Laporan Presus GERD ECCE3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gerd

Citation preview

I. PENDAHULUANII. TINJAUAN PUSTAKA1. DefinisiPenyakit refuks gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat dari refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.Manifestasi klini dari Penyakit refluks gastroesofageal sendiri terdiri atas esofagus dan ekstraesofagus (Makmud, 2007).2. EtiologiEtiologi utama dari GERD adalah pergerakan sekresi asam yang berasal dari lambung, empedu, dan duodenum secara retrograde ke kerongkongan. Permasalahan biasanya pada spchinter esofagus inferior (SEI), baik karena relaksasi atau karena hipotensi. Relaksasi sementara pada SEI dapat disebabkan oleh makanan (kopi, alkohol, coklat, dan makanan berlemak), obat-obatan (beta-agonis, nitrat, calcium channel blockers, antikolinergik), hormon (misalnya, progesteron), dan nikotin (Patti, 2014).

3. Epidemiologi Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong, 2006). Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia (Makmun, 2009).

4. PatomekanismePatofisiologi terjadinya GERD bersifat kompleks dan multifaktorial. Tetapi terdapat bebrapa faktor yang dinilai dapat mendasari proses ini. Refluks gastroesofageal dapat merupakan proses fisiologis dan bersifat asimptomatik. Tetapi proses refluks yang berulang-ulang dengan pajanan asam lambung di esofagus yang berlangsung lama akan bersifat patologis dan menimbulkan keluhan dan atau lesi mucosal. Refluks gastroesofageal terjadi bilamana tidak ada keseimbangan antara mekanisme antirefluks pada lower esophageal sphincter (LES) dan kondisi lambung (Makmun, 2009).Gangguan mekanisme antirefluks pada LES berupa tonus yang melemah dan adanya relaksasi sfingter abnormal. Melemahnya tonus LES akan berakibat refluksat mudah masuk ke esofagus secara berulangkali dan biasanya disertai berkurangnya peristaltik esofagus dengan akibat kontak refluksat dan mukosa esofagus akan berlangsung lebih lama. Peran refluksat sebagai faktor agresif, terutama dipengaruhi asam lambung. Makin rendah pH lambung, tingkat agresivitas refluks akan lebih meningkat. Sehingga dalam kondisi motilitas yang cukup baik disertai LES normal dapat terjadi kelainan mukosa. Pada pemeriksaan pemantauan pH esofagus 24 jam didapatkan pH kurang dari 4. Dari fakta tersebut terbukti faktor refluksat lebih agak dominan dibandingkan faktor motilitas, hal tersebut sangat menentukan cara pemberian terapi pada kasus-kasus GERD. Sedangkan kondisi lambung yang berperan adalah sekresi asam lambung atau cairan lambung lainnya yang berlebihan, lambatnya pengosongan lambung, pasca operasi lambung, peningkatan tekanan dalam lambung seperti pada kasus obesitas, kehamilan, ascites dan adanya hiatus hernia (Makmun, 2009).Berbagai mekanisme pertahanan dari esofagus terhadap refluks isi lambung ini, anatara lain : mekanisme peristaltik esofagus dan unsur gravitasi untuk mengalirkan balik asam tersebut kembali ke dalam lumen lambung, adanya produksi air liur guna menetralisir keadaan asam di esofagus, bersihan lumen esofagus, daya tahan mukosa esofagus, dan adanya mekanisme antirefluks (Makmun, 2009).

Gambar 1. Mekanisme Pertahanan EsofagusEsofagus secara anatomi dibatasi oleh kedua ujung dari masing-masing otot sfingter yaitu sfingter krikofarengius dan LES. Sfingter krikofarengius adalah sfingter bagian atas yang membatasi esofagus dengan farings dimana pada keadaan normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi; fungsi utamanya adalah mencegah masuknya udara ke esofagus sewaktu menarik nafas sedangkan bagian bawah adalah lower esophageal sphincter (LES). LES ini berfungsi menghalangi refluks cairan lambung masuk ke esofagus, tepatnya 5cm diatas perbatasan dengan lambung (Makmun, 2009).Banyak penderita refluks gastroesofageal memiliki tekanan LES yang rendah dibanding populasi sehat dengan beberapa faktor penyebab yaitu makanan (kafein, lemak, coklat, alkohol), obat-obatan seperti preparat antikolinergik,teofilin,progesterone, preparat kalsium antagonis, diazepam, preparat agonis beta-adrenergis, preparat antagonis alpa-adrenergik dan merokok (Makmun, 2009).Pada saat ini dibuktikan adanya gejala pada GERD didasari adanya kontak asam lambung pada dinding esofagus serta berat ringannya gejala berkolerasi dengan lamanya pajanan asam dan pepsin tersebut dengan dinding esofagus (Makmun, 2009).

Gambar 2. Patogenesis GERD (Makmun, 2009)

5. Penegakan Diagnosis1.1. Anamnesisa. Keluhan: heartburn, mual, muntah, batukb. Kualitas: nyeri seperti terbakarc. RSE: gemar merokok, konsumsi alkohol, cokelat, lemak,sering makan besar sebelum tidur1.2. Pemeriksaan fisika. Keadaan umum: biasanya compos mentisb. Pemeriksaan abdomen: nyeri tekan bagian epigastrium1.3. Pemeriksaan penunjanga. Endoskopi: terlihat erosi memanjang di esofagusb. Radiologi dengan barium: penebalan dinding dan lipatan mukosa,ulkus atau penyempitan lumenc. Pemantauan pH: pH