26

No Wonder They Call Him the Savior

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Salib itu terpampang di atas garis sejarah seperti intan yang menarik perhatian kita... Kesedihannya memanggil orang-orang yang menderita... Kemustahilannya menarik perhatian orang-orang sinis... Harapan yang terpancar daripadanya menarik semua yang mencari. Lebih dari sekedar simbol emas kepercayaan agama, salib adalah bagian pusat dari iman Kristiani - tempat bertemunya antara waktu dan kekekalan, dimana Tuhan dan manusia dipertemukan satu sama lain. Max Lucado membawa Anda melalui drama kematian dan kebangkitan Yesus Kristus - dari penyangkalan Petrus, keragu-raguan Pilatus, dan kesetiaan Yohanes. Menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa menjelang penyaliban Yesus, dari Taman Getsemani yang berkabut sampai kepada ruang atas yang bercahaya redup dari kebangkitan Yesus. No Wonder They Call Him The Savior menuntun Anda naik ke bukit pengharapan yang paling tinggi dari umat manusia dan mengingatkan Anda mengapa Ia pantas disebut Juru Selamat kita.

Citation preview

Page 1: No Wonder They Call Him the Savior

NO WONDER THEY CALL HIM

M AX L UCADO

Page 2: No Wonder They Call Him the Savior
Page 3: No Wonder They Call Him the Savior
Page 4: No Wonder They Call Him the Savior
Page 5: No Wonder They Call Him the Savior
Page 6: No Wonder They Call Him the Savior

Originally published in the U.S.A. under the title:No Wonder They Call Him The SaviorCopyright © 1986, 2004 by Max LucadoPublished by permission of Thomas Nelson Inc, Nashville, Tennesse

Hak terjemahan Bahasa Indonesia ada pada :PT. VISI ANUGERAH INDONESIAJalan Karasak Lama No.2 - Bandung 40235Telp : 022-522 5739Fax : 022-521 1854Email : [email protected]

ISBN : 978-602-8073-39-4Cetakan pertama, Januari 2011Indonesian Edition © Visipress 2010

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang memperbanyak sebagian atauseluruh isi buku ini tanpa seizin Penerbit.

Member of CBA IndonesiaNo : 05/PBL-BS/1108/CBA-Ina

Member of IKAPI

No : 185/JBA/2010

Page 7: No Wonder They Call Him the Savior

Untuk Denalyn

dengan cinta yang abadi

Page 8: No Wonder They Call Him the Savior
Page 9: No Wonder They Call Him the Savior

Daftar IsI

Ucapan Terima Kasih 9

Pendahuluan 11

Bagian yang Terpenting 13

B a g i a n 1

S a l i b : K a t a - k a t a - N y a

1. Kata-kata Terakhir, Tindakan-tindakan Terakhir 21

2. Kata-kata yang Melukai 25

3. Vigilante Membalas Dendam 29

4. Kisah Penjahat yang Disalib 35

5. Meninggalkan Itu Mengasihi 43

6. Jeritan Orang Kesepian 47

7. Aku Haus 55

8. Belas Kasihan Kreatif 59

9. Sudah Selesai 65

10. Bawa Aku Pulang 71

B a g i a n 2

S a l i b : S a k s i - s a k s i - N y a

11. Siapa Bisa Percaya? 75

12. Wajah-wajah Dalam Kerumunan 79

Page 10: No Wonder They Call Him the Savior

13. Ya. . . Hampir Saja 83

14. Sepuluh Orang yang Lari 89

15. Dia yang Tinggal 95

16. Bukit Penyesalan 99

17. Injil Kesempatan Kedua 103

18. Sediakanlah Tempat Bagi Yang Ajaib 107

19. Lilin Dalam Gua 111

20. Pembawa Berita Miniatur 115

B a g i a n 3

S a l i b : H i k m a t - N y a

21. Hidup! 121

22. Tangan Terbuka 125

23. Penjaja Jalanan Bernama Kepuasan Hati 129

24. Dekat Salib - Tetapi Jauh Dari Kristus 133

25. Kabut Hati yang Hancur 137

26. Pao, Senhor? 143

27. Anak Anjing, Kupu-kupu Dan Juru Selamat 145

28. Kesaksian Allah 151

29. Keputusan-keputusan Dinamit 157

30. Apa Harapanmu? 163

31. Pulanglah! 167

32. Ketidakkonsistenan yang Konsisten 171

33. Raungan 175

Panduan Perenungan untuk Pembaca 181

Page 11: No Wonder They Call Him the Savior

11

Ucapan terIma KasIh

Ucapan terima kasih dengan penuh kehangatan kepada:

Dr. Tom Olbricht karena menunjukkan kepada saya apa yang

penting.

Dr. Carl Brecheen untuk benih yang ditanam dalam hati yang

rindu mencari.

Jim Hackney untuk pengertian yang mendalam mengenai pen-

deritaan sang Guru.

Janine, Sue, Doris, dan Paul untuk pengetikan serta dorongan-

mu

Bob dan Elsie Forcum karena kemitraan Anda dalam Injil.

Randy Mayeux dan Jim Woodroof untuk komentarmu yang

membangun dan dorongan dalam persaudaraan.

Liz Heaney untuk keterampilan menyunting yang cermat serta

kreativitas Anda.

Multnomah Press, penerbit awal dari buku ini terima kasih un-

tuk memberi kesempatan kepada saya saat masih menjadi penulis

muda.

Dan terlebih dari semuanya, kepada Yesus Kristus terimalah ungkap-

an syukur ini.

Page 12: No Wonder They Call Him the Savior
Page 13: No Wonder They Call Him the Savior

13

penDahUlUan

Orang Brasil mengajarkan kepadaku tentang indahnya suatu

berkat. Berikut satu kejadian di Brasil yang ribuan kali terjadi setiap

harinya...

Di suatu pagi hari. Saatnya untuk Marcos pergi ke sekolah. Saat

ia sedang mengumpulkan seluruh buku-buku sekolahnya dan bersiap

menuju pintu keluar rumahnya, ia berhenti sejenak di samping kursi

tempat ayahnya duduk. Dia memandang wajah ayahnya dan bertanya

“Ben o, Pai?” (Berkati aku, Ayah?)

Ayahnya mengangkat tangannya. “Deus te aben oe, meu filho”, ia

mengucapkannya dengan yakin. (Tuhan memberkati engkau, Nak)

Marcos tersenyum dan segera keluar rumah.

Kejadian ini datang ke dalam pikiranku saat saya sedang me-

mikirkan tentang diterbitkannya kembali buku No Wonder They

Call Him The Savior. Saya menulis buku ini di Brasil. Tahun-tahun

selama di Rio de Jainero melahirkan banyak pemikiran-pemikiran

dari buku ini. Gereja muda yang saya layani (kami muda saat itu)

dan kerinduan mereka akan salibNya (kamu juga rindu). Banyak dari

pesan-pesan kami berpusat pada The Savior—Sang Juru Selamat.

Biarlah Tuhan memberkati Anda saat Anda membaca buku ini.

Seperti anak-anak Brasil mencari berkat dari ayahnya, biarlah Anda

juga mencari berkatNya. Anda tau, Dia tentu akan memberikan. Dia

selalu memberikannya. Itulah sebabnya kita memanggilnya Sang Juru

Selamat.

Max Lucado

Page 14: No Wonder They Call Him the Savior
Page 15: No Wonder They Call Him the Savior

15

BagIan yang terpentIng

Saya cuma mau tahu apa yang penting.” Dengan aksen Irlandia

kental dan mata yang dalam dan pekat. Kata-kata yang tulus

ikhlas. “Jangan bicara kepada saya tentang agama, fase itu sudah saya

lalui. Dan jangan singgung-singgung soal teologia. Saya punya gelar

dalam bidang itu. Langsung ke hal yang pokok saja, oke? Saya mau

tahu apa yang penting.”

Namanya Ian. Mahasiswa universitas Kanada yang sedang saya

kunjungi saat itu. Melalui serentetan peristiwa, ia mengetahui bahwa

saya Kristen dan saya mendapatkan bahwa ia mau menjadi Kristen

tetapi merasa kecewa.

“Saya dibesarkan dalam lingkungan gereja,” jelasnya. “Saya

bermaksud terlibat dalam pelayanan. Saya sudah mengambil semua

mata kuliah: teologia, bahasa-bahasa, penafsiran Alkitab. Tetapi saya

berhenti. Ada sesuatu yang tidak masuk di akal.”

“Jawabannya memang ada di sana. Tetapi entah di mana,” katanya

serius. “Yah, menurut saya sih, ada.”

Saya menengadah dari kopiku sementara dia mulai mengaduk

kopinya. Lalu dia menyimpulkan frustrasinya dengan mengajukan

satu pertanyaan.

“Apa sebenarnya yang penting? Apa yang harus diperhitungkan?

Coba katakan. Lupakan saja basa-basinya. Langsung pada intinya saja.

Coba beritahukan bagian mana yang penting.”

Bagian yang penting.

Page 16: No Wonder They Call Him the Savior

16

P a n t a s I a d I s e b u t s a n g J u r u s e l a m a t

Lama sekali saya memandang Ian, pertanyaannya seperti masih

melayang di udara. Seharusnya bagaimana jawabanku? Apa yang

seharusnya dapat kukatakan? Saya dapat menceritakan tentang gereja

kepadanya, atau jawaban doktrinal, atau membacakan sesuatu yang

klasik seperti Mazmur 23, “Tuhan adalah gembalaku . . .” Tetapi,

semuanya terasa begitu sempit. Barangkali pemikiran tentang seks

atau berdoa, atau Hukum Kasih. Tidak, Ian menginginkan suatu

harta terpendam—bagian yang terbaik.

Berhenti dulu sejenak dan cobalah memahami perasaan Ian.

Anda dengar pertanyaannya? Anda merasakan frustrasinya? “Jangan

ngoceh tentang agama,” katanya. “Berilah apa yang penting.”

Lalu, apa yang penting?

Dalam Alkitabmu yang berisi lebih dari ribuan halaman, apa

yang penting? Di antara sekian banyak petunjuk dan larangan, apa

sebenarnya menjadi yang pokok? Apa yang tidak dapat dibuang?

Perjanjian Lama? Atau Perjanjian Baru? Kasih karunia? Baptisan?

Apa yang akan Anda jawab kepada Ian? Apakah Anda akan

berbicara tentang kejahatan dunia atau keunggulan sorga? Apakah

Anda akan mengutip Yohanes 3:16, atau Kisah Para Rasul 2:38, atau

barangkali 1 Korintus 13?

Apa sebenarnya yang penting?

Mungkin Anda sudah menggumuli pertanyaan ini. Mungkin

Anda sudah ikut aktif beragama dan beriman, namun toh Anda

merasakan seolah-olah hanya menemukan sumur yang kering.

Doa terasa hampa. Tujuan hidup terasa tak mungkin terpikirkan.

Kekristenan menjadi seperti catatan sederetan puncak-puncak yang

tinggi dan lembah-lembah yang dalam, serta nada-nada palsu belaka.

Apakah cuma ini saja? Ke gereja pada hari Minggu. Lagu-lagu

yang merdu. Menyumbang perpuluhan dengan setia. Salib-salib dari

emas. Pakaian rapi. Paduan suara yang besar. Alkitab bersampul kulit.

Memang manis sekali, tetapi... dimana hati kita?

Page 17: No Wonder They Call Him the Savior

17

Saya aduk kopi saya. Ian juga mengaduk kopinya. Saya tidak

punya jawaban. Semua ayat yang sudah kuhafal dengan setia rupanya

kurang cocok. Semua jawaban yang disediakan siap pakai sepertinya

terlalu lemah.

Tetapi sekarang, bertahun-tahun kemudian, kutahu apa yang

harus kubagi bersama dia.

Coba simak kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 15.

Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu

apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati

karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci.

“Yang sangat penting” katanya.

Bacalah terus:

Bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan,

pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah

menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua

belas murid-Nya.1

Itulah jawabannya. Hampir-hampir terlalu sederhana. Yesus

dibunuh, dikuburkan, dan bangkit. Anda heran? Bagian yang

terpenting adalah salib. Tidak lebih, tidak kurang.

Salib.

Salib itu terpampang di atas garis sejarah seperti intan yang

menarik perhatian kita. Kesedihannya memanggil orang-orang yang

menderita. Kemustahilannya menarik perhatian orang-orang sinis.

Harapan yang terpancar daripadanya menarik semua yang mencari.

Dan menurut Paulus, salib itulah yang penting.

Bukan main, sebatang kayu yang istimewa! Sejarah telah

1 1 Korintus 15:3-5

b a g I a n Ya n g te r P e n t I n g

Page 18: No Wonder They Call Him the Savior

18

P a n t a s I a d I s e b u t s a n g J u r u s e l a m a t

memujanya, memandangnya rendah, dengan memberinya lapisan

emas, membakarnya, orang telah memakainya dan menjadikannya

sampah. Sejarah telah membuat apa saja terhadapnya, tapi

mengabaikannya.

Itulah satu-satunya pilihan yang tidak ditawarkan oleh salib

Tidak ada yang dapat menganggapnya tidak ada! Orang tidak

dapat mengabaikan sebatang kayu yang menawarkan klaim2 paling

hebat dalam sejarah. Tukang kayu yang mengklaim bahwa Ia adalah

Tuhan yang datang ke dunia? Ilahi? Kekal? Penakluk maut?

Tidak mengherankan bahwa Paulus menyebutnya “inti dari

Injil.” Kesimpulannya membuat kita berpikir serius: kalau cerita itu

benar, maka seluruh sejarah bergantung padanya. Titik. Kalau tidak

benar, maka ia merupakan cerita sejarah paling konyol.

Itu sebabnya salib merupakan yang terpenting. Itu sebabnya, jika

saya harus minum kopi lagi dengan Ian, saya akan beritahukan dia

tentang salib itu. Saya akan ceritakan tentang hari di bulan April yang

banyak angin. Hari ketika kerajaan maut dikalahkan dan harapan

mendapat tempat lagi. Saya akan ceritakan tentang Petrus yang jatuh

terjerembab, tentang Pilatus yang ragu-ragu, dan kesetiaan Yohanes.

Kita akan membaca tentang taman keputusan yang penuh kabut

dan semarak ruangan kebangkitan. Kita akan membicarakan kata-

kata terakhir yang diucapkan dengan sengaja oleh Mesias yang penuh

pengorbanan.

Dan akhirnya, kita akan berbicara tentang Mesias sendiri. Orang

Yahudi dari golongan buruh yang klaimnya mengubah dunia dan

yang janjinya tidak pernah ada tandingannya.

Tidak heran mereka menyebutnya Sang Juru Selamat.

Saya bertanya-tanya, mungkin ada beberapa di antara pembaca

buku saya yang mempunyai pertanyaan-pertanyaan yang sama seperti

Ian. Oh ya, salib itu bukan cerita baru bagi Anda. Anda sudah

2 Pernyataan tentang sesuatu fakta atau kebenaran.

Page 19: No Wonder They Call Him the Savior

19

melihatnya, memakainya. Anda sudah merenungkannya, sudah

membaca tentangnya. Bahkan, barangkali Anda juga sudah berdoa

kepadanya. Tetapi, apakah Anda mengenalnya?

Setiap penelaahan dari klaim Kristen pada dasarnya menjadi

penelaahan dari salib. Tindakan menerima atau menolak Kristus tanpa

penyelidikan saksama dari Kalvari sama saja seperti memutuskan

membeli suatu mobil tanpa memeriksa keadaan mesinnya. Beriman

tanpa mengenal salib sama saja seperti memiliki Mercedes tanpa

mesin. Bagian luarnya indah, tetapi di mana tenagamu?

Tolonglah! Ambilkan secangkir kopi bagimu. Duduklah dengan

nyaman dan berikan saya satu jam dari waktumu. Mari tataplah salib

itu baik-baik bersama saya. Mari kita teliti satu jam ini dalam sejarah,

Kita akan melihat para saksi. Kita akan dengarkan suara-suara. Kita

akan memandang beberapa muka. Dan terlebih dari itu semua, kita

akan amati Dia yang disebut Sang Juru Selamat. Maka kita akan

melihat bagian mana yang benar-benar paling penting.

b a g I a n Ya n g te r P e n t I n g

Page 20: No Wonder They Call Him the Savior
Page 21: No Wonder They Call Him the Savior

B a g I a n - 1

s a l I B : K a t a - K a t a -n y a

Page 22: No Wonder They Call Him the Savior
Page 23: No Wonder They Call Him the Savior

23

1

Kata-Kata teraKhIr

tInDaKan-tInDaKan teraKhIr

Baru-baru ini dalam perjalanan pulang ke kota asalku, saya melu-

angkan waktu untuk melihat sebuah pohon. Ayahku menyebut-

nya “Pohon oak yang hidup” (dengan tekanan pada kata “hidup”).

Sebenarnya pohon itu masih muda, demikian rampingnya sehingga

saya bisa memeluk batangnya dan menyentuh jari tengah dengan ibu

jariku. Angin Texas Barat di musim gugur menghamburkan daun-

daun yang jatuh dan saya terpaksa menutup ritsleting mantelku sam-

pai ke atas. Tidak ada tandingannya dari angin dingin dari padang

rumput, apalagi di kuburan.

“Pohon khusus,” saya berkata pada diriku, “dengan tugas yang

khusus.” Saya melihat-lihat sekelilingku. Banyak sekali pohon elm di

sana, tetapi tidak ada pohon oak. Tanah itu dipenuhi batu-batu nisan,

tetapi tidak ada pohon. Hanya satu pohon oak ini. Pohon khusus

untuk orang yang khusus.

Kira-kira tiga tahun lalu, ayahku menyadari bahwa otot-ototnya

mulai melemas. Dimulai pada tangannya. Kemudian pada betisnya.

Lalu lengannya menjadi agak kurus.

Ia menceritakan kondisinya kepada iparku yang adalah seorang

dokter. Iparku kaget dan menyuruh ayah ke dokter spesialis. Dokter

spesialis itu melakukan pemeriksaan yang lama—darah, syaraf, otot-

otot—lalu menarik kesimpulan. Penyakit Lou Gehrig. Penyakit me-

Page 24: No Wonder They Call Him the Savior

24

P a n t a s I a d I s e b u t s a n g J u r u s e l a m a t

lumpuhkan yang hebat. Tidak ada yang tahu penyebab atau obatnya.

Hanya satu hal yang pasti, keganasan dan kecermatannya.

Saya melihat pada sebidang tanah itu yang kelak akan menutupi

tubuh ayahku. Ia selalu menginginkan dikubur di bawah pohon oak,

sehingga ia membeli pohon itu. “Pesanan khusus dari lembah,” ayah

menyombong. “Saya terpaksa minta izin khusus dari dewan kota un-

tuk menanamnya di situ.” (Hal ini tidak sulit dilakukan di kota mi-

nyak penuh debu ini, di mana semua orang mengenal semua orang.)

Kerongkonganku terasa makin tersumbat. Orang yang kurang

berjiwa besar akan merasa marah. Orang lain mungkin menyerah.

Tapi tidak demikian ayahku. Ia tahu hari-harinya di dunia ini tak

lama lagi, jadi ia mulai menyelesaikan segala urusannya.

Pohon itu hanya satu di antara persiapan-persiapan yang ia buat.

Ia memperbaiki rumah untuk ibu dengan memasang sistem peman-

caran air, pembuka pintu garasi dan mengecat kusen rumah. Surat

wasiatnya ditinjau lagi. Ia memeriksa polis asuransi dan polis hari

tua. Ia membeli saham untuk pembiayaan pendidikan cucu-cucunya.

Ia merencanakan upacara penguburannya. Ia membeli tanah kuburan

untuk ia dan ibu. Ia menyiapkan anak-anaknya dengan kata-kata yang

menguatkan hati serta surat penuh kasih. Dan yang terakhir, ia mem-

beli pohon itu. Pohon oak yang hidup. (Diucapkan dengan tekanan

pada kata “hidup.”)

Tindakan-tindakan terakhir. Waktu-waktu terakhir. Kata-kata

terakhir.

Mereka mencerminkan hidup yang dihayati dengan baik. Sama

juga dengan kata-kata terakhir Sang Guru. Di saat-saat sebelum kema-

tian, Yesus juga membereskan rumahnya:

Doa terakhir mohon pengampunan.

Permohonan yang dikabulkan.

Permintaan penuh kasih.

Page 25: No Wonder They Call Him the Savior

25

Soal penderitaan.

Pengakuan akan kemanusiaan.

Seruan pelepasan.

Pekik penyelesaian.

Kata-kata yang kebetulan diucapkan seorang martir? Tidak. Kata-

kata bermaksud, yang dilukiskan pada kanvas pengorbanan oleh Pe-

nyelamat Ilahi.

Kata-kata terakhir. Tindakan-tindakan terakhir. Masing-masing

menjadi jendela dan melalui jendela itu kita akan lebih mengerti

tentang salib. Masing-masing menuju kepada kekayaan janji-janji.

“Jadi dari situ ayah mendapat pengetahuannya,” saya menyuarakan

pikiranku seolah-olah sedang berbicara kepada ayah. Saya tersenyum

sendiri sambil berpikir, “Memang lebih mudah meninggal seperti Ye-

sus kalau orang menghayati seluruh hidupnya seperti Dia.”

Jam-jam terakhir sudah mulai berlalu. Nyala lembut lilin ayah

melemah dan menjadi semakin lemah. Ia berbaring dengan tenang.

Tubuhnya dalam proses meninggal, tetapi semangatnya masih hidup.

Ia tidak dapat turun lagi dari tempat tidur. Ia memilih untuk mele-

watkan hari-hari terakhirnya di rumah. Tidak akan lama lagi. Angin

kematian akan menghembus kedipan nyala lilin dan akhirnya akan

padam.

Sekali lagi kupandang pohon oak yang ramping itu. Saya me-

nyentuh pohon itu seolah-olah ia telah mendengar pikiranku. “Tum-

buhlah,” saya berbisik. “Bertumbuhlah dengan tegar. Jadilah tinggi.

Milikmu adalah harta yang berharga.”

Ketika mengendarai mobil pulang melalui ladang-ladang minyak

yang bertebaran di jalanan pulang, saya masih saja berpikir tentang

pohon itu. Sekalipun masih lemah, puluhan tahun mendatang ia akan

bertumbuh kekar. Sekalipun sekarang masih ramping, di tahun-tahun

mendatang ia akan menjadi makin besar dan kuat. Tahun-tahunnya

yang terakhir akan merupakan tahun-tahun terbaik. Seperti halnya

1 I K a t a - K a t a te r a K h I r t I n d a K a n - t I n d a K a n te r a K h I r

Page 26: No Wonder They Call Him the Savior

26

P a n t a s I a d I s e b u t s a n g J u r u s e l a m a t

dengan ayah. Seperti juga dengan Guruku. “Jauh lebih mudah mati

seperti Yesus kalau kita sepanjang umur hidup seperti Yesus.”

“Bertumbuhlah, pohon muda.” Mataku berkaca-kaca. “Berdiri-

lah tegar. Milikmu adalah harta yang berharga.”

Ayah bangun ketika saya pulang. Saya mencondongkan badan

kepadanya di tempat tidur. “Saya pergi melihat pohon itu,” kukata-

kan kepadanya. “Ia masih tumbuh dengan baik.”

Ayah tersenyum.