Upload
depi-bootz
View
33
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sip
Citation preview
OPERASIONAL VENTILATOR
Refni Riyanto*, Purwito Nugroho**
Abstract
Knowing how mechanical ventilator ventilate, their common operating modes and the
complication associated with their use is a basic but essential skill for all intensive care unit
(ICU) clinicians. After mechanical ventilation was introduced into clinical practice, there
was a flurry of interest in developing newer modes of ventilation that would benefit patients
with respiratory failure. This type of approach was based on a perception that mechanical
ventilation is a type of therapy for patients with expiratory failure. However, there is nothing
therapeutic about mechanical ventilation. In fact, the most significant discovery about
mechanical ventilation since it was first introduced is the fact that it damages the lungs and
indirectly damages other organs as well. Mechanical ventilation is a technique that opposed
the normal physiology of ventilation by creating positive pressure instead of negative
pressure to ventilate the lungs and not surprising that it is problematic. The current trend of
using lower tidal volume s during mechanical ventilation is a step in the right direction
because”a lesser is better” strategy is the only one that make sense with a technique that is
so unphysiological. Since mechanical ventilation is a support measure and not a treatment
modality, nothing that is done with a ventilator will have a favorable impact on the outcome
of the primary illness. On the other hand, mechanical ventilation can have a negative impact
on outcomes by creating adverse effects. This means that the best mode of mechanical
ventilation is the one with fewest adverse effects.
Keyword: mechanical ventilation, operational, adverse effect
Abstrak
Pengetahuan mengenai cara kerja ventilator, mode pengoperasian ventilator yang paling
sering digunakan dan komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya adalah suatu
keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh semua klinisi di unit perawatan intensif (ICU).
Setelah ventilator diperkenalkan ke dalam praktik klinis, ketertarikan untuk mengembangkan
mode-mode ventilasi terbaru terutama bagi pasien-pasien dengan gagal napas meningkat
dengan pesat.
* PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
** Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLUD RSUD Kota Semarang
1
Pendekatan dengan cara ini berdasarkan persepsi bahwa ventilator adalah suatu terapi pada
pasien dengan gagal napas, namun ventilator bukanlah suatu terapi.
Pada kenyataannya, penemuan yang paling signifikan tentang ventilator ini, yaitu
sejak fakta bahwa teknik ini dapat merusak paru-paru ditemukan dan secara tidak langsung
dapat mengganggu fungsi dari organ-organ lain. Ventilator adalah teknik yang berlawanan
dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan tekanan positif sebagai pengganti
tekanan negatif untuk mengembangkan paru-paru, sehingga tidak mengherankan, dalam
pemakaiannya dapat menimbulkan permasalahan. Kecenderungan terbaru saat ini tentang
penggunaan volume tidal yang rendah selama ventilator adalah langkah yang benar karena
strategi “semakin rendah semakin baik” adalah yang paling tepat diterapkan pada teknik
ventilasi yang berlawanan dengan proses fisiologi yang normal.
Segala sesuatu yang diterapkan dengan ventilator dapat menyebabkan dampak yang
dikehendaki karena ventilator merupakan alat bantu dan bukan modalitas terapi. Sebaliknya,
ventilator bias menyebabkan efek negatif yang dapat merugikan pasien. Oleh karena itu,
mode ventilasi yang terbaik adalah yang memiliki efek samping yang paling rendah saat
diterapkan pada pasien.
Kata-kata kunci: ventilator mekanik, operasional, efek samping.
PENDAHULUAN
Ventilator (mechanical ventilation) adalah alat yang digunakan untuk membantu pasien
yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang bisa
menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat
menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator
menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat membantu otot
pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas yang ditiupkan tergantung
dengan pengaturan yang kita kehendaki.1
SEJARAH VENTILATOR
Sebelum 1900: Penggunaaan respirator untuk tujuan penelitian.
1832 Dr. John Dalziel, Scotland.
1847 Ignez von Hauke, Austria.
1900 CPAP ditemukan untuk operasi bedah thoraks untuk mencegah pneumothoraks.
2
1930 Poliomyelitis menyebabkan Emerson mengembangkan apa yg disebut paru-paru
besi “Iron Lung”.
1940 Penemuan Intermitten Positive Pressure Breath (IPPB) untuk “lung inflation
therapy” dan short term ventilation.
1950 Epidemi Polio di Denmark mencetuskan dimulainya produksi lebih dari 20
ventilator oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar.1-2
TUJUAN DAN INDIKASI PENGGUNAAN VENTILATOR
Tujuan Ventilator:
1. Memperbaiki pertukaran gas (mengatasi hipoksemia, menurunkan hiperkarbia,
memperbaiki asidosis respiratorik akut).
2. Mengatasi distress nafas (menurunkan konsumsi oksigen, menurunkan beban kerja
otot nafas).
3. Memperbaiki ketidakseimbangan (membuka atelektase, memperbaiki compliance,
Mencegah cedera paru lebih lanjut).
4. Kontrol eliminasi CO2 (penderita dengan TIK meningkat).
5. Menurunkan kerja jantung (gagal jantung).
6. Profilaksis (pasca operasi bedah besar).3
Indikasi Ventilator
Gagal nafas akut
- Hiperkapnik (tipe 2) : Gagal pompa ventilasi, Gagal mekanik ventilasi,
PaCO2 > 45 mmHg, pH < 7.30, (Ganggaun : pusat nafas, otot nafas, jalan nafas,
dinding dada, saraf Perifer)
- Hipoksemik (tipe 1) : Gagal pertukaran gas, Gagal untuk oksigenasi, PaO2 < 55
mmHg dengan FiO2 > 60%, (Ganggauan pada paru – alveoli, jantung)
- Kombinasi tipe 1 dan 2
Pencegahan ancaman gagal nafas
Indikasi lain
o Mencegah atelektasis.
o Menurunkan TIK ( ICP ).
o Menurunkan kebutuhan oksigen ( sistemik atau miokardial ).
o Penggunaan muscle relaxant dan sedasi.3
3
JENIS VENTILATOR
Alat untuk memberikan ventilasi buatan secara mekanis, ada 2 macam jenis ventilator :
1. Ventilator tekanan negatif.
Ventilator ini membuat tekanan negatif (tekanan < 1 atmosfer) di sekeliling
tubuh sehingga dada akan mengembang akibatnya tekanan intrathorakal dan alveolar
turun dan udara luar masuk keparu.
Contoh : Cabinet ventilator, kepala pasien saja diluar ventilator.
Cuirass ventilator , hanya dada dan abdomen saja didalam ventilator.
2. Ventilator tekanan positif.
Ventilator ini disebut juga intermitten pressure ventilator, memberikan
tekanan positif diatas 1 atmosfer (dalam hal ini satu atsmosfer dianggap sama dengan
nol ), pada jalan nafas (airway) untuk memventilasi paru.1
TERMINOLOGI
Untuk mempermudah pengertian dalam membicarakan ventilator beberapa istilah
mutlak harus diketahui.
Respiratory cycle : Cyclus saat mulai inspirasi sampai kembali mulai inspirasi.,terdiri
dari 2 fase:
1. Fase inspirasi (inflasi).
2. Fase ekspirasi(ekshalasi) terdiri dari:
a. Fase deflasi
b. Fase expiratory pause.
I : E ratio : Perbandingan lamanya fase inspirasi dan ekspirasi.
Paling baik masa fase ekspirasi lebih dari setengah respiratory cycle. Untuk
mengurangi hambatan terhadap sirkulasi minimal I:E ratio 1:1 lebih baik 1:2 atau 1:3.
Kalau frekuensi nafas 15x/menit,dan I: E ratio 1:3 maka masa inspirasi 1/4 respiatory
cycle, = 1/4 x 60/15 detik = 1 detik.sedangkan masa ekspirasi = 3 detik.
Bila masa inspirasi > 1,5 detik,akan terjadi gangguan sirkulasi bila kurang dari 0,5
detik akan timbul gangguan distribusi udara (ventilasi) dimana VD/VT ratio > 50%.
Peak pressure : Tekanan maksimum yang dicapai pada jalan nafas pasien selama
berlangsungnya ventilator. Durasi peak pressure menetukan bentuk gelombang tekanan
positif. Bisa saja respiratory cycle dan besarnya peak pressure sama tapi durasi peak
pressure beda. Beberapa ventilator bentuk gelombang tekanan positif bisa diatur. Ada
4
bentuk segitiga, dome dan trapezium. Ini penting untuk pengembangan atelektasis baik
dipilih bentuk trapezium, sementara bentuk segi tiga dipakai untuk kondisi hipovolemik.
Peak inspiratory flow rate : Kecepatan aliran gas maksimum yang diberikan selama
inspirasi agar tidal volume yang cukup tercapai. Besarnya yang diberikan tergantung
pada masa inspirasi dan besarnya tidal volume yang diinginkan. Pada tidal volume
yang konstan besarnya inspiratory flow rate yang menetukan panjang pendeknya masa
inspirasi. Jadi inspirasi ekspirasi ratio ditentukan oleh inspiratory flow rate, frekuensi
nafas dan tidal volume. Kita inginkan I:E ratio 1:2 sedangkan frekuensi nafas
15 x/menit, sedang tidal volume diinginkan 800cc, maka inspiratory flow rate bisa
ditentukan :
Respiratory cycle = 60/15 detik = 4 detik.
Inspiratory time = 1/3 x 4 detik= 4/3 detik.
Ins,flow rate = 800: 4/3 cc/detik
= 800x 4/3 x60 cc / menit.= 36 L /menit.
Pada orang normal, sadar, peak inspiratory, flow rate kira-kira 30 - 40 L / menit (4 – 6x
minute ventilation).
Controled ventilation: Pernafasan pasien diambil alih seluruhnya oleh ventilator dimana
pasien tidak bernafas spontan.
Assisted ventilation/ compensated ventilation: Pasien bernafas spontan tapi tidal volume
tidak adekuat,dibantu dengan ventilasi agar tidal volume adekuat. Dalam hal ini sebagian
nafas pasien dikendalikan ventilator, usaha inspirasi pasien membuat tekanan
subatsmosferik pada jalan nafas memicu respirator/ ventilator agar memberikan ventilasi
kepada pasien. Bila frekuensi nafas pasien > 30x / menit,maka inspirasi pasien tak cukup
membuat tekanannegatif untuk memicu ventilator .maka dengan kondisi seperti ini cara
assisted tak ideal.
Intermittent mandatory ventilation (IMV): Konsep IMV ditemukan setelah kegagalan
system assisted ventilation. Praktis dengan IMV menghilangkan penggunaan assisted
ventilation. Dalam hal ini dibiarkan bernafas spontan dengan kecepatan sendiri,pada
interval tertentu diberi ventilasi oleh ventilator tanpa memandang bentuk/ frekuensi
peenafasan pasien. Jeleknya kadang-kadang pasien menarik nafas serentak dengan
ventilasi dari ventilator sehingga terjadi overdistensi alveoli. Penggunaan sistim IMV
sangat populer dalam proses weaning (penyapihan dari ventilator).
5
Intermittent positive pressure pressure breathing (IPPB): Pemberian tekanan positif
pada waktu inspiarsi sedangkan ekspirasi berjalan pasif, tetapi pasien bernafas spontan
tetapi bila pasien apnu maka istilah breathing ditukar jadi ventilation atau intermittent
positive pressurew ventilation (IPPV).
IPPV dengan pemberian tekanan positif pada akhir ekspirasi(positive end
expiratory pressure - PEEP) disebut juga Continous Positive Pressure Ventilation
(CPPV). Kalau pemberian tekanan positif selama inspirasi sedangkan pada fase ekspirasi
hanya pada fase deflasi saja diberi tekanan negatif tetapi tidak pada fase expiratory pause
maka disebut Intermittent Positive Negative Pressure Ventilation ( IPNPV).
Bila tekanan negatif tersebut diberikan selama periode ekspirasi disebut Negative
End Expiratory Pressure (NEEP).
Bila pada akhir inspirasi ,peak pressure dipertahankan beberapa detik disebut End
Inspiratory Pauze (EIP).
Penggunaan PEEP pada dasarnya adalah bila dengan IPPV keadaan hipoksemi tak
terkoreksi dimana dengan IPPV 50% O2 tak mampu mempertahankan PaO2 sekitar 70
mmHg. Harapan yang ingin dicapai dengan sistem PEEP adalah :
o Meningkatkan functional rasidual capacity (FRC) diatas closing volume.
o Membuka atelektasis.
o Mencegah penutupan small airway.
o Mendorong cairan intra alveolar atau interstitial kembali kedalam kapiler sehingga
mengurangi odema pulmonum
Disebut PEEP optimal yaitu pada tekanan berapa tercapai PaO2 maksimal tetapi
dengan gangguan sirkulasi yang minimal.,diperkirakan PEEP sebesar 5 cm H2O mampu
menaikkan PaO2 sebesar 60 mm Hg. Harus diingat penggunaan PEEP justru akan lebih
mengganggu sirkulasi ketimbang IPPV karena selama respiratory cycle tekanan tetap
positif dalam thorak. Tetapi untungnya tidak seluruh tekanan positif pada PEEP tersebut
ditransmisi kestruktur intra thorak apalagi kondisi paru dengan compliance yang rendah.
Bila ada perdarahan, shock ataupun obstruksi jalan nafas boleh dikatakan
pemakaian PEEP tak ada respons dalam memperbaiki hipoksemia / intrapulmonary
shunting.
Penggunaan PEEP pada pernafasan spontan disebut Continous Positive Pressure
Breathing (CPPB) atau Continous Positive Airway Pressure (CPAP).dimana selama
pernafasan spontan diberi ekanan positif baik selama inspirasi maupun akhir 6
expirasi. Sebaiknya penggunaan PEEP atau CPAP hati2 pda keadaan hipovolemi,maupun
cardiac outputmenurun tau meningginya tekanan intrakranial (ICP). Pemberian tekanan
negatif pada waktu ekspirasi seperti IPNPV atau NEEP,diharapkan mampu mengurangi
efek tekanan positif pada venous return terutama pada pasien syok hipovolemik, tetapi
sebaiknya diperbaiki dengan blood volume expander dulu sementara NEEP atau IPNPV
diberikan.Jangan lupa IPNPV maupun NEEP bisa menimbulkan atelektasis/ airway
collaps untuk itu hanya digunakan kalau darurat saja. Penggunaan EIP pada dasarnya agar
terjamin distribusi ventilasi yang merata tetapi efek gangguan sirkulasi menonjol.
SIGH : Adalah periodik hiperinflasi (extra large tidal volume). Secara periodik diberi
tidal volume yang besarnya 2-3x normal tidal volume ,untuk meningkatkan compliance
paru mencegah mikro atelektasis yang mungkin timbul pada pasein yang diberi
normal tidal volume terus menerus. Tetapi bila diberi tidal volume 12-15 cc/Kg BB
ideal, dengan frekuensi pernafasan 10-12 x permenit, sigh system tak diperlukan hanya
sering bahaya alkalosis. Beberapa ventilator seperti Bear dilengkapi sarana sigh, biasanya
diatur sigh voluime 2-3x tidal volume biasa,sementara frekuensinya 3-5 x per jam.1,3
FASE DALAM PERNAPASAN DENGAN VENTILATOR
Fase bernapas dengan ventilator adalah sebagai berikut:
Awal bernapas (initiating/ triggering)
Awal bernapas bisa terjadi secara otomatis karena pengaturan waktu pada ventilator
(machine triggering) atau atas picuan (rangsangan/usaha bernapas) pasien yang merangsang
mesin (patient triggering) sehingga mesin memulai menghembuskan gas ke pasien.
Rangsangan napas dari pasien bisa atas dasar perubahan flow atau tekanan yang terjadi pada
mesin. Perubahan flow atau tekanan berapa yang bisa merangsang mesin (sensitivity/trigger)
tergantung pengaturan kita. Artinya bisa dibuat lebih sensitif atau kurang sensitif.
Pembatasan variabel (limitation)
Selama inspirasi, beberapa variabel (volume, tekanan atau flow) akan terbatasi dan tetap
dipertahankan (sesuai dengan pengaturan) sebelum inspirasi berakhir.
Siklus perpindahan (cycling)
Cycling adalah perpindahan dari fase inspirasi ke fase awal ekspirasi. Perpindahan ini akan
terjadi sesuai dengan pengaturan. Pengaturan tersebut bisa berdasar atas tekanan (pressure
cycle), waktu (time cycle),volume (volume cycle) atau aliran udara (flow cycle).4
a. Pressure cycle ventilator 7
Prinsipnya : Inspirasi akan berakhir bila tekanan yang ditetapkan (preset pressure)
telah dicapai tidak perduli tidal volume cukup atau tidak. Lama jnspirasi tergantung pada
kecepatan aliran gas inspirasi (inspiratory flow rate),makin tinggi flow rate makin cepat
cycling. pressure dicapai makin pendek pendek masa inspirasi. Setiap ada
obstruksi ,penurunan compliance paru,atau peninggiantonus otot polos saluran
pernafasan akan mempercepat tercapainya cycling pressure.Dalam hal ini tidal volume
berubah - ubah tergantung kondisi paru, oleh karena itu selama penggunaan pressure
cycle ventilator expired tidal volume harus diukur sesering mungkin untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya hypo atau hyperventilasi. Untungnya terbatas
tekanan maksimum pada airway sehingga bahayabarotrauma minimal dan mampu
mengkompensir kebocoran circuit. Sikap kita penggunaan pressure cycle ventilator
hanya untuk paru yang sehat dan jangka pendek. Contoh: Bird, Bennet PR-2.
b. Volume cycled ventilator
System ini inspirasi akan berakhir bila volume yang ditetapkan (preset volume)
telah dicapai tanpa memandang tekanan yang ditimbulkannya ,mampu mengkompensir
perubahan pulmonal tapi tak bisa mengkompensir kebocoran circuit. Dalam hal ini tidal
volume konstant sementara tekanan airway berubah2 sesuai kondisi paru sehingga bisa
saja mencapai tekananyang cukup tinggi untuk menimbulkan barotrauma. Untuk ini
perlu valve yang membatasi kenaikan tekanan yang berlebihan (tekanan inflasi) yang
dianggap optimal 20-30cmH2O. Disamping keuntunganya dengan tidal volume yang
konstant, jeleknya mesin tetap memompa walaupun telah terputus hubungan dengan
pasien untuk itu perlu system alarm untuk mencegahnya. Walaupun tidal volume
konstant namun pengukuran tidal volume secara periodik diperlukan kemungkinan
adanya kebocoran circuit. Contoh: Engstoom, RCF4, Servo, Bear, Bourns.
c. Time cycled ventilator
Dalam system ini masa inspirasi akan berakhir bila waktu yang telah ditetapkan
(preset time) telah dicapai. Dengan model ini tidal volume konstant tidak tergantung
kondisi paru Walaupun dapat memberikan tidal voliume yang konstant untuk
menyesuaikan tidal volume kita perlukan intergrasi ketiga komponen yaitu inspiratory
flow rate,inspirasi time dan inspirasi ekspirasi ratio. Contoh : Engstroom, Radeliff.
d. Flow cycle
8
Artinya inspirasi berakhir kalau flow mencapai pengaturan yang dibuat. Agar
lebih menyelaraskan dengan pola napas pasien, pengaturan pada flow cycle bisa diatur
berbeda dengan pengaturan pabrik. Pengaturan ini sering disebut sebagai ETS
(expiratory trigger sensitivity) atau inspiratory cycling off. Misalnya pengaturan ETS
40%, artinya bila flow mencapai 40% dari peak flow maka akan terjadi cycling.
Pengaturan pabrik biasanya 25%.
Kebutuhan pokok suatu ventilator adalah mampu memberikan tidal volume
yang stabil,dalam menghadapi hambatan trehadap pengembangan paru ,harus mampu
memberikan tidal volime dengan flow yang adekuat mempertahankan minute
ventilation dengan perbandingan masa inspirasi dan ekspirasi minimal 1:1 dalam
adanya resistensi yang tinggi terhadap inflasi paru.5
MODE VENTILASI
Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana ventilator
bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para dokter, ahli terapi, atau
produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe ventilasi.
Mode adalah pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan tahapan- tahapan.
Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan mode dengan bentuk– bentuk gelombang
tekanan, aliran dan volume yang diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada
pasien.2
Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah mode.
Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode assist/control
(pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum digunakan untuk memicu
ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang pula mode-mode ventilasi lainnya seperti
IMV (intermitten mandatory ventilation),
SIMV (synchronize intermitten mandatory ventilation)
PEEP (positive endexpiratory pressure)
CPAP (continuous positive airway pressure)
PC (pressure contro)
PS (pressure support)
APRV (airway pressure release ventilation).2,6
a. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial Ventilatory Support)
9
Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/ FVS) dan bantuan ventilasi
sebagian (partial ventilator support /PVS) adalah istilah untuk menggambarkan tingkatan
ventilator yang diberikan. FVS terdiri dari 2 komponen, yaitu ventilator memberikan
semua energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan
FVS ini hanya terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume tidal antara 8-
12ml/kg berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2
kurang dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas ventilator dan volume tidal yang diberikan
kurang daripada FVS, sehingga pasien berperan serta dalam kerja pernapasan (work of
breathing/ WOB) untuk tetap menjaga ventilasi alveolar yang efektif.6
FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi volume
atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa sehingga pasien mendapatkan
ventilasi alveolar yang adekuat tanpa memperhitungkan pasien dapat bernapas spontan
atau tidak. Pada PVS dapat digunakan mode ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat
berperan serta secara aktif dalam mempertahankan PaCO2 yang adekuat.6
Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan napas
segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan. Setelah beberapa jam
sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien telah stabil dan mulai pulih. Bila mode
ventilasi tetap dipertahankan, maka akan terjadi kelemahan otot-otot atau atropi sehingga
beberapa klinisi tidak menganjurkan penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS
digunakan sejak awal. Namun demikian, FVS tetap dibutuhkan untuk menghindari
terjadinya atropi otot-otot pernapasan.6
b. Ventilasi Mekanik Terkontrol
Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua
pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur (mandatory).
Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada beberapa ventilator, perbedaan
antara control dan assist/ control hanya pada pengaturan sensitivitasnya. Ventilasi
terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien yang tidak
memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol
seluruhnya.6
Namun tidak dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini tanpa
membuat pasien mempunyai usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan
pada pasien-pasien yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral,
10
cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang
menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.6
c. Ventilasi Assist-Control
Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau
pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Pasien dapat
memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume preset atau tekanan
tetap diberikan pada tiap napas.6
Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat digunakan.
Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien) merupakan pernapasan yang
diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator sensitif terhadap tekanan atau
perubahan aliran pada saat pasien berusaha untuk bernapas. Pada saat terdapat tekanan
negatif yang ringan (-1 cm H2O) atau terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah
aliran bias ekspirasi) maka siklus inspirasi dimulai. Laju napas minimum harus diatur
pada ventilator untuk menjamin adanya volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat
diberikan napas tambahan.6
Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja pernapasan
(work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa pasien dapat melakukan kerja
inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini terjadi khususnya bila terdapat inspirasi aktif
dan aliran gas tidak sesuai dengan aliran inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara
klinis hal ini dapat diketahui dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan.
Jika tekanan tidak meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai puncak, maka
alirannya tidak adekuat. Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan adanya
inspirasi aktif. Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan kurva
menujukkan bentuk sedikit konveks.6
Masalah lainnya pada ventilasi assist-control ini adalah sensitivitas. Bila mesin
terlalu sensitif terhadap usaha napas pasien, maka mesin dapat dengan mudah dipicu
(auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat dikoreksi dengan
membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien. Sebaliknya bila usaha
inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada pembacaan di manometer, maka mesin
kurang sensitif terhadap usaha napas pasien, oleh sebab itu, sensitivitasnya harus
ditingkatkan. Tanpa penggunaan obat pelumpuh otot maupun depresan napas, maka sulit
untuk menghindarkan terjadinya alkalosis respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas apnea
(32 mmHg) pada beberapa pasien.5
11
d. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)
Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak
sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada pengembangan mode
ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatori berkala (IMV) yang diperkenalkan
pertama kalinya pada tahun 1971. Pada saat itu, mode ini digunakan untuk memberikan
bantuan ventilasi pada neonatus dengan sindroma distres pernapasan yang secara tipikal
ditandai dengan frekuensi napas di atas 40 kali/menit. IMV didesain untuk memberikan
bantuan ventilasi parsial. Mode ini mengkombinasikan periode ventilasi assist-control
dengan periode pernapasan spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat
membantu untuk mencegah hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan
pernapasan yang cepat.
Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah atropi otot-
otot pernapasan karena ventilator jangka lama. Kekurangan dari IMV ini adalah
terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung.6
e. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)
Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk
mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume
pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera paru
yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini.
Ventilasi dengan PCV secara keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran
serta pasien (sama dengan ventilasi assist-control).5,6
f. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)
Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan pasien
menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut sebagai pressure-support
ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan spontan, tidak
untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat
mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.
Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan
tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan
sirkuit ventilator. Tekanan inflasi antara 5 sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan
ini. PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilator non invasif. Untuk ventilasi
12
non invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus
dengan tekanan 20 cmH2O.6
g. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End-Expiratory Pressure/ PEEP)
Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,
umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan
timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat gagal
napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan menurunkan
komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-paru yang umum
pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya ARDS dan pneumonia.
Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps alveoli pada akhir pernapasan,
maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir ekspirasi (PEEP).6
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas
yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran standar pada
penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada ventilator PEEP tidak
direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru- paru yang terlokalisasi
seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah paru-
paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan sehingga
menyebabkan ruptur alveoli.6
h. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway Pressure/ CPAP)
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus
respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode
ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas yang
diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka bila tekanan
udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP spontan. Pada PEEP
spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi. PEEP spontan telah
digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work of breathing.6,7
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup pengatur
tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk menunda
intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini harus dipasang
dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan, sehingga hanya dapat
digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat ditoleransi oleh pasien
13
terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.6
PEMANTAUAN VENTILATOR
1. Pasien : Pemeriksaan fisik, foto thorak, EKG, Sp O2, lab gas darah
2. Interaksi pasien dengan ventilator : peak inspiratory pressure, exhaled tidal volume ,
minute volume, rate, nafas spontan, trigger, mode ventilasi
3. Ventilator : sirkuit, setting humidifier, ventilator, setting alarm.8
EVALUASI
Status Oksigenasi
Parameter PaO2, SpO2
Mencapai PaO2, SpO2 yang diinginkan dgn FiO2 terendah
Variabel FiO2, Mean airway pressure, I:E ratio
Bila perlu ditambah PEEP
Status Ventilasi
Parameter PaCO2
Variabel tidal volume , rate, dead space
Atur minute volume untuk PaCO2 yang diinginkan
Waspada efek samping
Perubahan mode
CMV - ACV - SIMV - PS/VS - CPAP - weaning
Tergantung kondisi penderita, perbaikan atau perburukan yang terjadi
Status hemodinamik (Terjadi gangguan hemodinamik pada awal ventilator)
Perubahan tekanan negatif ke positif VR, SV, CO, tensi
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi katekolamin , tonus simpatis , tonus
vaskuler
Pemberian sedativa : tonus simpatis , tonus vaskuler
Hipovolemia
Terapi vasoaktif dan cairan.8,9
KESIMPULAN
Pengetahuan tentang ventilator baik cara penggunaan, tujuan, indikasi, berbagai
macam mode yang bisa digunakan serta efek samping yang dapat timbul akibat
14
penggunaannya, mutlak harus dikuasai oleh ahli Anestesi baik dalam pembiusan maupun di
unit rawat intensif.
Dewasa ini berbagai mode ventilator banyak dikembangkan dan tujuannya tidak lain
adalah untuk memberikan hasil yang terbaik dalam pengelolaan pasien. Untuk mendapatkan
hasil penggunaan ventilator yang terbaik, sebaiknya kita tidak melupakan fisiologi dasar
pernafasan sebagai acuan dalam pemberian terapi ventilator. Berbagai macam setting
ventilator harus disesuaikan dengan berbagai penyakit pasien yang mendasarinya.
Pada penggunaannya selain dapat membantu pernafasan pasien, ventilator dapat
mempunyai efek sampiny yang merugikan. Maka dari itu beberapa penggunaannya harus
tetap dievaluasi dan diukur dari berbagai hal baik dari segi oksigenasi, ventilasi, status
hemodinamik serta perubahan mode yang harus menyesuaikan kondisi klinis maupun
laboratorium dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book. 3rd ed.
New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007: 457- 511.
2. Lanken PN. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit Manual.
2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc.; 2007: 13-30.
3. Brawn AH, Introduction to Respiratory Physiology, 2nd edit. Boston, Little Brawn and
Company, 1980: 127-32.
4. Rupi’i, Cara Kerja Ventilator, Majalah Kedokteran Terapi Intensif, Volume 2 Nomor 1
Januari 2012, 42-43
5. Kacmarek RM, Chipman D. Basic principles of ventilator machinery. In: Tobin MJ, ed.
Principles and practice of mechanical ventilation. 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2006:
53-95.
6. Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical ventilation. In:
Pilbeam SP ed. Mechanical Ventilation; Physiological and Clinical Applications. 3rd ed.
St.Louis Missouri: Mosby Inc, 2004: 4-17.
7. Whiteley SM. Complications of artificial ventilation. In: Whiteley SM, ed. Intensive Care.
2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2006: 107-10.
8. Grossbach I, Chlan L, Tracy MF, Overview of Mechanical Ventilatory Support and
Management of Patient and Ventilator-Related Response, California: Critical Care Nurse,
2011;42:30- 44
15
9. Burns SM. Mechanical ventilation and weaning. In: Carlson K, ed. AACN Advanced
Critical Care Nursing. St Louis, MO: Saunders Elsevier; 2009:469-92.
16