17
UJICOBA MIKROHABITAT UNTUK MENINGKATKAN BIODIVERSITAS DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA PREDATOR DI AREA TANAMAN KUBIS Fatchur Rohman 1), Sofia Ery Rahayu 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang email: f at r o h _ o n g s @ y a h oo . c o m 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang email: s of i a e r y @ y a h oo . c o m Abstrac t Aim of this study was to examine different cropping patterns that intercropping and alongside cabbage plantation that increase the biodiversity level and abundance of Arthropoda predator in cabbage plantation at Sumberbrantas Batu, East Java. The samples of Arthropods were collected by 15 cm diameter sweeping net for five times oscilation and pitfall tra.p The Specimens were identified and counted the diversity index (Shannon-Wienner = H') and relative abundance of Arthropods predator. The variation of diversity index of Arthropodes in every plot were examined by ANOVA then continued with "Duncan Multiple Range Test" at significant level 95%.The result showed that The different cropping patterns that intercropping and alongsde cabbage plantation plots heave increased on the biodiversity levels of Cabbage Arthropod predators in cabbage plantation area at Sumberbrantas Batu”, East Java, but has no effect on the abundance of predatory arthropods. Sequentially level predatory arthropod diversity in intercropping plots the highest, followed on the edge petakdan in plots without the test plants. Keywords: microhabitat, biodiversity, abundance, Arthropoda predators, cabbage plantation 1. PENDAHULUAN Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan menggunakan pestisida sintetik menimbulkan dampak negatif terhadap agroekosistem. Beberapa dampak tersebut antara lain adanya pencemaran lingkungan, timbulnya ”biotipe” yang resisten dan resurjensi, populasi musuh alami menurun dan kurang berdayaguna, hilangnya beberapa jenis tumbuhan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai mikrohabitat musuh alami, biaya pengendalian mahal, dan penurunan kuantitas dan kualitas produksi. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah serangan OPT. Suatu konsep pemecahan masalah yang dapat diterapkan adalah pemberdayaan peran faktor biotik agroekosistem melalui pengelolaan mikrohabitat, termasuk di

lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

UJICOBA MIKROHABITAT UNTUK MENINGKATKAN BIODIVERSITAS DAN KELIMPAHAN ARTHROPODA PREDATOR DI AREA TANAMAN KUBIS

Fatchur Rohman 1), Sofia Ery Rahayu 2)

1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang email: f at r o h _ o n g s @ y a h oo . c o m

2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang email: s of i a e r y @ y a h oo . c o m

Abstract

Aim of this study was to examine different cropping patterns that intercropping and alongside cabbage plantation that increase the biodiversity level and abundance of Arthropoda predator in cabbage plantation at Sumberbrantas Batu, East Java. The samples of Arthropods were collected by 15 cm diameter sweeping net for five times oscilation and pitfall tra.p The Specimens were identified and counted the diversity index (Shannon-Wienner = H') and relative abundance of Arthropods predator. The variation of diversity index of Arthropodes in every plot were examined by ANOVA then continued with "Duncan Multiple Range Test" at significant level 95%.The result showed that The different cropping patterns that intercropping and alongsde cabbage plantation plots heave increased on the biodiversity levels of Cabbage Arthropod predators in cabbage plantation area at Sumberbrantas Batu”, East Java, but has no effect on the abundance of predatory arthropods. Sequentially level predatory arthropod diversity in intercropping plots the highest, followed on the edge petakdan in plots without the test plants.

Keywords: microhabitat, biodiversity, abundance, Arthropoda predators, cabbage plantation

1. PENDAHULUANPengendalian Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) dengan menggunakan pestisida sintetik menimbulkan dampak negatif terhadap agroekosistem. Beberapa dampak tersebut antara lain adanya pencemaran lingkungan, timbulnya ”biotipe” yang resisten dan resurjensi, populasi musuh alami menurun dan kurang berdayaguna, hilangnya beberapa jenis tumbuhan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai mikrohabitat musuh alami, biaya pengendalian mahal, dan penurunan kuantitas dan kualitas produksi. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah serangan OPT.

Suatu konsep pemecahan masalah yangdapat diterapkan adalah pemberdayaan peran faktor biotik agroekosistem melalui pengelolaan mikrohabitat, termasuk di

dalamnya adalah manipulasi habitat. Pengelolaan mikrohabitat dapat dicoba dengan cara 1) menguji peran diantara tumbuhan liar/gulma sebagai habitat dan 2) konservasi predator hama dengan menyediakan habitatnya dari tumbuhan liar/gulma yang tetah diuji. Landis, et al. (2000) menyatakan bahwa pengelolaan mikrohabitat adalah bentuk biokonservasi musuh alami dan pengendalian hayati, pendekatan berbasis ekologi yang diarahkan pada kondisi yang baik bagi musuh alami dalam agroekosistem. Pengelolaan mikrohabitat dilakukan untuk meningkatkan jumlah anggota populasi musuh alami (Helenius, 1998). Landis, et al. (2000) mengemukakan tujuan utama pengelolaan mikrohabitat adalah menciptakan infrastruktur ekologi yang berkelanjutan dalam lanskap

Page 2: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

pertanian melalui penyediaan sumberdaya seperti pakan alternatif musuh alami, mangsa atau inang alternatif, ”shelter” (tempat perlindungan) dari kondisi yang buruk, dan mikroklimat. Pengelolaan mikrohabitat (habitat management) merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam pengendalian hayati.

Tumbuhan liar berpotensi sebagai mikrohabitat bagi predator serangga hama. Tumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan tambahan, tempat istirahat, dan tempat bereproduksi (Nentwig, 1998; Wratten et al., 1998; Sosromarsono dan Untung, 2000). Tumbuhan sebagai mikrohabitatdalam bidang pertanian umumnya mengacu pada jenis tumbuh-tumbuhan penyerta tanaman budidaya yang memiliki peran sebagai habitat kelompok biota tingkat tropik-tiga (Murphy, et al., 1998; Wratten, et al., 1998). Habitat adalah tempat suatu organisme hidup atau dapat juga menunjukkan tempat yang diduduki oleh seluruh komunitas (Odum, 1993). Begon et al. (1986) mengemukakan bahwa area sebagai habitat (habitable area) adalah area bagi masing-masing jenis yang ada di dalamnya, dapat mempertahankan keberadaan populasinya karena (1) memiliki kesempatan untuk berkoloni, dan (2) tidak dikalahkan oleh kompetitor.

Beberapa penelitian dan informasi berkaitan dengan musuh alami serangga hama pada beberapa tanaman budidaya telah cukup banyak dipublikasikan. Smith & Papacek (1991 dalam Landis, et al. 2000) melaporkan tumbuhan ”Rhodes grass” (Chloris gayana Kunth.) merupakan mikrohabitat bagi ”mite” Amblyseius victoriensis (Womersly), suatu predator hama tanaman Citrus aurantium L. Tegolophus australis Keifer. Bowie et al. (1999 dalam Landis, et al., 2000) melaporkan bahwa tumbuhan Brassica napus L. dapat dijadikan mikrohabitat bagi Syrphid dewasa, suatu predator dari aphid Rhopalosiphum padi (L.).

Penelitian sebelumnya menemukan komposisi Arthropoda pada tumbuhan liar/gulma di kebun teh Wonosari Kabupaten Malang meliputi 47 taksa Artropoda yang

terbagi atas 40 taksa insekta terdiri 22 famili dan 7 taksa Arachnida terdiri 3 famili. Diantara Artropoda yang ditemukan berstatus sebagai musuh alami seperti anggota kelompok famili Coccinelidae, Gryllidae, Lycosidae, dan Oxyopidae. (Rohman, dkk., 2007a). Penelitian sebelumnya yang lain menunjukkan bahwa beberapa predator (famili Coccinellidae, Mantidae, Lycosidae, dan Oxyopidae) cenderung tertarik pada beberapa tumbuhan liar/gulma di sekitar kebun teh seperti Borreria repen DC., Bidens pilosa L., Centella asiatica (L.) Urb. (Rohman, dkk., 2007b). Interaksi antara tumbuhan dan insekta saling menguntungkan. Insekta dapat melangsungkan proses penyerbukan pada tumbuhan, insekta”Syrphid flies” memperoleh nektar (Nentwig,1998), tumbuhan inang bagi beberapa aphid dan tumbuhan juga menyediakan makanan tambahan ”Coccinellid beetless” (Stary & Gonzales 1991), atau bentuk arsitektur tumbuhan mempermudah laba-laba membuat sarang (Jennings 1971; Nentwig, 1998).

Nentwig (1998) berpendapat bahwa keberadaan tumbuhan telah dikenal sebagai sumberdaya penting bagi hewan Arthropoda. Keberadaan beberapa gulma di area tanaman budidaya merupakan sumberdaya penting yang menyediakan sumber makanan tambahan dan sebagai mikrohabitat yang bermanfaat bagi beberapa hewan Arthropoda (van Emden 1965; Perrin, 1975; Curry 1976; Altieri & Whitcomb1979; Bosch 1987; Frei & Manhart 1992). Tidak adanya tumbuhan selain tanaman budidaya utama menyebabkan hilangnya tempat hidup, makanan alternatif, tempat hinggap sementara, bertemunya organisme jantan dan betina, dan tempat hidup mangsa alternatif (Knauer, 1993). Pengendalian hayati dengan serangga predator merupakan pengendali alami populasi serangga hama yang menjadi alternatif efektif untuk pengendalian hama (Huffaker & Messenger, 1989). Peningkatan keragaman tanaman pada pola polikultur telah banyak dilaporkan dapat menekan perkembangan populasi serangga hama pada tanaman utama (Liang & Huang,1994; Hickman & Wratten, 1977, Nurindah et al., 2002). Keragaman musuh alami hama meningkat bila diciptakan habitat yang disukai

Page 3: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

sehingga kualitas ruang hidup musuh alami juga meningkat.

Tumbuhan liar berbunga terbukti dapat meningkatkan keragaman fauna di ekosistem pertanian (Knauer, 1993). Tanaman bunga padalajur di agroekosistem terbukti meningkatkan kepadatan populasi predator dan mampu memberikan efek pengendalian pada hama (Bosch, 1987; Weiss & Stettmer, 1991). Penanaman variasi jenis tanaman berbunga dalam suatu lajur di areal pertanian mendatangkan musuh alami (Perrins, 1975; Alteiri & Whitcomb, 1979; Weiss & Stettmer,1991). Pada setiap jenis tanaman (sebagai habitat) dapat menyokong ± 12 phytophagus sebagai cadangan makanan predator hama (Wingeier, 1992).Dengan demikian penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan liar atau gulma menjadi mikrohabitat yang meningkatkan biodiversitas dan kelimpahan musuh alami perlu perhatian lebih luas. Informasi atau data-data teknis berasal dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pembangunan pertanian yang berkelajutan dan berbasis keseimbangan ekosistem. Pembangunan pertanian selaras dengan alam sudah menjadi kebutuhan bukan lagi suatu kemauan. Pembangunan pertanian berbasis ekologi dapat didekati dengan mengembalikan peningkatan dan pengelolaan keanekaragaman hayati pada

suatu hamparan agroekosistem. Upaya peningkatan dan pengelolaan keanekaragaman hayati dapat memanfaatkan berbagai tanaman pagar (hedgerows), tanaman penghasil polen atau nektar yang dapat menarik serangga (insectory plants), cover crops dalam suatu hamparan tanaman budidaya (Singh, tanpa tahun). Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan adalah ” Uji Coba Mikrohabitat Untuk Meningkatkan Biodiversitas dan Kelimpahan Arthropoda Predator Hama Tanaman Kubis Di Sentra Perkebunan Sayur Sumberbrantas Batu Jawa Timur”.

2. METODE PENELITIANUji coba tanaman gulma sebagai

mikrohabitat diawali dengan melakukan penanaman tanaman kubis pada lahan yang telah ditentukan. Pola tanam yang digunakan dalam uji microhabitat Artropoda predator pada lahan tanaman kubis adalah pola tanam tumpangsari (tanaman kubis dan tanaman gulma terpilih), pola tanam pinggir petak lahan, dan tanpa pola tanam sebagai kontrol. Skematis penempatan tanaman uji terpilih pada lahan tanaman kubis dapat dilihat pada Gambar 1. Setelah tanaman kubis mencapai tahap pertumbuhan optimal, dilakukan pengambilan data biodiversitas dan kelimpahan Artropoda pada ketiga lahan uji dengan menggunakan metode Pitfall trap, , dan Swing nett.

Gambar 1. Skema pola tanam (a) Tumpangsari, (b) Pinggir Petak, (c) Monokultur

Page 4: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil pengambilan data arthropoda pada

lahan kubis yang ditanami Tumbuhan Uji dengan pola tanam Tumpangsari diperoleh 15 spesies arthropoda, terdiri dari 8 serangga predator, 3 serangga hama, 3 serangga parasitoid, dan 1 serangga polinator. Delapan Arthropoda predator dapat yang ditemukan di petak pola tanam tumpangsari dilihat pada

Gambar 2. Berdasarkan hasil pengambilan data arthropoda pada lahan kubis yang ditanami Tumbuhan Uji dengan pola tanam pinggiran petak diperoleh 11 spesies arthropoda, terdiri dari 6 serangga predator, 2 serangga hama, 2 serangga parasitoid, dan 1 serangga polinator. Enam Arthropoda predator dapat yang ditemukan di pola tanam pinggir petak dilihat pada Gambar 3.

Halictidae Neogalerucella sp. Pardosa sp. Tenebrionidae

Scutigereidae Gryllus sp. Staphylidae Pterostichus sp.

Gambar 2. Arthropoda predator yang ditemukan pada pola tanam Tumpangsari

Zelotes sp. Erigone aletris Pardosa sp.

Camponotus sp. Tenebrionidae Halictidae

Gambar 3. Arthropoda predator yang ditemukan pada pola tanam pinggir petak

Page 5: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

Pengaruh Pola Tanam Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Predator di sentra perkebunan sayur sumber brantas Batu Jawa Timur

Berdasarkan perhitungan analisis sidikragam (analisis varian) dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pola tanam terhadap keanekaragaman arthropoda predator hama tanaman kubis di sentra perkebunan sayur sumberbrantas, Batu Jawa Timur. Karena Hipotesis penelitian diterima maka dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan Uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar pola tanam terhadap keanekaragaman Arthropoda Predator. Hal ini dapat dikatakan bahwa pola tanam tumpang sari dan pinggir petak menunjukkan keanekaragaman yang berbeda dengan petak tanpa adanya tumbuhan uji. Kecenderungan tingkat keanekaragaman Arthropoda predator di pola tanam tumpangsari tetinggi, diikuti dengan di pola tanam pinggir petak dan petak tanpa adanya tumbuhan uji.

Pengaruh Pola Tanam Terhadap Kelimpahan Arthropoda di sentra perkebunan sayur sumber brantas, Batu Jawa Timur

Berdasarkan perhitungan analisis sidik ragam (analisis varian) dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat pengaruh perbedaan pola tanam terhadap kelimpahan arthropoda predator hama tanaman kubis di sentra perkebunan sayur sumberbrantas, Batu Jawa Timur, namun pola tanam gulma pinggir petak menghasilkan kelimpahan arthropoda predator tertinggi dibanding 2 pola tanam lainnya. Urutan pola tanam yang menghasilkan kelimpahan Arthropoda predator dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah pola tanam gulma samping petak, tumpangsari, dan tanpa gulma.

Tumbuhan gulma/liar berpotensi sebagai mikrohabitat bagi predator serangga hama. Tumbuhan gulma/liar yang dapat menyediakan habitat bagi musuh alami dikenal juga sebagai refugia. Tumbuhan refugia adalah beberapa jenis tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan atau sumberdaya yang lain (Nentwig, 1998; Wratten et al., 1998, Sosromarsono dan Untung, 2000). Tumbuhan

refugia yang berfungsi sebagai mikrohabitat dalam bidang pertanian umumnya mengacu pada jenis tumbuhan penyerta tanaman budidaya yang berperan sebagai habitat kelompok biota tingkat tropik tiga (Murphy et al., 1998; Wratten et al., 1998). Odum (1993) menjelaskan habitat adalah tempat suatu organisme hidup atau dapat juga menunjukkan tempat yang diduduki oleh seluruh komunitas. Begon et al. (1986) mengemukakan suatu area merupakan habitat (habitable area) adalah area bagi masing-masing jenis yang ada di dalamnya, dapat mempertahankan keberadaan populasinya karena (1) memiliki kesempatan untuk berkoloni, dan (2) tidak dikalahkan oleh kompetitor.

Tingkat keanekaragaman Arthropoda di kanopi tanaman teh maupun di permukaan tanah kebun Kubis Sumberbrantas termasuk sedang karena sesuai kriteria bila H’ < 1 maka keanekaragamannya rendah, dan bila H’ = 1 – 3 maka keanekaragamannya sedang (Rahayu, dkk. 2006). Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Sehubungan dengan hal tersebut Rohman (2008) mengemukakan bahwa Pertama, komunitas kebun Kubis tidak lagi sebagai komunitas yang alami tetapi sudah menjadi komunitas termanipulasi karena keberadaannya lebih banyak dikelola oleh manusia. Giller et al. (1997) menjelaskan bahwa adanya kegiatan pertanian menjadi penyebab menurunnya keanekaragaman biota dan fungsi ekosistem lahan, karena adanya perubahan jenis dan kerapatan tumbuhan yang ditanam. Jika tingkat keanekaragaman suatu komunitas termasuk tinggi maka komponen biotanya lebih komplek sehingga jaring-jaring serta rantai makanan lebih komplek keadaanya.

Kedua, adanya alih guna lahan dari hutanalami pada lereng gunung Arjuna menjadi lahan kebun Kubis. Alih guna lahan berarti terjadi perubahan ruang hidup bagi suatu organisme. Keadaan tersebut dikuatkan oleh penjelasan Whittaker (1969, dalam Price, 1997) yakni perbedaan keanekaragaman jenis suatu tanaman merupakan respon dari waktu dan ruang yang berbeda. Keadaan perubahan guna lahan tersebut dapat menurunkan tingkat keanekaragaman biota. Keadaan tersebut juga terjadi seperti yang dilaporkan Swibawa dkk.

Page 6: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

(2006) yaitu alih guna lahan hutan alami menjadi monokultur kopi di Sumberjaya (Lampung Barat) telah menurunkan keanekaragaman nematoda dari 61 marga dari24 suku menjadi 29 marga yang termasukdalam 14 suku,. Sehubungan dengan hal itu, temuan lain juga menunjukkan bahwa alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian di Sumberjaya Lampung juga menurunkan keanekaragaman rayap, semakin intensif suatu sistem pertanian menurunkan keanekaragaman rayap dari 13 marga menjadi 2 marga (Aini dkk., 2006).

Ketiga, mikroklimat berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman biota disuatu habitat. Odum (1993), menyatakan bahwa di dalam ekosistem yang mempunyai keanekaragaman rendah dan mengalami tekanan secara fisik menyebabkan populasi cenderung diatur oleh komponen-komponen fisik yaitu cuaca, faktor kimia yang membatasi, pencemaran dan sebagainya. Temuan Aini, dkk. (2006) menunjukkan bahwa semakin rendah suhu tanah dan semakin tinggi kadar air tanah pertanian maka kelimpahan rayap Odontotermes spp. semakin rendah. Nandika et al. (2003 dalam Aini, dkk., 2006) menyatakan bahwa perubahan suhu tanah dan kadar air tanah akibat alih guna lahan menyebabkan peningkatan populasi rayap pemakan kayu dan hilangnya jenis rayap lain.

Penelitian ini merupakan langkah awaluntuk memahami sebagian struktur dan fungsi komponen yang menyusun agroekosisten kebun Kubis. Altieri dan Nicholls (2004) mengemukakan bahwa dalam rangka meningkatkan “Agroecosystem biodiversity” menuju agroekosistem yang stabil dan berkelanjutan perlu mengkaji komponen dan fungsi lainnya. Komponen tersebut adalah kajian tentang Polinator, Predator dan Parasitoid, Herbivor, vegetasi non-budidaya, cacing tanah, mesofauna tanah, dan microfauna tanah. Kajian fungsi mencakup peristiwa polinasi, pengaturan populasi dan pengendalian hayati, konsumsi biomasa dan siklus nutrien, kompetisi, alelopati, struktur tanah, dekomposisi, predasi, dan serangan penyakit. Strategi peningkatan biodiversitas agroekosistem dapat dilakukan dengan pola

tanam tumpang sari, agroforesti, rotasi tanaman, penanaman tanpa olah tanah, komposting, penambahan materi organik dan tanaman “windbreaks” (tanaman penahan angin).

Konservasi musuh alami merupakan salahsatu dari empat prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) (Nurindah et al., 2002) ). Konservasi diharapkan fungsi musuh alami sebagai faktor pengendali biotik bagi serangga hama dapat dioptimalkan (Nurindah et al.,2002). Dent (1995) dan Nurindah et al. (2002) mengemukakan bahwa pengendalian hayati dengan pendekatan konservasi organisme merupakan bidang yang kurang mendapat perhatian dibandingkankan dengan pendekatan lainnya. Konservasi organisme dapat dilakukan melalui pengelolaan habitat yang memicu peningkatan padat populasi dan kinerja musuh alami, yaitu predator dan parasitoid dalam mengendalikan serangga hama. Salah satu aspek dalam implementasi dari pengelolaan habitat adalah pemilihan jenis tanaman yang sesuai untuk digunakan. Kriteria seleksi jenis tanaman yang dapat digunakan meliputi sumber pakan yang dapat disediakan, selang waktu yang efektif dalam menarik musuh alami dan sinkronkan dengan dinamika populasi serangga hama pada tanaman utama, kemungkinan adanya pengaruh negatif dan tingkat adopsi petani terhadap teknologi ini (Wratten et al.,1998).

Interaksi antara tumbuhan dan insektasaling menguntungkan. Insekta dapat melangsungkan proses penyerbukan pada tumbuhan, insekta ”Syrphid flies” memperoleh nektar (Nentwig, 1998), tumbuhan inang bagi beberapa aphid dan tumbuhan juga menyediakan makanan tambahan ”Coccinellid beetless” (Stary & Gonzales 1991), atau bentuk arsitektur tumbuhan mempermudah Laba-laba bermata tajam membuat sarang (Jennings 1971; Nentwig, 1998). Nentwig (1998) berpendapat bahwa keberadaan tumbuhan telah dikenal sebagai sumberdaya penting bagi hewan Arthropoda. Keberadaan beberapa gulma di area tanaman budidaya merupakan sumberdaya penting yang menyediakan sumber makanan tambahan dan sebagai tumbuhan refugia yang bermanfaat bagi beberapa hewan Arthropoda (van Emden 1965; Perrin, 1975; Curry 1976;

Page 7: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

Altieri & Whitcomb 1979; Bosch 1987; Frei & Manhart 1992). Tidak adanya tumbuhan selain tanaman budidaya utama menyebabkan hilangnya tempat hidup, makanan alternatif, tempat hinggap sementara, bertemunya organisme jantan dan betina, dan tempat hidup mangsa alternatif (Knauer, 1993). Pengendalian hayati dengan serangga predator merupakan pengendali alami populasi serangga hama yang menjadi alternatif efektif untuk pengendalian hama (Huffaker & Messenger,1989). Peningkatan keragaman tanaman padapola polikultur telah dilaporkan dapat menekan perkembangan populasi serangga hama pada tanaman utama (Liang & Huang, 1994; Hickman & Wratten, 1997, Nurindah et al.,2002). Keragaman musuh alami hama meningkat bila diciptakan habitat yang disukai sehingga kualitas ruang hidup musuh alami juga meningkat.

Pemilihan suatu tumbuhan liar di agroekosistem dapat dijadikan mikrohabitat perlu dilakukan uji lebih dulu. Salah satu uji yang dapat diterapkan adalah uji preferensi suatu serangga terhadap jenis tumbuhan tertentu. Tumbuhan liar berbunga terbukti dapat meningkatkan keragaman fauna di ekosistem pertanian (Knauer, 1993). Tanaman bunga pada lajur petak tanaman di agroekosistem terbukti meningkatkan kepadatan populasi predator dan mampu memberikan efek pengendalian pada hama (Bosch, 1987; Weiss & Stettmer, 1991). Penanaman variasi jenis tanaman berbunga dalam suatu lajur di areal pertanian mendatangkan musuh alami (Perrins, 1975; Alteiri & Whitcomb, 1979; Weiss & Stettmer,1991). Pada setiap jenis tanaman (sebagai habitat) dapat menyokong ± 12 phytophagus sebagai cadangan makanan predator hama (Wingeier, 1992).

Dengan demikian penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan liar atau gulma menjadi habitat yang meningkatkan biodiversitas dan kelimpahan musuh alami perlu perhatian lebih luas. Informasi atau data teknis berasal dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pembangunan pertanian yang berkelajutan dan berbasis keseimbangan ekosistem. Pembangunan pertanian selaras dengan alam sudah menjadi kebutuhan bukan

lagi suatu kemauan. Pembangunan pertanian berbasis ekologi dapat didekati dengan mengembalikan peningkatan dan pengelolaan keanekaragaman hayati pada suatu hamparan agroekosistem. Upaya peningkatan dan pengelolaan keanekaragaman hayati dapat memanfaatkan berbagai tanaman pagar (hedgerows), tanaman penghasil polen atau nektar yang dapat menarik serangga (insectory plants), cover crops dalam suatu hamparan tanaman budidaya (Av Singh, 2004).

4. KESIMPULAN1. Arthropoda pada lahan kubis yang ditanami

Tumbuhan Uji dengan pola tanamTumpangsari diperoleh 15 spesies arthropoda, terdiri dari 8 serangga predator,3 serangga hama, 3 serangga parasitoid, dan1 serangga polinator.

2. Arthropoda pada lahan kubis yang ditanami Tumbuhan Uji dengan pola tanam pinggiran petak diperoleh 11 spesies arthropoda, terdiri dari 6 serangga predator, 2 serangga hama, 2 serangga parasitoid, dan 1 serangga polinator.

3. Pola tanam tumbuhan uji berbeda yaitu tumpangsari, pinggir petak dan petak tanpa tumbuhan uji berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman Arthropoda predator hama tanaman Kubis di sentra perkebunan sayur Sumberbrantas Batu JawaTimur, namun tidak berpengaruh terhadap kelimpahan Arthropoda predator tersebut. Secara berurutan tingkat keanekaragaman Arthropoda predator di petak tumpangsari tertinggi, diikuti di pinggir petakdan di petak tanpa tumbuhan uji.

5. REFERENSI

Altieri, M.A. & W. H. Whitcomb. 1979. The potential use of weeds in the manipulation of beneficial insects. HortScienceb 14: 12-18.

Begon, M., J.L. Harper, and C.R. Townsed.1986. Ecology: Individuals, Populationsand Communities, Blackwell Scientifics Publications. Oxford, London, Edinburgh, Boston, Palo Alto, Melbourne. p. 583.

Page 8: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

Bosch, J. 1987. Der Einfuss einiger dominter Ackerunkrauter auf Nutzund Schadarthropoden in einem Zuckerrubenfeld. Zeitschift fur Pfanzenkrankheiten und Pflanzenschutz94: 398-408.

Curry, J.P. 1976. The arthropod fauna of some common grass and weed species of pasture. Proc. R. Irish Acad. B. 76: 1-35.

Frei, G. & C. Manhart. 1992. Nützlinge und Schadlinge an kunstlich angelegten Ackerkrauststreifen in Getreidefeldern. Agrarökologie 4: 1-140.

Helenius, J. 1998. Enhanchement of Predation Through Within-field Diversivicatio, In. C.H. Pickett and R.L. Bugg (ed.). Enhanching biological control, habitat management to promote natural enemies of agricultural pests.University of California Press. Berkeley, Los Angeles, London. pp. 121- 160.

Hickman, J. M. & S. D. Wratten. 1977. Use ofPhacelia tanacetitolia (Hydrophyllaceae) as a plooen source to enhance hoverly (Diptera: Syrphidae) population in cereal fields. Journal of Economic Entomology89: 832 – 840.

Huffaker & Messenger, 1989.Theory and Practice of Biological Control.Academic Press, Inc. (London) Ltd., 1976. Soeprapto Mangoendihardjo (penterjemah). 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. pp. 3 – 20.

Jennings, D.T. 1971. Pant associations of Misuminops coloradensis Gertsch (Araneae: Thomisidae) in central New Mexico. Southw. Nat.16: 201 – 207.

Knauer. 1993. ökologie und landwirschaft, situatiom konflikte. Losungen. Stutgart

Landis, D.A., S.D. Wratten, and G.M. Gurr.2000. Habitat Management to Conserve Natural Enemies of Arthropoda Pests in Agriculture. In. M.R. Berenbaum, R.T. Carde, and G.E. Robinson (ed.). Annual Review of Entomology.Volume 45,2000.Annual Reviews Palo AltoCalifornia USA. pp. 175-201.

Perrin, R.M. 1975. The role of perennial stinging nettle Urtica dioica as a reservoir of beneficial natural enemies. Ann. Appl. Biol. 81: 289-297.

Rohman, F., Fathurrachman, I.D. Maulina,2007a.Keanekaragaman dan Kelimpahan Artropoda pada Komunitas Tumbuhan Liar di Kebun Teh Wonosari Singosari Kabupaten Malang. Laporan Penelitian.

Rohman, F., B. Yanuwiadi, M. Mukti, 2007b.Preferensi Kumbang Kubah(Coccinellidae), Belalang Sembah (Mantidae), dan Laba-laba Srigala (Lycosidae) Terhadap Tumbuhan Liar Borreria repens D.C., Biden pilaosa L., dan Centella asiatica (L.) Urb. Laporan Penelitian.

Sosromarsono, S. & K. Untung. 2000.Keanekaragaman Hayati Arthropoda Predator dan Parasit di Indonesia dan Pemanfaatannya, Makalah Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian PEI. Bogor. 8 p.

Stary, P.& D. Gonzales. 1991. The chenopodium aphid Hayhurstia atriplicis (L). (Homoptera: Aphididae), a parasitoid reservoir and a source of biocontrol agents in pest management.J. Appl. Entomol.111: 243-248.

Takafuji, A & H. Amano. 2001. BiologicalControl of Insect Pest in Japan: A Control of Multiple Pests of Tea, and Spider Mites in Greenhouses, ww w . a gn e t . o r g /l i b r a r y / a r t i c l e / e b499 a . h t ml. April, 17 2006.

van Emden, H.F. 1965. The role of uncultivated land in the biology of crop pests and beneficial insects. Sci. Hortic.17: 121-136.

Weiss, E. & C. Stettmer, 1991. Unkräuter inder Agrarlandschaft locken blüten besuchende Nützlinge an. Agrarökologie1: 1 – 104.

Wingeier, T. 1992. Agraokonomische Auswirkungen von in Ackerflachen angesaten Grunsteifen. Agrarökologie 2:1 -97.

Page 9: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../Dr.-Drs-FATCHUR-ROHMAN-M.Si_artikel.docx · Web viewTumbuhan sebagai mikrohabitat adalah jenis tumbuh-tumbuhan di sekitar pertanaman yang dapat menyediakan

Wratten, S.D., H.F. van Emden, and M.B.Thomas. 1998. Whitin-field and BordrRefugia for the Enhanchement of Natural Enemies. In. C.H. Pickett and R.L. Bugg (ed.). Enhanching biological control, habitat management to promote natural enemies of agricultural pests.University of California Press. Berkeley, Los Angeles, London. pp. 375-403.