Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 34
PENGARUH SOSIALISASI ORGANISASI PADA KOMITMEN
AFEKTIF YANG DIMEDIASI OLEH KESESUAIAN NILAI
1Stefanus Rumangkit 1Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya
Jl. ZA Pagar Alam No. 93 Labuhan Ratu Bandar Lampung 35142
ABSTRACT
This study developed a research framework for the understanding of organizational
socialization and affective commitment at the individual level by using the self-assessment
(self-report). This study aimed to examine the effect of organizational socialization on
affective commitment to the suitability of the variable pemediasi. Data collected as many as
135 respondents were obtained from educative and administrative employees who work at
Sanata Dharma University, Yogyakarta. From the data obtained, the data analysis using
regression model pemediasi through a simple regression analysis and regression.
The results of this study indicate that organizational socialization positive and significant
effect on affective commitment. From the results of this study can be reported that the
organizational socialization positive and significant effect on the suitability value. Other
findings from this study indicate that the suitability of the positive and significant effect on
affective commitment. In addition, the results of this study also showed that the suitability of
the mediating effect of organizational socialization on affective commitment.
Keywords: organizational socialization, affective commitment, socializing influence on
affective commitment, the suitability of the
ABSTRAK
Penelitian ini mengembangkan kerangka penelitian untuk memahami tentang sosialisasi
organisasi dan komitmen afektif pada level individu dengan menggunakan penilaian diri
(self report). Studi ini bertujuan untuk menguji pengaruh sosialisasi organisasi pada
komitmen afektif dengan kesesuaian nilai sebagai variabel pemediasi. Data yang
dikumpulkan sebanyak 135 responden yang diperoleh dari karyawan edukatif dan
administratif yang bekerja di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari data yang
diperoleh, maka dilakukan analisis data dengan menggunakan model regresi pemediasi
melalui suatu metode analisis regresi sederhana dan regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sosialisasi organisasi berpengaruh positif dan
signifikan pada komitmen afektif. Dari hasil penelitian ini dapat dilaporkan bahwa
sosialisasi organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kesesuaian nilai. Temuan lain
dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesesuaian nilai berpengaruh positif dan signifikan
pada komitmen afektif. Disamping itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
kesesuaian nilai memediasi pengaruh sosialisasi organisasi pada komitmen afektif.
Kata Kunci: Sosialisasi organisasi, komitmen afektif, pengaruh sosialisasi pada
Komitmen afektif, kesesuaian nilai
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 35
I. PENDAHULUAN
Selama 10 tahun lebih, peneliti meneliti
komitmen organisasional dalam
hubungannya dengan berbagai
karakteristik situasional, sikap, dan
perilaku (Bateman dan Strasser, 1984).
Kemudian, komitmen organisasional
menjadi prioritas besar dari peneliti,
karena komitmen organisasional
membawa konsekuensi positif bagi
organisasi (Porter et al., 1974).
Komitmen organisasional dapat
digunakan untuk memahami dan
memprediksi perilaku kerja, seperti:
tingkat kemangkiran, tingkat keluarnya
karyawan, dan kinerja. Perhatian para
peneliti tersebut, tersebar dalam berbagai
konsep dan cara pengukuran yang
berbeda-beda. Perbedaan itu, meliputi
kondisi psikologis yang tercermin
dalam komitmen, anteseden yang
mendorong komitmen, kemudian
perilaku kerja yang diharapkan sebagai
konsekuensi dari komitmen (Allen dan
Meyer, 1990).
Komitmen organisasional menjadi
sesuatu yang menarik, juga dikarenakan
komitmen organisasional dapat
mengikat seseorang dengan suatu
organisasinya dengan alasan yang
berbeda-beda, seperti: seseorang dapat
bertahan dalam organisasi karena cocok
dengan nilai dan budaya yang dimiliki
oleh organisasi itu atau mungkin juga
dilatarbelakangi oleh perasaan,
tanggungjawab, dan loyalitas seseorang
terhadap pekerjaan dan organisasinya.
Seseorang mungkin memutuskan untuk
tetap bertahan pada suatu organisasi
dikarenakan terbentuknya keterikatan
emosional dengan berbagai pihak di
dalam organisasi walaupun telah tersedia
alternatif- alternatif pekerjaan di
organisasi lainnnya.
Komitmen organisasional merefleksikan
kekuatan, keterlibatan dan kesetiaan
karyawan pada organisasi. Keterlibatan
dan kesetiaan itu sangat dipengaruhi oleh
seberapa besar pekerjaan yang
dibebankan pada karyawannya sesuai
dengan harapan mereka (Babakus et al.,
1996) dan menyangkut kebanggaan
karyawan terhadap pekerjaan dan
organisasinya, sehingga dalam
melakukan pekerjaannya karyawan
telah memiliki komitmen yang tinggi
untuk memberikan kontribusi terbaik bagi
perusahaan (Michael et al., 1988).
Salah satu variabel penting yang diduga
dapat memprediksi komitmen
organisasional adalah sosialisasi
organisasi. Sosialisasi organisasi
didefinisikan sebagai proses karyawan
memperoleh pengetahuan yang
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 36
diperlukan untuk berpartisipasi dan
berfungsi secara efektif sebagai anggota
organisasi (Van Maanen dan Schein,
1979). Dengan demikian, sosialisasi
organisasi sangatlah penting karena dapat
mempengaruhi sikap, perilaku, dan
resistensi karyawan (Gruman dan Saks,
2011). Penelitian meta analisis terbaru,
menunjukkan bahwa sosialisasi
organisasi berhubungan positif dengan
komitmen organisasional (Bauer et al.,
2007; Saks et al., 2007). Karyawan yang
mengalami sosialisasi akan lebih komit
terhadap organisasi daripada yang tidak
mengalami sosialisasi organisasi. Hal itu
dikarenakan, melalui sosialisasi
karyawan mendapatkan informasi-
informasi dan pengetahuan yang dapat
membantu mereka dalam mengatasi
kecemasan, kekhawatiran, dan
kebingungan akan peran mereka di dalam
organisasi. Sehingga dengan demikian,
karyawan merasa dihargai oleh
organisasi dan pada gilirannya dapat
memperkuat komitmen karyawan pada
organisasinya itu (Jones, 1986).
Sosialisasi organisasi merupakan proses
mekanisme yang dapat mempengaruhi
tingkat komitmen afektif karyawan
(Asforth dan Saks, 1996; Saks et al.,
2007). Sosialisasi organisasi mengacu
pada proses, yakni karyawan melakukan
transisi dari bukan bagian organisasi
menjadi bagian organisasi (Bauer et al.,
2007). Dalam proses sosialisasi,
organisasi memberikan pengetahuan
yang dapat digunakan oleh karyawan
untuk mengembangkan diri dan
membantu dirinya sendiri untuk
melakukan pekerjaannya. Karyawan
yang mendapatkan sosialisasi harus lebih
tahu banyak tentang organisasinya
daripada rekan-rekan mereka yang
kurang mendapatkan sosialisasi. Hal itu
dikarenakan sosialisasi organisasi
melibatkan pemberian informasi
terstruktur, yang dapat membantu mereka
mengatasi kecemasan, kebingungan, dan
kekhawatiran tentang peran mereka di
dalam organisasi (Jones, 1988; Allen dan
Meyer, 1990). Sehingga hal ini dapat
mendorong tingkat afektif karyawan
(Cohen dan Hecht, 2008).
Akan tetapi, penelitian tentang sosialisasi
organisasi dan komitmen organisasional
jarang dilakukan (Cohen dan Vecht,
2008). Bahkan Meyer et al (2002);
Mathieu dan Zajac (1990) yang
melakukan penelitian korelasi komitmen
organisasional tidak memasukkan
sosialisasi organisasi sebagai penentu dari
komitmen organisasional. Hal itu terjadi
kemungkinan karena adanya kekurangan
data (Cohen dan Vecht, 2008). Akan
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 37
tetapi, pada penelitian lain, seperti Filstad
(2011) menemukan bahwa sosialisasi
organisasi merupakan salah satu faktor
yang dapat menjadi penentu dari
komitmen organisasional. Oleh karena
adanya kesenjangan pada penelitian
terdahulu maka pada penelitian kali
ini akan mencoba menganalisis dan
menguji pengaruh sosialisasi organisasi
pada komitmen organisasional,
khususnya komitmen afektif.
Beberapa penelitian terdahulu,
mengidentifikasikan bahwa sosialisasi
berpengaruh langsung pada komitmen
afektif (O’Reilly dan Caldwell, 1981;
Cohen dan Hecht, 2008; Bao et al., 2012).
Hal itu, dikarenakan dengan adanya
sosialisasi organisasi, karyawan diberikan
pengetahuan dan informasi agar dapat
terlibat aktif di dalam organisasi, bebas
dalam mengekspresikan diri, dan
memudahkan karyawan beradaptasi
dengan lingkungan organisasi. Dengan
demikian, karyawan memiliki
kenyamanan berada di dalam organisasi
yang pada akhirnya karyawan
berkeinginan tinggal lebih lama di dalam
organisasi. Sosialisasi organisasi juga
dapat membuat berkurangnya ambiguitas
peran dan kecemasan akan kinerja dengan
cara diadakannya pelatihan dan
mentoring sehingga hal itu akan
meningkatkan komitmen afektif yang
dirasakan oleh karyawan (Cable dan Kim,
2005 ). Komitmen afektif karyawan akan
meningkat bila karyawan merasa
diperhatikan, dihargai, dan diberikan
informasi sedalam mungkin sehingga
membantu mereka untuk berpartisipasi
aktif di dalam organisasi. Sehingga
dengan begitu terjadi keterikatan
emosional yang erat antara karyawan
dan organisasi (Judeh, 2011).
Hal itu senada dengan penelitian Pierce et
al (1989) yang menemukan semakin
organisasi melakukan praktik sosialisasi,
karyawan semakin percaya bahwa mereka
memiliki peran yang penting, bermakna,
dan berharga bagi organisasi. Dengan
demikian, membuat karyawan merasa
dihargai oleh organisasi sehingga akan
muncul perasaan komit karyawan
terhadap organisasi. Sebagai contoh,
dalam taktik sosialisasi organisasi
terdapat program pelatihan yang
memberikan sinyal bahwa karyawan
dipercaya oleh organisasi memiliki
kemampuan untuk membantu organisasi
dalam pencapaian tujuan, kemudian
karyawan merasa dirinya merupakan
aset penting dan merasa dihargai
oleh organisasi (Van Maanen dan Schein,
1979).
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 38
Akan tetapi, beberapa peneliti seperti
Chatman (1991); Cable dan Parson
(2001); Cooman (2009) tidak sependapat
bila sosialisasi dapat berpengaruh
langsung pada komitmen organisasional,
termasuk komitmen afektif. Mereka
menemukan bahwa sosialisasi akan
menimbulkan person - organization fit
atau kesesuaian pada individu dan
organisasi, yang selanjutkan akan
berpengaruh pada komitmen afektif,
kepuasaan kerja, perputaran karyawan,
dan kinerja (Bao et al., 2012). Pada
proses sosialisasi, karyawan belajar
tentang norma, nilai-nilai, bahasa, politik,
tujuan, dan berbagai hal yang berada
di dalam organisasi (Cohen dan Hecht,
2008). Kemudian dengan pembelajaran
itu maka kesesuaian, baik nilai maupun
tujuan individu dan organisasi, dapat
mempengaruhi komitmen afektif.
Oleh karena itu, diduga ada variabel lain
yang mempengaruhi hubungan sosialisasi
organisasi dengan komitmen afektif. Hal
itu senada dengan saran penelitian Cohen
dan Hecht (2008) menyatakan penelitian
di masa yang akan datang diharuskan
untuk menguji dan memeriksa model
mediasi pada hubungan sosialisasi dan
komitmen afektif. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Judeh (2011)
menyatakan perlu adanya penelitian lebih
lanjut untuk memeriksa model mediasi
pada hubungan sosialisasi organisasi dan
komitmen afektif dengan menambahkan
variabel, seperti kesesuaian nilai. Selama
sosialisasi, karyawan memperoleh
pengetahuan yang dibutuhkan untuk
berpartisipasi dalam organisasi (Chao et
al., 1994). Sosialisasi organisasi juga
mengarahkan karyawan untuk
menyesuaikan perilaku dan nilai pribadi
dengan budaya dan nilai yang berlaku di
dalam organisasi (Bauer et al., 1998).
Peneliti menduga bahwa kesesuaian nilai
dapat mempengaruhi hubungan
sosialisasi organisasi dan komitmen
afektif. Seperti yang dikatakan dalam
saran penelitian Judeh (2011) yang
menyatakan kesesuaian nilai dapat
mempengaruhi hubungan sosialisasi
organisasi dan komitmen afektif. Hal ini
dikarenakan, dalam penelitian
menunjukkan bahwa sosialisasi
organisasi berhubungan positif dengan
persepsi bahwa nilai-nilai pribadi
individu mirip dengan organisasi
(Caldwell et al., 1990). Selama
sosialisasi, karyawan memperoleh
pengetahuan yang dibutuhkan untuk
berpartisipasi dalam organisasi (Chao et
al., 1994). Pada akhirnya, sosialisasi
mengarahkan karyawan untuk
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 39
menyesuaikan perilaku dan nilai- nilai
pribadi dengan budaya organisasi yang
ada (Bauer et al., 1998). Hal itu diperkuat
oleh temuan empiris Kim dan Cable
(2005) yakni sosialisasi membantu
kesesuaian antara karyawan dan
organisasi.
Selain itu, dalam proses sosialisasi
organisasi terdapat interaksi sosial
karyawan dengan pihak lain di dalam
organisasi. Interaksi sosial itu mendorong
karyawan membangun hubungan dengan
atasan, rekan kerja, maupun kelompok
kerja. Sehingga secara tidak langsung
atasan maupun rekan kerja mengawasi
cara mereka bekerja dan mengarahkan
karyawan berperilaku dan menyesuaikan
nilai dengan mereka yang sudah
berasimilasi dengan nilai-nilai organisasi
(Terborg et al., 1976; Louise et al., 1983;
Louise, 1990). Terbangunnya jaringan
dari proses sosialisasi organisasi, dapat
membantu terciptanya kesesuaian nilai
pribadi individu dengan organisasi
maupun kelompok kerja, yang
selanjutnya dapat mempengaruhi
komitmen afektif. Hal itu diperkuat oleh
temuan penelitian Bao et al (2012) yakni
komitmen afektif dapat terjadi
dikarenakan adanya kesesuaian nilai
antara individu dengan organisasi.
Melalui proses sosialisasi organisasi,
karyawan mempelajari peran dan perilaku
yang tepat untuk menjadi anggota yang
efektif di dalam organisasi. Dengan kata
lain, sosialisasi organisasi membantu
karyawan agar dapat terlibat aktif di
dalam organisasi dan memiliki kebebasan
mengekspresikan diri dengan
memfasilitasi penyesuaian nilai-nilai
pribadi mereka dengan nilai-nilai
organisasi (Judeh, 2011). Sosialisasi
organisasi yang efektif dapat
mempengaruhi karyawan untuk
menyesuaikan diri dengan organisasi dan
memicu keberhasilan organisasi tersebut
(Ashforth et al., 2007).
Proses sosialisasi organisasi yang efektif
dapat menimbulkan efek positif yang
berkelanjutan dan dapat membantu
terciptanya kesesuaian nilai individu
dengan organisasi (Cohen dan Hecht,
2008). Dalam sosialisasi organisasi dan
komitmen afektif, kesesuaian nilai pribadi
individu dan organisasi dipercaya dapat
memediasi hubungan antara sosialisasi
organisasi dan komitmen afektif.
Semakin intensif organisasi mencoba
mempengaruhi anggotanya, nilai-nilai
anggota menjadi mirip dengan organisasi.
Hal itu dikarenakan dengan sosialisasi
yang efektif menginspirasi individu untuk
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 40
berpikir dan bertindak sesuai dengan
kepentingan organisasi (Reichers, 1987).
Sosialisasi organisasi dapat membentuk
kesesuaian nilai pribadi karyawan dan
organisasi dikarenakan adanya proses
pembelajaran dari tujuan dan nilai-nilai
yang berkembang di dalam organisasi
(Cable dan Parson, 2001). Sementara itu,
Schein (1968) menyatakan pembelajaran
tujuan dan nilai-nilai tidak selalu
dilakukan secara tertulis dan formal.
Akan tetapi, karyawan belajar memahami
nilai-nilai dengan menyoroti perilaku dan
kebiasaan kelompok kerja di dalam
organisasi. Selain itu, pembelajaran
tentang nilai dapat dilakukan dengan
pembentukan jaringan informal dengan
rekan atau kelompok kerja (Feldman,
1981). Oleh sebab ini, dapat diambil
kesimpulan sosialisasi organisasi dapat
menimbulkan kesesuaian nilai antara
individu dengan organisasi.
Kesesuaian nilai, didefinisikan sebagai
keselarasan nilai-nilai pribadi individu
dan nilai-nilai organisasi (Kristof, 1991;
Vancouver et al.,1994; Valentine et al.,
2002). Kesesuaian nilai, mengacu pada
asumsi dasar bahwa individu
menginginkan adanya kesesuaian nilai-
nilai yang mereka miliki dengan nilai-
nilai organisasi, selanjutnya individu
akan merasa organisasi merupakan
tempat individu dapat berkarya dan
mewujudkan apa yang menjadi tujuannya
(Schneider et al., 1995). Nilai- nilai
merupakan kebutuhan dasar dan motivasi
yang dapat mempengaruhi perilaku
individu (Verplaken dan Holland, 2002).
Ketika kesesuaian nilai individu dan
organisasi tercapai maka nilai tersebut
dalam kurun waktu yang lama dapat
menggambarkan dan menjadi identitas
suatu kelompok atau organisasi secara
keseluruhan sehingga kesesuaian nilai
tersebut akan terus dipertahankan
(Rousseau, 1990; Chatman, 1991;
O’reilly et al., 1991).
Karyawan yang memiliki kesesuaian
nilai pribadi dan organisasi akan lebih
berkomitmen kepada organisasi daripada
karyawan yang memiliki nilai pribadi
yang berbeda dengan organisasi
(Finegan, 2000). Hal itu dikarenakan
dengan adanya kesesuaian nilai individu
dan organisasi maka mereka memiliki
tujuan yang sama, mekanisme
pengolahan informasi yang sama,
komunikasi yang baik, kerja sama yang
baik, dan membuat lingkungan kerja yang
baik pula (Bao et al., 2012). Amos et al
(2008) beragumen bahwa ketika terjadi
kesesuaian nilai antara karyawan dan
organisasi maka organisasi akan lebih
menghargai karyawan sehingga karyawan
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 41
itu juga akan menghargai organisasi dan
memiliki keterikatan emosional dengan
organisasi sehingga karyawan
berkeinginan untuk tinggal di dalam
organisasi.
Amos et al (2008) beragumen bahwa
ketika terjadi kesesuaian nilai antara
karyawan dan organisasi maka organisasi
akan lebih menghargai karyawan
sehingga karyawan itu juga akan
menghargai organisasi dan memiliki
keterikatan emosional dengan organisasi
sehingga karyawan berkeinginan untuk
tinggal di dalam organisasi. Secara
khusus, berbagai literatur psikologi sosial
menemukan bahwa jika adanya
kesesuaian nilai antara dua orang yang
sama atau lebih, mereka akan memiliki
kelekatan hubungan yang sangat kuat,
lebih berkomitmen, dan rela berkorban
satu dengan yang lainnya (Byrne, 1997;
Amodio and Showers, 2005; Aron et al.,
2006). Dalam konteks organisasi,
keselarasan atau kesesuaian nilai
menghasilkan peran yang lebih jelas
karena meningkatkan kemampuan
memprediksi satu dengan yang lainnya
sehingga mengurangi ambiguitas peran
dan konflik, serta dapat meningkatkan
komitmen afektif karyawan (Kalliath et
al., 1999).
Secara khusus, berbagai literatur
psikologi sosial menemukan bahwa jika
adanya kesesuaian nilai antara dua orang
yang sama atau lebih, mereka akan
memiliki kelekatan hubungan yang
sangat kuat, lebih berkomitmen, dan rela
berkorban satu dengan yang lainnya
(Byrne, 1997; Amodio and Showers,
2005; Aron et al., 2006). Kesesuaian
nilai menghasilkan peran yang lebih jelas
karena meningkatkan kemampuan
memprediksi satu dengan yang lainnya
sehingga mengurangi ambiguitas peran
dan konflik, serta dapat meningkatkan
komitmen afektif karyawan (Kalliath et
al., 1999).
Penelitian akan dilakukan pada konteks
karyawan edukatif dan administratif di
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hal ini dikarenakan, Universitas Sanata
Dharma memiliki nilai khusus, yaitu
mencintain kebenaran, memperjuangkan
keadilan, menghargai keberagaman, dan
menjunjung tinggi keluhuran martabat
manusia. Selain itu nilai lain yang
ditonjolkan adalah nilai-nilai humanistik.
Nilai-nilai itu sering disosialisasikan
dengan kegiatan refleksi, retret, dan
diskusi bersama-sama (www.usd.ac.id).
Sehingga, dengan kegiatan refleksi dan
diskusi tersebut, dapat mendorong
karyawan untuk menerima nilai-nilai
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 42
organisasi tersebut (Kim dan Cable,
2005).
Sebagian besar penelitian tentang
pengaruh sosialisasi organisasi pada
komitmen afektif hanya fokus membahas
peran dan hubungan langsung (e.g Levin
dan Cross, 2004; Lin, 2007; Zhou et al.,
2010). Penelitian yang meneliti model
mediasi masih minim dilakukan (Cross
dan Cummings, 2004, Levin dan Cross,
2004). Untuk itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengisi kesenjangan penelitian
sebelumnya, dengan meneliti pengaruh
sosialisasi organisasi pada komitmen
afektif yang dimediasi oleh kesesuaian
nilai.
Kajian Teori
Sosialisasi Organisasi
Sosialisasi organisasi didefinisikan
sebagai proses, karyawan memperoleh
pengetahuan yang diperlukan untuk
berpartisipasi dan berfungsi secara efektif
sebagai anggota organisasi (Van Maanen
dan Schein, 1979). Melalui proses
sosialisasi, karyawan memperoleh
pengetahuan tentang budaya, nilai-nilai,
tujuan organisasi, pekerjaan baru, dan
peran dalam kelompok, sehingga
karyawan dapat berpartisipasi lebih baik
dalam organisasi (Haueter et al., 2003;
Saks et al., 2007).
Chao et al (1994) menyebutkan ada enam
content atau isi dari kegiatan sosialisasi,
yaitu (a) performance proficiency
(karyawan mempelajari dan berdiskusi
tentang tugas-tugas yang akan mereka
kerjakan, melalui misalnya: program
pelatihan, sharing pengalaman, seminar,
dan lain-lain), (b) people (dalam kegiatan
ini karyawan membangun hubungan kerja
dengan anggota organisasi lainnya
maupun kelompok kerja), (c) politics
(karyawan belajar tentang informasi
mengenai hubungan kerja formal dan
informal, selain itu mempelajari juga
struktur kekuasaan di dalam organisasi),
(d) languange (karyawan mempelajari
bahasa, baik itu akronim, jargon, bahasa
gaul yang unik di dalam organisasi), (e)
organizational goal and value (karyawan
mempelajari tentang tujuan dan nilai-
nilai di dalam organisasi, yang mana
tujuan dan nilai digunakan sebagai
landasan dan pedoman agar tujuan
organisasi dapat tercapai), (f) history
(karyawan belajar tentang sejarah, baik
tradisi organisasi atau kebiasaan, yang
nantinya akan membantu karyawan
dalam berperilaku atau bertindak dalam
situasi atau kondisi tertentu.
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 43
Komitmen Organisasional
Mowday et al (1982) menyatakan
komitmen organisasional sebagai bentuk
sikap individu terhadap organisasi,
meliputi penerimaan dan kepercayaan
yang kuat atas nilai dan tujuan organisasi
tersebut. Allen dan Meyer (1990)
mendefinisikan komitmen
organisasional sebagai keadaan
psikologi yang mengikat individu pada
organisasi. Menurut Allen dan Meyer
(1990) ada tiga komponen komitmen
organisasional yaitu komitmen afektif
(AOC), komitmen kontinuan (COC), dan
komitmen normatif (NOC). Pengertian
secara singkat dari komponen-komponen
komitmen organisasional adalah AOC
merupakan keinginan karyawan untuk
tetap bertahan dalam organisasi;
sementara COC merupakan kebutuhan
karyawan untuk tetap bertahan dalam
organisasi; dan NOC merupakan rasa
tanggung jawab karyawan untuk bertahan
di dalam organisasi.
Penelitian ini lebih fokus pada komitmen
afektif, karena komitmen afektif telah
mempunyai hubungan erat dengan
kesesuaian nilai (Meglino, 1989). Secara
lebih detail, AOC adalah suatu
keterikatan emosional individu dan
keterlibatan dengan organisasi dan
tujuannya. Sehingga individu akan
merasa dekat dengan organisasi dan
bertahan dalam organisasi karena mereka
sendiri yang menginginkannya (Allen
dan Meyer, 1990). Zhang dan Zheng
(1990) menyebutkan bahwa AOC
memperlihatkan sikap yang umum
karyawan pada organisasi dan dapat
mempengaruhi keputusan mereka dalam
mengeluarkan upaya dalam
pekerjaannya.
Kesesuaian Nilai
Menurut Atchison (2007) pertama, nilai
merupakan suatu keyakinan atau
pendirian dan bukan sesuatu yang mutlak
menurut hukum yang digunakan sebagai
pegangan moral untuk menentukan baik
dan buruk; kedua, nilai dapat bertahan
dan tidak mudah berubah karena
perubahan budaya dari pengalaman
orang-orang yang dirasakan dari waktu ke
waktu; ketiga, nilai mempengaruhi secara
langsung perilaku dan kemampuan kita
untuk mencapai suatu tujuan. Kesesuaian
nilai memiliki makna sebagai kesesuaian
atau keselarasan nilai individu dan nilai-
nilai organisasi (Kristof, 1991;
Vancouver et al., 1994; Valentine et al.,
2002).
Menurut beberapa ahli dalam studi
literatur empiris sebelumnya,
kesesuaian nilai dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti sosialisasi
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 44
organisasi, gaya kepemimpinan, staffing,
karakteristik demografi, kepribadian,
dan masa kerja (Meglio et al., 1989;
Bao et al., 2012). Di samping itu,
adanya kesesuaian nilai dapat
menghasilkan konsekuensi yang positif
bagi organisasi maupun individu dalam
organisasi itu sendiri, seperti:
berkurangnya ketidakhadiran kerja,
tingkat perputaran karyawan yang
rendah, komitmen organisasional,
kepuasaan kerja, kinerja yang baik,
meningkatnya produktivitas (Rousseau,
1990; Cahtman, 1991; O’Reilly, 1991;
Kristof, 1996; Silverthorne,2003; Bao et
al., 2012;).
Hipotesis
Pengaruh Sosialisasi Organisasi Pada
Komitmen Afektif
Sosialisasi organisasi mengacu pada
proses pemberian informasi dan
pengetahuan kepada karyawan tentang
organisasinya (chao et al., 1994).
Informasi tersebut akan membantu
karyawan untuk memahami sifat
organisasi dan peran mereka di dalam
organisasi (Hart, 2000). Cohen dan Hecht
(2008) menemukan hubungan positif
antara sosialisasi organisasi dan
komitmen afektif. Dalam proses
sosialisasi organisasi informasi yang
diberikan berupa nilai-nilai yang
berkembang di dalam organisasi, tujuan
organisasi, sejarah dan tradisi organisasi,
struktur organisasi, gaya bahasa,
tingkatan karir, dan pengembangan
karyawan. Informasi merupakan salah
satu sumber motivasi dan panduan untuk
terlibat dan berpartisipasi aktif di dalam
organisasi. Ketika karyawan memiliki
kebebasan dalam berpartisipasi aktif di
dalam organisasi dan kebebasan dalam
mengekspresikan diri, maka hal ini akan
menumbuhkan afektif komitmen
karyawan (Allen dan Meyer, 1991).
Sosialisasi organisasi juga dapat
mengeratkan keterikatan emosional para
anggota organisasi. Ketika, para
karyawan berkumpul bersama-sama,
mendapatkan informasi yang serupa
tentang organisasi, maka karyawan akan
memiliki rasa kebersamaan dan
kekeluargaan yang tinggi. Hal inilah yang
juga dapat mendorong tingginya
tingkat afektif komitmen karyawan.
Burke dan Reitzes (1991) menyatakan
seseorang akan mempertahankan ikatan
emosional dan identitas yang tercipta
melalui interaksi dengan pihak lain
di dalam organisasi. Dengan demikian
hipotesis pertama adalah:
H1: Sosialisasi organisasi berpengaruh
positif pada komitmen afektif.
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 45
Pengaruh Sosialisasi Organisasi Pada
Kesesuaian Nilai
Bao et al (2012) menyatakan bahwa
sosialisasi organisasi akan berpengaruh
pada kesesuaian nilai individu dengan
organisasi. Semakin intensif suatu
organisasi dalam mempengaruhi
individu, maka nilai-nilai pribadi individu
akan menjadi selaras dengan nilai
organisasi. Pada proses sosialisasi
organisasi, karyawan diberikan informasi
mengenai norma, nilai-nilai, bahasa,
politik, tujuan, dan berbagai hal yang
berada di dalam organisasi (Cohen dan
Hecht, 2008). Melalui informasi
tersebut karyawan dapat merefleksikan
nilai-nilai pribadi dengan nilai-nilai
yang berkembang di dalam organisasi.
Dengan begitu, lambat laun nilai-nilai
yang berkembang di dalam organisasi
dapat berasimilasi dengan nilai-nilai
pribadi karyawan dan pada akhirnya nilai
organisasi dapat diterima oleh para
karyawan.
Selama sosialisasi organisasi, karyawan
melihat sikap, perilaku, dan mendapatkan
pengetahuan dari berbagai pihak di dalam
organisasi yang lebih berpengalaman
(Cable dan Parson, 2001). Seiring
dengan berjalannya waktu, sikap dan
perilaku tersebut dapat mendorong
karyawan untuk menerima norma-
norma, nilai-nilai, dan tujuan yang telah
berkembang di dalam organisasi. Selain
itu, pihak yang lebih berpengalaman di
dalam organisasi akan memberikan
dukungan sosial kepada karyawan,
sehingga nilai pribadi individu dan
organisasi menjadi selaras. Dengan
demikian hipotesis kedua adalah:
H2: Sosialisasi organisasi berpengaruh
positif pada kesesuaian nilai.
Pengaruh Kesesuaian Nilai Pada
Komitmen Afektif
Kesesuaian nilai pribadi individu dengan
organisasi akan menyebabkan timbulnya
kepercayaan interpersonal dan daya tarik
anggota organisasi yang akan
menyebabkan munculnya sikap kerja
yang positif. Teori disonansi kognitif
menyatakan keselarasan nilai akan
menyebabkan karyawan memiliki
keyakinan batin yang dapat menurunkan
disonansi kognitif dan mendorong
karyawan untuk bersikap positif (Elliot
dan Devine, 1994). Hal ini sejalan dengan
teori konsep diri yang menyatakan
individu akan mengekspresikan sikap
positif pada lingkungan yang selaras
dengan nilai-nilai pribadi individu
(Shamir et al., 1993).
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 46
Salah satu sikap positif yang ditunjukkan
oleh individu adalah komitmen afektif.
Bao et al (2012) menyebutkan bahwa
ketika berbagai pihak di dalam organisasi
memiliki nilai yang sama, mereka akan
memiliki tujuan yang sama, orientasi
sikap yang sama, mekanisme pengolahan
informasi yang sama, dan komunikasi
yang baik. Pada gilirannya, kesesuaian
nilai menyebabkan kemudahan dalam
berkomunikasi, berkerjasama, adanya
keterikatan emosional antar karyawan
dan lingkungan kerja yang kondusif.
Sehingga karyawan menganggap dirinya
memiliki peran yang besar di dalam
organisasi dan menganggap pekerjaan
mereka bukan hanya sekedar pekerjaan,
tetapi sebuah pengalaman atau misi yang
memerlukan peran penting karyawan
tersebut. Oleh karena hal ini, karyawan
akan secara afektif terikat dengan
organisasi. Dengan demikian hipotesis
ketiga adalah:
H3: Kesesuaian nilai berpengaruh positif
pada komitmen afektif.
Pengaruh Mediasi Kesesuaian Nilai
Pada Hubungan Sosialisasi
Organisasi dan Komitmen Afektif
Semakin intensif organisasi memberikan
sosialisasi, karyawan akan dapat
menerima nilai-nilai yang ada di dalam
organisasi. Ashforth dan Saks (1996)
menyatakan karyawan yang mendapatkan
program sosialisasi yang terstruktur dan
berkesinambungan, akan dapat menerima
nilai dan norma yang berkembang di
dalam organisasi. Caldwell et al (1990)
menunjukkan bahwa sosialisasi
organisasi berdampak pada penyesuaian
nilai-nilai pribadi individu dengan
organisasi. Selama sosialisasi, karyawan
memperoleh pengetahuan yang
dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam
organisasi (Chao et al., 1994). Dengan
demikian, sosialisasi mengarahkan
karyawan untuk menyesuaikan
perilaku, sikap, dan nilai-nilai pribadi
dengan nilai yang berkembang di dalam
organisasi (Bauer et al., 1998). Hal ini
diperkuat oleh temuan empiris Kim dan
Cable (2005) bahwa sosialisasi organisasi
membantu kesesuaian antara karyawan
dan organisasi.
Selain itu, dalam proses sosialisasi
organisasi terdapat interaksi sosial
karyawan dengan atasan maupun pihak
yang lebih berpengalaman di dalam
organisasi. Dengan kata lain, secara tidak
langsung atasan dan pihak lain yang lebih
berpengalaman tersebut akan mengawasi
cara mereka bekerja dan mengarahkan
karyawan berperilaku dan menyesuaikan
nilai dengan mereka (Terborg et al.,
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 47
1976; Louise et al., 1983; Louise, 1990).
Dengan terbangunnya jaringan dari
proses sosialisasi, dapat membantu
terciptanya kesesuaian nilai pribadi
individu dengan organisasi maupun
kelompok kerja yang selanjutnya dapat
mempengaruhi komitmen afektif
karyawan.
Amos et al (2008) beragumen bahwa
ketika terjadi kesesuaian nilai antara
individu dan organisasi maka organisasi
akan lebih menghargai individu.
Dampaknya, individu juga akan
menghargai organisasi dan memiliki
keterikatan emosional dengan organisasi
sehingga hal ini dapat mendorong
komitmen afektif karyawan. Secara
khusus, berbagai literatur psikologi sosial
menemukan bahwa jika adanya
kesesuaian nilai antara dua orang atau
lebih, mereka akan memiliki kelekatan
hubungan yang sangat kuat, lebih
berkomitmen, dan rela berkorban antara
satu dengan yang lainnya (Byrne, 1997;
Amodio and Showers, 2005; Aron et al.,
2006). Dalam konteks organisasi,
keselarasan atau kesesuaian nilai
menghasilkan peran yang lebih jelas
karena meningkatkan kemampuan
memprediksi satu dengan yang lainnya,
sehingga mengurangi ambiguitas peran
dan konflik, serta dapat meningkatkan
komitmen afektif (Kalliath et al., 1999).
Dengan demikian hipotesis keempat
adalah:
H4: Kesesuaian Nilai Memediasi
Pengaruh Sosialisasi Organisasi Pada
Komitmen Afektif
II. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian dan Metode
Pengambilan Data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kuantitatif yang berupa pengujian
hipotesis dengan menggunakan metode
survei. Responden dalam penelitian ini
sebanyak 150 orang. Teknik pengambilan
sampel menggunakan simple random
sampling. Sampel yang digunakan
sebagai responden adalah pegawai
edukatif dan administratif yang bekerja di
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
minimal memiliki masa kerja selama 1
tahun.
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
Seluruh instrumen pengukuran dalam
penelitian ini menggunakan definisi
operasional yang sama dengan definisi
konseptual dan menggunakan kuesioner
yang diadapatasi dari penelitian
terdahulu. Komitmen afektif diadopsi
dari Mowday et al (1979) dengan 15
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 48
tersebut di antaranya berkaitan dengan
persepsi karyawan berada di dalam
organisasi. Sosialisasi organisasi diadopsi
dari Haueter et al (2003) jumlah
pertanyaan ada 12 item. Pertanyaan-
pertanyaan itu mengikuti pendekatan
konten, berarti sosialisasi dipandang
sebagai proses pembelajaran (Saks dan
Ashforth, 1997). Pengukuran variabel
kesesuaian nilai diadopsi dan hasil
modifikasi dari Cable dan DeRue (2002).
Jumlah pertanyaan terdiri dari 3 item.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
ini menilai kesesuaian nilai secara
keseluruhan.
Uji Instrumen
Untuk menguji validitas dari alat ukur,
penelitian ini menggunakan metode uji
koefisien korelasi produk moment
pearson (pearson product-moment
corelation coeficient). Uji reabilitas
menggunakan koefisien Cronbach’s
Alpha. Menurut Hair et al (2010) nilai
koefisien Cronbach’s Alpha ≤ 0,5
menandakan reliabilitas yang buruk,
namun masih dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya, nilai reliabilitas
antara 0,5 sampai 0,7 dapat diterima dan
jika melebihi nilai 0,8 reliabilitas baik.
Analisis Data
Untuk menganalisis data pada
penelitian, menggunakan metode
Regression Analysis. Menurut peneliti
mengunakan metode Regression Analysis
sudah tepat digunakan untuk
menganalisis model penelitian ini.
Menurut Baron dan Kenny (1986)
metode regression analysis tersebut
tepat digunakan untuk mengidentifikasi
pengaruh variabel independen pada
variabel dependen, terutama ketika
terdapat variabel mediasi. Penelitian ini
menggunakan pengujian mediasi untuk
menjawab hipotesis 4, dan pengujian
regresi sederhana untuk menjawab
hipotesis 1, 2, dan 3.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan total kuesioner yang
didistribusikan berjumlah 150 kuesioner.
Total kuesioner yang kembali sebanyak
145 kuesioner atau 96%, terdiri dari 135
kuesioner yang dapat diolah dan 10
kuesioner yang tidak dapat diolah.
Pengambilan data dilakukan pada bulan
Oktober 2014. Secara umum, mayoritas
responden adalah Pria (74 orang atau
55%) dengan usia kisaran 41 – 50 tahun
keatas. Kebanyakan responden memiliki
jabatan sebagai pegawai edukatif atau
dosen (77 orang atau 57%) dengan masa
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 49
kerja lebih dari 5 tahun (83 orang atau
61%).
Hasil Uji Instrumen
Dari hasil uji validitas dengan
menggunakan uji koefisien korelasi
produk moment pearson, 30 butir
pertanyaan dinyatakan valid. Selanjutnya
untuk uji reliabilitas dengan
menggunakan uji cronbach’s alpha
menunjukkan variabel sosialisasi
organisasi memiliki tingkat reliabilitas
paling tinggi dengan α = 0,886, diikuti
dengan variabel kesesuaian nilai dengan α
= 0,705, dan variabel komitmen afektif
dengan α = 0,744.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif pada penelitian ini
menyajikan nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, dan koefisien korelasi
antar variabel. Masing-masing dari
nilai statistik deskriptif tersebut dapat
ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Mean, Standar Deviasi, dan Koefisien
Korelasi Antar Variabel
Variabel M SD 1 2 4
Sosialisasi Organisasi 49,81 5,201 1 0,335** 0,512**
Komitmen Afektif 51,04 5,400 0,335** 1 0,524**
Kesesuaian Nilai 12,55 1,700 0,512** 0,524** 1
Sumber: Data yang diolah (2014)
** P < 0.01
Statistik deskriptif diatas menunjukkan
bahwa sosialisasi organisasi berpengaruh
positif dan signifikan dengan komitmen
afektif (r = 0,512; P < 0,01). Selain itu,
kesesuaian nilai juga berpengaruh
positif dan signifikan pada komitmen
afektif (r = 0,542; P < 0,01).
Hasil Analisis Data
Pelaporan hasil pengujian hipotesis
menunjukkan keberadaan pengaruh yang
telah diduga dalam hipotesis. Tabel 2
menyajikan hasil analisis regresi untuk
pengujian hipotesis.
Tabel 2
Hasil Analisis Regresi dalam Pengujian
Hipotesis
Variabel
β
t
p
Adjusted
R2
Tahap 1 (X ke Y)
0,335
4,095
0,000**
0,105 Sosialisasi Organisasi (X)
Tahap 2 (X ke M)
0,512
6,874
0,000**
0,257 Sosialisasi Organisasi (X)
Tahap 3 (M ke Y)
0,524
7,091
0,000**
0,269 Kesesuaian Nilai (M)
Tahap 4 (X, M, ke Y)
Sosialisasi Organisasi (X) 0,09 1,048 0,297
0,264 Kesesuaian Nilai (M) 0,428 5,557 0,000**
Sumber: Data yang diolah (2014)
**) Signifikansi pada ≤ 0,05
Keterangan:
X: Sosialisasi Organisasi
M: Kesesuaian Nilai
Y: Komitmen Afektif
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 50
Hipotesis 1: Pengaruh Sosialisasi
Organisasi Pada Komitmen Afektif
Hipotesis 1 menyatakan bahwa sosialisasi
organisasi berpengaruh positif pada
komitmen afektif. Tabel 2 menunjukkan
bahwa sosialisasi organisasi berpengaruh
positif dan signifikan pada komitmen
afektif (β = 0,335; t = 4,095; p< 0,05).
Hasil ini menunjukkan hipotesis
terdukung.
Dalam proses sosialisasi organisasi,
informasi yang diberikan berupa nilai-
nilai yang berkembang di dalam
organisasi, tujuan organisasi, sejarah dan
tradisi organisasi, struktur organisasi, gaya
bahasa, tingkatan karir, dan
pengembangan karyawan. Informasi
merupakan salah satu sumber motivasi
dan panduan untuk terlibat dan
berpartisipasi aktif di dalam organisasi.
Ketika karyawan memiliki kebebasan
dalam berpartisipasi aktif di dalam
organisasi dan kebebasan dalam
mengekspresikan diri, maka hal ini akan
menumbuhkan afektif komitmen
karyawan (Allen dan Meyer, 1991). Selain
itu, dengan pemberian informasi tersebut,
maka karyawan merasa dihargai,
diperhatikan, dan dibantu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan
organisasi. Sehingga, hal ini dapat juga
meningkatkan afektif komitmen yang
dirasakan oleh karyawan.
Hipotesis 2: Pengaruh Sosialisasi
Organisasi Pada Kesesuaian Nilai
Hipotesis 2 menyatakan bahwa sosialisasi
organisasi berpengaruh positif pada
kesesuaian nilai. Tabel 2 menunjukkan
bahwa sosialisasi organisasi berpengaruh
positif dan signifikan pada kesesuaian
nilai pribadi individu dan organisasi (β =
0,512; t = 6,874; p < 0,05). Hasil ini
menunjukkan hipotesis terdukung.
Pada proses sosialisasi, karyawan
diberikan informasi dan pengetahuan
tentang norma, nilai-nilai, tujuan, politik,
bahasa, dan berbagai hal seputar
organisasi (Cohen dan Hecht, 2008).
Melalui informasi dan pengetahuan ini,
maka dapat terjadinya kesesuaian nilai-
nilai pribadi karyawan dan organisasi.
Selain itu, sosialisasi organisasi juga dapat
memberikan inspirasi bagi karyawan
untuk berpikir dan bertindak sesuai
dengan kepentingan organisasi
(Reichers,
1987). Selama sosialisasi karyawan
melihat sikap dan perilaku karyawan
lain yang memiliki masa jabatan yang
lebih lama. Seiringnya waktu, sikap dan
perilaku ini dapat membantu kesesuaian
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 51
nilai pribadi karyawan dengan organisasi
(Cable dan Parson, 2001).
Hipotesis 3: Pengaruh Kesesuaian Nilai
Pada Komitmen Afektif
Hipotesis 3 menyatakan bahwa kesesuaian
nilai berpengaruh positif pada komitmen
afektif. Tabel 2 menunjukkan bahwa
kesesuaian nilai berpengaruh positif dan
signifikan pada komitmen afektif (β =
0,524; t =7,091; p < 0,05). Hasil ini
menunjukkan hipotesis terdukung.
Salah satu sikap positif yang ditunjukkan
oleh individu adalah komitmen afektif.
Bao et al (2012) menyebutkan bahwa
ketika berbagai pihak di dalam organisasi
memiliki nilai yang sama, mereka akan
memiliki tujuan yang sama, orientasi sikap
yang sama, mekanisme pengolahan
informasi yang sama, dan komunikasi
yang baik. Pada gilirannya, kesesuaian
nilai menyebabkan kemudahan dalam
berkomunikasi, berkerjasama, dan
menciptakan lingkungan tempat bekerja
yang kondusif. Sehingga karyawan
menganggap dirinya memiliki peran yang
besar di dalam organisasi dan
menganggap pekerjaan mereka bukan
hanya sekedar pekerjaan, tetapi sebuah
pengalaman atau misi yang memerlukan
peran penting karyawan tersebut. Oleh
karena hal ini, karyawan akan secara
afektif terikat dengan organisasi.
Hipotesis 4: Kesesuaian Nilai
Memediasi Pengaruh Sosialisasi
Organisasi Pada Komitmen Afektif
Hipotesis 4 menyatakan bahwa kesesuaian
nilai memediasi pengaruh sosialisasi
organisasi pada komitmen afektif. Tabel 2
menunjukkan bahwa kesesuaian nilai
memediasi pengaruh sosialisasi
organisasi pada komitmen afektif.
Pengaruh langsung sosialisasi pada
komitmen afektif positif akan tetapi tidak
signifikan (β = 0,090; t =1,048; p > 0,05).
Namun, pengaruh sosialisasi organisasi
pada komitmen afektif setelah
dimasukkan variabel kesesuaian nilai
adalah signifikan (β = 0,478; t =5,557; p
< 0,05). Hasil ini menunjukkan hipotesis
terdukung.
Pada proses sosialisasi organisasi,
karyawan memperoleh pengetahuan dan
informasi mengenai berbagai hal tentang
organisasi, mengenai: norma-norma, nilai-
nilai, tujuan, politik, gaya bahasa, dan
struktur yang ada di dalam organisasi
(Cohen dan Hecth, 2009). Melalui
pengetahuan ini, maka individu lebih
dalam mengenal tentang organisasinya,
sehingga karyawan dapat menerima
apapun yang terdapat di dalam organisasi,
salah satunya nilai-nilai yang berkembang
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 52
pada organisasi (Reichers, 1978).
Ashforth dan Saks (1996) menyatakan
bahwa karyawan yang memperoleh
program sosialisasi yang terstruktur dan
berkesinambungan, akan dapat menerima
nilai dan norma yang berkembang di
dalam organisasi.
Amos et al (2008) beragumen bahwa
ketika terjadi kesesuaian nilai antara
individu dan organisasi maka organisasi
akan lebih menghargai individu.
Dampaknya, individu juga akan
menghargai organisasi dan memiliki
keterikatan emosional dengan organisasi
sehingga hal ini dapat mendorong
komitmen afektif karyawan. Secara
khusus, berbagai literatur psikologi sosial
menemukan bahwa jika adanya
kesesuaian nilai antara dua orang atau
lebih, mereka akan memiliki kelekatan
hubungan yang sangat kuat, lebih
berkomitmen, dan rela berkorban antara
satu dengan yang lainnya (Byrne, 1997;
Amodio and Showers, 2005; Aron et al.,
2006). Dalam konteks organisasi,
keselarasan atau kesesuaian nilai
menghasilkan peran yang lebih jelas
karena meningkatkan kemampuan
memprediksi satu dengan yang lainnya,
sehingga mengurangi ambiguitas peran
dan konflik, serta dapat meningkatkan
komitmen afektif (Kalliath et al., 1999).
IV. SIMPULAN
Penelitian ini menguji pengaruh sosialisasi
organisasi pada komitmen afektif dengan
kesesuaian nilai sebagai variabel
pemediasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan sosialisasi organisasi
berpengaruh positif dan signifikan pada
komitmen afektif. Semakin efektif dan
berkesinambungan sosialisasi organisasi
diberikan kepada karyawan, maka
semakin tinggi pula rasa komit yang
dimiliki oleh karyawan. Sosialisasi
organisasi, meliputi proses pemberian
informasi dan pengetahuan tentang
berbagai hal yang berkembang di dalam
organisasi (norma, nilai-nilai, politik,
bahasa, struktur organisasi, dan lain-lain).
Sehingga, pengetahuan dan informasi
tersebut dapat berguna untuk bagi
karyawan untuk dapat terlibat aktif dalam
organisasi dan memiliki arahan dalam
mengekspresikan diri. Selanjutnya, hal ini
akan mendorong Semakin organisasi
memberikan informasi yang mendalam
kepada karyawan, maka mereka merasa
lebih diperhatikan dan dihargai karena hal
tersebut dapat membantu mereka dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan
organisasi. Sehingga, pada tahap
selanjutnya akan timbul rasa timbal-balik
pada karyawan yaitu, komitmen dan
loyalitas terhadap organisasinya.
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 53
Hasil lainnya juga menunjukan bahwa
kesesuaian nilai memiliki peran sebagai
variabel pemediasi pada pengaruh
sosialisasi organisasi pada komitmen
afektif. Kesesuaian nilai dapat tercipta
karena adanya sosialisasi organisasi, hal
ini dikarenakan ada informasi-informasi
tentang nilai-nilai organisasi. Selain itu,
sosialisasi mengarahkan karyawan untuk
menyesuaikan perilaku dan nilai-nilai
pribadi dengan budaya organisasi yang
ada. Pada proses sosialisasi terdapat
interaksi sosial karyawan dengan pihak
lain di dalam organisasi. Interaksi sosial
itu mendorong karyawan membangun
hubungan atau jaringan dengan atasan,
rekan kerja, maupun kelompok kerja.
Terbangunnya jaringan dari proses
sosialisasi organisasi, dapat membantu
terciptanya kesesuaian nilai pribadi
individu dengan organisasi maupun
kelompok kerja. Kesesuaian nilai
mengarahkan terciptanya komunikasi
yang baik, berkerjasama, dan menciptakan
lingkungan tempat bekerja yang kondusif
sehingga karyawan mendapatkan
pengalaman kerja yang menyenangkan
dan memuaskan. Selanjutnya, membuat
karyawan ingin tinggal lebih lama di
dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, N. J., Meyer, J. P. (1990), “The
Measurement and Antecedents Of
Affective, Continuance, and
Normative Commitment To The
Organization”. Journal Of
Occupational Psychology, Vol.
63, pp. 1-18.
Amodio, D. M., Showers, C. J. (2005),
“Similarity Breeds Liking
Revisited: The Moderating Role
Of Commitment”. Journal Of
Social and Personal Relationship,
Vol. 22, pp. 817-836.
Amos, E.,Weathington, B,. (2008), “An
Analysis Of The Relation
Between Employee-Organization
Value Congruence and Employee
Attitudes. The Journal Of
Psychology, Vol. 142, pp. 615-
631.
Bateman, T. E., Strasser, S. (1984), “A
Longitudinal Analysis Of The
Antecedents Of Organizational
Commitment”. Academy Of
Management Journal, Vol. 27,
pp. 95-112.
Bao, Y., Dolan, S., Tzafrir, S. (2012),
“Value Congruence In
Organization: Literature Review,
Theoretical Perspectives, and
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 54
Future Direction”. Esade Working
Paper.
Baron, M. R., Kenny, D. A. (1986), “The
Moderator-Mediator Variable
Distinction in Social
Psychological Research:
Conceptual, Strategic, and
Statistical Considerations”.
Journal of Personality and Social
Psychology, Vol. 51, pp. 1173-
1182.
Bauer, T. N., Bodner, T., Erdogan, B.,
Truxillo, D.M., Tucker, J.S.
(2007), “Newcomer Adjustment
During Organizational
Socialization: A Meta-Analytic
Review Of Antecedents,
Outcomes, and Methods”.
Journal of Applied Psychology,
Vol. 92, pp. 707-721.
Byrne, D. (1971), “The Attraction
Paradigm”. New York: Academic
Press.
Cable, M. D., Parson, C. K. (2001),
“Socialization Tactics and
Person-Organization Fit”.
Personnel Psychology, Vol. 54,
pp. 1-23.
Chao, G. T., O'leary., Kelly, A. M., Wolf,
S., Klein, H. J., Gardner, P. D.
(1994), “Organizational
Socialization: Its Content and
Consequences”. Journal of
Applied Psychology, Vol. 79, pp.
730-743.
Chatman, J. (1991), “Matching People and
Organizations: Selection and
Socialization In Public
Accounting Firm”. Administrative
Science Quartely, Vol. 36, pp.
459-484.
Cohen, A., Hecht, V. A. (2008), “ The
Relationship Between
Organizational Socialization and
Commitmen In The Workplace
Among Employees In Long-Term
Nursing Care Facilities”.
Personnel Review, Vol. 39, pp.
537-556.
Filstad, C. (2011), "Organizational
Commitment Through
Organizational Socialization
Tactics". Journal of Workplace
Learning, Vol. 23, pp. 376 – 390.
Finegan, J. E. (2000), “The Impact Of
Person and Organization Values
On Organizational Commitment”.
Journal Of Occupational and
Organizational Psychology, Vol.
73, pp. 149-169.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J.,
Anderson, R. E., and Tatham, R.
L. (2006), “Multivariate data
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 55
analysis”. 6th ed. New Jersey:
Prentice Hall.
Haueter, A. J., Macan, H. T., Winter, J.
(2003), “Measurement Of
Newcomer Socialization:
Construct Validation Of A
Multidimensional Scale”. Journal
of Vocational Behavior, Vol. 63,
pp. 20–39.
Judeh, M. (2011), “Role Ambiguity and
Role Conflict as Mediators of the
Relationship between
Socialization and Organizational
Commitment”. International
Business Research, Vol. 4, pp.
171-181.
Kalliath, T. J., Bluedorn, A. C., Strube, M.
J. (1991), “A Test Of Value
Congruence Effects”. Journal Of
Organizational Behavior, Vol.
20, pp. 1175-1198.
Kristof, A. L. (1996), “Person-
Organization Fit: An Integrative
Review Of Its Conceptualization,
Measurement, and Implications”.
Personnel Psychology, Vol. 49,
pp. 1-49.
Kim, T., Cable, D. M., Kim, S. (2005),
“Socialization Tactics, Employee
Proactivity, and Person–
Organization Fit”. Journal of
Applied Psychology, Vol. 90(2),
pp. 232–241.
Meglio, B. M., Ravlin, E. C., Adkins, C. L.
(1992), “The Measurement Of
Work Value Congruence: A Field
Study Comparison”. Journal Of
Management, Vol. 18, pp. 33-43.
Meyer, J. P., Stanley, D. J., Herscovitch,
L., Topolnytsky. (2002),
“Affective, Continuance, And
Normative Commitment To The
Organization: A Meta-Analysis
Of Antecedents, Correlates, and
Consequences”. Journal of
Vocational Behavior, Vol. 61 (1),
pp. 20-52.
Mowday, R. T., Porter, L. W., Steers, R. M.
(1982), “Employee-Organization
Linkages The Psychology Of
Commitment, Absenteeism, and
Turnover. New York: Academic
Press.
Porter, L. W., Steers, R. M., Mowday, R.
T., Bouhan, P. V. (1974),
“Organizational Commitment,
Job Satisfaction, and Turnover
Among Psychiatric Technicians”.
Journal Of Applied Psychology,
Vol. 59, pp. 603-609.
Rousseau, D. M. (1990), "Quantitative
Assessment of Organizational
Culture: The Case for Multiple
Stefanus Rumangkit Jurnal Bisnis Darmajaya, Vol.2 No.01,Januari 2016
Informatics & Business Institute Darmajaya 56
Measures”. In Benjamin
Schneider (ed.), Organizational
Climate and Culture: pp. 153-
192.
Saks, A. M., Uggerslev, K. L., Fassina, N.
E. (2007), “Socialization Tactics
and Newcomer Adjustment: A
Meta-Analytic Review and Test
Of A Model”. Journal of
Vocational Behavior, Vol. 70, pp.
413-46.
Silverthorne, C. (2004), “The Impact Of
Organizational Culture and
Person-Organization Fit On
Organizational Commitment and
Job Satisfaction In Taiwan”. The
Leadership and Organization
Development Journal, Vol. 25,
pp. 592-599.
Terborg, J. R., Howard, G. S., Maxwell, S.
E. “Evaluating Planned
Organization Change: A Method
For Assesing Alpha, Betta, and
Gamma Change”. Academy Of
Management Review, Vol, 5. pp,
109-121.
Valentine, S., Godkin, L., Lucero, M.
(2002), “Ethnical Context,
Organizational Commitment, and
Person-Organization Fit”. Journal
Of Business Ethics, Vol. 41, pp.
349-360.
Vancouver, J. B., Schimt, N. W. (1991),
“An Explanatory Examination Of
Person-Organization Fit and
Organizational Goal
Congruence”. Personnel
Psychology, Vol. 44, pp. 333-352.
Van Maanen, J. (1978), "People
Processing: Strategies of
Organizational Socialization”.
Organizational Dynamics. Vol. 7,
pp. 18-3.