Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 118
Karakter Gembala sebagai Pemimpin
Dewi Morata
Sekolah Tinggi Teologi Galilea, Yogyakarta
Abstraksi: This article specifically discusses how the shepherd's character as a leader by living faith
in his leadership without blemish, as a servant of God, live in self-control, behave well, do not drink
wine, do not like fighting, not new converts. The character of a shepherd as a leader in relationships
with families includes a husband of one wife, able to manage his own household. While the final part
of the pastor's character as a leader is to be able to lead the flock of God in a friendly manner, not
greedy for money, able to teach, preserve the truth, be a good witness. And the key character of the
shepherd as a leader is to be faithful in personal prayer, keep priorities, be humble, know weak-
nesses and be responsible
Keywords: character of pastor; leader; leadership; pastor
Abstrak: Artikel ini secara khusus membahas bagaimana karakter gembala sebagai pemimpin
dengan menghidupi iman dalam kepemimpinannya dengan tidak bercela, sebagai pelayan Allah,
hidup dalam penguasaan diri, berperilaku baik, tidak minum anggur, tidak suka berkelahi, bukan
petobat baru. Karakter gembala sebagai pemimpin dalam hubungan dengan keluarga meliputi suami
dari satu istri, mampu mengatur rumah tangga sendiri. Sedangkan bagian akhir dari karaketer gem-
bala sebagai pemimpin adalah mampu memimpin kawanan domba Allah dengan cara ramah, tidak
tamak uang, mampu mengajar, memelihara kebenaran, menjadi saksi yang baik. Dan kunci karakter
gembala sebagai pemimpin adalah dengan setia dalam doa pribadi, menjaga prioritas, rendah hati,
mengetahui kelemahan dan bertanggungjawab.
Kata kunci: gembala; karakter gembala; kepemimpinan; pemimpin
PENDAHULUAN
Kepemimpinan sekuler dengan kepemimpinan rohani adalah suatu hal yang berbeda.
Dalam Alkitab seorang pemimpin terlebih dahulu teruji dalam hal karakternya. Oleh sebab
itu maka paparan dibawah ini akan menjelaskan karakter seorang gembala dalam memimpin
umat yang dipercayakan kepadanya untuk digembalakan. Ciri-ciri karakter untuk seorang
gembala pada masa kini sama dengan ciri-ciri gembala pada abad pertama.1 Ciri-ciri
karakter gembala dalam Alkitab tidak berubah dan konsisten bagi para gembala yang
melayani di gereja mana pun di belahan muka bumi ini. Karakter gembala sangat
mempengaruhi bagaimana dia hidup menghidupi imannya2, berhubungan dengan keluar-
ganya, dan memimpin kawanan domba Allah yang telah dipercayakan kepadanya.
1Band. Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Gembala Sidang Yang Baik Menurut Yohanes 10 : 1-18,”
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen 4, no. 2 (2019): 1–18. 2Irwanto Sudibyo, “Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul 20:17-38,”
Jurnal Teologi Gracia DeoGracia Deo 2, no. 1 (2019): 46–61.
e-ISSN 2715-0798
https://ejournal.sttgalileaindonesia.ac.id/index.php/ginosko Volume 1, No 2, Mei 2020 (118-134)
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 119
Isu kepemimpinan merupakan hal yang umum dalam pembahasan teologi. Ada bebera-
pa topik kepemimpinan yang menjadi isu terkait pemabahasan ini. Desti Samarenna membe-
rikan penekanan kepemimpinann dengan memberikan teladan.3 Seorang pemimpinan mem-
butuhkan kecerdasan emosional.4 Menuru Elliya Decce kepemimpinan dapat memberikan
dampak terhadap motivasi pelayanan.5 Ini artinya, ada unsur yang penting dalam kepemim-
pinan, seperti karakter.6 Kepemimpinan dalam pembahasan ini dikaitkan dengan penggem-
balaan, bagaimana seorang gembala memimpin. Penekanan dalam artikel ini adalah karakter
kepemiman seorang gembala.
METODE
Dalam penelitian ini bersifat kualitatif menggunakan pengumpulan data berdasarkan
kajian biblika, yaitu dari Alkitab sebagai sumber utama tentang karakter gembala sebagai
pemimpin. Pengumpulan data melalui kajian biblika dengan penerapan metode-metode
hermeneutik yang tepat mulai dari upaya eksegesis hingga metode lainnya dengan
keseksamaan agar tidak menghilangkan tujuan penelitian. Kajian bersifat biblika ini adalah
suatu ide kebenaran yang dikisahkan melalui penceritakan lebih daripada batasan-batasan
makna teologi itu sendiri. Terdapat suatu kebenaran di dalamnya yang diperoleh dari pen-
ceritaan. Metode ini adalah bagian dari hermeneutika atau ilmu menafsir.
PEMBAHASAN
Karakter Menghidupi iman
Pemahaman yang tinggi tentang panggilan Allah bagi seorang gembala untuk
memimpin umatnya adalah salah satu modal terbesar yang dapat membawa ke pelayanan
berintegritas, berkarakter seperti yang dibentangkan dalam Alkitab. Karakter didefinisikan
sebagai "agregat fitur” dan sifat-sifat yang membentuk sifat individu beberapa orang."7 Ini
adalah sifat menyeluruh dari orang tersebut. Seseorang yang berkarakter kemungkinan besar
juga berintegritas. Integritas didefinisikan sebagai "kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral
dan etika."8 Ini adalah tempat "perpaduan antara keyakinan seseorangdengan perilaku."9
Karakter dan integritas seseorang tidak dapat disembunyikan. Pada awalnya mungkin bisa
disembunyikan tetapi pada akhirnya juga nanti akan terungkap dan tentunya juga berlaku
untuk gembala. Seseorang mungkin dapat menyembunyikan karakter yang lemah dan ku-
rang integritasnya hanya untuk waktu tertentu, dan ketika kelemahan terungkap akan ada
3Desti Samarenna and Harls Evan R Siahaan, “Memahami Dan Menerapkan Prinsip Kepemimpinan
Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 Bagi Mahasiswa Teologi,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 1–13, http://www.jurnalbia.com/index.php/bia. 4Antonius Remigius Abi, “Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Pendidikan,” SOTIRIA (Jurnal
Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 60–68. 5Elliya Dece, “Pengaruh Kepemimpinan Gembala Sidang Terhadap Motivasi Pelayanan Kaum Awam,”
DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika 2, no. 1 (2019): 25–34. 6Fernando Tambunan, “Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban Terhadap Krisis
Kepemimpinan Masa Kini,” Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no. 1 (2018): 81–104,
http://sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate/article/view/6. 7Laurence Urdang, ed., “Character”, The Random House College Dictionary (USA: Random House,
Inc., 1988), 225.
8Laurence Urdang, ed., “Integrity”, The Random House College Dictionary (USA: Random House, Inc.,
1988), 693.
9Tommy Yessick, Building Blocks for Longer Life and Ministry (Nashville: Convention Press, 1997), 89
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 120
konsekuensi bagi pribadinya, imannya, keluarganya, umatnya, dan berpotensi secara
keseluruhan bagi tubuh Kristus.
Jack Hayford menulis:
By character in a leader, I’m referring to a man…committed to becoming a growing
person who grows people, a person whose inner life draws from an eternal fountain-
head, so their outer life begets the durable (more often than the colorful) and the de-
pendable (more often than the clever). Thus, leadership is defined not by gifting,
though leaders are usually blessed with much; not by intellect, though even unwise
leaders are not stupid; not by opportunity, since true leaders aren’t produced by
getting all the breaks; and not by their charisma or classiness. The latter may enable
coming off the blocks quickly, but a fast start makes little difference in a marathon run.
And leadership in that category isn’t determined by who wins, but who finishes- who
ran by the rules, was still standing at the finish and is ready to run again on another
day.10
Budaya modern yang semakin terbuka dalam banyak hal cenderung berdosa atau tidak
sesuai dengan kebenaran firman Tuhan sehingga seorang gembala yang memimpin di masa
kini harus hidup sebagai hamba Allah dan memimpin dari dasar karakter dan integritas yang
saleh, bukan dari budaya yang salah. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang suci
hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5: 8).
Oswald J. Smith menyatakan, "Orang-orang yang telah memenangkan jiwa-jiwa dan
hidupnya dipengaruhi oleh Tuhan telah menjadi orang-orang yang telah berjalan dengan
Allah jauh di atas massa, sehingga melalui kerohanian yang tinggi dapat menarik orang lain
ke tahap kerohanian yang sama dengan mereka juga. Salah satu cara untuk memenangkan
orang lain agar mereka menjadi pribadi yang seperti Kristus harapkan adalah dengan hidup
seperti yang Allah kehendaki bagi seorang gembala dan mampu menang menghadapi setiap
godaan dunia ini.11 Gembala dipanggil oleh Allah untuk melayani, kemudian sengaja mene-
tapkan dirinya “terpisah” dari dunia, agar dapat dipakai Tuhan untuk mempengaruhi dunia.
Standar Alkitab untuk karakter gembala diuraikan dalam 1 Tim 3: 1-712, dan Tit 1: 5-
9.13 Standar ini membentuk kerangka kerja seorang gembala bagaimana dia merumuskan
hidup dan pelayanannya. Gembala harus memahami bahwa segala sesuatu yang Allah telah
berikan kepadanya, berfungsi untuk kemuliaan Allah. Dalam setiap gerak kehidupan
seorang gembala semuanya itu menjadi bagian pelayanannya yang harus dipersembahkan
sebagai persembahanyang kudus kepada Allah yang kudus.
Tidak Bercela
Karaketer pertama dari seorang Gembala adalah tak bercela, yang dalam bahasa Yunani
dari kata anepilēmptos (I Tim 3: 2; Tit 1: 6). Kata ini juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia adalah 'tak bercacat”. Untuk menjadi tak bercacat tidak menunjukkan kesempur-
10Jack Hayford, The Leading Edge (Lake Mary,Florida: Charisma House, 2001), VIII-IX. 11Oswald J. Smith, The Man God Uses (London: Marshall, Morgan, and Scott, 1968), 24. 12Ezra Tari, Ermin Alperiana Mosooli, and Elsye Evasolina Tulaka, “Kepemimpinan Kristen
Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7,” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 15–21. 13Parluhutan Manalu, “Memahami Theologia Dalam Surat Titus,” SOTIRIA (Jurnal Theologia dan
Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 39–59, http://sttpaulusmedan.ac.id/e-
journal/index.php/sotiria/index.
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 121
naan moral karena jika ini terjadi, tidak ada orang yang akan memenuhi syarat. Ini berbicara
soal moral dasar dari gembala sebagai teladan bagi yang lain. Gembala tidak boleh men-
jalani kehidupan bermuka dua atau kemunafikan. Sebaliknya, kotbah dan perilakunya harus
selaras dengan apa yang disampaikan, kehidupan pribadi dan kehidupan di tengah ma-
syarakat atau di jemaat harus konsisten. Siapa dia ketika tidak ada yang tahu apa yang dia
lakukan sama pentingnya dengan siapa dia ketika dia didepan jemaat. Hal ini penting bah-
wa gembala tidak hanya tak bercacat dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan di
depan jemaat, tetapi juga ketika berurusan dengan orang-orang di luar gereja. Untuk menjadi
"tak bercacat" adalah ciri utama dari berkarakter, kualitas yang men-dasarinya
berfungsisebagai dasar untuk menghidupi pelayanannya. Karakter seorang gem-bala secara
langsung mempengaruhi apa yang gembala sampaikan kepada jemaat. Jika ia gagal pada
poin ini, maka karakter yang lain dalam hidupnya juga akan mengalami kegagalan.
Pelayan Allah
Gembala berfungsi 'sebagai pelayan Tuhan. Dalam Titus 1:7 disebutkan penilik sebagai
pengatur rumah Allah, dalam bahasa Yunani dipakai kata hos theou oikonomon (Tit 1: 7).
Dia dipercayakan untuk mengelola kebenaran Allah secara efektif dan berintegritas.. Ini
adalah tanggung jawab yang tinggi dan suci. Gembala dituntut memiliki standar yang tinggi
karena tanggung jawab pelayanannya membutuhkan integritas dan kesetiaan. Paulus meng-
ingatkan kita tentang pentingnya pelayanan. "Demikianlah hendaknya orang memandang
kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang
akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat
dipercayai. Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu
pengadilan manusia, malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. Sebab memang aku tidak
sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku
ialah Tuhan" (I Kor 4:1-4). Gembala adalah hamba Yesus Kristus, sebagai pelayan dari
rahasia Allah. Sesungguhnya pelayanan utama gembala bukan untuk jemaat, tetapi untuk
Allah. Menurut Gordon Fee, frasa dari “dipercayakan rahasia Allah”: mengomunikasikan
gagasan bahwa gembala tidak memiliki wewenang sendiri. Semua wewenang yang dimili-
kinya atas delegasi dari Allah, dan dia menjadi pelayan yang baik dariNya.14 Kesetiaan di-
perlukan oleh Tuhan, dan dinilai oleh Allah.
Hidup dalam Penguasaan Diri
Dalam rangka untuk menghidupi imannya, secara internal ia harus 'menguasai diri',
yunani : nēphalios (I Tim 3: 2; Tit 1: 7). Menguasai diri didefinisikan sebagai "pikiran yang
sehat, waras" dan kemudian "membatasi keinginan dan dorongan seseorang, bijaksana."15
Gembala harus waspada agar tidak tertarik dengan kenikmatan dunia. Dia harus menjalani
kehidupan yang seimbang antara rohani, fisik, dan dalam setiap aspek hidupnya. Seorang
gembala harus memiliki kontrol atas hidupnya sendiri; jika tidak, maka ia tidak termasuk
dalam pelayanan Tuhan. Jika seseorang ingin berbuat dosa ia dapat menemukan cara untuk
14Gordon D. Fee, The First Epistle to the Corinthians: New International Commentary on the New
Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1987), 159. 15Ralph Earle, “Temperate”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:
Hendricksen Books, 1997), 390.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 122
melakukannya, tidak peduli apa yang orang lain lakukan untuk membantu dia bertanggung
jawab. Jika, pada akar karakternya dia menguasai diri, dia dapat menguasai semua aspek
hidup yang memuaskannya.Elemen kunci dari ini adalah kehidupan yang berserah kepada
Roh Kudus. Salah satu aspek kunci dari buah Roh adalah penguasaan diri (Gal 5:23). Untuk
mendapatkan kontrol tersebut, seseorang harus melepaskan kontrol kepada Allah.
Perhatiannya tidak ditujukan kepada kenikmatan dunia yang bersifat kedagingan, melainkan
kenikmatan Allah yang ditandai dengan ketulusan rohani. Pribadi yang seperti ini adalah,
jiwa yang stabil dan tenang, digambarkan sebagai pribadi yang "menguasai diri", atau
"berpikir sehat."
Berperilaku Baik
Pengendalian diri akan dapat diwujudkan dalam kehidupan lahiriah secara teratur.
Gembala menjadi "berperilaku yang baik", dari bahasa Yunani philagathon (Tit 1: 8). Dia
dikatakan “berperilaku baik atau dapat membawa diri atau sopan ", Yunani: kosmios (I Tim
3:2; Tit 1:8).16 Hidupnya tidak akan menjadi batu sandungan tetapi ia akan memimpin
kawanan domba Allah dengan baik sehingga hidupnya efektif untuk Kerajaan Allah.
Gembala sebagai pemimpin akan menjalani kehidupan yang terhormat dalam kendali Roh
kudus, karena dalam hati ia telah berserah kepada Allah. Kebenaran dan kekudusan adalah
karakteristik yang berakar dalam setiap penampilannya di dalam Kristus. Karena dia telah
dinyatakan benar di dalam Kristus, ia bertindak atas dasar siapa dia dalam Kristus. Allah
telah "mengaruniakan dengan segala berkat rohani di sorga di dalam Kristus" (Ef 1: 3).
Gembalaberperilaku baik karena ia ada di dalam Kristus, mengingini yang murni dan benar
dalam segala hal dalam Kristus.
Tidak Minum Anggur
Sehubungan dengan mengonsumsi alkohol, Alkitab mengatakan gembala bukan seo-
rang "pemabuk" (paroinos; I Tim 3: 3; Tit 1: 7). Secara harfiah, ia tidak akan ditemukan di
samping anggur, "berlama-lama dengan cangkir."17 Alkitab melarang semua orang percaya
agar tidak hidup dalam kemabukan. "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang
hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan" (Rom 13:13). Sebaliknya, orang percaya
harus "Mengenakan Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang, dan jangan
merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Rm 13:14). Mabuk diidentifikasi seba-
gai karya daging (Gal 5:21), dan jelas bahwa pemabuk tidak akan mendapat bagian dalam
Kerajaan Allah (I Kor 6:10).
Orang percaya minum alkohol tidak dilarang secara eksplisit dalam Alkitab. Namun,
bahaya penggunaan alkohol dikomunikasikan dengan jelas. "Anggur adalah pencemooh,
minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang terhuyung-huyung karenanya"
(Ams. 20: 1). Paulus menulis, "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna.
Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu
16Ralph Earle, “Good Behavior”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:
Hendricksen Books, 1997), 390.
17Frank E. Gaebelein, Ed., The Expositor’s Bible Commentary: Ephesians-Philemon (Grand Rapids:
Zondervan, 1978), 364.
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 123
apapun" (I Kor 6:12). Kekhawatirannya adalah bukan seberapa dekat orang percaya bisa
datang ke garis dosa tanpa melakukannya, artinya kecenderungan orang yang dekat dengan
dosa akan melakukan dosa. Sementara orang percaya, dan gembala adalah teladan bagi
kawanan domba Allah bahkan harus mengindari penampilan kalau itu menjadi batu
sandungan (lih Rom 14: 20-21).
Gembala memiliki tanggung jawabyaitu memastikan setiap orang percaya atau jemaat
Tuhan, untuk melakukan sesuatu yang tidak akan membuat orang lain tersandung. “Karena
itu janganlah kita saling menghakimi lagi, tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini:
jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung" (Rom 14:13). Melihat dampak
yang kurang baik ketika orang percaya minum anggur/alcohol dan yang dapat menjadi batu
sandungan maka sebaiknya tidak perlu minum alcohol biarpun tidak sampai memabukkan.
Mengingat sifat merusak yang dapat ditimbulkan ketika minum alcohol maka seorang
gembala maupun orang percaya lainnya tidak ambil bagian didalamnya.
Tidak Suka Berkelahi
Ada beberapa karakteristik yang berhubungan dengan temperamen gembala. Dia
digambar-kan sebagai orang yang "tidak suka berkelahi" (plēktēn, berarti lembut), dan "tidak
suka bertengkar" (amakhos; I Tim 3:3; Tit 1:7).18 Gembala tidaklah sebagai pemarah, tetapi
harus ramah dalam berurusan dengan orang lain dan menolak untuk berkelahi dan
bertengkar. Ini bukan untuk mengatakan bahwa gembala tidak pernah memiliki perasaan
marah atau terte-kan ketika dalam konflik, tetapi berhubungan langsung bagaimana ia
menanggapi perasaan domba Allah dalam control dan pengawasannya.
Sifat kerohanian adalah tanggungjawab dari seorang gembala, sehingga setiap konflik
rohani yang terjadi di jemaat harus dapat dikendalikan oleh gembala dan tidak ikut terlibat
berkonflik dengan masalah orang-orang yang dibinanya. Model untuk menanggapi berbagai
konflik dan masalah yang terjadi adalah dengan meneladani Yesus. “Sebab untuk itulah
kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu, dan telah meninggalkan
teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu daya
tidak ada dalam mulut-Nya; yang, ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci-
maki; ketika Dia menderita, tidak mengancam, tetapi menyerahkannya kepada Dia, yang
menghakimi dengan adil" (I Pet 2:21-23). Yesus bisa saja memukul setiap orang yang
menganiaya dan membencinya, tetapi Ia menyerahkannya kepada Bapa dan tetap fokus pada
misi kedatangannya di dunia. Gembala pun harus menanggapi setiap konflik yang terjadi
dengan memakai prinsip yang dipakai oleh Yesus sebagai Tuhan yang dilayaninya.
Bukan Petobat Baru
Gembala seharusnya bukan seorang petobat baru atau "pemula" (neophuton; I Tim 3:6;
Tit 1:9), yang secara literal berarti "yang baru ditanam."19 “Janganlah ia seorang yang baru
bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman iblis " (I Tim 3: 6). Ada
banyak situasi yang tak terduga dalam pelayanan pastoral dimana petobat baru tidak akan
18Ralph Earle, “Not Violent”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:
Hendricksen Books, 1997), 365. 19Ibid., 391.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 124
memiliki kemampuan rohani untuk menangani, dan pada saat yang sama ia juga harus
mengindari menghindari perangkap atau jebakan.
Seorang pemula dalam iman (petobat baru) tidak memiliki kedewasaan untuk
menangani kesulitan rohani, dan membimbing orang lain untuk memperkuat iman mereka.
Seorang pemula dalam iman bisa tergoda untuk menangani Firman Tuhan sembarangan. Dia
berpotensi membiarkan dirinya berada di posisi godaan besar tanpa perlindungan yang
memadai. Selain itu, ia bisa tergoda untuk menggunakan otoritas dan pengaruh yang telah
dipercayakan kepadanya sebagai “dibawah gembala” Yesus, dengan cara yang tidak pantas.
Dia harus memiliki tingkat kematangan spiritual yang memungkinkan dia untuk melakukan
pekerjaan pelayanan secara efektif. Kedewasaan rohani tidak otomatis datang dengan berla-
lunya waktu. Seseorang bisa tetap berlaku sebagai bayi rohani, jika mereka tidak bertumbuh
dalam iman. Sebuah masa pengujian dalampelayanan penting sebelum seseorang
ditempatkan dalam menduduki jabatan pelayanan penggembalaan.
Karakter dalam Hubungan dengan Keluarga
Keluarga seorang gembala tidaklah harus sempurna, tetapi keluarganya harus dituntun
oleh prinsip-prinsip yang Alkitabiah, danberdiri sebagai model untuk orang baik di dalam
dan di luar gereja. Keluarga gembala bisa menjadi motivasi atau dorongan kepada keluarga
lain yang ingin mengikuti rencana Allah bagi hidup mereka.
Suami dari Satu Istri
Gembala adalah menjadi "suami dari satu istri" (mias gunaikos; I Tim 3:2; Tit 1:6).
Secara harfiah ini diterjemahkan "seorang pria satu-wanita."20 Ada beberapa penafsiran
umum dari bagian ini. Salah satunya adalah bahwa hal itu diperlukan untuk gembala yang
sudah menikah. Pandangan ini akan tampak bertentangan 1 Kor 7: 8 dan 7: 25-33, di mana
Paulus mendorong selibat, sebagai hadiah dari Tuhan. Pandangan kedua adalah bahwa dari
satu istri dalam seumur hidup. Pandangan ini menghilangkan pria yang telah menikah
dengan istri kedua untuk alasan apapun bahkan setelah kematian istri pertamanya. Kitab
Suci menjelaskan bahwa seseorang bebas untuk menikah lagi setelah kematian pasangan
(Rom 7: 1-6), karena itu pandangan ini tidak bisa dipertahankan.
Pandangan ketiga adalah bahwa bagian itu tidak mengacu terutama untuk status
perkawinan gembala, melainkan perilaku moralnya. "Kebanyakan para ahli setuju bahwa itu
berarti monogami dan bahwa gembala atau penatua harus benar-benar setia kepada
istrinya."21 Seorang pria satu-wanita mengabdikan dirinya untuk satu wanita yang adalah
istrinya. Logikanya adalah bahwa jika dia setia kepada istrinya dimana itu adalah pemberian
Allah, dia bisa dipercaya untuk memimpin gereja Tuhan. Pandangan keempat melarang
gembala bercerai/ berhenti dari pelayanan dalam keadaan apapun. Larangan ini juga
biasanya meluas ke seorang pria yang menikah dengan wanita yang diceraikan. Peringatan
20John MacArthur, Jr., New Testament Commentary: I Timothy (Chicago: Moody Bible Institute,
1995), 104.
21Frank E. Gaebelin, Ed., Expositors Bible Commentary: Volume II (Grand Rapids: Zondervan, 1978),
364.
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 125
ini harus diambil untuk tidak menganggap remeh tentang perceraian dan pernikahan sebagai
dosa yang tak termaafkan.
Perceraian jika dilakukan di luar ketentuan Alkitab adalah dosa. Seperti dosa lain
perceraian dapat diampuni dan kalau kembali kepada Kristus dapat dipulihkan lagi. Namun
kalau seseorang yang melayani sebagai gembala telah bercerai maka hal itu tidak dapat
diterima secara alkitabiah karena dua alasan. Pertama, ia tidak akan memenuhi syarat seba-
gai "tak bercacat", dan kesaksiannya akan dikompromikan. Kedua, ia tidak akan memenuhi
syarat sebagai orang yang "berhasil dalam membina rumah tangganya dengan baik." Gem-
bala memiliki tanggung jawab untuk mengasihi istrinya dan setia kepadanya. Ini adalah
fokus utama dari bagian itu. Gembala harus "menjadi orang yang tidak perlu dipertanyakan
lagi soal moralitas , yang sepenuhnya benar dan setia kepada istrinya; yang menikah, tidak
dalam cara orang tidak mengenal Tuhan dalam hubungan dengan wanita lain."22
John Piper menulis, ketika gembala mengasihi istri mereka:
It delights and encourages the church. It models marriage for the other couples. It
upholds the honor of the office of elder. It blesses the pastor’s children with a haven of
love. It displays the mystery of Christ’s love for the church. It prevents our prayers
from being hindered. It eases the burdens of the ministry. It protects the church from
devastating scandal. And it satisfies the soul as we find our joy in God by pursuing it
in the joy of the beloved. This is not marginal…Loving our wives is essential for our
ministry. It is ministry.23
Ada banyak tekanan pada hubungan suami istri seorang gembala. Dalam salah satu bab
bukunya H.B. London, Jr dan Neil B. Wiseman menuliskan judul tentang "Peringatan:
Pelayanan Mungkin Berbahaya untuk Pernikahan Anda."24 Mereka mengidentifikasi bahwa
banyak tekanan yang dihadapi seorang gembala bersama istrinya: tidak cukup waktu
bersama; menggunakan uang; tingkat pendapatan; kesulitan komunikasi; harapan jemaat;
kesulitan dalam membesarkan anak-anak; perbedaan masalah karir pelayanan; dan perbeda-
an lebih dari karir pasangan ini. Karena perubahan zaman yang terus berkembang dan sifat
pelayanan, tekanan ini terus meningkat. Gembala harus punya kekuatan untuk menjaga
hubungan pernikahannya, untuk mengurangi tekanan dan potensi jebakan dalam pelayanan.
Mengatur Rumah Tangga Sendiri
Gembala harus "mengatur" (proistamenon; I Tim 3:4) rumah sendiri dengan baik.
Ujian sejati seorang pemimpin adalah seperti apa diamengatur kehidupan rumahnya. Jika dia
konsisten dan jadi model kebenaran di dalam kasih dan mengatur rumahnya dengan baik,
maka ia mungkin memenuhi syarat untuk memimpin gereja. Dia harus setia dalam hubungan
paling intim dalam hidupnya. Orang-orang yang tinggal bersamanya dan tahu dia yang bisa
membuktikan orang macam apa dia. Alkitab mengatakan, "Jikalau seorang tidak tahu
mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah "? (I Tim
3:5). Untuk setiap orang yang melayani sebagai seorang gembala, pimpinan keseluruhan
rumahnya dan arah untuk keluarganya harus kokoh berada di tangannya.Rumah adalah
22 William Hendricksen and Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary: Thessalonians, the
Pastorals and Hebrews (Grand Rapids: Baker Books, 1996), 122. 23John Piper, Brothers We are Not Professional (Nashville: Broadman and Holman, 2002), 245.
24 H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, Pastors at Risk (Wheaton:Victor, 1993), 70-94.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 126
ajang pembuktian di mana banyak orang telah menunjukkan diri tidak layak untuk
pelayanan.
Persyaratan dalam kaitannya dengan anak-anaknya adalah bahwa ia memiliki "anak-
anak yang hormat kepadanya" (I Tim 3: 4). Untuk berada dalam "ketundukan" (hypotage),
menyiratkan ketaatan responsif terhadap siapa atau apa pun yang dikenakan."25 Anak-anak
dari seorang gembala ini adalah untuk menghargai dan menghormati otoritas ayah mereka.
Otoritas ini tidak untuk diberikan dengan kekerasan, atau dengan cara diktator, melainkan
dalam kasih, tegas, dan secara konsisten. Ini harus dibangun dalam lingkungan cinta dan
menghormati ayah. Dengan demikian, ini menunjukkan anak kepada Bapa surgawi mereka.
Menurut Alkitab, gembala juga perlu memiliki "anak yang setia tidak dituduh tidak
tertib atau pembangkang" (Tit 1:6). Kata yang diterjemahkan "setia/percaya" (pista) berarti
percaya, memiliki iman. Menurut John MacArthur, Jr., referensi di sini cenderung percaya
anak-anak.26 "Kecerobohan" (asotia) menunjukkan pemberontak, gaya hidup liar. Oleh
karena itu, orang bisa menarik kesimpulan bahwa ini tidak hanya mengacu pada anak-anak
dalam rumah tangga gembala, tetapi juga bagaimana anak-anak tumbuh dalam pengasuhan
seorang gembala.
MacArthur berpendapat bahwa "anak gembala yang hidup patuh di bawah kendali
ayah mereka ketika kecil, maka iman ayah mereka akan muncul nanti sebagai iman mereka
sendiri. Pada saat itu mereka harus menjalani hidup Kristen yang setia, tidak liar, tidak
ceroboh menguasai diri, tidak hidup boros. Jika tidak, selain kerusakan yang mereka lakukan
sendiri, mereka mendiskualifikasi ayah mereka dari pelayanan pastoral/penggembalaan."27
Keluarga gembala sangat penting untuk pelayanannya secara keseluruhan. Hanya hubungan
pendeta dengan Allah menjadi prioritas di atas keluarganya. Tetapi harus dipahami bahwa
pengabdiannya kepada keluarganya mencerminkan tingkat pengabdian kepada Tuhan.
Karakter dalam Memimpin Kawanan Domba Allah
Ada beberapa karakter dalam Alkitab untuk gembala, yang terbaik sesuai dalam
konteks yang berkaitan dengan memimpin kawanan tubuh Kristus. Karakter ini berdampak
bagaimana gembala berinteraksi dengan dan memimpin kawanan domba. Sangat penting
bahwa gembala harus menjaga diri terhadap kegagalan moral dan kehancuran karakter
karena karakternya langsung berdampak pada kawanan domba Allah dan stabilitas serta
pertumbuhan rohaninya.
Ramah
Gembala harus ramah. LAI menerjemahkan dengan ‘suka memberi tumpangan’, dari
bahasa Yunani philoxenos (I Tim 3: 2; Tit 1: 8). Secara harfiah ini berarti: "orang asing
mencintai… atau murah hati untuk tamu."28 Secara umum, idenya adalah bahwa gembala
mampu membuat dirinya melayani dan bersedia melayani siapapun termasuk orang-orang
25Lawrence Richards, “Submission”, Expository Dictionary of Bible Words (Grand Rapids: Zondervan,
1991), 584.
26MacArthur, Rediscovering Pastoral Ministry, 94. 27Ibid., 94 28Ralph Earle, “Hospitable”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:
Hendricksen Books, 1997), 390.
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 127
yang tidak dia kenal, dan melayaninya dalam nama Yesus. Ini adalah sikap melayani orang-
orang di dalam nama Yesus. Yesus mengatakan dalam Lukas 14: 12-14:
Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah
engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum
keluargamu atau tetanga-teanggamu yang kaya, karena akan membalasnya dengan
mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi
apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang
cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia karena
mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan
mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.
Untuk menjadi ramah, maka dengan memakai prinsip Firma Tuhan: “Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39). Ini menunjukkan kasih Yesus, dan memberikan
kesempatan untuk melakukan pesan Yesus agar pergi keluar, dan melalui itu Allah dimulia-
kan dengan tidak mementingkan diri sendiri dalam hidup ini.29
Tidak Tamak Uang
Gembala tidak "serakah uang" (afilarguron; I Tim 3:3; Tit 1:7). Dia harus menjadi
contoh yang baik dalam mengelola uang, dan membayar semua tagihan tepat waktu dalam
rangka mempertahankan kesaksiannya baik di dalam dan di luar gereja. Banyak gembala
selama bertahun-tahun telah memberikan gereja nama buruk karena tidak bertanggung
jawab dengan uang. Gembala harus yakin bahwa tujuan pelayanannya, bukan agar dilihat
orang lain bahwa dia lebih hebat dibandingkan dengan yang lain terlebih lagi mengejar
materi/uang. Tidak ada yang salah dengan gembala kalau diberkati secara finansial. Rasul
Paulus menulis, "penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat,
terutama mereka yang jerih payah berkotbah dan mengajar. Bukankah kitab Suci berkata:
“Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,”dan lagi “seorang
pekerja patut mendapat upahnya” (I Tim 5:17,18).
Biar bagaimanapun tujuan utama gembala, adalah untuk berada dalam kehendak Allah
dan setia di mana pun Allah menempatkan dia. Mendapatkan harta duniawi bukanlah
tujuannya. Perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Luk 12:20) adalah contoh yang
baik dari apa yang terjadi pada orang yang mengidolakan (mendewakan) uang. Seorang
gembala harus menghindari sifat Yudas (Yoh 12: 6) yang mencoba untuk memperkaya diri
secara tidak jujur. Dia harus menyerahkan urusan uang gereja kepada orang lain yang dapat
dipercaya. Alkitab menyatakan: "Karena akar dari segala kejahatan ialah cinta uang, sebab
oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya
dengan berbagai-bagai duka" (I Tim 6:10).
Selanjutnya, gembala harus memberi contoh dalam mengelola keuangan, jika gembala
adalah pemimpin umat untuk menjadi pelayan setia apa yang Tuhan percayakan terhadapnya
dalam hal pemberian waktu, bakat, dan harta. Sementara persoalan keuangannya biasanya
rahasia dan hanya diketahui oleh beberapa orang, tentu hal itu tidak rahasia dihadapan Allah.
29Noh Ibrahim Boiliu et al., “Mengajarkan Pendidikan Karakter Melalui Matius 5 : 6-12,” Kurios (Jurnal
Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 6–12, http://www.sttpb.ac.id/e-
journal/index.php/kurios.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 128
Tuhan tahu persis bagaimana seseorang menggunakan apa yang telah dipercayakan
kepadanya. Jika ia mengharapkan umatnya untuk setia dan menerima berkat-berkat Allah,
dia juga harus setia.
Mampu Mengajar
Gembala harus "dapat mengajar" (didactikos; I Tim3:2). Dia adalah seorang yang
terampil mengajar dari Firman Allah. Setiap manusia/gembala tidak akan memiliki kemam-
puan yang sama dalam hal mengajar, namun persyaratan seorang gembala adalah bahwa dia
harus memiliki kemampuan untuk mengajar. Dia harus dapat mengkomunikasi Firman Allah
dengan baik sehingga orang lain dapat memahaminya dengan jelas, dan menggunakannya
dalam kehidupan mereka untuk membawa perubahan. Pengajaran Firman Tuhan merupakan
tingkat tertinggi komitmen kerohanian seorang gembala. Hamba Tuhan biasanya memiliki
keyakinan dan kemampuan komunikasi yang jelas. Seharusnya tidak ada persoalan besar
bagi seorang gembala berkaitan dengan kemampuannya untuk presentasi. Gembala sebagai
guru tidak mengajarkan pikirannya sendiri atau keinginannya. Dia mengajarkan Firman
Allah, sehingga orang lain mengenal Allah dan memahami apa artinya menjadi pengikut
Yesus Kristus.
Memelihara Kebenaran
Gembala adalah mampu "berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan
ajaran yang sehat, supaya sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup
meyakinkan penentang-penentangnya" (Tit 1:9). Gembala adalah penjaga agar tidak terjadi
kesalahan dalam gereja. Dia harus berpegang teguh pada kebenaran bahwa apa yang telah
diajarkannya, dapat memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang sama juga. Pengajaran
yang sungguh-sungguh dan benar dalam gereja akan membuat gereja bertumbuh dan sehat
secara rohani, dan mampu melindunginya dari ajaran-ajaran sesat dan nabi-nabi palsu.
Yesus berkata, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu, yang datang kepadamu yang
menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas“
(Mat.7:15).
Ada banyak guru-guru palsu hari ini yang membingungkan orang dan menghancurkan
kehidupan kerohanian dengan ajaran sesat. Gembala sebagai wakil Tuhan dalm gereja harus
penuh semangat memberitakan dan membela kebenaran Alkitab. Dan ini juga adalah
tanggung jawab setiap orang Kristen untuk, "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan
Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan
perkataan kebenaran itu" (2 Tim 2:15). Itu juga merupakan tanggung jawab setiap orang
Kristen untuk, "…siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab
kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan
yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat" (I Pet 3:15). Ini adalah
tanggung jawab yang besar bagi seorang gembala yang telah dipercayakan untuk membe-
ritakan dan menjaga kebenaran.
Dalam kepribadiannya, gembala harus rajin mempelajari Firman Allah dan memper-
siapkan diri dengan baik, untuk memberitakan kebenaran Firman Tuhan kepada umat Allah.
Ini adalah hal yang suci dan hak istimewa untuk berdiri di hadapan jemaat dan
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 129
memberitakan kebenaran Alkitab. Jika melakukannya dengan cara yang tidak siap atau
ceroboh itu berarti pelanggaran kepada Tuhan.
Menjadi Saksi yang Baik
Gembala harus memiliki "kesaksian yang baik di antara orang yang tidak percaya,
supaya ia jangan jatuh ke dalam celaan dan jerat iblis" (I Tim 1:7). Orang di luar gereja yang
mengamati gembala, dapat melihatnya sebagai orang yang memiliki karakter baik. Banyak
kerusakan yang terjadi di gereja maupun di luar gereja berkaitan moral dan hal lainnya, teta-
pi gembala dituntut dan disoroti supaya tetap baik sehingga menjadi kesaksian yang baik di
tengah-tengah jemaat Tuhan maupun diluar jemaat. Menurut William Hendricksen dan
Simon J. Kistemaker, menyimpulkan, “Seorang calon pengawas/penatua/gembala harus
memiliki kesaksian yang menguntungkan dari dua pihak: a) orang dalam, yaitu, anggota
gereja, dan b) orang luar, yaitu, mereka yang berada di luar gereja."30
Keinginan iblis adalah menjerat dan menghancurkan semua anak-anak Allah, tetapi
sasaran utamanya adalah hamba-hamba Tuhan (para gembala) pilihan Allah. Karena gem-
bala memiliki kemampuan untuk mempengaruhi beberapa sendi-sendi kehidupan melalui
pemberitaan pesan Injil. Ketika iblis memenangkan pertempuran dan dapat menjatuhkan
satu orang gembala, maka sesungguhnya kerusakan yang terjadi jauh lebih besar karena
pengaruh sang gembala kepada jemaat yang lainnya.
Kegagalan dalam pelayanan kepada Tuhan berakar di alam dosa dan egois manusia.
Alkitab menyebutkan bahwa kesombongan yang membuat kejatuhan rohani. Kesombongan
adalah akar dari pemberontakan pertama, karena melalui kesombongan Lucifer maka dia
jatuh. dan sebagian malaikat jatuh bersama dengan dia (Yes 14: 12-21). 3: 5). Kecongkakan
mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Amsal 16:17).Kesombongan
bagi seorang gembala membuat dia mengalami banyak kesulitan dalam pelayan dan bahkan
membuat kehancuran dalam diri umat dan juga dirinya sendiri. "Keangkuhan merendahkan
orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian" (Ams. 29:23). Kesombongan adalah
dosa yang merusak dan mematikan seperti keegoisan, menipu diri sendiri, motivasi yang
salah dalam pelayanan, penipuan, ambisi yang salah, penyalahgunaan kekuasaan, pelecehan
seksual, penyalahgunaan keuangan, dan sejumlah dosa lainnya.
Kunci Menjaga Karakter
Seseorang yang masuk kategori hamba Tuhan (gembala) harus mampu menjaga diri
dari tampilan “kuburan rohani”. Pertama, hamba Tuhan harus mengerti karakter seperti apa
yang Tuhan harapkan dari dirinya. Dia harus memahami standar Alkitab untuk hidupnya.
Kedua, hamba Tuhan harus menyadari bahwa dia bisa jatuh dalam keadaan apa pun,
sehinggga harus berhati-hati. Alkitab menyatakan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa
ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! " (I Kor 10:12). Ketiga, hamba Tuhan
harus mengerti bahwa selain dari kebenaran Kristus, dan kehadiran Roh kudus yang berdiam
didalam dirinya sebagai standar untuk bisa hidup sesuai dengan Alkitab. Ini adalah
keinginan Allah bahwa hamba-Nya tetap setia, dan itu adalah kekuatan Allah yang
30Hendricksen and Kistemaker, New Testament Commentary: Thessalonians, the Pastorals and
Hebrews, 119.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 130
memungkinkan umatnya tetap teguh berdiri. "pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dank
arena itu ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melebihi kekuatanmu. Pada waktu kam
dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya"
(I Kor 10:13).
Kesetiaandalam Doa Pribadi
Dalam gereja mula-mula para rasul terbebani oleh tugas pelayanan, dan kemudian
memilih beberapa orang diaken untuk mengambil beberapa bagian pelayanan. Mereka
menginstruksikan kepada jemaat, "Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari
antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat
mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan
pelayanan Firman" (Kis 6: 3-4). Tanggung jawab pertama hamba Tuhan adalah bagaimana
ia berusaha mengenal Allah semakin hari semakin lebih baik. Menurut H.B. London, Jr dan
Neil B. Wiseman, "Kunci utama untuk gembala dalam mengembangkan karakter dan inte-
gritas adalah bagaimana dia membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa pribadi dan
hidup sesuai FirmanAllah.31
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Ellison Research (Phoenix,
Arizona) mengungkapkan:
Among a representative sample of 868 Protestant church ministers nationwide, asked
pastors about their personal prayer lives, including how much time they spend
praying, and what they are praying about. The average Protestant minister prays for
thirty-nine minutes a day, although twenty-one percent typically spend fifteen minutes
per day or less in prayer…The typical pastor spends thirty-two percent of his time
making requests, twenty percent in quiet time or listening to God, eighteen percent
giving thanks, seventeen percent in praise, and fourteen percent in confession.32
Kehidupan doa yang intimseorang gembala akan menentukan luas pelayanannya dandampak
bagi Allah. Jika doanya dangkal, pelayanannya juga akan dangkal. Jikaberjalan dengan
Tuhan kuat dan maju, maka pelayanannya akan menjadi kuat dan berkembang baik. The
Puritan John Bunyan pernah berkata, "Anda dapat melakukan apapun setelah Anda berdoa,
tetapi Anda tidak dapat melakukan apappun sampai Anda telah berdoa.”33
Penelitian yang dilakukan oleh Donald A. McGavran, menunjukkan bahwa gerakan
pertumbuhan gerejamemiliki dampak yang cukup besar dengan menggunakan metodologi
modern dan tanpa diragukan lagi berdampak pada jumlah kehadiran di gereja.34 Namun ada
juga focus utamanya hanya pada jumlah yang hadir dalam gereja bukan menekankan proses
dan pertumbuhan rohani. Sama seperti gereja telah dipengaruhi oleh cara berpikir, demikian
juga banyak gembala memiliki cara pikir yang individu juga. Ada tekanan yang signifikan
sekarang ini hanya melihat hasil, dan kadang-kadang gembala terpengaruh dalam arah yang
31H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, The Heart of a Great Pastor: How to Grow Strong and Thrive
Wherever God Has Planted You (Ventura, CA: Regal Books, 1997), 178 32Ibid,
33 I.D.E. Thomas, The Golden Treasury of Puritan Quotations (Chicago: Moody Press, 1975), 210. 34Donald A. McGavran, Understanding Church Growth (Grand Rapids: Wm B. Eerdmans Publishing
Co., 1990), 5.
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 131
tidak sehat. Ini adalah godaan untuk gembala untuk fokus pada yang pragmatis saja , dan
tidak fokus pada apa tugas utama mereka di hadapan TUHAN. Jika kerohanian ditekankan
melalui saat pribadi dengan Tuhan, maka pertumbuhan rohani akan menghasilkan hasil yang
alami, karena ia berada dalam posisi terbaik untuk digunakan oleh Roh Kudus.
E.M. Bounds menegaskan,
God’s plan is to make much of the man, far more of him than anything else. Men are
God’s methods…What the Church needs today is not more machinery or better, not
new organizations or more and novel methods, but men whom the Holy Ghost can use
-- men of prayer, men mighty in prayer. The Holy Ghost does not flow through
methods, but through men. He does not come on machinery, but on men. He does not
anoint plans, but men-- men of prayer35
Allah bekerja melalui orang-orang yang bergantung dan berjalan bersama dengan-Nya.
Yesus bertanya kepada Petrus dalam Yohanes 21:15-17, yang menurut Henri Nouwen J.M.
ini adalah pertanyaan yang paling mendasar bahwa setiap umat Allah harus menjawab
"Pertanyaannya adalah bukanlah berapa banyak orang yang sudah dibawa kepada Kristus?
Bagaimana dia bisa mencapainya? Dapatkah dia menunjukkan berapa hasilnya? tetapiyang
mendasar dalam pelayanan adalah: Apakah Anda cintaYesus?36
Setelah yakin kasih Petrus dan pengabdian kepada-Nya, Yesus memberikanPetrus
pelayanan. Banyak hamba Tuhan mencari pelayanan, dansibuk dengan pekerjaan pelayanan,
tetapi menjadi pertanyaan adalah, "Apakah mereka mengasihi Yesus?" atau mereka
mengasihi pelayanan? Atau, mereka mengasihi jiwa-jiwa, tetapi apakah mengasihi Allah?
Gembala harus menjaga dirinya sendiri sehingga ia tidak menghabiskan seluruh waktunya
untuk merawat jiwa-jiwa lain, jangan sampai mengabaikan jiwanya sendiri. Tidak ada
orang yang cocok untuk membantu orang lain sebelum ia dekat dengan Tuhan. Paulus
menulis surat kepada Timotius, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekun-
lah dalam semuanya itu. Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan
dirimu dan semua orang yang mendengar engkau" (I Tim 4:16).
Ada beberapa kunci untuk membangun doa dengan Allah. Pertama, Tuhan harus
menjadi prioritas utama setiap hari.Waktu terbaik gembala berdoa kepada Allah adalah pagi
hari. Kedua, harus ada tempat yang pasti untuk bertemu dengan Allah. Bagi beberapa orang,
tempatnya adalah di rumah sendiri. Beberapa pendeta mempertahankan tempat untuk berdoa
dan belajar di rumah mereka. Ketiga, harus ada rencana yang pasti. Ada banyak hal yang bi-
sa mengalihkan perhatian, pikiran untuk tidak fokus pada Allah. Homer A. Kent menga-
takan, "Makan manna rohani dari surga akan menyebabkan hamba Allah tumbuh kuat, dan
dampaknya menjadikan hari itu menjadi hari yang tertib dan rapi."37 Biasanya seorang
gembala mendapat hikmat ketika ia memiliki kebiasaan saat teduh dengan Allah setiap hari.
Waktu Yesus di bumi, dalam hidup kesehariannya, Dia terus membangun hubungan
dengan Allah Bapa. John W. Frye memaparkan bahwa, "Sebagai bagian dalam hubungan-
35E.M. Bounds, Preacher and Prayer (Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press, 1963), 7-8.
36Henri J.M. Nouwen, In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership (New York: The
Crossroad Publishing Company, 1989), 37. 37Homer A. Kent, Sr., The Pastor and His Work (Winona Lake, Indiana: BMH Books, 1982), 14
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 132
Nya, Yesus mempraktekkan disiplin rohani. Sebagai seorang Anak, ia selalu menunggu
sampai Ia mendengarkan Bapa. Bapa, pada saatnya juga Bapa melakukan bagian-Nya, dan
Roh Kudus akan menolong semua aktifitas-Nya.38 Ketika gembala dilihat oleh Yesus, ia
akan dapat pembelajaran apa arti yang mendasar dari hubungan dengan Allah. Hanya karena
kami menemukan Tuhan dan rencana-Nya bagi kita, bisakami memberikan hikmah-Nya
kepada orang lain. Frye menambahkan, "Pelayanan pastoral yang pertama adalah diterima
Allah terlebih dahulu.39
Richard Baxter menyatakan:
When your minds are in a holy, heavenly frame, your people are likely to partake of
the fruits of it. Your prayers and praises and doctrine will be sweet and heavenly to
them. They will likely feel when you have been much with God. That which is most on
your hearts is likely to be most in their ears…When I let my heart grow cold, my
preaching is cold; and when it is confused, my preaching is confused; and so I can
often observe also in the best of my hearers that when I have grown cold in preaching,
they have grown cold too; and the next prayers I have heard from them have been too
much like my preaching…O Brethren, watch therefore over your own hearts; keep out
lusts and passions of worldly inclinations. Keep up the life of faith, of love, of zeal. Be
much at home and much with God…Take heed to yourselves, lest your example
contradict your doctrine…lest you unsay with your lives what you say with your
tongues; and be the greatest hinderers of the success of your own labor.40
Saat teduh yang sungguh-sungguh secara pribadi dengan Allah akan mendemonstrasikan
kuasa Allah dalam pelayanan. Pendeta, yang telah banyak dengan Tuhan, pelayanannya
akan berdampak dengan kehadiran kuasa Allah.
Menjaga Prioritas
Gembala harus proaktif menjaga karakternya agar mampu menjaga kesetiaan. Dia harus ber-
juang agar hidupnya efektif dan maksimum. Dengan banyaknya tuntutan dalam pelayanan,
mudah untuk jatuh dalam memilih prioritas yang menyebabkan kesulitan. Prioritas pertama
seorang gembala adalah harusberjalan dengan Tuhan. Jika ia kuat berjalan dengan Tuhan,
maka pelayanannya akankuat juga. Jika ia berjalan dengan Tuhan lemah, pelayanannya akan
lemah juga. Prioritas kedua harus hidup dengan keluarganya. Keluarga adalah tempat
pembuktian pertama dalam pelayanan dan kondisi keluarga gembala memiliki dampak yang
signifikan pada pelayanannya. Hubungan gembala dengan istri dan anak-anaknya harus baik
dan terjaga. Kualitas hubungan ini secara langsung dipengaruhi olehkuantitas waktu yang
dihabiskannya di setiap waktu.
Prioritas ketiga adalah pelayanan ke gereja. Banyak gereja tidak menyadari pentingnya
urutan prioritas ini, jika gereja-gereja, gagal untuk menyadari bahwa jika seseorang tidak
berjalan dengan Tuhan dan memelihara keluarganya biarpun dia baik maka besar kemung-
kinan tidak akan lama dalam pelayanan atau paling tidak pelayanannya akan mengalami
banyak kesulitan. Tantangannya adalah dalam hal memilih prioritas dan menjaga keseim-
bangan. Masing-masing prioritas tersebut mempengaruhi orang lain.
38John W. Frye, Jesus the Pastor (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000),108. 39Ibid., 108 40Richard Baxter, The Reformed Pastor (London: Banner of Truth, 1983 ed.), 61-63, 65
Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 133
Kerendahan Hati
Gembala perlu menumbuhkan semangat kerendahan hati. "Rendahkanlah dirimu di
hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu" (Yak. 4:10). Kerendahan hati memperta-
hankan perspektif yang tepat dari diri sendiri dalam terang Firman Tuhan. Gembala yang
rendah hati akan melihat dirinya bukan sebagai seorang profesional, tetapi sebagai hamba
Allah, berserah kepada tujuan Allah untuk hidupnya. Dia harus berhati-hati untuk tidak
mencari kemuliaan dan perhatian yang menjadi bagian dari Tuhan. Sebuah semangat
kerendahan hati mengarah ke sikap kepuasan. Paulus menulis, “Kukatakan ini bukanlah
karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.Aku
tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam
segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang,
maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Fil.
4:11-13). Fokusnya bukan profesionalisme, namun merendahkan diri sendiri di kaki salib.
Mengetahui Kelemahan
Gembala harus tahu dirinya sendiri. Dia perlu tahu titik lemah dalam karakternya, dan
benda-benda apa serta situasi apa yang paling rentan terhadap godaan. Dia harus menyadari
realitas peperangan rohani dan bagaimana dia harus melawannya. Jika hatinya dia arahkan
kepada Tuhan dan minta Roh kudus untuk menolongnya maka ia bisa menjaga diri terhadap
godaan yang akan menghancurkan dia dan pelayanannya. Jadi yang terpenting disini adalah
keberserahan kepada Allah secara mutlak dalam setiap aspek hidupnya.
Menjaga Tanggungjawab
Terakhir, gembala harus bertanggung jawab. Alkitab mendorong tanggung jawab
antarumat. "Berdua lebih baik dari pada seorang diri,karena mereka menerima upah yang
baik dalam jerih payah mereka…Tali tiga lembar tak mudah diputuskan” (Pengkh 4:9, 12).
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! demikian kamu memenuhi hukum Kristus"
(Gal 6: 2). Tanggung jawab akan kuat karena melibatkan setidaknya dua orang berjalan
bersama, yang memiliki ikatan dari Roh Kudus.
KESIMPULAN
Menjaga karakter adalah hal yang terpenting dalam pelayanan. Tanpa karakter yang
sesuai dengan Alkitab, gembala tidak punya pelayanan. Dia harus menjaga prioritasnya,
berjalan dalam kerendahan hati, mengetahui kelemahan dirinya sendiri, menjaga tanggung
jawab. Langkah-langkah ini akan membuat terhindar dari kesulitan dan kegagalan dalam
pelayanan.
REFERENSI
Abi, Antonius Remigius. “Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Pendidikan.”
SOTIRIA (Jurnal Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 60–68.
Arthur,John MacJr., New Testament Commentary: I Timothy. Chicago: Moody Bible
Institute, 1995.
Baxter,Richard The Reformed Pastor.London: Banner of Truth, 1983 ed.
Bounds,E.M. Preacher and Prayer.Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press, 1963.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 134
Boiliu, Noh Ibrahim, Aeron Frior Sihombing, Christina M Samosir, and Fredy Simanjuntak.
“Mengajarkan Pendidikan Karakter Melalui Matius 5 : 6-12.” Kurios (Jurnal Teologi
dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 6–12. http://www.sttpb.ac.id/e-
journal/index.php/kurios.
Dece, Elliya. “Pengaruh Kepemimpinan Gembala Sidang Terhadap Motivasi Pelayanan
Kaum Awam.” DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika 2, no. 1 (2019): 25–34.
Earle,Ralph .Word Meanings In The New Testament. Peabody, Massachusetts:
Hendricksen Books, 1997.
Fee,Gordon D. The First Epistle to the Corinthians: New International Commentary
on the New Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1987.
Frye,John W. Jesus the Pastor.Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000.
Gaebelein,Frank E. Ed., The Expositor’s Bible Commentary: Ephesians-Philemon.
Grand Rapids: Zondervan, 1978.
HayfordJack, The Leading Edge. Lake Mary,Florida: Charisma House, 2001, VIII-IX.
Hendricksen, William and Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary:
Thessalonians, the Pastorals and Hebrews. Grand Rapids: Baker Books, 1996.
Kent,Homer A. Sr., The Pastor and His Work.Winona Lake, Indiana: BMH Books, 1982.
London,H.B. Jr. and Neil B. Wiseman, The Heart of a Great Pastor: How to Grow Strong
and Thrive Wherever God Has Planted You. Ventura, CA: Regal Books, 1997.
London, H.B.Jr. and Neil B. Wiseman, Pastors at Risk. Wheaton:Victor, 1993.
Manalu, Parluhutan. “Memahami Theologia Dalam Surat Titus.” SOTIRIA (Jurnal
Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 39–59.
http://sttpaulusmedan.ac.id/e-journal/index.php/sotiria/index.
McGavran, Donald A. Understanding Church Growth. Grand Rapids: Wm B. Eerdmans
Publishing Co., 1990.
Nouwen,Henri J.M. In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership.New York:
The Crossroad Publishing Company, 1989.
Piper,John Brothers We are Not Professional. Nashville: Broadman and Holman, 2002.
Richards,Lawrence “Submission”, Expository Dictionary of Bible Words. Grand Rapids:
Zondervan, 1991.
Samarenna, Desti, and Harls Evan R Siahaan. “Memahami Dan Menerapkan Prinsip
Kepemimpinan Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 Bagi Mahasiswa Teologi.”
BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 1–13.
http://www.jurnalbia.com/index.php/bia.
SmithOswald J., The Man God Uses. London: Marshall, Morgan, and Scott, 1968.
Sudibyo, Irwanto. “Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul
20:17-38.” Jurnal Teologi Gracia DeoGracia Deo 2, no. 1 (2019): 46–61.
Sumiwi, Asih Rachmani Endang. “Gembala Sidang Yang Baik Menurut Yohanes 10 : 1-18.”
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen 4, no. 2 (2019): 1–18.
Tambunan, Fernando. “Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban Terhadap Krisis
Kepemimpinan Masa Kini.” Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no.
1 (2018): 81–104. http://sttbaptis-medan.ac.id/e-
journal/index.php/illuminate/article/view/6.
Tari, Ezra, Ermin Alperiana Mosooli, and Elsye Evasolina Tulaka. “Kepemimpinan Kristen
Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7.” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 15–21.
Thomas,I.D.E. The Golden Treasury of Puritan Quotations. Chicago: Moody Press, 1975.
UrdangLaurence, ed., The Random House College Dictionary. USA: Random House, Inc.,
1988.
YessickTommy, Building Blocks for Longer Life and Ministry. Nashville: Convention
Press, 1997.