7
Kemampuan Mendengarkan d an Kepemimpin an Oleh: Egrita Buntara Widyaiswar a Muda Balai Diklat K epemimpin an www.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang Seseorang akan bisa menulis dengan baik kalau ia banyak membaca. Dan akan menjadi pembicara yang baik dan terarah pula ketika seseorang tersebut pada saat yang sama adalah pendengar yang baik. Maka analoginya, kalaulah mendengar itu kita ibaratkan sebagai air yang ditumpahkan ke dalam tank, maka bicara adalah air yang disalurkan dan terpancar lewat krannya. Air di kran akan keluar dengan deras ketika memang tank-nya dalam kondisi terisi, dan begitu pun sebaliknya.   Ada sebuah petuah kuno mengatakan, "Kita telah diberi dua telinga dan hanya satu mulut, agar kita dapat mendengarkan dan tidak banyak bicara". Namun dalam praktiknya, dalam kegiatan komunikasi hanya sedikit yang kita gunakan untuk mendengarkan. Atwater (1992) mencatat bahwa keberhasilan di semua tingkat manajemen tergantung pada seberapa baik dia mendengarkan petunjuk secara detail dan umpan balik dari karyawan. Semua sumber informasi membantu manajer mengetahui dan mengevaluasi karyawan mereka, mendengarkan karyawan adalah yang paling penting (Hunsaker dan Alessandra, 1986). Meskipun banyak waktu yang dihabiskan untuk mendengarkan, tetapi rata-rata orang tidak mendengarkan dengan baik. Atwater (1992) mengatakan bahwa pendengar yang baik hanya dapat memahami dan mengingat hanya setengah dari percakapan, setelah dia mendengar seseorang berbicara. Dalam 48 jam mereka lupa setengah dari itu lagi, sehingga kita mengingat hanya 25% dari apa yang awalnya kita dengar. Dalam pelayanan, dalam bisnis apapun, keterampilan mendengarkan sangat sering diabaikan atau dilupakan. Banyak masalah komunikasi interpersonal berkembang, dan dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan komunikasi, banyak program pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan dan ditawarkan

Listening and Leadership

Embed Size (px)

Citation preview

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 1/7

Kemampuan Mendengarkan dan Kepemimpinan

Oleh: Egrita Buntara

Widyaiswara Muda Balai Diklat Kepemimpinanwww.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang 

Seseorang akan bisa menulis dengan baik

kalau ia banyak membaca. Dan akan menjadi

pembicara yang baik dan terarah pula ketika

seseorang tersebut pada saat yang sama

adalah pendengar yang baik. Maka

analoginya, kalaulah mendengar itu kita

ibaratkan sebagai air yang ditumpahkan ke

dalam tank, maka bicara adalah air yang

disalurkan dan terpancar lewat krannya. Air di

kran akan keluar dengan deras ketika

memang tank-nya dalam kondisi terisi, dan

begitu pun sebaliknya. 

 Ada sebuah petuah kuno mengatakan, "Kita telah diberi dua telinga dan hanya satu

mulut, agar kita dapat mendengarkan dan tidak banyak bicara". Namun dalam praktiknya,

dalam kegiatan komunikasi hanya sedikit yang kita gunakan untuk mendengarkan. Atwater

(1992) mencatat bahwa keberhasilan di semua tingkat manajemen tergantung pada seberapa

baik dia mendengarkan petunjuk secara detail dan umpan balik dari karyawan. Semua sumber

informasi membantu manajer mengetahui dan mengevaluasi karyawan mereka, mendengarkan

karyawan adalah yang paling penting (Hunsaker dan Alessandra, 1986).

Meskipun banyak waktu yang dihabiskan untuk mendengarkan, tetapi rata-rata orang

tidak mendengarkan dengan baik. Atwater (1992) mengatakan bahwa pendengar yang baik

hanya dapat memahami dan mengingat hanya setengah dari percakapan, setelah dia

mendengar seseorang berbicara. Dalam 48 jam mereka lupa setengah dari itu lagi, sehingga

kita mengingat hanya 25% dari apa yang awalnya kita dengar. Dalam pelayanan, dalam bisnis

apapun, keterampilan mendengarkan sangat sering diabaikan atau dilupakan. Banyak masalah

komunikasi interpersonal berkembang, dan dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan

komunikasi, banyak program pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan dan ditawarkan

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 2/7

untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berbicara. Jarang, kita melihat

program yang ditawarkan untuk meningkatkan kebiasaan mendengarkan.

Hunsaker dan Alessandra (1986) menemukan adanya kesalahpahaman bahwa

mendengarkan hanya berhubungan dengan pendengaran. Mendengarkan lebih dari proses fisik

pendengaran. Ada suatu proses intelektual dan emosional di mana hal itu mengintegrasikan

keterampilan dalam pencarian makna. Mendengarkan secara efektif tidak datang dengan

mudah. Ini adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kita sering mendengar kata-kata, tetapi kita juga

sering kehilangan pesan yang disampaikan.

Jika kita ingin meningkatkan efektivitas keterampilan mendengarkan, pertama kita harus

memahami bahwa hasil mendengarkan sangat tergantung berbagai faktor. Banyak hal tentang

persyaratan yang harus dipenuhi saat berbicara dan mendengarkan tidak sama. Atwater (1992)

mengatakan kecepatan berbicara umumnya sekitar 120 sampai 180 kata per menit. Kita

umumnya dapat mendengarkan dengan pemahaman yang baik pada 500 sampai 800 kata per

menit. Kesenjangan ini sebenarnya menyediakan waktu bagi pendengar untuk efektif

mendengarkan. Tetapi yang terjadi adalah kecenderungan untuk kurang memperhatikan kata-

kata pembicara. Newkirk dan Linden (1982) menyimpulkan perbedaan ini: Tidak peduli berapa

panjang pesan pembicara, kita hanya perlu waktu separuh yang tersedia untuk memahami

kata-kata (waktu pemahaman), sedangkan separuh lainnya (waktu reaksi) untuk melaksanakan

seperti apa yang kita pilih. Seorang pendengar yang baik akan menggunakan waktu reaksi

untuk keuntungannya agar komunikasi berjalan lebih baik secara keseluruhan, sedangkan

pendengar yang buruk akan mensia-siakan, atau lebih buruk lagi menyalahgunakannya

sehingga pemahaman pesan kurang.

Belajar Mendengarkan

Dikatakan bahwa mendengarkan adalah keterampilan komunikasi yang paling awal

diperoleh, yang paling sering digunakan, akan tetapi juga yang paling tidak dikuasai. Atwater

(1992) mencatat bahwa selama bertahun-tahun sekolah formal, para siswa menghabiskan 50%atau lebih dari waktu komunikasi mereka untuk mendengarkan, diikuti dengan berbicara,

membaca dan menulis. Namun, jumlah waktu siswa menerima keterampilan terbalik, mereka

hanya sedikit mendapatkan keterampilan mendengarkan. Sehingga yang kita jumpai sekarang

adalah lemahnya siswa untuk lebih dapat mendengarkan dengan efektif. Tetapi hal ini tidak

perlu dikuatirkan karena teori mengatakan bahwa mendengarkan dapat dipelajari, kebiasaan

mendengarkan yang buruk dapat diubah dengan berlatih.

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 3/7

 Ada perbedaan jelas antara mendengar dan mendengarkan. menurut

Webster New World Dictionary, mendengarkan adalah "usaha untuk membuat sadar untuk

mendengar" atau "memperhatikan suara." Ini adalah bukti bahwa mendengarkan melibatkan

lebih dari pendengaran. Pada dasarnya, mendengar berkaitan dengan penerimaan fisik suara

dan merupakan tindakan sukarela; mendengarkan berkaitan dengan persepsi suara yang

berarti dan merupakan tindakan sukarela (Atwater, 1992). Mendengarkan dimungkinkan karena

adanya jeda antara kata yang diucapkan dan aktivitas mental pendengar. Untuk benar-benar

mendengarkan, membutuhkan pengembangan kebiasaan mendengarkan yang baik menurut

 Atwater (1992). Untuk melakukan ini, kita harus terlebih dahulu, memperhatikan pesan

pembicara, berbagi dalam komunikasi, memahami bahasa tubuh dan, akhirnya mendengarkan

yang efektif, tergantung pada tujuan komunikasi.

Kategori Pendengar

Literatur mengatakan banyak kategori jenis pendengar. Biasanya, para peneliti

memisahkan pendengar menjadi tiga atau empat jenis. Semua kategori tersebut hanya sedikit

berbeda dalam cara mereka mendengar. Newkirk dan Linden (1982) menyampaikan tiga jenis

mendengarkan secara spesifik: pemboros waktu, pengecil disonansi dan pendengar aktif.

Pemboros waktu, sering melamun pada waktu mendengarkan. Sebenarnya hal ini tidak terlalu

buruk, karena mereka dapat memberikan penyaluran yang sehat bagi imajinasi mereka. Namun

mereka dapat kehilangan kontrol dan pemahaman pada apa yang pembicara sampaikan akan

hilang. Pengecil disonansi, berusaha untuk mengatasi konflik internal yang mereka hadapi dari

informasi baru yang diterima, yang tidak konsisten dengan pemahaman awal mereka. Ini adalah

cara mereka menerima dan memproses informasi baru. Mereka perlu mempertajam

keterampilan mendengarkan untuk mencapai kemampuan baru yang disebut mendengar aktif.

Sebagai pendengar aktif mereka harus mendengarkan dengan tingkat yang lebih besar

sensitivitasnya, sehingga mereka lebih memahami apa yang dikatakan. Di sini mereka tidak

hanya harus memahami isi pesan, tetapi juga perasaan pembicara.Ketika orang mendengarkan, mereka berada dalam satu dari empat kategori umum,

menurut Hunsaker dan Alessandra (1986). Setiap kategori, seperti yang dibahas sebelumnya,

membutuhkan kedalaman konsentrasi dan kepekaan dari pendengar. Keempat tipe tersebut

adalah: non-pendengar, pendengar marjinal, pendengar evaluatif, dan pendengar yang aktif.

Non-pendengar, tidak mendengar orang lain dan tidak berupaya untuk mendengar apa yang

orang lain katakan. Non-pendengar melakukan banyak berbicara, terus mengganggu

pembicara, jarang tertarik pada apa yang pembicara telah katakan.

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 4/7

Pendengar marjinal, merupakan tingkat kedua. Pada tingkat ini mereka mendengar

suara dan kata-kata tetapi tidak benar-benar mendengarkan. Tipe ini adalah pendengar yang

dangkal, tinggal di permukaan masalah, tidak akan lebih dalam. Masalah sering ditunda ke

masa depan daripada berurusan di masa sekarang. Mereka lebih memilih untuk menghindari

presentasi sulit atau teknis, dan ketika mereka tidak mendengarkan, mereka cenderung

berfokus pada bottom line, fakta, daripada ide-ide utama. Mendengarkan Marjinal sangat

berbahaya, karena ada ruang besar untuk kesalahpahaman ketika mereka hanya dangkal

berkonsentrasi pada apa yang dikatakan.

Pembicara mungkin meyakini bahwa mereka sedang didengarkan dan dipahami, namun

pada kenyataannya tidak sama sekali. Pada tingkat mendengarkan evaluatif, pendengar secara

aktif berusaha untuk mendengar apa yang dikatakan pembicara, namun tidak berupaya untuk

memahami maksudnya. Mereka cenderung menjadi pendengar yang lebih logis, yang lebih

peduli dengan isi daripada perasaan. Pendengar ini tidak baik dalam "membeo kembali" kata-

kata yang diucapkan, dam benar-benar mengabaikan bagian dari pesan yang dibawa dalam

bahasa tubuh pembicara, intonasi vokal dan ekspresi wajah. Pendengar evaluatif yakin bahwa

dia telah memahami pesan pembicara, akan tetapi pembicara tidak merasa dimengerti.

Pendengar evaluatif membentuk opini tentang kata-kata pembicara bahkan sebelum pesan

selesai dan ini risiko tidak memahami arti sebenarnya dari pesan.

Tingkat tertinggi dan paling efektif dalam mendengarkan adalah pendengar yang aktif

(Hunsaker dan Alesandra, 1986; Newkirk dan Linden, 1982). Mereka menahan diri

mengevaluasi kata-kata dan mencoba untuk melihat hal-hal dari sudut pandang pembicara,

mereka efektif mendengarkan. Aktif mendengarkan mengharuskan kita mendengarkan tidak

hanya untuk isi pesan pembicara, tetapi yang lebih penting, untuk maksud dan perasaan pesan

 juga. Pendengar aktif memperhatikan dan menujukkan, baik secara verbal maupun nonverbal

bahwa mereka benar-benar tertarik dan mendengarkan. Mereka biasanya terampil bertanya,

tetapi tidak pernah mengganggu dan selalu mencari isyarat verbal dan visual yang

menunjukkan orang lain memiliki sesuatu untuk dikatakan.Hunsaker dan Alessandra (1986) memberi tiga tambahan, keterampilan yang sangat

penting, bahwa pendengar aktif, merasakan, menghadiri dan merespons. Merasakan adalah

kemampuan untuk mengenali dan menghargai pesan pada saat pembicara sedang mengirim

pesan, yaitu ekspresi wajah, intonasi dan bahasa tubuh. Menghadiri mengacu pada pesan

verbal, vokal dan visual yang pendengar kirim kembali ke pembicara, mengakui pesan

pembicara. Mereka merespon tanpa menganggu dan tanpa menyerang "ruang pribadi"

pembicara. Menanggapi adalah ketika pendengar mendapat umpan balik tentang keakuratan isi

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 5/7

dan perasaan pembicara, mencoba untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut, mencoba untuk

membuat pembicara merasa dimengerti dan mendorong pembicara untuk memahami diri

mereka, masalah dan kekhawatiran mereka lebih baik.

Teknik Mendengarkan Aktif

 Ada beberapa teknik mendengarkan aktif yang membantu kita dalam mendengarkan,

seperti yang dijelaskan oleh Newkirk dan Linden (1982). Mereka adalah: parafrase, refleksi,

teknik netral, klarifikasi dan summarization. Teknik pertama, parafrase, adalah mengulang kata-

kata pembicara. Ini sangat berguna dalam pengujian pemahaman kita tentang apa yang

pembicara maksudkan dan memungkinkan mereka tahu kita secara aktif mendengarkan.

Refleksi, ini sedikit berbeda dari parafrase, bahwa pendengar memberitahu pembicara apa

yang pendengar rasakan dari isi pesan. Hal ini terutama penting ketika pembicara

mengekspresikan perasaan yang kuat. Teknik netral mendorong pembicara untuk terus

berbicara. Sebuah anggukan sederhana kepala atau "uh-huh" biasanya sinyal efektif yang

pendengar berikan untuk beristirahat dan mendengarkan. Klarifikasi adalah teknik yang

digunakan ketika kita membutuhkan informasi lebih lanjut yang bersifat khusus. Ini biasanya

mengambil bentuk pertanyaan. Teknik terakhir adalah summarization. Ini melibatkan

menggabungkan pikiran pembicara ke dalam sebuah pernyataan singkat yang berfokus pada

poin kunci pembicara. Hal ini terutama berharga dalam diskusi kelompok di mana beberapa

pernyataan dari orang yang berbeda perlu dikombinasikan.

Mendengarkan secara empati

Empati adalah kemampuan untuk memahami seseorang atau sesuatu dari perspektif

orang lain (Axley, 1996). Ini adalah upaya tulus dan berkelanjutan untuk menghargai

bagaimana dan mengapa orang lain menafsirkan hal-hal tersebut dan untuk memahami

sesuatu dengan cara orang memahami itu. Atwater (1992) menggambarkan “mendengarkan

secara empati” sebagai mengalami dunia batin orang lain seolah-olah melangkah dengan‘sepatu’ pembicara sendiri. Pendengar empati berusaha untuk memperoleh pemahaman akurat

tentang orang lain dari frame pribadi mereka, dan untuk menyampaikan pemahaman yang

kembali ke orang tersebut. Atwater (1992) mengidentifikasi tiga hal yang bisa dilakukan

pendengar untuk menyampaikan empati. Pertama, menunjukkan keinginan untuk memahami

orang tersebut. Kedua, mencerminkan perasaan seseorang. Ketiga, perilaku sensorik dan non-

verbal seseorang.

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 6/7

Menunjukkan keinginan untuk memahami, membantu untuk mempertahankan hubungan

dengan orang lain ketika pemahaman kita rendah akan pesan pembicara. Ini melibatkan

penggunaan respon, baik verbal maupun nonverbal. Menggunakan keterampilan

mendengarkan dengan aktif seperti; klarifikasi, parafrase dan meringkas menunjukkan secara

signifikan keinginan kita untuk memahami dunia batin pembicara. Selain itu, penggunaan

"keterampilan menghadiri" seperti; meminimalkan gangguan, kontak mata yang tepat, dan

animasi yang tepat semua menunjukkan keinginan kita untuk mengerti. Mengekspresikan

keinginan kita untuk memahami orang lain penting, terutama dalam situasi di mana orang

cenderung untuk percaya bahwa kita ingin memahami. Dalam kesempatan ini, melibatkan

konflik atau emosi yang kuat, dan menunjukkan keinginan untuk mendengarkan daripada

berbicara menunjukkan bahwa kita peduli tentang orang itu dan bahwa kita terbuka untuk

komunikasi.

Ketika kita berpikir kita memahami perasaan seseorang, adalah langkah awal dalam

menyampaikan empati kita. Mencerminkan kembali ke pembicara perasaan yang diungkapkan

adalah cara yang paling efektif untuk melakukannya. Merefleksikan perasaan orang tersebut

dapat mencapai beberapa tujuan; membantu orang merasa dimengerti terutama bila dilakukan

dengan benar, mendorong orang untuk menjadi lebih menyadari perasaan mereka dan

mengungkapkannya, membantu membedakan berbagai perasaan pembicara dengan lebih

akurat, dan akhirnya refleksi sangat membantu dalam mengungkapkan perasaan-perasaan

negatif seperti marah atau takut. Sebuah respon refleksi membantu kita mengekspresikan

perasaan lebih penuh dan memfasilitasi komunikasi.

Pendengar yang merespon dalam modus sensorik dan nonverbal yang sama sebagai

pembicara, dianggap lebih empati. Atwater (1992) mencatat mendengarkan dengan empati

dengan cara berikut; Ketika orang merasa sangat memahami, mereka lebih cenderung untuk

merasa diterima, diperhatikan dan dihargai oleh pendengar, dan sebagian besar pengaruh

pemahaman empati berasal dari kualitas tidak menghakimi dalam mendengarkan. Empati

meningkatkan kerjasama dan membangun hubungan dengan orang-orang, baik hubunganpribadi maupun kelompok.

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya mendengarkan adalah kerja keras. Hal ini dapat

sangat melelahkan untuk mendengarkan dengan cara yang dijelaskan di atas, dan

membutuhkan konsentrasi terfokus terus-menerus. Jika pemimpin memahami definisi dan

pentingnya mendengarkan dan mempraktikkan dalam hubungan manajerial dan pribadi

mereka, mereka akan menjadi pendengar dan pemimpin yang efektif. Pemimpin sejati adalah

pemimpin yang mau mendengar. Mendengarkan setiap kebutuhan, impian dan harapan dari

7/26/2019 Listening and Leadership

http://slidepdf.com/reader/full/listening-and-leadership 7/7

mereka yang dipimpinnya. Karena salah satu kesalahan seorang pemimpin adalah kurang

mendengarkan bawahan (yang dipimpin) dan hanya meniru atasannya saja. Pandanglah

atasan anda sebagai seorang partner dalam mengembangkan diri.

Dapat disimpulkan bahwa faktor penilai apakah seseorang adalah leader yang baik atau

bukan adalah kemampuan mendengar atau listen. Seorang pemimpin ataupun calon pemimpin

yang baik harus mau mendengar. Kemampuan mendengar adalah syarat utama. Tanpa

kemampuan mendengar yang baik pemimpin tidak akan sukses meskipun dia pintar. Dari

pengalamannya banyak orang pintar tidak mampu menjadi pemimpin karena dia tidak mau

mendengar.

Referensi:

 Atwater, E., (1992). I hear you. (Rev. ed.). Pacific Grove, Ca.: Walker.

Hunsaker, P., and Allessandra, A., (1986). The art of managing people. New York: Simon &

Schuster Inc.

Newkirk, W., and Linden, R., (1982). Improving communication through active listening.

Emergency medical services, 11 (7), 8 - 11.