Upload
phunghanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PEMBELAJARAN BINA DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI
SEKOLAH
Mirnawati, M.Pd
Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjen H. Hasan basri, Banjarmasin, Indonesia
Abstract. Children with special needs is someone who has / have significant barriers (psychological, social, physical) in the
growth and development so that it requires specialized services. children with mental retardation is a child with special needs
who have mental intellectual, barriers experienced by Retarded child resulting child is difficult to take care of himself from
waking to sleep again. Such limitations make children with mental retardation will always depend on the people around them
in doing any activity. Retarded child will always be in control so that the activity of the people around them, especially their
parents will also be hampered. Capability children with mental retardation in managing themselves course can not be happen
by itself, but it needs attention and assistance from the people in the surrounding areas, including teachers in learning in
school. Optimally learning activity daily living by the teacher as subjects specificity for children with mental retardation
expected to help minimize the dependence of children with mental retardation in doing daily activities.
Keyword: learning activity daily living, children with mental retardation
1. PENDAHULUAN Anak tunagrahita adalah anak yang
memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi
pada saat masa perkembangan dan memiliki
hambatan dalam penilaian adaptif. Secara harafiah
kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah
pikiran, dengan demikian ciri utama dari anak
tunagrahita adalah lemah dalam berpikir atau
bernalar. Kurangnya kemampuan belajar dan
adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, untuk
mengatasi hambatan-hambatan tersebut, anak
tunagrahita diberikan cara pelayanan pendidikan
yang berbeda dengan anak normal dan harus
disesuaikan dengan taraf kelainannya.
Layanan pendidikan bagi anak
tunagrahita ringan harus disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan anak. Layanan
tersebut dapat dilaksanakan di sekolah berupa
rancangan program pembelajaran yang diberikan
dalam bentuk mata pelajaran umum dan mata
pelajaran khusus. Mata pelajaran umum seperti
pelejaran Agama, Bahasa Indonesia, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam,
Matematika, Pendidikan Kewaraganegaraan,
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sedangka untuk
mata pelajaran khusus adalah Pembelajaran Bina
Diri. Program pembelajaran ini diharapkan dapat
membantu anak tunagrahita ringan agar mampu
menuju kemandirian dan kedewasaan seoptimal
mungkin.
Kemampuan bina diri bukanlah
kemampuan yang diwariskan dari orang tua, tetapi
harus dipelajari. Pembelajaran bina diri bagi anak
normal pada umumnya tentu bukanlah hal yang
sulit, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dari
lingkungannya dan mereka dengan mudah dapat
mengaplikasikannya. Berbeda dengan anak
tunagrahita yang mengalami keterbelakangan
mental, walaupun mereka juga dapat melihat,
mendengar arahan dari lingkungan sekitar namun
keterbatasan intelektual menjadikan mereka sulit
memahami dan memaknai setiap pembelajaran
yang mereka dapat, sehingga sulit dalam
pengaplikasiannya. Anak tunagrahita memerlukan
usaha keras untuk terus berlatih.
Pembelajaran bina diri bagi anak
tunagrahita bukanlah semata-mata tugas orang tua,
tapi juga merupakan tugas guru di sekolah.
Pembelajaran bina diri merupakan mata pelajaran
kekhususan bagi anak tunagrahita yang didalamnya
memuat banyak komponen, diantaranya mengurus
diri, merawat diri, melindungi diri, dan lain-lain.
Oleh karena itu, Guru sebagai pelaksana kurikulum
berkewajiban untuk mengajarkan bina diri sesuai
dnegan kebutuhan dan potensi anak tunagrahita
agar anak tunagrahita dapat menjalankan
aktivitasnya dengan baik tanpa banyak bergantung
dengan orang-orang disekitarnya terutama pada
orang tua di rumah.
2. PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Anak Tunagrahita
2.1.1 Pengertian anak tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari
retardasi mental yang berarti keterbelakangan
mental. Anak tunagrahita merupakan suatu kondisi
anak mengalami keterlambatan atau hambatan
dalam perkembangan mental (fungsi intektual di
bawah teman-teman seusianya) yang sehingga
berdampak pada kesulitan untuk belajar dan
menyesuaikan diri. Anak tunagrahita memiliki
tingkat kecerdasan jauh di bawah rata-rata anak
normal, sehingga tidak mampu mengikuti program
sekolah yang diperuntukan bagi anak-anak normal
2
Mereka membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus. Untuk lebih memahami apa yang disebut
anak tunagrahita, akan dikemukakan definisi yang
sering dijadikan rujukan dalam berbagai tulisan
mengenai anak tunagrahita, Definisi tersebut dari
American Association on Mentally Deficiency
(AAMD) yang dikutif Grossman sebagai berikut :
“Mental retardation refers to significantly sub
average general intellectuall functioning existing
concurrently with deficits adaptive behavior and
manifested during the development period
(Hallahan and Kauffman, 1982 : 40). Tuna Grahita
adalah keterbatasan substansial dalam
memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai
dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan
yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang)
dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan
tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih.
(tingkah laku adaptif berupa kemampuan
komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam
kehidupan rumah, ketrampilan sosial, pemanfaatan
sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area
kesehatan dan keamanan, fungsi akademik,
pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut Tuna
Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia
dibawah 18 tahun.
Menurut WHO yang dikutip Menkes
(1990), tuna grahita adalah kemampuan mental
yang tidak mencukupi. Carter CH mengatakan tuna
grahita adalah suatu kondisi yang ditandai oleh
intelligensi yang rendah yang menyebabkan ketidak
mampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap masyarakat atas kemampuan yang
dianggap normal. Menurut Crocker AC (1983),
tuna grahita adalah apabila jelas terdapat fungsi
intelligensi yang rendah yang disertai adanya
kendala dalam penyesuaian prilaku dan gejalanya
timbul pada masa perkembangan. Pakar lain
menyebutkan bahwa, tuna grahita disebut juga tuna
grahita adalah anak yang meiliki tingkat kecerdasan
rendah (dibawah normal) sehingga untuk
melakukan tugasnya memerlukan bantuan atau
layanan 15 khusus, termasuk kebutuhan program
pendidikan dan bimbingannya (Efendi, M. 2006:9).
Menurut Amin, M (1995), anak keterbelakangan
mental adalah anak yang keadaan dan pertumbuhan
mentalnya terbelakang daripada anak normal
sebayanya, atau intelligensnya dibawah rata-rata.
2.1.2 Klasifikasi anak tunagrahita
Efendi, M., (2006) Berdasarkan
klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di
golongkan sebagai berikut.:
a. Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu
mereka yang masih bisa dididik pada masa
dewasanya kelak, usia mental yang bisa
mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun
hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang
IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5
tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak
normal, ketika mereka menjadi besar. Biasanya
mampu mengembangkan ketrampilan
komunikasi dan mampu mengembangkan
ketrampilan sosial. Kadang-kadang pada usia
dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit
kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21
tahun, mereka masih bisa mempelajari
ketrampilanketrampilan akademik hingga kelas
6 SD pada akhir usia remaja, pada umumnya
sulit mengikuti pendidikan lanjutan,
memerlukan pendidikan khusus.
b. Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa
dilatih (mampu latih). Kecerdasannya terletak
sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia
mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan
hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1
hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau
bisa belajar berkomunikasi, memiliki
kesadaran sosial yang buruk, perkembangan
motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk
merawat diri sendiri, dan bisa mengelola
dirinya dengan supervivi dari orang dewasa.
Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan
pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila
diajarkan secara khusus.
c. Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang
sering disebut sebagai Tuna Grahita yang
mampu latih tapi tergantung pada orang lain.
Rentang IQnya terletak antara 25 hingga 39.
Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental
setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun
6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya
buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit
dilatih agar bisa merawat diri sendiri (harus
dibantu), seringkali tidak memiliki ketrampilan
berkomunikasi.
2.1.3 Karakteristik anak tunagrahita
Karakteristik anak tunagrahita menurut
Sukoco, P (2009) menyatakan:
a. Kesulitan dalam mempelajari hal hal baru,
terlebih lagi untuk konspe yang abstrak atau
yang berkaitan, dan kesulitan atau bermasalah
pada ingatan jangka pendek sehingga
anaktunagrahita cenderung cepat lupa terhadap
apa yang yag telah dipelajari.
b. Bagi anak tunagrahita berat, mengalami
kesulitan dalam berbicara,kesulitanmembina
hubungan komunikasi dua arah karena
kemampuanbicaraanak tunagrahita berat
kurang jelas sehingga sulit untuk dipahami.
c. Anak tunagrahita berat juga mengalami
keterbatasan daam gerak fisik, ada yang tidak
dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun
tanpa bantuan. Mereka lambat dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sangat
sederhana , sulit menjangkau sesuatu, dan
mendonakan kepala.
3
d. Sebagian dari anak tunagrahita berat juga
sangat sulit untuk mengurus diri sendiri,
sehingga selalu bergantung padaorang tua atau
orang-orang disekitarnya setiap melaksanakan
suatu pekerjaan seperti berpakaian, makan,
mengurus kebersihan diri.
e. Anak tunagrahita ringan masih memiliki
potensi dalam bermain bersama dengan anak
reguler, namun hal demikian tidak dapat kita
temui pada anak tunagrahita berat
f. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku
tanpa tujuan yang jelas. misalnya memutar-
mutar jari didepan wajahnya dan melakukan
hal-hal yang membahayakan diri sendiri,
misalnya menggigit diri sendir, membentur-
bentukan kepala, dan hal tersebut terjadi
berulang-ulang seperti suatu ritual.
2.1.4 Permasalahan anak tunagrahita
Beberapa permasalah yang dihadapi
anak tunagrahita antara lain sebagai berikut:
a. Masalah yang berhubungan dengan
pemeliharaan diri dan kesehatan. Melihat
kondisi keterbatasan anak-anak dalam
kehidupan sehari-hari mereka banyak
mengalami kesulitan, apalagi yang termasuk
kategori berat dan sangat berat. Pemeliharaan
kehidupan sehari-harinya sangat memerlukan
bimbingan. Oleh sebab itu sekolah diharapkan
mampu memberikan latihan dan pembiasaan
kepada anak didik untuk merawat dirinya
sendiri. Masalah-masalah yang sering ditemui
diantaranya adalah; cara makan,
menggosokkan gigi, memakai baju, memakai
sepatu dan lain-lain.
b. Masalah kesulitan belajar
Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan
kemampuan berpikir mereka, tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu
mengalami kesulitan belajar yang tentu pula
kesulitan tersebut terutama dalam bidang
pengajaran akademik, sedangkan untuk bidang
studi, non akademik mereka tidak banyak
mengalami kesulitan belajar. Masalah-masalah
yang sering dirasakan dalam kaitannnya
dengan proses belajar mengajar antaralain: :
kesulitan memahami pelajaran, kesulitan dalam
menggunakan metode yang tepat, terbatas
dalam hal berpikir abstrak, dan lemahnya daya
ingat.
c. Masalah penyesuaian diri
Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah
atau kesulitan dalam hubungannya dengan
kelompok maupun individu disekitarnya.
Disadari bahwa kemampuan penyesesuaian diri
dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh
tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan
anak tunagrahita jelas-jelas berada dibawah
rata-rata (normal) maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan. Disamping
itu mereka ada kecenderungan diisolir oleh
lingkungannya, apakah itu masyarakat ataupun
keluarganya. Dapat juga terjadi anak ini tidak
diakui secara penuh sebagai individu yang
berpribadi dan hal tersebut dapat berakibat fatal
terhadap pembentukan pribadi, sehingga
mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu
tentang ketidakmampuannya didalam
menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan
sekolah, keluarga, masyarakat, dan bahkan
terhadap dirinya sendiri.
d. Masalah penyaluran ke tempat kerja
Kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak
yang masih menggantungkan diri kepada orang
lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan
masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup
mandiri, inipun masih terbatas pada anak
tunagrahita ringan. Bila di perhatikan benar-
benar kehidupan anak tunagrahita ini cukup
memprihatinkan. Setelah selesai mengikuti
program pendidikan ternyata masih banyak
yang sangat menggantungkan diri dan
membebani kehidupan keluarga. Perlu ada
imbangan dari pihak sekolah untuk lebih
banyak meningkatkan kegiatan non-akademik
baik itu berupa kerajinan tangan, keterampilan,
dan sebagainya. Yang semuanya itu diharapkan
dapat membekali mereka untuk terjun ke
masyarakat.
e. Masalah gangguan kepribadian dan emosi
Memahami akan kondisi karakteristik
mentalnya, nampak jelas bahwa anak
tunagrahita kurang memiliki kemampuan
berpikir, keseimbangan pribadinya kurang
konsistan / labil, kadang-kadang stabil dan
kadang-kadang kacau. Kondisi yang demikian
itu dapat dilihat pada penampilan tingkah
lakunya sehari-hari, misalnya : berdiam diri
berjam-jam lamanya, gerakan hiperaktif,
mudah marah dan mudah tersinggung, suka
mengganggu orang lain di sekitarnya (bahkan
tindakan merusak/destruktif).
f. Masalah pemanfaatan waktu luang
Wajar bagi anak tunagrahita dalam tingkah
lakunya sering menampilkan tingkah laku
nakal. Dengan kata lain bahwa anak-anak ini
berpotensi untuk mengganggu ketenangan
lingkungannya, terhadap benda-benda ataupun
manusia di sekitarnya, apalagi mereka yang
hiperaktif. Sebenarnya sebagian dari mereka
cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan
diri dari keramaian sehingga hal ini dapat
berakibat fatal bagi dirinya, karena dapat saja
terjadi bunuh diri. Untuk mengimbangi kondisi
ini sangat perlu imbangan kegiatan dalam
waaktu luang, sehinggaa mereka dapat
terjauhkan dari kondisi yang berbahaya, dan
pula tidak sampai mengganggu ketenangan
4
masyarakat maupun keluarga sendiri. (Soemantri, S: 2006)
2.2 Hakekat Bina Diri
2.2.1 Pengertian bina diri
Istilah Activity of Daily Living (ADL)
atau aktivitas kehidupan sehari-hari dikenal dengan
istilah Bina Diri dalam dunia pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Bini diri berfokus pada
kegiatan yang bersifat pribadi namun berdampak
pada hubungan antar sesama. Merupakan suatu
kegiatan yang bersifat pribadi karena setiap
keterampilan yang diajarkan atau dilatihkan sanagat
berkaitan dengan kebutuhan pribadi yang
seharusnya dilakukan tanpa dibantu orang lain bila
memungkinkan.
Kata Bina berarti suatu proses
membangun/proses menyempurnakan untuk lebih
baik dari sebelumnya. Bina Diri merupakan suatu
upaya membangun diri individu baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial melalui
pendidikan, baikpendidikan formal di sekolah,
maupun pendidikan informal di keluarga, dan di
masyarakat dengan harapan dapat mewujudkan
kemandirian dalam kehidupan sehari-hari secara
memadai. Bina Diri tidak hanya sekedar merawat
diri, mengurus diri, dan menolong diri, tetapi lebih
dari itu karena kemampuan bina diri akan
mengantarkan anak berkebutuhan khusus mampu
menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian.
(Depdiknas:1997)
2.2.2 Tujuan Bina Diri
Secara umum, bidang kajian Bina Diri
bertujuan agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
dapat mandiri dengan tidak/kurang bergantung pada
orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab.
Sedangkan tujuan khususnya adalah:
a. Membantu meningkatkan kemampuan Anak
Berkebutuhan Khusus dalam tatalaksana
pribadi (mengurus diri, menolong diri, dan
merawat diri). Dengan adanya program bina
diri, diharapkan anak berkebutuhan khusus
akan mandiri dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari sehingga tidak lagi selalu
bergantung pada orang tua maupun orang-
orang di sekitarnya.
b. Membantu meningkatkan kemampuan dan
menumbuhkan Anak Berkebutuhan Khusus
dalam berkomunikasi sehingga anak
berkebutuhan khusus menjalin komunikasi
dnegan orang-orang disekitarnya, mampu
mengkomunikasikan apa yangdiinginkan
maupun yang tidak diinginkan, mampu
menjawab pertanyaan yang diajukan padanya,
sehingga aktualisasi keberadaan dirinya diakui
oleh orang-orang disekitarnya.
c. Membantu Menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan Anak Berkebutuhan Khusus
bersosialisasi. Dengan memiliki kemampuan
komunikasi yang baik, maka anakberkebutuhan
khusus dapat berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya dengan baik. Karena kemampuan
komunikasi sangat berhubungan dnegan
kemampuan bicara dan komunikasi.
2.2.3 Prinsip Bina Diri
Menurut Sudrajat dan Rosida (2013),
beberapa prinsip bina diri antara lain sebagai
berikut:
a. Prinsip fungsional, adalah layanan yang
diberikan dalam bentuk latihan-latihan fungsi
otot dan sendi. Tujuannya adalah
meningkatkan fungsi gerak otot dan sendi agar
mencapai kemampuan gerak yang optimal
sesuai dnegan standar gerak.
b. Prinsip suportif, adalah latihan atau pembinaan
untuk meningkatkan motivasi, dan percaya diri
bahwa dirinya mempunyai kemampuan yang
dapat dikembangkan. Tujuannya adalah
menanamkan rasa percaya diri dan motivasi
sehingga mempunyai keyakinan bahwa
gangguan/ kecacatan yang dialaminya tidak
menjadi hambatan untuk berprestasi.
c. Prinsip evaluasi diri, adalah kegiatan layanan
atau pembinaan secara terstruktur dan
berkelanjutan diadakan evaluasi tentang
keberhasilan yang telah dicapai dengan standar
perkembangan atau kemampuan standar
normal.
d. Prinsip Activity of Daily Living, adalah
pembinaan atau latihan yang diberikan
mengacu kepada segala aktivitas yang dapat
dilakukan dalam kehidupan segari-hari mulai
dari bangun tidur sampai tidur kembali.
2.2.4 Ruang Lingkup Bina Diri
Program bina diri merupakan suatu
program pembinaan yang berksinambungan agar
anak dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin. Program bina diri pada dasarnya dibuat
sebagai susatu upaya membantu anak agar hidup
lebih wajar dan lebih mandiri. Adapun ruang
lingkup program bina diri anatara lain sebagai
berikut:
a. Merawat diri, merupakan kegiatan sehari-hari
yang sangat mendasar berhubungan dengan
kesehatan diri seperti makan-minum,
kebersihan badan, menjaga kesehatan
b. Mengurus diri, merupakan kemampuan
kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan
penampilan dan kerapihan diri, seperti cara
berhias dan cara berpakaian.
5
c. Menolong diri, merupakan kemampuan
mengatasi berbagai masaah dalam kehidupan
sehari-hari berhubungan dnegan pemecahan
masalah yang dihadapi oleh anak, misalnya
menghindari bahaya, melakukan kegiatan
sehari-hari di rumah.
d. Komunikasi, merupakan sarana yang paling
penting dalam mengungkapkan keinginan dan
memahami apa yang disampaikan oleh orang
lain.
e. Sosialisasi dan adaptasi, merupakan interaksi
dengan lingkungan sekitar, misalnya bermain
dengan teman, melakukan kerjasama dengan
lingkungan keluarga,dll.
f. Penguasaan pekerjaan, adalah kemampuan
yang berhubungan dengan pemenuhan
ekonomi.
g. Pendidikan seks, merupakan suatu bentuk
pemahaman tentang seks misalnya:
membedakan jenis kelamin, menjaga diri dan
alat reproduksi, menjaga diri dari sentuhan
lawan jenis. (Sarwani, 1989)
2.3 Pembelajaran Bina Diri
2.3.1 Kurikulum bina diri anak
tunagrahita pada jenjang SD dan
SMP
Tabel 1. Kurikulum bina diri anak tunagrahita ringan
jenjang SD dan SMP
Jenjang Standar
kompetensi
Kompetensi dasar
SD Mampu merawat diri
a. Mengenal tata cara makan dan
minum
b. Melakukan makan dan
minum sendiri
c. Memelihara kebersihan badan
d. Menjaga
kesehatan badan
Mampu mengurus
diri
a. Memakai pakaian
dalam
b. Memakai pakaian luar
c. Memakai sepatu
d. Merawat pakaian e. Merias wajah
f. Memelihara
rambut
Mampu menjaga
keselamatan diri
a. Mengatasi bahaya
b. Mengendalikan
diri dari bahaya
Mampu berkomunikasi
dengan orang lain
a. Berkomunikasi secara lisan
(verbal)
b. Berkomunikasi secara non verbal
(menggunakan
gambar dan isyarat)
c. Berkomunikasi
dengan tulisan
Mampu
beradaptasi di a. Bermain dengan
teman
lingkungan b. Melakukan orientasi
lingkungan
c. Melakukan kerjasama di
lingkungan
keluarga
SMP Merawat diri a. Melakukan tata
cara makan dan minum
b. Membuat minuman
c. Memasak sederhana
d. Menjaga
kesehatan badan
e. Menggunakan
pembalut wanita
Mengurus diri a. Memakai pakaian dalam
b. Memakai pakaian luar
c. Memakai sepatu
d. Kebersihan
pakaian
e. Merias wajah
f. Kebersihan rambut
Menjaga
keselamatan diri a. Mengatasi bahaya
b. Mengendalikan
diri dari bahaya
Berkomunikasi
dengan orang lain a. Berkomunikasi
secara lisan
(verbal)
b. Berkomunikasi
secara non verbal
(menggunakan isyarat dan
gambar)
c. Komunikasi
secara tulisan
Terampil beradaptasi di
lingkungan
a. Mengunjungi tempat-tempat
pelayanan umum
b. Menggunakan fasilitas pribadi
c. Menggunakan fasilitas umum
d. Menggunakan
waktu luang
e. Melakukan kerjasama di
sekolah dan
masyarakat
Sumber: penduan pelaksanaan kurikulum
pendidikan khusus, depdiknas: 2006
Tabel 2. Kurikulum bina diri anak tunagrahita sedang
jenjang SD dan SMP
Jenjang Standar
kompetensi
Kompetensi dasar
SD Mampu
merawat diri
a. Mengenal tata cara
makan dan minum b. Melakukan makan
c. Melakukan minum
d. Menjaga kesehatan badan
Mampu
mengurus diri a. Memakai pakaian
dalam
b. Memakai pakaian
luar
6
c. Memakai sepatu
d. Merias Diri
Mampu
menolong diri a. Mengenal jenis-
jenis benda
berbahaya
b. Mengatasi dari bahaya
Mampu
berkomunikasi dengan orang
lain
a. Berkomunikasi
secara non verbal (Berkomunikasi
dengan isyarat dan gambar)
b. Berkomunikasi
secara lisan (verbal)
c. Menggunakan kata-kata sosial
Mampu
beradaptasi di
lingkungan
a. Bermain kelompok
dengan teman di rumah
b. Bermain kelompok dengan teman di
sekolah
SMP Merawat diri a. Mengenal tata cara makan dan minum
b. Melakukan makan dan minum sendiri
c. Memelihara kebersihan badan
d. Menjaga kesehatan badan
Mengurus diri a. Memakai pakaian
dalam
b. Memakai pakaian
luar
c. Memakai sepatu
d. Merawat pakaian
e. Merias wajah
f. Memelihara rambut
Menjaga
keselamatan diri a. Mengatasi bahaya
b. Mengendalikan diri dari bahaya
Berkomunikasi
dengan orang lain
a. Berkomunikasi
secara lisan (verbal)
b. Berkomunikasi secara non verbal
(menggunakan
gambar dan isyarat)
c. Berkomunikasi
dengan tulisan
Terampil beradaptasi di
lingkungan
a. Bermain dengan teman
b. Melakukan orientasi
lingkungan
c. Melakukan
kerjasama di
lingkungan keluarga
Sumber: penduan pelaksanaan kurikulum
pendidikan khusus, depdiknas: 2006
2.3.2 Strategi pelaksanaan pembelajaran
bina diri
Mumpuniarti (2007) Strategi
pelaksanaan program bina diri didasarkan atas
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a. Berorientasi pada kebutuhan anak dan
dilaksanakan secara integratif dan holistik.
b. Lingkungan yang kondusif juga sangat perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan program bina
diri. Sebaiknya lingkungan diciptakan
diciptakan semenarik dan semenyenangkan
mungkin dengan tetap memperhatikan aspek
keamanan dan kenyamanan anak dalam
belajar.
c. Pelaksanaan program bina diri sebainya
dilakukan dengan model pembelajaran
terpadu, atau dalam kurikulum dikenal
denganistilah model pembelajaran tematik
yang dalam hal ini pembelajaranbina diri
beranjak dari satu tema yang menarik dengan
harapan anak mampu mengenal berbagai
konsep dengan mudah dan mengesankan.
d. Pelaksanaan program bina diri juga berfokus
pada materi pengembangan keterampilan atau
kecakapan hidup.
e. Penggunaan berbagai media dan sumber
belajar juga sangat dianjurkan dalam
pelaksanaan program bina diri, agar materi
yang disampaikan dapat dnegan mudah
dipahami oleh peserta didik. Pemilihan media
dan sumber belajar harus mempertimbangkan
materi ajar dan kondisi peserta didik.
f. Pembelajaran bina diri seharusnya berorientasi
pada prinsip-prinsip perkembangan dan
kemampuan anak.
2.3.3 Pedoman pembelajaran bina diri
Dalam pembelajaran bina diri pada
anak berkebutuhan khusus tunagrahita, seorang
guru memerlukan sebuah pedoman pelaksanaan.
Berikut beberapa pedoman yang bisa dijadikan
referensi guru dalam melakukan pembelajaran di
sekolah
a. Perhatikan apakah anak sudah siap (matang)
untuk menerima latihan-latihan.
b. Belajar dalam keadaan santai (rileks).
Segalanya dikerjakan dengan tegas tanpa ragu
dan dengan lemah lembut. Bersikap tenang dan
manis, serta hindari suasana yang ribut.
c. Latihan hendaknya diberikan dengan singkat,
sederhana, dan tahap demi tahap.
d. Tunjukkan pada anak cara melakukan sesuatu
yang benar. Jangan menggunakan banyak kata-
kata karena akan membuat anak menjadi
bingung. Satu macam latihan hendaknya
diulang-ulang sampai anak dapat melakukan
sendiri dengan benar. Bantulah anak hanya bila
7
perlu. Tidak usah tergesa-gesa yang penting
anak bisa.
e. Sebaiknya dilakukan percakapan dengan
menggunakan kata-kata yang sederhana, kata
yang mudah dipahami oleh anak, percakapan
ini dilakukan saat anak sudah mulai melakukan
sesuatu.
f. Pembelajaran bina diri sebaiknya dilakukan
dengan disiplin, tidak menyimpang dari dari
waktu dan tempat yang sudah ditentukan..
g. bila anak menunjukkan suatu
keberhasilandalam melakukan sesuatu, maka
berilah pujian, namun sebaiknya jangan
memuji berlebihan bila usaha yang dikerjakan
anak belum berhasil, sebaiknya tolong anak
agar lain kali berusaha lebih baik dan
sempurna.
h. Kesalahan anak tidak usah menjadikan anda
marah dan cemas. Bila sudah lama berlatih
namun masih gagal juga, jangan kecewa dan
hentikan latihan agar anak tidak frustasi dan
merasa gagal.
i. Fleksibilitas, jika latihan tidak berhasil
analisalah persoalan dengan cermat. Mungkin
metode perlu disusun kembali sesuai dengan
batas kemampuan dan kondisi anak.
j. Hendaknya guru menggunakan kata-kata, atau
istilah, isyarat dan metode mengajar yang sama
agar anak tidak menjadi bingung.
2.3.4 Metode Pembelajaran Bina Diri
Beberapa metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran ini adalah:
a. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah pertunjukan
tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau
benda sampai pada penampilan tingkah laku
yang dicontohkan agar dapat diketahui dan
dipahami oleh peserta didik secara nyata atau
tiruannya (Syaiful, 2008:210). Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan
cara memperagakan barang, kejadian, aturan,
dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik
secara langsung maupun melalui penggunaan
media pengajaran yang relevan dengan pokok
bahasan atau materi yang sedang disajikan
(Muhibbin Syah, 2000:22). Tujuan pengajaran
menggunakan metode demonstrasi adalah
untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu
peristiwa sesuai materi ajar, cara
pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami
oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode
demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan
dan kelekurangan.
b. Metode pemberian tugas Metode adalah suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kegiatan belajar mengajar, metode
diperlukan oleh guru dan penggunaanya
bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai setelah pengajaran berakhir. Menurut
Daradjat, metode pemberian tugas/ penugasan/
resitasi, adalah cara dalam proses pembelajaran
bilamana guru memberi tugas tertentu dan
murid mengerjakannya, kemudian tugas
tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru
c. Metode simulasi
Simulasi dapat digunakan sebagai metode
mengajar dengan asumsi tidak semua proses
pembelajaran dapat dilakukan secara langsung
pada objek yang sebenarnya (Senjaya, 2008).
Gladi resik merupakan salah satu contoh
simulasi, yakni memperagakan proses
terjadinya suatu upacara tertentu sebagai
latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak
gagal dalam waktunya nanti. Jadi metode
simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang
bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah
seperti peristiwa yang sebenarnya.
d. Metode karyawisata
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar
mengajar, pengertian karyawisata berarti
siswa-siswa mempelajari suatu obyek di tempat
mana obyek tersebut berada. Karyawisata dapat
dilakukan dalam waktu singkat beberapa jam
saja ataupun cukup lama sampai beberapa hari.
2.3.5 Teknik Pembelajaran Bina Diri
Ada beberapa teknik yang perlu
diperhatikan dalam mengajarkan suatu tingkah laku
atau ketrampilan yang baru kepada seorang anak,
yaitu:
a. Memberi contoh (modelling), yaitu
menunjukkan kepada anak apa yang harus
dikerjakan
b. Menuntun/mendorong (promting), ialah
melakukan atau mengatakan sesuatu untuk
membantu anak agar dapat mengerti apa yang
harus dilakukan
c. Mengurangi tuntunan (fading), ialah
mengurangi tuntunan secara bertahap sejalan
dengan keberhasilan siswa
d. Pentahapan (shaping), ialah membagi kegiatan
dalam beberapa pentahapan, bagi
pekerjaan/kegiatan yang dimulai dari yang
mudah ke yang sukar. (Astati:2011)
2.3.6 Penilaian Pembelajaran Bina Diri
Bentuk Penilaian yang dilakukan
berupa Perbuatan, karena yang dinilai adalah
kemampuan dalam praktek melakukan kegiatan
menolong diri sendiri. Selain tu penilaian juga
dapat berupa lisan, karena sebelum praktek anak
perlu mengenal alat, bahan, dan tempat yang
digunakan. Penilaian dilakukan pada saat proses
belajar mengajar berlangsung dan akhir pelajaran.
8
Sasarannya adalah kemampuan anak melaksanakan
latihan mulai dari dengan bantuan sampai anak
mampu melakukan sendiri/mandiri.
2.3.7 Contoh langkah-langkah
pembelajaran bina diri
Mencuci tangan dengan baskom
a. Perlengkapan yang digunakan: waskom, sabun,
handuk/lap tangan
b. Cara melatih:
1. Isilah waskom dengan air bersih
2. Celuplah kedua belah tangan ke dalam air
dalam waskom
3. Gosoklah kedua belah tangan dengan
sabun . Kembalikan sabun kedalam
wadahnya
4. Gosoklah kedua belah tangan sampai
sabun merata
5. Bilaslah kedua belah tangan sampai bersih
dengan air
6. Buanglah air bekas cucian
7. Keringkan tangan dengan handuk/lap
tangan
c. Catatan: Bila belum cukup bersih, ulangi
sampai kedua belah tangan bersih betul.
Gambar 1. Langkah-langkah pembelajaran bina diri
mencuci tangan dnegan baskom
3. SIMPULAN
Program Bina Diri memiliki peran
sentral dalam mengantarkan peserta didik dalam
melakukan Bina Diri untuk dirinya sendiri, seperti
merawat diri, mengurus diri, menolong diri,
komunikasi dan adaptasi lingkungan sesuai dengan
kemampuannya. Melalui pembelajaran Bina Diri
diharapkan dapat hidup mandiri di keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Pembelajaran Bina Diri
diarahkan untuk mengaktualisasikan dan
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan Bina Diri untuk kebutuhan dirinya
sendiri sehingga mereka tidak membebani orang
lain. Olehnya itu sebaiknya dalam pembelajaran
bina diri bagi anak berkebutuhan khusus
tunagrahita baik di Sekolah Luar Biasa maupun di
sekolah inklusi selalu diintegrasikan dengan
pembelajaran mata pelajaran yang lain, misalnya
dalam pembelajaran matematika atau mata
pelajaran lain selalu memasukkan unsur
pembelajaran bina diri di dalamnya.
4. DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita.
Bandung : Depdikbud.
Astati.(2011). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita, Edisi
kedua. Bandung:Amanah Offset.
Crocker, dan Nelson. 1983. Developmental Behavioral
Pediatrics, 1st ed., Philadelphia, WB Saunders.
Dediknas. 1997. Bina Diri. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2006. Penduan Pelaksanaan Kurikulum
Pendidikan Khusus.
Djamarah, S B dan Zain, A. 1997. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, S B. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka
Cipta.
Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara.
Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi
Anak Hambatan Mental. Yogyakarta: Kanwa
Publisher
Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan. Jakarta: Bumi aksara.
Syah, M. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Senjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Sudrajat dan Rosida. 2013. Pendidikan Bina Diri Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima
Soemantri,S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung:
Refika Aditama.
Sarwasih, S. 1989. Pengantar Pendidikan Menolong Diri
Sendiri. Yogyakarta: SGPLB
Sukoco, P., 2009, Social Behavior of Mentally-Retarded
Students in Physical Education Learning, Journal
of Education, Volume 1, Number 02.