29
1 RESUME SKRIPSI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN TERHADAP FAKTUR PAJAK TIDAK SAH UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Disusun Oleh: ZENNY NIM: 02111060 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2015

RESUME SKRIPSI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN …skripsi.narotama.ac.id/files/TINDAK PIDANA PERPAJAKAN TERHADAP... · Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan proposal skripsi yang

Embed Size (px)

Citation preview

1

RESUME SKRIPSI

TINDAK PIDANA PERPAJAKANTERHADAP FAKTUR PAJAK TIDAK SAH

UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Disusun Oleh:

ZENNYNIM: 02111060

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAROTAMASURABAYA

2015

2

ABSTRACT

Taxes are the lifeblood of the government which is the source ofrevenue for the state to finance the needs of the citizenry and to advancenational development. The low awareness of the public as to the importance oftaxes is one of the reasons people view taxes as burden so taxpayers often donot perform their tax obligations properly in accordance with the existing taxlaws. The tax crime that frequently occurs in Indonesia is the invalid taxinvoice for value added tax (VAT). The issue raised by the author in this thesisis how such cases happen and the efforts to prevent the tax crime involvinginvalid value added tax invoices. To find answers to this problem, the authorhas used the normative juridical method based on the analysis of the tax lawsand regulations as well as other legal documents.

In the case of the invalid tax invoices, the taxpayer is doing tax evasionby issuing a tax invoice that reflects not the actual transaction value resultingto a loss to the state revenue. The tax payer is taking advantage of theweakness in the government’s supervision over value added tax.

The efforts to control the crime of using invalid tax invoices must beimproved by strictly enforcing the law and the imposition of criminal sanctionsin the field of taxation. To date, the crime of using invalid tax invoices hadbeen given imprisonment and fines sentences by the court so that it is expectedthat this will act as a deterrent to other taxpayers.

The recommendation of the author is to update the tax laws andimprove the application of the criminal sanctions and penalties on taxpayerswho committed a tax crime so that taxpayers will feel safe in paying the taxesand the law enforcement can be implemented properly.

Keywords: Taxation crime, invalid tax invoices, value added tax.

3

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat pentingbagi penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Danayang dibutuhkan untuk pembangunan nasional dapat diketahui dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dariminyak dan gas bumi, pajak, penerimaan bukan pajak dan pinjaman luarnegeri. Untuk saat ini sangat jelas diketahui bahwa sumber penerimaannegara yang terutama adalah dari pajak.

Pemasukan dana yang bersumber dari wajib pajak merupakankontribusi pendapatan negara yang berarti dan memiliki makna yang luasbagi pembangunan negara. Hal ini harus menjadi perhatian bagipemerintah yaitu usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untukmembayar pajak.

Menurut Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, “Pajak adalahkontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi ataubadan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidakmendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluannegara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Reformasi perpajakan itu sendiri dimulai pada awal tahun 1984.Reformasi dilakukan dengan merubah sistem perpajakan dari konsepOfficial Assesment System menjadi Self Assesment System. OfficialAssesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberiwewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yangterutang oleh Wajib Pajak. Self Assesment System memberikanwewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar danmelaporkan pajak yang terutang.

Dengan sistem self assessment, pemerintah ingin memberikankepercayaan penuh kepada masyarakat khususnya wajib pajak untukmelakukan kewajiban pajaknya sendiri dengan cara menghitung,menyetorkan, serta mengisi dan melaporkan jumlah pajaknya sendirisesuai dengan perhitungan dan data yang dimiliki oleh wajib pajak.Dengan sistem self assessment ini, pemerintah berharap adanyakesadaran dan kepatuhan yang dimiliki oleh wajib pajak itu sendiri.

Pemerintah sebaiknya menerapkan ketegasan terhadap wajib pajakdalam pemungutan pajak dengan menerapkan ketentuan hukum (lawenforcement) sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Adanyakekuatan hukum yang mengikat dalam bentuk undang-undangmenjadikan pajak memiliki sifat dasar dipaksakan. Apabila wajib pajaktidak memenuhi kewajiban pajak, maka dapat dikenai sanksiterhadapnya.

4

Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak adalahpengaturan dan pengenaan sanksi pidana di bidang perpajakan. Tindakpidana perpajakan merupakan hal yang penting khususnya dalam rangkapenegakan hukum (law enforcement) yang harus dilaksanakan, agarketentuan undang-undang dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,terlebih lagi dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan kepastianhukum itu sendiri.

Tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatu perbuatan yangmelanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkankerugian keuangan negara, pelakunya diancam dengan hukuman pidana.

Kasus tindak pidana perpajakan yang marak terjadi di Indonesiaadalah kasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai. DiIndonesia masih banyak sekali pelaku pengemplangan pajak denganbermodus faktur pajak yang tidak berdasarkan nilai transaksi yangsebenarnya. Hal ini membuat potensi penerimaan Negara hilang hinggatriliunan Rupiah. Dari catatan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak),sejak tahun 2008 sudah terdapat lebih dari 100 kasus faktur pajak tidaksah yang berhasil dibongkar bersama kepolisian.

Ketentuan mengenai tindak pidana terhadap faktur pajak tidak sahdidasarkan pada Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang menyebutkanbahwa:

Setiap orang yang dengan sengaja:

a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutanpajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yangtidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PengusahaKena Pajak

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan palinglama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajakdalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlahpajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotonganpajak, dan/aau bukti setoran pajak.

Berdasarkan Pasal 39A tersebut, pelaku kasus faktur pajak tidak sahuntuk pajak pertambahan nilai dapat dituntut di pengadilan denganancaman pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6(enam) tahun.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada latarbelakang tersebut di atas, maka penulis terdorong untuk menulis

5

mengenai tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untukpajak pertambahan nilai yang telah mengakibatkan kerugian pendapatannegara. Penulis akan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut:1. Bagaimana terjadinya tindak pidana perpajakan terhadap Faktur Pajak

Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai?2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap

Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai?

3. Tujuan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan proposal skripsi

yang berjudul “Tindak Pidana Perpajakan Terhadap Faktur PajakTidak sah untuk Pajak Pertambahan Nilai” adalah:1. Untuk mengetahui dan menjelaskan terjadinya tindak pidana

perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahannilai.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya penanggulangan tindakpidana perpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajakpertambahan nilai.

4. Metode Penelitian

4.1. Tipe PenelitianTipe penulisan yang penulis gunakan adalah tipe penulisan

yuridis normatif dimana penulis menggunakan dasar analisisterhadap peraturan perundang-undangan maupun beberapa dokumenhukum lainnya.

4.2. Pendekatan (Approach)Pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah:4.2.1. Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute

Approach), yaitu penulisan yang pendekatan utamanya melaluiperaturan perundang-undangan yang berlaku;

4.2.2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), yaitupendekatan yang diperoleh melalui literatur-literatur dan bahanbacaan lainnya sebagai teori pendukung dari penulisan ini.

4.3. Sumber Bahan HukumSumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah:

4.3.1. Bahan Hukum Primer, berupa peraturan perundang-undanganyang terkait dengan perpajakan dan hukum pidana, yangmeliputi:4.3.1.1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.4.3.1.2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP/Wetboek Van Strafrecht).4.3.1.3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

6

2007 dan terakhir diubah dengan Undang-UndangNomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum danTata Cara Perpajakan.

4.3.1.4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah.

4.3.1.5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-132/PJ./2010 tanggal 30 November 2010 tentangLangkah-langkah Penanganan atas Penerbitan danPenggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.

4.3.2. Bahan Hukum Sekunder, berupa jurnal hukum dan bukuhukum serta pustaka hukum lainnya yang memuat mengenaifaktur pajak tidak sah dan sanksi pidana perpajakan yangdilakukan oleh wajib pajak.

B. PEMBAHASAN

2.1. Dasar-Dasar Hukum PajakPajak merupakan sarana reformasi negara dalam meningkatkan kemandirian

keuangan negara, meningkatkan tingkat keadilan, serta progresivitas dari pungutan pajakitu sendiri. Pemungutan pajak beserta perangkat hukum untuk mengatur tata caranyamerupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(UUD 1945).

Peraturan perundang-undangan mengenai pajak yang berlaku saat ini adalahUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan (UU Nomor 6 Tahun1983) yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

2.2. Kedudukan Pajak, Hukum Pajak, dan Hukum PidanaHasil pajak yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat tidak

hanya digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin tetapi ditujukan pulauntuk pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan nasionaldi Indonesia yang meliputi berbagai sektor yang diharapkan dapatmeningkatkan Pendapatan Nasional sekaligus menjamin pembagianpendapatan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keterkaitan yang erat antara pemerintah sebagai pemungut pajakdengan rakyat sebagai subyek pajak menimbulkan hubungan hukum antarapemerintah dan rakyat. Hubungan hukum tersebut menyebabkan hukumpajak masuk dalam lingkup hukum publik.

Hukum pajak juga berkaitan dengan hukum pidana. Hukum pidana,seperti yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) merupakan suatu keseluruhan sistematis yang juga berlaku untukperistiwa-peristiwa pidana yang diuraikan di luar KUHP.

Penggunaan upaya hukum pidana dalam menanggulangi kejahatantermasuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk

7

dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Demikian pula dalammenanggulangi kejahatan di bidang perpajakan.

Kenyataan di lapangan banyak masyarakat yang tidak melaksanakankewajiban perpajakannya dengan baik. Terdapat banyak kejahatan danpelanggaran pajak seperti pemalsuan yang diatur dalam Pasal 263 KUHP:(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat yang

dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atauyang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untukmemakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olahisinya benar dan tidak dipalsukan, diancam jika pemakaian tersebutdapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidanapenjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengajamemakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsukan, seolah-olah benar dan tidak dipalsukan, jika pemakaian surat itu dapatmenimbulkan kerugian.

Ketentuan pidana yang diatur dalam undang-undang pajak dapatdiperlakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam buku pertama dariKUHP kecuali undang-undang pajak menentukan lain. Jika KUHPmenentukan lain, maka yang berlaku adalah hukum pajak sebagai lexspecialis. Artinya, jika ada dua peraturan hukum yang mengatur hal yangsama, maka yang diberlakukan adalah peraturan hukum yang terakhirberdasarkan substansi yang terkandung dalam asas hukum “lex specialisderogat legi generali”.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberatan sanksi pidana yang diaturdalam hukum pajak mengesampingkan pemberatan sanksi pidana yangdiatur dalam KUHP. Pengenyampingan itu dilakukan karena telah terjadikejahatan yang memenuhi unsur-unsur delik pajak dengan UU KUPmerupakan lex specialis dari KUHP.

2.3. Tindak Pidana PerpajakanDalam hukum pajak, disamping sanksi administratif terdapat juga

sanksi pidana. Sanksi administrasi dijatuhkan untuk pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya ringan. Hukum pidana merupakan ancaman bagiwajib pajak yang bertindak tidak jujur. Adanya tindak pidana perpajakan inidapat dilihat dalam ketentuan UU No. 28 Tahun 2007 Tentang PerubahanKetiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan (UU KUP).

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan olehWajib Pajak sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakandikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidanadi bidang perpajakan, dikenakan sanksi pidana.

Untuk mengetahui telah terjadinya suatu tindak pidana di bidangperpajakan maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari,mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk mengujikepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalamrangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

8

Oleh karena itu, menurut penulis, tindak pidana di bidang perpajakanadalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undanganpajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunyadiancam dengan hukuman pidana.

2.4. Pajak Pertambahan Nilai2.4.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakanatas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak(JKP) yang dihasilkan, diserahkan serta dikonsumsi di dalam DaerahPabean baik konsumsi barang maupun jasa yang dilakukan olehPengusaha Kena Pajak (PKP).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah adalahUndang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBMsebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun1994, dan diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 42Tahun 2009 (UU PPN), yang berlaku mulai 1 April 2010.

2.4.2. Subjek, Objek dan Tarif Pajak Pertambahan NilaiSubjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yaitu orang pribadi atau badan yang dalamkegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimporbarang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, yangmelakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan ataupenyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean dan ataumelakukan ekspor BKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil yangbatasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecualiPengusaha Kecil yang memilih untuk ditetapkan sebagai PKP.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN danPPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor11 Tahun 1994, dan diubah terakhir kali dengan Undang-UndangNomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) juga menyebutkan bahwa objekPPN dikenakan atas:1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha baik yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupunyang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP tetapi belumdikukuhkan;

2. Impor BKP;3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak;4. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean;6. Ekspor BKP dan JKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

9

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalamkegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badanyang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8. Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menuruttujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecualiatas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapatdikreditkan.

Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU PPNmenyebutkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%(sepuluh persen), sedangkan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar0% (nol persen) diterapkan atas:1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;2. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan3. Ekspor Jasa Kena Pajak.

2.4.3. Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan NilaiPajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan

Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yangdikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhipersyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat(9). Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besardari Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai(PPN) yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yangdikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnyamerupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajakberikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukanpermohonan pengembalian (restitusi) pada akhir tahun buku.

2.4.4. Faktur PajakFaktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat

digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan.Faktur Pajak harus disi secara lengkap, jelas, dan benar sertaditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajakuntuk menandatanganinya.

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal danmaterial. Faktur Pajak dikatakan memenuhi persyaratan formalapabila disi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai denganpersyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratanyang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (6) Pasal 9 UU PPN.

Faktur Pajak dikatakan memenuhi persyaratan materialapabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnyamengenai penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean.

Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumentertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajaksudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak

10

Pertambahan Nilainya, namun apabila keterangan yang tercantumdalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannyadipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataanyang sebenarnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/ataupenyerahan Jasa Kena Pajak, maka Faktur Pajak atau dokumentertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajaktersebut tidak memenuhi syarat material.

2.5. Terjadinya Faktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan NilaiBerbagai macam kejahatan pidana perpajakan yang cukup banyak

dilakukan oleh para Wajib Pajak adalah di bidang PPN. PKP yangmemperoleh BKP secara ilegal berusaha dengan segala cara untukmendapatkan Faktur Pajak Masukan dalam upaya mengurangi PPN yangharus disetor. Akhirnya PKP banyak mencari jalan pintas dengan“membeli” Faktur Pajak Masukan yang tidak relevan dengan peroleh BKP-nya.

Sehubungan dengan semakin banyaknya kasus penerbitan danpenggunaan faktur pajak tidak sah, maka dalam rangka tertib administrasidan pengamanan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sertamencegah penerbitan dan penggunaan faktur pajak tidak sah, DirekturJenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran dengan Nomor: SE-132/PJ/2010tanggal 30 November 2010, tentang Langkah-langkah Penanganan atasPenerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah, yang menegaskanbahwa yang dimaksud dengan “Faktur Pajak Tidak Sah” adalah:a. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.b. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).Penulis akan memaparkan beberapa kasus tindak pidana perpajakan

mengenai faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai yang telahdiputus oleh Pengadilan di Indonesia untuk menyajikan bagaimanaterjadinya tindak pidana perpajakan terhadap Faktur Pajak Tidak Sah untukPajak Pertambahan Nilai.

2.5.1. Kasus Faktur Pajak Tidak Sah oleh Terdakwa Hadi Mulyonoyang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surabaya

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri SurabayaNo.2755/Pid.13/2012/PN.Sby menyatakan terdakwa Hadi Mulyonoalias Jono tersebut diatas telah terbukti bersalah melakukan tindakpidana perpajakan yang dilakukan secara berlanjut, menjatuhkanpidana penjara selama 2 (dua) tahun dan pidana denda sebesarRp. 336.000.000.000.00,- (tiga ratus tiga puluh enam milyar rupiah),bila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)bulan.2.5.1.1. Terjadinya tindak pidana perpajakan

Tahun 2008 sampai dengan Agustus 2011 PTSulasindo Niagatama menerima faktur pajak dari beberapa

11

perusahaan dalam negeri, seolah-olah membeli barang darisupplier tersebut.

Kemudian PT Sulasindo Niagatama menerbitkanfaktur pajak ke perusahaan para pengguna. Semuapembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, PPNimpor, Bea masuk dan cukai dan biaya-biaya lainnyadibayarkan oleh dan atas nama seolah-olah PT SulasindoNiagatama yang melakukan impor barang dari luar negeri.

Faktur pajak keluaran tersebut dimanfaatkan olehpihak ketiga/pengguna sebagai pengurang kewajibanperpajakannya untuk setiap masa di SPT Masa PPN parapengguna bahkan dapat dimintakan restitusi apabila pajakmasukannya lebih besar dibandingkan dengan pajakkeluaran.

PT Sulasindo Niagatama membuat alibi seolah-olahtelah melakukan penjualan barang sesuai dengan fakturpajak yang dikeluarkan oleh PT Sulasindo Niagatama,dengan cara setelah mendapatkan transfer uang fee ataspenerbitan faktur pajak tersebut.

Delik pajak yang telah dilakukan oleh terdakwaHadi Mulyono alias Jono adalah telah menyuruhmelakukan atau turut serta melakukan, menganjurkan ataumembantu melakukan tindak pidana dengan sengajamenerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yangtidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

2.5.1.2. Analisis kasusUntuk membuktikan bersalah tidaknya terdakwa,

harus dibuktikan dengan menguraikan unsur-unsur pidanadari dakwaan penuntut umum, yakni melanggar Pasal 39Ajo Pasal 43 UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, yangmengandung unsur-unsur sebagai berikut:1. Barang siapa;2. Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan

faktur pajak, bukti pemungutan pajak, buktipemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajakdan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkantransaksi yang sebenarnya atau menerbitkan fakturpajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kenapajak;

3. Menyuruh melakukan atau turut serta melakukan,menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidanadi bidang perpajakan;

4. Yang dilakukan secara berlanjut.Ad. 1. Unsur “Barang Siapa”.

Pada pemeriksaan di persidangan telahterbukti bahwa terdakwa Hadi Mulyono alias Jonoadalah seorang yang sehat jasmani dan rohaninya,

12

yang dapat dibuktikan pada setiap persidangandapat mengikuti persidangan dengan baik danterhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan baikoleh Majelis Hakim, Penuntut Umum maupunPenasihat Hukum Terdakwa, semuanya dapatdijawab dengan baik, dan tidak terdapat suratketerangan dokter yang menerangkan bahwaterdakwa Hadi Mulyono alias Jono mengidap suatupenyakit mengenai gangguan psikis.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwaterdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalah orangyang normal yang dapat mempertanggungjawabkanatas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya,sehingga menjadi subyek atau pelaku tindak pidanadalam perkara ini dan unsur “barang siapa” telahdapat dibuktikan dengan sah dan menyakinkan.

Ad. 2. Unsur “Dengan sengaja menerbitkan dan/ataumenggunakan faktur pajak, bukti pemungutanpajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau buktisetoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yangsebenarnya atau menerbitkan faktur pajak tetapibelum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.”

Dari fakta-fakta dalam persidangan dapatdisimpulkan bahwa faktur pajak yang diserahkanoleh terdakwa adalah faktur pajak yang diterbitkanoleh PT Sulasindo Niagatama dimana terdakwaadalah komisarisnya dan faktur-faktur pajaktersebut tidak sesuai dengan transaksi yangsebenarnya karena antara perusahaan penggunafaktur pajak dengan PT Sulasindo tidak adatransaksi sebagaimana tercantum dalam fakturpajak dimaksud.

Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsurkedua dalam dakwaan, yakni “Dengan sengajamenerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak,bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkantransaksi yang sebenarnya atau menerbitkan fakturpajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusahakena pajak.”

Ad. 3. Unsur “Menyuruh melakukan atau turut sertamelakukan, menganjurkan atau membantumelakukan tindak pidana di bidang perpajakan”.

Berdasarkan pemeriksaan dan keterangansaksi-saksi dalam pemeriksaan pada persidangan,telah dapat dinyatakan bahwa terdakwa telah

13

terbukti secara sah dan menyakinkan telahmemenuhi unsur ketiga.

Ad. 4. Unsur “Yang dilakukan secara berlanjut”.Fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam

mempertimbangkan unsur kedua diatas dan buktisurat-surat yang diajukan penuntut umum dipersidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwaterdakwa dalam turut serta melakukan danmembantu melakukan tindak pidana di bidangperpajakan, dilakukan secara berturut-turut danterdapat hubungan sedemikian rupa yangmerupakan perbuatan berlanjut. Dengan demikianunsur keempat telah terbukti secara sah danmenyakinkan.Dari pertimbangan-pertimbangan yang diuraikan di

atas ternyata semua unsur-unsur dari Pasal 39A jo pasal 43UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terpenuhi.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, telah berhasil membuktikan bahwa terdakwaterbukti bersalah sebagaimana didakwakan PenuntutUmum atas diri terdakwa.

2.5.2. Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib atas Kasus Faktur Pajak Tidak Sahdengan Terdakwa Sumarno

Pengadilan Negeri Cibinong, dengan PutusanNomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib telah menyatakan terdakwaSumarno telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana “Menerbitkan faktur pajak yang tidakberdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut”sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39A huruf a joPasal 43 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, MajelisHakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan dendasebesar Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyard rupiah) denganketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidanakurungan selama 6 (enam) bulan.2.5.2.1.Terjadinya tindak pidana perpajakan

Dalam usahanya, terdakwa melakukan jual belifaktur pajak kepada perusahaan pengguna faktur pajak,yang tidak disertai dengan penyerahan barang, hanya jualbeli faktur dan dokumen pendukungnya berupa surat jalan,invoice dan kwitansi sehingga terlihat seakan-akan benarterjadi transaksi penyerahan barang, padahal sebenarnyatidak terjadi penyerahan barang karena barang-barangtersebut bukan dari perusahaan terdakwa.

14

Delik perpajakan yang dilakukan oleh terdakwabaik sebagai direktur maupun orang yang memimpin(pengendali) dari ketiga perusahaan PT. Menoreh PersadaMandiri, PT. Samudra Victory Abadi, PT. Rezatama NiagaSepakat adalah telah melakukan perbuatan menerbitkanfaktur pajak keluaran atas barang-barang yang seolah-olahdikeluarkan oleh PT. Menoreh Persada Mandiri, PT.Samudra Victory Abadi, PT. Rezatama Niaga Sepakatkepada perusahaan-perusahaan pemesan/pembeli darifaktur pajak tersebut, padahal terdakwa tidak pernahmenyerahkan barang-barang sebagaimana tercantum dalamfaktur pajak, kwitansi, surat jalan dan invoice.

Nilai kerugian pada pendapatan Negara yangdiakibatkan oleh perbuatan tersangka Sumarno dan kawan-kawan melalui PT Rezatama Niaga Sepakat, PT SamudraVictory Abadi, dan PT Menoreh Persada Mandiri untuktahun pajak 2007 sampai dengan tahun pajak 2012seluruhnya adalah sebesar Rp. 25.256.418.573,- (DuaPuluh Lima Milyar Dua Ratus Lima Puluh Enam JutaEmpat Ratus Delapan Belas Ribu Lima Ratus Tujuh PuluhTiga Rupiah).

2.5.2.2.Analisis kasusDengan memperhatikan fakta-fakta, Majelis Hakim

berkesimpulan bahwa dakwaan yang paling tepat untukdipertimbangkan adalah dakwaan dimana terdakwadidakwa melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1)UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal 39 A huruf a UU KUP menyebutkan sebagaiberikut:“Setiap orang yang dengan sengaja:a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti

pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/ataubukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksiyang sebenarnya; dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlahpajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajakdan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalamfaktur pajak, bukti pemungutan pajak, buktipemotongan pajak, dan/aau bukti setoran pajak.”

Selanjutnya, Pasal 43 ayat (1) UU KUP berbunyisebagai berikut:

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 danPasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dariWajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan,

15

yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yangmembantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.”

Sedangkan Pasal 64 ayat (1) KUHP mengatur sebagaiberikut:“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masingmerupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannyasedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satuperbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturanpidana, jika berbeda-berda yang diterapkan yang memuatancaman pidana pokok yang paling berat.”

Unsur-unsur dakwaan atas diri terdakwa meliputi:1. Setiap orang;2. Dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan

faktur pajak, bukti pemungutan pajak, buktipemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajakdan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkantransaksi yang sebenarnya;

3. Perbuatan tersebut merupakan beberapa perbuatan yangada hubungannya sedemikian rupa sehingga harusdipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.

Ad. 1. Unsur “Setiap orang”.Dengan memperhatikan fakta-fakta

persidangan dalam perkara ini dapat diketahui telahdiajukan sebagai terdakwa seseorang yang bernamaSumarno dalam keadaan sehat jasmani dan rohanidalam hal ini dianggap mampu untukmempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum, sehingga dengan demikian,menurut Majelis Hakim unsur “Setiap orang”dimaksud telah terpenuhi dalam diri terdakwa.

Ad. 2. Unsur “Dengan sengaja menerbitkan dan/ataumenggunakan faktur pajak, bukti pemungutanpajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau buktisetoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yangsebenarnya.”

Dari fakta-fakta dalam persidangan dapatdisimpulkan bahwa terdakwa baik sebagai direkturmaupun orang yang memimpin (pengendali) dariketiga perusahaan PT Menoreh Persada Mandiri,PT Samudra Victory Abadi, PT Rezatama NiagaSepakat telah melakukan perbuatan menerbitkanfaktur pajak keluaran atas barang-barang yangseolah-olah dikeluarkan oleh ketiga perusahaantersebut kepada perusahaan-perusahaanpemesan/pembeli dari faktur pajak tersebut, padahal

16

terdakwa ataupun ketiga perusahaan tersebut tidakpernah menyerahkan barang-barang sebagaimanatercantum dalam faktur pajak, kwitansi, surat jalandan invoice.

Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsurkedua dalam dakwaan, yakni “Dengan sengajamenerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak,bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak,dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkantransaksi yang sebenarnya.”

Ad. 3. Unsur “Perbuatan tersebut merupakan beberapaperbuatan yang berhubungan sehingga harusdipandang sebagai suatu rangkaian perbuatanberlanjut”.

Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangandapat diketahui bahwa perbuatan terdakwamenerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkantransaksi yang sebenarnya sebagaimana telahdipertimbangkan dalam pertimbangan unsur keduadiatas, ternyata terbukti dilakukan oleh terdakwadalam kurun waktu 2008 s.d. 2012 atau setidak-tidaknya 2009 s.d. 2012 dan dilakukan dalam suaturangkaian perbuatan yang sejenis dan berhubungansatu sama lain, sehingga perbuatan terdakwaterbukti memenuhi unsur ke-3 yakni “Perbuatantersebut merupakan beberapa perbuatan yangberhubungan sehingga harus dipandang sebagaisuatu rangkaian perbuatan berlanjut”.

Oleh karena seluruh unsur-unsur tindak pidana dalamPasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU KUP jo Pasal 64ayat (1) KUHP telah terbukti dalam perbuatan terdakwasebagaimana dipertimbangkan diatas, serta berdasarkanbukti-bukti yang ada telah diperoleh keyakinan bahwatindak pidana tersebut benar adanya dan terdakwapelakunya maka menurut hukum terdakwa Sumarnotersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana “menerbitkan faktur pajak yangtidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukansecara berlanjut”.

1. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan TerhadapFaktur Pajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai

3.1. Penegakan Hukum dalam Upaya Penanggulangan Tindak PidanaPerpajakan

Dalam hidup bernegara, setiap orang diwajibkan untuk membayarpajak. Jadi, pajak sebagai kewajiban kenegaraan memberikan kontribusi

17

untuk penerimaan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Olehkarenanya pajak merupakan kewajiban semua warga masyarakat dan hukumpajak mengatur hubungan antara penguasa/negara dengan warganya (orangatau badan) dalam pemenuhan kewajiban perpajakan kepada negara.

Penggunaan upaya hukum pidana dalam menanggulangi kejahatantermasuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasukdalam bidang kebijakan penegakan hukum. Demikian pula dalammenanggulangi kejahatan di bidang perpajakan.

Penegakan hukum pada hakikatnya berguna untuk memulihkankembali keamanan dan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu akibatsanksi pidana tersebut, agar tercipta suatu kepastian hukum. Penegakanhukum itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginanhukum agar menjadi kenyataan.

Apabila penegakan hukum khususnya hukum pajak dapat berjalansesuai dengan ketentuan hukum dalam undang-undang perpajakan, makaketiga kepentingan di atas terlindungi. Apabila wajib pajak melakukantindak pidana perpajakan, maka ketiga macam kepentingan di atas menjaditidak terlindungi lagi. Kepentingan Negara berupa penerimaan pajak tidaktercapai, yang kemudian mengancam tidak terlaksananya pembangunannasional sebagai kepentingan masyarakat. Wajib pajak sendiri sebagaikepentingan pribadi juga mendapat sanksi pidana.

Hal ini tentunya mengambarkan bahwa perbuatan melawan hukumberhubungan dengan kesalahan sebagai syarat penjatuhan pidana dalamrangka meminta pertanggungjawaban pelaku. Untuk menentukan kesalahansebagai dasar penjatuhan pidana tentunya didasarkan kepada perbuatan yangdilakukan bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.

3.2. Upaya Hukum Pajak dalam Penanggulangan Tindak PidanaPerpajakan

Semakin maraknya kejahatan di bidang perpajakan khususnya tindakpidana faktur pajak membuat DJP mengeluarkan aturan terkait denganregistrasi ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu Peraturan DirekturJenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2012 tanggal 11 September 2012 danPER-05/PJ/2012 tanggal 3 Februari 2012. Selanjutnya pada tanggal 22November 2012 terbitlah PER-24/PJ/2012 yang mengharuskan PKPmendapatkan kode aktivasi dan password dari Kantor Pelayanan Pajak(KPP) di mana PKP terdaftar sebelum menerbitkan Faktur Pajak.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh DJP setelah pengawasanmelalui PER-24/PJ/2012 belum sepenuhnya menangkal para pelaku tindakpidana pajak pertambahan nilai (PPN). Langkah yang dilakukan DJP adalahmelakukan penanganan tindak pidana di bidang perpajakan yang diketahuiseketika atau yang sering disebut Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Sejalan dengan aturan perpajakan di atas, dalam rangka tertibadministrasi dan pengamanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sertamencegah penerbitan dan penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah, pemerintahtelah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

18

132/PJ/2010 tanggal 30 November 2010 mengenai Langkah-LangkahPenanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Wajib Pajak Tidak Sah.

Seperti yang telah disampaikan dalam angka 1 Surat Edaran di atasbahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak Tidak Sah adalah:a. Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.b. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-115/PJ.51/2001

tanggal 8 Juni 2001 tentang Penanganan Faktur Pajak yang diterbitkan olehPengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak danSurat Edaran Nomor SE-041/PJ.521/2003 tanggal 8 Januari 2003 tentangKewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang bermasalah telah disatukan dalamSE-132/PJ/2010 ini.

Adapun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-291/PJ.531/2003 tanggal 4 Desember 2003 tentang Langkah-LangkahPenanganan atas Penerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak tidak sah (fiktif)dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pemerintah menerbitkan peraturan perpajakan yang diharapkan dapatmencegah terjadinya faktur pajak tidak sah, seperti Pengumuman NomorPENG-04/PJ.09/2013 tanggal 28 Mei 2013 tentang Aturan Baru Tata CaraPenomoran Faktur Pajak, dimana nomor seri faktur pajak yang dapatditerbitkan sendiri oleh wajib pajak, mulai 1 April 2013 pembuatan fakturpajak menggunakan nomor seri yang diberikan oleh Direktorat JenderalPajak.

Berikutnya, dengan Pengumuman Nomor PENG-01/PJ.02/2014tanggal 30 Juni 2014 tentang Faktur Pajak berbentuk Elektronik (e-Faktur),Direktorat Jenderal Pajak mengumumkan bahwa telah diterbitkan ketentuanyang mengatur mengenai Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur),yaitu:a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata

Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian FakturPajak;

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang TataCara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak berbentuk Elektronik;

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentangPerubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata CaraPembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;dan

d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentangPenetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat FakturPajak Berbentuk Elektronik.

Faktur Pajak berbentuk elektronik, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistemelektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat JenderalPajak.

19

Sebagai langkah antisipatif untuk menanggulangi terjadinya kasuspenggunaan faktur pajak tidak sah, seyogyanya pihak Direktur Jendral Pajakmeningkatkan pengendalian internal yang dilakukan secara periodik dantidak hanya pada saat melakukan pemeriksaan.

Bila dalam pelaksanaannya terjadi kejanggalan, maka perlu diambillangkah-langkah pencegahan seperti lebih meningkatkan pengendalianterhadap data pajak keluaran-pajak masukan serta pembatasan akses datauntuk mencegah terjadinya pengubahan data oleh oknum-oknum yang tidakbertanggung jawab.

Prosedur pemeriksaan untuk restitusi PPN menjadi sangat penting.Kewajaran persentase Pajak Masukan terhadap omzet harus benar-benardianalisis, sehingga diharapkan hal ini akan dapat meminimalisasikankerugian Negara dari praktek faktur pajak tidak sah.

3.3. Sanksi Pidana dalam Upaya Penanggulangan Tindak PidanaPerpajakan

Sanksi pidana dalam tindak pidana perpajakan terdiri dari:1. Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa administrasi yang hanyadiancam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuanperaturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakankepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada Pejabat Pajakatau kepada pihak ketiga berdasarkan KUHP. Denda pidana dikenakanterhadap tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifatkejahatan. Apabila denda pidana tidak dapat dilunasi oleh yangbersangkutan maka sebagai gantinya, harus menjalani hukumankurungan.

2. Pidana kurunganPidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang

bersifat pelanggaran, yang dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, Pejabat,dan Pihak ketiga. Pidana kurungan yang diancamkan kepada sipelanggar, sifatnya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara,karena tindak pidana tersebut dilakukan tidak dengan sengaja ataukarena kealpaan.

3. Pidana PenjaraPidana penjara prinsipnya sama halnya dengan pidana kurungan

yang merupakan hukuman perampasan badan seseorang. Jenis pidana inimerupakan kejahatan. Ancaman hukuman pidana penjara dapatditujukan pada Wajib Pajak, Pejabat pajak, atau Pihak ketiga.

Sanksi hukum, termasuk di dalamnya terhadap pelanggaran dibidang perpajakan, mengenai penerbitan faktur pajak tidak sah, adalahsebagai cara untuk penegakan hukum di bidang perpajakan.

Pasal 39A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16Tahun 2009 juga memberikan sanksi yang cukup berat bagi praktek ini, halini tentunya menjadi sangat berdasar dengan menjunjung tinggi aspek

20

keadilan sebagai representasi dari fungsi budgetair yang menjadi sangatpenting bagi pembiayaan Negara. Hal ini dapat membangun sebuah opinisebagai suatu sistem peringatan dini bagi para pelaku pidana perpajakan,dan bisa memberikan efek jera dengan beratnya sanksi yang diberikan.

Selanjutnya, penulis memaparkan beberapa kasus tindak pidanaperpajakan mengenai faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilaiyang telah diputus oleh Pengadilan di Indonesia untuk menyajikanbagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap FakturPajak Tidak Sah untuk Pajak Pertambahan Nilai.

3.3.1. Kasus Faktur Pajak Tidak Sah oleh Terdakwa Hadi Mulyonoyang telah diputus oleh Pengadilan Negeri SurabayaPutusan Pengadilan Negeri Surabaya No.2755/Pid.13/2012/PN.Sbymenyatakan terdakwa Hadi Mulyono alias Jono tersebut diatas telahterbukti bersalah melakukan tindak pidana perpajakan yang dilakukansecara berlanjut.3.3.1.1. Upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan terpenuhinya semua unsur-unsur dariPasal 39A jo pasal 43 UU KUP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,sehingga dakwaan Penuntut Umum telah terbukti.

Oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, makaTerdakwa patut dijatuhi pidana penjara dan pidana denda,sebagaimana tersebut dalam amar putusan, yang menurutMajelis Hakim telah setimpal dengan kesalahannya.

Dengan memperhatikan Pasal 39A jo Pasal 43Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubahdengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 64 ayat (1) KUHP,maka upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan dalamkasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilaiyang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan NegeriSurabaya terhadap terdakwa Hadi Mulyono alias Jono adalahsebagai berikut:1. Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa

Hadi Mulyono alias Jono dengan pidana penjara selama 2(dua) tahun;

2. Majelis Hakim juga menghukum terdakwa dengan pidanadenda sebesar Rp. 336.000.000,- (tiga ratus tiga puluhenam milyar Rupiah), bila tidak dibayar diganti denganpidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

3.3.1.2. Analisis kasusKasus terdakwa Hadi Mulyono di atas merupakan

kasus tindak pidana perpajakan terhadap faktur pajak tidaksah untuk pajak pertambahan nilai dimana sanksi pidanayang divonis kepada terdakwa dalam kasus di atas telahmemiliki ketiga aspek, yaitu pertama, aspek struktur hukum

21

yang meliputi bahwa kelembagaan penegakan hukumperpajakan telah dijalankan dengan baik dan sesuai denganaturan hukum yang berlaku.

Kedua, aspek substansi hukum yang menunjukkanbahwa aturan-aturan hukum mengenai sanksi pidana dibidang perpajakan telah memadai dan sejalan dengantujuan diterapkannya pajak, yaitu telah sesuai dengan Pasal39A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Selanjutnya, aspek ketiga adalah aspek budayahukum, yakni budaya taat pajak sudah timbul dimasyarakat sehingga tindak pidana penerbitan faktur pajaktidak sah tidak akan terjadi lagi di masa depan.

Pasal yang digunakan untuk menjerat terdakwaadalah Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan.

Berdasarkan Pasal 39A tersebut, pelaku kasusfaktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai dapatdituntut di pengadilan dengan ancaman pidana penjarapaling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)tahun.

Pasal 39A tersebut memberikan sanksi yang cukupberat bagi praktek tindak pidana perpajakan terhadap fakturpajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilai. Dengandemikian, penegakan hukum kepada terdakwa HadiMulyono yang terbukti melanggar ketentuan undang-undang perpajakan diharapkan memberikan efek jera(deterrent effect) kepada Wajib Pajak lainnya.

3.3.2. Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib atas Kasus Faktur Pajak Tidak Sahdengan Terdakwa Sumarno

Pengadilan Negeri Cibinong, dengan PutusanNomor:295/Pid.Sus/2014/PN.Cib telah menyatakan terdakwaSumarno telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana “Menerbitkan faktur pajak yang tidakberdasarkan transaksi yang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut”.

3.3.2.1. Upaya penanggulangan tindak pidana perpajakanBerdasarkan fakta-fakta yang terungkap di

persidangan, dapat diketahui bahwa perbuatan terdakwamenerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksiyang sebenarnya dan terbukti dilakukan terdakwa dalamkurun waktu 2008 s.d. 2012 atau setidak-tidaknya 2009 s.d.2012.

22

Oleh karena seluruh unsur-unsur tindak pidanadalam PAsal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16Tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP telah terbuktidalam perbuatan terdakwa dan berdasarkan bukti-buktiyang ada telah diperoleh keyakinan bahwa tindak pidanatersebut benar adanya dan terdakwa pelakunya makamenurut hukum terdakwa Sumarno telah terbukti secarasah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana“menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksiyang sebenarnya, dilakukan secara berlanjut.

Atas kesalahan terdakwa tersebut, Majelis Hakimmenjatuhi pidana penjara dan denda dengan berpedomandengan ketentuan Pasal 39A huruf a UU No. 6 Tahun 1983tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yangtelah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 danPasal 66 ayat (2) KUHP.

Dengan memperhatikan Pasal 39A jo Pasal 43Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubahdengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Pasal 64 ayat (1) KUHP,maka upaya penanggulangan tindak pidana perpajakan dalamkasus faktur pajak tidak sah untuk pajak pertambahan nilaiyang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan NegeriCibinong terhadap terdakwa Sumarno adalah sebagai berikut:1. Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun; dan2. Majelis Hakim menetapkan denda sebesar

Rp. 50.000.000.000,- (Lima puluh milyard rupiah)dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayardiganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

1.3.2.2. Analisis kasusKejahatan dalam bidang perpajakan, yang dilakukan

oleh terdakwa Sumarno dalam kasus di atas, dilakukandengan cara terdakwa baik sebagai direktur maupun orangyang memimpin (pengendali) dari ketiga perusahaan PTMenoreh Persada Mandiri, PT Samudra Victory Abadi, PTRezatama Niaga Sepakat telah melakukan perbuatanmenerbitkan faktur pajak keluaran atas barang-barang yangseolah-olah dikeluarkan oleh ketiga perusahaan tersebutkepada perusahaan-perusahaan pemesan/pembeli darifaktur pajak tersebut, padahal terdakwa ataupun ketigaperusahaan tersebut tidak pernah menyerahkan barang-barang sebagaimana tercantum dalam faktur pajak,kwitansi, surat jalan dan invoice.

23

Ketentuan hukum yang menjeratnya adalah Pasal39A huruf a dan Pasal 43 UU KUP. Sedangkan dalamKUHP diatur dalam Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 263 KUHP.

Pasal-pasal di atas tersebut merupakan landasanhukum terhadap tindak pidana faktur pajak tidak sah,karena Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 TentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telahmengatur secara khusus mengenai tindak pidana fakturpajak tidak sah.

Berdasarkan rumusan unsur-unsur diatas, makaperbuatan yang dilakukan terdakwa Sumarno dalam kasusini telah memenuhi unsur subjektif dan unsur objektifsebagaimana yang terdapat dalam Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan, dengan ancaman pidana penjarapaling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajakdalam faktur pajak, dan paling banyak 6 (enam) kali jumlahpajak dalam faktur pajak.

Dengan demikian, pengenaan sanksi pidana penjaradan denda terhadap terdakwa Sumarno yang telah terbuktimelanggar ketentuan undang-undang perpajakan,menunjukkan upaya penegakan hukum danpenanggulangan tindak pidana perpajakan terhadap fakturpajak tidak sah dalam pajak pertambahan nilai secarakonsisten dan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

3.4. Penyanderaan sebagai salah satu Upaya Penanggulangan TindakPidana Perpajakan

Definisi penyanderaan sesuai dengan Pasal 1 angka 21 dalamUndang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak denganSurat Pajak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19Tahun 2000, adalah pengekangan sementara waktu kebebasan PenanggungPajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Penyanderaan merupakan salah satu upaya penanggulangan tindakpidana perpajakan agar peningkatan kesadaran masyarakat di bidangperpajakan tercapai. Walaupun sudah disadari oleh masyarakat Indonesiabahwa pajak adalah sumber utama penerimaan Negara, namun dalamkenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidakdilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalahberdasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentangPenagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Dengan undang-undang penagihanpajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang

24

lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dankepentingan negara.

Sesuai dengan Pasal 2 dalam Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 137 Tahun 2000 (PP 137/2000) tentang Tempat dan TataCara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, danPemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Pajak,disebutkan bahwa penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadappenanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangkawaktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksadiberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Lebih lanjut, dalam Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal PajakNomor KEP-218/PJ/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan danPemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang disandera,penyanderaan hanya dapat dilakukan dalam Penanggung Pajak dengankriteria:a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah);b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak;c. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat

Jurusita Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak; dand. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Penyanderaan terhadap penanggung pajak dilaksanakan berdasarkanSurat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelahmemperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajakpusat atau dari Gubernur untuk penagihan pajak daerah.

Penyanderaan dilaksanakan oleh jurusita pajak disaksikan oleh 2(dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal oleh jurusitapajak dan dapat dipercaya. Dalam melaksanakan penyanderaan jurusitapajak dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) PP 137/2000, penanggung pajak yangdisandera dilepas jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;2. Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah

Penyanderaan telah dipenuhi;3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap; atau4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau

Gubernur.Persyaratan angka 4 di atas berupa Surat Rekomendasi/Surat

Pemberitahuan Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak denganpertimbangan:1. Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari

jumlah utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi denganangsuran;

2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkanbank garansi;

25

3. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkanharga kekayaannya yang sama nilainya dengan utang pajak dan biayapenagihan pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yangberlaku;

4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih; atau5. Untuk kepentingan perekonomian Negara dan kepentingan umum.

Penyanderaan sebagai salah satu upaya terakhir dari Dirjen Pajaksebagai penegak hukum harus diterapkan secara hati-hati, transparan,berkeadilan, dan cermat. Jika tidak, betapa pun reformasi pajak yangdiagungkan akan kandas dan masyarakat pencari keadilan tidak akanmemercayainya. Penyanderaan bisa dikatakan lebih kejam dari penahanantersangka dalam tindak pidana, karena masa tahanan dalam tindak pidanadapat dipotongkan pada putusan hukuman pidana penjara dan dalam putusanpidana kepada tersangka diberikan pilihan denda uang atau hukum badan.

Penyanderaan juga dapat menjadi salah satu upaya penanggulangantindak pidana perpajakan, khususnya faktur pajak tidak sah untuk pajakpertambahan nilai, yang pelaksanaannya harus berpedoman pada peraturanhukum yang berlaku.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

C.1.1.1. Tindak pidana di bidang perpajakan adalah suatuperbuatan yang melanggar peraturan perundang-undanganpajak yang menimbulkan kerugian keuangan negaradimana pelakunya diancam dengan hukuman pidana.Kejahatan pidana perpajakan yang cukup banyakdilakukan oleh Wajib Pajak adalah faktur pajak tidak sahuntuk Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini dilakukan olehWajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PengusahaKena Pajak (PKP) dengan mengambil celah belumefektifnya fungsi pengawasan pengkreditan PajakMasukan terhadap Pajak Keluaran (model PM-PK). Fakturpajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.Faktur pajak dikatakan memenuhi persyaratan formalapabila disi secara lengkap, jelas, dan benar. Faktur pajakdikatakan memenuhi persyaratan material apabila berisiketerangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenaipenyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JasaKena Pajak. Dalam kenyataannya, tindak pidanaperpajakan untuk faktur pajak tidak sah dilakukan denganjual beli faktur pajak kepada perusahaan pengguna fakturpajak, yang tidak disertai dengan penyerahan barang,hanya jual beli faktur dan dokumen pendukungnya berupasurat jalan, invoice dan kwitansi sehingga terlihat seakan-akan benar terjadi transaksi penyerahan barang, padahal

26

sebenarnya tidak terjadi penyerahan barang karena barang-barang tersebut.

C.1.1.2. Penegakan hukum dan peraturan perpajakan terusdiperbaharui dan dijalankan oleh Pemerintah dalam rangkamengupayakan tindak pidana perpajakan tidak terjadi lagidi masa yang akan datang. Penegakan hukum padahakikatnya berguna untuk memulihkan kembali keamanandan ketertiban masyarakat yang sempat terganggu akibatsanksi pidana tersebut, agar tercipta suatu kepastianhukum. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukanreformasi perpajakan yang mencakup reformasi kebijakandan adminstrasi. Penerapan ketentuan sanksi pidana dalamPasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jugaterus dilakukan dalam kasus-kasus faktur pajak tidak sahdi Pengadilan di Indonesia. Penyanderaan juga menjadisalah satu upaya penanggulangan tindak pidanaperpajakan terhadap faktur pajak tidak sah untuk pajakpertambahan nilai. Hal ini dapat membangun sebuah opinisebagai suatu sistem peringatan dini bagi para pelakupidana perpajakan.

2. Saran

C.2.1.1. Pemerintah perlu mengoptimalkan peran masyarakatsebagai subyek pajak bahwa masalah pajak adalahmasalah bersama, sehingga upaya pemenuhan pajakmenjadi tanggung jawab bersama. Sebagai langkah awaluntuk mencegah terjadinya kasus penggunaan faktur pajaktidak sah, seyogyanya Direktur Jendral Pajakmeningkatkan pengendalian internal yang dilakukansecara periodik dan tidak hanya pada saat melakukanpemeriksaan. Pemerintah juga perlu melakukanpembaruan terhadap berbagai perangkat peraturan danketentuan hukum terkait ketentuan sanksi pidana penjaraterhadap pelanggaran tindak pidana di bidang perpajakan.

C.2.1.2. Kebijakan hukum sebagai penerapan sanksi administratifberupa denda dan sanksi pidana yang lebih berat dalamundang-undang perpajakan perlu ditinjau kembali agarpenegakan hukum kepada wajib pajak yang terbuktimelanggar ketentuan undang-undang perpajakandiharapkan memberikan efek jera (deterrent effect) kepadaWajib Pajak lainnya. Dengan menerapkan sanksiadministratif berupa denda yang berat, diharapkanpemerintah dapat meningkatkan pendapatan negara.

27

DAFTAR BACAAN

Literatur:

Arief, Barda Nawawi, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan danPengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Brotodihardjo, R. Santoso, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco,Bandung.

Cross, Rupert, dan P. Asterley Jones, 1959, An Introduction to CriminalLaw, London, Butterworth & Co.

Darmodihardjo, Darji, dan Sidharta, 2002, Pokok-Pokok Filsafat Hukum:Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System: A Social SciencePerpective, Russel Sage Foundation, New York.

Hartono, CFG, Soenarjati, 1972, Beberapa Masalah Transnasional dalamPenanaman Modal Asing di Indonesia, Binacipta, Bandung.

Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana,Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Packer, Herbert L., 1968, The Limits of the Criminal Sanction, Stanford,California: Stanford University Press.

Rahardjo, Satjipto, 2009, Masalah Penegakan hukum Suatu TinjauanSosiologis, Yogyakarta.

Saleh, Roeslan, 1981, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab PidanaDua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta.

Saidi, Muhammad Djafar, dan Eka Merdekawati Djafar, 2011, Kejahatan diBidang Perpajakan, Rajawali Pers.

____________________________________________, Februari 2012,Kejahatan Di Bidang Perpajakan, PT Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1974, Pajak dan Pembangunan, Eresco, Bandung.

_______________, 1979, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan PajakPendapatan 1944, Eresco, Bandung.

28

Sulistia, Teguh, dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon BaruPasca Reformasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Widjajati, Erna, 2008, Dasar Hukum Pajak di Indonesia, Roda Inti Media,Jakarta

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht).

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan terakhir diubah denganUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak PertambahanNilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak denganSurat Pajak sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2000.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 (PP137/2000) tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan,Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian GantiRugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Pajak.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-218/PJ/2003 tentangPetunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian RehabilitasiNama Baik Penanggung Pajak yang disandera.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-132/PJ./2010 tanggal 30November 2010 tentang Langkah-langkah Penanganan atasPenerbitan dan Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.2755/Pid.13/2012/PN.Sby.

Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor: 295/Pid.Sus/2014/PN.Cib.

29

Majalah/Jurnal Hukum/Artikel:

Direktorat Jenderal Pajak, 2014, Kementerian Keuangan, Media Release,2014, Setelah Buron 5 Tahun, Akhirnya Penerbit Faktur Pajak TidakSah divonis 6 Tahun Penjara dan Denda 494 Milyar, Jakarta.

Juli, Wan, dan Titik Suharti, 2012, Tinjauan Pertanggungjawaban PidanaWajib Pajak Badan dalam Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,Perspektif, Volume XVII No. 2, Tahun 2012, Edisi Mei.

Manan, Bagir, Juli 2010, Penegakan Hukum dalam Perkara Pidana, VariaPeradilan: Majalah Hukum, Ikatan Hakim Indonesia, Tahun XXVI.

Nitibaskara, T.B. Rony R., 5 Juli 2005, Problema Yudiris “Cyber Crime”,www.hukumonline.