80
ISSN: 1979-7362 Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011) Optimasi Proses Pemanasan Pada Pembuatan Chips Wortel Kaya Karotenoid Menggunakan Renponse Surface Methodology) (Optimization Of Heating Process In Carrot Chips Hight Carotenoids By Response Surface Methodology) Fajriyati Mas’ud Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ([email protected] ) Andi Saleha Baharuddin Akademi Ilmu Gizi (AIGI), YPAG Makassar Suhardi Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar Abstract Carrot (Daucus carota) contains carotenoid pigment in the form of vitamin A of about 12.000 S.I/100 gram. Epidemiology studies show that carotenoid has many benefits for health. Carotenoid is affected by temperature during thermal process. Therefore carrot processing must be controlled to minimize carotenoid destruction during process. The aims of this research were to optimize temperature processing, time, and ratio of carrot-tapioca flour. It was assumed that carotenoid destruction can be minimized by using appropriate carrot-tapioca flour ratio, controlled temperature, and controlled time of process. This research was conducted in two steps. The first step was carried out to determine appropriate process condition by using 3 variables: (1) time of process, (2) temperature, and (3) carrot- tapioca flour ratio. Indicators used to determine optimum condition from those variables were: total carotenoid and water content. The second step was carried out to optimize processing condition by using Central Composite Design (CCD). Response Surface Methodology (RSM) was used to analyze total carotenoid and water content of chips. This research showed that the optimum conditions for carrot processing were reached at the temperature of 45 o C, processing time 16 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour 1:8.1. Under these conditions, the carrot chips produced contained total carotenoid 345.82 ppm. On the other hand, the optimum processing conditions for optimum water content of 3% was obtained at temperature 52 0 C, processing time 29 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour 1:9.4. Keywords: carrot, chips, carotenoid. PENDAHULUAN Wortel merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang tumbuh dengan baik di dataran tinggi beriklim dingin. Wortel menghasilkan umbi berwarna orange dan terasa agak manis. Warna orange tersebut diakibatkan oleh “pigmen karotenoidyang dikandungnya. Kata “karoten” berasal dari bahasa Latin ”carrot” yang berarti wortel, yaitu pigmen warna kuning dan orange pada buah dan sayur (Kumalaningsih 2006). Karotenoid merupakan pigmen alami yang berwarna kuning sampai merah, ditemukan pada tanaman, ganggang, hewan vertebrata dan mikroorganisme (Linder, 1991). Karotenoid hanya bisa disintesa oleh tanaman dan alga, sedangkan karotenoid yang terdapat di dalam tubuh hewan dan manusia berasal dari tanaman yang dikonsumsinya (Nishigaki dan Waspodo,

OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

  • Upload
    dangnhi

  • View
    260

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

ISSN: 1979-7362

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)

Optimasi Proses Pemanasan Pada Pembuatan Chips Wortel Kaya Karotenoid

Menggunakan Renponse Surface Methodology)

(Optimization Of Heating Process In Carrot Chips Hight Carotenoids By Response Surface

Methodology)

Fajriyati Mas’ud

Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ([email protected])

Andi Saleha Baharuddin

Akademi Ilmu Gizi (AIGI), YPAG Makassar

Suhardi

Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar

Abstract

Carrot (Daucus carota) contains carotenoid pigment in the form of vitamin A of about

12.000 S.I/100 gram. Epidemiology studies show that carotenoid has many benefits for

health. Carotenoid is affected by temperature during thermal process. Therefore carrot

processing must be controlled to minimize carotenoid destruction during process. The aims

of this research were to optimize temperature processing, time, and ratio of carrot-tapioca

flour. It was assumed that carotenoid destruction can be minimized by using appropriate

carrot-tapioca flour ratio, controlled temperature, and controlled time of process. This

research was conducted in two steps. The first step was carried out to determine appropriate

process condition by using 3 variables: (1) time of process, (2) temperature, and (3) carrot-

tapioca flour ratio. Indicators used to determine optimum condition from those variables

were: total carotenoid and water content. The second step was carried out to optimize

processing condition by using Central Composite Design (CCD). Response Surface

Methodology (RSM) was used to analyze total carotenoid and water content of chips. This

research showed that the optimum conditions for carrot processing were reached at the

temperature of 45oC, processing time 16 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour 1:8.1.

Under these conditions, the carrot chips produced contained total carotenoid 345.82 ppm.

On the other hand, the optimum processing conditions for optimum water content of 3% was

obtained at temperature 520C, processing time 29 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour

1:9.4.

Keywords: carrot, chips, carotenoid.

PENDAHULUAN

Wortel merupakan tanaman jenis

umbi-umbian yang tumbuh dengan baik di

dataran tinggi beriklim dingin. Wortel

menghasilkan umbi berwarna orange dan

terasa agak manis. Warna orange tersebut

diakibatkan oleh “pigmen karotenoid”

yang dikandungnya. Kata “karoten”

berasal dari bahasa Latin ”carrot” yang

berarti “wortel”, yaitu pigmen warna

kuning dan orange pada buah dan sayur

(Kumalaningsih 2006).

Karotenoid merupakan pigmen

alami yang berwarna kuning sampai

merah, ditemukan pada tanaman,

ganggang, hewan vertebrata dan

mikroorganisme (Linder, 1991).

Karotenoid hanya bisa disintesa oleh

tanaman dan alga, sedangkan karotenoid

yang terdapat di dalam tubuh hewan dan

manusia berasal dari tanaman yang

dikonsumsinya (Nishigaki dan Waspodo,

Page 2: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

2

2007). Karena warnanya mempunyai

kisaran dari kuning sampai merah, maka

deteksi panjang gelombangnya

diperkirakan antara 430 – 480 nm (Delia

dan Kimura 2004).

Pigmen Karotenoid merupakan zat

gizi yang sangat penting sebab merupakan

pro-vitamin A. Karotenoid yang

dikonsumsi akan menjadi vitamin A aktif

dalam tubuh. Efek fisiologis vitamin A

antara lain adalah menjaga sistem

penglihatan, pendengaran dan reproduksi,

menjaga kondisi biologis kulit dan

mukosa, serta merupakan zat anti kanker.

Fungsi utama vitamin A selain menunjang

dalam proses penglihatan, juga diperlukan

untuk pertumbuhan yang normal (Linder

1991), sehingga vitamin A sangat

dibutuhkan khususnya oleh balita dan

anak-anak guna mencegah defisiensi

vitamin A. Menurut Arnelia (2002), -

karoten mempunyai beberapa aktivitas

biologis yang bermanfaat bagi tubuh

antara lain untuk menanggulangi kebutaan

akibat xeropthalmia, meningkatkan

imunitas tubuh, mencegah proses penuaan

dini, dan menunjang reproduksi.

Mengkonsumsi β-karoten jauh

lebih aman dari pada mengkonsumsi

vitamin A yang dibuat secara sintesis dan

difortifikasi ke dalam makanan (Linder

1991). Tubuh akan mengkonversi β-

karoten menjadi vitamin A dalam jumlah

secukupnya saja, selebihnya akan tetap

tersimpan sebagai β-karoten. Sifat inilah

yang menyebabkan β-karoten berperan

sebagai sumber vitamin A yang aman

(Kumalaningsih, 2006).

Kebutuhan tubuh akan vitamin A

untuk orang dewasa adalah sekitar 5.000

SI per hari, wanita hamil perlu mendapat

tambahan sekitar 1.000 SI dan 3.000 SI

untuk wanita menyusui. Anak-anak

membutuhkan sekitar 200 – 4.000 SI per

hari (Muchtadi TR, 1996). Vitamin A

diukur dalam retinol equivalent (RE),

dimana 1 µg retinol = 1 RE = 6 µg

β-karoten = 12 µg karotenoid = 10 IU

(International Unit) atau SI (Satuan

Internasional) (Winarno 1991). Umbi

wortel segar mengandung vitamin

A = 12.000 SI/100 gram (Direktorat Gizi

Depkes RI, 2008) dan karotenoid 400 mg

RE/g (Hariyadi, 2006). Hal ini berarti

wortel sangat potensial untuk

dikembangkan menjadi berbagai produk

makanan kaya karotenoid.

Hingga saat ini konsentrat

karotenoid masih merupakan produk

impor, dan umumnya karotenoid yang

digunakan merupakan senyawa sintetik.

Demikian pula kapsul vitamin A yang

tersedia saat ini umumnya diolah dari

minyak ikan dan masih merupakan produk

impor (Elisabeth et al. 2003), sehingga

pengembangan wortel sebagai sumber

karotenoid sangat diperlukan.

Melihat manfaat besar karotenoid

bagi tubuh, maka penelitian diarahkan

untuk memperoleh karotenoid dari sumber

alaminya, misalnya dari wortel yang telah

dikenal merupakan sayuran sumber

karotenoid yang tinggi. Hal tersebut dapat

dilakukan dengan mengolah wortel

menjadi berbagai jenis produk pangan

kaya karotenoid.

Pada proses pengolahan wortel,

tidak dapat dihindari proses pemanasan

yang umum dilakukan dalam pengolahan

pangan. Namun beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa karotenoid tidak

tahan terhadap suhu tinggi di atas 60oC,

sehingga dibutuhkan optimasi proses

selama pengolahan wortel guna

menyelamatkan karotenoid yang

dikandungnya.

Salah satu olahan wortel yang

sangat potensial dikembangkan adalah

”chips wortel” yang dalam pengolahannya

membutuhkan proses pemanasan. Untuk

itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan

Page 3: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

3

untuk mengoptimasi suhu dan waktu

pemanasan adonan chips wortel hingga

diperoleh adonan yang sempurna dan tidak

lengket dengan kandungan karotenoid

yang tinggi dan mutu yang memenuhi SNI.

Selain itu, untuk memperoleh chips wortel

juga digunakan tepung tapioka, sehingga

ratio wortel-tapioka yang terbaik penting

diketahui untuk memperoleh produk yang

disukai.

Optimasi proses pada pengolahan

pangan sangat penting dilakukan sebab

sangat terkait dengan biaya produksi serta

mutu produk, utamanya mutu sensorik dan

kandungan gizi. Untuk itu, adanya

optimasi proses memungkinkan produk

dapat diproduksi secara komersial hingga

ke tingkat industri dengan biaya produksi

yang rendah. Disamping itu mutu sensorik

produk dan kandungan gizinya lebih dapat

dipertahankan.

Response Surface Methodology

(RSM) merupakan suatu kumpulan teknik-

teknik statistik dan matematika yang

berguna untuk menganalisis permasalahan

tentang beberapa variabel bebas yang

mempengaruhi variabel tak bebas, serta

bertujuan mengoptimumkan respon

tersebut. RSM dapat digunakan oleh

peneliti untuk (1) mencari suatu fungsi

pendekatan yang cocok untuk meramalkan

respon yang akan datang, (2)

menentukan nilai-nilai dari variabel bebas

yang mengoptimumkan respons yang

dipelajari (Gaspersz, 1995).

Seringkali dalam suatu percobaan

peneliti tidak tahu pasti dimana lokasi titik

maksimum berada, dengan demikian dapat

saja terjadi bahwa dugaan awal tentang

kondisi proses (operasi) yang optimum

dari sistem akan berbeda jauh dari kondisi

optimum yang aktual, sehingga dengan

RSM ini peneliti dapat dibantu untuk

mengetahui lokasi titik maksimum dengan

tepat. Dengan kata lain, RSM dapat

membantu peneliti untuk menentukan

kondisi operasi yang optimum sehingga

dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga

(Gaspersz, 1995).

METODOLOGI

Bahan baku berupa umbi wortel

segar diperoleh dari Kabupaten Enrekang,

Sulawesi Selatan. Bahan-bahan lainnya

adalah tepung tapioka, plastik, ketumbar,

bawang putih, bawang merah, garam, serta

hexan untuk analisa. Adapun alat-alat yang

digunakan adalah spektrofometer

(Spectronic 20 genesys), dan oven (type

Venticell 111).

Analisis Bahan Baku

Analisis kandungan umbi wortel

dilakukan untuk mengetahui kadar

karotenoid wortel segar. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui seberapa besar

kerusakan karotenoid selama pengolahan.

Penelitian Tahap I

Pada penelitian tahap I dilakukan

penentuan lama dan suhu proses

pemanasan adonan, serta rasio wortel-

tapioka yang dapat menghasilkan adonan

yang tidak lengket dengan kandungan

karotenoid produk yang tinggi serta kadar

air produk yang memenuhi SNI. Lama

proses pemanasan adonan yang dicobakan

adalah 15, 20, 25, 30, dan 35 menit, pada

suhu 60oC dengan rasio wortel-tapioka

1:9.

Penentuan suhu dan rasio wortel-

tapioka dilakukan dengan

mengkombinasikan 3 (tiga) level

perlakuan suhu, yaitu 50, 60, dan 70oC,

dengan menggunakan lama proses terbaik

dari perlakuan sebelumnya serta rasio

wortel-tapioka 1:9.

Penentuan rasio wortel-tapioka

dilakukan dengan mengkombinasikan 3

(tiga) perlakuan yaitu rasio wortel-tapioka

Page 4: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

4

1:8, 1:9, dan 1:10, dengan menggunakan

lama dan suhu proses pemanasan terbaik

dari perlakuan sebelumnya.

Perlakuan lama dan suhu proses

pemanasan adonan serta rasio

wortel-tapioka terbaik digunakan sebagai

titik tengah perancangan tahap II.

Indikator penentuan perlakuan terbaik

adalah kadar karotenoid produk yang

tinggi serta kadar air yang memenuhi SNI.

Kadar air penting menjadi indikator sebab

berpengaruh terhadap daya tahan produk

selama penyimpanan. Kadar air kerupuk

berdasarkan SNI maksimal 3% . Pada

kadar air tersebut produk-produk

kelompok kerupuk aman selama

penyimpanan.

Proses pembuatan chips wortel

adalah sebagai berikut: dipilih wortel

yang baik dan segar, kulit dikupas dan

dicuci dengan air bersih, di blanching

hingga strukturnya lunak, diblender hingga

menjadi bubur wortel yang selanjutnya

dicampurkan dengan tapioka dengan

perbandingan sesuai perlakuan, dan juga

dicampur dengan bumbu yang telah

dihaluskan hingga menjadi adonan, adonan

dipanaskan dengan suhu dan waktu sesuai

perlakuan hingga menjadi adonan yang

tidak lengket, adonan dicetak dengan cara

dibungkus plastik berdiameter 3 cm,

adonan diris dengan ketebalan 2-3 mm

hingga menjadi chips mentah, selanjutnya

dikeringkan hingga kadar air maksimum

3%.

Penelitian Tahap II

Penelitian tahap II dilakukan untuk

memperoleh kondisi proses pemanasan

adonan chips wortel yang optimum untuk

menghasilkan chips wortel yang

mengandung karotenoid tinggi dan kadar

air yang memenuhi SNI. Penelitian

mengikuti rancangan Central Composite

Design (CCD) dari Response Surface

Methodology (RSM) dengan 3 (tiga)

variabel yaitu lama proses pemanasan

adonan, suhu proses pemanasan adonan,

dan rasio wortel-tapioka. Titik tengah

perancangan penelitian diambil dari lama

proses pemanasan, suhu, dan rasio wortel-

tapioka terbaik dari penelitian tahap I.

Perlakuan dan kode perlakuan untuk 3

variabel dapat dilihat pada Tebel 1.

Rancangan percobaan dapat dilihat pada

Tabel 2. Model umum rancangan yang

digunakan adalah :

Dimana Y = Respon pengamatan,

β0 = Intersep, βi = Koefisien linier, βii =

Koefisien kuadratik, βij = Koefisien

interaksi perlakuan, Xi = Kode

perlakuan untuk faktor ke-i, Xj = Kode

perlakuan untuk faktor ke-j, k = Jumlah

faktor yang dicobakan. Data yang

diperoleh dianalisis menggunakan

software SAS v6.12, dan untuk

memperoleh bentuk permukaan respon

menggunakan software SURFER 32.

Parameter

Parameter yang diukur adalah kadar

air (Metode Oven, AOAC 1995), dan

kadar karotenoid (Metode

Spektrofotometri, PORIM 1998). Prinsip

pengukuran kadar air metode oven adalah

pengeringan sampel dalam oven pada suhu

di atas titik didih air hingga diperoleh berat

yang tetap. Cawan kosong dan tutupnya

dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC

selama 1 jam, didinginkan dalam desikator

lalu ditimbang, kemudian ditimbang 5

gram sampel dan dimasukkan ke dalam

cawan, tutup cawan diangkat dan

tempatkan cawan dan tutupnya beserta

sampel di dalam oven selama 6 jam,

kontak antara cawan dengan dinding oven

dihindari. Selanjutnya cawan dipindahkan

ke dalam desikator, ditutup dengan

penutup cawan lalu didinginkan. Setelah

dingin, ditimbang kembali, lalu

dikeringkan kembali di dalam oven sampai

k,1k

2j1,i

jiji,

k

1i

2

iii

k

1i

ii0 XX XXY

Page 5: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

5

diperoleh berat yang tetap. Perhitungan

kadar air menggunakan rumus:

Kadar air (%) = x 100%

Keterangan :

m1 = berat sampel

m2= berat sampel setelah pengeringan

Prinsip pengukuran kadar

karotenoid metode spektrofotometri adalah

pengukuran karotenoid dengan absorbsi

pada panjang gelombang dengan kisaran

430 – 480 nm. Sebanyak 0,1 gram sampel

yang telah dihaluskan dilarutkan dengan

hexan dalam labu ukur 25 ml sampai tanda

tera, lalu dikocok hingga homogen.

Selanjutnya absorbansi diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang

446 nm. Total karotenoid menggunakan

rumus :

Total karotenoid (ppm) =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Bahan Baku

Hasil yang diperoleh dari analisis

bahan baku umbi wortel dapat dilihat pada

Tabel 1. Umbi wortel yang diperoleh dari

Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan

mengandung karotenoid rata-rata 420

ppm.

Tabel 1. Hasil analisis bahan baku umbi wortel

Ulangan Karotenoid (ppm)

1 420

2 418

3 421

Rata-rata 420

Penelitian Tahap I

Hasil penentuan lama proses

pemanasan adonan chips wortel dapat

dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kadar

karotenoid dan kadar air produk chips

wortel yang dihasilkan dari masing-masing

waktu yang dicobakan, maka perlakuan

ke-3 yaitu lama pemanasan 25 menit,

suhu 60oC, dan rasio wortel-tapioka 1:9

memberikan hasil yang terbaik dengan

kadar karotenoid 284 ppm dan kadar air

3%. Dengan demikian maka lama

pemanasan 25 menit dipilih menjadi titik

tengah perancangan tahap II.

Pemanasan adonan chips wortel

selama 15 dan 20 menit sebenarnya

mengandung karotenoid yang lebih tinggi,

namun kadar airnya di atas 3%. Selama

proses pemanasan, kadar air akan

berkurang seiring dengan semakin

lamanya proses berlangsung akibat

penguapan. Hal serupa juga terjadi pada

karotenoid dimana degradasi karotenoid

terjadi akibat paparan suhu tinggi.

Gambar 1. Hubungan antara lama

pemanasan (menit) adonan

chips wortel dengan kadar

air (%) dan kadar

karotenoid (ppm) produk

chips wortel pada suhu

60C dan rasio wortel-

tapioka 1:9.

Hasil yang diperoleh dari

penentuan perkiraan suhu dan rasio

wortel-tapioka dapat dilihat pada Gambar

Page 6: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

6

2. Grafik pada Gambar 2 memperlihatkan

bahwa pada suhu 60oC, rasio wortel-

tapioka 1:9, dan lama pemanasan 25

menit, chips yang dihasilkan memiliki

kadar karotenoid 283 ppm dan kadar air

3%. Dengan demikian maka suhu 60oC

dipilih menjadi titik tengah perancangan

penelitian tahap II.

Hasil penelitian di atas sesuai

dengan pendapat Fennema (1985), bahwa

karotenoid tidak mengalami kerusakan

pada pemanasan 60oC. Lebih lanjut

Iwasaki dan Murakhosi (1992)

mengatakan bahwa bila suhu lebih tinggi

akan terjadi oksidasi karotenoid terutama

jika terdapat prooksidan. Bila teroksidasi,

aktivitas karotenoid akan menurun karena

terjadinya perubahan isomer dari bentuk

trans menjadi cis. Aktivitas biologis

isomer cis karotenoid ini sekitar 15-75%

(Onyewu 1985).

Gambar 2. Hubungan antara suhu (C) dan

rasio wortel-tapioka dengan

kadar karotenoid (ppm) dan

kadar air (%) produk chips

wortel pada t=25 menit

Penelitian Tahap II

a. Hasil optimasi kadar karotenoid

Hasil optimasi kondisi proses

pemanasan adonan chips wortel untuk

memperoleh produk yang mengandung

karotenoid tinggi menunjukkan terjadinya

penurunan, hal ini berarti bahwa

kombinasi lama pemanasan, suhu, dan

rasio wortel-tapioka berpengaruh

menurunkan kadar karotenoid produk.

Visualisasi permukaan respon dari data

kadar karotenoid chips wortel yang

dihasilkan dari keduapuluh perlakuan

(Tabel 3) yang menggunakan uji RSM

dapat dilihat pada Gambar 3. Persamaan

RSM dari proses pemanasan adonan chips

wortel untuk memperoleh kadar

karotenoid yang maksimum adalah:

Y = -1028.948469 + 16.933710X1 +

3,709748X2 + 15592X3 -

0.180536X12

- 0.048611X1X2 –

0.075536X22 + 1.060606X1X3 +

7.181818X2X3 - 63754X32

………………………………………

…………..(Persamaan 1)

Dimana Y adalah kadar karotenoid,

X1 adalah suhu pemanasan, X2 adalah

lama pemanasan, dan X3 adalah rasio

wortel-tapioka. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa model permukaaan

respon memiliki nilai R2 = 0,75 atau

koefisien korelasi (r) yang cukup besar

yaitu 0,86. Hal ini berarti variabilitas data

dapat dijelaskan oleh model, sehingga

model persamaan tersebut dapat digunakan

sebagai model dalam menentukan optimasi

terhadap kadar karotenoid chips wortel

yang maksimum.

Tabel 2. Perlakuan dan kode perlakuan untuk 3 variabel

Perlakuan Perlakuan dan Kode Perlakuan

-

1,682 -1 0 1 1,682

Suhu pemanasan (0C) 50 54 60 66 70

Lama pemanasan (menit) 15 19 25 31 35

Rasio wortel-tapioka 1:8.0 1:8.4 1:9.0 1:9.6 1:10

Page 7: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

7

Tabel 3. Rancangan percobaan dengan

sistem pengkodean

Tabel 3. Lanjutan

Gambar 3. Permukaaan tanggap (response

surface) kadar karotenoid

chips wortel

Berdasarkan analisis kanonik

(canonical analysis) untuk menentukan

kondisi optimum respon yaitu kadar

karotenoid, diketahui bahwa nilai kritis

untuk suhu adalah 45oC, lama

pemanasan 16 menit, dan rasio

wortel-tapioka 1:8,1. Pada titik-titik

tersebut nilai kadar karotenoid yang

diperkirakan pada titik stasioner adalah

345,82 ppm.

Gambar 3 memperlihatkan

permukaaan tanggap (response surface)

kadar karotenoid chips wortel pada kondisi

pemanasan adonan yang optimum.

Tampak bahwa pengaruh suhu lebih kuat

terhadap degradasi karotenoid

dibandingkan pengaruh lama pemanasan.

Degradasi karotenoid lebih besar dengan

meningkatnya suhu pada lama proses

pemanasan yang sama (konstan)

dibandingkan dengan degradasi karotenoid

dengan semakin lamanya pemanasan pada

suhu yang sama (konstan). Kurva pada

sumbu x (suhu) lebih cembung dibanding

kurva pada sumbu y (waktu), artinya

degradasi karotenoid lebih besar apabila

suhu meningkat dibanding degradasi

karotenoid apabila waku pemanasan

semakin lama.

Hasil penelitian Sahidin et al. (2000)

menunjukkan bahwa degradasi β-

karoten sangat dipengaruhi oleh suhu dan

lamanya pemanasan. Semakin tinggi suhu

dan semakin lama pemanasan

No Suhu

pemanasan(0C)

Lama

pemanasan

(menit)

Rasio wortel-

tapioka

1 -1 -1 -1

2 1 -1 -1

3 -1 1 -1

4 1 1 -1

5 -1 -1 1

6 1 -1 1

7 -1 1 1

8 1 1 1

9 -1,682 0 0

10 1,682 0 0

11 0 -1,682 0

12 0 1,682 0

13 0 0 -1,682

14 0 0 1,682

15 0 0 0

16 0 0 0

17 0 0 0

18 0 0 0

19 0 0 0

20 0 0 0

No Suhu

pemanasa

n(0C)

Lama

pemanasan

(menit)

Rasio

wortel-

tapioka

1 54 19 1:8.4

2 66 19 1:8.4

3 54 31 1:8.4

4 66 31 1:8.4

5 54 19 1:9.6

6 66 19 1:9.6

7 54 31 1:9.6

8 66 31 1:9.6

9 50 25 1:9.0

10 70 25 1:9.0

11 60 15 1:9.0

12 60 35 1:9.0

13 60 25 1:8.0

14 60 25 1:10

15 60 25 1:9.0

16 60 25 1:9.0

17 60 25 1:9.0

18 60 25 1:9.0

19 60 25 1:9.0

20 60 25 1:9.0

Page 8: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

8

mengakibatkan degradasi β-karoten

semakin besar. Struktur senyawa β-

karoten yang mempunyai 11 ikatan

rangkap yang terkonyugasi mengakibatkan

β-karoten mudah terdegradasi oleh panas.

Rianto (1995) melaporkan bahwa terdapat

interaksi yang nyata antara suhu

pemanasan dan lama pemanasan terhadap

penurunan karoten total. Artinya, semakin

tinggi suhu pemanasan maka semakin

besar penurunan karoten total dengan

waktu pemanasan yang sama, dan juga

semakin lama pemanasan maka semakin

besar penurunan karoten total dengan suhu

pemanasan yang sama. Penurunan karoten

total tersebut semakin besar bila

pemanasan dilakukan pada suhu tinggi

Eskin (1989) mengemukakan

pengaruh suhu terhadap karotenoid.

Karotenoid akan mengalami kerusakan

pada suhu tinggi sehingga terjadi

dekomposisi karotenoid yang

mengakibatkan turunnya intensitas warna

karotenoid atau terjadi pemucatan. Lebih

lanjut Priata (1997) menjelaskan bahwa

degradasi thermal yang terjadi pada β-

karoten dipengaruhi oleh cahaya, suhu,

dan oksigen.

b. Hasil optimasi kadar air

Hasil optimasi kondisi proses

pemanasan adonan chips wortel untuk

memperoleh produk chips wortel dengan

kadar air yang rendah menunjukkan

terjadinya penurunan, hal ini berarti bahwa

kombinasi lama pemanasan, suhu, dan

rasio wortel-tapioka berpengaruh

menurunkan kadar air produk chips wortel.

Visualisasi permukaan respon dari data

kadar air chips wortel yang dihasilkan dari

keduapuluh kondisi proses pemanasan

adonan chips wortel yang menggunakan

uji RSM dapat dilihat pada Gambar 4.

Persamaan RSM dari proses pemanasan

adonan chips wortel untuk memperoleh

kadar air yang minimum adalah:

Y = 3.852345 + 0.153893X1 -

0.080613X2 – 66.906330X3 -

0.001666X12

- 0.000455X1X2 +

0.001134X22 + 0.293394X1X3 +

0.361758X2X3 + 194.166397X32

……………………………..………

…….(Persamaan 2)

Dimana Y adalah kadar air, X1

adalah suhu pemanasan, X2 adalah lama

pemanasan, dan X3 adalah rasio wortel-

tapioka. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa model permukaaan

respon memiliki nilai R2 = 0,87 atau

koefisien korelasi (r) yang besar yaitu

0,93. Hal ini berarti variabilitas data dapat

dijelaskan oleh model, sehingga model

persamaan tersebut dapat digunakan

sebagai model dalam menentukan optimasi

terhadap kadar air chips wortel yang

minimum.

Gambar 4. Response surface kadar air

chips wortel pada kondisi

pemanasan adonan yang

optimum

Berdasarkan analisis kanonik untuk

menentukan kondisi optimum respon yaitu

kadar air diketahui bahwa nilai kritis

untuk suhu adalah 52oC, lama proses 29

menit, dan rasio wortel-tapioka 1:9,4.

Pada titik-titik tersebut nilai kadar air

chips wortel yang diperkirakan pada titik

stasioner adalah 3%.

Gambar 4 memperlihatkan response

surface kadar air chips wortel pada kondisi

Page 9: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

9

pemanasan adonan yang optimum. Dapat

dilihat bahwa pengaruh suhu lebih kuat

terhadap penurunan kadar air

dibandingkan pengaruh lama pemanasan.

Penurunan kadar air lebih besar dengan

semakin meningkatnya suhu pada lama

pemanasan yang sama (konstan),

dibanding dengan penurunan kadar air

dengan semakin lamanya pemanasan pada

suhu yang sama (konstan). Kurva pada

sumbu x (suhu) lebih cembung dibanding

kurva pada sumbu y (waktu), artinya

penurunan kadar air lebih besar apabila

suhu meningkat dibanding penurunan

kadar air apabila waku pemanasan

semakin lama.

KESIMPULAN

Kondisi proses pemanasan adonan

chips wortel yang optimum untuk

memperoleh produk chips wortel yang

mengandung karotenoid tinggi dilakukan

pada suhu 45oC, lama pemanasan 16

menit, dan rasio wortel-tapioka 1:8,1.

Pada titik-titik tersebut nilai kadar

karotenoid yang diperkirakan pada titik

stasioner adalah 345,82 ppm. Sedangkan

kondisi proses pemanasan adonan chips

wortel yang optimum untuk memperoleh

produk chips wortel yang mengandung

kadar air maksimum 3% dilakukan pada

suhu 52oC, lama pemanasan 29 menit,

dan rasio wortel-tapioka 1:9,4. Pada titik-

titik tersebut nilai kadar air chips wortel

yang diperkirakan pada titik stasioner

adalah 3%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada pimpinan dan

segenap staf Akademi Ilmu Gizi (AIGI),

Yayasan Perguruan Amanna Gappa

(YPAG) Makassar, yang telah membantu

terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arnelia. 2002. Fito-kimia komponen

ajaib cegah penyakit jantung koroner

dan kanker.

http://www.kimianet.lipi.go.id. [3

September 2006].

[AOAC] Association of Official

Analytical Chemist. 1995. Official

Methods of Analysis. Vol IIA.

AOAC Inc. 4: 17 – 19. Washington.

Delia, Kimura M. 2004. HarvestPlus

Handbook for Carotenoid Analysis.

2nd

edition. HarvestPlus Technical

Monograph. Washington.

Elisabeth J, Siahaan D, Andarwulan N.

2003. Mikroenkapsulasi minyak

makan merah untuk produk

suplemen dan fortifikan pangan.

J. Penelitian Kelapa Sawit. Vol 11.

No 3:143 – 157.

Eskin. 1989. Plant Pigment, Flavor and

Texture. Academic Press. New York.

Fennema . 1985. Food Chemistry. Marcel

Dekker, Inc., New York.

Gaspersz V. 1995. Teknik Analisis dalam

Penelitian Percobaan. Tarsito.

Bandung.

Hariyadi, P. 2006. Minyak sawit

ingridien pangan potensial. Bogor:

Food Review Indonesia. PT. Media

Pangan Indonesia. Jakarta.

Iwasaki R, Murakoshi M. 1992. Palm oil

yields carotene for world market.

Oleochemicals, inform, Vol. 3, No.

2: 210 – 217.

Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan

alami. Trubus Agrisana, Surabaya.

Page 10: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

10

Linder MC. 1991. Nutritional

Biochemistry and Metabolism with

Clinical Applications. Ed 2nd

.

Pretice-Hall International Inc.

California.

Muchtadi TR. 1996. Peranan teknologi

pangan dalam rangka peningkatan

nilai tambah produk minyak sawit

Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar

Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Nishigaki, Waspodo IS. 2007. Khasiat

Buah Merah Sebuah Kajian di

Jepang. Cindy Printing. Jakarta.

Onyewu PN. 1985. Thermal Degradation

of β-carotene Under Simulated Time

and Temperatures Conditions of

Various Food Processes. UMI

Dessertation Services. Michigan.

PORIM. 1995. PORIM Test Methods.

Palm Oil Research Institute of

Malaysia; Ministry of Primary

Industries. Malaysia.

Priata A. 1997. Karakteristik senyawa non

volatil produk degradasi thermal

beta-karoten. [Skripsi]. Bogor:

FATETA-IPB.

Rianto D. 1995. Sifat fisiko-kimia dan

stabilitas panas minyak sawit

merah. [Skripsi]. Bogor: FATETA-

IPB.

Sahidin, Sabirin M, Eka N. 2000.

Degradasi β-karoten dari minyak

sawit mentah oleh panas. J.

Penelitian Kelapa Sawit Vol. 8.

No. 1: 39-49.

Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan

Gizi. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Page 11: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

ISSN: 1979-7362

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)

Studi Degradasi Fungsi Infrastruktur Waduk Bakaru dengan Pemodelan Suspended

Load DPS Mamasa Kabupaten Pinrang

(Infrastructure Degradation Function Study of Bakaru Resevoir by Suspended Load

Modeling on Mamasa River Watershed Pinrag Regency)

I. Widyastuti

Universitas Kristen Indonesia Paulus, Makassar

L. Samangi

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar

A. Munir

Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstract

The main function of Bakaru Resevoir is degradating as a hydroelectrical resource

(PLTA) to supply SULSEL, SULBAR, and SULTRA area. This research aims to I) analyze

Mamasa River water resources that influence the sedimentation rate and volume deposit in

the reservoir, II) inflow suspended load disperse pattern in the reservoir that influence the

water quality standard to turbine movement. Hydrology data obtained from three rainfall

hydrologic Station Mamasa, Sumarorong and Sikuku and daily flowrate data from AWLR

Dam Bakaru Station. Resevoir capacity degradation analysis utilized two approaches. 1)

Numeric analysis by Surface water Modelling System Version 8.1 that shown the suspended

load disperse pattern in the reservoir and the input data using Nakayasu Method flood. 2)

Empirical analysis for reservoir capacity estimation by a) flow-sediment curve using Cubic

Spline Interpolation Method and sediment sample measurement. B) Generation flow by

Thomas Fiering Method. The result showed that Mamasa River is in critical condition

criteria 90, maximum specific discharge is 17.24 m3/det/100 Km

2 and minimum 1.9

m3/det/100 Km

2. Sediment rate of 406.991 m3/year and deposite sedimentation volume of

4,997,360 m3 with reservoir effective volume 1,92,640 m3 till 2010 year. Analyses result

showed reservoir effective capacity decrease 9% per year. Suspended load dispersion paterrn

showed that sediment consentration is 0.578 g/l at the upper reservoir stream and 0.004 g/l

at the lower reservoir stream with alteration base line 0.165 m at the upper reservoir stream

and 0.004 m at the lower reservoir stream.

Keywords : reservoir, suspended sediment, effective capacity, degradation.

PENDAHULUAN

Infrastruktur Waduk Bakaru secara

geografis terletak pada 119o 35’ 50” BT dan 3

o

26’ 53” LS. Infrastruktur ini merupakan

bangunan penting yang berada di Wilayah hilir

DPS Mamasa dengan wilayah administrasi

Kabupaten Mamasa seluas 83.352 ha (79%),

wilayah Kabupaten Pinrang seluas 21.160 ha

(20%), dan wilayah Kabupaten Tana Toraja

seluas 705 ha (1%). Luas total DAS Mamasa

±105.217 ha memiliki S. Mamasa sebagai

sungai utama dengan panjang ±117 km

terbentang dari utara (Kab. Mamasa)

menuju ke selatan (Kab. Pinrang). S.

Mamasa merupakan media untuk

mengalirkan air sekaligus mengangkut

sedimen yang tersuspensi dari hasil erosi.

Infrastruktur Waduk yang berada pada

DPS Mamasa atau yang dikenal dengan

Waduk Bakaru memiliki fungsi utama

yaitu sebagai Pembangkit Listrik Tenaga

Air (PLTA). Infrastruktur ini merupakan

salah satu infrastruktur terbesar di

Sulawesi Selatan yag terletak di

Kabupaten Pinrang memiliki luas waduk

Page 12: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

12

199,85 ha dengan kapasitas tampungan 8,38 x

106 m

3 dan kapasitas efektif sebesar 2 X 10

6

m3, selain itu Waduk Bakaru memiliki 2 (dua)

buah turbin yang memiliki tenaga mekanik

sebesar 126 MW dan untuk menggerakkan ke

dua turbin tersebut dibutuhkan debit air normal

sebesar 45 m3/detik.

Kemampuan produksi kWh listrik tahunan

turbin PLTA Bakaru sangat dipengaruhi oleh

kemampuan infrastruktur dalam menyimpan

air. Ada beberapa parameter yang

mempengaruhi kemampuan waduk dalam

menyimpan air, satu diantaranya adalah laju

sedimentasi waduk. Berdasarkan hasil

pengukuran dan penelitian kondisi existing

infrastruktur Waduk Bakaru yang dilakukan

oleh PT. PLN (Persero) wil. XIII Sektor

Bakaru,2005, menunjukkan kondisi

infrastruktur sangat memprihatinkan, dimana

volume air di waduk cenderung menurun dari

kapasitas tampung 6.919.900 m3 pada tahun

1990 menjadi 588.500 m3 pada tahun 2005,

sedangkan volume sedimentasi menunjukkan

peningkatan yang signifikan yaitu 0 m3 pada

tahun 1990 menjadi 6.331.400 m3. (Hasil

laporan pengukuran/penelitian PT. PLN Sektor

Bakaru, 2005)

Dalam upaya memperbaiki dan memulihkan

kondisi infrastruktur waduk diperlukan

identifikasi dan pemetaaan masalah secara

tepat. Salah satu upaya yang dilakukan melalui

penelitian ini, yakni bagaimana

mengidentifikasi laju sedimen, volume dan

pola sebaran sedimen melayang.

Penelitian ini menitikberatkan pada studi

pengurangan fungsi infrastruktur untuk

kapasitas tampungan dan pengurangan debit

berdasarkan kapasitas efektif, sehingga studi

ini dapat memberikan masukan bagi pihak-

pihak yang terkait dalam pengelolaan

infrastruktur Waduk pada khususnya serta

keberadaan infrastruktur tersebut bisa

memberikan manfaat bagi masyarakat pada

umumnya.

METODOLOGI

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Daerah

Pengaliran sungai Mamasa yang secara

geografis terletak antara 3o 30’ – 2

o 51’

LS dan 119o 15’ – 119

o 45’ BT. Khusus

pengambilan sample sedimen dilakukan

di hilir Sungai Mamasa, berjarak 5 Km

dari Waduk Bakaru (sumber : observasi

awal) tepatnya di Dusun Silei, Kelurahan

Lembang, Kecamatan Ulu Saddang,

Kabupaten Pinrang.

Kerangka Konseptual

Penelitian degradasi fungsi

infrastruktur waduk yang dilakukan pada

DPS Mamasa memiliki kerangka

konseptual sebagai berikut:

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

eksploratif dengan menganalisis data

Gambar 1. Diagram Kerangka Konseptual

Tindakan

Mitigasi

Jangka Panjang

Degradasi Fungsi Waduk

Sedimentasi berlebihan di Sungai

atau Tampungan (Sedimen di Hilir)

Isu Degradasi Kondisi

Pengaliran Waduk

Tindakan

Mitigasi

Jangka Pendek /

Menengah

Erosi Daerah

Aliran Sungai

Debit dan kosentrasi

Suspended Load

Laju Sedimen (Erosi di

Hulu)

Studi

Karakteristik

DAS

Keseimbangan Air

Topografi

Dampak

terhadap

Keseimbangan

Air Waduk

Studi

Karakteristik

Sedimen

(Lab./Observa

si)

Simulasi Pola Aliran Sedimen

Melayang Pada Waduk SMS –

Ex.SED2D-WES

Kurva

Debit-

sedimen

Kapasitas

Waduk

Page 13: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

13

primer dan sekunder. Dalam penelitian

dilakukan beberapa analisis yaitu :

1. Analisis data curah hujan, akan

menghasilkan debit rancangan banjir

2. Analisis data sedimen melayang

menggunakan percobaan laboratorium dan

akan menghasilkan nilai konsentrasi

sedimen (Cs), hubungan dengan debit (Qw),

dan akhirnya akan menghasilkan hubungan

antara sedimen melayang dan debit dalam

bentuk lengkung debit-sedimen melayang.

3. Untuk menentukan banyaknya sedimen

yang masuk sampai saat ini, digunakan debit

bangkitan harian guna mendapatkan data

debit bulanan selama 1 tahun. Pembangkitan

data debit menggunakan Metode Thomas

Fiering.

4. Analisis Selanjutnya untuk menentukan laju

numerik sedimen melayang waduk

menggunakan alat bantu Model SMS

(Surface Water Modelling System) versi 8.1

berdasarkan debit rancangan.

5. Setelah mengetahui besarnya sedimen yang

masuk ke waduk maka ditentukan

penurunan fungsi infrastruktur terhadap

kapasitas efektif waduk.

Jenis Data

Data – data yang diperlukan dalam

penelitian :

a. Data Sedimen

b. Peta topografi DPS Mamasa

c. Peta Bathimetri Waduk

d. Data Curah Hujan harian/bulanan/tahunan

e. Data inflow maksimum pengoperasian

waduk

Metode Pengumpulan Data

Data Primer meliputi data pengukuran debit

dan data pengukuran sedimen melayang

(Januari, 2010). Data Sekunder meliputi peta

topografi DPS Mamasa, peta bathimetri

Waduk Bakaru, data curah hujan, dan data

inflow standar pengoperasian infrastruktur

waduk diperoleh dari PT. PLN (PERSERO)

Sektor Bakaru serta data Pengukuran Sedimen

dasar, dari tahun 1985 s/d 1996

Metode Analisis Data

1. Dalam menganalisis data curah hujan

menggunakan metode analisis

hidrograf satuan sintetik.

2. Untuk menganalisis sedimen

melayang menggunakan hasil

laboratorium dan pengolahan data

pengukuran debit menggunakan

metode Cubic Spilne Interpolation.

3. Analisis Estimasi laju sedimen yang

masuk ke infrastruktur waduk

menggunakan metode lengkung

debit. Untuk sedimen melayang

menggunakan persamaan empiris dan

untuk sedimen dasar menggunakan

hasil penelitian terdahulu.

4. Dari analisis volume waduk

selanjutnya diketahui besarnya

tingkat degradasi fungsi infrastruktur

waduk yang mempengaruhi inflow

standar waduk.

Diagram Alir Penelitian

Input data Sekunder:

Peta Topografi & bathimetri waduk

Data Curah hujan

Data Sedimen dasar

Data Inflow (Debit)

Input data Primer:

Pengukuran debit

Pengukuran sample sedimen layang

Pengolahan data

Identifikasi Masalah Sedimentasi

Analisis Hidrologi Analisis Sedimen

Kurva debit-sedimen

Hidrograf

Debit

rancangan

kondisi

banjir

Pola Sebaran Sedimen Melayang

Debit Bangkitan

Harian

Thomas

Fiering

Pemodelan Sedimen

Melayang SMS 8.1 Ex.

SED2D-WES

Analisis Empirik Analisis Numerik

Sedimen

Melayang

Debit

Debit Cubic Spiline

Interpolation

Estimasi Kapasitas dan Inflow

Infrastruktur

Degradasi Kapasitas Waduk

Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Page 14: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

14

Pengukuran Debit dan Angkutan Sedimen.

Pengukuran debit dan angkutan sedimen

yang masuk ke waduk PLTA Bakaru dilakukan

dengan cara dan prosedur sebagai berikut:

Pengukuran debit

Sebagaimana lazimnya, pengukuran debit

dengan cara langsung dilakukan dengan

mengukur profil melintang sungai/saluran dan

kecepatan aliran secara periodik pada lokasi

yang sama. Dengan menggunakan sejumlah

data pengukuran tersebut, digambarkan

hubungan antara debit dengan kedalaman,

kecepatan atau parameter lainnya yang

diperlukan. Pada penelitian ini pengukuran

debit menggunakan Metode Cubic-Spline

Interpolation. Budi I (2009) dalam Perbaikan

Metode Pengukuran Debit Sungai

menggunakan Metode Cubic-Spline

Interpolation, mengatakan fungsi ini

digunakan untuk menggambarkan profil sungai

secara kontinyu yang terbentuk atas hasil

pengukuran jarak dan kedalaman sungai.

Pengukuran sedimen.

Pengukuran sedimen dilakukan dengan

mengambil sampel sedimen, baik sampel

sedimen layang maupun sedimen dasar pada

saat yang sama dengan pengukuran debit.

Sampel sedimen tersebut dianalisa di

laboratorium untuk mendapatkan parameter

fisik sedimen yang dibutuhkan untuk estimasi

selanjutnya.

Estimasi Pola Sebaran Sedimen.

Dengan menggunakan data-data hidrologi,

selanjutnya diestimasi debit sedimen, dimana

untuk sedimen layang dapat diestimasi secara

langsung dari debit aliran dan konsentrasi

sedimen didalam debit aliran tersebut. Analisis

pola sebaran sedimen dilakukan menggunakan

bantuan pemodelan Surface Water Modelling

System (SMS) Versi 8.1 extension

SED2D-WES, dimana data debit

rancangan (Q) dan kosentrasi sedimen

(Cs) sebagai masukan untuk melihat laju

sedimen (Qs) sehingga volume sedimen

di waduk dapat dipetakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lingkungan Fisik

Wilayah

PLTA Bakaru adalah infrastruktur

waduk dengan type run off river, salah

satu pembangkit hidro dalam system

kelistrikan Sulawesi Selatan dan

Sulawesi Barat dengan kapasitas 2 x 63

MW. Saat ini PLTA Bakaru

menyumbang tidak kurang dari 30 % dari

kebutuhan daya total system sebesar 530

MW.

Gambar 3. Kondisi Waduk PLTA Bakaru, 2010

Keadaan Umum DPS Mamasa

Secara geografis, daerah aliran sungai

Mamasa terletak antara 2o51’ - 3

o30’ LS

dan 119o15’ - 119

o45’ BT. Secara

administratif, DPS Mamasa mencakup

tiga wilayah kabupaten di Propinsi

Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten

Polmas, Kabupaten Pinrang dan

Kabupaten Enrekang. Bentuk DPS

menyerupai bulu burung yang

Page 15: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

15

memanjang dari utara ke selatan dengan luas

DPS 1052,41 km2 dan panjang sungai utama

117 km.

Gambar 4. DPS Mamasa

Keadaan topografi DAS Mamasa pada

umumnya berbukit dan bergunung dengan

ketinggian lebih dari 600 m diatas permukaan

laut. Kemiringan lereng pada umumnya lebih

besar dari 15%.

Hidrologi. .

Tabel 1. Curah hujan rata-rata (mm) DPS Mamasa

Bulan Stasiun Stasiun Stasiun

Mamasa Sumarorong Mesawa

Jan 167.2 277.6 243.5

Feb 168.7 250.3 206.9

Mar 196.7 266.9 219.8

Apr 260.9 332.8 216.4

May 162.1 247.8 188.6

Jun 131.3 182.3 146.9

Jul 86.7 113.9 99.3

August 55.7 73.5 52.2

Sept 55.6 81.3 81.9

Okt 117.2 176.9 178.9

Nov 157.7 239.7 200.0

Des 166.1 235.9 208.6

Jumlah 1,725.9 2,478.8 2,042.9

Pada tabel 1, curah hujan yang tercatat

pada 3 stasiun hujan (1991 – 2009)

didalam wilayah DPS Mamasa

menunjukkan bahwa curah hujan rata-

rata pada DPS tersebut lebih dari 1500-

2000 mm pertahun dan distribusinya

hampir merata sepanjang tahun.

Debit

Data debit tahunan (1985 - 2009)

diketahui debit rata-rata bulanan

maksimum 181.42 m3/det dan minimum

sebesar 20.01 m3/det. Debit bulanan

minimum sebesar 31.67 m3/det (2006)

sedangkan debit tahunan maksimum

sebesar 84.76 m3/det (1998).

Tabel 2. Debit rata-rata bulanan S. Mamasa Stas.

AWLR DAM Bakaru (1985-2009)

No Bulan Debit (M3/det)

Maks Min

1 Jan 158.12 36.61

2 Feb 162.39 38.03

3 Mar 145.47 36.38

4 Apr 181.42 52.21

5 Mei 178.70 44.76

6 Jun 124.52 37.78

7 Jul 98.29 30.94

8 August 64.12 24.34

9 Sept 63.06 20.01

10 Okt 84.39 22.50

11 Nov 120.72 32.04

12 Des 173.95 35.70

Hidrograph Pengaliran Sungai

Mamasa

Besarnya aliran di dalam sungai

ditentukan terutama oleh besarnya

intensitas hujan, luas daerah hujan, lama

waktu hujan, luas daerah aliran sungai

dan ciri-ciri daerah aliran itu.

Page 16: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

16

Analisis Curah Hujan

Curah Hujan Maksimum Rata-rata Daerah

Curah hujan rata-rata daerah pada studi ini

dihitung dengan metode rata-rata polygon

thiessen.

Dari metode rata-rata Polygon Thiessen

terlihat hujan harian maksimum rata-rata

terjadi hampir disemua daerah tangkapannya.

Tabel 3. Curah hujan harian maksimum rata-rata

Tahun Mamasa Sumarorong Mesawa

Rerata

0.42 % 0.28 % 0.29 %

1994 0 89 42 50

1995 89 92 60 91

1996 49 61 78 56

1997 48 76 77 64

1998 87 65 47 75

1999 77 86 95 82

2000 85 70 104 76

2001 56 84 80.2 72

2002 65 66 60 66

2003 52 41 77 46

2004 60 53 150 56

2005 65 48 53 55

2006 80 45 90 60

2007 180 45 15 103

2008 38.6 10.2 150 22

2009 86.89 41 37 38

Uji Distribusi Frekuensi

Dalam penentuan metode curah hujan

rencana dan uji kesesuaian pada daerah studi

ini, digunakan Program Havara.

Tabel 4. Statistik dasar analisis frekuensi No. Keterangan Nilai

1 Jumlah Data 16.000

2 Nilai Rerata (Mean) 63,250

3 Standar Deviasi 20,138

4 Koefisien Skewness 0,000

5 Koefisien Kurtosis 0,348

6 Koefisien Variasi 0,318

Program Havara memberikan hasil

distribusi yang sesuai dengan daerah

studi adalah LOG PEARSON III. Dengan

detailnya memberikan hasil uji

kesesuaian untuk Uji Chi-square dan Uji

Smirnov-Kormogolov ditunjukkan pada

tabel 5 dan tabel 6.

Tabel 5. Hasil Chi-square untuk distribusi

Log Pearson III Jumlah

Kelas

P

(x<=xm) EF OF

EF -

OF

(EF -

OF)2 / EF

5 0,200 3 3 0 0,013

0,400 3 3 0 0,013

0,600 3 3 0 0,013

0,800 3 4 -1 0,200

0,999 3 3 0 0,013

Dengan Chi-square : 0.250 ; Derajat Kebebasan :

1 ; dan Chi-Kritik : 3.8415 Karena Chi-square

(X2hit) < Chi-Kritik (X

2cr), maka distribusi

frekuensi dapat diterima.

Tabel 6. Hasil Smirnov-Kormogolov untuk

distribusi Log Pearson III

Data m P = m / (N +

1)

P (x > =

xm) Do

103,00 1 0,059 0,070 0,011

91,00 2 0,118 0,127 0,010

82,00 3 0,176 0,196 0,019

76,00 4 0,235 0,257 0,022

75,00 5 0,294 0,269 0,025

72,00 6 0,353 0,306 0,047

66,00 7 0,412 0,393 0,018

64,00 8 0,471 0,426 0,045

60,00 9 0,529 0,495 0,034

56,00 10 0,588 0,569 0,019

56,00 11 0,647 0,569 0,078

55,00 12 0,706 0,588 0,118

50,00 13 0,765 0,685 0,080

46,00 14 0,824 0,760 0,064

38,00 15 0,882 0,888 0,006

22,00 16 0,941 0,995 0,054

Dengan D Kritik : 0.330 D Maks : 0.117

Karena. D Maks. < D Kritis maka

distribusi teoritis yang digunakan untuk

menentukan persamaan distribusi dapat

diterima.

Page 17: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

17

Hujan Rencana

Kalau banjir rencana di tentukan

berdasarkan hujan, dengan sendirinya perlu

ditetapkan besarnya hujan rencana. Setelah

mendapatkan hasil uji kesesuaian, maka

Program Havara memberikan hasil dari kala

ulang hujan seperti tersaji pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil hujan rancangan distribusi Log Pearson

III No Probabilitas

(%)

Kala Ulang

(Tahun)

LOG PEARSON

III

1 0.500 2 63,248

2 0.200 5 80,195

3 0.100 10 89,062

4 0.050 20 96,384

5 0.020 50 104,622

Tabel diatas merupakan hasil hujan rencana

yang menggambarkan hujan dalam 1 hari (24

jam) dengan masa ulang tertentu, misalnya 2

tahun, 5 tahun, 5 tahun dan seterusnya.

Intensitas Hujan dan Hujan Efektif

Dalam menentukan debit rancangan yang

perlu diketahui adalah Intensitas Curah Hujan

dan selanjutnya dapat diketahui pula Hujan

Efektif.

Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan dapat di hitung

berdasarkan formula dari dr. Mononbe

(Sasdorsono-Takeda, 1983 dalam Panggih R,

2008).

Tabel 8. Persentase intensitas hujan rata-rata (t jam) No. t (jam) Rt

A. 1 0.55032

B. 2 0.14304

C. 3 0.10034

D. 4 0.07988

E. 5 0.06746

F. 6 0.05896

Hujan Efektif

Hasil perhitungan Hujan Efektif dan

Hujan Efektif jam-jaman beserta grafik

distribusi hujan jam-jaman pada daerah

studi, disajikan seperti pada tabel 9, tabel

10.

Tabel 9. Hasil perhitungan hujan efektif

Kala

Ulang

Curah

Hujan

Rancangan

Koef.

Pengaliran

Hujan

Netto

Rn

(Tahun) (mm) (C ) (mm)

2 63.248 0.65 41.11

5 80.195 0.65 52.13

10 89.062 0.65 57.89

20 96.384 0.65 62.65

50 104.622 0.65 68.00

Tabel 10. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Jam-

jaman

t

(Jam)

Rt

(%)

Hujan Netto (Rn, mm) dengan Kala Ulang

(Tahun)

2 5 10 20 50

41.111 52.127 57.890 62.650 68.004

Hujan Netto Jam-jaman = Rn x Rt

1 55.032% 22.624 28.686 31.858 34.477 37.424

2 14.304% 5.881 7.456 8.281 8.961 9.727

3 10.034% 4.125 5.230 5.809 6.286 6.824

4 7.988% 3.284 4.164 4.624 5.004 5.432

5 6.746% 2.773 3.516 3.905 4.226 4.587

6 5.896% 2.424 3.074 3.413 3.694 4.010

Hidrograf Debit Satuan

Hidrograf satuan dapat kita susun

apabila tersedia hidrograf aliran yang

telah disusun menurut pengamatan

sebenarnya. Karena data yang

dibutuhkan tidak ada , maka dapat dibuat

satuan hidrograf sintetik.

Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

(UH)

Data Daerah Pengaliran Sungai yang

diperlukan untuk analisis debit rancangan

untuk Satuan Sintetik Nakayasu (UH)

adalah sebagai berikut

Page 18: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

18

Tabel 11. Parameter DPS Mamasa No. Keterangan Besaran Satuan

1 Nama Sungai Sungai

Mamasa

-

2 Panjang Sungai Utama 112.00 km

3 Luas DAS 1010.95 km2

4 Waktu Kelambatan (tg) 6.90 jam

5 Waktu Lama Hujan (tr) 6.90 jam

6 Waktu O,3 (t0,3) 20.69 jam

7 Waktu Puncak (tp) 12.41 jam

8 Debit Puncak Qp 11.50 m3/dt

Analisis Hidrograf Debit Rancangan

Dari hasil perhitungan Debit Rancangan

pada DPS Mamasa didapatkan Hidrograf Debit

Rancangan untuk kala ulang 2 tahun seperti di

tunjuk pada Gambar 5.

Gambar 5. Hidrograf Banjir S. Mamasa

Hasil Analisis dan Pembahasan

Untuk mengukur tingkat degradasi sebuah

DPS dapat digunakan perbandingan debit

maksimum dan debit minimum. Debit

maksimum terjadi pada musim hujan dan debit

minimum terjadi pada musim kemarau.Bila

fluktuasi debit maksimum dan debit minimum

menunjukkan perbandingan debit max/min 50,

maka kondisi DPS tersebut sudah kritis, dan

bila angka tersebut lebih kecil dari 15 maka

DPS masih dianggap bagus. Hasil analisis

terhadap kondisi DPS Mamasa diperoleh debit

bulanan tertinggi sebesar 181,42 m3/det (tabel

1) yang terjadi pada bulan april dan debit

terendah sebesar 20,00 m3/det (tabel 2) terjadi

pada bulan September. Berdasarkan hasil

analisis tersebut menunjukkan

perbandingan debit max/min sebesar ±

90, maka kondisi DPS Mamasa bisa

dikatakan sudah mengalami kekritisan.

(Pawitan dalam Selintung, Makalah

2008)

Penggunaan debit jenis (specific

discharge) atau debit persatuan luas

dapat juga dipakai sebagai indikator

dalam menilai karakteristik hidrologi

banji dari suatu sungai. Hasil studi

Pawitan menemukan bahwa specific

discharge sungai yang diteliti (sepuluh

sungai besar di Indonesia) berkisar antara

10-80 m3/det/100Km

2, delapan sungai

masih termasuk moderate dan untuk

ketersediaan air terutama pada musim

kering dapat dinyatakan dengan specific

discharge sungai dengan besaran 4-10

m3/det/100Km

2. Sedangkan hasil

penelitian debit pada musim kering di

Sungai Mamasa terjadi di bulan

september 20,00 m3/det (tabel 2), dengan

specific discharge adalah 1,90

m3/det/100Km

2 dan debit pada musim

hujan terjadi dibulan april 181,42 m3/det

(tabel 2) dan specific discharge adalah

17,24 m3/det/100Km

2. Kondisi ini

memperlihatkan bahwa ketersediaan air

Sungai Mamasa sangat kurang, baik pada

musim kering maupun musim hujan.

Walaupun ketersediaan air pada

Sungai Mamasa sangat kurang, namun

fluktuasi debit (1985-2009) yang terjadi

di S. Mamasa sangat besar. Dari rencana

debit yang di tetapkan untuk

menggerakkan turbin adalah 45 m3/det,

maka persentase debit dibawah 45 m3/det

sebesar 44 %, sedangkan persentase debit

diatas 45 m3/det sebesar 66%.

Page 19: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

19

Selain itu parameter lain yang dapat

menggambarkan kondisi S. Mamasa yaitu

berdasarkan hasil analisis lengkung debit

hidrograf banjir (gambar 5). Hidrograph banjir

menunjukkan kenaikan laju debit mulai terjadi

pada jam ketujuh hingga puncak banjir terjadi

pada jam keempatbelas. Kondisi ini

menggambaran waktu kosentrasi untuk

tercapainya banjir maksimum membutuhkan

waktu selama tujuh jam. Akumulasi kosentrasi

untuk terjadinya banjir maksimum akibat

kontribusi pengaliran dari sub-sub DPS yang

memiliki intensitas hujan yang besar dan dekat

dengan lokasi pengamatan. Selain itu bisa

digambarkan meningkatnya kecepatan air

dipermukaan diakibatkan tutupan lahan yang

tidak mampu lagi menampung laju air larian

sehingga mempercepat proses terjadinya banjir

di Sungai Mamasa.

Dari lengkung hidrograf terlihat pula air

menjadi normal kembali dari permulaan banjir

± 3 hari lamanya. Ini bisa dikarenakan air

hujan yang jatuh di suatu tempat di daerah

aliran sungai memerlukan waktu untuk

mengalir dan mencapai waduk atau hilir aliran

sungai. Waktu tersebut merupakan lamanya air

hujan yang jatuh dan berasal dari daerah

tangkapan air yang berada di hulu mengalir

menuju ke hilir.

Estimasi Empirik Volume Angkutan

Sedimen

Pengukuran Debit, Sedimen Melayang dan

Lengkung Sedimen

Pengukuran Debit

Pengukuran laju angkutan sedimen pada

prinsipnya mencakup dua hal, yaitu

pengukuran debit aliran dan pengukuran

muatan sedimen pada waktu yang bersamaan.

Pengolahan Data Debit.

Adapun pengolahan data yang

dimaksudkan antara lain

a. Pengolahan data pengukuran

penampang sungai dan data

pengukuran kecepatan aliran menjadi

kurva lengkung debit (Gambar 6).

Gambar 6. Penampang Sungai Mamasa

Tabel 12. Data Cubic Spline Interpolation A (m2) P (m) R (m) H (m) Q (m3/s)

85.265 52.809 1.615 2.250 88.029

30.855 47.020 0.656 2.200 17.478

28.433 45.281 0.628 2.120 15.640

19.268 42.901 0.449 2.090 8.477

16.739 41.646 0.402 2.030 6.839

15.530 39.518 0.393 1.920 6.251

14.385 37.389 0.385 1.870 5.708

13.665 35.302 0.387 1.820 5.444

12.650 33.171 0.381 1.790 4.991

12.005 31.083 0.386 1.740 4.776

12.027 29.082 0.414 1.550 5.008

6.857 26.191 0.262 1.550 2.105

5.604 23.939 0.234 1.530 1.597

4.940 21.781 0.227 1.500 1.378

3.956 18.970 0.209 1.480 1.044

3.111 15.647 0.199 1.450 0.795

1.552 12.852 0.121 1.420 0.284

0.846 10.344 0.082 1.360 0.120

0.597 7.057 0.085 1.150 0.086

0.154 4.377 0.035 1.100 0.012

-0.010 -1.750 0.005 0.000 0.000

Page 20: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

20

Gambar 7. Grafik hubungan Debit (Q) dan TMA

Pada tabel 12, menunjukkan pengukuran

sesaat dan menghasilkan lebar sungai sekitar

60 meter, kedalaman 3 meter, luas penampang

basah ± 93,46 m2, perimeter 54,21 m, radius

hidrolika 1,72, debit sungai 95,13 m3/det,

dengan kemiringan hidrolikanya 1,1 X 10-1

serta kurva debitnya mengikuti formula Q =

15,82 X H 3.67

.

Pengukuran Sedimen Melayang dan

Lengkung Sedimen

a. Pengukuran Sedimen Melayang dilakukan

bersamaan dengan pengukuran debit banjir

b. Waktu pengukuran debit dilakukan pada

saat banjir, dimana periode waktu

pengukuran pada ketinggian muka air

tertentu, untuk kemudian dilaksanakan

pengukuran debit apabila selama banjir

tersebut telah terjadi perubahan tinggi muka

air.

c. Kemudian dibuat grafik hubungan sedimen

melayang dan debit dalam bentuk lengkung

sedimen, lihat gambar 8.

Gambar 8. Grafik Hubungan Qs dan Q

d. Selanjutnya dari perhitungan debit dan

tinggi muka air yang tetap.

Dari grafik hubungan debit (Q) dan

Sedimen Melayang (Qs) didapatkan

hubungan dalam bentuk persamaan :

Qs = 0.177 Q 2.237

Bangkitan Inflow Waduk

Data debit Harian yang disediakan

adalah data debit Stasiun DAM Bakaru

tahun 2000 –2009. Bangkitan data harian

yang menghasilkan 12 bulan (satu

tahun). Proses pembangkitan data

dilakukan dengan Metode Thomas

Fiering dan untuk uji validasi data dapat

dilihat dari pola aliran antara debit

historis dan debit bangkitan pada gambar

9.

Gambar 9. Pola aliran debit asli dan debit hasil

transformasi.

Estimasi Total Angkutan Sedimen

yang Masuk dan yang Tertahan di

Daerah Genangan Waduk

Hubungan antara Laju Sedimen

melayang (Qs) dan Laju sedimen dasar

(Qb) terhadap debit (Q) sebesar Qs =

0.177 Q 2.237

dan Qb = 1.40

Q

1.613(Tanan.

B, 1998)

Hasil pengukuran konsentrasi sedimen

layang (PT. PLN PERSERO Wil. VIII,

1996) diketahui bahwa rata-rata sedimen

layang yang mengendap di daerah

genangan bendung adalah sebesar 38.29

%.Berdasarkan persentase rata-rata

angkutan sedimen layang yang tertahan

serta asumsi bahwa seluruh angkutan

Page 21: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

21

sedimen dasar akan tertahan di daerah

genangan sebagaimana telah dikemukakan di

atas, maka laju sedimentasi di daerah genangan

bendung PLTA Bakaru dapat diestimasi

dengan persamaan :

Qtr = Qb + 0.3829 . Qs

dimana : Qtr = debit total sedimen yang

terendapkan (ton/hari)

Q = debit aliran (m3/det)

Hasil analisis pada tabel 13, sedimen yang

mengendap dari tahun 2000-2010 di daerah

genangan bertambah menjadi 2.786.007,77m3

sehingga perkiraan total yang mengendap dari

tahun 2000 sampai tahun 2010 sebesar

8.803.642,8 m3. Adapun grafik volume

sedimen tahunan dapat dilihat pada gambar 9.

Tabel 13. Estimasi angkutan sedimen yang masuk dan

yang tertahan di daerah genangan Waduk

PLTA Bakaru (2000 - 2010)

No THN Sedimen Mengendap

Qb Qs ton m3

1 2000 476079.04 459077.39 935156.43 352889.22

2 2001 415735.74 318146.92 733882.66 276936.85

3 2002 474285.36 458224.66 932510.02 351890.58

4 2003 387617.71 309978.38 697596.08 263243.81

5 2004 382154.51 314671.20 696825.71 262953.10

6 2005 368889.18 283555.75 652444.93 246205.63

7 2006 160949.57 91566.93 252516.50 95289.24

8 2007 407860.53 321665.10 729525.63 275292.69

9 2008 470828.21 399780.45 870608.66 328531.57

10 2009 235148.19 167582.12 402730.30 151973.70

11 2010 362734.63 245293.64 608028.27 229444.63

Jumlah 4142282.67 3369542.53 7511825.19 2834651.02

Total/tahun 376571.15 306322.05 682893.20 257695.55

Gambar 10. Grafik volume sedimen di

waduk PLTABakaru tahun

2000 – 2010

Estimasi Numerik Laju Sedimen

Melayang

Simulasi Model SMS (Surface Water

Modelling System) Versi 8.1

Pada penelitian ini, dilakukan simulasi

sedimen untuk mengetahui pola sebaran

sedimen berdasarkan kondisi banjir kala

ulang 2 tahun. Analisis dilakukan dengan

bantuan Model Laju Sedimen SMS

(Surface Modelling System) versi 8.1.

Untuk melakukan simulasi pola sebaran

sedimen melayang menggunakan TABS

SED2D, maka sebelumnya dilakukan

solusi hidrodinamika menggunakan

TABS RMA 2.

Input data RMA 2:

a) Data debit banjir rancangan, dipilih

debit banjir dengan kala ulang 2

tahun

b) Register peta bathimetri

Peta bathimetri yang digunakan

adalah peta kondisi existing

sedimentasi tahun 2008. (PT. PLN

(PERSERO) Sektor Bakaru)

c) Pembuatan Map Modul.

d) Pembuatan Mesh Modul

e) Simulasi Model

Page 22: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

22

Input data SED2-D

a) Nilai Kosentrasi awal sedimen melayang

adalah 0.578 g/l, nilai kosentrasi ini

merupakan kosentrasi awal pengambilan

sample sedimen (hasil Laboratorium

Pertanian, UNHAS, 2010)

b) faktor bentuk dari sedimen layang, yang

ditentukan 0.7 (Sedimentation Engineering,

Vanoni V. A, 2006)

c) Dalam penelitian ini, sedimen layang

adalah pasir dengan ukuran minimum

0.0750 mm dan maksimum 1.270 (hasil

laboratorium PT. PLN,1996)

d) Berat jenis material tanah adalah 2.65,

(Linsley K.R dalam Teknik Sumber Daya

Air)

e) Simulasi Model SED2D

Tujuan simulasi model dalam bentuk

animasi untuk mengetahui pola sebaran

sedimen melayang pada daerah genangan.

Gambar 11. Sebaran kosentrasi sedimen melayang

Pada gambar 11, terlihat pola sebaran

sedimen melayang berdasarkan degradasi

warna, dimana hasil simulasi menggambarkan

kosentrasi yang terjadi di daerah genangan

makin kecil karena inflow yang masuk ke

waduk makin lambat.

Tabel 14. Kosentrasi sedimen dan perubahan

dasar waduk Jarak Cs Perubahan

Dasar

Jarak Cs Perubahan

Dasar

(m) (g/l) (m) (m) (g/l) (m)

0.00 0.578 0,165 1535.21 0,013 0,024

115.47 0,389 0.158 1625.30 0,013 0,021

217.39 0,305 0.152 1837.06 0,013 0,014

348.96 0,239 0,145 2364.25 0,004 0,011

504.96 0,145 0,125 2444.14 0,004 0,011

589.58 0,128 0,108 2780.20 0,004 0,008

656.02 0.107 0,098 3100.29 0,004 0,008

707.10 0,098 0,076 3236.61 0,004 0,004

909.53 0,051 0,065 3417.54 0,004 0,004

1013.03 0,042 0,051 3864.26 0,004 0,004

1102.12 0,032 0,041 4218.41 0,004 0,004

1147.63 0,023 0,034 4493.07 0,004 0,004

1225.23 0,013 0,031 4818.78 0,004 0,004

1367.56 0,013 0,028 5293.35 0,004 0,004

1428.01 0,013 0,028 5531.00 0,004 0,004

Hasil Analisis dan Pembahasan.

Hasil simulasi sedimen pada tabel 26,

dengan model SMS 8.1 (Surface water

Modeling System) memperlihatkan hasil

sedimen melayang yang terjadi memiliki

kosentrasi sedimen di hulu waduk

sebesar 0,578 g/l dan perubahan dasar

sebesar 0,165 m sedangkan kosentrasi

yang menuju ke daerah hilir waduk

semakin kecil sebesar 0,004 g/l dan

perubahan dasar sebesar 0,004 m, hal ini

berarti sedimen yang masuk langsung

terdeposisi di daerah genangan.

Perubahan berdasarkan degradasi warna,

juga menunjukkan kosentrasi yang kecil

terjadi pada daerah pinggiran sungai

karena inflow air cenderung melambat

karena telah terjadi penumpukkan

sedimen di sepanjang pinggir sungai

menuju hilir waduk.

Dengan besarnya erosi yang

dihasilkan, maka meningkat pula

sedimen yang tersuspensi ke badan

Page 23: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

23

sungai. Bila air yang mengandung sedimen

mencapai suatu waduk, maka partikel-partikel

terapung yang agak kasar serta sebagian

muatan dasar akan mengendap membentuk

delta di hulu waduk sedangkan partikel-

partikel yang lebih kecil akan terapung lebih

lama dan akan mengendap di bagian hilir

waduk dan pada akhirnya akan mempengaruhi

efesiensi operasional waduk.

Degradasi Kapasitas Infrastruktur

Degradasi Kapasitas Tampungan Waduk

Tabel 15. Estimasi volume sedimen yang mengendap

No Uraian

Volume air Volume

sedimen

el. 615.5 el. 615.50

(m3) (m3)

1

Penggelontoran PLN

SBKR, Feb. 2000 1.795.765,00 5.124.135,00

2 Estimasi Volume, 2000 1.442.875,80 5.477.024,20

3

Penggelontoran PLN

SBKR, Apr 2001 1.699.715,80 5.220.184,20

4 Estimasi Volume, 2001 1.422.778,90 5.497.121,10

5

Penggelontoran PLN

SBKR, Sept. 2001 1.610.500,90 5.309.399,10

6 Estimasi Volume, 2002 1.258.610,30 5.661.289,70

7 Estimasi Volume, 2003 995.366,50 5.924.533,50

8 Estimasi Volume, 2004 732.413,40 6.187.486,60

9

Penggelontoran PLN

SBKR, Mei 2005 894.413,40 6.025.486,60

10 Estimasi Volume, 2005 648.207,80 6.271.692,20

11

Pengerukan PLN SBKR,

Nov 2005 728.207,80 6.191.692,20

12 Estimasi Volume, 2006 632.918,60 6.286.981,40

13

Pengerukan PLN SBKR,

Nov 2006 1.329.138,60 5.590.761,40

14 Estimasi Volume, 2007 1.053.845,90 5.866.054,10

15 Estimasi Volume, 2008 725.314,30 6.194.585,70

16

Pengerukan PLN SBKR,

Nov. 2008 1.425.314,30 5.494.585,70

17 Estimasi Volume, 2009 1.273.340,60 5.646.559,40

18

Pengerukan PLN SBKR,

2009 2.103.340,60 4.816.559,40

19 Estimasi Volume, 2010 1.921.639,23 4.997.360,77

Tabel 15, menunjukkan estimasi rata-rata

volume sedimen yang mengendap 257.695,547

m3/tahun. Karena kapasitas tampungan

infrastruktur waduk pada elevasi 615.50

adalah 6.919.000 m3, maka estimasi

sedimentasi yang mengendap di waduk

telah merubah tampungan efektif waduk

dari ± 2 juta m3 menjadi 1.921.639,23 m

3

hingga tahun 2010.

Gambar 12. Grafik pengurangan kapasitas waduk

Degradasi Kapasitas “Inflow

Hidropower” Infrastruktur Waduk

Laju sedimen yang masuk ke waduk

dengan sendirinya mengurangi kapasitas

tampungan waduk karena terjadi

sedimentasi yang memperlambat inflow

yang masuk ke waduk dan mengganggu

inflow normal untuk menggerakkan

turbin sebesar 45 m3/de

Gambar 13, menunjukkan pola aliran

air yang masuk ke waduk tiap tahunnya

dengan rata-rata persentase penurunan

sebesar 9,09%. Penurun dikarenakan

adanya sedimentasi didaerah genangan.

Hal ini terjadi karena inflow air ke dalam

waduk diperlambat oleh penumpukan

sedimen di sepanjang daerah masuknya

inflow air.

Page 24: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

24

Gambar 13. Grafik Inflow waduk 2000 – 2010

Hasil Analisis dan Pembahasan

Mekanisme terjadinya sedimentasi di

Sungai Mamasa berlangsung diruas aliran yang

berada dekat dengan Waduk Bakaru sehingga

hal ini mengganggu inflow yang masuk ke

waduk. Operasional Waduk Bakaru untuk

menggerakkan turbin 126 MW bergantung

pada inflow yang masuk ke intake sebesar 45

m3/det. Pada tabel 29, menunjukkan rata-rata

inflow maksimum yang masuk di Waduk

Bakaru antara 30-15 m3/det terjadi dalam bulan

agustus dan september, yaitu di bawah inflow

standar waduk.

Pihak PLTA Bakaru telah melakukan

penggelontoran sedimen yang berada dekat

dengan waduk namun tidak mampu membuang

semua hasil sedimen yang berada jauh dari

waduk sehingga penumpukan sedimen dari

tahun ketahun makin meningkat dan

mengganggu inflow air yang masuk ke waduk.

Sebenarnya pengendapan di waduk tidak

dapat dicegah, tetapi dapat dihambat. Upaya-

upaya yang dilakukan dapat berupa mitigasi

jangka pendek maupun jangka panjang.

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian, sumber daya

air Sungai Mamasa menunjukkan

perbandingan debit maksimum dan debit

minimum sebesar 90:1, dan ukuran

ketersediaan air yang dinyatakan

dengan specific discharge pada

musim hujan sebesar 17,24

m3/det/100Km

2 sedangkan pada

musim kering 1,90 m3/det/100Km

2,

sehingga kondisi DPS Mamasa

termasuk kategori DPS yang sudah

kritis.

2. Hasil analisis menunjukkan rata-rata

laju sedimen yang masuk ke

infrastruktur sebesar 443.990

m3/tahun dan volume sedimen

mengendap sampai dengan tahun

2010 adalah sebesar 4.997.360,77 m3.

3. Dari hasil pemetaan sedimen

melayang yang di buat oleh model,

menunjukkan pola sebaran dimulai

dengan terbentuknya delta di hulu

waduk. Partikel sedimen yang lebih

besar akan terangkut selanjutnya

mengikuti pola

penimbunan.kosentrasi sedimen di

daerah hulu waduk ± 5 Km sebesar

0,578 g/l dengan perubahan dasar

sebesar 0,165 m dan kosentrasi

sedimen di daerah hilir waduk sebesar

0,004 g/l dengan perubahan dasar

yang langsung terdeposisi sebesar

0,004 m.

4. Hasil analisis menunjukkan degradasi

fungsi infrastruktur yaitu

berkurangnya kapasitas efektif tiap

tahun menurun sebesar 9% akibat

sedimen yang mengendap di dalam

daeranh genangan.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak Chay, 2007, Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai, Gadjah Mada University

Press, Jakarta

Page 25: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

25

BAPEDALDA PROP. SULSEL, 2002,

Analisis Sumber Sedimentasi Dan Upaya

Penanggulangan Pendangkalan DAM

Bakaru Prop. Sulawesi Selatan,

Makassar

Badan Standar Nasional, 2008, Tata Cara

Pengambilan Contoh Muatan Sedimen

Melayang Di Sungai Dengan Cara

Integrasi Kedalaman Berdasarkan

Pembagian Debit, Revisi SNI 03-3414-

1994,

Jayadi R, 2000, Pengenalan Hidrologi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Linsley R. K, 1986, Hidrologi untuk Insinyur,

Erlangga, Jakarta

Linsley R. K, 1994, Teknik Sumber Daya Air,

Erlangga, Jakarta

PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 1996,

Studi Karakteristik Aliran Sungai

Mamasa Dan Angkutan Sedimen Yangg

Masuk Ke Wadukk PLTA Bakaru, ujung

pandang : Dept. Pertambangan Dan

Energy.

PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2004,

Pengukuran / Penelitian Pendangkalan

Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk

PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian

Pada Masyarakat, Universitas

Hasanuddin

PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2005,

Pengukuran / Penelitian Pendangkalan

Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk

PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian

Pada Masyarakat, Universitas

Hasanuddin

Raharjo P, 2008, Simulasi Sedimentasi Dan

Umur Waduk Studi Kasus Waduk

Saguling, Tugas Akhir Strata I, Fakultas

Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

(ITB) (Email ITB Library)

Setiawan B I, 1997, Perbaikan Metode

Pengukuran Debit Sungai

Menggunakan Cubic Spline

Interpolation, Jurnal Teknik

Pertanian

Selintung Mary, 2008, Sumber Daya Air

Berbasis Konservasi Daerah Aliran

Sungai, Makassar, (Seminar Sehari)

Soebarkah, I, 1980, Hidrologi untuk

Bangunan Air, Erlangga, Jakarta.

Soewarno, 1991, Hidrologi Pengukuran

dan Pengolahan Data Aliran

Sungai (Hidrometri), NOVA,

Bandung

Soewarno, 1995, Hidrologi, Aplikasi

Metode Statistik untuk Analisa

Data, NOVA, Bandung

Sugiyono, 2007, Statistik untuk

Penelitian, Alfabeta, Bandung

Supriatin, S, 2004, Dampak Sedimen

Pada Waduk Saguling, Tesis

Magister, Ilmu Lingkungan,

Universitas Indonesia (Email UI

Library)

Tanan B, 1998, Pengukuran dan

Estimasi Angkutan Sedimen,

Fakultas Teknik Sipil Universitas

Kristen Indonesia Paulus, Makassar

(Seminar Sehari)

Vinoni V. A, 2006, Sedimentation

Engineering, Processes,

Measurements, Modelling, and

Practice,

http://search.barnesandnoble.com/s

edimentation-

engineering/American-Society-

of.Civil-

Engineeringstaff/e/9780784408148,

diakses 6 Juli 2010.

Page 26: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

26

Wahid, A, 2008, Indentifikasi Kondisi

Sedimentasi Di Waduk PLTA Bakaru

Dalam Upaya Menanggulangi Krisis

Energi Listrik Di Propinsi Sulawesi

Selatan Dan Sulawesi Barat. Tesis

Doctor, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin (jurnal)

Page 27: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

27

Perancangan Sensor Kandungan Sedimen Terlarut Dengan

Metode Optik

Mursalim, Abd Waris dan Daniel

Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Kampus Unhas Tamalanrea Km. 10

Makassar 90245.

Abstrak

Pengukuran atau pendugaan erosi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk

mengetahui erosi yang telah, sekarang dan yang akan terjadi. Dengan mengetahui besar erosi

yang terjadi, kita dapat menganalisa peristiwa erosi sehingga menjadi pertimbangan untuk

mencegah dan mengatasi masalah erosi tersebut. Pengukuran dengan Sensor kandungan

sedimen (bahan terlarut) yang menggunakan prinsip Instrumentasi merupakan salah satu

alternatif yang mampu mengetahui atau menduga sedimentasi akibat erosi yang terjadi dengan

lebih cepat dan mudah. Sensor ini mampu dengan cepat memberikan informasi tentang

sedimentasi yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sensor untuk

mengukur kandungan sedimen (bahan terlarut) dalam cairan dan kegunaannya adalah sebagai

metode alternatif yang dapat mengukur kandungan sedimen dalam cairan dalam bentuk besaran

listrik sehingga dapat diterapkan dalam monitoring sedimentasi akibat erosi tanah dengan cepat

dan mudah. Metode yang digunakan adalah metode perancangan dengan menggunakan

pendekatan fungsional dan struktural, hasil rancangan kemudian di uji. Pengujian yang

dilakukan meliputi uji kemampuan sensor mendeteksi konsentrasi kandungan sedimen. Indikator

keberhasilan bahwa perubahan konsentrasi sedimen secara langsung sebanding dengan

perubahan nilai ukur sensor pada avometer secara linear. Dari hasil uji kinerja sensor dengan

perlakuan konsentrasi sedimen dari 0 mg/cm3 sampai 16 mg/cm

3 menunjukkan bahwa

kandungan konsentrasi sedimen akan mempengaruhi intensitas cahaya yang tertangkap oleh

sensor di mana semakin tinggi konsentrasi sedimen maka semakin tinggi pula tahanan ataupun

tegangan keluaran. Keluaran sensor adalah linear pada kandungan konsentrasi sedimen dari 0

mg/cm3 sampai 16 mg/cm

3. Dan nilai respon sensor yang diperoleh juga memiliki waktu hingga

6 detik untuk menjadi lebih stabil. Sensor hasil rancangan ini juga memiliki sensitifitas yang

tinggi berdasarkan persamaan y = 0,1658x + 0,0457 di mana sensor memberi tanggapan meski

perubahan sedimennya sangat kecil. Berdasarkan kriteria tersebut maka sensor hasil

rancangan ini telah memenuhi kriteria sensor yang baik.

Kata Kunci : Sensor, sedimen, optik

Page 28: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

ISSN: 1979-7362

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan sedimentasi merupakan

peristiwa yang sering dihadapi oleh manusia

yang melakukan berbagai kegiatan di muka

bumi terutama bagi mereka yang

berkecimpung dalam dunia pertanian.

Sedimentasi mempunyai dampak yang sangat

luas. Kerusakan dan kerugian tidak saja

dialami oleh daerah di mana erosi terjadi

(daerah hulu) tetapi juga oleh daerah yang

dilewati oleh aliran endapan(daerah tengah),

dan di bagian hilir. Secara spesifik kerugian

erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan

menurunnya kualitas lahan pertanian,

perkebunan dan padang pengembalaan.

Di banyak tempat di Indonesia telah

dapat kita lihat bukti otentik bahwa

sedimentasi ataupun sedimentasi yang terjadi

berlangsung hebat dan ditunjukkan oleh

perilaku-perilaku sungai di negara kita.

Umumnya sungai-sungai di negara kita

sepanjang tahun keruh. Tidak hanya itu saja

sungai-sungai di negara kita mengalami

pendangkalan yang sangat hebat. Tidak

menherankan bila sungai-sungai di negara kita

banjir bandang pada musim penghujan dan

kekeringan di musim kemarau (Suripin, 2001).

Pengukuran atau pendugaan sedimentasi

menjadi suatu hal yang sangat penting untuk

mengetahui erosi yang telah, sekarang dan

yang akan terjadi. Dengan mengetahui besar

sedimentasi yang terjadi, kita dapat

menganalisa peristiwa erosi sehingga menjadi

pertimbangan untuk mencegah dan mengatasi

masalah sedimentasi tersebut.

Sensor kandungan sedimen (bahan

terlarut) yang menggunakan metode optik

merupakan salah satu alternatif yang mampu

mengetahui atau menduga sedimentasi akibat

erosi yang terjadi dengan lebih cepat dan

mudah. Sensor ini mampu dengan cepat

memberikan informasi tentang

sedimentasi yang terjadi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pengukuran

kandungan sedimen dengan

menggunakan cara evaporasi maka perlu

untuk merancang alat sensor Sedimentasi

Tanah yang bersifat elektrik dengan

perumusan masalah sebagai berikut:

a. Membuktikan bahwa kandungan

sedimen (bahan terlarut) dapat

dideteksi dengan menggunakan

sensor optik berupa komponen LDR

b. Adanya hubungan antara tegangan

keluaran dengan kandungan bahan

terlarut dalam bahan sampel sedimen

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah

menghasilkan sensor untuk mengukur

kandungan sedimen (bahan terlarut)

dalam cairan.

Kegunaan hasil penelitian ini

adalah sebagai metode alternatif yang

dapat mengukur kandungan sedimen

dalam cairan dalam bentuk besaran

listrik sehingga dapat diterapkan dalam

monitoring sedimentasi akibat erosi

tanah dengan cepat dan mudah.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada

penelitian ini adalah Multimeter digital,

solder, gergaji. Palu, pemotong kaca,

cutter, gunting, bor, pahat, obeng, pensil,

mistar, timbangan analitik, dan wadah

sampel tanah. Sedangkan bahan yang

digunakan adalah kaca, papan, papan

Page 29: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

29

rangkaian (PCB), kabel, LDR (Light

Dependent Resistor), LED (Light Emitting

Dioda), Kapasitor, Transformator, IC

Regulator, IC LM 324, Resistor 10 KΩ, dioda,

timah, lem kayu, paku, sekrup, lem kaca dan

plastik.

Penelitian ini menggunakan software

Elektronik Work Bech (EWB) untuk simulasi

rangkaian pada komputer.

Tempat Dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Elektronika dan Instrumentasi, Program Studi

Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin Makassar. Pada Bulan September

sampai Desember 2009.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan

secara umum dapat dilihat pada bagan alir

berikut:

Gambar 1. Bagan Alir Sensor Kandungan

Sedimen

Pendekatan Fungsional

Pendekatan Fungsional yang

ditempuh adalah dengan merancang

sistim. Perancangan sistim pada

rancangan sensor kandungan sedimen

dapat dilihat pada skema sebagai berikut:

Gambar 2. Merancang sistim pada

Sensor Kandungan Sedimen

Prinsip sederhana dari sistim yang

dibuat adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Prinsip kerja sensor

kandungan sedimen.

Prinsip kerja alat dapat dijelaskan

berdasarkan Gambar 3, Penembak

cahaya yang digunalkan adalah LED

yang memiliki spesifikasi yang sama,

LED 1 menembakkan cahaya ke wadah

sampel yang terbuat dari kaca berbentuk

kotak. Cahaya LED akan menembus

wadah sampel sesuai dengan material

sedimen yang diamati. Bersamaan

dengan LED 1, LED 2 menembakkan

cahaya ke wadah kalibrasi yang sama

dengan wadah sampel. Cahaya LED 1

dan LED 2 akan tertangkap oleh sensor

LDR, kemudian sinyal akan diteruskan

Merancang dengan pendekatan fungsional

Merancang dengan pendekatan Struktural

Sensor

Uji Fungsional

Uji Kinerja

Pengamatan dan Pembahasan

Mulai

Penembak Wadah

Sampel Sensor

Penembak Wadah

Kalibrasi Sensor

Pengkonversi

dan Penguat

Page 30: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

30

ke pengkonversi. Wadah kalibrasi berfungsi

sebagai pengkalibrasi sehingga tegangan

keluaran menjadi 0 V ketika tidak ada

perlakukan sedimen yang diberikan.

Pengkonversi akan mengubah sinyal dari LDR

menjadi Tegangan (V) sedangkan Penguat

digunakan ketika sinyal sensor yang

dihasilkan lemah. Sensor akan menghasilkan

keluaran tegangan yang nilainya dapat dilihat

dengan menghubungkannya dengan Voltmeter.

Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural perancangan

sensor kandungan sedimen dalam cairan

sebagai berikut:

o Melakukan pembuatan struktur rancangan

sensor kandungan sedimen, hal ini dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. Struktur Rancangan Sensor

Kandungan Sedimen

Adapun struktur rangkaian sensor

kandungan sedimen dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gamba 5. Rangkaian Sensor Kandungan

Sedimen

Uji Kinerja Alat

Uji kinerja dilakukan dengan tahap

sebagai berikut:

Memberikan perlakuan dengan

berbagai besar kandungan sedimen

yang telah diayak untuk mendapatkan

tekstur sedimen melayang yang

seragam pada sensor.

Membuat konsentrasi sedimen mulai

dari 0 mg/cm3

hingga konsentrasi

maksimal yang dapat diukur sensor.

Bila volume air pelarut 35 cm3

maka

untuk mendapatkan konsentrasi 1

mg/cm3 diperlukan sampel tanah

sedimen sebanyak 35 mg. Sampel

selanjutnya merupakan kelipatan 35

mg.

Mengamati tingkat

sensitivitas/respon sensor dengan

menggunakan alat ukur waktu.

Mengamati tingkat kelinieran sensor

melalui perlakuan pertambahan

konsentrasi kandungan sedimen.

Rumus yang Akan Digunakan

1. Vr = V

M -V

L …....... (persamaan 1)

2. I trafo Ib1 + Ib2 +..+ Ibn.. .(Persamaan 2)

3. R

Vatau

V

PI …………(persamaan 3)

4. RLC > T ............ (persamaan 4)

5. msxf

T 33,8602

1

2

1 ...(persamaan 5)

Page 31: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

31

6. 12

12.

)43(2

)12(4V

R

RV

RRR

RRRVo

…… (persamaan 6)

7. Vy

VxA ………… (persamaan 7)

Di mana : V adalah tegangan (V), I

adalah arus listrik (A), P adalah daya (watt), R

adalah Resistansi (ohm), C adalah Kapasitansi

(farad), T adalah periode (s), f adalah frekuensi

(Hz), dan A adalah besar penguatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perancangan sistem sensor

kandungan sedimen pada penelitian ini adalah

seperti gambar di bawah ini:

Gambar 6. Hasil Rancangan Sensor

Kandungan Sedimen

Sensor kandungan sedimen ini terdiri dari

beberapa unit yaitu wadah sampel dan

kalibrasi, pengkonversi, penguat dan catu daya.

Komponen tersebut memiliki fungsi masing-

masing terhadap sistem yaitu wadah sampel

sebagai wadah untuk meletakkan sampel

sedimen yang ingin diteliti, wadah kalibrasi

sebagai wadah pengkalibrasi sistem sehingga

masukan awal mendekati 0. pengkonversi

digunakan sebagai pengubah tahanan menjadi

tegangan, dan penguat berfungsi untuk

menguatkan sinyal, serta catu daya berfungsi

sebagai sumber tegangan pada sistem.

Wadah Sampel dan Kalibrasi

Rancangan Sensor kandungan

sedimen ini menggunakan dua jenis

wadah yang memiliki bahan, bentuk dan

ukuran yang sama yakni wadah sampel

dan wadah kalibrasi. Wadah sampel

sedimen berfungsi sebagai tempat untuk

melakukan pengamatan terhadap

sedimen. Sedangkan wadah kalibrasi

berfungsi sebagai bagian sistem yang

menjadi pengkalibrasi. Kotak kaca yang

dirancang memiliki ukuran dimensi 2 cm

x 4 cm x 5 cm dengan pertimbangan agar

pergerakan sedimen lebih mudah, ukuran

wadah relatif kecil dan berdasarkan

kemampuan pencahayaan lampu LED.

Gambar 7. Wadah sampel dan kalibrasi

Lampu LED diletakkan disisi kotak

kaca yang sejajar secara vertikal

diletakkan pula LDR disisi kotak kaca

tersebut sehingga posisi LED dan LDR

saling berhadapan dengan diantarai oleh

kotak kaca. LED yang digunakan adalah

jenis LED fokus yang berwarna bening.

Sedangkan LDR yang digunakan

memiliki diameter 1 cm agar dapat

menangkap cahaya yang berhasil

melewati kotak kaca. Kotak kaca untuk

wadah sampel dan kalibrasi kemudian

ditempatkan ke dalam kotak kayu yang

Page 32: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

32

ditengahnya terdapat sekat pemisah serta

bagian atasnya dapat tertutup bila digunakan.

Tujuannnya adalah untuk melakukan isolasi

terhadap lingkungan luar utamanya pengaruh

cahaya lain. Sehingga hasil yang diperoleh

lebih akurat.

Pengkonversi dan Penguat

Pengkonversi adalah mengubah bentuk

besaran listrik (resistansi atau kapasitansi)

menjadi tegangan. Jadi tahanan listrik akan

diubah oleh jembatan IC menjadi tegangan

pada keluaran sensor (Tompkins dan Webster,

1988).

Gambar 8. Penguat Differensial

Dalam penelitian ini rangkaian

pengkonversi dibuat dengan memasukkan

persyaratan Vout = 5volt, Vref = 12volt, nilai

R1=R2+R3=R4, jika salah satu R nya diganti

dengan sensor (R1=Rt) maka diperoleh

rangkaian pengkonversi teoritis dan rumus

pada lampiran 2. Hal ini sesuai dengan

pendapat Tompkins dan Webster (1988).

Catu Daya

Komponen utama catu daya yang

digunakan pada alat ini adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Hasil Rancangan catu daya

Transformator

Transformator atau trafo digunakan

untuk menaikkan atau menurunkan

tegangan sesuai dengan tegangan beban

yang diperlukan (Malvino,1995). Nilai

tegangan beban yang dibutuhkan pada

alat adalah 12 volt. Jadi nilai tegangan

trafo yang digunakan harus minimal 12

volt.

Nilai trafo yang digunakan jika

merujuk pada data book minimal 45,6

mA akan tetapi dalam penelitian ini

menggunakan I trafo yang digunakan

adalah 500mA dengan tujuan

pengembangan.

Dioda

Dioda digunakan untuk mengubah

tegangan AC menjadi tegangan DC.

Nilai dioda ditentukan berdasarkan

arusnya (I). Dioda yang digunakan harus

memiliki arus yang lebih besar dari arus

(I) beban, berdasarkan hasil perhitungan

pada lampiran 1, I beban yang diperoleh

adalah sebesar 0,3 mA maka nilai dioda

yang digunakan minimal 0,3mA, pada

penelitian ini menggunakan dioda 1A.

dengan maksud agar pemakaian dioda

lebih aman dan tidak mudah terbakar

terutama jika terjadi usaha

pengembangan sistem. Hal ini sesuai

dengan pendapat Malvino (1996) yang

menyatakan bahwa apabila dioda

melampaui batas maksimun dayanya

maka komponen tersebut akan terbakar.

Integrated Circuit (IC)

Integrated Circuit atau IC yang

digunakan sebagai pengatur tegangan

agar tegangan menjadi stabil (Malvino,

1995). Salah satu IC stabilisator yang

Page 33: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

33

murah, muda diperoleh dan cukup stabil untuk

digunakan pada rangkaian catu daya adalah IC

AN 78XX, karena pada rangkaian catudaya

membutuhkan tegangan 12 volt maka pada

penelitian ini digunakan IC AN 7812.

Kapasitor

Kapasitor yang biasa digunakan pada

rangkaian catu daya adalah kapasitor yang

memiliki nilai yang relatif besar dan memiliki

bentuk fisik yang relatif kecil sehingga jenis

kapasitor yang memenuhi adalah kapasitor elco

dengan pertimbangan tersebut maka pada

perancangan catu daya ini menggunkan

kapasitor Elco atau Elektronic Condensator.

Menurut Wasito nilai C tanpa melihat R beban

berkisar antara 100-1000 mikrofarad, nilai

kapasitor yang digunakan pada penelitian ini

dalah 1000 mikrofarad.

Uji Pendahuluan Respon Dinamika sensor

Berdasarkan grafik di bawah ini tampak

bahwa sensor membutuhkan waktu sekitar 6

detik (sekon) untuk mencapai keadaan stabil,

ini menunjukkan bahwa sensor sangat cepat

memberikan tanggapan, sifat ini memenuhi

syarat sensor yakni bahwa suatu sensor mesti

memiliki respon yang cepat terhadap adanya

perubahan terhadap objek yang diamati.

Hasil Pengukuran Respon Sensor tehadap Tegangan yang Dihasilkan

0

1

2

3

4

5

6

7

0,3

4

0,3

6

0,4

3

0,5

3

0,8

2

1,0

6

1,1

4

1,3

5

1,5

6

1,8

8

2,0

4

2,1

5

2,3

4

2,4

4

2,5

4

2,6

2,5

9

Tegangan (V)

Waktu

Resp

on

(seko

n)

Waktu Respon (s)

Grafik 1. Hasil Pengukuran Respon sensor

terhadap Tegangan yang dihasilkan

Pada grafik tersebut di atas dapat

kita simpulkan bahwa respon yang

diberikan oleh sensor untuk melakukan

tindakan terhadap perubahan sekitar 6

detik (sekon). Hal ini menujukkan bahwa

kemampuan respon sensor sangat cepat

karena memiliki tingkat sensitivitas yang

sangat tinggi terhadap perubahan

perlakuan dengan bertambahnya nilai

tegangan melalui penambahan

konsentrasi kandungan sedimen. Hal ini

menunjukkan bahwa sensor rancangan

ini memenuhi standar kriteria suatu

sensor yang mesti memilki respon atau

sensitivitas yang sangat tinggi terhadap

adanya perubahan dalam sistim.

Pengamatan Kandungan Sedimen

dengan Sensor Hasil Rancangan

Pengukuran kandungan sedimen

dengan mengunakan hasil sensor

rancangan dihubungkan dengan

avometer untuk mengetahui besar

keluaran tegangan (volt) untuk tiap

sampel yang akan diukur.

Hasil Pengukuran Konsentrasi Sedimen (mg/cm3)

y = 0,134x + 0,2636

R2 = 0,9246

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Sedimen (mg/cm3)

Teg

an

gan

(V

)

Hasil Pengukuran

sensor

Linear (Hasil

Pengukuran

sensor)

Grafik 2. Hasil Pengukuran Kandungan

sedimen dengan sensor

menggunakan Sesnsol Hasil

Rancangan

Page 34: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

34

Grafik tersebut menunjukkan bahwa

hubungan antara kandungan sedimen dengan

tegangan cukup erat yakni memiliki hubungan

berbanding lurus, di mana jika kandungan

sedimen semakin tinggi maka nilai tegangan

juga semakin tinggi. Kandungan sedimen yang

terletak pada wadah akan menjadi penghambat

untuk jatuhnya cahaya yang dipancarkan oleh

lampu LED (Light Emitting Dioda) pada LDR

(Light Dependent Resistor) sebagai komponen

sensor utama. Kandungan sedimen dalam

cairan akan menghambat gelombang cahaya

yang terpancar dari LED sehingga

mempengaruhi intensitas cahaya yang dapat

diteruskan untuk melalui wadah sampel.

Semakin tinggi konsentrasi sedimen maka daya

hambatnya terhadap cahaya yang terpancar

juga semakin tinggi. Sisa cahaya yang berhasil

melewati wadah sampel setelah mengalami

hambatan dari kandungan sedimen inilah yang

ditangkap oleh LDR sebagai komponen sensor

cahaya yang akan memproses intensitas cahaya

yang jatuh kepadanya. LDR memiliki

karakteristik utama yakni bila cahaya yang

jatuh pada LDR lebih tinggi atau terang maka

nilai keluarannya akan semakin rendah,

sebaliknya jika cahaya yang jatuh kurang atau

gelap maka keluaran pada LDR akan semakin

tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bishop

(2001) yang menyatakan bahwa LDR atau

Light Dependent Resistor memiliki

karakteristik yaitu bila cahaya yang jatuh pada

LDR lebih tinggi atau terang maka nilai

keluarannya akan semakin rendah, sebaliknya

jika cahaya yang jatuh kurang atau gelap maka

keluaran pada LDR akan semakin tinggi. Hal

ini membuat LDR sangat layak digunakan

sebagai komponen utama dalam perancangan

sensor kandungan sedimen ini dengan

menerapkan prinsip cahaya atau optik.

Pada grafik nampak jelas terlihat hasil

linear pada pengukuran konsentrasi sedimen

dari 0 mg/cm3

sampai dengan 16 mg/cm3.

Pengukuran konsentrasi sedimen hanya sampai

pada 16 mg/cm3

karena telah mencapai batas

maksimal kemampuan sensor dalam

mendeteksi kandungan sedimen, hal ini

ditunjukkan oleh nilai antara 15 mg/cm3 dan

16 mg/cm3

memiliki kesamaan yakni 2,95 volt

sehingga jika pengukuran diteruskan

dengan pertambahan konsentrasi maka

hasilnya tetap saja seperti hasil yang

diperoleh ketika mengukur konsentrasi

15 mg/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa

hasil pengukuran dengan sensor

rancangan ini menunjukkan hasil linier di

mana pada nilai regresi adalah sebesar

0,9246 sehingga berdasarkan data yang

diperoleh dapat dinyatakan bahwa sensor

rancangan ini memenuhi syarat sensor

yakni mesti memiliki hasil pengukuran

yang linear.

Berdasarkan grafik juga diperoleh

hasil yang menunjukkan tingkat

sensitifitas sensor yang sangat tinggi

dalam mengukur kandungan sedimen ke

dalam bentuk tegangan (Volt) melalui

persamaan y = 0,134x + 0,2636 jika

dilakukan subtitusi besarnya kandungan

sedimen pada persamaan akan diperoleh

besar tegangan yang dihasilkan pada

pengukuran tersebut dengan lebih

mudah. Adanya hubungan ini

menunjukkan sensor memiliki sensitifitas

yang sangat tinggi terhadap perubahan

jumlah kandungan sedimen di mana

sensor memberi tanggapan meski

perubahan kandungan sedimen sangat

kecil.

Pengamatan Kandungan Sedimen

Beberapa Sungai atau saluran Irigasi

Dengan Menggunakan Sensor Hasil

Rancangan.

Berikut ini adalah beberapa hasil

pengukuran sampel sedimen untuk

beberapa sungai atau saluran irigasi yang

diteliti sebagai aplikasi penggunaan

sensor kandungan sedimen yang telah

dirancang:

Page 35: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

35

Tabel 1. Hasil pengukuran sedimen pada

beberapa sungai/saluran irigasi

dengan menggunakan sensor

kandungan sedimen hasil rancangan

N

O Sampel

Sedimen

Hasil ukur

sensor

(volt)

Nilai

sedimen

(mg/cm3)

Nilai

konversi

(mg/liter)

1 Sungai

Saddang 0,37 1 1000

2 Sungai

Maros 0,42 2 2000

3

Saluran

irigasi

Mandai

0,36 1 1000

4

Saluran

Irigasi

Maccopa

0,40 1,5-2 1500-

2000

Sumber : Data primer hasil pengukuran

sensor, Desember 2009

Berdasarkan data hasil pengukuran

sensor kandungan sedimen pada tabel di atas

dapat diperoleh informasi bahwa rata-rata

kandungan sedimen pada lokasi yang diteliti

berkisar antara 0,37 sampai dengan 0,42 volt

atau jika dikonversikan dalam satuan sedimen

berdasarkan data yang diperoleh pada saat uji

kinerja adalah setara dengan 1 mg/cm3 atau

1000-2000 mg/liter. Hasil pengukuran tertinggi

diperoleh pada lokasi sungai Maros yaitu

sebesar 0,42 volt atau setara dengan 2000

mg/liter. Sehingga dengan melihat data yang

diperoleh dari hasil pengukuran sensor maka

alat sensor ini telah dapat digunakan untuk

melakukan pengukuran sedimen sekaligus

untuk kepentingan monitoring kandungan

sedimen pada berbagai lokasi yang akan

dijadikan objek penelitian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada

penelitian ini adalah sensor yang telah

dirancang dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran sedimen dengan hasil linear

dan telah memenuhi persyaratan utama

sebagai sensor yang memiliki respon

cepat, sensitivitas cukup tinggi, serta

linear terhadap perubahan konsentrasi

sedimen.

Saran

Kemampuan sensor ini dapat lebih

ditingkatkan dengan penggunaan bahan-

bahan perancangan yang lebih

berkualitas namun karena terkendala

pada ketersediaan bahan dipasaran maka

bahan yang digunakan terkadang mesti

mengikuti bahan yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim I, 2009a.

http://elektrokita.blogspot.com/200

8/10/sensor.html

Anonim II, 2009b.

http://indomicron.co.cc/elektronika/

analog/sensor-cahaya-ldr-light-

dependent-resistor/. Diakses

tanggal 10 Juli 2009.

Anonim III, 2009c.

http://elektrokita.blogspot.com/200

8/10/catudaya.html. Diakses

tanggal 10 Juli 2009

Anonim V. 2009d. Komponen IC.

http://teknikelectronika.blogspot.co

m/2009/02/ komponen-ic-

intregated-circuit.html. diakses

tanggal 7 Juni 2009.

Anonim VI, 2009e. Penguat

Operasional.

http://www.ilmu.8k.com/pengetahu

an/Diakses tanggal 10 Juli 2009

Arsyad, 1989. Konservasi Tanah dan

Air. IPB, Bogor.

Page 36: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

36

Asdak, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Bishop, Owen, 2004. Dasar-Dasar

elektronika. Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Borgardi, J., 1987. Sediment transport in

Alluvial Streams. Akademi kaido,

Budapest, Hungaria.

Chow, V.T, 1964. Hand Book Applied

Hydrology. Mc Graw Hill Book Co inc,

New York.

Hughes, FW, 1986. OP-Amp. Dalam Ignatius

Hartono, 1994. Panduan Op-Amp.

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia, Jakarta.

Ilyas, M.A., 1987. Pemantauan kondisi

Suatu DAS berdasarkan

Erosi/Sedimen. JLP,No.5Th 2 KWI:29-

38.

Malvino,A.P., 1995. Prinsip-Prinsip

Elektronika. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Malvino,A.P., 1996. Electronics Principles.

Dalam Joko Santoso, 2004. Prinsip-

Prinsip Elektronika. Penerbit Salemba

Teknika, Jakarta.

Manan, S., 1979. Pengaruh Hutan dan

Manajemen Daerah Aliran Sungai.

Departemen Manajemen Hutan Fahutan

IPB, Bogor.

Milman dan Halkias, 1993. Elektronika

Terpadu Linear.

Erlangga. Jakarta

Muawanah, Umi dan Supangat, Agus. 1998.

Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar

Laut. Badan Riset Kelautan Dan

Perikanan: Jakarta.

Nurhayati, 2004, Studi Persamaan

Fresnel Pada Cover Glass Dan

Mika Dengan Menghitung Dan

Mengukur Reflektansi Dan

Transmitansinya, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Tomkins and Webster, 1998. Interfacing

Sensors, to The IMB

PC. University of Wisconsin

Madison.

Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi

Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Suripin, 2001. Pelestarian Sumber

Daya Tanah dan Air. Andi

Yogyakarta: Yogyakarta

Sutedjo, M.M dan Kartasapoetro, A.G,

1988. Pengantar Ilmu tanah dan

Terbentuknya tanah Pertanian.

Bina Aksara, Jakarta.

Wollard,B.G, 1996. Practical

Electronics. Dalam Kristino, 2006.

Elektonika Praktis. PT. Pradya

Paramitha, Jakarta.

Page 37: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

37

Pendugaan Debit Aliran Sungai Menggunakan Model Watershed Modelling System Pada Das

Maros-Sub Das Tanralili

Suhardi, Totok Prawitosari, dan Nhaisya Dewi Purnama

Abstrak

Air sangat penting bagi kehidupan sehingga masalah yang berhubungan dengan sumber

daya air menjadi hal yang penting. Kebutuhan suatu model pengelolaan DAS makin lama makin

dirasakan. Salah satu komponen hidrologi yang merupakan data yang sangat penting dalam

penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS adalah data tentang debit sungai. Namun dilain

pihak, pencatatan debit sungai yang teratur dan cukup panjang masih sangat kurang dan belum

merata. Salah satu model yang digunakan untuk menduga aliran sungai adalah Watershed

Modelling system (WMS) dimana dalam software ini memiliki banyak model hidrologi yang

dapat digunakan. Salah satunya adalah Metode Rasional yang digunakan untuk memprediksi

debit puncak suatu DAS. Data yang diperoleh, diolah kemudian diinput kedalam metode

rasional Watershed Modelling System untuk mendapatkan debit puncak (peak flow). Hasil

simulasi model diperoleh dengan Koefisien DAS (0,7) dan Tc = 290 menitan untuk periode

ulang 2 tahun = 37,70 m3/dtk, 5 tahun = 44,31 m

3/dtk, 10 tahun = 49,61 m

3/dtk, 25 tahun =

57,78m3/dtk, 50tahun = 64,42m

3/dtk, 100 tahun = 71,23m

3/dtk.

Kata kunci : Debit, model WMS, DAS

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan pokok yang

sangat penting bagi kehidupan sehingga

masalah yang berhubungan dengan sumber

daya air menjadi sorotan penting untuk

dikaji. Di Indonesia bidang hidrologi

semakin berkembang sejalan dengan

semakin meningkatnya proyek-proyek

pengembangan sumber daya air seperti

pengendalian banjir, pengendalian erosi dan

sedimentasi, penyediaan air

irigasi,penyediaan air bersih, Pembangkit

Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sebagainya.

Sejalan dengan itu maka keinginan untuk

mengembangkan model-model hidrologi

semakin terasa kepentingannya terutama

dalam system analisis hidrologi pada suatu

DAS (Sjarief Roestam, et all., 2008).

Salah satu komponen hidrologi yang

merupakan data yang sangat penting dalam

penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS

adalah data debit sungai. Namun dilain

pihak, pencatatan debit sungai yang teratur

dan cukup panjang masih sangat kurang dan

belum merata. Untuk mengatasi kekurangan

data pengukuran ini maka debit air sungai

dapat diperkirakan menggunakan berbagai

model hidrologi yang telah ada.

Berdasarkan peta rawan banjir

kabupaten Maros, Sub-DAS Tanralili

merupakan salah satu lokasi yang rawan

banjir (BAPPEDA MAROS, 2008). Sub-

DAS Tanralili merupakan sub-DAS yang

memberikan pengaruh (kontribusi) yang

besar terhadap banjir yang terjadi di

Kabupaten Maros, karena Outlet dari Sub-

DAS Tanralili menuju ke DAS Maros. Sub-

DAS Tanralili juga merupakan aliran yang

banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

berbagai keperluan, Namun pada Sub-DAS

ini sulit diperoleh data mengenai debit air,

sehingga digunakan model Watershed

Page 38: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

38

Modelling System untuk mensimulasikan

debit aliran pada Sub-DAS ini.

Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk

memprediksi besarnya debit air sungai

berdasarkan pada curah hujan dan penutupan

lahan dengan menggunakan model

Watershead Modelling System (WMS) pada

Daerah Aliran Sungai Maros.

Kegunaan dari penelitian ini yaitu

dapat dijadikan sebagai dasar dalam

perencanaan, pengembangan, terutama untuk

pengembangan jaringan irigasi dan drainase.

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian Pendugaan Debit Aliran

Sungai Menggunakan Model Watershed

Modelling System (WMS) dilakukan pada

bulan Maret - April 2010, di Laboratorium

Komputer dan Sistem Informasi, Program

Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan

Teknologi Pertanian, Universitas

Hasanuddin.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan data curah

hujan mulai tahun 2000-hingga 2009, peta

penggunaan/penutupan lahan, peta jenis

tanah

Alat yang digunakan adalah seperangkat

komputer dengan menggunakan program

Watershed Modelling System 7.0 dan

ArcView 3.2.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan berupa data

curah hujan diperoleh di Dinas

PengelolaSumber Daya Air Sulawesi

Selatan, sedangkan Peta Jenis tanah dan peta

penggunaan Lahan, DEM Maros diperoleh

dari Badan Pengelolaan DAS Jeneberang-

Walanae.

Menghitung curah hujan wilayah

Curah hujan harian maksimum rata-rata

wilayah dari dua stasiun pengamat curah

hujan, yaitu Stasiun Lekopancing dan

Stasiun Batu Bassi, yang kemudian dihitung

dengan metode polygon Thiessen

R = RA.KTA + RB.KTB,….+ RN.KTN

....

1

n

n

A

AiKT

Dimana :

R = Hujan rata-rata (mm/jam)

KT = koefisien Thiessen

Ai = Luas Daerah (ha)

Curah hujan maksimum harian rata-

rata daerah diperoleh dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Menentukan di salah satu pos hujan saat

terjadi curah hujan harian maksimum

2. Mencari besarnya curahhujan pada

tanggal yang sama untuk stasiun yang lain

3. Menghitung rata-rata curah hujan dengan

metode thieesen

4. Menghitung curah hujan maksimum rata-

rata (seperti langkah 1) pada tahun yang

sama untuk pos lain

5. Mengulangi langkah 2 dan 3 untuk seriap

tahun

Page 39: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

39

385.077,00195,0 SLTc

G

i Ei

EiOiXn

1

22 )(

tot

nn

DASL

LCLCLCC

.............2211

6. Mengambil salah satu data tertinggi pada

setiap tahun dari data Thiessen

7. Data hujan yang terpilih merupakan basin

rain fall

Menghitung Hujan Rencana

Curah hujan rencana diperoleh

dengan:

1. Melakukan Uji kesesuaian distribusi

dengan parameter penguji Chi-Kuadrat

2. Menghitung curah hujan rencana dengan

analisis frekuensi berdasarkan metode

distribusi terpilih.

Menghitung Debit Banjir

Debit banjir dihitung dengan

persamaan metode Rasional yang terdapat

dalam Watershed Modelling System (WMS).

Q = C I A

Dimana:

Q = debit puncak (m3/s)

C = Koefisien Limpasan

I = Intensitas Hujan (mm)

A = Luas Area (ha)

1. Membuka WMS Software

2. Membuka data DEM (Digital Elevation

Map) Sub-DAS Tanralili pada WMS

3. Memilih Drainage Module, kemudian

menjalankan TOPAZ untuk melihat alur

aliran sungai.

4. Menentukan Outlet pada DAS, kemudian

memilih Delianate Basins Wizard untuk

penggambaran DAS

5. Mengkonversi data DEM ke TIN

6. Memilih modul Hydraulogy Modelling

kemudian memilih antar muka Metode

Rasional

7. Memasukkan parameter Metode

Rasional

Waktu Konsentrasi dihitung dengan

persamaan ( Arsyad, 1989):

Koefisien DAS dihitung dengan

persamaan

Intensitas Curah hujan dihitung dengan

persamaan Mononobe (Joesron Loebis,

1992 dalam Suroso, 2006): 2

324 24

24

RI

t

8. Melihat hasil simulasi dari Metode

Rasional berupa Hydrograph Debit

Puncak Banjir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak dan luas

Kabupaten Maros memiliki luas

wilayah sekitae 1.619.12 km2, yang secara

administratif terdiri dari 14 kecamatan,

23 Kelurahan dan 80 desa. Kabupaten maros

memiliki batas-batas sebagai berikut Sebelah

Utara berbatasan dengan Pangkep, sebelah

timur berbatasan dengan kabupaten bone,

sebelah selatan berbatasan dengan kota

Makassar, dan sebelah barat berbatasan

dengan Selat Makassar.

Secara geografis Sub-DAS Tanralili

terletak pada posisi 119034’41.133”-

119o41’1.52952”BT dan 5

02’38.50548”-

509’37.569996”LU dengan luas daerah

aliran ±32.175,4 ha. Terletak di Kecamatan

Tanralili Kabupaten Maros.

Page 40: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

40

Jenis Tanah

Jenis tanah yang mendominasi di sub-

DAS Tanralili adalah jenis tanah Litosol

seluas 22.516 ha.

Tabel 1. Jenis Tanah di Sub DAS Tanralili

No Jenis

Tanah Luas (Ha) %

1 Andosol 3419.824 10.63

2 Litosol 22516.84 69.98

3 Mediteran 6238.734 19.39

Jumlah 32175.4 100

Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010

Curah Hujan Wilayah

Curah hujan daerah diperoleh dari

pengolahan data curah hujan harian dari 2

stasiun pencatat yaitu stasiun Batu Bassi dan

stasiun Lekopaccing. Karena titik

pengamatan (stasiun pencatat) tersebar tidak

merata, maka cara perhitungan curah hujan

daerah dilakukan dengan menggunakan

metode Polygon Thieesen (Sosrosarsono,

1987). Masing-masing luas efektif yang

terwakili untuk tiap stasiun pencatat adalah

Stasiun Batu Bassi 5363.07 ha dengan nilai

KT= 0.17 dan Stasiun Lekopancing

26812.33 ha dengan nilai KT=0.83. Nilai ini

akan dikalikan dengan curah hujan

maksimum dari tiap stasiun pada setiap

tahunnya untuk mendapatkan curah hujan

harian rata-rata. Hasil perhitungan curah

hujan harian maksimum rata-rata daerah

dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Curah Hujan Harian Maksimum

Rata-Rata Daerah

Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa

curah hujan maksimum rata-rata daerah

terjadi pada 30 Maret 2006 sebesar 197.08

mm dan minimum pada 9 Maret 2004

sebesar 88.05 mm, hal ini disebabkan oleh

adanya perbedaan intensitas curah hujan

setiap tahunnya.

Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana

dilakukan dengan metode distribusi curah

hujan metode Gumbel dan Log Person Type

III, kemudian Hasil distribusi tersebut diuji

menggunakan Uji Chi-Kuadrat untuk

mengetahui data tersebut dapat diterima atau

tidak.

Tabel 3. Analisis Kesesuaian Distribusi

Frekuensi dengan Uji Chi-

Kuadrat No Metode Distribusi Peluang (%)

1 Gumbel 0, 55

2 Log PersonType III 56,33

Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah,

2010

No Tahun Tanggal CH Maksimum

(mm)

1 2000 30 Januari 149.27

2 2001 4 Maret 190.66

3 2002 4 Januari 155.13

4 2003 19 Februari 145.11

5 2004 9 Maret 88.05

6 2005 20 Desember 130.05

7 2006 30 Maret 197.08

8 2007 1 Februari 138.91

9 2008 13 Desember 166.71

10 2009 19 Mei 165.02

Page 41: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

41

Berdasarkan interpretasi hasi bahwa

apabila peluang lebih dari 5% maka

persamaan distribusi dapat diterima

Perhitungan curah hujan rencana dengan

metode Log Person Type III dapat dilihat

pada Tabel berikut:

Tabel 4: Curah Hujan Rencana

dengan metode Log Person Type III

Periode

Ulang G Log Xt Xt

2 -0.3500 2.140 137.944

5 -0.2700 2.148 140.474

10 0.9500 2.268 185.336

25 1.3700 2.309 203.890

50 1.5400 2.326 211.918

100 1.2100 2.294 196.612

Debit Puncak Metode Rasional Watershed

Modelling System (WMS)

Debit puncak dihitung dengan

menggunakan metode rasional yang terdapat

dalam Watershed Modelling System.

Parameter Metode Rasional pada WMS

diperoleh dengan hasil sebagai berikut :

Nilai Waktu Konsentrasi diperoleh

dengan panjang aliran (I) 48.481, 49 m,

dengan kemiringan (S) 0,034 sehingga

dapat diketahui nilai Tc = 267 menit

Nilai Koefisien Daerah Aliran Sungai

adalah 0,78.

Nilai Intensitas Curah hujan (I) rencana

dengan menggunakan Distribusi Log

Person Type III yang sebelumnya telah

diuji dengan menggunakan Uji Chi

Kuadrat. Hasil Intensitas Hujan (I) yang

dihitung dengan metode Mononabe

adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Intensitas Hujan Rencana Kala

Ulang Metode Mononabe

min

periode ulang

2 5 10 25 50 100

5 364.08 260.11 343.18 377.55 392.42 364.08

10 160.54 163.48 215.69 237.29 246.64 228.82

15 122.35 124.59 164.38 180.84 187.97 174.39

20 100.90 102.75 135.56 149.14 155.01 143.82

25 86.89 88.48 116.74 133.49 133.49 123.85

30 76.90 78.31 103.32 113.66 118.14 109.61

60 48.33 49.22 64.93 71.44 74.25 68.89

Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010

Hasil Simulasi Debit Puncak Metode

Rasional Watershed Modelling System dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Debit Puncak pada Berbagai Kala

Ulang Metode Rasional

No Periode

Ulang

Debit puncak

(m3/s)

1 2 37,70

2 5 44,31

3 10 49,61

4 25 57,78

5 50 64,42

6 100 71,23

Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010

KESIMPULAN

1. Model Watershed Modelling System

selain dapat mensimulasikan kejadian

alam seperti debit puncak, juga dapat

menduga karakteristik DAS karena

model bekerja berbasis DAS seperti

panjang aliran dan kemiringan wilayah.

2. Kondisi Sub-DAS Tanralili masih

relative baik, dimana dapat dicerminkan

dari waktu konsentrasi (Tc) yang masih

relative lama, Hal ini disebabkan karena

Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2010

Page 42: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

42

kondisi tutupan lahan masih

didominasioleh hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Watershed Modelling

System. www.emrl.byu.edu/wms.htm.

Akses tanggal 6 Februari 2010.

Anonim. 2009b. Integrated Modelling for

Flood HazardMapping Using

Watershed Modelling System.

University of Tehran. Iran.

Anonim. 2009c

. Peran Civil Engineering.

www.yogiocxtavianto.ngeblos.com. Akses

tanggal 14 Februari 2010.

Kodoatie, Robert J dan Sjarief Roestam.,

2008. Pengelolaan Sumber Daya Air

Terpadu. Andi. Yogyakarta.

Sri Harto. 1993. Analisi Hidrologi. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik.

Usaha Nasional. Surabaya.

Suripin, Dr.Ir., 2003. Sistem Drainase

Perkotaan yang Berkelanjutan.

Andi. Yogyakarta

Suripin., 2004. Pelestarian Sumberdaya

Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta

Susanto, S., 1995. Model Produksi Air dan

Pengembangan Penyediaan Air.

Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Page 43: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

43

LAMPIRAN GAMBAR

Hasil running TOPAZ, penentuan Outlet,

penggambaran DAS menggunakan DEM

Hasil Konversi DEM ke TIN, kemudian

memilih AntarMuka Metode Rasional

Tampilan Metode Rasional

Hasil Simulasi Metode Rasional pada WMS

Page 44: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

44

DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Mulai

Data Curah Hujan DEM (Digital Elevation

Map)

Peta Jenis Tanah, Peta Penggunaan

Lahan

Curah Hujan

Maks

Konversi

DEM ke TIN

Koefisien

DAS

Penggambaran

DAS

Intensitas Hujan

Distribusi Hujan kala ulang

METODE RASIONAL

Hydrograph Debit Puncak

SELESAI

Page 45: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat Yang Disimpan Pada Suhu Rendah

(Study On the Alleviation of Chilling Injury Symptoms of Tomato fruits Stored under Low

Temperature)

Olly Sanny Hutabarat1, Sutrisno

2, Y. aris Purwanto

2

1 Dosen Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar

2 Dosen Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Abstract

Tomato fruits (Lycopersicon esculentum Mill) are sensitive to low temperature and

develop chilling injury. Understanding the physiological properties of tomato fruits stored

under low temperature is important to find better storage method. The objective of this

research was examine the effect of low temperature, heat shock treatment and aloe vera

coating treatment was carried out at 420C during 20, 40 and 60 minutes. During storage, the

changes of quality i.e. ion leakage, pH, soluble solid content, firmness, weight loss,

respiration rate as well as visible appearance were evaluated. The results showed that the

heat shock treatment and aloe vera coating reduced the chilling injury symptoms which

indicated by the reduction of ion leakage.

Keywords: chilling injury, heat shock, ion leakage ,tomato, Aloe vera.

PENDAHULUAN

Penanganan pasca panen produk

hortikultura sangat berpengaruh terhadap

mutu produk. Mutu produk dapat

dipertahankan sebaik mungkin dengan

penanganan lanjutan yang tepat. Pada

prinsipnya suhu tinggi bersifat merusak

mutu simpan sayur-sayuran dan buah-

buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidak

dapat dihindarkan terutama apabila panen

dilakukan pada hari yang panas. Laju

respirasi dan kegiatan lainnya akan

meningkat dengan semakin tinggi suhu

sehingga akan mempercepat laju kerusakan

mutu produk pasca panen (Pantastico,

1986).

Tomat tergolong sayuran buah yang

mudah rusak (perishable). Mutu tomat saat

panen dapat dinilai berdasarkan sifat fisik

(bentuk/kebulatan, warna, kekerasan,

kelicinan kulit, ketebalan daging buah,

tekstur) dan sifat kimia (vitamin C/ asam

askorbat, total padatan terlarut, kadar asam,

kadar air dan komposisi nilai gizi). Untuk

mengatasi masalah penurunan mutu buah

tomat selama penyimpanan, salah satunya

adalah dengan penyimpanan dingin.

Penyimpanan dingin dimaksudkan

untuk menurunkan suhu produk sehingga

akan memperlambat laju respirasi sebelum

dilakukan penanganan pasca panen

lanjutan. Beberapa produk hortikultura

mempunyai sifat sensitif terhadap suhu

dingin sehingga penyimpanan di bawah

suhu optimum dapat mengakibatkan

chilling injury. Heat shock treatment dan

coating aloe vera pada pasca panen tomat

dapat menurunkan peningkatan ion leakage

yang menyebabkan kerusakan serta dapat

mengurangi chilling injury (Saltveit, 2004).

Tujuan penelitian ini secara umum

adalah untuk mengkaji perubahan mutu

tomat yang disimpan pada suhu dingin.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah

untuk menganalisis parameter mutu tomat

Page 46: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

dengan perlakuan heat shock dan coating

aloe vera.

METODELOGI PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan

April – Juli 2007 di Laboratorium AP4,

TPPHP dan EEP, Fakultas Teknologi

Pertanian Institut Pertanian Bogor..

2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah

tomat varietas arthaloka, aloe vera dan

aquabidest. Tomat diperoleh dari petani

tomat di Goalpara, Sukabumi.

Peralatan yang digunakan adalah

HST chamber, electricity conduktivity

meter (D-24 Horiba), Refraktometer (PR-

201 ATAGO), rheometer (CR-300 Sun-

KAGAKU), gas analyzer Shimadzu, lemari

pendingin, blender dan lain-lain.

3. Metode Penelitian

Tomat diberi perlakuan heat shock

420C selama 20, 40, 60 menit dan aloe vera

coating kemudian disimpan pada suhu 50,

100C dan suhu ruang. Pengukuran

dilakukan pada suhu ruang dengan selang

waktu pengukuran mula-mula 20, 40, 60

menit selama 5 jam. Setelah 5 jam dengan

menggunakan blender, tomat dihancurkan

supaya semua ion terlarut dalam aquabides

dan nilai konduktivitas listrik totalnya

diukur. Parameter mutu yang diamati

antara lain : Ion leakage, pH, susut bobot,

total padatan terlarut, kekerasan, respirasi

dan warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ion leakage

Gambar 1 menunjukkan perubahan

ion leakage pada hari ke-20 dengan

perlakuan heat shock 40 menit. Dalam

grafik kenaikan persentase ion leakage

dengan perlakuan heat shock 40 menit pada

hari ke-20 suhu 50

C lebih tinggi daripada

penyimpanan pada suhu 100

C dan suhu

ruang. Selama penyimpanan terjadi

kenaikan persentase ion leakage pada

tomat yang mengindikasikan terjadinya

kerusakan membran sel sebagai akibat

penyimpanan dingin. Kerusakan membran

sel ini terjadi karena lipid dan protein

sebagai penyusun dinding sel mengalami

ketegangan plastis akibat pendinginan.

Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002)

dimana pada suhu rendah di bawah suhu

optimum penyimpanan tomat, terjadi

kerusakan membran sel sebagai akibat

kerusakan dingin. Nobel (1991)

menyebutkan bahwa ketegangan

disebabkan oleh tekanan isi sel pada

dinding sel dan bergantung pada

konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam

vakuola, permeabilitas protoplasma dan

elastisitas dinding sel.

Gambar 2 dan 3 menunjukkan

perubahan ion leakage pada penyimpanan

suhu 50C dan 10

0C dengan perlakuan heat

shock 20, 40, 60 menit dan Aloe vera pada

hari ke-20. Pada gambar 2 dan 3

menunjukkan kenaikan persentase ion

leakage dengan perlakuan heat shock 20

menit lebih kecil dibanding perlakuan lain.

Dari grafik terlihat bahwa penyimpanan

tomat yang diberi perlakuan heat shock

mengalami kenaikan persentase ion leakage

yang lebih kecil daripada tanpa heat shock

dan Aloe vera. Hal ini disebabkan

Page 47: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

perlakuan heat shock meningkatkan

fospolipid, dapat memulihkan transpor

membran yang rusak diakibatkan

meningkatnya ion Ca2+

yang disebabkan

meningkatnya kerusakan membran

permeabel karena penyimpanan dingin

sehingga ion calsium (Ca 2+

) di dalam

maupun di luar sel sama. Chang (2001)

melaporkan heat shock protein dengan

methyl jasmonate dan methyl salicylate

dapat meningkatkan ketahanan tomat

terhadap chilling injury karena dapat

mengontrol protein dalam intrasel dan

meningkatkan transport membran dengan

menyesuaikan diri dengan mengikat dan

melepaskan protein. Pernyataan ini juga

didukung oleh Saltveit (2003) heat shock

dengan suhu 450

selama 30 menit dapat

mengurangi chilling injury pada Saintpaulia

ionantha. Ion calsium (Ca 2+

) yang tinggi

dalam sitosol diketahui sebagai penghalang

transport masuk dan keluar zat melalui

membran. Peningkatan ion calsium (Ca 2+

)

secara langsung disebabkan meningkatnya

kerusakan membran yang disebabkan oleh

penyimpanan dingin sehingga ion calsium

(Ca 2+

) di dalam sel lebih besar daripada di

luar sel. Secara physiologi heat shock dapat

mengontrol konsentrasi calsium dalam

sitosol pada saat disimpan pada suhu kritis.

Saltveit (2003) juga melaporkan chilling

injury disebabkan phase transisi membran

atau kerusakan oksidatif yang berhubungan

dengan disfungsi metabolik, meningkatkan

konsentrasi ion calsium (Ca 2+

) intraseluler.

Gambar 1. Perubahan ion leakage HST 40 menit hari ke-20

0102030405060708090

100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Waktu (hari)

ion

le

ak

ag

e (

%)

HST 40 T5 HST 40 T10 HST 40 TR

Gambar 2. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60 mnt, aloe dan

kontrol hari ke-20 suhu 50C

0102030405060708090

100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Waktu (menit)

Ion

leakag

e (

%)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Gambar 3. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60, aloe, kontrol

hari ke-20 suhu 100C

0102030405060708090

100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Waktu (menit)

Ion

leakag

e (

%)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

2. pH

Gambar 4.Perubahan pH selama penyimpanan pada suhu 5 C

2.02.22.4

2.62.83.03.23.4

3.63.84.0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (hari)

pH

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Gambar 4 menunjukkan perubahan

pH pada suhu 50C selama penyimpanan.

Perubahan pH pada suhu simpan 50C

menunjukkan berkurang atau meningkatnya

konsentrasi H+. Pada awal sampai akhir

penyimpanan, pH tomat relatif berubah.

Perubahan pH disebabkan mitokondria

tidak mampu mempertahankan ion hidrogen

dan perubahan komposisi protein dalam

membran sebagai akibat kerusakan dingin.

Perubahan pH dapat dijadikan petunjuk

terjadinya kerusakan dingin (Naruke et al.,

2003). Pernyataan yang sama didukung

oleh Schirra (1992) dalam Purwanto (2005)

menyebutkan bahwa gejala kerusakan

dingin pada buah anggur dapat diketahui

dari akumulasi etanol yang berkaitan erat

salah satunya dengan pH. Kenaikan pH

Page 48: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

pada pada suhu 50C, diakibatkan oleh

perubahan kandungan asam pada mentimun

yang menunjukkan terjadinya gejala

kerusakan dingin (Purwanto, 2005).

3. Susut bobot

Susut bobot terbesar terjadi pada

suhu simpan 50

Cdengan perlakuan heat

shock 60 menit. Perlakuan heat shock

diduga menyebabkan stomata terbuka lebar

sehingga transpirasi meningkat dan

mengakibatkan hilangnya air dalam jumlah

banyak dalam buah. Purwanto (2005)

menyebutkan terjadinya susut bobot pada

pada suhu 50C, meskipun proses respirasi

berkurang tetapi terjadinya kerusakan

dingin telah menyebabkan timbulnya

bintik-bintik lubang kecil dari pengerutan

kulit permukaan yang mengakibatkan

keluarnya air dari dalam mentimun. Fallik

(1996) melaporkan bahwa paprika yang

direndam pada suhu 500

C selama 1, 3

menit dan 5 menit mengalami susut bobot

yang lebih besar dibandingkan dengan

paprika yang tidak dipanaskan. Susut bobot

terendah terdapat pada perlakuan coating

aloe vera, hal ini disebabkan kemampuan

gel lidah buaya sebagai pelembab kerena

mengandung glukomanan dan bahan-bahan

yang bersifat hidrofilik seperti gula, asam

amino khususnya glutamat dan arginin dan

asam organik lainnya yang secara sinergis

dapat mempertahankan kelembaban.

Pernyataan ini didukung oleh Turner (2004)

melaporkan penambahan gel sebanyak 10

% ke dalam larutan dapat menahan

kecepatan penguapan sebesar 10 % atau

persentase kehilangan berat lebih rendah

dibandingkan tanpa penambahan gel.

Gambar 5.Perubahan susut bobot HST 20, 40, 60, aloe, kontrol

suhu 50C

0

2

4

6

8

10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

waktu (hari)

Su

su

t b

ob

ot

(%)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe kontrol

4. Total Padatan Terlarut (TPT)

Selama penyimpanan selain terjadi

perubahan fisik juga terjadi perubahan

kimia pada rasa manis buah yang

ditunjukkan melalui total padatan terlarut

(TPT). Sebagian besar total padatan terlarut

berupa gula yang terdapat pada buah .

Gambar 6 menunjukkan perubahan TPT

dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60

menit, coating aloe vera dan kontrol pada

suhu 50

C selama penyimpanan. Pada

penyimpanan 50

C dengan perlakuan heat

shock 20 menit menunjukkan total padatan

terlarut relatif lebih tinggi dibanding

perlakuan lain. Perlakuan heat shock cukup

mampu mempertahankan kandungan kimia

di dalam sel. Hal tersebut sangat mungkin

terjadi karena dengan sedikitnya persentase

perubahan ion leakage mengindikasikan

bahwa dinding sel cukup mampu

mempertahankan kandungan kimia di

dalam sel. Hal serupa dilaporkan Saltveit

(2003) yang menyatakan perlakuan heat

shock mampu menjaga fospolipid tetap

dalam jumlah besar, memulihkan transport

membran yang rusak diakibatkan

meningkatnya ion Ca2+

sehingga ion

calsium (Ca 2+

) di dalam maupun sel di luar

sel sama sehingga interaksi aktin-miosin

dan distribusi materi di dalam sel normal

kembali.

Page 49: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

Gambar 6. Perubahan TPT HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 50C

2.80

3.00

3.20

3.40

3.60

3.80

4.00

4.20

4.40

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Waktu (hari)

TP

T (

0B

rix)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

5. Kekerasan

Nilai kekerasan relatif lebih besar

dengan perlakuan heat shock 20 menit

dibandingkan perlakuan lain. Hal tersebut

sangat mungkin terjadi karena dengan

sedikitnya persentase perubahan ion

leakage pada perlakuan heat shock 20 menit

mengindikasikan bahwa dinding sel cukup

mampu mempertahankan dinding sel yang

tersusun dari senyawa – senyawa seperti

selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin

yang berpengaruh terhadap kekerasan.

(Winarno dan Aman, 1981). Pernyataan

yang sama didukung oleh Muchtadi (1992),

perubahan turgor sel disebabkan karena

komposisi dinding sel buah berubah, dan

perubahan tersebut mempengaruhi

kekerasan (firmness) buah, yang biasanya

menjadi lunak apabila telah matang.

Gambar 7.Perubahan kekerasan perlakuan HST 20, 40, 60 aloe

dan kontrol suhu 5C

01

234

56

789

1011

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Waktu (hari)

Kekera

san

(N

ew

ton

)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

6. Respirasi

Selama penyimpanan terjadi

peningkatan konsumsi O2 dan produksi

CO2. Pada gambar 8 menunjukkan laju

respirasi pada suhu simpan 50

C selama

penyimpanan. pada grafik dapat dilihat

bahwa perlakuan heat shock dapat

meningkatkan atau menurunkan laju

respirasi. Klein dan Lurie (1990),

melaporkan bahwa perlakuan panas dapat

meningkatkan atau menurunkan puncak

respirasi buah-buahan klimakterik

tergantung seberapa lama penundaan yang

terjadi setelah perlakuan. Menurut (Jacobi

et al, 1995), perlakuan panas tidak

mempengaruhi waktu klimakterik.

Terjadinya peningkatan atau penurunan laju

respirasi setelah perlakuan panas erat

kaitannya dengan kerusakan sel yang

terjadi. Hal ini sangat mungkin terjadi karen

lipid dan protein sebagai penyusun dinding

sel mengalami ketegangan plastis akibat

pendinginan. Kerusakan membran sel ini

terjadi karena lipid dan protein sebagai

penyusun dinding sel mengalami

ketegangan plastis akibat pendinginan.

Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002)

dimana pada suhu rendah di bawah suhu

optimum penyimpanan tomat, terjadi

kerusakan membran sel sebagai akibat

kerusakan dingin. Laju produksi CO2

dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60

menit dan Aloe vera coating pada suhu

ruang lebih tinggi dibandingkan pada suhu

simpan 5, 100C. Hal ini disebabkan pada

penyimpanan dingin proses respirasi

dihambat sehingga produksi CO2 dan

konsumsi O2 rendah. Menurut Muchtadi

dan Sugiyono (1989), suhu yang rendah

akan menghambat proses respirasi, aktifitas

mikroorganisme dan enzim. Dikatakan

pula bahwa makin tinggi suhu maka

respirasi makin cepat, hal ini berlaku

sampai suhu optimum, apabila melewati

suhu optimum kecepatan respirasi menurun.

Pantastico (1986) melaporkan

respirasi dapat meningkat atau menurun

tergantung pada kerentanan buah terhadap

Page 50: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

suhu dingin. Pada Gambar 8 di bawah ini

dapat dilihat bahwa laju respirasi perlakuan

heat shock 20, 40 menit dan kontrol pada

suhu simpan 50C mengalami puncak

klimakterik berturut-turut pada hari ke-4

dan ke-5 penyimpanan, sedangkan pada

perlakuan Aloe vera coating puncak

klimakterik terjadi pada hari ke-6. Pada

kondisi penyimpanan suhu 5 dan 100C

perlakuan Aloe vera coating dapat menunda

atau menekan kenaikan klimakterik buah

tomat. Pernyataan ini didukung oleh

Valverde et al. (2005) yang menyatakan

bahwa Aloe vera coating dapat berperan

baik menahan laju respirasi selama

penyimpanan disebabkan gel Aloe vera

bersifat higroskopis dan bersifat permeable

terhadap transfer gas dan air.

Gambar 8. Produksi CO HST 20,40, 60, aloe dan kontro pada

suhu 50C

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Waktu (hari)

La

ju r

es

pir

as

i C

O2

(ml/k

g/ja

m)

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

7. Warna

Gambar 9. warna a, b HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 50C

40

42

44

46

48

50

52

54

56

58

60

-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40

a

b

HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Nilai a* menyatakan warna

kromatik campuran merah hijau dengan

nilai +a dari 0 sampai100 untuk warna

merah dan –a dari 0 sampai -80 untuk

warna hijau. Nilai b* menyatakan warna

kromatik campuran kuning biru dengan

nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna

kuning dan nilai –b dari 0 sampai -70 untuk

warna biru (Soekarto, 1985).

Pada penelitian ini menunjukkan

bahwa penyimpanan pada suhu rendah

dapat memperlambat proses perombakan

klorofil dan sekaligus memperlambat pula

proses pembentukan likopen. Hal ini

didukung pendapat Winarno dan

Wirakartakusumah (1981) yang

menyatakan bahwa suhu mempunyai

peranan yang penting dalam pembentukan

pigmen. Rendahnya nilai warna pada

perlakuan suhu penyimpanan 50C

disebabkan oleh suhu yang terlalu rendah

sehingga degradasi klorofil dihambat dan

penyimpanan pada suhu ruang (28-300C)

nilai warnanya tidak bisa menjadi jingga

karena sintesa likopen terhambat pada suhu

tinggi. Pada penelitian ini perlakuan heat

shock treatment tidak berpengaruh terhadap

perubahan warna dibanding dengan yang

tidak diberi perlakuan/kontrol.

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Tomat yang disimpan pada suhu dingin

mengalami penurunan mutu lebih

lambat dibanding pada suhu ruang,

sedangkan tomat yang diberi perlakuan

heat shock dan Aloe vera coating lebih

kecil penurunan mutunya dibanding

dengan tomat tanpa perlakuan.

2. Tomat yang diberi perlakuan heat shock

pada suhu simpan 50C menunjukkan

gejala kerusakan dingin (chilling

injury) yang terjadi pada hari pertama

dengan meningkatnya ion leakage.

Page 51: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

Tomat dengan perlakuan heat shock 20

menit pada suhu 5 dan 100C dapat

memperkecil kenaikan persentase ion

leakage dibanding perlakuan lain dan

kontrol.

3. Aloe vera coating efektif mengurangi

peningkatan susut bobot dan menjaga

kekerasan buah tomat, tetapi tidak

berpengaruh terhadap pengurangan

chilling injury karena sifat Aloe vera

coating hanya ke bagian permukaan

buah dan tidak terjadi ke bagian dalam

buah. Susut bobot tertinggi terdapat

pada perlakuan heat shock 60 menit .

4. Aloe vera coating pada suhu simpan 5

dan 100C dapat menunda dan menekan

puncak klimakterik tomat sampai hari

ke-6, sedangkan perlakuan heat shock

20, 40, 60 menit dan kontrol mengalami

puncak klimakterik pada hari ke2, 3 dan

ke-4 penyimpanan.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk

melihat pengaruh suhu perlakuan panas

(heat shock) yang lebih bervariasi dan

lama perlakuan heat shock terhadap

perubahan mutu.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjut

perlakuan heat shock 20 menit yang

dilanjutkan dengan Aloe vera coating

untuk mendapatkan mutu tomat yang

lebih baik selama penyimpanan pada

suhu rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, K.D. 2001. Reduction of chilling

injury and transcript accumulation of

heat shock protein in tomato fruit by

Methyl jasmonate and Methyl

salicylate. Plant Science. 161(2001)

1153-1159.

Fallik, E., S. Grinberg, S. Alkaka, S.

Lurie 1996. The effectiveness of

postharvest hot water dipping on the

control of grey and black moulds in

sweet red Pepper (Capsicum annum).

Plant Phatology 45:644-649.

Jacobi, K.K. Giles, E. Macrae and T.

Wegrzyn. 1995. Conditioning ‘

Kensington’ mango with hot air

alleviates hot water desinfestation

injuries. HortScience 30, 562-65.

Klein, J. D., Lurie, S., 1990. Prestorage

heat treatment as a means of

improving poststorage quality of

apples. J. Am. Soc. Hort. Sci.

115:265-269.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Ilmu

Pengetahuan Bahan Pangan. IPB,

Bogor.

Naruke, T., Oshita S., Kuroki S., Seo Y.

And Kayagoe., 2003. Relaxation time

and other properties of cucumber in

relation to chilling injury. Hort., 599,

265-271.

Nobel, P.S. 1991 Physicochemical and

Enviromental Plant Physiology.

University of Calofornia, Los

Angeles, California.

Pantastico,Er. B., A.K.Matto, T. Murata

dan K. Ogata. 1986. Kerusakan-

Kerusakan Karena Pendinginan.

Dalam Er. B. Pantastico (ed).

Fisilogi Pascapanen Penanganan dan

Pemanfaatan Buah-buahan dan

Sayur-sayuran Tropika dan

Subtropika terjemahan. Gadjah Mada

University, Yogyakarta.

Page 52: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

Purwanto, Y. A. 2005. Penentuan indeks

kerusakan dingin berdasarkan

perubahan Ion leakage dan pH pada

produk pertanian. Fateta. IPB, Bogor.

Saltveit, M. E., 2002. The rate or ion

leakage lrom chilling-sensitive tissues

does not immediately increase upon

exposure to chilling temperatures.

Postharvest Biology and Technology.

26:295-304.

_______, 2003. Effect of heat shock on the

chilling sensitivity of trichomes and

Petioles of African Violet (Saintpaulia

ionantha). Phisiology Plantarum 121:

35-43.

Soekarto, S.T 1985. Penilaian

organoleptik untuk industri pangan

dan hasil pertanian. Bharata Karya

Aksara, Jakarta).

Turner, D. 2004. Isolation and

characterization of structural

components of Aloe vera .

International Immunopharmacology

4(2004) 1745-1755.

Winarno, F.G. dan M.A.

Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi

Pasca Panen. PT. Sastra Hudaya,

Jakarta.

Winarno, F.G. dan Aman, S. 1981.

Fisiologi Lepas Panen. IPB. PT.

Sastra Hudaya, Jakarta.

Page 53: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

53

Uji Kinerja dan Analisis Ekonomi Mesin Pengupas Kopi Tipe Huller pada

Koperasi Tani Desa Bt. Alla’ Utara Kab. Enrekang

Herman Saleh1, Mar Karmah Badruddin

2, dan Abdul Waris

2

1Alumni Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar 2Dosen Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar

Abstrak

Kopi merupakan salah satu komoditas utama Sulawesi Selatan. Desa Bt. Alla’

Utara adalah salah satu pemasok terbesar untuk kopi arabika dengan kualitas rasa

yang khas. Pengolahan kopi yang masih sederhana menyebabkan kualitasnya kalah

bersaing di pasaran. Oleh karena itu koperasi tani desa Bt. Alla’ Utara mengambil

langkah inisiatif untuk mengolah hasil pertanian supaya memiliki nilai yang dapat

bersaing dipasaran. Penelitian ini menggunakan metode pengujian langsung terhadap

kinerja mesin menggunakan kopi jenis Arabika terhadap waktu pengilingan kopi

kemudian dilakukan perhitungan terhadap efisiensi penggilingan. Kapasitas

pengilingan, indeks kinerja mesin dan menghitung kelayakan ekonomi dari mesin

tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pengupasan 0,998%, kapasitas

pengupasan 327,6 (kg/jam), kualitas pengupasan biji utuh sebesar 97,86%, dan indeks

kinerja 0,989(%) serta analisis biaya mesin untuk Break Even point (BEP) sebesar Rp.

259.742.000,-/tahun atau 9058 kg/tahun dan nilai Benefit Cost Ratio sebesar 1,723

menunjukkan mesin ini layak untuk beroperasi.

Kata kunci : Kinerja, analisis, ekonomi, pengupas kopi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu produk

komoditas utama sulawesi selatan yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Kopi

dapat dikonsumsi dalam negeri dan

dapat pula diekspor. Hal ini perlu

dikembangkan guna menambah dan

penghasilan petani untuk meningkatkan

pendapatan negara. Produksi biji kopi

Indonesia secara signifikan terus

meningkat, namun mutu yang

dihasilkan umumnya masih rendah dan

beragam khususnya hasil perkebunan

kopi rakyat. Oleh karena itu, teknologi

pengolahan kopi pada tingkat petani

perlu ditingkatkan agar mampu

menghasilkan kopi yang bermutu tinggi

secara berkelanjutan.

Mesin huller milik Koptan

Makmur Desa Benteng Alla Utara

adalah bantuan dari pemerintah. Modal

dikembalikan secara angsur. Mesin

huller mulai beroperasi pada bulan juni

2007, pengolahan kopi dimulai antara

bulan Mei sampai September. Mesin

langsung dioperasikan tanpa menguji

kinerjanya sebelumnya. Koperasi ini

sudah bekerjasama dengan perusahaan

pengeskpor kopi PT Mega Putra

Sejahtera (MPS). Hal ini dapat

menambah pendapatan daerah, serta

memberi peluang kerja bagi masyarakat

Pengupasan kulit biji kopi dengan

huller belum berkembang dikalangan

Page 54: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

54

petani Desa Benteng Alla’. Hal ini

masih sangat mahal dan prosesnya

membutuhkan waktu yang lebih lama.

Mereka hanya mengolah kopinya

dengan mesin pulling, difermentasi

selama semalam lalu dicuci setelah itu

dijual dengan harga dibawah standar.

Mutu kopi petani dinilai dengan harga

yang relatif murah karena proses

pengolahannya yang tidak maksimal.

Penggilingan kopi dengan huller

masih meninggalkan kotoran yang

bercampur dengan biji, kotoran tersebut

berasal dari tanaman berupa kulit buah

dan kulit ari, daun tanaman, biji rusak

dan biji pecah, sedangkan kotoran yang

berasal dari benda-benda asing lainnya

berupa kerikil, pasir dan partikel

lainnya. Keberadaan kotoran-kotoran

tersebut dapat merugikan.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui kinerja mesin penggiling

kopi huller dalam menggiling kopi serta

menghitung biaya operasional mesin

tersebut.

Kegunaan penelitian ini adalah

sebagai bahan informasi dalam

operasional penggiling kopi huller

untuk konsumsi dan komoditi ekspor.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada

penelitian ini adalah :

1. Mesin Penggiling Kopi Huller.

2. Stopwatch untuk mengukur waktu

dibutuhkan dalam membersihkan

bahan.

3. Timbangan digital untuk

menimbang berat bahan.

4. Motor bakar solar penggerak huller.

5. Ember, karung, terpal untuk

menampung bahan yang telah

dibersihkan.

Bahan yang digunakan adalah

kopi jenis Arabika

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada

penelitian ini yaitu uji kinerja mesin

dengan menggunakan kopi jenis

Arabika sebanyak 50 kg dengan

ulangan sebanyak tiga kali.

Prosedur Analisi Data

Uji Kinerja Mesin

1. Menghitung efisiensi penggilingan

dengan persamaan sebagai berikut (

Destra dan Mishra, 1990) :

=

BK

Bk1 x 100%

Keterangan :

= Efisiensi penggilingan (%).

BK = Berat kopi yang dikupas

(Kg).

Bk =Berat kotoran dan benda-benda

asing lainnya yang keluar melalui

pengeluaran (kg).

2. Menghitung kapasitas penggiling

dengan persamaan sebagai berikut

(Destra dan Mishra, 1990) :

Kp =

T

BK

Page 55: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

55

Keterangan :

Kp = kapasitas penggilingan

(Kg/jam)

BK = Berat Kopi yang dikupas

(Kg)

T = waktu penggilingan (Jam)

3. Menghitung biji utuh, biji pecah,

biji tercecer dan kotoran sebagai

berikut (Destra dan Mishra, 1990).

Biji utuh =

bahan awalBerat

utuh bijiberat x

100%

Biji pecah =

bahan awalBerat

pecah bijiberat x

100%

Biji tercecer =

bahan awalBerat

tercecer bijiberat

x 100%

Kotoran =

bahan awalBerat

kotoran berat x

100%

4. Menghitung indeks kinerja dengan

persamaan sebagai berikut (Destra

dan Mishra, 1990) :

IK =

BK

Bt1

BK

Bp1

BK

Bk1

Keterangan :

IK = Indeks kinerja mesin

Bt = Berat biji tercecer (Kg)

Bp = Berat biji pecah (Kg)

Bk = Berat kotoran (Kg)

BK = Berat kopi yang

dikupas (Kg)

Analisi ekonomi alat

1. Menghitung Biaya Tetap (FC)

dengan menggunakan persamaan:

Biaya Penyusutan (D) = N

SP

Keterangan :

D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)

P = Harga Pembelian alat (Rp)

S = Nilai akhir (10% dari P) (Rp)

N = Umur ekonomis (tahun)

BM = N

NiP

2

)1(

Keterangan :

BM = Bunga Modal dan

Asuransi (Rp/tahun)

i = Tingakt suku Bunga bank

(%/tahun)

P = Harga awal Alat (Rp)

N = Umur Ekonomis Alat (tahun)

PBB/thn

2. Menghitung Biaya Tidak Tetap

(VC) dengan mengggunakan

persamaan sebagai berikut

(Pramudia dan Dewi) :

Biaya Operator (Bo) = Btk x Op x

Hk

Keterangan :

Bo = Biaya Operator (Rp/tahun)

Btk = Biaya tenaga kerja

(Rpxhari/orang)

Op = Jumlah operator yang

digunakan (orang)

Hk = Jumlah hari kerja (hari/tahun)

Page 56: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

56

Biaya Perawatan (Bpw) = (5% x P)

Keterangan :

BPw = Biaya Perawatan ( Rp/jam)

P = Harga awal (Rp)

Biaya Bahan Bakar (Bb) = Hb x Kb

Keterangan :

Bb = Biaya bahan bakar (Rp/jam)

Hb = Harga Bahan bakar (Rp/l)

Kb = Konsumsi bahan bakar

(L/jam)

Biaya Pelumas (Bp) = Hp x Kp

keterangan :

Bp = Biaya Pelumas (Rp/jam)

Hp = Harga pelumas (Rp/l)

Kp = Konsumsi pelumas

(L/jam)

Biaya Transportasi (Bt) = Kef x

Bt/kg

Keterangan :

Bt = Biaya tranportasi

Kef = kapasitas efektif

pengupasan

Bt/kg = biaya transportasi

perkilogram

Biaya Sortasi (Bt) = Kef x Bs/kg

Keterangan

Bs = Biaya Sortasi

Kef = kapasitas efektif

pengupasan

Bt/kg = biaya transportasi

perkilogram

3. Menghitung Break Even Point

(BEP) dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Riyanti,

2001) :

BEP (Rp/tahun) =

Penjualan

TetapBiayaTidak

BiayaTetap

1

BEP (Kg/tahun) =

BiayaOlahaJualh

BiayaTetap

arg

BiayaOlah=

)(KglahbhnyngterototalMassa

TotalBiaya

4. Menghitung Benefit Cost Ratio

(B/C Ratio) dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Riyanto,

2001) :

B/C ratio =

luaranBiayaPenge

ukanBiayaPemas

Jika B/C ratio > 1, maka proyek

layak untuk dilaksanakan. Jika B/C

Ratio < 1, maka proyek tidak layak

untuk dilaksanakan.

Berikut adalah alur dari proses

pengupasan kopi dengan menggunakan

mesin huller :

Page 57: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

57

Gambar 1. Bagan Alir Prosedur Uji

Kinerja Mesin Penggiling

Kopi Huller

Gambar 2. Bagan Alir Prosedur Analisa

Ekonomi Mesin Penggiling

Kopi Huller

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja mesin

Efisiensi Pengupasan

Efisiensi mesin yang dihasilkan

saat uji kinerja dengan menggunakan

tiga kali pengulangan memiliki rata-rata

sebesar 0,998%. Berdasarkan hasil

perhitungan (Lampiran 1) diketahui

bahwa efisiensi pengupasan untuk

setiap kali ulangan bahan mendekati

efisiensi yang maksimum hal ini

disebabkan karena jumlah biji yang

patah kotaran yang ikut bersama dengan

biji kopi sedikit.

Gambar 5. Mesin Huller Pengupas Kopi

Kapasitas Pengupasan (kg/menit)

Kapasitas pengupasan yang

dihasilkan saat uji kinerja dengan

menggunakan kopi jenis Arabika untuk

tiga kali ulangan memiliki rata-rata

sebesar 5,46kg/menit. Berdasarkan hasil

perhitungan Lampiran 2 diketahui

bahwa kapasitas pengupasaan untuk

tiap kali ulangan menunjukkan bahwa

hasil yang paling besar diperoleh pada

ulangan ketiga sebesar 5,49 Kg/menit,

sedangkan yang terkesil diperoleh pada

Mulai

Menyiapkan bahan

Menyalakan mesin

Memasukkan bahan ke mesin

Mengukur lamanya waktu penggilingan

Menimbang bahan yang telah digiling

Menghitung kapasitas penggilingan, kualitas

penggilingan, dan indeks kinerja mesin

Selesai

Data P, S, N Data Btk, Op, Hlk, P, i, N, Hd,

dll

Menghitung Biaya Tetap

Menghitung Biaya Tidak Tetap

Menghitung BEP

Menghitung B/C Ratio

Page 58: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

58

saat pengupasan pertama sebsar 5,43

kg/menit.

Kualitas Pengupasan

Kualitas pembersihan yang

dihasilkan saat uji kinerja mesin huller

biji kopi varietas arabika seberat 50 kg

dengan tiga kali ulangan memiliki rata-

rata biji utuh sebesar 97,86%, rata-rata

biji pecah sebesar 0.907% dan rata-rata

kotoran sebesar 0,173%.

Indeks Kinerja Alat (%)

Indeks kinerja alat yang dihasilkan

saat uji kinerja memiliki rata-rata

0,989%. Indek kinerja mesin pengupas

biji kering kopi arabika mengalami

perbedan yang sedikit hal ini

dipengaruhi oleh sortasi biji rusak,

pembagian massa bahan dengan kotoran

yang tidak seimbang.

Analisa Ekonomi

Total biaya tetap yang dikeluarkan

selama setahun sebesar Rp.

24.647.500,-/tahun dan total biaya tidak

tetap sebesar Rp. 118.500.200,-/tahun

sehingga total biaya pengeluaran adalah

Rp.143.147.700,-/tahun

Nilai Break Even Point (BEP) Rp.

306.975.100,-/tahun, artinya titik impas

pada mesin pengupas Huller biji kopi

varietas Arabika ini tercapai bila

pendapatan mencapai Rp. 306.975.100,-

/tahun. Bila dibandingkan dengan

pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar

Rp. 2.172.973.860/tahun, ini berarti

masih terdapat kelebihan nilai

pendapatan sebesar Rp. 1.052.968.260,-

/tahun.

Sedangkan untuk BEP (kg/tahun)

sebesar 10.727 kg/tahun, jadi titik impas

mesin Huller pengupas biji kopi varietas

Arabika diperoleh jika telah

menghasilkan 10.727 kg/tahun kopi.

Jika dibandingkan dengan total biji kopi

yang bisa diolah selama setahun yaitu

sebesar 80.000,4 kg maka masih ada

kelebihan total produksi sebesar 69.273

kg/tahun.

Benefit Cost Ratio (B/C ratio)

untuk mesin huller pengupas biji kopi

varietas Arabika adalah 1,715 yang

berarti bahwa mesin ini layak

digunakan karena untuk Rp.1,00,-biaya

yang dikeluarkan akan diperoleh

keuntungan sebesar Rp. 1,715,-. Hal ini

sesuai dengan pendapat Riyanto (2001),

bahwa kelayakan suatu alat dan mesin

pertanian ditentukan oleh beberapa

faktor antara lain dari segi biaya

produksi, nilai dan peningkatan

penjualan serta hasil perhitungan

kelayakan usaha melalui metode Break

even Point (BEP) dan B/C Ratio. Jadi

berdasarkan dari analisis ekonomi

mesin huller ini membawa keuntungan

karena B/C rationya ≥ 1 yang artinya

jumlah keuntungan (benefit) yang

diperoleh selama umur teknis-

ekonomisnya lebih besar dari total biaya

yang digunakan.

Page 59: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

59

Tabel 1. Hasil perhitungan Biaya mesin

huller Pengupas biji kering

kopi varietas Arabika

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh

maka dapa disimpulkan bahwa :

1. Setelah melakukan uji kinerja

diketahui efisiensi 99,8%, kapasitas

pengupasan 327,6 kg/jam, kualitas

pengupasan biji utuh 97,86% dan

indeks kinerja 0,989% maka mesin

ini masi layak untuk beroperasi .

2. Analisis ekonomi pengoperasian

mesin huller menghasilkan break

even point Rp. 259.742.000,-/tahun

dan B/C ratio 1.715 maka mesin

huller pengupas biji kering kopi

varietas Arabika masih layak

digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1995. Kopi Arabika. Dinas

Perkebunan provinsi sulawesi

selatan. Ujung pandang

Anonim,2009. Standar Nasional

Indonesia, biji kopi.http //

www.bsn.or.id.pdf. Tgl akses

7/04/2009

Bambang, Riyanto,. 2001. Dasar-Dasar

Manajemen Pembelanjaan

Perusahaan Edisi ke-4. BPEF,

Yogyakarta.

Kodoatie,J., 1997. Analisa Ekonomi

Teknik. Penerbit Andi Offset,

Yogyakarta

Marappung, Muslimin., 1979. Teknik

Tenaga Listrik. Armico, Bandung

Najiyati. Sri, dan Danarti, 2001. Kopi:

Budidaya Dan Penanganan Lepas

Panen. Penebar Swadaya. Jakarta

Purba, Radiks,. 1997. Analisis Biaya

Dan Manfaat (Cost nad benfit

Analysis). Rineka Cipta, Jakarta.

Randi Sumitro, 2006. Kebijakan

Pengembangan Industri

Pengolahan dan Pemasaran Kopi.

Bina Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian, Departemen

Pertanian. Jakarta

No Komponen Biaya Nilai

1 Biaya Tetap

Biaya Penyusutan (D)

Biaya BM

PBB

Total Biaya Tetap

Rp. 13.500.000,-/thn

Rp. 11.137.500,-/thn

Rp. 10.000,-/thn

Rp. 24.647.500,-thn

2 Biaya Tidak Tetap

Biaya Operator

Biaya Perawatan

Biaya Bahan Bakar

Biaya Pelumas

Biaya Tranportasi

Biaya Sortasi

Biaya Listrik

Total Biaya Tidak Tetap

Rp. 7.200.000,-/thn

Rp. 7.500.000,-/thn

Rp. 36.000.000,-/thn

Rp. 14.400.000,-/thn

Rp. 40.000.200,-/thn

Rp. 8.000.000,-/thn

Rp. 600.000,-/thn

Rp. 118.500.200,-/thn

3 Biaya Total Rp. 143.147.700,-/thn

4 Break even point Rp. 259.742.000,-/thn

5 B/C ratio 1,723

Page 60: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

60

Srivastava, Ajit K,. Goering, Caroll E.

And Rohrbach, Roger P., 1993.

Enginering Principles Of

Agricultural Machines. Pamela

DeVore-Hansen, Editor Books &

Journals, USA.

Sularso dan Suga, Kiyatsu., 1997 Dasar

Perencanaan Dan Pemilihan

Elemen Mesin. Liberti,

Yogyakarta

Page 61: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

61

Studi Tingkat Kepadatan Tanah Pada Daerah Sawah Baru Darmaga Bogor

Iqbal

Program Studi Keteknikan Pertanian Unhas Makassar

Abstrak

Keadaan dan kondisi tanah akan sangat mempengruhi proses pengolahan lahan

yang menggunakan alat pertanian baik yang tradisional maupun modern. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika tanah pada daerah

sawah baru Darmaga Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah yang terdiri

dari tiga fase yaitu fase udara, air dan padatan dan ketiga fase tersebut memiliki nilai

yang berbeda. Nilai bulk density (kepadatan) tanah semakin kebawah akan semakin

besar dengan nilai porositas tanah semakin ke atas akan semakin besar.

Kata kunci : Tanah, kepadatan, bulk density

PENDAHULUAN

Tanah untuk pertama kalinya

dipelajari oleh para ahli tanah dari

bidang pertanian, yang hanya terbatas

pada tanah lapisan atas, yang

berhubungan langsung dengan

kesuburan tanah dan penyiapan tanah

bagi tanaman. Dari hasil tersebut orang

sudah mulai mengerti tentang dasar sifat

fisika tanah, sifat kimia tanah, proses

penghancuran tanah, proses pencucian

tanah, proses pembentukan tanah dan

faktor-faktor yang menentukan seperti

pengaruh iklim, vegetasi, dan bahan

induk/batuan. Keadaan dan kondisi

tanah akan sangat mempengruhi proses

pengolahan lahan yang menggunakan

alat pertanian baik yang tradisional

maupun modern.

Hubungan tanah dan alat pertanian

melibatkan dua aspek yang sangat

berbeda tetapi hubungannya dengan

pertanian, keterkaitannya sangat

menentukan hasil akhir baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui sifat fisika dan

mekanika tanah pada daerah sawah baru

Darmaga Bogor..

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi

sawah baru, Bubulak Darmaga Bogor

dan analisa tanah dilakukan di

laboratorium Mekanika Tanah Fakultas

Teknologi Pertanian,

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampel tanah

sekitar 10 Kg

Alat - alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

- Ring sampel

- Pisau

- Isolasi

- Karung/wadah tanah

- Penetrometer

- Timbangan

- Oven

- Meteran

Page 62: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

62

- Batang penekan ring sampel

Prosedur Penelitian

- Mengambil sampel tanah di

sawah

- Mengukur kekuatan tanah

dengan pengukuran geseran

pada permukaan tanah dan

pengujian penetrasi.

- Analisa tanah di laboratorium

untuk mencari nilai kadar air,

bulk density, dan porositas

tanah.

- Uji proctor dan Direct shear di

laboratorium.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah terdiri dari tiga fase yaitu

fase udara, fase air dan padatan. Ketiga

fase tersebut berbeda tapi saling

berhubungan. Hubungan ini dapat

menyebabkan absorbsi, tegangan

permukaan, dan gesekan. Hubungan

yang terpenting dari ketiga fase tersebut

yaitu perbandingan ukuran luas per

volume. Dimana dalam satu sampel

tanah terdapat volume udara (Va),

volume air (Vw) dan volume padatan

(Vs).

Berdasarkan hasil perhitungan

yang dilakukan, diperoleh bahwa ketiga

fase tersebut menunjukkan nilai yang

tidak sama, pada lapisan 0 - 10 cm

volume udara rata-rata = 4,04 cc dan

pada lapisan 10 - 20 cm = 1,04 cc serta

lapisan 20 - 30 cm = 0,23 cc. Volume

air rata-rata lapisan 0 - 10 cm = 56,88

cc, lapisan 10 - 20 cm = 58,98 cc dan

lapisan 20 - 30 cm = 59,43 cc. Volume

padatan rata-rata pada lapisan 0 - 10 cm

= 39,41 cc, lapisan antara 10 - 20 cm =

40,30 cc dan lapisan antara 20 - 30 cm

= 40,67 cc. Dari ketiga nilai tersebut

volume air memiliki nilai volume

terbesar. Besarnya volume air

menentukan kadar air dalam tanah,

dimana kadar air tanah banyak

mempengaruhi sifat fisik tanah seperti

mengembang, menyusut, disversi,

agregasi dan adhesi tanah.

Tingkat kepadatan tanah dihitung

dari nilai bulk density, dimana bulk

density dipengaruhi oleh struktur tanah.

Nilai bulk density ditentukan dari

perhitungan berat kering dan berat

basah sampel tanah dari. Pada table

Lampiran 1menunjukkan bahwa nilai

bulk density rata-rata lapisan 0 - 10 cm

adalah 1,08 gram/cc, lapisan 10 - 20

cm = 1,11 gram/cc dan lapisan 20 - 30

cm = 1,12 gram/cc. Terlihat bahwa

semakin ke bawah lapisan tanah maka

nilai bulk densitynya semakin tinggi ini

dipengaruhi oleh kegiatan

mikroorganisme dan pengaruh

perakaran tanaman. Semakin dalam

tanah pengaruh kegiatan

mikroorganisme dan perakaran akan

berkurang. Nilai porositas rata-rata

pada lapisan 0 - 10 cm adalah 60,7 %,

lapisan antara 10 - 20 cm = 59,83 % dan

lapisan antara 20 - 30 cm = 59,47 %.

Terlihat bahwa porositas tanah semakin

ke atas akan semakin besar karena

dipengaruhi kegiatan mikroorganisme

dan perakaran tanaman serta

dipengaruhi strukutur tanah yang

semakin ke bawah semakin padat

karena belum mengalami pelapukan

serta tekstur tanah yang semakin ke

bawah semakin halus.

Nilai kadar air tanah rata-rata pada

lapisan 0 - 10 cm , lapisan antara 10 -

20 cm dan lapisan 20 - 30 cm adalah

sama yaitu sekitar 53 %. Terlihat

bahwa kadar air dari ketiga lapisan

adalah sama, hal ini disebabkan karena

sampel tanah berasal dari satu lokasi

berupa sawah yang masih berair

sehingga kadar air tanah ketiga lapisan

relatif sama. Tingkat kedalaman dari

Page 63: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

63

pengambilan tanah juga mempengaruhi

banyaknya volume air yang

dikandungnya, hal ini dapat terjadi

karena pada permukaan tanah tingkat

penguapan yang dapat mengurangi

volume air terjadi lebih intensif

dibanding tanah yang terletak agak

dalam dari permukan tanah. Sehingga

tanah permukaan dapat dikatakan

memiliki padatan yang lebih banyak

disbanding tanah agak dalam dari

permukaan tanah.

Nilai kadar air, bulk density, dan

porositas sangat dipengaruhi oleh

tekstur tanah, warna tanah dan benda-

benda lain seperti akar tanaman dan

batu kecil yang terikut saat pengambilan

sampel tanah dengan ring, sehingga

dalam analisa sifat fisika tanah sangat

mempengaruhi nilai kadar air, bulk

density dan porositas tanah.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari

penelitian ini adalah :

1. Tanah terdiri dari tiga fase yaitu fase

udara, air dan padatan dan ketiga

fase tersebut memiliki nilai yang

berbeda.

2. Nilai bulk density (kepadatan) tanah

semakin kebawah akan semakin

besar.

3. Nilai porositas tanah semakin keatas

akan semakin besar.

4. Nilai kadar air tanah dari tiga

lapisan tanah sama.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyono S.S, dan Soetoto, 1980,

Mekanika Tanah 1, Depdikbud,

Jakarta.

Das M Braja ., Noor endah dan

Indrasurya B. Mochtar, 1993.

Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip

Rekayasa Geoteknis), Erlangga,

Surabaya.

Mandang, Tineke dan Nishimura, Isao.,

1991, Hubungan Tanah dan Alat

Pertanian, IPB, Bogor.

Page 64: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

64

Lampiran 1. Tabel Nilai Bulk density, Kadar air dan Porositas Tanah pad Sawah Baru Darmaga

Bogor

NO BB BK KA Vt BD P e

Vw Vs Va PD Ket

Sampel (gram) (gram) (%) (cc) (gram/cc) (%) (cc) (cc) (cc) (gram/cc)

A 30 169.29 110.16 0.54 100.5 1.10 59.40 1.463 59.13 40.80 0.57 2.7 P50

A 20 161.39 103.57 0.56 100.5 1.03 59.70 1.484 57.82 40.46 2.22 2.56 P52

A 10 161.07 104.47 0.54 100.5 1.04 60.30 1.520 56.60 39.88 4.02 2.62 P49

B 30 176.23 116.07 0.52 100.5 1.15 59.90 1.494 60.16 40.30 0.04 2.88 P51

B 20 180.49 119.69 0.51 100.5 1.19 60.60 1.536 60.80 39.63 0.07 3.02 P53

B 10 175.09 118.55 0.48 100 1.19 60.60 1.539 56.54 39.39 4.08 3.01 J13

C 30 170.29 111.30 0.53 100 1.11 59.10 1.444 58.99 40.92 0.09 2.72 J1

C 20 168.54 110.21 0.53 100 1.10 59.20 1.450 58.33 40.82 0.85 2.7 J14

C 10 158.06 100.56 0.57 100.5 1.00 61.20 1.578 57.50 38.98 4.03 2.58 P54

Keterangan :

BB = Berat basah tanah (gram)

BK = Berat Kering tanah (gram)

KA = Kadar air tanah (%) = (BB - BK)/BB

Vt = Vulume total tanah (cc)

BD = Bulk density (gram/cc) = Ws/Vt

P = Porositas (%) = Vv/Vt

Vw = Volume air (cc)

Vs = Volume padata (cc)

Va = Volume udara (cc)

Page 65: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

65

Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman KentangBerbasis Sistem Informasi Geografis

Studi Kasus: Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

(The Analyse of Land Suitability for Potatoes Plant Based on Geographic Information System A

Case Study of Tinggimoncong District, Gowa Regency – South Sulawesi)

Vicha Prabowo Lamoki, Totok Parwitosari, dan Haerani

Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin

Kampus Unhas Tamalanrea Km 10 Makassar 90245

[email protected]

Abstract

Land variety is a huge resouce to achieve a sustainable agriculture production, both in

quality and quantity. Therefore, the use of land resources in agriculture development needs to

pay attion in land suitability to achieve an optimum result. Tinggimoncong distric in Gowa

regency is a potential area to develop agroindustry for potatoes. Geographic Information System

(GIS) can cover large area in mapping and system analyses. Therefore GIS is used inagriculture

commodity divisions. The study aim was to determine the land suitability for potatoes plant

based on potato plant biophysic requirements by using GIS, in Tinggimoncong district, Gowa

regency. The study consisted of preparation phase, work map development to produce land unit,

field work and farmer survey, land sample analysis in laboratory, and land suitability analysis

for potato plants by using Arcview software. Field work was carried out in every land units by

using semi detail land survey. The land suitability classification used FAO based framework

(1976) which divided land suitability into clases of S1, S2, S3, and N based on limiting factors in

each unit. The study results showed that from 25,301 hectares study area, 3.7% (954.5 ha) was

included in S1 class classification, 16.74% (4,234.5 ha) was S2 class classification, 38.13%

(9,646.3 ha) was included in S3 class classification, and 41.4% (10,465.6 ha) was N class

classification.

Key words: Land suitability, Potatoes, Tinggimoncong, GIS, Land

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki keragaman jenis

tanah, iklim, bahan induk, relief/topografi,

dan elevasi.Keragaman tanah ini merupakan

salah satu modal besar dalammemproduksi

berbagai komoditas pertanian secara

berkelanjutan baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya.Oleh karena itu, pemanfaatan

potensi sumberdaya lahan untuk

pengembangan pertanian perlu

memperhatikan kesesuaian lahan, agar

diperoleh hasil yang optimal.Kesesuaian

lahan (land suitability) adalah tingkat

kecocokan sebidang lahan untuk

penggunaan tertentu.Kesesuaian lahan

tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini

(kesesuaian lahan aktual) atau setelah

diadakan perbaikan (kesesuaian lahan

potensial).

Kecamatan Tinggimoncong

Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

merupakan daerah potensial pengembangan

agribisnis tanaman kentang, oleh karenanya

perlu mendapat perhatian khusus.Kecamatan

ini memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk

pengembangan komoditas tanaman kentang.

Dengan pengembangan lahan penanaman

Page 66: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

66

kentang yang mengacu pada kesesuaian

lahan untuk tanaman kentang, produksi

dapat ditingkatkan, sehingga pada akhirnya

kesejahteraan petani dan pendapatan asli

daerah dapat meningkat.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

merupakan teknologi yang mempunyai

kemampuan luas dalam proses pemetaan

dan analisis, sehingga teknologi ini sering

digunakan dalam proses pemwilayahan

komoditi. Teknologi SIG akan

meningkatkan efisiensi waktu perencanaan

dengan tingkat ketelitian yang baik di dalam

penataan pengelolaan suatu kawasan lahan

permukaan. Salah satu bentuk penggunaan

SIG adalah pemetaan tanaman kentang

berdasakan beberapa keadaan biofisiknya.

Berdasarkan uraian diatas, maka

perlu dilakukan penelitian analisis

kesesuaian lahan untuk tanaman kentang di

kecamatan Tinggimoncong kabupaten

Gowa.Penelitian ini bertujuan untuk

menentukankesesuaian lahan berdasarkan

beberapa persyaratan biofisik tanaman

kentang dengan menggunakan teknologi

SIG di kecamatan Tinggimoncong

kabupaten Gowa.Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai informasi untuk

pengembangan tanaman kentang di wilayah

tersebut.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Agustus hingga Desember 2010.

Lokasi penelitian di Laboratorium Ilmu

Tanah Universitas Hasanuddin dan di

kecamatan Tinggimoncong kabupaten

Gowa, Sulawesi Selatan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah:

1. Sampel Tanah

2. Data curah hujan tahun 1998 sampai

2008 (dari Dinas Pengelolaan Sumber

Daya Air Propinsi Sulawesi Selatan).

3. Data suhu, kelembapan dari tahun 2005

sampai 2009 (dari Dinas Pengelolaan

Sumber Daya Air Propinsi Sulawesi

Selatan).

4. Peta rupa bumi skala 1: 50.000 (dari

Bakosurtanal Propinsi Sulawesi Selatan)

5. Peta Iklim skala 1:100.000

6. Peta Jenis tanah Land System skala

1:250.000

7. Peta Lereng skala 1:100.000

8. Peta Penggunaan lahan skala 1:100.000

9. Peta Administrasi desa di Kabupaten

Gowa skala 1:50.000.

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1. Meteran, Ring Sampel, Kantong plastik,

cutter,camera digital

2. Satu unit GPS (Global Position System)

3. Perangkat keras (hardware) terdiri dari

seperangkat unit komputer.

4. Perangkat lunak (software) yang terdiri

dari Data Base, Arc View 3.2, Microsoft

Excel.

Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian ini meliputi tahap

pengumpulan data sekunder, pembuatan

peta kerja, survei lapangan dan wawancara

dengan petani, analisis sampel tanah di

laboratorium, dan analisis kesesuaian lahan

tanaman kentang menggunakan Software

Arcview.Peta kerja dibuat dengan

melakukan tumpang tindih (overlay) tiga

jenis peta dasar yaitu peta lereng, peta jenis

Page 67: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

67

tanah, dan peta administrasi. Peta kerja

menghasilkan unit-unit lahan yang

digunakan sebagai acuan dalam melakukan

pengambilan sampel tanah, survei lapangan

dan wawancara dengan petani.Pengamatan

lapangan dilakukan di seluruh unit lahan

yang ditemukan dengan menggunakan

survei tanah tingkat semi detail, setiap unit

lahan diwakili oleh satu sampel tanah untuk

setiap profil.Selain itu dilakukan

pengamatan medan penelitian meliputi

bentuk wilayah, lereng, drainase, kondisi

batuan, vegetasi, dan batas administrasi.

Analisis sampel tanah di laboratorium

meliputi parameter:

- keasaman tanah (pH) dengan

menggunakan pH meter dalam H2O

(1:2,5)

- C-organik tanah dengan metode Walkley

dan Black

- Kejenuhan basa (Kb) diperoleh dari

basa-basa yang terekstrak oleh

Ammonium Asetat (NH4OAc) 1 N

- Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah

dengan metode penjenuhan Amonium

asetat (NH4OAc) 1 N pH 7.

Setelah data terkumpul, penentuan

klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan

acuan kerangka dasar FAO(1976) yang

mengelompokkan kelas kesesuaian lahan ke

dalam kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup

sesuai), S3 (sesuai marginal), dan N (tidak

sesuai) berdasarkan besarnya jumlah

pembatas pada masing-masing unit lahan

dengan menggunakan aplikasi software

ArcView.Data-data yang meliputi parameter

iklim dan parameter biofisik digunakan

sebagai acuan penentuan kelas kesesuaian

lahan dengan membandingkannya dengan

persyaratan penggunaan lahan untuk

kentang yang ditetapkan oleh Djaenuddin, et

al (2003). Parameter iklim ini meliputi

temperatur dan ketersediaan air (curah hujan

dan kelembaban (Rh)). Sementara itu,

parameter biofisik meliputi media perakaran

(drainase, tekstur, dan kedalaman tanah);

retensi hara (Kapasitas Tukar Kation (KTK),

kejenuhan basa (Kb), Keasaman tanah (pH0,

dan bahan C-organik tanah); dan bahaya

erosi (lereng).Secara lengkap bagan alir

penelitian dapat dilihat pada Gambar 1

berikut ini.

Page 68: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

68

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

Pengolahan Data

Peta Unit Lahan

Survei Lapangan

Analisis Sampel Tanah

Peta Kab.Gowa

Peta

Jenis tanah

Peta

Curah Hujan

Peta

Penggunaan Lahan

Peta

Administrasi

Peta

Lereng

PETA KELAS

KESESUAIAN LAHAN AKTUAL

Usaha Perbaikan

S1 S2 S3 N

PETA KELAS

KESESUAIAN LAHAN POTENSIAL

% Kesesuaian lahan yang sesuai dengan tanaman

Kentang

% Kesesuaian lahan yang tidak sesuai tanaman

Kentang

Page 69: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

69

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak Geografis dan Administrasi

Tinggi Moncong merupakan salah

satu kecamatan yang terletak di dataran

tinggi di Kabupaten Gowa. Secara geografis

terletak antara 5o21’5”E – 5

o’11’7” S dan

antara 119o45’00”E – 190

o56’35”S. Secara

administrasi, Kecamatan Tinggimoncong

berbatasn dengan:

Sebelah utara : Kabupaten Maros dan

Kecamatan Tombolopao

Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai

Sebelah Selatan: Kecamatan Bongaya,

Kecamatan Bontolempangan dan

Kecamatan Tompobulu

Sebelah Barat :Kecamatan Parangloedan

Kecamatan Manuju

Luas wilayah Kecamatan

Tinggimoncong adalah 25.301,029 ha

(253,01 km2) yang meliputi 7desa

(Bilarengi, Bulutana, Jonjo, Majanang,

Manimbahoi, Parigi, dan Sicini) dan 2

kelurahan (Gatarang dan Malino). Gambar 2

menunjukkan Peta Administrasi

.

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Tinggimoncong

Page 70: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

70

Jenis Tanah

Berdasarkan hasil interpretasi peta

jenis tanah Kecamatan Tinggimoncong skala

1:50.000, terdapat 5 jenis tanah pada daerah

penelitian, yaitu Alfisols, Entisols,

Inseptisols, Oxixols dan Ultisols.Great

group yang terbentuk untuk kelima jenis

tanah tersebut adalah Tropudalfs (untuk

Alfisols), Tropofluvents (untuk Entisols),

Dystrandepst dan Hunitropepts (untuk

Inseptisols), Haplorthox (untuk Oxixols),

dan Tropohumults dan Tropudults (untuk

Ultisols). Luasan area untuk masing-masing

jenis tanah disajikan pada Tabel 1 berikut

ini. Jenis tanah dominan adalah Inseptisols

(43,23 % dari luas area keseluruhan),

sementara itu yang terendah adalah Entisols

(2,90% dari luas area keseluruhan)

Tabel 1.Jenis Tanah di Kecamatan Tinggimoncong

Great Group

Luas

(ha) (%)

Alfisols 3.567,026 14,1

Entisols 734,191 2,90

Inseptisols 10.936,867 43,23

Oxixols 3.488,742 13,79

Utisols 6.574,203 25,98

Total 25.301,029 100

Sumber: Peta landsystem, 1989.

Penutupan Lahan

Berdasarkan peta penggunaan lahan

yang di interpretasi melalui Peta Rupa

Bumiterdapat enam penutupan lahan yaitu

semak belukar, pertanian lahan kering, hutan

sekunder, tanah terbuka, sawah, dan tubuh

air. Penutupan lahan yang paling dominan

adalah semak belukar sebesar 40,04% dari

luas area keseluruhan, sedangkan penutupan

lahan paling sedikit adalah tubuh air seluas

1,33% dari total luas keseluruhan.Vegetasi

yang mendominasi yaitu tanaman

hortikultura seperti kol, tomat, wortel,

bawang, kacang panjang, kentang, dan

ditambah juga dengan tanaman pangan

seperti jagung serta umbi-umbian.Pada

beberapa tempat banyak dijumpai vegetasi

hutan seperti pinus, jati, dan

sebagainya.Secara lengkap dapat dilihat

pada Tabel 2 berikut ini.

Page 71: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

71

Tabel 2. Penggunaan lahan di Kecamatan Tinggimoncong

Penggunaan Lahan Luas

(ha) (%)

Hutan Sekunder 3.272,386

12,93

Semak Belukar 11.648,806 46,04

Tanah Terbuka 1.412,849 5,58

Tubuh Air 337,074 1,33

Sawah 456,776 1,80

Pertanian lahan kering 8173,138 32,3

Total 25.301,029 100

Sumber: Peta landsystem, 1989.

Peta penggunaan lahan digunakan

sebagai acuan dalam penentuan lahan

perkebunan kentang pada setiap unit

lahan.Pada penentuan lokasi perkebunan

kentang di 17 unit lahan, enam jenis

penutupan lahan diatas diperkecil

menjadiempat penutupan lahan. Penutupan

lahan tubuh air, hutan sekunder, dan sawah

digabungkam menjadi satu, yaitu lahan yang

tidak digunakan.Sehingga, penutupan lahan

yang digunakan untuk penentuan lahan

perkebunan kentang hanya meliputi

pertanian lahan kering, semak belukar, tanah

terbuka dan lahan tidak dipergunakan.

Peta unit lahan (peta kerja)

Peta unit lahan atau peta kerja

penelitian ini digunakan sebagai acuan

dalam penentuan posisi pengamatan profil

tanah yang diperoleh dari hasil tumpang

tindih (overlay)tiga jenis peta, yaitu peta

lereng, peta jenis tanah, dan peta

administrasi Kecamatan Tinggimoncong.

Berdasarkan hasil tumpang tindih ini

diperoleh 17 unit lahan (Gambar 3) dengan

karakteristik unit lahan yang dapat dilihat

pada Tabel 3 berikut ini.

Page 72: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

72

Gambar 3. Peta Unit Lahan (Peta Kerja) Kecamatan Tinggimoncong

Tabel 3. Karakteristik Unit Lahan pada Lokasi Penelitian

Unit

lahan Kelas lereng Jenis tanah

Luas

(ha) (%)

1 0 - 3 % Alfisols 27.280 0.11

2 0 - 3 % Ultisols 257.445 1.02

3 3 - 8 % Alfisols 198.172 0.78

4 3 - 8 % Entisols 142.942 0.56

5 3 - 8 % Inseptisols 77.765 0.31

6 3 - 8 % Oxixols 204.709 0.81

7 3 - 8 % Ultisols 190.837 0.75

8 8 - 15 % Alfisols 1156.451 4.57

9 8 - 15 % Entisols 48.674 0.19

10 8 - 15 % Inseptisols 954.538 3.77

11 8 - 15 % Oxixols 720.561 2.85

12 8 - 15 % Ultisols 991.279 3.92

13 > 15 % Alfisols 2185.375 8.64

14 > 15 % Entisols 561.100 2.22

15 > 15 % Inseptisols 9904.562 39.15

16 > 15 % Oxixols 2546.507 10.06

17 > 15 % Ultisols 5132.832 20.29

Total 25301.029 100.00

Sumber: Peta Unit Lahan, 2010

Page 73: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

73

Curah hujan dan temperatur

Data curah hujan selama 10 tahun terakhir

(1998 sampai 2008) diperoleh dari stasiun

Klimatologi Malino, stasiun inimewakili

seluruh daerah penelitian.Berdasarkan data

curah hujan ini, diperolehhasil bahwa tipe

iklim di daerah penelitian berdasarkan

klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson adalah

Zona B tipe iklim Basah (Wet) dengan total

curah hujan sebesar2.945,83 mm/tahun.

Sedangkan untuk temperatur rerata tahunan

sebesar 27.94ºC dengan kelembapan rerata

tahunan sebesar 70,51. Rata-rata curah hujan

dan tipe iklim disajikan pada Tabel

4.Ditinjau dari segi kesesuaian iklim pada

daerah penelitian, maka kelas kesesuaian

iklim untuk tanaman kentang pada daerah

penelitian ini tergolong sesuai (S1).

Tabel 4. Rata-Rata Curah Hujan Selama 10 Tahun Terakhir Periode 1998-2008

No

Bulan

Stasiun Curah Hujan Malino

Rata-Rata Curah Hujan Bulanan (mm)

1 Januari 755,0

2 Februari 708,1

3 Maret 470,9

4 April 346,9

5 Mei 173,5

6 Juni 130,6

7 Juli 73,6

8 Agustus 35,3

9 September 39,8

10 Oktober 136,3

11 November 311,2

12 Desember 744,8

Total 3.925,9

Zona Iklim

(Schmidt-Ferguson) B (BASAH)

Sumber: Sub bagian Hidrologi, pengelolaan Sumber Daya Air, Makassar, 2010

Lereng

Berdasarkan hasil interpretasi peta

rupa bumi skala 1:50.000 lembar Tanete,

terlihatkeadaan topografi pada daerah

penelitian umumnya mempunyai

bentukwilayah berbukit sampai dengan

bergunung sangat curam (Tabel 5).Bentuk

wilayah dan kemiringan lereng paling

dominan di kecamatan Tinggimoncong

adalah berbukit sampai dengan bergunung

sampai curam dengan selang lereng (>15%)

dan yang terendah adalah bentuk wilayah

datar dengan selang lereng (0-3%).

Page 74: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

74

Tabel 5.Bentuk Wilayah dan Kemiringan Lereng di Kec.Tinggimoncong

Bentuk Wilayah Selang

Lereng (%)

Luas

(ha) (%)

Datar 0 – 3 286,292 1,13

Berombak 3 – 8 814,425 3,22

Bergelombang 8 – 15 3,852,978 15,2

Berbukit s/d

Bergunung

sangat curam

> 15 20,347,334 80,4

TOTAL 25,301,029 100

Sumber: Peta RBI lembar Tanete, 1999

Penentuan Kesesuaian Lahan Aktual

Berdasarkan persyaratan

penggunaan/karaakteristik lahan yang

diperlukan untuk pengembangan tanaman

kentang, maka hasil evaluasi kelas

kesesuaian lahan aktual pada setiap unit

lahan adalah sebagai berikut: kelas

kesesuiaan lahan aktual yang umumnya

terdapat pada lokasi penelitian tergolong

kelas sesuai marginal (S3) dan kelas cukup

sesuai (S2), namun faktor pembatas masing-

masing unit lahan berbeda. Penilaian kelas

kesesuian lahan aktual dan luasannya pada

lokasi penelitian disajikan pada tabel 6

berikut:

Tabel 6. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) pada Tanaman Kentang

Unit KKLA Faktor Pembatas

Luasan

Lahan (ha) (%)

1,2,3,8 S3rc2,S2nr2 1. Media Perakaran: Tekstur

1639.348 6,47 2. Retensi Hara: KB

4 S3nr2,S2rc2nr2 1. Media Perakaran: Tekstur

142.942 0,56 2. Retensi Hara: KB, pH H20

5,6 S3rc2,S2rc4nr23

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman tanah 282.474 1,11

2. Retensi Hara: KB, pH H20

7 S3rc2nr3,S2nr2 1. Media Perakaran:Tekstur 190.837 0,75

Page 75: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

75

2. Retensi Hara: KB, pH H20

9 S3rc2,S2nr23eh1

1. Media Perakaran: Tekstur

48.674 0,19 2. Retensi Hara: KB, pH H20

3. Bahaya Erosi: Lereng

10 S2nr24eh1

1. Retensi Hara: KB, C-org

954.538 3,77 2. Bahaya Erosi: Lereng

11 S3rc2nr3,S2nr2eh1

1. Media Perakaran: Tekstur

720.561 2,84 2. Retensi Hara: KB, pH H20

3. Bahaya Erosi: Lereng

12 S3rc2,S2rc4nr2eh1

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman tanah 991.279 3,91

2. Retensi Hara: KB

3. Bahaya Erosi: Lereng

13 S3eh1,S2rc4nr24

1. Bahaya Erosi: Lereng

2185.375 8,63 2. Media Perakaran: Kedalaman tanah

3. Retensi Hara: KB, C-org

14 S3rc2eh1,S2rc4nr23

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman Tanah 561.100 2,21

2. Retensi Hara: KB, pH H20

3. Bahaya Erosi: Lereng

15 S3nr3eh1,S2rc24nr2

1. Retensi Hara: KB, pH H20

9904.562 39,14 2. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman Tanah

3. Bahaya Erosi: Lereng

16 S3eh1,S2nr2 1. Bahaya Erosi: Lereng

2546.507 10,06 2. Retensi Hara: KB

17 S3rc2eh1,S2nr2

1. Media Perakaran: Tekstur

5132.832 20,28 2. Retensi Hara: KB

3. Bahaya Erosi: Lereng

Total 25301.029 100

Sumber: Data Primer, 2011

Kelas kesesuaian lahan pada kondisi

aktual akan menyatakan kesesuaian lahan

berdasarkan data dari hasil survei tanah atau

sumber daya lahan yang belum

mempertimbangkan masukan-masukan yang

diperlukan untuk mengatasi kendala atau

faktor pembatas yang berupa sifat fisik

lingkungan termasuk sifat-sifat tanah dalam

hubungannya dengan persyaratan tumbuh

tanaman yang dievaluasi (Rayes, 2007 dan

PPTA, 1991)

Page 76: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

76

Kesesuaian Lahan Potensial

Setelah dilakukan berbagai usaha

perbaikan pada beberapa faktor pembatas

yang menjadi kendala menunjukkan bahwa

kelas kesesuaian pada beberapa unit lahan

dapat meningkat satu kelas, namun

umumnya masalah kelerengan, dan tekstur

tanah menjadi faktor penghambat yang

harus di perhatikan.Asumsi tingkat

perbaikaan kelas kesesuaian lahan aktual

untuk menjadi potensial disertai usaha

perbaikannya disajikan pada tabel 7 berikut

ini.

Tabel 7. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) dan Potensial (KKLP) pada

Tanaman Kentang

Unit KKLA Faktor Pembatas Usaha Perbaikan KKLP

Lahan

1,2,3,8 S3rc2,S2nr2

1. Media Perakaran:

Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan S3rc2

2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau

pengapuran

4 S3nr3,S2rc2nr2

1. Media Perakaran:

Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan S2nr3rc2

2. Retensi Hara: KB, pH

H20 Penambahan BO atau

pengapuran

5,6 S3rc2,S2rc4nr23

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman

tanah

Tidak dapat dilakukan

perbaikan S3rc2,S2rc4

2. Retensi Hara: KB, pH

H20 Penambahan BO atau

pengapuran

7 S3rc2nr3,S2nr2

1. Media Perakaran:Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan S3rc2,S2nr3

2. Retensi Hara: KB, pH

H20 Penambahan BO atau

pengapuran

9 S3rc2,S2nr23eh1

1. Media Perakaran: Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan

S3rc2

2. Retensi Hara: KB, pH

H20 Penambahan BO atau

pengapuran

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

10 S2nr24eh1

1. Retensi Hara: KB, C-org Penambahan BO atau

pengapuran

S1

2. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

11 S3rc2nr3,S2nr2eh1

1. Media Perakaran:

Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan S3rc2,S2nr3

2. Retensi Hara: KB, pH

H20 Penambahan BO atau

pengapuran

Page 77: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

77

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

12 S3rc2,S2rc4nr2eh1

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman

tanah

Tidak dapat dilakukan

perbaikan

S3rc2,S2rc4 2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau

pengapuran

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

13 S3eh1,S2rc4nr24

1. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah S2rc4eh1

2. Media Perakaran:

Kedalaman tanah Penambahan Solum

Tanah

3. Retensi Hara: KB, C-org Penambahan BO atau

pengapuran

14 S3rc2eh1,S2rc4nr23

1. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman

Tanah Tidak dapat dilakukan

perbaikan

S3rc2,S2rc4eh1 2. Retensi Hara: KB,

pH H20 Penambahan BO atau

pengapuran

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

15 S3nr3eh1,S2rc24nr2

1. Retensi Hara: KB,

pH H20 Penambahan BO atau

pengapuran

S2rc24nr3eh1

2. Media Perakaran:

Tekstur, Kedalaman

Tanah

Tidak dapat dilakukan

perbaikan

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

16 S3eh1,S2nr2

1. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah S2eh1

2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau

pengapuran

17 S3rc2eh1,S2nr2

1. Media Perakaran:

Tekstur Tidak dapat dilakukan

perbaikan S3rc2,S2eh1

2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau

pengapuran

Page 78: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

78

3. Bahaya Erosi: Lereng

Pembuatan teras, Strip

cropping, penanaman

tanaman penutup

tanah

Sumber: Data Primer, 2011

Tabel 7 menunjukkan besarnya

potensi pengembangan lahan dari kesesuaian

lahan aktual ke kesesuaian lahan

potensial.17 unit lahan diklasifikasikan

berdasarkan kesesuaian lahan potensial

ini.Unit lahan yang memiliki tingkat faktor

pembatas terbanyak di golongkan menjadi

kelas N atau S3, sedangkan areal unit lahan

yang memiliki faktor pembatas sedang atau

sedikit atau tidak memiliki faktor pembatas

di golongkan ke dalam kelas S2 dan S1.Hal

ini dapat di lihat pada Tabel 8 yang

memperlihatkan kesesuaian lahan S3

mendominasi daerah Tinggimoncong.

Tabel 8. Luas Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang

Unit Kelas Kesesuaian

Lahan

Luasan

Lahan (ha) (%)

10 S1 954,5 3,73

1,2,3,8,9,16 S2 4.234,5 16,79

4,5,6,7,11,12,13,17 S3 9.646,3 38,13

14, 15 N 10.465.7 41,4

Total 25,301.9 100

Sumber: Data Primer, 2011

Berdasarkan hasil penilaian kelas

kesesuaian lahan aktual sebelumnya,

menunjukkan bahwa faktor pembatas yang

paling tingi pada seluruh unit lahan adalah

retensi hara yaitu tingkat Kejenuhan Basa

(KB) yang rendah serta pH yang masam

hingga agak masam. Persyaratan tumbuh

tanaman kentang kisaran untuk KB yang

sesuai yaitu ≥ 35%,namun KB pada setiap

unit lahan berkisar <35%. Sementara

itu,persyaratan tumbuh tanaman kentang

kisaran untuk pH yang sesuai yaitu 5,6-7,0,

namun pH pada setiap unit lahan berkisar

5,0-6,40. Kendala tersebut masih dapat

diatasi, salah satunya dengan cara pemberian

bahan organik dengan melakukan

pengapuran. Pengapuran bertujuan untuk

menaikkan pH tanah, menambah unsur –

unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan

unsur – unsur P dan Mo, mengurangi

keracunan Fe, Mn, Al serta memperbaiki

kehidupan mikroorganisme.

Faktor pembatas berupa kelerengan

terdapat pada semua unit lahan.Tidak ada

usaha perbaikan yang dapat

direkomendasikan sebab ini merupakan

faktor alam. Kelerengan ini sendiri jika

persentasenya sudah sangat tinggi, maka

akanmenyebabkan tingginya kejadian

erosi.Namun terdapat berbagai cara

perbaikan yang dapat dilakukan untuk

mencegah bahaya erosi, misalnya

pembuatan teras, penanaman sejajar kontur,

dan penanaman tanaman penutup tanah

(Hardjowigeno, 1992)

Page 79: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

79

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi bentuk wilayah yang beraneka

ragam yang menyebabkan variasi satuan

lahan yang terdiri dari 17 satuan lahan.

2. Analisis kesesuaian lahan menggunakan

aplikasi SIG memperlihatkan transisi

kelas kesesuaian lahan aktual (yang

sebenarnya) ke kelas kesesuaian lahan

potensial (usaha perbaikan).

3. Dari luas total lahan yang dianalisis

(25.301,029 Ha), 3,7% diantaranya

(954,5 ha) memiliki kesesuaian lahan S1

untuk pengembangan kentang.

Sementara itu, kesesuaian lahan S2

sebanyak 16,74% (4.234,5 ha),

kesesuaian lahan S3 sebanyak 38,13%

(9.646,3 ha), dan dengan kesesuaian

lahan N sebanyak 41,4% (10.465,6 ha).

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengembangan tanaman kentang di

Kecamatan Tinggimoncong memiliki

prospek yang cukup baik menurut

parameter karakteristik yang digunakan

di penelitian ini. Adanya wilayah yang

kurang sesuai untuk pengembangan

tanaman kentang dikarenakan adanya

faktor pembatas yang masih mungkin

untuk diperbaharui karena hanya bersifat

sementara

Daftar Pustaka

Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagjo,

dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk

Teknis Evaluasi Lahan untuk

Komoditas Pertanian. Balai

Penelitian Tanah. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Agroklimat.

Badan Litbang Pertanian.

FAO (Food and Agriculture Organization),

1976.A Framework for Land

Evaluation. Soil Resources

Management and Conservation

ServiceLand and Water

Development Division. FAO Soil

Bulletin No.32. FAO-UNO, Rome.

Hardjowigeno, S., 1992. Ilmu Tanah.

Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta.

PPTA (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanah dan Agroklimat). 1991.

Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan

Untuk Komoditas Pertanian. Badan

Litbang Pertanian Departemen

Pertanian.

Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi

Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi

Yogyakarta.Yogyakarta

Page 80: OPTIMASI PROSES PEMANASAN PADA PEMBUATAN …repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4881/ISI.pdf · Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang ... menjadi berbagai

80