12
Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi Dalam Peraturan Daerah Zairin Harahap Abstrak Most of bylaws consistofpenal sanction whether fine or Imprisonment. It is veryrarely, the enforcement of bylaws proposes administrative sanction. Although most of bylaws relate to administrative matters. Are bylaws not allowed to impose othersanctions, such as administrative sanction ? Pendahuluan Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUPPP) disebutkan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah. Dari ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPPP tersebut dapat diketahui bahwa, Peraturan Daerah (Perda) adalah salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Sebagai konsekuensi logis dari adanya hirarki tersebut, maka materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boteh bertentangan dengan materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Di samping jenis peraturan perundang- undangan tersebut, juga dikenal jenis peraturan perundang-undangan lalnnya baik yang dikeluarkan oleh badan/lembaga/pejabat pemerintah pusat, seperti; Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Menteri {Permen), dan Keputusan Menteri (Kepmen), maupun peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, seperti; Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati, dan Keputusan Walikota. Namun, apabila berpedoman kepada ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPPP tersebut; maka semua jenis peraturan perundang- undangan yang tidak disebutkan dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) tersebut tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan. Konsekuensi logis dari hierarki tersebut adalah Keppres, Permen, dan Kepmen tidak iagi termasuk jenis peraturan perundang- undangan yang hierarkinya lebih tinggi dari Perda. Dengan demikian, Perda yang 38 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 27-37

Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Pengaturan Tentang Ketentuan SanksiDalam Peraturan Daerah

Zairin Harahap

Abstrak

Most ofbylaws consistofpenal sanction whether fine or Imprisonment. It is veryrarely,the enforcement of bylaws proposes administrative sanction. Although most of bylawsrelate toadministrative matters. Are bylaws notallowed toimpose othersanctions, suchas administrative sanction ?

Pendahuluan

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undangNomor 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan (UUPPP)disebutkan, Jenis dan hierarki PeraturanPerundang-undangan adalah sebagai berikut:a. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang;c. Peraturan Pemerintah;d. Peraturan Presiden;e. Peraturan Daerah.

Dari ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPPPtersebut dapat diketahui bahwa, PeraturanDaerah (Perda) adalah salah satu jenis danhierarki peraturan perundang-undangan.Sebagai konsekuensi logis dariadanya hirarkitersebut, maka materi muatan peraturanperundang-undangan yang lebih rendah tidakboteh bertentangan dengan materi muatanperaturan perundang-undangan yang lebihtinggi.

Di samping jenis peraturan perundang-undangan tersebut, juga dikenal jenisperaturan perundang-undangan lalnnya baikyangdikeluarkan oleh badan/lembaga/pejabatpemerintah pusat,seperti; Keputusan Presiden(Keppres), Peraturan Menteri {Permen), danKeputusan Menteri (Kepmen), maupunperaturan perundang-undangan yangdikeluarkan oleh pemerintah daerah, seperti;Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati,Peraturan Walikota, Keputusan Gubernur,Keputusan Bupati, dan Keputusan Walikota.Namun, apabila berpedoman kepadaketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPPP tersebut;maka semua jenis peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan dalamketentuan Pasal 7 ayat (1) tersebut tidaktermasukdalam hierarki perundang-undangan.

Konsekuensi logis dari hierarki tersebutadalah Keppres, Permen, dan Kepmen tidakiagi termasuk jenis peraturan perundang-undangan yang hierarkinya lebih tinggi dariPerda. Dengan demikian, Perda yang

38 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 27-37

Page 2: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Zairin Harahap. Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi Da/am Peraiuran Daerah

bertentangan dengan Keppres, Pennen, danKepmen tidak dapatdibatalkan dengan alasanbahwa materi muatan dari Perda tersebut

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pada umumnya, sebagaimana peraturanperundang-undangan lainnya untukmemaksakan agar masyarakat memilikiketaatan, maka pada peraturan perundang-undangan tersebut dicantumkan sanksi.Namun, dalam kenyataannya, khususnyaPerda pada umumnya hanya memuat sanksipidana. Padahal, materi muatan yang diaturdalam setiap Perda boleh dikatakan hampirseluruhnya berkaitan dengan masaiah admin-istratif. Atas kenyataan itu, maka tulisan inimencoba mengkajl apakah suatu Perdahanya dapat memuat sanksi yang berupasanksi pidana saja. -

Proses Pembuatan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)dapat berasal dari Dewan Perwakilan RakyatDaerah {DPRD Provinsi/Kota/Kabupaten),Gubernur (Kepala Daerah Provinsi), Bupati(Kepala Daerah Kabupaten), atau Walikota(Kepala Daerah Kota) sesuai dengankewenangannya. Namun, untuk dapatdiberiakukan, maka Raperda tersebut harusmendapatkan persetujuan bersama antaraDPRD Provinsi dan Gubemur untuk RaperdaProvinsi, DPRD Kabupaten dan Bupati untukRaperda Kabupaten, atau DPRD Kota danWalikota untuk Raperda Kota. Oleh karena itu,Kepala Daerah dan DPRD dituntut untukmemahami materi muatan Perda, terutamapengaturan tentang ketentuan sanksi karenasangat terkait dengan efektivitas dari Perdaitu sendiri.

Dalam Pasal 144 UUPD pada intlnyadisebutkan bahwa Rancangan Perda yangtelah disetujui bersama disampaikan olehpimpinan DPRD dalam jangka waktu 7 (tujuh)hari terhitung sejaktanggal ditetapkan sebagaiPerda kepada Gubemur atau Bupatl/Walikotauntuk ditetapkan sebagaiPerda. Gubemur atauBupatiA/Valikota dalam jangka waktu paling'lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan itudisetujui bersama harus telah menetapkanrancangan tersebut menjadi Perda. Apabiladalam jangka waktu tersebut tidak ditetapkan,maka rancangan Perda tersebut sah menjadiPerda.

Dengan demiklan, paling lama 30 (tigapuluh) hari harus siidah ditetapkan menjadiPerda bukan sejak pimpinan DPRDmenyampaikan rancangan Perda yang telahmendapatkan persetujuan bersama kepadaGubemur atau Bupati/Walikota. Tetapi, sejakrancangan Perda tersebut telah'mendapatpersetujuan bersama. Namun,.tidak adakonsekuensi hukum, apabila ternyatapimpinan DPRD menyampaikan rancanganPerda tersebut seteiah 7 (tujuh) harimendapatkan persetujuan bersama. Apakah'dengan demikian, rancangan Perda tersebutbatal demi hukum {van rechtswege nietig) ataudapat dibatalkan {vemietigbaar). .

Perda yang telah ditetapkan oleh kepaladaerah tersebut disampaikan kepadapemerintah paling lama 7 (tujuh) hari sejakditetapkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 136

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah, disebutkanbahwa Perda dibentuk dalam rangkapenyelenggaraan otonomi daerah ataumerupakan penjabaran lebih lanjut dariperaturan perundang-undangan yang lebih

39

Page 3: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Oleh karena itu, materi muatanPerda dilarang bertentangan dengankepentingan umum dan/atau peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi.

• Perda yang bertentangan dengankepentingan umum dan/atau peraturan yangiebih tinggi berdasarkan ketentuan Pasai 145UUPD dapat dibatalkan oleh Pemerintahdengan Peraturan Presiden paiing iama 60{enam puiuh) hari sejak diterimanya Perdatersebut. Paiing iama 7 (tuj'uh) hari seteiahpembataian, kepaia daerah harusmemberhentikan peiaksanaan Perda danseianjutnya bersama DPRD mencabut Perdatersebut. Terhadap pembataian tersebut,Pemerintah Daerah yang bersangkutan dapatmengaj'ukan keberatan kepada MahkamahAgung:(MA).'

Pembataian Perda, karena bertentangandengan peraturan perundang-undangan yangiebih tinggi dapat berpedoman kepadaUUPPR Namun, pembataian Perda karenabertentangan dengan kepentingan umumbelum ada peraturan yang dapat dijadikanpedoman. Sebagaimana diketahui sampaisaat ini beium begitu jelas kriteiia kepentinganumum. Apaiagi dikaitkan dengan kapan suatuPerda dapat dikualifikasikan bertentangandengan kepentingan umum ?

Sebeium dilakukan pembataian oiehpemerintah, paiing tidak Perda tersebut telahdiberiakukan sekitar 2 (dua) bulan. Oleh karenaitu, periu dipikirkan dampak dari pembataiantersebut, khususnya yang berkaitan dengankepentingan masyarakat ketika Perda tersebutdiberiakukan. Beberapa contoh yang dapatdikemukakan di sini adalah mereka yangdikenakan hukuman sebagai akibatmelanggar Perda tersebut dan mereka yang

mendapatkan jenis perizinan tertentu padawaktu beriakunya Perda tersebut. Apakahdengan pembataian tersebut, segaia sesuatuyang dilakukan oieh pemerintah daerah yangberkaitan dengan peiaksanaan Perda tersebutbatai demi hukum {van rechtswege nietig) ataudapat dibatalkan {vernietigbaai) ?

Dasar Hukum Pengaturan Sanksl DalamPeraturan Daerah

Saiah satu materi muatan yang diaturdaiam peraturan perundang-undangan takterkecuaii Peraturan Daerah (Perda) adaiahketentuan sanksi. Dewasa ini, paiing tidak ada2 (dua) peraturan perundang-undangan yangdapat dijadikan acuan tentang jenis sanksiyang dapat dimuat daiam Perda, yaitu; Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan(UUPPP) dan Undang-undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(UUPD) sebagaimana yang dikutipkan dibawah ini;

1. Pasal 14 Undang-undang Nomor 10Tahun2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan (UUPPP)menyebutkan:"Materi muatan mengenai ketentuanpidana hanya dapat dimuat daiamUndang-undang dan Peraturan Daerah".

2. Pasai 143 Undang-undang Nomor 32Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (UUPD) menyebutkan:(1) Perda dapat memuat ketentuan

tentang pembebanan biaya paksaanpenegakan hukum, seiuruhnya atausebagian kepada peianggar sesuaidengan peraturan perundangan;

(2) Perda dapat memuat ancaman

40 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARI2006; 27-37

Page 4: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Zain'n Harahap. Pencjaturan Tentang Ketentuan Sanksi Dalam Peraiuran Daerah

pidana kurungan paling lama 6. (enam) bulan atau denda paling

banyak Rp 50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah);

(3) Perda dapat memuat ancaman pidanaatau dendaselain dimaksud pada ayat(2), sesuai dengan yang diatur daiamperaturan perundangan lainnya.

Substansi mmusan ketentuan Pasal 143

UUPD tersebut tidak jauh berbeda denganrumusan ketentuan Pasal 71 Undang-undangNomor 22 Tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah, yang menyebutkan:(1) Peraturan Daerah dapat memuat

ketentuan tentang pembebanan biayapaksaan penegakan hukum, seiuruhnyaatau sebagian kepada peianggar;

(2) Peraturan Daerah dapat memuat pidanakurungan paling lama enam bulan ataudenda sebanyak-banyaknya Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) denganatautidak merampas barang tertentu untukdaerah, kecuaii jika ditentukan lain dalamperaturan perundang-undangan.

Jenis-Jenis Sanksi (Hukuman) dalamPeraturan Daerah

Dari ketentuan Pasal 14 UUPPP dan

Pasal 143 UUPD sebagaimana dikemukakandi atas, dapat ditarik kesimpulan sebagaiberikut:

1. Peraturan Daerah dapat memuat sanksipidana;

2. Kata "dapat" sebagaimana yang disebutkanpada Pasal 143 tersebut bersifat diskresi,

sehingga memiliki makna bahwa sanksipidana dapat dicantumkan pada suatuperaturan daerah dan juga dapat tidakmencantumkan atau memuat sanksi

pidana. Apabiia tidak memuat sanksipidana tidak berarti tidak sesuai denganketentuan Pasal 143;

3. Dewasa ini banyak paraahli hukum pidanaseperti Prof. Muiadi dan Prof. LobbyLuqman berpandangan bahwa sanksipidana dicantumkan sebagai ultimum re-medium bukan primum remidium. Artinya;sanksi pidana patut dicantumkan, apabiiapenegakan hukum administrasidiasumsikan tidak dapat dilaksanakansebagaimana mestinya, sehinggamemerlukan ancaman yang iebih keraslagi;'

4. Sanksi pidana yang dapat dimuat daiamsuatu Perda, apabiia bukan pengaturantindak lanjut dari suatu peraturanperundang-undangan yang Iebih tinggi,maka hams tunduk pada ketentuan Pasal143 ayat (2), yakni; sanksi pidana yangdapat diancamkan . adalah pidanakumngan yang tidak boleh Iebih dari 6(enam) bulan atau denda paling banyakRp 50.000.000,- (lima puluh juta mpiah);

5. Sanksi pidana yang dimuat dalam suatuPerda dapat saja melebihi sanksi pidanayang ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2)UUPD, sepanjang Perda tersebut dibuatsebagai pelaksanaan peraturanpemndang-undangan yang Iebih tinggi.Tetapi, juga perlu diperhatikan bahwaperaturan perundang-undangan yang

' Zafruilah Salim, Ulasan terhadap Beberapa Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan,bahan untuk acara implementasi UU10/2004, yang diselenggarakan oleh Di '̂en Peraturan Perundang-undanganbekerja sama dengan Kanwil Dep. Hukum dan HAM DIY, tanggai 20 Oktober 2005, him 4-5.

41

Page 5: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

menjadi dasar hukum .pembentukan Perdaitu memang memuat ketentuan sanksipidana seperti yang dimuat dalam Perdatersebut.

6. Kata "atau" diantara pidana kurungan dandenda pada Pasal 143 ayat (2) di atas,menunjukkan bahwa sanksi pidanatersebut bersifat alternatif, sehinggakepada peiaku peianggaran diberikankebebasan untuk memilih jenissanksinya. Dengan kata lain, apabiia sipeiaku memilih pidana kurungan, makakepadanya tidak dapat iagi dikenakansanksi pidana denda, begitu sebaiiknya;

7. Berdasarkan ketentuan Pasai 143 ayat (1),kepada si peiaku peianggaran Perda, disamping dapat dikenakan sanksi pidana(pidana kurungan atau pidana denda)dapat juga dikenakan sanksi yang berupapembebanan biaya paksaan. Sanksi yangberupa pembebanan biaya paksaan atauyang juga dikenai dengan istiiah dwangsomadaiah merupakan saiah satu jenis sanksiadministrasi;^ Menurut Hadjon, jenis-jenissanksi administrasi adaiah paksaan nyata[bestuursdwang], uang paksa {dwangsom),denda administrasi, pencabutan KTUNyang menguntungkan (misainya; izin), uangjaminan, dan bentuk-bentuk iain/khusus,seperti: peringatan dan pengumuman.^

8. Peianggaran terhadap Perda juga sangatpotensiai diiakukan oleh aparat, pegawai,atau pejabat pemerintahan. Oieh karenaitu, jenis sanksi administrasi sebagaimana

yang disebutkan dalam Pasai6 PeraturanPemerintah Nomor 30Tahun 1980 tentangDisipiin Pegawai Negerl Sipil menjadisangat relevan untuk dipergunakan. Pasai6 PP 30/1980 menyebutkan jenis sanksiadministrasi yang dapat dijatuhkan kepadaPNS yang meiakukan peianggaran disipiinadaiah hukuman disipiin ringan (yangdapat berupa tegoran iisan, tegorantertuiis, dan pernyataan tidak puas secaratertuiis), hukuman disipiin sedang (yangdapat berupa penundaan kenaikan gajiberkala untuk paling iama 1 (satu) tahun,penurunangaji sebesar satu kaii kenaikangaji berkaia untuk paling lama 1 (satu)tahun, dan penundaan kenaikan pangkatuntuk paiing iama 1 (satu) tahun), danhukuman disipiin berat (yang dapatberupa penurunan pangkat pada pangkatyang setingkat lebih rendah untuk paiingiama 1 (satu) tahun, pembebasan darijabatan, pemberhentian dengan hormattidak atas permintaan sendiri sebagaiPNS, dan pemberhentian tidak denganhormat sebagai PNS);

9. Di samping itu, daiam kaitannya denganpenegakan hukum iingkungan, mengingatbanyak materi muatan dari Perda jugaberkaitan dengan pengaturan iingkunganhidup, maka jenis sanksi administrasi daiamkaitannya dengan penegakan hukumIingkungan, yaitu; paksaan pemerintahan atautindakan paksa {bestuursdwang - executivecoercion), uang paksa {publiek-rechtelijke

P̂hiiipus M. Hadjon, Penegakan HukumAdministrasi dalam Pengelolaan iingkungan Hidup, dalam B.Arief SIdharta, dkk (Editor), Butir-butir Gagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemen'ntahan yangLayak, Penerbit PI CitraAditya Bakti, Bandung, 1996, him 339- 341. Uhatjuga Phiiipus M. Hadjon, PengantarHukumAdministrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, him 241.

3 ibid.

42 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARI2006; 27-37

Page 6: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Zairin Harahap. Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi Dalam Peraturan Daerah

dwahgsom = coercive sum), penutupantempat usaha {sluiting van sen inn'chiing),penghentian kegialan mesin perusahaan(buitengetruikste/ling van sen toestel),pencabutan izin melalui proses, teguran,paksaan pemerintahan, penutupan, danuang paksa/

10. Dengan demikian, Perda di sampingdapat memuat sanksi pidana juga dapatmemuat sanksi administrasi;

Materi Muatan Peraturan Daerah yangHarus Diikuti dengan Ancaman Sanksi

Ketentuan sanksi dalam suatu peraturanperundang-undangan terkait dengan isi dansifatkaidah hukum. Ditinjau dari isinya, kaidahhukum (norma hukum) dapat dibagi menjadi:1. kaidah hukum yang berisi suruhan

(gebod);2. kaidah hukum yang berisi larangan

(verbocf):3. kaidah hukum yang berisi kebolehan

(mogen).^Kaidah suruhan adalah suatu perintah

unluk melaksanakan sesuatu yang biasanyadinyatakan dengan kata '\vajib" atau "harus".Kaidah larangan juga merupakan perintahunluk tidak melakukan sesuatu, yang seringdirumuskan dengan kata "dilarang", "tidak

boleh", atau "tidak dapaf.'Ditinjau dari sifatnya, kaidah hukum dapat

dibedakan antara kaidah hukum yang bersifatimperatif dan kaidah hukum yang bersifatfakultatif. Kaidah hukum yang berlsikansuruhan dan larangan adalah kaidah hukumyang bersifat imperatif, sedangkan kaidahhukum yang berlsikan kebolehan adalahkaidah hukum yang bersifat fakultatif.®

Perbedaan antara hukum imperatif denganhukum fakultatif, dldasarkan padas'rfatnya.Mnya,hukum imperatif bersifat memaksa, sedangkanhukum fakultatif dibolehkan memilih.' Kaidahhukum yang bersifat imperatif (dw/ngenrechf) ataunormatiefrecht adalah aturan hukum yang tidakdapat dikesampingkan oleh pihak-pihak, balkmelalui suatu perbuatan tertentu atau melaluisuatu peijanjian.®

Ciri hukum positif menurut Hans Kelsenadalaha coercive orderatausuatu latanan yangmemaksa". Paksaaan merupakan salah satubentuk sanksi yaitu perampasan atauperenggutan secarapaksa di luar kemauan yangterkena terhadap segala sesuatu yang dimilikiseperti nyawa, kebebasan, atau harta benda.Meskipun demikian, Keisen mengatakan bahwasanksi tidak hanya berupa hukuman (punishmenf),tetapi dapat juga berupa ganjaran (reward).®A. Hamid S.AttamimI, jugamengatakan bahwasanksi (dalam hal ini sanksi pidana atausanksi

*Siti Sundari RangkutI, Hukum Ungkungan dan Kebijaksanaan Ungkungan Nasional, Edisi Kedua,Airlangga University Press,Surabaya, 2000, him 211.

®Pumadi Purbacaraka dan Soeijono Soekanto, Pen'hal Kaidah Hukum, Penerbit PT. CitraAditya Bakti,Bandung, 1993,him 34.

®/b/d,hlm36.^Soerjono Soekanto dan Pumadi Purbacaraka, Aneka Cara Pembedaan Hukum, Penerbit PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1994, him 22.®Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoritik), Penerbit Fakullas Hukum Ull Press,

Yogyakarta, 2004, him 8.^Ibid, him6-7.

43

Page 7: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

pemaksa lainnya) adalah merupakan salahsatu ciri yang membedakan norma hukumdengan norma lainnya {adat. agama, danmaral)J° Perbedaan yang menonjol antarakaidah hukum dengan kaldah sosial lainnyaiaiah sankslnya. Sanksl terhadap pelanggarankaidah hukum dapat dipaksakan, dapatdllaksanakan dl luar kemauan yangbersangkutan."

Perlunya pencantuman sanksl dalamsuatu peraturan perundang-undangan secaraleblh tegas dikemukakan Pospisil. MenurutPospisil ada 4 (empat) atrlbut hukum, yakhi:'̂1. adanya wewenang:2. adanya tujuan untuk memperiakukan

hukum secara universal;3. adanya hak dan kewajiban {obligatio); '4. adanya sanksl.

Atnbut sanksl dimaksudkan agar hukum"berglgi"; "gigi" itulah yang disebut dengan sanksl.Kaidah hukum yang bempa suruhan (kewajiban)atau larangan akan menjadi pepesan kosongatau garansi kosong, dan cenderung tidakdipatuhi sama sekali apabila tidak dilekati dengansanksl. Sebagal salah satu contoh adalahketentuan Pasal 59 ayat (3) UUPD yangmenyebutkan:

"Partal polltik atau gabungan partal politikwajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bag! calon perseorangan yangmemenuhi syarat sebagaimana dimaksuddalam Pasal 58 dan selanjutnyamemproses bakal calon dimaksud

melalui mekanisme yang demokratis dantransparan".Namun, kata wajib pada pasal tersebut

menjadi macan ompong, karena tidak diikutidengan adanya ketentuan ancaman sanksl.Dengan demikian, apabila ketentuan itu tidakdllaksanakan atau tidak diikuti, maka partalpolitik tersebut tidak dapat dikenakan sanksi.Penjaringan bakal calon kepala daerah yangdilakukan oleh partal politik telah menunjukkanpelanggaran terhadap ketentuan pasaltersebut.Hampir dapat dipastikan seluruh bakal calonkepala daerah yang diajukan oleh partal politiktidak saja kurang memberikan kesempatankepada calon perorangan (non-partisan). Tetapi,juga penentuan bakal calon tidak beriangsungsecara demokratis dan transparan. Bahkan,seorang bakal calon Bupati dikabupaten Siemanyang telah memenangkan konvensi yangdilakukan oleh gabungan beberapa partal politiktidak diajukan sebagai bakal calon, tetapi malahmengajukan calon yang tidak menang.

Oleh karena itu, sanksi pada satu pihakmerupakan kriteria yang mutlak dari hukumdan pada pihak lain sanksi tidak selamanyaharus berbentuk sanksi fisik.^^ Bahkan,sebenarnya atribut sanksi tidak perlu hanyadibatasi pada sanksi yang negatif saja (balkfisik maupun psikologis). Dalam hukum jugaditemukan sanksi-sanksi posltif yangmerupakan imbalan yang diberikan kepadamereka yang dapat dijadikan contoh dalamkualitas ketaatan hukum. Hal itu sesuaidengan

Maria Farida Indrati Soeprapto, llmu Perundang-undangan: Dasar-dasar dan Pembentukannya,Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998, him 10-11 :

" Sudikno Mertokusumo, MengenalHukum SuatuPengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1999, him 18.SoerjcnoSoekanto, AntropologiHukum: MateriPengembangan llmuHukumAdat, Penerbit CV. Rajawali,

Jakarta, 1984,him 151-157.Hilman Hadikusuma, PengantarAntropoiogiHukum, PenerbitPI CitraAditya Bakti, Bandung, 1992, him 116.

44 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARI2006; 27-37

Page 8: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Zairin Harahap. Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi Dalam Peraturan Daerah

arti sanksi, yakni rangsangan untuk berbuatatau tidak berbuat. Di dalam halsanksinegatif,maka sebaiknya diterapkan sistematik, sebagalberlkut:"

Sanksi Negatif

PemulihanKeadaan

PemenuhanKeadaan

Hukuman

Administrasi Pidana Perdata

Apablla mengacu kepada Pasal 25 ayat(1) Undang-undang Pengelolaan LingkunganHIdup (UUPLH), maka sanksi yang berupapemulihan keadaan dan pemenuhan keadaantersebutmerupakan bentuk-bentuk darl sanksiadministrasi yang berupa paksaan pemerintahan(besfuursdwang). Pasal 25 ayat (1) UUPLHmenyebutkan:

"Gubernur/Kepala Daerah TIngkat Iberwenang melakukan paksaanpemen'ntahan terhadap penanggung jawabusaha dan/atau kegiatan untuk mencegahdan mengakhiri terjadlnya pelanggaran,serta menanggulangi akibat yangditimbulkan oleh suatu pelanggaran,melakukan tindakan penyelamatan,penanggulangan, dan/atau pemulihan atasbebanblaya penanggung jawab usahadan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lainberdasarkan Undang-undang".

Kumulasi Sanksi

Berangkat darl ketentuan Pasal 14 UUPDdan Pasal 143UUPD sebagaimanayangtelah

" Soerjono Soekanto,Op.Cit, him 174.'5Phlipus M. Hadjon,-Op. Cit, him 342-345.

dikemukakan di atas, maka Perda dapat sajamemuat sanksi yang berslfat kumulatif. Artlnya,materi muatan Perda dapat memuat sanksiadministrasi, sanksi perdata, dan sanksipidana sekaligus, serta ketiga jenis sanksitersebut dapat diterapkan sekaligus terhadappelaku pelanggaran Perda.

Sanksi administrasi dapat diterapkanbersama-sama balk ekstemal mapun Internal.Kumulasi sanksi dibedakan atas; kumulasieksternal dan kumulasi Internal. Kumulasi

ekstemal adalah sanksi administrasi diterapkanbersama-sama sanksi lain, sepertl sanksipidanamaupun sanksi perdata. Kumulasi Internaladalah dua atau lebih sanksi adminitrasi dapatditerapkan secara bersama-sama.^® Kumulasisanksi pada dasarnya berkaltan dengankeselmbangan sanksi. Artlnya, sanksi harusselmbang dengan berat ringannya pelanggaran.

Penjatuhan sanksi administrasi dllakukanoleh pejabat yang mendapatkan wewenangatribusi ataupun delegasi sebagaimana yangdisebutkan dalam Perda tersebut. Penjatuhansanksi administrasi dapat dilakukan secaralangsung oleh pejabat yang bersangkutan tanpaharus melalui putusan pengadllan. Orang ataubadan hukum perdata yang merasa dlruglkanakibat penjatuhan sanksi tersebut dapatmengajukan gugatan ke Peradllan Tata UsahaNegara (PTUN). PTUN akan menilai(rechtmatige toetsing) apakah putusan pejabattersebut tentang penjatuhan sanksiadministrasi Itu sah menurut hukum

(rechtmatigeheicf} atau tIdak.Sementara Itu, penjatuhan sanksi pidana

kepada pelaku pelanggaran PerdatIdak dapatdijatuhkan secara langsung. Artlnya, orang

45

Page 9: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

yang.melakukan pelanggaran Perda tersebutlangsung dimasukkan ke penjara ataudikenakan denda begitu diketahui melakukanpelanggaran. Penjatuhan sanksi pidanaharus dllakukan melalul proses peradilan.Sepanjang belum ada putusan hakim yangtelah mempunyai kekuatan hukum yangbersifat tetap, maka orang yang melakukanpelanggaran terhadap Perda tersebut harusdianggap belum bersalah. Hal Itu sejalandengan asas pradugatak bersalah {presumption of innosence). Dengan demikian,penjatuhan sanksi pidana dalam penegakanhukum Perda dl atas kertas menjadi sangatmemakan waktu dari mulai melakukan

proses penyelldlkan, pembuatanberitaacara,sampai beracara di pengadilan. Padahal,begitu banyak Perdayang harus dilaksanakandan secara otomatis juga harus ditegakkan(law enforcement).

Namun, dalam kenyataannya, sangatbanyak Perda yang hanya memuat sanksi pidanasaja yang berupa pidana kurungan yangdialternatifkan dengan pidana denda, persissebagaimana yang diatur dalam UUPD.Padahal, sebagaimana yang telah dikemukakandi atas, tidak ada larangan materi muatan Perdamemuat ketentuan sanksi selain sanksi pidana.Larangan yang ada secara ekspllsit adalah bag!jenis peraturan perundang-undangan selain UUdan Perda dilarang atau tidak boleh memuatsanksi pidana.

Kesaiahpahaman ini sedikit banyaktelahmembuat penegakan hukum Perda cendemngsulit dan tidak efektif. Salah satu penyebabutamanya adalah materi muatan yang diaturdalam Perda pada umumnya bersifat adminis-tratif, sedangkan ketentuan sanksi yang diaturadalah pidana. Sebagaimana diketahui,penjatuhan sanksi pidana sasarannyaditujukan

kepada pelakunya, sedangkan penjatuhansanksi administrasi sasarannya ditujukankepada perbuatannya. Dengan kata lain,penjatuhan sanksi administrasi adalah ditujukanuntuk mengakhiri perbuatan melawan hukum,sedangkan penjatuhan sanksi pidana adalahditujukan untuk menghukum si peiaku denganmemenjarakannya dan/atau membayarsejumlah denda'. Dalam kasus pencemarandan/atau perusakan lingkungan, dengandipenjaranya ataudidendanya si peiaku berartitidak menyeiesaikan masalah, karena sumberpencemarannya tidak tersentuh. Pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup terusberlanjut dansangatpotensial semakin meluas,karena pabrik sebagai sumber pencemarandan/atau perusakan lingkungan tidak dijatuhkansanksi. Berbeda halnya dengan sanksiadministrasi, maka dapat dijatuhkan sanksiadministrasi seperti; penutupan tempat usahaatau pencabutan izin, sehingga pabrik tidakdapat beroperasi lagi. Dengan tidakberoperasinya pabrik tersebut paling tidakdapat dicegah semakin meluasnya dampakpencemaran dan/atau perusakan lingkungan.Pabrik baru dapat beroperasi lag! setelahmelakukan pemulihan lingkungan danmembangun instalasi pengolah limbah dansebagainya.

Sedangkan pengaturan sanksi perdatadalam Perda lebih merupakan memberikanpeluang kepada masyarakat untuk menuntutganti kerugian kepada peiaku pelanggaran Perdayang menimbulkan kerugian kepadanya. Olehkarena itu, sudah seharusnya ketentuan sanksiyang diatur dalam Perda tidak hanya mengenaisanksi pidana. Tetapi, juga memuat sanksiadministrasi dan sanksi perdata. Persoalanmengenai, apakah penerapan sanksi pidanaditempatkan sebagai uftimum remedium adalah

46 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13 JANUARI2006; 27-37

Page 10: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Zairin Harahap. Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi Dalam Peraturan Daerah

persoalan lain. Namun, paling tidak, denganjuga dicantumkannya sanksi pidana dapatmenjadi dasar hukum bag! aparat penegakhukum untuk menjatuhkan sanksi yang lebihkeras ketika si pelaku peianggaran Perdatidakdapat diterapi dengan sanksi administrasi.

Tempat Ketentuan Sanksi Pada PeraturanDaerah

Daiam Lampiran UUPPP disebutkan isidari Batang Tubuh suatu peraturanperundang-undangan adalah:1. Ketentuan Umum;2. Mated Pokok yang diatur;3. Ketentuan Pidana (jika diperiukan);4. Ketentuan Peraiihan (jika diperiukan);5. Ketentuan Penutup.

Dengan demikian, ketentuan sanksiyangmenyangkut Ketentuan Pidana ditempatkanseteiah Mater! Pokok. Pada umumnya dalamsuatu peraturan perundang-undangan,penempatandan pengaturan Ketentuan Pidanadipisahkan dengan Ketentuan Sanksi yanglainnya (sanksi administrasi dan/atau sanksiperdata). Apabila peraturan perundang-undangan tersebut juga memuat sanksiadministrasi dan/atau sanksi perdata.dapatditempatkan dan diatur pada Materi Pokok.^^

Kehadiran ketentuan pidana dalam materimuatan suatu peraturan perundang-undanganberdasarkan Lampiran UUPPP tersebut di atasdisebutkan jika diperiukan, Dengan demikian,sesungguhnya suatu peraturan perundangan-undangan, tidak terkecuali Perda dapat sajatidak mencantumkan sanksi pidana dldalamnya. Tidak dicantumkannya sanksi

pidana atau suatu Perda yang tidak memuatsanksi pidana tidak berarti Perda tersebutbertenlangan dengan UUPPP dan UUPD.Sebagaimana yang telah dikemukakan di atasbahwa ketentuan Pasal 143 UUPD menyebutkankata dapat Dengan demikian, materi muatanPerda dapat memuat sanksi pidana, tetapi jugadapat tidak memuat sanksi pidana.

Apabila ketentuan itu ditafsirkan lebih luaslagi, maka suatu peraturan perundang-undangan tidak terkecuail Perda dapat tidakmencantumkan sanksi hukum sama sekali,baik sanksi pidana, sanksi administrasi, maupunsanksi perdata. Namun demikian, perludipahami bahwa pencantuman atau tidakmencantumkan sanksi dalam suatu peraturanperundang-undangan hendaknya jangandidasarkan kepada selera kekuasaan. Begitujuga, apakah peraturan penjndang-undangantersebut hanya memuat sanksi administrasi sajaatausanksi pidana saja,atauperdata saja,atausemua jenis sanksi harus dicantumkan jugahendaknya jangan didasarkan kepada selerakekuasaan. Pencantuman sanksi dan jenissanksi apa saja yang tepat dalam rangkamenegakkan peraturan perundang-undangantersebut haruslah berdasarkan kajian danpertimbangan llmiah. Padadasamya, kehadiranketentuan sanksi dalam suatu peraturanperundang-undangan adalah dalam rangkaagar peraturan perundang-undangan tersebutdipatuhi oleh masyarakat.

Oleh karena itu, kata jika diperiukansebagaimana yang disebutkan dalam LampiranUUPPP tersebut haruslah ditafsirkan daiam

rangka mendorong agar peraturan perundang-undangan tersebut dipatuhi oleh masyarakat.

Lihat antara lain Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan HIdup(UUPLH).

47

Page 11: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Artinya, kalau tanpa adanya ketentuan sanksi.pidana dan/atau sanksi-sanksi lainnya dapatdipastikan peraturan perundang-undangantersebut dipatuhi, maka kehadiran ketentuansanksi menjadi tidak diperlukan. Namun,sebaliknya kalau hal itu tidak dapat dipastikanuntuk dipatuhi tanpa adanyaketentuan sanksi,maka kehadiran ketentuan sanksi menjaditidak bisa tidak atau menjadi mutiak adanya.

Simpulan

Berdasarkan ketentuan Pasai 143 UUPD

sangat jeias bahwa tidak ada larangan bahwasuatu Perda tidak boleh mencantumkan sanksi

administrasi. Bahkan, ketentuan ayat (1) yangmengatakan Perda dapat memuat ketentuantentang pembebanan biaya paksaan penegakanhukum adalah mempakan saiah satu jenis sanksiadministrasi. Di samping itu, pencantumansanksi pidana yang berupa pidana kurungan ataudenda sebagaimana dimaksud pada ayat (2)bersifat diskresi

Ketentuan sanksi pidana baik yang berupapidana kurungan maupun pidana denda tidakselamanya harus sama dengan ketentuanPasal 143 ayat(2) UUPD. Tetapi, bisa saja lebihringan, karena rumusan yang di anut adalahhukuman maksimal atau paling banyak/tinggi.Sebaliknya juga bisa.lebih berat, sepanjangPerda tersebut dibentuk dalam rangkamelaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dimana peraturanperundang-undangan yang memberikandelegasi itu mengatur ketentuan seperti itu.

Dengan demikian, Perda sesungguhnyaboieh tidak mencantumkan sanksi pidana.Apabila suatuPerdatetap mencantumkan sanksipidana, maka sebaiknya penerapan sanksipidana tersebut bersi^t ultimum remedium.

Daftar Pustaka

Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (SuatuKajian Teoritik), Penerbit FakuitasHukum Uii Press, Yogyakarta, 2004.

B. AriefSidharta, dkk (Editor), Butir-butirGagasantentang Penyelenggaraan Hukum danPemerintahan yang Layak, Penerbit PT.CitraAditya Bakti, Bandung, 1996.

Hilman Hadikusuma, PengantarAntropologiHukum, Penerbit PT. CitraAditya Bakti,Bandung, 1992.

Maria Farida Indrati Soeprapto, llmuPerundang-undangan: Dasar-dasardan Pembentukannya, PenerbitKanisius, Yogyakarta, 1998.

Philipus M. Hadjon, Pengantar HukumAdministrasi Indonesia, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta, 1993.

Purnadi Purtacaraka dan Soeijono Soekanto,Perihal Kaidah Hukum, Penerbit PTCitraAditya Bakti, Bandung, 1993.

Soerjono Soekanto, Antropologi Hukum: MateriPengembangan llmu Hukum Adat,Penerbit CV. Rajawaii, Jakarta, 1984.

Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka,Aneka Cara Pembedaan Hukum,Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 1994.

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan danKebijaksanaan Lingkungan Nasionai,EdisI Kedua, Airlangga University Press,Surabaya, 2000,

Sudlkno Mertokusumo, Mengenal HukumSuatu Pengantar, Penerbit Liberty,Yogyakarta, 1999.

Zafruiiah Salim, Ulasan Terhadap BeberapaTeknik Penyusunan PeraturanPerundang-undangan, bahan untukacara Implementasi UU 10/2004, yang

48 JURNAL HUKUM NO. 1 VOL 13JANUARi 2006; 27-37

Page 12: Pengaturan Tentang Ketentuan Sanksi

Harahap. Pengaturan Tentancj Ketentuan Sanksi...

diselenggarakan oleh Diijen Peraturan dengan Kanwil Dep. Hukum dan HAMPerundang-undangan bekerja sama DIY, tanggal20 Oktober 2005.

49