20
KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data Studi Kasus Orange Telecom Data for Development (D4D) di Pantai Gading CASE STUDy SERIES #56 SEPTEMBER 2019

KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

KESENJANGAN NEGARA

Utara dan Selatan dalam Rezim Big DataStudi Kasus Orange Telecom

Data for Development (D4D) di Pantai Gading

CASE STUDy SERIES #56SEPTEMBER 2019

Page 2: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

AuthorsHeidira Witri H, Hamzah Abdurrahman S, Louis Wili W�EditorAnisa Pratita Kirana MantovaniDesigner and LayouterMuhammad Fanani Arifzqi

Page 3: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Di era dengan perkembangan teknologi digital yang pesat ini, big data menjadi kapital yang dimanfaatkan perusahaan-perusahaan berbasis teknologi sebagai objek analisis dalam mengembangkan usaha mereka.¹ Hal ini terutama karena banyaknya data pengguna yang tersedia di berbagai platform daring seperti Facebook, YouTube, Google, dan sebagainya, yang dapat dianalisis untuk berbagai kepentingan. Secara garis besar, terdapat dua keuntungan yang dapat diperoleh dalam penggunaan big data: suatu perusahaan dapat memperoleh informasi secara lebih lengkap dan tepat, dan hal tersebut kemudian dapat membantu perusahaan pengguna big data tersebut merumuskan kebijakan dalam menghadapi suatu masalah.²

Namun, apabila dilihat dari tatanan global kemunculan big data memiliki tantangannya tersendiri. Persoalan pertama berasal dari belum adanya rezim internasional yang mengatur mengenai utilisasi big data--hal ini menjadi krusial karena arus big data bersifat transnasional atau melintasi batas negara. Terdapat urgensi nyata pembentukan rezim global terkait data governance, terlebih karena arus data lintas negara diprediksi akan meningkat empat kali lipat pada tahun 2025.³ Desakan untuk memunculkan rezim data governance juga berasal dari perlunya peraturan mengenai proteksi data pengguna, dan berkaitan dengan problematika mengenai privasi. Peraturan nasional saja tidak cukup dalam menangani masalah data yang arus transfernya bersifat transnasional⁴, dan fakta adanya pertukaran data antara pemerintah dan pihak ketiga.

01

Page 4: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

S e l a i n itu, muncul pertanyaan yang relevan mengenai

peran dan posisi negara: sebagai aktor dominan dalam hubungan internasional, negara kemudian memiliki kepentingan untuk

memperhatikan perkembangan big data dan memanfaatkannya untuk kepentingan nasionalnya. Sayangnya, tingkat penguasaan teknologi negara-negara tidak berada pada posisi yang setara. Dengan adanya gap antara negara utara dan negara selatan--sebuah kondisi yang selama ini telah menjadi default dalam politik global--maka utilisasi big data oleh negara juga sangat bergantung pada status negara itu sendiri dengan tingkat 'kemajuan'-nya masing-masing. Pola relasi yang eksploitatif antara negara-negara utara terhadap selatan juga memunculkan kerentanan akan penggunaan big data sebagai alat dominasi baru. Namun, tidak dapat dipungkiri juga, big data sebagai teknologi baru juga berpotensi membantu negara-negara selatan untuk berkembang lebih jauh.

Melalui studi kasus program D4D oleh Orange Telecom, tulisan ini bertujuan untuk membahas problematika big data dalam konteks hubungan Utara-Selatan: mengkaji bagaimana pemanfaatan teknologi ini merefleksikan hubungan tersebut, serta bagaimana perbedaan kepentingan dan kuasa antara Utara dan Selatan mempengaruhi rencana pembentukan rezim internasional tentang big data. Studi kasus akan dianalisis dengan menggunakan kerangka berpikir power-based theories yang melihat bahwa dalam pembentukan rezim atau pelaksanaannya, aktor mengutilisasi kuasa untuk mencapai kepentingan yang bersifat absolut.⁵ Secara lebih spesifik, logika kerjasama dalam kasus ini adalah battle of the sexes. Untuk mempermudah pemahaman posisi negara-negara utara dan selatan yang menjadi subjek riset dari tulisan ini, maka 'negara-negara utara' direpresentasikan sebagai satu aktor uniter dalam logika battle of the sexes, begitu juga 'negara-negara selatan' direpresentasikan oleh aktor kedua.

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data02

Page 5: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Terdapat narasi dominan bahwa perkembangan teknologi berpotensi menyetarakan relasi Utara-Selatan. Tetapi, diulas lebih dalam, terdapat risiko bahwa perkembangan teknologi justru akan memperluas pemisahan antara negara utara dan selatan karena adanya ketidaksetaraan kuasa negara Utara terhadap Selatan dengan mendominasi pembuatan aturan kerjasama (rezim internasional) yang pada akhirnya kembali menguntungkan mereka dan kembali menjebak negara Selatan, sebagai pemain secondary dalam hubungan yang eksploitatif. Case study ini menilik lebih dalam penggunaan data sebagai basis penelitian 'pembangunan' oleh Perusahaan Orange di Pantai Gading. perusahaan telekomunikasi asal Perancis, secara jelas Orange, mengambil data penduduk Pantai Gading tanpa persetujuan negara terkait. Ditambah lagi, data warga Pantai Gading tersebut digunakan untuk kepentingan penelitian tertentu. Lemahnya peraturan nasional ataupun internasional terutama terkait privasi subjek data; asimetri ilmu pengetahuan mengenai big data dari subjek negara pendapatan rendah dan menengah (NPRM); penelitian pembangunan yang tidak sepenuhnya memahami konteks lokal karena data yang tidak representatif; hingga penggunaan data untuk kepentingan komersial (diperjual-belikan).

Big data, sebagai sumber baru ilmu pengetahuan, rentan dipolitisasi dengan berbagai implikasinya terhadap individu, negara, perusahaan pengambil data, negara

asal perusahaan, hingga organisasi internasional. Sulit menyatukan ilmu data dan keputusan pembangunan ketika data terkait NPRM. Negara-negara Utara, yang

sadar biaya dan tekanan komersialisasi dalam melancarkan program pembangunan ke NPRM, membentuk kembali bagaimana penelitian, aplikasi, dan praktik di lapangan dilakukan di NPRM. Pergeseran ini menandakan bahwa, ketika donor menawarkan bantuan, mereka enggan merubah hierarki yang memberi mereka keunggulan teknologi di pasar global sebagai produsen pengetahuan. Hal ini pun semakin dijustifikasi dengan pembentukan kerja sama internasional dalam ke s e p a k a ta n ke l e l u a s a a n a r u s d a ta l i n ta s n e ga ra ya n g pembentukannya sesuai dengan logika battle of the sexes, sehingga pada akhirnya, rezim internasional big data yang secara timpang

menguntungkan negara utara tidak dapat dihindari.

03Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 6: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Dalam perjalanannya, big data memiliki peranan tersendiri dalam ekonomi politik internasional dan trajektori ekonomi Selatan. Sebagai contoh, big data memberikan beberapa pengaruh bagi Cina sebagai salah satu emerging power dalam tatanan perekonomian global. Big data menjadi instrumen penting bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki modal semu (fictitious capital), terlihat dari laporan pada tahun 2017 dimana terdapat 37 saham perusahaan Tiongkok yang berbasis pada big data. Big data juga dapat memfasilitasi perkembangan e-commerce, untuk perusahaan seperti Baidu, Ali Baba, dan Tencent. Oleh karenanya, big data juga memicu adanya pengawasan secara besar-besaran terhadap koalisi antara negara dengan pasar.

Big data memang dapat menimbulkan kesenjangan dalam pasar buruh antara perusahaan yang memiliki banyak big data dengan perusahaan yang hanya memiliki sedikit big data.⁶ Namun, big data juga dapat memfasilitasi data collaborative--bentuk kolaborasi antara sektor publik dan sektor privat di mana keduanya dapat saling bertukar data untuk memecahkan berbagai masalah dalam masyarakat. Metode ini kemudian dapat digunakan oleh pemerintah untuk memanfaatkan data yang dimiliki oleh sektor swasta sebagai solusi terhadap beberapa masalah public.⁷

Data collaborative inilah yang kemudian menjadi ide fundamental dari narasi penyerataan Utara-Selatan melalui big data. Secara garis besar, data yang telah dikumpulkan kemudian dapat digunakan sebagai alat bagi stakeholder dalam pembuatan kebijakan. Selain itu, data collaborative juga memiliki peran untuk memicu terbentuknya platform baru sebagai tempat bertukar serta berbagi data. Data collaborative kemudian juga memiliki fungsi lain yaitu meningkatkan sinergi dalam data community (seperti pengumpul, integrator, ahli, serta ilmuwan data) serta memfasilitasi munculnya standar serta kerangka kerja dalam membuat data menjadi berguna untuk lintas sektor.⁸

Big Data dalam EkonomiInternasional Utara-Selatan

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data04

Page 7: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa kasus yang melibatkan penggunaan metode data collaborative. Contoh dapat diambil pada kejadian di Nigeria pada bulan Juli 2014. Ketika itu, seorang penumpang asal Liberia yang terindikasi positif terkena virus Ebola terbang ke Lagos dan membawa virus tersebut menyebar ke kota terbesar di Nigeria tersebut. Dalam menanggapi hal tersebut, pemerintah dan instansi terkait kemudian melakukan kerjasama dengan perusahaan telekomunikasi dan organisasi kesehatan untuk mengumpulkan data mengenai pasien tersebut serta menyelidiki dengan siapa saja ia melakukan kontak. Alhasil, Nigeria dinyatakan bebas dalam virus Ebola hanya dalam jangka waktu dua bulan setelahnya. Hal ini kemudian dapat menjadi indikasi bahwa data collaborative dapat digunakan untuk berbagai hal serta dapat menguntungkan negara Selatan.⁹ Namun meski bertujuan pada pembangunan, proteksi data penting agar data tersebut kemudian tidak disalahgunakan oleh pihak ketiga.

Terdapat perbedaan kepentingan antara negara maju (yang didominasi negara-negara Utara) dan negara berkembang (yang kebanyakan diisi negara-negara Selatan) dalam menanggapi fenomena ini. Hal tersebut tergambar dalam pertemuan e-commerce dalam UN Conference on Trade and Development yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss. Dalam pertemuan tersebut negara-negara maju memiliki agenda untuk menekankan kebebasan data dalam bergerak lintas negara serta melarang pembatasan terhadap hal tersebut. Sehingga, negara-negara tersebut kemudian mendapuk ahli dari perusahaan ternama untuk berbicara terkait visi mereka. Di sisi lain, negara-negara berkembang cenderung lebih berhati-hati sebelum membuat keputusan.¹⁰

Perbedaan kepentingan ini membawa kembali perdebatan mengenai kesenjangan utara-selatan, dengan pertanyaan mengenai bagaimana dampak big data dapat memperkecil atau memperbesar gap yang ada. Terdapat sebuah narasi bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam revolusi industri 4.0 akan membantu perkembangan dan emansipasi negara-negara selatan, karena semakin rendahnya transaction cost yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Begitupun big data yang dapat dijadikan alat membantu pengembangan negara dan penanganan krisis seperti data collaboration, yang diharapkan menurunkan gap antara negara-negara utara dengan selatan. Namun, seperti yang akan ditunjukkan oleh studi kasus dalam bagian selanjutnya, utopia tersebut tidak selalu benar adanya.

05Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 8: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

'Data for Development' (D4D) adalah program penelitian yang dijalankan oleh operator seluler Orange pada 2012-2013 dari cabang Pantai Gading. Dari 28 negara tempat Perusahaan Orange beroperasi, 20 di antaranya berada di Afrika dan Timur Tengah –Afrika terkonsentrasi di Afrika Barat, salah satunya Pantai Gading.¹¹ Tujuan penggunaan data ini adalah untuk “membantu menjawab pertanyaan tentang pembangunan dengan cara-cara baru". Program ini disetujui oleh PBB, World ¹²Economic Forum, dan sejumlah lembaga akademis termasuk MIT dan Universitas Cambridge. Kumpulan data, yang terdiri dari data sekitar 5 juta pengguna, terdiri dari ¹³empat elemen: catatan 2,5 miliar panggilan dan SMS selama satu tahun; lintasan spasial 50.000 pengguna dengan resolusi tinggi selama 2 minggu; 500.000 lintasan pengguna dengan resolusi lebih rendah sepanjang tahun; dan subgraph jaringan komunikasi 5.000 pengguna selama setahun. Data ini dirilis melalui proses aplikasi formal –perjanjian untuk tidak mendistribusikan data lebih lanjut, dan menerima data yang dianonimkan dengan standar internasional– 250 tim peneliti di seluruh dunia, pakar kebijakan transportasi Eropa, dan ilmuan lain yang memandu kebijakan pembangunan negara berpendapatan rendah di dunia.

Namun peneliti data D4D tidak selalu terhubung dengan peneliti dan pakar kebijakan yang mengetahui kemanfaatan di lapangan. Otoritas nasional pun tidak terlibat dalam konseptualisasi tujuan pembangunan – hanya satu dari 250 tim peneliti penerima data yang mengunjungi Pantai Gading. Seorang ahli geografi berkomentar bahwa proyek tersebut tidak dirancang untuk memiliki relevansi dengan kondisi tertentu di Pantai Gading: sebaliknya, ia hanya untuk memotivasi perspektif baru.¹⁴ Pembingkaian proyek ini memunculkan masalah krusial tentang apa arti 'pembangunan' bagi para ilmuwan data, dan bagaimana hal itu menentukan apa yang dapat dicapai ilmu data dalam bidang pembangunan internasional. Nicolas de Cordes, Wakil Presiden Pemasaran Orange-France Telecom Group, menjelaskan bahwa dengan tujuan pembangunan yang 'kabur', tanpa pertanyaan penelitian yang relevan dengan konteks negara, para peneliti cenderung tidak akan menghasilkan temuan dengan dampak lokal.¹⁵

Problematika Data 'Pembangunan' Orange D4D di Pantai Gading

06 Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 9: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Proyek ini menghasilkan temuan tentang mobilitas manusia, estimasi populasi, estimasi aktivitas ekonomi, data-mining, dan kesehatan masyarakat. ¹⁶Meskipun begitu, proyek ini terputus dari pembuat kebijakan Pantai Gading. Hal ini pun menjadi kontroversial secara politis karena data tersebut mengidentifikasi karakteristik etnis dan spasial dari jaringan komunikasi dan pola mobilitas selama satu tahun ketika negara tersebut sedang mengalami perang saudara. Keadaan perang saudara dapat menambah sensitivitas tambahan berbasis lokasi sehingga memberi kemampuan bagi operator komersial untuk menghubungkan jaring komunikasi dengan pola mobilitas. Vincent Blondel, Profesor Matematika Université Catholique de Louvain dan penyelenggara D4D Challenge, menyatakan bahwa ada hal-hal baik yang dapat dilakukan dan juga yang buruk , dengan terjadinya hal yang tidak diinginkan, seperti:¹⁷

Terancamnya keamanan data dengan anonimisasi yang tidak sempurna. Data ini bahkan bisa digabungkan dengan data di masa depan yang semakin tidak relevan.

1

2 Kerangka kerja etis proyek sulit ditentukan karena lemahnya peraturan nasional ataupun internasional terutama terkait privasi subjek data (Pantai Gading belum menandatangani perjanjian privasi data) terutama bagi negara-negara pendapatan rendah dan menengah (NPRM). Karena itu, ¹⁸Orange mengatur sendiri sehubungan perlindungan data. Pengambilan data tanpa persetujuan eksplisit bukan lah hal yang baru untuk penelitian di Afrika seperti analisis yang serupa di Perancis dan Norwegia.¹⁹ ²⁰

Tidak adanya kerangka mengenai standar penelitian penggunaan data seluler oleh pemerintah dan perusahaan, yang diperparah asimetri ilmu data dari subjek NPRM oleh para ilmuwan bukan dari NPRM.

3

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data 07

Page 10: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

4 Ilmuwan data yang tidak sepenuhnya memahami konteks lokal, baik karena mereka tidak melakukan studi lapangan, pendekatan sosial, maupun data yang didapat itu sendiri tidak representatif dengan realita subjek. Misalnya, pemenang D4D Challenge kategori pembangunan mengenai optimalisasi efisiensi angkutan umum di Abidjan, ibu kota Pantai Gading. Namun, ²¹mereka hanya dapat mengakses data pada sistem transportasi formal, hanya 10-30% dari transportasi kota Abidjan, yang sisanya ditangani operator informal skala kecil.²² Demikian pula, data Orange di Pantai Gading hanya terdiri dari 5 juta pelanggan dari populasi 22 juta, menyiratkan bias pengambilan sampel. Padahal, kondisi aktualnya adalah sistem formal-informal campuran yang sangat responsif, dengan kendala utama dibentuk oleh kapasitas lalu lintas kota.²³

5 Penggunaan data untuk kepentingan komersial, hingga tersebarnya informasi bagi pesaing bisnis. Data per-antena dapat memberikan representasi PDB dengan tingkat akurasi yang tinggi, tetapi hal ini menimbulkan masalah politik internasional bahwa jumlah panggilan representatif bagi pengukuran PDB.²⁴ Satu tim peneliti memperkirakan tingkat PDB melalui analisis antena: ada 1.300 antena di Pantai Gading sehingga visibilitas sangat baik pada pembangunan Pantai Gading. Hal ini kemudian dapat pendanaan donor. Tetapi hal ini sangat sensitif, karena bukan statistik resmi Pantai Gading dan bisa kadaluwarsa (Taylor and Schroeder, 2014).

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data08

Page 11: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Politisasi D4D dan Refleksi HubunganInequal Utara-Selatan dalam Big Data

Dari praktek D4D di Pantai Gading, data--dalam konteks ini data seluler--berpotensi dipolitisasi dengan implikasi berbeda:

Individu/Masyarakat Sipil: bahwa setiap orang mungkin atau tidak mungkin memberi konsen ataupun memiliki hak atas datanya untuk disebarkan atau ditarik dari peredaran.

1

Negara Subjek Data: bahwa pemerintah mungkin atau tidak mungkin memiliki akses ke data yang berasal dari warga negara mereka. Dalam konteks ini, data yang diambil Perusahaan Orange pada akhirnya tidak menguntungkan pemerintah Pantai Gading.

2

Perusahaan Pengambil Data: harus mengevaluasi risiko politik untuk menganalisis data dari suatu negara. Data yang diambil tentu menguntungkan korporat, di tengah lemahnya regulasi privasi data, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan lain seperti komersial (diperjualbelikan).

3

Negara Asal Perusahaan Pengambil Data: Orange adalah perusahaan telekomunikasi yang berasal dari dan berdasar sistem hukum Perancis.²⁵ Kedekatan elite Perancis dengan Presiden Alassane Outtara, presiden Pantai Gading terpilih untuk periode kedua, mempertahankan keunggulan Perancis di Pantai Gading, juga dengan kedekatan politik, bahasa yang digunakan bersama, persamaan hukum, dan jaringan ikatan bisnis individu. Pantai Gading adalah mitra dagang utama Perancis di zona franc CFA. Ada hampir 700 perusahaan Perancis, termasuk sekitar 200 anak perusahaan, yang menjadikan Pantai Gading negara dengan kehadiran terkuat Perancis di Afrika sub-Sahara. Total pendapatan yang mereka hasilkan menyumbang sekitar 30% dari PDB negara tersebut. Dalam program pembangunan, Prancis adalah donor bilateral utama Pantai Gading.²⁶ Hal ini menunjukan bahwa Perancis memiliki pengaruh dan posisi tawar-menawar yang kuat terhadap Pantai Gading.

4

09Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 12: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

D4D menunjukkan bahwa kenyataannya sulit menyatukan ilmu data dan keputusan pembangunan negara. Terkhusus bagi NPRM, kesenjangan antara akademisi dan pengambil kebijakan publik besar karena sering tidak ada akses ke publikasi akademis. Dalam bentuk 'kerjasama data' ini, Pantai Gading pada akhirnya menjadi aktor yang cenderung pasif, berkontribusi dengan menjadi sumber data itu sendiri, namun kekurangan agency untuk dapat mengolah data yang ada tersebut. Big data yang sudah terkumpul menjadi wewenang para analis data yang kebanyakan berasal dari negara utara, mencoba menciptakan formulasi kebijakan bagi pembangunan Pantai Gading tanpa memahami konteks yang ada.

Situasi ini diperburuk dengan minimnya penguasaan pengetahuan dan teknologi di Pantai Gading, dan secara struktural dapat ditarik ke tingkat pendidikan masyarakat di negara-negara Afrika yang oleh kebijakan Structural Adjustment Program (SAP). Akibatnya, terdapat perbedaan yang signifikan antara negara-negara selatan di Afrika dengan negara-negara utara, terlebih dengan situasi di mana 60%.²⁷ penduduk negara-negara Selatan masih hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga percakapan mengenai big data belum menjadi hal yang massal. Akibatnya, yang terjadi adalah ilustrasi lain dari masalah klasik pembangunan negara dunia ketiga yang didikte oleh negara maju.

5 Organisasi Internasional (khususnya dalam konteks pembangunan): sebagai analis/peneliti, meskipun badan dapat memberi kesimpulan ilmiah yang berkualitas namun tidak serta-merta berkualitas dalam rekomendasi kebijakan bagi negara terkait. Organisasi internasional juga seharusnya memastikan latar belakang legalitas sumber data yang digunakan. Jika kenyataannya masih dipertanyakan, tugas badan internasional sebagai fasilitator hubungan antarnegara untuk menghindari terjadinya pelanggaran kedaulatan negara, dalam konteks ini negara subjek data.

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data10

Page 13: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Relasi Orange sebagai perusahaan multinasional dari Perancis dengan negara Pantai Gading dapat diinterpretasikan sebagai relasi Utara-Selatan dalam urusan big data yang timpang. Adanya perbedaan antara negara utara dan negara selatan dalam bidang big data dikonseptualisasikan oleh Boyd dan Crawford (2012) sebagai celah antara “the big data rich” (organisasi yang dapat menghasilkan, membeli, dan menyimpan data sets besar), dan “big data poor” (yang tereksklusi dari akses terhadap data, keahlian, dan kekuatan processing).²⁸ Negara-negara Utara, yang menyadari akan adanya komersialisasi dalam melancarkan program pembangunan ke NPRM, membentuk kembali bagaimana penelitian, aplikasi, dan praktik di lapangan dilakukan di NPRM. Ketiadaan regulasi big data di level internasional kemudian dapat dimanfaatkan oleh aktor negara Utara untuk melancarkan kepentingannya melalui rencana pembuatan rezim big data tersebut. Terlihat dari kasus Orange D4D bahwa negara maju, termasuk perusahaan multinasional yang berasal dari negara-negara tersebut, memiliki tingkat penguasaan teknologi yang membuatnya mampu mengutilisasi big data, bahkan yang berasal dari negara lain.

Orange hanyalah satu perusahaan dari banyak lagi yang dimiliki negara-negara utara--hal inilah yang membuat kuasa negara-negara utara secara signifikan lebih besar daripada negara-negara selatan secara umum, dan membuat mereka memiliki kepentingan untuk menciptakan rezim internasional big data yang memfasilitasi perpindahan data secara bebas. Contoh lainnya, USAID, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat, mengembangkan kemitraan antara universitas dan perusahaan swasta, yang menggabungkan kepentingan komersial AS dengan upaya pengentasan kemiskinan.²⁹ Departemen Pembangunan Internasional Inggris pun telah melakukan hal yang sama dalam beberapa tahun terakhir menuju 'aid for trade', menggunakan anggaran bantuan untuk secara eksplisit mempromosikan bisnis Inggris di luar negeri.³⁰ Pergeseran ini menandakan bahwa, ketika donor menawarkan bantuan, mereka enggan merubah hierarki yang memberi mereka keunggulan teknologi di pasar global sebagai produsen pengetahuan. Pada akhirnya, kemiskinan harus diatasi dengan teknologi yang diproduksi dan patennya oleh perusahaan negara kaya.

B I G D A T A

#

11Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 14: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Salah satu tujuan dari pembentukan rezim big data adalah akumulasi kuasa. Pihak yang menentukan aturan main bagaimana big data dapat digunakan akan mendapatkan kuasa dalam hal kontrol alur utilisasi big data itu sendiri. Kontrol atas platform penggunaan dan rezim big data merupakan bentuk kuasa yang akan menguntungkan dalam jangka panjang³³ oleh karenanya negara-negara utara memiliki insentif untuk membentuk rezim yang sesuai dengan keinginan mereka. Kuasa juga tidak hanya didapat dari status quo penguasaan teknologi, tetapi juga dari kuasa yang dimiliki masing-masing aktor untuk membentuk rezim internasional yang dapat mengakomodasi kepentingan mereka. Oleh karenanya, situasi dalam rencana pembuatan rezim internasional mengenai big data tepat dijelaskan dengan power-based theory, khususnya battle of the sexes yang lebih memperhatikan distribusi kuasa, di mana keputusan akan diambil tidak hanya bergantung pada ekspektasi hasil akhir untuk dirinya tetapi juga bagi rekannya, serta bagaimana tantangan yang ada bukan lagi berupa ketidaktahuan atau misinformasi mengenai keinginan lawan, tetapi bagaimana membuat lawan memilih opsi yang paling menguntungkan untuk dirinya sendiri.

Terdapat penjelasan mengapa bentuk battle of the sexes dalam kaitannya dengan pembentukan rezim sebagaimana diformulasikan oleh Krasner dianggap merepresentasikan situasi big data dan rezimnya dalam studi kasus ini. Teori Krasner tersebut memandang dunia dalam tatanan struktur internasional yang cukup dekat dengan realitas hubungan internasional, seperti dalam ilustrasi kekuasaan negara dalam hubungan internasional yang dapat dilancarkan melalui 3 cara untuk menentukan: siapa yang dapat memainkan permainan sejak awal (aktor yang kurang kuat seringkali tidak masuk); untuk mendikte aturan permainan (siapa yang harus bergerak terlebih dahulu dan pada akhirnya dapat menentukan hasilnya); untuk mengubah matriks hasil.³⁴ Hal ini banyak terjadi karena kerja sama internasional banyak dibentuk melalui dominasi. Pihak dominan ini mempelopori, mendorong, hingga membiayai institusi kerja sama, tidak terkecuali nantinya mengenai rezim big data. Contoh dalam politik internasional yang sering terjadi adalah organisasi yang dicanangkan Amerika Serikat.

13Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 15: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Battle of the Sexes dalamRezim Big Data Internasional

Seperti telah dibahas, aktor yang memiliki pengetahuan akan suatu hal kemudian memiliki keunggulan yang menjadi sumber kuasa. Meski pengetahuan memiliki citra positif sebagai hal yang dapat dengan mudah ditransfer dan disebarluaskan di seluruh dunia, kenyataannya, pengetahuan adalah hal yang kompetitif.³¹ Selama negara-negara selatan tidak memiliki tingkat pengetahuan yang setara dengan negara utara, terjadi ikatan dependensi antara keduanya--hal ini membuka pintu bagi hubungan eksploitatif di bawah justifikasi kebutuhan transfer knowledge. Pengetahuan juga membentuk rivalitas ekonomi antara negara kaya dan miskin: pengetahuan menentukan siapa yang memiliki kuasa untuk menetapkan aturan main ekonomi--hal inilah yang berusaha dicapai oleh negara-negara utara dalam pembentukan rezim big data. Sedangkan, negara-negara selatan yang rentan mengalami eksploitasi dan belum memiliki kemampuan penguasaan teknologi yang sama dengan negara-negara maju akan lebih diuntungkan dengan rezim yang protektif. Dengan adanya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi, negara-negara yang sudah “maju” dapat menciptakan barriers of entry terhadap negara-negara lain yang belum memiliki kapabilitas yang sama secara kompetitif.³² Akhirnya, negara maju mempertahankan keuntungan kompetitifnya, sesuai dengan perspektif power dalam rezim internasional di mana keunggulan atas lawan/kawan mainnya dianggap penting untuk mengamankan posisinya dan tidak hanya sekadar keuntungan mutual.

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data12

Page 16: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Berikut adalah ilustrasi analogi pembentukan rezim big data dalam matriks pola battle of the sexes:

Melalui matriks tersebut, dapat dilihat bahwa output yang paling ideal bagi kedua pihak adalah terbentuknya rezim secara bersama-sama, terlepas dari apakah pada akhirnya bentuknya bebas seperti keinginan negara-negara utara, atau restriktif seperti keinginan negara-negara selatan--bentuk ini kemudian ditentukan oleh kuasa yang dimiliki masing-masing aktor sesuai dengan argumen Krasner mengenai 'siapa yang berhak untuk mengubah matriks hasil.' Dengan adanya kuasa, negara-negara utara memiliki kemampuan untuk mencetak persepsi publik mengenai kebijakan terkait big data. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana rezim big data tidak akan ada artinya apabila tidak dicapai “bersama-sama” dalam artian semua negara mau menjadi anggota dan menaati rezim tersebut. Bagi negara-negara utara, meski nantinya terbentuk rezim dengan restriksi minimun atau bebas, tanpa partisipasi negara-negara selatan di dalamnya hal tersebut juga tidak banyak bermanfaat. Sebaliknya, bagi negara-negara selatan, meski tercipta rezim yang restriktif, tanpa adanya keikutsertaan negara-negara utara yang dapat membantu transfer of knowledge, mereka juga tidak akan banyak diuntungkan.

U TA R A

S E L ATA NBebas

Restriksi

Bebas Restriksi

3,1 -1,0

0,-1 1,3

Kotak biru menunjukkan titik equilibrium, atau dua output yang paling ideal menurut keduanya

PreferensiUtara Bebas bersama (3), restriksi bersama (1), bebas sendiri (0), restriksi sendiri (-1)Selatan Restriksi bersama (3), bebas bersama (1), restriksi sendiri (0), bebas sendiri (-1)

::

14 Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 17: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Kesimpulan

Dari studi kasus yang telah dibahas serta ilustrasi kepentingan dalam pembuatan rezim big data, terlihat bahwa harapan mengenai penggunaan perkembangan teknologi sebagai alat penyetaraan negara-negara selatan terhadap utara tidak mudah terwujud, khususnya dalam bidang big data. Sebagai hal yang membutuhkan penguasaan teknologi dan pengetahuan untuk dapat diutilisasi, negara-negara selatan rentan menjadi objek alih-alih subjek dalam penggunaan big data. Dalam agenda pembangunan yang diharapkan membantu negara selatan, masih terjadi masalah lack of agency yang dialami negara selatan dibandingkan dengan institusi dari negara utara yang memiliki kontrol atas data tersebut. Situasi ketimpangan kuasa ini juga termanifestasi dalam upaya pembuatan rezim internasional mengenai big data, dengan perbedaan kepentingan antara negara utara dan selatan, yang juga sesuai dengan model battle of the sexes dalam game theory.

� Meski begitu, untuk mengakhiri tulisan ini dengan hal yang positif, status quo ketimpangan saat ini masih menyisakan ruang bagi berkembangnya negara-negara selatan melalui kuasa individual. Para manusia pengguna teknologi yang dalam hal ini berlaku sebagai subjek penghasil big data itu sendiri memiliki agensi untuk menuntut akuntabilitas pihak-pihak yang dapat mengekstraksi data mereka. Dengan menyadari bahwa big data yang dihimpun dari aktivitas sehari-hari manusia dapat digunakan untuk berbagai kepentingan sekaligus perbaikan, individu dan kekuatan masyarakat sipil kolektif dapat memastikan utilisasi big data agar dimanfaatkan untuk public good. Dengan ini, negara-negara selatan juga harus memastikan bahwa pergerakan dan penggunaan data dalam wilayahnya dan menyangkut warga negaranya dilakukan secara bertanggungjawab. Pemerintah memiliki andil untuk memastikan bahwa infastruktur digital yang dibangun tidak akan menciptakan gap sosioekonomi antara lapisan-lapisan masyarakatnya, dan bahwa teknologi yang ada dapat memfasilitasi negaranya untuk berkembang secara kompetitif alih-alih produksi komoditas semata. Mengingat teknologi merupakan sebuah hasil perkembangan, dan negara-negara dengan kuasa serta starting point yang lebih unggul akan memiliki penguasaan lebih dini terhadap teknologi, maka partisipasi negara-negara selatan dalam rezim big data menjadi sebuah keniscayaan pula.

15Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 18: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Referensi

¹Oracle.(2019). What is Big Data? (online). Tersedia di: h�ps://www.oracle.com/big-

data/guide/what-is-big-data.html. (Diakses di April 2019)

²Ibid., ³Chan, Jia Hao.(2019).DPR Is Not Enough: The World Urgently Needs a Global Data

Governance Regime. Apoli�cal (online). Tersedia di:

h�ps://apoli�cal.co/solu�on_ar�cle/gdpr-is-not-enough-the-world-urgently-needs-a-

global-data-governance-regime. (Diakses pada 13 April , 2019) ⁴Ibid., ⁵Hasenclever, Andreas, Peter Mayer, and Volker Ri�berger. Theories of Interna�onal

Regimes. (Cambridge: Cambridge Univ. Press, 2006). Hal: 84 ⁶Deqiang, Ji. (2018). Big Data in China: From Myth tovPoli�cal Economy. DOC Research

Ins�tute. Tersedia di : h�ps://doc-research.org/2018/07/big-data-china-myth-poli�cal-

economy/. (Diakses pada April 2019)

⁷Verhulst, Stefaan G dan David Sangokoya.(2015). Data Collabora�ves: Exchanging Data

to Improve People's Lives. Medium (online). Tersedia di:

h�ps://medium.com/@sverhulst/data-collabora�ves-exchanging-data-to-improve-

people-s-lives-d0fcfc1bdd9a. ( Diakses pada April 2019) ⁸Ibid., ⁹Verhulst dan Sangokoya 2015). ¹⁰Mann, Laura & Lazzolino, Gianluca. (2019). The rush for data risks growing the North-

South divide. SciDev (online). Tersedia di:

h�ps://www.scidev.net/global/data/opinion/the-rush-for-data-risks-growing-the-north-

south-divide.html. (Diakses pada 11 April 2019) ¹¹Orange.com.(2017). Orange in the world. (online) Orange. Tersedia di:

h�ps://www.orange.com/en/Group/Orange-in-the-world. (Diakses pada 11 April 2019) ¹²Blondel, Vincent D., Markus Esch, Connie Chan, Fabrice Clerot, Pierre Deville, E�enne

Huens, Frédéric Morlot, Zbigniew Smoreda, dan Cezary Ziemlicki.(2012). Data for

Development: the D4D Challenge on Mobile Phone Data. arXiv (online). Hal 1-10 ¹³Taylor, Linnet, dan Ralph Schroeder. (2015). Is bigger be�er? The emergence of big

data as a tool for interna�onal development policy. GeoJournal 80, no. 4. Tersedia di:

h�ps://doi.org/10.1007/s10708-014-9603-5. ¹⁴NetMob. (2013) Mobile phone data for development: Analysis of mobile phone

datasets for the development of Ivory Coast. MIT, Cambridge, USA. ¹⁵Taylor, 2015. ¹⁶NetMob, 2013.

Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data16

Page 19: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

¹⁷Taylor, 2015 ¹⁸Ibid., ¹⁹Licoppe, Chris�an. (2004). Connected' presence: The emergence of a new repertoire

for managing social rela�onships in a changing communica�on technoscape.

Environment and Planning D: Society and Space 22. Hal: 135-56. ²⁰Boase, Jeffrey, dan Rich Ling. (2013). Measuring mobile phone use: Selfreport versus

log data. Journal of Computer-Mediated Communica�on 18, no. 4. Hal: 508-19.Boyd, D. & Crawford, K. "Cri�cal ques�ons for big data." Informa�on, Communica�on &

Society, 15, No. 5 (2012). ²¹Berlingerio, M., F. Calabrese, G. Di Lorenzo, F. Pinelli, dan M. L. Sbodio. (2013).

AllAboard: A system for exploring urban mobility and op�mizing public transport using

cellphone data. Machine learning and knowledge discovery in databases. Berlin:

Springer. Hal: 663- 66 ²²Lombard, J. (2006). Enjeux prive ´s dans le transport public d'Abidjan et de Dakar.

Ge´ocarrefour. 81 (02). Hal: 167-74. ²³Godard, X. (2003). Urban transport and mobility in African ci�es: Crisis and inven�ve

disorder. ²⁴Jerven, M. (2013). Poor numbers: How we are misled by African development

sta�s�cs and what to do about it. Ithaca: Cornell University Press, 2013 ²⁵Website Orange ²⁶Website Kementerian Luar Negeri Perancis .Diakses di: www.diploma�e.gouv.fr ²⁷Arora, Payal. (2016). "The Bo�om of the Data Pyramid: Big Data and the Global

South." Interna�onal Journal of Communica�on 10. ²⁸Boyd, D & Crawford, K. (2012). CRITICAL QUESTION FOR BIG DATA, Informa�on,

Communica�on, and Society. 15:5. 662-679 ²⁹USAID. (2018). Shared Interest: How USAID Enhances U.S. Economic Growth. United

States Agency for Interna�onal Development (USAID). Hal: 1-18. ³⁰Devex.com. (2018). New DFID leadership team sets out priori�es. (online) Devex.

Tersedia di: h�ps://www.devex.com/news/sponsored/new-dfid-leadership-team-sets-

out-priori�es-91997. (Diakses pada 11 April 2019) ³¹Ibid., ³²Devex, 2018. ³¹Mann and Lazolino, 2018. ³³Krasner, Stephen D. (1993). Global Communica�ons and Na�onal Power: Life on the ³⁴Pareto Fron�er. World Poli�cs Volume 43, Issue 3. Hal: 336-362.

17Kesenjangan Negara Utara dan Selatan dalam Rezim Big Data

Page 20: KESENJANGAN NEGARA Utara dan Selatan dalam Rezim Big …

Center for Digital Society

Faculty of Social and Political SciencesUniversitas Gadjah MadaRoom BC 201-202, BC Building 2nd Floor, Jalan Socio Yustisia 1Bulaksumur, Yogyakarta, 55281, Indonesia

Phone : (0274) 563362, Ext. 116Email : [email protected] : cfds.fisipol.ugm.ac.id

Center for Digital Society (CfDS)

@cfds_ugm

cfds_ugm

CfDS UGM

facebook.com/cfdsugm

@cfds_ugm