24
OPERASIONAL VENTILATOR Refni Riyanto*, Purwito Nugroho** Abstract Knowing how mechanical ventilator ventilate, their common operating modes and the complication associated with their use is a basic but essential skill for all intensive care unit (ICU) clinicians. After mechanical ventilation was introduced into clinical practice, there was a flurry of interest in developing newer modes of ventilation that would benefit patients with respiratory failure. This type of approach was based on a perception that mechanical ventilation is a type of therapy for patients with expiratory failure. However, there is nothing therapeutic about mechanical ventilation. In fact, the most significant discovery about mechanical ventilation since it was first introduced is the fact that it damages the lungs and indirectly damages other organs as well. Mechanical ventilation is a technique that opposed the normal physiology of ventilation by creating positive pressure instead of negative pressure to ventilate the lungs and not surprising that it is problematic. The current trend of using lower tidal volume s during mechanical ventilation is a step in the right direction because”a lesser is better” strategy is the only one that make sense with a technique that is so unphysiological. Since mechanical ventilation is a support measure and not a treatment modality, nothing that is done with a ventilator will have a favorable impact on the outcome of the primary illness. On the other hand, mechanical ventilation can have a negative impact on outcomes by creating adverse effects. This means that the best mode of mechanical ventilation is the one with fewest adverse effects. Keyword: mechanical ventilation, operational, adverse effect Abstrak Pengetahuan mengenai cara kerja ventilator, mode pengoperasian ventilator yang paling sering digunakan dan komplikasi yang 1

Operasional Ventilator.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sip

Citation preview

Page 1: Operasional Ventilator.doc

OPERASIONAL VENTILATOR

Refni Riyanto*, Purwito Nugroho**

Abstract

Knowing how mechanical ventilator ventilate, their common operating modes and the

complication associated with their use is a basic but essential skill for all intensive care unit

(ICU) clinicians. After mechanical ventilation was introduced into clinical practice, there

was a flurry of interest in developing newer modes of ventilation that would benefit patients

with respiratory failure. This type of approach was based on a perception that mechanical

ventilation is a type of therapy for patients with expiratory failure. However, there is nothing

therapeutic about mechanical ventilation. In fact, the most significant discovery about

mechanical ventilation since it was first introduced is the fact that it damages the lungs and

indirectly damages other organs as well. Mechanical ventilation is a technique that opposed

the normal physiology of ventilation by creating positive pressure instead of negative

pressure to ventilate the lungs and not surprising that it is problematic. The current trend of

using lower tidal volume s during mechanical ventilation is a step in the right direction

because”a lesser is better” strategy is the only one that make sense with a technique that is

so unphysiological. Since mechanical ventilation is a support measure and not a treatment

modality, nothing that is done with a ventilator will have a favorable impact on the outcome

of the primary illness. On the other hand, mechanical ventilation can have a negative impact

on outcomes by creating adverse effects. This means that the best mode of mechanical

ventilation is the one with fewest adverse effects.

Keyword: mechanical ventilation, operational, adverse effect

Abstrak

Pengetahuan mengenai cara kerja ventilator, mode pengoperasian ventilator yang paling

sering digunakan dan komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya adalah suatu

keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh semua klinisi di unit perawatan intensif (ICU).

Setelah ventilator diperkenalkan ke dalam praktik klinis, ketertarikan untuk mengembangkan

mode-mode ventilasi terbaru terutama bagi pasien-pasien dengan gagal napas meningkat

dengan pesat.

* PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi

** Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLUD RSUD Kota Semarang

1

Page 2: Operasional Ventilator.doc

Pendekatan dengan cara ini berdasarkan persepsi bahwa ventilator adalah suatu terapi pada

pasien dengan gagal napas, namun ventilator bukanlah suatu terapi.

Pada kenyataannya, penemuan yang paling signifikan tentang ventilator ini, yaitu

sejak fakta bahwa teknik ini dapat merusak paru-paru ditemukan dan secara tidak langsung

dapat mengganggu fungsi dari organ-organ lain. Ventilator adalah teknik yang berlawanan

dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti

tekanan negatif untuk mengembangkan paru-paru, sehingga tidak mengherankan, dalam

pemakaiannya dapat menimbulkan permasalahan. Kecenderungan terbaru saat ini tentang

penggunaan volume tidal yang rendah selama ventilator adalah langkah yang benar karena

strategi “semakin rendah semakin baik” adalah yang paling tepat diterapkan pada teknik

ventilasi yang berlawanan dengan proses fisiologi yang normal.

Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan dampak yang

dikehendaki karena ventilator merupakan alat bantu dan bukan modalitas terapi. Sebaliknya,

ventilator bias menyebabkan efek negatif yang dapat merugikan pasien. Oleh karena itu,

mode ventilasi yang terbaik adalah yang memiliki efek samping yang paling rendah saat

diterapkan pada pasien.

Kata-kata kunci: ventilator mekanik, operasional, efek samping.

PENDAHULUAN

Ventilator (mechanical ventilation) adalah alat yang digunakan untuk membantu pasien

yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang bisa

menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat

menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator

menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat membantu otot

pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas yang ditiupkan tergantung

dengan pengaturan yang kita kehendaki.1

SEJARAH VENTILATOR

Sebelum 1900: Penggunaaan respirator untuk tujuan penelitian.

1832 Dr. John Dalziel, Scotland.

1847 Ignez von Hauke, Austria.

1900 CPAP ditemukan untuk operasi bedah thoraks untuk mencegah pneumothoraks.

2

Page 3: Operasional Ventilator.doc

1930 Poliomyelitis menyebabkan Emerson mengembangkan apa yg disebut paru-paru

besi “Iron Lung”.

1940 Penemuan Intermitten Positive Pressure Breath (IPPB) untuk “lung inflation

therapy” dan short term ventilation.

1950 Epidemi Polio di Denmark mencetuskan dimulainya produksi lebih dari 20

ventilator oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar.1-2

TUJUAN DAN INDIKASI PENGGUNAAN VENTILATOR

Tujuan Ventilator:

1. Memperbaiki pertukaran gas (mengatasi hipoksemia, menurunkan hiperkarbia,

memperbaiki asidosis respiratorik akut).

2. Mengatasi distress nafas (menurunkan konsumsi oksigen, menurunkan beban kerja

otot nafas).

3. Memperbaiki ketidakseimbangan (membuka atelektase, memperbaiki compliance,

Mencegah cedera paru lebih lanjut).

4. Kontrol eliminasi CO2  (penderita dengan TIK meningkat).

5. Menurunkan kerja jantung (gagal jantung).

6. Profilaksis (pasca operasi bedah besar).3

Indikasi Ventilator

Gagal nafas akut

- Hiperkapnik (tipe 2)    : Gagal pompa ventilasi, Gagal mekanik ventilasi,

PaCO2 > 45 mmHg, pH < 7.30, (Ganggaun : pusat nafas, otot nafas, jalan nafas,

dinding dada, saraf Perifer) 

- Hipoksemik (tipe 1)     : Gagal pertukaran gas, Gagal untuk oksigenasi, PaO2 < 55

mmHg dengan FiO2 > 60%, (Ganggauan pada paru – alveoli, jantung)

- Kombinasi tipe 1 dan 2

Pencegahan ancaman gagal nafas

Indikasi lain

o Mencegah atelektasis.

o Menurunkan TIK ( ICP ).

o Menurunkan kebutuhan oksigen ( sistemik atau miokardial ).

o Penggunaan muscle relaxant dan sedasi.3

3

Page 4: Operasional Ventilator.doc

JENIS VENTILATOR

Alat untuk memberikan ventilasi buatan secara mekanis, ada 2 macam jenis ventilator :

1. Ventilator tekanan negatif.

Ventilator ini membuat tekanan negatif (tekanan < 1 atmosfer) di sekeliling

tubuh sehingga dada akan mengembang akibatnya tekanan intrathorakal dan alveolar

turun dan udara luar masuk keparu.

Contoh : Cabinet ventilator, kepala pasien saja diluar ventilator.

Cuirass ventilator , hanya dada dan abdomen saja didalam ventilator.

2.  Ventilator tekanan positif.

Ventilator ini disebut juga intermitten pressure ventilator, memberikan

tekanan positif diatas 1 atmosfer (dalam hal ini satu atsmosfer dianggap sama dengan

nol ), pada jalan nafas (airway) untuk memventilasi paru.1

TERMINOLOGI

Untuk mempermudah pengertian dalam membicarakan ventilator beberapa istilah

mutlak harus  diketahui.

Respiratory cycle : Cyclus saat mulai inspirasi sampai kembali mulai inspirasi.,terdiri

dari 2 fase:

1. Fase inspirasi (inflasi).

2. Fase ekspirasi(ekshalasi) terdiri dari:

a. Fase deflasi

b. Fase expiratory pause.

I : E ratio : Perbandingan lamanya fase inspirasi dan ekspirasi.

Paling baik masa fase ekspirasi lebih dari setengah respiratory cycle. Untuk

mengurangi hambatan terhadap sirkulasi minimal I:E ratio 1:1 lebih baik 1:2 atau 1:3. 

Kalau frekuensi nafas  15x/menit,dan I: E ratio 1:3 maka masa inspirasi  1/4 respiatory

cycle, = 1/4 x 60/15 detik = 1 detik.sedangkan masa ekspirasi = 3 detik.

Bila masa inspirasi > 1,5 detik,akan terjadi gangguan sirkulasi  bila kurang dari 0,5

detik akan timbul gangguan distribusi udara (ventilasi) dimana VD/VT  ratio > 50%.

Peak pressure : Tekanan maksimum yang dicapai pada jalan nafas pasien selama

berlangsungnya ventilator. Durasi peak pressure menetukan bentuk gelombang tekanan

positif. Bisa saja respiratory cycle dan besarnya peak pressure sama tapi durasi peak

pressure beda. Beberapa ventilator bentuk gelombang tekanan positif bisa diatur. Ada

4

Page 5: Operasional Ventilator.doc

bentuk segitiga, dome dan trapezium. Ini penting untuk pengembangan atelektasis baik

dipilih bentuk trapezium, sementara bentuk segi tiga  dipakai untuk kondisi hipovolemik. 

Peak inspiratory flow rate :  Kecepatan aliran gas maksimum yang diberikan selama

inspirasi agar tidal volume yang cukup tercapai. Besarnya yang diberikan tergantung

pada masa inspirasi dan besarnya tidal volume  yang diinginkan. Pada tidal volume

yang konstan besarnya inspiratory flow rate yang menetukan panjang pendeknya masa

inspirasi. Jadi inspirasi ekspirasi ratio ditentukan oleh inspiratory flow rate, frekuensi

nafas dan tidal volume. Kita inginkan I:E ratio 1:2 sedangkan frekuensi nafas

15 x/menit, sedang tidal volume diinginkan 800cc, maka inspiratory flow rate bisa

ditentukan :

                         Respiratory cycle = 60/15 detik = 4 detik.

                         Inspiratory time     = 1/3 x 4 detik= 4/3 detik.

                         Ins,flow rate           = 800: 4/3 cc/detik

                                          = 800x 4/3 x60 cc / menit.= 36 L /menit.

Pada orang normal, sadar, peak inspiratory, flow rate kira-kira 30 - 40 L / menit    (4 – 6x

minute ventilation).

Controled ventilation: Pernafasan pasien diambil alih seluruhnya oleh ventilator dimana

pasien tidak bernafas spontan.

Assisted ventilation/ compensated ventilation: Pasien bernafas spontan tapi tidal volume

tidak adekuat,dibantu dengan ventilasi agar  tidal volume adekuat. Dalam hal ini sebagian

nafas pasien dikendalikan ventilator, usaha inspirasi pasien membuat tekanan

subatsmosferik pada jalan nafas memicu respirator/ ventilator agar memberikan ventilasi

kepada pasien. Bila frekuensi nafas pasien > 30x / menit,maka inspirasi pasien tak cukup

membuat tekanannegatif untuk memicu ventilator .maka dengan kondisi seperti ini cara

assisted tak ideal.

Intermittent mandatory ventilation (IMV): Konsep IMV ditemukan setelah kegagalan

system assisted ventilation. Praktis dengan IMV menghilangkan penggunaan assisted

ventilation. Dalam hal ini dibiarkan bernafas spontan dengan kecepatan sendiri,pada

interval tertentu diberi ventilasi oleh ventilator tanpa memandang bentuk/ frekuensi

peenafasan pasien. Jeleknya kadang-kadang pasien menarik nafas serentak dengan

ventilasi dari ventilator sehingga terjadi overdistensi alveoli. Penggunaan sistim IMV

sangat populer dalam proses weaning (penyapihan dari ventilator).

5

Page 6: Operasional Ventilator.doc

Intermittent positive pressure  pressure breathing (IPPB): Pemberian tekanan positif

pada waktu inspiarsi sedangkan ekspirasi berjalan pasif, tetapi pasien bernafas spontan

tetapi bila pasien apnu maka istilah breathing ditukar jadi ventilation atau  intermittent

positive pressurew ventilation (IPPV).

IPPV dengan pemberian tekanan positif pada akhir ekspirasi(positive end

expiratory pressure - PEEP) disebut juga Continous Positive Pressure Ventilation

(CPPV). Kalau pemberian tekanan positif selama inspirasi sedangkan pada fase ekspirasi

hanya pada fase deflasi saja diberi tekanan negatif tetapi tidak pada fase expiratory pause

maka disebut Intermittent Positive Negative Pressure Ventilation ( IPNPV).

Bila tekanan negatif tersebut diberikan selama periode ekspirasi disebut Negative

End Expiratory Pressure (NEEP).

Bila pada akhir inspirasi ,peak pressure dipertahankan beberapa detik disebut End

Inspiratory Pauze (EIP).

Penggunaan PEEP pada dasarnya adalah bila dengan IPPV keadaan hipoksemi tak

terkoreksi dimana dengan IPPV 50% O2 tak mampu mempertahankan PaO2 sekitar 70

mmHg. Harapan yang ingin dicapai dengan sistem PEEP adalah :

o Meningkatkan functional rasidual capacity (FRC) diatas closing volume.

o Membuka atelektasis.

o Mencegah penutupan small airway.

o Mendorong cairan intra alveolar atau interstitial kembali kedalam kapiler sehingga

mengurangi odema pulmonum

Disebut PEEP optimal yaitu pada tekanan berapa tercapai PaO2 maksimal tetapi

dengan gangguan sirkulasi yang minimal.,diperkirakan PEEP sebesar 5 cm H2O mampu

menaikkan PaO2 sebesar 60 mm Hg. Harus diingat penggunaan PEEP justru akan lebih

mengganggu sirkulasi ketimbang IPPV karena selama respiratory cycle tekanan tetap

positif dalam thorak. Tetapi untungnya tidak seluruh tekanan positif pada PEEP tersebut

ditransmisi kestruktur intra thorak apalagi kondisi paru dengan compliance yang rendah.

Bila ada perdarahan, shock ataupun obstruksi jalan nafas boleh dikatakan

pemakaian PEEP tak ada respons dalam memperbaiki hipoksemia / intrapulmonary

shunting.

Penggunaan PEEP pada pernafasan spontan disebut Continous Positive Pressure

Breathing (CPPB) atau Continous Positive Airway Pressure (CPAP).dimana selama

pernafasan spontan  diberi ekanan positif baik selama inspirasi maupun akhir 6

Page 7: Operasional Ventilator.doc

expirasi. Sebaiknya penggunaan PEEP atau CPAP hati2 pda keadaan hipovolemi,maupun

cardiac outputmenurun tau meningginya tekanan intrakranial (ICP). Pemberian tekanan

negatif pada waktu ekspirasi seperti IPNPV atau NEEP,diharapkan mampu mengurangi

efek tekanan positif pada venous return terutama pada pasien syok hipovolemik, tetapi

sebaiknya diperbaiki dengan blood volume expander dulu sementara NEEP atau IPNPV

diberikan.Jangan lupa IPNPV maupun NEEP bisa menimbulkan atelektasis/ airway

collaps untuk itu hanya digunakan kalau darurat saja. Penggunaan EIP pada dasarnya agar

terjamin distribusi ventilasi yang merata tetapi efek gangguan sirkulasi menonjol.

SIGH  : Adalah periodik hiperinflasi (extra large tidal volume). Secara periodik diberi

tidal volume yang besarnya 2-3x normal tidal volume ,untuk meningkatkan  compliance

paru mencegah mikro atelektasis yang mungkin timbul  pada pasein yang diberi

normal tidal volume terus menerus. Tetapi bila diberi tidal volume 12-15 cc/Kg BB

ideal, dengan frekuensi pernafasan 10-12 x permenit, sigh system tak diperlukan hanya

sering bahaya alkalosis. Beberapa ventilator seperti Bear dilengkapi sarana sigh, biasanya

diatur sigh voluime 2-3x tidal volume biasa,sementara frekuensinya 3-5 x per jam.1,3

FASE DALAM PERNAPASAN DENGAN VENTILATOR

Fase bernapas dengan ventilator adalah sebagai berikut:

Awal bernapas (initiating/ triggering)

Awal bernapas bisa terjadi secara otomatis karena pengaturan waktu pada ventilator

(machine triggering) atau atas picuan (rangsangan/usaha bernapas) pasien yang merangsang

mesin (patient triggering) sehingga mesin memulai menghembuskan gas ke pasien.

Rangsangan napas dari pasien bisa atas dasar perubahan flow atau tekanan yang terjadi pada

mesin. Perubahan flow atau tekanan berapa yang bisa merangsang mesin (sensitivity/trigger)

tergantung pengaturan kita. Artinya bisa dibuat lebih sensitif atau kurang sensitif.

Pembatasan variabel (limitation)

Selama inspirasi, beberapa variabel (volume, tekanan atau flow) akan terbatasi dan tetap

dipertahankan (sesuai dengan pengaturan) sebelum inspirasi berakhir.

Siklus perpindahan (cycling)

Cycling adalah perpindahan dari fase inspirasi ke fase awal ekspirasi. Perpindahan ini akan

terjadi sesuai dengan pengaturan. Pengaturan tersebut bisa berdasar atas tekanan (pressure

cycle), waktu (time cycle),volume (volume cycle) atau aliran udara (flow cycle).4

a. Pressure cycle ventilator 7

Page 8: Operasional Ventilator.doc

Prinsipnya : Inspirasi akan berakhir bila tekanan yang ditetapkan (preset pressure)

telah dicapai tidak perduli tidal volume cukup atau tidak. Lama jnspirasi tergantung pada

kecepatan aliran gas inspirasi (inspiratory flow rate),makin tinggi flow rate makin cepat

cycling. pressure dicapai makin pendek pendek masa inspirasi. Setiap ada

obstruksi ,penurunan compliance paru,atau peninggiantonus otot polos saluran

pernafasan akan mempercepat tercapainya cycling pressure.Dalam hal ini tidal volume

berubah - ubah tergantung kondisi paru, oleh karena itu selama penggunaan pressure

cycle ventilator expired tidal volume harus diukur sesering mungkin untuk

mencegah atau mendeteksi terjadinya hypo atau hyperventilasi. Untungnya terbatas

tekanan maksimum pada airway sehingga bahayabarotrauma minimal dan mampu

mengkompensir kebocoran circuit. Sikap kita penggunaan pressure cycle ventilator

hanya untuk paru yang sehat dan jangka pendek. Contoh: Bird, Bennet PR-2. 

b. Volume cycled ventilator

System ini inspirasi akan berakhir bila volume yang ditetapkan (preset volume)

telah dicapai tanpa memandang tekanan yang ditimbulkannya ,mampu mengkompensir

perubahan pulmonal tapi tak bisa mengkompensir kebocoran circuit. Dalam hal ini tidal

volume konstant sementara tekanan airway berubah2 sesuai kondisi paru sehingga bisa

saja mencapai tekananyang cukup tinggi untuk menimbulkan barotrauma. Untuk ini

perlu valve yang membatasi kenaikan tekanan yang berlebihan (tekanan inflasi) yang

dianggap optimal  20-30cmH2O. Disamping keuntunganya dengan tidal volume yang

konstant, jeleknya mesin tetap memompa walaupun telah terputus hubungan dengan

pasien untuk itu perlu system alarm untuk mencegahnya. Walaupun tidal volume

konstant namun pengukuran tidal volume secara periodik diperlukan kemungkinan

adanya kebocoran circuit. Contoh: Engstoom, RCF4, Servo, Bear, Bourns.

c. Time cycled ventilator

Dalam system ini masa inspirasi akan berakhir bila waktu yang  telah ditetapkan

(preset time) telah dicapai. Dengan model ini tidal volume konstant tidak tergantung

kondisi paru  Walaupun dapat memberikan tidal voliume yang konstant untuk

menyesuaikan tidal volume kita perlukan intergrasi ketiga komponen yaitu inspiratory

flow rate,inspirasi time dan inspirasi ekspirasi ratio. Contoh : Engstroom, Radeliff.

d. Flow cycle

8

Page 9: Operasional Ventilator.doc

Artinya inspirasi berakhir kalau flow mencapai pengaturan yang dibuat. Agar

lebih menyelaraskan dengan pola napas pasien, pengaturan pada flow cycle bisa diatur

berbeda dengan pengaturan pabrik. Pengaturan ini sering disebut sebagai ETS

(expiratory trigger sensitivity) atau inspiratory cycling off. Misalnya pengaturan ETS

40%, artinya bila flow mencapai 40% dari peak flow maka akan terjadi cycling.

Pengaturan pabrik biasanya 25%.

Kebutuhan pokok suatu ventilator adalah mampu memberikan tidal volume

yang stabil,dalam menghadapi hambatan trehadap pengembangan paru ,harus mampu

memberikan tidal volime dengan flow yang adekuat mempertahankan minute

ventilation dengan perbandingan masa inspirasi dan ekspirasi minimal 1:1 dalam

adanya resistensi  yang tinggi terhadap inflasi paru.5

MODE VENTILASI

Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana ventilator

bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter, ahli terapi, atau

produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe ventilasi.

Mode adalah pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan tahapan- tahapan.

Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk– bentuk gelombang

tekanan, aliran dan volume yang diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada

pasien.2

Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.

Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control

(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu

ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pula mode-mode ventilasi lainnya seperti

IMV (intermitten mandatory ventilation),

SIMV (synchronize intermitten mandatory ventilation)

PEEP (positive endexpiratory pressure)

CPAP (continuous positive airway pressure)

PC (pressure contro)

PS (pressure support)

APRV (airway pressure release ventilation).2,6

a. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)

9

Page 10: Operasional Ventilator.doc

Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/ FVS) dan bantuan ventilasi

sebagian (partial ventilator support /PVS) adalah istilah untuk menggambarkan tingkatan

ventilator yang diberikan. FVS terdiri dari 2 komponen, yaitu ventilator memberikan

semua energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan

FVS ini hanya terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume tidal antara 8-

12ml/kg berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2

kurang dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas ventilator dan volume tidal yang diberikan

kurang daripada FVS, sehingga pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of

breathing/ WOB) untuk tetap menjaga ventilasi alveolar yang efektif.6

FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume

atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien mendapatkan

ventilasi alveolar yang adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat bernapas spontan

atau tidak. Pada PVS dapat digunakan mode ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat

berperan serta secara aktif dalam mempertahankan PaCO2 yang adekuat.6

Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan napas

segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan. Setelah beberapa jam

sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien telah stabil dan mulai pulih. Bila mode

ventilasi tetap dipertahankan, maka akan terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga

beberapa klinisi tidak menganjurkan penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS

digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS tetap dibutuhkan untuk menghindari

terjadinya atropi otot-otot pernapasan.6

b. Ventilasi Mekanik Terkontrol

Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua

pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur (mandatory).

Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada beberapa ventilator, perbedaan

antara control dan assist/ control hanya pada pengaturan sensitivitasnya. Ventilasi

terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak

memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol

seluruhnya.6

Namun tidak dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini tanpa

membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan

pada pasien-pasien yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral,

10

Page 11: Operasional Ventilator.doc

cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang

menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.6

c. Ventilasi Assist-Control

Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau

pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Pasien dapat

memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume preset atau tekanan

tetap diberikan pada tiap napas.6

Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat digunakan.

Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien) merupakan pernapasan yang

diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator sensitif terhadap tekanan atau

perubahan aliran pada saat pasien berusaha untuk bernapas. Pada saat terdapat tekanan

negatif yang ringan (-1 cm H2O) atau terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah

aliran bias ekspirasi) maka siklus inspirasi dimulai. Laju napas minimum harus diatur

pada ventilator untuk menjamin adanya volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat

diberikan napas tambahan.6

Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja pernapasan

(work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa pasien dapat melakukan kerja

inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini terjadi khususnya bila terdapat inspirasi aktif

dan aliran gas tidak sesuai dengan aliran inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara

klinis hal ini dapat diketahui dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan.

Jika tekanan tidak meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai puncak, maka

alirannya tidak adekuat. Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan adanya

inspirasi aktif. Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan kurva

menujukkan bentuk sedikit konveks.6

Masalah lainnya pada ventilasi assist-control ini adalah sensitivitas. Bila mesin

terlalu sensitif terhadap usaha napas pasien, maka mesin dapat dengan mudah dipicu

(auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat dikoreksi dengan

membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien. Sebaliknya bila usaha

inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada pembacaan di manometer, maka mesin

kurang sensitif terhadap usaha napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus

ditingkatkan. Tanpa penggunaan obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit

untuk menghindarkan terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas apnea

(32 mmHg) pada beberapa pasien.5

11

Page 12: Operasional Ventilator.doc

d. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)

Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak

sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada pengembangan mode

ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatori berkala (IMV) yang diperkenalkan

pertama kalinya pada tahun 1971. Pada saat itu, mode ini digunakan untuk memberikan

bantuan ventilasi pada neonatus dengan sindroma distres pernapasan yang secara tipikal

ditandai dengan frekuensi napas di atas 40 kali/menit. IMV didesain untuk memberikan

bantuan ventilasi parsial. Mode ini mengkombinasikan periode ventilasi assist-control

dengan periode pernapasan spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat

membantu untuk mencegah hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan

pernapasan yang cepat.

Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah atropi otot-

otot pernapasan karena ventilator jangka lama. Kekurangan dari IMV ini adalah

terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung.6

e. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)

Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk

mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume

pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera paru

yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini.

Ventilasi dengan PCV secara keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran

serta pasien (sama dengan ventilasi assist-control).5,6

f. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)

Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan pasien

menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut sebagai pressure-support

ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan spontan, tidak

untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat

mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk

mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.

Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan

tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan

sirkuit ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan

ini. PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilator non invasif. Untuk ventilasi

12

Page 13: Operasional Ventilator.doc

non invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus

dengan tekanan 20 cmH2O.6

g. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/ PEEP)

Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,

umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan

timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat gagal

napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan

komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum

pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia.

Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir pernapasan,

maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi (PEEP).6

Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas

yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran standar pada

penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada ventilator PEEP tidak

direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru- paru yang terlokalisasi

seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah paru-

paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga

menyebabkan ruptur alveoli.6

h. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway Pressure/ CPAP)

Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus

respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode

ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang

diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan

udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada PEEP

spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP spontan telah

digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of breathing.6,7

Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP

dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup pengatur

tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk menunda

intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang

dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya dapat

digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien

13

Page 14: Operasional Ventilator.doc

terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga pada pasien dengan

penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.6

PEMANTAUAN VENTILATOR

1. Pasien : Pemeriksaan fisik, foto thorak, EKG, Sp O2,  lab gas darah

2. Interaksi pasien dengan ventilator : peak inspiratory pressure, exhaled tidal volume ,

minute volume, rate, nafas spontan, trigger, mode ventilasi

3. Ventilator : sirkuit, setting humidifier, ventilator, setting alarm.8

EVALUASI

Status Oksigenasi

Parameter PaO2, SpO2

Mencapai PaO2, SpO2 yang diinginkan dgn FiO2 terendah

Variabel FiO2, Mean airway pressure, I:E ratio

Bila perlu ditambah PEEP

Status Ventilasi

Parameter PaCO2

Variabel tidal volume , rate, dead space

Atur minute volume untuk PaCO2 yang diinginkan

Waspada efek samping

Perubahan mode

CMV - ACV - SIMV - PS/VS - CPAP - weaning

Tergantung kondisi penderita, perbaikan atau perburukan yang terjadi

Status hemodinamik (Terjadi gangguan hemodinamik pada awal ventilator)

Perubahan tekanan negatif ke positif VR, SV, CO, tensi

Perbaikan ventilasi dan oksigenasi katekolamin , tonus simpatis , tonus

vaskuler 

Pemberian sedativa :   tonus simpatis , tonus vaskuler 

Hipovolemia

Terapi vasoaktif dan cairan.8,9

KESIMPULAN

Pengetahuan tentang ventilator baik cara penggunaan, tujuan, indikasi, berbagai

macam mode yang bisa digunakan serta efek samping yang dapat timbul akibat

14

Page 15: Operasional Ventilator.doc

penggunaannya, mutlak harus dikuasai oleh ahli Anestesi baik dalam pembiusan maupun di

unit rawat intensif.

Dewasa ini berbagai mode ventilator banyak dikembangkan dan tujuannya tidak lain

adalah untuk memberikan hasil yang terbaik dalam pengelolaan pasien. Untuk mendapatkan

hasil penggunaan ventilator yang terbaik, sebaiknya kita tidak melupakan fisiologi dasar

pernafasan sebagai acuan dalam pemberian terapi ventilator. Berbagai macam setting

ventilator harus disesuaikan dengan berbagai penyakit pasien yang mendasarinya.

Pada penggunaannya selain dapat membantu pernafasan pasien, ventilator dapat

mempunyai efek sampiny yang merugikan. Maka dari itu beberapa penggunaannya harus

tetap dievaluasi dan diukur dari berbagai hal baik dari segi oksigenasi, ventilasi, status

hemodinamik serta perubahan mode yang harus menyesuaikan kondisi klinis maupun

laboratorium dari pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd ed.

New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007: 457- 511.

2. Lanken PN. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit Manual.

2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc.; 2007: 13-30.

3. Brawn AH, Introduction to Respiratory Physiology, 2nd edit. Boston, Little Brawn and

Company, 1980: 127-32.

4. Rupi’i, Cara Kerja Ventilator, Majalah Kedokteran Terapi Intensif, Volume 2 Nomor 1

Januari 2012, 42-43

5. Kacmarek RM, Chipman D. Basic principles of ventilator machinery. In: Tobin MJ, ed.

Principles and practice of mechanical ventilation. 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2006:

53-95.

6. Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical ventilation. In:

Pilbeam SP ed. Mechanical Ventilation; Physiological and Clinical Applications. 3rd ed.

St.Louis Missouri: Mosby Inc, 2004: 4-17.

7. Whiteley SM. Complications of artificial ventilation. In: Whiteley SM, ed. Intensive Care.

2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2006: 107-10.

8. Grossbach I, Chlan L, Tracy MF, Overview of Mechanical Ventilatory Support and

Management of Patient and Ventilator-Related Response, California: Critical Care Nurse,

2011;42:30- 44

15

Page 16: Operasional Ventilator.doc

9. Burns SM. Mechanical ventilation and weaning. In: Carlson K, ed. AACN Advanced

Critical Care Nursing. St Louis, MO: Saunders Elsevier; 2009:469-92.

16