani tanaman hias menggunakan
pestisida sintetik dalam menanggulangi permasalahan hama dan penyakit yang
mereka hadapi. Persentase penggunaan pesisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias tidak berbeda nyata (Tabel 5).
Alasan utama penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran adalah
pencegahan kerusakan lebih lanjut pada komoditas yang mereka usahakan (Tabel
5). Petani sayuran tidak mau mengambil resiko sayuran yang mereka tanam rusak
karena serangan hama dan penyakit. Menurut penuturan petani, jika tidak
dilakukan aplikasi pestisida tanaman yang mereka tanam akan mengalami gagal
panen. Kekhawatiran petani mendorong mereka untuk melakukan tindakan
aplikasi pestisida. Menurut Kunda dan Oleson (1995) dalam Yuliani (2013),
seseorang yang bertindak dalam berbagai situasi sosial, secara kuat dipengaruhi
oleh pikiran mereka tentang situasi tersebut, seperti rasa kekhawatiran gagal
panen. Menurut Sulistiyono et al. (2012), tingginya penggunaan pestisida pada
budidaya sayuran disebabkan rasa kehawatiran para petani terjadi kerusakan yang
parah oleh serangan OPT.
Selain mencegah kerusakan lebih lanjut, alasan lain yang dominan
disampaikan petani sayuran adalah karena cara lain selain pestisida tidak efektif
menekan serangan hama dan penyakit (Tabel 5). Menurut Gusfi (2002),
kecenderungan petani menggunakan pestisida sintetik karena hanya pengendalian
dengan pestisida sintetik yang mereka ketahui dan hasilnya dapat langsung
terlihat.
Berbeda dengan petani sayuran, alasan utama petani tanaman hias dalam
melakukan aplikasi pestisida adalah cara lain selain penggunaan pestisida
13
dianggap tidak efektif. Petani memiliki persepsi bahwa pengendalian dikatakan
berhasil jika hasilnya dapat segera terlihat, dan yang sesuai dengan kriteria seperti
itu adalah penggunaan pestisida sintetik. Alasan lain penggunaan pestisida sintetik
pada tanaman hias adalah penyelamatan kualitas produk (Tabel 5). Tanaman hias
merupakan komoditas estetik, sehingga kerusakan sedikit saja akan
mengakibatkan penurunan kualitas produk. Alasan lain yang disampaikan petani
persentasenya rendah.
Tingginya penggunaan pestisida di Kecamatan Cipanas juga dapat
dipengaruhi oleh banyaknya kios pestisida di wilayah ini. Menurut BPP
Kecamatan Cipanas (2012), di Wilayah Kecamatan Cipanas terdapat sekitar 21
kios yang menjual pestisida dari berbagai merek dagang, jumlah kios paling
banyak terdapat di Desa Cipanas. Sementara itu menurut Munarso et al. (2006),
tingginya penggunaan pestisida oleh petani di dataran tinggi disebabkan oleh
kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi,
sehingga menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangan hama dan penyakit
tanaman.
Tabel 5 Penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran dan petani tanaman
hias
Indikator Persentase petani
P-Value Sayuran Tanaman hias
Penggunaan pestisida 98.67 97.78 0.729
Alasan penggunaan pestisida
Menyelamatkan kualitas produk 2.70 36.36 -
Mencegah kerusakan lebih lanjut 72.97 50.00 -
Faktor kebiasaan 10.81 4.55 -
Faktor kemudahan aplikasi 33.78 4.55 -
Cara kerja pestisida sintetik
cepat 8.11 11.36 -
Cara lain tidak efektif 58.11 54.55 -
Tidak ada resiko residu
termakan 0.00 6.82 -
aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
Pola Penggunaan Pestisida
Pengetahuan Penggunaan Pestisida
Secara umum pengetahuan petani sayuran maupun petani tanaman hias
tentang penggunaan pestisida tergolong masih rendah. Hanya pengetahuan
mengenai jenis-jenis pestisida yang memiliki persentase tinggi (Gambar 3).
Sebanyak 94.59% petani sayuran dan 90.91% petani tanaman hias
mengetahui jenis dan kegunaan masing-masing pestisida. Petani sayuran maupun
petani tanaman hias mengetahui bahwa insektisida digunakan untuk
mengendalikan serangga hama, fungisida untuk mengendalikan penyakit oleh
cendawan, dan herbisida untuk mengendalikan gulma. Akan tetapi pengetahuan
petani mengenai jenis-jenis pestisida tersebut tidak diimbangi oleh pengetahun
penggunaan pestisida yang lain.
14
Persentase petani sayuran maupun petani tanaman hias yang mengerti
konsep ambang ekonomi atau ambang tindakan relatif masih rendah. Persentase
petani sayuran dan petani tanaman hias yang mengetahui konsep ambang ekonomi
hanya 1.33% dan 6.67% (Gambar 3). Hal tersebut akan mempengaruhi tindakan-
tindakan aplikasi pestisida lain, seperti intensitas dan penentuan dasar
pertimbangan aplikasi. Ambang ekonomi adalah kondisi kerapatan populasi
serangga yang mengharuskan tindakan pengendalian segera dilakukan sebelum
populasi serangga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (Riley 2012).
Ketidaktahuan petani tentang konsep ambang ekonomi akan menyebabkan petani
cenderung melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan intensitas
aplikasi yang tinggi.
Pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias mengenai prinsip 5
tepat juga masih rendah. Dibandingkan dengan petani tanaman hias, pengetahuan
petani sayuran mengenai prinsip 5 tepat lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata.
Persentase petani sayuran yang mengerti prinsip 5 tepat sebesar 9.3%, sedangkan
petani tanaman hias sebesar 2.22% (Gambar 3). Prinsip 5 tepat adalah tepat jenis,
tepat dosis, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat cara (Sulistiyono et al. 2012).
Rendahnya pengetahuan petani mengenai prinsip 5 tepat akan berpengaruh
terhadap tindakan-tindakan penggunaan pestisida yang dilakukan, seperti
penentuan dosis, waktu aplikasi, dan intensitas aplikasi.
Sebagian besar petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan
Cipanas tidak mengetahui konsep aplikasi terakhir sebelum panen atau pre
harvest interval. Berdasarkan survei, hanya terdapat 21.33% petani sayuran dan
15.56% petani tanaman hias yang mengerti konsep aplikasi terakhir sebelum
panen. Hanya sebagian kecil petani sayuran (36%) dan petani tanaman hias
(28.89%) yang tahu tentang pestisida nabati. Berdasarkan uji 2 proporsi,
pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias secara umum tidak berbeda
nyata.
Gambar 3 Pengetahuan penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias
Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida
Aplikasi pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal, yang
dikenal dengan sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Jenis pestisida Ambang
ekonomi
Prinsip 5 Tepat Pre Harvest
Interval
Pestisida nabati
Per
senta
se p
etan
i
Pengetahuan
Sayuran
Tanaman hias
15
Dalam sistem kalender, waktu aplikasi pestisida sudah terjadwal, tanpa melihat
apakah populasi hama berada pada tingkat merugikan atau tidak. Dengan kata lain
ada atau tidak ada hama, aplikasi tetap dilakukan, sedangkan aplikasi dengan
berlandaskan sistem PHT, aplikasi pestisida dilakukan hanya bila memang
terpaksa dilakukan (Dadang 2006).
Persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam
melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal. Sebagian besar petani sayuran
(89.19%) melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal),
sedangkan petani tanaman hias hanya sebagian kecil (40.91%) yang melakukan
aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal) (Tabel 6). Petani sayuran
maupun tanaman hias menerapkan sistem kalender (terjadwal) sebagai bentuk
strategi pencegahan, karena menurut petani jika aplikasi tidak dilakukan secara
rutin dan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, kerusakan akibat
serangan hama penyakit akan berat.
Berbeda dengan petani sayuran, sebagian besar (59.09%) petani tanaman
hias melakukan aplikasi pestisida berdasarkan kondisi populasi OPT pada
pertanaman mereka (Tabel 6). Petani tanaman hias hanya melakukan aplikasi
pestisida jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit sudah
mencapai tingkat yang merugikan. Alasan utama petani tanaman hias melakukan
aplikasi berdasarkan populasi OPT adalah sedikitnya hama dan penyakit pada
tanaman yang mereka budidayakan. Selain pada bunga potong, hama dan penyakit
yang menyerang tanaman hias lebih sedikit dibandingkan dengan sayuran, jadi
jika petani tanaman hias melakukan aplikasi pestisida secara rutin, hal tersebut
secara ekonomi tidak efisien. Selain alasan tersebut alasan lain petani melakukan
aplikasi berdasarkan populasi OPT adalah masa pemeliharaan tanaman hias
pendek, takut hama menjadi resisten, dan aplikasi tergantung cuaca dan iklim
(Tabel 6).
Tabel 6 Pengambilan keputusan aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias
Indikator Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Dasar pertimbangan aplikasi
Sistem kalender terjadwal 89.19 40.91 0.000b
Berdasarkan populasi OPT 10.81 59.09 0.000b
Alasan sistem kalender terjadwal
Faktor kebiasaan 16.67 5.56 -
Strategi pencegahan 83.33 94.44 -
Alasan aplikasi berdasarkan populasi OPT
Pertimbangan ekonomi 75.00 88.46 -
Tergantung cuaca dan iklim 75.00 7.69 -
Hama dan penyakit sedikit 50.00 80.77 -
Takut hama resisten 0.00 26.92 -
Masa pemeliharaan pendek 0.00 3.85 - aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
16
Jenis dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan
Jenis dan bahan aktif pestisida yang digunakan petani sayuran dan petani
tanaman hias sangat bervariasi. Jenis bahan aktif insektisida yang digunakan lebih
beragam dibandingkan dengan fungisida.
Secara umum terdapat 17 jenis bahan aktif insektisida dan 6 jenis bahan
aktif fungisida yang digunakan petani sayuran dan tanaman hias di kecamatan
Cipanas. Jenis bahan aktif yang digunakan petani tanaman hias lebih variatif.
Petani sayuran menggunakan 10 jenis bahan aktif insektisida dan 4 jenis bahan
aktif fungisida, sedangkan petani tanaman hias menggunakan 14 jenis bahan aktif
insektisida dan 4 jenis bahan aktif fungisida (Gambar 4). Merek dagang yang
digunakan oleh petani sayuran dan petani tanaman hias lebih banyak
dibandingkan dengan bahan aktif pestisida yang digunakan. Secara umum petani
sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas menggunakan 31 merek
dagang insektisida dan 15 merek dagang fungisida. Berbeda dengan bahan aktif,
merek dagang yang digunakan petani sayuran lebih banyak dibandingkan dengan
merek dagang yang digunakan petani tanaman hias. Petani sayuran menggunakan
15 merek dagang insektisida dan 11 merek dagang fungisida, sedangkan petani
tanaman hias menggunakan 13 merek dagang insektisida dan 6 merek dagang
fungisida.
Banyaknya jenis bahan aktif yang digunakan petani tanaman hias
berbanding terbalik dengan permasalahan hama penyakit yang dihadapi.
Permasalahan hama penyakit pada tanaman hias relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan petani sayuran. Salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya bahan
aktif yang digunakan petani tanaman hias adalah pengetahuan petani tanaman hias
mengenai jenis bahan aktif pestisida lebih baik dibandingkan dengan petani
sayuran. Pengetahuan yang lebih baik tersebut salah satunya dipengaruhi oleh
karakteristik petani terutama tingkat pendidikan petani tanaman hias yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran. Hal tersebut mengakibatkan
pada saat memilih pestisida petani tanaman hias lebih cenderung berorientasi pada
bahan aktif dibandingkan dengan merek dagang, sedangkan petani sayuran
sebaliknya. Hal tersebut juga dapat dilihat dari persentase petani tanaman hias
yang lebih tinggi dibandingkan petani sayuran dalam hal pembacaan label
kemasan pestisida. Tindakan pembacaan label oleh petani menunjukkan bahwa
petani tersebut membaca keterangan kandungan bahan aktif dari pestisida yang
mereka gunakan.
Bahan aktif insektisida yang paling banyak digunakan petani sayuran
adalah klorantraniliprol dan profenofos dengan persentase petani yang
menggunakan masing-masing 58.11% dan 51.35%. Penggunaan insektisida
berbahan aktif klorantraniliprol dan profenofos pada petani sayuran sesuai dengan
permasalahan hama yang dihadapi, yaitu kutu daun, ulat gerayak, ulat kubis, dan
ulat krop kubis. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan
insektisida pada petani sayuran sudah tepat sasaran (Gambar 4).
Kloratraniliprol termasuk golongan senyawa antranilik diamida yang
bersifat racun perut dan racun kontak (Djojosumarto 2008). Klorantraniliprol
bekerja mengganggu saraf otot dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga
yang menyebabkan ion kalsium intraselular berkurang sehingga serangga
mengalami kelumpuhan otot kemudian mengalami kematian (Perry et al. 1998).
Kelas toksisitas kloratraniliprol adalah U, artinya bahan aktif tersebut memiliki
17
kemungkinan untuk menyebabkan keracunan akut pada penggunaan normal
(WHO 2009).
Profenofos termasuk golongan organofosfat yang bersifat racun perut dan
racun kontak Profenofos bersifat non-sistemik dan mempunyai spektrum yang
luas. Mekanisme kerja profenofos yaitu menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase (Djojosumarto 2008). Profenofos termasuk insektisida dengan
kelas toksisitas II (WHO 2009), Pestisida kategori II mempunyai LD50 oral
berkisar 50-500 mg/kg. Pestisida kategori II akan menimbulkan kematian jika
terminum sekitar satu sendok teh (Sigit et al. 2006).
Insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol sama sekali tidak digunakan
oleh petani tanaman hias. Insektisida dengan bahan aktif profenofos dan
deltrametrin paling banyak digunakan oleh petani tanaman hias dengan persentase
petani pengguna masing-masing 50% dan 45.45%. Sama seperti pada petani
sayuran, penggunaan insektisida pada petani tanaman hias juga sudah tepat
sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari bahan aktif yang digunakan dan
permasalahan hama pada tanaman hias yang meliputi ulat daun, kutu kebul dan
kutu daun (Gambar 4).
Deltametrin merupakan insektisida sintetik yang termasuk ke dalam
golongan piretroid. Cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf
serangga atau mamalia dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek
pengulangan (repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian (Hasan
2006). Sama seperti profenofos, deltametrin termasuk bahan aktif insektisida
dengan kelas toksisitas kategori II (WHO 2009).
Bahan aktif fungisida yang paling banyak digunakan petani sayuran adalah
mancozeb, sedangkan petani tanaman hias lebih banyak menggunakan fungisida
berbahan aktif propineb. Persentase penggunaan masing-masing adalah 56.67%
dan 52.27%. Mancozeb dan propineb termasuk ke dalam golongan bahan aktif
ditiokarbamat dan memiliki kelas toksisitas U (WHO 2009). Penggunaan
fungisida pada petani sayuran maupu petani tanaman hias juga sudah tepat
sasaran. Sebagian besar petani menggunakan fungisida berbahan aktif mancozeb
dan propineb, hal tersebut sesuai dengan permasalahan penyakit yang dihadapi
oleh petani yaitu hawar daun, bercak kering, dan busuk.
Sebagian besar petani, baik petani sayuran maupun tanaman hias
mengetahui jenis-jenis bahan aktif dan masing-masing sasarannya berdasarkan
informasi dari toko pertanian dan sesama petani lain.
Intensitas dan Waktu Aplikasi
Terdapat perbedaan nyata intensitas aplikasi pestisida antara petani sayuran
dan petani tanaman hias (Tabel 7). Sebagian besar (72.97%) petani sayuran
melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal dalam selang waktu 1 minggu
berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Petani tanaman hias cenderung
melaksanakan aplikasi secara tidak terjadwal, aplikasi pestisida berdasarkan
tingkat populasi OPT dengan persentase responden 52.27% (Tabel 7). Intensitas
aplikasi yang tinggi pada sayuran merupakan cerminan rasa kekhawatiran petani
terhadap serangan OPT yang berat.
18
Gambar 4 Persentase petani sayuran dan tanaman hias dalam menggunakan
bahan aktif insektisida (A) dan fungisida (B)
Diafentiuron
Diazinon
Abamektin
Klorantraniliprol
Emamektin-benzoat
Piridaben
Asefat
Deltametrin
Profenofos
Lambda-sihalothrin
Klorpirifos
Sipermetrin
Imidaklorpid
Alfasipermetrin
Metidation
Metamidofos
Karbofuran
Bah
an a
kti
f A
Tanaman hias Sayuran
0 10 20 30 40 50 60
Mancozeb
Propineb
Mancozeb+mefenoksam
Klorotalonil
Benomyl
Meiram+pyraclostrobin
Persentase petani
B
19
Berdasarkan hasil survei, terdapat petani yang melakukan aplikasi pestisida
dengan selang waktu kurang dari 1 minggu dengan persentase masing-masing
5.41% dan 11.36% (Tabel 7). Intensitas aplikasi yang sangat tinggi tersebut terjadi
pada musim hujan, pada sayuran terjadi pada komoditas tomat, sedangkan pada
tanaman hias terjadi pada komoditas bunga potong, terutama krisan. Menurut
penuturan petani, pada musim hujan tomat dan krisan sangat rentan oleh serangan
penyakit, sehingga intensitas aplikasi harus ditingkatkan.
Secara umum, intensitas aplikasi pestisida pada petani tanaman hias relatif
lebih rendah dibandingkan dengan pada petani sayuran, salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah permasalahan hama penyakit pada tanaman hias lebih
sedikit dibandingkan dengan pada sayuran. Selain itu, secara umum dapat
disimpulkan bahwa dalam hal intensitas aplikasi pestisida, petani tanaman hias
lebih rasional dibandingkan dengan petani sayuran.
Sebagian besar petani sayuran (95.95%) maupun tanaman hias (84.07%)
melakukan aplikasi pestisida pada pagi hari, tetapi persentase kedua petani
berbeda nyata, persentase petani sayuran yang melakukan aplikasi pagi hari lebih
tinggi dibandingkan tanaman hias (Tabel 7).
Tabel 7 Intensitas dan waktu aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias
Inensitas dan waktu aplikasi
Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman
hias
Intensitas aplikasi
Aplikasi lebih dari 1 kali dalam 1
minggu 5.41 11.36 0.238
1 minggu sekali 72.97 4.55 0.000b
1 sampai 2 kali dalam 1 bulan 16.22 22.73 0.380
Aplikasi lebih dari 1 bulan 0.00 9.09 0.008b
Aplikasi tergantung populasi OPT 5.41 52.27 0.000b
Waktu aplikasi
Pagi 95.95 84.09 0.025b
Siang 1.35 4.55 0.286
Sore 2.70 11.36 0.054 aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
Kriteria dan Sumber Informasi Pemilihan Pestisida
Menurut Rateman (2003), pendekatan paling umum dalam memilih jenis
pestisida dengan dampak negatif paling kecil adalah dengan melihat keefektifan
bahan aktif suatu pestisida secara kimiawi dan biologi.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada petani sayuran maupun petani tanaman
hias, kriteria yang digunakan petani dalam memilih pestisida yang akan digunakan
adalah efektivitas suatu pestisida. Menurut petani, pestisida dikatakan efektif
apabila sering digunakan dan terbukti mampu mematikan hama secara cepat.
Selain efektivitas sebagian petani juga mempertimbangkan faktor ekonomi dalam
memilih suatu pestisida, dengan kata lain dalam memilih pestisida yang
20
digunakan petani tidak terlalu memperhatikan efektivitas, tetapi cenderung
memilih pestisida berdasarkan harga terakhir pestisida tersebut. Hal tersebut
dikarenakan pendapatan petani yang tidak tentu. Pendapatan petani tergantung
hasil panen dan harga jual komoditas yang mereka budidayakan. Apabila hasil
panen musim sebelumnya cukup memadai maka petani cenderung menggunakan
pestisida dengan harga yang lebih mahal, berbeda dengan jika musim sebelumnya
hasil panen tidak memuaskan. Jika pada musim panen sebelumnya hasil tidak
memuaskan maka petani cenderung lebih memilih pestisida dengan harga yang
lebih murah karena pendapatan petani dari panen tersebut rendah, dan penghasilan
usaha tani mereka diperuntukan untuk kepentingan lain.
Berbeda dengan petani tanaman hias, pada petani sayuran setidaknya ada 4
kriteria yang mereka gunakan dalam memilih suatu pestisida. Selain efektivitas
dan pertimbangan ekonomi, petani sayuran juga mempertimbangkan pengaruh
iklim dan cuaca serta kondisi hama penyakit dalam menentukan pestisida yang
akan digunakan. Pestisida yang digunakan pada musim kemarau akan berbeda
dengan pestisida yang digunakan pada musim hujan.
Gambar 5 Kriteria umum pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman
hias
Dalam memilih pestisida yang akan digunakan, dasar pertimbangan petani
dapat berdasarkan inisiatif sendiri atau berdasarkan anjuran orang lain. Persentase
petani sayuran yang memilih pestisida berdasarkan inisiatif sendiri berbeda nyata
dengan petani tanaman hias, begitu pun dengan petani yang memilih pestisida atas
dasar anjuran orang lain. Persentase petani sayuran yang memilih pestisida atas
anjuran orang lain sama besar dengan persentase petani sayuran yang memilih
pestisida atas inisiatif sendiri yaiu 50%, sedangkan petani tanaman hias sebagian
besar (75%) memilih pestisida atas inisiatif sendiri (Tabel 8). Petani lain atau
rekan sesama petani adalah pemberi anjuran yang paling umum dalam pemilihan
pestisida pada petani sayuran maupun tanaman hias. Selain rekan sesama petani,
toko pertanian juga berperan bagi petani dalam menentukan pestisida yang
digunakan.
Media yang paling umum bagi petani sayuran maupun petani tanaman hias
dalam memberikan dan menerima anjuran pemilihan pestisida adalah informasi
dari mulut ke mulut antar petani (Tabel 8). Petani cenderung mengikuti petani lain
dalam menggunakan suatu jenis pestisida. Hal tersebut yang mengakibatkan pada
daerah tertentu di Kecamatan Cipanas merek dagang pestisida yang digunakan
hampir seragam. Pada petani sayuran maupun petani tanaman hias, peran petugas
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Pertimbangan ekonomi
Efekifitas
Musim dan cuaca
Kondisi hama dan penyakit
Persentase petani
Tanaman hias
Sayuran
21
penyuluh dalam memberikan informasi pemilihan pestisida sangat rendah.
Menurut Tutu (2002), belum optimalnya peran penyuluhan diakibatkan oleh
rendahnya tingkat partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan yang
diakibatkan oleh rendahnya mutu pelayanan penyuluhan pertanaian.
Tabel 8 Dasar pemilihan pestisida pada petani sayuran dan tanaman hias
Indikator Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Dasar pemilihan pestisida
Anjuran orang lain 50.00 25.00 0.008b
Inisiatif sendiri 50.00 75.00 0.008b
Pemberi anjuran
Petani lain 54.05 72.73 -
Toko pertanian 35.14 18.18 -
Sales perusahaan pestisida 2.70 0.00 -
Penyuluh Pertanian 8.11 9.09 - aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
Dosis Aplikasi Pestisida
Terdapat beberapa pertimbangan yang digunakan petani sayuran maupun
petani tanaman hias dalam menentukan dosis aplikasi pestisida yang digunakan,
diantaranya adalah dosis berdasarkan pengalaman, membaca dosis anjuran, dan
anjuran dari petugas penyuluh pertanian. Pertimbangan paling umum pada petani
sayuran dan petani tanaman hias adalah berdasarkan pengalaman. Terdapat 59.4%
petani sayuran dan 43.18% petani tanaman hias yang menentukan dosis aplikasi
berdasarkan pengalaman. Tingginya persentase petani yang menentukan dosis
aplikasi berdasarkan pengalaman disebabkan oleh persepsi petani yang
menganggap bahwa dosis yang aplikasi pestisida yang mereka gunakan dianggap
sudah efektif, dan dosis tersebut sudah lama digunakan oleh petani sehingga telah
menjadi suatu kebiasaan bagi petani. Dengan adanya anggapan tersebut, petani
cenderung takut untuk mengganti dosis aplikasi pestisida yang yang biasa
digunakan dengan dosis anjuran.
Selain berdasarkan pengalaman penentuan dosis juga dilakukan berdasarkan
dosis anjuran pada kemasan pestisida. Persentase petani tanaman hias yang
menentukan dosis berdasarkan dosis anjuran juga cukup tinggi, yaitu 43.18%
(Tabel 9).
Peran PPL dalam penentuan dosis aplikasi pestsida sangat rendah (Tabel 9).
Hal tersebut menurut petani diakibatkan oleh jarangnya petugas PPL yang turun
langsung ke lahan mereka, jadi pengetahuan mengenai penentuan dosis aplikasi di
kalangan petani sangat terbatas.
Berdasarkan hasil survei, persentase petani sayuran dan petani tanaman hias
tidak berbeda nyata dalam menggunakan pestisida sesuai dengan dosis anjuran.
Persentase petani sayuran dan tanaman hias yang menggunakan pestisida dengan
dosis sesuai anjuran masih rendah. Hanya terdapat 32.43% petani sayuran dan
22
40.91% petani tanaman hias yang menggunakan pestisida sesuai dosis anjuran
(Tabel 9).
Alasan utama petani sayuran maupun tanaman hias tidak menggunakan
dosis sesuai anjuran adalah tidak efektifnya dosis yang dianjurkan. Menurut
Sulistiyono (2012), berdasarkan pengalaman petani di lapangan ada fakta bahwa
penggunaan pestisida dengan dosis sesuai anjuran kurang berpengaruh dalam
mengendalikan OPT. Petani memprediksi bahwa hama dan penyakit tanaman
telah mengalami resistensi, sehingga petani cenderung menggunakan pestisida
melebihi dosis anjuran. Menurut Dadang (2006), penggunaan dosis yang tidak
tepat, misalnya kurang dari dosis anjuran (dosis sub lethal) tidak akan mematikan
OPT, namun ada kemungkinan OPT akan membentuk sistem kekebalan terhadap
jenis senyawa tersebut dan akan memicu terjadinya resistensi dan resurgensi.
Selain dosis anjuran yang tidak efektif, alasan yang paling banyak
disampaikan petani tanaman hias adalah dosis yang digunakan sesuai keadaan
populasi OPT. Apabila populasi OPT tinggi maka dosis ditingkatkan, dan jika
populasi rendah dosis akan diturunkan. Dadang (2006) menjelaskan bahwa setiap
hama atau patogen penyakit memiliki ketahanan yang berbeda-beda sehingga
dalam aplikasi pestisida, dosis dan konsentrasi yang digunakan akan berbeda pula.
Alasan lain adalah label kemasan pestisida tidak pernah dibaca, dosis
berdasarkan kebiasaan dan ada petani yang mengalami kesulitan dalam
menetukan dosis yang sesuai dengan dosis anjuran.
Sebagian besar petani sayuran (90.54%) dan petani tanaman hias (88.64%)
menggunakan tutup botol kemasan dan sendok makan dalam menentukan dosis
aplikasi pestsida. Hanya sebagian kecil petani yang menggunakan penakar khusus
ketika menentukan dosis pestisida yang diaplikasikan (Tabel 9).
Tabel 9 Dosis aplikasi pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias
Indikator Persentase responden
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Penentuan dosis aplikasi
Berdasarkan pengalaman 59.46 43.18 0.087
Anjuran penyuluh atau petani lain 5.41 13.64 0.121
Membaca dosis anjuran 35.14 43.18 0.384
Kesesuaian dosis dengan anjuran 32.43 40.91 0.352
Alasan dosis tidak sesuai anjuran
Label tidak pernah dibaca 18.70 17.38 -
Dosis berdasarkan kebiasaan 16.60 12.23 -
Kesulitan mengikuti dosis anjuran 4.00 3.85 -
Dosis anjuran tidak efektif 32.00 40.46 -
Dosis tergantung populasi OPT 36.00 25.08 -
Alat penakar
Tutup kemasan dan sendok 90.54 88.64 -
Penakar khusus 9.46 11.36 - aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
23
Rotasi dan Pencampuran Pestisida
Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias tidak berbeda nyata
dalam melakukan tindakan rotasi pestisida. Sebanyak 52.70% petani sayuran dan
38.64% petani tanaman hias melakukan tindakan rotasi pestisida. Alasan utama
petani sayuran dan petani tanaman hias melakukan rotasi pestisida adalah
pestisida yang digunakan sebelumnya sudah tidak efektif. Kriteria pestisida sudah
tidak efektif menurut petani adalah hama tidak mati setelah dilakukan aplikasi
pestisida padahal musim-musim sebelumnya efektif mematikan hama tersebut.
Selain itu alasan lain adalah pertimbangan ekonomi yaitu ketika pendapatan
petani dari panen sebelumnya meningkat, maka petani akan mengganti pestisida
sebelumnya dengan pestisida yang harganya lebih mahal begitupun sebaliknya
(Tabel 10). Tingginya persentase petani yang tidak melakukan rotasi pestisida
baik petani tanaman sayuran maupun petani tanaman hias dikarenakan adanya
kepercayan yang tinggi pada pestisida tersebut. Penggantian pestisida
menimbulkan kekhawatiran akan keberhasilan pengendalian. Padahal menurut
Rateman (2003), rotasi pestisida merupakan salah satu bentuk strategi manajemen
resistensi hama dan patogen terhadap pestisida.
Dalam hal pencampuran pestisida, persentase petani sayuran tidak berbeda
nyata dengan petani tanaman hias. Sebagian besar petani sayuran (85.14%) dan
petani tanaman hias (72.73%) melakukan pencampuran berbagai jenis pestisida
pada saat aplikasi (Tabel 10). Menurut Moekasan et al. (2010), apabila dilakukan
dengan tepat pencampuran berbagai jenis pestisida dapat mengatasi masalah
resistensi hama terhadap insektisida. Lebih lanjut Moekasan et al. (2010)
melaporkan bahwa terdapat 3 jenis campuran insektisida yang bersifat sinergis,
secara ekonomi lebih murah, tetapi efikasinya tetap tinggi, campuran tersebut
adalah spinosad+metomil, spinosad+tiodikarb, dan klorpirifos+metomil.
Tabel 8 menunjukkan bahwa alasan utama petani sayuran (50.79%) dan
petani tanaman hias (65.63%) melakukan pencampuran berbagai jenis pestisida
adalah untuk menambah spektrum aplikasi pestisida yang mereka gunakan. Petani
sayuran maupun petani tanaman hias berpikiran bahwa dengan mencampur
berbagai jenis pestisida, berbagai jenis hama dan patogen dapat dikendalikan
dalam sekali aplikasi. Alasan lain pencampuran adalah dengan melakukan
pencampuran, aplikasi pestisida akan lebih praktis (Tabel 10).
Menurut Sulistiyono et al. (2012), tindakan pencampuran pestisida
disebabkan oleh kegagalan pestisida yang dipakai petani dalam mengendalikan
OPT sehingga mncul inisiatif dari petani untuk melakukan trial and error untuk
mencampur beberapa jenis pestisida. Proses uji coba ini berlangsung secara terus-
menerus selama belum ada tokisitas yang sesuai dengan harapan petani.
Pembacaan Label Pestisida
Menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011), hal yang wajib
dicantumkan dalam kemasan atau label pestisida adalah: nama dagang formula,
jenis pestisida, nama dan kadar bahan aktif, isi atau berat bersih dalam kemasan,
peringatan keamanan, klasifikasi dan simbol bahaya, petunjuk keamanan, gejala
keracunan, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), perawatan medis,
petunjuk penyimpanan, petunjuk penggunaan, nomor pendaftaran, nama dan
alamat serta nomor telepon pemegang, nomor pendaftaran, nomor produksi, bulan
dan tahun produksi (batch number) dan kadaluarsa, dan petunjuk pemusnahan.
24
Kenyataannya tidak semua keterangan yang wajib tersebut dicantumkan dalam
label terutama klasifikasi dan simbol bahaya, sehingga masyarakat tidak tahu
bahwa pestisida yang digunakan berbahaya dan dapat meracuni diri sendiri,
keluarga maupun lingkungan
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, persentase petani sayuran tidak
berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam pembacaan label secara umum,
cara aplikasi, dosis anjuran, dan tanggal kadaluarsa. Sebagian besar petani sayuran
(59.46%) dan petani tanaman hias (65.91%) membaca label kemasan pestisida.
Sebagian besar petani sayuran (48.65%) dan sebanyak 50% petani tanaman hias
membaca cara aplikasi. Begitupun dengan dosis anjuran, sebagian besar petani
sayuran (54.05%) dan petani tanaman hias (63.64%) membaca dosis anjuran.
Akan tetapi hanya sebagian kecil petani sayuran (29.73%) dan petani tanaman
hias (31.82%) yang memperhatikan dan membaca tanggal kadaluarsa produk
(Tabel 11). Rendahnya persentasi petani yang memperhatikan tanggal kadaluarsa
dikarenakan anggapan petani bahwa suatu pestisida tidak memiliki tanggal
kadaluarsa.
Tabel 10 Tindakan rotasi dan pencampuran pestisida pada petani sayuran dan
tanaman hias
Indikator
Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman
hias
Rotasi pestisida 52.70 38.64 0.139
Alasan rotasi pestisida
Kecenderungan penggunaan
pestisida berubah sesuai musim 12.26 12.76 -
Alasan ekonomi 19.95 31.41 -
Pestisida lama tidak lagi tersedia 0.00 13.76 -
Pestisida sebelumnya sudah tidak
efekif 55.85 31.41 -
Mencegah resistensi OPT 4.56 19.65 -
Perputaran/rotasi tanaman 17.38 0.00 -
Alasan tidak melakukan rotasi
Pilihan pestisida terbatas 0.00 5.70 -
Percaya pada 1 jenis pestisida 100.00 97.30 -
Pencampuran pestisida 85.14 72.73 0.100
Alasan pencampuran pestisida
Kebiasaan 3.59 11.38 -
Menambah spektrum aplikasi 52.79 67.63 -
Lebih praktis 35.33 30.75 -
Menambah efektifitas 13.11 5.13 -
Menghemat biaya 10.59 0.00 -
Menghemat waktu 10.59 5.13 - aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
25
Tabel 11 Pembacaan label kemasan pestisida pada petani sayuran dan tanaman
hias
Bagian label Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Label secara umum 59.46 65.91 0.485
Cara aplikasi 48.65 50.00 0.887
Dosis anjuran 54.05 63.64 0.308
Tanggal kadaluarsa 29.73 31.82 0.812 aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
Tindakan Penyimpanan Pestisida
Penyimpanan pestisida sebagai bahan berbahaya harus diperhatikan.
Pestisida harus disimpan di tempat yang aman. Menurut Kemenkes RI (2012), hal
yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan pestisida adalah:
1. Pestisida harus disimpan dalam kemasan aslinya, jangan dipindahkan ke
wadah lain terutama wadah yang biasa digunakan untuk menyimpan
makanan atau minuman.
2. Dalam jumlah kecil pestisida dapat disimpan dalam almari tersendiri,
terkunci dan jauh dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan. Lemari
tidak berdekatan dengan penyimpanan makanan dan api.
3. Dalam jumlah besar pestisida dapat disimpan di gudang.
4. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi syarat yang berlaku terhadap
kemungkinan bahaya peledakan.
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar petani sayuran (78.38%) dan
petani tanaman hias (77.27%) menyimpan pestisida di tempat khusus sejenis
gudang. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan penyimpanan pestisida di
kalangan petani sayuran dan tanaman hias di Kecamatan Cipanas sudah baik.
Secara umum petani juga sudah mengerti bahwa pesisida harus disimpan jauh dari
jangkaan anak-anak. Pengetahuan petani mengenai cara menyimpan pestisida
yang baik didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah media massa, toko
pertanian, petani lain, dan dari petunjuk pada label kemasan pestisida.
Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias berbeda nyata dalam
penyimpanan pestisida di dapur. Terdapat 17.57% petani sayuran menyimpan
pestisida di dapur. Tindakan penyimpanan pestisida di dapur dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif. Hal tersebut dikarenakan dapur merupakan tempat
penyimpanan makanan, jika pestisida disimpan di dapur, dikhawatirkan akan
mencemari makanan tersebut. Selain di gudang dan di dapur, petani juga
menyimpan pestisida di halaman rumah.
Tabel 12 Tindakan penyimpanan pestisida pada petani sayuran dan petani
tanaman hias
Tempat penyimpanan Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Gudang 78.38 77.27 0.889
Dapur 17.57 4.55 0.040b
Samping rumah 4.05 18.18 0.011b
aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
26
Aplikasi Terakhir Sebelum Panen
Sebagian besar petani sayuran (70.27%) dan petani tanaman hias (81.82%)
melakukan aplikasi pestisida tanpa memperhatikan konsep aplikasi terakhir
sebelum panen (Tabel 13). Aplikasi pestisida selalu dilakukan, bahkan ketika
komoditas yang mereka budidayakan hari itu akan di panen. Kurangnya perhatian
petani terhadap waktu aplikasi terakhir sebelum panen dapat disebabkan oleh
pengetahuan petani tentang konsep Pre Harvest Interval (PHI) yang rendah.
Persentase petani tanaman hias yang tidak memperhatikan konsep aplikasi
terakhir sebelum panen lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran (Tabel
13). Tingginya persentase petani tanaman hias yang tidak memperhatikan konsep
aplikasi terakhir sebelum panen disebabkan oleh persepsi bahwa tanaman hias
tidak dimakan, sehingga residu pada tanaman hias tidak akan berbahaya bagi
konsumen, berbeda dengan sayuran.
Terdapat 20.27% petani sayuran yang melakukan aplikasi terakhir 1 sampai
2 minggu sebelum panen. Persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani
tanaman hias. Hal tersebut karena ada petani sayuran yang menjual komoditas
hasil panen mereka ke supermarket. Produk pertanian yang dijual ke supermarket
harus lolos uji residu pestisida, sehingga ada tuntutan bagi petani untuk lebih
memperhatikan waktu aplikasi terakhir sebelum panen. Selain itu sayuran dari
daerah Cipanas banyak yang dijual ke wilayah Jabodetabek dengan tingkat
pendidikan konsumen yang cukup tinggi. Hal tersebut mengakibatkan adanya
tuntutan produk sayuran yang bebas residu pestisida.
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkadung dalam produk pertanian
sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari penggunaan pestisida (Munarso
et al. 2006). Lebih lanjut Munarso et al. (2006) menjelaskan bahwa terserapnya
residu pestisida ke dalam sayuran disebabkan oleh komposisi air dan bahan
organik, kandungan bahan organik sekitar 10% menyebabkan penyerapan akan
mudah terjadi.
Hasil analisis residu pestisida pada berbagai komoditas pertanian di Cipanas
menunjukkan bahwa tingkat residu pestisida masih berada dibawah ambang batas
yang dipersyaratkan, sehingga masih aman dikonsumsi (Munarso et al. 2006).
Tabel 13 Aplikasi terakhir sebelum panen pada petani sayuran dan petani
tanaman hias
Waktu Persentase petani
P-Valuea
Sayuran Tanaman hias
Aplikasi selalu dilakukan 70.27 93.18 0.000b
1-2 minggu sebelum panen 20.27 2.27 0.006b
2 minggu sampai 1 bulan
sebelum panen 9.46 2.27 0.133
Lebih dari 1 bulan sebelum
panen 0.00 2.27 0.193
aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi
bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pestisida umumnya bersifat racun kontak, oleh karena itu penggunaan alat
pelindung diri oleh petani saat aplikasi sangat penting untuk menghindari kontak
27
langsung dengan pestisida. Terdapat 7 item dalam kelengkapan alat pelindung diri
yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan
dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya
keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan
pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh
melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari (Afriyanto 2008).
Berdasarkan hasil survei, persentase petani sayuran berbeda nyata dengan
petani tanaman hias dalam menggunakan APD saat aplikasi pestisida. Hanya
sebagian kecil (22.97%) petani sayuran yang menggunakan APD, sedangkan pada
petani tanaman hias 56.82% petani menggunakan APD. Alasan utama petani
sayuran di Daerah Cipanas tidak menggunakan APD karena pemahaman mereka
bahwa setelah bertani selama puluhan tahun dan melakukan aplikasi pestisida
tanpa menggunakan APD, mereka tidak pernah mengalami gangguan kesehatan.
Menurut Pujiono (2009), sebagian besar petani memiliki persepsi bahwa praktik
pengelolaan pestisida dianggap hal yang tidak berbahaya sehingga tidak perlu
menggunakan APD.
Gambar 6 menunjukkan bahwa dari 22.97% petani sayuran dan 56.82%
petani tanaman hias yang menggunakan APD, sebagian besar petani hanya
menggunakan masker pada saat aplikasi pestisida. Persentase penggunaan
kelengkapan APD selain masker seperti sepatu, penutup kepala, sarung tangan,
pakaian kedap air, dan pakaian berlengan panjang sangat rendah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa petani sayuran dan petani tanaman hias belum menggunakan
APD dengan benar. Menurut Pujiono (2009), pemakaian APD pada petani yang
tidak memenuhi syarat beresiko menyebabkan keracunan 4.1 kali lebih besar
dibandingkan petani yang menggunakan APD dengan benar.
Gambar 6 Persentase kelengkapan alat pelindung diri pada petani sayuran dan
petani tanaman hias
Evaluasi Pasca Aplikasi Pestisida
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar petani sayuran (83.78%) dan petani
tanaman hias (88.64%) melakukan tindakan evaluasi pasca aplikasi pestisida.
Namun, bentuk evaluasi yang dilakukan petani hanya berupa evaluasi biologis,
yaitu evaluasi kematian hama sasaran pada pertanaman mereka. Bentuk evaluasi
lain kurang dilaksanakan oleh petani. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh
0 10 20 30 40 50 60
Pakaian berlengan panjang
Pakaian kedap air
Masker
Sarung tangan
Penutup kepala
Sepatu
Persentase petani
Tanaman hias
Sayuran
28
pengetahuan petani yang rendah. Petani hanya mengetahui bahwa indikator
keberhasilan dari aplikasi pestisida hanya dilihat dari mati atau tidaknya OPT.
Menurut Djojosumarto (2008), aplikasi pestisida dikatakan berhasil atau
tidak berhasil dapat dievaluasi dengan dua cara sebagai berikut: (1) evaluasi
biologis adalah evaluasi yang dilakukan langsung pada OPT sasaran yang
dikendalikan. Pengendalian OPT secara kimiawi dikatakan berhasil bila setelah
aplikasi populasi OPT menurun, serangan OPT terhenti, atau tanaman tidak
diserang OPT sama sekali dibandingkan dengan tanaman yang tidak diaplikasi,
(2) evaluasi fisik, adalah evaluasi pada sasaran fisik untuk menilai tingkat
keberhasilan penyemprotan yang dilakukan. Sementara itu menurut Dadang
(2006), ada beberapa parameter yang dapat menentukan keberhasilan dari aplikasi
pestisida, diantaranya : (1) serangan OPT menurun, ini dapat dilihat dari
menurunnya luas serangan, intensitas serangan, dan populasi, (2) tidak adanya
kerusakan pada tanaman baik pada daun maupun pada buah, (3) keberadaan
serangga penyerbuk dan musuh alami, diharapkan aplikasi pestisida tidak
mengakibatkan penurunan populasi penyerbuk dan musuh alami, (4) residu
pestisida pada produk baik buah maupun daun.
Cara Lain Pengendalian Hama Penyakit Tanaman dan Penggunaan
Pestisida Nabati
Selain penggunaan pestisida sinetik, sebagian kecil petani melakukan
pengendalian dengan cara selain penggunaan pestisida. Bentuk tindakan lain yang
paling umum dilakukan oleh petani sayuran maupun tanaman hias adalah
pencabutan manual tanaman yang sakit. Selain itu ada petani tanaman hias yang
melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara menyiram pertanaman
mereka dengan air setelah terjadi hujan atau kabut.
Berdasarkan keterangan petani, penggunaan pestisida nabati sebenarnya
sudah pernah dilakukan oleh beberapa petani. Penggunaan pestisida nabati
dilakukan secara tradisional. Tanaman yang pernah digunakan oleh petani di
Cipanas diantaranya, kacang babi, daun tembakau, bawang putih, sirih-sirihan,
campuran semangka dan gula putih, „kirinyuh‟, batang pohon pisang, dan daun
suren.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang paling dominan dilakukan
petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas adalah penggunaan
pestisida sintetik.
Pola penggunaan pestisida antara petani sayuran dan petani tanaman hias
memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan pola penggunaan di
antaranya: (1) pengetahuan penggunaan pestisida, (2) kriteria pemilihan pestisida,
(3) kesesuaian dosis dengan anjuran (4) rotasi dan pencampuran pestisida, (5)
pembacaan label kemasan pestisida, serta (6) tindakan evaluasi pasca aplikasi
pestisida. Sementara itu perbedaan pola penggunaan pestisida antara petani
sayuran dan petani tanaman hias diantaranya dalam hal: (1) dasar pertimbangan
aplikasi, (2) jenis dan bahan aktif pestisida yang digunakan, (3) intensitas aplikasi,
(4) dasar pemilihan pestisida, dan (5) aplikasi pestisida terakhir sebelum panen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pola penggunaan pestisida pada petani
sayuran dan petani tanaman hias adalah: (1) tingkat pendidikan petani, (2) iklim
dan cuaca, (3) rasa khawatir petani terhadap serangan OPT, (4) populasi dan
intensitas serangan OPT, (5) pengetahuan tentang aplikasi pestisida masih rendah,
serta (6) keberadaan kios pestisida.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan, khususnya mengenai pola
penggunaan pestisida pada petani komoditas lain dengan lokasi berbeda dan
jumlah sampel petani yang lebih banyak, serta perlu diuji lebih lanjut hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi pola penggunaan pestisida tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto. 2008. Kajian keracunan pestisida pada petani penyemprot cabe di desa
Candi kecamatan Bandungan, kabupaten Semarang [Thesis]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th
ed. Burlington (US): Elsevier Academic
Press.
Brennan BM, Swift SF, Nagamine CM. 2002. Turf and Ornamental Pest Control:
A Guide for Commercial Pesticide Applicators. Manoa (US): University of
Hawaii.
[Balithi] Balai Penelitian Tanaman Hias. 2009. Penyakit karat pada krisan. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian [Internet]. [diunduh 1 2013 Des
1]. 31(6): 7-8. Tersedia pada: pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/
wr316094.pdf
[BPP] Balai Penyuluh Pertanian. 2012. Program Penyuluh Pertanian Tahun 2012.
Cianjur (ID): Balai Penyuluh Pertanian Cipanas.
Dadang. 2006. Pengenalan pestisida dan teknik aplikasi. Di dalam: Dadang et al.,
editor. Workshop Hama dan Penyakit Tanaman Jarak (Jatropha curcas
Linn.): Potensi Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya; 2006 Des 5-6;
Bogor. Bogor (ID): LPPM-IPB.hlm 33-45
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Prasarana
dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2012. Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jendral Hortikultura TA 2012
[Internet]. Jakarta (ID): Kementrian Petanian. [diunduh 2013 Agu 27].
Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/sakip/admin/data2/LAKIP%20DIT
JEN %20HORTIKULTURA%202012%20FINAL.pdf.
Djaelani RN. 1999. Pengelolaan hama dan penyakit tanaman hortikultura di PT
Bibit Baru, desa Lau Gendek, Berastagi, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Gusfi V. 2002. Persepsi petani sayuran di Cipanas terhadap insektisida sintetis
dan botani [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hasan M. 2006. Efek paparan insektisida deltametrin pada kerbau terhadap angka
gigitan nyamuk Anopheles vagus pada manusia [Thesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Irfan B. 2008. Kerasionalan petani sayuran dan padi daerah sentra dan non-sentra
di Jawa Barat terhadap penggunaan pestisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
[Kemenkes RI]. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman
Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor. Jakarta
(ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
31
Moekasan TK, Murtiningsih R. 2010. Pengaruh campuran insektisida terhadap
ulat bawang Spodoptera exigua Hubn.. J Hort. 20(1): 67-79. Bandung (ID)
Balitsa.
Munarso SJ, Miskiyah, Broto W. 2009. Studi kandungan residu pestisida pada
kubis, tomat, dan wortel di Malang dan Cianjur. Buletin Pascapanen
Pertanian. 2: 30-37.
Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. New York (US): Springer-Verlag.
Pujiono. 2009. Hubungan fakor lingkungan kerja dan praktek pengelolaan
pestisida dengan kejadian keracunan pestisida pada tenaga kerja di tempat
penjualan pestisida di kabupaten Subang [Thesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Rambe AY. 2012. Pengetahuan, sikap dan tindakan petani sayuran di Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor dalam mengendalikan hama dan penyakit
tanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rateman R. 2003. Rational pesticide use: spatially and temporally targeted
application of specific product. Didalam Wilson MF, editor. Optimising
Pesticide Use. Chicester (GB): Wiley & Sons. hlm. 131-157.
Riley DG. 2012. Economic Injury Level (EIL) and Economic Threshold (ET)
Concepts in Pest Management [Internet]. Georgia (US): University of
Georgia. Tersedia pada: entomology.ifas.ufl.edu/capinera/eny5236/../9_
economic_injur y.pdf
Rositasari WE. 2006. Analisis strategi pemasaran tanaman hias daun dalam
pemanfaatan sebagai daun potong pada pesona daun hias asri [skripsi].
Bogor (ID): Institut Petanian Bogor.
Sigit SH et al. 2006. Hama permukiman: pengenalan, biologi dan pengendalian.
Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. Bogor (ID): Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. Jakarta (ID): UI-Press.
Sulistiyono L, Tarumingkeng RC, Sanim B, Dadang. 2012. Kajian penggunaan
pestisida pada budidaya tanaman sayuran oleh petani SLPHT dan NON-
SLPHT di provinsi Jawa Timur. Agri-tek. 13(1): 82-93.
Tutu S. 2002. Permasalahan pengutamaan pestisida dalam usaha tani kubis di
kecamatan Cisarua dan Megamendung kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Sumantri B, penerjemah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic
3rd edition
Warsana. 2009 Feb 25. Introduksi teknologi tumpangsari jagung dan kacang
tanah. Sinar tani. 1 (kol 1-2).
[WHO] World Health Organization. 2009. The WHO Recomended Classification
of Pesticide by Hazard and Guidelines to Classification. Stutgart (DE):
WHO.
Yuliani TS. 2013. Perilaku penggunaan pestisida oleh ibu rumah tangga di
wilayah DKI Jakarta [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
33
Tabel 1 Daftar merek dagang insektisida yang digunakan petani di Kecamatan
Cipanas
Kode Merek dagang Bahan aktif
1 Abenz 22 EC Emamektin-benzoat
2 Agrimec 18 EC Abamektin
3 Alika 247 EC Lambda sihalothrin+Tiametoksam
4 Arrivo 30 EC Alpasipermetrin
5 Basudin 60 EC Methidathion
6 Bestox 50 EC Alpasipermetrin
7 Callicron 500 EC Profenofos
8 Curacron 500 EC Profenofos
9 Decis 25 EC Deltametrin
10 Demolish 18 EC Abamektin
11 Dursban 20 EC Klorpirifos
12 Furadan 3 GR Karbofuran
13 Jidor 25 EC Lambda sihalothrin
14 Kresban 200 EC Klorpirifos
15 Manthene 75 SP Asefat
16 Matarin 50 EC Lambda sihalothrin
17 Orthene 75 SP Asefat
18 Pegasus 500 EC Diafentiuron
19 Petroban 200 EC Klorpirifos
20 Prevathon 50 SC Klorantraniliprol
21 Proclaim 5 SG Emamektin-benzoat
22 Profile 430 EC Profenofos
23 Provide-X 21/45 SC Emamektin-benzoat
24 Ripcord 50 EC Sipermetrin
25 Rizotin 100 EC Sipermetrin
26 Samite 135 EC Piridaben
27 Sidamethrin 50 EC Sipermetrin
28 Sidazinon 600 EC Diazinon
29 Supracide 40 EC Methidathion
30 Winder 100 EC Imidaklorpid
31 Yemanthe Metamidofos
34
Tabel 2 Daftar merek dagang fungisida yang digunakan petani di Kecamatan
Cipanas
Kode Merek dagang Bahan aktif
1 Antracol 70 WP Propineb
2 Benlate Benomyl
3 Cabrio 80 WG Mtiram+pyraclostrobin
4 Centro 75 WG Klorotalonil
5 Cozeb 80 WP Mancozeb
6 Daconil 75 WP Klorotalonil
7 Dithane 80 WP Mancozeb
8 Mandozeb 80 WP Mancozeb
9 Megazeb 80 WP Mancozeb
10 Metazeb 80 WP Mancozeb
11 Poriram 80 WP Mancozeb
12 Ridomil 68 WP Mancozeb+mefenoksam
13 Sidazeb 80 WP Mancozeb
14 Victory 80 WP Mancozeb
15 Wendry 75 WP Klorotalonil
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 12 Juni 1992 dari ayah Jamili dan
ibu Tati Haryati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk (USMI) IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Ilmu Hama Tumbuhan Dasar pada tahun ajaran 2012/2013 serta asisten praktikum
Pestisida dalam Proteksi Tanaman tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah
aktif sebagai staf Divisi Keprofesian dan staf divisi Eksinfo HIMASITA IPB serta
aktif di berbagai kepanitiaan, salah satunya pernah menjadi ketua pelaksana
pentas seni “PESTISIDA 2013”. Selama masa kuliah penulis terdaftar sebagai
penerima beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) pada tahun 2013 sampai
2014.