73
MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN – LIMPASAN BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG RENI SULISTYOWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

  • Upload
    buibao

  • View
    229

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN – LIMPASAN

BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN

OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN

DI DAS CILIWUNG

RENI SULISTYOWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

ABSTRACT

RENI SULISTYOWATI. Distributed Hydrological Rainfall – Runoff Model based on

Integration of Weather Radar and Rain-gauge Data in the Ciliwung River Basin. Under

Academic Supervision of HIDAYAT PAWITAN as chairman, and FADLI

SYAMSUDIN as member of advisory committee.

Rainfall data from C-Band Doppler Radar (CDR), surface rainfall station

(AWS), and water level station (AWLR) from 14 Januari to 15 Februari 2010, were

used in this research to obtain the relationship between radar reflectivity and rainfall

intensity (rain rate) and to simulate the rainfall - runoff in Ciliwung River basin using

distributed hydrologic simulation model. Data processing were focussed on observation

data during the Intensive Observational Period (IOP) at the five sites, namely: Citeko,

Bogor, Serpong, Serang, and Pramuka Island. The relationship between radar

reflectivity and rainfall intensity establish the empirical constants a and b which was

derived from Marshall – Palmer formula, the most suitable Z – R relation from the five

rainfall stations is from Bogor site. The relationship obtained for Bogor site: Z =

0.046175 R2.814297

with correlation determination is 24,19%. River flow simulations

were exercised based on Bogor site relationship for three rainfall intensity levels: light

rainfall (1 – 5 mm/hour), heavy rainfall (10 – 20 mm/hour), and very heavy

rainfall/extreme (>20 mm/hour), while flow simulation for medium rainfall (5 – 10

mm/jam) was not done because the results showed no much difference with light and

heavy rainfall. River flow simulations during the period of 22 to 24 January 2010 for

light rainfall condition (1 – 5 mm/hour) indicate the flow rate has no response because

rainfall use almost all for evaporation, during 4 to 6 February 2010 for heavy rainfall

condition (10 – 20 mm/hour) the highest flow rate is 844,002 m3/s, and the highest flow

rate of 887,66 m3/s and 760,852 m

3/s occurred on 9 to 11 February 2010, with two peak

flows on February 10, 2010, for very heavy rainfall condition (> 20 mm/hour).

Therefore the radar technology has good potential for near real time monitoring of

extreme weather in Indonesia and prediction of related floods.

Keywords: C-Band Doppler Radar, Marshall – Palmer formula, rainfall, runoff,

Distributed Hydrological Model.

Page 3: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

RINGKASAN

RENI SULISTYOWATI. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan Berbasis

Integrasi Data Radar Cuaca dan Observasi Hujan Permukaan di Das Ciliwung.

Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN sebagai Ketua, dan FADLI SYAMSUDIN

sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Perkembangan teknologi radar cuaca dapat dimanfaatkan untuk membuat sistem

peringatan dini terhadap cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia, misalnya bencana

banjir, longsor, kekeringan, dan lain-lain. Teknologi modern ini sangat berguna bagi

bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian.

Untuk mendapatkan data curah hujan pada waktu yang singkat tetapi dengan resolusi

yang tinggi adalah dengan menggunakan gabungan antara data radar cuaca dan data

pengukuran permukaan. Dengan memanfaatkan data radar cuaca C-band Doppler

Radar (CDR) pada ketinggian 2 km, dibuat hubungan antara data reflektifitas radar dan

intensitas curah hujan dari observasi hujan permukaan di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ciliwung, sehingga dapat diperoleh data intensitas curah hujan pada suatu lokasi

tertentu yang sudah valid. Intensitas curah hujan hasil hubungan ini bersama-sama

dengan data tinggi muka air digunakan sebagai masukan model distribusi hidrologi

hujan – limpasan (Rainfall – Runoff). Analisis pada kondisi intensitas curah hujan

tertentu diharapkan dapat memberikan informasi mengenai simulasi aliran sungai

khususnya di DAS Ciliwung pada periode tertentu.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung hubungan antara data

reflektifitas radar cuaca C-Band Doppler Radar (CDR) dengan intensitas curah hujan

(rain-rate) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, serta menghitung simulasi aliran

sungai pada sub-grid Manggarai berbasis data radar cuaca C-Band Doppler Radar

(CDR), penakar hujan, dan Automatic Water Level Recorder (AWLR) di DAS Ciliwung.

Berdasarkan persamaan empirik hubungan Z – R antara data reflektifitas radar di

atmosfer (Z) dan intensitas curah hujan di permukaan (R), akan diperoleh nilai-nilai

konstanta empirik a dan b untuk masing-masing lokasi AWS. Dari kelima lokasi yang

dipakai, hasil hubungan Z-R yang paling memenuhi syarat adalah Stasiun Bogor

Z = 0. 046175 R2.814297

dengan koefisien determinasi 24,19%.

Dengan menggunakan data gabungan antara intensitas curah hujan radar cuaca

dan intensitas curah hujan hasil pengukuran permukaan menggunakan AWS, diperoleh

data intensitas curah hujan yang digunakan sebagai masukan model distribusi hidrologi

hujan – limpasan. Simulasi aliran sungai dibuat berdasarkan tiga kriteria, intensitas

hujan ringan (1 – 5 mm/jam), intensitas hujan lebat (10 – 20 mm/jam), dan intensitas

hujan sangat lebat (> 20 mm/jam), sedangkan intensitas hujan sedang (5 – 10 mm/jam)

tidak dilakukan karena hasilnya tidak menunjukkan banyak perbedaan dengan intensitas

hujan ringan dan lebat. Berdasarkan simulasi aliran sungai di sub-grid Manggarai yang

dilakukan pada berbagai periode tanggal 22 – 24 Januari 2010 saat intensitas hujan

ringan (1 – 5 mm/jam), simulasi aliran yang terbentuk landai dan tidak ada respon

terhadap adanya curah hujan, hal ini karena curah hujan habis digunakan untuk

evaporasi; tanggal 4 – 6 Februari 2010 pada saat intensitas hujan lebat (10 – 20

mm/jam), simulasi aliran mulai terbentuk tetapi masih landai sebesar 844,002 m3/s; dan

simulasi aliran tertinggi sebesar 887,66 m3/s dan 760,852 m

3/s terjadi pada tanggal 9 –

Page 4: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

11 Februari 2010, dengan dua puncak aliran pada tanggal 10 Februari 2010 saat

intensitas hujan sangat lebat (> 20 mm/jam). Hal ini sesuai dengan kondisi yang terjadi

di lapangan bahwa pada tanggal 10 Februari 2010 terjadi banjir dan genangan di daerah

Cawang, Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperoleh simulasi aliran sungai dengan

menggunakan data curah hujan yang berasal dari data radar cuaca C – Band Doppler

Radar (CDR), dengan menggunakan informasi ini maka bisa disusun skenario mitigasi

bencana banjir khususnya di sub grid Manggarai berdasarkan data radar cuaca.

Page 5: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN – LIMPASAN

BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN

OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN

DI DAS CILIWUNG

RENI SULISTYOWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

Klimatologi Terapan (KLI)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 6: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Mahmud Raimadoya, M.Sc.

Page 7: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN – LIMPASAN

BERBASIS INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN

OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN

DI DAS CILIWUNG

RENI SULISTYOWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

Klimatologi Terapan (KLI)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 8: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan Berbasis

Integrasi Data Radar Cuaca dan Observasi Hujan Permukaan di

DAS Ciliwung

Nama : Reni Sulistyowati

NIM : G251080031

Program Studi : Klimatologi Terapan (KLI)

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, MSc. Dr. Ir. Fadli Syamsudin, MSc.

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Klimatologi Terapan (KLI)

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Handoko, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Ujian: 22 Maret 2011 Tanggal Lulus:

Page 9: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

iii

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang – Undang No. 19 Tahun 2002

(Pasal 15):

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis

saya berjudul:

MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI HUJAN – LIMPASAN BERBASIS

INTEGRASI DATA RADAR CUACA DAN OBSERVASI HUJAN PERMUKAAN

DI DAS CILIWUNG

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Ketua dan

Anggota Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis

ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi manapun di

perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2011

Reni Sulistyowati

NRP. G251080031

Page 11: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

v

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Model Simulasi Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan

Berbasis Integrasi Data Radar Cuaca dan Observasi Hujan Permukaan di DAS

Ciliwung.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr.

Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Fadli

Syamsudin, MSc. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu,

membimbing dan memberi arahan dalam pelaksanaan penelitian maupun dalam

penyusunan tesis ini. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Prof. Manabu

Yamanaka atas masukan-masukannya, Hideyuki Kamimera atas pembelajarannya untuk

mengolah data radar dan data hidrologi, teman-teman mahasiswa KLI – IPB (Hijri, Mas

Marjuki, Anto, dan lain-lain) atas bantuan pemikiran dan diskusi ilmiahnya, serta terima

kasih setinggi-tingginya kepada teman-teman dalam tim HARIMAU, suami, dan

keluarga atas semua kesabaran dan pengertiannya selama ini, tidak lupa juga terima

kasih kepada Pusbindiklat – BPPT atas beasiswa yang diberikan sehingga program ini

bisa diselesaikan dengan baik.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai cuaca ekstrem

dan akibatnya di Wilayah Jabodetabek sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, karenanya tidak

menutup kemungkinan adanya perbaikan. Kritik, saran dan masukan pemikiran yang

konstruktif untuk menyempurnakan hasil penelitian ini sangat diharapkan.

Bogor, Maret 2011

Reni Sulistyowati

Page 12: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan tanggal 22 Desember 1980 dari pasangan Bapak

Haryono dan Ibu Bonirah. Pada tahun 2004, Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains di

Program Studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kesempatan

melanjutkan Program Magister di Program Studi Klimatologi Terapan ini diperoleh

pada tahun 2008 melalui sponsor dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan,

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sekarang ini Penulis bekerja sebagai perekayasa di Pusat Teknologi

Inventarisasi Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTISDA

– BPPT).

Page 13: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 4

1.3 Tujuan.................................................................................................... 4

1.4 Manfaat ................................................................................................. 4

1.5 Ruang Lingkup ..................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Wilayah DKI Jakarta ............................................................... 6

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung ................................................ 7

2.3 Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) .................................................. 8

2.4 Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan ............................... 13

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 17

3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 17

3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 18

3.3.1 Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data ....................................... 18

3.3.2 Hubungan Z – R ........................................................................ 19

3.3.3 Kriteria Sifat Intensitas Curah Hujan ........................................ 22

3.3.4 Pola Distribusi Curah Hujan ...................................................... 22

3.3.5 Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan

untuk Level Grid ........................................................................ 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band

Doppler (CDR) ..................................................................................... 26

4.2 Hubungan Reflektifitas Radar dan Intensitas Curah Hujan (Z – R) ..... 28

4.3 Kriteria Sifat Intensitas Curah Hujan ................................................... 34

4.4 Pola Distribusi Curah Hujan ................................................................. 36

4.5 Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan ............................... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 43

5.1 Kesimpulan............................................................................................ 43

5.2 Saran ...................................................................................................... 43

VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 45

VII. LAMPIRAN ............................................................................................... 46

Page 14: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar Stasiun Pengamatan Hidrologi di sekitar Daerah Aliran Sungai

(DAS) Ciliwung milik Departemen Pekerjaan Umum .................................. 8

2. Spesifikasi Teknis C-Band Doppler Radar (CDR) ....................................... 11

3. Jenis alat, data, dan periode ketersediaan data yang digunakan dalam

penelitian ....................................................................................................... 17

4. Posisi Stasiun Pengamatan Automatic Weather Station (AWS) ................... 18

5. Posisi Stasiun Pengamatan Automatic Water Level Recorder (AWLR) ....... 18

6. Hubungan data reflektifitas radar di atmosfer (Z) dan intensitas

curah hujan di permukaan (R) ....................................................................... 33

7. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai dengan hasil observasi lapangan . 42

Page 15: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kejadian banjir di DKI Jakarta dan lokasi daerah yang tergenang di lokasi

perumahan di wilayah Jakarta pada tahun 2007. ........................................... 2

2. Infrastruktur radar cuaca dan pengamatan meteorologi permukaan milik

BPPT di Benua Maritim Indonesia (kerjasama dengan JAMSTEC

dalam program HARIMAU) ......................................................................... 3

3. Citra Satelit Landsat Tahun 2001 untuk Wilayah DKI Jakarta ...................... 6

4. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan lokasi stasiun pengamatan aliran

sungai Ciliwung ............................................................................................. 8

5. Siklus Hidrologi sebagai proses kontinyu di mana air berpindah dari

daratan dan lautan ke atmosfer kemudian kembali lagi ke lautan melalui

daratan ........................................................................................................... 9

6. Blok diagram dasar mekanisme kerja radar cuaca Doppler .......................... 10

7. Citra radar cuaca C-Band Doppler (CDR) BPPT dalam mode PPI

(Plan Position Indicator) dengan jangkauan 175 km dari Puspiptek, Serpong. 12

8. Grafik perbandingan antara data radar cuaca dan data pengamatan

permukaan (raingauge) pada rata-rata presipitasi wilayah setiap 6 (enam)

jam di DAS Huaihe, China ............................................................................ 15

9. Grafik hidrograf limpasan antara hasil prediksi dan hasil observasi

dengan menggunakan data curah hujan dari radar cuaca dan data

pengamatan permukaan (raingauge) di DAS Huaihe, China ........................ 16

10. Format data radar cuaca CDR disalin dan disimpan dalam suatu folder ....... 19

11. Perubahan format data radar cuaca dari format iris menjadi format mrf ...... 20

12. Perubahan format data radar cuaca dari format mrf menjadi format cappi ... 20

13. Data reflektifitas radar cuaca akan diolah menjadi data intensitas curah

hujan untuk setiap titik pixelnya .................................................................... 21

14. Peta posisi data pengamatan dan transek hoevmoller pergerakan curah hujan 22

15. Diagram Alur Penelitian ................................................................................ 25

16. Jenis data radar cuaca CDR, (kiri) data PPI, (kanan) data CAPPI ................ 26

17. Citra radar cuaca CDR pada berbagai ketinggian ......................................... 27

18. Grafik time series data reflektifitas dan intensitas curah hujan untuk

masing – masing Stasiun Citeko, Bogor, Serpong, Serang, dan Pulau

Pramuka.......................................................................................................... 28

19. Perbandingan intensitas curah hujan hasil pengukuran dari data AWS

dan data radar cuaca CDR untuk Stasiun Citeko (a), Bogor (b), Serpong (c),

Serang (d), dan Pulau Pramuka (e) periode 14 Januari – 15 Februari 2010 .. 29

20. Grafik hubungan intensitas curah hujan (R) dan reflektifitas radar (Z)

berdasarkan rumus Marshall-Palmer (Z = 200R1.6

) untuk lokasi

Stasiun Citeko, Bogor, dan Serang periode 1 – 14 Februari 2010 ................ 30

21. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas

curah hujan (R) untuk masing-masing lokasi Stasiun Citeko, Bogor,

Serang, dan Pulau Pramuka ........................................................................... 31

22. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas

curah hujan permukaan (R) untuk masing-masing lokasi Stasiun Citeko dan

Bogor (per jam), serta Pulau Pramuka (per 30 menit) ................................... 32

Page 16: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

x

23. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas

curah hujan permukaan (R) untuk gabungan dan rata-rata seluruh lokasi Stasiun

Citeko, Bogor, Serang serta Pulau Pramuka .................................................. 32

24. Posisi 5 (lima) lokasi pengamatan data pengukuran curah hujan permukaan

selama periode IOP ........................................................................................ 34

25. Grafik deret waktu (time series) data AWS di (a) Citeko, (b) Bogor,

(c) Serpong, (d) Serang, (e) Pulau Pramuka................................................... 35

26. Sifat intensitas curah hujan Stasiun Bogor sesuai dengan kriteria BMKG ... 36

27. Diagram Hoevmoller dari 2 transek yang menggambarkan distribusi

curah hujan dari radar di wilayah Jabodetabek periode 14 Januari –

15 Februari 2010............................................................................................. 37

28. Grafik tinggi muka air di DAS Ciliwung (atas) dan intensitas curah

hujan permukaan (bawah) selama periode 14 Januari – 15 Februari 2010 ... 38

29. Simulasi aliran sungai dari Bendungan Manggarai, tanggal 22 – 24 Januari

2010 (a), 4 – 6 Februari 2010 (b), dan 9 – 11 Februari 2010 (c) ................... 40

30. Kejadian banjir di kawasan Cawang Atas, Jakarta, pada tanggal

10 Februari 2010 ............................................................................................ 40

31. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai di Bendungan Manggarai pada

tanggal 22 – 23 Januari 2010 (a), 4 – 5 Februari 2010 (b), dan

9 - 10 Februari 2010 (c) ................................................................................. 41

Page 17: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Modul program untuk mengolah data radar cuaca menggunakan

Bahasa C ....................................................................................................... 47

2. Modul program untuk menghitung simulasi aliran sungai menggunakan

Bahasa Fortran .............................................................................................. 50

3. Contoh data intensitas curah hujan dari data radar cuaca CDR periode

14 Januari - 15 Februari 2010 ........................................................................ 52

4. Contoh data Automatic Weather Station (AWS) periode 14 Januari

- 15 Februari 2010 ......................................................................................... 54

5. Contoh data tinggi muka air Manggarai periode 14 Januari –

15 Februari 2010............................................................................................. 55

Page 18: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Iklim dan cuaca merupakan fenomena alam yang terbentuk dari berbagai

interaksi antara laut, atmosfer, dan darat yang digerakkan oleh energi matahari.

Terjadinya cuaca di suatu tempat pada satu waktu dikendalikan oleh gerak matahari

relatif terhadap bumi maupun oleh rotasi bumi itu sendiri yang menimbulkan

keteraturan – keteraturan dengan simpangan-simpangannya. Pemahaman tentang

dinamika keteraturan beserta simpangannya dapat dijadikan dasar dalam melakukan

antisipasi terjadinya bencana dan perencanaan di berbagai sektor kegiatan manusia.

Kejadian banjir, angin puting beliung, kekeringan, tanah longsor, dan kebakaran

hutan merupakan bencana alam yang erat kaitannya dengan fenomena iklim dan cuaca.

Pada umumnya penanganan yang dilakukan tidak banyak mengalami perubahan dan

seringkali penanganan hanya dilakukan pada saat terjadi bencana dan tidak ada usaha

yang serius serta berkesinambungan untuk menangani akar permasalahannya. Padahal

bencana yang sering terjadi tersebut merupakan fenomena alam yang perlu dikenali

untuk kemudian dikembangkan menjadi informasi untuk menyusun berbagai rencana

operasional yang peka terhadap terjadinya iklim ekstrem.

Fenomena cuaca penyebab timbulnya bencana, terutama banjir, angin kencang

dan tanah longsor dapat memberikan kerugian yang cukup besar di wilayah tersebut,

baik kerugian secara material, sosial, maupun politik, tetapi karena skalanya sangat

lokal maka kurang mendapatkan perhatian dalam skala nasional. Oleh karena itu, pada

wilayah yang peka terhadap cuaca ekstrem, pendekatan dalam menangani masalah

cuaca dan iklim harus dilakukan dalam skala lokal dan nasional. Pemanfaatan informasi

iklim tidak hanya bermanfaat bagi penanganan bencana tetapi juga dapat digunakan

dalam perencanaan di berbagai sektor yang berkelanjutan (contohnya sektor pertanian).

Selain itu, fenomena tersebut dapat berdampak sangat luas dalam kehidupan sosial

bermasyarakat dan dapat menimbulkan efek samping yang dapat merugikan

perkembangan pembangunan secara umum.

Air yang berada di bumi terus menerus mengalami sirkulasi, mulai dari

penguapan, presipitasi, dan pengaliran keluar (outflow). Sirkulasi antara air laut dan air

daratan berlangsung terus menerus, yang sering disebut siklus hidrologi, tetapi sirkulasi

air ini tidak merata, karena terdapat perbedaan presipitasi dari tahun ke tahun, dari

musim ke musim yang berikutnya, dan dari wilayah ke wilayah yang lain. Sirkulasi air

ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfer, angin, dan lain-lain)

dan kondisi topografi, tetapi yang paling menentukan adalah kondisi meteorologi. Air

permukaan dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air

yang terdapat dalam proses sirkulasi ini. Sirkulasi sering terjadi tidak merata, sehingga

terjadi bermacam-macam kesulitan. Saat terjadi kekurangan air, maka kekurangan air

ini harus ditambah dalam satu usaha pemanfaatan air, demikian juga jika terjadi

kelebihan air, seperti banjir, maka harus dilakukan pengendalian banjir (Sosrodarsono

dan Takeda (eds), 2006).

Page 19: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

2

Gambar 1. Kejadian banjir di DKI Jakarta dan lokasi daerah yang tergenang di lokasi

perumahan di wilayah Jakarta pada tahun 2007 (Sumber: DKI Jakarta,

2007).

DKI Jakarta sebagai ibukota Negara telah banyak mengalami bencana banjir

yang menimbulkan kerugian sangat besar baik kerugian moral maupun material.

Kejadian banjir juga semakin sering terjadi sekarang ini, contohnya kejadian pada tahun

1996, 2002, 2007, 2008, bahkan pada tahun 2010. Walaupun sering terjadi, bencana

banjir ini belum mendapatkan penanganan yang optimal baik dari pemerintah ataupun

masyarakat, serta belum banyak diketahui penyebabnya.

Selain faktor sosial yang menimbulkan banjir, faktor alam juga sangat

berpengaruh. Curah hujan yang tinggi di suatu tempat ternyata merupakan penyebab

utama banjir. Musim hujan yang terjadi di Indonesia biasanya mulai bulan Desember

dan berakhir bulan Maret. Tahun 2007, intensitas hujan mencapai puncaknya pada

bulan Februari, dengan intensitas terbesar pada akhir bulan. Banjir Jakarta 2007 adalah

bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak tanggal 1 Februari 2007.

Kondisi ini semakin parah dengan sistem drainase yang buruk. Banjir berawal dari

hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari 2007 hingga keesokan

harinya tanggal 2 Februari 2007, ditambah banyaknya volume air di 13 sungai yang

melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang

pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan

kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir. Banjir tahun 2007

merupakan banjir terburuk yang pernah dialami oleh Jakarta, bahkan lebih buruk dari

banjir besar yang melanda Jakarta tahun 2002 (Caljouw et al., 2005).

Kejadian banjir besar tahun 1996, dan tahun 2002 telah menimbulkan kerugian

9,8 trilyun rupiah, demikian juga kejadian besar pada tahun 2007 telah merendam

hampir 70% wilayah DKI Jakarta, dan sebagian wilayah Kabupaten Bogor, Kota Depok,

Kabupaten dan Kota Tanggerang serta Kota Bekasi seperti yang disajikan pada

Gambar 1, lokasi daerah yang tergenang ditandai dengan warna biru (untuk genangan

tahun 2002) dan merah muda (untuk tahun 2007). Selain itu dari Gambar 1 juga bisa

dilihat ketinggian banjir di lokasi perumahan di wilayah Jakarta pada tahun 2007.

Setidaknya pada kejadian banjir 2007 telah menyebabkan 55 orang menjadi korban

Page 20: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

3

meninggal dunia, warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang, dengan nilai

kerugian sebesar 8,8 trilyun rupiah, terdiri dari 5,2 trilyun rupiah kerusakan dan

kerugian langsung dan 3,6 trilyun rupiah merupakan kerugian tidak langsung

(Departemen Kehutanan, 2009).

Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh Pemerintah melalui Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) adalah melakukan penelitian untuk

memonitor kondisi cuaca ekstrem penyebab banjir. BPPT telah melakukan kerjasama

penelitian dengan JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and

Technology) melalui Program HARIMAU (Hydrometeorological Array for

Intraseasonal Variation Monsoon Automonitoring), dan memasang berbagai radar

cuaca di sekitar ekuator Indonesia, antara lain X-band Doppler Radar (XDR) di Tiku

dan Ketaping Padang, Sumatera Barat, Wind Profiler Radar (WPR) di Pontianak

(Kalimantan Barat), Biak (Papua), dan Manado (Sulawesi Utara), C-band Doppler

Radar (CDR) di Serpong, DKI Jakarta, selain itu juga memasang alat-alat pengamatan

permukaan seperti Automatic Weather Station (AWS), Global Positioning System

(GPS), dan lain-lain seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Infrastruktur radar cuaca dan pengamatan meteorologi permukaan milik

BPPT di Benua Maritim Indonesia (kerjasama dengan JAMSTEC dalam

program HARIMAU).

Melihat berbagai bencana banjir yang terjadi di Wilayah DKI Jakarta dan

sekitarnya, serta dengan adanya kemajuan teknologi untuk memanfaatkan data radar

cuaca CDR, sebenarnya dapat dikembangkan sistem peringatan dini terhadap cuaca

ekstrem/banjir, tetapi pada kenyataannya belum ada penelitian yang telah dilakukan di

Indonesia untuk memanfaatkan data radar cuaca bagi kepentingan mitigasi bencana.

Oleh karena itu, Penulis mencoba mengolah dan memanfaatkan data radar cuaca

C-band Doppler (CDR), data pengamatan permukaan, dan data pengamatan tinggi

muka air sungai, sebagai masukan model simulasi hidrologi terdistribusi hujan –

limpasan, diharapkan dengan melakukan penelitian ini, hasil yang diperoleh dapat

digunakan untuk membantu program mitigasi bencana khususnya bencana banjir di

Wilayah DKI Jakarta.

Page 21: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

4

1.2. Kerangka Pemikiran

Perkembangan teknologi radar cuaca dapat dimanfaatkan untuk mendukung

program mitigasi bencana di Indonesia. Kontribusi radar cuaca ini antara lain untuk

memonitor kondisi atmosfer melalui pengamatan secara berkelanjutan (continue) dan

distribusi data yang real time sehingga dapat dimanfaatkan untuk peringatan dini

terjadinya cuaca ekstrem penyebab bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan

kekeringan. Selain itu, radar tersebut juga dapat menyediakan data observasi secara

statistik dan kesempatan untuk mempelajari bagaimana data-data tersebut dapat berguna

untuk bidang pertanian, ketersediaan air, dan lain-lain.

Belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia dalam hal pemanfaatan data

radar cuaca untuk kepentingan mitigasi bencana terkait adanya cuaca ekstrem yang

sering terjadi di Indonesia, padahal data radar cuaca tersebut salah satu manfaatnya

adalah dapat digunakan untuk memahami penyebab terjadinya bencana banjir dan cuaca

ekstrem di suatu wilayah, oleh karenanya penelitian ini perlu dilakukan.

Data curah hujan diperoleh dari data radar cuaca C-band Doppler (CDR) yang

telah dipasang di PUSPIPTEK, Serpong. Data radar cuaca dalam format CAPPI

(Constant Altitude Plan Position Indicator) setiap 6 (enam) menit pada ketinggian 2 km

dihitung dengan menggunakan rumus Marshall – Palmer sehingga diperoleh data

reflektifitas radar, data reflektifitas radar dihubungkan dengan data pengamatan

permukaan dari Automatic Weather Station (AWS) sehingga diperoleh hubungan antara

data reflektifitas radar (Z) dan intensitas curah hujan (R) serta menghasilkan konstanta

empirik a dan b. Konstanta empirik a dan b ini digunakan untuk menghitung kembali

intensitas curah hujan pada satu wilayah, selanjutnya data tersebut digunakan sebagai

masukan model simulasi hidrologi terdistribusi. Data tinggi muka air di Daerah Aliran

Sungai (DAS) Ciliwung digunakan sebagai pembanding hasil keluaran dari model

simulasi tersebut, dari model simulasi hidrologi terdistribusi akan diperoleh simulasi

aliran sungai.

Model simulasi hidrologi terdistribusi untuk meramalkan aliran sungai

membutuhkan masukan informasi yang sangat kompleks, kapasitas penyimpanan data

radar cuaca yang sangat besar karena luasnya cakupan wilayah radar dan resolusi data

yang tinggi, sehingga dalam penelitian ini simulasi aliran sungai yang dihitung hanya

dilakukan pada tingkatan/level satu grid, misalnya sub-grid Manggarai.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung/mendapatkan:

a. Hubungan antara data reflektifitas radar cuaca C-Band Doppler Radar (CDR)

dengan intensitas curah hujan (rain-rate) di Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ciliwung.

b. Model simulasi aliran sungai sub-grid Manggarai (kecepatan aliran dan waktu

tempuh rata-rata) berbasis data radar cuaca C-Band Doppler Radar (CDR),

penakar hujan, dan Automatic Water Level Recorder (AWLR) di Daerah Aliran

Sungai (DAS) Ciliwung.

1.4. Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan informasi hubungan antara data radar cuaca

CDR dan data pengamatan permukaan AWS, yang selanjutnya dapat digunakan untuk

masukan terhadap model simulasi aliran sungai sebagai komponen sistem peringatan

dini banjir yang sering terjadi di DKI Jakarta.

Page 22: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

5

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini mencakup lima tahap kegiatan utama, yaitu (1) Kompilasi dan

Kontrol Kualitas Data, (2) Membuat hubungan reflektifitas radar dan intensitas curah

hujan (Z – R), (3) Kriteria sifat intensitas curah hujan, (4) Pola distribusi curah hujan,

dan (5) Model Simulasi Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan untuk level grid.

Wilayah kajian yang digunakan adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang

sangat mempengaruhi kondisi limpasan di DKI Jakarta.

Hasil yang akan dicapai pada penelitian ini adalah mencakup informasi

mengenai kecepatan dan waktu tempuh aliran Sungai Ciliwung pada sub-grid

Manggarai, yang diperoleh dari data curah hujan berasal dari radar cuaca C-band

Doppler (CDR) dan data pengamatan permukaan dari Automatic Weather Station

(AWS), serta data tinggi muka air di beberapa titik pengamatan di Daerah Aliran Sungai

(DAS) Ciliwung.

Page 23: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Wilayah DKI Jakarta

Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, luas wilayah

daratan Provinsi DKI Jakarta adalah 661,52 km2, termasuk 110 pulau di Kepulauan

Seribu, dan lautan seluas 6.997,50 km2. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah

kotamadya dan satu kabupaten administratif, yaitu Kotamadya Jakarta Pusat dengan

luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km

2, Jakarta Barat dengan luas 126,15

km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km

2, dan Kotamadya Jakarta Timur dengan

luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81

km2 (Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Tahun 2007-2012). Citra Satelit Landsat untuk wilayah DKI Jakarta disajikan pada

Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Citra Satelit Landsat Tahun 2001 untuk Wilayah DKI Jakarta (Sumber:

SARI (Satellite Assessment for Rice in Indonesia) Project BPPT, 2001).

DKI Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter di atas

permukaan laut. Hal ini mengakibatkan DKI Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah

selatan Jakarta merupakan dataran tinggi yang dikenal dengan daerah Puncak, Bogor.

DKI Jakarta dialiri oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai

yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan

selatan Jakarta berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan

dengan Provinsi Banten. Selain itu terdapat Kepulauan Seribu, yang merupakan

kabupaten administratif, terletak di Teluk Jakarta.

Page 24: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

7

Secara geografis DKI Jakarta terletak antara 5°19'12" – 6°23'54" LS dan

106°22'42" – 106°58'18" BT. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan

suhu udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,0°C pada siang hari, dan suhu udara

minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang

tahun 237,96 mm, selama periode 2002 – 2006 curah hujan terendah sebesar 122,0 mm

terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan

tingkat kelembaban udara mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata

mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik (Perda No 1 Tahun 2009 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012).

Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa curah

hujan tinggi yang terjadi pada bulan Februari tahun 2007 terjadi karena pengaruh cold

surge yaitu aliran monsoon trans-equatorial kuat yang mengalir dari belahan bumi utara

dan faktor orografik. Ketika konveksi yang biasa terjadi di daratan akibat adanya

pengaruh orografik pada sore hari, ditambah adanya aliran monsoon trans-equatorial

kuat dari belahan bumi utara yang aktif pada waktu malam dan pagi dini hari bertemu,

menimbulkan terjadinya aliran udara vertikal yang saling bersilangan, sehingga terjadi

konveksi kuat di wilayah tersebut dalam waktu singkat. Aliran monsoon trans-

equatorial ini memerankan faktor penting pada bentuk perulangan curah hujan tinggi di

Pulau Jawa. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadi banjir besar di Jakarta tahun 2007

(Wu et al., 2007).

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Obyek penelitian yang digunakan adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung

yang berada di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). DKI

Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.997,5 km²), dengan penduduk

berjumlah 9.588.198 jiwa (BPS, 2010). Megapolitan Jabodetabek mencakup wilayah

DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang berpenduduk sekitar 23 juta

jiwa, wilayah ini merupakan megapolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam

dunia.

Sungai Ciliwung mengalir sepanjang 97 km, mempunyai cakupan area seluas

476 km2, dan berlokasi di sebelah barat Pulau Jawa yang mengalir melalui dua propinsi

yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sungai Ciliwung bersumber dari Gunung Mandala

Wangi di Kabupaten Bogor dengan ketinggian 3.002 m, sungai ini mengalir melewati

beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Salak (2.211 m), Gunung Kendeng (1.364

m), dan Gunung Halimun (1.929 m), memotong dua kota Bogor dan Jakarta, sebelum

akhirnya mengalir ke Laut Jawa (Tachikawa et al. (eds), 2004).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sempit dan memanjang di mana

upstream (hulu) sepanjang 17,2 km mempunyai lereng yang curam (slope 2 – 45%),

25,4 km di tengah mempunyai slope landai (2 – 15%), serta daerah downstream (hilir)

sepanjang 55 km mempunyai slope yang sangat landai (0 – 2%). Rata-rata curah hujan

tahunan mencapai 3.125 mm dengan rata-rata limpasan tahunan sebesar 16 m3/s seperti

yang terekam di Stasiun Pengamatan Ciliwung Ratujaya/Depok (231 km2). Gambar 4

menunjukkan peta posisi stasiun pengamatan AWLR dan ARR di DAS Ciliwung,

warna merah berarti alat telemetri tidak beroperasi sebaliknya warna hijau alat

beroperasi dengan telemetri, dengan kondisi topografi, geografi, dan hidrologi seperti

ini mengakibatkan Sungai Ciliwung sering meluap dan membanjiri beberapa bagian di

kota Jakarta (Tachikawa et al. (eds), 2004).

Page 25: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

8

Gambar 4. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan lokasi stasiun pengamatan aliran

sungai Ciliwung (Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung -

Cisadane).

Pada saat curah hujan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung tinggi, dengan

bentuk DAS yang panjang dan sempit serta lereng yang curam di daerah hulu hingga

tengah, daerah limpasan yang sangat kecil karena padat penduduk serta banyak yang

menetap di hilir, sehingga curah hujan yang terjadi pada waktu yang singkat di daerah

atas dapat mengakibatkan banjir dan genangan di wilayah Jakarta. Kondisi ini semakin

parah pada saat banjir yang terjadi diwaktu bulan purnama di mana gelombang laut

tertinggi (Tachikawa et al. (eds), 2004).

Tabel 1. Daftar Stasiun Pengamatan Hidrologi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ciliwung milik Departemen Pekerjaan Umum.

2.3. Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR)

Pergerakan air dari lautan ke atmosfer dan kembali lagi ke lautan, kadang-

kadang melalui daratan, dikenal dengan istilah siklus hidrologi. Siklus/sistem hidrologi

No Nama Stasiun Stasiun ID Radio ID Letak Bujur (BT) Letak Lintang (LS) Elevasi (m) Sungai Stasiun

1 Cilember 301 6 106.915083 -6.652889 693 Ciliwung ARR

2 Katu Lampa 201 3 106.836611 -6.633083 357 Ciliwung AWLR

3 Ratu Jaya/Depok 202 2 106.818083 -6.414472 89 Ciliwung AWLR

4 Sugu Tamu 203 1 106.841333 -6.374389 70 Ciliwung AWLR

5 MT Haryono 205 5 106.862361 -6.276083 25 Ciliwung AWLR

6 Manggarai 101/204 4 106.8485 -6.207556 16 Ciliwung AWLR+ARR

Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane.

Page 26: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

9

merupakan perubahan dari satu bentuk menjadi bentuk yang lain di alam yang terjadi

dalam suatu siklus, atau bisa juga disebut siklus/daur air dalam berbagai bentuk seperti

yang terlihat pada Gambar 5, meliputi proses evaporasi dari lautan dan badan-badan

berair di daratan (misalnya: sungai, danau, vegetasi, dan tanah lembab) ke udara sebagai

reservoir uap air, proses kondensasi ke dalam bentuk awan atau bentuk-bentuk

pengembunan lain (embun, frost/ibun putih, kabut), kemudian kembali lagi ke daratan

dan lautan dalam bentuk presipitasi (termasuk hujan). Selain proses evaporasi (termasuk

transpirasi), kondensasi dan presipitasi, siklus ini juga mencakup proses transfer uap air,

limpasan, dan peresapan tanah.

Gambar 5. Siklus Hidrologi sebagai proses kontinyu di mana air berpindah dari

daratan dan lautan ke atmosfer kemudian kembali lagi ke lautan melalui

daratan (Triatmodjo, 2008).

Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk,

termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, dan hujan es. Virga

adalah presipitasi yang pada mulanya jatuh ke bumi tetapi menguap sebelum mencapai

permukaannya (Suryatmojo, 2006).

Sejak perkembangannya dalam Perang Dunia II, radar telah menyediakan data di

mana secara signifikan dapat lebih memahami tentang bagaimana presipitasi itu

terbentuk (Collier, 1996). Hal ini dapat membawa perkembangan pada cara baru untuk

melakukan peramalan cuaca ke depan untuk periode singkat.

Semua radar cuaca terdiri dari pemancar (transmitter) yang menghasilkan

radiasi elektromagnetik dari suatu partikel yang dikenal dan yang memberikan

frekuensi. Radiasi ini terkonsentrasi pada suatu bidang pancar (beam) biasanya 10 atau

20 lebarnya dari antenna, dan juga menerima bagian dari bidang pancar yang disebarkan

kembali oleh partikel hidrometeorologi. Sebuah penerima mendeteksi sebaran kembali

dari radiasi, memperkuat dan mengubah sinyal gelombang mikro menjadi sinyal

frekuensi rendah yang berhubungan dengan bagian dari partikel hidrometerologi

tersebut (Collier, 1996).

Gambar 6 memperlihatkan bahwa radiasi yang dipancarkan dari sebagian besar

radar berupa pulse (denyut/pulsa), di mana sistem disinkronisasi dengan jam yang

akurat dan rangkaian pulsa dibentuk dari perulangan frekuensi pulsa tertentu (Pulse

Repetition Frequency/PRF). Kekuatan yang diteruskan atau diterima biasanya

disimbolkan dengan dB (decibels).

Page 27: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

10

Radar echo diproduksi oleh fluktuasi presipitasi yang cepat. Kekuatan sinyal

berubah dari satu pulsa ke pulsa berikutnya. Fluktuasi ini disebabkan oleh gerakan dari

partikel presipitasi di dalam volume ruang yang diamati oleh bidang pancar (beam)

radar pada semua jarak. Jika partikel tersebut bergerak, fase sinyal dari setiap partikel

berubah, menghasilkan fluktuasi pada penerima radar (radar receiver).

Gambar 6. Blok diagram dasar mekanisme kerja radar cuaca Doppler.

Saat mulai bergerak, antena radar memancarkan sejumlah energi gelombang

radio dalam waktu yang sangat singkat yang disebut pulsa. Setiap pulsa dipancarkan

dalam waktu 0,0000016 detik dengan interval waktu sekitar 0,00019 detik. Gelombang

radio yang bergerak di atmosfer memiliki kecepatan sama dengan kecepatan cahaya,

dengan merekam arah dari antena radar, arah objek dapat diketahui. Umumnya, makin

baik objek dalam memantulkan gelombang radio, makin kuat pula gelombang radio

yang dipantulkannya (echo). Informasi yang diterima ini akan diproses dalam interval

waktu tadi (0,00019 detik) dan diulang hingga 1.300 kali per detik, dengan

memperhitungkan waktu yang dibutuhkan oleh gelombang radio saat meninggalkan

antena, mengenai objek dan dipantulkan kembali ke antena, maka jarak objek dari radar

dapat diperhitungkan pula.

Sinyal yang diterima radar kemudian akan diolah pengolah sinyal (signal

processor) pada penerima dan menghasilkan suatu file RAW yang merupakan data

biner yang mengandung pengamatan mengenai data curah hujan untuk satu kali sapuan

radar. Untuk melakukan pembacaan, data RAW radar cuaca yang diperoleh untuk satu

kali pengamatan dengan metode volume scan diubah menjadi format netCDF dengan

terlebih dahulu melakukan standarisasi waktu pengamatan pada data tersebut. Data yang

telah berubah tersebut diproses lebih lanjut dengan metode Cressman untuk

memperoleh data CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator) yang merupakan

representasi data curah hujan pada setiap level ketinggian secara konstan. Setelah data

CAPPI diperoleh, dilakukan konversi dan pemilihan data pada level ketinggian yang

dibutuhkan. Konversi data dilakukan dengan menggunakan metode Marshall-Palmer

untuk memperoleh intensitas curah hujan dalam satuan mm/jam. Pemilihan data sendiri

dimaksudkan agar file data curah hujan yang diperoleh ukurannya tidak terlalu besar.

CDR (C-band Doppler Radar) adalah salah satu radar cuaca milik BPPT yang

memiliki frekuensi pancar 5,32 GHz, dan termasuk dalam rentang frekuensi C-band

menurut standar IEEE, yaitu antara 4-8 GHz. Sebagai informasi, selain CDR Serpong,

BPPT juga memiliki satu radar cuaca yang berlokasi di Padang. Radar cuaca Padang ini

memiliki frekuensi pancar 9,7 GHz yang termasuk dalam rentang frekuensi X- band (8-

12 GHz).

Page 28: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

11

Spesifikasi teknis C-Band Doppler Radar (CDR) yang terpasang di Puspiptek,

Serpong disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Spesifikasi Teknis C-Band Doppler Radar (CDR).

Parameter Nilai

Manufaktur Toshiba Electrical Company, Japan

Tinggi Tower 10 m

Diameter Antena 3 m

Lebar Bidang Pancar 1,6 derajat

Transmitter Peak Power 200 kW

Jangkauan (default) 175 km (Surveillance Mode), 105 km

(Volume Scan Mode)

Resolusi 1 km (default)

Frekuensi 5.320 MHz

Lebar Spektral 4 MHz

Lebar Pulsa 1,0 microsec

Pulse Repeatation Frequency (PRF) 840 MHz (Surveillance Mode), 1360

MHz (Volume Scan Mode)

Rotasi Antena 5 rpm (default)

Azimuth 360 derajat

Elevasi 0,6 – 50 derajat

Sistem Operasi Sun Solaris & Red Hat Enterprise Linux

5

Sistem Proses Data Radar Sigmet RVP8 + IRIS Radar/Analysis

ver. 8.12.1.1

Data RAW Reflectivity, Doppler Velocity, Spectral

Width Sumber: Website HARIMAU Indonesia (http://neonet.bppt.go.id/harimau/index.php)

Pemilihan frekuensi radar cuaca didasari oleh karakteristik objek yang diamati

oleh radar itu sendiri. Panjang gelombang optimal yang digunakan untuk mengamati

objek di atmosfer seperti tetes hujan, awan, salju, hujan es, atau kabut, berada dalam

kisaran 1-10 cm. Makin pendek gelombang (yang berarti makin tinggi frekuensi

pancarnya), makin kecil ukuran objek yang dapat diamati dan makin mudah pula

gelombang tersebut diserap/dihamburkan di atmosfer.

Radar cuaca yang memiliki frekuensi dalam rentang X-band/Ku-band umumnya

sangat peka, tidak hanya untuk mendeteksi hujan, tetapi juga untuk mengamati partikel-

partikel yang sangat kecil, misalnya awan, kabut atau salju. Namun karena

gelombangnya lebih pendek, maka sinyalnya akan lebih mudah dijerab. Sehingga,

biasanya radar dengan frekuensi tinggi ini hanya optimal untuk pengamatan jarak

pendek saja.

Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, khususnya JABODETABEK

(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi), hujan merupakan bentuk presipitasi

yang paling dominan terjadi. Hail (hujan es) juga dapat terbentuk, walaupun jarang dan

hanya terjadi pada kondisi-kondisi ekstrem. Karena ukuran partikel untuk tetes hujan

dan hail lebih besar dibandingkan partikel awan atau kabut, maka radar C-band dengan

panjang gelombang 4-8 cm adalah yang paling optimal untuk pengamatan. Gambar 7

Page 29: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

12

memperlihatkan salah satu citra yang dihasilkan oleh radar cuaca C-Band Doppler

Radar (CDR) BPPT.

Gambar 7. Citra radar cuaca C-Band Doppler (CDR) BPPT dalam mode PPI (Plan

Position Indicator) dengan jangkauan 175 km dari Puspiptek, Serpong.

Energi yang dipancarkan kembali dari partikel presipitasi, dalam bentuk volume

di atas permukaan pada semua jarak terluar sampai 100 km atau lebih, serta pada

azimuth rotasi bidang pancar radar saat axis vertikal, kemungkinan berhubungan dengan

rata-rata presipitasi. Volume presipitasi yang seragam mempunyai persamaan:

(2.1)

di mana:

P : Presipitasi (mm).

r : Jarak (km).

: Rata-rata Pr (mm).

C : Konstanta radar, yang merupakan fungsi dari parameter radar dan presipitasi.

K : Atenuasi spesifik (dB km-1

).

Z : Reflektifitas radar (mm6m

-3).

Reflektifitas radar didefinisikan sebagai:

(2.2)

di mana:

N(D) : Distribusi ukuran butir dalam resolusi sel (mm-1

m-3

).

D : Diameter butir (mm).

Z : Reflektifitas radar (mm6m

-3).

Hal ini menunjukkan bahwa jika presipitasi merata dalam bentuk cair mengisi volume

pulsa, maka daya rata-rata presipitasi kembali pada jarak r adalah proporsional pada

Z/r2, di mana Z adalah faktor reflektifitas radar, maka Z akan terkait dengan tingkat

curah hujan R oleh persamaan:

(2.3)

Page 30: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

13

di mana:

a dan b : Konstanta empirik positif, yang nilainya tergantung dari lokasi geografi dan

kondisi iklim/tipe hujannya. Menurut Marshall and Palmer, biasanya nilai

yang digunakan untuk a dan b adalah a = 200, b = 1,6 (Collier, 1996).

R : Intensitas presipitasi/rain-rate (mm/jam).

Z : Reflektifitas radar (mm6m

-3).

2.4. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah

tertentu dan mengalirkannya ke laut. Sosrodarsono dan Takeda (eds) (2006)

menyatakan bahwa daerah pengaliran sungai adalah daerah tempat presipitasi itu

terpusat ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas

daerah pengaliran. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi

mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran, dan

seterusnya. Aliran sungai itu bergantung pada berbagai faktor secara bersamaan, salah

satunya adalah faktor yang berhubungan dengan limpasan (runoff). Limpasan dibagi

menjadi dua kelompok elemen, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah

hujan dan elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat fisik daerah pengaliran.

Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok elemen meteorologi adalah:

1. Jenis presipitasi, mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap limpasan, yaitu

hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan hidrograf

hanya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan.

2. Intensitas curah hujan, pengaruh intensitas curah hujan tergantung dari kapasitas

infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka

besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan

peningkatan intensitas curah hujan.

3. Lamanya curah hujan, setiap daerah aliran sungai mempunyai lama curah hujan

kritis. Jika lamanya curah hujan itu panjang, maka lamanya limpasan permukaan

menjadi lebih panjang. Untuk curah hujan yang jangka waktunya panjang,

limpasan permukaannya akan menjadi lebih besar meskipun intensitas curah

hujan relatif sedang.

4. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, misalnya jika kondisi topografi,

tanah, dan lain-lain di daerah aliran sungai itu sama dan mempunyai jumlah

curah hujan yang sama, maka curah hujan yang distribusinya merata yang

mengakibatkan debit puncak minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar

kadang-kadang terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan

seringkali terjadi oleh curah hujan biasa yang mencakup daerah yang luas

meskipun intensitasnya kecil. Sebaliknya, di daerah pengaliran yang kecil, debit

puncak maksimum dapat terjadi oleh curah hujan yang lebat dengan daerah

hujan yang sempit.

5. Arah pergerakan curah hujan, jika curah hujan bergerak sepanjang sistem aliran

sungai maka akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan

permukaan.

6. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, jika kadar kelembaban lapisan

teratas tinggi maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang

kecil.

Page 31: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

14

7. Kondisi meteorologi yang lain. Secara tidak langsung, suhu, kecepatan angin,

kelembaban relatif, tekanan udara rata-rata, curah hujan tahunan, dan lain-lain

yang juga mengontrol iklim di daerah tersebut dapat mempengaruhi limpasan.

Berbagai model sudah banyak digunakan untuk menghitung limpasan

permukaan (runoff). Salah satu model hidrologi adalah yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu Model Hidrologi Terdistribusi (Distributed Hydrological

Model/DHM). Model hidrologi terdistribusi ini terdiri dari proses submodel rainfall-

runoff. Daerah aliran sungai (DAS) yang digunakan untuk studi dibagi menjadi

beberapa sel grid dengan resolusi spasial yang didefinisikan oleh pengguna. Proses

model rainfall-runoff akan menghasilkan nilai limpasan (runoff) yang terbentuk pada

setiap sel grid. Jaringan kanal untuk studi DAS dapat menggambarkan satu set dari

jaringan kanal imaginer antara 2 titik grid (pusat sel grid).

Karakteristik dari sub-model hujan – limpasan (rainfall-runoff) adalah model

untuk menduga jumlah limpasan pada setiap sel grid (Kamimera et al., 2003).

Variabilitas spasial pada skala sub-grid (SSSV/Subgrid Scale Spatial Variability) dari

kapasitas simpanan air, dapat diperoleh dengan membagi setiap komputasi sel grid

menjadi elemen penyimpanan lokal dan karakteristik oleh kapasitas simpanan lokal

W’m (skala dari 0 sampai nilai maksimum Wmm). Kapasitas simpanan dari semua sel

grid Wm merupakan rata-rata dari semua kapasitas simpanan lokal. Fungsi distribusi

dari W’m untuk setiap sel grid F(W’m) memberikan fraksi sel grid di mana kapasitas

simpanannya kurang atau sama dengan W’m:

(2.4)

di mana:

b : Parameter bentuk (b = 0,3).

Fimp : Fraksi area kedap air pada setiap sel grid (Fimp = 0,02).

Dengan distribusi tersebut, maksimum kapasitas simpanan lokal Wmm berhubungan

dengan kapasitas simpanan rata-rata dari sel grid Wm :

(2.5)

Maksimum kadar air lokal pada area yang jenuh (W’) diwakili oleh :

(2.6)

di mana:

W : Kadar air total pada setiap sel grid.

Wm : Kapasitas simpanan lokal (Wm = 120 mm).

Untuk setiap sel grid, kita definisikan bahwa net presipitasi Pn = P – Ep, sehingga

ketika Pn > 0, besarnya limpasan (runoff) R dapat dihitung :

(2.7)

Page 32: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

15

di mana:

P : Presipitasi (mm).

Ep : Evaporasi potensial (kg/m2s).

R : Runoff.

Salah satu contoh penelitian yang telah dilakukan dalam memanfaatkan data

radar cuaca untuk peramalan banjir adalah di China (Zhijia et al., 2004). Setelah

kejadian banjir besar di China pada tahun 1998, Pemerintah China berencana untuk

membangun jaringan radar cuaca nasional dan menggunakan data curah hujan dari radar

cuaca tersebut untuk prediksi banjir secara real time.

Masalah utama pada peramalan banjir secara real time adalah pada akurasi

perkiraan curah hujan yang berasal dari data radar cuaca. Oleh karena itu pada

penelitian ini dilakukan penggabungan antara data radar cuaca dengan data pengamatan

permukaan (raingauge). Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa dua seri data presipitasi

dari radar cuaca dan pengamatan permukaan hampir serupa, khususnya pada waktu dan

puncaknya. Meskipun hasilnya memuaskan, dari Gambar 8 terlihat juga bahwa terdapat

perbedaan pada beberapa step waktu. Hal ini dikarenakan pada radar cuaca koreksi

curah hujan terjadi setiap tiga jam, selanjutnya dibuat jumlah presipitasi wilayah

akumulasi sekitar daerah aliran sungai setiap enam jam yang merupakan penjumlahan

dari dua kali step setiap tiga jam.

Gambar 8. Grafik perbandingan antara data radar cuaca dan data pengamatan

permukaan (raingauge) pada rata-rata presipitasi wilayah setiap 6 jam di

DAS Huaihe, China, dengan luas DAS 158.160 km2 (Zhijia et al., 2004).

Penelitian yang selanjutnya dilakukan adalah membuat simulasi hidrograf

limpasan yang terdiri dari limpasan permukaan, aliran dalam (interflow), dan limpasan

air tanah dalam (groundwater), setiap grid sel dengan menggunakan Model Xinanjiang.

Karena parameter-parameter yang ada dikalibrasi dengan menggunakan data

pengamatan permukaan, hasil simulasi dari data radar cuaca lebih obyektif seperti yang

terlihat pada Gambar 9. Meskipun demikian, selama error pengamatan menjadi

perhatian, hasil berdasarkan data radar cuaca hampir sama dengan hasil dari data

pengamatan permukaan. Gabungan antara data curah hujan dari radar cuaca dan model

hidrologi Xinanjiang telah mengindikasikan bahwa teknik gabungan ini akan menjadi

alat peramalan banjir yang sangat berguna pada masa yang akan datang di China.

Page 33: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

16

Gambar 9. Grafik hidrograf limpasan antara hasil prediksi dan hasil observasi dengan

menggunakan data curah hujan dari radar cuaca dan data pengamatan

permukaan (raingauge) di DAS Huaihe, China, dengan luas DAS 158.160

km2 ((Zhijia et al., 2004).

Page 34: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

17

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari – Oktober 2010, di

Laboratorium GEOSTECH, Serpong dan BPPT Jakarta. Kegiatan penelitian

dilaksanakan selama 10 bulan yang meliputi kegiatan pengamatan selama satu bulan,

studi pustaka/literatur, penyusunan usulan penelitian, inventarisasi data, identifikasi dan

pengolahan data, analisis data, serta penyusunan dan perbaikan tesis.

3.2. Bahan dan Alat

Piranti lunak yang digunakan adalah program C Language, Perl, Arc View,

Matlab versi 7.11.0.584 (R2010b), dan lain-lain.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer hasil pengamatan

selama kegiatan IOP (Intensive Observational Period) Rawinsonde, kerjasama Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Japan Agency for Marine – Earth

Science and Technology (JAMSTEC), pada tanggal 14 Januari – 15 Februari 2010.

Tabel 3. Jenis alat, data, dan periode ketersediaan data yang digunakan dalam

penelitian.

Data radar cuaca C-Band Doppler Radar (CDR) yang digunakan pada penelitian

ini adalah data radar cuaca pada ketinggian 2.000 m, yang terpasang di PUSPIPTEK,

Serpong. Data radar cuaca dapat memberikan informasi kondisi cuaca setiap 6 menit,

tetapi data yang diperoleh adalah data reflektifitas curah hujan dengan satuan dBZ

(mm/jam) atau mm6m

-3. Artinya informasi yang diperoleh dari data radar cuaca setiap 6

menit merupakan hasil simulasi data yang diperoleh setiap 1 jam, kemudian dibagi

menjadi 10 interval waktu.

Data pengukuran permukaan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data

Automatic Weather Station (AWS), yang dipasang di 5 lokasi yaitu Citeko (Stasiun

Meteorologi Citeko), Bogor (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Deptan),

Serpong (Komplek PUSPIPTEK, Tangerang), Serang (Stasiun Meteorologi Serang),

dan Pulau Pramuka (Kepulauan Seribu). Data tinggi muka air sungai diperoleh dari data

Automatic Water Level Recorder (AWLR) di Bendung Katulampa, MT. Haryono, dan

Manggarai. Masing-masing koordinat lokasi AWS dan AWLR disajikan pada Tabel 4

dan 5.

No Jenis Alat Periode Keterangan

1 C-Band Doppler Radar (CDR) Data Primer Reflektifitas Radar 14 Januari – 15 Februari 2010

Data CAPPI pada ketinggian 2.000 m, setiap 6 menit.

Format data raw asli misalnya:

JEP100101000602.RAWXM7K

(data radar cuaca tanggal 1 Januari 2010, jam 00.06 WIB)

2 AWS (Automatic Weather Station) Data PrimerIntensitas Curah Hujan

(Rain-Rate)14 Januari – 15 Februari 2010

Stasiun Serpong, Bogor, Serang, Pulau Seribu, dan Stasiun

Meteorologi Citeko

3 AWLR (Automatic Water Level Recorder) Data Sekunder Tinggi Muka Air 14 Januari – 15 Februari 2010 Bendung Katulampa, MT. Haryono, Manggarai

4 ARR (Automatic Rain Recorder) Data Sekunder Intensitas Curah Hujan 14 Januari – 15 Februari 2010 Bogor, Manggarai

5 Data Topografi dan Jaringan Sungai Data Sekunder http://hydrosheds.cr.usgs.gov/

Jenis Data

Page 35: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

18

Tabel 4. Posisi Stasiun Pengamatan Automatic Weather Station (AWS).

Tabel 5. Posisi Stasiun Pengamatan Automatic Water Level Recorder (AWLR).

3.3. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam lima tahap, yaitu:

a. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data

b. Hubungan Z – R

c. Kriteria Sifat Intensitas Curah Hujan

d. Pola Distribusi Curah Hujan

e. Simulasi Model Distribusi Hujan – Limpasan untuk Level Grid

3.3.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data

Data yang digunakan merupakan hasil pengamatan IOP (Intensive Observational

Period) Rawinsonde dilakukan selama satu bulan dari tanggal 14 Januari – 14 Februari

2010, berupa data radar cuaca C-Band Doppler (CDR) wilayah JABODETABEK dan

data Automatic Weather Station (AWS) di Stasiun Pengamatan Bogor, Serpong, Serang,

Pulau Seribu. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data Automatic Water Level

Recorder (AWLR) dan Automatic Rain Recorder (ARR), selama bulan Maret 2010.

Data tersebut diperoleh dari Posko Banjir, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung

Cisadane (BBWSCC), Jakarta. Selain data-data tersebut, dalam penelitian ini juga

menggunakan data curah hujan harian dari Stasiun Meteorologi Citeko. Semua data

yang digunakan, baik AWS, ARR, ataupun AWLR menggunakan data selama periode

pengamatan di atas.

Sebelum dilakukan pengolahan, data yang akan digunakan harus diidentifikasi

terlebih dahulu, baik data radar cuaca, AWS, ARR, dan AWLR untuk melihat kualitas

data dan memeriksa kesesuaian posisi dari semua stasiun pengamatan. Data radar cuaca

akan diolah dengan menggunakan Bahasa C dan Perl sehingga didapatkan data

reflektifitas radar setiap 6 menit. Selanjutnya data reflektifitas radar akan dibandingkan

dengan data intensitas curah hujan dari data AWS, dibuat grafik time series untuk

melihat konsentrasi intensitas curah hujan selama periode pengamatan, serta

menggunakan data AWLR untuk membuat grafik time series tinggi muka air sungai

selama periode pengamatan untuk mendapatkan periode target data yang lebih spesifik.

Identifikasi data menggunakan software MS – Excel dan Matlab.

No. Stasiun Lokasi Letak Bujur (BT) Letak Lintang (LS) Ketinggian (m dpl)

1 Citeko Stasiun Meteorologi BMKG 106.93 -6.68 693

2 Bogor Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 106.78 -6.57 248

3 Serpong Komplek PUSPIPTEK, Tangerang 106.4 -6.7 46

4 Serang Stasiun Meteorologi BMKG 106.12 -6.1 71

5 Pramuka Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu 106.6 -5.74 1

No. Bendung Letak Bujur (BT) Letak Lintang (LS) Ketinggian (m dpl)

1 Katu Lampa 106.836611 -6.633083 357

2 MT Haryono 106.862361 -6.276083 25

3 Manggarai US 106.8485 -6.207556 16

Page 36: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

19

3.3.2. Hubungan Z – R

Pengolahan data radar cuaca C-Band Doppler (CDR) selama periode

pengamatan menggunakan software bahasa C dan Perl. Pada tahap ini data radar cuaca

yang mempunyai format awal iris dirubah kedalam format CAPPI. Data radar cuaca

yang diperoleh setiap 6 menit terlebih dahulu diolah menjadi akumulasi setiap 1 jam

hingga diperoleh data reflektifitas radar. Hal ini karena data pengamatan permukaan

yang diperoleh rata-rata mempunyai interval 1 jam.

Selanjutnya data radar dalam format CAPPI (Constant Altitude Plan Position

Indicator) digabungkan dengan data intensitas curah hujan (rain rate) dari pengamatan

permukaan pada setiap titik lokasi pengamatan. Hasil dari pengolahan ini adalah data

curah hujan radar untuk setiap lokasi AWS. Setelah diperoleh data reflektifitas radar

dan intensitas curah hujan setiap jam, selanjutnya dibuat hubungan antara data radar

cuaca dan data pengamatan permukaan.

Jika Z adalah faktor radar reflektifitas, maka Z akan dapat dihubungkan dengan

intensitas curah hujan (rain-rate) R oleh persamaan (2.3), di mana a dan b adalah

konstanta empirik positif, yang nilainya tergantung dari lokasi geografi dan kondisi

iklimnya/tipe hujan.

Berdasarkan hubungan Z – R tersebut, selanjutnya dibuat interpolasi antara data

radar dengan data pengamatan permukaan, sehingga diperoleh data curah hujan untuk

semua cakupan wilayah radar.

Untuk mengolah data radar cuaca CDR hingga diperoleh data reflektifitas radar

setiap jam dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, sebagai berikut:

1. Radar cuaca CDR menghasilkan data volume scan CAPPI setiap 6 menit pada

berbagai ketinggian, mulai dari 500 m, 1.500 m, 2.000 m, dan seterusnya.

Sebelum dilakukan pengolahan, data CDR harus disalin terlebih dahulu ke

dalam media penyimpanan data. Karena data CDR ini mempunyai ukuran yang

sangat besar, maka diperlukan media penyimpanan data dengan kapasitas yang

sangat besar pula. Format awal data radar cuaca mengandung informasi posisi

(letak lintang dan bujur), ketinggian yang akan digunakan, dan data reflektifitas

radarnya.

Gambar 10. Format awal data radar cuaca CDR yang disalin dan disimpan

dalam suatu folder.

Page 37: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

20

2. Sebelum melakukan pengolahan data radar, maka harus diinstall terlebih dahulu

program tambahan yang akan digunakan, pengolahan data ini dilakukan pada

komputer PC dengan dasar unix (Linux). Program tambahan yang harus diinstall

antara lain: netCDF, mmds, netCDF_perl, dan mkcappi.

3. Data radar yang telah disalin merupakan data yang masih awal (data mentah)

dengan format iris. Sebagai langkah awal, data radar dalam format iris dirubah

menjadi format mrf (netCDF). Pada tahap ini data mentah dengan format

JEP100101000002.RAWXM7H, akan dirubah namanya menjadi

cdr_100201_000059_1400.mrf, dan akan tersimpan dalam folder-folder per 6

menit.

Gambar 11. Perubahan format data radar cuaca dari format iris menjadi format

mrf.

4. Setelah selesai mengubah data dari format iris ke format mrf (maesaka radar

format), maka data dari format mrf harus dirubah menjadi format CAPPI. Data

dalam format CAPPI ini akan tersimpan setiap 6 menit (cdr_100201_0006.cap).

Gambar 12. Perubahan format data radar cuaca dari format mrf menjadi format

cappi.

Page 38: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

21

5. Sebelum data radar cuaca dapat diolah lebih lanjut, harus ditentukan posisi suatu

lokasi dalam koordinat pixel. Misalnya posisi radar Serpong dalam koordinat

pixel, karena nantinya data reflektifitas radar akan diperoleh dari setiap pixelnya.

6. Setelah itu, data radar cuaca setiap 6 menit akan diolah menjadi data intensitas

curah hujan (rainrate) setiap 6 menit (Lampiran 1).

7. Selain pengolahan data radar cuaca, langkah selanjutnya adalah pengolahan data

pengamatan permukaan, dalam hal ini data AWS. Data AWS yang diperoleh

dari pengukuran di lapangan mempunyai interval waktu setiap 1 menit, sehingga

perlu dirubah menjadi interval waktu setiap 6 menit sesuai dengan data radar

yang telah diperoleh sebelumnya. Data AWS yang diperoleh dari hasil

pengukuran di lapangan disimpan ke dalam suatu folder baik data dalam format

csv maupun dat. Selain data informasi yang harus disiapkan adalah posisi dari

masing-masing stasiunnya.

8. Setelah diperoleh data AWS dengan interval waktu setiap 6 menit maka data

AWS ini diakumulasikan menjadi data setiap 30 menit atau 1 jam, sesuai dengan

interval waktu yang akan digunakan dalam penelitian.

9. Sebelum membuat hubungan antara data reflektifitas radar dengan intensitas

curah hujan (rainrate), terlebih dahulu harus diperhatikan kondisi datanya,

apakah ada data yang kosong atau tidak, seandainya ada data yang kosong maka

harus diisi dengan angka -999. Setelah itu dibuat tabel yang berisi data intensitas

curah hujan dan radar reflektifitas, selanjutnya dibuat hubungan antara kedua

data tersebut. Hasil pengolahan pada tahap ini adalah nilai a dan b, yang

merupakan konstanta empirik tergantung dari lokasi geografi dan kondisi

iklim/tipe hujannya.

10. Dengan menggunakan nilai a dan b yang diperoleh dari pengolahan di atas,

maka data reflektifitas radar akan dirubah menjadi data intensitas curah hujan

(rainrate) pada setiap titik pixelnya.

11. Intensitas curah hujan pada setiap koordinat yang diperoleh akan digunakan

sebagai masukan dalam model simulasi hidrologi terdistribusi hujan limpasan

(Lampiran 2).

Gambar 13. Data reflektifitas radar cuaca akan diolah menjadi data intensitas curah

hujan untuk setiap titik pixelnya.

Page 39: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

22

3.3.3. Kriteria Sifat Intensitas Curah Hujan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengeluarkan kriteria intensitas

curah hujan di Indonesia menjadi 4, yaitu hujan ringan dengan interval 1,0 – 5,0

mm/jam atau 5 – 20 mm/hari; hujan sedang 5,0 – 10 mm/jam atau 20 – 50 mm/hari;

hujan lebat 10 – 20 mm/jam atau 50 – 100 mm/hari; dan hujan sangat lebat lebih dari 20

mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari.

Berdasarkan kriteria tersebut akan dipilih lokasi yang mempunyai kualitas data dan

hubungan Z – R yang paling bagus. Data intensitas curah hujan yang diperoleh dari

gabungan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan, pada periode yang

berbeda-beda sesuai dengan kriteria curah hujan tersebut digunakan sebagai masukan

dalam model hidrologi terdistribusi untuk satu titik Manggarai. Sehingga akan diperoleh

simulasi aliran sungai pada berbagai kondisi intensitas hujan.

3.3.4. Pola Distribusi Curah Hujan

Untuk melihat distribusi intensitas curah hujan di DAS Ciliwung, maka dibuat

transek intensitas curah hujan dari data radar, dengan cara mengambil data intensitas

curah hujan yang berada pada satu garis lurus mulai dari Citeko sampai Pulau Pramuka

(Transek 1) dan Citeko sampai Laut Jawa (Transek 2) seperti yang terlihat pada Gambar

14. Dari gambar juga terlihat bahwa DAS Ciliwung berada di dalam wilayah Transek 1

dan 2, serta posisi alat pengamatan permukaan (AWS dan AWLR) juga berada di

sekitar transek tersebut. Berdasarkan posisi transek tersebut, dibuat Diagram

Hoevmoller menggunakan data intensitas curah hujan sepanjang Transek 1 dan 2,

sehingga dapat digambarkan distribusi dan pergerakan curah hujan selama periode

pengamatan berlangsung.

Gambar 14. Peta posisi data pengamatan dan transek Hoevmoller pergerakan curah

hujan.

Page 40: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

23

3.3.5. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan untuk Level Grid

Data curah hujan dari radar cuaca yang diperoleh dari hubungan reflektifitas

radar dan intensitas curah hujan dari permukaan, digunakan sebagai masukan dalam

model distribusi hidrologi. Selain data curah hujan, model ini juga memerlukan

informasi dari data tinggi muka air, jaringan sungai dan topografi untuk menentukan

batas DAS.

Berdasarkan karakteristik dari sub-model hujan – limpasan, seperti yang

disajikan pada persamaan (2.4) dan (2.7), maka dihitung kecepatan aliran untuk

membuat simulasi aliran sungai.

Selain parameter model tersebut, dalam melakukan pengolahan runoff model,

ada beberapa inisiasi kondisi yang harus dilakukan sebagai berikut :

a. Aliran Sungai (River Flow)

Untuk membuat aliran sungai, masukan awal yang digunakan ada tiga kondisi:

- Kondisi awal (Initial condition) untuk kelembaban tanah (soil moisture)

b = kelembaban tanah adalah total maksimum jumlah air pada suatu bucket.

- Rata-rata evaporasi (Evaporation rate) (e = nilai konstan).

- Kecepatan aliran air (Water flow speed) (v = m/s = nilai konstan).

Asumsi awal yang digunakan adalah tanah mengandung air pada kondisi kapasitas

lapang (KL).

b. Bucket Model

Prinsip dasar bucket model adalah menghitung limpasan (runoff) berdasarkan

keseimbangan air (water balance) dari permukaan tanah.

S = P – E – R (2.8)

di mana:

P : Presipitasi,

E : Evaporasi,

R : Runoff.

S : perubahan kelembaban tanah pada setiap grid dalam satu cakupan area, dan

E = Ep.

Infiltrasi yang besarnya tergantung pada intensitas curah hujan, kemiringan lahan, dan

kandungan air tanah, didekati dengan Model Tipping Bucket (disingkat Bucket Model).

Dalam model seperti ini lapisan tanah paling atas diisi air hingga mencapai kapasitas

lapang, selanjutnya mengisi lapisan di bawahnya dan seterusnya. Kondisi kapasitas

lapang diperhitungkan dengan melihat kurva karakteristik air tanah (kurva pF),

sedangkan penguapan atau evaporasi tanah tergantung pada penutupan permukaan tanah

(didasarkan pada LAI pohon dan tanaman semusim) dan kandungan air dalam lapisan

tanah atas. Tipping Bucket adalah suatu alat untuk mengukur curah hujan atau limpasan

air dengan cara menadah air ke dalam wadah yang kecil (bucket). Wadah ini dapat

menumpahkan seluruh isinya dengan sendirinya apabila air telah mencapai berat

tertentu. Berapa kali wadah ini menumpahkan isinya menunjukkan jumlah volume air

yang masuk ke dalam alat (Khan dan Ong, 1994).

� 0.15 m = kapasitas lapang.

Jika lebih besar dari 0.15 m maka air akan tumpah.

Page 41: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

24

Data yang dipakai untuk membuat jaringan sungai bisa diperoleh dari internet

(http://hydrosheds.cr.usgs.gov/). Satu data set diambil dengan menggunakan posisi

outlet dari masing-masing lokasi. Dalam model ini, pada setiap grid data air

diasumsikan mengalir dari upstream ke downstream. Jumlah air yang berpindah dari

upstream ke downstream (frac) dihitung dengan mempertimbangkan kecepatan aliran

(u) dan peubah waktu (dt/dy atau dt/dx). Contoh script yang digunakan untuk

menghitung aliran sungai disajikan pada Lampiran 2.

frac = u x dt/dy (2.9)

di mana:

frac : Jumlah air yang berpindah dari upstream ke downstream.

u : Kecepatan aliran (u = m/s = konstan).

dt : Interval waktu (per 10 menit, dt = 600 detik).

dx : Grid baris (dx = 500 m).

dy : Grid kolom (dy = 500 m).

Secara singkat, diagram alur penelitian disajikan pada Gambar 15. Hasil dari

pengolahan data ini ditunjukkan dalam bentuk formula, grafik, angka dalam tabel, serta

peta.

Page 42: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

25

Diagram Alur Penelitian, disajikan sebagai berikut:

Gambar 15. Diagram Alur Penelitian.

Tujuan 1

Tujuan 2

Page 43: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR)

Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi

untuk menduga intensitas curah hujan pada berbagai tingkatan, sedangkan untuk

mendapatkan data curah hujan pada waktu yang singkat tetapi dengan resolusi yang

tinggi adalah dengan menggunakan gabungan antara data radar cuaca dan data

pengukuran permukaan.

Ada beberapa gambaran jenis data yang dihasilkan oleh radar cuaca, yang paling

umum dalam bidang informasi cuaca adalah data PPI (Plan Position Indicator) dan

CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicador).

PPI dapat menggambarkan data radar dalam format seperti peta, biasanya posisi

radar berada di pusat lingkaran. Data PPI ini diambil berdasarkan sudut elevasi,

bentuknya seperti kerucut, dan ketinggiannya berbeda-beda. Arah dari radar

ditunjukkan dengan posisi dari pantulan ke radar. Data PPI ini memberikan gambaran

target radar berupa area yang diberi arsiran, biasanya area yang diarsir ini bisa

menggambarkan pancaran/echo kondisi cuaca tetapi biasanya gambaran ini hanya

merepresentasikan pancaran yang ingin dilihat dari pesawat atau kapal, gambaran ini

bisa berupa badai atau kondisi lainnya (Rinehart, 2004).

Gambar 16. Jenis data radar cuaca CDR, (kiri) data PPI, (kanan) data CAPPI.

Teknologi modern kemudian menambahkan dimensi baru pada gambar radar

yaitu warna. Radar yang modern telah dapat membentuk gambar yang tidak hanya

menunjukkan posisi dari pancaran radar seperti PPI, tetapi radar juga bisa menunjukkan

intensitas dari pancaran radar berupa warna semu. Selain itu radar modern ini juga bisa

menunjukkan beberapa tingkatan dari intensitas menggunakan kode warna dan juga

posisi (jangkauan dan azimut, X dan Y, dan/atau letak bujur dan letak lintang) seperti

reflektifitas atau intensitas curah hujan (rainrate) dan kecepatan pada suatu titik. Hal ini

sangat berguna bagi bidang Meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada

berbagai tingkatan. Data radar yang dihasilkan dengan teknologi modern ini biasa

disebut data CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicador), jadi dengan

menggunakan data CAPPI akan diperoleh gambaran reflektifitas radar yang dapat

digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan pada suatu titik, di mana ketinggian

pada titik tersebut adalah sama.

Page 44: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

27

Gambar 17. Citra radar cuaca CDR pada berbagai ketinggian menggunakan data

CAPPI .

Citra radar cuaca pada ketinggian 0 km berada pada pusat citra radar, pada

kondisi ini radar cuaca kurang bisa menangkap frekuensi awan hujan karena jaraknya

terlalu dekat dengan permukaan, sehingga pancaran sinyal dari radar cuaca banyak

terhalang keadaan di permukaan misalnya pepohonan.

Ketinggian yang paling sesuai untuk digunakan dalam pengolahan data radar

berbeda-beda, tergantung kondisi area yang dapat terlihat dari radar. Gambar 17

menunjukkan bahwa untuk data radar cuaca Serpong (C-band Doppler Radar/CDR),

data pada ketinggian 2.000 m (2 km) adalah yang paling memenuhi syarat, karena

ketinggian di atas itu mempunyai kerapatan data yang tidak seragam dan tidak terhalang

oleh kondisi di permukaan (seperti pepohonan) yang terjadi pada ketinggian 500 m.

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan data CAPPI pada ketinggian 2 km sebagai

masukan dari data radar.

Intensitas curah hujan dapat diperoleh dari pengolahan data radar cuaca

menggunakan hasil hubungan Z – R berdasarkan rumus Marshall-Palmer Z=200R1.6

(Doviak dan Dusan, 1993), seperti yang terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18 menunjukkan grafik intensitas curah hujan yang berasal dari data

reflektifitas (warna merah) dan rain rate (warna biru) dari data radar cuaca mengacu

pada rumus Marshall-Palmer. Gambar tersebut menunjukkan bahwa data reflektifitas

dari radar cuaca mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan data rain rate

nya, hanya saja pada beberapa tanggal data rain rate tampak lebih tinggi dibandingkan

data reflektifitas. Perbedaan ini dikarenakan persamaan Z=200R1.6

merupakan

persamaan empirik berdasarkan pengukuran R dari setiap distribusi ukuran butir N(D),

dan Marshall-Palmer mengukur perpanjangan hanya terbatas pada interval diameter

ukuran butir (1 mm< D<3,5 mm) di mana N(D) mendekati eksponensial, seperti terlihat

pada Gambar 20 pada kondisi curah hujan tinggi nilai rain rate dapat melonjak melebihi

nilai reflektifitasnya.

Page 45: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

28

Gambar 18. Grafik time series data reflektifitas radar dan intensitas curah hujan untuk

masing – masing Stasiun Citeko, Bogor, Serpong, Serang, dan Pulau

Pramuka.

4.2. Hubungan Reflektifitas Radar dan Intensitas Curah Hujan (Z – R)

Alat pengamatan permukaan seperti AWS hanya dapat menghitung secara

akurat intensitas curah hujan permukaan pada satu titik lokasi tertentu. Penakar hujan

yang dipasang pada banyak lokasi sehingga posisinya rapat dan tersebar merata pada

satu wilayah tertentu, dapat menyediakan informasi perkiraan distribusi curah hujan

untuk wilayah yang luas, tetapi biasanya penakar hujan terpasang tidak rapat dan tidak

terdistribusi merata khususnya di wilayah pegunungan.

Radar cuaca dapat mengukur reflektifitas/pancaran dari partikel presipitasi di

atmosfer pada wilayah yang luas dengan resolusi tinggi baik ruang maupun waktu tetapi

radar cuaca tidak bisa mengukur partikel presipitasi yang sangat dekat dengan

permukaan, reflektifitas radar tidak bisa menggambarkan curah hujan yang akurat di

c).

b).

a).

e).

d).

Page 46: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

29

permukaan tanpa adanya kalibrasi dengan alat pengukur permukaan. Oleh karena itu,

dengan menggunakan gabungan antara data pengamatan permukaan dan data radar

cuaca dapat mengatasi kedua masalah tersebut. Gabungan antara data radar cuaca dan

data pengamatan permukaan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah curah hujan

yang mempunyai resolusi tinggi pada waktu dan ruang serta lebih akurat.

Perbandingan antara data intensitas curah hujan yang diperoleh dari data AWS

dengan data radar cuaca CDR, pada lokasi titik koordinat yang sama menunjukkan

bahwa data dari radar cuaca mempunyai kemampuan lebih tinggi untuk

menggambarkan kondisi intensitas curah hujan di suatu lokasi karena resolusi temporal

dan spasialnya lebih tinggi dibandingkan intensitas curah hujan dari data AWS, seperti

yang disajikan pada Gambar 19 berikut:

Gambar 19. Perbandingan intensitas curah hujan hasil pengukuran dari data AWS dan

data radar cuaca CDR untuk Stasiun Citeko (a), Bogor (b), Stasiun

Serpong (c), Serang (d), dan Pulau Pramuka (e) periode 14 Januari – 15

Februari 2010.

a).

b).

d).

e).

c).

Page 47: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

30

Dengan menggunakan persamaan empirik hubungan Z – R antara data

reflektifitas radar di atmosfer (Z) dan intensitas curah hujan di permukaan (R),

Z = 200R1.6

, sesuai rumus dari Marshall Palmer, akan diperoleh grafik hubungan Z – R

untuk masing – masing Stasiun Citeko, Bogor, dan Serang yang disajikan pada

Gambar 20.

Gambar 20. Grafik hubungan intensitas curah hujan (R) dan reflektifitas radar (Z)

berdasarkan rumus Marshall-Palmer (Z = 200R1.6

) untuk lokasi Stasiun

Citeko, Bogor, dan Serang periode 1 – 15 Februari 2010.

Data reflektifitas radar cuaca di atmosfer dihubungkan dengan data intensitas

curah hujan di permukaan dari data AWS, akan menghasilkan nilai-nilai konstanta

empirik a dan b untuk masing-masing lokasi Citeko, Bogor, Serpong, Serang, dan Pulau

Pramuka seperti disajikan pada Tabel 6. Hubungan antara data refleksitas radar dan

intensitas curah hujan permukaan untuk masing – masing lokasi dapat digambarkan

sebagai berikut:

a).

b).

c).

N=864 r=0,5966

N=1396 r=0,6028

N=856 r=0,4500

Page 48: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

31

Gambar 21. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas curah

hujan permukaan (R) untuk masing-masing lokasi Stasiun Citeko, Bogor,

Serang, dan Pulau Pramuka.

a).

b).

c).

d).

N=230 r=0,0142

N=176 r=0,4918

N=98 r=0.0734

N=76 r=0,0338

Page 49: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

32

Hubungan intensitas curah hujan dan reflektifitas radar yang dihasilkan oleh data

per jam Stasiun Citeko dan Pramuka tidak menunjukkan hasil yang sesuai, karena

nilainya sangat kecil sehingga koefisien a dan b dihitung menggunakan gabungan antara

data Stasiun Citeko dan Bogor per jam dan interval waktu yang digunakan untuk

Stasiun Pulau Pramuka dirubah dari setiap jam menjadi setiap 30 menit.

Gambar 22. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas curah

hujan permukaan (R) untuk gabungan data Stasiun Citeko dan Bogor

(per jam), serta Pulau Pramuka (per 30 menit).

Gabungan antara semua data radar reflektifitas dan intensitas curah hujan pada

semua stasiun dibandingkan dengan rata-ratanya, akan diperoleh hubungan Z – R

seperti yang tertera pada Gambar 23 di bawah ini.

Gambar 23. Grafik hubungan antara data radar reflektifitas (Z) dan intensitas curah

hujan (R) untuk gabungan dan rata-rata seluruh lokasi Stasiun Citeko,

Bogor, Serang serta Pulau Pramuka.

a).

b).

b).

a).

N=130 r= - 0,0798

N=404 r=0,2616

N=576 r=0,2331

N=358 r=0,2336

Page 50: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

33

Konstanta a dan b yang diperoleh berdasarkan hubungan antara data reflektifitas

radar di atmosfer (Z) dan intensitas curah hujan di permukaan (R). Konstanta a dan b

yang sering dipakai adalah 200 dan 1,6 mengacu pada rumus Marshall-Palmer Z =

200R1,6

, hubungan Z-R ini telah terbukti berguna untuk hujan stratiform, karena

hubungan Z-R ini diperoleh dari pengukuran butir hujan aktual sehingga R yang

diperoleh seharusnya akurat untuk setiap kejadian hujan, meskipun demikian hujan-

hujan diklasifikasikan sebagai stratiform (sama) tetapi sebenarnya mempunyai distribusi

ukuran yang sedikit berbeda.

Doviak dan Dusan (1993) menyatakan bahwa kalibrasi radar ke dalam desibel

sedikit sulit, dan biasanya terdapat bias sistematik pada pengukur reflektifitas radar,

beberapa error ini dapat digantikan dengan memilih hubungan Z-R yang sesuai. Kita

harus mengenali bahwa meskipun pada saat distribusi ukuran butir aktual sama berada

pada rata-rata dua lokasi yang berbeda, error saat kalibrasi radar dapat diatasi dengan

membangun hubungan Z-R yang berbeda sesuai untuk setiap wilayah karena radar perlu

dikalibrasi secara reliable. Oleh karena itu perlu dicari hubungan Z-R yang sesuai untuk

masing-masing wilayah khususnya di masing-masing lokasi pengamatan yaitu Stasiun

Meteorologi Citeko, Balai Agroklimat dan Hidrologi Bogor, Stasiun Meteorologi

Serang, dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hubungan reflektifitas radar di atmosfer (Z) dan intensitas curah hujan di

permukaan (R).

Nama Stasiun Konstanta

a

Konstanta

b

Hubungan Z - R Koef.

Korelasi

Koef.

Determinasi

Data per 6 Menit:

Citeko (N=0) - - - - -

Bogor (N=1474) 0,000615 4,613506 Z = 0,000615 R4,613506

r = 0,3613 R2 = 0,1306

Serang (N=956) 5555,189164 0,275806 Z = 5555,189164 R0,275806

r = 0,3004 R2 = 0,0902

Pramuka (N=432) - - - r = 0,1002 R2 = 0,0100

Data per 30 Menit:

Citeko (N=0) - - - - -

Bogor (N=322) 0,025282 3,223665 Z = 0,025282 R3,223665

r = 0,4547 R2 = 0,2067

Serang (N=196) 727,021918 0,400498 Z = 727,021918 R0,400498

r = 0,4018 R2 = 0,1614

Pramuka (N=130) 0,000000 5.991382 Z = 0.000000 R5.991382

r = - 0,0798 R2 = 0,0064

Data per 1 Jam:

Citeko (N=230) - - - r = 0,0142 R2 = 0,0002

Bogor (N=176) 0,046175 2.814297 Z = 0. 046175 R2.814297

r = 0,4918 R2 = 0,2419

Serang (N=98) 0,000000 12.511734 Z = 0.000000 R12.511734

r = 0,0734 R2 = 0,0054

Pramuka (N=76) - - - r = 0,0338 R2 = 0,0011

Citeko–Bogor (N=404) 0,000562 4.614744 Z = 0.000562 R4.614744

r = 0,2616 R2 = 0,0684

Tabel 6 menunjukkan bahwa konstanta a dan b dapat diperoleh dari beberapa

interval waktu pada masing-masing stasiun pengamatan, berdasarkan hasil tersebut nilai

a dan b yang relatif stabil pada Stasiun Bogor dibandingkan stasiun pengamatan yang

lain, hal ini bisa dilihat dari data Stasiun Bogor per 6 menit, 30 menit, dan 1 jam

berturut-turut a = 0,000615; 0,025282; dan 0,046175, serta b = 4,613506; 3,223665;

2.814297. Selain itu koefisien korelasi pada Stasiun Bogor per 6 menit, 30 menit, dan

1 jam berturut-turut adalah 36,13%; 45,47%; dan 49,18%, koefisien korelasi ini paling

tinggi dibandingkan stasiun pengamatan yang lain, sedangkan koefisien determinasi

tertinggi juga terjadi di Stasiun Bogor sebesar 24,19%. Hal ini juga menunjukkan

hubungan yang paling berpengaruh antara variabel reflektifitas radar dan intensitas

Page 51: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

34

curah hujan terdekat terjadi di Stasiun Bogor pada interval waktu 1 jam. Oleh karena

itu, untuk membuat simulasi aliran sungai pada sub grid Manggarai menggunakan

Stasiun Bogor sebagai titik pengamatan.

4.3. Kriteria Sifat Intensitas Curah Hujan

Data radar cuaca dan data pengukuran permukaan yang otomatis dapat

digunakan untuk mendapatkan data curah hujan pada waktu yang singkat tetapi dengan

resolusi yang tinggi. Alat pengukur curah hujan di permukaan secara otomatis salah

satunya adalah Automatic Weather Station (AWS). AWS dapat mengukur intensitas

curah hujan yang diterima pada satu titik per jangka waktu tertentu (misalnya per menit,

per enam menit, dan lain-lain tergantung pada kepentingan pengguna).

Data pengukuran permukaan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari

Automatic Weather Station (AWS) pada 5 (lima) titik pengamatan, yaitu Citeko, Bogor,

Serpong, Serang, dan Pulau Pramuka, seperti yang disajikan pada Gambar 24.

Gambar 24. Posisi 5 (lima) lokasi pengamatan data pengukuran curah hujan permukaan

selama periode IOP.

Grafik time series curah hujan menurut waktu selama periode pengamatan (14

Januari – 15 Februari 2010) dari kelima titik pengukuran tersebut disajikan sebagai

berikut:

a).

Page 52: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

35

Gambar 25. Grafik deret waktu (time series) data AWS di (a) Citeko, (b) Bogor, (c)

Serpong, (d) Serang, (e) Pulau Pramuka.

Gambar 25 menunjukkan bahwa curah hujan tinggi banyak terjadi di Stasiun

Citeko dan Bogor pada bulan Februari 2010. Curah hujan tertinggi pada Stasiun Bogor

terjadi pada tanggal 3 Februari 2010 sebesar 53,8 mm/jam dan 9 Februari 2010 sebesar

54,8 mm/jam. Curah hujan tertinggi pada Stasiun Citeko, terjadi pada tanggal 13

Februari 2010 sebesar 57,2 mm/jam.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengeluarkan kriteria intensitas

curah hujan di Indonesia menjadi 4, yaitu hujan ringan dengan interval 1,0 – 5,0

mm/jam atau 5 – 20 mm/hari; hujan sedang 5,0 – 10 mm/jam atau 20 – 50 mm/hari;

hujan lebat 10 – 20 mm/jam atau 50 – 100 mm/hari; dan hujan sangat lebat lebih dari 20

mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari.

b).

c).

d).

e).

Page 53: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

36

Gambar 26. Sifat intensitas curah hujan Stasiun Bogor sesuai dengan kriteria BMKG.

Periode yang mewakili tiga kondisi tersebut dipilih dengan menggunakan

kriteria BMKG, maka diperoleh beberapa tanggal yang digunakan untuk membuat

perbandingan model simulasi model hidrologi terdistribusi berasal dari titik pengamatan

Stasiun Bogor, yaitu :

a. Hujan Ringan : 22 – 24 Januari 2010

b. Hujan Lebat : 4 – 6 Februari 2010

c. Hujan Sangat Lebat : 9 – 11 Februari 2010

4.4. Pola Distribusi Curah Hujan

Curah hujan yang diperlukan untuk membuat suatu sistem rencana peringatan

dini berdasarkan volume debit (yang disebabkan oleh curah hujan) dari daerah

pengaliran yang kecil, seperti perhitungan debit banjir, adalah curah hujan yang terjadi

pada jangka waktu yang pendek dan bukan curah hujan jangka waktu yang panjang

seperti curah hujan bulanan atau tahunan (Sosrodarsono dan Takeda (eds), 2006).

Intensitas curah hujan pada jangka waktu yang singkat akan dirubah menjadi

intensitas curah hujan per jam yang biasa disebut intensitas curah hujan (rain rate).

Makin pendek jangka waktu curah hujannya, makin besar intensitasnya. Hujan itu

kadang-kadang berhenti atau menjadi kecil/lemah, jadi jika jangka waktu curah hujan

panjang maka intensitasnya kecil. Makin kecil daerah aliran sungai, maka jangka waktu

curah hujan atau waktu konsentrasi (time of concentration) makin pendek. Waktu

konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik paling

jauh ke titik yang ditentukan di bagian hilir daerah aliran.

Transek intensitas curah hujan dari data radar seperti yang telah disajikan pada

Gambar 14 digunakan untuk melihat posisi DAS Ciliwung berada di dalam wilayah

Transek 1 dan 2, serta posisi alat pengamatan permukaan (AWS dan AWLR) juga

berada di sekitar transek tersebut. Berdasarkan posisi transek tersebut, dibuat Diagram

Hoevmoller dengan menggunakan data intensitas curah hujan sepanjang Transek 1 dan

2 seperti yang terlihat pada Gambar 27.

Transek 1, dapat dilihat bahwa curah hujan yang terjadi dari Citeko sampai

Pulau Pramuka menunjukkan pola harian, hujan hampir terjadi setiap hari selama satu

bulan pengamatan. Curah hujan lebih banyak terkonsentrasi di wilayah Citeko sampai

Depok, tetapi pada beberapa periode distribusi curah hujan berlangsung terus menerus

dari Citeko hingga Pulau Pramuka, hal ini terlihat antara lain pada tanggal 31 Januari –

Page 54: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

37

1 Februari 2010 dan 13 – 15 Februari 2010, sedangkan pada tanggal 9 – 10 Februari

2010 curah hujan hanya terjadi di wilayah Citeko hingga Depok.

Sebaliknya pada Transek 2 bisa dilihat bahwa distribusi curah hujan banyak

terjadi di daerah Citeko sampai Bekasi, pola harian juga jelas terlihat pada gambar ini.

Berdasarkan diagram tersebut dan melihat posisi DAS Ciliwung, bisa disimpulkan

bahwa curah hujan yang jatuh di wilayah Citeko, Bogor, sampai Depok akan bergerak

menuju Pulau Pramuka dan Bekasi, seiring bergeraknya hujan ini maka intensitas hujan

yang jatuh dapat mengisi DAS Ciliwung.

Kondisi aktual di lapangan ternyata terdapat beberapa kali kejadian banjir yang

terjadi di wilayah Jakarta, antara lain banjir yang terjadi pada tanggal 10 Februari 2010

di wilayah Cawang, Jakarta. Dengan melihat Diagram Hoevmoller pada tanggal 9 – 10

Februari 2010 dimana curah hujan tinggi terjadi dari Citeko sampai Depok, sehingga

bisa disimpulkan bahwa kejadian banjir pada tanggal 10 Februari 2010 berasal dari

curah hujan tinggi disekitar Citeko sampai Depok (curah hujan kiriman). Hal ini bisa

dibuktikan dengan membuat simulasi aliran sungai pada periode tersebut dengan

menggunakan data pengamatan Stasiun Bogor.

Gambar 27. Diagram Hoevmoller dari 2 transek yang menggambarkan distribusi curah

hujan dari radar di wilayah Jabodetabek periode 14 Januari – 15 Februari

2010.

4.5. Model Hidrologi Terdistribusi Hujan – Limpasan

Kegiatan pengamatan selama IOP (Intensive Observational Period) dapat

digunakan untuk memahami dinamika atmosfer yang terkait dengan cuaca ekstrem

khususnya di wilayah DKI Jakarta. Hasil pengamatan yang dilakukan serentak di 5

(lima) lokasi yang berbeda, yaitu Citeko, Bogor, Serpong, Serang, dan Pulau Pramuka.

Intensitas curah hujan yang diperoleh dari data pengamatan menggunakan radar

cuaca CDR dibandingkan dan divalidasi menggunakan data pengukuran permukaan dari

AWS, sesuai dengan hasil hubungan antara data reflektifitas radar (Z) dan intensitas

curah hujan (R) diperoleh konstanta a dan b yang dapat digunakan untuk menghitung

mm/6menit mm/6menit

Page 55: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

38

intensitas curah hujan yang mempunyai resolusi spasial dan temporal yang tinggi dan

lebih akurat. Tetapi hasil Z – R yang diperoleh dari kelima lokasi tidak semuanya bagus,

sesuai hasil yang disajikan pada Tabel 5 disimpulkan bahwa data intensitas curah hujan

yang paling sesuai adalah data Stasiun Bogor, selain itu melihat dari pola distribusi

curah hujan selama periode pengamatan terkonsentrasi di wilayah Citeko sampai

Depok, sehingga simulasi aliran sungai yang dilakukan pada tahap selanjutnya

menggunakan data intensitas curah hujan pada koordinat Stasiun Bogor sebagai

masukannya.

Diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu

disebut hidrograf. Salah satu sumber air sungai adalah curah hujan, curah hujan yang

jatuh langsung pada permukaan air di sungai utama dan anak-anak sungainya, umumnya

termasuk dalam limpasan permukaan dan tidak dapat dipisahkan sebagai komponen dari

hidrograf (Sosrodarsono dan Takeda (eds), 2006).

Data radar cuaca dirubah menjadi data intensitas curah hujan di wilayah cakupan

radar, setelah itu informasi presipitasi pada area yang luas tersebut menjadi masukan

pada model simulasi aliran. Kamimera et al. (2003) melalui penelitiannya di wilayah

China telah membuktikan bahwa gabungan antara data radar dan data pengamatan

permukaan lebih bisa menggambarkan kondisi curah hujan di suatu wilayah dengan

akurasi spasial tinggi.

Masukan yang diperlukan dalam model simulasi hidrologi terdistribusi hujan

limpasan adalah data intensitas curah hujan yang diperoleh dari hasil perhitungan

menggunakan konstanta a dan b, selain itu juga dilihat data tinggi muka air di DAS

Ciliwung untuk menentukan periode kejadian banjir.

Gambar 28. Grafik tinggi muka air di DAS Ciliwung (atas) dan intensitas curah hujan

dari AWS (bawah) selama periode 14 Januari – 15 Februari 2010.

Grafik tinggi muka air dan intensitas curah hujan permukaan yang digambarkan

di atas menunjukkan bahwa intensitas curah hujan tinggi banyak terjadi pada bulan

Februari 2010, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan tinggi muka air di daerah

aliran sungai Ciliwung terutama pada tanggal 31 Januari – 1 Februari 2010, 9 – 10, 11 –

12, dan 14 - 16 Februari 2010. Hal ini seiring dengan terjadinya hujan tinggi pada

tanggal 3, 9, dan 14 Februari 2010.

Page 56: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

39

Berdasarkan kriteria intensitas curah hujan dan diwakili oleh Stasiun Bogor yang

mempunyai kualitas data dan hubungan Z – R yang paling bagus maka data intensitas

curah hujan yang diperoleh dari hasil hubungan antara data radar cuaca dan pengamatan

permukaan digunakan sebagai masukan dalam model hidrologi terdistribusi untuk titik

Manggarai.

Sebelum menghitung rata-rata aliran sungai (flow rate), data CAPPI setiap 6

menit dirubah menjadi data intensitas curah hujan setiap 10 menit (mm/10 menit). Data

curah hujan setiap 10 menit ini akan menjadi masukan dalam simulasi aliran sungai.

Asumsi awal yang digunakan bahwa tanah mempunyai kandungan air yang berada pada

kondisi kapasitas lapang, maka akan dihitung kecepatan aliran sungai menggunakan

Bucket Runoff Model, dalam hal ini dari Stasiun Bogor hingga mencapai Bendungan

Manggarai (Jakarta). Gambar 29 memperlihatkan simulasi aliran sungai pada tanggal-

tanggal di mana curah hujan yang diamati di permukaan ringan, lebat, dan sangat lebat,

yaitu pada tanggal 22 – 24 Januari 2010 (hujan ringan), 4 – 6 Februari 2010 (hujan

lebat), dan 9 - 11 Februari 2010 (hujan sangat lebat) berdasarkan pengamatan dari

Stasiun Bogor.

a. 22 – 24 Januari 2010 (intensitas hujan ringan).

b. 4 – 6 Februari 2010 (intensitas hujan lebat).

Page 57: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

40

c. 9 – 11 Februari 2010 (intensitas hujan sangat lebat).

Gambar 29. Simulasi aliran sungai di Bendungan Manggarai, tanggal 22 – 24 Januari

2010 (a), 4 – 6 Februari 2010 (b), dan 9 - 11 Februari 2010 (c).

Berdasarkan simulasi aliran sungai di sub-grid Manggarai yang dilakukan pada

berbagai periode, yaitu tanggal 22 – 24 Januari 2010 pada saat intensitas hujan ringan,

simulasi aliran yang terbentuk landai dan tidak memberikan response dengan adanya

curah hujan yang turun di bawah 5 mm/jam, sehingga seharusnya tidak terbentuk

simulasi aliran karena curah hujan habis untuk evaporasi; tanggal 4 – 6 Februari 2010

pada saat intensitas hujan lebat, mulai ada response aliran akibat adanya curah hujan

meskipun masih relatif landai, dimana simulasi aliran tertinggi yang terbentuk sebesar

844,002 m3/s; sedangkan response tertinggi akibat adanya curah hujan sangat lebat

menyebabkan simulasi aliran yang terbentuk mencapai titik tertinggi sebesar 887,66

m3/s dan 760,852 m

3/s terjadi pada tanggal 9 – 11 Februari 2010, dengan 2 puncak

aliran pada tanggal 10 Februari 2010 saat intensitas hujan sangat lebat. Bersamaan

dengan hal ini ternyata terjadi kejadian banjir di daerah Cawang, Jakarta pada tanggal

10 Februari 2010, seperti terlihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Kejadian banjir di kawasan Cawang Atas, Jakarta, pada tanggal 10

Februari 2010.

Gambar 31 berikut menggambarkan perbandingan antara hasil simulasi aliran

sungai sub-grid Manggarai dengan menggunakan data radar saja (yang diperoleh

Page 58: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

41

menggunakan persamaan Marshall – Palmer) dan data gabungan radar dengan

pengamatan curah hujan permukaan (didapat dari hasil perhitungan menggunakan

konstanta a dan b yang diperoleh dalam penelitian ini), dibandingkan dengan data

pengukuran debit di Bendung Manggarai. Perbandingan ini menggunakan data simulasi

aliran sungai pada kecepatan 0.8 m2/s pada saat kecepatan aliran mulai naik karena

adanya curah hujan.

a. 22 – 23 Januari 2010 (intensitas hujan ringan).

b. 4 – 5 Februari 2010 (intensitas hujan lebat).

c. 9 – 10 Februari 2010 (intensitas hujan sangat lebat).

Gambar 31. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai di Bendungan Manggarai pada

tanggal 22 – 23 Januari 2010 (a), 4 – 5 Februari 2010 (b), dan 9 - 10

Februari 2010 (c).

Page 59: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

42

Perbandingan antara hasil simulasi aliran sungai dari model dengan data hasil

observasi pada kecepatan aliran rata-rata 0,8 m2/s menghasilkan grafik landai dan tidak

menunjukkan kenaikan laju aliran yang sama seperti data hasil observasi, terutama pada

intensitas hujan ringan, sedangkan pada saat hujan lebat dan sangat lebat terdapat

kenaikan tetapi terjadi perbedaan waktu antara kenaikan laju aliran hasil simulasi model

dengan data hasil observasi dimana kenaikan data hasil model mempunyai waktu lebih

cepat dibandingkan data hasil observasi. Tetapi jika melihat kondisi intensitas curah

hujannya maka hasil model lebih bisa merepresentasikan aliran sungai dibandingkan

hasil observasinya, hal ini kemungkinan terjadi karena kualitas data observasi belum

optimal. Pada ketiga kondisi curah hujan di atas, hasil simulasi aliran yang berasal dari

gabungan antara data radar cuaca dan data pengamatan permukaan mempunyai hasil

lebih tinggi dibandingkan hasil simulasi dengan hanya menggunakan data radar saja.

Evaluasi hasil simulasi model yang berasal dari data gabungan antara data radar

cuaca dan data pengamatan permukaan serta data radar saja dibandingkan dengan data

observasi di lapangan, disajikan pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Perbandingan hasil simulasi aliran sungai dengan data observasi lapangan.

Tanggal RMSE Observasi dengan Gabungan

Radar – Pengamatan Permukaan

RMSE Observasi dengan

Radar Saja

22 – 24 Jan 266,87 m3/s 339,22 m

3/s

4 – 5 Feb 226,38 m3/s 328,15 m

3/s

9 – 10 Feb 287,32 m3/s 350,30 m

3/s

Berdasarkan perbandingan tersebut, hasil simulasi menggunakan gabungan data

radar dan pengamatan permukaan lebih mendekati data observasi di lapangan

dibandingkan hasil simulasi hanya menggunakan data radar saja, hal ini terlihat dari

besarnya nilai RMSE gabungan radar dan pengamatan permukaan lebih rendah

dibandingkan hanya menggunakan radar saja. Skenario mitigasi bencana banjir

khususnya di sub grid Manggarai dapat disusun berdasarkan data radar cuaca dan

pengamatan permukaan yang sesuai untuk wilayah Jabodetabek.

Page 60: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Selama periode pengamatan tanggal 14 Januari – 15 Februari 2010 dari hasil

penelitian dapat disimpulkan:

1. Intensitas curah hujan dapat diperoleh dari data reflektifitas radar cuaca (Z) yang

divalidasi menggunakan data pengamatan permukaan AWS (R).

2. Konstanta empirik a dan b yang paling sesuai adalah Stasiun Bogor dengan

jumlah curah hujan selama satu bulan pengamatan 571 mm, karena paling stabil

dibandingkan stasiun lainnya, baik untuk interval waktu per 30 menit yaitu

Z = 0,025282 R3,223665

maupun interval waktu per jam yaitu Z = 0.046175

R2.814297

, masing-masing dengan koefisien determinasi sebesar 20,67% dan

24,19%.

3. Jumlah curah hujan tinggi banyak terjadi di Stasiun Citeko dan Bogor pada

bulan Februari 2010. Jumlah curah hujan setiap jam pada Stasiun Bogor

tertinggi terjadi pada tanggal 3 Februari 2010 sebesar 53,8 mm/jam dan tanggal

9 Februari 2010 sebesar 54,8 mm/jam. Jumlah curah hujan setiap jam tertinggi

selama periode pengamatan terjadi di Stasiun Citeko, pada tanggal 13 Februari

2010 sebesar 57,2 mm/jam.

4. Simulasi aliran sungai di sub-grid Manggarai dibuat berdasarkan 4 kriteria

BMKG, tetapi dipilih hanya berdasarkan pada 3 kriteria, yaitu intensitas hujan

ringan (simulasi tanggal 22 – 24 Jan 2010), intensitas hujan lebat (4 – 6 Feb

2010), dan intensitas hujan sangat lebat (9 – 11 Feb 2010). Periode tanggal 22 –

24 Januari 2010 saat intensitas hujan ringan (1 – 5 mm/jam), simulasi aliran

yang terbentuk landai dan tidak ada response terhadap adanya curah hujan

karena curah hujan habis digunakan untuk evaporasi; tanggal 4 – 6 Februari

2010 pada saat intensitas hujan lebat (10 – 20 mm/jam), mulai ada simulasi

aliran terbentuk walaupun masih landai sebesar 844,002 m3/s; sedangkan

simulasi aliran tertinggi sebesar 887,66 m3/s dan 760,852 m

3/s terjadi pada

tanggal 9 – 11 Februari 2010, dengan dua puncak aliran pada tanggal 10

Februari 2010 saat intensitas hujan sangat lebat (>20 mm/jam).

5. Berdasarkan perbandingan antara hasil simulasi aliran sungai dengan data

observasi, hasil simulasi aliran yang berasal dari gabungan antara data radar

cuaca dan data pengamatan permukaan lebih tinggi dibandingkan hasil simulasi

dengan hanya menggunakan data radar saja, tetapi jika kedua hasil model ini

dibandingkan dengan data observasi maka diperoleh hasil simulasi aliran

menggunakan data gabungan radar cuaca dan pengamatan permukaan lebih baik

dibandingkan hanya menggunakan data radar saja (nilai RMSE gabungan data

radar cuaca dan pengamatan permukaan lebih rendah dibandingkan RMSE

hanya data radar cuaca saja).

5.2. Saran

Penelitian ini telah memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, walaupun

pengolahan data hanya didasarkan pada penggunaan lima lokasi AWS tetapi hasil yang

diperoleh bisa mewakili keseluruhan daerah jangkauan radar, meskipun demikian

disarankan pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan proses kualifikasi data

pengamatan karena data pengamatan permukaan yang diperoleh masih banyak terdapat

Page 61: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

44

ketidak sesuaian dengan kondisi sebenarnya antara lain pada data curah hujan

permukaan dan data tinggi muka air atau debit sungai, sehingga model ini dapat

diaplikasikan dan memperoleh hasil lebih baik.

Page 62: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

45

VI. DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). 2009. Peta Jaringan

Pengamatan Aliran Sungai. Laporan. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung

Cisadane, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per Kabupaten/Kota Provinsi

DKI Jakarta. Laporan. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Jakarta.

Collier, C.G. 1996. Applications of Weather Radar Systems: A Guide to Uses of Radar

Data in Meteorology and Hydrology – 2nd Ed. Praxis Publishing Ltd. England.

Caljouw, M., P.J.M. Nas, and Pratiwo. 2005. Flooding in Jakarta Towards a Blue City

with Improved Water Management. Koninklijk Instituut voor Taal, Land en

Volkenkonde.

Doviak, R.J, and D.S. Zrnic. 1992. Doppler Radar and Weather Observations – 2nd Ed.

Academic Press, Inc. USA.

Departemen Kehutanan. 2009. Penyusunan Rencana Detil Penanganan Banjir di

Wilayah Jabodetabekjur. Laporan Akhir. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan.

Jakarta.

Handoko (eds). 1995. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

Kamimera, H., N. Hayakawa, M. Lu, S. Dong, G. Yang, and F. Ying. 2003. Runoff

Analysis of the 1998 Songhuajiang River Flood using the Distributed Hydrological

Model. Disaster Mitigation and Water Management. Japan.

Khan A.A.H. dan Ong C.K., 1994. Design and Calibration of Tipping Bucket System

for Field Run-off and Sediment Quantification. International Centre for Research in

Agroforestry (ICRAF). Naerobi, Kenya.

Mori, S., Hamada J.-I., N. Sakurai, H. Fudeyasu, M. Kawashima, H. Hashiguchi, F.

Syamsudin, A. A. Arbain, R. Sulistyowati, J. Matsumoto and M. D. Yamanaka.

2011. Convective systems developed along the coastline of Sumatra Island,

Indonesia observed with an X-band Doppler radar during the HARIMAU2006

campaign. J. Meteor. Soc. Japan, 89, in press (accepted in September 2010).

Sosrodarsono, S., and K. Takeda (eds). 2006. Hidrologi untuk Pengairan (Manual on

Hydrology). Cet. 10. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Rinehart, R.E. 2004. Radar for Meteorologists – 4th Ed. Rinehart Publications. USA.

Suryatmojo, Hatma. 2006. Presipitasi. Laporan. Jurusan Konservasi Sumber Daya

Hutan. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

SARI (Satellite Assessment for Rice in Indonesia) Project. 2001. Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi. Jakarta.

Tachikawa, Y., R. James, K. Abdullah, and M. Nor (eds). 2004. Catalogue of Rivers for

Southeast Asia and The Pacific – Volume V. A UNESCO-IHP Publication, 31-44.

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset Yogyakarta. Yogyakarta.

Wu, P., M. Hara, H. Fudeyasu, M.D. Yamanaka, J. Matsumoto, F. Syamsudin, R.

Sulistyowati, and Y.S. Djajadihardja. 2007. The impact of trans-equatorial monsoon

flow on the formation of repeated torrential rains over Java Island. SOLA, 3, 93−96.

Zhijia, L., G. Wenzhong, L. Jintao, and Z. Kun. 2004. Coupling between Weather Radar

Rainfall Data and A Distributed Hydrological Model for Real Time Flood

Forecasting. Hydrological Science Journal, 49 (6).

Page 63: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

VII. LAMPIRAN

Halaman

1. Modul program untuk mengolah data radar cuaca menggunakan

Bahasa C ....................................................................................................... 47

2. Modul program untuk menghitung simulasi aliran sungai menggunakan

Bahasa Fortran .............................................................................................. 50

3. Contoh data intensitas curah hujan dari data radar cuaca CDR periode

14 Januari - 15 Februari 2010 ........................................................................ 52

4. Contoh data Automatic Weather Station (AWS) periode 14 Januari

- 15 Februari 2010 ......................................................................................... 54

5. Contoh data tinggi muka air Manggarai periode 14 Januari –

15 Februari 2010............................................................................................. 55

Page 64: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

47

Lampiran 1. Modul program untuk mengolah data radar cuaca menggunakan

Bahasa C.

open (MYFILE, 'datajan14.txt');

@data=<MYFILE>;

close (MYFILE);

foreach $file (@datardhi)

# ********

{

chomp($file);

$idim = 421;

$jdim = 421;

$dlon = 0.004492369;

$dlat = 0.004522556;

$lon0 = 105.761090;

$lat0 = -5.445741;

# --------

# target region for river flow simulation in the Ciliwung basin

$lomin = 106.785417-0.01;

$lomax = 107.002084+0.01;

$lamin = -6.764584-0.01;

$lamax = -6.206251+0.01;

# --------

$n = @items = split( '/', $file );

#$dir = $items[0]; for ( $i = 1; $i < $n-1; $i++ ) { $dir = "$dir/$items[$i]"; }

#printf "dir = %s\n", $dir;

$csv = $items[$n-1];

printf "csv = %s\n", $csv;

if ( $ok == 0 ) { # no data

printf "%3d %3d %f %f 0\n", $i, $j, $lon, $lat;

printf fptxt "%3d %3d %f %f 0\n", $i, $j, $lon, $lat;

} elsif ( $ok == 1 ) {

printf "%3d %3d %f %f %f\n", $i, $j, $lon, $lat, $rain;

printf fptxt "%3d %3d %f %f %f\n", $i, $j, $lon, $lat, $rain;

#printf "ok\n"; exit;

} else {

printf "error\n"; exit;

}

}

}

printf "icnt = %d, jcnt = %d, n = %d\n", $icnt, $jcnt, $n;

close( fptxt );

Page 65: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

48

}

$a = 0.046175;

$b = 2.814297;

$n = @items = split( '/', $file );

$txt = $items[$n-1];

printf "%s\n", $txt;

$mm = substr( $txt, 0, 2 );

$dd = substr( $txt, 2, 2 );

$hr = substr( $txt, 4, 2 );

$mn = substr( $txt, 6, 2 );

# --------

open( fp, $file );

@lines = <fp>;

close( fp );

$file2 = "list.txt";

open( fp, $file2 );

@lines2 = <fp>;

close( fp );

@data2 = ();

$icnt = 0;

foreach $line ( @lines2 ) {

$line =~ s/\n//;

@items = split( ' ', $line );

$data2[$icnt++] = $data[$items[4]];

printf "%d %d %f\n", $icnt, $items[4], $data2[$icnt-1];

}

#exit;

# --------

$idim = 53;

$jdim = 135;

$lon0 = 106.785417;

$lat0 = -6.206251;

$dx = 0.0041666667;

#open( fptxt, "> 2010$mm${dd}_$hr$mn.txt" );

# ------ Hitung akumulasi tiap data grid dan masukkan ke dalam array 2-dimensi -----

$datacc[$j][$i] = $datacc[$j][$i] + $data2[$icnt]/10;

$icnt++;

Page 66: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

49

}

# printf fptxt "\n";

}

#close( fptxt );

$filecount++;

# ------ Hitung akumulasi tiap satu jam --------

if ($filecount == 10) {

for ($data10 = 0; $data10 < 6; $data10++) {

$filecount2 = $data10*10;

open (MYFILE, "> 2010$mm$dd${hr}menit$filecount2.txt" );

for ($a = 0; $a < $jdim; $a++) {

printf MYFILE "%4d %2d %2d %2d %2d %3d",

2010,$mm,$dd,$hr,$filecount2,$jdim-$a;

for ($b = 0; $b < $idim; $b++) {

# ------ Bagi data akumulasi 60 menit dengan 6 untuk memperoleh data 10 menit -----

printf MYFILE " %7.3f", $datacc[$a][$b]/6;

}

printf MYFILE "\n";

}

close (MYFILE);

}

$filecount = 0;

$datacc = ();

}

}

Page 67: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

50

Lampiran 2. Modul program untuk menghitung simulasi aliran sungai menggunakan

Bahasa Fortran.

vi intp2.pl

$dddd = 'ser1' ; # for Z-R at Bogor (AWS)

$coefa = 0.046175;

$coefb = 2.814297;

pi = 4.0*atan(1.0)

rearth = 6.371e6

rlatm = 17.0

dy = 500.0

dx = 500.0

dd = sqrt(dx**2 + dy**2)

dt = 600.0

*

vmissr = -99.0

vmisso = -1.0

*

jdayb = 9

jdaye = 10

*

* Manggarai

la1 = 135

lo1 = 17

*

idayr = 0

*

* bucket runoff model

DO la = lab, lae

DO lo = lob, loe

IF(rain(lo,la) .EQ. vmissr) THEN

rain(lo,la) = vmisso

END IF

IF(matri(lo,la) .NE. 0) THEN

soilm(lo,la) = soilm(lo,la) + rain(lo,la) - evap

if(soilm(lo,la) .lt. 0.0) then

soilm(lo,la) = 0.0

end if

IF(soilm(lo,la) .GT. bucket) THEN

roff(lo,la) = soilm(lo,la) - bucket

soilm(lo,la) = bucket

ELSE

roff(lo,la) = 0.0

END IF

ELSE

roff(lo,la) = vmisso

Page 68: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

51

END IF

END DO

END DO

*

* river flow model (with constant flow speed)

DO la = lab, lae

DO lo = lob, loe

srivn(lo,la) = 0.0

END DO

END DO

*

DO la = lab, lae

DO lo = lob, loe

IF(matri(lo,la) .NE. 0) THEN

srivo(lo,la) = srivo(lo,la) + roff(lo,la)

END IF

END DO

END DO

*

*

** Simulated river flow at Manggarai

fvals1 = vel * (srivo(lo1,la1)*1.0e-3) * ((dx*dy)/dd)

** frac<=1 assumed

*

IF(ifout(1) .GT. 0) THEN

WRITE(61,601) jyr,jmo,jday,jhr,jmin,

C & fvals1, fvals2, fvals3

C 601 FORMAT(' ', 4I4, 3F10.0)

& fvals1

C 601 FORMAT(I4,'-',I2.2,'-',I2.2,'T',I2.2,':',I2.2,F10.3)

601 FORMAT(I4,'-',I2.2,'-',I2.2,',',I2.2,':',I2.2,',',F10.3)

END IF

IF(ifout(2) .GT. 0) THEN

CALL outf('pr', jyr,jmo,jday,jhr,jmin,

& rain,alon,alat,'Precipitation (mm/day)')

END IF

IF(ifout(3) .GT. 0) THEN

CALL outf('ro', jyr,jmo,jday,jhr,jmin,

& roff, alon,alat,'Runoff (mm/day)')

END IF

IF(ifout(4) .GT. 0) THEN

CALL outf('rw', jyr,jmo,jday,jhr,jmin,

& srivn,alon,alat,'River water storage (mm)')

END IF

IF(ifout(5) .GT. 0) THEN

CALL outf('sw', jyr,jmo,jday,jhr,jmin,

& soilm,alon,alat,'Soil water storage (mm)')

END IF

Page 69: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

Lampiran 3. Contoh data intensitas curah hujan dari data radar cuaca CDR periode 14 Januari - 15 Februari 2010

Citeko Bogor Serpong Serang Pramuka

(mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt)

2010 2 9 0 0 0,0000 0,0500 0,0300 0,1700 0,0000

2010 2 9 0 6 0,0000 0,0300 0,0400 0,1100 0,0000

2010 2 9 0 12 0,0000 0,0200 0,0400 0,0900 0,0000

2010 2 9 0 18 0,0200 0,0200 0,0400 0,0900 0,0000

2010 2 9 0 24 0,0100 0,0200 0,0300 0,0700 0,0000

2010 2 9 0 30 0,0100 0,0200 0,0400 0,0700 0,0000

2010 2 9 0 36 0,0100 0,0100 0,0400 0,0800 0,0000

2010 2 9 0 42 0,0075 0,0100 0,0300 0,0900 0,0000

2010 2 9 0 48 0,0000 0,0100 0,0400 0,1000 0,0000

2010 2 9 0 54 0,0000 0,0100 0,0300 0,1200 0,0000

2010 2 9 1 0 0,0000 0,0100 0,0300 0,1300 0,0000

2010 2 9 1 6 0,0000 0,0100 0,0200 0,1400 0,0000

2010 2 9 1 12 0,0000 0,0095 0,0100 0,1300 0,0000

2010 2 9 1 18 0,0000 0,0100 0,0100 0,1100 0,0000

2010 2 9 1 24 0,0000 0,0100 0,0100 0,1000 0,0000

2010 2 9 1 30 0,0000 0,0100 0,0100 0,1300 0,0000

2010 2 9 1 36 0,0086 0,0095 0,0100 0,1200 0,0000

2010 2 9 1 42 0,0000 0,0100 0,0000 0,1100 0,0000

2010 2 9 1 48 0,0000 0,0100 0,0100 0,1000 0,0000

2010 2 9 1 54 0,0000 0,0100 0,0100 0,1000 0,0000

2010 2 9 2 0 0,0000 0,0100 0,0100 0,0700 0,0000

2010 2 9 2 6 0,0000 0,0100 0,0100 0,0700 0,0000

2010 2 9 2 12 0,0000 0,0100 0,0100 0,0600 0,0000

2010 2 9 2 18 0,0000 0,0092 0,0100 0,0400 0,0000

2010 2 9 2 24 0,0000 0,0094 0,0000 0,0300 0,0000

2010 2 9 2 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 2 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 2 42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 2 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0500 0,0000

2010 2 9 2 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 3 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0600 0,0000

2010 2 9 3 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0600 0,0000

2010 2 9 3 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 3 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 3 24 0,0000 0,0000 0,0000 0,0300 0,0000

2010 2 9 3 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0300 0,0000

2010 2 9 3 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0100 0,0000

2010 2 9 3 42 0,0000 0,0094 0,0000 0,0100 0,0000

2010 2 9 3 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 3 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0500 0,0000

2010 2 9 4 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0100 0,0000

2010 2 9 4 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0300 0,0000

2010 2 9 4 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 4 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 4 24 0,0000 0,0000 0,0000 0,0200 0,0000

2010 2 9 4 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0300 0,0000

2010 2 9 4 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0200 0,0000

2010 2 9 4 42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0100 0,0000

2010 2 9 4 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0400 0,0000

2010 2 9 4 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0200 0,0000

MenitTahun Bulan Tanggal Jam

Page 70: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

Citeko Bogor Serpong Serang Pramuka

(mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt) (mm/10mnt)

MenitTahun Bulan Tanggal Jam

2010 2 9 5 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 24 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 5 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 6 0,0000 0,0086 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 12 0,0100 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 18 0,0100 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 24 0,0093 0,0093 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 30 0,0000 0,0075 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 42 0,0100 0,0080 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 48 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 6 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 24 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 7 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 24 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 30 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 36 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 42 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 48 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 8 54 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 0 0,0000 0,0080 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 12 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 18 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 24 0,0000 0,0075 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 30 0,0000 0,0079 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 36 0,0000 0,0083 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 42 0,0000 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 48 0,0000 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 9 54 0,0000 0,0089 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 0 0,0000 0,0092 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 6 0,0000 0,0096 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 12 0,0000 0,0100 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 18 0,0000 0,0075 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 24 0,0000 0,0094 0,0000 0,0000 0,0000

2010 2 9 10 30 0,0000 0,0093 0,0000 0,0000 0,0000

Page 71: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

Lampiran 4. Contoh data Automatic Weather Station (AWS) periode 14 Januari - 15 Februari 2010

Waktu

Intensitas Hujan Ringan

(mm/jam)

22 - 23 Jan

Intensitas Hujan Lebat

(mm/jam)

4 - 5 Feb

Intensitas Hujan Sangat Lebat

(mm/jam)

9 - 10 Feb

0:00:00 0 0 0,4

1:00:00 0 0 0

2:00:00 0 0 0

3:00:00 0 0 0

4:00:00 0 0 0

5:00:00 0 0 0

6:00:00 0 0 0

7:00:00 0 0 0

8:00:00 0 0 0

9:00:00 0 0 0

10:00:00 0 0 0

11:00:00 0,4 0 0

12:00:00 1,6 0 0

13:00:00 0,2 0 0

14:00:00 0,8 0 0

15:00:00 0,8 18,2 12,2

16:00:00 0,4 4,4 54,8

17:00:00 0 2 34,4

18:00:00 0 0 12

19:00:00 0 0 3,8

20:00:00 0 0 1,2

21:00:00 0 0 0

22:00:00 0 0 0

23:00:00 0 0 0

0:00:00 0 0 0

1:00:00 0 0 0

2:00:00 0 0 0

3:00:00 0 0 0

4:00:00 0 0 0

5:00:00 0 0 0

6:00:00 0 0 0

7:00:00 0 0 0

8:00:00 0 0 0

9:00:00 0 0 0

10:00:00 0 0 0

11:00:00 0 0 0

12:00:00 0 0 0

13:00:00 4,8 0 0

14:00:00 4,2 0 0

15:00:00 0,2 0 0

16:00:00 0,2 0 0

17:00:00 0 0 0,4

18:00:00 0 0 40,8

19:00:00 0 0 9,4

20:00:00 0 0 0,2

21:00:00 0 0 0

22:00:00 0 0 0

23:00:00 0 0 0

Page 72: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

Lampiran 5. Contoh data tinggi muka air Manggarai periode 14 Januari - 15 Februari 2010

JamManggarai 22 - 23 Jan

(m)

Manggarai 4 - 5 Feb

(m)

Manggarai 9 - 10 Feb

(m)

1002090015 6,434 6,243 6,702

1002090100 6,439 6,222 6,638

1002090200 6,389 6,347 6,556

1002090300 6,344 6,524 6,574

1002090400 6,312 6,703 6,57

1002090500 6,327 6,742 6,561

1002090600 6,358 6,715 6,58

1002090700 6,568 6,883 6,615

1002090800 6,783 6,907 6,935

1002090900 6,861 6,883 7,086

1002091000 6,821 6,821 7,089

1002091100 7,034 6,809 7,089

1002091200 7,355 6,727 7,08

1002091300 7,347 6,674 7,044

1002091400 7,261 6,622 7,047

1002091500 7,225 6,59 6,981

1002091600 7,193 6,417 6,955

1002091700 7,1 6,367 7,279

1002091800 7,073 6,349 7,692

1002091900 7,163 6,33 7,524

1002092000 7,171 6,317 6,212

1002092100 7,613 6,266 6,175

1002092200 6,967 6,271 6,142

1002092300 6,44 6,271 6,147

1002092345 6,4 6,255 6,168

1002100015 6,384 6,286 6,138

1002100100 6,379 6,251 6,164

1002100200 6,382 6,328 6,355

1002100300 6,478 6,554 6,838

1002100400 6,646 6,832 7,183

1002100500 6,77 7,044 7,41

1002100600 6,86 7,12 7,519

1002100700 6,881 7,11 7,639

1002100800 6,874 7,096 7,694

1002100900 7,04 7,01 7,807

1002101000 6,978 6,916 7,868

Page 73: Model hidrologi terdistribusi hujan – limpasan berbasis ... · bidang meteorologi untuk menghitung intensitas curah hujan pada berbagai ketinggian. ... 4.4 Pola Distribusi Curah

JamManggarai 22 - 23 Jan

(m)

Manggarai 4 - 5 Feb

(m)

Manggarai 9 - 10 Feb

(m)

1002101100 6,871 6,946 7,925

1002101200 6,783 7,419 7,878

1002101300 6,826 7,483 7,817

1002101400 6,789 7,248 7,72

1002101500 7,071 7,008 7,574

1002101600 7,071 6,834 7,428

1002101700 7,052 6,978 7,29

1002101800 7,345 7,061 7,161

1002101900 7,701 7,506 7,02

1002102000 6,585 7,138 6,947

1002102100 6,501 6,919 6,866

1002102200 6,473 6,728 6,787

1002102300 6,425 6,602 6,749

1002102345 6,423 6,568 6,688