21
Journal Reading Kandidiasis Orofaringeal: Etiologi, Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, dan Pengobatan Oleh : Fara Idamawati 04051981315001 Irawan Pembimbing : Drg. F A K U L T A S K E D O K T E R A N UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Kandidiasis Orofaringeal FIXED Print

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggghhhhhhj

Citation preview

Journal Reading

Kandidiasis Orofaringeal:Etiologi, Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, dan Pengobatan

Oleh :Fara Idamawati04051981315001IrawanPembimbing :Drg.

F A K U L T A S K E D O K T E R A NUNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Kandidiasis Orofaringeal:Etiologi, Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, dan PengobatanGza T. Terzhalmy, DDS, MA; Michaell A. Huber, DDS

Ulasan

Infeksi kandida biasanya mempengaruhi daerah anatomi profesi kedokteran gigi dan merupakan suatu tanggung jawab terhadap diagnosis dan pengelolaan infeksi tersebut. Pada sebagian besar kasus, hal ini termasuk dalam ruang lingkup penyedia layanan kesehatan mulut. Untuk mengelola perawatan yang kompeten terhadap pasien dengan infeksi Candida, dokter harus memahami penyakit, pengobatannya, dampak dari penyakit atau pengobatannya yang mungkin terdapat pada pasien, dan sejauh mana keberadaan dari infeksi kandida dapat berdampak pada proses klinis.

PendahuluanJamur adalah organisme eukariotik yang hidup bebas. Jamur dapat berupa ragi (jamur berbentuk bulat), cendawan (fungi berfilamen), atau kombinasi dari dua bentuk tersebut (jamur dimorfik). Meskipun ada lebih dari 100.000 spesies jamur, hanya sedikit yang bertindak sebagai patogen intrinsik pada manusia. Jamur yang paling patogen yang berhubungan dengan penyakit manusia adalah golongan saprophytic dari flora mikroba tanah, yaitu mereka hidup di bahan organik yang membusuk. Pada organisme ini, paru-paru adalah jalan masuk yang paling umum. Beberapa jamur adalah anggota komensal dari flora normal manusia, yaitu, mereka mendapatkan manfaat tanpa menyebabkan kerugian bagi pejamu mereka. Pada manusia, mereka biasanya ditemukan di mulut, vagina, dan mukosa gastrointestinal; atau bertempat di kulit dan kadang-kadang epitel pernapasan. Pada orang dengan perubahan mekanisme homeostatis, organisme komensal dapat menjadi patogen. Mikosis yang berkaitan dengan penyedia layanan kesehatan mulut dapat dilihat pada Tabel 1.Diagnosis dan pengobatan pada sebagian besar mikosis adalah tanggung jawab dokter. Infeksi yang disebabkan oleh Candida spp. mewakili mikosis pada umumnya. Mikosis terjadi paling banyak di daerah orofaringeal dan diagnosis dan pengobatan pada beberapa infeksi ini merupakan tanggung jawab dari profesi kedokteran gigi. Untuk memberikan perawatan yang tepat waktu dan kompeten pada pasien dengan kandidiasis orofaringeal, dokter harus memahami penyakit, pengobatannya, dampak penyakit atau pengobatan pada pasien, dan sejauh mana munculnya infeksi Candida dapat berdampak pada proses klinis.Etiologi and EpidemiologiSeperti disebutkan sebelumnya, Candida spp. adalah organisme oportunistik komensal yang biasanya ditemukan di jaringan orofaring.1-6 Jumlah yang dilaporkan yang terdapat pada orang sehat bervariasi dari 15 hingga 75 persen, tergantung pada pengambilan sampel populasi dan teknik sensitivitas sampel.3 Candida spp. jarang dapat menyebabkan infeksi yang serius pada pasien imunokompeten. Hal ini disebabkan patogenesis dari infeksi jamur ini didasarkan pada interaksi antara mekanisme homeostatis pejamu dan patogenisitas dari Candida spp., pasien dengan terapi penyakit bawaan dan imunosupresi (seperti infeksi HIV, obat sitotoksik, dan kortikosteroid), endokrinopati (diabetes mellitus, thymoma, sindrom polyendocrinopathy tipe 1, hipoparatiroidisme, hypoadrenalism dan kehamilan dengan infeksi sekunder pada bayi), kekurangan nutrisi, diet karbohidrat tinggi, penggunaan dari agen antibakteri spectrum luas yang berkepanjangan, perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam aliran saliva (akibat obat, radioterapi, sindrom Sjogren), kebersihan mulut yang buruk, menggunakan protesa pada gigi, usia, dan merokok, akan meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi.7-1

Tabel. 1Mikosis yang terdapat pada manusia yang masuk ruang lingkup pelayanan kesehatan

OrganismeManifestasi Klinis

Spesies pathogen intrinsik

Infeksi paru primer, biasanya meliputi daerah mulut dan menyebar dengan sangat luas

Spesies Opurtunistik

Infeksi orofaring primer dengan infeksi sistemik yang luas

Ulser oral dan sinusitis

Lesi subkutaneus nodular primer

Primer pada mata dengan infeksi sistemik luas yang potensial

Pada satu penelitian baru-baru ini, 81,1% dari 122 pasien yang terinfeksi HIV dengan terapi antiretroviral, terdapat koloni dari Candida spp. dan 33,3% di antaranya menunjukkan infeksi klini.17 Dalam studi lain, di antara 210 pasien HIV-positif pada saat diagnosis, 62% memiliki gejala klinis kandidiasis orofaring.7 Penelitian lain menemukan (1) bahwa orang dengan diabetes memiliki koloni pembentuk unit kandida yang lebih tinggi secara signifikan (Candidal colony forming units/CFU) dari orang nondiabetes, (2) korelasi positif yang signifikan antara tingkat kadar glukosa saliva dan koloni pembentuk unit kandida, dan (3) bukti klinis dari kandidiasis orofaringeal sebanyak 4% dari pasien diabetes yang tidak terkontrol dengan CFU> 8.000 / mL.15C. albicans biasanya terdapat baik pada individu yang sehat dan pada mereka yang berisiko terhadap infeksi oportunistik. Namun, peningkatan prevalensi dari golongan Candida spp. yang lain (Tabel 1) telah dilaporkan bahwa seseorang mungkin dapat terinfeksi beberapa anggota Candida spp. pada waktu yang bersamaan2,5,17,18. Virulensi dari Candida spp. adalah kemampuan untuk menyebabkan mikosis yang invasif, didasarkan pada faktor-faktor seperti kemampuan mereka untuk melekat di epitel dan sel endotel, kemampuan untuk mengubah fenotip (mengalami transformasi dari hifa menjadi ragi), dan untuk mensekresikan protease yang memfasilitasi penetrasi seluler.19 C. albican merupakan anggota dari Candida spp. yang paling mematikan. Virulensi ini disebabkan sebagian besar oleh kemampuan C. albicans untuk mengekspresikan sejumlah struktur yang memediasi perlekatan di epitel yang memberikan perlindungan dari keluarnya saliva secara terus menerus.3,4 Selain itu, dikatakan juga bahwa bentuk hifa dari C. albicans sangatlah penting tidak hanya untuk penetrasi jaringan epitel; tetapi juga untuk keluar dan melakukan internalisasi pada sel-sel fagosit.3,20,21 Manifestasi Klinis dari Kandidiasis OrofaringKandidiasis orofaring dapat muncul dalam berbagai bentuk klinis. Hal ini sering tanpa gejala, tetapi pasien dapat merasakan sensasi terbakar dan perubahan pada indera perasa. Sebuah sistem klasifikasi berdasarkan pada kriteria klinis menunjukkan perbedaan yang nyata antara kandidiasis orofaring primer dan manifestasi oral dari kandidiasis mukokutaneous sistemik.22 Kandidiasis PseudomembranKandidiasis Pseudomembran (KP) ditandai dengan adanya warna keputihan / kekuningan seperti beludru pada pseudomembran atau plak individu pada jaringan orofaring, yang dapat terseka atau terhapus, meninggalkan bekas eritem, dan basis yang mudah berdarah yang menyebabkan rasa sakit(Gambar 1-4) .1,23 , 24 Mukosa bukal adalah tempat yang paling sering, namun semua jaringan orofaring juga dapat terkena. Kandidiasis Pseudomembran sering terlihat pada neonatus, dan pada pasien dengan penyakit bawaan atau terapi imunosupresi (infeksi HIV, obat sitotoksik, kortikosteroid) .7,14,17 Pada orang imunokompeten, KP kemungkinan besar disebabkan oleh penggunaan agen antibiotik spectrum luas.24 Kandidiasis ErIthematosaKandidiasis eritematosa (KE) akut dan kronis, muncul sebagai bercak merah atau bercak yang biasanya terdapat pada langit-langit atau dorsum lidah, diikuti dengan hilangnya papila secara bersamaan (Gambar 5 & 6) .23,24 KE dapat mempengaruhi bagian oral lainnya seperti mukosa bukal dan biasanya muncul tanpa gejala. Hal ini sering ditemukan pada orang dengan penyakit bawaan atau terapi imunosupresi (infeksi HIV, obat sitotoksik, kortikosteroid).7,17,22 Pada pasien imunokompeten, KE kemungkinan disebabkan oleh penggunaan agen antibakteri spektrum luas jangka panjang.22 Kandidiasis HiperplastikKandidiasis hiperplastik adalah infeksi klinis yang jarang terjadi. Biasanya ditandai dengan gejala yang terus-menerus (kronis), munculnya papula putih atau plak (Gambar 7), yang biasanya mempengaruhi mukosa bukal di daerah komisural pada perokok. Jarang terjadi pada daerah lidah (Gambar 8) .1, 22-24 Bentuk ini menginfiltrasi epitel, tetapi ketika dikelupas tidak menyebabkan sakit parah atau perdarahan. Dikenal juga sebagai kandida leukoplakia, hal ini terkait dengan tingkatan transformasi keganasannya yang mencapai 15% .1,22,23,25

Kandida yang terdapat pada Stomatitis pada Gigi TiruanKandida yang terdapat pada stomatitis di gigi tiruan dapat terlihat sebagai daerah eritematosa di bawah permukaan dari bantalan gigi tiruan. Lesi ini tidak menunjukkan gejala dan sering disebabkan oleh buruknya kebersihan mulut.1,22,25 Presentasi klinis berkisar dari daerah eritema fokal (Gambar 9), kemudian menyebar menjadi eritema (Gambar 10), dan menjadi eritema granular dan papiler (Gambar 11 & 12). Kandida yang terdapat pada stomatitis di gigi tiruan biasanya terlihat sebagai cheilitis angularInfeksi Kandida LainnyaGlossitis Rhomboid Median dapat terlihat sebagai daerah eritematosa berbentuk elips atau belah ketupat dari depapillasi terbatas pada aspek dorsal lidah yang terletak kearah anterior dari papila sirkumvalata (Gambar 13).22,25 Cheilitis angular muncul sebagai celah eritematosa pada komisura bibir. Ini merupakan infeksi campuran C. albicans dan koagulase-positif dari Staphylococcusaureus. Kondisi predisposisi termasuk imunosupresi, kebersihan mulut yang buruk, penurunan ruang intermaxila, dan kekurangan gizi (Gambar 14) .1,22Lesi primer terkeratinasi dengan infeksi kandida termasuk leukoplakia, lichen planus, dan lupus erythematosus.1,26 Adanya kandidiasis orofaring dan gejala disfagia atau odynophagia adalah ciri kandida esophagitis. Kandidiasis kronis mucocutaneous, disertai dengan onikomikosis persisten kronis, adalah kondisi langka yang dapat diamati pada pasien dengan gangguan imun (Gambar 15 & 16) .1,27

DiagnosisPada sebagian besar kasus, diagnosis kandidiasis orofaring didasarkan pada tanda-tanda dan gejala klinis.22 Ketika diagnosis klinis tidak jelas atau pasien tidak merespon pemberian dari kemoterapi antijamur empiris, tes tambahan seperti (1) sitologi eksfoliatif, (2) biopsi jaringan , atau (3) uji kultur dan kerentanan dapat bermanfaat.9,28Konfirmasi dari gambaran klinis kandidiasis dapat diperoleh dari sitologi eksfoliatif. Dengan menggunakan instrumen steril atau pisau lidah, daerah yang diduga terkena dilakukan apusan dan kemudian dilakukan ulasan pada apusan tersebut pada objek kaca. Kemudian diberikan kalium hidroksida (KOH) 10% ke apusan sitologi segar, hal ini akan memungkinkan untuk untuk dilakukannya persiapan pemeriksaan mikroskopis secara langsung (Gambar 17).14 Untuk meningkatkan sensitivitas, apusan sitologi dibiarkan kering, difiksasi dengan etanol , dan diwarnai dengan cairan asam-Schiff.17 Sangat penting untuk dicatat bahwa munculnya blastophores (tunas ragi) tanpa hifa tanpa adanya tanda-tanda atau gejala klinis mungkin menunjukkan status komensal. Biopsi jarang dilakukan, tetapi dapat menunjukkan adanya penetrasi ke jaringan epitel (Gambar 18).28Terakhir, karena pada kebanyakan kasus kemoterapi antijamur empiris dimulai dengan didasarkan pada dugaan berupa diagnosis klinis, jika infeksi tidak memberikan tanggapan terhadap pengobatan yang diberikan, tes kultur dan kerentanan dapat mengarahkan pada diagnosis definitif dan mengidentifikasi adanya organisme.17 Cara yang lebih cepat, yaitu dengan menggunakan metode berbasis non-kultur untuk diagnosis dini, seperti polymerase chain reaction (PCR), blot barat, deteksi antigen, dan identifikasi dari metabolit jamur masih dianggap sebagai pemeriksaan yang dipertimbangkan.Strategi Pencegahan Dan TerapiJamur dan sel manusia, karena kesamaan filogenetik yang ada pada keduanya, maka sama-sama merupakan makhluk eukariotik dan memiliki jalur metabolisme homolog untuk produksi energi, sintesis protein dan pembelahan sel. Akibatnya, hanya sejumlah kecil target agen yang unik terhadap antijamur dapat diidentifikasi. Salah satu target tersebut adalah ergosterol, yang merupakankomponen struktural dan fungsional penting dari membran plasma jamur. Sterol ini secara struktural berbeda dari kolesterol, sterol dominan ditemukan pada membran sel mamalia. Target lain yang unik untuk kemoterapi antijamur adalah dinding sel jamur. Dinding sel mengandung sejumlah protein struktural, termasuk glucan yang tidak ditemukan pada sel mamalia. Target ketiga adalah perlekatan jamur. Perlekatan sel inang dimediasi oleh adanya pengikatan jamur pada reseptor sel inang. Setelah perlekatan berhasil, patogen dapat menyerang permukaan yang terkolonisasi kemudian berkembang biak dalam jaringan dalam dan berpotensi mencapai sirkulasi sistemik. Senyawa yang merupakan antagonis terhadap interaksi perlekatan antara jamur dan sel mamalia saat ini sedang ditelitiKemoterapi andalan pada kandida orofaringeal adalah (1) obat yang menghambat sintesis ergosterol, yaitu golongan azol; (2) obat yang mengganggu struktur dan fungsi membran plasma jamur dengan mengikat ergosterol, yaitu golongan poliena; dan (3) obat yang menghambat sintesis (1, 3) -D-glucan,yang merupakan komponen penting dari dinding sel jamur, yaitu golongan echinocandins (Gambar 19).29 Dua agen antijamur lainnya dengan beberapa manfaat klinis yaitu flusitosin dan griseofulvin. Flusitosin diubah menjadi 5-flurouracil (5-FU), yang menghambat timidilat syntase dan mencegah sintesis DNA. Sementara Candida spp. rentan terhadap flusitosin. 5-FU adalah agen sitotoksik pada manusia. Toksisitas dari agen tersebut tergantung dosis. Efek toksik dapat berupa supresi sumsum tulang dan disfungsi hati. Griseofulvin menghambat pembentukan mikrotubulus dan aktivitas protein tambahan yang penting untuk pembentukan gelendong mitosis. Setelah pemberian oral, griseofulvin terakumulasi di lapisan keratin sel sehingga berguna untuk melawan dermatofit.

PencegahanPerawatan medis yang tepat dari berbagai faktor predisposisi sistemik dan tindakan lokalis seperti kebersihan mulut dengan cermat, manajemen xerostomia, dan pemeliharaan fungsi gigi yang optimal dan kebersihan gigi buatan/protesa dapat mencegah atau meminimalkan timbulnya gejala klinis kandidiasis orofaring. Langkah-langkah ini harus mencakup prosedur menyikat gigi yang pada semua jaringan mulut dan seluruh permukaan protesa, membersihkan protesa secara berkala untuk memungkinkan terjadinya sirkulasi yang normal pada jaringan-jaringan penyokong, dan evaluasi berkala protesa untuk adaptasi jaringan secara baik. Untuk kandidiasis pada gigi tiruan (lihat di bawah) disarankan untuk melakukan desinfeksi pada gigi tiruan juga kemoterapi anti jamur.30Kemoterapi anti jamur : Kandidiasis Orofaring RinganSuspensi oral Nistatin dan clotrimazole hisap adalah obat yang direkomendasikan untuk pengobatan ringan (tanpa komplikasi) pada kandidiasis orofaring (Tabel 2) .27,30 Awalnya, sebagian besar pasien berespon pada agen ini, namun lebih sering terjadi kekambuhan dibandingkan dengan dengan pemberian flukonazol .27Suspensi Oral NistatinNistatin adalah agen antijamur poliena.29 Ia mengikat ergosterol pada membran plasma jamur dan melalui mekanisme pembentukan pori, meningkatkan permeabilitas membran, berefek pada kebocoran komponen seluler esensial, dan menyebabkan kematian sel. Untuk mengurangi risiko kekambuhan, pengobatan umumnya harus dilanjutkan setidaknya 48 jam setelah hilangnya tanda dan gejala infeksi. Suspensi oral dapat juga digunakan sebagai solusi untuk prostesis ketika mereka dikeluarkan dari kavum oral.31 Efek samping yang umum meliputi mukositis kontak dan sindrom Stevens-Johnson. Efek samping yang serius dengan suspensi oral nistatin sangat jarang terjadi karena formulasinya tidak diserap secara sistemik. Klotrimazole Hisap

Klotrimazol adalah anti jamur agen golongan azol.29 Ia memblok 14-sterol demethylase yang merupakan sitokrom spesifik enzim P450 jamur yang mengawali konversi lanosterol menjadi ergosterol. Hal ini menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional pada membran plasma dan kematian sel. Klotrimazol hisap efektif dalam pengobatan kandidiasis orofaring ringan yang sulit diobari dengan nistatin. Namun, karena klotrimazol hisap mengandung sukrosa, dimungkinkan pada penggunaan jangka panjang rawan menyebabkan karies pada pasien. Efek samping yang umum dengan klotrimazol adalah pruritus dan sensasi terbakar. Efek samping yang serius jarang terjadi karena formulasinya sedikit diserap.Tabel 2. Tabel Antifungi untuk pengobatan Kandidiasis Orofaring

IndikasiObatDosis Dewasa

Gejala RinganNistatIn, 100.000 U/mL5 mL, PO, 4x/hari selama 7-14 hari

Klotrimazol hisap, 10 mg tablet hisap10 mg PO, dikonsumsi perlahan di mulut selama 14 hari

Gejala sedang sampai beratFlukonazol, 100 mg tablet100-200 mg (3 mg/kg), PO selama 7-21 hari

Terapi Kronis SupresifFlukonazol, 100 mg tablet100 mg, PO, 3x seminggu

Penyakit-penyakit yang kebal terhadap FlukonazolItrakonazol 100 mg/10 ml solusi oral200 mg, PO, selama 7-28 hari

Posakonazol 40 mg/10 ml suspense400 mg, PO, selama 7-28 hari

Voliconazol, 200 mg tablet200 mg, PO, 2x/hari selama 7-21 hari

Caspofungin50 mg, IV, 1x/hari selama 7-21 hari

Micafungin150 mg, IV, 1x/hari selama 7-21 hari

Anidulangin50 mg, IV, 1x/hari selama 7-21 hari

Amphoterin B0,3-0,5 mg, IV, 1x/hari selama 7-21 hari

Kemoterapi anti jamur: Infeksi orofaring sedang sampai berat FlukonazolFluconazol adalah agen anti jamur golongan azol.29 Ia memblok 14-sterol demethylase (enzim yang bertanggung jawab untuk demetilasi dari lanosterol menjadi egrosterol); menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional membran plasma, dan kematian sel. Flukonazol oral direkomendasikan untuk pengobatan kandidiasis orofaringeal sedang sampai berat (Tabel 2) .27,30 Aktivitas klinisnya adalah melawan sebagian besar spesies Candida (C. krusei secara intrinsik resisten dan pada C.glabrata resistensinya semakin meningkat). Flukonazol oral diserap dengan baik (bioavailabilitasnya hampir 100%) dan berdifusi bebas ke dalam air liur. Sayangnya, golongan azol tidak sepenuhnya selektif untuk enzim demethylase 14-sterol. Mereka secara bervariasi menghambat enzim sitokrom P450 dan bertanggung jawab pada banyak interaksi obat. Interaksi ini cenderung terlihat pada flukonazol dibandingkan dengan itrakonazol, vorikonazol, dan posaconazole. Efek samping yang umum adalah mual, muntah, diare, dan sakit perut. Hepatotoksisitas adalah efek samping yang serius yang jarang terjadi dari semua agen antijamur azole sistemik.Kemoterapi antijamur: Penyakit yang kebal terhadap FlukonazolItraconazol, Posakonazol, Dan VorikonazolPara agen antijamur azol seperti Itrakonazol, posaconazole, dan vorikonazol tampaknya memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan flukonazol. Infeksi flukonazol yang berat harus diobati pada tahap awal dengan solusi itrakonazol atau suspensi posaconazole (Tabel 2).27,30 Vorikonazol dianjurkan bila pengobatan dengan agen ant ijamur azole lainnya telah gagal (Tabel 2).27,30Caspofungin, Mikafungin, Dan AnidulafunginCaspofungin, mikafungin, dan anidulafungin adalah golongan echinocandins.29 Mereka menghambat sintesis dari (1, 3) -D-glucan yang merupakan komponen penting dari dinding sel jamur. Echinocandins aktif melawan besar Candida spp., termasuk golongan yang resisten terhadap azol (Tabel 2).27,30 Tiga obat ini memiliki keberhasilan terapi yang sama. Efek samping yang umum adalah pruritus, ruam, gangguan pencernaan, sakit kepala, dan demam. Karena sel manusia dinding sel yang sedikit dan tidak ada enzim yang terlibat dalam sintesis glukan, echinocandins memiliki efek samping yang serius pada manusia.Amphotericin BAmfoterisin B adalah anti jamur agen poliena.29 Ia mengikat ergosterol pada membran plasma jamur dan melalui mekanisme pembentukan pori ia mampu meningkatkan permeabilitas membran, hal ini berakibat pada kebocoran komponen seluler esensial dan menyebabkan kematian sel. Amfoterisin B adalah obat yang penting dalam pengobatan infeksi kandida sistemik dan merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi jamur selama masa kehamilan (Tabel 2).27,30 Efek samping yang umum meliputi gangguan pencernaan dan penurunan berat badan. Efek samping serius yang berhubungan dengan amfoterisin B adalah (1) reaksi sistemik langsung atau "badai sitokin" (pelepasan TNF- dan IL-1), yang ditandai dengan demam, menggigil, dan hipotensi; (2) toksisitas ginjal, yang ditandai dengan penyempitan arteri aferen yang menyebabkan iskemia ginjal; dan (3) toksisitas hematologi, ditandai dengan anemia sekunder yang disebabkan oleh penurunan produksi eritropoietin. Formulasi lipid yang lebih baru pada amfoterisin B (amphotec, abelcet, dan ambisone) dapat mengurangi toksisitas ginjal.KesimpulanKemajuan dalam pengobatan dan farmakologi telah menghasilkan harapan hidup yang lebih besar pada pasien dengan penyakit bawaan dan yang tengah menjalani terapi imunosupresi, gangguan metabolisme tertentu, dan kondisi sistemik lain yang mempengaruhi pasien dengan kandidiasis orofaring dan sistemik. Penyedia layanan kesehatan mulut harus mengenali manifestasi klinis kandidiasis orofaringeal dan harus membiasakan diri mengobati pasien dengan manajemen strategi pengobatan antijamur. Pengobatan yang tepat dengan pemilihan agen antijamur yang tepat pula, dapat menghilangkan infeksi dan mencegah penyebaran sistemik. Ini sangat penting, terutama pada pasien dengan gangguan imun. Praktisi kesehatan harus mendidik pasien untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan memantau respon pasien terhadap terapi antijamur. Jika respon klinis terhadap terapi antijamur lini pertama tidak optimal, maka tindakan rujukan sangat diperlukan.

Daftar Pustaka1. Ellepola AN, Samaranayake LP. Oral Candidal infections and antimycotics. Crit Rev Oral Biol Med. 2000;11(2):172-98.2. Kleinegger CL, Lockhart SR, Vargas K, Soll DR. Frequency, intensity, species, and strains of oral Candida vary as a function of host age. J Clin Microbiol. 1996 Sep;34(9):2246-54.3. ten Cate JM, Klis FM, Pereira-Cenci T, Crielaard W, de Groot PW. Molecular and cellular mechanisms that lead to Candida biofilm formation. J Dent Res. 2009 Feb;88(2):105-15.4. Zhu W, Filler SG. Interactions of Candida albicans with epithelial cells. Cell Microbiol. 2010 Mar;12(3):273-82.5. Henriques M, Azeredo J, Oliveira R. Candida species adhesion to oral epithelium: factors involved and experimental methodology used. Crit Rev Microbiol. 2006 Oct-Dec;32(4):217-26.6. Weindl G, Wagener J, Schaller M. Epithelial cells and innate antifungal defense. J Dent Res. 2010 Jul;89(7):666-75.7. Bhayat A, Yengopal V, Rudolph M. Predictive value of group I oral lesions for HIV infection. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010 May;109(5):720-3.8. Bunetel L, Bonnaure-Mallet M. Oral pathoses caused by Candida albicans during chemotherapy: update on development mechanisms. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1996 Aug;82(2):161-5.9. Epstein JB, Polsky B. Orofaring candidiasis: a review of its clinical spectrum and current therapies. Clin Ther. 1998 Jan-Feb;20(1):40-57.10. Hedderwick S, Kauffman CA. Opportunistic fungal infections: superficial and systemic candidiasis. Geriatrics. 1997 Oct;52(10):50-4,59.11. Hoppe JE. Treatment of orofaring candidiasis and Candidal diaper dermatitis in neonates and infants: review and reappraisal. Pediatr Infect Dis J. 1997 Sep;16(9):885-94.12. Kirkpatrick CH, Windhorst DB. Mucocutaneous candidiasis and thymoma. Am J Med. 1979 Jun;66(6):939-45.13. Navazesh M, Kumar SK. Xerostomia: prevalence, diagnosis, and management. Compend Contin Educ Dent. 2009 Jul-Aug;30(6):326-33.14. Rossie K, Guggenheimer J. Oral candidiasis: clinical manifestations, diagnosis, and treatment. Pract Periodontics Aesthet Dent. 1997 Aug;9(6):635-41.15. Sashikumar R, Kannan R. Salivary glucose levels and oral Candidal carriage in type II diabetics. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010 May;109(5):706-11.16. Shay K, Truhlar MR, Renner RP. Orofaring candidosis in the older patient. J Am Geriatr Soc. 1997 Jul;45(7):863-70.17. Thompson GR 3rd, Patel PK, Kirkpatrick WR, Westbrook SD, et al. Orofaring candidiasis in the era of antiretroviral therapy. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2010 Apr;109(4):488-95.18. Li L, Redding S, Dongari-Bagtzoglou A. Candida glabrata: an emerging oral opportunistic pathogen. J Dent Res. 2007 Mar;86(3):204-15.19. Fidel PL Jr. Candida-host interactions in HIV disease: relationships in orofaring candidiasis. Adv Dent Res. 2006 Apr 1;19(1):80-4.20. Kumamoto CA, Vinces MD. Contributions of hyphae and hypha-co-regulated genes to Candida albicans virulence. Cell Microbiol. 2005 Nov;7(11):1546-54.21. Sudbery P, Gow N, Berman J. The distinct morphogenic states of Candida albicans. Trends Microbiol. 2004 Jul;12(7):317-24.22. Samaranayake LP, Keung Leung W, Jin L. Oral mucosal fungal infections. Periodontol 2000. 2009 Feb;49:39-59.23. Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis. Postgrad Med J. 2002 Aug;78(922):455-9.24. Reichart PA, Samaranayake LP, Philipsen HP. Pathology and clinical correlates in oral candidiasis and its variants: a review. Oral Dis. 2000 Mar;6(2):85-91.25. Lynch DP. Oral candidiasis. History, classification, and clinical presentation. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1994 Aug;78(2):189-93. 14

Crest Oral-B at dentalcare.com Continuing Education Course, February 3, 2011

26. Axll T, Samaranayake LP, Reichart PA, Olsen I. A proposal for reclassification of oral candidosis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1997 Aug;84(2):111-2.27. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, Benjamin DK Jr, Calandra TF, et al. Clinical practice guidelines for the management of candidiasis: 2009 update by the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2009 Mar 1;48(5):503-35.28. Williams DW, Lewis MA. Isolation and identification of Candida from the oral cavity. Oral Dis. 2000 Jan;6(1):3-11.29. Armstrong AW, Taylor CR. Pharmacology of fungal infections. In: Golan DE, ed. Principles of Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.30. Abramowicz M, ed. Antifungal Drugs. Treatment Guidelines from The Medical Letter. 2009;7:95-102.31. Siegel MA, Silverman Sol Jr, Sollecito TP. Clinician?s Guide Treatment of Common Oral Conditions. 7th Edition. American Academy of Oral Medicine. 2009.