47
RESUME SKRIPSI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN TERHADAP FAKTUR PAJAK TIDAK SAH UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Disusun Oleh: ZENNY NIM: 02111060 FAKULTAS HUKUM 1

Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

RESUME SKRIPSI

TINDAK PIDANA PERPAJAKANTERHADAP FAKTUR PAJAK TIDAK SAH

UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Disusun Oleh:

ZENNYNIM: 02111060

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAROTAMASURABAYA

2015

1

Page 2: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

ABSTRACT

Taxes are the lifeblood of the government which is the source of revenue for the state to finance the needs of the citizenry and to advance national development. The low awareness of the public as to the importance of taxes is one of the reasons people view taxes as burden so taxpayers often do not perform their tax obligations properly in accordance with the existing tax laws. The tax crime that frequently occurs in Indonesia is the invalid tax invoice for value added tax (VAT). The issue raised by the author in this thesis is how such cases happen and the efforts to prevent the tax crime involving invalid value added tax invoices. To find answers to this problem, the author has used the normative juridical method based on the analysis of the tax laws and regulations as well as other legal documents.

In the case of the invalid tax invoices, the taxpayer is doing tax evasion by issuing a tax invoice that reflects not the actual transaction value resulting to a loss to the state revenue. The tax payer is taking advantage of the weakness in the government’s supervision over value added tax.

The efforts to control the crime of using invalid tax invoices must be improved by strictly enforcing the law and the imposition of criminal sanctions in the field of taxation. To date, the crime of using invalid tax invoices had been given imprisonment and fines sentences by the court so that it is expected that this will act as a deterrent to other taxpayers.

The recommendation of the author is to update the tax laws and improve the application of the criminal sanctions and penalties on taxpayers who committed a tax crime so that taxpayers will feel safe in paying the taxes and the law enforcement can be implemented properly.

Keywords: Taxation crime, invalid tax invoices, value added tax.

2

Page 3: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan nasional dapat diketahui dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari minyak dan gas bumi, pajak, penerimaan bukan pajak dan pinjaman luar negeri. Untuk saat ini sangat jelas diketahui bahwa sumber penerimaan negara yang terutama adalah dari pajak.

Pemasukan dana yang bersumber dari wajib pajak merupakan kontribusi pendapatan negara yang berarti dan memiliki makna yang luas bagi pembangunan negara. Hal ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah yaitu usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.

Menurut Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Reformasi perpajakan itu sendiri dimulai pada awal tahun 1984. Reformasi dilakukan dengan merubah sistem perpajakan dari konsep Official Assesment System menjadi Self Assesment System. Official Assesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Self Assesment System memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang terutang.

Dengan sistem self assessment, pemerintah ingin memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat khususnya wajib pajak untuk melakukan kewajiban pajaknya sendiri dengan cara menghitung, menyetorkan, serta mengisi dan melaporkan jumlah pajaknya sendiri sesuai dengan perhitungan dan data yang dimiliki oleh wajib pajak. Dengan sistem self assessment ini, pemerintah berharap adanya kesadaran dan kepatuhan yang dimiliki oleh wajib pajak itu sendiri.

Pemerintah sebaiknya menerapkan ketegasan terhadap wajib pajak dalam pemungutan pajak dengan menerapkan ketentuan hukum (law enforcement) sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Adanya kekuatan hukum yang mengikat dalam bentuk undang-undang menjadikan pajak memiliki sifat dasar dipaksakan. Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pajak, maka dapat dikenai sanksi terhadapnya.

3

Page 4: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak adalah pengaturan dan pengenaan sanksi pidana di bidang perpajakan. Tindak pidana perpajakan merupakan hal yang penting khususnya dalam rangka penegakan hukum (law enforcement) yang harus dilaksanakan, agar ketentuan undang-undang dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, terlebih lagi dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan kepastian hukum itu sendiri.

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara, pelakunya diancam dengan hukuman pidana.

Kasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia adalah kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai. Di Indonesia masih banyak sekali pelaku pengemplangan pajak dengan bermodus faktur pajak yang tidak berdasarkan nilai transaksi yang sebenarnya. Hal ini membuat potensi penerimaan Negara hilang hingga triliunan Rupiah. Dari catatan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), sejak tahun 2008 sudah terdapat lebih dari 100 kasus faktur pajak tidak sah yang berhasil dibongkar bersama kepolisian.

Ketentuan mengenai tindak pidana terhadap faktur pajak tidak sah didasarkan pada Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkan bahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja:

a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/aau bukti setoran pajak.

Berdasarkan Pasal 39A tersebut, pelaku kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai dapat dituntut di pengadilan dengan ancaman pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis terdorong untuk menulis

4

Page 5: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

mengenai tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telah mengakibatkan kerugian pendapatan negara. Penulis akan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut:1. Bagaimana terjadinya tindak pidana perpajakan terhadap Faktur Pajak

Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai?2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap

Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai?

3. Tujuan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan proposal skripsi

yang berjudul “Tindak Pidana Perpajakan Terhadap Faktur Pajak Tidak sah untuk Pajak Pertambahan Nilai” adalah:1. Untuk mengetahui dan menjelaskan terjadinya tindak pidana

perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai.

4. Metode Penelitian

4.1. Tipe PenelitianTipe penulisan yang penulis gunakan adalah tipe penulisan

yuridis normatif dimana penulis menggunakan dasar analisis terhadap peraturan perundang-undangan maupun beberapa dokumen hukum lainnya.

4.2. Pendekatan (Approach)Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah:4.2.1. Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute

Approach), yaitu penulisan yang pendekatan utamanya melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4.2.2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), yaitu pendekatan yang diperoleh melalui literatur-literatur dan bahan bacaan lainnya sebagai teori pendukung dari penulisan ini.

4.3. Sumber Bahan HukumSumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah:

4.3.1. Bahan Hukum Primer, berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perpajakan dan hukum pidana, yang meliputi:4.3.1.1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.4.3.1.2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP/Wetboek Van Strafrecht).4.3.1.3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

5

Page 6: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

2007 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

4.3.1.4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4.3.1.5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-132/PJ./2010 tanggal 30 November 2010 tentang Langkah-langkah Penanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.

4.3.2. Bahan Hukum Sekunder, berupa jurnal hukum dan buku hukum serta pustaka hukum lainnya yang memuat mengenai faktur pajak tidak sah dan sanksi pidana perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak.

B. PEMBAHASAN

2.1. Dasar-Dasar Hukum PajakPajak merupakan sarana reformasi negara dalam meningkatkan kemandirian

keuangan negara, meningkatkan tingkat keadilan, serta progresivitas dari pungutan pajak itu sendiri. Pemungutan pajak beserta perangkat hukum untuk mengatur tata caranya merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Peraturan perundang-undangan mengenai pajak yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun1983) yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

2.2. Kedudukan Pajak, Hukum Pajak, dan Hukum PidanaHasil pajak yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat tidak

hanya digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin tetapi ditujukan pula untuk pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia yang meliputi berbagai sektor yang diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Nasional sekaligus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keterkaitan yang erat antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai subyek pajak menimbulkan hubungan hukum antara pemerintah dan rakyat. Hubungan hukum tersebut menyebabkan hukum pajak masuk dalam lingkup hukum publik.

Hukum pajak juga berkaitan dengan hukum pidana. Hukum pidana, seperti yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan suatu keseluruhan sistematis yang juga berlaku untuk peristiwa-peristiwa pidana yang diuraikan di luar KUHP.

Penggunaan upaya hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan termasuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk

6

Page 7: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Demikian pula dalam menanggulangi kejahatan di bidang perpajakan.

Kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Terdapat banyak kejahatan dan pelanggaran pajak seperti pemalsuan yang diatur dalam Pasal 263 KUHP:(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang

dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsukan, seolah-olah benar dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Ketentuan pidana yang diatur dalam undang-undang pajak dapat diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam buku pertama dari KUHP kecuali undang-undang pajak menentukan lain. Jika KUHP menentukan lain, maka yang berlaku adalah hukum pajak sebagai lex specialis. Artinya, jika ada dua peraturan hukum yang mengatur hal yang sama, maka yang diberlakukan adalah peraturan hukum yang terakhir berdasarkan substansi yang terkandung dalam asas hukum “lex specialis derogat legi generali”.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberatan sanksi pidana yang diatur dalam hukum pajak mengesampingkan pemberatan sanksi pidana yang diatur dalam KUHP. Pengenyampingan itu dilakukan karena telah terjadi kejahatan yang memenuhi unsur-unsur delik pajak dengan UU KUP merupakan lex specialis dari KUHP.

2.3. Tindak Pidana Perpajakan Dalam hukum pajak, disamping sanksi administratif terdapat juga

sanksi pidana. Sanksi administrasi dijatuhkan untuk pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya ringan. Hukum pidana merupakan ancaman bagi wajib pajak yang bertindak tidak jujur. Adanya tindak pidana perpajakan ini dapat dilihat dalam ketentuan UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana.

Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana di bidang perpajakan maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7

Page 8: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Oleh karena itu, menurut penulis, tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan hukuman pidana.

2.4. Pajak Pertambahan Nilai2.4.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dihasilkan, diserahkan serta dikonsumsi di dalam Daerah Pabean baik konsumsi barang maupun jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN), yang berlaku mulai 1 April 2010.

2.4.2. Subjek, Objek dan Tarif Pajak Pertambahan NilaiSubjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yaitu orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean dan atau melakukan ekspor BKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk ditetapkan sebagai PKP.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) juga menyebutkan bahwa objek PPN dikenakan atas:1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha baik yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupun yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP tetapi belum dikukuhkan;

2. Impor BKP;3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak;4. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean; 6. Ekspor BKP dan JKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

8

Page 9: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8. Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU PPN menyebutkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan3. Ekspor Jasa Kena Pajak.

2.4.3. Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan NilaiPajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan

Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada akhir tahun buku.

2.4.4. Faktur PajakFaktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat

digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus disi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Faktur Pajak dikatakan memenuhi persyaratan formal apabila disi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Pasal 9 UU PPN.

Faktur Pajak dikatakan memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.

Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak

9

Page 10: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Pertambahan Nilainya, namun apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material.

2.5. Terjadinya Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai Berbagai macam kejahatan pidana perpajakan yang cukup banyak

dilakukan oleh para Wajib Pajak adalah di bidang PPN. PKP yang memperoleh BKP secara ilegal berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan Faktur Pajak Masukan dalam upaya mengurangi PPN yang harus disetor. Akhirnya PKP banyak mencari jalan pintas dengan “membeli” Faktur Pajak Masukan yang tidak relevan dengan peroleh BKP-nya.

Sehubungan dengan semakin banyaknya kasus penerbitan dan penggunaan faktur pajak tidak sah, maka dalam rangka tertib administrasi dan pengamanan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta mencegah penerbitan dan penggunaan faktur pajak tidak sah, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran dengan Nomor: SE-132/PJ/2010 tanggal 30 November 2010, tentang Langkah-langkah Penanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah, yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan “Faktur Pajak Tidak Sah” adalah: a. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang

sebenarnya.b. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).Penulis akan memaparkan beberapa kasus tindak pidana perpajakan

mengenai faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telah diputus oleh Pengadilan di Indonesia untuk menyajikan bagaimana terjadinya tindak pidana perpajakan terhadap Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai.

2.5.1. Kasus Faktur Pajak Tidak Sah oleh Terdakwa Hadi Mulyono yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surabaya

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.2755/Pid.13/2012/PN.Sby menyatakan terdakwa Hadi Mulyono alias Jono tersebut diatas telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan yang dilakukan secara berlanjut, menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 336.000.000.000.00,- (tiga ratus tiga puluh enam milyar rupiah), bila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.2.5.1.1. Terjadinya tindak pidana perpajakan

Tahun 2008 sampai dengan Agustus 2011 PT Sulasindo Niagatama menerima faktur pajak dari beberapa

10

Page 11: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

perusahaan dalam negeri, seolah-olah membeli barang dari supplier tersebut.

Kemudian PT Sulasindo Niagatama menerbitkan faktur pajak ke perusahaan para pengguna. Semua pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, PPN impor, Bea masuk dan cukai dan biaya-biaya lainnya dibayarkan oleh dan atas nama seolah-olah PT Sulasindo Niagatama yang melakukan impor barang dari luar negeri.

Faktur pajak keluaran tersebut dimanfaatkan oleh pihak ketiga/pengguna sebagai pengurang kewajiban perpajakannya untuk setiap masa di SPT Masa PPN para pengguna bahkan dapat dimintakan restitusi apabila pajak masukannya lebih besar dibandingkan dengan pajak keluaran.

PT Sulasindo Niagatama membuat alibi seolah-olah telah melakukan penjualan barang sesuai dengan faktur pajak yang dikeluarkan oleh PT Sulasindo Niagatama, dengan cara setelah mendapatkan transfer uang fee atas penerbitan faktur pajak tersebut.

Delik pajak yang telah dilakukan oleh terdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalah telah menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

2.5.1.2. Analisis kasusUntuk membuktikan bersalah tidaknya terdakwa,

harus dibuktikan dengan menguraikan unsur-unsur pidana dari dakwaan penuntut umum, yakni melanggar Pasal 39A jo Pasal 43 UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:1. Barang siapa;2. Dengan sengaja menerbitkan dan/atau

menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak;

3. Menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

4. Yang dilakukan secara berlanjut.Ad. 1. Unsur “Barang Siapa”.

Pada pemeriksaan di persidangan telah terbukti bahwa terdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalah seorang yang sehat jasmani dan rohaninya,

11

Page 12: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

yang dapat dibuktikan pada setiap persidangan dapat mengikuti persidangan dengan baik dan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan baik oleh Majelis Hakim, Penuntut Umum maupun Penasihat Hukum Terdakwa, semuanya dapat dijawab dengan baik, dan tidak terdapat surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa terdakwa Hadi Mulyono alias Jono mengidap suatu penyakit mengenai gangguan psikis.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalah orang yang normal yang dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya, sehingga menjadi subyek atau pelaku tindak pidana dalam perkara ini dan unsur “barang siapa” telah dapat dibuktikan dengan sah dan menyakinkan.

Ad. 2. Unsur “Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.”

Dari fakta-fakta dalam persidangan dapat disimpulkan bahwa faktur pajak yang diserahkan oleh terdakwa adalah faktur pajak yang diterbitkan oleh PT Sulasindo Niagatama dimana terdakwa adalah komisarisnya dan faktur-faktur pajak tersebut tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya karena antara perusahaan pengguna faktur pajak dengan PT Sulasindo tidak ada transaksi sebagaimana tercantum dalam faktur pajak dimaksud.

Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur kedua dalam dakwaan, yakni “Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.”

Ad. 3. Unsur “Menyuruh melakukan atau turut serta melakukan, menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan”.

Berdasarkan pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi dalam pemeriksaan pada persidangan, telah dapat dinyatakan bahwa terdakwa telah

12

Page 13: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

terbukti secara sah dan menyakinkan telah memenuhi unsur ketiga.

Ad. 4. Unsur “Yang dilakukan secara berlanjut”.Fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam

mempertimbangkan unsur kedua diatas dan bukti surat-surat yang diajukan penuntut umum di persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa dalam turut serta melakukan dan membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dilakukan secara berturut-turut dan terdapat hubungan sedemikian rupa yang merupakan perbuatan berlanjut. Dengan demikian unsur keempat telah terbukti secara sah dan menyakinkan. Dari pertimbangan-pertimbangan yang diuraikan di

atas ternyata semua unsur-unsur dari Pasal 39A jo pasal 43 UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, telah berhasil membuktikan bahwa terdakwa terbukti bersalah sebagaimana didakwakan Penuntut Umum atas diri terdakwa.

2.5.2. Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor: 295/Pid.Sus/2014/PN.Cib atas Kasus Faktur Pajak Tidak Sah dengan Terdakwa Sumarno

Pengadilan Negeri Cibinong, dengan Putusan Nomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib telah menyatakan terdakwa Sumarno telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyard rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.2.5.2.1. Terjadinya tindak pidana perpajakan

Dalam usahanya, terdakwa melakukan jual beli faktur pajak kepada perusahaan pengguna faktur pajak, yang tidak disertai dengan penyerahan barang, hanya jual beli faktur dan dokumen pendukungnya berupa surat jalan, invoice dan kwitansi sehingga terlihat seakan-akan benar terjadi transaksi penyerahan barang, padahal sebenarnya tidak terjadi penyerahan barang karena barang-barang tersebut bukan dari perusahaan terdakwa.

13

Page 14: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Delik perpajakan yang dilakukan oleh terdakwa baik sebagai direktur maupun orang yang memimpin (pengendali) dari ketiga perusahaan PT. Menoreh Persada Mandiri, PT. Samudra Victory Abadi, PT. Rezatama Niaga Sepakat adalah telah melakukan perbuatan menerbitkan faktur pajak keluaran atas barang-barang yang seolah-olah dikeluarkan oleh PT. Menoreh Persada Mandiri, PT. Samudra Victory Abadi, PT. Rezatama Niaga Sepakat kepada perusahaan-perusahaan pemesan/pembeli dari faktur pajak tersebut, padahal terdakwa tidak pernah menyerahkan barang-barang sebagaimana tercantum dalam faktur pajak, kwitansi, surat jalan dan invoice.

Nilai kerugian pada pendapatan Negara yang diakibatkan oleh perbuatan tersangka Sumarno dan kawan-kawan melalui PT Rezatama Niaga Sepakat, PT Samudra Victory Abadi, dan PT Menoreh Persada Mandiri untuk tahun pajak 2007 sampai dengan tahun pajak 2012 seluruhnya adalah sebesar Rp. 25.256.418.573,- (Dua Puluh Lima Milyar Dua Ratus Lima Puluh Enam Juta Empat Ratus Delapan Belas Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Tiga Rupiah).

2.5.2.2. Analisis kasusDengan memperhatikan fakta-fakta, Majelis Hakim

berkesimpulan bahwa dakwaan yang paling tepat untuk dipertimbangkan adalah dakwaan dimana terdakwa didakwa melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal 39 A huruf a UU KUP menyebutkan sebagai berikut:“Setiap orang yang dengan sengaja:a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti

pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/aau bukti setoran pajak.”

Selanjutnya, Pasal 43 ayat (1) UU KUP berbunyi sebagai berikut:

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan,

14

Page 15: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Sedangkan Pasal 64 ayat (1) KUHP mengatur sebagai berikut:“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana, jika berbeda-berda yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”

Unsur-unsur dakwaan atas diri terdakwa meliputi:1. Setiap orang;2. Dengan sengaja menerbitkan dan/atau

menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;

3. Perbuatan tersebut merupakan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.

Ad. 1. Unsur “Setiap orang”.Dengan memperhatikan fakta-fakta

persidangan dalam perkara ini dapat diketahui telah diajukan sebagai terdakwa seseorang yang bernama Sumarno dalam keadaan sehat jasmani dan rohani dalam hal ini dianggap mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, sehingga dengan demikian, menurut Majelis Hakim unsur “Setiap orang” dimaksud telah terpenuhi dalam diri terdakwa.

Ad. 2. Unsur “Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.”

Dari fakta-fakta dalam persidangan dapat disimpulkan bahwa terdakwa baik sebagai direktur maupun orang yang memimpin (pengendali) dari ketiga perusahaan PT Menoreh Persada Mandiri, PT Samudra Victory Abadi, PT Rezatama Niaga Sepakat telah melakukan perbuatan menerbitkan faktur pajak keluaran atas barang-barang yang seolah-olah dikeluarkan oleh ketiga perusahaan tersebut kepada perusahaan-perusahaan

15

Page 16: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

pemesan/pembeli dari faktur pajak tersebut, padahal terdakwa ataupun ketiga perusahaan tersebut tidak pernah menyerahkan barang-barang sebagaimana tercantum dalam faktur pajak, kwitansi, surat jalan dan invoice.

Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur kedua dalam dakwaan, yakni “Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.”

Ad. 3. Unsur “Perbuatan tersebut merupakan beberapa perbuatan yang berhubungan sehingga harus dipandang sebagai suatu rangkaian perbuatan berlanjut”.

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan dapat diketahui bahwa perbuatan terdakwa menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan unsur kedua diatas, ternyata terbukti dilakukan oleh terdakwa dalam kurun waktu 2008 s.d. 2012 atau setidak-tidaknya 2009 s.d. 2012 dan dilakukan dalam suatu rangkaian perbuatan yang sejenis dan berhubungan satu sama lain, sehingga perbuatan terdakwa terbukti memenuhi unsur ke-3 yakni “Perbuatan tersebut merupakan beberapa perbuatan yang berhubungan sehingga harus dipandang sebagai suatu rangkaian perbuatan berlanjut”.

Oleh karena seluruh unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terbukti dalam perbuatan terdakwa sebagaimana dipertimbangkan diatas, serta berdasarkan bukti-bukti yang ada telah diperoleh keyakinan bahwa tindak pidana tersebut benar adanya dan terdakwa pelakunya maka menurut hukum terdakwa Sumarno tersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut”.

1. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan Terhadap Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai

3.1. Penegakan Hukum dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan

16

Page 17: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Dalam hidup bernegara, setiap orang diwajibkan untuk membayar pajak. Jadi, pajak sebagai kewajiban kenegaraan memberikan kontribusi untuk penerimaan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya pajak merupakan kewajiban semua warga masyarakat dan hukum pajak mengatur hubungan antara penguasa/negara dengan warganya (orang atau badan) dalam pemenuhan kewajiban perpajakan kepada negara.

Penggunaan upaya hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan termasuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Demikian pula dalam menanggulangi kejahatan di bidang perpajakan.

Penegakan hukum pada hakikatnya berguna untuk memulihkan kembali keamanan dan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu akibat sanksi pidana tersebut, agar tercipta suatu kepastian hukum. Penegakan hukum itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum agar menjadi kenyataan.

Apabila penegakan hukum khususnya hukum pajak dapat berjalan sesuai dengan ketentuan hukum dalam undang-undang perpajakan, maka ketiga kepentingan di atas terlindungi. Apabila wajib pajak melakukan tindak pidana perpajakan, maka ketiga macam kepentingan di atas menjadi tidak terlindungi lagi. Kepentingan Negara berupa penerimaan pajak tidak tercapai, yang kemudian mengancam tidak terlaksananya pembangunan nasional sebagai kepentingan masyarakat. Wajib pajak sendiri sebagai kepentingan pribadi juga mendapat sanksi pidana.

Hal ini tentunya mengambarkan bahwa perbuatan melawan hukum berhubungan dengan kesalahan sebagai syarat penjatuhan pidana dalam rangka meminta pertanggungjawaban pelaku. Untuk menentukan kesalahan sebagai dasar penjatuhan pidana tentunya didasarkan kepada perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.

3.2. Upaya Hukum Pajak dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan

Semakin maraknya kejahatan di bidang perpajakan khususnya tindak pidana faktur pajak membuat DJP mengeluarkan aturan terkait dengan registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2012 tanggal 11 September 2012 dan PER-05/PJ/2012 tanggal 3 Februari 2012. Selanjutnya pada tanggal 22 November 2012 terbitlah PER-24/PJ/2012 yang mengharuskan PKP mendapatkan kode aktivasi dan password dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana PKP terdaftar sebelum menerbitkan Faktur Pajak.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh DJP setelah pengawasan melalui PER-24/PJ/2012 belum sepenuhnya menangkal para pelaku tindak pidana pajak pertambahan nilai (PPN). Langkah yang dilakukan DJP adalah melakukan penanganan tindak pidana di bidang perpajakan yang diketahui seketika atau yang sering disebut Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Sejalan dengan aturan perpajakan di atas, dalam rangka tertib administrasi dan pengamanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta

17

Page 18: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

mencegah penerbitan dan penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah, pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-132/PJ/2010 tanggal 30 November 2010 mengenai Langkah-Langkah Penanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Wajib Pajak Tidak Sah.

Seperti yang telah disampaikan dalam angka 1 Surat Edaran di atas bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Sah adalah:a. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.b. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-115/PJ.51/2001

tanggal 8 Juni 2001 tentang Penanganan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak dan Surat Edaran Nomor SE-041/PJ.521/2003 tanggal 8 Januari 2003 tentang Kewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang bermasalah telah disatukan dalam SE-132/PJ/2010 ini.

Adapun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-291/PJ.531/2003 tanggal 4 Desember 2003 tentang Langkah-Langkah Penanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak tidak sah (fiktif) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pemerintah menerbitkan peraturan perpajakan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya faktur pajak tidak sah, seperti Pengumuman Nomor PENG-04/PJ.09/2013 tanggal 28 Mei 2013 tentang Aturan Baru Tata Cara Penomoran Faktur Pajak, dimana nomor seri faktur pajak yang dapat diterbitkan sendiri oleh wajib pajak, mulai 1 April 2013 pembuatan faktur pajak menggunakan nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Berikutnya, dengan Pengumuman Nomor PENG-01/PJ.02/2014 tanggal 30 Juni 2014 tentang Faktur Pajak berbentuk Elektronik (e-Faktur), Direktorat Jenderal Pajak mengumumkan bahwa telah diterbitkan ketentuan yang mengatur mengenai Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur), yaitu:a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata

Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak berbentuk Elektronik;

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak; dan

d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem

18

Page 19: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagai langkah antisipatif untuk menanggulangi terjadinya kasus penggunaan faktur pajak tidak sah, seyogyanya pihak Direktur Jendral Pajak meningkatkan pengendalian internal yang dilakukan secara periodik dan tidak hanya pada saat melakukan pemeriksaan.

Bila dalam pelaksanaannya terjadi kejanggalan, maka perlu diambil langkah-langkah pencegahan seperti lebih meningkatkan pengendalian terhadap data pajak keluaran-pajak masukan serta pembatasan akses data untuk mencegah terjadinya pengubahan data oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Prosedur pemeriksaan untuk restitusi PPN menjadi sangat penting. Kewajaran persentase Pajak Masukan terhadap omzet harus benar-benar dianalisis, sehingga diharapkan hal ini akan dapat meminimalisasikan kerugian Negara dari praktek faktur pajak tidak sah.

3.3. Sanksi Pidana dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan

Sanksi pidana dalam tindak pidana perpajakan terdiri dari:1. Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada Pejabat Pajak atau kepada pihak ketiga berdasarkan KUHP. Denda pidana dikenakan terhadap tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifat kejahatan. Apabila denda pidana tidak dapat dilunasi oleh yang bersangkutan maka sebagai gantinya, harus menjalani hukuman kurungan.

2. Pidana kurunganPidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang

bersifat pelanggaran, yang dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, Pejabat, dan Pihak ketiga. Pidana kurungan yang diancamkan kepada si pelanggar, sifatnya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara, karena tindak pidana tersebut dilakukan tidak dengan sengaja atau karena kealpaan.

3. Pidana Penjara Pidana penjara prinsipnya sama halnya dengan pidana kurungan

yang merupakan hukuman perampasan badan seseorang. Jenis pidana ini merupakan kejahatan. Ancaman hukuman pidana penjara dapat ditujukan pada Wajib Pajak, Pejabat pajak, atau Pihak ketiga.

Sanksi hukum, termasuk di dalamnya terhadap pelanggaran di bidang perpajakan, mengenai penerbitan faktur pajak tidak sah, adalah sebagai cara untuk penegakan hukum di bidang perpajakan.

Pasal 39A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16

19

Page 20: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Tahun 2009 juga memberikan sanksi yang cukup berat bagi praktek ini, hal ini tentunya menjadi sangat berdasar dengan menjunjung tinggi aspek keadilan sebagai representasi dari fungsi budgetair yang menjadi sangat penting bagi pembiayaan Negara. Hal ini dapat membangun sebuah opini sebagai suatu sistem peringatan dini bagi para pelaku pidana perpajakan, dan bisa memberikan efek jera dengan beratnya sanksi yang diberikan.

Selanjutnya, penulis memaparkan beberapa kasus tindak pidana perpajakan mengenai faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telah diputus oleh Pengadilan di Indonesia untuk menyajikan bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai.

3.3.1. Kasus Faktur Pajak Tidak Sah oleh Terdakwa Hadi Mulyono yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri SurabayaPutusan Pengadilan Negeri Surabaya No.2755/Pid.13/2012/PN.Sby menyatakan terdakwa Hadi Mulyono alias Jono tersebut diatas telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan yang dilakukan secara berlanjut.3.3.1.1. Upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan terpenuhinya semua unsur-unsur dari Pasal 39A jo pasal 43 UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sehingga dakwaan Penuntut Umum telah terbukti.

Oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, maka Terdakwa patut dijatuhi pidana penjara dan pidana denda, sebagaimana tersebut dalam amar putusan, yang menurut Majelis Hakim telah setimpal dengan kesalahannya.

Dengan memperhatikan Pasal 39A jo Pasal 43 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan dalam kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalah sebagai berikut:1. Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa

Hadi Mulyono alias Jono dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;

2. Majelis Hakim juga menghukum terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 336.000.000,- (tiga ratus tiga puluh enam milyar Rupiah), bila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

3.3.1.2. Analisis kasusKasus terdakwa Hadi Mulyono di atas merupakan

kasus tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai dimana sanksi pidana

20

Page 21: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

yang divonis kepada terdakwa dalam kasus di atas telah memiliki ketiga aspek, yaitu pertama, aspek struktur hukum yang meliputi bahwa kelembagaan penegakan hukum perpajakan telah dijalankan dengan baik dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Kedua, aspek substansi hukum yang menunjukkan bahwa aturan-aturan hukum mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan telah memadai dan sejalan dengan tujuan diterapkannya pajak, yaitu telah sesuai dengan Pasal 39A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Selanjutnya, aspek ketiga adalah aspek budaya hukum, yakni budaya taat pajak sudah timbul di masyarakat sehingga tindak pidana penerbitan faktur pajak tidak sah tidak akan terjadi lagi di masa depan.

Pasal yang digunakan untuk menjerat terdakwa adalah Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Berdasarkan Pasal 39A tersebut, pelaku kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai dapat dituntut di pengadilan dengan ancaman pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun.

Pasal 39A tersebut memberikan sanksi yang cukup berat bagi praktek tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, penegakan hukum kepada terdakwa Hadi Mulyono yang terbukti melanggar ketentuan undang-undang perpajakan diharapkan memberikan efek jera (deterrent effect) kepada Wajib Pajak lainnya.

3.3.2. Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor: 295/Pid.Sus/2014/PN.Cib atas Kasus Faktur Pajak Tidak Sah dengan Terdakwa Sumarno

Pengadilan Negeri Cibinong, dengan Putusan Nomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib telah menyatakan terdakwa Sumarno telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut”.

3.3.2.1. Upaya penanggulangan tindak pidana perpajakanBerdasarkan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan, dapat diketahui bahwa perbuatan terdakwa menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan terbukti dilakukan terdakwa dalam

21

Page 22: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

kurun waktu 2008 s.d. 2012 atau setidak-tidaknya 2009 s.d. 2012.

Oleh karena seluruh unsur-unsur tindak pidana dalam PAsal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terbukti dalam perbuatan terdakwa dan berdasarkan bukti-bukti yang ada telah diperoleh keyakinan bahwa tindak pidana tersebut benar adanya dan terdakwa pelakunya maka menurut hukum terdakwa Sumarno telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut.

Atas kesalahan terdakwa tersebut, Majelis Hakim menjatuhi pidana penjara dan denda dengan berpedoman dengan ketentuan Pasal 39A huruf a UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 dan Pasal 66 ayat (2) KUHP.

Dengan memperhatikan Pasal 39A jo Pasal 43 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 64 ayat (1) KUHP, maka upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan dalam kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong terhadap terdakwa Sumarno adalah sebagai berikut:1. Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun; dan2. Majelis Hakim menetapkan denda sebesar

Rp. 50.000.000.000,- (Lima puluh milyard rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

1.3.2.2. Analisis kasusKejahatan dalam bidang perpajakan, yang dilakukan

oleh terdakwa Sumarno dalam kasus di atas, dilakukan dengan cara terdakwa baik sebagai direktur maupun orang yang memimpin (pengendali) dari ketiga perusahaan PT Menoreh Persada Mandiri, PT Samudra Victory Abadi, PT Rezatama Niaga Sepakat telah melakukan perbuatan menerbitkan faktur pajak keluaran atas barang-barang yang seolah-olah dikeluarkan oleh ketiga perusahaan tersebut kepada perusahaan-perusahaan pemesan/pembeli dari faktur pajak tersebut, padahal terdakwa ataupun ketiga perusahaan tersebut tidak pernah menyerahkan barang-

22

Page 23: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

barang sebagaimana tercantum dalam faktur pajak, kwitansi, surat jalan dan invoice.

Ketentuan hukum yang menjeratnya adalah Pasal 39A huruf a dan Pasal 43 UU KUP. Sedangkan dalam KUHP diatur dalam Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 263 KUHP.

Pasal-pasal di atas tersebut merupakan landasan hukum terhadap tindak pidana faktur pajak tidak sah, karena Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah mengatur secara khusus mengenai tindak pidana faktur pajak tidak sah.

Berdasarkan rumusan unsur-unsur diatas, maka perbuatan yang dilakukan terdakwa Sumarno dalam kasus ini telah memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak.

Dengan demikian, pengenaan sanksi pidana penjara dan denda terhadap terdakwa Sumarno yang telah terbukti melanggar ketentuan undang-undang perpajakan, menunjukkan upaya penegakan hukum dan penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah dalam pajak pertambahan nilai secara konsisten dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.4. Penyanderaan sebagai salah satu Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan

Definisi penyanderaan sesuai dengan Pasal 1 angka 21 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Penyanderaan merupakan salah satu upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan agar peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan tercapai. Walaupun sudah disadari oleh masyarakat Indonesia bahwa pajak adalah sumber utama penerimaan Negara, namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Dengan undang-undang penagihan

23

Page 24: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

pajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dan kepentingan negara.

Sesuai dengan Pasal 2 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 (PP 137/2000) tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Pajak, disebutkan bahwa penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Lebih lanjut, dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-218/PJ/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang disandera, penyanderaan hanya dapat dilakukan dalam Penanggung Pajak dengan kriteria:a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah); b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak;c. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat

Jurusita Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak; dand. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Penyanderaan terhadap penanggung pajak dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak daerah.

Penyanderaan dilaksanakan oleh jurusita pajak disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh jurusita pajak dan dapat dipercaya. Dalam melaksanakan penyanderaan jurusita pajak dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) PP 137/2000, penanggung pajak yang disandera dilepas jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas; 2. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah

Penyanderaan telah dipenuhi;3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap; atau4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau

Gubernur.Persyaratan angka 4 di atas berupa Surat Rekomendasi/Surat

Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan pertimbangan:1. Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari

jumlah utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;

2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi;

24

Page 25: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

3. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harga kekayaannya yang sama nilainya dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih; atau5. Untuk kepentingan perekonomian Negara dan kepentingan umum.

Penyanderaan sebagai salah satu upaya terakhir dari Dirjen Pajak sebagai penegak hukum harus diterapkan secara hati-hati, transparan, berkeadilan, dan cermat. Jika tidak, betapa pun reformasi pajak yang diagungkan akan kandas dan masyarakat pencari keadilan tidak akan memercayainya. Penyanderaan bisa dikatakan lebih kejam dari penahanan tersangka dalam tindak pidana, karena masa tahanan dalam tindak pidana dapat dipotongkan pada putusan hukuman pidana penjara dan dalam putusan pidana kepada tersangka diberikan pilihan denda uang atau hukum badan.

Penyanderaan juga dapat menjadi salah satu upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan, khususnya faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai, yang pelaksanaannya harus berpedoman pada peraturan hukum yang berlaku.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

C.1.1.1. Tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan hukuman pidana. Kejahatan pidana perpajakan yang cukup banyak dilakukan oleh Wajib Pajak adalah faktur pajak tidak sah untuk Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan mengambil celah belum efektifnya fungsi pengawasan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran (model PM-PK). Faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Faktur pajak dikatakan memenuhi persyaratan formal apabila disi secara lengkap, jelas, dan benar. Faktur pajak dikatakan memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Dalam kenyataannya, tindak pidana perpajakan untuk faktur pajak tidak sah dilakukan dengan jual beli faktur pajak kepada perusahaan pengguna faktur pajak, yang tidak disertai dengan penyerahan barang, hanya jual beli faktur dan dokumen pendukungnya berupa surat jalan, invoice dan kwitansi sehingga terlihat seakan-akan benar terjadi transaksi penyerahan barang, padahal

25

Page 26: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

sebenarnya tidak terjadi penyerahan barang karena barang-barang tersebut.

C.1.1.2. Penegakan hukum dan peraturan perpajakan terus diperbaharui dan dijalankan oleh Pemerintah dalam rangka mengupayakan tindak pidana perpajakan tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Penegakan hukum pada hakikatnya berguna untuk memulihkan kembali keamanan dan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu akibat sanksi pidana tersebut, agar tercipta suatu kepastian hukum. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan reformasi perpajakan yang mencakup reformasi kebijakan dan adminstrasi. Penerapan ketentuan sanksi pidana dalam Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga terus dilakukan dalam kasus-kasus faktur pajak tidak sah di Pengadilan di Indonesia. Penyanderaan juga menjadi salah satu upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai. Hal ini dapat membangun sebuah opini sebagai suatu sistem peringatan dini bagi para pelaku pidana perpajakan.

2. Saran

C.2.1.1. Pemerintah perlu mengoptimalkan peran masyarakat sebagai subyek pajak bahwa masalah pajak adalah masalah bersama, sehingga upaya pemenuhan pajak menjadi tanggung jawab bersama. Sebagai langkah awal untuk mencegah terjadinya kasus penggunaan faktur pajak tidak sah, seyogyanya Direktur Jendral Pajak meningkatkan pengendalian internal yang dilakukan secara periodik dan tidak hanya pada saat melakukan pemeriksaan. Pemerintah juga perlu melakukan pembaruan terhadap berbagai perangkat peraturan dan ketentuan hukum terkait ketentuan sanksi pidana penjara terhadap pelanggaran tindak pidana di bidang perpajakan.

C.2.1.2. Kebijakan hukum sebagai penerapan sanksi administratif berupa denda dan sanksi pidana yang lebih berat dalam undang-undang perpajakan perlu ditinjau kembali agar penegakan hukum kepada wajib pajak yang terbukti melanggar ketentuan undang-undang perpajakan diharapkan memberikan efek jera (deterrent effect) kepada Wajib Pajak lainnya. Dengan menerapkan sanksi administratif berupa denda yang berat, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pendapatan negara.

26

Page 27: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

DAFTAR BACAAN

Literatur:

Arief, Barda Nawawi, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Brotodihardjo, R. Santoso, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung.

Cross, Rupert, dan P. Asterley Jones, 1959, An Introduction to Criminal Law, London, Butterworth & Co.

Darmodihardjo, Darji, dan Sidharta, 2002, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System: A Social Science Perpective, Russel Sage Foundation, New York.

Hartono, CFG, Soenarjati, 1972, Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Binacipta, Bandung.

Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Packer, Herbert L., 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford, California: Stanford University Press.

Rahardjo, Satjipto, 2009, Masalah Penegakan hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta.

Saleh, Roeslan, 1981, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Pidana Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta.

Saidi, Muhammad Djafar, dan Eka Merdekawati Djafar, 2011, Kejahatan di Bidang Perpajakan, Rajawali Pers.

____________________________________________, Februari 2012, Kejahatan Di Bidang Perpajakan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1974, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung.

_______________, 1979, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, Eresco, Bandung.

27

Page 28: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Sulistia, Teguh, dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Widjajati, Erna, 2008, Dasar Hukum Pajak di Indonesia, Roda Inti Media, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht).

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 (PP 137/2000) tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Pajak.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-218/PJ/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang disandera.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-132/PJ./2010 tanggal 30 November 2010 tentang Langkah-langkah Penanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.2755/Pid.13/2012/PN.Sby.

Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor: 295/Pid.Sus/2014/PN.Cib.

28

Page 29: Karya Ilmiah | Universitas Narotama Surabayakaryailmiah.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN... · Web viewKasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesia

Majalah/Jurnal Hukum/Artikel:

Direktorat Jenderal Pajak, 2014, Kementerian Keuangan, Media Release, 2014, Setelah Buron 5 Tahun, Akhirnya Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah divonis 6 Tahun Penjara dan Denda 494 Milyar, Jakarta.

Juli, Wan, dan Titik Suharti, 2012, Tinjauan Pertanggungjawaban Pidana Wajib Pajak Badan dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Perspektif, Volume XVII No. 2, Tahun 2012, Edisi Mei.

Manan, Bagir, Juli 2010, Penegakan Hukum dalam Perkara Pidana, Varia Peradilan: Majalah Hukum, Ikatan Hakim Indonesia, Tahun XXVI.

Nitibaskara, T.B. Rony R., 5 Juli 2005, Problema Yudiris “Cyber Crime”, www.hukumonline.

29