98
HASIL DISKUSI SKENARIO 1 TUTORIAL BLOK EMERGENCY MEDICINE KELOMPOK 2 ANGKATAN 2009 FK UNIV. LAMPUNG (UNILA) SCENARIO KASUS KASUS I : EARTHQUAKE VICTIMS A boy of 16 years was brought to the Emergency Unit immediately after he had removed from the rubble by an earthquake 6.7 Richter scale. The patient is awake, looking pale. He felt pain in right thigh. On physical examination found deformity in the right thigh, visible bone protruding through the skin which causes the wound in the right thigh 10 cm with a fair amount of bleeding., Right leg look shorter, and the patient can not lift his right leg. 1

Laporan Tutor 2009

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jj

Citation preview

HASIL DISKUSI KASUS 8

PAGE 1

HASIL DISKUSI SKENARIO 1TUTORIAL BLOK EMERGENCY MEDICINE

KELOMPOK 2 ANGKATAN 2009 FK UNIV. LAMPUNG (UNILA)SCENARIO KASUS

KASUS I : EARTHQUAKE VICTIMS

A boy of 16 years was brought to the Emergency Unit immediately after he had removed from the rubble by an earthquake 6.7 Richter scale. The patient is awake, looking pale. He felt pain in right thigh. On physical examination found deformity in the right thigh, visible bone protruding through the skin which causes the wound in the right thigh 10 cm with a fair amount of bleeding., Right leg look shorter, and the patient can not lift his right leg.

STEP 1 - 7

A. STEP I

Klasifikasi Terminologi yang Tidak Diketahui

(-)

B. STEP II

Definisi MasalahSetelah mempelajari skenario, peserta tutorial mendefinisikan masalah yang harus dibahas adalah sebagai berikut: 1. Jelaskan tatalaksana awal kasus pada tempat kejadian!

2. Jelaskan tatalaksana kasus setelah tiba di rumah sakit!

3. pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada keadaan gawat darurat?

4. Jenis-jenis fraktur dan fraktur apa yang terjadi pada kasus?

C. STEP III

Curah Pendapat

1. Penanganan awal di lokasi

Lakukan primary survey yaitu melakukan evaluasi secara cepat untuk mengidentifikasi hal-hal yang mengancam jiwa sesuai prioritas ABCDE, mengatasinya dengan melakukan resusitasi diikuti reevaluasi, dan melakukan pemeriksaan penunjang untuk survei primer.Penanganan awal untuk trauma prehospital terdiri dari 3 hal yaitu Airway Breathing, dan Circulation

2. Penanganan awal ketika di rumah sakit

1.Penyusunan prosedur tetap (Protap),khususnya tentang: a) Perlindungan personil unit gawat darurat (UGD) terhadap penularan penyakit; b) Alat yang perlu disiapkan di UGD; c) Prosedur-prosedur kerja untuk kasus cedera multipel dan untuk kejadian cedera massal, yang memuat prosedur latihannya.2.Penyediaan sarana komunikasidengan personil rumah sakit sendiri maupun dengan petugas ambulans serta rumahsakit-rumahsakit dalam sistem rujukan.3.Penyediaan area triase dan area resusitasi beserta obat dan peralatannya.4.Penyediaan fasilitas penunjang dan protapnya.5.Penyiapan kamar bedah, personil, dan protapnya.

3. Pemeriksaan pada keadaan gawat darurat

Primary survey: Head to toe examination.

4. Pada kasus kemungkinan terjadi fraktur terbuka grade III karena telah ditemukan gangguan vaskular yang bermanifestasi klinis seperti pucat.

Jenis fraktur dibagi atas berbagai klasifikasi berdasarkan:

Gambar 1. Klasifikasi fraktur

D. STEP IVAnalisis Masalah1. Tatalaksana trauma pada tempat kejadian (pra rumah sakit):

Pasien trauma meninggal karena sel tubuhnya tidak cukup mendapat oksigen dan glukosa. Tubuh memiliki cadangan glukosa sebagai karbohidrat kompleks dan lemak, tetapi oksigen tidak dapat ditimbun sehingga harus dipasok secara konstan ke sel-sel tubuh. Bila jalan napas bebas dan pernapasan adekuat, masih diperlukan sirkulasi yang baik untuk membawa oksigen dan glukosa ke sel-sel tubuh. Dr. Adams R. Cowley menggunakan istilahThe Golden Hour,karena telah terbukti bahwa 85% pasien trauma dapat diselamatkan bila kurang dari satu jam sudah mendapat pertolongan definitif. Kenyataannya, ada pasien yang kurang dari satu jam tidak dapat lagi diperbaiki syoknya (menjadiirreversible shock), sebaliknya ada pula pasien yang lebih dari satu jam masih dapat diatasi syoknya (reversible shock). Karena itu istilah yang sekarang digunakan ialahThe Golden Period, yaitu sekitar satu jam.Petugas ambulans dilapangan mengenal istilahThe Platinum Ten Minutes, yaitu waktu yang diperlukan untuk menilai pasien dan menyiapkan transportasi ke rumah sakit terdekat yang sesuai dengan cedera pasiennya. Dengan asumsi transportasi ke tempat kejadian di kota sekitar 15 20 menit, kemudian ke tempat terapi definitif 15 20 menit, sisa 10 20 menit adalah untuk persiapan operasi definitif di rumah sakit rujukan sehingga keseluruhan waktu dari kejadian trauma sampai tindakan definitif masih 1 jam atau kurang. Jelas bahwa mengelola kasus trauma merupakan kerja tim, dan prognosis terbaik akan diperoleh bila anggota tim mulai dari penolong pertama di tempat kejadian sampai petugas-petugas di rumah sakit pusat trauma bekerja secara optimal.Saat ini, ada dua kursus yang diakui secara internasional menyelenggarakan pelatihan pertolongan trauma prarumahsakit: 1)PHTLS, dimulai sejak 1981, atas kerjasama American College of Surgeons Committee on Trauma, dengan National Registry of the EMT; 2)BTLS,dimulai sejak 1982, atas kerjasama American College of Emergency Physicians dan National Association of EMS Physicians, dengan National Association of the EMT.Yangperlu diperhatikan dan dilakukan di tempat kejadian traumaialah:

1.Keamanan petugas dan pasien,termasuk perlindungan petugas dari penyakit menular akibat terkontaminasi cairan tubuh atau darah pasien.

2.Menilai situasi tempat kejadiandan menentukanperlu bantuanmisalnya pemadam kebakaran, alat ekstrikasi khusus maupun alat transportasi khusus, petugas perusahaan listrik, jumlah pasien banyak sehingga perlu tambahan ambulans dan personilnya, perlunya kehadiran dokter khususnya untuk melakukan triase (pemilahan).

3.Memperkirakan cedera yang mungkin terjadidari mekanisme traumanya.

4.Menggunakan pendekatan survei primeruntuk mengidentifikasi ancaman jiwa. Tentukan prioritas evakuasi berdasarkan adanya ancaman jiwa atau ancaman ekstremitas. Hati-hati pada pasien pediatri, geriatri, atau gravida.

5.Menjaga jalan napas terbuka disertai proteksi servikal.Pemasangan jalan napas definitif dilakukan pada pasien yang terancam jalan napasnya dan yang memerlukan ventilasi. Yang sering terjadi ialah cedera maksilofasial, trauma kapitis dengan GCS 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

IIIKerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjutfraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976)oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):

TipeBatasan

IIIAPeriosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

IIIBKehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone expose

IIICDisertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia dibagi menjadi lima tipe :

Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.

Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis.

Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis

Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut. Menurut Penyebab terjadinya Faktur Traumatik : direct atau indirect

Fraktur Fatik atau Stress

Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan

Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan

Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Fraktur Simple : fraktur tertutup

Fraktur Terbuka : bone expose

Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi :1. Berdasarkan garis patah tulanga. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tula2. Berdasarkan bentuk patah tulanga. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.

ETIOLOGI

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.

Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang.

Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.

PATOFISIOLOGI FRAKTUR

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi.Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

MANIFESTASI KLINIS

Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :

1. Nyeri

Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.

2. Gangguan fungsi

Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.

3. Deformitas/kelainan bentuk

Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.

4. Pemendekan

Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.

5. Krepitasi

Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warna

Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

DIAGNOSIS

RiwayatAnamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan Fisika. Inspeksi / LookDeformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak

Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo

b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi

c. Gerakan / Moving

Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvisSedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :

I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral

II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur

III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :1. Alignment : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut

2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening)

3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya

4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkinPenatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan pengobatan fraktur : a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan padapasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur patologis.b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

Jenis Fiksasi :

Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation) Gips ( plester cast)

Traksi

Jenis traksi :

Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

Skin traksiTujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris), sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin

Indikasi OREF : Fraktur terbuka derajat III

Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

fraktur dengan gangguan neurovaskuler

Fraktur Kominutif

Fraktur Pelvis

Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

Non Union

Trauma multiple

Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

Indikasi ORIF :

a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.

b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.

c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

c. UNIONd. REHABILITASIKOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenika. Komplikasi umumSyok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan.

Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

b. Komplikasi Lokal

Komplikasi diniKomplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.

Pada Tulang 1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi

Pada Jaringan lunak 1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik

2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol

Pada Otot Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).

Pada pembuluh darah Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis

Pada saraf Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).

Komplikasi lanjutPada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

Delayed union Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

Non union Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)

Mal unionPenyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .

Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot

Kekakuan sendi Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).

3. Sebutkan jenis-jenis syok & jelaskan kebutuhan cairan (infus) penderita syok ?

SYOK

Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Jenis-jenis syok :1. Syok hemoragik (hipovolemik) Disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh.

Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :

Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.

Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 1500-2000 .

Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2000-3000 cc .

2. Syok kardiogenik Disebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain akibat :

Kontusio miokard

Tamponade jantung

Pneumotoraks tension

Luka tembus jantung

Infark miokard

Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat direkam.

3. Syok neurogenik Ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord).

Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa disert takhikardiaa atau vasokonstriksi.

4. Syok septik Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi penyebab kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda).

Palingsering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar.

PROSEDUR PENANGANAN PENDERITA SHOCKDefinisiShock adalah suatu syndroma klinis yang ditandai dengan adanya hipotensi, tacycardia, kulit yang dingin, pucat basah, hiperventilasi, perubahan status mental, penurunan produksi urine

ProsedurPERSIAPANAlat :TensimeterDisposable spuitKanula venaInfusion setTabung oksigen beserta regulator dan flowmeterNasala prong atau masker beserta slangAmbu bagObat ;AdrenalineObat-obat simpatomimetik seperti : Ephedrine, DopaminAnti histamin : DelladrylCorticosteroidCairan kristaloid : RL, PZCairan koloid : Dextran, Expafusin

PENATALAKSANAAN- Baringkan penderita dalam posisi shock yakni tidur terlentang dengantungkai lebih tinggi dari kepala pada alas yang keras- Bebaskan jalan nafas- Monitor pernafasan dan hemodinamika- Berikan suplemen oksigen- Berikan cairan infus dengan berpedoman pada :Kadar hematokritBesarnya defisit cairanTipe defisit isotonic/ hipotonik/hipertonik.Kausa shock.- Monitor hemodinamika dan pernafasan- Perawatan lanjutan/kausatif dilakukan bergantung pada kausanya- Bila tidak membaik rujuk ke intitusi yang lebih tinggi

Rumus Hematocrit adalah :Hct : RBCV / TBV : RBCV /( PV + RBCV )Dimana :Hct : hematocrit TBV : total blood volumeRBCV : red blood cell volume PV : plasma volume

Terapi Cairan pada Kegawatan Anak

CATATAN :1. Kebutuhan rumatan dalam 24 jamBerat Badan---- Kebutuhan 20 kg -------1500cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg11 20 kg -----1000cc+50cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 10 kg> 20 kg ---------1000cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg2. Cairan yang diberikan untuk :Hipernatremia adalah D5 in 0,2 % SalineKetoasidosis Diabetik adalah cairan garam fisiologis 0,9 % Saline3. Na Replacement :Penggantian Na ekstraseluler yang hilang sebaiknya tidak diganti seluruhnya, cukup 2/3 dari defisit Na.Kebutuhan Natrium = 0,6 x BB x delta Nadelta Na : selisih antara kadar Natrium serum yang diinginkan dan kadar Natium hasil pemeriksaan.4. Koreksi Kalium :Pemberian Kalium, kalau tidak ada tanda-tanda klinis kekurangan kalium sebaiknya ditunda sampai ada produksi urine.Koreksi kekurangan kalium sebaiknya diberikan dalam periode 3 4 hari, dengan kecepatan pemberian tidak boleh lebih dari 3 mEq / kg BB/24 jam.

Kebutuhan Kalium = 0,4 x BB x delta K

delta K : selisih antara kadar Kalium serum yang diinginkan dengan kadar Kalium hasil pemeriksaan.

Beberapa keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi cairan pada anak :1. DehidrasiMerupakan penyebab kesakitan dan kematian utama dan paling sering disebabkan oleh karena diare.Pengobatan adalah dengan penggantian cairan sesuai yang hilang.2. HipernatremiaPaling sering disebabkan oleh disre dengan kehilangan air lebih banyak dari solute atau karena sebab-sebab lain seperti high solute load atau pada penyakit-penyakit ginjal dimana terjadi gangguan fungsi konsentrasi urine.

Pengobatan :1. Terapi shock dengan RL atau garam fisiologis (PZ) 20 ml/kg BB2. Penggantian defisit dan pemberian cairan rumatan yang diberikan dalam 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan renfah Na yaitu D5 in 0,2 % Saline.Kecepatan pemberian Natrium sebaiknya sekitar 0,5 1 mEq/l/jam.Contoh :Bayi 10 bulan, berat badan 10 kg dengan dehidrasi berat dan shock, maka cairan yang diberikan adalah :Terapi shock 200 ml diberikan dalam - 1 jam, dilanjutkanTerapi defisit (80 ml x 10 kg) + Terapi rumatan dalam 48 (2 x 24) jam (100 ml x 10kg x 2) = 2800 ml yang diberikan dalam 48 jam.Kalau sarana memungkinkan lakukan pemantauan kadar natrium darah setiap 2 4 jam.Terapi terhadap penyebab hipernatremia.3. Diabetik KetoasidosisKetoasidosis diabetik merupakan penyebab utama kematian pada anak dengan diabetes.Pada ketoasidosis diabetik didapatkan hiperglikemia, ketoasidosis (didapatkan keton bodies dalam darah), gangguan kesadaran dan didapatkan keadaan hiperosmolar.Tujuan pengobatan cairan adalah mengatasi gangguan hemodinamik dan memberikan terapi rumatan dan terapi defisit yang diberikan secara pelan-pelan yaitu dalam 36 48 jam supaya tidak terjadi perubahan osmolaritas yang terlalu cepat.a. Terapi shock : RL / PZ 20 ml/kg BBb. Terapi rumatan dan terapi defisit diberikan dalam 36 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan isotonic tanpa glukosa yaitu garam fisiologis 0,9 % Saline + 30 40 mEq Kalium.Jangan memberikan cairan hipotonik, sebab dapat menyebabkan oedema otak. Cairan yang mengandung glukosa (D5) bisa diberikan bila kadar gula darah sudah mencapai 200 300 mg%.c. Terapi Insulin 0,05 0,1 U/kg BB bolus dilanjutkan 0,1 U/kg BB/jam. Dosis disesuaikan tergantung respon dan kadar glukosa darah.d. Koreksi asidosis sebaiknya dilakukan hanya bila didapatkan asidosis berat dan diberikan dalam dosis kecil dan pelan-pelan. (0,5 1 mEq/ kg BB) dalam 10 menit.

4. Apa saja kegagalan fungsi organ yang disebabkan trauma (multiple) ?

Mekanisme Trauma :

Pada pasien trauma: v 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian kerna distruksi otak dan CNS,jantung aorta dan pembuluh besar lainnya

v 35% meninggal 1-2 jam setelah trauma (the golden hour). Data kematian disebabkan karena:

trauma kepla berat (hemtoma subdural dan epidural)

trauma toraks (hematoma toraks danpeneumotoraks)

trauma abdomen (ruptur limpha dan laserasi hati )

fraktur femur dan pelvis karena pendarahan masif

trauma multiple dan pendarahan.

v Pencegahan kematian dilakukan pada 1-2 jam dini, dimana harus tidak agresif. Angka kematian trauma di tentukan pada fase ini, 15% meninggal akibat:

mati otak

gagal organ

sepsis

Jadi pada umumnya suvival pasien ditentukan oleh: Siapa yang pertama kali menolong pasien

Kuaalitas ambulans dan personal ambulans

Pasien dibawa ke IGD yang mampu menanggulangi beratnya kasus yang bersangkutan

Kalau IGD bersangkutan tidak mampu, maka stabilitas yang cepat dan segera dirujuk ke RS dengan fasilitas IGD yang lebih canggih akan dapat menyelamatkan nyawa pasien

DAFTAR PUSTAKASjamsuhidajat, de Jong, BUKU AJAR ILMU BEDAH; Edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta ; 2004Smeltzer, Bare, BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner & Suddarth; Edisi 8 Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta ; 2001Stevens, dkk., ILMU KEPERAWATAN ; Edisi 2 Jilid 2, Penerbit EGC, Jakarta ; 1999Ambulan Gawat Darurat 118, SISTEM PENANGGULANGAN ; Penderita Gawat Darurat Secara Terpadu 118, Jakarta Utara.ADVANCED TRAUMA LIVE SUPPORT (ATLS) ; Program Untuk DokterSchwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta : EGC.2000.Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta : Widya Medika.1995Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. 2007

Nadi

RR

Tonus simpatis

Tekanan darah

Curah jantung

Pengisian jantung

Aliran balik vena

Hipovolemia

Perdarahan

PAGE