64
Vol. 7, No. 2, 2018

New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Vol. 7, No. 2, 2018

Page 2: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

BULETIN Pengkajian Pertanian

Vol. 7, No. 2, 2018

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

Page 3: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

BULETIN PENGKAJIAN PERTANIAN

@ 2018, BPTP MALUKU UTARA

Volume 7, No. 2, 2018.

Penanggung Jawab :

Bram Brahmantiyo

Ketua Dewan Redaksi

Chris Sugihono

Dewan Redaksi :

Wawan Sulistiono, Fredy Lala, Muh. Assagaf, Slamet Hartanto

Redaksi Pelaksana :

Hermawati Cahyaningrum

Abubakar Ibrahim

Tri Setiyowati

Himawan Bayu Aji

Penerbit :

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara,

Komplek Pertanian Kusu No. 1 Oba Utara Kota, Tidore Kepulauan

Fax : (021) 29490482

email : [email protected]

PRAKATA

Buletin Vol. 7, No. 2, 2018. merupakan buletin hasil pengkajian yang

diterbitkan oleh BPTP Maluku Utara, yang memuat makalah review dan hasil

pengkajian/penelitian primer yang dilakukan tahun 2013-2018. Makalah tersebut

telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi bahasa maupun bentuk

penyajiannya.

Penerbitan buletin Vol. 7, No. 2, 2018. ini diterbitkan dengan memuat artikel

yang tidak harus berasal dari penyajian dalam suatu seminar, tetapi lebih ditentukan

oleh ketanggapan penulis dan kelayakan ilmiah tulisan.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak peneliti dan penyuluh, tim

redaktur, aparat penunjang lainnya yang telah membantu memperlancar proses

penerbitan. Semoga media ini bermanfaat bagi khalayak. Kritik dan saran dari

pembaca selalu kami nantikan.

Redaksi

Tulisan yang dimuat adalah yang telah diseleksi dan disunting oleh tim redaksi dan belum pernah dipublikasikan pada media cetak manapun. Tulisan hendaknya mengikuti Pedoman Bagi Penulis (lihat

halaman sampul dalam). Redaksi berhak menyunting makalah tanpa mengubah isi dan makna tulisan

atau menolak penerbitan suatu makalah.

Page 4: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

1

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD

AGRICULTRAL PRACTICES (GAP) DALAM

PRODUKSI JAGUNG DI MALUKU UTARA

Yopi Saleh dan Novendra Cahyo Nugroho

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara

Komplek Pertanian Kusu No. 1, Oba Utara – Kota Tidore Kepulauan

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Peningkatan kuantitas dan kualitas produk diperlukan agar mampu bersaing

di pasar global. Salah satu upaya peningkatan kualitas produk adalah dengan

menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) pada komoditas tersebut.

Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan kedua

setelah padi yang saat ini sedang pemerintah galakkan untuk mencapai

swasembada jagung nasional. Produksi jagung selain untuk pemenuhan

kebutuhan dalam negeri juga harus berorientasi ekspor sehingga kualitas,

kuantitas dan kontinuitasnya harus tetap terjaga. Penerapan prinsip-prinsip

GAP pada budidaya jagung dapat menjadi solusi dalam menjawab tantangan

ini. GAP produksi jagung secara khusus belum ditetapkan, namun

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung bisa menjadi acuan dalam

memproduksi jagung yang berkualitas baik. Penerapan teknologi budidaya

PTT jagung akan mendukung program produksi jagung di Provinsi Maluku

Utara tahun 2017 yang mencapai 170.000 hektar. Konsumsi jagung dominan

sebagai bahan baku pakan ternak. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk

jagung sebagai bahan baku pakan sudah ada sejak tahun 1998. Hal ini bisa

dijadikan standar dalam menghasilkan produk jagung untuk bahan baku

pakan yang berkualitas yang memiliki daya saing di pasar global.

Kata kunci: Produksi, jagung, GAP, kualitas

PENDAHULUAN

Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang

mempunyai nilai dan peran strategis setelah padi dalam pembangunan

pertanian dan perekonomian Indonesia. Jagung mempunyai fungsi

multiguna, baik sebagai bahan pangan, bahan baku industri, maupun sumber

pendapatan petani. Ada dua jenis jagung yang dibudidayakan, yaitu: jagung

putih dan jagung kuning. Jagung kuning lebih diutamakan untuk kebutuhan

industri pakan, makanan kecil, dan bahan baku industri rumah tangga seperti

marning jagung, emping jagung, dan lain-lain, sementara jagung putih

banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan (nasi jagung)

(Suhendrata, 2012). Tinggi rendahnya harga pakan ternak, akan sangat

Page 5: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

2

berpengaruh terhadap harga-harga hasil ternak seperti daging dan telur.

Kenaikan harga jagung akan berdampak pada kenaikan harga pakan ternak,

dan berakibat pada meningkatnya harga daging dan telur.

Upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan

berkelanjutan ditempuh melalui program Upaya Khusus (UPSUS) padi,

jagung dan kedelai yang telah dicanangkan sejak tahun 2015 melalui

terbitnya Permentan Nomor: 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman

UPSUS Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Program UPSUS

ini dilakukan melalui kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT),

optimasi lahan, Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-

PTT) Padi, Jagung dan Kedelai, serta bantuan alat dan mesin pertanian dan

pengawalan/pendampingan (Saptana et al., 2016). Kementerian Pertanian

menjalankan program produksi jagung secara besar-besaran sejak tahun

2015. Banyak stimulus yang pemerintah lakukan agar produksi komoditi

pangan nomor dua setelah padi ini meningkat. Misalnya, perluasan areal

tanam, bantuan alsintan hingga integrasi jagung di lahan perkebunan dan

hutan. Di tingkat hilir, Kementerian Pertanian bersama Kementerian

Perdagangan menetapkan harga pembelian pemerintah (terendah) Rp.

3,150,-/kg (kadar air 15%). Kebijakan ini bertujuan agar petani termotivasi

menanam jagung karena mendapatkan harga jual yang layak (Anonim,

2016). Usahatani jagung efisien secara ekonomi dan finansial atau memiliki

keunggulan komparatif dan kompetitif. Informasi ini dapat menjadi acuan

dalam menyusun kebijakan operasional bagi peningkatan produksi jagung

untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor (Suryana dan

Agustian, 2014). Menurut Panikkai et al. (2017), Indonesia belum dapat

mencapai swasembada jagung secara berkelanjutan sebelum adanya

kebijakan peningkatan produksi secara menyeluruh, yaitu pemerintah

menerapkan strategi kebijakan gabungan antara peningkatan ekstensifikasi

dan produktivitas jagung.

PERKEMBANGAN JAGUNG INDONESIA DI DUNIA

Berdasarkan data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

(2016) pada periode lima tahun terakhir (2010-2014), luas panen jagung

dunia tertinggi di China dengan rata-rata luas mencapai 34,67 juta hektar

atau mencapai 19,62% dari rata-rata total luas panen jagung dunia. Amerika

Serikat berada di tempat ke-2, tergeser dari China, dengan luas rata-rata

selama lima tahun terakhir sebesar 34,29 juta ha atau menyumbang 19,40%

total luas panen jagung dunia. Posisi ketiga dan keempat ditempati oleh

Brazil dan India dengan luas panen rata-rata masing-masing sebesar 14,16

juta hektar dan 8,81 juta hektar. Sementara Indonesia berada di urutan ke-9

setelah Mexico, Nigeria, Argentina, dan Ukraina dengan kontribusi luas

sebesar 2,22% atau luas panen rata-rata lima tahun terakhir mencapai 3,92

Page 6: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

3

juta hektar per tahun. Kontribusi luas panen negara-negara sentra terlihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kontribusi (kiri) dan rata-rata luas panen (kanan) negara-negara

produsen jagung dunia periode tahun 2010-2014

Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2017),

berdasarkan rata-rata produksi jagung yang dihasilkan suatu negara pada

tahun 2010-2014, maka terdapat 10 negara produsen jagung terbesar di dunia

dengan total share sebesar 78,76% terhadap total produksi jagung dunia.

Kesepuluh negara tersebut secara berurutan adalah Amerika Serikat, China,

Brazil, Argentina, Ukraina, India, Mexico, Indonesia, Perancis dan Afrika

Selatan. Amerika Serikat menjadi negara paling dominan dimana negara

tersebut menguasai 34,66% produksi jagung dunia dengan rata-rata produksi

Gambar 2. Kontribusi (kiri) dan rata-rata produksi (kanan) negara-negara

produsen jagung dunia periode tahun 2010-2014

2010–2014 mencapai 323,74 juta ton, diikuti China pada urutan ke-2

dengan produksi rata-rata 202,12 juta ton, mampu menguasai 21,64%

produksi jagung dunia, posisi ketiga ditempati Brazil dengan produksi rata-

rata 68,45 juta ton selama lima tahun terakhir. Tiga negara tersebut

merupakan produsen jagung terbesar dunia dengan kontribusi kumulatif

sebesar 63,63%, karena negara produsen jagung lainnya memproduksi

Page 7: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

4

jagung rata-rata dibawah 30 juta ton per tahun. Hal yang cukup menarik

adalah untuk luas panen jagung, China di urutan pertama, sementara

produksi jagung China diurutan kedua setelah USA dengan perbedaan angka

produksi yang terpaut jauh, sekitar 121,62 juta ton, hal ini menunjukkan

produktivitas jagung di USA jauh lebih tinggi dari pada di China.

Indonesia termasuk sepuluh negara produsen jagung terbesar di

dunia pada urutan ke-8 setelah Argentina, Ukraina, India dan Mexico,

dengan tingkat produksi rata-rata tahun 2010-2014 menurut data FAO,

sebesar 18,57 juta ton per tahun atau berkontribusi sebesar 1,99% terhadap

produksi jagung dunia (Gambar 2). Produksi jagung tahun 2014, merupakan

angka release terbaru dari FAO.

Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas produsen jagung di dunia

periode tahun 2010-2014

No NegaraLuas Panen

(ha)

Produksi

(ton)Produktivitas (t/ha)

1 USA 34.286 323.742 9,44

2 Argentina 4.053 27.076 6,68

3 China 34.673 202.120 5,83

4 Ukraina 4.003 23.040 5,76

5 Brazil 14.162 68.450 4,83

6 Indonesia 3.922 18.576 4,74

7 Mexico 6.859 21.789 3,18

8 India 8.815 22.541 2,56

Jumlah/Rerata 110.773 707.334 6,39 Sumber: Pusdatin, 2016 dan 2017.

Kinerja produksi jagung Indonesia dapat diukur dengan melihat

produktivitasnya. Berdasarkan data luas panen dan produksi jagung dunia,

produktivitas jagung Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan

Meksiko dan India, namun masih di bawah rata-rata USA, Argentina, China,

Ukraina, dan Brazil (Tabel 1). Rata-rata produktivitas jagung meningkat

dengan laju pertumbuhan sebesar 4,39 persen per tahun selama periode

2005-2014 (Purwantini, 2015). Meningkatnya produktivitas diperkirakan

karena adanya penggunaan verietas jagung hibrida yang semakin meluas,

peningkatan intensitas pertanaman dan penerapan pengelolaan tanaman

terpadu (PTT).

KONDISI JAGUNG SAAT INI DI MALUKU UTARA

Pertumbuhan luas panen dan produksi jagung di Provinsi Maluku

Utara selama kurun waktu 6 tahun (2010-2015) menurun. Namun,

produktivitas jagung cenderung meningkat (Tabel 2). Rerata produktivitas

Page 8: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

5

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Luas Panen (ha) 10.813 12.733 11.074 10.395 6.462 3.892 9.228 (15,80)

Produksi (Ton) 20.546 26.149 25.543 29.421 19.555 11.728 22.157 (6,68)

Produktivitas (Ton/ha) 1,90 2,05 2,31 2,83 3,03 3,01 2,40 9,92

UraianTahun

RerataPertumbuhan

(%)

tanaman jagung di Provinsi Maluku Utara 6 tahun terakhir hanya berkisar

2,4 ton/ha. Produktivitas ini masih jauh di bawah rata-rata produksi nasional

yang berkisar 5,18 ton/ha (BPS, 2016), sehingga masih terdapat gap

produktivitas jagung yang masih bisa ditingkatkan untuk mendukung

peningkatan produksi jagung di Provinsi Maluku Utara.

Tabel 2. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung di

Maluku Utara periode tahun 2010-2015

Sumber: BPS Maluku Utara diolah, 2012-2016

Petani di Maluku Utara mengusahakan tanaman jagung pada lahan

kering/tegalan baik itu di lahan kering terbuka dan juga di bawah tegakan

tanaman kelapa. Peningkatan produksi dan produktivitas jagung secara nyata

hanya dapat dilakukan dengan inovasi teknologi baru dan perencanaan

tanam yang tepat. Terobosan inovasi teknologi baru dapat difokuskan pada

penggunaan benih unggul dan hibrida tersertifikasi, teknologi pemupukan

secara lengkap dan berimbang, penggunaan pupuk organik terstandarisasi

dan penggunaan kapur sebagai unsur pembenah tanah, teknologi

pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, serta penanganan

pascapanen yang prima. Perencanaan tanam harus didasarkan pada dinamika

permintaan pasar menurut tujuan dan segmen pasar, serta preferensi

konsumen.

Program UPSUS untuk komoditas jagung di Maluku Utara tahun

2017 adalah yang terbesar sepanjang sejarah, karena tahun 2017 ada seluas

170.000 hektar program penanaman jagung. Berikut ini rincian program

UPSUS jagung di Maluku Utara tahun 2017 (Tabel 3):

Tabel 3. Program UPSUS jagung di Maluku Utara tahun 2017 (ha)

No Kabupaten/Kota Awal Tambahan Total

1 Halmahera Barat 19.000 - 19.000

2 Halmahera Tengah 1.000 15.000 16.000

3 Halmahera Utara 4.500 10.000 14.500

4 Halmahera Timur 2.000 15.000 17.000

5 Halmahera Selatan 2.000 25.000 27.000

Page 9: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

6

6 Pulau Morotai 2.500 50.000 52.500

7 Kepulauan Sula 500 5.000 5.500

8 Pulau Taliabu 1.000 5.000 6.000

9 Tidore Kepulauan 2.250 10.000 12.250

10 Ternate 250 - 250

Jumlah 35.000 135.000 170.000

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, 2017.

Potensi lahan kering di Maluku Utara dapat berupa ladang/huma,

tegal/kebun, dan lahan yang sementara tidak diusahakan. Menurut data BPS

Maluku Utara tahun 2015 masing-masing luas lahan tersebut adalah 87.130

hektar, 278.060 hektar dan 20.591 hektar. Lahan tersebut merupakan potensi

yang bisa dioptimalkan untuk ditanami jagung. Potensi ini sebagian besar

ada pada lahan tegal/kebun, sehingga pertanaman jagung akan berintegrasi

dengan tanaman perkebunan yang ada, salah satunya adalah pada kebun

kelapa.

Peningkatan produksi jagung untuk mencapai target yang diinginkan

dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi lahan kering. Pemanfaatan

lahan tersebut masih sangat terbatas akibat keterbatasan teknologi terutama

varietas unggul. Peran teknologi dibutuhkan untuk memanfaatkan lahan

kering tersebut, terutama teknologi yang dapat mengatasi masalah cekaman

lingkungan terutama kekeringan, tahan penyakit, dan toleran terhadap

keracunan logam-logam seperti Al (Najmah et al., 2014). Faesal dan

Jamluddin (2014) menambahkan bahwa konsentrasi Al yang tinggi meracuni

tanaman jagung dengan merusak akar sehingga mengurangi absorsi air dan

nutrisi yang pada akhirnya mengurangi pertumbuhan serta hasil jagung.

Keberhasilan upaya pengembangan jagung untuk memanfaatkan potensi

lahan yang tersedia, diantaranya akan sangat dipengaruhi oleh tingkat

keuntungan yang akan diperoleh. Pengembangan jagung akan berjalan cepat

jika petani merasa memperoleh keuntungan yang cukup (Syuryawati et al.,

2014).

SEKILAS MENGENAI Good Agricultural Practices (GAP)

Good Agricultural Practices (GAP) adalah salah satu sistem

sertifikasi dalam praktik budidaya tanaman yang baik sesuai dengan standar

yang telah ditentukan. GAP adalah sebuah teknis penerapan sistem

sertifikasi proses produksi pertanian yang menggunakan teknologi maju

ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen aman

dikonsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan dan usahatani memberikan

keuntungan ekonomi bagi petani (Anonim, 2015). Hal ini sejalan dengan

Page 10: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

7

penelitian yang dilakukan oleh Sari et al. (2016) bahwa prinsip-prinsip GAP

dilakukan untuk menggiatkan prinsip pertanian berkelanjutan.

Era perdagangan global yang tidak lagi mengandalkan hambatan

tarif tetapi lebih menekankan pada hambatan teknis berupa persyaratan

mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini menuntut

negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk. Menurut

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 48 Permentan/OT.140/10/2009, GAP

mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan

penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan

petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability). Produk pertanian akan

mampu bersaing di era perdagangan bebas dengan syarat GAP dapat

diterapkan untuk mendapatkan sertifikat GAP yang menjadi syarat wajib

produk ekspor. Sertifikat ini dapat menjadi gambaran bahwa produk yang

dihasilkan memiliki standar manfaat yang baik bagi produk, pekerja dan

meminimalisir pencemaran lingkungan.

Salah satu contoh standar untuk produk pertanian mulai dari

produksi, panen, dan penanganan pasca panen dari buah dan sayuran segar di

wilayah ASEAN yang digunakan adalah ASEAN GAP. ASEAN GAP ini

menekankan terhadap empat komponen, yaitu (ASEAN dan AusAID, 2006):

(1) keamanan konsumsi pangan; (2) pengelolaan lingkungan dengan benar;

(3) keamanan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja lapang; dan (4) jaminan

kualitas produk dan traceability produk bila diperlukan.

Penerapan GAP bertujuan untuk: (1) Meningkatkan produksi dan

produktivitas tanaman; (2) Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan

konsumsi; (3) Meningkatkan efisiensi produksi; (4) Memperbaiki efisiensi

penggunaan sumber daya alam; (5) Mempertahankan kesuburan lahan,

kelestarian lingkungan, dan sistem produksi yang berkelanjutan; (6)

Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang

bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan

keamanan diri dan lingkungan; (7) Meningkatkan daya saing dan peluang

penerimaan oleh pasar domestik maupun internasional; (8) Memberi jaminan

keamanan terhadap konsumen; dan (9) Meningkatkan kesejahteraan petani

(Kementerian Pertanian, 2009).

Indonesia telah memiliki empat dasar hukum penerapan GAP pada

komoditas pertanian, yaitu: (1) PERMENTAN Nomor:

61/Permentan/OT.160/11/2006 Tentang Penerapan GAP Untuk Komoditi

Buah; (2) PERMENTAN Nomor: 48/Permentan/OT.140/10/2009 Tentang

Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agricultural

Practices for Fruit and Vegetables); (3) PERMENTAN Nomor:

48/Permentan/OT.140/4/2014 Tentang Pedoman Teknis Budidaya Kakao

Yang Baik (Good Agricultural Practices / GAP on Cocoa); dan (4)

PERMENTAN Nomor: 49/Permentan/OT.140/4/2014 Tentang Pedoman

Page 11: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

8

Teknis Budidaya Kopi Yang Baik (Good Agricultural Practices / GAP on

Coffee). Berdasarkan ke empat dasar hukum yang bisa dijadikan acuan pada

pengembangan komoditas terkait, belum ada yang khusus mengenai

komoditas tanaman jagung. Produksi jagung yang bisa dijadikan acuan

untuk penerapan GAP budidaya jagung adalah melalui Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT) budidaya jagung. Beberapa tujuan GAP dan PTT

jagung yang sejalan diantaranya: (1) meningkatkan produksi dan

produktivitas, (2) meningkatkan pendapatan petani, dan (3) menjaga

kelestarian lingkungan. Sedangkan tujuan penerapan GAP yang tidak ada

dalam penerapan PTT jagung adalah (1) sistem sertifikasi proses poduksi,

(2) adanya perhatian terhadap kesejahteraan pekerja (petani), dan (3) hasil

produksi diketahui asal usulnya (traceability).

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) JAGUNG

Salah satu produk dari hasil produksi tanaman jagung adalah jagung

sebagai bahan baku pakan ternak. Jagung bahan baku pakan adalah jagung

pipilan hasil tanaman jagung (Zea mays. L) berupa biji kering yang telah

dilepaskan dan dibersihkan dari tongkolnya. Standar mutu yang harus

dipenuhi jagung sebagai bahan baku pakan sangat diperlukan untuk memberi

jaminan bagi petani penghasil dan jaminan mutu pakan ternak yang

menggunakannya, artinya kandungan zat anti nutrisi/racun sampai dengan

batas tertentu masih aman dan tidak membahayakan (Badan Standardisasi

Nasional, 1998). Standar Nasional Indonesia (SNI) jagung bahan baku pakan

(SNI 01-4483-1998) telah direvisi menjadi SNI 4483:2013. Mutu jagung

sebagai bahan pakan ternak didasarkan atas kandungan gizi dan ada tidaknya

zat atau bahan lain yang tidak diinginkan. SNI 4483:2013 menetapkan ada

dua tingkatan mutu jagung sebagai bahan pakan ternak (Badan Standardisasi

Nasional, 2013). Persyaratan mutu jagung sebagai bahan pakan ternak ini

berlaku secara nasional seperti pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Persyaratan mutu jagung bahan baku pakan

No Parameter Satuan

Persyaratan

Mutu I Mutu II

1 Kadar air (maks) % 14,0 16,0

2 Protein kasar (min) % 8,0 7,0

Page 12: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

9

3 Mikotoksin:

- Aflatoksin (maks)

- Okratoksin (maks)

µg/kg

µg/kg

100,0

20

150,0

Tidak

dipersyaratkan

4 Biji rusak (maks) % 3,0 5,0

5 Biji berjamur (maks) % 2,0 5,0

6 Biji pecah (maks) % 2,0 4,0

7 Benda asing (maks) % 2,0 2,0

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2013.

PENERAPAN PRINSIP GAP DALAM PRODUKSI JAGUNG

Kementerian Pertanian telah mengeluarkan aturan standar GAP

untuk buah dan sayur, kakao, dan kopi. Sedangkan produksi jagung

diarahkan untuk menerapkan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) budidaya

jagung. Menurut Dirjen Tanaman Pangan (2013), PTT merupakan suatu

pendekatan yang inovatif dalam upaya peningkatan produktivitas dan

efisiensi usahatani melalui perakitan teknologi intensifikasi yang bersifat

spesifik lokasi. Prinsip pendekatan PTT yaitu: (1) Terpadu : PTT merupakan

suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola

dengan sebaik-baiknya secara terpadu; (2) Sinergis : PTT memanfaatkan

teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling

mendukung antar komponen teknologi; (3) Spesifik lokasi : PTT

memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial

budaya dan ekonomi petani setempat; (4) Partisipatif : Petani turut berperan

serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi

setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk

laboratorium lapangan (LL); dan (5) Dinamis : Penerapan teknologi

disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta kondisi sosial-ekonomi setempat (Dirjen Tanaman Pangan,

2013). PTT jagung ini bisa dijadikan acuan awal sebagai SOP produksi

jagung yang baik (GAP). Berikut ini disajikan perbandingan antara GAP

untuk tanaman semusim (buah dan sayuran) dan PTT jagung yang

memberikan gambaran mengenai persamaan dan perbedaan dari masing-

masing alur/proses produksi suatu komoditas yang terstandarisasi dan

komponen pengelolaannya (Tabel 5).

Page 13: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

10

Tabel 5. Perbandingan metode budidaya melalui pendekatan GAP (buah

dan sayur) dan PTT jagung

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

1 Kriteria budidaya Dianjurkan (A), Sangat

Dianjurkan (SA), dan

Wajib (W)

Komponen Dasar dan

Komponen Pilihan

2 Registrasi dan

sertifikasi

Kebun/lahan yang dinilai

dan memenuhi syarat

GAP diberi nomor

registrasi sertifikasi

-

3 Lahan:

A. Pemilihan

lokasi

B. Riwayat

lokasi

C. Pemetaan

lahan

D. Kesuburan

lahan

1) Lokasi kebun/lahan

sesuai dengan

RUTR/RDTRD dan

peta pewilayahn

komoditas (A)

2) Lahan bebas dari

cemaran limbah bahan

berbahaya dan racun

(W) 3) Kemiringan lahan <

30% (W)

Catatan riwayat

penggunaan lahan (A)

1) Rotasi tanaman pada

tanaman semusim (A)

2) Peta penggunaan

lahan (A)

1) Kesuburan tanah

cukup baik (A)

2) Tindakan

mepertahankan

kesuburan lahan (SA)

1) Penyiapan lahan dapat

memperbaiki atau

memelihara struktur

CP/CL yang jelas dan rinci

luasan, petani sasaran,

poktan/gapoktan, desa.

-

-

Pemberian bahan organik

memperbaiki kesuburan

Page 14: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

11

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

E. Penyiapan

lahan

F. Konservasi

lahan

tanah (SA)

2) Penyiapan lahan dapat

menghindarkan erosi

(SA) 3) Pemberian bahan

kimia untuk

penyiapan lahan tidak

mencemari

lingkungan (SA)

Tindakan konservasi

dilakukan pada lahan

miring (W)

fisik, kimia, dan biologi

tanah

1) Olah tanah sempurna

(OTS) pada lahan

kering. Tanah diolah

dengan bajak atau

menggunakan cangkul,

kemudian digaru dan

disisir hingga rata

2) Tanpa olah tanah

(TOT) atau olah tanah

minimum pada lahan

sawah setelah padi

Pemberian bahan organik

4 Penggunaan Benih

dan Varietas

Tanaman:

A. Mutu benih

B. Perlakuan

benih

1) Varietas unggul

komersial (SA)

2) Benih bersertifikat

(SA) 3) Label benih disimpan

(A)

Bahan kimia untuk

perlakuan benih sesuai

anjuran (SA)

1) Varietas unggul baru

hibrida atau komposit

disesuaikan dengan

kondisi setempat,

keinginan petani dan

permintaan pasar

2) Benih bermutu dan

berlabel

Bahan kimia sesuai anjuran

seperti metalaksil

diperlukan untuk mencegah

penularan penyakit bulai

5 Penanaman Penanaman dilakukan

sesuai teknik budidaya

1) Jarak tanam yang

dianjurkan adalah 70-

Page 15: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

12

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

anjuran (SA) 75 cm x 20 cm (1 biji

per lubang) atau 70-75

cm x 40 cm (2 biji per

lubang).

2) Benih yang

mempunyai daya

tumbuh > 95%

populasi 66.000-75.000

tanaman/ha

6 Pupuk:

A. Jenis

B. Penggunaan

C. Penyimpanan

D. Kompetensi

1) Pupuk organik dan

anorganik

terdaftar/diijinkan

(SA) 2) Pupuk organik telah

mengalami

dekomposisi dan

layak digunakan (SA)

1) Pemupukan sesuai

anjuran (SA)

2) Kotoran manusia tidak

digunakan sebagai

pupuk (W)

1) Pupuk disimpan pada

tempat yang aman,

kering, terlindung dan

bersih (A)

2) Pupuk disimpan pada

tempat yang terpisah

dari pestisida (SA)

3) Pupuk disimpan

dengan baik dan

mengurangi resiko

pencemaran air dan

lingkungan (SA)

4) Pupuk disimpan

terpisah dari produk

pertanian (W)

Pelaku usaha mampu

menunjukkan pengetahuan

dan keterampilan

pemupukan (SA)

Pemupukan berdasarkan

kebutuhan tanaman dan

status hara tanah:

1) Penggunaan pupuk

spesifik lokasi

2) Kebutuhan hara N

tanaman dapat

diketahui dengan cara

mengukur tingkat

kehijauan daun jagung

dengan BWD,

sedangkan hara P dan

K dengan Perangkat

Uji Tanah Kering

(PUTK)

3) Pupuk N diberikan dua

kali, yaitu: 7-10 HST

dan 30-35 HST

4) BWD digunakan pada

40-45 HST untuk

mendeteksi kecukupan

N pada tanaman

5) Kebutuhan pupuk

tanaman jagung dapat

juga diketahui melalui

uji petak omisi (tanpa

satu unsur)

pengujian langsung di

lahan petani dengan

petak perlakuan NPK

(lengkap), NP (minus

K), NK (minus P), dan

PK (minus N).

Page 16: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

13

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

7 Perlindungan

Tanaman:

A. Prinsip

Perlindungan

Tanaman

B. Kompetensi

C. Pestisida

D. Penyimpanan

pestisida

1) Pengendalian OPT

sesuai prinsip PHT

(SA) 2) Penggunaan pestisida

sesuai anjuran

rekomendasi dan

aturan pakai (SA)

Mampu menunjukkan

pengetahuan dan

keterampilan

mengaplikasikan pestisida

(W)

1) Pestisida terdaftar dan

diijinkan (SA)

2) Pestisida tidak

kadaluarsa (W)

1) Pestisida disimpan di

lokasi yang layak,

aman, berventilasi

baik, memiliki

pencahayaan baik dan

terpisah dari materi

lainnya (SA)

2) Pestisida disimpan

terpisah dari produk

pertanian (W)

3) Pestisida tetap berada

dalam kemasan asli

(SA) 4) Pestisida cair

diletakkan terpisah

dari pestisida bubuk

(SA) 5) Tempat penyimpanan

pestisida mampu

menahan tumpahan

(A) 6) Terdapat fasilitas

untuk mengatasi

keadaan darurat (SA)

7) Terdapat pedoman

Pengendalian Gulma:

Secara mekanis atau

menggunakan herbisida

kontak:

1) Penyiangan pertama:

menggunakan cangkul

atau mesin pembuat

alur

2) Penyiangan kedua:

menggunakan mesin

pembuat alur, cangkul

atau herbisida (umur

30-35 HST)

3) Periode kritis tanaman

jagung terhadap gulma

adalah pada dua bulan

pertama masa

pertumbuhan

Pengendalian Hama dan

Penyakit:

1) Identifikasi jenis dan

populasi hama (petani /

Pengamat OPT)

2) Penentuan tingkat

kerusakan tanaman

menurut kerugian atau

ambang tindakan

3) Taktik dan Teknik

Pengendalian:

mengusahakan

tanaman selalu sehat,

pengendalian hayati,

penggunaan varietas

tahan, secara fisik dan

mekanis, penggunaan

senyawa hormon, dan

penggunaan pestisida

Page 17: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

14

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

E. Penanganan

wadah

pestisida

F. Peralatan

penanggulangan

kecelakaan akibat

keracunan pestisida

yang terletak pada

lokasi yang mudah

dilihat (SA)

8) Tanda peringatan

potensi bahaya

pestisida (SA)

1) Wadah bekas pestisida

ditangani dengan

benar agar tidak

mencemari

lingkungan (SA)

2) Wadah bekas pestisida

dirusakkan (SA)

3) Kelebihan pestisida

dalam tabung

penyemprotan

digunakan untuk

pengendalian tempat

lain (SA)

1) Perawatan peralatan

aplikasi pestisida (A)

2) Kalibrasi peralatan

pestisida secara

berkala (SA)

3) Peralatan yang

memadai untuk

menakar dan

mencapur pestisida

(SA) 4) Panduan penggunaan

peralatan dan aplikasi

pestisida (A)

kimia

4) Hama utama: lalat

bibit, pengerek batang,

dan penggerak tongkol

5) Penyakit utama: bulai,

bercak daun, dan busuk

pelepah

8 Pengairan 1) Ketersediaan air

sesuai kebutuhan

tanaman (SA)

2) Air bebas dari bahan

berbahaya dan

beracun (W)

Pembuatan saluran

drainase

Pada lahan kering:

1) Pengaliran air terutama

pada musim hujan

jagung peka terhadap

kelebihan air

Page 18: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

15

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

2) Dibuat saat penyiangan

pertama dengan

cangkul atau mesin

pembuat alur

3) Saluran drainase

berfungsi sebagai

pematus air pada saat

hujan

Pada lahan sawah:

1) Saluran drainase

diperlukan untuk

memudahkan

pengaturan pengairan

tanaman, dibuat saat

penyiangan pertama

2) Saluran drainase dibuat

setiap dua baris

tanaman

9 Pembumbunan - 1) Untuk memberikan

lingkungan akar yang

lebih baik, tanaman

tumbuh kokoh dan

tidak mudah rebah

2) Dilakukan bersamaan

dengan penyiangan

pertama dan

pembuatan saluran,

atau setelah

pemupukan kedua (35

HST) bersamaan

dengan penyiangan

kedua secara mekanis

3) Menggunakan cangkul

atau mesin pembuat

alur

10 Panen 1) Tersedia pedoman

cara menghindari

kontaminasi terhadap

produk segar (SA)

2) Pemanenan dilakukan

dengan cara yang

dapat

mempertahankan

Panen dilakukan jika

kelobot tongkol telah

mengering atau berwarna

coklat, biji telah mengeras,

dan telah terbentuk lapisan

hitam minimal 50% pada

Page 19: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

16

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

mutu produk (SA)

3) Wadah hasil panen

dalam keadaan baik,

bersih dan tidak

terkontaminasi (W)

setiap baris biji.

11 Penanganan Panen

dan Pasca Panen:

A. Perlakuan

awal

B. Pembersihan

hasil panen

C. Sortasi dan

pengkelasan

D. Pengepakan

atau

pengemasan

E. Ruang

penyimpanan

F. Tempat

pengemasan

Hasil panen di tempat

ternaungi dan

diperlakukan hati-hati

(SA)

1) Hasil panen

dibersihkan dari

cemaran (SA)

2) Pencucian hasil panen

menggunakan air

bersih (W)

Dilakukan Sortasi dan

Pengkelasan (A)

1) Pengemasan untuk

melindungi produk

dari kerusakan dan

kontaminan (A)

2) Tempat pengemasan

bersih, bebas

kontaminasi dan

terlindung dari hama

dan pengganggu

lainnya (A)

3) Kemasan diberi label

identitas produk

(W)

Ruang Penyimpanan (SA)

Terpisah dari tempat

penyimpanan pupuk dan

pestisida (W)

1) Tongkol yang

sudah dipanen

segera dijemur,

atau diangin-

anginkan jika

terjadi hujan

2) Tidak menyimpan

tongkol pada

keadaan basah

tumbuh jamur

3) Pemipilan biji

setelah tongkol

kering (kadar air

biji + 20%)

dengan alat

pemipil

4) Jagung pipil

dikeringkan lagi

sampai kadar air

biji mencapai

sekitar 14%

5) Jika cuaca hujan,

pengeringan

menggunakan

mesin pengering,

tidak dianjurkan

menyimpan

jagung pada kadar

air biji >15%

dalam karung

untuk waktu lebih

dari satu bulan

Page 20: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

17

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

12 Alat dan Mesin

Pertanian

1) Penggunaan alsintan

untuk pengolahan

lahan sesuai

rekomendasi (A)

2) Perawatan alsintan

secara teratur (A)

3) Alstintan yang terkait

dengan pengukuran

dikalibrasi secara

berkala (SA)

-

13 Pelestarian

Lingkungan

Kegiatan budidaya

memperhatikan aspek

usahatani berkelanjutan,

ramah lingkungan dan

keseimbangan ekosistem

(SA)

-

14 Pekerja:

A. Kualifikasi

pekerja

B. Keselamatan

dan

keamanan

pekerja

1) Pekerja mendapat

pelatihan sesuai

bidang dan tanggung

jawabnya (SA)

2) Pekerja memahami

resiko dan tanggung

jawabnya (SA)

3) Pekerja memahami

mutu dan keamanan

pangan dari produk

yang dihasilkan (SA)

1) Prosedur penanganan

kecelakaan (SA)

2) Fasilitas P3K di

tempat kerja (A)

3) Peringatan bahaya

terlihat jelas (SA)

4) Menggunakan

perlengkapan

pelindung (SA)

-

-

Page 21: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

18

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

15 Fasilitas

Kebersihan dan

Kesehatan Pekerja

1) Tata cara kebersihan

bagi pekerja (A)

2) Toilet dan fasilitas

cuci tangan yang

berfungsi dengan baik

dan bersih (A)

3) Akses terhadap air

minum, tempat

makan, tempat

istirahat (A)

-

16 Kesejahteraan

Pekerja

Pekerja dapat

berkomunikasi dengan

pihak pengelola (A)

-

17 Tempat

Pembuangan

Tersedia tempat

pembuangan sampah dan

limbah (SA)

-

18 Pengawasan,

Pencatatan dan

Penelusuran Balik

1) Sistem pencatatan

untuk penelusuran

(SA) 2) Catatan penggunaan

benih, stok (saprodi),

kegiatan (tanam,

pengairan,

pemeliharaan, dll)

(SA) 3) Catatan disimpan

minimal 2 tahun (SA)

4) Seluruh catatan dan

dokumentasi selalu

diperbaharui (SA)

-

19 Pengaduan 1) Catatan keluhan/

ketidakpuasan

konsumen (A)

2) Catatan langkah

koreksi dari keluhan

konsumen (A)

3) Dokumen tindak

lanjut dari pengaduan

(A)

-

20 Evaluasi Internal 1) Bukti evaluasi internal

dilakukan secara

periodik (A)

-

Page 22: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

19

No Ruang Lingkup GAP (Buah dan Sayur) PTT Jagung

2) Catatan tindakan

perbaikan sesuai hasil

evaluasi (A)

21 Penutup GAP masih bersifat

umum, belum spesifik

komoditas dan bersifat

dinamis

PTT bersifat umum,

dinamis, dan spesifik

lokasi, namun sudah

spesifik komoditas

Sumber: Permentan 48 tahun 2009 dan Balitbangtan (2016).

Produksi jagung di wilayah Indonesia bagian tengah dan barat, pada

umumnya dilakukan secara komersil, menggunakan varietas hibrida, pupuk

anorganik dan suplementasi pengairan pada musim kemarau. Sedangkan

produksi jagung di wilayah timur sebagian besar merupakan komponen

usahatani substensi, menggunakan benih varietas lokal, pemupukan minimal

atau pupuk organik dosis rendah dan sumber air sepenuhnya berasal dari

hujan (Sutoro, 2015). Produktivitas jagung di wilayah Indonesia sangat

beragam, berkisar antara 1,7-7,3 t/ha, dengan rata-rata produktivitas jagung

nasional sebesar 4,9 t/ha (BPS, 2018). Hal ini disebabkan oleh perbedaan

penerapan teknologi budidaya, selain teknik budidaya, faktor penggunaan

benih/varietas unggul, pemupukan dan pengelolaan air juga sangat

berpengaruh terhadap produktivitas yang beragam ini. Produksi jagung

dengan menerapkan PTT jagung dapat menjadi awal penerapan GAP pada

jagung untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, memperbaiki

kualitas produksi, dan menjaga kelestarian lingkungan secara nasional.

KESIMPULAN

Good Agricultural Practices (GAP) dalam arti luas memiliki

kesamaan dengan Standard Operational Procedure (SOP), dimana produsen

menetapkan standar yang harus dicapai dalam proses produksi melalui

penerapan GAP/SOP yang sudah ditentukan. Hal ini tentu saja dilakukan

untuk mendapatkan produk yang terstandarisasi sehingga daya saing produk

menjadi meningkat karena kualitas yang baik dan seragam. GAP sebagai

sistem proses yang kompleks mampu menjawab tantangan pasar bebas

dalam mendapatkan produk yang memiliki standar dan kualitas yang baik.

Penerapan prinsip-prinsip GAP dalam PTT jagung dapat diaplikasikan oleh

petani guna meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi jagung dalam

mencapai target swasembada jagung berkelanjutan. Beberapa prinsip

tersebut diantaranya adalah persiapan lahan yang baik, pemberian bahan

organic untuk menjaga kesuburan tanah dan konservasi lahan, penggunaan

varietas unggul dan bersertifikat, penerapan jarak tanam, penggunaan pupuk

Page 23: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

20

organik dan anorganik sesuai anjuran, pengendalian OPT sesuai dengan

prinsip PHT, serta penanganan panen dan pasca panen. Pengembangan

produk yang memiliki daya saing global sangat diperlukan agar produk yang

dihasilkan mampu diterima dan bersaing dengan produk lain, hal ini menjadi

salah satu fokus Kementerian Pertanian untuk mewujudkan Indonesia

sebagai lumbung pangan dunia 2045. Upaya dan kerja keras diperlukan oleh

semua pihak untuk mewujudkan swasembada jagung berkelanjutan yang

mampu menjawab tantangan global, oleh karena itu peran dan kerjasama

dari berbagai pihak terkait harus selaras dan sinergi demi terwujudnya

pertanian Indonesia yang mendunia melalui penciptaan produk jagung yang

terstandarisasi dengan menerapkan prinsip-prinsip GAP jagung, termasuk di

dalamnya penggunaan varietas unggul, pemupukan berimbang, dan

pengelolaan air yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. GAP sebagai Salah Satu Hambatan Teknis dalam

Perdagangan Internal. http://www.litbang.pertanian.go.id/info-aktual/2143/.

Diakses 13 November 2017.

Anonim. 2016. Serap Jagung Petani, Rangkul Industri Pakan dan Pemda.

http://tabloidsinartani.com/content/read/serap-jagung-petani-rangkul-

industri-pakan-dan-pemda/. Diakses 14 November 2017.

ASEAN da, AusAID. 2006. ASEAN GAP: Good Agricultural Practices For

Production of Fresh Fruit and Vegetables in The ASEAN Region.

Quality Assurance Systems for ASEAN Fruit and Vegetables Project.

ASEAN Australia Development Cooperation Program. Australia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Pedoman Umum PTT

Jagung. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia SNI 01-

4483-1998. BSN. Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia SNI 4483-

2013. BSN. Jakarta.

BPS Provinsi Maluku Utara. 2012. Maluku Utara Dalam Angka 2012. Badan

Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. Ternate.

BPS Provinsi Maluku Utara. 2013. Maluku Utara Dalam Angka 2013. Badan

Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. Ternate.

Page 24: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

21

BPS Provinsi Maluku Utara. 2014. Maluku Utara Dalam Angka 2014. Badan

Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. Ternate.

BPS Provinsi Maluku Utara. 2015. Maluku Utara Dalam Angka 2015. Badan

Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. Ternate.

BPS Provinsi Maluku Utara. 2016. Statistik Penggunaan Lahan Provinsi

Maluku Utara 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara.

Ternate.

BPS Provinsi Maluku Utara. 2016. Maluku Utara Dalam Angka 2016. Badan

Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. Ternate.

BPS. 2016. Statistik Indonesia 2016. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS. 2018. Statistik Indonesia 2018. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara. 2018. Laporan LTT Jagung Provinsi

Maluku Utara Tahun 2017. Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara.

Sofifi.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Jagung dan Padi.

Kementerian Pertanian. Jakarta.

Faesal dan Jamaluddin. 2014. Penampilan Jagung Calon Hibrida Umur

Genjah Toleran Kemasaman Tanah di Sulawesi Barat. Prosiding

Seminar Nasional Inovasi Pertanian Mendukung Bio-Industri,

Oktober 2014: 125-131.

Kementerian Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

61/Permentan/OT.160/11/2006 tentang Penerapan Good Agricultural

Practices (GAP) untuk Komoditi Buah. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan

Sayur Yang Baik. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman UPSUS Peningkatan

Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. Jakarta.

Page 25: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

22

Kementerian Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

48/Permentan/OT.140/4/2014 tentang Pedoman Teknis Budidaya

Kakao Yang Baik. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

49/Permentan/OT.140/4/2014 tentang Pedoman Teknis Budidaya

Kopi Yang Baik. Jakarta.

Najmah, St., Idaryani, dan O. Tandi. 2014. Karakter Agronomis Dan Hasil

Beberapa Varietas Unggul Jagung Pada Lahan Kering Dataran

Rendah di Kabupaten Bone. Prosiding Seminar Nasional Inovasi

Pertanian Mendukung Bio-Industri, Oktober 2014: 97-101.

Panikkai, S., R. Nurmalina, S. Mulatsih, dan H. Purwati. 2017. Analisis

Ketersediaan Jagung Nasional Menuju Pencapaian Swasembada

Dengan Pendekatan Model Dinamik. Jurnal Informatika Pertanian,

Vol. 26 No. 1 Juni 2017: 41-48.

Purwantini, Tri Bastuti. 2015. Kinerja dan Prospek Swasembada Jagung di

Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan.

Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015: 466-472.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. Outlook Komoditas

Pertanian Tanaman Pangan Jagung. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2017. Outlook Tanaman Pangan

Dan Hortikultura 2017. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Sari, D. P., R. F. Syafruddin, dan M. Kadir. 2016. Penerapan Prinsip-Prinsip

Good Agricultural Practice (GAP) Untuk Pertanian Berkelanjutan Di

Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa. Jurnal Galung

Tropika, 5 (3) Desember 2016: 151-163.

Saptana, A. Supriyo, dan H. P. Saliem. 2016. Evaluasi Kinerja Program

UPSUS Padi di Kabupaten Klaten: Kinerja, Kendala, dan Strategi.

Prosiding Seminar Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan

Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional

dan Peningkatan Kesejahteraan Petani, November 2015: 257-270.

Suhendrata, Tota. 2012. Introduksi Beberapa Jagung Komposit Varietas

Unggul Pada Lahan Kering Dalam Upaya Menunjang Kedaulatan

Pangan di Kabupaten Sragen. Prosiding Seminar Nasional:

Page 26: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Penerapan Prinsip-Prinsip Agricultral Practices (GAP) Dalam Produksi Jagung di Maluku Utara (Yopi Saleh, Novendra C. Nugroho)

23

Kedaupatan Pangan dan Energi, Juni 2012.Fakultas Pertanian

Universitas Trunojoyo. Madura.

Suryana, A., dan A. Agustian. 2014. Analisis Dayasaing Usahatani Jagung

Di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 12 No. 2,

Desember 2014: 143-156.

Sutoro. 2015. Determinan Agronomis Produktivitas Jagung (The Agronomic

Factors Determining Maize Productivity). Jurnal Iptek Tanaman

Pangan Vol. 10 No. 1, 2015: 39-46.

Syuryawati, Margaretha SL., dan A. Biba. 2014. Kajian Teknologi Produksi

Jagung di Tingkat Petani dan Persepsinya Pada Lahan Kering di

Kabupaten Gowa dan Jeneponto. Prosiding Seminar Nasional Inovasi

Pertanian Mendukung Bio-Industri, Oktober 2014: 109-118.

Page 27: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

24

PENGARUH VARIETAS DAN PEMATAHAN

DORMANSI FISIK BENIH TERHADAP DAYA

BERKECAMBAH DAN TUMBUH BIJI PALA

(MYRISTICA FRAGRANS)

Wawan Sulistiono dan Chris Sugihono

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara

Kompleks Pertanian Kusu No.1. Kec. Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan.

[email protected]

ABSTRAK

Biji pala memerlukan waktu untuk berkecambah relatif lama (30-60

hari) dikarenakan adanya faktor dormansi berupa penghalang fisik yaitu

tempurung biji yang keras. Diperlukan teknologi untuk mematahkan

dormansi tersebut agar waktu benih berkecambah menjadi lebih cepat.

Penelitian ini pertujuan untuk mengetahui pengaruh pematahan dormansi

fisik benih terhadap daya berkecambah dan tumbuh benih pala beberapa

varietas. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak lengkap

faktorial. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas 3 jenis yaitu (1)

Tidore, (2) Ternate dan (3) Sasur Halbar. Faktor kedua adalah pematahan

dormansi fisik yang terdiri atas 3 jenis yaitu (1) pembukaan pangkal

tempurung, (2) pengikiran pangkal tempurung dan (3) tanpa perlakuan

(kontrol). Terdapat 9 kombinasi perlakuan dan diulang 3 kali. Lokasi

penelitian di pembibitan pala BPTP Maluku Utara di Sofifi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perlakuan pematahan dormansi fisik berinteraksi nyata

(P<0.05) dengan varietas dalam menentukan daya kecambah benih umur 20

hari setelah semai. Jenis Sasur Halbar dan varietas Ternate 1 pada perlakuan

pembukaan tempurung biji nyata meningkatkan daya tumbuh dibanding

tanpa pematahan dormansi masing-masing sebesar 79,0 dan 74,33%.

Varietas Ternate pada perlakuan pembukaan pangkal tempurung biji nyata

meningkatkan panjang akar, panjang tunas dan jumlah daun dibanding

kontrol. Perlakuan pembukaan pangkal tempurung benih Sasur Halbar, nyata

meningkatkan panjang akar dan jumlah daun mencapai tertinggi dibading

perlakuan lainnya. Varietas Tidore 1 tidak menghasilkan pengaruh yang

nyata ada perbedaan perlakuan pematahan dormansi. Pematahan dormansi

berupa pembukaan pangkal tempurung ataupun pengikiran menghasilkan

jumlah cabang akar sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding kontrol.

Perbedaan varietas juga nyata menentukan jumlah akar cabang pada benih.

Page 28: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Pengaruh Varietas dan Pematahan Dormansi Fisik Benih Terhadap Daya Berkecambah dan Tumbuh Biji Pala (Myristica Fragrans) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono)

25

Perlakuan pembukaan tempurung biji untuk varietas Ternate 1 dan Sasur

Halbar disarankan untuk mengecambahkan benih pala.

Kata Kunci: Myristica fragrans, pematahan dormansi, perkecambahan,

benih pala.

PENDAHULUAN

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan komoditas tanaman

rempah penting di Indonesia yang diusahakan dalam bentuk perkebunan

rakyat-pekarangan dan agroforestry (BPS, 2017; Statistik Perkebunan

Indonesia 2016-2018: Pala, 2017). Lingkungan tumbuh dan tingkat produksi

pala berapa pada agroekosistem dan unsur iklim yang khas (Sangadji et al.,

2015). Tanaman pala adalah tanaman berumah dua dan perbanyakan yang

lazim adalah secara generatif menggunakan biji. Terdapat beberapa kendala

dalam perbanyakan benih pala menggunakan biji antara lain biji pala cepat

mengalami penurunan daya tumbuh jika tidak segera dikecambahkan, sifat

benih rekalsitran (Pammenter and Berjak, 2000). Disamping itu waktu

berkecambah yang lama karena tempurung yang keras. Perbedaaan varietas

diketahui memiliki kemampuan berbeda dalam pertumbuhan biji

berkecambah (Haldankar et al. 2005).

Perbanyakan pala menggunakan biji masih optimal digunakan.

Dilaporkan oleh Ursem et al. (2014) bahwa daya kecambah mencapai 88,8

% ketika biji dalam keadaan segar. Dilaporkan oleh Abirami et al. (2010)

kemampuan biji pala berkecambah mencapai 86, 67%, dengan tinggi bibit

29,84 cm di umur 44 hari pada media tanah, debu, pasir, dan kompos.

Perbedaan varietas juga menentukan daya tumbuh biji pala (Haldankar et al.,

2005).

Namun demikian waktu yang diperlukan biji berkecambah relatif

lama (30-60 hari). Hal ini akan mempengaruhi waktu penyediaan bibit di

persemaian menjadi lebih lama. Upaya untuk mematahkan dormansi fisik

dapat berupa pematahan fisik atau skarifikasi seperti melubangi kulit biji

(Febriyan dan Widajati, 2015) atau bahan kimia seperti asam sulfat (Latue et

al., 2019) serta hormon pertumbuhan Giberalin (Agurahe dkk, 2019).

Namun demikian metode percepatan daya berkecambah dengan mengurangi

penghambat fisik benih pala pada beberapa varietas pala di Maluku Utara

belum dilakukan penelitian. Terdapat beberapa varietas pala di Maluku

Utara seperti Ternate 1, Tidore 1, Tobelo 1 dan Makean (Direktorat Jenderal

Perkebunan, 2017). Penelitian akan mengkaji perlakuan pematahan dormansi

fisik benih pala pada beberapa varietas. Diharapkan perlakuan tersebut

mempercepat perkecambahan dan daya kecambah serta tumbuh benih.

Page 29: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

26

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di lokasi perbenihan-pembibitan perkebunan

BPTP Maluku Utara, Komplek Pertanian Kusu, No.1 Oba Utara Kota Tidore

Kepulauan. Waktu penelitian pada bulan Agustus-Desember 2017. Suhu

harian berkisar 25-30°C.

Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

Faktorial. Faktor pertama adalah jenis varietas pala yang terdiri atas tiga (3)

varietas yaitu (1) Ternate 1, (2) Tidore 1, dan (3) jenis lokal Susufu Halbar.

Faktor kedua adalah perakuan pematahan dormansi fisik yang terdiri atas

tiga (3) jenis yaitu (1) pembukaan pangkal tempurung, (2) pengikiran

pangkal tempurung dan (3) tanpa perlakuan (kontrol). Terdapat 9 kombinasi

perlakuan dan diulang 3 kali. Setiap kombinasi perlakuan terdiri atas 300

biji.

Pelaksanaan perkecambahan dimulai dengan pemilihan benih dari

perbedaan varietas dan jenis yaitu Ternate 1 dari Marikurubu Ternate, dan

Tidore 1 dari Tidore dan Jenis lokal Sasur, Ibu Halmahera Barat (Halbar).

Benih pala diambil dari buah yang masak fisiologis dari masing-masing

varietas/jenis. Benih yang sudah siap dari masing-masing varietas

diperlakukan sesuai perlakuan penelitian yaitu di buka pangkal tempurung,

diasah/kikir dengan batu atas. Lokasi perkecambahan disiapkan dengan

media pasir tanah (1:1) dan lapisan atas terdiri serbuk gergaji. Lokasi

perkecambahan dengan menggunakan balok papan kayu panjang dan lebar

7x2,5 m. Atap perkecambahan ditutup dengan parenet 60%.

Pengamatan dilakukan pada daya tumbuh umur 20 hari setelah

semai (hss), panjang akar umur 30 hss, panjang tunas umur 30hss, jumlah

daun umur 30 hss, panjang daun 30 hss, dan jumlah akar lateral pada umur

40hss. Cara pengamatan pada daya tumbuh adalah mengambil contoh benih

yang dikecambahkan dan menghitung benih yang sudah keluar calon akar

atau tunas sebanyak 100 biji dan dinyatakan dengan persentase. Panjang akar

dan tunas diikur dengan penggaris dari pangkal akar/tunas sampai ujung akar

atau tunas. Jumlah daun diketahui dengan menghitung daun yang sudah

membuka sempurna (pembentukan morfologi daun sempurna). Panjang daun

diukur dengan mengukur menggunakan pangaris dari pangkal daun sampai

ujung daun. Jumlah akar lateral atau yang tumbuh kearah samping dihitung

per kecambah. Pengamatan setiap parameter pengamatan pada tiap

kombinasi perlakuan adalah tiga (3) kecambah dan dilakukan pada tiap

ulangan.

Data parameter pengamatan yang dihasilkan dianalisis

menggunakan analysis of variance (ANOVA) pada faktor perlakuan

rancangan acak lengkap menggunakan SAS 9,4 program for windows. Jika

terdapat interaksi perlakuan antar faktor, dilakukan pembandingan pengaruh

antar kombinasi perlakuan, jika tidak dilakukan perbandingan antar faktor

Page 30: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Pengaruh Varietas dan Pematahan Dormansi Fisik Benih Terhadap Daya Berkecambah dan Tumbuh Biji Pala (Myristica Fragrans) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono)

27

perlakuan. Pengaruh kombinasi perlakuan atau perlakuan secara tunggal

dibandingkan berdasarkan uji Tukey’s studentized range (HSD) test dengan

p≤0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Daya Tumbuh

Perlakuan pematahan dormansi fisik dan varietas nyata berinteraksi

(P<0.05) menentukan daya tumbuh benih pala (Tabel 1). Hasil ini

menunjukkan bahwa keberhasilan perlakuan pematahan dormansi fisik benih

ditentukan juga oleh varietas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya

faktor genetis dan lingkungan yang memperngaruhi daya tumbuh. Varietas

sebagai faktor genetis sedangkan pematahan dormansi fisik sebagai faktor

lingkungan.

Tabel 1. Daya tumbuh beberapa varietas pala pada pangaruh pematahan

dormansi fisik di umur 20 hari setelah semai (hss)

Perlakuan Daya tumbuh benih (%) Varietas/pematahan dormansi fisik Umur 20 hss

Tidore 1, pemecahan pangkal tempurung 45.33 bc

Tidore 1, pengikiran pangkal tempurung 37.33 bc

Tidore 1, tanpa perlakuan fisik 28.00 c

Ternate 1,pemecahan pangkal tempurung 74.33 a

Ternate 1, pengikiran pangkal tempurung 55.00 ab

Ternate 1, tanpa perlakuan fisik 43.33 bc

Sasur Halbar, pemecahan pangkal

tempurung

79.00 a

Sasur Halbar, pengikiran pangkal

tempurung

61.67 ab

Sasur Halbar, tanpa perlakuan fisik 22.00 c

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji lanjut Tukey 1%.

Panjang Akar

Perlakuan pematahan dormansi fisik dan varietas sangat nyata berinteraksi

(P<0.01) meningkatkan panjang akar bibit pala (Tabel 2). Hasil ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan akar berupa panjang akar sangat nyata

Page 31: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

28

ditentukan oleh perlakuan pematahan dormansi fisik dan pemilihan varietas

yang digunakan.

Panjang tunas

Perlakuan pematahan dormansi fisik dan varietas sangat nyata berinteraksi

(P<0.01) meningkatkan panjang tunas bibit pala (Tabel 2) umur 30 hss. Hasil

ini menunjukkan bahwa pemilihan varietas dan pematahan dormasi fisik

merupakan faktor yang berpengaruh penting dalam menentukan panjang

tunas kecambah benih pala.

Jumlah daun

Perlakuan pematahan dormansi fisik dan varietas sangat nyata berinteraksi

(P<0.01) menentukan jumlah daun bibit pala (Tabel 2) umur 30 hss. Hasil ini

menunjukkan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan daun pada kecambah

pala diperlukan perlakuan pematahan dormansi terutama untuk varietas

tertentu sebagai pembawa materi genetiknya.

Tabel 2. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi fisik benih pala pada

perbedaan varietas terhadap panjang akar, panjang tunas dan

jumlah daun bibit umur 30 hss

Perlakuan Panjang

akar (cm)

Panjang

tunas (cm)

Jumlah

daun

Varietas/pematahan dormansi fisik ----------(Umur 30 hss)------------

Tidore 1, pemecahan pangkal

tempurung

2.74 cd 0.41 d 0.50 b-d

Tidore 1, pengikiran pangkal

tempurung

2.23 cd 2.24 b-d 0.50 b-d

Tidore 1, tanpa perlakuan fisik 1.68 d 1.22 b-d 0.30 cd

Ternate 1, pemecahan pangkal

tempurung

10.83 a 8.20 a 0.73 bc

Ternate 1, pengikiran pangkal

tempurung

6.36 b 3.63 b 0.50 b-d

Ternate 1, tanpa perlakuan fisik 6.33 b 3.37 bc 0.20 d

Sasur Halbar, pemecahan pangkal

tempurung

3.93 c 1.80 b-d 2.73 a

Page 32: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Pengaruh Varietas dan Pematahan Dormansi Fisik Benih Terhadap Daya Berkecambah dan Tumbuh Biji Pala (Myristica Fragrans) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono)

29

Sasur Halbar, pengikiran pangkal

tempurung

1.85 cd 0.93 b-d 0.89 b

Sasur Halbar, tanpa perlakuan fisik 0.66 d 0.66 c-d 0.20 d

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji lanjut Tukey 1%.

Panjang daun

Panjang daun bibit pala sangat nyata ditentukan oleh perlakuan pematahan

dormansi fisik (P<0.01). Varietas tidak nyata menentukan panjang daun dan

tidak terdapat interaksi antara varietas dan pematahan dormansi fisik

terhadap panjang daun (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa panjang daun

kecambah benih pala umur 30hss sangat ditentukan oleh faktor lingkungan

yaitu perlakuan pemecahan dormansi fisik.

Tabel 3. Panjang daun dan jumlah akar sekunder pada perbedaan varietas

dan pematahan dormansi fisik benih pala

Perlakuan Panjang daun

(cm)

Jumlah akar

lateral

(akar samping)

(Umur 30 hss) (umur 40 hss)

Varietas

Tidore 1 5.50 4.1 a

Ternate 1 5.36 3.5 ab

Sasur Halbar 4.88 2.5 b

Pematahan dormansi fisik

Pemecahan pangkal tempurung 7.41 a 4.9 a

Pengikiran pangkal tempurung 4.94 b 3.6 a

Tanpa perlakuan (kontrol) 3.40 b 1.6 b

Angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji lanjut Tukey 1%.

Jumlah akar lateral (akar samping)

Cabang akar kecambah benih pala nyata (P<0.05) ditentukan oleh varietas

dan sangat nyata (P0<0.01) perlakuan pematahan dormansi fisik. Varietas

dan pemecahan dormansi fisik tidak berinteraksi menentukan pertumbuhan

akar lateral yaitu akar yang tumbuhnya ke arah samping (lateral) (Tabel 3).

Page 33: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

30

Pembahasan

Daya tumbuh benih pala dapat dipercepat dan ditingkatkan yang

ditentukan oleh faktor interaksi genetis dan perlakuan pematahan dormansi

fisik. Faktor genetis yaitu varietas Ternate 1 dengan perlakuan pemecahan

pangkal tempurung nyata menghasilkan daya tumbuh mencapai 74,33%.

Demikian juga jenis lokal Sasur Halbar dengan pemecahan pangkal

tempurung nyata menghasilkan daya tumbuh tertinggi 79,0% dibanding

perlakuan lainnya pada umur 20 hss. Hasil ini menunjukan bahwa faktor

lingkungan berupa perlakuan pemecahan pangkal tempurung menjadi

pemicu pemunculan calon akar dan tunas yang memiliki pengaruh berbeda

diantara varietas.

Pemecahan pangkal tempurung menciptakan lingkungan yang

mendukung untuk proses imbibisi air ke benih. Pada proses selanjutya faktor

genetis berupa mutu varietas yang menentukan proses perkacambahan

selanjutnya. Proses tersebut digambarkan oleh Mudiana (2007) dan Gardner

et al. (1991) bahwa setelah air masuk pada benih mempengaruhi: (1)

Melunaknya biji lapisan biji oleh imbibisi air; (2) Mulai aktifnya sel dan

enzim-enzim yang ditandai dengan meningkatkan respirasi biji. Pada tahap

ini secara morfologis ditandai dengan tumbuhnya hypocotly dan cotyledone;

(3) Penguraian komponen kimia komplek (karbohidrat, protein dan lemak)

menjadi unsur yang lebih sederhana untuk ditranslokasikan ke titik-titik

tumbuh; (4) Terjadi asimilasi untuk menghasilkan energi bagi pertumbuhan

sel baru. Pada tahap ini ditandai dengan pembentukan calon daun muda; (5)

pertumbuhan tingkat lanjut kecambah yaitu pembelahan, pembesaran dan

pembagian sel. Proses ini ditandai dengan pembentukan daun baru. Dengan

demikian perbedaan varietas mencerminkan perbedaan mutu genetis benih

dan menentukan proses perkecambahan yaitu munculnya calon akar dan

daun (tunas) pada pengaruh pemecahan pangkal tempurung benih.

Daya tumbuh benih pala yang meningkat diantara varietas pada

perlakuan pematahan dormansi fisik tersebut selaras dengan peneltian

sebelumnya. Febriyan dan Widajati (2015) melaporkan bahwa perlakuan

skarifikasi fisik berupa dua lubang pada pangkal benih pala meningkatkan

daya tumbuh benih. Hal ini ditandai dengan munculnya akar dan tunas yang

lebih awal yaitu 33 hari untuk akar dan 59 untuk munculnya tunas setelah

persemaian.

Interaksi perlakuan menunjukkan adanya perbedaan ketanggapan

proses imbibisi dan proses perkecambahan antar varietas. Hal ini

menyebabkan perbedaan kemampuan pertumbuhan akar dan tunas pada

perlakuan pematahan dormansi fisik berupa pembukaan pangkal tempurung.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu panjang akar dan tunas. Hasil ini

menunjukkan adanya perbedaan kecepatan mengaktifan enzim, penguraian

Page 34: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Pengaruh Varietas dan Pematahan Dormansi Fisik Benih Terhadap Daya Berkecambah dan Tumbuh Biji Pala (Myristica Fragrans) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono)

31

komponen kimia komplek, asimilasi dan pertumbuhan tingkat lanjut

(Mudiana, 2007).

Namun demikian setelah pertumbuhan tingkat lanjut dari suatu

kecambah benih, menunjukkan adanya peran masing-masing perlakuan

tersebut. Hal ini diduga bahwa interaksi perlakuan pemecahan dormansi

yang menyebabkan peristiwa imbibisi air mengaktifkan proses kimia dan

fisiologi benih hanya diawal proses perkacambahan. Pada proses

pertumbuhan tingkat lanjut kecambah benih lebih ditentukan oleh sifat

genetis benihnya dan perlakuan pemecahan dormansi fisik tersebut. Hasil ini

menunjukkan keragaman genetik pala tinggi, seperti yang disampaikan oleh

Hal ini dapat dilihat pada jumlah akar lateral yang nyata ditentukan oleh

varietas. Varietas Tidore memiliki perakaran sambung yang nyata lebih

tinggi dibanding Sasur Halbar. Disamping itu pematahan dormansi fisik

dengan pemecahan pangkal tempurung dan pengikiran nyata meningkatkan

jumlah akar lateral dibanding kontrol (Tabel 3).

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah diperlukan perlakuan

pematahan dormansi fisik benih pala dengan pembukaan tempurung pada

vareitas yang unggul untuk dijadikan benih. Hal ini bertujuan untuk

mempercepat proses perkecambahan, menyeragamkan perkecambahan serta

menghemat waktu proses sertifikasi benih hingga dapat dilepas.

KESIMPULAN

Varietas Ternate 1 pada pemecahan pangkal tempurung nyata

meningkatkan daya tumbuh benih mencapai 74, 3% pada umur 20 hss dan

nyata menghasilkan panjang akar dan panjang tunas tertinggi dibanding

kombinasi perlakuan lainnya. Jenis lokal Sasur Halbar pada perlakuan yang

sama menghasilkan daya tumbuh benih 79.0% namun tidak nyata

meningkatkan panjang akar dan tunas. Perlakuan pematahan dormansi fisik

nyata memacu terbentuknya akar lateral yang lebih tinggi dibanding kontrol

dan pemilihan varietas nyata menentukan pertumbuhan akar lateral.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada petani pemilik PIT

Ternate 1 Bapak Hamadal Minggu, Tidore 1, dan jenis lokal Sasur Halbar.

Penanggung jawab lapangan persemaian Bapak M. S. Seni Kulle., Kepada

Ka, BPTP Malut penulis sampaikan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Abirami, K., Rema, J., Mathew, P.A., Srinivasan, V., and Hamza, S. 2010.

Effect of different propagation media on seed germination, seedling

growth and vigour of nutmeg (Myristica fragrans Houtt.). Journal of

Medicinal Plants Research 4(19): 2054-2058.

Page 35: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

32

Agurahe L.,Rampe, H.L.,dan Mantiri, F.R. 2019. Pematahan dormansi benih

pala (Myristica fragrans houtt.) menggunakan hormon Giberalin.

PharmaconJurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat, 8(1): 30-40.

BPS. 2017. Provinsi Maluku Utara dalam angka, 2017. Hal. 200.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017. Keputusan Menteri Pertanian R.I. No.

67/Kpts/KB.020/10/2017 tentang Penetapan kebun blok penghasil

tinggi dan pohon induk terpilih tanaman pala varietas unggul Ternate

1, Tidore 1, Tobelo 1 dan Makian di Provinsi Maluku Utara sebagai

kebun sumber benih unggul. Direktoral Jenderal Perkebunan. Jakarta.

30 hal.

Febriyan D. G. and Widajati, E. 2015. Pengaruh teknik skarifikasi fisik dan

media perkecambahan terhadap daya berkecambah benih pala

(Myristica fagrans). Bul. Agrohorti 3(1): 71-78.

Gardner, F.P., Pearce, R.B., Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi tanaman

budidaya. Penerjemah: Susilo H. UI Press. Jakarta. Terjemahan dari:

Physiology of crop plants.

Haldankar, P.M., Joshi, G.D., Jamadagni, B.M., Sawant, V.S., and Kelaskar,

A.J. 2005. Studies on germination and seedling vigour characters for

genotype selection in nutmeg (Myristica fragrans Houtt.). Journal of

Spices and Aromatic Crops.14 (2): 137-144.

Khandekar, R.G. Dashora, L.K., Joshi, G.D., Haldankar, P.M., Gadre, U.A.,

Jain, M.C., Haldavnekar, P.C., Pande, V.S. 2006. Effect of rooting

media on germination and seedlings growth of nutmeg (Myristica

fragrans Houtt). J. Spic. Aromatic Crops. 15(2): 100-104.

Latue, P.C., Rampe, H.L, and Rumondor M. 2019. Uji pematahan dormansi

menggunakan asam sulfat berdasarkan viabilitas dan vigor benih pala

(Myristica fragrans Houtt.). Jurnal Ilmiah Sains Vol. 19(1):1-21

Mudiana D. 2007. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. B I O D I V

E R S I T A S, 8 (1): 39-42.

Pammenter, N, W., and Berjak, A. 2000. Aspect of recalcitrant seed

physiology. R. Bras.Fisiol. Veg. 12: 56-69.

Page 36: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Pengaruh Varietas dan Pematahan Dormansi Fisik Benih Terhadap Daya Berkecambah dan Tumbuh Biji Pala (Myristica Fragrans) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono)

33

Statistik Perkebunan Indonesia, 2016-2018. Pala, Nutmeg. 2017. Direktoral

Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. 41 hal.

Sangadji S., Kaimuddin, Ala A., and Paembonan, S.A. 2015. The effect of

climate to the fruit set of nutmeg plant. International journal of

Current Research and Academic Review, 3(8): 352-358.

Thangaselvabai, T., Sudha, K.R., Selvakumar, T., and Balakumbahan, R.

2011. Nutmeg (Myristica Fragrans Houtt) – The Twin Spice – A

Review. Agri. Review, 3232 (4) : 283 - 293.

Ursem, B.W.N.J., , Boesrie,, W., and Kluver, E. 2014. Horticulture Of

Nutmeg : Germination, Propagation and Cultivation. The Journal Of

Botanic Garden Horticulture (12):129-137.

Page 37: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

34

SEBARAN PENYAKIT VASCULAR STREAK

DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO

(THEOBROMAE CACAO. LINN) DI HALMAHERA

SELATAN

Hakim Ode Ramida dan Slamet Hartanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balitbangtan Maluku Utara

Komplek Pertanian Kusu No. 1, Oba Utara – Kota Tidore Kepulauan

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat serangan dan penyebaran

penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) pada tanaman kakao (Theobromae

Cacao. Linn) di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Penelitian dilakukan di 3

Kecamatan, yaitu Bacan Timur, Bacan Selatan, dan Bacan Tengah

menggunakan metode survey. Hasil penelitian menunjukkan penyakit VSD

menyebabkan kerusakan tanaman kakao sebesar 60,75% di Halmahera

Selatan, Maluku Utara. Kerusakan tertinggi terdapat di Kecamatan Bacan

Tengah dan Kecamatan Bacan Timur sebesar 62,08% dan 61,6%, sedangkan

kerusakan terendah terdapat pada Kecamatan Bacan Selatan sebesar 58,56%.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa VSD telah menyebaran merata di

Halmahera Selatan yang menyebabkan kerusakan kategori massif/berat (58-

62%). Tindakan penanganan penyakit VSD harus dilaksanakan dilokasi

terserang untuk menurunkan tingkat kerusakan dan dilakukan upaya

pencegahan penyebaran dilokasi belum terserang.

Kata kunci : Vascular streak dieback, kakao, Halmahera Selatan

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao. L) merupakan komoditas andalan dan

berperan penting untuk meningkatan perekonomian Indonesia, terutama

dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, dan sebagai

sumber devisa negara. Luas lahan perkebunan tanaman kakao di Maluku

Utara tahun 2015 adalah 4.120 Ha dan pada tahun 2017 adalah seluas 3.820

ha. Produksi tanaman kakao di Maluku Utara pada tahun 2009 sebesar

1.891,0 ton dan tahun 2010 sebesar 1.418,4 ton (BPS, 2015). Data ini

menunjukan tiap tahun baik luas lahan maupun produktivitas tanaman kakao

di Maluku Utara terjadi penurunan.

Menurunnya produktivitas kakao di Maluku Utara disebabkan oleh

berbagai faktor seperti faktor internal (sifat genetik) dan faktor eksternal

Page 38: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Sebaran Penyakit Vasculer Streak Dieback (VSD) Pada Tanaman kakao (Theobromae Cacao. Linn) di Halmahera Selatan (Hakim Ode Ramida, Slamet Hartanto)

35

(lingkungan). Faktor penentu lain adalah teknik budidaya kakao oleh petani

dilakukan secara konvensional, mulai dari penggunaan benih, penanaman,

pemeliharaan sampai pascapanen. Benih yang digunakan didapat dari pohon

kakao tanpa melalui proses pembenihan yang baik. Sortasi terhadap benih

didasarkan pada yang tidak terserang hama dan penyakit, bukan pada pohon

induk yang tahan terhadap hama dan penyakit.

Penyakit vascular streak dieback (VSD) adalah penyakit penting

pada tanaman kakao yang merusak jaringan pembuluh kayu berakibat pada

kerusakan pada bagian vegetatif tanaman yaitu ranting, daun dan cabang dan

pada kasus serangan berat mengakibatkan kematian pada tanaman. Kondisi

tanaman yang rentan serangan VSD yaitu pada fase pembibitan, dimana 50%

bibit yang terinfeksi mengalami kematian setelah bibit dipindah ke lapangan

(Hardiyanti, 2012). Penyakit VSD pertama ditemukan di Papua New Guinea

pada tahun 1930. Di Indonesia, penyakit VSD pertama kali ditemukan di

pulau Sebatik perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur pada tahun

1983 dan menyebar di Maluku, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Timur dan

Sumatra bagian Utara pada tahun 1985 (Semangun, 1987).

Halmahera Selatan mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk

pengembangan tanaman kakao karena didukung dengan iklim, tanah maupun

kondisi fisik wilayah, dengan topografi 61,1% tergolong agak juram (15-

49%) dan lahan juram >40%. Rata-rata curah hujan 1.120-2.913 mm/tahun

dengan jumlah hari hujan 129-209 hari/tahun. Jenis tanah Halmahera Selatan

terdiri dari mediteran, podsolik merah kuning tanah kompleks, latosol,

regusol dan tanah allufial (BPS, 2015). Luas tanaman kakao di Halmahera

Selatan adalah 4.120 Ha dengan produksi 1.418 ton (BPS, 2012). Varietas

kakao yang ditanam di Halmahera Selatan adalah Forastero, Trinitario,

dan Criollo. Informasi penting tentang penyebaran penyakit VSD belum banyak

dilaporkan untuk pengembangan komoditas kakao di Halmahera Selatan.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat serangan

penyakit VSD dan mengetahui sebaran penyakit VSD di Kabupaten

Halmahera Selatan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bacan Barat, Bacan Timur

dan Bacan, Halmahera Selatan, Maluku Utara tahun 2016. Penelitian

menggunakan metode survey eksplorasi dengan penarikan contoh bertingkat

dua (two stage sampling). Responden diambil secara bertingkat yaitu setiap

ecamatan dari 3 kecamatan diambil 3 desa dan setiap desa diambil 10 kebun

sampel yang mempunyai tanaman kakao luas dan populasi tanaman yang

bervariasi. Kebun sampel akan dilakukan petakan dengan luas 25 x 25m,

Page 39: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

36

tanaman sampel yang diamati sebanyak 25 pohon setiap petak, jumlah kebun

sampel 9 kebun dengan jumlah tanaman sampel 225 pohon.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data

primer yang diambil ialah luas lahan, jumlah populasi, umur tanaman, cara

bercocok tanaman dan keadaan vegetasi kebun. Persentase kerusakan ialah

jumlah tanaman yang terserang dibagi dengan jumlah tanaman sampel kali

100%. Kategori tingkat kerusakan disajikan pada Tabel 1. Analisis deskriptif

digunakan untuk penelitian. Data disajikan dalam bentuk presentase (%) dan

jumlah pohon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Kerusakan Penyakit VSD

Kerusakan penyakit VSD di Halmahera Selatan tergolong berat

yaitu 60,75% dengan rata-rata jumlah tanaman terserang 75,93 (Gambar 1).

Kerusakan tertinggi di Kecamatan Bacan Tengah sebesar 62,08% dengan

tanaman terserang 77,6. Tingginya kerusakan tanaman kakao karena

penyebaran penyakit VSD di Halmahera Selatan diduga karena tanaman

kakao dibudidayakan dengan sistem budidaya konvesional. Teknik good

agricultural practices belum diterapkan dengan baik seperti pemberian

naungan, pemangkasan, pengendalian gulma dan pemupukan. Naungan pada

pertanaman kakao di Halmahera Selatan masih campuran (gamal, cengkeh,

kelapa, pala, pisang, duku), bahkan ada pelindungnya menggunakan pohon

yang cukup besar karena petani menggunakan sistem tebang pilih untuk

lahan penanaman kakao. Pemangkasan tidak pernah diterapkan pada

pertanaman kakao. Hal ini menyebarkan tidak terputusnya siklus hidup dari

Oncobasidium thebromae penyebab penyakit VSD. Balitri (2012)

melaporkan bahwa sanitasi dan pemangkasan batang dapat menurunkan

intensitas serangan dan memutus penyebaran penyakit VSD.

Tabel 1. Kategori tingkat kerusakan penyakit VSD

No Persentase (%) Kategori Kerusakan

1 0 Normal

2 1 > - ≤ 25 Ringan

3 26 > - ≤ 50 Sedang

4 51 > - ≤ 75 Berat

5 < 76 Sangat Berat

Page 40: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Sebaran Penyakit Vasculer Streak Dieback (VSD) Pada Tanaman kakao (Theobromae Cacao. Linn) di Halmahera Selatan (Hakim Ode Ramida, Slamet Hartanto)

37

Gambar 1. Jumlah rata-rata kerusakan penyakit VSD di Halmahera

Selatan

Kerusakan dan jumlah pohon terserang penyakit VSD berdasarkan

varietas tanaman

Hasil penelitian menunjukan bahwa kerusakan untuk varietas kakao

di Halmahera Selatan yaitu Trinitario sebesar 32,72% (kriteria sedang),

Frestero 33.57% (kriteria sedang) dan Criollo 33,4% (kriteria sedang).

Varietas Trinitario paling tahan diantara 2 varietas lainnya. Hal ini

menunjukan bahwa varietas Trinitario adalah varietas tahan terhadap

serangan VSD di agroekosistem Halmahera Selatan. Semangun (2004)

melaporkan penyakit VSD di Indonesia lebih banyak menyerang kakao

lindak (bulk) dan kurang menyerang pada kakao mulia (Trinitario). Kultivar

Trinitario dilaporkan juga tahan penyakit VSD di agroekosistem Papua

Nugini dengan tingkat ketahanan stabil dan horizontal (Prior, 1977).

Tabel 2. Tingkat kerusakan penyakit VSD dan tanaman terserang

berdasarkan varietas

No Lokasi Tingkat kerusakan (%) Pohon terserang

Tri* Frs Cri Tri Frs Cri

1 Bacan Timur 31,6 33,88 34,51 126 118 129

2 Bacan Selatan 29,55 32,19 33,38 133 133 127

3 Bacan Tengah 33.04 34,65 32,31 128 128 125

Jumlah 98,15 100,72 100,2 379 379 381

Rata-rata 32,72 33.57 33,4 *) Tri : Tronitorio, Frs : Frestero, Cri : Criollo

Kerusakan tertinggi untuk varietas Trinitario di Kecamatan Bacan

Tengah sebesar 33.04% dengan jumlah tanaman sakit 128 pohon

Page 41: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

38

digolongkan dalam kriteria sedang. Varietas Frestero mengalami kerusakan

tertinggi di Kecamatan Bacan Tengah sebesar 34,65% dengan tanaman

terserang 135 pohon digolongkan dalam kriteria sedang, sedangkan serangan

tertinggi varietas Criollo di Kecamatan Bacan Timur sebesar 34,51% dengan

tanaman terserang 129 pohon digolongan dalam kriteria sedang. Varietas

Trinitario dan Frestero paling banyak mengalami kerusakan di Kecamatan

Bacan Tengah. Hal ini diduga karena kelembaban dan suhu di Kecamatan

Bacan Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Bacan Timur

dan Bacan Selatan.

Kerusakan tanaman berdasarkan umur tanaman, jarak tanam dan

ketinggian tempat Hasil penelitian menunjukkan serangan penyakit VSD paling tinggi

untuk semua umur tanaman, jarak tanam dan ketinggian tempat terjadi di

Kecamatan Bacan Tengah (Tabel 3). Serangan tertinggi penyakit VSD

terdapat pada pohon yang berumur 35 tahun, jarak tanam 4 m, dan

ketinggian 250 dpl.

Tabel 3. Kerusakan penyakit VSD berdasarkan umur tanaman, jarak tanam, dan

ketinggian tempat

Pohon Lokasi Umur

Tanaman

(Tahun)

Jarak

Tanam

(m)

Ketinggian

Tempat

(dpl) Bacan

Timur

Bacan

Selatan

Bacan

Tengah

1 33,49 26,31 32,28 15 2 50

2 33,33 30,38 33,27 20 2,5 100

3 31,33 31,24 32,74 25 3 150

4 30,49 27,32 33,32 30 3,5 200

5 35,88 31,63 52,28 35 4 250

Jumlah 164,52 146,88 183,89

Rata-rata 32,90 29,37 36,78

Serangan terjadi pada umur kakao tua dengan ketinggian 250 dpl

diduga dikarenakan tidak adanya sanitasi dan kelembaban tinggi pada lokasi

yang tinggi. Faktor epidemiologi mendukung perkembangan penyakit VSD,

dimana daerah kondisi lebih lembab meningkatkan keparahan penyakit VSD

(Khaerati dkk, 2016).

KESIMPULAN

Penyakit VSD telah menyebar di Bacan Timur, Tengah, dan Selatan

dengan kategori berat. Penanggungan penyebaran penyakit dengan sanitasi,

eradikasi, dan pemilihan varietas tahan penyakit harus dilaksanakan.

Varietas Trinitario paling tahan serangan VSD di Halmahera Selatan

Page 42: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Sebaran Penyakit Vasculer Streak Dieback (VSD) Pada Tanaman kakao (Theobromae Cacao. Linn) di Halmahera Selatan (Hakim Ode Ramida, Slamet Hartanto)

39

sehingga varietas ini perlu dikembangkan dengan daerah pengembangan

paling tepat adalah Bacan Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

----------------.2012. Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) Pada Tanaman

Kakao (Theobroma Cacao L) Dan Pengendaliannya. Balai Penelitian

Tanaman Industri dan Penyegar, Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-

teknologi/98-penyakit-vascular-streak-dieback-oncobasidium-

theobromae-talbot-a-keane-pada-tanaman-kakao-theobroma-cacao-l-

dan-pengendaliannya.

Badan Pusat Statistik. 2012. Maluku Utara Dalam Angka, 2012. Badan Pusat

Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2015. Halmahera Selatan Dalam Angka, 2015. Badan

Pusat Statistik, Jakarta.

Hardiyanti. 2012. Pembibitan Tanaman Guna Mengantisipasi Serangan OPT

Untuk Mengendalikan Penyakit VSD Pada Tanaman Kakao Di Pulau

Sulawesi.http://fp.unram.ac.id/data/Profil%20Jurusan/Jurnal%20Crop

%.

Khaerati, Suryo Wiyono dan Efi Toding Tondok. 2016. Pengaruh

Lingkungan dan Teknik Budidaya terhadap Epidemi Penyakit

Vascular Streak Dieback (VSD) pada Tanaman Kakao. Jurnal

Penelitian Tanaman Industri, hal : 1-10, SSN: 0853-8212.

Prior C. 1977. Vascular streak dieback disease in Papua new guinea. Sixth

cacao ras conf.,caracas, venezuela, 1977, 300-301.

Semangun H. 1987. Penyakit-Penyakit Tanaman di Indonesia. Gadjah Mada

University Press. pp . 290-41.3

Semangun H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman di Indonesia. Gadjah Mada

University Press. pp . 382-388.

Page 43: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

40

POTENSI FULI PALA SEBAGAI ANTIOKSIDAN

PANGAN ALAMI

Hasbullah1*, Sri Raharjo2 dan Pudji Hastuti2

1Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Khairun, Ternate, Indonesia 2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta,

Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Fuli adalah bagian buah pala yang menyelimuti batok biji dan berwarna

oranye hingga merah gelap. Studi ini bertujuan untuk mengetahui potensi

fuli sebagai antioksidan pangan alami. Fuli diekstrak dengan teknik maserasi

menggunakan pelarut organik. Ekstrak fuli diukur kandungan fenol total,

kandungan β-karoten dan diuji kapasitas antiradikalnya dengan metode

DPPH. Pengujian kapasitas anti-fotooksidasinya dilakukan dalam sistem

linoleat dan sistem aqueous. Hasil menunjukkan bahwa ektrak fuli memiliki

kandungan fenol total 13,42-23,58 g GAE/100 g ekstrak dan kandungan β-

karoten 13,92-90,31 mg/100 g ekstrak dengan yield 18,72 - 42,56 % (db).

Nilai IC50 aktivitas antiradikalnya yaitu 58.00-184.71 ppm. Ekstrak fuli juga

menunjukkan kemampuan dalam menghambat peroksidasi asam linoleat dan

menurunkan laju kerusakan vitamin C dalam sistem aqueous akibat reaksi

fotooksidasi sehingga berpotensi untuk diaplikasikan sebagai antioksidan

alami dalam produk pangan.

Kata kunci: Antioksidan, Foto Oksidasi, Fuli, Pala, Radikal Bebas

PENDAHULUAN

Fuli merupakan bagian dari buah pala yang menyelimuti batok biji

dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di samping biji. Warna fuli

yang oranye hingga merah gelap diduga berasal dari pigmen karotenoid yang

dalam banyak riset diketahui dapat berperan sebagai antioksidan yang baik

(Gerter, 1997; Rao and Rao 2007).

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat menghambat,

menunda, atau mencegah terjadinya oksidasi lemak atau senyawa-senyawa

lain yang mudah teroksidasi (Santoso, 2016) Antioksidan adalah senyawa

yang dalam konsentrasi rendah daripada konsentrasi zt-zat yang dapat

teroksidasi, secara nyata dapat menunda atau menghambat okidasi substrat

tersebut (Halliwel dan Gutteridge, 1989). Dalam sistem pangan reaksi

oksidasi dapat menyebabkan kerusakan komponen pangan seperti lemak,

Page 44: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

41

protein dan vitamin. Di samping hilangnya nutrisi, reaksi ini juga dapat

menjadi penyebab ketengikan pada produk pangan yang akan berujung pada

penolakan oleh konsumen.

Dua jenis reaksi oksidasi yang diketahui yaitu autooksidasi dan

fotooksidasi. Fotooksidasi mampu menginisiasi kerusakan oksidatif dengan

kecepatan 1500 kali lebih cepat dibanding autoksidasi (Pokorny, et al.,

2001). Reaksi oksidasi dapat dicegah dengan peggunaan senyawa

antioksidan melalui mekanisme radical scavenging, oxygen singlet

quenching dan metal chelating . Beberapa senyawa antioksidan berasal dari

kelompok senyawa karotenoid dan fenol. Senyawa turunan karotenoid telah

dilaporkan dapat berperan sebagai singlet oxygen quencher sedangkan

senyawa-senyawa fenol dapat berperan sebagai radical scavenger (Santoso,

2016).

Warna oranye hingga merah gelap fuli, diduga berasal dari pigmen

karotenoid. Karotenoid adalah salah satu pigmen alami yang memberikan

warna kuning, oranye, jingga hingga merah pada bahan pangan. Senyawa-

senyawa yang termasuk dalam kelompok karotenoid seperti β-karoten,

likopen, lutein, astaxantin, zeastaxantin, isozeaxanthin, diketahui

mempunyai peran sebagai antioksidan yang baik. Senyawa-senyawa ini

dapat diperoleh dari bahan-bahan alami melalui proses ekstraksi. Oleh

karena itu dalam studi ini akan diukur kandungan karotenoid (β-karoten) dan

kandungan fenol total eksrtak fuli yang diperoleh dengan teknik maserasi

menggunakan berbagai pelarut organik untuk selanjutnya diuji aktivitas

antioksidannya yaitu radical scavenging activity.

Reaksi fotooksidasi pada bahan pangan terjadi dengan keberadaan

cahaya, oksigen atmosfer (3O2) dan sensitiser yakni senyawa yang dapat

berperan sebagai pemanen energi cahaya seperti khlorofil, feofitin, porfirin,

riboflavin, mioglobin, dan pewarna sintetik (Min and Boff, 2002). Paparan

cahaya dapat mempercepat penurunan kualitas dari minyak tidak jenuh yang

disebabkan pigmen seperti klorofil, pheopithyn, porphyrins dan mioglobin

yang dapat menyerap cahaya (Carllson, et al., 2007). Sensitiser singlet

(1Sens) yang telah menyerap energi cahaya (radiasi UV atau sinar tampak)

akan menjadi tidak stabil dan tereksitasi membentuk molekul sensitiser

singlet tereksitasi (1Sens*). Molekul sensitiser singlet tereksitasi (1Sens*)

melepaskan energinya dengan konversi internal, emisi cahaya atau

intersystem crossing membentuk sensitiser triplet tereksitasi (3Sens*).

Sensitiser triplet tereksitasi (3Sens*) selanjutnya memungkinkan terjadinya

fotooksidasi melalui 2 jalur (tipe).

Pada fotooksidasi tipe I, 3Sens* dapat bereaksi langsung dengan

substrat kaya elektron (RH) seperti asam linoleat dengan mendonorkan dan

menerima hidrogen atau elektron sehingga terbentuk radikal bebas. 3Sens*

berperan sebagai aktivator yang secara fisikokimiawi memicu aktifnya

radikal bebas untuk pembentukan R•, dan R• ini mampu mengabstraksi

Page 45: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

42

hidrogen dari komponen lain untuk memulai reaksi berantai radikal bebas.

Radikal (R•) beraksi dengan oksigen triplet membentuk peroksi radikal.

Pada Fotooksidasi tipe I ini 3Sens* juga dapat bereaksi dengan 3O2 (oksigen

triplet) membentuk superoksida anion melalui perpindahan elektron ke

oksigen triplet. Namun kurang dari 1% reaksi 3Sens* dengan 3O2 yang

menghasilkan superoksida anion (Min and Boff , 2002).

Fotooksidasi tipe II, mekanismenya dengan pembentukan oksigen

singlet dari reaksi antara 3Sens* dengan 3O2 melalui triplet sensitiser-triplet

oxygen annihilation. Energi ditransfer dari sensitiser triplet tereksitasi yang

berenergi tinggi ke oksigen triplet yang berenergi rendah membentuk

oksigen singlet yang berenergi tinggi dan sensitiser singlet groundstate yang

berenergi rendah (Sharman, et al., 2000). Kochevar and Redmond (2000)

melaporkan bahwa molekul sensitiser menghasilkan 103 sampai 105 oksigen

singlet sebelum menjadi inaktif. Lebih dari 99% reaksi antara 3Sens* dengan 3O2 membentuk oksigen singlet. Oksigen singlet bersifat sangat reaktif dan

dapat langsung bereaksi dengan substrat yang kaya elektron seperti asam

lemak terutama asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid)

seperti asam linoleat.

Aplikasi senyawa yang bersifat hidrofobik ke dalam sistem pangan

aqueous membutuhkan suatu teknik yang dapat membantu pelarutannya.

Teknik emulsi minyak dalam air (o/w) umumnya digunakan untuk

melarutkan substansi yang bersifat hidrofobik ke dalam suatu sistem yang

bersifat hidrofilik. Berdasarkan karakteristiknya, emulsi dapat

dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu makroemulsi dan mikroemulsi.

Mikroemulsi merupakan dispersi isotropik yang terdiri dari fase minyak dan

fase air yang distabilkan oleh molekul surfaktan pada lapisan antar muka dan

dibantu dengan kosurfaktan, memiliki ukuran droplet fase terdispersi < 1 µm

(1-100 nm), stabil terhadap perubahan suhu, transparan, dan mempunyai

viskositas yang rendah. Mikroemulsi dapat digunakan sebagai delivery

system substansi yang bersifat hidrofobik agar dapat didispersikan ke sistem

yang bersifat hidrofilik atau sebaliknya, sehingga meningkatkan efektivitas

dan bioavailabilitas substansi tersebut (Flanangan and Singh, 2006;

Spenarth, et al., 2003). Selain itu, penggunaan mikroemulsi o/w ini

diharapkan tidak akan merusak karakteristik sensoris ketika diaplikasikan ke

dalam suatu produk pangan komersial seperti minuman sari buah.

Untuk mengetahui potensi ekstrak fuli dalam mencegah kerusakan

komponen nutrisi dalam sistem pangan akibat fotooksidasi, maka dilakukan

pengujian dalam sistem linoleat dan sistem aqueous. Sistem linoleat

digunaka untuk menguji kemampuan ekstrak fuli dalam mencegah

peroksidasi asam linoeat akibat fotooksidasi. Dalam sistem pangan

aqueous,.ekstrak fuli dalam bentuk mikroemulsi akan diaplikasikan untuk

Page 46: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

43

mengukur kemampuannya dalam mencegah kerusakan vitamin C akibat

fotooksidasi.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan utama dalam penelitian ini adalah fuli kering yang diperoleh

dari Petani di Desa Malikurubu Ternate. Pelarut yang digunakan untuk

ekstraksi yaitu etanol teknis dengan kemurnian 96%, etanol (pro analysis)

dengan kemurnian 99,9%, etil asetat (pro analysis) dengan kemurnian

99,5%, n-heksan (pro analysis) dengan kemurnian 99,5%. Asam linoleat,

FeCl2 dan ammonium tiosianat untuk uji dengan sistem linoleat. Tween 80.

Span 40, Span 80 sebagai surfaktan dalam pembuatan mikroemulsi, 2,2-

diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), α-tokoferol, β-karoten dan asam

askorbat, aquades, asam sitrat, natrium sitrat, gula (sukrosa), sari buah apel

komersial, Virgin Coconut Oil (VCO) dan eritosin.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hotplate

magnetic stirer Lab. Companion HP-3000, blender, ayakan 16 mesh,

timbangan analitik Shimadzu AUW 220, oven memmert, sentrifuge, box

light (kotak kayu ukuran 70x 50x 60 cm yang dilengkapi 3 buah lampu cool

white fluoresen low UV radiation Osram, 18 Watt), lux meter,

spektrofotometer Shimadzu UV 1650 pc, pH meter Schott, rotary

evaporator, penyaring vakum, kertas saring Whatman No.1, transfer pipet.

Preparasi ekstrak fuli

Fuli kering dikecilkan ukurannya menggunakan blender dan diayak

dengan menggunakan ayakan 16 mesh untuk mendapatkan serbuk fuli.

Serbuk fuli diekstrak dengan pelarut organik dengan rasio 1:5 (b/v) selama

24 jam dan diberi perlakuan pengadukkan dengan magnetic stirrer masing-

masing di awal dan di akhir selama 10 menit. Penyaringan dilakukan untuk

memisahkan yield dan residunya. Ekstrak dipisahkan dari pelarut dengan

menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu kurang dari 400C. Ekstrak

yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui yield-nya dan disimpan dalam

lemari pendingin hingga digunakan untuk pengujian berikutnya.

Penentuan kandungan fenol total dan β-karoten

Kandungan fenol total ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu

(Huang and Yen, 2002). Absorbansi diukur menggunakan Shimadzu UV

1601 UV-Vis Spectrophotometer pada panjang gelombang 750 nm. Hasil

pengukuran dinyatakan sebagai g asam galat/100 g ekstrak. Sedangkan

kandungan β-karoten ditentukan dengan menggunakan metode Carr-Price.

Page 47: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

44

Penentuan Radical Scavenging Activity

Radical Scavenging Activity (RSA) diukur dengan menggunakan

metode DPPH (Raharjo and Suryanto, 2005). Ekstrak fuli dengan

konsentrasi 20-1000 ppm ditambahkan ke dalam DPPH dalam etanol.

Setelah direaksikan selama 3 menit, absorbansinya diukur menggunakan

Shimadzu UV 1601 UV-Vis Spectrophotometer pada panjang gelombang

517 nm. Etanol yang dicampur dengan DPPH tanpa penambahan ekstrak

digunakan sebagai kontrol. RSA dihitung dengan rumus sebagai berikut :

RSA (%) =

Uji antifotooksidasi dalam substrat linoleat

Prosedur yang dipakai didasarkan pada Raharjo and Suryanto (2005)

dengan sedikit modifikasi. Ekstrak fuli etanol (EF EtOH) 250; 500; 750; dan

1000 ppm ditambahkan ke dalam 1% (b/v) asam linoleat yang dipreparasi

dalam metanol dan mengandung 100 ppm eritrosin sebagai fotosensitiser.

Sampel dibandingkan dengan kontrol C1 (tanpa ekstrak fuli; dengan

eritrosin; kondisi terang), C2 (tanpa ekstrak fuli; dengan eritrosin; kondisi

gelap) dan C3 (tanpa ekstrak fuli; tanpa eritrosin; kondisi gelap). Tokoferol

dan β-karoten masing-masing 500 ppm digunakan sebagai kontrol posistif

dan dipreparasi sebagaimana pada ekstrak fuli. Sampel dipindahkan ke

dalam botol serum 10 mL, ditutup rapat dan selanjutnya ditempatkan dalam

box light. Sampel kemudian dipapar dengan cahaya lampu fluoresen dengan

intensitas 4000 lux. Fotooksidasi asam linoleat ditentukan dengan mengukur

angka peroksida.

Uji antifotooksidasi dalam sistem aqueous

Efek antifotooksidasi mikroemulsi ekstrak fuli (MEEF) ditentukan

berdasarkan laju kehilangan vitamin C dalam sistem model minuman dan

sari buah apel yang ditambahkan 100 ppm eritrosin sebagai sensitiser dan

100 ppm vitamin C. Mikroemulsi yang ditambahkan ke dalam sistem

pengujian adalah 1% dan 2% dari MEEF 500 ppm (setara dengan 5 ppm dan

10 ppm ekstrak fuli) dan MEEF 750 ppm (setara dengan 7,5 ppm dan 15

ppm ekstrak fuli). Sampel ditempatkan pada kondisi terang (dipapar cahaya

lampu flouresen dengan intensitas 2000 lux) atau gelap.

Laju fotooksidasi vitamin C ditentukan dengan mengamati kadar

vitamin C dalam sistem pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8. Sampel dibandingkan

dengan perlakuan kontrol MEEF 0 ppm (empty microemulsion), ekstrak fuli

10 dan 15 ppm serta yang tanpa penambahan ekstrak fuli. Analisis vitamin C

dilakukan dengan metode riboflavin-sensitized photodynamic UV

spectrophotometry (Jung et al., 1995). Absorbansi sampel diukur pada

Page 48: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

45

panjang gelombang 265 nm menggunakan UV-Vis spectrophotoometer.

Kuantifikasi vitamin C dilakukan dengan membuat kurva standar vitamin C.

Mikroemusi ekstrak fuli dibuat dengan menggunakan kombinasi 3

jenis surfaktan yaitu Span 80 (HLB rendah), Span 40 (HLB sedang) dan

Tween 80 (HLB tinggi), VCO sebagai fase minyak dan aquades sebagai fase

airnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan analisis statistik menggunakan

Analysis of Variance (ANOVA) dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan

Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Yield, kandungan fenol total dan β-karoten ekstrak fuli yang

diperoleh dari ekstraksi menggunakan berbagai pelarut ditunjukkan dalam

Tabel 1. Pelarut yang digunakan mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

Etanol lebih dapat melarutkan komponen yang lebih polar, etil asetat

melarutkan komponen semi polar sementara n-heksan lebih melarutkan

komponen yang kurang polar (non polar). Menurut Peri dan Pompei (1971),

kandungan fenol total dapat diperoleh dari jumlah komponen fenol seperti

simple phenolic, non tannin flavan dan condensed tannins.

Tabel 1. Yield, kandungan fenol total dan β-karoten ekstrak fuli

Pelarut Yield

(% db) fenol total

(g GAE/100 g ekstrak) β-karoten

(mg/100 g ekstrak)

EtOH teknis 18,72±2,16a 23,58±0,38d 13,92±0,58a

EtOH 29,78±1,75b 20,17±0,52c 70,97±0,08b

Etil asetat 42,56±2,95d 18,75±0,25b 90,31±0,69d

n-Heksan 35,08±3,81c 13,42±0,38a 77,18±0,63c Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf

signifikansi 95%.

Aktvitas antiradikal ekstrak fuli

Aktivitas antiradikal didasarkan pada radical scavenging activity

(RSA) dalam persen. Hasil menunjukkan bahwa semua sampel ekstrak

memiliki kemampuan sebagai radical scavenger (Gambar 1). RSA tertinggi

terdapat pada ekstrak etanol teknis disusul ekstrak etanol, etil asetat dan n-

heksan yang ditunjukkan dengan IC50 (Tabel 2). RSA ekstrak mempunyai

hubungan yang berbanding lurus dengan nilai kandungan fenol totalnya.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan seperti buah,

daun dan sayuran mempunyai korelasi yang positif antara kandungan fenol

total dan aktivitas antioksidasi (Velioglu et al., 1998; Duh and Yen, 1997;

Raharjo and Suryanto, 2005). Meski menunjukkan kemampuan sebagai

Page 49: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

46

radical scavenger, RSA ekstrak fuli masih lebih rendah dibanding dengan

tokoferol.

Gambar 1.Grafik radical scavenging activity (RSA) ekstrak fuli

Tabel 2. Kemampuan ekstrak fuli dalam menangkap radikal DPPH

Sampel RSA maks.

(%) Konsentrasi

(ppm) IC50

(ppm)

EF EtOH teknis 87.6 250 58.00

EF EtOH 88.68 500 92.29

EF Etil asetat 89.42 500 102.73

EF Heksan 80.56 1000 184.71

Tokoferol 84.77 75 15.74

Anti-fotooksidasi ekstrak fuli dalam sistem linoleat

Ekstrak etanol digunakan untuk tahap pengujian anti-fotooksidasi.

Efek ekstrak fuli terhadap angka peroksida dari 1% asam linoleat dalam

metanol yang dipapar cahaya ditampilkan dalam Gambar 2. Kehadiran

eritrosin sebagai sensitiser dan cahaya meningkatkan angka peroksida. Hal

ini dapat dijelaskan bahwa eritrosin dapat membentuk singlet oksigen dari

triplet oksigen ketika terpapar cahaya. Pembentukan singlet oksigen oleh

fotosensitiser mempercepat peroksidasi lipid. Eritrosin secara efektif

berperan sebagai fotosensitiser untuk mempercepat oksidasi asam linoleat

dalam sistem model yang dipapar cahaya (Yang et al., 2002; Raharjo and

Suryanto, 2005). Angka peroksida asam linoleat relatif sama selama 8 jam

untuk sampel yang disimpan pada kondisi gelap (C2 dan C3). Singlet

oksigen tidak terbentuk pada sampel yang dikondisikan gelap meskipun

eritrosin terdapat di dalamnya. Laju peroksidasi asam linoleat ditampilkan

pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa ekstrak fuli mempunyai efek

penghambatan terhadap peroksidasi asam linoleat akibat fotooksidasi.

Page 50: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

47

Gambar 2. Efek ekstrak fuli terhadap angka peroperoksidasi

asam linoleat akibat fotooksidasi

Gambar 3. Laju peroksidasi substrat linoleat dengan perlakuan

penambahan ekstrak fuli (EF) pada berbagai konsentrasi

(EF n = n ppm)

Anti-fotooksidasi mikroemulsi ekstrak fuli dalam sistem pangan

aqueous

Mikroemulsi ekstrak fuli (MEEF) menunjukkan kemampuan

penghambatan terhadap kerusakan vitamin C akibat fotooksidasi dalam

sistem aqueous seperti yang ditampilkan pada Gambar 8 dan 9. Laju

kehilangan vitamin C dalam sistem model minuman yang ditambahkan

Page 51: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

48

MEEF lebih rendah secara nyata (P<0.05) dibanding kontrol C-15 (ekstrak

fuli 15 ppm), C-10 (ekstrak fuli 10 ppm) dan C-0 (tanpa ekstrak fuli).

Gambar 8. Laju kerusakan vitamin C dalam sistem model minuman yang

ditambahkan mikroemulsi ekstrak fuli (MEEF) pada kondisi

dipapar cahaya flouresen 2000 lux (A) dan gelap (B)

Gambar 9. Laju kerusakan vitamin C dalam sari buah apel yang

ditambahkan mikroemulsi ekstrak fuli (MEEF) pada kondisi

dipapar cahaya flouresen 2000 lux (A) dan gelap (B)

Kemampuan untuk menghambat ini, selain karena adanya ekstrak

fuli juga disebabkan karena faktor mikroemulsi o/w yang membantu

pendispersian ekstrak fuli itu sendiri di dalam sistem sehingga

penghambatan dapat terjadi secara lebih efektif. Sedangkan penghambatan

oleh MEEF 0 ppm (empty microemulsion) kemungkinan lebih disebabkan

karena perannya sebagai penghalang fisik. Untuk sampel yang sama, pada

kondisi gelap laju kehilangan vitamin C sangat kecil dibanding dengan pada

kondisi terpapar cahaya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa cahaya dibutuhkan

Page 52: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

49

oleh sensitiser untuk kemudian menghasilkan oksigen singlet. Hal yang

sama juga terjadi pada sari buah apel. Namun laju kehilangan vitamin C

tidak lebih tinggi dibanding pada sistem model minuman, termasuk pada

kontrol C-15, C-10 dan C-0. Hasil tersebut dapat dijelaskan jika

dihubungkan dengan komposisi sari buah apel itu sendiri yang kaya akan

vitamin C, polifenol, flavonoid yang juga tergolong antioksidan (Lee et al.,

2003).

KESIMPULAN Fuli mengandung senyawa fenol dan β-karoten serta memiliki efek

antiradikal dan antifotooksidasi sehingga berpotensi untuk diaplikasikan

sebagai antioksidan alami dalam produk pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Carllson, D.J., Suprunchuk, T. And Wiles, D.M. 2007. Photooxidation of

Unsaturated Oils: Effects of Singlet Oxigen Quenching by Dietary

Carotenoids in a Model Membrane Environment. Journal of

Biochemistry and Biophisic. 412: 47-54.

Duh, P.D., and G.C. Yen 1997. Antioxidative Activity of Three Herbal

Water Extracts. Food Chem. 60: 639-645.

Flanagan, J. and Singh, H. 2006. Microemulsion: A Potensial Delivery

System for Bioactive in Food. J Crit. Rev. Food Sci Nutrition. Vol 4,

No.3: p 221-237.

Gerter, H. 1997. The Potential Role of Lycopene for Human Health. J Amm

Coll Nutr. (16): 109-126.

Halliwel, B and Guttridge, J. M. C. 1989.Free Radical in Biology and

Medicine. Clarendon Press,Oxford, England.

Huang and Yen. 2002. Antioxidant Activity of Phenolic Compounds Isolated

from Mesona procumbens Hemsl. J Agric Food Chem. 49: p 963-968.

Jung, M. Y., Kim, S. K. And Kim, S. Y. 1995. Riboflavin Sensitized

Photodynamic UV Spectrometry for Ascorbic Acid: Kinetic and

Amino Acid Effect. J Food Chem. 53: p 397-403.

Kochevar, I. E. and Redmond, R. W. 2000. Photosensitized Production of

Singlet Oxygen. In: Packer L, Sies H, editors. Methods in

Enzymology. Vol. 319. New York: Academic Press, p 20-28.

Page 53: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

50

Lee, K.W., Kim,Y.J. Kim,D.O., Lee, H.J., and Lee, C.Y. 2003. Major

Phenolic in Apple and Their Cotribution to the Total Antioxidant

Capacity. J Agric. Food Chem. 51: p 6516-6520.

Min, D. B. and Boff, J. M.. 2002. Chemistry and Reaction of Singlet Oxygen

in Foods. J Comprehensive Rev. In Food Sci and Food Safety. 1: p 58

-72.

Peri, C., dan Pompei C. 1971. Estimation of Different Phenolic Groups in

Vegetable Extracts. Phytochemistry. 10: p 2187-2189.

Pokorny, J., Yanishlieva, N., M.,Gordon. 2001. Antioxidant in Food. CRC

Press. Cambridge England.

Raharjo, S. and E. Suryanto. 2005. Anti-Autooxidative and Anti-

Photooxidative Effects of Lemon Grass Extracts (Cymbopogon

citratus). Indonesian Food and Nutrition Progress. Vol.12, No.1: p 7-

13.

Rao, A V and Rao, L G. 2007. Carotenoid and Human Health.

Pharmalogical Research (55): 207-216.

Santoso, U. 2016. Antioksidan Pangan. Gadjah Mad Unniversity Press,

Yogyakarta.

Sharman, W. M., Allen, C. M. And van Lier, J. E. 2000. Role of Activated

Oxygen Species in Photodynamic Therapy. In: Packer L, Sies H,

editors. Methods in enzymology. Vol. 319. New York: Academic

Press, p 376-400.

Spernath, A., Yaghmur, A., Aserin, A., Hoffman, R. E., and Garti, N. 2003.

Self-Diffusion Nuclear Magnetic Resonance, Microstructure

Transitions, and Solubilization Capacity of Phytosterol and

Cholesterol in Winsor IV Food-Grade Microemulsions. J Agric Food

Chem. 51: p 2359-2364.

Velioglu, Y.S., G. Mazza, L. Gao, and B.D. Oomah. 1998. Antioxidant

Activity and Total Phenolics in Selected Fruits, Vegetables and Grain

Products. J. Agric Food Chem. 46: p 4113-4117.

Page 54: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Potensi Fuli Pala Sebagai Antioksidan Pangan Alami (Hasbullah, Sri Raharjo, dan Pudji Hastuti)

51

Yang, W.T, Lee, J.H. and Min, D.B. 2002. Quenching Mechanism and

Kinetics of α-Tocopherol and β-Carotene on the Photosensitizing

Effect of Synthetic Food Colorant FD&C Red No. 3. J Food Sci. Vol

67, No. 2: p 507-510.

Page 55: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

52

ANALISIS MINERALOGI TANAH

UNTUK MENGETAHUI JENIS DAN KANDUNGAN

LIAT PADA TANAH YANG SEDANG

BERKEMBANG

Himawan Bayu Aji dan Mardianah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara

Komplek Pertanian Kusu No. 1, Oba Utara – Kota Tidore Kepulauan

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kandungan

liat yang terdapat didalam mineral tanah. Penelitian dilaksanakan mulai dari

bulan November 2003 sampai dengan bulan Maret 2004 di Gianyar, Bali.

Metode dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis mineralogi fraksi

pasir menggunakan metode sebaran hitung yang dibantu dengan mikroskop

binokuler, sementara analisis mineral liat ditetapkan dengan menggunakan

gejala pengeringan dan reaksi warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hasil analisis mineral fraksi pasir dari ketiga profil tanah di setiap horizon

menunjukkan bahwa jumlah mineral mudah lapuk (olivine, piroksin,

plagioklas, ortoklas, biotit, glas vulkan, weatherd mineral, hornblende)

lebih dominan dibandingkan dengan mineral sukar lapuk (kuarsa, kalsit,

muskovit dan fraksi batuan). Mineral liat umumnya terbentuk dari hasil

pelapukan fisik dan kimia bahan induk atau mineral primer. Tanah berada

di daerah pegunungan yang berkembang dari bahan induk tufa vulkan

intermedier sehingga dapat dikemukakan bahwa tanah di lokasi penelitian

tergolong tanah yang baru berkembang atau tanah muda.

Kata kunci: mineral, pasir, liat

PENDAHULUAN

Mineral liat merupakan salah satu komponen tanah yang

mempunyai peranan penting karena dapat menentukan sifat fisik, kimia dan

sebagai tempat dalam proses reaksi pertukaran ion di dalam tanah.

Distribusi mineral liat di dalam tanah sangat erat kaitannya dengan tingkat

perkembangan tanah. Pada tanah muda yang berkembang dari debu vulkan

dengan fase perkembangan awal tersusun oleh mineral amorf, fase medium

alofan dan kristalin kaolinit, dan fase terakhir tersusun oleh mineral alofan,

kaolinit dan gibsit (Marshall, 1977).

Page 56: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Analisis Mineralogi Tanah Untuk Mengetahui Jenis dan Kandungan Liat Pada Tanah Yang Sedang Berkembang (Himawan Bayu Aji, Mardianah)

53

Pola penyebaran susunan mineral liat didalam tanah dapat

ditentukan secara vertikal melalui horizon-horizon di dalam tanah.

Sedangkan pola distribusi mineral liatnya bisa naik, turun atau tidak

menentu. Berdasarkan toposekuen, maka sangat mungkin terjadi perbedaan

perkembangan tanah antara satu tempat dengan tempat yang lain. Keadaan

ini diharapkan dapat terlihat salah satunya dari hasil pengamatan sifat

kandungan mineral liat di dalamnya.

Pengetahuan tentang mineral liat sangat penting karena kandungan

mineral liat dapat menentukan sifat fisik maupun kimia tanahnya. Dengan

mengetahui jenis mineral liat dominan maka kita dapat menginterpretasikan

lebih jauh tentang potensi sumber daya tanah baik tingkat kesuburan

maupun kemampuan lahannya. Tanah di daerah Gianyar, Bali umumnya

berkembang dari bahan induk tufa vulkan itermedier yaitu bahan induk

pembentuk tanah yang masih muda atau berkembang sehingga tanah masih

subur. Bahan induk ini besar kemungkinan dari pegunungan di sekitar

lokasi penelitian.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2003 sampai Maret

2004 di Kabupaten Gianyar, Bali. Bahan dan alat yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi sampel tanah, larutan kimia, ayakan, cangkul,

mikroskop binokuler, peta rupa bumi skala 1 : 25.000, dan Peta Geologi

Pulau Bali skala 1:250.000 (Hadiwidjojo, 1971).

Metode dalam penelitian ini meliputi kegiatan penelitian di

lapangan dan laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan dengan

pembuatan tiga profil tanah hingga kedalaman 2 m untuk mendapatkan

contoh tanah dari lokasi penelitian yang dianggap

mewakili. Ketiga profil tanah mewakili bentuk lahan landai (profil tanah

2), berombak (profil tanah 1) dan bergunung (profil tanah 3), sedangkan

tanah di lokasi penelitian tersusun dari bahan induk tufa vulkan intermedier

dengan bentuk lahan lereng bawah vulkan.

Penelitian dilaboratorium untuk mineral fraksi pasir ditetapkan

dengan menggunakan metode sebaran hitung dengan dibantu mikroskop

binokuler. Pengamatan di bawah mikroskop fraksi pasir dilaksanakan

setelah dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan kotoran yang

menyelimuti menggunakan larutan HCl, H2O2 atau Na2S2O4 tergantung

jenis kotoran yang menyelimuti. H2O2 untuk kotoran dalam bentuk bahan

organik, HCl untuk kotoran dalam bentuk karbonat dan Na2S2O4 kotoran

dalam bentuk besi. Tahapan yang dilaksanakan setelah fraksi pasir bersih

dan terlepas dari kotoran yang menyelimuti adalah pemisahan berdasarkan

ukuran dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 0.5-2 mm.

Page 57: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

54

Pengukuran mineral liat ditetapkan dengan menggunakan gejala

pengeringan dan reaksi warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mineral Faksi Pasir Hasil analisis mineral fraksi pasir dari ketiga profil tanah disetiap

horison (Tabel 2), menunjukkan bahwa jumlah mineral mudah lapuk

(olivine, piroksin, plagioklas, ortoklas, biotit, glas vulkan, weatherd

mineral, hornblende) lebih dominan dibandingkan dengan mineral sukar

lapuk (kuarsa, kalsit, muskovit dan fraksi batuan). Tingginya mineral

mudah lapuk disebabkan karena bahan induk berkembang dari tufa vulkan

intermedier. Bahan induk tersebut kuat dugaan berasal dari gunung di

sekitar lokasi penelitian. Tingginya mineral mudah lapuk juga menunjukkan

bahwa proses pelapukan bahan induk masih belum lanjut. Hal ini bisa

disebabkan karena faktor pembentuk tanah kurang mendukung proses

perkembangan tanah lanjut.

Mineralogi Liat

Mineral liat terbentuk dari hasil pelapukan fisik dan kimia bahan

induk atau mineral primer. Hasil pengamatan mineralogi liat menunjukkan

bahwa tanah liat silikat tipe haloisit mendominasi tanah-tanah di lokasi

penelitian (Tabel 1). Keadaan ini bisa terjadi karena adanya pelapukan liat

amorf atau alofan yang berkembang dari abu vulkan (Hardjowigeno, 1993).

Hal ini sesuai karena tanah berada di daerah pegunungan yang berkembang

dari bahan induk tufa vulkan intermedier sehingga dapat dikemukakan

bahwa tanah-tanah di lokasi penelitian tergolong tanah yang baru

berkembang atau tanah muda.

llit yang juga cukup banyak di lokasi penelitian bisa terbentuk dari

proses alterasi, artinya bahwa illit bisa terbentuk dari 4 montmorilonit bila

di lingkungan kaya unsur K. Di samping itu juga dapat terbentuk karena

rekristalisasi hasil pelapukan K-feldspar dalam larutan yang kaya K.

Mineral liat yang lain seperti montmorilonit, kaolinit, dan vermikulit

mempunyai jumlah yang lebih kecil dibandingkan kedua mineral di atas.

Muskovit (mika) adalah salah satu mineral primer yang dalam

proses pelapukannya akan menghasilkan illit, vermikulit, smektit atau

kaolinit tergantung dari tingkat pelapukan atau kondisi lingkungannya.

Dalam lingkungan masam muskovit tidak stabil dan akan mengalami

pelapukan intensif dengan sekuen pelapukan muskovit-illit-vermikulit-

kaolinit. Sedangkan dalam keadaan lingkungan lebih basa akan terbentuk

sekuen pelapukan muskovit-illit-smektit-kaolinit (Loughnan, 1969).

Page 58: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Analisis Mineralogi Tanah Untuk Mengetahui Jenis dan Kandungan Liat Pada Tanah Yang Sedang Berkembang (Himawan Bayu Aji, Mardianah)

55

Tabel 1. Data analisis mineralogi liat Profi

l

Kaolini

t

Haloisit Montmoriloni

t

Illit Vermikulit

Keteranga

n

P

1

- xxx - Xx - Campuran x xxx

x - X - Haloisit

x xxxx

- X - Haloisit - xxx

x x X - Haloisit

P

2

- - x Xxxx

x Illit

- x xxxx x Illit x xxx - Xx - Campuran x xxx - Xx - Campuran

P

3

- Xx x xxx - Campuran - X x xxx x Campuran - xxx

x x x - Haloisit

- xxxx

x x - Haloisit

Keterangan : xxxx : dominan, xxx : banyak,, xx : sedang, x : sangat sedikit

Montmorilonit terbentuk dari rekristalisasi hasil pelapukan

bermacam-macam mineral bila kedaan lingkungan sesuai (tata air kurang

baik dan proses pencucian lambat). Selain itu juga ditemukan di tempat-

tempat di mana terjadi pelapukan mineral silikat yang banyak mengandung

Mg dan Fe. Kaolinit terbentuk setelah mineral primer terdekomposisi,

dimana Al dan Si yang larut akan berkristalisasi membentuk kaolinit.

Kaolinit juga bisa terbentuk dari feldspar atau muskovit atau perkembangan

lanjut dari haloisit yang terbentuk sebagai pelapukan awal dari bahan

plagioklas. Jumlah kaolinit yang sedikit bisa menjadi indikasi bahwa bahan

induk belum mengalami pelapukan lanjut. Vermikulit mempunyai

kandungan K yang lebih rendah daripada Illit karena sebagian besar atau

seluruh K-interlayer telah diganti H+. Interlayer juga mengandung Ca dan

Mg yang mudah disubstitusi oleh H+ sehingga KTK menjadi rendah.

Jumlah mineral liat yang banyak ditemukan di lokasi penelitian adalah

haloisit di mana haloisit mempunyia kandungan Al+ dan H+ sedangkan

bahan organik merupakan penyumbang ion H+ yang bersifat masam.

Tingginya curah hujan juga menyebabkan adanya pencucian basa-basa,

sehingga yang tertinggal adalah ion-ion bermuatan positif seperti Al3+ dan

H+ menyebabkan tanah cenderung masam. Pada kondisi masam larutan

tanah lebih banyak mengandung ion hydrogen (H+) daripada ion hidroksil

(OH-) (Foth, 1994).

Tingginya mineral liat haloisit yang berkembang dari

alofanmenyebabkan tanah mempunyai pH yang rendah begitu juga dengan

KTK. Kapasitas tukar kation dapat ditingkatkan dengan beberapa cara

seperti pemupukan dan meningkatkan tingkat kemasaman tanah dengan

Page 59: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

56

pengapuran (hakim dkk, 1986). Sedangkan untuk reaksi tanah yang agak

masam hingga masam dapat diatasi dengan pemberian kapur.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa tanah

di lokasi penelitian didominasi mineral liat mudah lapuk yang berasal dari

tanah muda masih berkembang bentukan dari bahan induk tufa vulkan

intermedier.

DAFTAR PUSTAKA

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan E.D.

Purbayanti, dkk. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hadiwidjojo, M.M.P. 1971. Peta Geologi pulau Bali. Skala 1:250.000.

Direktorat Geologi, Bandung.

Hakim N., Nyakpa Y.m., Lubis A.M., Nugroho G.S., Saul R.M., Diha A.

M., Hong B.G., Bailey H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.

Univeritas lampung.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademi

pressindo. Jakarta.

Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals.

American Elsevier Publ. Co., Inc.

Marshall, C. E.. 1977. The Physical Chemistry and Mineralogy of Soils.

Vol II.

Page 60: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Buletin Pengkajian Pertanian BPTP Maluku Utara Vol. 7, No. 2, 2018

52

Tabel 2. Hasil Analisis Mineral Fraksi Pasir untuk Kelas Ukuran Butir Berpasir, Skeletal Berpasir, dan Skeletal

Berlempung

Jenis Mineral

Profil

P1 (Tegalan) P2 (Sawah) P3 (Belukar)

A

p Bw1 Bw2 C1 C2 Bw3 C3 Ap Bw1 Bw2 Bw3 C A Bw1 Bw2 Bw3 C

Olivin 6.17 12.1 7.94 12.4 11.0 2 12.8 10.3 2 6.95 6.48 9.40 12.6 9.41 5.89 10.4 15.7

Piroksin 9.98 7.51 5.43 8.30 8.41 9.72 9.61 11.4 14.4 10.4 10.5 7.05 2 9.41 12.7 2 7.64

Plagioklas 8.55 2 5.43 6.75 11.4 8.64 8.54 8.71 6.46 6.95 2 6.26 2 16.7 5.89 15.4 5.52

Kuarsa 2 2 5.43 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Kalsit 6.17 2 2 6.75 6.83 7.02 6.94 2 2 2 7.29 2 6.32 2 5.89 12.9 5.56

Ortoklas 9.98 11.2 2 16.0 20.5 19.4 15.4 15.7 15.9 11.2 25.9 14.1 13.1

2 4.25 2 5.79

Biotit 6.17 10.8 2 9.34 6.83 2 8.54 2 2 5.64 5.26 7.05 2 6.80 2 6.46 2

Muskovit 6.17 7.93 2 8.30 2 10.2 6.94 8.71 2 12.5 2 9.40 7.78 2 2 2 8.92

Glas

Vulkan

2 7.51 6.69 2 2 10.2 2 2 2 5.64 11.3 8.22 6.32 9.41 16.0 10.4 5.52

Fraksi Batuan

23.7 12.1 5.43 16.6 20.5 7.02 9.61 18.5 14.4 16.0 7.29 7.05 27.7 20.4 21.2 10.4 11.0

Weatherd

Mineral

12.8 14.6 50.1 9.34 2 10.2 15.4 11.4 12.9 10.4 7.29 21.1 9.24 17.7 12.7 15.4 20.3

Hornblende 6.17 6.67 5.43 2 6.83 11.3 2 7.07 10.4 9.12 2 6.26 8.76 2 9.17 10.4 8.92

57

Page 61: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

PEDOMAN BAGI PENULIS BULETIN BPTP MALUKU UTARA

Buletin Pengkajian BPTP Maluku Utara adalah buletin hasil yang memuat

review dan hasil pengkajian/penelitian kurun waktu 5 tahun terakhir pada

tahun berjalan terbit per volume. Buletin Vol. 7 No. 2 memuat artikel review

dan pengkajian dari tahun 2014-2018. Naskah hasil pengkajian maupun yang

berupa review ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan urutan

pembagian bab sebagai berikut:

JUDUL & NAMA PENULIS ditulis dengan huruf besar pada awal setiap

kata dan disertai catatan kaki yang ditulis lengkap (tidak disingkat) tentang

profesi/jabatan dan nama instansi tempat penulis bekerja. Judul hendaknya

singkat (tidak lebih dari 14 kata) dan mampu menggambarkan isi pokok

tulisan.

Contoh: ANALISIS USAHATANI PALA DI KOTA TIDORE

KEPULAUAN

ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia, sebanyak-banyaknya 150 kata

yang dituangkan pada satu alinea dengan susunan : Judul, nama (-nama)

penulis dan ringkasan isi. ABSTRAK merupakan inti seluruh tulisan dan

harus mampu memberikan uraian yang tepat, jelas tapi singkat tentang latar

belakang, tujuan yang ingin dicapai, metodologi yang digunakan dalam

pencapaian tujuan, hasil penelitian yang terpenting dan kesimpulan (apabila

memungkinkan).

Contoh: ABSTRAK <Judul> <Nama -[nama] penulis> < Abstrak isi>.

KATA KUNCI terdiri dari beberapa kata atau gugus kata yang

menggambarkan isi naskah. Demi keseragaman format dan kemudahan dalam

pen-database-an, dianjurkan untuk diawali dengan <nama komoditas>

(apabila jenis komoditasnya tidak terlalu banyak).

Contoh: Padi, Benih unggul, Sekolah lapang.

ABSTRACT & KEY WORDS ditulis dengan bahasa Inggris dengan

ketentuan seperti pada ABSTRAK & KATA KUNCI. Pada naskah berbahasa

Inggris, bab ini mendahului ABSTRAK & KATA KUNCI.

PENDAHULUAN (nama bab tidak ditulis), mencakup latar belakang

masalah, alasan pentingnya penelitian itu dilakukan, temuan terdahulu yang

akan disanggah atau dikembangkan (termasuk di dalamnya telusuran pustaka

terkait), pendekatan umum dan tujuan penulisan. Nama jasad hidup yang

menjadi topik penelitian harus disertai nama ilmiahnya.

Contoh : Kedelai (Glycine max L. [Merrill]).

Page 62: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

BAHAN & METODE berisi penjelasan ringkas tentang waktu dan tempat

penelitian, bahan dan teknik yang digunakan, rancangan percobaan dan

analisis data. Teknik yang dirujuk tidak perlu diuraikan (kecuali apabila

dimodifikasi), tetapi cukup disebut nama sumbernya dan tahun atau

metodenya. Nama piranti lunak computer yang digunakan untuk menganalisis

data seyogyanya disebutkan.

HASIL & PEMBAHASAN merupakan kupasan penulis tentang hasil,

menerangkan arti hasil penelitian, persamaan dan perbedaan hasil penelitian

ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu (baik dari dalam maupun luar

negeri), peran hasil penelitian terhadap pemecahan masalah yang disebutkan

di bab pendahuluan, hubungan antara parameter yang satu dengan yang lain,

dan kemungkinan pengembangannya.

KESIMPULAN (apabila memungkinkan) merupakan hasil kongkrit atau

keputusan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan serta saran-

saran. Informasi yang bersifat faktual (e.g. umur tanaman, dll) bukanlah

kesimpulan, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam bab kesimpulan.

UCAPAN TERIMA KASIH (apabila dianggap perlu) berisi penghargaan

singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa selama penelitian (3-5 kalimat

ringkas).

PUSTAKA disusun menurut abjad. Secara umum, setiap pustaka hendaknya

terdiri atas nama penulis, tahun,judul, halaman dan penerbit. Pustaka

seyogyanya dipilih yang masih mempunyai kaitan dengan topik penelitian dan

ditulis sebagai berikut :

Untuk Artikel di dalam Buku : Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul

artikel, halaman, nama penyunting, judul publikasi atau buku, nama dan

tempat penerbit.

Contoh: Nugraha, U.S., Subandi, dan A. Hasanuddin. 2003. Perkembangan Teknologi

Budidaya dan Industri Benih Jagung. Ekonomi Jagung Indonesia. Badan

Litbang Pertanian: 37-72. Jakarta.

Untuk Terbitan Berkala: Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul

artikel, nama terbitan (disingkat, apabila dianjurkan), volume dan nomor, dan

nomor halaman (dianjurkan). Contoh: Bachrein, S. 2005. Keragaan dan

Pengembangan Sistem Tanam Legowo 2:1 pada Padi Sawah di Kecamatan

Banyuresmi Kabupaten Garut, Jawa Barat. JPPTP Valome 8 Nomor 1, Maret

2005. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Page 63: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

Untuk Buku: Nama (-nama) penulis, tahun penerbitan, judul buku, edisi dan

tahun revisi, nama dan tempat penerbit, dan jumlah halaman. Contoh:

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-

PRESS). Jakarta. 110 hlm.

PERSIAPAN TULISAN

Persiapan Tulisan. Naskah diketik 1 spasi pada kertas ukuran A4, satu muka,

tipe huruf baku Times New Roman ukuran 11 cpi dan tidak lebih dari 15

halaman (termasuk tabel, gambar dan pustaka). adan naskah dicetak dengan

ketentuan batas pinggir kertas 3 cm dari atas, bawah, dan kanan, dan 4 cm dari

kiri.

Tabel ‘masuk’ ke dalam teks, tidak dikumpulkan di bagian akhir makalah

sebagaimana halnya lampiran.

Judul tabel terletak di atas tabel yang bersangkutan dan hendaknya berupa

satu kalimat yang singkat dan jelas (termasuk keterangan tempat dan waktu).

Angka desimal ditandai dengan koma (bahasa Indonesia) atau titik (bahasa

Inggris).

Besaran ditulis menurut standar internasional, bukan besaran lokal (e.g.

kuintal, are) dan mengikuti kaidah Ejaan Bahasa Indonesia Yang

Disempurnakan (misalnya g, l, kg, bukan gr, ltr, atau Kg).

Catatan kaki pada tabel ditandai dengan huruf atau angka dengan posisi agak

naik (superscript).

Gambar & Grafis hendaknya dibuat dengan piranti lunak komputer berikut

ini : Excel, SPSS, Corel Draw, dll.

Foto hendaknya kontras, tajam dan jelas.

Page 64: New Vol. 7, No. 2, 2018malut.litbang.pertanian.go.id/images/stories/publikasi/... · 2020. 9. 21. · Makalah tersebut telah diseleksi dan dikoreksi oleh tim redaksi baik dari segi

DAFTAR ISI PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD AGRICULTRAL PRACTICES (GAP) DALAM PRODUKSI JAGUNG DI MALUKU UTARA (Yopi Saleh, Novendra Cahyo Nugroho) ........................................ 1-23 PENGARUH VARIETAS DAN PEMATAHAN DORMANSI FISIK BENIH TERHADAP DAYA BERKECAMBAH DAN TUMBUH BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS) (Wawan Sulistiono, Chris Sugihono) ............................................. 24-33 SEBARAN PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMAE CACAO. LINN) DI HALMAHERA SELATAN (Hakim Ode Ramida, Slamet Hartanto) ......................................... 34-39 POTENSI FULI PALA SEBAGAI ANTIOKSIDAN PANGAN ALAMI (Hasbullah, Sri Raharjo, Pudji Hastuti) ......................................... 40-51 ANALISIS MINERALOGI TANAH UNTUK MENGETAHUI JENIS DAN KANDUNGAN LIAT PADA TANAH YANG SEDANG BERKEMBANG (Himawan Bayu Aji, Mardianah) ................................................... 52-57