Kesantunan Dan Logika Berbahasa

Embed Size (px)

Citation preview

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

PENINGKATAN KESANTUNAN DAN LOGIKA BERBAHASA SEBAGAI MANIFESTASI KECERDASAN EMOSIONAL [ EI ] MurtonoAbstract

One of the characteristics by which someone is considered to have emotional quotient is that he is able to use language appropriately. The indicator is the ability to put forward idea and thought by using a good logic and manner of language use. Therefore, it is considered necessary to improve logic and manner of language using in promoting emotional quotient. Logic of language use is reflected in presentation of idea through with standard of cohesion and coherence. Manner of language use is the use of language in term of rules of social, esthetic, moral speech act. Manner of language use is incated by six strategies, those are tact, generosity, approbation, modesty, agreement, and sympathy. Meanwhile, emotional quotient is characterized by five basic components, i.e. self awareness, self management, self motivation, empathy, and social intelligence. Based of the second indicator it can be stated that by the improvement of manner and logic of language use, emotional quotient will be well promoted. Key words : manner of language use, logic of language use, and emotional quotient.

Pendahuluan Sering kita temukan tulisan yang panjang dan berbelit tidak ada ujung dan pangkalnya. Pada hal tulisan itu mestinya berkualitas. Juga sering kita jumpai tulisan yang pendek-pendek tetapi alur berpikirnya tidak berkait (tidak memiliki bentuk dan makna). Demikian pula tidak sedikit orang yang pandai berbicara tetapi alur pembicaraannya kurang fokus. Kelihatannya panjang tetapi sebenarnya hanya memiliki pesan yang sederhana. Sebaliknya beberapa orang singkat berbicara tetapi terlalu sarat dengan pesan yang sangat urgen sehingga mana pesan yang utama dan yang tambahan sulit diidentifikasi. Uraian di atas, menunjukkan kurangnya penggunakan bahasa yang sesuai dengan logika berbahasa yang benar. Namun demikian, tidak jarang kita jumpai orang yang berbahasa dengan teratur, jelas, dan enak dibaca, serta mudah untuk dipahami. Semua pesan penting dapat dengan mudah ditangkap bahkan dijabarkan kembali, seakan-akanCmengurai benang dengan ujang dan pangkal yang jelas dan indah. Kadang juga, 2

kita melihat orang berpidato yang enak di dengar, tidak membosankan, tidak dibuat-buat, mudah ditangkap isinya, dan tidak menjemukan sehingga waktu yang lamapun kelihatan tak terasa. Demikianlah orang menyampaikan ide dengan berbahasa, tidak sekedar menulis, tidak sekedar berbicara, tetapi menggunakan psikologi dalam berbahasa. Menggunakan logika dan kesantunan dalam berbahasa. Sementara itu, sejak ditemukan teori baru tentang kecerdasan emosional (EI), paradigma berpikir manusia tentang makna cerdas mulai berubah. Mereka yang dikatakan cerdas tidaklah hanya mereka yang berintelegensi (IQ) tinggi, tetapi juga mereka yang ber-EI memadai. Ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa tidak sedikit mereka yang ber-IQ tinggi ternyata hidupnya gagal, sedangkan orang-orang yang ber-IQ sedang-sedang menjadi sangat sukses (Goleman 2000). Hal ini disebabkan bahwa mereka yang ber-IQ tinggi dan hidupnya gagal tersebut ternyata memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Sementara, mereka yang ber-IQ sedang-sedang menjadi sangat sukses karena memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Dan satu hal

1

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

pokok yang menjadi tonggak perubahan itu adalah pendapat selama ini yang menganggap watak tidak dapat diubah menjadi tidak berlaku lagi. Memang betul bahwa kecerdasan intelegensi itu dibawa sejak lahir dan tidak bisa diubah, tetapi berbeda dengan kecerdasan emosional yang dapat dipupuk dan dikembangkan sejak masih kecil. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Goleman (2000: 59) bahwa kekurangan-kekurangan dalam keterampilan emosional dapat diperbaiki sampai ke tingkat yang setinggi-tinggi di mana masingmasing wilayah menyampaikan bentuk kebiasaan dan respon yang dengan upaya yang tepat, dapat dikembangkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional ini adalah dengan mengasah kesantunan dan logika berbahasa. Dengan demikian, emosi sangatlah penting dalam kaitan keduanya [baca : logika dan kesantunan]. Berpijak dari uraian ini, penulis akan membahas peningkatan kesantuanan dan logika berbahasa dalam rangka meningkatkan kecerdasan emosional. Ini didasari karena salah satu indikasi dari kecerdasan emosional, memang tampak dalam bentuk bahasa yang

digunakan oleh orang perorang. Apakah bahasa yang digunakan menggunakan alur berpikir yang baik? Apakah bahasa yang digunakan mempunyai kesantunan yang memadai? A. Kesantunan dan Logika Berbahasa Tidak sedikit ahli bahasa yang mengurai tentang kesantunan berbahasa. Para ahli itu, misalnya Lakoff [1972], Fraser [1978], Brown dan Levinson [1978], Leech [1983], dan Grice [1991]. Namun dalam tulisan ini yang dijadikan pijakan utama adalah kesantunan berbahasa sebagaimana yang disampaikan Leech [1983: 132], tentu dengan tidak mengabaikan para ahli lainnya. Hal ini didasari oleh kejelasan pembagian prinsip kerja kesantunan dan kesesuaian teori ini dengan materi yang penulis bahas. Kesantunan berbahasa digambarkan sebagai penggunaan bahasa yang berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral di dalam bertindak tutur. Ada lima strategi kesantunan yang dapat dipilih agar tuturan itu santun [Brown dan Levinson 1987]. Kelima strategi itu adalah : (1) melakukan tindak tutur secara apa adanya, sama ide dan 3

tulisan/pembicaraan dengan mematuhi prinsip kerja sama; (2) melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan positif; (3) melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif; (4) melakukan tindak tutur secara off record dan (5) tidak melakukan tindak tutur atau diam saja. Adapun kelima strategi tersebut dijabarkan menjadi enam maxim/ungkapan berikut ini [Leech 1983: 132]. a. Ungkapan ketimbangrasaan [tact maxim] b. UngkapanOkemurahhatian [generosity maxim] c. UngkapanIkeperkenaan [approbation maxim] d. Ungkapan kerendahhatian [modesty maxim] e. Ungkapan kesetujuan [agreement maxim] f. Ungkapan kesimpatian [symphaty maxim] Ungkapan ketimbangrasaan memberikan syarat bahwa pihak lain di dalam tuturan hendaknya diberikan beban biaya seringanringannya dan keuntungan sebesarbesarnya. Berikut merupakan contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat ketimbangrasaan yang berbeda-beda. 1. Mampir ke gubuk saya! 4

2. Mampirlah ke gubuk saya! 3. Silakan mampir ke gubuk saya! 4. Jika tidak keberatan , silakan mampir ke gubuk saya! Tingkat kesantunan berurutan dari no (1) yang paling rendah ke yang tinggi no (4). Hal ini ditandai dengan semakin halusnya tuturan, sehingga semakin tinggi timbang rasanya. Ungkapan kemurahhatian ditandai dengan meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain. Berikut merupakan contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat kemurahhatian. 5. a. Anakmu sungguh pandai, pantas memenangkan olympiade matematika tingkat Propinsi. b. Ah, hanya kebetulan saja. 6. a. Anakmu sungguh pandai, pantas memenangkan olympiade matematika tingkat Propinsi. b. Siapa dulu bapaknya? Tuturan 5 (b) menunjukkan ungkapan kemurahhatian karena meminimalkan keuntungan pada diri sendiri dan memaksimalkan

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

keuntungan terhadap pihak lain. Sedangkan tuturan 6 (b) kurang santun karena memaksimalkan kepada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan pada pihak lain. Ungkapan keperkenaan ditandai dengan meminimalkan penjelekan kepada pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Berikut merupakan contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat keperkenaan. 7. a. Silakan Pak, makan seadanya! b. Ah, terlalu banyak, sampaisampai saya susah memilihnya. 8. a. Silakan Pak, makan seadanya! b. Ya, hanya segini, nanti kan cepat habis. Tuturan 7 (b) menunjukkan penutur meminimalkan penjelekan pihak lain dan memaksimalkan pujian terhadap pihak lain. Sedangkan tuturan 8 (b) kurang santun karena meminimalkan penjelekan kepada diri sendiri dan memaksimalkan pujian kepada diri sendiri. Ungkapan kerendahhatian ditandai dengan meminimalkan pujian kepada diri sendiri dan memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri. Berikut merupakan

contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat kerendahhatian. 9. Ah, saya ini hanya orang desa yang dipercaya jadi rektor. 10. Maaf, perilaku anak saya kampungan. 11. Tidak mungkin bagi saya menyamai prestasi Saudara. Tuturan (9) (11) memenuhi tuturan kesantunan kerendahhatian karena meminimalkan pujian kepada diri sendiri dan memaksimalkan penjelekan terhadap diri sendiri. Sehingga tuturan-tuturan ini dianggap santun. Ungkapan kesetujuan dicirikan dengan meminimalkan ketidaksetujuan diri sendiri kepada pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan diri sendiri kepada pihak lain. Berikut merupakan contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat kesetujuan. 12. a. Bagaimana kalau peringatan 17-an kita meriahkan? b. Saya setuju sekali. 13. a. Bagaimana kalau peringatan 17-an kita meriahkan? b. Jangan, sama sekali saya tidak setuju. Tuturan (12) b. tuturan kesantunan memenuhi kesetujuan 5

karena meminimalkan ketidaksetujuan diri sendiri kepada orang lain dan memaksimalkan kesetujuan diri sendiri kepada orang lain, sehingga tuturan ini dianggap memenuhi kesantunan kesetujuan. Sebaliknya tuturan tuturan (13) b. kurang memenuhi tuturan kesantunan kesetujuan karena memaksimalkan ketidaksetujuan diri sendiri kepada orang lain dan meminimalkan kesetujuan diri sendiri kepada orang lain, sehingga tuturan ini dianggap kurang memenuhi kesantunan kesetujuan. Ungkapan kesimpatian dicirikan dengan meminimalkan antipati diri sendiri kepada pihak lain dan memaksimalkan simpati diri sendiri kepada pihak lain. Berikut merupakan contoh tuturan yang mengungkapkan tingkat kesimpatian. 14. a. Maaf Pak, kemarin saya tidak kuliah karena ibu saya meninggal. b. Saya ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya. 15. a. Maaf Pak, kemarin saya tidak kuliah karena ibu saya meninggal b. Itu urusan pribadimu. Tuturan (14) b. memenuhi tuturan kesantunan kesimpatian 6

karena meminimalkan antipati diri sendiri kepada orang lain dan memaksimalkan simpati diri sendiri kepada orang lain, sehingga tuturan ini dianggap memenuhi kesantunan kesimpatian. Sebaliknya tuturan tuturan (15) b. kurang memenuhi tuturan kesimpatian karena memaksimalkan antipati diri sendiri kepada orang lain dan meminimalkan simpati diri sendiri kepada orang lain, sehingga tuturan ini dianggap kurang memenuhi kesantunan kesimpatian. Demikian, tuturan dianggap semakin santun apabila memenuhi keenam ungkapan di atas. Di samping itu, kesantunan berbahasa akan menjadi baik apabila disertai dengan logika berbahasa yang benar pula. Logika berbahasa digambarkan sebagai penyampaian ide melalui tulisan/tuturan yang memenuhi standar kohesi dan koherensi. Paragraf dalam bentuk tulisan/tuturan merupakan satuan informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Informasi yang disampaikan dalam kalimat/tuturan yang satu berhubungan erat dengan informasi yang dinyatakan dalam kalimat/tuturan yang lain dalam sebuah paragraf. Demikian pula antara paragraf yang satu dan paragraf lainnya haruslah

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

mempunyai keterkaitan dan keserasian.Tanpa adanya keterkaitan maupun keserasian, informasiinformasi tersebut sulitlah dipahami makna komulatifnya. Oleh karena itu, kohesi dan koherensi berbahasa memegang peran penting dalam logika berbahasa. Kohesi adalah kepaduan di bidang bentuk, sedangkan koherensi adalah kepaduan dibidang makna. Kalimat berikut menunjukkan tingkat kekohesian dan keherensian yang cukup tinggi. 16. a. Setiap pukul 06.30 07.30 WIB perempatan Jalan Jember Kudus Kulon sangatlah ramai. b. Pagi-pagi, kendaraan dari arah Jepara, baik angkot, mobil pribadi, maupun motor banyak yang mulai masuk kota Kudus. c. Disusul kendaraan dari arah utara menuju ke kota ini. d. Selanjutnya tidak sedikit para pelajar maupun karyawan Polytron membawa kendaraan masing-masing dari arah selatan maupun timur menuju sekolahsekolah yang ada di Jalan R. Asnawi ataupun ke Polytron. e. Keramaian inilah yang membuat perempatan Jember

selalu macet setiap jam-jam tersebut. Kalimat-kalimat dari (16) a e semuanya mempunyai kepaduan makna, karena kalimat b- d semuanya mejelaskan kalimat a, sedangkan kalimat e menandaskan kembali kalimat a. Kepaduan bentuk juga terdapat dalam paragraf tersebut. Kata ini pada kalimat (16) c mengacu pada kota Kudus pada kalimat (16) a. Kata inilah pada dan setiap jam-jam tersebut pada kalimat (16) e masing-masing mengacu pada kata ramai dan jam 06.30 07.30 pada kalimat (16) a. B. Kecerdasan Emosional Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan keterampilan emosional adalah kemampuan mengidentifikasi, mengungkapkan, menilai intensitas, mengelola perasaan untuk menunda pemuasaan, mengendalikan dorongan hati, mengurangi stress dan mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri. 7

(Goleman 2000 : xiii). Di samping itu, empati dan kecakapan sosial juga bagian yang tak terpisahkan dalam kecerdasan emosional ini. Empati adalah kemampuan membaca emosi orang lain, sehingga menimbulkan sikap kendali diri dan kasih sayang. Kecakapan sosial adalah kepandaian seseorang dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain Berdasarkan teori ini, pendidikan yang baik adalah menanamkan pendidikan kecakapan manusia dasariah seperti kesadaran diri, pengendalian diri, dan empati, serta seni mendengarkan, menyelesaikan pertentangan, dan kerja sama. Jadi kecerdasan emosional bukanlah menggunakan perasaan untuk mendidik, melainkan mendidik perasaan itu sendiri. Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat diketahui adanya beberapa komponen kecerdasan emosional. Secara umum ada lima komponen dasar kecerdasan emosional yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, motivasi diri sendiri, empati, dan membina hubungan (Salovey 1990 : 1985).

1. Kesadaran Diri (mengelola emosi diri) Kesadaran diri meliputi kesadaran emosi, penilaian secara teliti, dan percaya diri. Kesadaran emosi artinya mengenali emosi diri sendiri dan efek yang ditimbulkannya. Penilaian secara teliti, yaitu mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri. Sedangkan percaya diri bermakna keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri. Unsur utama dalam kesadaran diri adalah mengamati diri sendiri, mengenali perasaan-perasaan diri, menghimpun kosa kata untuk perasaan, dan mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi. 2. Pengaturan Diri dan Kendali Dorongan Hati (mengelola emosi) Pengaturan diri dan kendali dorongan hati mencakupi aspek kendali diri, dapat dipercaya, waspada, dan adaptibilitas, serta inovatif. Kendali diri artinya mengelola emosi dan desakandesakan hati yang merusak. Dapat dipercaya berarti memelihara norma-norma kejujuran dan integritas yang tinggi. Waspada yaitu bertanggung jawab atas kinerja pribadi. Adaptibilitas merupakan

8

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

keluwesan penyesuaian diri dalam menghadapi perubahan-perubahan. Sedangkan inovatif adalah mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, pendekatanpendekatan, maunpun informasi baru. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat adalah kecakapan yang tergantung pada kesadaran diri. Unsur utama dalam mengelola perasaan adalah memantau omongan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif seperti ejekan-ejekan tersembunyi, menyadari apa yang ada di balik suatu perasaan (misalnya sakit hati yang mendorong amarah), menemukan cara-cara untuk menangani rasa takut dan cemas, amarah, dan kesedihan. 3. Semangat dan Motivasi Diri Semangat dan motivasi diri sendiri mencakupi aspek-aspek dorongan berprestasi, komitmen, optimisme, dan inisiatif. Dorongan berprestasi adalah dorongan untuk menjadi lebih baik atau memahami standar keberhasilan. Komitmen adalah mempunyai kesadaran patuh dan menyesuaikan diri dengan suasana kelompok. Optimisme yaitu kegigihan dalam memperjuangan sasaran, kendati ada halangan dan

kegagalan. Sedangkan inisiatif yaitu kesiapan dan kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan. Jadi unsur utama dalam motivasi diri adalah mencermati tindakantindakan diri sendiri untuk mengetahui akibat-akibatnya, mengetahui sebuah keputusan, pikiran dan perasaan selanjutnya mengambil tanggung jawab dari semua keputusan, pikiran, dan perasaan serta ditindaklajuti dengan komitmen diri untuk maju. 4. Empati Empati adalah kemampuan membaca emosi orang lain, sehingga menimbulkan sikap kendali diri dan kasih sayang. Empati ini meliputi berusaha memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keraguan, dan kesadaran politis. Memahami orang lain adalah kecakapan mengindera perasaan dan perspektif orang lain dan menunjukkan minat terhadap kepentingan mereka. Orientasi pelayanan kepada orang lain berupa berusaha mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memahami kebutuhan orang lain. Mengembangkan orang lain adalah kepekaan merasakan kebutuhan perkembangan orang lain. Mengatasi keraguan adalah 9

menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan berbagai lapisan masyarakat. Dan kesadaran politis adalah kemampuan membaca arusarus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kecemasan. Unsur utama dalam empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, dan berpikir dengan sudut pandang mereka, menghargai perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal. 5. Kecakapan Sosial (membina hubungan) Kecakapan sosial adalah kepandaian seseorang dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Kecakapan sosial ini meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim. Seseorang dianggap memiliki pengaruh apabila memiliki taktiktaktik untuk melakukan persuasi. Kecakapan sosial juga dimanifestasikan dalam bentuk komunikasi yang berupa mampu mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan. Demikian juga, dianggap memiliki kepemimpinan apabila mampu membangkitkan 10

inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain. Katalisator perubahan diartikan dapat memulai dengan mengelola perubahan. Manajemen konflik berupa negosiasi dan pemecahan silang pendapat. Pengikat jaringan adalah mampu menumbuhkan hubungan sebagai alat. Kolaborasi dan kooperasi yaitu kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama. Dan kemampaun tim adalah menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama. Sehingga inti dari kecakapan sosial adalah berbicara mengenai perasaan secara efektif; menjadi pendengar dan penanya yang baik; membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian sendiri tentang hal itu, mengirimkan pesan aku dan bukannya mengumpat. C. Kesantunan dan Logika Berbahasa sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional Sebagaimana diuraikan di atas, logika berbahasa digambarkan sebagai penyampaian ide melalui tulisan/tuturan yang memenuhi standar kohesi dan koherensi. Kohesi dan koherensi berbahasa memegang peran penting dalam

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

Mawas Juni 09

logika berbahasa. Kohesi adalah kepaduan di bidang bentuk, sedangkan koherensi adalah kepaduan dibidang makna. Kalimat berikut menunjukkan tingkat kekohesian dan keherensian yang cukup tinggi. Apabila kita cermati, nyatalah bahwa logika berbahasa adalah penggunaan bahasa sesuai dengan urutan pemikiran kita, baik dalam bentuk maupun dalam makna. Hal ini tentu selaras dengan emosi manusia yang selalu berharap keruntutan dalam kehidupannya terutama aspek pertama, kedua, dan ketiga, yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, dan semangat diri. Manusia yang cerdas emosinya adalah mereka yang memiliki kesadaran emosi, penilaian secara teliti, dan mempunyai kepercayaan diri. Manusia yang memiliki emosi memadai adalah mereka yang memiliki aspek kendali diri, dapat dipercaya, waspada, adaptibilitas, dan inovatif. Demikian pula mereka juga memiliki semangat dan motivasi diri yang meliputi aspek dorongan berprestasi, komitmen, optimisme, dan inisiatif. (Goleman, 2000). Ketiga aspek pertama dalam kecerdasan emosi ini sangat erat kaitannya dengan logika berbahasa. Semua aspek yang terkait emosi ini,

termanifestasikan dalam logika berbahasa dalam kehidupannya. Demikian pula kesantunan berbahasa yang memberikan perlakuan lebih kepada lawan bicara [baca: orang lain]. Semua perlakuan dalam kesantuanan berbahasa diarahkan kepada keharmonisan dan kecakapan hubungan sosial. Ini selaras dengan aspek kecerdasan emosional yang keempat dan kelima, yaitu : Empati dan kecakapan sosial. Kecerdasan emosi tercermin dalam empati yaitu kemampuan membaca emosi orang lain, sehingga menimbulkan sikap kendali diri dan rasa kasih sayang. Kecakapan sosial juga salah satu indikasi kecerdasan emosi ini. Sikap ini berupa kepandaian seseorang dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Empati dan kecakapan sosial selalu berpijak pada penghargaan kepada orang lain yang lebih. Ini berarti perlu diimbangi dengan penggunaan bahasa yang santun, yang meliputi ungkapan ketimbangrasaan, kemurahhatian, keperkenanan, kerendahhatian, kesetujuan, dan kesimpatisan. Ungkapan keperkenanan misalnya, berusaha meminimalkan penjelekkan pihak lain dan memaksimalkan pujian pada pihak lain. Perhatikan 11

ungkapan pada kalimat (7) a dan b di atas, sebagaimana yang penulis kutip berikut ini. a. Silakan Pak, makan seadanya! b. Ah, terlalu banyak, sampaisampai saya susah memilihnya. Pernyataan di atas sungguh ungkapan yang cerdas, karena secara sosial menghargai dan menyenangkan orang lain. Dengan demikian, lawan bicara kita akan senang berhubungan dengan kita. Jadi dengan kesantuan berbahasa yang baik maka kecakapan sosial kita akan semakin terasah, yang muaranya kecerdasan emosional akan semakin baik. Perhatikan juga ungkapan no. (14) di atas, yang penulis kutip berikut ini. a. Maaf Pak, kemarin saya tidak kuliah karena ibu saya meninggal. b. Saya ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Ungkapan b di atas merupakan ungkapan yang tulus dan mendalam dari seorang dosen. Ketika seorang mahasiswa tidak masuk kuliah kemudian menyampaikan alas an mengapa dia tidak masuk kuliah dengan ungkapan (14) a di atas, seorang dosen menanggapi dengan simpatik sebagaimana (14) b. Tentu 12

ini akan sangat membantu mahasiswa untuk melupakan kesedihan, paling tidak menghibur mahasiswa itu. Berbeda situasinya, apabila ungkapan (15) berikut yang disampaikan: a. Maaf Pak, kemarin saya tidak kuliah karena ibu saya meninggal b. Itu urusan pribadimu. Ungkapan di atas, tentu akan membuat mahasiswa semakin tidak nyaman, bahkan dapat sakit hati, dan putus asa. Apalagi yang menyampaikan kata-kata tersebut adalah dosennya, orang yang sebenarnya dia hormati. Inilah semua ungkapan kesantunan dan logika bahasa yang sangat penting untuk kehidupan emosi seseorang. D. Kesimpulan Kesantunan berbahasa merupakan ungkapan bahasa dengan menitikberatkan keuntungan pada pihak lain. Apabila kesantunan ini diasah dengan baik, maka kecerdasan emosi seseorang akan semakin meningkat, mengingat keduanya memang berusaha sebaik mungkin melakukan hubungan sosial. Logika berbahasa digambarkan sebagai penyampaian

Peningkatan Kesantunan Dan Logika Berbahasa Sebagai Manifestasi Kecerdasan Emosional [ EI ] Murtono

Mawas Juni 09

ide melalui tulisan/tuturan yang memenuhi standar kohesi dan koherensi. Ini berarti dengan logika bahasa yang baik akan terbentuk pribadi yang mempunyai kesadaran diri, kendali diri, dan semangat diri yang tinggi yang ketiganya merupakan komponen dasar dalam kecerdasan emosi.DAFTAR PUSTAKA

Salovey, Peter and John D. Mayer. 1990. Emotional Intelligence, Imagination, Cognition, and Personality 9. New York : Basic Books. Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Brown, Penelope dan S.C. Levinson.1987. Politness : Some Universals in Language. Cambridge : Cambridge University Press. Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelegence, Kecerdasan Emosional : Mengapa EI lebih Penting dari pada IQ. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Grice, H. Paul. 1991. Logic and Conversation dalam Davis S. (Ed.) Pragmatics: A Reader. New York : Oxford University Press. Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London : Longman. Rustono. 2000. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang : IKIP Semarang Press.

13