99
PENGARUH PASTORAL CARE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SEBELUM OPERASI DI RUMAH SAKIT BRAYAT MINULYA SURAKART SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Rosalinda Ule ( sr. M.Marcella, OSF ) NIM. ST13062 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Oleh : PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN … · The significance value of the difference of pre-operative anxiety level ... menghadapi anestesi, ... kecemasan pasien pre operatif menunjukkan

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH PASTORAL CARE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN

PADA PASIEN SEBELUM OPERASI DI RUMAH SAKIT BRAYAT

MINULYA SURAKART

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :Rosalinda Ule ( sr. M.Marcella, OSF )

NIM. ST13062

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)

NIM : ST13062

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untukmendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakartamaupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpabantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis ataudipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkansebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkandalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapatpenyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersediamenerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karenakarya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruantinggi ini.

Surakarta, 24 Agustus 2015Yang membuat pernyataan

Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)NIM. ST13062

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

karena atas rahmat yang di limpahkan-Nya sehingga skripsi dengan judul ”Pengaruh

Pastoral Care Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Sebelum Operasi di Rumah

Sakit Brayat Minulya Surakarta”. Dalam penyusunan proposal ini tentu banyak di

jumpai kendala-kendala, namun berkat bimbingan serta arahan dari pembimbing dan

juga teman-teman, maka akhirnya penyusunan proposal ini dapat di selesaikan tepat

pada waktunya. Oleh karena itu, penghargaan dan terima kasih penulis haturkan

kepada:

1. Dra. Agnes Sri Hartati,M.Si. Ketua STIKes. Kusuma Husada Surakarta yang

telah memberikan ijin dan dukungan pada penulis melakukan penelitian ini.

2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi lanjut Program Studi S-1

Keperawatan.

3. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns.,M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Utama,

yang telah memberikan arahan, masukan, dorongan, saran dan bimbingan dalam

penulisan skripsi ini.

4. bc. Yeti Nurhayati. M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, yang telah

memberikan saran, transfer ilmu dan masukan demi sempurnanya skripsi ini.

5. Aria Nurahman Hendra Kusuma, S.Kep., Ns.,M.Kep . selaku tim Penguji yang

telah memberikan banyak masukan serta pengetahuan dalam penyusunan skripsi

ini.

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan staf di STIKES Kusuma Husada Surakarta yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh Civitas Akademik STIKES Kusuma Husada yang banyak membantu

penulis baik dalam proses perkuliahan maupun saat penulisan skripsi ini.

8. Direksi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta yang telah memberi kesempatan

untuk melanjutkan studi dan rekan – rekan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Brayat Minulya Surakarta atas bantuan,dukungan spiritual.

9. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan jasa yang terbaik bagi saya

baik berupa bimbingan maupun kasih sayang serta doa restu yang di berikan

kepada penulis.

10. Responden yang telah mengisi kuisioner dengan sukarela.

11. Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu dengan kerendahan hati. Penulis bersedia menerima kritik dan saran

yang sifatnya membangun dalam upaya penyempurnaan proposal ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan yang terbaik kepada

kita semua.

Surakarta, 24 Agustus 2015Penulis

Rosalinda Ule (Sr. M. Marcella, OSF)

NIM ST 13062

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

SURAT PERNYATAAN ………………………………………………….. ii

SURAT PERSETUJUAN …………………………………………………. iii

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. viii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… ix

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… x

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….. 7

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………… 7

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 9

2.1. Tinjauan Teori ……………………………………………… 9

2.1.1. Pastoral Care ………………………………………… 9

2.1.2. Kecemasan …………………………………………… 24

2.2. Keaslian Penelitian ……………………………..………….. 39

2.3. Kerangka Teori …………………………………………….. 40

2.4. Kerangka Konsep ………………………………………….. 41

2.5. Hipotesis …………………………………………………… 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………… 42

3.1. Desain penelitian …………………………………………… 42

3.2. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………. 42

3.3. Populasi dan sampel …..……………………………………. 43

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional …………………………. 45

3.6. Alat penelitian dan cara pengumpulan Data ……………….. 46

3.7.Uji Validitas uji realibilitas ………………………………… 48

3.8. Tehnik pengolahan dan analisa data ……………………….. .. 51

3.9 Etika penelitian …………………………………………… .. 54

BAB VI HASIL PENELITIAN

4.1. Analisa univariat …………………………………………… 56

4.2. analisa bivariat ...........................……………………………. 59

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ............................................................................. 67

6.2. Saran ....................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Nomor tabel Judul tabel Halaman

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ……………………………………… 39

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Prengukuran Variabel….. 46

Tabel 3.2 Analisa data …………………………………………….. 54

DAFTAR GAMBAR

Nomor tabel Judul tabel Halaman

Tabel 2.1 Kerangka teori ……………………………………… 26

Tabel 2.2 Kerangka Teori …………………………………….. 40

Tabel 2.3 Kerangka Konsep ………………………………….. 41

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015

Rosalinda Ule (Sr M.Marcella OSF)

Pengaruh Pastoral care terhadap tingkat kecemasan pada pasien sebelum

operasi

Abstrak

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisamenimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macamprosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatanjiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Adanya kecemasansebelum operasi memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidakterjadi peningkatan tekanan darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuaidengan waktu yang telah ditentukan. Salah satu pelayanan yang dilakukan dalammengatasi kecemasan adalah pelayanan Pastoral Care.

Tujuan penelitian untuk menggambarkan perbedaan tingkat kecemasanpasien sebelum operasi dan sesudah melakukan pastoral care pada kelompokperlakuan dan pada kelompok tanpa perlakuan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif analitik yangmenggunakan quasi eksperiment pre test post test design dengan kelompok kontrolatau pembanding. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalahPretest-Postest Control Group Design.

Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi tanpa pastoral care dengansignificant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-operasi sebelum dan sesudahpastoral care dengan significant 0,8

Kata kunci : Pastoral care , kecemasan , operasi

Daftar pustaka : 20 ( 1995 – 2013 )

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Rosalinda Ule (Sr M. Marcella OSF)

Effect of Pastoral care on Anxiety Level based on HRS A of Patients prior toOperation

ABSTRACT

Operation or surgery is an experience tha may induce an anxiety. The anxietyis usually related to all kinds of unfamiliar procedures that a client shall undergo anda threat to his or her life due to the consequences of surgical procedure and anesthesiaadministration. The pre-operative anxiety requires a quick intervention to deal with itso that his or her blood pressure will not increase as to ensure that the surgicalprogram can run well in line with the stipulated time. One of the services conductedto deal with the anxiety is the pastoral care service.

The objective of this research is to describe the difference of the patients’anxiety level prior to operation and following the pastoral care between the treatment-group and the non-treatment group.

This research used the descriptive quantitative method with the quasiexperimental pre test post test design with control group and experimental group.

The significance value of the difference of pre-operative anxiety level withoutpastoral care 0.026, and the significance value of the difference of pre-operativeanxiety level prior to and following the pastoral care was 0.8.

Keywords: Pastoral care, anxiety, HRS A, operationReferences: 20 (1995 – 2013)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa

menimbulkan kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala

macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap

keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien

yang mengalami kecemasan menunjukkan tanda mudah tersinggung, susah tidur,

gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak ( Kaplan, J.B & Sadock

T.C 1997).

Pasien pre operatif berpotensi hampir 90% mengalami kecemasan.

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang

dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien

yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan

tentang reaksi–reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus

pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan (Badero dkk, 2009).

Kecemasan pasien pre operatif disebabkan berbagai faktor, seperti kurang

informasi, kurangnya komunikasi terapeautik dan salah satunya adalah

kurangnya pendampingan tentang ketenangan batin untuk pencegahan

kecemasan pada pasien pre operatif (Long B.C. 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Menurut Doris Sylvanus (2010)

bahwa Pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial,

tanggung jawab terhadap keluarga, dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan

akan prognosis buruk, atau kemungkinan kecacatan dimasa akan datang dan

ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh. Hal ini memperberat

ketegangan emosional yang sangat hebat yang diciptakan oleh prospek

pembedahan.

Berdasarkan data WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data

dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 Oktober

2003 dan 30 September 2006. Dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi

kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan (Yulnico, 2011).

Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung pada setiap individu

dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan

menangis. Respon psikologis secara umum berhubungan adanya kecemasan

menghadapi anestesi, diagnosa penyakit yang belum pasti, keganasan, nyeri,

ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Doris Sylvanus di

ruang D (Bedah Pria) RSUD Dr, Palangka Raya pada tanggal 20-22 Maret 2010

tentang tingkat kecemasan pasien pre operatif menunjukkan bahwa dari 10

orang pasien terdapat 5 orang (50%) yang memiliki tingkat kecemasan dalam

kategori sedang, 2 orang (20%) dalam kategori ringan, responden dengan

tingkat kecemasan berat sebanyak 2 orang (20%), dan responden yang tidak

merasa cemas sebanyak 1 orang (10%).

Sebuah penelitian di Civil Hospital, Karachi, Pakistan, (2005) tentang

kecemasan pre operasi di dapatkan bahwa sebagian besar pasien pre operasi

mengalami kecemasan karena takut dengan pengandaian mereka tentang

sesuatu yang akan terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferlina (2008)

ditemukan sekitar 80% pasien pre operasi mengalami kecemasan dan 60%

diantaranya mengalami kecemasan sedang dan berat. Hal ini didasari karena

berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Menurut laporan tahunan dari

Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta hasil observasi

data statistic mulai dari bulan Januari- September 2014, jumlah pasien operasi

sebanyak 850 pasien. Jumlah pasien operasi tertinggi pada bulan Agustus

mencapai 102 orang.

Adanya kecemasan sebelum operasi memerlukan tindakan yang cepat

untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah sehingga

program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Gambaran yang lebih spsesifik ketika pasien yang akan operasi adalah tampak

cemas,gelisah, Terkadang ketika diajak bicara pasien terkadang tidak

konsentrasi,bahkan ada yang menunjukan ekspresi yang datar-datar saja dan

sangat mempengaruhi pada peningkatan tekanan darah dan nadi .Salah satu

pelayanan yang dilakukan dalam mengatasi kecemasan adalah pelayanan

Pastoral Care.

Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk semua

orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual yang

dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi

penting karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention),

dukungan (sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding),

penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien

terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan

berdampak positif untuk menjalani operasi dan pengobatan penyakitnya

menurut (Kusmaryanto 1995).

Penelitian yang dilakukan oleh Sofiyan Hadi tahun 2008 di Ruang

Rawat Gabung RSUD dr H Slamet Martodirdjo Pamekasan, tentang

Kecemasan pada pasien pre opersi ORIF/OREF dapat dilakukan dengan

Pastoral Care. Berdasarkan Australian Journal of Pastoral Care and Health,

(2012) USA and Australia dikatakan bahwa salah satu perubahan yang

signifikan adanya pelayanan pastoral dalam sistem perawatan kesehatan

Inggris, Amerika Serikat dan Australia dalam rangka untuk memandu muncul

agenda profesionalisme di Australia, dan untuk berkontribusi pada percepatan

adopsi praktek terbaik dalam pelayanan Pastoral Care.

Pastoral Care adalah pelayanan rohani yang holistik, psiko-spiritual

dan pelayanan kasih kepada semua orang tanpa memandang suku, ras dan

agama. Pastoral Care berlandaskan pada nilai kehidupan, Pelayanan Pastoral

Care diharapkan dapat membantu setiap orang untuk memaknai nilai

kehidupan. Pastoral care merupakan pelayanan yang mempunyai tujuan akhir

yakni agar setiap orang memperoleh kedamaian, ketentraman, ketenangan serta

memperoleh harapan untuk pasrah kepada yang Ilahi (Jhon Paul II 1995).

Menanggapi akan kebutuhan pelayanan Gereja, maka kami para suster ikut

ambil bagian dalam karya pelayanan diantaranya karya kesehatan, yang

merupakan salah satu bidang pelayanan yang dikembangkan oleh para suster

hadir untuk melayani yang bersifat integral dan holistik, yang melayani dua

aspek yakni badan dengan pelayanan secara medis dan jiwa dengan upaya

pelayanan rohani. Maka kegiatan pastoral Care di Rumah Sakit Brayat

Minulya Surakarta menyadari sangat penting dalam setiap pelayanan

kesehatan.

Tenaga pastoral care di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta

hadir untuk memberikan dukungan secara rohani,mendoakan dan meneguhkan

iman pasien kepada Allah yang Maha Kuasa menurut agama dan kepercayaan

masing–masing dan juga mempersiapkan pelayanan - pelayanan sakramen bagi

yang beragama katolik. Kegiatan Pastoral Care berusaha menghadirkan wajah

Allah yang berbelas kasih yang membebaskan, menyembuhkan, memberi

ketenangan lahir batin dan menyelamatkan semua orang beriman yang percaya

kepada Allah.

Maka dengan pendampingan petugas pastoral Care, sangat

membantu untuk membuat pasien akan merasa aman, nyaman dan tenang

dalam menjalani perawatan dan juga ketika sesorang akan dilakukan tindakkan

invasif secara khusus bagi mereka yang akan dilakukan tindakkan operasi.

Menyadari bahwa manusia itu unik, masing- masing memiliki caranya sendiri–

sendiri untuk menanggapi stress dalam hidup ini Ada yang menghadapi hidup

ini ringan,berat, perjuangan (Jatuh dan bangun). Roda kehidupan semuanya

merupakan anugerah Tuhan yang terindah. Maka di Rumah Sakit Brayat

memberikan pelayanan dan pendampingan kepada pasien dan keluarga pasien

tanpa memandang suku, bangsa, agama, golongan dan warna kulit. Membantu

orang sakit dan keluarga agar mampu menerima penderitaan dan mampu

melihat campur tangan Tuhan mendampingi mereka untuk menghadapi

kemungkinan paling buruk yaitu kematian. Memberikan pendampingan dan

pelayanan kerohanian kepada pasien dan keluarga pasien baik yang beragama

Katolik maupun non Katolik yang membutuhkan.

Semua pedoman dan jurnal Pastoral Care diatas memberikan bukti

bahwa Sudah ada berbagai fenomena Pastoral Care yang terjadi dalam dunia

kesehatan terutama di negara Eropa, namun sejauh ini belum ada penelitian

yang khusus tentang Pengaruh Pastoral Care terhadap tingkat kecemasan,

maka peneliti tertarik untuk melakuan penelitian tentang pengaruh Pastoral

Care terhadapan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Dan penulis

melihat bahwa Pastoral care di Rumah Sakit Brayat Minulya pelayanan baru

sebatas melalui pelayanan berupa doa – doa yang dilakukan oleh petugas

Pastoral care belum sampai pada pendampingan secara pribadi dengan

menggali seberapa jauh tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien yang akan

menjalani operasi. Dan ketika penulis mencoba untuk melakukan pendekatan

secara pribadi,disana terjadi bahwa sebagian pasien yang mengatakan lebih

tenang dan terasa lebih rileks. Setelah melakukan pendekatan,mengajak sharing

dan baru penulis melakukan doa bersama. Hal ini memberikan nilai positif

bahwa Pastoral Care dapat membantu setiap orang yang mengalami tantangan

psikologi (dalam menghadapi situasi kecemasan) maupun fisik seperti tindakan

operatif.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, Rumusan masalah pada

penelitian ini adalah pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat

kecemasan pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menggambarkan perbedaan tingkat kecemasan pada pasien

sebelum operasi sebelum dan sesudah dilakukan pastoral Care.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden : usia, jenis kelamin.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi tanpa

passtoral Care.

c. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan

Pastoral Care

d. Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi

sebelum dan sesudah dilakukan Pastoral Care.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam upaya pengembangan Pastoral Care di

Rumah sakit dengan lebih efektif.

2. Bagi Perawat.

Memberikan informasi bahwa pentingnya pendampingan spiritual bagi

pasien yang akan menjalani operasi, dan juga pentingnya komunikasi antara

perawat dan tim Pastoral Care

3. Bagi Ilmu pengetahuan

Memberikan dukungan pada penemuan terdahulu bahwa dalam

memberikan asuhan keperawatan harus secara holistik bio,psiko spiritual.

Dan Juga adanya keterkaitan antara tingkat kecemasan dan nilai spiritual.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya.

5. Bagi Peneliti

Mendapatkan tambahan pengetahuan dan praktek dalam proses

penelitian tentang pengaruh pelayanan Pastoral Care terhadap tingkat

kecemasan pasien sebelum Operasi di rumah sakit Rumah Sakit Brayat

Minulya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjaun Teori

2.1.1. Pastoral Care

2.1.1.1 Definisi Pastoral care

Pastoral care adalah pelayanan rohani yang holistik, psiko-

spiritual dan pelayanan kasih kepada semua orang tanpa memandang

suku, ras, dan agama. Pastoral care berlandaskan pada nilai

kehidupan, Pelayanan pastoral care diharapkan dapat membantu

setiap orang untuk memaknai nilai kehidupan ( DR. CB.

Kusmaryanto, SCJ 1995). Pastoral care merupakan pelayanan yang

mempunyai tujuan akhir yakni agar setiap orang memperoleh

kedamain, ketentraman, ketenangan serta memperoleh harapan untuk

pasrah kepada yang Ilahi (Susan Sulivan 2011). Pastoral care

berbeda dengan konseling dimana seorang konselor hanya

memberikan nasehat dan kiat-kiat tertentu kepada konseli agar bisa

mengambil keputusan sendiri. Konseling pastoral menjadi bagian

kecil yang tak terpisahkan dari health pastoral care

Pastoral care adalah perwujudan perhatian Gereja kepada

mereka yang sakit dan menderita. Sudah sejak lama Gereja

memandang pelayanan Pastoral bagi orang yang sakit dan

keluarganya itu sangat penting. Pelayanan Gereja bagi orang sakit itu

ada banyak, misalnya: sakramen pengurapan orang sakit (sakramen

minyak suci), Viaticum (komuni bekal suci), Sakramen Rekonsiliasi

terakhir, kunjungan kepada orang sakit dsb. Semua karya pastoral ini

dilakukan oleh Gereja dengan satu tujuan akhir yakni supaya mereka

yang meninggal mendapatkan keselamatan abadi dan keluarga yang

ditinggalkan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi situasi yang

sulit itu. Kepada mereka yang akan meninggal mendapatkan

keistimewaan yang luar biasa yang tidak diberikan kepada mereka

yang tidak akan meninggal, misalnya: peresmian perkawinan yang

tidak syah, pembabtisan darurat (Jhon Paul Ii,2007).

Pastoral care untuk orang sakit terdiri dari bantuan spiritual dan

bantuan religius. Ini adalah hak dasar bagi pasien dan tugas gereja. Ini

merupakan tugas yang sangat penting dan khusus walaupun bukan hal

yang ekslusif bagi petugas pastoral care. Oleh karena pentingnya

interaksi antara berbagai dimensi dalam diri manusia yakni fisik,

psikologi dan spiritual dan oleh karena adanya tugas untuk

memberikan kesaksian imannya, maka semua tenaga kesehatan terikat

pada kewajiban untuk menciptakan kondisi agar bantuan religius dapat

diterapkan bagi semua orang yang memintanya baik langsung maupun

tidak langsung. Paulus Yohanes (2012) mereka membutuhkan bukan

hanya medis yang cocok tetapi juga bantuan manusiawi sebagai

saudara yang bisa berbagi keadaan dengan mereka. Bantuan medis

yang dibutuhkan itu berasal semua tenaga medis yang pada suatu titik

akan menjadi tidak banyak berguna namun bantuan dukungan sebagai

saudara dalam keadaan sakit dan menderita itu tetap dibutuhkan.

Apabila ini dapat dalam iman, jawaban yang menentramkan ini akan

berhubungan dengan jawaban akan pertanyaan yang paling tinggi

mengenai eksistensi manusia.

Menurut Beek Van(2007). Pastoral atau pengertian tentang

penggembalaan yakni :

a. Penggembalaan merupakan pembinaan yaitu tugas membentuk

watak seseorang dan mendidik mereka menjadi murid Kristus yang

baik.

b. Penggembalaan sebagai pemberitaan firman Allah melalui

pertemuan antar pribadi, kelompok kecil, walaupun juga dilakukan

dalam khotbah dan liturgi.

c. Penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan

sakramen.

d. Penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan, yaitu pelayanan

rohani yang mengakibatkan penyembuhan fisik, dan lain-lain.

e. Penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu

pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan.

f. Penggembalaan sebagai pelayanan dimana manusia yang terlibat

dalam interaksi menantikan dan menerima kehadiran dan

partisipasi Tuhan Allah.

g. Penggembalaan dianggap sebagai konseling pastoral yang

menggunakan teknik-teknik khusus (ilmu-ilmu humaniora)

khususnya psikologi.

2.1.1.2 Unsur-unsur dalam Pastoral care

a. Konseling

Konseling dan pendampingan pasien dibantu untuk dapat

memperoleh:

1) Perhatian (attention)

Perhatian diberikan berupa kehadiran, sapaan, senyuman, jabat

tangan dan bentuk-bentuk komunikasi terapeutik sederhana,

sebagai tanda tulus, penerima dan sentuhan kasih.

2) Dukungan (sustaining)

Dukungan psikis, moral dan spiritual diberikan bagi pasien

yang oleh karena sakitnya atau faktor lain yang menyebabkan

dia sakit atau cema sehingga mampu bertahan dalam situasi

yang sedang dialaminya.

3) Perdamaian (reconciling)

Perdamaian diupayakan bagi pasien yang mengalami

hubungan retak dengan dirinya sendiri, sesama dan Tuhan

untuk membangun kembali hubungan yang harmoni.

4) Bimbingan (guilding)

Bimbingan diberikan bagi pasien yang mengalami kecemasan,

kebingungan dan kegelapan batin untuk dapat mengambil

keputusan yang bertanggung jawab, lebih-lebih yang

berhubungan dengan pilihan hidup yang mendasar.

5) Penyembuhan luka batin (inner healing)

Penyembuhan dilakukan bagi pasien yang mengalami luka

batin yang menghalangi penghayatan emosionalitas, sosialitas

dan iman untuk menemukan kembali jati dirinya sebagai

manusia utuh dan unik.

6) Doa (praying)

Doa diberikan kepada pasien yang membutuhkan baik bagi

pasien yang meminta untuk didoakan maupun pasien yang oleh

karena kondisinya perlu didoakan. Bentuk dan cara doa

disesuaikan dengan situasi, kondisi, kepercayaan dan agama

pasien.

b. Sakramen-sakramen orang sakit yang dilakukan dalam Pastoral

Care(Jhon Paul II 1995)

Gereja memberikan perhatian istimewa bagi orang yang

sakit dan akan meninggal. Ada sakramen- sakramen yang dalam

keadaan sehat tidak boleh diterima (terhalang) oleh karena status

keadaan berdosanya tetapi dalam keadaan gawat darurat kematian

sakramen itu diperkenankan, misalnya baptis, perkawinan, ekaristi,

pengampunan dan sebagainya.

Kepada mereka yang tidak terkena halangan menerima

sakramen, Gereja memberikan perhatian khusus. Pelayanan khusus

itu ialah Baptis Darurat, Komuni bekal suci (viaticum), Sakramen

Pengampunan Dosa dan Saramen pengurapan Orang Sakit.

Sakramen Pengurapan Orang Sakit yang boleh memberikan

hanya imam dan boleh dirayakan baik secara pribadi maupun

secara bersama-sama (umum). Manfaat Sakramen Pengurapan

orang Sakit.

Sakramen ini secara istimewa memberikan rahmat bagi orang

sakit dengan:

1) Mempersatukan penderitaan si sakit dengan penderitaan

Kristus demi kebaikan dia sendiri dan juga kebaikan seluruh

Gereja.

2) Memberikan kekuatan, damai dan keberanian untuk

menghadapi secara Kristiani segala penderitaan, penyakit dan

umur tua

3) Pengampunan dosa jika si sakit tidak bisa mendapatkan

pengampunan dosa melalui Sakramen Pengampunan.

4) Pemulihan kesehatan jika ini kondusif bagi keselamatan

jiwanya

5) Persiapan untuk memasuki hidup kekal.

c. Kontak Pribadi

1) Kunjungan pribadi

2) Menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan

operasi.

3) Menggali rasa perasaan pasien.

4) Mendengarkan ungkapan dan isi hati pasien

5) Memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan dan

penghiburan.

6) Mendoakan.

2.1.1.3 Pelaku dari Pastoral care

a. Psikologi

Seorang psikolog adalah membentuk perilaku sehat secara

perorangan maupun dalam kelompok serta meningkatkan

perkembangan jiwa dan kualitas hidup individu dan kelompok.

Masalah-masalah seperti kecemasan, tidak percaya diri, kenakalan

remaja, bagaimana membentuk keluarga yang harmonis juga

merupakan kasus yang dapat ditangani oleh psikolog.

b. Rohaniawan

Rohaniawan berperan dalam Spiritualitas yang bersifat

individu. Rohaniawan meyakini, bahwa didalam hati setiap orang

yang paling dalam memerlukan seorang sahabat dalam setiap

situasi. Profesi sebagai Rohaniawan membawa keteduhan dan

ketenangan.

c. Pekerja sosial

Pengertian pekerjaan sosial yang dikemukakan oleh

Charles Zastrow (1982), yang dikutip oleh Dwi Heru Sukoco

(1995:7) sebagai berikut: "Pekerjaan sosial merupakan kegiatan

profesional untuk membantu individu-individu, kelompok-

kelompok dan masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki

kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan

kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai

tujuan". Pekerjaan sosial sebagai profesi kemanusiaan yang

digerakkan untuk menolong setiap orang yang sedang mengalami

berbagai macam persoalan hidup, baik secara materi, moral

maupun maupun persolan lainnya

2.1.1.4 Fungsi dari Pastoral care

Ada enam fungsi dari penggembalaan atau pendampingan

pastoral yang merupakan tujuan-tujuan operasional yang hendak

dicapai dalam memberikan pertolongan kepada orang lain yaitu:

a. Fungsi Membimbing

Fungsi membimbing penting dalam kegiatan menolong

dan mendampingi seseorang. Orang yang didampingi, ditolong

untuk memilih/ mengambil keputusan tentang apa yang akan

ditempuh atau apa yang menjadi masa depannya. Pendamping

mengemukakan beberapa kemungkinan yang bertanggung jawab

dengan segala resikonya, sambil membimbing orang ke arah

pemilihan yang berguna. Pengambilan keputusan tentang masa

depan ataupun mengubah dan memperbaiki tingkah laku tertentu

atau kebiasaan tertentu, tetap di tangan orang yang didampingi.

Jangan sampai pendamping yang mewajibkan untuk memilih.

Lebih bertanggung jawab apabila orang yang didampingi diberi

kepercayaan untuk mengemukakan persoalannya bila sangat

membutuhkan pemecahan.

b. Fungsi Mendamaikan atau Memperbaiki Hubungan

Salah satu kebutuhan manusia untuk hidup dan merasa

aman adalah adanya hubungan yang baik dengan sesama, apakah

dengan orang yang dekat: suami-istri, anak-anak, menantu-mertua

maupun dengan orang banyak: kelompok sebaya, masyarakat dan

lain-lain. Oleh sebab itu, maka manusia disebut makhluk sosial.

Apabila hubungan tersebut terganggu, maka terjadilah penderitaan

yang berpengaruh pada masalah emosional. Tidak jarang dengan

adanya konflik tersebut, orang menjadi sakit secara fisik yang

berkepanjangan. Sering orang tersebut tidak sadar persis pada

posisi mana ia berpijak sehingga ia memerlukan orang ketiga yang

melihat secara objekstif posisi tersebut. Dalam situasi yang

demikian, maka pendampingan pastoral dapat berfungsi sebagai

perantara untuk memperbaiki hubungan yang rusak dan terganggu.

Pendamping dapat menjadi cermin dalam hubungan tersebut

(menganalisa hubungan). Menganalisa mana yang mengancam

hubungan, akhirnya mencari alternatif untuk memperbaiki

hubungan tersebut. Hal yang perlu mendapat perhatian

pendamping adalah jangan sampai pendamping memihak salah

satu pihak, ia hendaknya menjadi orang yang netral atau penengah

yang bijaksana.

c. Fungsi Menopang atau Menyokong

Kita diperhadapkan kepada seseorang yang tiba-tiba

mengalami krisis mendalam (kehilangan, kematian orang-orang

yang dikasihi, dukacita) dan seringkali pada saat itu kita tidak

dapat berbuat banyak untuk menolong. Keadaan ini bukan berarti

kita tidak dapat melakukan pendampingan, tetapi kehadiran kita

adalah untuk membantu mereka bertahan dalam situasi krisis yang

bagaimanapun beratnya. Dukungan berupa kehadiran dan sapaan

yang meneduhkan dan sikap yang terbuka, akan mengurangi

penderitaan mereka.

d. Fungsi Menyembuhkan

Apabila seseorang sakit atau menderita, maka ia akan

berpikir tentang obat untuk penyembuhan. Apapun bentuk obat itu,

tetapi orang sering terobsesi untuk mendapatkannya. Bagi

seseorang yang menderita penyakit, ia akan mencari obat kimiawi

yang berkhasiat agar ia sembuh dari sakitnya. Dalam hal

pendampingan pastoral, fungsi penyembuhan ini penting dalam

arti bahwa melalui pendampingan yang berisi kasih sayang, rela

mendengarkan segala keluhan batin, dan kepedulian yang tinggi

akan membuat seseorang yang sedang menderita mengalami rasa

aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan

yang sebenarnya. Fungsi ini penting terutama bagi mereka yang

mengalami dukacita dan luka batin akibat kehilangan seseorang,

biasanya berakibat pada penyakit psikosomatis, suatu penyakit

yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh tekanan

mental yang berat. Penting sekali menyadari bahwa emosi/

perasaan yang tertekan dan tidak terungkap melalui kata-kata atau

ungkapan perasaan kemungkinan akan disalurkan melalui

disfungsi tubuh kita. Ketika kita cemas, takut, gelisah, hal itu

sering berakibat pada tubuh misalnya rasa mual, pusing, sakit

perut, dada sesak, dan sebagainya. Pada saat itu hal yang dianggap

dapat menolong adalah bagaimana pendamping melalui

pendekatannya mengajak penderita untuk mengungkapkan

perasaan batinnya yang tertekan.

Melalui interaksi ini kita membawanya pada hubungan

imannya dengan Tuhan melalui doa bersama, renungan,

pembacaan kitab suci/ Alkitab, penjelasan tentang penyakit

ditinjau dari kitab suci, serta rohaniawan yang memberikan

layanan ini yang sekaligus sebagai sarana penyembuhan batin. Hal

ini juga membantu dalam penyembuhan fisik.

e. Fungsi Mengasuh

Hidup berarti bertumbuh dan berkembang. Biasanya dalam

proses perkembangan seorang bayi hingga ia dewasa, terihat

adanya perubahan bentuk dan fungsi. Perkembangan itu meliputi

aspek emosional, cara berpikir, motivasi dan kemauan, tingkah

laku, kehidupan rohani dan dalam interaksi dengan sesama. Dalam

hal menolong mereka yang memerlukan pendampingan kita perlu

melihat potensi apa yang dapat menumbuh-kembangkan

kehidupannya sebagai kekuatan yang dapat diandalkannya untuk

tetap melanjutkan kehidupan. Untuk itu diperlukan pengasuhan ke

arah pertumbuhan melalui proses pendampingan pastoral.

f. Fungsi Mengutuhkan

Fungsi ini adalah fungsi pusat karena sekaligus merupakan

tujuan utama dari pendampingan pastoral, yaitu pengutuhan

kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya, yakni fisik,

sosial, mental, dan spiritual. Bertolak dari uraian di atas, maka

setiap orang dapat menjadi pendamping pastoral, namun di dalam

pelayanannya ia harus berangkat dari perspektif pendampingan.

Dengan demikian maka dalam mendampingi sesama yang

menderita haruslah bersifat pastoral, atau dengan kata lain

pertolongan kepada sesama yang utuh mencakup jasmani, mental,

sosial dan rohani hendaklah bersifat pastoral (enam fungsi di atas)

sehingga pendampingan tidak saja bersifat horizontal (antara

sesama manusia) tetapi juga bersifat vertikal (hubungan dengan

Allah).

2.1.1.5 Cakupan Pastoral care ( Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ 1995).

a. Pasien

Menyiapkan pasien untuk memperoleh ketenangan batin

dan berpasarah kepada Tuhan melalui para dokter dan semua

tenaga medis. Agar proses operasi dapat berjalan lancar.

b. Keluarga

Mempersiapkan juga keluarga agar tidak menunjukan

eskpresi yang tidak baik dihadapan pasien sehingga pasien tidak

cemasan dalam menjalankan operasi. Maka cakupan pelayanan

pastoral care bukan hanya berhubungan dengan pasien saja tetapi

juga menyangkut seluruh pelayanan kesehatan yang ada di Rumah

sakit, baik dokter, perawat, bidan, farmasi, administrasi dan

sebagainya. Tugas semuanya meliputi pelayanan/ bantuan religius

dan spiritual. Seorang pelayan pastoral care harus sadar akan

pelbagai dimensi dan hak-hak fundamental pasien, misalnya dijaga

harkat pribadinya, dihormati kebudayaan, cara berfikirnya, nilai-

nalai spiritualnya, psikologinya dan sebagainya. Pasien

memerlukan bantuan secara fisik, mental, spiritual dan emosinya.

Pendek kata bantuan yang diperlukan adalah bantuan holistik

kemanusiaannya. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa point

berikut ini:

1) Ketakutan dan kesendirian berhadapan dengan sakit dan

kematian adalah pengalaman yang sangat tidak mengenakkan

karena sering membuat menjadi krisis spiritual, oleh karena

itu, pendampingan orang lain sangat penting dan diperlukan

dalam situasi ini.

2) Siapapun juga orangnya akan memerlukan orang lain dalam

menghadapi penyakit dan ketidak berdayaan. Lebih-lebih

ketika ia berada di ambang ketidakberdayaannya, oleh karena

itu jangan pernah meninggalkan orang yang akan mati

sendirian.

3) Krisis spiritual ini juga akan menyangkut “makna hidup”.

Ketika orang tidak lagi melihat makna hidupnya maka krisis

itu juga terjadi. Situasi macam ini biasanya akan terjadi kepada

banyak orang, khususnya bagi mereka yang harus dirawat

dalam jangka waktu yang panjang.

4) Petugas pastoral care juga akan membantu keluarga pasien

serta para pelayan kesehatan manakala mereka mengalami

masala-masalah etika moral yang sulit dipecahkan.

5) Petugas pastoral care juga bisa menjadi jembatan bagi pasien/

keluarga dengan dokter dan tenaga medis lainnya.

6) Memberikan bantuan-bantuan sosial-medis yang berhubungan

dengan sakit.

2.1.1.6 Dimensi pelayanan Pastoral care

Pastoral care secara institusional bertujuan pokok agar seluruh

kegiatan yang ada di rumah sakit tertuju kepada kegembalaan

(membantu penghayatan iman dan pendampingan) terutama kepada

mereka yang sakit dan keluarganya. Dalam kerangka pastoral ini ada

banyak hal yang bisa dibuat, misalnya:

a. Health Pastoral Care (cura animarum) batuan Pastoral dan

spiritual bagi pasien dan keluarga.

b. Konseling pastoral (memberikan pendampingan pastoral dan

peneguhan bagi pasien dan keluarganya dalam menghadapi

penyakit dan kematian).

c. Pendampingan dan pastoral bagi seluruh staf rumah sakit agar visi

dan misi rumah sakit Katolik tetap terjaga dan juga agar mereka

mendapatkan keyakinan iman didalam pekerjaan.

d. Menanggapi panggilan Tuhan setiap saat, untuk melayani sesama

manusia yang sedang sakit dan menderita. Dan hadir sebagai

sahabat yang sejati.

2.1.2 Kecemasan

2.1.2.1 Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,

yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami

secara subjektif dan dikomunikasikan secara personal. Kecemasan

adalah respon emosional dan merupakan penilaian intelektual terhadap

suatu bahaya. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada

sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak

berdaya. Kecemasan sebagai kekhawatiran yang tidak jelas menyebar

di alam pikiran dan terkait dengan perasaan ketidakpastian dan

ketidakberdayaan, tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai

stimulus.

2.1.2.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Tingkat Kecemasan Berdasarkan penelitian sebelumnya

menurut Stuart & Laraia (2007)terdapat empat tingkat kecemasan yang

dialami oleh individu yang ringan, sedang, berat, panik.

a. Kecemasan Ringan

Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,

menajamkan indra. Memotivasi individu untuk belajar dan mampu

memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

pertumbuhan kreatifitas.

b. Kecemasan Sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit

lapang persepsi individu. Individu memerlukan pengarahan untuk

berfokus pada beberapa area.

c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan untuk berfokus

pada area lain.

d. Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang

rinci terpecah dari proporsinya. Individu mengalami kehilangan

kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi

kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,

persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang

rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika

berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan

dan kematian.

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 : Bagan rentang respon cemas

Sumber : Stuart & Laraia (2007)

2.1.2.3 Pengukuran Kecemasan

Yang dikutip dari Hawari (2008). Untuk mengetahui sejauh

mana derajat kecemasan ringan, sedang, berat, dan panik. Alat ukur

kecemasan yang dikenal dengan Hamilton Rating Scale For Anxiety

(HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-

masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 1-4,

yang artinya

Nilai 0 = tidak ada gejala

Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu gejala yang muncul)

Nilai 2 = gejala sedang (dua gejala yang muncul)

Nilai 3 = gejala berat (lebih dari dua tau tiga gejala yang muncul)

Nilai 4 = gejala berat sekali/ panik (seluruh gejala muncul)

Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala

tersebut dijumlahkan sehingga dari penjumlahan tersebut dapat

diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu:

a. Tidak cemas (0-13)

b. Kecemasan ringan (14-20)

c. Kecemasan sedang (21-27 )

d. Kecemasan berat ( 28-41)

e. Kecemasan berat sekali/ panik (42-56)

Empat belas komponen kecemasan:

a. Perasaan cemas (ansietas)

1) Firasat buruk

2) Takut akan pikiran sendiri

3) Mudah tersinggung

b. Ketegangan

1) Lesu

2) Tidak bisa istirahat dengan tenang

3) Mudah terkejut

4) Mudah menangis

5) Gemetar

6) Gelisah

c. Ketakutan

1) Pada gelap

2) Pada orang asing

3) Ditinggal sendiri

4) Pada binatang besar

5) Pada keramaian lalu lintas

6) Pada kerumunan banyak orang

d. Gangguan tidur

1) Terbangun malam hari

2) Tidur tidak nyenyak

3) Bangun dengan lesu

4) Mimpi buruk

e. Gangguan kecedasan

1) Sukar konsentrasi

2) Daya ingat buruk

f. Perasaan depresi (murung)

1) Hilangnya minat

2) Berkurangnya kesenangan pada hobi

3) Sedih

4) Perasaan berubah- ubah sepanjang hari.

g. Gejala somatik/ fisik (otot)

1) Sakit dan nyeri di otot- otot

2) Kaku

3) Kedutan otot

4) Gigi gemerutuk

5) Suara tidak stabil

h. Gejala somatik/ fisik (sensorik)

1) Tinitus (telinga berdengung)

2) Penglihatan kabur

3) Muka merah/ pucat

4) Merasa lemas

5) Perasaan di tusuk- tusuk

i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

1) Takikardia (denyut jantung cepat)

2) Berdebar- debar

3) Nyeri di dada

4) Denyut nadi mengeras

5) Rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan

6) Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)

j. Gejala respiratori (pernapasan)

1) Rasa tertekan / sempit di dada

2) Rasa tercekik

3) Sering menarik napas

4) Napas pendek / sesak

k. Gejala gastrointestinal (pencernaan)

1) Sulit menelan

2) Perut melilit

3) Gangguan pencernaan

4) Nyeri sebelum dan sesudah makan

5) Perasaan terbakar di perut

6) Rasa penuh / kembung

7) Mual

8) Muntah

9) Buang air besar lembek

10) Sukar buang air besar (konstipasi)

11) Kehilangan berat badan

l. Gejala urogenetal (perkemihan dan kelamin)

1) Sering buang air kecil

2) Tidak dapat menahan air seni

3) Tidak datang bulan (tidak ada haid)

4) Darah haid berlebihan

5) Darah haid amat sedikit

6) Masa haid berkepanjangan

7) Masa haid amat pendek

8) Haid beberapa kali dalam sebulan

9) Menjadi dingin (frigid)

10) Ejakulasi dini

11) Ereksi melemah

12) Ereksi hilang

13) Impotensi

m. Gejala autonom

1) Mulut kering

2) Muka merah

3) Mudah berkeringat

4) Kepala pusing

5) Bulu – bulu berdiri

n. Tingkah laku (sikap) pada wawancara

1) Gelisah

2) Tidak tenang

3) Jari gemetar

4) Kerut kening

5) Muka tegang

6) Otot tegang / mengeras

7) Napas pendek dan cepat

8) Muka merah

2.1.2.4 Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2007). Respon kecemasan terdiri dari

beberapa respon yaitu respon fisiologis, respon perilaku, respon

kognitif, respon afektif. Kecemasan merupakan respon terhadap stress

yang mengandung komponen fisiologis dan psikologis. Tanda- tanda

cemas dapat dilihat misalnya kenaikan kecepatan nadi, kenaikan

pernapasan, telapak tangan basah, gerakan yang terus-menerus atau

kegiatan motorik verbal dan gelisah.. Respon kecemasan yang terlihat

sangat jelas dari kondisi fisiknya yaitu dilihat dari pola nafasnya yang

terlihat cepat dan jika diukur saturasinya akan mengalami penurunan.

Jadi, tingkat kecemasan sangat berpengaruh pada respirations rate dan

saturasi dimana kadar oksigen dalam darah mengalami penurunan.

a. Respon Kecemasan secara Spesifik pada Tindakan Invasif

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian

yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak

tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat

terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit.

Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan

terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas,

jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang

air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin

bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and

Sundeen, 1998).

Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas

saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman

tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan

suatu emosi yang normal (Carpenito, 2000).

Fisiologi Kecemasan Reaksi takut dapat terjadi melalui

perangsangan hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya

amigdala dirusak, reaksi takut beserta manisfestasi otonom dan

endokrinnya tidak terjadi pada keadaan- keadaan normalnya

menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak

bukti bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori-memori

yang memutuskan rasa takut masuknya sensorik aferent yang

memicu respon takut terkondisi berjalan langsung dengan

peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung

anterior kedua sisi lobus temporalis.

Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot

dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem

saraf otonom menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam,

jantung berdetak lebih keras, nadi dan nafas bergerak meningkat,

biji mata membesar, proses pencernaan dan yang berhubungan

dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah

meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah.

Akhirnya, darah di alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi

tegang dan selanjunya mengakibatkan tidak bisa tidur (Ganong,

1998).

2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Stuart, G.W. (2007) Ada beberapa teori yang telah

dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan, diantaranya faktor predisposisi dan presipitasi:

a. Faktor Predisposisi Kecemasan

1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik

emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan

superego. Id mewakili dorongan insting dan impul primitive,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan

dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau Aku, berfungsi

menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan itu, dan

fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan

interpersonal. Kecemasan juga berhubunga dengan

perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang

menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan haraga diri

rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.

3) Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori

perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan

yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk

menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang

kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang

berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik

antara konflik dan kecemasan. Konflik menimbulkan

kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak

berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan.

4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan

biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga

tumpang tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.

5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung

reseptor khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang

meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat

(GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis

yang berhubungan dengan kecemasan. Kecemasan mungkin

disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan

kemampuan individu untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi Kecemasan Stuart,G.W. (2007)

Kategori faktor pencetus kecemasan dapat dikelompokkan menjadi

dua faktor:

1) Faktor eksternal

a) Terjadi penurunan kemampuan untuk ancaman terhadap

integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis melakukan

aktivitas hidup sehari-hari (penyakit, trauma fisik,

pembedahan yang akan dilakukan).

b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi

pada individu.

2) Faktor internal

a) Usia, seseorang yang mempunyai usia lebih muda

ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat

kecemasan daripada seseorang yang lebih tua usianya.

b) Jenis kelamin, gangguan ini lebih sering dialami oleh

wanita daripada pria. Wanita memiliki tingkat kecemasan

yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin

laki-laki. Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka

dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap

perasaan cemasnya.

c) Tingkat Pengetahuan, dengan pengetahuan yang

dimiliki, seseorang akan dapat menurunkan perasaan

cemas yang dialami dalam mempersepsikan suatu hal.

Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari

informasi yang didapat dan pengalaman yang pernah

dilewati individu.

d) Tipe kepribadian, orang yang berkepribadian A lebih

mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang

dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan

kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius,

dan ingin serba sempurna.

e) Lingkungan dan situasi, seseorang yang berada di

lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami

kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang

biasa dia tempati.

2.1.2.6 Penatalaksanaan Kecemasan

Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan

kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang

mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan

suportif.

a. Psikoterapi

Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku

misalnya relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu

informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi

seperti denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).

b. Farmakoterapi

Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan

kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain

yang mungkin berguna adalah obat trisiklik sebagai contohnya

imipramine (tofranil) –antihistamin dan antagonis adrenergik beta

sebagai contonya propanolol (inderal).

c. Pendekatan suportif/ pendampingan spiritual

Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat dan orang-orang

terpercaya menurut John Paul II,(1995) akan memberi kita cinta

dan dan kekuatan yang meringankan berbagai perasaan beban.

Kemampuan berbicara kepada seseorang dan mengekspresikan

perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menguasai

keadaan.maka adanya Pastoral care adalah merupakan pelayanan

rohani yang holistik, psiko-spiritual dan pelayanan kasih kepada

semua orang tanpa memandang suku, ras, dan agama. Pastoral

care berlandaskan pada nilai kehidupan, Pelayanan pastoral care

diharapkan dapat membantu setiap orang untuk memaknai nilai

kehidupan. Pastoral care merupakan pelayanan yang mempunyai

tujuan akhir yakni agar setiap orang memperoleh kedamain,

ketentraman, ketenangan serta memperoleh harapan untuk pasrah

kepada yang Ilahi. Susan Sulivan (2007).

2.2.Keaslian Penelitian

Tabel 2.1Keaslian Penelitian

Peneliti JudulPenelitian

Metode yangdigunakan

Hasil Penelitian

WulandariMeikawati

tentangperbedaantingkatkecemasanpada pasienPre Operasi

Music klasik terdapat perbedaan yangsangat signifikan antaratingkat kecemasan sebelumdan sesudah dengan nilai P> 0,05.

SofiyanHadi

perbedaantingkatkecemasanpada pasien

denganpastoral care

Terdapat perbedaan bahwapasien merasa aman dantenang ketika megalamipendampingan baik secara

Pre Operasi batiniah maupun jiwa

DorisSylvanus

Survey analitikdenganpendekatanpendampingan

mengalami kekhawatiranlain seperti masalahfinansial,tanggung jawabterhadap keluarga, dankewajiban pekerjaan atauketakutan akan prognosisburuk.

2.3.Kerangka Teori

Pastoral care1. Konseling2. Sakramen3. Kontak pribadi

Faktor presdisposisikecemasan :1. Psikoanalitis2. Interpersonal3. Perilaku4. Keluarga5. biologis

Faktor presipitasiKecemasan :Faktor eksternal1. Ancaman terhadap

integritas fisik2. Ancaman terhadap Harga,

diri, Citra tubuh, Ideal, diri,Peran dan identitas diri

Faktor eksternal1. Usia2. Jenis kelamin3. Tingkat pengetahuan.4. Tipe kepribadian5. Lingkungan dan situasi

Kecemasan

Respons TerhadapKecemasan :1. Respon Fisiologis2. Respon Perilaku3. Respon Kognitif4. Respon Efektif

Keterangan :

: Faktor – faktor penyebab cemas, respon cemas

: Jenis cemas, pre-operasi penyebab cemas

: Penanganan

Gambar 2.2 Kerangka TeoriSumber : Susan Sullivan (2011), DR. CB. Kusmaryanto SJC (1995) Stuart & Laraia

(2007), Hawari (2008)

2.4.Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.5.Hipotesis

Ha: Ada pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat kecemasan

pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.

Ho: Tidak ada pengaruh pendampingatn pastoral Care terhadap tingkat

kecemasan pada pasien preoperasi di Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta.

Pastoral Care Tingkat Kecemasan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif analitik yang

menggunakan quasi eksperiment pre test post test design dengan kelompok kontrol

atau pembanding. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pretest-Postest Control Group Design, yaitu terdapat dua kelompok yang dipilih

secara random kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal apakah

terdapat perbedaan yang signifikan antarakelompok eksperimen dan kelompok

kontrol.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain.

Kelompok Kontrol Pretest-Postest(Pretest-Posttest Control Group Design). Dalam

penelitian ini subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok penelitian yang

mendapatkan perlakuan berbeda. Masingmasing kelompok mendapatkan pre test(T)

dan post test(T). Sebuah desain kuasi-eksperimen dengan kelompok kontrol pre-test-

post-test non-setara digunakan untuk membandingkan hasil bagi intervensi

Kontrol

Pembanding

01 02

01 X 02

Keterangan:

1. 01:Observasi 3 jam sebelum operasi.

2. X: perlakuan dengan teknik Pastoral care.

3. 02:Observasi setelah perlakuan.

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, yaitu

suatu penelitian survei analitik. Pengamatan cross sectional merupakan penelitian

prevalensi penyakit dan sekaligus dengan prevalensi penyebab atau faktor risiko.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor risiko terhadap

akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan (status) kesehatan

tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2008). Cross sectional adalah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain penelitian cross sectional

memiliki keunggulan antara lain mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis,

dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Disamping itu dalam

waktu yang bersamaan dapat mengumpulkan banyak variabel, baik variabel

risiko maupun variabel efek (Notoatmodjo, 2010).

3.3 Populasi dan Sampel dan teknik sampling

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam

penelitian (Saryono, 2011). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pasien rawat inap dengan program operasi. Populasi tersebut

berjumlah 20 orang/ bulan.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah

anggota yang dipilih dari populasi. Metode pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling yaitu populasi yang

mengalami kecemasan dijadikan obyek penelitian. Sampel yang diambil

adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

(Saryono, 2011).

3.2.3 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Total

Sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang

memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun

waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam,

2008).

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

3.4.1 Tempat

Lokasi penlitian merupakan tempat atau lokasi pengambilan

penelitian (Notoatmojo, 2011) .Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Brayat

Minulya. Alasan memilih tempat ini karena, dirumah sakit ini ada pelayanan

Pastoral care.

3.4.2 Waktu

Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk

pelaksanaan penelitian ( Notoatmojo, 2011) Penelitian dilakukan selama

dua bulan selama bulan Maret 2015.

3.5 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel

dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel

terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara

operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena

dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada

bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan

jenis data

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Skala Prengukuran Variabel

No Variabel Definisioperasional

Alat ukur Hasil ukur skala

1 Pastoralcare/

pendampingan pastoral(Variabel

bebas)

Pastoral caremerupakan

pendampinganspiritual bagi

pasienpreoperasidengan sop

pastoral care.

2 TingkatKecemasan(variabelterikat)

Kecemasanmerupakan,kekhawatiranyang tidakjelas danberkaitandenganperasaan tidakpasti dan tidakberdaya.

KuesionerkecemasandenganMenggunakankuisionerHamiltonRating Scalefor Anxietyyangterdiri 14 itempernyataan

Berdasarkan tingkatkecemasan (HRS-A)a. Ringan (skor 14-

20)b. Sedang (skor 21-

27)c. Berat ( skor 28-

41)d. Berat sekali/

panik ( skor 42-56)

Ordinal

3.3 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.3.1 Alat penelitian

Alat penelitian dan bahan yang digunakan adalah kertas

informed consent untuk persetujuan responden, angket kuesioner tingkat

kecemasan dengan 14 item yang tertuan menurut Hamilton Anxiety

Rating Scale (HRS-A) pada pasien menjelang operasi dan skala HRS-A

Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing

kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya

Nilai 0 = tidak ada gejala

Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu gejala yang muncul)

Nilai 2 = gejala sedang (dua gejala yang muncul)

Nilai 3 = gejala berat (lebih dari dua atau tiga gejala yang muncul)

Nilai 4 = gejala berat sekali / panik (seluruh gejala muncul)

Ini telah dibuktikan Peralatan yang digunakan berupa kuesioner

kecemasan pre-operasi. Oksimeter, tensimeter, stetoskop, jam tangan,

untuk mengukur tanda-tanda respiratorik dan cardiovaskuler dan SOP

Pastoral care.

3.3.2 Cara pengumpulan data

1. Permohonan surat izin dari kampus, ke rumah sakit.

2. Koordinasi rencana kerja dengan pihak rumah sakit dan instalasi

terkait, mengenai aturan yang berlaku di rumah sakit dan mengenai

responden sebagai sampel penelitian.

3. Setelah berkordinasi dengan pihak Rumah sakit dan ruangan, dan

dinyatakan setuju, baru Peneliti akan membuat jadwal penelitian

dengan menentukan hari, jam dan bulan penelitian

4. Setelah mendapat izin Peneliti observasi ke setiap ruangan yang terkait

untuk melihat program operasi.

5. Pelayanan Pastoral care diberikan 2 hari sebelum operasi dengan

terlebih dahulu responden mengisi kuisioner sebelum dilakukan

pastoral care. Setelah mengumpulkan kuisioner yang telah diisi oleh

responden, langsung diberikan Pastoral care pada kelompok dengan

perlakuan ditempat yang menurut pasien nyaman dan aman (ruangan

pasien, ruangan suster dan tempat lain seperti taman) dengan durasi

waktu ± 30 menit – 40 menit, tetapi tergantung kebutuhan responden

dan dilakukan oleh 6 orang suster yang ditugaskan di bagian pastoral

care .

6. Peneliti akan mengevaluasi kembali 3-4 jam sebelum preoperasi.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara

ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya

tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus

teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk

menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan

reliabilitas instrumen (Dharma, 2011).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap pasien yang sedang

rawat inap di Rumah Sakit Brayat Minulya surakarta dengan menyebar 30

kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

3.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010). Butir soal

dis-kontinum pada soal bentuk objektif dengan skor 0 dan 1, maka

menggunakan “koefisian korelasi biserial” (Riyanto, 2011). Langkah-

langkah perhitungan validitas adalah sebagai berikut :

1. Menghitung koefisien korelasi biserial (γpbi), dengan rumus:

q

p

S

MM

t

tppbi

Keterangan:

γpbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi

item yang dicari validitasnya

Mt = Rerata skor total

St = Standar deviasi dari skor total

p = Proporsi sampel yang menjawab ya/tidak

q = 1-p

2. Mencari nilai t hitung

Setelah mendapatkan r hitung, kemudian untuk menguji

nilai signifikansi validitas butir soal tersebut, peneliti

menggunakan uji t yaitu dengan menggunakan rumus berikut:

2

1 2

N

r

rthitung

Keterangan:

r = Nilia koefisien korelasi

N = Jumlah sampel

Setelah diperoleh thitung maka, langkah selanjutnya adalah

menentukan ttabel dengan df = n-2 = 30-2 = 28 dengan nilai df = 28

dan pada nilai α = 0,05 didapat nilai t(0,05;28) = 1,701.

3. Proses pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Jika t hitung positif dan t hitung > t tabel, maka butir soal

valid.

b. Jika t hitung negatif dan t hitung < t tabel, maka butir soal

tidak valid.

3.7.2 Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010).

Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan

responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang

sudah dapat dipercaya atau yang reliabel akan menghasilkan data yang

dapat dipercaya juga.

Dalam penelitian ini menggunakan rumus dari KR 21 (Kuder

Richardson) (Arikunto, 2006) yaitu:

KR-21 : r11 =

21

tnS

MnM

n

n

Keterangan:

KR-20 : r11= Reliabilitas instrumen

n = Banyaknya butir pertanyaan

M = Skor rata-rata

St2 = Varians total

Suatu instrumen penilaian dikatakan reliabel jika koefisien korelasinya

≥ 0,6.

3.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

3.8.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul pada tahap pengumpulan data perlu

diolah terlebih dahulu. Tujuan dari pengolahan data tersebut adalah untuk

menyederhanakan seluruh data yang terkumpul. Adapun pengolahan data

dalam penelitian ini meliputi (Hidayat, 2007):

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan dengan melakukan pengecekan terhadap

kelengkapan data, kesinambungan data. Editing dilakukan untuk meneliti

kembali apakah isian dalam lembar kuesioner sudah lengkap. Editing

dilakukan ditempat pengumpulan data, sehingga jika ada data yang kurang

dapat segera dilengkapi dan keseragaman data.

2. Coding

Teknik koding dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-

masing jawaban dengan kode berupa angka. Selanjutnya dimasukkan ke

dalam lembaran tabel kerja. Data hasil penelitian akan diberi tanda atau

kode untuk memudahkan klasifikasi atau pengelompokan.

a. Coding tingkat kecemasan

Ringan (skor 14-20) 1

Sedang skor 21-27) 2

Berat ( skor 28-41 3

Berat sekali/ panik (Skor 42-56) 4

b. Coding turun dan tidaknya tingkat kecemasan

Turun 1

Tetap 2

Meningkat 3

3. Entry (Memasukkan data)

Memasukan data atau memindahkan data-data ke dalam tabel

dengan cara menghitung frekuensi data.

3.8.2. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu

menampilkan frekuensi, varian data (mean, median, standar deviasi)

tentang karakteristik responden, analisa univariat dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui karakteristik dari frekuensi data berdasarkan

umur,jenis,kelamin,agama,dan tingkat pengetahuan, distribusi data dan

prosentase (%) dari frekuensi tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi

dan melakukan Pastoral care.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2007). Analisis data

hasil penelitian menggunakan analisis bivariat untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat

dengan pengendalian.

Tabel 3.2

Analisa data

No Tindakan Uji

1. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasienpre operasi sebelum dan sesudah perlakuan.

Uji MarginalHomogen

3.9 Etika penelitian

Menurut Hidayat (2007) etika dalam penelitian keperawatan sangat

penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia,

sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu:

1. Informed Consent

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengumpulan data. Responden telah menyatakan bersedia diteliti, mereka

diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti responden

harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar Informed Consent sudah

dilengkapi judul penelitian dan manfaat penelitian. Ada responden yang

menolak untuk menjadi responden, peneliti tidak memaksa, tetap

menghormati hak responden.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

namanya dalam lembar pengumpulan data, namun cukup diberi kode pada

masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentality ( Kerahasiaan )

Masalah penelitian keperawatan yang menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian maupun masalah-masalah lainnya. oleh karena itu semua hasil

penelitian yang telah dilakukan dijamin kerahasiaannya dan peneliti menjaga

rahasia dengan sebaik-baiknya.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden atau sampel

berjumlah 20 orang. Responden berasal dari pasien preoperasi di rumah sakit Brayat

Minulya Surakarta. Responden sebanyak 20 orang adalah mereka yang mengalami

kecemasan sebelum operasi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Pengambilan sampel berdasarkan metode total sampling.

Penelitian ini menghabiskan waktu 1 bulan, untuk mencari responden dan

menunggu responden yang akan operasi. Penelitian dilakukan 2 hari menjelang

operasi, dan dilanjutkan 3-4 jam menjelang operasi. Penelitian dilakukan dengan

membagi 20 responden menjadi 2 kelompok eksperiment dan kontrol, masing-

masing kelompok terdiri dari 10 orang.

4.1 Analisa univariat

4.1.1 Usia responden

Tabel 4.1.1 usia responden

Usia Jumlah Prosentase

21-40 tahun41–60 tahun

15 75 %

5 25 %

Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan data bahwa jumlah responden

dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden.

4.1.2 Jenis kelamin

Table 4.1.2 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

Laki – laki 14 70 %

Perempuan 6 30 %

Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan data bahwa jumlah responden

dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14

responden.

4.1.3 Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care

Tabel 4.1.3 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden tanpa

Pastoral Care

Berdasarkan tabel 4.1.3 hasil uji Marginal homogeneity test pada

pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant

0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara

tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi Pada kelompok

tanpa pastoral care.

4.1.4 . Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care

Tabel 4.1.4 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi

dengan Pastoral Care

B

e

r

d

asBerdasarkan tabel 4.1.4 hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien

pre-operasi dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009

Tingkat Kecemasansebelum Operasi

Frekuensi Prosentase Total P

Ringan 0 0 0,034

Sedang 2 20 %

Berat 1 10 %

Berat Sekali 7 70 %

Tingkat Kecemasansebelum Operasi

Frekuensi Prosentase Total P

Ringan 2 20% 0,009

Sedang 6 60%

Berat 2 20%

Berat Sekali 0 0%

yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat

kecemasan sebelum dan sesudah pastoral care.

4.2. Analisa bivariat

Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi sebelum dan

sesudah dilakukan pastoral care

Tabel 4.2 Distribusi Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi

sebelum dan sesudah dilakukan pastoral care

Berdasarkan table 4.2 hasil uji fisher test menunjukkan bahwa nilai significant

0.001 yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan

antara pasien pre-operasi dengan perlakuan dan pasien pre-operasi tanpa perlakuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pastoral care dengan tingkat

kecemasan.

Perubahan Tingkat Kecemasan P

Turun (%) Tetap (%) Meningkat (%) 0,001

Pastoral Care 8 80% 2 20% 0 0%

Tanpa

Pastoral Care

1 10% 2 20% 7 70%

Total 9 90% 4 40% 7 70%

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik responden menurut usia.

Jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12

responden. Sedangkan responden dengan usia 41 – 60 tahun sebanyak 8 orang

yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah responden . Ada beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya kecemasan, yakni faktor eksternal dan faktor internal,

didalam faktor internal seperti usia, jenis kelamin tingkat pengetahuan, tipe

kepribadian dan lingkungan dan situasi. Tetapi yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah usia dan jenis kelamin. Dalam penelitian ini terdapat beberapa

kesamaan dan juga perbedaaan dengan teori kecemasan, seperti hasil yang telah

dijabarkan diatas dalam tabel tingkat kecemasan berdasarkan usia dan jenis

kelamin.

Pada teori kecemasan dituliskan bahwa pada faktor usia, orang muda

lebih mudah mengalami kecemasan dari pada orang tua, seperti inilah yang

ditemukan dalam penelitian ini. bahwa jumlah responden dengan usia 21-40

tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden. Sedangkan responden dengan usia

dewasa tua sebanyak 8 orang yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah.

Sedangkan menurut jenis kelamin jumlah responden dengan jenis kelamin laki-

laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14 responden. Sedangkan

responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang yang berarti 30 %

dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan faktor jenis kelamin bahwa

wanita lebih mudah mengalami cemas dari pada kaum laki - laki, dan dalam

penelitian ini tidak ditemukan demikian,perempuan lebih banyak mengalami

cemas daripada laki- laki,namun dalam penelitian ini menunjukan bahwa jumlah

responden dengan Jenis kelamin laki - laki lebih banyak yaitu sebesar 70 %

sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden karena

jumlah responden pria dan wanita tidak seimbang, dimana dari 20 responden

wanita sebanyak 6 orang dan pria sebanyak 14 orang. Ini adalah salah satu

kekurangan yang tidak dapat dipikirakan dan diprediksikan sebelum penelitian

dimulai. Tetapi secara garis besar dari penelitian ini menunjukan bahwa pria

dan wanita mengalami tingkat kecemasan yang hampir sama yakni pria pada

tingkat cemas berat sekali dan wanita pada tingkat cemas berat. Berdasarkan atas

hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa perlakuan

menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya

bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi dan

menjelang operasi pada kelompok tanpa pastoral care.

5.2. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care.

Dari hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa

perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang

artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum

operasi dan menjelang operasi Pada kelompok tanpa pastoral care. Tindakan

operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan

kecemasan. Kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur

asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa

akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami

kecemasan menunjukkan tanda mudah tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu,

mudah menangis dan tidur tidak nyenyak. Kecemasan pasien pre operatif

disebabkan berbagai faktor, seperti kurang informasi, kurangnya komunikasi

terapeautik dan salah satunya adalah kurangnya pendampingan tentang

ketenangan batin untuk pencegahan kecemasan pada pasien preoperatif. Adapun

reaksi dari kecemasan berupa reaksi psikologis yang ditandai dengan rasa takut,

tegang, gelisah, dana adannya reaksi fisiologis berupa keringat dingin, tekanan

darah meningkat, nafas cepat.Maka kecemasan sebelum operasi memerlukan

tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan tekanan

darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang

ditentukan.

5.3. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care.

Dan untuk hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi

dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α <

0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum

dan sesudah pastoral care. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah

pastoral care pada pasien preoprasi dengan perlakuan dan perbedaan kecemasan

pada pasien preoperasi tanpa perlakuan dibuktikan menggunakan uji Marginal

Homogeneity test dan uji alternatif Fisher yang didapatkan hasil bahwa p value

0,193 sehingga p value lebih besar daripada 0,05 maka H0 diterima dan H1

ditolak.

5.4. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan dan

tanpa pastoral care.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah

perlakuan didapatkan hasil bahwa p value 0,26 sehingga p value lebih kecil dari

pada 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.Sedangkan perbedaan yang

signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi tanpa perlakuan

didapatkan hasil bahwa p value 0,082 sehingga p value lebih besar daripada 0,05

maka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka tidak ada perbedaan yang signifikan

antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan dan tanpa perlakuan.

Tingkat kecemasan yang dirasakan responden dapat diminimalkan dengan

berbagai cara seperti beberapa penelitian terdahulu yang sudah dibuktikan yaitu,

pengendalian diri, dukungan, olahraga, tidur, komunikasi terapeautik,

mendengarkan music klasik, pendampingan spiritual, salah satunya seperti

Pastoral care

Pelayanan Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk

semua orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual

yang dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi

penting karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention),

dukungan (sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding),

penyembuhan luka batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien

terlayani aspek rohaninya maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan

berdampak positif untuk menjalani operasi dan pengobatan.

Dalam penelitian ini pendampingan Pastoral Care sangat terlihat dengan

jelas bahwa Pastoral Care merupakan pelayanan yang penuh kasih kepada

semua orang tanpa memandang suku ras dan agama. Yang berhak mendapat

sakramen pengurapan orang sakit bagi yang Bergama kaolik ini biasanya

dilaksanakan sebelum Operasi dengan urutan sebagai berikut: Pelayanan

sakramental dengan cara tim kesehatan RS menyampaikan informasi kepada tim

Pastoral care Rumah sakit, petugas pastoral menyediakan peralatan untuk

penerimaan sakrament (lilin,salib, minyak suci, kasula untuk Romo), kemudian

menanyakan kesiapan pasien dan kelurga.sekaligus mempersiapakan pasien dan

keluarga dan memulai ibadat/ memberi sakramen sesuai dengan kebutuhan

pasien. Dan agama lain diberi pelayanan non sakramental, yaitu sharing bersama

diamana responden menungkapkan perasaan batin yang sedang dialami terlabih

keceamasan, ketakutan dalam menghadapi operasi, tetapi ada juga yang

menungkapkan tentang pergulatan keluarga dan lain sebagainya.

Pendampingan pada agama lain, meminta pada peneliti untuk mendoakan

secara khatolik, begitu juga agama Kristen tetapi tidak diberi sakrament, dengan

urutan sebgai berikut:menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan

operasi, menggali rasa perasaan pasien, tampa paksaan, mendengarkan keluhan

pasien dan memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan serta

penghiburan sesuai kebutuhan pasien.Memenuhi permintaan responden untuk

berdoa secara khatolik. Juga memenuhi permintaan pasien untuk didampingi

kedua kalinya sampai 3 x.Pengalaman ini juga memberikan dukungan pada

tujuan dan pengerteian pelayanan pastoral care yang holistik pada semua orang

tanpa memandang suku dan agama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pastoral care merupakan cara

efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum operasi. Pada pasien pre-

operasi dengan perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal homogeneity test

untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah Pastoral care,

ada significant yang ditunjukkan dengan nilai α < 0.05, yaitu 0.082 artinya ada

hubungan pastoral care dengan tingkat kecemasan, karena dala uji ini ada

perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan.

Pada pasien pre-operasi tanpa perlakuan atau pastoral care hasil uji

Marginal homogeneity test untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum

operasi dan menjelang operasi, tidak ada significant ditunjukkan dengan nilaiα >

0,05, yaitu 0,034. Artinya pada responden tanpa perlakuan tingkat kecemasan,

semakin meningkat.

Untuk melihat perbedaan dan perubahan tingkat kecemasan kelompok

pastoral care dan kelompok tanpa pastorals care dapat dilihat dari hasil uji

Fisher test menunjukkan bahwa nilai significant 0.001 nilai α<0.05, yang artinya

bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara pasien pre operasi dengan

perlakuan dan pasien operasi tanpa perlakuan. Dari hasil kedua kelompok ini,

Maka pasien pre-operasi harus didampingi dengan berbagai cara untuk mengatasi

kecemasan pasien sebelum operasi.

Penurunan tingkat cemas sebelum operasi dikarenakan pasien didampingi

secara spiritual terbukti memberikan manfaat untuk menurunkan tingkat

kecemasan.Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat

kecemasan, pada kedua kelompok yaitu sebelum dan sesudah pastoral care dan

tanpa pastoral care, mendapatkan hasil yang significant penurunan tingkat

kecemasan pada pasien dengan perlakuan dan peningkatan kecemasan pada

pasien tanpa perlakuan, hasil ini menandakan bahwa setiap orang pasti

membutuhkan ketenangan dan dukungan yang positif dari orang lain baik berupa

moral maupun spiritual seperti Pastoral care yang menjadi salah satu teknik juga

yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan yang dirasakan

responden, karena Pastoral care memiliki banyak keunggulan antara lain

membuat rileks, nyaman, tenang, damai, berani pasrah dan tegar untuk

mengahadi segala sesuatu sehingga dapatmengurangi tingkat kecemasan.

Penelitian ini mengambil dari salah satu manfaat pastoral care yaitu

mengurangi tingkat kecemasan. Penelitian terbukti dapat menurunkan tingkat

kecemasan sebelum operasi yang dirasakan responden dengan pendampingan

selama 2x atau 3x bahkan 4x sebelum 2 atau 1 hari operasi, dengan waktu yang

berbeda sesuai dengan kebutuhan responden, ada yang membutuhkan waktu 30

menit tetapi ada juga yang lebih sampai 45 menit dan juga ada yang sampai 1

jam, dan Pada saat menjelang operasi diberikan pendampingan 3-4 jam sebelum

operasi.Kebutuhan waktu untuk pastoral care pada kelompok perlakuan sulit

diprediksi karena kebutuhan tiap responden untuk didampingi sangat berbeda,

maka waktu tidak bisa ditargetkan dalam pendampingan Pastoral care.

Dalam praktek pastoral care memberikan pelayanan sesuai dengan

kebutuhan responden tanpa paksaan apapun, menghargai hak responden, untuk

menerima atau menolak pastoral care melakukan apa yang dibutuhkan

responden.Dalam penelitian ini, pada responden tertentu membutuhkan

pendampingan lebih dari yang ditarketkan. Pastoral care menjadi salah satu

teknik yang dibutuhkan oleh pasien, dan ini tidak hanya pada agama khatolik

tetapi juga beberapa semua agama dengan pendampingan yang diberikan seperti

sharing bersama, bahkan dari agama lain pun menghendaki doa-doa sesuai

dengan kepercayaan peneliti. Pengalaman ini meyakinan peneliti bahwa pastoral

care sangat dibutuhkan bukan hanya dengan ritus secara khatolik, tetapi

pelayanan secara kahtolik juga dapat diterima dalam agama lain, yang penting

adalah kehadiran seseorang sebagai sahabat dan keluarga yang selalu

memberikan dukungan bagi yang sakit.

Teknik pastoral care ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih

luas, misalnya pada RS lain selain Rumah sakit BrayatMinulya Surakarta pada

pasien yang mengalami kecemasan baik cemas ringan, cemas sedang, maupun

cemas berat sebelum operasi tidak hanya pada responden, melainkan pada

pasien lainnya dengan segala penyakit yang mereka hadapi.

BAB VI

PENUTUP

6.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan :

a. Karakteristik responden menurut usia : 21-40 tahun sebanyak 15 orang yang

berarti 75 % sdangkan jenis kelamin laki- laki sebanyak 14 orang sebesar 70

%.

b. Tingkat kecemasan yang dialami responden pre-operasi sebelum pastoral

care yaitu didapatkan cemas ringan tidak ada, cemas sedang ada 2 pasien (20

%), cemas berat 1 orang (10%) dan cemas berat sekali 7 orang (70%).

c. Tingkat kecemasan pre operasi sesudah pastoral care yaitu didapatkan cemas

ringan 2 orang (20%), cemas sedang 6 orang (60%), cemas berat 2 (20%)

berat sekali tidak ada ( 0 % ).

d. Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi sebelum dan sesudah pastoral care

dengan significant 0.193. Perbedaan tingkat kecemasan preoperasi tanpa

pastoral care dengan significant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-

operasi sebelum dan sesudah pastoral care dengan significant 0,8

6.2. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta

Banyak teknik yang sudah terbukti dan dapat dilakukan untuk

menurunkan kecemasan. Salah satu Teknik yang dapat untuk menurunkan

tingkat kecemasan menjelang operasi yang dirasakan oleh para pasien yaitu

dengan cara memberikan pendampingan spiritual atau pastoral care selama1-

2 x, bahkan lebih sampai 3x sebelum operasi diruangan pasien baik

pendampingan rohani yang bersifat sakramental maupun non sakramental,

yaitu mengunjungi pasien, sharing bersama, mendengarkan ungkapan hati

pasien, memberikan dukungan, perhatian, doa bersama sesuai dengan iman

pasien, memberikan sakrament bagi yang khatolik. Memberikan waktu

pendampingan sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Pendampingan pastoral care terbukti dapat menurunkan tingkat

kecemasan sebelum operasi, dan diteliti juga mengenai variabel yang

mempengaruhi tingkat kecemasan itu sendiri, untuk penelitian selanjutnya

dapat mengembangkan penelitian pada variable lain yang belum pernah

dilakukan penelitian sebelumnya ataupun dapat dilakukan penelitian yang

membandingkan antara pengaruh pastoral care pada post operasi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Lebih mengembangkan banyak penelitian dengan memberikan dukungan

literature – literature keperawatan terutama dalam hal pendampingan pastoral

care dan kecemasan pasien pre maupun post operasi

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden atau sampel

berjumlah 20 orang. Responden berasal dari pasien preoperasi di rumah sakit Brayat

Minulya Surakarta. Responden sebanyak 20 orang adalah mereka yang mengalami

kecemasan sebelum operasi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Pengambilan sampel berdasarkan metode total sampling.

Penelitian ini menghabiskan waktu 1 bulan, untuk mencari responden dan

menunggu responden yang akan operasi. Penelitian dilakukan 2 hari menjelang

operasi, dan dilanjutkan 3-4 jam menjelang operasi. Penelitian dilakukan dengan

membagi 20 responden menjadi 2 kelompok eksperiment dan kontrol, masing-

masing kelompok terdiri dari 10 orang.

4.1 Analisa univariat

4.1.1 Usia responden

Tabel 4.1.1 usia responden

Usia Jumlah Prosentase

21-40 tahun

41–60 tahun

15 75 %

5 25 %

Berdasarkan tabel 4.1.1 didapatkan data bahwa jumlah responden

dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12 responden.

4.1.2 Jenis kelamin

Table 4.1.2 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

Laki – laki 14 70 %

Perempuan 6 30 %

Berdasarkan tabel 4.1.2 didapatkan data bahwa jumlah responden

dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 % sebanyak 14

responden.

4.1.3 Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care

Tabel 4.1.3 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden tanpa

Pastoral Care

Berdasarkan tabel 4.1.3 hasil uji Marginal homogeneity test pada

pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant

0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara

tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi Pada kelompok

tanpa pastoral care.

4.1.4 . Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care

Tabel 4.1.4 Distribusi Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi

dengan Pastoral Care

B

e

r

d

a

s

a

rkan tabel 4.1.4 hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi

dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α <

Tingkat Kecemasansebelum Operasi

Frekuensi Prosentase Total P

Ringan 0 0 0,034

Sedang 2 20 %

Berat 1 10 %

Berat Sekali 7 70 %

Tingkat Kecemasansebelum Operasi

Frekuensi Prosentase Total P

Ringan 2 20% 0,009

Sedang 6 60%

Berat 2 20%

Berat Sekali 0 0%

0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan

sebelum dan sesudah pastoral care.

4.2. Analisa bivariat

Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi sebelum dan

sesudah dilakukan pastoral care

Tabel 4.2 Distribusi Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi

sebelum dan sesudah dilakukan pastoral care

Berdasarkan table 4.2 hasil uji fisher test menunjukkan bahwa nilai significant

0.001 yang nilai α < 0.05, yang artinya bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan

antara pasien pre-operasi dengan perlakuan dan pasien pre-operasi tanpa perlakuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pastoral care dengan tingkat

kecemasan.

Perubahan Tingkat Kecemasan P

Turun (%) Tetap (%) Meningkat (%) 0,001

Pastoral Care 8 80% 2 20% 0 0%

Tanpa

Pastoral Care

1 10% 2 20% 7 70%

Total 9 90% 4 40% 7 70%

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik responden menurut usia.

Jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75 % sebanyak 12

responden. Sedangkan responden dengan usia 41 – 60 tahun sebanyak 8 orang yang

berarti 25 % dari keseluruhan jumlah responden . Ada beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya kecemasan, yakni faktor eksternal dan faktor internal,

didalam faktor internal seperti usia, jenis kelamin tingkat pengetahuan, tipe

kepribadian dan lingkungan dan situasi. Tetapi yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah usia dan jenis kelamin. Dalam penelitian ini terdapat beberapa kesamaan dan

juga perbedaaan dengan teori kecemasan, seperti hasil yang telah dijabarkan diatas

dalam tabel tingkat kecemasan berdasarkan usia dan jenis kelamin.

Pada teori kecemasan dituliskan bahwa pada faktor usia, orang muda lebih

mudah mengalami kecemasan dari pada orang tua, seperti inilah yang ditemukan

dalam penelitian ini. bahwa jumlah responden dengan usia 21-40 tahun mencapai 75

% sebanyak 12 responden. Sedangkan responden dengan usia dewasa tua sebanyak 8

orang yang berarti 25 % dari keseluruhan jumlah. Sedangkan menurut jenis kelamin

jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki lebih banyak yaitu sebesar 70 %

sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden. Sedangkan

faktor jenis kelamin bahwa wanita lebih mudah mengalami cemas dari pada kaum

laki - laki, dan dalam penelitian ini tidak ditemukan demikian,perempuan lebih

banyak mengalami cemas daripada laki- laki,namun dalam penelitian ini menunjukan

bahwa jumlah responden dengan Jenis kelamin laki - laki lebih banyak yaitu sebesar

70 % sebanyak 14 responden. Sedangkan responden dengan jenis kelamin

perempuan sebanyak 6 orang yang berarti 30 % dari keseluruhan jumlah responden

karena jumlah responden pria dan wanita tidak seimbang, dimana dari 20 responden

wanita sebanyak 6 orang dan pria sebanyak 14 orang. Ini adalah salah satu

kekurangan yang tidak dapat dipikirakan dan diprediksikan sebelum penelitian

dimulai. Tetapi secara garis besar dari penelitian ini menunjukan bahwa pria dan

wanita mengalami tingkat kecemasan yang hampir sama yakni pria pada tingkat

cemas berat sekali dan wanita pada tingkat cemas berat. Berdasarkan atas hasil uji

Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa perlakuan menunjukkan

bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang artinya bahwa tidak terdapat

perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi dan menjelang operasi pada

kelompok tanpa pastoral care.

5.2. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi tanpa pastoral Care.

Dari hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-Operasi tanpa

perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.034 yang nilai α > 0.05, yang

artinya bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum operasi

dan menjelang operasi Pada kelompok tanpa pastoral care. Tindakan operasi atau

pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan. Kecemasan

biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani

pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan

tindakan pembiusan. Pasien yang mengalami kecemasan menunjukkan tanda mudah

tersinggung, susah tidur, gelisah, lesu, mudah menangis dan tidur tidak nyenyak.

Kecemasan pasien pre operatif disebabkan berbagai faktor, seperti kurang informasi,

kurangnya komunikasi terapeautik dan salah satunya adalah kurangnya

pendampingan tentang ketenangan batin untuk pencegahan kecemasan pada pasien

preoperatif. Adapun reaksi dari kecemasan berupa reaksi psikologis yang ditandai

dengan rasa takut, tegang, gelisah, dana adannya reaksi fisiologis berupa keringat

dingin, tekanan darah meningkat, nafas cepat.Maka kecemasan sebelum operasi

memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya agar tidak terjadi peningkatan

tekanan darah sehingga program operasi tetap dijalankan sesuai dengan waktu yang

ditentukan.

5.3. Tingkat kecemasan pada responden sebelum operasi dengan pastoral care.

Dan untuk hasil uji Marginal homogeneity test pada pasien pre-operasi

dengan perlakuan menunjukkan bahwa nilai significant 0.009 yang nilai α < 0.05,

yang artinya bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum dan

sesudah pastoral care. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pastoral

care pada pasien preoprasi dengan perlakuan dan perbedaan kecemasan pada pasien

preoperasi tanpa perlakuan dibuktikan menggunakan uji Marginal Homogeneity test

dan uji alternatif Fisher yang didapatkan hasil bahwa p value 0,193 sehingga p value

lebih besar daripada 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

5.4. Perbedaan tingkat kecemasan pada pasien sebelum operasi dengan dan

tanpa pastoral care.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah perlakuan

didapatkan hasil bahwa p value 0,26 sehingga p value lebih kecil dari pada 0,05 maka

H0 ditolak dan H1 diterima.Sedangkan perbedaan yang signifikan antara tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi tanpa perlakuan didapatkan hasil bahwa p value

0,082 sehingga p value lebih besar daripada 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi dengan dan tanpa perlakuan. Tingkat kecemasan yang dirasakan responden

dapat diminimalkan dengan berbagai cara seperti beberapa penelitian terdahulu yang

sudah dibuktikan yaitu, pengendalian diri, dukungan, olahraga, tidur, komunikasi

terapeautik, mendengarkan music klasik, pendampingan spiritual, salah satunya

seperti Pastoral care

Pelayanan Pastoral care adalah pelayanan rohani yang diberikan untuk semua

orang, pelayanan psiko-spiritual dan pelayanan kasih. Pelayanan spiritual yang

dimaksud identik dengan pelayanan rohani kepada pasien. Hal ini menjadi penting

karena pasien akan dibantu dengan adanya perhatian (attention), dukungan

(sustaining), perdamaian (reconciling), bimbingan (guiding), penyembuhan luka

batin (inner-healing), serta doa (praying). Apabila pasien terlayani aspek rohaninya

maka akan terjadi keseimbangan dalam hidup dan berdampak positif untuk menjalani

operasi dan pengobatan.

Dalam penelitian ini pendampingan Pastoral Care sangat terlihat dengan jelas

bahwa Pastoral Care merupakan pelayanan yang penuh kasih kepada semua orang

tanpa memandang suku ras dan agama. Yang berhak mendapat sakramen pengurapan

orang sakit bagi yang Bergama kaolik ini biasanya dilaksanakan sebelum Operasi

dengan urutan sebagai berikut: Pelayanan sakramental dengan cara tim kesehatan RS

menyampaikan informasi kepada tim Pastoral care Rumah sakit, petugas pastoral

menyediakan peralatan untuk penerimaan sakrament (lilin,salib, minyak suci, kasula

untuk Romo), kemudian menanyakan kesiapan pasien dan kelurga.sekaligus

mempersiapakan pasien dan keluarga dan memulai ibadat/ memberi sakramen sesuai

dengan kebutuhan pasien. Dan agama lain diberi pelayanan non sakramental, yaitu

sharing bersama diamana responden menungkapkan perasaan batin yang sedang

dialami terlabih keceamasan, ketakutan dalam menghadapi operasi, tetapi ada juga

yang menungkapkan tentang pergulatan keluarga dan lain sebagainya.

Pendampingan pada agama lain, meminta pada peneliti untuk mendoakan

secara khatolik, begitu juga agama Kristen tetapi tidak diberi sakrament, dengan

urutan sebgai berikut:menayakan keadaan pasien sehubungan dengan tindakan

operasi, menggali rasa perasaan pasien, tampa paksaan, mendengarkan keluhan

pasien dan memberikan dukungan, peneguhan iman, harapan, kekutan serta

penghiburan sesuai kebutuhan pasien.Memenuhi permintaan responden untuk berdoa

secara khatolik. Juga memenuhi permintaan pasien untuk didampingi kedua kalinya

sampai 3 x.Pengalaman ini juga memberikan dukungan pada tujuan dan pengerteian

pelayanan pastoral care yang holistik pada semua orang tanpa memandang suku dan

agama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pastoral care merupakan cara efektif

untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum operasi. Pada pasien pre-operasi

dengan perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal homogeneity test untuk

melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah Pastoral care, ada

significant yang ditunjukkan dengan nilai α < 0.05, yaitu 0.082 artinya ada hubungan

pastoral care dengan tingkat kecemasan, karena dala uji ini ada perbedaan sebelum

dan sesudah perlakuan.

Pada pasien pre-operasi tanpa perlakuan atau pastoral care hasil uji Marginal

homogeneity test untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan sebelum operasi dan

menjelang operasi, tidak ada significant ditunjukkan dengan nilaiα > 0,05, yaitu

0,034. Artinya pada responden tanpa perlakuan tingkat kecemasan, semakin

meningkat.

Untuk melihat perbedaan dan perubahan tingkat kecemasan kelompok

pastoral care dan kelompok tanpa pastorals care dapat dilihat dari hasil uji Fisher

test menunjukkan bahwa nilai significant 0.001 nilai α<0.05, yang artinya bahwa

terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara pasien pre operasi dengan perlakuan dan

pasien operasi tanpa perlakuan. Dari hasil kedua kelompok ini, Maka pasien pre-

operasi harus didampingi dengan berbagai cara untuk mengatasi kecemasan pasien

sebelum operasi.

Penurunan tingkat cemas sebelum operasi dikarenakan pasien didampingi

secara spiritual terbukti memberikan manfaat untuk menurunkan tingkat

kecemasan.Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan,

pada kedua kelompok yaitu sebelum dan sesudah pastoral care dan tanpa pastoral

care,mendapatkan hasil yang significant penurunan tingkat kecemasan pada pasien

dengan perlakuan dan peningkatan kecemasan pada pasien tanpa perlakuan, hasil ini

menandakan bahwa setiap orang pasti membutuhkan ketenangan dan dukungan yang

positif dari orang lain baik berupa moral maupun spiritual seperti Pastoral care yang

menjadi salah satu teknik juga yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat

kecemasan yang dirasakan responden, karena Pastoral care memiliki banyak

keunggulan antara lain membuat rileks, nyaman, tenang, damai, berani pasrah dan

tegar untuk mengahadi segala sesuatu sehingga dapatmengurangi tingkat kecemasan.

Penelitian ini mengambil dari salah satu manfaat pastoral care yaitu

mengurangi tingkat kecemasan. Penelitian terbukti dapat menurunkan tingkat

kecemasan sebelum operasi yang dirasakan responden dengan pendampingan selama

2x atau 3x bahkan 4x sebelum 2 atau 1 hari operasi, dengan waktu yang berbeda

sesuai dengan kebutuhan responden, ada yang membutuhkan waktu 30 menit tetapi

ada juga yang lebih sampai 45 menit dan juga ada yang sampai 1 jam, dan Pada saat

menjelang operasi diberikan pendampingan 3-4 jam sebelum operasi.Kebutuhan

waktu untuk pastoral care pada kelompok perlakuan sulit diprediksi karena

kebutuhan tiap responden untuk didampingi sangat berbeda, maka waktu tidak bisa

ditargetkan dalam pendampingan Pastoral care.

Dalam praktek pastoral care memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan

responden tanpa paksaan apapun, menghargai hak responden, untuk menerima atau

menolak pastoral care melakukan apa yang dibutuhkan responden.Dalam penelitian

ini, pada responden tertentu membutuhkan pendampingan lebih dari yang ditarketkan.

Pastoral care menjadi salah satu teknik yang dibutuhkan oleh pasien, dan ini tidak

hanya pada agama khatolik tetapi juga beberapa semua agama dengan pendampingan

yang diberikan seperti sharing bersama, bahkan dari agama lain pun menghendaki

doa-doa sesuai dengan kepercayaan peneliti. Pengalaman ini meyakinan peneliti

bahwa pastoral care sangat dibutuhkan bukan hanya dengan ritus secara khatolik,

tetapi pelayanan secara kahtolik juga dapat diterima dalam agama lain, yang penting

adalah kehadiran seseorang sebagai sahabat dan keluarga yang selalu memberikan

dukungan bagi yang sakit.

Teknik pastoral care ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih luas,

misalnya pada RS lain selain Rumah sakit BrayatMinulya Surakarta pada pasien

yang mengalami kecemasan baik cemas ringan, cemas sedang, maupun cemas berat

sebelum operasi tidak hanya pada responden, melainkan pada pasien lainnya dengan

segala penyakit yang mereka hadapi.

BAB VI

PENUTUP

6.2.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan :

e. Karakteristik responden menurut usia : 21-40 tahun sebanyak 15 orang yang

berarti 75 % sdangkan jenis kelamin laki- laki sebanyak 14 orang sebesar 70

%.

f. Tingkat kecemasan yang dialami responden pre-operasi sebelum pastoral

care yaitu didapatkan cemas ringan tidak ada, cemas sedang ada 2 pasien (20

%), cemas berat 1 orang (10%) dan cemas berat sekali 7 orang (70%).

g. Tingkat kecemasan pre operasi sesudah pastoral care yaitu didapatkan cemas

ringan 2 orang (20%), cemas sedang 6 orang (60%), cemas berat 2 (20%)

berat sekali tidak ada ( 0 % ).

h. Perbedaan tingkat kecemasan pre operasi sebelum dan sesudah pastoral care

dengan significant 0.193. Perbedaan tingkat kecemasan preoperasi tanpa

pastoral care dengan significant 0.026 Perbedaan tingkat kecemasan pre-

operasi sebelum dan sesudah pastoral care dengan significant 0,8

6.2. Saran

3. Bagi Rumah Sakit Brayat Minulya Surakarta

Banyak teknik yang sudah terbukti dan dapat dilakukan untuk

menurunkan kecemasan. Salah satu Teknik yang dapat untuk menurunkan

tingkat kecemasan menjelang operasi yang dirasakan oleh para pasien yaitu

dengan cara memberikan pendampingan spiritual atau pastoral care selama1-

2 x, bahkan lebih sampai 3x sebelum operasi diruangan pasien baik

pendampingan rohani yang bersifat sakramental maupun non sakramental,

yaitu mengunjungi pasien, sharing bersama, mendengarkan ungkapan hati

pasien, memberikan dukungan, perhatian, doa bersama sesuai dengan iman

pasien, memberikan sakrament bagi yang khatolik. Memberikan waktu

pendampingan sesuai dengan kebutuhan pasien.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Pendampingan pastoral care terbukti dapat menurunkan tingkat

kecemasan sebelum operasi, dan diteliti juga mengenai variabel yang

mempengaruhi tingkat kecemasan itu sendiri, untuk penelitian selanjutnya

dapat mengembangkan penelitian pada variable lain yang belum pernah

dilakukan penelitian sebelumnya ataupun dapat dilakukan penelitian yang

membandingkan antara pengaruh pastoral care pada post operasi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Lebih mengembangkan banyak penelitian dengan memberikan dukungan

literature – literature keperawatan terutama dalam hal pendampingan pastoral

care dan kecemasan pasien pre maupun post operasi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Baradero dkk, (2009). “Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan Praktik”.EGC, Jakarta.

Beek Aart Van, (2007). “Pendampingan Pastoral”. PT. BPK Gunung Mulya.Cetakan Ke-3. Jakarta.

Carpenito, LJ (2009), “Buku Saku Diagnosis Keperawatan Aplikasi padaPraktik Klinis”, edk 10 M Ester (ed), Y Asih (alih Bahasa), EGC,Jakarta.

Dharma, Kusuma Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan:Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta:Trans Info Media.

Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997). Sinopsis Psikiatri, Ilmu PengetahuanPerilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke tujuh, Jakarta: Binarupa Aksara.

Doris Sylvanus, (2010). ”Survey Pendahuluan Palangka Raya tentangTingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif”.

DR. CB. Kusmaryanto, SCJ (Charter of Healthcare 1995). “Pastoral Careand The Sacrament of Anointing of the Sick”. Kan 108.

Hawari, Dadang, 2006. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta;Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hidayat. A.A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan TekhnikAnalisa Data. Jakarta: Salemba Medika

JOHN PAUL II, (tanggal 14 September 1987). “To the Catholic healthorganizations of the United States of America”, dalam InsegnamentiX/3 [1987] 502-503, n. 3) “Jurnal Keperawatan Rufaidah SumateraUtara”, Volume 1, (Mei 2005).

Long B.C. (1996). “Perawatan Medical Bedah, suatu PendekatanProses Keperawatan 2”, Yayasan IAPK Padjajaran Bandung.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Noor, N.N. (2008). Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Jakarta:Rineka Cipta.

Paulus Yohannes. ( 2013 ) “Surat Gembala Kitab Suci Dalam KehidupanGereja”. Roma

Susan Sullivan Australian Journal, (12 September 2011) “Catholic HealthAustralia Current Issues for CHA Members in the Provision ofPastoral Care“.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis BagiPemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press

JOHN PAUL II, “To the Catholic health organizations of the United Statesof America”, tanggal 14 September 1987, dalam Insegnamenti X/3[1987] 502-503, n. 3)