30
PENYELIPAN BAHASA INGGRIS: PENGABAIAN BUTIR KETIGA SUMPAH PEMUDA? Musril Zahari * Abstract This writing is dealing with the code switching and code mixing of English to bahasa Indonesia used by Indonesians although there are still available Indonesian translation for those terms. Many leaders of this country do the code switching and the code mixing without considering whether the audiences understand the messages or not. This behavior violates the third point of the Youth declaration (Sumpah Pemuda) October 28, 1928 “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. By reading the Republika morning news paper from June 12 to 18, 2006, I found 410 words, 321 phrases, 14 words with Indonesian affixes, 2 sentences, 210 special terms or name began with capital letters and 1 paragraph switch to English. It is said that the code switching and the code mixing happen in order to be regarded as educated people. This is very ironic. Key words: bilingualism, code switching, code mixing, educated people, youth declaration, language nationalism 1. PENDAHULUAN Hampir 78 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia berkumpul untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda yang menegaskan (1) mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia (2) mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, * Lektor Kepala pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta

penyelipan kata asing

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: penyelipan kata asing

PENYELIPAN BAHASA INGGRIS: PENGABAIAN BUTIR KETIGA SUMPAH PEMUDA?

Musril Zahari*

Abstract

This writing is dealing with the code switching and code mixing of English to bahasa Indonesia used by Indonesians although there are still available Indonesian translation for those terms. Many leaders of this country do the code switching and the code mixing without considering whether the audiences understand the messages or not. This behavior violates the third point of the Youth declaration (Sumpah Pemuda) October 28, 1928 “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. By reading the Republika morning news paper from June 12 to 18, 2006, I found 410 words, 321 phrases, 14 words with Indonesian affixes, 2 sentences, 210 special terms or name began with capital letters and 1 paragraph switch to English. It is said that the code switching and the code mixing happen in order to be regarded as educated people. This is very ironic.

Key words: bilingualism, code switching, code mixing, educated people, youth declaration, language nationalism

1. PENDAHULUAN

Hampir 78 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, pemuda

Indonesia berkumpul untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda yang menegaskan

(1) mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia (2) mengaku

berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan,

bahasa Indonesia. Sampai saat ini, tanggal bersejarah ini diperingati setiap

tahun sebagai tonggak yang mempersatukan bangsa Indonesia dalam kesatuan

bangsa, kesatuan tanah air dan bahasa persatuan.

Kelihatannya kesepakatan yang telah diikrarkan oleh para pendahulu kita

tersebut telah diabaikan, khususnya butir ketiga yaitu menjunjung bahasa * Lektor Kepala pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta

Page 2: penyelipan kata asing

persatuan. Pengabaian itu terjadi mulai dari para pejabat pemerintahan sampai

rakyat jelata dan lebih menyedihkan lagi, itu dianggap sebagai wujud

keterpelajaran seseorang. Kondisi ini makin lama semakin menjadi-jadi sehingga

harus ada orang yang mengingatkan dengan harapan bangsa ini dapat

menyadari kekhilafan itu.

Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia bukan berarti bahwa

bangsa ini tidak dibolehkan mempelajari dan menggunakan bahasa lain, baik

bahasa daerah maupun bahasa asing. Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa

pemakaian bahasa Indonesia hendaknya jangan dicampuradukan dengan

bahasa daerah atau bahasa asing itu, karena apa yang disampaikan masih ada

padanan kata atau ungkapannya dalam bahasa Indonesia. Apalagi kalau

penggunaan kata asing itu mengaburkan makna atau pemakainya merasa

modern sebagai upaya untuk menpertotonkan derajatnya kepada khalayak.

Pencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris mungkin cerminan

dari ketidaksetiaan bangsa ini terhadap bahasa Indonesia dalam kehidupan

sehari-hari atau yang bersangkutan beranggapan bahwa segala sesuatu yang

berbau asing adalah yang lebih baik. Anggapan seperti ini sangat berbahaya

dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tulisan ini akan mencermati sejumlah pemakaian bahasa Inggris yang

diselipkan dalam berbahasa Indonesia, yang berupa kata, frasa, kalimat dan

bahkan paragraf. Selain itu juga ada penambahan awalan dan akhiran bahasa

Indonesia kepada bahasa Inggris. Data yang dibahas dalam tulisan ini diperoleh

dengan menggunakan metode simak yaitu memperoleh data dari koran harian

2

Page 3: penyelipan kata asing

Republika terutama yang terbit tanggal 12 sampai 18 Juni 2006 dan wacana

lisan lainnya. Menyimak di sini bukan berarti hanya penggunaan bahasa secara

lisan, tetapi juga penggunaannya secara tertulis (Mahsun, 2005:90-91). Di

samping itu juga ada beberapa data berupa kalimat yang digunakan oleh

berbagai kalangan terpandang di Indonesia.

Contoh kalimat-kalimat yang mencampuradukan bahasa Inggris dengan

bahasa Indonesia selain dikutip dari Republika terbitan 12 sampai 18 Juni 2006

juga diambil dari terbitan tanggal lainnya dengan menyebutkan tanggal terbitnya

pada setiap kalimat itu. Sebelumnya, pemakaian bahasa Inggris yang campur

aduk dengan bahasa Indonesia ini telah dipertanyakan kepada sejumlah dosen

dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Jakarta. Jadi,

pertanyaan lebih dahulu diajukan kepada para mahasiswa dan dosen dari pada

mengumpulkan data pemakaian bahasa Inggris yang diselip-selipkan dalam

bahasa Indonesia di harian Republika 12 sampai 18 Juni 2006 dan dari

pertanyaan-pertanyaan itulah munculnya minat untuk membuat tulisan.

2. KAJIAN TEORI

Dalam kajian kebahasaan terdapat bidang kedwibahasaan yang menurut

Abudarham (1987:1) penuh dengan istilah yang merujuk kepada gejala individu

dan masyarakat dengan dua bahasa, cara dua bahasa digunakan dan

bagaimana bahasa-bahasa itu dipelajari. Kedwibahasaan dalam Advanced

Learner’s Dictionary (2000) disebutkan sebagai kemampuan berbicara dalam

dua bahasa dengan sama baiknya karena seseorang telah menggunakannya

sejak masih sangat muda. Sementara itu, Hamers dan Blanc (1990:6)

3

Page 4: penyelipan kata asing

menyebutkan bahwa kedwibahasaan itu adalah kemampuan untuk

menggunakan dua bahasa, baik secara sempurna keempat keterampilannya

maupun hanya satu keterampilan saja. Sementara itu, dwibahasawan yang tidak

memiliki kemampuan kontrol produktif terhadap kedua bahasa yang dimilikinya,

tetapi dia mengerti bila diucapkan, para ahli bahasa menyebutnya

kedwibahasaan pasif atau reseptif dan Hockett menamakannya dengan semi-

kedwibahasaan (Romaine, 1995:11).

Konsep yang dibahas dalam kajian kedwibahasaan antara lain peralihan

bahasa atau alih kode dan campur kode, seperti yang dikemukakan oleh

Gresjean (1982:116). Campur kode adalah penggunaan unsur-unsur suatu

bahasa pada saat menggunakan bahasa lainnya dan alih kode adalah

pergantian antara satu bahasa dengan bahasa lainnya dalam suatu pemakaian.

Unsur-unsur itu dapat saja leksikal, sintaktik atau semantik (Hamers dan Blanc,

1990:35). Secara lebih tegas Grosjean (1982:146) mengemukakan bahwa alih

kode itu dapat terjadi dalam kata, frasa, sebuah kalimat dan bahkan dapat tejadi

dalam beberapa kalimat. Grosjean (1982:157) menambahkan bahwa alih kode

seringkali digunakan sebagai strategi untuk menyampaikan informasi linguistik

dan sosial. Tulisan ini tidak mempersoalkan perbedaan dan kesamaan konsep

alih kode atau campur kode tetapi mencoba mengungkapkan mengapa orang

Indonesia suka dan senang menyelip-nyelipkan bahasa Inggris ketika berbicara

atau menulis dalam bahasanya sendiri baik itu alih kode maupun campur kode.

Sebagian besar dari campur kode terjadi pada tataran leksikal. Apabila

campur kode itu terjadi sebagai penerjemahan spontan maka hal itu tidak akan

4

Page 5: penyelipan kata asing

menjadi masalah, tetapi apabila campur kode itu terjadi bukan terjemahan

mungkin akan membingungkan lawan bicara sebab belum tentu lawan bicara itu

mengerti kata asing yang digunakan. Di Indonesia, orang menggunakan bahasa

Inggris yang diselipkan dalam bahasa Indonesia sebagaimana aslinya lebih

banyak dari pada penerjemahan spontan atau penyerapan.

Dalam pandangan Grosjean (1982:149-155) ada empat alasan penyebab

terjadinya campur kode dan alih kode itu dan dia memberi contoh dengan

mengutip para ahli yang dalam tulisan ini tetap disebutkan juga sumbernya.

Pertama, orang kekurangan fasilitas dalam satu bahasa ketika membicarakan

topik tertentu. Orang akan beralih apabila dia tidak mendapatkan kata atau

ungkapan yang tepat, atau ketika bahasa itu digunakan tidak memiliki butir-butir

atau terjemahan yang tepat untuk kata yang diperlukan. Umpamanya, seorang

mahasiswa sebuah universitas di Nairobi secara spontan beralih dari bahasa

Kikuyu ke bahasa Inggris ketika membicarakan geometri dengan saudara laki-

lakinya:

”Atiriri angle niati has ina degree eighty; nayo this one ina mirongo itatu.”

Kedua, anggota yang ada dalam suatu masyarakat beralih kode secara

teratur ketika mendiskusikan topik tertentu, seperti apa yang dikemukakan oleh

Valdes Fallis (1976) dan Lance (1979) tentang orang Meksiko Amerika di Barat

Daya sering beralih dari bahasa Spanyol ke Bahasa Inggris ketika berbicara

tentang money. Misalnya: ”La consulta era (the visit cost) eight dollars” dan ini

barangkali terjadi karena sebagian besar kegiatan jual beli di tempat itu

menggunakan bahasa Inggris.

5

Page 6: penyelipan kata asing

Ketiga, alih kode ke dalam bahasa minoritas dapat terjadi sebagai isyarat

solidaritas kelompok atau untuk mempersatukan kelompoknya karena merasa

jauh dari tanah airnya dan tidak berterima di tempat yang baru. Misalnya,

percakapan antara seorang perempuan dengan M. ”Well. I am glad that I met

you. O.K.? lalu dijawab oleh M ”Andale, pues (OK, swell), and do come again.

Mm? Kedua pembicara adalah orang Meksiko-Amerika, asing satu sama lain

dan baru pertama kali bertemu. Ungkapan Andale pues oleh lelaki itu seolah-

olah ingin mengatakan bahwa kita mempunyai latar belakang yang sama dan

harus kenal satu sama lain dengan baik.

Keempat, alih kode dapat juga membantu untuk memperkuat atau

menekankan suatu maksud. Alih kode pada akhir argumentasi membantu untuk

mengakhiri suatu interaksi atau cara untuk memperkuat pernyataan dan

sekaligus mengakhiri suatu argumentasi. Orang Puerto Rica di New Jersey,

memberi perintah kepada anaknya dalam bahasa Inggris, umpamanya ”Stop

that,” atau ”Don’t do that”. Sementara dalam kondisi lainnya mereka

mengutarakannya dalam bahasa Spanyol dan alih kode seperti ini pertanda bagi

si anak bahwa ibunya sedang marah.

Kelima, Alih kode digunakan untuk mengeluarkan seseorang dari bagian

tertentu suatu pembicaraan. Scotton dan Ury (1977) memberi contoh lima orang

lelaki Luyia sedang membicarakan pembentukan sebuah bisnis. Pembicara

pertama adalah pimpinan informal dari kelompok itu berbicara dalam bahasa

Kikuyu dan dia mengemukakan bahwa 2.000 shilling diperlukan untuk memulai

bisnis. Salah seorang anggotanya mengatakan bahwa itu terlalu banyak. Lantas

6

Page 7: penyelipan kata asing

pimpinannya menjawab: Mumanye mapesa manyisi (kamu harus tahu bahwa

kita butuh banyak uang). Two thousand shillings should be a minimum.

Anyone who cannot contribute four hundred shillings shouldn’t be part of

this group. He should get out. Anggota yang mengatakan bahwa 400 shillings

is too much menanyakan dalam bahasa Kikuyu (dia tidak mengerti bahasa

Inggris), tetapi dia diabaikan saja dengan demikian sang ketua menggunakan

bahasa Inggris. Alih kode seperti ini dapat menjadi bumerang dan dapat

menimbulkan rasa malu apabila orang yang dikeluarkan dari pembicara tidak

diketahui dengan baik oleh lawan bicaranya, jangan-jangan dia mengerti bahasa

yang digunakan untuk memposisikannya di luar pembicaraan.

Keenam, alih kode dapat juga digunakan untuk banyak alasan seperti

mengutip apa yang dikatakan oleh seseorang, memastikan orang yang dituju,

memastikan apa yang dikatakan atau membicarakan tentang kejadian masa lalu.

Ada yang paling penting dari semua alasan ini yaitu seseorang melakukan alih

kode untuk meningkatkan statusnya dan memberinya otoritas atau keahlian

tambahan. Scotton dan Ury (1977) memberi contoh percakapan antara seorang

penumpang dan kondektur sebuah bis dalam bahasa Swahili untuk pertama

kalinya. Penumpang mengatakan bahwa dia ingin ke kantor pos dan kondektur

menjawab bahwa ongkosnya 50 sen. Penumpang memberikan uang satu shilling

dan kondektur minta penumpang untuk menunggu kembaliannya 50 sen. Ketika

bis sudah mendekati kantor pos, penumpang menjadi khawatir terhadap

kondektur tidak akan memberikan kembalian uangnya dan lalu berkata pada

kondektur. Penumpang: Nataka change yangu (Mana uang kembaliannya).

7

Page 8: penyelipan kata asing

Kondektur: Change utapata, Bwana. (Tuan, saya akan berikan uang

kembaliannya). Penumpang: I am nearing my destination. Kondektur: Do you

think I could run away with your change? Penumpang beralih ke Bahasa

Inggris dalam usaha untuk mendapatkan otoritas, yang mengubah perannya dari

status yang sama dengan kondektur menjadi status yang lebih tinggi (bahasa

Inggris adalah bahasa elit terpelajar di Kenya) untuk memastikan bahwa dia

akan memperoleh kembaliannya sebelum turun. Kondektur mengimbangi

peralihan status ini dengan menjawab dalam bahasa Inggris pula, dengan

demikian kembali terbangun kesamaan. Menurut orang Kenya alih kode ke

bahasa Inggris adalah suatu usaha dari kondektur untuk mengubah status.

3. NASIONALISME BAHASA

Pada tanggal 23 Maret 2006 Presiden Prancis, Jacques Chirac,

meninggalkan ruang pertemuan puncak 25 orang pemimpin Negara-negara

anggota Uni Eropa ketika warganegaranya, Ernest-Antoine Seiliesare, yang

menjabat presiden serikat pekerja Uni Eropa (UNICE), menyampaikan sambutan

singkatnya semula menggunakan bahasa Prancis kemudian diteruskannya

dalam bahasa Inggris. Tindakan Chirac ini juga diikuti segera oleh para anggota

kabinetnya yaitu Menteri Keuangan, Thierry Breton dan Menteri Luar Negeri,

Phillippe Douste-Blazy. Chirac baru kembali ke tempat duduknya saat Presiden

Bank Sentral Eropa (ECB), Jean-Claude Trichet yang juga orang Prancis

berpidato dalam bahasa Prancis (Republika, 25 Maret 2006).

Alih kode dari bahasa Perancis ke bahasa Inggris menyinggung rasa

nasional Chirac dan rombongannya hal itu diwujudkannya dengan meninggalkan

8

Page 9: penyelipan kata asing

ruang pertemuan. Kejadian seperti ini adalah suatu contoh bagaimana

nasionalisme bahasa yang diperlihatkan oleh pemimpin dan pejabat negara

kepada khalayak dunia. Pertanyaan kita adalah bagaimana dengan bangsa

Indonesia yang sudah mengikrarkan bahasa persatuan atau bahasa nasional

serta mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai bahasa

negara? Pertanyaan seperti ini jawabannya tidak enak di telinga, sebab

kenyataan sehari-hari makin tinggi posisi seseorang semakin senang dia

menyisipkan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia ketika sedang

berkomunikasi.

Sebetulnya, pengajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi di Indonesia

bertujuan agar para mahasiswa memiliki sikap yang positif terhadap bahasa

Indonesia. Sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia dapat

diwujudkan dengan (1) kesetiaan bahasa, yang mendorong mahasiswa

memelihara bahasa nasional dan, apabila perlu, mencegah adanya pengaruh

bahasa asing, (2) Kebanggaan, yang mendorong mahasiswa mengutamakan

bahasanya dan menggunakannya sebagai identitas bangsanya, dan (3)

kesadaran akan adanya norma bahasa, yang mendorong mahasiswa

menggunakan bahasanya sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku

(Amran dan Tasai, 2002:1).

Keterangan di atas bermakna bahwa para mahasiswa dan para lulusan

perguruan tinggi harus terampil menggunakan bahasa Indonesia dengan baik

dan benar, baik secara lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan gagasan-

gagasan ilmiah. Harapan seperti ini seringkali menimbulkan kekecewan karena

9

Page 10: penyelipan kata asing

banyak sekali di antara mereka menggunakan bahasa Indonesia secara tidak

benar dan baik. Begitu juga kita berharap bahwa para petinggi-petinggi negara

yang ada di eksekutif, legislatif, dan yudikatif memberi contoh dalam pemakaian

bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi seringkali yang terjadi adalah

sebaliknya.

Sampai sekarang, para petinggi kita belum ada yang sanggup melakukan

seperti apa yang dicontohkan oleh Chirac. Dia telah memperlihatkan kesetiaan

dan kebanggaannya kepada bahasa nasional dan bahasa negaranya. Ada

kecenderungan di negara kita ini bahwa makin terhormat seseorang maka makin

banyak dia menyelip bahasa Inggris/asing ketika berbahasa Indonesia. Dengn

kata lain, makin tinggi jabatan seseorang maka makin berantakan bahasa

Indonesianya. Orang seperti ini merasakan statusnya terangkat apabila

mencampuradukan bahasa Inggis dengan bahasa Indonesia dalam wacananya.

Sebelum tahun enam puluhan, orang Indonesia suka menyelip-nyelikan bahasa

Belanda dan sekarang mereka merasa menjadi orang terhormat apabila

mencampuradukan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

4. PENYELIPAN BAHASA INGGRIS

Tabel di bawah ini adalah bahasa Inggris yang diselipkan dalam koran

Republika terbitan mulai dari Senin 12 Juni sampai dengan 18 Juni 2006 yang

dikelompokkan dalam kata, kata yang diberi afik, frasa, kalimat dan paragraf.

Tabel : Alih kode pada Republika 12 – 18 Juni 2006

No. Jenis yang dialihkanTanggal Penerbitan

Jumlah12 13 14 15 16 17 18

10

Page 11: penyelipan kata asing

1 Kata 64 53 49 51 52 84 57 410

2 Frasa 40 42 40 60 62 43 34 321

3 Kata yang diberi afik 2 1 3 1 3 - 4 14

4 Kalimat - 1 - 1 - 1 - 3

5 Kata atau frasa istilah/ nama dimulai huruf besar

22 34 14 29 19 64 28 210

6 Paragraf - 1 - - - - - 1

J u m l a h 126 132 106 143 136 192 113 959

Pada tabel ini terlihat bahwa pengalihan ke bahasa Inggris terbanyak

memang kata, diikuti oleh frasa, kemudian kata atau frasa yang berupa

istilah/nama yang dimulai dengan huruf besar. Di samping itu, ada hal yang

menarik, yaitu memberi awalan me-, di- dan kata ganti benda -nya pada kata

bahasa Inggris tanpa mengikuti aturan penyerapan yang ditetapkan. Berikut ini

merupakan contoh dari masing-masing unsur yang dikemukakan dalam tabel di

atas:

1. Perubahan strategi oleh pelatih Ilija Petrakopic dengan mengganti striker

Savo Milosevic dengan Nikola Zigic memberi gairah baru dalam

penyerangan.

Pada kalimat ini terlihat bahwa kata striker sebenarnya dapat

diterjemahkan secara baik ke dalam bahasa Indonesia dengan (pemain)

penyerang yang dapat dipahami dengan baik oleh setiap orang yang dapat

berbahasa Indonesia, baik yang senang sepak bola maupun yang tidak. Di

11

Page 12: penyelipan kata asing

samping itu, pada kalimat ini juga terdapat kata bahasa Inggris yang telah

diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu strategi=strategy dan bagi sebagian

orang juga tidak dipahami dengan baik maknanya.

2. “Lemahnya perlindungan konsumen juga tampak dari dibiarkannya produsen

obat antinyamuk untuk tidak mencantumkan petunjuk yang jelas atas

pengaruh obat tersebut dan public warning dalam kemasannya yang

menjelaskan bahwa produk itu mengandung racun yang berbahaya.”

Pada kalimat ini terlihat frasa public warning, yang sebenarnya dapat

diterjemahkan secara baik ke dalam bahasa Indonesia dengan peringatan

(umum) yang dapat dipahami dengan baik oleh setiap orang yang dapat

berbahasa Indonesia. Di samping itu, pada kalimat ini juga terdapat kata bahasa

Inggris yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu

konsumen=consumer, produsen=producer dan produk=product.

3. ”Kami akan mencoba meng-copy paste pengalaman di 112 pilkada,

terutama 61 pilkada yang kami menangkan,” katanya.

4. “… dosen dapat menyampaikan secara on line yang dapat dipelajari dan di-

download oleh mahasiswa”.

Pada kalimat ini terlihat terdapat meng-copy paste= mempedomani dan

di-download=dipindahkan (ke komputernya), yang dapat dipahami dengan baik

oleh setiap orang yang dapat berbahasa Indonesia. Sementara itu juga terdapat

frasa on line.

12

Page 13: penyelipan kata asing

5. ”Dia (Arjen Robben) terpilih sebagai Man of the Match bukan hanya karena

golnya, tetapi juga penampilannya yang berbeda,” kata Andy Roxbourgh,

anggota FIFA Technical Study Group.

Man of the Match pada kalimat ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia Bintang Permainan/pertandingan dan FIFA Technical Study

Group dengan Kelompok Studi Teknik FIFA.

5. “How to achieve our ultimate motivation?”

Kalimat pertanyaan ini bukanlah kalimat yang tidak memiliki padanan

dalam bahasa Indonesia. Ini hanyalah kalimat yang sangat sederhana dan

padanannya dalam bahasa Indonesia sangat mudah mencarinya. Tentu timbul

pertanyaan kita, mengapa kalimat ini diungkapkan dalam bahasa Inggris,

padahal koran ini adalah sarana untuk menyampaikan informasi kepada semua

pembaca yang tentu semuanya dapat berbahasa Inggris. Akibatnya, informasi

yang disampaikan tidak mencapai sasaran.

6. “I really enjoy meeting with him. I read a lot more of his book during my flight

back to London, I am really impressed by what a wonderful job he has done

with it. Islam desperately needs a voice like Ary’s, that can present a modern,

open-minded, and inspiring vision of The Faith. I am learning a lot from his

book.”

Paragraf ini diikuti oleh terjemahan bahasa Indonesia, yang tentu saja

sangat dipahami oleh orang yang mampu berbahasa Indonesia. Pertanyaan

yang muncul adalah, apakah terjemahan bahasa Indonesia itu belum cukup

sehingga harus ditampilkan bahasa Inggrisnya? Apa benar menggunakan kata,

13

Page 14: penyelipan kata asing

frasa, kalimat dan paragraf bahasa Inggris lebih membuat diri seseorang lebih

terpelajar? Pertanyaan seperti inimungkin banyak muncul pada masyarakat kita.

7. “Bagaimana mencoret kata ’model’-nya? Besarkan size-nya.”

Sebetulnya, kata model telah diserap menjadi bahasa Indonesia tanpa ada

penambahan ataupun pengurangan. Mungkin lebih baik apabila ditulis dengan

tidak menempatkan tanda pemisah (-) antara kata model itu dengan kata ganti

benda -nya. Kata size memiliki padanan bahasa Indonesia ukuran,

umpamanya, Berapakah ukuran bajunya, M atau L? atau ukuran hurufnya 12.

8. “School is Cool with Fila (SCF).”

Kalimat singkat ini adalah tema sebuah program promosi yang dilakukan oleh

sebuah pabrik sepatu Fila dengan program Fila Nasional ”Back to School”.

Sebetulnya, program dan promosi seperti ini masih dapat, bahkan sangat munkin

dilakukan dalam bahasa Indonesia tetapi pengambil keputusan di pabrik sepatu

itu mungkin lebih yakin dan keren menggunakan bahasa Inggris dalam

mempromosikan produknya, meskipun konsumennya orang Indonesia yang

berbahasa Indonesia.

9. “Nonton yes, judi no.”

Ungkapan ini adalah bahasa lisan yang digunakan oleh banyak kalangan

di Indonesia. Ungkapan lain dengan maksud yang sama adalah ”Nonton O.K.,

judi no way”. Kelatahan bangsa kita menggunakan kata atau istilah asing/bahasa

Inggris yang dicampuradukan dengan bahasa Indonesia ini kelihatannya sudah

sangat marajalela.

14

Page 15: penyelipan kata asing

5. ORANG TERPELAJAR

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional sesuai dengan Sumpah

Pemuda 28 Oktober 1928 dan bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang

Dasar 1945. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi (1) lambang

kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas, (3) alat perhubungan

antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan

penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan

bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Sementara itu, sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)

bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3)

alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu

pengetahuan, dan teknologi (Arifin dan Tasai, 2002:10 -11).

Pemakaian bahasa Inggris yang dicampuradukan dengan bahasa

Indonesia ini kelihatannya, merupakan cerminan ketidakbanggaan bangsa ini

terhadap miliknya sendiri. Secara informal saya pernah mempertanyakan kepada

sejumlah dosen tentang pencampuradukan seperti ini dan mereka menjawab

bahwa hal itu terjadi hanyalah sebagai cerminan ketidakbanggaan terhadap

bahasa Indonesia, supaya dianggap orang terpelajar dan beberapa ungkapan

yang senada dengan itu. Mungkin ini adalah salah satu bentuk penjajahan yang

merupakan bagian dari penjajahan kebudayaan yang dapat mengaburkan

identitas suatu bangsa. Penjajahan ini disebut penjajahan bahasa dan

keterangan rinci dapat dilihat dalam TESL-EJ Forum Vol. 6 No. 1 June 2002.

15

Page 16: penyelipan kata asing

Dilihat dari sisi kajian pragmatik, pencampuradukan bahasa Indonesia

dengan bahasa Inggris seharusnya tidak terjadi karena seringkali merintangi

kelancaran komunikasi. Pragmatik merupakan sebuah kajian tentang aturan-

aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan

maknanya sehubungan dengan pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan

(Nababan, 1987:3) dengan tujuan agar komunikasi tersebut berjalan dengan

lancar. Media masa, umpamanya, menyajikan tulisan, baik yang fakta maupun

opini, dimaksudkan untuk menyebarkan informasi kepada pembacanya. Apabila

pembaca tidak mengerti informasi dengan baik karena pemakaian bahasa tidak

sesuai dengan konteks pembacanya, tujuan dari penyebaran informasi lewat

media itu berarti telah gagal.

Bahasa Inggris, tidak dapat diingkari, paling tidak merupakan (1) bahasa

yang diajarkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, (2) bahasa untuk

komunikasi resmi dengan negara-negara lain, dan (3) bahasa buku ilmu

pengetahuan yang dijadikan rujukan di perguruan tinggi. Meskipun demikian,

bukan berarti dalam mempergunakan bahasa Indonesia yang diaduk-aduk

dengan bahasa Inggris dapat dilakukan dengan sesuka hati (Zahari, 1995:11).

Saya mengajukan pertanyaan tentang pemakaian bahasa Inggris yang

dicampuradukan dengan bahasa Indonesia kepada mahasiswa STIE Indonesia

yang berjumlah 280 orang mahasiswa. Pertanyaan itu diajukan pada tanggal 3

Mei 2006 kepada 63 orang mahasiswa, 5 Mei 2006 kepada 134 orang, 8 Mei

2006 kepada 35 orang, dan 9 Mei 2006 kepada 48 orang. Jawaban mereka

menurut saya jujur dan jawaban itu disampaikan dalam sejumlah ungkapan,

16

Page 17: penyelipan kata asing

yaitu (1) untuk gaya-gayaan atau gagah-gagahan, (2) supaya lebih gaul, (3)

supaya dianggap terpelajar,dan (4) supaya kelihatan berbobot dan keren.

Keperkasaan negara berbahasa Inggris dalam politik, ekonomi, militer

dan lain-lain, kelihatannya secara pelan tetapi pasti membuat negara lain yang

melakukan hubungan dengan negara berbahasa Inggris itu cenderung

menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa orang terpelajar. Di samping itu,

Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya cenderung memaksakan

kehendak kepada negara lain yang dianggap lemah atau banyak bergantung

kepadanya. Dalam kasus Indonesia, banyak orang Indonesia cenderung merasa

bangga dan terpelajar apabila menggunakan bahasa Inggris, meskipun

seringkali hanya menggunakan dengan menyelip-nyelipkan kosakatanya dalam

berbahasa Indonesia. Hal ini terutama terlihat pada pembesar-pembesar negara

ini, baik di eksekutif, legislatif maupun di yudikatif dan kondisi seperti ini akhirnya

ditiru pula oleh rakyat. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat yang

digunakan petinggi-petinggi di negara ini melalui berbagai media, umpamanya:

10.”Tapi penanganan flu burung harus tetap dilakukan secara all out.” (Mentan:

Republika, 21 Februari 2006).

Sebetulnya tidak ada sulitnya untuk mengatakan ”Tapi penanganan flu

burung harus tetap dilakukan sekuat tenaga/dengan sungguh-sungguh,” dan

kalimat seperti ini pasti sangat mudah dipahami oleh pembaca koran atau

pendengar yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. Apakah menteri

Pertanian yang seorang Doktor dan dosen itu merasa dirinya berada di depan

17

Page 18: penyelipan kata asing

mahasiswanya di kampus waktu mengungkapkan kalimat ini atau dia

menganggap semua rakyat Indonesia mengerti all out itu?

11. “Menneg BUMN, Sugiarto, menambahkan, opsi pembiayaan proyek belum

ditentukan. Meski, katanya, alternatif pendanaan bisa melalui government to

government, business to business, atau public-private partnership.”

(Republika, 19 April 2006).

Menteri negara BUMN menggunakan tiga frasa bahasa Inggris, di

samping itu yang bersangkutan juga menggunakan tiga kata bahasa Inggris

yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata bahasa

Inggris ini mungkin sudah menjadi kebiasaan dari yang bersangkutan sehingga

di tempat apapun tanpa sadar tetap menggunakan campuran bahasa Inggris

dengan bahasa Indonesia. Saya yakin, tentu tidak sukar bagi yang

bersangkutan menggunakan pemerintah ke pemerintah=government to

government, bisnis ke bisnis= business to business dan kerjasama publik

dengan swasta= public-private partnership.

Berikut ini adalah kalimat yang diungkapkan orang nomor satu di

Indonesia, kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia.

12. “Marilah kita ubah, dari economic growth menjadi economic development”

kata Presiden. (Republika, 22 April 2006.)

Penggunaan kata pertumbuhan ekonomi=economic growth dan pembangunan

ekonomi=economic development sebetulnya tidak sulit, tetapi inilah kenyataan

yang kita temui dalam menggunakan bahasa Indonesia yang kita junjung

sebagai bahasa persatuan.

18

Page 19: penyelipan kata asing

13. “Secara terpisah, Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi, mengatakan,

selama ini persoalan perda antimaksiat memang disikapi secara apriori dan

over acting.” (Republika 23 Juni 2006)

Padanan bahasa Indonesia untuk over acting adalah tindakan berlebihan

yang sangat dipahami oleh penutur bahasa Indonesia. Petinggi NU sejak dulu

mengakui bahwa anggota organisasinya banyak berada di desa yang berbasis di

Pesantren. Mungkin KH Hasyim Muzadi ini lebih banyak di kelilingi oleh orang-

orang yang lebih senang menggunakan bahasa Inggris dari pada bahasa

Indonesia atau karena latar belakang pendidikannya dari Pesantren Gontor,

sehingga beliau terbiasa menggunakan bahasa Inggris dalam berbahasa

Indonesia.

14. “Tap MPR ... Pasal ... sudah di-breakdown dalam Undang-Undang.”

Kalimat ini adalah dialog yang diucapkan oleh Khofifah Indar Parawansa

di TVRI tanggal 23 April 2006. Banyak lagi kata bahasa Inggris yang

digunakannya dalam dialog itu, umpamanya, confused, indicators, dan

measurable. Khofifah adalah anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB) yang sebagian besar anggota tersebar di desa-desa di Jawa dan apakah

anggota partainya mengerti ungkapan bahasa Inggris yang disampaikan itu. Kita

percaya sekali bahwa anggota Dewan yang terhormat tentulah orang yang telah

teruji kesetiaannya kepada bahasa nasional dan bahasa negaranya. Barangkali

yang bersangkutan terbawa arus kebiasaan orang Indonesia yang sebetulnya

tidak sehat untuk pengembangan bahasa Indonesia sebagaimana yang

disepakati pada Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954.

19

Page 20: penyelipan kata asing

6. PENUTUP

Apabila kita berpegang pada pepatah “bahasa cerminan bangsa” seperti

kata Hang Tuah, maka bangsa Indonesia telah dijajah secara bahasa sebab dari

hari hasil penghitungan penggunaan bahasa Inggris di koran harian Republika

sungguh mencengangkan. Bahasa bagian dari kebudayaan, maka dengan

sendirinya bangsa Indonesia juga sudah terjajah secara budaya. Sungguh

memalukan apabila melakukan campur kode hanya dengan alasan agar

dianggap terpelajar, keren, gaul dan ungkapan yang sejenis dengan itu, sebab

ukuran terpelajar seseorang bukan dilihat dari kemampuannya

mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa lain. Ini, bahkan, adalah

cerminan rasa tidak bangga dengan milik sendiri, bahasa sendiri, dengan

sendirinya tidak bangga dengan kebudayaannya.

Makin terpelajar seseorang, seharusnya semakin baik bahasa

Indonesianya dan makin bangga dia dengan bahasanya itu. Sudah selayaknya

kaum politisi, kaum terpelajar, dan pemimpin negara ini mempergunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar agar menjadi contoh bagi rakyat. Kita yakin

bahwa makin baik dan teratur seseorang berbahasa Indonesia maka semakin

jernih dan teratur pula cara berpikirnya. Kita tidak menghendaki para pejabat

negara memotori pencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris

yang membuat rakyat kecil bingung memahami pesan yang disampaikan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus dijaga dan

dikembangkan. Kita mempunyai kewajiban untuk berbahasa Indonesia yang

20

Page 21: penyelipan kata asing

sesuai dengan kaidah dan aturan yang telah dsepakati. Himbauan perlu

dilakukan agar para petinggi negara sampai kepada jajaran terendah, para

politisi, dan kaum terpelajar untuk tidak sembarangan melakukan alih kode atau

campur kode. Apabila masih ada padanannya dalam bahasa Indonesia,

seabiknya tidak melakukan campur atau alih kode.

DAFTAR PUSTKA

Abudarham, Samuel. 1987. “Terminology and Typology” dalam Bilingualism and The Bilingual: An Interdisciplinary Approach to Pedagical and Remedial Issues, edited by Samual Abudarham, Windsor, Berkshire: the NFER-NELSON Publishing Company Ltd.

Arifin, Zainal dan S. Amran Tasai. 2002. Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo.

Grosjean, Francois. 1982. Life with Two Language: An Introduction to Bilingualism, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.

Hamers, Josiane F and Michel H. A. Blanc. 1983. Bilinguality & Bilingualism. Cambridge: Cambridge University Press.

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Nababan. P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), Jakarta: Debdikbud Dikti Proyek Pengembangan LPTK.

Romaine, Suzanne, 1995. Bilingualism, Second Edition, Oxford: Basil Blackwell Inc.

Stanley. Karen, Teaching English as a Second or Foreign Language. Vol. 6 No. 1 Juni 2002. atau http://66.249.93.104.../fl.html+language+imperialism&hl =en&gl=id&ct=clnk&cd=8&ie=utf.

Zahari, Musril. 1995. ”Menjunjung Bahasa Persatuan: Bahasa Indonesia”, Widya, Februari 1995/No. 113 Tahun XII.

21