Upload
vananh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS
VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I
TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi
Oleh:
Sunarmi
NIM K3205024
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS
VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh:
Sunarmi
NIM K3205024
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 7 November 2010
Pembimbing I
Drs. Margana, M.Sn.
NIP 19600612 199103 1 001
Pembimbing II
Adam Wahida, S.Pd, M.Sn.
NIP 19730906 200501 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana.
Pada hari : Kamis
Tanggal : 9 Desember 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn. 1.
Sekertaris : Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. 2.
Anggota I : Drs. Margana, M.Sn. 3.
Anggota II : Adam Wahida, S.Pd, M.Sn. 4.
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Sunarmi, PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II
SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta:
Oktober 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan prestasi belajar dalam
membuat karya seni rupa membatik siswa kelas VI SD dengan indikator: (1) 70 %
siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat membuat batik, (2) 70 % siswa
mampu membuat rancangan motif batik, (3) 70 % siswa mampu membatik
dengan teknik mencanting, dan (4) 70 % siswa mampu mewarnai motif batik
dengan teknik colet.
Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian tindakan kelas
ini adalah prestasi belajar membatik, sedangkan variabel tindakan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL.
Bentuk penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan
menggunakan model siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Siklus I dilaksanakan 4
kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan 3 kali pertemuan. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VI SD N Mojosongo II Kecamatan Jebres
Surakarta yang berjumlah 36 anak. Teknik pengumpulan data variabel
peningkatan prestasi belajar membatik menggunakan model pembelajaran CTL.
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, pencatatan
arsip, dokumen, tes hasil belajar, dan perekaman.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa tindakan kelas
pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar membatik: jumlah
siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %,
sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 15 siswa
atau 41,66 %. Hasil penelitian siklus I menampakkan peningkatan prestasi belajar
siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi
indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu 70 %. Nilai siswa setelah dilaksanakan
penelitian siklus II dengan menerapkan model pembelajaran CTL adalah sebagai
berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau
11,11 %, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak
32 siswa atau 88,88 %. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi
bahwa pembelajaran membatik dengan menggunakan model pembelajaran CTL
dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SD N Mojosongo II
Kecamatan Jebres Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Sunarmi, THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) MODEL TO IMPROVE THE IMPROVEMENT OF
MEMBATIK LEARNING ACHIEVEMENT IN THE SIXTH GRADE
STUDENTS OF SDN II MOJOSONGO OF SEMESTER II IN THE SCHOOL
YEAR OF 2010/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty
of Surakarta Sebelas Maret University. Surakarta: October 2010.
The objective of research is to improve the learning achievement in
making fine art work membatik of VI graders of Elementary School with the
following indicators: (1) 70 % of the students are able to prepare the materials and
tools for making batik, (2) 70 % of the students are able to make batik motive, (3)
70 % of the students are able to make batik by mencanting technique, and (4) 70
% the students are able to color the batik motive using the colet tecnique.
The variable as the change target in this classroom action research is the
learning achievement of membatik, while the action variable that is used in this
research was CTL learning model.
This research is Classroom Action Research using cycle model. Each cycle
consists of 4 stages: planning, implementing, observing, analysis, and reflecting.
Cycle I was implemented in 4 meetings and cycle II is implemented in 3 meetings.
The sample of research is the VI grade students of SDN Mojosongo II Jebres
Subdistrict of Surakarta consisting of 36 students. Technique of collecting data
that is used for the improvement of membatik learning achievement variable is
CTL learning model. The techniques of collecting data are interview, observation,
archive recording, document, learning achievement test, and recording.
Based on the result of this research, it can be concluded that, the classroom
action research in cycle I shows that there is an improvement in membatik
learning achievement: there are 15 students (41.66%) obtaining ≥ 66 value, while
there are 21 students (58.32%) obtaining ≤ 66 value. The result of research on
cycle I shows the improvement of students learning achievement, but it has not
been able to meet the performance indicator of research of 70%. The students
values after the implementation of cycle II by applying the CTL learning model
are as follows: 4 students (11.11%) obtain ≤ 66 value, while 32 students (88.88%)
obtain ≥ 66 value. Thus it can be recommended that membatik learning using CTL
can improve the membatik learning achievement of the VI sixth grade students of
SDN II Mojosongo of Jebres Subdistrict, Surakarta in the school year of
2010/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada, karena waktu tidak akan
pernah terulang kembali.
Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang: jika keras mengerjakan
suatu pekerjaan yang sukar, pasti akan terlaksana apa yang diharapkan.
Kemenyan sebesar tungku, kalau dibakar tentu berbau: ilmu yang banyak itu
harus dikembangkan, agar orang lain memperolehnya.
Mudahkanlah jalan sesamamu (muslim), niscaya Allah SWT akan mempermudah
jalanmu ke surga (H.R. Buchory Moeslim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMABAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua Orang Tuaku Bapak Muhtadi dan Ibu Tasmini, terimakasih atas doa serta
dukungan moral yang telah Bapak dan Ibu berikan.
Mas Min (Sutarmin, SE.) dan Mbak Yuni (Yuniati Listyoningsih, SE.), Mas Yono
dan Mbak Yanti terimakasih atas dukungan, dan motivasinya, adikku Muhamad
Isnaini, Siva Marela (cipa), kehadiran kalian bisa membuat aku tertawa.
Pak Lik, Bu Lik, Lastri, Mas Taufik, Mbak Yatmi, Mas Muksin, Maratus dan
Semua keluarga besarku yang ada di Nusa Tenggara Timur, terimaksaih atas doa
dan restunya.
Sahabat terbaik yang selalu ada disisiku (tata), terimakasih atas semangatnya.
Ndaru, Ambar, Bodro, Ning, Hery, Dyan, Devi, Dani, Gilang, Tugas, Udin, dan
semua teman-teman seperjuanganku Seni Rupa angkatan 2005, 2006, 2007, dan
2008, Mawar Putih: Nova, Ita, Dyah, Retno, Andri, Ika, Mbak Anis, SDN
Mojosongo II: Mbak Watik, Faisal, Pak Bambang, adiku Uppi’07,
Dwita dan Listya’06.
terimakasih atas semua bantuannya.
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmad serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA
KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN
2010/2011”
Tujuan penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas yang harus
diselesaikan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan, Program Studi
Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak memerlukan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Fakultas
Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi;
2. Drs. Suparno, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Surakarta
yang telah memberikan persetujuan skripsi;
3. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd. tim skripsi yang telah memberikan izin
penyusunan skripsi;
4. Drs. Tjahjo prabowo, M.Sn. Ketua Jurusan Program Pendidikan Seni Rupa
yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;
5. Drs. Margana, M.Sn. pembimbing I dan Adam Wahida, S.Pd., M.Sn.
pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan
kepada penulis shingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar;
6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang dengan tulus
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Kartini Asri Sejati, S.Pd. Kepala Sekolah SDN Mojosongo II Kecamatan
Jebres Kota Surakarta yang telah memberikan layanan data dan ijin tempat
penelitian;
8. Sari Sunarni, S.Pd. dan Mariyani, S.Pd. selaku wali kelas VI SDN
Mojosongo II serta pembimbing lapangan yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi;
9. Rekan-rekan guru dan siswa siswi SDN Mojosongo II yang telah
memberikan dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi;
10. Berbagai pihak yang yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dan
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca.
Surakarta, 18 November 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................. i
PENGAJUAN .................................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMABAHAN ......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8
1. Model Pembelajaran Contextual teaching and learning
(CTL) ......................................................................................... 8
a. Pengertian Model Pembelajaran CTL .................................. 8
b. Tujuh Komponen dalam CTL .............................................. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3. Prestasi Belajar .......................................................................... 14
a. Pengertian Prestasi ............................................................... 14
b. Pengertian Belajar ............................................................... 15
c. Pengertian Prestasi Belajar .................................................. 15
2. Pengertian Batik ........................................................................ 17
a. Batik ..................................................................................... 17
b. Teknik Pembuatan Batik ..................................................... 18
d. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis ......................... 20
e. Proses Pembuatan Batik Tulis ............................................. 21
B. Kerangka Berpikir ......................................................................... 22
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 25
A. Seting Penelitian .......................................................................... 25
1. Tempat Penelitian ................................................................... 25
2. Waktu Penelitian ..................................................................... 25
B. Subjek Penelitian .......................................................................... 26
C. Bentuk Penelitian ......................................................................... 26
D. Sumber Data ................................................................................. 26
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 27
1. Wawancara .............................................................................. 27
2. Observasi ................................................................................. 27
3. Pencatatan Arsip dan Dokumen ............................................. 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Arsip................................................................................. 28
b. Dokumen ......................................................................... 28
4. Tes Hasil Belajar ..................................................................... 28
5. Perekaman ............................................................................... 28
F. Indikator Ketercapaian................................................................... 28
G. Prosedur Penelitian ....................................................................... 29
1. Tahap Perencanaan Tindakan ................................................. 30
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan .................................................. 30
3. Tahap Observasi dan Analisis ................................................. 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 38
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................... 38
1. Tinjauan Historis SDN Mojosongo II ..................................... 38
2. Letak Geografis SDN Mojosongo II ....................................... 39
3. Keadaan SDN Mojosongo II ................................................... 40
a. Visi ..................................................................................... 41
b. Misi .................................................................................... 41
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian .................................................. 42
1. Tindakan Siklus I .................................................................... 43
a. Perencanaan Tindakan ....................................................... 43
b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................... 44
1.) Pertemuan Pertama ...................................................... 44
2.) Pertemuan Kedua ......................................................... 52
3.) Pertemuan Ketiga ......................................................... 58
4.) Pertemuan Keempat ..................................................... 65
c. Observasi dan Analisis ...................................................... 69
1.) Hasil Observasi ............................................................. 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I ...................... 73
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus I .............................. 77
e. Refleksi ............................................................................... 78
2. Tindakan Siklus II ................................................................... 81
a. Perencanaan Tindakan ....................................................... 81
b. Pelaksanaan Tindakan ....................................................... 82
1.) Pertemuan Pertama ...................................................... 82
2.) Pertemuan Kedua ......................................................... 89
3.) Pertemuan Ketiga ......................................................... 100
c. Observasi dan Analisis ...................................................... 105
1.) Hasil Observasi ............................................................. 105
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus II ..................... 108
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus II ............................ 113
d. Refleksi .............................................................................. 115
C. Diskripsi Antar Siklus ................................................................... 118
1. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum Tindakan .............. 118
2. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus I ..................................................................... 119
3. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus II ................................................................... 121
4. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II .................................... 122
D. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 126
1. Hasil dan Proses Pembelajaran ................................................. 126
a. Prestasi Belajar ...................................................................... 126
b. Proses Pembelajaran .............................................................. 126
c. Media Pembelajaran .............................................................. 127
d. Kreativitas ............................................................................. 127
e. Hasil Karya Siswa ................................................................. 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2. Keterkaitan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Proses
Pembelajaran ............................................................................. 128
a. Pada Tahap Konstuktivism ..................................................... 128
b. Pada Tahap Inquiry ............................................................... 128
c. Pada Tahap Questioning ........................................................ 129
d. Pada Tahap Learning Community ......................................... 129
e. Pada Tahap Modeling ............................................................ 130
d. Pada Tahap Reflection ........................................................... 130
e. Pada Tahap Authentic Assessment ......................................... 131
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................................... 133
A. Simpulan ....................................................................................... 133
B. Implikasi ........................................................................................ 134
C. Saran .............................................................................................. 135
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 137
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 139
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 26
Tabel 2. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Pertama .................................... 31
Tabel 3. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Kedua ...................................... 32
Tabel 4. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Ketiga ...................................... 34
Tabel 5. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Keempat .................................. 35
Tabel 6. Lembar Observasi Terstruktur Sebelum Dilakukantindakan ......... 42
Tabel 7. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I. .............. 70
Tabel 8. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus II ............. 105
Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum
Tindakan. ........................................................................................ 118
Tabel 10. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah
Tindakan Siklus I ........................................................................... 119
Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah
Tindakan Siklus II. ......................................................................... 121
Tabel 12. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ......................................... 122
Tabel 13. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kelas dan Persentase
Keberhasilan Setelah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ...... 124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian ............... 3
Gambar 2. Kerangka Berpikir ..................................................................... 24
Gambar 3. Struktur Organisasi SDN Mojosongo II .................................... 39
Gambar 4. Guru Menyampaikan Materi Pelajaran dengan Memberikan
Contoh Gambar dan Karya Batik .............................................. 50
Gambar 5. Siswa Membuat Motif Batik Pada Kertas Gambar ................... 51
Gambar 6. Guru Menjelaskan Kembali Bahan dan Alat yang Digunakan
Untuk Membuat Batik (modelling) ........................................... 55
Gambar 7. Guru Membagikan Kain Mori Kepada Siswa Untuk
Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain ........ 55
Gambar 8. Siswa Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas
Kain ........................................................................................... 56
Gambar 9. Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting ........................... 56
Gambar 10. Siswa Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet .................. 60
Gambar 11. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai...... 61
Gambar 12. Siswa Merendam Kain Batik ke Dalam Ember Berisi
Waterglass ................................................................................. 61
Gambar 13. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik .................................... 62
Gambar 14. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai
ke Dalam Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass .............. 62
Gambar 15. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air
Mendidih .................................................................................... 63
Gambar 16. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot ......... 64
Gambar 17. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ............. 67
Gambar 18. Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Nilai Rendah ..................... 73
Gambar 19. Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Sedang 74
Gambar 20. Hasil Karya Siswa yang Audah Memenuhi KKM Nilai Tinggi 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 21. Guru Memberikan Contoh Taplak Meja yang Terbuat dari
Batik (modelling) ...................................................................... 87
Gambar 22. Siswa Membuat Rancangan Motif Batik pada Kertas Gambar . 88
Gambar 23. Guru Menjelaskan Cara Membuat Batik yang Digunakan
Untuk Taplak Meja .................................................................... 92
Gambar 24. Guru Memberi Contoh Siswa yang Kesulitan dalam
Mengerjakan Tugas (Modelling) .............................................. 93
Gambar 25. Secara Bergantian Siswa Membatik dengan Teknik
Mencanting ................................................................................ 94
Gambar 26. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Mewarnai Motif Batik
dengan Teknik Colet .................................................................. 95
Gambar 27. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Menjemur Kain Batik
yang Sudah Selesai Diwarnai .................................................... 95
Gambar 28. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik yang Sudah Direndam
dengan Menggunaka Waterglass Selama ± 15 Menit ............... 96
Gambar 29. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Di Waterglass
Ke Dalam AirBersih Untuk Melunturkan Waterglass .............. 97
Gambar 30. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air
Mendidih .................................................................................... 97
Gambar 31. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot ......... 98
Gambar 32. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ............. 120
Gambar 33. Hasil Karya Siswa Kelompok 3 Belum Memenuhi KKM
(Nilai Rendah) .......................................................................... 108
Gambar 34. Hasil Karya Kelompok 9 yang Sudah Memenuhi KKM (Nilai
Sedang) ..................................................................................... 110
Gambar 35. Hasil Karya Siswa Kelompok 2 yang Sudah Memenuhi KKM
(Nilai Tinggi) ............................................................................ 112
Gambar 36. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilaksanakan
Tindakan .................................................................................... 119
Gambar 37. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan
Gambar 38. Tindakan Siklus I ....................................................................... 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Gambar 39. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus II ..................................................................... 122
Gambar 40. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum dan Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II ...................................... 123
Gambar 41. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa Kelas VI Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II ...................................... 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik, berlangsung
terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa. Proses ini berlangsung dalam
jangka waktu tertentu.
Hasbullah (2005: 11) berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah: (1)
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, (2) berbudi
pekerti luhur, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) sehat
jasmani dan rokhani, (5) kepribadian yang mantap dan mandiri, dan
(6) bertanggungjawab terhadap masyarakat dan bangsa”.
“Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) memiliki sifat
multilingual, multidimensional, dan multikultural”. (BSN, 2007). Multilingual
bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan
berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai
perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi
meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi) apresiasi dan
kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika,
kinestetika, dan etika. Multikultural bermakna pendidikan seni menumbuh
kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya
nusantara dan mancanegara.
Redja Mudyahardjo (2001: 199) menyatakan bahwa: Sebuah kegiatan
pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan, apabila kegiatan
tersebut tidak hanya mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses
pelaksanaannya memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta
didik maupun pendidiknya”.
Sekolah Dasar (SD) adalah sekolah awal yang mempunyai tujuan
mendidik siswa mulai dari dasar (pondasi), sehingga siswa mampu memiliki
pengetahuan dasar yang nantinya akan dikembangkan pada jenjang pendidikan
selanjutnya yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sehingga
pendidikan Sekolah Dasar sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak di
masa yang akan datang.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
“Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1990 tentang Pendidikan Dasar, disebutkan bahwa pendidikan dasar
merupakan pendidikan sembilan tahun, yaitu program pendidikan
enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan program pendidikan tiga tahun
di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). SBK diberikan di
Sekolah karena keunikan, bermakna, dan bermanfaat terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan
berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar
melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat
diberikan oleh mata pelajaran lain. Seni Budaya dan Keterampilan
terdiri dari seni rupa, seni musik, seni tari dan keterampilan”. (BSN,
2007).
Mengingat pentingnya pendidikan bagi Bangsa Indonesia pendidikan
dasar sembilan tahun wajib dilaksanakan. Dengan terlaksanannya program wajib
belajar sembilan tahun maka kita dapat meneruskan perjuangan para pahlawan
yang telah gugur mempertahankan Indonesia. Dengan adanya pendidikan kita
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang nantinya dapat kita
manfaatkan seumur hidup.
“Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar
dari segala pendidikan yang ada diatasnya” diperlukan pendidikan
yang profesional, sehingga murid betul-betul bisa melanjutkan
pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya. Selain iu
Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun
dalam masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai
dengan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup (Way of life
education). (Khairul Iksan, 2009).
Dalam proses pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di SDN
Mojosongo II termasuk monoton, karena pada setiap tahun pembelajarannya sama
yaitu mengambar dengan menggunakan media buku gambar dan pewarna pensil
warna atau pastel, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa tidak dapat
berkreativitas dengan bebas dan lebih luas karena keterbatasan media dalam
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan mata pelajaran membatik di SDN
Mojosongo II siswa lebih banyak praktek dari pada teori, karena jika siswa lebih
banyak mendengarkan ceramah (teori) siswa mudah bosan atau jenuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Mata pelajaran SBK dibagi menjadi empat, yaitu seni rupa, keterampilan,
seni musik, dan seni tari. Mata pelajaran seni rupa sendiri memiliki beberapa
kompetensi dasar, salah satu diantaranya adalah mengekspresikan diri melalui
karya seni rupa. Dalam mengekspresikan diri melalui karya seni rupa terdapat
kompetensi dasar yaitu membatik.
”Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus diperoleh siswa adalah
nilai 66”. (KTSP, 2010: 14). Sedangkan ± 70 % karya siswa masih belum dapat
memenuhi KKM. Berikut ini adalah contoh hasil karya gambar batik siswa SDN
Mojosongo II yang sudah memenuhi KKM:
Gambar 1.a Gambar 1.b
Gambar 1. Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari kedua hasil karya di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa
tentang motif batik sangat kurang sekali. Hal itu dapat dilihat dari motif batik
yang mereka buat mempunyai motif hampir sama (kurang kreatif). Dilihat dari
sisi pewarnaan hasil karya siswa pada gambar 1 a sudah baik jika dibandingkan
dengan gambar 1 b. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai
batik sangat berpengaruh terhadap hasil karya mereka. Sehingga hal ini dapat
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
Adapun masalah yang ada pada siswa di kelas VI SDN Mojosongo II
diantaranya adalah kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran membatik. Dari
beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar
mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah, minat, dan
antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
diri siswa untuk belajar. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar guru
mencoba berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan
mengajukan pertanyaan kepada siswa secara keseluruhan, dengan harapan
sedikitnya ada satu dua orang siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru. Akan
tetapi, tidak satupun siswa yang berupaya untuk merespon pertanyaan yang
diajukan. Hal ini disebabkan rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran
membatik, siswa menganggap bahwa membatik adalah sesuatu yang sangat sulit
dikerjakan, keterbatasan pengetahuan siswa tentang membatik, dan siswa kurang
percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Kurangnya minat belajar siswa dapat dilihat dari hasil pengamatan proses
pembelajaran (1) pada saat mengerjakan tugas didalam kelas siswa cenderung
ramai, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas, (3)
tidak serius pada saat mengerjakan tugas, (4) sumber dan media pembelajaran seni
rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa belum mampu
membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing (hanya
mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6) sebagian besar siswa
belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan (7) sebagian besar
siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik. Dampak dari berbagai
faktor tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan karena
guru hanya menggunakan pembelajaran yang searah (konvensional), dengan
pemberian tugas menggambar menggunakan media kertas tanpa arahan dan
bimbingan, sehingga siswa merasa tidak tertarik dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Penilaian yang dilakukan oleh guru SBK selama ini hanya menggunakan
penilaian hasil akhir (portofolio), tanpa menilai proses pembuatan karya, keaslian
ide, kreativitas, pewarnaan, dan pengamatan aktivitas siswa. Hal tersebut juga
dapat menjadi salah satu kendala dari berbagai faktor-faktor lain dalam Proses
Belajar Mengajar (PBM), sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar
membatik. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa,
guru berpengaruh dalam meningkatkan proses penilaian. Berikut ini adalah
pendapat yang dikemukakan oleh Umanis, 2005:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
”Dalam proses pembelajaran pendidikan (pendidikan dan pengajaran),
terdapat tiga aspek ada pada diri siswa yang perlu dikembangkan.
Ketiga aspek ini adalah aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotorik. Aspek kognitif adalah pengembangan kecerdasan atau
pengenalan, aspek afektif adalah pengembangan minat atau berbuat
sesuatu setelah dikenalkan, dan aspek psikomotorik adalah
pengembangan kemampuan atau keterampilan.”
Selain aspek-aspek tersebut dalam proses pembelajaran juga memerlukan
model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang menyenangkan, dapat
mendukung dalam penyampaian materi maupun bahan ajar supaya mampu
memancing minat siswa dalam mengikuti pelajaran.
Dalam membatik guru mempunyai peranan penting untuk menjelaskan,
memberikan contoh karya batik, membuat contoh karya langsung mulai dari
menggambar motif pada kain, mencanting, sampai dengan tahap pewarnaan
(melakukan demonstrasi/permodelan). Dengan adanya demonstrasi yang
dilakukan oleh guru, hal ini diharapkan mampu memancing rasa penasaran siswa
sehingga siswa dapat ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Dengan pelaksanaan pembelajaran praktek, guru dapat mengetahui
seberapa besar kemampuan siswa dalam menerapkan hasil dari teori. Pada waktu
praktek guru dapat mengamati sekaligus mengarahkan siswa dalam mengerjakan
tugas (portofolio). Selain itu secara langsung guru memberikan kritik maupun
saran serta masukan-masukan yang membangun siswa untuk berkarya.
Berdasarkan latar kendala-kendala yang terdapat di atas maka peneliti
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi. SCANS dalam Johnson (2007:
265) berpendapat bahwa:
”Model pembelajaran CTL ini terdapat tiga keterampilan dasar yang
dapat dimiliki siswa, yaitu: (1) keterampilan dasar: membaca, menulis,
aritmatika dan matematika, mendengarkan, berbicara, (2) keterampilan
berpikir: belajar, memberi alasan, berpikir kreatif, membuat
keputusan, memecahkan masalah. Keterampilan berpikir meliputi
memadukan, menganalisis, menggunakan logika, dan membedakan
fakta-fakta yang kuat dan yang lemah, (3) kualitas pribadi :
tanggungjawab perseorangan yang diwujudkan dalam bentuk
ketekunan diri dalam menyelesaikan pekerjaan dan melakukan yang
terbaik”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Model pembelajaran CTL digunakan untuk dapat memancing minat
belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab
lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa
(daily life modelling). Berikut ini pendapat yang telah dikemukakan oleh Akmad
Sudrajat, 2009:
”Langkah-langkah model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)” adalah sebagai berikut: (1) konstruksivisme
(konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari
pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, (2) menemukan
(inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, (4)
masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang
yang terkait dalam kegiatan belajar, (5) permodelan (modeling) yaitu,
proses penampilan suatu contoh, (6) refleksi (reflection) yaitu, cara
berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, (7) penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan
keterampilan siswa, penilaian produk (hasil karya).”
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penelitian ini dibatasi dengan
judul: ”PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN
AJARAN 2010/2011”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, perumusan masalah
dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:
Sejauh mana penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI
SDN Mojosongo II?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN
Mojosongo II semester I tahun ajaran 2010/2011.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan:
a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas bagi guru-
guru yang lain.
b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Mampu meningkatkan pengetahuan serta pemahaman siswa terhadap
batik.
b. Mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rancangan
motif batik.
c. Mampu meningkatkan kreativitas siswa dalam berkarya.
d. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mencanting.
e. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mewarnai batik dengan
teknik colet.
f. Mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam membuat batik dengan
teknik mencanting.
g. Untuk melestarikan keberadaan batik yang menjadi salah satu dari
berbagai macam kebudayaan Bangsa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Untuk memudahkan pengkajian ini peneliti membaginya menjadi tiga
pokok bahasan, yaitu: (1) Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL). (2) Prestasi Belajar, dan (3) Membatik
1. Model Pembelajaran CTL
a. Pengertian Model Pembelajaran CTL
Model pembelajaran CTL (pembelajaran kontekstual) adalah salah satu di
antara sekian banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, di mana CTL merupakan suatu sistem atau pendekatan
pembelajaran yang bersifat holistik. Pembelajaran ini terdiri atas komponen-
komponen yang saling terkait, yang apabila dilaksanakan masing-masing
memberikan dampak sesuai dengan perannya. Pembelajaran kontekstual
didasarkan pada pemikiran bahwa siswa belajar apabila mereka melihat makna
dari yang mereka pelajari. Makna dalam pekerjannya di sekolah apabila mereka
dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang
mereka miliki. Melalui CTL belajar dapat menjadi bermakna dengan mengaitkan
konten dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa.
“Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka”. http://fandi4tarakan.wordpress.com.
Kemitraan yang memungkinkan para siswa menerapkan pelajaran
akademis ke tempat kerja, pelajaran-pelajaran yang mengaitkan tugas sekolah
dengan pengalaman sehari-hari, restrukturisasi sekolah yang memungkinkan
“lerning by doing” semua kegiatan ini menunjukkan kekuatan dari pesan pokok
CTL. Pesan pokok itu adalah bahwa “lerning by doing” menyebabkan kita
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, dan ketika kita
melihat makna, kita menyerap dan menguasai pengetahuan dan keterampilan.
Johnson (2007: 4), berpendapat bahwa:
“Dalam pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip utama
yaitu: 1) prinsip saling ketergantungan (interdependence). Menurut
hasil kajian para ilmuwan modern segala yang ada di alam semesta ini
adalah saling berhubungan. Segala yang ada, baik manusia maupun
bukan manusia, makhluk hidup ataupun benda mati atau satu sama lain
berhubungan dan tergantung membentuk pola dan jaring sistem
hubungan yang teratur, 2) prinsip diferensiasi (differentiation).
Diferensiasi menunjuk kepada sifat alam yang secara terus menerus
menimbulkan perbedaan, keragaman, keunikan. Alam tidak pernah
mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip
diferensiasi menunjukkan kreativitas yang luar biasa dari alam
semesta. 3) prinsip pengorganisasian diri (self organization). Setiap
individu atau kesatuan (entity) dalam alam semesta mempunyai
potensi melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan yang utuh yang
berbeda dari yang lain. Tiap orang memiliki organisasi diri,
keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi
atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya
secara khas berbeda dengan yang lainnya”.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat
beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut
Sanjaya dalam Endang Komara, 2010, antara lain:
1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi
pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena
itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang mereka peroleh.
2. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang
dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak,
kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan
mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan
masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya
perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara
kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara
bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar
tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
5. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan.
Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang
memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).
Pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh
orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya
sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian
informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala
keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
b. Tujuh Komponen Dalam CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas.
Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan CTL. Tujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1.) Kontruksivisme (konstruktivism)
2.) Menemukan (inquiry)
3.) Bertanya (questioning)
4.) Masyarakat belajar (Learning community)
5.) Permodelan (modelling)
6.) Refleksi (reflection)
7.) Penilaian nyata (authentic assessment)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Johnson (2007: 64) berpendapat bahwa: ”Sistem CTL berhasil karena
sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami.
CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek
akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk
menemukan makna.”
Model pembelajaran ini secara ringkas dapat dirumuskan: mampu
menghubungkan materi belajar dengan konteks kehidupan sehari-hari. Di bawah
ini merupakan tahapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) menurut Endang Komara, 2010:
a.) Pada tahap kontruksivisme (konstruktivism), adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu
memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri
seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting,
yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek
untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya.
Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi
bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya.
Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut: (1) pengetahuan
bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu
merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu
merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) subjek
membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan. (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi
seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa
dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan
pengalaman.
b.) Pada tahap menemukan (inquiry), adalah proses pembelajaran didasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya
merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis.
Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh
baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.
Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah
siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering),
penyimpulan (conclusion).
c.) Pada tahap bertanya (questioning), dalam konsep ini kegiatan tanya jawab
yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru
digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir
secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan
siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau
siswa dengan orang lain yang didatangkan kedalam kelas.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan
sangat berguna untuk:
Kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2)
menggali pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4)
mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal
yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang
dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari
siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d.) Pada tahap masyarakat belajar (learning community), aktivitas belajar
secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun
kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa
sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang
cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang
memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang
lain.
e.) Pada tahap permodelan (modeling), dalam konsep ini kegiatan
mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau
melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi
model tentang cara belajar (how to learn), menggunakan alat dan guru
bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau
melalui media cetak dan elektronik.
f.) Pada tahap refleksi (reflection), yaitu melihat kembali atau merespon suatu
kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi
hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat
dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Melalui proses refleksi,
pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui
pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah
pengetahuannya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL,
setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk „‟merenung‟‟ atau mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya
sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
g.) Pada tahap penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), adalah
proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada
proses belajar bukan kepada hasil belajar.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah proses pembelajaran yang didalamnya terdapat tujuh komponen
dasar konstruktivisme (konstruksivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment), sehingga dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari siswa.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 700) “Prestasi mempunyai
pengertian hasil yang dicapai, dilakukan, dikerjakan, dan sebagainnya atau hasil
pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan
biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian” Di dalam dunia
pendidikan, prestasi sering dikaitkan dengan kemampuan dibidang akademik.
Tolok ukur untuk menilainnya adalah dengan menggunakan nilai (angka).
Buchori (1997: 85) berpendapat bahwa:
”Prestasi adalah hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang
berupa angka, huruf, serta tindakan hasil belajar yang dicapai. Adapun
hasil belajar yang berupa angka atau huruf selain sebagai bukti hasil
karya yang dicapai juga memotivasi agar prestasinya lebih
meningkat”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melalui proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dalam proses belajar, apabila
seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas
kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar
atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan didalam proses belajar. Sedangkan
Winkel W.S. (1984: 226) mengemukakan bahwa ”prestasi belajar merupakan
bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar dapat kita lihat dari hasil nilai yang diperoleh siswa selama
mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya prestasi dalam proses
pembelajaran kita dapat mengetahui apakah materi yang telah disampaikan oleh
guru dapat diserap oleh seluruh siswa atau hanya sebagian saja.
Menurut Tirtonegoro (1988: 43) “Prestasi belajar ini dinyatakan dalam
bentuk angka, huruf maupun dan pada tiap-tiap periode tertentu”. Sementara itu
menurut ahli lain, “Prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh
dengan usahannya dalam rangka mengaktualisasikan dan mempotensinkan diri
lewat belajar” (Slameto, 1987: 16).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
prestasi belajar adalah hasil maksimal yang diperoleh dengan mengerjakan suatu
kegiatan untuk diukur/dinilai dalam bentuk angka atau huruf untuk mengetahui
kedudukan atau prestasi anak.
Untuk dapat mengetahui prestasi belajar seseorang, maka diperlukan
penilaian hasil belajar. Menurut Masidjo (1995: 93), terdapat tiga ranah penilaian
pencapaian hasil belajar adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1. Ranah Kognitif, meliputi: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah Afektif, meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan
sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
3. Ranah psikomotor, meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan
kreativitas.
Yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek psikomotor,
dikarenakan dalam proses pembelajaran membatik dengan teknik mencanting
memiliki kompetensi dasar membatik dengan teknik mencanting. Penilaian yang
akan digunakan dalam membatik dengan teknik mencanting adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik:
a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.
b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik
mencanting.
c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan
teknik colet.
2. Membuat rancangan motif batik:
a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik).
3. Membatik dengan teknik mencanting:
a. Penggunaan canting.
b. Kematangan malam.
c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting.
4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet:
a. Teknik mencolet.
b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol.
c. Perpaduan warna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Pengertian Batik
a. Batik
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 84) batik adalah ”corak atau
gambar pada kain yang pembuatanya secara khusus dengan menerakan malam
kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.”
Menurut Sewan Susanto (1980: 5), teknik membuat batik adalah: “proses-
proses pekerjaan dari pemula yaitu dari mori batik sampai menjadi kain batik.”
Secara etimologi kata batik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik
dapat diartikan juga menulis atau menggambar serba rumit. Batik sama artinya
dengan menulis, akan tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu
melukis pada kain dengan menggunakan lilin/malam, dan alat yang digunakan
untuk menorehkan malam pada kain yaitu canting. Canting adalah alat yang
digunakan untuk membuat gambar pada batik terbuat dari bahan kuningan atau
tembaga. Pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan resist dyes
technique (teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan
cara ikat-celup motif yang sangat sederhanaa, kemudian menggunakan zat
perintang warna.
“Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun
temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari
batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan
status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik
tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan
Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa)
yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan
kepada dunia oleh Presiden Soeharto, dengan memakai batik pada saat
mengikuti Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)”. Sumber:
http//www.compas.com.
Seni batik merupakan salah satu jenis kerajinan khas Indonesia. Daerah
pembuatannya tersebar hampir diseluruh wilayah nusantara. Masing-masing
daerah memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri. Keunikan tersebut adalah
motif atau corak, teknik pembuatan, dan makna simboliknya.
Batik Jawa mempunya motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif
ini biasa terjadi dikarenakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat
dari leluhur mereka. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang
biasa disebut dengan batik Solo. Berikut ini adalah pendapat yang dikemukakan
oleh Barmin & Wijiono, (2008: 10):
”Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh
asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas,
dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Corak
yang terdapat pada kain batik adalah tumbuhan pohon, ranting, daun,
bunga dan akar, hewan: burung, ikan, kupu-kupu, ular, dll, manusia ,
geometris, dan bentuk lain seperti awan, gapura, rumah, dll. Bahan
yang digunakan untuk membuat kain batik berupa kain mori, dan kain
sutra. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jenis primisima,
prima, dan biru. Primisima adalah kain mori yang halus, harganya
mahal, dan baik untuk batik tulis. Jenis prima bermutu sedang dan bisa
dibuat batik tulis. Mori biru mutunya kurang baik, tipis dan
tenunannya agak jarang. Mori biru tidak baik untuk batik tulis, hanya
dapat digunakan untuk batik cap.”
Di pabrik tekstil, motif batik juga dapat dicetak dalam jumlah banyak dan
berwarna-warni seperti halnya mencetak kertas. Sedangkan, batik tulis lebih
mahal harganya karena dibuat dengan tangan dan membutuhkan waktupengerjaan
yang lama. Kini, kain batik tidak hanya digunakan sebagai busana, tapi juga
sebagai bahan berbagai perlengkapan rumah tangga dan interior serta menjadi
produk cinderamata.
b. Teknik Pembuatan Batik
Menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 4), teknik pembuatan
batik di Indonesia ada lima macam, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.) Teknik canting tulis
Teknik canting tulis adalah teknik membatik dengan menggunakan alat
yang disebut canting (Jawa). Canting terbuat dari tembaga ringan dan
berbentuk seperti teko kecil dengan corong di ujungnya. Canting berfungsi
untuk meneorehkan cairan malam pada sebagian motif. Saat kain
dimasukkan ke dalam larutan pewarna, bagian yang tertutup malam tidak
terkena warna. Membatik dengan canting tulis disebut teknik membatik
tradisional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2.) Teknik celup ikat
Teknik celup ikat merupakan pembuatan motif pada kain dengan cara
mengikat sebagian kain, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna.
Setelah diangkat dari larutan pewarna dan ikatan dibuka bagian yang
diikat tidak terkena warna.
3.) Teknik printing
Teknik printing biasanya digunakan dipabrik tekstil. Motif batik juga
dapat dicetak dalam jumlah banyak dan berwarna-warni seperti halnya
mencetak kertas dengan menggunakan alat cetak yang berupa screen.
4.) Teknik cap
Teknik cap merupakan cara pembuatan motif batik dengan menggunakan
canting cap. Canting cap merupakan kepingan logam atau pelat berisi
gambar yang agak menonjol. Permukaan canting cap yang menonjol
dicelupkan dalam cairan malam/lilin. Selanjutnya, canting cap dicapkan
pada kain. Canting cap akan meninggalkan motif. Motif inilah yang
disebut klise. Canting cap membuat proses pemalaman menjadi lebih
cepat. Oleh karena itu, teknik printing dapat menghasilkan kain batik yang
lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat.
5.) Teknik colet
Motif batik juga dapat dibuat dengan teknik colet. Motif yang dihasilkan
dengan teknik ini tidak berupa klise. Teknik colet bisa juga disebut dengan
teknik lukis, merupakan teknik mewarnai motif batik dengan cara
mengoleskan cat atau pewarna kain sejenis tertentu pada motif dengan alat
khusus atau kuas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa batik
merupakan salah satu dari berbagai macam warisan nenek moyang kita yang
wajib dilestarikan keberadaannya. Dengan mempelajari berbagai macam teknik
yang digunakan dalam membuat batik berarti kita dapat ikut mempertahankan dan
melestarikan keberadaan batik di Indonesi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis
Berikut ini adalah perlengkapan yang diperlukan untuk membuat batik
tulis menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 6):
1.) Canting
Canting adalah peralatan khas yang digunakan untuk membatik.
Canting berfungsi seperti pena untuk mengambil lilin/malam dan
menggambarkannya pada kain. Canting terbuat dari bahan tembaga
atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Ukuran
canting bermacam-macam sesuai dengan besar kecilnya garis
gambar yang akan dibuat. Jenis canting ada bermacam-macam, di
antaranya canting ngengrengan, tembokan, seret dua, cecekan, dan
isen.
2.) Anglo/keren/kompor kecil
Anglo/keren adalah kompor tanah yang berfungsi untuk
memanaskan penggorengan/wajan yang berisi lilin. Anglo
dilengkapi dengan kipas untuk menjaga agar api dan arang tetap
menyala.
3.) Wajan
Wajan/penggorengan merupakan tempat untuk memanaskan lilin
agar tetap encer. Lilin/malam berfungsi sebagai tinta yang digunakan
untuk membuat motif pada kain. Bila lilin/malam mengeras, lilin
pada canting pun harus sebentar-sebentar dituang ke dalam wajan
agar tetap panas dan cair sehingga tidak membuat aliran lilin/malam
di dalam canting tersumbat.
4.) Lilin/malam
Lilin/malam ini khusus digunakan untuk membatik. Lilin/malam
dibuat dari bahan-bahan gondorukem, damar, lemak sapi, malam
lorodan, dan malam kote. Ada yang membuatnya dari sarang lebah.
Jenisnya ada beberapa macam seperti malam biron, malam carikan,
malam remukan, dan malam tembokan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
5.) Gawangan
Gawangan berbentuk seperti gawang. Fungsinya untuk tempat
menyampirkan kain yang akan dibatik. Gawangan terbuat dari kayu
atau bambu.
d. Proses Pembuatan Batik Tulis
Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan batik tulis:
1.) Buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil.
2.) Malam/ lilin direbus diatas wajan dengan menggunakan anglo/ kompor.
3.) Kemudian motif batik dengan menggunakan canting yang berisi
lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.
4.) Motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan
warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna
remazol.
5.) Setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam
kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk
memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar
warna tidak mudah luntur.
6.) Batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15
menit.
7.) Cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/ dikancing tersebut dengan
menggunakan air bersih supaya waterglass luntur.
8.) Rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci.
9.) Masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk
melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain.
10.) Pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan
sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam.
11.) Setelah lilin/malam luntur, kemudian kain batik dapat dikeringkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Jika masih terdapat sisa-sisa malam pada kain batik dapat dihilangkan
dengan menggunakan tepung kanji yang dilarutkan ke dalam air.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dapat diketahui: (1)
pada saat mengerjakan tugas di dalam kelas siswa cenderung ramai dengan teman-
temannya, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas,
(3) tidak serius pada saat mengerjakan tugas di sekolah, (4) sumber dan media
pembelajaran seni rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa
belum mampu membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing
(kebanyakan hanya mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6)
sebagian besar siswa belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan
(7) sebagian besar siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik.
Dari permasalahan di atas maka peneliti menerapkan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pembelajaran CTL terdapat
tujuh komponen dasar, sehingga CTL dapat dibedakan dengan model
pembelajaran lainnya. Tujuh komponen dasar yang terdapat dalam CTL yaitu:
1. Kontruksivisme (konstruktivism), siswa melakukan observasi, dan
mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, batik printing, batik colet, dan
batik jumputan/celup ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan
mereka sendiri.
2. Menemukan (inquiry), setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru
membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah,
mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan
membuat kesimpulan.
3. Bertanya (questioning), guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan
siswa mengenai batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik.
Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa
untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Masyarakat belajar (learning community), pada siklus I siswa dibagi dalam
kelompok dan melakukan diskusi, dan pada siklus II siswa dibagi dalam
kelompok dan melakukan kerjasama.
5. Permodelan (modeling), guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat
motif batik, mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet supaya
siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan
model yang telah diperagakan oleh guru.
6. Refleksi (reflection), guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon
materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Siswa diberi kesempatan
untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal
yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi.
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), guru melakukan
penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian proses,
produk/hasil karya batik.
Kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Penggunaan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) Prestasi belajar membatik rendah
Konstruktivism
Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.
Inquiry
Setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk
menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.
Questioning
Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, bahan dan alat untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan
siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya.
Modeling, Guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat motif batik, mencanting, dan
mewarnai batik dengan teknik colet supaya siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang telah diperagakan oleh guru.
Reflection
Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah
disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya.
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi
dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi.
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Prestasi belajar membatik meningkat
Siklus I
Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.
Siklus II
Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.
Learning community
Pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi.
Pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama.
Authentic assessment, Guru melakukan penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian
proses, produk/hasil karya batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Seting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri
Mojosongo II, dengan alasan:
1. SDN Mojosongo II belum pernah dijadikan tempat penelitian.
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK) khususnya membatik, guru belum menggunakan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
3. Peneliti sebagai tenaga edukatif di SD tersebut, sehingga hasil penelitian
nanti diharapkan dapat memberi masukan yang dapat bermanfaat untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan dan umumnya pada mata pelajaran yang lain.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai dari
bulan Juli 2010 sampai dengan bulan September 2010, dengan rincian sebagai
berikut:
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SDN Mojosongo II kelas VI
semester I tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 36 anak.
C. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini lebih
menekankan pada proses perbaikan kelas, maka jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan atau action research. Dengan menggunakan bentuk penelitian
tindakan, peneliti berharap dapat memperoleh informasi yang sebanyak-
banyaknya untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji
dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut akan
digali dari berbagai sumber data sejenis data yang akan dimanfaatkan dalam
Bulan Minggu Kegiatan
Juli 2010 1 dan 2
3 dan 4
Persiapan
Pengajuan judul
Pengajuan proposal skripsi
Revisi
Konsultasi
Revisi proposal (bab I, II, III)
Pengesahan proposal skripsi
Membuat surat ijin pelaksanaan PTK
Agustus 2010 1 dan 2
3 dan 4 Uji coba pelaksanaan PTK
Pengumpulan data lapangan dan observasi
September 2010 1 dan 2
3 dan 4
Penyusunan bab IV
Konsultasi
Revisi bab IV
Penyusunan bab V
Konsultasi
Revisi
Penyempurnaan skripsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
penelitian ini adalah informan yang terdiri dari guru dan siswa kelas VI SDN
Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai bentuk penelitian kelas dan juga jenis sumber data yang
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Wawancara
”Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab
lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari satu pihak yang
mewawancarai dan jawaban diberikan dari yang diwawancara.” (Abdurrahmat,
2006: 105).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 1009) wawancara adalah:
”tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau
pendapatnya mengenai suatu hal.”
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
wawancara adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui
tanya jawab untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Dengan wawancara
yang dilakukan secara langsung oleh peneliti diharapkan mampu memperoleh
data-data serta informasi yang diperlukan secara rinci dan mendalam.
2. Observasi
”Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau
perilaku objek sasaran.” (Abdurrahmat, 2006: 104).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 623) pengertian observasi
adalah: ”pengamatan, peninjauan dengan cermat.”
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan dan peninjauan yang jelas. Observasi sebagai alat pengumpul
data harus sistematis artinya observasi serta pencatatanya dilakukan menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulang kembali oleh peneliti
lain. Selai itu hasil observasi itu harus memberi kemungkinan untuk
menafsirkannya secara ilmiah.
3. Pencatatan Arsip dan Dokumen
a. Arsip
1.) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SDN Mojosongo II tahun
ajaran 2010/2011.
2.) Silabus SDN Mojosongo II.
3.) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b. Dokumen
Berupa nilai formatif untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa
sebelum dilakukan tindakan.
4. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa
setelah dilakukan penelitian tindakan yang berupa hasil karya batik (portofolio).
5. Perekaman
Perekaman dilakukan dengan menggunakan alat kamera foto, untuk
memperjelas berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti.
F. Indikator Ketercapaian
Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini
adalah jika terjadi peningkatan prestasi belajar siswa setelah penggunaan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan penggunaan
media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Adapun indikator-indikator
ketercapaian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini, antara laian:
Dan untuk mengukur ketercapaian tujuan maka digunakan indikator
ketercapaian atau tolok ukur yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
1. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat
untuk membuat batik:
a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.
b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik
mencanting.
c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan
teknik colet.
2. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membuat rancangan motif batik:
a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik).
3. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membatik dengan teknik
mencanting:
a. Penggunaan canting.
b. Kematangan malam.
c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting.
4. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mewarnai motif batik dengan
teknik colet:
a. Teknik mencolet.
b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol.
c. Perpaduan warna.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan (action research) ini terdiri dari siklus-siklus.
Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang
telah dirancang dalam faktor-faktor yang telah diselidiki. Untuk mengetahui
permasalahan yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa kelas VI SDN
Mojosongo II maka dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran, dan
aktifitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dilakukan
wawancara terhadap siswa. Melalui langkah-langkah tersebut akan dapat
ditentukan tindakan yang tepat dalam rangka peningkatan prestasi belajar
membatik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selaku guru
pengampu mata pelajaran, maka langkah yang paling tepat untuk meningkatkan
prestasi belajar membatik adalah dengan pemahaman lain yang telah dikuasai
siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tindakan yang diduga paling tepat
adalah menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan melaksanakan tujuh komponen dasar yang terdapat di dalamnya
Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur
pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: tahap perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dalam setiap siklus.
Secara rinci prosedur penelitian ini dapat dijabarkan dalam uraian sebagai
berikut:
1. Tahap Perencanaan Tindakan
a. Mengumpulkan data yang diperlukan.
b. Merencanakan tindakan yaitu membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran/RPP mata pelajaran membatik kelas VI dengan menggunakan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), termasuk
mempersiapkan media pembelajaran batik yang berupa contoh hasil karya
batik, bahan, dan alat untuk membuat batik.
c. Membuat lembar observasi.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap pelaksanaan tindakan terdapat tahapan-tahapan yang akan
dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan, antara lain:
Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan pertama:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 2. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Pertama
Tahap Guru Siswa
A.Kegiatan
awal
B.Kegiatan
inti
C.Kegiatan
akhir
Mengulas materi pembelajaran sebelumnya, yaitu batik,
Menjelaskan model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Menjelaskan tujuan pada pertemuan pertama, yaitu
penyampaian materi pelajaran tentang batik, dan membuat
motif batik pada kertas gambar.
Menjelaskan tentang penegertian batik, peralatan dan bahan
yang digunakan untuk membatik, dan langkah-langkah
pembuatan batik.
Memberitahukan aspek penilaian yang digunakan dalam
mempersiapkan peralatan dan bahan untuk membatik
dengan indikator: 1) mempersiapkan peralatan membatik,
2) membuat rancangan motif batik, 3) membatik dengan
teknik mencanting,. 4) mewarnai motif batik dengan teknik
colet.
Siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi
(learning comunity).
Mendemontrasikan suatu kinerja dengan membuat motif
batik (modeling).
Melakukan penilaian mempersiapkan bahan dan alat yang
digunakan untuk membatik berdasarkan indikator
ketercapaian 1) mempersiapkan peralatan membatik,
berdasarkan indikator memperhatikan penjelasan
guru/fokus, menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru, dan mengajukan pertanyaan kepada guru (authentic
assessment).
Memberikan penugasan membuat batik dengan motif bebas
pada kertas yang nantinya akan digunakan untuk membuat
batik.
Melakukan tanya jawab tentang materi batik yang telah
disampaikan (questioning).
Mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi
batik yang telah disampaikan.
Menanyakan kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa.
Menjawab dan memberikan solusi mengenai kendala-
kendala yang dihadapi oleh siswa (reflection).
Memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya yaitu memindah motif dari kertas ke atas kain,
dan membatik dengan teknik mencanting.
Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan yang
diberikan oleh guru.
Siswa menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
Siswa mengajukan pertanyaan
kepada guru.
Siswa mendengarkan instruksi
dari guru.
Siswa melakukan observasi, dan
mengamati hasil karya batik tulis,
batik cap, batik printing, batik
colet, dan batik jumputan/celup
ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri
tentang batik (konstruksivisme)
Siswa mendiskusikan batik yang
telah diamati, siswa menemukan
masalah pada batik yang diamati,
siswa membuat pertanyaan-
pertanyaan tentang masalah yang
diperoleh dari hasil pengamatan,
siswa menganaliasis, siswa
memecahkan masalah, siswa
membuat kesimpulan (inquiry).
Siswa mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru.
Siswa mengemukakan kendala-
kendala yang dihadapi selama
mengikuti pembelajaran.
Siswa melanjutkan tugas di
rumah.
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan pertama melalui penerapan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), yang berdasarkan
pada 7 langkah di dalamnya, yang meliputi: 1) kontruksivisme (konstruktivism)
yaitu siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap,
batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa mengamati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
berbagai macam benda yang terdapat dilingkungan sekitar yang nantinya akan
digunakan sebagai sumber ide untuk membuat motif batik. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, 2) menemukan (inquiry) yaitu,
Siswa mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada
batik yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang
diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan
masalah, siswa membuat kesimpulan, 3) masyarakat belajar (learning community)
yaitu, membentuk kelompok kecil untuk berdiskusi, 4) permodelan (modeling)
yaitu, proses penampilan suatu contoh karya batik dan cara membuat motif batik,
3) bertanya (questioning) yaitu, Melakukan tanya jawab tentang materi batik yang
telah disampaikan, 6) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang
telah dipelajari yaitu: pengertian membatik, peralatan dan bahan yang digunakan
untuk membatik, langkah-langkah dalam membatik, dan untuk membuat motif
batik, 7) penilaian nyata, yaitu mempersiapkan bahan dan alat membatik
berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditentukan (authentic assessment).
Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan kedua:
Tabel 3. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Kedua
Fase Guru Siswa
A.kegiatan
awal
B.kegiatan
inti
Mengulas materi pembelajaran sebelumnya, yaitu
membuat motif batik.
Menjelaskan sedikit tentang penegertian batik. bahan
dan alat untuk membatik, dan langkah-langkah
pembuatan batik.
Menjelaskan tujuan pada pertemuan kedua, yaitu
memindahkan motif batik dari kertas keatas kain, dan
membatik dengan teknik mencanting.
Menjelaskan tentang cara memindah motif dari kertas
gambar keatas kain.
Menjelaskan tentang teknik mencanting yang benar.
Memberitahukan aspek penilaian yang digunakan dalam
merancang motif batik, berdasarkan indikator kreativitas
(keaslian ide, beda dengan yang lain, tidak monoton), dan
komposisi serasi. 2) merancang motif batik, berdasarkan
indikator kreativitas (keaslian ide, beda dengan yang lain,
tidak monoton), dan komposisi serasi. 3) membatik
dengan teknik mencanting, berdasarkan indikator
menggunakan canting dengan baik (memegang gagang
Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan yang
diberikan oleh guru.
Siswa melakukan observasi dan
mengamati hasil motif batik yang
telah dibuat pada pertemuan
sebelumnya. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan
mereka sendiri tentang motif batik
(konstruksivisme).
Siswa mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan dari
guru.
Siswa mendiskusikan batik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
C.kegiatan
akhir
canting bagian tengah, posisi tangan kiri miring untuk
menyangga kain, posisi canting disesuaikan dengan
kemiringan kain), malam/lilin tembus pada kain, dan
kebersihan dalam mencanting.
Melakukan tanya jawab tentang memindah motif batik
dari kertas gambar ke atas kain dan membatik dengan
teknik mencanting (questioning),
Siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi
(learning comunity).
Mendemontrasikan suatu kinerja dengan membuat motif
batik dan membatik dengan teknik mencanting
(modeling).
Memberikan penugasan memindahkan motif batik dari
kertas keatas kain, kemudian dicanting.
Mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi
batik yang telah disampaikan.
Menanyakan kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa
pada waktu memindah motif batik dari kertas keatas
kain, dan teknik mencanting.
Menjawab dan memberikan solusi mengenai kendala-
kendala yang dihadapi oleh siswa (reflection).
Memberitahukan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya yaitu mewarnai motif batik dengan teknik
colet.
Melakukan penilaian motif batik, dan membatik dengan
teknik mencanting berdasarkan indikator ketercapaian
(authentic assessment).
telah diamati, siswa menemukan
masalah pada motif batik yang
diamati, siswa membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang
masalah yang diperoleh dari hasil
pengamatan, siswa menganaliasis,
siswa memecahkan masalah,
siswa membuat kesimpulan
(inquiry).
Siswa mendengarkan instruksi
dari guru.
Siswa menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
Siswa mengajukan pertanyaan
kepada guru.
Siswa mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru.
Siswa mengajukan pertanyaan
kepada guru tentang tentang
kendala-kendala yang dihadapi
oleh siswa pada waktu memindah
gambar dari kertas ke atas kain,
dan membatik dengan teknik
mencanting.
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan kedua melalui penerapan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan
pada 7 langkah didalamnya, yang meliputi: 1) kontruksivisme (konstruktivism)
siswa melakukan observasi dan mengamati motif batik yang telah dibuat pada
pertemuan sebelumnya. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri,
2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa mendiskusikan motif batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan,
siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan, 3)
bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir siswa, tanya jawab tentang materi mencanting yang
telah disampaikan, 4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, membentuk
kelompok belajar dan melakukan diskusi, 5) permodelan (modeling) yaitu, proses
penampilan suatu contoh memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
dan membatik dengan teknik mencanting, 6) refleksi (reflection) yaitu, mengajak
siswa mengingat kembali tentang apa yang sudah dipelajari. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai kesulitan-
kesulitan yang dihadapi dalam memindah motif batik dan membatik dengan
teknik mencanting. Guru memberikan solusi atau pemecahan masalah yang
dihadai., 7) penilaian yang nyata, yaitu membatik denga teknik mencanting
berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditentukan (authentic assessment).
Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan ketiga:
Tabel 4. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Ketiga
Fase Guru Siswa
A.Kegiatan
awal
B.Kegiatan
inti
C.Kegiatan
akhir
Mengulas materi pembelajaran sebelumnya,
yaitu memindah motif batik dari kertas keatas
kain dan membatik dengan teknik mencanting.
Menjelaskan sedikit tentang penegertian batik,
bahan dan alat untuk membatik, dan langkah-
langkah pembuatan batik.
Menjelaskan tujuan pada pertemuan ketiga,
yaitu mewarnai motif batik dengan teknik colet.
Menjelaskan tentang langkah-langkah dan cara
mewarnai motif batik. Memberitahukan aspek
penilaian yang digunakan yaitu, 4) mewarnai
motif batik dengan teknik colet, berdasarkan
indikator perpaduan warna (harmonis, berani
mengkombinasikan warna, tidak keluar dari
motif), tidak tercampur dengan warna motif
lain, perbedaan antara motif dan background
jelas.
Melakukan tanya jawab tentang materi
mewarnai motif batik dengan teknik colet yang
telah disampaikan (questioning).
Membentuk kelompok kecil untuk mengerjakan
tugas individu dengan melakukan diskusi
(learning comunity).
Memberikan contoh mewarnai motif batik
(modeling).
Memberikan penugasan mewarnai motif batik
dengan dengan teknik colet.
Merespon kegiatan mewarnai motif batik
dengan teknik colet (reflection).
Memberitahukan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya yaitu mempresentasikan
hasil karya siswa di depan kelas.
Melakukan penilaian mewarnai motif batik
dengan teknik colet (authentic assessment).
Siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan yang diberikan oleh guru.
Siswa melakukan observasi dan mengamati
contoh hasil karya batik tulis. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka
sendiri tentang mewarnai motif batik
(konstruksivisme).
Siswa mendiskusikan batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada
batik yang diamati, siswa membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah
yang diperoleh dari hasil pengamatan,
siswa menganaliasis, siswa memecahkan
masalah, siswa membuat kesimpulan
(inquiry).
Siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan dari guru
Siswa mendengarkan instruksi dari guru
Siswa menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru
Siswa mengajukan pertanyaan kepada
guru.
Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru
tentang tentang kendala-kendala yang
dihadapi oleh siswa pada waktu mewarnai
motif batik dengan teknik colet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ketiga melalui penerapan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan
pada 7 langkah didalamnya, yang meliputi: (1) kontruksivisme (konstruktivism)
yaitu, siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis.
Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri tentang mewarnai motif
batik, (2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa mendiskusikan batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil pengamatan,
siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa membuat kesimpulan,
(3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing
dan menilai kemampuan berpikir siswa, tanya jawab tentang materi mewarnai
motif batik dengan teknik colet, (4) permodelan (modeling) yaitu, proses
penampilan suatu contoh mewarnai motif batik dengan teknik colet, 6) kelompok
belajar (learning comunity), siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk
mengerjakan tugas individu dengan melakukan diskusi, (5) refleksi (reflection)
yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari yaitu mewarnai motif batik
dengan teknik colet, (6) penilaian yang sebenarnya, yaitu mewarnai motif batik
dengan perpaduan warna pada kain berdasarkan indikator ketercapaian (authentic
assessment).
Berikut ini adalah tabel pelaksanaan tindakan pertemuan keempat:
Tabel 5. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Keempat
Fase Guru Siswa
A.Kegiatan
awal
B.Kegiatan
inti
Mengulas materi pembelajaran
sebelumnya, yaitu membuat motif batik,
memindah motif batik dari kertas
gambar ke atas kain, membatik dengan
teknik mencanting, dan mewarnai motif
batik dengan teknik colet.
Menjelaskan tujuan pada pertemuan
keempat, yaitu.mempresentasikan hasil
karya siswa.
Mempresentasikan hasil karya membatik
siswa satu-persatu di depan kelas.
Memberitahukan hasil penilaian karya
siswa.
Siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan dari guru.
Siswa mendengarkan dan memperhatikan
penjelasan dari guru.
Siswa mendengarkan instruksi dari guru.
Siswa melakukan observasi dan mengamati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
C.Kegiatan
akhir
Memberikan contoh karya batik yang
dibuat oleh siswa (modeling).
Membentuk kelompok kecil untuk
mengamati dan mendiskusikan hasil
karya batik yang telah dibuat (learning
community).
Melakukan tanya jawab tentang kegiatan
membatik dan hasil karya batik yang
telah dibuat (questioning).
Merespon kegiatan membatik yang telah
dilaksanakan selama 3 kali pertemuan
(reflection).
Memberitahukan rencana pembelajaran
pada pertemuan berikutnya yaitu siklus
II membuat batik yang digunakan untuk
taplak meja kecil.
Melakukan penilaian keseluruhan
(authentic assessment).
hasil karya batik tulis yang telah dibuat.
Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan
mereka sendiri tentang kegiatan membatik
yang telah dilaksanakan selama 3 kali
pertemuan (konstruksivisme).
Siswa mendiskusikan batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada
batik yang diamati, siswa membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang
diperoleh dari hasil pengamatan, siswa
menganaliasis, siswa memecahkan masalah,
siswa membuat kesimpulan (inquiry).
Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru.
Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru.
Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru
mengenai kendala-kendala yang dihadapi
selama mengikuti proses pembelajaran
membatik yang telah dilaksanakan selama
tiga kali pertemuan.
Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan keempat melalui penerapan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL),yang berdasarkan
pada 7 langkah di dalamnya, yang meliputi: (1) kontruksivisme (konstruktivism)
yaitu, siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya batik tulis
yang telah dibuat. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri
tentang mewarnai motif batik, (2) menemukan (inquiry) yaitu, siswa
mendiskusikan batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik
yang diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang
diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan
masalah, siswa membuat kesimpulan, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa,
tanya jawab tentang tentang kegiatan membatik dan hasil karya batik yang telah
dibuat, (4) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan contoh karya batik,
(5) masyarakat belajar (learning community) yaitu, siswa dibentuk dalam
kelompok kecil untuk mengamati dan mendiskusikan hasil karya batik yang telah
dibuat, (6) refleksi (reflection) yaitu, merespon kegiatan membatik yang telah
dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, (7) penilaian nyata, yaitu penilaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
keseluruhan berdasarkan 4 indikator ketercapaian yang sudah ditentukan
(authentic assessment).
3. Tahap Observasi dan Analisis
a. Tindakan guru memonitoring siswa selama proses pembelajaran.
b. Menilai hasil prestasi dalam pembelajaran membatik.
Hasil belajar siswa dapat diambil berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan pada siklus I, yaitu empat kali pertemuan dapat diperoleh hasil
penelitian dengan menggunakan authentic assessment (penilaian nyata)
berdasarkan keempat indikator ketercapaian yang telah ditentukan.
4. Tahap Refleksi
Dengan adanya refleksi guru dapat menentukan langkah selajutnya.
Apakah pelaksanaan tindakan pada siklus I ada perubahan penurunan atau
peningkatan prestasi belajar, dan apakah pelaksanaan siklus I sudah mampu
memenuhi keempat indikator penilaian yang telah ditentukan?. Jika prestasi
belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II dapat meningkat, maka tidak perlu
dilanjutkan siklus II. Akan tetapi jika belum memperlihatkan adanya peningkatan
prestasi belajar perlu dilanjutkan dengan melaksanakan siklus II yang meliputi:
tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan
refleksi. Demikian juga untuk siklus selanjutnya. Kalau hasilnya sudah cukup,
tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Tinjauan Historis Sekolah Dasar Negeri Mojosongo II
Penelitian ini dilakukan di SDN Mojosongo II yang beralamat di Jl.
Tangkuban Perahu No.02B RT 1/RW II kelurahan Mojosongo, kecamatan Jebres,
Surakarta. Bangunan SDN Mojosongo II termasuk sempit, karena sebelum
dibangun menjadi SDN Mojosongo II bangunan tersebut adalah sebagian
bangunan dari SDN Mojosongo I. Karena kelebihan siswa maka pada tanggal 1
September 1980 didirikan SDN Mojosongo II. Ketika berdiri SDN Mojosongo II
memiliki Nomor Statistik Sekolah (NSS) 101036104055, Nomor Induk Sekolah
(NIS) 100280, dan Nomor Statistik Bangunan (NSB) 0111117503004912. SDN
Mojosongo II merupakan salah satu SD di gugus VI yang ada di wilayah
kecamatan Jebres Surakarta.
Semenjak berdiri pada tahun 1980 hingga tahun 2010 sekarang ini SDN
Mojosongo II telah mengalami 7 (tujuh) kali pergantian kepala sekolah. Yang
pertama kali di jabat oleh Marjono tahun 1980 – 1894, kedua dijabat oleh
Mugiyah tahun 1989-1988, yang ketiga dijabat oleh Sunarmi tahun 1988 – 1994,
yang keempat dijabat oleh Soetopo tahun 1994 – 1999, yang kelima dijabat oleh
Nindya Purnomo, S.Pd. tahun 1999 – 2003, yang keenam dijabat oleh E.
Worowirasmini, S.Pd. tahun 2003 – 2007, pada SDN Mojosongo II mengalami
kekosongan kepala sekolah, oleh sebab itu untuk sementara kepala sekolah SDN
Mojosongo I yang bernama Wagimin, S.Pd. diberi tugas merangkap sebagai
kepala sekolah sementara di SDN Mojosongo II pada tahun 2007 – 2010, dan
yang ketujuh pada bulan Januari 2010 sampai sekarang di jabat oleh Kartini Asri
Sejati, S.Pd. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi SDN Mojosongo II:
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Gambar 3. Struktur Organisasi SDN Mojosongo II
(Sumber: Dokumen SDN Mojosongo II, 2010)
2. Letak Geografis SDN Mojosongo II
Letak SDN Mojosongo II cukup strategis karena mudah dijangkau oleh
sarana transportasi. SDN Mojosongo II termasuk dalam kawasan yang aman
(tidak berada di pinggir jalan raya), di sebelah utaranya terdapat lapangan sepak
bola Mojosongo, di sebelah selatannya terdapat bangunan SDN Mojosongo I, di
sebelah timurnya terdapat pukesmas pembantu Mojosongo, dan di sebelah
baratnya adalah rumah penduduk. Proses pembelajaran di SDN Mojosongo II
dapat berjalan dengan lancar. Jumlah siswa dari tahun ke tahun meningkat. Apa
lagi maraknya pembangunan perumahan-perumahan di sekitar SDN Mojosongo II
akan mempengaruhi berkembangnya SD Negeri Mojosongo II.
SDN Mojosongo II memiliki prasarana gedung sendiri yang terdiri dari
ruang kelas sebanyak 6 lokal, satu ruang perpustakaan, satu ruang guru, satu
ruang kepala sekolah, dan satu rumah penjaga sekolah. Sarana belajar dari tahun
ke tahun meningkat jumlahnya. Tahun ajaran 2009/2010 sebagian gedung SDN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Mojosongo II mengalami renovasi, hal ini dikarenakan gedung SDN Mojosongo
II sudah tidak layak digunakan untuk proses belajar mengajar.
3. Keadaan SDN Mojosongo II
Pada tahun pelajaran 2010/2011 SDN Mojosongo II dipimpin oleh seorang
kepala sekolah yang bernama Kartini Asri Sejati, S.Pd., dan memiliki 13 tenaga
pengajar, diantaranya adalah: (1) guru kelas I yaitu Pudjiastuti, (2) guru kelas II
yaitu Suminah, (3) guru kelas III yaitu Bambang Haris S, (4) guru kelas IV yaitu
Edi Mustari, S.Pd., (5) guru kelas V yaitu Mariyani, S.Pd., (6) Guru kelas VI yaitu
Sari Sunarni, S.Pd., (7) guru agama Islam yaitu Sumardi, S.Pdi., (8) guru agama
Kristen I yaitu Semiyati, S.Th., (9) guru agama Kristen II yaitu Triyatno, S.Pd.,
(10) guru olahraga yaitu Faisal Pramudito Adi S, A. Ma., (11) guru Bahasa
Inggris yaitu Agustina S, S.Pd., (12) guru seni tari dan SSD yaitu Dini Yulinda W,
S.Sn., dan (13) guru Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) yaitu Sunarmi. Satu
orang staf tata usaha yang bernama Mintan Sidauruk, S.Pd., atu orang penjaga
sekolah yang bernama Sawal, dan satu orang tukang kebun yang bernama Aditia
Mulyono.
Guru dan siswa sangat antusias terhadap program peningkatan kualitas
pendidikan/latihan di SDN Mojosongo II tinggi, mengingat upaya untuk
meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru menjadi lebih baik jika ada satu
tujuan yang akan di capai.
Jumlah keseluruhan siswa sebanyak 194 orang yang terdiri dari 102 orang
siswa laki-laki dan 92 orang siswa perempuan. Potensi yang di miliki peserta
didik di SDN Mojosongo II di tunjukkan dengan prestasi di bidang kesenian dan
olah raga antara lain: Juara I lomba lari jarak 100 m tingkat kecamatan Jebres,
Juara I lomba badminton tingkat kecamatan Jebres, Juara II lomba membatik
tingkat kota Surakarta. Adapun untuk kekurangan SDN Mojosongo II adalah
halaman sekolah tidak luas, sehingga sangat membatasi siswa untuk bermain
dihalaman, belum tersedianya ruang perpustakaan dan minimnya buku-buku fiksi
dan buku non fiksi untuk siswa, sehingga pengetahuan dan wawasan siswa sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
kurang sekali. Selama ini perpustakaan di SDN Mojosongo II masih bergabung
menjadi satu dengan ruang kantor guru.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Mojosongo II semester
ganjil Tahun Ajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 36 anak terdiri dari 17 siswa
laki-laki dan 19 siswa perempuan. Alasan memilih SDN Mojosongo II disebabkan
rendahnya minat belajar siswa kelas VI dalam pelajaran membatik. Jangka waktu
penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Juli
2010 sampai dengan bulan September 2010.
Kurikulum yang diterapkan SDN Mojosongo II tahun ajaran 2010/2011
adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). KTSP merupakan sejumlah
mata pelajaran yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan serta di dalamnya terdapat: (1) Standar Isi (SI) terdiri atas Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), dan (2) Standar Kompetensi
Lulusan (SKL). KTSP dalam mata pelajaran Seni Budaya pada pendidikan Dasar
dan Menengah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep
pentingnya seni budaya, (2) menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya,
(3) menampilkan kreativitas melalui seni budaya, (4) meningkatkan peran serta
seni budaya pada tingkat lokal, regional, maupun global, dan (5) mengolah dan
mengembangkan rasa humanistik. Sedangkan visi dan misi SDN Mojosongo II,
yaitu:
a. Visi Sekolah
Unggul dalam iman dan taqwa, berprestasi dan terampil, berbudipekerti
luhur, loyal berbangsa dan bernegara, bangga sebagai anak Indonesia.
b. Misi Sekolah
Misi SDN Mojosongo II adalah: (1) melaksanakan dan mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya, (2) melaksanakan pembelajaran dan bimbingan
secara selektif, (3) mengembangkan potensi siswa, (4) meningkatkan
kedisiplinan/ketertiban sekolah, 5) memotivasi siswa untuk berprestasi, (6)
menumbuhkan semangat cinta tanah air, bangsa dan negara sesuai Bhineka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tunggal Ika, bangga sebagai anak Indonesia, (7) mengembangkan jiwa seni,
budaya, olahraga, dan pramuka, (8) menumbuhkan rasa pentingnya
kebersihan, keindahan, keamanan, kesehatan, dan kekeluargaan serta
kegotongroyongan, (9) menumbuhkan peran serta komite sekolah, orang tua,
masyarakat guna keberhasilan anak didik/siswa yang tidak lepas dari
komponen terkait, dan (10) mengefektifitaskan jam wajib belajar sesuai
instruksi wali kota Surakarta. (KTSP SDN Mojosongo II Tahun Ajaran
2010/2011).
Berikut ini adalah nilai siswa kelas VI SDN Mojosongo II sebelum
dilakukan tindakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL):
Tabel 6. Daftar Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilakukan Tindakan.
No Nama Nilai No Nama Nilai
1. Zaenal Abidin 76 19. Intan Ferlin Herlanda 69
2. Christianto 59 20. Jesika Anggun A 65
3. Nita Adriyanti 61 21. Muh. Abi Nugroho 74
4. Tri Regina Oktaviana 64 22. Mui Cahya Bangkit 60
5. Anis Setyowati 64 23. Riris Listyaningsih 71
6. Aphredita Sofyana 78 24. Rendi Adi Nugroho 73
7. Alfi Rahmawati 61 25. Siti Zaenap Zahroh 58
8. Axel Ilfat Ibrahim 70 26. Sofi Nur Megarani 62
9. Abu Al Isfa Qani 63 27. Sintia Fatma Putri 59
10. Aziz Miko Refi S 65 28. Santia Resti Dewayani 61
11. Bayu Saputro 61 29. Feronika Indah P 63
12. Burhanudin 64 30. Wayan Sidiq Alfiano 71
13. Dyah Ayu S 76 31. Radietya Rieska D 62
14. Dede Setyawan 62 32. Qusnul Iayah Afifah 64
15. Ery Kurnia Devi 68 33. Alung Rasmoro D 63
16. Eko Wahyu Saputro 60 34. Ardhia Dewantara 58
17. Fauzi Anjarani 78 35. Fera Momika K S 61
18. Firla Mustianto 64 36. S P Gumilang 60
Rata-rata kelas 65,22
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing
siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan
tindakan, (3) observasi dan analisis, dan (4) refleksi tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1. Tindakan Siklus I
a. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran membatik yang dilaksanakan di kelas VI serta keaktifan siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran
dan hasil pembelajaran tersebut diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai
data awal bahwa siswa kelas VI SDN Mojosongo II sebanyak 36 siswa, sebagian
besar siswa belum mampu membuat batik. Bertolak dari kenyataan tersebut
peneliti mengadakan konsultasi dengan Kepala Sekolah dan guru kelas mengenai
alternatif peningkatan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo
II, yaitu dengan melaksanakan pembelajaran membatik menggunakan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tahun 2008 kelas VI tentang materi pelajaran membatik, peneliti sebagai guru
pengampu mata pelajaran melakukan langkah untuk merencanakan pembelajaran,
antara lain:
1.) Memilih pokok bahasan atau indikator ketercapaian sesuai dengan silabus.
Alasan memilih pokok bahasan atau indikator tersebut dikarenakan pokok
bahasan/indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, membuat
rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai
motif batik dengan teknik colet, harus betul-betul dikuasai siswa, karena hal
tersebut sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan tugas-tugas berikutnya,
dan didasarkan pada kurikulum yang berlaku.
2.) Menyusun pembelajaran berdasarkan indikator yang telah ditentukan.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti pada
siklus I memuat 4 kali pertemuan, dilaksanakan selama 4 minggu mulai
tanggal 24 Juli 2010 sampai dengan 14 Agustus 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
b. Pelaksanaan Tindakan
1.) Pertemuan pertama
Siklus : I (satu)
Hari/tanggal : Sabtu, 24 Juli 2010
Pertemuan pertama merupakan tahap awal pengenalan materi pada siswa
tentang materi tentang pengertian batik, berbagai macam jenis batik, alat dan
bahan serta proses pembuatan yang digunakan dalam membuat batik. Rancangan
kegiatan proses pembelajaran dalam siklus I adalah sebagai berikut:
a.) Pendahuluan
Meliputi kegiatan: guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah
model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
”(1) konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman
mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal,
(2) menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan
menjadi pemahaman, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa,
(4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang
yang terkait dalam kegiatan belajar, (5) permodelan (modeling) yaitu,
proses penampilan suatu contoh, (6) refleksi (reflection) yaitu, cara
berpikir tentang apa yang telah dipelajari, (7) penilaian yang sebenarnya
(authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan keterampilan
siswa, penilaian produk (hasil karya).” (Sudrajat, 2009).
Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), dengan bertanya kepada siswa:
pertanyaan pertama ”apakah kalian sudah pernah membatik?, jika sudah
tolong tunjukkan jari kalian!”, jawaban dari hampir seluruh siswa secara
bersama-sama ”belum”, tetapi ada 5 orang anak yang menunjukkan jari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
telunjuk, yaitu: Apredhita, Zainal, Ery, Fauzi, dan Alfi, pertanyaan kedua
”apakah kalian tau apa itu batik?”, jawaban dari sebagian besar siswa
secara bersama-sama ”tau, batik itu kain”, pertanyaan ketiga ”apakah
kalian memiliki barang yang terbuat dari batik? Sebutkan!”, jawaban dari
sebagian besar siswa secara bersama-sama ”punya, baju, seprei, taplak
meja, kain jarik”, pertanyaan keempat ”apakah kalian menyukai batik?”,
jawaban dari sebagian besar siswa secara bersama-sama ”tidak”. Karena
siswa belum memahami batik, maka kalian tidak menyukai batik.
Guru menyampaikan materi ajar tentang pengertian batik dengan
menggunakan metode ceramah. Kata batik berasal dari kata tik yang
berarti kecil/titik dapat diartikan juga menulis atau menggambar serba
rumit. Batik sama artinya dengan menulis, akan tetapi batik secara umum
memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain dengan menggunakan
lilin/malam dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain
yaitu canting. Canting adalah alat untuk membatik yang terbuat dari
tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Jenis
canting ada bermacam-macam, diantaranya canting ngengrengan,
tembokan, seret dua, cecekan, dan isen. Agar malam dapat mencair
diperlukan wajan dan kompor atau anglo/keren untuk melelehkannya.
Dalam membatik malam yang digunakan harus mendidih, jika tidak panas
malam tidak dapat tembus pada kain dan akibatnya pada saat pewarnaan
warna akan tercampur dan hasilnya warna tidak rapi. Untuk membatik
diperlukan gawangan yang terbuat dari kayu atau bambu.
Motif yang terdapat pada kain batik sebagian besar adalah
tumbuhan, seperti pohon, ranting, daun, bunga dan akar, dan lain
sebagainya. Motif hewan seperti burung, ikan, kupu-kupu, ular, dan lain
sebagainya. Selain tumbuhan dan hewan motif manusia, geometris, awan,
gapura, rumah, dan lain sebagainya juga digunakan dalam membuat motif
batik. Batik yang modern menggunakan bahan pewarna yang beragam,
mulai dari pewarna yang alamiah dari kunyit, soga, nila, kulit pohon, kulit
buah sampai bahan kimia seperti wantex, napthol, remasol dan indigosol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Daerah-daerah penghasil batik antara lain adalah Cirebon,
Priangan, Banjarnegara, Yogyakarta, Solo, Banyumas, Pekalongan,
Lasem, dan Madura. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau
yang biasa disebut dengan batik Solo. Batik dibuat dengan berbagai
macam jenis kain, seperti birkolin, shantung, belacu, sutera, katun, dan
sebagainya. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu primisima,
prima, dan biru. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh
Presiden Soeharto, dengan memakai batik pada saat mengikuti Konferensi
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Menurut proses pembuatannya batik dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu batik tulis, batik colet, batik ikat celup, batik cap, dan
batik printing. Batik tulis proses pembuatanya dengan cara tradisional
dengan menggunakan canting. Batik colet proses pembuatannya
menguaskan warna langsung diatas kain dengan menggunakan kuas. Batik
ikat celup atau jumputan yang proses pembuatannya dengan cara mengikat
dan mencelupkan kain pada pewarna. Batik cap proses pembuatannya
dengan menggunakan cap/setempel dari tembaga yang sudah dibentuk
motif batik. Batik printing biasanya diproduksi pabrik dengan
menggunakan screen.
Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang
gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan
menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif
batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada
posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil
jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting
terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan
tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring,
kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar
tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang
canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus
pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir.
Langkah-langkah pembuatan batik: 1) buatlah motif batik pada
kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam direbus di atas wajan
dengan menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik dengan
menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin
meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian
diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet
menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai,
kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass
selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan
ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang
sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah
kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan
menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga
mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain
batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari
kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain
batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas
permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses
pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain
batik dapat dikeringkan.
Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis,
batik cap, batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa
dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan apa yang
mereka amati (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil
dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri setelah
melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk
menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan
(inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
batik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing kelompok
terdiri dari empat orang siswa. Pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok
dan melakukan diskusi. Aktivitas belajar secara kelompok dapat
memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk
berhubungan dengan orang lain Biarkan dalam kelompoknya mereka
saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang
lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk
menularkannya pada yang lain (learning community). Guru
mendemontrasikan cara membuat motif batik agar siswa dapat mencontoh
cara membatik yang benar (memegang canting, mennorehkan malam, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet). Pada tahap ini siswa dapat
diikutsertakan untuk mencoba memegang canting yang benar, menorehkan
malam, dan mewarnai, hal ini bertujuan agar siswa tidak takut memegang
alat-alat yang mungkin masih baru bagi mereka (modeling).
Guru memberikan penugasan: buatlah batik dengan motif bebas
pada kain dengan finishing pewarnaan dengan teknik colet, dengan
langkah pengerjaan sebagai berikut: 1) buatlah motif batik pada kain
dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam di rebus diatas wajan dengan
menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik dengan
menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin
meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian
diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet
menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai,
kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass
selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan
ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang
sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah
kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan
menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga
mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain
batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain
batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas
permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses
pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain
batik dapat dikeringkan.
Guru memberitahukan aspek apa saja yang digunakan dalam
penilaian: a) mempersiapkan bahan dan untuk membatik, berdasarkan
indikator: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik,
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik
mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif
batik dengan teknik colet. b) merancang motif batik, berdasarkan indikator
kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). c) membatik dengan
teknik mencanting, berdasarkan indikator: penggunaan canting,
kematangan malam, dan kerapian dan kebersihan dalam mencanting. d)
mewarnai motif batik dengan teknik colet, berdasarkan indikator teknik
mencolet, teknik mengunci/ mengancing warna remazol, perpaduan warna.
Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai
batik, peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Melalui
pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya (questioning), jika tidak
ada yang berani mengajukan pertanyaan maka guru menunjuk salah satu
siswanya, jika tidak dapat menjawab maka dilemparkan kepada siswa
yang lainnya agar siswa aktif dalam pembelajaran (terdapat pada
lampiran).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Gambar 4. Guru Menyampaikan Materi Pelajaran dengan Memberikan
Contoh Gambar dan Karya Batik
(Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Dari gambar di atas dapat dilihat pada waktu guru menjelaskan
pengertian batik, asal mula batik, jenis-jenis batik, motif batik, proses
pembuatan batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik.
Sebagian besar siswa sangat antusias mendengarkan penjelasan guru,
menjawab pertanyaan guru dan mengajukan pertanyaan kepada guru
tentang apa yang belum mereka pahami tentang batik, akan tetapi masih
ada sebagian kecil siswa yang tidak memperhatikan materi yang telah
disampaikan oleh guru karena lebih asik dengan kesibukannya sendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada siswa yang tidak memperhatikan penjelasan yang telah diberikan
oleh guru. Kegiatan yang kedua adalah siswa menggambar motif batik
pada kertas gambar. Guru melakukan penilaian mempersiapkan alat untuk
membuat motif batik (authentic assessment).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gambar 5. Siswa Membuat Motif Batik pada Kertas Gambar.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gamabar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sebagian besar siswa
mengerjakan tugas mereka dengan sungguh-sungguh akan tetapi masih
terdapat sebagian kecil siswa yang tidak serius pada waktu mengerjakan
tugas.
c.) Kegiatan penutup
Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik
yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat
kembali apa yang telah di pelajarinya. Guru menanyakan kendala-kendala
apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi
kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi
dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi
(reflection).
Sebagian besar siswa sudah memperhatikan materi tentang batik
yang disampaikan oleh guru, mejawab pertanyaan dan mengajukan
pertanyaan kepada guru mengenai peralatan dan bahan yang digunakan
untuk membatik. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada waktu
membuat motif batik. Masih terdapat beberapa orang siswa yang hanya
mencontoh hasil karya teman lainnya, sehingga hasil karya motif batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
yang mereka buat dalam satu kelompok hampir sama. Minimnya
pengetahuan siswa dan kurang beraninya siswa dalam menggambarkan
imajinasinya menjadi salah satu diantara berbagai faktor penyebab
lainnya. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut guru mengajak siswa
untuk lebih berani dalam berkreativitas, mengeluarkan berbagai macam
ide-ide dan pemikiran siswa tentang motif batik, tidak meniru atau
menjiplak hasil karya teman yang lain, berekspresi sesuka hati, dengan
demikian siswa dapat merasa senang dengan apa yang dilakukannya. Guru
memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan
berikutnya yaitu, memindahkan rancangan motif batik dari kertas gambar
ke atas kain dan membatik dengan teknik mencanting.
Guru memberitahukan kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada pertemuan berikutnya, yaitu memindah motif batik dari
kertas gambar ke atas kain dan membatik dengan teknik mencanting.
2.) Pertemuan kedua
Hari/tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2010
Siklus : I (satu)
Pertemuan kedua merupakan lanjutan dari pertemuan pertama. Rancangan
kegiatan proses belajar pembelajaran dalam siklus I:
a.) Pendahuluan
Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan kegiatan yang yang akan
dilaksanaka pada pertemuan kedua dengan memberi penjelasan tentang
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-
langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
kehidupan siswa (daily life modeling). Agar siswa tidak lupa, guru
mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya.
Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang
gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan
menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif
batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada
posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil
jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting
terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan
tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring,
kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar
tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang
canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus
pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas.
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir.
Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka
malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas atau mendidih.
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, dan berdampak pada pewarnaan dan hasil batik.
Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis.
Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan
sendiri setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing
siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat
kesimpulan (inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide
kreatif tentang batik. Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa
mengenai motif batik, yaitu bermacam-macam motif batik yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dibuat pada pertemuan sebelumnya, kendala-kendala yang dihadapi
selama proses pembuatan motif batik (questioning). Pada tahap ini guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan kesulitan-
kesulitan atau hambatan yang dihadapi pada waktu membuat motif batik.
Seperti misalnya pertanyaan yang diajukan oleh Shintia ”kenapa saya
tidak bisa membuat motif yang bagus seperti batik-batik yang dijual itu
bu?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru ”untuk membuat motif batik
yang bagus diperlukan pengalaman dan keterampilan dalam membuat
pola/motif, untuk itu kalian harus lebih banyak berlatih dalam membuat
motif batik supaya batik yang dibuat bisa bagus”. Pertanyaan yang
diajukan oleh Dewa ”kenapa saya susah sekali membuat motif bu, saya
tidak bisa membuat motif batik?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru
”kalian tidak usah berpikir bahwa motif batik itu harus sama seperti batik-
batik lain yang ada sekarang, kamu bisa membuat motif-motif berdasarkan
apa yang kamu lihat sehari-hari, seperti misalnya daun, bunga, ikan,
kucing, matahari, mobil, dan lain sebagainya”. Pertanyaan yang diajukan
oleh Axel ”kenapa menggambar motifnya tidak langsung di kain saja
bu?”, dan jawaban yang diberikan oleh guru ”karena kalian baru pertama
kali membuat batik, jadi membuat motifnya tidak langsung di atas kain,
tapi kalau sudah berpengalaman kamu boleh langsung menggambar motif
di atas kain”. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing
kelompok terdiri dari empat orang siswa dan melakukan diskusi (learning
community). Guru mendemontrasikan cara memindah motif batik dari
kertas gambar ke atas kain, supaya siswa dapat mengikuti dengan baik
(modeling).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Gambar 6. Guru Menjelaskan Kembali Bahan dan Alat yang Gigunakan
Untuk Membuat Batik (modeling).
(Dokumentasi: Daru Endah W, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada pertemuan kedua
sebelum melanjutkan tugas yang diberikan oleh guru, guru menjelaskan
kembali peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Hal
tersebut bertujuan untuk memulihkan ingatan siswa tentang materi yang
telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Jika ada siswa lupa dapat
bertanya kepada guru. Siswa menunjukkan kepada guru hasil rancangan
motif batik yang telah dibuat pada pertemuan pertama.
Gambar 7. Guru Membagikan Kain Mori Kepada Siswa Untuk Memindah
Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain.
(Dokumentasi: Daru Endah W, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Setelah kain mori dibagikan guru kepada masing-masing siswa
kemudian siswa memindahkan motif batik yang sudah mereka buat pada
pertemuan sebelumnya dari kertas gambar ke atas kain dengan
menggunakan pensil.
Gambar 8. Siswa Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengerjakan tugas memindah motif batik dari kertas gambar keatas kain
mori dengan mengggunakan pensil. Sebagian besar siswa mengerjakan
tugas dengan serius atau asik dengan pekerjaannya, akan tetapi sebagian
kecil siswa masih ada yang bercakap-cakap dengan teman sebangkunya.
Gambar 9. Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
membatik dengan teknik mencanting, sebagian kecil siswa serius dengan
pekerjaannya akan tetapi sebagian besar lainnya masih bercanda dengan
teman-temannya yang lain. Hal itu dikarenakan minimnya peralatan yang
digunakan untuk membatik, jumlah kompor dan wajan yang dapat
digunakan hanya 4 buah, canting yang digunakan sebagian kecil tidak
dapat berfungsi dengan baik, sehingga siswa harus bergantian untuk
membatik. Pada waktu menggunakan canting sebagian besar siswa masih
belum mampu memegang gagang canting dengan benar, hal tersebut dapat
dilihat pada gambar di atas. Sebagian besar siswa memegang pangkal
gagang canting, posisi canting miring kebawah dan tangan kiri yang
digunakan untuk menyangga kain tidak miring. Malam yang digunakan
juga belum mendidih, sehingga pada waktu ditorehkan ke atas kain tidak
dapat tembus sampai belakang kain. Minimnya peralatan membatik tidak
menghalangi semangat siswa kelas VI SDN Mojosongo II untuk belajar
membatik.
c.) Kegiatan penutup
Bersama dengan siswa guru melakukan evaluasi terhadap kegiatan
memindahkan motif dari kertas gambar ke atas kain, dan membatik
dengan teknik mencanting.Guru mengajak siswa melihat kembali atau
merespon kegiatan memindah gambar dari kertas gambar ke atas kain, dan
membatik dengan teknik mencanting, kegiatan dan pengalaman yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal-hal
yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan
penyempurnaan. Guru menanyakan kendala-kendala apa saja yang
dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan
untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal
yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection).
Sebagian besar siswa dalam membatik dengan teknik mencanting
belum dapat menggunakan canting dengan baik, belum dapat memegang
canting dengan benar, tidak memegang gagang canting bagian tengah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
tangan kiri tidak dimiringkan untuk menyangga kain, dan dalam
memegang canting posisi canting tidak miring sesuai dengan kemiringan
kain, belum tembus pada kain, dan banyak malam yang menetes pada
kain, hal tersebut sangatlah wajar karena siswa baru pertama kali
memegang canting yang berisi malam/lilin panas. Ada juga beberapa
orang siswa yang membatik dengan posisi kain diletakkan di lantai,
sehingga posisi canting sangat miring sekali seperti memegang pensil.
Hasil dari evaluasi dapat digunakan untuk pembelajaran
berikutnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan
pada pertemuan berikutnya yaitu, mewarnai motif batik dengan teknik
colet. Guru melakukan penilaian dengan mengukur kemampuan siswa
dalam membuat rancangan motif batik (authentic assessment).
3.) Pertemuan ketiga
Hari/tanggal : Sabtu, 14 Agustus 2010
Siklus : I (satu)
a.) Pendahuluan
Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru guru menjelaskan tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah
model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada
pertemuan ketiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan
sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan
bertanya kepada siswa pakah siswa masih mengingat materi pelajaran
yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
memindahkan motif dari kertas keatas kain, dan membatik dengan teknik
mencanting.
Guru menjelaskan lagi pengertian tentang mewarnai batik dengan
teknik colet. Motif batik juga dapat dibuat dengan teknik colet. Motif yang
dihasilkan dengan teknik ini tidak berupa klise. Teknik colet bisa juga
disebut dengan teknik lukis, merupakan teknik mewarnai motif batik
dengan cara mengoleskan cat atau pewarna kain jenis tertentu pada motif
dengan kuas. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam mewarnai motif
batik dengan teknik colet adalah kuas, peniti, tali, tempat pewarna/botol
bekas air mineral, pewarna remazol, ember, dan pengunci warna
waterglass.
Siswa melakukan observasi dan mengamati contoh hasil karya
batik tulis. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri
tentang mewarnai motif batik, (konstruktivism). Siswa mendiskusikan
batik yang telah diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang
diamati, siswa membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang
diperoleh dari hasil pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan
masalah, siswa membuat kesimpulan (inquiry). Guru mendemontrasikan
cara mewarnai mewarnai motif batik dengan teknik colet dan mencampur
warna remazol agar siswa dapat mengerti (modeling). Guru melakukan
kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai teknik colet untuk mewarnai
motif batik (questioning). Siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk
mengerjakan tugas individu dengan melakukan diskusi dan bekerjasama
dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet (learning community).
Setelah kain mori yang sudah dibatik dibagikan kepada masing-
masing siswa, kemudian siswa mewarnai motif batik tersebut
menggunakan remazol dengan teknik colet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 10. Siswa Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengerjakan tugas mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan
perpaduan warna pada kain. Pada umumnya dalam membuat batik colet
tidak menggunakan tali melainkan menggunakan gawangan khusus yang
dibuat untuk membentangkan kain batik agar tidak goyang jika tersentuh
orang yang lewat. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk
membentangkan kain batik terbuat dari tali. Peniti digunakan untuk
mengaitkan antara kain batik dengan tali, agar kain batik mudah untuk
diwarnai.
Sebagian besar siswa tidak serius mengerjakan karya mereka, dan
sebagian kecil lainnya serius mengerjakan karya mereka. Hal demikian
dapat terjadi dikarenakan sarana/fasilitas yang digunakan untuk mewarnai
batik kurang memadai, dengan peralatan seadanya mereka mengerjakan
karya dengan cara bergantian. Minimnya sarana/fasilitas tidak menjadikan
semangat siswa SDN Mojosongo II rendah. Setelah selesai diwarnai
kemudian kain batik dijemur agar kering.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar 11. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat, satu persatu siswa menjemur
kain batik yang sudah selesai diwarnai. Dalam proses pengeringan warna
harus benar-benar kering, jika belum kering warna masih bisa luntur
karena belum dikunci/dikancing dengan menggunakan waterglass. Jadi
diusahakan kain batik tidak terkena air. Setelah kain kering kemudian
direndam menggunakan waterglass yang dituangkan ke dalam ember
selama ± 15 menit.
Gambar 12. Siswa Merendam Kain Batik ke Dalam Ember Berisi Waterglass.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
merendam kain batik ke dalam ember yang berisi waterglass. Tujuan kain
batik direndam ke dalam ember yang berisi waterglass adalah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
megunci/mengancing warna agar dapat menyatu dengan kain. Walaupun
waterglass berbau tidak sedap dan pedih jika terkena tangan yang terluka,
siswa tidak merasa takut jika tangan mereka terkena waterglass. Setelah
direndam ± 15 menit dengan menggunakan waterglass, kemudian diangin-
anginkan selama ± 15 menit.
Gambar 13. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengangin-anginkan kain yang sudah direndam menggunakan waterglass.
Setelah ± 15 menit kain batik dijemur, kemudian kain dimasukkan
kedalam ember yang berisi air agar waterglass luntur.
Gambar 14. Siswa Mencelupkan Kain Batik ke Dalam Air Bersih Untuk
Melunturkan Waterglass.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas salah seorang siswa
yang mencuci dengan memasukkan kain batik kedalam ember yang berisi
air agar waterglass luntur. Satu persatu siswa mencuci kain batik mereka
masing-masing, karena guru tidak memperbolehkan siswa mengerjakan
tugas siswa yang lain. Hal tersebut dilakukan untuk membangun rasa
tanggungjawab siswa secara individu. Setelah waterglass dilunturkan
kemudian kain batik dilorot dengan menggunakan air panas.
Gambar 15. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
melorot kain batik dengan menggunakan air panas yang mendidih untuk
melunturkan malam/lilin yang masih menempel pada kain. Hal tersebut
dilakukan secara bergantian agar tidak bercanda pada waktu melorot kain
batik. Walaupun air yang digunakan untuk melorot kain sangat panas,
namun antusias siswa pada waktu melorot kain batik sangat tinggi. Pada
bagian melorot kain batik, siswa yang bekerja hanya sebagian saja, karena
jika semua siswa melorot kain batik dengan menggunakan panci yang
berisi air panas mereka pasti akan berebut tempat. Setelah kain batik
dilorot kemudian kain batik dijemur sampai kering.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Gambar 16. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Dilorot.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
menjemur kain batik yang sudah dilorot. Secara bergantian mereka
menjemur karya masing-masing.
c.) Kegiatan penutup
Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon kegiatan
mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci/mengancing kain dengan
menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air
panas yang telah dilaksanakan.Guru mengajak siswa melihat kembali atau
merespon materi mewarnai motif batik dengan teknik colet yang telah
disampaikan, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui
agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Guru menanyakan
kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti
pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti,
selanjutnya guru memberikan solusi (reflection).
Sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada waktu mewarnai
motif batik dengan teknik colet, karena motif batik yang dibuat oleh siswa
terlalu kecil, pada saat motif diberi warna meluber kemotif-motif lainnya,
sehingga hasil pewarnaannya kurang rapi. Malam yang kurang panas juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
dapat menjadi faktor penyebab warna meluber keluar dari motif. Sebagian
besar siswa kesulitan dalam memadukan warna, sehingga warna-warna
yang dihasilkan kurang bervariasi, kebanyakan siswa hanya menggunakan
dua atau tiga macam warna, dan ada juga yang hanya menggunakan satu
warna. Pada waktu mengunci warna batik sebagian siswa takut untuk
terkena waterglass, dan pada waktu melorot kain sebagian siswa tidak
mengerjakan tugasnya untuk melunturkan sisa malam yang masih melekat
pada kain.
Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan berikutnya yaitu, bersama-sama dengan siswa
mempresentasikan hasil karya batik yang telah dibuat. Guru melakukan
penilaian dengan mengukur kemampuan siswa dalam mewarnai motif
batik menggunakan remazol dengan teknik colet dengan indikator
perpaduan warna, kerapian warna, dan hasil batik (authentic assessment).
4.) Pertemuan keempat
Hari/tanggal : Sabtu, 28 Agustus 2010
Siklus : I (satu)
a.) Pendahuluan
Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah
model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada
pertemuan ke-tiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang
terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
bertanya kepada siswa apakah siswa masih mengingat materi pelajaran
yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak
lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu, materi batik, membuat
rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet.
Pada tahap konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada
pengetahuan awal tentang membatik yang telah dilaksanakan selama 3 x
pertemuan. Berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa,
diharapkan siswa mampu menggabungkan antara pengalaman yang baru
diperolehnya dengan melakukan observasi dan melakukan mengamati
hasil karya batik yang telah dibuat.
Pada tahap menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman yaitu membatik yang telah dilaksanakan
selama tiga kali pertemuan. Dengan demikian siswa mampu memahami
tentang materi batik, membuat motif batik, teknik mencanting, mewarnai
motif batik dengan teknik colet. Siswa mendiskusikan batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil
pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa
membuat kesimpulan.
Pada tahap masyarakat belajar (learning community) yaitu,
sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar. Tahap learning
community pada pertemuan keempat siswa tidak dibentuk kelompok
dikarenakan tidak ada penugasan dari guru, akan tetapi secara bersama-
sama siswa mendiskusikan hasil karya batik yang sudah dibuat.
Pada tahap bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa tentang kegiatan membatik yang
telah dilaksanakn. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
mengajukan pertanyaan tentang kegiatan membatik yang telah
dilaksanakan. Dengan adanya kegiatan tanya jawab antara guru dengan
siswa, kegiatan tersebut dapat menimbulkan interaksi antar siswa,
sehingga mampu menghidupkan susana kelas.
Pada tahap permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu
contoh. Pada tahap ini guru menunjukkan semua hasil karya siswa satu-
persatu di depan kelas dengan memberikan kritik, saran, dan masukan-
masukan yang membangun. Sebenarnya pada pertemuan keempat guru
meminta siswa maju satu persatu untuk mempresentasikan hasil karya
mereka masing-masing, akan tetapi siswa belum berani maju kedepan, hal
tersebut terjadi karena siswa belum terbiasa mempresentasikan karya
mereka didepan kelas.
Gambar 17. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas.
(Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mendengarkan presentasi dari guru. Bersama-sama dengan siswa guru
mengevaluasi semua hasil karya batik yang telah dibuat oleh siswa.
Dengan demikian guru bersama dengan siswa dapat memberikan
masukan, kritik, dan saran yang membangun supaya untuk tugas-tugas
selanjutnya siswa lebih maksimal dalam mengerjakan tugas.
Dalam pembelajaran ini siswa menggambar motif batik sebanyak
tiga kali, yaitu: 1) membuat motif batik pada kertas gambar, 2) memindah
motif gambar batik dari kertas gambar keatas kain mori, dan 3) mengulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
motif batik pada kain dengan menggunakan malam/lilin yang sudah
dilelehkan. Dengan mengulang membuat motif batik diharapkan dapat
melatih keterampilan siswa dalam menggambar motif batik.
Sebelum dilaksanakan penelitian ini pengetahuan siswa tentang
motif batik sangat kurang sekali, hal itu dapat diketahui dari motif batik
yang mereka buat kebanyakan monoton. Setelah dilaksanakan penelitian
ini hasil karya siswa menunjukkan perubahan yang awlnya hanya
mencontoh karya teman atau mencotoh motif batik dari buku sekarng
sebagian besar siswa berani membuat motif sendiri.
Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa
masih belum menguasai, hal tersebut dikarenakan siswa kelas VI SDN
Mojosongo II baru pertama kali membatik dengan teknik mencanting.
Pada waktu membatik peralatan yang digunakan sebagian besar tidak
dapat berfungsi dengan baik, seperti misalnya: nyala api kompor tidak
dapat maksimal, wajan bocor, kondisi canting tidak baik, hal tersebut
membuat aliran malam/lilin terhambat, sehingga malam/lilin tidak dapat
tembus pada kain. Dan sebagian kecil lainnya siswa sudah mampu
membatik dengan teknik mencanting dengan baik.
Dalam mewarnai motif batik menggunakan pewarna remazol
dengan perpaduan warna pada kain sebagian besar siswa kesulitan dalam
hal pewarnaan. Dilihat dari sisi pewarnaan karya siswa kelas VI sebagian
besar belum berani mengkombinasikan warna, warna yang digunakan
belum harmonis, warna motif satu dengan motif lain tercampur, warnanya
keluar dari motif, bahkan ada siswa yang hanya menggunakan satu warna
saja. Pengalaman-pengalaman di atas merupakan pengetahuan yang baik
untuk siswa sebagai langkah awal dalam menggunakan canting.
Dalam proses merendam kain batik ke dalam waterglass, hampir
seluruh siswa sudah mampu mengerjakannya. Dan pada waktu melorot
kain dengan menggunakan air panas secara individu siswa
mengerjakannya dengan hati-hati. Kegiatan pembelajaran ini juga dapat
melatih rasa kebersamaan, tanggungjawab terhadap hasil karya masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
masing kindividu, serta kemandirian untuk dapat menyelesaikan tugas
individu dengan baik.
c.) Kegiatan penutup
Pada tahap refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa
yang telah dipelajari yaitu membatik. Pada tahap ini siswa bersama-sama
dengan guru membuat kesimpulan tentang kegiatan membatik yang telah
dilaksanakan selama 3 x pertemuan. Kendala-kendala yang dihadapi oleh
siswa pada waktu membuat rancangan motif batik, memindahkan motif
batik dari kertas gambar ke atas kain, membatik dengan teknik
mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet. Siswa dapat leluasa
mengemukakan pendapat mereka, sehingga guru dapat memberikan solusi
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut yang nantinya akan diterapkan
pada pembelajaran berikutnya.
Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan berikutnya yaitu, pelaksanaa siklus II membuat batik yang
digunakan untuk taplak meja kecil yang dikerjakan secara kelompok.
Pada tahap penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu,
mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, penilaian keseluruhan
produk (hasil karya batik).
c. Observasi dan Analisis
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus I, yaitu pertemuan
pertama, kedua, ketiga, dan keempat dapat diperoleh hasil penelitian dengan
menggunakan authentic assessment (penilaian nyata) adalah sebagai berikut:
1.) Hasil observasi
Berikut ini adalah tabel hasil observasi penilaian siklus I:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 7. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I
No Nama
Aspek Psikomotor
Nilai Akhir
Mempersiapkan Bahan
dan Alat Untuk
Membuat Batik
Kreativitas
(Kelancaran dalam Membuat Motif
Batik)
Membatik dengan Teknik Mencanting
Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet
a b c Nilai d e Nilai f g h Nilai i j k Nilai
1. Zaenal Abidin (K 1) 80 80 80 80 80 80 80 70 80 60 70 50 50 50 50 70
2. Christianto (K 1) 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
3. Nita Adriyanti (K 1) 80 80 80 80 80 80 80 60 80 70 70 70 60 80 70 75
4. Tri Regina O (K 1) 80 60 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 77,5
5. Anis Setyowati (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 50 80 60 75
6. Aphredita S (K 2) 80 80 80 80 80 60 70 70 70 70 70 60 70 50 60 70
7. Alfi Rahmawati (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 60 60 60 60 60 70
8. Axel Ibrahim Ilfat (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 50 50 50 50 50 50 50 50 65
9. Abu Al Isfa Qani (K 3) 80 80 80 80 60 60 60 50 60 70 60 70 60 50 60 65
10 Aziz Miko Refi S (K 3) 70 60 80 70 80 80 80 60 60 60 60 70 50 60 60 67,5
11 Bayu Saputro (K 3) 70 70 70 70 80 80 80 60 60 60 60 70 70 70 70 70
12 Burhanudin (K 3) 60 70 70 70 70 50 60 80 80 80 80 50 50 50 50 65
13 Dyah Ayu S (K 4) 80 60 70 70 80 80 80 60 60 60 60 70 70 70 70 70
14 Dede Setyawan (K 4) 60 80 70 70 60 60 60 60 60 60 60 70 70 70 70 65
15 Ery Kurnia Devi (K 4) 80 80 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
16 Eko Wahyu S (K 4) 70 70 80 70 80 80 80 50 50 50 50 50 50 50 50 62,5
17 Fauzi Anjarani (K 5) 80 80 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
18 Firla Mustianto (K 5) 70 80 80 70 80 80 80 80 80 80 80 50 50 50 50 70
19 Intan Ferlin H (K 5) 80 80 70 80 80 80 80 70 60 50 60 50 50 50 50 67,5
20 Jesika Anggun A (K 5) 80 80 80 80 80 80 80 70 50 60 60 50 50 50 50 67,5
21 Muh. Abi N (K 6) 80 80 80 80 80 60 70 80 80 80 80 50 70 60 60 72,5
22 Mui Cahya B (K 6) 50 50 80 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
23 Riris L (K 6) 70 70 50 70 80 60 70 60 60 60 60 50 50 50 50 62,5
24 Rendi Adi N (K 6) 70 80 70 70 70 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 75
25 Siti Zaenab Z (K 7) 60 50 70 60 80 80 80 50 70 60 60 70 50 60 60 65
26 Sofi Nur M (K 7) 80 70 60 70 80 60 70 50 50 50 50 50 50 50 50 60
27 Sintia Fatma P (K 7) 50 50 70 50 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 72,5
28 Santia Resti D (K 7) 80 80 50 80 80 50 60 60 60 60 60 80 80 80 80 70
29 Feronika Indah P (K 8) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 60 70 60 75
30 Wayan Sidiq A (K 8) 80 80 80 80 60 60 60 50 50 50 50 50 50 50 50 60
31 Radietya R D (K 8) 70 70 80 70 80 80 80 80 80 80 80 60 70 60 60 72,5
32 Qusnul Inaiyah A (K 8) 80 50 70 60 70 50 60 50 70 60 60 50 50 50 50 57,5
33 Alung Rasmoro D (K 8) 80 60 60 60 70 50 60 50 50 50 50 50 50 50 50 55
34 Ardhia Dewantara (K 8) 80 60 60 50 70 70 70 60 50 70 60 50 50 50 50 57,5
35 Fera Monika K (K 8) 80 50 50 70 70 50 60 50 50 50 50 50 50 50 50 57,5
36 S. P Gumilang (K 8) 70 80 70 70 70 70 70 70 70 70 70 80 70 60 70 70
Jumlah 2560 2590 2370 2170 2415
Rata-rata Kelas 71,11 71,94 65,83 60,27 67,08
Keterangan:
a : Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.
b : Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik
mencanting.
c : Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan
teknik colet.
d : Banyaknya motif yang.gambar.
e : Kebebasan mengeluarkan ide/ banyaknya jenis motif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
f : Penggunaan canting.
g : Kematangan malam/lilin.
h : Kerapian dan kebersihan dalam mencanting.
I : Teknik mencolet.
J : Teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
k : Perpaduan warna motif batik.
Teknik penilaian yang dilakukan oleh guru:
1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik
- Siswa mempersiapkan sendiri alat yang digunakan untuk membuat
motif batik: pensil, penghapus, dan kertas gambar.
- Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk membatik dengan
teknik mencanting (korek api, canting, kain mori), bahan dan alat lain
telah disediakan oleh guru disekolah (malam, wajan, kompor kecil,
minyak tanah).
- Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk mewarnai motif
batik dengan teknik colet (kuas, botol air mineral bekas, tali, peniti),
bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (remasol,
waterglass, ember, panci, dan kompor).
- Guru menilai siswa dengan cara mengamati siswa satu persatu dalam
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik berdasarkan sub-sub
indikator yang telah disebutkan di atas.
- Jika terdapat siswa yang sama sekali tidak mempersiapkan bahan dan
alat yang harus dipersiapkan dari rumah, siswa dapat mempergunakan
alat dan bahan yang ada disekolah, dengan demikian siswa
memperoleh nilai yang paling terendah diantara siswa yang telah
mempersiapkan bahan dan alat.
2. Membuat rancangan motif batik
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik,
dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif
dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
- Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif
apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari
mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang
dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru
gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
3. Membatik dengan teknik mencanting
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik,
dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif
dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
- Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif
apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari
mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang
dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru
gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
- Setelah selesai pembuatan motif batik guru menilai komposisi motif.
- Hasil pembuatan motif dalam satu kelompok diseleksi oleh guru, dan
diambil salah satu karya siswa yang nantinya akan digunakan untuk
membuat motif taplak meja kecil.
4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mewarnai motif batik
dengan teknik colet, dengan cara berjalan mengamati satu persatu
proses mewarnai motif batik. Dengan cara mengamati siswa satu-
persatu, guru dapat mengetahui bagaimana teknik mencolet siswa,
teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
- Untuk dapat mengetahui perpaduan warna motif batik, guru dapat
melakukan penilaian setelah karya batik jadi.
Dari hasil observasi yang telah dilakukan tindakan siklus I dapat
diketahui prestasi belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II nilai rata-rata
keseluruhannya adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
N (nilai keseluruhan) = N (1) + N (2) + N (3) + N (4)
4
N (nilai keseluruhan) = 71,11 + 71,66 + 65,83 + 60,27
4
= 2415
4
= 67,08
Hasil analisis data pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
model pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL), secara
umum telah menunjukkan perubahan, dimana siswa dalam melaksanakan
pembelajaran semakin mantap dan luwes pada saat melaksanakan praktek
membatik dengan teknik mencanting.
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I
Berikut ini adalah 3 contoh hasil karya membatik siswa kelas VI
SDN Mojosongo II dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL):
a.) Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Nilai Rendah (50):
Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama
Christianto, belum memenuhi KKM nilai rendah (50):
Gambar 18. Hasil Karya Siswa Kelas VI (Christianto)
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Dari gambar di atas dapat dilihat salah satu hasil karya
siswa kelas VI yang bernama Christianto belum memenuhi KKM
66 setelah dilaksanakan penelitian siklus I. Dalam mempersiapkan
bahan dan alat untuk membatik Christianto belum dapat
mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik, sehingga
memperoleh nilai 50.
Dalam membuat rancangan motif batik dengan indikator:
kreativitas (keaslian ide, beda dengan yang lain, tidak monoton),
dan komposisi serasi, Christianto termasuk anak yang tidak kreatif,
karena menjiplak contoh hasil karya temannya yang dibuat
sebelum penelitian ini dilaksanakan sehingga memperoleh nilai 50.
Dalam membatik dengan teknik mencanting Christianto
belum bisa menggunakan canting dengan baik, sebagian besar
tidak tembus pada kain, kerapian dan kebersihanya sangat kurang
sekali sehingga memperoleh nilai 50.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet
Christianto belum mampu mewarnai motif batik dengan teknik
colet, warna belum rapi, dan hasil karya belum baik (belum sesuai
dengan indikator ketercapaian) sehingga memperoleh nilai 50.
Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang
diperoleh Christianto pada silkus I adalah 50 (dibawah standar
KKM).
b.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Sedang (70)
Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama Dyah,
sudah memenuhi KKM nilai sedang (70):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 19. Hasil Karya Siswa Kelas VI (Dyah)
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat kita lihat salah satu hasil karya
siswa kelas VI yang bernama Dyah, setelah dilaksanakan
penelitian siklus I sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (nilai
sedang).
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik,
Dyah sudah mampu mempersiapkan sebagian besar bahan dan alat
untuk membuat batik sehingga memperoleh nilai 70.
Dalam membuat rancangan motif batik, Dyah termasuk
anak yang kreatif, karena Dyah membuat motif batik yang berbeda
dari teman yang lainnya dan tidak monoton, sehingga memperoleh
nilai 80.
Dalam membatik dengan teknik mencanting, Dyah sudah
mampu memegang canting dengan baik, akan tetapi sebagian besar
tidak tembus pada kain, dan kebersihanya sangat kurang, sehingga
memperoleh nilai 60.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Dyah
sudah baik (sebagian besar mampu memenuhi indikator), sehingga
memperoleh nilai 70.
Berdasarkan penilaian di atas, nilai rata-rata akhir yang
diperoleh Dyah pada silkus I adalah 70 (di atas KKM nilai sedang).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
c.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Tinggi (77,5)
Berikut ini adalah hasil karya siswa kelas VI yang bernama
Tri Regina, memperoleh nilai tinggi di atas KKM (77,5):
Gambar 20. Hasil Karya Siswa Kelas VI (Tri Regina)
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat dilihat salah satu hasil karya
siswa kelas VI yang bernama Tri Regina, setelah dilaksanakan
penelitian siklus I sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (nilai
tinggi).
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, Tri
sudah mampu mempersiapkan sebagian besar bahan dan alat untuk
membuat batik, sehingga memperoleh nilai 70.
Dalam membuat rancangan motif batik Tri Regina
termasuk anak yang kreatif, karena Tri Regina membuat motif
batik yang berbeda dari teman yang lainnya, sehingga memperoleh
nilai 80.
Dalam membatik dengan teknik mencanting, Tri Regina
sudah mampu menggunakan canting dengan baik, sebagian besar
tembus pada kain, dan terjaga kebersihanya sehingga memperoleh
nilai 80.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Tri
Regina sudah mampu mewarnai motif dengan baik sehingga
memperoleh nilai 77,5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Berdasarkan penilaian di atas, nilai rata-rata akhir yang
diperoleh Tri Regina pada silkus I adalah 77,5 (di atas KKM 66
nilai tinggi).
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus I
a.) Penilaian indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan pertama
dari ke 36 orang siswa terdapat 15 orang siswa atau 41,66 % yang
meperoleh nilai A (80), 14 orang siswa atau 38,88 % yang memperoleh
nilai B (70), 3 orang siswa atau 8,33 % yang memperoleh nilai C (60), dan
terdapat 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai D (50).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66
adalah 29 orang siswa atau 80,55 %, dan yang memperoleh nilai di bawah
KKM 7 orang siswa atau 19,44 %.
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik dapat
dikatakan telah berhasil, lebih dari 70 % prestasi belajar siswa dapat
meningkat.
b.) Penilaian indikator membuat rancangan motif batik
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari
ke 36 orang siswa terdapat 19 orang siswa atau 52,77 % yang memperoleh
nilai A (80), 7 orang siswa atau 19,44 % yang memperoleh nilai B (70), 8
orang siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 2
orang siswa atau 5,55 % yang memperoleh nilai D (50).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66
adalah 25 orang siswa atau 72,21 %, dan yang memperoleh nilai di bawah
KKM 10 orang siswa atau 27,77 %.
Dalam membuat rancangan motif batik dapat dikatakan sudah
berhasil, dikarenakan dalam menggambar rancangan motif batik lebih dari
70 % nilai siswa dapat meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c.) Penilaian indikator membatik dengan teknik mencanting
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari
38 orang siswa yang meperoleh nilai A (80) sebanyak 11 siswa atau 30,55
%, 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai B (70), 13 orang
siswa atau 36,11 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 8 orang
siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai D (50).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66
adalah 15 orang siswa atau 41,66 %, dan siswa yang memperoleh nilai di
bawah KKM 21 orang siswa atau 58,33 %.
Dalam membatik dengan teknik mencanting dapat dikatakan belum
berhasil, dikarenakan dalam menggambar rancangan motif batik kurang
dari 70 % nilai siswa belum dapat meningkat.
d.) Penilaian indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan ketiga tabel
6 dari ke 36 orang siswa terdapat 6 orang siswa atau 16,66 % yang
memperoleh nilai A (80), 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh
nilai B (70), 10 orang siswa atau 27,27 % yang memperoleh nilai C (60),
dan 16 orang siswa atau 44,44 % yang memperoleh nilai D (50).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66)
adalah sebanyak 10 orang siswa atau 27,27 %, dan yang memperoleh nilai
di bawah KKM 26 orang siswa atau 71,71 %.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet dapat dikatakan
belum berhasil, dikarenakan dalam mewarnai motif batik dengan teknik
colet kurang dari 70 % nilai siswa belum dapat meningkat.
d. Refleksi
Hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) siklus I yang dilaksanakan selama 4x pertemuan,
peneliti berupaya menggali faktor penyebab dan melakukan refleksi, sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1.) Pada indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, siswa
yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 29 orang siswa atau 80,55
%, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 7 orang siswa atau
19,44 %. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar siswa sudah mampu
mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik.
Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus
berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum
mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik.
2.) Pada indikator membuat rancangan motif batik, siswa yang memperoleh
nilai di atas KKM 66 adalah 25 orang siswa atau 72,21 %, dan yang
memperoleh nilai di bawah standar adalah 10 orang siswa atau 27,77 %.
Sebagian besar siswa sudah mampu menggambarkan ide dan
kreativitasnya dalam membuat motif batik berdasarkan hasil pengamatan
yang telah dilakukanya terhadap benda-benda yang terdapat dilingkungan
sekitar.
Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar sebagian kecil siswa,
maka pada siklus berikutnya perlu dilakukan bimbingan dan pengarahan
terhadap siswa yang belum mampu membuat rancangan motif batik,
dengan memberikan saran dan masukan yang membangun, agar siswa
mampu menumbuhkan rasa percaya diri dalam membuat rancangan motif
batik yang kreatif. Guru memberikan contoh-contoh hasil karya batik yang
lebih beragam, dan guru menganjurkan supaya siswa mengamati berbagai
macam benda yang terdapat dilingkungan siswa. Hal tersebut bertujuan
untuk memancing pemikiran siswa supaya lebih kreatif dalam membuat
motif batik.
3.) Pada indikator membatik dengan teknik mencanting, siswa siswa yang
memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 15 orang siswa atau 41,66 %,
dan siswa yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 21 orang siswa
atau 58,33 %.
Hal tersebut dikarenakan siswa baru pertama kali menggunakan
canting, kompor yang digunakan tidak dapat berfungsi dengan baik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
sehingga malam yang direbus tidak dapat mendidih, dan mengakibatkan
malam tidak dapat digunakan untuk membatik motif, menetes
disembarang tempat, dan sebagian besar tidak dapat tembus pada kain.
Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus
berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum mampu
membatik dengan teknik mencanting, dengan cara mengajarkan lagi
bagaimana cara menggunakan canting yang benar, menembuskan cairan
malam/lilin pada kain, dan menjaga agar canting tidak menetes pada kain
sehingga dapat menjaga kebersihan.
4.) Pada indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, siswa yang
memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah sebanyak 10 orang siswa atau
27,27 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 26 orang
siswa atau 71,71 %.
Hal tersebut dikarenakan pada waktu mencanting motif malam
tidak dapat tembus pada kain, pada waktu mewarnai motif batik dengan
teknik colet siswa baru pertama kalinya menggunakan kuas untuk
mewarnai, sehingga warna motif satu dengan motif lainnya tercampur.
Siswa belum mampu memdukan warna yang harmonis, siswa belum
berani mengkombinasikan warna, siswa belum mampu membedakan
antara warna motif dan background, sehingga tidak terlihat jelas.
Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar maka pada siklus
berikutnya perlu dilakukan bimbingan terhadap siswa yang belum mampu
mewarnai motif batik dengan teknik colet, memberikan contoh cara
menggunakan kuas yang baik, membimbing dan mengajarkan kepada
siswa langkah-langkah teknik mengunci/mengancing pewarna remazol,
memadukan warna yang harmonis, memadukan warna yang harmoni,
kesesuaian warna dengan motif, dan kerapian warna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Berdasarkan hasil observasi siklus I di atas dapat terdapat 2 indikator
ketercapaian yang belum mampu memenuhi KKM, yaitu membatik dengan teknik
mencanting dan mewarnai motif batik dengan teknik colet, sehingga untuk dapat
meningkatkan prestasi belajar membatik perlu dilaksanakan siklus II. Pelaksanaan
siklus II meliputi: perencanaan, tindakan, observasi, analisis, dan refleksi.
2. Tindakan Siklus II
Pelaksanaan siklus kedua didasarkan pada hasil analisis dan refleksi di
siklus pertama. Pelaksanaannya meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, analisis, dan refleksi.
a. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap proses pembelajaran
dan hasil pembelajaran pada siklus I diperoleh data sebagai berikut:
Hasil pelaksanaan siklus I indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk
membatik dapat dikatakan telah berhasil, yaitu aktivitas belajar siswa lebih dari 70
% dapat meningkat.
Hasil pelaksanaan siklus I indikator membuat rancangan motif batik dapat
dikatakan telah berhasil, yaitu gambar rancangan motif batik siswa lebih dari 70
% dapat meningkat.
Hasil pelaksanaan siklus I indikator membatik dengan teknik mencanting
diatas dapat dikatakan belum berhasil, yaitu gambar rancangan motif batik siswa
kurang dari 70 % belum dapat meningkat.
Hasil pelaksanaan siklus I indikator mewarnai motif batik dengan teknik
colet, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah sebanyak 10 orang
siswa atau 27,27 %, dan yang memperoleh nilai di bawah standar adalah 26 orang
siswa atau 71,71 %.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar siswa belum mampu membatik dengan teknik mencanting, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet. Untuk itu perlu dilaksanakan siklus II
yang merupakan lanjutan dari siklus I. Yang diutamakan dalam siklus II ini adalah
indikator ketiga dan keempat, akan tetapi indikator pertama dan kedua harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
diiksanakan. Hasil observasi dan analisis data tersebut dapat digunakan sebagai
tolok ukur pelaksanaan siklus II.
Peneliti sebagai guru pengampu mata pelajaran SBK melakukan langkah
untuk merencanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
CTL siklus II, antara lain:
1.) Memilih pokok bahasan atau indikator yang sesuai dengan silabus. Alasan
memilih pokok bahasan atau indikator tersebut karena pada siklus I
prestasi belajar siswa belum dapat memenuhi indikator ketercapaian,
sehingga pada siklus II perlu dilakukan penelitian ulang.
2.) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II yang
disusun oleh peneliti yang memuat 3 kali pertemuan, dilaksanakan selama
2 minggu dimulai tanggal 21 September 2010 sampai dengan 2 Oktober
2010.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II dilakukan dalam 3 kali
pertemuan. Setiap pertemuan berdurasi 2 jam x 35 menit yaitu 70 menit sesuai
skenario dan RPP mata pelajaran membatik dengan metode yang telah disusun
oleh guru sebagi peneliti.
1.) Pertemuan pertama
Siklus : II (dua)
Hari/tanggal : Selasa, 21 September 2010
a.) Pendahuluan
Meliputi kegiatan: guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modelling), dengan bertanya kepada siswa
apakah siswa masih mengingat materi pelajaran yang telah disampaikan
pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak lupa, guru mengajak siswa
mengingat kembali materi apa saja yang telah disampaikan pada
pembelajaran sebelumnya mengenai batik.
Guru menyampaikan materi ajar tentang pengertian batik. Karena
pembelajaran pada silkus II materniya sama dengan siklus I, maka guru
hanya menyampaikan sebagian materi pelajaran yang penting saja dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa. Hal demikian ditujukan supaya
siswa mampu mengingat kembali materi yang telah disampaikan pada
pertemuan sebelumnya.
Membatik adalah melukis pada kain dengan menggunakan
lilin/malam dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain
yaitu canting. Canting adalah alat untuk membatik yang terbuat dari
tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Agar
malam dapat mencair diperlukan wajan dan kompor atau anglo/keren
untuk melelehkannya. Dalam membatik malam yang digunakan harus
mendidih, jika tidak panas malam tidak dapat tembus pada kain dan
akibatnya pada saat pewarnaan warna akan tercampur dan hasilnya warna
tidak rapi. Untuk membatik diperlukan gawangan yang terbuat dari kayu
atau bambu.
Motif yang terdapat pada kain batik sebagian besar adalah
tumbuhan, hewan, manusia, geometris, awan, gapura, rumah, dan lain
sebagainya digunakan dalam membuat batik. Daerah-daerah penghasil
batik antara lain adalah Cirebon, Priangan, Banjarnegara, Yogyakarta,
Solo, Banyumas, Pekalongan, Lasem, dan Madura. Batik dibuat dengan
berbagai macam jenis kain, seperti birkolin, shantung, belacu, sutera,
katun, dan sebagainya. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
primisima, prima, dan biru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Menurut proses pembuatannya batik dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu batik tulis, batik colet, batik ikat celup, batik cap, dan
batik printing. Batik tulis proses pembuatanya dengan cara tradisional
dengan menggunakan canting. Batik colet proses pembuatannya
menguaskan warna langsung diatas kain dengan menggunakan kuas. Batik
ikat celup atau jumputan yang proses pembuatannya dengan cara mengikat
dan mencelupkan kain pada pewarna. Batik cap proses pembuatannya
dengan menggunakan cap/setempel dari tembaga yang sudah dibentuk
motif batik. Batik printing biasanya diproduksi pabrik dengan
menggunakan screen.
Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang
gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan
menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif
batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada
posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil
jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting
terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan
tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring,
kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar
tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang
canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus
pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas.
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir.
Langkah-langkah pembuatan batik tulis: 1) buatlah motif batik
pada kain dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam direbus di atas
wajan dengan menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik
dengan menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin
meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian
diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet
menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass
selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan
ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang
sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah
kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan
menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga
mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain
batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari
kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain
batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas
permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses
pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain
batik dapat dikeringkan.
Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik
tulisyang sudah dibuat pada pertemuan sebelumnya. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri (konstruktivism).
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
hasil dari menemukan sendiri setelah melakukan observasi dan
pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah,
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data,
menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (inquiry). Dengan demikian
siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang batik. Siswa dibagi dalam
kelompok kecil dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang
siswa. Pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan
kerjasama untuk membuat batik yang digunakan sebagai taplak meja kecil.
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang
lain Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang
cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang
memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang
lain (learning community). Guru mendemontrasikan cara membuat motif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
batik agar siswa dapat mencontoh cara membatik yang benar (memegang
canting, mennorehkan malam, dan mewarnai motif batik dengan teknik
colet). Pada tahap ini siswa dapat diikutsertakan untuk mencoba
memegang canting yang benar, menorehkan malam, dan mewarnai, hal ini
bertujuan agar siswa tidak takut memegang alat-alat yang mungkin masih
baru bagi mereka (modeling).
Guru memberikan penugasan: buatlah batik dengan motif bebas
pada kain dengan finishing pewarnaan dengan teknik colet, dengan
langkah pengerjaan sebagai berikut: 1) buatlah motif batik pada kain
dengan menggunakan pensil, 2) lilin/malam di rebus diatas wajan dengan
menggunakan anglo/kompor, 3) kemudian motif batik dengan
menggunakan canting yang berisi lilin/malam sehingga cairan lilin
meresap ke dalam serat kain, 4) motif yang sudah selesai dibatik kemudian
diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet
menggunakan pewarna remazol, 5) setelah proses pewarnaan selesai,
kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass
selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan
ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur, 6) batik yang
sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit, 7) cucilah
kain batik yang sudah selesai dikunci/dikancing tersebut dengan
menggunakan air bersih supaya waterglas luntur, 8) rebuslah air hingga
mendidih dengan menggunakan kompor dan panci, 9) masukkan kain
batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk melunturkan lilin dari
kain. Proses ini dinamakan melorot kain, 10) pada waktu melorot kain
batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas
permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses
pelunturan lilin/malam, 11) setelah lilin/malam luntur, kemudian kain
batik dapat dikeringkan.
Guru memberitahukan aspek apa saja yang digunakan dalam
penilaian: a) mempersiapkan bahan dan untuk membatik, berdasarkan
indikator: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik
mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif
batik dengan teknik colet. b) merancang motif batik, berdasarkan indikator
kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). c) membatik dengan
teknik mencanting, berdasarkan indikator: penggunaan canting,
kematangan malam, dan kerapian dan kebersihan dalam mencanting. d)
mewarnai motif batik dengan teknik colet, berdasarkan indikator teknik
mencolet, teknik mengunci/ mengancing warna remazol, perpaduan warna.
Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai
batik, peralatan dan bahan yang digunakan untuk membatik. Melalui
pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya (questioning), jika tidak
ada yang berani mengajukan pertanyaan maka guru menunjuk salah satu
siswanya, jika tidak dapat menjawab maka dilemparkan kepada siswa
yang lainnya agar siswa aktif dalam pembelajaran (terdapat pada
lampiran).
Gambar 21. Guru Menjelaskan dan Memberikan Contoh Taplak Meja yang
Terbuat dari Batik (modeling).
(Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa guru sedang memberikan
penjelasan mengenai karya yang akan dibuat pada siklus II, dan
memberikan contoh hasil karya batik yang berupa taplak meja. Sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
besar siswa memperhatikan penjelasan dari guru, akan tetapi masih
terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Guru
melakukan penilaian dengan mengukur pengetahuan dan aktivitas siswa
pada waktu mengikuti pelajaran yaitu mempersiapkan peralatan membatik
dengan indikator: memperhatikan penjelasan guru tentang batik, alat dan
bahan untuk membatik, menjawab pertanyaan guru tentang batik, alat dan
bahan untuk membatik (authentic assessment).
Gambar 22. Siswa Membuat Rancangan Motif Batik pada Kertas Gambar.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengerjakan tugas dari guru, mereka secara individu membuat rancangan
motif batik yang nantinya akan dipilih salah satu hasil karya siswa yang
terbaik dalam satu kelompok, akan digunakan untuk membuat taplak meja
kecil. Guru melakukan penilaian mempersiapkan bahan dan untuk
membatik(authentic assessment).
c.) Kegiatan penutup
Guru memberikan penjelasan kembali mengenai cara menggambar
motif batik yang mudah, dengan melihat dan mengamati berbagai macam
benda hidup maupun benda mati yang ada dilingkungan sekitar siswa,
siswa akan lebih mudah untuk menggambarkan apa yang mereka lihat.
Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik
yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat
kembali apa yang telah di pelajarinya. Guru menanyakan kendala-kendala
apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti pembelajaran. Siswa diberi
kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi
dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi
(reflection).
Pada siklus II sebagian besar siswa sudah mampu membuat
gambar motif batik dengan baik, menjawab pertanyaan dan mengajukan
pertanyaan kepada guru tentang bahan dan alat untuk membatik. Masih
terdapat beberapa orang siswa yang masih mengalami kesulitan dalam
menggambar motif, sehingga mereka hanya mencontoh teman yang
lainnya.
Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan berikutnya yaitu, memindahkan rancangan dari kertas gambar
ke atas kain, membatik dengan teknik mencanting, mewarnai motif batik
dengan teknik colet
2.) Pertemuan kedua
Siklus : II (dua)
Hari/tanggal : Selasa, 28 September 2010
a.) Pendahuluan
Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan kegiatan yang yang akan
dilaksanaka pada pertemuan kedua dengan memberi penjelasan tentang
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-
langkah model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
Guru memulai pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
kehidupan siswa (daily life modeling). Agar siswa tidak lupa, guru
mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya tentang asal mula batik, jenis-
jenis batik, teknik pembuatan batik tulis, bahan dan alat untuk membuat
batik tulis, dan langkah-langkah pembuatan batik tulis.
Guru menjelaskan lagi mengenai materi yang telah disampaikan
pada pertemuan sebelumnya yaitu motif. Motif dalam membuat batik
bervariasi, ada yang mengambil gambar benda hidup seperti ayam,
burung, ikan, kupu-kupu, dan ada pula yang menggambarkan benda mati
seperti misalnya kapal, rumah, batu, dan lain-lain. Guru menjelaskan cara
memindahkan motif batik dari kertas gambar ke atas kain dengan
menggunakan pensil. Setelah selesai memindahkan motif batik pada kain,
siswa melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu membatik dengan teknik
mencanting. Dalam teknik mencanting peralatan yang digunakan adalah:
canting, lilin/malam, wajan, kompor, minyak tanah, dan korek api.
Teknik mencanting yang benar adalah dengan cara memegang
gagang canting menggunakan jari tangan kanan (hampir sama dengan
menulis), sedangkan tangan kiri memegang kain yang telah diberi motif
batik. Beda antara memegang canting dan memegang pensil hanya pada
posisi canting yang digunakan harus tidur/datar, sedangkan posisi pensil
jika digunakan untuk menulis harus berdiri atau miring. Jika posisi canting
terlalu tegak atau terlalu miring, malam/lilin yang ada di dalamnya akan
tumpah. Posisi tangan pada waktu memegang canting adalah miring,
kemiringannya disesuaikan dengan kemiringan kain pada tangan kiri. Agar
tangan terhindar dari malam panas, maka tangan harus memegang gagang
canting bagian tengah. Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus
pada kain, maka malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas.
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, sehingga berdampak pada pewarnaan dan hasil akhir.
Agar malam/lilin yang digunakan dapat tembus pada kain, maka
malam/lilin harus benar-benar dalam keadaan yang panas atau mendidih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Jika malam tidak tembus dapat mengakibatkan motif batik tidak
kelihatan/tidak jelas, dan berdampak pada pewarnaan dan hasil batik.
Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis
yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya. Siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan (konstruktivism). Pengetahuan bukanlah sejumlah
fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri
setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa
untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan
(inquiry). Dengan demikian siswa dapat menumbuhkan ide kreatif tentang
batik, dapat menemukan masalah seperti misalnya warna motif batik
tercampur dengan warna motif yang lain. Guru melakukan kegiatan tanya
jawab dengan siswa mengenai motif batik, yaitu bermacam-macam motif
batik yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya, kendala-kendala yang
dihadapi selama proses pembuatan motif batik (questioning). Pada tahap
ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan
kesulitan-kesulitan atau hambatan yang dihadapi pada waktu membuat
motif batik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing
kelompok terdiri dari empat orang siswa dan melakukan kerjasama untuk
membuat batik yang digunakan sebagai taplak meja kecil (learning
community). Guru mendemontrasikan cara memindah motif batik dari
kertas gambar ke atas kain, supaya siswa dapat mengikuti dengan baik
(modeling).
Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk memindahkan
motif batik ke atas kain mori, membatik dengan teknik mencanting, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet. Siswa melakukan pekerjaan
tersebut dengan bekerjasama dalam kelompok. Sehingga penilaian yang
dilakukan oleh guru dengan menilai kerja individu dan kebersamaan
dalam kelompok. Siswa menunjukkan kepada guru hasil rancangan motif
batik yang dibuat siswa pada pertemuan pertama. kemudian guru memilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
salah satu motif batik yang akan digunakan untuk membuat motif batik
taplak meja kecil, setelah itu guru membagikan kain mori kepada masing-
masing kelompok.
Gambar 23. Guru Menjelaskan Cara Membuat Batik yang Digunakan Untuk
Taplak Meja (modeling).
(Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat guru sedang menjelaskan cara
membuat batik yang digunakan untuk taplak meja kecil. Terlihat
antusiasme sebagian besar siswa pada waktu mendengarkan penjelasan
dari guru, dan masih terdapat beberapa siswa yang tidak memperhatikan
penjelasan guru. Hal demikian sangat wajar terjadi dalam proses
pembelajaran. Setelah kain dibagikan kepada masing-masing kelompok,
kemudian siswa bekerjasama memindah motif batik yang dipilih oleh guru
dari kertas gambar ke atas kain.
Dalam memindah motif batik dari kertas gambar ke atas kain
peralatan yang digunakan adalah pensil. Apabila siswa mengalami
kesulitan pada waktu memindahkan motif geomertis, siswa dapat
mempergunakan alat bantu lain yang berupa penggaris, busur, dan jangka
supaya pengerjaannya lebih mudah. Guru juga dapat berperan aktif
membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memindahkan motif
batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Gambar 24. Guru Memberi Contoh Siswa yang Kesulitan dalam Memindah
Motif Batik (Modeling).
(Dokumentasi: Agustina Sulistyowati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat salah satu kelompok siswa yang
mengalami kesulitan sedang memperhatikan guru pada waktu memberi
contoh memindahkan motif batik dari kertas gambar ke atas kain mori.
Sedangkan kelompok siswa yang lain mengerjakan tugas mereka masing-
masing. Sebagian besar siswa mengerjakan tugas dengan sungguh-
sungguh, dan masih terdapat beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas
dengan sungguh-sungguh. Setelah selesai menggambar motif batik pada
kain, kemudian siswa dalam kelompok secara bergantian membatik
dengan teknik mencanting menggunakan malam/lilin yang dilelehkan
hingga mendidih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Gambar 25. Secara Bergantian Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
membatik dengan teknik mencanting dalam kelompok secara bergantian,
sebagian besar siswa serius dengan pekerjaannya akan tetapi masih
terdapat beberapa orang siswa yang kurang serius pada waktu membatik.
Hal itu dikarenakan minimnya peralatan yang digunakan untuk membatik,
jumlah kompor dan wajan yang dapat digunakan hanya 4 buah, canting
yang digunakan sebagian kecil juga tidak dapat berfungsi dengan baik,
sehingga siswa harus bergantian untuk membatik. Minimnya peralatan
membatik tidak menghalangi semangat siswa untuk belajar kelompok.
Setelah kain mori selesai dibatik kemudian secara kelompok siswa
bekerjasama mewarnai motif gambar batik menggunakan remazol dengan
teknik colet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Gambar 26. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Mewarnai Motif Batik
dengan Teknik Colet.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok
pada waktu mengerjakan tugas mewarnai motif batik menggunakan
remazol dengan teknik colet. Sebagian besar siswa serius mengerjakan
karya kelompok mereka, dan terdapat beberapa orang siswa masih tidak
serius mengerjakan karya dalam kelompok mereka. Hal demikian dapat
terjadi dikarenakan sarana/fasilitas yang digunakan untuk mewarnai batik
sangat minim sekali, dengan peralatan seadanya mereka mengerjakan
karya dengan cara bergantian. Setelah selesai diwarnai kemudian kain
batik dikeringkan.
Gambar 27. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Menjemur Kain Batik
yang Sudah Selesai Diwarnai
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Pada gambar di atas dapat dilihat secara kelompok siswa
bekerjasama menjemur kain batik yang sudah selesai diwarnai. Apabila
warna belum benar-benar kering nanti bisa tercampur dengan warna yang
lainnya, untuk itu kain batik harus dikunci/dikancing dengan
menggunakan waterglass. Setelah kain kering kemudian direndam
menggunakan waterglass yang dimasukkan kedalam ember selama ± 15
menit, kemudian diangin-anginkan selama ± 15 menit.
Gambar 28. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik yang Sudah Direndam
dengan Menggunaka Waterglass Selama ± 15 Menit.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mengangin-anginkan kain yang sudah direndam dengan menggunakan
waterglass. Walaupun waterglass berbau tidak sedap dan pedih jika
terkena tangan yang terluka, siswa tidak merasa takut ataupun jijik jika
tangan mereka terkena waterglass. Tujuannya supaya waterglass benar-
benar dapat meresap ke dalam serat kain, setelah diangin-anginkan
kemudian kain batik di masukkan kedalam ember yang berisi air agar
waterglass luntur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Gambar 29. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Diwarnai ke Dalam
Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok
pada waktu memasukkan kain yang sudah selesai di waterglass
dikasukkan kedalam air bersih dengan tujuan agar waterglass luntur.
Tujuan waterglass dilunturkan supaya proses melorot lebih mudah.
Setelah waterglass luntur kemudian kain batik dilorot menggunakan air
panas.
Gambar 30. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa secara kelompok
pada waktu melorot kain batik dengan menggunakan air panas yang
mendidih untuk melunturkan malam/lilin yang masih menempel pada
kain. Hal tersebut dilakukan secara bergantian agar tidak bercanda pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
waktu melorot kain batik. Walaupun air yang digunakan untuk melorot
kain sangat panas, namun antusias siswa pada waktu melorot kain batik
sangat tinggi. Pada bagian melorot kain batik, siswa yang bekerja hanya
sebagian saja, karena jika semua siswa melorot kain batik dengan
menggunakan panci yang berisi air panas mereka pasti akan berebut
tempat. Hal demikian dilakukan untuk mengantisipasi agar siswa tidak
terkena air panas, maka secara bergantian mereka melorot kain batik.
Setelah kain batik dilorot, kemudian kain batik dicelupkan kedalam air
dingin untuk melepaskan sisa malam/lilin yang masih menempel pada
kain, kemudian kain batik dijemur sampai kering.
Gambar 31. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot.
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
menjemur kain batik yang sudah selesai dilorot. Dengan demikian proses
pembuatan batik yang digunakan untuk taplak meja sudah selesai
dilaksanakan.
c.) Kegiatan penutup
Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon kegiatan
mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci/mengancing kain dengan
menggunakan waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air
panas yang telah dilaksanakan. Guru dapat mengetahui kendala-kendala
apa saja yang dihadapi oleh siswa ketika melaksanakan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
mewarnai batik dengan teknik colet, mengunci kain dengan menggunakan
waterglass, dan melorot kain dengan menggunakan air panas yang
nantinya akan dipergunakan untuk pertemuan berikutnya. Sebagian besar
siswa dalam membatik dengan teknik mencanting sudah mampu
menggunakan canting dengan baik, dikarenakan siswa sudah mulai
terbiasa memegang canting yang berisi malam/lilin panas.
Pada waktu siswa melaksanakan praktek mewarnai batik dengan
teknik colet, sebagian besar siswa sudah mampu mewarnai dengan baik.
Pada waktu siswa mengunci kain dengan menggunakan waterglass, dan
melorot kain dengan menggunakan air panas yang mendidih, siswa sudah
mulai terbiasa mengerjakannya. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui
agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Guru menanyakan
kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama mengikuti
pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti,
selanjutnya guru memberikan solusi (reflection).
Dengan adanya kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru, siswa membangun rasa kebersamaan dan
tanggungjawab individu untuk dapat menyelesaikan tugas mereka. Dalam
tugas kelompok ini masih terdapat beberapa orang siswa yang tidak mau
membantu dalam mengerjakan tugas, hal tersebut dapat merugikan teman
yang lain dalam satu kelompok. Hal tersebut juga akan digunakan dalam
penilaian, sehingga akan ada perbedaan antara nilai kelompok dan nilai
individu dalam proses pengerjaan tugas.
Hasil dari evaluasi dapat digunakan untuk pembelajaran
berikutnya. Guru memberitahukan pembelajaran yang akan dilaksanakan
pada pertemuan berikutnya yaitu, bersama-sama dengan siswa
mempresentasikan hasil karya batik yang telah dibuat. Guru melakukan
penilaian dengan mengukur kemampuan siswa dalam mewarnai motif
batik dengan teknik colet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
3.) Pertemuan ketiga
Siklus : II (dua)
Hari/tanggal : Sabtu, 2 Oktober 2010
a.) Pendahuluan
Meliputi guru membuka dan mengawali pelajaran dengan
melakukan presensi, hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui siswa yang
hadir dan siswa yang tidak hadir.
b.) Kegiatan inti
Meliputi kegiatan guru menjelaskan tentang kegiatan yang akan
dilaksanakan siswa dengan memberi penjelasan tentang model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), Langkah-langkah
model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut:
Guru menjelaskan kegiatan yang yang akan dilaksanaka pada
pertemuan ke-tiga, yaitu: guru memulai pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang
terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), dengan
bertanya kepada siswa apakah siswa masih mengingat materi pelajaran
yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Agar siswa tidak
lupa, guru mengajak siswa mengingat kembali materi apa saja yang telah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya yaitu, materi batik, membuat
rancangan motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet.
Pada tahap konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada
pengetahuan awal tentang membatik yang telah dilaksanakan selama 2 x
pertemuan. Berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh siswa,
diharapkan siswa mampu menggabungkan antara pengalaman yang baru
diperolehnya dengan melakukan observasi dan melakukan mengamati
hasil karya batik yang telah dibuat.
Pada tahap menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman yaitu membatik yang telah dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
selama tiga kali pertemuan. Dengan demikian siswa mampu memahami
tentang materi batik, membuat motif batik, teknik mencanting, mewarnai
motif batik dengan teknik colet. Siswa mendiskusikan batik yang telah
diamati, siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil
pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, siswa
membuat kesimpulan.
Pada tahap masyarakat belajar (learning community) yaitu,
sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar. Tahap learning
community pada pertemuan keempat siswa tidak dibentuk kelompok
dikarenakan tidak ada penugasan dari guru, akan tetapi secara bersama-
sama siswa mendiskusikan hasil karya batik yang sudah dibuat.
Pada tahap bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, dengan
memberikan pertanyaan kepada siswa tentang kegiatan membatik yang
telah dilaksanakn. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengajukan pertanyaan tentang kegiatan membatik yang telah
dilaksanakan. Dengan adanya kegiatan tanya jawab antara guru dengan
siswa, kegiatan tersebut dapat menimbulkan interaksi antar siswa,
sehingga mampu menghidupkan susana kelas.
Pada tahap permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu
contoh. Pada tahap ini guru menunjukkan semua hasil karya siswa satu-
persatu didepan kelas dengan memberikan kritik, saran, dan masukan-
masukan yang membangun. Sebenarnya pada pertemuan keempat guru
meminta siswa maju satu persatu untuk mempresentasikan hasil karya
mereka masing-masing, akan tetapi siswa belum berani maju kedepan, hal
tersebut terjadi karena siswa belum terbiasa mempresentasikan karya
mereka didepan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Gambar 32. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas.
(Dokumentasi: Agustina Sulistyawati, 2010)
Pada gambar di atas dapat dilihat aktivitas siswa pada waktu
mendengarkan presentasi dari guru. Bersama-sama dengan siswa guru
mengevaluasi semua hasil karya batik yang telah dibuat oleh siswa.
Dengan demikian guru bersama dengan siswa dapat memberikan
masukan, kritik, dan saran yang membangun supaya untuk tugas-tugas
selanjutnya siswa lebih maksimal dalam mengerjakan tugas.
Sebelum dilaksanakan penelitian ini aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran dikelas sebagian besar siswa tidak
memperhatikan penjelasan guru, bercakap-cakap dengan temannya yang
lain, ramai, dan setelah dilaksanakan penelitian ini sebagian besar siswa
dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh guru, dan mengajukan pertanyaan kepada guru
tentang apa yang belum mereka ketahui. Hal tersebut dikarenakan materi
yang disampaikan oleh guru tentang batik merupakan hal yang baru bagi
mereka, sehingga mampu memancing perhatian siswa untuk fokus dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Membatik yang biasanya dilaksanakan hanya dengan menggambar
motif pada kertas gambar, dalam penelitian ini siswa dapat menggambar
motif batik pada kertas gambar kemudian dipindah keatas kain mori.
Dalam penelitian ini siswa menggambar motif batik sebanyak tiga kali,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
yaitu: (1) membuat motif batik pada kertas gambar, (2) memindah motif
gambar batik dari kertas gambar keatas kain mori, dan (3) mengulang
motif batik pada kain mori dengan menggunakan malam/lilin yang sudah
dilelehkan. Dengan mengulang membuat motif batik diharapkan dapat
melatih keterampilan siswa dalam menggambar motif batik.
Sebelum dilaksanakan penelitian ini pengetahuan siswa tentang
motif batik sangat kurang sekali, hal itu dapat diketahui dari motif batik
yang mereka buat semua hampir sama (kurang kreatif). Dilihat dari sisi
pewarnaan karya gambar batik diatas sudah baik jika dibandingkan dengan
karya siswa yang lainnya. Dan setelah dilaksanakan penelitian ini hasil
karya siswa menunjukkan perubahan yang awlnya hanya mencontoh karya
teman atau mencotoh motif batik dari buku sekarng sebagian besar siswa
berani membuat motif sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil karya
membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II, terdapat berbagai macam
motif-motif lain yang merupakan hasil dari imajinasi mereka dalam
membuat taplak meja kecil. Sehingga hasil karya kelompok satu dan
kelompok lainnya berbeda motif.
Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa
sudah mampu menguasai, hal tersebut dikarenakan siswa kelas VI SDN
Mojosongo II sudah dua kali membatik dengan teknik mencanting. Pada
waktu membatik peralatan yang digunakan sebagian besar tidak dapat
berfungsi dengan baik, seperti misalnya: nyala api kompor tidak dapat
maksimal, wajan bocor, kondisi canting tidak baik sehingga membuat
aliran malam/lilin terhambat sehingga malam/lilin tidak dapat tembus pada
kain. Dan sebagian kecil lainnya siswa masih belum mampu membatik
dengan teknik mencanting dengan baik. Apabila ada salah satu teman
dalam kelompok yang belum bisa mencanting dengan baik teman yang
lainnya membantu. Dengan adanya learning comunity atau kelompok
belajar, dapat memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas.
Dalam mewarnai motif batik menggunakan remazol dengan
perpaduan warna pada kain sebagian besar siswa sudah mampu mewarnai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
dengan baik. Hal tersebut dikarenakan siswa sudah kedua kalinya
mewarnai motif gambar batik menggunakan remazol dengan teknik colet.
Selain itu pada waktu membatik dengan teknik mencanting malam/lilin
sebagian besar sudah dapat tembus, sehingga berpengaruh terhadap hasil
pewarnaan yang baik.
Dalam proses merendam kain batik ke dalam waterglass, hampir
seluruh siswa sudah mampu mengerjakannya. Dan pada waktu melorot
kain dengan menggunakan air panas yang mendidih secara kelompok
siswa mengerjakannya dengan berhati-hati. Kegiatan pembelajaran ini
juga dapat melatih rasa kebersamaan, tanggungjawab terhadap hasil karya
masing-masing kelompok, serta kemandirian untuk dapat menyelesaikan
tugas individu dengan baik.
c.) Kegiatan penutup
Guru bersama-sama dengan siswa dan/sendiri membuat
rangkuman/simpulan tentang materi batik yang telah disampaikan dan
kegiatan membatik yang telah dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hasil karya batik yang telah dibuat siswa-siswa
kelas VI secara kelompok, siswa dapat mengetahui hasil karya yang
dikerjakan dengan maksimal dan yang belum maksimal. Setelah siswa
yang karyanya belum maksimal dapat mengetahui hasil karya siswa lain
yang sudah maksimal, diharapkan untuk tugas-tugas selanjutnya mereka
akan terdorong untuk membuat karya yang lebih baik lagi. Guru
menanyakan kendala-kendala apa saja yang dihadapi siswa selama
mengikuti pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya
mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum
dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi (reflection).
Guru melakukan penilaian keseluruhan mulai dari mempersiapkan
peralatan dan bahan untuk membatik, membuat rancangan motif batik,
membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik
colet (authentic assessment).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
c. Hasil Observasi dan Analisis
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada siklus II, yaitu
pertemuan pertama, kedua, dan ketiga dapat diperoleh hasil penelitian dengan
menggunakan authentic assessment (penilaian yang sebenarnya) sebagai berikut:
1.) Hasil Observasi
Berikut ini adalah tabel hasil observasi penilaian siklus I:
Tabel 8. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I
No Nama
Aspek Psikomotor
Nilai
Akhir
Mempersiapkan
Bahan dan Alat
Untuk Membuat Batik
Kreativitas
(Kelancaran
dalam Membuat Motif Batik)
Membatik dengan
Teknik Mencanting
Mewarnai Motif Batik
dengan Teknik Colet
a b c Nilai e f Nilai g h i Nilai j k l Nilai
1. Zaenal Abidin (K 1) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 70 77,5
2. Christianto (K 1) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 70 77,5
3. Nita Adriyanti (K 1) 70 80 60 70 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 70 75
4. Tri Regina O (K 1) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 50 70 77,5
5. Anis Setyowati (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 60 70 80 70 80
6. Aphredita S (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
7. Alfi Rahmawati (K 2) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
8. Axel Ibrahim Ilfat (K 2) 50 60 80 60 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 75
9. Abu Al Isfa Qani (K 3) 60 80 70 70 70 70 70 80 70 70 70 50 50 80 50 65
10 Aziz Miko Refi S (K 3) 80 80 80 80 80 80 80 60 70 60 60 50 50 80 50 67,5
11 Bayu Saputro (K 3) 50 80 60 60 80 80 80 60 60 60 60 50 50 80 50 62,5
12 Burhanudin (K 3) 50 50 50 50 70 70 70 60 70 60 60 50 50 80 50 57,5
13 Dyah Ayu S (K 4) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
14 Dede Setyawan (K 4) 50 50 50 50 80 50 60 80 80 80 80 80 80 80 80 67,5
15 Ery Kurnia Devi (K 4) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
16 Eko Wahyu S (K 4) 80 50 60 60 60 60 60 80 80 80 80 80 80 80 80 70
17 Fauzi Anjarani (K 5) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
18 Firla Mustianto (K 5) 80 80 80 80 80 80 80 80 70 70 70 80 80 80 80 77,5
19 Intan Ferlin H (K 5) 80 80 80 80 80 60 70 80 60 70 70 80 80 80 80 75
20 Jesika Anggun A (K 5) 80 80 80 80 70 70 70 80 80 80 80 80 80 80 80 77,5
21 Muh. Abi N (K 6) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
22 Mui Cahya B (K 6) 80 80 80 80 80 80 80 60 80 70 70 80 80 80 80 77,5
23 Riris L (K 6) 80 80 80 80 80 60 70 80 80 80 80 80 80 80 80 77,5
24 Rendi Adi N (K 6) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
25 Siti Zaenab Z (K 7) 80 80 80 80 70 70 70 70 80 70 70 80 80 80 80 75
26 Sofi Nur M (K 7) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
27 Sintia Fatma P (K 7) 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
28 Santia Resti D (K 7) 70 80 60 70 80 80 80 80 50 60 60 80 80 80 80 70
29 Feronika Indah P (K 8) 80 80 80 80 80 80 80 80 60 80 80 80 50 70 60 75
30 Wayan Sidiq A (K 8) 50 50 50 50 70 70 70 80 80 70 70 60 60 60 60 65
31 Radietya R D (K 8) 60 60 60 60 80 80 80 80 70 80 80 60 50 70 60 70
32 Qusnul Inaiyah A (K 8) 70 70 70 70 80 80 80 70 80 70 70 50 60 70 60 70
33 Alung Rasmoro D (K 8) 60 60 60 60 80 80 80 60 70 60 60 60 70 50 60 67,5
34 Ardhia Dewantara (K 8) 80 80 80 80 80 80 80 70 70 70 70 60 70 50 60 75
35 Fera Monika K (K 8) 80 80 80 80 80 60 70 70 70 70 70 70 60 50 60 72,5
36 S. P Gumilang (K 8) 80 80 80 80 80 80 80 60 70 70 70 60 70 50 60 75
Jumlah 2650 2760 2680 2600 296,93
Rata-rata Kelas 73,61 76,66 74,44 72,22 74,23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Teknik penilaian yang dilakukan oleh guru:
1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik
- Siswa mempersiapkan sendiri alat yang digunakan untuk membuat
motif batik: pensil, penghapus, dan kertas gambar.
- Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk membatik dengan
teknik mencanting (korek api, canting, kain mori), bahan dan alat lain
telah disediakan oleh guru disekolah (malam, wajan, kompor kecil,
minyak tanah).
- Siswa mempersiapkan alat yang digunakan untuk mewarnai motif
batik dengan teknik colet (kuas, botol air mineral bekas, tali, peniti),
bahan dan alat lain telah disediakan oleh guru disekolah (remasol,
waterglass, ember, panci, dan kompor).
- Guru menilai siswa dengan cara mengamati siswa satu persatu dalam
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik berdasarkan sub-sub
indikator yang telah disebutkan di atas.
- Jika terdapat siswa yang sama sekali tidak mempersiapkan bahan dan
alat yang harus dipersiapkan dari rumah, siswa dapat mempergunakan
alat dan bahan yang ada disekolah, dengan demikian siswa
memperoleh nilai yang paling terendah diantara siswa yang telah
mempersiapkan bahan dan alat.
2. Membuat rancangan motif batik
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu membuat motif batik,
dengan cara berjalan mengamati satu persatu proses pembuatan motif
dari bangku satu ke bangku yang lain di dalam kelas.
- Guru melakukan observasi dengan menanyakan kepada siswa: motif
apa yang dibuat?, menceritakan tentanga apa?, memperoleh ide dari
mana?, dengan demikian guru dapat mengetahui apakah motif yang
dibuat oleh siswa adalah hasil kreativitasnya sendiri atau hanya meniru
gambar lain, maupun mencontek karya teman yang lain.
- Setelah selesai pembuatan motif batik guru menilai komposisi motif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
- Hasil pembuatan motif dalam satu kelompok diseleksi oleh guru, dan
diambil salah satu karya siswa yang nantinya akan digunakan untuk
membuat motif taplak meja kecil.
3. Membatik dengan teknik mencanting
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mencanting, dengan cara
berjalan mengamati satu persatu proses mencanting motif.
- Guru melakukan observasi dan menayakan kepada siswa: bagaimana
cara siswa menggunakan canting?, malam/lilin yang digunakan dapat
tembus atau tidak?, sehingga guru dapat memberikan penilaian.
- Setelah selesai membatik dengan teknik mencanting guru baru dapat
menilai kebersihan dalam mencanting.
4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet
- Guru mengamati aktivitas siswa pada waktu mewarnai motif batik
dengan teknik colet, dengan cara berjalan mengamati satu persatu
proses mewarnai motif batik. Dengan cara mengamati siswa satu-
persatu, guru dapat mengetahui bagaimana teknik mencolet siswa,
teknik mengunci/mengancing pewarna remazol.
- Untuk dapat mengetahui perpaduan warna motif batik, guru dapat
melakukan penilaian setelah karya batik jadi.
Dari tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa: (1) nilai rata-rata
indikator mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk membatik
73,61, (2) nilai rata-rata indikator membuat rancangan motif batik 76,66,
(3) nilai rata-rata indikator membatik dengan teknik mencanting 74,44,
dan (4) nilai rata-rata indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet
72,22.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
N (nilai keseluruhan) = N (1) + N (2) + N (3) + N (4)
4
N (nilai keseluruhan) = 73,61 + 76,66 + 74,44+ 72,22
4
= 296,93
4
= 74,23
Hasil analisis data pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model
pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL), secara umum telah
menunjukkan perubahan, dimana siswa dalam melaksanakan pembelajaran
semakin mantap dan luwes pada saat melaksanakan praktek membatik dengan
teknik mencanting.
2.) Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I
Berikut ini adalah 3 contoh hasil karya batik siswa kelas VI SDN
Mojosongo II dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) siklus II:
a.) Hasil Karya Siswa di Bawah KKM
Berikut ini adalah hasil karya siswa kelompok 3 (Abu, Aziz, Bayu,
dan Burhanudin), yang memperoleh nilai rendah:
Gambar 33. Hasil Karya Kelompok 3 Belum Memenuhi KKM (Nilai Rendah).
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa
kelas VI kelompok 3 belum memenuhi KKM 66 setelah dilaksanakan
penelitian siklus II.
Dalam mempersiapkan peralatan membatik Abu dan Aziz
mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik, sedangkan Bayu dan
Burhanudin tidak mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik.
Dengan demikian, Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 80,
Bayu memperoleh nilai 60, dan Burhanudin memperoleh nilai 50.
Dalam membuat rancangan motif batik Aziz, Bayu, dan
Burhanudin mampu membuat rancangan motif batik dengan ide masing-
masing, sedangkan Abu hanya meniru teman lainnya. Abu, Aziz, dan
Bayu mampu berkreativitas dalam membuat rancangan motif batik,
sedangkan Burhanudin belum mampu berkreativitas membuat motif batik.
Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 80, Bayu memperoleh
nilai 80, dan Burhanudin memperoleh nilai 70.
Dalam membatik dengan teknik mencanting Abu mampu
menggunakan canting dengan baik, sedangkan Aziz, Bayu, dan
Burhanudin belum mampu memegang canting dengan baik. Dalam
mencanting Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin sebagian besar tidak tembus
pada kain. Dalam membatik Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin dapat
menjaga kebersihanya. Dengan demikian dalam membatik dengan teknik
mencanting, Abu memperoleh nilai 70, Aziz memperoleh nilai 60, Bayu
memperoleh nilai 60, dan Burhanudin memperoleh nilai 60.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet Abu, Aziz, Bayu,
dan Burhanudin belum mampu menguasai teknik mencolet, belum mampu
menguasai teknik mengunci/mengancing pewarna remazol, dan belum bisa
memadukan warna. Dengan demikian dalam mewarnai motif batik dengan
teknik colet, Abu memperoleh nilai 50, Aziz memperoleh nilai 50, Bayu
memperoleh nilai 50, dan Burhanudin memperoleh nilai 50.
Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh:
Abu memperoleh nilai 65, Aziz memperoleh nilai 67,5, Bayu memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
nilai 62,5, dan Burhanudin memperoleh nilai 57,5. Pada silkus II
kelompok 3 (Abu, Aziz, Bayu, dan Burhanudin) memperoleh nilai
terendah diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
b.) Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM
Berikut ini adalah hasil karya siswa kelompok 9 (Alung, Ardhia,
Fera, dan Gumilang), yang memperoleh nilai sedang:
Gambar 34. Hasil Karya Kelompok 9 Sudah Memenuhi KKM (Nilai Sedang).
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa
kelas VI kelompok 9 sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (sedang) setelah
dilaksanakan penelitian siklus II.
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik Alung,
Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan alat untuk membuat motif
batik. Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan bahan dan alat yang
digunakan untuk membatik dengan teknik mencanting, sedangkan Alung
tidak mempersiapkan. Ardhia, Fera, dan Gumilang mempersiapkan bahan
dan alat yang digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet,
sedangkan Alung tidak. Dengan demikian dalam mempersiapkan peralatan
membatik, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh nilai 80, Fera
memperoleh nilai 80, dan Gumilang memperoleh nilai 80.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Dalam membuat rancangan motif batik, kelompok 9: Fera, Ardhia,
dan Gumilang mampu membuat rancangan motif batik dengan ide masing-
masing, sedangkan Alung hanya meniru teman lainnya. Dalam
berkreativitas Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang mampu berkreativitas
dalam membuat rancangan motif batik. Dengan demikian dalam
merancang motif batik, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh
nilai 80, Fera memperoleh nilai 80, dan Gumilang memperoleh nilai 80.
Dalam membatik dengan teknik mencanting Alung dan Ardhia
mampu memegang canting dengan baik, sedangkan Fera, dan Gumilang
belum mampu memegang canting dengan baik. Dalam mencanting Alung
dan Ardhia sebagian besar tidak tembus pada kain, sedangkan Fera dan
Gumilang dalam mencanting tembus pada kain. Dalam membatik Alung
tidak dapat menjaga kebersihanya, sedangkan Ardhia, Fera, dan Gumilang
dapat menjaga kebersihanya. Dengan demikian dalam membatik dengan
teknik mencanting, Alung memperoleh nilai 60, Ardhia memperoleh nilai
70, Fera memperoleh nilai 70, dan Gumilang memperoleh nilai 70.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet Alung, Ardhia,
Fera, dan Gumilang sudah mampu memadukan warna akan tetapi belum
baik. Kerapian warna Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang termasuk belum
rapi. Hasil akhir Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang hampir maksimal.
Dengan demikian dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Alung
memperoleh nilai 70, Ardhia memperoleh nilai 70, Fera memperoleh nilai
70, dan Gumilang memperoleh nilai 70.
Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh:
Alung memperoleh nilai 67,5, Ardhia memperoleh nilai 75, Fera
memperoleh nilai 70, dan Gumilang memperoleh nilai 70. Pada silkus II
kelompok 9 (Alung, Ardhia, Fera, dan Gumilang) memperoleh nilai
sedang diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
c.) Hasil Karya Siswa di Atas KKM
Berikut ini adalah hasil karya kelompok 2 (Anis, Aphredita, Alfi,
dan Axel) yang memperoleh nilai tinggi:
Gambar 35. Hasil Karya Kelompok 2 Sudah Memenuhi KKM (Nilai Tinggi).
(Dokumentasi: Sunarmi, 2010)
Dari gambar di atas dapat kila lihat salah satu hasil karya siswa
kelas VI kelompok 2 sudah memenuhi KKM lebih dari 66 (tinggi) setelah
dilaksanakan penelitian siklus II.
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat Anis,
Aphredita, dan Alfi mempersiapkan alat untuk membuat motif batik,
sedangkan Axel tidak. Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel mempersiapkan
bahan dan alat yang digunakan untuk membatik dengan teknik
mencanting. Anis, Aphredita, dan Alfi menyediakan bahan dan alat yang
digunakan untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet, sedangkan
Axel hanya sebagian kecil saja. Dengan demikian dalam mempersiapkan
peralatan membatik, Anis memperoleh nilai 80, Aphredita memperoleh
nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 60.
Dalam membuat rancangan motif batik secara individu Anis,
Aphredita, Alfi, dan Axel mampu membuat rancangan motif batik dengan
ide masing-masing. Dalam berkreativitas Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel
mampu berkreativitas dalam membuat rancangan motif batik yang mereka
buat. Dengan demikian dalam merancang motif batik, Anis memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
nilai 80, Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan
Axel memperoleh nilai 80.
Dalam membatik dengan teknik mencanting Anis, Aphredita, Alfi,
dan Axel mampu menggunakan canting dengan baik. Dengan demikian
dalam membatik dengan teknik mencanting, Anis memperoleh nilai 80,
Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel
memperoleh nilai 80.
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, Aphredita, Alfi,
dan Axel sudah mampu menguasai teknik mencolet dengan baik, teknik
mengunci/mengancing pewarna remazol dengan baik, dan memadukan
warna dengan baik. Dengan demikian Anis memperoleh nilai 80,
Aphredita memperoleh nilai 80, Alfi memperoleh nilai 80, dan Axel
memperoleh nilai 60.
Berdasarkan penilaian diatas, nilai rata-rata akhir yang diperoleh:
Anis memperoleh nilai 80, Apredhita memperoleh nilai 80, Alfi
memperoleh nilai 80, dan Axel memperoleh nilai 77,5. Pada silkus II
kelompok 2 (Anis, Aphredita, Alfi, dan Axel) memperoleh nilai tinggi
diantara siswa yang lain dalam satu kelas.
3.) Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus II
a) Penilaian indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II pertemuan pertama:
dari 36 orang siswa terdapat 24 orang siswa atau 66,66 % yang meperoleh
nilai A (80), 4 orang siswa atau 11,11 % yang memperoleh nilai B (70), 5
orang siswa atau 13,88 % yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 3
orang siswa atau 8,33 % yang memperoleh nilai D (50).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66
adalah 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah
KKM 8 orang siswa atau 22,21 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian pertama dapat dikatakan
telah berhasil, yaitu dalam mempersiapkan alat untuk membatik lebih dari
70 % siswa dapat meningkat.
b) Penilaian indikator membuat rancangan motif batik
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II penilaian kedua dari
36 orang siswa terdapat 26 orang siswa atau 72,22 % yang memperoleh
nilai A (80), 8 orang siswa atau 22,22 % yang memperoleh nilai B (70),
dan 2 orang siswa atau 5,55 % yang memperoleh nilai C (60).
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66
adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang memperoleh nilai di bawah
KKM 2 orang siswa atau 5,55 %.
Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian ke dua dapat dikatakan
telah berhasil, yaitu dalam membuat rancangan motif batik lebih dari 70 %
siswa dapat meningkat.
c) Penilaian indikator membatik dengan teknik mencanting
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I pertemuan kedua dari
38 orang yang meperoleh nilai A (80), 21 orang siswa yang memperoleh
nilai B (70), 10 orang siswa yang memperoleh nilai C (60), dan terdapat 5
orang.
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66)
adalah 31 orang siswa atau 86,1 %, dan siswa yang memperoleh nilai di
bawah KKM 6 orang siswa atau 13,88 %.
Hasil dari pelaksanaan siklus II penilaian ketiga dapat dikatakan
telah berhasil, yaitu dalam membatik dengan teknik mencanting lebih dari
70 % siswa dapat meningkat.
d) Penilaian indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II pertemuan kedua dari
36 orang siswa terdapat 20 orang siswa yang memperoleh nilai A (80), 8
orang siswa yang memperoleh nilai B (70), 4 orang siswa yang
memperoleh nilai C (60), dan 4 orang siswa yang memperoleh nilai D
(50).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai diatas KKM (66)
adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang belum memenuhi
KKM 8 orang siswa atau 22,22 %.
Hasil dari pelaksanaan siklus pertama penilaian yang keempat
mewarnai motif batik dengan perpaduan warna pada kain dapat dikatakan
belum berhasil, yaitu kemampuan siswa dalam mewarnai motif batik
dengan teknik colet,lebih dari 70%.
e. Refleksi
Hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) siklus II yang dilaksanakan selama 3 x pertemuan,
peneliti berupaya menggali faktor penyebab dan melakukan reflek, sebagai
berikut:
1. Pada indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, siswa
yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang siswa atau 77,77
%, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau
22,21 %.
Dalam mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, masih
terdapat beberapa orang siswa yang belum mempersiapkan bahan dan alat
untuk membuat batik.
Untuk mengatasi kendala tersebut pada pembelajaran berikutnya
sebaiknya guru lebih menegaskan peraturan bagi siswa, seperti misalnya
jika tidak mempersiapkan bahan dan alat tidak boleh meminjam teman
yang lain. Jika siswa tidak diberi penegasan nantinya akan dapat
menganggu konsentrasi dan pekerjaan teman yang lainnya.
2. Pada indikator membuat rancangan motif batik, siswa yang memperoleh
nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang
memperoleh nilai di bawah KKM adalah 2 orang siswa atau 5,55 %.
Dalam membuat rancangan motif batik, sebagian kecil siswa masih
mengalami kesulitan dalam membuat motif batik. Siswa masih kurang
luwes dalam menggambar motif, mereka masih terpaku menggunakan alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
bantu yang berupa penggaris, dan busur, dalam membuat motif batik.
Sehingga gambar yang dihasilkan terkesan kaku.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pada pembelajaran
berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang
mengalami kesulitan dalam membuat motif batik, dengan memberikan
contoh-contoh hasil karya batik, dan motif-motif yang lebih bervariasi.
Guru dapat mengajak siswa keluar kelas, dan mengamati tumbuhan,
hewan, dan benda-benda lain yang ada dilingkungan sekitar, sehingga
siswa dapat menemukan ide mengenai motif batik. Guru lebih
meningkatkan keterampilan siswa dalam menggambar motif batik, dengan
cara mengajarkan lagi teknik menggambar yang luwes tanpa
menggunakan alat bantu yang berupa penggaris dan busur. Guru lebih
meningkatkan bimbingan kepada siswa dalam menyusun komposisi,
sehingga pada pembelajaran berikutnya siswa mampu menyusun
komposisi yang baik.
3. Pada indikator membatik dengan teknik mencanting, siswa yang
memperoleh nilai di atas KKM (66) adalah 31 orang siswa atau 86,1 %,
dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM (66) sebanyak 6 orang
siswa atau 13,88 %.
Dalam membatik dengan teknik mencanting, sebagian kecil siswa
masih mengalami kesulitan pada waktu mencanting, kebanyakan
lilin/malam yang digunakan masih kurang tembus pada kain, dan
kebersihan dalam mencantingnya masih kurang dikarenakan lilin/malam
yang terdapat didalam canting sering menetes. Hal-hal demikian dapat
terjadi dikarenakan lilin/malam yang digunakan untuk membatik belum
benar-benar matang, sedangkan siswa terburu-buru untuk segera
mencanting, sehingga pada waktu digunakan untuk mencanting
lilin/malam tidak tembus pada kain. Pada waktu menggunakan canting,
tangan kiri tidak digunakan untuk menyangga kain sedangkan kain hanya
diletakkan dilantai, dan posisi canting sangat miring kebawah (seperti
pensil), sehingga menyebabkan lilin/malam menetes. Sebagian kecil siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
memegang gagang canting tidak pada bagian tengah tetapi bagian pagkal,
dikarenakan siswa merasa takut terkena lilin/malam panas.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pada pembelajaran
berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang
mengalami kesulitan dalam mencanting, mengajarkan lagi bagaimana cara
menggunakan canting yang benar, posisi tangan kanan untuk memegang
gagang canting bagian tengah yang benar, dan posisi tangan kiri
digunakan untuk menyangga kain yang benar. Guru memberi himbauan
kepada siswa supaya siswa tidak terburu-buru dalam mencanting,
menunggu lilin/malam mendidih dahulu supaya pada waktu digunakan
untuk mencanting dapat tembus pada kain. Guru memberitahukan kepada
siswa bahwa dalam membatik dibutuhkan kesabaran dalam setiap
tindakan, karena dalam membatik memerlukan waktu pengerjaan yang
lama. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa memegang gagang
canting harus ditengah, karena jika memegang gagang canting bagian
pangkal saja tidak bisa kuat, sehingga berbahaya dan dapat menyebabkan
lilin/malam tumpah kesamping dapat mengenai kain atau tangan.
4. Pada indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, siswa yang
memperoleh nilai diatas KKM (66) adalah sebanyak 28 orang siswa atau
77,77 %, dan 8 orang siswa atau 22,22 % dari jumlah keseluruhan siswa
yang belum memenuhi KKM (66).
Dalam mewarnai motif batik dengan teknik colet, sebagian siswa
masih belum mampu menguasai teknik mencolet, teknik
mengunci/mengancing pewarna remazol, dan belum berani memadukan
warna. Hal-hal demikian dikarenakan siswa masih mengalami ketakutan
dalam mengkombinasikan warna, pewarnaan yang asal, dan kurang
berhati-hati pada waktu menguaskan pewarna pada motif batik.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pembelajaran
berikutnya guru lebih meningkatkan bimbingan kepada siswa dalam
mewarnai motif batik dengan teknik colet. Guru mengajarkan lagi
bagaimana cara memadukan warna yang harmonis, mengkombinasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
warna yang baik, teknik menguas yang benar, berhati-hati, dan tidak asal
dalam mewarnai.
Berdasarkan hasil observasi siklus II di atas dapat diketahui bahwa
keempat indikator ketercapaian sudah dapat meningkat, sehingga tidak perlu
dilaksanakan siklus III.
C. Diskripsi Antar Siklus
Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian dapat dibedakan antara nilai
siswa sebelum dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL), nilai siswa setelah dilaksanakan siklus
I dan nilai siswa setelah dilaksanakan siklus II diperoleh data yang dapat
digunakan untuk perbandingan adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum Tindakan
Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II
sebelum dilaksanakan penelitian:
Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Tindakan.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai siswa sebelum dilaksanakan
tindakan siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44
%, sedangkan jumlah siswa yang memeroleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 11 siswa
atau 30,55 %
No Interval Frekuensi Persentase Keterangan
1. 76 - 80 4 11,11 % Baik
2. 71 - 75 4 11,11 % Lebih dari cukup
3. 66 – 70 3 8,33 % Cukup
4. 61 - 65 18 50 % Hampir cukup
5. 56 - 60 7 19,44 % Kurang
6. 51 - 55 0 0 % Kurang sekali
7. 46 - 50 0 0 % Sangat kurang sekali
Jumlah 36 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Bila digambarkan dalam bentuk grafik akan terlihat gambar seperti di
bawah ini:
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
Gambar 36. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilaksanakan
Tindakan.
2. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan
Siklus I
Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II
yang diperoleh melalui observasi yang dilakukan 4 kali pertemuan dianalisis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sesudah proses pelaksanaan
tindakan siklus I diperoleh data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan
Siklus I.
No Interval Frekuensi Persentase Keterangan
1. 76 - 80 4 11,11 % Baik
2. 71 - 75 6 16,66 % Lebih dari cukup
3. 66 – 70 11 30,55 % Cukup
4. 61 - 65 6 16,66 % Hampir cukup
5. 56 - 60 6 16,66 % Kurang
6. 51 - 55 1 2,77 % Kurang sekali
7. 46 - 50 2 5,55 % Sangat kurang sekali
Jumlah 36 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh
nilai ≤ 6,6 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %, sedangkan jumlah siswa
yang memperoleh nilai ≥ 6,6 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %.
Data frekuensi nilai membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II pada
siklus I dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
12
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
Gambar 37. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus I.
Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus I dengan
menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
pada mata pelajaran membatik adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≤ 66 sebanyak 15 siswa atau 41,66 %, sedangkan jumlah
siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 sebanyak 21 siswa atau 58,32 %. Hasil
penelitian siklus I menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa,
akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi
indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu 70 %.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan siklus
I belum berhasil, sehingga perlu dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II.
Perncanaan siklus II didasarkan pada hasil observasi, analisis dan refleksi
siklus pertama yaitu, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, dan gambar
rancanga motif batik sudah mampu memenuhi target yaitu lebih dari 70 %,
maka yang perlu dilaksanakan penelitian ulang adalah membatik dengan
teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan perpaduan warna pada
kain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
3. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan
Siklus II
Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II
yang diperoleh melalui observasi yang dilakukan 3 x pertemuan dianalisis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sesudah proses pelaksanaan
tindakan siklus II diperoleh data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan
Siklus II.
No Interval Frekuensi Persentase Keterangan
1. 76 - 80 17 47,22 % Baik
2. 71 - 75 6 16,66 % Lebih dari cukup
3. 66 – 70 9 25 % Cukup
4. 61 - 65 3 8,33 % Hampir cukup
5. 56 - 60 1 2,77 % Kurang
6. 51 - 55 0 0 % Kurang sekali
7. 46 - 50 0 0 % Sangat kurang sekali
Jumlah 36 100 %
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan
siklus II siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 9 siswa atau
25 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6 siswa atau 16,66 %, dan kategori
baik sebanyak 17 siswa atau 47,22 %. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥
66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %, nilai siswa ≤ 66 adalah sebanyak 4
siswa atau 11,11 %.
Data frekuensi nilai membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II pada
siklus I dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
Gambar 38. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus II.
4. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan
Tindakan Siklus I dan II
Berikut ini adalah data frekuensi siswa kelas VI SDN Mojosongo II
yang diperoleh melalui observasi yang diambil sebelum melakukan tindakan
penelitian dan sesudah dilaksanakan tindakan siklus I dan siklus II, diperoleh
data frekuensi adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II.
Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan antara persentase sebelum
dilaksanakan tindakan, setelah dilaksanakan tindakan siklus I dan II. Adanya
peningkatan prestasi belajar dapat diketahui setelah dilaksanakan penelitian
No Interval
Persentase
Sebelum
Tindakan
Persentase
Siklus I
Persentase
Siklus II Keterangan
1. 76 - 80 11,11 % 11,11 % 47,22 % Baik
2. 71 - 75 11,11 % 16,66 % 16,66 % Lebih dari cukup
3. 66 – 70 8,33 % 30,55 % 25 % Cukup
4. 61 - 65 50 % 16,66 % 8,33 % Hampir cukup
5. 56 - 60 19,44 % 16,66 % 2,77 % Kurang
6. 51 - 55 0 % 2,77 % 0 % Kurang sekali
7. 46 - 50 0 % 5,55 % 0 % Sangat kurang sekali
Jumlah 100 % 100 % 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
tindakan (action research) dengan menggunakan model pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning).
Berikut ini gambar grafik hasil frekuensi nilai membatik keseluruhan
sebelum tindakan, setelah dilaksanakan siklus I II:
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 76-80
Gambar 39. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum dan Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II.
Keterangan grafik:
: nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan.
: nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus I.
: nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus II.
Nilai siswa sebelum dilaksanakan tindakan siswa yang memperoleh
nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan
jumlah siswa yang memeroleh nilai di bawah KKM 66 adalah sebanyak 11
siswa atau 30,55 %
Nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus I dengan menerapkan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada mata
pelajaran membatik adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai
≥ 66 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %, sedangkan jumlah siswa yang
mendapatkan nilai ≤ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %.
Hasil penelitian tindakan siklus I menampakkan peningkatan prestasi
belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu
memenuhi indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu 70 %. Indikator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
ketercapaian yang sudah mampu memenuhi target 70 % pada siklus I yaitu:
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, dan membuat rancanga motif
batik, dan indikator-indikator yang belum terpenuhi yaitu: membatik dengan
teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik colet.
Nilai siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus II dengan menerapkan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), pada mata
pelajaran membatik dengan teknik mencanting adalah sebagai berikut: jumlah
siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88%.,
sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa
atau 11,11 %
Hasil pelaksanaan penelitian siklus II menunjukkan adanya peningkatan
prestasi belajar siswa dan mampu memenuhi indikator ketercapaian dalam
penelitian ini yaitu lebih dari 70 % prestasi belajar meningkat. Indikator yang
sudah terpenuhi pada siklus II yaitu: membatik dengan teknik mencanting, dan
mewarnai motif batik dengan teknik colet.
Secara lebih rinci perkembangan maupun penurunan prestasi belajar
membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II berdasarkan indikator ketercapaian
dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam rekapitulasi nilai nilai rata-rata kelas
dan persentase keberhasilan sebagai berikut:
Tabel 13. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kelas dan Persentase Keberhasilan
Setelah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II.
No Indikator kietercapaian
Persentase Keberhasilan
Antar Siklus
Peningkatan/
Penurunan Persentase
I II Naik Menurun
1.
Mempersiapkan bahan dan alat
untuk membuat batik.
80,55 %
77,77 %
-
2,77 %
2. Membuat rancangan motif batik 72,22 % 91,66 % 19,49 % -
3. Membatik dengan teknik
mencanting 41,66 % 88,88 % 47,22 % -
4. Mewarnai motif batik dengan
teknik colet 30,55 % 77,77 % 36,11 % -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Berikut ini gambar grafik perbandingan antara siklus I II:
0102030405060708090
100
Siklus
I
Siklus
II
Mempersiapkanbahan dan alatuntuk membuatbatik
Membuatrancangan motifbatik
Membatikdengan teknikmencanting
Mewarnai motifbatik denganteknik colet
Gambar 40. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa Kelas VI Sesudah
Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II.
Menurut data yang telah diperoleh berdasarkan nilai rata-rata antar siklus
pada tabel 20, perubahan antara siklus I dan siklus II indikator ketercapaian
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik nilai rata-rata kelas naik 1,89,
dari 71,11 menjadi 73,88, sedangkan persentase keberhasilan menurun 2,77 %
dari 80,54 % menjadi 77,77 %. Menurunnya persentase keberhasilan tersebut
dapat terjadi dikarenakan pada siklus I siswa memperoleh nilai dengan kategori
cukup sebanyak 11 siswa atau 30,55 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6
siswa atau 16,66 %, dan kategori baik sebanyak 4 siswa atau 11,11 %. Jumlah
siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %,
sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 15 siswa
atau 41,66 %. Sedangan pada siklus II siswa memperoleh nilai dengan kategori
cukup sebanyak 9 siswa atau 25 %, kategori lebih dari cukup sebanyak 6 siswa
atau 16,66 %, dan kategori baik sebanyak 17 siswa atau 47,22 %. Jumlah siswa
yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %, dan jumlah
siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 %.
Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian
membuat rancangan motif batik nilai rata-rata kelas naik 4,44 %, dari 72,50
menjadi 76,94, sedangkan persentase keberhasilan naik 19,49 %, dari 72,22 %
menjadi 91,66 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian
membatik dengan teknik memcanting memperoleh nilai rata-rata kelas naik 9,72
%, dari 64,72 menjadi 74,44, sedangkan persentase keberhasilan naik 44,44 %
dari 41,66 % menjadi 86,10 %.
Perubahan antara siklus I dan siklus II pada indikator ketercapaian
mewarnai motif batik dengan teknik colet memperoleh nilai rata-rata kelas naik
11,67, dari 60,55 menjadi 74,44, sedangkan persentase keberhasilan naik 36,11 %
dari 72,22 menjadi 77,77 %.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berikut ini adalah pembahasan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di
SDN Mojosongo II siswa kelas VI:
1. Hasil dan Proses Pembelajaran
a. Prestasi belajar
Sebelum dilaksanakan penelitian prestasi belajar siswa kelas VI
SDN Mojosongo II memperoleh rata-rata kelas 65,22, setelah
dilaksanakan penelitian siklus I memperoleh rata-rata kelas 67,08, dan
setelah dilaksanakan penelitian ulang siklus II memperoleh rata-rata 74,23.
Dengan demikian pretasi belajar membatik kelas VI SDN Mojosongo II
setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning) mengalami peningkatan secara
bertahap.
b. Proses pembelajaran
Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
CTL pada waktu mengerjakan tugas siswa cenderung ramai dengan
teman-temannya, bermalas-malasan/kurang aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran, tidak serius pada waktu mengerjakan tugas di Sekolah.
Setelah dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
menggunakan model pembelajaran CTL, pada waktu mengerjakan tugas
siswa lebih banyak memperhatikan guru pada waktu menyampaikan
materi pembelajaran karena siswa memiliki minat dan rasa keingintahuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
yang tinggi, siswa lebih aktif pada waktu proses pembelajaran mereka
banyak mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dimengerti dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa lebih
asik dengan pekerjaan masing-masing, baik secara kelompok maupun
secara individu.
c. Media pembelajaran
Sebelum dilaksanakan penelitian pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran CTL media pembelajaran yang
digunakan sangat terbatas sekali hanya menggunakan media kertas sebagai
contoh, dan setelah dilaksanakan penelitian pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran CTL media pembelajaran lebih
bervariasi dengan adanya contoh karya batik tulis, batik colet, batik
printing dan batik cap.
d. Kreativitas
Kreativitas siswa sebelum dilaksanakan penelitian ini sangat
rendah, hal tersebut dapat dilihat dari hasil karya menggambar batik pada
halaman 3 gambar 1, dalam membuat karya siswa cenderung meniru
contoh gambar yang diberikan oleh guru tanpa mengembangkannya,
sehingga hasil karya siswa dalam 1 kelas sebagian besar sama. Setelah
dilaksanakan penelitian ini kreativitas siswa dalam berkarya meningkat,
hal tersebut dapat dilihat dari contoh hasil karya siswa pada siklus I
gambar 18, 19, 20, dan hasil karya pada siklus II gambar 33, 34, 35.
Kreativitas siswa dalam membuat motif batik maupun dalam pewarnaan
sebagian besar berbeda.
e. Hasil karya siswa
Hasil karya siswa sebelum dilaksanakan penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) hanya spontanitas saja tanpa rencana atau sketsa disain terlebih
dahulu, dan setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model
pembelajaran CTL lebih baik karena sebelum membuat karya siswa
terlebih dahulu membuat motif batik pada kertas gambar baru kemudian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
pindah ke atas kain, dengan adanya pengarahan dan masukan-masukan
dari guru siswa mampu membuat karya batik yang digunakan sebagai
taplak meja kecil secara kelompok. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil
karya yang sebelum penelitian hanya mengambar dikertas saja setelah
dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL
dapat meningkat menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Keterkaitan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Proses
Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pendapat Johnson
dalam bukunya yang berjudul Contextual Teaching and Learning terdapat tujuh
indikator yang telah diterapkan di dalam penelitian ini, yaitu:
a. Pada Tahap Konstruktivism
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, siswa hanya memperoleh pengetahuan dan pemahaman
yang diberikan oleh guru. Dalam model pembelajaran CTL ini siswa diberi
kesempatan untuk melakukan observasi dan pengamatan terhadap contoh-
contoh hasil karya batik. Siswa melakukan pengamatan terhadap benda-benda
yang terdapat disekitar siswa untuk dijadikan sumber ide dalam membuat
motif batik. Berdasarkan observasi dan pengamatan yang dilakukan siswa,
siswa mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka masing-masing
dan menerapkannya kedalam motif batik.
b. Pada Tahap Inquiry
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, siswa hanya melihat hasil karya yang ditunjukkan oleh guru
didepan kelas. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa dapat
melakukan observasi dan mengamati, serta mendiskusikan batik yang telah
diamati, kemudian siswa menemukan masalah pada batik yang diamati, siswa
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang diperoleh dari hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
pengamatan, siswa menganaliasis, siswa memecahkan masalah, dan siswa
membuat kesimpulan sendiri (inquiry).
c. Pada Tahap Questioning
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, pada waktu guru memberikan siswa hanya pasif dan
menjadi pendengar saja. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa
lebih aktif dengan mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru mengenai pengertian batik, bahan dan alat yang
digunakan untuk membatik. Seperti misalnya pertanyaan yang diajukan oleh
siswa: ”kenapa malam yang digunakan untuk membatik harus mendidih?”,
”kenapa waktu membatik malamnya harus tembus pada kain?”, ”kenapa kain
batik harus dilorot?”. Sedangkan contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru:
”apa saja alat yang digunakan untuk membatik?”, ”sebutkan bahan yang
digunakan untuk mewarnai batik?”, ”sebutkan nama daerah penghasil batik di
Indonesia?”, dan lain sebagainya.
Kegiatan bertanya berguna untuk: 1) menggali informasi, 2) menggali
pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7)
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan
kembali pengetahuan siswa.
Selain itu guru dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh
siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian siswa
bersama-sama dengan guru dapat mengatasi berbagai macam kendala yang
dihadapi tersebut, supaya kedepannya proses pembelajaran dapat dilaksanakan
lebih baik.
d. Pada Tahap Learning Community
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, dalam mengerjakan tugas kegiatan siswa monoton karena
siswa mengerjakan tugas sendiri ditempat duduk masing-masing. Hal
demikian menyebabkan siswa bosan, malas, dan kurang aktif dalam mengikuti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
proses pembelajaran. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini siswa
dibentuk dalam kelompok belajar kecil yang terdiri dari 4 orang siswa.
Pada siklus I siswa dibentuk kelompok kecil untuk mengerjakan tugas
individu mereka, hal ini bertujuan agar siswa dapat dengan bebas berinteraksi
dan bertukar pendapat dengan teman yang lainnya, dan membangun rasa
tanggungjawab terhadap tugas individu. Pada siklus II siswa dibentuk
kelompok kecil untuk mengerjakan tugas secara kelompok, dengan tujuan
agar siswa mampu menumbuhkan rasa tanggungjawab individu dalam
kelompok, membangun kerjasama dengan rekan satu kelompok, dan saling
membantu mengatasi kendala-kendala yang ada dalam kelompok.
e. Pada Tahap Modeling
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, guru hanya memberi contoh menggambar dipapan tulis
saja, sedangkan contoh-contoh hasil karya tidak diberikan kepada siswa.
Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini guru memberikan contoh-
contoh hasil karya batik untuk diamati, guru secara langsung melakukan
metode demonstrasi dengan membuat motif batik dipapan tulis, di atas kain,
membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai motif batik dengan teknik
colet. Selain itu siswa diberi kesempatan oleh guru untuk ikut seta dalam
menggunakan peralatan untuk membatik.
Tujuan dilakukan modeling adalah untuk memberikan
percontohan/permodelan kepada siswa, sehingga siswa dapat ikut
berpartisipasi mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukanya. Dengan
demikian siswa akan lebih mudah dalam mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru.
f. Pada Tahap Reflection
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, setelah proses pembelajaran usai guru hanya menanyakan
kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi oleh siswa tanpa membahas lagi
materi yang telah selesai dipelajari. Sedangkan dalam model pembelajaran
CTL ini guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
yang telah disampaikan oleh guru, kegiatan dan pengalaman yang diperoleh
siswa siswa mulai dari menentukan motif batik, membuat rancangan motif
batik, mencanting motif batik, mewarnai motif batik dengan teknik colet,
merendam kain batik dalam waterglass, melorot kain batik dengan
menggunakan air panas, melunturkan sisa malam/lilin yang masih menempel
pada kain, baik itu bekerja secara individu maupun secara kelompok.
Tujuan diadakan reflection adalah untuk mengidentifikasi masalah
atau kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa selama mengikuti proses
pembelajaran. Dengan adanya reflection ini guru bersama-sama dengan siswa
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, dan membuat kesimpulan
mengenai pembelajaran membatik yang telah dilaksanakan.
g. Pada Tahap Authentic Assessment
Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model
pembelajara CTL, guru hanya menggunakan penilaian akhir saja (portofolio),
tanpa menilai aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran,
keterampilan siswa, dan kemampuan siswa dalam menerapkan teori yang
diperolehnya. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini guru melakukan
penilaian yang nyata (authentic assessment) dengan menggunakan keempat
indikator yang telah ditentukan, yaitu: 1) Mempersiapkan bahan dan alat
untuk membuat batik: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik,
mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting,
dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik
colet. 2) Membuat rancangan motif batik: kreativitas (kelancaran dalam
membuat motif batik). 3) Membatik dengan teknik mencanting: penggunaan
canting, kematangan malam, dan erapian dan kebersihan dalam mencanting.
4) Mewarnai motif batik dengan teknik colet: teknik mencolet, teknik
mengunci/mengancing warna remazol, perpaduan warna.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar memiliki pengaruh yang positif
terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas (action research) dengan
menggunakan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) yang telah dilaksanakan dengan dua siklus, hasil dari observasi dan analisis
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri Mojosongo II
semester II tahun ajaran 2010 dinyatakan dapat meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan
prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II Semester I tahun
ajaran 2010/2011 yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Sebelum dilaksanakan penelitian tindakan siswa yang memperoleh nilai di
bawah KKM 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan jumlah siswa
yang memeroleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 11 siswa atau 30,55 %
Dari tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat diketahui bahwa
pada siklus I indikator mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik,
80,55 % siswa telah memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator
membuat rancangan motif batik, 72,22 % siswa telah memenuhi indikator
ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator membatik dengan teknik mencanting,
41,66 % siswa belum mampu memenuhi indikator lebih dari 70 %. Indikator
mewarnai motif batik dengan teknik colet, 41,66 % siswa mampu mewarnai motif
batik dengan teknik colet belum mampu memenuhi indikator ketercapaian lebih
dari 70 %.
Hasil penelitian siklus I menampakkan adanya peningkatan prestasi belajar
siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi
indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu 70 %.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL pada siklus I belum
berhasil, sehingga perlu dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II. Perencanaan
siklus II didasarkan pada hasil observasi, analisis dan refleksi dari siklus I yaitu
indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, dan membuat
rancangan motif batik telah memenuhi target lebih dari 70 %, untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa maka perlu dilakukan tindakan siklus II.
133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus II dengan menerapkan
model pembelajaran (CTL), indikator ketercapaian mampu mempersiapkan bahan
dan alat untuk membatik yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang
siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang
siswa atau 22,22 %. Indikator ketercapaian membuat rancangan motif batik yang
memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang
memperoleh nilai di bawah KKM adalah 2 orang siswa atau 5,55 %. Indikator
ketercapaian membatik dengan teknik mencanting siswa yang memperoleh nilai
di atas KKM 66 adalah 32 orang siswa atau 88,88 % dan siswa yang memperoleh
nilai di bawah KKM sebanyak 4 orang siswa atau 11,11 %. Sedangkan indikator
ketercapaian mewarnai motif batik dengan teknik colet siswa yang memperoleh
nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan siswa
yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,22 %.
Hasil pelaksanaan siklus II menampakkan adanya peningkatan prestasi
belajar siswa dan telah memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini,
lebih dari 70 % prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II
dapat meningkat.
B. Implikasi
Menurut Johnson dalam buku Contextual Teaching and Learning,
(2007:64), ”Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak
dengan cara yang alami. CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari
subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk
menemukan makna”.
Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan melihat dan mengamati hasil
karya siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang menggambarkan apa yang mereka
temukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya binatang (ikan, burung,
kupu-kupu), tumbuhan (bunga, daun, ranting), dan sebagainya.
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan ini prestasi belajar siswa dalam
membatik meningkat, aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
meningkat dari pasif menjadi aktif, media pembelajaran lebih bervariasi dengan
adanya contoh karya batik tulis, batik colet, batik printing, dan batik cap. Setelah
dilaksanakan penelitian ini kreativitas siswa dalam berkarya meningkat sebagian
besar berbeda, akan tetapi ada beberapa siswa yang masih meniru gambar dari
buku atau karya teman lainnya. Dalam membatik dengan teknik mencanting
sebagian besar siswa sudah mampu menguasai tekniknya. Dalam mewarnai motif
batik denggan teknik colet sebagian besar siswa sudah mampu memadukan warna
dengan baik. Hasil karya siswa sebelum penelitian hanya mengambar di kertas
saja setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
CTL dapat meningkat menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan
menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), ada
beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, yaitu:
1. Bagi Guru
Meningkatkan pengawasan terhadap siswa dalam proses pembelajaran,
agar siswa lebih berhati-hati pada waktu menggunakan peralatan
membatik.
Meningkatkan bimbingan serta arahan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam membuat motif batik, membatik dengan teknik
mencanting, dan mewarnai dengan teknik colet..
Guru lebih meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam
membatik, seperti melakukan KKG (Kelompok Kerja Guru) di tempat
pengrajin batik.
Meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang kurang
bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas individu maupun tugas
kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Untuk kedepannya memberikan materi pembelajaran mengenai motif-
motif batik yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia, agar siswa
mendapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Mendorong dan mensuport siswa untuk meningkatkan rasa percaya diri
dalam mempresentasikan hasil karya mereka di depan rekan-rekannya.
2. Bagi Siswa
Hendaknya lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran,
memperhatikan guru pada waktu menerangkan materi pelajaran, selalu
mengerjakan tugas dari guru dengan baik.
Meningkatkan usaha belajar sehingga memperoleh prestasi yang baik.
Meningkatkan rasa tanggungjawab individu maupun kelompok dalam
mengerjakan tugas dari guru.
Meningkatkan rasa percaya diri dalam.
Menanamkan kesabaran dalam melakukan suatu tindakan.
Berhati-hati dalam menggunakan peralatan, supaya tidak terjadi
kecelakaan kerja.
Menanamkan rasa kerjasama, kebersamaan dan kekompakan dalam
menngerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara individu maupun
secara kelompok.
3. Bagi Sekolah
Hendaknya mengupayakan media pembelajaran yang dapat digunakan
siswa dalam belajar membatik, dengan menambah peralatan dan
menyediakan ruangan tersendiri untuk membatik, agar siswa merasa
nyaman dalam mengikuti pelajaran membatik.