View
265
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sel darah putih atau leukosit merupakan komponen dalam darah yang terdiri dari lima jenis, yakni neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Klasifikasi sel darah putih ke dalam lima jenis tersebut diperlukan dalam analisis kesehatan darah. Proses klasifikasi yang biasa dilakukan melalui uji laboratorium mikroskopik dapat memakan waktu cukup lama dan terdapat kemungkinan terjadi kesalahan yang bersifat subjektif. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka penelitian ini akan mengkombinasikan bidang studi pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan yang diterapkan dalam proses tahap awal klasifikasi jenis sel darah putih.Metode yang dipaparkan dalam penelitian ini merupakan perpaduan dari seed region growing segmentation dengan momentum backpropagation. Seed region growing digunakan dalam preprocessing citra. Ekstraksi ciri akan menghasilkan empat parameter numerik dari citra yang digunakan sebagai input pelatihan dan pengujian, yakni: luas area leukosit, tepi area atau perimeter, kebundaran, dan rasio nukleus. Proses pelatihan menggunakan kombinasi learning rate, jumlah neuron hidden layer, serta momentum untuk dinilai keoptimalannya berdasarkan waktu latih, MSE, serta akurasi memorisasi dan generalisasi. Batas toleransi error perubahan sebesar 0,000001 dengan hipotesa akurasi sebesar 87%.Hasil penelitian, menunjukkan bahwa seed region growing mampu melakukan segmentasi citra leukosit sebesar 96,795% dari total 156 citra yang kemudian dapat diekstrak cirinya dengan baik. Pelatihan dan pengujian dengan momentum backpropagation menghasilkan rata-rata akurasi memorisasi sebesar 90,556% dan generalisasi 81,332%
Citation preview
1
Pemanfaatan Seed Region Growing Segmentation dan Momentum Backpropagation Neural Network untuk
Klasifikasi Jenis Sel Darah Putih
Nurcahya Pradana T.P. Riset Group
Ilmu Rekayasa dan Komputasi Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126
Esti Suryani, S.Si.,M.Kom. Riset Group
Ilmu Rekayasa dan Komputasi Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126
Wiharto, S.T.,M.Kom. Riset Group
Ilmu Rekayasa dan Komputasi Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126
ABSTRAK Sel darah putih atau leukosit merupakan komponen
dalam darah yang terdiri dari lima jenis, yakni neutrofil,
eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Klasifikasi sel darah
putih ke dalam lima jenis tersebut diperlukan dalam analisis
kesehatan darah. Proses klasifikasi yang biasa dilakukan
melalui uji laboratorium mikroskopik dapat memakan waktu
cukup lama dan terdapat kemungkinan terjadi kesalahan yang
bersifat subjektif. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka
penelitian ini akan mengkombinasikan bidang studi
pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan yang diterapkan
dalam proses tahap awal klasifikasi jenis sel darah putih.
Metode yang dipaparkan dalam penelitian ini merupakan
perpaduan dari seed region growing segmentation dengan
momentum backpropagation. Seed region growing digunakan
dalam preprocessing citra. Ekstraksi ciri akan menghasilkan
empat parameter numerik dari citra yang digunakan sebagai
input pelatihan dan pengujian, yakni: luas area leukosit, tepi
area atau perimeter, kebundaran, dan rasio nukleus. Proses
pelatihan menggunakan kombinasi learning rate, jumlah
neuron hidden layer, serta momentum untuk dinilai
keoptimalannya berdasarkan waktu latih, MSE, serta akurasi
memorisasi dan generalisasi. Batas toleransi error perubahan
sebesar 0,000001 dengan hipotesa akurasi sebesar 87%.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa seed region
growing mampu melakukan segmentasi citra leukosit sebesar
96,795% dari total 156 citra yang kemudian dapat diekstrak
cirinya dengan baik. Pelatihan dan pengujian dengan
momentum backpropagation menghasilkan rata-rata akurasi
memorisasi sebesar 90,556% dan generalisasi 81,332%.
Kata Kunci Klasifikasi, Leukosit, Momentum Backpropagation, Seed
Region Growing.
1. PENDAHULUAN Sel darah putih merupakan salah satu bagian dari susunan
sel darah manusia yang memiliki peranan utama dalam hal
sistem imunitas atau membunuh kuman dan bibit penyakit
yang ikut masuk ke dalam aliran darah manusia. Sel darah
putih atau yang juga dapat disebut dengan leukosit dibagi
menjadi lima jenis tipe berdasarkan bentuk morfologinya
yakni basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit [1].
Masing – masing jenis sel darah putih ini memiliki ciri khas
dan fungsi yang berbeda.
Selama ini proses klasifikasi sel darah putih hanya
dilakukan secara manual melalui serangkaian uji laboratorium
yang dapat memakan waktu cukup lama [2]. Oleh karena itu
penelitian ini ditujukan khusus untuk dapat membantu dalam
proses tahap awal klasifikasi jenis sel darah putih secara
otomatis di bidang medis.
Percobaan terkait klasifikasi sel darah putih cukup
menarik perhatian beberapa peneliti dengan menggunakan
metode berbeda. Diantaranya adalah penelitian yang
memanfaatkan metode ektraksi ciri untuk klasifikasi jenis sel
darah putih. Parameter ekstraksi ciri meliputi area citra,
perimeter dan euler number. Data-data ekstraksi fitur citra ini
akan dimasukkan ke dalam data referensi dalam database.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proses identifikasi
diperoleh berdasarkan range nilai perimeter dan euler number
pada citra. Kelima jenis leukosit memberikan akurasi
kesalahan sebesar 30 % [3].
Adapun penelitian yang menerapkan metode segmentasi
berbasis area warna (region) dan ekstrasi fitur geometris
untuk proses klasifikasi tiga jenis sel darah putih, yakni
neutrofil, limfosit, dan monosit [4].
Penelitian terkait pemanfaatan morfologi operator
spectrum juga dilakukan untuk proses ekstraksi dan
klasifikasi karakteristik leukosit. Karakteristik dibagi menjadi
komponen pola spectrum, daerah normal, dan rasio nukleus
yang kemudian diuji dengan empat macam metode
pengenalan pola: Euclidean distance, k-nearest Neighbor,
Backpropagation Neural Net dan Support Vector Machine.
Penelitian ini menggunakan 36 pola untuk pelatihan dan 18
pola untuk pengujian. [5].
Modifikasi standard backpropagation secara adaptif
dengan mengubah koefisien momentum dan learning rate
juga pernah diujicobakan. Penelitian ini didasari atas dasar
kinerja dari metode backpropagation standar dalam beberapa
masalah klasifikasi masih terkendala masalah pada kecepatan
konvergensi pembelajaran yang lambat. Hasilnya pada
algoritma backpropagation dengan learning rate, faktor
proposional dan momentum memiliki kecepatan konvergensi
5 kali lebih baik dari backpropagation standar [6].
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa segmentasi citra seed region
growing dan backpropagation neural network dengan
momentum dapat digunakan untuk mengenali jenis leukosit
dengan hipotesa akurasi mencapai 87%.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan metode
segmentasi berbasis region dan warna yaitu seed region
growing segmentation yang akan diimplementasikan untuk
preprocessing citra. Dilanjutkan dengan proses ekstraksi ciri
untuk mendapatkan data numerik dari hasil preprocessing dan
menggunakan momentum backpropagation dalam proses
pelatihan dan pengujian pada pengenalan pola dengan
menggunakan inputan hasil ekstraksi ciri, yakni luas area
leukosit, tepi area atau perimeter, kebundaran, dan rasio
nukleus. Penelitian ini diharapkan dapat mempercepat kinerja
para peneliti medis dalam melakukan klasifikasi jenis sel
darah putih melalui otomatisasi proses klasifikasi tahap awal
dan meningkatkan akurasi untuk mengurangi kesalahan dalam
klasifikasi jenis sel darah putih.
2
2. LANDASAN TEORI
2.1 Sel Darah Putih (Leukosit) 2.1.1 Definisi Sel Darah Putih
Sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu
komponen dalam darah yang berfungsi sebagai pembasmi
bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES
(sistem retikuloendotel) melalui darah manusia dan juga
sebagai pengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel darah putih
dibentuk di dalam sumsum tulang dan disimpan dalam
sumsum sampai diperlukan di sistem sirkulasi. Apabila sel
darah putih dibutuhkan akan muncul berbagai macam faktor
yang dapat menyebabkan sel darah putih tersebut dilepaskan.
Sel darah putih yang bersirkulasi dalam darah biasanya
berkisar antara 3-4 kali lipat jumlah yang disimpan di dalam
sumsum tulang. Jumlah ini sesuai dengan persediaan sel darah
putih selama 6 hari [7].
Jumlah sel darah putih dalam darah sangat beragam. Pada
keadaan normal, darah manusia mengandung 4000 - 11.000
sel darah putih per mm3 [8]. Berikut merupakan tabel berisi
jumlah, presentase dan diameter jenis sel darah putih [2].
Tabel 1. Perbandingan jumlah, presentase dan diameter
jenis sel darah putih
Jenis Jumlah / mm3 Presentase
Neutrofil 5000 60-70%
Eosinofil 150 2-4%
Basofil 30 0.5%
Limfosit 2400 28%
Monosit 350 5%
2.1.2 Macam dan Karakteristik Sel Darah Putih
Berdasarkan bentuk dan fungsinya, sel darah putih
dibedakan menjadi dua tipe. Sebagai fitur pembeda utama dari
kedua tipe tersebut adalah keberadaan butiran yang disebut
granula. Macam sel darah putih yang termasuk ke dalam
kelompok granulosit atau dapat disebut juga leukosit granular
terdiri dari [9].:
1. Neutrofil
Neutrofil mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti
terpisah-pisah sekitar 2-5 lobus yang dihubungkan oleh
benang kromatin halus. Sitoplasma terdapat bintik-bintik
halus/granula, banyaknya 60%-70% dari jumlah sel darah
putih keseluruhan yang beredar dalam tubuh. Ukurannya
sekitar 12-15 µm.
2. Eosinofil
Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil
tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar. Meskipun
demikian jumlahnya hanya 2-4% dari sel darah putih dalam
darah normal. Ciri khas dari eosinofil adalah adanya granula
yang berukuran besar dan lonjong yang dilapisi eosin.
Ukurannya bervariasi antara 12-17 µm.
3. Basofil
Basofil sangat sukar ditemukan dalam apusan sel darah
karena jumlahnya kurang dari 1% sel darah putih. Inti baofil
terbagi dalam lobuli yang tidak teratur dan sering terhalangi
granula spesifik di atasnya. Ukurannya sekitar 12-15 µm.
Sedangkan untuk dua buah jenis sel lainnya yang
termasuk ke dalam agranulosit yakni:
1. Limfosit
Limfosit memiliki granula di dalam sitoplasmanya dan
berinti besar, banyaknya 28% dari total sel darah putih dan
fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk
kedalam jaringan tubuh. Ukurannya berkisar antara 6-18 µm.
2. Monosit
Monosit dibentuk di dalam sumsum merah dengan
ukuran lebih besar dari limfosit. Jumlahnya sekitar 34% dari
total sel darah. Di bawah mikroskop terlihat bahwa
sitoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu mempunyai
bintik-bintik kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang,
warnanya lembayung muda. Ukurannya terbesar bila
dibanding sel darah putih lain, yakni sekitar 12-20 µm.
2.2 Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas
gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi
citra), transformasi gambar (rotasi, tranlasi, skala, tranformasi
goemetrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images)
yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses
penarikan informasi atau deskripsi objek yang terkandung
pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk
tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses
data [10].
2.3 Seed Region Growing Segmentation Segmentasi Seed Region Growing (SRG) merupakan
metode segmentasi citra yang menggunakan teknik berbasis
region, piksel yang berdekatan pada daerah yang sama
memiliki fitur visual yang sama seperti level keabuan, nilai
warna, atau teksturnya. Prinsip dari SRG adalah dengan
memulainya dengan penentuan seed points. Dari seed tersebut
akan dikembangkan area-area dengan penambahan terhadap
setiap seed dimana piksel tetangga memiliki kemiripan
karakteristik dengan seed. Jika seed telah diketahui, SRG
akan mencoba menemukan segmentasi citra yang akurat ke
dalam daerah dengan properti dimana setiap komponen
daerah yang saling berhubungan bertemu dengan salah satu
seed-nya[11].
Gambar 1. Skema Seed Region Growing
Threshold dibatasi pada gray level 3 dan 9. Pada
threshold gray level bernilai 3, maka setiap nilai gray level di
bawahnya akan berubah menjadi a, dan nilai di atas 3 akan
menjadi b akibat persamaan nilai gray level. Berpatokan dari
nilai gray level yang dimiliki seed di posisi matriks piksel
(2,3) dan (4,3), proses SRG akan menyebar mencari piksel
tetangga dengan gray level yang memiliki kesamaan kelas
dengan nilai gray level seed yang juga berhubungan dengan
seed. Kumpulan piksel tetangga yang berhubungan tersebut
akan menjadi area segmentasi. Begitu pula dengan nilai
threshold = 9, seluruh piksel akan bernilai a karena
seluruhnya memiliki kesamaan nilai gray level, yakni berada
di bawah nilai threshold = 9. Seed SRG akan langsung
menyebar ke seluruh piksel tetangga yang memiliki kesamaan
kelas dan dengan demikian berarti keseluruhan piksel citra
merupakan hasil segmentasi.
2.4 Thresholding Thresholding atau pengambangan merupakan sebuah
metode yang sederhana untuk melakukan segementasi.
3
Operasi thresholding membagi citra menjadi dua wilayah,
yaitu wilayah objek dan wilayah latar belakang. Wilayah
objek diset berwarna putih sedangkan sisanya diset berwarna
hitam (atau sebaliknya). Hasilnya adalah citra biner yang
hanya mempunyai dua derajat keabuan : hitam dan putih [12].
Teknik thresholding dapat dilakukan dengan melakukan
pengecekan terhadap fungsi T [11].
T = T [x, y, p(x,y), f(x,y)]
Dimana p(x,y) adalah nilai piksel dari suatu titik tertentu
dan f(x,y) merupakan intensitas piksel (x,y). Kemudian citra
dengan threshold tersebut akan dibagi menjadi dua bagian
dengan definisi seperti berikut [11].
Piksel dengan nilai 1 menunjukkan objek, sedangkan
piksel bernilai 0 adalah latar belakang citra
2.5 Morfologi Citra Morfologi merupakan komponen dari dalam citra yang
direpresentasikan dan dijelaskan terhadap bentuk area.
2.5.1 Erosi
Erosi merupakan sebuah operasi perpaduan citra asli
terhadap sebuah struktur khusus yang disebut dengan strel.
Erosi antara citra A oleh strel B terdiri atas semua titik z
= (x, y) dimana (B)z ada di dalam himpunan A. Untuk
melakukan erosi, B digeser sedemikian hingga dalam A tepat
pada tepinya dan dicari pada bagian mana saja B benar-benar
ada di dalam A. Kondisi inilah yang merupakan hasil erosi A
oleh B. Erosi berfungsi merampingkan dan menghilangkan
tonjolan citra. Gambar 2 menunjukkan contoh erosi citra A
oleh strel B yang menghasilkan citra D [11].
Gambar 2. Contoh operasi erosi
2.5.2 Dilasi
Operasi dilasi merupakan kebalikan dari operasi erosi.
Dengan kata lain untuk setiap area di luar tepi citra A akan
dilakukan translasi atau pergeseran dan kemudian
menggabungkan seluruh hasilnya (union) dengan hasil
translasi strel B atau secara matematis dituliskan sebagai
berikut.
Dalam proses dilasi, fungsinya dapat dijelaskan seperti
perluasan pada citra A oleh strel B sehingga dapat menutup
lubang kecil pada tepi objek citra B. Gambar 3 menunjukkan
contoh dilasi citra A oleh strel B yang menghasilkan citra D
[11].
Gambar 3. Contoh Operasi Dilasi
2.5.3 Opening
Operasi opening dari citra A dengan elemen strel B dapat
didefinisikan sebagai berikut.
Operasi opening merupakan perpaduan antara dilasi dan
erosi. Citra A dikenai operasi erosi oleh strel B, kemudian
hasilnya akan didilasi kembali oleh B yang dicontohkan pada
Gambar 4 [11].
Gambar 4. Contoh Operasi Opening
2.5.4 Closing
Operasi closing merupakan kebalikan dari opening.
Closing dapat didefinisikan sebagai berikut.
Operasi closing juga merupakan perpaduan antara dilasi
dan erosi. Perbedaan dengan opening adalah citra A akan
dikenai operasi dilasi oleh strel B lalu diikuti oleh erosi
dengan strel B yang dicontohkan pada Gambar 5 [11].
Gambar 5. Contoh Operasi Closing
2.6 Median Filtering Median Filtering merupakan salah satu jenis filter untuk
restorasi citra terbaik dengan mencari nilai median dari piksel
dari level intensitas piksel tetangganya. Rumus median
filtering adalah seperti berikut
Nilai dari piksel pada (x, y) dan sekitarnya diurutkan dan
diambil nilai tengahnya. Median filtering sangat baik untuk
menghilangkan derau yang muncul pada titik random [11].
2.7 Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri merupakan sebuah usaha untuk
memperoleh data tertentu yang berada di dalam sebuah citra
berdasarkan parameter tertentu. Di dalam penelitian ini, ada
beberapa komponen yang akan diekstrak, yakni:
1. Luas area
Luas area merupakan jumlahan piksel penyusun objek
dari suatu citra yang membentuk sebuah luasan. Luas area
dapat menunjukkan ukuran dari objek seungguhnya [10].
Diketahui bahwa 1mm sebanding dengan 3,78 piksel dan
4
skala mikroskop yang digunakan yakni 1:500. Dengan
demikian berarti luasan 1mm panjang sesungguhnya akan
merepresentasikan 2µm. Kemudian jika kita ambil contoh
diameter neutrofil 12µm, maka jika dikonversi dalam
piksel akan menjadi 22,68 piksel. Maka luasan rata-rata
neutrofil sebesar 403,99 piksel. Sedangkan di dalam
sistem, luas dapat dihitung berdasarkan jumlah piksel
tertentu hasil segementasi. Perhitungan luas area citra
dapat divisualisasikan sebagai berikut.
Gambar 6. Visualisasi perhitungan luas citra
2. Tepi area
Tepi area atau perimeter merupakan bagian terluar dari
suatu objek citra yang berada tepat di sebelah latar
belakang citra. Tepi area dapat dicari dengan menghitung
banyaknya piksel yang berada pada perbatasan objek
tersebut [10].
3. Kebundaran
Kebundaran atau circularity merupakan ukuran dari
tingkat kelengkungan objek hingga membentuk sebuah
lingkaran.
A adalah luas area dan p adalah perimeter atau tepi area.
Objek yang memiliki bentuk bundar sempurna bernilai
penuh (satu). Sedangkan untuk objek yang tidak memiliki
kebundaran sempurna bernilai kurang dari satu [13].
4. Rasio Nukleus
Rasio nukleus merupakan nilai yang didapatkan dari
perhitungan luas area nukleus dibagi dengan luas area sel.
[14].
2.8 Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau sering dikenal dengan
artificial neural network merupakan salah satu representasi
buatan dari otak manusia yang selalu mencoba
mensimulasikan proses pembelajaran pada otak tersebut.
Istilah “buatan” disini digunakan karena jaringan syaraf ini
diimplementasikan dengan menggunakan pemrograman
komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran [15].
2.9 Fungsi Aktifasi Sigmoid Biner Fungsi sigmoid sangat identik dengan pelatihan jaringan
syaraf tiruan dengan metode backpropagation. Fungsi sigmoid
biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu
fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang
membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0
sampai 1 [15].
Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai
Dengan nilai turunan dari f(x) adalah
2.10 Algoritma Momentum Backpropagation Algoritma momentum backpropagation merupakan
pengembangan dari algoritma backpropagation standar
dimana dalam pembelajarannya menggunakan momentum
yang nilai konstanta momentum memiliki rentang antara 0
sampai 1 [15].
Algoritma momentum backpropagation memiliki
kesamaan langkah dengan algoritma backpropagation standar
tetapi berbeda pada saat umpan mundur (backward
propagation).
Gambar 7. Algoritma backpropagation dengan satu
hidden layer
Berikut adalah algoritma momentum backpropagation
[15].
Langkah 1 : Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan
nilai random yang cukup kecil), Epoh = 1 dan
MSE = 1.
Langkah 2 : Tentukan Maksimum Epoh, Learning Rate (α),
dan Target Error.
Langkah 3 : Lakukan langkah ke-4 sampai 12 berikut selama
(Epoh < maksimum epoh) dan (MSE > Target
Error).
Langkah 4 : Epoh = Epoh + 1.
Umpan Maju (Feedforward)
Langkah 5 : Tiap-tiap unit input (Xi, i=1,2,3,..,n) menerima
sinyal Xi dan meneruskan sinyal tersebut ke
semua unit pada lapisan yang ada di atasnya.
(lapisan tersembunyi).
Langkah 6 : Tiap-tiap unit pada lapisan tersembunyi (Zj,
i=1,2,3,..,p) menjumlahkan sinyal-sinyal input
berbobot.
Lalu gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung
sinyal outputnya.
Dan kirimkan sinyal-sinyal tersebut ke semua
unit di lapisan atasnya (lapisan output).
Langkah 6 dilakukan sebanyak jumlah lapisan
tersembunyi.
Langkah 7 : Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m)
menjumlahkan sinyal-sinyal input berbobot.
Lalu gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung
sinyal outputnya.
Umpan Mundur (Momentum Backpropagation)
Langkah 8 : Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m)
menerima target pola yang berhubungan dengan
pola input pembelajaran. Hitung informasi
errornya:
=
Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya
akan digunakan untuk memperbaiki nilai Wjk).
Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan
digunakan untuk memperbaiki nilai b2k).
Langkah 8 dilakukan sebanyak jumlah lapisan
5
tersembunyi, yaitu menghitung informasi error
dari suatu lapisan tersembunyi ke lapisan
tersembunyi sebelumnya.
Langkah 9 : Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,..,p)
menjumlahkan delta input (dari unit-unit yang
berada pada lapisan di atasnya):
Kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi
aktivasi error.
=
Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya
akan digunakan untuk memperbaiki nilai Vij).
Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan
digunakan untuk memperbaiki nilai b1j).
merupakan konstanta dari momentum dengan
rentang [0,1].
Perbaikan Bobot
Langkah 10 : Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,..,m)
memperbaiki bias dan bobotnya (j=0,1,2,...,p):
Langkah 11 : Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,..,p)
memperbaiki bias dan bobotnya (i=0,1,2,...,n):
Langkah 12 : Hitung nilai MSE.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk memahami teori yang
berhubungan dengan penelitian secara umum, literatur tentang
pengolahan citra khususnya untuk segmentasi citra dengan
seed region growing dan jaringan syaraf tiruan dengan
menggunakan algoritma momentum backpropagation. Studi
literatur juga dilakukan terkait ciri khusus untuk masing-
masing jenis sel darah putih.
3.2 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah file gambar mikroskopik
sel darah putih berformat JPG yang diperoleh dari kumpulan
data set penelitian milik dr. Fabio Scotti dari Department of
Information Technologies, University of Milan, Italia yang
terkait dengan jurnal penelitan pada deteksi penyakit Acute
Lymphoblastic Leukemia (ALL). Proses penentuan jenis sel
darah putih dibantu oleh dr. Ninik Yusida Sp.Pk dari
laboratorium patologi klinik Rumah Sakit Daerah
Karanganyar.
Tabel 2. Pembagian jumlah data pelatihan dan
pengujian sel darah putih
Neutrofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit
Latih Uji Latih Uji Latih Uji Latih Uji Latih Uji
23 12 15 5 12 3 44 20 17 5
Data yang didapatkan sebanyak 156 citra mikroskopik sel
darah putih dari keseluruhan jenis. Sebanyak 111 data
digunakan sebagai data pelatihan, sedangkan sisanya 45 data
digunakan sebagai data pengujian.
3.3 Implementasi Proses awal adalah akuisisi data citra mikroskopik
apusan sel darah. Proses segmentasi dengan seed region
growing, digunakan untuk mendapatkan citra sel darah putih
yang sesuai untuk diekstraksi ciri. Ekstraksi ciri akan
menghasilkan empat parameter input untuk pelatihan data
yakni luas area leukosit, tepi area atau perimeter, kebundaran,
dan rasio nukleus. Hasil ekstraksi ciri dari seluruh data citra
kemudian dimasukkan ke dalam tabel data pelatihan dan tabel
data pengujian. Proses pelatihan momentum backpropagation
dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan kelompok
data dari tabel pelatihan, baru kemudian diuji menggunakan
kelompok data data dari tabel pengujian. Setelah itu akan
didapatkan hasil klasifikasi berupa data yang menunjukkan
pembagian citra ke neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit atau
monosit untuk dianalisa dan dievaluasi lebih lanjut.
Gambar 8. Diagram alir implementasi penelitian
3.3.1 Perancangan Metode Segmentasi Citra
Segmentasi citra sel darah putih dibagi menjadi dua
tahap, yakni segmentasi untuk area sel darah putih dan
segmentasi nukleus. Berikut adalah diagram alir segmentasi.
Gambar 9. Diagram alir implementasi penelitian
6
Proses segmentasi area sel darah putih ini meliputi
beberapa tujuan, antara lain.
1. Median Filtering untuk penghilangan derau
2. Pencarian titik dengan melalui pengambangan nilai
warna.
3. Penghilangan citra sel darah merah
4. Pencarian dan perhitungan luas leukosit.
5. Pencarian dan perhitungan tepi leukosit (perimeter).
6. Penggabungan proses segmentasi
Proses segmentasi citra nukleus dilakukan setelah proses
segmentasi area sel darah putih selesai. Berikut adalah
rancangan algoritma segmentasi nukleus.
Gambar 10. Diagram alir proses segmentasi nukleus
Area nukleus memiliki intensitas warna biru yang lebih
nampak daripada bagian sitoplasma dan sel darah merah yang
cenderung berwarna kemerahan. Maka dapat mudah dilakukan
segmentasi nukleus dengan thresholding warna merah. Setelah
didapatkan cetakan nukleus, dilakukan proses binerisasi untuk
mendapatkan citra biner.
Setelah proses penghapusan sel darah merah dan
sitoplasma, masih ada kemungkinan bahwa di dalam citra
yang diolah dalam citra biner terdapat area yang berisi sel
trombosit yang memiliki warna mirip dengan nukleus. Untuk
membersihkan area tersebut, dapat digunakan operasi opening
dan closing. Hasilnya kemudian dapat ditambahkan ke dalam
citra asli sel darah putih untuk mendapatkan citra nukleus.
3.3.2 Perancangan Metode Pelatihan dan Pengujian
Perancangan arsitektur pelatihan dengan momentum
backpropagation ini terdiri dari 4 buah neuron pada lapisan
input, sejumlah neuron pada sebuah lapisan tersembunyi, dan
5 neuron sebagai hasil klasifikasi pada lapisan output. Fungsi
aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner dengan
inisialisasi bobot random.
Implementasi dijalankan pada komputer dengan
spesifikasi sebagai berikut: processor intel core i5 2,3 GHz,
RAM 4Gb DDR3, HDD 640GB, Operating System Windows 7
64-bit. Parameter inputan terdiri dari empat neuron, yakni luas
area, tepi area (perimeter), kebundaran, rasio nukleus.
Sedangkan untuk hasilnya terdiri dari 5 neuron yakni basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit yang merupakan
jenis sel darah putih. Proses pengujian pada klasifikasi ini
akan memilih sebuah neuron dengan nilai akurasi paling tinggi
sebagai hasilnya. Learning rate (α) yang digunakan yakni 0.1,
0.5, dan 0.9. Untuk jumlah neuron hidden layer (z) yang
digunakan yakni 4, 6 dan 8. Maksimum epoch (ε) akan
dilakukan sebesar 1000, 5000, dan 10000. Momentum ( )
yang digunakan yakni 0, 0.5, dan 0.9. Batas toleransi error
perubahan (ξ) yakni sebesar 0,000001.
Gambar 11. Arsitektur jaringan syaraf tiruan
3.3.3 Analisis Hasil dan Evaluasi
Analisis hasil dan evaluasi dilakukan dalam dua tahap.
Pengujian pertama yakni dengan memasukkan file citra ke
dalam aplikasi segmentasi untuk kemudian dianalisa hasil
pengolahan citra berdasarkan output segmentasi. Evaluasi
untuk proses segmentasi dilakukan dengan menghitung
akurasi jumlah data citra yang tersegmentasi benar.
Uji coba kedua dilakukan dengan memberikan masukkan
berupa data citra sel darah putih yang sebelumnya telah
dimasukkan ke dalam tabel data pelatihan dan data pengujian
untuk diklasifikasi. Evaluasi dilakukan sebanyak kombinasi
parameter yang digunakan dalam proses pelatihan, yakni
learning rate, jumlah neuron hidden layer, pelatihan, serta
momentum pada batas maksimum epoch berbeda yang
digunakan untuk menilai keoptimalan kombinasi parameter
tersebut berdasarkan waktu latih, MSE, serta memorisasi dan
generalisasi yang dihasilkan.
Pelatihan dan pengujian dilakukan dengan menggunakan
data citra dengan keseluruhan segmentasi data benar, yakni
data yang tepat berhasil proses segmentasi, yang digabungkan
dengan dengan data salah, yakni data yang mengalami
kesalahan nukleus saat segmentasi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil Segmentasi dan Ekstraksi
Ciri Citra 4.1.1 Analisis Hasil Segmentasi Citra
Segmentasi citra sel darah putih dengan dilakukan pada
citra mikroskopik apusan sel darah putih berukuran 300x300
piksel. Segmentasi citra mempunyai parameter tersendiri yang
dapat disesuaikan dengan intensititas warna citra maupun
lokasi pengambilan seed yang beragam. Adapun nilai default
untuk citra sel darah putih yang berada pada kondisi baik
(citra tidak mengalami peningkatan kontras, tidak terdapat
penumpukan sel darah merah, citra tidak terdapat derau yang
tinggi) yakni toleransi RBC (red blood cell / sel darah merah)
sebesar 90, toleransi WBC (white blood cell / sel darah putih)
15, toleransi warna nukleus 128, ukuran strel untuk opening
7
dan closing nukleus berbentuk ball sebesar 4 piksel yang
dipilih berdasarkan trial-error untuk penghapusan trombosit
yang paling efektif, ambang warna merah antara nilai 139
sampai 150, nilai ambang warna hijau antara 94 sampai 115,
dan nilai ambang biru antara 127 sampai 137.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari
total 156 citra sel darah putih, diperoleh 151 data dapat
berhasil disegmentasi dengan baik, 2 data terjadi kesalahan
dalam segmentasi nukleus, sedangkan 3 data sisanya terdapat
kesalahan dalam segmentasi sitoplasma beserta nukleus yang
menyebabkan hasil segmentasi tidak dapat digunakan dalam
proses pelatihan selanjutnya. Dengan demikian, dari hasil
segmentasi citra didapatkan akurasi sebesar 96,795%. Rincian
hasil segmentasi ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rincian hasil segmentasi citra sel darah putih.
Jenis Sel
Jumlah
Segmentasi
Berhasil
Jumlah
Segmentasi
Gagal
Jumlah
Seluruh
Sel
Neutrofil 35 0 35
Eosinofil 20 0 20
Basofil 15 0 15
Limfosit 61 3 64
Monosit 20 2 22
Total 151 5 156
Hasil segmentasi citra adalah representasi dari sel darah
putih yang telah dipisahkan dengan latar belakang citra dalam
format biner.
Tabel 4. Sampel hasil segmentasi citra sel darah putih.
Jenis Sel Citra Asli Citra Hasil
Segmentasi
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Monosit
Kesalahan yang terjadi di dalam proses segmentasi
diakibatkan oleh pemberian nilai parameter dalam rentang
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan terjadinya
undergrowing maupun overgrowing. Undergrowing
merupakan kondisi dimana proses seed region growing hanya
mencakup sebagian area sitoplasma. Undergrowing dapat
terjadi apabila nilai parameter yang diberikan terlalu rendah.
Sedangkan overgrowing merupakan kebalikan dari
undergrowing, yakni kondisi dimana proses seed region
growing melebihi keseluruhan area. Overgrowing dapat terjadi
apabila nilai parameter terlalu tinggi. Untuk beberapa kasus,
dapat ditangani dengan menambahkan histogram equalization.
Citra yang tidak dapat disegmentasi dengan baik ada 5
buah. 3 citra berasal dari jenis limfosit, sedangkan 2 lainnya
berasal dari jenis monosit. Kesalahan yang terjadi pada sel
limfosit dikarenakan memiliki nilai warna yang kurang
kontras antara sitoplasma dengan background maupun antara
nukleus dengan sitoplasma. Kedekatan nilai ambang warna
ini akan mengakibatkan undergrowing apabila parameter yang
diberikan terlalu kecil. Sedangkan apabila nilainya dinaikkan
sedikit saja akan mengakibatkan overgrowing.
Kesalahan terjadi pada citra monosit dikarenakan citra
memiliki nukleus yang tepat bersebelahan dengan sel darah
merah. Meskipun sel darah merah merah dapat dihapus pada
saat proses segmentasi, namun seed region growing tidak
dapat menyebar secara merata ke seluruh sitoplasma
dikarenakan nukleus yang berada pada tepi sel menghalangi
proses region growing secara menyeluruh.
Tabel 5. Hasil segmentasi gagal sel darah putih.
Nama
Citra Citra Asli
Citra Hasil
Segmentasi
Lim
(44).jpg
Lim
(53).jpg
Lim
(62).jpg
Mono
(16).jpg
Mono
(17).jpg
4.1.2 Analisis Hasil Ekstraksi Ciri Citra
Ekstraksi ciri dilakukan pada 151 citra berhasil dan 2
citra yang hanya mengalami kesalahan nukleus, yakni citra
“lim (44).jpg” dan “lim (53).jpg”. Hal ini dilakukan untuk
membuat sistem menjadi semakin realistis dalam menerima
toleransi kesalahan ketika diimplementasikan lebih lanjut.
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian pembahasan,
bahwa perhitungan ekstraksi ciri akan menghasilkan empat
buah parameter yang akan menjadi input dalam proses
pelatihan, yaitu luasan, tepi, kebundaran dan rasio nukleus.
Tiga citra lainnya tidak dimungkinkan untuk diekstraksi
karena kesalahan overgrowing yang tidak dapat ditangani.
Dengan demikian citra yang digunakan untuk pelatihan
berkurang menjadi 108 citra dan 45 citra untuk pengujian.
Total citra yang diekstraksi ciri sejumlah 153 data citra.
Hasil ekstraksi ciri menunjukkan bahwa neutrofil dan
eosinofil memiliki kedekatan ciri. Kedua jenis sel tersebut
menghasilkan rata-rata nilai dari empat parameter yang tidak
jauh berbeda. Meskipun sel jenis basofil juga menghasilkan
rata-rata nilai yang hampir sama dengan neutrofil dan
eosinofil, namun basofil memiliki rata-rata rasio nukleus yang
lebih menonjol dibanding kedua sel tersebut. Pada sel limfosit
terlihat bahwa nilai rata-rata kebundaran yang dihasilkan
adalah yang tertinggi daripada keempat sel lainnya. Meskipun
demikian, rata-rata luas dan perimeter yang dimilikinya
adalah yang terendah. Sedangkan pada monosit nampak
bahwa rata-rata luas area dan perimeter yang dihasilkan
adalah yang tertinggi. Hasil perolehan data ekstraksi ciri
disajikan pada Tabel 6.
8
Tabel 6. Hasil perolehan data ekstraksi ciri Jenis
Para meter
Neutro
fil
Eosino
fil Basofil
Limfo
sit
Monos
it
Luas
(Piksel)
a 26405,6
57 25716,7
23947,5
33
14824,9
05
37904
,55
b 39684 34028 47640 26116 50031
c 15921 17992 14939 7287 17727
Tepi
(Piksel)
a 677,171 687,4 689,667 447,794 872,1
5
b 894 859 815 762 310
c 454 549 577 1173 493
Kebund
aran (Persen
0 -1)
a 0,74492
717
0,69287
734
0,62375
433
0,93003
357
0,644
470
b 0,970663
0,913462
0,999308
0,999972
0,952793
c 0,37144
6
0,51532
1
0,34390
7
0,54187
9
0,484
262
Rasio
Nukleus (Persen
0 -1)
a 0,37020693
0,39915039
0,75920750
0,77727982
0,533874
b 0,512146
0,473153
0,867243
0,984099
0,709539
c 0,267976
0,332649
0,614814
0,450579
0,344605
*Keterangan : a = nilai rata-rata
b = nilai maksimum
c = nilai minimum
Jika dilihat berdasarkan kondisi nyata di dalam tubuh
manusia, hasil ekstraksi pada masing-masing sel tersebut
sudah cukup mampu merepresentasikan bentuk identik sel.
Sebagai contoh, sel terbesar di dalam tubuh manusia adalah
monosit. Hasil ekstraksi ciri juga telah menunjukkan bahwa
rata-rata terbesar pada luas area yang merepresentasikan
ukuran sel dimiliki oleh citra monosit.
4.2 Analisa Hasil Pelatihan dan Pengujian 4.2.1. Pelatihan dan Pengujian pada 1000 epoch
Percobaan dilakukan dengan kombinasi pola yang telah
disebutkan pada poin 3.3.2 tentang perancangan pelatihan dan
pengujian data. Percobaan diawali dengan pelatihan pada
epoch 1000. Pelatihan secara keseluruhan berlangsung hingga
batas maksimum epoch kecuali pada neuron hidden layer 8,
learning rate 0,9, dan momentum 0,9 karena pada pelatihan
tersebut ternyata menghasilkan nilai MSE yang mencapai
batas toleransi error. Hasil percobaan dengan batasan 1000
epoch ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pelatihan pada 1000 Epoch
z α
MSE waktu status memori
sasi (%)
generalis
asi (%)
4
0,1
0 0,2071
0852 53,758 BK 62,037 66,667
0,5 0,1969
9759 52,958
BK 61,111 66,667
0,9 0,1933
697 49,761
BK 61,111 66,667
0,5
0 0,0070
1096 51,504
BK 80,556 82,222
0,5 0,01193004
52,413 BK
81,481 80
0,9 0,02519821
55,101 BK
81,481 80
0,9
0 0,0806058
63,055 BK
79,63 82,222
0,5 0,01519739
63,468 BK
78,704 82,222
0,9 0,0254
0345 64,316
BK 82,407 80
6 0,
1 0
0,2029
171 62,084
BK 61,111 66,667
0,5 0,1911
8709 65,015
BK 61,111 71,111
0,9 0,17018673
64,331 BK
64,815 71,111
0,5
0 0,01366637
64,924 BK
81,481 82,222
0,5 0,01394031
61,742 BK
80,556 82,222
0,9 0,01243991
62,627 BK
77,778 80
0,
9
0 0,0822
7191 64,345
BK 80,556 82,222
0,5 0,0461
0597 61,946
BK 80,556 82,222
0,9 0,0438
7103 69,46
BK 75,926 80
8
0,
1
0 0,2010
0541 63,174
BK 61,111 66,667
0,5 0,1745
6288 65,032
BK 62,963 71,111
0,9 0,0546
2598 60,847
BK 61,111 66,667
0,
5
0 0,0054
1752 60,669
BK 81,481 80
0,5 0,0141
9841 61,015
BK 75,926 80
0,9 0,01256291
66,768 BK
75 80
0,9
0 0,00122484
44,651 BK
80,556 77,778
0,5 0,02936638
64,912 BK
75,926 80
0,9 0,00000081
40,024 K 604
70,37 68,889
*Keterangan: BK = belum konvergen
K = konvergen
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk setiap proses pelatihan sebesar 59,626
detik. Rata-rata akurasi memorisasi yang dihasilkan sebesar
73,216% sedangkan untuk rata-rata generalisasi yang
dihasilkan sebesar 76,132%.
Dari segi akurasi, terlihat bahwa pelatihan menghasilkan
performa yang cukup baik pada learning rate 0,5 dan 0,9.
Akurasi memorisasi tertinggi yang diperoleh sebesar 82,407%
sedangkan untuk generalisasi tertinggi sebesar 82,222%.
Sedangkan untuk learning rate 0,1 juga masih memiliki
akurasi di bawah 70%. Untuk nilai memorisasi dan
generalisasi terendah yakni 61,111% dan 66,667%.
4.2.2 Pelatihan dan Pengujian pada 5000 epoch
Untuk meningkatkan performa akurasi, percobaan
dilakukan kembali pada epoch 5000.
Tabel 8. Hasil Pelatihan pada 5000 Epoch
z α
MSE waktu statu
s
memori
Sasi (%)
generalis
asi (%)
4
0,1
0 0,0179
6359
285,52
3
BK 81,481 80
0,5 0,0021566
252,971
BK 84,259 80
0,9 0,0180
39
258,23
7
BK 82,407 77,778
0,5
0 0,0294
7442
306,86
3
BK 83,333 80
0,5 0,00082834
329,763
BK 83,333 77,778
0,9 0,0317
1296
310,15
6
BK 80,556 80
0,9
0 0,0851
4456
258,60
3
BK 83,333 73,333
0,5 0,02810001
267,692
BK 83,333 80
9
0,9 0,0373
8687
310,01
4
BK 85,185 80
6
0,1
0 0,0154
9178 300,8
BK 80,556 80
0,5 0,01403283
305,169
BK 83,333 80
0,9 0,0050
2418
376,83
6
BK 83,333 82,222
0,5
0 0,0010
9029
307,79
8
BK 86,111 80
0,5 0,0000015
370,921
BK 84,259 77,778
0,9 0,0000
01
128,17
7
K
1622 82,407 77,778
0,9
0 0,0637
1682
214,34
4 BK 80,556 84,444
0,5 0,00000098
84,271 K 1275
78,704 71,111
0,9 0,0000
0098 79,822
K
1149 78,704 71,111
8
0,1
0 0,0189
3627
330,69
6
BK 82,407 80
0,5 0,022447635
387,873
BK 82,407 80
0,9 0,0128
0112
392,15
2
BK 82,407 80
0,5
0 0,0066
5625
288,04
2
BK 81,481 80
0,5 0,000001
224,389
K 3416
81,481 77,778
0,9 0,0000
0099
167,89
9
K
2640 81,481 84,444
0,9
0 0,0138
6873
268,69
5 BK 86,111 77,778
0,5 0,00000084
77,345 K 1498
80,556 80
0,9 0,0000
0081 40,024
K
604 70,37 68,889
*Keterangan: BK = belum konvergen
K = konvergen
Hasil percobaan mengalami peningkatan performa
akurasi yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari hasil
pelatihan yang menghasilkan akurasi lebih dari 80% kecuali
hanya pada kombinasi pola pelatihan terakhir. Akurasi
memorisasi tertinggi menjadi 86,111% dan akurasi
generalisasi tertinggi 84,444%, sedangkan pada neuron hidden
layer 8, momentum 0,9, dan learning rate 0,9 didapatkan
akurasi memorisasi minimum 70,37% dan generalisasi sebesar
68,889%.
Rata-rata akurasi memorisasi yang dihasilkan sebesar
81,996% sedangkan untuk rata-rata generalisasi yang
dihasilkan sebesar 78,601% dengan waktu rata-rata pelatihan
sebesar 256,484 detik atau sekitar kurang lebih lima kali lebih
lama dari percobaan sebelumnya. Hal ini sebanding dengan
peningkatan epoch sebesar lima kali lipat.
Meskipun nilai MSE sudah mengalami penurunan,
sebagian besar percobaan masih berlangsung hingga batas
maksimum epoch. Namun demikian pada percobaan pelatihan
terakhir mencapai nilai konvergen karena menghasilkan nilai
MSE yang telah mencapai batas toleransi error. Nilai
konvergensi dicapai terutama pada neuron hidden layer 6 dan
8 dan learning rate 0,5 dan 0,9.
4.2.3 Pelatihan dan Pengujian pada 10000 epoch
Percobaan kembali dilakukan dengan pola yang sama
pada batasan epoch 10000 untuk mengetahui tingkat performa
akurasi pelatihan.
Tabel 9 menunjukkan bahwa performa akurasi pelatihan
mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan
percobaan sebelumnya. Beberapa hasil percobaan sudah
mencapai titik konvergensi meskipun belum semuanya.
Walaupun demikian, percobaan yang belum mencapai titik
konvergensi sudah mengalami penurunan nilai MSE.
Percobaan pada 10000 epoch menghasilkan waktu rata-
rata pelatihan sebesar 372,218 detik karena sebagian
percobaan sudah mengalami konvergensi. Waktu pelatihan
yang lebih rendah dihasilkan pada nilai konvergen yang
dicapai pada neuron hidden layer 4, 6 dan 8, learning rate 0,5
dan 0,9, terlebih untuk momentum 0,5 dan 0,9. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa performa akurasi yang
didapat cukup stabil. Rata-rata akurasi memorisasi yang
dihasilkan menjadi lebih tinggi, yakni sebesar 84,739%
sedangkan untuk rata-rata generalisasi yang dihasilkan sedikit
menurun menjadi 78,024%.
Tabel 9. Hasil Pelatihan pada 10000 Epoch
z α
MSE waktu status memori
Sasi (%)
generali
sasi (%)
4
0,1
0 0,0016
5191
434,3
93
BK 85,185 80
0,5 0,0240
6322
525,1
81
BK 87,037 75,556
0,9 0,02798502
531,32
BK 86,111 77,778
0,5
0 0,0000
1126
475,6
76
BK 86,111 77,778
0,5 0,0000
01
384,4
16
K
(6587) 86,111 68,889
0,9 0,0000
0098
620,6
01
K
(9967) 84,259 80
0,9
0 0,01209546
468,125
BK 87,037 82,222
0,5 0,0000
01
388,6
68
K(617
5) 82,407 80
0,9 0,0000
0065
357,1
35
K
(5653) 83,333 77,778
6
0,1
0 0,0130
2835
523,6
18
BK 87,963 80
0,5 0,01691237
522,727
BK 87,037 82,222
0,9 0,0059
0456
535,5
98
BK 84,259 82,222
0,5
0 0,0375
9033
511,4
32
BK 87,963 80
0,5 0,0000
0094
272,2
85
K
(5271) 84,259 80
0,9 0,000001
128,177
K (1622)
82,407 77,778
0,9
0 0,0000
01
400,4
96
K
(6373) 87,963 77,778
0,5 0,0000
0098
84,27
1
K
(1275) 78,704 71,111
0,9 0,0000
0098
79,82
2
K
(1149) 78,704 71,111
8
0,1
0 0,00976238
542,558
BK 89,815 80
0,5 0,0118
7127
446,6
83
BK 89,815 77,778
0,9 0,0000
01
330,3
22
K
(6038) 87,963 71,111
0,5
0 0,0035
7879
601,5
37 BK 88,889 80
0,5 0,0000
01
224,3
89
K
(3416) 81,481 77,778
0,9 0,0000
0099
167,8
99
K
(2640) 81,481 84,444
0,9
0 0,0000
01
375,1
87
K
(8462) 90,741 84,444
0,5 0,0000
0084
77,34
5
K
(1498) 80,556 80
0,9 0,00000081
40,024
K (604)
70,37 68,889
*Keterangan: BK = belum konvergen
K = konvergen
10
Percobaan di atas menunjukkan peningkatan nilai akurasi
memorisasi tertinggi menjadi 90,741% sedangkan untuk
akurasi generalisasi tertinggi tetap 84,444%. Begitu juga
dengan akurasi memorisasi minimum yang masih berada pada
neuron hidden layer 8, momentum 0,9, dan learning rate 0,9
yakni 70,37% dan generalisasi minimum 68,889%.
4.2.4 Ringkasan Hasil Pelatihan dan Pengujian
Keseluruhan hasil pelatihan dan pengujian ini dapat
dibentuk ke dalam tabel grafik perubahan MSE agar lebih
jelas yang ditunjukkan pada Gambar 12, Gambar 13 dan
Gambar 14.
Gambar 12. Grafik MSE pada hidden layer 4 neuron
Gambar 13. Grafik MSE pada hidden layer 6 neuron
Gambar 14. Grafik MSE pada hidden layer 8 neuron
Dari hasil percobaan untuk pelatihan dan pengujian yang
telah dijabarkan di atas dapat diringkas bahwa peningkatan
jumlah neuron pada hidden layer tidak selalu meningkatkan
performa akurasi meskipun nilai konvergensi dapat dicapai
jika dikombinasikan dengan learning rate dan momentum
yang tinggi.
Kenaikan nilai learning rate dan momentum
menyebabkan peningkatan kecepatan pelatihan dalam
mencapai titik konvergensi, namun pemberian nilai yang
terlalu tinggi pada kedua parameter tersebut justru
menyebabkan penurunan akurasi. Hasil pelatihan dan
pengujian terbaik ada pada pola neuron hidden layer 8,
learning rate 0,9 dan momentum 0 yang dicapai pada batasan
10000 epoch yang sudah mencapai titik konvergensi. Hasil
akurasi memorisasi yang diraih oleh pola tersebut yakni
sebesar 90,741% dan akurasi generalisasi yang dicapai
sebesar 84,44%. Pelatihan kembali dilakukan sebanyak lima
kali untuk pola tersebut. Detail informasi hasil pengujian
dapat disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil pengujian lima kali pada
neuron hidden layer 8, learning rate 0,9 dan momentum 0
No MSE Waktu (dtk)
Memorisasi (%)
Generalisasi (%)
1. 0,000001 375,187 90,741 84,444
2. 0,000001 260,283 90,741 80
3. 0,000001 329,337 90,741 80
4. 0,000001 559,011 89,815 80
5. 0,000001 267,525 90,741 82,222
Berdasarkan pengujian sebanyak lima kali tersebut, dapat
diketahui bahwa hasil rata-rata memorisasi yang diperoleh
sebesar 90,556% sedangkan rata-rata generalisasi pola
tersebut sebesar 81,332%.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pada penelitian, hasil dan pembahasan yang
telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa seed region growing segmentation dapat digunakan
untuk memisahkan citra sel darah putih dengan background.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian segmentasi citra
yang mendapatkan akurasi sebesar 96,795%. Rata-rata
kesalahan segmentasi citra terjadi akibat warna sitoplasma
yang memiliki intensitas hampir sama dengan background
maupun nukleus yang memiliki intensitas hampir sama
dengan sitoplasma. Sedangkan untuk ektraksi ciri citra dapat
dilakukan dengan baik dengan akurasi data sesuai dengan
hasil segmentasi di atas. Apabila proses segmentasi tidak
berhasil atau mengalami undergrowing maupun overgrowing,
data ekstraksi ciri tidak dapat digunakan.
Metode pelatihan momentum backpropagation dapat
digunakan untuk mempercepat konvergensi proses pengujian
data numerik hasil akuisisi citra sel darah putih. Namun
akurasinya tidak lebih baik dari standard backpropagation.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yakni rata-rata
memorisasi mampu mengenali 90,556% dan generalisasi
mampu mengenali sebesar 81,332%. Kombinasi pola terbaik
ada pada learning rate 0.9, jumlah neuron hidden layer 8 dan
momentum 0.
5.2. Saran Saran yang dapat diberikan pada penulisan laporan
penelitian yang telah dijabarkan di atas antara lain yakni
dengan otomatisasi proses pencarian nilai ambang warna
untuk pemilihan seed melalui penentuan dan pelatihan nilai
warna default untuk masing – masing jenis sel darah putih.
Selain itu, penambahan parameter berupa channel warna juga
dapat dilakukan untuk memperkaya varian input jaringan
syaraf tiruan, dimana dalam proses segmentasi citra terdapat
kemungkinan pola sel darah putih dapat dibagi berdasarkan
ciri warna. Kemudian untuk membuat sistem aplikasi menjadi
lebih cerdas dan terstruktur, maka dapat dilakukan
penambahan jumlah data citra sel darah putih.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Wiyanti, A. 2013. Klasifikasi Komposisi Sel Darah
Putih Dengan Menggunakan Multilayer Perceptron
Network Clasification Of White Blood Cell's
11
Components With Multilayer Perceptron Network.
Jurnal Digilib ITS.
[2]. Junqueira, L.C., 2004. Histologi Dasar: Teks & Atlas.
(diterjemahkan oleh Tambayong, J.), edisi 20. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
[3]. Fifin, D. R. 2010. Pengenalan Pola Citra Dengan
Metode Ekstraksi Fitur Citra Leukosit. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 133 – 137. ISSN:
1693-1246. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang,
Semarang, Indonesia, 50299.
[4]. Hiremath, P.S., Bannigidad, P., Geeta, S. 2010.
Automated Identification and Classification of White
Blood Cells (Leukocytes) in Digital Microscopic
Images. IJCA Special Issue on “Recent Trends in Image
Processing and Pattern Recognition” RTIPPR, 2010
Halaman 59. Dept. of Computer Science. Gulbarga
University. Gulbarga, Karnataka, India.
[5]. Ramirez-Cortes, J.M.1, Gomez-Gil, P.2, Alarcon-
Aquino, V.3, Gonzalez-Bernal, J.2, Garcia-Pedrero, A.2.
2011. Neural Networks and SVM-Based Classification
of Leukocytes Using the Morphological Pattern
Spectrum.1Department of Electronics. National Institute
of Astrophysics, Optics and Electronics. Luis Enrique
Erro No. 1 Tonantzintla, Puebla. 72840. Mexico,
2Department of Computational Science; National
Institute of Astrophysics, Optics and Electronics. Luis
Enrique Erro No. 1 Tonantzintla, Puebla. 72840.
Mexico, 3Department of Electronics and Computer
Science, University of the Americas, Puebla, Mexico.
Santa Catarina Martir, Cholula, Puebla, 72820. Mexico.
[6]. Burse K., Manoria M., Kirar, V.P.S. 2010. Improved
Back Propagation Algorithm to Avoid Local Minima in
Multiplicative Neuron Model. World Academy of
Science, Engineering and Technology 48 2010.
[7]. Pratama, J. 2012. Pengaruh Pemberian Asam Lemak
Trans Terhadap Jumlah Sel Darah Putih Tikus Sprague
Dawley. Laporan Hasil Penelitian Karya Tulis Ilmiah.
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
[8]. Madhloom, H.T.1, Kareem, S.A1, Ariffin, H2, Zaidan,
A.A.1, César 1. Alanazi, H.O.1, Zaidan, B.B.2. 2010. An
Automated White Blood Cell Nucleus Localization and
Segmentation using Image Arithmetic and Automatic
Threshold. Journal of Applied Sciences 10 (11): 959-
966, 2010. ISSN 1812-5654. 1Faculty of Computer
Science and Information Technology, University of
Malaya, Kuala Lumpur, 2Faculty of Medicine
University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
[9]. Katz, A.R.J. 2000. Image Analysis and Supervised
Learning in the Automated Differentiation of White
Blood Cells from Microscopic Images. Department of
Computer Science. RMIT
[10]. Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta
: Graha Ilmu
[11]. Gonzales, R.C., Woods, R.E. 2010. Digital Image
Processing – Third Edition. Prentice Hall. Upper Saddle
River, New Jersey, 07458.
[12]. Munir, R. 2006. Aplikasi Image Thresholding Untuk
Segmentasi Objek. Makalah I SNATI. Sekolah Teknik
Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung, Jl.
Ganesha 10 Bandung 40132.
[13]. Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta :
Penerbit Andi
[14]. Sholeh, F.I. 2013. Klasifikasi Sel Darah Putih
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurusan Ilmu
Komputer. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Gajah Mada
[15]. Kusumadewi, S. 2004. Membangun Jaringan Syaraf
Tiruan Menggunakan MATLAB & EXCEL LINK.
Yogyakarta : Graha Ilmu.