28
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72) 45 NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits Dan Sirah Nabawiyah) Uswatun Hasanah Fakultas Ushuluddin & Pemikiran Islam, UIN Raden Fatah Palembang [email protected] Abstract This paper concludes that when looking at the history of hadith and sirah nabawiyyah around the legitimacy and the prohibition of marriage mut'ah understood that mut'ah marriage is not a good sunnah to do. This conclusion denied the opinion of al-Thabathabai in particular and the Shi'ite group in general who stated that the Shia still allow and allow the implementation of the Mut'ah marriage in the present. This research supports the opinion of al-Nawawi as an ambassador of the Sunni group who said about the salting of mut'ah marriage Kata kunci: Nikah Mut'ah, legitimasi, pengharaman. A. PENDAHULUAN Apabila berbicara tentang nikah mut'ah biasanya akan terbayang Syiah sebagai kelompok yang banyak mengambil bagian dalam pelaksanaannya, bahkan seolah-olah nikah mut'ah identik dengan ajaran Syiah. Padahal sesungguhnya ajaran tentang nikah mut'ah bukanlah bersumber dari ijtihad pribadi kelompok Syiah. Menurut Syiah atau sekelompok masyarakat yang mempraktekkan nikah mut'ah bahwa nikah mut'ah merupakan bagian dari sunnah Rasul saw. Nikah mut'ah diakui dan dipraktekkan sejak keberadaan Rasul saw di tengah-tengah sahabatnya. Dengan kata lain pelaksanaan nikah mut'ah menurut para penganutnya berdasarkan dalil al-Qur'an, hadis serta keterangan-keterangan dalam sirah nabawiyah. Sebagai ummat Nabi Muhammad saw tentu akan mengalami kerugian yang sangat besar jika meninggalkan satu kesempatan melaksanakan sunnah yang mudah atau bahkan disukai terutama bagi kaum laki-laki. Karena umumnya yang akan lebih banyak mendapatkan manfa'at dari pelaksanaan nikah mut'ah adalah

NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

45

NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI(Tela’ah Tentang PelaksanaanSunnah Nikah Mut’ah Melalui

Pendekatan Hadits Dan Sirah Nabawiyah)

Uswatun Hasanah

Fakultas Ushuluddin & Pemikiran Islam, UIN Raden Fatah [email protected]

Abstract

This paper concludes that when looking at the history of hadith and sirahnabawiyyah around the legitimacy and the prohibition of marriage mut'ahunderstood that mut'ah marriage is not a good sunnah to do. This conclusiondenied the opinion of al-Thabathabai in particular and the Shi'ite group in generalwho stated that the Shia still allow and allow the implementation of the Mut'ahmarriage in the present. This research supports the opinion of al-Nawawi as anambassador of the Sunni group who said about the salting of mut'ah marriage

Kata kunci: Nikah Mut'ah, legitimasi, pengharaman.

A. PENDAHULUAN

Apabila berbicara tentangnikah mut'ah biasanya akanterbayang Syiah sebagai kelompokyang banyak mengambil bagiandalam pelaksanaannya, bahkanseolah-olah nikah mut'ah identikdengan ajaran Syiah. Padahalsesungguhnya ajaran tentangnikah mut'ah bukanlah bersumberdari ijtihad pribadi kelompok Syiah.Menurut Syiah atau sekelompokmasyarakat yang mempraktekkannikah mut'ah bahwa nikah mut'ahmerupakan bagian dari sunnahRasul saw. Nikah mut'ah diakui dandipraktekkan sejak keberadaan

Rasul saw di tengah-tengahsahabatnya. Dengan kata lainpelaksanaan nikah mut'ah menurutpara penganutnya berdasarkandalil al-Qur'an, hadis sertaketerangan-keterangan dalam sirahnabawiyah.

Sebagai ummat NabiMuhammad saw tentu akanmengalami kerugian yang sangatbesar jika meninggalkan satukesempatan melaksanakan sunnahyang mudah atau bahkan disukaiterutama bagi kaum laki-laki.Karena umumnya yang akan lebihbanyak mendapatkan manfa'at daripelaksanaan nikah mut'ah adalah

Page 2: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

46

laki-laki. Kebenaran syariat dariRasul saw yang dijadikan landasantentang legitimasi atau bahkananjuran (sunnah) untuk melakukannikah mut'ah perlu ditelusuri agarsedapat mungkin menemukanbanyak jalan guna mendekatkandiri kepada Rasul saw (mengikutisunnah). Sebaliknya apabila tradisiini bukan berasal dari Rasulullahsaw atau pernah ada tetapi sudahdihapuskan pemberlakuannyamaka bersegera untuk meniadakanpengamalannya.

Tulisan ini akan membahaskontroversi seputar nikah mut'ahantara kebolehan danpelarangannya berdasarkananalisa terhadap hadis-hadis Rasulsaw dan sirah nabawiyah yangtentu saja didukung oleh ayat-ayatal-Qur'an dan pendapat ulama.

B. PEMBAHASAN

I. Hadis-Hadis Nikah Mut'ah

Hadis-hadis yang membahastentang pelaksanaan nikah mut'ahdibagi menjadi dua kelompok yaituhadis-hadis yang membolehkandan hadis-hadis yang melarang.

Hadis-hadis yang membolehkan.

1. riwayat Ibn Abbas

أولفيالمتعةانماكانتقالعابسبنعنبھامعرفةلھلیسالبدةیقدماللرجلانكالاسلاملھفتحفظیقیمأنھمایرىبقرالمرأةفیتزوجالایةتزلتاداحتىشیئھلھوتصلیحمتناعھعباسبنقالأیمانھمماملكتأوأزواجھمالاعلى

حرامفھوھدینسوىفرجفكلDari Ibn Abbas, ia berkata

bahwa: nikah mut'ah pada awalIslam adalah seorang yang datangdi sebuah negeri muslim yang tidakia kenal, maka orang tersebutmengawini wanita dengan harapania bisa bermukim dan wanita itudapat menjaga keamanan hartanyadan menjaga kehormatannyahingga turun ayat kecuali istri-istrimereka atau tangan kanan mereka.(Q.S al-Mu'minun (21): 6) IbnAbbas berkata: setelah turun ayattersebut semua hubungan selainyang dua itu haram. (Abu Isa;1980)

2. Riwayat Muslim al-Qurri

رضىعباسابنسألتقالالقرىمسلمعنالزبیرابنفیھاوكانالمتعةفرخصھماعنعنالله

رسولأنالزبیرتحدثابنأمھدهعنھافقالینھىرخصوسلمعلیھاللهصلىالله

فادافدخللناعلیھفیھافادخلواعلیھافسألوھاقالصلىاللهرسولقدرخصامرأةضخمةعمیاءفقالت

فیھاوسلمعلیھالله

Dari Muslim al-Qurri, iaberkata: aku bertanya kepada IbnAbbas ra tentang al-mut'ah, makadia mentolerirnya sementara IbnZubair menolaknya. Ibn Abbasberkata (bahwa kabar ini berasaldari) Ibu Ibn al-Zubair yangmenceritakan bahwasesungguhnya Nabi sawmembolehkannya. (Kemudian)mereka masuk menemui IbuAbdullah bin Zubair danmenanyakannya. Ketika mereka

Page 3: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

47

masuk bertemu dengan seorangperempuan gemuk dan sudah tidakdapat melihat lagi (Ibu Abdullah binZubair yang sudah tua), (makaperempuan itu) berkata (bahwa)Rasulullah saw telahmembolehkannya. (Abu Husain;1985)

Hadis-hadis yang melarang.

1. Pada Perang Khaibar (7 H)

صلىاللهرسولأنطالبابيبنعلىعنخبیریومالنساءمتعةعننھىوسلملیھعالله

الئانسیةالحمروعنDari Ali bin Abi Thalib (berkata

bahwa): sesungguhnya Rasulullahsaw melarang nikah mut'ah padahari Khaibar dan (juga) memakandaging Khimar local. (Abu Husain;1985)

2. Pada Perang Awthas ( 10 H)

قالرخصالاكوعبنسلمةعنفيوسلمعلیھاللهصلىىاللهلنارسول

ھابعدعنھانھىأیامثلاثةأوطاسمتعةالنساءعام

Dari Salamah al-Akwa'i iaberkata (bahwa): Nabi sawmembolehkan nikah mut'ah padaperang Awtas selama tiga harikemudian melarangnya (Muslim;1379)

3. Pada Waktu Umrah al-Qadah( 7 H)

ومعمرعنالرزاقعبدعمرةفيثلاثاالاقطالمتعةماحلتقالاالحسن

بعدھاولاقبلھاماحلتالقضاء

Abd al-Razaq (berkata bahwatelah berkata padanya) dari Ma'mardan al-Hasan, keduanya berkata(bahwa) nikah mut'ah tidakdihalalkan kecuali hanya tiga haripada Umrah al-Qada'i dan tidakpernah dibolehkan sebelum dansesudahnya.( Al-Sayyid; 1404H)

4. Pada am al-Fath (8 H).

اللهلنارسولادنالقالجھنيسبرةعنالنساءمتعةفيمكةفتحعاموسلمعلیھاللهصلى

فيفضلعلیھوليقوميمنرجالوأنافخرجتبردمناواحدكلمعالدمامةمنوھوقریبالجمال

غضجدیدفبردعميوأمابردابنفخلقبرديأماالبكرةمثلفتاةتلقتنامكةاداكنابأعلىحتى

قالتأحدنامنكیستمتعأنلكھلفقالالعنطمطةفجعلتبردهمناواحدكلفنشروماتبدلانبردانقالصاحبيفاداراھاالرجلینتنظرالى

ھداوبردفتقولغضجدیدوبردىخلقھداحتىأخرجفلممنھااستمتعتثمبھلابأس

علیھاللهصلىاللهحرمھارسول

Nabi saw mengizinkan kamipada tahun Fath} al-Makkahmelaksanakan nikah mut'ah. Sayakeluar bersama seorang sahabatdari kaumku. Aku memilikiketampanan yang lebihdibandingkan dia dan masing-masing kami memiliki selendang.Selendang aku sudah tuasedangkan selendang anakpamanku baru. Ketika kami beradadi puncak kota Mekkah kamibertemu seorang perempuan tinggisemampai dan lincah. Kemudiankami bertanya kepadanya apakahdia siap nikah mut'ah dengan salahseorang di antara kami. Tiba-tiba ia

Page 4: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

48

memandang sahabatku, kemudiansahabatku berkata burdah inisudah tua (sambil menunjuk kearah burdahku) sedangkanburdahku masih baru (sambilmenunjukkan burdahnya). Laluperempuan itu berkata, burdah initidak apa-apa (cukup lumayansambil menunjuk burdahku), danmengulanginya. Selanjutnya akunikah mut'ah dengannya namunsebelum batas waktunya selesaiRasul saw mengharamkannya.(Muslim;1379)

5. Pada Perang Hunain ( 8 H).

قالعنھاللهرضيطالبأبيبنعليعنخبیریومسلموعلیھاللهصلىاللهرسلنھىحنینیومالمثنىبنقالالنساءمتعةAli

bin Abi Talib berkata (bahwa)Rasulullah saw melarang kamipada perang Khaibar nikah mut'ah,berkata Ibn al-Muthanna pada

perang Hunain. (Abu Abd, 1980)

6. Pada Perang Tabuk ( 9 H).

وعلیھاللهصلىالنبيأنھریرةأبيعنومصابیحفرأىالوداعثنیةنزللماخرجسلم

اللهیارسولقالواماھدافقالبیكیننساءسمعاللهرسولفقالأزواجھنمنھنانساءكانواتمتعو

التعةحرمسلموعلیھاللهصلى

Dari Abu Hurairah (berkatabahwa) kami keluar bersamadengan Rasul saw pada perangTabuk dan kami singgah di sebuahtempat yang disebut Thaniyati al-Wada'i maka Nabi saw mendengar

tangisan para perempuan. Nabibertanya siapa para perempuanitu? (Kami menjawab) mereka ituadalah perempuan-perempuanyang telah kami mut'ahkan.Kemudian Rasulullah sawmenjawab nikah mut'ah telahdiharamkan.(Ibn Hibban)

7. Pada Haji Wada' (10 H).

أنحدثانھأبيسبرةأشھدعلىبنربیعحجةعنھافينھىوسلمعلیھاللهصلىاللهرسولالوداع

Rabi' bin Sabrah bersaksi atasbapakku (bahwa) sesungguhnya iatelah mendengar Rasulullah sawmelarang nikah mut'ah pada hajiWada'(Abu daud; 1988)

8. Pelarangan tanpa menyebuttempat dan waktu.

علیھاللهصلىالبيأنأبیھسبرةعنبنالربیععنالمتعةنكاحعننھىسلمو

Dari al-Rabi' bin Sabrah daribapaknya (bahwa) sesungguhnyaNabi saw telah melarang nikahmut'ah.

II. Kualitas Sanad Hadis

Ditinjau dari aspek kualitassanad hadis riwayat Ibn Abbas (w96 H) adalah daif. Ibn Hajar (773-852 H) mend}aifkannya danmenghukuminya sebagai hadisshadh karena menurutnya sanadhadis ini kontradiktif denganriwayat yang lebih kuat. Riwayat

Page 5: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

49

hadis yang seolah menjadi sebabturunnya ayat al-Qur'an surat al-Mu'minun (21): 6, semakinmenambah nilai d}aif di mata paraulama hadis. Karena ayat tersebutadalah bagian dari surat al-Makiyyah, sementara nikah mut'ahlebih banyak dilaksanakansetelahnya (di Madinah)i. Hadispembolehan nikah mut'ah lainnyamelalui riwayat Muslim al-Qurrimisalnya selain terkompilasi dalamSahih Muslim juga terdapat dalamSunan al-Kubra al-Baihaqi, MusnadAh}mad bin Hanbal dan Musnad al-Kabir. Adapun sanad riwayatMuslim al-Qurri tidak memilikimasalah sehingga kualitasnyaadalah sahih.

Hadis-hadis tentangpelarangan nikah mut'ah di Khaibar(7 H) semuanya diriwayatkan dariAli bin Abi Talib, ia sebagai sanadterakhir dan perawi pertama tanpaada shawahid. Dalam kutub al-Sittah ada lima kitab yangmeriwayatkan hadis ini. Empatbuah hadis dalam Sahih al-Bukhari, empat buah hadis dalamSahih Muslim, lima buah hadisdalam Sunan al-Nasa'i, dua buahhadis dalam Sunan al-Turmudzidan satu buah hadis dalam SunanIbn Madjah. Selain itu hadis inijuga diriwayatkan oleh Malik, Abdual-Razaq al-San'ani, Ibn AbiShaibah, al-Darimi, Musnad al-Humaid, Sunan al-Baihaqi danTarikh al-Baghdadi. Pada levelpertama sampai keempat tidak ada

perbedaan sumber riwayat kecualidalam Tarikh al-Baghdadi yangmeriwayatkan hadis dengan jalurperiwayatan dari Malik, al-Zuhridari Abdullah secara menyendiritanpa menyebut al-H}asan(kemudian dari bapaknya Ali binAbi Talib) seperti riwayat lainnya(Abu Abdullah) Namun demikianberkaitan degan kualitas sanadhadis tersbut ulama hampirsepakat atas kesahihannya.

Selain informasi pelarangannikah mut'ah pada perang Khaibar(7 H) sebagaimana yang dijelaskansebelumnya bahwa terdapat versilain tentang waktu pelarangannikah mut'ah yaitu: pada perangAwtas (10 H), pada waktu Umrahal-Qadai (7 H), pada 'Am al-Fath (8H), perang Hunain (Syawal 8 H),perang Tabuk (9 H), Haji Wada' (10H) serta pelarangan tanpamenyebut tempat dan waktu.Adapun mengenai kualitas masing-masing hadis adalah sebagaiberikut: pertama pelarangan nikahMut'ah pada perang Awtas (10 H).Perawi hadis pada tingkat sahabatterpusat pada Salamah bin 'Amrbin al-Akwa' al-Aslami (w 74 H). Iatermasuk sahabat yang ikut dalamBait al-Ridwan. Dari verifikasikualitas sanad hadis tidak seorangperawi pun yang dikritik oleh parakritikus hadis. Karena itu sanadhadis ini disimpulkan berkualitassahih.

Kedua, riwayat tentangpelarangan nikah mut'ah pada

Page 6: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

50

waktu Umrah al-Qada'i (7 H). Hadisdiriwayatkan dari Hasan bin 'Ali binAbi Talib dengan sanad yangmursal. Secara umum Ibn Hajarmenilai al-Hasan sebagai perawithiqah, faqih, mashhur akan tetapibanyak meriwayatkan hadis secaramursal dan banyak pula melakukantadlis.ii Meskipun didapati hadis lainsebagai shahidiii namun semuasanad bermuara kepada Hasansendiri. Karena itu muhaddismenghukumi sanad hadis Hasanberkualitas d}aif. Adapun yangketiga, riwayat larangan nikahmut'ah pada Am al-Fath padatahun 8 H. Sanad hadis selaindiriwayatkan dalam banyak jalanseperti Muslim, Abd al-Razaq, al-Baihaqi dan Ahmad bin Hanbal,tidak seorang perawi pun dalamsanad yang dinilai daif. Karena itusanad hadis riwayat ini berkualitastidak sahih.

Keempat, pelarangan nikahmut'ah pada perang Hunain dibulan Syawal tahun 8 H. Hadisdiriwayatkan oleh al-Nasa'i dalamsunannya sedangkan Ali sebagaisanad terakhir. Hadis tersebut tidakmemiliki shawahid dan mutabi'. IbnHajar menilainya tashif pada lafalKhaibar. Menurut al-Daruquthniterdapat Abd al-Wahhab yangmenyendiri dalam riwayatnyaiv,karena itu hadis riwayat al-Nasa'iini sanadnya disimpulkanberkualitas daif.

Kelima, pelarangan nikahmut'ah pada perang Tabuk di tahun

9 H. Terdapatnya seorang perawibernama Muammal bin Isma'ildalam sanadnya, yaitu seorangperawi yang banyak dinilai daifoleh para kritikus hadis,menjadikan sanad hadis ini punberkualitas daif. Abu Hatimmenilainya saduq namun banyakkeliru. Bukhari menilainya sebagaimunkaru al-hadith dan Ibn Hajarmenilainya saduq namun jelekhafalannyav. Karena itu riwayat inidikatakan berkualitas daif.

Keenam, nikah mut'ah padahaji Wada pada tahun 10 H.Kualitas hadis diperdebatkan.Alasan kritikus hadismelemahkannya karenaseharusnya hadis ini tidak hanyadiriwayatkan oleh Rabi' bin Sabrahsaja tetapi oleh mayoritas sahabatyang turut hadir dalam haji Wada'.Ibn Hajar memandang adakemungkinan terjadi kekeliruanmengenai penyebutan Fath al-Makkah dan haji Wada'.vi Ketujuh,riwayat pelarangan tanpamenyebut tempat dan waktu. Tidakseorang perawi pun yangdipermasalahkan dalam sanad ini.Karena itu kualitas sanad adalahsahih.

III. Kualitas Matan Hadis

Riwayat Ibn Abbas apabiladitinjau dari kualitas matan hadismenurut ulama hadis kontradiktifdengan hadis yang kualitasnyalebih sahih dan diriwayatkan jugadari Ibn Abbas melalui al-Bukharivii.

Page 7: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

51

Ulama juga menolak bahwasubstansi hadis tentangkeberadaan surat al-Mu'minun (21)ayat 6 telah memansukh prakteknikah mut'ah karena ayat initergolong ayat Makiyah yang turunpada periode pertama Islam.Padahal praktek nikah mut'ahadalah legal dan konstitusionalpada periode Madinahviii Namunapabila melihat banyaknya riwayatpembolehan dan pelarangan dalamberbagai versinya. Yangmengidentifikasikan bahwapembolehan dan pelarangan tidakterjadi satu kali saja maka riwayatIbn Abbas ini bisa diterima.

Hadis pembolehan lainnyamelalui riwayat Muslim al-Qurri punterdapat permasalahan padasubstansi hadis yaitu pada lafalmut'ah yang dinilai kontroversial.Secara ekplisit hadis menyebutkanbahwa Muslim al-Qurrimenanyakan kepada Ibn Abbastentang mut'ah al-hajj dan padariwayat lain disebutkan mut'ah sajatanpa mengaitkan al-hajj atau al-nisai. Muslim, Ahmad dan lainnyamengklasifikasikan hadis riwayatMuslim al-Qurri pada kitab al-hajjbukan pada kitab al-nikah al-mut'ahsebagai isyarat bahwa maksudlafal al'mut'ah yang dipahamidalam hadis adalah mut'ah al-hajjbukan mut'ah al-nisa'i. Berbedadengan al-Tabatabai dalamtafsirnya ia menukil hadis riwayatMuslim al-Qurri denganmencantumkan lafal al-mut'ah

saja.ix Pemahaman al-Tabatabaidalam riwayat bahwa maksudpenanya adalah nikah mut'ahbukan mut'ah haji. Al-Tabatabaimengabaikan riwayat lainnya danmemilih riwayat yang menyebutmut'ah al-nisa'i sebagai dasarlegalnya nikah mut'ah pada zamanNabi saw. Pendapat al-Tabatabaiini semakin kuat apabila melihatmatan di akhir hadis. Pada matanhadis jelas tergambar adanyakonfirmasi tentang legitimasi nikahmut'ah dengan seorang ibuAbdullah bin Zubair. Sebagaimanadiketahui dalam sirah al-nabawiyyah bahwa ibu Abdullahbin Zubair yaitu Asma' binti AbuBakar pelaku nikah mut'ah. Bahkanatas pernikahan mut'ahnya denganZubair bin Awwam, Asma' binti AbuBakar mendapat dua orang putrayaitu Abdullah bin al-Zubair sendirisebagai sahabat yangmengkonfirmasi hadis dan Urwahbin al-Zubair saudaranya.

Adapun kualitas matanhadis tentang pelarangan nikahmut'ah di Khaibar (7 H) berbedaulama dalam menyikapinya. Hal inidisebabkan oleh perbedaan dalammemahami matan atau kontenhadis. Dalam Musnad al-Humaid(448 H), Sufyan bin 'Uyainah (w198 H) berkata bahwa al-Zuhri (w123 H/ 125 H) memberitahukankepadanya bahwa Ali telah berkatakepada Ibn Abbas (w 96 H). IbnAbbas berkata bahwa Rasul sawtelah melarang makan daging

Page 8: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

52

Khimar lokal dan nikah mut'ah diKhaibar. Ibn Uyainah (w 198 H)memahami bahwa yang dilarangRasul saw di Khaibar hanyamemakan daging Khimar tidaktermasuk praktek nikah mut'ah.pelarangannya baru menyusulkemudian. Al-Baihaqimengomentari riwayat al-Humaid(w 448 H) dan menurutnya Sufyanadalah seorang yang muhtamal.Sumber utama perbedaan inisebenarnya hanya bermuara darimana penyebutan lafal yang lebihdulu, yaitu khimar lebih dahuluataukah mut'ah yang lebih dahulu.Pada lafal al-Zuhri tidak seperti apayang terdapat dalam riwayat Malik(w 179 H). Pendapat Ibn Uyainah(w 198 H) didukung oleh pendapatIbn Qayyim (691 H-751 H),menurutnya bahwa pelaranganRasulullah saw di Khaibar (7 H)hanyalah terhadap daging Khimarlokal saja.x

Terdapat permasalahanpada kualitas matan hadispelarangan nikah mut'ah padawaktu perang Awtas (10 H). Di satusisi perawi hadis menyatakan 'AmAwtas (tahun Awtas) bukan diAwtas, maka boleh jadi yangdimaksud adalah Fath al-Makkahbukan pada perang 'Awtas.Menurut muhaddis pengungkapankata perang 'Awtas lebih mudahdiingat daripada Fath al-Makkah.Sedangkan menurut Abu Hatimperang 'Awtas dan Fath al-Makkahadalah satu.xi Pelarangan pada

waktu Umrah al-Qadai (7 H),kualitas matan hadisnya menurutmuhaddis adalah lemahdisebabkan sanadnya lemah.Hadisnya pun dianggap sebagaisuatu yang tidak bisa dijadikan daliluntuk berhujjah.

Adapun palarangan nikahmut'ah pada 'Am al-Fath (8 H) tidakterdapat permasalahan di seputarsanad dan matan hadis. Karena ituriwayat ini dianggap sahih dari segisanad dan matannya. Ibn Hajarmenilai hadis tentang pelarangannikah mut'ah pada perang Hunain(Syawal 8 H) tashif pada kataKhaibar. Menurut al-Daruqut{nibahwa Abd al-Wahhab menyendiridalam periwayatan hadisnya, yangseharusnya ia riwayatkan adalahKhaibarxii. Dengan demikiandisimpulkan hadis ini kualitasnyalemah dan tidak bisa dijadikanrujukan sebagai dalil pelarangannikah mut'ah.

Sedangkan pelarangannikah mut'ah pada perang Tabuk (9H), ulama menilai kualitas matanhadis ini daif karena sanadnyayang lemah dan tidak bisadijadikan hujjah. Demikian pulapelarangan pada waktu haji Wada'(10 H), kualitas hadisnya lemah,karena memiliki sanad yang lemah,sebagian ulama menjarh danadapula yang mendaifkannya.Dalam riwayat tentang pelarangantanpa menyebut tempat dan waktutidak memiliki masalah dalamsanad dan matan, sehingga hadis

Page 9: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

53

ini dapat disebut sebagaiberkualitas sahih.

IV. Asbab al-Wurud

Beberapa asbab al-wurudhadis bisa diketahui melalui sanadhadis, tidak terkecuali hadis-hadistentang legitimasi dan pelarangannikah mut'ah asbab al-wurudnyadapat diketahui melalui sanadhadis. Sebagaimana riwayat IbnAbbas dijelaskan dalam sanadbahwa pada masa awal Islamketika seorang datang di sebuahnegeri yang tidak ia kenal. Makaorang itu mengawini seorangwanita dengan harapan ia bisabermukim dan wanita tersebut bisamenjaga kemananan hartanya danjuga kehormatannya, kemudianturunlah surat al-Mu'minun (21)ayat 6.xiii Demikian juga riwayatMuslim al-Qurri, asbab al-wuruddapat dilihat pada sanad hadis,yaitu disebabkan pertayaanseorang sahabat kepada IbnAbbas. xiv

Adapun asbab al-wurudhadis tentang pelarangan nikahmut'ah masing-masingnya adalah:pertama riwayat pelarangan dalamperang Khaibar, terlepas ada atautidaknya penyebutan secara tegastentang pelarangan pada perangKhaibar. Melalui asbab al-wuruddipahami bahwa pelarangan yangdiberlakukan Nabi saw padaperistiwa perang Khaibarmerupakan aturan untukmengontrol prilaku kaum muslimin.

Perang Khaibar yang terjadi padabulan Muharram tahun 7 Hdipimpin oleh Ali bin Abi T}alibdengan membawa seribu empatratus orang tentara Islam berhasilmemenangkan pertempuransetelah terlebih dahulu gagal duakali di bawah pimpinan Abu Bakardan Umar bin khatab.xv Rasul sawsangat memahami kondisi sukacita para sahabat setelah berhasilmemenangkan pertempuran,mendapatkan banyak ghanimahdan menjumpai banyak tawananperempuan. Rasul saw pun tidakmenafikkan kerinduan parasahabat terhadap keluarganyayang telah lama terpisah jauh.Kesempatan ini justrudipergunakan oleh Nabi saw untukmengontrol perilaku para sahabatyaitu dengan melarangpelaksanaan nikah mut'ah. Paraperempuan tawanan perang yangberstatus sebagai budak-budakperang dipandang cukup untukmelebur rasa rindu para pejuangterhadap keluarganya.

Kedua, laranganpelaksanaan nikah mut'ah diAwtas, asbab al-wurudnya jugatertulis di dalam sanad hadis, yaitu:ketika suatu masa Rasul sawmengutus pasukan ke Awtaskemudian terjadi perang Hunain.Perang ini pada akhirnyadimenangkan kaum musliminsehingga mereka banyakmemperoleh tawanan. Sebagiansahabat keluar dari kemah untuk

Page 10: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

54

melakukan nikah mut'ah bersamaperempuan musyrik, makabersabda Rasul saw tentangpelarangan nikah mut'ah.xvi

Substansi hadis adalahmendeskripsikan bahwasesungguhnya Rasul saw telahmembolehkan nikah mut'ah padaperang Awtas selama tiga harinamun setelah itu Rasul sawmelarangnya. Bisa saja sebabutama pelarangan ini adalahprilaku para sahabat yang menikahipara perempuan musyrik.

Keempat, pelarangan nikahmut'ah bertepatan denganperistiwa Umrah al-Qada'i. Umrahal-Qada'i terjadi pada bulan DzulQaddah bersamaan dengan tahunperang Khaibar (7 H). Jumlahkaum muslimin yang ikut sertamelakukan Umrah al-Qada'i sekitardua ribu orang selain perempuandan anak-anak. Nabi saw besertapara sahabatnya menetap selamatiga hari di Mekkah. Padapelaksanaan umrah yang cukupsingkat ini seorang janda yangmasih berumur 26 tahun telahditinggal oleh suaminyamenghibahkan diri kepada Rasulsaw lewat perantara Ummu Fad}alistri Ibn Abbas. Akhirnya Nabi sawmenikahi Maimunah binti al-Haritstersebut dengan mahar 500Dirham, kemudian membawanyaserta ke Mekkah berkumpulbersama para istri Rasul sawlainnya. Maimunah binti al-Haritstercatat sebagai wanita terakhir

yang dinikahi Rasul saw.xvii

Kemudian Ibn Abbas meriwayatkanhadis pelarangan nikah mut'ah atasperistiwa tersebut.

Kelima, dalam riwayatMuslim dijelaskan tentang adanyapelarangan nikah mut'ah padawaktu peristiwa Fath al-Makkah.Asbab al-wurud hadis dapat dilihatpada sanad hadis itu sendiri.Dikisahkan oleh Rabi' bin Sabrahbahwa Nabi saw mengizinkanuntuk nikah mut'ah pada tahunFath al-Makkah. Suatu waktu Rabi'dan sahabatnya keluar rumah danmelakukan perjalanan. Rabimemiliki wajah yang lebih tampandibandingkan sahabatnya. Masing-masing dari keduanya pergidengan membawa selendang.Ketika sampai di kota Mekkah,mereka bertemu dengan seorangperempuan berpostur tinggisemampai dan lincah. Keduanyabertanya kepada perempuantersebut tentang kesediaannyauntuk nikah mut'ah dengan salahsatu di antara mereka. Singkatcerita kemudian Rabi' menikahisecara mut'ah perempuan tersebut,namun sebelum batas waktuselesai Rasul saw telahmengharamkannya.xviii

Keenam, pelarangan nikahmut'ah pada peristiwa perangHunain (Syawal 8 H) Ali bin AbiTalib sebagai sanad pertamanya.Perang Hunain terjadi pada bulanSyawal tahun 8 H di sebuahlembah 37 km dari kota Mekkah.

Page 11: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

55

Diriwayatkan dari Ibn Muthannabahwa Rasul saw telah melarangnikah mut'ah pada peristiwa ini.xix

Riwayat ketujuh adalah pelarangannikah mut'ah pada peristiwa perangTabuk tahun 9 H. Sebagaimanariwayat lainnya bahwa asbab al-wurud hadis dapat diketahui padasanad hadis. Diceritakan dari AbuHurairah bahwa ia keluar bersamaRasul saw pada perang Tabuk.Perang Tabuk disebut juga denganperang dalam kesulitan sebabsituasinya sedang dalampenderitaan, paceklik dan suasanayang panas luar biasa. Merekasinggah di suatu tempat yangdisebut Taniyati al-Wada'i makaRasul saw mendengar tangisanpara perempuan, lalu Rasul sawbertanya siapakah para perempuanitu? Mereka itu ialah perempuan-perempuan yang telah kamimut'ahkan. Kemudian Rasulullahsaw menjawab: nikah mut'ah telahdiharamkan.xx

Ketujuh, pelarangan nikahmut'ah pada Haji Wada' tahun 10H. Haji Wada' merupakan hajiperpisahan terjadi pada tahun ke10 H. Pada haji Wada' inilah Rasulsaw berkhutbah di Arapah tepatnyapada tanggal 9 Dzulhijjah dihadapan seratus lima puluh ribujama'ah. Pada khutbahnya Rasulsaw menyampaikan pokok-pokokajaran agama besarta cabang-cabangnya, termasuk juga tentangpengharaman nikah mut'ah.xxi

Rasul wafat di 12 Rabi al-Awwal

tahun 10 H tidak sampai seratushari dari pelaksanaan haji Wada'.Adapun pelarangan nikah mut'ahpada riwayat yang tidakmenyebutkan secara khusustempat dan waktu pelarangannyaialah juga tidak dijumpai secarajelas informasi tantang sebab-sebab diriwayatkannya hadistersebut.

V. Perbedaan Qira'ah Ayat NikahMut'ah

Allah swt berfirman dalamal-Qur'an surat al-Nisa' (4) ayat 24yaitu:

ایمانكمالنساءالاماملكتمنوالمخصناتماوراءدلكملكماحلوعلیكماللهكتب

فمااستمتعتمغیرمسافحینتحصنینانتبتغواباوالكمفریصةاجورھنفاتوھنبھ منھن

Dan diharamkan juga kamumengawini wanita yang bersuamikecuali budak-budak yang kamumiliki, (Allah) telah menetapkanhukum itu sebagai ketetapan-Nyaatas kamu. Dan dihalalkan bagikamu selain yang demikian (yaitu)mencari istri-istri dengan hartamuuntuk dikawini bukan untukberzina. Maka istri-istri yang telahkamu ni'mati (campuri) di antaramereka berikanlah kepada merekamaharnya (dengan sempurna)sebagai suatu kewajiban...

Surat al-Nisa' (4) ayat 24 yangmenjadi dalil tentang legitimasinikah mut'ah. Ayat ini memilikiperbedaan dalam qira'ah.xxii

Page 12: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

56

Riwayat dikeluarkan oleh AbuHatim dan dinarasikan oleh IbnuAbbasxxiii menyatakan bahwa ayat

بھفمااستمتعتمغیرمسافحینتحصنینtersebut telah dinasakh dengan فما

مسمىأجلالىمنھنبھاستمتعتم (adapunperempuan-perempuan yang kamumut'ah dengannya sampai padabatas tertentu)xxiv

Pada riwayat yang lainterdapat bentuk qira'ah yangparalel dengan qira'ah Ibn Abbas(w 96 H), diantaranya qira'ah Ubaybin Ka'ab, Sa'id bin Jabir, al-Sudidan 'Imran bin al-H}usain. Imran al-Husain berkata bahwa ayat initurun berkaitan dengan nikahmut'ah dan tidak satu pun ayatyang turun menasakhnya setelahRasulullah saw wafat.xxv RiwayatUbay bin Ka'ab menyatakan: xxviفي

أجلالىمنھنبھاستمتعتمفماكعببنأبيقراءةمسمى (Dinarasikan dari Qadatah iaberkata:) Ubay bin Ka'ab membacaayat ( بھفمااستمتعتمغیرمسافحینتحصنین )dengan bacaan الىمنھنبھاستمتعتمفما

مسمىأجل (adapun perempuan-perempuan yang kamu mut'ahdengannya sampai pada bataswaktu tertentu).

Al-Maqdisi (w 490 H)mengakui qira'ah Ubay bin Ka'abdan Ibnu Abbas denganargumentasi bahwa selain tidakditemukannya koreksian atasqira'ah tersebut dari salah seorangsahabat pun yang hidup sezamandengan Ibnu Abbas dan Ubay binKa'ab. Termasuk tidak ada seorangsahabat pun yang mengklaim

bahwa bacaan tersebut tidakmasuk sebagai wahyu Allah swt.Meskipun bacaan tersebut tidakterpilih dan tidak masuk ke dalammushaf di zaman pengumpulan al-Qur'anxxvii.

Selain itu qira'ah Ubay binKa'ab diperkuat oleh hadis-hadislain sebagai shawahid dengansanad berkalitas Hasan riwayat al-Tabari dan Qatadah melalui IbnuAbbas.xxviii Rentetan sanadnya adaAbu Kuraib yaitu Muhammad binal-'Ula'i bin Karib al-Hamadi, IbnHajar menilainya sebagai orangyang thiqah.xxix Ada pula Yahya bin'Isa al-Tamimi al-Nashafi, IbnuHajar menilainya saduq yukhti.xxx

Nasir bin Abi al-Sh'ath al-Asadi danAbu al-Walid al-Kufi, keduanyadinilai Ibnu H}ajar thiqah.xxxi IbnuH}abib Ibnu Abi Thabit memiliki tigaorang putera, pertama Abdullah,Ibnu H}ajar menilainya thiqah.Kedua 'Ubaidillah, Ibnu Ma'inmenilainya thiqah. Al-Daruquthnimenilai ketiga putera Ibnu H}abibIbnu Abi Thabit, baik Abdullah,'Ubaidillah maupun Abd al-Salamsemuanya thiqah.xxxii Ibnu Habibsendiri dinilai berkualitas thiqah,faqih jalil meskipun dinilai banyakmelakukan irsal dan tadlis.xxxiii

Dengan kualitas sanad hadis yangumumnya dihukumi ta'dil makadisimpulkan berkualitas Hasan.

Al-Tabatbai dan umumnyakaum Syi'ah menjadikan qira'ahUbay bin Ka'ab dan Ibnu Abbastersebut sebagai dalil untuk

Page 13: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

57

memperkuat argumentasidisyariatkannya nikah mut'ah.xxxiv

Karena ayat ini berbicara tentangnikah mut'ah maka menurut al-Tabatabai mas kawinnya disebutdengan ajr yang berarti upahbukan sidaq atau mahr. Al-Tabatabai juga menolakargumentasi Ahlusunnah denganalasan terdapat unsurmendeskriditkan dan meragukankompetensi pemahaman al-Qur'anIbnu Abbas dan kemampuantela'ah bahasa Arabnya.

Argumentasi yang diajukanoleh al-Tabatabai tersebutsepertinya tampak logis tetapiapabila dibandingkan dengan ayat-ayat al-Qur'an sulit untuk diterima.Karena meskipun al-Qur'anmenamai mas kawin pernikahanputri Nabi Shu'aib dan Nabi Musamenggunakan istilah ajrxxxv namunpernikahannya bukan dalambentuk mut'ah.

Al-Tabari (310 H) memilikipandangan yang berbedamengenai qira'ah Ubay bin Ka'abdan Ibnu Abbas, ia memandangbahwa qira'ah tersebut sangatkontradiktif dengan mushafmayoritas kaum muslimin. DimanaMayoritas ulama menyikapi qira'ahtersebut sebagai bentuk qira'ahshadhah dan tidak dapat dijadikanhujjah Termasuk tidak layak untukdiamalkan sebab bertolak belakangdengan qira'ah mayoritas Qurra'dan berbeda dengan mushaf yangmasyhurxxxvi yaitu tanpa ada

tambahan bacaan مسمىأجلالى .xxxvii

Lebih lanjut al-Tabarimenjelaskan bahwa qira'ah Ubaybin Ka'ab dan Ibnu Abbas tidakdapat menjadi madlul dan referensiuntuk aplikasinya karena qira'ah al-Qur'an harus berdasarkan dengandalil yang qat'i.xxxviii Hal senada jugadiungkapkan oleh Makki (w 437 H)menurutnya qira'ah harusberdasarkan kepada riwayat yangMutawatir bukan Ahad. Nashr binIbrahim al-Maqdisi (w 490 H)memverifikasikan bahwa tambahanbacaan مسمىأجلالى setelah kata

منھنبھاستمتعتم bukanlah merupakanayat al-Qur'an dan tidak pulaberasal dari Allah swt.xxxix Bacaanini dikenal sebagai bacaan mudrajyaitu kata-kata yang bukan berasaldari lafal asli ayat al-Qur'an tetapiditambahkan oleh para sahabatsebagai penjelasan makna.

Mayoritas ulamaAhlusunnah memahami kalimatmut'ah pada surat al-Nisa (4): 24sebagai hubungan pernikahanyang terjadi secara normal yaitunikah daim. Ajr digunakan padabentuk pernikahan ini karenapenekanannya pada kenikmatandan kelezatan atas hubunganjasmani yang secara harfiah berartiupah atau imbalan tetapi bukanseperti penyewaan barang lainnya.Selain itu ajr digunakan karenapemberian mas kawin setelahberlangsungnya pernikahan. Istilahajr pada konteks ini sesuai denganhadis Nabi saw berikut:

Page 14: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

58

صلىاللهرسولقالعمرقالبنعبداللهعنیجفأنقبلأجرهأعطواالأجیرسلموعلیھالله

عرقھ

Dari Abdullah bin Umar iaberkata bahwa Rasulullah sawtelah bersabda : berikanlah upahpara pekerja itu sebelumkeringatnya kering. xl

Alternatif pemahaman untukmenjembatani perbedaan pendapatantara Ahlusunnah dan Syiah yangdiwakili oleh al-Tabatabai ialahkemungkinan adanya kekeliruanperiwayatan ketikamentransmisikan hadis. Karenaapabila ditinjau dari aspek kualitasperiwayatan, qira'ah Ibnu Abbasberstatus debatable. Dengan katalain bahwa kualitas periwayatannyatidak sampai ke derajat Mutawatirdan berbeda dengan apa yangtermaktub dalam mushaf. Al-Tabatabai sendiri secara tegasmenolak berhujjah dengan hadisyang hanya berkualitas Ahad atautidak Mutawatir, tetapi untukriwayat ini kenapa justru al-Tabatabai menerimanaya bahkanberhujjah dengannya.

Terlepas dari kontradiktifpemahaman terhadap riwayatmengenai substansi hadisdisimpulkan bahwa hal ini terjadikarena adanya qira'ah yangbervariatif. Bagi yang memahamikata muhaakkamah denganmaksud mahar bagi istri yang telahdigauli maka pemaknaan ini samadengan pemahaman mayoritas

ulama. Sebaliknya bagi yangmemahami ayat sebagai ayat nikahmut'ah maka pemahamannyasebagaimana yang dirujuk olehkelompok Syiah dan minoritasulama.

VI. Pemahaman Hadis

1. Pengertian dan Tata CaraNikah Mut'ah

Kata al-Mut'ah merupakan isimmasdar dari lafal matta'a. Denganmaddah ini maknanya mengalamiperubahan hingga diartikan al-intifa'u dan al-talad}d}ud}. Dalambahasa Arab kata al-mut'ah jugadiartikan segala sesuatu yangbermanfaat, kata kerja istamta'ayang berarti mengambil manfaat.Meskipun kata mut'ah memiliki artiyang berbeda-beda namun padaakhirnya mengacu kepadapengertian al-intifa'u . Lafal al-istimta'u atau al-tamata'u berikutpecahannya termasuk lafal al-mushtarak al-lafzi, al-wujuh al-nazair atau polisemi, dalampengertian tidak selamanya paraleldengan makna al-nikah.xli

Al-Istimta'u ditinjau dari aspekfilologi berarti al-intifa'u yaitumencari dan mengharap manfaatdan kelezatan. Setiap yangdimanfaatkan disebut mata'un.Apabila ditinjau syariat lafal al-mut'ah meliputi tiga hal yaitu:mut'ah haji, mut'ah al-talaq danmut'ah al-nisa'i (nikah mut'ah).xlii

Al-Tabatabai menegaskanbahwa istilah nikah mut'ah dan

Page 15: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

59

pengaplikasiannya pada komunitassahabat Nabi saw cukup populerdan sulit dipungkiri atau ditolakadanya. Istilah mut'ah tidak dapatdipahami dari aspek atau maknakebahasaan sebagaimana katahaji, riba, atau ghanimah yang jugatidak bisa dipahami dalam artikebahasaan. Al-T}abat}aba'i danpara ulama Syi'ah memahamikalimat mut'ah pada penggalan danpotongan ayat surat al-Nisa' (4) :24 menjadi petunjuk bahwamaksud maknanya adalah nikahmut'ah. Sebaliknya mayoritasulama Ahlu Sunnah memahaminyasecara diferensial dengan Syi'ahdalam arti hubungan pernikahanyang tercipta secara normal yaitunikah daim bukan nikah secaramut'ah.

Pendapat al-Tabatabaitersebut dikuatkan dengan merujukqira'ah dari beberapa sahabatseperti Ibnu Abbas dari Ubay binKa'ab dengan penambahan kata الى

مسمىأجل yang berarti batas waktutertentu setelah kata منھنبھاستمتعتمsebagaimana yang dijelaskan padasub bab sebelumnya. Akan tetapiapabila ditelusuri referensi Syi'ahmaka qira'ah (bacaan) padakalimat منھنبھاستمتعتمفما berikuttambahannya terjadi deviasibacaan atau inkonsisten. Di manapada sebagian ulama Syi'ahmenempatkan lafal مسمىأجلالىsetelah lafal minhunna. Sebagianlainnya menempatkannya setelahlafal ujurahunna. Abu Ja'far sendiri

membacanya tanpa lafal أجلالىمسمى sebagaimana ketika al-Nu'man bertanya kepadanyatentang nikah mut'ah. Dengandemikian bentuk qira'ah ini tidakdisepakati oleh kalangan ulamaSyiah sendiri sehingga sulitdijadikan sebagai argumentasiuntuk mentolerir praktekpelaksanaan nikah mut'ah. Bentukbacaan ini disebut qira'ah mudrajyaitu kata-kata yang dimaksudbukan merupakan lafal-lafal asliayat tetapi lafal yang ditambahkanoleh para sahabat yang berfungsisebagai penjelas makna.

Selain itu al-Tabatabaimemahami surat al-Nisa (4) : 4berbicara tentang nikah mut'ahkarena istilah mas kawin yangdigunakan adalah ajr yang berartiupah, bukan sidqah atau mahr.Pendapat al-Tabatabai ini selintassangat ilmiah dan logis namun jikadiamati dengan membandingkanayat-ayat al-Qur'an lainnya,pemahaman ini sulit diterimakarena al-Qur'an menyatakanbahwa mas kawin pernikahan putriNabi Shu'aib dan Nabi Musamenggunakan istilah ajrsebagaimana surat al-Qasas (28):27, sementara pernikahannyabukan dalam bentuk nikah mut'ah.Dalam al-Quran ditemukan sepuluhmacam istilah mas kawin yaitumahrun, sadaqun atau shadaqah,nihlah,xliiiajrun,xliv faridah,xlv hibbaun,uqrun, alaiqun, taulun,xlvi dannikahun.xlvii Kata ujur adalah lafal

Page 16: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

60

al-Qur'an yang memiliki maknasinonim termasuk lafal al-mushtarak al-lafziyah (polisemi)dan khusus pada ayat ini berartiupah, mas kawin atau mahar.Pengertian ini dipahami demikiankarena kata ujur dihadapkandengan lafal al-istimtau maka iadisebut ajran (upah). Selain itu kataujur mahar diperkuat pada ayat lainsurat al-Nisa (4): 24 dan 25, al-Ahzab (33) : 50, al-Mumtahanah(60) : dan al-Maidah (5) : 3.

Istilah ajr digunakan padabentuk pernikahan dan kelezatanatas hubungan jasmani yangsecara harfiah berarti upah atauimbalan tetapi hakikatnya adalahmahar. Selain itu ajr digunakankarena pemberian mas kawinsetelah berlangsungnyapernikahan. Berbeda jikasebelumnya kata ajr danpengoprasionalannya pada konteksini sesuai dengan hadis Rasulullahsaw.xlviii Jadi penempatan kata ajrpada ayat sangatlah singkron dansesuai dengan makna tekskebahasaan dan istilah keagamaanyang dikenal pada ranah kajianstilistika al-Qur'an.

Secara Istilah nikah mut'ahdalam pandangan Ahlusunah danSyi'ah adalah seorang laki-lakimenikahi seorang perempuansampai batas waktu tertentudengan memberikan mahartertentu dan jika batas waktu telahhabis maka dengan sendirinyamereka berpisah tanpa talak

ataupun cerai, perempuan tersebutharus beristibra (beriddah) sekedarmemastikan bersihnya rahim dantidak berlaku hak waris antarakeduanya.xlix Sederhananya nikahmut'ah merupakan pernikahandengan menyebut batas waktu.

Apabila memperhatikanriwayat Ibn Abbas sebelumnyatentang legitimasi nikah mut'ah danjuga riwayat Muslim serta riwayatlainnya tentang pelarangan nikahmut'ah dipahami bahwa pengertiandan tata cara pernikahan ini ialahseorang laki-laki datang kepadaseorang wanita (al-Qurt}ubimengharuskan adanya wali dansaksi) kemudian mereka membuatkesepakatan mahar (upah)misalnya berupa selendangsebagaimana riwayat Muslim danbatas waktu tertentu misalnyahanya pada waktu perangberlangsung dua hari, tiga hariataupun kurang. Biasanya tidaklebih dari empat puluh lima hari.Tidak ada nafkah dan tidak salingmewarisi sebagaimana riwayatdimana kondisi pelaksanaan nikahmut'ah adalah medan perang yangtidak memungkinkan untukmemberi nafkah lahir maupun batinkecuali hanya pemenuhan hasratseksualitas semata dan juga tidakada kelebihan harta yang bisadiwariskan. Tidak pula ada iddahkecuali istibra (memastikanbersihnya rahim)` karena memangpernikahan ini diniatkan untukjangka waktu yang tidak lama,

Page 17: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

61

sekedar pelepas dahaga di kalarasa haus menyekat ditenggorokan.

2.Hukum dan Hikmah NikahMut'ah Pada Masa Rasul saw danSahabat.

Apabila dilihat dari datasejarah keberadaan nikah mut'ahsulit terbantahkan. Terlepas darisahih atau lemahnya riwayatataupun berkaitan kapan kepastiandibolehkan dan dilarangnya nikahmut'ah, banyaknya riwayat yangmenceritakan tentang nikah mut'ahcukup memberi keyakinan akankeberadaannya. Juga banyaksahabat yang mempraktekkannikah mut'ah baik pada masa Rasulsaw masih hidup atau setelahnya.Para sahabat pelaku nikah mut'ahmisalnya: Jabir bin Abd Allah, AbdAllah bin Mas'ud, al-Zubair binAwwam, Asma binti Abu Bakr,Abdullah bin ‘Umar, Mu’awiyyah binAbi Sufyan, Abu Sa’id al-Khudri,Salmah bin Umayyah bin Khalaf,Ma’bad bin ‘Umayyah, Khalid binMuhajir al-Makhzumi, ‘Amr binHarith, Ubay bin Ka’b, Samurah binJundab, Sa’id bin al-Jubair danZufarl Dalam sebuah athar jugadisebutkan beberapa sahabat yangnikah mut'ah setelah wafatnya Nabisaw seperti: Rabi'ah bin 'Umayyahdan Amr bin al-Harith.li MeskipunRasul saw tidak melakukan nikahmut'ah namun disepakati bahwahadis tidak hanya berupa prilakuNabi saw tetapi juga termasuk

perkataan dan taqrirnya atasprilaku para sahabat di sekitarnya.Sebagaimana yang diketahui darihadis dan sirah nabawiyyah bahwaRasul saw memberikan responterhadap prilaku nikah mut'ahsahabatnya, baik dalam bentuklegitimasi ataupun pelarangan.

Melalui asbab al-wurud hadisdiketahui bahwa pelaksanaannikah mut'ah umumnya terjadi dimedan perang. Kala itu, mayoritastentara Islam adalah dari golonganpemuda, yakni pria lajang yangbelum sempat mengikat dirinyadengan ikatan benang kasih dibawah atap pernikahan juga parapria muda yang telah memiliki istrinamun terpaksa meninggalkanistri-istri mereka untuk pergiberjihad fi sabilillah. Sebagaimanusia biasa, bersama semangatjihadnya di padang pasir untukmenegakkan syiar Islam, rasa rinduterhadap lawan jenis sebagaigejala fitrah insani pun berkobar.Mereka mencoba memasungkeinginan jiwanya itu sembarimelakukan kontak senjata melawanpara tentara musuh, maka dalamkondisi seperti ini puasa bukanlahsolusi efektif, karena akanberakibat fisik menjadi lemah.Kondisi inilah yang kemudianmengantar awal disyariatkannyanikah mut’ah. Fakta sejarah inidibuktikan dengan banyaknyahadis serta sirah nabawiyyahmembahas tentang legitimasi danpelarangan nikah mut’ah di seputar

Page 18: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

62

medan perang untuk para prajurityang sedang berperang. Al-Hazimi(584 H) menambahkan bahwapraktek nikah mut'ah pada masaawal Islam adalah mubah secarahukum. Sahabat melakukan nikahmut'ah karena mereka melakukanperjalanan jauh tanpa didampingioleh para istri mereka. Tidak dalamkondisi aman di rumah atau tidakpula berada di dalam kampunghalamannya sendiri.lii

Dari kilas balik sejarah nikahmut'ah, jelas terbaca bahwadisyariatkannya nikah mut’ahhanya pada saat terjadi perang dandalam perjalanan jauh, yakni disaat para sahabat berpisah dengankeluarga tercinta untukmenunaikan tugas suci, jihadmelawan musuh. Seperti padawaktu terjadinya perang Khaibar,Umrah Qadha, perang Authas,Fath al-Makkah, perang Tabuk, danpada saat Nabi melakukan hajiWada’. Di sanalah mereka diberikeringanan oleh Nabi saw untukmelangsungkan pernikahandengan penduduk di tempatmereka mempertaruhkan nyawademi membela agama. Setelahselesai perang maka putuslah talipernikahan itu karena waktunyatelah habis.

Selain itu para muhaddismemandang bahwa kebolehannikah mut'ah pada masa-masaawal Islam, di mana akidahmasyarakat baru saja dibangun diatas tradisi jahiliyah yang gemar

kepada zina dan bermainperempuan juga berkaitan dengankebebasan dan hak terhadapbudak ataupun tawanan perang.Sebagai rukhsah karena faktordarurat perang dibolehkannyanikah mut'ah sebagaimanadispensasi bolehnya makanbangkai, darah dan daging babipada masa yang sangat sulitseperti untuk kepentingankeselamatan dan pengobatan.liii

Juga beragam asbab al-wurudyang menginformasikan tempatdan waktu yang berbeda dalamlegitimasi dan pelarangan nikahmut'ah dipahami bahwa prakteknikah mut'ah pernah dilegalkan dandiharamkan beberapa kali karenakondisi darurat.liv Dengan kata lainbanyaknya riwayat yangmenjelaskan tentang pelarangannikah mut'ah dalam waktu dantempat yang berbeda-bedamemberikan isyarat bahwapelarangan tidak terjadi satu kalisaja, tetapi berulang-ulang. Hal inijuga memberi pengertian bahwapermasalahan nikah mut'ah bukanmerupakan perkara yang sepelesehingga tidak cukup apabilahanya satu kali saja diperingatkan.

3. Nikah Mut'ah di Masa Kini

Akan halnya praktikpelaksanaan nikah mut'ah saat ini,terjadi silang pendapat antarakebolehan dan pengharamannya.Meskipun keharaman nikah mut'ah

Page 19: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

63

secara konsensus hampirdisepakati oleh kalangan ulamanamun tidak sedikit dari ulamakhususnya penganut Syi'ahmembolehkannya. Riwayat yangdisepakati para ulama sebagai dalilpengharamannya antara lainpelarangan nikah mut'ah tepatpada pelaksanaan haji Wadalv, jugamelalui sebuah athar diketahuibahwa 'Umar bin Khatab dalamsebuah pidatonya pernah berkata:

lvi مابال رجال ینكحون ھده المتعةوقدنھى رسول صلى الله علیھ وسلم لاأوتي بأحدنكحھا الارجمتھ

(Ketika Umar bin Khatab naikke atas mimbar memuji Allah swtdengan berbagai pujian atas-Nyakemudian Umar berkata:) Apa yangmenyebabkan mereka melakukanniikah mut'ah ini? SungguhRasulullah saw telah melarangnya.Ketahuilah sesungguhnya akuakan menghadirkan para pelakunikah mut'ah dan aku akanmerajamnya.

Begitu banyak kontroversialmenanggapi athar pelarangannikah mut'ah oleh Umar binKhatab. Khususnya ulama yangtergolong Syiah ataupun Ahlusunahyang masing-masingnyamenjadikan dalil tersebut untukmendukung pendapat mereka. Disatu sisi Ahlusunah memandangathar ini semakin memperkuat buktikeharaman nikah mut'ah.Pelarangan nikah mut'ah yangdisebutkan dalam pidato Umar bin

Khatab di hadapan para sahabatdan tabi'in tanpa protes darisiapapun, dipandang sebagai dalilyang otentik atas persetujuan(ijma') pengharaman nikah mut'ah.Sebaliknya di sisi lain Syiahmenganggap athar ini hanyamerupakan ijtihad Umar bin Khatabsemata ketika ia menjabat sebagaiseorang khalifah, sementara Rasulsaw tidak pernahmengharamkannya.lvii

Senada dengan pendapatSyiah, al-Tabatabai sebagai tokohdari kalangan Syiah menyebutkanbahwa keputusan Umar bin khatabatas pengharaman nikah mut'ah diakhir kekhalifahannya, bukanlahlarangan berdasarkan pada hukumagama. Akan tetapi sama sepertipertimbangan kemaslahatanlainnya yang senantiasa dilakukanUmar bin Khatab dalam ijtihadnya.Pada masa itu Umar melihatbanyak para lelaki yangmempraktekkan nikah mut'ahdengan tanggung jawab yanglemah dan tidak terkontrol. Tidaksedikit anak yang lahir daripernikahan mut'ah diingkari danditelantarkan oleh bapak-bapakmereka.lviii Sehingga dalam kondisiyang seperti ini nikah mut'ahdilarang.

Secara umum Syiah tetapmengizinkan dan membolehkandilaksanakannya nikah mut’ah dimasa kini. Syi’ah membantahpendapat yang mengatakan bahwanikah mut’ah hanya diberlakukan

Page 20: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

64

pada saat terjepit denganmenganalogikannya pada kasuskebolehan memakan bangkai dandarah. Beberapa syarat yangkemudian ditetapkan untukpelaksanaan nikah mut’ah ialahpertama: untuk perempuan yangakan dinikahi secara mut'ah tidakdiharuskan muslimah, boleh dariperempuan kitabiyah; Nasraniataupun Yahudi. Kedua, harus adaperjanjian hitam di atas putihtentang mahar (maskawin) danadanya batas waktu. Sementarauntuk soal wali dan saksi kelompokSyi'ah tidak mewajibkannya. lix

Pendapat mazhab Syi’ahsepertinya memiliki kelemahandalam metodologi. Karena Syiahyang menggunakan riwayat IbnuAbbas sebagai dalil untukmendukung pendapatnya tetapisesungguhnya Ibnu Abbas sendiridi dalam riwayat yang sama telahmenyampaikan tentang pelarangannikah mut’ah.

Berdasarkan uraian hadis-hadis dan athar-athar nikah mut'ahyang dirujuk al-Tabatabai secaraimplisit dan eksplisit ialahmendeskripsikan sikap al-Tabatabai mengekspresi-kanriwayat-riwayat Ahlu-sunnah dalamkajian tafsirnya. Al-Tabatabai jugamengeksplorasi beberapa riwayatAhlusunnah yang mentolerirpraktek nikah mut'ah di awal Islamdengan legalitas formal dari Nabisaw. Semua hadis ditransmisikanoleh Ibnu Abbas dengan redaksi

yang variatif serta adapula riwayatdari Muslim al-Quri. Para kritikushadis menghukumi kualitas hadislemah karena simpang siurnyaperiwayatan. al-Tabatabai tetapmeyakini kebenaran hadis denganmerujuk hadis-hadis Syiah yangbersumber dari kitab primernya.

Dalam tafsir al-Mizan al-Tabatabai mengeksplorasisebanyak sembilan riwayatimamiyah pada bahthu akhharrawai dan menghukuminya sebagaihadis mutawatir. Tabatabaimengakui secara mutawatir bahwanikah mut'ah merupakan warisanIslam sejak awal dan menolaksebagai warisan dari kaumjahiliyah termasuk menolak jikadiparalelkan seperti zinasebagaimana yang dipahami olehsebagian Ahlusunnah.

Al-Nawawi sebagai duta darigolongan Sunni menuturkantentang siklus haram dan halalnyanikah mut’ah. Legitimasi nikahmut'ah ada pada masa pra perangKhaibar namun pada tahun yangsama nikah mut’ah justrudiharamkan. Selanjutnya, padaperistiwa Fath al-Makkah nikahmut’ah sempat dilegalkan kembalikemudian setelah itu untukselamanya tidak ada lagi pintumasuk guna melakukan akad nikahsecara mut'ahlx. Pendek kata,menurut mazhab Sunni, nikahmut’ah hukumnya haram. Pendapatini didasarkan pula pada hadisNabi saw berikut:

Page 21: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

65

ثَنَا بْنُ یَحْیَىأَخْبَرَنَاإبِْرَاھِیْمَ بْنُ إِسْحَقُ حَدَّثَنَاآدَمَ مَلكِِ عَبْدِ عَنْ سَعْدٍ بْنُ إبِْرَاھِیْمُ حَدَّ بْنِ الْ

بِیْعِ قَالَ هِ جَدِّ عَنْ أَبِیْھِ عَنْ الْجُھَنِيِّ سَبْرَةَ بْنِ الرَّمُتْعَةِ وسلمعلیھاللهصلاللهِ رَسُوْلُ أَمَرَنَا عَامَ بِالْتْحِ فَ یْنَ الْ ةَ دَخَلَنَاحِ مَّ مَكَّ نَھَانَاحَتَّىمِنْھَانَخْرُجْ لَمْ ثُ

عَنْھَا

Telah menceritakan kepadakami Ishaq bin Ibrahim telahmengabarkan kepada kami Yahyabin Adam telah menceritakankepada kami Ibrahim bin Sa’ad dariAbdul Malik bin al-Rabi’ bin Sabrahal-Juhani dari ayahya darikakeknya dia berkata: Rasulullahsaw pernah memerintahkan nikahmut’ah pada saat penaklukan kotaMakkah dan kami tidak keluar (dariMakkah) melainkan ia (Rasul saw)telah melarangnya (kembali).lxi

Dalam sebuah riwayat IbnHibbanlxii menjelaskan bahwaketika Nabi saw melihat adanyapenderitaan yang dialami kaumperempuan pelaku nikah mut'ahsetelah berakhirnya pernikahankemudian diekspresikan melaluitangisan yang meratap makasegera Nabi saw mengharamkanpelaksanaan nikah mut'ah.

Meskipun Islam memegangprinsip kemudahan dalampelaksanaan semua syariatnya.Apabila diperhatikan banyakkebaikan bagi para mukallaf yangsenantiasa dipertimbangkan ketikapemberlakuan sebuah syariat.Tidak terkecuali dalam sebuahanjuran untuk melaksanakanpernikahan. Ada beberapa

alternatif pernikahan yangdisyariatkan agama berbeda dalamketentuan karena disesuaikandengan kondisi mukallaf. Padasituasi umum misalnya parapemuda bisa melaksanakanpernikahan secara monogami, satulaki-laki untuk satu wanita.

ھَا قُوْاالنَّاسُ یایَُّ كُمُ اتَّ منْ خَلَقَكُمْ الَّذِيْ رَبَّفْسٍ احِدَةٍ نَّ مِنْھُمَابَثَّ وَ زَوْجَھَامِنْھَاخَلَقَ وَّ وَّ

قُواوَ ءً،نِسَاوَّ كَثِیْرًارِجَالاً تَسَآءَلوُْنَ الَّذِيْ اللهَ اتَّرَقِیبًاعَلَیْكُمْ كَانَ اللهَ اِنَّ اْلاَرْحَامَ،وَ بِھ

Hai sekalian manusia,bertakwalah kepada Tuhan-muyang telah menciptakan kamu daridiri yang satu, dan daripadanyaAllah menciptakan isterinya; dandaripada keduanya Allahmemperkembang biakkan laki-lakidan perempuan yang banyak, danbertakwalah kepada Allah yangdengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satusama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturrahim.sesungguhnya Allah selalumenjaga dan mengawasi kamu. lxiii

Akan tetapi khusus bagi parapemuda yang memiliki kondisitertentu misalnya disebabkankemauan dan kemampuan berlakuadil bisa saja melakukanpernikahan secara poligami yaitudengan menikahi beberapa wanitasekaligus dalam waktu yangbersamaan,lxiv secara resmi bukandengan cara mut'ah.

Page 22: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

66

Dalam firman Allah swttersebut juga dijelaskan akanhakikat sebuah pernikahan yaituuntuk mencapai tujuan mulia bagisiapa saja yang menjalaninya.Membina rumah tangga yanglanggeng, mendapatkan keturunandan membina hubungan baik diantara kedua keluarga besar.Tujuan ini tentu tidak akan didapatdari sebuah pernikahan secaramut'ah yang memang nihil akantujuan tersebut. Karena tujuanpernikahan mut'ah tidak lain darisekedar pelepasan sebuah rasadahaga sesaat, ketika hilang rasadahaga maka berakhir pula suatuhubungan.

Apabila pernikahan dianggapsebagai sunnah Rasul saw danpengamalan separuh agamalxv

maka akan lebih memotivasi untuksenantiasa memelihara danmenjaga keberlangsungannya.Karena tanggung jawabberkeluarga, sebagai seorangsuami, istri ataupun anak-anaktidak hanya dibatasi dalam kurunwaktu tertentu saja tetapi akanterus berlangsung dan tetap akandipertanggung jawabkan sampaihari kiamat.lxviSeandainya nikahmut'ah adalah sebuah solusi bagipemuda yang berkeinginanmenikah namun belum memilikikemampuan tentu Rasul saw tidakmemerintahkan padanya untukberpuasa tetapi pastinya akanmenganjurkan kepadanyamelakukan nikah mut'ah.

یَا : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ جْ، یَتَزَوَّ لبَاءَةَ فَلْ بَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْ مَعْشَرَ الشَّ

فَرْجِ بَصَرِ وَ اَحْصَنُ لِلْ ھُ اَغَضُّ لِلْ نَّ اِ وَ مَنْ لَمْ فَھُ لَھُ وِجَاءٌ نَّ اِ وْمِ فَ ماعةالج. یَسْتَطِعْ فَعَلَیْھِ بِالصَّ

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata:Rasulullah saw bersabda, “Haipara pemuda,barangsiapa di antarakamu yang sudah mampu menikah,maka nikahlah, karenasesungguhnya nikah itu lebih dapatmenundukkan pandangan danlebih dapat menjaga kemaluan.Dan barangsiapa yang belummampu, maka hendaklah iaberpuasa, karena berpuasa itubaginya (menjadi) pengekangsyahwat” lxvii Akhirnya hal yangperlu dicermati dari sebuah sirahnabawiyah dan hadis-hadisRasulullah saw bahwa Muhammadsaw sebagai nabi, rasul danteladan ummat hingga akhir zamantidak pernah merekomendasisebuah sunnah pun kecuali dialahsebagai orang pertama yangmelakukannya. Akan halnyapelaksanaan nikah mut'ah Rasulsaw tidak pernah melakukannyasampai akhir hayatnya. Ini semakinmemperkuat keyakinan bahwanikah mut'ah bukanlah sunnahyang baik untuk diikuti.

B. PENUTUP

Dari informasi hadis dan sirahnabawiyyah diyakini bahwakeberadaan nikah mut'ah sulit

Page 23: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

67

terbantahkan. Terlepas dari sahihatau tidaknya sebuah riwayatataupun beragamnya informasimengenai kapan dibolehkan dandilarangnya nikah mut'ah,Banyaknya riwayat yangmenceritakan tentang nikah mut'ahcukup memberi keyakinan akankeberadaannya. Juga banyaknyasahabat yang mempraktekkannikah mut'ah baik pada masa Rasulsaw masih hidup di tengah-tengahsahabatnya atau setelahnya.

Meskipun Rasul saw tidakmelakukan nikah mut'ah namundisepakati bahwa hadis tidak hanyaprilaku Nabi saw tetapi jugaperkataan dan taqrirnya atasprilaku para sahabat di sekitarnya.Sebagaimana yang diketahui jugadari hadis dan sirah nabawiyyahbahwa Rasul saw memberikanrespon, baik dalam bentuklegitimasi ataupun pelaranganterhadap prilaku nikah mut'ah parasahabatnya.

Hal yang perlu dicermati darisebuah sirah nabawiyah dan hadis-hadis Rasulullah saw bahwaMuhammad saw sebagai nabi,rasul dan teladan satu-satunyabagi ummat hingga akhir zamantidak pernah merekomendasisebuah sunnah pun kecuali dialahsebagai orang pertama yangmelakukannya. Akan halnyapelaksanaan nikah mut'ah Rasulsaw tidak pernah melakukannyasampai akhir hayatnya. Info inicukup memberi keyakinan bahwa

nikah mut'ah bukanlah sunnahyang baik untuk diikuti.

Daftar Pustaka

Abu Dawud Sulayman Ibn al-Ath'ath al-Sijistaniy, SunanAbu Dawud, Mesir: Dar al-Mishriyyah al-Lananiyyah,1988.

Al-Asqalaniy, Ahmad bin 'Ali ibnHajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, India: Majlis Dairatal-Ma'arif al-Nizamiyah, 132,5

Ahmad bin Ali bin Haajar al-Asqalani, Bulugh al-Marammin Adilati al-Ahkam

Al-Baghdadi, Alauddin Ali binMuhammad bin Ibrahim (al-Hazin), Lubab al-Ta'wil fiMa'ani al-Tanzil, Beirut: Daral-Fikr, 1979/ 1399

Al-Baghdadi, Alauddin Ali binMuhammad bin Ibrahim al-Baghdadi (al-Hazin), Lubabal-Ta'wil fi Ma'ani al-Tanzil,Beirut: Dar al-Fikr, 1979/1399

Al-Baqi, Muhammad Fu'ad Abdu al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras liAlfaz al-Qur'an al-Karim,Istambul: al-Maktabat al-Islamiyah, 1984.

Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, : Daral-Fikr, t.th.

Al-Baqi, Muhammad Fu'ad Abdu,al-Mu'jam al-Mufahras li Alfazal-Qur'an al-Karim, Istambul:al-Maktabat al-Islamiyah,1984

Al-Bukhari, Abu Abd Allah

Page 24: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

68

Muhammad bin Ismail, SahihBukhari, Beirut: Dar al-Fikr

Al-Nasai, Abu Abd al-Rah}manAhmad bin Syu'aib,Sunan al-Nasa'i, Beirut: Dar al-Fikr

Al-San'ani, Abu Bakr ibn HammanAbd al-Razaq al-San'ani,Musannaf , Majlis al-Ilmi

Al-Shaukani, Muh{ammad bin 'Alibin Muhammad, Nailu al-Autar, Beirut: Dar al-Fikr

Al-Suyuthi, al-Dur al-Manthur,Kairo: Sar al-Salam, 1994

Al-Tabatabai, Al-SayyidMuhammad Husain al-Tabataba'i, al-Qur'an fi al-Islam, Iran: Markaz I'lam al-Dzikra al-Khamisah li intisharal-Sawrat al-Islamiyah, 1404H

Al-Tabari, Tafsir al-Tabari, Beirut:Dar al-Ma'rifah, t.th.

Al-Turmudzi, Abu Isa Muhammadbin 'Isa, Sunan al-Turmudzi,Beirut: Dar al-Fikr, 1400

Ibnu Abi Hatim, MuhammadAbdurrahman, Tafsir Ibnu AbiHatim (al-Maktabah al-'Asriyah, [t.th.]), juz III, 919

Ibn Hanbal, Abu Abd Allah Ahmadbin H}anbal, Musnad Ahmadbin Hanbal, Beirut: Dar al-Maktab al-Islami, 1379

Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban,Beirut: Dar al-Maktab al-Islami, t.th.

Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim,

t.p: Dar al-Tayyibah, 1420Ibn Majah, Abu Abd Allah

Muhammad bin Yazid, SunanIbn Majah, Beirut: Dar al-Fikr

Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Beirut:Dar al-Fikr, 2002/1423.

Malik bin Anas, Abu Abd Allah,Muwatha' Malik, t.tp. : Dar al-Sha'b, t.th.

Muslim, Abu Husayn Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim, Beirut:Dar al-Fikr, 1985.

i Bandingkan dengan Abu Abd AllahMuhammad bin Ismail, SahihBukhari (Beirut: Dar al-Fikr,[t.th.]), Juz III, 26. Al-Baihaqi,Sunan al-Kubra (Beirut: Daral-Fikr, [t.th.]), juz. VII, 204.

iiI bn Hajar, Tahdhib-Tahdhib, JuzVII, 99

iii Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban, JuzIX, 454.

iv Ibn Hajar, Tahdhib-Tahdhib, Juz II,309. Lihat juga Abu Abd AllahMuhammad bin Ahmad al-Dzahabi, Mizan al-I'tidal fiNaqd al-Rijal ([t.p]: [t.tp],1963),Cet.I, Juz II, 680-681.

v Ibn Hajar, Tahdhib-Tahdhib, Juz VI,487

vi Ibn Hajar, Tahdhib-Tahdhib, JuzIII, 340-341

vii Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bar,Juz IX, 171-172. Lihat jugaal-Bukhari, Sahih al-Bukhari,Juz III, 27.

viii al-Tabatabai, al-Mizan, Juz IV,298. al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz III, 26.

ixLihat Muslim, Sahih Muslim, Juz

Page 25: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

69

IV, 55. Bandingkan al-Tabatabai, al-Mizan, Jilid IV,304.

xLihat Ibn Hajar, Fath al-Bar, Juz III,339. Abu Dawud, Sunan AbuDawud, Juz II, 186.Bandingkan al-Baihaqi,Sunan al-Baihaqi, Juz VII,201.

xiLihat Ibn Hajar, Fath al-Bar , JuzVII, 204. al-Tabatabai, al-Mizan, Jilid 4, 299.

xiiIbn Hajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, Juz III, 309. lihatjuga al-Dzahabi, Mizan I'tidal,Juz II, 680-681.

xiiiAl-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi,III, 430.

xivLihat kembali al-Baihaqi, Sunanal-Kubra, 21.Ahmad ibnHanbal, Musnad Ahmad ibnHanbal , Juz VI, 348.

xvLihat Muhammad bin 'Ali binMuh}ammad al-Shaukani,Nailu al-Autar (Beirut: Dar al-Fikr,1393), jilid VI, 268.

xviLihat Al-Tabatabai, al-Mizan, jilidIV, 293-294.

xviiLihat Ibn Hajar al-Asqalani, Fathal-Bari, jilid VII, 700.

xviiiLihat Ahmad bin Hanbal, MusnadAhmad bin Hanbal, jilid III,405.

xixAl-Nasa'i, Sunan al-Nasa'i, juz IV,126.

xxAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 299xxiAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV,

299xxiiAl-qira'ah adalah kumpulan

permasalahan yang berkaitandengan perbedaan penukilan

kitab Allah baik dari aspekpengucapan bahasa, i'rab,ithbat (penetapan), fasl danwasal, sebagaimanapenukilan secara sima'unyang terdengar. Lihat IbnFaris, Mu'jam Maqayis al-Lughah (Mesir: Maktabat al-Khanji, 1402 H/ 1981 M), juzV, 79. Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Mesir: al-Dar al-Mishriyyah, [t.th.]), Juz I, 128.Muhammad bin 'Umar binSalim Bazamul, al-Qur'an waAtharuh fi al-Tafsir wa al-Ahkam (Riyad: Dar al-Hijrah,1996/ 1417), cet I, 179-112.

xxiiiAbu Isa Muhammad bin 'Isa al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, kitab al-nikah, babTahrim Nikah al-Mut'ah, JuzIII, 430.

xxivIbnu Abi Hatim, MuhammadAbdurrahman, Tafsir Ibnu AbiHatim (al-Maktabah al-'Asriyah, [t.th.]), juz III, 919.Lihat juga Tabataba'i, al-Mizan, jilid IV, 297.

xxvAl-Tha'labi menjelaskan bahwamaksud perkataan tersebutadalah: tidak ada yangmemberikan rukhsaah nikahmut'ah kecuali Imran bin al-Husain, Abdullah binAbbasdan sebagian sahabat(muridnya) termasukkelompok Ahlulbait. Lihat al-Tabatabai, al-Mizan,juz I,583.

xxviAl-Tabari, Tafsir al-Tabari(Beirut: Dar al-Ma'rifah,

Page 26: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

70

[t.th.]), juz VII, 178xxviiAl-Tabari, Tafsir al-Tabari, Juz

VI, 179.xxviiiAl-Tabari, Tafsir al-Tabari, Juz

VI, 179.xxixAl-Tabari, Tafsir al-Tabari, Juz

VIII, 172xxxAhmad bin Ali bin Jajar al-

Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib(India: Majlis Da'irat al-Ma'arifal-Nizammiyah, 1325 H), JuzIII, 500

xxxiAhmad bin Ali bin Jajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib , Juz III, 595

xxxiiAhmad bin Ali bin Jajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib , 561

xxxiiiAhmad bin Ali bin Jajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib , 561 dan 299

xxxivAhmad bin Ali bin Jajar al-Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib , 150

xxxvIbnu Kathir, Tafsir Ibnu Kathir,jilid I, 474.

xxxviMenurut mayoritas ulama danpara Qurra' bahwa qira'ahIbnu Mas'ud dan Ubay binKa'ab kontradiksi denganqira'ah yang masyhur, baikqira'ah sab'ah maupun'asharah seperti yang terterapada mushaf usmani yaitupada surat al-Nisa' (5): 24.

xxxviiMengenai lafal ini, terdapat didalam al-Qur'an sebanyakdelapan belas kali terulangpada surat dan ayat yangberbeda-beda baik Makiyahmaupun Madaniyah. Lihat

Muhammad Fuad Abdul Baqi,al-Mu'jam al-Mufahras(Bandung: Maktabah Dahlan,[t.th.]), 19

xxxviiiAl-Tabari, Tafsir al-Tabari, JuzVI, 178.

xxxixAl-Tabari, Tafsir al-T}abari, JuzVI, 176.

xlAhmad bin Ali bin Jajar al-Asqalani,Bulugh al-Maram min Adilatial-Ahkam (Beirut: Dar al-Fikr,1398 H), Juz I, 352.

xliIbn Manzur, Lisan al-Arab (Beirut:Dar al-Fikr, 2002/ 1423), juzVIII, 328. Muhammad Fu'adAbdu al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur'an al-Karim (Istambul: al-Maktabatal-Islamiyah, 1984), 833-834.Lihat juga Q.S. Hud (11):3,30, al-Hijr (15): 3,Muh}ammad (47): 12,Ibrahim (14): 30 dan al-Mursalat (77): 46

xliiLihat Q.S. al-An'am (6): 128, al-Ahqaf (46): 20, dan al-Taubah (9): 69

xliiiQ.S. al-Nisa' (4): 4xlivQ.S al-Nisa' (4): 4 dan 25.xlvQ.S. al-Baqarah (2): 236.xlviQ.S. al-Nisa' (4): 225xlviiQ.S. al-Nur (24): 33xlviiiAhmad bin Ali bin Jajar al-

Asqalani, Bulugh al-Marammin Adilati al-Ahkam, Juz I,352. Lihat kembali footnote58.

xlixAlauddin Ali bin Muhammad binIbrahim al-Baghdadi (al-Hazin), Lubab al-Ta'wil fiMa'ani al-Tanzil (Beirut: Dar

Page 27: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 16, No. 1, Januari – Juni, 2017 (45 – 72)

71

al-Fikr, 1979/ 1399), juz I,506

lAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 303liAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 302-

303liiAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 296liiiAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV,

296-297livAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 303lvLihat kembali Abu Dawud, Sunan

Abu Dawud, Juz II, 168.lviLihat Abu Dawud, Sunana Abu

Dawud, Juz II, 168lviiIbn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-

'Azim ([t.p]: Dar al-Tayyibah,1420), Juz II, 243-244.

lviiiAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV,297

lixAl-Tabatabai, al-Mizan, jilid IV, 298lxAl-Nawawi sebagaimana dikutip

oleh Al-Tabatabai, al-Mizan,jilid IV, 299

lxiAl-Hazin, Lubab al-Ta'wil fi Ma'anial-Tanzil, 507

lxiiLihat kembali Ibn Hibban, SahihIbn Hibban, Juz IX, 456.

lxiiiQ.S. al-Nisa (4): 1lxivQ.S. al-Nisa (4): 3lxvLihat hadis-hadis tentang anjuran

menikah seperti riwayatMuslim, al-Turmudzi, AbuDawud, al-Nasa'i dari Aisyahtentang anjuran menikah.

lxviQ.S. al-Nisa (4): 34 lihat jugahadis riwayat al-Bukhari danMuslim tentang pertanggungjawaban suami atas istri dananak-anak, juga tanggungjawab istri terhadap hartasuaminya dan tanggungjawab anak terhadap

orangtuanya.lxviiH.R. Jama'ah

Page 28: NIKAH MUT'AH RIWAYATMU KINI (Tela’ah Tentang Pelaksanaan

Uswatun Hasanah; Nikah Mut’ah Riwayatumu kini (Tela’ah TentangPelaksanaan Sunnah Nikah Mut’ah Melalui Pendekatan Hadits dan SirahNabawiyah)

72