28
1 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) Adi Dicka Fathony (C2C607003) Dr. H. Abdul Rohman, M.Si, Akt. ABSTRACT The Application of the Local Autonomy Program in Indonesia based on Law No. 22/1999 about Local Government gives an opportunityto the application of agency theory in local budgeting. This theory addresses a relationship between local government, the People Representative Board at local level (DPRD), and people (voters). Voters Legislative is principle for legislative.The information asymmetry between executive and legislative in the local budget allocation, especially when there is a change of the Estimate Income of Regional Expense (APBD)has no meaning when the legislative uses its discretionary power as the consequence of Law No 22/1999 so that the executive is difficult to refuse the legislative recommendation to allocate the budged as its preference. The revision of Law No. 2/1999 into Law No. 32/2004 about Local Government actually endeavors to reduce thelegislative opportunistic behavior. This study is aimed toexamineandanalyze the influence of PAD towards the opportunisticbehaviorof budget requestor in all the regions/cities of theCentralJava, toexamineandanalyze theinfluence ofSiLPA towards theopportunistic behaviorbudget requestor in all the regions/cities of theCentralJava, toexamineandanalyze theeffectof DAUtowards theopportunistic behaviorbudget requestor in theCentralJavaProvincial Government. The data which is used is the secondary data obtained fromRegional Secretariat of Central Java Province. The population in this study is all the regions/cities in Central Java of the research period 2008 – 2010. The sampling technique in this study uses purposive sampling method. Based on the criteria, the samples which are used are 33 Regencies/cities. The instrument used is multiple regression method. The result of the study shows that theLocal Revenue (PAD) and General Allocation Fund (DAU) have significantly positive influence toward the opportunistic behaviorof the budget requestor in theCentralJavaProvincial Government.SiLPA has significantly negative influence towards the opportunistic behaviorof the budget requestor in theCentralJavaProvincial Government. Keywords: Local Revenue (PAD), Time over Budget Calculation (SiLPA), the General Allocation Fund (DAU), Opportunistic BehaviorBudget Requestor(OPA)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PERHITUNGAN ...eprints.undip.ac.id/29461/1/Jurnal_Skripsi.pdf · LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PERILAKU

  • Upload
    lediep

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN DAN DANA

ALOKASI UMUM TERHADAP PERILAKU OPORTUNISTIK PENYUSUN ANGGARAN

(Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Adi Dicka Fathony (C2C607003)

Dr. H. Abdul Rohman, M.Si, Akt.

ABSTRACT

The Application of the Local Autonomy Program in Indonesia based on Law No. 22/1999 about Local Government gives an opportunityto the application of agency theory in local budgeting. This theory addresses a relationship between local government, the People Representative Board at local level (DPRD), and people (voters). Voters Legislative is principle for legislative.The information asymmetry between executive and legislative in the local budget allocation, especially when there is a change of the Estimate Income of Regional Expense (APBD)has no meaning when the legislative uses its discretionary power as the consequence of Law No 22/1999 so that the executive is difficult to refuse the legislative recommendation to allocate the budged as its preference. The revision of Law No. 2/1999 into Law No. 32/2004 about Local Government actually endeavors to reduce thelegislative opportunistic behavior.

This study is aimed toexamineandanalyze the influence of PAD towards the opportunisticbehaviorof budget requestor in all the regions/cities of theCentralJava, toexamineandanalyze theinfluence ofSiLPA towards theopportunistic behaviorbudget requestor in all the regions/cities of theCentralJava, toexamineandanalyze theeffectof DAUtowards theopportunistic behaviorbudget requestor in theCentralJavaProvincial Government. The data which is used is the secondary data obtained fromRegional Secretariat of Central Java Province. The population in this study is all the regions/cities in Central Java of the research period 2008 – 2010. The sampling technique in this study uses purposive sampling method. Based on the criteria, the samples which are used are 33 Regencies/cities. The instrument used is multiple regression method.

The result of the study shows that theLocal Revenue (PAD) and General Allocation Fund (DAU) have significantly positive influence toward the opportunistic behaviorof the budget requestor in theCentralJavaProvincial Government.SiLPA has significantly negative influence towards the opportunistic behaviorof the budget requestor in theCentralJavaProvincial Government.

Keywords: Local Revenue (PAD), Time over Budget Calculation (SiLPA), the General Allocation Fund (DAU), Opportunistic BehaviorBudget Requestor(OPA)

2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era reformasi yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999

yang direvisi dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun

2004 tentang Perimbangan dan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan

kekuatan baru dalam otonomi pemerintah daerah. Otonomi daerah menurut Undang-Undang

nomor 32 tahun 2004 merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Penerapan undang-undang ini berimplikasi pada perubahan yang

sangat mendasar terhadap hubungan pemerintah daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan

Rakat Daerah (legislatif).

Legislatif diberi kewenangan sebagai pengawas pelaksanaan pembangunan yang dilakukan

oleh eksekutif menyebabkan posisi legislatif menjadi superior terhadap pemerintah. Akibatnya

tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar, termasuk dalam proses penyusunan anggaran.

Sebab, legislatif yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban dan mengadakan

penyelidikan terhadap eksekutif menjadi sangat berwibawa dalam proses penyusunan anggaran.

Keadaan ini dapat ditelaah melalui perspektif keagenan dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang melihat hubungan DPRD-Pemerintah Daerah–masyarakat. Halim dan

Abdullah (2006) menyatakan bahwa dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif,

eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal, sedangkan dalam hubungan legislatif dan

rakyat (pemilih), pemilih adalah prinsipal dan legislatif adalah agen. Permasalahan timbul sebab

dalam interaksinya, masing-masing pihak baik agen maupun prinsipal akan berusaha untuk

mengutamakan kepentingannya masing-masing.

Menurut Jaya (2006) penyalahgunaan sumber daya dapat terjadi karena agen melepaskan

tanggungjawabnya tanpa sepengetahuan prinsipal. Sebaliknya prinsipal karena kekuasaan yang

dimiliknya dapat berlaku semena-mena berkaitan dengan pengalokasian sember daya tersebut.

Implikasinya, baik prinsipal ataupun agen dapat berperilaku oportunistik untuk mendahulukan

kepentingannya masing-masing. Perilaku oportunistik legislatif sebagai agen dari rakyat, terjadi

3

bila legislatif sebagai agen seharusnya membela kepentingan rakyat. Namun, kenyataannya

seringkali berbeda. Rakyat tidak selalu mengetahui seluruh informasi yang ada, dan bagaimana

proses pengalokasian anggaran berlangsung.

APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan

pembiayaan daerah (Nurlan, 2008). Adanya kemungkinan tambahan pendapatan daerah yang

berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dijabarkan ke sektor-sektor yang menjadi

preferensi legislatif. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang

dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok

masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum (Warsito dkk,

2008). Akan tetapi, pengalokasian tersebut seringkali tidak memperhatikan jangka waktu

penetapan perubahan APBD yang hanya tinggal beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun

anggaran seringkali menjadi tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun

anggaran berakhir, dan berdampak pada SiLPA (sisa lebih perhitungan anggaran), bagaimana

dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak

terserap sepenuhnya.

Berdasarkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan

antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Di

sisi lain, perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menjadi

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merubah posisi hubungan

eksekutif dan legislatif. Posisi legislatif makin lemah lantaran banyak kewenangannya yang

dirubah. Perubahan tersebut membuat legislatif dalam pembahasan rancangan peraturan daerah

(ranperda), termasuk ranperda tentang APBD harus berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri

(Mendagri).

Kewenangan legislatif untuk “memveto” pertanggungjawaban kepala daerah yang terjadi

di masa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak akan terjadi lagi, sebab legislatif hanya

berhak mengusulkan pemberhentian, sedangkan keputusannya ditentukan presiden. Hubungan

antara legislatif dan eksekutif menjadi hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat

kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa legislatif dan eksekutif adalah sama-sama

4

mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai

dengan fungsi masing-masing. Kedua lembaga itu harus membangun hubungan kerja yang

sifatnya mendukung, bukan merupakan lawan atau ataupun pesaing satu sama lain dalam

melaksanakan fungsi masing-masing. Menurut Halim dan Abdullah (2006), perubahan ini

diharapkan mengurangi perilaku oportunistik legislatif berkaitan dengan keunggulan kekuasaan

yang dimilikinya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini

ingin membuktikan pengaruh PAD, SiLPA dan DAU terhadap perilaku oportunistik penyusun

anggaran. Selain itu, fokus penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Motivasi yang melandasi penelitian ini adalah studi mengenai peran legislatif dalam

penganggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengahdengan menggunakan perspektif

keagenan belum dilakukan karena pendekatan anggaran yang digunakan sebelumnya tidak

memungkinkan menggali lebih jauh perilaku oportunistik legislatif. Untuk itu dipandang perlu

melakukan penelitian ini, untuk membuktikan pengaruh PAD, SiLPA dan DAU terhadap

perilaku oportunistik penyusun anggaran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah?

2. Apakah SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah?

3. Apakah DAU berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh PAD terhadap perilaku oportunistik penyusun

anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

5

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh SiLPA terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh DAU terhadap perilaku oportunistik penyusun

anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa:

1. Masukan bagi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah untuk memahami perilaku

oportunistik penyusun anggaran.

2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian

lebih lanjut mengenai permasalahan yang berkaitan dengan topik ini.

3. Wacana bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang penganggaran yang berkaitan

dengan teori agensi.

6

II. TELAAH PUSTAKA

2.1 Proses Penyusunan APBD

Proses penyusunan APBD diawali dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah

(Pemda) menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang akan dijadikan dasar dalam

penyusunan APBD. Kemudian Pemerintah Daerah menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara (PPAS) untuk selanjutnya diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD). Setelah PPAS telah disetujui DPRD, maka disusunlah Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian disahkan menjadi APBD.

2.2 Oportunisme Penyusun Anggaran dalam Penganggaran

Menurut Garamvalvi (1997) politisi menggunakan pengaruh dan kekuasaan yang ada pada

mereka untuk menentukan alokasi sumberdaya, yang akan memberikan keuntungan pribadi bagi

mereka. Karena itu mereka akan memanfaatkan posisinya untuk memperoleh rente. Persoalan

akan semakin parah saat tidak ada institusi formal yang berfungsi mengawasi kinerja legislatif.

Martinez-Vasquez et al. (2006) menyatakan bahwa political corruption terjadi ketika

politisi atau birokrat tingkat atas memanfaatkan kedudukan mereka demi keuntungan pribadi,

ataupun kalangan dekat mereka. Misalnya, dengan mengalokasikan belanja untuk barang-barang

khusus dan berteknologi tinggi karena merupakan belanja yang mudah dikorupsi sebab tidak

banyak orang yang memahami barang tersebut (Mauro, 1998).

2.3 Hubungan Keagenan Antara Legislatif dan Rakyat

Dalam hal memberikan pelayanan kepada publik, legislatif (DPRD) bertindak sebagai agen

dan publik (rakyat) bertindak sebagai prinsipal. Legislatif merupakan perwakilan dari rakyat

yang dipercaya untuk dapat menjalankan tugasnya dalam mensejahterakan rakyat dan

mengembangkan daerahnya. Legislatif bertindak berdasarkan keinginan rakyat dan rakyat

memantau kinerja dari legislatif. Jadi walaupun di satu sisi legislatif menjadi prinsipal, tapi

dalam hubungannya dengan publik, legislatif bertindak sebagai agen. Sehingga dalam

menjalankan tugasnya, legislatif menempatkan dirinya sebagai pihak yang menerima tugas dari

publik, kemudian melakukan pendelegasian tugas kepada eksekutif untuk melakukan

penganggaran.

7

2.4 Kerangka Pemikiran

2.5 Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh PAD terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atas

pengeluaran. Studi Abdullah dan Asmara (2006) menemukan adanya preferensi antara eksekutif

dan legislatif dalam pengalokasian perubahan PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk

infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru

mengalami penurunan. Meskipun perubahan PP 110/2000 menjadi PP 24/2004 tidak lagi

mengharuskan alokasi anggaran untuk legislatif dikaitkan secara langsung dengan PAD, namun

PP 37/2005 dan perubahannya, yaitu PP 37/2006 dan PP 21/2007 kembali mengaitkan besaran

belanja penunjang operasional legislatif dengan besaran PAD.

Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk merubah alokasi

anggaran secara legal. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat

mengakibatkan terjadinya misalokasi anggaran belanja pemerintah. Kecenderungan PAD yang

selalu bertambah saat perubahan anggaran, membuka peluag bagi legislatif untuk

“merekomendasikan” penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang menjadi

preferensinya. Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut :

H1 : PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

2.5.2 Pengaruh SiLPA terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

SiLPA di sisi lain, mengurangi perilaku oportunistik legislatif. Alokasi sumber daya yang

telah ditetapkan legislatif untuk pemenuhan kepentingannya ada yang tidak terserap. SiLPA juga

bisa terjadi akibat asimetri informasi antara eksekutif dan legislatif. Sebab, ternyata ada

SiLPA

DAU

Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran

PAD +

+

-

8

akumulasi dana yang masih belum bisa dijabarkan oleh eksekutif dan tidak diketahui legislatif.

Akibatnya, dana yang dijabarkan dalam pengalokasian anggaran hanya sebagian dari dana yang

sesungguhnya ada dan dimiliki daerah. Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai

berikut :

H2 : SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

2.5.3 Pengaruh DAU terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

Berdasarkan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan

antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut

merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini

untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang

tidak penting.

Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja

pemerintah daerah. Variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam jangka pendek

disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan terjadinya respon

yang non-linier dan asymetric dinyatakan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985) dalam penelian

empirisnya. Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

H3 : DAU berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

9

III. METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan

cara mengubahnya menjadi variabel, yang berarti sesuatu yang mempunyai variasi nilai.

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

3.1.1. Variabel Dependen

Variabel terikat (Dependent Variable) pada penelitian ini adalah Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). Perilaku oportunistik yaitu perilaku yang berusaha

mencapai keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun, dapat

menyebabkan hubungan prinsipal-agen yang terjadi dalam suatu kontrak akhirnya mengarah

pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard

(penyalahgunaan wewenang). Ada dua tahap pengukuran OPA, yaitu (Abdullah dan Asmara,

2006):

a. Menghitung spread anggaran pendidikan (∆Pdk), spread anggaran kesehatan (∆Kes),

spread anggaran pekerjaan umum (∆PU), spread anggaran DPRD (∆Leg).

Perhitungan spread (∆) = APBD tahun berjalan (t) – APBD tahun sebelumnya (t-1)

b. Mengakumulasikan spread anggaran pendidikan (∆Pdk), spread anggaran kesehatan

(∆Kes), spread anggaran pekerjaan umum (∆PU), spread anggaran DPRD (∆Leg).

Perhitungan OPA = ∆Pdk + ∆Kes + ∆PU + ∆Leg

Keterangan:

∆Pdk : perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang pendidikan

∆Kes : perubahan turun atau berkurangnya anggaran bidang kesehatan

∆PU : perubahan meningkatnya anggaran bidang pekerjaan umum (infrastruktur)

∆Leg : perubahan meningkatnya anggaran bidang DPRD

Di dalam penelitian ini istilah Oportunistik Legislatif (OL) diganti dengan Oportunistik

Penyusun Anggaran (OPA). Karena dalam penelitian ini ditemukan adanya perilaku oportuistik

yang dilakukan baik oleh legislatif dan ekskutif dalam penyusunan anggaran.

10

3.1.2. Variabel Independen

Dalam penelitian ini, variabel bebas (Independent Variable) yang mempengaruhi

Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) terdiri dari tiga, yaitu:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, retribusi

Daerah, Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah dan lain-lain. Cara mengukur PAD adalah

dengan menggunakan perubahan PAD (∆ PPAD) adalah perubahan naik atau turunnya PAD

dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) (Maria, 2009).

b. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)

Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup

pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan

penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan,

penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun terselesaikan

dan sisa dana kegiatan lanjutan, yang ditanggung dalam perubahan APBD. SiLPA diukur

dengan spread SiLPA (SiLPA) dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1)

(Maria, 2009).

c.Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang

berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan

antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Dalam Halim (2004), Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang bersifat

umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi ketimpangan

horisontaldengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Jumlah

keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN)

neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk masing-masing Kab/Kota dapat dilihat dari pos

dana perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD. DAU diukur dengan spread Dana Alokasi

Umum (DAU) dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1) (Yulia, 2007).

3.2. Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive

11

sampling. Pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling) dilakukan dengan mengambil

sampel dari populasi berdasarkan kriteria tertentu (Jogiyanto, 2010).

Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan secara rutin

APBD dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Urusan Pekerjaan Umum, dan

Sekretariat DPRD selama 3 tahun yaitu tahun 2008 – 2010

2. Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan secara rutin

APBD tahun anggaran 2008 – 2010 yang mempublikasikan PAD, SiLPA, dan

DAU.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data PAD, SiLPA, DAU

dan spread anggaran belanja dalam APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun

anggaran 2008, 2009 dan 2010 yang bersumber dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah

bagian Evdal dan Pengendalian Kabupaten/Kota serta bagian Akuntansi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:

1. Studi kepustakaan (library research)

Dilakukan dalam rangka memperkuat landasan teori penelitian tentang agency theory di

sektor publik yang diperoleh dari buku-buku, aturan-aturan pemerintah, jurnal-jurnal ilmiah

dan hasil-hasil penelitian terdahulu dari dalam maupun luar negeri yang mempunyai kaitan

erat dengan penelitian ini.

2. Penelitian lapangan (field research)

Dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian ini pada

Bagian Keuangan Provinsi Jawa Tengah.

3. Deskriptif kualitatif

Yaitu dengan menganalisis, mengolah data serta menjelaskan sesuai dengan data yang

diperoleh.

12

3.5. Metode Analisis

3.5.1. Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, yang menginformasikan tentang nilai

minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation). Statistik

deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskresipkan

atau menggambarkan data yang telah terkumpul tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum

(Sugiyono, 2005).

3.5.2. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik terdiri dari:

3.5.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar

maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2009). Dalam

penelitian ini, pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan One Sample

Kormogorov-Smirnov Test dengan tingkat signifikansi 5%.

3.5.2.2 Uji Multikolonearitas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2009). Multikolonieritas terjadi dalam analisis regresi

berganda apabila variabel-variabel bebas saling berkorelasi.Dalam Ghozali (2009)

mutikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10.

3.5.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance

dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas

dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas

atau tidak terjadi Heterokedastisitas (Ghozali, 2009).Uji statistik yang digunakan untuk

mendeteksi ada tidaknya Heterokedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji Glejser.

13

3.5.2.4 Uji Autokorelasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series, sehingga

menggunakan pengujian autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2009).Uji Autokorelasi dapat dilakukan

dengan Run Test.

3.5.3. Metode Regresi Linier Berganda

Penelitian ini terdiri dari 3 variabel independen (Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran dan Dana Alokasi Umum) dan 1 variabel dependen (Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran), sehingga menggunakan persamaan regresi berganda.

Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Keterangan:

α : konstanta

b1, b2, b3 : koefisien regresi

Y : perilaku oportunistik penyusun anggaran

X1 : PAD

X2 : SiLPA

X3 : DAU

e : kesalahan pengganggu

3.5.4. Pengujian Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari nilai

probabilitas uji t, uji F, dan koefisien determinasi (Adjusted R2). Perhitungan statistik disebut

signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana

Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah

dimana Ho diterima (Ghozali, 2009).

14

IV. HASIL DAN ANALISIS

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1.

Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No. Kriteria Jumlah Yang

Tidak Sesuai

Jumlah Yang

Sesuai

1. Total Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah - 35

2.

Seluruh Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah yang

melaporkan secara rutin APBD

dari Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan, Urusan Pekerjaan

Umum, dan Sekretariat DPRD

selama 3 tahun yaitu tahun 2008 –

2010

1 34

3.

Seluruh Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah yang

melaporkan secara rutin APBD

tahun anggaran 2008 – 2010

yang mempublikasikan PAD,

SiLPA, dan DAU

1 33

Jumlah Kabupaten/Kota sampel 33

Tahun pengamatan 3

Total Sampel (N) 99

Sampel: data sekunder diolah, 2011

4.2 Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu statistik deskriptif, uji asumsi

klasik dan uji hipotesis.

15

4.2.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif untuk variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam model

persamaan regresi dalam penelitian disajikan dalam tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

Variabel N Nilai

Minimum

Nilai

Maksimum

Nilai Rata-Rata

(Rp)

OPA 99 -3.372.039.356 61.366.922.000 22.870.360.807,41

PAD 99 -124.999.500 976.800.500 87.063.338,93

SiLPA 99 0 999.978.000 55.800.027,00

DAU 99 0 100.000 7.656,57

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai minimum perilaku oportunistik penyusun

anggaran (OPA) sebesar minus Rp 3.372.039.356,- nilai maksimum sebesar Rp

61.366.922.000,- dan nilai rata-rata Rp 22.870.360.807,41,-. Nilai minimum Pendapatan Asli

Daerah (PAD) sebesar minus Rp 124.999.500,- nilai maksimum sebesar Rp 976.800.500,- dan

nilai rata-rata Rp 87.063.338,93,-. Nilai minimum Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya

(SiLPA) sebesar Rp 0,- nilai maksimum sebesar Rp 999.978.000,- dan nilai rata-rata Rp

55.800.027,00. Nilai minimum Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 0,- nilai maksimum

sebesar Rp 100.000,- dan nilai rata-rata Rp 7.656,57.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, multikolonieritas,

heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

4.2.2.1 Uji Normalitas

Tabel 4.3

Hasil Uji Normalitas Dengan Kolmogorov-Smirnov

Keterangan Nilai

Nilai Kolmogorov Smirnov 0,716

Signifikansi Kolmogorov Smirnov 0,684

Sumber: Data sekunder diolah, 2011

16

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai signifikansi uji Kolmogorov- Smirnov sama

dengan 0,684 (signifikansi > 0,05) sehingga normalitas pada penelitian ini terpenuhi.

4.2.2.2 Uji Multikolonieritas

Tabel 4.4

Hasil Uji Multikolonieritas

Variabel Independen Colinearity Statistic

Tolerance VIF

PAD 0,979 1,022

SiLPA 0,975 1,026

DAU 0,990 1,010

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa tidak ada variabel independen yang

memiliki nilai Tolerance < 0,1 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen. Hasil

perhitungan nilai VIF juga tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF > 10. Jadi

dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam penelitian

ini.

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.5

Uji Glejser

Variabel Independen

Signifikansi uji t

terhadap Absolut

Unstandardized Residual

PAD 0,148

SiLPA 0,995

DAU 0,437

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang

signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolute unstandardized

residual dengan nilai signifikansi > 0,05 sehingga disimpulkan model regresi tidak mengandung

adanya heterokedastisitas.

17

4.2.2.4 Uji Autokorelasi

Tabel 4.6

Run Test

Unstandardized Residual

Z hitung - 0,706

Signifikansi Run Test 0,480

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Hasil output SPSS di atas menunjukkan bahwa nilai test adalah – 0,706 dengan

probabilitas 0,480 (signifikansi > 0,05) yang berarti bahwa residual bersifat random atau acak.

Dengan demikian tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual, sehingga model regresi layak

digunakan.

4.2.3 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

4.2.3.1 Koefisien Determinasi

Tabel 4.7

Koefisien Determinasi

Model R R2 Adjusted R2

1 0,428 0,183 0,158

Sumber: data sekunder diolah, 2011

Dari tabel 4.6 di atas, terlihat bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,158 atau 15,8 %

yang memiliki arti bahwa kemampuan variabel bebas yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa

Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dapat

menjelaskan besarnya variabel dependen yaitu Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA)

adalah sebesar 15,8 %. Sedangkan sisanya (100 % - 15,8 % = 84,2 %) dijelaskan oleh sebab-

sebab lain di luar model regresi.

4.2.3.2 Uji Simultan (Uji Statistik F)

Tabel 4.8

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Model F hitung Signifikansi Uji F

Regression 7,113 0,000 Sumber: data sekunder 2011, diolah

18

Dari tabel 4.8 diatas, terlihat bahwa hasil uji ANOVA atau uji F, diperoleh F hitung

sebesar 7,113 dengan nilai probabilitas 0,000 (signifikan). Karena nilai signifikansi < 0,05 maka

model regresi dapat digunakan untuk memprediksi Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

(OPA) atau dapat dikatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran sebelumnya (SiLPA), dan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran

(OPA).

4.2.3.3 Uji Parsial (Uji Statistik t)

Tabel 4.9

Hasil Uji t

Variabel Unstandardized

Coefficients (B) t hitung

Signifikansi

uji t

Konstanta 20.939.425.408,331 12,981 0,000

PAD 23,653 2,448 0,016

SiLPA -18,467 -2,608 0,011

DAU 117.820,985 2,171 0,032

Sumber: data sekunder 2011, diolah

Dari tabel 4.9 diatas, dapat dilihat bahwa dari ketiga variabel independen yang

dimasukkan kedalam model regresi, masing-masing variabel independen berpengaruh signifikan

terhadap dependen karena memiliki nilai signifikansi < 0,05. Hal ini dapat dilihat dari

nilai probabilitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 0,016, nilai probabilitas Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA) sebesar 0,011, dan nilai probabilitas Dana Alokasi

Umum (DAU) sebesar 0,032.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) dipengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan

persamaan sistematis sebagai berikut ini:

OPA = 20.939.425.408,331 + 23,653 PAD – 18,467 SiLPA + 117.820,985 DAU

Keterangan:

OPA = Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (Y)

19

PAD = Pendapatan Asli Daerah (X1)

SiLPA = Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya (X2)

DAU = Dana Alokasi Umum (X3)

Dalam penelitian ini, persamaan tersebut tidak digunakan untuk memprediksi, namun

hanya digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara variabel satu dengan lainnya.

4.2.4 Hasil Pengujian Hipotesis

Tabel 4.10

Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Unstandardized

Coefficients (B)

Signifikansi

uji t

PAD 23,653 0,016

SiLPA -18,467 0,011

DAU 117.820,985 0,032

Sumber: data sekunder 2011, diolah

Dari tabel 4.10 diatas, dapat disimpulkan bahwa dari uji hipotesis secara parsial dari

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut:

H1 : PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan hasil uji t di atas, dapat dilihat bahwa nilai B untuk variabel PAD pada

kolom understandardized coefficients menunjukkan nilai yang positif yaitu 23,653 dan nilai

probabilitas untuk variabel PAD adalah 0,016. Karena nilai probabilitas ini lebih kecil dari taraf

signifikansi 0,05, maka kesimpulannya adalah PAD mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap perilaku penyusun anggaran. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa H1 diterima.

H2 : SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Pada tabel 4.10, dapat dilihat bahwa nilai B untuk variabel SiLPA menunjukkan nilai

negatif yaitu sebesar - 18,467 dan nilai probabilitas SiLPA sebesar 0,011. Karena nilai

probabilitas tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 ini berarti SiLPA mempunyai

pengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. Dengan

demikian maka kesimpulannya adalah H2 diterima.

20

H3 : DAU berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Pada tabel 4.10, dapat dilihat bahwa nilai B untuk variabel DAU menunjukkan nilai

positif yaitu sebesar 117.820,985 dan nilai probabilitas DAU sebesar 0,032. Karena nilai

probabilitas tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 ini berarti DAU mempunyai pengaruh

positif dan signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran. Dengan demikian maka

kesimpulannya adalah H3 diterima.

Tabel 4.11

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

No. Hipotesis Hasil Uji

H1

PAD berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Tengah

diterima

H2

SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Tengah

diterima

H3

DAU berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Tengah

diterima

4.3 Interpretasi Hasil

4.3.1 Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1)

Hipotesis pertama menyatakan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa PAD mempunyai nilai koefisien 23,653 dan nilai probabilitas nilai

probabilitas 0,016. Karena nilai probabilitas PAD di bawah taraf signifikansi 0,05 maka H1

diterima.

Hasil pengujian terhadap hipotesis pertama ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Abdullah dan Asmara (2006), dan Maria (2009) yang menyatakan bahwa perubahan

PAD (PPAD) berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku oportunistik legislatif (OL).

21

Secara konseptual, perubahan APBD akan berpengaruh terhadap belanja atau

pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam

belanja. PP 24/2004 secara tidak langsung memberi motivasi kepada legislatif untuk membuat

misalokasi anggaran belanja ketika besaran alokasi belanja untuk legislatif dikaitkan dengan

kemampuan keuangan daerah (diukur dari besaran PAD). Oleh karena itu, kenaikan PAD

berpengaruh positif terhadap alokasi untuk DPRD. Pelaksanaan PP 24/2004 sendiri tidak

berjalan dengan baik. Dalam pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Anggaran belanja

DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD”, peraturan ini sering dilanggar dan

justru digunakan sebagai pembenaran untuk mengalokasikan anggaran legisltif yang lebih besar.

Meskipun perubahan PP 24/2004 tidak lagi mengharuskan alokasi anggaran untuk

legislatif dikaitkan secara langsung dengan PAD, namun PP 37/2005 dan perubahannya, yaitu PP

37/2006 dan PP 21/2007 kembali mengaitkan besaran belanja penunjang operasional legislatif

dengan besaran PAD.

Perubahan APBD menjadi sarana bagi legislatif dan eksekutif untuk merubah alokasi

anggaran secara legal. Perilaku oportunistik legislatif dan eksekutif saat perubahan APBD dapat

mengakibatkan terjadinya misalokasi anggaran belanja pemerintah. Kecenderungan PAD yang

selalu bertambah saat perubahan anggaran, membuka peluang bagi legislatif untuk

“merekomendasikan” penambahan anggaran bagi program dan kegiatan yang menjadi

preferensinya.

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, pemerintah

daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU 32/2004). Kemampuan

daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada

kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi

yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Besarnya kewenangan legislatif dalam proses penyusunan anggaran (UU 32/2004)

membuka ruang bagi legislatif untuk “memaksakan” kepentingan pribadinya. Posisi legislatif

sebagai pengawas bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, dapat digunakan untuk

memprioritaskan preferensinya dalam penganggaran. Untuk merealisasikan kepentingan

pribadinya, politisi memiliki preferensi atas alokasi yang mengandung lucrative opportunities

dan memiliki dampak politik jangka panjang. Oleh karena itu, legislatif akan merekomendasi

22

eksekutif untuk menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung kepentingannya.

Legislatif cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk pendidikan, kesehatan, dan

belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs dan targetable.

Keinginan anggota parlemen untuk menerima dana rapel dengan nilai maksimal, seperti

yang diatur Peraturan Pemerintah 37/2006 tentang Kedudukan Protokoler Keuangan Pimpinan

dan anggota DPRD, dianggap sebagai bentuk persetujuan terhadap legalisasi korupsi.

Sejak terbentuknya DPRD hasil Pemilihan Umum Tahun 2004, PP No 37/2006

merupakan perubahan kedua atas PP No 24/2004. Sebelum, PP No. 37/2006 telah diperbaiki

dengan PP No 37/2005. Artinya, dalam rentang waktu kurang dari dua setengah tahun, presiden

telah menetapkan tiga kali peraturan pemerintah tentang protokoler dan keuangan anggota

DPRD. Dalam perubahan tersebut yang mengalami perubahan hanya tunjangan untuk pimpinan

dan anggota DPRD.

4.3.2 Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2)

Hipotesis kedua menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa SiLPA mempunyai nilai koefisien - 18,467 dan nilai probabilitas nilai

probabilitas 0,011. Karena nilai probabilitas SiLPA di bawah taraf signifikansi 0,05 maka H2

diterima.

Hasil pengujian terhadap hipotesis kedua ini konsisten dengan hasil penelitian yang

dilakukan Maria (2009) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh secara signifikan terhadap

perilaku oportunistik legislatif (OL). Hal ini berarti kenaikan SiLPA mengurangi jumlah dana

yang dapat dialokasikan untuk membiayai proyek atau kegiatan yang dapat mendukung perilaku

oportunistik penyusun anggaran.

Banyaknya SiLPA menggambarkan adanya dana lebih yang belum dapat dijabarkan

pemerintah, daya serap yang rendah, ataupun masih adanya kewajiban-kewajiban yang harus

dipenuhi. Semakin besar SiLPA berarti ada sumber daya yang seharusnya bisa dialokasikan

untuk memenuhi kepentingan masyarakat, tetapi karena keterbatasan yang ada belum dijabarkan.

Ini juga berarti akan mengurangi perilaku oportunistik legislatif karena SiLPA akan digunakan

untuk memenuhi kewajiban-kewajiban termasuk mengutamakan kepentingan masyarakat.

23

4.3.3 Hasil Uji Hipotesis Ketiga (H3)

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa SiLPA mempunyai nilai koefisien 117.820,985 dan nilai probabilitas nilai

probabilitas 0,032. Karena nilai probabilitas DAU di bawah taraf signifikansi 0,05 maka H3

diterima.

Hasil pengujian terhadap hipotesis ketiga ini ada korelasinya dengan hasil penelitian yang

dilakukan Darwanto dan Mustikasari (2007) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh secara

signifikan terhadap belanja modal. Meskipun belanja modal digunakan untuk memberikan

pelayanan publik oleh pemerintah daerah, namun karena DAU merupakan dana APBN dari

pemerintah pusat yang diberikan secara gratis kepada pemerintah daerah maka pemerintah juga

leluasa untuk menggunakan dana ini perilaku oportunistik legislatif.

Untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah telah diterbitkan UU

33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Alokasi

Umum (DAU), adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya didalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di

dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa

dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada

masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting. Dana alokasi umum (DAU) yang

cuma-cuma inilah yang memberikan peluang kepada para legislatif untuk berperilaku

oportunistik.

24

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

2. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap perilaku oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah.

3. Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

oportunistik penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

5.2. Keterbatasan

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya adalah:

1. Obyek penelitian hanya di Provinsi Jawa Tengah sehingga belum dapat mewakili secara

keseluruhan perilaku oportunistik penyusun anggaran di semua tingkat pemerintah

provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

2. Periode penelitian hanya 3 tahun yaitu dari tahun 2008 sampai tahun 2010 sehingga

belum dapat menggeneralisasi hasil yang diperoleh.

3. Variabel independen yang digunakan hanya terbatas pada PAD, SiLPA, dan DAU, yang

sebenarnya masih banyak variabel yang belum dimasukkan ke dalam penelitian yang

sebenarnya dapat mempengaruhi perilaku oportunistik penyusun anggaran di

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

5.3. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan berkaitan dengan kesimpulan di atas adalah sebagai

berikut:

1. Perilaku opotunistik ini dapat dikurangi dengan memperbaiki dan memperjelas

mekanisme perencanaan, termasuk sungguh-sungguh melaksanakan perencanaan

partisipatif yang melibatkan masyarakat.

2. Perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran daerah saat perubahan APBD ini

timbul karena adanya peluang atau sebagai reaksi terhadap aspek institusi yang lemah.

25

Karena itu perlu dibuat aturan main yang lebih transparan, misalnya dengan

mempublikasikan rancangan peraturan daerah, khususnya rancangan peraturan daerah

tentang APBD.

3. Perlu sosialisasi tentang hubungan eksekutif dan legislatif yang merupakan mitra sejajar,

sehingga dapat terjadi perubahan paradigma baik pada eksekutif maupun legislatif.

4. Perbaikan terhadap aspek institusi seperti aturan yang lebih jelas baik berupa aturan

formal, maupun aturan informal seperti norma-norma sosial, nilai-nilai etika dan standar

moral, juga pemilihan legislatif maupun eksekutif yang baik dan dapat dipercaya.

26

VI. REFERENSI

Abdullah, Syukriy dan Asmara, Jhon Andra. 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang: 23-26 Agustus 2006.

Colombatto, Enrico. 2001. Discretionary Power, Rent-Seeking and Corruption. University di Torino & ICER, Working Paper.

Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik). Jakarta: PT. Indeks.

Darwanto dan Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. Data Series Keuangan Daerah. http://www.djpk.depkeu.go.id

Florensia, Theresia Maria. 2009. Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik, Tesis Program Pasca Sarjana Megister Sains Ilmu Ekonomi Universitas Gajah Mada. (tidak dipublikasikan).

Forrester, Jhon. 2002. The-Principal Model and Budget Theory : Budget Theory in the Public Sector. Quorum Books. London : Wetsport, Connecticut.

Freeman, Robert J. & Craig D. Shoulders. 2003. Government and Nonprofit Accounting Theory and Practice. Seventh edition. Upper Sadle River, NJ: Prentice Hall.

Ghozali, Imam, 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS : Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Ghozali, Imam, 1993, Pokok-Pokok Akuntansi Pemerintahan : Edisi 3, BPFE, Yogyakarta

Ghozali, Imam, Dwi Ratmono, 2008, Akuntansi Keuangan Pemerintah Pusat (APBN) dan Daerah (APBD), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Gujarati, Damador. 2004. Basic Econometric, 4th Editions. MC Graw-Hill, Singapore.

Insukindro, Maryatmo, R. Aliman. 2001. “Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi”.Modul. Disampaikan pada Lokakarya (Workshop) Ekonometrika Dalam Rangka Penjajakan Leading Indikator Export di KTI. Makasar: Hotel Sedona. 03-06 September 2001.

Isaksen, Jan. 2005. “The Budget Process and Corruption”. Paper for Corruption Resource Centre CMI CHR-MICHELSEN INSTITUTE. www.U4.no

Jaya, Wihana Kirana. 2005. Dysfunctional Institutions in The Case of Local Elite Behavior in Decision-Making about Local Government Budgets in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 20(2):120-135.

27

Jaya, Wihana Kirana. 2006. Peran Institusi dalam Pertumbuhan Ekonomi Pangsa. Jurnal ekonomi dan Pembangunan 13(12): 3-18.

Johnson, Cathy Marie. 1994. The Dynamics of Conflict between Bureaucrats and Legislators. Armonk, New York: M.E. Sharpe.

Kawedar, Warsito, Abdul Rohman dan Sri Handayani. 2008. Akuntansi Sektor Publik : Buku 1. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Keefer, Philip & Stutu Khemani. 2003. The Political Economy of Public Expenditures. Background paper for WDR 2004.

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Martinez-Vazquez, Jorge, F. Javier Arze & Jameson Boex. 2006. Corruption. Fiscal Policy, and Fiscal Management. Working paper. Publication was produced for review by The United states Agency for International Development.

Mauro, Paolo. 1998. Corruption and The Composition of Government Expenditure. Jurnal of Public Economics 69:263-279.

Noegraha, S. Yoenanto dan Soelistiningsih, Lanam. 2007. Analisis Disparitas Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pertumbuhan Ekonomi Regional. Makalah, Paralel SessionIVA Urban & Regional , Universitas Indonesia, Depok.

Petrie, Murray. 2002. A framework for Public Sector Performance Contracting. OECD Jurnal on Budgetting: NO. Vol.3,p 117-153.

Scott, W. R. 2002. Financial accounting Theory, 2nd Edition . Canada: Prentice Hall Canada Inc.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.

Tanzi, Vito & Hamid Davoodi. 1997. Corruption, Public Investment, and Growth. IMF Working paper.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.17/2003 tentang Keuangan Negara.

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24/2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakiln Rakyat Daerah.

28

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.37/2005 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakiln Rakyat Daerah.

Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.37/2006 tentang perubahan ke dua atas Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakiln Rakyat Daerah.

Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21/2007 tentang perubahanke tiga atas Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakiln Rakyat Daerah.

Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.59/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Von Hagen, Jurgen. 2002. Fiscal rules. Fiscal Institutions, and Fiscal Performance. The Economic and Social review 33(3):263-284.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : Penerbit Ekonisia Kampus FE UII.

Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta: Penerbit UPP STIM YKPN.