Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
296
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
MENINGKATKAN KINERJA GURU MELALUI PENINGKATAN EFEKTIFITAS
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN SUPERVISI KLINIS KEPALA
SEKOLAH (PENELITIAN PADA GURU SMP SWASTA KOTA DEPOK JAWA
BARAT)
EE. Junaedi Sastradiharja
Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta
Daningsih Kurniasari
Universitas Juanda Bogor
ABSTRACT
The teacher holds the functions and roles that are very important in achieving the success of the
education and learning process. The function and role of the teacher cannot be replaced by
technological advances in the form of any sophisticated media. Psychologically-pedagogically the
teacher in carrying out his teacher's tasks not only plays a role to transfer knowledge to students, but
also shapes character and nature through developing the desired personality and values lovingly.
Morally, the teacher as an educator also has a role in inheriting the values and virtues of life to
become a guide for students in living their lives in the future. Inheritance and the inculcation of life
values are not only taught verbally in the same direction as can be obtained through electronic
learning media, but must be well communicated not only through rhetorical lectures and speeches, the
most meaningful must be through examples and real life attitudes. Given the strategic function and
role of teachers, teacher performance must continue to be improved so that teachers are able to
become educational resources that determine the success of education and learning. Teacher
performance is the key to success in improving the quality of education, because teachers are at the
central point of every reform effort directed at qualitative changes in education and learning in a more
advanced direction. Improving teacher performance can be done, among others, by increasing the
effectiveness of transformational leadership and clinical supervision of school principals, because
school principals are the central figure who has authority in teacher empowerment.
Keyword: Performance, Transformational Leadership, Clinical Supervision
ABSTRAK
Guru memegang fungsi dan peran yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses
pendidikan dan pembelajaran. Fungsi dan peran guru tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi
yang berupa media secanggih apapun. Secara psiko-pedagogis guru dalam melaksanakan tugas
keguruannya tidak hanya sekedar berperan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik,
akan tetapi juga membentuk karakter dan watak melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai
yang diinginkan dengan penuh kasih sayang. Secara moral, guru sebagai pendidik juga berperan
mewarisi nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan hidup untuk menjadi pegangan peserta didik dalam
menjalani hidupnya di kemudian hari. Pewarisan dan penanaman nilai-nilai kehidupan tentu tidak
hanya diajarkan secara verbal searah sebagaimana yang bisa diperoleh melalui media pembelajaran
elektronik, tetapi harus dikomunikasikan secara baik tidak hanya melalui ceramah dan pidato retoris,
yang paling bermakna harus melalui contoh dan sikap hidup yang nyata. Mengingat begitu
strategisnya fungsi dan peran guru, maka kinerja guru harus terus ditingkatkan agar guru mampu
menjadi sumber daya pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan dan pembelajaran.
Kinerja guru merupakan kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan, karena guru berada pada
titik sentral dari setiap usaha reformasi yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif
297
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
pendidikan dan pembelajaran ke arah yang lebih maju. Peningkatan kinerja guru dapat dilakukan
antara lain dengan cara meningkatkan efektifitas kepemimpinan transformasional dan supervisi klinis
kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan figur sentral yang memiliki otoritas dalam
pemberdayaan guru.
Keyword: Kinerja, Kepemimpinan Transformasional, Supervisi Klinis
298
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana strategis dan efektif dalam usaha mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah rasa, dan olah raga, agar dapat menghasilkan
manusia yang berilmu, berkarakter, dan berbudaya, sehingga berdaya saing tinggi dalam
rangka menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, pendidikan harus terus
ditingkatkan mutunya agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien
Peningkatan mutu pendidikan harus diawali dengan peningkatan kinerja guru
dalam mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu peningkatan mutu sumber daya manusia
Indonesia seutuhnya baik secara keilmuan (akademik), maupun kepribadian (karakter)
melalui proses pendidikan dan pembelajaran yang berkesinambungan, terarah dan
terpadu agar dapat menghasilkan lulusan berkualitas unggul sesuai kompetensi yang
dibutuhkan masyarakat dimasa kini dan mendatang. Peningkatan kinerja guru merupakan
syarat utama dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam menghasilkan mutu lulusan
yang unggul. Peningkatan kinerja guru dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain,
dengan mengefektifkan implementasi kepemimpinan transformasional dan supervisi
klinis kepala sekolah. Dengan demikian, kepala sekolah akan lebih mudah dalam
melakukan pembaharuan pembinaan dan pengawasan kepada guru secara kreatif,
terencana, terarah, dan berkesinambungan, sehingga dengan cepat dapat mendorong
tercapainya peningkatan kinerja guru secara efektif dan efisien.
Kinerja guru yang baik dalam melakukan fungsi dan perannya sebagai pendidik
dan pengajar profesional dapat menjamin berlangsungnya proses pembelajaran yang
bermutu yaitu proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dan mampu mendorong
peserta didik terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran (active learning).
Oleh karena itu, peningkatan kinerja guru diarahkan pada terwujudnya proses
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dan
berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, sehingga peserta
didik merasa lebih bergairah dan dapat meningkatkan motivasi belajarnya khususnya
dalam menggali dan mengembangkan lebih lanjut pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan sesuai kompetensi yang diharapkan. Secara individual guru perlu
didorong untuk terus menerus belajar dan dilatih melalui program-program in service
training agar dapat meningkatkan kinerjanya terutama dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, agar pembelajaran yang disajikan menjadi menarik, kreatif dan inspiratif.
Selain itu, perlu dipikirkan suatu sistem yang dapat memacu guru untuk terus menerus
belajar, yang tidak menekan tetapi justru memberi rasa nyaman bagi para guru untuk
mempersembahkan seluruh potensi dirinya untuk peningkatan kinerjanya sebagai guru.
Pendampingan guru dalam melaksanakan fungsi dan perannya oleh kepala
sekolah dengan mengimplementasikan kepemimpinan transformasional secara efektif
dan melakukan pembinaan melalui supervisi klinis kiranya perlu dilaksanakan dengan
lebih efektif dan sistematis, sehingga dapat menjadi bantuan yang benar-benar
memberdayakan dan memungkinkan guru dapat meningkatkan kinerjanya. Efektivitas
implementasi kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam mempengaruhi guru
untuk meningkatkan kinerjanya dan praktik profesional supervisi klinis dalam menggali
kesulitan-kesulitan guru melaksanakan kegiatan pembelajaran harus dirasakan lebih
sebagai sahabat ahli bagi para guru. Kehadiran kepala sekolah semestinya dapat menjadi
sumber inspirasi yang membawa kegairahan bagi guru dalam mencari alternatif-alternatif
299
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
solusi atas berbagai masalah yang dihadapinya di dalam kelas. Dengan demikian, ketika
para guru menghadapi kesulitan dalam melaksanakan fungsi dan perannya sebagai
pendidik dan pengajar, maka kepala sekolah merupakan orang pertama tempat
berkonsultasi.
Guru yang memiliki kinerja yang baik khususnya dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan dan pembelajaran di kelas, dapat melatih peserta didik untuk belajar
bekerjasama dan berkolaborasi dengan orang lain, berpikir kritis dan sistematis, taat azas,
teliti, dan tanggung jawab, sehingga setelah lulus dari sekolah dapat beradaaptasi dan
berinteraksi dengan kehidupan masyarakat. Selain itu, guru yang memiliki kinerja baik
dapat bertindak sebagai fasilitator, yaitu memiliki tugas untuk memfasilitasi upaya
peningkatan kualitas belajar peserta didik secara terus-menerus melalui proses
pengarahan, pembimbingan dan pelatihan yang terarah dan terprogram.
Peningkatan kinerja guru harus terus dilakukan pada masing-masing jenjang
pendidikan, agar dapat meningkatkan kualitas lulusan pendidikan untuk menjadi sumber
daya manusia yang berkualitas. Sangat diyakini, bahwa sumber daya manusia berkualitas
merupakan faktor yang paling menentukan dalam memacu pertumbuhan diberbagai
bidang pembangunan. Tersedianya sumber daya manusia berkualitas, akan mendorong
bangsa Indonesia untuk mampu mencapai keunggulan dalam menghasilkan karya-karya
bermutu, dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di tingkat global.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini juga tampak terjadi pada
rendahnya kinerja guru yang berdampak terhadap rendahnya mutu pendidikan nasional
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, khususnya pada jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah, salah satunya seperti terlihat pada hasil Programme for International Student
Assessment (PISA) untuk Indonesia tahun 2018 yang diumumkan oleh The Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD). Pengukuran PISA bertujuan
untuk mengevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja peserta didik pada
jenjang pendidikan menengah, terutama pada tiga bidang utama, yaitu matematika, sains,
dan literasi. Pemaparan hasil PISA 2018 untuk Indonesia disampaikan Yuri Belfali
(Head of Early Childhood and Schools OECD) dan Totok Suprayitno (Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud) di Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Pengukuran PISA untuk Indonesia yang dilakukan OECD melibatkan 12.098
peserta didik dari 399 sekolah di beberapa wilayah Indonesia yang dianggap mewakili
populasi peserta didik secara nasional dengan berbasis komputer. "Indikator yang diukur
adalah kemampuan membaca, matematika, dan sains. Adapun hasilnya adalah
kemampuan membaca peserta didik Indonesia berada dalam “kelompok kurang”
bersama dengan negara-negara seperti Saudi Arabia, Maroko, Kosovo, Republik
Dominika, atau Kazakhstan dan Filipina, rata-rata kemampuan membaca negara-negara
anggota OECD berada di angka 487, skor Indonesia berada di skor 371 (Indonesia
berada di bawah rata-rata). Peringkat pertama diraih China (skor 555), kemudian diikuti
Singapura (549) dan Makau (525). Kemuadian skor matematika dan sains juga berada di
bawah rata-rata, yaitu rata-rata skor PISA negara-negara anggota OECD untuk
matematika dan sains adalah mencapai 489, sedangkan skor PISA Indonesia untuk
matematika adalah 379 dan sains 396. Sebagai pembanding, China dan Singapura
menempati peringkat tinggi untuk skor matematika dengan skor masing-masing 591 dan
569.1
Rendahnya mutu pendidikan Indonesia merupakan bukti nyata rendahnya
kinerja guru dalam mencapai tujuan pendidikan, yaitu menghasilkan mutu lulusannya
yang tinggi. Padahal kinerja guru merupakan tolok ukur yang sangat penting dalam
1 Kompas.com, 2019.
300
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
mencapai tujuan pendidikan, karena rendahnya kinerja guru, maka proses pembelajaran
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi tidak akan berjalan secara
maksimal.
Penelitian ini mencoba untuk mengkaji fenomena yang terjadi pada guru-guru
Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta yang pada umumnya cenderung mengajar
hanyalah sebuah rutinitas tanpa adanya pengembangan inovasi dan kreativitas dalam
mengajar, sehingga guru belum mampu dalam menciptakan suasana pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif dan menyenangkan yang berpusat pada peserta didik dan berbasis
kontekstual yang berkearifan lokal.
Fenomena yang tampak bahwa sebagian guru berprinsip dalam melaksanakan
fungsi dan perannya hanya untuk menggugurkan kewajiban yaitu menyelesaikan tugas
mengajar sebagaimana yang ditetapkan oleh kepala sekolah. Guru belum benar-benar
termotivasi untuk berprestasi dalam melaksanakan fungsi dan tugas mengajarnya, hanya
sedikit guru yang mampu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan karakter
siswa, mendidik adab dan sopan santun, melakukan bimbingan belajar kepada siswa,
seperti melakukan remedial dan pengayaan materi ajar, serta berusaha merancang dan
menciptakan kegiatan pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan bagi
peserta didiknya.
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap guru-guru SMP swasta di wilayah
Kota Depok, diperoleh beberapa informasi tentang kinerja guru dari hasil penilaian
kinerja guru (PKG) oleh Kepala Sekolah dalam supervisi akademik dan pengawas
sekolah di wilayah Dinas Pendidikan Kota Depok, yakni bahwa guru-guru SMP swasta
di wilayah Kota Depok sebagian besar kinerjanya di bawah standar dengan rentang nilai
antara 61-75 (katagori cukup), berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara, Reformasi dan Birokrasi (MENPANRB) No. 16 Tahun 2009 yang
mengklasifikasikan nilai kinerja yaitu nilai 91-100 kategori amat baik (kinerja di atas
standar), 76-90 kategori baik (kinerja sesuai standar), 61-75 kategori cukup (kinerja
dibawah standar) 51-60 katagori sedang (kinerja tidak diterima).
Fakta tersebut di atas, dan ditambah catatan pengawas sekolah maupun kepala
sekolah bahwa guru-guru SMP swasta di wilayah Kota Depok sebagian besar hanya
melakukan pekerjaan rutinitas saja, sebagian besar guru cenderung menggunakan metode
ceramah dalam mengajarnya, tanpa adanya inovasi dan kreativitas, walaupun pada
sebagian guru sudah mampu menunjukkan kemampuan mengajar yang lebih baik.
Kenyataan ini jelas menunjukkan adanya kesenjangan antara kenyataan (das sollen)
dengan yang diharapkan (das sein), karena sebagian besar kinerjanya di bawah standar
dengan rentang nilai antara 61-75 (katagori cukup). Kesenjangan ini tentu harus dicari
faktor-faktor penyebabnya, agar memudahkan dalam menentukan solusi terbaik, yaitu
tercapainya pembangunan pendidikan di Kota Depok dengan tingkat kualitas pendidikan
yang tinggi.
Tanpa mengabaikan unsur kepala sekolah dan peran unsur-unsur lain, unsur
guru terutama yang berkaitan dengan faktor kinerja guru dapat dianggap sebagai faktor
utama yang paling menentukan terhadap meningkat atau menurunnya kualitas hasil
belajar peserta didik, khususnya di pada tingkat SMP swasta di Kota Depok. Hal ini
sesuai dengan fungsi dan peran guru yaitu sebagai ”pendidik”, “pengajar” dan
”pembimbing”, maka guru senantiasa mampu menunjukka pola tingkah laku yang
diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan peserta didik, sesama guru,
maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, guru
dapat dipandang sebagai sentral dan ujung tombak pengemban amanah mulia yaitu
mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Tanpa kinerja yang baik, mustahil guru dapat
melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan baik bersama
301
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
peserta didiknya, dan akhirnya mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik secara
optimal.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Seorang guru merupakan salah satu faktor penting berhasilnya kegiatan belajar
mengajar. Dengan metode yang tepat dan kinerja yang baik akan membawa dampak
yang sangat baik pula. Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar
mengajar, memiliki khazanah cara penyampaian dalam memilih cara tepat dalam
penyajian pengalaman belajarmengajar. 2 Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah
,disebutkan bahwa guru dapat diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah atau
madrasah untuk memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu
faktor yang mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran
sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.3
Guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan
secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru tidak semata-mata
sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai
pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang
memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Keberhasilan pendidikan di
sekolah juga sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga
kependidikan yang berada di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Perilaku kepala sekolah
harus mampu mendorong kinerja guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan
penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun kelompok.
Perilaku positif akan dapat mendorong kelompok dalam mencapai tujuannya
organisasinya.4
Di sisi lain supervisi oleh kepala sekolah juga turut andil dalam kesuksesan
seorang kepala sekolah agar proses kegiatan belajar dan mengajar bisa berkualitas,
efektif dan efisien. Tugas supervisi adalah untuk menciptakan suasana sekolah yang
penuh kehangatan sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri. Dan di sinilah
letak perlunya supervisi pendidikan.5
C. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian 6 . Adapun metode dalam penelitian ini menggunakan
metode survei. Metode survei dipergunakan dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa
penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data-data setiap variabel penelitian dari
tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan) dengan menggunakan alat pengumpul data
berbentuk angket (kuesioner), wawancara terstruktur dan berdasarkan pandangan dari
sumber data, bukan dari peneliti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari
2 Hasibuan, Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 11. 3 Enco Mulyasa, Manajemen Dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011),
17. 4 Enco Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, Implementasi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), 107. 5 Piet Sahertian, Konsep Dasar Dan Tekhnik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan
SDM (Jakarta: Rineka Cipta, n.d.), 8. 6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2014, hal
203
302
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
2020 dengan populasi penelitian adalah guru SMP Swasta di Kota Depok berjumlah 270,
dengan cara menggunakan teknik pengambilan sampel proporsional random sampling,
dan menggunakan rumus Slovin, maka diperoleh jumlah sampel penelitian sebagai
sumber data adalah 161 orang guru SMP Swasta.
Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Menurut
Sugiyono “terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk menganalisis data dalam
penelitian kuantitatif, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik
inferensial terdiri dari dua bagian yaitu statistik parametrik dan statistik nonparametrik”7.
Adapun teknik analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan teknik statistik deskriptif untuk mengetahui kondisi perkembangan
variabel penelitian dan teknik statistik inferensial dengan menggunakan uji korelasi
maupun regresi sederhana dan uji korelasi maupun regresi ganda. Pada korelasi
sederhana maupun ganda ada dua acuan yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan, yakni (1) melihat nilai signifikansi (Sig) yaitu jika nilai Signifikansi (Sig) <
probabilitas 0,05, maka terdapat korelasi/hubungan yang signifikan variabel bebas (X)
dengan variabel terikat (Y) Ho ditolak, H1 diterima, dan (2) membandingkan antara nilai
r hitung dengan r pada table, dengan kriteria jika nilai r hitung > r tabel, maka ada
korelasi/hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) atau Ho ditolak, H1
diterima, sebaliknya jika nilai r hitung < r table, maka tidak ada korelasi/hubungan
variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) atau Ho diterima, H1 ditolak, dan untuk
memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah sebabagi berikut:8
0,00 – 0,199 Korelasi Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Korelasi Rendah
0,40 – 0,599 Korelasi Sedang
0,60 – 0,799 Korelasi Kuat
0,80 – 1,000 Korelasi Sangat Kuat
Untuk melihat kontribusi variabel X terhadap Variabel Y dapat dilihat pada nilai
R2 dan untuk memprediksi berapa peningkatan atau penurunan variabel Y berdasarkan
peningkatan atau penurunan variabel X dapat dilihat pada persamaan regresi variabel Y
atas variabel X dengan rumus Ŷ = a + bX
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakaukan penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan analisis
deskriptif data hasil penelitian, dan uji hipotesis penelitian, maka dapat diuraikan hasil
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kinerja guru SMP Swasta di Kota Depok pada saat dilakukan penelitian berada pada
kategori sedang, seperti terlihat pada skor rata-rata hanya mencapai 76,4% dari skor
idealnya dan skor yang sering muncul (modus) jauh di bawah skor rata-ratanya.
Sedangkan efektivitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah berada pada
kategori baik seperti terlihat pada skor rata-rata 78,0% dari skor idealnya dan skor
yang sering muncul (modus) sama dengan skor rata-ratanya. Kemudian supervisi
klinis yang dilakukan kepala sekolah berada pada kategori baik atau telah dilakukan
dengan efektif dalam meningkatkan kinerja guru. Hal ini tampak pada skor rata-rata
yang mencapai 80% dari skor ideanya dan skor yang sering muncul (modus) yang
menunjukkan sama dengan skor rata-ratanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
7Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), 207. 8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, 184.
303
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Tabel 1: Hasil Analisis Deskriptif Data hasil Penelitian
KINERJA
GURU
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL KS
SUPERVISI
KLINIS KS
N Valid 161 161 161
Mean 114.54 117.15 120.05
Std. Error of Mean .974 .942 .890
Median 113.00 117.00 120.00
Mode 108 110a 120
Std. Deviation 12.353 11.946 11.299
Variance 152.587 142.715 127.660
Range 68 63 59
Minimum 80 83 88
Maximum 148 146 147
Sum 18441 18861 19328
2. Peningkatan Kinerja Guru melalui Peningkatan Efektivitas Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi sederhana,
yakni sebagai berikut:
Tabel 2:
Uji Korelasi Sederhana “Hubungan Efektivitas Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru”
KINERJA
GURU
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL KS
KINERJA GURU Pearson
Correlation 1 .882**
Sig. (2-tailed) .000
N 161 161
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIO
NAL KS
Pearson
Correlation .882** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 161 161
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa “Terdapat hubungan positif dan signifikan
antara efektivitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru,
dengan koefisien korelasi (ry.1) 0,882 (korelasi sangat kuat) dan koefisien signifikansi 0,00
< α = 0,05 (korelasi signifikan) artinya Ho ditolak, H1 diterima, dengan besaran kontribusi
sebagaimana terlihat pada tabel sebagai berikut:
304
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Tabel 3:
Kontribusi Efektivitas Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .882a .778 .777 5.833
a. Predictors: (Constant), KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KS
Tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan transformasional
kepala sekolah memberikan kontribusi terhadap kinerja guru sebesar R2 = 0,778 artinya
77,8 % peningkatan kinerja guru tergantung kepada efektivitas kepemimpinan
transformasional kepala sekolah. Selanjutnya berdasarkan hasil uji regresi sederhana
yakni:
Tabel 4:
Uji Regresi Sederhana “Peningkatan Kinerja Guru melalui Peningkatan Efektivitas
Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah”
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.669 4.546 1.687 .094
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL KS
.912 .039 .882 23.632 .000
a. Dependent Variable: KINERJA GURU
Berdasarkan tabel 4 di atas, maka dapat diprediksi bahwa efektivitas
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dapat meningkatkan kinerja guru melalui
persamaan regresi sederhana Ŷ = 7,669 + 0,912X1 artinya apabila efektivitas
kepemimpinan transformasional kepala sekolah ditingkatkan sampai maksimal yaitu 150,
maka kinerja guru akan meningkat menjadi 144,47. Dengan demikian, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja guru dapat ditingkatkan melalui peningkatan efektivitas
kepemimpinan transformasional kepala sekolah.
3. Peningkatan Kinerja Guru melalui Peningkatan Supervisi Klinis Kepala Sekolah.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi sederhana,
yakni sebagai berikut:
Tabel 5:
Uji Korelasi Sederhana Supervisi Klinis Kepala Sekolah
Dengan Kinerja Guru
KINERJA GURU SUPERVISI KLINIS KS
KINERJA Pearson Correlation 1 .789**
305
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
GURU Sig. (2-tailed) .000
N 161 161
SUPERVISI
KLINIS KS
Pearson Correlation .789** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 161 161
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 5 di atas, menunjukkan bahwa “Terdapat hubungan positif dan signifikan
antara supervisi klinis kepala sekolah dengan kinerja guru, dengan koefisien korelasi
(ry.2) 0,789 (korelasi kuat) dan koefisien signifikansi 0,00 < α = 0,05 (korelasi signifikan)
artinya Ho ditolak, H1 diterima, dengan besaran kontribusi sebagaimana terlihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 6:
Kontribusi Supervisi Klinis Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .789a .622 .620 7.614
a. Predictors: (Constant), SUPERVISI KLINIS KS
Tabel 6 di atas, menunjukkan bahwa supervisi klinis kepala sekolah memberikan
kontribusi terhadap kinerja guru sebesar R2 = 0,622 artinya 62,2 % peningkatan kinerja guru
tergantung kepada supervisi klinis kepala sekolah. Selanjutnya berdasarkan hasil uji
regresi sederhana yakni:
Tabel 7:
Uji Regresi Sederhana “Peningkatan Kinerja Guru melalui
Peningkatan Supervisi Klinis Kepala Sekolah”
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 10.988 6.423 1.711 .089
SUPERVISI KLINIS KS .863 .053 .789 16.192 .000
a. Dependent Variable: KINERJA GURU
Berdasarkan tabel 7 di atas, maka dapat diprediksi bahwa supervisi klinis kepala
sekolah dapat meningkatkan kinerja guru melalui persamaan regresi sederhana Ŷ =
10.988 + 0,863X2 artinya apabila supervisi klinis kepala sekolah ditingkatkan sampai
maksimal yaitu 150, maka kinerja guru akan meningkat menjadi 140,44. Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja guru dapat ditingkatkan melalui
peningkatan supervisi klinis kepala sekolah.
4. Peningkatan Kinerja Guru melalui Peningkatan Efektivitas Kepemimpinan
Transformasional dan Supervisi Klinis Kepala Sekolah Secara Simultan.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi ganda, yakni
sebagai berikut:
Tabel 8:
306
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Uji Korelasi Ganda Efektivitas Kepemimpinan Transformasional dan
Supervisi Klinis Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .882a .779 .776 5.849
a. Predictors: (Constant), SUPERVISI KLINIS KS, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KS
Tabel 9:
Uji Signifikansi Efektivitas Kepemimpinan Transformasional dan
Supervisi Klinis Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 19008.541 2 9504.270 277.808 .000b
Residual 5405.447 158 34.212
Total 24413.988 160 a. Dependent Variable: KINERJA GURU
b. Predictors: (Constant), SUPERVISI KLINIS KS, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KS
Tabel 8 dan 9 di atas, menunjukkan bahwa “Terdapat hubungan positif dan
signifikan antara efektivitas kepemimpinan transformasional dan supervisi klinis kepala
sekolah secara simultan dengan kinerja guru, dengan koefesien korelasi (Ry.1.2) 0,882
(korelasi sangat kuat) dan koefisien signifikansi 0,00 < α = 0,05 (korelasi signifikan) artinya
Ho ditolak, H1 diterima, dan besarnya kontribusi efektivitas kepemimpinan
transformasional dan supervisi klinis kepala sekolah secara simultan adalah sebesar R2 =
0,779 artinya 77,9 % peningkatan kinerja guru tergantung kepada efektivitas kepemimpinan
transformasional dan supervisi klinis kepala sekolah secara simultan. Selanjutnya
berdasarkan hasil uji regresi ganda yakni:
Tabel 10:
Uji Regresi Ganda “Peningkatan Kinerja Guru melalui Peningkatan Efektivitas
Kepemimpinan Transformasional dan Supervisi Klinis
Kepala Sekolah Secara Simultan”
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.408 4.941 1.702 .091
KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL KS
.943 .089 .912 10.554 .000
SUPERVISI KLINIS KS -.037 .095 -.033 -.387 .699
a. Dependent Variable: KINERJA GURU
Berdasarkan tabel 10 di atas, maka dapat diprediksi bahwa efektivitas
kepemimpinan transformasional dan supervisi klinis kepala sekolah secara simultan
dapat meningkatkan kinerja guru melalui persamaan regresi sederhana Ŷ = 8.408 +
0,943X1 + (-0,037)X2 artinya apabila efektivitas kepemimpinan transformasional dan
supervisi klinis kepala sekolah ditingkatkan sampai maksimal yaitu 150, maka kinerja
guru akan meningkat menjadi 144,31. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
307
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
kinerja guru dapat ditingkatkan melalui peningkatan efektivitas kepemimpinan
transformasional dan supervisi klinis kepala sekolah.
Kinerja Guru
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja guru pada saat dilakukan penelitian
berada pada kategori sedang. Keadaan ini tentu sangat disayangkan, karena seharusnya
kinerja guru jauh lebih baik supaya dapat meningkatkan mutu pendidikan dan
pembelajaran bagi peserta didik. Guru harusnya memiliki keinginan (the will) dan
upaya (effort) untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran,
sebagaimana dimaksudkan Whitmore bahwa kinerja guru harus representatif dapat
menggambarkan tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seorang guru.9 Linda Darling
dan Hammond menegaskan bahwa kinerja guru seharusnya dapat ditunjukkan secara
kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya, misalnya tugas-tugas khusus seperti pameran, portofolio,
otobiografi dan penilaian tindakan yang mewajibkan peserta didik menggunakan
pengetahuannya untuk menghasilkan tindakan dan analisis pengajaran.”.10.
Guru sehausnya lebih bertanggung jawab atas prestasi peserta didiknya, sehingga
guru seharusnya dapat menunjukkan kinerja yang sangat baik karena pretasi belajar
peserta didik akan baik jika kinerja gurunya baik. Hal ini seperti di ungkapkan Supardi
bahwa “kinerja guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas
pembelajaran di sekolah dan bertanggung jawab atas peserta didik di bawah
bimbingannya dengan meningkatkan prestasi peserta didik”.11
Kinerja guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran dapat dikatakan
meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara lain: kegiatan pembelajaran
berlangsung efektif, efisien dan bermakna artinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan kegiatan pembelajaran menyenangkan bagi siswa, memiliki ketepatan waktu,
inisiatif belajar siswa meningkat, kecakapan hidup siswa bertambah, dan komunikasi
interpersonal antara guru dan siswa berjalan dengan baik. Wujud kinerja guru dapat
dilihat dari kegiatan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Hal ini seperti terlihat
pada panduan penilaian kinerja guru oleh Pengawas yang menyebutkan bahwa “standar
kinerja guru berhubungan dengan kualitas guru dalam melaksanakan tugasnya seperti (1)
bekerja dengan siswa secara individual, (2) merencanakan pembelajaran, (3)
mendayagunakan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman
belajar, (5) kepemimpinan yang efektif dari guru”12 Hal ini senada dengan pendapat
Soedijarto menyatakan bahwa “ada empat wujud kinerja guru yakni: (1) merencanakan
program belajar mengajar, (2) melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar, (3)
menilai kemajuan proses belajar mengajar, (4) membina hubungan dengan peserta
didik”.13
Seorang guru dapat dikatakan memiliki kinerja buruk apabila capaiannya tidak
memuaskan, karena berada di bawah standar kriteria minimal yang telah ditetapkan. Ini
berarti guru tersebut telah mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Fiddler and Attton dalam Jeff Jones et al. kinerja guru adalah
9 John Whitmore, Coaching Performance, Fourth Edition, Growing Human Potential and Purpose -
The Principles and Practice of Coaching and Leadership, terj. Dwi Helly Purnomo & Louis Novianto, (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2019), 104. 10 Linda Darling dan Hammond, Powerful Teacher Education, (San Francisco: Published By Jossey-
Bass, 2006), 113. 11 Supardi, Sekolah Efektif Konsep dan Praktiknya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), 54. 12 Depdikbud, Panduan Penilaian Kinerja Guru, (Jakarta: Depdikbud, 2017), 49. 13 Soedijarto, Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Depdikbud, 1993), 43.
308
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
usaha guru dalam mewujudkan kemampuannya baik berupa sikap, pengetahuan dan
keterampilan dalam: (1) merencanakan, (2) melaksanakan, (3) mengevaluasi
pembelajaran, dan (4) tindak lanjut hasil evaluasi pembelajaran secara efektif dan efisien
untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal.14 Menurut P. Ratu H.Tokan kinerja
seorang guru dapat dikatakan baik apabila masukan (input) peserta didik mengalami
perubahan mutu baik dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan kepribadian (afektif)
dan keterampilan (psikomotorik) setelah mengalami proses pendidikan dan pembelajaran
dalam satu satuan waktu dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan demikian, dapat
dimaknai bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru dalam mengubah: (1)
pengetahuan (kognitif), (2) sikap dan kepribadian (afektif) dan (3) keterampilan
(psikomotorik) melalui proses pendidikan dan pembelajaran dalam satu satuan waktu
dan jenjang pendidikan tertentu.15
Secara operasional indikator penilaian terhadap kinerja guru dapat dilakukan
melalui tiga kegiatan pokok sebagaimana dikemukakan oleh Rusman yaitu melalui “(1)
perencanaan guru dalam program kegiatan pembelajaran, (2) pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, dan (3) evaluasi kegiatan pembelajaran”.16 Guru memiliki peran untuk
mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya,
mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang
ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian, maka dapat dikemukakan bahwa
orientasi pembelajaran diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar.
Gambaran aktivitas itu, tercermin dari adanya usaha yang dilakukan guru dalam
kegiatan proses belajar mengajar yang memungkinkan siswa aktif belajar. Oleh karena
itu mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi yang sudah jadi dengan
menuntut jawaban verbal melainkan suatu upaya integratif ke arah pencapaian tujuan
pendidikan. Dalam konteks ini guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga
bertindak sebagai director and facilitator of learning.
Harris dan Sass menyatakan bahwa ppengukuran kinerja guru dalam penelitian
pendidikan dan sistem akuntabilitas, sebagian besar didasarkan pada perkiraan dari
model panel data di mana efek individu guru diinterpretasikan sebagai kontribusi guru
terhadap prestasi siswa” 17 Senada dengan pendapat di atas, Osagie (2012) menyatakan
peningkatan kinerja guru dalam institusi pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
sekolah menghasilkan lulusan sekolah yang lebih baik secara akademis, moral, spiritual,
fisik dan mental, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta pasar tenaga
kerja. 18 Kinerja guru yang baik dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sangat
mempengaruhi upaya meraih mutu pendidikan yang baik dan mencapai keberhasilan
pendidikan. Guru yang kinerjanya baik dan kreatif dapat menghasilkan peserta didik
kreatif dan produktif, yang berarti menghasilkan lembaga pendidikan yang kreatif dan
produktif 19.
14 Jeff Jones, et.al, Develoving Effective Teacher Performance, (London: Paul Chapmam Publishing.
2006), 4. 15 Ratu P., Ile Tokan.. Manajemen Penelitian Guru Untuk Pendidikan Bermutu, (Jakarta: Grasindo,
2016), 344. 16 Rusman, Model model Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), 75. 17 Douglas N. Harris and Tim R. Sass. Value Added Model and Measurement of Teacher
Productivity. Working Paper, National Center for Analysis of Longitudinal Data in Educatio Research. Urban
Institute, 2010, 2. 18 Rosaline O. Osagie. Teacher Development Programs and Teacher Productivity in Secondary Schools
in Edo State, Nigeria. Official Conference Proceedings The Asian Conference on Education,Osaka, Japan.
2011, 1087. 19 Paitoon Sinlarat, “Needs to Enhance Creativity and Productivity in Teacher Education Throughout
Asia”, Asia Pacific Education Review 2002, Vol. 3, No. 2, 140.
309
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Kepala sekolah sebagai atasan guru tentu memiliki peran penting dalam
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru.
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang efektif akan mendorong guru
untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara maksimal agar terlaksananya
kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga mampu melahirkan lulusan
pendidikan dengan mutu tinggi.20 Dengan demikian, maka guru harus dipacu untuk
dapat mewujudkan kemampuan dan usahanya dalam melaksanakan tugas pembelajaran
dengan sebaik-baiknya mulai dari perencanaan program, pelaksanaan, dan evaluasi hasil
pembelajaran. Kinerja guru yang baik adalah kinerja guru yang menghasilkan
pencapaian tujuan pembelajaran di atas standar yang telah ditetapkan oleh sekolah.
Meningkatkan Kinerja Guru Melalui Peningkatan Efektivitas Kepe-mimpinan
Transformasional Kepala Sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja guru dapat ditingkatkan melalui
peningkatan efektivitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah
memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah yang mampu
mengimplementasikan secara efektif kepemimpinan transformasional akan dapat
meningkatkan kinerja guru, karena kepala sekolah tersebut memiliki pandangan jauh ke
depan dengan penuh optimisme, memiliki kesabaran dan kemampuan memberdayakan
potensi bawahannya, mampu memahami perasaan dan mengerti kebutuhan bawahannya,
indikator-indikator ini yang diperhitungkan dalam menentukan visi dan harapan
keberhasilannya.21
Dilihat dari hakikat kepemimpinan itu sendiri Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard menjelaskan bahwa “kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan
individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu”.22
Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya, agar mau
bekerjasama dan bekerja efektif sesuai dengan perintahnya. Gaya kepemimpinan inilah
yang menyebakan seseorang dipilih sebagai kepala sekolah sebab hal ini sangat
berhubungan erat dengan tujuan organisasi sekolah yang ingin dicapai, jenis-jenis
kegiatan yang harus dipimpin, karakteristik para guru dan tenaga kependidikan, motif,
usaha dan lain-lain. Oleh karenanya dapat dipastikan bahwa kepala sekolah yang dapat
menerapkan konsep kepemimpinan dengan benar terlebih kepemimpinan
transformasional yang diyakini lebih cocok dengan era demokratis, akan dapat
meningkatkan kinerja guru yang dipimpinnya. Konsep awal kepemimpinan transformasional dikembangkan pertama kali oleh James
MacGregor Burns dalam konteks politik, yang menjelaskan bahwa “kepemimpinan
transformasional merupakan sebuah sketsa yang di dalamnya mengandung suatu proses dimana
pemimpin dan para bawahannya berusaha untuk mencapai tingkat moraitas dan motivasi yang
lebih tinggi.”23 Kepala sekolah yang menerapkan kepemimpinan transformasional secara efektif
mampu membangun kesadaran para guru dan tenaga kependidikan dengan menyerukan cita-cita
yang besar dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan dan kemanusiaan,
20 John P. Papay and Matthew A. Kraft. Productivity returns to experience in the teacher labor
market: Methodological challenges and new evidence on long-term career improvement Journal of Public
Economics 130 (2015), 118. 21 James C. Sarros, Brian K. Cooperand Joseph C. Santora. Building a Climate for Innovation Through
Transformational Leadership dan Organizational Culture. Journal of Leadership & Organizational
Studies.Volume 15 Number 2 November 2008, 154 22 Hersey, Paul and Kenneth Blanchard. Situational Leadership, (Massachusetts: Allyn and Bacon,
2001), 231. 23 Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, terj. Jusuf Udaya, (Jakarta: Prenhallindo, 2008), 29.
310
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
menciptakan visi dan lingkungan yang memotivasi para guru untuk berprestasi
melampaui harapan. Oleh karena itu, guru dapat bekerja secara tulus tanpa paksaan, sehingga
dapat meningkatkan kinerjanya.
Marshall Sashkin dan Molly G. Sashkin mengatakan bahwa para pengikut
pemimpin transformasional akan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang lebih baik
guna mencapai tujuan organisasi, apabila mereka memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan yang diperlukan.”24 Di sisi lain Bernard Bass (dalam Stoner et al,)
mengatakan bahwa “pemimpin transformasional mengubah nilai-nilai pribadi bawahan
untuk mendukung visi dan tujuan organisasi dengan membina lingkungan di mana
hubungan dapat dibentuk dengan cara membangun iklim kepercayaan, visi organisasi
dapat tersampaikan dengan baik”. 25 Senada dengan Bass, Warrick menyatakan bahwa
“pemimpin transformasional adalah pemimpin visioner dengan cara berpikir baru tentang
strategi, struktur, dan orang-orang serta tentang perubahan, inovasi, dan memiliki
perspektif kewirausahaan. Mereka juga percaya bahwa kepemimpinan transformasional
adalah proses sistematis yang dapat dipelajari dan dikelola” 26. David Conley dan Paul
Goldman yang dikutip Ahmad Sudrajat mendefinisikan facilitative leadership sebagai:
“perilaku yang meningkatkan kemampuan kolektif sekolah untuk beradaptasi,
memecahkan masalah, dan meningkatkan kinerja.”27
Menurut Sudarman Danim 28 ”kinerja seperti ini selaras dengan istilah
kepemimpinan transformasional merupakan kata yang terdiri dari dua artikel yaitu
kepemimpinan (leadership), dan transformasional (transformation”). Istilah
transformasional berinduk dari kata to transform yang bermakna mentransformasikan
atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Oleh sebab itu, “kata
transformasional mengandung makna sifat-sifat yang dapat mengubah sesuatu menjadi
bentuk lain, misalnya mengubah energi potensial menjadi energi aktual atau motif
berprestasi menjadi prestasi riil.”29
Keberhasil kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan
kinerja guru sangat tergantung kepada tujuh prinsip sebagaimana dikemukakan Muksin
Wijaya30 sebagai berikut:
a. Simplikasi, keberhasilan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru diawali
dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan pendidikan di sekolah.
b. Motivasi, kemampuan kepala sekolah untuk membangun komitmen dari warga
sekolah yang telah memahami visi yang sudah dijelaskan. Kepala sekolah mampu
mengoptmalkan, memotivasi dan memberi energi kepada guru dan tenaga
kependidikan.
c. Fasilitasi, kepala sekolah harus mampu memfasilitasi guru khususnya dalam
pembelajaran, sehingga modal intelektual guru semakin bertambah.
24 Marshall Sashkin dan Molly G. Sashkin, Prinsip-prinsip Kepemimpinan, (Jakarta: Erlangga, 2011),
133. 25 Stone, G.A., Russel, R.F., dan Patterson, K. Transformational Versus Servant Leadership : A
Difference in Leader Focus. The Leadership & Organization Development Journal, Vol. 25 No. 4, 2004, pp.
349-361. Internet diakses tanggal 7 April 2012 26 D. D. Warrick.The Urgent Need for Skilled Transformational Leaders : Integrating Transformational
Leadership dan Organization Development. Journal of Leadership, Accountability dan Ethics vol. 8 (5) 2011, h
12 27 Ahmad Sudrajat, Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 45. 28 Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional Dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 53. 29 Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional Dalam
Komunitas Organisasi Pembelajaran, 54 30 Muksin Wijaya, “Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Dalam Meningkatkan Outcomes
Peserta Didik”, Jakarta: Jurnal Pendidikan Penabur, No.05/Th.IV/Desember 2005, 123-124.
311
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
d. Inovasi, kepala sekolah berani melakukan perubahan sesuai tuntutan organisasi
sekolah yang berkualitas, sanggup merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa
percaya dan tim kerja yang sudah dibangun.
e. Mobilitas, kepala sekolah harus mampu mengerahkan sumber daya yang ada,
mengupayakan dedikasi, loyalitas, dan tanggung jawab guru untuk melengkapi dan
memperkuat terlaksananya visi dan pencapaian tujuan sekolah.
f. Siap siaga, yaitu kemampuan kepala sekolah untuk selalu siap belajar dalam
menyambut perubahan dengan paradigma yang positif.
g. Tekad, yaitu keinginan kuat kepala sekolah yang didukung oleh disiplin spiritualitas,
emosi, fisik dan komitmen untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan baik dan tuntas.
Efektivitas kepemimpinan transformasional kepala sekolah sangat wajar dapat
meningkatkan kinerja guru, karana kepala sekolah transformasional dapat memberikan
kenyamanan terhadap guru-guru sebagai bawahannya, sehingga guru bekerja tanpa
tekanan dan tingkat kecemasan dalam bekerja lebih berkurang, dengan menerapkan
empat dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi charisma (kharisma), digambarkan sebagai perilaku kepala sekolah yang
membuat para gurunya mengagumi, menghormati, dan sekaligus mempercayainya.
Bass “mengatakan kharisma merupakan faktor fundamental dalam proses
tranformasional, yang menunjukkan kepribadian menarik dari pimpinan, kharisma
juga berarti memberikan visi dan misi, menumbuhkan kebanggaan, dan mampu
mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari pengikutnya”31. Sedangkan Simons
berpendapat bahwa “Pemimpin tranformasional memiliki integritas perilaku terhadap
kesesuaian nilai dukungan dan nilai peran”. 32 Agar mampu mendukung dimensi
kharisma, maka kepala sekolah dengan menerapkan kepemimpinan transformasional
diharapkan dapat memberikan contoh dan bertindak sebagai role model positif dalam
perilaku, sikap, prestasi, ataupun komitmen terhadap gurunya. Ini tercermin dalam
standar moral dan etis yang tinggi. Kepala sekolah harus memperhatikan “kebutuhan”
gurunya, menggunakan kekuasaannya bilamana perlu dan tidak memanfaatkannya
untuk kepentingan pribadi, memberi visi dan sense of mission serta menanamkan rasa
bangga pada gurunya. Melalui pengaruh seperti itu, guru akan menaruh respek, rasa
kagum, dan percaya kepada kepala sekolah, sehingga mereka berkeinginan untuk
melakukan hal yang sama sebagaimana dilakukan oleh kepala sekolahnya.
b. Dimensi inspirational motivation (motivasi inspirasi), digambarkan bahwa kepala
sekolah sebagai “pemimpin yang mampu mengkomunikasikan harapan-harapan yang
tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan kerja keras,
mengekspresikan tujuan-tujuan penting sekolah dengan cara sederhana”.33 Dimensi
ini dapat tercermin pada kepemimpinan transformasional kepala sekolah, dengan
mengemukakan visi yang menarik tentang masa depan, memberikan tantangan kepada
guru dengan standar yang tinggi, berbicara secara optimis dengan penuh antusias dan
memberi dorongan yang bermakna mengenai apa yang dibutuhkan untuk dikerjakan
para gurunya. Pengaruh seperti ini akan besar artinya untuk menumbuhkan
antusiasme dan optimisme, dapat menggugah motivasi untuk berprestasi, sehingga
31 Bass, B.M., Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free Press, 2005,
102. 32 Simons, T. L. 2009. Behavioral Integrity as a Critical Ingredient for Transformational Leadership.
Journal of Organizational Change Management, Vol. 12, No. 2. pp. 89-104. Internet diakses tanggal 7 April
2012 33 Bass, B.M., From Transactional to transformational Leadership. Organizational Dyinamics. 2010,
Vol.18. No.3, 9-31.
312
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
masing-masing guru terdorong untuk mengejar standar keunggulan dengan berprestasi
tinggi.
c. Dimensi intellectual stimulation (rangsangan intelektual), digambarkan sebagai
“pemimpin yang berupaya menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan
inovasi dan kreativitas” 34 Dimensi ini dapat tercermin pada kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, dengan menumbuhkan ide-ide baru, memberikan
solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, dan
memberikan motivasi kepada guru untuk menemukan pendekatan-pendekatan baru
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dihadapi. Rangsangan intelektual adalah
mengenalkan cara pemecahan secara cerdik, rasional, dan hati-hati sehingga guru
mampu berpikir tentang masalah dengan cara baru yang menghasilkan pemecahan
yang kreatif. Dalam hal ini, rangsangan intelektual yang penting ditumbuhkan kepala
sekolah adalah menghargai kecerdasan, mengembangkan rasionalitas, menghargai
perbedaan, dan mengambil keputusan secara hati-hati. Dengan demikian, gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah sharing of power dalam arti
melibatkan guru secara bersama-sama untuk melakukan perubahan. Manfaat dari
pengaruh seperti ini adalah sense of self efficacy yang kuat, guru-guru akan lebih
sanggup mengerjakan tugas-tugas yang menantang dan berhasil dengan baik.
d. Dimensi individualized consideration (perhatian individu), dalam dimensi ini,
tercermin kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang digambarkan sebagai
seorang yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan,
keluhan-keluhan guru dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
guru akan pengembangan diri, studi, dan karir. Bentuk perhatian tersebut antara lain:
memberikan saran, dukungan, dan memberikan bimbingan. Dengan gaya
kepemimpinan transfomasional kepala sekolah seperti ini memungkinkan guru untuk
menyesuaikan perilaku dalam menghadapi tuntutan lingkungan yang berubah dengan
cepat.
Kepemimpinan transformasional menyajikan peluang untuk meningkatkan citra,
rekrutmen, seleksi, promosi organisasi, pengelolaan organisasi, kerja sama tim,
pelatihan, pengembangan, dan kemampuan untuk berinovasi. Hal ini memiliki implikasi
bagi perencanaan strategis organisasi, desain pekerjaan dan struktur organisasi.
Kebijakan dapat dalam organisasi untuk mengatur campuran diinginkan gaya
transformasional dan transaksional dalam kepemimpinan yang ditampilkan oleh masing-
masing anggota organisasi. “Kebijakan tersebut dapat memengaruhi norma-norma, nilai-
nilai, dan budaya organisasi itu sendiri. Akibatnya, berbagai aspek organisasi, mulai dari
perencanaan strategis untuk seleksi karyawan, akan terpengaruh secara
menguntungkan”35.
Sedangkan menurut Raihani “kepemimpinan transformasional kepala sekolah
adalah kemampuan kepala sekolah dalam membangun sikap profesionalisme guru yang
ditandai tujuh proposisi kepala sekolah sebagai pemimpin transformasional yang
sukses”36, yakni: (1) mempunyai nilai-nilai personal dan profesional yang kuat, dan
menghargai nilai-nilai orang lain, (2) menganalisis situasi-situasi atau konteks-konteks
sekolah baik yang internal maupun eksternal, (3) menciptakan visi sekolah, merumuskan
pernyataan misi, mengembangkan penerimaan terhadap tujuan-tujuan kelompok,
menciptakan ekspektasi-ekspektasi yang tinggi dan menetapkan arah serta strategi-
strategi. Seluruh proses ini dilandasi oleh nilai-nilai dan keyakinan dan secara dinamis
34 Bass, B.M., Leadership and Performance Beyond Expectations, (New York: Free Press, 2005), 167. 35 Bernard M. Bass And Ronalld E. Riggio. Transformational Leadership, Second Edition. (T.Tp:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2006), 127. 36 Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, (Yogyakarta: LKIS. 2010), 47-48.
313
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
serta terus menerus menyesuaikan diri dengankonteks-konteks dan situasi-situasi di atas,
(4) menciptakan karakteristik belajar mengajar yang kuat, yang mencakup suatu fokus
pada kurikulum dan instruksi, (5) menyongsong perkembangan profesionalitas bagi
dirinya sendiri dan bagi staf melalui cara-cara yang efektif, seperti stimulasi intelektual,
memberikan dukungan individual, program-program yang terencana dengan baik serta
pemberian contoh yang dapat ditauladani, (6) mendesain ulang organisasi, termasuk
mengidentifikasi dan menciptakan dan/atau mengubah kultur sekolah dan memodifikasi
struktur-struktur organisasi sekolah, (7) membangun kultur kolaboratif yang mendorong
adanya keterlibatan yang tinggi oleh para stakeholder sekolah dalam proses-proses
pengambilan keputusan, dan membangun kolaborasi dengan masyarakat yang lebih luas.
Kepemimpinan transformasional menurut Colquiut et al. adalah “kemampuan pemimpin
melibatkan seluruh anggotanya untuk berkomitmen menuju visi bersama, dan pada saat
yang bersamaa menjadi role model untuk membantu pengikutnya mengembangkan
potensinya dan melihat permasalahan dari perspektif baru”37.
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa hasil penelitian ini sejalan atau
mendukung teori-teori yang sudah ada, yang menyimpulkan bahwa kinerja guru dapat
ditingkatkan melalui peningkatan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah. Dengan
demikian, maka agar kinerja guru dapat meningkat terus, berarti kepala sekolah harus
terus menerus mempertahankan bahkan meningkatkan efektivitas kepemimpinan
transformasionalnya. Kepala sekolah harus senantiasa dapat mengimplementasikan
empat dimensi pokok kepemimpinan transformasional sebagai indikator keefektifan dari
kepemimpinan transformasional.
Kepala sekolah harus membangun karisma agar dapat menjadi panutan bagi guru,
harus mampu menjadi inspirator dan motivator bagi guru, mampu menciptakan iklim
kerja yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan kreativitas dan mau mendengar
masukan maupun kritik dan saran yang konstruktif serta mampu mengembangkan karier
para guru.
Meningkatkan Kinerja Guru Melalui Peningkatan Supervisi Klinis Kepala Sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja guru dapat ditingkatkan melalui
peningkatan supervisi klinis kepala sekolah. Ini artinya bahwa kemampuan kepala
sekolah dalam melakukan supervisi klinis terhadap guru dapat memberikan efek terhadap
meningkatnya kinerja guru. Hal ini dapat dipahami dan dimengerti karena supervisi
klinis merupakan salah satu model supervisi pendidikan dan pembelajaran yang
mengidentifikasi dan memperbaiki kekurangan dan kesulitan guru dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan kesadaran guru.
Guru yang merasakan adanya kekurangan dan kesulitan dalam melaksanakan
tugas pokok pembelajaran perlu meminta pertolongan dari supervisor untuk
memperbaikinya. Pengertian supervisi klinis diadopsi dari profesi medis atau medical
dalam bidang kesehatan yaitu proses mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
peserta pelatihan dalam kegiatan praktik. Menurut Krajewski sebagaimana dikutif
Sergiovanni supervisi klinis, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Cogan,
37 Colquitt, Jason A., 2009. Organizational Behavior, Improving Performance and
Commitment in The Workplace, International Edition, (Boston: McGraw-Hill Companies, Inc. 2009),
496, Saihu Saihu and Agus Mailana, “Teori Pendidikan Behavioristik Pembentukan Karakter
Masyarakat Muslim Dalam Tradisi Ngejot Di Bali,” Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam , 2019,
https://doi.org/10.32832/tadibuna.v8i2.2233.
314
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Goldhammer, dan Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun
dan awal dasawarsa enam puluhan.38
Openshaw menjelaskan bahwa supervisi klinis merupakan praktek khusus yang
berada pada tingkat tertinggi dalam praktek kerja sosial karena supervisor klinis
mempersiapkan pekerja sosial untuk berlatih mandiri tanpa perlu pengawasan dari
orang lain lebih lanjut 39 Supervisi klinis
adalah supervisi yang dilakukan berdasarkan keluhan atau masalah dari guru yang
disampaikan kepada supervisor. Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang
difokuskan pada peningkatan kualitas mengajar guru melalui siklus yang sistematis,
dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang
penampilan mengajar guru yang sebenarnya untuk tujuan mengadakan perubahan dengan
cara yang rasional. Hal ini sebagaimana disampaikan Richard Wellers dalam Sullivan
and Glanz mengatakan: “supervisi klinis dapat didefinisikan sebagai pengawasan yang
difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis yang terdiri dari
perencanaan, observasi dan analisis intelektual yang intensif tentang pembelajaran yang
sebenarnya untuk kepentingan perubahan yang rasional”.40
Sergiovanni & Starratt mengatakan, “clinical supervision is a way in which
teachers can collaborate together to research their practice and improve their learning
and their teaching.” 41 Supervisi klinis adalah sebuah cara agar guru-guru dapat
berkolaborasi untuk melakukan penelitian dan memperbaiki proses kegiatan
pembelajaran. Kegiatan supervisii pendidikan dilaksanakan dalam rangka memperbaiki
kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik. Pada
umumnyaa kebiasaan saat ini supervisi dilakukan atas inisiatif kepala sekolah atau
pengawas sekolah bukan keinginan dari guru. Padahal, idealnya upaya memperbaiki
kegiatan pembelajaran datang dari guru yang bersangkutan, bukan dari pihak lain.
Supervisi klinis adalah suatu proses pembinaan dan pembimbingan oleh
supervisor kepada guru yang bertujuan membantu mengembangkan profesionalitas guru
meningkatkan kemampuan melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui observasi dan
analisis data secara objektif dan teliti. Pada model supervisi klinis peran supervisor
memberikan arahan dan bimbingan tentang cara meningkatkan kualitas pembelajaran
secara tatap muka dan individual dengan guru yang disupervisi pada ruang tertutup.
Dalam supervisi klinis supervisor dan guru merupakan teman sejawat dalam
memecahkan masalah-masalah pembelajaran. Sasaran supervisi klinis sering kali
dipusatkan kepada: (1) kesadaran dan kepercayaan pribadi dalam melaksanakan tugas
mengajar, (2) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar (generic
skills), yang meliputi: (1) keterampilan dalam menggunakann metode pembelajaran yang
bervariasi dan menggunakan stimulasi (2) keterampilan melibatkan peserta didik dalam
proses pembelajaran, (3) keterampilan dalam mengelola kelas dan disiplin kelas.
Baltacy dkk adalah orang yang pertama kali mengembangkan model supervisi
klinis yang diadopsi dari Acheson & Gall, yaitu mengembangkan lima tahap supervisi
klinis yaitu “The CSM cycle includes pre-conferencee, observation and data collection,
38 Sergiovanni, Thomas & Robert Starratt, Supervision of Teaching. Alexandria: Association for
Supervision and Curriculum Development, 1982, 105. 39 Openshaw, Linda, Challenges In Clinical Supervision (USA: NACSW Convention, 2012), 2. 40 Sullivan, Susan and Jeffrey Glanz, Supervision That Improves Teaching and Learning. USA : Sage
Publications Ltd., 2013, 120-121, Saihu et al., “Design of Islamic Education Based on Local Wisdom (An
Analysis of Social Learning Theories in Forming Character through Ngejot Tradition in Bali),” International
Journal of Advanced Science and Technology 29, no. 6 (2020). 41 Sergiovanni & Starratt, Supervision : A Redefinition. USA : McGraw- Hill Education, 2006, hal.
22
315
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
data analysis, post-conference, and reflection stages.42 Kelima tahap yang dimaksud
ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar. Clinical Supervision Model (Diadopsi dari Acheson & Gall)
Sergiovanni 43 mengemukakan ada dua tujuan umum supervisi klinis yaitu
pertama pengembangan profesionalitas dan motivasi kerja guru, kedua memperperbaiki
proses pembelajaran yang kurang efektif. Sedangkan tujuan khusus supervisi klinis
terdiri dari lima tujuan sebagai berikut:
1) Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pembelajaran
yang dilaksanakannya.
2) Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pembelajaran.
3) Membantu guru dalam mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi
pembelajaran yang efektif.
4) Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
5) Membantu guru dalam mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan
profesionalitasnya secara berkesinambungan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa tujuan supervisi klinis adalah untuk
meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, walaupun kegiatan supervisi
menjadi tugas pokok dan fungsi kepala sekolah dan pengawas sekolah, namun idealnya
keinginan untuk melakukan supervisi tumbuh dari guru itu sendiri bukan dari kepala
sekolah atau pengawas sekolah. Supervisi klinis dapat dijadikan wahana untuk
mengembangkan tanggung jawab profesional guru untuk mampu menganalisis
kinerjanya sendiri, dan terbuka untuk melakukan perubahan serta menerima bantuan
dari orang lain terutama dalam mengarahkan dirinya sendiri.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan supervisii klinis dapat meningkatkan
kinerja guru, antara lain:
42 E.Junaedi Sastradiharja, Supervisi Pendidikan, Tuntunan Profesional Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan, Depok: 2019, 36, Made Saihu, Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan
Pluralisme Agama Di Jembrana-Bali) (Yogyakarta: Deepublish, 2019). 43 Sergiovanni, Thomas & Robert Starratt, Supervision of Teaching. Alexandria: Association for
Supervision and Curriculum Development, 1982, 130, Saihu Saihu and Athoillah Islamy, “Exploring the
Values of Social Education in the Qur’an,” Academic Knowledge 3, no. 1 (n.d.): 59–84.
316
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
1) Tiap-tiap guru memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan masalah yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan proses supervisi yang lebih indivisual dan spesifik.
2) Data yang diperoleh melalui pengamatan merupakan data bersifat pribadi, sehingga
perlu disampaikan secara individu sebagai balikan.
3) Diantara guru, banyak yang hanya merasakan gejala-gejala yang dialami, akan tetapi
tidak tahu persis apa kekurangan dan kesulitan yang meraka hadapi secara pasti. Oleh
karena itu perlu ada yang membantu mendiagnosa gejala-gejala tersebut, sehingga
ditemukan solusi efektif untuk memperbaikinya.
4) Data yang diperoleh melalui instrumen supervisi aspek-aspek yang diukurnya masih
terlalu umum dan abstak, sehingga sulit sekali untuk mendeskripsikan kekurangan
guru yang paling mendasar seperti yang mereka rasakan, oleh karenanya, diperlukan
diagnosa secara lebih mendalam, rinci dengan cara menggalinya dengan cara dialog
antara supervisor dan guru yang disupervisi.
5) Umpan balik diperoleh dari hasil pendekatan, sifatnya memberi arahan, petunjuk,
instruksi, tidak menyentuh perasaan guru yang terdalam, sehingga hanya bersifat di
permukaan.
6) Hubungan interpersonal supervisor dengan guru belum mampu menciptakan dan
memfasilitasi guru untuk memahami konsep dirinya, sehingga guru menemukan jati
diri dan dapat menjadi diri sendiri.
E. KESIMPULAN
Kinerja guru SMP Swasta Kota Depok Jawa Barat masih perlu ditingkatkan,
khususnya dalam melaksanakan pembelajaran kepada peserta didik. Guru belum
memiliki keinginan (the will) dan upaya (effort) yang optimal dalam bekerja keras
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Kinerja guru
dapat ditingkatkan melalui peningkatan efektivitas kepemimpinan transformasional
kepala sekolah, karena kepala sekolah yang mampu menerapkan kepemimpinan
transformasional secara efektif dapat menumbuhkan kebanggaan, dan mampu
mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari guru-guru, mampu menumbuhkan
antusiasme dan optimisme, dapat menggugah motivasi untuk berprestasi, sehingga
masing-masing guru terdorong untuk mengejar standar keunggulan dengan berprestasi
tinggi. Kepala sekolah selalu melibatkan guru secara bersama-sama untuk melakukan
perubahan, mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan, keluhan-
keluhan guru dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan guru akan
pengembangan diri, studi, dan karier guru.
Kinerja guru dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan supervisi klinis kepala
sekolah, karena melalui supervisi klinis kepala sekolah dapat mengetahui secara persis,
detail tentang permasalahan yang mereka rasakan dan kepala sekolah dapat membantu
menyelesaikan sesuai kebutuhan masing-masing guru yang berbeda antara guru yang
satu dengan lainnya serta kepala sekolah dan memfasilitasi guru untuk memahami
konsep diri, sehingga guru menemukan jati diri dan dapat menjadi dirinya sendiri.
317
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudrajat, Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka
Cipta, 2014
Bass, B.M., Leadership and Performance Beyond Expectations. New York: Free Press,
2005
-------------., From Transactional to transformational Leadership. Organizational
Dyinamics. 2010, Vol.18. No.3.pp. 9-31. Internet diakses 7 April 2012
Danim, Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional
Dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Darling, Linda dan Hammond, Powerful Teacher Education, San Francisco, USA:
Published By Jossey-Bass, 2006.
Depdikbud, Panduan Penilaian Kinerja Guru, Jakarta: Depdikbud, 2017.
Harris, Douglas N. and Tim R. Sass. Value Added Model and Measurement of
Teacher Productivity. Working Paper, National Center for Analysis of
Longitudinal Data in Educatio Research. Urban Institute 2010.
Hasibuan. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Hersey, Paul and Kenneth Blanchard. Situational Leadership, Massachusetts: Allyn and
Bacon, 2001.
Jason, Colquitt, A., 2009. Organizational Behavior, Improving Performance and
Commitment in The Workplace, International Edition, Boston: McGraw-
Hill Companies, Inc. 2009.
Jones, Jeff et.el., Develoving Effective Teacher Performance, London: Paul Chapmam
Publishing. 2006.
Mulyasa, Enco. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, Implementasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2008.
———. Manajemen Dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Openshaw, Linda, Challenges In Clinical Supervision. USA: NACSW Convention, 2012.
Papay, John P. and Matthew A. Kraft. Productivity returns to experience in the teacher
labor market: Methodological challenges and new evidence on long-term
career improvement Journal of Public Economics 130, 2015.
Raihani. Kepemimpinan Sekolah Transformatif, Yogyakarta: LKIS. 2010
Ratu P., Ile Tokan.. Manajemen Penelitian Guru Untuk Pendidikan Bermutu, Jakarta:
Grasindo. 2016.
Rusman, Model model Pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015.
Rosaline O. Osagie. Teacher Development Programs and Teacher Productivity in
Secondary Schools in Edo State, Nigeria. Official Conference Proceedings
The Asian Conference on Education,Osaka, Japan. 2011.
Sahertian, Piet. Konsep Dasar Dan Tekhnik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan SDM. Jakarta: Rineka Cipta, n.d.
Saihu, A. Aziz, F. Mubin, and A.Z. Sarnoto. “Design of Islamic Education Based on Local
Wisdom (An Analysis of Social Learning Theories in Forming Character
through Ngejot Tradition in Bali).” International Journal of Advanced Science
and Technology 29, no. 6 (2020).
Saihu, Made. Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme
Agama Di Jembrana-Bali). Yogyakarta: Deepublish, 2019.
Saihu, Saihu, and Athoillah Islamy. “Exploring the Values of Social Education in the
Qur’an.” Academic Knowledge 3, no. 1 (n.d.): 59–84.
Saihu, Saihu, and Agus Mailana. “Teori Pendidikan Behavioristik Pembentukan Karakter
318
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Vol. 3, No. 2, 2020
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
P-ISSN: 2088-7981
E-ISSN: 2685-1148
Masyarakat Muslim Dalam Tradisi Ngejot Di Bali.” Ta’dibuna: Jurnal
Pendidikan Islam, 2019. https://doi.org/10.32832/tadibuna.v8i2.2233.
Sashkin, Marshall dan Molly G. Sashkin, Prinsip-prinsip Kepemimpinan. Jakarta:
Erlangga, 2011.
Sarros, James C. Brian K. Cooperand Joseph C. Santora. Building a Climate for
Innovation Through Transformational Leadership dan Organizational
Culture. Journal of Leadership & Organizational Studies.Volume 15 Number 2
November 2008.
Sastradiharja, E. Junaedi, Supervisi Pendidikan, Tuntunan Profesional Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan, Depok: 2019.
Sergiovanni, Thomas & Robert Starratt, Supervision of Teaching. Alexandria: Association
for Supervision and Curriculum Development, 1982.
---------------, Supervision : A Redefinition. USA : McGraw- Hill Education, 2006.
Simons, T. L. 2009. Behavioral Integrity as a Critical Ingredient for Transformational
Leadership. Journal of Organizational Change Management, Vol. 12, No. 2.
pp. 89-104. Internet diakses tanggal 7 April 2012
Sinlarat, Paitoon . Needs to Enhance Creativity and Productivity in Teacher Education
Throughout Asia. Asia Pacific Education Review 2002, Vol. 3, No. 2.
Soedijarto, Memantapkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdikbud,
1993.
Sullivan, Susan and Jeffrey Glanz, Supervision That Improves Teaching and Learning. USA :
Sage Publications Ltd., 2013.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
Bandung: Alfabeta, 2009.
Supardi, Sekolah Efektif Konsep dan Praktiknya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013.
Stone, G.A., Russel, R.F., dan Patterson, K. Transformational Versus Servant Leadership :
A Difference in Leader Focus. The Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 25 No. 4, 2004, pp. 349-361. Internet diakses tanggal 7 April
2012.
Warrick D. D.,The Urgent Need for Skilled Transformational Leaders : Integrating
Transformational Leadership dan Organization Development. Journal of
Leadership, Accountability dan Ethics vol. 8(5) 2011.
Whitmore, John, Coaching Performance, Fourth Edition, Growing Human Potential and
Purpose - The Principles and Practice of Coaching and Leadership,
Terjemahan Dwi Helly Purnomo & Louis Novianto, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 2019.
Wijaya, Muksin, Kepemimpinan Transformasional di Sekolah Dalam Meningkatkan
Outcomes Peserta Didik. Jakarta: Jurnal Pendidikan Penabur
No.05/Th.IV/Desember 2005.
Yukl, Gary, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Terjemahan Jusuf Udaya. Jakarta:
Prenhallindo, 2008.