9
1 PEMBELAJARAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH Mirnawati, M.Pd Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen H. Hasan basri, Banjarmasin, Indonesia [email protected] Abstract. Children with special needs is someone who has / have significant barriers (psychological, social, physical) in the growth and development so that it requires specialized services. children with mental retardation is a child with special needs who have mental intellectual, barriers experienced by Retarded child resulting child is difficult to take care of himself from waking to sleep again. Such limitations make children with mental retardation will always depend on the people around them in doing any activity. Retarded child will always be in control so that the activity of the people around them, especially their parents will also be hampered. Capability children with mental retardation in managing themselves course can not be happen by itself, but it needs attention and assistance from the people in the surrounding areas, including teachers in learning in school. Optimally learning activity daily living by the teacher as subjects specificity for children with mental retardation expected to help minimize the dependence of children with mental retardation in doing daily activities. Keyword: learning activity daily living, children with mental retardation 1. PENDAHULUAN Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan yang berbeda dengan anak normal dan harus disesuaikan dengan taraf kelainannya. Layanan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak. Layanan tersebut dapat dilaksanakan di sekolah berupa rancangan program pembelajaran yang diberikan dalam bentuk mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Mata pelajaran umum seperti pelejaran Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Pendidikan Kewaraganegaraan, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangka untuk mata pelajaran khusus adalah Pembelajaran Bina Diri. Program pembelajaran ini diharapkan dapat membantu anak tunagrahita ringan agar mampu menuju kemandirian dan kedewasaan seoptimal mungkin. Kemampuan bina diri bukanlah kemampuan yang diwariskan dari orang tua, tetapi harus dipelajari. Pembelajaran bina diri bagi anak normal pada umumnya tentu bukanlah hal yang sulit, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dari lingkungannya dan mereka dengan mudah dapat mengaplikasikannya. Berbeda dengan anak tunagrahita yang mengalami keterbelakangan mental, walaupun mereka juga dapat melihat, mendengar arahan dari lingkungan sekitar namun keterbatasan intelektual menjadikan mereka sulit memahami dan memaknai setiap pembelajaran yang mereka dapat, sehingga sulit dalam pengaplikasiannya. Anak tunagrahita memerlukan usaha keras untuk terus berlatih. Pembelajaran bina diri bagi anak tunagrahita bukanlah semata-mata tugas orang tua, tapi juga merupakan tugas guru di sekolah. Pembelajaran bina diri merupakan mata pelajaran kekhususan bagi anak tunagrahita yang didalamnya memuat banyak komponen, diantaranya mengurus diri, merawat diri, melindungi diri, dan lain-lain. Oleh karena itu, Guru sebagai pelaksana kurikulum berkewajiban untuk mengajarkan bina diri sesuai dnegan kebutuhan dan potensi anak tunagrahita agar anak tunagrahita dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik tanpa banyak bergantung dengan orang-orang disekitarnya terutama pada orang tua di rumah. 2. PEMBAHASAN 2.1 Hakekat Anak Tunagrahita 2.1.1 Pengertian anak tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental yang berarti keterbelakangan mental. Anak tunagrahita merupakan suatu kondisi anak mengalami keterlambatan atau hambatan dalam perkembangan mental (fungsi intektual di bawah teman-teman seusianya) yang sehingga berdampak pada kesulitan untuk belajar dan menyesuaikan diri. Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata anak normal, sehingga tidak mampu mengikuti program sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak normal

PEMBELAJARAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI …eprints.ulm.ac.id/4130/1/4. PEMBELAJARAN BINA DIRI BAGI ANAK... · 2.2.1 Pengertian bina diri Istilah Activity of Daily Living (ADL)

Embed Size (px)

Citation preview

1

PEMBELAJARAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI

SEKOLAH

Mirnawati, M.Pd

Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen H. Hasan basri, Banjarmasin, Indonesia

[email protected]

Abstract. Children with special needs is someone who has / have significant barriers (psychological, social, physical) in the

growth and development so that it requires specialized services. children with mental retardation is a child with special needs

who have mental intellectual, barriers experienced by Retarded child resulting child is difficult to take care of himself from

waking to sleep again. Such limitations make children with mental retardation will always depend on the people around them

in doing any activity. Retarded child will always be in control so that the activity of the people around them, especially their

parents will also be hampered. Capability children with mental retardation in managing themselves course can not be happen

by itself, but it needs attention and assistance from the people in the surrounding areas, including teachers in learning in

school. Optimally learning activity daily living by the teacher as subjects specificity for children with mental retardation

expected to help minimize the dependence of children with mental retardation in doing daily activities.

Keyword: learning activity daily living, children with mental retardation

1. PENDAHULUAN Anak tunagrahita adalah anak yang

memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi

pada saat masa perkembangan dan memiliki

hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah

kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah

pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak

tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau

bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan

adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, untuk

mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak

tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan

yang berbeda dengan anak normal dan harus

disesuaikan dengan taraf kelainannya.

Layanan pendidikan bagi anak

tunagrahita ringan harus disesuaikan dengan

karakteristik dan kemampuan anak. Layanan

tersebut dapat dilaksanakan di sekolah berupa

rancangan program pembelajaran yang diberikan

dalam bentuk mata pelajaran umum dan mata

pelajaran khusus. Mata pelajaran umum seperti

pelejaran Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu

Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam,

Matematika, Pendidikan Kewaraganegaraan,

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangka untuk

mata pelajaran khusus adalah Pembelajaran Bina

Diri. Program pembelajaran ini diharapkan dapat

membantu anak tunagrahita ringan agar mampu

menuju kemandirian dan kedewasaan seoptimal

mungkin.

Kemampuan bina diri bukanlah

kemampuan yang diwariskan dari orang tua, tetapi

harus dipelajari. Pembelajaran bina diri bagi anak

normal pada umumnya tentu bukanlah hal yang

sulit, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dari

lingkungannya dan mereka dengan mudah dapat

mengaplikasikannya. Berbeda dengan anak

tunagrahita yang mengalami keterbelakangan

mental, walaupun mereka juga dapat melihat,

mendengar arahan dari lingkungan sekitar namun

keterbatasan intelektual menjadikan mereka sulit

memahami dan memaknai setiap pembelajaran

yang mereka dapat, sehingga sulit dalam

pengaplikasiannya. Anak tunagrahita memerlukan

usaha keras untuk terus berlatih.

Pembelajaran bina diri bagi anak

tunagrahita bukanlah semata-mata tugas orang tua,

tapi juga merupakan tugas guru di sekolah.

Pembelajaran bina diri merupakan mata pelajaran

kekhususan bagi anak tunagrahita yang didalamnya

memuat banyak komponen, diantaranya mengurus

diri, merawat diri, melindungi diri, dan lain-lain.

Oleh karena itu, Guru sebagai pelaksana kurikulum

berkewajiban untuk mengajarkan bina diri sesuai

dnegan kebutuhan dan potensi anak tunagrahita

agar anak tunagrahita dapat menjalankan

aktivitasnya dengan baik tanpa banyak bergantung

dengan orang-orang disekitarnya terutama pada

orang tua di rumah.

2. PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Anak Tunagrahita

2.1.1 Pengertian anak tunagrahita

Tunagrahita merupakan kata lain dari

retardasi mental yang berarti keterbelakangan

mental. Anak tunagrahita merupakan suatu kondisi

anak mengalami keterlambatan atau hambatan

dalam perkembangan mental (fungsi intektual di

bawah teman-teman seusianya) yang sehingga

berdampak pada kesulitan untuk belajar dan

menyesuaikan diri. Anak tunagrahita memiliki

tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata anak

normal, sehingga tidak mampu mengikuti program

sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak normal

2

Mereka membutuhkan pelayanan pendidikan

khusus. Untuk lebih memahami apa yang disebut

anak tunagrahita, akan dikemukakan definisi yang

sering dijadikan rujukan dalam berbagai tulisan

mengenai anak tunagrahita, Definisi tersebut dari

American Association on Mentally Deficiency

(AAMD) yang dikutif Grossman sebagai berikut :

“Mental retardation refers to significantly sub

average general intellectuall functioning existing

concurrently with deficits adaptive behavior and

manifested during the development period

(Hallahan and Kauffman, 1982 : 40). Tuna Grahita

adalah keterbatasan substansial dalam

memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai

dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan

yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang)

dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan

tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih.

(tingkah laku adaptif berupa kemampuan

komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam

kehidupan rumah, ketrampilan sosial, pemanfaatan

sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area

kesehatan dan keamanan, fungsi akademik,

pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut Tuna

Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia

dibawah 18 tahun.

Menurut WHO yang dikutip Menkes

(1990), tuna grahita adalah kemampuan mental

yang tidak mencukupi. Carter CH mengatakan tuna

grahita adalah suatu kondisi yang ditandai oleh

intelligensi yang rendah yang menyebabkan ketidak

mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi

terhadap masyarakat atas kemampuan yang

dianggap normal. Menurut Crocker AC (1983),

tuna grahita adalah apabila jelas terdapat fungsi

intelligensi yang rendah yang disertai adanya

kendala dalam penyesuaian prilaku dan gejalanya

timbul pada masa perkembangan. Pakar lain

menyebutkan bahwa, tuna grahita disebut juga tuna

grahita adalah anak yang meiliki tingkat kecerdasan

rendah (dibawah normal) sehingga untuk

melakukan tugasnya memerlukan bantuan atau

layanan 15 khusus, termasuk kebutuhan program

pendidikan dan bimbingannya (Efendi, M. 2006:9).

Menurut Amin, M (1995), anak keterbelakangan

mental adalah anak yang keadaan dan pertumbuhan

mentalnya terbelakang daripada anak normal

sebayanya, atau intelligensnya dibawah rata-rata.

2.1.2 Klasifikasi anak tunagrahita

Efendi, M., (2006) Berdasarkan

klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di

golongkan sebagai berikut.:

a. Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu

mereka yang masih bisa dididik pada masa

dewasanya kelak, usia mental yang bisa

mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun

hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang

IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5

tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak

normal, ketika mereka menjadi besar. Biasanya

mampu mengembangkan ketrampilan

komunikasi dan mampu mengembangkan

ketrampilan sosial. Kadang-kadang pada usia

dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit

kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21

tahun, mereka masih bisa mempelajari

ketrampilanketrampilan akademik hingga kelas

6 SD pada akhir usia remaja, pada umumnya

sulit mengikuti pendidikan lanjutan,

memerlukan pendidikan khusus.

b. Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa

dilatih (mampu latih). Kecerdasannya terletak

sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia

mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan

hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1

hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau

bisa belajar berkomunikasi, memiliki

kesadaran sosial yang buruk, perkembangan

motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk

merawat diri sendiri, dan bisa mengelola

dirinya dengan supervivi dari orang dewasa.

Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan

pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila

diajarkan secara khusus.

c. Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang

sering disebut sebagai Tuna Grahita yang

mampu latih tapi tergantung pada orang lain.

Rentang IQnya terletak antara 25 hingga 39.

Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental

setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun

6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya

buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit

dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus

dibantu), seringkali tidak memiliki ketrampilan

berkomunikasi.

2.1.3 Karakteristik anak tunagrahita

Karakteristik anak tunagrahita menurut

Sukoco, P (2009) menyatakan:

a. Kesulitan dalam mempelajari hal hal baru,

terlebih lagi untuk konspe yang abstrak atau

yang berkaitan, dan kesulitan atau bermasalah

pada ingatan jangka pendek sehingga

anaktunagrahita cenderung cepat lupa terhadap

apa yang yag telah dipelajari.

b. Bagi anak tunagrahita berat, mengalami

kesulitan dalam berbicara,kesulitanmembina

hubungan komunikasi dua arah karena

kemampuanbicaraanak tunagrahita berat

kurang jelas sehingga sulit untuk dipahami.

c. Anak tunagrahita berat juga mengalami

keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak

dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun

tanpa bantuan. Mereka lambat dalam

mengerjakan tugas-tugas yang sangat

sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan

mendonakan kepala.

3

d. Sebagian dari anak tunagrahita berat juga

sangat sulit untuk mengurus diri sendiri,

sehingga selalu bergantung padaorang tua atau

orang-orang disekitarnya setiap melaksanakan

suatu pekerjaan seperti berpakaian, makan,

mengurus kebersihan diri.

e. Anak tunagrahita ringan masih memiliki

potensi dalam bermain bersama dengan anak

reguler, namun hal demikian tidak dapat kita

temui pada anak tunagrahita berat

f. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku

tanpa tujuan yang jelas. misalnya memutar-

mutar jari didepan wajahnya dan melakukan

hal-hal yang membahayakan diri sendiri,

misalnya menggigit diri sendir, membentur-

bentukan kepala, dan hal tersebut terjadi

berulang-ulang seperti suatu ritual.

2.1.4 Permasalahan anak tunagrahita

Beberapa permasalah yang dihadapi

anak tunagrahita antara lain sebagai berikut:

a. Masalah yang berhubungan dengan

pemeliharaan diri dan kesehatan. Melihat

kondisi keterbatasan anak-anak dalam

kehidupan sehari-hari mereka banyak

mengalami kesulitan, apalagi yang termasuk

kategori berat dan sangat berat. Pemeliharaan

kehidupan sehari-harinya sangat memerlukan

bimbingan. Oleh sebab itu sekolah diharapkan

mampu memberikan latihan dan pembiasaan

kepada anak didik untuk merawat dirinya

sendiri. Masalah-masalah yang sering ditemui

diantaranya adalah; cara makan,

menggosokkan gigi, memakai baju, memakai

sepatu dan lain-lain.

b. Masalah kesulitan belajar

Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan

kemampuan berpikir mereka, tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu

mengalami kesulitan belajar yang tentu pula

kesulitan tersebut terutama dalam bidang

pengajaran akademik, sedangkan untuk bidang

studi, non akademik mereka tidak banyak

mengalami kesulitan belajar. Masalah-masalah

yang sering dirasakan dalam kaitannnya

dengan proses belajar mengajar antaralain: :

kesulitan memahami pelajaran, kesulitan dalam

menggunakan metode yang tepat, terbatas

dalam hal berpikir abstrak, dan lemahnya daya

ingat.

c. Masalah penyesuaian diri

Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah

atau kesulitan dalam hubungannya dengan

kelompok maupun individu disekitarnya.

Disadari bahwa kemampuan penyesesuaian diri

dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh

tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan

anak tunagrahita jelas-jelas berada dibawah

rata-rata (normal) maka dalam kehidupan

bersosialisasi mengalami hambatan. Disamping

itu mereka ada kecenderungan diisolir oleh

lingkungannya, apakah itu masyarakat ataupun

keluarganya. Dapat juga terjadi anak ini tidak

diakui secara penuh sebagai individu yang

berpribadi dan hal tersebut dapat berakibat fatal

terhadap pembentukan pribadi, sehingga

mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu

tentang ketidakmampuannya didalam

menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan

sekolah, keluarga, masyarakat, dan bahkan

terhadap dirinya sendiri.

d. Masalah penyaluran ke tempat kerja

Kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak

yang masih menggantungkan diri kepada orang

lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan

masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup

mandiri, inipun masih terbatas pada anak

tunagrahita ringan. Bila di perhatikan benar-

benar kehidupan anak tunagrahita ini cukup

memprihatinkan. Setelah selesai mengikuti

program pendidikan ternyata masih banyak

yang sangat menggantungkan diri dan

membebani kehidupan keluarga. Perlu ada

imbangan dari pihak sekolah untuk lebih

banyak meningkatkan kegiatan non-akademik

baik itu berupa kerajinan tangan, keterampilan,

dan sebagainya. Yang semuanya itu diharapkan

dapat membekali mereka untuk terjun ke

masyarakat.

e. Masalah gangguan kepribadian dan emosi

Memahami akan kondisi karakteristik

mentalnya, nampak jelas bahwa anak

tunagrahita kurang memiliki kemampuan

berpikir, keseimbangan pribadinya kurang

konsistan / labil, kadang-kadang stabil dan

kadang-kadang kacau. Kondisi yang demikian

itu dapat dilihat pada penampilan tingkah

lakunya sehari-hari, misalnya : berdiam diri

berjam-jam lamanya, gerakan hiperaktif,

mudah marah dan mudah tersinggung, suka

mengganggu orang lain di sekitarnya (bahkan

tindakan merusak/destruktif).

f. Masalah pemanfaatan waktu luang

Wajar bagi anak tunagrahita dalam tingkah

lakunya sering menampilkan tingkah laku

nakal. Dengan kata lain bahwa anak-anak ini

berpotensi untuk mengganggu ketenangan

lingkungannya, terhadap benda-benda ataupun

manusia di sekitarnya, apalagi mereka yang

hiperaktif. Sebenarnya sebagian dari mereka

cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan

diri dari keramaian sehingga hal ini dapat

berakibat fatal bagi dirinya, karena dapat saja

terjadi bunuh diri. Untuk mengimbangi kondisi

ini sangat perlu imbangan kegiatan dalam

waaktu luang, sehinggaa mereka dapat

terjauhkan dari kondisi yang berbahaya, dan

pula tidak sampai mengganggu ketenangan

4

masyarakat maupun keluarga sendiri. (Soemantri, S: 2006)

2.2 Hakekat Bina Diri

2.2.1 Pengertian bina diri

Istilah Activity of Daily Living (ADL)

atau aktivitas kehidupan sehari-hari dikenal dengan

istilah Bina Diri dalam dunia pendidikan anak

berkebutuhan khusus. Bini diri berfokus pada

kegiatan yang bersifat pribadi namun berdampak

pada hubungan antar sesama. Merupakan suatu

kegiatan yang bersifat pribadi karena setiap

keterampilan yang diajarkan atau dilatihkan sanagat

berkaitan dengan kebutuhan pribadi yang

seharusnya dilakukan tanpa dibantu orang lain bila

memungkinkan.

Kata Bina berarti suatu proses

membangun/proses menyempurnakan untuk lebih

baik dari sebelumnya. Bina Diri merupakan suatu

upaya membangun diri individu baik sebagai

individu maupun sebagai makhluk sosial melalui

pendidikan, baikpendidikan formal di sekolah,

maupun pendidikan informal di keluarga, dan di

masyarakat dengan harapan dapat mewujudkan

kemandirian dalam kehidupan sehari-hari secara

memadai. Bina Diri tidak hanya sekedar merawat

diri, mengurus diri, dan menolong diri, tetapi lebih

dari itu karena kemampuan bina diri akan

mengantarkan anak berkebutuhan khusus mampu

menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian.

(Depdiknas:1997)

2.2.2 Tujuan Bina Diri

Secara umum, bidang kajian Bina Diri

bertujuan agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dapat mandiri dengan tidak/kurang bergantung pada

orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab.

Sedangkan tujuan khususnya adalah:

a. Membantu meningkatkan kemampuan Anak

Berkebutuhan Khusus dalam tatalaksana

pribadi (mengurus diri, menolong diri, dan

merawat diri). Dengan adanya program bina

diri, diharapkan anak berkebutuhan khusus

akan mandiri dalam melaksanakan kegiatan

sehari-hari sehingga tidak lagi selalu

bergantung pada orang tua maupun orang-

orang di sekitarnya.

b. Membantu meningkatkan kemampuan dan

menumbuhkan Anak Berkebutuhan Khusus

dalam berkomunikasi sehingga anak

berkebutuhan khusus menjalin komunikasi

dnegan orang-orang disekitarnya, mampu

mengkomunikasikan apa yangdiinginkan

maupun yang tidak diinginkan, mampu

menjawab pertanyaan yang diajukan padanya,

sehingga aktualisasi keberadaan dirinya diakui

oleh orang-orang disekitarnya.

c. Membantu Menumbuhkan dan meningkatkan

kemampuan Anak Berkebutuhan Khusus

bersosialisasi. Dengan memiliki kemampuan

komunikasi yang baik, maka anakberkebutuhan

khusus dapat berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya dengan baik. Karena kemampuan

komunikasi sangat berhubungan dnegan

kemampuan bicara dan komunikasi.

2.2.3 Prinsip Bina Diri

Menurut Sudrajat dan Rosida (2013),

beberapa prinsip bina diri antara lain sebagai

berikut:

a. Prinsip fungsional, adalah layanan yang

diberikan dalam bentuk latihan-latihan fungsi

otot dan sendi. Tujuannya adalah

meningkatkan fungsi gerak otot dan sendi agar

mencapai kemampuan gerak yang optimal

sesuai dnegan standar gerak.

b. Prinsip suportif, adalah latihan atau pembinaan

untuk meningkatkan motivasi, dan percaya diri

bahwa dirinya mempunyai kemampuan yang

dapat dikembangkan. Tujuannya adalah

menanamkan rasa percaya diri dan motivasi

sehingga mempunyai keyakinan bahwa

gangguan/ kecacatan yang dialaminya tidak

menjadi hambatan untuk berprestasi.

c. Prinsip evaluasi diri, adalah kegiatan layanan

atau pembinaan secara terstruktur dan

berkelanjutan diadakan evaluasi tentang

keberhasilan yang telah dicapai dengan standar

perkembangan atau kemampuan standar

normal.

d. Prinsip Activity of Daily Living, adalah

pembinaan atau latihan yang diberikan

mengacu kepada segala aktivitas yang dapat

dilakukan dalam kehidupan segari-hari mulai

dari bangun tidur sampai tidur kembali.

2.2.4 Ruang Lingkup Bina Diri

Program bina diri merupakan suatu

program pembinaan yang berksinambungan agar

anak dapat mengembangkan potensinya seoptimal

mungkin. Program bina diri pada dasarnya dibuat

sebagai susatu upaya membantu anak agar hidup

lebih wajar dan lebih mandiri. Adapun ruang

lingkup program bina diri anatara lain sebagai

berikut:

a. Merawat diri, merupakan kegiatan sehari-hari

yang sangat mendasar berhubungan dengan

kesehatan diri seperti makan-minum,

kebersihan badan, menjaga kesehatan

b. Mengurus diri, merupakan kemampuan

kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan

penampilan dan kerapihan diri, seperti cara

berhias dan cara berpakaian.

5

c. Menolong diri, merupakan kemampuan

mengatasi berbagai masaah dalam kehidupan

sehari-hari berhubungan dnegan pemecahan

masalah yang dihadapi oleh anak, misalnya

menghindari bahaya, melakukan kegiatan

sehari-hari di rumah.

d. Komunikasi, merupakan sarana yang paling

penting dalam mengungkapkan keinginan dan

memahami apa yang disampaikan oleh orang

lain.

e. Sosialisasi dan adaptasi, merupakan interaksi

dengan lingkungan sekitar, misalnya bermain

dengan teman, melakukan kerjasama dengan

lingkungan keluarga,dll.

f. Penguasaan pekerjaan, adalah kemampuan

yang berhubungan dengan pemenuhan

ekonomi.

g. Pendidikan seks, merupakan suatu bentuk

pemahaman tentang seks misalnya:

membedakan jenis kelamin, menjaga diri dan

alat reproduksi, menjaga diri dari sentuhan

lawan jenis. (Sarwani, 1989)

2.3 Pembelajaran Bina Diri

2.3.1 Kurikulum bina diri anak

tunagrahita pada jenjang SD dan

SMP

Tabel 1. Kurikulum bina diri anak tunagrahita ringan

jenjang SD dan SMP

Jenjang Standar

kompetensi

Kompetensi dasar

SD Mampu merawat diri

a. Mengenal tata cara makan dan

minum

b. Melakukan makan dan

minum sendiri

c. Memelihara kebersihan badan

d. Menjaga

kesehatan badan

Mampu mengurus

diri

a. Memakai pakaian

dalam

b. Memakai pakaian luar

c. Memakai sepatu

d. Merawat pakaian e. Merias wajah

f. Memelihara

rambut

Mampu menjaga

keselamatan diri

a. Mengatasi bahaya

b. Mengendalikan

diri dari bahaya

Mampu berkomunikasi

dengan orang lain

a. Berkomunikasi secara lisan

(verbal)

b. Berkomunikasi secara non verbal

(menggunakan

gambar dan isyarat)

c. Berkomunikasi

dengan tulisan

Mampu

beradaptasi di a. Bermain dengan

teman

lingkungan b. Melakukan orientasi

lingkungan

c. Melakukan kerjasama di

lingkungan

keluarga

SMP Merawat diri a. Melakukan tata

cara makan dan minum

b. Membuat minuman

c. Memasak sederhana

d. Menjaga

kesehatan badan

e. Menggunakan

pembalut wanita

Mengurus diri a. Memakai pakaian dalam

b. Memakai pakaian luar

c. Memakai sepatu

d. Kebersihan

pakaian

e. Merias wajah

f. Kebersihan rambut

Menjaga

keselamatan diri a. Mengatasi bahaya

b. Mengendalikan

diri dari bahaya

Berkomunikasi

dengan orang lain a. Berkomunikasi

secara lisan

(verbal)

b. Berkomunikasi

secara non verbal

(menggunakan isyarat dan

gambar)

c. Komunikasi

secara tulisan

Terampil beradaptasi di

lingkungan

a. Mengunjungi tempat-tempat

pelayanan umum

b. Menggunakan fasilitas pribadi

c. Menggunakan fasilitas umum

d. Menggunakan

waktu luang

e. Melakukan kerjasama di

sekolah dan

masyarakat

Sumber: penduan pelaksanaan kurikulum

pendidikan khusus, depdiknas: 2006

Tabel 2. Kurikulum bina diri anak tunagrahita sedang

jenjang SD dan SMP

Jenjang Standar

kompetensi

Kompetensi dasar

SD Mampu

merawat diri

a. Mengenal tata cara

makan dan minum b. Melakukan makan

c. Melakukan minum

d. Menjaga kesehatan badan

Mampu

mengurus diri a. Memakai pakaian

dalam

b. Memakai pakaian

luar

6

c. Memakai sepatu

d. Merias Diri

Mampu

menolong diri a. Mengenal jenis-

jenis benda

berbahaya

b. Mengatasi dari bahaya

Mampu

berkomunikasi dengan orang

lain

a. Berkomunikasi

secara non verbal (Berkomunikasi

dengan isyarat dan gambar)

b. Berkomunikasi

secara lisan (verbal)

c. Menggunakan kata-kata sosial

Mampu

beradaptasi di

lingkungan

a. Bermain kelompok

dengan teman di rumah

b. Bermain kelompok dengan teman di

sekolah

SMP Merawat diri a. Mengenal tata cara makan dan minum

b. Melakukan makan dan minum sendiri

c. Memelihara kebersihan badan

d. Menjaga kesehatan badan

Mengurus diri a. Memakai pakaian

dalam

b. Memakai pakaian

luar

c. Memakai sepatu

d. Merawat pakaian

e. Merias wajah

f. Memelihara rambut

Menjaga

keselamatan diri a. Mengatasi bahaya

b. Mengendalikan diri dari bahaya

Berkomunikasi

dengan orang lain

a. Berkomunikasi

secara lisan (verbal)

b. Berkomunikasi secara non verbal

(menggunakan

gambar dan isyarat)

c. Berkomunikasi

dengan tulisan

Terampil beradaptasi di

lingkungan

a. Bermain dengan teman

b. Melakukan orientasi

lingkungan

c. Melakukan

kerjasama di

lingkungan keluarga

Sumber: penduan pelaksanaan kurikulum

pendidikan khusus, depdiknas: 2006

2.3.2 Strategi pelaksanaan pembelajaran

bina diri

Mumpuniarti (2007) Strategi

pelaksanaan program bina diri didasarkan atas

pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak dan

dilaksanakan secara integratif dan holistik.

b. Lingkungan yang kondusif juga sangat perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan program bina

diri. Sebaiknya lingkungan diciptakan

diciptakan semenarik dan semenyenangkan

mungkin dengan tetap memperhatikan aspek

keamanan dan kenyamanan anak dalam

belajar.

c. Pelaksanaan program bina diri sebainya

dilakukan dengan model pembelajaran

terpadu, atau dalam kurikulum dikenal

denganistilah model pembelajaran tematik

yang dalam hal ini pembelajaranbina diri

beranjak dari satu tema yang menarik dengan

harapan anak mampu mengenal berbagai

konsep dengan mudah dan mengesankan.

d. Pelaksanaan program bina diri juga berfokus

pada materi pengembangan keterampilan atau

kecakapan hidup.

e. Penggunaan berbagai media dan sumber

belajar juga sangat dianjurkan dalam

pelaksanaan program bina diri, agar materi

yang disampaikan dapat dnegan mudah

dipahami oleh peserta didik. Pemilihan media

dan sumber belajar harus mempertimbangkan

materi ajar dan kondisi peserta didik.

f. Pembelajaran bina diri seharusnya berorientasi

pada prinsip-prinsip perkembangan dan

kemampuan anak.

2.3.3 Pedoman pembelajaran bina diri

Dalam pembelajaran bina diri pada

anak berkebutuhan khusus tunagrahita, seorang

guru memerlukan sebuah pedoman pelaksanaan.

Berikut beberapa pedoman yang bisa dijadikan

referensi guru dalam melakukan pembelajaran di

sekolah

a. Perhatikan apakah anak sudah siap (matang)

untuk menerima latihan-latihan.

b. Belajar dalam keadaan santai (rileks).

Segalanya dikerjakan dengan tegas tanpa ragu

dan dengan lemah lembut. Bersikap tenang dan

manis, serta hindari suasana yang ribut.

c. Latihan hendaknya diberikan dengan singkat,

sederhana, dan tahap demi tahap.

d. Tunjukkan pada anak cara melakukan sesuatu

yang benar. Jangan menggunakan banyak kata-

kata karena akan membuat anak menjadi

bingung. Satu macam latihan hendaknya

diulang-ulang sampai anak dapat melakukan

sendiri dengan benar. Bantulah anak hanya bila

7

perlu. Tidak usah tergesa-gesa yang penting

anak bisa.

e. Sebaiknya dilakukan percakapan dengan

menggunakan kata-kata yang sederhana, kata

yang mudah dipahami oleh anak, percakapan

ini dilakukan saat anak sudah mulai melakukan

sesuatu.

f. Pembelajaran bina diri sebaiknya dilakukan

dengan disiplin, tidak menyimpang dari dari

waktu dan tempat yang sudah ditentukan..

g. bila anak menunjukkan suatu

keberhasilandalam melakukan sesuatu, maka

berilah pujian, namun sebaiknya jangan

memuji berlebihan bila usaha yang dikerjakan

anak belum berhasil, sebaiknya tolong anak

agar lain kali berusaha lebih baik dan

sempurna.

h. Kesalahan anak tidak usah menjadikan anda

marah dan cemas. Bila sudah lama berlatih

namun masih gagal juga, jangan kecewa dan

hentikan latihan agar anak tidak frustasi dan

merasa gagal.

i. Fleksibilitas, jika latihan tidak berhasil

analisalah persoalan dengan cermat. Mungkin

metode perlu disusun kembali sesuai dengan

batas kemampuan dan kondisi anak.

j. Hendaknya guru menggunakan kata-kata, atau

istilah, isyarat dan metode mengajar yang sama

agar anak tidak menjadi bingung.

2.3.4 Metode Pembelajaran Bina Diri

Beberapa metode yang dapat

digunakan dalam pembelajaran ini adalah:

a. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah pertunjukan

tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau

benda sampai pada penampilan tingkah laku

yang dicontohkan agar dapat diketahui dan

dipahami oleh peserta didik secara nyata atau

tiruannya (Syaiful, 2008:210). Metode

demonstrasi adalah metode mengajar dengan

cara memperagakan barang, kejadian, aturan,

dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik

secara langsung maupun melalui penggunaan

media pengajaran yang relevan dengan pokok

bahasan atau materi yang sedang disajikan

(Muhibbin Syah, 2000:22). Tujuan pengajaran

menggunakan metode demonstrasi adalah

untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu

peristiwa sesuai materi ajar, cara

pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami

oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode

demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan

dan kelekurangan.

b. Metode pemberian tugas Metode adalah suatu cara yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

dalam kegiatan belajar mengajar, metode

diperlukan oleh guru dan penggunaanya

bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai setelah pengajaran berakhir. Menurut

Daradjat, metode pemberian tugas/ penugasan/

resitasi, adalah cara dalam proses pembelajaran

bilamana guru memberi tugas tertentu dan

murid mengerjakannya, kemudian tugas

tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru

c. Metode simulasi

Simulasi dapat digunakan sebagai metode

mengajar dengan asumsi tidak semua proses

pembelajaran dapat dilakukan secara langsung

pada objek yang sebenarnya (Senjaya, 2008).

Gladi resik merupakan salah satu contoh

simulasi, yakni memperagakan proses

terjadinya suatu upacara tertentu sebagai

latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak

gagal dalam waktunya nanti. Jadi metode

simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang

bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah

seperti peristiwa yang sebenarnya.

d. Metode karyawisata

Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar

mengajar, pengertian karyawisata berarti

siswa-siswa mempelajari suatu obyek di tempat

mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat

dilakukan dalam waktu singkat beberapa jam

saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.

2.3.5 Teknik Pembelajaran Bina Diri

Ada beberapa teknik yang perlu

diperhatikan dalam mengajarkan suatu tingkah laku

atau ketrampilan yang baru kepada seorang anak,

yaitu:

a. Memberi contoh (modelling), yaitu

menunjukkan kepada anak apa yang harus

dikerjakan

b. Menuntun/mendorong (promting), ialah

melakukan atau mengatakan sesuatu untuk

membantu anak agar dapat mengerti apa yang

harus dilakukan

c. Mengurangi tuntunan (fading), ialah

mengurangi tuntunan secara bertahap sejalan

dengan keberhasilan siswa

d. Pentahapan (shaping), ialah membagi kegiatan

dalam beberapa pentahapan, bagi

pekerjaan/kegiatan yang dimulai dari yang

mudah ke yang sukar. (Astati:2011)

2.3.6 Penilaian Pembelajaran Bina Diri

Bentuk Penilaian yang dilakukan

berupa Perbuatan, karena yang dinilai adalah

kemampuan dalam praktek melakukan kegiatan

menolong diri sendiri. Selain tu penilaian juga

dapat berupa lisan, karena sebelum praktek anak

perlu mengenal alat, bahan, dan tempat yang

digunakan. Penilaian dilakukan pada saat proses

belajar mengajar berlangsung dan akhir pelajaran.

8

Sasarannya adalah kemampuan anak melaksanakan

latihan mulai dari dengan bantuan sampai anak

mampu melakukan sendiri/mandiri.

2.3.7 Contoh langkah-langkah

pembelajaran bina diri

Mencuci tangan dengan baskom

a. Perlengkapan yang digunakan: waskom, sabun,

handuk/lap tangan

b. Cara melatih:

1. Isilah waskom dengan air bersih

2. Celuplah kedua belah tangan ke dalam air

dalam waskom

3. Gosoklah kedua belah tangan dengan

sabun . Kembalikan sabun kedalam

wadahnya

4. Gosoklah kedua belah tangan sampai

sabun merata

5. Bilaslah kedua belah tangan sampai bersih

dengan air

6. Buanglah air bekas cucian

7. Keringkan tangan dengan handuk/lap

tangan

c. Catatan: Bila belum cukup bersih, ulangi

sampai kedua belah tangan bersih betul.

Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran bina diri

mencuci tangan dnegan baskom

3. SIMPULAN

Program Bina Diri memiliki peran

sentral dalam mengantarkan peserta didik dalam

melakukan Bina Diri untuk dirinya sendiri, seperti

merawat diri, mengurus diri, menolong diri,

komunikasi dan adaptasi lingkungan sesuai dengan

kemampuannya. Melalui pembelajaran Bina Diri

diharapkan dapat hidup mandiri di keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Pembelajaran Bina Diri

diarahkan untuk mengaktualisasikan dan

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

melakukan Bina Diri untuk kebutuhan dirinya

sendiri sehingga mereka tidak membebani orang

lain. Olehnya itu sebaiknya dalam pembelajaran

bina diri bagi anak berkebutuhan khusus

tunagrahita baik di Sekolah Luar Biasa maupun di

sekolah inklusi selalu diintegrasikan dengan

pembelajaran mata pelajaran yang lain, misalnya

dalam pembelajaran matematika atau mata

pelajaran lain selalu memasukkan unsur

pembelajaran bina diri di dalamnya.

4. DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita.

Bandung : Depdikbud.

Astati.(2011). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita, Edisi

kedua. Bandung:Amanah Offset.

Crocker, dan Nelson. 1983. Developmental Behavioral

Pediatrics, 1st ed., Philadelphia, WB Saunders.

Dediknas. 1997. Bina Diri. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2006. Penduan Pelaksanaan Kurikulum

Pendidikan Khusus.

Djamarah, S B dan Zain, A. 1997. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamarah, S B. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka

Cipta.

Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak

Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara.

Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi

Anak Hambatan Mental. Yogyakarta: Kanwa

Publisher

Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak

Berkelainan. Jakarta: Bumi aksara.

Syah, M. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Senjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi

Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Sudrajat dan Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi

Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima

Soemantri,S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:

Refika Aditama.

Sarwasih, S. 1989. Pengantar Pendidikan Menolong Diri

Sendiri. Yogyakarta: SGPLB

Sukoco, P., 2009, Social Behavior of Mentally-Retarded

Students in Physical Education Learning, Journal

of Education, Volume 1, Number 02.

9