Upload
anonymous-wmeiuct5ir
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
THE LANDSCAPE ARCHITECTURE BEHIND THE LOWLINE
In 2013 New York City ranked 14th among high density cities in the United States in parkland per 1,000 residents with only 4.6
acres/1000 residents. With almost 8.5 million people living in New York and more commuting on a daily basis, NYCers are finding it
harder and harder to get outside and experience nature. The harsh winter and constant demand for growth and construction only
make this more challenging. In recent years New York has become famous for an unusual method of bringing green space to the
city, the hugely popular “High Line” which reused industrial infrastructure in the creation of a new park. But as unconventional as the
High Line is, it’s nothing compared to James Ramsey's of Raad Studio and Dan Barasch’s state-of-the-art proposed counterpart, the
subterranean “Lowline." Working alongside others including Signe Nielsen, principal at Matthew Nielsen Landscape Architects, and
John Mini, the pair recently opened the Lowline Lab, an environment similar to that of the actual Lowline site that gives the team a
space to put their theories and ideas to the test, gather results and make final decisions. I had a chance to catch up with Ramsey
and Nielsen to discuss the landscape of their test space.
Dari artikel di atas dijelaskan bahwa perkembangan kota New York tidak dapat mengimbangi ketersediaan akan ruang terbuka hijau
yang cukup sehingga semakin padat orang yang tinggal di kota tersebut tetapi tidak dapat merasakan kebutuhan akan RTH.
Sedangkan RTH dirasa cukup penting untuk dapat membentuk suatu lingkungan yang sehat dari aspek fisik maupun kebutuhan
psikologis manusia. Karena akhir-akhir ini kota New York sedang diramaikan dengan desain-desain yang bersifat “highline” yaitu
untuk menggunakan infrastruktur di kota tersebut yang tidak terpakai sehingga dapat digunakan untuk sudut-sudut RTH, tetapi
kebutuhan akan RTH di kota New York juga masih belum dapat tercukupi dengan baik untuk dapat mengimbangi pertumbuhan
penduduk yang semakin cepat.
Gambar di atas adalah Highline Park di New York dan salah satu kekurangan dari rancangan tersebut adalah hanya bisa diterapkan
di beberapa tempat saja karena terkait dengan infrastruktur yang ada. Tidak bisa diterapkan di setiap sudut kota karena
perencanaannya memanfaatkan infratstruktur yang tidak terpakai. Namun karena dirancang dengan memanfaatkan fenomena
tersebut, dapat membantu kebutuhan RTH dalam jumlah besar karena luasan yang dipakai juga besar. Selain itu juga dapat
memperindah wajah kota dengan hadirnya ruang hijau dengan desain yang seperti itu.
Dengan mengangkat beberapa fakta di atas, maka beberapa orang tergerak untuk dapat memecahkan dan memberi solusi dari
permasalahn tersebut, kurangnya RTH di kota New York dan bagaimana mengaplikasikan RTH tersebut untuk di bangunan-
bangunan yang masih terpakai, tidak hanya pada bangunan yang tidak terpakai saja.
Oleh karena itu, 3 orang dari bidang ilmu yang berbeda yaitu arsitek Single Nielsen dan John Mini untuk bekerja sama dengan
ilmuwan bernama Ramsey melakukan sebuah riset bagaimana agar RTH dapat diaplikasikan ke dalam bangunan meskipun
bangunan tersebut sudah terbangun dan masih dipakai. Jadi pemanfaatan pada lahan-lahan kosong yang tidak harus besar namun
cukup untuk diberi ruang hijau dan tidak hanya di satu titik melainkan di banyak tempat yang menyediakan lahan kosong tersebut.
Gambar di atas merupakan hasil riset dari ketiga orang tersebut, dinamakan “Landscape Architecture Behind the Low Line”. Dengan
menggunakan beberapa gabungan teknologi untuk dapat memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan sehingga tanaman
dapat berproses untuk fotosintesis dengan sendirinya.
The Lab provides an opportunity to test James Ramsey’s innovative solar technology. His “remote skylights” allow for the collection
and distribution of sunlight from above ground to the subterranean level. The tubes would allow for the transmission of wavelengths
of light necessary to support photosynthesis, enabling vegetative growth. The exciting potential of this new technology gives the
designers countless possibilities, but also presents challenges in their overall goal of creating what they describe as an “entirely new
typology of public space.”
Due to the limitations of the sun-tube technology, the architects encountered a constraint never faced before: a fixed sun, or in the
lab’s case three fixed suns. “It has sort of a disorientating quality because of that,” Ramsey observed, “you can’t really tell how long
you’ve been in the space, you can’t tell the passage of time as well as you might otherwise and so even the shape of the terrain is
meant to be a kind of commentary on that.” While traditional landscape architecture accounts for the sun’s path across the sky in its
planning and designing, the Lowline team had to adapt to a fixed lighting distribution in the space. Measuring and mapping this
distribution became vital to the design process. The architects began to map the light levels in the space in foot-candles and quickly
found that the light distribution was not only projected horizontally but also vertically. It became clear that the topography of the project
was going to be essential to its design and success.
Langkah awal adalah dengan memetakan posisi matahari sepanjang tahun yang berubah-ubah. Dari pemetaan tersebut maka
dihasilkan sumber cahaya matahari yang nantinya akan digunakan untuk proses fotosintesis tanaman dan kebutuhan tanaman yang
lain. Cahaya dan panas tersebut setelah ditangkap oleh teknologi yang digunakan (sesuai gambar) lalu diteruskan ke dalam
bangunan dimana ad ataman atau ruang terbuka hijau di dalamnya. Dan teknologi ini berulang setiap hari prosesnya.
Dari studi kasus di atas dapat disimpulkan bahwa The Landscape Architecture Behind the Low Line merupakan sustainable
landscape architecture dengan mencocokan terhadap 3 poin utama :
HEALTHY ENVIRONMENT
Dalam pelaksanaannya, sistem ini diawali dengan survey akan kebutuhan ruang terbuka hijau pada suatu wilayah dan dimana saja
ruang tersebut akan dapat digunakan. Peran aktif masyrakat sekitar dapat membantu terwujudnya sistem ini dimana saja akan
dipakai. Setelah itu ruang terbuka hijau ini nantinya juga digunakan untuk menjadi proses sosialisasi antara masyarakat sekitar,
tempat berkegiatan, berkumpul. Sehingga pra sampai pasca terbangun, semuanya melibatkan masyarakat sekitar untuk terlibat
langsung di dalamnya.
Kegiatan baru yang muncul dengan adanya fasilitas baru di sekitar lingkungan mereka, berupa sarana relaksasi maupun sarana
edukasi dan tempat bermain. Juga tempat berkumpul melakukan interaksi sosial antar sesame di lingkungan mereka yang
sebelumnya jarang dilakukan.
SMALL/LARGE SCALE
Fasilitas ini termasuk dalam skala kecil karena hanya dibangun di lahan-lahan kosong yang bisa digunakan di antara bangunan-
bangunan yang sebelumnya sudah ada. Tetapi sustainable landscape architecture memperbolehkan untuk dibangun dalam skala
apa saja baik besar seperti High Line Park atau yang kecil luasan lahannya.
INTERDISCIPLINARY
Di dalam sistem yang digunakan, dirumuskan oleh beberapa orang dari bidang ilmu yang berbeda, seperti arsitek, ilmuwan yang
melakukan riset tentang sistem dan teknologi terbaru yang dapat digunakan, ilmuwan yang melakukan riset terkait dengan tanaman
apa saja yang dapat digunakan di dalamnya, penelitian tentang event apa yang akan terjadi dan belum terjadi. Sehingga
penggabungan tersebut menghasilkan satu produk dengan banyak pertimbangan dari berbagai bidang ilmu.
Maka dari 3 poin tersebut, studi kasus ini cocok untuk dimasukkan sebagai sustainable landscape architecture.
KESIMPULAN
Sustainable Landscape Architecture dapat menimbulkan event baru yang sebelumnya belum pernah ada di wilayah tersebut
Meningkatkan kualitas kota dari segi perbaikan akan ruang terbuka hijau, khususnya di wilayah yang minim akan RTH
Dapat menaikkan segi ekonomi dan teknologi dan bidang yang lain sesuai dengan desain yang dirancang
Menimbulkan efek positif yang berkepanjangan dari suatu wilayah tersebut dan dapat diteruskan kembali
Interaksi sosial antar masyarakat akan meningkat sesuai dengan semakin bertambahnya jumlah fasilitas umum yang mewadahi
mereka untuk saling berinteraksi antar sesama
source : http://www.archdaily.com/778856/the-landscape-architecture-behind-the-lowline