18
96 NARASI SEPAK BOLA SEBAGAI PENGALIHAN KONFLIK DI MALUKU DALAM NOVEL JALAN LAIN KE TULEHU THE NARRATIVE OF FOOTBALL AS DIVERTING CONFLICT IN MALUKU IN A NOVEL JALAN LAIN KE TULEHU Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu Wasono Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Pos-el: [email protected], [email protected] Abstract Novels in Indonesia has been develop into a variety of themes. The themes of sport is one of the object formal of the research. The novel Jalan Lain ke Tulehu by Zen RS is one of the novels in Indonesia that carries the element of football in it, and it is closely related to the Maluku conflict that occurred in the period of 1999-2002. This study will examine how football narratives can be one of the efforts to divert the conflict in Maluku. These things become inseparable because football has become a local culture in Maluku. On that basis, this study aims to describe how football narratives can divert the conflict that occurred in Maluku in the novel and explains the relation of football narratives in the novel to the phenomenon of football as a local culture at Tulehu. To achieve the objectives mentioned above, this study will use descriptive analysis methods using the sociological approach to literature. The results of this study indicate that football can still exist in the midst of the conflict that took place in Maluku. Due to because football has become a culture and customs in the Maluku community. Therefore, the existence and function of football has become quite dominant as a diversion of conflicts that occur in Maluku, especially for children and adolescents. Keywords: narrative meanings, football, conflict, Maluku, novel, Jalan Lain ke Tulehu Abstrak Novel di Indonesia berkembang dengan berbagai macam tema, salah satunya tema olahraga. Salah satu novel bertema olahraga yang penting untuk dikaji adalah novel bertema sepak bola. Novel Jalan Lain ke Tulehu karya Zen RS menjadi salah satu novel di Indonesia yang mengusung unsur sepak bola di dalamnya, berkaitan erat dengan konflik Maluku yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1999— 2002. Novel ini mengkaji makna narasi sepak bola yang muncul dalam novel sehingga dapat menjadi salah satu upaya untuk mengalihkan konflik di Maluku. Hal ini tidak terlepas dari sepak bola yang telah menjadi budaya lokal di Maluku. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan narasi sepak bola yang dapat mengalihkan konflik yang terjadi di Maluku dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dan menjelaskan kaitan narasi sepak bola dalam novel dengan fenomena sepak bola sebagai budaya lokal di Tulehu. Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sepak bola merupakan hal yang tetap dapat hidup di tengah-tengah konflik yang berlangsung di Maluku. Hal itu terjadi karena sepak bola telah menjadi budaya dan adat istiadat di lingkungan masyarakat Maluku. Oleh karena itu, keberadaan dan fungsi sepak bola menjadi cukup dominan sebagai pengalih konflik yang terjadi di Maluku, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Kata kunci: makna narasi, sepak bola, konflik, Maluku, novel, Jalan Lain ke Tulehu

NARASI SEPAK BOLA SEBAGAI PENGALIHAN KONFLIK DI …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

96

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

NARASI SEPAK BOLA SEBAGAI PENGALIHAN KONFLIK DI MALUKUDALAM NOVEL JALAN LAIN KE TULEHU

THE NARRATIVE OF FOOTBALL AS DIVERTING CONFLICT INMALUKU IN A NOVEL JALAN LAIN KE TULEHU

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoProgram Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Depok, 16424, IndonesiaPos-el: [email protected], [email protected]

AbstractNovels in Indonesia has been develop into a variety of themes. The themes of sport is one of the object formal of theresearch. The novel Jalan Lain ke Tulehu by Zen RS is one of the novels in Indonesia that carries the element offootball in it, and it is closely related to the Maluku conflict that occurred in the period of 1999-2002. This study willexamine how football narratives can be one of the efforts to divert the conflict in Maluku. These things becomeinseparable because football has become a local culture in Maluku. On that basis, this study aims to describe how footballnarratives can divert the conflict that occurred in Maluku in the novel and explains the relation of football narrativesin the novel to the phenomenon of football as a local culture at Tulehu. To achieve the objectives mentioned above, thisstudy will use descriptive analysis methods using the sociological approach to literature. The results of this study indicatethat football can still exist in the midst of the conflict that took place in Maluku. Due to because football has become aculture and customs in the Maluku community. Therefore, the existence and function of football has become quitedominant as a diversion of conflicts that occur in Maluku, especially for children and adolescents.

Keywords: narrative meanings, football, conflict, Maluku, novel, Jalan Lain ke Tulehu

AbstrakNovel di Indonesia berkembang dengan berbagai macam tema, salah satunya tema olahraga. Salahsatu novel bertema olahraga yang penting untuk dikaji adalah novel bertema sepak bola. Novel JalanLain ke Tulehu karya Zen RS menjadi salah satu novel di Indonesia yang mengusung unsur sepak boladi dalamnya, berkaitan erat dengan konflik Maluku yang terjadi dalam kurun waktu tahun 1999—2002. Novel ini mengkaji makna narasi sepak bola yang muncul dalam novel sehingga dapat menjadisalah satu upaya untuk mengalihkan konflik di Maluku. Hal ini tidak terlepas dari sepak bola yang telahmenjadi budaya lokal di Maluku. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan narasi sepak bolayang dapat mengalihkan konflik yang terjadi di Maluku dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dan menjelaskankaitan narasi sepak bola dalam novel dengan fenomena sepak bola sebagai budaya lokal di Tulehu.Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini menggunakan metode deskriptifanalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasepak bola merupakan hal yang tetap dapat hidup di tengah-tengah konflik yang berlangsung diMaluku. Hal itu terjadi karena sepak bola telah menjadi budaya dan adat istiadat di lingkungan masyarakatMaluku. Oleh karena itu, keberadaan dan fungsi sepak bola menjadi cukup dominan sebagai pengalihkonflik yang terjadi di Maluku, khususnya bagi anak-anak dan remaja.

Kata kunci: makna narasi, sepak bola, konflik, Maluku, novel, Jalan Lain ke Tulehu

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

97

PendahuluanMenurut Horatius dalam esainya yang ber-

judul Ars Poetica, karya sastra bersifat dulce et utile,yang berarti menyenangkan dan bermanfaat(Budianta, 2002: 19). Selain dapat berfungsi untukmengisi waktu luang atau sebagai hiburan karyasastra juga seharusnya memberikan manfaat sertawawasan baru kepada para pembacanya. Ketikamembaca karya sastra, pembaca akan memilikipenafsiran yang berbeda-beda, bahkan bisa tidaksejalan dengan maksud yang ingin disampaikanoleh pengarang karena mengingat karya sastramemiliki sifat imajinatif. Namun, penafsiran danimajinasi tersebut tetap mengacu pada kondisiyang terjadi di masyarakat. Hal ini sejalan denganpendapat Jabrohim (2001: 87) yang mengung-kapkan bahwa karya sastra adalah realitas ke-hidupan manusia. Oleh karena itu, karya sastraadalah cerminan perilaku dan konflik yang terjadidi dalam kehidupan masyarakat.

Pendapat bahwa sastra adalah cerminan ma-syarakat erat kaitannya dengan pengalaman hiduppengarang ketika menuliskan cerita tersebut. Halini juga sesuai dengan pendapat Sudjiman (1991:12) yang menyebutkan bahwa pengalaman pe-ngarang dapat dibedakan menjadi dua, pengalamanlangsung dan tak langsung. Pengalaman langsungialah sesuatu yang dialami secara langsung olehpengarang, sedangkan pengalaman tidak langsung,yaitu pengalaman orang lain yang secara tidak lang-sung sampai kepada pengarang. Dengan mengguna-kan berbagai sarana literer, pengarang menyajikancerita yang salah satu aspeknya mirip dengankondisi yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat.Oleh karena itu, karya sastra dapat diumpamakansebagai cerminan perilaku manusia dalam kehi-dupan bermasyarakat yang dituangkan oleh penga-rang melalui bahasa. Dengan demikian, karya sastradapat diteliti dengan pendekatan sosiologi sastra.

Karya sastra di Indonesia menurut ragamnyadibedakan menjadi prosa, puisi, dan drama. Salah

satu jenis karya prosa adalah novel. Seiring denganperkembangannya, novel-novel di Indonesia hadirdengan berbagai macam tema, seperti percintaan,sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan olahraga.Cabang olahraga yang diangkat adalah sepak bola.Khusus tema sepak bola, saat ini masih sedikitnovel di Indonesia yang membahas tema tersebut.Hal itu bisa saja terjadi karena beberapa orangmenganggap bahwa tidak ada masalah yang berartiatau gagasan menarik yang hendak disampaikanmelalui tema sepak bola. Anggapan ini sedikitbertolak belakang dengan realitas sepak bola yangbegitu digemari oleh masyarakat, bahkan menjadibudaya yang populer di dunia, termasuk diIndonesia.

Sepak bola masuk ke Indonesia pertama kalimelalui bangsa Belanda. Tidak hanya sepak bola,olahraga lainnya pun turut diperkenalkan danberpengaruh terhadap kehidupan masyarakatIndonesia, terutama di Pulau Jawa. Namun, diantara olahraga-olahraga yang ada di Indonesiapada masa kolonial, sepak bola adalah olahragayang terkenal dan paling luas penyebarannya(Palupi, 2004: 1). Oleh karena itu, dibentuklahorganisasi Persatoean Sepak Raga SeloeroehIndonesia (PSSI), pada 19 April 1930. Pada awal-nya, PSSI dibentuk untuk menentang penjajahanBelanda dalam bidang olahraga. Hal ini tentu eratkaitannya dengan misi politik pada masa itu.

Sejak masa kolonial, sepak bola tidak hanyasekadar permainan olahraga, tetapi juga eratkaitannya dengan hal-hal, seperti politik, budaya,ideologi, dan agama. Sepak bola dapat pula ber-fungsi sebagai alat untuk mencapai obsesi, bentukperjuangan, serta alat perlawanan. Bahkan, sepakbola adalah olahraga yang dapat tetap hidup ditengah berbagai masalah dan konflik yang sedangberlangsung. Sepak bola juga telah menjelma men-jadi sebuah industri besar yang sangat mungkinmemengaruhi pasar saham. Lebih dari itu, sepakbola telah masuk ke kehidupan manusia dan tanpa

98

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

disadari telah berpengaruh besar pula bagi masya-rakat.

Dari beberapa novel bertema sepak bola yangpenulis temukan di Indonesia, ada yang menjadi-kan sepak bola sebagai tema dan fokus cerita, adapula yang menjadikan sepak bola sebagai unsurpendukung dalam pengembangan cerita. NovelIndonesia yang mengangkat cerita bertema sepakbola, di antaranya adalah novel Menerjang Batas(2012) karya Estu Ernesto, novel Sebelas Patriot(2011) karya Andrea Hirata, dan novel Jalan Lainke Tulehu (2014) karya Zen RS. Ketiga noveltersebut akan dideskripsikan secara singkat satuper satu. Pertama, novel Menerjang Batas karya EstuErnesto yang secara garis besar membahas ke-hidupan Edi Baskoro, lelaki yang sangat terobsesidengan sepak bola. Edi percaya bahwa sepak bolaakan membuat jalan hidupnya bahagia. Obsesinyatersebut juga diturunkan pada anak lelakinya,Gabriel. Gabriel pun akhirnya mampu mewujud-kan mimpinya—juga mimpi besar ayahnya—berhasil membawa Timnas Indonesia masukperempat final Piala Dunia Brasil 2014. Novel inimenggambarkan bagaimana sepak bola dapatdijadikan obsesi, bahkan pedoman hidup bagibanyak orang. Olahraga yang ternyata mampumasuk dan sangat berpengaruh ke dalam kehidup-an banyak orang.

Novel kedua adalah Sebelas Patriot karya AndreaHirata yang secara garis besar menceritakan sepakbola sebagai obsesi dan alat kekuasaan. Tokohutama dalam novel tersebut adalah Ikal, seorangpemuda yang memiliki cita-cita menjadi pemainTimnas Indonesia setelah mengetahui ayahnyagagal meraih prestasi tersebut karena ditentangoleh penjajah Belanda kala itu. Ikal menjadikansepak bola sebagai obsesi besar yang harus ia capaiuntuk dapat meneruskan cita-cita ayahnya yanggagal. Dalam novel ini digambarkan bagaimanasepak bola begitu berpengaruh sebagai alat kekua-saan pada masa kolonial. Sepak bola terasa begitu

lekat dengan politik dan kekuasaan, bukan hanyasekadar permainan olahraga semata.

Novel ketiga adalah Jalan Lain ke Tulehu karyaZen RS. Novel inilah yang akan penulis angkatmenjadi bahan penelitian. Secara umum, novelJalan Lain ke Tulehu karya Zen RS sedikit berbedadengan kedua novel lainnya yang telah penulissebutkan judulnya di atas. Sepak bola dalam novelJalan Lain ke Tulehu dihadirkan di tengah rentetanperistiwa konflik di Maluku dalam kurun waktutahun 1999—2002 yang masih berhubungan puladengan kasus kerusuhan Mei 1998. Sepak boladihadirkan sebagai salah satu alat yang ternyatadapat tetap hidup di tengah konflik yang sedangberlangsung di Maluku. Narasi sepak bola dalamnovel ini muncul di tengah cerita dan memilikiporsi yang terbilang tidak terlalu banyak diban-dingkan dengan narasi konflik. Namun, secaratidak langsung sepak bola muncul sebagai temayang di dalamnya dimasukkan makna tersiratsebagai salah satu bentuk pengalihan konflik.Lebih dari itu, novel ini pun mencoba mengangkatDesa Tulehu yang terbilang unggul dalam merawatbudaya sepak bola di daerahnya.

Novel Jalan Lain ke Tulehu juga berkaitandengan pembuatan film “Cahaya dari Timur” yangdisutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Filmtersebut dirilis pada Juni 2014 dan diangkat darikisah nyata kehidupan Sani Tawainella, seorangmantan pemain sepak bola asal Tulehu. Film“Cahaya dari Timur” mengisahkan konflikMaluku dan pentingnya sepak bola sebagai pemer-satu. Sani menjadi orang yang berperan pentingmenyatukan anak-anak dari berbagai penjuruMaluku dalam satu tim sepak bola yang kemudiandapat mengharumkan nama Maluku sekaligusmendamaikan ingatan buruk mereka tentangkonflik di masa lalu. Meskipun sama-sama mem-bahas konflik Maluku dan sepak bola, cerita antaranovel Jalan Lain ke Tulehu dari film “Cahaya dariTimur” berbeda. Zen RS sebagai penulis novel

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

99

menganggap bahwa novel Jalan Lain ke Tulehubukanlah adaptasi dari skenario film “Cahaya dariTimur”, tetapi dapat dikatakan sebagai prekuel-nya. Novel Jalan Lain ke Tulehu bercerita tentangkejadian saat konflik, sedangkan film “Cahaya dariTimur” mengisahkan persiapan tim sepak bolaMaluku setelah konflik. (“Peristiwa Sepak BolaDamaikan Konflik Kristen-Muslim di Ambon”,https://www.merdeka.com/, diakses pada 1 Juni2019, pukul 19.00 WIB).

Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas,pokok pembahasan penelitian ini mengungkapkankeberadaan sepak bola dalam konflik dan budayadi Maluku. Merujuk pada pokok masalah tersebut,terdapat dua rumusan masalah yang akan diangkatdalam penelitian ini. Pertama, mendeskripsikanbagaimana narasi sepak bola digambarkan dalamnovel Jalan Lain ke Tulehu sehingga dapat menjadisalah satu upaya untuk mengalihkan konflik yangterjadi di Maluku. Kedua, mendeskripsikan bagai-mana kaitan narasi sepak bola dalam novel denganfenomena sepak bola sebagai budaya lokal diTulehu. Atas dasar itu, tujuan penelitian ini untukmendeskripsikan narasi sepak bola yang dapatmengalihkan konflik yang terjadi di Maluku dalamnovel Jalan Lain ke Tulehu dan menjelaskan kaitannarasi sepak bola dalam novel dengan fenomenasepak bola sebagai budaya lokal di Tulehu. Pene-litian ini secara praktis diharapkan dapat mem-berikan manfaat dan menambah wawasan bagipara pembacanya. Penelitian ini juga diharapkandapat menambah pengetahuan secara teoretismengenai studi analisis terhadap karya sastraIndonesia, terutama dalam novel bertema sepakbola, mengingat kajian tentang olahraga terutamasepak bola masih minim. Saat ini belum banyakyang melakukan penelitian terhadap novel-novelbertema sepak bola. Selain itu, penelitian ini jugadiharapkan dapat memberikan pengetahuan barumengenai sepak bola di Indonesia dan hal-hal yangberkaitan dengan realitas sosial serta sejarah di

Indonesia, khusus dalam kaitan dengan konflikdi Maluku yang terdapat dalam novel.

Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkandi atas, penelitian ini akan menggunakan metodedeskriptif analisis dengan menggunakan pen-dekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologisastra menempatkan karya sastra sebagai cerminansuatu zaman yang dapat mengaitkan alur dalamnovel maupun kisah tokoh dalam cerita dengankeadaan sejarah atau kondisi yang sebenarnyaterjadi. Metode deskriptif menurut Ratna (2009:53), dilakukan dengan cara mendeskripsikanfakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.Analisis dalam novel akan dilakukan dengan caramendeskripsikan kutipan-kutipan dalam novelyang berkaitan dengan unsur intrinsik, lalu akandilandaskan pada kajian sosiologi sastra. Dalammenulis penelitian ini, ada beberapa tahapan yangpenulis lakukan. Pertama, membaca sumber datayang hendak penulis jadikan bahan penelitian,yaitu novel Jalan Lain ke Tulehu. Kedua, menen-tukan topik, rumusan masalah, dan tujuan pene-litian. Ketiga, mencari dan membaca sumber-sumber yang berkaitan dengan topik yang hendakdibahas. Sumber tersebut penulis dapatkan dariPerpustakaan Universitas Indonesia, Perpustaka-an PSSI, buku-buku teks maupun digital, danportal berita yang kredibel. Keempat, mewawan-carai tiga narasumber yang mengalami langsungkejadian-kejadian seperti yang digambarkan dalamnovel ketika konflik Maluku berlangsung. Ketiganarasumber tersebut adalah Yaman Sangadji(warga Desa Rohomoni), Kevin Kristianto (wargaDesa Passo), dan Noviawan Rasyid Ohorella(warga Desa Tulehu). Wawancara ini dilakukanuntuk memperkuat analisis yang berkaitan dengansosiologi sastra. Langkah terakhir adalah menulis-kan analisis disertai dengan bukti-bukti darikutipan novel yang didukung pula dengan kajianteori serta hasil wawancara narasumber.

100

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji pembahasanserupa, baik dari segi pemilihan topik penelitianmaupun dari judul novel yang sama, tetapi dengansudut pandang yang berbeda. Penelitian pertamaadalah skripsi Septi Nugrahaini Rahmawati(2016), mahasiswi Ilmu Komunikasi UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta, yang mengangkattopik “Narasi Konflik Multikultur dalam NovelJalan Lain ke Tulehu”. Dalam skripsinya, Septi lebihmemfokuskan penggambaran konflik-konflik yangterjadi di Ambon sepanjang tahun 1999—2000.Hasil penelitian skripsi ini membuktikan bahwasisi gelap multikulturalisme, yaitu stereotip danprasangka, dapat menjadi penghambat prosesmultikulturalisme, bahkan seringkali menjadipemicu konflik, seperti halnya yang terjadi dalamkonflik di Maluku.

Penelitian lain yang penulis jadikan acuan,yakni skripsi Melita Andiyani (2016), mahasiswiProgram Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Gadjah Mada. Dalam skripsinya,Melita Andiyani mengangkat topik “Konflik Sosialdalam Novel Kobaran Cintaku – Maluku Baku Baekarya Ratna Sarumpaet: Analisis Sosiologi SastraIan Watt”. Hasil penelitian dalam skripsi tersebutmembuktikan bahwa konflik sosial di Malukudalam novel Kobaran Cintaku – Maluku Baku Baebukanlah murni konflik sosial saja, tetapi adacampur tangan unsur politik. Dengan demikian,unsur politik turut menjadi penyebab terjadinyakonflik di Maluku saat itu.

Kedua penelitian tersebut memiliki perbedaandengan penelitian yang penulis lakukan. Perbeda-an tersebut terletak pada pemilihan judul novelmaupun topik yang dibahas. Meskipun skripsikarya Septi Nugrahaini Rahmawati memilikisumber data novel yang sama dengan penelitianpenulis, tetapi fokus penelitian dan topik peneli-tian kami berbeda. Septi menggambarkan konflik

di Ambon berdasarkan bidang keilmuan sosiologi.Dalam skripsinya, Septi juga memunculkan unsursepak bola dalam novel, tetapi tidak membahassecara rinci karena lebih fokus pada narasi konflik.Berbeda dengan penelitian ini yang justru memilikifokus pada kedudukan sepak bola dalam novel.

Selain itu, penelitian skripsi karya MelitaAndiyani berbeda dengan penelitian penulis, baikdari pemilihan sumber data novel maupun pemi-lihan topik. Melita mengangkat topik konfliksosial dalam novel tersebut dan membuktikanbahwa terdapat unsur politik yang menyebabkanterjadinya konflik di Maluku. Persamaannyaterletak pada pemilihan novel yang sama-samamengangkat cerita tentang konflik Maluku dansama-sama mengkaji dengan pendekatan sosiologisastra. Kedua persamaan tersebut yang dijadikanreferensi dalam menulis penelitian ini.

Tinjauan TeoretisUntuk mengkaji makna narasi sepak bola

dalam novel, analisis akan dilakukan berdasarkanpada teori unsur intrinsik sebagai dasar daripenelitian suatu karya sastra untuk melihat unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut. Selain itu,untuk mengkaji kaitan antara makna narasi dalamnovel dan kondisi sebenarnya yang terjadi diMaluku saat itu akan dilakukan analisis berdasar-kan pada teori sosiologi sastra. Terakhir, teori kon-flik juga diperlukan untuk mengkaji unsur konflikdalam novel yang akan dikaitan dengan keber-adaan sepak bola. Ketiga kajian teori tersebutakan dibahas satu per satu sebagai berikut.

1. Unsur IntrinsikDalam melakukan penelitian terhadap suatu

karya sastra, tidak dapat lepas dari kajian terhadapunsur-unsur intrinsik yang membangun ceritatersebut. Dalam penelitian ini, tema menjadi salahsatu unsur intrinsik yang penting untuk melihat

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

101

konsep dan makna cerita secara keseluruhan.Menurut Sudjiman (1991: 50), tema ialah gagasan,ide, atau pikiran utama yang mendasari suatukarya. Tema membuat karya sastra lebih pentingdaripada sekadar bacaan hiburan saja. Nurgiyantoro(1998: 66) berpendapat bahwa mempertanyakanmakna dalam suatu karya sastra juga berarti mem-pertanyakan tema cerita. Setiap karya fiksi pastimengandung suatu tema tertentu, tetapi temadalam cerita biasanya diungkapkan secara implisitsehingga membutuhkan penafsiran lebih men-dalam.

Sudjiman (1991: 55) membagi dua maknayang terdapat dalam tema, yaitu gagasan yangterdapat atau ditemukan di dalam karya tersebut(makna muatan) dan gagasan yang dimaksudkanpengarang sebagai temanya (makna niatan).Kedua makna tersebut bisa saja tidak selalu sejalankarena adanya penafsiran ganda dalam sebuahkarya sastra. Penafsiran ganda sangat mungkinterjadi mengingat pembaca memiliki imajinasiyang berbeda-beda ketika membaca suatu karyasastra. Penelitian ini tidak akan berfokus padatema cerita, tetapi lebih dari itu, dari tema inilahnantinya akan dilihat apa makna naratif yanghendak disampaikan melalui narasi sepak boladalam novel Jalan Lain ke Tulehu yang berkaitandengan pengalihan konflik di Maluku.

Untuk melihat makna naratif tersebut, di-perlukan unsur-unsur intrinsik lainnya yang men-dukung. Dalam penelitian ini, akan disinggungpula mengenai penokohan, alur, dan latar yangmembangun cerita dalam deskripsi kutipan-kutipan dalam novel. Sebagaimana yang diungkap-kan oleh Sudjiman (1991: 51), tema didukung pulaoleh pelukisan latar dan penokohan, bahkan temadapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur. Unsur-unsur tersebutdiperlukan dalam penelitian ini sebagai acuan lainyang berfungsi untuk membangun makna naratifdalam novel.

2. Sosiologi SastraSelain unsur intrinsik, penelitian ini juga

menggunakan pendekatan sosiologi sastra untukmelihat lebih lanjut kaitan antara konflik Malukuyang tergambar dalam novel Jalan Lain ke Tulehudan kejadian sebenarnya yang terjadi saat itu.Damono (1978: 9) mengungkapkan bahwa karyasastra dapat dilihat dari segi sosiologi denganmempertimbangkan segi-segi kemasyarakatanyang menyangkut manusia dengan lingkungannya,struktur masyarakat, lembaga, dan proses sosial.Pendekatan sosiologi sastra menempatkan karyasastra sebagai cerminan suatu zaman yang dapatmengaitkan alur dalam novel dan kisah tokohdalam cerita dengan keadaan sejarah atau kondisiyang sebenarnya terjadi. Selain itu, menurut Ratna(2003: 2), sastra dapat dipahami pula dengan mem-pertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya,hubungan karya sastra dengan masyarakat yangmelatarbelakanginya, serta kaitan langsung antarakarya sastra dengan masyarakat.

Pendapat lain tentang teori sosiologi sastradatang dari Wellek dan Warren (1989: 110) yangmenyebutkan bahwa karya sastra mencerminkandan mengekspresikan hidup. Namun, bukan berartipengarang mengekspresikan kehidupan zamantertentu secara konkret dan menyeluruh melaluikarya sastra, mengingat karya sastra tetap merupa-kan suatu karya fiksi yang di dalamnya memun-culkan hasil imajinasi. Hanya saja, terdapat bebe-rapa bagian atau alur dalam suatu karya sastra yangdapat kita kaitkan dengan suatu kondisi yangpernah atau sedang terjadi di masyarakat. Sepertihalnya sosiologi, sastra juga sangat memerhatikandunia sosial manusia, adaptasi terhadapnya, danhal-hal yang dapat mengubahnya (Laurenson,1972: 12). Sastra harus dipandang dalam hu-bungan yang tidak terpisahkan dengan kehidupanmasyarakat serta latar belakang unsur sejarah dansosial yang memengaruhi pengarang (Jdanov dalam

102

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

Escarpit, 2005: 8). Tugas seorang ahli sastra untukmenghubungkan pengalaman karakter tokohimajiner yang diciptakan oleh pengarang dengansituasi dalam kehidupan manusia yang sebenarnya(Lowenthal dalam Laurenson, 1972: 14). Pene-litian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastrauntuk menggambarkan bahwa karya sastra tidakterlepas dari kejadian-kejadian yang pernah atausedang terjadi di masyarakat.

3. KonflikKonflik menurut Soekanto (1992: 86) adalah

pertentangan atau pertikaian yang dilakukan orangatau kelompok manusia guna memenuhi tujuannyadengan jalan menentang pihak lawan yang disertaiancaman dan kekerasan. Sementara itu, menurutSoemantrie (2011) dalam jurnalnya yang berjudulKonflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural,awal terjadinya konflik berasal dari berbagai halyang sifatnya problematik, seperti perbedaan pan-dangan, gagasan, pendapat atau prinsip, budaya,masyarakat, ekonomi, agama, dan politik. Hal inisejalan pula dengan pendapat Coser (dalam Susan,2009: 54) yang mengatakan bahwa salah satudasar yang melatarbelakangi terjadinya konflik,yaitu karena didorong oleh keinginan yang tidakrasional dan cenderung bersifat ideologis, sepertikonflik antaragama, antaretnis, dan konflik antar-kepercayaan lainnya.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untukdapat menyelesaikan konflik yang sedang ber-langsung di antara dua pihak, di antaranya dengannegosiasi dan komunikasi. Menurut Susan (2009:89), negosiasi merupakan proses perundingan duapihak yang bertikai untuk mencari solusi penye-lesaian bersama yang saling menguntungkan.Negosiasi adalah kesediaan dan kemauan untukmencari pilihan secara kreatif untuk menemukansolusi. Sementara itu, komunikasi berperanpenting untuk menyukseskan proses negosiasi

tersebut. Komunikasi adalah pengungkapan ataupenyampaian pikiran dan perasaan dari suatupihak kepada pihak lain (Susan, 2009: 156).

Selain itu, hal yang patut dipertimbangkandalam menyelesaikan konflik, yaitu penguatanperan dimensi tradisionalitas atau kearifan lokalsecara proporsional. Menurut John Haba (dalamSusan, 2009: 175), kearifan lokal ialah sebuahkebudayaan yang mengacu pada pelbagai kekayaanbudaya itu sendiri yang tumbuh dan berkembangdalam sebuah masyarakat, dikenali, dipercayai,dan diakui sebagai elemen-elemen penting yangmampu mempertebal kohesi sosial di antara wargamasyarakat. Dalam konflik Maluku, langkah yangdilakukan warga setempat sebagai penyelesaiankonflik, yakni dengan mengedepankan kearifanbudaya yang telah mereka pegang kokoh sejakdahulu, yaitu budaya Pela Gandong. Selain itu,dalam novel Jalan Lain ke Tulehu juga ditemukankearifan lokal lainnya yang dapat mengalihkankonflik, seperti sepak bola.

PembahasanUntuk melihat makna narasi sepak bola dalam

novel Jalan Lain ke Tulehu serta kaitannya sebagaipengalih konflik dan budaya lokal di Maluku, ter-dapat beberapa tahapan analisis yang dikemuka-kan dalam penelitian ini. Pertama, penelitian inidimulai dengan penggambaran keadaan konflikMaluku yang dikisahkan dalam novel maupunkondisi sebenarnya saat itu. Setelah mendeskripsi-kan konflik, pembahasan selanjutnya berkaitandengan sepak bola sebagai suatu alat yang ternyatadapat mengalihkan konflik saat itu, terutama bagianak-anak dan remaja. Hal itu dapat terjadi karenasepak bola telah mengakar menjadi budaya lokaldi Maluku, yang dideskripsikan dalam bahasanselanjutnya. Ketiga analisis tersebut dijabarkansatu per satu sebagai berikut.

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

103

1. Konflik Maluku dalam Novel Jalan Lainke TulehuIndonesia merupakan negara kepulauan

dengan 34 provinsi dari Sabang sampai Marauke.Luasnya wilayah tersebut membuat masyarakatIndonesia memiliki berbagai macam perbedaan didalam kehidupan sosialnya. Perbedaan yang mun-cul, di antaranya perbedaan bahasa, budaya, adat,suku, agama, ras, maupun golongan. Risiko yangkemudian muncul dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, yaitu rentan terjadi konflik dimasyarakat, baik antarindividu maupun antar-kelompok dan golongan. Konflik menurutSoekanto (1992: 86) adalah pertentangan ataupertikaian yang dilakukan orang atau kelompokmanusia guna memenuhi tujuannya dengan jalanmenetang pihak lawan yang disertai ancaman dankekerasan. Salah satu catatan sejarah tentang kon-flik besar yang pernah terjadi di Indonesia adalahkonflik di Maluku pada tahun 1999—2002.

Konflik Maluku saat itu terjadi karena adanyaperbedaan antara penganut agama Islam danagama Kristen yang dipicu oleh sentimen danprovokasi golongan tertentu yang memanfaatkankeberagaman masyarakat di Maluku. Konflikmembuat kedua kubu saling serang dan menim-bulkan peperangan yang tidak dapat dihindari.Menurut Azyumardi Arza dalam esainya yangberjudul Kerusuhan-kerusuhan Massal yang Terjadi diIndonesia Baru-baru Ini: Kemunduran Nasionalisme danKemunculan Separatisme, kekerasan tersebut tidakhanya mengakibatkan pembunuhan terhadap se-jumlah besar orang (dari kalangan Muslim maupunKristen), tetapi sekaligus juga pembakaran masjid-masjid, gereja-gereja, rumah-rumah, pasar sertabangunan, dan fasilitas umum lainnya (INIS, 2003:69). Konflik berdarah tersebut memakan ribuankorban dan menjadi salah satu catatan sejarahkonflik besar di Indonesia.

Konflik Maluku inilah yang kemudiandiangkat menjadi cerita dalam novel Jalan Lain ke

Tulehu. Novel Jalan Lain ke Tulehu mengisahkanperjalanan tokoh Gentur, jurnalis asal Jakarta, yangditugaskan oleh kantornya untuk meliput kondisikonflik di Maluku. Dalam penugasannya tersebut,Gentur banyak mengalami kejadian yang bersing-gungan langsung dengan pihak-pihak yang meng-alami konflik. Tempat tinggal Gentur pun ber-pindah-pindah, dari menumpang di rumah wargaKristen hingga menetap lama di rumah wargaIslam, demi keamanannya selama meliput diMaluku. Perjalanan Gentur selama meliput konflikitulah yang kemudian dituangkan dalam novelJalan Lain ke Tulehu.

Sejak kedatangannya pertama kali ke Ambonpada Juni 2000, Gentur telah menghadapi berbagaisituasi yang membahayakan nyawanya. SituasiAmbon saat itu sangat mencekam. Penyeranganantarkubu terjadi di sepanjang kota. Hal ini lang-sung tergambar dalam halaman awal novel sebagaiberikut.

Kedatangan Gentur di Ambon disambutserentetan tembakan. Rentetan tembakan itusaling bersahut secara konstan dan berakhirdengan satu dentuman (RS, Zen, 2014: 5).

Berdasarkan peristiwa yang digambarkandalam kutipan di atas, terdapat keterkaitan antaracerita dalam novel dengan kondisi di Ambon yangsedang memanas sepanjang tahun 2000. Keter-kaitan tersebut dapat dilihat dalam berita yangdimuat koran Suara Pembaharuan (24 Januari,2000) dengan judul “Pertikaian di Maluku TengahTewaskan 25 Orang” yang menyebutkan bahwatembak-menembak di Maluku kerap terjadi daridua arah, yaitu darat dan laut. Tidak diketahuisiapa yang melakukan penembakan tersebut,tetapi pelaku menggunakan tembakan otomatis.Kondisi sejenis itu juga dialami oleh tokoh Genturketika tiba di Ambon.

Konflik berlanjut ketika tokoh Genturdigambarkan tidak memiliki pengetahuan yang

104

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

cukup mengenai situasi di Maluku saat itusehingga membawanya pada malapetaka ketikaia salah menaiki kapal KM Dobonsolo yangseharusnya ditumpangi oleh penumpang beragamaKristen. Dalam bagian ini digambarkan bahwaterdapat sentimen antara pemeluk agama Islamdan Kristen. Gentur, yang merupakan seorangmuslim, terancam nyawanya karena ia menaikikapal yang biasa mengangkut para penganutagama Kristen, seperti dalam kutipan berikut.

“Saya sudah dua kali melihat orang dilemparke laut hidup-hidup. Yang paling saya ingatialah seorang haji yang naik dari Surabaya.Pak Haji itu ditusuk kemaluannya. Diamengerang-ngerang kesakitan dan memintaampun. Dia masih hidup saat dilempar ke lautlepas,” ujar Syamsul. (RS, Zen, 2014: 14).

Penyerangan tak hanya terjadi kepada masya-rakat Muslim seperti yang digambarkan dalamkutipan di atas, tetapi juga sebaliknya, dilakukanoleh para penganut agama Islam ke masyarakatberagama Kristen. Perjalanan Gentur kemudianmembawanya menelusuri berbagai daerah diMaluku. Setelah menetap di Ambon, Genturtinggal di Desa Tulehu—desa yang terkenalsebagai “negeri sepak bola”. Tulehu adalah desayang seluruh penduduknya menganut agama Islamsehingga dianggap lebih aman untuk Genturtinggal dan menetap di sana. Namun, tidak jauhberbeda dengan kondisi di Ambon, situasi senti-men antarumat Islam dan Kristen saat itu punterasa hingga ke Tulehu. Tulehu terlibat penye-rangan dengan Desa Waai, desa yang penduduknyamayoritas beragama Kristen. Hal ini diungkapkandalam kutipan berikut.

“Apakah saudara-saudaraku rela jika NegeriTulehu yang indah ini ditembaki seperti yangbaru saja terjadi? Apakah rela Negeri Tulehuini dihancurkan kafir-kafir RMS? UmatIslam cinta damai, tapi kita tidak takut jikaharus berjuang di jalan Allah. Situasi sudahgenting. Ini saatnya membela negeri, membela

Islam, dan membela ayat-ayat Allah. Merekasudah siap menyerbu. Apakah umat Islam diTulehu akan diam saja?” (RS, Zen, 2014:224).

Kutipan di atas memperjelas bahwa konflikagama yang terjadi di Maluku juga telah menyebarke berbagai daerah yang bahkan dianggap sebagaidesa yang terpencil, termasuk Desa Tulehu.Provokasi-provokasi tersebut disampaikan melaluiceramah di masjid-masjid oleh para tokoh agamasehingga membuat situasi makin buruk. Peristiwayang digambarkan dalam kutipan di atas jugamemiliki keterkaitan dengan kondisi di Malukuyang dapat dilihat dalam salah satu artikel yangdimuat dalam koran Suara Pembaharuan (19Januari, 2000) dengan judul “Tokoh Agama Di-imbau Tak Peruncing Konflik Sosial di Maluku”yang mengungkapkan pernyataan GubernurMaluku, Drs. Soleh Latuconsina, Msc. sebagaiberikut.

“Para pemimpin bangsa, pemimpin umatberagama, tokoh masyarakat dan adat,cendekiawan serta akademisi harus bersikaparif dan bijaksana dengan tidak mengeluarkanpendapat dan pernyataan yang justru akanmenambah pelik konflik di Maluku ataumembakar sentimen SARA di wilayah lainsehingga menimbulkan konflik baru.” (RS,Zen, 2014: 225).

Melalui kutipan di atas dapat dibuktikanbahwa provokasi yang dilakukan secara berke-lanjutan oleh para pemuka agama tersebut me-nyebabkan penyerangan benar-benar dilakukanoleh warga. Dalam novel Jalan Lain ke Tulehudikisahkan bahwa warga Desa Tulehu akhirnyamelakukan penyerangan terhadap Desa Waaidengan alasan berjuang menegakkan agama,seperti dalam kutipan berikut.

Said dan Gentur terbangun saat mendengarsuara dentuman begitu keras.

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

105

“Baku serang su mulai ‘e? Jam berapa iniyo?” keluh Said sambil bertanya-tanya.Gentur bilang kemungkinan masih belumlewat pukul delapan. Kenapa sudah adasuara dentuman? Dia menyebut apa yangdidengarnya semalam bahwa penyeranganakan dimulai pukul delapan. (RS, Zen, 2014:264).

Penyerangan-penyerangan yang digambarkandalam novel adalah narasi konflik yang men-jelaskan bahwa saat itu benar-benar terjadi situasimencekam antarumat Islam dan Kristen. Kutipandi atas pun berkaitan dengan apa yang terjadi diMaluku pada masa itu. Menurut dua narasumberyang penulis wawancarai, yaitu Yaman Sangadji(warga Desa Rohomoni yang beragama Islam) danKevin Kristianto (warga Desa Passo yang ber-agama Kristen), konflik tersebut menyebabkanbanyaknya akses jalan yang ditutup, listrik padam,stok makanan berangsur habis, bahkan sekolah-sekolah diliburkan. Kedua narasumber menye-butkan pula awal mula terjadinya konflik yangkemudian berkembang di masyarakat adalah ada-nya perselisihan antara sopir (yang beragamaKristen) dan calo (yang beragama Islam) yangkemudian berlanjut dan dianggap sebagai isuSARA. Hal ini terjadi karena masyarakat terpan-cing oleh berbagai macam provokasi dan hoaks.Mereka juga menyebutkan bahwa ada pihak-pihakyang sengaja memperkeruh suasana dengan me-manfaatkan isu SARA yang berkembang. Hal inijuga memiliki keterkaitan dengan beberapa artikelyang penulis temukan dalam Koran SuaraPembaharuan sepanjang tahun 2000 yang menye-butkan pula bahwa konflik di Maluku sebenarnyatidak bermula dari isu SARA semata, namun isu-isu sosial dan politik yang erat kaitannya denganpergantian pemerintahan saat itu.

Berdasarkan analisis di atas, dapat dibuktikanbahwa terdapat kaitan antara narasi konflik dalamnovel Jalan Lain ke Tulehu dan kondisi sebenarnya

di Maluku saat itu, yang menegaskan bahwa sastradapat dipahami dengan pendekatan sosiologisastra yang mempertimbangkan aspek-aspekkemasyarakatannya. Di samping itu, dapat dilihatpula hubungan karya sastra dan masyarakat yangmelatarbelakanginya, serta ditemukan kaitanlangsung antara karya sastra dengan masyarakat(Ratna, 2003: 2). Novel Jalan Lain ke Tulehu secaragaris besar mengangkat sisi konflik di Maluku danhal-hal yang berkaitan dengannya. Salah satu halyang berkaitan dengan konflik tersebut dan dapattetap hidup sebagai perekat masyarakat di tengah-tengah konflik yang sedang berlangsung adalahsepak bola.

2. Sepak Bola sebagai Salah Satu Alat untukMengalihkan KonflikSepak bola tidak pernah benar-benar hanya

sekadar permainan olahraga. Bahkan, sejak erakolonial, sepak bola juga erat kaitannya denganberbagai hal yang secara langsung maupun tidaklangsung bersinggungan dengannya, seperti politik,ekonomi, sosial, budaya, bahkan agama. Dalambuku Franklin Foer yang berjudul Memahami DuniaLewat Sepak Bola (2006), digambarkan bagaimanahubungan sepak bola dengan berbagai perma-salahan kompleks di dunia, seperti perang gangsterdi Serbia, perang budaya Amerika, bahkan komer-sialisasi konflik agama. Fenomena itu pun terjadidi Indonesia. Sepak bola telah tumbuh menjadibudaya populer yang cukup berpengaruh dalamkehidupan masyarakat.

Hal itulah yang tercermin dalam novel JalanLain ke Tulehu. Novel Jalan Lain ke Tulehu sedikitberbeda dengan novel-novel bertema sepak bolalainnya yang biasanya menceritakan nasionalismedan perjuangan melalui perwatakan tokoh utama-nya. Namun, lebih dari itu, novel ini menyuguh-kan masalah yang lebih kompleks, yaitu sepak bolayang bersinggungan langsung dengan konflik.Dalam subbab ini, dijelaskan makna narasi sepak

106

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

bola dalam novel Jalan Lain ke Tulehu melalui duasubpembahasan, yaitu adanya sepak bola sebagaipenyatu perbedaan dan sepak bola sebagai alatuntuk meminimalisasikan konflik melalui perantokoh utama. Sepak bola, sebuah permainanolahraga yang telah menjadi budaya dan kearifanlokal bagi masyarakat Maluku yang secara tidaklangsung hadir sebagai salah satu cara untukmengalihkan konflik besar yang terjadi di Malukutahun 1999—2002, terutama bagi anak-anak danremaja agar tidak ikut berperang.

a. Sepak Bola sebagai Penyatu PerbedaanDalam novel Jalan Lain ke Tulehu digambarkan

bahwa sepak bola menjadi hal yang muncul,bahkan dapat tetap hidup di tengah-tengahkonflik. Kondisi ini menggambarkan bahwamasyarakat Maluku pada umumnya memang lekatdengan sepak bola. Merujuk pada latar waktu yangdigambarkan dalam novel, yaitu ketika PialaEropa 2000 sedang berlangsung, disebutkanbahwa perhatian masyarakat mampu teralih ketikamenonton sepak bola, meskipun konflik sedangberlangsung saat itu. Hal ini dibuktikan dalambeberapa kutipan berikut.

(1) “Jika Belanda main, biasanya akan dipasanglayar besar di Lapangan Merah. BenderaBelanda bisa berkibar di mana-mana; jum-lahnya bahkan bisa lebih banyak daripadajumlah bendera merah putih. Karena konflikyang tengah memanas, semua itu seolah jadikemewahan yang tak terbeli.” (RS, Zen,2014: 27).

(2) “Semua menonton Belanda main. Seperti adagencatan senjata yang alami.” (RS, Zen,2014: 28)

(3) “Dudi menawarkan kepada Gentur untukmelihat kesibukan dua kubu yang sedangberseteru itu asyik menonton sepak bola.” (RS,Zen, 2014: 28).

Kutipan (1), (2), dan (3) menggambarkanbahwa masyarakat Maluku memiliki keterikatandengan sepak bola dalam kehidupan sehari-hari.Bahkan, di tengah-tengah konflik, sepak bola tetapdapat menjadi hiburan bagi masyarakat, baikdengan memainkannya maupun hanya menontondari layar kaca. Hal yang digambarkan dalam noveltersebut juga terjadi dalam kehidupan nyata.Menurut narasumber yang penulis wawancarai,Yaman Sangadji, konflik tidak mengubah kecin-taan masyarakat Maluku terhadap sepak bola.Selain itu, narasumber lainnya, Kevin Kristianto,menyebutkan alasan masyarakat Maluku meng-idolakan Timnas Belanda karena terdapat bebe-rapa keluarga mereka yang menetap di Belanda.Terdapat pula beberapa keturunan Maluku yangbermain di kompetisi sepak bola Belanda.Masyarakat di Maluku sangat bangga melihatdaerah Maluku tampil di pentas dunia. Ia jugamenyebutkan jika Tim Nasional Belanda bermaindi Piala Dunia, biasanya akan ada pawai diAmbon. Hal yang sama juga diungkapkan olehnarasumber lainnya, yaitu Noviawan RasyidOhorella (warga Desa Tulehu) yang menyebutkanbahwa masyarakat Maluku mencintai TimnasBelanda karena adanya kultur sejarah yang kuatdan banyak masyarakat Maluku yang tinggal diBelanda sehingga ikatan emosional tersebutterpupuk hingga sekarang. Terdapat situasi yangterjadi secara alami ketika masyarakat berbauruntuk menyaksikan pertandingan sepak bola,khususnya Timnas Belanda, dan sejenak melupa-kan konflik yang sedang memanas di Maluku.Tanpa disadari, sepak bola memiliki peran yangcukup dominan dalam situasi konflik saat itu.

Pendapat tersebut sesuai dengan penggam-baran cerita dalam novel. Dalam novel dikisahkanbahwa lima orang pemuda dari Desa Tulehu nekatmendatangi Desa Suli yang mayoritas penduduk-nya beragama Kristen untuk meminta izin me-nonton Tim Nasional Belanda berlaga karena

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

107

sedang ada pemadaman listrik di Desa Tulehu.Kejadian tersebut berlangsung di kediaman Frans,teman Gentur, yang mengajak Gentur untukberistirahat sejenak di rumahnya, mengingat situasiAmbon saat itu makin mencekam. Frans danGentur terkejut menyaksikan keberanian kelimapemuda tersebut. Situasi di Ambon saat itu sedangtidak aman, bahkan Maluku dinyatakan dalamkeadaan darurat sipil. Namun, tanpa disangka,kelima pemuda tersebut justru berani bertaruhnyawa mendatangi Desa Suli hanya untuk me-nonton Timnas Belanda yang berlaga di PialaEropa 2000. Hal itu dibuktikan dalam kutipanberikut.

“Tulehu terkenal negeri gila bola. Ini sih,bukan gila bola, tapi gila betulan. Situasimasih tegang begini nekat datang kemari cumauntuk nonton bola.” (RS, Zen, 2014: 38).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kebe-ranian kelima pemuda Tulehu tersebut bukanlahtanpa alasan. Kecintaan mereka pada sepak bolamembuat mereka melupakan sejenak konflik yangsedang terjadi di Ambon, tanpa memikirkan lebihjauh bahaya yang bisa saja mengancam akibat daritindakan tersebut. Menempuh perjalanan cukupjauh dari Tulehu menuju Suli dengan keadaan yangmasih mencekam, kelima pemuda ini membawamaksud dan tujuan tertentu di balik tindakannekat tersebut. Hal ini juga diungkapkan dalamkutipan berikut.

“Mama, Kaka-kaka, katong mau nonton bola.Katong tidak mau ribut-ribut.” (RS, Zen,2014: 38).

Kutipan yang diucapkan oleh Said berniatuntuk menyampaikan maksud kedatangan merekahanyalah ingin menonton sepak bola, bukan untukmencari keributan. Ayah dan Mama Frans mene-rima kedatangan kelima pemuda Tulehu itudengan baik, tetapi tidak dengan para tetangga

Frans. Mereka mengungkit penyerangan yangTulehu lakukan beberapa hari lalu ke Waai. Akantetapi, Ayah dan Mama Frans mencoba meyakin-kan bahwa kelima pemuda tersebut murni datanguntuk menonton bola, bukan untuk mencari ke-ributan. Akhirnya, mereka dapat duduk bersamamenikmati pertandingan sepak bola, menyatukanperbedaan mereka sejenak untuk mendukungTimnas Belanda berlaga. Hal ini tergambarkandalam kedua kutipan berikut.

(1) “Dorang bukan yang serang Waai. Beta tahubetul. Dorang seng cari masalah. Bapa Rajasu kasih izin jua. Dorang Cuma mau nontonbola, seng bikih kacau-kacau. Kamong masuksa sudah. Ayo nonton bola sama-sama.” (RS,Zen, 2014: 40).

(2) “Empat hari terakhir aman, to? Seng adaserang-serang lai. Dorang dari Tulehu datangseng mau perang. Bagus, to? Ayo nonton bolasama-sama. Bicara-bicara bola sa.” (RS,Zen, 2014: 41).

Kutipan (1) dan (2) yang disampaikan olehAyah Frans kembali menunjukkan bahwa maksudpara pemuda Tulehu datang, yaitu untuk menon-ton bola, bukan untuk mencari keributan sepertiyang dituduhkan oleh para tetangga. Namun, jikakita lihat lebih saksama, terdapat pula maksud dantujuan lainnya yang hendak dibawa oleh kelimapemuda tersebut. Inisiatif mereka untuk datangke Suli dan menumpang menonton bola secara taklangsung membawa misi perdamaian. Merekamenyadari bahwa kondisi di Suli cukup aman dankemungkinan dapat diterima dengan baik untukmenonton bola di sana. Keberanian ini merekaambil untuk dapat sejenak melupakan konflik yangsebenarnya sedang berlangsung antarkubu ter-sebut. Makna tersebut berkaitan dengan dialogyang diucapkan oleh Gentur dalam kutipanberikut.

108

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

“Gentur menggunakan kesempatan itu denganmencoba menjelaskan situasi yang dihadapiorang-orang Tulehu. Dia menggunakan penge-tahuannya terhadap situasi-situasi konflik diberbagai tempat yang pernah dia pelajari. Diamencontohkan bagaimana inisiatif macamorang Tulehu ini, di berbagai kawasankonflik, sering kali menjadi awal terbangunnyarekonsiliasi. Mereka tahu situasi di Salahuturelatif aman. Dia juga bilang kepada LettuAgus, orang Tulehu itu jus tru sedangmelakukan misi perdamaian.” (RS, Zen,2014: 100).

Secara tersirat, makna yang hendak disampai-kan dalam poin ini adalah sepak bola dapat begitusaja membaurkan kedua kubu yang sedang terlibatadu perang. Meskipun tidak bisa benar-benarmenghentikan perang dan hanya sebagian kecilsaja dari masyarakat yang ikut merasakannya,tetapi makna yang hendak disampaikan melaluinarasi sepak bola dalam novel ini adalah terdapatberbagai cara yang sebenarnya bisa mengalihkan,bahkan menghentikan konflik tersebut. Salah satucara yang diungkapkan dalam novel ini adalahdengan kearifan lokal yang ada di Maluku yangtumbuh dan berkembang dalam sebuah masyara-kat, dikenali, dipercayai, dan diakui sebagaielemen-elemen penting yang mampu mempertebalkohesi sosial di antara warga masyarakat (Habadalam Susan, 2009: 175), yaitu budaya sepak bola.

b. Sepak Bola sebagai Alat untukMeminimalisasikan Konflik MelaluiPeran Tokoh UtamaPenggambaran narasi sepak bola dalam novel

Jalan Lain ke Tulehu banyak dimunculkan melaluidialog tokoh utama, Gentur. Gentur dikisahkansebagai seorang jurnalis asal Jakarta yang jugamenyukai sepak bola. Sepak bola selalu menye-nangkan baginya, tetapi sekaligus membuatnya“terluka”. Gentur memiliki banyak kenangandengan sepak bola di masa lalunya. Melalui dialog-

dialog tokoh Gentur inilah nantinya banyakditemukan makna narasi sepak bola yang hendakdigali lebih lanjut. Hal ini membuktikan bahwaterdapat peran pihak lain dari luar masyarakatMaluku yang cukup signifikan dalam meme-ngaruhi cerita.

Dalam novel diceritakan bahwa setelah ke-lima pemuda Tulehu selesai menonton bola dirumah Frans, Gentur ikut serta bersama merekake Tulehu dengan alasan desa tersebut dianggaplebih aman bagi Gentur yang beragama Islam. DiTulehu, Gentur menumpang di rumah Said,seorang pelatih sepak bola asal Tulehu yang gagalmenjadi pemain sepak bola profesional di TimnasIndonesia. Said rutin melatih anak-anak di Tulehuuntuk bermain bola meskipun Tulehu saat itusedang terlibat peperangan. Program latihantersebut berjalan bukan tanpa alasan. Said inginanak-anak di Tulehu terus bermain bola, terusmengejar mimpi mereka, tanpa memikirkan bakuhantam yang terjadi di Maluku. Hal ini dibuktikandalam kutipan berikut.

“Selama lima belas menit mereka berlarian.Mengejar bola. Membawa bola. Melakukantekel. Mengumpan. Menyundul. Menendang kearah gawang. Selama lima belas menit merekabersenang-senang. Selama lima belas menitmereka melupakan semuanya. Selama limabelas menit mereka mengabaikan semuakenangan dan ingatan masing-masing. Tanpakecuali.” (RS, Zen, 2014: 185).

Kutipan di atas menjadi salah satu buktibahwa novel Jalan Lain ke Tulehu ingin me-nyampaikan makna bahwa sepak bola ampuhsebagai salah satu alat untuk mengalihkan konflikyang saat itu terjadi di Maluku. Dengan bermainsepak bola, mereka melupakan konflik yang sedangterjadi di desanya. Dengan bermain sepak bola,mereka bersenang-senang. Kesenangan tersebutdapat menghapus kenangan buruk tentang konflikyang sedang memanas di Maluku saat itu. Narasi

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

109

di atas juga berkaitan dengan kedua kutipan dialogtokoh Gentur sebagai berikut.

(1) “Sepak bola memang selalu begitu. Genturtak pernah lupa bagaimana sepak bola bisamengalihkan perhatiannya pada apa pun.”(RS, Zen, 2014: 122).

(2) “Sepak bola tak pernah melukaiku. Selaludunia di luar lapangan bola yang membuatkekacauan demi kekacauan.” (RS, Zen,2014: 245).

Dalam kutipan (1) dan (2) ada makna lainyang ingin dibangun melalui pemikiran tokohGentur. Terdapat penegasan dalam dua halpenting yang ingin disampaikan, yaitu bagaimanasepak bola dapat berfungsi mengalihkan perhatianseseorang terhadap apa pun, terutama masalah-masalah dalam hidup. Kedua, sepak bola dianggapsebagai hal yang tidak akan pernah melukaiseseorang. Sebaliknya, hal-hal di luar sepak bolayang kerap kali membuat kekacauan. Keduakutipan tersebut menyimpan makna bahwa sepakbola dipandang sebagai sesuatu yang sakral dansangat penting dalam novel Jalan Lain ke Tulehusehingga sangat berpengaruh dalam kehidupanmasyarakat. Penyampaian makna tersebut diung-kapkan melalui tokoh Gentur yang memainkanperannya dalam cerita.

Kenyataan bahwa sepak bola tetap dimainkanoleh anak-anak Maluku di tengah konflik yangsedang memanas juga diungkapkan oleh nara-sumber yang penulis wawancarai, yaitu YamanSangadji, seorang warga asal Desa Rohomoni yangberusia sembilan tahun ketika konflik Malukuberlangsung. Yaman mengatakan bahwa konfliktak membuat antusiasme masyarakat menurununtuk bermain sepak bola, terutama anak-anakdan remaja. Mereka biasanya bermain sepak boladi pantai ketika pantai sedang surut, mengingatmasih terbatasnya lapangan sepak bola di Malukusaat itu. Meskipun hanya bermain di pantai,

permainan sepak bola jalanan ini biasanya me-libatkan dua desa atau lebih sehingga munculpersatuan sekalipun konflik sedang memanas.

Selanjutnya, dalam novel Jalan Lain ke Tulehudikisahkan pula bagaimana peran Gentur yangcukup dominan dalam membantu Said untukmengalihkan perhatian anak-anak saat konflikberlangsung dengan bermain sepak bola. KetikaDesa Tulehu pada akhirnya terprovokasi danterpancing untuk melakukan penyerangan ke DesaWaai, pemuda di Tulehu dipaksa oleh para tetuauntuk ikut membantu penyerangan dengan dalihmembela agama dan membela negeri. Said me-mantapkan diri untuk tidak ikut dalam penye-rangan, begitu pula dengan Gentur, yang merupa-kan orang asing di desa tersebut. Namun, tanpasepengetahuan mereka, beberapa murid Said ikutdalam penyerangan salah satunya adalah Salim.Akibatnya, kaki Salim terkena pecahan granat.Kaki kanannya rusak dan harus diamputasi.Kondisi inilah yang membuat Said dan Genturmakin miris sehingga mereka langsung melakukantindakan spontan untuk mengajak anak-anakberlatih sepak bola ketika perang-perang selanjutnyakembali berlangsung, seperti yang diungkapkandalam kutipan berikut.

“Gentur mendesak Said untuk mengumpulkananak-anak, berapa pun itu, untuk bermainbola sore itu juga. Anak-anak itu, kata Genturkepada Said, mesti diajak bersenang-senangdengan bola dan diberi pengertian tentangpentingnya sepak bola, lebih dari apa pun yangsedang berlangsung di dunia luar.” (RS, Zen,2014: 269).

Penekanan kata-kata “...pentingnya sepak bola,lebih dari apa pun yang sedang berlangsung di dunialuar” yang diucapkan oleh Gentur dalam kutipandi atas menegaskan bahwa terdapat makna men-dalam tentang sepak bola yang telah mengakarsebagai budaya di Maluku. Kutipan tersebut dapatdiartikan bahwa penanaman sepak bola sebagai

110

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

suatu hal yang penting akan sangat berpengaruhbagi masyarakat Maluku. Hal itu dilakukan agaranak-anak dan remaja dapat menarik diri danmelupakan sejenak konflik yang sedang terjadi.Kondisi yang digambarkan dalam kutipan di atasjuga terjadi dalam kehidupan masyarakat Maluku,khususnya Tulehu kala itu. Menurut salah satunarasumber asal Tulehu yang penulis wawancarai,Noviawan Rasyid Ohorella, sepak bola tetaphidup di tengah konflik yang sedang berlangsung.Ketika kebanyakan pria dewasa berperang saatkonflik terjadi, anak kecil hingga remaja diarahkanuntuk bermain sepak bola agar tidak dilibatkanuntuk ikut dalam peperangan. Tindakan tersebut,baik yang digambarkan dalam novel maupun yangbenar-benar terjadi di masyarakat, dapat dimaknaisebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak diTulehu ketika perang sedang gencar berlangsung.Masyarakat setempat menyadari bahwa dalamsetiap permasalahan, terdapat jalan keluar yangdapat ditempuh. Bagi anak-anak dan remaja diTulehu, salah satu cara untuk mengalihkanperhatian mereka dan menjauhkan akibat-akibatfatal yang bisa saja ditimbulkan dari konflik adalahdengan sepak bola. Ketika mereka bermain sepakbola, mereka akan melupakan panasnya situasikonflik saat itu. Secara tidak langsung, novel iniingin mengungkapkan makna mengenai sepak bolayang memiliki peran dan dampak cukup pentingsebagai pengalih konflik. Makna tersebuttergambar melalui dialog serta tindakan yangdilakukan oleh Gentur sebagai tokoh utama dalamnovel.

3. Sepak Bola sebagai Budaya Lokal dalamNovel Jalan Lain ke TulehuPada subbab sebelumnya, dijelaskan bahwa

narasi sepak bola dalam novel Jalan Lain ke Tulehumemiliki makna tersirat sebagai pengalihan konflikdi Maluku, khususnya bagi anak-anak dan remajalaki-laki agar tidak ikut berperang. Hal itu terjadi

bukan tanpa alasan. Sejak dahulu, sepak bola telahhadir sebagai budaya setempat, bahkan adatistiadat, baik yang dikisahkan dalam novel mau-pun yang benar-benar terjadi dalam kehidupannyata. Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu, tokohGentur, yang merupakan orang luar Maluku,menemukan anak-anak yang bermain sepak boladi sepanjang jalan Tulehu. Anak-anak ini bebasbermain bola kapan saja, tanpa batas waktu. Takada larangan untuk bermain bola kapan pun yangmereka mau, seperti yang diungkapkan dalamkedua kutipan berikut.

(1) Masjid Jami Tulehu melantunkan azan Asar.Beberapa orang tua melintas menuju masjid.Bocah-bocah itu masih bermain bola. Saatiqamat berkumandang, bocah-bocah itu tetapbermain bola. Saat imam mengucapkan takbirtanda salat dimulai, bocah-bocah itu jugatetap bermain bola. (RS, Zen, 2014: 112).

(2) Said menjawab bahwa mereka bebas sajamain bola kapan pun mereka mau. Malampun ada yang main bola, kata Said lagi. (RS,Zen, 2014: 112).

Kedua kutipan di atas menegaskan bahwasepak bola adalah budaya yang telah mengakardalam kehidupan masyarakat Maluku, khususnyaTulehu. Tak peduli konflik berlangsung, kegiatanbermain bola tetap berjalan seperti biasanya. Halini sejalan dengan pendapat salah satu narasumberyang penulis wawancarai, yaitu Noviawan RasyidOhorella, yang berasal dari Tulehu. Novimenyebutkan bahwa Desa Tulehu adalah“Kampung Sepak Bola Indonesia”. Pemberianjulukan itu bukanlah tanpa alasan, tetapi berdasarkepada kehidupan masyarakat Tulehu pun tidaklepas dari kegiatan sepak bola. Menurutnya, sejakkecil, anak-anak laki-laki sangat tertarik untukmenjadi pesepakbola, dengan atau tanpa diarah-kan oleh orang tuanya. Ia berpendapat bahwamasyarakat Tulehu menganggap sepak bola bukan

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

111

hanya sekadar hobi, tetapi pekerjaan yang dapatmeningkatkan derajat keluarga. Pernyataan nara-sumber mengenai ketertarikan anak-anak Tulehudalam bermain sepak bola pun muncul dalamnovel, seperti dalam kutipan berikut.

Gentur juga menyadari anak-anak. Tulehu inimemang berbeda. Untuk anak-anak yangusianya masih sekitar sepuluh tahun, mayoritasdari mereka terlihat sudah menguasai dasar-dasar bermain sepak bola yang baik. ((RS,Zen, 2014: 121).

Kutipan di atas menunjukkan rasa heran yangdialami oleh tokoh Gentur ketika melihat bakatunggul anak-anak di Tulehu yang jauh berbedadengan anak-anak seusia lainnya di luar daerahtersebut. Sebagai seorang jurnalis, Gentur tertarikuntuk menulis feature tentang catatan sejarah sepakbola di Tulehu. Gentur mendatangi belasanmantan pemain sepak bola asal Tulehu demi men-dapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan-nya. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.

Tiga hari lamanya, sejak malam itu, Genturdisibukkan oleh kegiatan menyusun featuremengenai Tulehu dan sepak bola. Genturmerasa ini bahan cerita yang menarik.Bagaimana sebuah negeri setingkat desa bisamenghasilkan begitu banyak pemain sepakbola. Hanya satu kampung, bukan kecamatan,kabupaten, atau provinsi. (RS, Zen, 2014:142).

Kutipan di atas menunjukkan ketertarikantokoh Gentur yang akhirnya mulai mencari tahubenang merah sejarah sepak bola di Tulehu.Puluhan tahun berlalu, masyarakat Tulehu masihmenjaga sepak bola layaknya adat istiadat di desatersebut. Cerita panjang sejarah sepak bola diTulehu tersebut tertuang dengan rinci dalamkutipan-kutipan dialog maupun pemikiran tokohGentur dalam novel. Salah satu kutipannya adalahsebagai berikut.

Dia tak pernah menduga kalau Tulehu sudahkenal sepak bola sejak awal abad XX. Dan,Tulehu mengenal sepak bola bukan dari orang-orang Eropa atau Belanda. Orang pertamayang membawa sepak bola ke Tulehu namanyaSalim Lestaluhu. Agak sulit memastikantahun berapa Salim Lestaluhu datang keTulehu membawa sepak bola, tapi daritelusurannya lewat wawancara dengan beberapaorang tua Tulehu, Gentur memperkirakankisaran 1915—1918. Sejak itu, Tulehumulai tergila-gila dengan sepak bola. (RS,Zen, 2014: 143).

Sepak bola yang dianggap memiliki sejarahpanjang dan adat istiadat oleh masyarakat Tulehuseperti yang tergambar dalam kutipan di atas jugabenar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.Ketika mewawancarai Novi, sebagai narasumberasli Tulehu, ia mengatakan bahwa sepak bolasudah mendarah daging dari nenek moyangmereka dahulu. Bahkan, ia menyebutkan adatradisi unik masyarakat Tulehu yang berkaitandengan sepak bola, yaitu ketika akikah, anak-anakdi Tulehu akan diminta untuk menginjak rumputlapangan yang telah diletakkan di piring. Rumputtersebut diambil langsung dari Lapangan Mata-waru, yaitu lapangan yang melahirkan pemain-pemain sepak bola terbaik dari Desa Tulehu.Tulehu dikenal sebagai desa yang konsistenmelahirkan bakat-bakat emas pemain sepak bolaprofesional di Indonesia yang mampu bersaing dikompetisi nasional maupun internasional, darigenerasi ke generasi. Desa ini tidak pernah absenuntuk menyumbang pemain-pemain berbakat keTim Nasional Indonesia, seperti RamdaniLestaluhu (Persija Jakarta), Hendra Adi Bayauw(Mitra Kukar), Rizky Pellu (PSM Makassar), dansejumlah pemain lainnya. Dengan demikian, sepakbola bagi masyarakat Tulehu maupun Malukutelah tumbuh menjadi budaya lokal yang tidakdapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari, yangjuga memiliki kedudukan dan fungsi penting bagi

112

Kadera Bahasa, Volume 11, Nomor 2, Edisi Agustus 2019

masyarakat, termasuk ketika konflik sedangberlangsung.

SimpulanNovel Jalan Lain ke Tulehu sebagai bahan

kajian dalam penelitian ini mengangkat temakonflik dan sepak bola sebagai unsur cerita yangsaling melengkapi. Melalui dua pokok masalahyang dibahas dalam penelitian ini, terdapat tigahal yang dapat dijawab dan dibuktikan dalampenelitian ini. Pertama, narasi konflik dalam novelJalan Lain ke Tulehu digambarkan sebagai unsuryang melatarbelakangi cerita secara keseluruhan.Melalui narasi konflik tersebut, dapat dilihatbahwa terdapat banyak hal yang terjadi sepanjangkonflik di Maluku berlangsung. Salah satu hal yangberkaitan langsung dengan konflik tersebut dandapat tetap hidup di tengah-tengah konflik adalahsepak bola.

Kedua, narasi sepak bola dalam novel JalanLain ke Tulehu menjadi suatu hal yang pentingkarena fungsi narasi sepak bola dalam novel adalahsebagai salah satu alat yang ternyata dapat meng-alihkan konflik, terutama untuk anak-anak danremaja. Dalam novel digambarkan bahwa sepakbola mampu membuat kedua kubu yang sedangberperang dapat duduk bersama sejenak danmelupakan perbedaan di antara mereka. Terdapatmisi perdamaian yang hendak disampaikanmelalui narasi sepak bola yang digambarkan dalamnovel. Novel Jalan Lain ke Tulehu juga mem-buktikan bahwa peran Gentur sebagai tokohutama, yang merupakan orang luar Maluku,memiliki pengaruh cukup besar untuk menjadipenggerak dan menjauhkan anak-anak sertaremaja di Tulehu dari konflik tersebut. Dengankata lain, novel ini ingin mengangkat maknabahwa sepak bola memiliki peran dan dampakcukup penting sebagai pengalih konflik. Maknanarasi sepak bola tersebut tergambar melalui dialog

serta tindakan yang dilakukan oleh Gentur sebagaitokoh utama dalam novel.

Ketiga, keberadaan sepak bola yang dianggappenting di Maluku, terutama di Desa Tulehu,memiliki kaitan yang erat dengan budaya lokalsetempat. Sepak bola di Tulehu memiliki sejarahpanjang dan adat istiadat oleh masyarakat Tulehu.Oleh karena itu, sepak bola dapat berperan pen-ting dalam meredakan, menjauhkan, dan mengalih-kan anak-anak dan remaja di Tulehu dari konflikpanas yang sedang berlangsung saat itu. Hal itudapat dilihat dari makna naratif novel Jalan Lainke Tulehu yang diteliti lebih lanjut melalui analisisterhadap unsur-unsur intrinsik yang membanguncerita serta pendekatan sosiologi sastra yangmenggambarkan kaitan antara novel sebagai karyasastra dengan kondisi nyata di masyarakat.

Ketiga bukti di atas melengkapi hasil kesim-pulan dari penelitian ini yang telah menjawabpokok-pokok masalah yang disampaikan dalambab pendahuluan. Namun, masih banyak sudutpandang lain yang dapat digali dan dikaji lebihdalam melalui penelitian-penelitian selanjutnya.Penulis berharap penelitian ini juga dapat menjadimodal serta acuan untuk melakukan penelitianselanjutnya yang masih relevan dengan pemilihannovel atau pun topik dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKASUMBER BUKUAndiyani, Melita. 2016. “Konflik Sosial dalam

Novel Kobaran Cintaku – Maluku Baku Baekarya Ratna Sarumpaet: Analisis SosiologiSastra Ian Watt”. Skripsi Sarjana FakultasIlmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Budianta, Melani. 2002. Membaca Sastra: PengantarMemahami Sastra untuk Perguruan Tinggi.Magelang: Indonesia Tera.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra:Sebuah Pengantar Ringkas . Jakarta: Pusat

Annisa Sri Aulia Mutiara, Sunu WasonoNarasi Sepak Bola sebagai Pengalihan Konflik di Maluku dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu

113

Pembinaan dan Pengembangan BahasaDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Foer, Franklin. 2006. Memahami Dunia Lewat SepakBola. Serpong: Marjin Kiri.

INIS. 2003. Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini.Jakarta: Indonesian – NetherlandsCooperation in Islamic Studies UniversiteitLeiden.

Jabrohim (ed.). 2001. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta: Hanindita.

Koran Suara Pembaharuan. 24 Januari 2000.“Pertikaian di Maluku Tengah Tewaskan 25Orang.”

Koran Suara Pembaharuan. 19 Januari 2000.“Tokoh Agama Diimbau Tak PeruncingKonflik Sosial di Maluku.”

Laurenson, Diana, dan Swingewood, Alan. 1972.The Sociology of Literature. London: GranadaPublishing Limited.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Palupi, Sri A. 2004. Politik dan Sepakbola di Jawa1920—1942. Yogyakarta: Ombak.

Rahmawati, Septi Nugrahaini. 2016. “NarasiKonflik Multikultur dalam Novel Jalan Lainke Tulehu”. Skripsi Sarjana Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Polit ik UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma SosiologiSastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, danTeknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan.Jakarta: Pustaka Jaya.

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-isuKonflik Kontemporer. Jakarta: Kencana.

Wellek, Rene, dan Warren, Austin. 1989. TeoriKesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

SUMBER INTERNETMohamad, Ardyan. 10 Juni 2014. “Sepak Bola

Damaikan Konflik Kristen-Muslim diAmbon”. https://www.merdeka.com/peristiwa/sepakbola-damaikan-konflik-kristen-muslim-di-ambon.html (Diakses pada1 Juni 2019, pukul 19.00 WIB).

Soemantri. 2011. Jurnal Pendidikan dan KebudayaanVol. 17 no. 6. “Konflik dalam PerspektifPendidikan Mult ikultural” http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk /article/view/57 (Diakses pada 30April 2019, pukul 13.30 WIB).

SUMBER DATARS, Zen. 2014. Jalan Lain ke Tulehu. Yogyakarta:

Bentang Pustaka.