21
Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang Dipadu dengan Proses Ozonasi dan Filtrasi Guna Mendapatkan Air Bersih Maylina Chandra Puspita, Anondho Wijanarko Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Krisis air bersih yang terjadi akibat pencemaran air mendorong dilakukannya suatu upaya pengolahan air untuk mendapatkan air bersih, salah satunya adalah dengan proses filtrasi. Namun, adanya fouling factor dan ketidakstabilan dari fluks menyebabkan kemampuan membran untuk menyeleksi zat yang melewatinya menjadi berkurang, sehingga kualitas hasil filtrasi menjadi tidak stabil dan cenderung menurun. Untuk mengatasi masalah tersebut, air perlu dipretreatment dengan proses koagulasi sebelum memasuki membran. Pada penelitian kali ini, tiga jenis koagulan yaitu aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan polialuminium silikat klorida (PaSiC) dengan variasi dosis, yaitu 10, 30, 50, dan 70 ppm diuji dan dibandingkan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas air berdasarkan parameter total dissolved solid, kekeruhan, dan pH. Efektifitas koagulasi dan kinerja membran filtrasi meningkat dengan penambahan koagulan PaSiC dengan dosis 50 ppm. Efektifitas koagulasi pada koagulan ini berdasarkan penurunan total dissolved solid sebesar 49.16 % dan kekeruhan sebesar 64.29%. Hasil akhir dari pengolahan air dengan koagulan PaSiC 50 ppm yang dipadu dengan proses ozonasi dan filtrasi menghasilkan air dengan pH 6.95, total dissolved solid sebesar 8.06 ppm dengan penurunan total sebesar 87.90% dan kekeruhan sebesar 0 FAU dengan penurunan total sebesar 100%. Influence of Coagulant for Water Treatment in UI Lake Combined with Ozonation and Filtration Process to Get Clean Water Abstract Clean water crisis caused by water pollution prompted a water treatment efforts to get clean water, one of them by filtration process. However, the presence of fouling factor and flux instability cause a membrane's ability to select the substances that pass through it become less, so the quality of filtration result becomes unstable and tends to decline. To overcome these problems, the water need to be pretreated by coagulation process before entering the membrane. In this research, three types of coagulant are aluminum sulphate, polyaluminium chloride, and polyaluminium silicate chloride (PaSiC) with varied dose of 10, 30, 50, and 70 ppm were tested and compared to getting the type and dose of coagulant that is most effective to improve the water quality based on total dissolved solid, turbidity and pH parameters. Coagulation effectivity and membrane filtration performance increase with the addition of PaSiC coagulant at a dose of 50 ppm. Coagulation effectivity of this coagulant based on reduction of total dissolved solid of 49.16% and turbidity of 64.29%. The final result of water treatment with PaSiC coagulant at 50 ppm combined with ozonation and filtration process produce water with a pH of 6.95, total dissolved solid of 8.06 ppm with total reduction of 87.90% and the turbidity of 0 FAU with total reduction of 100%. Keywords: Coagulant; Coagulation; Filtration; Ozonation; Water Treatment Pendahuluan Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang Dipadu dengan Proses Ozonasi dan Filtrasi Guna Mendapatkan Air Bersih

Maylina Chandra Puspita, Anondho Wijanarko

Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, Depok,

16424, Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak Krisis air bersih yang terjadi akibat pencemaran air mendorong dilakukannya suatu upaya pengolahan air untuk mendapatkan air bersih, salah satunya adalah dengan proses filtrasi. Namun, adanya fouling factor dan ketidakstabilan dari fluks menyebabkan kemampuan membran untuk menyeleksi zat yang melewatinya menjadi berkurang, sehingga kualitas hasil filtrasi menjadi tidak stabil dan cenderung menurun. Untuk mengatasi masalah tersebut, air perlu dipretreatment dengan proses koagulasi sebelum memasuki membran. Pada penelitian kali ini, tiga jenis koagulan yaitu aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan polialuminium silikat klorida (PaSiC) dengan variasi dosis, yaitu 10, 30, 50, dan 70 ppm diuji dan dibandingkan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas air berdasarkan parameter total dissolved solid, kekeruhan, dan pH. Efektifitas koagulasi dan kinerja membran filtrasi meningkat dengan penambahan koagulan PaSiC dengan dosis 50 ppm. Efektifitas koagulasi pada koagulan ini berdasarkan penurunan total dissolved solid sebesar 49.16 % dan kekeruhan sebesar 64.29%. Hasil akhir dari pengolahan air dengan koagulan PaSiC 50 ppm yang dipadu dengan proses ozonasi dan filtrasi menghasilkan air dengan pH 6.95, total dissolved solid sebesar 8.06 ppm dengan penurunan total sebesar 87.90% dan kekeruhan sebesar 0 FAU dengan penurunan total sebesar 100%. Influence of Coagulant for Water Treatment in UI Lake Combined with Ozonation and

Filtration Process to Get Clean Water

Abstract Clean water crisis caused by water pollution prompted a water treatment efforts to get clean water, one of them by filtration process. However, the presence of fouling factor and flux instability cause a membrane's ability to select the substances that pass through it become less, so the quality of filtration result becomes unstable and tends to decline. To overcome these problems, the water need to be pretreated by coagulation process before entering the membrane. In this research, three types of coagulant are aluminum sulphate, polyaluminium chloride, and polyaluminium silicate chloride (PaSiC) with varied dose of 10, 30, 50, and 70 ppm were tested and compared to getting the type and dose of coagulant that is most effective to improve the water quality based on total dissolved solid, turbidity and pH parameters. Coagulation effectivity and membrane filtration performance increase with the addition of PaSiC coagulant at a dose of 50 ppm. Coagulation effectivity of this coagulant based on reduction of total dissolved solid of 49.16% and turbidity of 64.29%. The final result of water treatment with PaSiC coagulant at 50 ppm combined with ozonation and filtration process produce water with a pH of 6.95, total dissolved solid of 8.06 ppm with total reduction of 87.90% and the turbidity of 0 FAU with total reduction of 100%. Keywords: Coagulant; Coagulation; Filtration; Ozonation; Water Treatment Pendahuluan

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 2: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling penting dalam kehidupan

manusia. Namun, semakin bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan industri, tingkat

kerusakan lingkungan juga semakin parah. Salah satu kerusakan lingkungan yang terjadi

adalah pencemaran air. Masalah air bersih akibat pencemaran air juga dirasakan di lingkungan

Universitas Indonesia. Enam danau di lingkungan Universitas Indonesia yang terdiri dari

Danau Kenanga, Danau Agathis, Danau Mahoni, Danau Puspa, Danau Ulin, dan Danau Salam

telah menunjukkan tanda-tanda tercemar. Tanda-tanda pencemaran terlihat dari kondisi air

Danau UI yang berwarna hijau kebiruan, berbau, dan berbusa. Pencemaran pada Danau UI

berasal dari tiga sumber, yaitu dari Pasar Kemiri Muka Depok, Kampung Bambon, dan

Kukusan, Beji. Air danau memiliki kemampuan untuk melakukan self purification. Namun,

beban limbah yang masuk ke dalam Danau UI sudah terlalu berat sehingga air danau tidak

sanggup melakukan self purification (Erwin, 2012). Untuk itu, perlu dilakukan pengolahan air

Danau UI.

Terdapat berbagai macam proses yang dapat digunakan untuk pengolahan air, salah

satunya adalah proses membran filtrasi. Proses filtrasi merupakan proses pengolahan air yang

paling sederhana yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas air dengan cara

memisahkan partikel pengotor yang terdapat dalam air berdasarkan ukurannya. Proses ini

memiliki kelebihan dibandingkan proses pengolahan air lainnya, diantaranya seperti

pemisahan dapat dilakukan pada temperatur ruangan tanpa adanya perubahan fasa, hemat

energi, prosesnya tidak dekstruktif terhadap zat-zat yang dipisahkan, dan tidak menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan (Eva, 2005). Salah satu proses filtrasi yang digunakan

untuk pengolahan air bersih adalah reverse osmosis. Proses reverse osmosis menggunakan

membran dengan ukuran pori antara 0,0001 – 0,001 µm. Proses ini dapat menghilangkan

bakteri dan virus, zat warna karena adanya bahan organik tanpa menghasilkan zat kimia

berbahaya, dan ion multivalensi. Selain itu, membran reverse osmosis dapat menurunkan total

dissolved solid (TDS) sehingga kesadahan air menjadi berkurang.

Permasalahan besar dalam penggunaan membran pada proses pengolahan air adalah

adanya fouling factor dan ketidakstabilan dari fluks. Akibatnya, kemampuan membran untuk

menyeleksi zat yang melewatinya menjadi berkurang, sehingga kualitas hasil filtrasi menjadi

tidak stabil dan cenderung menurun. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan suatu

pretreatment sebelum air memasuki membran. Pretreatment yang dilakukan berupa proses

koagulasi (Eva, 2005). Koagulasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan

senyawa dalam bentuk koloid dan suspensi yang terdapat dalam air. Efisiensi koagulasi-

flokulasi sangat mempengaruhi kinerja treatment secara keseluruhan. Peningkatan efisiensi

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 3: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

tahap koagulasi menjadi faktor kunci bagi peningkatan efisiensi treatment pengolahan air

secara keseluruhan (Zouboulis, 2008). Untuk itu, perlu dilakukan pengujian dan perbandingan

terhadap beberapa koagulan agar didapatkan koagulan yang paling efektif dalam pengolahan

air bersih terutama untuk mengatasi masalah fouling pada membran sehingga proses

pengolahan dan kualitas air yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Tinjauan Teoritis

Pengolahan air bersih adalah suatu usaha teknis yang dilakukan untuk memberikan

perlindungan pada sumber air dengan cara perbaikan mutu air hingga mencapai mutu yang

diinginkan agar aman dipergunakan oleh masyarakat. Jenis pengolahan air bersih secara

umum dibagi menjadi tiga, yaitu penjernihan, pelunakan dan desinfeksi. Proses penjernihan

bertujuan untuk menurunkan kekeruhan dengan menurunkan kuantitas dari logam besi dan

mangan yang terdapat pada air. Proses pelunakan merupakan proses yang bertujuan untuk

menurunkan kesadahan pada air, sedangkan proses desinfeksi merupakan proses yang

bertujuan untuk membunuh bakteri pantogen yang terdapat pada air. Secara umum proses

pengolahan air bersih dibagi menjadi tiga proses dasar, yaitu proses kimia, fisika dan biologi.

Pemilihan proses sangat tergantung dari kualitas dan jenis pengotor pada air dan tujuan

pengolahan. Proses yang dipakai dapat hanya satu jenis saja atau perpaduan dari beberapa

proses (Teknik Lingkungan ITB, 2009).

a. Proses Koagulasi-Flokulasi

Koagulasi merupakan proses pengolahan air yang secara luas digunakan, karena

prosesnya sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, efektif untuk mengurangi

kekeruhan dan bahan organik alami yang dapat menimbulkan bau, rasa yang tidak enak, dan

pertumbuhan bakteri pada air. Koagulasi dapat digunakan untuk memisahkan senyawa dalam

bentuk koloid dan tersuspensi yang terdapat dalam air dengan penambahan koagulan sehingga

terbentuk gumpalan (flok) yang nantinya akan mengendap pada bagian dasar bak penjernihan

sehingga dihasilkan air yang jernih. Koloid adalah partikel yang memiliki ukuran antara 1 –

0,1 nm. Partikel ini tidak dapat mengendap dan tidak dapat dipisahkan dengan proses-proses

perlakuan fisik konvensional.

Fenomena utama yang mengendalikan perilaku koloid adalah gaya Van Der Waals,

zeta potensial (gaya elektrostatik) dan gerak Brown. Gaya Van Der Waals adalah gaya yang

menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat. Zeta potensial adalah

jumlah gaya tolak atau muatan listrik yang disebabkan karena adanya tumpang tindih lapisan

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 4: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

ganda elektrik yang bermuatan sama, yang mencegah aglomerasi dan pengendapan partikel di

dalam air. Mayoritas koloid memiliki muatan negatif sehingga zeta potensialnya rendah dan

koagulasi diinduksi oleh penambahan kation dengan valensi tinggi. Koagulasi optimum akan

terjadi ketika zeta potensialnya sama dengan nol.

Koagulasi dilakukan dengan penambahan bahan kimia atau biasa disebut koagulan.

Secara umum mekanisme koagulasi-flokulasi terdiri dari tiga tahapan (Roekmijati, 2005).

1. Koagulasi, proses destabilisasi partikel suspensi atau koloid melalui penetralan muatan

dengan penambahan koagulan yang memiliki muatan berlawanan dengan partikel koloid.

2. Flokulasi, partikel yang sudah stabil mengumpul dan membentuk mikroflok. Mikroflok

tersebut akan bersentuhan satu sama lain sehingga membentuk pinflok. Tumbukan dan

interaksi yang terus menerus antara pinflok dengan polimer organik atau anorganik

sehingga membentuk makroflok.

3. Sedimentasi, proses pemisahan makroflok dari cairan karena adanya gaya gravitasi.

Gambar 1. Mekanisme koagulasi-flokulasi

Destabilitasasi koloid merupakan aspek penting dalam proses koagulasi untuk

menghilangkan koloid. Partikel-partikel koloid penyebab kekeruhan di dalam air memiliki

muatan permukaan yang sejenis dan biasanya berupa muatan negatif yang disebabkan oleh

penggantian kation maupun adsorpsi zat anionik. Karena muatan partikel koloid yang sejenis

maka kekuatan ionik di dalam air menjadi rendah, sehingga koloid akan tetap stabil. Suspensi

atau koloid bisa dikatakan stabil jika semua gaya tolak menolak antar partikel lebih besar dari

gaya tarik massa, sehingga didalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi.

Untuk menghilangkan kondisi stabil, harus merubah gaya interaksi diantara partikel

dengan pembubuhan zat kimia (sebagai donor muatan positif) agar gaya tarik menarik

menjadi lebih besar. Ion positif ditambahkan ke dalam air sampai pada suatu titik dimana

partikel koloid tidak saling tolak-menolak satu sama lainnya (Suryadiputra, 1995).

Penambahan kation-kation dengan valensi tinggi menekan muatan partikel dan jarak efektif

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 5: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

dari lapisan ganda, dengan demikian dapat mengurangi zeta potensial. Dengan melarutnya

koagulan, kation menetralisir muatan negatif pada koloid. Pada sistem pengolahan air,

koagulasi terjadi pada unit pengadukan cepat (flash mixing), karena koagulan harus tersebar

secara cepat dan reaksi hidrolisa hanya terjadi dalam beberapa detik, jadi destabilisasi muatan

negatif oleh muatan positif harus dilakukan dalam periode waktu hanya beberapa detik.

Selain melalui mekanisme penetralan muatan, destabilisasi juga dapat dicapai melalui

satu atau kombinasi dari dua atau lebih mekanisme setelah penambahan koagulan, antara lain

kompresi dari lapisan ganda elektrik, adsorbsi dan interparticle bridging, dan penjeratan

dalam presipitat dengan menggunakan dosis koagulan yang berlebih yang disebut “sweep

flocculation”. Proses koagulasi diikuti dengan proses flokulasi dimana pada proses ini terjadi

pengadukan secara lambat. Tujuan pengadukan lambat adalah untuk menghasilkan partikel-

partikel flok yang lebih besar dan lebih rapat. Terdapat dua mekanisme flokulasi, yaitu

mekanisme perikinetik dan ortokinetik. Mekanisme perikinetik (micro-flocculation) adalah

flokulasi pada partikel koloid 1 µm atau yang lebih kecil karena gerak Brownian, sedangkan

mekanisme ortokinetik (macro-flocculation) adalah flokulasi yang didasarkan pada perbedaan

kecepatan pengadukan pada air yang dapat menyebabkan adanya interaksi partikel (> 1 µm).

Keberhasilan proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

• Derajat Keasaman (pH)

Setiap koagulan mempunyai range pH yang spesifik dimana presipitasi yang maksimum

akan terbentuk sekaligus titik kelarutan minimum.

• Temperatur

Pada temperatur yang rendah, kecepatan reaksi lebih lambat sedangkan viskositas air lebih

besar sehingga flok lebih sukar mengendap.

• Dosis Koagulan

Air dengan turbiditas yang tinggi memerlukan dosis koagulan yang banyak. Dosis

koagulan persatuan unit turbiditas tinggi, akan lebih kecil dibandingkan dengan dosis

persatuan untuk air dengan turbiditasnya rendah. Hal ini disebabkan karena dalam air

yang mempunyai turbiditas tinggi, kemungkinan terjadinya tumbukan antara partikel akan

lebih besar. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh berat jenis partikel, berat jenis

cairan, gravitasi, konstanta dan viskositas.

b. Proses Disinfeksi

Disinfeksi adalah pemusnahan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit.

Disinfeksi merupakan langkah untuk mencegah paparan mikroorganisme pantogen penyebab

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 6: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

penyakit seperti virus, bakteri dan parasit protozoa (Bitton, 1994). Proses disinfeksi juga

dapat digunakan untuk memisahkan senyawa besi, mangan, dan hidrogen sulfida yang

terdapat dalam air (Langlais, 1991). Salah satu disinfektan yang sering digunakan dalam

proses disinfeksi adalah ozon.

Ozon merupakan oksidan yang sangat kuat yang mengandung tiga atom oksigen dan

merupakan jenis gas yang sangat reaktif. Ozon dapat dihasilkan melalui beberapa cara, yaitu

secara elektrosisis, kimiawi, termal atau fotokimia, dan melalui peluahan muatan listrik

(electric discharge). Ozon dapat bersifat bakterisidal, fungisidal (Inggriani, 2007) dan karena

molekul ozon memiliki energi yang sangat besar juga, maka ozon dapat menginaktivasi virus

dan beberapa jenis protozoa (Sudigdo Sastroasmoro, 2004). Dalam media cair, ozon

menghasilkan radikal bebas yang menginaktivasi mikroorganisme. Ozon dapat mempengaruhi

permeabilitas, aktivitas enzim dan DNA dari mikroorganisme. Residu guanin dan timin

merupakan sasaran dari penggunaan ozon.

Pada bakteri ozon dapat berpenetrasi ke kapsul bakteri, mempengaruhi secara

langsung integritas cytoplasmic, dan mengganggu beberapa tingkat kompleksitas metabolik

serta dapat mengganggu integritas kapsul bakteri melalui oksidasi fosfolipid dan lipoprotein.

Ozon juga dapat berpenetrasi ke dalam membran sel, bereaksi dengan substansi sitoplasma

dan mengubah circular plasmid DNA tertutup (ccDNA) menjadi circular DNA terbuka

(ocDNA), yang dapat mengurangi efisiensi proliferasi bakteri, sehingga pertumbuhan bakteri

terhambat. Pada jamur, mekanisme efek fungisidal ozon belum terkarakterisasi secara

lengkap. Ozon dikatakan dapat menghambat pertumbuhan jamur pada beberapa tahap

tergantung dari fase pertumbuhannya dan adanya budding cell (Inggriani, 2007).

c. Proses Filtrasi

Pada proses filtrasi, partikel-partikel dan pengotor dipisahkan berdasarkan ukuran

partikelnya dengan menggunakan media filter. Membran filtrasi adalah proses pemisahan

yang dilakukan dengan bantuan gaya dorong berdasarkan sifat kimia dan fisika dari

komponen tersebut, di mana membran bertindak sebagai penghalang selektif untuk membatasi

lewatnya polutan seperti organik, nutrisi, kekeruhan, mikroorganisme, dan ion logam

anorganik yang memungkinkan air yang relatif jernih untuk melewati. Membran merupakan

suatu lapisan tipis antara dua fasa fluida yaitu fasa umpan (feed) dan fasa permeat yang dapat

memisahkan zat dengan ukuran yang berbeda serta membatasi transpor dari berbagai spesi

berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Membran bersifat semipermeabel, berarti membran

dapat menahan spesi-spesi tertentu yang lebih besar dari ukuran pori membran dan

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 7: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

melewatkan spesi-spesi lain dengan ukuran lebih kecil. Sifat selektif dari membran ini dapat

digunakan dalam proses pemisahan.

Perbedaan sifat permeabilitas inilah yang menunjang proses membran untuk

diterapkan di hampir seluruh bidang terutama industri kimia. Gaya dorong yang menjadi dasar

terjadinya proses separasi pada membran dapat berupa perbedaan konsentrasi, perbedaan

tekanan, perbedaan tempertur dan perbedaan potensial listrik antara larutan bagian luar

membran dengan larutan yang berada di bagian dalam membran. Besarnya laju perpindahan

komponen-komponen yang akan dipisahkan sebanding dengan besarnya gaya dorong yang

diberikan. Terdapat tiga tahapan proses permeasi melalui membran, yaitu pelarutan molekul

ke permukaan datang, difusi melintasi membran, dan desorbsi melalui permukaan pergi

(Mulder, 1996)

Gambar 2. Mekanisme perpindahan massa pada membran

Salah satu proses membran filtrasi adalah reverse osmosis. Reverse osmosis adalah

proses membran dalam pemurnian air dengan menggunakan tekanan hidrostatik untuk

membawa air melalui membran semipermeabel dimana sejumlah besar zat kontaminan akan

dihilangkan. Prinsip dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang melebihi

tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air, dapat berpindah dari larutan yang

memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut

rendah. Prinsip reverse osmosis ini dapat memisahkan air dari komponen-komponen yang

tidak diinginkan seperti komponen organik, non organik, bakteri, virus, partikulat, serta ion

atau garam terlarut, dengan demikian akan didapatkan air dengan tingkat kemurnian yang

tinggi (William, M.E., 2003).

Membran reverse osmosis memiliki kerapatan sebesar 0,0001 mikron. Membran

reverse osmosis yang digunakan untuk pengolahan air harus memiliki beberapa karakteristik.

Pertama dan paling utama adalah membran harus memiliki sifat permeabilitas yang tinggi

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 8: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

terhadap air. Selain itu, membran juga harus memiliki derajat semipermeabilitas yang tinggi

dalam arti laju transportasi air melewati membran harus jauh lebih tinggi dibandingkan laju

transportasi ion-ion yang terlarut dalam umpan. Kedua, rata-rata air yang menembus

permukaan membran per unit (fluks air) harus tinggi untuk memperoleh produk yang baik

agar proses analisisnya ekonomis. Ketiga, membran harus tahan lama, secara kimia, fisika,

dan biologi serta memiliki daya pakai yang lama. (Belfort, G. 1984). Membran

semipermeabel pada aplikasi reverse osmosis terdiri dari lapisan tipis polimer pada penyangga

berpori (fabric support). Pada aplikasi reverse osmosis, konfigurasi modul membran yang

digunakan adalah spiral wound.

Kriteria yang penting dalam menentukan kinerja membran dapat dilihat dari fluks

permeat dan persen rejeksi membran (Radiman dkk, 2002).

1. Fluks Permeat

Fluks permeat merupakan salah satu parameter penting dalam melihat kinerja

membran. Fluks permeat atau laju permeasi didefinisikan sebagai volume cairan yang

menembus membran (volume permeat) per satuan luas permukaan per satuan waktu. Harga

fluks menunjukkan kecepatan alir permeat saat melewati membran. Harga fluks ini sangat

tergantung pada jumlah dan ukuran pori-pori membran.

! =!!

Dimana,

J = Fluks permeat

Q = Laju alir permeat

A = Luas permukaan membran

2. Selektivitas (Persen Rejeksi) Membran

Selektivitas atau efisiensi pemisahan adalah kemampuan membran untuk meloloskan

spesi tertentu dan menahan spesi yang lain (Mulder, 1996). Selektivitas biasanya dinyatakan

dengan rejeksi (R) yang menunjukkan harga fraksi konsentrasi zat terlarut yang tertahan oleh

membran.

!! =!! − !!!!

×100%

Rx = Persen rejeki membran terhadap zat X

XF = Kadar zat X dalam fasa umpan

XP = Kadar zat X dalam fasa permeat

(1)

(2)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 9: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Metode Penelitian

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Penelitian ini dimulai dari tahap studi literatur untuk mengumpulkan informasi terkait

proses pengolahan air khususnya proses koagulasi, ozonasi dan filtrasi, informasi mengenai

parameter kualitas air dan baku mutu air yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku,

dan analisis-analisis mengenai kualitas air. Tahapan selanjutnya adalah melakukan preparasi

alat dan bahan. Pada tahapan preparasi alat dilakukan perancangan dan pembuatan alat

pengolahan air. Alat pengolahan air terdiri dari dua bak penampungan yang masing-masing

berfungsi sebagai tempat koagulasi dan ozonasi, pompa dan tiga buah filter.

Gambar 4. Skema unit pengolahan air

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 10: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Tahapan preparasi bahan terdiri dari pengambilan sampel air danau dan preparasi

koagulan polialuminium silikat klorida (PaSiC). Sampel air berasal dari Danau Mahoni

Universitas Indonesia yang diambil menggunakan teknik gabungan tempat. Lokasi

pengambilan air terdiri dari tiga tempat yaitu aliran masuk, di tengah danau dan aliran keluar.

Pada tahap preparasi koagulan PaSiC, pembuatan koagulan dilakukan dengan metode

polimerisasi komposit dengan menambahkan asam polisilikat ke dalam polialuminium

klorida. Setelah dilakukan preparasi, sampel air danau dianalisis untuk mengetahui kualitas

awal air danau yang terdiri dari analisis pH, total dissolved solid (TDS), dan kekeruhan. Air

yang sudah dianalisis dilakukan pretreatment dengan proses koagulasi lalu dianalisis kembali.

Pada tahapan koagulasi dilakukan variasi terhadap jenis dan dosis koagulan. Setelah itu, air

didisinfeksi dengan mengalirkan ozon kemudian difiltrasi. Air hasil filtrasi dianalisis untuk

mengetahui kualitas pengolahan air secara keseluruhan.

Hasil dan Pembahasan

a. Efektifitas Koagulasi Berdasarkan pH

pH menggambarkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan. Pengukuran pH sangat

penting dilakukan, karena pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan

proses koagulasi. Setiap koagulan mempunyai range pH yang spesifik dimana presipitasi yang

maksimum akan terbentuk. Berdasarkan data percobaan diketahui bahwa air danau memiliki

pH rata-rata sebesar 7.67 yang berarti air danau memiliki pH yang sedikit basa. Setelah proses

koagulasi dilakukan terjadi perubahan pH dari air. Perubahan pH untuk setiap jenis dan dosis

koagulan setelah proses koagulasi ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 4. Pengaruh penambahan koagulan terhadap pengurangan pH setelah koagulasi

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 11: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa setelah air inlet diberikan pretreatment berupa

proses koagulasi, terjadi kecenderungan penurunan nilai pH dimana penurunan pH paling

besar terjadi pada penambahan koagulan aluminium sulfat. Penurunan pH pada penambahan

aluminium sulfat 10, 30, 50, dan 70 ppm berturut-turut sebesar 0,04; 0,43; 0,65 dan 0,68.

Penurunan nilai pH terjadi karena pembentukan ion H+ saat koagulan bereaksi dengan air.

Reaksi hidrolisis aluminium sulfat dalam air melepas ion H+ sebanyak 6H+, hal ini yang

menyebabkan aluminium sulfat memiliki penurunan pH yang paling tinggi. Selain itu,

karakter asam dari kation Al3+ dan produk hidrolisis yang memiliki muatan positif yang lebih

tinggi juga menjadi penyebab tingginya penurunan nilai pH dari penambahan koagulan

aluminium sulfat.

Pada koagulan polialuminium klorida (PAC), juga terjadi perubahan pH. Pada

pemberian dengan dosis 10 ppm terjadi kenaikan pH sebesar 0,10. Pada pemberian PAC

dengan dosis 30, 50 dan 70 terjadi penurunan pH berturut-turut sebesar 0,32; 0,50 dan 0,61.

Penurunan pH yang terjadi tidak sebesar saat penambahan koagulan aluminium sulfat. Hal ini

dikarenakan pada reaksi hidrolisis PAC hanya dilepaskan 1 buah ion H+ dan pada koagulan

pra-polimerisasi seperti PAC memiliki kemampuan menahan dari proses hidrolisis lanjutan.

Untuk koagulan PaSiC, terjadi perubahan pH juga namun tidak sebesar dua jenis koagulan

lainnya. Pada penggunaan PaSiC dengan dosis 10 ppm terjadi penurunan pH sebesar 0,04,

sedangkan pada dosis 30, 50, dan 70 ppm terjadi kenaikan pH berturut-turut sebesar 0,08;

0,08 dan 0,01. Perubahan pH yang tidak terlalu besar ini disebabkan karena penggabungan

rantai silika ke dalam struktur PAC menyebabkan penurunan densitas muatan koagulan.

Adanya ikatan antara spesi aluminium dengan jembatan silika meningkatkan ketahanan PaSiC

dari hidrolisis lebih lanjut.

Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya dosis koagulan

dari 10 sampai 70 ppm pada koagulan jenis aluminium sulfat dan PAC, nilai penurunan pH

juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena ion hidrogen yang dihasilkan dari reaksi

pembentukan ion aquometalik juga semakin banyak. Namun, secara garis besar penurunan pH

akibat penambahan koagulan tidak terlalu signifikan. Penurunan pH tertinggi hanya sebesar

0.68 yaitu pada saat penambahan koagulan aluminium klorida pada dosis 70 ppm.

b. Efektifitas Koagulasi Berdasarkan Penurunan TDS Keefektifan proses koagulasi dilihat berdasarkan kemampuannya untuk merejeksi

semua bahan dalam bentuk molekul atau ion baik itu zat organik maupun anorganik yang

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 12: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

terdapat pada sebuah larutan dan dapat melewati filter dengan ukuran pori 2,0 µm atau lebih

kecil. Pada penelitian ini, pengukuran TDS dilakukan menggunakan metode electrical

conductivity (EC). Ion dari konsentrasi padatan terlarut dalam air membuat air memiliki

kemampuan untuk menghasilkan arus listrik yang dapat diukur menggunakan conductivity

meter. Alat yang digunakan adalah conductivity meter merk Lutron YK-2005WA. Hasil

konduktivitas air yang didapatkan dikonversi ke dalam TDS menggunakan condictivity

converter yang terdapat pada situs (http://www.lenntech.com/calculators/conductivity/tds-

engels.htm). Persentase penurunan TDS untuk setiap jenis dan dosis koagulan setelah proses

koagulasi ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh penambahan berbagai koagulan terhadap persentase penurunan TDS

Gambar 5 menunjukkan adanya penurunan padatan terlarut setelah dilakukan

pretreatment koagulasi. Penambahan koagulan sebagai donor muatan positif menetralisir

muatan negatif pada koloid yang menyebabkan zeta potensial atau gaya elektrostatik dari

partikel koloid menjadi berkurang. Setelah terjadi destabilisasi muatan, partikel tersebut

berkumpul dan membentuk mikroflok. Dengan bantuan pengadukan lambat, terjadi tumbukan

dan interaksi terus menerus yang menyebabkan terbentuknya makroflok. Makroflok perlahan

mengendap dan menyebabkan air menjadi lebih jernih. Mengendapnya partikel koloid yang

ternetralisir ini menyebabkan total padatan terlarut di dalam air menjadi berkurang.

Berdasarkan gambar 5 dapat diketahui bahwa penggunaan koagulan aluminium sulfat

dalam proses koagulasi menunjukkan penurunan nilai koagulasi yang paling buruk. Pada

penggunaan koagulan dengan dosis 10, 30, dan 50 ppm terjadi penurunan TDS dengan

persentase berturut-turut sebesar 1,4%, 3,5%, dan 8,43%. Persentase penurunan TDS yang

tidak begitu signifikan disebabkan karena air inlet memiliki pH > 7.0. Kinerja koagulan

-10

0

10

20

30

40

50

60

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium SulfatPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

% P

enur

unan

TDS

Dosis Koagulan (ppm)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 13: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

aluminium sulfat sangat dipengaruhi oleh pH, karena pH mempengaruhi interaksi antara

aluminium dan senyawa organik yang ada di dalam air (Zhao et al., 2009). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh A.I. Zouboulis dan N.D. Tzoupanos, aluminium sulfat

memiliki kinerja yang optimum pada pH 6.5-7. Pada koagulan non-polimerisasi seperti

aluminium sulfat, efisiensi koagulasi sangat bergantung pada pembentukan endapan Al(OH)3

daripada mekanisme netralisasi muatan. Di wilayah lebih basa, yang terjadi adalah

pembentukan spesi aluminum terlarut bermuatan negatif, yaitu ion aluminat, Al(OH)4-, yang

tidak bereaksi dengan partikel koloid bermuatan negatif, sehingga terjadi penurunan dari

efisiensi koagulasi.

Persentase pengurangan TDS pada penggunaan koagulan PAC dengan dosis 10, 30,

50, dan 70 ppm berturut-turut sebesar 1,54%, 5,98%, 10,31%, dan 18,28%. Hasil ini

menunjukkan persentase pengurangan TDS yang lebih baik dibandingkan penggunaan

aluminium sulfat. Hal ini mungkin karena PAC diproduksi dengan cara hidrolisis parsial

aluminium klorida dimana produk hidrolisa aluminum parsial sudah terkandung di dalam

koagulan PAC tidak seperti produk hidrolisa aluminum dari koagulan aluminium sulfat yang

terbentuk setelah pembubuhan aluminium sulfat ke dalam air. Pada jenis koagulan dengan

tingkat pre-polimerisasi lebih tinggi menghasilkan konsentrasi monomer Al3+ yang lebih

rendah dan polimer aluminium kationik yang lebih besar dan stabil sehingga lebih tahan

terhadap hidrolisis lebih lanjut. Selain itu, merujuk pada percobaan yang dilakukan A.I.

Zouboulis dan Tzoupanos pada tahun 2009, PAC komersial memiliki rentang pH optimum

yang lebih besar dari aluminium sulfat dimana rentang pH optimun PAC berada pada pH 7-8.

Pada penggunaan koagulan PaSiC, persentase pengurangan TDS jauh lebih baik

dibandingkan dengan dua jenis koagulan lainnya. Persentase pengurangan TDS pada

penggunaan koagulan PaSiC dengan dosis 10, 30, 50, dan 70 ppm berturut-turut sebesar

4,58%, 23,08%, 49,16%, dan 50,46%. Keunggulan PaSiC didasarkan pada penggabungan

asam polisilikat dengan PAC yang dapat berinteraksi dengan aluminium dan hidrolisat oleh

ikatan Al-O-Si untuk membentuk spesies kompleks silika-aluminium terhidrolisis dengan

ukuran dan berat molekul yang lebih besar sehingga efisiensi agregasi menjadi meningkat

(Gao et al., 2002). Selain itu, kehadiran silika juga meningkatkan ketahanan spesi aluminium

terhadap hidrolisis lebih lanjut. Namun, interaksi antara asam polisilikat bermuatan negatif

sebagian besar akan menetralkan muatan positif dari PAC yang menyebabkan lemahnya efek

netralisasi muatan dalam proses koagulasi. Sebagai akibatnya, surface bridging adsorption

dan entrapment lebih efektif dalam penyisihan TDS dibandingkan dengan netralisasi muatan.

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 14: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Selain berat molekul, keunggulan PaSiC dikarenakan pH air inlet berada pada kisaran pH

optimum dari koagulan ini, yaitu pada pH nilai 6,5-9.

Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa semakin meningkat dosis koagulan yang

diberikan, persentase pengurangan TDS semakin meningkat pula. Hal ini berlaku untuk

penambahan koagulan aluminium sulfat dari dosis 10 sampai 50 ppm, penambahan koagulan

PAC dari dosis 10 sampai 70 ppm, dan penambahan koagulan PaSiC dari dosis 10 sampai 70

ppm. Peningkatan dosis menyebabkan pembentukan partikulat tidak larut menjadi meningkat

dan peningkatan jumlah presipitat tersebut akan diikuti oleh peningkatan frekuensi tumbukan

yang memacu pertumbuhan flok. Flok yang besar dapat mengendap secara lebih cepat,

sehingga terjadi penurunan TDS yang lebih baik.

Pada penggunaan koagulan aluminium sulfat dengan dosis 70 ppm terjadi peningkatan

nilai total dissolved solid sebesar 1.42%. Hal ini dapat terjadi karena pada penambahan kadar

70 ppm, kation yang dilepaskan terlalu berlebih daripada yang dibutuhkan oleh partikel koloid

dalam air yang bermuatan negatif untuk membentuk flok. Penyerapan kation yang berlebih

menyebabkan partikel koloid akan bermuatan positif dan terjadi gaya tolak-menolak antar

partikel, sehingga terjadi deflokulasi flok. Deflokulasi flok akan menyebabkan partikel koloid

terbentuk kembali dalam air yang memungkinkan nilai TDS menjadi semakin besar.

c. Efektifitas Koagulasi Berdasarkan Penurunan Turbiditas

Turbiditas atau kekeruhan merupakan ukuran sifat air dalam meneruskan cahaya.

Pengukuran turbiditas dilakukan berdasarkan perbandingan dari intensitas sinar hamburan

terhadap suspensi referensi pada kondisi yang sama. Pada penelitian ini, pengukuran

turbiditas sampel dilakukan menggunakan alat colorimeter merk HACH DR/890. Efektifitas

koagulasi berdasarkan penyisihan kekeruhan menyatakan persen penyisihan kekeruhan akibat

proses koagulasi. Persentase penurunan turbiditas untuk setiap jenis dan dosis koagulan

setelah proses koagulasi ditunjukkan pada Gambar 6.

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 15: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Gambar 6. Pengaruh penambahan berbagai koagulan terhadap persentase penurunan turbiditas Grafik di atas menunjukkan penurunan turbiditas atau kekeruhan pada air danau

setelah dilakukan pretreatment koagulasi. Kekeruhan terjadi disebabkan oleh adanya material

organik maupun anorganik tersuspensi dan koloid di dalam air. Dengan adanya proses

koagulasi, material organik maupun anorganik tersuspensi dan koloid di dalam air menjadi

berkurang. Penggunaan ketiga koagulan dalam proses koagulasi berkontribusi dalam

penurunan kekeruhan air danau. Kekeruhan berhubungan dengan TDS, sehingga grafik

penurunan turbiditas memiliki pola yang sama dengan grafik penurunan TDS.

Penurunan turbiditas paling rendah ditunjukkan pada penggunaan koagulan aluminium

sulfat yang dikarenakan kondisi air inlet tidak sesuai dengan kondisi optimum penggunaan

aluminium sulfat. Persentase penurunan turbiditas pada penggunaan aluminium sulfat dengan

dosis 10, 30, 50, dan 70 ppm secara berturut turut sebesar 30%, 37,04%, 55% dan 33,33%.

Dosis 70 ppm menunjukkan hasil yang paling rendah, seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa pada penggunaan aluminium sulfat 70 ppm terjadi deflokulasi yang

menyebabkan bertambahnya nilai padatan terlarut. Hal ini menyebabkan tingginya kekeruhan

air pada dosis tersebut.

Pada penggunaan koagulan PAC dengan dosis 10, 30, 50 dan 70 ppm terjadi

penurunan persentase turbiditas secara berturut-turut sebesar 11,11%, 45,83%, 56,10%, dan

64,00%. Penurunan turbiditas pada penambahan PAC 10 ppm menunjukkan hasil yang paling

buruk. Hal ini mungkin disebabkan partikel koloid terdispersi di larutan, dan dengan

penambahan dosis yang sedikit menyebabkan rendahnya tumbukan atau kontak antar partikel

sehingga flok yang dihasilkan kecil. Flok yang kecil membutuhkan waktu yang lama untuk

mengendap. Pada saat pengambilan sampel, kemungkinan flok tersebut belum mengendap

sempurna dan terdapat flok yang ikut teranalisis sehingga penuranan kekeruhan tidak

menunjukkan hasil yang signifikan.

10

20

30

40

50

60

70

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium SulfatPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

Perse

ntas

e Pen

urun

an Tu

rbidi

tas

Dosis Koagulan (ppm)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 16: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Secara garis besar, koagulan PAC mampu memberikan penurunan kekeruhan yang

lebih baik dibandingkan aluminium sulfat, yang disebabkan dalam presipitat PAC struktur

polimeriknya tetap utuh, sehingga membantu dalam menjerat partikel koloid untuk

menggumpal. Pada penggunaan koagulan PaSiC menunjukan hasil yang paling baik. Pada

penggunaan koagulan PAC dengan dosis 10, 30, 50 dan 70 ppm terjadi penurunan persentase

turbiditas secara berturut-turut sebesar 30,77%, 50%, 64,29%, dan 66,67%. Berat dan ukuran

molekul yang besar akibat penambahan silika ke dalam struktur PAC meningkatkan

kemampuan adsorpsi partikel sehingga penurunan turbitidas meningkat.

d. Pengaruh Proses Ozonasi dan Filtrasi dalam Proses Pengolahan Air

Setelah dilakukan proses koagulasi, air danau dengan perlakuan jenis dan koagulan

yang berbeda kemudian di treatment dengan menggunakan ozon selama 10 menit. Setelah itu,

air di filter dengan menggunakan membran reverse osmosis guna mendapatkan air dengan

kualitas yang lebih baik lagi. Pengaruh pemaduan proses ozonasi dan filtrasi sebagai sebagai

proses pengolahan lanjutan dari proses koagulasi ditinjau dari perubahan pH, persentase

penurunan dari TDS, kekeruhan dan COD. Berdasarkan data perubahan pH, hasil filtrasi

berada dikisaran pH 6,79 sampai 8,78. Mayoritas hasil filtrasi menunjukkan kenaikan pH, hal

ini mungkin disebabkan karena proses disinfeksi dengan menggunakan ozon. Peningkatan pH

dapat disebabkan oleh penyisihan senyawa organik yang bersifat asam oleh proses ozonasi.

Senyawa organik tersebut akan teroksidasi oleh ozon menjadi CO2 dan H2O. pH hasil filtrasi

masih berada pada kisaran pH yang dizinkan untuk air kelas satu menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

75

80

85

90

95

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium SulfatPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

Pers

enta

se P

enur

unan

TD

S

Dosis Koagulan (ppm)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 17: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Gambar 7. Persentase penurunan TDS untuk berbagai jenis dan dosis koagulan setelah proses ozonasi dan filtrasi Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa setelah proses ozonasi dan filtrasi terjadi

penurunan nilai pH yang sangat signifikan yang berarti adanya proses ozonasi dan filtrasi

sangat efektif dalam mengurangi total padatan terlarut yang masih tersisa di dalam air yang

telah di treatment dengan proses koagulasi. Dari gambar diatas diketahui bahwa pada

penggunaan koagulan PaSiC, persentase pengurangan TDS mengalami penurunan pada dosis

70 ppm hal ini disebabkan karena pada proses koagulasi, penurunan TDS pada dosis ini sudah

cukup tinggi.

Gambar 8. Persentase penurunan kekeruhan untuk berbagai jenis dan dosis koagulan setelah proses ozonasi dan

filtrasi

  Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan terhadap kekeruhan yang

signifikan setelah dilakukan proses ozonasi dan filtrasi. Pada koagulan aluminium klorida 50

ppm, polialuminium sulfat 70 ppm, dan PaSiC 50 ppm terjadi penurunan turbiditas hingga

100% yang artinya kekeruhan air sama dengan 0. Persentase penurunan turbiditas paling

rendah terjadi pada penggunaan koagulan aluminium klorida 70 ppm karena pada dosis ini

kinerja aluminium menurun akibat deflokulasi sehingga kualitas air hasil koagulasi kurang

baik. Sedangkan pada PaSiC 70 ppm penurunan terjadi karena koagulasi berjalan sangat baik.

50

60

70

80

90

100

110

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium SulfatPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

Pers

enta

se P

enur

unan

Kek

eruh

an

Dosis Koagulan (ppm)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 18: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Gambar 9. Persentase penurunan TDS untuk berbagai jenis dan dosis koagulan untuk keseluruhan proses

pengolahan air

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan TDS yang sangat

signifikan pada keseluruhan proses pengolahan air. Dimana proses pengolahan air paling

efektif adalah dengan penggunaan koagulan PaSiC pada dosis 50 ppm, dengan penurunan

TDS sebesar 93.85%. Air inlet pada pemakaian koagulan ini sebesar 131 ppm sedangkan air

hasil filtrasinya sebesar 8.06 ppm.

Gambar 10. Persentase penurunan kekeruhan untuk berbagai jenis dan dosis koagulan untuk keseluruhan proses

pengolahan air

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan kekeruhan yang sangat

signifikan pada keseluruhan proses pengolahan air. Pada koagulan aluminium klorida 50 ppm,

polialuminium sulfat 70 ppm, dan PaSiC 50 ppm terjadi penurunan turbiditas hingga 100%

yang artinya kekeruhan air sama dengan 0 FAU.

75

80

85

90

95

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium KloridaPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

Pers

enta

se P

enur

unan

TDS

Dosis Koagulan (ppm)

70

75

80

85

90

95

100

105

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Aluminium SulfatPolialuminium KloridaPolialuminium Silikat Klorida

Pers

enta

se P

engu

rang

an T

urbi

dita

s

Dosis Koagulan (ppm)

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 19: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Dari hasil perubahan pH, penurunan TDS dan turbiditas dapat disimpulkan bahwa

koagulan yang paling efektif dalam pengolahan air danau UI yang bersumber dari Danau

Mahoni adalah koagulan PaSiC dengan dosis 50 ppm. Penggunaan koagulan ini menghasilkan

hasil akhir, yaitu air dengan pH 6.95, kandungan padatan terlarut sebesar 8.06 dan kekeruhan

sebesar 0 FAU. Hasil akhir ini memenuhi persyaratan untuk air kelas 3 sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air berdasarkan beberapa parameter yang diuji.

Kesimpulan • Proses pengolahan air yang terdiri dari proses koagulasi, ozonasi dan filtrasi terbukti dapat

meningkatkan kualitas air. Hal ini dapat dilihat dari perubahan pH yang terjadi dan

persentase penyisihan total padatan terlarut dan turbiditas.

• Proses koagulasi terbaik terjadi pada koagulan PaSiC pada dosis 70 ppm dengan pH akhir

7,69, TDS sebesar 64,9 ppm dengan persentase penurunan sebesar 50,46% dan kekeruhan

sebesar 9 FAU dengan persentase penurunan sebesar 66,67%.

• Berdasarkan hasil analisis dari keseluruhan proses, koagulan PaSiC dengan dosis 50 ppm

merupakan koagulan yang paling baik untuk pengolahan air Danau UI. Penggunaan

koagulan ini menghasilkan hasil akhir, yaitu air dengan pH 6.95, kandungan padatan

terlarut sebesar 8.06 ppm dan kekeruhan sebesar 0 FAU.

• Kualitas air hasil pengolahan dengan PaSiC dengan dosis 50 ppm memenuhi persyaratan

untuk air kelas satu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82

Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

berdasarkan parameter TDS, kekeruhan dan pH namun perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut terhadap parameter-parameter lainnya.

Saran • Untuk mengetahui pengaruh jenis dan dosis koagulan secara lebih jelas harus dilakukan

pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan air sintetis agar didapatkan kondisi awal

yang sama untuk setiap perlakuan.

• Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis pengaruh pH terhadap

hasil koagulasi dari koagulan dengan jenis dan dosis yang berbeda dan melalukan

pembuatan koagulan dengan metode co-polimerisasi.  

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 20: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

   Daftar Referensi Bayu Satria Pratama. (2005). Pengolahan Air Danau UI untuk Pengolahan Air Bersih dengan

Integrasi Proses Adsorbsi, Filtrasi dan Ozonasi. Fakultas Teknik, Universitas

Indonesia, Depok.

Bitton Gabriel. (1994). Wastewater Microbiology. A John Wiley and Sons, INC., New York.

Eckenfelder, Wesley. 1989. Industrial Water Pollution Control. 2nd Edition. New York:

McGraw Hill International Edition.

Erwin Nurdin. (2012). Danau UI Butuh Perhatian Intensif. Dikutip dari

http://www.suaramahasiswa.com (2 Oktober 2015).

Eva Fathul Karamah dan Andrie Oktafauzan Lubis. (2005). Pralakuan Koagulasi dalam

Proses Pengolahan Air dengan Membran: Pengaruh Waktu Pengadukan Pelan

Koagulan Aluminium Sulfat terhadap Kinerja Membran. Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia.

Inggriani. (2007). Ozone: “The Silent Healer”. http://stanfordcenter.com/artikel/OZONThe%

20Silent%20Healer.pdf. (7 Juli 2016).

Kadhum M. Shabeeb, Hayder A. Abdulbari dan Ali A. Abbas. (2012). Treatment of Pulp and

Paper Mill Wastewater By Poly-Aluminum-Silicate-Chloride (Pasic) Through

Coagulation-Flocculation Process. Al-Qadisiya Journal For Engineering Sciences,

Vol. 4, No. 4.

Metcalf and Edy. (1991). Wastewater Engineering. 3rd edition. New York: MacGraw Hill

International Edition.

Mulder, Marcel. (1996). Basic Principles of Membrane Technology. Netherlands: Kluwer

Academic Publisher.

N. D. Tzoupanos and A. I. Zouboulis. (2008). Coagulation-Flocculation Processes in

Water/Wastewater Treatment: The Application of New Generation of Chemical

Reagents. 6th IASME/WSEAS International Conference on Heat Transfer, Thermal

Engineering and Environment (HTE'08). Rhodes, Greece. ISBN: 978-960-6766-97-

8

Program Studi Teknik Lingkungan. (2009). Pengantar Pengolahan Air. Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

Radiman C.L. dan Suendo, V. Perkembangan Sains dan Teknologi. Proseding Seminar Kimia

bersama UKM-IIB ke-5, hal 15-22, Malaysia, 16-17 Juli 2002.

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016

Page 21: Pengaruh Koagulan untuk Pengolahan Air Danau UI yang

Roekmijati W. (2005). TGP Pencegahan Pencemaran/Pengelolaan Limbah. Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia.

Sudigdo Sastroasmoro. (2004). Terapi Ozon. http://www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20

Kajian%20HTA/2004/Terapi%20Ozon.doc. (7 Juli 2016)

Suryadiputra. (1995). Pengantar Kuliah Pengolahan Limbah: Pengolahan Air Limbah

dengan Metode Kimia (Koagulasi dan Flokulasi). Fakultas Perikanan, Istitut

Pertanian Bogor.

Tarsoen Waryono. (2012). Danau UI Butuh Perhatian Intensif. Dikutip dari

http://www.suaramahasiswa.com (2 Oktober 2015).

William, M.E. (2003). A Brief Review of Reverse Osmosis Membrane Technology. EET

Corporation and Williams Engineering Services Company.

B. Gao, X. Huang, Y. Wang, Q. Yue, Q. Li, Y. Zhang. (2014). Coagulation Performance and

Flocs Properties of A New Composite Coagulant: Polytitanium–Silicate–Sulfate.

Chemical Engineering Journal 245 (2014) 173–179.

Pengaruh koagulan ..., Maylina Chandra Puspita, FT UI, 2016