Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
34
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
DI VOKASIONAL PONDOK TREMAS PACITAN
(Analisa Kebijakan Pendidikan)
Achmad Ridlowi
Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Pacitan
Abstack-In the world of entrepreneurship education it must also be taught to students
because entrepreneurship is one of the alternative ways to reduce the high unemployment
rate in Indonesia, such as one of the students, not all students who have graduated from
pesantren will continue to higher education, but there are alumni who are still unemployed
and immediately work, therefore students need to be given life skills to deal with the outside
world after graduating, which in this case at Pondok Pesantren Tremas Pacitan has
provided skill activities through vocational skills and provides insight into entrepreneurship
to the students with the aim that students who are become alumni ready to compete and be
able to face the outside world, whether in any case. In connection with this statement, the
researcher wants to know an example of the development of entrepreneurship education at
Pondok Tremas Pacitan.
The results showed that the development of entrepreneurship education for students at
Pondok Tremas Pacitan was carried out through providing entrepreneurial motivation,
insight into knowledge about entrepreneurship, entrepreneurship seminars and vocational
skills activities such as: a). food processing, b). precious stone crafts, c). basic automotive
training, d). TI computer, this activity aims to develop students' knowledge of
entrepreneurship and talents and skills that can spur students to train skills to be
enthusiastic about opening their own business so that students can be more and have
provisions to improve. social life for the better.
Keywords: Entrepreneurship Education, Vocational, Educational Policy Analysis
PENDAHULUAN
Pondok pesantren Tremas Pacitan merupakan Pondok tertua yang termasuk Pondok
tradisional atau yang biasa dinamakan Pondok salafiyah, dengan adanya kemajuan zaman
yang semakin berkembang dan semua semakin modern, Pondok Tremas juga semakin
berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman.
Biasanya di Pondok yang paling diutamakan yaitu dalam ilmu keagamaannya
sehingga kurang diimbangi dengan bekal untuk masa depan dan tidak semua santri yang
sudah lulus dari pesantren akan melanjutkan keperguruan tinggi, walaupun ada pastinya
tidak semua melanjutkan keperguruan tinggi melainkan ada alumni yang masih menganggur
dan ada juga yang langsung bekerja, oleh karena itu santri perlu diberi keterampilan hidup
untuk menghadapi dunia luar setelah lulus nanti keterampilan yang diberikan salah satunya
yaitu tentang kewirausahaan yang mana disini santri juga masih kurang pengetahuannya
tentang kewirausahaan.
Dengan demikian Pondok Tremas sekarang sudah mulai mengembangkan
pendidikan kewirausahaan meskipun baru tahap awal ataupun tahap pengembangan. Santri-
santri di Pondok Tremas sudah mulai diberi pengetahuan dan pembekalan tentang
kewirausahaan, kegiatannya yaitu seperti otomotif, tataboga pengolahan pangan dan lain
35
sebagainya yang diampu dalam Lembaga Pendidikan Vokasional Pondok Tremas Pacitan,
hal ini bertujuan agar santri bisa mengetahui tentang kewirausahaan dan bisa bersaing
dalam meraih dan menciptakan peluang kerja serta kesempatan berusaha juga menghadapi
dunia luar sekaligus bisa memanfaatkannya ketika sudah lulus atau keluar dari Pondok.
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Mengacu pada latar belakang sebelumnya, pendidikan kewirausahaan merupakan
jembatan yang masih selalu up to date, tapi masalahnya, apakah yang perlu dipelajari
generasi muda dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan? Kepercayaan diri (Mentalitas)
menjadi modal utama, selain sikap dan kemauan terus menemukan yang baru tanpa kenal
risiko. Berikut ini akan peneliti paparkan konsep-konsep dan strategi mengenai hakikat
kewirausahaan dan Pendidikan Kewirausahaan.
Sebelum memahami maksud dari pendidikan kewirausahaan, ada baiknya jika kita
mengetahui makna wirausaha dan kewirausahaan terlebih dahulu.
Kewirausahaan yang sering dikenal dalam istilah asingnya sebagai entrepreneurship1.
istilah entrepreneur ini juga berasal dari bahasa prancis: entreprendre, yang dalam bahasa
Indonesia diartikan wirausaha atau kewirausahaan. Entreprendre secara harfiah berarti
mengambil langkah memasuki suatu aktifitas tertentu, sebuah entreprise, atau menyambut
tantangan. Jadi pada makna kata entrepreneur itu terdapat tiga hal penting, yaitu : creativity-
innovation, opportunity creation, dan calculated risk-talking. Jika entrepreneur itu
dimengerti dalam tiga hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa setiap manuasia terlahir
sebagai entrepreneur dengan potensi kreatif-inovatif, pencipta peluang yang handal, dan
pengambil resiko yang berani.2 Berdasarkan istilah terkait, untuk selanjutnya peneliti akan
menggunakan istilah entrepreneurship sebagai pendamping maksud dari makna
kewirausahaan secara alternatif dalam penulisan ini.
Entrepereneur merupakan konsep ilmu sosial yang bersifat dinamis, dan akan selalu
mengalami perubahan seiring dengan kemajuan yang dicapai oleh perkembangan ilmu itu
sendiri, maka beragam pula definisi yang lahir dari para pakar mengenai kewirausahaan ini.
Diantara pendapat yang dapat peneliti paparkan adalah menurut Geoffrey G. Mendith,
Pinchot, dan menurut Kemendiknas.
Menurut Geoffrey G. Mendith, kewirausahaan merupakan gambaran dari orang yang
memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan Usaha; mengumpulkan
1 Entrepreneurship berarti kewirausahaan atau kewiraswaastaan, lihat dalam John M. Echols dan
Hassan Shadili, English-Indonesia Dictionari, (Jakarta: Pustaka Utama, 2000), hlm. 216. 2 Fadlullah, Pendidikan Entrepreneurship Berbasis Islam & Kearifan Lokal, (Jakarta: Diadit Media
Press, 2011), hlm. 75.
36
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan dari padanya, serta mengambil
tindakan yang tepat guna mencapai Keberhasilan.3
Cukup senada dengan dengan ungkapan Pinchot, menurutnya kewirausahaan itu
merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan bakat, rekayasa dan peluang yang ada.
Sementara wirausaha adalah orang yang berani mengambil resiko, inovatif, kreatif, pantang
menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara cepat.4 Lebih dari itu, jiwa dan semangat
kewirausahaan juga sangat urgen dalam menentukan kemajuan perekonomian suatu negara.
Bukan hanya ketepatan prediksi dan analisis yang tepat, tetapi juga merangsang terjadi
invensi dan inovasi penemuan-penemuan baru yang lebih efektif bagi pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan menurut Kemendiknas, kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, yang sangat bernilai dan berguna; baik
bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Kewirausahaan ini merupakan sikap mental dan
jiwa, yang selalu aktif dan kreatif, berdaya, bercipta, berkarya, bersahaja, dan berusaha dalam
rangka meningkatkan pendapatan atas kegiatan usahanya. Sementara wirausaha adalah orang
yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengambangkan usahanya dengan tujuan untuk
meningkatkan kehidupannya.5
Pendidikan entrepreneur ialah konsep pendidikan dalam memberikan semangat
kepada peserta didik agar terampil dan inovatif dalam melakukan segala sesuatu. Proses
pendidikan seperti ini menuntut peserta didik untuk bias produktif. Pendidikan entrepreneur
ialah pendidikan yang berorientasi kepada pembekalan peserta didik agar cepatdalam
merespon perubahan seta memahami kebutuhan masyarakat baik dari segi ekonomi maupun
sosialnya.6
Kewirausahaan membuat orang yang berhasrat besar terhadap sesuatu menjadi
mandiri secara finansial dan berkontribusi untuk masyarakat. Dia melatih keterampilan,
know-how, dan tindakan yang menghasilkan ide-ide dan inovasi, meyakinkan orang lain
untuk menolong dan bekerja dalam sebuah tim, menerjemahkan ide menjadi kenyataan, dan
mendirikan perusahaan.
3 Panji Anorga dan Joko Sudantoko, Koperasi: Kewirausahaan dan Penguasaha Kecil (Jakarta :
Rineka Cipta,2002), hal. 137. 4 Agus Wibowo, Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2011), hlm. 24. 5 Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Bahan Pelatihan dan Penggembangan Pendidikan
Kewirausahaan, (Jakarta : Kemendiknas Badan Penelittian dan Pengembangan kurikulum, 2010), hlm. 15-17. 6 tejo Nurseto, „Pendidikan Berbasis Entrepreneur‟, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, VIII.2
(2010), hlm 7.
37
Dari beberapa deskripsi pemahaman tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa
kewirausahaan (entrepreneurship) adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk
memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang
setiap hari. Jadi dapat diidentifikasikan bahwa siapapun dapat berwirausaha selama terdapat
upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengambangkan ide dan meramu sumber daya
untuk menemukan peluang, dan perbaikan hidup. Sehingga tidak hanya terbatas pada satu
sasaran usaha yang termasuk bisnis semata, melainkan kemungkinan besar juga diluar
karakter tersebut juga. Sangat sederhana dan cukup mudah nampaknya dalam memahami
maksud dari tekstualitas entrepreneurship ini, namun tidak semudah melaksanakannya secara
langsung di lapangan.
Pemicu berkembangnya potensi kewirausahaan pada masing-masing individu tidaklah
sama. Riant Nugroho menyabutkan tiga tipikal Entrepreneur, yaitu: 1) Entrepreneur karena
terpaksa; 2) Entrepreneur karena kesempatan ; 3) Entrepreneur karena pilihan.7
Pada tipikal yang pertama, individu belajar hidup mandiri, menggembalakan kambing
(beternak), menjadi pedagang asongan, atau menjalankan bisnis tertentu karena terpaksa,
akibat keterbatasan, kemiskinan, putus sekolah atau ditinggal wafat orang tuanya. Ada juga
individu memilih menjadi pengusaha karena di-PHK dari perusahaan tempat ia bekerja.
Pada tipikal kedua, individu membangun bisnis karena kekuasaan yang
mendukungnya. Individu menjalankan bisnis karena ada peluang, berupa kebijakan dan
fasilitas politik pemerintah.
Pada tipikal ketiga, individu telah menentukan visi menjadi sukses kaya dengan jalan
membangun bisnis dan jaringan usaha, dan enggan menjadi karyawan. Individu berusaha
mewujudkan impian berupa kekayaan, kemakmuran, dan kebebasan finansial tanpa terikat
waktu kerja kantoran, dengan penghasilan maksimal. Mereka umumnya mengikuti
pendidikan formal dalam bidang manajemen, bisnis, dan keuangan atau mengikuti berbagai
pelatihan motivasi, kursus dan pelatihan manajemen bisnis singkat.
Dari pemaparan mengenai lingkup pengertian entrepreneurship (kewirausahaan)
tersebut, paling tidak telah menggambarkan bahwa entrepreneur bukanlah merupakan hal
yang mudah untuk diperoleh sekejap mata tanpa melalui proses dan penanaman jiwa-jiwa
mentalitas, kreatifitas dan berviskan inovatif dalam mencapai target dalam nilai-nilai
kewirausahaan.
7 Fadlullah, Pendidikan Entrepreneurship Berbasis Islam & Kearifan Lokal, (Jakarta: Diadit Media
Press, 2011), hlm. 76.
38
VOKASIONAL
Vokasional adalah sebuah lembaga pendidikan kejurusan pasca Madrasah Aliyah di
Pondok Tremas Pacitan. diresmikan pada tanggal 18 Februari 2012 oleh Direktur PD &
Pontren Kementerian Agama RI Drs. Ace Saifuddin MA. Lembaga Vokasional merupakan
Pilot Project dari Kementerian Agama RI dan satu satunya lembaga Vokasional berbasis
pesantren yang pertama kali didirikan di indonesia.
Sistem Pendidikan yang relatif singkat memungkinkan santri untuk mudah dalam
belajar Sehingga akan teresifiensi waktu,biaya dengan aspek kemudahan bagi seseorang
untuk mengembangkan profesinya. Pendidikan di Vokasional Pondok Tremas Pacitan
dirancang secara terpadu, dengan kurikulum yang mencakup 3 komponen utama, yaitu :
komponen intra kurikuler, ko kurikuler dan ekstra kurikuler. Ketiga materi kurikulum
tersebut diharapkan dapat membentuk pengalaman belajar teoritis maupun praktis, bahkan
mampu membuka cakrawala seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri sepenuhnya sebagai basis jiwa kewirausahaan/entrepreneur.
Perlu sekali untuk dimaklumi bahwa pendidikan vokasional itu bersifat
berkesinambungan, tidak pernah selesai pada tahap tertentu saja. Menjadi sangat naif apabila
kurikulum yang ada tidak bersifat sangat fleksibel sesuai peluang yang ada.
Dalam sebuah riset disebutkan program entrepreneurship atau biasadisebut pendidikan
ber-usaha dibelahan dunia ini dikarenakan semakin akan butuhnya suatu karakter
kewirausahaan kepada pemuda (kreatif, berinovasi, berani mengambil resiko) dan sangat
urgennya martabat seorang entrepreneur pada suatu motor pergerakan perekonomian suatu
negara.8
Program studi di lembaga pendidikan vokasional pondok tremas pacitan pada tahap
awal dibuka 4 program : Program Teknik Informatika, Program Teknik Otomotif, Program
Teknik kerajinan Batu, Program Teknik Pengolahan Pangan.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Kebijakan Pendidikan
8 Angga, Pengembangan Kurikulum Berbasis Interpreneurship di Sekolah / Madrasah, Fitrah Jurnal
Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, V.1 (2019), hlm 7.
39
Secara konseptual, kebijakan dapat saja disebut sebagai serangkaian tindakan
sebagai suatu arahan untuk mencapai tujuan. Hal yang berkaitan dengan kebijakan dalam
sebuah organisasi merupakan komponen-komponen masukan yang perlu dimanfaatkan
dalam usaha memperoleh setiap produk atau keluaran. Proses untuk mencapai produk
atau keluaran terebut senantiasa dilakukan melalui apa yang disebut sebagai kebijakan.9
Sementara Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan.
Ensiklopedia wikipedia menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan
kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang
tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut.10
Penegasan lainnya juga disampaiakan oleh Mark Olsen, John Codd, dan Anne-
Marie O‟Neil, menurut mereka kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan,
bahkan eksistensi, bagi negara-bangsa dalam persaingan global, sehingga kebijakan
pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Salah satu
argumennya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang
memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh pendidikan. 11
Margaret E. Goertz mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan
dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu menjadi penting dengan
meningkatkan kritis publik terhadap biaya pendidikan.
Perlu kita ketahui bersama bahwa perumusan visi dan misi pendidikan juga
tergantung pada aspek-aspek politik-sosial-ekonomi dimana manusia itu hidup
selanjutnya, karena pendidikan itu merupakan kesatuan antara teori dan praktik, maka
Analisis Kebijakan Pendidikan merupkan salah satu input yang penting pula dalam
perumusan visi dan misi pendidikan. Bahkan seterusnya program-program pendidikan
yang telah diuji cobakan atau dilaksanakan merupakan masukan bagi analisis kebijakan
yang pada gilirannya akan lebih memperhalus atau mempertajam visi dan misi
pendidikan.
Jadi Sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar dan Riant Nugroho, bahwa Kebijakan
pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah
strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk
9 Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaharuan Pendidikan: Konsep, teori, dan Model, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 34. 10 Riant Nugroho, Kebijakan pendidikan yang Unggul, kasus pembanguna pendidikan di Kabupaten
Jembrana 2000-2006, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 36. 11 Ibid.
40
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun
waktu tertentu.12
Definisi yang terakhir ini peneliti anggap sudah mencakup semua pendapat para
pakar mengenai kebijakan pendidikan, sehingga peneliti akan mengarahkan konsep
definitif tersebut sebagai kerangka awal dalam memahami kajian analisis dalam
penelitian ini.
2. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik
Ciri-ciri umum dari suatu negara adalah merdeka atau mempunyai kedaulatan,
mempunyai wilayah, mempunyai rakyat, dan mempunyai pemerintah. Manusia yang
hidup di dalam negara inilah disebut sebagai “sebuah kehidupan bersama”. Kehidupan
bersama perlu ditata atau diatur oleh peraturan yang berlaku untuk semuanya dan berlaku
mengikat semuanya, supaya satu denmgan yang lainnya tidak saling merugikan,
melainkan saling memajukan. Aturan merupakan bahasa awam dari kebijakan publik.
Dengan memahami fakta ini, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan publik menentukan
keberhasilan (dan kegagalan) pembangunan dan kemajuan setiap negara, karena
kebijakan publik berada pada sisi hulu dari kehidupan bersama tersebut.13
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dapat dipahami
sebagai bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di bidang pendidikan.
Dengan demikian, kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik. Di
dalam konteks kebijakan publik secara umum, yaitu kebijakan pembangunan, maka
kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan pendidikan difahami
sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk mencapai tujuan pembagunan negara-
bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan negara
bangsa secara keseluruhan.14
3. Format dan Implementasi Kebijakan di Lembaga Pendidikan
12 Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan
dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 140. 13 Riant Nugroho, Kebijakan pendidikan yang Unggul, .... (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm.
31-32. 14 Ibid. Hlm. 37.
41
Desentralisasi pendidikan memberi peluang bagi kebijakan sekolah ataupun
lembaga pendidikan lainnya di daerah. Pembuatan kebijakan tersebut adalah inheren
dengan otonomi kepela sekolah atau pimpinan lembaga pendidikan. Menurut Duke dan
Canady, kebijakan pendidikan di daerah adalah pekerjaan utama dinas pendidikan, yang
dapat menerima masukan dari dewan pendidikan kabupaten dan kota. Selanjutnya kepala
sekolah/ pimpinan dapat pula membuat kebijakan sekolah bersama dengan staf,
pengawas dan komite sekolah.15
Implementasi kebijakan merupakan tahap kedua setelah pembuatan atau
pengembangan kebijakan. Monahan dan Hengst menayatakan bahwa dalam
kenyataannya kebijakan memeliki suatu sumber utama dari kekuasaan dan kewenangan.
Keduanya berhubungan dengan formulasi dan pelaksanaan kebijakan.16
Pimpinan lembaga pendidikan memiliki kewenangan dalam menerjemahkan
kebijakan dari pimpinan lebih tinggi sesuai dengan visi, misi, dan sasaran sekolah yang
menggacu kepada sumber daya di dalam dan luar sekolah. Ditegaskan oleh Duke dan
Candy bahwa suatu kebijakan sekolah sangat penting bagi kehidupan siswa dan para
guru karena berkaitan dengan pembelajaran dalam rangka peningkatan efektivitas
sekolah.
Pendapat lain yang senada juga diungkapkan oleh Beare, menurutnya, kebijakan
di sekolah diarahkan kepada semua orang tua dan pelajar sebagai suatu ungkapan nilai
sekolah dan usaha membangun komitmen terhadap kebijakan serta usaha membawa
keterampilan orang dalam nilai sekolah. Demikian pula menurut Newton dan Tarrant
secara khusus menyatakan pembuatan kebijakan adalah suatu elemen penting dalam
hubungan sekolah dengan masyarakat yang dilayaninya.17
Ada beberapa keuntungan dalam implementasi kebijakan, yaitu :
a. Kebijakan menyatakan bahwa sekolah bekerja dalam keadaan efiisien dan
terurus.
b. Kebijakan mempercepat stabilitas, sasaran, dan administrasi.
15 Syafaruddin, Efektifitas Kebijakan Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju
Organisasi Sekolah Efektif, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), hlm. 120. 16 Ibid. 17 Ibid, hlm. 121.
42
c. Kebijakan menjamin pengembangan yang matang serta konsisten dalam
keputusan dan prosedur pelaksanaan.
d. Kebijakan lokal harus konsisten dengan sistem kebijakan dan peraturan yang
mempengaruhi sekolah.
e. Kebijakan membantu menjamin bahwa pertemuan menjadi teratur.
f. Kebijakan mempercepat stabilitas dan kelanjutan.
g. Kebijakan memberikan kerangka kerja bagi operasional sekolah.
h. Kebijakan membantu sekolah dalam penelitian pengajaran.
i. Pertanyaan kebijakan yang tertulis dan disebarkan kepada masyarakat membuat
kebijakan akuntabel.
j. Kebijakan menjelaskan fungsi dan tanggungjawab kelompok, pimpinan dan
staff lainnya.18
Kebijakan yang dibuat suatu lembaga pendidikan tidak hanya sekedar manjadi
arah bagi tindakan operasional lembaga yang bernilai strategis, tetapi juga memperkuat
komitmen tugas, kerjasama, akuntabilitas, bahkan pemberdayaan staf. Manfaat kebijakan
diarahkan untuk meraih kepuasan harapan masyarakat sebagai bagian penting
stakeholders pendidikan. Kebijakan dalam lembaga pendidikan adalah kerjasama dan
keputusan oleh individu atau keinginan kelompok dengan kewenangan yang sah
(legitimasi) oleh dewan lembaga pendidikan, pengawas, administrator lembaga
pendidikan atau komite sekolah dan tanggungjawab kontrak negoisasi. Bila kebijakan
dipahami dengan baik, semua orang dapat bekerja dengan efisien, memiliki kepuasan
dan penuh komitmen.19
Implementasi kebijakan harus dimulai dari manajemen puncak dan kebijakan
harus disampaikan oleh kekuatan kerja yang secara kritis dapat menghindari kegagalan
untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, kepemimpinan mempelajari dan kemempuan
untuk menyusun kebijakan dan praktiknya pada tingkatan optimal, kemudian bekerja
secara efektif dalam pelaksanaannya menuju visi tetapi juga realistis dan diarahkan pada
tujuan, ditambahkan kepemimpinan melibatkan sintesis dari konsultasi dan penetapan
arah pengembangan lembaga pendidikan. Efektivitas pembuatan kebijakan adalah
18 Ibid. Hlm. 121-122. 19 Ibid, hlm. 122.
43
kesamaan dan penerimaan dari sasaran pada semua level untuk meningkatkan peluang
pencapaian sasaran organisasi dan tidak menghamburkan energi konflik.20
Kebijakan pendidikan yang benar yaitu bilamana kebijakan tersebut telah di-test
kebenarannya di lapangan. Kebijakan pendidikan dengan demikian akan tumbuh dari
bawah meskipun kemungkinan kebijakan dirumuskan dan diintruksikan dari atas.
Pada dasarnya proses pendidikan yang berhasil tidak dapat diukur semata-mata
dari target-target kuantitatif seperti naiknya prosentase APK dan APM untuk semua
jenjang dan jenis pendidikan atau jumlah gedung-gedung sekolah baik yang kondisinya
bagus sampai yang seperti kandang ayam, atau jumlah peserta didik yag lulus ujian
nasional, tetapi proses pendidikan ditentukan oleh kualitas.
Rambu-rambu pendidikan yang berkualitas antara lain :
a. Sejauh mana perbaikan kurikulum telah dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat di sekitarnya.
b. Sejauh mana proses pendidikan telah melahirkan para Entrepreneur di desa,
kampung, kota sehingga membuka lapangan kerja serta meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar.
c. Bukan ditentukan oleh seberapa banyak lulusan lembaga pendidikan tersebut
memasuki perguruan tinggi nasional yang bergensi atau pun universitas di luar
negeri.21
4. Kebijakan Pendidikan Sebagai Implementasi Ilmu Pendidikan dan Ilmu Praktis
Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya jika peneliti memaparkan lebih
dahulu arti dan isi konsep kebijakan dan pendidikan. Kedua konsep tersebut mengandung
makna yang dalam dan luas dan merupakan perdebatan akademik dari para pakar
sehingga menimbulkan berbagai jenis definisi dengan berbagai kelemahan serta
kelebihannya masing-masing. Konsep mengenai kebijakan merupakan suatu kata benda
hasil dari deliberasi (pertimbangan) mengenai tindakan (behavior) dari seseorang atau
sekelompok pakar mengenai rambu-rambu tindakan dari seseorang atau lembaga untuk
mencapai sutu tujuan tertentu.
20 Ibid, hlm. 125. 21 Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan,.... Hlm. 182.
44
Suatu kebijakan mempunyai makna internasional. Oleh sebab itu, kebijakan
mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan kebijakan meliputi pelaksanaan
serta evaluasi dari tindakan tersebut. Hasil evaluasi tersebut akan menentukan bobot serta
validitas dari kebijakan tersebut. Dalam hal kebijkan pendidikan telah kita lihat berkaitan
dengan wilayah etika melihat kenyataan tindakan pendidikan sebagai suatu proses
pemberdayaan peserta-didik. Oleh karena pendidikan merupakan suatu ilmu praksis yang
berarti kesatuan teori dan praktik maka kebijakan pendidikan terletak dalam tatanan
normatif dan tatanan deskriptif.22
Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan :
a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai
hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi manusia dalam lingkungan
kemanusiaan. Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam
lingkungan alam serta lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, kebijakan
pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi tertentu.
b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidkan sebagai ilmu praksis, yaitu
kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan
meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan
evaluasi.
c. Kebijakan pendidkkan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan
pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu. Bagi perkembangan
individu, validitas kebijakan pendidikan tampak dalam sumbangannya bagi proses
pemerdekaan individu, dalam pengembanagn pribadinya.
d. Keterbukaan (openness). Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi
terjadi dalam interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupkan milik
masyarakat. Kebijakan pendidikan dalam prosesnya telah melalui pertimbangan-
pertimbangan dari berbagai pihak sehingga keputusan yang diambil akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk rakyat banyak.
e. Kebijakan pendidkan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan
pendidikan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat diimplementasikan.
Suatu kebijkaan pendidikan merupkaan pilihan dari berbagai alternatif kebijakan
sehingga perlu dilihat output dari kebijakan tersebut dalam praktik. Rumjusan
22 Ibid. Hlm, 141.
45
kebijakan pendidikan adalah hasil pertimbangan para pakar multidisipliner dengan
fokus pada kebutuhan peserta didik dalam proses memanusia.
f. Analisis kebijakan, sebagaimana pula dengan berbagai jenis kebijakan seperti
kebijakan ekonomi, kebijakan pertranian, kebijakan pertahanan nasional dan
semua jenis kebijakan dalam kebijakan publik memerlukan analisa kebijakan.
Dewasa ini analisa kebijakan telah berkembang pesat demikian pula dengan
analisa kebijakan pendidikan.
g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik.
Dalam dunia modern, pendidikan merupakan rebutan partai-partai politik. Hal ini
disebabkan karena melalui pendidikan dapat dibentuk kader-kader politik yang
akan menyebarluaskan dan mempertahankan ideologi partai politik tersebut.
h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis.
Arkeologi proses pendidikan menunjukan bahwa proses pendidikan terjadi dalam
situasi dialogis.
i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam
pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Apabila pendidikan mencakup rumusan-
rumusan yang umum dan abstrak, maka hasil pendidikan lebih terarah pada
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang kongkret (street goals).
j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan bukan
semata-mata berupa rumusan verbal mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan
praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan harus dilaksanakan dalam masyarakat,
dalam lembag-lembaga pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan yang
baik adalah kebijakan pendidikan yang memperhitungkan kemampuan di
lapangan, oleh sebab itu pertimbangan-pertimbangan kemampuan tenaga,
tersedianya dana, pelaksanaan yang bertahap serta didukung oleh kemampuan
riset dan pengembangan merupakan syarat-syarat bagi kebijakan pendidikanyang
efisien.
k. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi pada kebutuhan
peserta didik. Telah kita lihat bahwa pendidikan sangat erat dengan kekuasaan.
Dalam kaitan ini terlihat pentingnya danya kebijakan publik (public policy) yang
memfasilitasi terjadinya proses pendidikan untuk pembebasan manusia. Disinilah
terletak afiliasi atau kesamaan tujuan antara kebijakan pendidikan (educational
policy) dengan kebijakan publik (public policy). Pertemuan kedua kebijakan
tersebut, hanya terjadi dalam suatu masyarakat demokratis karena keduanya
46
memmbuka diri bagi tumbuh kembangnya pribadi yang merdeka, yang kreatif,
dan bertanggung jawab dalam dunia yang rata pada era globalisasi dewasa ini.
l. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijakan yang irasional.
Perlu diketahui bahwa pendidikan telah lahir dari proses deliberasi para pakar
dalam berbagai disiplin sehingga terumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan
untuk kepentingan rakyat dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang
diimajinasikan. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan rasional dari
berbagai alternatif dengan mengambil keputusan yang dianggap paling efisien dan
efektif dengan memperhitungkan berbagai jenis resiko serta jalan keluar bagi
pemecahannya.
m. Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan
pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta
didik, karena pproses pendidikan merupakan proses yang menghormati
kebebbasan peserta didik.
n. Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserata didik dan
bukan keputusan birokrat. 23
5. Analisa Kebijakan Pendidikan
Untuk mengantisipasi terjadi kekeliruan dalam pemahaman mengenai
analisa/penelitian kebijakan pendidikan ini, akan peneliti paparkan titik perbedaan
yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Perlu diketahui bahwa baik dikalangan akademisi maupun praktisi kebijakan,
acapkali sering terjadi semacam “kebingungan” untuk membedakan antara analisis
kebijakan dengan monitoring kebijakan, evaluasi kebijakan, dan dengan penelitian
kebijakan. Konsep yang cukup relevan untuk memasuki pemahaman tentang
penelitian kebijakan dan membedakan dengan yang lain, adalah konsep dari Michael
Hill. Menggunakan pemikiran dari Gordon, Lewis, Young dalam Perspective on
Policy Analysis (1997) dan Hogwood dan Gunn dalam The Policy Orientation (1981),
Hill mengungkapkan terdapat dua jenis analisis kebijakan, yaitu analisisi tentang
23 Ibid. Hlm 141-154
47
sesuatu (atau beberapa) kebijakan (Studies of policy) dan analisis untuk
(merumusakan sesuatu atau beberapa) kebijakan (Studies for policy). 24
Jadi pemahaman tentang analisis kebijakan tidak serta merta berkenaan
dengan analisis untuk merumuskan kebijakan, namun bisa juga analisis tentang
kebijakan. Anlisis tentang kebijakan dalam bentuk penelitian isi kebijakan, biasanya
berbentuk analisis dalam kerangka hukum dan kelembagaan suatu kebijakan. Metode
yang dilakukukan biasanya adalah analisis isi baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. 25
Dalam hal ini peneliti membatasi dan memilah maksud dari analisis
penelitian ini pada Studies of policy atau analisisi tentang sesuatu (atau beberapa)
kebijakan.
Berkenaan dengan pemahaman tersebut, pertama-tama perlu disepakati bahwa
proses kebijakan publik terdiri dari rumusan, implementasi, kinerja dan lingkungan
kebijakan
Pemilahan Analisis Kebijakan menurut Hill tersebut, dapat ditata ulang, yaitu
sebagai berikut : 26
Analysis of policy Analysis for policy
Penelitian tentang isi kebijakan Analisis untuk merumuskan kebijakan
Penelitian tentang implementasi
kebijakan
Analisis untuk memproduksi impak
kebijakan
Penelitian tentang kinerja kebijakan Analisis untuk memperbaiki isi
kebijakan
Penelitian tentang proses kebijakan Analisis untuk memperbaiki proses
kebijakan
Tabel 1 : Pemilahan Analisis Kebijakan menurut Hill
Dengan jelasnya pembagian ini, maka batasan yang peneliti harapkan adalah
peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian kebijakan yang berfokus pada bagian
24 Ibid, hlm. 244. 25 Ibid. 26 Ibid, hlm. 246.
48
yang dimaksud dalam Analysis of policy, tidak pada Analysis for policy. Berikut
adalah penjelasan detailnya :
a. Penelitian tentang isi kebijakan adalah penelitian untuk menilai suatu kebijakan
dari sisi muatan atau isinya. Metode yang dipergunakan adalah analisis isi, baik
yang bersifat kuantitatif (frekuentif, semantik), kualitatif (bingkai, semiotik,
kecendrungan politik, filosofis), maupun komparatif.
b. Penelitian tentang implementasi kebijakan adalah penelitian tentang bagaimana
suatu kebijakan diterapkan. Salah satu pendekatan yang disarankan dalam
melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan adalah dengan
menggunakan Pendekatan ini relevan, karena sering kali dalam penelitian
ataupun analisis tentang implementasi kebijakan, kita cenderung tidak
membedakan karakter kebijakan publik yang satu dengan yang lain.27
c. Penelitian tentang kinerja kebijakan adalah berkenaan dengan pencapaian dari
suatu kebijakan dibandingkan dengan target atau rencana pencapaian yang
diharapkan. Metode yang dipergunakan dapat mempergunakan metode gap
analysis, atau analisis kesenjangan.
d. Penelitian tentang lingkungan kebijakan, berkenaan dengan pengaruh lingkungan
kebijakan terhadap perumusan suatu kebijakan dan kinerja suatu kebijakan.
e. Penelitian tentang proses kebijakan berkenaan dengan bagaimana proses
perumusan, rumusannya, implementasi, kinerja yang dicapai, dan lingkungan
dimana kebijakan tersebut berada.28
SIMPULAN
Pengembangan kewirausahaan pada santri di Podok Tremas Pacitan yaitu melalui sebuah
kegiatan keterampilan pendidikan vokasional dan pengetahuan atau wawasan tentang kewirausahaan
yang mana didalamnya mencakup kegiatan keterampilan di bidang Otomotif, TI (Teknologi
Informasi), pengolahan pangan, dan Batu. Jadi upaya yang dilakukan Pondok Tremas Pacitan dalam
mengembangan kewirausahaan yaitu dengan cara memberi pembekalan melalui pendidikan
vokasional dan pengetahuan wawasan kewirausahaan.
Adapun upaya yang dilakukan agar program kegiatan keterampilan kewirausahaan bisa
berkembang yaitu bekerjasama dengan pemerintah baik dengan dinas perindap, dengan dinas
ketahanan pangan dan juga ketenaga kerjaan, serta bekerjasama dengan alumni yaitu alumni yang
sudah mempunyai usaha.
27 Ibid, hlm. 248. 28 Ibid, hlm. 249.
49
Pemahaman tentang analisis kebijakan tidak serta merta berkenaan dengan analisis
untuk merumuskan kebijakan, namun bisa juga analisis tentang kebijakan. Anlisis tentang
kebijakan dalam bentuk penelitian isi kebijakan, biasanya berbentuk analisis dalam kerangka
hukum dan kelembagaan suatu kebijakan.
DAFTAR RUJUKKAN
Ara Hidayat dan Imam Machali. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: penerbit
Kaukaba.
Asmani, Jamal Ma‟ruf, Sekolah life skill-Lulus Siiap Kerja!, Yogyakarta : Diva Press, 2009.
Billah, M.M., Pikiran Awal Pengembangan Pesantren, dalam Pergulatan Dunia Pesantren,
Dawam Raharjo (ed), Jakarta: P3M, 1985.
Danang Sunyoto. 2013. Kewirausahaan Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Daryanto. 2012. Pendidikan kewirausahaan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Irianto, Yoyon Bahtiar, Kebijakan Pembaharuan Pendidikan :Konsep, teori, dan Model,
Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2011.
Moh. Haifan. 2012.pengenalan dan pengolahan batuan. Pacitan: Pondok Pesantren Tremas
dan LP3M ITI
Saharudin .pelatihan dasar teknologi informasi.Pacitan: Pondok Pesantren Tremas dan LP3M
ITI.
Suryadi, Ace & Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantar, Bandung : PT.
Remaja Roedakarya, 1994.