Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
493
OPEN ACCES
Vol. 13 No. 2: 493-499 Oktober 2020
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2. 493-499
Pemanfaatan Lampu Celup Dalam Air Led Terhadap Aktivitas Renang Ikan Pada Bagan Tancap di Sekitar Mangrove
(Utilization Of Underwater Submersible Light Led To Fish Swimming Activity On Fixed Liftnet Operated In Mangrove)
Husni Angreni1, Ibnu Malkan Hasbi1 dan Jumrawati1
1 Staf Pengajar Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, STITEK Balik Diwa, Makassar-Indonesia,
Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]
Info Artikel:
Diterima : 10 Nov. 2020
Disetujui : 11 Nov. 2020
Dipublikasi : 13 Des. 2020
Artikel Penelitian
Keyword:
Fixed-Lift Net, Hydroacoustic,
Underwater submersible light,
Mangrove
Korespondensi:
Husni Angreni
Sekolah Tinggi Teknologi
Kelautan Balik Diwa
Makassar, Makassar-Indonesia
Email: [email protected]
Copyright©
Oktober 2020 AGRIKAN
Abstrak. Perikanan Bagan tancap berfokus pada pemanfaatan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian
ikan. Lampu celup dalam air (Lacuda) LED merupakan salah satu teknologi alat bantu yang ramah
lingkungan, yang menjadi bahan kajian dalam menentukan karakteristik pergerakan atau pengelompokan
renang ikan berdasarkan waktu pengoperasian alat tangkap dan dapat dideteksi oleh alat hidroakustik. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif dengan mengikuti operasi penangkapan ikan di
Perairan teluk Laikang pada April sampai September 2020. Hasil pengamatan yang dilakukan pada pukul
18:00-05:00 Wita setiap trip menunjukkan bahwa aktivitas renang ikan setelah tengah malam cenderung lebih
tinggi dibandingkan saat sebelum tengah malam dan saat tengah malam. Berdasarkan deteksi hidroakustik
aktivitas renang ikan berupa soliter, gerombolan sedang dan besar di kedalaman rata-rata 2-6 meter pada pukul
03:00-05:00 Wita. Jumlah hasil tangkapan pada hauling I sebesar 138,4 Kg sedangkan hauling II sebesar 157,3
Kg. Jenis hasil tangkapan berupa ikan pelagis kecil dan ikan demersalata.
Abstract. Fixed chart fishing focuses on utilization of light aids for attract fish. Underwater submersible light
((Lacuda) LED is one of the assistive technologies that are environmentally friendly, be the subject of study in
determining the characteristics of the movement or fish swimming groupings based on the operating time of the
fishing gear and can be detected by hydroacoustic devices. The research method used is descriptive exploratory
method by participating in fishing operations in the waters of Laikang Bay from April to September 2020. The
results of the observations made at 18:00-05:00 Wita every trip shows that fish swimming activity after
midnight tends to be higher than before midnight and at midnight. Based on the hydroacoustic detection of fish
swimming activity in the form of solitary, medium and large groups at an average depth of 2-6 meters at
03:00-05:00 Wita. The amount of catch in hauling I is 138,4 Kg while hauling II is 157,3 Kg. The type of catch
is small pelagic fish and demersal fish.
I. PENDAHULUAN
Perairan Teluk Laikang merupakan salah
satu wilayah yang strategis dan memiliki
ekosistem terumbu karang, padang lamun dan
mangrove yang cukup potensial dalam
mendukung keseimbangan sumberdaya hayati
laut yang tetap harus selalu dijaga. Bagan tancap
adalah alat tangkap yang dominan digunakan
nelayan di teluk laikang khususnya di sekitar
ekosistem mangrove dan padang lamun, alat
tangkap ini menggunakan bantuan cahaya lampu
untuk menarik perhatian ikan agar mendekat ke
area penangkapan ikan.
Setiap nelayan atau pelaku usaha perikanan
selalu berpikir untuk mendapatkan hasil
tangkapan ikan yang maksimal, kondisi tersebut
mendorong pengembangan teknologi alat bantu
penangkapan ikan yang efektif dan efisien guna
mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan
yang berkelanjutan. Adanya pengembangan
teknologi ramah lingkungan terkait penangkapan
ikan, tidak lepas dari pengetahuan tingkah laku
ikan, salah satunya berupa rangsangan yang
berhubungan dengan faktor eksternal.
Tingkah laku ikan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan
teknologi penangkapan ikan, karena merupakan
dasar dari penentuan aspek teknologi alat tangkap
yang akan dikembangkan. Rangsangan untuk
menarik perhatian ikan ke dalam suatu area
operasi penangkapan disesuaikan dengan sifat
ikan itu sendiri yang berhubungan dengan natural
behaviour (Purbayanto, et al. 2010).
Ikan-ikan yang mencari makan, apabila
tersedia makanan akan tinggal lama di daerah
iluminasi cahaya untuk makan dan sebaliknya.
Ikan-ikan pototaksis positif akan memilih cahaya
yang disenanginya. Berenang di atas dan di bawah
jaring dan berdiam lama disekitar iluminasi
cahaya yang disenanginya, (Sudirman dan Natsir.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
494
2011). Lampu celup dalam air (Lacuda) merupakan
salah satu jenis lampu yang telah banyak
diperkenalkan sebagai salah satu teknologi alat
bantu yang efektif dalam menangkap ikan.
Operasi penangkapan terbaik bagan tancap yang
menggunakan lampu celup LED adalah antara
pukul 18.00-21.00 yang menghasilkan tangkapan
seberat 121 kg, sedangkan 21.00-00.00 (67,4 kg),
00.00-03.00 (46,9 kg) dan 03.00-06.00 (52,3 kg),
(Thenu. 2013).
Beberapa jenis tangkapan dominan bagan
tancap sekitar mangrove bernilai ekonomis
penting seperti udang, kepiting dan beberapa jenis
ikan lain. Oleh karena itu dengan adanya
pemanfaatan lampu celup dalam air dan alat bantu
hidroakustik diharapkan mampu mendeteksi pola
keberadaan ikan dan meningkatkan hasil
tangkapan nelayan. Apabila pengetahuan itu dapat
dipahami dan dimanfaatkan dengan baik, maka
akan menunjang dalam pengembangan teknik dan
metode penangkapan khususnya pada bagan
tancap di sekitar Mangrove.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan
April-September 2020. Pada titik 119°28’51,804" BT
-5°35’23,779” di Perairan Teluk Laikang, Takalar.
Alat yang digunakan pada saat penelitian adalah 1
unit Bagan tancap, Global Positioning System
(GPS), Lampu celup, echosounder, mistar,
timbangan, termomoter dan kamera digital.
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan metode experimental
fishing. Data diperoleh dari perangkat akustik dan
lampu celup bawah air digunakan untuk
mengidentifikasi pola tingkah laku ikan terhadap
bagan tancap. Penelitian ini menggunakan 1
(Satu) bagan tancap yang berada di sekitar
mangrove dengan menggunakan lampu celup
dalam air (Lacuda) jenis LED sebanyak 1 (satu)
buah yang berkapasitas 50 watt dan berwarna
putih. Pengumpulan data dilakukan selama 40
kali trip (18:00-04:30 Wita). Pola kedatangan ikan
di sekitar sumber cahaya berbeda-beda
tergantung jenis dan keberadaan ikan di perairan.
Pengamatan dilakukan selama 20 menit setiap jam.
Pengamatan bawah air dilakukan dengan
menggunakan Echosounder pada setiap waktu
pengamatan (sebelum, tengah malam dan setelah
tengah malam)
Komposisi jenis adalah perbandingan antara
jumlah individu setiap spesies dengan jumlah
individu seluruh spesies yang tertangkap, dengan
formula yang dimodifikasi (Fachrul, 2007) yaitu:
KJ = ni/N x 100%
Pengamatan ikan pada berdasarkan
pengelompokan ikan. Data per trip diperoleh
setiap jam mulai lampu bagan tancap dinyalakan
(Pukul 18:00 Wita) hingga menjelang pagi (Pukul
04:00 Wita). Analisis deskriptif dilakukan terhadap
grafik hasil analisis pengumpulan data mencakup
deteksi pengelompokan ikan dan produksi hasil
tangkapan. Pengamatan dilakukan sebelum
tengah malam (Pukul 18:00-22:00 Wita), saat tengah
malam (Pukul 22-01:00 Wita) dan setelah tengah
malam (Pukul 02:00-04:00 Wita) sedangkan setting
penempatan lampu dan transduser diposisikan
berada 1,5 meter di bawah permukaan air.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Wilayah operasi penangkapan bagan tancap
berada di pesisir dengan substrat pasir berlumpur
di sekitar mangrove dan padang lamun. Seperti hal
nya pada pengoperasian bagan secara umum,
bagan tancap pada lokasi penelitian ini juga
dioperasikan menggunkan alat bantu cahaya
sebagai aktraktor penarik perhatian ikan agar
mendekat ke area penangkapan. Penggunaan alat
bantu cahaya merupakan salah satu metode yang
paling berhasil untuk mengontrol perilaku ikan
dan cumi-cumi untuk tujuan penangkapan, karena
penglihatan merupakan indera yang paling
dominan dalam aktivitas makan dan aktivitas
lainnya pada kebanyakan ikan yang hidup di
permukaan (Anongponyoskun, et. al., 2011).
Bagan tancap yang dioperasikan di teluk
laikang memiliki ukuran 5x6x7 meter dan hanya
memiliki satu buah lampu, berbeda dengan
pengoperasian bagan tancap secara umum di
perairan selat Makassar yang rata-rata
menggunakan beberapa buah lampu dalam
pengoperasian bagan tancap. Sebagian besar
nelayan lebih memilih melakukan 1-2 kali hauling
untuk menghindari kerugian. Lampu yang
digunakan selama penelitian merupakan lampu
LED celup bawah air yang berkekuatan 50 watt
Rata-rata proses pengangkatan jaring pertama
pada saat sebelum tengah malam berkisar antara
pukul 22:30-23:00 Wita, kemudian hauling
berikutnya biasanya dilakukan di waktu subuh
pada pukul 05:10-05:20 wita.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
495
3.1. Kemunculan Ikan di Area Bagan Tancap
Pengamatan tingkah laku kemunculan ikan
di areal bagan tancap setiap jam selama
pengamatan diamati dengan menggunakan
pendekatan hidroakustik. Hasil pengamatan pola
kemunculan ikan pada saat sebelum dan saat
tengah malam dengan Echosounder dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Deteksi Kemunculan Ikan di Areal Bagan Tancap Sekitar Terumbu
Karang: a) Sebelum Tengah Malam, b) Saat Tengah Malam dan c)
Setelah Tengah Malam
Tingginya frekuensi kemunculan ikan
khususnya pada saat menjelang tengah malam
diduga karena adanya keberadaan ikan yang
berenang secara berkelompok, individu atau
soliter yang memiliki aktivitas berbeda di sekitar
pencahayaan. kondisi perlakuan dalam
pengamatan berbeda-beda dalam merespons
umpan yang diberikan. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh masing-masing sifat ikan ketika
merespon adanya makanan (Fitri, et. al., 2009).
Deteksi ikan di areal bagan tancap saat
tengah malam cenderung berada pada kedalaman
5-10 meter di bawah permukaan air. Keberadaan
ikan pada saat tengah malam diduga merupakan
respon tingkah laku ikan terhadap adanya cahaya
dan juga kebiasaan ikan yang beraktivitas mencari
makan di saat tengah malam. Posisi shoaling ikan
pelagis kecil berada di lapisan pertengahan kolom
air dengan rata-rata kedalaman 5,5 meter dari
permukaan laut. Pergerakan ikan mendekati bagan
tancap sesaat setelah sumber pencahayaan
dinyalakan ikan belum terkonsentrasi atau belum
beradaptasi dengan intensitas cahaya yang ada,
pergerakan ikan dilakukan secara bertahap. Hal
tersebut disebabkan oleh respon setiap jenis ikan
terhadap cahaya berbeda (Fauziyah, et. al., 2010).
Deteksi ikan pada saat setelah tengah malam
menunjukkan jumlah yang relatif banyak
khususnya pada saat menjelang pagi hari (04:00-
05:30 Wita). Diduga ikan yang terdeteksi
merupakan ikan yang berenang secara
bergerombol baik dengan ukuran kecil maupun
besar yang mulai aktif mencari makan menjelang
pagi hari (Pelagis). Respons ikan terhadap cahaya
tiap jenis ikan memiliki perbedaan seperti
phototaxis positif, preferensi untuk intensitas
cahaya optimum, investigatory reflex, untuk
mengelompok dan mencari makan di bawah
cahaya, serta disorientasi sebagai akibat kondisi
buatan dari gradient intensitas cahaya di bawah
air (Hakgeun et. al., 2012).
Pola kemunculan ikan di sekitar sumber
cahaya ataupun atraktor di sekitar bagan tancap
berbeda-beda, tergantung jenis dan keberadaan
ikan di perairan. Perbedaan jenis lampu dan
penempatan posisinya juga mempengaruhi pola
kedatangan ikan dikarenakan respon penglihatan
setiap jenis ikan terhadap intensitas dan pantulan
cahaya berbeda-beda pula. Selain itu, ikan yang
tertarik dengan cahaya akan mendekati sumber
cahaya berdasarkan waktu biologis mencari
makan. Pola kedatangan ikan pada sumber cahaya
cenderung berdasarkan waktu dimana Teri
Pepetek Tetengkek Alu-alu Layang Cumi-cumi
Sebelum Tengah Malam Setelah Tengah Malam
menjelang pagi ikan semakin terkonsentrasi
terhadap cahaya. Penangkapan terbaik selama
penelitian pada masing-masing ulangan baik
dibulan gelap maupun di bulan terang bahwa
terdapat waktu tengah malam yang lebih
mendominasi. Jenis spesies ini sedang mencari
makan pada waktu tengah malam menjelang
subuh sehingga tertangkap oleh jaring (Kurnia,
et.al., 2015).
Pengamatan dengan menggunakan
Echosounder tidak dapat mengetahui jenis dan
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
496
ukuran ikan yang berada di sekitar bagan tancap
namun pergerakan kawanan ikan yang ada di
sekitar bagan dapat diketahui. Meskipun jenis dan
pola gerak ikan yang terdeteksi tidak dapat
direkam dengan bantuan Echosounder, namun
frekuensi dan kecil besarnya deteksi pada setiap
sudut pengamatan dapat menentukan pergerakan
keluar masuk areal bagan tancap secara
bergerombol dengan frekuensi sedang atau yang
berenang soliter dengan deteksi kecil (Gambar 2).
Gambar 2. Frekuensi Kemunculan Ikan Berdasarkan Pengelompokan
Gerombolan Ikan
Pola interaksi dan kedatangan ikan di
bawah catchable area bagan tancap berbeda-beda,
tergantung jenis ikan dan respon ikan terhadap
perlakuan yang diberikan. Pengamatan dengan
menggunakan lampu celup dalam air dan
echosounder lebih efektif dan efisien
dibandingkan penggunaan lampu diatas
permukaan air, hal ini dikarenakan respon ikan
beberapa saat setelah lampu dinyalakan berangsur
mendekat dikisaran 8-15 menit di sekitar
pencahayaan baik secara bergerombol maupun
secara soliter dengan kedalaman rata-rata 2-6
meter. Kedalaman renang ikan yang diamati baik
secara vertikal maupun horizontal mampu
mendeteksi keberadaan ikan di bawah platform
bagan tancap sekitar mangrove, jenis dan ukuran
ikan yang terdeteksi sulit untuk diprediksi.
Meskipun demikian, diperoleh data kedalaman
ikan yang berada di bawah platform bagan tancap
antara kedalaman 2-5 meter (Angreni, et.al. 2019).
Hasil pengamatan dengan menggunakan
alat bantu Echosounder menunjukkan bahwa
kawanan ikan berenang mengitari sumber cahaya
dan melakukan pergerakan dari permukaan
sampai dasar jaring. Respon ikan berbeda
terhadap cahaya mengakibatkan pola pergerakan
ikan mendekati cahaya juga berbeda (Sulaiman, et.
al., 2006).
Pengamatan setelah tengah malam
menunjukkan bahwa frekuensi kemunculan ikan
secara bergerombol (tinggi) menjelang pagi sekitar
pukul 03:00-0400 Wita. Diduga ikan tersebut
merupakan ikan pelagis seperti ikan teri dan
tembang. Adapun ikan yang terdeteksi berenang
secara soliter diduga merupakan ikan titang yang
memiliki habitat berada disekitar pesisir pantai
atau muara sungai dan merupakan ikan demersal
yang diduga mendekati sumber cahaya utama
karena adanya sumber makanan. Menurut
Dwipayana et al., (2018). Organisme-organisme
fototaksis positif akan tertarik ke daerah yang
diterangi oleh cahaya lampu dibawah bagan
dikarenakan adanya rangsangan cahaya pada
malam hari yang membuat organisme tersebut
membentuk gerombolan agar lebih aman dari
incaran para predator, hal tersebut yang membuat
hasil tangkapan setelah tengah malam lebih besar
dibandingkan dengan sebelum tengah malam.
3.2. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan
Komposisi hasil tangkapan bagan tancap
yang beroperasi di sekitar mangrove ataupun juga
di sekitar padang lamun didominasi oleh ikan
pelagis, dan beberapa jenis ikan demersal yang
menyukai daerah berlumpur dan memiliki sumber
makanan yang melimpah, ikan yang dominan
tertangkap pada daerah tersebut adalah Udang
rebon, Teri, Tembang, Selar, Cumi-cumi, Belanak
dan Titang (Gambar 3).
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
497
Gambar 3. Komposisi Jenis Hasil Tangkapan Bagan Tancap
Pada Gambar 3 Jenis Ikan yang dominan
tertangkap pada pencahayaan lampu celup bawah
air adalah Udang rebon (Acetus indicus) sebanyak
51,7 Kg 18%, Teri (Stolephorus commersonii)
sebanyak 35,6 Kg sebesar 12%, tembang (Sardinella
gibbosa) sebanyak 23,4 Kg sebesar 8%, selar como
(Alepes djedaba) sebanyak 22,8 Kg sebesar 8%,
cumi-cumi (Loligo sp) sebanyak 48,5 atau 16%,
titang (Scatophagus sp) sebanyak 36,3 sebesar 12 %
dan belanak (Valamugil seheli) sebanyak 32,4
sebesar 11%. Adapun jenis ikan lain yang
merupakan tangkapan sampingan dan buangan
berupa ikan-ikan kecil dan kepiting kecil.
Besarnya hasil tangkapan mengalami peningkatan
khususnya pada ikan udang rebon dan cumi-cumi.
Cumi-cumi lebih banyak tertangkap dengan
menggunakan lampu warna putih. Sedangkan
udang rebon dan ikan lain diduga tertarik
mendekat pada area pencahayaan lampu celup
bawah air dikarenakan faktor makanan untuk
kebutuhan fisiologis ikan dan respon tingkat
kepekaan penglihatan ikan yang baik terhadap
adanya rangsangan cahaya yang dipancarkan di
bawah permukaan air. Warna lampu berpengaruh
sangat nyata terhadap berat total hasil tangkapan
(Mulyawan, et. al., 2015).
Beberapa jenis ikan yang dominan
tertangkap merupakan ikan-ikan yang tertarik
oleh cahaya seperti udang rebon, cumi-cumi, ikan
teri, ikan tembang dan selar sedangkan jenis lain
berupa ikan titang dan ikan balanak diduga
datang atau mendekat ke area penangkapan
dikarenakan daerah pengoperasian bagan tancap
berada di sekitar mangrove dan padang lamun
yang secara tidak langsung, keberadaan ikan-ikan
tersebut karena adanya faktor makanan. Udang
rebon merupakan jenis udang berukuran kecil
yang hidup diperairan pantai yang dangkal dan
berlumpur serta merupakan jenis udang yang
memiliki sifat fototaksis positif (Dwipayana, et al.
2018).
Pemanfaatan lampu LED celup bawah air
dapat mendukung keberhasilan penangkapan ikan
dengan meningkatkan hasil tangkapan yang lebih
efisien. Berdasarkan deteksi alat bantu
hidroakustik frekuensi kemunculan ikan
berdasarkan banyaknya gerombolan diduga
merupakan ikan pelagis yang respon tingkah
lakunya menyukai cahaya seperti ikan teri dan
cumi-cumi dan ikan yang terdeteksi berenang
individu atau soliter merupakan ikan demersal
yang cenderung tidak terlalu tertarik pada cahaya
seperti ikan titang. ikan yang efektif pada malam
hari selalu mengutamakan organ penglihatan
dalam mencari makanan dan memiliki
kemampuan adaptasi terhadap gelap, indera utama
penerima rangsangan cahaya pada ikan adalah
mata (Brown, et. al., 2013). Teknologi lampu bawah
air sangat efektif untuk meningkatkan hasil
tangkapan ikan. Hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya hasil tangkapan ikan sekitar 65%
Dibandingkan dengan menggunakan lampu
petromak (Sukandar dan Fuad. 2015).
Hasil pengamatan terhadap hasil
pengukuran suhu permukaan laut terlihat bahwa
kisaran suhu selama penelitian cenderung
berfluktuasi dengan nilai kisaran suhu berkisar
antara 25° - 30°C. Diduga karena area penangkapan
berada di dekat pantai (sekitar ekosistem
mangrove dan lamun) yang suhunya cenderung
lebih hangat sehingga ikan memiliki kepekaan
beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan dari
luar dan memiliki batas toleransi untuk
menyesuaikan tingkah lakunya. Suhu adalah
faktor penting bagi kehidupan organisme di laut
yang dapat memengaruhi aktivitas metabolism
maupun perkembangan, selain menjadi indikator
fenomena perubahan iklim. (Cahya et al., 2016).
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
498
Kida dan Wijffels (2012), menyatakan bahwa
variasi SPL yang tinggi di perairan laut
disebabkan oleh faktor meteorologi diantaranya
kecepatan angin, suhu udara dan fluks panas yang
berubah-ubah, gelombang dan curah hujan.
parameter oseanografi merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh terhadap
variabilitas hasil tangkapan ikan, seperti klorofil-a
dan suhu permukaan laut, karena suhu sangat
berpengaruh terhadap metabolisme ikan secara
biologis (Adnan, 2010)
IV. PENUTUP
Jumlah hasil tangkapan nelayan bagan
tancap dengan menggunakan lampu celup bawah
air mengalami peningkatan khususnya setelah
tengah malam atau saat menjelang pagi hari (03:00-
05:30 Wita). Total hasil tangkapan per trip
berdasarkan jenis ikan masing-masng antara lain
Udang rebon (Acetus indicus) sebanyak 51,7 Kg,
teri (Stolephorus commersonii) sebanyak 35,6 Kg,
tembang (Sardinella gibbosa) sebanyak 23,4 Kg,
selar como (Alepes djedaba) sebanyak 22,8 Kg,
cumi-cumi (Loligo sp) sebanyak 48,5 Kg, titang
(Scatophagus sp) sebanyak 36,3 Kg, belanak
(Valamugil seheli) sebanyak 32,4 Kg. Karakter
Schooling ikan di area penangkapan berupa
gerombolan dan soliter yang rata-rata berada pada
kedalaman 2-6 meter dari area pencahayaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran kegiatan
penelitian ini. Terkhusus kepada Kementerian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI
melalui Dirjen Pendidikan Tinggi yang
memberikan Hibah Penelitian pada Skim
Penelitian Dosen Pemula (PDP) 2020.
REFERENSI
Adnan. 2010. Analisis Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a Data Inderaja Hubungannyadengan Hasil
Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Di Perairan Kalimantan Timur. Jurnal Amanisal
PSP FPIK Unpatti – Ambon: 1 (12): 45-58.
Angreni, H., Sudirman dan Muhammad Kurnia. 2019. Pola Kedatangan Ikan Pada Area Penangkapan
Bagan Tancap Sekitar Mangrove Dengan Teknologi Hidroakustik. Jurnal Octopus. Vol 8(2) : 22-
29.
Anongponyoskun, M., Kamonpan Awaiwanont, Suppachai Ananpongsuk dan Sukchai Arnupapboon.
2011. Comparison Of Different Light Spectra In Fishing Lamps. Kasetsart J: Hal 856-862.
Brown A, Isnaniah, Domitta S. 2013. Perbandingan Hasil Tangkapan Kelong (Liftnet) Menggunakan
Lampu Celup Bawah Air (LACUBA) dan Petromaks di Perairan Desa Kote Kecamatan Singkep
Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau. Jurnal Akuatik 4(2):149-158.
Cahya NC, Setyohadi D dan Surianti D., 2016. Pengaruh Parameter Oseanografi Terhadap Distribusi
Ikan. Jurnal Perikanan Dan Kelautan. 12 (4) : 1-14.
Dwipayana M.F., Sunarto, Iis Rostini, Izza Mahdiana Apriliani. 2018. Hasil Tangkapan Alat Tangkap
Bagan Apung Dengan Waktu Hauling Berbeda Di Pantai Timur Perairan Pangandaran. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. Vol. IX(1) : 112-118
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. 198 p.
Fauziyah, Hartoni dan A. Agussalim. 2010. Karakteristik Shoaling Ikan Pelagis Menggunakan Data
Akustik Split Beam di Perairan Selat Bangka Pada Musim Timur. Ilmu Kelautan, vol. 15 (1) 17-
22. ISSN 0853-7291.
Fitri, Aristi D.P., Asriyanto dan Heri Sutanto. 2009. Tingkah Laku Akustik (Acoustic behaviour) Ikan
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurusan Perikanan, FPIK Universitas Diponegoro.
Ilmu Kelautan. September 2009. Vol. 14 (3): 160 -163.
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) Volume 13 Nomor 2 (Oktober 2020)
499
Hakgeun J, Seunghwan Y, Junghoon L, Young. 2012. The Retinula Responses of Common Squid Todarodes
Pacificus for Energy Efficien Fishing Lamp Using LED. Elsevier Renewable Energy. 5(4):101-104.
Kida, S. and S. Wijffels. 2012. The impact of the Indonesian throughflow and tidal mixing on the
summertime sea surface temperature in the western Indonesian Seas. J. Geophys. Res., 117
(C09007).
Kurnia, M., Sudirman, dan Alfa F.P. Nelwan. 2015. Studi Pola Kedatangan Ikan Pada Area Penangkapan
Bagan Perahu Dengan Teknologi Hidroakustik. Jurnal IPTEKS PSP, Vol.2 (3) April 2015: 261-
271.
Mulyawan , Masjamsir dan Andriani, Y. 2015. Pengaruh Perbedaan Warna Cahaya Lampu Terhadap
Hasil Tangkapan Cumi-cumi (Loligo sp.) Pada Bagan Apung di Perairan Pelabuhanratu
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal Perikanan Kelautan. Vol. VI No. 2(1)/Desember 2015
(116-124).
Sukandar dan Fuad. 2015. Pengoperasian Lampu Celup Bawah Air Pada Bagan Tancap Di Perairan
Lekok. Journal of Innovation and Applied Technology, Vol 1 (2) Desember 2015.
Sulaiman M., Jaya I. dan Baskoro M.S. 2006. Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses Penangkapan dengan
Alat Bantu Cahaya : Suatu Pendekatan Akustik. Jurnal Ilmu Kelautan.11(1) 31-36. ISSN: 0853 –
7291