76
a LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI The Development and Upgrading of Seven Universities In Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI ACEH DENGAN METODE PEMBEKUAN SPERMATOZOA Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Dr. Kartini Eriani, M.Si 0021047001 Dr. Rosnizar, M.Sc 0009037102 Dibiayai oleh Direktorat Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Program Penelitian Nomor: 025/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016 UNIVERSITAS SYIAH KUALA OKTOBER, 2016

OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

a

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

The Development and Upgrading of Seven Universities

In Improving the Quality and Relevance of

Higher Education in Indonesia

OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA

PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI ACEH DENGAN

METODE PEMBEKUAN SPERMATOZOA

Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun

Dr. Kartini Eriani, M.Si 0021047001

Dr. Rosnizar, M.Sc 0009037102

Dibiayai oleh Direktorat Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal

Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai

dengan Surat Perjanjian Penugasan Program Penelitian Nomor:

025/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

OKTOBER, 2016

Page 2: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

i

Page 3: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

ii

RINGKASAN

Kualitas dan morfologi abnormal spermatozoa kerbau aceh sangat perlu dilakukan untuk

pelestarian plasma nutfah. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati kualitas dan morfologi

abnormal spermatozoa kerbau sampai ke tahap pembekuan dengan menggunakan 2 ekor

kerbau pejantan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Prosesing Spermatozoa Beku BIB,

Saree dan Laboratorium Riset Biologi FMIPA Unsyiah. -karoten dan glutation merupakan

suatu kelompok senyawa antioksidan yang memiliki peran dalam menangkap radikal bebas

yang terbentuk akibat proses dari metabolisme spermatozoa pada saat pengenceran dan

pembekuan berlangsung. Radikal bebas yang dihasilkan berupa suatu senyawa yang disebut

dengan reactive oxygen species (ROS) yang dapat mengoksidasi lipid pada membran plasma

sel spermatozoa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antioksidan -karoten

dan glutation dengan berbagai konsentrasi yang ditambahkan ke dalam pengencer tris kuning

telur terhadap kualitas semen beku kerbau lumpur. Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) satu arah dengan 7 perlakuan (kontrol (P0); -karoten : 0,00625 g (P1),

0,0125 (P2) g, 0,025g (P3); glutation: 0,05 g (P4), 0,10 g (P5), 0,15 g (P6)) dan 3 ulangan.

Semen segar kerbau (Bubalus bubalis) diencerkan menggunakan modifikasi bahan pengencer

tris kuning telur dengan penambahan antioksidan sesuai perlakuan dan diekulibrasi selama 4

jam. Kualitas spermatozoa dievaluasi sebanyak 3 kali, yakni pengenceran, ekuilibrasi, dan

pasca thawing (pencairan kembali). Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa

dengan ANAVA menggunakan SPSS. Perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan uji beda

nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan -karoten dan

glutation ke dalam bahan pengencer semen memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) dalam

memperbaiki kualitas spermatozoa kerbau setelah pembekuan dilakukan. Persentase motilitas

perlakuan P1 (44,3%), P4 (45,0%), P5 (40,3%); persentase spermatozoa hidup P1 (57,6%), P4

(48,0%), P5 (44,7%); persentase TAU P1 (46,0%), P4 (51,0), P5 (45,0%); dan persentase MPU

P1 (57,0%), P4 (54,3%), P5 (51,0%). Konsentrasi antioksidan -karoten 0,0625 g (P1),

glutation 0,05 g (P4) merupakan konsentrasi antioksidan terbaik dalam mempertahankan

kualitas spermatozoa kerbau lumpur.

Kata kunci: Kerbau lokal Aceh (Bubalus bubalis), pembekuan spermatozoa, ROS, peroksidasi

lipid, antioksidan, -karoten, glutation.

Page 4: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

iii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga laporan kemajuan penelitian yang berjudul “Optimalisasi Potensi

Kerbau dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Pangan di Aceh dengan Metode

Pembekuan Spermatozoa” telah diselesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa perubahan mendasar dalam ilmu pengetahuan.

Laporan kemajuan penelitian tahap satu guna memenuhi salah satu persyaratan

dalam pelaksanaan penelitian yang didanai oleh 7in1 melalui Lembaga Penelitian

Universitas Syiah Kuala. Laporan kemajuan penelitian ini disusun berdasarkan hasil

penelitian yang dilaksanakan di Balai Inseminasi Saree.

Penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama

pelaksanaan penelitian yang masih terus berlangsung sampai saat ini. Oleh karenanya

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Hasanuddin, M.S, selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas

Syiah Kuala.

2. Dr. Tarmizi, M.Sc, selaku koordinator IDB Unsyiah yang mendanai penelitian 7in1

3. Syahrial, M.Si, selaku Kepala BIB Saree yang telah mengizinkan penulis untuk

penelitian di BIB Saree dengan segala fasilitas yang ada

4. Dr. Drh. Dasrul, M.Si, selaku staf ahli di BIB Saree yang telah membantu

pelaksanaan penelitian ini

5. Serta seluruh teknisi lapangan dan Laboratorium BIB Saree yang tidak mungkin

disebut satu persatu.

Harapan penulis semoga penelitian ini dapat kami selesaikan sesuai proposal

yang kami ajukan dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,

masyarakat dan pemerintah.

Banda Aceh, 31 Oktober 2016

Penulis

Page 5: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

iv

Bab 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................

.............................................................

4

Bab 3. TUJUAN DAN MANFAAT.....................................................

...............................................................

8

Bab 4. METODE PENELITIAN............................................................ 9

Bab 5. HASIL YANG DICAPAI............................................................ 17

Bab 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA.................................. 33

Bab 7. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 35

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ............................................................................ i

Ringkasan ............................................................................................... ii

Prakata .................................................................................................. iii

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i v

Daftar Tabel ........................................................................................... v

Page 6: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

1

BAB 1. PENDAHULUAN

Kerbau merupakan salah satu ternak yang dapat hidup dan berkembang baik di

Daerah Aceh, namun sampai saat ini pemanfaatan ternak kerbau belum maksimal karena

masih dipergunakan hanya untuk membajak sawah dan dikonsumsi dagingnya oleh

sebahagian masyarakat. Padahal di Aceh populasi kerbau sangat banyak dibandingkan

daerah lain dan memiliki keragaman genetik yang luar biasa karena kerbau tersebar di

beberapa daerah seperti pulau Aceh, Simeulu, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Besar dan

lain sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah ternak kerbau di Indonesia pada

tahun 2005 diperkirakan sebanyak 2.428.000 ekor (Ditjen Peternakan, 2005) dan tersebar di

seluruh propinsi. Populasi tertinggi dijumpai di Propinsi NAD diikuti Sumatera Barat dan

Sumatra Utara. Sehingga sudah selayaknya untuk memanfaatkan kerbau sebagai sumber

protein seperti daging dan susu di daerah Aceh seperti yang sudah dimanfaatkan dibeberapa

daerah lainya seperti Sumatra Barat.

Potensi kerbau yang belum dioptimalkan ini seharusnya dapat dioptimalkan untuk

memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat, jika mendapat perhatian yang serius

dari berbagai pihak yang terkait langsung sebagai praktisi di bidang peternakan. Seiring

dengan itu juga untuk meningkatkan potensi ekonomi peternak di pedesaan dan sekaligus

menjawab tantangan kemungkinan ekspor daging dan susu kerbau di masa yang akan

datang.

Upaya yang harus ditempuh untuk menjawab tantangan tersebut adalah bagaimana

meningkatkan populasi dalam waktu yang relatif singkat dan memperbaiki mutu genetik

secara bertahap. Tantangan tersebut perlu didekati dengan penerapan teknologi di bidang

peternakan yang telah berkembang dengan pesat dewasa ini, khususnya teknologi

reproduksi. Penerapan teknologi reproduksi pada kerbau menjadi suatu hal yang penting,

karena selama ini memang belum mendapat ruang yang memadai dari para peneliti. Hal ini

ditandai oleh langkanya informasi hasil penelitian di bidang reproduksi pada kerbau.

Salah satu teknologi reproduksi yang cukup aplikatif dan efisien untuk diterapkan

adalah teknologi Inseminasi Buatan (IB). IB merupakan teknik yang

Page 7: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

cukup efektif dan ampuh untuk dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan populasi dan mutu genetik

kerbau, namun khusus pada kerbau belum begitu populer karena terdapat kendala pada plasma semen

kerbau. Dengan demikian untuk meningkatkan kualitas spermatozoa perlu memodifikasi media

pengencer dengan penambahan antioksidan dan krioprotektan di dalam pengencer semen.

Dalam proses pembekuan (kriopreservasi) semen, spermatozoa memperoleh perlakuan suhu

yang ekstrim sangat rendah (-196˚C) yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap

spermatozoa. Pada suhu rendah di bawah titik beku akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan

kimiawi di dalam sel spermatozoa seperti terbentuknya kristal-kristal es dan meningkatnya

konsentrasi elektrolit intraseluler, sehingga menyebabkan terjadinya kejutan dingin pada spermatozoa.

Untuk mengurangi pengaruh negatif ini, beberapa perlakuan dapat dicobakan seperti dengan

menambahkan berbagai senyawa berupa krioprotektan dan antioksidan di dalam pengencer semen.

Dengan demikian, kerusakan spermatozoa selama proses kriopreservasi semen dapat diminimalkan,

sehingga kualitas semen beku yang diperoleh lebih baik.

Ada dua jenis krioprotektan, yaitu krioprotektan ektraseluler berupa gula seperti laktosa, maltosa

dan sukrosa tidak dapat memasuki sel, sehingga senyawa tersebut melindungi sel dengan cara

membungkus membran plasma sel. Sedangkan krioprotektan intraseluler seperti gliserol, etilen glikol

dan dimethyl sulfoxside (DMSO) dapat memasuki sel, sehingga dapat melindungi sel dari dalam

dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan ekstra sel serta memodifikasi struktur permukaan

kristal-kristal es sehingga tidak terlalu tajam (Supriatna dan Pasaribu, 1992). Penggunaan kedua jenis

krioprotektan ini secara bersamaan dapat lebih optimal dalam melindungi sel spermatozoa dari

kerusakan selama proses produksi semen beku ( Rizal, 2005).

Penggunaan laktosa dan gliserol sebagai krioprotektan telah banyak dilakukan untuk

pembekuan semen pada berbagai hewan ternak. Namun pada kerbau belum diketahui konsentrasi

yang optimum untuk mempertahankan kualitas semen.

Glutation dan β-karoten sebagai senyawa anti oksidan mampu mengikat radikal bebas hidroksil

(OH-) dan singlet oksigen (O2-) (Tuminah 2000) yang sangat reaktif dan menyebabkan terjadinya

peroksidasi lipid pada membran plasma sel, sehingga memungkinkan digunakan dalam pengenceran

semen. Namun demikian, pemakaian glutation dan β-karoten sebagai anti oksidan di dalam

pengenceran semen beku masih jarang sehingga memerlukan pengkajian yang lebih mendalam pada

semen berbagai jenis hewan. Menurut Suryohudoyo (2000) glutation bersifat hidrofilik dan berperan

dalam sitosol, sedangkan β-karoten bersifat lipofilik dan berperan pada membran plasma sel. Dengan

demikian diharapkan kedua senyawa anti oksidan ini dapat secara optimal melindungi sel spermatozoa

dari kerusakan akibat pemakaian senyawa oksidan dan senyawa radikal bebas selama proses

pembekuan semen.

Page 8: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

2

Permasalahan yang muncul yaitu semakin menurunnya produktivitas kerbau di Aceh karena

terjadi penurunan mutu genetik. Hal ini terjadi karena belum dilakukan seleksi pejantan dan belum

diaplikasikan bioteknologi reproduksi dalam rangka menjaga, mempertahankan serta meningkatkan

mutu genetik kerbau di Aceh. Untuk itu perlu dilakukan seleksi kerbau pejantan yang dapat

digunakan sebagai sumber material genetik

Kerbau pejantan unggul dapat dijadikan sebagai donor semen dengan tujuan memperbaiki

mutu genetik, melalui pendekatan teknologi reproduksi. Spermatozoa yang dikoleksi dari pejantan

unggul dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu alternatif sumber spermatozoa untuk

memenuhi kebutuhan dalam penerapan berbagai teknologi reproduksi.

Berdasarkan hal tersebut, maka sudah selayaknya penelitian ke arah pembekuan spermatozoa

kerbau dalam rangka memberikan pelayanan IB bagi masyarakat peternak dilaksanakan. Sehingga

Perguruan Tinggi memberi kontribusi aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan

taraf hidup masyarakat.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krioprotektan

Krioprotektan merupakan suatu zat kimia non elektrolit yang berfungsi mereduksi letal proses

kriopreservasi sel baik yang berupa efek larutan maupun pembentukan kristal es ekstraseluler dan

intraseluler sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi. Terdapat dua kelompok

krioprotektan dilihat dari sisi fisika/kimia dan membran sel yaitu krioprotektan ekstraseluler dan

intraseluler. Krioprotektan intraseluler yaitu krioprotektan yang dapat keluar masuk membran sel dan

biasanya memiliki ukuran molekul yang kecil seperti gliserol, dimethylsulfosida (DMSO), etilin glikol

(EG) dan 2 propanediol. Krioprotektan ekstraseluler biasanya dengan molekul besar sehingga tidak

menembus membran sel seperti fruktosa, sukrosa, protein, lipoprotein, kuning telur, serum darah dan

susu (Supriatna dan Pasaribu, 1991).

Page 9: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

3

Dalam proses pembekuan (kriopreservasi) semen, spermatozoa memperoleh perlakuan suhu

yang sangat ekstrim rendah. Perlakuan suhu ekstrim yang mencapai –196oC akan mengakibatkan

dampak negatif terhadap spermatozoa. Pada suhu rendah di bawah titik beku akan terjadi perubahan-

perubahan yang sangat hebat di dalam sel spermatozoa, serta terbentuknya kristal-kristal es. Kesemua

faktor tersebut akan berakibat buruk terhadap sel spermatozoa, khususnya keutuhan membran plasma

sel. Keutuhan membran plasma sel spermatozoa menjadi hal yang sangat penting karena membran

plasma memiliki fungsi ganda terhadap sel. Selain berfungsi melindungi organel-organel sel dari

perusakan mekanik, membran plasma juga berfungsi dalam mengatur lalu lintas zat-zat makanan dan

elektrolit-elektrolit keluar masuk sel yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa rusaknya membran plasma sel berarti awal dari proses berakhirnya

kehidupan sel itu.

Untuk menjaga integritas membran plasma sel dari kerusakan selama proses produksi semen

beku, maka ke dalam pengencer semen harus ditambahkan senyawa yang berfungsi melindungi

membran plasma, sehingga dapat mengurangi efek negatif tersebut. Salah satu senyawa yang sudah

dikenal dan telah diterapkan secara luas untuk mengatasi hal tersebut adalah krioprotektan. Selain itu

dalam beberapa tahun belakangan ini telah dengan cukup intensif diterapkan pemakaian senyawa

antioksidan di dalam pengencer semen. Seperti halnya dengan krioprotektan, pemakaian senyawa

antioksidan juga dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan spermatozoa selama proses kriopreservasi

semen.

Dikenal dua golongan krioprotektan, yakni krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler.

Krioprotektan ekstraseluler seperti laktosa, maltosa, dan sukrosa tidak dapat memasuki sel, sehingga

mereka melindungi sel dengan cara “membungkus” membran plasma sel. Sedangkan krioprotektan

intraseluler seperti gliserol, etilen glikol, dan dimethyl sulfoxide (DMSO) dapat memasuki sel,

sehingga dapat melindungi sel dari dalam dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan

ekstrasel serta memodifikasi struktur kristal-kristal menjadi lebih lembut. Penggunaan kedua jenis

krioprotektan ini secara bersamaan diharapkan tercipta sinergi yang baik antara keduanya sehingga

lebih optimal dalam melindungi sel spermatozoa dari kerusakan selama proses produksi semen beku.

2.2 Antioksidan

Telah dilakukan penelitian pembekuan spermatozoa pada domba garut menggunakan berbagai

krioprotektan dan antioksidan untuk mempertahankan kualitas spermatozoa beku (Rizal, 2005). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara kualitas spermatozoa dengan

penambahan antioksidan.

Page 10: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

4

Pemakaian laktosa dan gliserol sebagai krioprotektan telah dikenal luas dalam proses

kriopreservasi semen berbagai jenis hewan ternak. Namun pada sapi aceh belum diketahui

konsentrasi yang optimal dalam mempertahankan kualitas semen beku. Demikian pula halnya dengan

penggunaan antioksidan glutation dan -karoten dalam pengencer semen yang belum lazim digunakan

dalam proses kriopreservasi semen.

Glutation dan -karoten sebagai senyawa antioksidan dapat dipahami karena mampu

membersihkan radikal bebas hidroksil (OH) yang sangat reaktif (Tuminah 2000) dan menyebabkan

terjadinya peroksidasi lipida pada membran plasma sel, sehingga memungkinkan digunakan di dalam

pengencer semen. Namun demikian, pemakaian glutation dan -karoten sebagai antioksidan di dalam

pengencer semen beku masih jarang dibandingkan dengan antioksidan lain seperti vitamin C, vitamin

E, butylated hydroxytoluene (BHT), dan lain-lain, sehingga memerlukan pengkajian yang lebih

mendalam pada semen berbagai jenis hewan. Menurut Suryohudoyo (2000) glutation bersifat

hidrofilik dan berperan di dalam sitosol, sedangkan -karoten bersifat lipofilik dan berperan pada

membran plasma sel. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan kombinasi antara kedua

antioksidan ini dapat secara optimal melindungi sel spermatozoa dari kerusakan akibat serangan zat

oksidan dan radikal bebas.

Demikian pula halnya dengan upaya kriopreservasi spermatozoa yang diaspirasi dari

epididimis perlu dikaji lebih mendalam. Hal ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap hewan-

hewan jantan yang bermasalah dalam melakukan ejakulasi secara normal padahal hewan-hewan ini

tergolong hewan langka atau memiliki mutu genetik yang unggul. Dengan metode ini pelestarian

sumberdaya hewan yang mati secara mendadak masih dapat dilakukan, serta dapat juga diterapkan

pada hewan-hewan liar dan buas.

Informasi-informasi seperti tersebut di atas belum tersedia dalam jumlah yang memadai pada

kerbau Aceh, bahkan belum pernah dilaporkan. Hal inilah yang melandasi diadakannya penelitian ini.

2.3 Peta Jalan Penelitian

Penelitian ini bagian dari tujuan jangka panjang yaitu untuk mendapatkan spermatozoa beku

dengan nilai ekonomi tinggi, dapat digunakan sebagai sumber material genetik kerbau jantan unggul,

disamping publikasi. Penelitian ini mencakup pekerjaan seleksi kerbau pejantan unggul dan

mengkoleksi spermatozoa untuk dibekukan. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kualitas dan

viabilitas spermatozoa beku dan uji fertilitas spermatozoa.

Page 11: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

5

Belum

- Belum pernah dilakukan - Keberhasilan belum optimal Penelitian pada kerbau Aceh - Menggunakan kerbau lokal Jawa

Glutation dan β-karoten sudah berhasil untuk membekukan spermatozoa domba garut

Aceh merupakan

daerah yang

memiliki populasi

kerbau terbanyak

dan memiliki

kualitas yang baik

(Hasinah dan

Handiwirawan,

2007)

Pemanfaatan

kerbau di Aceh

belum optimal

(daging dan

susu)

Kebutuhan

bahan pangan

hewani belum

tercukupi

Penambahan

Antioksidan

telah

digunakan

dalam

pembekuan

spermatozoa

kerbau lumpur

(Dasrul, 2005)

Penambahan

Glutation

bertingkat

Penambahan β-

karoten bertingkat

Page 12: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

6

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT

Secara umum hasil penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan spermatozoa kerbau dalam

bentuk beku yang dapat digunakan untuk inseminasi buatan guna meningkatkan mutu genetik dan

populasi kerbau di Aceh. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pemerintah

daerah untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani

Kerbau pejantan unggul dapat dijadikan sebagai donor semen dengan tujuan memperbaiki

mutu genetik, melalui pendekatan teknologi reproduksi. Spermatozoa yang dikoleksi dari pejantan

unggul dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu alternatif sumber spermatozoa untuk

memenuhi kebutuhan dalam penerapan berbagai teknologi reproduksi.

Berdasarkan hal tersebut, maka sudah selayaknya penelitian ke arah pembekuan spermatozoa

kerbau dalam rangka memberikan pelayanan IB bagi masyarakat peternak dilaksanakan. Sehingga

Perguruan Tinggi memberi kontribusi aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan

taraf hidup masyarakat.

Adapun keutamaan dari penelitian ini sehingga penting untuk dilakukan antara lain adalah:

1. Mengoptimalkan potensi kerbau dalam aspek meningkatkan mutu genetik dan populasi kerbau

dengan cara seleksi pejantan dan membekukan semen (spermatozoa kerbau) sehingga dapat

diperoleh stok spermatozoa beku yang unggul dengan cara inseminasi buatan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada daerah Aceh khususnya petani

dan peternak kerbau terhadap pengembangan kerbau sehingga dapat meningkatkan ketahanan

pangan di Aceh. Selain itu, manfaat jangka pangjang yang diperoleh dari penelitian ini membuka

peluang untuk ekspor.

3. Memberi wawasan terhadap pengembangan IB pada kerbau dengan penyediaan teknik

kriopreservasi menggunakan pengencer yang baik.

4. Sebagai salah satu sarana alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan populasi

dan mutu genetik kerbau.

5. Menghasilkan publikasi ilmiah.

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Embriologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala dan BIB Sare., Penelitian ini dimulai bulan Januari 2015

sampai Desember 2016.

Page 13: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

7

4.2 Materi Penelitian

Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah empat ekor kerbau pejantan dewasa kelamin asal

Simeulu dengan kondisi tubuh dan kesehatan yang baik, berat badan sekitar 400 – 500 kg dan umur

sekitar 3 – 5 tahun sebagai sumber semen yang akan diuji kualitasnya. Pejantan dikandangkan secara

individu dan diberikan pakan berupa rumput dan leguminosa setiap hari. Untuk menjaga kesehatan,

pejantan dimandikan setiap minggu.

4.3 Bahan dan Alat

Tabel 1. Komposisi pengencer dasar

Bahan Jumlah

Tris(hydroxymethyl)aminomethanea (g)

Asam sitrat-monohidratb (g)

D(-)Fruktosac (g)

Kuning telurd (ml)

Penisilin-Ge (IU/ml)

Streptomisin sulfatf (g/ml)

Akuabidestilatag ad (ml)

3.32

1.86

1.37

20

1000

1000

100

Keterangan: a = Merck, Germany, cat. K27219882 003

b = Merck, Germany, cat. K22939944 632

c = Merck, Germany, cat. K27917123 038

d = Telur ayam ras

e = Meiji, Japan, cat. APG 0598 J

f = Meiji, Japan, cat. SSL 1095 A

g = Supracointra, Indonesia.

Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah: semen segar kerbau, bahan pengencer dasar

(Tabel 1), krioprotektan laktosa-monohidrat (Merck, Germany, cat. K27650960 033) dan gliserol

(Merck, Germany, cat. K28328694 044), antioksidan glutation (Merck, Germany, cat. 336

K20146490) dan -karoten (Merck, Germany, cat. K22585936 632), formaldehida (Merck, Germany,

cat. K25421403 828), NaCl (Merck, Germany, cat. 3.9 K19690004) fisiologis, NaCl 3%, larutan

hipoosmotik (Revell dan Mrode 1994), pewarna eosin B (Merck, Germany, cat. 509 K5003834),

alkohol, nitrogen cair, KY jelly (Johnson and Johnson, Indonesia), dan lain-lain.

Proses kriopreservasi semen akan menggunakan peralatan sebagai berikut: vagina

buatan/elektrik ejakulator, tabung spermatozoa, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, gelas piala, gelas

ukur, termometer, mikroskop cahaya, gelas objek, gelas penutup, pipet tetes, hemositometer, pH

Page 14: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

8

meter, bunsen, timbangan mikro, konteiner N2 cair dan perlengkapannya, straw mini (0.25 ml), rak

straw, penangas air, lemari es, styrofoam, dan lain-lain. Sedangkan untuk mengetahui angka fertilitas

dilakukan dengan analisis progesteron plasma darah dan ultrasonografi (USG).

4.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini meliputi pembekuan semen hasil ejakulasi dan IB. Penelitian ini terdiri atas tiga

tahap percobaan, sedangkan penelitian kedua terdiri atas satu tahap.

Percobaan Tahap Pertama

Percobaan tahap pertama ini dilakukan untuk menguji efektivitas krioprotektan ekstraseluler

(laktosa) dan intraseluler (gliserol) terhadap kualitas semen beku.

1. Penampungan Semen

Semen ditampung menggunakan vagina buatan satu kali dalam satu minggu. Segera setelah

ditampung, semen dinilai secara makroskopik dan mikroskopik. Penilaian makroskopik meliputi:

volume, warna, konsistensi (kekentalan), derajat keasaman (pH). Penilaian mikroskopik meliputi:

gerakan massa, persentase motilitas, persentase hidup, konsentrasi, persentase abnormalitas, dan

integritas membran plasma spermatozoa, yakni persentase tudung akrosom utuh (TAU) dan persentase

membran plasma utuh (MPU).

2. Pengenceran dan Ekuilibrasi Semen

Semen segar yang memenuhi syarat (motilitas 70%, konsentrasi 2000 juta sel per ml,

gerakan massa ++ atau +++, dan abnormalitas <15%) diencerkan sesuai dengan perlakuan yang

dicobakan. Perlakuan krioprotektan yang dicobakan adalah sebagai berikut:

Krioprotektan ekstraseluler berupa laktosa dalam tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0 mM (L0)

(kontrol), 60 mM (L60), dan 120 mM (L120).

Krioprotektan intraseluler berupa gliserol dalam tiga tingkat konsentrasi, yakni: 3% (G3), 5%

(G5), dan 7% (G7).

Dengan demikian terdapat sembilan kombinasi perlakuan, yakni: L0G3, L0G5, L0G7, L60G3,

L60G5, L60G7, L120G3, L120G5, dan L120G7.

Semen yang telah diencerkan dikemas ke dalam straw mini (0.25 ml) dengan konsentrasi 200

juta sperma motil per straw kemudian diekuilibrasikan di dalam lemari es pada sekitar 5oC selama

tiga jam.

3. Kriopreservasi dan Thawing (Pencairan Kembali) Semen

Page 15: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

9

Pembekuan semen dilakukan dengan cara meletakkan straw 10 cm di atas permukaan nitrogen

cair (suhu sekitar –130oC) selama 15 menit. Kemudian straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair

(suhu sekitar –196oC) dan disimpan di dalam konteiner. Setelah disimpan satu minggu, setiap sampel

straw masing-masing perlakuan dicairkan kembali untuk dinilai kualitasnya. Semen beku dicairkan

kembali dengan cara memasukkan straw ke dalam air hangat bersuhu 37oC selama 30 detik.

Percobaan Tahap Kedua

Percobaan tahap kedua ini dilakukan untuk menguji efektivitas antioksidan glutation dan -

karoten terhadap kualitas semen beku. Proses kriopreservasi semen menggunakan prosedur yang

sama dengan percobaan tahap pertama. Semen diencerkan dengan komposisi pengencer terbaik dari

hasil percobaan tahap pertama.

Perlakuan yang dicobakan dalam percobaan tahap kedua ini adalah sebagai berikut:

Pengencer tris terbaik pada percobaan tahap pertama (kontrol).

Penambahan glutation dengan tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0.05 g (Glu0.05), 0.10 g (Glu0.10), dan

0.15 g (Glu0.15) per 100 ml pengencer.

Penambahan -karoten dengan tiga tingkat konsentrasi, yakni: 0.00625 g (Kt0.00625), 0.0125 g

(Kt0.0125), dan 0.025 g (Kt0.025) per 100 ml pengencer.

Percobaan Tahap Ketiga

1. Uji Fertilitas Semen Beku

Percobaan ini dilakukan untuk menguji tingkat fertilitas semen beku empat perlakuan terbaik

hasil percobaan tahap kedua dengan melakukan IB. Pada percobaan ini digunakan dosis IB sebesar

200 juta per straw.

Inseminasi dilakukan 18 – 24 jam setelah awal berahi. Hal ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa ovulasi pada kerbau terjadi 26 jam setelah awal berahi, fertilisasi terjadi 2 – 3

jam setelah ovulasi dan waktu minimum yang dibutuhkan spermatozoa fungsional di dalam tuba

fallopii sekitar 6 – 8 jam (Hunter 1985).

Diagnosis kebuntingan dilakukan dengan pengukuran kadar hormon progesteron serum setiap

induk 16 hari setelah inseminasi (Reichenbach et al. 1996). Pemeriksaan kebuntingan dilakukan

kembali 30 hari setelah inseminasi menggunakan ultrasonografi (USG).

4.5 Parameter yang Diamati

Page 16: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

10

Parameter kualitas semen yang diamati adalah:

Persentase motilitas, persentase hidup, persentase TAU, dan persentase MPU spermatozoa masing-

masing setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing. Konsentrasi malondialdehida (MDA)

setiap perlakuan percobaan tahap kedua dianalisis pada tahap setelah thawing.

Fertilitas semen beku (angka kebuntingan).

Persentase motilitas: persentase spermatozoa yang bergerak progresif. Ditentukan secara subjektif

pada delapan pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Angka yang

diberikan berkisar antara 0% hingga 100% dengan skala 5%.

Persentase hidup: persentase spermatozoa yang hidup. Ditentukan dengan menggunakan pewarnaan

eosin (Toelihere 1993). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala yang berwarna putih,

sedangkan yang mati ditandai oleh kepala yang berwarna merah dengan. Jumlah spermatozoa yang

dievaluasi minimal 200.

Persentase TAU: persentase spermatozoa yang memiliki tudung akrosom utuh. Tudung akrosom

utuh ditandai oleh ujung kepala spermatozoa yang berwarna hitam tebal apabila semen dipaparkan di

dalam larutan NaCl fisiologis-1% formalin (modifikasi metode Saacke dan White 1972). Jumlah

spermatozoa yang dievaluasi minimal 200.

Persentase MPU: persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh. Ditentukan dengan

menggunakan metode osmotic resistance test (Revell dan Mrode 1994). Spermatozoa yang memiliki

membran plasma utuh ditandai oleh ekor yang melingkar atau menggembung, sedangkan yang rusak

ditandai oleh ekor yang lurus apabila semen dipaparkan di dalam larutan hipoosmotik dan diinkubasi

pada suhu 37oC selama 60 menit. Spermatozoa dievaluasi dengan mikroskop pembesaran 400 kali.

Jumlah spermatozoa yang dievaluasi minimal 200.

Konsentrasi MDA: dianalisis dengan menggunakan pereaksi asam tiobarbiturat (TBA).

Fertilitas (angka kebuntingan): jumlah betina yang bunting dibagi jumlah betina yang diinseminasi

dikali 100%. Ditentukan dengan cara analisis hormon progesteron dari sampel plasma darah betina

16 hari setelah inseminasi. Diagnosis kebuntingan dilakukan kembali pada hari ketiga puluh setelah

inseminasi menggunakan USG.

4.6 Luaran Penelitian

Target penelitian adalah berhasil melakukan pembekuan spermatozoa kerbau dalam bentuk

straw dan memiliki kualitas yang layak untuk diinseminasikan. Spermatazoa dalam bentuk beku ini

dapat disimpan dalam waktu yang lama walaupun pejantan unggulnya sudah mati. Upaya ini

Page 17: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

11

diharapkan dapat meningkatkan mutu genetik dan populasi kerbau di Aceh khususnya daerah yang

banyak populasi kerbau seperti Daerah Simeulu, Aceh Barat dan lain-lain dalam meningkatkan

ketahanan pangan terutama protein hewani dalam bentuk daging dan susu.

4.7 Indikator terukur

Indikator terukur dalam penelitian ini adalah: (1) persentase kebuntingan kerbau betina yang di

IB dengan spermatozoa beku kerbau di Aceh meningkat, (2) spermatozoa beku dengan menggunakan

berbagai krioprotektan dan penambahan antioksidan lebih baik, (3) persentase sel telur yang dibuahi

meningkat.

4.8 Analisis Data

Percobaan tahap pertama dirancang ke dalam rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3

x 3. Jumlah penampungan semen sebanyak enam kali sebagai ulangan. Perbedaan antarperlakuan

diuji dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Steel dan Torrie 1993).

Percobaan tahap kedua dirancang ke dalam RAL dengan tujuh perlakuan dan sembilan kali

ulangan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji BNT (Steel dan Torri 1993). Data percobaan

tahap ketiga dianalisis dengan metode chi square (X2) (Steel dan Torrie 1993) dengan model

matematika sebagai berikut:

(Ri)(Cj)

Eij =

G

dimana: Eij = nilai harapan sel (i,j).

Ri = jumlah baris ke-i.

Cj = jumlah lajur ke-j.

G = jumlah umum.

r c (nij – Eij)2

X2 =

i=1 j=1 Eij

dimana: X2 = nilai pengamatan.

nij = nilai pengamatan dalam kelas peubah baris ke-i dan

peubah lajur ke-j.

Eij = nilai harapan sel (i,j).

r = baris.

c = lajur.

db = (r-1)(c-1).

Page 18: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

12

Page 19: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

13

4.9 Fishbone Diagram

Bentuk umum diagram tulang ikan dalam mengindentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Mendapatkan spermatozoa beku yang

berkualitas dan meningkatkan keberhasilan

kebuntingan kerbau

Pembekuan spermatozoa pada kerbau belum

berhasil karena plasma semen mudah rusak.

Penampungan semen untuk

seleksi tahap 1.

Pengenceran dan

ekuilibrasi semen.

Kriopreservasi dan thawing

semen

Penngenceran sperma terbaik

dari hasil tahap 1 ditambahkan

dengan bahan antioksidan

Uji fertilitas

Vagina buatan/ elektrik ejakulator

- Krioprotektan

intraseluler

- Krioprotektan

intraseluler

- Penambahan antioksidan

glutation

- Penambahan antioksidan β-

karoten

- Kualitas dan viabilitas

- Uji kebuntingan

Kualitas dan viabilitas

sperma

Page 20: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

14

BAB 5. HASIL YANG DICAPAI

5.1. Kualitas Semen Segar

Semen segar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kerbau lumpur jantan

berumur 3,5 tahun yang dijaga kondisi kesehatannya sehingga layak digunakan sebagai pejantan.

Semen yang memenuhi standar selanjutnya diproses lebih lanjut untuk dilakukan proses ekuilibrasi

dan kriopreservasi. Parameter yang diamati untuk menilai baik buruknya suatu semen meliputi

volume, warna, konsistensi, konsentrasi, gerakan massa, motilitas, spermatozoa hidup dan

abnormalitas. Hasil analisa kualitas semen kerbau lumpur yang diperoleh dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil rata-rata evaluasi semen segar kerbau

Parameter Hasil

Volume (ml) 1,16 0,21

Warna Putih susu

Konsistensis Sedang

Konsentrasi (106/ml) 1267 26,60

Gerakan massa ++

Motilitas (%) 81,8

Spermatozoa hidup (%) 82,2

Abnormalitas (%) 10,2

Keterangan: (++) = gerakan massa spermatozoa seperti gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas

dan bergerak lamban.

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa semen kerbau lumpur yang digunakan telah

memenuhi standar sebagai semen yang layak untuk diencerkan dan disimpan sebagai semen beku.

Warna semen segar semen kerbau lumpur yang diperoleh adalah putih susu. Menurut Herdis (1997),

semen kerbau lumpur memiliki warna krem, krem keputihan atau putih susu dengan konsistensi

sedang. Hasil rataan volume semen segar kerbau lumpur yang diperoleh adalah 1,16 ml. Menurut

Toelihere (1993), volume semen pada tiap individu dipengaruhi oleh bobot hidup, pakan, individu,

libido, frekuensi penampungan dan bangsa. Volume ejakulat kerbau lumpur di Indonesia berkisar

antara 0,05 ml sampai dengan 2,5 ml (Toelihere, 1985). Rataan nilai konsentrasi, gerakan massa,

motilitas, spermatozoa hidup dan abnormalitas secara berurutan adalah 1267 juta/ml ++, 81,8%,

82,2% dan 10,2 %. Konsentrasi spermatozoa kerbau lumpur umumnya lebih rendah dibandingkan

Page 21: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

15

dengan sapi. Konsentrasi spermatozoa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 200 – 1000 juta per

ml (Toelihere, 1985). Gerakan massa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 1(+) sampai 3 (+++).

Abnormalitas berbagai jenis spermatozoa kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 9,93 0,12 %

pada kerbau lumpur mehsana (Bhavsar et al., 1990) dan 6,52 0,43% pada kerbau lumpur murrah

(Krishna dan Rao, 1987).

5.2. Kualitas Spermatozoa Dalam Tiga Tahapan Pengolahan Semen

5.2.1. Motilitas Spermatozoa

Motilitas spermatozoa sangat mempengaruhi keberhasilan fertilisasi spermatozoa dengan

ovum, baik yang dilakukan dengan teknik perkawinan secara langsung maupun menggunakan teknik

inseminasi buatan. Penambahan antioksidan dengan konsentrasi yang optimum ke dalam bahan

pengencer tris kuning telur dapat mempertahankan kualitas semen beku kerbau lumpur. Hal ini dapat

dilihat dari motilitas spermatozoa yang ditambahkan antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan

kontrol setelah thawing dilakukan. Menurut Toelihere (1993), semen beku yang layak digunakan

dalam program inseminasi buatan (IB) harus memiliki persentase motilitas paling sedikit 40% . Hasil

pengamatan motilitas spermatozoa pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Rata-rata persentase motilitas spermatozoa kerbau lumpur dalam penambahan berbagai

konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen (%)

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 66,7±2,89a 56,7±5,77ab 39,0±1,73c

P1 70,0±0,00ab 61,3±3,21b 44,3±5,13de

P2 70,0±0,00ab 46,7±11,5a 32,0±1,73b

P3 68,3±2,89ab 63,0±4,58b 0,00±0,00a

P4 70,0±0,00ab 62,3±8,73b 45,0±4,00e

P5 70,6±1,15b 61,7±2,89b 40,3±1,15cde

P6 68,3±2.89ab 62,3±4,04b 39,3±1,52cd

Page 22: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

16

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g,

0,10 g, 0,15 g.

Secara statistik (p<0,05), perlakuan pengenceran menunjukkan hasil bahwa P0 (kontrol) tidak

berbeda nyata terhadap perlakuan P1 ( -karoten 0,00625 g), P2 ( -karoten 0,0125 g), P3 ( -karoten

0.025 g), P4 (glutation 0,05 g), dan P6 (glutation 0,15 g), tetapi berbeda nyata terhadap P5 (glutation

0,10 g). P1 menunjukkan nilai persentase motilitas sebesar 66,7 % dan P5 sebesar 70,6%. P1

memperoleh nilai persentase motilitas terendah sedangkan P5 memperoleh nilai persentase motilitas

tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diduga pada perlakuan kontrol, telah terjadi sedikit

reaksi peroksidasi akibat berkontaknya semen dengan lingkungan yang mengandung oksigen.

Menurut Siregar (1992), 90% oksigen akan masuk ke dalam mitokondria dan terlibat di dalam proses

respirasi sel untuk meghasilkan ATP dengan mengikutsertakan enzim - enzim respirasi. Dalam proses

respirasi, oksigen mengalami reduksi dalam rangkaian elektron transfer di dalam mitokondria. Proses

reduksi oksigen tersebut dapat menghasilkan radikal bebas dan hidrogen peroksida sebagai senyawa

antara. Kemudian dinyatakan bahwa radikal bebas bersifat sangat reaktif, jika bereaksi dengan asam

lemak tak jenuh akan menghasilkan lipid peroksida. Dalam hal ini, antioksidan akan berperan dalam

mendonorkan satu elektronnya untuk senyawa radikal agar senyawa tersebut menjadi lebih aman.

Namun, pada perlakuan kontrol tidak ada penambahan antioksidan sehingga diduga tidak ada agen

yang dapat mencegah reaksi peroksidasi ini. Akibatnya terjadi kerusakan membran plasma beserta

mitokondria sehingga produksi ATP menipis yang menyebabkan turunnya daya motil spermatozoa.

Selanjutnya pada perlakuan ekuilibrasi diperoleh hasil bahwa perlakuan P0 (56,7%) tidak

berbeda nyata terhadap semua perlakuan, sedangkan P2 (46,7%) menunjukkan hasil yang berbeda

nyata terhadap semua perlakuan. Nilai persentase motilitas terhadap semua perlakuan menurun pada

tahap ini. Diduga reaksi antara radikal bebas terutama ROS terhadap membran plasma spermatozoa

semakin tinggi. Menurut Kardivel et al. (2008), senyawa ini meningkatkan peroksidasi lipida terhadap

kandungan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada membran plasma. Proses penghasilan energi

melalui mekanisme respirasi sel dan jumlah spermatozoa yang mati merupakan sumber utama

dihasilkannya senyawa ROS (Vishwanath dan Shannon, 1997).

Setelah dilakukannya proses ekuilibrasi, selanjutnya dilakukan proses pembekuan atau

kriopreservasi. Fungsi kedua tahapan yang dilakukan sebelum kriopreservasi dilaksanakan adalah

untuk menurunkan suhu pengencer secara bertahap. Penurunan suhu secara bertahap ini berfungsi

Page 23: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

17

agar spermatozoa sedikitnya mampu beradaptasi pada suhu yang sangat rendah ketika proses

pembekuan dilakukan. Berdasarkan hasil analisa data terlihat bahwa penambahan antioksidan -

karoten dan glutation dengan konsentrasi yang tepat dapat mempertahankan motilitas spermatozoa

kerbau lumpur pasca thawing.

Penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,00625 g (P1) merupakan perlakuan konsentrasi

-karoten terbaik dibandingkan dengan kontrol dan -karoten pada konsentrasi lainnya. Hal ini dapat

dilihat dari nilai persentase motilitas spermatozoa meningkat (44,3%) dibandingkan dengan kontrol

(39,0%), P2 (44,3%) dan P3 (0,00%). Ketiga perlakuan ini berbeda nyata secara statistik (p<0,05). -

karoten merupakan senyawa kimia yang mampu menangkal radikal bebas dengan cara memutus rantai

reaksi peroksidasi lipid. Namun, kadar -karoten yang berlebih juga dapat berakibat buruk bagi tubuh.

Menurut Schweigert dan Zucker (1988), kadar -karoten di dalam sel cukup rendah dan dapat bersifat

toksik jika konsentrasinya berlebih. Hasil menunjukkan bahwa penambahan -karoten dengan

konsentrasi terendah dapat meningkatkan motilitas spermatozoa. Sedangkan penambahan -karoten

dengan konsentrasi tertinggi (P3) yakni 0,025 g dapat menghilangkan daya motil spermatozoa. Rata-

rata motilitas spermatozoa (P3) pasca thawing adalah 0,00%. Rizal (2005), melaporkan bahwa

penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 g (56,78%) ke dalam bahan pengencer tris kuning

telur menunjukkan persentase motilitas spermatozoa domba garut terbaik dibandingkan dengan

konsentrasi yang lainnya (0,001 g (56,78%) dan 0,003 g (53,33%)). Gunawan et al. (2012),

menyatakan hal yang sama bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 % dapat

mempertahankan motilitas spermatozoa sapi bali pasca thawing. Sedangkan penambahan -karoten

pada konsentrasi lebih dari 0,003 % mengakibatkan penurunan kualitas spermatozoa sapi bali. Hasil

ini mendukung pernyataan peneliti bahwa penambahan -karoten yang berlebih akan menurunkan

motilitas spermatozoa. Nilai persentase motilitas terbaik pada perlakuan -karoten dalam penelitian ini

lebih rendah dibandingkan dengan nilai persentase motilitas perlakuan -karoten pada penelitian Rizal

(2005). Namun, nilai persentase motilitas pada perlakuan -karoten terbaik pada penelitian ini telah

memenuhi standar semen beku (motilitas minimum 40%) yang dapat diproses untuk inseminasi

buatan. Penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g (P4) merupakan perlakuan konsentrasi

glutation terbaik dibandingkan kontrol, glutation 0,10 g (P5) dan glutation 0,15 g (P6). Hal ini dapat

dilihat dari meningkatnya motilitas spermatozoa pada P4 (45,0%) dibandingkan dengan kontrol

(39,0%), P5 (40,3%) dan P6 (39,3%). Hasil ini yang sama dilaporkan oleh Rizal (2005) bahwa

penambahan glutation sebesar 0,05 g (52,78%) ke dalam media pengencer tris kuning telur dapat

meningkatkan motilitas spermatozoa domba garut dibandingkan dengan kontrol (46.67%). Ansari et

Page 24: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

18

al. (2011), melaporkan hal yang serupa, penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 mM (56,7%)

pada media pengencer tris kuning telur secara nyata mampu mempertahankan motilitas spermatozoa

kerbau lumpur pasca thawing dibandingkan dengan kontrol (51%). Hasil persentase yang penelitian

Herdis (2012) juga menunjukan hasil yang sama, yaitu penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05

g dan 0,10 g ke dalam bahan pengencer andromed dapat meningkatkan motilitas spermatozoa sapi

bali. Penambahan glutation sebesar 0,05 mM (53,33%) dan 0,10 mM (56,67%) juga mampu

mempertahankan motilitas spermatozoa sapi bali (Syarifuddin, 2012).

Penambahan baik -karoten maupun glutation dengan persentase berlebih menunjukkan

persentase motilitas yang lebih rendah. Hal ini diduga karena terganggunya tekanan osmotik pada

membran plasma spermatozoa. Menurut Gunawan (2012), senyawa antioksidan dalam jumlah banyak

akan semakin meningkatkan tekanan osmotik larutan pengencer dan spermatozoa kurang mampu

untuk beradaptasi sehingga berakibat buruk terhadap berlangsungnya proses metabolisme

spermatozoa.

5.2.2. Spermatozoa hidup

Spermatozoa hidup merupakan salah satu parameter penting yang harus diamati untuk

menentukan kualitas semen. Selain motilitas spermatozoa, semen yang memiliki kualitas yang baik

adalah semen yang memiliki jumlah spermatozoa hidup yang tinggi. Salah satu upaya untuk menjaga

daya hidup spermatozoa selama proses kriopreservasi dilakukan adalah dengan menambahkan

antioksidan ke dalam bahan pengencer semen. Penambahan ini bertujuan untuk melindungi

spermatozoa dari radikal bebas yang dapat merusak membran plasma sel spermatozoa. Penambahan

antioksidan dengan konsentrasi yang optimum dapat menjaga atau meningkatkan daya hidup

spermatozoa. Persentase hidup mati spermatozoa pada berbagai macam perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 4.3.

Tabel 5.3. Rata-rata persentase spermatozoa hidup kerbau lumpur dalam penambahan berbagai

konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 95,7±4,04d 83,0±12,1b 45,3±7,50bc

P1 94,8±3,01d 82,7±4,61b 57,6±0,057d

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 38,7±7,50b

P3 74,7±5,03b 72,3±6,80b 0,00±0,00a

P4 87,3±0,57cd 77,5±12,9b 48,0±4,35c

Page 25: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

19

P5 89,0±0,00cd 74,3±4,04b 44,7±1,52bc

P6 84,3±7,23c 75,7±5,13b 43,7±5,50bc

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g,

0,10 g, 0,15 g.

Pengamatan terhadap spermatozoa hidup dilakukan dengan cara membuat preparat ulasan

dengan penambahan zat warna berupa eosin. Spermatozoa yang berwarna merah menandakan

spermatozoa yang mati, sedangkan spermatozoa hidup tidak menyerap warna (Toelihere, 1993).

Perlakuan pada pengenceran secara statitistik (p<0,05) menunjukkan hasil bahwa P0 (kontrol) tidak

berbeda nyata terhadap P1 ( -karoten 0,0625 g), P4 (glutation 0,05 g) dan P5 (glutation 0,10 g), tetapi

berbeda nyata terhadap P2 ( -karoten 0,0125 g), P3 ( -karoten 0,025 g) dan P6 (glutation 0,15 g).

Diduga konsentrasi antioksidan yang terlalu tinggi menimbulkan efek tingginya tekanan osmotik.

Menurut Rizal (2005), penambahan senyawa antioksidan dalam jumlah yang lebih banyak akan

semakin meningkatkan tekanan osmotik larutan pengencer dan hal ini kurang dapat diadaptasi dengan

baik oleh spermatozoa.

Selanjutnya pada pengamatan perlakuan ekuilibrasi menunjukkan penurunan persentase daya

hidup dibandingkan sebelumnya. Perlakuan P2 ( -karoten 0,0125 g) secara statistik (p<0,05) berbeda

nyata terhadap semua perlakuan. Nilai persentase daya hidup pada P2 paling kecil (46,7%) diantara

perlakuan yang lain. Diduga -karoten pada konsentrasi ini belum memadai untuk mempertahankan

daya hidup spermatozoa selama ekuilibrasi berlangsung.

Setelah penurunan suhu secara bertahap dilakukan, selanjutnya semen di bekukan dan di-

thawing beberapa saat kemudian. Berdasarkan hasil amatan menunjukkan bahwa penambahan

antioksidan -karoten dan glutation dengan dosis yang tepat mampu mempertahankan daya hidup

spermatozoa kerbau. Dalam penelitian ini konsentrasi dari antioksidan -karoten yang mampu

mempertahankan daya hidup spermatozoa adalah 0,00625 g (P1) dengan persentase daya hidup

spermatozoa sebesar 57,6 %. Sedangkan pada -karoten 0,0125 g (P2) dan -karoten 0,025 g (P3)

mengalami penurunan. P2 menunjukkan persentase daya hidup sebesar 38,7 % dan P3 0,00%. Hal ini

diduga karena konsentrasi -karoten pada P2 dan P3 terlalu tinggi sehingga meningkatkan tekanan

osmotik yang dapat menggangu proses metabolisme spermatozoa. Selain itu, konsentrasi antioksidan

yang sangat tinggi dapat merubah pH pengencer menjadi menurun (semakin asam). Rizal (2005),

melaporkan bahwa penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,002 % memberikan nilai persentase

Page 26: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

20

terbaik dibandingkan kontrol (52,33%), -karoten 0,001 % (52,89%) dan -karoten 0,003 %

(53.33%). Gunawan et al. (2012), melaporkan bahwa penambahan antioksidan -karoten dengan

konsentrasi 0,002 % (68,33%) mampu mempertahankan persentase daya hidup spermatozoa sapi

dibandingkan dengan kontrol (51,67%). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Siahaan et al. (2012)

bahwa penambahan -karoten sebesar 0,002% (62,0%) mampu meningkatkan daya hidup

spermatozoa sapi bali. Konsentrasi -karoten terbaik dari hasil penelitian Rizal (2005) dan Siahaan et

al. (2012) lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi -karoten yang digunakan dalam penelitian

ini. Sehingga memungkinkan persentase daya hidup spermatozoa akan semakin meningkat bila

konsentrasi -karoten diturunkan.

-karoten memiliki kemampuan memproteksi liposom (suatu vesikel yang memiliki

fosfolipida bilayer tunggal) dari kerusakan akibat serangan singlet oksigen. Salah satu turunan ROS

(reactive oxygen species) seperti singlet oksigen merupakan senyawa yang menjadi penyebab

menurunnya kualitas spermatozoa pasca thawing. Singlet oksigen merupakan salah satu jenis senyawa

oksigen reaktif yang dapat merusak sel dengan cara menimbulkan reaksi rantai peroksida lipida

(Oshima et. al., 1993). Sikka (1996) mengatakan spermatozoa mamalia kaya akan asam lemak tak

jenuh dan mudah terpengaruh oleh kelompok oksigen ROS yang mampu menurunkan motilitas dan

meningkatkan kerusakan morfologi spermatozoa.

Page 27: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

21

Gambar. 4.1. Spermatozoa hidup (a) dan mati (b)

Penambahan antioksidan glutation dengan konsentrasi yang tepat ke dalam media pengencer

semen juga secara nyata dapat meningkatkan daya hidup spermatozoa. Penambahan glutation dengan

konsentrasi 0,05 g (P4) merupakan konsentrasi glutation yang efektif meningkatkan daya hidup

spermatozoa. Persentase yang diperoleh pada P4 (48,0%). Perlakuan glutation 0,10 g (P5) juga

menunjukkan nilai yang cukup baik (44,7%) dan secara statistik tidak berbeda nyata meskipun

persentase spermatozoa hidup P4 lebih tinggi dibandingkan P5. Hasil ini didiukung oleh penelitian

Rizal (2005) bahwa penambahan glutation dengan konsentrasi 0,05 g (58,78%) dan 0,10 g (59,67%)

memberikan hasil terbaik untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa domba garut. Syarifuddin

et. al (2012), menambahkan bahwa penambahan glutation ke dalam bahan pengencer andromed

dengan konsentrasi 0,5 mM (56,67%) dan 1 mM (63,33%) nyata dapat mempertahankan daya hidup

spermatozoa sapi bali setelah thawing lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (53%). Berikut

juga dilaporkan oleh Gunawan et. al (2012), penambahan glutation ke dalam pengencer andromed

dengan konsentrasi 1 mM dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa sapi bali (68,33%)

dibandingkan dengan kontrol (51,67%). Menurut Triwulanningsih et al. (2003), glutation dapat

mengkontrol homeostatik baik di dalam maupun di luar sel. Glutation adalah antioksidan sulfhydril (-

SH), antitoksin dan kofaktor enzim. Berdasarkan sifat antioksidan yang dapat menetralkan radikal

bebas, maka penambahan glutation sebagai antioksidan primer diharapkan dapat mengurangi

kerusakan membran plasma yang mengakibatkan kematian spermatozoa dalam jumlah yang tinggi

serta meningkatkan persentase daya hidup spermatozoa.

5.2.3. Tudung Akrosom Utuh (TAU)

Akrosom merupakan bagian anterior dari kepala spermatozoa yang sangat esensial bagi

spermatozoa dalam kemampuannya membuahi sel telur. Benturan spermatozoa yang terjadi akibat

proses fertilisasi spermatozoa dengan ovum pada saat membuahi sel telur difasilitasi oleh akrosom.

Akrosom berfungsi untuk melindungi kepala spermatozoa yang mengandung materi genetik agar tidak

rusak pada saat proses fertilisasi terjadi. Menurut Bailey et al. (2000), keutuhan akrosom merupakan

bagian vital dalam proses fertilisasi. Akrosom utuh merupakan salah satu evaluasi terpenting untuk

menentukan keberhasilan pembuahan. Penurunan persentase akrosom utuh berhubungan dengan

menurunnya antioksidan serta meningkatnya produksi ROS (reactive oxygen species). Persentase

tudung akrosom utuh pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Page 28: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

22

Tabel 5.4. Rata-rata persentase TAU spermatozoa kerbau lumpur dalam penambahan berbagai

konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 84,5±7,79c 67,0±6,92b 44,7±4,61b

P1 88,3±9,01c 86,0±6,50c 46,0±1,00b

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 44,0±12,1b

P3 69,7±4,50ab 67,0±7,00c 0,00±0,00a

P4 90,7±5,50c 78,3±1,15bc 51,0±7,00b

P5 87,3±0,057c 71,7±2,89b 45,0±0,00b

P6 80,05±7,85bc 70,7±3,05b 43,7±3,05b

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g,

0,10 g, 0,15 g.

Spermatozoa yang memiliki tudung akrosom rusak ditandai dengan warna kehitaman dibagian

ujung kepala spermatozoa setelah dipaparkan dengan larutan NaCl fisiologis 1% formaldehid

(formasaline). Larutan formasaline dapat memfiksasi enzim-enzim yang terdapat di vesikel akrosom

bagian ujung kepala spermatozoa sehingga menyebabkan munculnya warna kehitaman (Rizal, 2005).

Berdasarkan hasil analisa statistik diperoleh hasil bahwa pada perlakuan pengenceran,

penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,0125 g (P2) berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol,

-karoten 0,00625 g (P1), glutation 0,05 g (P4), glutation 0,10 g (P5) dan glutation 0,15 g (P6). -

karoten 0,025 g (P2) berbeda nyata terhadapa semua perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata terhadap

P6. Perlakuan P2 (63,3%) dan P3 (69,7%) merupakan perlakuan dengan hasil persentase TAU terkecil

dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Diduga pada perlakuan ini, konsentrasi yang digunakan

merupakan konsentrasi yang tidak tepat untuk mencegah peroksidasi lipida terjadi.

Selanjutnya perlakuan pada ekuilibrasi, nilai persentase TAU semakin menurun untuk semua

perlakuan. Diduga hal ini terjadi akibat konsumsi oksigen oleh spermatozoa yang mengakibatkan

terbentuknya zat sisa metabolisme. Zat sisa metabolisme ini merupakan salah satu sumber

dihasilkannya radikal bebas. Secara statistik (p<0,05), P2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan.

Nilai persentase TAU P2 (46,7%) merupakan nilai persentase TAU terendah diantara semua

perlakuan. Diduga pada konsentrasi ini, antioksidan -karoten tidak memadai dalam menghambat

peroksidasi lipida oleh radikal bebas. Menurut Gunawan et al.(2012), penambahan antioksidan -

karoten dalam jumlah yang tidak memadai belum mampu mencegah terjadinya peroksidasi lipida.

Setelah melewati tahapan penurunan suhu pada ekuilibrasi, selanjutnya semen dibekukan.

Tahapan ini merupakan bagian yang paling kritis diantara kedua tahapan sebelumnya. Perubahan suhu

Page 29: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

23

yang drastis mengakibatkan spermatzoa mengalami cold shock, terbentuknya kristal es, serta

peroksidasi lipida. Timbulnya peroksidasi lipid selama proses pembekuan semen mempengaruhi

kerusakan pada sel spermatozoa. Menurut Maxwell dan Watson (1996), kerentanan spermatozoa

terhadap peroksidasi lipid disebabkan oleh fosfolipid membran plasma sel spermatozoa mamalia

mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat rentan terhadap serangan radikal bebas dan

merangsang terjadinya reaksi autokatalitik yang akan merusak ikatan gandanya Sehingga dibutuhkan

antioksidan sebagai agen untuk meredam aktifitas radikal bebas.

Penambahan antioksidan -karoten 0,00625 g (P1) menunjukkan persentase TAU yang lebih

tinggi dibandingkan kontrol (P0) dan kedua perlakuan -karoten yang lain. Persentase TAU pada P1

sebesar 46,0% dan P0 adalah sebesar 44,7 %. Secara statistik (p<0,05) keduanya tidak berbeda nyata.

Sedangkan pada kedua perlakuan -karoten lainnya, yakni -karoten 0,0125 g (0,0125 g) dan -

karoten 0,025 g (P3) menunjukkan persentase TAU yang lebih rendah. Nilai persentase keduanya

secara beurutan adalah 44,0 % dan 0,00 %. Diduga konsentrasi antioksidan yang terlalu tinggi

mempengaruhi tekanan osmotik pada sel spermatozoa. Rizal (2005), melaporkan bahwa penambahan

-karoten 0,002% (51,00 %) menunjukkan nilai persentase TAU lebih tinggi dibandingkan dengan

kontrol (47,11%). Menurut Rizal dan Herdis (2010), pemakaian -karoten sebagai salah satu zat

tambahan pengencer semen belum banyak dilaporkan. Tetapi dikarenakan fungsinya sebagai salah

satu senyawa antioksidan, maka pemakaian senyawa tersebut untuk meningkatkan kualitas semen

sangat memungkinkan. Suryohudoyo (2000), menambahkan bahwa -karoten merupakan salas satu

senyawa antioksidan yang larut dalam lemak dan berfungsi memutus reaksi rantai peroksidasi lipida

yang terjadi pada membran plasma sel.

Penambahan antioksidan glutation memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Pada tahapan

pengenceran, glutation 0,05 g (P4) menunjukkan nilai persentase TAU yang lebih tinggi dibandingkan

perlakuan kontrol. Nilai persentase TAU P4 sebesar 51 % sedangkan pada perlakuan kontrol sebesar

44,7 %, namun keduanya tidak berbeda nyata secara statistik (p<0,05). Hasil ini didukung oleh

penelitian Rizal (2005), penambahan glutation 0,05 g (54,22%) dan glutation 0,10 g (54,00%) mampu

meningkatkan persentase TAU spermatzoa domba garut dibandingkan dengan kontrol (47,11%).

Ansari (2011), menambahkan bahwa penambahan glutation 0,5 Mm (86 ,3 %) mampu

mempertahankan persentase TAU kerbau lumpur pakistan dibandingkan kontrol (84,0%) setelah 3

hari disimpan pada suhu 5 .

Proses penampungan dan pengolahan semen dilakukan, terjadi kontak antara semen dengan

lingkungan yang mengandung oksigen. Hal ini menyebabkan meningkatnya proses metabolisme sel

Page 30: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

24

akibat konsumsi oksigen sel yang tinggi. Produk sampingan hasil dari proses ini adalah zat sisa

metabolisme yang bersifat radikal. Menurut Rizal (2005), pada tahapan ini antioksidan berperan

dalam meredam daya rusak radikal bebas dengan cara mencegah terjadinya atau memutus rantai

reaksi peroksidasi lipida pada membran plasma sel spermatozoa.

5.2.4. Membran Plasma Utuh (MPU)

Membran plasma utuh merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menguji

kualitas spermatozoa. Membran plasma adalah salah satu bagian sel yang sangat mudah terkena

dampak radikal bebas. Radikal bebas seperti singlet oksigen merupakan senyawa yang sangat reaktif

karena mengalami kekurangan elektron. Senyawa ini reaktif terhadap lipid yang merupakan

komponen dasar penyusun membran sel. Antioksidan berperan dalam meredam reaksi antara singlet

oksigen dengan membran plasma sel dengan cara mendonorkan elektronnya sehingga mengubah

singlet oksigen menjadi senyawa yang relatif lebih aman. Persentase membran plasma utuh terhadap

setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Rata-rata persentase MPU spermatozoa kerbau lumpurdalam penambahan berbagai

konsentrasi -karoten dan glutation

Perlakuan Tahap pengolahan semen

Pengenceran Ekuilibrasi Pasca thawing

P0 86,3±8,94bc 83,7±8,37de 47,7±3,17c

P1 94,1±3,61c 88,3±0,76d 57,0±2,00c

P2 63,3±5,77a 46,7±11,5a 38,7±7,50b

P3 63,0±11,2a 59,3±8,62b 0,00±0,00a

P4 88,7±0,057bc 68,7±1,15bc 54,3±8,14c

P5 78,0±8,67b 72,0±1,7cd 51,0±1,00c

P6 85,7±3,05bc 78,0±5,56cde 50,3±5,50c

Keterangan: Huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

P0 = glutation/ -karoten 0 g; P1,P2,P3 = -karoten 0.00625 g, 0,0125 g, 0,025 g; P4,P5,P6 = glutation 0,05 g,

0,10 g, 0,15 g.

Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai dengan bagian kepala spermatozoa

yang menggembung dan bagian ekor spermatozoa yang melengkung ke atas setelah dipaparkan

dengan larutan hipoosmotik. Sperma yang berada dalam lingkungan hipotonik akan mengalami

penggembungan sesaat karena cairan dari lingkungan bergerak masuk ke dalam sel. Hal ini

diakibatkan karena konsentrasi kadar zat terlarut di dalam sel lebih tinggi dibandingkan di lingkungan

sekitar sel.

Page 31: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

25

Perlakuan pengenceran, diperoleh hasil bahwa -karoten 0,0125 g (P2) dan -karoten 0,025 g

(P3) berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Kedua perlakuan ini memiliki nilai persentase MPU

terendah diantara perlakuan yang lainnya, yaitu 63,3% dan 63,0 %. Diduga pada konsentrasi ini,

antioksidan -karoten tidak mampu bekerja dengan optimal dalam menangkal radikal bebas. Hipotesis

yang bisa dimunculkan yakni tingginya konsentrasi -karoten di dalam pengencer menyebabkan

meningginya tekanan osmotik pada sel spermatozoa.

Setelah semen diekulibrasi selama 4 jam, selanjutnya semen dievaluasi kembali. Secara

statistik (p<0,05) diperoleh hasil bahwa, -karoten 0,0125 g (P2) berbeda nyata terhadap semua

perlakuan. Nilai persentase yang diperoleh (46,7%) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol

(83,7%). Penambahan -karoten pada konsentrasi ini tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan

semen tanpa penambahan -karoten. Diduga penambahan -karoten pada konsentrasi ini tidak

berfungsi dalam menangkal radikal bebas, tetapi memberikan pengaruh buruk terhadap metabolisme

spermatozoa. Seperti laporan Gunawan et al. (2012), penambahan -karoten dalam jumlah yang

sedikit belum mampu mencehag reaksi peroksidasi lipida, sebaliknya penambahan -karoten dalam

jumlah yang berlebih dapat mengakibatkan tinggi tekanan osmotik di dalam bahan pengencer.

Selanjutnya semen dibekukan ke dalam dengan menggunakan nitrogen cair setelah di freezing

selama 15 menit. Kemudian setelah beberapa saat semen di thawing. Pada tahap ini terlihat bahwa

nilai persentase MPU semakin menurun akibat pengaruh suhu yang terlalu rendah (-196 ). Menurut

Amann (1999), terdapat dua tipe kerusakan pada sel akibat kejutan dingin, yakni secara langsung dan

tak langsung. Kerusakan langsung akan mempengaruhi struktur dan fungsi seluler, sedangkan

keursakan tidak langsung sulit untuk diamati dan baru terlihat setelah proses pencairan kembali

(thawing). Pengaruh utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa adalah penurun motilitas dan

daya hidup, perubahan permeabilitas dan perubahan komponen lipid pada membran. Berdasarkan

hasil pengamatan, diperoleh bahwa penambahan -karoten 0,0125 g (P2) dan 0,025 g (P3) berbeda

nyata terhadap semua perlakuan. Hasil terbaik dapat dilihat pada penambahan -karoten 0,00625 g

(P1), glutation 0,05 g (P4) dan glutation 0,10 g (P5).

Penambahan -karoten dengan konsentrasi 0,00625 g (P1) merupakan penambahan

antioksidan -karoten dengan konsentrasi terbaik. Hasil persentase MPU P1 (57,0%) lebih tinggi

dibandingkan dengan P0 (47,7%), P2 (38,7%) dan P3 (0,00%). Pengenceran sperma tanpa

penambahan -karoten diduga belum mampu mempertahankan kualitas MPU spermatzoa. Hal ini

disebabkan karena tidak adanya agen yang mampu mempertahankan keutuhan membran plasma

spermatozoa. Menurut Pryor et al. (2002), -karoten merupakan salah satu senyawa antioksidan yang

Page 32: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

26

baik dalam menangkal radikal bebas. -karoten memiliki kecenderungan tinggi untuk mengoksidasi,

lebih dari lemak makanan yang paling jenuh. Suryohudoyo (2000), menambahkan bahwa -karoten

bekerja dengan cara memutuskan rantai reaksi antara senyawa radikal dengan membran plasma

spermatozoa.

Gambar 4.2. Membran plasma (a) utuh dan (b) tidak utuh

Penambahan glutation dengan konsentrasi yang tepat juga menunjukkan nilai persentase MPU

yang baik. Penambahan glutation 0,05 g (P4) dan 0,10 g (P5) merupakan perlakuan glutation dengan

konsentrasi yang optimum. Nilai persentase yang diperoleh pada perlakuan P4 (54,3%) lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol (P0), glutation P5 (51,0%), dan glutation 0,15 g (P6). Hasil ini

didukung oleh penelitian Rizal (2005), penambahan glutation 0,05 % (58,22%), mampu

mempertahankan persentase nilai MPU domba garut dibandingkan dengan kontrol (48,44%). Ansari

(2011) menambahkan bahwa penambahan glutation dengan konsentrasi 0,5 mM (61,7%) ke dalam

bahan pengencer tris kuning telur menunjukkan persentase MPU kerbau lumpur pakistan yang lebih

tinggi dibandingkan kontrol (50,0) dan glutation 0,10 mM (61,7%). Triwulanningsih et al. (2003) juga

melaporkan bahwa penambahan glutation ke dalam bahan pengencer tris kuning telur dalam kadar

yang tepat mampu mempertahankan kualitas membran plasma utuh sapi FH. Konsentrasi glutation

yang paling optimal dalam mempertahankan membran plasma utuh sapi FH adalah 0,5 mM (69,75 %)

lebih tinggi dibandingkan kontrol (66,01%) dan 1,0 mM (68,38%). Total nilai persentase parameter

yang diamati lebih rendah dibandingkan dengan penelitian terhadap semen dari berbagai maca jenis

Page 33: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

27

hewan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik serta jenis hewan yang digunakan. Menurut

Hafez (1987), motilitas semen kerbau lumpurlebih rendah dibandingkan sapi. Raizada et. al (1988)

menambahkan bahwa rendahnya kualitas sperma kerbau lumpurpasca thawing disebabkan karena

semen kerbau lumpurlebih mudah rusak selama proses pembekuan berlangsung.

Glutation merupakan senyawa antioksidan yang sering digunakan untuk mempertahankan

kualitas spermatozoa hewan ternak dari serangan radikal bebas. Menurut Meister dan Anderson

(1983), glutation memiliki peran penting dalam menangkap dan mengumpulkan senyawa-senyawa

oksigen reaktif dan radikal bebas lainnya. Tingginya nilai persentase MPU spermatatozoa kerbau

lumpurpada bahan pengencer yang mengandung glutation dikarenan glutation melindungi membran

plasma spermatozoa dengan cara menghambat proses peroksidasi lipid (Sinha et al., 1996).

Uji Fertilitas Semen Beku

Uji fertilitas pada penelitian ini belum dapat dilaporkan karena sampai pembuatan laporan ini

masih pada tahap sinkronisasi kerbau betina dengan PGF2alpha. Jika kerbau betina memberi respon

positif maka akan segera di inseminasi dengan semen kerbau pada dosis glutation terbaik yaitu pada

perlakuan dengan konsentrasi -karoten adalah 0,00625 g dan konsentrasi terbaik pada perlakuan

glutation adalah 0,05 g.

Inseminasi dilakukan 18 – 24 jam setelah awal berahi. Hal ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa ovulasi pada kerbau terjadi 26 jam setelah awal berahi, fertilisasi terjadi 2 – 3

jam setelah ovulasi dan waktu minimum yang dibutuhkan spermatozoa fungsional di dalam tuba

fallopii sekitar 6 – 8 jam (Hunter 1985).

Diagnosis kebuntingan dilakukan dengan pengukuran kadar hormon progesteron serum setiap

induk 16 hari setelah inseminasi (Reichenbach et al. 1996). Pemeriksaan kebuntingan dilakukan

kembali 30 hari setelah inseminasi menggunakan ultrasonografi (USG).

Page 34: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

28

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Penambahan antioksidan -karoten dan glutation mampu meningkatkan kualitas

spermatozoa kerbau lumpur pasca thawing

2. Konsentrasi terbaik pada perlakuan -karoten adalah 0,00625 g dan konsentrasi terbaik

pada perlakuan glutation adalah 0,05 g

3. -karoten merupakan jenis antioksidan yang mampu mempertahankan kualitas semen

kerbau lumpur pasca thawing lebih baik dibandingkan dengan glutation.

Page 35: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

29

DAFTAR PUSTAKA

Afiati, F., Herdis, dan Said, S. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Amann, R. P. 1999. Cryopreservation of Semen. Encyclopedia of Reproduction. 1: 773-783.

Ansari, M. S., Rakha, B. A., Ullah, N., Andrabi, S. M. H., and Akhter, S. 2011. Glutathione Addition

of Cooled Buffalo (Bubalus bubalis) Bull Semen. Pakistan J. Zool. 43 (1): 49-55.

Bailey, J.L., Bilodeau, J.F., and Cormier, N. 2000. Semen Cryopreservation in Domestic Animals: a

damaging and capacotacing phenomena. J. Androl. 21: 895-902.

Baby Food Steps. G is For Glutathione.https://babyfoodsteps.wordpress.com/2012/11/12/g-is-for

glutathione/ Tanggal Akses 12 November 2012.

Battacharya, P. 1974. Reproduction of Buffalo. FAO, Roma.

Bhavsar, B. K., Dhami, A. J., and Kodagali, S. B. 1990. Abnormal Sperm Content in Mehsana

Buffalo Semen with Regard to Freezabilitu, Seasonality and Fertility. Indian Vet. J. 67: 233-

237.

BSN. 2011. Bibit Kerbau Bagian I: Lumpur. Manggala Wanabakti, Jakarta.

Cockrill, W.R. 1974. The husbandty and health of domestic buffalo. FAO, Roma.

Combs, J.R. 1992. The Vitamin: Fundamental aspects in nutrition and health. Academic Press Inc.

New York.

Dhami, A. J and Sahni, K. L. 1994. Role of different extenders and additives in improving certain

biolocal indicates of frozen bull and buffalo semen. Indian Vet. J. 71:670-677.

Febriani, G. D, Hamdan, dan Melia, J. 2014. Pengaruh Waktu Ekuilibrasi Terhadap Kualitas Semen

Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Setelah Thawing. Jurnal Medika Veterinaria. 1(8):1.

Ghosadara, P. U., Gajbhiye, A. R., Ahlawat and Murthy, K. S. 2016. Evaluation of Fresh Semen

Quality and Predicting the Number of Frozen Semen Doses in Jaffrabadi Buffalo Bull.

Buffalo Bulletin. 35 (1): 65-72

Goyal, R.L., Tuli, R.K., George, G.C., and Chand, D. 1996. Comparison of quality and freezability of

water buffalo semen after washing or sephadex filtration. Theriogenology. 46:679-686.

Gunawan, I., Laksmi, D. N., dan Trilaksana, D. I. 2012. Efektivitas Penambahan B-Karoten dan

Glutation pada Bahan Pengencer Terhadap Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa pada

Semen Beku Sapi. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3).: 385.

Hafez, E. S. E and Garner, D. L. 2000. Spermatozoa and seminal plasma. In: Reproduction in farm

animals. Ed-7. Edited by E. S. E. Hafez and B. Hafez. Lippincott Williams and Wilkins.

Philadelphia.

Halliwell, B. and Whiteman, M.. 2004. Measuring reactive species and oxidative damage in vivo and

Page 36: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

30

in cell culture: How should you do it and what do the results mean? Br. J. Pharmacol. 142:

231-255.

Hellyward, J. F., Rahim dan Arlinda. 2000. Pemeliharaan Ternak Kerbau Lumpur Ditinjau dari Aspek

Teknis Pemeliharaan di Sumatera Barat. Jurnal Peternakan. 6(01): 77-85.

Herdis. 1997. Karakteristik Reproduksi dan Sifat Semen Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis). Bulletin.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Jainudeen, H. R.., and Hafez, E. S. E. 1980. Gestation, Prenatal Physiology and Parturition. Lea and

Febiger, Philadelphia.

Kardivel, G., Satish, K., and Kumaresan, A. 2008. Lipid peroxidation, mitochondrial membrane

potential and DNA Integrity of Spermatozoa in Relation to Intracellular Reactive Oxygen

Species in Liquid and Frozen-Thawed Buffalo Semen. Anim. Reprod. Sci. (in press).

Kidd, P.M. 1997. Glutathione : Systemic Protectant Against Oxidative and Free Radical Damage.

Alternative Medicine Review. 2(3).

Krishna, M. K., and Rao, A. R. 1987. Acrosomal Morphology In Fresh and Freeze-Thawed Buffalo

Sperm. Indian Vet. J. 64: 248-249.

Lewis, S.E.M. dan Aitken, R. J. 2005. Sperm DNA damage, fertilization and pregnancy. Cell Tissue.

322: 33-41.

Matos, D.G de., dan Furnus, C.C. 2000. The importance of having high glutathione (GSH) level after

bovine in vitro maturation on embryo development. Effect of beta-mercaptoethanol, cystein

and cystine. Theriogenology. 53:761-771.

Maxwell, W.M.C. and Watson, P.F. 1996. Recent progress in the preservation of ram semen. Anim.

Reprod. Sci. 42:55-65.

Meister, A., and Anderson, M. E. 1983. Glutathione. Ann. Rev. Biochem. 42: 55-65.

Nainar, M. A., Easwaran, B. M. dan Ulagnatha, V. 1990. Studies on Non-motile Spermatozoa (static

semen) in Buffalo Bull Semen. Indian Vet. J. 67: 133-135.

Oshima, S.F., Ojima, H., Sakamoto, Y., Ishiguro and Terao, J. 1993. Inhibitory Effect of -Carotene

and Asthaxanthin on Phorosensitizied Oxidation of Phospolipid Bilayers. Nur. Sci Vitaminol.

39(3): 607-615.

Parris, M.K. 1998. Glutathione: Systemic protectant against oxidative and free radical damage.

Alternative Medicine Review. 2(3): 155.

Pintar Biologi. Beta Karoten: Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Rumus Kimianya.

http://www.pintarbiologi.com/2016/06/beta-karoten-pengertian-fungsi-manfaat-rumus-

kimia.html. Tanggal akses 6 Juni 2016.

Price, A., Lucas PW and Lea, P.J,. 1990. Age Dependent Damage and Glutathione Metabolism in

Ozone Fumigated Barley: a Leaf Section Approach. Journal of Experimental Botany. 41:

1309-1317.

Page 37: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

31

Pryor, W. A., Stahl, W. and Roch, C. L. 2000. Pengaruh Kombinasi kuning telur dan air kelapa

terhadapa daya tahan hidup dan abnormalitas spermatozoa domba Priangan pada

penyimpanan 5 . Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Bogor. 172-177.

Raizada, B. C., Satior, A., and Pandet, M. O. 1988. A Comparative Study of Freezing Buffalo Semen

in Two Dilutors. Procceding of II World Buffalo Congress. New Delhi.

Rizal, M. 2005. Efektivitas Berbagai Konsentrasi β-karoten Terhadap Kualitas Semen Beku Domba

Garut. Animal Production. 7 (1): 6-13.

Rizal, M., dan Herdis. 2010. Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku.

Wartazoa. 20 (3): 139-145.

Schweigert, F. J., and Zucker, H. 1988. Concentration of Vitamin A, -Carotene and Vitamin E in

Individual Bovine Follicles of Different Quality. J Reprod Fertil.82: 575-579.

Siahaan, E. A., Laksmi, D. N. D. I., dan Bebas, W. 2012. Efektivitas Penambahan Berbagai

Konsentrasi B-Karoten Terhadap Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Sapi Bali Post

Thawing. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (2): 239-251.

Sikka, Suresh C. 1996. Oxidative Stress and Role of Antioxidants In Normal and Abnormal Sperm

Function. Available from :www.bioscience.org. (Accessed 2010 Nov. 2).

Sinha, M.P., Sinha, A.K., Singh, B.K., and Prasad, R.L. 1996. The effect of glutathione on the

motility, enzyme leakage and fertility of goat semen. Anim Reprod Sci. 41: 237-243.

Siregar, P. 1992. Metabolit Oksigen Radikal Bebas dan Kerusakan Jaringan. Cermin Dunia

Kedokteran. 80: 112-115.

Soeatmaji, D.W. 1998. Peran Stress Oksidatif dalam Patogenesis Angiopati Mikro dan Makro .

Medica . 5(24): 318-325.

Stradaioli, G.T., Noro, L., Syilla, and Monaci., M. 2007. Decrease in glutathione (GSH) content in

bovine sperm after cryopreservation: Comparison between two extenders. Theriogenology.

67: 1249-1255.

Subianto, M. 2010. Populasi Kerbau Lumpur Semakin Menurun: Menuju Swasembada Daging 2014.

Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia, Jakarta.

Sunari, 2007. Beternak Kerbau. JP Books, Surabaya.

Supriatna, I., dan Pasaribu, F. H. 1992. In Vitro Fertilization, Transfer Embrio dan Pembekuan

Embrio. PAU IPB, Bogor.

Surachman, M., Herdis, Setiadi, M. A., dan Rizal, M. 2006. Kriopreservasi Spermatozoa Epididimis

Domba Menggunakan Pengencer Berbasis Lesitin. Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi, Jakarta.

Suryohudoyo, P. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. Suryohudoyo P dalam Kapita

Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. CV. Sagung Seto, Jakarta.

Page 38: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

32

Syarifuddin, A., Laksmi. D. N. D. I., dan Bebas. W. 2012. Efektivitas Penambahan Berbagai

Konsentrasi Glutation Terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Sapi Bali post

thawing. Indonesia Medicus Veterinus 1(2): 173-185.

Takahashi, M., Saka, N., Kanai, Y., and Okano, A. 1997. Depletion of Glutathione Causes DNA

Damage and Increase of Hydrogen Peroxide Levels in Bovine Embryos. Theriogenology.

47:321.

Terada, T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of cryopreservation on the viability of

goat spermatozoa. Theriogenology. 62:1160-1172.

Toelihere, M. R . 1993 . Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Toelihere, M. R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-1. Penerbit Angkasa, Bandung.

Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Triwulanningsih, E., Situmorang, P., Sugiarti, T., Sianturi, R. G., dan Kusumaningrum, D. A. 2003.

Pengaruh Penambahan Glutation pada Medium Pengencer Sperma terhadap Kualitas Semen

Cair (Chilled Semen). JIVT. 8 (2): 91-97.

Triwulanningsih, E., Situmorang, P., Sugiarti, T., Sianturi, R.G dan Kusumaningrum, D.A. 2003.

Pengaruh penambahan glutathione pada medium pengencer sperma terhadap kualitas semen

cair. Ilmu Ternak Veteriner. 8:91-97.

Vishwanath, R., and Shannon, P. 1997. Do sperm eggs age ? A Review of Physcological Changes in

Sperm During Storage at Ambient Temperature. Reprod. Fertil. Dev. 9: 321-332.

Wijaya, A. 1996. Radikal bebas dan parameter status antioksidan. Forum Diagnostikum No. 1. Lab.

Klinik Prodia.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.

Winarsi, H.D. Muchtadi, F.R. Zakaria, dan Purwantara, B. 2003. Status Antioksidan Wanita

Premenopause yang Diberi Minuman Suplemen Susumeno. Prosiding Seminar Nasional

PATPI, Vol. 1. Yogyakarta.

Zulbardi, M., Djajanegara, A., dan Rangkuti, M. 1982. Pengaruh Pelepasan terhadap Konsumsi Jerami

Padi pada Kerbau. Proceedings Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan.

Bogor. 1 :30 – 36.

Page 39: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

33

Lampiran 2. Dukungan sarana dan prasarana di Laboratorium jurusan Biologi, Unsyiah.

No Prasarana utama Ketersediaan

1 Ruang pemeliharaan hewan ada

2 Kandang pemeliharaan hewan ada

3 Vagina buatan Ada/disewa dari FKH Unsyiah

4 Meja peralatan ada

5 Wastafel ada

6 sentrifus ada

7 Elektrik ejakulator Ada/ disewa dar FKH Unsyiah

8 UV Transilluminator ada

9 Spektrofotometer ada

10 Tabung gas ada

11 Tabung nitrogen cair ada

12 Penangas air ada

13 Mikrowafe ada

14 Dll. ada

Page 40: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

34

Lampiran 3. Format Susunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan Pembagian Tugas

No Nama / NIDN

Instansi Asal

Bidang Ilmu Alokasi Waktu (jam/minggu)

Uraian Tugas

1. Dr. Kartini Eriani, M.Si

Biologi, FMIPA, UNSYIAH

Fisiologi Perkembangan

12 jam/minggu 1. Seleksi pejantan unggul

2. Evaluasi kualitas spermatozoa pasca koleksi

3. Uji in vitro

4. Pembekuan semen

5. Pelaporan

2. Dr. Rosnizar, M.Sc

Biologi, FMIPA, UNSYIAH

Bioteknologi 12 jam/minggu 1. Seleksi pejantan unggul

2. Uji kesehatan reproduksi resipien

3. Preparasi pembekuan

6. Uji in vivo

4. Pelaporan

3. Tenaga ahli (Dr. Bayu Rosadi, S.Pt., M.Si)

Peternakan, Universitas Jambi

Fisiologi Reproduksi

6 jam/minggu 1. Sinkronisasi kerbau

2. Inseminasi Buatan

3. Evaluasi kebuntingan

4. Nur Fajri Asisten Peneliti

5. Nisa Sari Asisten Peneliti

6. Meutia Ihdina

Asisten Peneliti

7. Rahmi Asisten Peneliti

Page 41: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

35

Lampiran 3. Biodata Peneliti

A. Biodata Ketua Peneliti

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. Kartini Eriani. M.Si

2 Jenis Kelamin P

3

2

Jabatan Fungsional Lektor

4 NIP 197004211999032001

5 NIDN 0021047001

6 Tempat dan Tanggal Lahir Banda Aceh, 21 April 1970

7 Alamat Rumah Jl. Purnawirawan No 11 Geuceu Komplek

8

9

9

Nomor HP 085277060751

9 Alamat Kantor Jl. Syeh Abdurrauf No 3 Darussalam

SSyiah Kuala Darussalam Banda Aceh 23111 10 Nomor Telepon/Fax -

11 Alamat e-mail [email protected]

12 Lulusan yg telah dihasilkan S1 = 19 orang, S2 =1 orang., S3 = ..........

13

Mata Kuliah yg diampu 1. Struktur Hewan

2. Perkembangan Hewan

3. Pengantar Bioteknologi

4. Reproduksi Hewan

5. Biologi Umum

6. Endokrinologi

7. Bioteknologi Hewan

8. Imunologi

9. Manipulasi Embrioi

10. Sitogenetika

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi Universitas

Syiah Kuala

Institut Pertanian

Bogor

Institut Pertanian

Bogor

Bidang Ilmu Biologi Biologi Biologi

Tahun Masuk- Lulus 1989-1994 1995-1998 2000 – 2005

Judul

Skripsi/Thesis/Disertasi

Pengamatan

Siklus Estrus

Melalui

Preparat Ulas

Vagina Mencit

(Mus musculus

albinus)

Pengaruh Penambahan

Asam Amino Dalam

Medium Kultur Bebas

Serum Terhadap

Perkembangan

Preimplantasi Embrio

Mencit In Vitro

Viabilitas Gamet

Setelah Preservasi

Ovarium dan

Epididimis Serta

Pemanfaatannya

Untuk Produksi

Embrio Kucing

Secara In Vitro

Nama

Pembimbing/Promotor

Dra. Sunarti,

MS

Drs. Abdul

Hadi mahmud,

Prof. Dr. drh. Yuhara

Sukra.

Dr. drh. Hasim, DEA.

Dr. drh. Ita Djuwita,

Prof. Dr. drh.

Yuhara Sukra.

Prof. Dr. drh. Arief

Boediono.

Page 42: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

36

MS M.Phil Dr. drh. Ita Djuwita,

M.Phil

Dr. Sony Heru

Sumarsono, M.Sc

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp)

1 2009 Pengaruh Asap Rokok terhadap Infertilitas

(Kualitas Spermatozoa, Defek Makroskopis

dan Mikroskopis Testis) pada Mencit Jantan

(Mus musculus albinus)

Risbin

Iptekdok

Litbangkes

125

2 2010 Pengaruh Asap Rokok Terhadap Infertilitas

Pada Mencit (Mus musculus)

IMHERE 5

3 2011 Potensi Akar Gingseng Jawa (Talinum

paniculatum Gaertn.) Untuk Meningkatkan

Kualitas dan Viabilitas Spermatozoa Mencit

(Mus musculus)

IMHERE 5

4 2011 Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Pinang

(Areca catechu L.) Terhadap Kualitas dan

Viabilitas Spermatozoa Mencit (Mus

musculus albinus).

IMHERE 5

5 2011 Potensi Getah jarak Cina (Jatropha multifida

L.) untuk Penyembuhan Luka baru Pada

Mencit (Mus musculus)

IMHERE 5

6 2011 Pengaruh Pemberian Pengaruh Pemberian

Ekstrak Etanol Akar Anting-Anting

(Acalypha indica L.) terhadap Libido dan

Kualitas Spermatozoa Mencit

Mandiri

7 2012 Hubungan Frekuensi Kopulasi dan

Ejakulasi Monyet Ekor Panjang

(Macaca fascicularis) Jantan dengan

Ketersediaan Pakan

Mandiri

8 2012 Pengaruh Ekstrak Etanol Tumbuhan Anting-

Anting (Acalypha indica L.) terhadap

Kebuntingan dan Fetus Mencit

Mandiri

9 2013 Kualitas dan Morfologi Abnormal

Spermatozoa Sapi Aceh pada Berbagai

Frekuensi Ejakulasi

Mandiri

10 2014 Uji Efek Imunostimulan Ekstrak Metanol

Daun Flamboyan (Delonix regia (Boj. Ex

Hook.) Raf) terhadap Peningkatan Sel-Sel

Imun Pada Mencit Strain Swiss-Webster

Mandiri

11 2014 Uji Efek Imunustimulan Ekstrak Buah Korma

(Phoenix dactylifera) Terhadap Peningkatan

Sel-Sel Imun Pada Mencit Jantan

Mandiri

Page 43: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

37

12 2015 Optimalisasi Potensi Kerbau dalam Usaha

Meningkatkan Ketahanan Pangan di Aceh

dengan metode Pembekuan Spermatozoa

Project 7in1 70

13 2015 Pengaruh Kejutan Suhu terhadap

Kelangsungan Hidup dan Keberhasilan

Triploidisasi pada Ikan Seurukan

Mandiri

14 2015 Analisis Genomik dan proteomik

Plasmodium berghe sebagai Model Kajian

terhadap Infeksi Malaria pada Manusia

DIKTI 65

15 2016 Optimalisasi Potensi Kerbau dalam Usaha

Meningkatkan Ketahanan Pangan di Aceh

dengan metode Pembekuan Spermatozoa

Project 7in1 130

16 2016 Analisis Genomik dan proteomik

Plasmodium berghe sebagai Model Kajian

terhadap Infeksi Malaria pada Manusia

DIKTI 65

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp)

1 2014 IbM Pemanfaatan Sampah Plastik di Perkampungan Tsunami Indonesia-Tiongkok, Desa Neuhen, Aceh Besar

Dikti 32

2 2015 Pemanfaatan Produk Ekstrak Daun Kedondong Pagar (Lannea coromandelica) untuk Meningkatkan Kesehatan dan Daya Tahan Tubuh Unggas

BOPTN 30

3 2015 Aplikasi Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Beku Aceh dalam Meningkatkan Perekonomian Peternak di Aceh besar

BOPTN 20

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Alam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/

Nomor/Tahun

1 Development of Domestic Cat

Embryo Produced by Preserved

sperm.

Hayati Journal of

Biosciences

ISSN 1978-3019

15/4/2008

2 Viabilas Spermatozoa yang Dikoleksi

dari Ejakulat, Duktus Deferens dan

Epididimis Kambing Kacang (Capra

capri) setelah Kriopreservasi

Natural

ISSN 1141-8513

9/1/2009

3 The effect of cigarettes smoke

exposured cause fertility of male mice

(Mus musculus).

Natural

ISSN 1141-8513

10/2/ 2010

Page 44: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

38

4 Pengaruh pemberian ekstrak etanol

akar anting-anting (Acalypha indica

L) terhadap kualitas spermatozoa

mencit.

Jurnal Kedokteran Yarsi

ISSN 0854-1159 18/1/2010

5 Potency of java gingseng (Talinum

paniculatum Gaertn.) root exttract on

quality and viability of mice sperm

Natural

ISSN 1141-8513

11/1/2011

6 The potential of jarak cina (Jatropha

multifida L.) secretion in healing new-

wounded mice.

Natural

ISSN 1141-8513

11/1/2011

7. Produksi embrio kucing secara in vitro

dari spermatozoa hasil preservasi

melalui fertilisasi mikro.

Jurnal Kedokteran

Hewan

ISSN 0854-1159

7/1/2013

8. Efek ekstrak etanol akar anting-anting

(Acalypha indica L) terhadap Libido

mencit

Jurnal Kedokteran Yarsi

ISSN 0854-1159

21/1/2013

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No

.

Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1

Seminar Nasional

XXI Perhimpunan

Biologi Indonesia

Perkembangan Preimplantasi

Embrio mencit dalam Kultur

Bebas Serum

5 Maret 2012,

Banda Aceh,

Indonesia

2 Aceh veterinary

International

Adaptation Process of Simeulue

Wild Buffalo to Spermatozoa

Freezing as Aplication of

Artificial Insemination

12-13 Oktober 2015,

Banda Aceh

Indonesia

3 Seminar Nasional

Biodiversitas

Fertilisasi dan Perkembangan

Embrio Mencit (Mus musculus)

Secara In Vitro Setelah Pemberian

Ekstrak Buah Merah (Pandanus

conoidenus Lam)

17 September 2016

Bogor

Indonesia

4 Seminar Nasional

Biologi ke 5

Effect of temperature shock on the

successful of triploidization of the

seurukan fish Osteochilus vittatus

29 Oktober 2016,

Semarang

Indonesia

5

The Anual 6th

International

Conference

A Study of Adaptation of

Simeuleu Wild Buffallo Behavior

for Semen Collection

4-6 Oktober 2016

Banda Aceh

Indonesia

Page 45: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

39

6

International

Conference on

Biodiversity

The induction of flamboyant

flowers Delonic regia extract on

differentiation og bone marrow

mwswnchymal stem cell

proliferation

4-6 November 2016

Surakarta

Indonesia

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah Halaman Penerbit

- - - - -

H. Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun

Terakhir

No. Judul/Tema/rekayasa sosial

lainnya yang telah diterapkan Tahun

Tempat

penerapan Respon masyarakat

- - - - -

J. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi, atau institusi lainnya)

No

. Jenis Penghargaan

Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian

dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

laporan akhir hibah PUPT 2017.

Darussalam, 14 Oktober 2016

Pengusul,

Page 46: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

40

BIODATA ANGGOTA PENELITII

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap dengan gelar Dr. Rosnizar, M.Sc

2. Jenis Kelamin Perempuan (P)

3. Jabatan Fungsional Asisten Ahli

4. NIP/NIK/Identitas lainnya 197103092005012001

5. NIDN 0009037102

6. Tempat dan Tanggal Lahir Langsa, 09 Maret 1971

7. E-mail [email protected]

8. Nomor Telepon/HP 082368351735

9. Alamat Kantor Jl. Tgk Syech Abdurrauf No. 3 Darussalam

Banda Aceh - 23111

10. Nomor Telepon/Faks

11. Lulusan yang telah dihasilkan S-1 = orang, S-2 = orang, S-3= orang

12.

Mata Kuliah yang diampu

1 Pengantar Bioteknologi

2 Immunobiologi

3 Bioteknologi Hewan

4 Parasitologi

5 Biologi Sel Molekul

B. RiwayatPendidikan

S-1 S-2 S-3

Dr. Kartini Eriani, M.Si

NIP. 19700421 1999032001

Page 47: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

41

Nama

Perguruan

Tinggi

Universitas Syiah

Kuala (Unsyiah)

Universiti Kebangsaan

Malaysia

Universiti Kebangsaan

Malaysia

Bidang Ilmu Mikrobiologi Zoologi Biokimia

Tahun Masuk –

Lulus

1990-1997 1998-2001 2005-2012

Judul Skripsi/

Thesis/

Disertasi

Pengaruh

pemberian

oksitetrasiklin

terhadap

pertumbuhan

khamir tembolok

ayam

Teknik pengesanan awal

spora Nosema bombycis

dan jangkitannya pada

Plutella xylostela (L.)

Keimunogenan dan

keimunan

perlindungan protein

rekombinan PbMSP-1

(rPbMSP-1) pada

mencit (Mus

musculus)

Pembimbing/

supervisor

Drh. Zakiah

Herawati.

Prof. Dr. Zainal Abidin

Abu Hasan

Prof. Madya Dr.

Hasidah Mohd Sidek;

Prof. Madya Dr.

Nazlina Ibrahim.

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 TahunTerakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jumlah (Rp.)

1 2013 Uji ekstrak etanol batang trembesi (Samanea

saman) terhadap aktifitas antimalaria pada

mencit terinfeksi Plasmodium berghei

Mandiri

-

2 2014 Efek imunostimulator ekstrak daun

Flamboyan (Delonix regia) terhadap

peningkatan sistem imun mencit (Mus

musculus) -

Mandiri

-

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber Jumlah (Rp.)

2014

Pemberdayaan ekonomi istri nelayan dan

remaja putri di desa Neuheun (Aceh Besar)

dengan pemanfaatan limbah tekstil (kain

perca) menjadi produk lenan rumah tangga

untuk dipasarkan

DIKTI

100.000.000

Page 48: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

42

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/ Tahun

1 Penilaian Bioassay Pada Potegen Nosema

Bombycis dan Fungsinya Sebagai Biopestida

Terhadap Larva Plutella Xylostella

(Diamondback,DBM)

Jurnal Rona

Lingkungan

Hidup

(Journal of

environment

).

Vol 6. No. 2

September 2013.

ISSN 1412 – 7709.

Penerbit Pemerintah

Aceh. Badan

Pengendalian

Dampak

Lingkungan.

2 Pengaruh Pemberaian Oksitetrasiklin Sebagai

Feed Additive Terhadap Pertumbuhan Khamir

Pada Tembolok ayam pedaging.

Jurnal Rona

Lingkungan

Hidup

(Journal of

environment

).

Vol 6. No. 2

September 2013.

ISSN 1412 – 7709.

Penerbit Pemerintah

Aceh. Badan

Pengendalian

Dampak

Lingkungan.

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) Dalam 5 TahunTerakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

- - -

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit

- - -

H. Perolehan HKI dalam 5-10 TahunTerakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

- - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial dalam 5 Tahun

Terakhir

No. Judul Tahun Tempat

Penerapan

Respon Masyarakat

- - - -

J. Penghargaan dalam 10 TahunTerakhir

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun

Page 49: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

43

Penghargaan

1 Pekan Kebudayaan Aceh Ke 6 Gubernur Aceh 2013

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian

dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

pengajuan hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi 7 in One.

Banda Aceh, 20 Oktober 2016

Anggota Peneliti,

Dr. Rosnizar, M.Sc

NIP. 197103092005012001

.

A Study of Adaptation of Simeuleu Wild Buffallo

Behavior for Semen Collection

Page 50: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

44

1Kartini Eriani, 2Dasrul, 1Rosnizar, 1Ria Ceriana , 1Irma Suryani

and 3Syahruddin Said

1 Department of Biology, Faculty of mathematics and science, Syiah Kuala University

2 Department of Reproduction, Faculty of Veterinary Medicine, Syiah Kuala University

3 Laboratory of Animal Cell Culture and Reproduction Biotechnology LIPI

*Corresponding Author: [email protected]

Abstract

Simeulue buffalo live along the coast of the Simeulue Island. Simeulue buffalo can be

used as semen donor so it is necessary to adapt from the wild to the site

maintenance. This study used two wild Simeulue buffaloes held in the Saree Central

Artificial Insemination (BIB). The study was conducted during five months from March

to July 2015. We used standard training methods in Saree BIB. The results showed

that Simeulue buffalo needs special handling to get optimal results

Key words : simeulue buffalo, artificial insemination, adaptation, sperm collection

Introduction

Buffaloes all over the world can be put in two types; river and swamp buffaloes. River buffalo is

kept for its milk, while swamp buffalo for its meat. Simeulue buffalo, one of buffaloes originated

from Indonesia, is swamp buffalo and has special characteristics. Buffalo population in the world

(Bahri and Talib, 2008; Cruz, 2009) especially in Indonesia (DITJENAK, 2010) tends to decline.

To increase buffalo population it can be done by increasing its productivity. Artificial insemination

technique is a solution to increase buffaloes’ productivity. Artificial insemination (AI) is a

technique that can be used to increase animal population and genetic quality (Foote, 2001).

Page 51: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

45

Simeulue buffalo is a local buffalo lives along the coast of Simeulue Island. Its specific trait is a

white line above its eyes, looking almost like eyewear, and white color around its neck. Picture 1

shows simeulue buffalo characteristics that distinguish it from other sort buffaloes from outside

Simeulue Island. This buffalo lives in the wild along the coast of Simeulue Island. It has a

superior genetic quality and has a good potential to meet the demand of buffalo meat in Aceh.

Therefore this prime buffalo is expected to be able to be bred and developed in other areas. The

breeding needs adaptation process with its new environment. After finding the right handling in

breeding this buffalo, artificial insemination can be applied.

Artificial insemination is necessary to increase the efficiency of this genetically superior buffalo.

The problem is that most all simeulue buffalo is bred in the wild that makes it very difficult to

treat it as semen donor. Therefore efforts should be made to tame and make it ready to fertilize

female counterparts.

Materials and Methods

Two male buffaloes were brought from Simeulue Island and they were kept for four months ,

starting from March until July 2015 in Saree Artificial Insemination Centre (BIB). After taming the

wild male buffaloes, the next step was preparing them as semen donor. The buffaloes were fed

with grass and concentrate, and once a week was given honey and eggs. Their sexual behavior

was observed once a month for five months while treated and used as semen donor. Data was

then analyzed descriptively.

Results and Discussion

The buffalo behavior being observed were its eating, adaptation to the new environment and

sexual behavior in order to prepare them as semen donor. The results of the observation were as

follow.

1. Eating behavior.

Eating begins with sniffing greeneries, snatching food, then lifting , chewing and swallowing

(Rasyid , 2008). The results of the observation of the eating behavior and the training of buffalo

stud can be seen in Table 1.

Table 1. Simeulue buffalo eating behaviors in new environment (Saree BIB)

Page 52: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

46

Buffalo March April May June

1 Not willing to

eat grass

Willing to eat a

little

Willing to eat grass Not willing to eat

concentrate

2 Not willing to

eat grass

Willing to eat a

little

Willing to eat grass

and concentrate

Willing to eat

grass and

concentrate

The buffalo 1 was not willing to eat concentrate at all (Table 1). Buffalo 1 and 2 showed the

same eating behavior in March and April. But in May buffalo 2 was already willing to eat

concentrate. It shows that Simeulue buffalo needs a long time to adapt to a new environment

that is different from its habitat. Their original environment is warm because it is situated in

coastal area while Saree is somewhat colder for it is situated in a mountain. The environments

are very different so that the buffaloes needed a more serious adapting. Cruz (2010) reported

that buffaloes take varying time to adapt to a different environment, depending on individual

and species’ capability. Although in general buffaloes eat a lot more than cows, and they eat all

kinds of leaves, but apparently wild buffaloes show different eating behavior. Their appetite

disappears due to environment change. After having a discussion with local people, it seems that

the changing of water from salt to sweet water has impact on buffaloes’ eating pattern and

immunity.

Figure 1. Glasses a specific character of Simeulue buffalo

2. Environment adaptation behavior and taming

Observation of adaptation behavior can be seen from outer morphology such as hair and body

posture. Wild behavior and taming adaptation were observed from approachability and the ability

to be herded. The result can be seen in Table 2.

Table 2. Environment adapting behavior and taming Simeulue buffalo

Page 53: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

47

Buffalo March April May June

1 Very wild and

aggressive .

Trying to rout

and made the

loud noise.

Could not be

put nose ring.

Hair loss and

looked a bit

skinnier. Still

wild and

aggressive.

Trying to rout

and made the

loud noise. Nose

ring could not

be mounted

Nose ring was

mounted but lost

because it was still

wild. Body hair

started to grow

back.

Body weight was

back to normal

and became a bit

tame. Still hard

to herd.

2 Very wild and

aggressive .

Trying to rout

and made the

loud noise.

Nose ring

could not be

mounted.

Hair loss and

looked a bit

skinnier. Still

wild and

aggressive.

Trying to rout

and made the

loud noise. Nose

ring could not

be mounted.

Nose ring was

mounted and could

be herded. Body

hair started to

grow back.

Body weight was

back to normal.

Became tame.

Approachable and

was able to be

herded.

Table 2 showed that adapting behavior of buffalo 1 and 2 in March and April was the same.

During the first two months both were still very wild, unapproachable, could not be herded nor

unable to mount a nose ring.

In the second month, there was hair loss. In the third month, they became tamer which could be

concluded from the fact that a nose ring was well mounted and they could be herded. In the

third month, hair started to grow back. It showed that buffaloes started to adapt to their new

environment in the third month. Buffalo 1 showed wilder and more aggressive behavior

compared to buffalo 2. It was still seen in the fourth month as it was still difficult to herd

although already approachable. Handiwirawan et al., (2008) reported that the way buffalo adapt

to a new environment is different from the cow because buffalo has only one tenth sweat glands

that of the cow, so that heat releasing by way of sweating did not help much. Besides, buffalo

has very few hair which gives less protection against the sun. It makes buffalo susceptible to

weather changes, whether warm or cold. A sudden weather change can cause pneumonia and

sudden death.

In May mud pools were made around Saree BIB so that the buffaloes started to adapt. In a mud

pool, their body temperature became colder. It is stated by Ramesh et al.,. (2002) that the body

Page 54: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

48

temperature of buffalo declines faster in a mud pool because its black skin may have a lot of

blood vessels that transport and release heat efficiently. Because of its susceptibility to weather

changes, buffalo likes to soak in pools or other still water. In June the buffaloes were tame and

stable so that efforts to prepare them as semen donor could be done.

3. Efforts taken to prepare male buffalo as semen donor

Based on observation on sexual behavior of male buffaloes, it shows that it takes special

handling for the buffaloes to copulate and produce semen (Table 3). In this study, male

buffaloes were not yet able to get on female buffaloes. Although it seems that the male buffaloes

could adapt to the new environment, they were not able to adapt to get on female buffaloes

(thus copulate). After being coached several times, they started to show very faint signs of

arousal. They finally did get on female buffalo, but there was no copulation. And thus there was

no semen production which is the raw material for artificial insemination process. For artificial

insemination semen collection shoud not relay on the presence of female.

Besides coaching to get on female buffalo, the male ones must be given better food to increase

their libido. That goes also for the female. Before the male was brought to get on the female, the

female must be synchronized with PGF2 (Foote, 2002). A different thing happens to Aceh cow at

Saree BIB, the male gets straight on the female when brought closer. They even get on another

male cow. The libido of the buffaloes was still low, due to food and probably also to another

factor; adaptation to a totally different environment, from Simeulue to Saree. Agrawal (2003)

reports that buffalo reproductive system is quite specific; if they move to a different area, there

will be disruption to the reproductive system. In this research, there was a change of

environment and living pattern, from the wild to a farm designed to collect semen. Dwiyanto and

Handiwirawan (2010) also report that libido of male buffalo declines in the summer and increases

in colder seasons. The productivity of buffalo is lower than cow due to its biological

characteristics which are the genitalia matures slower than cow.

Page 55: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

49

Figure 2. Collecting semen from Simeulue bufallo

Table 3. Sex behavior of male buffalo after adapted to get on female buffalo

Anima

l

Observation of sex behavior per week

Buffalo June July

Week 1 Week 2 Week 3 Week 4 Week 1 Week 2 week 3 Week 4

Page 56: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

50

1 Refused

to

approac

h

Refused

to

approac

h

Approache

d female

but not

getting on

it

Approache

d female

but not

getting on

it

Approache

d female

but not

getting on

it

Started

showing

signs of

arousal

female

(preputiu

m was

released)

Got on

female

but failed

to

copulate

Got on

female

but

failed to

copulat

e

2 Refused

to

approac

h

Refused

to

approac

h

Approache

d female

but not

getting on

it

Approache

d female

but not

getting on

it

Approache

d female

but not

getting on

it

No signs

of arousal

female but

started

sniffing at

female

There

were

signs of

arousal,

preputiu

m was

seen

Got on

female

but

failed to

copulat

e

Mud pool is also a factor that determines buffalo health and reproduction. According to Saladin

(1984), practical management in keeping buffalo as cattle should include a pool, cold water pool

or shades. Buffalo has thicker skin compared to cow and fewer sweat glands, which makes it

necessary to protect from heat. It needs longer time to adapt and better feeding including the

supplement to increase the libido and also semen quality. Handiwirawan et al., (2008) also

report that less supportive environment like the excessive sun can obstruct buffalo reproduction

and growth. That is why the confinement must resemble its natural habitat. The efforts to collect

Simeulue buffalo semen can be seen in picture 2. From this study, it can be recommended that

to make Simeulue buffalo as stud semen donor, weather, season and supportive environment

should be taken into account. Buffalo sexual behavior is nearly the same as that of the cow, but

less intense. Libido is hampered on hot day time, declines during the dry season and gets better

in the colder season. Therefore semen collecting for artificial insemination should take those

factors into consideration.

Conclusions

1. Siumeuleu buffalo can be trained as genetic resource to increase the population and genetic quality but takes longer time and requires the same environment as in Simeulue Island

2. it is recommended that to make Simeulue buffalo as stud semen donor, weather, season and supportive environment should be taken into account

Acknowledgements

Authors wish to thank The Research Institute of Syah Kuala and 7 In 1 IDB who have funded

this study at scheme Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (University Supreme Study) (PUPT)

with contract number 137/UN11.2/PP/SP3/2016 and everyone who has contributed to this study.

References

Page 57: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

51

Agrawal, KP. 2003. Augmentation of Reproduction in Buffaloes. Proceeding of 4 th Asian Buffalo

Congress, New Delhi. India. 121.

Bahri, S dan C. Talib. 2008. Strategi Pengembangan Pembibitan Ternak Kerbau. Pros. Seminar

dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau di Jambi, 22-23 Juni 2007. Dinas

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batanghari, Dinas Peternakan Provinsi Jambi,

Direktorat Jenderal Peternakan dan Puslibang Peternakan. Bogor. Hlm. 1-11.

Cruz, LC. 2010. Transforming Swamp Buffaloes to Producers of Milk and Meat through

Crossbreeding and Backcrossing. Wartazoa Vol. 19: No:3. Hlm. 103-116.

DITJENAK. 2010. Statistik Peternakan Tahun 2009. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.

Dwiyanto, K dan E. Hardiman. 2010. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau : Aspek Penjaringan

dan Distribusi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program

Kecukupan Daging Sapi. Bogor. Hlm. 3-12.

Foote, RH. 2002. The History of Artificial Insemination: Selected notes and notables. American

Society of Animal Science. 1-10.

Hardiman, E. Suryana dan C. Talib. 2008. Karakteristik Tingkah Laku Kerbau untuk Manajemen

Produksi yang Optimal. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau.

Bogor. Hlm. 97-104.

Ramesh, V. TT Vana and A. Varadhrajan. 2002. Improvement of Reproductive Performance of

Buffaloes. Pashudhan. 17 (01): 1-4.

Rasyid, IN. 2008. Tingkah Laku Ternak. Bahan Ajar Fakultas Peternakan Universitas Jenderal

Sudirman, Purwokerto.

Robinson DW. 1977. Pengamatan Pendahuluan Atas Daya Hasil dari Kerbau Kerja di Indonesia.

Puslitbang Peternakan (Australia – Indonesia) No. 2 Ciawi Bogor.

Saladin, R. 1984. Beternak Kerbau. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Thomas CS. 2008. Efficient Dairy Buffalo Pproduction. DeLaval International. Sweden

CRYOPRESERVATION OF ACEHNESE SWAMP BUFFALO (Bubalus bubalis) SEMEN

WITH COMBINATION OF GLYCEROL AND LACTOSE

Page 58: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

52

KARTINI ERIANI1, NISA SARI1, MEUTIA IHDINA1, ROSNIZAR1, DASRUL2, SUHARTONO SUHARTONO1,

SYAHRUDDIN SAID3, MUHAMMAD RIZAL4

1Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala,Jl.Syeh

Abdur Rauf No. 3, Banda Aceh, 2311, Indonesia [email protected]

2Laboratorium Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala,Jl. Tgk. Hasan Krueng

Kalee No. 4 Darussalam, Banda Aceh. 23111, Indonesia

3Research Center for Biotechnology, Indonesia Institute of Sciences (LIPI), Jl. Raya Bogor Km. 46,

Cibinong 16911, Indonesia

4Departement of Animal science, Faculty of Agriculture Lambung Mangkurat University, Jl. Jendral

Ahmad Yani Km 36 Banjar Baru 70714 Indonesia

Abstract.The objective of thestudy was to determine the influence of lactose and glycerol

cryoprotectants on spermatozoa of swamp buffalo (Bubalus bubalis) after thawing. A completely

factorial randomized design with 9 treatments and 5 replications was applied in this study. Fresh

sperms of the swamp buffalo(B. bubalis) were diluted by using a combination diluent lactose

cryoprotectants 0 mM (L0), 60 mM (L60), 120 mM (L120) and glycerol 3% (G3), 5% (G5), 7% (G7)

with the equilibration of 4 hours. The results showed that the combination of cryoprotectants

L120G7showed significant difference (P < 0.05) on the quality of spermatozoa of the swamp

buffalo (B. bubalis) after thawing. The percentage of treatment sperm motility L120G7 (42,60 ±

1,14); treatment live sperm L120G7 (55,00 ± 0,71); treatment TAU L120 G7 (52,00 ± 0,71); and

treatment MPU L120G7 (53,20 ± 1,48). The combination of lactose cryoprotectants 120 mM (L120) and

glycerol 7% (G7) was the most optimum combination to maintain the quality of spermatozoa of

swamp buffalo.

Key words: cryopreservation, glycerol, lactose, swamp buffalo semen, thawing

Page 59: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

53

Page 60: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

2

INTRODUCTION

Swamp buffalo’s spermatozoa are vulnerably defected during cryopreservation

process (Herdis et al. 1999). The defect during cryopreservation process is mainly due to

cold shock applied to the frozen cells. To overcome the problem, cryoprotectants can be

added to spermatozoa diluentsto hinder defect of cell membrane mechanically as

temperature drops (Tambing et al. 2000).

The diluents must be able to protect spermatozoa during cooling, freezingand

thawing process. The defect during freezing until thawing will affect spermatozoa

especially the cellular membrane (plasma and mitochondria) and nucleus. Additionally,

the defect of cellular membrane will give a negative impact on metabolism process.

Therefore, a change in spermatozoa integrity will influence life sustainability and fertility

of spermatozoa.

Cryopreservationis a non-physiological method using adaptation of cells being

cryopreserved. Several studies on freezing buffalo spermatozoa have been performed to

find the optimum level of glycerol as cryoprotectants. Since the result was not satisfying,

more studies are being developed to reach better outcomes.

There are two kinds of cryoprotectants; intra and extracellular cryoprotectants.

Intracellular cryoprotectants, such as glycerols,are commonly used in spermatozoa

cryopreservation. Glycerols can penetrate spermatozoa cell and bind water to prevent the

forming of ice crystals in the diluents during freezing process (Azizah and Arifiantini 2009).

Andrabi (2009) studied the influence of varying glycerol concentration (2%, 3%, 4%, 5%,

6%, 7%, 8%, 10% or 12%) on the quality of spermatozoa after thawing. The result showed

that frozen spermatozoa with 7% glycerol addition were better than other concentration

based on spermatozoa motility, sustainability and the integrity of plasma membrane.

Page 61: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

3

Adding glycerol step by step is suitable for buffalo spermatozoa motility. Adding bigger

amount of glycerol at once, however, can be toxic to spermatozoa. Therefore, for a higher

level of glycerol, mixing with semen is carried out gradually for more than one hour. El-

Harary et al. (2011) studied on how to improve glycerol ability as cryoprotectants in

diluents.

In addition to glycerol as intracellular cryoprotectants, there are other forms of

sugar, such as lactose,that can be used as extracellular cryoprotectants (Rizal and Herdis,

2005). Lactose as extracellular cryoprotectant can replace water molecules normally

(Viswanath and Shannon, 2000). These qualities stabilize plasma membrane of

spermatozoa cell during transition,through critical temperature zone, and mechanical

change of diluents through enhancement of viscosity (Labetubun and Piter, 2011. The

combination of intra and extracellular cryoprotectants is expected to generate an

optimum protection to spermatozoa during semen processing, especially during freezing

and thawing.The objective of the study was to determine the optimum combination of

glycerol and lactose as cryoprotectants of Acehnese swamp buffalo (Bubalus bubalis)

semen.

MATERIALS AND METHODS

Procedures

Buffalo adaptation and buffalo semen collecting

The buffaloes used as object of this study were trained and well-adapted to semen

collecting condition. The buffaloes were trained by experts to be able to get on female

buffalo and copulate in an unusual environment. Semen was collected from a 3.5year old

male buffalo. Semen was collected using artificial vagina with the assistance of a 3.5

yearold female buffalo. The collecting of semen was done in the morning at 08.00 am.

Page 62: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

4

Evaluation of buffalo fresh semen

Semen was then evaluated macro- and microscopically. Macroscopic evaluation

included observation of spermatozoa color, pH, volume, smell and consistency, while

microscopic observation included mass movement, motility percentage, living

spermatozoa percentage, its concentration and abnormality.

Diluting and adding cryoprotectant

Basic diluents were added with each combination lactose[L0(0 mM), L60

(60mM), L120 (120mM)] andglycerol[G3 (3%), G5 (5%), G7 (7%)] resulted in

combinationL0G3, L0G5, L0G7, L60G3, L60G5, L60G7, L120G3, L120G5 dan L120G7. The

diluents were then placed in a tube and stored in an ice thermos and were taken to

spermatozoa collection site. The diluents were added with fresh semen that met

the standard (motility70%, concentration 2000 million cells per ml, massa

movement(++) or (+++)and abnormality<15%).

Semen equilibration, prefreezing and cryopreservation

Equilibration process started as semen was diluted into diluents which was kept in

an ice vacuum flask. The diluted semen was packed into a mini straw (0.25 ml) with a

concentration of 60 million motile spermatozoa and then equilibrated in a refrigerator at

temperature of around 5oC for 4 hours. Prefreezing was performed by putting straw on a

straw shelve in a styrofoam containing liquid nitrogen in a position 2 cm above the liquid

nitrogen. Styrofoam was then closed and let stand for 15 minutes before it was stored

into a liquid nitrogen container (temperature -196°).

Thawing and frozen spermatozoa evaluation

Page 63: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

5

Thawing was carried out by putting a straw into a basin containing warm water at

body temperature of37°C for 30 seconds. Spermatozoa were then transferred from straw

onto object glass for evaluation using microscope.

Study Parameter

The parametersof this study were motility, percentage of living

spermatozoa,percentage of intact acrosome cap (TAU), percentage of intact plasma

membrane (MPU)during pre-equilibration, post equilibration and after thawing.

Spermatozoa motility was determined by placing a drop of diluted spermatozoa on an

object glass and covered by a thin glass cover. The progressive motility was observed

subjectively using400x objective magnifications of light microscope in eight different

fields. The number given was between 0% until 100% with a scale of 5% (Toelihere 1993).

Living

Spermatozoawere determined using eosin coloring method (Toelihere 1993).One

drop of spermatozoa was added with eosin, mixed until homogenous and thinly spread on

the object glass. Living spermatozoa were recognized from their white head, while dead

spermatozoa were marked by red heads. At least 200 spermatozoa were observed under

light microscope with 400x magnifications.

Intact acrosome cap (TAU) was evaluated using the method developed by Saacke

and White (1972). A 25 μl semen was added into 100 μl NaCl physiological solution

containing 1% formalin, slowly mixed until homogenous and let stand for 5 minutes.

Semen was thinly spread on object glass and observed using light microscope with 400x

magnification to more than 200 spermatozoa. Spermatozoa with intact acrosome cap

Page 64: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

6

were marked by pitch-black heads, while damaged spermatozoa did not appear pitch-

black.

Intact plasma membrane (MPU) was evaluated using Osmotic Resistance Test

(ORT) method (Revell and Mrode 1994). A total of 25 μl of semen was added into 200 μl

hypo osmotic solution and incubated at a temperature of 37°C for 60 minutes. Semen was

thinly spread on object glass and observed using light microscope with 400x magnification

to more than 200 spermatozoa. Spermatozoa with intact plasma membrane was marked

by curved or swollen tail, while the damaged ones were recognized from straight tail.

Data analysis

Treatmentswere repeated five times. Data were analyzed using ANOVA. Difference

between treatment was tested using Tukey (Hanafiah, 1997; Walpole, 1992).

RESULTS AND DISCUSSION

Fresh semen quality

The acquired semenmust meet the standard for further processing from diluting until

freezing. The analysis result of buffalo fresh semen quality showed that it was fit to

criteria requested(Table 1).

Tablel1. Average result of buffalo fresh semen evaluation

Parameter Result

Page 65: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

7

Volume (ml) 1,16 ± 0,21

Color Milk white

Consistency Medium

Concentration (106/ ml) 1267 ± 26,60

Mass movement (++)

Motility (%) 81.8 ± 2,49

Living spermatozoa(%) 82,2 ± 5,18

Abnormality 10.2 ± 1,92

The acquired fresh semen had good quality and could be used for

cryopreservation. The evaluation of average sperm quality was mass movement (++),

motility 81.8%, living percentage 82.2%, sperm concentration 1267 × 106 /ml. This result

showed that the spermswere fit for cryopreservation. It is in consistence with Vale (2010)

who stated that it necessary for semen to have movement more than 50% and motility

more than 70% in order to be able to be frozen

Page 66: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

8

Semen quality after cryopreservation process

Cryopreservation process can cause damage to spermatozoa due to cold shock,

therefore several parameters must be evaluated after cryopreservation process to determine

the quality of spermatozoa.

Percentage of Spermatozoa Motility

Percentage of sperm motility with different treatments showed different results after

diluents were added. The result of observation on sperm motility can be seen in Table 2.

Table 2. Percentage of spermatozoa motility

Phase Lactose (L)

Treatment

Glycerol (G) Treatment Average L

G3 G5 G7

Pre

equilibration

L0 51,60 ±1,52 51,00 ± 1,00 51,60 ± 0,55 51,40 ± 1,02a

L60 46,40 ± 0,89 53,20 ± 1,30 53,60 ± 0,55 51,06 ± 0,92a

L120 54,00 ± 1,00 54,40 ± 0,89 60,60 ± 2,07 56,33 ± 1,53b

Average G 50,66 ± 1,14a 52,87 ± 1,06b 55,27 ± 1,06c

Post

equilibration

L0 42,20 ± 0,84 43,60 ± 2,51 47,40 ± 0,55 44,40 ± 1,29a

L60 46,40 ± 0,89 47,40 ± 0,55 45,00 ± 0,71 46,27 ± 0,72b

L120 45,00 ± 0,71 48,40 ± 0,55 50,80 ± 1,64 48,07 ± 0,95c

Average G 44,53 ± 0,81a 46,47 ± 1,20b 47,73 ± 0,97c

Post thawing

L0 32,40 ± 1,82 32,60 ± 1,67 39,80 ± 0,45 34,93 ± 1,31a

L60 34,40 ± 0,89 37,60 ± 0,55 37,60 ± 0,55 36,53 ± 0,66b

L120 37,60 ± 0,55 41,40 ± 1,34 42,60 ± 1,14 40,53 ± 1,01c

Average G 34,80 ± 1,09a 37,20 ± 1,19b 40,00 ± 0,71c

Page 67: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

9

Note: Superscript with different letters in the same lines and column showed significant difference

(P<0,05)

Based on the data analysis, the highest motility percentage was by the

combination L120G7 (Tabel 2). A 7%glycerol assumed to have penetrate cell membrane as

intracellular cryoprotectant and thus protect spermatozoa. According to Gazali and

Tambing (2002), as intracellular cryoprotectant, glycerol can penetrate spermatozoa by

diffusion and therefore binds intracellular water and replace some free water and releases

intracellular electrolytes. According to Kwon et al. (2002), glycerol also prevents water

from freezing and reduces the forming of ice crystals which can damage spermatozoa cell

organelle and thus maintain the quality of spermatozoa. Cell damage can occur from

dehydration, increase in electrolyte concentration and the forming of intracellular ice

which influence wall permeability leading to the reduction of spermatozoa motility.

Percentage of Living Spermatozoa

Percentage of living spermatozoa with different treatments showed different results

after diluents were added. The results of observation on Acehnese swamp buffalo

spermatozoa in every treatment can be seen in Table 3.

Table 3. Percentage of living spermatozoa

Phase Lactose (L)

Treatment

Glycerol (G) Treatment Average L

G3 G5 G7

Preequilibration L0 72,00 ± 1,87 74,20 ± 0,84 76,60 ± 0,55 74,27 ± 1,09a

L60 76,40 ± 0,89 77,40 ± 0,89 78,20 ± 0,45 77,33 ± 0,73b

Page 68: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

10

Note: Superscript with different letters in the same lines and column showed significant difference

(P<0,05)

Based on data analysis on living percentage (Table 3) the combination L120G7

showed the highest living percentage among other combinations of lactose and glycerol.

Glycerol with concentration of 3% (G3) and 5% (G5) did not show enough protection for

buffalo spermatozoa, especially against damage due to freezing. It was different from 7%

glycerol which could prevent spermatozoa from damage that leads to death. Glycerol

prevents spermatozoa from death due to damaged organelles that play a role in cell

energy metabolism and cell energy. Lactose as disaccharide acts not only as

cryoprotectant and maintains diluents osmotic pressure and keeps plasma membrane

intact, but also supplies energy substrate for spermatozoa during storing process. If

energy cannot be metabolized, it might lead to the death for spermatozoa. Therefore,

L120 80,40 ± 0,55 83,20 ± 0,84 84,80 ± 1,30 82,80 ± 0,89c

Average G 76,27 ± 1,10a 78,27 ± 0,86b 79,87 ± 0,77c

Postequilibration

L0 49,40 ± 1,14 52,80 ± 2,78 72,40 ± 0,55 58,20 ± 1,67a

L60 51,00 ± 0,71 53,60 ± 0,55 74,40 ± 0,55 59,66 ± 0,60b

L120 54,60 ± 0,55 64,00 ± 0,71 74,80 ± 2,28 64,47 ± 1,18c

Average G 51,67 ± 0,79a 56,80 ± 1,35b 73,86 ± 1,13c

Post thawing

L0 34,60 ± 1,14 34,60 ± 1,82 42,00 ± 0,71 37,07 ± 1,01a

L60 38,60 ± 0,55 42,60 ± 0,55 52,40 ± 0,55 44,53 ± 0,55b

L120 44,40 ± 0,55 48,00 ± 0,71 55,00 ± 0,71 49,13 ± 0,66c

Average G 39,00 ± 0,75a 41,73 ± 0,81b 49,8 ± 0,66c

Page 69: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

11

there must be optimum energy in diluents to be used by spermatozoa to stay viable and

move actively (Yildizet, 2000; Salamon and Maxwell, 2000).

a

b

Figure 1. Spermatozoa colored with eosin; a) living spermatozoab) dead spermatozoa

Percentage ofSpermatozoa Intact Acrosome Cap (TAU)

Percentage of spermatozoa TAU with different treatments showed different results

after thawing. The results of the observation on Acehnese swamp buffalo TAU with

different treatments can be seen in Table 4.

Table 4. Percentage spermatozoa CAI

Phase Lactose (L)

Treatment

Glycerol Treatment (G) Average L

G3 G5 G7

Pre

equilubration

L0 71,40 ± 0,89 73,80 ± 1,64 75,60 ± 0,55 73,60 ± 1,03a

L60 74,40 ± 0,89 75,00 ± 0,71 81,20 ± 0,84 76,87 ± 0,81a

L120 77,60 ± 0,55 86,00 ± 1,00 86,80 ± 1,30 83,47 ± 0,95b

Avergae G 74,47 ± 0,78a 78,27 ± 1,12b 81,20 ± 0,89c

Page 70: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

12

Post

equilibration

L0 49,00 ± 1,41 51,60 ± 1,82 53,20± 0,84 51,33 ± 1,36a

L60 51,00 ± 0,71 59,60 ± 0,55 61,40± 0,55 57,30 ± 0,60b

L120 63,80 ± 0,84a 65,00 ± 0,71b 76,20 ±1,48c 68,33 ± 1,01c

Average G 54,60± 0,98a 58,73 ± 1,02b 63,60 ± 0,96c

Post thawing

L0 40,60 ± 0,89 42,40 ± 1,95 45,40 ± 0,55 42,80 ± 1,13a

L60 43,60 ± 0,55 44,60 ± 0,55 46,00 ± 0,71 44,73 ± 0,60b

L120 45,40 ± 0,55 48,60 ± 0,89 52,00 ± 0,71 48,67 ± 0,72c

Average G 43,20 ± 0,67a 45,20 ± 1,13b 47,80 ± 0,66c

Note: Superscript with different letters in the same lines and column showed significant

difference (P<0,05)

Damaged acrosome cap was marked by a pitch-black head after being exposed to

NaCl fisiologic-1% formaldehide (formalsaline). According to Rizal (2005), formalin fixates

the enzymes of acrosome vesicle at the tip of spermatozoa’s head. Based on this study,

the combination of L120G7 showed better protection for spermatozoa after thawing. From

the data analysis a 7% glycerol (Tabel 4) succeeded in protecting acrosome cap from

damage due to freezing which is one of spermatozoa death causes. It is in accordance

withAbbas and Andrabi (2002) who studied the effect of several glycerol concentrations

(2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10 % dan 12 %) with the result that the best percentage

of living sperm is at the addition of 7% glycerol. According to Krishna and Rao (1987)

acrosome can swell, disrupted, wrinkleand be torn after sperm was frozen. That is why

cryoprotectant with the right concentration is required to protect spermatozoa during

cryoprocessing

Lactose was assumed to be able to protect the sperm as it is areducing

compoundthat will neutralize hydrogen peroxide which is known for its ability to damage

Page 71: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

13

double bond of unsaturated fat acid from spermatozoa plasma membrane fosfolipid

bilayer. As a result, spermatozoa plasma membrane stays stable and intact, and at the

same time protects acrosome cap from damage during cryopreservation process.

(Tambing et al., 2003).

Percentage of Spermatozoa Intact Plasma Membrane (MPU)

Percentage of spermatozoa MPU with different treatments showed different results

after thawing. The results of observation on Acehnese swamp buffalo spermatozoa MPU

can be seen in Table 5.

Table 5.Percentage spermatozoa IPM

Phase

Lactose

(L)

Treatment

Glycerol (G) Treatment

Average L G3 G5 G7

Pre

equilibration

L0 68,40 ± 0,89 70,20 ± 1,48 73,40 ± 0,55 70,67 ± 0,97a

L60 71,40 ± 0,89 71,40 ± 0,55 73,60 ± 0,55 72,13 ± 0,67b

L120 74,60 ± 0,55 80,80 ± 0,87 83,80 ± 0,84 79,73 ± 0,74c

Average G 71,47± 0,77a 74,13± ,77b 76,93 ± 0,65c

Post

equilibration

L0 45,80 ± 0,84 51,40 ± 1,14 54,60 ± 0,55 50,60 ± 0,84a

L60 53,60 ± 0,55 54,40 ± 0,55 61,00 ± 1,00 56,33 ± 0,70b

L120 56,20 ± 0,45 60,80 ± 0,85 74,60 ± 2,07 63,87 ± 1,13c

Average G 51,87 ± 0,61a 55,53±0,84b 62,20 ± 1,22c

Post thawing L0 40,80 ± 0,45 40,60 ± 0,55 42,80 ± 0,45 41,40 ± 0,48a

Page 72: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

14

L60 41,00 ± 1,23 42,80 ± 1,64 44,40 ± 0,55 42,77 ± 1,13b

L120 42,60 ± 1,14 49,40 ± 1,14 53,20 ± 1,48 48,4 ± 1,25a

Average G 41,47 ± 0,94a 44,27 ± 0,95b 46,80 ± 0,83c

Note: Superscript with different letters in the same lines and column showed significant difference

(P<0,05)

b

a

Figure 2. Spermatozoa with a) intact plasma membrane b) not intact plasma membrane

Intact plasma membrane in spermatozoa is marked by its curved or swollen tail

after being incubated in hypo osmotic solution. According to Rizal (2005), it is related to

the intact cell membrane. Water entering the cell will be halted for a while, so that

spermatozoa swollen or curved. Based on this study, the addition of 120 mM lactose (L120)

combined with 7% glycerol (G7) showed a relatively high MPU of buffalo spermatozoa

after thawing

Page 73: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

15

(Table 5) compared to the other cryoprotectants combinations. The difference is caused

by the characteristics of spermatozoa semi permeable cell membrane and therefore

glycerol must be in the right concentration. It is presumed that glycerol of 3% and 5% did

not work well and thus cannot protect buffalo spermatozoa plasma membrane. Water

leaves cell because plasma membrane is damaged. According to Rizal (2005), non intact

plasma membrane will cause water release and no mechanical increase so that tail stays

straight when exposed to hypo osmotic solution.

In this case, sugar (lactose) functions as extracellular cryoprotectant that protects

spermatozoa cells from damage due to the forming of ice crystals. According to Salamon

and Maxwell (2000) frozen sugar takes form like glass but not sharp so that it does not

mechanically damage spermatozoa cells.

The result of this study showed that lactose concentration of 0 mM dan 60 mM

was not sufficient to protect spermatozoa plasma membrane from damage during

preservation process in low temperature. The addition of 120 mM lactose (L120) influenced

spermatozoa motility.the concentration met the requirements of spermatozoa to maintain

their quality. According to Singh et al. (1995) the addition of 180 mM lactose in Tris

diluents can improve the quality of goat frozen semen.

Lactose as extracellular cryoprotectant compound has the qualities to replace

water molecules normally (Viswanath and Shannon, 2000). The qualities stabilize

spermatozoa cell plasma membrane during transition period through critical zone, and

change diluents mechanical quality through enhancement in viscosity (Labetubun and

Siwa, 2011). The decrease in living spermatozoa percentage presumably happens due to

drastic change in temperature during freezing and thawing process. Darnel et al. (1990)

stated that when there is unusual extracellular temperature change, then damaged

permeability of fosfolipid hidrofiliccan disturb membrane fluidity that leads to

spermatozoa death.

Page 74: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

16

The 7% glycerol and 120 mM lactose was the optimum combination between

intra and extracellular cryoprotectant in the cryopreservation process of Acehnese swamp

buffalo semen. One of the main functions of these two cryoprotectants is to maintain

spermatozoa cell plasma membrane from damage during semen processing, especially

during freezing and thawing phases. An intact plasma membrane will ensure metabolism

process inside the cell, so that ATP as energy will be produced and spermatozoa

movement (motility) is ensured.An intact cell plasma membrane also has good impact on

acrosome cap integrity. It is because acrosome cap is located right under the plasma

membrane as cell’s outermost part.

CONCLUSION

The combination of 120 mM lactose and 7% glycerol as cryoprotectants in Tris-egg

yolk diluents was the most optimum in maintaining buffalo spermatozoauntilpost thawing

in this study.

ACKNOWLEDGMENTS

Authors wish to thank the Research Institute of Syah Kuala and 7 In 1 IDB who have funded this

study at scheme Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (University Supreme Study) (PUPT) with

contract number 137/UN11.2/PP/SP2/2016 and everyone who contributed to this study.

REFERENCES

Abbas, A and S.M.H. Andrabi. 2002. Effect of different glycerol concentrations on

motility before and after freezing,recov-ery rate, longevity and plasma membrane

integrity of Nili-Ravi buffalo bull spermatozoa. Pak Vet J 22:1–4.

Andrabi, S.M.H. 2009 .Factors Affecting the Quality of Cryopreserved Buffalo

(Bubalus bubalis) Bull Spermatozoa. Reprod.Dom .Anim. Rev 44: 552–569.

Page 75: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

17

Azizah and R I. Arifiantini. 2009. Kualitas Semen Beku Kuda Pada Pengencer Susu

Skim Dengan Kosentrasi Gliserol Yang Berbeda. Jurnal Venteriner 2 : 63-70.

Darnel.1990. Applied Animal Reproduction. Second edtion. Reshton Publishing Company,

inc. A prentice -hall Company, Reston.Virginia

El-Haralry, M.A., LN. Eid, A.EB. Zeiden, A.M. Abd El- Salaam and M.A.M. El-Kishk.

2011. Quality and Fertily Of The Frozen – Thawes bull semen as Affected

by different cryoprotectans and Glutathuione Levels. J.Am.Sci. 70: 791-801

Gazali, M. and S.N.Tambing. 2002. Kriopreservasi sel spermatozoa. Hayati. 9:27-32.

Hanafiah, K.A. 1997. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi Edisi kedua cetakan lima. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Herdis, B. Purwantara, I. Supriatna, dan I.G. Putu. 1999. Integritas Spermatozoa Kerbau

Lumpur (Bubalus Bubalis) pada Berbagai Metode Pembekuan Semen. Jurnal Ilmu

Ternak dan Veteriner. 4(1):7-12.

Krishna, K.M and A.R. Rao. 1987. Acromosal Morphology and Freeze-Thawed Buffalo

Sperm. Indian Vet. J. 64: 246-249.

Kwon, A.Y., H.J. Ko and C.S. Park. 2002. Effect Of Diluent Component, Freezing Rate,

Thawing Time, And Thawing Temperature On Ac Acrosoma Morphology, And

Motility Of Frozen Thawed Boar Semen. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 247-249

Labetubun J and I.P Siwa. 2011. The Quality Of Cauda Epididymal Spermatozoa Of Bali

Cattle When Preserved At 3-5°C In Media Solution With The Addition Of Lactose Or

Maltose. Jurnal Veteriner 3: 200-207.

Revell S.G and Mrode RA. 1994. An osmotic resistance test for bovinesemen. Anim Reprod

Sci 36:77-86.

Rizal,M. 2005. Fertilitas Spermatozoa Ejakulat Dan Epididimis Domba Garut Hasil

Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris dengan Berbagai

Krioprotektan Dan Antioksidan. Tesis. Sekolah pasca sarjana IPB, Bogor

Saacke R.G. and J.M. White. 1972. Semen quality tests and their relationshipto fertility. Di

dalam: Proceeding 4thTech Conf on AI and Reprod,NAAB. hlm 22-27

Salamon, S. and W.M.C. Maxwell. 2000. Storage of Ram Semen.Anim ReproducS 2:77-111.

Page 76: OPTIMALISASI POTENSI KERBAU DALAM USAHA …

18

Singh M.P., A.K Sinha, and B.K Singh.. 1995. Effect Cryoprotectants On Certain Seminals

Ttributes And On The Fertility Of Buck Spermatozoa. Theriogenology43:1047-105.

Tambing, .S.N., M.R Toelihere, T.L. Yusuf and I.K. Sutama. 2000. Pengaruh Gliserol dalam

Pengencer Tris Terhadap Kualitas Semen Beku Kambing Peranakan Etawah. JITV

5:84599.

Tambing, S.N., K.I. Sutama and R.I. Arifiantini. 2003. Effectivity Of Variousconcentration Of

Lactose In Tris Extender On Liquid Semen Viability Of Saanenbucks. Jitv. 8(2): 84-

90.

Toelihere M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak.Angkasa, Bandung.

Viswanath R and P. Shannon. 2000. Storage of bovine semen in liquid frozen state. Anim

Reprod Sci 62:23-25.

Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Gramedia, Jakarta.

Yildiz, C., A. Kaya., M. Aksoy and T. Tekeli. 2000. Influence of sugar supplementation of

the extender on motility, viability and acrosomal integrity of dog spermatozoa during

freezing. Theriogenology. 54: 579-585