449

Kajian Lingkungan NAD-Nias

Embed Size (px)

Citation preview

Green Coast For nature and people

after the tsunami

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami

di Beberapa Lokasi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias

Editor: I Nyoman N. Suryadiputra

Juli, 2006

Dibiayai oleh:

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias © Wetlands International – Indonesia Programme, 2006

Editor : I Nyoman N. Suryadiputra

Tim Penulis : I Nyoman N. Suryadiputra Iwan Tri Cahyo Wibisono Lili Muslihat Wahyu Hermawan Ferry Hasudungan Dandun Sutaryo Muhammad Ilman Eko Budi Priyanto Hj. Afriani M. Muhammad Muntadhar Muchlisin Z.A, S.Pi, M.Sc Edi Rudi, M.Si Dalil Sutekad, M.Sc M. Nasir, M.Sc Hadi S.Pi Nur Fadli, S.Pi Basri A. Gani Unoe Muksalamina Zoel Ari Yudhi Mahyuddin, S.T Hasfiandi

Desain Grafis & Layout : Triana Foto Sampul Depan : Dok. Wetlands International – IP Laporan ini dapat diperoleh di:

Wetlands International – Indonesia Programme Jl. A.. Yani No. 53 Bogor 16161 Jawa Barat – INDONESIA Tel. 0251 312189 Fax. 0251 325755 E-mail: [email protected]

Saran Kutipan:

Suryadiputra, I N. N. (Editor). 2006. Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias. Wetlands International – Indonesia Programme/CPSG/Univ. Syah Kuala. Bogor. xxvi + 421.

Kata Pengantar

Laporan ini memuat hasil kajian lingkungan (bio-fisik) serta social ekonomi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias pada kondisi pasca tsunami 26 Desember 2004 dan gempa bumi pada bulan Maret 2005. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September dan Desember 2005 dengan melibatkan berbagai tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Untuk mendapatkan representasi dari berbagai wilayah pantai/pesisir yang terkena dampak tsunami dan gempabumi, maka penelitian ini dibagi atas 6 wilayah, yaitu: wilayah 1 (Pulau Simeulue), wilayah 2 (Nagan raya dan Aceh Barat), wilayah 3 (Banda Aceh dan Aceh Besar), wilayah 4 (Nias), wilayah 5 (Pidie) dan wilayah 6 (Aceh Utara dan Lhokseumawe). Meskipun penelitian telah dilakukan pada keenam wilayah di atas, namun hasilnya tidak menggambarkan kondisi wilayah-wilayah tersebut secara keseluruhan, namun hanya terbatas pada lokasi desa-desa tertentu saja (bersifa site specific). Hal ini dikarenakan keterbatasan dana dan waktu.

Data dan informasi yang disampaikan dalam laporan ini menggambarkan dampak bencana tsunami dan gempa bumi terhadap kondisi lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi masyarakat pesisir serta potensinya bagi upaya-uapaya rehabilitasi. Hasil kajian ini juga diharapkan agar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembuatan/revisi kebijakan pengelolaan pesisir di NAD dan Nias pada kondisi pasca bencana serta sebagai acuan untuk menyebarkan dana bantuan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terkena bencana pada lokasi-lokasi yang telah diteliti.

Kegiatan kajian lingkungan ini, merupakan bagian dari Proyek ”Green Coast for nature and people after the tsunami” yang didanai oleh pihak Oxfam-Novib Belanda. Proyek ini bersifat global, dilakukan di berbagai negara yang terkena tsunami pada bulan Desember 2004 oleh empat organisasi internasional (NGO), yaitu Wetlands International, WWF, IUCN dan Booth Ends dengan cakupan kegiatan meliputi: kajian lingkungan, kajian/tinjauan terhadap kebijakan pesisir dan penyebaran dana bantuan (hibah, small grant) kepada masyarakat korban tsunami. Di Indonesia, Wetlands International-Indonesia Programme (WI-IP) bertugas untuk melakukan kajian lingkungan di NAD-Nias pasca bencana dan menyalurkan dana bantuan (small grant) kepada berbagai kelompok masyarakat korban tsunami (difasilitasi oleh berbagai LSM local). Sedangkan untuk tugas kajian tentang policy/kebijakan pesisisr pasca tsunami di NAD-Nias dilakukan oleh WWF-Indonesia. Proyek ini berlangsung selama periode Agustus 2005 sampai dengan Maret 2007.

Kami menyadari bahwa isi tulisan ini masih jauh dari yang diharapkan, namun demikian mudah-mudahan ia dapat menjadi pelengkap bagi kajian-kajian akan kondisi pasca tsunami di NAD dan Nias yang juga telah dilakukan pihak-pihak lain.

Editor,

Bogor, Juli 2006

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias iii

Ucapan Terima Kasih

Wetlands International - Indonesia Programme mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tak langsung dalam pelaksanaan kegiatan kajian lingkungan pasca tsunami dan gempabumi di NAD dan Nias.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

• Seluruh anggota tim survey Wetlands International Indonesia Programme, CPSG (Campuss Professional Study Group), FKH – Unsyiah dan team survey Universitas Syah Kuala-NAD beserta para LSM dan pendamping lapangan/lokal yang nama-namanya tercantum pada bagian Bab I dari Laporan ini

• Masyarakat Desa Alus-alus & Labuhan Bakti di Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue; masyarakat Desa Cot Rambong, Kuala Trang, Kuala Tuha di Kecamatan Kuala Kab. Nagan Raya dan, Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Kecamatan Samatiga, Kab.Aceh Barat; masyarakat Desa Lham Dingin, Desa Tibang Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh dan Desa Neheun , Desa Lham Nga Kecamatan Darussalam, kabupaten Aceh Besar; masyarakat Desa Moawö, Desa Siheneasi, Desa Lahewa Kecamatan Lahewa dan Desa Onolimbu Kecamatan Boawolato Kabupaten Nias; masyarakat Desa Pasi Rawa dab Desa Pasi Peukan Baro Kecamatan Kota Sigli dan Desa Kupula Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie; serta masyarakat Ds Menasah Mee dan Ds Cut Mamplam di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe serta desa-desa di Kabupaten Aceh Utara yang telah bersedia diwawancarai serta memberikan informasi penting selama berlangsungnya survei

• Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, Bapedalda Propinsi NAD serta Pemerintah Kabupaten/Dinas terkait di Propinsi NAD dan Nias atas berbagai informasi yang telah diberikan kepada team survey

• Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB atas jasa laboratorium analisa air yang telah diberikan

• Herbarium Lipi di Bogor atas jasa analisa bebagai koleksi vegetasi dari wilayah survei

• Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitanak) di Bogor atas jasa analisa fisika-kimia tanah

• Laboratorium air dan tanah di Universitas Syahkuala, atas jasa analisa laboratorium air dan tanah

• Pihak donor, Oxfam-Novib Netherlands, atas biaya yang telah disalurkan kepada WI-IP sehingga kegiatan kajian lingkungan di NAD-Nias ini dapat terselenggarakan

• Semua staff proyek ”Green Coast for nature and people after the tsunami” di Banda Aceh maupun Bogor atas dukungan administratif maupun teknis selama kegiatan survei berlangsung

• Serta kepada mitra kami, WWF-Indonesia, atas berbagai informasi terkait yang diberikan serta atas kerjasamanya yang baik di lapangan. Semoga informasi dalam laporan ini nantinya dapat dimanfaatkan WWF-I sebagai acuan dalam melakukan kajian/tinjauan berbagai kebijakan pesisir di NAD dan Nias pasca tsunami. Juga kepada perwakilan GEF-Small Grant Fund di Indonesia atas arahan-arahan yang diberikan dalam membuat kajian ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias v

Daftar Istilah dan Singkatan

ANB Aeknabontair, suatu Sistem Lahan Dataran-dataran berbukit di atas marmer

BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

Bapedalda Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

BOD5 Biological Oxygen Demand, menggambarkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk proses perombakan bahan organik oleh mikoroganisme dalam kondisi aerobik selama 5 hari dan dalam suhu 20 ºC

BKU Bengkulu, Sistem lahan Dataran pesisir agak menjulang

BRR Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

CITES Convention on International Trade in Endangered Species of Wild flora and fauna

CII Care International Indonesia

CPSG Campus Professional Scientific Group (LSM yang beranggotakan staff pengajar muda dan mahasiswa UNSYAH)

CO2-bebas Menggambarkan kandungan gas karbon dioksida bebas di air (satuan mg/l)

COD Chemical Oxygen Demand, menggambarkan kebutuhan oksigen (misal dengan bahan oksidator kuat, K2Cr2O7) untuk merombak bahan organik secara kimiawi. Nilai COD umumnya lebih besar dari BOD

DHL Daya Hantar Listrik (juga di sebut electrical conductivity) yang menggambarkan kandungan ion-ion/garam terlarut di dalam air (satuan µS/cm).

DO Dissollved Oxygen,oksigen terlarut yang terdapat di air (satuan mg/l)

dpl di atas permukaan laut (above sea level)

GCRP Green Coast Recovery Project, securing the future of nature and people after the tsunami. Atau disingkat Green Coast for Nature and People after the tsunami. Proyek ini didanai oleh Novib (Oxfam) Netherlands dan di Indonesia dilaksanakan oleh WI-IP dan WWF

GPS Global Positioning System

IBA Important Bird Area

INP Indeks Nilai Penting

intrusi masuknya air laut ke darat

IOM International Organization for Migration

IPB Institut Pertanian Bogor

IUCN International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources

Kab. Kabupaten

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias vii

Kades Kepala Desa

Kadus Kepala Dusun

Kaur Kepala Urusan

Kec. Kecamatan

Kejenuhan basa (KB) Merupakan prosentase jumlah kation basa yang terdapat dalam komplek jerapan tanah. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah. Apabila ph tanah tinggi kejenuhan basa akan tinggi pula, dan sebaliknya apabila pH tanah rendah kejenuhan basa rendah juga.

Kejuhan Alumunium (Al saturation) Merupakan prosentase kandungan Al teradsorpsi oleh tanah secara permanen. Kejenuhan Al tinggi (> 70%) biasaya mempunyai efek keracunan terhadap tanaman-tanaman komerial

Kejenuhan Fe Kandungan besi dalam tanah apabila tanah digenangi air maka Fe3+ (feri) akan menjadi Fe2+ (fero) yang larut dalam air. Kandungan Fe2+ (fero) pada tanah sulfat masam bisa mencapai 5.000 ppm

KK Kepala Keluarga

KHY Sistem lahan Kahayan (dataran-dataran sungai paduan muara/sungai)

KJP Sistem lahan Kajapah (Dataran lumpur antar pasang surut di bawah bakau)

KMS Koalisi Masyarakat Sipil

KSM Kelompok Swadaya Masyarakat

KTK Kapasitas Tukar Kation KTK (cation exchange capacity), adalah kapasitas untuk menyerap kation terlarut di dalam tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 gram tanah)

LREP Land Resources Evaluation And Planning Project

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MDW Sistem lahan Mendawai (rawa-rawa gambut dangkal)

NAD Nangroe Aceh Darussalam

PEMDA Pemerintah Daerah

PKK Pendidikan kesejahteran Keluarga

PMI Palang Merah Indionesia

PNS Pegawai Negeri Sipil

PPDPL Persatuan Pemuda Desa Pucok Lueng

Puslitanak Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (sekarang namanya diganti menjadi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)

Prop. Propinsi

PTG Sistem Lahan Putting (Endapan aluvium muda dari laut; pasir kerikil pantai)

Ramsar Konvensi Internasional tentang Lahan Basah

viii Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Recharging zone Daerah pengisian air tanah

RePPProT Regional Physical Planning Project For Transmigration

SBG Sistem Lahan Sebangau (Jalur meander sungai-sungai besar dengan tanggul lebar)

SD Sekolah Dasar

SDM sumber daya manusia

SGO Small Grat Officer

SMP Sekolah Menengah Pertama

SMA Sekolah Menengah Atas

SPT Satuan Peta Tanah

Subsidence ambelas, turunnya permukaan tanah

TDS Total Dissolved Solid, menggambarkan kandungan padatan atau garam-garam terlarut di dalam air (satuan mg/l)

TSS Total Suspended Solid, menggambarkan kandungan partikel bahan padatan tersuspensi yang terdapat di dalam air (satuan mg/l)

Tk I Tingkat I (Propinsi)

Tk II Tingkat II (Kabupaten)

UKM Unit Kegiatan Mahasiswa

UNSYAH Universitas Syahkuala

TPI Tempat Pendaratan Ikan

WALHI Wahana Lingkungan Hidup

WI-IP Wetlands International – Indonesia Programme

WWF-I Yayasan World Wide Fund for Nature Indonesia

YPK Yayasan Pengembangan Kawasan

ZEE Zona Ekonomi Eksklusive

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias ix

Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................................................v

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ............................................................................................ vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... xi BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................................................2

A. Latar Belakang dan Tujuan ......................................................................................2

B. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................................4

1. Wilayah Penelitian ............................................................................................4

2. Waktu Pelaksanaan ..........................................................................................5

3. Pelaksana Penelitian ........................................................................................5 BAB 2. BAHAN, ALAT DAN METODE ............................................................................................7

A. Bahan dan Alat ..........................................................................................................7

1. Survey Tanah ...................................................................................................7

2. Survey Kualitas Air ...........................................................................................7

3. Survey Keanekaragaman Hayati (biodiversity) ................................................8

4. Survey Perikanan dan Sosial, Ekonomi dan Budaya .......................................9

B. Metode Survey ..........................................................................................................9

1. Wawancara .......................................................................................................9

2. Pengamatan Langsung dan Pengambilan Contoh/Spesimen .......................10

3. Investigasi pasar .............................................................................................14

C. Analisis Data ...........................................................................................................14

1. Tanah: Evaluasi Kesesuaian Lahan ...............................................................14

2. Kualitas Air .....................................................................................................14

3. Vegetasi ..........................................................................................................15

4. Fauna (mammalia, burung, herpetofauna, ikan) .............................................15

5. Perikanan .......................................................................................................15

6. Sosial Ekonomi dan Budaya ..........................................................................15

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xi

BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 17

A. Wilayah Penelitian I: Kabupaten Simeuleu ......................................................... 17

1. Profil Umum Wilayah Penelitian .................................................................... 17

a. Geografi & demografi .......................................................................... 17

b. Iklim ..................................................................................................... 18

c. Profil ekosistem umum ........................................................................ 18

2. Data dan Temuan Penelitian ......................................................................... 19

a. Aspek biofisik ....................................................................................... 20

b. Aspek sosial ekonomi .......................................................................... 46

c. Aspek sosial kemasyarakatan ............................................................. 53

3. Analisis Hasil Penelitian ................................................................................ 60

a. Kondisi ekosistem saat ini ................................................................... 60

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir .................................................. 62

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan ................................................................................. 68

4. Manajemen Bantuan ...................................................................................... 70

a. Opsi pemberian bantuan ..................................................................... 70

b. Identifikasi jenis bantuan ..................................................................... 70

5. Rekomendasi ................................................................................................. 71

a. Kelembagaan ...................................................................................... 71

b. Peningkatan kapasitas ........................................................................ 72

c. Bantuan permodalan ........................................................................... 72

d. Alternatif kegiatan yang disarankan .................................................... 72

6. Sebaran Dana Hibah GCRP di wilayah penelitian 1 (Simeuleu) ................... 72

B. Wilayah Penelitian II: Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat ........................ 74

1. Profil Umum Wilayah Penelitian .................................................................... 74

a. Geografi dan demografi ....................................................................... 74

b. Iklim ..................................................................................................... 75

c. Profil ekosistem umum ........................................................................ 76

2. Data dan Temuan Penelitian ......................................................................... 77

a. Aspek biofisik ....................................................................................... 77

b. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 118

c. Aspek sosial kemasyarakatan ........................................................... 128

3. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 134

a. Kondisi ekosistem saat ini ................................................................. 134

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir ................................................ 137

c. Potensi pengembangan ekonomi ...................................................... 142

d. Kondisi sosial kemasyarakatan ......................................................... 148

xii Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

4. Rekomendasi ............................................................................................... 148

a. Kelembagaan dan peranserta masyarakat ....................................... 148

b. Peningkatan kapasitas ...................................................................... 149

c. Alternatif kegiatan yang disarankan .................................................. 149

5. Sebaran Dana Hibah GCRP di Wilayah Penelitian II (Nagan Raya dan Aceh Barat) ................................................................................. 150

C. Wilayah Penelitian III: Koya Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar ..................................................................................................................... 153

1. Profil Umum Wilayah Penelitian .................................................................. 153

a. Geografi & Demografi ........................................................................ 153

b. Iklim ................................................................................................... 154

c. Profil ekosistem umum ...................................................................... 154

2. Data dan Temuan Penelitian ....................................................................... 155

a. Aspek biofisik .................................................................................... 155

b. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 198

c. Aspek sosial kemasyarakatan ........................................................... 206

3. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 208

a. Kondisi ekosistem saat ini ................................................................. 208

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir ................................................ 215

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan .............................................................................. 219

d. Pemulihan kegiatan perikanan, industri rumah tangga dan tambak ........................................................................................ 221

4. Rekomendasi ............................................................................................... 223

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat ...................................... 223

b. Peningkatan kapasitas ...................................................................... 223

c. Alternatif kegiatan yang disarankan .................................................. 223

5. Sebaran Dana Hibah GCRP di Wilayah Penelitian III (Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar) .............................................................. 225

D. Wilayah Penelitian IV: Kabupaten Nias ............................................................. 228

1. Profil Umum Wilayah Penelitan ................................................................... 228

a. Geografi dan demografi ..................................................................... 228

b. Iklim ................................................................................................... 229

c. Profil ekosistem umum ...................................................................... 229

2. Data dan Temuan Penelitian ....................................................................... 230

a. Aspek biofisik .................................................................................... 230

b. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 251

c. Aspek sosial kemasyarakatan ........................................................... 256

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xiii

3. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 259

a. Kondisi ekosistem saat ini ................................................................. 259

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir ................................................ 264

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian lahan ............................................................................... 269

d. Pemulihan kegiatan perikanan tangkap ............................................ 270

e. Persepsi masyarakat akan kinerja bantuan sosial ............................ 271

4. Rekomendasi ............................................................................................... 272

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat ...................................... 272

b. Peningkatan kapasitas ...................................................................... 272

c. Alternatif kegiatan yang disarankan .................................................. 272

5. Sebaran Dana Hibah GCRP di Wilayah Penelitian IV (Kabupaten Nias) ......................................................................................... 273

E. Wilayah Penelitian V: Kabupaten Pidie ............................................................. 275

1. Profil Umum Wilayah Penelitian .................................................................. 275

a. Geografi dan demografi ..................................................................... 275

b. Iklim ................................................................................................... 275

c. Profil ekosistem umum ...................................................................... 275

2. Data dan Temuan Penelitian ....................................................................... 276

a. Aspek biofisik ..................................................................................... 276

b. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 283

3. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 288

a. Kondisi ekosistem saat ini ................................................................. 288

b. Prospek rehabiliyasi kawasan pesisir ................................................ 289

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian lahan ............................................................................... 294

d. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 294

4. Rekomendasi ............................................................................................... 296

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat ...................................... 296

b. Peningkatan kapasitas ...................................................................... 296

5. Sebaran Dana Hibah GCRP di Wilayah Penelitian V (Kabupaten Pidie) ........................................................................................ 297

F. Wilayah Penelitian VI: Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe .................... 298

1. Profil Umum Wilayah Penelitian .................................................................. 298

a. Geografi dan demografi ..................................................................... 298

b. Iklim ................................................................................................... 300

c. Profil Ekosistem Umum ..................................................................... 300

xiv Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

2. Data dan Temuan Penelitian ....................................................................... 302

a. Aspek biofisik .................................................................................... 302

b. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 314

c. Aspek sosial kemasyarakatan ........................................................... 322

3. Analisis Hasil Penelitian .............................................................................. 327

a. Kondisi perairan saat ini .................................................................... 327

b. Prospek rehabilitasi kawasan peisisir ............................................... 327

c. Aspek sosial ekonomi ........................................................................ 329

4. Rekomendasi ............................................................................................... 330

a. Rehabilitasi tambak ........................................................................... 330

b. Rehabilitasi vegetasi ......................................................................... 330

c. Pemulihan pertanian ......................................................................... 331

d. Konservasi keanekaragaman hayati ................................................. 331

e. Pemulihan perikanan tangkap ........................................................... 331

5. Sebaran Dana Hibah GCRP di Wilayah Penelitian VI (Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe) .............................................. 332

BAB 4. KAJIAN KHUSUS BIDANG PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR ............................ 333

A. Temuan Penting Terkait Dengan Pengelolaan Pesisir di 6 Wilayah Survei ..................................................................................................... 333

1. Wilayah Penelitian I (Kabupaten Simeuleu) ................................................ 333

2. Wilayah Penelitian II (Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat) .................................................................................................. 334

a. Wilayah Kabupaten Nagan Raya ...................................................... 334

b. Wilayah Kabupaten Aceh Barat ........................................................ 335

3. Wilayah Penelitian III (Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh) ........................................................................................................... 336

4. Wilayah Penelitian IV (Kabupaten Nias) ..................................................... 338

5. Wilayah Penelitian V (Kabupaten Pidie) ...................................................... 339

6. Wilayah Penelitian VI (Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe) ............................................................................................ 340

B. Analisis dan Rekomendasi Umum untuk Wilayah Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias ................................................... 342

1. Buffer zone/Sabuk Hijau Pantai Aceh 500m, Apakah Realistis? ..................................................................................................... 342

2. Pendekatan Rehabilitasi Lingkungan .......................................................... 345

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 349

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Parameter, peralatan dan cara pengukuran air sungai dan air sumur ....................... 10

Tabel 2. Penyebaran hutan mangrove di Kab. Simeulue th 2003 ............................................ 23

Tabel 3. Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada formasi mangrove di Pantai Desa Labuhan Bakti .................................................................................................... 24

Tabel 4. Daftar tumbuhan pada Formasi Pes-caprae di Alus-alus dan Labuan Bakti .............. 27

Tabel 5. Daftar tumbuhan yang umum dijumpai di lantai kebun kelapa ................................... 28

Tabel 6. Jenis tumbuhan yang ditanam masyarakat di pekarangan, kebun, dan sekitar desa Alus-alus dan Labuan Bakti .................................................................... 29

Tabel 7. Spesies-spesies avifauna penting pada pengamatan di Simeulue ............................ 33

Tabel 8. Satuan Peta Tanah di Desa Alus-alus, Kec. Teupah Selatan ................................... 36

Tabel 9. Satuan Peta Tanah di wilayah Labuhan Bakti, Kec. Teupah Selatan ........................ 38

Tabel 10. Lokasi pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air............................................ 42

Tabel 11. Kisaran nilai kualitas air sungai di Wilayah penelitian I .............................................. 44

Tabel 12. Hasil pengukuran kualitas air sumur dan mata air di desa Alus-alus dan Labuhan Bakti ............................................................................................................. 45

Tabel 13. Daftar harga ikan dan alat tangkap di desa Alus-alus dan Labuan Bakti ................... 48

Tabel 14. Jenis ikan dan hasil laut lain yang sering ditangkap oleh nelayan di Desa Alus Alus dan Desa Labuhan Bakti ............................................................................. 49

Tabel 15. Perbandingan harga komoditas perkebunan pada tahun 1997-1999 ........................ 50

Tabel 16. Jumlah penduduk menurut usia di Desa Alus Alus ..................................................... 54

Tabel 17. Lembaga donor dan LSM yang ada di Desa Alus-alus ............................................... 57

Tabel 18. Komposisi penduduk di Desa Labuhan Bakti ............................................................ 58

Tabel 19. Lembaga donor dan LSM yang ada di desa Labuhan Bakti ...................................... 59

Tabel 20. Potensi kawasan yang layak direhabilitasi di Kabupaten Simueulue ......................... 65

Tabel 21. Hasil Penilaian evaluasi lahan di Desa Alus Alus ...................................................... 69

Tabel 22. Hasil Penilaian evaluasi lahan di Desa Labuhan Bakti ............................................... 69

Tabel 23. Matriks perbandingan antara dua jenis perahu bantuan ............................................ 71

Tabel 24. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Pulau Simeulue ................................................................................ 73

Tabel 25. Jenis-jenis ikan yang dijumpai di laguna Kuala Trang ................................................ 80

Tabel 26. Hasil analisa kualitas air di laguna Kuala Trang ......................................................... 81

Tabel 27. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Pucok Lueng ..................................... 85

Tabel 28. Hasil analisa kualitas air di laguna Pucok Lueng ........................................................ 86

xvi Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 29. Hasil analisis sedimen di laguna Pucok Lueng ........................................................... 87

Tabel 30. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai pada areal terbuka (belakang kebun kelapa) di Cot Rambong ............................................................................................. 93

Tabel 31. Jenis tumbuhan yang dijumpai di rawa air tawar, Lhok Bubon, Kec. Sama Tiga ............................................................................................................................. 95

Tabel 32. Jenis tumbuhan yang dijumpai disekitar desa Cot Rambong dan Lhok Bubon .......................................................................................................................... 96

Tabel 33. Satuan Peta Tanah di lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong, Nagan Raya ............................................................................................................. 102

Tabel 34. Satuan Peta Tanah di Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Aceh Barat. ....................... 106

Tabel 35. Lokasi dan deskripsi pengambilan contoh air di wilayah penelitian II ...................... 115

Tabel 36. Kisaran hasil pengukuran parameter kualitas air di berbagai jenis lahan basah di Wilayah penelitian II ................................................................................... 117

Tabel 37. Hasil pengkuran parameter kualitas air pada beberapa sumur di wilayah penelitian II ................................................................................................................ 118

Tabel 38. Perbandingan karakteristik kegiatan penangkapan ikan di Nagan Raya dan Aceh Barat ......................................................................................................... 121

Tabel 39. Perbandingan biaya pengadaan alat tangkap ......................................................... 122

Tabel 40. Jenis-jenis ikan dan hasil laut lainnya yang umum ditangkap .................................. 122

Tabel 41. Bantuan untuk nelayan yang telah diberikan dan yang masih dalam persiapan. ................................................................................................................ 123

Tabel 42. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada beberapa muara sungai/laguna. .......................................................................................................... 125

Tabel 43. Hasil analisa kualitas air tambak dan sungai di sekitar tambak di Desa Lhok Bubon ............................................................................................................... 127

Tabel 44. Jumlah Penduduk (jumlah pengungsi) pasca tsunami di lokasi-lokasi penelitian ................................................................................................................... 130

Tabel 45. Jumlah penduduk usia produktif dan pekerjaan yang dijalankan ............................. 130

Tabel 46. Lembaga donor dan LSM yang ada di Kab. Nagan Raya dan Aceh Barat .............. 132

Tabel 47. Matriks perbandingan pengadaan perahu boat dan perahu sampan. ..................... 143

Tabel 48. Matriks perbandingan pengadaan jaring dan pancing .............................................. 143

Tabel 49. Matriks alternatif kegiatan perikanan dan kendala-kendalanya serta persiapan yang dibutuhkan ....................................................................................... 144

Tabel 50. Hasil Penilaian kesesuaian lahan di lokasi Kuala Trang, Cot Rambong, Pucok Lueng dan Lhok Bubon .................................................................................. 146

Tabel 51. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Nagan Raya & Aceh Barat ............................................................ 151

Tabel 52. Lokasi dan koordinat laguna yang diteliti di Aceh Besar .......................................... 156

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xvii

Tabel 53. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Desa Meunasah-Aceh Besar ......................................................................................................................... 158

Tabel 54. Hasil analisa kualitas air di laguna Desa Meunasah-Aceh Besar ............................. 158

Tabel 55. Hasil analisa kualitas air di laguna Meunasah Layeun ............................................. 160

Tabel 56. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Pulot ................................................ 162

Tabel 57. Hasil analisis kualitas air laguna di Desa Pulot ......................................................... 162

Tabel 58. Hasil analisis sedimen di laguna Desa Pulot ........................................................... 163

Tabel 59. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Laguna di Desa Kruengkala ................................................................................................................ 167

Tabel 60. Hasil analisa kualitas air di laguna Krueng Kala ...................................................... 167

Tabel 61. Hasil analisis sedimen di laguna Krueng Kala .......................................................... 168

Tabel 62. Jenis tumbuhan yang dijumpai di punggungan ........................................................ 175]

Tabel 63. Jenis tumbuhan yang dijumpai di sekitar areal tambak ............................................ 175

Tabel 64. Jenis tumbuhan yang dijumpai di areal sekitar Desa Lam Dingin, Tibang, Neuhun dan Lam Nga ............................................................................................... 176

Tabel 65. Beberapa kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan di Banda Aceh dan Aceh Besar ................................................................................................................ 178

Tabel 66. Satuan Peta Tanah di wilayah Neuheun dan Lham Nga, Aceh Besar ................... 187

Tabel 67. Satuan Peta Tanah di wilayah Tibang dan Lham Dingin, Banda Aceh. ................ 190

Tabel 68. Kondisi tambahan deposit secara gradual dan sifat kimianya .............................. 194

Tabel 69. Titik pengambilan contoh dan pengukuran parameter kualitas air di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin ......................................................... 195

Tabel 70. Kisaran nilai pengukukuran parameter kualitas air di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin .................................................................................. 196

Tabel 71. Nilai pengukukuran parameter kualitas air sumur di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin .................................................................................. 197

Tabel 72. Jenis ikan dan biota laut lainnya yang umum ditangkap ......................................... 199

Tabel 73. Perbandingan karakteristik kegiatan penangkapan di Neuhun dan Lham Nga. ........................................................................................................................... 200

Tabel 74. Biaya pengadaan alat tangkap di Nehuen dan Lham Nga ....................................... 200

Tabel 75. Tabel luas tambak, jumlah petak, luas petak, dan kedalaman tambak di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang ............................................. 201

Tabel 76. Hasil analisis kualitas air tambak dan sungai sekitar tambak (Krueng Neuheun) di Desa Neuheun dan Lham Nga ............................................................. 204

Tabel 77. Hasil analisisa kualitas air tambak, muara Krueng Aceh dan Krueng Cut di Desa Lham Dingin dan Tibang .................................................................................. 205

xviii Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 78. Hasil Penilaian evaluasi lahan di wilayah Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin .............................................................................................................. 220

Tabel 79. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Sabang ............... 225

Tabel 80. Informasi aksesibilitas kab. Nias ............................................................................... 228

Tabel 81. Daftar jenis bakau di Desa Lahewa dan Lafau ......................................................... 233

Tabel 82. Hasil analisis vegetasi pada komunitas mangrove di Pantai Desa Lafau-Nias ........................................................................................................................... 235

Tabel 83. Jenis tumbuhan yang ditemukan pada Formasi Barringtonia .................................. 237

Tabel 84. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai disekitar desa Lahewa dan Lafau ................ 238

Tabel 85. Satuan Peta Tanah (SPT) di Lahewa ....................................................................... 245

Tabel 86. Titik pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air di Wilayah penelitian IV .............................................................................................................. 248

Tabel 87. Kisaran hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka ................................... 249

Tabel 88. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian IV .............................................................................................................. 250

Tabel 89. Harga ikan dan alat tangkap di Siheneasi, Moawo dan Lahewa .............................. 253

Tabel 90. Jenis ikan dan biota laut lainnya yang umum ditangkap ......................................... 253

Tabel 91. Hasil penilaian evaluasi lahan di lokasi Lahewa, Moawo dan Lafau ........................ 269

Tabel 92. Perbandingan karakteristik pengoperasian perahu Robin dan perahu dayung ..................................................................................................................... 270

Tabel 93. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi pulau Nias, Sumatera Utara. .......................................................... 274

Tabel 94. Jenis tumbuhan yang terdapat di Formasi Pes-Caprae dan sekitarnya di desa Keupula, Pasirawa dan Peukan Baro .............................................................. 277

Tabel 95. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai disekitar desa Keupula, Pasirawa dan Peukan Baro ..................................................................................................... 278

Tabel 96. Titik koordinat pengukuran dan pengambilan contoh air di wilayah penelitian V. .............................................................................................................. 282

Tabel 97. Kisaran hasil pengukuran kualitas air (6 stasiun) pada tambak, saluran tambak dan muara sungai ........................................................................................ 282

Tabel 98. Hasil pengukuran kualitas air sumur ........................................................................ 283

Tabel 99. Berbagai komponen kegiatan penangkapan ikan di Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa ............................................................................................... 284

Tabel 100. Jenis-jenis alat tangkap dan harganya di Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa .......................................................................................................... 285

Tabel 101. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di berbagai lokasi penangkapan di pantai Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa ......................................................... 286

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xix

Tabel 102. Jenis-jenis ikan yang sering tertangkap setelah tsunami di pantai Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa ................................................................... 286

Tabel 103. Evaluasi Lahan di wilayah survey ............................................................................ 294

Tabel 104. Matriks perbandingan berbagai jenisalat tangkap di Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa .................................................................................. 295

Tabel 105. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Kabupaten Pidie ............................................................................. 297

Tabel 106. Kondisi Lahan Pesisir Pada berbagai Desa yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe ................................................................................. 301

Tabel 107. Kehadiran vegetasi mangrove pada wilayah pengamatan berbagai Desa yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe .................................... 304

Tabel 108. Jenis tanaman di pekarangan, kebun, dan sekitar desa pengamatan yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe ............................................. 305

Tabel 109. Hasil pengukuran kualitas Tanah Tambak di Kabupaten Aceh Utara ...................... 308

Tabel 110. Koordinat titik-titik pengambilan contoh air di desa-desa penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe ........................................................................................ 309

Tabel 111. Hasil pengukuran kualitas air Tambak di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe .................................................................. 311

Tabel 112. Hasil pengukuran kualitas air Sumur di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe .................................................................. 312

Tabel 113. Hasil pengukuran kualitas air Sungai di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe .................................................................. 313

Tabel 114. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan yang sering dijumpai di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe ................................................................................. 317

Tabel 115. Karakteristik kegiatan penangkapan di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe ........................................................................................................... 319

Tabel 116. Daftar harga alat tangkap di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe ........................................................................................................... 320

Tabel 117. Sebaran dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Aceh Utara dan Lhokseumawe ................................................................................. 332

xx Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sebaran Lokasi Penelitian di Propinsi Aceh dan Nias (Sumatera Utara) .......................................................................................................................4

Gambar 2. Peta Kabupaten Simeulue ................................................................................... 17

Gambar 3. Sketsa letak Desa Labuhan Bakti dan Desa Alus Alus ........................................ 19

Gambar 4. Profil umum formasi vegetasi di pantai berpasir di Desa Alus-alus ..................... 22

Gambar 5. Profil umum formasi vegetasi di pantai berlumpur di Labuhan Bakti .................... 22

Gambar 6. (a) Rumpun bakau di Pantai Ds. Labuhan Bakti, (b) Ceriops decandra (c) Rizhopora apiculata, dan (d) Bruguiera gymnorrizha ..................................... 24

Gambar 7. Sisa-sisa mangrove akibat terangkatnya substrat ............................................... 25

Gambar 8. (a) Formasi Pes caprae, (b) Ipomea pes-caprae, (c) anakan bintaro di formasi Pc ............................................................................................................ 26

Gambar 9. Komposisi dan kelimpahan anakan tumbuhan (wildling) di formasi Pc ............... 26

Gambar 10. Pohon sukun yang mati, (b) pohon sukun yang tumbuh kembali (resprouting) ......................................................................................................... 27

Gambar 11. Kondisi vegetasi di rawa air tawar ........................................................................ 28

Gambar 12. Kegiatan pembibitan nyamplung di persemaian Desa Langi ............................... 31

Gambar 13. Satuan Peta Tanah Desa Alus-alus, Kec. Teupah Selatan, Kab. Simeulue (2005) ................................................................................................... 37

Gambar 14. Satuan Peta Tanah Desa Labuhan Bakti, Kec. Teupah Selatan, Kab. Simeulue .............................................................................................................. 39

Gambar 15. Peta sebaran titik sampling kualitas air di Desa Alus Alus dan Labuan Bakti ...................................................................................................................... 43

Gambar 16. Air laut yang menjauhi pantai dan karang mati di pesisir Desa Alus-alus (kiri) dan rumah yang rata tanah di Desa Labuhan Bakti. ............................. 46

Gambar 17. A. Perahu dayung; B. Alat tangkap pancing; C. Mesin robin................................ 47

Gambar 18. Perbandingan penduduk desa Alus-alus dan Labuhan Bakti yang bekerja sebagai nelayan perikanan. ..................................................................... 48

Gambar 19. Rotan yang sudah dibersihkan yang berasal dari dalam hutan, Desa Alus-alus ............................................................................................................... 52

Gambar 20. Tumbuhan Purun dan proses penjemuran ........................................................... 52

Gambar 21. Bagan struktur pemerintahan Desa ..................................................................... 53

Gambar 22. a. Mata air di desa Alus-Alus, dan b. Seorang ibu yang selesai mencuci di sungai (Labuhan Bakti) ...................................................................... 61

Gambar 23. Nelayan pencari ikan di sungai dengan jaring rentang (gill net) .......................... 62

Gambar 24. Pantai berpasir yang berpeluang untuk direhabilitasi .......................................... 63

Gambar 25. Lokasi yang berpeluang untuk ditanami bakau .................................................... 64

Gambar 26. Peta sebaran small grant di kabupaten Simeulue ............................................... 73

Gambar 27. Peta wilayah penelitian II ..................................................................................... 75

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xxi

Gambar 28. Sebaran gambut di sekitar wilayah penelitian II .................................................. 76

Gambar 29. Sketsa sungai Kuala Trang yang menyerupai laguna .......................................... 79

Gambar 30. Sungai yang menyerupai laguna di Kuala Trang ................................................. 80

Gambar 31. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang ................ 82

Gambar 32. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang .................................................................................................................... 82

Gambar 33. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang .................................................................................................................... 83

Gambar 34. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang ................ 83

Gambar 35. Laguna di Desa Pucok Lueng .............................................................................. 84

Gambar 36. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman Laguna di Desa Pucok Lueng .................................................................................................................... 88

Gambar 37. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Pucok Lueng .................................................................................................................... 88

Gambar 38. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman Laguna Pucok Lueng .................................................................................................................... 89

Gambar 39. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman Laguna Pucok Lueng .................. 89

Gambar 40. Hilangnya sebagian luasan pantai sebagai akibat perubahan bentang lahan (penurunan daratan) ................................................................................... 90

Gambar 41. Penampang/profil melintang dan jenis vegetasi di Cot Rambong, Kab. Nagan Raya ................................................................................................. 91

Gambar 42. Fenomena turunnya bentang lahan, tumbangya pohon cemara karena tersapu gelombang Tsunami .................................................................... 91

Gambar 43. Penampang/profil melintang dan jenis vegetasi di Lhok Bubon, Kab. Aceh Barat ............................................................................................................ 92

Gambar 44. (a) Vigna marina, (b), Kondisi laguna (c) Stachytrarpheta, (d) Mimosa pudica. .................................................................................................................. 93

Gambar 45. a) Kondisi lahan gambut yang terdegrdasi, b) Trobosan pulai setelah terbakar, c) Buah pitri Passiflora foetida, dan d) laban Vitex pinnata. ................. 94

Gambar 46. a) Formasi nipah yang relatif masih utuh bagus, b) pohon bakau yang mati ....................................................................................................................... 95

Gambar 47. Satuan Peta Tanah Kuala Trang dan Cot Rambong, Nagan Raya (2005) ................................................................................................................. 101

Gambar 48. Penampang Surjan (informasi lebih lanjut bisa dibaca pada: Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan oleh Sri Nadiati et al. 2005, Wetlands International-Indonesia Programme) .................. 105

Gambar 49. Satuan Peta di Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Aceh Barat (2005) ................... 106

Gambar 50. Lahan persawahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik maupun kimia di Cot Rambong........................................................................... 113

Gambar 51. Kondisi air dan tanah yang telah teroksidasi menjadi lapisan pirit...................... 114

Gambar 52. Kebun kelapa sawit ............................................................................................ 114

xxii Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 53. Peta sebaran titik pengambilan contoh air di Desa Cot Rambong, Kuala Trang dan Sekitarnya ............................................................................... 116

Gambar 54. A. Perahu boat di Desa Kuala Tuha; B. Alat tangkap pancing; C. Alat tangkap jaring ..................................................................................................... 121

Gambar 55. A = Muara sungai Kuala Tuha; B = Muara sungai Kuala Trang ......................... 124

Gambar 56. A. Muara sungai dan areal bekas persawahan yang menyerupai kolam air laut atau lagun; B. Pintu masuk air laut ke muara sungai dan areal persawahan ........................................................................................ 126

Gambar 57. Air tidak bisa keluar dari saluran tambak ke laut (tergenang) karena muaranya tertutup pasir ...................................................................................... 126

Gambar 58. Beberapa komoditas pertanian di desa Cot Rambong ...................................... 128

Gambar 59. Bagan struktur pemerintahan Desa ................................................................... 129

Gambar 60. Pantai dengan ruang sempit (kiri), dan pantai dengan ruang luas (kanan) ............................................................................................................... 138

Gambar 61. Cemara roboh karena tersapu gelombang tsunami (kiri), matinya pohon kelapa karena tergenang air laut (kanan) ............................................... 139

Gambar 62. Kondisi areal tambak yang hancur karena tersapu Tsunami ............................. 140

Gambar 63. Peta Sebaran small grant di wilayah II (Nagan Raya dan Aceh Barat) ............. 151

Gambar 64. Peta daerah penelitian di Banda Aceh dan Aceh Besar .................................... 155

Gambar 65. Posisi lokasi keempat Laguna di Kabupaten Aceh Besar .................................. 156

Gambar 66. Laguna di Desa Meunasah Kecamatan Leupung-Aceh Besar .......................... 157

Gambar 67. Laguna di Desa Meunasah Layeun Kecamatan Leupung-Aceh Besar ............. 159

Gambar 68. Laguna di Desa Pulot (kiri atas) dan Mata air di bagian hulu laguna (kanan atas). Puskesmas yang dibangun Saudi Arabia (kiri bawah) dan Nypah yang mati akibat tsunami (kanan bawah). ........................................ 161

Gambar 69. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot ......................... 164

Gambar 70. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot ................... 164

Gambar 71. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di laguna Pulot ..................... 165

Gambar 72. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot ......................... 165

Gambar 73. Laguna di Desa Kruengkala ............................................................................... 166

Gambar 74. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala ............. 169

Gambar 75. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala .................................................................................................................... 169

Gambar 76. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala .................................................................................................................... 170

Gambar 77. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala ............. 170

Gambar 78. Profil umum tipe/formasi vegetasi di pesisir Desa Lam Dingin dan Tibang ................................................................................................................ 172

Gambar 79. Gumuk/bukit pasir (kiri) dan punggungan pesisir (kanan) ................................. 172

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xxiii

Gambar 80. Profil umum tipe/formasi vegetasi di pesisir Desa Neuheun dan Lam Nga ............................................................................................................. 173

Gambar 81. Formasi mangrove yang hancur akibat Tsunami ............................................... 174

Gambar 82. Formasi pes-caprae di Desa Neuheun dan Lam Nga ........................................ 174

Gambar 83. Pembongkaran tanaman bakau yang baru ditanam karena alih peruntukan .......................................................................................................... 180

Gambar 84. Penanaman bakau di lokasi yang tidak sesuai .................................................. 180

Gambar 85. Serangan hama tritip (kiri) dan Kutu loncat (kanan) ........................................... 181

Gambar 86. Penanaman di sekitar tambak udang oleh masyarakat ..................................... 182

Gambar 87. Persemaian pribadi milik penduduk, Desa Lam Nga ......................................... 183

Gambar 88. Satuan Peta Tanah Neuheun dan Lham Nga, Aceh Besar (2005) .................... 186

Gambar 89. Satuan Peta Tanah wilayahTibang Neuheun dan Lham Dingin, Banda Aceh ........................................................................................................ 189

Gambar 90. Penampang melintang bentang alam di Wilayah Neuhen dan Lham Nga ........................................................................................................... 194

Gambar 91. Peta sebaran pengambilan contoh air di Desa Neheun dan Lam Nga ............................................................................................................. 196

Gambar 92. A. Perahu boat di Desa Neuheun; B. Alat tangkap pancing .............................. 199

Gambar 93. Pembenihan (hatchery) di Ujung Batee tempat pembelian benih udan dan bandeng ....................................................................................................... 201

Gambar 94. Tambak di Desa Lham Nga yang disewa oleh LSM Serasih untuk tambak percontohan ........................................................................................... 202

Gambar 95. Tambak di Desa Neuheun dan Lam Nga. A. Saat air pasang; B. Saat air laut surut ........................................................................................................ 203

Gambar 96. Tambak di Desa Lham Dingin dan Tibang. A. Saat air laut pasang; B. Saat air laut surut ......................................................................................... 205

Gambar 97. Unit usaha perdagangan biji kemiri di Desa Lam Nga ....................................... 206

Gambar 98. Tambak tertimbun pasir di Desa Lham Dingin ................................................... 209

Gambar 99. Suatu hipothesa tentang dampak yang ditimbulkan akibat tsunami yang menimbulkan ambelas/turunnya lahan pesisir di Lham Dingin dan pengaruh keberadaan tembok di tepi pantai terhadap potensi genangan yang ditimbulkan ke arah darat. ........................................................ 212

Gambar 100. Lham Dingin tergenang air laut saat pasang dan limpasan air sungai .............. 213

Gambar 101. Kondisi umum tambak di desa Neuheun (a), Lam Nga (b), Lam Dingin (c), dan Tibang (d) ................................................................................... 216

Gambar 102. Peta sebaran dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar ..................... 225

Gambar 103. Kejadian terangkatnya daratan (kiri), turunnya daratan menyebabkan pantai tenggelam (kanan) ................................................................................... 229

Gambar 104. Sketsa letak kecamatan Lahewa dan Desa Onolimbu. ...................................... 230

Gambar 105. Profil vegetasi pantai berpasir ............................................................................ 232

xxiv Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 106. Profil vegetasi pantai berlumpur ......................................................................... 232

Gambar 107. Dari kiri ke kanan : perepat lanang Scyphiphora hydrophyllacea, Tengal Ceriops decandra, tanjang Bruguiera gymnorrhiza, teruntum Lumnitzera littorea .............................................................................................. 233

Gambar 108. Hutan mangrove yang masih bertahan di Ds Lafau walaupun substratnya terangkat. ........................................................................................ 234

Gambar 109. Terangkatnya substrat menyebabkan keringnya tegakan mangrove, Desa Lahewa. .................................................................................................... 236

Gambar 110. Invasi tumbuhan perintis di lantai tegakan bakau .............................................. 236

Gambar 111. Cekungan yang menampung material bawaan air pasang (kiri), Permudaan bakau (tengah), Anakan Nipah ....................................................... 240

Gambar 112. Pemanfaatan kayu bakau untuk kayu bakar (kiri) dan bahan kontsruksi (kanan). ............................................................................................. 241

Gambar 113. Serasah dan pohon bakau kering yang sangat rawan terbakar ........................ 241

Gambar 114. Satuan Peta Tanah (SPT) di Lahewa dan Lafao, Nias ..................................... 244

Gambar 115. Peta sebaran pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air Region IV (Lahewa) ............................................................................................ 249

Gambar 116. A. Perahu dayung; B. Alat tangkap pancing C. Mesin robin .............................. 252

Gambar 117. A. Air laut menjauhi pantai; B. Pohon bakau kering; C. Karang mati di Desa Lahewa ..................................................................................................... 255

Gambar 118. Tumbuhan pioner di terumbu karang yang terangkat ........................................ 260

Gambar 119. Tumbuhan pepaya Carica papaya yang tumbuh diantara Rhizophora apiculata ............................................................................................................. 261

Gambar 120. Seorang ibu mencuci perabot dapur di sungai. ................................................. 263

Gambar 121. Dua tipe pantai di Desa Lafau ............................................................................ 264

Gambar 122. Perbandingan kondisi awal hutan mangrove dengan prediksi keseimbangan baru setelah substratnya terangkat ........................................... 268

Gambar 123. Peta sebaran dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Nias, Sumatera Utara. ........................................................... 274

Gambar 124. Peta lokasi survei di Sigli dan sekitarnya. .......................................................... 275

Gambar 125. A. Perahu di Desa Keupula; B. Alat tangkap jaring ........................................... 285

Gambar 126. Saluran air, pematang tambak dan tanggul yang rusak di Desa Keupula ............................................................................................................... 287

Gambar 127. Potensi daun pandan untuk kerajinan tangan .................................................... 288

Gambar 128. Peta dareah penelitian di Aceh Utara & Lhokseumawe ..................................... 298

Gambar 129. A. Perahu boat; B. Alat tangkap jaring ............................................................... 315

Gambar 130. Perbaikan tambak di lokasi survei (kiri) dan upaya pembibitan bakau yang telah dilakukan masyarakat dalam skala kecil. ......................................... 322

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kronologi Kegiatan ............................................................................................. 353

Lampiran 2. Data Koordinat Pengamatan dan atau Pengambilan Sampel ........................... 355

Lampiran 3. Data Cuaca ......................................................................................................... 361

Lampiran 4a. Hasil Pengukuran Kualitas Air ............................................................................ 364

Lampiran 4b. Standard Baku Mutu Air ..................................................................................... 373

Lampiran 4c. Persyaratan Kualitas Air Minum ......................................................................... 377

Lampiran 5. Hasil Analisa Kimia Tanah di Wilayah Penelitian ............................................... 383

Lampiran 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) ................ 387

Lampiran 7. Hasil Analisa Fisika Tanah di Wilayah Penelitian .............................................. 388

Lampiran 8. Daftar Tumbuhan yang Umum Dijumpai di Wilayah Penelitian ......................... 389

Lampiran 9. Daftar Temuan Fauna ........................................................................................ 397

Lampiran 10. Jumlah dan Kelompok Responden Wawancara ................................................ 411

Lampiran 11. Kuesioner ........................................................................................................... 412

Lampiran 12. Foto-foto Lokasi Penelitian ................................................................................. 414

xxvi Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Bab I. Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN

Bencana gempa bumi dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 telah menimbulkan kerusakan yang dahsyat hampir di seluruh pesisir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan pulau-pulau di sebelah barat bagian atas P. Sumatera seperti P. Simeulue dan P. Nias. Pada bulan Maret 2005 kembali terjadi gempa bumi yang sangat besar terutama di P. Nias. Kejadian-kejadian bencana tersebut, selain telah merenggut sangat banyak jiwa manusia, ia juga telah mengakibatkan kerusakan fisik (termasuk bangunan dan ekologi) serta kerugian sosial dan ekonomi dalam skala yang sangat besar.

Setelah terjadinya bencana, banyak pihak telah menyediakan data yang dapat diakses secara bebas untuk keperluan kegiatan tanggap darurat berupa penyaluran bantuan pangan dan obata-obatan untuk korban bencana. Data tersebut antara lain berupa jumlah korban yang ditimbulkan pada berbagai lokasi, kondisi infrastruktur (jalan dan sarana/prasarana publik dan pemukiman) pada lokasi terkena bencana, dan lain-lain. Namun saat kondisi tangap darurat telah berakhir, berbagai pihak (para donor, LSM, pemerintah) mulai mengalihkan beberapa kegiatannya untuk tujuan-tujuan rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan pesisir Aceh dan Nias. Kedua kegiatan terakhir ini memerlukan banyak informasi/data pendukung, namun sebagian besar data tersebut tersedia berupa data dengan cakupan luas dan skala yang besar, berupa intepretasi citra satelit yang menduga tingkat kerusakan fisik ditimbulkan, peta tematik yang dikembangkan dari citra satelit dan lain lain.

Padahal untuk melaksanakan tahapan rehabilitasi dan rekontruksi selain data dalam cakupan besar juga diperlukan data yang lebih detail dan dalam cakupan wilayah yang lebih sempit (site specific). Oleh sebab itu, penelitian ini didisain sebagai suatu “ground truthing” untuk mengamati dampak dari bencana tsunami dan gempa dalam cakupan wilayah yang kecil tetapi dengan informasi yang lebih rinci. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan pembangunan (rekonstruksi dan rehabilitasi) pada tatanan yang lokasinya lebih khusus.

Secara garis besar, penelitian ini didisain dan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi- informasi pada lokasi-lokasi tertentu, sebagai berikut :

• Data dan informasi mengenai kondisi lingkungan pasca bencana

• Data dan infromasi mengenai kondisi sosial kemasyarakatan pasca bencana.

• Data, informasi dan potensi untuk tujuan rehabilitasi lingkungan.

• Data, informasi dan potensi untuk kegiatan pengembangan pertanian dan ekonomi rumah tangga.

Seluruh kebutuhan data dan informasi tersebut di atas akan dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan aspek aspek sbb:

• aspek sosial dan ekonomi,

• aspek pengelolaan kawasan pesisir,

• aspek ekologi terutama ekologi lahan basah (termasuk kualitas air),

• aspek vegetasi dan rehabilitasi,

• aspek tanah dan pertanian,

• aspek perikanan,

• aspek keanekaragaman hayati.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 1

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang menggambarkan dampak bencana tsunami dan gempa bumi terhadap lingkungan serta sosial ekonomi masyarakat pesisir dan potensi rehabilitasinya. Selain itu, hasil kajian penelitian ini, diharapkan dapat digunakan untuk mendukung pembuatan kebijakan tentang pengelolaan pesisir di NAD pasca bencana dan untuk penyebaran dana small grant kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terkena bencana pada lokasi-lokasi yang telah dikaji. Besarnya dana small grant ini berkisar antara sekitar Rp 50,000,000 s/d Rp 500,000,000,-

Catatan-catatan :

Kegiatan Penelitian/Kajian Lingkungan, Kajian Kebijakan Pesisir dan Penyaluran Small Grant merupakan bagian dari proyek “Green Coast Recovery Project/GCRP, securing the future of nature and people after the tsunami” [judul proyek kemudian disederhanakan menjadi ”Green Coast for nature and people after the tsunami”] yang didanai oleh pihak NOVIB Belanda selama periode Agustus 2005 sampai dengan Maret 2007. Hasil penelitian lingkungan ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi pembuatan atau revisi terhadap Kebijakan Pembangunan Pesisir Aceh (ditangani oleh WWF-Indonesia) serta memberikan gambaran tentang kondisi sosial-bio-fisik dimana Dana Hibah Kecil (small grant) dari Proyek GCRP ini akan disalurkan.

Laporan ini juga memuat beberapa LSM dan KSM yang telah menerima hibah kecil (small grant) dari GCRP. Namun ketika tulisan ini dibuat, kajian akan keberhasilan pemanfaatan dana hibah tersebut belum dilaporkan kepada WI-IP. Konsep yang diterapkan dalam menyalurkan dana hibah kecil (small grant) pada Proyek GCRP mengacu kepada pola yang selama ini telah diterapkan oleh WI-IP di Pemalang Jawa Tengah. Yaitu pemberian dana dikaitkan dengan program penanaman mangrove dan/atau tanaman pantai, seperti diuraikan di bawah ini.

Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP) sejak tahun 1998 telah menyelenggarakan program kemitraan dalam rangka rehabilitasi pantai bersama kelompok masyarakat (seperti Koperasi dan Kelompok Tani) di beberapa Desa di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Hingga kini (Maret 2006), tidak kurang dari 350,000 bibit bakau dan tanaman pantai lainnya telah ditanam dan masih bertahan hidup dengan baik di pematang-pematang tambak, tepi sungai dan disepanjang 3,5 km pantai di desa Pesantren, kecamatan Ulujami, Pemalang. Konsep yang diterapkan adalah dengan cara membuat suatu ikatan formal (perjanjian kontrak) antara WI-IP dengan Kelompok Tani/Koperasi. Isi ikatan tersebut secara garis besar adalah bahwa:

WI-IP memberikan sejumlah “pinjaman” dana kepada Kelompok Tani (KT)/Koperasi untuk jangka waktu 5 tahun (dalam konteks di NAD dan Nias, dibatasi hanya 1-2 tahun) dan tanpa bunga. Sedangkan sebagai kompensasinya, KT/Koperasi (di NAD dan Nias difasilitasi oleh LSM lokal) akan melakukan penanaman sejumlah bibit bakau atau jenis tanaman pantai lainnya. [banyaknya bibit tanaman yang akan ditanam disesuaikan dengan jumlah bantuan dana yang diberikan, yaitu ditetapkan secara musyawarah antara WI-IP dengan KT/Koperasi (untuk di NAD dan Nias dengan pihak LSM setempat) untuk memperoleh kesepakatan bersama]

Bantuan dana yang disalurkan tersebut hanya dapat digunakan untuk meningkatkan/menambah modal atau memulai usaha KT/Koperasi (seperti pengadaan pupuk, pakan ikan, beternak, alat-alat pertanian sederhana, modal untuk pembuatan terasi dsb, sedangkan untuk kondisi NAD dan Nias dana tersebut umumnya digunakan untuk pengadaan motor temple merk Robin bagi para nelayan dan modal usaha berskala kecil). Dana tersebut sedapat mungkin bukan untuk membeli bibit tanaman, karena bibit dapat diperoleh atau disiapkan dari lingkungan pantai di sekitarnya

2 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Untuk memperoleh bantuan dana tersebut, seluruh anggota KT/Koperasi (dalam hal NAD dan Nias diwakili oleh LSM/KSM setempat) harus berjanji (dibuat tertulis dengan saksi pemuka masyarakat setempat) melakukan kegiatan penghijauan (baik di tepi pantai, sungai, saluran-saluran dan pematang tambak).

Program penanaman dan pemantauan didampingi oleh staff teknis WI-IP di lapangan dan kegiatan pemantauan dilakukan sekitar sebulan sekali. Kegiatan pemantauan bertujuan untuk mengetahui kondisi bibit yang ditanam, jika ada yang mati maka kegiatan penyulaman akan segera dilakukan

Jika pada tahun kelima (untuk NAD dan Nias adalah setelah setahun) sejak perjanjian ditandatangani, sedikitnya 70% dari tanaman bakau (Rhizophora spp) atau 40% dari tanaman keras (seperti cemara pantai, mengkudu, waru laut dsb) yang ditanam masih bertahan hidup maka kepada KT/Koperasi yang bersangkutan akan dihadiahi uang sebanyak/sejumlah “pinjaman” dana yang semula diberikan oleh WI-IP. Tapi jika target keberhasilan hidup kurang dari yang diharapkan di atas, maka dana yang dipinjamkann oleh WI-IP kepada KT/Koperasi/LSM besangkutan akan ditagih kembali. Besarnya tagihan disesuaikan secara proporsional dengan persentase tanaman yang mati. Kumpulan uang hasil tagihan ini selanjutnya dapat diberikan kepada KT/Koperasi/LSM yang mampu mempertahankan hidupnya tanaman lebih dari 70%. Cara-cara demikian dimaksudkan agar terbentuk motivasi yang kuat pada masing-masing KT/Koperasi dalam mempertahankan hidupnya tanaman yang ditanam hingga sekurangnya sampai tahun kelima.

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

1. WILAYAH PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Wilayah (Region) I, meliputi: Desa Alus-alus & Labuhan Bakti di Kecamatan Teupah Selatan, Kabupaten Simeulue,

b. Wilayah (Region) II, meliputi: Desa Cot Rambong, Kuala Trang, Kuala Tuha di Kecamatan Kuala Kab. Nagan Raya dan, Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Kecamatan Samatiga, Kab.Aceh Barat

c. Wilayah (Region) III, meliputi: Desa Lham Dingin, Desa Tibang Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh dan Desa Neheun , Desa Lham Nga Kecamatan Darussalam, kabupaten Aceh Besar.

d. Wilayah (Region) IV, meliputi: Desa Moawö, Desa Siheneasi, Desa Lahewa Kecamatan Lahewa dan Desa Onolimbu Kecamatan Boawolato Kabupaten Nias.

e. Wilayah (Region) V, meliputi Desa Pasi Rawa dab Desa Pasi Peukan Baro Kecamatan Kota Sigli dan Desa Kupula Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.

f. Wilayah (Region) VI, meliputi: 2 (dua) kabupaten/kota, yaitu: Kota Lhokseumawe, Kecamatan Muara Dua, mencangkupi dua desa (yaitu Ds Menasah Mee dan Ds Cut Mamplam); serta Kabupaten Aceh Utara dengan 4 (empat) kecamatan yang meliputi 12 desa.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 3

(SIMEULUE)

(NIAS)

(ACEH BARAT & NAGAN RAYA)

(PIDIE)

(ACEH BESAR & BANDA ACEH)

(LHOK SEUMAWE& ACEH UTARA)

Gambar 1. Sebaran Lokasi Penelitian di Propinsi Aceh dan Nias (Sumatera Utara)

2. WAKTU PELAKSANAAN

Rangkaian kegiatan penelitian ini berlangsung secara bertahap sebagai berikut:

Tahapan I, mulai tanggal 30 Agustus hingga 27 September 2005, meliputi wilayah I sampai dengan IV (sepenuhnya dilakukan oleh Tim Survey WI-IP)

Tahapan II, tanggal 22 Desember 2005 hingga 6 Januari 2006, pengecekan ulang dan survey tambahan khusus tentang laguna untuk Wilayah II dan III (dilakukan oleh Tim survey WI-IP)

Tahapan III, 24 - 25 September 2005 dilakukan oleh tim CPSG untuk lokasi di dalam wilayah V, Kabupaten Pidie

Tahapan IV, tanggal 19-22 Desember 2005, meliputi Wilayah VI (dilakukan oleh Tim Survey dari Unsyah yang didanai oleh WI-IP) untuk lokasi Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Utara

Laporan ini berisikan gabungan hasil survey yang dilakukan oleh WI-IP, CPSG dan Unsyah dari berbagai tahapan di atas. Detail/kronologis kegiatan survey dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. PELAKSANA PENELITIAN

Personel yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Wetlands International Indonesia Programme :

Assesment Team : Keahlian

1. Nyoman N. Suryadiputra Reviewer & editor / Kordinator Proyek

4 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

2. Muhammad Ilman SGO/small grant officer – GCRP Green Coast Recovery Project

3. Hj. Afriani M. Sosio-economic Specialist

4. Dandun Sutaryo Wetlands Ecology Specialist

5. Ferry Hasudungan Biodiversity Specialist

6. Heri Hermawan Limnologist

7. Iwan Tri Cahyo Silviculture & Rehabilitation Specialist

8. Lili Muslihat Soil & Agriculture Specialist

9. Muhammad Muntadhar Coastalzone Management Specialist

10. Wahyu Hermawan Fisheries Specialist

Assistant (Pendukung Lokal) Lokasi:

11. Eko Budi Priyanto Simeulue

12. Johandes Simeulue

13. Mulyawan Simeulue

14. Dian Zega Lahewa – Nia

15. Dicky Zulkarnaen Lahewa – Nias

16. Wiwin Lahewa – Nias

17. Ratna Lahewa – Nias

Team CPSG, FKH – Unsyiah

Assesment Team : Keahlian

18. Basri A. Gani Unoe, Kordinator

19. Muksalamina Biodiversity

20. Zoel Coastal vegetetion

21. Ari Social economy

22. Yudhi Kualitas air dan tanah

Team Universitas Syah Kuala-NAD :

Assesment Team : Keahlian

23. Muchlisin Z.A, S.Pi, M.Sc Fishery/Limnology

24. Edi Rudi, M.Si Coastal Management/Marine Biology

25. Dalil Sutekad, M.Sc Ecology/Biodiversity

26. M. Nasir, M.Sc Kualitas air dan tanah

27. Hadi S.Pi Sosial Ekonomi Perikanan

28. Nur Fadli, S.Pi Marine Biology

29. Mahyuddin, S.T Teknik Sipil

30. Hasfiandi Asisten

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 5

Bab 2. Bahan, Alat dan Metode

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan dan peralatan yang dipergunakan dalam kajian (assessment) Lingkungan yang dilakukan di Propinsi Nengroe Aceh Darussalam dan pulau Nias adalah sebagai berikut:

1. SURVEY TANAH

Tahap persiapan survey tanah meliputi pengadaan alat dan bahan serta mempelajari data penunjang yang ada melalui citra Landsat TM, peta topografi, peta geologi, dan lainnya. Tahap persiapan bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keadaan lahan/tanah, vegetasi, dan situasi daerah.

Alat dan bahan untuk melakukan survey tanah meliputi : Bor Belgi, Munsel Color Chart (buku warna tanah), Abney level, kompas, pH trough, Hidrogen peroksida, ring sampel, plastik sampel tanah, alat tulis dan pisau.

Pengamatan tanah selama dilapangan menggunakan buku acuan:

• USDA, 1998, Soil Survey Staff.

• FAO, 1977, Guideline for Soil Description

• Dok.LPT, 1974, Pengamatan Tanah di Lapangan.

2. SURVEY KUALITAS AIR

Survei kualitas air dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pengamatan dan pengukuran lapangan (insitu) dan analisis laboratorium. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran parameter secara in-situ adalah : Termometer, SCT (Salino-Conductivity-Thermo) meter, pH meter, DO (Dissolved Oxygen) Meter, Sechi disk. Sedangkan pengambilan sampel untuk analisa laboratorium dilakukan dengan Kemerer Water Sampler dan ember lalu disimpan dalam botol sample (beberapa sample di awet). Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pengambilan sampel dilakukan pada perairan terbuka dan sumber air untuk keperluan domestik (sumur atau mata air).

Selain pengamatan kualitas air juga dilakukan pencatatan temuan dan informasi berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

• Koordinat titik pengambilan sampel (menggunakan GPS)

• Tipe lahan basah dimana contoh air diambil (secara visual)

• Keadaan sekitar titik pengambilan sampel seperti keadaan vegetasi, kondisi substrat (tanah) dan penggunaan lahan (secara visua).

• Kegiatan masyarakat di sekitar lokasi pengambilan sample (wawancara dan visual)

Pengumpulan informasi tersebut di atas juga dilakukan dengan membuat pencatatan seara deskriptif, pembuatan foto dokumentasi dan wawancara dengan masyarakat.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 7

3. SURVEY KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIERSITY)

Fauna

Pengamatan dan identifikasi satwa liar secara umum dilakukan dengan menggunakan alat bantu teropong (Binocular): Swarovsky SLC 8x 30 dan Monocular Nikon FieldScope ED 15x 60mm. Dokumentasi kegiatan menggunakan kamera digital Sony DSC-S60. Selain penggunaan normal, juga digunakan tehnik digiscope yaitu dengan menyatukan fungsi kamera digital dengan Field Scope (monocular) untuk mendapatkan jangkauan pemotretan yang lebih jauh.

Identifikasi burung, mammalia, dan herpetofauna didasarkan pada buku-buku panduan lapangan yang tersedia :

• MacKinnon, dkk. (2000): Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi - LIPI.

• Sonobe & Usui (1993): A filed guide to the waterbirds of Asia.

• Payne, dkk. (2000): Panduan Lapangan Mammalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam.

• VanStrien, N.J., 1993, Panduan Pengenalan Jejak Mammalia di Indonesia Bagian Barat, Asian Wetland Bureau, Bogor.

• Iskandar (2000): Kura-kura dan Buaya di Indonesia & Papua Nugini, dengan catatan mengenai jenis-jenis di Asia Tenggara.

• Van dijk et. al. (1998): A Photographic Guide to Snakes and other reptiles of Penninsular Malaysia, Singapore and Thailand.

• Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions

• Allen R. G. dan Roger S. 1988. The Marine Fishes of North – Western Australia. A field guide for anglers and divers. Western Australian Museum.

Vegetasi

Pengamatan vegetasi dan jenis-jenis tumbuhan ditujukan pada berbagai formasi dan tipe vegetasi yang dijumpai. Antara lain: Formasi Mangrove, Formasi Pes-Caprae, Formasi Barringtonia, Formasi Nipah, Hutan Rawa Gambut, Rawa Air Tawar, dan kebun campuran. Alat dan bahan untuk survey vegetasi diantaranya: alat ukur jarak/ meteran (50m) untuk pengukuran plot dan diameter pohon, gunting tanaman untuk pengambilan herbarium, papan penjepit herbarium, etiket gantung, dan alat tulis..

Buku identifikasi dan panduan lapangan yang digunakan untuk analisa vegetasi adalah:

• Daftar Nama Tanaman oleh Afriastini, J.J. (1990);

• Metode Survey Vegetasi. Kusmana,C. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. 1997

• Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Noor,Y.R., Khazali,M., I.N.N Suryadiputra. Wetlands International IP. Bogor. 1999.

• Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bengen, D.G. PKSPL-IPB. Bogor

• Panduan Inventarisasi Lahan Basah ASIA. Versi 1.0 (Indonesia). Finlayson, CM et al. Wetlands International. 2003.

8 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Assessment Field Protocol For Rapid Wetland And Coastal Assessment – A Guide For Staff. Coastal Wetlands Assessment (V3).

• Whitmore, T.C., 1976, Palms of Malaya, Oxford University Press, Oxford, NY, Kuala Lumpur.

• Soerjani, M., A.J.G.H Kostermans, G. Tjitrosoepomo, 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

4. SURVEY PERIKANAN DAN SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA

Untuk bagian ini, bahan-bahan dan alat survey umumnya berupa lembaran kuisioner yang telah dirancang sebelum tim survey berangkat ke lapangan. Rincian isi kuesioner ini dapat dilihat dalam Lampiran 11.

B. METODE SURVEY

Data dan informasi yang diperoleh pada dasarnya dapat dibedakan menjadi (1) data dan informasi hasil wawancara, (2) data hasil pengamatan langsung (contoh: survey vegetasi, habitat dan pengamatan satwa); (3) hasil identifikasi dan analisis contoh biota (spesimen) (misalnya tumbuhan/herbarium) serta contoh air dan tanah dari masing-masing stasiun pengamatan yang telah ditentukan.

1. WAWANCARA

Biodiversity

Untuk identifikasi spesies serta untuk mengetahui kehadiran suatu spesies tertentu (misal: ikan, burung, mammalia, insekta, reptilia, amphibia, dan tumbuhan) di suatu lokasi, wawancara dengan penduduk setempat merupakan sumber informasi yang sangat penting. Untuk memperoleh data yang akurat, wawancara dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

• Untuk setiap sesi wawancara, sedapat mungkin wawancara dilakukan dengan satu orang, sehingga dapat dihindarkan adanya pemberian informasi yang tidak akurat karena informan dipengaruhi oleh orang lain.

• Terhadap pemberi informasi, diperlihatkan buku panduan pengamatan/ identifikasi berwarna dan dipersilahkan untuk menunjuk jenis-jenis yang mereka lihat di sekitar tempat tinggalnya (tanpa ada arahan dari anggota tim survey). Mereka diminta untuk menyebut nama daerah dari jenis tersebut, kapan terakhir mereka melihat jenis tersebut serta kelimpahannya

• Jawaban yang diberikan oleh seorang informan kemudian dicocokan (cross check) dengan jawaban dari penduduk yang lain.

Untuk menguji akurasi informasi, jawaban yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan informasi lain yang diperoleh dari studi pustaka yang telah dilakukan sebelum kegiatan survey, terutama menyangkut daerah penyebaran dan tingkat kelangkaannya.

Bias informasi dapat terjadi dari tingkat usia pemberi informasi. Pemberi informasi yang masih muda lebih memberikan informasi mengenai keadaan saat ini, sedangkan mereka yang telah berusia umumnya mencampurkan informasi yang mereka ketahui pada masa silam dengan keadaan saat ini. Informasi yang disajikan dalam laporan ini adalah yang telah memenuhi tahapan tersebut diatas.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 9

Perikanan

Data yang dikumpulkan terutama menyangkut aspek sosial ekonomi perikanan masyarakat. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan masyarakat khususnya para nelayan dan petani tambak (macam pertanyaan tercantum dalam Kuisioner Lampiran 11). Data sekunder diperoleh dengan pencatatan dari sumber data yang telah terdokumentasi.

Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Data yang dikumpulkan menyangkut sejumlah parameter untuk tiap-tiap komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Data tersebut meliputi data primer dan sekunder, seperti yang disajikan pada Lampiran 10. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan masyarakat desa maupun key informan yang biasanya tokoh penting dalam masyarakat. Data sekunder diperoleh dengan pencatatan dari sumber data yang telah terdokumentasi.

Langkah awal yang dalam pengambilan contoh adalah mendata stratifikasi masyarakat dan mendaftarkan jumlah anggotanya dalam unit rumahtangga. Karena ditinjau dari unsur-unsur yang mungkin dijadikan sebagai alat stratifikasi, kondisi masyarakat relatif homogen maka pengambilan contoh dilakukan dengan metode Purposive Sampling.

2. PENGAMATAN LANGSUNG DAN PENGAMBILAN CONTOH/SPESIMEN

Data primer yang diperoleh selama assessment dilakukan melalui pengamatan langsung dan pengambilan contoh/spesimen sebagaimana dijelaskan dalam paragraf di bawah ini.

Survey Tanah

Untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah serta penyebarannya dilakukan pengambilan contoh tanah dengan cara pengeboran tanah pada Satuan Lahan /Landform dengan intensitas pengamatan pada setiap interval 500 meter sejauh 2500m ke darat dari garis pantai (transek dibuat vertikal garis pantai menuju darat). Pengeboran tanah dilakukan sedalam 120 sampai 150 cm, dan pada tanah-tanah yang dianggap representatif diambil contoh tanah untuk pembuatan profil vertikal tanah sedalam 150 cm. Untuk keperluan klasifikasi tanah ataupun klasifikasi unsur-unsur kesuburan tanah telah diambil contoh tanah pada masing-masing profil pewakil untuk dianalisis di laboratorium, yang meliputi: penetapan tekstur, pH (H20 dan KCL), kandungan bahan organik (C dan N), susunan kation (Ca, Mg, K, Na), jumlah KTK, kandungan P2O5 dan K2O, kejenuhan Al, H, dan Fe.

Pada setiap pengamatan tanah dilakukan pencatatan baik sifat tanah maupun faktor lingkungan yang dapat mempengaruhinya. Pencatatan tahan meliputi kedalaman, warna, tekstur, struktur, konsistensi, keasaman tanah (pH), keadaan air tanah (permeabilitas dan drainase). Pengamatan faktor lingkungan meliputi pengamatan vegetasi dan penggunaan lahan, serta bentuk wilayah/ kelerengan.

Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dilakukan melalui dua cara yaitu pengukuran langsung (insitu) dan melalui analisis di Laboratorium Produktivitas & Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. Parameter kulaitas air yang diukur langsung adalah: suhu, kadar garam (salinitas), daya hantar listrik (DHL), derajat keasaman (pH), Oksigen terlarut, potensial redoks dan kecerahan. Sedangkan parameter yang diukur melalui analisis laboratorium adalah: BOD, COD, TSS, kadar Nitrogen (Nitrat, Nitrit dan amonia), kadar Phosphat, dan kadar Besi (Fe). Pada beberapa titik sampel,

10 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

sesuai dengan keperluan juga dilakukan pengambilan contoh untuk penghitungan Total Coli ,Fecal Coli, Siegella, Salmonella serta beberapa kandungan logam berat seperti tercantum dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Parameter, peralatan dan cara pengukuran air sungai dan air sumur

PARAMETER SATUAN Alat/metode Keterangan

Fisika Suhu ºC Thermometer In situ Padatan tersuspensi (TSS) mg/l Gravimetrik Analisis laboratorium Kekeruhan NTU Turbidity Meter Analisis laboratorium Kecerahan Cm Secchi Disk In situ DHL µS/cm SCT-Meter In situ Salinitas ppt (o/oo) SCT-Meter In situ Kimia pH pH-Meter In situ Oksigen Terlarut (DO) mg/l DO-Meter In situ BOD5 Mg/l Winkler Analisis laboratorium COD mg/l Analisis laboratorium CO2 mg/l Titrasi In situ Alkalinitas mg/l CaCO3 eq Titrasi In situ Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq Titrasi In situ Orthofosfat mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Besi (Fe) mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Nitrit (NO2-N) mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Nitrat (NO3-N) mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Amonia (NH3-N) mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Raksa (Hg) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Timbal (Pb) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Kadium (Cd) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Kobalt (Co) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Cuprum (Cu) * Mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Arsen (As) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Krom Heksavalen (Cr6+ ) * mg/l spectrofotometer Analisis laboratorium Mikrobiologi Mg/l Total Coliform MPN/100ml Biakan agar Analisis laboratorium Fecal Coliform MPN/100ml Biakan agar Analisis laboratorium Siegella koloni/ml Biakan agar Analisis laboratorium Salmonella koloni/ml Biakan agar Analisis laboratorium *) selain di dalam kolom air, pengukuran parameter ini juga dilakukan pada sediment laguna

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 11

Vegetasi/Flora

Pengamatan vegetasi dilaksanakan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif yang digunakan adalah analisis vegetasi dengan metode plot kuadrat. Pengamatan kualitatif merupakan suatu penilaian deskriptif terhadap suatu komunitas/ekosistem dengan memperhatikan physiognomi (penampakan) vegetasi yang ada. Pengamatan kualitatif dilengkapi dengan pembuatan dokumentasi. Baik pengamatan kualitatif maupun kuantitatif dilengkapi dengan informasi lainnya seperti tipe/jenis substrat, pH air, salinitas, dan dampak kegiatan manusia. Analisis vegetasi dalam assessment ini hanya dilakukan pada lokasi tertentu yang representative, terutama pada tegakan mangrove yang masih bagus. Sementara itu pada lokasi yang rusak berat, analisis vegetasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. Mengingat terbatasnya waktu maka analisis vegetasi hanya dilakukan pada tingkat pohon dengan metode plot kuadrat dengan ukuran plot 10 m x 10 m yang diletakkan pada suatu garis transek. Untuk setiap transek diletakkan minimal 3 plot. Khusus komunitas mangrove, transek diusahakan untuk tegak lurus dari garis pantai ke arah darat. Pada setiap plot dilakukan identifikasi jenis, penghitungan jumlah individu masing-masing jenis dan pengukuran diameter setingggi dada setiap individu tumbuhan. Data hasil pengamatan lapangan diolah untuk mendapatkan nilai kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan, dan indeks nilai penting jenis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

contohpetakLuasindividuJumlahKerapatan =

100%spesiesseluruhindividuJumlah

spesiessuatuindividuJumlah(KR)speciessuaturelatifKerapatan ×=

plotseluruhJumlahjenissuatuditemukanplotJumlah)F(Frekuensi =

%100spesiesseluruhF

spesiessuatuF)FR(relatifFrekuensi ×=

contohpetakLuasspesiessuatudasarbidangLuas(D)Dominasi =

100%spesiesseluruhD

spesiessuatuD(DR)relatifDominasi ×=

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

12 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Wawancara Wawancara / pengisian quisioner dilakukan untuk memperoleh data dan informasi berupa : • Persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi • Pengalaman masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi • Kegiatan rehabilitasi yang pernah dilakukan • Pengenalan masyarakat terhadap jenis tumbuhan • Jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat • Pemanfaatan sumber daya hayati oleh masyarakat • Kendala yang dihadapi masyarakat Identifikasi spesies vegetasi Identifikasi spesies dilakukan dengan melakukan determinasi langsung di lapangan. Jika determinasi tidak menunjukkan hasil atau meragukan maka dilakukan pengambilan contoh herbarium. Identifikasi herbarium dilaksanakan di Herbarium Bogoriense, Bogor,

Satwa (Burung, Mammalia, Herpetofauna)

Daftar lokasi pengamatan langsung satwa (burung, mammalia dan herpetofauna) tercantum pada Lampiran 9. Pengamatan dilakukan dengan metode jelajah baik di darat maupun di rawa-rawa, laguna dan sepanjang sungai (sejalan dengan River Corridor Survey) baik pada siang hari maupun pada malam hari (night spotting).

Setiap perjumpaan satwa dicatat familia, spesies, nama lokal, dan habitatnya. Pencatatan juga dilakukan pada pengamatan secara tidak langsung, seperti melalui suara, kotoran, bangkai, dan jejak satwa tersebut. Estimasi populasi satwa (semi kuantitatif) juga dihitung saat perjumpaan.

Ikan

Survey untuk mengetahui keanekaragaman jenis ikan di laut dan perairan darat dilakukan dengan wawancara dengan nelayan/penduduk setempat dan investigasi pasar ikan. Data yang dicatat antara lain: lokasi, nama lokal, alat tangkap, dan habitat.

Kunjungan ke beberapa pasar tradisional, khususnya untuk survey jenis-jenis ikan, yang berdekatan dengan lokasi survey juga dilakukan. Data/informasi yang dikoleksi antara lain berhubungan dengan lokasi asal ikan ditangkap, jumlah relatif hasil tangkapan, nama daerah serta sedikit mengenai nilai ekonomis dari ikan yang bersangkutan seperti harga ikan, akses pemasaran kepada konsumen dan informasi relevan lainnya.

Perikanan budidaya

Selain data hasil wawancara, dilakukan juga pengumpulan data mengenai tanah dan kualitas air di tambak dan saluran di sekitar tambak.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 13

3. INVESTIGASI PASAR

Kunjungan ke beberapa pasar tradisional, khususnya untuk survey jenis-jenis ikan, yang berdekatan dengan lokasi survey juga dilakukan. Data/informasi yang dikoleksi antara lain berhubungan dengan lokasi asal ikan ditangkap, jumlah relatif hasil tangkapan, nama daerah serta mengenai nilai ekonomi dari ikan, seperti harga ikan, akses pemasaran dan informasi lainnya. Investigasi pasar juga mencakup perdagangan satwa lain, seperti kupu-kupu, babi, labi-labi, penyu, dsb.

C. ANALISIS DATA

1. TANAH : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

Pada dasarnya analisis data tanah sudah dimulai pada saat survey di lapangan dilakukan, sehingga peta tanah sementara dapat terbentuk. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan maupun dari hasil analisis laborartorium diolah untuk menentukan klasifikasi tanah dan sifat-sifat tanah.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan seperti: penggunaan untuk pertanian (tanaman pangan, perkebunan), kehutanan, pariwisata, tujuan konservasi atau jenis penggunaan lainnya. Evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi sifat-sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah, yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities). Kualitas lahan biasanya mempunyai lebih dari satu karakteristik lahan (land charateritics) yang berpengaruh terhadap jenis/tipe penggunaan lahan (land utilization types = LUTs). Karakteristik lahan yang dapat diukur atau diperkirakan adalah temperatur, ketersedian air, ketersediaan oksigen dalam tanah (drainase), media perakaran, kedalaman gambut, retensi hara, bahaya keracunan, bahaya erosi, bahaya banjir, penyiapan lahan (sulit atau mudahnya pengolahan lahan).

Dari hasil evaluasi lahan akan diperoleh klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability), yaitu tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan lahan bagi tujuan tertentu. Kesesuaian lahan ini dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Dalam penelitian ini, penilaian kesesuaian lahan menggunakan metode hukum minimum, yaitu mencocokan (matching) antara karateristik lahan dengan kreteria kelas kesesuaian lahan. Kriteria kelas kesesuaian lahan disusun berdasarkan persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainya.

2. KUALITAS AIR

Untuk menganalisa mutu air di wilayah studi diterapkan tehnik comparatif-deskriptif, yaitu dengan membandingkan mutu air di wilayah survey dengan baku mutu yang sesuai dengan keperluan. Standard baku mutu yang digunakan adalah standard baku mutu air menurut PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Khusus untuk air minum standard penilaian kualitas air menggunakan acuan Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 907 tahun 2002. Data Kualitas air secara khusus juga dianalisis untuk keperluan budidaya perikanan dan pertanian.

Analisis terhadap data kualitas air digunakan untuk membuat penilaian tentang kondisi lingkungan dan kemungkinan perubahan lingkungan karena pengaruh tsunami. Parameter yang menjadi indikator kunci untuk menduga adanya perubahan kondisi perairan, akibat adanya kontaminasi bahan organik, antara lain DO (dissolved oxygen/oksigen terlarut), BOD (Biological Oxygen Demand/Kebutuhan Oksigen Biologis) dan COD (Chemical Oxyegen Demand/Kebutuhan Oksigen Kimiawi).

14 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Sedangkan untuk memperlihatkan adanya intrusi air laut ke lahan basah di darat digunakan parameter salintas dan DHL (Daya Hantar Listrik/electrical conductivity). Sebagai penunjang digunakan pula hasil pengamatan deskriptif terhadap kondisi vegetasi di sekitar titik pengamatan yang dapat menjadi indikator perairan bergaram.

3. VEGETASI

Hasil pengolahan data-data dari lapangan merupakan dasar utama dalam menganalisis suatu vegetasi. Pengolahan data ini menghasilkan beberapa nilai penting yang mampu menggambarkan kondisi vegetasi secara umum yaitu Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Dominansi relatif.

Kerapatan Relatif suatu jenis merupakan suatu perbandingan jumlah suatu jenis terhadap jumlah total populasi yang ada dapat diketahui. Frekuensi Relatif suatu jenis merupakan perbandingan antara frekuensi suatu jenis dengan frekuensi seluruh jenis. Sedangkan Dominasi Relatif merupakan perbandingan antara luas are penutupan suat jenis terhadap penutupan untuk seluruh jenis. Penjumlahan ketiga nilai tersebut akan menghasilkan Indeks Nilai Penting (INP) yang nilainya berkisar antara 0-300. Nilai inilah yang menggambarkan pengaruh dan peranan suatu jenis terhadap jenis lainnya dan komunitas vegetasi secara umum.

4. FAUNA (MAMMALIA, BURUNG, HERPETOFAUNA, IKAN)

Data hasil pengamatan jenis-jenis fauna dikompilasi dan ditampilkan dalam tabel yang berisi informasi familia, genus, spesies, nama lokal, lokasi pengamatan/habitat, populasi dan status spesies yang diamati.

5. PERIKANAN

Membandingkan data hasil analisa tanah dan kualitas air di dalam tambak dan saluran di sekitar tambak. Data ini lalu dikaitkan dengan kelayakan kualitas air dan tanah bagi tujuan budidaya perikanan di tambak maupun bagi tujuan rehabilitasi tambak.

Menganalisa data hasil wawancara mengenai aspek sosial ekonomi perikanan, diantaranya untuk mengetahui jenis dan jumlah hasil tangkapan nelayan, rantai pemasaran, hasil produksi tambak, bantuan yang dapat diberikan kepada masyarakat, potensi lain yang dapat dijadikan sebagai mata pencaharian bagi masyarakat khususnya nelayan dan petani tambak seandainya tambak sulit direhabilitasi dan sebagainya.

6. SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA

Data yang dianalisis umumnya berasal dari wawancara, beberapa dari data sekunder, kemudian disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. Data berisikan informasi tentang kelembagaan, kependudukan, kondisi infrastuktur pasca tsunami dan gempa, pihak-pihak donor dan LSM yang terlibat di masing-masing wilayah Survey.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 15

Bab III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. WILAYAH PENELITIAN I : KABUPATEN SIMEULUE

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi & Demografi

Kabupaten Simeulue merupakan gugusan kepulauan yang terdiri atas 41 buah pulau besar dan kecil yang terletak pada posisi 95° 45’ 23”- 96° 26’ 41” BT dan 2° 19’ 3”- 2° 26’ 41” LU. Secara administratif, kabupaten ini masuk ke dalam wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sinabang merupakan ibukota kabupaten Simeulue dan terletak di Pulau Simeulue yang merupakan pulau terbesar di kabupaten ini (panjang pulau +100,2 km dan lebar berkisar 8 - 28 km). Kabupaten ini merupakan salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat, pada tahun 2000.

%%

%

%

%

%

%

%

ñq

#

#

#

#

#

#

##

##

#

#

#

#

##

#

##

#

#

#

#

#

#

#

#

##

#

#

#

#

#

#

#

#

# #

#

Lugu

Inor

Dihit

Lauhe

Lauhe

Bunon

Bunga

Sebulu Selave Sambai

Laayon

Angkeo

Meunafa

Lamalik

Lambaya

LatitikWel-Wel

Bubuhan

Sefoyan

Ganting

Nasreuhe

Silengas

Lakubang

Lamayang

Borengan

Luan Balu

Kota Batu

Putra Jaya

Latak AyahAir Pinang

Kuala BaruBulu Hadik

Kota PadangKuala Makmur

Ujung TinggiAmarabu Kampung Aie

P. Toko

P. Toko

P. SabuP. Benar

P. Padan

P. TALAMP. LIMAU

P. SIUMAT

P. LINGGAM

P. SimanamP. Simanam

P. Delapan

P. PanjangP. Kubangan

P. SIMEULU CUT

Tl Itam

Tl Itam

U Lauke

Tl. Arun

Tl. AiaiTl. Dalam

Tg. Tiram

Tg. Sibau

U. Tinggi

Tl. Ratuk

Tl. Dalam

Tl. Galai

Tl. Bahai

Tl. Galai

Tl. Tirama

Tl. AngkeoU. Bambang

U. Ganting

Tl. Linngi

Tl. Tirama

U. Lamalek

Tl. Angkeo

Tl. Araban

Tl. Natnat

U. Aluayan

Tl. Araban

Tl. Seroyan

Tg. La' yon

Tl. Lembaya

U. Lembayan

U. Laluntok

U. Menggelo

U. Nasreuhe

U. Lambayan

Tl. Nasreuhe

Tl. Luan Balu

Tl Lok Legang

Tl. Luan Balu

Tg. Kuala Baru

Selat Babaharu

Tg. Kuala Baru

Tl. Tanjung Raya

Tg. Idung Kerbau

Tg. Cakar BAhar

Tl. Tanjung Raya

Tl. Duk DukTl. Duk DukTl Lok Legang

Tg. Pertandang

Tg. Idung Kerbau

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

##

#

#

#

Langi

Dengko

Efilan

Sibigo

Detimon

Lafakha

Paparas

AmabaanAmabaan

LamamekSigulai

Bahagia

Layabaung

Lhok Pauh

Lhok Dalam

buk Baik

Babus

Ujung Padang

Lugu Sekbahak

P FaluP BATU

P . Asu

P. VENU

P. Perak

P Panjang

P. ITITIK

P. ALAWAN

P. PAnjang

HARAPAN

P. NyamukekP. Gambacang

P. GALA KHALAP. Lho SaraFon

P. UJUNGTAUHEK

P. Mantan sinasah

Tl. Aceh

D. LAULO

Tl. Baram

Tl Entung

Tl. Baram

D. ETUTUK

D. SIBOGA

U. Sibarui

U. Suakawa

TL. Sibigo

U. SembilanU. Sembilan

Tg. Sigulai

Tl. Makkasim

Tl. Silingar

Tl. Lunggung

Tl. Lhok Pauh

#

##

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

#

Lewak

Linggi

MaudilSinabang

Lameureum

Suka Maju Bangkalak

Lu

salam

Suka Karya

Padang Anoi

Lhok Makmur

P. Ina

P. Tepi

P. Dara

P. Batu

P. lafulu

P. Pinang

P.

P. Langeni

P. BengkokU Gading

U. Dewak

U. Bodeh

Tl. Lewak

U. Lataling

Tl. Silokan

Tl. AluayanKuala Bakti

Tl. Sinabang

Tl. Bangkala

Tl. Bangkala

TG. S

U. Gunung Putih

Tl. Lhok Makmur

U. Gunung Bambang

Tl. Sibesan

TELUK SINABANG

#

##

#

##

#####

#

##

##

#

#

#

#

#

#

#

#

#

##

#

#

#

#

##

AnaoSital

Salur

Busung

Lantik

Naibos

Labuah

Lasikin

Sua-SuaSitubuk

LeubangNancala

Latiung

Lanting

Lataling

Seneubuk

Awe Kecil

Suka Jaya

Alus-Alus

Awe Seubal

Air Dingin

Suak Buluh

Mata Nurung

Ulul Mayang

Balla Sektai

Suak Lamatan

Labuan BajauSimpang Abail

Batu-Batu

Kolok BuraAir Terjun

Batu Ralang

P. Batu

P. TEUPAHP. MINCAU

P. SimpedaP. BATU BELAYAR

U. Kahat

U. Tauche

Tl. Limau

Tg. Salur

U. Defayan

U. Tuabing

Tl. SelatuTl. Selatu

TL. Defayan

Tl. LasikinTl. Lasikin

Tl. Nancala

Tl. Sinabang

Tl. Panerusan

U. Matanurung

U. Kuala TujuhU. Niona Bungsu L A

Sanggiran

angiran

KEC. ALAFAN

KEC. SIMEULUE BARAT

KEC. SALANG

SAMUDERA HINDIA

KEC. SIMEULUE TENGAH

KEC. TELUK DALAM

KEC. TEUPAH BAR

KEC. SIMEULUE TIMUR

AT

KEC. TEUPAH SELATAN

SAMUDERA HINDIA

10660000 10680000 10 070000 10720000 10740000

3200

00

320

10660000 10680000 10700000 10720000 10740000

2600

00

260000

2800

00

280000

3000

00

300000000

6

KABUPATEN SIMEULUE PROVINSI N A D

JalanDesaJalanKab

% Ibukota.shpñq Bandara_poin.shp

Btskec.shp# Simpoint.shp

0 6 12 Kilometers

Gambar 2. Peta Kabupaten Simeulue

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 17

Kabupaten Simeulue berpenduduk 82.555 jiwa 2005, tersebar di delapan (8) kecamatan, 16 bano/mukim dan 135 desa. Dari 135 desa yang ada, 77 desa diantaranya merupakan desa tertinggal (miskin) dengan jumlah penduduk sekitar 46.604 jiwa. Dari jumlah penduduk miskin tersebut, sebanyak 39 000 jiwa tinggal di wilayah pesisir dan di pulau-pulau kecil. Rata-rata pertumbuhan penduduk 4.4% per tahun dengan kepadatan rata-rata 32 jiwa per km2. Gelombang tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 menelan 8 korban meninggal dan 2 hilang serta jumlah rumah yang hancur sebanyak 15.415 (www.depsos.go.id. 16 Jan 2005).

puran erti cengkeh, kopi, dan kakao. Di beberapa tempat, pertanian padi, palawija, sayur-sayuran. Kabupaten

Pada umumnya, sumber mata pencaharian masyarakat adalah bekerja pada sektor pertanian dalam arti luas (62,8 %) dan sisanya (37,2%) bekerja sebagai pedagang, nelayan, pengrajin, pegawai negeri sipil, buruh dll. Usaha tani yang dikembangkan penduduk adalah perkebunan kelapa dan usaha tani camdari tanaman seperti sepjuga dikembangkan usahaSimeulue dikenal sebagai penghasil cengkeh.

Kabupaten Simeulue dapat dicapai dari Labuhan Haji, yang terletak di Kabupaten Aceh Barat Daya, dengan menggunakan kapal ferry menuju Kota Sinabang (sekitar 9 jam perjalanan). Selain itu, Sinabang juga dapat dicapai dengan pesawat udara baik dari Bandara Iskandar Muda (Blang Bintang), Banda Aceh maupun dari Bandara Polonia, Medan (sekitar 1 jam perjalanan). Desa Alus-alus berjarak sekitar + 20 km, sedangkan Desa Labuhan Bakti

b.

uk dalam Tipe

75) termasuk

berjarak sekitar 35 km dari Kota Sinabang. Kondisi jalan saat ini menuju Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti masih cukup baik, meski di beberapa lokasi terdapat retakan akibat gempa bumi.

Iklim

Menurut Schmidt and Fergusson (1951) wilayah penelitian termashujan A (basah) dengan nilai Q= 0 %. Sedangkan menurut sistem klasifikasi Oldeman (1975) tergolong Zona A, yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah (≥ 100 mm) selama > 10 bulan dan tanpa bulan kering (≤ 60 mm) yang nyata. Pada peta zone agroklimat yang disusun oleh Oldeman et al., (19zona A. Menurut KOPPEN (dalam Schmidt and Ferguson, 1951) wilayah penelitian digolongkan ke dalam tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis (Tropical rainy climate), mempunyai suhu bulan terdingin > 18oC.

Kisaran suhu udara rata-rata antara 25,50C – 26,30C dengan rata-rata tahunan 25,8 0C. Temperatur udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah terjadi pada bulan Agustus, Nopember dan Desember. Kisaran kelembaban udara berkisar antara 88,8 % sampai 91,0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan September dan Desember dan terendah pada bulan Januari.

c. Profil Ekosistem umum

Pulau Simeulue merupkan salah satu dari gugusan pulau-pulau di sebelah barat P. Sumatera. Topografinya berbukit dengan sedikit daerah landai di dekat pesisir. Sebagian besar wilayah pantainya merupakan pantai berbatu/berpasir dan sebagian lain merupakan pantai berlumpur dengan tumbuhan mangrove. Perairan laut dangkal di sekitar P. Simelue banyak terdapat terumbu karang. Pantai dan perairan di P. Simelue merupakan daerah penting untuk jenis penyu belimbing Dermochelis coriacea dan penyu sisik Eretmochelis imbricata.

18 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Desa yang menjadi wilayah penelitian adalah Desa Alus-alus dan Desa Labuhan Bakti yang berada di Kecamatan Teupah Selatan. Bentang alam kedua desa ini berupa daerah pesisir (coastal) yang banyak terdapat terumbu karang, pantai berpasir dan pantai yang ditumbuhi pohon kelapa. Di bagian pedalaman (inland), berupa daerah persawahan dan perbukitan. Kedua desa ini mengalami kerusakan fisik akibat bencana gempa dan tsunami.

Pulau Simelulue mempunyai hutan yang masih cukup baik dan merupakan habitat bagi jenis fauna dengan sebaran terbatas (endemic) yaitu: Celepuk Simalur Otus umbra dan Merpati-hutan perak Columba argentina.

Dengan posisinya yang berada tepat di posisi pergeseran lempeng-lempeng tektonik, gempa bumi merupakan bagian dari sejarah P. Simeulue. Masyarakat yang tinggal di P. Simelue telah mengenal dengan baik fenomena gempa yang disertai tsunami berdasarkan penuturan leluhur mereka. Semong adalah istilah untuk tsunami dalam bahasa setempat. Dengan adanya informasi ini menjadikan masyarakat cepat melakukan tindakan menyelamatkan diri begitu terlihat adanya tanda akan terjadi tsunami. Tindakan ini terbukti telah menjadikan jumlah korban tsunami di P. Simeulue sangat kecil.

2.

lokasi penelitian dilatar belakangi keterwakilan tipologi lahan, keterbatasan waktu, serta pertimbangan aksesibilitas. Khusus untuk desa Alus-alus, penetapan lokasi penelitian juga dilatarbelakangi oleh rencana pemberian small grant oleh Green Coast Recovery Project/GCRP yang dikombinasikan dengan kegiatan rehabilitasi. Lokasi penelitian di kedua desa ini dapat dilihat pada peta/gambar berikut.

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Di wilayah I (Simeulue), penelitian dilakukan di dua desa yaitu Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti. Secara administratif, kedua desa ini termasuk dalam Kecamatan Teupah Selatan. Pemilihan kedua desa sebagai

Gambar 3. Sketsa letak Desa Labuhan Bakti dan Desa Alus Alus

Hasil penelitian meliputi beberapa aspek yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) aspek yaitu biofisik (meliputi: tipologi lahan basah, vegetasi, biodiversity, tanah, dan kualitas air), Sosial ekonomi (meliputi: pertanian, perikanan, dan pemanfaatan SDA), dan Sosial Kemasyarakatan. Penjabaran hasil dari masing-masing aspek terangkum dalam uraian berikut ini.

Desa Alus Alus

Desa Labuhan Bakti

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 19

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi lahan Basah

Berdasarkan acuan dari Annex I Information sheet on Ramsar Wetlands, pada wilayah penelitian I terdapat tipe lahan basah sebagai berikut:

a.1.1. Marine / Coastal wetlands (lahan basah pesisir):

o A Permanent shallow marine water (Laut dengan perairan dangkal permanen)

o C Coral reef (terumbu karang)

o E Sand shore (pantai berpasir)

o F Estuarine water (perairan muara)

o I Intertidal forested wetlands (lahan basah pasang surut berhutan)

a.1.2. Inland wetlands (lahan basah daratan):

o M Permanent river (sungai permanen)

o Xf Freshwater, tree dominated wetlands (lahan basah air tawar dengan dominasi tumbuhan)

o Y Fresh water spring (mata air tawar)

a.1.3. Human-made wetlands (lahan basah buatan):

o 3 Irrigated land (lahan beririgasi)

Gambaran mengenai kondisi sebagian lahan basah yang ada diuraikan dalam paragraf berikut :

• Terumbu Karang (C)

Catatan penting mengenai terumbu karang adalah adanya pengangkatan daratan yang menyebabkan terumbu karang yang berada di perairan dangkal muncul ke permukaan air. Kejadian ini sangat jelas teramati di Desa Labuhan Bakti.

• Pantai berpasir (E)

Hampir seluruh wilayah Penelitian I dan sebagian dari wilayah desa Labuhan Bakti merupakan pantai berpasir. Pada pantai berpasir ini umumnya terdapat vegetasi dari Formasi Pes-caprae, dan Formasi Baringtonia. Di Belakang kedua formasi ini umumnya berupa kebun kelapa.

• Sungai (M)

Sungai di wilayah penelitian Alus-alus umumnya kecil dengan lebar sekitar 5 – 10 m. Sungai di Desa Labuhan Bakti bahkan lebih kecil hanya dengan lebar badan air kurang dari 2 m dan kedalaman air + 0.5 m.

20 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tumbuhan di daerah riparian yang umum dijumpai antara lain sagu Meteroxylon sagu, Baringtonia sp., waru Hibiscus tiliaceus dan Cerbera manghas. Sungai yang paling besar di Desa Alus Alus (S Tuba) pada saat hujan terlihat sangat keruh karena membawa material tersuspensi yang banyak. Dengan sungai yang rata-rata berukuran kecil, bagian muara sungai tidak menunjukkan perubahan lingkungan yang mencolok jika dibandingkan dengan bagian yang lebih hulu.

• Rawa air tawar (Xf)

Rawa air tawar yang berada di wilayahI umumnya berupa rawa belakang pantai dengan kedalaman air berkisar 1 m. Rawa-rawa tersebut sering didominasi oleh satu jenis tumbuhan saja yaitu sagu. Tumbuhan lain yang terdapat pada rawa air tawar antara lain Barringtonia racemosa, Ficus microcarpa, Acrostichum aureum, dan Pandanus sp.

• Mangrove (I)

Secara umum, ekosistem mangrove di wilayah penelitian I terdapat di sekitar koordinat 2º 20' 39.60" LU; 96º 28' 17.76" BT dengan jenis yang mendominasi adalah Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans. Namun di bagian selatan desa Labuhan Bakti, di sekitar koordinat : 20' 25’ 03.1” LU; 96º 29' 03.6" BT jenis mangrove yang dominan adalah Rhizophora stylosa.

• Mata air (Y)

Mata air berada di daerah perbukitan sekitar 2 km dari pantai. Mata air ini sekarang dimanfaatkan sebagai sumber air bagi warga yang berada di pengungsian. Sebagai sumber air di pemukiman yang jauh dari bukit, masyarakat membuat sumur.

• Sawah (3)

Sawah di desa Labuhan Bakti merupakan sawah tadah hujan, sedangkan sawah di desa Alus Alus merupakan sawah dengan irigasi semi teknis. Sawah di Desa Alus Alus sudah dilengkapi dengan sauran-saluran air yang tertata baik.

Secara umum bencana gempa bumi dan tsunami tidak menyebabkan perubahan morfologi lahan basah secara siginifikan di Desa Alus alus. Perubahan yang teramati hanya berupa pergeseran muara sungai akibat pergeseran beting pasir, namun perubahan ini tidak terlalu mempengaruhi kondisi ekologis lahan basah di daerah muara tersebut.

Perubahan yang cukup signifikan terjadi di Desa Labuhan Bakti, yaitu adanya pengangkatan daratan (substrat pantai) yang mengakibatkan garis pantai di beberapa tempat menjauh ke arah laut. Kondisi tersebut mengakibatkan perubahan jangkauan pasang/pengeringan di sejumlah pantai. Akibat lebih lanjut yang ditimbulkan dari kondisi demikian adalah matinya tumbuhan mangrove dan terumbu karang yang semula hidup di tempat tersebut.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 21

a.2. Keanekaragaman vegetasi

a.2.1. Profil vegetasi di wilayah pesisir

Secara umum, kawasan pesisir di Pulau Simelue terbagi atas pantai berpasir dan pantai berlumpur. Masing-masing tipe pantai ini membentuk suatu profil vegetasi yang berlainan. Pada pantai berpasir, seringkali dijumpai beberapa formasi dan tipe vegetasi antara lain formasi pes-caprae, formasi barringtonia, kebun kelapa, vegetasi disekitar penduduk, dan rawa air tawar (lihat gambar 4).

Gambar 4. Profil umum formasi vegetasi di pantai berpasir di Desa Alus-alus

Sementara itu, pantai berlumpur seringkali di tumbuhi oleh mangrove. Formasi Pes-caprae tidak diketemukan disini melainkan beberapa formasi umum lainnya seperti formasi barringtonia, kebun kelapa, vegetasi disekitar penduduk, dan rawa air tawar (lihat gambar 5).

Laut

Mang

rove

Form

asi

Sekit

ar de

sa

Rawa

air

Laut

Betin

g pa

sir

Form

asi P

es ca

prae

Kebu

n klea

pa

Form

asi B

arrin

gtonia

Sekit

ar de

sa

Rawa

air t

awar

Gambar 5. Profil umum formasi vegetasi di pantai berlumpur di Labuhan Bakti

22 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.2.2. Tipe vegetasi

Berdasarkan penelitian yang mendalam, pesisir pantai di des Alus-alus dan Labuan Bakti terdiri dari beberapa jenis formasi dan tipe vegetasi. Formasi-formasi tersebut meliputi: formasi mangrove, formasi pes-caprae, dan formasi barringtonia. Selanjutnya tipe vegetasi yang dijumpai meliputi: perkebunan kelapa, vegetasi rawa air tawar dan vegetasi umum di sekitar desa. Paragraf berikut ini merupakan penjabaran dari masing-masing formasi tersebut.

Vegetasi pantai: Formasi mangrove

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Semeulue di tahun 2003 (lihat tabel 1), disebutkan bahwa luas total hutan magrove di Semeulue adalah 2.779,97 Ha. Sebagian besar mangrove ini terletak di Teluk Sinabang, Teluk Dalam, Teluk Sibigo dan Teluk Salang. Sementara, sebagian kecil hutan mangrove juga tersebar di beberapa lokasi tertentu, termasuk di desa Alus-alus dan Labuan Bakti yang merupakan lokasi penelitian.

Tabel 2. Penyebaran hutan mangrove di Kab. Simeulue th 2003*

No Penyebaran/lokasi Luas (Ha) Kondisi

1 Teluk Sinabang 408.31 Cukup bagus 2 Teluk Dalam 1,492.41 Bagus 3 Teluk Sibigo 388.26 Bagus 5 Telukl Lewak 84.45 Bagus 6 Teluk Salang 213.50 Bagus 7 Pulau Batu Belayar 81.44 Bagus 8 Teluk Busung 19.15 Bagus 9 Lokasi lain 92.45 Bagus (termasuk desa Alus-alus dan

Labuan Bakti) TOTAL 2.779,97

* Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab Semeulue

Hutan mangrove yang dijumpai di desa Labuhan Bakti dan Alus-alus tersusun atas beberap jenis bakau yaitu Rhizophora apiculata, Sonneratia caseolaris, Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorrizha, dan Ceriops decandra. Diantara jenis-jenis bakau tesebut, Rhizophora apiculata merupakan jenis yang paling dominan.

Gempa bumi yang terjadi pada bulan Desember 2004 telah menyebabkan naiknya permukaan daratan, terutama terlihat nyata di pantai Labuan Bakti. Hal ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan dan pertumbuhan hutan mangrove diatasnya. Untuk mengetahui dampak terangkatnya substrat/permukaan daratan (di Labuan Bakti) terhadap hutan mangrove, dilakukan penelitian di hutan mangrove yang bertahan hidup dan yang mati sebagaimana terangkum dalam paragraf dibawah ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 23

• Mangrove yang mampu bertahan hidup

Sebelum gempa bumi, yang kemudian disusul oleh gelombang tsunami, seluruh hutan mangrove di pantai desa Labuhan Bakti selalu terendam oleh air laut baik pada saat pasang maupun surut. Namun setelah gempa bumi, terdapat bagian daratatan termasuk substrat formasi mangrove terangkat sehingga hanya terendam air laut pada saat pasang, sementara saat surut daratan/subtratnya kering. Walaupun demikian, seluruh jenis mangrove yang ada pada lokasi ini masih hidup dengan baik, tak satupun ada yang mati.

c

a B d

Gambar 6. (a) Rumpun bakau di Pantai Ds. Labuhan Bakti (b) Ceriops decandra (c) Rizhopora apiculata, dan

(d) Bruguiera gymnorrizha

Formasi mangrove ini tidak terbentuk oleh tegakan bakau yang kontinyu melainkan oleh beberapa rumpun bakau yang tumbuh secara acak dan tidak merata. Dengan demikian, terdapat lahan/ruang kosong diantara rumpun-rumpun bakau tersebut. Formasi bakau ini tersusun dari tiga jenis yaitu Rizhopora apiculata, Ceriops decandra dan Bruguira gymnorhiza. Hasil analisis vegetasi dengan 3 buah plot berukuran 10 m x 10 m disajikan dalam tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Hasil analisis vegetasi tingkat pohon pada formasi mangrove di Pantai Desa Labuhan Bakti

No Jenis N KR (%) FR(%) DR(%) INP

1 Rhizophora apiculata 41 83.67 42.85 88.17 214.7 2 Ceriops decandra 5 10.2 14.28 6.44 30.93 3 Bruguiera gymnorrhiza 3 6.12 42.85 5.4 54.38 49 100 100 100 300

24 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Melalui analisis vegetasi, pengaruh dan peranan ketiga jenis dalam suatu komunitas mangrove dapat diketahui dengan melihat Indeks Nilai Penting (INP). Rhizhopora apiculata merupakan jenis yang memiliki peran dan pengaruh tertinggi diantara dua jenis lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan INP jenis ini sebesar 214.7%. Sementara itu, Ceriops decandra dan Bruguiera gymnorhiza masing-masing hanya memiliki nilai INP sebesar 30.93% dan 54.38%.

• Mangrove yang mati

Di Labuan Bakti, tidak jauh dari formasi mangrove yang masih hidup, dijumpai formasi mangrove yang sudah mati (luasnya sekitar 5 – 7 ha), sebagai akibat terangkatnya substrat. Mangrove yang telah mati tersebut, kini berupa tegakan-tegakan batang dan tunggul-tunggul akar yang kering. Dilihat dari bentuk batang yang tertingal, kemungkinan jenis-jenis yang mati tersebut adalah dari jenis Avicenia spp., Sonneratia spp. dan Lumnitzera spp. Sedangkan berdasarkan sisa-sisa akar dan informasi penduduk, tutupan mangrove sebelumnya didominasi oleh Rizhopora spp.

[catatan: untuk memastikan bahwa tegakan mangrove yang dijumpai masih hidup dan dapat berlangsung hidup lebih lama, maka perlu dilakukan pemantauan lanjutan yang lebih intensif. Karena mungkin saja mangrove tersebut mati jika pasokan airnya terbatas hanya pada saat pasang],

Gambar 7. Sisa-sisa mangrove akibat terangkatnya substrat

Vegetasi pantai: Formasi Pes-caprae

Formasi Pes-caprae (Pc) ini mendominasi penutupan pantai di desa Alus-Alus, terutama di pantai berpasir. Sedangkan di desa Labuhan Bakti, formasi ini hanya dijumpai pada lokasi yang terbatas. Sesuai dengan namanya, formasi ini di dominasi oleh herba katang-katangIpomea pes-caprae yang dalam bahasa lokalnya dikenal sebagai Lapalum. Jenis tumbuhan lain yang terdapat pada formasi ini adalah rumput lari-lari Spinifex littoreus dan teki lautIschaemum muticum.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 25

a b c

Gambar 8. (a) Formasi Pes caprae, (b) Ipomea pes-caprae, (c) anakan bintaro di formasi Pc

Di formasi Pc ini seringkali ditemukan konsentrasi/kumpulan anakan alam (wildling) dari beberapa jenis tumbuhan dengan pola sebaran dan kelimpahan yang berbeda-beda. Beberapa jenis anakan alam yang ditemukan antara lain bintaro Cerbera manghas, nyamplung Calophyllum inophyllum, ketapang Terminalia catappa, putat laut Baringtonia asiatica, malapari Pongamia pinnata, waru Hibiscus tiliaceus, dan kelapa Cocos nucifera.

Berdasarkan penghitungan secara manual di pantai Desa Alus-alus, jumlah anakan bintaro yang ditemukan di formasi Pc sebanyak 619 anakan. Pada lokasi yang sama, ditemukan juga 28 anakan putat laut, 84 nyamplung, 6 anakan malapari, 3 anakan waru, 2 anakan ketapang, dan 1 anakan kelapa (Lihat gambar 9).

83.20%

11.42% 0.27%

0.81%

3.76%0.40%

0.13%

WaruPutat laut

KetapangMalapari

Kelapa

NyamplungBintaro

Gambar 9. Komposisi dan kelimpahan anakan tumbuhan (wildling) di formasi Pc

Penyebaran anakan bintaro memperlihatkan suatu pola yang merata di sepanjang formasi Pc. Anakan nyamplung hanya terpusat pada lokasi disekitar pohon induknya. Sementara, anakan jenis lainnya tersebar secara acak dan tidak merata di sela-sela Ipomoea pes-caprae.

26 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 4. Daftar tumbuhan pada Formasi Pes-caprae di Alus-alus dan Labuan Bakti

Kelimpahan* No Jenis Alus-alus L.Bakti

Keterangan

1 Katang-katang Ipomea pes-caprae +++ + Dominan 2 Rumput lari-lari Spinifex littoreus + + - 3 Teki laut Ischaemum muticum + + - 4 Bintaro Cerbera manghas +++ ++ - 5 Nyamplung Calophyllum inophyllum ++ - Anakan alam 6 Ketapang Terminalia catappa + + Anakan alam 7 Putat laut Baringtonia asiatica + + Anakan alam 8 Malapari Pongamia pinnata + - Anakan alam 9 Waru Hibiscus tiliaceus + + Anakan alam 10 Kelapa Cocos nucifera + - Anakan alam 11 Nipah Nypa fruticans + + Anakan alam

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi pantai: Formasi Barringtonia

Secara umum, formasi Barringtonia di Desa Labuhan Bakti memiliki kesamaan dengan Desa Alus-alus. Beberapa jenis umum yang sering dijumpai di formasi ini antara lain butun/putat laut Barringtonia asiatica, Ketapang Terminalia cattapa, Sukun Artocarpus sp., Mengkudu Morinda citrifolia, Dadap laut Erithryna variegate, Waru Hibiscus sp., dan Cemara laut Causarina equisetifolia.

a

b

Gambar 10. Pohon sukun yang mati, (b) pohon sukun yang tumbuh kembali (resprouting)

Pengaruh gempa bumi dan tsunami juga terlihat jelas pada formasi Barringtonia. Beberapa jenis seperti sukun, cemara, kedondong, mangga menjadi mati terkena hempasan dan genangan air laut. Berdasarkan pengamatan, jenis pohon yang paling sensitif (tidak bisa bertahan) terhadap pengaruh air laut adalah sukun. Dari 12 batang pohon sukun yang diamati, terdapat 10 batang yang mati dan dua lainnya mampu tumbuh lagi (resprouting).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 27

Vegetasi di Kebun kelapa

Hampir di sepanjang pantai Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti dijumpai kebun kelapa Cocos nucifera yang ditanam dengan jarak tanam 5 m x 5 m. Biasanya, kebun ini berada di bagian belakang formasi Pes-caprae dimana substratnya telah berupa tanah mineral atau campuran antara pasir dan tanah mineral. Hampir seluruh kebun kelapa di kedua lokasi ini dikelola dengan cara yang sangat sederhana tanpa adanya kegiatan pemeliharaan yang intensif. Oleh karenanya, lantai kebun kelapa ini ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan, baik tumbuhan paku, herba, semak, hingga pohon. Tabel 5 dibawah ini merangkum beberapa jenis tumbuhan yang umum dijumpai di lantai kebun kelapa di Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti.

Tabel 5. Daftar tumbuhan yang umum dijumpai di lantai kebun kelapa

Kelimpahan* No Jenis Nama lokal Alus-alus L.Bakti

1 Paku Nephrolepis & Blechnunm sp. Basak +++ +++ 2 Bakung darat Crinum asiatica - + + 3 Pandan Pandanus tectorius - + + 4 Gabusan Scaevolia taccada - ++ + 5 Ara Ficus microcarpa Jawi-jawi + + 6 Ara Ficus septica Lengek nget +++ - 7 Malapari Pongamia pinnata - ++ + 8 Mengkudu Morinda citrifolia Aung-aung ++ + 9 Senduduk Melastoma malabathricum Duluk-duluk + + 10 Ketapang Terminalia cattapa Lahapang laut + - 11 Nyamplung Calophyllum inophyllum Punago + - 12 Bintaro Cerbera manghas Amentan ++ + 13 Waru Hibiscus tiliaceus Balu ++ + 14 Dadap laut Erithryna variegate - + +

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi rawa air tawar

Desa Labuhan Bakti memiliki rawa air tawar yang ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan seperti Perumpung Phragmites karka, Sagu Metroxylon sago, Ficus microcarpa, Acrostichum aureum, Putat sungai Barringtonia racemosa, Ficus microcarpa, dan Terap Artocarpus elastica.

a b

Gambar 11. Kondisi vegetasi di rawa air tawar

28 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Vegetasi umum di sekitar desa

Di sekitar pemukiman, pekarangan rumah atau kebun di Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti banyak ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan. Jenis-jenis yang ditanam umumnya jenis-jenis yang dapat menunjang kebutuhan rumah tangga, misalnya bumbu, sayuran, bahan baku obat, dan buah-buahan.

Pohon atau tanaman keras juga ditanam di tepi jalan, batas tanah pribadi dan sekitar prasarana umum. Jenis yang biasanya ditanam adalah jenis yang bisa berfungsi sebagai peneduh atau pagar. Sebagian dari jenis yang ditanam tersebut juga dimanfaatkan kayunya. Tabel 6 berikut merupakan jenis-jenis tanaman paling umum yang ditanam masyarakat.

Tabel 6. Jenis tumbuhan yang ditanam masyarakat di pekarangan, kebun, dan sekitar desa Alus-alus dan Labuan Bakti

Kelimpahan* No Jenis Nama lokal Alus-alus L. Bakti

1 Nangka Artocarpus heterophylus Anasa + + 2 Kemiri Aleurites moluccana Buah kare + + 3 Mangga Mangifera indica Kueni + + 4 Jeruk Bali Citrus maxima Alimau bali + + 5 Rambutan Nephelium lapaceum Rambutan + + 6 Sukun Artocarpus incisus Sukun + ++ 7 Terap Artocarpus elasticus - + + 8 Mengkudu Morinda citrifolia Aung-aung ++ ++ 9 Kakao Theobroma cacao - + + 10 Kopi Coffea canephora Kopi + + 11 Kedondong Spondias pinnata Kedondong + + 12 Pisang Musa spp. Pisang + + 13 Jambu bol Eugenia malaccensis Afasau + + 14 Pinang Areca cathecu Lar ++ ++ 15 Kelapa Cocos nucifera Awak bonol +++ +++ 16 Sagu Metroxylon sagu Batuk ++ ++ 17 Pandan Pandanus tectorius - + + 18 Gabusan Scaevolia taccada - ++ + 19 Ara Ficus septica Jawi-jawi + + 20 Malapari Pongamia pinnata - + + 21 Cemara Casuarina equisetifolia - + + 22 Lannea coromandelica - + + 23 Cyperus sp. Kumbu + + 24 Leea indica - ++ + 25 Passiflora feotida - + + 26 Waru Hibiscus tiliaceus Balu ++ + 27 Laban Vitex pinnata - + + 28 Ketapang Terminalia cattapa Lahapang laut + ++ 29 Bintaro Cerbera manghas Amentan ++ ++ 30 Angsana Pterocarpus indicus Ba’hasan ++ ++ 31 Dadap laut Eryrhrina variegata - + +

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 29

Kelimpahan* No Jenis Nama lokal Alus-alus L. Bakti

32 Jarak Jathropa curcas - + + 33 Putat Barringtonia racemosa Tufa ++ + 34 Spathodea spp. Sumpit-sumpit + + 35 Pulai Alstonia anguistiloba Tuturan + + 35 Gamal Gliciridia sepium Kayu hujan ++ ++

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

a.2.3. Kegiatan rehabilitasi yang sedang berjalan

Kerjasama Care International Indonesia (CII) dengan Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) selama 6 bulan (Juni – Desember 2005) telah merintis suatu upaya rehabilitasi di areal yang terkena dampak gempa/Tsunami. Paragraf dibawah ini merupakan kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan di beberapa desa di Kabupaten Simeulue.

Desa Langi

Desa Langi (luas 22,000 ha) terletak di Kecamatan Alafan, kabupaten Simeulue dan memiliki garis pantai sepanjang 11 km. Di depan desa ini terdapat sebuah pulau kecil, Pulau Panjang, dengan jajaran terumbu karangnya dari jenis fringing di sekeling pantainya yang terangkat ketika terjadi peristiwa gempabumi. Desa Langi memiliki curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2828 mm dan dengan suhu udara 270- 300 C. Di desa ini mengalir dua sungai, yaitu sungai Simalandel dan sungai Dalam, yang berair sepanjang tahun. Pada tepi mulut sungai dijumpai mangrove, terutama dari jenis bakau Rhizophora sp dan Avicennia, sp. Pengaruh pasang di lokasi ini tidak terlalu jauh masuk ke darat.

Kegiatan di Desa Langi dilakukan oleh WIIP-CII pada bulan Juni-Desember 2005 melalui pertemuan-pertemuan yang bertujuan untuk mensosialisasikan program rehabilitasi pantai di desa Langi. Pertemuan ini dilakukan di rumah kepala desa (Pak Keucik) dan dihadiri oleh sekitar 20 penduduk. Didalam pertemuan inilah untuk pertama kalinya dibicarakan kondisi hutan mangrove dan vegetasi pantai lainnya yang terdapat di desa Langi sebelum dan setelah bencana serta kemungkinan melakukan upaya perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi pantai. Pada kesempatan ini, masyarakat menunjukkan respon yang positif terhadap rencana rehabilitasi pantai desa Langi, dan dari beberapa pertemuan disepakati untuk menanam bibit nyamplung pada lokasi pantai yang substratnya terangkat akibat gempabumi/tsunami. Alasan dari pemilihan jenis ini adalah dikarenakan substrat kawasan yang akan direhabiltasi berpasir dan cocok untuk ditanamai nyamplung, hal demikian terlihat dari banyaknya biji nyamplung berserekan di pantai.

Proses lanjutan yang juga telah dijalankan di Desa Langi adalah pembentukan kelompok rehabilitasi (nama kelompok: Alafan Bahari), pembangunan persemaian, dan usaha pembibitan. Pembangunan persemaian dan penyedian bibit nyamplung telah dilakukan pada bulan

30 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Juli 2005 hingga september 2005. Jumlah stok bibit nyamplung Callophyllum inophyllum di persemaian (hingga September 2005) mencapai 4.900 dengan jumlah daun rata-rata adalah 5 helai dan tinggi bibit rata-rata 15 cm. Semua bibit tersebut kini (pada bulan Desember 2005) telah ditanam di pesisir Desa Langi yang substratnya berpasir.

Gambar 12. Kegiatan pembibitan nyamplung di persemaian Desa Langi

Selain Punago/nyamplung, telah dicobakan pula untuk menyiapkan bibit cemara laut (Cassuarina sp) melalui anakan yang diletakkan di dalam bedeng pesemaian. Jumlah anakan cemara laut yang diuji cobakan jumlahnya hanya 20 bibit dan tingginya sekitar 10 cm. Sedangkan cemara laut yang masih dalam bentuk biji (yang dibawa dari Pemalang) telah dibagi ke masing-masing anggota untuk disemai di rumah masing-masing yang nantinya akan ditanam di lahan mereka. Semua bibit punago tersebut, pada bulan Desember 2005, telah ditanam di lokasi rehabilitasi pesisir desa Langi.

Desa Alus-alus

Menyusul kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan di desa Langi, kegiatan serupa juga dilakukan oleh WIIP-CII di desa Alus-alus, Kec Teupah Selatan.

Pembentukan kelompok penghijauan beserta struktur organisasinya telah dilakukan bulan Agustus 2005. Nama kelompok di lokasi ini adalah Kelompok Tani Penghijauan Pantai Sibinuang).

Pembuatan persemaian di desa Alus-alus dilaksanakan pada bulan September 2005. Seperti halnya di Desa Langi, maka di Desa Alus-alus jenis tanaman pantai yang disemaikan adalah juga nyamplung Callophyllum inophyllum. Jumlah yang dibibitkan sebanyak 5.000 bibit.

Desa Ana’ao

Seperti halnya di Desa Langi, bencana gempa bumi dan tsunami telah merubah morfologi pantai desa Ana’ao, yaitu berupa pengangkatan daratan. Peristiwa ini menyebabkan garis pantai bergeser ke arah laut ± 100 m dan sebagian besar karang serta mangrove menjadi mati. Bergesernya garis pantai ke arah laut menjadikan air laut seolah-olah surut. Di desa Ana’ao ada 2 sungai bernama Luk Jaya dan Luk Limau, masing-masing ditumbuhi berbagai jenis tanaman mangrove (Rhizophora stylosa, Ceriops tagal dan C. decandra, Cerbera mangas dll).

Formasi mangrove sejati yang terdapat di pantai desa Ana’ao luasnya mencapai lebih dari 20 Ha. Beragam jenis mangrove seperti Ceriops

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 31

decandra, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorhyza selalu terendam oleh air laut baik pasang maupun surut pada waktu sebelum tsunami. Setelah gempa bumi dan tsunami, daratatan termasuk substrat formasi mangrove di desa ini terangkat sehingga hanya terendam air laut pada saat pasang, sementara saat surut daratan kering. Namun demikian, jenis mangrove yang ada di desa Ana’ao masih menunjukkan pertumbuhan relatif cukup baik.

Di desa Ana’ao, Kecamatan Teupah Selatan, pembentukan kelompok penghijuan juga telah dilakukan oleh WIIP-CII dan diberi nama Kelompok Tani Penghijauan Samotalindungi. Dalam bulan November 2005, kelompok ini telah melakukan pembibitan 10.500 bibit bakau (Rhizophora Stylosa dan Rhizophora mucronata), 500 bibit api-api (Avicennia marina), 500 bibit tahep (Bruguierag ymnorrhiza) dan 500 bibit tengar (Ceriops tagal).

Lokasi tanam terhadap bibit-bibit di atas direncanakan dilakukan pada hamparan muara sungai seluas ±5 ha dan di sepanjang pantai sepanjang ±3 km yang ditanam dalam 3 baris memanjang.

a.2.4. Ancaman

Rekontruksi dan rehabilitasi bangunan dan infrastruktur yang hancur akibat gempa bumi membutuhkan bahan baku kayu dalam jumlah yang sangat banyak. Apabila tidak terkelola dengan baik, kondisi ini akan menjadi suatu ancaman yang sangat serius terhadap kelestarian Sumber Daya Alam (SDA). Tingginya kebutuhan dan menariknya harga kayu dapat merangsang menjamurnya praktek penebangan illegal terhadap tegakan hutan /pohon bakau yang masih tersisa di wilayah Simeulue.

a.3. Keanekaragaman fauna

Daerah-daerah yang disurvey adalah wilayah Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti, di bagian selatan Pulau Simeulue, yang merupakan bagian dari Kecamatan Teupah Selatan.

Temuan yang disajikan disini adalah merupakan hasil pengamatan pada tanggal 2 dan 5 September 2005. Daerah yang dikunjungi berupa daerah pemukiman, perkebunan kelapa, daerah sungai (riparian) hingga bagian muara, rawa belakang pantai, perladangan dan persawahan.

a.3.1. Avifauna

Sejumlah 39 spesies burung teramati dan teridentifikasi berdasarkan pengamatan langsung. Temuan ini merupakan 40,62 % dari total jenis burung yang pernah ditemukan di Pulau Simeulue. (Daftar species yang teramati dapat dilihat pada Lampiran 9.)

Dari jumlah tersebut, tujuh (7) spesies diantaranya merupakan spesies yang dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia (Tabel 7). Jenis yang dilindungi tersebut berasal dari kelompok burung pemangsa Accipitridae (3 spesies), kelompok raja-udang Alcedinidae (1 spesies), kelompok burung madu (2 spesies) dan Gajahan Numenius spp. (1 spesies). Beberapa species yang tercatat, merupakan jenis burung yang belum pernah dilaporkan ditemukan di Pulau Simeulue

32 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

sebelumnya, yaitu: Belibis batu Dendrocygna javanica, Kedidi golgol Calidris ferruginea, Tekukur biasa Streptopelia chinensis, Pelatuk ayam Dryocopus javensis, Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis, Kerak kerbau Acridotheres javanicus.

Tabel 7. Spesies-spesies avifauna penting pada pengamatan di Simeulue

No. Nama Indonesia Nama Ilmiah Temuan STATUS

1 Elang bondol Haliastur indus Langsung P, App II 2 Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster Langsung P, App II 3 Elang gunung Spizaetus alboniger Langsung P, App II 4 Gajahan Pengala Numenius phaeopus Langsung P 5 Cekakak sungai Halcyon chloris Langsung P, App II 6 Burung-madu kelapa Anthreptes malacensis Langsung P 7 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Langsung P

Keterangan : P = dilindungi oleh undang-undang di Indonesia; App I & App II = Appendix I & II Kriteria dalam CITES; VU = Vulnerable, kriteria keterancam-punahan dari IUCN.

Beberapa spesies jenis burung bermigrasi teramati di pesisir pantai Labuhan Bakti. Jenis-jenis yang teramati yaitu: Kicuit Motacila cinerea, Cerek Kernyut Pluvialis fulva, Trinil kaki-merah Tringa totanus, dan Trinil Pantai Tringa hypoleucos.

a.3.2. Herpetofauna

Beberapa jenis fauna dari kelompok ini teramati secara langsung di daerah pengamatan, yaitu: biawak (Varanus salvator) dan kadal terbang (Draco volans). Biawak umumnya menggunakan daerah berawa yang tersisa di antara perkebunan kelapa milik masyarakat, sedangkan kadal terbang umum teramati di batang-batang kelapa, baik di daerah Alus-alus maupun Labuhan Bakti.

Catatan penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa jenis-jenis herpetofauna yang terdapat di Pulau Simeulue cukup beragam. Tercatat, 37 jenis reptilia dan 8 jenis amphibia pernah ditemukan di daerah ini (Ed Colijn, 1996; Mitchell, 1981). (Daftar species selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.)

a.3.3. Mammalia

Jenis-jenis mammalia besar yang ditemukan secara langsung di wilayah ini, adalah: Kera ekor-panjang Macaca fascicularis. Babi hutan Sus sp., dan Musang pandan Paradoxurus hermaproditus, diketahui berdasarkan temuan jejak serta feses (kotoran satwa). Mammalia besar tersebut, menurut penduduk di sekitar Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti masih cukup sering dijumpai di dua daerah tersebut.

Babi hutan (orang setempat menyebutnya: eudeung) merupakan jenis satwa liar yang menjadi hama pengganggu bagi pertanian baik di daerah Alus-alus maupun Labuhan Bakti. Penduduk mengantisipasi serangan babi hutan dengan memagari tanaman mereka, namun upaya ini seringkali gagal karena masih saja dapat ditembus oleh babi hutan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 33

Setidaknya 16 jenis mammalia tercatat pernah ditemukan di Pulau Simeulue, termasuk beberapa jenis kelelawar, dan mammalia laut: Dugong dugong (Ed Colijn, 1996-2005). (Lampiran 9). Namun pada pengamatan kali ini sebagian besar dari fauna tersebut tidak dijumpai.

Catatan penting mengenai hubungan antara gelombang tsunami dan fauna/hidupan liar, adalah perilaku kerbau ternak sesaat setelah gempa bumi (sebelum tsunami). Kerbau Bubalus bubalis, merupakan hewan ternak yang umum ditemukan di Pulau Simeulue, cara penggembalaannya dilepas bebas dari kandang, pemilik hanya sesekali memastikan keberadaannya. Karena kerbau tidak dikurung dalam kandang, penduduk desa labuhan bakti menyatakan bahwa beberapa saat sebelum datangnya gelombang, kerbau-kerbau ternak yang setengah liar tersebut bergerak menjauhi pantai ke arah perbukitan. Belajar dari hal tersebut, ada kemungkinan dapat digunakannya fauna atau hidupan-liar sebagai pedeteksi awal akan adanya gelombang tsunami dengan mengamati pergerakan/perilakunya.

a.3.4. Keanekaragaman Hayati Lainnya

Kupu-kupu Lepidoptera

Beberapa penduduk di Desa Alus-alus mengakui bahwa sebelum bencana tsunami, mereka telah melakukan penangkapan terhadap banyak jenis kupu-kupu. Jenis kupu-kupu yang diketahui ditangkap, antara lain: Eurema sp., Euploea sp., Troides sp., Drupadia ravindra cf.. Kupu-kupu tersebut ditangkap dengan menggunakan jaring khusus, dimasukkan ke dalam kertas yang dibentuk segitiga untuk menjaga keutuhan bentuk kupu-kupu tersebut, kemudian diawetkan dengan menggunakan kapur barus (kamfer). Hasil tangkapan tersebut dijual ke Kota Sinabang atau kepada pengumpul yang datang ke desa. Menurut informasi, tujuan selanjutnya dari penjualan kupu-kupu tersebut adalah Singapura.

Terumbu karang

Berdasarkan pengamatan, teramati adanya kerusakan terumbu karang akibat gempa bumi dan tsunami di beberapa bagian pesisir barat daya pulau Simeulue, terutama di daerah Labuhan Bakti. Kerusakan yang terjadi merupakan akibat naiknya substrat dasar laut (uplifting) sehingga terumbu karang terpapar (eksposed) dengan udara luar, yang kemudian mengering dan mati.

Tim gabungan BRKP DKP dan peneliti dari Italia menemukan hal yang sama pada bulan Februari 2005. Sebelum gempa di bulan Maret 2005, mereka mengamati bahwa umumnya terumbu karang yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami berada di bagian barat hingga utara P. Simeulue. Selain itu, mereka juga menemukan kerusakan pada karang yang masih berada di dalam air (dibawah permukaan laut) seperti terumbu karang yang terbalik, dan patah. Di dasar laut terdapat pula rekahan-rekahan yang juga mengganggu kondisi terumbu karang di perairan sekitar P. Simeulue (BRKP DKP 2005 in prep.).

34 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.3.5. Ancaman Terhadap Kelestarian Keanekaragaman Hayati

Perburuan

Sebelum terjadinya bencana alam (tsunami & gempa) aktivitas perburuan oleh masyarakat di wilayah penelitian, telah ada. Perburuan burung dan penyu umumnya dilakukan hanya sebagai aktifitas sambilan di sela-sela pekerjaan rutin lainnya sebagai nelayan atau petani. Hasil buruan umumnya hanya untuk konsumsi sendiri atau dipelihara. Perburuan jenis-jenis kupu-kupu, merupakan aktifitas khusus bagi beberapa penduduk di Alus-alus, yang hasilnya dijual kepada penampung di Sinabang. Setelah bencana, potensi ancaman terhadap satwa-satwa ini oleh perburuan meningkat karena lapangan pekerjaan belum normal atau hilang.

Pembukaan hutan

Saat survey dilakukan, sebagian masyarakat Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti masih berada di tempat pengungsian yang berjarak sekitar 1 km ke arah darat dari pemukiman semula. Aktivitas yang teramati adalah pembukaan areal hutan di sekitar daerah pemukiman. Pembukaan lahan tersebut diperuntukkan untuk pemukiman atau ladang. Kegiatan ini berpotensi menjadi tekanan tambahan bagi hutan dataran rendah yang tersisa di Pulau Simeulue, yang juga menjadi habitat berbagai jenis burung dengan sebaran terbatas (endemic) yang ada di pulau ini, yaitu: Celepuk Simalur (Otus umbra) dan Merpati-hutan perak Columba argentina.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi

Desa Alus-alus, menurut LREP I Project, 1988 secara Fisiografi, termasuk kedalam komplek beting pantai muda berseling dengan cekungan (B1.1), dan Teras marin tua (T1.0). Sedangkan menurut klasifikasi landsystem RePPProT, 1982 tergolong dalam system gunung-gunungan, endapan pasir pesisir pantai (PTG), dan dataran pesisir pantai yang agak tinggi (BKU). Wilayah Labuhan Bakti merupakan dataran pasang surut berawa (B 4.2) dan komplek beting pantai muda (B.1.1.). Sedangkan menurut klasifikasi landsystem RePPProT, 1982 tergolong dalam system gunung-gunungan daan endapan pasir pesisir pantai (PTG) dan dataran lumpur antar pasang surut (KJP). Bahan induk pada beting pantai berupa endapan pasir sedangkan pada dataran pasang surut berupa sedimen halus (liat dan bahan organik). [catatan: B = Beting pantai, T = Teras marin, BKU = Bengkulu (slightly raised coastal strand plain), PTG = Puting (coastal beach ridges and swales / punggungan pasir pesisir pantai dan cekungan), KJP = Kejapah (Inter-tidal swamps under halophytic vegetation).

a.4.2. Keadaan Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di lapangan yang ditunjang dengan hasil analisa tanah di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor, tanah-tanah di lokasi penelitian disusun berdasarkan satuan peta tanah (Soil mapping units). Satuan Peta Tanah/SPT (Soil

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 35

Mapping Unit) merupakan hasil gabungan klasifikasi tanah (termasuk karaktersitik lahannya) dengan bentang lahan (landform) atau topografi, keadaan bahan induk (lithologi), dan penggunaan lahan (land use). Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Taxonomy (USDA,1998) dan Pusat Penelitian Tanah Bogor (P3MT, 1983) sebagai padanannya.

Satuan Peta Tanah (SPT) disusun untuk memberikan informasi mengenai karakteristik, penyebaran, tata guna lahan dan potensinya. Penyusunan peta tanah berdasarkan pengamatan lapang yang dibantu dengan hasil interpretasi citra lansat tahun 2004.

Desa Alus-Alus

Tanah-tanah di wilayah Alus-alus dapat disusun menjadi 3 SPT seperti yang tertera pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Satuan Peta Tanah di Desa Alus-alus, Kec. Teupah Selatan

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (sekitar 120 ha)

Typic Quartzipsamments, tekstur pasir, solum dalam, reaksi tanah alkalis, kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat cepat. (Regosol)

Kebun kelapa dan semak belukar

2 (sekitar 918 ha)

Typic Udipsamments, tekstur pasir, solum dalam, reaksi tanah agak masam, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa sedang, drainase cepat (Regosol)

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin resen (pasir) Kebun

campuran dan pemukiman

3 (sekitar 666 ha)

Typic Endoaquepts, tekstur lempung di lapisan atas dan berpasir di lapisan bawah, solum dalam, reaksi tanah masam sampai agak masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat. (Gleisol Eutrik)

Cekungan, lereng 0-1%

Sedimen marin sub resen (pasir, liat dan bahan organik)

Sawah

36 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Keterangan:

= SPT 1 : SPT 2 : SPT 3

Gambar 13. Satuan Peta Tanah Desa Alus-alus, Kec. Teupah Selatan, Kab. Simeulue (2005)

SPT 1 Karakteristik Typic Quartzipsamments, tekstur tanah berpasir, solum dalam, reaksi tanah alkalis, kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase cepat. (Regosol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada beting pasir di sepanjang pantai sebelah selatan Desa Alus-alus dengan bentuk wilayah datar agak melandai ke arah pantai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa kebun kelapa dan semak belukar pantai.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan perkebunan kelapa

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 37

SPT 2 Karakteristik Typic Udipsamments, tekstur tanah pasir, solum dalam, reaksi tanah agak masam, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa sedang, drainase cepat. (Regosol ).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat dibelakang beting pantai dengan bentuk wilayah datar agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Lahan ini sebagian besar berupa kebun campuran, kebun kelapa, dan pemukiman.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian khususnya untuk kebun campuran dan pemukiman.

SPT 3 Karakteristik Typic Endoaquepts, tekstur tanah lempung di lapisan atas dan berpasir di lapisan bawah, solum dalam, reaksi tanah masam sampai agak masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat. (Gleisol Eutrik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada cekungan aluvial (rawa belakang) pantai dengan bentuk wilayah cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa persawahan dan pohon sagu.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayuran.

Desa Labuhan Bakti

Tanah-tanah di Labuhan Bakti dapat disusun menjadi 3 SPT seperti yang tertera pada tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Satuan Peta Tanah di wilayah Labuhan Bakti, Kec. Teupah Selatan.

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (sekitar 378 ha)

Typic Sulfaquents, tekstur liat berdebu, solum dalam, reaksi tanah netral, kapasitas tukar kation tinggi, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, (Gleisol Tionik)

Dataran pasang surut, lereng 0-1%

Sedimen marin resen (liat dan bahan organik)

Mangrove

38 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

2

(sekitar 630 ha)

Typic Udipsamments, tekstur liat berdebu, solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa rendah, drainase sedang. (Kambisol Distrik)

Punggungan pesisir, lereng 1-3%

Kebun campuran dan pekarangan

3 (sekitar 450 ha)

Typic Endoaquents, tekstur pasir berdebu, solum dalam, reaksi tanah agak masam, kapasitas tukar kation sangat rendah sampai sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat.(Gleisol)

Cekungan Aluvial, Lereng 0-1%

Aluvial (pasir, liat lumpur dan bahan organik)

Bekas persawahan

Keterangan:

= SPT 1 = SPT 2 = SPT 3 = Terumbu karang yang terangkat

Gambar 14. Satuan Peta Tanah Desa Labuhan Bakti, Kec. Teupah Selatan, Kab. Simeulue

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 39

SPT 1 Karakteristik Typic Sulfaquents, tekstur liat berdebu, solum dalam, reaksi tanah netral, kapasitas tukar kation tinggi, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat. (Gleisol Tionik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada dataran pasang surut di sepanjang pantai sebelah barat desa Labuhan Bakti dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar hutan mangrove.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian, Namun sebaiknya dijadikan kawasan lindung pantai.

SPT 2 Karakteristik Typic Udipsamments, tekstur pasir berdebu, solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa rendah, drainase sedang. (Kambisol Distrik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat dibelakang beting pantai dengan bentuk wilayah datar agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Lahan ini sebagian besar berupa kebun kelapa, kebun campuran dan pemukiman.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian khususnya untuk kebun campuran dan pemukiman.

SPT 3 Karakteristik Typic Endoaquents, tekstur pasir berlempung, solum dalam, reaksi tanah agak masam, kapasitas tukar kation sangat rendah sampai sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat.(Gleisol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada cekungan aluvial (rawa belakang) pantai dengan bentuk wilayah cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa persawahan dan sagu.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayuran.

40 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.4.3. Kesuburan Tanah

Penilaian kesuburan tanah dilakukan melalui penilaian sifat-sifat kimia tanah yang diperoleh dari hasil analisa sejumlah contoh tanah pada setiap Satuan peta tanah. Unsur-unsur yang dinilai antara lain: C-organik, kandungan N-total, Phosphat, Kalium, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, Aluminium dan reaksi tanah. Hasil analis kimia tanah dapat dilihat pada lampiran 5. dan kreterianya pada lampiran 6.

Sifat Kimia Tanah

• Bahan organik dan Nitrogen

Dari hasil analisis, bahan organik dan Nitrogen pada beberapa contoh tanah di Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti, umumnya mempunyai kadar C-organik sangat rendah sampai tinggi (0.14 – 6.74%), kadar Nitrogen sangat rendah sampai sedang (<0.02 – 0.25%) dan ratio C/N rendah sampai sedang (10 – 23). Nilai C-organik yang tinggi selalu diikuti dengan nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi.

• Phosphat dan Kalium

Hasil analisis P dan K total dalam bentuk P2O5 dan K2O diketahui melalui ekstraksi HCl 25%, sedangkan P-tersedia diketahui melalui ekstrasi metode Olsen. Hasil analisis menunjukkan kandungan P-potensial sangat rendah sampai tinggi (7 – 58 me/100g) dan P-tersedia tergolong rendah sampai tinggi (7 – 16 ppm). Kadar P-potensial tinggi (56-58 me/100g) terdapat pada pesisir pantai dan dataran pasang surut. Kadar P-potensial rendah sampai sedang (7 - 27 me/100 g) terdapat pada daerah cekungan aluvial. Di semua lokasi kadar K-potensial tergolong rendah sampai sedang (5 – 16 me/100g).

• Reaksi tanah (pH) dan kejenuhan aluminuim (Al)

Hasil analisis menunjukan bahwa tanah-tanah di wilayah penelitian tergolong masam sampai netral (5.4 – 8.4). pH alkalis (8.4) terdapat pada daerah pesisir pantai, pH agak masam (5.4 -6.5) terdapat pada punggungan di belakang pesisir pantai. pH sangat masam (4.5) terdapat pada daerah jauh di belakang pantai yaitu pada cekungan aluvial karena terpengaruh oleh mineral masam dan aliran air hujan. Kejenuhan Aluminium baik di wilayah Alus-alus maupun Labuhan bakti tergolong sangat rendah (≈ 0.00%).

• Kapasitas tukar kation (KTK), susunan kation dan Kejenuhan basa

Wilayah penelitian umumnya mempunyai nilai KTK yang sangat rendah (1.16 – 7.77 me/100g) terutama pada daerah yang mempunyai terkstur tanah berpasir seperti pada daerah pesisir pantai dan dataran pantai. Sedangkan nilai KTK yang tinggi (27 me/100g) terdapat pada daerah yang mempunya kadar liat seperti yang terdapat pada daerah cekungan aluvial.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 41

Susunan kation Ca++, Mg++ K+ dan Na+ yang dapat dipertukarkan di wilayah penelitian sangat bervariasi, dari rendah sampai sangat tinggi. Di pesisir pantai jumlah kation Ca++ dan Mg++ sangat tinggi (masing-masing 22.65 dan 2.02 me/100g). K+ dan Na+ rendah (masing-masing 0.08 dan 0.24 me/100g). Di dataran pantai jumlah Ca++, Mg++, K+ dan Na+ sangat rendah (masing-masing 0.78, 0.18, 0.07 dan 0.08 me/100g). Di cekungan aluvial jumlah Ca++ sedang (9.60 me/100g), Mg++ rendah (0.41 me/100g), K+ dan Na+ sangat rendah (0.09 me/100g). Di dataran pasang surut jumlah Ca++ rendah (5.03 me/100g), Mg++ tinggi (2.07 me/100g), K+ dan Na+ sangat rendah (0.18 me/100g).

Jumlah basa-basa yang dapat dipertukarkan pada kompleks adsorpsi tanah tercermin dari nilai persentase kejenuhan basanya (% KB). Sebagian besar di wilayah penelitian mempunya kejenuhan basa yang sangat tinggi (> 90%).

Sifat Fisika Tanah

Sifat dan karateristik fisik tanah penting artinya dalam hubungan antara tanah, air dan tanaman. Pengambilan unsur-unsur hara oleh tanaman selain ditentukan ketersedian unsur-unsur kimia, juga ditentukan oleh keadaan sifat fisik tanahnya. Dalam hal ini faktor aerasi dan tersedianya air dalam tanah adalah faktor terpenting. Aerasi tergantung struktur tanah (jumlah pori-pori) dan permeabilitasnya. Tanah yang memiliki jumlah pori aerasi yang cukup, belum tentu memiliki aerasi yang baik apabila sebagian pori diisi oleh air. Keadaan ini sering terjadi pada musim hujan atau pada daerah genangan.

Hasil analisa fisika tanah (Lampiran 7) menunjukan bahwa pada daerah dataran pasang surut berawa atau cekungan aluvial tanah-tanahnya tidak/belum mempunyai struktur, jumlah pori aerasi rendah dan permeabilitasnya sedang. Hal demikian terjadi karena lahan selalu jenuh air. Pada daerah dengan tekstur pasir, perkembangan struktur tanahnya masih remah dengan jumlah pori aerasi sedang sampai tinggi, dan permeabilitasnya cepat.

a.5. Kualitas air

Dalam pengamatan di Desa Alus Alus dan Labuhan Bakti telah diambil contoh air sebanyak 13 buah. Contoh-contoh air tersebut mewakili perairan terbuka dan sumber air untuk keperluan rumah tangga (sumur dan mata air). Deskripsi singkat kondisi masing masing titik pengambilan sampel disajikan dalam tabel 10 berikut :

Tabel 10. Lokasi pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air.

Sampel Keterangan

STS-01 Muara sungai Devayan dan merupakan pertemuan dua anak sungai kecil. Substrat berpasir dengan tumbuhan Ipomoea sp, Derris sp, Pandanus sp dan Kelapa.

STS-02 Sungai di dekat pemukiman. Merupakan hulu dari STS 01. (S. Alus-alus)

42 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Sampel Keterangan

STS-03 Sungai di dekat pemukiman Ds Alus-alus. Merupakan hulu dari STS 01 (S. Devayan)

STS-04 Muara sungai. Substrat berpasir. Kebun Kelapa.

STS-05 Sungai yang agak jauh dari pemukiman, merupakan hulu dari STS04. Tumbuhan riparian yang mendominasi adalah sagu, Cerbera sp , Baringtonia sp dan waru. Kebun Kelapa.

STS-06 Sumur. Di halaman kedalaman lebih kurang 3 m. STS-07 Mata Air STS-08 Rawa air tawar ditumbuhi sagu (Metroxylon sagu).

STS-09 Sungai, mangrove bagian dalam, jenis tumbuhan yang ditemukan Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans.

STS-10 Sungai kecil di pemukiman STS-11 Sungai kecil di pemukiman STS-12 Sumur di dalam rumah. Kedalaman sekitar 4 m.

STS-13 Rawa air tawar, sekitar 250-400 m dari garis pantai. Tumbuhan yang banyak ditemukan . Sonneratia caseolaris, Acrostichum aureum, sagu (Metroxylon sagu) dan Pandanus sp. rawa

Gambar 15. Peta sebaran titik sampling kualitas air di Desa Alus Alus dan Labuan Bakti

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 43

Hasil pengukuran kualitas air selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4a. Sebagai ringkasan disajikan data hasil pengukuran dalam bentuk kisaran nilai seperti tersaji di bawah ini.

Tabel 11. Kisaran nilai kualitas air sungai di Wilayah penelitian I

PARAMETER SATUAN Kisaran Nilai

Sungai Rawa Air Tawar Suhu ºC 24.6 – 27.2 24.6 – 28

Padatan tersuspensi (TSS) Mg/l 2 – 143 2 – 2

Kekeruhan NTU 2.1 – 37.8 0.51 – 2.1 Kecerahan Cm 100% – 25 cm 100%

DHL µS/cm 130 – 400 350 – 395 Salinitas ppt (o/oo) 0 0

pH 5.71 – 6.85 6.14 – 6.17 Oksigen Terlarut (DO) Mg/l 3.9 – 7.1 2.1 – 8

BOD5 mg/l 2.6 – 6.8 3.2 – 4.4 COD mg/l 8.9 – 17.84 7.47 – 17.84 CO2 mg/l 6 – 8 8 – 10

Alkalinitas mg/l CaCO3 40 – 220 156 – 340 Kesadahan Total mg/l CaCO3 95 – 295.3 200.2 – 290.3

Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 Besi (Fe) mg/l 0.134 – 1.132 0.029 – 0.060

Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0001 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.144 – 1.764 0.120 – 1.976

Amonia (NH3-N) mg/l 1.261 – 1.548 1.299 – 2.059

Dari Tabel 11 di atas terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang menyolok antara kualitas air sungai dan rawa air tawar di kedua lokasi penelitian (Ds Alus-alus dan Labuan Bakti); kecuali air rawa lebih jernih dibandingkan dengan air sungai (terlihat dari nilai TSS dan kekeruhannya). Kedua habitat perairan menggambarkan kondisi air tawar (kadar garamn 0 ppt) yang normal dan tidak terlihat adanya indikasi (misalnya berupa kandungan garam yang tinggi) dari adanya pengaruh tsunami yang tertinggal. Namun demikian, kedua jenis perairan memperlihatkan perairan sedikit asam (pH < 7), dengan kandungan ammonia relatif tinggi (batas untuk perikanan < 0,02 mg/l) dan oksigen terlarut kadang mendekati 2 mg/l (batas minimum untuk perikanan 2 mg/l). Kondisi demikian diduga akibat adanya proses pembusukan (dekomposisi) bahan organic di perairan dan ini diperlihatkan dari relative tingginya kandungan bahan organic yang sulit terurai (COD 7,74 – 17,84 mg/l).

44 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 12. Hasil pengukuran kualitas air sumur dan mata air di desa Alus-alus dan Labuhan Bakti.

No. Urut PARAMETER SATUAN

STS06 (sumur di halaman)

STS07 (mata air)

STS12 (sumur dalam rumah)

F I S I K A : 1 Suhu ºC 25.6 25.5 26.9 2 Padatan tersuspensi /TSS mg/l 6 21 2 3 Kekeruhan NTU 0.6 20 1.6 4 Kecerahan cm - - - 5 DHL µS/cm 405 310 1750 6 Salinitas mg/l 0 0 1

K I M I A : 1 pH 6.47 6.27 6.15 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l - - 8 3 BOD5 mg/l - - - 4 COD mg/l 5.98 8.9 19.32 5 CO2 mg/l 8 6 8 6 Alkalinitas mg/l CaCO4 180 72 112 7 Kesadahan Total mg/l CaCO5 205.2 180.2 400.4 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 0.033 0.243 0.023 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0002 0.016 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 3.847 1.119 2.690 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.042 1.144 1.158

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml 30 80 80 2 Total Coliform MPN/100ml 50 900 1600

Dari Tabel 12 di atas terlihat bahwa kualitas kedua air sumur dan mata air relatif berbeda. Air sumur relatif lebih jernih (terlihat dari nilai TSS dan kekeruhannya), lebih sadah (lihat nilai kesadahanya), dan lebih tinggi kandungan garam-garam terlarutnya (lihat nilai DHL) daripada mata air. Namun ketiga air tersebut juga memiliki kemiripan yaitu bersifat asam (pH < 7) dan telah terkontaminasi bakteri coliform (30-80 MPN/100 ml untuk fecal coliform dan 50-600 MPN/100 ml untuk total coliform). Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 907/Menkes/Sk/vii/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum dinyatakan bahwa keberadaan fecal coliform atau total coliform dalam air minum adalah nol. Dari kondisi di atas juga terlihat bahwa sumur yang berada di dalam rumah ternyata mengalami kontaminasi total coliform lebih parah dari pada sumur yang berada di halaman rumah atau mata air. Hal demikian mungkin disebabkan adanya kontaminasi dari septik tank yang berada di dekatnya.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 45

b. Aspek Sosial Ekonomi

Mata pencaharian masyarakat dikedua desa, baik Desa Alus-alus mupun Labuhan Bakti antara lain sebagai: petani (termasuk perkebunan dan peternakan), nelayan, pekerja bangunan, dan pengolahan kopra. Pekerjaan utama di desa sampai hari ini (saat penelitian berlangsung) adalah petani palawija sebanyak 90 %. Desa Alus-alus juga memiliki potensi untuk pengembangan sektor perkebunan seperti: cengkeh, kelapa (kopra), kakao, dll. Sebagian masyarakat yang berada di pesisir berprofesi sebagai nelayan.

b.1. Perikanan

Bencana gempa bumi dan tsunami telah banyak merusak sarana perikanan di Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti seperti perahu, alat tangkap dan keramba milik penampung. Selain itu, bencana juga telah mengubah morfologi pantai secara cukup signifikan yaitu berupa pengangkatan daratan. Peristiwa ini menyebabkan garis pantai bergeser ke arah laut ± 100 m dan sebagian besar karang serta mangrove menjadi mati.

Bergesernya garis pantai ke arah laut menjadikan air laut seolah-olah surut. Fenomena ini membuat nelayan setempat enggan untuk melaut karena menurut pandangan kebiasaan mereka, laut yang surut merupakan tanda akan terjadinya tsunami. Hambatan untuk melaut juga dikarenakan jarak antara tempat pengungsian dengan pantai relatif cukup jauh, yaitu ± 1,5 km di Desa Alus Alus dan sekitar 500 m di Desa Labuhan Bakti. Hingga saat dilakukannya penelitian, umumnya masyarakat Desa Alus-alus beraktivitas di kampung lama pada siang hari dan kembali ke tempat pengungsian pada malam hari.

Gambar 16. Air laut yang menjauhi pantai dan karang mati di pesisir Desa Alus-alus (kiri) dan rumah yang rata tanah di Desa Labuhan Bakti.

(Foto oleh Wahyu Hermawan)

b.1.1. Kegiatan penangkapan dan jumlah nelayan

Nelayan Desa Alus Alus dan Labuhan Bakti menggunakan perahu dayung atau perahu motor (merk Robin) sebagai sarana penangkapan. Nelayan dengan perahu dayung yang bermuatan 1 orang, umumnya melaut hingga sejauh 1 mil dari pantai. Kegiatan ini tidak dilakukan setiap hari karena tergantung kondisi ombak di laut. Nelayan dengan perahu Robin yang bermuatan 2 orang mempunyai daya jelajah lebih jauh hingga mencapai 5 – 7 mil atau hinga sekitar perairan P. Lasia dan P. Babi dan relatif dapat dilakukan setiap hari. Untuk sekali melaut, bahan bakar (bensin) untuk perahu Robin yang diperlukan adalah sekitar 5 – 10 liter. Alat tangkap yang digunakan umumnya berupa pancing.

46 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

B

A

C

Gambar 17. A. Perahu dayung; B. Alat tangkap pancing C. Mesin robin (Foto oleh Wahyu Hermawan)

Hasil tangkapan per hari untuk nelayan dengan perahu Robin sekitar 40 kg dan yang menggunakan perahu dayung sekitar 20 kg. Hasil tangkapan umumnya untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke penampung setempat kemudian oleh penampung setempat dijual ke penampung yang datang sewaktu-waktu dari Sinabang. Jenis ikan yang umum ditangkap adalah saridin (Ambassis sp.), nawi (Lates calcarifer), janang (Epinephelus sp.), kurapu (Epinephelus sp.), kuro-kuro (Caranx sp.), tanda (Lutjanus fulvus), remong (Lutjanus fulviflamma), dan kuning (Lutjanus ehrenbeergii). Selain ikan, nelayan kadang-kadang mencari telur penyu di P. Babi dan P. Lasia. Umumnya, telur ini hanya untuk dikonsumsi sendiri.

Jumlah penduduk desa Alus-alus dan Labuhan Bakti yang bekerja disektor perikanan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 47

Komposisi Penduduk Desa Alus-alus

80%

20%

Nelayan sambilanNelayan utama

Komposisi Penduduk Desa Labuan Bakti

91%

9%

Bukan nelayanNelayan

Gambar 18. Perbandingan penduduk desa Alus-alus dan Labuhan Bakti yang bekerja sebagai nelayan perikanan. (Data diolah dari hasil wawancara).

b.1.2. Harga Ikan dan Alat tangkap

Berdasarkan survey dan wawancara dengan masyarakat diperoleh informasi mengenai harga ikan dan alat tangkap sebagaimana terangkum dalam tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. Daftar harga ikan dan alat tangkap di desa Alus-alus dan Labuan Bakti

Kisaran Harga

Alus Alus Labuhan Bakti

Ikan ikan janang (Epinephelus sp.) Rp. 40.000 /ekor *) Rp. 40.000 /ekor *) Ikan campur Rp. 5000 -8000/ikat Rp. 5000 -8000/ikat Alat Tangkap

48 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kisaran Harga

Alus Alus Labuhan Bakti

Perahu dayung Rp 0.5 juta – 1 Juta /set Rp 0.5 juta – 1 Juta /set Perahu Robin Rp 5 juta – 6 Juta /set Rp 5 juta – 6 Juta /set Pancing Rp 60 – 80 ribu / set Rp 60 – 80 ribu / set BBM (Bensin) ** Rp 6000 – 7000 /lt Rp 6000 – 7000 /lt

*) harga ikan yang berukuran > 25 cm bisa mencapai Rp 60.000 di Sinabang. **) Harga diatas adalah harga sebelum kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005 (harga normal di seluruh Indonesia saat itu adalah Rp 2.400/l).

b.1.3. Jenis dan kelimpahan ikan

Kedua desa, baik Alus-alus dan Labuan Bakti memiliki kesamaan dalam hal potansi perikannya. Sebagian besar jenis yang ada di desa Alus-alus terdapat pula di desa Labuan bakti, atau sebaliknya. Tabel 14 dibawah ini merupakan daftar nama jenis dan kelimpahan ikan yang diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara dengan nelayan.

Tabel 14. Jenis ikan dan hasil laut lain yang sering ditangkap oleh nelayan di Desa Alus Alus dan Desa Labuhan Bakti

Kelimpahan Nama Lokal Famili Nama Ilmiah A B

L/S

Ikan Saridin Chandidae Ambassis spp. +++ +++ L Nawi Centropomidae Lates calcarifer +++ +++ L Janang Serranidae Epinephelus spp. +++ + L Kurapu Serranidae Epinephelus spp. +++ + L Kuro-kuro/Gabuy Carangidae Caranx spp. +++ +++ L Saridin laut Apogonidae Apogon spp. +++ - L Tanda Lutjanidae Lutjanus fulvus +++ +++ L Remong Lutjanidae Lutjanus fulviflamma +++ +++ L Kapur-kapur Gerreidae Gerres acinaces ++ ++ L Bulungbalu Monodactylidae Monodactylus spp. ++ ++ L Kuning Luitjanidae Lutjanus ehrenbergii +++ +++ L Ovellus Toxotidae Toxotes spp. + + S Marang laut Siganidae Siganus javus ++ +++ L Labul Eleotrididae Ophieleotris aporos ++ ++ L Lahari Gobiidae Periophthalmus spp. ++ ++ L/S Marang darat Siganidae Siganus vermiculatus ++ +++ L Sebelah Cynoglossidae Cynoglossus spp. + + L/S Urut Tetraodontidae Arothron reticularis + + L Lamboo Mugilidae Valamugil ophysenii + + L Lamatan Kuhliidae Kuhlia marginata + + L Tajuk Leiognathidae Secutor interuptus ++ ++ L Balimbing Scatophagidae Scatophagus argus ++ ++ L Kurau Polynemidae Polynemus spp. ++ ++ L Raraung Gobiidae Boleophthalmus

boddarti + + L/S

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 49

Kelimpahan Nama Lokal Famili Nama Ilmiah A B

L/S

Norodon Gobiidae Glossogobius spp. + + L/S Lainnya Lobster - Homerus sp. ++ ++ L Penyu hijau Chelonidaea Chelonia mydas + + L

Keterangan: A: Hasil suvei di Desa Alus-alus (3 September 2005) dengan jumlah

responden 7 orang; B: Hasil suvei di Desa Labuhan Bakti (15 September 2005) dengan jumlah

responden 6 orang. +++ = banyak; ++ sedang; + = sedikit; L= Laut; S=sungai;

Catatan: Hasil wawancara merupakan gambaran sebelum tsunami karena setelah tsunami para nelayan belum banyak yang menangkap ikan di laut.

b.2. Perkebunan

Desa ini pernah mengalami kejayaan pada tahun 1996-1997, pada saat harga komoditas perkebunan tinggi. Namun, pada periode berikutnya harga cengkeh dan komoditas perkebunan lain mulai menurun drastis sehingga membuat masyarakat menjadi enggan untuk bekerja dan mengelola potensi perkebunan yang ada. Pada tahun 2000 – 2002 harga cengkeh kembali naik, tetapi mengalami penurunan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang. Euforia terhadap kejayaan masa lalu dengan harga cengkeh yang tinggi, membuat masyarakat enggan mengembangkan komoditas lainnya.

Secara umum penurunan pendapatan disebabkan oleh penurunan harga komoditas pertanian yang berlangsung sejak tahun 1999. Pada awal 2003 pendapatan masayarakat kembali mengalami penurunan akibat menurunnya harga minyak kelapa di pasar, karena kalah bersaing dengan minyak kelapa sawit. Kejadian ini berlangsung sejak beroperasinya pabrik minyak kelapa sawit.

Tabel 15. Perbandingan harga komoditas perkebunan pada tahun 1997-1999

Komoditas Harga tahun 1997 Harga tahun 1999

Cengkeh Rp. 8.000 /kg Rp. 2000 kg Pala

Biji Bunga

Rp. 15.000/kg Rp. 25.000/kg

Rp. 2.500 / kg Rp. 2.500 / kg

Kelapa Rp. 4000 / kg Rp. 1.500 /kg Pinang Rp. 15.000 / kg Rp. 2.000 / kg Coklat Rp. 7.000 / kg Rp. 7000 / kg

Dari tabel di atas terlihat bahwa hanya harga coklat yang masih bertahan cukup baik. Tingkat produksi cengkeh pada tahun 1997 mencapai 15 ton (dari 200 batang cengkeh), dengan kecepatan pemanenan mencapai 0,5 ton per hari.

50 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Apakah dikedua desa alus-alus dan Labuan Bkati ?
Dimana lokasi pabriknya

Produksi padi berkisar 8 ton/tahun dan hanya dipakai untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Tingkat produksi dan harga (komoditas perkebunan) yang tinggi relatif hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, yaitu hanya bagi mereka yang memiliki kebun.

b.3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati

b.3.1. Pemanfaatan Tumbuhan

Diantara berbagai jenis tumbuhan di desa Alus-alus dan Labuhan Bakti, terdapat beberapa jenis tumbuhan diantaranya yang memiliki nilai penting bagi masyarakat. Beberapa jenis tumbuhan yang dimaksud adalah:

Sagu

Sagu Metroxylon sago merupakan tumbuhan yang paling mudah dijumpai disekitar desa, terutama di habitat yang berawa dan merupakan makanan pokok masa lalu bagi masyarakat desa Alus-alus. Pemanfaatan sagu sebagai makanan pokok mulai ditinggalkan sejak tahun 1982 dan berganti dengan beras, yaitu sejak masyarakat berhasil bercocok tanam padi.

Walaupun demikian, pohon sagu masih memiliki nilai penting bagi sebagian besar penduduk desa. Daun sagu (nama lokal: rumbio) merupakan bagian tanaman yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai atap rumah (atap rumbia). Berdasarkan pengamatan, sebagian besar atap rumah penduduk adalah rumbia. Tidak sedikit anggota masyarakat yang membuat atap rumbia untuk dijual. Sebelum terjadinya gempa dan Tsunami, harga atap rumbia Rp. 750,- /lembar dan setelah tsunami naik menjadi Rp. 2.500,- /lembar, yaitu seiring dengan semakin meningkatnya permintaan untuk pembangunan/ perbaikan rumah pasca- bencana.

Rotan

Sebelum gempa bumi dan tsunami, banyak warga Desa Alus-alus yang bekerja sebagai pencari rotan, terutama dari jenis Rotan saga (Calamus manan) dan beberapa jenis lainnya yang masih tersedia di hutan terdekat. Dengan menginap 2-3 hari di hutan, mereka mampu mendapatkan ratusan batang rotan untuk dijual pada pengumpul. Namun harga yang diterima masyarakat sangatlah rendah. Harga satu batang rotan dengan panjang 4,1 m dan diameter 2,8 cm hanya dihargai Rp. 1200. Setelah terjadinya bencana, tak satupun masyarakat yang melanjutkan kegiatan mencari rotan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 51

Gambar 19. Rotan yang sudah dibersihkan yang berasal dari dalam hutan,

Desa Alus-alus

Purun

Purun Cyperus malaccensis Lamk (nama setempat: rumput kumbu) merupakan salah satu anggota family Cyperaceae. Jenis ini sering dijumpai di persawahan atau pinggir sungai. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan ini untuk dijadikan bahan anyaman kerajinan tangan, misalnya tikar. Kekuatan bahan anyaman dari purun diyakini melebihi daun pandan.

Untuk kebutuhan pembuatan tikar, purun/rumput kumbu dibelah dan langsung dijemur di bawah sinar matahari. Selanjutnya, dilakukan perebusan dalam air hingga mendidih untuk membuat daun menjadi lentur. Kemudian, penjemuran tahap kedua dilakukan hingga warnanya menjadi lebih terang (keputihan) dan bahan tersebut siap untuk dianyam sesuai dengan keinginan. Hingga saat ini pembuatan bahan anyaman ini masih terbatas untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, dan belum dipasarkan secara komersial.

Gambar 20. Tumbuhan Purun dan proses penjemuran

b.3.2. Pemanfaatan Satwa liar

Kupu-kupu

Salah satu jenis kupu-kupu yang diperjual-belikan di Desa Alus-alus, adalah Troides helena, yang sesungguhnya merupakan jenis dilindungi. Jenis Trogonoptera brookiana (penduduk menyebutnya dengan jenis

52 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

kupu brokiana), merupakan jenis kupu-kupu yang paling mahal harga jualnya. Harga satu ekor individu betina untuk jenis ini adalah Rp. 95.000,- sedangkan yang jantan jauh lebih murah yaitu, Rp. 35.000,- [catatan 1 USD = Rp 9000]. Namun jenis ini belum pernah didapatkan di Simeulue, kecuali di daerah Kepulauan Banyak (Daeli, pers. Comm. 2005). Harga kupu-kupu termurah adalah kupu-kupu dari kelompok ‘hiburan’, yaitu berbagai kupu-kupu berukuran kecil dengan warna yang tidak terlalu menarik, hanya dihargai Rp. 1.000,- per ekor.

c. Aspek Sosial Kemasyarakatan

c.1. Desa Alus Alus

c.1.1. Kelembagaan dan pranata sosial

Pemerintahan desa mempunyai suatu struktur yang dapat digambarkan ke dalam skema sebagai berikut:

Gambar 21. Bagan struktur pemerintahan Desa

Posisi Kepala Urusan (Kaur) terdiri dari beberapa bagian yaitu: Kaur Pemuda, Kaur Pemerintahan, Kaur Umum dan Kamtibmas, Kaur Pembangunan, Kaur Kebudayaan dan Kaur Pemberdayaan Wanita.

Aparatur desa terdiri dari: Keuchik/Kepala Desa, Ulama, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat. Tugas pokok dari keuchik adalah memimpin penyelenggaraaan pemerintahan desa. Ulama mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan agama seperti ceramah dan menikahkan calon mempelai. Tokoh adat bertugas mengatur dan menghadiri acara-acara adat. Tugas dari tokoh masyarakat adalah memberikan pertimbangan dalam pembangunan desa.

Masyarakat Desa Alus-alus berasal dari berbagai suku, antara lain suku Aceh, suku Dagang, suku Lateng (Padang), suku Rak Inang (Sinabang) dan suku Abon. Mayoritas penduduk berasal dari suku Aceh dan beragama Islam. Meskipun penduduk Desa Alus Alus berasal dari berbagai suku, tetapi seluruh budaya, adat istiadat, pranata sosial tetap mengikuti budaya Aceh secara keseluruhan. Adat–adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Alus-Alus antar lain: kenduri sawah, tolak bala, adat perkawainan, tari-tarian (rebana, debus) dan ketupat.

Kepala Desa

Sekretaris Desa

Kepala-kepala Urusan

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 53

c.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk desa Alus-alus: 639 orang dengan komposisi 320 laki-laki dan 319 perempuan, jumlah kepala keluarga 153 KK.

Tabel 16. Jumlah penduduk menurut usia di Desa Alus Alus

Usia Jumlah Jiwa

0 – 3 th 37 orang 4 – 6 th 25 orang 7 – 12 th 45 orang 13 – 15 th 50 orang 16 – 18 th 77 orang

19 – keatas 405 orang

Masyarakat berada pada tingkatan masyarakat tradisional, sehingga perkembangan masyarakatnya kurang berkembang walaupun berasal dari berbagai suku : Aceh, Dagang (Padang), Loteng (Padang), Rak Inang (Suku Asli Sinabang) dan Abon.

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani dan nelayan. Penduduk yang berada di pinggir pantai umumnya bekerja sebagai nelayan, namun akibat tsunami dan gempa, kini banyak dari mereka yang tidak dapat melaut kembali dikarenakan perahunya hancur.

c.1.3. Kondisi umum pasca bencana

Warga Desa Alus Alus sebagian besar masih tinggal di tempat pengungsian yang berjarak ± 1 Km dari desa lama, ke arah darat. Umumnya warga masih sangat trauma dengan kejadian bencana. Sebagian warga masyarakat tidak ingin berlama-lama tinggal di pengungsian dan tidak setuju dengan rencana pewilayahan pemukiman yang baru. Karena wilayah pemukiman yang baru menjadikan warga kesulitan untuk melanjutkan kegiatan semula sebagai nelayan dan memaksa masyarakat harus berganti profesi atau berganti mata pencaharian. Keragu-raguan masyarakat terhadap penempatan tempat tinggal memperlambat perkembangan dan pembangunan pemukiman masyarakat korban bencana. Rencana pewilayahan baru ini juga telah menimbulkan konflik di antara aparat desa dan kecamatan.

Aparat pemerintah Desa belum dapat menjalankan program-programnya dengan baik karena struktur pemerintahan baru saja terbentuk. Keuchik dan aparat desa lain seperti Kepala Urusan (Kaur) yang ada merupakan hasil pembentukan baru pasca tsunami. Kesulitan menjalankan program juga disebabkan karena baru sebagian masyarakat yang bersedia pulang kembali ke desa asalnya.

Dalam struktur pemerintahan desa yang baru juga sudah terbentuk Kaur Pemberdayaan Perempuan (di dalamnya termasuk PKK). Meskipun demikian, sampai saat ini kaum perempuan belum memiliki program dalam pemberdayaan ekonomi khususnya peningkatan pendapatan

54 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

keluarga yang bisa di lakukan oleh kaum perempuan. Kegiatan yang dijalankan oleh kaum ibu saat ini hanya berkisar pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti wirid, yasinan ,dan membentuk majelis taklim.

Sebelum tsunami, PKK banyak melaksanakan kegiatan seperti membuat kue, kegiatan kesenian dll. Banyaknya peralatan pendukung kegiatan yang rusak akibat tsunami, menjadikan kaum perempuan masih banyak yang menganggur di tempat pengungsian. Beberapa perempuan ada yang kembali bertani dan berkebun di sekitar wilayah barak. Umumnya yang bertani adalah mereka yang kebetulan memiliki lahan di dekat wilayah barak, atau mereka yang membeli lahan orang lain dengan harga yang cukup tinggi.

Bencana tsunami juga mengganggu proses pendidikan bagi anak-anak usia sekolah. Gangguan disebabkan olah banyaknya gedung sekolah yang hancur dan kesulitan pembiayaan karena hilangnya matapencaharian orangtua mereka.

Tradisi budaya (kenduri sawah, tolak bala, debus) semakin kurang dilakukan pasca tsunami. Tradisi yang masih dijalankan di wilayah pengungsian antara lain pengajian yasin, majelis taklim yang diikuti oleh kaum ibu. Perpindahan masyarakat dari pesisir ke pergunungan telah mengakibatkan perubahan sosial khususnya tatanan sosial (budaya pesisir) dan perubahan mata pencaharian

c.1.4. Lembaga dan bantuan yang masuk ke Desa Alus-alus

Sampai dengan saat dilaksanakannya penelitian ini, masyarakat di Desa Alus Alus belum mendapatkan bantuan yang khusus untuk mengaktifkan kembali kegiatan para nelayan. Bantuan yang sudah ada hanyalah berupa bantuan untuk tunjangan hidup yang terdiri dari beras (12 kg), ikan sardin (3 kaleng), dan uang Rp. 90.000 perjiwa/bulan. Bantuan tersebut diberikan oleh CARE International dan berlangsung sejak bulan Januari hingga akhir Desember 2005. Sementara masyarakat di Desa Labuhan Bakti, bantuan untuk mengaktifkan kembali kegiatan nelayan telah ada, yaitu berupa perahu dayung sebanyak 4 buah dan mesin Robin sebanyak 5 buah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeuleu sejak bulan Juli 2005. Namun, bantuan tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh nelayan yang ada. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengaturan penggunaan bantuan secara bersama (misal oleh kelompok), sehingga bantuan menjadi bersifat perorangan.

Hingga saat ini, nelayan Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti masih tingal di tempat pengungsian. Mereka sangat mengharapkan bantuan berupa perahu motor Robin atau dayung serta alat tangkap pancing agar dapat menangkap ikan lagi di laut. Jika masyarakat diberi bantuan, mereka mau melakukan penanaman vegetasi di sekitar pantai dan sebagian besar masyarakat Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti sudah berkurang traumanya terhadap tsunami. [catatan: untuk menjawab permintaan para nelayan dari kedua desa ini, maka oleh proyek “Green Coast Recovery Project/GCRP, securing the future of nature and people after the tsunami” yang dikelola oleh WI-IP, sejak Desember 2005 sejumlah hibah telah disalurkan kepada beberapa organisasi/ LSM lokal, yaitu: Kelompok Tani Pantai Sibinuang di Desa Alus-alus, Kec Teupah Selatan (menanam

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 55

5000 bibit nyamplung dan dana bantuan digunakan untuk membeli 4 buah motor Robin); Yayasan Simeulue Lestari (YSL) dan Kelompok Tani Penghijauan Pantai Samotalindungi (KTPS) di Desa Labuan Bakti (keduanya menanam sekitar 40.000 bakau, nyamplung dan cemara laut sekitar 1500 bibit, api-api 500, bruiguiera 500 dan tengar Ceriops tagal 500) dan dana bantuan yang diberikan WI-IP digunakan untuk membeli 6 motor Robin (oleh YSL) dan 4 buah motor Robin oleh KTPS sebagai pelengkap perahu-perahu penangkap ikan. Namun demikian, oleh WI-IP, sejumlah dana hibah juga disalurkan ke Desa-desa lainnya di Kab Simeulue (seperti: desa Langi Kecamatan Alafan, Desa Sinabang, Kecamatan Simeulue Timur, dan Desa Bunun, Awe Seubal, La Ayon kecamatan Teupah Barat).

KegiatakecamamasyarProyekdi sepadengan

PertemAna’ao

56 Kajian

Pemberdayaan Perempuan dalam Pembibitan dan Penanaman Bakau di Desa Ana’ao, Simeulue

n pembenihan bibit bakau oleh Kelompok Tani Samotalindungi di desa Ana’ao, tan Teupah Selatan (difasilitasi oleh WIIP dan CII) melibatkan berbagai anggota akat (orang tua, pria-wanita dan anak-anak). Kegiatan ini kemudian dilanjutkan oleh GCRP dengan memperbanyak ketersediaan bibit dan menanam bibit-bibit tersebut njang pantai Desa Ana’ao oleh KT Samatolindungi. Kegiatan ini dikombinasikan pemberian insentif berupa beberapa unit perahu motor Robin.

uan kelompok tani Samotalindungi desa Ana’ao (kiri), penanaman bakau di pantai (kanan) dan penyiapan bibit bakau (bawah)

Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 17. Lembaga donor dan LSM yang ada di Desa Alus-alus

Lembaga/program Jenis Bantuan

CARE International Pengadaan alat pertanian & dengan WIIP melakukan pemberdayaan masyarakat dibidang rehabilitasi pesisir di desa Langi dan Alafan.

SAVE the Children Pengedaan alat rumah tangga Yayasan Simeulue Lestari Pengadaan sembako Program Pengembangan Kecamatan Pengedaan alat rumah tangga Team Survei Yogya Pendidikan anak dan penyuluhan

kesehatan Wetlands International-Indonesia Programme (sejak Desember 2005)

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Nb: Selain lembaga-lembaga donor di atas, masih banyak lembaga lain yang membantu Desa Alus-alus namun hanya bersifat sementara selama masa tanggap darurat di berlakukan.

C.2. Desa Labuhan Bakti

Setelah bencana, terjadi perubahan sosial di Desa Labuhan Bakti. Kesenjangan sosial atau ekonomi yang tampak jelas sebelum bencana, menjadi tidak tampak lagi. Namun, di sisi lain konflik antara aparat pemerintah dengan masyarakat menjadi berkembang, terkait dengan upaya rehabilitasi dan penyaluran bantuan.

Peralihan mata pencaharian pasca-bencana, sangat menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perbukitan. Mereka dapat leluasa membuka lahan untuk mencari nafkah. Sebaliknya, para pengungsi dari pesisir tidak bisa bekerja secara maksimal, karena itu mereka tetap ingin kembali ke pemukiman semula. Ketidak-jelasan letak posisi rumah yang akan dibangun juga menjadi suatu masalah yang sangat pelik.

Bencana gempa bumi dan tsunami telah mengakibatkan sebagian besar rumah penduduk rusak/hancur membuat masyarakat kehilangan rumah. Bencana juga merusak prasarana/fasilitas umum seperti: pasar, kantor pemerintah, masjid dan sekolah.

Masyarakat Labuhan Bakti yang berprofesi sebagai nelayan, kebanyakan menganggur karena kapal/perahu mereka rusak atau hilang. Perpindahan penduduk dari wilayah pesisir ke pegunungan, menyebabkan perubahan sosial, antara lain perubahan profesi dari nelayan menjadi petani. Perpindahan penduduk juga telah menimbulkan konflik di antara sesama warga, khususnya yang berhubungan dengan status tanah, rumah dan perebutan mata pencaharian. Potensi konflik ini juga terlihat dari menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintahan terkait dengan penyaluran sumbangan dari pihak/donor lain. Akibatnya, banyak masyarakat yang cenderung meminta bantuan langsung kepada para donor tanpa melalui lembaga pemerintahan. Kondisi demikian, telah memberikan pengaruh

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 57

terhadap pola fikir masyarakat dan secara tidak langsung memberikan pelajaran politik terhadap masyarakat.

c.2.1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan

Labuhan Bakti merupakan ibukota Kecamatan Teupah Selatan. Desa ini, selain mempunyai potensi sumber daya alam yang baik, ia juga sebelum bencana merupakan daerah perdagangan yang maju. Kemukiman Labuhan Bakti terdiri dari beberapa buah dusun, yaitu: Dusun Tani Jaya, Dusun Kawat dan Dusun Gudang. Desa Labuhan Bakti didiami oleh warga yang berasal dari berbagai suku antara lain: suku Aceh, suku Dagang dan suku Nias. Struktur pemerintahan yang memegang peranan penting, antara lain: Camat, Kapolsek, Kuechik (Kepala Desa) adan Kadus (Kepala Dusun). Selain itu masih terdapat aparat / pimpinan lain yang berperan seperti Ketua Pemuda, Ketua Lingkungan, Ketua PKK, Ketua Lorong (seluruhnya ada 6 lorong), Ketua Kesenian, Ketua Majelis Taklim, Ketua olah raga dan Ketua pertanian.

Kehidupan masyarakat sehari-hari masih dipengaruhi oleh nuansa keagaaman dan budaya Aceh yang kuat seperti: nasyid, Yasin, majelis taklim/wirid dan tilawatil Qur’an. Kegiatan kesenian yang dijalankan (meskipun hanya berlangsung di tempat pengungsian), antara lain: seudati, Gambus, Rebana dan tarian-tarian aceh lainnya. Dalam hal pengambilan keputusan, proses musyawarah masih diutamakan. Budaya gotong royong (seperti membersihkan mesjid dan jalan) masih dilaksanakan di desa ini.

Jumlah dan komposisi penduduk desa Labuhan Bakti terangkum dalam tabel 18 dibawah ini.

Tabel 18. Komposisi penduduk di Desa Labuhan Bakti

Kategori Jumlah

Jumlah KK 260 Jumlah jiwa Tidak diketahui * Jumlah Perempuan 200 Jumlah usia produktif 600 Nb: tercatat 1 korban meninggal pada saat bencana tsunami

*) Menurut informasi yang diberikan oleh salah seorang perangkat desa, dinyatakan jumlah jiwa adalah 6000 jiwa. Angka ini agak meragukan.

Di Desa Labuhan Bakti terdapat 10 kelompok petani yang anggotanya masing-masing sekitar 15 orang. Kelompok petani tersebut, antara lain: kelompok Gingeong, kelompok Silang, kelompok Suak Buluh dan kelompok Suak Puntung. Selain kelompok petani juga terdapat 2 kelompok nelayan (Cahaya Rezeki dan Rezeki Bersama), 2 kelompok perempuan (kelompok menjahit 20 orang dan kelompok majelis taklim 30 orang) dan kelompok posyandu (4 orang).

58 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

c.2.2. Lembaga dan bantuan yang masuk ke Desa Labuhan Bakti

Penyaluran bantuan serta program-program dari NGO yang dirasakan belum menyentuh masyarakat, menimbulkan ketidak percayaan masyarakat. Hal tersebut membuat masyarakat kemudian lebih memikirkan peluang untuk mencari pekerjaan secara mandiri. Beberapa NGO yang telah memberkan bantuan kemanusiaan di desa ini tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 19. Lembaga donor dan LSM yang ada di desa Labuhan Bakti

Lembaga Jenis bantuan

SAVE the Children (mulai April 2005)

Makanan anak, rebana untuk anak, kegiatan menjahit, sembako, perlengkapan sekolah, sarana kesehatan dan air bersih.

CARE International Sembako, pengobatan gratis, pengobatan gigi, posyandu, pembuatan rumah (menunggu MOU)

Partai Keadilan Sejahtera Sembako

Mercy Corp Pengadaan alat pertanian

Wetlands International-Indonesia Programme (sejak Desember 2005)

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat (lihat uraian bagian akhir dari tulisan tentang wilayah I (Simeulue)

Nb: ada kemungkinan terdapat lembaga lain yang tidak diinformasikan oleh responden.

Kelompok perempuan di tempat pengungsian belum berupaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Bantuan revolving fund dari NGO berupa modal usaha yang diberikan untuk para janda (30 orang, masing-masing sebanyak 1 juta), tidak efektif karena usaha yang dilakukan sama, yaitu berdagang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 59

BIMBINGAN TEKNIS (PELATIHAN) MENGENAI PENGELOLAAN DAN REHABILITASI LAHAN BASAH

Disela-sela kegiatan survey di Simeulue, tim assesment WI-IP juga memberikan bimbingan teknis terhadap kalangan LSM di Kab. Simelue pada tanggal 6 September 2005 di Sinabang. Bimbingan teknis ini dilakukan melalui suatu pelatihan yang difasilitasi oleh CARE International Indonesia (CII). Secara umum, pelatihan ini bertujuan untuk:

• Memperkenalkan fungsi dan manfaat lahan basah sebagai suatu ekosistem pesisir/pantai

• Mempelajari proses pengkajian kualitas tanah dan air beserta praktek pengambilan dan pengkajian tanah

• Mempelajari proses rehabilitasi kawasan pesisir secara vegetatif

• Memperkenalkan manfaat perlindungan terhadap burung-burung di pesisir pantai

Pelatihan ini diikuti oleh staff Care International Indonesia (23 orang), LSM Yayasan Bangkit Simeulue (2 orang), LSM Manjago Vano (1 orang), dan LSM Yayasan Simeulue Lestari (2 orang).

Narasumber dan Pembawa Materi Pelatihan berasal dari Tim Wetlands International yang terdiri dari :

• Dandun Sutaryo dengan materi yang disampaikan adalah “Pengelolaan Lahan Basah”

• Iwan Tri Cahyo Wibisono dengan materi “Rehabilitasi Mangrove dan Kawasan Pesisir”

• Lili Muslihat dengan materi “Penelitian tanah dalam mendukung kegiatan rehabilitasi lahan”

• Ferry Hasudungan dengan materi “Pengenalan burung air sebagai salah satu pengkajian keanekaragaman hayati kawasan pesisir”

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi Ekosistem Saat Ini

Perubahan fisik lahan basah yang signifikan sebagai akibat adanya gempa bumi dan tsunami di Wilayah I (Simeulue) adalah terjadinya pengangkatan daratan. Pada beberapa bagian dari daratan yang terangkat mungkin tidak bisa dilakukan apapun kecuali dibiarkan mengikuti pola suksesi alami. Berkaitan dangan hal tersebut, setiap tindakan yang bersifat merusak, seperti mengambil karang-karang mati harus dicegah.

Secara umum pengangkatan tidak menyebabkan perubahan pada struktur tanah. Pengangkatan yang terjadi tidak disertai dengan perubahan formasi, seperti pembalikan tanah. Dengan keadaan tersebut struktur tanah tidak mengalami perubahan. Perubahan yang signifikan akibat pengangkatan adalah perubahan pola gerakan dan penggenangan air. Dengan penambahan ketinggian (akibat terangkatnya daratan), air di dekat muara menjadi lebih cepat mengalir. Pada tempat tertentu seperti pada daerah pasang surut perubahan pola genangan air juga terjadi karena air pasang tidak lagi menggenangi areal tersebut.

60 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Pengaruh dari perubahan pola air ini sangat jelas terlihat pada vegetasi mangrove. Perubahan pola air menjadikan areal mangrove menjadi kering, dan akibatnya tumbuhan mangrove mati.

Kekeringan pada dataran pasang surut memberikan pengaruh yang signifikan tidak hanya kepada tumbuhan mangrove tetapi juga kepada biota yang hidup dan memanfaatkan areal mangrove tersebut. Jenis-jenis burung terutama burung air, adalah jenis tyang paling terpengaruh oleh kejadian tersebut. Burung-burung tersebut dapat kehilangan tempat bersarang dan kehilangan tempat mencari makan (kehilangan suplai makanan) karena mangrove yang mati.

Hasil pengukuran kualitas air di Alus-alus dan Labuhan Bakti menunjukan bahwa perairan dalam kondisi normal. Parameter-parameter yang vital seperti DO dan BOD masih berada dalam kisaran nilai yang baik. Pengukuran salinitas pada sungai dan rawa menunjukkan nilai 0 ppt. Hal ini berarti jika pada saat terjadi tsunami gelombang dari laut sempat mencapai areal tersebut, maka pengaruh garamnya sudah hilang.

Di Desa`Labuhan Bakti, dua sampel air sungai memiliki nilai pH yang rendah yakni 5,71 dan 5,97. Dua sungai kecil ini kemungkinan bersumber dari rawa-rawa yang kaya bahan organik. Warna air sungai juga cenderung coklat tua mirip dengan air sungai di lahan gambut. Hal ini dikuatkan dengan kadar COD yang melebihi rata-rata air sungai.

a

b

Gambar 22. a. Mata air di desa Alus-Alus, dan b. Seorang ibu yang selesai mencuci di sungai (Labuhan Bakti)

Rawa air tawar yang ada di wilayah penelitian umumnya berupa rawa belakang pantai. Di antara Desa`Alus alus dan Labuhan Bakti terdapat rawa air tawar yang memanjang hampir 1 km di sepanjang pantai antara koordinat 2°20’ 43.13” LU dan 96° 27’ 59.74” BT sampai koordinat 2° 20’ 39.60” LU dan 96° 28’ 17.74” BT. Contoh lain dari rawa air tawar adalah pada STS13. Rawa rawa ini mempunyai jarak sekitar 250 – 400 m dari pantai (lama). Hasil pengukuran salinitas yang menunjukkan nilai 0 ppt, dan tidak ditemukannya tumbuhan yang mati dalam jumlah besar merupakan petunjuk bahwa meskipun jaraknya dekat dengan pantai, jika pada saat terjadi tsunami gelombang dari laut bisa mencapai areal tersebut, maka pengaruhnya (misal: garam) tidak merusak kawasan tersebut atau pengaruh garamnya diduga sudah hilang sebagai akibat pencucian oleh air hujan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 61

Stasiun STS09 merupakan komunitas mangrove bagian belakang, yang berada di sepanjang tepi sungai berlumpur. Meskipun jaraknya dengan pantai (lama) relatif dekat (+ 250 – 300m), pengukuran salinitas di tempat tersebut menunjukkan nilai 0 mg/l. Terjadinya pengangkatan daratan di sebagian P Simeulue mungkin merupakan penyebab keadaan tersebut, dimana air pasang tidak lagi mencapai titik tersebut atau hanya pada saat pasang tertinggi.

Gambar 23. Nelayan pencari ikan di sungai dengan jaring rentang (gill net)

Secara umum air permukaan yang ada di Desa Alus Alus dan Labuhan Bakti kondisinya baik. Untuk keperluan kegiatan perikanan dan pertanian masih memenuhi syarat. Yang harus diperhatikan adalah sumber-sumber air bersih bagi warga masyarakat. Hasil pengukuran parameter mikrobiologi pada sampel air sumur dan mata air menunjukkan bahwa kedua contoh air ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sumber air minum karena kandungan fecal Coli yang mencapai nilai masing-masing 30 dan 80 MPN/100 ml. Khusus di desa Labuhan Bakti, sampel air sumur yang diambil di pemukiman juga menunjukkan salinitas yang melebihi ambang ketentuan untuk air minum.

Pemahaman tentang lahan basah yang dimiliki masyarakat bersifat sederhana. Meskipun demikian, masyarakat menyadari dan mengetahui adanya keterkaitan dan hubungan ekologi lahan basah dengan manfaatnya bagi kehidupan mereka sehari-hari. Masyarakat juga tidak memberikan tanggapan negatif akan upaya rehabilitasi, meskipun belum atau tidak bisa memberikan respon berupa bentuk / aksi nyata sebagai upaya perbaikan. Pemulihan ekonomi umumnya menjadi prioritas yang dikehendaki masyarakat.

Seperti diketahui, gempa bumi dan tsunami telah merusak pelabuhan dan sarana umum lainnya. Pengangkatan daratan juga telah menjadikan pantai menjadi lebih dangkal dan lebih jauh yang menyulitkan untuk nelayan untuk pergi dan pulang melaut. Pembangunan atau perbaikan pelabuhan, pembuatan alur untuk keluar masuknya kapal dan perahu nelayan adalah hal yang menjadi alternatif dan prioritas untuk dilakukan. Kajian detail atas upaya upaya tersebut diperlukan untuk memperkecil dampak negatifnya.

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir

Penelitian yang dilakukan di desa Alus-alus dan Labuhan Bakti memberikan data/ informasi yang sangat penting dalam rangka rehabilitasi kawasan pesisir. Dari aspek kesesuian lahan (suitability), tidak seluruh lokasi secara teknis dapat di dengan efektif direhablitasi. Hanya lokasi yang memenuhi syarat kesesuaian

62 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

saja yang direkomendasikan untuk direhabilitasi. Disisi lain, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi juga harus mengikuti suatu azas feasibility yang melibatkan beberapa faktor lain yang menunjang kegiatan seperti pertimbangan sosial ekonomi, dll.

Paragraf dibawah ini merupakan beberapa tahapan yang ditempuh dalam merencanakan dan mengambil keputusan dalam kegiatan rehabilitasi.

b.1. Identifikasi wilayah dan penilaian kesesuaian lahan

b.1.1. Desa Alus-alus

Identifikasi lahan

Didesa ini, lokasi yang dinilai memenuhi syarat untuk direhabilitasi adalah pantai berpasir seluas + 10 Ha yang terhampar sepanjang + 1 km, Desa Alus-alus. Secara alami, pantai desa alus-alus di batasi oleh dua buah sungai, yaitu sungai Devayan di sebelah selatan dan sungai Alus-alus di sebelah utara. Kedua sungai ini tidak pernah kering meskipun di musim kemarau dan memiliki tingkat erosi yang cukup tinggi saat hujan.

Gambar 24. Pantai berpasir yang berpeluang untuk direhabilitasi

Penilaian kesesuaian lahan

Berdasarkan identifikasi lahan, dijumpai tiga tipe lahan yang berbeda dalam satu hamparan pantai, yaitu beting pasir, formasi pes-caprae dan muara sungai. Berikut ini adalah penilaian kesesuaian lahan untuk masing-masing tipe lahan tersebut.

• Beting pasir (sand ridge) Beting pasir ini tersusun atas substrat berpasir putih. Substrat berpasir ini sulit ditumbuhi tumbuhan, oleh karena itu, di wilayah ini tidak direkomendasikan untuk dilakukan penanaman.

• Formasi pes-caprae Salah zona di pantai yang dijumpai adalah formasi Pes-caprae. Kehadiran herba Ipomea Pes-caprae menandakan bahwa wilayah ini sangat memungkinkan untuk ditanami beberapa jenis tumbuhan pantai seperti Cemara laut Casuarina equisetifolia, Waru Hibiscus tiliaceus, Bintaro Cerbera maghas,dan Nyamplung Callophylum inophyllum. Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi sebaiknya difokuskan pada formasi ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 63

• Muara sungai Terdapat dua muara sungai yang membatasi pantai Desa Alus-alus. Di tepi muara dijumpai lahan yang tersusun oleh lumpur dengan lapisan pasir di bagian atasnya. Lahan berlumpur tersebut sebenarnya memenuhi syarat untuk ditanami mangrove, terutama jenis Rhizophora spp. Namun demikian, sebagian besar lapisan lumpur tersebut tertutupi oleh lapisan pasir yang cukup tebal. Karenanya, penanaman mangrove memungkinkan untuk dilakukan namun pada substrat berlumpur yang tidak tertutupi oleh pasir.

b.1.2. Desa Labuhan Bakti

Identifikasi lahan

Di desa ini, dijumpai areal kosong disekitar rumpun bakau yang memenuhi syarat untuk ditanami bakau. Walaupun substratnya terangkat, areal ini masih memungkinkan tergenang secara periodik.

Gambar 25. Lokasi yang berpeluang untuk ditanami bakau

Penilaian kesesuaian lahan

Berdasarkan identifikasi lahan, dijumpai dua tipe lahan yang berbeda dalam lokasi tersebut yaitu daerah kering dan daerah basah. Berikut ini adalah penilaian kesesuaian lahan untuk masing-masing tipe lahan tersebut.

• Lokasi kering (dry area)

Yang dimaksud dengan lokasi kering adalah lokasi yang frekuensi tergenang oleh air jauh lebih sedikit/jarang dibandingkan saat basah. Umumnya lokasi kering ini terletak jauh dari alur-alur air yang ada. Dengan kondisi ini, sinar matahari akan menyebabkan meningkatnya suhu substrat. Apabila suhu substrat terlalu tinggi, dipastikan bibit bakau yang ditanam tidak akan tumbuh dengan baik atau bahkan mati. Oleh karena itu, lokasi ini tidak direkomendasikan untuk ditanami.

• Lokasi basah (wet area)

Di areal ini, dijumpai lokasi yang selalu lembab walaupun tidak secara penuh tergenang oleh air. Lokasi yang dimaksud adalah lokasi yang terletak di sepanjang dan sekitar alur-alur air. Lembab atau basahnya substrat mampu menetralisir kemungkinan suhu

64 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

yang terlalu tinggi. Dengan demikian, suhu substrat masih bisa diatasi dengan baik oleh tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka penananam bakau sebaiknya dikonsentrasikan di lokasi basah (wet area) ini.

b.1.3. Desa-desa lainnya

Selain dari kedua desa yang telah disebutkan di atas, WIIP juga telah melakukan kajian cepat (rapid assessment) terhadap desa-desa pesisir lainnya yang terdapat di kecamatan Teupah Selatan dan kecamatan Alafan (Kabupaten Simeulue) bagi keperluan rehabilitasi pesisir. Hasil kajian tersebut tercantum dalam Tabel berikut ini.

Tabel 20. Potensi kawasan yang layak direhabilitasi di Kabupaten Simueulue

No Kec/Desa Jenis Kegiatan Rehabilitasi Luas

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kec. Teupah Selatan : Pasir Tinggi Labuhan Jaya Labuhan Bajau Latiung Blang Sebel Lataling Pulau Bangkalak Alus-Alus (WIIP dan CII telah kegiatan pembibitan nyamplung bersama masyarakat) Ana’ao

Dengan tanaman pantai Dengan tanaman pantai Dengan tanaman pantai Dengan mangrove Dengan mangrove Dengan mangrove Dengan mangrove Dengan mangrove Denga mangrove

5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha

1 2 3 4 5 6 7 8

Kec. Alafan : Lhok Dalam Lubuk Baik Lhok Pauh Lamerem Lafakha Langi (WIIP dan CII telah merintis kegiatan pembibitan nyamplung bersama masyarakat) Serafon Lewak

dengan tanaman pantai dengan tanaman pantai dengan tanaman pantai dengan tanaman pantai dengan tanaman pantai dengan tanaman pantai dengan mangrove dengan mangrove

5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 5 Ha 10 Ha

Total 90 Ha

Catatan dari hasil kajian: - Seluruh desa menginginkan dan mendukung program penghijauan mengingat lokasi desa yang

rusak akibat tsunami dan gempa. - Masing-masing desa mendukung dibentuknya kelompok tani penghijauan (KTP) dengan anggota

sekitar 20 orang/kelompok untuk kegiatan rehabilitasi pesisir. - Pola pendekatan partisipatif tetap dipertahankan seperti yang selalu WIIP lakukan. - Program penghijauan sebaiknya digabung (diberi insentif) dengan program peningkatan/alternatif

usaha ekonomi produktif - Tanaman pantai yang disarankan dapat digunakan diantaranya: Cemara laut Casuarina

equisetifolia, Waru Hibiscus tiliaceus, Bintaro Cerbera maghas,dan Nyamplung Callophylum inophyllum

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 65

PROSPEK PENGEMBANGAN JARAK (JATROPHA CURCAS) SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BIODISEL

Areal kosong di sekitar desa juga merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan dioptimalkan nilai tambahnya. Penanaman beberapa jenis tumbuhan seperti jarak pagar Jatropha curcas, kemiri Aleurites moluccana, pinang Areca catechu, gamal Gliricidhia sepium, dll diyakini mampu memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat selain meningkatkan porsi penutupan lahan. Dalam kenyataannya, penanaman beberapa jenis tanaman tersebut telah dilakukan di Desa Alus-alus dan Labuan Bakti.

Salah satu peluang yang perlu ditindaklanjuti adalah kemungkinan penanaman Jarak Pagar Jatropha curcas dan pemanfaatannya sebagai bahan bakar alternatif energi hijau/biodisel. Selain teknik penanaman dan pemeliharaannya mudah, teknologi pengolahannya untuk menjadi biodiselpun telah dikuasai.

Berikut ini adalah adalah satu skenario manajemen pengelolaan tanaman jarak dalam memproduksi biodisel:

• Pemerintah dan/atau LSM memfasilitasi pembentukan koperasi atau organisasi lain yang mampu mengkoordinir dan memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan budidaya tanaman jarak.

• Masyarakat menanam tanaman jarak dan menjadi supplier kebutuhan buah/biji jarak sebagai bahan utama biodisel.

• Pemerintah dan/atau LSM memfasilitasi penyediaan alat pengolahan biji jarak menjadi biodisel. Pengolhan ini dapat dilakukan secara home industry maupun dalam suatu industri berskala menengah/besar.

• Pemerintah dan/atau LSM merangkul pihak swasta atau PERTAMINA untuk menampung/membeli biodisel.

Jika mekanisme diatas dapat terkelola dengan baik, maka masyarakat akan memperoleh manfaat finansial yang layak dan berkelanjutan. Disisi lain, pemenuhan bahan bakar solar di Kab. Simeulue akan dapat tercukupi secara swadaya melalui energi hijau/biodisel ini.

b.2. Persepsi masyarakat terhadap rehabilitasi

Konsep rehabilitasi vegetasi pantai merupakan hal yang baru bagi masyarakat Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti. Namun, masyarakat telah mengenal dan melakukan budidaya berbagai jenis tanaman pangan.

Masyarakat merupakan komponen kunci dalam pengelolaan kawasan, termasuk kegiatan rehabilitasi vegetasi pantai. Oleh karena itu diperlukan pendekatan khusus, terlebih bila kegiatan tersebut dipadu-serasikan dengan program peningkatan mata pencaharian (livelihood).

Secara umum, respon masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi cukup baik. Masyarakat beranggapan bahwa rehabilitasi vegetasi pantai akan mampu melindungi desa dari ancaman gelombang tsunami (smong).

66 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.3. Faktor pendukung dan potensi

Beberapa faktor pendukung yang dijumpai dikedua desa, terkait dengan kegiatan rehabilitasi pantai sebagai berikut:

• Ketersediaan sumber bibit

Di Desa Alus Alus terdapat dua jenis tumbuhan yang sangat berpotensi untuk dijadikan sumber benih yaitu bintaro Cerbera maghas dan Nyamplung Callophylum inophilum. Di sekitar wilayah terdapat lebih dari 20 pohon Bintaro yang dapat dijadikan sebagai sumber benih dan anakan alam. Selain anakan alam, bintaro dapat juga ditanam dengan teknik stek batang.

Tiga pohon induk Nyamplung yang ditemukan, dinilai cukup untuk dijadikan sumber benih. Bila ketersediaan benih di wilayah ini masih belum mencukupi, maka pengadaan benih nyamplung dapat diambil dari wilayah terdekat.

Di Desa Labuhan bakti Bibit Rizhopora apiculata dapat diperoleh dari mangrove disekitarnya. Bibit Ceriops decandra dan Bruguiera gymnorriza dapat diperoleh dari hutan mangrove yang teletak tidak jauh dari desa.

• Ketersediaan SDM

Sebagian besar masyarakat tertarik untuk terlibat secara langsung dengan kegiatan rehabilitasi pantai. Di desa Alus-alus, masyarakat telah membuat kelompok yang secara khusus disiapkan untuk menjalankan program rehabilitasi pantai. Disamping itu, WI-IP dan CII telah menempatkan fasilitator rehabilitasi yang bersama masyarakat telah melakukan persiapan kegiatan rehabilitasi. Persiapan ini meliputi kegiatan pembentukan kelompok, penyuluhan, pemilihan wilayah rehabilitasi dan pelatihan pembibitan.

b.4. Faktor penghambat

Selain faktor pendukung, beberapa faktor penghambat juga ditemukan dijumpai dikedua desa terkait dengan rencana kegiatan rehabilitasi yaitu:

• Minimnya kapasitas masyarakat

Kemampuan/kapasitas masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi sangat kurang. Hampir seluruh penduduk yang dijumpai tidak memiliki pengalaman kegiatan rehabilitasi pantai, terlebih penanaman bakau. Kegiatan penananam yang mereka lakukan hanya terbatas pada beberapa jenis tertentu, khususnya jenis MPTS/multi purpse species seperti pinang Areca cathecu, kemiri Aleurites moluccana, kelapa Cocos nucifera, dan mengkudu Morinda citrifolia. Keterbatasan kapasitas masyarakat inilah yang menjadi kendala dalam kegiatan rehabilitasi kawasan pesisir.

• Permasalahan gender

Peran kaum wanita dalam perbagai kegiatan di Desa Alus-alus dan Labuan Bhakti sangat lemah. Para wanita hanya aktif dalam kegiatan kewanitaan saja, misalnya PKK, arisan, dan pengajian. Peran wanita yang nyata dalam kegiatan kemasyarakatan umum yang lain sama sekali

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 67

tidak terlihat, kecuali dominasi peran kaum pria. Kenyataan yang sama juga ditemukan pada rencana kegiatan rehabilitasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masyarakat yang tertarik dan antusias terhadap kegiatan seluruhnya adalah kaum pria.

b.5. Hasil sintesa

• Prospek rehabilitasi di desa Alus-alus dan Labuan Bakti masih terbuka luas, terutama untuk beberapa lokasi yang memenuhi asas kesesuaian lahan.

• Pemilihan jenis tumbuhan untuk keperluan rehabilitasi harus disesuakan dengan karakteristik lokasi/substrat. Selain itu, peningkatan kapasitas masyarakat juga harus dilakukan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi yang akan dilakukan.

• Berdasarkan evaluasi kesesuaian jenis, beberapa jenis tumbuhan yang prospektif untuk dikembangkan di pantai (formasi Pes-caprae) adalah Cemara Casuarina equisetifolia dan nyamplung Calophyllum inophyllum. Sementara bintaro Cerbera manghas, Gamal Glirichidia sepium, dan jarak pagar Jatropha curcas sangat sesuai untuk ditanam di lahan kosong sekitar desa. Sedangkan untuk di substrat berlumpur, penanaman bakau Rhizophora apiculata dinilai sangat sesuai.

• Issue BioDisel perlu dicermati lebih dalam tertama dalam rangka mengkombinasikan kegiatan rehabilitasi dan livelihood. Untuk issue biodisel ini, penanaman jarak pagar Jatropha curcas di sekitar desa dinilai sangat relevan untuk dilakukan. Apabila masyarakat Simeulue mampu menyuplai kebutuhan biji jarak, sementara proses industri / pengolahan biji jarak menjadi biodisel berjalan dengan baik maka nilai tambah yang diperoleh masyarakat dapat maksimal. Bahkan, apabila terkelola dengan baik maka pemenuhan bahan bakar diesel di Kabupaten Simeulue dapat terpenuhi secara swadaya.

c. Potensi Pengembangan Pertanian Berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan

c.1. Faktor pendukung

Secara umum kondisi tanah dan lahan tidak mengalami perubahan karena adanya gempa. Gempa tidak mengubah struktur lapisan tanah, sehingga kondisinya tetap seperti semula. Dengan kondisi seperti ini, kegiatan pertanian dapat segera dilaksanakan. Selain itu, dari hasil evaluasi lahan tidak ditemukan adanya bahaya bahan sulfidik.

Dengan pengolahan tanah yang baik, tanaman pangan dapat dikembangkan pada daerah-daerah cekungan aluvial. Sedangkan di sekitar pantai dan pemukiman yang rata-rata tanahnya bertesktur pasir dapat dikembangkan untuk tanaman kelapa dan kebun campuran.

c.2. Faktor penghambat

Terbatasnya ketersedian alat pertanian menjadi penghambat untuk kegiatan pertanian. Di Desa Alus-Alus misalnya, saat ini hanya tersedia 1 buah hand

68 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

tractor, sehingga untuk megolah tanah petani harus meminjam (menyewa) dari desa lain.

Faktor penghambat lainnya untuk dapat melaksanakan pengembangan pertanian secara luas adalah kondisi tanahnya yang mempunyai retensi hara relatif rendah dan media perakaran sebagain besar berupa pasir yang kurang mampu menahan akar. Meskipun demikian dengan memilih jenis tanaman yang tepat, lahan pertanian yang ada masih bisa dikembangkan dengan baik.

Evaluasi lahan berdasarkan kondisi tanah dan jenis tanaman yang disarankan disajikan dalam 2 tabel berikut:

Tabel 21. Hasil Penilaian evaluasi lahan di Desa Alus Alus

Kelas Kesesuaian Lahan No

SPT Tanaman pangan Sayuran2an Buah2an Perkebunan

Rekomendasi

1 N-rc N-rc N-rc N-rc/S3-rc Konservasi dan kebun kelapa

2 S3-rc,nr S3-rc,nr S3-rc, S3-rc, Kebun campuran dan pemukiman

3 S2-rc S3-rc,nr N-rc N-rc Sawah/palawija dan sayuran

Keterangan : N= tidak sesuai, S3= sesuai marginal, rc= media perkaran bertektur pasir (kasar) atau drainase (terhambat), nr= retensi hara sangat rendah, xs= bahaya sufidik, SPT = satuan peta tanah, mohon mengacu pada Gambar 11)

Tabel 22. Hasil Penilaian evaluasi lahan di Desa Labuhan Bakti

Kelas Kesesuaian Lahah No

SPT Tanaman pangan Sayuran2an Buah2an Perkebunan

Rekomendasi

1 N-rc N-rc N-rc N-rc/S3-rc Konservasi dan kebun kelapa

2 S3-rc,nr S3-rc,nr S3-rc, S3-rc, Kebun campuran dan pemukiman

3 S2-rc S3-rc,nr N-rc N-rc Sawah/palawija dan sayuran

Keterangan : N= tidak sesuai, S3= sesuai marginal, rc= media perkaran bertektur pasir (kasar) atau drainase (terhambat), nr= retensi hara sangat rendah, xs= bahaya sufidik, SPT = satuan peta tanah, mohon mengacu pada Gambar 12)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 69

Selain tanaman pangan dan perkebunan, jenis tanaman lain yang dianjurkan adalah jenis leguminosa. Tanaman ini dapat ditanam di lahan-lahan kosong atau ditanam secara tumpang sari. Tanaman leguminosa ini dapat berfungsi sebagai hijauan makanan ternak, sehingga dapat menunjang budidaya peternakan.

4. MANAJEMEN BANTUAN

a. Opsi pemberian bantuan

Pemberian ’Jadup’ (jatah hidup berupa uang) oleh pemerintah diterima masyarakat masih belum mampu menjamin kehidupannya di masa mendatang. Uang jatah hidup umumnya telah habis terbelanjakan untuk keperluan sekolah anak-anak, sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan makan mereka bisa mendapatkan sayuran dari kebun dan menangkap ikan di laut.

Bencana juga telah menyebabkan hampir semua perahu motor Robin dan perahu dayung serta alat tangkap pancing milik nelayan Desa Alus-alus dan Labuhan Bakti rusak atau hancur. Akibatnya banyak nelayan yang kehilangan sumber mata pencaharian (tidak bisa menangkap ikan seperti biasanya). Berdasarkan kondisi tersebut, maka bantuan berupa perahu Robin atau perahu dayung serta alat tangkap pancing kepada nelayan (utama dan sambilan) sangat diperlukan.

Belajar dari praktik yang telah terjadi, pemberian bantuan sedapat mungkin harus diarahkan untuk menjamin kelestarian manfaat. Bantuan yang diberikan harus dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memulai atau memperluas suatu usaha ekonomi. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan hidup akan dapat tercukupi oleh hasil aktivitas ekonominya. Disisi lain, upaya pelestarian SDA juga harus dimasukkan dalam pola pikir masyarakat. Melalui pemberian small grant atau bantuan peralatan dengan kompenasi kegiatan rehabilitasi, maka kedua issue tersebut diharapkan akan dapat terakomodir.

b. Identifikasi jenis bantuan

Pemberian bantuan, baik melalui small grant ataupun pemberian barang harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Khusus untuk di Desa Alu-alus dan Labuan Bakti, perahu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka mengaktifkan usaha perekonomian masyarakat. Namun demikian, jenis perahu yang tepat juga harus diketahui.

Agar dapat diketahui jenis perahu yang sebaiknya diberikan, berikut ini adalah matriks perbandingan antara penggunaan perahu Robin dengan perahu dayung.

70 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 23. Matriks perbandingan antara dua jenis perahu bantuan

Komponen Perahu robin Perahu dayung

Harga lebih mahal lebih murah Biaya operasional agak mahal Murah Jarak melaut agak jauh Terbatas Frekuensi bisa setiap hari tidak setiap hari/tergantung musim Jumlah hasil tangkapan lebih banyak lebih sedikit Jumlah awak 1-2 orang 1 orang

Berdasarkan tabel 23 di atas, tampak bahwa masing-masing perahu memiliki keunggulan dan kelemahan. Dari keenam (6) faktor yang ada, biaya operasional dan frekuensi melaut merupakan faktor kunci untuk memilih jenis perahu yang akan digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka bantuan berupa perahu dayung kepada nelayan sambilan akan lebih efektif karena mereka tidak melaut setiap hari dan biaya operasionalnya murah. Bagi nelayan utama, bantuan berupa perahu Robin akan lebih baik karena mereka melaut hampir setiap hari dan meskipun biaya operasionalnya agak mahal tapi dapat diisi oleh 2 orang dan jangkauan kegiatannya lebih jauh.

Agar pemberian bantuan berupa perahu Robin atau perahu dayung dan alat tangkap pancing dapat bermanfaat, maka diperlukan perbaikan mekanisme pemasaran. Hal ini dikarenakan para penampung juga terkena bencana dan penampung dari Sinabang hanya datang sewaktu-waktu. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu lembaga ekonomi masyarakat (LEM) atau koperasi agar dapat membantu memasarkan hasil tangkapan nelayan ke Sinabang dan memberikan pinjaman modal.

5. REKOMENDASI

Setelah dilakukannya kajian/analisis lingkungan dan sosial ekonomi, maka rekomendasi untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat bagi tujuan rehabilitasi pesisir dan membangkitkan perekonomian masyarakat korban tsunami di Desa Alus alus dan Labuhan Bakti secara garis besar tersusun dalam 4 bagian. Keempat bagian tersebut dapat merupakan bagian terpisah atau disatukan menjadi satu paket kegiatan terpadu. Uraian rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

a Kelembagaan

Dalam segi kelembagaan disarankan untuk membentuk kelompok-kelompok masyarakat, termasuk di dalamnya kelompok perempuan. Dengan terbentuknya kelompok, mekanisme pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program rehabiitasi dan pengembangan ekonomi akan lebih mudah dilakukan dan akan memiliki dampak lebih luas dan dalam waktu yang relative lebih singkat. Pemberian bantuan (baik financial maupun tehnis) kepada kelompok juga akan lebih efisien dan dapat memberi kepastian pertanggungjawaban dari bantuam yang diberikan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 71

Selain pembentukan kelompok baru, disarankan juga untuk lebih mengefektifkan kelompok-kelompok yang sudah ada. Kelompok-kelompok yang terbentuk secara formal, misalnya PKK dapat ditingkatkan efektifitasnya. Dengan mengefektifkan kelompok yang sudah ada, proses pembentukan kelompok bisa dihemat. Untuk menunjang kegiatan kelompok, aparat pemerintah desa hendaknya didorong untuk secara aktif terlibat ikut membina kegiatan kelompok.

b. Peningkatan kapasitas

Peningkatan kapasitas bagi warga masyarakat mencakup 2 hal yaitu (1) peningkatan kemapuna teknis dan (2) peningkatan kesadaran. Peningkatan kedua kaspasitas ini bisa dilakukan melalui penyuluhan atau penyebarluasan paket-peket informasi praktis. Penyebaralusan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk.

c. Bantuan permodalan

Bantuan permodalan dapat diberikan dalam bentuk pinjaman atau hibah berupa uang atau dalam bentuk bantuan peralatan produksi pertanian/perikanan. Termasuk di dalam bantuan permodalan ini adalah pembentukan lembaga ekonomi masyarakat (misalnya koperasi) yang ditujukan untuk mengelola bantuan modal yang diberikan.

d. Alternatif Kegiatan yang disarankan

Beberapa kegiatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan di Desa Alus Alus dan Labuhan Bakti antara lain: • Rehabilitasi Pantai • Penanaman tanaman jarak pagar (Issue Bio diesel) • Rehabilitasi terumbu karang • Pengembangan tanaman polong untuk menunjang budidaya perternakan • Pengembangan kegiatan pertanian

6. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN 1 (SIMEULUE)

Seperti telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan (Bab I), kajian terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi pasca tsunami di Aceh dan Nias ditujukan untuk mendukung penyebaran bantuan hibah dana small grant GCRP (dikelola/disalurkan oleh WI-IP) bagi masyarakat korban tsunami melalui atau difasilitasi oleh berbagai LSM/KSM lokal. Meskipun pada kenyataannya tidak sepenuhnya hasil kajian ini mencerminkan pengalokasian dana kepada lokasi-lokasi yang telah di kaji, namun ada baiknya dalam laporan ini disampaikan kepada para pembaca tentang lokasi-lokasi mana saja yang telah dibantu dan nama-nama LSM/KSM yang memfasilitasi bantuan tersebut.

Peta dan Tabel 24 di bawah mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Simeulue (diantaranya) telah dimulai sejak bulan November 2005. Saat laporan ini ditulis, sebagian besar dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove.

72 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 26. Peta sebaran small grant di Kabupaten Simeulue

051 050

031030

021

020

010

040

2

1

6

5

4

3

01

73

14

04

06

11

72

71

08

09

02

05

07

12

03

15

16

7410

13

17

Tabel 24. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Pulau Simeulue

No Nama

fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam &

luas/lokasi tanam Lokasi kegiatan di

1 Yayasan Bangkit Simeulue (YBS), Sinabang-Simeulue Timur

Pengadaan sarana penangkapan ikan

10.000 bibit bakau pada lahan pantai seluas 2 ha

Ds Linggi, Kec. Simeulue Timur

2 Kelompok Tani Alafan Bahari * (Desa Langi, Kec Alafan)

Pengadaan sarana penangkapan ikan (motor tempel dan jaring)

5.000 tanaman pantai pada lahan seluas 8 ha

Ds Langi, Kec. Alafan, Kab Simeulue

3 Kelompok Tani Pantai Sibinuang * (desa Alus-alus)

Pengadaan sarana penangkapan ikan (motor tempel dan jaring) & mesin jahit untuk kaum perempuan

5.000 tanaman pantai pada lahan seluas 8 ha

Ds Alus-alus,Kec. Teupah Selatan

4 Yayasan Manjago Vano *

Pengadaan sarana penangkapan ikan (motor tempel dan jaring)

8.000 tanaman pantai dan bakau pada lahan seluas 8 ha

Ds Bunun, Awe Seubal, La Ayon, Kec. Teupah Barat

5 Yayasan Simeulue Lestari (YSL)

Pengadaan sarana penangkapan ikan (motor tempel dan jaring)

30.000 bakau dan 1.500 tanaman pantai pada lahan seluas 10 ha

Ds. Labuan Bakti dan Salur, Kec. Teupah Selatan

6 Kelompok Tani Penghijauan Pantai Samotalindungi, Dusun Teluk Jaya-Ana ao /

Pengadaan mesin jahit, perahu dan motor tempel, alat tangkap ikan dsb.

30.000 bibit bakau pada lahan pantai seluas 6 ha

Ds Ana ao, dusun Teluk Jaya, Kec.Teupah Selatan, Kab Simeulue

Catatan: *) pada Juni – Desember 2005 telah dilatih oleh WI-IP dalam menyiapkan bibit bakau (Rhizophora sp) dan Cemara Laut (Casuarina sp), pendanaannya oleh Care International Indonesia

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 73

B. WILAYAH PENELITIAN II: KABUPATEN NAGAN RAYA DAN ACEH BARAT

Wilayah penelitian II meliputi lokasi-lokasi yang secara administrasi berada di dalam wilayah dua kabupaten yaitu Kabupaten Nagan Raya dan wilayah Kabupaten Aceh Barat. Desa Cot Rambong, Kuala Trang, dan Kuala Tuha yang diteliti merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Nagan Raya, sedangkan Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon merupakan bagian dari wilyah Kabupaten Aceh Barat. Pengelompokkan kedua bagian wilayah menjadi satu wilayah (region) penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:

• Kedua bagian wilayah penelitian mempunyai karakteristik lingkungan yang hampir sama, yaitu dataran rendah dengan topografi yang relatif datar dengan tipe lahan basah utama rawa air tawar dan pantai berpasir.

• Kedua bagian wilayah penelitian memiliki pengembangan ekonomi yang hampir sama yaitu di sektor perikanan, pertanian dan perkebunan.

• Kedua bagian wilayah penelitian memiliki pengaruh bencana yang hampir sama baik dalam hal tingkat kerusakan maupun macam kerusakan yang ditimbulkan.

• Kedua bagian wilayah penelitian berada dalam jarak yang relatif tidak berjauhan.

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi dan Demografi

Wilayah (Region) kajian II meliputi Desa Cot Rambong, Kuala Trang, dan Kuala Tuha, di Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, dan Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon, di Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat. Desa Lhok Bubon berjarak ± 18 km arah Barat Laut dari kota Meulaboh sedangkan Desa Kuala Trang berjarak ± 20 km arah tenggara dari kota Meulaboh.

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan menjadi 4 kabupaten, yakni: (1) Aceh Barat dengan ibukota Meulaboh; (2) Aceh Jaya dengan ibukota Calang; (3) Nagan Raya dengan ibukota Sukamakmue; (4) Simeulue dengan ibukota Sinabang. Dengan adanya pemekaran ini, maka wilayah Kabupaten Aceh Barat saat ini, terdiri dari 11 Kecamatan, yaitu: Johan Pahlawan, Pante Ceureumen, Kaway XVI, Sungai Mas, Woyla, Arongan Lambalek, Sama Tiga, Bubon, Meureubo, Woyla Timur, Woyla Barat, dengan populasi 176.586 jiwa (BPS Aceh Barat, 2004). Gelombang tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 menelan 11.982 korban meninggal dan 4.114 hilang (www.depsos.go.id. 16 Jan 2005).

Kabupaten Nagan Raya, meliputi 5 kecamatan, yaitu: (1) Kecamatan Beutong; (2) Kecamatan Darul Makmur; (3) Kecamatan Kuala; (4) Kecamatan Seunagan; (5) Kecamatan Seunagan Timur. Sedangkan berdasarkan Nagan Raya dalam angka tahun 2003, Kabupaten Nagan Raya memiliki populasi sebanyak 143.000 jiwa; terdiri dari 72.765 laki-laki dan 71.220 perempuan. Jumlah korban meninggal akibat tsunami di Kabupaten Nagan Raya adalah1.338 jiwa dan hilang sebanyak 2093 jiwa (www.depsos.go.id. 16 Jan 2005).

74 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Desa-desa yang dikaji/diteliti dapat dicapai dari Meulaboh melalui jalan darat. Sarana jalan ke Lhok Bubon masih banyak rusak dan hanya diperbaiki dengan perkerasan dan belum di aspal. Sebagian besar jembatan ke arah Lhok Bubon masih menggunakan jembatan darurat. Sedangkan sarana jalan ke Kuala Trang dan sekitarnya masih cukup baik, hanya sebagian jembatan dalam keadaan rusak dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan dengan muatan berat.

Keterangan: Lingkaran warna kuning menunjukkan wilayah Desa Lhok Bubon dan Desa Pucok Lueng. Lingkaran berwarna biru menunjukkan wilayah Desa Cot Rambong, Kuala Trang dan Kuala Tuha

Gambar 27. Peta wilayah penelitian II

b. Iklim

Menurut Schmidt and Fergusson (1951), wilayah penelitian termasuk dalam Tipe hujan A (basah) dengan nilai Q= 0 %. Menurut sistem klasifikasi Oldeman (1975), wilayah penelitian tergolong Zona A, yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah (>100 mm) selama > 10 bulan dan tanpa bulan kering (< 60 mm) yang nyata. Pada Peta agroklimat yang disusun Oldeman et al., (1975) wilayah penelitian termasuk zona A. Menurut KOPPEN (dalam Schmidt and Fergusson, 1951) wilayah penelitian digolongkan ke dalam tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis (Tropical rainy climate), mempunyai suhu bulan terdingin > 18oC.

Fluktuasi temperatur udara rata-rata antara 25.50C - 26.30C dengan rata-rata tahunan 25.8 0C. Temperatur udara tertinggi terjadi pada Mei dan terendah terjadi pada bulan Agustus, Nopember dan Desember. Fluktuasi kelembaban udara berkisar antara 88.8 % sampai 91.0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan September dan Desember dan terendah pada bulan Januari.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 75

Cek dg Lili, koq data sama dengan Simeulue ??

c. Profil Ekosistem Umum

Sesuai dengan topografi dan fisiografinya, wilayah Desa Cot Rambong, Kuala Trang, Kuala Tuha, Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon dan sekitarnya mempunyai lahan basah berupa rawa air tawar, sungai dataran rendah dan sawah. Daerah pesisir merupakan pesisir atau pantai berpasir.

Daerah Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat berada pada dataran rendah pantai barat Sumatera. Di Propinsi NAD dataran rendah pesisir barat ini memanjang dari Kabupaten Aceh Singkil di bagian selatan sampai di kabupaten Aceh Besar di bagian utara. Di wilayah Kabupaten Aceh Singkil, dataran rendah ini cukup lebar dan menyempit di wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya. Dataran ini melebar lagi di wilayah Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, dan kembali menyempit di wilayah Kabupaten Aceh jaya dan Aceh Besar.

Pada dataran rendah pantai barat ini juga terdapat lahan gambut. Lahan gambut tersebut antara lain terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupeten Nagan Raya. Di wilayah penelitian terdapat lahan gambut dengan ketebalan dangkal sampai sedang (1-3 m). Sebagian lahan gambut ini sudah dikembangkan menjadi lahan pertanian dan perkebunan (kelapa sawit dan karet).

Keterangan : Lingkaran warna kuning menunjukkan wilayah Desa Lhok Bubon dan Desa Pucok Lueng. Lingkaran berwarna biru menunjukkan wilayah Desa Cot Rambong, Kuala Trang dan Kuala Tuha

Gambar 28. Sebaran gambut di sekitar wilayah penelitian II

76 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

2. DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi Lahan Basah

Berdasarkan acuan dari annex I Information sheet on Ramsar Wetlands, pada wilayah penelitian I terdapat tipe lahan basah sebagai berikut:

A : Permanent shallow marine water (Laut dengan perairan dangkal permanen)

E : Sand shore (pantai berpasir)

F : Estuarine water (perairan muara)

I : Intertidal forested wetlands (lahan basah pasang surut berhutan)

K : Coastal brackish to saline water lagoon (laguna pantai berair payau hingga asin)

M : Permanent river (sungai permanen)

W : Shrubs dominated wetlands (rawa –rawa air tawar didominasi oleh semak-semak)

Xp : Forested peatlands (Lahan gambut berhutan)

1 : Aquaculture pond (kolam budidaya)

3 : irigated land.(lahan beririgasi)

Uraian mengenai keadaan lahan basah yang diamati dalam penelitian adalah sebagai berikut:

• Pantai berpasir (E)

Pantai yang ada di wilayah penelitian II adalah pantai berpasir. Pada pasir pantai ditumbuhi vegetasi yang terutama tersusun oleh jenis cemara laut Casuarina equisetifolia. Di belakang vegetasi cemara, pada punggungan pesisir terdapat kebun-kebun kelapa.

• Sungai (M) dan muara sungai (F)

Tiga sungai besar yang ada di wilayah penelitian adalah Krueng Bubon, Krueng Seunangan dan Krueng Tadu dan satu sungai yang lebih kecil yaitu Krueng Trang. Sempadan sungai umumnya ditumbuhi oleh perumpung Phragmites karka, sacharum spontaneum, dan jenis-jenis cyperacea. Secara terpencar dan tidak merata dapat juga ditemukan tumbuhan sagu Metroxylon sagu.

Daerah muara sungai tidak menunjukkan perbedaan lingkungan yang menyolok dengan bagian sungai di atasnya, kecuali di muara Krueng Bubon. Kuala Trang dan Kualau Tuha mempunyai muara yang berada pada (dihalangi oleh) beting pasir sehingga sedikit dipengaruhi oleh laut. Pada muara Kuala Tuha dan Kuala Trang tidak dijumpai formasi tumbuhan air payau, sebaliknya di muara Krueng Bubon yang berada di dataran pasang surut dijumpai formasi vegetasi nipah.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 77

• Dataran pasang surut berhutan (I) dan tambak udang (1)

Dataran pasang surut berhutan terdapat di sekitar Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon. Jenis tumbuhan yang dominan adalah nipah Nypa fruticans. Tidak diketahui tentang kondisi tumbuhan mangrove jenis lainnya, tetapi di dekat muara Krueng Bubon masih dijumpai sisa-sisa tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora sp Sonneratia caseolaris.

Dataran pasang surut yang ada di Desa Lhok Bubon sudah dikembangkan menjadi tambak udang. Luas tambak udang yang ada sekitar 50 ha, tambak-tambak tersebut banyak yang mengalami kerusakan karena tsunami, dan saluran air induk ke tambak tertimbun pasir.

• Rawa air tawar dengan semak belukar (W) dan sawah (3)

Rawa air tawar yang ada di wilayah penelitian II merupakan rawa belakang pantai dan daerah limpasan banjir. Rawa-rawa tersebut bukan merupakan rawa berhutan. Vegetasi yang ada di rawa-rawa sebagian besar merupakan jenis-jenis Ciperaceae.

Sebagian rawa-rawa tersebut sudah dikembangkan menjadi sawah. Sebagai akibat terjadinya tsunami sawah-sawah yang ada menjadi rusak dan terlantar. Pada saaat ini hampir seluruh sawah yang ada dalam keadaan bongkor, sehingga sulit dibedakan antar sawa dan rawa-rawa. Suatu areal pesawahan di dekat Desa Pucok Lueng telah kemasukan air laut dan sekarang telah menjadi laguna air asin.

• Rawa gambut (Xp)

Rawa gambut berada pada jarak berkisar 1.5 km dari pantai atau lebih. Rawa bergambut tersebut sebagian besar sudah dkembangkan menjadi lahan pertanian atau perkebunan (kebun karet rakyat). Ketebalan gambut yang ada termasuk dalam kategori tipis (< 0,5 m) sampai sedang (1-3 m).

Sebagai akibat adanya tsunami, air laut terbawa ke darat dan mengisi cekungan-cekungan atau rawa rawa yang ada di sepanjang pantai. Jarak pengaruh air laut ini bervariasi dan rata – rata diantara sekitar 1.5 sampai 3 km dari pantai. Di sepanjang sungai air laut terbawa lebih jauh ke arah darat, sebagi contoh di Krueng Bubon pengaruh air laut mencapai sekitar 5.5 km dari pantai.

• Laguna (K)

Sekurangnya dijumpai ada 2 buah laguna yang terdapat di wilayah II. Keduanya berair payau hingga asin. Laguna yang terdapat di dekat Desa Kuala Trang bersumber dari sungai, kemungkinan besar merupakan alur sungai lama yang menjadi buntu dan muaranya berpindah, namun demikian airnya bersifat payau hingga asin (6-16 ppt). Sedangkan laguna yang terdapat di dekat desa Lhok Bubon tidak bersumber dari sungai tetapi dari rawa-rawa yang ada di belakangnya. Setelah tsunami juga terbetuk laguna baru. Laguna ini terbentuk di dekat desa Pucok Lueng yang sebelumnya merupakan bekas sawah. Laguna di Pucok Lueng yang baru terbentuk ini merupakan laguna air asin (salinitas 8.5 – 20.5

78 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

ppt) yang berhubungan dengan laut melaui muara Krueng Bubon yang melebar karena tergerus gelombang tsunami.

Laguna di Kuala Trang

Laguna ini (kordinat N 3° 59‘ 13.07“ E 95° 17’ 39.05”) terletak di Desa Kuala Trang, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya. Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan di laguna Kuala Trang ini berupa sungai yang memanjang di pesisir pantai dan bermuara ke laut. Setelah gempa bumi dan tsunami, terbentuk muara sungai yang baru dan mulut dari muara sungai yang lama tertutup oleh pasir laut sehingga membentuk suatu genangan (laguna), lihat Gambar 27. Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi belum penah mengalami kekeringan. Kedalamannya berkisar antara 1-6 meter.

Mulut dari muara sungai yang lama, kini tertutup pasir

Muara sungai yang baru

Laut

Sungai Kuala Trang

Arah aliran

Jalan aspal

Laguna

Keterangan :

= pohon kelapa

Gambar 29. Sketsa sungai Kuala Trang yang menyerupai laguna

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 79

Berdasarkan hasil survey, laguna ini cukup luas, dekat dengan jalan beraspal yang dapat dilalui kendaraan motor atau mobil, tetapi relatif agak jauh (± 300 m) dari pemukiman penduduk. Laguna ini cukup indah, karena menghadap laut dan di depan maupun belakangnya dijumpai banyak pohon kelapa (Gambar 30). Namun sayangnya, di kebun kelapa tersebut banyak dijumpai babi hutan yang sering merusak tunas-tunas kelapa yang masih muda.

Gambar 30. Sungai yang menyerupai laguna di Kuala Trang

Di sebelah barat, laguna ini berbatasan dengan laut (samudera hindia) kira-kira berjarak 10-15 m, di sebelah timur berbatasan dengan rawa-rawa dan jalan raya, di sebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk sedangkan di sebelah selatan berupa muara sungai. Hingga saat dilakukannya survey, laguna ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing ikan dengan menggunakan alat tangkap pancing. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai disajikan dalam Tabel 25.

Tabel 25. Jenis-jenis ikan yang dijumpai di laguna Kuala Trang.

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan

Kakap / Serakap Lates calcarifer ++ Bayam / Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ Merah mata Caranx sp. ++ Kerape Epinephelus spp. ++ Kirung Mesopristes argentus ++ Saridin Ambassis sp. ++ Ciri’ Leiognathus equlus + Kapur-kapur Gerres acinaces + Cabeh Scatophagus arguna + Marang Siganus javus ++ Belanek Mugil cephalus ++

80 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kualitas air Laguna Kuala Trang Dari hasil analisis kualitas air (Tabel 26) terlihat bahwa laguna ini, yang semula berair payau (salinitas 6 ppt pada bulan Sept 2005) kini (Desember 2005) cenderung semakin asin (kadar garam 16-20.5 ppt), demikian pula dengan kadungan bahan organiknya yang semakin meningkat (COD dari 134mg/l pada Sept 05 menjadi 490 mg/l pada Des 05). Kolom air memperlihatkan adanya stratifikasi kadar garam yang semakin tinggi kearah dasar, tapi makin miskin oksigen (anoksik) kearah dasar. Tingginya nilai COD, nitrat dan amonia serta rendahnya nilai oksigen terlarut di air mengindikasikan bahwa perairan ini telah terkontaminasi bahan organik dalam julah relatif besar. Hal demikian juga didukung oleh adanya mikroorganisme total coliform dan fecal coliform di air dalam jumlah yang jauh melampaui baku mutu yang diijinkan. Adanya kedua mikroorganisme di atas, mengindikasikan laguna Kuala Trang ini telah terkontaminasi tinja (Effendi, 2003) yang diduga berasal dari perumahan penduduk di sekitar laguna. Menurut Effendi (2003), dinyatakan pula bahwa proses dekomposisi bahan organik memang dapat meningkatkan kandungan COD, nitrat, amonia, dan (juga) kadar besi di perairan. Kadar besi >1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore in Effendi 2003).

Tabel 26. Hasil analisa kualitas air di laguna Kuala Trang**

No. Parameter Satuan Kedalaman (m)

0/permukaan 0,5 m 1 m 1,5 m 2m dasar FISIKA

1. Suhu* ° C 31 (30,3) 31 30,5 30 30 30 2. Padatan tersuspensi

(TSS) mg/l - 44 (55) - - - 0,215

3. Kekeruhan NTU 5,61 (15,3) - - - - 339 4. DHL* µS/cm 11500 (9000) 19500 22500 32000 34000 34000 5. Salinitas* ppt 16 (6) 18 20 20,5 20,5 20,5 KIMIA 6. pH - 8,6 (6,81) - - - -

DO* mg/l 3,1 (6) 0,6 0 0 0 0 7. COD 490 (134,48) - - - 1000 8. mg/l -

9. Orthofosfat mg/l 0,066 (<0,001) - - - - <0,001 10. Nitrit (NO2-N mg/l <0,001 (<0,0002) - - - - <0,001 11. Nitrat (NO3-N) mg/l 3,146 (3,148) - - - 3,851 -

Amonia (NH3-N) mg/l 0,318 (0,066) - - 12. - - 0,156 Besi (Fe) 22.60 13. mg/l - - - - 18,60

14. Raksa (Hg) mg/l <0,001 - - - - <0,001 15. Timbal (Pb) mg/l 0,082 - - - - 0,075 16. Kadium (Cd) mg/l <0,001 - - - - <0,001 17. Kobalt (Co) mg/l <0,001 - - - - 0,027 18. Arsen (As) mg/l <0,001 - - - - <0,001 19. Krom Heksavalen (Cr) mg/l <0,001 - - - - <0,001 20. MIKROBIOLOGI 21. Total Coliform MPN/ 100ml ≥1600 (500) - - - - - 22. Fecal Coliform MPN/ 100ml ≥1600 - - - - - 23. Siegella koloni/ml < 3,0×10 - - - - - 24. Salmonella koloni/ml - - - - - -

** diukur pada bulan Desember 2005 * disajikan juga dalam bentuk grafik ( ) = diukur pada bulan September 2005

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 81

Dibandingkan dengan hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air pada bulan September 2005, kondisi perairan laguna Kuala Trang relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi pada bulan desember 2005. Pelapisan masa air di Laguna Kuala Trang Gambar 31, 32, 33 dan 34 memperlihatkan adanya stratifikasi/pelapisan masa air laguna. Pelapisan ini menggambarkan bahwa perairan laguna semakin asin dan semakin miskin kandungan oksigen terlarut dengan semakin bertambahnya kedalaman, bahkan anoksik pada kedalaman setelah 1 meter. Kondisi demikian harus diwaspadai karena jika masa air mengalami pengadukan, maka air anoksik (dengan kadar garam lebih tinggi) akan terangkat kepermukaan dan air yang sangat miskin oksigen ini dapat membunuh organisme akuatik (termasuk ikan) yang terdapat di permukaan. Untuk itu, usaha/rencana (jika ada) pembangunan karamba-karamba apung pada habitat semacam ini harus dihindarkan.

30

30

30.5

31

31

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

029.8 30 30.2 30.4 30.6 30.8 31 31.2

Suhu (o C)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 31. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang

Gambar 31 memperlihatkan adanya stratifikasi suhu air laguna, yaitu suhu air di permukaan lebih tinggi dibandingkan di kolom dasar perairan. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya dan panas matahari yang diterima oleh air di permukaan lebih besar dibandingkan dengan di kolom dasar perairan.

20.5

20

18

16

9.5

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

05 10 15 20 2

Salinitas (ppt)

Keda

lam

an (m

)

5

Gambar 32. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang

82 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 32 memperlihatkan bahwa nilai salinitas semakin meningkat kearah dasar perairan. Hal ini dikarenakan air yang memiliki salinitas tinggi biasanya memiliki berat jenis yang tinggi pula dan cenderung tinggal di kedalaman lebih dalam.

34000

32000

22500

19500

11500

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

00 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

DHL (uS/cm)

Keda

lam

an (m

)

Gambar 33. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang

Gambar 33 memperlihatkan nilai DHL (daya hantar listrik) yang semakin tinggi ke arah dasar perairan (responnnya serupa seperti pada kandungan garam di air). Tingginya nilai DHL merupakan indikasi dari tingginya garam-garam (atau ion-ion, terutama Na dan Cl) terlarut yang berasal dari air garam.

DO (mg/l)

Ga

Gambarah merup(juga ini me

Ka

0

0

0

3.1

0.6

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

00 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Ked

alam

an (m

)

mbar 34. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Kuala Trang

ar 34 memperlihatkan kadar oksigen terlarut yang semakin menurun ke dasar perairan. Rendahnya kandungan oksigen di bagian dasar akan indikasi bahwa di dasar laguna terdapat akumulasi bahan organik

diperlihatkan oleh tingginya nilai COD di air) dan peruraian bahan organik ngkonsumsi O2 terlarut sehingga oksigen dapat habis.

jian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 83

Laguna di Pucok Lueng

Laguna ini (kordinat N 4° 13‘ 16.77“ E 95° 02’ 25.93”) terletak di Desa Pucok Lueng, Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat. Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan laguna di Pucok Lueng adalah berupa areal pertambakan, areal persawahan dan sungai yang bermuara ke laut. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan garis pantai bergeser ke arah darat dan menghancurkan rumah-rumah penduduk, areal persawahan serta pertambakan. Setelah bencana tersebut, air laut masuk ke arah darat melaui muara sungai relatif cukup jauh sehingga menyebabkan areal persawahan dan pertambakan tergenang air laut hingga menyerupai laguna (Gambar 35). Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi tidak sampai kering. Kedalamannya berkisar antara 1-2 m.

Gambar 35. Laguna di Desa Pucok Lueng

Dari hasil survey diketahui bahwa laguna ini cukup indah, luas, dekat dengan jalan desa dan tempat pengungsian penduduk. Selain itu, di sekitar laguna juga dijumpai tanaman air Cyperus papyrus, pohon kelapa, pohon Nypah, dll. Di sebelah selatan, laguna ini berbatasan dengan laut (samudera Hindia) kira-kira berjarak 10-15 m, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Kuala Bubon, di sebelah barat berbatasan dengan jalan desa sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan sawah. Saat dilakukannya survei, terlihat bahwa laguna ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi pemancingan ikan dengan menggunakan alat tangkap pancing. Jenis-jenis ikan yang umum/sering didapatkan disajikan dalam Tabel 27.

84 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 27. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Pucok Lueng

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan

Kakap / Serakap Lates calcarifer +++ Bayam / Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ Merah mata Caranx spp. ++ Kerape Epinephelus spp. ++ Kirung Mesopristes argentus ++ Saridin Ambassis spp. ++ Ciri’ Leiognathus equlus + Kapur-kapur Gerres acinaces + Cabeh Scatophagus arguna + Marang Siganus javus ++ Belanek Mugil cephalus ++

Kualitas air laguna Dari hasil analisis kualitas air (Tabel 28), terlihat bahwa laguna Pucok Lueng memiliki karakteristik kualitas air yang hampir mirip seperti yang terdapat di Kuala Trang, yaitu terkontaminasi bahan organik dan memperlihatkan adanya stratifikasi kadar garam dan oksigen terlarut di dalamnya. Namun demikian, perairan ini masih lebih bagus, karena masih memperlihatkan adanya kondisi oksigen terlarut yang cukup tingg (5,8 mg/l) hingga dasar perairan. Air laguna Pucok Lueng lebih asin dari yang dijumpai di Kuala Trang, dan belakangan ini ia cenderung semakin bertambah asin (pengukuran bulan Sept 2005 memperlihatkan nilai salitas dipermukaan laguna sebesar 8,5 ppt namun pada bulan Des 2005 nilainya naik menjadi 20,5 ppt). Demikian pula dengan kandungan bahan organiknya yang cenderung meningkat (yaitu COD naik dari 65 mg/l pada bulan September 2005, menjadi 950 mg/l pada bulan Desember 2005). Laguna Pucok Lueng juga terkontaminasi oleh bakteri coliform (diduga dari tinja) yang jumlahnya melampau baku mutu yang ditetapkan. [catatan: besarnya perbedaan salinitas antara pengukuran bulan Desember dan September 2005, semata-mata diakibatkan oleh adanya hujan deras semalam sebelum pengukuran di bulan September, sehingga pengenceran oleh air hujan mengakibatkan relatif lebih rendahnya nilai salinitas pada bulan September baik untuk laguna di Kuala trang maupun di Pucok Lueng]

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 85

Tabel 28. Hasil analisa kualitas air di laguna Pucok Lueng

Kedalaman (m) No. Parameter Satuan 0/permukaan 0,5 1 1,5 dasar

FISIKA 1. Suhu* ° C 31 (31,5) 30,5 30,5 30,5 30,5 2. Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 3,058 (18) - - - 0,066 3. Kekeruhan NTU 11,1 (8,6) - - - 8,84 4. DHL* µS/cm 29000 (12500) 34000 35000 3500

0 35000

5. Salinitas* Ppt 20,5 (8,5) 25 25,5 25,5 25,5 KIMIA 6. pH - 8,26 (7,5) - - - 8,26 7. DO* mg/l 6,1 (3,9) 5,8 5,8 5,8 5,8 8. COD mg/l 950 (65,2) - - - 680 9. Orthofosfat mg/l <0,001 (0,053) - - - <0,001 10. Nitrit (NO2-N mg/l <0,001 (<0,0002) - - - <0,001 .11. Nitrat (NO3-N) mg/l 4,154 (0,359) - - - 3,257 12. Amonia (NH3-N) mg/l 0,140 (2,499) - - - 0,146 13. Besi (Fe) mg/l 3,26 - - - 2,80 14. Raksa (Hg) mg/l <0,001 - - - <0,001 15. Timbal (Pb) mg/l 0,022 - - - 0,018 16. Kadium (Cd) mg/l <0,001 - - - <0,001 17. Kobalt (Co) mg/l 0,022 - - - 0,015 18. Arsen (As) mg/l <0,001 - - - <0,001 19. Krom Heksavalen (Cr) mg/l <0,001 - - - <0,001 20. MIKROBIOLOGI 21. Total Coliform MPN/100ml 240 - - - - 22. Fecal Coliform MPN/100ml 130 - - - - 23. Siegella koloni/ml < 3,0×10 - - - - 24. Salmonella koloni/ml - - - - -

** diukur pada bulan Desember 2005 * disajikan juga dalam bentuk grafik ( ) = diukur pada bulan September 2005

Kualitas Sedimen Laguna Selain kualitas air yang diukur pada kolom air, sedimen yang terdapat pada lantai laguna juga dianalisa. Tabel 28 memperlihatkan hasil analisa sedimen laguna Pucok Lueng.

86 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 29. Hasil analisis sedimen di laguna Pucok Lueng

PARAMETER SATUAN SEDIMEN NO. F I S I K A :

1 DHL µS/cm 6150 2 Salinitas Ppt 14,87 K I M I A : 1 Raksa (Hg) mg/kg 0,05 2 Timbal (Pb) mg/kg 7,6 3 Kadium (Cd) mg/kg 5,2 4 Kobalt (Co) mg/kg 5,8 5 Arsen (As) mg/kg 9,1 6 Cuprum (Cu) mg/kg 11,7 7 Seng (Zn) mg/kg 4379 8 Potential Redox mv 64

Dari hasil analisis sedimen (Tabel 29), tampak bahwa sedimen memiliki kandungan logam yang cukup besar. Hal ini diduga dikarenakan adanya gelombang tsunami yang membawa air dan sedimen dari dasar laut yang mengandung logam-logam cukup besar dan kemudian terakumulasi pada sedimen di laguna tersebut. Selain itu bahan-bahan ini diduga juga bisa berasal dari adanya barang-barang elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, kertas, pakaian dari rumah penduduk yang terbawa oleh tsunami lalu terperangkap ke dalam laguna dan terakumulasi di dasar perairannya. Hal ini seperti dikemukakan oleh (Effendi, 2003) bahwa logam-logam seperti Hg, Pb, Cd, Co, As, Cu dan Zn banyak terdapat dalam cat, peralatan elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, tekstil dan plastik. Kondisi demikian dapat mengakibatkan perairan menjadi tercemar dan mengancam biota-biota di perairan terutama ikan jika suatu saat laguna mengalami pengadukan dasar perairan. Pelapisan masa air di Laguna Pucok Lueng Gambar 36, 37, 38 dan 39 memperlihatkan adanya stratifikasi/pelapisan masa air laguna. Pelapisan ini menggambarkan bahwa perairan laguna semakin asin dan relatif semakin berkurang kandungan oksigen terlarutnya dengan semakin bertambahnya kedalaman. Namun kondisi ini ternyata tidak seburuk seperti yang terdapat di laguna Kuala Trang, karena jika masa air pada laguna Pucok Lueng mengalami pengadukan, maka air pada lapisan bawah ini tidak bersifat anoksik, sehingga jika terangkat kepermukaan ia tidak akan membahayakan organisme akuatik (termasuk ikan) yang terdapat di permukaan. Untuk itu, usaha/rencana (jika ada) pembangunan karamba-karamba apung pada habitat semacam ini masih dapat diperbolehkan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 87

30.5

30.5

30.5

31

-2

-1.5

-1

-0.5

030 30.5 31 31.5 32

Suhu (o C)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 36. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman Laguna di Desa Pucok Lueng Gambar 36 memperlihatkan adanya stratifikasi suhu air laguna, yaitu suhu air di permukaan lebih tinggi lalu semakin rendah mulai pada kedalaman 0,5 m ke bawah. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya dan panas matahari yang diterima oleh air di permukaan lebih besar dibandingkan dengan di kolom dasar perairan.

25.5

25.5

20.5

25

-2

-1.5

-1

-0.5

017 19 21 23 25 27

Salinitas (ppt)

Keda

lam

an (m

)

Gambar 37. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Pucok Lueng

Gambar 37 memperlihatkan bahwa nilai salinitas semakin meningkat kearah dasar perairan. Hal ini dikarenakan air yang memiliki salinitas tinggi biasanya memiliki berat jenis yang tinggi pula dan cenderung tinggal di kedalaman lebih dalam.

88 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

35000

35000

34000

29000

-2

-1.5

-1

-0.5

025000 27000 29000 31000 33000 35000 37000

DHL (uS/cm)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 38. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman Laguna Pucok Lueng Gambar 38 memperlihatkan nilai DHL (daya hantar listrik) yang semakin tinggi ke arah dasar perairan (responnnya serupa seperti pada kandungan garam di air). Tingginya nilai DHL merupakan indikasi dari tingginya garam-garam (atau ion-ion, terutama Na dan Cl) terlarut yang berasal dari air garam.

5.8

5.8

5.8

6.1

-2

-1.5

-1

-0.5

05 5.5 6 6.5 7

DO (mg/l)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 39. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman Laguna Pucok Lueng Gambar 39 memperlihatkan kadar oksigen terlarut yang sedikit menurun ke arah dasar perairan. Menurunnya kandungan oksigen kearah dasar merupakan indikasi bahwa di dasar laguna terdapat akumulasi bahan organik (juga diperlihatkan oleh tingginya nilai COD di air) dan peruraian bahan organik ini mengkonsumsi O2 terlarut sehingga oksigen dapat berkurang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 89

a.2. Keanekaragaman vegetasi

a.2.1. Profil vegetasi di wilayah pesisir

Secara umum, tipe pantai/pesisir di wilayah II (Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat) merupakan pantai berpasir. Sebagaimana kondisi vegetasi umumnya, pohon kelapa Cocos nucifera dan cemara Casuarina equisetifolia merupakan jenis yang paling umum dijumpai di pantai. Untuk mendapatkan profil umum vegetasi, suatu pengamatan dilakukan di pesisir desa Cot Rambong dan ini diharapkan dapat mewakili kabupaten Nagan Raya. Pengamatan yang sama juga dilakukan di desa Lhok Bubon untuk mewakili kondisi pesisir Kabupaten Aceh Barat.

Pantai Cot rambong terkena dampak langsung oleh bencana, baik gempa bumi maupun Tsunami. Gempa bumi telah menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan, dimana daratan di pesisir mengalami penurunan (subsidence) sehingga sebagian beting pantai tergenang oleh air laut. Fenomena ini menyebabkan semakin sempitnya ruang pantai (lihat Gambar 40). Sedangkan Tsunami menyapu pantai sehinga merusak sebagian besar infrastruktur dan vegetasi pantai. Bahkan Tsunami juga telah menyebabkan korban jiwa yang sangat banyak di lokasi ini.

Gambar 40. Hilangnya sebagian luasan pantai sebagai akibat perubahan bentang lahan (penurunan daratan)

Berdasarkan pengamatan vegetasi yang dilakukan, diperoleh kondisi umum pesisir pantai Desa Cot Rambong serta penutupan lahan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 41 berikut ini.

90 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Panta

i sem

pit

Kebu

n kela

pa

Lagu

na

Vege

tasi d

i sek

itar la

guna

Laha

n bae

rgam

but

/Pea

ty so

il, ar

eal p

rodu

ktif

Gambar 41. Penampang/profil melintang dan jenis vegetasi di Cot Rambong, Kab. Nagan Raya

Pengamatan yang dilakukan di Lhok Bubon, Kabupaten Aceh barat menunjukkan bahwa pesisir pantai juga terkena dampak gempa bumi dan Tsunami secara langsung. Dibandingkan dengan kondisi yang ada di Cot Rambong, tingkat kerusakan yang terjadi di Lhok Bubon jauh lebih dahsyat. Gelombang Tsunami telah menyapu pantai hingga merusak hampir seluruh tumbuhan yang ada pantai. Gelombang ini juga menyebabkan jatuhnya ribuan korban jiwa. Sementara itu, gempa bumi yang terjadi juga telah menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan, yaitu turunya daratan di kawasan pesisir. Karenanya, garis pantai bergeser kedaratan hingga 400 meter. Dengan kata lain, selebar 400 meter beting pasir hilang karena tergenang air laut (lihat Gambar 42).

Gambar 42. Fenomena turunnya bentang lahan, tumbangya pohon cemara karena tersapu gelombang Tsunami

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lhon Bubon, kondisi umum pesisir dan penutupan lahan digambarkan dalam profil berikut ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 91

Laut

Betin

g pas

ir

Form

asi n

ipah d

an

mang

rove

ruda

k

Sekit

ar de

sa

Rawa

air t

awar

Gambar 43. Penampang/profil melintang dan jenis vegetasi di Lhok Bubon, Kab. Aceh Barat

a.2.2. Tipe vegetasi

Berdasarkan pengamatan vegetasi yang dilakukan di desa Cor Rambong dan Lhok Bubon, diperoleh gambaran mengenai kondisi dan karakteristik vegetasi yang berbeda di beberapa lokasi/habitat, antara lain pada habitat pantai (termasuk kebun kelapa), laguna, lahan gambut tipis, rawa air tawar, nypah dan mangrove, serta vegetasi di daerah pemukiman. Paragraf berikut ini merupakan gambaran vegetasi di beberapa lokasi tersebut.

Vegetasi pantai

Pengamatan vegetasi di pantai Cot Rambong menunjukkan bahwa penutupan pantai dikuasai oleh kebun kelapa. Dipantai ini, formasi pes-caprae tidak ditemukan. Beberapa jenis pohon yang dijumpai di garis depan pantai dan diantara kebun kelapa antara lain Cemara laut Casuarina equisetifolia, Ketapang Terminalia cattapa, Ardisia, aren Arenga pinanga. Dibelakang kebun kelapa dijumpai suatu zona terbuka yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan yang terangkum dalam tabel 30 berikut ini.

92 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 30. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai pada areal terbuka (belakang kebun kelapa) di Cot Rambong

No Jenis Kelimpahan

1 Nibung Oncosperma tiggilaria, + 2 Bintaro Cerbera manghas + 3 Kuda-kuda Lannea coromandelica ++ 4 Putat Barringtonia racemosa + 5 Leea indica + 6 Buah pitri Passiflora feotida + 7 Malapari Pongamia pinnata + 8 Gamal Gliricidia sepium ++ 9 Kacang laut Vigna marina + 10 Ki kebo Mimosa pigra + 11 Putri malu Mimosa pudica ++ 12 Waru Hibiscus tiliaceus + 13 Lampeni Ardisia humilis + 14 Tarum siki Indigofera suffruticosa + 15 Dedalu tangis Salix tetrasperma + 16 Desmodium umbellatum +

Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi di sekitar Laguna

Laguna hanya dijumpai di pesisir Cot Rambong. Penutupan lahan di areal sekeliling laguna ini dikuasai oleh tumbuhan bawah sangat rapat hingga mencapai 100%. Tumbuhan bawah yang paling dominan adalah Stachytarpeta jamaicensis. Tumbuhan bawah lainnya yang juga ditemui adalah ki kebo Mimosa pigra, Putri malu Mimosa pudica, dan Ipomea pes-caprae.

a c

d

b

Gambar 44. (a) Vigna marina, (b), Kondisi laguna (c) Stachytrarpheta, (d) Mimosa pudica.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 93

Selain jenis herba yang mendominasi penutupan lahan, dijumpai pula beberapa jenis pohon seperti terap Artocarpus incisus, Nibung Oncosperma tigilarium, kelapa Cocos nucifera, Gamal Gliricidia sepium, dan Waru Hibiscus tiliaceus.

Vegetasi di lahan gambut terdegradasi

Di dekat Desa Cot Rambong, terdapat areal bergambut tipis dengan kondisi yang rusak. Sebelum dibuka, areal ini merupakan hutan rawa gambut dengan kedalam gambut yang tipis sampai sedang. Berdasarkan informasi dari masyarakat, lokasi ini dulu ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon seperti pulai, jelutung, meranti, laban dll. Namun setelah dibuka dan terbakar, hampir seluruh jenis pohon tersebut hilang.

Pada saat dikunjungi, lahan gambut yang rusak ini telah membentuk vegetasi semak belukar. Jenis tumbuhan (herba dan rumput) yang banyak ditemukan antara lain ketepeng Senna alata, ki kebo Mimosa pigra, Scirpus spp., Spaghnum spp., dan Hymenachne pseudointerupta. Jenis tumbuhan paku yang umum dijumpai dilokasi ini adalah paku hurang Stenochlaena palustris dan Lygodium scadens. Sementara itu, buah pitri Passiflora foetida, dan Flagelarria indica merupakan tumbuhan pemanjat (climber) yang paling umum dijumpai dilokasi ini.

Walaupun pernah terbakar, masih dapat dijumpai beberapa pohon yang selamat dari kebekaran, antara lain pulai rawa Alstonia pneumatophora, Terentang Campnosperma macrophyla, dan laban Vitex pubescens. Bahkan, sebagian pohon pulai yang terbakar mampu pulih kembali dengan cara mengeluaran trobosan tunas baru (resprouting).

Gambar 45. a) Kondisi lahan gambut yang terdegrdasi, b) Trobosan pulai setelah terbakar, c) Buah pitri Passiflora foetida, dan

d) laban Vitex pinnata.

Vegetasi di rawa air tawar

Selama survey berlangsung, ekosistem rawa air tawar hanya dijumpai di Lhok Bubon. Sebelum bencana Tsunami terjadi, sebagian dari luasan rawa tersebut masih dapat dimanfaatkan sebagai sawah pasang surut. Namun setelah Tsunami, areal tersebut sudah tidak bisa difungsikan menjadi sawah kembali mengingat kondisi genangannya yang terlalu berat dan airnya sulit sekali untuk dikeluarkan. Selain itu, pada habitat ini diduga pula terjadi endapan lumpur yang dibawa ketika tsunami.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ekosistem rawa air tawar tersebut, terdapat beberapa jenis tumbuhan, sebagaimana tercantum dalam Tabel 31 berikut ini.

94 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 31. Jenis tumbuhan yang dijumpai di rawa air tawar, Lhok Bubon, Kec. Sama Tiga

No Jenis Kelimpahan

1 Sagu Metroxylon sagu +++ 2 Perumpung Praghmites karka ++ 3 Piai Acrostichum aureum + 4 Nibung Oncosperma tiggilaria + 5 Aren Arenga pinnata + 6 Cyperus spp. ++ 7 Ipomea aquatica + 8 Owar Flagellaria indica + 9 Buah pitri Passiflora feotida + 10 Senduduk Melastoma candidum + 11 Sacharum spontaneum ++ 12 Paku hurang Stenochlaena palustris + 13 Ceratopteris thalicroides +

Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Formasi campuran Nipah dan (eks) Mangrove

Formasi campuran antara nipah dan mangrove hanya dijumpai di pesisir Lhok Bubon, Kec. Samatiga. Formasi campuran ini (membentuk eksositem rawa payau) terletak sekitar 400m dari beting pasir menuju ke darat. Rawa payau ini masih terhubung dengan air laut melalui sungai. Pada saat dikunjungi, hampir seluruh pohon bakau yang ada musnah. Sementara itu, sebagian besar nipah Nypa fruticans masih mampu bertahan hidup.

Berdasarkan pengamatan pada pohon bakau yang tersisa atau tapak/tunggul pohon bakau yang telah mati diduga kuat bahwa dulunya (sebelum tsunami) lokasi ini dihuni mangrove dari jenis Rhizophora spp dan Sonneratia spp. Selain kedua jenis tersebut, dijumpai pula Lumnitzera spp. Namun dalam jumlah yang sangat terbatas.

Gambar 46. a) Formasi nipah yang relatif masih utuh bagus, b) pohon bakau yang mati

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 95

Vegetasi di sekitar desa

Untuk melengkapi kondisi vegetasi, suatu pengamatan dilakukan di sekitar desa Cot Rambong dan Lhok Bubon. Tabel 32 berikut ini menggambarkan jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai disekitar desa.

Tabel 32. Jenis tumbuhan yang dijumpai disekitar desa Cot Rambong dan Lhok Bubon

Kelimpahan No Jenis Nama lokal Cot

Rambong Lhok

Bubon

1 Sukun Artocarpus incisus - ++ + 2 Nangka Artocarpus heterophylus Ba’Pana + + 3 Kemiri Aleurites moluccana - + - 4 Mengkudu Morinda citrifolia - + + 5 Mangga Mangifera indica Ba’Kueni + + 6 Kedondong Spondias pinnata - + + 7 Jambu bol Eugenia malaccensis Jambe pulo + + 8 Lamtoro Leucana leucacephala - ++ + 9 Petai Parkia speciosa - + - 10 Ketepeng Senna alata Gelinggang + ++ 11 Ki kebo Mimosa pigra - ++ + 12 Putri malu Mimosa pudica - ++ + 13 Dadap laut Eryrhrina variegata Ba’Redep + + 14 Pisang Musa spp. - + + 15 Baccaurea dulcis - + + 16 Pinang Areca cathecu - + + 17 Kelapa Cocos nucifera Ba’ U +++ +++ 18 Sagu Metroxylon sagu Ba’Rumbia + ++ 19 Akasia Acacia auriculiformis - + - 20 Mangium Acacia mangium - + + 21 Ara Ficus septica Ba’Jawi + - 22 Malapari Pongamia pinnata - + - 23 Cemara Casuarina equisetifolia Ba’Arun + ++ 24 Lannea coromandelica - + + 25 Cyperus sp. - + + 26 Leea indica - + + 27 Passiflora feotida Buah Si glong-

glong ++ +

28 Waru Hibiscus tiliaceus Ba’ Siren + + 29 Laban Vitex pinnata - ++ + 30 Ketapang Terminalia cattapa - + + 31 Angsana Pterocarpus indicus - + +

96 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelimpahan No Jenis Nama lokal Cot

Rambong Lhok

Bubon

32 Jarak Jathropa curcas - + + 33 Pulai Alstonia anguistiloba Ba’Kupula + - 34 Gamal Gliciridia sepium - + + 35 Randu Ceiba pentandra Ba’ Payau + + 36 Pepaya Carica papaya Ba’ Peuetuek + +++ 37 Belimbing wuluh Averhooa

bilimbi Limang + +

Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

a.2.3. Ancaman

Sejauh ini, pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan masih belum membahayakan bagi kelestarian sumberdaya alam tumbuhan. Pemanfaatan ini semata-mata masih didasarkan atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari penduduk, belum pada skala pemanfaatan yang komersil. Jenis tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan penduduk adalah sagu Metroxylon sagu.

a.3. Keanekaragaman fauna

Wilayah pertama yang disurvey di Nagan Raya meliputi desa Kuala Trang, Cot Rambong, Kuala Tadu dan Langkak. Lokasi-lokasi yang dikunjungi berupa daerah pemukiman, perkebunan sawit, kebun kelapa milik masyarakat, daerah sungai (riparian) hingga muara, rawa belakang pantai, padang rumput, ladang dan persawahan. Wilayah kedua yang dikunjungi berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat meliputi Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Kecamatan Samatiga – di bagian utara dari Kabupaten Aceh Barat. Daerah yang dikunjungi berupa daerah pemukiman, perkebunan karet, persawahan (yang sebagian masih tergenang air asin) dan kebun kelapa milik masyarakat. Berikut ini adalah uraian hasil pengamatan fauna di wilayah survey.

a.3.1. Avifauna

Wilayah Nagan Raya

Burung-air yang ditemukan di daerah ini, meliputi jenis: Cangak merah Ardea purpurea, Bangau Tongtong Leptoptilus javanicus, Bambangan kuning Ixobricus cinnamomeus.

Bangau Tongtong Leptoptilus javanicus merupakan salah satu satwa burung yang dilindungi oleh undang-undang di Indonesia. Satwa ini juga tergolong ke dalam jenis yang terancam punah secara global dan oleh IUCN dimasukkan ke dalam kelompok ‘rentan’ (Vulnerable). Sebanyak 3 individu dari satwa ini teramati di bagian rawa belakang pantai yang masuk dalam wilayah Desa Kuala Trang.

Cerek kernyut (Pluvialis fulva) merupakan salah satu jenis burung-pantai yang bermigrasi yang berasal dari bumi di bagian utara (Siberia,

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 97

Kamchatka, Alaska). Pada saat musim dingin di daerah asalnya, jenis ini bermigrasi ke daerah tropis di Afrika Timur, Asia Selatan hingga Indonesia dan juga wilayah Ocenia (Australia dan New Zealand). Sebanyak 15 ekor ditemukan di daerah padang penggembalaan di Padang Turi. Kelompok ini menggunakan daerah penggembalaan sebagai tempat mencari makanan. Berdasarkan pengamatan pada warna bulunya, individu-individu burung yang teramati masih dengan kondisi bulu ‘partial-breeding’ (peralihan dari bulu berbiak menjadi bulu tidak berbiak). Hal ini menandakan bahwa jenis ini baru tiba dari tempat berbiak/daerah asalnya.

Jenis-jenis burung lainnya yang cukup umum ditemukan di daerah ini antara lain: Kucica kampung Copsicus saularis, Cekakak sungai Halcyon chloris, dan Tekukur biasa Streptopelia chinensis (Daftar jenis-jenis burung selengkapnya yang dijumpai di wilayah ini dapat dilihat pada Lampiran 9).

Wilayah Aceh Barat

Cukup banyak jenis burung-air yang ditemukan di daerah ini, antara lain: Cangak merah Ardea purpurea, Bangau Tongtong Leptoptilus javanicus, kelompok burung kuntul (Egretta garzetta, E. Intermedia, E. alba dan Bubulcus ibis), dan kelompok burung-pantai bermigrasi.

Jenis-jenis burung pemangsa yang ditemukan: Elang Brontok Spizaetus cirrhatus, Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster.

Beberapa spesies burung-pantai yang bermigrasi juga ditemukan yaitu di daerah Pucok Lueng, di bagian petak-petak sawah yang kini tergenang oleh air asin. Jenis burung-pantai bermigrasi yang teramati antara lain: Cerek Kernyut Pluvialis fulva, Trinil-lumpur Asia Limnodromus semipalmatus, Trinil kaki-merah Tringa totanus, dan Trinil Pantai Tringa hypoleucos.

Jenis-jenis burung lain yang ditemukan di daerah ini, antara lain: Cekakak sungai Halcyon chloris, dan Layang-layang batu Hirundo tahitica (Daftar jenis burung selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.)

a.3.2. Mammalia

Wilayah Nagan Raya

Jenis-jenis mammalia besar yang ditemukan di wilayah ini, adalah: Kera ekor-panjang Macaca fascicularis, Babi hutan Sus sp., dan Musang pandan Paradoxurus hermaproditus.

Dua kelompok kera ekor-panjang teramati selama pengamatan. Satu kelompok di bagian tegakan vegetasi yang tersisa di belakang kebun kelapa di wilayah Cot Rambong, satu kelompok lainnya teramati di dekat pemukiman di sekitar Desa Langkak. Jejak beberapa individu babi hutan teramati di pantai berpasir sekitar muara sungai Kuala Trang. Penduduk sekitar menyebutkan bahwa kedua jenis mammalia tersebut masih cukup sering dijumpai. Babi-hutan bahkan menjadi hama bagi daerah pertanian di Desa Kuala Trang dan Cot Rambong.

98 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Satu individu muda Musang pandan tertangkap di dekat Base Camp KMS di Kuala Trang. Individu muda ini berusia sekitar 1-2 bulan. Temuan ini menjadi salah satu petunjuk adanya keberhasilan perkembang-biakan fauna terrestrial, setelah bencana (terutama gelombang tsunami).

Wilayah Aceh Barat

Jenis mammalia besar yang ditemukan secara langsung di wilayah ini, adalah: Kera ekor-panjang Macaca fascicularis. Satu individu kera ekor-panjang teramati di tegakan pohon yang tersisa di sebelah barat Pucok Lueng. Tidak teramati individu lain di sekitarnya.

Babi-hutan diinformasikan mash sering ditemukan di dekat perkebunan karet di wilayah Desa Pucok Lueng. Jenis ini menjadi juga hama bagi daerah pertanian di daerah ini.

a.3.3. Herpetofauna

Wilayah Nagan Raya

Pengamatan secara khusus serta temuan dari kelompok fauna ini sangat minim di daerah ini. Satu ekor kura-kura dari jenis Cuora amboiensis ditemukan di lantai perkebunan sawit di daerah Padang Panjang, bagian barat Kuala Trang. Jenis ini merupakan salah satu fauna yang dilindungi oleh undang-undang di Indonesia, dan merupakan salah satu kura-kura yang terancam kepunahan secara global.

Jenis lain yang teramati di daerah pengamatan, yaitu: biawak Varanus salvator, kadal biasa Mabuya multifasciata dan kadal terbang Draco volans.

Wilayah Aceh Barat

Jenis yang teramati di daerah pengamatan, yaitu: biawak Varanus salvator dan kadal biasa Mabuya multifasciata.

a.3.4. Ancaman terhadap kelestarian keanekaragaan hayati

Secara umum tidak terdapat suatu ancaman terhadap keanekaragaman hayati dalam skala yang sangat besar. Kegiatan perburuan satwa bukan merupakan kegiatan yang sering dan umum dilakukan.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi

Secara geomorfologi, wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong termasuk kedalam dataran rendah (lowland) yang terbentuk oleh proses aluvium (marin dan endapan organik). Prores pengendapan (konstruktif) terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama. Hal ini terlihat jelas dari adanya stratifikasi gradual mulai dari bagian atas/daratan sampai ke arah pantai. Bahan yang diendapkan semakin ke atas semakin halus yaitu dari liat sampai pasir kasar. Sedangkan bahan organik diendapkan pada

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 99

peralihan antara dataran tinggi di bagian atas dan dataran aluvial. Menurut LREP I (1988) proses pengendapan ini dibedakan menjadi beberapa bentuk Satuan Lahan, yaitu: kompleks beting pasir muda berseling dengan cekungan (Complex of young beach ridges and swales=B.1.1) dan kubah gambut dangkal (shallow peat dome=D.2.1). Berdasarkan klasifikasi landsystem RePPProT (1981) wilayah penelitian II tergolong dalam system gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG) dan rawa gambut dangkal (MDW). Lahan mempunyai ketinggian 0–5 m dpl. Pada bagian Punggungan mempunyai kemiringan lereng 1–3 % dan pada Cekungan 0 -1 %. Bahan induk tanahnya berupa endapan marin (aluvial marin) yang terdiri dari campuran pasir, liat, dan lumpur. Punggungan beting pasir berada paling dekat dengan laut dan selalu mendapat material baru berupa endapan pasir. Sedangkan cekungannya disamping mendapat material tambahan baru dari laut juga mendapat tambahan bahan dari sungai.

Pada satuan lahan kubah gambut, bahan induk tanahnya berupa bahan organik dengan tingkat dekomposisi yang berbeda menurut kematangan gambut dan posisinya terhadap kubah gambut.

Lokasi Pucok Lueng dan Lhok Bubon menurut LREP I (1988) satuan lahan berupa dataran-dataran banjir dan sungai berkelak-kelok (floodplain of meandering river=A.1.2.), kompleks beting pasir muda berseling dengan cekungan (Complex of young beach ridges and swales=B.1.1) dan kubah gambut dangkal (shallow peat dome=D.2.1). Berdasarkan klasifikasi landsystem RePPProT (1981) wilayah penelitian II tergolong dalam system gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG), Jalur meander sungai-sungai besar dengan tanggul-tanggul lebar (SBG) dan rawa-rawa gambut dangkal (MDW). Secara umum tanah tersebut berbahan induk aluvium (sedimen liat dan pasir), endapan marin dan bahan organik.

a.4.2. Keadaan tanah

Tanah-tanah di lokasi penelitian merupakan tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral terbentuk dari bahan endapan marin yang terdiri dari pasir dan liat kadang berlumpur dengan kandungan bahan organik tinggi. Tanah-tanah ini menempati dataran, mulai dari pantai sampai ke arah peralihan dengan kubah gambut. Sedangkan tanah organik yang terbentuk dari lapukan sisa tumbuhan yang diendapkan dalam kondisi selalu jenuh air (tergenang).

Pada lahan yang lebih rendah (cekungan), tanahnya selalu tergenang dan selalu jenuh air karena pengaruh air pasang dari laut maupun sungai. Pada lahan ini, proses pematangannya terhambat dan terbentuk tanah-tanah dalam lingkungan yang terreduksi (glei) dan mempunyai kandungan garam-garam (saline). Sedangkan pada lahan yang agak melandai cembung, tanahnya tidak terpengaruh oleh kondisi air tergenang, sehingga terjadi proses oksidasi yang mengakibatkan terjadinya proses pematangan dan perkembangan penampang tanah.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di lapangan, yang didukung dengan hasil analisa tanah, tanah-tanah di lokasi penelitian disusun berdasarkan satuan peta tanah (Soil mapping units). Satuan peta

100 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

tanah dibedakan berdasarkan klasifikasi tanah dengan karakteristiknya, landform, topografi, bahan induk, dan penggunaan lahan. Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Taxonomy (USDA,1998) dan Pusat Penelitian Tanah Bogor (P3MT, 1983) sebagai padanannya.

Satuan Peta Tanah (SPT) disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik, penyebaran, tata guna lahan dan potensinya. Penyusunan peta tanah berdasarkan pengamatan lapangan September-Desember 2005 yang dibantu dengan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2004.

Lokasi Desa Kuala Trang dan Cot Rambong

Tanah-tanah di lokasi desa Kuala Trang dan Cot Rambong dapat disusun menjadi 5 SPT seperti disampaikan pada Tabel 33 dan Gambar 47 berikut ini :

Gambar 47. Satuan Peta Tanah Kuala Trang dan Cot Rambong, Nagan Raya (2005)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 101

Tabel 33. Satuan Peta Tanah di lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong, Nagan Raya

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (72ha)

Asosiasi Typic Psammaquents; pasir kasar, dalam, agak masam drainase cepat (Regosol), dan sulfic Hydraquents; pasir berlempung-lempung berpasir di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol)

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin resen (pasir dan bahan organik)

Bekas Kebun kelapa dan sawah yang rusak

2 (90ha)

Typic Sulfaquepts; lempung ber liat di lapisan atas dan lempung berpasir – pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas kation sangat rendah , kejenuhan sangat rendah, drainase sangat terhambat, agak salin (Gleisol Tionik).

Cekungan Pesisir, lereng 0-1%

Bekas Persawahan, kebun campuran dan Tanaman palawija (hancur akibat Tsunami) serta pemukiman

3 (279ha)

Aquic Humic Dystrudepts; lempung berliat dilapisan atas dan lempung berpasir – pasir berlempung di lapisan bawah, dalam, masam, kapasitas kation dan kejenuhan basa sangat rendah, drainase agak cepat (Kambisol).

Punggungan pesisir, lereng 1-3%

Sedimen marin sub resen (pasir dan liat dan bahan organik) Bekas tanaman

palawija dan sayuran serta pemukiman

4 (432ha)

Typic Sulfosaprists; saprik di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, darinase sangat terhambat (Organosol saprik).

Sisi kubah gambut, dangkal ( < 100 cm) Lereng 0-1%

Kebun karet dan bekas persawahan

5 (1152h

a)

Typic Haplohemists; Hemik, masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Kubah gambut, Sedang (100 – 200 cm), Lereng 0-1%

Endapan bahan organik, pasir, lumpur

Kebun kelapa sawit dan hutan belukar

102 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Uraian SPT Lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong

SPT 1

Karakteristik Asosiasi Typic Psammaquents; pasir kasar, dalam, agak masam drainase cepat (Regosol) dan sulfic Hydraquents; pasir berlempung sampai lempung berpasir di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada beting pasir di sepanjang pantai antara Desa Kuala Trang dan Cot Rambong. Bentuk wilayah agak cembung, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun kelapa, persawahan dan kebun campuran.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang sudah rusak, kandungan hara sangat rendah dan berpasir dalam serta mempungai potensi pirit dan bergaram. Lahan ini sebaiknya direhabilitasi atau dijadikan kawasan lindung.

SPT 2

Karakteristik Typic Sulfaquepts; lempung berliat di lapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas kation sangat rendah, kejenuhan sangat rendah, drainase sangat terhambat, agak salin (Gleisol Tionik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada rawa belakang (cekungan) dengan bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas persawahan, palawija dan kebun campuran.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian terutama persawahan karena kondisi lahan yang mempunyai potensi pirit dan salinitas, tetapi masih memungkinkan untuk lahan tanaman pawija dan sayuran dengan memperbaiki tata air untuk mencuci garam-garam dan kadar pirit dengan membuat saluran drainase dan irigasi.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 103

SPT 3

Karakteristik Aquic Humic Dystrudepts; lempung berliat di lapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, dalam, masam, kapasitas kation dan kejenuhan basa sangat rendah, drainase agak cepat (Kambisol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada punggungan pesisir pantai tua dengan bentuk wilayah agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas tanaman palawija, sayuran, kebun campuran dan pemukiman.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian terutama untuk pengembangan tanaman palawija, sayuran dan kebun campuran dengan memperbaiki tata air (saluran drainase dan irigasi) serta pemberian pupuk organik.

SPT 4

Karakteristik Typic Sulfosaprists; saprik di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol saprik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada sisi kubah gambut bagian utara desa Kuala Trang dan Cot Rambong dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa persawahan dan kebun karet.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian, terutama tanaman palawija, tetapi dalam pengelolaan lahan diperlukan perbaikan tata air dengan membuat saluran drainase dan irigasi untuk mencuci garam-garam dan pirit. Pada lahan ini perlu dipertimbangkan juga cara pengelolaan lahan dengan sistim surjan.

Catatan: Pembuatan surjan dilakukan dengan cara merendahkan/menggali sebagian permukaan tanah dan meninggikan permukaan tanah lainnya secara beraturan. Bagian yang direndahkan disebut tabukan atau sawah, digunakan untuk bertanam padi terutama di musim hujan. Pada musim kemarau, lahan sawah masih dapat digunakan untuk bertanam palawija atau sayuran. Bagian yang ditinggikan disebut guludan atau baluran untuk bertanam palawija, sayuran, padi gogo, atau tanaman tahunan seperti pisang, kelapa, kelapa sawit, dan karet. Apabila bagian guludan surjan digunakan untuk tanaman tahunan, penataan lahan ini disebut pula sebagai sistem lorong atau wanatani.

104 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tanah tabukan digali sedalam 20-25 cm danl diangkat ke kiri dan kanan, lalu diratakan

Panjang dan lebar guludan atau tabukan disesuaikan keperluan dan komoditas utama

Guludan Guludan Guludan Tabukan Tabukan

Gambar 48. Penampang Surjan (informasi lebih lanjut bisa dibaca pada: Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan oleh Sri

Nadiati et al. 2005, Wetlands International-Indonesia Programme)

SPT 5

Karakteristik Typic Haplohemists; Hemik, kedalaman gambut 100 – 200 cm, masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada kubah gambut bagian utara desa Kuala Trang dan Cot Rambong dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa hutan belukar dan kebun kelapa sawit.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian. Sebaiknya lahan gambut ini dilindungi untuk menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.

Lokasi Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon

Tanah-tanah di lokasi desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon dapat disusun menjadi 8 SPT seperti tertera pada Tabel 34 dan Gambar 49 berikut ini :

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 105

Gambar 49. Satuan Peta di Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Aceh Barat (2005)

Tabel 34. Satuan Peta Tanah di Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Aceh Barat.

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (290ha)

Typic Psammaquents; pasir kasar, dalam, agak masam, drainase cepat (Regosol).

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin resen (pasir kasar)

Bekas Kebun kelapa dan pemukiman

2 (479ha)

Typic Psammaquents; lempung berpasir di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, masam, kapasitas kation sangat rendah , kejenuhan sangat rendah, drainase agak terhambat (Regosol), dan Typic Hydraquents; pasir berlempung di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol)

Cekungan Pesisir, lereng 0-1%

Sedimen marin sub resen (pasir dan liat dan bahan organik)

Bekas Persawahan, kebun campuran dan Tanaman palawija (hancur akibat Tsunami) serta pemukiman

106 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

3 (36ha)

Aquic Humic Dystrudepts: lempung berliat di lapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, dalam, masam, kapasitas kation dan kejenuhan basa sangat rendah, drainase agak cepat (Kambisol).

Punggungan pesisir, lereng 1-3%

Bekas tanaman palawija dan sayuran serta pemukiman

4 (438ha)

Typic Sulfaquepts; lempung di lapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas kation sangat rendah , kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat, agak salin (Gleisol Tionik).

Dataran Pasang surut

Bekas tambak dan persawahan

5 (264ha)

Typic Endoaquepts; lempung di lapisan atas dan bepasir halus di lapisan bawah, masam, kapasitas tukar kation dan kejunuhan basa sangat rendah, drainase terhambat (Gleisol).

Jalur aliran pada Dataran Aluvial

6 (576ha)

Typic Hydraquents; pasir berlempung di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol).

Levee pada Dataran Aluvial

Endapan bahan organik, pasir, lumpur

Persawahan dan pemukiman

7 (486ha)

Typic Haplosaprists; saprik di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, darinase sangat terhambat (Organosol saprik).

Sisi kubah gambut, dangkal ( < 100 cm) Lereng 0-1%

Kebun karet dan bekas persawahan

8 (216ha)

Typic Haplohemists; Hemik, masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Kubah gambut, Sedang (100 – 200 cm), Lereng 0-1%

Endapan bahan organik, pasir, lumpur

Hutan belukar

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 107

Uraian SPT Lokasi Pucok Lueng dan Lhok Bubon

SPT 1

Karakteristik Typic Psammaquents; pasir kasar, dalam, agak masam, drainase cepat (Regosol ).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada beting pasir di sepanjang pantai antara Desa Lhok Bubon dengan bentuk wilayah cembung, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun kelapa.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang sudah rusak, kandungan hara sangat rendah dan berpasir dalam serta mempungai potensi pirit dan bergaram. Lahan ini sebaiknya direhabilitasi atau dijadikan kawasan lindung.

SPT 2

Karakteristik Typic Psammaquents; lempung berpasir di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, masam, kapasitas kation sangat rendah , kejenuhan sangat rendah, drainase agak terhambat (Regosol); dan Typic Hydraquents: pasir berlempung di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada rawa belakang (cekungan) dengan bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas persawahan, Palawija dan kebun campuran.

Potensi lahan Lahan ini sesuai untuk pengembangan pertanian terutama persawahan dengan memperbaiki tata air.

SPT 3

Karakteristik Aquic Humic Dystrudepts: lempung berliat dilapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, dalam, masam, kapasitas kation dan kejenuhan basa sangat rendah, drainase agak cepat. (Kambisol )

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada punggungan pesisir pantai dengan bentuk wilayah agak melandai, lereng 1-3 persen.

108 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas persawahan, tanaman palawija dan sayuran.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian terutama untuk tanaman palawija, sayuran dan kebun campuran dengan memperbaiki tata air (saluran drainase dan irigasi) serta pemberian pupuk organik.

SPT 4

Karakteristik Typic Sulfaquepts: lempung di lapisan atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas kation sangat rendah , kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat, agak salin (Gleisol Tionik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada dataran pantai pasang surut desa Lhok Bubon dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas pertambakan, persawahan dan pemukiman.

Potensi lahan Sesuai untuk tambak (sebaiknya pada pematang dan bagian tengah tambak ditanami bakau) dan pengembangan pertanian, terutaman tanaman palawija, Tetapi dalam pengelolaan lahan diperlukan kehati-hatian yaitu dengan memperbaiki tata air dengan membuat saluran drainase dan irigasi untuk mencuci garam-garam dan kadar pirit. Pada lahan ini perlu dipertimbangkan juga cara pengelolaan lahan dengan sistim surjan.

SPT 5

Karakteristik Sufic Endoaquepts: lempung di lapisan atas dan bepasir halus di lapisan bawah, masam, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa sangat rendah, drainase terhambat (Gleisol)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat disekitar desa Pucok Lueng dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas persawahan dan pemukiman.

Potensi lahan Lahan sesuai marginal untuk pengembangan pertanian, terutaman tanaman pangan dan palawija, Tetapi dalam pengelolaan lahan diperlukan perbaikan lahan dengan pembuatan saluran drainase dan irigasi untuk membuang garam-garan dan racun.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 109

SPT 6 Karakteristik Typic Endoaquepts; lempung di lapisan atas dan bepasir halus di lapisan bawah, masam, kapasitas tukar kation dan kejunuhan basa sangat rendah, drainase terhambat (Gleisol), Typic Hydraquents; pasir berlempung di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada tanggul sungai (levee) dengan bahan induk tanah Endapan bahan organik, pasir, lumpur, dijumpai di tengah-tengah wilayah penelitian yaiut desa Lhok Bubon dan Pucuk Lueng dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa persawahan dan pemukuman.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian, terutaman tanaman palawija, Tetapi dalam pengelolaan lahan diperlukan kehati-hatian yaitu dengan memperbaiki tata air dengan membuat saluran drainase dan irigasi untuk mencuci garam-garam dan kadar pirit. Pada lahan ini perlu dipertimbangkan juga cara pengelolaan lahan dengan sistim surjan.

SPT 7 Karakteristik Typic Haplosaprists; gambut dangkal (<100 cm); saprik di lapisan atas dan pasir berlempung di lapisan bawah, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, darinase sangat terhambat (Organosol saprik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada gambut dangkal (< 100 cm) dengan bahan induk Endapan bahan organik, pasir, lumpur, dijumpai bagian utara desa Kuala Bubon dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan berupa kebun karet dan bekas persawahan.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian terutama tanaman pangan dan pawalija. Pemanfaatan lahan ini harus memperhatikan kondisi muka air tanah dengan menerapkan ploa tanam dan pengolahan tanah sistim surjan. Sebagian lahan ini juga sebaiknya dikonservasi sebagai daerah penyimpan/penangkap hujan dalam menjaga kelestarian alam dan keanekaragama hayati

110 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

SPT 8 Karakteristik Typic Haplohemists; Hemik, masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada gambut sedang (100-200 cm) dengan bahan induk Endapan bahan organik, pasir, lumpur, dijumpai bagian utara desa Kuala Bubon dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan berupa kebun karet dan hutan belukar.

Potensi lahan Tudak Sesuai untuk pengembangan pertanian Pemanfaatan lahan ini sebaiknya dikonservasi sebagai daerah penyimpan/penangkap hujan dalam menjaga kelestarian alam dan keanekaragama hayati.

a.4.3. Kesuburan tanah

Status kesuburan tanah di lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong merupakan hasil interpretasi dari data hasil analisa contoh tanah. Uraian mengenai kesuburan tanah adalah sebagai berikut:

• Tekstur

Tanah-tanah di wilayah pesisir Kuala Trang dan Cot Rambong. umumnya bertekstur pasir dengan ketebalan > 150 cm. Pada daerah rawa belakang pantai (cekungannya) tanahnya bertekstur pasir berlempung, pada daerah punggung bertekstur lempung berpasir, sedangkan pada wilayah cekungan aluvial bertekstur liat berpasir sampai liat. Tekstur berpasir semacam ini dianggap kurang baik bagi pertumbuhaan tanaman karena daya untuk menahan air dan mengikat unsur hara sangat lemah meskipun untuk perkembangan akar tanaman cukup baik. Di wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon, tanah-tanahnya tersusun secara stratifikasi mulai dari lempung berliat dilapisan atas, pasir belempung sampai lempung berpasir dibagian bawah.

• Kemasaman tanah (pH) dan kejenuhan Aluminuim

Derajat kemasaman tanah-tanah di wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong tergolong sangat masam sekali sampai masam (2.8 – 4.5). pH sangat masam terdapat pada daerah yang selalu tergenang atau terkena pasang surut air laut. pH masam terdapat pada tanah yang agak tinggi (punggungan) dengan kondisi aerasi cukup baik. Sedangkan di wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon pH tanahnya masam (4.4 – 5.4).

Kejenuhan aluminium di lokasi baik di wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong maupun di Pucok Lueng dan Lhok Bubon tergolong tinggi (41 - 65%). Hal tersebut disebabkan karena tanah telah mengalami oksidasi sehingga menimbulkan proses kemasaman tanah.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 111

• Bahan organik

Di wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong kadar bahan organik umumnya rendah (<1%) kecuali di lokasi dataran aluvial. Kadar nitrogen sangat rendah (<0,1%) dan ratio C/N rendah. Di wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon kadar bahan organik umumnya tinggi di lapisan atas dan rendah di lapisan bawah. Kadar Nitrogen sedang dan ratio C/N sedang

• Phosphat dan Kalium

Di wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong, kadar Phosphat potensial dan Phosphat tersedia tergolong rendah, kandungan Kalium potensial tergolong rendah. Sedangkan di wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon, kadar Phosphat tinggi dan kalium potensial rendah.

• Kapasitas tukar kation (KTK), Susunan kation dan Kejenuhan basa

Wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong mempunyai jumlah KTK yang sangat tinggi (>40 me/100 g) terutama pada lapisan atas dan pada tanah gambut. Sedangkan di Wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon tinggi (> 40 me/100 g) di lapisan atas dan sangat rendah sampai rendah (< 16 me/100 g) di lapisan bawah. Tapi pada tanah gambut umumnya sangat tinggi.

Susunan kation K+, Ca++, Mg++ dan Na+ di wilayah Kuala Trang dan Cot Rambong sangat bervariasi, dari rendah sampai sangat tinggi. Jumlah kation Na+ sangat tinggi, di lapisan atas dan sangat rendah di lapisan bawah, Mg++ , K+ dan Ca++ sangat rendah. Di wilayah Pucok Lueng dan Lhok Bubon, Jumlah kation Na+ sedang, dan K+ sangat rendah, Mg++ sedang dan Ca++ rendah.

Sifat dan karakteristik tanah penting artinya bagi hubungan antara tanah, air dan tanaman. Pengambilan unsur-unsur hara oleh tanaman selain ditentukan ketersediaan unsur-unsur tersebut secara kimiawi, juga ditentukan oleh keadaan sifat fisik tanahnya. Faktor aerasi dan tersedianya air dalam tanah adalah faktor terpenting dalam hubungan di atas. Aerasi tergantung struktur tanah, jumlah pori-pori dan permeabilitasnya. Tanah yang memiliki jumlah pori aerasi yang cukup, belum tentu memiliki aerasi yang baik apabila sebagian pori tersebut diisi oleh air seperti yang sering terjadi pada musim hujan atau di daerah genangan.

Pada daerah dataran berawa atau cekungan baik di Kuala Trang dan Cot Rambong maupun Pucok Lueng dan Lhok Bubon tanahnya tidak/belum berstruktur, jumlah pori aerasi sedang dan permeabilitas lambat. Hal demikian terjadi karena lahan selalu jenuh air dan menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Pada daerah punggungan (melandai) struktur tanah gumpal agak membulat, jumlah pori aerasi sedang sampai tinggi, permeabilitas agak sedang.

112 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.4.4. Tingkat kerusakan lahan pertanian

Sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami wilayah penelitian II merupakan daerah yang mempunyai potensi cukup baik bagi pengembangan pertanian, perkebunan dan peternakan. Potensi tersebut baik karena lahan cukup datar, kesuburan alami tanahnya cukup baik serta didukung oleh iklim dan hidrolgi yang sesuai`. Namun setelah terjadinya Tsunami, endapan berupa bahan pasir kasar dan lumpur halus terjebak bersama pada lahan-lahan yang cekung dan datar sehingga tidak dapat keluar karena alur-alur sungai tertutupi oleh sedimen. Kejadian tersebut sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia. Secara fisik tanah lapisan atas tertimbun kedua materi di atas hingga ketebalan 20 s/d 150 cm, struktur tanah menjadi masiv/pejal dan tidak gembur. Secara kimiawi terjadinya penimbunan garam-garam dan asam-asam sulfat (pirit) menyebabkan penurunan kemasaman tanah sehingga dapat meracuni tanaman.

Dampak Tsunami ini terlihat jelas pada lahan sawah, ladang, perkebunan dan lahan pertanian lainnya. Lahan sawah sulit untuk diolah kembali karena tertutup lumpur dan terdapat kandungan garam serta potensi pirit, kecuali dengan perbaikan saluran drainase.

Gambar 50. Lahan persawahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik mapun kimia di Cot Rambong (foto Iwan Tri Cahyo W.)

Pada lahan perladangan, terdapat genangan air yang tidak mengalir secara lancar (stagnan) sehingga tanah tidak tercuci dan mengakibatkan terjadinya akumulasi asam yang berasal dari oksidasi pirit dan menjadikan tanah sangat masam. Pada lahan tersebut, tanaman menjadi keracunan Aluminium dan besi seperti pada foto di bawah ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 113

Gambar 51. Kondisi air dan tanah yang telah teroksidasi menjadi lapisan pirit (Foto Iwan Tri Cahyo W.)

Perkebunan karet dan kelapa sawit yang terkena tsunami dan sempat tergenang beberapa lama. Akibatnya, tanaman karet mati sedangkan tanaman kelapa sawit merana. Hal ini disebabkan adanya penurunan pH tanah (menjadi sangat masam).

Gambar 52. Kebun kelapa sawit

a.5. Kualitas Air

Pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air di Desa Cot rambong dan Kuala Trang dilakukan pada 15 titik lokasi dan di Desa Lhok Bubon dan Pucok Lueng sebanyak 11 lokasi. Kode contoh lokasi dan uraian singkat tentang lokasi pengambilan disajikan dalam tabel 35.

114 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 35. Lokasi dan deskripsi pengambilan contoh air di wilayah penelitian II

Kode lokasi pengambilan

contoh air Keterangan

Desa Cot Rambong dan Kuala Trang STM16 Rawa STM17 Rawa dengan vegetasi Phragmites karka STM18 Parit dengan air hitam dan vegetasi Ceraptopteris STM19 Sungai dan dataran banjir, dengan tumbuhan sagu dan Phragmites karka STM20 Sungai hilir dari STM 19

STM21 Rawa dengan Phragmites karka, jenis-jenis Cyperaceae Ceratopteris dan sagu

ST-20 Air Gambut

STM22 Muara sungai dengan kedalaman 4 – 5 m tetapi mendekati laut berkisar 2 – 3 m dari laut.

STM23 Rawa, diduga sebelumnya sawah atau rawa tawar dengan indikasi Sagu dan Phragmytes karka

STM24 Sumur Bor di tempat pemukiman baru (resettlement)

STM25 Sungai, Sekarang yang berupa rawa dengan vegetasi Phragmytes, sebelumnya adalah sawah.

ST-25 Lahan Gambut ST-26 Sumur salah satu penduduk STM26 Bekas sawah dengan ditumbuhi jenis-jenis Cyperaceae STM27 Sumur di barak

Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon STM28 Muara Sungai; dengan vegetasi di sekitarnya Kelapa dan Nipah. STM29 Muara Sungai; dengan vegetasi di sekitarnya Kelapa dan Nipah. STM31 Sumur Bor

STM32 Rawa Bekas Sawah; kedalaman sekitar 1,5 m; Salinitas air di permukaan 6 ppt, tengah 15 ppt dan bagian dasar 20 ppt.

ST35 Air mengalir/kiriman STM34 Bekas tambak udang STM35 Muara Sungai STM36 Sungai dengan sawah di pinggirnya yang tergenangi air sungai/ banjir STM37 Genangan air/rawa STM38 Sungai STM39 Sungai (Kuala Bubon)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 115

Gambar 53. Peta sebaran titik pengambilan contoh air di Desa Cot Rambong,

Kuala Trang dan Sekitarnya

Hasil pengukuran kualitas air untuk semua titik-titik pengambilan di atas (lengkapnya) tercantum pada lampiran 4a. Sebagai ringkasan disajikan hasil pengukuran berupa kisaran nilai terukur pada masing-masing tipe lahan basah (tabel 36). Khusus hasil pengukuran pada sumber air baku untuk minum (5 contoh) disajikan secara lengkap pada tabel 37. Tabel 36 memperlihatkan bahwa dari 5 macam habitat lahan basah yang airnya dianalisa (yaitu laguna, rawa air tawar, sungai, muara sungai dan tambak) tergambarkan adanya karakteristik air yang berbeda-beda disebabkan oleh pengaruh jarak dari pantai. Semakin dekat dengan pantai (seperti muara sungai, laguna dan tambak) maka airnya semakin bergaram (asin) dan sadah. Namun demikian, jika ditinjau dari kandungan bahan organik yang terkandung di air (nilai BOD dan COD), maka terlihat adanya indikasi pencemaran bahan organik di air terutama pada habitat rawa air tawar dan tambak. Kondisi pada kedua habitat ini telah menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut (bahkan di dalam tambak kondisinya menjadi anoksik, tanpa oksigen). Hal demikian dapat dimaklumi karena kedua habitat ini merupakan habitat tergenang (agitasi/guncangan air sangat minim) sehingga pasokan/difusi O2 ke air dari udara sebagai akibat agitasi menjadi lebih rendah dibandingkan pada habitat mengalir seperti sungai.

Namun untuk perairan sumur, meskipun secara fiska-kimia kualitas air dari semua sumur masih relatif baik, kecuali Sumur Bor di tempat pemukiman baru (resettlement), STM 24, dan Sumur salah satu penduduk (STM 26) memperlihatkan air yang lebih sadah dan adanya sedikit intrusi air laut (kadar garam 0,5 ppt atau 500 mg/l), tapi dari sisi kualitas biologi, semua air sumur tersebut telah terkontaminasi mikroorganisme fecal/total coliform yang jumlahnya jauh berada di atas baku mutu air minum yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan No 907/MenKes/Sk/Vii/2002.

116 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 36. Kisaran hasil pengukuran parameter kualitas air di berbagai jenis lahan basah di Wilayah penelitian II

Kisaran Nilai PARAMETER SATUAN Laguna Rawa air tawar Sungai Muara Sungai Tambak

Suhu ºC 30.3 – 31.5 30.1 – 34 26.7 – 33.4 30.3 – 32.2 28.8Padatan tersuspensi (TSS) Mg/l 6 – 55 3 – 153 2 – 15 6 – 65 14 Kekeruhan NTU 8.6 – 15.3 2.1 – 85.4 1.3 – 16.1 4.5 – 33.7 3.8Kecerahan Cm + 50 cm +25 cm x x x DHL µS/cm 1900 – 12500 180 – 2000 60 – 6000 6000 – 34000 9000Salinitas ppt ( 1o/oo) – 8.5 0 – 1 0 – 4 4 – 24 6pH 6.81 – 7.98 5.34 – 7.8 6.5 – 7.7 7.24 – 7.86 7.99Oksigen Terlarut (DO) Mg/l 5.1 – 6 4 – 8 2 – 6 0 – 4 0 BOD5 Mg/l 2.7 – 6.2 2.6 – 28.5 2.3 – 12.1 3 – 15.7 15.6COD mg/l 25.23 – 134.48 11.91 – 163 7.47 – 57.07 57.07 – 93.73 65.2CO2 mg/l 0 – 6 2 – 8 6 – 4 0 – 4 0Alkalinitas mg/l CaCO3 14 – 76 4 – 140 20 – 100 92 – 140 152Kesadahan Total mg/l CaCO3 270.3 – 1586.6 70.1 – 290.3 75.1 – 1036.1 975.9 – 4454.5 1136.2Orthofosfat mg/l <0,001 – 0.053 <0,001 – <0,001 <0,001 – <0,001 0.035 – <0,001 <0,001Besi (Fe) mg/l 0.447 – 2.251 0.341 – 1.673 0.014 – 0.987 0.145 – 1.043 0.287Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 0.004 <0,0002 + <0,0002 + 0.199 – Nitrat (NO3-N) mg/l 0.359 – 3.148 0.434 – 3.869 0.303 – 4.573 0.139 – 1.635 1.262Amonia (NH3-N) mg/l 0.066 – 2.499 0.932 – 7.094 1.376 – 2.092 0.093 – 2.333 0.023

Keterangan: x : Tidak dilakukan pengukuran / analisis

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 117

Tabel 37. Hasil pengkuran parameter kualitas air pada beberapa sumur di wilayah penelitian II

No. Urut PARAMETER SATUAN STM24 STM26 STM27 STM31 ST35

F I S I K A : 1 Suhu ºC 28.1 30.5 29 29.9 30.7 2 TSS mg/l 2 2 2 5 2 3 Kekeruhan NTU 0.5 0.7 0.8 0.9 1.6 4 Kecerahan cm 5 DHL µ S/cm 600 600 310 450 180 6 Salinitas ppt 0.5 0.5 0 0 0

K I M I A : 1 pH 7.06 7.25 6.87 7.4 7.18 2 DO mg/l 4 4 8 4 4 3 BOD5 mg/l - - 3.1 - 1.5 4 COD mg/l 7.47 8.9 5.98 7.47 5.98 5 CO2 mg/l 4 4 8 4 4 6 Alkalinitas mg/l CaCO4 260 48 92 200 60 7 Kesadahan Total mg/l CaCO5 215.2 460.5 135.2 125.1 150.2 8 Orthofosfat mg/l 0.104 <0,001 <0,001 0.588 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 0.157 0.067 0.045 0.042 0.056 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 0.006 0.010 <0,0002 <0,0002 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.339 4.059 4.644 0.390 1.192 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.817 1.413 0.960 1.550 1.132

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml 300 27 22 240 50 2 Total Coliform MPN/100ml � 1600 900 500 � 1600 1600

b. Aspek Sosial Ekonomi

Setelah terjadinya tsunami banyak warga masyarakat yang menjadi pengangguran. Hal ini di sebabkan perkerjaan yang mereka lakukan dulu sebelum tsunami tidak bisa di lakukan lagi, hal ini karena terjadinya kerusakan-kerusakan sarana-prasarana. Dalam jangka pendek tidak tersedianya lapangan kerja ini telah diatasi/dikurangi melalui berbagai program cash for work baik oleh pemerinah maupun lembaga-lembaga non pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa program ini bersifat sementara dan karena itu mengharapkan adanya bantuan pihak lain yang dapat menunjang kehidupan (livelihood) mereka untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang bersifat jangka panjang.

Sebagian besar masyarakat desa Kuala Trang mempunyai mata pencaharian di bidang perikanan laut, peternakan, perkebunan home industri dan pedagang kecil. Potensi terbesar yang dimiliki desa Kuala Trang adalah kelapa (untuk dijadikan kopra). Kopra sebagai hasil pendapatan yang terbesar bisa di jual

118 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

seharga Rp 2400 /kg dengan tujuan pemasaran adalah kota Medan. Kegiatan di industri sabut kelapa, pengolahan minyak kelapa, pembuatan tahu, dan pembuatan tempe adalah kegiatan industri kecil dan indstri rumah tangga yang banyak dijalankan.

Setelah terjadi tsunami terjadi lonjakan harga kebutuhan pokok. Tingkat inflasi yang diukur dengan indeks harga sembilan bahan pokok di tingkat lokal (kabupaten) mencapai 40 %. Jauh lebih tinggi jika dibandingakan dengan kenaikan inflasi dalam kondisi normal yang hanya 2-3% pertahun. Kenaikan inflasi ini didorong oleh kelangkaan persediaan dan tingginya permintaan barang konsumsi. Lonjakan ini juga dipengaruhi oleh terhentinya proses produksi sebagian barang karena kerusakan sarana produksi, kelangkaan tenaga kerja dan kelangkaan bahan baku. Penyebab lain dari tingginya inflasi ini adalah putusnya jalur distribusi barang.

Kegiatan pertanian dalam arti luas (mencakup perkebunan dan perikanan) belum dapat berjalan normal. Sampai saat ini diperkirakan baru sekitar 50% dari seluruh masyarakat yang bisa kembali mengolah lahan (kebun atau sawah). Untuk kegiatan penanaman masih terkendala pada ketersediaan sarana seperti bibit, pupuk, dan peralatan pertanian. Kegiatan nelayan juga masih terkendala oleh kekurangan perahu beserta motornya dan alat tangkap. Di bidang peternakan masyarakat mengalami kesulitan terutama dalam hal permodalan, karena hampir seluruh aset hewan ternak yang pernah dimiliki hilang atau mati.

Sektor industri kecil sperti industri pengolahan minyak kelapa, industri tahu dan tempe juga belum banyak bisa berjalan normal. Hambatan untuk sektor ini sebagain besar disebabkan oleh kekurangan modal dan kelangkaan bahan baku. Sektor lain seperti industri kerajinan dan jasa transportasi juga menghadapi kendala yang sama dengan sektor industri lainnya.

Masih banyak masyarakat yang tinggal di barak-barak belum memiliki pekerjaan. Bagi para ibu yang tinggal di barak masih belum tau harus berbuat apa, mereka hanya sekedar menunggu bantuan dari lembaga internasional dan pemerintah, namun ada sebagian besar dari mereka yang sudah mulai bekerja di luar. Ada beberapa kelompok ibu-ibu yang sudah di bentuk namun masih dalam tataran pemberian bantuan dan belum pada taraf pemberdayaan sehingga mata pencaharian belum jelas bentuk dan arah perkembangannya.

Kegiatan mengelola/membuat kopra di kalangan perempuan di desa Cot Rambong sudah cukup baik, karena kegiatan ini telah digeluti mereka sejak sebelum terjadinya bencana tsunami, hanya saja selama ini mereka belum mendapatkan dukungan yang cukup untuk pengembangan kegiatannya. Akibat tsunami banyak pohon kelapa yang hilang/mati sehingga kebutuhan mendesak yang bisa di kerjakan oleh perempuan adalah melakukan penanaman kembali pohon kelapa. Produk buah kelapa dan sampingannya, bisa meningkatkan pendapatan keluarga, karena bahan-bahan ini dapat dijadikan/menghasilkan beberapa macam hasil kerajinan industri rumah tangga, selain kopranya juga bisa dijual dengan harga tinggi ke pasar Medan.

Kebutuhan mendesak dalam pemulihan ekonomi warga adalah merintis kembali lahan –lahan pertanian yang potensial tapi kini rusak. Semangat warga untuk bangkit kembali telah dibuktikan melalui usaha mereka untuk membuka dan membersihkan lahan, walau hal ini di lakukan dengan alat seadanya saja dan dengan keterbatasan biaya untuk pengadaan bibit tanaman.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 119

Pasca tsunami membuat banyak Koperasi nelayan tidak aktif lagi, hal demikian dikarenakan rusaknya sarana dan banyaknya jumlah anggota koperasi yang meninggal aibat tsunami serta masih banyaknya masyarakat yang trauma sehingga belum bisa memikirkan pembentukan kelompok nelayan. Koperasi nelayan yang masih dapat dijumpai di wilayah survey berada di Langkat, Kuala Tuha dengan nama koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir ”mikro mitra mine” (Lepp-Mn) juga di Kuala Makmur kabupaten Nagan raya.

b.1. Perikanan laut

Desa-desa yang diteliti, meliputi: Cot Rambong, Kubang Gajah, Kuala Trang dan Kuala Tuha di Kabupaten Nagan Raya serta Pucok Lueng dan Lhok Bubon di Kabupaten Aceh Barat. Sebagian besar masyarakat Desa Kuala Trang dan Kuala Tuha berprofesi sebagai nelayan. Penduduk Desa Kubang Gajah sebagian besar bekerja sebagai karyawan kebun kelapa sawit sedangkan penduduk Desa Cot Rambong bekerja sebagai petani karet, pengrajin (tukang). Data tentang jumlah dan komposisi penduduk khususnya nelayan tidak diperoleh.

Dari hasil wawancara di desa-desa yang terletak di kabupaten Aceh Barat, diperoleh informasi bahwa jumlah nelayan di Desa Pucok Lueng sebanyak 35 orang dan di Desa Lhok Bubon 80 orang. Di Desa Lhok Bubon terdapat warga yang berprofesi sebagai petani tambak sebanyak 30 orang.

Sedangkan hasil wawancara di desa-desa yang terdapat di kabupaten Nagan Raya, tergambarkan bahwa kegiatan perikanan laut pasca tsunami di Desa Cot Rambong, Kubang Gajah, Kuala Trang dan Kuala Tuha, hingga kini belum bisa dilaksanakan karena sebagian besar perahu (boat) yang diparkir di pantai mengalami kerusakan. Hingga 2 bulan sebelum survei dilaksanakan (sekitar bulan Juni), nelayan masih enggan atau trauma untuk melaut. Tapi kini setelah bantuan berupa pembangunan rumah oleh Jaringan Relawan Kemanusian (JRK) di dekat pantai (sekitar 200m) dan perahu dari beberapa lembaga donor telah terealisasi, menjadikan nelayan yang sudah kembali dari barak pengungsian ke rumahnya masing-masing sudah bisa kembali melaut.

Di Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon, kegiatan perikanan tangkap juga sudah berjalan. Hal ini dikarenakan jarak antara barak pengungsian dengan laut relatif dekat dan beberapa perahu (boat) masih selamat dari tsunami. Pemilik tambak di Desa Lhok Bubon juga mempunyai keinginan untuk segera melakukan kegiatan perikanan yaitu budidaya udang dalam tambak dan penanaman mangrove di sekitar tambak miliknya.

b.1.1. Karakteristik kegiatan penangkapan

Secara umum, jenis alat tangkap, jangkauan dan jenis ikan yang ditangkap di desa-desa yang di teliti mempunyai karakteristik yang hampir sama. Informasi ini disajikan dalam tabel berikut :

120 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 38. Perbandingan karakteristik kegiatan penangkapan ikan di Nagan Raya dan Aceh Barat

Komponen Desa Cot Rambong,

Kubang Gajah, Kuala Trang dan Kuala Tuha

(Nagan Raya)

Desa Lhok Bubon dan Pucok Lueng (Aceh Barat)

Alat tangkap (lihat gambar xx)

Perahu (boat) dengan awak 2 – 5 orang

Pancing atau jaring

Perahu (boat) dengan awak 2 – 5 orang

Pancing atau jaring Jangkauan ± 5 – 30 mil

Konsumsi bahan bakar (solar) 10 – 100 l

± 6 -27 mil Konsumsi bahan bakar

(solar) 10 – 100 l Hasil tangkapan 0 – 400 kg /hari

Jenis yang umum tenggiri Scomberomorus commersoni, kakap Lates calcarifer, bawal hitam Formio niger dan bawal putih Pampus argentus.

0 – 400 kg / hari Jenis yang umum tenggiri

Scomberomorus commersoni, serakap atau kakap Lates calcarifer, bawal hitam Formio niger, bawal putih Pampus argentus, tengoh Lutjanus argentimaculatus, merah mata Caranx spp., kerape Epinephelus sp., dan tanda Lutjanus fulvus.

Pemasaran Meulaboh atau Medan Meulaboh atau Medan

A

B C

Gambar 54. A. Perahu boat di Desa Kuala Tuha; B. Alat tangkap pancing; C. Alat tangkap jaring (Foto oleh Wahyu Hermawan)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 121

b.1.2. Harga alat tangkap

Alat tangkap seperti perahu (boat), sampan, jaring dan pancing dapat dibeli/dipesan melalui pembuat perahu atau penglima laot. Berikut ini adalah harga alat tangkap di desa-desa yang diteliti.

Tabel 39. Perbandingan biaya pengadaan alat tangkap

Kisaran Harga di desa-desa Alat Unit Cot Rambong, Kubang

Gajah, Kuala Trang dan Kuala Tuha

Lhok Bubon dan Pucok Lueng

Boat/perahu 1 Rp 45 juta – Rp 55 juta Rp 50 juta – Rp 55 juta Sampan 1 Rp 1-2 juta Rp 1-2 juta Jaring 1 Rp 1,1 juta – Rp 2.2 juta Rp 1 Juta – 2 juta Pancing 1 ± 200 ribu ± 200 ribu

b.1.3. Jenis ikan hasil tangkapan

Informasi mengenai jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh para nelayan dikedua wilayah survey (lihat Tabel 40) diperoleh melalui wawancara, dan informasi yang diberikan mereka kepada tim survey umumnya mengacu pula pada kondisi sebelum tsunami.

Tabel 40. Jenis-jenis ikan dan hasil laut lainnya yang umum ditangkap

Nama Lokal Nama Ilmiah A B C L/MS

Tenggiri Scomberomorus commersoni +++ +++ +++ L Kakap / Serakap Lates calcarifer +++ +++ +++ L/MS Bawal hitam Formio niger +++ +++ +++ L Bawal Putih Pampus argentus +++ +++ +++ L Bayam / Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ +++ +++ L/MS Merah mata Caranx spp. ++ +++ +++ L/MS Kerape Epinephelus spp. ++ +++ ++ L/MS Tanda Lutjanus fulvus - +++ ++ L/MS Kirung Mesopristes argentus ++ ++ ++ L/MS Saridin Ambassis spp. ++ ++ ++ L/MS Ciri’ Leiognathus equlus + + + L/MS Kapur-kapur Gerres acinaces + - - L/MS Cabeh Scatophagus arguna + + L/MS Marang Siganus javus ++ ++ ++ L/MS Beranda Liza parmata + - - L Cupat Trichogaster spp. - + - MS Bagu Mystus sp. - + - MS Kuro Polydactylus spp. + - - L

122 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Nama Lokal Nama Ilmiah A B C L/MS

Jambu Polystonemus spp. + - - L Belanek Mugil cephalus ++ + - MS Sebelah Cynoglossus spp. + + - L/MS Lele Clarias spp. ++ - - S Krup Anabas spp.. ++ - - S Gabuy bujo Channa spp. ++ - - S Lupoh Triacanthus spp. + - - L Bukum Tetraodon spp. + + L Hasil tangkapan selain ikan Lobster Homerus americanus ++ ++ ++ L Kepiting bakau Scylla cerrata +++ +++ ++ MS Udang windu Penaeus monodon +++ +++ ++ L/MS Udang putih Penaeus merguiensis ++ + + L/MS

Keterangan: A: Hasil survei di Desa Kuala Trang dan Kuala Tuha (8-9 September 2005)

dengan jumlah responden 10 orang; B: Hasil suvei di Desa Pucok Lueng (10 September 2005) dengan jumlah

responden 4 orang. C: Hasil suvei di Desa Lhok Bubon, dengan jumlah responden 5 orang. +++ = banyak; ++ sedang; + = sedikit; L= Laut; MS = Muara Sungai.

Catatan: Hasil wawancara merupakan gambaran sebelum tsunami karena setelah tsunami para nelayan belum banyak yang menangkap ikan di laut kecuali di muara sungai

b.1.4. Bantuan untuk nelayan

Sebagian nelayan Desa Kuala Trang, Kuala Tuha dan Pucok Lueng telah mendapatkan bantuan dari beberapa lembaga donor sedangkan nelayan di Desa Cot Rambong, Desa Kubang Gajah dan Desa Lhok Bubon belum mendapat bantuan. Berikut adalah informasi tentang bantuan yang diberikan kepada warga masyarakat baik berupa fasilitas, program pengembangan maupun pembangunan prasarana.

Tabel 41. Bantuan untuk nelayan yang telah diberikan dan yang masih dalam persiapan.

Desa Jenis bantuan Unit Sumber bantuan

Boat 2 Samaritan’s Purse dan CAMA Kuala Trang Sampan 40 Yayasan Papan Boat 3 *) JRK Kuala Tuha Boat 3 **) CWS Boat 5 LEM dengan fasilitator YPK Pucok Lueng Program keramba jaring apung

Dalam perencanaan

YPK

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 123

Desa Jenis bantuan Unit Sumber bantuan

Pembangunan Pabrik Es

World Vision

Selain bantuan dari para donor di atas, WI-IP melalui GCRP sejak bulan November 2005 juga telah membantu 8 desa di Aceh Barat dan 3 desa di Nagan Raya dalam bentuk pemberian dana pengembangan ekonomi yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dengan tanaman (serta merawat) mangrove dan/atau tanaman pantai lainnya. Seluruh bantuan tersebut disalurkan melalui LSM/KSM local (lihat uraian terakhir dari Bab ini)..

Catatan : *) Rencana akan diserahkan Oktober 2005 **) Direncanakan diserahkan November 2005

Sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, kini sudah tidak trauma lagi untuk menangkap ikan di laut. Bantuan berupa perahu boat atau sampan serta alat tangkap pancing atau jaring masih diharapkan oleh warga. Ketika diwawancarai, warga masyarakat juga menyatakan kesediaanya untuk terlibat dalam kegiatan rehabilitasi (penanaman di sekitar pantai) sebagai prasarat akan adanya rencana bantuan pengembangan/pembangkitan usaha perekonomian mereka oleh proyek GCRP dari WI-IP.

b.2. Perikanan darat dan budidaya tambak

b.2.1. Kegitan penangkapan

Di Desa Kuala Trang dan Kuala Tuha, bencana gempa bumi dan gelombang tsunami diduga telah menyebabkan garis pantai bergeser ke arah darat. Pergeseran ini telah menyebabkan air laut masuk ke arah darat cukup jauh. Hingga saat dilakukannya penelitian, air laut masuk ke darat melaui muara sungai. Muara sungai tersebut airnya tenang sehingga menyerupai kolam air laut atau laguna.

A

B

Gambar 55. A = Muara sungai Kuala Tuha; B = Muara sungai Kuala Trang (Foto oleh Ferry Hasudungan)

124 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Berikut ini adalah hasil analisis kualitas air sungai Kuala Tuha, Kuala Trang dan Pucok Lueng yang menyerupai kolam air laut (laguna).

Tabel 42. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada beberapa muara sungai/laguna.

No. Parameter Satuan

Stasiun 21 Muara sungai Kuala Tuha

Stasiun 14 Muara

sungai/laguna di Kuala Trang

Stasiun 32 Muara

sungai/laguna di Pucok

Lueng

1. Kekeruhan NTU 1,3 5,61-15,3 8,6-11,1 2. Salinitas ppt 0 6-20,5 8,5-25,5 3. pH 7,3 6,81-8,6 7,5-8,26 4. DO mg/l 4 0,0-6,0 3,9-5,8 5. BOD5 mg/l 2,8 2,7 6,1 6. COD mg/l 7,47 134,48-490 65,2-950

* Hasil pengukuran kualitas air pada tanggal 8 September 2005 (pada stasiun 21), pada stasiun 14 dan 32 pengukuran dilakukan pada bulan September dan Desember 2005

Dari tabel di atas terlihat bahwa kualitas air kedua laguna yang dijumpai bersifat payau dan dengan kandungan bahan organic (COD) jauh lebih besar dibandingkan dengan muara sungai Kuala Tuha. Informasi rinci tentang kualitas air dari kedua laguna di atas telah disampaikan pada uraian tipologi lahan basah pada bagian a.1. sebelumnya.

Di Desa Pucok Lueng, bencana gempa bumi dan gelombang tsunami diduga telah menyebabkan garis pantai bergeser ke arah darat dan menghancurkan areal persawahan di dekatnya. Pergeseran ini telah menyebabkan air laut masuk ke arah darat cukup jauh. Hingga saat dilakukannya penelitian, air laut masuk ke darat melalui muara Krueng Bubon dan areal persawahan yang telah hancur, dan kini tergenang air laut sehingga menyerupai kolam air laut atau lagun (Gambar 56).

Para nelayan yang sampannya tidak rusak atau telah mendapat bantuan sampan, kolam/lagun tersebut kini dijadikan sebagai tempat mencari ikan (lihat tabel 40 jenis ikan hasil tangkapan pada muara sungai). Para nelayan yang tinggal di barak pengungsian Desa Pucok Lueng juga bisa menyimpan perahunya di dekat barak pengungsian dengan memanfaatkan muara Krueng Bubon yang melebar.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 125

A

B

Gambar 56. A. Muara sungai dan areal bekas persawahan yang menyerupai kolam air laut atau lagun; B. Pintu masuk air laut

ke muara sungai dan areal persawahan

b.2.2. Budidaya udang di Tambak-tambak Desa Lhok Bubon

Luas tambak di Desa Lhok Bubon ± 50 ha, terbagi menjadi ± 200 petak dengan ukuran tiap petak ± 50 m × 50 m dan kedalaman 1,5 m. Sebelum terkena musibah tsunami, petani tambak Desa Lhok Bubon memelihara udang windu (Penaeus monodon) secara alami (tradisional). Benur didatangkan dari Meulaboh dengan harga Rp.15,-/ekor. Kepadatan tebar untuk setiap 1 ha adalah 15.000. Setelah dipelihara selama 3 bulan, hasil produksi rata-ratanya adalah ± 350 kg/ha dengan harga jual Rp.30.000,-/kg. Selanjutnya, hasil produksi udang windu (Penaeus monodon) ini dipasarkan ke Meulaboh atau Medan. Jenis penyakit udang yang pernah terjadi adalah WSV (white spot virus).

Setelah terjadi tsunami, garis pantai di Desa Lhok Bubon bergeser ke arah darat. Tambak tertimbun lumpur dan pasir (± 50-100 cm). Sebagian pematang tambak dan tanggul rusak sedangkan air di saluran tidak bisa keluar karena muaranya tertutup pasir (Gambar 57). Jarak tambak dari pantai berkisar 100-300 m dengan pasang air sejauh ± 100 m dan tinggi pasang surut berkisar 0-1 m.

Gambar 57. Air tidak bisa keluar dari saluran tambak ke laut (tergenang) karena muaranya tertutup pasir (Foto oleh Dandun Sutaryo)

126 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Hasil analisis tanah pada wilayah tambak di Desa Lhok Bubon menunjukkan bahwa di tempat tersebut termasuk Typic Sulfaquepts/ Gleisol Tionik. Karakteristik tanahnya berupa lempung di lapisan bagian atas dan lempung berpasir sampai pasir berlempung di lapisan bawah. Tanah sangat masam, kapasitas kation sangat rendah, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat, agak salin.

Berikut ini adalah hasil analisa kualitas air tambak dan sungai di sekitar tambak di Desa Lhok Bubon (Tabel 43). Hasil analisa air ini menggambarkan kualitas air yang kurang layak bagi budidaya perikanan, karena kandungan oksigen terlarut di dalam petakan tambak sangat rendah (anoksik) sehingga perlu diantisipasi akan terjadinya kematian satwa budidaya. Rendahnya nilai DO ini diduga sebagai akibat relatif tingginya bahan organik di dalamnya (BOD dan COD).

Tabel 43. Hasil analisa kualitas air tambak dan sungai di sekitar tambak di Desa Lhok Bubon*

No. Parameter Satuan Stasiun 34 Stasiun 39

1. Salinitas ppt 6 0 2. pH 7,99 7,4 3. DO mg/l 0 2,0 4. BOD5 mg/l 15,6 5,7 5. COD mg/l 65,2 25,23 6. Alkalinitas mg/l CaCO4 152 80

* Hasil pengukuran kualitas air pada tanggal 11 September 2005

Keterangan: Stasiun 34 : Tambak hancur di Desa Lhok Bubon Stasiun 39 : Muara sungai/saluran (kuala Bubon) dekat tambak yang tertutup pasir

b.3. Pertanian

Kegiatan pertanian mempunyai andil yang cukup besar bagi perekonomian masyarakat. Diantara desa-desa yang dikunjungi, maka desa Cot Rambong adalah desa dengan populasi petani terbesar, hingga sekitar 75 % dari jumlah penduduk. Luas lahan pertanian produktif yang ada di Desa Cot rambong adalah sekitar 200ha dan di desa Kuala Tuha seitar 250 ha.

Beberapa bulan setelah terjadi gempa dan tsunami, masyarakat mulai melakukan pengolahan lahan. Di beberapa lokasi lahan pertanian mulai ditanami dengan bebagai jenis tanaman terutama sayuran-sayuran (kacang panjang, tomat, mentimun, oyong), buah-buahan (semangka) dan palawija (jagung dan singkong).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 127

Gambar 58. Beberapa komoditas pertanian di desa Cot Rambong

Secara sepintas lahan perladangan tampaknya mulai akan menghasilkan setelah beberapa kali percobaan tanam (2-3 kali musim). Pengolahan tanah yang sering dan kontinyu menjadikan adanya perbaikan sifat fisik dan kimia tanah sehingga tanaman tumbuh dengan baik karena racun yang menghambat pertumbuhan akan hilang. Percobaan tanam sudah dilakukan beberapa petani di Desa Cot Rambong, dengan mendapat bantuan dari YEU untuk menanam semangka dan cabe merah. Percobaan tersebut perlu dipantau untuk mengetahui keberhasilannya dan mengetahui pengaruh adanya lapisan pirit dan kualitas air yang digunakan.

c. Aspek Sosial Kemasyarakatan

Secara sosial, tidak terlihat adanya kesenjangan diantara warga masyarakat yang tinggal di barak pengungsian. Interaksi kehidupan berjalan dengan baik dan tidak menampakkan suatu perbedaan antara si Kaya dan si Miskin. Penghuni barak yang terdiri dari dari berbagai etnis terutama Aceh dan Jawa, mempunyai kedekatan interaksi sosial yang telah terjalin baik selama bertahun-tahun. Secara tidak langsung hal ini telah mempengaruhi pola pikir dalam kehidupan sehari-hari. Asimilasi budaya antar etnis telah menghasilkan perilaku dan semangat hidup yang baik.

Di sisi lain keragaman pola kehidupan di dalam pengungsian tidak urung juga membawa pengaruh negatif. Bercampurnya pengaruh negatif dari luar diduga telah menyebabkan terkikisnya nilai-nilai keagamaan dan terjadinya pergeresan moral ke arah yang kurang baik.

Pengaruh budaya luar juga berakibat pada menurunnya aktifitas budaya lokal. Dikhawatirkan penurunan aktifitas budaya lokal ini akan berpengaruh terhadap pemahaman akan makna yang terkandung dalam kegiatan budaya tersebut. Selanjutnya, hal itu akan menurunkan atau menghilangkan nilai-nilai kearifan lokal yang ada.

128 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelompok perempuan dalam masyarakat umumnya mempunyai peranan yang penting. Perempuan adalah bagian penting dalam kegiatan ekonomi rumah tangga dan kegiatan sosial di dalam dan di luar rumah. Hanya saja peranan perempuan dalam aktifitas sosial masyarakat masih tergolong rendah. Kentalnya budaya patriarkhi menjadikan perempuan berada dalam poisisi nomor dua dalam pengambilan keputusan terutama yang berkaitan dengan publik.

c.1. Kelembagaan dan Pranata Sosial

Secara formal kelembagaan yang ada di desa-desa yang di survey di Nagan Raya dan Aceh Barat mempunyai struktur yang sama dengan daerah-daerah lain. Secara umum, struktur kelembagaan formal tersebut dapat dilihat seperti diagram di bawah ini.

Gambar 59. Bagan struktur pemerintahan Desa

Selain lembaga formal, jalannya pemerintahan dan aktivitas sosial masyarakat juga melibatkan lembaga-lembaga non formal. Tokoh informal yang berperan dalam masyarakat antara lain : Tokoh Masyarakat, Imum Mukim, Tokoh Adat, Panglima laot, Petua Seunebok dan Petua Keujreuen. Selain itu di masyarakat juga dikenal lembaga informal seperti Tuha Pet (tokoh yang dituakan terdiri dari empat orang) dan Tuha Lapa (tokoh yang dituakan terdiri dari delapan orang).

Selain lembaga-lembaga di atas juga terdapat kelompok-kelompok pengajian, wirid, remaja masjid dan kelompok-kelompok pemuda (karang taruna). Di Desa Pucok Lueng bahkan sudah terbentuk organisasi pemuda bernama PPDPL (Persatuan Pemuda Desa Pucok Lueng) dan Kelompok Tani Lueng Intan.

c.2. Keadaan penduduk

Pendataan kependudukan masih sulit dilakukan terutama jika harus mengacu pada batasan administrasi resmi. Posisi penduduk yang menyebar di berbagai lokasi pengungsian menjadi penyebab kesulitan ini. Data-data kependudukan sebelum tsunami juga sulit dikumpulkan karena banyaknya fasilitas pemerintahan yang rusak. Demikian juga dengan jumlah korban jiwa tidak di seluruh desa diketahui dengan pasti. Sebagian besar data kependudukan saat ini mengacu kepada temuan yang ada di lokasi-lokasi pengungsian. Beberapa data kependudukan yang dapat dihimpun dari wilayah penelian yang dikunjungi adalah sbb :

Kepala Desa

Sekretaris Desa

Kepala-kepala Urusan

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 129

Tabel 44. Jumlah Penduduk (jumlah pengungsi) pasca tsunami di lokasi-lokasi penelitian

Lokasi KK Jiwa

Cot rambong 76 242 Kuala trang 498 1742 Kuala tuha 115 506 Pucok Lueng 138 495 Lhok Bubon 86 238

Sumber : Assessment akhir KMS,2005

Tabel 45. Jumlah penduduk usia produktif dan pekerjaan yang dijalankan

Desa Jumlah penduduk usia produktif dan pekerjaannya Kuala Trang Cot Rambong Kuala Tuha

Wanita 375 86 108 Pria 469 129 207

Jumlah (jiwa)

Total 884 216 315 Nelayan 5 % 5 % 75 % Petani 70 % 70 % 10 % Industri RT 15 % 5 % 10 % pertukangan 5% !5 % 5 %

Pekerjaan

Peternakan 5 % 5 % 0 %

*) Jumlah angkatan kerja di Pucok Lueng dan Lhok Bubon tidak diketahui

c.3. Kondisi Umum Pasca Bencana

Setelah terjadi bencana, struktur dan fungsi lembaga-lembaga tersebut baik yang formal maupun informal belum dapat berjalan dengan baik. Penyebabnya antara lain kosongnya beberapa struktur dan kondisi sosial masyarakat yang masih belum pulih dari trauma akibat bencana. Beberapa temuan yang berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Desa Kuala Trang, Cot Rambong dan Kuala Tuha antara lain:

• Masyarakat kurang berkumpul (enggan berkelompok) karena di sibukkan dengan kerjanya masing-masing sehingga mereka lebih mengutamakan keluarganya dan tidak ingin di pusingkan dengan masalah yang timbul untuk kepentingan umum, hal ini bisa di maklumi karena masih banyak di antara mereka yang jiwanya terganggu atau trauma akan bencana tsunami.

• Pemerintahan desa masih banyak disibukkan untuk mengurus pengungsi dan bantuan yang bersifat darurat sehingga lambat melakukan pergantian struktur. Hal ini juga di sebabkan oleh adanya beberapa keuchik (kepala desa) yang meninggal dunia sebagai korban tsunami sehingga pemilihan pergantian kepala desa membutuhkan waktu yang lama, begitupun bila kepala desanya yang dulu masih hidup, maka ia akan merasa sulit menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi di akibatkan perubahan sosial yang terjadi secara mendadak dan harus dihadapi dan di tangani dengan cepat.

130 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Masyarakat sudah terpola dengan pemikiran invidualistik sehingga disibukkan mencari uang untuk kepentingan diri dan keluarganya. Hal demikian terlihat dari program cash for work yang membuat masyarakat tidak banyak memiliki waktu untuk melakukan interaksi sosial sesama mereka maupun dengan lingkungannya, dan meunasah hanya sekedar simbol .

• Norma-norma dan hukum –hukum yang berlaku secara adat dan islami sudah terkikis sedikit demi sedikit, khususnya bagi generasi muda akibat pengaruh dari budaya luar. Di satu sisi dengan terbukanya Aceh terhadap pengaruh dari luar membuat satu keuntungan, misalnya berupa kemampuan menguasai teknologi dan informasi juga bahasa, namun di sisi lain pengaruh budaya baik dari sikap dan norma telah jauh menyimpang dari norma yang berlaku selama ini di dalam masyarakat.

• Budaya partiarkhi yang masih memposisikan perempuan sebagai kelas kedua baik dalam mengambil keputusan maupun dalam penerimaan wewenang serta dalam mengakses sumber daya. Perempuan di daerah ini dalam melakukan pekerjaan disesuaikan dengan pembagaian peran secara stereotype, walaupun mereka bekerja bersama-sama namun di dalam kegiatan umum tetap saja laki-laki yang akan lebih banyak berperan serta lebih mendapatkan akses di bandingkan perempuan

Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon yang berada di kecamatan Samatiga, kabupaten Aceh Barat, juga mempunyai kondisi sosial yang kurang lebih sama dengan Desa Kuala Trang, Cot Rambong dan Kuala Tuha di kabupaten Nagan Raya. Temuan yang penting di Desa Pucok Lueng dan Lhok Bubon antara lain:

• Masyarakat bersama aparat desa di masing-masing mukim membentuk suatu wadah bersama yaitu “ Komite Pengungsi “. Ide dasar pembentukan komite ini adalah merupakan alat untuk memperjuangkan kepentingan mereka bersama dengan basis Kemukiman (Gabungan beberapa desa). Di Lokasi bencana terbentuk 2 Komite Pengungsi, satu diantaranya adalah: Komite Pengungsi Mukim Pasi terdiri dari : Desa Alue Raya, Desa Pucok Lueng, Desa Gampong Teungoh dan Desa Kuala Bubon.

• Terdapat perubahan sikap. Masyarakat pasca tsunami menjadi lebih mudah untuk diajak bermusyawarah dan cukup aktif dalam berbagai kegiatan bersama. Kondisi ini kemungkinan didorong oleh perasaan senasib dan keasadaran akan banyaknya permasalahan yang harus dipecahkan bersama.

c.4. Lembaga donor dan Bantuan yang masuk

Pada kondisi pasca bencana gempa dan Tsunami, berbagai lembaga donor dan LSM telah datang dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi Di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Besar sebagaimana terangkan dalam table dibawah ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 131

Tabel 46. Lembaga donor dan LSM yang ada di Kab. Nagan Raya dan Aceh Barat

Lembaga/program Jenis Bantuan

Desa Kuala Trang Unicef Sanitasi anak-anak, pendidikan, serta penyuluhan IRC mengangkat tenaga kerja seperti ibu-ibu untuk pendataan

balita sampai usia dini Samarittan’s Purse Pembangunan perumahan permanen CRS Pembangunan perumahan permanen, bantuan sembako JRK Pembangunan perumahan permanen, bantuan kesehatan Klinik Sahabat & YEU Pengobatan gratis YPK (Yayasan Pengembangan Kawasan)

Pendampingan masyarakat

Yayasan COSA Yogya Kebutuhan pertanian KMS ( koalisi Masyarakat Sipil ) Pemberdayaan ekonomi rakyat PKS Sembako dan pengajian Cama Perikanan, bantuan 2 boat 4 perahu Desa Cot Rambong KMS Pelatihan pertanian, peternakan dan home industry COSA Pembersihan lahan, banuan utk pertanian dan home

industry Yayasan Papan Pengadaan beasiswa, pengadaan perahu, pelatihan

menjahit, pembuatan ikan asin Mercy Corp Bantuan untuk nelayan Samaritan Purse Perumahan UNICEF Pengadaan buku, sanitasi dan kesehatan anak EYU Pengobatan, bantuan modal dan alat pertanian IRC Pendataan Balita CRS Pengadaa perumahan JRK Perumahan dan pelayanan kesehatan Desa Kuala Tuha KMS Pengadaan perahu nelayan CWS Pengadaan perahu nelayan Solidaritas Pengadaan alat alat pertanian CAMA Pengadaan perahu nelayan JRK Pengadaan perahu nelayan, jaring dan pembangunan

perumahan Desa Lhok Bubon World Vision Pengadaan perumahan, Sembako ACT Pengadaan perumahan, Sembako, Pembangunan Fasilitas

sosial dan umum OXFAM Pembangunan jembatan, sanitasi dan air bersih

132 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lembaga/program Jenis Bantuan

UNICEF Pengadaan fasilitas pengungsian WALHI Pengadaan fasilitas pengungsian YPK Bersama WALHI menyediakan fasilitas pengungsian dan

pemetaan tanah. PKS Perbaikan masjid PMI Bantuan kesehatan, perahu besar (1 unit) Pemerintah Qatar Perbaikan masjid Pemerintah Yaman Pengadaan perahu Desa Pucok Lueng YPK Pembangunan pedesaan CRS Pembangunan masjid, TPA dan perumahan Mercy Corp Cash For Work OXFAM Sanitasi dan air bersih, pembanguna fasilitas MCK ICMC Pengadaan alat rumah tangga World Vision Pembangunan SD dan TK Pemerintah Spanyol Bibit tanaman dan pengadaan alat pertanian Selain para donor di atas, dalam Proyek GCRP yang difasilitasi oleh WI-IP terdapat 11 proyek rehabilitasi pesisir yang dikaitkan dengan pembangunan perekonomian masyarakat juga dilakukan dalam periode Nov 2005 – Maret 2007. Kesebelas proyek tersebut dijalankan oleh 11 LSM dan/atau KSM setempat.

c.5. Kebutuhan perumahan, pendidikan dan kesehatan

Kebutuhan perumahan untuk masyarakat korban gempa menjadi masalah yang cukup serius. Kebutuhan perumahan ini sebagian telah dipenuhi dengan dibangunnya rumah oleh berbagai lembaga Donor bekerja sama dengan pemerintah setempat. Tipe rumah yang dibangun berbeda-beda, ada yang permanen dan ada pula yang semi permanen. Perbedaan ini tidak urung menimbulkan kecemburuan bagi sebagian warga dan bahkan merupakan potensi untuk timbulnya konflik. Pembangunan perumahan ini merupakan permasalahan yang rumit karena di dalamnya terdapat benturan atau tidak sesuainya kebijakan antara lembaga donor, pemerintah dan pelaksana lapangan. Tidak jarang permasalahan ini menjadikan pembangunan perumahan berlangsung tersendat-sendat. Permasalahan lain adalah karena kurangnya pemahaman donor/NGO dalam memahami karakter masyarakat setempat, sehingga banyak masyarakat yang menolak rencana pembangunan rumah tersebut.

Masalah lain yang di hadapi oleh masyarakat adalah status tanah yang belum jelas, sertifikat tanah diperkirakan baru akan siap pada tahun 2006. Dalam hal ini inisiatif dari warga desa Pucok Lueng perlu dijadikan contoh. Di desa Pucok Lueng juga sudah memiliki panitia pengukuran tanah yang dibentuk oleh desa dan sudah mulai melakukan kegiatan mengukur batas tanah rumah dan seluruh tanah yang ada di desa.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 133

Pembangunan perumahan juga terhambat oleh adanya salah paham sebagian masyarakat desa. Contoh kasus yang terjadi di Desa Cot Rambong adalah adanya sebagian penduduk yang menolak pembangunan perumahan di suatu perkampungan yang memiliki warga berpenyakit kusta. Kesalahpahaman ini telah membuat masayarakat merencanakan untuk melakukan protes terhadap lembaga yang membangun perumahan.

Kondisi kesehatan sudah memadai, selain adanya pelayanan kesehatan daerah, juga layanan kesehatan didapat oleh masyarakat dari NGO-NGO/donor asing Internasional yang datang untuk membantu meringankan beban masyarakat dibidang kesehatan. Namun pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di barak-barak tidak berjalan optimal. Hal ini di sebabkan karena tidak seimbangnya jumlah relawan yang berkerja dalam bidang kesehatan di bandingkan dengan ribuan masyarakat korban yang harus ditolong. Disamping itu pelayanan ini berlangsung relatif singkat (sesuai dengan progam dari NGO yang membidangi hal itu), padahal masyarakat korban belum siap ditinggalkan dengan pelayanan pengobatan kesehatan secara gratis ini.

Berdirinya Puskesmas di Desa Cot Rambong dan yang telah di bangun di Desa Kuala Tadu oleh NGO Malseter, dengan maksud pelayanan yang di berikan dapat menjangkau Desa Cot Mee dan Desa Cot Mue, ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan dari masayarakat. Hal ini disebabkan selain kondisi jalan yang parah, jarak yang lumayan jauh menuju ke desa Kuala Tadu membuat masyarakat sulit mendapatakan pelayanan kesehatan secara maksimal.

Pelaksanaan proses belajar dan mengajar bagi sisiwa sekolah belum dapat berjalan dengan maksimal. Kerusakan bangunan sekolah mencapai hapir 90 % dari seluruh bangunan sekolah yang ada. Sampai dengan saat ini masih banyak proses belajar-mengajar yang berlangsung di sekolah darurat (tenda). Pembangunan gedung sekolah selain menghadapi kendala pendanaan juga menghadapi kendala seperti halnya pembangunan perumahan; yaitu kesulitan untuk mendapatkan lokasi dan atau kesulitan untuk menentukan pilihan lokasi.

Hambatan dalam proses belajar mengajar juga disebabkan karena kekurangan fasilitas seperti buku. Hambatan lain yang ada adalah kekurangan atau kekosongan tenaga pengajar. Masalah-masalah ini harus secepanya diselesaikan karena akan berdampak terhadap kualitas generasi yang akan datang.

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi Ekosistem Saat Ini

Bencana tsunami telah membawa air laut jauh masuk ke darat. Selain air laut itu sendiri, gelombang juga membawa lumpur dan meterial lain yang akhirnya diendapkan pada cekungan dan dataran di sebagian besar kawasan. Untuk melihat pengaruh gelombang tsunami terhadap perubahan lingkungan maka parameter kimia air yang menjadi indikator sangat jelas adalah salinitas dan DHL. Dari hasil pengukuran salinitas dan DHL menunjukkan:

• Lahan-basah yang semula tawar (rawa, sawah) dengan jarak lebih kurang 1 km dari tepi pantai sudah kembali normal, kecuali STM 32 dan STM 33 karena masih terhubung dengan laut, airnya masih payau- hingga asin.

134 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Lahan basah yang semula tawar tetapi jaraknya dekat pantai, setelah tsunami airnya (hingga survey dilakukan) masih salin dengan salinitas bervariasi.

Dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian, kontaminasi garam pada lahan pertanian merupakan permasalahan serius karena dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada pengukuran kualitas air di bekas-bekas sawah (STM25, STM26, STM37) nilai DHL berkisar antara 0.8 – 2 dS/m. Kualitas air seperti ini jika digunakan untuk pengembangan pertanian, mempunyai derajat pembatasan (degrees of restriction) ringan sampai menengah.

Pengukuran pada bekas tambak udang di Desa Lhok Bubon (STM34) menunjukkan salinitas yang masih layak yaitu 6 ppt (kondisi payau). Namun pada tambak-tambak di lokasi ini memiliki kelarutan oksigen nol dan telah terkontaminasi bakteri coliform. Penilain kesesuaian kualitas air untuk budidaya tambak diuraikan dalam pembahasan aspek perikanan.

Selain perubahan kimia, gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan terjadinya subsidense di sebagian pantai barat P. Sumatera sebelah Utara. Adanya subsiden menyebabkan bertambah jauhnya jangkauan air laut masuk ke darat dan menjadikan air yang berada di darat lebih sulit untuk keluar ke laut karena selisih tinggi permukaan dari kedua habitat yang kecil. Kondisi demikian pada akhirnya menyebabkan lambatnya drainase pada cekungan-cekungan yang terisi air seperti terlihat pada pengamatan di Desa Lhok Bubon pada lahan sawah yang tergenang air dengan kedalaman 1.5 hingga 2 m.

Permasalahan lambatnya drainase ini merupakan permasalahan yang kompleks bagi upaya rehabilitasi lahan pertanian, terutama untuk lahan-lahan yang benar-benar dekat dengan pantai atau sungai. Kesulitan mengeluarkan air dari lahan-lahan pertanian semacam ini, yang sudah bercampur dengan air asin dan endapan laut, menjadi penghambat untuk mengurangi kegaraman dan racun-racun tanaman lainnya. Namun untungnya, pada lahan yang lebih jauh dari pantai dan memiliki level yang lebih tinggi, permasalahan ini mungkin lebih kecil atau tidak dijumpai.

Jika benar terjadi subsidens, maka cekungan seperti yang ditemukan di Desa Pucok Lueng (bekas sawah) menjadi areal yang sulit atau bahkan tidak bisa dikembalikan kepada fungsi semula (sawah). Upaya untuk mengalihkan fungsi menjadi sarana budidaya perikanan adalah alternatif yang bisa dilakukan setelah dilakukan pengkajian yang lebih terinci. Pengkajian ini meliputi pengkajian kualitas air dengan data yang sifatnya time series, pemantauan volume air dan perubahannya sesuai musim. Dengan informasi ini diharapkan akan bisa menjadi acuan untuk penetapan teknik budidaya dan komoditas yang akan dikembangkan.

Terjadinya subsiden juga memunculkan permasalahan lingkungan yang serius. Dengan perubahan garis pantai atau perubahan cekungan dari perairan/rawa tawar menjadi asin menjadikan potensi terjadinya intrusi air laut ke darat lebih besar karena recharging zone (seperti rawa) yang dulunya berair tawar kini digantikan oleh air asin. Oleh karenanya keberadaan lahan basah berair tawar yang tersisa kini menjadi penting untuk mencegah terjadinya intrusi air asin lebih jauh ke darat. Konsekwensinya, pengeringan dan alih fungsi lahan basah-lahan basah tersisa harus benar-benar diperhitungkan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 135

Keberadaan jenis-jenis burung-air yang dilindungi, menjadi hal yang harus diperhatikan dalam segala upaya/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam jumlah tertentu, keberadaan jenis-jenis burung-air yang terancam punah merupakan salah satu komponen dalam penentuan daerah penting bagi burung (IBA). Tiga daerah yang cukup penting sebagai habitat burung air adalah:

• Kuala Trang, khususnya meliputi daerah riparian serta rawa di bagian belakang pantai, dan sebagian daerah persawahan. Daerah-daerah ini terkena gelombang tsunami, dan sebagian dampaknya masih terasa dimana salinitas air masih cukup tinggi. Pada daerah-daerah ini ditemukan beberapa jenis burung-air yang dilindungi, termasuk jenis bangau tongtong Leptoptilos javanicus. Selain itu penting pula untuk dicermati karena jenis ini juga termasuk ke dalam kategori burung terancam punah secara global dengan tingkat keterancaman Vulnerable berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh IUCN.

• Padang Turi, meliputi daerah padang penggembalaan sapi dan kerbau milik Dinas Peternakan Nagan Raya. Saat survey diketahui bahwa daerah ini menjadi daerah persinggahan dan mencari makan bagi burung-pantai bermigrasi dari jenis Cerek Kernyut Pluvialis fulva. Daerah ini sesungguhnya tidak terkena dampak gelombang tsunami, karena topografi daerah ini cukup tinggi. Tapi temuan burung ini di lokasi tersebut (meski dalam julmlah kecil) penting untuk diperhatikan berkaitan dengan adanya kerusakan/perubahan lahan basah di bagian pesisir (mudflat, reef, estuary). Karena kondisi demikian memungkinkan bahwa daerah ini suatu saat akan menjadi daerah alternatif bagi burung-pantai migran. Untuk memastikan hal itu, maka perlu dikaji lebih lanjut.

• Pucok Lueng & Lhok Bubon. Di wilayah kedua desa ini, terdapat beberapa tipe lahan basah, yaitu: persawahan, rawa belakang pantai, sungai dan bekas sawah yang tergenang air laut serta daerah pertambakan (hanya di Lhok Bubon) yang saat dikunjungi masih rusak akibat gelombang tsunami. Lahan basah tersebut menjadi habitat bagi beberapa jenis burung-air, terutama di bagian sungai dan daerah persawahan yang tergenang air laut (laguna) di Pucok Lueng. Burung-air yang ditemukan menggunakan lahan tersebut sebagai tempat mencari makan. Selain jenis burung-air penetap, dijumpai juga burung-pantai yang bermigrasi. Temuan Bangau tongtong dalam jumlah cukup besar (18-20 ekor) di daerah ini, berpotensi untuk menempatkan daerah ini sebagai daerah penting bagi burung (IBA). Status keterancam-punahan secara global, menjadikan jenis ini penting untuk

Pengukuran parameter biologi pada air sumur menunjukkan kondisi yang tidak layak untuk digunakan sebagai air minum karena dijumpainya bakteri coli (fecal coli) pada air tersebut. Informasi dari warga menyatakan bahwa air sumur tersebut hanya digunakan untuk mencuci sedangkan untuk air minum menggunakan air dari tempat lain yang dikirim (bantuan) dari pihak donor. Untuk sementara, keadaan ini mungkin tidak menjadi masalah karena bantuan air bersih masih masih ada, tetapi upaya untuk menyediakan air bersih yang lebih baik ke depan harus dilakukan untuk mengantisipasi jika bantuan air bersih tidak ada lagi.

136 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Beberapa warga masyarakat yang ditemui ada yang mempunyai ide untuk menjadikan kolam-kolam yang dulunya sawah atau rawa (kini menjadi laguna) sebagai tempat untuk memelihara/budidaya ikan. Namun hal ini tentunya harus dikaji dulu dengan mendalam. Selain itu beberapa warga masyarakat khususnya petani ikan yang tambaknya relatif masih bisa diperbaiki, menghendaki adanya bantuan alat atau modal untuk mulai lagi mengusahakan tambaknya.

b. Prospek Rehabilitasi Kawasan Pesisir

b.1. Identifikasi dan penilaian lahan

Berdasarkan penafsiran citra satelit, selanjutnya dilakukanlah penilaian lapangan (ground truthing) untuk tujuan kelayakan rehabilitasi pada 2 pantai, yaitu pantai di Cot Rambong (Kabupaten Nagan Raya) dan pantai di Lhok Bubon (Kabupaten Aceh Barat). Selain kedua pantai tersebut, penilaian juga dilakukan secara khusus di lahan bergambut tipis di Desa Cot Rambong.

b.1.1. Desa Cot Rambong

Identifikasi lahan

Survey dilakukan pada 2 lokasi yang dinilai memiliki potensi untuk direhabilitasi. Kedua lokasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pantai berpasir

Pantai desa Cot Rambong merupakan salah satu pantai yang terkena dampak gempa dan Tsunami secara langsung. Walaupun terhempas oleh gelombang tsunami, namun pada pantai ini masih banyak dijumpai tumbuhan, terutama kelapa. Selain itu, gempa yang terjadi juga telah menyebabkan turunnya permukaan daratan/pantai sehingga menyebabkan sebagian luasan pantai Cot Rambong tenggelam. Dengan demikian pantai menjadi lebih sempit.

Abrasi merupakan ancaman serius yang di hadapi oleh pantai Desa Cot Rambong. Atas dasar kondisi tersebut maka kegiatan rehabilitasi (penanaman pohon) sangat diperlukan. Dengan adanya penambahan penutupan vegetasi di pantai ini maka abrasi pantai akan dapat di cegah. Namun sayangnya, akibat turunnya permukaan daratan di dekat pantai menyebabkan kawasan yang bisa direhabilitasi di daerah ini juga semakin sempit.

Lahan bergambut tipis

Sekitar 1 km dibelakang pantai Cot Rambong, dijumpai areal bergambut tipis yang telah terdegradasi. Kerusakan tersebut disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan (jauh sebelum tsunami) untuk tujuan perkebunan dan tejadinya kebakaran. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penduduk, areal ini telah beberapa kali terbakar. Hal ini diduga kuat karena terlantarnya lahan ini sehingga tidak terjamin keamanannya, terutama terhadap ancaman kebakaran lahan. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan yang setidaknya mampu mengamankan kawasan dari kebakaran atau bahkan merehabilitasi lahan gambut yang telah rusak tersebut dengan vegetasi asli yang memiliki nilai ekonomis penting.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 137

Penilaian lahan

Pantai berpasir

Berdasarkan penilaian yang dilakukan terhadap pantai ini, terdapat dua kondisi yang berbeda sebagai akibat dari berubahnya bentang lahan kawasan pantai. Disuatu titik tertentu, dijumpai pantai yang memiliki ruang sempit karena sebagian substratnya kini terendam air laut. Bahkan terdapat lokasi pantai yang sama sekali tidak memiliki ruang (space) untuk di rehabilitasi. Oleh karena itu, lokasi-lokasi seperti ini secara teknis sangat sulit untuk direhabilitasi. Sementara itu di titik lainnya, dijumpai suatu pantai yang masih memiliki ruang yang relatif luas sehingga memiiki prospek yang lebih baik untuk direhabilitasi (lihat gambar 58).

Gambar 60. Pantai dengan ruang sempit (kiri), dan pantai dengan ruang luas (kanan)

Berdasarkan pertimbangan diatas maka:

• Pada pantai dengan ruang sempit disarankan untuk tidak dilakukan penanaman. Selain ruangan untuk lahan rehabilitasinya tidak ada, juga dikuatirkan adanya ombak kuat yang mampu menghancurkan substrat yang tersisa. Selain itu, terbilasnya substrat oleh air laut akan menyebabkan salinitas substrat tinggi. Kondisi demikian sangat tidak sesuai bagi pertumbuhan bibit yang akan ditanam.

• Pantai dengan ruang luas secara teknis sangat memungkinkan untuk direhabilitasi. Jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam di lokasi ini adalah Cemara laut Casuarina equisetifolia.

Lahan bergambut tipis

Rehabilitasi melalui kegiatan penanaman juga sangat disarankan di lahan bergambut tipis. Rehabilitasi, pada lahan gambut ini diharapkan akan mampu membuat lahan gambut ini lebih produktif. Lahan gambut bekas terbakar merupakan lahan gambut tipis. Lokasi ini cocok untuk penanaman Jelutung rawa Dyera lowii, Pulai rawa Alstonia pneumatophora, dan Laban Vitex pinnata. Lokasi ini jarang tergenang secara berlebihan karena telah ada paritnya. Dengan demikian penanaman tidak perlu menggunakan sistem gundukan, melainkan cukup langsung ditanam di substrat gambutnya. Dengan banyaknya tunggul bekas pohon mati yang berserakan, harus diwaspadai kemungkinan terulangnya kebakaran lahan. Untuk melakukan penanaman bibit harus didatangkan dari tempat lain, karena bibit tidak tersedia di sekitar lokasi.

138 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.1.2. Desa Lhok Bubon

Identifikasi lahan

Survey yang dilakukan di desa Lhok Bubon mengidentifikasi 2 lokasi yang dinilai prospektif untuk direhabilitasi. Kedua lokasi yang dimaksud adalah pantai berpasir dan areal bekas tambak udang.

Pantai berpasir

Dibandingkan dengan yang terjadi di Cot Rambong, pantai di Lhok Bubon mengalami kerusakan yang lebih serius. Sebagian besar tumbuhan yang hidup di pantai mati dan hanya sebagian kecil saja yang masih hidup. Kematian tumbuhan tersebut selain di sebabkan oleh sapuan gelombang Tsunami juga diakibatkan oleh terendamnya pohon oleh air laut.

Gambar 61. Cemara roboh karena tersapu gelombang tsunami (kiri), matinya pohon kelapa karena tergenang air laut (kanan)

Abrasi merupakan ancaman yang sangat serius bagi pantai ini. Dalam rangka mengurangi laju abrasi, maka rehabilitasi pantai sangat disarankan.

Tambak Udang yang rusak

Kerusakan yang parah juga menimpa areal tambak udang. Mengingat parahnya kerusakan yang terjadi maka tambak ini masih belum difungsikan kembali oleh masyarakat. Perbaikan tambak sangat diperlukan untuk memfungsikan kembali areal ini menjadi areal yang produktif namun ini akan memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang besar. Sementara itu, rehabilitasi melalui penanaman bakau (terutama di bagian pematang dan sebagian di tengah tambak) diharapkan akan dapat meningkatkan fungsi ekosistem pesisir di sekitarnya dan akhirnya dapat mengoptimalkan daya dukung tambak agar hasil panennya meningkat.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 139

Gambar 62. Kondisi areal tambak yang hancur karena tersapu Tsunami

Penilaian lahan

Pantai berpasir

Secara teknis, pantai yang ada di Desa Lhok Bubon sesuai untuk ditanami Cemara Casuarina equisetifolia. Namun demikian, areal ini telah direncanakan pemerintah untuk dikembangkan menjadi Tempat Pelelangan Ikan. Untuk itu usaha penanaman di lokasi ini sebaiknya dihindari, karena ia akan sia-sia apabila dikemudian hari pada kawasan ini dibangun TPI.

Areal Tambak Udang yang terdegradasi

Substrat tambak merupakan tanah lumpur berpasir. Dalam kondisi surut, tambak masih terlihat lembab. Bila air laut pasang, areal ini tergenang ringan. Berdasarkan kondisi tanah dan genangan tersebut maka areal ini dinilai cukup memenuhi syarat untuk ditanami bakau. Kehadiran tembakul/ikan gelodok/mudskipper sebagai indikator biologis juga memperkuat kesesuaian lahan tersebut terhadap tanaman bakau. Namun demikian, penanaman bakau sebaiknya disesuaikan dengan fungsi dan peruntukan kedepan atas tambak ini oleh pemiliknya. Apabila tambak ini akan difungsikan kembali, maka penanaman bakau sebaiknya hanya dilakukan pada pinggir pematang atau bagian lain yang mempu meningkatkan daya dukung tambak tanpa mengganggu operasional pengelolaan tambak. Tapi jika tambak ini tidak akan difungsikan kembali, maka disarankan agar semua lahan ini ditanami bakau saja.

b.2. Persepsi masyarakat terhadap rehabilitasi

Persepsi masyarat Desa Cot Rambong mengenai rehabilitasi pesisir jauh lebih baik diandingkan dengan masyarakat Desa Lhok Bubon. Hal ini disebabkan laju pemulihan yang ada di Desa Cot Rambong jauh lebih cepat dibadingkan dengan yang ada di desa Lhok Bubon.

Walaupun masih dijumpai sebagian penduduk yang masih bertahan di barak-barak pengungsian, namun kondisi umum yang terlihat di desa Cot Rambong telah mendekati normal. Dengan kondisi demikian, sebagian besar masyarakat telah siap untuk mengenal dan bahkan berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Sebaliknya, penduduk desa Lhok Bubon masih belum memiliki kesiapan tersebut karena masih disibukkan oleh permasalahan pemenuhan kebutuhan hidup dan perumahan.

140 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.3. Faktor pendukung dan potensi

Kegiatan rehabilitasi di Desa Cot Rambong mempunyai prospek yang cukup besar karena cukup memiliki beberapa faktor pendukung terutama adanya respon positif dari masyarakat. Khusus untuk kegiatan rehabilitasi pantai, kebutuhan akan benih cemara masih dapat dipenuhi dengan memanfaatkan pohon induk yang tumbuh di sekitar wilayah penelitian. Sementara untuk merehabiliatsi lahan bergambut, sumber benih bisa didapatkan disekitar lokasi yang masih menyisakan pohon induk. Seandainyapun belum mencukupi, kebutuhan bibit bisa didatangkan dari luar namun harus sesuai dengan karakteristik lokasi penanaman.

b.4. Faktor penghambat

Di Desa Lhok Bubon, sebagian besar penduduk masih berada di barak-barak pengungsian sehingga secara teknis mereka belum siap untuk berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Di samping kendala tersbut, lokasi yang dinilai sesuai untuk direhabiitasi ternyata telah direncanakan untuk dibangun Tempat Pelelangan Ikan. Dengan demikian, maka kegiatan rehabilitasi di lokasi ini menjadi tidak memungkinkan.

Di desa Cot Rambong, masyarakat menunjukjkan respon yang sangat baik terhadap kegiatan rehabilitasi. Namun demikian, kemampuan / kapasitas untuk melaksanakan rehabilitasi sangat terbatas. Bimbingan teknis sangat diperlukan untuk menjamin rehabilitasi dapat berjalan dengan baik. Hambatan lain adalah jarak pantai yang rata-rata cukup jauh dari pemukiman, sehingga pelaksanaan rehabilitasi agak sulit.

b.5. Hasil sintesa

• Dari 2 lokasi yang dikunjungi yaitu pantai Cot Rambong dan pantai Lhok Bubon, hanya dijumpai 1 lokasi yang dinilia memiliki prospek yang besar untuk untuk direhabilitasi. Lokasi tersbut adalah pantai Desa Cot Rambong. Walaupun secara teknis memungkinkan untuk direhabilitasi, namun rencana pembangunan Tempat Pelelangan Ikan menjadi pembatas untuk terlaksananya kegian rehablitasi pantai. Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi tidak direkomendaiskan di pantai Lhok Bubon.

• Rehabilitasi di kawasan pesisir diharapkan dapat menumbuhkan pohon-pohon yang mampu meredam laju abrasi, terutama pada pantai yang garis pantainya bergeser ke arah laut.

• Jenis yang dapat digunakan untuk rehabilitasi pada kawasan pantai berpasir antara lain jenis Cemara laut dan Ketapang. Penanaman sebaiknya dilakukan pada pantai yang masih cukup lebar sehingga posisi penanaman tidak terlalu dekat ke laut. Indikator yang dapat dipakai untuk memilih lokasi adalah tumbuhan Ipomoea pes-caprae. Lokasi yang sudah ditumbuhi Ipomea pes-caprae merupakan lokasi yang sesuai untuk penanaman.

• Selain pantai, lahan bergambut di Desa Cot Rambong juga direkomendasikan untuk direhabilitasi dengan jenis tanaman lokal yang sesuai antara lain jelutung rawa Dyera lowii, pulai rawa Alstonia pneumatophora, dan laban Vitex pinnata.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 141

c. Pontensi Pengembangan Ekonomi

Bantuan yang masuk ke wilayah kedua desa di atas (Cot Rambong dan Lhok Bubon) cukup banyak dan beragam. Saat survey berlangsung terdeteksi adanya ketidak-puasan pada sebagian masyarakat sebagai akibat dari kurangnya koordinasi terhadap pengaturan bantuan-bantuan yang masuk ke desa. Ke depan hal ini penting untuk dievaluasi dan diperbaiki untuk meningkatkan efektifitas bantuan tersebut agar mencapai sasaran yang diinginkan dan dirasakan para korban bencana.

Sebagian besar penduduk dari kedua desa di atas masih berada di barak/lokasi pengungsian. Hal ini merupakan kendala bagi proses pemulihan baik dari segi perekonomian, pendidikan, kualitas hidup serta kepercayaan diri para korban bencana. Untuk itu, upaya pembangunan rumah sebagai pengganti rumah koran yang rusak atau hilang, penting untuk dipercepat. Setiap unsur yang terkait (pemerintah, donor maupun NGO) sebaiknya dapat saling mendukung untuk terlaksana hal tersebut.

Usaha yang mendesak dilakukan adalah revitalisasi pertanian dan perbaikan prasaranan perikanan. Dalam jangka menengah perlu di kaji usaha-usaha untuk untuk memperbaiki kondisi perekonomian di wilayah Nagan Raya. Untuk itu perlu dibangun suatu system perekonomian yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang yang akan menguntungkan semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat korban tsunami.

c.1. Kegiatan perikanan

c.1.1. Perikanan laut

Perahu boat, sampan dan alat tangkap pancing atau jaring milik nelayan yang rusak atau hancur akibat musibah gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan para nelayan kehilangan sumber mata pencaharian (tidak bisa menangkap ikan seperti biasanya). Akibat lanjutan dari hal tersebut adalah suplai hasil perikanan terhenti dan menjadikan seluruh mata rantai pemasaran terputus.

Berdasakan hal di atas, maka bantuan berupa perahu boat atau sampan serta alat tangkap pancing atau jaring sangat dibutuhkan. Akan tetapi, informasi mengenai jumlah dan komposisi penduduk yang berperan sebagai nelayan di darah ini belum jelas. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian dilakukan, penduduk desa tersebar di pengungsian dan rumah dekat pantai. Kondisi ini akan menyulitkan pemberian bantuan kepada masyarakat khususnya nelayan.

Sementara itu, bantuan berupa perahu boat dan sampan dari beberapa lembaga donor telah ada. Namun, bantuan ini masih terbatas dan tampaknya belum banyak membantu menyelesaikan permasalahan karena jumlah nelayan relatif cukup banyak. Oleh karena itu, bantuan berupa perahu boat atau sampan dan alat tangkap pancing atau jaring masih diperlukan oleh para nelayan.

Agar dapat diketahui jenis perahu dan alat tangkap yang sebaiknya diberikan, berikut ini adalah matriks perbandingan antara perahu boat dengan perahu sampan dan antara alat tangkap pancing dengan jaring.

142 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 47. Matriks perbandingan pengadaan perahu boat dan perahu sampan.

Komponen Perahu boat Perahu sampan

Harga lebih mahal lebih murah Biaya operasional Mahal murah Lokasi penangkapan di laut muara sungai Frekuensi setiap hari setiap hari Jumlah hasil tangkapan Lebih banyak lebih sedikit Jumlah awak 2-5 orang 1 orang

Tabel 48. Matriks perbandingan pengadaan jaring dan pancing

Komponen Jaring Pancing

Harga Lebih mahal lebih murah Efektifitas Lebih efektif kurang efektif Jumlah hasil tangkapan Lebih banyak lebih sedikit

Berdasarkan matriks di atas, perahu boat dan perahu sampan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari keenam (6) variable di atas, harga perahu, biaya operasional jumlah awak, dan hasil tangkapan merupakan faktor kunci untuk memilih jenis perahu yang akan diberikan. Berdasarkan hal tersebut, maka keduanya memiliki tingkat kelemahan dan kelebihan yang relatif berimbang. Bantuan berupa perahu boat memiliki kelemahan dalam harga dan biaya operasionalnya, yaitu lebih mahal tetapi dengan jumlah awak 5 orang dan jumlah hasil tangkapan yang lebih banyak. Hal ini relatif berimbang jika dibandingkan dengan perahu sampan yang harganya lebih murah, dioperasikan oleh satu orang, namun hasil tangkapannya lebih sedikit. Oleh karena itu, bantuan berupa perahu boat kepada nelayan utama dan perahu sampan kepada nelayan sambilan relatif sama-sama efektif (tergantung pada komposisi nelayan yang ada). Sementara dari segi alat tangkap, bantuan berupa alat tangkap jaring atau jala relatif lebih efektif dibandingkan dengan pancing.

Agar pemberian bantuan berupa perahu boat atau sampan dan alat tangkap jaring atau jala dapat bermanfaat, maka diperlukan sarana pendukung, antara lain: tempat pemasaran ikan dan bahan pengawet ikan berupa es dan garam untuk mengirim/menjual hasil tangkapan ke Meulaboh atau Medan.

c.1.2. Alternatif kegiatan perikanan di muara sungai yang menyerupai kolam air laut atau laguna

Berdasarkan hasil analisa kualitas air, perairan di muara sungai Kuala Trang, Kuala Tuha dan Krueng Bubon relatif tawar (salinitas 0 ppt di muara Kuala Tuha dan muara Lhok Bubon) hingga payau (6 ppt di muara/laguna Kuala Trang) dan relatif tidak keruh (1,3 – 15,3 NTU) , pH

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 143

mendekati netral hingga agak basa (6,81-7,99) namun DO sangat rendah (0 mg/l di bekas tambak Lhok Bubon dan 0- 3,1 mg/l di Kuala Trang) hingga relatif normal (6 mg O2/l di Laguna Kuala Trang), serta kandungan bahan organik bervariasi antara 2,7 mg/l di Kuala Trang hingga 5,7 mg/l di muara Lhok Bubon). Kondisi tersebut memungkinkan beberapa alternatif pengembangan kegiatan perikanan seperti tercantum dalam Tabel 49 di bawah ini.

Tabel 49. Matriks alternatif kegiatan perikanan dan kendala-kendalanya serta persiapan yang dibutuhkan

Alternatif Potensi Lokasi Kendala dan persiapan yang dibutuhkan

Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (misalnya kakap)

Muara sungai dan sawah-sawah yang tergenang

diperlukan informasi seperti kedalaman perairan, perubahan volume air selama setahun (minimal musim hujan dan musim kemarau), fluktuasi DO, fluktuasi salinitas, kecepatan arus dan sirkulasi air yang terjadi minimal dalam periode setahun. [catatan: niali DO di laguna Kuala Trang tercatat sangat rendah 0-3,1 mg/l untuk itu upaya budidaya ikan pada lokasi ini sebaiknya dihindari]

Perlu kajian teknis untuk menentukan volume budidaya (daya dukung),

Perlu pelatihan mengenai teknis budidaya ikan. Perlu kejelasan status dan batas tanah dari pemilik tanah sawah

yang tergenang air laut. Tempat untuk memerangkap ikan

Muara sungai, laguna Kuala Trang

Jaring ini dipasang di muara sungai dengan memperhitungkan pasang surut air laut. Pada saat air laut pasang, jaring harus terendam air cukup dalam agar ikan-ikan pantai tetap bisa terbawa masuk ke muara sungai yang menyerupai kolam air laut atau laguna. Pada saat air surut, jaring tetap terendam air tetapi diusahakan bagian atas jaring tampak di permukaan air agar ikan-ikan tidak bisa keluar (terperangkap). Untuk mengembangkan cara ini diperlukan beberapa informasi, antara lain: informasi mengenai pasang surut air laut informasi mengenai ukuran jaring yang dibutuhkan agar tidak

semua ikan dengan berbagai ukuran tertangkap (untuk menjaga kelestarian populasi ikan)

diperlukan pengaturan penggunaan alat tangkap. Kolam ikan Di sawah yang

tergenang air laut Yaitu dengan cara membuat sekat/pagar penghalang (misalnya berupa jaring) pada setiap bagian petak sawah yang tergenang agar biota tidak dapat keluar atau lepas. Untuk mengembangkan cara ini diperlukan beberapa informasi, antara lain: diperlukan informasi kesesuaian (ekologis dan ekonomis) jenis

ikan yang akan dipelihara. diperlukan informasi mengenai spesies predator dalam rantai

makanan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan kolam budidaya.

perlu kejelasan status dan batas tanah dari pemilik tanah sawah yang tergenang air laut yang akan dijadikan kolam (perlu sekat/pagar pembatas)

c.1.3. Kegiatan rehabilitasi tambak di Desa Lhok Bubon

Ditinjau dari aspek tanah, lahan bekas tambak masih memungkinkan untuk dijadikan lahan pertambakan dengan perbaikan tata air seperti perbaikan saluran drainase untuk mencuci garam-garam dan pirit.

144 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Berdasarkan hasil analisis iklim, wilayah penelitian memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sumber air tawar yang diperlukan bagi kegiatan perikanan khususnya tambak relatif tersedia.

Ditinjau dari aspek kualitas airnya, kandungan oksigen terlarut/DO di lokasi ini sangat rendah (0 mg/l di air tambak dan 2 mg/l di sungai Bubon), sehingga budidaya tambak relatif tidak layak. Selain itu tsunami telah menyebabkan pintu saluran air/sungai menuju tambak tertutup oleh pasir sehingga air laut tidak dapat masuk (saluran drainase terhambat). Upaya restorasi terhadap kondisi semacam ini akan sangat mahal.

Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, kepemilikan tambak tidak didukung oleh bukti sertifikat hak milik tanah tambak karena hilang saat terkena musibah tsunami. Hal ini dapat menimbulkan sengketa tanah tambak di kemudian hari.

Tambak dan saluran air yang tertimbun lumpur atau pasir harus diperbaiki dengan cara melakukan pengerukan dasar tambak atau saluran air untuk dijadikan pematang dan tanggul tambak. Untuk perbaikan tersebut diperlukan beko/eskavator dengan biaya yang sangat besar. Biaya penyewaan 1 unit eskavator sekitar Rp. 2.500.000/hari. Jadi jika 1 unit eskavator mampu menyelesaikan perbaikan sekitar 1 Ha tambak dalam waktu 2 hari, maka biaya yang harus dikeluarkan adalah sekitar 5 juta rupiah/ha dan dan untuk seluruh tambak di Lhok Bubon (± 50 Ha) biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 250 juta.

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa tambak sulit untuk direhabilitasi karena kualitas air tidak sesuai untuk kegiatan budidaya udang dalam tambak. Selain itu, biaya untuk rehabilitasi tambak sangat besar seperti menyewa beko/eskavator, pembuatan sertifikat tanah tambak, perbaikan saluran drainase, pembuatan depot es dan garam, biaya usaha pertambakan dan pembuatan tanggul serta pematang tambak. Oleh karena itu, petani tambak memerlukan alternatif lain sebagai sumber mata pencaharian.

c.2. Pertanian

Penilaian kesesuaian lahan bagi pengembangan pertanian dilakukan untuk jenis-jenis tanaman pangan, kelompok tanaman holtikultura dan tanaman perkebunan, penggunaan lahan untuk perikanaan atau penggunaan lainnya. Faktor yang digunakan sebagai faktor pembatas untuk penilaian kesesuaian adalah retensi hara (nr), media perakaran (rc), Toksisitas/salinitas (xc) bahaya sulfidik (xs) dan bahaya banjir/genangan (fh). Dalam penilian kesesuaian lahan faktor iklim dan topografi tidak dijadikan sebagai faktor pembatas.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 145

Tabel 50. Hasil Penilaian kesesuaian lahan di lokasi Kuala Trang, Cot Rambong, Pucok Lueng dan Lhok Bubon

DESA KUALA TRANG DAN COT RAMBONG DESA LHOK BUBON DAN PUCOK LUENG

Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Lahan No. SPT Tanaman

Pangan Tanaman

Perkebunan Tanaman

Holtikultura

Rekomendasi No. SPT Tanaman

Pangan Tanaman

Perkebunan Tanaman

Holtikultura

Rekomendasi

1 N-rc,nr S3-wa, rc,nr S3-wa, rc,nr Rehabilitasi Pantai (cemara) 1 N-rc,nr S3-wa, rc,nr S3-wa, rc,nr Rehabilitasi Pantai

(cemara)

2 S3-nr,xs,fh S3-nr,xs,fh S3-nr,xs,fh Tanaman palawija dan sayuran (reklamasi) 2 S3-rc,nr,fh S3-rc,nr,fh S3-rc,nr,fh Tanaman pangan,

palawija dan sayuran

3 S3-nr S3-nr S3-nr Perkebunan/buah-buahan 3 S3-rc,nr S3-rc,nr S3-rc,nr

Tanaman pangan, palawija, buah-buahan, sayuran dan perkebunan

4 S3-rc,nr,xs,fh S3-rc,nr,xs,fh N-rc,,nr,xs,fh

Tanaman pangan (sawah), palawija dan sayuran

4 N-xs,fh N-,xs,fh N-xs,fh Tambak dan sawah (reklamasi)

5 N-rc,fh N-rc,fh N-rc,fh Rehabilitasi/Konservasi 5 S3-rc,nr S3-rc,nr S3-rc,nr Tanaman pangan, palawija, buah-buahan, sayuran dan perkebunan

6 S3-rc,fh S3-rc,fh N-rc,fh

Tanaman pangan (sawah), sayuran dan palawija,

7 N-rc,fh N-rc,fh N-rc,fh Rehabilitasi/Konservasi

Keterangan : N = tidak sesuai S3= sesuai marginal

rc = media perakaran kasar, nr= retensi hara sangat rendah, wa=ketersediaan air tidak ada xc= salinitas, xn= alkalinitas, xs=bahaya sulfidik fh = Banjir dan genangan, oa= drainase sangat terhambat.

146 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

c.2.1. Faktor pembatas

Dari tabel 50 di atas dapat dilihat bahwa baik di desa Kuala Trang, Cot Rambong, Lhok Bubon maupun Pucok Lueng, lahan pertanian terbaik hanya dalam tingkat sesuai marginal (S 3). Status kesesuan ini berarti masyarakat masih dimungkinkan untuk melakukan kegiaan pertanian, namun dengan pengelolaan lahan secara hati-hati, terutama pada lahan yang mempunyai potensi pirit dan genangan atau bahaya banjir”.

Faktor-faktor pembatas dikedua wilayah penelitian ini (Wilayah II) antara lain:

• untuk daerah pantai (berpasir), media perakaran kurang baik, unsur hara rendah dan ketersediaan air tanah sangat rendah.

• Untuk daerah rawa pantai terdapat masalah salinitas, adanya potensi bahan sulfidik (pirit) dan bahaya banjir (genangan)

c.2.2. Peluang pengembangan

Untuk mengembangkan pertanian / perkebunan masih terdapat peluang. Peluang tersebut didapatkan antara lain dengan memilih komoditas yang tepat untuk masing-masing kondisi lahan. Berdasarkan tabel 50 tentang analisis kesesuaian lahan di atas terlihat bahwa tanaman perkebunan mempunyai peluang paling besar. Tanaman pangan dan holtikultura mempunyai peluang pengembangan yang hampir sama.

Untuk dapat memberikan hasil yang optimal lahan-lahan yang sesuai di atas masih memerlukan beberapa perlakuan. Perlakuan-perlakuan yang dibutuhkan antara lain perbaikan tata air (saluran drainase dan irigasi), pengolahan tanah yang baik (intensif) dan ameliorasi (pengapuran dan pemupukan bahan organik). Selain itu juga disarankan untuk menerapkan budidaya pertanian dengan teknik ”surjan.”

Dari Hasil analisis kesesuaian lahan terdapat beberapa komoditas tanaman yang cukup sesuai seperti tanaman pangan, palawija, sayuran dan tanaman perkebunan. Di lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong, lahan yang cukup sesuai terdapat di SPT 2, 3, dan 4 (lihat tabel 50 SPT dan kesesuaian Lahan). Di lokasi Pucok Lueng dan Lhok bubon, lahan yang cukup sesuai terdapat pada SPT 2, 3, 4, 5, dan 6. Lahan-lahan tersebut masih memerlukan perbaikan tata air (saluran drainase dan irigasi), pengolahan tanah yang baik (intensif) dan ameliorasi (pengapuran dan pemupukan bahan organik).

Lahan yang tidak sesuai di lokasi Kuala Trang dan Cot Rambong terdapat pada SPT 1 dan 5, sedangkan di lokasi Pucok Lueng dan Lhok Bubon terdapat pada SPT 1 dan 7. Sebaiknya lahan ini dikonservasi atau direhabilitasi dengan tanaman yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan setempat. Namun usaha rehabilitasi tanaman di Lhok Bubon harus diselaraskan dengan rencana pemerintah membangun TPI di lokasi ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 147

d. Kondisi Sosial Masyarakat

Secara umum kondisi sosial masyarakat yang ada cukup baik. Tidak adanya kesenjangan sosial menjadi faktor yang dapat meminimalkan konflik. Demikian juga adanya asimilasi budaya, secara posistif telah memunculkan sikap dan semangat hidup yang baik dalam menjalankan kehidupan.

Terjadinya asimilasi atau masuknya pengaruh budaya luar juga membawa pengaruh negatif berupa terkikisnya budaya setempat. Pengaruh ini telah menyebabkan pergeseran moral di kalangan warga masyarakat. Pengaruh lain dari masuknya budaya luar adalah semakin menurunnya pengetahuan dan pemahaman akan kearifan lokal. Pemahaman akan kearifan lokal ini sangat penting terutama yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam.

Pendidikan termasuk pendikan agama menjadi faktor penting yang harus segera ditangani. Pendidikan agama menjadi sarana yang sangat efektif untuk meredam pengaruh negatif budaya luar. Proses belajar-mengajar yang kurang memadai karena keterbatasan sarana harus segera ditanggulangi. Keterbatasan sarana tersebut secara tidak langsung akan menurunkan mutu pendidikan itu sendiri.

Peranan perempuan yang sebenarnya sudah cukup besar harus tetap ditingkatkan terutama dalam masalah yang menyangkut kebijakan publik. Pembinaan terhadap masyarakat khususnya kaum perempuan harus terus digalakkan untuk dapat mencapai kesetaraan gender. Jika selama ini dalam aktifitas ekonomi sedikitnya sudah terdapat pembagian peran, maka selanjuntanya dalam aktifitas sosial yang lain perempuan juga tidak berada di posisi nomor dua.

4. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil kajian disusun suatu rekomendasi yang tersusun atas tiga (3) bagian yang meliputi aspek kelembagaan dan peranserta masyarakat, peningkatan kapasitas dan contoh alternative kegiatan. Uraian dari rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kelembagaan dan peranserta masyarakat

Dalam aspek kelembaggan dan peranserta masyarakat perlu peningkatan koordinasi antar lembaga baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Segala potensi yang ada di masyarakat wajib dikerahkan untuk dapat menunjang pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana. Masyarakat secara individu atau melalui lembaga-lembaga adat yang ada harus diberikan peran yang signifikan dalam setiap pengambilan kebijakan. Masyarakat, terutama kelompok perempuan harus didorong untuk mau berperan dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana.

Norma-norma hukum adat, kearifan lokal harus tetap dipertahankan dan diikutkan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana. Dilain pihak budaya-budaya yang bersifat negatif dapat dieliminasi. Budaya patriarkhi yang selama ini menjadi penghambat peranserta perempuan dalam kegiatan sosial dalam masyarakat harus dibenahi.

148 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b. Peningkatan kapasitas

Terkait dengan upaya peningkatan pendapatan (livelihood) dan peningkatan kapasitas, maka upaya-upaya penyuluhan dan pelatihan dapat diberikan, antara lain sbb:

• Peningkatan kapasitas dalam bidang berorganisasi dan mengelola kegiatan secara berkelompok maupun individu.

• Pelatihan-pelatihan terkait dengan usaha-usaha alternatif lainnya di bidang ekonomi produktif yang dapat menjadi sumber-sumber pendapatan baru di luar kegiatan ekonomi produktif yang sudah ada.

• Pengenalan dan penerapan teknik-teknik baru dalam proses budidaya atau proses produksi (teknologi tepat guna) untuk meningkatkan hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi produktif yang sudah ada.

Terkait dengan upaya rehabilitasi dan pelestarian lingkungan, maka peningkatan kapasitas berupa penyuluhan dan pelatihan yang dapat diberikan antara lain:

• Pelatihan dan penyuluhan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan pasca bencana. Dari kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat mengantisipasi permasalahan lingkungan yang timbul akibat bencana yang terjadi di kawasan masing-masing. Termasuk di dalamnya upaya-upaya rehabilitasi oleh masyarakat terhadap ekosistem dan lahan usaha yang rusak akibat tsunami

• Penyebaran informasi mengenai status konservasi beberapa jenis satwa yang terancam punah yang terdapat di daerah survey. Informasi dapat berupa leaflet yang ringkas dan jelas, berisi informasi penting mengenai satwa misalnya mengenai status bangau tongtong Leptoptilos javanicus yang dilindungi secara hukum.

c. Alternatif kegiatan yang disarankan

Kegiatan yang disarankan (sebaiknya dilakukan serentak) mencakup dua aspek yaitu aspek rehabilitasi vegetasi dan perbaikan ekonomi. Beberapa rekomendasi kegiatan yang berkatian dengan rehabilitasi dan perbaikan ekonomi antara lain:

c.1. Rehabilitasi Vegetasi & Sanitasi

• Disarankan untuk meminimalkan alih fungsi atau melakukan drainase pada lahan basah yang berada dekat dengan pantai. Jika drainase harus dilakukan (misalnya pada sawah) harus dilakukan secara hati-hati.

• Disarankan untuk menggunakan jenis cemara laut Casuarina equisetifolia dalam kegiatan penanaman / rehabilitasi pantai berpasir. Lahan gambut yang terbuka (karena adanya pembukaan lahan dimasa lalu) disarankan untuk ditanami dengan jenis jelutung rawa Dyera lowii.

• Disarankan untuk secepatnya melakukan evaluasi atas penyediaan air bersih. Sumur atau sumur air lama yang berada di lokasi yang mengalami

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 149

kerusakan berat sebaiknya tidak digunakan lagi (karena telah terkontaminasi bakteri fecal coliform). Jika kawasan pemukiman lama dibangun kembali, disarankan untuk membuat atau menyediakan sumber air bersih yang baru dan membenahi sarana sanitasi.

c.2. Perbaikan ekonomi

• Terkait dengan pemberian bantuan, disarankan untuk melakukan identifikasi jumlah dan komposisi penduduk dan pihak-pihak yang telah mendapatkan bantuan secara lebih detail, agar pemberian bantuan dapat tepat sasaran dan tidak terjadi duplikasi serta ketidakseimbangan jumlah dan jenis bantuan.

• Disarankan untuk melakukan kajian atau percobaan untuk memanfaatkan laguna sebagai wadah bagi pengembangan (termasuk budidaya) perikanan atau pemanfaatan muara – muara sungai sebagai tempat untuk memerangkap ikan.

• Disarankan untuk mengembangkan sistem surjan dalam budidaya pertanian.

• Jenis bantuan yang disarankan dapat diberikan kepada nelayan adalah perahu boat dan alat tangkap jaring. Bantuan tersebut berlaku untuk nelayan tetap dan nelayan sambilan. Bantuan ini juga dapat diberikan kepada petambak untuk dapat beralih profesi mengingat lahan tambak yang ada mengalami kerusakan yang cukup parah dan kurang layak untuk dimanfaatkan kembali.

5. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN 2 (NAGAN RAYA DAN ACEH BARAT)

Seperti telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan (Bab I), kajian terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi pasca tsunami di Aceh dan Nias ditujukan untuk mendukung penyebaran bantuan hibah dana small grant GCRP (yang dikelola/disalurkan oleh WI-IP) untuk masyarakat korban tsunami melalui atau difasilitasi oleh berbagai LSM/KSM lokal. Meskipun pada kenyataannya tidak sepenuhnya hasil kajian ini mencerminkan pengalokasian dana kepada lokasi-lokasi yang telah di kaji, namun ada baiknya dalam laporan ini disampaikan kepada para pembaca tentang lokasi-lokasi mana saja yang telah dibantu dan nama-nama LSM/KSM yang memfasilitasi bantuan tersebut.

Peta dan Tabel 51 di bawah mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Nagan Raya dan Aceh Barat (diantaranya) telah dimulai sejak bulan November 2005. Saat laporan ini ditulis, sebagian besar dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove.

150 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

01

73

14

04

06

11

72

71

08

09

02

05

07

12

03

15

16

7410

13

17

9

1

8

10 11

2

46

7

5

3

12 +13

Gambar 63. Peta Sebaran small grant di wilayah II (Nagan Raya dan Aceh Barat)

Tabel 51. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa

lokasi Nagan Raya & Aceh Barat

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam & luas/lokasi lahan

rehabilitasi Lokasi kegiatan di

1 Pusat Pengembangan Potensi Pesisir dan lautan (P4L), Meulaboh

Pemberan modal uasah pertanian, perikanan, peternakan, usaha kue, dan menjahit

5000 bakau dan 5000 (coklat, kelapa dan pinang) pada lahan pantai seluas 10 ha

Ds Pasie Pinang, Kec. Meurebo, Aceh Barat

2 Forum Komunikasi Generasi Muda Aceh Barat (FK-GEMAB)

Usaha kecil oleh masyarakat binaan FK-GEMAB

Rehabilitasi hutan pantai seluas 5 ha dengan menaman 3500 pohon kelapa dan cemara laut

Desa Suak Raya.Kec. Johan Pahlawan, Aceh Barat

3 Yayasan Peduli Lingkungan (YPL), Meulaboh

Pemberian beasiswa untuk murid-murid SD & pengembangan usaha kecil

2000 tanaman pantai (asam jawa dan cemara) pada kawasan lahan kota kelurahan seluas 2 ha

Kel. Kuta Padang, Kec. Johan Pahlawan, Aceh Barat

4 Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Maju Bersama, Aceh Barat

Berternak kambing dan budidaya ikan kakap dan kerapu dalam keramba tancap (fence/pen culture)

10.000 bibit campuran (coklat , pinang, kelapa, rambutan, pisang, mangga) seluas 20 ha di pantai dan kebun rumah

Ds Pucok Lueng, Kec Samatiga, Aceh Barat

5 Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Suak Seukee, Aceh Barat

Berternak kambing 10.000 bibit campuran (coklat , pinang, kelapa, rambutan, pisang, mangga, nangka) seluas 20 ha di pantai dan kebun rumah

Ds Suak Seukee, Kec. Samatiga, Aceh Barat

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 151

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam & luas/lokasi lahan

rehabilitasi Lokasi kegiatan di

6 Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Ingin Makmur, Aceh Barat

Berternak sapi 10.000 bibit campuran (coklat, pinang, kelapa, rambutan, pisang, mangga, nangka, sukun) seluas 20 ha di pantai dan kebun rumah

Ds Lhok Bubon, Kec. Samatiga, Aceh Barat

7 Aceh Partnership Foundation (APF), Aceh Besar

Pemberian modal kerja untuk Kelompok Perempuan dalam pengembangan pertanian di lahan bekas terkena tsunami

7000 tanaman pantai (kelapa, mangga, rambutan) seluas 15 ha

Ds Kuala Bubon, Suak Timah, Cot Darat, Kec. Samatiga, Aceh Barat

8 Yayasan Pengembangan Kawasan (YPK).. dalam proses

Samatiga

9 Yayasan Pekat Indonesia (Pekat), Nagan Raya

percontohan pertanian organis di lahan seluas 1 hektar oleh kaum wanita

Rehabilitasi lahan pantai (10,000 bibit) dengan mangrove, kelapa, mangga, rambutan, coklat, mencakup areal 10 hektar

Desa Kuala Tuha, Kecamatan Kuala, Nagan Raya

10 Yayasan Pembela Petani dan Nelayan (PAPAN)

pengembangan usaha-usaha ekonomi ramah lingkungan yang berbasis pada sumberdaya alam pesisir

Penanaman 50.000 mangrove pada areal seluas 10 ha dan 5000 pohon kelapa pada areal 12 ha

Desa Cot Mue/ Kuala

11 Jaringan Informasi dan Komunikasi Masyarakat Tsunami (JIKMTs) Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya.

Modal usaha untuk berternak kambing

10.000 tanaman campurani (cokelat, kelapa, pinang, pisang) seluas 20 ha

Ds Kubang Gajah, Kec. Kuala, Nagan Raya

12

Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Karya Tabina Desa Kampong Cot Kecamatan Samatigakabupaten Aceh Barat

Rehabilitasi dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis lokal

di Desa Kampong Cot Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat

13

Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Karya Mandiri Desa Suak Panteubreuh Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat

Rehabilitasi dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis lokal

Di Desa Suak Panteubreuh Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.

152 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

C. WILAYAH PENELITIAN III: KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi & Demografi

Banda Aceh adalah ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dahulu kota ini bernama Kutaraja, kemudian sejak 28 Desember 1962 namanya diganti menjadi Banda Aceh. Berdasarkan Perda Aceh No.5/1988, tanggal 22 April 1205 ditetapkan sebagai hari jadi kota ini. Selain sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh juga menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Gelombang tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 menelan 78.417 korban meninggal dan 600 hilang (Aceh Media Center) serta menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Hingga kini belum diketahui berapa jumlah pasti penduduk Banda Aceh pasca tsunami.

Kabupaten Aceh Besar di sisi barat dibatasi oleh Samudera Hindia, di timurnya Selat Malaka dan utaranya berbatasan dengan Teluk Benggala. Sedang untuk wilayah darat, Aceh Besar berbatasan dengan kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara. Aceh Besar terbagi atas 22 kecamatan. Jumlah korban meninggal pada Kabupaten Aceh Besar adalah 6.375 jiwa dan hilang 546 jiwa (Aceh Media Center).

Desa yang menjadi target penelitian adalah Desa Lham Dingin, Kecamatan Kuta Alam, Desa Tibang dan Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala. Ketiga Desa ini masih berada di wilayah kota Band Aceh. Dua desa lain yang juga menjadi target penelitian adalah Desa Neuhun dan Lham Nga yang masuk wilayah Kabupaten Aceh Besar.

Desa-desa yang menjadi target penelitian letaknya masih dekat dengan wilayah kota Banda Aceh. Desa Neuhun, misalnya dapat ditempuh melaui jalan darat sejauh + 20 km selama atau lebih kurang ½ jam perjalanan dengan kendaraan roda 4 dari kota Bnada Aceh. Sarana perhubungan (pasca tsunami) di wilayah penelitian cukup baik (sampah tsunami hampir sebaian beasr telah dipindahkanke tempat lain) .

Secara umum lokasi penelitian merupakan daerah dengan topografi datar dan datar sampai bergelombang untuk daerah Nehuen dan Lhamnga. Sebagian besar kawasan pesisir pantai di desa Lam Dingin dan Tibang merupakan areal tambak udang yang dikelola oleh masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok. Selain tambak, di Desa Neuhun juga terdapat sedikit sawah tadah hujan.

Meskipun tersisa hanya sedikit, di wilayah penelitian masih dijumpai formasi mangrove dengan penyusun antara lain jenis Rhizophora spp dan Aviceniia spp. Selain jenis mangrove, dapat ditemukan beberpa jenis tumbuhan pantai antara lain: cemara Casuarina equisetifolia, kelapa Cocos nucifera, dan Waru laut Hibiscus tiliaceus.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 153

b. Iklim

Menurut Schmidt and Fergusson (1951) wilayah penelitian termasuk dalam Tipe hujan C (agak basah) dengan nilai Q= 0.4%, sedangkan menurut sistem klasifikasi Oldeman (1975) tergolong Zona E, yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah (>200 mm) selama < 3 bulan dan bulan kering (< 100 mm) secara berturut-turut selama 5 bulan. Pada Peta agroklimat yang disusun oleh Oldeman et al., (1975) termasuk zona E2. KOPPEN (dalam Schmidt and Fergoson, 1951) menggolongkan lokasi penelitian kedalam tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis (Tropical rainy climate), mempunyai suhu bulan terdingin > 18oC.

Fluktuasi temperatur udara rata-tata antara 260C - 27.60C dengan rata-rata tahunan 26.8 0C. Temperatur udara tertinggi terjadi pada Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari. Sedangkan Fluktuasi kelembaban udara berkisar antara 73.2 % sampai 86.4 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Agustus.

c. Profil Ekosistem umum

Kota Banda Aceh dan sebagian wilayah kabupaten Aceh Besar berada di lembah Krueng Aceh. Lembah ini merupakan penghubung antara dataran rendah di pesisir barat dan dataran rendah di pesisir timur P. Sumatera. Sebagian besar tanah di tempat ini terdiri dari kelompok endapan aluvial, berupa lempung dan pasir. Endapan masih bersifat lepas sampai agak padu, kelolosan airnya rendah sampai sedang, daya dukung pondasinya rendah sampai sedang, dan kesuburan potensial tanahnya rendah sampai tinggi

Sesuai dengan letaknya yang berada di dataran rendah, Kota Banda Aceh mengalami dampak akibat tsunami yang sangat parah. Berdasarkan analisi citra satelit daerah yang dinyatakan rusak total mencapai jarak lebih kurang 3 km dari pantai, dan yang rusak berat berada pada jarak lebih kurang 4 km dari pantai dan yang rusak ringan berada pada jarak lebih kurang 6 km atau lebih. Pengaruh tsunami yang secara fisik dan ekologi paling parah terjadi pada tempat-tempat yang berada di dekat pantai. Pada tempat-tempat yang lebih jauh dari pantai, meskipun kerusakan fisiknya tidak terlalu berat, tetapi kerusakan/perubahan ekologi yang terjadi tetap perlu menjadi perhatian.

154 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 64. Peta daerah penelitian di Banda Aceh dan Aceh Besar

Keterangan: Lingkaran warna kuning adalah daerah wilayah Desa Lham Dingin dan Tibang Lingkaran warna putih adalah wilayah desa Neheun dan Lham Nga

2. DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi lahan Basah

Dengan mengacu pada klasifikasi lahan basah pada Annex 1 dari Information sheet on Ramsar Wetlands maka di wilayah penelitian ditemukan tipe-tipe lahan basah sebagai berikut :

A : Permanent shallow marine waters (Perairan laut dangkal) E : Sand shore (pantai berpasir)

F : Estuarine waters (perairan muara) G : Intertidal mud sand or flats (dataran pasang surut berpasir atau

berlumpur)

I : Intertidal forested wetlands (Lahan basah pasang surut berhutan, seperti hutan mangrove)

K : Coastal brackish to saline water lagoon (laguna pantai berair payau hingga asin), terutama di Aceh Besar

M : Permanent rivers (sungai permanen)

1 : Aquaculture pond (kolam budidaya air) 3 : Irrigated land (lahan beririgasi)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 155

Dari seluruh tipe lahan basah yang ada maka kolam budidaya air payau (1) atau tambak adalah lahan yang paling dominant dijumpai di Aceh Besar dan Banda Aceh. Hampir semua lahan basah berupa dataran pasang surut (G) dan lahan basah pasang surut berhutan (I) sudah dikembangkan menjadi tambak. Adanya lahan pasang surut berhutan pada lokasi di atas diketahui dari adanya sisa-sisa tegakan mangrove yang tersebar secara tidak merata di sepanjang tepi saluran air tambak.

Sungai permanen (M) yang besar adalah Krueng Aceh. Sungai ini menjadi sumber air tawar untuk budidaya bagi tambak-tambak yang berada di Desa Lham Dingin dan sekitarnya. Bagi tambak-tambak yang berada di Desa Neuhun dan Lham Nga, sumber airnya berasal dari Krueng Neuhun.

Laguna (K)

Sekurangnya dijumpai ada 4 buah laguna yang terdapat di wilayah Aceh Besar, yaitu laguna di Desa Meunasah, Desa Meunasah Layeun, Desa Pulot, dan Desa Krueng Kala. Keempatnya berair payau hingga asin (dengan salinitas 1,5 – 24,5 ppt), lihat Tabel 52 dan Gambar 65.

Tabel 52. Lokasi dan koordinat laguna yang diteliti di Aceh Besar

Laguna No. Desa Kecamatan Kabupaten Koordinat

1 Meunasah Leupung Aceh Besar N 5° 24‘ 51.60“ E 95° 14’ 56.08“ 2 Meunasah

Layeun Leupung Aceh Besar N 5° 23‘ 17.64“ E 95° 15’ 21.00“

3 Pulot Leupung Aceh Besar N 5° 21‘ 52.70“ E 95° 14’ 56.20“ 4 Kruengkala Lhoong Aceh Besar N 5° 17‘ 03.66“ E 95° 14’ 44.35 “

Gambar 65. Posisi lokasi keempat Laguna di Kabupaten Aceh Besar

156 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Laguna di Desa Meunasah Kecamatan Leupung-Aceh Besar (No 1) Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan ini merupakan sungai yang bermuara ke laut. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan rumah-rumah di sekitar sungai menjadi hancur. Selain itu, air dan sedimen dari laut juga masuk ke sungai. Setelah bencana tersebut, mulut dari muara sungai ini tertutup oleh pasir laut sehingga air terperangkap dan membentuk suatu genangan (laguna) (Gambar 66). Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi tidak sampai kering.

Gambar 66. Laguna di Desa Meunasah Kecamatan Leupung-Aceh Besar

Berdasarkan hasil survey, laguna ini cukup luas dan dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh. Di sekitar laguna, terdapat rumah-rumah yang hancur karena gempa bumi dan tsunami dan saat ini tidak ada lagi penduduk yang tinggal. Selain itu, di sekitar laguna juga dijumpai tanaman bakau yang telah mati. Jika dilihat dari atas bukit, laguna dan laut yang ada di desa tersebut, pemandangannya cukup indah. Sementara angin laut menyebabkan udara menjadi sejuk. Namun demikian, karena tidak adanya pohon-pohon peneduh di pinggir jalan menyebabkan panasnya sinar matahari cukup terasa. Di sebelah barat, laguna ini berbatasan dengan laut (Samudera Hindia) kira-kira berjarak 5-10 m, di sebelah timur dan utara berbatasan dengan bukit sedangkan di sebelah selatan berupa rumah-rumah yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami. Hingga saat dilakukannya survey, laguna telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing ikan dengan menggunakan alat tangkap pancing. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai disajikan dalam Tabel 53. Selain itu, di sekitar laguna juga cukup banyak terdapat lahan yang berpotensi untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi tanaman.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 157

Tabel 53. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Desa Meunasah-Aceh Besar*

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan

Kakap Lates calcarifer ++ Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ Merah mata Caranx sp. + Kerape Epinephelus spp. + Tanda Lutjanus fulvus ++ Kirung Mesopristes argentus + Saridin Ambassis sp. +

* wawancara dengan 3 orang responden (nelayan) + = sedikit; ++ = sedang; +++ = banyak

Dari hasil analisa kualitas air (Tabel 54) di bawah ini, terlihat bahwa laguna ini memiliki perairan yang payau (salinitas 6 ppt), dengan nilai suhu, DHL, pH dan DO yang relatif normal. Tabel 54. Hasil analisa kualitas air di laguna Desa Meunasah-Aceh Besar**

No. Parameter Satuan Kedalaman (m)

0/permukaan FISIKA

1. Suhu ° C 29 2. DHL µS/cm 10500 3. Salinitas ppt 6 KIMIA

4. pH - 6,7 5. DO mg/l 6,8

** diukur pada bulan September 2005

Laguna di Desa Meunasah Layeun, Kecamatan Leupung-Aceh Besar (No 2) Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan ini berupa areal persawahan dan sungai yang bermuara ke laut Samudera Hindia. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan rumah-rumah di sekitar sungai menjadi hancur dan areal persawahan terendam air (tenggelam). Selain itu, air dan sedimen dari laut juga masuk ke sungai. Setelah bencana tersebut, mulut muara sungai ini tertutup oleh pasir laut sehingga air terperangkap dan membentuk suatu genangan (laguna) (Gambar 67). Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi tidak sampai kering. Pada saat dilakukan survey bulan September 2005, hujan deras yang berlangsung sejak malam hari telah menyebabkan air sungai meluap dan banjir di sekitar tenda-tenda pengungsian penduduk serta di ruas jalan raya sekitar Desa Meunasah Layeun yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh.

158 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 67. Laguna di Desa Meunasah Layeun Kecamatan Leupung-Aceh Besar

Berdasarkan hasil survey, laguna ini cukup luas (memanjang) dan dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh. Di sekitar laguna, terdapat rumah-rumah yang hancur karena gempa bumi dan tsunami dan tenda-tenda pengungsian penduduk. Selain itu, di sekitar laguna juga dijumpai tanaman Nypah. Jika diamati, maka bukit, laguna dan laut yang ada di desa tersebut, pemandangannya cukup indah dan udaranya sejuk. Namun demikian, karena tidak adanya pohon-pohon peneduh di pinggir jalan menyebabkan lokasi ini terasa gersang dan panas. Di sebelah barat, laguna ini berbatasan dengan laut (samudera hindia) kira-kira berjarak 5-10 m, di sebelah timur adalah hulu dan hilir dari aliran sungai, di sebelah utara merupakan tenda-tenda pengungsian penduduk sedangkan di sebelah selatan berupa bukit-bukit. Dari hasil analisa kualitas air (Tabel 55), terlihat bahwa laguna merupakan perairan yang relatif tawar hingga agak payau (salinitas 1,5 ppt) dengan parameter kualitas air lainnya yang relatif normal kecuali kesadahan total, nitrat dan amonia yang nilainya relatif tinggi. Tingginya nilai kesadahan total diduga dikarenakan daerah penelitian merupakan daerah berkapur (atau mungkin dberasal dari sisa kapur yang digunakan petani pada sawah-sawah mereka terdahulu, tapi kini telah tengelam) yang dapat menyebabkan perairan menjadi sangat sadah. Sementara tingginya nilai nitrat dan amonia diduga berasal dari pencucian pupuk dari sawah-sawah yang kini terendam dan ditambah dari hasil proses dekomposisi bahan organik di air.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 159

Tabel 55. Hasil analisa kualitas air di laguna Meunasah Layeun**

No. Parameter Satuan Kedalaman (m)

0/permukaan FISIKA

1. Suhu ° C 29 2. TSS mg/l 18 3. Kekeruhan NTU 8,8 4. DHL µS/cm 2250 5. Salinitas Ppt 1,5 KIMIA

6. pH - 7,25 7. DO mg/l 7,60 8. BOD5 mg/l 7,8 9. COD mg/l 16.3 10. CO2 mg/l 4 11. Alkalinitas mg/l CaCO3 84 12. Kesadahan Total mg/l CaCO3 525.5 13. Orthofosfat mg/l <0,001 14. Besi (Fe) mg/l 0.031 15. Nitrit (NO2-N) Mg/l <0,0002 16. Nitrat (NO3-N) Mg/l 0.636 17. Amonia (NH3-N) Mg/l 0.968

** diukur pada bulan september 2005

Laguna Desa Pulot Kecamatan Leupung-Aceh Besar (No 3) Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan ini berupa alur sungai kecil (airnya berasal dari mata air dikaki bukit) yang bermuara ke laut. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan rumah-rumah di sekitar sungai menjadi hancur. Selain itu, air dan sedimen dari laut juga masuk ke sungai. Setelah bencana tersebut, mulut dari muara sungai ini tertutup oleh pasir laut sehingga air terperangkap dan membentuk suatu genangan (laguna). Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi tidak sampai kering. Kedalamannya berkisar antara 1-8 meter. Jarak laguna dari pantai adalah sekitar 15 meter. Masyarakat Desa Pulot masih tinggal di barak-barak pengungsi yang letaknya tidak jauh dari Laguna. Sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami, usaha nelayan dan perkebunan merupakan usaha utama dari masyarakat Desa Pulot. Berdasarkan hasil survey, laguna ini relatif kecil (sekitar 15 ha), dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh dan di sekitarnya terdapat tempat pengungsian penduduk. Dekat laguna kini telah berdiri Puskesmas yang dibangun atas bantuan Bulan Sabit Merah Arab Saudi, namun belum dioperasikan. Tepi bangunan Puskesmas agak menjorok ke tepi laguna dan beresiko longsor karena tepi laguna mengalami abrasi. Selain itu, di sekitar tepi laguna, yang kini mengalami abrasi, juga dijumpai tanaman Nypah, sebagian telah mati akibat gelombang tsunami.

160 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Jika diamati, maka bukit dan laguna di desa tersebut memiliki pemandangan yang cukup indah dan udaranya sejuk (Gambar 68), namun di bagian tepinya agak gersang dan tidak bervegetasi pohon, kecuali semak.

Gambar 68. Laguna di Desa Pulot (kiri atas) dan Mata air di bagian hulu laguna (kanan atas). Puskesmas yang dibangun Saudi Arabia (kiri bawah) dan Nypah yang mati akibat tsunami (kanan bawah). (Foto: I N.N. Suryadiputra, Juni 2006)

Di sebelah barat, laguna ini berbatasan dengan laut (samudera hindia) kira-kira berjarak 5-10 m, di sebelah timur berbatasan dengan bukit yang dihuni satwa liar antara lain, Lutung (Presbytis sp.), Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina), Siamang dan beberapa jenis rangkong Bucerotidae, di sebelah utara berbatasan dengan tempat pengungsian penduduk sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh. Di bagian hulu dari laguna ini terdapat sumber mata air tawar yang dimanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air minum dan juga merupakan (bagian) sumber air untuk laguna. [catatan: sumber utama air laguna berasal dari laut Samudera Hindia yang masuk ke dalam laguna saat air laut pasang]. Hasil kajian lingkungan Tim WI-IP (September – Desember 2005) pada lokasi Laguna di Desa Pulot memperlihatkan bahwa kualitas air laguna bersifat masih baik (oksigen terlarut > 2 mg/l; tingkat kejernihan tinggi), memiliki potensi perikanan komersial yang cukup tinggi (Tabel 56), di dalamnya dijumpai banyak ikan Kakap/Serakap (Lates calcarifer), Tengoh (Lutjanus argentimaculatus), Tanda (Lutjanus fulvus), Merah mata (Caranx sp.), Bayam/Kerape (Epinephelus spp.), akses ke lokasi relatif mudah dan memiliki areal yang cukup luas (sekitar 30 ha). Agar laguna yang memiliki potensi cukup besar ini dapat terjaga kelestariannya dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar laguna, maka pengelolaan laguna secara terpadu perlu di lakukan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 161

Tabel 56. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Pulot*

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan

Kakap Lates calcarifer +++ Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ Merah mata Caranx sp. + Kerape Epinephelus spp. + Tanda Lutjanus fulvus +

* wawancara dengan 2 orang responden + = sedikit; ++ = sedang; +++ = banyak

Ditinjau dari aspek mikrobiologi, tampak bahwa perairan memiliki kandungan total coliform dan fecal coliform yang cukup tinggi. Kondisi demikian menunjukkan bahwa perairan telah tercemar tinja (Effendi, 2003). Tinja ini diduga berasal dari perumahan yang ada di sekitar laguna. Tabel 57. Hasil analisis kualitas air laguna di Desa Pulot**

Kedalaman (m) No. Parameter Satuan 0/permukaan 0,5 1 1,5 2 dasar

FISIKA 1. Suhu* ° C 32,5 (29,1) 32 31 31 31 31 2. Padatan

tersuspensi (TSS)

mg/l 0,053 - - - - 0,077

3. Kekeruhan NTU 3,69 - - - - 4,98 4. DHL* µS/cm 24000 (11000) 25000 320

00 38000 380

00 38000

5. Salinitas* Ppt 15 (6,5) 18 23,5 24,5 24,5 24,5 KIMIA

6. pH - 8,64 (7,1) - - - - 8,64 7. DO* mg/l 5,4 (6,95) 3,8 3,4 2 2 8. COD mg/l 265 - - - - 790 9. Orthofosfat mg/l <0,001 - - - - <0,001 10. Nitrit (NO2-N mg/l <0,001 - - - - <0,001 11. Nitrat (NO3-N) mg/l 4,555 - - - - 5,725 12. Amonia (NH3-N) mg/l 0,220 - - - - 1,268 13. Besi (Fe) mg/l 1,84 - - - - 1,26 14. Raksa (Hg) mg/l <0,001 - - - - <0,001 15. Timbal (Pb) mg/l 0,013 - - - - <0,001 16. Kadium (Cd) mg/l <0,001 - - - - <0,001 17. Kobalt (Co) mg/l <0,001 - - - - <0,001 18. Arsen (As) mg/l <0,001 - - - - <0,001

162 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kedalaman (m) No. Parameter Satuan 0/permukaan 0,5 1 1,5 2 dasar

19. Krom Heksavalen (Cr)

mg/l <0,001 - - - - <0,001

20. MIKROBIOLOGI 21. Total Coliform MPN/100ml ≥1600 - - - - - 22. Fecal Coliform MPN/100ml 900 - - - - - 23. Siegella koloni/ml < 3,0×10 - - - - - 24. Salmonella koloni/ml - - - - - -

** diukur pada bulan Desember 2005 * disajikan juga dalam bentuk grafik ( ) = diukur pada bulan September 2005 Berdasarkan hasil pengukuran pada bulan september 2005, kondisi kualitas air relatif tidak jauh berbeda dengan bulan desember 2005 kecuali nilai salinitas yang lebih rendah pada bulan september 2005. Hal ini diduga dikarenakan pada malam hari sebelum dilakukannya kegiatan pengukuran, terjadi hujan yang cukup deras sehingga nilai salinitas pada saat pengukuran relatif rendah.

Tabel 58. Hasil analisis sedimen di laguna Desa Pulot

NO. PARAMETER SATUAN SEDIMEN

F I S I K A 1 DHL µS/cm 3660 2 Salinitas Ppt 7,39 K I M I A 1 Raksa (Hg) mg/kg 0,01 2 Timbal (Pb) mg/kg 5,6 3 Kadium (Cd) mg/kg 4,2 4 Kobalt (Co) mg/kg 5,6 5 Arsen (As) mg/kg 0.7 6 Cuprum (Cu) mg/kg 10.8 7 Seng (Zn) mg/kg 1930 8 Potential Redox Mv -13

Dari hasil analisis sedimen (Tabel 58), tampak bahwa sedimen memiliki kandungan logam yang cukup besar. Hal ini diduga dikarenakan adanya gelombang tsunami yang membawa air dan sedimen dari dasar laut (juga sampah-sampah dari pemukiman) yang mengandung bahan berlogam dan kemudian terakumulasi pada sedimen di laguna tersebut. Sampah-sampah dari pemukiman diduga berupa barang-barang elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, kertas, pakaian dari rumah penduduk yang terbawa oleh tsunami ke dalam laguna dan terakumulasi di dasar perairan. Hal ini seperti dikemukakan oleh (Effendi, 2003) bahwa logam-logam seperti Hg, Pb, Cd, Co, As, Cu dan Zn banyak terdapat dalam cat, peralatan elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, tekstil dan plastik. Kondisi tersebut di atas dapat mengakibatkan perairan menjadi tercemar dan mengancam biota-biota di perairan terutama ikan jika suatu saat laguna mengalami pengadukan dasar perairan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 163

31

31

32

32.5

31

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

030.5 31 31.5 32 32.5 33

Suhu (o C)

Keda

lam

an (m

)

Gambar 69. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot

Gambar 69 memperlihatkan adanya pelapisan suhu air di Laguna Pulot, suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan di kolom/dasar perairan. Hal ini dikarenakan panas matahari yang diterima oleh air di permukaan lebih besar dibandingkan dengan di kolom/dasar perairan.

24.5

24.5

23.5

18

15

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

010 15 20 25 30

Salinitas (ppt)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 70. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot

Gambar 70 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai salinitas semakin meningkat. Hal ini diduga dikarenakan air yang memiliki salinitas tinggi biasanya memiliki berat jenis yang tinggi dan sebaliknya. Air dengan berat jenis yang tinggi akan berada di kolom/dasar perairan dibandingkan dengan air yang memiliki berat jenis yang rendah. Akibatnya, semakin ke dasar, air akan memiliki salinitas yang semakin meningkat.

164 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

38000

32000

25000

38000

24000

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

015000 20000 25000 30000 35000 40000

DHL (uS/cm)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 71. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di laguna Pulot

Gambar 71 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai DHL semakin meningkat. Nilai DHL yang tinggi menunjukkan bahwa air memiliki kandungan garam-garam terlarut/salinitas yang tinggi pula (Effendi, 2003). Oleh karena itu, semakin ke dasar, air memiliki nilai DHL yang semakin meningkat seperti nilai salinitas pada Gambar 70.

2

2

3.8

5.4

3.4

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

01 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

DO (mg/l)

Keda

lam

an (m

)

Gambar 72. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Pulot

Gambar 72 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai DO semakin menurun. Hal ini diduga dikarenakan nilai salinitas di kolom/dasar perairan lebih tinggi dibandingkan dengan di permukaan (Gambar 70) atau dapat juga sebagai indikasi berlangsungnya fotosintesa phytoplankton yang lebih dominant di lapisan permukaan dan dekomposisi bahan organic pada lapisan bawah. Menurut Effendi, 2003, nilai salinitas yang tinggi di dasar perairan dapat pula menyebabkan kelarutan oksigen dan gas-gas lain semakin berkurang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 165

Laguna di Desa Kruengkala, Kecamatan Lhoong-Aceh Besar (No 4) Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, perairan ini berupa sungai yang bermuara ke laut. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan rumah dan warung-warung milik penduduk di dekat sungai menjadi hancur. Selain itu, air dan sedimen dari laut juga masuk ke sungai. Setelah bencana tersebut, mulut dari muara sungai ini tertutup oleh pasir laut sehingga air terperangkap dan membentuk suatu genangan (laguna). Volume air dari laguna ini berubah-ubah menurut musim, tapi tidak sampai kering. Kedalamannya berkisar antara 3-7 meter. Berdasarkan hasil survey oleh WI-IP bulan September dan Desenmber 2005, laguna ini cukup luas, dekat dengan jalan raya yang menghubungkan kota Banda Aceh dengan Meulaboh dan di sekitarnya terdapat tempat pengungsian penduduk. Selain itu, di sekitar laguna juga dijumpai tanaman air seperti Cyperus papyrus dan Nypah. Jika diamati, maka laguna di desa tersebut memiliki pemandangan yang cukup indah dan di dekatnya dijumpai air terjun (Gambar 73). Sementara angin laut menyebabkan udara menjadi sejuk. Namun demikian, karena tidak adanya pohon-pohon peneduh di pinggir jalan maupun di sekeliling laguna menyebabkan suasana gersang dan panas cukup terasa.

Gambar 73. Laguna di Desa Kruengkala

Di sebelah utara, laguna ini berbatasan dengan laut (samudera hindia) kira-kira berjarak 10-15 m, di sebelah timur berbatasan dengan jalan raya, di sebelah utara berbatasan dengan bukit sedangkan di sebelah selatan adalah sungai Kruengkala. Hingga saat dilakukannya survey, laguna ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memancing ikan dengan menggunakan alat tangkap pancing. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai disajikan dalam Tabel 59.

166 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 59. Jenis-jenis ikan yang biasa dijumpai di laguna Laguna di Desa Kruengkala *

Nama Lokal Nama Ilmiah Kelimpahan

Kakap Lates calcarifer +++ Belanak Mugil cephalus ++ Merah mata Caranx spp. ++ Kerape Epinephelus spp. ++ Tanda Lutjanus fulvus + Kirung Mesopristes argentus +

* wawancara dengan 3 orang responden + = sedikit; ++ = sedang; +++ = banyak

Dari hasil analisis kualitas air (Tabel 60), terlihat bahwa perairan memiliki kualitas air yang relatif normal, kecuali nilai DO yang relatif rendah dan nilai COD, nitrat, amonia serta besi yang relatif tinggi. Kondisi demikian diduga dikarenakan adanya proses dekomposisi bahan organik yang cukup tinggi sehingga menyebabkan nilai DO menjadi rendah dan nilai nitrat, amonia menjadi relatif besar. Hal ini seperti dikemukakan oleh Effendi (2003), bahwa proses dekomposisi dan nilai DO yang rendah dapat meningkatkan kandungan COD, nitrat, amonia, dan kadar besi di perairan. Kadar besi >1,0 mg/l dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik (Moore in Effendi 2003).

Tabel 60. Hasil analisa kualitas air di laguna Krueng Kala

Kedalaman (m) No. Parameter Satuan

0/permukaan 0,5 1 1,5 2 dasar

Fisika 1. Suhu* ° C 32 31 31 31 31 31 2. Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 0,015 - - - - 0,062 3. Kekeruhan NTU 5,44 - - - - 3,81 4. DHL* µS/cm 300 32000 37000 37000 37000 37000 5. Salinitas* Ppt 2 22 24 24 24 24 KIMIA 6. pH - 7,68 - - - - 7. DO* Mg/l 4,5 3,8 3,3 3,3 3,3 3,3 8. COD Mg/l 116 - - - - 950 9. Orthofosfat Mg/l <0,001 - - - - <0,001 10. Nitrit (NO2-N Mg/l <0,001 - - - - 0,0036 .11. Nitrat (NO3-N) Mg/l 3,461 - - - - 3,310 12. Amonia (NH3-N) mg/l 0,363 - - - - 0,239 13. Besi (Fe) mg/l 5,80 - - - - 3,74 14. Raksa (Hg) mg/l <0,001 - - - - <0,001 15. Timbal (Pb) mg/l 0,054 - - - - 0,012 16. Kadium (Cd) mg/l 0,006 - - - - <0,001

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 167

Kedalaman (m) No. Parameter Satuan

0/permukaan 0,5 1 1,5 2 dasar

17. Kobalt (Co) mg/l 0,023 - - - - <0,001 18. Arsen (As) mg/l <0,001 - - - - <0,001 19. Krom Heksavalen (Cr) mg/l <0,001 - - - - <0,001 20. MIKROBIOLOGI 21. Total Coliform MPN/100ml 240 - - - - - 22. Fecal Coliform MPN/100ml 130 - - - - - 23. Siegella koloni/ml < 3 × 10 - - - - - 24. Salmonella koloni/ml - - - - - -

* disajikan juga dalam bentuk grafik Ditinjau dari aspek mikrobiologi, tampak bahwa perairan Laguna Krueng Kala memiliki kandungan total coliform dan fecal coliform yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perairan telah tercemar tinja (Effendi, 2003). Tinja ini diduga berasal dari perumahan yang dulu pernah ada di sekitar laguna. Tabel 61. Hasil analisis sedimen di laguna Krueng Kala

NO. PARAMETER SATUAN SEDIMEN

F I S I K A 1 DHL µS/cm 6890 2 Salinitas Ppt 12,12 K I M I A 1 Raksa (Hg) mg/kg 0,02 2 Timbal (Pb) mg/kg 7,6 3 Kadium (Cd) mg/kg 2,7 4 Kobalt (Co) mg/kg 6,2 5 Arsen (As) mg/kg 1,2 6 Cuprum (Cu) mg/kg 11,2 7 Seng (Zn) mg/kg 1520 8 Potential Redox Mv -30

Dari hasil analisis sedimen (Tabel 61), tampak bahwa sedimen memiliki kandungan logam yang cukup besar. Hal ini diduga dikarenakan adanya gelombang tsunami yang membawa air dan sedimen dari dasar laut yang mengandung logam-logam cukup besar, kemudian terakumulasi pada sedimen di laguna tersebut. Selain itu diduga juga bisa disebabkan oleh adanya barang-barang elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, kertas, pakaian dari rumah penduduk yang terbawa oleh tsunami ke dalam laguna dan terakumulasi di dasar perairan. Hal ini seperti dikemukakan oleh (Effendi, 2003) bahwa logam-logam seperti Hg, Pb, Cd, Co, As, Cu dan Zn banyak terdapat dalam cat, peralatan elektronik, lampu, baterai, gelas, keramik, tekstil dan plastik. Kondisi di atas dapat mengakibatkan perairan menjadi tercemar dan mengancam biota-biota di perairan terutama ikan jika suatu saat laguna mengalami pengadukan dasar perairan.

168 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

31

31

31

31

32

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

030 30.5 31 31.5 32 32.5 33

Suhu (o C)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 74. Grafik nilai suhu (oC) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala

Gambar 74 memperlihatkan bahwa terjadi stratifikasi suhu air di dalam laguna, yaitu suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan di kolom/dekat dasar perairan. Hal ini memperlihatkan adanya pelapisan masa air hangat yang terdapat dipermukaan akibat pengaruh lebih kuat dari pemanasan matahari dibandingkan dengan di kolom/dasar perairan. Kondisi startifikasi suhu semacam ini dapat saja hilang jika masa ar di dalam laguna mengalami pengadukan, baik oleh angin yang kuat, maupun oleh pengadukan akibat masuknya air hujan atau air laut saat pasang.

24

24

24

22

2

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

00 5 10 15 20 25 30

Salinitas (ppt)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 75. Grafik nilai salinitas (ppt) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala

Gambar 75 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai salinitas semakin meningkat. Hal ini dikarenakan air yang memiliki salinitas tinggi biasanya memiliki berat jenis lebih besar dan akan berada pada lapisan bawah, tapi sebaliknya jika salinitasnya rendah ia akan berada dekat permukaan.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 169

Selain itu, Gambar 75 juga memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan salinitas yang mencolok antara permukaan dengan kolom bagian bawah perairan. Hal ini diduga dikarenakan aliran air dari sungai Kruengkala yang bersifat tawar (salinitas rendah) berada di (memasuki) permukaan laguna.

37000

37000

37000

30032000

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0200 10200 20200 30200 40200

DHL (uS/cm)

Ked

alam

an (m

)

Gambar 76. Grafik nilai DHL (µS/cm) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala

Gambar 76 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai DHL semakin meningkat. Nilai DHL yang tinggi menunjukkan bahwa air memiliki kandungan garam-garam terlarut/salinitas yang tinggi pula (Effendi, 2003). Oleh karena itu, semakin ke dasar, air akan memiliki nilai DHL yang semakin meningkat seperti nilai salinitas pada Gambar 75.

3.3

3.3

3.3

4.5

3.8

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

03 3.5 4 4.5 5

DO (mg/l)

Keda

lam

an (m

)

Gambar 77. Grafik nilai DO (mg/l) pada setiap kedalaman di Laguna Krueng Kala

Gambar 77 memperlihatkan bahwa dari permukaan hingga kedalaman 2 m, nilai DO semakin menurun. Hal ini diduga dikarenakan nilai salinitas di kolom/dasar perairan lebih tinggi dibandingkan dengan di permukaan dan menurunnya fotosintesa fitoplankton atau tingginya dekomposisi bahan organik di lapisan dekat dasar perairan (Gambar 75). Nilai salinitas yang tinggi dapat menyebabkan kelarutan oksigen dan gas-gas lain semakin berkurang (Effendi, 2003).

170 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

DESA MEUNASAH KRUENG KALA

Desa Meunasah Krueng Kala termasuk dalam kecamatan Lhoong, Aceh Besar, merupakan desa pantai yang terkena dampak tsunami tergolong berat. Di sekitar desa ini terdapat bukit-bukit luas yang ditanami tanaman perkebunan seperti rambutan, mangga dan durian. Letak Masyarakat desa sudah menempati rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan dibangun/diadanai oleh Caritas. Rumah-rumah iniletaknya tidak jauh dari laguna, yaitu sekitar 300 meter dari laguna Krueng Kala. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang masih tersisa di desa ini setelah tsunami adalah sebanyak 211 dengan rincian laki-laki sebanyak 114 orang dan perempuan 97 orang, dengan jumlah KK sebanyak 80 KK Penggunaan Lahan Luas wilayah desa Krueng Kala sekitar 500 ha dengan perincian lahan sawah (11 ha) dan lahan bukan sawah 489 ha. Lahan bukan sawah terdiri dari ladang (140 ha), kebun (160 ha), hutan (128 ha), perumahan (17 ha), tidak diusahakan (44 ha) dan tanah wakaf (2 ha). Lahan milik masyarakat yang bersertifikat seluas 76 ha. Penggunaan Laguna Laguna Krueng Kala merupakan laguna dengan kedalaman rata-rata sekitar 2-3 meter dan masih tergenang walaupun musim kemarau. Sebagian laguna ditumbuhi tanaman nypah yang cukup luas. Jarak pantai sekitar 200 meter ke pinggir laguna. Luas laguna diperkirakan sekitar 20 ha. Didepan laguna (pinggir pantai) berpotensi untuk ditanami kelapa atau cemara laut atau tanaman pantai lainnya. Saat ini masyarakat memanfaatkan laguna untuk mencari ikan dengan memancing atau menjala ikan dengan menggunakan jaring dan sampan. Vegetasi di Laguna Ketika tsunami, tanaman bakau dan tanaman pantai habis terhantam gelombang tsunami, namun untuk jenis nypah yang berada di belakang masih banyak yang hidup. Di sekitar laguna ini telah ada usaha penanaman dari LSM Gema 9, namum karena sedikit jumlahnya maka diperlukan penambahan jumlah bibit bakau terutama yang ada didekat lokasi nypah dan sekitar laguna. Potensi luas lahan yang dapat direhabilitasi dengan tanaman sekitar 20 ha (yaitu dengan jenis bakau seluas 5 ha dan dengan tanaman pantai lainnnya seperti kelapa dan cemara laut sekitar 15 ha). Masyarakat sekitar laguna menginginkan tanaman melinjo untuk ditanam di sekitar lahan perkebunan masyarakat. Kegiatan di desa dan sekitar laguna Krueng Kala Kegiatan di desa yang didukung oleh NGO’s adalah dalam bidang perumahan (Caritas), bantuan pangan (Care), perencanaan desa (AUSAID AIPRO) dan pemberdayaan ekonomi (PCI). Faktor Pembatas/Pendukung Alam : Di dekat laguna terdapat air terjun yang banyak dikunjungi masyarakat baik dari desa tetangga maupun dari luar kecamatan Lhoong, untuk berwisata baik bagi anak-anak muda atau orang tua. Masyarakat : Secara umum masyarakat akan mendukung program penghijauan di sekitar laguna dan dapat dilibatkan dalam kelompok penghijauan. Kegiatan ini dapat melibatkan seluruh masyarakat terutama keterlibatan perempuan dalam penyiapan bibit. Kelompok dapat dibentuk dengan jumlah anggota sekitar 20 orang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 171

a.2 Keanekaragaman vegetasi dan rehabilitasi kawasan pesisir

a.2.1. Profil vegetasi di wilayah pesisir

Sebagian besar kawasan pesisir di Banda Aceh telah dimanfaatkan sebagai areal produktif, terutama untuk tambak udang. Oleh karena itu, profil umum vegetasinya digolongkan menjadi profil buatan (Artificial profile). Areal produktif (tambak udang) di Banda Aceh umumnya terletak di zona intertidal/pasang surut yang dulunya merupakan hutan bakau terbuka. Penelitian yang dilakukan di pantai Lam Dingin juga menunjukkan bahwa sebagian pantai merupakan pantai berlumpur terutama di muara sungai. Beberapa pohon Avicinea marina dan Rhizophora spp. masih dapat dijumpai di pantai ini. Gambar berikut ini menggambarkan profil umum kondisi vegetasi di pesisir pantai Banda Aceh.

Sekit

ar de

sa

Tamb

ak ud

ang

Mang

rove

rusa

k

Laut

Gambar 78. Profil umum tipe/formasi vegetasi di pesisir Desa Lam Dingin dan Tibang

Kondisi yang sedikit berbeda ditemukan di Aceh Besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Lam Nga dan Neuheun, kawasan pesisir dikedua lokasi ini tersusun atas dua landsekap utama yaitu pantai berpasir dan areal pemanfaatan (tambak). Di pantai berpasir sendiri tersusun atas gumuk /bukit pasir (sand dune) dan punggungan pesisir.

Gambar 79. Gumuk/bukit pasir (kiri) dan punggungan pesisir (kanan)

172 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Secara umum, profil vegetasi di pesisir pantai desa Neuhuen dan Lam Nga terangkum dalam gambar berikut ini.

Bukit

pasir

Pun g

gung

an

Form

asi P

es ca

prae

Gumu

k pas

ir

Sekit

ar de

sa

Tamb

ak ud

ang

Mang

rove

rusa

k Su

ngai

Laut

Gambar 80. Profil umum tipe/formasi vegetasi di pesisir Desa Neuheun dan Lam Nga

a.2.2. Tipe vegetasi

Untuk mendapatkan gambaran umum megenai tipe vegetasi di Banda Aceh dan Aceh Besar, suatu kajian dilakukan di empat lokasi yaitu di Desa Tibang dan Desa Lam Dingin mewakili Banda Aceh serta Desa Lam Nga dan Neuheun mewakili Aceh Besar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di keempat desa tersebut, dijumpai beberapa formasi dan tipe vegetasi antara lain formasi Pes-caprae, Mangrove, Tambak udang, vegetasi di punggungan, dan vegetasi di sekitar desa. Paragraf berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing formasi dan tipe vegetasi tersebut.

Formasi Mangrove

Di Desa Tibang dan Lam Dingin, kerusakan lingkungan pada kawasan pesisir kedua desa yang ditimbusekitaran oleh tsunami tergolong sangat berat. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan tambak udang, tambak garam, serta areal produktif lainnya seperti areal persawahan dan perkebunan (juga pemukiman). Seluruh areal tambak yang ada di pesisir pantai rusak berat, bahkan terjadi endapan lumpur yang terbawa oleh gelombang Tsunami. Sebagian besar formasi mangrove yang ada hancur. Kalaupun masih ada mangrove yang masih bertahan dan hidup, kelimpahannya sangat terbatas dan tersebar secara terpencar dan tidak merata.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 173

Gambar 81. Formasi mangrove yang hancur akibat Tsunami

Formasi Pas-caprae

Formasi Pes caprae ini hanya dijumpai pada pantai berpasir di Desa Neuheun dan Lam Nga. Hamparan katang-katang ini mendominasi beting pasir. Beberapa jenis tumbuhan yang dijumpai di sela-sela katang-katang adalah Cemara laut Casuarina equisetifolia, Callotropis gigantea dan Scaevolia taccada.

Gambar 82. Formasi pes-caprae di Desa Neuheun dan Lam Nga

Formasi Punggungan Pesisir

Punggungan pesisir ini hanya dapat dijumpai di pesisir Desa Neuheun dan Lam Nga. Formasi ini mengacu pada suatu areal yang berupa gundukan/bukit sempit/kecil yang terletak di belakang beting pasir dengan posisi sejajar dengan garis pantai. Beberapa tumbuhan yang dijumpai di lokasi ini terangkum dalam tabel 62 berikut ini.

174 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 62. Jenis tumbuhan yang dijumpai di punggungan

Kelimpahan No Jenis

Neuheun Lam Nga

1 Kuda-kuda Lannea coromandaleca ++ +++ 2 Gabusan Scaevolia taccada ++ ++ 3 Jarak (?) Jatropha gossypiifolia - + 4 Cissus quandrangula - ++ 5 Randu Ceiba petandra + + 6 Waru Hibiscus tiliaceus + - 7 Gliricidia sepium ++ + 8 Kelapa Cocos nucifera ++ + 9 Katang-katang Ipomea pes-caprae + ++

Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi di sekitar tambak udang

Areal tambak dijumpai di keempat desa yang di survey. Luasan tambak di Desa Tibang dan Lam Dingin jauh besar dibandingkan dengan yang ada di desa Lam Nga dan Neuheun.

Di desa Lam Nga dan Neuhun, tambak udang berada di belakang punggungan pesisir dengan jarak 300-400 meter dari garis pantai. Sementara di Desa Tibang dan Lam Dingin, areal tambak berada hanya 50-100 meter dari garis pantai.

Berdasarkan pengamatan vegetasi, terdapat beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh di pematang maupun sekitar tambak udang sebagaimana terangkum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 63. Jenis tumbuhan yang dijumpai di sekitar areal tambak

Lokasi dan Kelimpahan No Jenis

Lam Dingin Tibang Neuheun Lam Nga

Keterangan (tumbuh di)

1 Bakau Rhizophora apiculata

+ + +++ + Di pematang tambak

2 Bakau Rhizophora stylosa

+ +++ + + Di pematang tambak

3 Bakau Rhizophora mucronata

+ + + + Di pematang tambak

4 Api-api Avicennia marina

+ - - - Di pematang tambak

5 Teruntum Lumnitzera littorea

- - + + Di pematang tambak

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 175

Lokasi dan Kelimpahan No Jenis

Lam Dingin Tibang Neuheun Lam Nga

Keterangan (tumbuh di)

6 Cengal Ceriops decandra

+ - ++ - Di pematang tambak

7 Perepat kecil Aegiceras cornoculatum

+ - + + Di pematang tambak

9 Kuda-kuda Lannea coromandaleca

- - ++ ++ Di sekitar tambak

10 Waru Hibiscus tiliaceus - - + + Di sekitar tambak

11 Kelapa Cocos nucifera + - + ++ Di sekitar tambak

12 Gamal Gliricidia sepium - - ++ ++ Di sekitar tambak

13 Juwet Zyzygium cumini - - + - Di sekitar tambak

14 Mindi Melia spp. - + + + Di sekitar tambak

15 Saruni laut Sesuvium portulacastrum

+ + + + Di pematang tambak

11 Jarak laut Jatropha gossypiifolia

- - + + Di sekitar tambak

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi di sekitar Desa

Jenis tumbuhan yang dijumpai di sekitar desa yang disurvey secara umum tersusun atas jenis tumbuhan yang hidup secara alami dan jenis tanaman budidaya. Tabel berikut merangkum hasil pengamatan vegetasi di keempat desa yang disurvey.

Tabel 64. Jenis tumbuhan yang dijumpai di areal sekitar Desa Lam Dingin, Tibang, Neuhun dan Lam Nga

Lokasi dan Kelimpahan No Jenis

Lam Dingin Tibang Neuheun Lam Nga

1 Kelapa Cocos nucifera + + +++ +++

2 Kuda-kuda Lannea coromandaleca

++ ++ +++ ++

3 Waru Hibiscus tiliaceus + + + + 4 Gamal Gliricidia sepium - + + + 5 Juwet Zyzygium cumini - - + - 6 Mindi Melia spp. - + - + 7 Jarak pagar Jatropha curcas - - + ++ 9 Kemiri Aleurites moluccana - + + +

176 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lokasi dan Kelimpahan No Jenis

Lam Dingin Tibang Neuheun Lam Nga

10 Bintaro Cerbera manghas + + + + 11 Durian Durio zibethinus - - + + 12 Angsana Pterocarpus indica + + + +

13 Nangka Artocarpus heterophyllus

- - + +

14 Mengkudu Morinda citrifolia + + + + 15 Mangga Mangifera indica + + ++ + 16 Pinang Areca catechu - - + ++ 17 Bambu Bambusa spp. - - + - 18 Bambu Dendrocalamus spp. - - + + 19 Sagu Metroxylon sagu - - + + 20 Aren Arenga pinnata - - + + 21 Biduri Calotropis gigantea - - + + 22 Piai Acrostichum aureum - - + + 23 Typa Typa anguistifolia + + - - 24 Laban Vitex pinnata - - + +

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Walaupun kerusakan akibat Tsunami tidak separah yang terjadi di Banda Aceh, kerusakan ekologis yang terjadi di Aceh Besar tergolong berat. Tidak hanya vegetasi pantai dan formasi mangrove yang rusak, areal tambak yang terletak di belakangyapun mengalami kehancuran.

a.2.3. Dampak bencana terhadap daya dukung lingkungan

Kerusakan yang diakibatkan oleh Tsunami telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan. Secara umum, bentuk kerusakan tersebut meliputi 1) Berkurangnya luas areal pantai sebagai akibat terjadinya penurunan daratan, 2) Perubahan sifat fisika-kimia air dan tanah karena pengaruh air laut dan endapan dari laut, dan 3) Hilangnya sebagian besar vegetasi di kawasan pesisir.

Penurunan daya dukung lingkungan ini telah membatasi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sedang yang dilakukan. Butir-butir berikut ini merupakan dampak bencana tsunami yang dinilai signifikan mempengaruhi kegiatan rehabilitasi.

• Dengan berkurangnya daratan di kawasan pesisir, maka areal produktif di pantai yang dapat direhabilitasi juga semakin terbatas.

• Hilangya tegakan/hutan mangrove menyebabkan hilangnya sumber benih dan bibit alami. Jika tidak hilang sesungguhnya ia dapat membantu kegiatan rehabilitasi, terutama dalam penyediaan benih/bibit.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 177

• Gelombang tsunami menyebabkan sebagian besar areal tambak tertimbun oleh pasir. Secara teknis, penanaman bakau di lokasi yang tertimbun pasir tidak mudah dilakukan karena tidak sesuai dengan karakteristik dan persyaratan tumbuh tanaman bakau.

• Dengan hilangnya sebagian vegetasi di pantai dan kawasan pesisir maka angin yang menuju daratan menjadi tidak terbendung. Berdasarkan pengamatan, kencangnya angin ini juga menyebabkan arus genangan air di lokasi penanaman bergerak lebih liar. Bahkan, beberapa propagul (bibit bakau) yang ditanam menjadi miring atau bahkan tercabut.

a.2.4. Kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan/sedang berjalan

Rehabilitasi oleh Pemerintah,Lembaga Donor, LSM

Dalam rangka memperbaiki lingkungan yang telah rusak akibat tsunami, beberapa organisasi baik pemerintah maupun non-pemerintah telah melakukan kegiatan pemulihan kawasan pesisir yang terdegradasi. Tabel 65 dibawah ini merupakan gambaran umum beberapa kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan.

Tabel 65. Beberapa kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan di Banda Aceh dan Aceh Besar

PELAKSANA/ Donor Neuheun Lam Nga Lam Dingin Tibang

OXFAM Penanaman bakau

Penanaman bakau

Penanaman bakau

Penanaman bakau

Islamic Relief - - - Penanaman bakau YAGASU - - - Persemaian

Penanaman bakau CONDECA Penanaman

bakau

BP DAS - Penanaman bakau Persemaian

Wetlands International-Indonesia Programme dengan berbagai mitra LSM lokal (sejak Desember 2005)

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Dana untuk rehabilitasi pantai yang dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat

Di Banda Aceh, penanaman bakau umumnya dilakukan melalui penanaman propagul bakau secara langsung di lokasi rehabilitasi. Sementara, rehabilitasi yang dilakukan di Aceh Besar menggunakan bibit jadi (bibit polibag).

178 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Pengamatan keberhasilan tumbuh di Lam Dingin (saat survey bulan September 2005) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kegiatan rehabilitasi di lokasi-lokasi lain yang disurvey. Salah satu faktor yang diduga kuat sebagai penentu keberhasilan ini adalah kesesuian lokasi yang ditanami bakau. Di Lam Dingin, lokasi penanaman meiliki subtsrat lumpur dengan fluktuasi pasang surut yang optimal. Namun demikian, masih terdapat beberapa faktor lainnya yang juga memiliki peranan dalam keberhasilan kegiatan rehabilitasi. [catatan: namun akibat dibangunnya tembok/sea wall di tepi pantai Lham Dingin sepanjang 16 km, pasokkan air dari laut jadi terhambat dan substrat mangrove di belakang tembok menjadi kering dan beberapa tanaman dijumpai mati. informasi ini diperoleh dari Ketua Bapedalda Aceh].

Selain mengamati pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, tim juga mengidentifikasi beberapa kendala dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi. Uraian berikut ini merupakan beberapa kendala umum, baik yang bersifat teknis maupun non teknis.

• Belum tersedianya Blue print untuk rehabilitasi.

Kegiatan rehabilitasi membutuhkan suatu cetak biru (blue print) atau suatu perencanaan matang agar aktifitas yang dilakukan terintegrasi dan terarah dengan kegiatan lainnya. Hal ini menjadi sangat penting mengingat banyaknya pemangku kepentingan (stake holders) yang bekerja dalam rangka rehabilitasi dan restorasi kawasan pesisir. Selain berisikan rencana tata ruang, cetak biru diharapkan mampu menyediakan informasi-informasi penting seperti kesesuaian lahan, kondisi degradasi dll. Tanpa adanya cetak biru ini, kegiatan rehabilitasi yang dilakukan akan berjalan tanpa arah, yang memungkinkan timbulnya masalah dikemudian hari.

Berdasarkan informasi dari BRR, pengembangan blue print rehabilitasi ini akan/sedang dikerjakan oleh Dephut RI dan ITTO. Cetak biru itu sendiri direncanakan baru akan selesai pada tahun 2006-2007 padahal berbagai kegiatan rehabiitasi telah berlangsung di lapangan.

• Ketidakpastian status dan peruntukan lahan

Ketidakpastian status lahan, terutama yang menyangkut peruntukan lahan dimasa mendatang merupakan permasalahan yang harus diwaspadai. Sebagian dari program penanaman dilakukan diatas areal milik perorangan, misalnya di areal tambak udang yang rusak. Seluruh kegiatan penanaman ini dilakukan atas dasar persetujuan pemilik lahan. Namun jaminan atas keberlanjutan kegiatan dimasa mendatang masih menjadi tanda tanya besar. Dikuatirkan akan terjadi penebangan kembali oleh pemilik dengan alasan untuk mengaktifkan lagi kegiatan bertambak udang dan kepentingan atas kayu bakau. Bila hal ini terjadi, maka kegiatan penanaman yang telah dilakukan akan menjadi sia-sia.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 179

Gambar 83. Pembongkaran tanaman bakau yang baru ditanam karena alih peruntukan

Di suatu lokasi penanaman bakau di Neuhun, kejadian diatas telah terjadi dimana bibit bakau yang telah ditanam dicabut kembali karena lahan tersebut dibuka kembali untuk tambak udang (lihat gambar 80).

• Terbatasnya kapasitas para pemangku kepentingan (stake holders) dalam kegiatan rehabilitasi

Kendala umum yang dihadapi dalam kegiatan rehabiltasi adalah keterbatasan kemampuan teknis rehabilitasi. Sebagai konsekuensi, sebagian besar pelaksanaan kegiatan hanya bersifat coba-coba (trial and error) atau sekedar menanam tanpa menerapkan teknik dan prinsip dasar silvikultur yang memadai. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan ketidakberhasilan program rehabilitasi.

Gambar 84. Penanaman bakau di lokasi yang tidak sesuai

• Rehabilitasi dilakukan dengan pendekatan proyek

Dalam sebuah kegiatan proyek umumnya masyarakat hanya dilibatkan sebagai pekerja yang dibayar (cash for works). Tingkat keterlibatan seperti ini, tidak mampu menggugah masyarakat untuk merasa memiliki ikatan dengan kegiatan yang dijalankan. Setelah

180 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

selesai penanaman, berarti kewajiban pun telah selesai. Kepedulian atas hasil penanaman tidak akan pernah ada (karena bibit yang ditanam tidak dirawat).

• Suatu proyek cenderung tidak berlangsung secara berkelanjutan. Dengan berakhirnya masa proyek, maka berakhirlah kegiatan rehabilitasi sehingga tanaman terlantar. Suatu proyek juga sering hanya berpegang pada pekerjaan atau bukti fisik. Dalam mengejar target fisik, kegiatan rehabiitasi cenderung dilakukan serampangan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan yang ada. Akibatnya prosentase tumbuh di lapangan rendah.

• Kegiatan penanaman tanpa pemeliharaan

Hampir diseluruh program penanaman bakau belum menyertakan kegiatan pemeliharaan misalnya pengendalian hama, gulma, dan penyulaman. Berdasarkan observasi di lapangan, serangan hama dinilai sebagai faktor penyebab utama yang mengakibatkan kematian bibit bakau.

Beberapa jenis hama yang umum dijumpai di lokasi-lokasi rehabilitasi adalah tritip Celllana spp., kepiting Helice spp., Sesarma spp. Motapograpsus spp., udang lumpur Alpheus spp., dan kutu loncat Aulacapsis marina. Serangan hama-hama ini sedapat mungkin harus dihindari atau dikendalikan/diberantas. Tindakan pencegahan dan pengendalian ini hanya mungkin dilakukan apabila kegiatan pemeliharaan dijalankan.

Gambar 85. Serangan hama teritip (kiri) dan Kutu loncat (kanan)

@Iwan Tc Wibisono

Selain serangan hama, bibit dapat terganggu pertumbuhannya oleh beberapa penyebab seperti timbunan sampah dan aktivitas destruktif manusia. Melalui kegiatan pemeliharaan, maka beberapa kondisi tersebut dapat diatasi.

• Tidak adanya studi/kajian terhadap lokasi yang akan direhabilitasi

Beberapa kasus kegagalan terjadi sebagai akibat tidak sesuainya kondisi biofisik lokasi dengan jenis tanaman yang ditanam. Hal ini terjadi karena tidak adanya kajian penilaian dan kesesesuaian lahan sebelum ditanami.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 181

Pengalaman rehabilitasi oleh masyarakat

• Penanaman bakau di sekitar tambak

Masyarakat desa Tibang telah lama (jauh sebelum bencana tsunami) mengenal mangrove. Para pemilik tambak telah sejak lama melakukan penanaman mangrove dengan fungsi utama sebagai berikut: 1. sebagai pembatas tambak 2. pelindung pematang 3. pelindung dari terpaan angin

Mengingat fungsinya sebagai tanaman pagar dan pelindung, oleh masyarakat di desa ini, mangrove di tanam dalam jarak yang sangat rapat yaitu 15-25 cm. Dalam satu koloni, mangove ditanam sebanyak 4-8 baris dengan jarak antar baris 15-25 cm. Sebagian besar dari jenis mangrove yang ditanam merupakan jenis Rhizophora stylosa. Berdasarkan pengamatan, mangrove yang dijumpai rata-rata telah mencapai tinggi 3 - 3,5 meter.

Namun dari seluruh magove yang ditanam sebagai pembatas tambak di atas, sebagian besar mati dan rusak berat karean terhempas arus Tsunami pada bulan Desember 2004. Namun demikian, masih dapat dijumpai beberapa kelompok mangrove yang masih mampu bertahan.

Gambar 86. Penanaman di sekitar tambak udang oleh masyarakat

• Kegiatan persemaian oleh penduduk

Pada kondisi pasca tsunami, di desa Lam Nga, terdapat suatu unit persemaian pribadi yang khusus memproduksi bibit bakau. Pemilik sekaligus pengelola persemaian ini bernama Zusekitararnain, penduduk asli Desa Lam Nga. Persemaian ini dibangun diatas areal bekas tambak seluas + 0,5 Ha. Lokasi yang dipilih sebagai tempat persemaian dinilai sangat tepat, misalnya bebas dari arus sungai; substrat lumpur (dekat dengan sumber media); adanya pengaruh pasang surut yang optimal; dan dekat dengan sumber benih. Pengelolaan dan manajemen persemain yang dilakukan sangat sederhana namun menunjukkan hasil yang sangat optimal. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prosentase tumbuh bibit dan tingginya kualitas bibit. Saat survey dilakukan, hampir seluruh bibit telah siap tanam yaitu memiliki tinggi 40-50 cm dengan jumlah daun 5-7 lembar.

182 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 87. Persemaian pribadi milik penduduk, Desa Lam Nga

Saat disurvey, terdapat sekitar 40.000 bibit siap tanam yang belum terjual. Apabila dalam 3-4 bulan bibit tersebut masih belum laku, maka dikuatirkan bibit akan kadaluwarsa sehingga tidak laku dijual.

Saat dilakukan wawancara, pemilik persemaian sangat berharap untuk sesegera mungkin menjual stok bibit bakaunya. Namun beliau menguatirkan bibitnya tidak terjual karena adanya persaingan dengan supplier bibit dari luar daerah bahkan dari luar propinsi NAD. Pemilik persemaian berharap agar setiap program penanaman sedapat mungkin memanfaatkan (membeli) stok bibit yang ada di sekitar desa/lokasi penanaman. Pengadaan bibit dari luar daerah baru dapat dilakukan apabila stok bibit disekitar lokasi tidak ada atau tidak mencukupi.

a.3. Keanekaragaman fauna

Daerah-daerah yang dikunjungi adalah wilayah Desa Lam Dingin, Tibang, Jeu Linke dan Alue Naga, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Syahkuala, Kota Banda Aceh. Daerah pengamatan berupa: pemukiman, sungai dan pertambakan milik masyarakat. Daerah kedua yang dikunjungi adalah wilayah Desa Neuheun dan Lham Nga di Kabupaten Aceh Besar. Daerah pengamatan berupa: pemukiman, pertambakan masyarakat, kebun kelapa, ladang (sebagian dipagari sebagai kandang penggembalaan kerbau) dan persawahan.

a.3.1. Avifauna

Di daerah pertambakan di antara wilayah Desa Tibang dan Jeulingke, teramati sebanyak 1.980 ekor burung kuntul (sebagian besar dari jenis Kuntul kerbau Bubulcus ibis) yang menggunakan tegakan mangrove yang tersisa untuk bertengger di malam hari (roosting site). Tegakan mangrove yang tersisa hanya sekitar 10 batang dengan tinggi rata-rata sekitar 6 m. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah burung yang ada. Hal ini menyebabkan sebagian burung kuntul tersebut menggunakan sisa-sisa tegakan mangrove (akar) sebagai tempat bertengger mereka.

Selain kelompok kuntul tersebut, burung-air yang cukup umum teramati di daerah ini, adalah dari kelompok burung-pantai bermigrasi (migratory shorebirds), seperti: Gajahan pengala Numenius phaeopus, Gajahan besar Numenius arquata dan Trinil Pantai Tringa hypoleucos.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 183

Di daerah pertambakan di wilayah Desa Neuheun dan Lam Nga merupakan tempat mencari makan bagi jenis burung air penetap yaitu, Kuntul kecil Egretta garzetta. Hanya beberapa individu teramati terbang dan kemudian mendarat di bagian tepi tambak untuk kemudian mulai mencari makan.

Dalam jumlah yang kecil, beberapa spesies burung-pantai yang bermigrasi juga ditemukan di tambak-tambak yang ada di Desa Neuheun dan Lam Nga. Jumlah yang cukup banyak ditemukan di daerah pertambakan yang agak jauh dari pantai namun masih di wilayah Desa Lham Nga. Jenis burung-pantai bermigrasi yang teramati antara lain: Cerek Kernyut Pluvialis fulva, Gajahan pengala Numenius phaeopus, dan Trinil Pantai Tringa hypoleucos.

Kekep babi Artamus leucorhynchus ditemukan di dekat kaki perbukitan di dekat Desa Neuheun. Daerah ini merupakan daerah perladangan yang juga berfungsi sebagai kandang penggembalaan kerbau. Di daerah yang sama, teramati beberapa ekor Kerak kerbau Acridotheres javanicus yang bertengger dan mencari makan di atas punggung kerbau.

Jenis-jenis burung lain yang cukup umum ditemukan di daerah ini, antara lain: Cekakak sungai Halcyon chloris, dan Layang-layang batu Hirundo tahitica (Daftar species selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9).

a.3.2. Herpetofauna

Jenis herpetofauna yang teramati di daerah pengamatan, adalah jenis yang umum dijumpai, yaitu kadal biasa Mabuya multifasciata. Dua ekor Penyu hijau Chelonia midas diinformasikan masyarakat ditemukan terdampar di Ds Baet, sekitar bulan Januari 2005, yang kemudian dievakuasi dan dilepas di pantai Alue Naga oleh NGO Profauna (bekerjasama dengan mahasiswa kedokteran hewan Unsyiah) (Muksalamina pers. Comm., 2005).

a.3.3. Mammalia

Tidak ada catatan temuan mammalia besar di sekitar Desa Tibang dan Lham Dingin. Mammalia besar yang ditemukan di sekitar Desa Neuhun dan Lham Nga adalah hewan ternak, kerbau Bubalus bubalis yang kadang dibiarkan lepas di bagian ladang dekat perbukitan di Neuheun. Keberadaan babi hutan masih ditemukan di daerah ini, dan kadang mengganggu tanaman yang dibudidayakan.

a.3.4. Ancaman terhadap keanekaragaman hayati

Ancaman paling nyata terhadap fauna terutama adalah perubahan kondisi habitat akibat terjadinya tsunami. Contoh yang paling jelas adalah temuan di sekitar Jeulingke dimana roosting site (tempat bertengger) telah jauh berkurang atau rusak dan hanya tersisa beberapa batang pohon mangrove.

184 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Meskipun belum dapat disimpusekitaran sebagai sebuah gangguan, pembangunan sea wall di pantai Lham Dingin juga harus dimonitor pengaruhnya. Daerah pantai tempat dibangunnya sea wall merupakan daerah persinggahan bagi burung pantai pengembara.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi

Secara Geomorfologi, wilayah penelitian Neuheun dan Lham Nga termasuk kedalam dataran rendah (lowland) yang terbentuk oleh proses marin, baik proses bersifat pengendapan (konstruktif) maupun pengikisan (destruktif).

Menurut LREP I, (1988) secara Fisiografi kedua lokasi penelitian di atas dibedakan menjadi beberapa bentuk Satuan Lahan (Landform) antara lain: Beting pantai berseling dengan cekungan (Beach ridges and swales=B.1.1) dan Dataran estuarin sepanjang sungai (Estuarine flat along major rivers=B.4.4). Sedangkan menurut kalsifikasi landsystem (RePPProT, 1981), kedua lokasi di atas tergolong dalam sistem gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG) dan dataran lumpur antara pasang surut (KJP). Lahan mempunyai ketinggian 0–5 m dpl. Pada bagian punggungan mempunyai kemiringan lereng 1–3 % dan pada cekungan 0 -1 %. Bahan induk tanahnya berupa endapan marin (aluvial marin) yang terdiri dari campuran pasir, liat, lumpur dan kerikil. Punggungan berupa beting pasir berada paling dekat dengan laut dan selalu mendapat tambahan baru yang berupa endapan pasir. Sedangkan pada bagian cekungan selain mendapat tambahan bahan dari laut juga mendapat tambahan bahan dari sungai.

Wilayah Tibang dan Lam-dingin menurut LREP I, (1988) wilayahnya merupakan dataran pasang surut berawa di belakang pantai (B 4.2) dan menurut kalsifikasi landsystem (RePPProT, 1981) tergolong dalam system dataran lumpur antara pasang surut (KJP). Secara umum tanahnya berbahan induk sedimen marin campuran liat, pasir dan bahan organik dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1%.

a.4.2. Keadaan Tanah

Tanah-tanah di wilayahpenelitian merupkan tanah mineral yang terbentuk dari bahan endapan marin yang terdiri dari pasir dan liat serta lumpur dengan kandungan bahan organik tinggi. Tanah-tanah ini menempati dataran pantai, mulai dari pantai sampai ke arah peralihan dengan lahan yang lebih tinggi (perbukitan).

Pada lahan yang lebih rendah (cekungan), tanahnya selalu tergenang dan selalu jenuh air karena pengaruh air pasang dari laut maupun sungai. Pada lahan ini, proses pematangannya terhambat dan terbentuk tanah-tanah dalam lingkungan yang terreduksi (ber-glei) dan mempunyai kandungan garam-garam (salin) yang tinggi. Sedangkan pada lahan yang agak melandai (cembung), tanahnya tidak terpengaruh oleh air tergenang (stagnan) dan terjadi proses oksidasi sehingga terjadi proses pematangan dan perkembangan penampang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 185

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di lapangan yang ditunjang dengan hasil analisa tanah di laboratorium Balai Penelitian tanah Bogor. Tanah-tanah di wilayah penelitian disusun berdasarkan satuan peta tanah (Soil mapping units) yang dibedakan berdasarkan klasifikasi tanah dengan karakteristiknya, landform/topgrafi, lithologi, dan penggunaan lahan (land use). Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Taxonomy (USDA,1998) dan Pusat Penelitian Tanah Bogor (P3MT, 1983) sebagai padanannya.

Satuan Peta Tanah (SPT) yang disusun dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik, penyebaran, tata guna lahan dan potensinya. Penyusunan peta tanah dilakukan berdasarkan pengamatan lapang yang dibantu dengan hasil interpretasi citra satelit.

Di wilayah penelitian Neuheun dan Lham Nga dapat disusun menjadi 4 SPT sedangkan di wilayah penelitian Tibang dan Lam-dingin hanya 1 unit SPT dengan fase berupa kedalam genangan air pasang surut (Tabel 66 dan 67). Uraian masing-masing SPT akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini :

Neuheun

186 Kajian Kondisi

LhamNga

Gambar 88. Satuan Peta Tanah Neuheun dan Lham Nga, Aceh Besar (2005)

Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 66. Satuan Peta Tanah di wilayah Neuheun dan Lham Nga, Aceh Besar

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (297ha)

Aquic Quartzipsamments, pasir, dalam, agak masam, kapasitas kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase cepat. (Regosol)

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin resen (pasir)

Kebun kelapa yang hancur akibat Tsunami

2 (945ha)

Typic Sulfaquents, pasir berlempung, agak masam, kapasitas kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase terhambat, salin sangat rendah.(Gleisol Tionik)

Cekungan Pesisir, lereng 0-1%

Tambak yang hancur akibat Tsunami

3 (918ha)

Typic Eutropets, lempung berpasir, dalam, netral, kapasitas kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase agak cepat. (Kambisol Eutrik)

Punggungan pesisir, lereng 1-3%

Sedimen marin sub resen (pasir dan liat)

Kebun campuran dan pekarangan

4 (360ha)

Typic Hydraquents, lempung berliat, dalam, netral, kapasitas tukar kation rendah sampai sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat.(Gleisol Hidrik)

Cekungan Aluvial, Lereng 0-1%

Aluvial (pasir, liat lumpur dan bahan organik)

Bekas persawahan

Uraian SPT Wilayah Neuheun dan Lham Nga SPT 1 Karakteristik Aquic Quartzipsamments, pasir, dalam, agak masam, kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase cepat . (Regosol)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 187

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada Beting pasir dipingiran pantai sebelah barat desa Neuheun dan Lham Nga dengan bentuk wilayah agak cembung, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun kelapa yang terkena Tsunami.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang sudah rusak, kandungan hara sangat rendah dan berpasir dalam. Lahan ini sebaiknya direhabilitasi atau dijadikan kawasan lindung.

SPT 2 Karakteristik Typic Sulfaquents, pasir berlempung, agak masam, kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat, salin, sangat rendah. (Gleisol Tionik)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada rawa belakang pantai (cekungan) dengan bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas tambak.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang mempunyai potensi pirit dan salinitas, tetapi masih memungkinkan untuk dijadikan lahan pertambakan dengan perbaikan tata air (saluran irigasi dan drainase) atau sebaiknya dIrehabilitasi dengan vegetasi mangrove.

SPT 3 Karakteristik Typic Eutropepts, lempung berpasir, dalam, netral, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase agak cepat. (Kambisol Eutrik)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada punggungan pesisir pantai dengan bentuk wilayah agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa pemukiman dan kebun campuran dengan vegetasi kelapa, pisang, mangga, dll

Potensi lahan Untuk pengembangan pertanian dengan tanaman tahunan yang telah ada (kelapa, pisang) dan tanaman buah dan sayuran dengan pola multiple cropping. Selain itu dapat dikembangkan juga peternakan (sapi, kerbau dan kambing).

188 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

SPT 4 Karakteristik Typic Hydraquents, lempung berliat, dalam, netral, kapasitas tukar kation rendah sampai sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase sangat terhambat. (Gleisol Hidrik).

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada cekungan pada dataran aluvial dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa persawahan tadah hujan.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian, terutaman tanaman pangan dan sayur-sayuran, seperti padi, jagung, kacang tanah dll. Lahan ini juga dapat dikembangkan untuk tanaman hijauan (rumput) untuk mendukung kegiatan peternakan.

Uraian SPT WilayahTibang dan Lham Dingin

Gambar 89. Satuan Peta Tanah wilayahTibang Neuheun dan Lham Dingin, Banda Aceh

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 189

Tabel 67. Satuan Peta Tanah di wilayah Tibang dan Lham Dingin, Banda Aceh.

No SPT

(luas) Klasifikasi Tanah Landform/To

pografi Landform/ Topografi Litologi Land use

1A). Genagan Pasang surut 50- 75 cm (315ha)

1B). Genagan Pasang surut 20-50 cm (882ha)

1 (1917ha)

Typic Sulfaquents, lempung berliat (atas) dan pasir berlempung sampai lempugn berpasir (bawah), agak asekitaralis, kapasitas kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, agak salin (Gleisol Tionik)

1C). Genagan Pasang surut < 25 cm (720ha)

Dataran pasang surut berawa (Cekungan), lereng 0-1%

Sedimen marin (pasir dan liat)

Bekas tambak

SPT 1 Karakteristik Typic Sulfaquents, lempung berliat di bagian atas dan pasir berlempung sampai lempung berpasir di bagian bawah, agak asekitaralis, kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, agak salin. (Gleisol Tionik)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada dataran pasang berawa belakang pantai (cekungan) dengan bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas tambak.

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang mempunyai potensi pirit dan salinitas, tetapi masih memungkinkan untuk dijadikan lahan pertambakan dengan perbaikan saluran irigasi. Namun perlu diwaspadai bahwa dengan dibangunya tembok /seawall di pantai Lham Dingin sepanjang 16 km (dari muara sungai Krueng Aceh hingga Krueng Cut), tambak-tambak yang ada di belakang tembok ke arah darat berpotensi tergenang/banjir saat musim hujan atau pasang dan kegiatan rehabilitasi vegetasi diduga akan terganggu.

190 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

SPT ini dibedakan lagi menurut kedalam genangan air pasang surut merupakan fase dalam SPT, yaitu : 1A). Genangan Pasang surut 50-75 cm, 1B). Genangan Pasang surut 25-50 cm dan 1C). Genangan Pasang surut <25 cm.

Walaupun pengukuran hanya dilakukan pada waktu kegiatan penelitian saja (Sept 2005) sehinggan datanya kurang akurat. Namun demikian untuk pendugaan sementara data kondisi air tersebut dapat dipakai sebagai acuan. Dalam hal ini pembatasan delineasinya dibantu dengan menggunakan citra satelit.

a.4.3. Kesuburan Tanah

Untuk mengetahui status kesuburan tanah di wilayah penelitian telah diambil beberapa contoh tanah secara komposit (merupakan gabungan beberapa contoh tanah) yang diambil dari kedalam 0-30 cm. Contoh-contoh tanah tersebut kemudian dianalisis sifat kimia dan fisik. Analisa sifat kimia seperti pH tanah, kadar bahan organik, kadar fosfat dan kalium, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, kejenuhan alumunium, kadar pirit. Analisa sifat fisik tanah antara lain; tekstur, salinitas dan Daya hantar listrik.

Tekstur

Tekstur adalah perbandingan antara persentase berat kadar pasir, debu dan liat tanah. Fraksi liat secara langsung berhubungan dengan penyediaan unsur hara tanaman, sedangkan fraksi pasir merupakan cadangan mineral untuk jangka panjang. Fraksi liat bersama bahan organik merupakan faktor yang menetukan kapasitas tukar kation yang mampu menahan air dan hara untuk diserap oleh tanaman.

Di wilayah penelitian Neuheun dan Lham Nga. Daerah pesisir pantai, tanah-tanah umumnya bertekstur pasir dengan ketebalan > 150 cm, pada daerah rawa belakang pantai (cekungannya) bertekstur pasir berlempung, pada daerah punggung bertekstur lempung berpasir, sedangkan pada wilayah cekungan aluvial bertekstur liat berpasir sampai liat. Tekstur berpasir semacam ini dianggap kurang baik bagi pertumbuhaan tanaman karena daya untuk menahan air dan mengikat unsur hara sangat lemah walaupun untuk perkembangan akar tanaman cukup baik.

Sedangkan wilayah Tibang dan Lham Dingin, tanah-tanahnya tersusun secara stratifikasi mulai dari lempung berliat dilapisan atas, pasir berlempung sampai lempung berpasir dibagian bawah.

Kemasaman tanah (pH) dan kejenuhan aluminuim

Derajat kemasaman tanah merupakan salah satu unsur penilaian kesuburan tanah, dan merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi penyerapan unsur hara, dimana pada pH 6.0 digunakan sebagai titik batasnya. Pada pH tanah yang tinggi (>6.0) secara tidak langsung unsur-unsur hara seperti fosfat menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 191

Derajat kemasaman tanah-tanah di wilayahpenelitian Neuheun dan Lham Nga tergolong agak masam sampai agak asekitaralis (6.5 – 7.6). pH agak asekitaralis terdapat pada daerah yang selalu tergenang atau terkena pasang surut air laut. pH agak masam terdapat pada tanah agak tinggi (punggungan) yang kondisi aerasi cukup baik. Sedangkan di wilayah Tibang dan Lham Dingin pH tanahnya agak asekitaralis (7.7 – 7.9).

Kejenuhan Aluminium baik di wilayah Neuheun dan Lam-Nga maupun di wilayah Tibang dan Lham Dingin tergolong sangat rendah (< 5%). Hal demikian karena belum/tidak adanya oksidasi sehingga tidak menimbulkan proses kemasaman tanah. Konsentrasi Al3+ yang tinggi tidak akan terjadi apabila kemasaman tanahnya netral.

Bahan organik

Kadar bahan organik tanah diukur dengan menetapkan Karbon (C), Nitrogen (N) dan rasio C/N. Kadar bahan organik, disamping dapat mengikat unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, bahan organik juga dapat menjaga kelembaban tanah dan membuat strutur tanah menjadi gembur.

Di wilayahpenelitian Neuheun dan Lham Nga kadar bahan organik umumnya tinggi (>3%) terutama pada dataran rawa belakang pantai (cekungan) dan rendah (<1%) pada daerah punggungannya, kadar nitrogen rendah (<0,50%) dan ration C/N sedang. Sedangkan pada wilayah Tibang dan Lham Dingin kadar bahan organik tinggi di lapisan atas dan rendah dilapisan bawah. Kadar Nitrogen sangat rendah dan ratio C/N sedang.

Phosphat dan Kalium

Phosphat yang terdapat dalam bentuk organik berfungsi sebagai sumber unsur hara utama bagi tanaman. Dalam lingkungan masam Phosphat bereaksi dengan besi dan aluminium membentuk Fe-P dan Al-P yang tidak tersedia bagi tanaman.

Fosfat dalam bentuk potensial ditetapkan dengan pelarut HCl 25% dan dalam bentuk tersedia ditetapkan dengan pelarut Bray I (0,3 N NH4F + 0,25 N HCl).

Di wilayahpenelitian Neuheun dan Lham Nga, kadar Phosphat potensial tergolong sedang sampai tinggi. Kadar fosfat potensial tinggi (>60 me/100 g) terdapat pada daerah yang selalu tergenang atau terkena pasang surut air laut. Kadar fosfat potensial sedang (< 40 me/100 g) terdapat pada daerah cekungan aluvial. Sedangkan fosfat tersedia tergolong rendah sampai sedang dan Kalium potensial yang ditetapkan dengan pelarut HCl 25% tergolong tinggi. Sedangkan di wilayahTibang dan Lham Dingin, kadar fosfat dan kalium potensial sangat tinggi.

192 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kapasitas tukar kation (KTK), Susuna kation dan Kejeunuhan basa

Kapasitas tukat kation merupakan gambaran kemampuan permukaan koloid-koliod tanah untuk mengadsorpsi dari pencucian. Besarnya KTK ditentukan oleh kandungan mineral liat dan bahan organik (humus) dalam tanah. Peningkatan KTK tanah akan menaikan nilai kesuburan tanah.

Wilayahpenelitian Neuheu dan Lham Nga mempunyai jumlah KTK yang sangat rendah (<16 me/100 g) terutama pada daerah yang mempunyai terkstur tanah berpasir seperti pada daerah pesisir pantai dan dataran rawa pantai. Sedangkan jumlah KTK yang sedang (>17 – 24 me/100 g) terdapat pada daerah yang mempunyai kadar liat seperti yang terdapat pada daerah cekungan aluvial. Sedangkan wilayahTibang dan Lham Dingin tinggi (> 25 me/100 g) dilapisan atas dan rendah (< 16 me/100 g) di lapisan bawah.

Susunan kation K+, Ca++, Mg++ dan Na+ di wilayahNeuheun dan Lham Nga sangat bervariatif, dari rendah sampai sangat tinggi. Jumlah kation Na sangat tinggi, Mg tinggi, K dan Ca rendah. Di wilayahTibang dan Lham Dingin, Jumlah kation Na dan K sangat tinggi, Mg tinggi dan Ca sedang.

Jumlah basa-basa yang dapat dipertukarkan pada kompleks adsorpsi tanah tercermin dari nilai persentase kejeuhan basanya (% KB). Sebagian besar di wilayah penelitian, baik Neuheun dan Lham Nga maupun Tibang dan Lham Dingin, mempunya kejenuhan basa yang sangat tinggi (> 90%).

Sifat dan karateristik tanah penting artinya dalam hubungan antara tanah, air dan tanaman. Pengambilan unsur-unsur hara oleh tanaman selain ditentukan ketersedian unsur-unsur tersebut secara kimiawi, ditentukan pula oleh keadaan sifat fisik tanahnya. Faktor aerasi dan tersedianya air dalam tanah adalah faktor terpenting dalam hubungan di atas. Aerasi ini tergantung bagaimana struktur tanah memiliki jumlah pori-pori dan bagaimana pula permeabilitasnya. Tanah yang memiliki jumlah pori aerasi yang cukup, belum tentu memiliki aerasi yang baik apabila sebagian pori di isi oleh air yang sering terjadi pada musim hujan atau daerah genangan.

Pada daerah dataran berawa atau cekungan baik di wilayah Neuheun dan Lham Nga ataupun Tibang dan Lham Dingin tidak/belum berstruktur, jumlah pori aerasi sedang dan permeabilitas lambat. Hal demikian terjadi karena lahan selalu jenuh air dan menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Pada daerah punggungan (melandai) struktur tanah gumpal agak membulat, jumlah pori aerasi sedang sampai tinggi, permeabilitas agak sedang.

a.4.4. Tingkat Kerusakan lahan

Pada Wilayah penelitian 3 telah terjadi tingkat kerusakan lahan akibat gempa/gelombang Tsunami baik secara fisik maupun kimia tanah. Secara fisik berupa masuknya bahan kasar dan halus dari laut ke daratan sejauh 1 sampai 2 km. Bahan kasar seperti pasir diendapakan terlebih dahulu dengan ketebalan 20 – 50 cm mengikuti stratifikasi topografi. Pasir kasar yang diendapkan di tempat-tempat yang datar atau cekung akan membentuk struktur tanah yang masiv/pejal, jumlah aerasi sedikit sehingga perakaran sulit berkembang. Selain itu, Bahan pasir kasar yang

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 193

diendapkan pada alur-alur sungai (sedimentasi) menjadi penghalang lalulintas air dari hulu ke hilir sehingga lahan sulit melepaskan kelebihan air. Akibatnya air selalu tergenang dan menjadi permasalahan tata air (water management).

Tekstur halus (debu dan liat) yang diendapkan pada daerah punggungan setebal < 20 cm akan berpengaruh lebih baik dan merupakan tambahan mineral yang dapat menyuburkan tanah (tapi masih perlu diteliti lebih lanjut).

Selain secara fisik, Tsunami juga mempunyai dampak secara kimiawi. Pada daerah-daerah yang tergenang menjadi laguna tercatat adanya perubahan kualitas air seperti kemasam, salinitas, asekitaralinitas, dan potensial sulfat masam jika senyawa pirit teroksidasi.

Kondisi tambahan deposit secara gradual dan perubahan sifat kimia pada lokasi survei dapat dilihat pada Tabel dan Gambar dibawah ini.

Tabel 68. Kondisi tambahan deposit secara gradual dan sifat kimianya

Jarak (m) Bahan deposit Ketebalan (cm)

0 – 250 Pasir kasar > 150

250 – 500 Pasir kasar + Halus 100 - 150

500 - 750 Pasir berlempung 50 - 100

750 - 1000 Lempung berpasir - liat 25 - 50

> 1000 - 2000 Liat dan debu + organik < 25

Gambar 90. Penampang melintang bentang alam di Wilayah Neuhen dan Lham Nga

Dataran Pantai

Beting pantai

Punggungan Cekungann (rawa)

L a u t Deposit marin

Deposit marin

Depesit tsunami

S. Neuheun Batuan sedimen (batu pasir dan liat kalkarius)

194 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.5. Kualitas air

Sebanyak 13 contoh air telah diambil dari 4 desa yaitu Desa Nehuen, Lam Nga, Tibang dan Lam Dingin. Sebanyak 10 contoh diambil dari sungai / saluran air dan tambak, dan 3 contoh lainnya diambil dari sumur penduduk. Catatan mengenai lokasi pengambilan contoh disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 69. Titik pengambilan contoh dan pengukuran parameter kualitas air di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin

Kode titik pengambilan

contoh air Keterangan

STB40 Sungai dekat muara, substrat berupa lumpur agak padat, sekitarnya merupakan bekas tambak, terdapat pohon Rhizophora sp

STB41 Sungai di dekat tambak tambak, terdapat beerapa jenis mangrove al: Rhizophora apiculata, Acanthus ilicifolius, Sonneratia caseolaris, dan Rhizophora stylosa

STB42 Sumur berada di halaman rumah, kedalaman sekitar 5 m

STB44 Tambak

STB45 Tambak

STB47 Tambak

STB48 Sungai, terdapat beberapa jenis tumbuhan al Rhizophora apiculata, Pluchea indica, Sessuvium portulacastrum, Exoecaria agalocha, Agave sp..

STB49 Tambak

STB50 Sumur di halaman rumah, kedalaman sekitar 2 m

STB51 Muara Krueng Aceh

STB52 Kanal tambak, terdapat tumbuhan Rhizophora sp dan Nypa fruticans,

STB53 Tambak

STB55 Krueng Cut

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 195

Gambar 91. Peta sebaran pengambilan contoh air di Desa Neheun dan Lam Nga

Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada lampiran 4a, sedangkan kisaran nilai terukur untuk perairan sungai dan tambak dapat dilihat pada Tabel 70 dan untuk air sumur pada Tabel 71.

Tabel 70. Kisaran nilai pengukukuran parameter kualitas air di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin

Kisaran Nilai PARAMETER SATUAN

Sungai Tambak

Suhu ºC 27.3 – 30.8 29.2 – 34 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 26 – 83 3 – 95 Kekeruhan NTU 4.6 – 47.9 11.3 – 75.7 Kecerahan Cm x X DHL µS/cm 24000 – 40500 27000 – 39500

Salinitas ppt (o/oo) 14 – 26.5 23 – 30 pH 6.9 – 7.78 7.2 – 7.9 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 5.2 – 6.9 5.1 – 7

196 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kisaran Nilai PARAMETER SATUAN

Sungai Tambak

BOD5 mg/l 5.3 – 9.1 6.7 – 9.1 COD mg/l 40.75 – 61.13 48.9 – 61.13 CO2 mg/l 0 0 Asekitaralinitas mg/l CaCO3

eq

116 – 216 116 – 180

Kesadahan Total mg/l CaCO3

eq

5290.3 – 10395.4 5315.3 – 9294.3

Orthofosfat mg/l <0.001 – 0,055 <0,001 Besi (Fe) mg/l 0.111 – 1.631 0.182 – 1.816 Nitrit (NO2-N) mg/l 0.002 – 0.298 0.033 – 0.112 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.093 – 0.592 0.183 – 0.300 Amonia (NH3-N) mg/l 0.085 – 1.297 0.024 – 2.311

Keterangan : x = Tidak dilakukan pengukuran / analisis

Dari Tabel 70 di atas terlihat bahwa kedua perairan di atas masih dipengaruhi oleh adanya masukkan air laut. Pengaruh air laut nampak lebih kuat pada air tambak (23-30 ppt) dibanding dengan muara sungai (14-26.5 ppt). Kedua air memiliki pH netral sampai agak basa, sangat sadah dan kaya bahan organik. Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas kedua perairan ini terlihat masih baik, meskipun dari kandungan ammonia yang relatif tinggi terindikasi adanya dekomposisi bahan organik.

Tabel 71. Nilai pengukukuran parameter kualitas air sumur di Desa Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin

No. Urut PARAMETER SATUAN STB42 STB50

F I S I K A : 1 Suhu ºC 28.4 29 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 8 28 3 Kekeruhan NTU 0.7 9.2 4 Kecerahan Cm x X 5 DHL 2200 6000 6 Salinitas Ppt 1.5 3.5

K I M I A : 1 pH 7.54 7.02 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l X X 3 BOD5 mg/l x X

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 197

No. Urut PARAMETER SATUAN STB42 STB50

4 COD mg/l 26.64 44.83 5 CO2 mg/l 4 4 6 Asekitaralinitas mg/l CaCO3 eq 280 620 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 1091.1 1836.9 8 Orthofosfat mg/l 0.766 0.982 9 Besi (Fe) mg/l 0.021 1.060 10 Nitrit (NO2-N) mg/l 0.092 0.632 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.178 2.700 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.281 0.015

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml X 50 2 Total Coliform MPN/100ml X 1600

Catatan: x tidak diukur/dianalisa

Dari Tabel 71 di atas dapat dinyatakan bahwa kedua air sumur penduduk bersifat payau (salinitas 1,5 – 3,5 ppt), memiliki pH netral sampai sedikit basa (7.02-7.54) dan sangat sadah (kesadahan total 1091-1836 mg CaCo3eq./l). Sedangkan contoh air STB 50 memperlihatkan adanya mikroorganisme (total coliform dan fecal coliform) yang mengindikasikan bahwa air sumur ini telah terkontaminasi tinja yang diduga berasal dari perumahan penduduk di sekitarnya. Dari kondisi di atas dapat dinyatakan bahwa kedua air sumur di atas kurang layak untuk digunakan untuk sumber air minum.

b. Aspek Sosial Ekonomi

b.1. Perikanan tangkap

Sebagian besar masyarakat Desa Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang berprofesi sebagai petani tambak sedangkan Desa Neuheun hanya 2 orang. Di Desa Neuheun dan Lham Nga, selain sebagai petani tambak, sebagian kecil diantaranya berprofesi sebagai nelayan. Sementara di Desa Lham Dingin, sebagian kecil diantaranya melakukan usaha bisnis ikan asin. Data tentang jumlah penduduk tidak diperoleh karena responden yang dijumpai tidak tahu.

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa jumlah petani tambak di Desa Lham Dingin sebanyak 65 orang dan di Desa Tibang 60 orang.

198 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

A B

Gambar 92. A. Perahu boat di Desa Neuheun; B. Alat tangkap pancing (Foto oleh A. Ferry Hasudungan; B. Wahyu Hermawan)

b.1.1. Jenis ikan hasil tangkapan

Tabel 72. Jenis ikan dan biota laut lainnya yang umum ditangkap

Nama Lokal Nama Ilmiah A B L

Ikan Tenggiri Scomberomorus commersoni +++ +++ L Bawal hitam Formio niger +++ +++ L Bawal putih Pampus argentus ++ ++ L Tengoh Lutjanus argentimaculatus ++ ++ L Merah mata Caranx spp. + ++ L Kerape Epinephelus spp. ++ ++ L Tanda Lutjanus fulvus ++ ++ L Kirung Mesopristes argentus + ++ L Tongkol Auxis thazard +++ +++ L Remong Lutjanus spp. ++ ++ L Cmeong Pomadasys spp. + L Lainnya Lobster Homerus americanus + + L Udang windu Penaeus monodon + + L

Keterangan: A : Hasil suvei di Desa Neuheun (15 September 2005) dengan jumlah

responden 4 orang; B : Hasil suvei di Desa Lham Nga (15 September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang. +++ = banyak; ++ sedang; + = sedikit; L= Laut

Secara umum, jenis alat tangkap, jangkauan dan jenis ikan yang ditangkap di Desa Neuheun dan Lham Nga mempunyai karakteristik yang hampir sama. Informasi mengenai kegiatan perikanan tangkap di Desa Neuheun dan Lham Nga disajikan dalam tabel berikut :

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 199

Tabel 73. Perbandingan karakteristik kegiatan penangkapan di Neuhun dan Lham Nga.

Desa Neuheun Desa Lham Nga

Alat tangkap (lihat gambar xx)

Perahu (boat) dengan awak 2 – 5 orang

Pancing

Perahu (boat) dengan awak 2 – 5 orang

Pancing Jangkauan dalam sehari

± 5 – 30 mil Konsumsi bahan bakar

(solar) 10 – 100 l

± 6 -27 mil Konsumsi bahan bakar (solar)

10 – 100 l Hasil tangkapan 0 – 300 kg / hari tergantung

musim Jenis yang umum tenggiri

Scomberomorus commersoni, tongkol Auxis thazard , bawal hitam Formio niger dan bawal putih Pampus argentus.

0 – 300 kg / hari tergantung musim.

Jenis yang umum tenggiri Scom-beromorus commersoni, tongkol Auxis thazard, bawal hitam Formio niger dan bawal putih Pampus argentus.

Pemasaran TPI Lham Nga TPI Lham Nga

b.1.2. Harga alat tangkap

Alat tangkap seperti perahu (boat) dan pancing dapat dibeli/dipesan melalui pembuat perahu atau panglima laot. Berikut ini adalah harga alat tangkap di Desa Neuheun dan Lham Nga.

Tabel 74. Biaya pengadaan alat tangkap di Nehuen dan Lham Nga

Kisaran Harga Alat unit

Desa Neuheun Desa Lham Nga

Boat 1 Rp 40 juta – Rp 50 juta Rp Rp 40 juta – Rp 50 juta Pancing 1 ± Rp 100 ribu ± Rp 100 ribu

Beberapa bulan setelah bencana gempa bumi dan tsunami, kegiatan perikanan tangkap di Desa Neuheun dan Lham Nga sudah bisa berjalan. Hal ini dikarenakan nelayan Desa Neuheun dan Lham Nga telah memperoleh bantuan berupa perahu boat sebanyak 10 buah dari Departemen Sosial untuk masing-masing desa sejak bulan Juni 2005. Selain itu, hasil tangkapan nelayan dapat dijual/dipasarkan ke tempat pelelangan ikan yang ada di Desa Lham Nga.

b.1.3. Usaha ikan asin

Penduduk Desa Lham Dingin yang pada awalnya berprofesi sebagai petani tambak, kini beberapa orang diantaranya menjalankan bisnis ikan asin. Jenis-jenis ikan yang diasinkan adalah ikan teri dan ikan hiu. Ikan-ikan tersebut diperoleh di TPI (tempat pelelangan ikan) Lham Pulo. Setelah

200 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

diasinkan, ikan-ikan tersebut dipasarkan ke pasar Aceh atau ke Penayoung atau ke Medan. Harga jual untuk ikan teri yang sudah diasinkan, perkilonya adalah Rp.13.000 (di Medan) dan Rp 17.500 (di Aceh) sedangkan ikan hiu Rp. 10.000 (diMedan). Keuntungan yang diperoleh tergantung pada modal awal dan jumlah ikan yang dibeli dan diasinkan.

b.2. Pertambakan

Usaha pertambakan merupakan salah satu kegiatan perikanan di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang. Berikut ini adalah tabel luas tambak, jumlah petak, luas petak dan kedalaman tambak di wilayah penelitian.

Tabel 75. Tabel luas tambak, jumlah petak, luas petak, dan kedalaman tambak di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang

Desa Luas tambak Jumlah petak Luas per petak Kedalaman rata-rata

Neuheun ± 4 Ha ± 15 ± 50 m × 50 m ± 1,5 m Lham Nga ± 125 Ha ± 80 ± 1-2 ha ± 1,5 m Lham Dingin ± 105,7 Ha ± 100 ± 1-2 ha ± 2 m Tibang ± 100 Ha ± 80 ± 1-2 ha ± 1,5 m

Sebelum terkena musibah tsunami, petani tambak di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang memelihara udang windu (Penaeus monodon) dan bandeng (Chanos-chanos) secara alami (tradisional). Benur udang didatangkan dari lokasi pembibitan/hatchery budidaya Ujung Batee (Gambar 93) dengan harga Rp.15/ekor sedangkan nener bandeng Rp. 500/ekor. Kepadatan tebar benur untuk 1 Ha tambak adalah 15.000. Setelah dipelihara selama 3 bulan, udang dapat dipanen. Hasil produksi udang rata-rata adalah 150-600 kg/ha dengan harga jual udang Rp.35.000/kg. Jenis penyakit udang yang pernah ada adalah WSV (white spot virus).

Gambar 93. Pembenihan (hatchery) di Ujung Batee tempat pembelian benih udan dan bandeng

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 201

Selanjutnya, hasil produksi udang windu (Penaeus monodon) ini dipasarkan ke Banda Aceh dan Medan melalui pengumpul di pasar Penayoung yang disebut dengan ”toke bangku”. Cara penjualannya yaitu dengan cara mengundang ”toke bangku” ke tambak yang akan dipanen. Selain sebagai pengumpul, ”toke bangku” juga terkadang memberikan pinjaman modal kepada petani tambak yang mengalami gagal panen. Pengembalian pinjaman tersebut dilakukan dengan cara, petani tambak harus menjual hasil produksi tambaknya (udang) kepada ”toke bangku” dengan harga yang telah ditetapkan oleh ”toke bangku” dan pembayaran pinjaman dipotong dari hasil penjualan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani tambak Desa Lham Nga, mereka pernah akan mendapatkan bantuan dari LSM Serasih untuk merehabilitasi tambak. Sistem pemberian bantuannya adalah petani merehabilitasi tambaknya hingga dapat berproduksi kembali dengan biaya sendiri. Setelah itu, biaya rehabilitasi dan produksi tambak akan diganti sebesar 70 % dari total biaya yang dikeluarkan. Menurut masyarakat khususnya petani tambak, sistem pemberian bantuan tersebut tidak sanggup dilakukan karena petani tidak memiliki modal awal untuk merehabilitasi dan membuka usaha tambak kembali.

Berdasarkan hasil survey dan wawancara, saat ini LSM Serasih menyewa dan merehabilitasi tambak (± 1,5-2 ha) milik masyarakat (petani) untuk usaha tambak dan menjadikannya tambak percontohan (Gambar 94). Hasil produksi tambak ini nantinya untuk kepentingan LSM Serasih.

Gambar 94. Tambak di Desa Lham Nga yang disewa oleh LSM Serasih untuk tambak percontohan (Foto oleh Ferry Hasudungan 2005)

Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat, di sepanjang pantai Desa Lham Dingin dan Tibang akan dibuat tanggul sepanjang 16,2 km dengan tinggi 2 m oleh Dinas Pekerjaan Umum untuk melindungi tambak dari masuknya air laut dan abrasi.

Namun berdasarkan hasil wawancara, belum ada bantuan atau dukungan dari pemerintah terhadap upaya rehabilitasi tambak di Lham Dingin maupun di Tibang. Jika petani tambak diberi bantuan, mereka mau memperbaiki dan membuka usaha tambak kembali serta menanam mangrove di sekitar tambaknya.

202 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Setelah terjadi tsunami, garis pantai di Desa Neuheun dan Lham Nga bergeser ke arah darat. Tambak tertimbun lumpur dan pasir (dengan ketebalan ± 50-100 cm). Sebagian besar tanggul dan pematang tambak rusak. Jarak tambak ke pantai adalah berkisar 50 m-1000 m dengan jangkauan pasang air laut sejauh ± 1,5 km ke arah darat dan tinggi pasang surut berkisar 0-1 m. Pada saat pasang, air laut masuk ke areal pertambakan melalui muara Krueng Neuheun dan tambak akan tergenang air laut sedangkan pada saat air surut tambak mengering (Gambar 95).

B

A

Krueng

Pintu masuk air laut ke areal pertambakan melalui muara Krueng Neuheun

Neuhen

Tambak

Tamba

Tambak

Pintu masuk air laut ketambak melalui muara Krueng Neuheun

Gambar 95. Tambak di Desa Neuheun dan Lam Nga. A. Saat air pasang; B. Saat air laut surut (Foto oleh A. Wahyu Hermawan dan

B. Iwan Tricahyo Wibisono)

Hasil analisis tanah pada wilayah tambak di Desa Neuheun dan Lham Nga menunjukkan bahwa tanahnya berupa pasir berlempung, agak masam (6,5 –7,6), kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat, salinitas sangat rendah (Gleisol Tionik). Bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Berikut ini adalah hasil analisis kualitas air tambak dan sungai sekitar tambak di Desa Neuheun dan Lham Nga (Tabel 76).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 203

Tabel 76. Hasil analisis kualitas air tambak dan sungai sekitar tambak (Krueng Neuheun) di Desa Neuheun dan Lham Nga*

No. Parameter Satuan Stasiun 42 Stasiun 47 Stasiun 43

1. Salinitas Ppt 26,5 30 26 2. pH 7,67 7,2 7,69 3. DO mg/l 6,1 5,1 5,7 4. BOD5 mg/l 5,3 6,7 6,2 5. COD mg/l 48,9 52,98 44,83 6. Asekitaralinitas mg/l CaCO3 116 120 120

* Hasil Pengukuran kualitas air pada tanggal 15 September 2005 Keterangan : Stasiun 42 : Tambak hancur di Desa Neuheun

Stasiun 47 : Tambak hancur di Desa Lham Nga Stasiun 43 : Krueng Neuheun

Hasil analisa air di atas memperlihatkan potret kualitas air yang relatif masih layak bagi usaha budidaya perikanan tambak. Namun untuk membuka kembali/reklamasi tambak-tambak di atas untuk tujuan budidaya, mesti dilakukan analisis usaha (cost-benefit) yang mendalam mengingat sebagian besar tambak telah tertimbun lumpur dan berpotensi tergenang air/banjir saat pasang dan/atau musim hujan. Selain itu kajian terhadap lokasi/ kondisi fisik tambak bagi pasokan air tawar dan laut (tata air), dinamika oceanology serta adanya perubahan morfology pantai di kedua desa perlu dikaji secara mendalam. Sementara kondisi tambak dan saluran irigasi di Desa Lham Dingin dan Tibang tertimbun lumpur serta pasir (setebal ± 50-100 cm). Sebagian besar mangrove rusak, tanggul dan pematang tambak hancur. Selain itu, tsunami telah menyebabkan garis pantai bergeser ke arah darat hingga jarak tambak ke pantai hanya tinggal ± 50 m dengan pasang air laut sejauh ± 1,5 km ke arah darat dan tinggi pasang surut ± 0-1 m. Kondisi demikian menyebabkan tambak tergenang air laut pada saat pasang dan mengering saat air laut surut (Gambar 96).

204 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

B

A

Lamdingin

Krueng Cut

Air laut masuk ke areal pertambakan tanpa terbendung karena garis pantai bergeser ke arah darat, mangrove rusak dan tanggul-tangggul hancur akibat tsunami

Tambak

Tamba

Tibang

Krueng Aceh

Gambar 96. Tambak di Desa Lham Dingin dan Tibang. A. Saat air laut pasang; B. Saat air laut surut (Foto oleh B. Wahyu Hermawan; B. Iwan Tricahyo Wibisono)

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa areal pertambakan di Desa Lham Dingin dan Tibang memiliki karakteristik tanah berupa lempung berliat (atas) dan pasir berlempung sampai lempung berpasir (bawah), agak asekitaralis (7,7–7,9), kapasitas tukar kation sangat rendah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, kadar garam agak tinggi (Gleisol Tionik). Bentuk wilayah datar agak cekung, lereng 0-1 persen.

Berikut ini adalah hasil analisis kualitas air tambak dan sungai sekitar tambak di Desa Lham Dingin dan Tibang (Tabel 77).

Tabel 77. Hasil analisisa kualitas air tambak, muara Krueng Aceh dan Krueng Cut di Desa Lham Dingin dan Tibang*

No. Parameter Satuan Stasiun 51 Stasiun 49 Stasiun 52 Stasiun 54

1. Salinitas ppt 14 24 23 23,5 2. pH 7,65 7,7 7,78 7,7 3. DO mg/l 6,3 5,8 5,2 6 4. BOD5 mg/l 9,1 8,5 7,6 8,5 5. COD mg/l 61,13 52,98 40,75 48,9 6. Alkalinitas mg/l CaCO3 180 124 168 164

* Hasil pengukuran kualitas air pada tanggal 17-18 September 2005

Keterangan : Stasiun 51 : Tambak hancur di Desa Lham Dingin Stasiun 49 : Tambak hancur di Desa Tibang Stasiun 52 : Krueng Aceh Stasiun 54 : Krueng Cut

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 205

Seperti halnya kondisi tambak di Desa Lham Nga dan Neuhun, maka kualitas air tambak di Lham Dingin dan Tibang juga memperlihatkan potret kualitas air tambak yang relatif masih layak bagi usaha budidaya perikanan. Namun kualitas air tambak di kedua desa yang terakhir disebut ini cenderung lebih kaya bahan organik (BOD da COD lebih tinggi) sehingga hasil peruraiannya berpotensi lebih besar dalam menurunkan oksigen terlarut di air tambak. Selain itu untuk membuka kembali/reklamasi tambak-tambak di atas untuk tujuan budidaya, mesti dilakukan analisis usaha (cost-benefit) yang mendalam mengingat sebagian besar tambak telah tertimbun lumpur dan berpotensi tergenang air/banjir saat pasang dan/atau musim hujan. Selain itu kajian terhadap lokasi/kondisi fisik tambak bagi pasokan air tawar dan laut (tata air), dinamika oceanology serta adanya perubahan morfology pantai di kedua desa perlu dikaji secara mendalam.

b.3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati

Kegiatan ekonomi yang telah berlangsung lama di desa Neuheun adalah perdagangan biji kemiri Aleuritaes moluccana. Sayangnya, biji kemiri tidak dihasilkan dari desa sendiri melainkan dibawa dari desa lain yang memiliki pohon kemiri.

Keterlibatan sebagian masyaraat dalam kegiatan ini hanya terbatas pada kegiatan pengambilan biji. Sementara itu, pemasaran dan harga kemiri serta hal-hal lainnya di tentukan oleh pemilik modal. Berdasarkan informasi, biji kemiri ini dijual kembali ke medan untuk dibuat beberapa produk misalnya shampo dll.

Gambar 97. Unit usaha perdagangan biji kemiri di Desa Lam Nga

c. Aspek Sosial Kemasyarakatan

c.1. Kelembagaan

Struktur kelembagaaan masayarakat Aceh disusun dari suatu unit yang disebut Gampong. Setiap Gampong dipimpin oleh Keuchik dan memisekitari ketua satuan-satuan Adat (petua/Imum/Panglima) yang wilayah pengelolaannya disepakati secara adat. Gampong mempunyai Panglima laot yang bertugas mengatur penggunaan kawasan pesisir dan laut. Beberapa gampong membentuk semacam federasi yang disebut Mukim dan dipimpin oleh Imum Mukim. Dengan disahkannya UU no 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Aceh, maka keberadaan Mukim dan Gampong diakui secara resmi.

206 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Pada tingkat Gampong kelembagaan terdiri dari: (1) Keuchik (kepala Pemukiman penduduk), (2) Tuha Peut ( berfungsi sebagai pengawasan lembaga Adat/ pembangunan/ merancang hukum adat dll), (3) Tuha Lapan( penyelesaian sengketa perkara adat dan fungsi lainnya), (4) Teungku Meunasah( imam Mushalla/meunasah), (5) Ketua Pemuda (urusan pemuda), (6) Petua Glee (ketua Gunung/bukit), (7) Keujreunn Blang (ketua sawah), (8) Huria Peukan (perniagaan /pasar), (9) Peutua Uteun (ketua Hutan), (10) Peutua Seuneubok (kebun/Perladangan).

Pengaturan pemanfaatan ruang diatur dan diklasifikasikan menjadi: (1) kawasan perlindungan sumber daya alam seperti hutan (uteun),Gunung Bukit (Glee) (2) kawasan pemukiman (gampong), (3) kawasan ekonomi seperti persawahan (blang), pasar (peukan), perladangan hutan(seunebok), dan keagamaan (mesjid/Meunasah).

Pengaturan ruang wilayah pesisir yang diatur oleh panglima laot dan di klasifikasikan menjadi (1) kawasan Perlindungan Sumber Daya Alam seperti : Uteun Bangka (Hutan Bakau), Uten Aroen( hutan Cemara), kawasan Ekonomi : Bineh Pasie (kawasan Tepi pantai), Leun Pukat (kawasan Untuk menarik Pukat), Lancang sira (kawasan Mengolah garam) dan perlelangan ikan, dan (3) Kuala (muara)/Teupin (tempat nelayan mendaratkan perahu).

c.2. Sosial Budaya

Masyarakat Wilayah penelitian adalah masayarakat yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya Aceh. Di sisi lain, budaya partiarkhi masih sangat kental di kalangan masayarakat. Dalam perkawinan laki-laki merupakan yang paling di nomor satukan. Adalah suatu pemandangan yang biasa ketika kaum laki-laki minum kopi di warung, perempuan mencari nafkah untuk keluarga. Kebanyakan perempuan berperan ganda antara mengurus keluarga dan mencari nafkah.

Dalam kepemilikan rumah adalah hak milik perempuan, sedangkan laki-laki tidak memisekitari kamar dalam rumah tersebut. Kebiasan kaum laki-laki adalah berkumpul dan tidur bersama di meunasah. Meunasah menjadi tempat bertukar pikiran dan bermusayawarah bagi kaum laki-laki untuk menyelesaikan masalah desa yang berkaitan dengan urusan publik.

Sebagaimana umumnya perempuan Aceh, kaum perempuan di wilayah penelitian memiliki jiwa kesatria dan sangat setia pada suaminya. Perjuangan hidup yang mereka lakukan dilandasi pada keyakinan untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT. Perempuan Aceh juga mampu berperan ganda dan kuat bertahan dalam memikul beban kehidupan yang menjadi tanggung jawabnya.

c.3. Mata pencaharian

c.3.1. DesaTibang dan Lham Dingin

Pekerjaan utama dari sebelum tsunami adalah petani tambak, berjualan, pertukangan, peternak dan petani tirom, berdagang dan menjahit. Sebelum tsunami, Desa Tibang dan Lham Dingin merupakan daerah yang memliki tambak udang sangat luas. Kebanyakan pemisekitari tambak adalah orang yang berasal dari keturunan orang-orang kaya atau

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 207

pendatang yang membeli tambak pada masyarakat desa. Warga masyarakat yang tidak memiliki tambak menyewa pada pemilik tambak. Harga tirom untuk 1 moke (kaleng susu cair volume 300 cc) sekitar Rp 3000, dan harga udang sekitar Rp. 8.000 / kg.

Terjadinya bencana tsunami telah menjadikan masyarakat desa Tibang kehilangan hampir semua aset ekonominya. Tambak dan peralatan budidaya sebagai alat uasaha hilang atau rusak. Kondisi tersebut menjadikan sebagian besar warga menganggur. Upaya untuk memulai kembali usaha belum bisa dilakukan karena kesulitan pendataan penduduk dan status kepemilikan tanah/tambak. Beberapa warga sudah mulai dengan usaha kecil (membuka kios, berjualan kue dll) untuk sekedar pemenuhan kebutuhan harian.

c.3.2 Desa Neuhun dan Lhamnga

Sebelum tsunami masyarakat di kedua desa banyak bekerja di tambak udang, tetapi karena tambaknya rusak, kini banyak dari mereka yang mulai mengembangkan usaha home industry seperti pembuatan minyak kelapa, pembuatan bumbu masak, kerajinan tali sabut kelapa/ keset, arang tempurung kelapa dan pengolahan nira/gula kelapa. Kebun kelapa sebenarnya mampu meningkatkan pendapatan daerah, tetapi banyak pohon kelapa yang juga mati akibat tsunami. Sebelum tsunami, Desa Neuhun juga merupakan penghasil batu bata.

Kaum perempuan yang tinggal di barak Lham Nga , juga membuat bordir, sulaman emas (kasab) dan keset. Pekerjaan bordir telah membentuk kelompok home industri yang beranggotakan 21 orang. Kendala dari pengembangan bordir ini adalah masalah pemasaran karena sebagian besar penjualan dibayar secara kredit.

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi ekosistem saat ini

Perubahan besar yang terjadi setelah bencana adalah pergeseran garis panti ke arah darat. Gelombang yang besar juga telah memindahkan pasir pantai ke darat, merusakkan tanggul-tanggul tambak dan mengisi kolam-kolam tambak dengan pasir dan lumpur. Jika dibandingkan, maka kerusakan di Desa Lam Dingin dan Tibang jauh lebih parah dibandingkan dengan kondisi di Desa Neuhun dan Lham Nga. Berdasarkan informasai yang dikumpusekitaran melalui citra satelit diperkirakan pengaruh glombang tsunami mencapai lebih dari 10 km ke darat.

Perubahan lain yang terjadi pada kawasan lahan basah di wilayah (region) III adalah perubahan morfologi pantai. Garis pantai bergeser ke arah darat karena tergerus gelombang atau sebab lain (kemungkinan adanya subsiden). Penampakan pada citra satelit tanggal 29 Desember 2004 menunjukkan adanya perubahan posisis garis pantai ini. Penampakan pada citra satelit tanggal 29 Desember 2004 juga menunjukkan banyaknya daerah yang tergenang. Namun saat pengamatan pada saat survei (September 2005) menunjukkan bahwa sebagian genangan tersebut telah surut.

208 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Hampir semua bagian lahan basah di wilayah penelitian III merupakan daerah pasang surut yang sudah dikembangkan menjadi tambak udang. Secara keseluruhan luas tambak di Desa Tibang dan Lham Dingin sekitar 205 ha dan di Desa Nehuen dan Lham Nga seluas 130 ha. Krueng Aceh dan K. Angan merupakan sungai penting bagi kegiatan budidaya karena berfungsi sebagi sumber pemasok air tawar ke dalam tambak.

Gambar 98. Tambak tertimbun pasir di Desa Lham Dingin.

Tambak-tambak di Desa Lham Dingin rusak karena tanggulnya jebol dan bagian kolamnya terisi pasir. Tambak di Desa Tibang juga mengalami kerusakan dan bagian kolamnya terisi lumpur. Untuk Desa Lham Nga dan Neuhun kerusakan yang terjadi lebih ringan karena terlindungi oleh punggungan pesisir. Sebagian tanggul masih baik namun kolamnya terisi lumpur.

Hasil pengukuran kualitas air di muara S Krueng Aceh (STB 51), menunjukkan bahwa kualitas air di Krueng aceh cukup bagus untuk menjadi sumber air bagi budidaya tambak. Krueng aceh merupakan sumber air yang sangat baik untuk budidaya tamabak selain karena kulitasnya yang bagus juga karena debit / volumenya yang relatif besar. Hal yang harus diperhatikan adalah banyaknya kapal yang keluar masuk dan sandar di Krueng Aceh. Kapal-kapal tersebut membuang sisa oli atau minyak ke dalam air dan dapat menurunkan kualitas air sungai.

Hasil pengukuran Kualitas air di Krueng (Kr) Neuhun juga cukup bagus untuk kegiatan budidaya. Secara visual teramati bahwa debit air Kr. Aceh lebih kecil dari Kr. Neuhun. Kr Neuhun juga mempunyai air yang lebih saline. Kebutuhan air dengan salinitas yang lebih rendah untuk budidaya di tambak-tambak desa Neuhun mungkin hanya bisa terpenuhi dengan baik pada musim penghujan.

Kualitas air di tambak yang terukur, tidak menggambarkan kondisi air tambak yang sebenarnya. Air tambak yang terukur pada hakekatnya adalah menggambarkan kualitas air saat pasang (laut), karena tambak-tambak yang ada saluran masuknya masih terbuka. Jadi belum dapat dipakai untuk menilai kualitas air tambak secara sesungguhnya.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 209

Di daerah Tibang (berbatasan dengan wilayah Jeulinke), dimana tercatat tidak kurang dari 1980 ekor burung dari kelompok burung kuntul (Egretta spp.) menggunakan tegakan mangrove yang tersisa. Burung-burung ini menggunakan vegetasi yang tersisa (juga perakaran atau sisa tegakan yang ada) untuk beristirahat pada malam hari. Pada pagi hingga sore hari burung-burung ini menyebar untuk mencari makan.

Penduduk sekitar Desa Tibang menyebutkan bahwa areal ini juga merupakan koloni berbiak bagi jenis burung-air tersebut. Penduduk juga menyebutkan bahwa pengambilan telur sering dilakukan pada saat musim berbiak untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Pasca bencana belum diketahui keberhasilan berbiak dari kelompok burung ini. Namun pada saat survey teramati beberapa individu (sebagian besar Kuntul kecil, Egretta garzetta) sudah menunjukan bulu-bulu berbiaknya berupa rumbai bulu di bagian dada, dan penutup sayap. Mengingat daerah ini merupakan tempat berbiaknya koloni burung-burung di atas, maka perlu dipertimbangkan untuk mengususekitaran wilayah ini sebagai areal konservasi khusus/sebagai perlindungan bagi kelangsungan koloni berbiak burung di daerah ini.

Selain kelompok burung kuntul, areal pertambakan di Tibang juga dikunjungi oleh beberapa jenis burung-pantai bermigrasi. Meskii jumlah individu yang ditemukan masih relatif sedikit, pemantauan perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah sesungguhnya burung-pantai bermigrasi yang menggunakan daerah ini.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, daerah Neuheun, Lham Nga dan daerah pertambakan disekitarnya merupakan daerah penting bagi burung-pantai yang bermigrasi. Burung-pantai tersebut menggunakan areal tersebut sebagai tempat singgah (istirahat) dan juga untuk mencari makan. Jumlah yagg ditemukan saat survey, tampaknya belum mencapai puncaknya mengingat musim migrasi dari utara baru saja dimulai. Pemantauan burung-pantai bermigrasi di daerah ini direkomendasikan untuk melihat pengaruh kerusakan/perubahan lahan basah akibat bencana tsunami dan gempa.

a.1. Pembangunan tanggul penahan ombak

Pembangunan fisik yang cukup besar di pantai Lham Dingin saat ini adalah pembanguna tanggul penahan ombak (sea wall) di sepanjang pantai pesisir pantai Lham Dingin (dari muara Krueng Aceh ke muara Krueng Cut) sepanjang 16.2 km dengan tinggi lebih kurang 2 m. Berdasarkan pengambilan titik koordinat di lapangan, posisi tanggul pemecah itu sekitar 200 m dari pertambakan.

Pembangunan tanggul penahan ombak di sepanjang pantai Lham Dingin merupakan suatu hal yang harus dikaji lebih mendalam [tanggul ini mulai dibangun oleh Dinas PU pada bulan Juli/Agustus 2005 tanpa terlebih dahulu dilakukan kajian AMDAL; informasi ini diperoleh dari staff BRR saat pertemuan para Donors di Kedutaan Denmark di Jakarta]. Pembangunan tanggul ini diduga nantinya berpotensi menimbulkan masalah–masalah baru, diantaranya:

Dengan struktur yang masif, keberadaan tanggul diduga dapat menghambat pembuangan air tawar terutama pada saat hujan ataupun air asin saat pasang (lihat hipothesa pada Gambar 99). Karena tanggul ini justru mengakibatkan tertahan (terperangkap)nya masa air tawar ataupun asin di belakang tanggul yang umumnya terdiri dari lahan pertambakan

210 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

dan pemukiman, sehingga tambak-tambak maupun pemukiman diduga akan tergenang/kebanjiran. Dengan tergenangnya/kebanjiran pada tambak-tambak ini, maka usaha budidaya perikanan tambak justru akan dirugikan (karena benih ikan/udang yang dipelihara akan lepas ke laut atau sungai di dekatnya (Kr Aceh dan Kr Cut).

Diduga berpotensi menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Jika air laut saat pasang mengisi (parkir pada) lahan di belakang tanggul yang berupa kawasan pertambakan, dan waktu retensi air ini cukup lama, maka potensi penetrasi (recharging) air laut ke dalam tanah maupun jangkauan air laut ke daratan yang lebih jauh akan terjadi.

Tanggul juga berpotensi merubah pola arah gerakan arus/gelombang air laut (arus/gelombang yang membentur tembok akan berpindah ke tempat lain). Jika kondisi ini terjadi, maka kondisi pantai/pesisir ditempat lain di Aceh dapat saja berubah (atau tergerus).

Air laut atau dari sungai Kr Aceh dan Kr Cut mengandung partikel tersuspensi yang relatif tinggi (partikel liat, pasir halus dsb), nilainya berkisar 36 – 46 mg/l. Jika masa air ini tergenang dibelakang tanggul (atau di dalam tambak) maka partikel-patikel dalam air ini berpotensi menimbulkan pendangkalan tambak, akhirnya tambak menjadi daratan (atau dapat saja menjadi ladang garam, jika air laut yang terendapkan dominan dan tidak dapat tercuci dalam jangka waktu lama). Selain itu substrat bergaram juga berpotensi menghambat program rehabilitasi vegetasi yang saat ini juga sedang berlangsung di berbagai lokasi di sekitar tanggul.

Tanggul juga berpotensi menghambat pencucian sisa bahan organik yang berasal dari peristiwa tsunami, sehingga hasil proses pembusukan bahan organik akan terakumulasi di dalam dan sekitar tambak yang dibentengi tanggul. Kondisi demikian mulai terlihat di daerah Gampong Jawa dan dicirikan oleh adanya bau busuk.

Saat kemarau, tanggul mencegah masuknya air pasang dari laut sehingga menimbulkan kekeringan lahan di belakang tanggul. Kondisi demikian terlihat dari adanya kesulitan air di Tibang, Gampong Jawa, Lham Pulo dan Dean Raya dan bibit-bibit tanaman rehabilitasi mulai kekeringan dan mati [catatan: dua informasi di atas disampaikan oleh Ketua Bapedalda Aceh saat pertemuan teknis dengan kantor MenLH di Jakarta pada bulan Mei 2006]

Dari kondisi-kondisi yang diantisipasi dapat terjadi di atas, maka tindakan-tindakan berikut perlu di lakukan:

Perlu dilakukan suatu rencana kelola dan pemantauan lingkungan (RKL & RPL) mendalam (yang mana seharusnya telah dilakukan studi AMDAL sebelum tembok dibangun) yang diantaranya meliputi kajian akan hal-hal sebagai berikut:

Kajian rinci terhadap aspek hydro-oceanografi (termasuk Daerah Aliran Sungai, DAS, Krueng Aceh dan Krueng Cut) dan pesisir di sekitar lokasi tanggul. Di dalamnya termasuk kajian adanya perubahan pola arus, keruhan air, kualitas air tanah dan potensi adanya intrusi air laut serta potensi luas banjir yang dapat ditimbulkan di lokasi belakang tanggul

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 211

Kajian kondisi ekologi (biodiversity dan habitat flora-fauna) di seluruh wilayah pesisir Lham Dingin dan sekitarnya. Di dalamnya termasuk kajian terhadap kualitas fisika dan kimia substrat/tanah darat (termasuk lahan tambak) di belakang tanggul yang (jika kandungan garamnya tinggi) berpotensi menggagalkan upaya-upaya rehabilitasi tanaman yang saat ini sedang gencar dilakukan dan upaya pemulihan budidaya perikanan

Kajian sosial ekonomi, untuk mengetahui dampak yang akan ditimbulkan terhadap usaha pertambakan dan pemukiman yang berada di belakang tangul.

Kajian terhadap alternatif lain dalam membentengi daratan Lham Dingin (selain tanggul masif yang terbuat dari batu-batu gunung).

JETTY CONSTRUCTIONJETTY CONSTRUCTIONHypothetical land subsidence following tsunami in Hypothetical land subsidence following tsunami in

north west coast of north west coast of AcehAceh and its impact to inundationand its impact to inundation

Land level after tsunami/Basin like structure

Sea level before & after tsunamiLand level before tsunami

Sea wall

Water level increase due to sea blocking

Old houses gone

New houses maybe flooded

Illustration by Nyoman Suryadiputra

Gambar 99. Suatu hipothesa tentang dampak yang ditimbulkan akibat tsunami yang menimbulkan ambelas/turunnya lahan pesisir di Lham Dingin dan pengaruh keberadaan tembok di tepi pantai

terhadap potensi genangan yang ditimbulkan ke arah darat.

212 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tembok pantai /sea wall

LhamDingin 11 September 2005 Lham Dingin 17 September 2005

Kondisi Tambak-tambak di Lham Dingin, sebelah belakang tembok ke arah darat (17 September 2005)

Pembangunan tembok penahan gelombang di depan lokasi pertambakan di Desa Lham Dingin (Foto: I N.N. Suryadiputra, September 2005)

Gambar 100. Lham Dingin tergenang air laut saat pasang dan limpasan air sungai

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 213

Alternatif lain dalam membangun tanggul. Sesungguhnya suatu pembangunan tanggul dapat dilakukan melalui pendekatan rehabilitasi pantai dengan menggunakan tanaman bakau atau tanaman pantai lainnya. Berbagai bukti di daerah pesisir Indonesia memperlihatkan bahwa tanaman bakau dapat menjadi perangkap lumpur secara alami. Lumpur-lumpur yang terperangkap ini pada akhirnya dapat memperluas areal tumbuhnya tanaman/bibit-bibit bakau yang baru dan akhirnya terciptalah suatu benteng daratan alami yang terdiri atas pohon-pohon bakau yang lebat dan kuat. Namun konsep ini jelas akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat berfungsi optimal, tetapi keuntungan ekologi yang diperoleh akan lebih besar. Selain itu keuntungan finansial karena adanya penghematan biaya mungkin bisa didapat.

a.2. Lahan basah dan masyarakat

Dilihat dari proporsi lahannya, maka ketergantungan masyarakat di Wilayah III terhadap lahan basah, terutama tambak adalah sangat besar. Secara tidak langsung sebenarnya masyarakat di wilayah III ini juga tergantung pada jenis-jenis lahan basah lainnya yang menjadi pendukung dari kegiatan budidaya tambaknya. Lahan basah lainnya ini, misalnya berupa sungai (sebagai pemasok air tawar), pesisir dan hutan mangrove (sebagai benteng tambak dari gelombang pasang dan pemasok benih alam). Ketergantungan ini juga terlihat dari jawaban-jawaban yang diberikan responden untuk pertanyaaan mengenai rehabilitasi lahan basah. Hampir semua responden yang ditemui menghendaki agar tambaknya diperbaiki atau diberikan bantuan peralatan untuk perbaikan tambak. Dalam hal ketrampilan, masyarakat umumnya menghendaki peningkatan ketrampilan dalam teknis atau tatacara budidaya.

Dengan kondisi tambak yang rusak berat, perbaikan yang diperlukan mungkin tidak cukup dilakukan dengan skala kecil dan terkotak-kotak (fragmented). Perbaikan tambak sebaiknya dilakukan secara komprehensif dan terpadu, tidak hanya sekedar perbaikan tanggul dan pengerukan sedimen. Perbaikan sebaiknya disertai program penataan ulang terhadap ruang/kawasan, dengan kajian lingkungan dan sosial ekonomi mendalam. Untuk menjalankan program ini, selain inisiatif dari masyarakat, dukungan dari pemerintah juga sangat diperlukan. Jika memang kawasan eks tambak sudah tidak layak direhabilitasi, maka alternatif untuk menjadikannya sebagai kawasan rehabitasi tanaman sangat dianjurkan.

Dari penjelasan warga masyarakat, dapat disimpulkan bahwa teknik budidaya tambak yang diterapkan mempunyai ketergantungan yang sangat besar pada kondisi lingkungan. Ketergantungan tidak hanya dari kualitas air tetapi juga pada suplai pakan alami. Tambak didisain sedemikan rupa sehingga bisa menyediakan pakan alami berupa udang putih pada tahap pertengahan dan tahap akhir budidaya.

Ketergantungan petani tambak kepada lingkungan tidak hanya dalam proses budidaya. Penjualan udang putih dari tambak juga merupakan pendapatan sehari-hari bagi petani tambak. Selain udang putih petambak atau keluarganya (umumnya ibu-ibu) juga mengumpulkan kerang-kerangan untuk dijual.

214 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Melihat tingginya ketergantungan pada alam, maka upaya untuk perbaikan fisik tambak harus dibarengi dengan upaya memperbaiki lingkungan di sekitarnya. Pada tambak-tambak yang rusak berat seperti di Desa Lham Dingin, kesepakatan dan rencana untuk penataan tata ruang tambak secara luas harus lebih dahulu terbentuk sebelum dilakukan perbaikan tambak unit per unit. Inisiasi dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk dapat melaksanakan rencana tersebut. Tapi jika melihat sudah dibangunnya tanggul sepanjang 16,2 km di depan pantai Lham Dingin, maka upaya paling penting saat ini adalah mengkaji secara mendalam terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari keberadaan tanggul tersebut terhadap tambak-tambak di Lham Dingin. Kajian ini harus melibatkan berbagai displin ilmu dan hasil kajian ini harus disebarluaskan kepada masyarakat luas di Lham Dingin dan sekitarnya.

Penataan kawasan tambak mencakup perbaikan sarana yang menjadi aset bersama seperti saluran inlet dan outlet. Penataan juga harus mencakup perbaikan kawasan pendukung budidaya untuk menjamin adanya kualitas lingkungan yang baik. Rehabilitasi kawasan mangrove harus dirancang untuk bisa mememenuhi fungsi mangrove sebagai sebuah ekosistem termasuk fungsi sebagai kawasan pendukung budidaya perikanan.

a.3. Pasokan air bersih

Saat ini bantuan air bersih masih diberikan kepada masyarakat di beberapa lokasi wilayah III, tetapi di beberapa lokasi lainnya sudah dihentikan. Menurut salah seorang warga Desa Tibang, bantuan air sudah tidak ada lagi, tandon air yang ada di dekat rumahnya sudah lebih dari 1 minggu kosong. Tidak adanya bantuan air bersih merupakan suatu masalah karena kebanyakan kualitas air bersih dari sumur penduduk buruk untuk difungsikan sebagai air baku.

Pengukuran kualitas air sumur, selain menemukan adanya bakteri coli juga menunjukkan salinitas yang melebihi ambang batas (airnya payau). Penyebab kontaminasi bakteri Coli maupun airnya yang terasa payau (sedikit asin) diduga berasal dari kondisi yang ditimbulkan saat tsunami, dimana air laut yang asin (juga mencuci berbagai kotoran di darat) masuk ke sumur atau intrusi melalui pori-pori tanah.

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir

Berdasarkan penelitian di keempat desa di Banda Aceh dan Aceh Besar, hanya beberapa lokasi saja yang memenuhi syarat kesesuaian (suitable) untuk direhabilitasi (ditanami vegetasi). Namun di sisi lain, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi juga harus mempertimbangkan beberapa faktor pendukung lainnya, seperti faktor sosial ekonomi, dll.

b.1. Identifikasi wilayah dan penilaian kesesuaian lahan

b.1.1. Identifikasi lahan

Secara umum, lahan yang yang memiliki prospek untuk direhabilitasi dapat dikelompokkan menjadi: areal tambak, pantai berpasir, areal disekitar desa. Berikut ini adalah uraian dari jenis-jenis lahan yang teridentifikasi berikut kendalanya bagi rehabilitasi.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 215

• Tambak udang

Sebagian besar areal yang dinilai prospektif untuk dilakukan rehabilitasi tanaman adalah pada lokasi bekas tambak-tambak udang. Pasca tsunami, seluruh tambak udang yang dikunjungi belum dimanfaatkan kembali atau terlantar. Kendala yang dijumpai dalam memanfaatkan kembali area ini untuk tambak adalah terdapatnya timbunan pasir cukup tebal yang terbawa saat terjadi gelombang tsunami. Pemilik tambak agaknya tidak memiliki kemampuan finansial untuk membersihkan tambak dari pasir karena membutuhkan biaya besar.

Gambar berikut ini menggambarkan perbandingan kondisi tambak di desa-desa yang disurvey.

a

b

c

d

Gambar 101. Kondisi umum tambak di desa Neuheun (a), Lam Nga (b), Lam Dingin (c), dan Tibang (d)

Di desa Neuheun, Lam Nga dan Tibang, timbunan pasir menutupi lantai tambak dengan ketebalan yang hampir sama. Walaupun demikian, tanaman bakau dinilai masih sesuai untuk ditanam di lokasi ini karena masih adanya kandungan tanah berlumpur di dasar tambak. Di Desa Lam Dingin, timbunan pasir sangat dangkal. Sementara itu, air asin yang menggenangi areal tambak (salinitas 14-30 ppt) dijumpai di keempat desa.

216 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Pantai berpasir

Pantai berpasir hanya dapat dijumpai di desa Neuheun dan Lam Nga. Mengingat pantai di kedua desa ini terletak dalam satu hamparan maka kondisi kedua pantai ini relatif sama. Walaupun demikian, pantai di Lam Nga jauh lebih lebar dibandingkan dengan pantai Neuheun. Untuk itu jenis tanaman rehabilitasi yang dipilih disesuaikan dengan substratnya yang berpasir.

• Areal disekitar desa

Di seluruh desa yang disurvey, masih dijumpai lahan kosong atau terlantar yang memiliki prospek untuk di optimalkan melalui penanaman jenis yang memiliki nilai tambah ekonomis maupun lingkungan. Namun demikian, luasan lahan di Desa Tibang dan Lam Dingin sangat terbatas mengingat banyaknya penduduk yang telah membangun rumah atau bangunan lainnya. Dengan kata lain, sebagian besar lahan yang ada di kedua desa ini didominasi oleh perumahan penduduk. Sebaliknya, lahan kosong yang luas masih dijumpai di Desa Lam Nga dan Neuheun.

b.1.2. Penilaian kesesuaian lahan

Berdasarkan penilaian di areal bekas tambak, hampir seluruhnya memiliki kesesuaian yang cukup baik untuk ditanamai bakau. Namun demikian, lokasi di Lam Dingin dinilai memiliki kesesuaian yang lebih tinggi dibandingkan lokasi di desa-desa lainnya. Jenis bakau yang dinilai sesuai untuk kondisi bekas tambak di Aceh Besar dan Banda Aceh adalah Rhizophora spp.

Di pantai berpasir desa Lham Nga, lahannya lebih menjanjikan/siap untuk direhabilitasi dengan tanaman pantai khususnya dengan cemara laut Casuarina equisetifolia. Hal ini dicirikan oleh telah adanya formasi pes – caprae. yang merupakan indikator sebagai telah siapnya substrat untuk ditanami. [Catatan: Keberadaan pes-caprae sering digunakan sebagai indikator oleh masyarakat pesisir di Pemalang, Jawa Tengah, sebagai kesiapan lahan untuk direhabilitasi dengan tanaman pantai seperti cemara laut].

Rehabilitasi lahan melalui penanaman di lahan desa yang kosong atau terlantar merupakan salah satu alternatif yang sangat direkomendasikan dalam rangka meningkatkan nilai tambah suatu lahan. Berdasarkan penilaian lahan di sekitar desa yang disurvey, seluruh lokasi sesuai untuk ditanami beberapa jenis tanaman seperti kelapa Cocos nucifera, gamal Gliricidia sepium, jarak Jatropha curcas, dll. Namun demikian, ketersediaan lahan yang ada di Desa Tibang dan Lam dingin sangatlah minim. Ketersediaan lahan desa yang masih luas masih dapat dijumpai di desa Lam Nga dan Neuheun.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 217

b.2. Persepsi masyarakat terhadap rehabilitasi

Berdasarkan survey sosial-ekonomi yang dilakukan, sebagain besar penduduk menyadari arti dan peranan penting tanaman pantai dan bakau. Sebagian besar penduduk telah merasakan dampak langsung hilangnya vegetasi pantai, misalnya perubahan arus angin. Pada saat masih banyak pohon di pantai, angin hanya berhembus pelan. Namun sejak pohon dipantai hlang, maka angin tidak terbendung sehingga bertiup sangat kencang.

Sebagian warga juga telah memahami fungsi hutan mangrove sebagai peredam gelombang dan mencegah abrasi pantai. Dengan memahami arti penting hutan mangrove ini, mereka sangat setuju terhadap adanya rencana penanaman bakau disekitar tambak dan pinggir pantai. Karena mereka beranggapan bahwa pohon bakau yang mati akan busuk dan berbau, maka penanaman bakau sebaiknya dilakukan di tanggul atau sepanjang sungai. Penduduk juga menaruh harapan yang besar bagi lembaga donor/LSM untuk dapat memfungsikan kembali tambak mereka.

b.3. Faktor pendukung dan potensi

Beberapa faktor pendukung yang teridentifikasi dalam rangka kegiatan rehabilitasi tanaman di desa Neuheun, Lam Nga, Lam Dingin, dan Tibang adalah sebagai berikut:

• Banyaknya lembaga donor/LSM

Sebagian besar lembaga donor dan LSM yang tengah berpartisipasi dalam rehabilitasi dan rekontruksi berada di Banda Aceh. Kondisi ini memberikan peluang yang sangat besar untuk mendapatkan dukungan (bimbingan teknis maupun pendanaan) dalam kegiatan rehabilitasi.

• Aksesibilitas tinggi

Banda Aceh dan Aceh Besar memiliki aksesibilitas yang tinggi. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi akan dapat terlaksana dengan mudah.

• Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)

Dibandingkan dengan daerah di propinsi NAD lainnya, Banda Aceh dan Aceh Besar memiliki lebih banyak SDM yang berkualitas. Ketersediaan SDM ini merupakan aset yang sangat besar dalam melakukan kegiatan rehabiltasi.

b.4. Faktor penghambat

Faktor kendala dan penghambat rhabilitasi yang dijumpai di Aceh Besar dan Banda Aceh relatif sangat kecil. Kendala yang paling sering dijumpai adalah berupa kekurangan stok bibit/benih. Namun demikian, bibit/benih ini dapat dengan mudah didatangkan dari daerah lain (misal dari Aceh Utara dan Timur dsb) mengingat tingginya akses transportasi ke lokasi tersebut. Tapi sebaiknya untuk kegiatan rehabilitasi di Aceh Besar dan Banda Aceh, benih (seed) bakau (propagul) dibawa dari tempat lain, namun pembibitannya sebaiknya disiapkan

218 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

oleh masyarakat dekat dengan lokasi rehabilitasi, bukan dibawa dari tempat lain lalu kemudian langsung ditanam di lokasi rehabilitasi. Hal demikian dimaksudkan agar para pelaku rehabilitasi juga memiliki keterampilan dalam menyiapkan benih (seedlings).

Selain itu, permasalahan gender masih dijumpai di Banda Aceh dan Aceh Besar. Keterlibatan wanita dalam setiap kegiatan sangat terbatas, termasuk partisipasinya dalam kegiatan rehabilitasi.

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan

Satuan peta tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei pemetaan sumberdaya lahan, dapat dirinci dan diuraikan berdasarkan keadaan fisik lingkungan dan kondisi tanahnya. Data dan informasi tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi kesesuaian penanaman komoditas tertentu.

Untuk melakukan evaluasi lahan, terlebih dahulu harus ditentukan asumsi dasarnya. Dalam evaluasi lahan ini, asumsi yang dipakai adalah: ”pengelolaan lahan yang dilakuan petani menggunakan teknologi rendah sampai sedang” dan ”petani memiliki kemampuan teknis yang sederhana dan permodalan yang relatif kecil”.

Penilaian keseuaian lahan dilakukan untuk jenis-jenis tanaman pangan, kelompok tanaman holtikultura dan tanaman perkebunan, penggunaan lahan untuk perikanaan atau penggunaan lainnya. Faktor yang digunakan sebagi faktor pembatas untuk penilaian kesesuaian adalah retensi hara, media perakaran, toksisitas atau keracunan karena salinitas, bahaya sulfidik dan bahaya banjir/genangan. Dalam penilaian kesesuaian lahan faktor iklim dan topografi tidak dijadikan sebagai faktor pembatas.

Ringkasan hasil evaluasi kesesuaian lahan disajikan dalam tabel 78 berikut ini:

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 219

Tabel 78. Hasil Penilaian evaluasi lahan di wilayah Neuhun, Lham Nga, Tibang dan Lham Dingin

Neuhun dan Lham Nga Tibang dan Lham Dingin

Kesesuaian lahan Kesesuaian lahan No

SPT Tan pangan Perkebunan Holtikultura

Rekomendasi No

SPT Tan pangan Perkebunan Holtikultur Perikana air payau

Rekomendasi

1 N-rc,nr S3-wa, rc,nr S3-wa, rc,nr Rehabilitasi Pantai (cemara) 1A N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh Konservasi

2 N-xs,fh N-xs,fh N-xs, fh Rehabilitas mangrove/ tambak 1B N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh

Rehabilitas Tambak

(mangrove)

3 S3-wa, rc,nr S3-wa, rc,nr S3-wa, rc,nr Perkebunan /buah-

buahan/ sayuran 1C N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh N-xc,xn,xs, fh Rehabilitasi

tanaman perkebunan

4 S3-rc,nr N-oa N-oa Tanaman pangan

Keterangan :

N= tidak sesuai S3= sesuai marginal rc= media perkaran kasar, nr= retensi hara sangat rendah, wa=ketersedia air tidak ada xs= bahaya sulfidik, oa= drainase sangat terhambat. F2=bahaya banjir/genangan, xs= bahaya salinitas, xn= alkalinitas, fh=Banjir dan genangan.

220 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lahan untuk pengembangan pertanian lahan yang tersedia mempunyai kelas kesesuaian S3 atau sesuai marjinal. Satus S3 ini berarti: ”Lahan mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang secara bersama-sama menyebabkan kesulitan untuk untuk penerapan pertanian secara berkelanjutan dari suatu pengusahaan dan dapat mengurangi produktivitas atau keuntungan atau perlu adanya penambahan/masukan (input) bahan-bahan tertentu, dan pengeluaran biaya untuk keperluan tersebut merupakan sesuatu yang dianggap berlebihan”. Faktor pembatas utama dalam budidaya pertanian di daerah Neuhun dan Lham Nga adalah: retensi hara yang rendah, media perakaran yang kurang kuat. Pada daerah punggungan hambatannya berupa ketersediaan air yang terbatas, sebaliknya pada daerah yang berupa cekungan menghadapi potensi bahya banjir atau genangan.,

Selain itu bencana Tsunami telah mengubah kondisi tanah dan lahan. Secara fisik gelombang tsunami telah menyebabakan terjadinya sedimentasi pada alur-alur sungai sehingga air sulit untuk dikeluarkan dan menjadi genangan. Selain itu terjadi juga perubahan struktur tanah menjadi masif/pejal sehingga mengganggu perkembangan perakaran tanaman. Secara kimiawi telah terjadi perubahan salinitas, akalinitas dan, kemasaman akibat oksidasi pirit.

Meskipun tidak bisa memberikan hasil yang sangat tinggi, di wilayah Neuheun dan Lham Nga masih terdapat beberapa kemungkinan untuk pengembangan pertanian yaitu :

• pada daerah yang tinggi (punggungan) dapat dikembangkan tanaman perkebunan,

• Untuk daerah cekungan aluvial dapat diusahan untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman hijauan untuk mendukung bahan pakan ternak seperti rumput gajah, setaria dan kelompok leguminosa.

Untuk wilayah Tibang dan Lham Dingin sebagian besar tidak memungkinkan untuk pengembangan pertanian dengan fator pembatas genangan/banjir, salinitas, alkalinitas, dan adanya potensi bahaya pirit. Untuk itu, lahan-lahan tersebut harus dikonservasi/rehabilitasi atau pengembangan perikanan payau (tambak) yang ramah lingkungan dengan diikuti penamanan bakau disekeliling tambak. Untuk pengembangan tambak juga harus diperhatikan adanya bahaya pirit.

d. Pemulihan kegiatan perikanan, industri rumah tangga dan tambak

d.1. Perikanan tangkap

Perahu boat di Desa Neuheun dan Lham Nga yang telah hancur akibat bencana tsunami, kini telah mendapatkan gantinya dengan bantuan dari Departemen Sosial. Bantuan tersebut kini telah memungkinkan nelayan dari kedua desa untuk menjalankan aktifitasnya kembali.

d.2. Usaha ikan asin

Usaha ikan asin yang sebelumnya dijalankan oleh beberapa petani tambak Desa Lham Dingin, ke depan dapat dijadikan (diaktifkan kembali) sebagai alternatif mata pencaharian. Namun keuntungan yang diperoleh dari berusaha ikan asin ini akan tergantung pada modal yang dimiliki petambak dan tidak semua petambak di Desa Lham Dingin dapat membuat ikan asin.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 221

d.3. Tambak

Ditinjau dari aspek tanah, lahan bekas areal pertambakan di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang masih memungkinkan untuk dijadikan lahan pertambakan tetapi diperlukan banyak biaya untuk meperbaiki tanggul-tangul dan saluran/tata airnya. Namun untuk kondisi tanahnya yang agak masam perlu dilakukan pemberian kapur sebelum tambak digunakan dan perlu diantisipasi adanya bahaya pirit.

Berdasarkan hasil analisis iklim, wilayah penelitian memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sumber air tawar yang diperlukan bagi kegiatan perikanan khususnya tambak relatif lebih tersedia (lihat data curah hujan, terlampir).

Menurut Savitri (1999), kualitas air budidaya tambak udang ramah lingkungan sebaiknya memiliki salinitas 15-30 ppt, pH 7,7-8,5, oksigen terlarut ≥ 4 mg/l dan alkalinitas ≥ 80 ppm. Berdasarkan hal tersebut maka air tambak dan sungai di sekitar tambak di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang, masih sesuai untuk kegiatan pertambakan.

Ditinjau dari status kepemilikannya, tambak-tambak di lokasi survey di atas banyak yang tidak memiliki sertifikat kecuali tambak-tambak di desa Lham Dingin. Kondisi demikian dapat menyebabkan terjadinya sengketa tanah tambak di kemudian hari. Selain itu, pemasaran hasil produksi tambak melalui ”toke bangku” cenderung merugikan petani tambak karena harga ditentukan oleh ”toke bangku”. Oleh karena itu, perlu perbaikan mekanisme pemasarannya.

Tambak dan saluran air yang tertimbun lumpur atau pasir harus dilakukan perbaikan dengan cara melakukan pengerukan dasar tambak atau saluran air untuk dijadikan pematang/tanggul-tanggul tambak. Untuk perbaikan tersebut diperlukan beko/eskavator dengan biaya yang sangat besar. Biaya penyewaan 1 unit eskavator sekitar Rp. 180.000/jam. Jika rata-rata 1 unit eskavator mampu menyelesaikan perbaikan 1 Ha tambak dalam waktu 13 jam, maka biaya yang harus dikeluarkan adalah sekitar 2,3 juta rupiah/ha, dan untuk seluruh tambak di Desa Neuheun, Lham Nga, Lham Dingin dan Tibang (± 334,7 Ha) dibutuhkan biaya sekitar 800 juta rupiah.

Pembuatan tanggul sepanjang 16,2 km dengan tinggi 2 m oleh PU di sepanjang pantai Lham Dingin dan Tibang untuk melindungi tambak dari masuknya air laut dan abrasi diduga berpotensi menyebabkan areal pertambakan terkena banjir terutama pada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim hujan, Krueng Aceh juga Krueng Cut akan meluap dan masuk ke areal pertambakan hingga tidak bisa keluar kembali. Akibatnya air akan terperangkap dan terjadi banjir.

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi tambak di Lham Dingin dan Tibang sangat bersiko, sulit dan mahal untuk dilakukan, meskipun dari segi kualitas tanah dan air masih sesuai untuk kegiatan budidaya tambak udang. Hal demikian disebabkan karena biaya yang dibutuhkan akan sangat besar untuk: menyewa beko/eskavator, pembuatan sertifikat tanah tambak, perbaikan saluran drainase, perbaikan mekanisme pemasaran, pembuatan depot es dan garam, dan biaya-biaya usaha pertambakan, ditambah lagi adanya pembuatan tanggul di Desa Lham Dingin dan Tibang yang berpotensi mengakibatkan kawasan tambak mengalami banjir. Oleh karena itu, petani tambak memerlukan alternatif lain sebagai sumber mata pencaharian.

222 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

4. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil kajian disusun suatu rekomendasi yang tersusun atas tiga (3) bagian yang meliputi: aspek kelembagaan dan peranserta masyarakat, peningkatan kapasitas dan contoh kegiatan. Uraian dari rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat

Dengan banyaknya lembaga yang bekerja di NAD khususnya di wilayah Kota Banda Aceh dan sekitarnya, maka diperlukan upaya-upaya dalam mengkoordinasikan kegiatan yang akan dijalankan. Masyarakat secara individu atau melalui lembaga-lembaga yang ada harus dilibatkan secara aktif di dalam mengidentifikasi bentuk kegiatan yang akan dijalankan.

Peran serta masyarakat dan lembaga-lembaga tradisional harus di tingkatkan atau direvitalisasi terutama lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Nilai-nilai kearifan lokal juga harus dijadikan salah satu acuan dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan.

b. Peningkatan kapasitas

Peningkatan kapasitas sangat diperlukan untuk menunjang usaha peningkatan pendapatan ekonomi maupun dalam kegiatan rehabilitasi. Pelatihan berupa alternatif ’usaha baru’ perlu dilakukan mengingat peluang untuk kembali dan atau mengembangkan ’usaha lama’ menghadapi kendala yang besar misalnya lahan yang telah rusak permanen atau hilang. Peningkatan kapasitas juga mencakup bidang-bidang pengelolaan lingkungan termasuk kesiapan dalam menghadapi bencana alam.

c. Alternatif kegiatan yang disarankan

c.1. Rehabilitasi

Rencana rehabilitasi kawasan/lingkungan hendaknya disusun secara komprehensif dengan mempertimbangkan fungsi ekologi kawasan (terutama kawasan pantai dan mangrove) sebagai penunjang proses budidaya dan fungsi ekologi lainnya. Disarankan untuk menyusun rencana rehabilitasi lingkungan yang sekaligus mencakup perbaikan sarana perekonomian, misalnya dengan menggabungkan kegiatan rehabilitasi lingkungan seperti penanaman mangrove dengan perbaikan tambak secara terpadu.

Rencana rehabilitasi tidak hanya dijalankan pada kawasan dengan produktifitas ekonomi yang tinggi tetapi juga pada kawasan-kawasan dengan yang berpotensi memiliki fungsi konservasi. Sebagai contoh daerah Tibang – Jeulinke perlu dipertimbangkan untuk dijadikan wilayah konservasi khusus sebagai perlindungan bagi kelangsungan koloni berbiak burung kuntul di daerah ini. Daerah tersebut diusulkan untuk dibebaskan dari segala upaya pembangunan fisik. Untuk mendukung keberadaan kelompok burung kuntul tersebut, prioritas rehabilitasi mangrove yang akan datang diusulkan agar dilakukan pada bagian bantaran sungai serta di sekitar pertambakan yang saat ini menjadi tenggeran.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 223

Untuk menunjang keberlangsungan proses rehabilitasi disarankan untuk menggunakan pola partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya. Selain itu sebelum rencana (terutama terkait rehabilitasi tanaman) dijalankan dilapangan disarankan untuk terlebih dahulu melakukan investigasi untuk mendapatkan kepastian status lahan.

Jenis mangrove yang disarankan untuk dipakai dalam rehabilitasi adalah Rhizophora spp, Ceriops spp., dan Bruguiera spp. Pada pantai berpasir direkomendasikan untuk ditanami tanaman pantai seperti cemara laut Casuarina equisetifolia, kelapa Cocos nucifera dan waru laut Hibiscus tiliaceus. Pada lahan-lahan yang sesuai disarankan untuk melakukan rehabilitasi dengan tanaman-tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi. Salah satu jenis yang disarankan adalah dengan menggunakan jenis tanaman Jarak pagar Jatropha curcas yang dapat berguna sebagai bahan utama biodisel.

c.2. Peningkatan pendapatan

Secara umum bencana tsunami telah menjebabkan hilang atau berkurangnya mata pecaharian masyarakat. Umumnya kegiatan ekonomi produktif yang ingin dijalankan masyarakat adalah upaya untuk mengaktifkan kembali jenis usahanya seperti semula/sebelum tsunami. Untuk mempercepat pemulihan ekonomi bantuan dapat diberikan berupa:

• Bantuan permodalan dan atau perlatan.

• Bantuan teknis dan pelatihan untuk: (i) diversifikasi usaha, (ii) pengolahan bahan baku produk yang dihasilkan menjadi produk lanjutan yang lebih mempunyai nilai tambah dan (iii) strategi pemasaran.

Masyarakat juga harus didorong untuk menggali dan memanfaatkan potensi lainnya yang ada di sekitar desa. Pelatihan dan bantuan usaha harus diberikan dalam bentuk yang lebih bervariasi untuk meningkatkan peluang diversifikasi usaha. Peluang untuk beralih usaha harus dikembangkan terutama bagi mereka yang aset-aset usaha lamanya tidak bisa diperbaiki sama sekali

c.3. Pemanfaatan Laguna secara optimal Hampir semua laguna yang di survei (4 buah terdapat di Aceh Besar) memiliki potensi nilai ekonomi dan lingkungan yang cukup besar. Jika keberadaan laguna-laguna ini dapat dijaga kelestariannya, maka ia akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar laguna dan untuk itu perlu dibuatkan suatru rencana pengelolaan laguna secara terpadu. Peningkatan pendapatan bukan saja berasal dari sektor perikanan (budidaya dan tangkap) di dalam laguna, tapi juga melalui pemanfataan laguna sebagai objek wisata alam (eko-wisata) karena pemandangan alamnya yang indah (menghadap laut terbuka dan untuk laguna di desa Krueng Kala di dekatnya ada air terjun), airnya jernih, akses menuju laguna mudah karena terletak di tepi jalan lintas barat Banda Aceh-Meulaboh. Selain itu, lahan di sekitar laguna juga berpotensi dikembangkan untuk dijadikan demplot-demplot pembibitan tanaman pantai, mangrove dan kebun campuran oleh masyarakat di sekitarnya.

224 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

5. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN 3 (KOTA BANDA ACEH DAN KABUPATEN ACEH BESAR)

Peta dan Tabel 79 di bawah mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar (diantaranya) telah dimulai sejak bulan Desember 2005. Saat laporan ini ditulis, sebagian besar dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove.

Gambar 102. Peta sebaran dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar

Tabel 79. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Sabang

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang

ditanam Lokasi

kegiatan di

1 Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu)

Pengembangan usaha ikan asap, budidaya kepiting dalam karamba

100.000 bibit bakau pada lahan seluas 10 ha

Desa Tibang, Syiah Kuala, Banda Aceh

2 UKM MIPRO Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah

Pengembangan usaha perikanan dan industri rumah tangga berbahan baku kelapa

10.000 bakau seluas 2 ha dan 1500 kelapa seluas 3 ha

Syiah Kuala

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 225

061

060

031

030101

100

021

010

020

040

041

042

050

070

080

090

091

102

110

111

120

130

01

73

14

04

06

11

72

71

08

09

02

05

07

12

03

15

16

7410

13

17

8

10

12 15+16+17

11

9+7+6 5+13+14

2+4

1+3

18+19+20

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang

ditanam Lokasi

kegiatan di

3 Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu), Banda Aceh

Usaha keripik buah dengan tehnik vacuum frying pan (goreng tanpa minyak dalam kondisi vakum)

10.000 bakau pada lahan seluas 2 ha

Ds Tibang, Kec. Syiah Kuala, Banda Aceh

4 KSM TUANKU, Banda Aceh Modal usaha pedagang ikan, berternak kambing

8.000 tanaman pantai (cemara laut, kelapa, mangga, asam jawa, belimbing) pada lahan seluas 20 ha

Ds Alue Naga, Syiah Kuala, Banda Aceh

5 Yayasan Karya Bersama (Yasma), Banda Aceh

Berternak kambing (38 ekor) dan perbaikan tambak seluas 15 ha

30.000 bibit bakau dan 2000 tanaman pantai pada lahan seluas 10 ha

Ds Lham Nga dan Neuheun, Kec. Masjid Raya, Aceh Besar

6 Yayasan Hijau Semesta (YHS), Aceh Besar

Usaha minyak goreng dan kelapa gongseng

10.000 bibit bakau dan 2000 kelapa pada lahan seluas 9 ha

Ds Cot Paya, Kec. Baitussalam, Aceh Besar

7 Pemerintah Desa Kajhu, Aceh Besar

Budidaya ikan kerapu dalam jaring apung

7.800 bibit ( bakau, kelapa dan cemara) pada lahan seluas 6 ha

Pantai desa Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar

8 Yayasan HIKMAH, Banda Aceh Budidaya kepiting, membentuk daerah perlindungan laut Ds Layeun dan menerbitkan qanun (peraturan desa)

20.000 bakau seluas 4 ha

Ds Layeun, Kec. Leupung, Aceh Besar

9 Yayasan Lahan Ekosistem Basah

Pengembangan budidaya ikan dalam karamba apung

Penanaman 30,000 bibit bakau seluas 10 ha dan 15,500 tanaman pantai seluas 30 ha

Pantai desa Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar

10 Kelompok Masyarakat Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

Pengadaan jaring ikan, budidaya kerang darah dan udang di dalam laguna, pertanian palawija dan hortikultura

5000 bibit tanaman pantai (cemara, kelapa, ketapang, mimba) dan 2000 bibit bakau

Ds Ulee Paya, Blang Situngkoh, Paloh Pulo Brueh Selatan, Kec. Pulo Aceh

11 Panglima Laot Provinsi NAD Usaha pembuatan kue dan kerajinan anyaman; pengadaan dan perbaikan sarana perikanan (pancing, jaring, boat, tambak)

40.000 bibit bakau seluas 8ha dan 1000 tanaman pantai (ketapang dan bam) pada lahan seluas 2 ha

Ds Lampanah, Ujong Mesjid, Kupula, Kec. Seulimeum, Aceh Besar

12 Panglima Laot Provinsi NAD Pengadaan sarana pertanian (cangkul, pupuk, bibit), pengadaan sarana perikanan tangkap (pancing, jaring, boat, mesin boat, cool box)

40.000 bibit bakau seluas 8ha dan 1000 tanaman pantai (ketapang dan bam) pada lahan seluas 2 ha

Ds Leungah, Kec. Seulimeum, Aceh Besar

226 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang

ditanam Lokasi

kegiatan di

13 Kelompok Masyarakat Dusun Junglong Desa Lam Ujung Kecamatan Baitusasalam

Usaha tambak ramah lingkungan (silvo-fishery)

42.000 bibit bakau pada lahan seluas 15 ha

Dusun Junglong Desa Lam Ujung, Kec Baitussalam, Aceh Besar

14 Kelompok Masyarakat Dusun Deungah Desa Lam Ujung Kecamatan Baitusasalam

Usaha tambak ramah lingkungan (silvo-fishery)

40.000 bibit bakau pada lahan seluas 15 ha

Dusun Deungah Desa Lam Ujung, kec. Baitussalam, Aceh Besar

15 Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Masyarakat Aceh (LPPMA)

Pengadaan sarana alat tangkap ikan dan pengasinan ikan

10.000 bibit tanaman pantai (cemara laut, kelapa, mangga, asam jawa) pada lahan seluas 20 ha

Ds Lamreh, Kec. Mesjid Raya, Aceh Besar

16 Kelompok Masyarakat Laguna Desa Pulot yang difasilitasi oleh Wetlands International-Indonesia Programme

Pengelolaan laguna Pulot secara terpadu, pengembangan wisata laguna dan perikanan laguna serta rehabilitasi laguna

Penanaman tanaman pantai sebanyak 50.000 di sekitar laguna dan pesisir Pulot

Ds Pulot, Kec. Leupung, Aceh Besar

17 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Aceh

Advokasi Kebijakan Publik Rencana Strategis Penyelamatan Kawasan Pesisir Laut melalui perencanaan strategis (peraturan gampong) komunitas pesisir di Provinsi NAD

18 Yayasan Peduli Sabang, Kota Atas Sabang

Pengembangan usaha ekonomi skla kecil yang ramah lingkungan

30.000 bakau pada lahan seluas 6 ha dan 1.000 tanaman pantai seluas 2,5 ha

Ds Iboh, Kel Gapang, Kec. Sukajaya, Kota Sabang

19 Yayasan Pusat Gerakan Advokasi Rakyat, Banda Aceh

Modal usaha pengembangan wisata, pengadaan kotak sampah di sekitar lokasi wisata, menyiapakan rencana kelola kawasan wisata

3000 tanaman pantai (cemara laut, angsana dan ketapang)

Pesisir pantai Anoi Itam, Kota Sabang

20 Yayasan Aceh Coral Conservation, Kota Sabang

Pengadaan mooring buoys, peralatan selam, papan informasi, tempat sampah dan brosur

Penyelamatan terumbu karang di Sabang

Ds Aneuk Laot, Sabang

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 227

D. WILAYAH PENELITIAN IV: KABUPATEN NIAS

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi & Demografi

Seperti halnya Pulau Simeulue, Pulau Nias merupakan salah satu pulau dalam rangkaian pulau-pulau yang berjajar secara parallel di lepas pantai barat Pulau Sumatera. Nias merupakan pulau terbesar di antara pulau-pulau tersebut. Secara administrative Nias termasuk ke dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara. Sebelumnya Pulau Nias terdiri atas satu kabupaten saja, namun kemudian mengalami pemekaran pada tahun 2003, menjadi dua kabupaten yaitu: Kabupaten Nias Utara dengan ibukota Gunung Sitoli dan Kabupaten Nias Selatan dengan ibukota Teluk Dalam.

Untuk mencapai pulau ini, dapat ditempuh dengan menggunakan sarana angkutan laut dan angkutan udara. Selain pelabuhan di Gunung Sitoli, terdapat beberapa pelabuhan lain, seperti: Lahewa, Nalawo dan Teluk Dalam. Perkiraan jarak antara pelabuhan-pelabuhan yang ada di Nias dan Sumatera disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 80. Informasi aksesibilitas kab. Nias

Pelabuhan di Nias Pelabuhan di daratan Sumatera Jarak (Km)

Lahewa Singkil 98 Gunung Sitoli Barus 122 Gunung Sitoli Sibolga 133 Nalawo Sibolga 137 Nalawo Singkuang 112 Teluk Dalam Natal 143 Teluk Dalam Padang 335 Teluk dalam P.Tello 84

Nias memiliki satu lapangan udara yaitu lapangan udara Binaka. Penerbangan rutin dilayani dengan menggunakan pesawat sekelas CN 235 dan pesawat jenis lain yang lebih kecil. Sarana jalan di Nias masih tergolong buruk, kecuali jalan menuju Teluk Dalam (Nias Selatan) yang relatif lebih baik karena menjadi daerah tujuan wisata. Terjadinya bencana gempa telah merusak banyak fasilitas umum termasuk pelabuhan, jalan dan jembatan.

Sumber pendapatan bagi masyarakat Nias berasal dari 3 sektor utama yaitu perikanan, kehutanan dan pariwisata. Sedangkan berdasarkan lokasi/tofografinya, kegiatan ekonomi masyarakat dapat dibedakan ke dalam 2 kelompok besar yaitu kegiatan ekonomi pesisir dan kegiatan ekonomi pedalaman. Kegiatan ekonomi pesisir didominasi oleh kegiaatan perikanan (nelayan), pariwisata dan perdagangan sedangkan kegiatan ekonomi pedalaman didominasi oleh pertanian (perkebunan) dan kehutanan.

228 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Dampak lingkungan akibat tsunami yang terjadi di Pulau Nias tidak separah yang terjadi di Aceh. Dampak yang menimpa sebagian besar Pulau Nias justru paling parah disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah, gempa bumi juga telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa (344 meninggal, www.depsos.go.id. 31 Maret 2005) serta kerugian material yang tak ternilai harganya.

Gempa bumi juga mengakibatkan terjadinya perubahan geografi di pulau ini, yaitu terangkatnya daratan di sebagian besar lokasi pulau. Sementara itu, di lokasi tertentu dijumpai fenomena yang sebaliknya yaitu turunnya daratan. Kejadian terangkatnya daratan dijumpai di beberapa desa seperti di Desa Lahewa, Toyolawa dan Lafau. Sedangkan kejadian turunnya daratan dijumpai antara lain di Desa Onolimbu.

Gambar 103. Kejadian terangkatnya daratan (kiri), turunnya daratan menyebabkan pantai tenggelam (kanan)

b. Iklim

Menurut Schmidt and Fergusson (1951) wilayah penelitian termasuk dalam Tipe hujan A (basah) dengan nilai Q= 0 %. Sedangkan menurut sistem klasifikasi Oldeman (1975) tergolong Zona A, yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah (>100 mm) selama > 10 bulan dan tanpa bulan kering (< 60 mm) yang nyata. Pada peta zone agroklimat yang disusun oleh Oldeman et al., (1975) termasuk zona A. Menurut KOPPEN (dalam Schmidt and Ferguson, 1951) wilayah penelitian digolongkan ke dalam tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis (Tropical rainy climate), mempunyai suhu bulan terdingin > 18oC.

Fluktuasi temperatur udara rata-rata antara 25,50C – 26,30C dengan rata-rata tahunan 25,8 0C. Temperatur udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah terjadi pada bulan Agustus, Nopember dan Desember. Fluktuasi kelembaban udara berkisar antara 88,8 % sampai 91,0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan September dan Desember dan terendah pada bulan Januari.

c. Profil Ekosistem umum

Pulau Nias adalah pulau terbesar daiantara jajaran pulau-pulau di sebelah barat Pulau Sumatera dengan luas lebih kurang 5450 km2. Hampir semua bagian dari Pulau Nias termasuk dataran rendah (lowland) dengan ketinggian kurang dari 800 m dpl. Meskipun demikian Pulau Nias memiliki topografi yang berbukit/ bergunung bahkan paling terjal diantara pulau-pulau lain di sebelah barat Sumatera.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 229

Pulau Nias memiliki beberapa tipe habitat dari mulai hutan dataran rendah, hutan rawa, dan hutan mangrove. Dalam sistem klasifikasi lahan menurut RePPProT, terdapat 3 tipe utama lahan yaitu: system gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG), gunung-gunungan gampingan (ANB) dan Rawa-rawa gambut dangkal (MDW).

Sebagai akibat gempa bumi, Pulau Nias mengalami peristiwa naiknya daratan di beberapa bagian. Di bagian utara Pulau Nias, yaitu di daerah Kecamatan Lahewa, kenaikan diperkirakan mencapai hampir 2 m di salah satu daerah pengamatan. Ukuran ini diambil dengan melihat kenaikan terumbu karang di atas permukaan air laut yang melebihi tinggi orang dewasa (sekitar 170 cm). Sebaliknya di bagian timur/tenggara pulau ini, seperti di Desa Bozihona dan Desa Onolimbu (Kecamatan Bawolato) menunjukan terjadinya penurunan daratan hingga menyebabkan tergenangnya daerah perkebunan kelapa serta hilangnya sebagian daratan kawasan pemukiman di kedua desa tersebut.

Gambar 104. Sketsa letak kecamatan Lahewa dan Desa Onolimbu.

2. DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi lahan Basah

Jenis-jenis lahan basah yang dijumpai di wilayah survey di Nias dapat digolongkan atas:

A : Permanent shallow marine water (perairan laut dangkal)

C : Coral reef (terumbu karang)

E : Sand shores (pantai berpasir)

F : estuarine waters (perairan muara)

I : Intertidal forested wetlands (lahan basah pasang surut berhutan)

230 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

M : Permanent river (sungai permanen)

Xf : Freshwater, tree dominated wetlands (lahan basah air/rawa tawar dengan dominansi pohon)

Uraian mengenai beberapa tipe lahan basah yang diamati adalah sebgai berikut:

• Pantai berpasir (E)

Pantai berpasir antar lain terdapat di Desa Lafau dan Desa Onolimbu. Formasi vegetasi di pantai berpasir adalah formasi Pes-caprae dan formasi Barringtonia.

• Terumbu karang (C)

Terumbu karang dapat ditemukan di Lahewa, Moawo dan Toyolawa. Sebagian dari terumbu karang yang ada mengalami pengangkatan yang menjadikan terumbu karang yang ada mati. Pada bagian yang terangkat ini, sudah mulai ditumbuhi tumbuhan pionir.

• Rawa air tawar dengan dominasi pohon (Xf)

Rawa air tawar ini dapt ditemukan di dekat Desa Lafau dan Onolimbu. Rawa air tawar ini berada di belakang pantai berpasir. Jenis tumbuhan yang banyak ditemukan antara lain Nibung, sagu dan asam paya.

• Lahan basah pasang surut berhutan (I)

Hutan di daerah pasang surut berupa vegetasi mangrove dan sebagian kecil berupa nipah. Formasi mangrove apat ditemukan di Moawo, dan Lahewa. Di dekat desa Lafau juga terdapat sedikit vegetarsi nipah di dekat muara sungai.

• Sungai permanent (M)

Sungai permanen di sekitar wilayah penelitian (di pesisir) mempunyai kondisi kualitas air yang bervariasi. Air sungai yang berada di daerah pasang surut cenderung payau atau salin. Sedangkan sungai yang tidak berada di daerah pasang surur, sekalipun sudah di dekat laut airnya masih tawar.

a.2. Keanekaragaman vegetasi

a.2.1. Profil vegetasi di wilayah pesisir

Dalam rangka memperoleh informasi, data, dan pembelajaran dari suatu penelitian dilakukan pada beberap tempat yang dinilai relevan dan mewakili kondisi umum kawasan pesisir timur pantai Nias. Berdasaran pertimbangan tertentu, maka penelitian vegetasi di pantai timur ini dilakukan di 4 tempat yaitu di Desa Lafau, Desa Lahewa, Desa Toyolawa, dan Desa Ono Limbu. Dua desa pertama (berada di Kecamatan Lahewa) terletak di bagian ujung utara Pulau Nias dan dua terakhir (berada di kecamatan Bawolato) di bagian tenggara, tapi semuanya menghadap ke timur. Paragraf berikut ini merupakan hasil observasi dan kajian di beberapa lokasi tersebut.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 231

Pantai yang terhampar di pesisir timur pulau Nias secara umum merupakan pantai berpasir dan pantai berlumpur. Perbedaan substrat di kedua pantai ini mempengaruhi kondisi vegetasi yang ada diatasnya. Kondisi vegetasi dikedua tipe pantai tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Pantai berpasir merupakan pantai yang didominasi oleh hamparan pasir, baik pasir hitam, abu-abu, atau putih. Sifat dan karakteristik pantai berpasir tidak memungkinkan ditumbuhi oleh tumbuhan bakau, melainkan beberapa jenis tumbuhan pantai. Berdasarkan pengamatan, disepanjang pantai di pesisir timur Nias terdapat dua formasi utama yaitu formasi Pes-caprae dan Formasi Barringtonia.

Gambar 105. Profil vegetasi pantai berpasir

Pantai berlumpur tersusun atas hamparan lumpur di sepanjang pantai yang dihasilkan dari proses sedimentasi. Pantai berlumpur ini biasanya terletak didekat/sekitar muara sungai dimana lumpur dibawa oleh arus sungai dan kemudian diendapkan. Sebagian besar pantai belumpur di pesisir timur Nias didominasi oleh formasi mangrove

Gambar 106. Profil vegetasi pantai berlumpur

232 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.2.2. Tipe vegetasi

Berdasarkan penelitian yang mendalam, pesisir pantai di Desa Lafau, Desa Lahewa, Desa Toyolawa, dan Desa Ono Limbu terdiri dari beberapa jenis formasi vegetasi, yaitu: formasi mangrove, formasi pes-caprae, formasi barringtonia, dan vegetasi di sekitar desa. Paragraf berikut ini merupakan penjabaran dari masing-masing formasi tersebut.

Formasi mangrove

Sebagian besar pantai berlumpur di pesisir timur Nias didominasi oleh formasi mangrove yang terususun oleh beberapa jenis vegetasi seperti api-api Avicennia marina, bakau Rhizophora spp., tanjang Bruguiera spp., Tengal Ceriops spp., teruntum Lumnitzera spp., perepat lanang Scyphiphora hydrophyllacea, Bogem Sonneratia spp., perepat kecil Aegiceras cornoculatum, dan Nyiri Xylocarpus rumphii.

Gambar 107. Dari kiri ke kanan : perepat lanang Scyphiphora hydrophyllacea, Tengal Ceriops decandra, tanjang Bruguiera gymnorrhiza, teruntum

Lumnitzera littorea

Pengamatan hutan mangrove yang dilakukan di Lahewa dan Lafau mencatat beberapa jenis bakau sebagaimana terangkum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 81. Daftar jenis bakau di Desa Lahewa dan Lafau

Kelimpahan No Nama latin Family Lahewa Lafau

1 Api-Api Avicennia marina Aviceniaceae - +

2 Bakau Minyak Rhizophora apiculata Rhizophoraceae +++ +++

3 Bakau Kurap Rhizophora stylosa Rhizophoraceae + +

4 Bakau Merah R. mucronata Rhizophoraceae + +

5 Tanjang Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae + +

6 Tengal Ceriops decandra Rhizophoraceae ++ +

7 Teruntum Lumnitzera littorea Combretaceae + +

8 Perepat Lanang Scyphiphora hydrophyllacea

Rubiaceae + +

9 Bogem Sonneratia alba Sonneratiaceae - +

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 233

Kelimpahan No Nama latin Family Lahewa Lafau

10 Perepat Kecil Aegiceras cornoculatum

Myrsinaceae ++ +

11 Nyiri Xylocarpus rumphii Meliaceae + -

12 Kayu Jaran Dolichandrone spathacea

Bignoniaceae ++ -

13 Piai/paku laut Acrostichum aureum Pteridaceae + +

14 Bakung darat Crinum asiaticum Amaryllidaceae + +

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Dampak gempa bumi terhadap pulau Nias telah menyebabkan berubahnya bentang lahan (landscape) dikawasan pesisir. Sebagian besar perubahan lahan yang umum terlihat adalah naiknya permukaan daratan pantai. Dengan pengangkatan ini, hampir semua formasi mangrove yang ada dipesisir timur Nias menjadi kering karena tidak tergenang lagi oleh air laut. Namun sebagian dari formasi mangrove tersebut masih mampu bertahan walaupun substratumnya terangkat, dan sebagian lagi mati.

Mangrove yang bertahan hidup (survive)

Suatu penelitian juga dilakukan di hutan bakau yang terletak di Desa Lafau. Di lokasi penelitian ini, substrat terangkat sehingga akar mangrove lebih tinggi dari posisi sebelumnya. Namun demikian, seluruh tegakan bakau ini masih bertahan hidup karena adanya sungai yang mengalir membelah hutan bakau. Dengan adanya sungai ini, air payau masih memungkinkan menjangkau dan menggenangi lantai tegakan mangrove secara periodik, terutama disaat pasang.

Gambar 108. Hutan mangrove yang masih bertahan di Desa Lafau walaupun substratnya terangkat.

Struktur dan komposisi hutan bakau yang dijumpai di lokasi ini merupakan yang terkaya dibandingkan dengan hasil pengamatan di tempat survey lainnya di Propinsi NAD. Hasil pengamatan di Lafau mencatat tidak kurang dari 6 jenis bakau, yaitu: bakau minyak Rhizophora apiculata, tanjang Bruguiera parviflora, teruntum Lumnitzera racemosa, Tengal Ceriops decandra, perpat kecil Aegiceras corniculatum, dan perepat lanang Scyphiphora hydrophyllacea.

234 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Untuk mendapatkan informasi yang lebih detail, suatu analisis vegetasi dilakukan di hutan bakau ini (Tabel 82). Analisis vegetasi ini dilakukan pada 5 buah plot yang masing-masing berukuran 10 m x 10 m. Dalam seluruh plot pengamatan vegetasi tersebut, ditemukan kerapatan 119 individu tanaman. Rhizophora apiculata merupakan jenis yang paling dominan, dimana kerapatannya mencapai 76.6% dari pupulasi total. Analisis vegetasi ini menghasilkan informasi yang menggambarkan kondisi vegetasi mangrove yang meliputi kerapatan, frekuensi, dan dominansi sebagaimana terangkum dalam tabel berikut dibawah ini.

Tabel 82. Hasil analisis vegetasi pada komunitas mangrove di Pantai Desa Lafau-Nias

No Jenis K

(Ind) KR (%)

FR (%)

DR (%)

INP (%)

1 Rhizophora apiculata 101 76.62 37.5 85.33 261 2 Bruguiera parviflora 6 7.79 12.5 4.01 24.31 3 Ceriops decandra 3 3.90 12.5 1.93 18.33 4 Lumnitzera racemosa 3 3.90 12.5 4.36 20.76 5 Aegiceras corniculatum 4 5.49 12.5 3.22 22.21 6 Scyphiphora hydrophyllacea 2 2.60 12.5 1.14 16.24 119 100 100 100 300

Catatan : K = Kerapatan, KR= Kerapatan Relatif, FR = Frekuensi Relatif, DR = Densitas Relatif, INP = Indeks Nilai Penting

Berdasarkan tabel diatas, Rhizophora apiculata merupakan jenis yang paling dominan, memiliki peran dan pengaruh tertinggi terhadap komunitas mangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai INP sebesar 261. Sementara, lima jenis lainnya memiliki nilai INP berkisar 16.24 sampai dengan 24.31, yang berarti bahwa pengaruh dan peran diantara kelima jenis tersebut tidak berbeda secara signifikan.

Mangrove yang mati

Pengamatan hutan bakau juga dilakukan di Desa Lahewa. Fenomena dampak gempa yang terjadi di lokasi ini sama dengan yang terjadi di desa Lafau, yakni terangkatnya substrat. Perbedaanya adalah bahwa dampak naiknya substrat ini mengakibatkan hampir seluruh pohon bakau yang ada di lokasi Lahewa menjadi kering.

Hutan bakau ini tersusun atas dua jenis yaitu Rhizophora apiculata dan tengal Ceriops decandra. Hampir seluruh penutupan lahan dikuasai oleh Rhizophora apiculata. Sementara, Ceriops decandra sangat sedikit kelimpahannya dan keberadaanya sering terlihat soliter dan hidup diantara dominasi Rhizophora apiculata.

Penelitian yang dilakukan di Lahewa menemuan bahwa seluruh pohon Rhizophora apiculata yang ada telah kering. Seluruh daunnya gugur hingga membentuk lapisan serasah kering yang terhampar di lantai (eks) hutan. Namun saat dilakukan pemotongan cabang dan ranting, terlihat bahwa bagian didalamnya (lapisan xylem, floem) masih basah yang

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 235

menandakan bahwa pohon tersebut masih hidup. Gugurnya daun ini diduga kuat merupakan respon tumbuhan bakau untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang kering melalui mekanisme keseimbangan neraca air. [catatan penuls: Fenomena menggugurkan daun ini juga terjadi pada pohon jati yang meranggas di musim kemarau]. Bila jenis ini mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya yang kering, maka tegakan tersebut diprediksi akan bertahan hidup, tapi hal ini tergantung berapa lama periode kekeringan tersebut berlangsung. Sebaliknya, bila tidak mampu maka tegakan tersebut akan mati. Untuk melihat perkembangan yang terjadi pada tegakan ini, diperlukan suatu pengamatan/pemantauan yang terus menerus dan penelitian tersendiri.

Gambar 109. Terangkatnya substrat menyebabkan keringnya tegakan mangrove, Desa Lahewa.

Di antara tegakan bakau yang kering di Lahewa, tim survei WI-IP juga mendapatkan beberapa jenis pohon bakau yang masih bertahan hidup walaupun dalam kondisi kekeringan. Yang menarik adalah bahwa jenis tanaman yang masih hidup didominasi oleh Tengal Ceriops decandra, meskipun dijumpai pula sedikit Perepat kecil Aegiceras corniculatum, Nyirih Xylocarpus rumphii dan Kayu jaran Dolichandrone spathacea.

Tim survei juga menemukan bahwa lantai tegakan bakau telah ter-invasi oleh beberepa jenis tumbuhan perintis, terutama piai/paku laut Acrostichum aureum. Invasi oleh jenis ini menandakan bahwa lantai tegakan bakau tidak pernah terbilas/tergenang oleh air laut. Bila kondisi seperti ini tetap bertahan, maka tingkat invasi ini diperkirakan akan terus meningkat hingga seluruh lantai hutan tertutupi oleh tumbuhan ini.

Gambar 110. Invasi tumbuhan perintis di lantai tegakan bakau

236 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Formasi Pes-Caprae

Formasi Pes-caprae ini dijumpai di pantai berpasir di desa Lafau. Sesuai dengan namanya, formasi Pes Caprae dicirikan oleh adanya dominasi tumbuhan katang-katang Ipomea pes-caprae yang biasanya terhampar disepanjang pantai. Formasi ini juga ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan seperti Desmodium umbelatum, rumput lari-lari Spinifex littoreus, dan teki laut Ischaemum muticum. Selain tumbuhan herba, beberapa anakan alam seperti bintaro Cerbera manghas, ketapang Terminalia catappa, putat laut Baringtonia asiatica, malapari Pongamia pinnata, dan waru Hibiscus tiliaceus juga ditemukan pada formasi ini.

Formasi Barringtonia

Jenis tumbuhan yang ditemukan pada formasi ini sangat beragam (lihat Tabel 83) pohon seperti pohon putat/butun Barringtonia asiatica, waru lot Thespesia populnea, Ketapang Terminalia cattapa, kelapa Cocos nucifera, Bintaro Cerbera manghas, dan Nyamplung Calophyllum inophyllum. Tabel dibawah ini merupakan daftar jeis tumbuhan yang ditemukan di formasi Barringtonia di Desa Lafau.

Tabel 83. Jenis tumbuhan yang ditemukan pada Formasi Barringtonia

No Nama latin Family Kelimpahan*

1 Ketapang Terminalia catappa Mbou Katafa + 2 Bintaro Cerbera manghas Mbaruze + 3 Putat Barringtonia asiatica Mbulu ++ 4 Waru laut Hibiscus tiliaceus - ++ 5 Malapari Pongamia pinnata Marafali + 6 Pandan Pandanus tectorius Zinasa + 7 Kemanden Scolopia macrophylla Manaze + 8 Laban Vitex pinnata Manawadanö + 9 Jambu Bol Zyzigium malaccensis Ma ufa + 10 Bungli Oroxylum indicum - + 11 Mahang Macaranga tanarius Mbinu-mbinu + 12 Bogolono Hernandia peltata - + 13 Dadap laut Erythrina orientalis - + 14 Parupuk Lophopetalum javanicum Simalambuo + 15 Alang-Alang Imperata cylindrical Go’o + 16 Perumpung Phragmites karka Onu + 17 Katang-katang Ipomea pes-caprae Gowi nene ++ 18 Paku hurang Stenochlaena palustris Mosu-mosu + 19 Daun buaya Desmodium umbellatum Mbulu wae +++ 20 Owar Flagellaria indica Sitawa nene + 21 Senduduk Melastoma candidum Duru-duru +

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 237

No Nama latin Family Kelimpahan*

22 Kacang laut Vigna marina - + 23 Piai/paku laut Acrostichum aureum - ++ 24 Gabusan Scaevola taccada - + 25 Pecut kuda Stachytarpheta

jamaicensis - +

26 Biduri Calotropis gigantean - + 27 Buah pitri Passiflora feotida - + 28 Bakung darat Crinum asiaticum - + 29 Nibung Oncosperma tiggilaria Hoya ++ 30 Kelapa Cocos nucifera Mbanio +

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Vegetasi di sekitar Desa

Vegetasi yang umum dijumpai disekitar desa Lafau dan Lahewa umumnya merupakan jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) seperti Artocarpus heterophyllus, sukun Artocarpus incisus, mangga Mangifera indica, embacang Mangifera feoteda, kueni Mangifera odorata, gamal Gliricidia sepium, kayu kuda Lannea coromandelica, angsana Pterocarpus indicus, , Durian Durio zibethinus, , dan kemiri Aleurites moluccana, laban Vitex pinnata dll. Penanaman jenis-jenis tanaman ini dimaksudkan untuk dapat menunjang pemenuhan sebagian kebutuhan penduduk misalnya untuk dimakan, bumbu dapur, kayu bakar dll.

Selain jenis-jenis tanaman tersebut, dijumpai pula beberapa jenis tumbuhan yang memang telah tumbuh secara alami seperti Bungli Oroxylum indicum, Parupuk Lapophetalum javanicum, Macaranga tanarius, dll.

Tabel 84. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai disekitar desa Lahewa dan Lafau

Kelimpahan No Nama latin Family Lahewa Lafau

1 Bintaro Cerbera manghas Apocynaceae + ++ 2 Sagu Metroxylon sagu Arecaceae + + 3 Bambu Bambusa spp. Arecaceae + + 4 Bambu Dendrocalamus spp. Arecaceae - + 5 Aren Arenga pinnata Arecaceae - + 6 Pinang Areca cathecu Arecaceae + + 7 Lannea coromandelica Anacardiaceae + +

238 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelimpahan No Nama latin Family Lahewa Lafau

8 Mangga Mangifera indica Anacardiaceae + + 9 Mangifera feoteda Anacardiaceae + + 10 Mangifera odorata Anacardiaceae - + 11 Bungli Oroxylum indicum Bignoniaceae ++ ++ 12 Durian Durio zibethinus Bombacaceae ++ + 13 Parupuk Lophopetalum

javanicum Celastraceae ++ +

14 Kangkung Ipomea aquatica Convolvulaceae + + 15 Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae ++ + 16 Karet Hevea brasiliensis Euphorbiaceae + - 17 Jarak pagar Jatropha curcas Euphorbiaceae + + 18 Putat sungai Barringtonia

racemosa Lecythidaceae + +

19 Lamtoro Leucana leucacephala

Leguminosae + +

20 Angsana Pterocarpus indica Leguminosae + + 21 Gamal Gliricidia sepium Leguminosae ++ + 22 Nangka Artocarpus

heterophyllus Moraceae ++ +

23 Sukun Artocarpus incisus Moraceae + + 24 Jambu bol Zyzigium

malaccensis Myrtaceae + +

25 Cassia sophera Papilionaceae + + 26 Timonius compressiacaulis Rubiaceae + + 27 Laban Vitex pinnata Verbenaceae - +++

*Keterangan: + = sedikit, ++ = sedang, +++ = banyak

Kebudayaan yang mengakar pada masyarakat Nias memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap tumbuh-tumbuhan. Pada beberapa naskah kuno disebutkan bahwa Pohon Fosi merupakan pohon keramat yang dapat memberikan petunjuk kepada masyarakat nias tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Selain jenis ini, Simalambuo/parupuk Lophopetalum javanicum merupakan jenis pohon yang sangat populer bagi masyarakat karena kayunya berkualitas tinggi sehingga laku dijual. Kayu ini merupakan bahan utama dalam pembuatan rumah atau bahan kontruksi lainnya.

Cekungan Pantai Berpasir di Desa Lafau

Mendekati garis pantai, terdapat suatu cekungan landai yang hampir tiap hari tergenang. Genangan air ini berasal dari air laut pasang yang tertahan

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 239

oleh cekungan saat air kembali surut. Selain meninggalkan air laut di dalam cekungan, air pasang ini juga membawa material tertentu misalnya sampah organik, sampah anorganik, biji-biji berbagai tanaman dll. Di cekungan ini, hampir seluruh material yang terbawa arus terperangkap termasuk biji nipah Nypa fruticans yang kemudian berkecambah dan tumbuh dengan baik (lihat Gambar 111). Berdasarkan penghitungan langsung, ditemukan 215 anakan nipah dalam suatu plot berukuran 20 m x 100 m. Beberapa jenis yang lain ditemukan adalah: bakau Rhizophora spp. dan Putat laut/Butun Barringtonia asiatica, keduanya dalam jumlah yang sedikit.

Gambar 111. Cekungan yang menampung material bawaan air pasang (kiri), Permudaan bakau (tengah), Anakan Nipah

a.2.3. Kegiatan rehabilitasi yang sedang berjalan

Kegiatan rehabilitasi di Nias yang diamati saat survei, masih diarahkan pada perbaikan sarana dan prasarana umum yang rusak karena gempa. Belum satupun kegiatan rehabilitasi lingkungan (misalnya rehabiitasi pantai, rehabilitasi hutan mangrove) di jumpai di pulau Nias.

a.2.4. Ancaman

Eksploitasi kayu bakau

Pasca gempa bumi/tsunami, pembangunan kembali rumah dan bangunan yang hancur akibat bencana marak dilakukan. Pembangunan ini membutuhkan bahan baku bangunan yang sangat besar, terutama kayu. Mengingat kemampuan ekonomi masyarakat masih sangat rendah, maka hampir seluruh pemenuhan bahan baku kayu tersebut dilakukan dengan cara menebangan pohon bakau yang ada disekitarnya. Parahnya lagi, terdapat oknum penduduk yang dengan sengaja menebang pohon bakau untuk dijual kepada pihak yang membutuhkan. Kondisi inilah yang menyebabkan hutan bakau di desa Lafau mengalami kerusakan yang serius. Apabila kondisi ini terus berlangsung dan tidak segera diatasi maka eksploitasi kayu bakau akan menjadi ancaman yang sangat serius terhadap pesisir pantai desa Lafau.

240 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 112. Pemanfaatan kayu bakau untuk kayu bakar (kiri) dan bahan kontsruksi (kanan).

Ancaman kebakaran di hutan mangrove kering

Keringnya tegakan hutan mangrove di beberapa tempat (terutama di Lahewa) menyisakan berton-ton serasah kering di lantai hutan serta kayu bakau kering yang masih berdiri tegak. Oleh karenanya potensi terjadinya kebakaran atau pembakaran di lokasi ini perlu diantisipasi secara dini. Untuk itu perlu segera dilakukan tindakan pencegahan kebakaran, karena jika kebakaran sampai terjadi maka dampaknya akan meluas.

Gambar 113. Serasah dan pohon bakau kering yang sangat rawan terbakar

a.3. Keanekaragaman fauna

Lokasi-lokasi yang dikunjungi untuk kajian keanekaragaman fauna dilakukan di sekitar pelabuhan Lahewa, Desa Lafau, Moawo dan Siheneasi di wilayah Kecamatan Lahewa; pesisir Toyolawa serta Onolimbu di wilayah Kecamatan Bawolato. Daerah pengamatan berupa: terumbu karang yang terangkat, pantai berpasir, hutan mangrove, kebun kelapa dan pemukiman. Temuan yang dihasilkan merupakan hasil pengamatan pada tanggal 23 hingga 26 September 2005.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 241

a.3.1. Afifauna

Tidak kurang dari 42 jenis (species) burung teramati di daerah-daerah yang dikunjungi. Beberapa jenis teridentifikasi melalui suaranya yang khas. Dari jumlah tersebut, sepuluh (10) spesies diantaranya dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Jenis yang dilindungi tersebut berasal dari kelompok burung kuntul (2 spesies), kelompok burung pemangsa (2 spesies), kelompok raja-udang (1 spesies) dan kelompok burung madu (2 spesies). Satu jenis yaitu Cerek kernyut Pluvias fulva, merupakan jenis burung yang belum pernah dilaporkan ditemukan di Pulau Nias sebelumnya.

a.3.2. Mammalia

Beberapa ekor ’Helua’ sebutan penduduk Lahewa untuk kelelawar berukuran kecil, jenis Pteropus hypomelanus teramati di daerah tegakan mangrove di dekat pelabuhan Lahewa.

Jejak babi hutan teramati di daerah pantai Toyolawa. Oliver (1993) menyebutkan bahwa Babi hutan yang ada di pulau ini memiliki sejarah yang sama dengan yang ada di pulau Simeulue, yaitu hasil introduksi dari Sulawesi. Sebagian menjadi ternak yang dipelihara oleh masyarakat non-muslim terutama di bagian selatan Pulau Nias. Babi hutan disebutkan menjadi hama pengganggu bagi pertanian di daerah Lahewa.

a.3.3. Herpetofauna

Jenis ini teramati secara langsung di daerah pengamatan, yaitu: biawak (Varanus salvator), kadal terbang (Draco volans) dan kadal biasa Mabuya multifasciata.

Tiga individu Penyu hijau Chelonia midas, ditemukan ditangkap di Desa Defao. Dua ekor telah dicingcang menjadi potongan kecil. Satu lainnya masih hidup, terikat dan akan dijual. Ukuran yang terbesar yang masih hidup: panjang karapaks 85 cm; lebar 63 (79) cm. Jenis penyu ini, banyak ditangkap oleh nelayan di daerah ini, untuk dijual dagingnya di sekitar desa sementara bagian karapak dijual ke Gunung Sitoli untuk kemudian diolah menjadi souvenir.

a.3.4. Keanekaragaman hayati lainnya

Terumbu karang

Terumbu karang yang mati akibat gempa bumi dan tsunami ditemukan di sekitar pelabuhan Lahewa, Siheneasi, Moawö dan Toyolawa. Kerusakan yang terjadi merupakan akibat naiknya dasar laut (uplifting) sehingga terumbu karang terpapar (eksposed) dengan udara luar, yang kemudian mengering dan mati.

Di daerah Toyolawa, luasan terumbu yang mati teramati di titik dengan lebar 300 hingga 500 meter dengan panjang 1,5 hingga 2 kilometer.

242 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.3.5. Ancaman terhadap kelestarian keanekaragaan hayati

Selain untuk konsumsi (pangan) tujuan lain perburuan hidupan (satwa) liar di daerah yang dikunjungi adalah sebagai binatang peliharaan. Perburuan untuk kelompok fauna seperti burung, penyu umumnya dilakukan hanya sebagai aktifitas sambilan di sela-sela pekerjaan rutin lainnya sebagai nelayan atau petani. Hasil buruan umumnya hanya untuk konsumsi sendiri atau dipelihara. Khusus untuk penyu, nelayan (di Moawo) menangkap sebagai salah satu target, mengingat jenis ini cukup diminati dan bernilai ekonomis, baik daging maupun karapaksnya.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi

Menurut LREP I Project, 1988 secara Fisiografi, lokasi penelitian termasuk kedalam komplek beting pantai muda berseling dengan cekungan (B1.1), Karang terumbu-batu kapur kukuh (B.3) dan Teras marin tua (T1.0). Sedangkan menurut klasifikasi landsystem RePPProT, 1982 tergolong dalam system gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG), gunung-gunungan gampingan (ANB) dan Rawa-rawa gambut dangkal (MDW). Pada Beting pantai bahan induk tanahnya berasal dari endapan pasir muda karena aktivitas air laut. Pada karang terumbu-batu kapur kukuh berasal dari campuran bahan organik dan batu kapur. Sedangkan pada Teras Marin tua bahan induk tanahnya berasal endapan pasir tua yang tertutup oleh endapan baru berupa campuran liat dan bahan organik oleh proses koluvialisasi.

a.4.2. Keadaan Tanah

Kondisi tanah di lokasi penelitian Lahewa, Nias, dapat disusun menjadi 3 SPT (satuan Peta Tanah) seperti tertera pada Gambar 114 dan Tabel 85 berikut ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 243

Keterangan:

No SPT Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 Typic Sulfaquents, tekstur skeletal berlempung, solum dangkal, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, Salinitas agak salin (Gleisol Tionik)

Karang Terumbu, leren 0-1%

Sediment liat dan Bahan organik

Mangrove

2 Typic Quartzipsamments, tekstur pasir ,solum dalam, reaksi tanah netral, kapasitas tukar kation sangat redah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat cepat. (Regosol)

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin sub resen (pasir),

Semak belukar dan kebun kelapa

3 Assosiasi Haplosaprists, saprik (gambut dangkal), reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation tinggi, kejenuhan basa sedang, drainase sangat terhambat. (Organosol).

Typic Endoaquents, tekstur lempung bawah, solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat. (Gleisol Eutrik)

Cekungan dan dataran pantai, lereng 0 -1 %

Sedimen marin sub resen (pasir, liat dan bahan organik)

Kebun kelapa, kebun campuran dan pemukiman

Gambar 114. Satuan Peta Tanah (SPT) di Lahewa dan Lafao, Nias

.

244 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 85. Satuan Peta Tanah (SPT) di Lahewa

No SPT Klasifikasi Tanah Landform/

Topografi Litologi Land use

1 (1350ha)

Typic Sulfaquents, tekstur skeletal berlempung, solum dangkal, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, Salinitas agak salin (Gleisol Tionik)

Karang Terumbu, leren 0-1%

Sediment liat dan Bahan organik

Mangrove

2 (105ha)

Typic Quartzipsamments, tekstur pasir ,solum dalam, reaksi tanah netral, kapasitas tukar kation sangat redah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat cepat. (Regosol)

Beting Pantai, lereng 1-3 %

Sedimen marin sub resen (pasir),

Semak belukar dan kebun kelapa

3 (325ha)

Assosiasi Haplosaprists, saprik (gambut dangkal), reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation tinggi, kejenuhan basa sedang, drainase sangat terhambat. (Organosol). Typic Endoaquents, tekstur lempung bawah, solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat. (Gleisol Eutrik)

Cekungan dan dataran pantai, lereng 0 -1 %

Sedimen marin sub resen (pasir, liat dan bahan organik)

Kebun kelapa, kebun campuran dan pemukiman

Uraian SPT untuk lokasi Lahewa

SPT 1

Karakteristik Typic Sulfaquents, tekstur skeletal berlempung, solum dangkal reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat terhambat, salinitas agak salin (Gleisol Tionik)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada karang terumbu di disepanjang pantai sebelah selatan hingga utara Desa Lahewa dengan bentuk wilayah cekung, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan sebagian besar berupa mangrove.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 245

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian, sebaiknya dijadikan kawasan lindung mangrove.

SPT 2

Karakteristik Typic Quartzipsamments, tekstur pasir ,solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sangat redah, kejenuhan basa tinggi, drainase sangat cepat. (Regosol)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat disepanjang beting pantai di depan teluk Lafau dengan bentuk wilayah datar agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan Lahan ini sebagian besar berupa semak belukar dan kebun kelapa

Potensi lahan Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian. Tetapi masih memungkinkan untuk dijadikan untuk kebun kelapa dan rehabilitasi pantai.

SPT 3

Karakteristik Assosiasi Haplosaprists, saprik (gambut dangkal), reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation tinggi, kejenuhan basa sedang, drainase sangat terhambat. (Organosol) dan Typic Endoaquents, tekstur lempung bawah, solum dalam, reaksi tanah masam, kapasitas tukar kation sedang, kejenuhan basa sangat tinggi, drainase terhambat. (Gleisol Eutrik)

Penyebaran Satuan peta ini terdapat pada cekungan dan dataran pantai (di belakang SPT 2) dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan Penggunaan lahan saat ini sebagian besar berupa kebun campuran, kebun kelapa dan pemukiman.

Potensi lahan Sesuai untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, palawija, sayuran dan kebun campuran.

a.4.3. Kesuburan tanah

Penilaian kesuburan tanah dilakukan secara umum melalui penilaian sifat-sifat kimia tanah yang diperoleh dari hasil analisa sejumlah contoh tanah pada setiap Satuan Peta Tanah. Unsur-unsur yang dinilai antara lain: C-organik, kandungan N-total, Phosphat, Kalium, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, Aluminium dan reaksi tanah. Hasil analisis tanah dapat dan kreterianya dapat dilihat pada Lampiran 5.

246 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Sifat Kimia Tanah

• Bahan Organik dan Nitrogen

Dari hasil analisis Bahan Organik dan Nitrogen, di lokasi penelitian umumnya mempunyai kadar C-organik rendah sampai tinggi (1.47 - 9.15 %), kadar Nitrogen rendah sampai sedang (0.12 – 0.46%) dan ration C/N sedang sampai tinggi (12 – 27). Nilai C-organik yang tinggi selalu diikuti oleh nilai kapasitas tukar kation (KTK) tinggi.

• Phosphat dan Kalium

Kandungan P-potensial sangat renndah (<10 me/100g) dan K-potensial sangat rendah (< 5 me/100g), kecualai pada daerah karang terumbu (> 100 me/100g). P-tersedia tergolong tinggi (> 15 ppm).

• Reaksi tanah (pH) dan kejenuhan aluminuim (Al)

Hasil analisa menunjukan bahwa tanah-tanah di lokasi penelitian tergolong masam sampai agak alkalis/basa (5.2 – 7.8). pH agak alkalis (7.8) terdapat pada daerah pesisir pantai, pH masam sampai agak masam (5.2 -6.1) terdapat punggungan pesisir pantai dan cekungan di SPT2. Kejenuhan aluminium di seluruh areal penelitian tergolong sangat rendah (0.00%).

• Kapasitas tukar kation (KTK), susunan kation dan Kejeunuhan basa

Lokasi penelitian umumnya mempunyai jumlah KTK yang sangat rendah sampai sedang (2.77- 22.15 me/100g). KTK sangat rendah terdapat pada daerah yang berterkstur pasir seperti pada daerah pesisir pantai dan dataran pantai. Sedangkan jumlah KTK sedang (22.15 me/100g) terdapat pada daerah yang mempunya kadar liat seperti yang terdapat pada daerah cekungan.

Susunan kation Ca++, Mg++ K+ dan Na+ yang dapat dipertukarkan di lokasi penelitian sangat bervariasi, dari sangat rendah sampai sedang. Di daerah karang terumbu kadar Mg++ K+ dan Na+ yang sangat tinggi (masing-masing 12.5, 1.8 dan 42.64 me/100g) sedangkan Na+ sedang. Di daerah cekunan dan dataran pantai kadar Ca+ dan Na+ rendah (masing-masing 2.70 dan 0,18 Me/100g) dan kadar Mg++ dan K+ sangat rendah (masing-masing 0,22 dan 0,04 me/100g). Kejenuhan basa di daerah karang terumbu dan dataran pantai tinggi (>100%), sedangkan pada derah cekung kejenuhan basa sedang (55%).

Sifat Fisika Tanah

Hasil analisa fisika tanah menunjukan bahwa pada daerah dataran pasang surut berawa atau cekungan aluvial tanah-tanahnya belum berkembang dan tidak/belum mempunyai struktur, sehingga jumlah pori aerasi sangat rendah dan permeabilitasnya lambat. Hal ini terjadi karena lahan selalu jenuh air. Pada daerah dengan tekstur pasir, perkembangan struktur tanahnya masih remah dengan jumlah pori aearasi sedang sampai tinggi, permeabilitas cepat. Tingkat kematangan tanah sangat perpengaruh

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 247

terhadap lahan yang akan dikembangkan untuk usaha pertanian maupun rehabilitasi. Tanah-tanah belum matang seperti tanah berlumpur dan bergambut karena selalu jenuh air dan apabila kering akan mengalami pemadatan/penyusutan sehingga akar tanaman yang masih muda akan terganggu.

a.5. Kualitas air

Lokasi penelitian kualitas air di Nias dilakukan di Kecamatan Lahewa dan di Kecamatan Boawolato. Kedua lokasi mempunyai perubahan ekologi yang berbeda sebagai akibat tsunami dan gempa. Di wilayah Kecamatan Lahewa daratan naik sedangkan di Onolimbu (kecamatan Bawolato) daratannya turun.

Di lokasi Lahewa diambil 6 contoh air berupa 4 contoh pada perairan terbuka dan 2 contoh air sumur/minum. Di lokasi desa Onolimbu diambil 1 contoh air pada perairan terbuka. Gambaran lokasi masing-masing stasiun dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 86. Titik pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air di Wilayah penelitian IV.

Kode stasiun Keterangan

STN61 Outlet dari rawa air tawar (sungai kecil) yang berada di pinggir pantai. Jenis tumbuhan yang banyak ditemukan Nibung, Pandan, Nipah (Lahewa)

STN62 Sungai dekat muara, sungai cukup besar, menjadi tempat berlabuh kapal nelayan. Jenis tumbuhan di tepi sungai: Nipah (Lahewa)

STN63 Sumur, di dalam rumah (di Lahewa) STN64 Sungai, disekitarnya berupa komunitas mangrove dengan jenis dominan

Rhizophora sp. di Lahewa STN65 Sungai kecil, merupakan bagian dari ekosistem mangrove yang terangkat.

Tumbuhan mangrove sudah kering (mati), di Lahewa STN66 Sumur di dalam rumah. (di Lahewa) STN67 Rawa air tawar, Jenis tumbuhan yang ditemukan antara lain: Metroxylon sagu,

Hanguana malayana, Oncosperma tigilarium, Pandanus sp dan Eleodoxa`conferta. (onolimbu)

248 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 115. Peta sebaran pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air Region IV (Lahewa)

Tabel 87. Kisaran hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka

Kisaran Nilai PARAMETER SATUAN Rawa air tawar

(stn 61 dan stn 67) Sungai

(stn 62,64 dan 65)

Suhu ºC 25.4 – 25.7 27.1 – 31.2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 7 – 20 21 – 42

Kekeruhan NTU 0.65 – 4.2 1.58 – 9.57 Kecerahan cm 100% – 100% 100% – 1 m DHL µ S/cm 120 – 450 3000 – 26000 Salinitas Ppt (o/oo) 0 2 15 pH 6.2 – 6.3 6.3 – 7.5 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 3.2

– 6.5 2.5 – 7.1

BOD5 mg/l 8.5 – 9.2 7.2 – 32.9 COD mg/l 47.44 – 69.66 43 – 191.5 CO2 mg/l 4 *) 0 4

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 249

Kisaran Nilai PARAMETER SATUAN Rawa air tawar

(stn 61 dan stn 67) Sungai

(stn 62,64 dan 65)

Alkalinitas mg/l CaCO3 144 – - 100 – 260

Kesadahan Total mg/l CaCO3 93.1 – 162.1 635.7 – 1126.2

Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001

Besi (Fe) mg/l 0.019 – 0.046 <0,001 – 0.378

Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 – 0.063 <0,0002 – 0.028

Nitrat (NO3-N) mg/l 0.705 – 1.496 0.440 – 0.566

Amonia (NH3-N) mg/l 0.292 – 0.611 0.338 – 0.856

Keterangan: *) 1 sampel

Dari tabel di atas terlihat bahwa kualitas air sungai sangat berbeda dari air rawa. Air sungai memperlihatkan adanya pengaruh air laut (airnya payau hingga agak asin, salinitas 2 – 15 ppt) dengan kandungan garam-garam terlarut yang tinggi (DHL 3000–26000 µS/cm), lebih keruh (2-190 NTU) dan lebih sadah (636-1126 mg/l CaCO3) serta kaya bahan organic. Sedangkan air rawa merupakan air tawar yang tidak terpengaruh pasang surut dari laut, lebih jernih dan tidak terlalu sadah.

Tabel 88. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian IV

No. Urut Parameter Satuan STN63 STN66

F I S I K A :

1 Suhu ºC 25.8 25.5

2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 7 4

3 Kekeruhan NTU 0.92 1.26

4 Kecerahan Cm

5 DHL µ S/cm 1000 2000

6 Salinitas ppt (o/oo) 0.5 2

K I M I A :

1 pH 7.01 7.25

2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l - -

3 BOD5 mg/l - -

4 COD mg/l 48.69 8.94

5 CO2 mg/l 4 2

250 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

No. Urut Parameter Satuan STN63 STN66

6 Alkalinitas mg/l CaCO3 248 208

7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 253.3 865.8

8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001

9 Besi (Fe) mg/l <0,001 0.102

10 Nitrit (NO2-N) mg/l 1.626 0.805

11 Nitrat (NO3-N) mg/l 4.899 2.641

12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.250 0.341

MIKROBIOLOGI :

1 Fecal Coliform MPN/100ml 23 13

2 Total Coliform MPN/100ml � 1600 1600

Kualitas air sumur di lokasi survey di Lahewa memperlihatkan adanya pengaruh/intrusi air laut, hal ini ditandai oleh airnya yang payau dengan nilai salinitas 0.5 – 2 ppt dan nilai DHL 1000 – 2000 µS/cm. Selain itu kedua air sumur ini telah terkontaminasi coliform. Kondisi demikian menyebabkan kedua air sumur tersebut telah kurang layak untuk dikonsumsi.

b. Aspek Sosial Ekonomi

b.1. Perikanan

Jumlah nelayan di Desa Siheneasi adalah 30 orang, di Desa Moawö 78 orang sedangkan di Desa Lahewa berjumlah 324 orang. Nelayan di Desa Siheneasi, Moawö dan Lahewa menggunakan perahu dayung atau perahu motor merk Robin dan alat tangkap pancing sebagai sarana penangkapan ikan. Nelayan dengan perahu dayung yang bermuatan 1 orang umumnya melaut hingga sejauh 1,5 mil dari pantai. Kegiatan ini tidak dapat dilakukan setiap hari karena tergantung kondisi ombak di laut. Sedangkan nelayan dengan perahu robin yang bermuatan 2 orang mempunyai daya jelajah lebih jauh hingga mencapai 6–7 mil atau sekitar perairan P. Lafau dan relatif dapat dilakukan hampir setiap hari. Untuk sekali melaut, bahan bakar (bensin) yang diperlukan adalah sekitar 7 – 10 liter.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 251

b

a

c

Gambar 116. A. Perahu dayung; B. Alat tangkap pancing C. Mesin robin (Foto oleh Wahyu Hermawan)

Hasil tangkapan per hari untuk nelayan dengan perahu Robin sekitar 30 kg dan yang menggunakan perahu dayung sekitar 15 kg. Hasil tangkapan umumnya untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar Lahewa atau dijual ke penampung setempat yang kemudian dijual ke pedagang/pembeli yang datang sewaktu-waktu dari Sibolga. Jenis ikan yang umum ditangkap adalah kele (Mesopristes argentus), kakap (Lutjanus spp.), sabi manu (Siganus javus) dan bawal (Formio niger). Selain ikan, nelayan kadang-kadang mencari penyu. Seluruh bagian tubuh penyu ini dimanfaatkan, seperti dagingnya untuk dikonsumsi sendiri atau dijual sedangkan karapaksnya untuk dijadikan perhiasan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat, beberapa hari setelah tsunami (air laut surut), kepiting bakau (Scylla cerrata) banyak dijumpai di sekitar hutan bakau di Lahewa dan dijual dengan harga Rp. 40.000/kg. Namun kini, kepiting bakau sulit dijumpai. Hal ini diduga disebabkan oleh upaya penangkapan yang cukup besar pada beberapa hari setelah tsunami dan mulai mengeringnya hutan bakau di Lahewa sebagai habitat kepiting bakau (Scylla cerrata).

252 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.1.1. Harga Ikan dan Alat tangkap

Berikut ini adalah tabel harga ikan dan alat tangkap di Desa Siheneasi, Moawö dan Lahewa

Tabel 89. Harga ikan dan alat tangkap di Siheneasi, Moawo dan Lahewa

Kisaran Harga Ikan Siheneasi dan Moawö Lahewa

ikan janang (Epinephelus sp.)

Rp. 45.000 /ekor Rp. 45.000 /ekor

Alat Tangkap

Perahu dayung Rp 1 juta – 1,5 Juta /set Rp 1 juta – 1,5 Juta /set Perahu Robin Rp 6 juta – 7 Juta /set Rp 6 juta – 7 Juta /set Pancing ± Rp 100 ribu / set ± Rp 100 ribu / set BBM (Bensin) ** Rp 3000 /lt Rp 3000 /lt

**) Harga diatas adalah harga sebelum kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005 (saat itu harga resmi dari Pemerintah adalah Rp 2400/l)

b.1.2. Jenis ikan dan biota laut lain yang ditangkap

Tabel 90. Jenis ikan dan biota laut lainnya yang umum ditangkap

Kelimpahan Nama Lokal Famili Nama Ilmiah

SM LHW L/S

Ikan Lambi-lambi Anguillidae Anguilla sp. + ++ L/S Saridi Chandidae Ambassis sp. ++ +++ L Nawi Centropomidae Lates calcarifer ++ + L Janang Serranidae Epinephelus sp. + +++ L Kele Teraponidae Mesopristes argentus +++ +++ L Bate-bate Carangidae Caranx sp. +++ ++ L Mancho Leiognathidae Secutor sp. ++ +++ L Kakap Lutjanidae Lutjanus sp. +++ +++ L Katando Lutjanidae Lutjanus fulvus +++ + L Tabe Lobotidae Lobotes surinamensis + + L Katima Haemulidae Pomadasys sp. + + L Geregia Toxotidae Toxotes sp. + - S Bulubon Bawal Formio niger ++ ++ L

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 253

Kelimpahan Nama Lokal Famili Nama Ilmiah

SM LHW L/S

Sabi Scatophagidae Selenotoca sp. ++ ++ L Gambaya Pomacentridae Pomacentrus sp. + + L Bolono Mugilidae Mugil cephalus + + L/S Gaulo Polynemidae Polynemus sp. ++ ++ L Sabi manu Siganidae Siganus javus +++ +++ L Laenga Soleidae Achiroides sp. + + L Buna Tetraodontidae Tetraodon sp. + + L Tongkol Scomberidae Auxis thazard + +++ L Tenggiri Scomberidae Scomberomorus

commersoni + +++ L

Biota laut Lainnya Galimango/ kepiting bakau

- Scylla cerrata + + L/S

Penyu hijau - Chellonia mydas + + L

Keterangan : responden di Desa SM (Siheneasi dan Moawö) 5 orang dan LHW (Lahewa) 6 orang. Hasil wawancara merupakan gambaran sebelum tsunami karena setelah tsunami para nelayan belum banyak yang menangkap ikan +++ = banyak; ++ sedang; + = sedikit; L=laut; S=sungai

b.1.3. Pengaruh bencana

Bencana gempa bumi (Maret 2005) telah banyak merusak sarana perikanan terutama perahu. Selain itu, bencana gempa juga telah merusak lokasi budidaya ikan di pantai Desa Siheneasi yang telah dibangun pada bulan Desember 2004. Akibat gempa, fasilitas budidaya tersebut tidak bisa digunakan lagi dan hingga saat survey belangsung (September 2005), fasilitas ini belum diperbaiki.

Bencana juga telah mengubah morfologi pantai secara cukup signifikan yaitu berupa pengangkatan daratan. Peristiwa ini menyebabkan garis pantai di Lahewa, Siheneasi dan Moawö bergeser ke arah laut berkisar 100-300 m dan sebagian besar karang serta mangrove menjadi mati.

Bergesernya garis pantai ke arah laut menjadikan air laut seolah-olah surut. Fenomena ini membuat nelayan enggan untuk melaut karena dalam fikiran mereka masih terpateri kesan, bahwa air laut yang surut merupakan tanda akan terjadi tsunami. Hambatan untuk melaut juga dikarenakan jarak antara rumah atau tempat pengungsian dengan pantai relatif agak jauh yaitu ± 500 m di Desa Siheneasi dan Moawö dan sekitar 300 m di Desa Lahewa. Hingga saat dilakukannya penelitian, umumnya masyarakat masih beraktivitas di darat (kampung lama mereka).

254 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

A

C

B

GambaC. Ka

Sampai dengaSiheneasi damengaktifkan masyarakat dbantuan. BantYayasan JALAberlangsung sboat sebanyak

Berdasarkan sangat menghalat tangkap pkompensasi dmelakukan pebesar masyartrauma lagi dmasih mengala

b.2. Perkebunan

Komoditas perkebunkelapa dan kakao. H12.000/kg. Produksi investor dari luar negakhirnya dibatalkan.namun ia sedikit mmahalnya ongkos btsunami dan gempa.

Kajian Kondisi Lingkun

r ra

nn

i ua

e 1

haaanaem

aake

M

u

ga

117. A. Air laut menjauhi pantai; B. Pohon bakau kering; ng mati di Desa Lahewa (Foto oleh Wahyu Hermawan)

saat dilaksanakannya penelitian ini, masyarakat di Desa Lahewa belum mendapatkan bantuan khusus untuk

kembali kegiatannya sebagai nelayan. Sebaliknya, Desa Moawö khususnya nelayan telah mendapatkan n tersebut berupa perahu dayung sebanyak 40 buah dari Medan dengan system dana bergulir ”revolving fund”,

jak bulan Juli 2005 dan bantuan dari JICA berupa perahu 0 buah pada bulan Oktober 2005.

asil wawancara, nelayan Desa Siheneasi dan Lahewa rapkan bantuan berupa perahu Robin atau dayung serta ncing agar dapat menangkap ikan lagi di laut. Sebagai ri bantuan, jika ada, masyarakat nelayan ini bersedia anaman di sekitar pantai desa masing-masing. Sebagian kat Desa Siheneasi, Moawö dan Lahewa sudah tidak ngan tsunami (meskipun beberapa, khususnya nelayan,

i trauma).

n yang banyak dikembangkan di wilayah penelitian adalah rga kedua komoditas ini cukup baik. Harga kakao sekitar elapa / kopra yang cukup tinggi sempat menarik perhatian ri untuk membangun pabrik pengolahan santan, walaupun eskipin produksi dan harga kedua produk ini cukup baik,

engalami kelesuan yang disebabkan antara lain oleh ruh dan mahalnya ongkos angkutan pada saat pasca

n Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 255

c. Aspek Sosial Kemasyarakatan

c.1. Desa Lafau

c.1.1. Kelembagaan dan pranata sosial

Struktur utama kelembagaan bidang pemerintahan di desa Lafau terdiri dari Kepala desa, Sekretaris Desa dan Kepala Urusan/Kaur (Kaur Pembangunan, Kaur Umum dan Kaur Pemerintahan). Tokoh lain yang berperan dalam pemerintahan adalah: Tokoh desa, Tokoh adat, Ketua PKK (14 orang dengan jumlah kader 25 orang), dan Seketaris PKK. Kelompok perempauan dari program PKK tidak berjalan dengan baik. SDM dari masyarakat di desa ini sangat rendah karena, kesadaran untuk mendapatkan pendidikan sangat minim di kalangan perempuan.

c.1.2. Keadaan Penduduk

Desa Lafau terletak di nias Utara dengan luas wilayah + 20.000 H. mayoritas penduduk beragama Islam. Secara etnis penduduk Desa Lafau berasal dari Padang, Aceh dan Nias. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan (90%) dan + 10% sisanya berprofesi sebagai petani. Tingkat pendapatan petani dan nelayan rata-rata 500.000 per bulan. Namun setelah terjadinya tsunami yang merusak fasilitas mata pencaharian mereka, mengakibatkan menurunnya pendapatan hingga hampir mencapai titik 0 (nol). Walaupun demikian, kini telah banyak nelayan yang mulai membuat/memperbaiki perahunya sendiri, tanpa menunggu bantuan modal dari luar.

Sebagai akibat bencana banyak warga masyarakat yang menjadi pengangguran. Kaum perempuan banyak yang tidak bekerja, selain karena masih trauma, juga karena lapangan pekerjaan yang selama ini mereka dapatkan (seperti mengeringkan ikan) belum dapat berjalan kembali. Sebelum bencana (yaitu pada tahun 2000) Dinas perikanan pernah memberikan bantuan mesin motor boat merk Honda untuk 55 KK, jaring/jala ikan 10 set, bantuan uang modal kerja kepada 24 KK yang pengembaliannya di cicil sebesar Rp 250,000 perbulan, dan hal ini sangat memberatkan masyarakat.

Di Desa Lafau terdapat 1 buah masjid dan 4 buah gereja. Kondisi bangunan masjid saat survei rusak berat. Dari 4 gereja yang ada 2 diantaranya rusak. Dua buah sekolah dasar yang ada juga rusak. Hari Selasa merupakan hari pasar bagi daerah ini.

Sebelum tsunami, di desa Lafau telah terbentuk tiga Kelompok Nelayan, yaitu: Kelompok Nelayan Lapau Indah, Kelompok Nelayan Sinar Lapau dan Kelompok Nelayan Sehat yang masing-masing berjumlah 10 orang. Semua kelompok yang terbentuk ini terdaftar pada tanggal 30 september 2004 namun belum berjalan maksimal.

Jumlah penduduk Desa Lafau seluruhnya 223 KK dengan 1.026 Jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 484 jiwa dan perempuan 542 jiwa. Berdasarkan kelas usia, penduduk dengan usia 0-4 tahun berjumlah 103 jiwa, 4-6 tahun 95 jiwa, 7-12 tahun 155 jiwa, 13 – 15 tahun 71 jiwa dan 16-70 th sebanyak 920 jiwa. Jumlah penduduk yang lulus SD sebanyak 300 orang, lulus SMP 198 orang dan lulus SMA 45 orang.

256 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Karena mayoritas penduduk beragama Islam, kegiatn wirid dan yasin berjalan aktif. Kegiatan wirid / yasin bagi perempuan dilaksanakan setiap hari jumat, sedangkan kelompok laki-laki melaksanakan kegitan ini malam jum’at. Budaya di Lafau masih mengharuskan gadis yang telah ditunangkan harus dipingit sampai saat melangsungkan pernikahan. Dalam pesta perkawinan perempuan diwajibakan memakai pakaian adat selama 1 bulan

c.2. Desa Moawö

c.2.1. Kelembagaan dan pranata sosial

Struktur utama kelembagaan bidang pemerintahan terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kaur (Kaur Pembangunan, Kaur Umum dan Kaur Pemerintahan) dan Kepala Dusun/Kadus (I,II,III,IV). Tokoh lain yang berperan dalam pemerintahan adalah: Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda dan Tokoh Masyarakat.

c.2.2. Keadaan Penduduk

Letak desa Moawo tidak jauh dari desa Lafau dan juga merupakan daerah pesisir, Luas desa 160 Ha dan merupakan desa terparah yang hancur infrastukturnya akibat bencana tsunami (Desember 2004) dan gempabumi (Maret 2005). Jarak desa ini dengan kota kecamatan (Lahewa ) 4 KM dengan jalannya yang rusak dan banyak lobang, jembatan banyak yang hancur. Sarana ibadah yaitu Mesjid 1 buah dan gereja 1 buah juga mengalami kerusakan pasca tsunami dan gempa bumi. Selain itu perumahan penduduk yang hancur akibat bencana tercatat sebanyak 3 buah serta 1 buah sekolah Madrasah-MIS, sehingga saat survei banyak dijumpai anak-anak yang tidak dapat bersekolah. Setelah bencana LSM Jala Medan telah memberikan bantuan kapal dayung 40 buah kepada para nelayan desa Moawo.

Pendapatan desa ini sekitar Rp 8.400.000 pertahun banyak berasal dari sektor perikanan, khususnya ikan. Sedangkan pendapatan ini sebagian besar dihabiskan untuk biaya operasional desa sebanyak Rp 3 juta dan khusus untuk program PKK dan pemuda menghabiskan dana 750.000.

Mata pencaharian masyarakat Moawo sebelum tsunami adalah sebagai nelayan, tukang dan lain lain, namun pasca tsunami banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi penganyam daun untuk dijadikan atap rumah, pembuat sagu dan pengayam tikar khusus bagi para ibu-ibu. Hal ini dilakukan karena fasilitas mata pencaharian mereka yang terdahulu telah musnah diterjang ombak tsunami.

Pasca tsunami Pemerintahan Desa Moawo tetap berjalan namun tidak maksimal, sedangkan program perempuan yang sedang berjalan adalah : Program PKK, seperti gotong royong, arisan dan wirid.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 257

Jumlah penduduk Desa Moawo seluruhnya 86 KK dengan 362 Jiwa. Jumlah penduduk laki-laki 205 jiwa dan perempuan 157 jiwa. Berdasarkan kelas usia, penduduk dengan usia 0-4 tahun berjumlah 80 jiwa, 7-12 tahun 58 jiwa, 13-15 tahun 19 jiwa, 16 tahun keatas 221 jiwa. Jumlah penduduk yang lulus SD sebanyak 11 orang, lulus SMP 6 orang dan lulus SMA 5 orang. Jumlah tenaga kerja dengan usia 21-26 tahun 48 orang dan 27 – 40 tahun 72 orang. Dari keseluruhan penduduk yang berprofesi sebagi PNS 1 orang, wiraswasta 5 orang. Petani 28 orang dan nelayan 78 orang.

c.3. Desa Lahewa

c.3.1. Kelembagaan dan pranata sosial

Lahewa merupakan ibukota kecamatan Lahewa yang membawahi 2 desa lain yaitu desa Lafau dan desa Moawo. Lahewa terletak di pesisir pantai dan terbagi ke dalam 3 lingkungan yaitu: Lingkungan Bolia, Lingkungan pasar Lahewa dan Lingkungan Vinoedambao.

Selain lembaga pemerintahan formal, seperti pemerintahan kecamatan dan desa, kelompok (organisasi) keagamaan cukup dominan. Organisasi keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mempunyai peran yang cukup besar. Dalam beberapa hal, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga ini justru lebih besar dibandingkan dengan tingkat kepercayaan kepada lembaga pemerintahan formal.

c.3.2. Keadaan Penduduk

Secara etnis masyarakat Lahewa berasal dari Padang, Aceh, Nias dan Bugis. Penduduk yang tinggal di pesisir umumnya penganut agama Islam dan yang tinggal di pedalaman mayoritas penganut Nasrani. Kegiatan ekonomi di pesisir Lahewa didominasi oleh kegiatan nelayan dan perdagangan, sedangkan yang tinggal di pedalaman bekerja pada sektor pertanian/perkebunan.

Komoditas kelapa / kopra sebenranya cukup besar dan pernah menarik minat investor dari RRC untuk membangun pabrik santan kelapa. Perusahaan ini akhirnya tutup karena masyarakatnya banyak yang mencurigaai pendatang. Di Lahewa terdapat pembuatan batu-bata dengan produksi 15.000 buah/hari. Harga 1 buah baut bata Rp 300 dan meningkat setelah tsunami menjadi Rp 500/buah.

Budaya partiarkhi sangat kental di masyarakat Lahewa, sehingga posisi perempuan selalu di nomor duakan. Kontruksi budaya di Lahewa memposisikan perempuan yang belum menikah tidak bisa bebas mengaktualisasikan diri dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemberdayaan ekonomi dan peningkatan SDM. Rata-rata tingkat pendidikan bagi wanita juga lebih rendah dibandingkan pria. Masyarakat Lahewa juga relatif tidak terbuka dan mau menerima pendatang.

258 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Secara umum pengembangan perekonomian setelah tsunami dan gempabumi terhambat karena banyaknya sarana produksi dan sarana penunjang yang rusak. Perkembangan juga terhambat oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia sehinga kurang bisa memanfaatkan potensi yang ada di daerah tersebut. Kondisi ini diperparah oleh lemahnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan kegiatan perekonomian.

Setelah bencana, pengembangan kegiatan nelayan mengalami hambatan karena banyaknya kendala. Kendala tersebut antara lain banyaknya perahu yang rusak, keamanan kurang terjamin, lokasi pemasaran hasil tangkap kurang representatif, dan infarstruktur yang kurang memadai. Potensi kelembagaan di kalangan nelayan cukup baik karena telah terbentuk 36 kelompok nelayan.

c.4. Desa Onolimbu

Dengan kunjungan yang waktunya cukup singkat, permasalahan di desa Onolimbu belum bisa dipetakan dengan seksama. Saat kunjungan dilakukan, masyarakat masih mengungsi ke desa tetangga yang jaraknya + 0.8 km dari desa Onolimbu. Masyarakat masih banyak memerlukan bantuan karena banyaknya aset-aset mereka yang hilang karena kampungnya tenggelam.

Penyaluran bantuan ke Onolimbu sangat sulit karena kendala transportasi. Jalan menuju ke Onolimbu sempit dan banyak yang rusak terutama sepanjang 8 – 10 km terakhir menuju Bosihona. Dari Bosihona untuk menuju Onolimbu hanya bisa ditempuh dengan perahu melalui laut dalam waktu + 1,5 – 2 jam.

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi Ekosistem Saat Ini

a.1. Terumbu karang yang terangkat

Terjadinya pengangkatan daratan menyebabkan terumbu karang yang berada di perairan dangkal terpapar ke udara. Terangkatnya terumbu karang ini jelas terlihat di desa Lafau dan Toyolawa. Di Desa Lafau lebar terumbu karang yang terangkat mencapai lebih dari 200m, di dekat Toyolawa, terumbu karang yang terangkat lebih lebar dibanding yang ada di Lafau.

Bagian-bagian yang cekung dari terumbu karang yang terangkat, sebagain terisi tanah dan material lain yang kemungkinan terbawa air hujan dari daratan atau kemungkinan hasil pembusukan dari algae yang pernah tumbuh pada terumbu karang tersebut. Cekungan itu sudah mulai ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan. Uniknya, jenis tumbuhan yang ditemukan tidak hanya jenis-jenis tumbuhan paku (Pteridophyta) melainkan juga dari jenis tumbuhan tinggi (Angiospermae). Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan tumbuh di bekas terumbu karang dapat dilihat pada gambar berikut:

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 259

Gambar 118. Tumbuhan pioner di terumbu karang yang terangkat

a.2. Perubahan pada ekosistem mangrove

Terjadinya pengangkatan daratan, yang teramati di desa Lahewa dan Lafau menyebabkan perubahan yang signifikan dalam tata air di lingkungan tersebut. Perubahan tata air sangat jelas terlihat pengaruhnya pada komunitas mangrove di desa Lahewa. Pada lokasi ini air pasang tidak lagi menggenangi lahan. Kenaikan daratan juga menjadikan selisih antara permukaan air laut dengan pemukaan tanah bertambah. Hasilnya, air yang berada di daratan yang semula lambat mengalir karena selisih tingginya yang sedikit menjadi lebih cepat mengalir ke laut. Akibatnya daratan relatif lebih cepat kering. Pengaruh yang paling jelas dari fenomena ini dapat diamati di Lahewa yang hamparan mangrovennya kering / mati.

Tidak adanya air pasang yang bisa mencapai hamparan mangrove mengakibatkan terjadinya perubahan/penurunan kadar garam (salinitas) pada substratnya. Pada pengukuran di stasiun STN64 yang berada pada komunitas mangrove menunjukkan nilai salinitas yang terukur adalah 2 ppt (2000 mg/l), namun pada jarak + 50 m dari titik pengamatan (STN64) yang kandungan garamnya diduga tidak jauh berbeda, ditemukan 1 individu tanaman pepaya Carica papaya yang sudah mencapai ukuran tinggi + 2 m dan diameter + 5 cm. Kondisi demikian menandakan mulai teradaptasinya tanaman non-mangrove pada lokasi ini, yang mana tanaman semacam ini pada umumnya hidup/tumbuh pada substrat tidak bergaram.

260 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Gambar 119. Tumbuhan pepaya Carica papaya yang tumbuh diantara Rhizophora apiculata

Jumlah titik pengamatan yang sedikit dan terbatasnya waktu/periode pengamatan belum cukup untuk mengumpulkan informasi tentang intensitas perubahan dan luas wilayah yang dipengaruhi oleh air laut/garam. Meskipun demikian ditemukannya jenis non mangrove yang tumbuh di lokasi di atas bisa dijadikan asumsi bahwa pada habitat/substrat untuk mangrove penurunan salinitas sudah sampai pada tingkat yang bisa ditoleransi oleh jenis-jenis non mangrove. Kemungkinan untuk terjadinya suksesi dan perubahan vegetasi dimasa depan cukup besar.

Perubahan pada ekosistem mangrove tidak hanya dipengaruhi oleh gempa secara langsung, tetapi juga secara tidak lagsung juga oleh meningkatnya eksploitasi setelah terjadi bencana. Sebelum gempa/tsunami pemanfaatan bakau oleh masyarakat hanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang masih terbatas misalnya sebagai kayu bakar, alat bantu jala/pancing, dan bahan kontruksi dengan kapasitas pemakaian yang sangat terbatas. Dalam kondisi demikian, penebangan kayu bakau yang dilakukan masih sangat jarang sehingga tidak menyebabkan kerusakan yang berarti bagi hutan bakau.

Tapi pada kondisi pasca tsunami/gempa bumi, pembangunan kembali rumah dan bangunan yang hancur akibat bencana marak dilakukan. Pembangunan ini membutuhkan bahan baku bangunan yang sangat besar, terutama kayu. Mengingat kemampuan ekonomi masyarakat masih sangat rendah, maka hampir seluruh pemenuhan bahan baku kayu tersebut dilakukan dengan cara menebangan pohon bakau yang ada disekitarnya. Parahnya lagi, terdapat oknum penduduk yang dengan sengaja menebang pohon bakau untuk dijual kembali kepada pihak yang membutuhkan. Kondisi inilah yang menyebabkan hutan bakau di desa Lafau ini mengalami kerusakan yang serius. (lihat gambar pada uraian mengenai vegetasi)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 261

a.3. Perubahan pada ekosistem rawa air tawar

Perubahan pada ekosistem ini belum diketahui dengan jelas. Berdasarkan pengamatan lapangan tidak ditemukan gejala kerusakan seperti kematian tumbuhan dalam jumlah besar. Hasil pengukuran kualitas air pada rawa air tawar di Onolimbu (STN 67) yang daratannya turun, masih menujukkan kondisi airnya yang tawar (0 ppt) dan pH air (6,2) relatif agak asam.

Dengan adanya penurunan daratan secara relatif muka air laut akan naik. Keadaan ini akan mendorong air laut lebih ke darat. Bagi daerah yang mengalami penurunan daratan seperti desa Onolimbu, keberadaan rawa air tawar mempunyai nilai penting yang tinggi. Nilai penting ini berkaitan dengan fungsi lahan basah / rawa untuk mencegah adanya intrusi air laut. Jika rawa air tawar dikeringkan, potensi adanya intrusi air laut akan lebih besar. Oleh karenanya keberadan rawa-rawa air tawar di desa ini harus dipertahankan, karena selain berfungsi sebagai daerah pengisian air tanah (recharging area) dan mencegah intrusi air laut, ia juga akan befungsi sebagai pemasok air tawar bagi penduduk di sekitar dan berbagai vegetasi yang tumbuh di atasnya akan mendukung keanekaragaman hayati.

a.4. Lahan basah dan masyarakat

Masyarakat terutama yang tinggal di sekitar Lahewa maupun yang tinggal di sekitar Onolimbu mempunyai interakasi yang erat dengan lahan basah pesisir. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Lahewa, interaksi dengan lahan basah pesisir tidak hanya terkait dengan kegiatan penangkapan ikan di laut, tetapi juga kegiatan yang berhubungan dengan keberadaan ekosistem mangrove. Karena selain memanfaatkan kayu mangrove untuk kayu bakar dan keperluan lain, masyarakat di Lahewa juga mencari kepiting di sekitar hutan mangrove.

Untuk lahan basah rawa air tawar yang terdapat di Onolimbu, dengan status lahan yang marjinal (lihat uraian tentang tanah), kegiatan pertanian di atasnya relatif rendah. Namun demikian, masyarakat di daerah ini memanfaatkan produk lahan rawa ini, yaitu rumput rawa Cyperus malaccensis untuk bahan baku tikar dan batang nibung Oncosperma tiggilarium untuk konstruksi rumah. Selain nibung masyarakat juga pernah memanfaatkan sagu Metroxylon sago untuk dikonsumsi, meskipun saat ini terbatas pada pemanfaatan daunnya sebagai bahan atap. Di Nias ditemukan 2 tipe sagu yaitu sagu dengan pelepah daun berduri dan sagu dengan pelepah daun yang tidak berduri. Berdasarkan informasi dari museum kebudayaan Nias di Gunung Sitoli, sagu dengan pelepah berduri tidak bisa diambil tepungnya karena tidak bisa mengendap.

a.5. Kualitas air untuk keperluan domestik

Sampai dengan saat dilaksanakannya survei ini, masyarakat di Lahewa dan sekitarnya masih menerima bantuan air bersih (antara lain dari OXFAM). Bantuan ini sangat penting karena banyaknya sarana air bersih yang rusak di daerah ini. Selain dari bantuan, sebagian warga juga memanfaatkan sungai untuk pemenuhan air baku terutama untuk mencuci.

Hasil pengamatan mikrobiologi pada 2 contoh air sumur penduduk (STN63 dan STN66) menunjukkan adanya kandungan bakteri E coli. Dengan ditemukannya bakteri E coli pada kedua sumber air tersebut, maka air sumur ini dinyatakan

262 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

tidak layak untuk diminum. Kedua sumur yang disurvei di atas relatif dangkal dan letaknya berdekatan dengan septik tank, kondisi demikian memungkinkan air sumur terkontaminasi tinja sehingga menjadi penyebab adanya bakteri coli dalam air sumur. Namun peristiwa tsunami juga diduga memberi masukkan bahan kontaminan lain ke dalam sumur, untuk itu perlu analisa labioratorium yang mendalam.

Karena masih ada bantuan air bersih, permasalahan akan penyediaan air bersih sedikit banyak bisa diatasi. Sebelum bantuan benar-benar dihentikan sebaiknya sudah dimulai upaya untuk memperbaiki fasilitas air baku, misalnya dengan memindahkan septik tank atau menjauhkan letak sumur dari lokasi sumber pencemar atau memperbaiki mutu air sumur agar kualitasnya memenuhi syarat kesehatan melalui tehnik-tehnik pengolahan air yang murah tapi dapat mencapai baku mutu yang diharapkan.

Gambar 120. Seorang ibu mencuci perabot dapur di sungai.

a.6. Keanekaragaman hayati

Beberapa dampak lain sebagai akibat bencana juga diperkirakan menjadi ancaman terhadap biodiversity di wilayah survei, antara lain:

a.6.1. Perubahan kondisi lahan basah

Matinya terumbu karang selain memusnahkan kehidupan di dalamnya juga mempengaruhi fauna lain seperti burung-air yang menggunakan ekosistem ini sebagai areal mencari makan (seperti kuntul karang dan beberapa jenis burung-pantai bermigrasi). Di sisi lain, penurunan daratan mengurangi ruang (space) bagi hidupan liar terrestrial. Perpindahan manusia ke bagian yang lebih jauh dari pantai, secara tidak langsung juga memberikan tekanan pada hutan dataran rendah yang tersisa.

a.6.2. Pembukaan hutan

Secara umum, Holmes, 1994 menyebutkan bahwa hutan di pulau Nias telah sangat rusak. Tekanan terhadap hutan yang tersisa, pada pasca gempa & tsunami, terutama oleh munculnya kebutuhan akan kayu untuk bangunan, baik sementara maupun permanent. Penduduk setempat cenderung menggunakan sumber daya disekitarnya untuk membangun rumah barunya. Kondisi demikian tentunya akan mempercepat dan memperparah kondisi hutan di Nias berikut keanekaragaman hayati di dalamnya. Untuk menanggulangi kondisi ini, maka perlu diambil upaya-

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 263

upaya pencegahan dan mengarahkan bantuan percepatan pembangunan perumahan di kawasan ini oleh BRR dengan bahan kayu legal dari tempat lainnya. Karena kerusakan eksositem hutan pada pulau-pulau kecil akan berdampak tidak hanya terhadap ketersediaan air tawar tapi juga kepada berbagai keanekaragaman hayati di dalamnya.

b. Prospek Rehabilitasi Kawasan Pesisir

b.1. Identifikasi wilayah dan penilaian kesesuaian lahan

b.1.1. Desa Lafau

Identifikasi lahan

Desa Lafau memiliki dua jenis pantai, yaitu pantai berlumpur dan pantai berpasir. Kedua jenis pantai yang berbeda ini hanya dipisahkan oleh sungai yang membelah desa Lafau (Lihat gambar 121)

Gambar 121. Dua tipe pantai di Desa Lafau

Pantai berlumpur di dominasi oleh hutan mangrove, sedangkan pantai berpasir ditumbuhi oleh herba dan beberapa tumbuhan khas pantai. Hutan mangrove di Desa Lafau tidak mengalami kerusakan yang signifikan walaupun substratnya terangkat. Vegetasi di pantai berpasir juga tidak mengalami gangguan yang berarti walaupun terjadi pengangkatan daratan.

Pengangkatan daratan justru menjauhkan garis pantai, dan membentuk daratan baru yang cukup luas. Berdasarkan pengamatan, lebih dari 10 hektar daratan baru di pantai Desa Lafau terbentuk sebagai akibat naiknya daratan. Rehabilitasi pantai di lokasi ini dinilai kurang diperlukan saat ini, mengingat kerusakan yang terjadi kurang berarti. Namun demikian, daratan baru yang terbentuk merupakan suatu areal yang perlu dipertimbangkan untuk ditanami dalam rangka menambah penutupan lahan di pantai. Dengan kata lain, daratan baru ini dapat dijadikan target lokasi untuk ditanami.

264 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Penilaian kesesuaian lahan

Pengamatan yang dilakukan di pantai Lafau, dijumpai beberapa kondisi/formasi yang berbeda sebagai berikut:

• Secara umum, vegetasi di pantai berpasir tidak mengalami kerusakan. Di pantai ini dijumpai formasi Pes caprae yang mengindikasikan bahwa lokasi yang ditumbuhinya sudah memiliki syarat tumbuh yang cukup untuk ditanami vegetasi lain, minimal untuk jenis tertentu seperti Cemara laut Casuarina equisetifolia, Waru hibiscus tilaceus dan Malapari Pongamia pinnata.

• Berdasarkan pengamatan, diperkirakan terdapat lebih dari 10 Hektar daratan baru yang terbentuk pasca gempa bumi dan memiliki potensi untuk direhabilitasi.

• Terdapat juga zona cekungan yang merupakan daerah konsentrasi permudaan alam Nipah Nypa fruticans, Bakau Rhizophora spp., dan Putat laut Barringtonia asiatica.

Berdasarkan penilaian lahan di atas, kegiatan rehabilitasi pantai belum perlu dilakukan mengingat tidak dijumpainya kerusakan vegetasi yang berarti. Namun demikian, penanaman pengayaan (enrichment planting) perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Pengayaan ini dapat dilakukan melalui penanaman beberapa jenis tumbuhan pantai seperti Cemara Casuarina equisetifolia, Malapari Pongamia pinnata dan Waru Hibiscus tiliaceus untuk menambah kerapatan penutupan dan memperkaya jenis vegetasi pantai. Apabila kegiatan ini dilakukan, maka lokasi yang sebaiknya di tanami adalah di Formasi Pes-caprae.

Tumbuhnya beberapa jenis tumbuhan perintis di daratan baru (terangkat) memberikan tanda bahwa kondisi substrat (meskipun masih bergaram) telah memungkinkan untuk ditanami tanaman terestrial yang memiliki ketahanan/toleransi terhadap garam. Penanaman di daratan baru ini dapat di ujicobakan pada lokasi-lokasi yang telah ditumbuhi tumbuhan pionir.

Menurut pengamatan, zona cekungan akan membernutk suatu formasi vegetasi spesifik yang terbentuk secara alami sebagai akibat berubahnya bentang lahan. Melihat dinamika dan perkembangan yang ada di lokasi, sebaiknya kondisi yang telah ada dibiarkan sehingga mencapai keseimbangan yang mantap.

b.1.2. Desa Lahewa

Identifikasi lahan

Secara umum dapat dikatakan bahwa hutan bakau di Desa Lahewa sedang berada dalam kondisi yang sangat kritis. Seluruh pohon bakau Rhizophora spp. yang dijumpai kekeringan dan mati. Sementara itu, lantai hutan dipenuhi oleh tumpukan serasah kering. Beberapa jenis tumbuhan pionir terestrial seperti Achrosticum spp. dan Ceratopteris spp. telah banyak dijumpai dilantai hutan. Kehadiran tumbuhan ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut tidak pernah lagi tergenang oleh air laut. Berdasarkan pengamatan, setidaknya terdapat 100 Hektar hutan bakau yang kering dan mati di Desa Lahewa.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 265

Hutan mangrove yang kering inilah yang merupakan target dalam upaya perbaikan lingkungan dan rehabilitasi kawasan.

Penilaian kesesuaian lahan

Peluang merehabilitasi lokasi ini dinilai masih terbuka dengan ditemukannya tiga jenis bakau yang masih mampu bertahan hidup di zona belakang hutan mangrove. Ketiga jenis bakau yang dimaksud adalah Aegiceras spp., Dolichandrone spp., dan Xylocarpus spp.. Kelimpahan jenis Aegiceras spp., Dolichandrone spp. sangat tinggi dengan pola tumbuh yang berkelompok. Sementara itu, Xylocarpus spp. hanya dijumpai dalam jumlah yang terbatas secara sporadik.

Dengan melihat berubahnya sifat dan karakteristik subtsrat, maka peluang untuk pulih/tumbuhnya kembali Rhizophora spp. sangatlah tipis. Namun demikian, perubahan substrat ini dinilai masih memungkinkan untuk ditumbuhi jenis bakau yang lain yaitu Aegiceras spp., Dolichandrone spp., dan Xylocarpus spp. Kajian-kajian yang lebih mendalam untuk kepentingan rehabiitasi tanaman pada lokasi ini masih dibutuhkan, misalnya untuk menentukan jenis tanaman rehabilitasi dan lokasi penanamannya.

b.2. Persepsi masyarakat terhadap rehabilitasi

Baik di Desa Lafau dan Lahewa, persepsi dan minat masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi sangatlah rendah. Menurut mereka, apa yang dilakukan sehari-hari dinilai telah cukup. Penduduk dikedua desa tersebut kurang menunjukkan antusias dan semangat terhadap kegiatan-kegiatan baru, terlebih yang mensosialisasikan kegiatan ini adalah para pendatang. Persepsi yang ditunjukkan oleh penduduk di kedua desa ini sangat berpotensi menjadi faktor pembatas dalam kegiatan rehabilitasi ke depan, oleh karenanya diperlukan suatu pendekatan sosial-budaya yang khas untuk mengatasinya.

b.3. Faktor pendukung dan potensi

Dalam rangka mendukung kegiatan rehabilitasi, Desa Lafau memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan benih dan bibit mangrove. Disamping itu, di pantai Desa Lafau masih banyak dijumpai waru dan malapari yang dapat dijadikan bahan bibit untuk penanaman di pantai berpasir.

Sedangkan untuk pesisir desa Laweha, walaupun terdegradasi sangat parah, ia masih memiliki tegakan mangrove dari berbagai jenis, seperti: Aegiceras spp., Dolichandrone spp., dan Xylocarpus spp yang jumlahnya masih melimpah sebagai sumber bibit untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.

b.4. Faktor penghambat

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh team survei WI-IP, teridentifikasi beberapa hal yang sangat berpotensi menjadi fakor penghambat dalam kegiatan rehabilitasi di Lahewa maupun Lafau, sebagai berikut:

266 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Tingkat degradasi yang berat

Kerusakan biosfisik yang terjadi di hutan mangrove Lahewa tergolong sangat berat. Selain seluruh vegetasinya kering, perilaku genangan dan kondisi tanahnyapun telah berubah, yaitu menjadi kering. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat utama dalam rangka rehabilitasi hutan mangrove.

• Keterbatasan kapasitas masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi

Berdasarkan penelitian di Desa Lafau dan Lahewa, penduduk kedua desa ini tidak/belum memiliki kemampuan teknis yang memadai untuk melakukan kegiatan penanaman pohon/rehablitasi.

• Kendala budaya, perilaku, dan sikap

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebagian besar penduduk mempunyai rasa kecurigaan yang berlebihan terutama dengan para pendatang. Dalam beberapa kasus sebelumnya, hal ini telah terbukti menjadi permasalahan (misalnya, batalnya investasi industri pembuatan santan kelapa oleh pengusaha dari China). Disamping itu, penduduk dikedua desa cenderung tertutup dan sulit menerima suatu ide atau inovasi kegiatan yang baru.

• Kendala kelembagaan

Permasalahan utama yang menyangkut kelembagaan adalah tidak adanya suatu lembaga/organisasi khusus yang berorientasi pada kegiatan rehabilitasi. Sementara itu, pemerintah desa tidak memiliki inisiatif untuk menyelamatkan hutan bakau yang hancur akibat bencana. Apabila kondisi ini tidak berkembang, maka hutan bakau yang telah kering tersebut akan semakin terlantar sehingga rentan terhadap kebakaran, baik yang disengaja maupun tidak. Sebaliknya, terbetuknya suatu lembaga/ organisasi diharapkan mampu mengkoordinir masyarakat untuk bergerak dan menyelamatkan hutan bakau. Kondisi ini akan lebih sempurna apabila pemerintah desa menyadari arti penting hutan bakau, sehingga timbul kesadaran untuk menyelamatkan hutan bakau desa Lahewa. Kesadaran pemerintah desa ini dapat diwujudkan dalam berbagai langkah, misalnya mengeluarkan peraturan desa yang melarang penebangan bakau, melarang pembakaran, dll.

b.5. Hasil sintesa

Prospek rehabilitasi di desa Lafau dan Lahewa masih terbuka luas walaupun terdapat beberapa kendala yang harus diperhitungkan dan diatasi.

Di Lafau, kegiatan rehabilitasi pantai sebenarnya tidak perlu dilakukan mengingat tidak adanya kerusakan yang berarti terhadap vegetasi pantai. Namun demikian, penanaman pengayaan (enrichment planting) dapat dilakukan melalui penanaman beberapa beberapa jenis tumbuhan pantai seperti Cemara Casuarina equisetifolia, Malapari Pongamia pinnata dan waru Hibiscus tiliaceus yang dinilai sesuai dengan substrat pantai yang berpasir. Penanaman ini sebaiknya dilakukan pada Formasi Pes-Caprae.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 267

Penanaman secara intensif di daratan baru tidak direkomendasikan. Namun, penanaman ujicoba sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk menilai kesesuaian tumbuh bagi beberapa jenis tanaman pantai tertentu.

Di lokasi bekas hutan bakau yang kini kering di Lahewa, pencegahan kebakaran harus diprioritaskan. Penanaman bakau di hutan bakau yang kering ini sebaiknya tidak dilakukan tergesa-gesa. Suatu kajian mendalam sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui perkembangan (status hidup/mati) mangrove yang kering tersebut dan perlu diidentifikasi jenis-jenis tanaman lain untuk rehabilitasi yang sesuai dengan lahan kering semacam itu. Sementara ini, berdasarkan pengamatan, perubahan karakteristik substrat yang terjadi di Lahewa dinilai tidak sesuai lagi untuk ditanami bakau jenis Rhizophora spp, namun masih memungkinkan/ sesuai bagi beberapa jenis lainnya yang sebelumnya tumbuh secara alami di zona belakang mangrove, yaitu Xylocarpus spp, Aegiceras spp. dan Dolichandrone spp. (tapi kajian lebih lanjut masih diperlukan untuk menetapkan jenis-jenis ini sebagai tanaman pengganti Rhizophora)

Apabila kondisi yang sekarang terjadi di Lahewa dibiarkan, maka diduga kuat akan terjadi perubahan komposisi dan zonasi vegetasi pantai, dimana ketiga jenis tanaman bakau tersebut (Aegiceras spp., Dolichandrone spp., dan Xylocarpus spp.) akan bergerak maju ke zonasi depan (zona yang dahulu didominasi Rhizhopora spp). Sehingga, areal yang dahulu di dominasi Rhizophora spp akan tergantikan oleh ketiga jenis tersebut. Tapi seberapa jauh/lama vegetasi baru ini dapat bertahan masih perlu dikaji secara mendalam dan dalam waktu yang panjang.

Gambar dibawah ini menggambarkan hipotesa akan dinamika dan arah suksesi alami yang akan terjadi setelah daratan terangkat.

Gambar 122. Perbandingan kondisi awal hutan mangrove dengan prediksi keseimbangan baru setelah substratnya terangkat

268 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

c. Potensi Pengembangan Pertanian Berdasarkan Kesesuaian Lahan

Secara umum dapat dikatakan bahwa potensi pengembangan pertanian di Lahewa, Moawo dan Lafau relatif rendah. Tidak ditemukan lahan yang benar-benar sesuai untuk pengembangan pertanian. Status terbaik untuk pengembangan pertanian hanya ”Sesuai marginal”. Pengembangan pertanian bisa dilakukan dengan skala yang relatif kecil dan dengan memilih komoditas yang tepat.

Tabel 91. Hasil penilaian evaluasi lahan di lokasi Lahewa, Moawo dan Lafau

Kelas Kesesuaian Lahan No. SPT Tanaman

pangan Sayuran Buah-buahan Perkebunan Rekomendasi

1 N-rc,xs N-rc,xs N-tc,xs N-rc,xs Konservasi mangrove

2 N-rc,nr N-rc,nr N/S3-rc, N/S3-rc, Kebun kelapa dan rehabilitasi dengan vegetasi pantai

3 S3-rc,nr,fh S3-rc,nr,fh S3-rc,nr S3-rc,nr Sawah/palawija dan sayuran

Keterangan : N= tidak sesuia, S3= sesuai marginal rc= media perkaran bertektur pasir (kasar) atau drainase (terhambat) nr= retensi hara sangat rendah, fh:= bahaya banjir

c.1. Faktor penghambat

Faktor faktor yang menjadai penghambat untuk pengembang pertanian antara lain karena sifat fisik dan kimia tanah/lahan. Tanah-tanah di sekitar Lahewa, Moawo dan Lafau rata-rata memiliki kandungan hara yang rendah. Selain itu tanah-tanah di ketiga lokasi ini, bukan merupakan media perakaran yang baik karena teksturnya berupa pasir kasar (SPT 1 dan SPT 2), sedangkan pada lahan-lahan yang berupa cekungan mempunyai drainase yang terhambat dan berpotensi mengalami bahaya banjir.

c.2. Peluang pengembangan

Berdasarkan hasil evaluasi lahan pada lokasi penelitian, maka daerah-darah yang masih memungkinkan untuk dikembangan untuk pertanian adalah: pada daerah cekungan untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya tanaman pangan dan sayuran (tapi pertimbangan genangan air/banjir saat hujan perlu diperhitungkan). Sedangkan di dataran pantai dapat dikembangkan untuk kebun campuran. Untuk pesisir pantai dijadikan lahan rehabilitasi dan kebun kelapa. Pada dataran karang terumbu pasang surut dapat dijadikan kawasan lindung mangrove dari jenis-jenis yang memang sesuai.

Lokasi penelitian ini, juga berpotensi untuk pengembangan peternakan terutama ruminansia dan untuk memenuhi kebutuhan pakannya beberapa tanaman hijauan (leguminosa) seperti lamtoro, komak, kacang gude, turi dan rumput gajah dapat ditanam secara tumpang sari atau tumpang gilir dengan tanaman utama.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 269

d. Pemulihan Kegiatan Perikanan Tangkap

d.1. Bantuan untuk nelayan

Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan jarak antara tempat pengungsian dengan pantai relatif agak jauh. Hal ini menyebabkan perahu para nelayan, yang diparkir di pantai, akan kurang terjamin keamanannya. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan kelompok agar dapat dilakukan pembagian tugas piket menjaga perahu.

Selain itu, potensi jenis dan jumlah ikan-ikan di pesisir Desa Siheneasi, Moawö dan Lahewa setelah tsunami dan gempa diduga relatif agak berkurang karena sebagian terumbu karang dan pohon bakau yang merupakan daerah pemijahan, asuhan, mencari makan dan habitat bagi sebagian besar ikan mengalami kekeringan dan mati. Untuk itu, perlu dilakukan upaya rehabilitasi mangrove atau terumbu karang sehingga dapat mendukung restocking ikan secara alami.

Bencana juga telah menyebabkan sebagian besar perahu bermotor Robin dan perahu dayung serta alat tangkap pancing milik nelayan Desa Siheneasi, Moawö dan Lahewa rusak atau hancur. Akibatnya banyak nelayan yang kehilangan sumber mata pencaharian (tidak bisa menangkap ikan seperti biasanya). Berdasarkan kondisi tersebut, maka bantuan berupa perahu bermotor atau perahu dayung serta alat tangkap pancing kepada nelayan sangat diperlukan.

Agar dapat diketahui jenis perahu yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat nelayan, berikut ini adalah matriks perbandingan antara perahu bermotor Robin dengan perahu dayung.

Tabel 92. Perbandingan karakteristik pengoperasian perahu Robin dan perahu dayung

Komponen Perahu robin Perahu dayung

Harga lebih mahal lebih murah Biaya operasional agak mahal murah Jarak melaut agak jauh terbatas Frekuensi bisa setiap hari tidak setiap hari/tergantung musim Jumlah hasil tangkapan lebih banyak lebih sedikit Jumlah awak 1-2 orang 1 orang

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa setiap alat tangkap memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Dari keenam (6) faktor yang ada, frekuensi melaut dan biaya operasional merupakan faktor kunci untuk memilih jenis perahu yang akan digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka bantuan berupa perahu dayung kepada nelayan sambilan akan lebih efektif karena mereka tidak melaut setiap hari dan biaya operasionalnya murah. Bagi nelayan utama, bantuan berupa perahu robin akan lebih baik karena mereka melaut hampir setiap hari dan meskipun biaya operasionalnya agak mahal tapi dapat diisi oleh 2 orang dan hasil tangkap diharapkan lebih banyak.

270 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Bantuan dari lembaga donor kepada para nelayan di Desa Moawö telah cukup banyak membantu kesulitan yang dihadapi para nelayan. Oleh karena itu, bantuan yang terkait dengan pengadaan fasilitas penangkapan bagi nelayan Desa Moawö relatif tidak diperlukan lagi dalam waktu dekat ini.

e. Persepsi Masyarakat akan Kinerja Bantuan Sosial

Pada pasca tsunami dan gempabumi, dikalangan masyarakat lokasi survei tidak dijumpai adanya kesenjangan antara kaya dan miskin. Seluruh masyarakat merasa senasib sepenanggungan sebagai sesama korban bencana. Situasi ini merupakan unsur positif dalam uapaya rehabilitasi pasca bencana. Dengan perasaan senasib, mudah terjalin kekompakan dan kerjasama. Selanjutnya akan lebih memudahkan pembagian peran dan tanggung jawab. Namun demikian, potensi perempuan dalam upaya rehabilitasi ekonomi belum optimal di lokasi ini. Kentalnya budaya patriarkhi menjadikan potensi perempuan ini menjadi tidak tergarap. Namun demikain untuk bisa benar-benar meningkatkan peran perempuan dalam usaha rehabiliasti terlebih dahulu harus dilakukan pendampingan dan pelatihan. Hal ini merupakan langkah yang penting karena rata-rata tingkat pendidikan perempuan rendah.

Tingkat kepercayaaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga lain termasuk NGO yang bekerja di Nias agak rendah. Hal ini dipicu oleh keterlambatan realisasi beberapa program sehingga muncul kesan pihak lembaga / NGO hanya sekedar memberikan janji. Ketidak percayaan kepada pemerintah umumnya timbul akibat kelambatan respon dalam penanganan bencana. Untuk menghindari berkembangnya dampak negatif dari hal ini, sebaiknya segera dilakukan komunikasi yang intensif dengan masyarakat melalui tokoh-tokoh kunci yang ada.

Perkembangan sosial masyarakat berlangsung lambat antara lain karena (a) tingkat pendidikan rendah (b) masyarakat tidak terbuka dalam menerima pendatang sehingga proses pertukaran informasi lambat. Sifat tertutup ini sebenarnya merupakan hal yang merugikan diri sendiri. Warga masyarakat yang berkesempatan meraih pendidikan di luar daerah diharapkan bisa menjadi katalisator dan fasilitator untuk percepatan perubahan.

Usaha perbaikan ekonomi pasca bencana menghadapi banyak kendala antar lain: (a) kurangnya atau buruknya infrastuktur di desa, (b) rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengenali potensi daerah, dan (c) sifat menolak/keengganan masyarakat untuk menerima investasi di sektor ekonomi oleh pelaku dari luar. Untuk mengatasi beberapa kendala ini maka diperlukan inisiasi dari pihak pemerintah (dinas terkait) dan NGO untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Kegiatan pendampingan, pelatihan, bantuan teknis dan bantuan modal sangat diharapkan masyarakat.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 271

4. REKOMENDASI

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat

Dalam aspek kelembagaan disarankan untuk memanfaatkan lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat (atau membentuk kelompok baru) sebagai basis pelaksanaan kegiatan. Pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan melalui lembaga mempunyai resiko yang lebih kecil dibandingkan pengoranisasian dan pelaksanaan oleh individu. Disarankan juga untuk meningkatkan kapasaitas dan peranan lembaga terutama lembaga non formal dan tokoh masyarakat sebagai jembatan untuk membuka isolasi sosial yang ada di dalam masyarakat.

b. Peningkatan Kapasitas

Materi/informasi dalam program peningkatan kapasitas, dapat dikembangkan berupa informasi/materi yang terkait langsung maupun tak langsung dengan kegiatan-kegiatan yang nantinya akan dilakukan di lapangan. Informasi-informasi yang dapat disampaikan antara lain:

• Terkait dengan rencana rehabilitasi misalnya arti pentingnya rehabilitasi, teknik rehablitasi.

• Terkait dengan isu konservasi: penyadartahuan (awareness) yang bermuatan informasi serta himbauan perhatian terhadap jenis-jenis fauna yang dilindungi dan arti penting ekositem (mangrove, terumbu karang).

• Terkait dengan perbaikan ekonomi misalnya pelatihan dan introduksi teknologi tepat guna, pelatihan ketrampilan untuk diversifikasi usaha, dan strategi pemasaran.

c. Alternatif Kegiatan yang disarankan

c.1. Rehabiltasi vegetasi

Mengingat kondisi hutan bakau di Desa Lahewa yang sangat kritis (yaitu kekeringan), maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengamankan lokasi rehabilitasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah. Bentuk pengamanan yang dapat dilakukan adalah melakukan patroli, pembuatan papan larangan membakar/ menebang, mengeluarkan peraturan desa yang relevan.

Di Lahewa, perlu dilakukan uji coba penanaman beberapa jenis tumbuhan yang dinilai sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada sekarang (kering dan substratnya terangkat). Beberapa jenis tumbuhan yang disarankan untuk di ujicoba tersebut adalah Perepat kecil Aegiceras corniculatum, Tengal Ceriops decandra, Nyirih Xylocarpus rumphii, dan Kayu jaran Dolichandrone spathacea. Apabila hasil ujicoba penanaman ketiga jenis tersebut menunjukan hasil yang positif, maka ketiga jenis ini sangat direkomendasikan untuk ditanam lebih intensif, bahkan dalam skala lebih besar.

Perlu dikaji pemanfaatan bibit-bibit tanaman yang terperangkap di daerah cekungan pantai berpasir di Desa Lafau. Bibit-bibit ini dapat digunakan untuk memperkaya kegiatan rehabilitasi vegetasi di lokasi sekitar Lafau.

272 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Di desa Lafau terdapat penebangan pohon bakau untuk dijual sebagai bahan kontruksi bangunan yang telah hancur/rusak akibat gempabumi. Kondisi demikian menyebabkan hutan bakau di desa Lafau mengalami kerusakan serius dan apabila dibiarkan terus berlangsung akan menjadi ancaman kerusakan pantai yang sangat serius

c.2. Perbaikan ekonomi

• Dengan penduduk yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, percepatan bantuan untuk nelayan harus dilakukan. Bantuan yang diberikan kepada nelayan adalah berupa alat tangkap pancing dan perahu. Perahu yang diberikan untuk nelayan sambilan adalah perahu dayung sedangkan nelayan utama berupa perahu robin. Pemberian bantuan ini dapat diintegrasikan dengan kompensasi melakukan kegiatan rehabilitasi (penanaman di sekitar pantai termasuk merawat tanaman hingga tumbuh besar).

• Karena luas lahan yang mempunyai potensi untuk dijadikan lahan pertanian/perkebunan relatif terbatas. Disarankan untuk meningkatkan pengelolaan budidaya pertanian yang sudah ada misalnya dengan mengganti tanaman yang sudah kurang produktif (sudah tua) dengan tanaman baru. Jenis tanaman hijauan (leguminosa) dapat ditanam secara tumpang sari atau tumpang gilir dengan tanaman utama untuk menunjang kegiatan peternakan

5. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN 4 (KABUPATEN NIAS)

Peta dan Tabel 93 mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Kabupaten Nias yang telah dimulai sejak bulan Januari 2006. Saat laporan ini ditulis, sebagian dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 273

2 3 1

4

Gambar 123. Peta sebaran dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi

di Nias, Sumatera Utara.

Tabel 93. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi pulau Nias, Sumatera Utara.

No Nama fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam Lokasi kegiatan di

1 Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPS-TK) Muawo, Lahewa

Mengembangan usaha budidaya kepiting bakau dan usaha penangkapan ikan.

menanam 30.000 bibit mangrove pada lahan seluas 6 ha

Desa Muawo Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias

2 Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPS-TK) Sawo, Tuhemberua

Budidaya kepiting bakau dan ikan lele

30.000 bibit bakau pada lahan seluas 6 ha

Desa Sawo, Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias.

3 Yayasan Holi' Ana'a, Nias Pengembangan industri rumah tangga, ternak kambing, ayam dan itik

30.000 bibit bakau pada lahan seluas 6 ha

Desa Muzoi Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias

4 Lembaga Pengembangan Pesisir Pulau-pulau Kecil Kecamatan Teluk Dalam (LPKL)

Pengembangan ekonomi berupa berternak ayam dan itik.

menanam mangrove 10.000 pohon (2 ha) dan 1.000 pohon tanaman pantai (3 ha)

Pantai Teluk Dalam Nias Selatan

5 Tim Teknis Pemberdayaan Kapasitas Masyarakat untuk Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Aceh-Nias

Penguatan Kapasitas Teknis dan Manajemen LSM/ KSM, NAD-NIAS

274 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

E. WILAYAH PENELITIAN V : KABUPATEN PIDIE

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi & Demografi

Kabupaten Pidie berbatasan dengan Selat Malaka di utara, Aceh Besar di barat, Bireuen di timur, dan Aceh Jaya di selatan. Luas wilayah Kabupaten Pidie kurang lebih 4.100 km2 dengan jumlah penduduk 479.411 jiwa (data tahun 2000). Kabupaten Pidie, bersama-sama dengan Kabupaten Aceh Utara dikenal sebagai penghasil beras utama di wilayah Propinsi NAD.

Kota Sigli yang merupakan ibukota kabupaten Pidie terletak pada jalur jalan darat utama yang menghubungkan Banda Aceh dan kota-kota yang ada di sepanjang pesisir utara dengan kota-lain terutama Medan di Propinsi Sumatera Utara. Kota ini berjarak kurang lebih 100 km dari Ibukota Propinsi NAD (Banda Aceh).

b. Iklim

Menurut klasifikasi Oldemann, wilayah penelitian merupakan zona iklim E yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah kurang dari 3 bulan dan bulan kering secara berturut-turut selama 5 bulan. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan rata-rata 200 mm atau lebih dan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari atau sama dengan 100 mm. Indeks Curah Hujan Tahunan mencapai 13.6 – 20.7 mm/hari/tahun.

c. Profil Ekosistem umum

Penelitian dilaksanakan di Desa Pasi rawa dan Desa Pasi Peukan Baro Kecamatan Kota Sigli dan Desa Keupula Kecamatan Simpang Tiga.

Keterangan :

= Lokasi pengambilan sampel Garis putih menujukkan daerah yang terpengaruh oleh gelombang tsunami (Data dari USGS)

Gambar 124. Peta lokasi survei di Sigli dan sekitarnya.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 275

Wilayah penelitian berada pada suatu dataran rendah daerah aliran sungai (DAS) Krueng Baro yang terdiri dari beberapa sungai antara lain Krueng Baro, Krueng Tiro, Krueng, Krueng Rajui dan Krueng Pantairaja. Tanah di wilayah penelitian sebagian besar berupa endapan aluvial, yang terdiri dari lempung dan pasir. Endapanmasih bersifat lepas sampai agak padu, kelolosan airnya rendah sampai sedang, daya dukung pondasinya rendah sampai sedang, dan kesuburan potensial tanahnya rendah sampai tinggi.

2. DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi lahan Basah

Berdasarkan acuan dari Annex I Information sheet on Ramsar Wetlands, pada wilayah penelitian V terdapat beberapa tipe lahan basah yaitu :

A : Permanent shallow marine waters (Perairan laut dangkal)

E : Sand shore (pantai berpasir)

F : Estuarine waters (perairan muara)

G : Intertidal mud sand or flats (dataran pasang surut berpasir atau berlumpur)

M : Permanent rivers (sungai permanen)

1 : Aquaculture pond (kolam budidaya)

Hampir seluruh pantai di sekitar kota Sigli sampai ke Pantairaja di bagian selatan merupakan pantai berpasir. Sebagian memlilki vegetasi yang tersusun atas jenis cemara, waru dan pandan. Tumbuhan pandan selain tumbuh liar, juga dipelihara oleh masyarakat untuk dimanfaatkan daunnya sebagai bahan kerajinan.

Sebagian besar dataran pasang surut di wilayah penelitian telah dikembangkan menjadi tambak udang. Di seluruh kabupaten Pidie terdapat lebih kurang 5.056 Ha tambak. Sekitar 50% dari tambak yang ada (atau 2.528 ha) telah mengalami kerusakan karena tsunami, umumnya berupa penimbunan lumpur / pasir dan rusaknya-saluran-saluran air.

a.2. Keanekaragaman vegetasi

a.2.1. Profil vegetasi di wilayah pesisir

Di wilayah V, pengamatan vegetasi dilakukan di 3 desa yaitu Desa Keupula (Kecamatan Simpang Tiga), Desa Pasi Rawa dan Desa Pasi Peukan Baro (Kota Sigli).

Survey vegetasi ini dilakukan oleh salah satu mitra lokal proyek yaitu CPSG-Unsyah NAD. Terbatasnya informasi dan temuan dalam surey ini menyebabkan output yang dihasilkan yang detail. Paragraf dibawah ini adalah profil dan gambaran umum vegetasi di lokasi penelitian.

276 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.2.2. Tipe vegetasi

Pesisir Pidie masih merupakan satu bagian dengan pesisir Banda Aceh dan Aceh Besar, dimana sebagian besar penutupannya merupakan areal produktif buatan (tambak udang). Hampir seluruh tambak di pesisir Pidie merupakan hasil konversi dari hutan bakau yang berlangsung jauh sebelum tsunami pada bulan Desember 2004 terjadi. Walaupun sebagian besar hutan magrove telah beralih fungsi, namun sisa tegakan mangrove masih dapat dijumpai di lokasi penelitian secara sporadis dengan luasan yang sangat terbatas. Di desa Peukan Baro, tegakan mangrove dapat dijumpai disekitar muara. Sedangkan di Desa Keupula, tegakan magrove dijumpai disekitar tambak masyarakat.

Vegetasi pantai: Formasi mangrove

Sisa tegakan mangrove masih dapat dijumpai di ketiga desa yang disurvey. Formasi ini tersusun atas beberapa jenis antara lain Rhizophora spp., tanjang Bruguiera spp., Tengal Ceriops spp., dan Nyiri Xylocarpus rumphii. Beberapa jenis tumbuhan lain yang di temukan di sekitar formasi magrove antara lain Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, Calotropis gigantea, dan Passiflora foetida.

Vegetasi pantai: Formasi Pes-caprae

Pengamatan vegetasi menunjukkan bahwa di sepanjang pantai terdapat formasi Pes-caprae. Beberapa jenis tumbuhan yang ditemukan diformasi ini terangkum dalam tabel 94 dibawah ini.

Tabel 94. Jenis tumbuhan yang terdapat di Formasi Pes-Caprae dan sekitarnya di desa Keupula, Pasirawa dan Peukan Baro

Desa/Kelimpahan No Jenis Keupula Pasi rawa Peukan baro

1 Katang-katang Ipomea pes-caprae +++ +++ +++ 2 Kuda-kuda Lannea coromandaleca ++ ++ ++ 3 Cemara Casuarina equisteifolia + - + 4 Pandanus spp. + + ++ 5 Jarak Jatropha spp. + + + 6 Jarak laut Erythrina variegata + + + 7 Nyamplung Callophyllum inophyllum - ++ ++ 8 Kelapa Cocos nucifera + + +

Vegetasi pantai: Formasi Barringtonia

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari lapangan, Formasi Barringtonia juga ditemukan di ketiga desa. Beberapa jenis yang dijumpai di formasi ini antara lain: Putat Barringtonia asiatica, Kuda-kuda Lannea coromandaleca, Jarak pagar Jatropha curcas, Jarak laut Erythrina variegata, Nyamplung Callophyllum inophyllum, Kelapa Cocos nucifera, Desmodium umbellatum, Nangka Artocarpus heterophylus, dan Sukun Artocarpus incisus.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 277

Vegetasi umum di sekitar Desa

Kelapa Cocos nucifera, Belimbing wuluh Averrhoea bilimbi, dan Mangga Mangifera indica merupakan jenis yang paling umum dijumpai diketiga desa. Menurut analisis kusioner, ketiga jenis ini dianggap memiliki manfaat yang cukup tinggi kepada masyarakat. Tabel berikut ini merupakan catatan mengenai jenis tumbuhan yang dijumpai disekitar desa.

Tabel 95. Jenis tumbuhan yang umum dijumpai disekitar desa Keupula, Pasirawa dan Peukan Baro

Desa/Kelimpahan No Jenis Keupula Pasi rawa Peukan baro

1 Kelapa Cocos nucifera +++ +++ +++ 2 Mangga Mangifera indica ++ ++ ++

3 Belimbing wuluh Averrhoea bilimbi ++ ++ ++

4 Jarak pagar Jatropha curcas. + + + 5 Jarak laut Erythrina variegata + + +

6 Kuda-kuda Lannea coromandaleca ++ ++ ++

7 Gamal Gliricidia sepium + ++ ++ 8 Melinjo Gnetum gnemon + ++ ++ 9 Waru Hibiscus tiliaceus ++ + + 10 Gamal Gliricidia sepium ++ ++ ++ 11 Kemiri Aleurites moluccana + + + 12 Angsana Pterocarpus indica + + +

13 Nangka Artocarpus heterophyllus + ++ ++

14 Mengkudu Morinda citrifolia + ++ ++ 15 Pinang Areca catechu + ++ ++ 16 Bambu Bambusa spp. + + + 17 Bambu Dendrocalamus spp. - ++ ++ 18 Sagu Metroxylon sagu - + + 19 Aren Arenga pinnata ++ + ++ 20 Biduri Calotropis gigantean + + +

a.3. Keanekaragaman fauna

Dari hasil pengamatan yang berlangsung pada tanggal 24 - 25 September 2005, teramati bahwa daerah-daerah yang dikunjungi merupakan daerah pertambakan. Wilayah yang dikunjungi secara administrative masuk ke dalam wilayah Desa Meunasah Keupula - Kecamatan Simpang Tiga serta desa Pasi Peukan/Kuala Baro dan Pasi Rawa - Kecamatan Kota Sigli.

278 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Desa Meunasah Keupula

Sebagian besar masyarakat di desa ini adalah nelayan dan petambak ikan dan udang. Bagian pantai desa ini menjadi salah satu tujuan wisata (domestik) pada masa sebelum bencana tsunami terjadi. Sementara ini, kondisi daerah ini belum pulih. Kegiatan pariwisata menjadi lumpuh.

Kaum perempuan diketahui juga turut bekerja dalam membuat kerajinan tangan dan atau pembuatan emping melinjo.

Penduduk setempat tidak teramati memelihara satwa (terutama burung) di rumahnya, disebutkan juga bahwa di daerah ini tidak terdapat perburuan satwa liar.

Avifauna

Burung-air penetap yang teramati di daerah ini, antara lain: Kuntul kecil Egretta garzetta, dan Cangak merah Ardea purpurea. Sementara itu jenis burung-pantai yang bermigrasi teramati dalam jumlah cukup besar dari kelompok trinil Tringa sp. dan juga beberapa individu Trinil pantai Actitis hypoleucos. Jenis trinil dalam jumlah besar tersebut belum dapat dipastikan jumlahnya karena keterbatasan daya jangkau alat pengamatan.

Selain burung air, kelompok burung lain yang berhasil teramati: Kowak malam Nycticorax nyctycorax, Raja udang Halcyon chloris atau yang disebut cakeuk dan satu jenis alap-alap Accipitridae (Daftar temuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9).

Herpetofauna

Tidak dilakukan pengamatan

Mammalia

Tidak dilakukan pengamatan

Desa Pasi/Kuala Peukan Baro

Seperti halnya Desa Keupula, sebagian besar masyarakat di desa ini adalah nelayan dan budidaya tambak (ikan dan udang). Kaum perempuan diketahui juga turut bekerja dalam membuat kerajianan tangan yaitu pembuatan tikar dari anyaman daun pandan.

Bencana tsunami menyebabkan banyak masyarakat desa ini kehilangan boat atau sarana untuk melaut lainnya. Sementara, areal pertambakan tertimbun lumpur yang di bawa gelombang tsunami. Tidak banyak ctatan mengenai keaneragaman hayati yang dapat dilaporkan dari daerah ini.

Avifauna

Burung-air di daerah ini, yang teramati antara lain: Kuntul kecil Egretta garzetta, Trinil pantai Actitis hypoleucos atau sering disebut keudidi, merupaka jenis yang sering teramati sekitar tambak. Apabila dibandingkan temuan yang didapat pada kedua desa diatas, temuan kuntul kecil di Desa Pasi Peukan Baroe lebih banyak dibandingkan dengan Desa Keupula. Namun secara umum, jumlah jenis burung yang teramati masih lebih sedikit dibandingkan dengan Desa Keupula.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 279

Selain itu, tidak banyak burung yang berhasil teramati. Jenis yang sering teramati: Raja udang atau yang disebut cakeuk (Daftar temuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9).

Herpetofauna

Biawak Varanus salvator, yang biasa di sebut meuruwa oleh penduduk setempat teramati berenang di sekitar point T3/PPB1. Tidak teramati jenis herpetofauna lain di daerah ini.

Mammalia

Tidak dilakukan pengamatan

Fauna lainnya

Fauna lain yang teramati dalam jumlah yang melipah di daerah pertambakan adalah kelompok kepiting Uca sp. Selain itu, Bloakan atau juga disebut cicak bakoei (ikan Glodok) juga dapat ditemukan meski dalam jumlah yang sedikit.

Desa Pasi Rawa

Avifauna

Burung-air yang teramati di daerah ini, antara lain: Kuntul kecil Egretta garzetta, Trinil pantai Actitis hypoleucos atau sering disebut keudidi, merupakan jenis yang sering teramati di sekitar tambak. Secara umum, jumlah jenis dan jumlah individu burung yang teramati di lokasi ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Desa Keupula.

Satu jenis burung pemangsa teramati di daerah ini, yaitu: Elang Bondol (atau Tiwah dalam bahasa Aceh) Haliastuur indus (Daftar temuan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9).

Herpetofauna

Biawak Varanus salvator, yang biasa di sebut meuruwa oleh penduduk setempat teramati di sekitar point T2/PR2. Tidak teramati jenis herpetofauna lain di daerah ini.

Fauna Lainnya

Fauna lain yang teramati dalam jumlah yang melipah di daerah pertambakan adalah kelompok kepiting Uca sp. Selain itu, Bloakan atau juga disebut cicak bakoei (ikan Glodok) juga dapat ditemukan meski dalam jumlah yang sedikit.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi Secara Geomorfologi, wilayah penelitian termasuk kedalam dataran rendah (lowland) yang terbentuk oleh proses aluvial yang dipengaruhi oleh marin. Secara fisiografi menurut LREP I, (1988) lokasi penelitian dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk Satuan Lahan antara lain : Komplek beting pantai muda berselang-seling dengan cekungan (complexs of

280 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

young beach ridges and swales=B.1.1), dan dataran pasang surut berawa di belakang pantai (B 4.2). Menurut kalsifikasi landsystem RePPProT (1981) tergolong dalam sistem gunung-gunungan dan endapan pasir pesisir pantai (PTG) dan dataran lumpur antara pasang surut (KJP). Lahan mempunyai ketinggian 0–5 m dpl. a.4.2. KeadaanTanah Berdasarkan data pengamatan lapangan yang didukung dengan data analisis tanah di wilayah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: o Daerah sekitar beting pantai terdiri tanah Tropopsamments dan

Tropaquepts, drainase cepat sampai terhambat. Bahan induk tanah berupa endapan marin yang terdiri dari pasir dan liat.

o Pada dataran pasang surut berawa terdiri tanah Sulfaquents dan

Hydraquents. Bahan induk tanah berupa endapan marin yang terdiri dari pasir dan liat.Tanah-tanah tersebut selalu tergenang dan selalu jenuh air karena pengaruh air pasang dari laut maupun sungai. Pada lahan ini, proses pematangannya terhambat dan terbentuk tanah-tanah dalam lingkungan yang terreduksi (glei) dan mempunyai kandungan garam-garam (salin) yang tinggi.

a.4.3. Kesuburan Tanah o Kemasaman tanah (pH) dan kejenuhan aluminuim

Derajat kemasaman tanah-tanah di wilayah penelitian tergolong agak alkalis sampai alkalis (7.1 – 8.4) dengan Kejenuhan Aluminium sangat rendah (< 5%). Hal demikian karena belum/tidak adanya oksidasi sehingga tidak menimbulkan proses kemasaman tanah. Konsentrasi Al3+ yang tinggi tidak akan terjadi apabila kemasaman tanahnya sekitar netral.

o Bahan organik Kadar bahan organik di wilayah penelitian umumnya sangat rendah berkisar antara 0,10 -1,68 %, kadar nitrogen sangat rendah berkisar 0,03 - 0,13 % dan ration C/N sedang (13 – 15).

o Phosphat dan Kalium Di wilayah penelitian, kadar Phosphat potensial tergolong tinggi berkisar 74 – 250 mg/100g. Kadar Phosphat tinggi karena pengaruh pasang surut air laut. Sedangkan Kalium potensial yang ditetapkan dengan pelarut HCl 25% tergolong tinggi berkisar antara 60 – 223 mg/100g.

o Kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas Tukar Kation di daerah penelitian umumnya tergolong sangat rendah berkisar 3.20 -11,99 me/100g terkstur tanah berpasir seperti pada daerah pesisir pantai dan dataran rawa pantai, kecuali pada tanah bertekstur berdebu (19,75 me/100g).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 281

o Susunan kation K+, Ca++, Mg++ dan Na+ sangat bervariasi. Jumlah kation Na+ sangat tinggi berkisar 19,3 – 35,81 me/100g, Mg++ tinggi sampai sangat tinggi berkisar antara 3,96 – 15,67 me/100g, K+ tinggi sampai sangat tinggi berkisar 0,6 – 2,14 me/100g dan Ca++ rendah berkisar 1,81 – 5,16 me/100g dan tinggi pada tahan bertekstur lempung (15,23 me/100g)

o Jumlah basa-basa yang dapat dipertukarkan pada kompleks

adsorpsi tanah tercermin dari nilai persentase kejeuhan basanya (% KB). Sebagian besar di wilayah penelitian mempunyai kejenuhan basa yang sangat tinggi (> 100%).

a.5. Kualitas air

Sebanyak 8 contoh air telah diambil untuk wilayah penelitian V. Dari 8 contoh tersebut 6 mewakili perairan terbuka (tambak, saluran ke tambak dan muara sungai) dan 2 contoh air sumur. Titik koordinat pengambilan contoh air dan keterangannya tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 96. Titik koordinat pengukuran dan pengambilan contoh air di wilayah penelitian V.

Kode Stasiun Latitude Longitude Keterangan

SG 01 5° 23’ 16.08” LU 95° 57’ 51.30“ BT Tambak SG 02 5° 23’ 16.08” LU 95° 57’ 51.30” BT Saluran tambak SG 03 5° 23’ 44.04” LU 95° 57’ 03.42” BT Sumur SG 04 5° 24’ 18.12” LU 95° 56’ 06.36” BT Tambak SG 05 5° 24’ 18.12” LU 95° 56’ 06.36” BT Muara sungai SG 06 5° 21’ 40.92” LU 95° 59’ 37.08” BT Tambak SG 07 5° 21’ 30.66” LU 95° 59’ 33.78” BT Saluran tambak SG 08 5° 24’ 04.86” LU 95° 56’ 28.98” BT Sumur

Kisaran nilai parameter-parameter kulitas air untuk air permukaan dan untuk air sumur disajikan dalam Tabel 97 dan 98 berikut:

Tabel 97. Kisaran hasil pengukuran kualitas air (6 stasiun) pada tambak, saluran tambak dan muara sungai

Parameter Satuan Kisaran Nilai

COD mg/l 5.07 - 5.75 DO mg/l 3.21 - 8.4 DHL µS/cm 9000 - 11000 SUHU C 27 - 31.7 pH 7.7 - 8.4 Salinitas ppt 2.67 - 8.9 CO2 mg/l 16 - 21

282 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Dari Tabel di atas terlihat adanya pengaruh air laut pada seluruh titik-titik pengamatan, hal demikian terlihat dari kadar garam antara 2,67 – 8,9 ppt (airnya payau) dan pH bersifat agak basa hingga basa. Secara umum semua contoh air yang dianalisa di atas masih bersifat layak bagi keperluan budidaya tambak, tapi analisa lebih rinci masih dibutukan untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi bahan organic (BOD) atau pencemar lainnya terhadap perairan.

Tabel 98. Hasil pengukuran kualitas air sumur

Stasiun Parameter Satuan

SG 03 SG 08

COD Mg/l 5.39 5.35 DO Mg/l 4.06 7.44 DHL µS/cm 9900 10600 SUHU C 32.5 30.1 pH 9 7.31 Salinitas ppt 4.4 9.9 CO2 Mg/l 102.5 -

Seperti halnya dengan kualitas air pada sistem perairan terbuka, ternyata kualitas air sumur (Tabel 98) di lokasi survei juga menggambarkan adanya kontaminasi/intrusi air laut. Hal demikian terlihat dari nilai salinitas (yang bahkan lebih tinggi dari perairan terbuka) dan pH basa. Dari kondisi ini, maka kedua air sumur yang ada tidak layak untuk dijadikan baku air minum.

b. Aspek Sosial Ekonomi

b.1. Perikanan laut

Sebagian besar masyarakat Desa Keupula, Pasi Pekan Baro, dan Pasi Rawa berprofesi sebagai nelayan. Sebagian penduduk Desa Keupula juga ada yang berprofesi sebagai petani tambak. Data tentang jumlah dan komposisi penduduk khususnya nelayan tidak diperoleh.

Setelah tsunami, para nelayan sudah mulai melaut menggunakan perahu yang merupakan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Meskipun demikian bantuan tersebut relatif terbatas sehingga tidak semua nelayan mendapatkannya. Hasil tangkapan setelah tsunami cenderung menurun. Menurut para nelayan, rusaknya ekosistem mangrove oleh bencana gempa bumi dan tsunami sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan [catatan penulis: mangrove di kawasan ini telah jauh berkurang keberadaannya sebelum tsunami karena dikonversi menjadi lahan tambak, jadi kurang tepat untuk mengatakan tsunami sebagi penyebab rusaknya mangrove dan menurunkan hasil tangkap]. Saat ini, beberapa nelayan bekerja pada sebuah perusahaan pemilik perahu dengan system bagi hasil. Para nelayan masih mengharapkan bantuan berupa perahu dan alat tangkap.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 283

b.1.1. Karakteristik kegiatan penangkapan

Secara umum, jenis alat tangkap, jangkauan dan jenis ikan yang ditangkap di desa-desa yang di teliti mempunyai karakteristik yang hampir sama. Informasi mengenai kegiatan perikanan laut disajikan dalam tabel 99 berikut: Tabel 99. Berbagai komponen kegiatan penangkapan ikan di Desa

Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa

Komponen A (Ds Keupula)

B Ds Peukan Baroe

C Ds Pasi Rawa

Alat tangkap Perahu 25 pk Pancing, jaring insang,

dan pukat darat

Perahu 15-25 pk Pancing dan

jaring

Perahu 5-15pk Pancing, jaring insang, dan pukat darat

Jumlah trip per bulan

10 trip/bln atau 120 trip/thn (pancing)

20 trip/bulan atau 240 trip/thn (jaring insang)

24 trip/bulan atau 288 trip/thn (pukat darat

20 trip/bulan atau 240 trip/thn

20 trip/bln atau 120 trip/thn (pancing dan jaring) 24 trip/bulan atau 288 trip/thn (pukat darat

Rata-rata hasil tangkapan

200-300 kg/bln, fluktuasi 50-150 kg/bln (pancing)

400-800 kg/bln, dengan fluktuasi 100 kg/bln (jaring insang)

300-1000 kg, dengan fluktuasi 200-350 kg/bln (pukat darat)

100 – 500 kg/bln, dengan fluktuasi 50-150 kg/bln

150-200 kg/bln, fluktuasi 20-50 kg/bln (pancing) 300-500 kg/bln, dengan fluktuasi 50-150 kg/bln (jaring insang) 300-1000 kg, dengan fluktuasi 200-350 kg/bln (pukat darat)

Harga rata-rata hasil tangkapan

Rp. 5.000-20.000/kg, berfluktuasi Rp10.000/kg

Rp. 5.000-20.000/kg, berfluktuasi Rp 10.000/kg

Rp. 5.000-20.000/kg, berfluktuasi Rp 10.000/kg

Jarak melaut ± 1-2 mil (pancing) ± 4 – 6 mil (jaring

insang) bibir pantai (pukat

darat)

± 1-3 mil

± 0-2 mil (pancing) ± 2-3 mil (jaring insang) bibir pantai (pukat darat)

Biaya operasi untuk satu trip

Rp. 150.000 (pancing) Rp. 450.000 (jaring

insang) Rp. 15.000 (pukat

darat)

Rp. 250.000-450.000

Rp. 100.000 (pancing) Rp. 300.000 (jaring insang) Rp. 15.000 (pukat darat)

Pemasaran Pengumpul atau pasar terdekat

Pengumpul atau pasar terdekat

Pengumpul

Keterangan : A : Hasil suvei di Desa Keupula (25 September 2005) dengan jumlah responden 5

orang; B : Hasil suvei di Desa Pasi Peukan Baroe (25September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang. C : Hasil suvei di Desa Pasi Rawa (24 September 2005) dengan jumlah responden 5

orang.

284 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

A

B

Gambar 125. A. Perahu di Desa Keupula; B. Alat tangkap jaring

b.1.2. Harga alat tangkap Alat tangkap seperti perahu, pancing, jaring dan pukat darat dapat dibeli/dipesan melalui pembuat perahu. Berikut ini adalah harga alat tangkap di desa-desa yang diteliti.

Tabel 100. Jenis-jenis alat tangkap dan harganya di Desa Keupula,

Peukan Baroe dan Pasi Rawa

Kisaran Harga Alat Satuan A B C

Perahu 1 unit Rp. 12 juta-15 juta Rp 12 juta Rp. 12 juta Pancing 1 unit Rp. 2 juta Rp. 1,5 juta Rp. 1 juta Jaring 1 unit Rp. 4 juta Rp. 3 juta Rp. 3 juta Pukat Darat 1 unit Rp. 15 juta - Rp. 15 juta Biaya perawatan 1 bln Rp. 350-500 ribu Rp. 400-500 ribu Rp. 200-500 ribu

Keterangan : A : Hasil suvei di Desa Keupula (8-9 September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang; B : Hasil suvei di Desa Pasi Pekan Baro (10 September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang. C : Hasil suvei di Desa Pasi Rawa dengan jumlah responden 5 orang.

b.1.3. Jenis ikan hasil tangkapan Jenis ikan hasil tangkapan di laut yang sering dijumpai sebelum tsunami tercantum pada Tabel 101 berikut ini.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 285

Tabel 101. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di berbagai lokasi penangkapan di pantai Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa

Nama Lokal Nama Ilmiah Lokasi penagkapan

Cucut Hemigaelus balfouri Peukan Baroe Pari kembang Amphotistus kuhlii Peukan Baroe Kakap Lates calcarifer Keupula dan Peukan Baroe Cucut gergaji Pristis apidatus Peukan Baroe Lundu Macrones gulio Pasi Rawa Teri Stolephorus commersonii Pasi Rawa Pari Gymnura micrura Pasi Rawa Bawal hitam Formio niger Pasi Rawa Nomein Harpodon nehereus Keupula Pari kekeh Rhyncobatus djiddensis Keupula Pari ayam Dasyatis sephen Keupula

b.1.4. Jenis ikan hasil tangkapan di laut yang sering dijumpai setelah tsunami

Tabel di bawah ini memperlihatakan jenis-jenis ikan yang sering/umum didapat sebagai hasil tangkapan setelah tsunami. Tabel 102. Jenis-jenis ikan yang sering tertangkap setelah tsunami di

pantai Desa Keupula, Peukan Baroe dan Pasi Rawa

Nama Lokal Nama Ilmiah Lokasi penagkapan

Layur Trichiurus savala Peukan Baroedan Pasi Rawa Sikuda Lethrinus ornatus Peukan Baroe Belanak Valamugil speigleri Peukan Baroe Ikan merah Lutjanus malabaricus Peukan Baroe Lebim Melichthys niger Keupula & Peukan Baroe Kapas-kapas Gerres filamentorus Pasi Rawa Petek Leiognathus splendens Pasi Rawa Jenaha Lutjanus russelli Pasi Rawa Kerapu Epinephelus coioides Keupula Jenggot-jenggot Upeneus sulphurous Keupula Bambangan Lutjanus sanguineus Keupula Kuro Eleutheronema tetradactylum Keupula Baronang batik Siganus vermiculatus Keupula

Keterangan: a : Hasil suvei di Desa Keupula (8-9 September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang; b : Hasil suvei di Desa Pasi Pekan Baro (10 September 2005) dengan jumlah

responden 5 orang. c : Hasil suvei di Desa Pasi Rawa dengan jumlah responden 5 orang.

286 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.2. Perikanan darat/budidaya tambak di Desa Keupula

Luas tambak di Desa Keupula ± 40 ha dengan ukuran tiap petak berbeda-beda dan kedalaman sekitar 1,5 m. Sebelum terkena musibah tsunami, petani tambak Desa Keupula memelihara udang windu (Penaeus monodon) dan bandeng secara alami (tradisional). Benur (benih udang) dijual dengan harga Rp.30-55,-/ekor dan nener (benih bandeng) Rp. 200/ekor. Kepadatan tebar benur untuk setiap 1 ha adalah ± 25.000 ekor sedangkan nener bandeng 5000 ekor. Dalam setahun terdapat 2 kali panen. Hasil produksi rata-rata keduanya adalah ± 450-750 kg/ha untuk satu kali panen. Selanjutnya, hasil produksi ini dipasarkan ke pengumpul. Jenis penyakit udang yang pernah terjadi adalah WSV (white spot virus).

Gambar 126. Saluran air, pematang tambak dan tanggul yang rusak di Desa Keupula

Setelah terjadi tsunami, garis pantai di Desa Keupula bergeser ke arah darat. Tambak tertimbun lumpur dan pasir dengan ketebalan ± 20-40 cm. Sebagian pematang tambak, saluran air dan tanggul rusak (Gambar 123). Jarak tambak dari pantai sekitar ± 400 m dengan pasang air sejauh ± 500 m dan tinggi pasang surut sekitar 0-1 m. Kondisi-kondisi demikian membuat tambak tidak aman lagi untuk dioperasikan. Hasil analisis tanah pada wilayah tambak di Desa Keupula menunjukkan bahwa karakteristik tanahnya berupa lempung liat berpasir di lapisan bagian atas dan liat berpasir di lapisan bawah. Sedangkan kualitas airnya masih layak sebagai media budidaya perikanan (lihat uraian kualitas air sebelumnya).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 287

b.3. Pemanfaatan sumber daya alam

b.3.1 Kerajinan daun pandan

A B C

Gambar 127. Potensi daun pandan untuk kerajinan tangan

Potensi daun pandan sebagai bahan kerajinan cukup besar. Pantai berpasir yang ada di wilayah penelitian merupakan habitat yang cocok untuk tumbuhan ini. Selain tumbuh liar, tumbuhan pandan ini dipelihara oleh masyarakat hingga menjadi semacam kebun pandan (lihat gambar A). Daun pandan yang dipanen, setelah melalui proses pewarnaan akan dibuat menjadi berbagai barang kerajinan (lihat gambar C).

Sebagian besar program dan bantuan dari berbagai LSM/NGO dan Lembaga Donor dalam era pasca tsunami terkait dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam di atas. Khususnya di Desa Keupula, bantuan disalurkan melalui berbagai kegiatan perekonomian misalnya pemberian bantuan bagi para pengrajin anyaman pandan dan pengadan mesin untuk home industri pembuatan emping melinjo, dll.

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi ekosistem saat ini

Secara umum, sebagian besar kondisi lingkungan pesisir wilayah penelitian V telah mengalami perubahan karena masuknya air laut saat terjadi bencana tsunami. Perubahan ini tampak jelas pada kondisi fisik tambak-tambak yang tertimbun lumpur atau pasir dan tanggul-tanggulnya yang rusak.

Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut pada saluran dan tambak menunjukkan kisaran antara 3.21 – 8.4 mg/l. Nilai 3.21 mg/l terukur pada satu titik pengkuran (tambak) sedangkan 5 titik pengukuran yang lain menunjukkan kisaran antara 6.2 – 8.4 mg/l. Berdasarkan persyaratan baku mutu air kelas II (PP 82/th 2001) kisaran ini cukup baik untuk penggunaan sebagai sumber air untuk keperluan budidaya perikanan.

Selain Oksigen terlarut, parameter kualitas air yang lain sperti COD menunjukkan hasil yang baik dengan rata-rata lebih rendah dari nilai yang dipersyaratkan. Hasil pengukuran di lapangan menujukkkan kisaran antara 5.07 – 5.75 mg/l. Hasil pengukuran ini lebih rendah dari batas maskimal yang dipersyaratkan untuk baku mutu air kelas II yaitu 25 mg/l.

288 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Sumur-sumur yang ada di lokasi penelitian rata-rata sudah tercemar air laut. Hasil pengukuran salinitas menunjukkan nilai 4.4 pt dan 9.9 ppt. Hasil ini menunjukkan bahwa sumur-sumur yang ada sudah tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air minum.

Daerah pertambakan di Desa Keupula sebelum bencana tsunami, oleh responden dinyatakan sebagai tempat mencari makan bagi jenis burung air penetap, yaitu burung kuntul kecil Egretta garzetta. Burung ini sering disebut burung koek oleh masyarakat setempat. Setelah bencana, jenis ini masih ditemukan menggunakan lokasi ini sebagai areal mencari makan. Karena tidak adanya data terdahulu yang tersedia, maka belum diketahui seberapa jauh dampak perubahan kondisi lahan basah terhadap keberadaan populasi burung air di daerah ini. Meski demikian, apabila dibandingkan dengan dua desa lainnya, lokasi survey di desa Keupula memiliki keaneragaman yang lebih tinggi untuk kelompok avifauna/burung.

Selain daerah pertambakan di Desa Keupula, tambak-tambak di desa Pasi Peukan Baro, sebelum bencana tsunami juga menjadi tempat mencari makan bagi jenis burung air penetap, yaitu burung kuntul kecil Egretta garzetta. Tidak terdapat catatan mengenai temuan satwa liar yang dilindungi ataupun temuan burung-pantai migrasi dalam jumlah besar di daerah ini.

Desa Pasi Rawa, jika dibandingkan dengan dua desa lainnya, memiliki keaneragaman yang lebih rendah untuk kelompok avifauna/burungnya. Juga tidak terdapat catatan mengenai temuan satwa liar yang dilindungi ataupun temuan burung-pantai migrasi dalam jumlah besar di daerah ini.

Temuan ini penting untuk diketahui untuk mengingat daerah-daerah persinggahan burung-pantai bermigrasi merupakan mata rantai dari suatu rantai yang luas dari daerah jelajah burung-pantai bermigrasi. Apabila satu mata rantai ini mengalami kerusakan sehingga tidak lagi mendukung keberadaan burung-pantai bermigrasi tersebut, maka populasi burung tersebut akan terancam. Suatu daerah dapat dikategorikan memiliki kepentingan sebagai lokasi singgah penting bagi burung-pantai migran apabila diketahui dikunjungi oleh sedikitnya 1 % dari total populasi jenis burung-pantai migran tersebut. Hasil temuan pada survey ini belum dapat menunjukkan bahwa daerah ini penting secara internasional bagi tempat singah burung air bermigrasi.

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir

b.1. Identifikasi wilayah dan penilaian kesesuaian lahan

b.1.1. Desa Keupula

Identifikasi lahan

Di lokasi ini setidaknya terdapat 3 lokasi yang memiliki prospek untuk direhabiitasi, yaitu:

• Pantai berpasir

Terdapat sekitar 1600 M2 (panjang 40 m x 40 m) lokasi di pantai berpasir- desa Keupula yang dinilai cukup prospektif untuk direhabitasi dengan beberapa jenis tamanan pantai.

• Di tambak dan sekitarnya

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 289

Sebagian areal tambak yang telah rusak dinilai cukup prospektif untuk direhabilitasi melalui penanaman vegetasi mangrove. Hal ini didasarkan atas sifat dan karakteristak substrat yang dinilai sesuai dengan prasyarat tumbuh tanaman bakau. Hal ini diperkuat dengan catatan sejarah peruntukan lahan di lokasi ini, dimana areal tambak tersebut dulunya merupakan hutan bakau yang cukup rapat dan luas.

• Areal kosong disekitar desa

Di sekitar desa, masih dijumpai beberapa lokasi yang masih kosong yang cukup memiliki peluang untuk dapat dioptimalkan. Penanaman beberapa jenis tanaman yang multi guna (MPTS / Multi Purpose Tree Species) merupakan alternatif yang tepat dalam menambah daya dukung lingkungan serta membantu pemenuhan sebagian keperluan rumah tangga.

Penilaian kesesuaian lahan

Berdasarkan penilaian lahan atas ketiga lokasi diatas, pantai berpasir dinilai sangat sesuai untuk ditanami dengan beberapa jenis tanaman pantai seperti Cemara Casuarina equisteifolia, Waru Hibiscus tiliaceus, dan Malapari Pongamia pinnata. Lokasi penanaman di pantai ini sebaiknya difokuskan pada lokasi formasi Pes Capare yang ditandai oleh tutupakn tanaman katang-katang (Ipomea pes-caprae). Kehadiran jenis ini merupakan indikator biologis yang menunjukkan bahwa substrat telah kondusif untuk ditanami.

Penanaman bakau dinilai tepat untuk dilakukan di areal tambak. Namun intensitas dan pola penanaman harus disesuaikan dengan peruntukan tambak dan adanya kesadaran para pemilik tambak untuk menghijaukan tambaknya. Apabila oleh pemilik tambak lokasi tersebut direncanakan atau tetap ingin diaktifkan sebagai tambak intensif, maka penananam bakau sebaiknya dilakukan di tepi pematang, di sekitar saluran, di tepi sungai dan tepi pantai. Beberapa alternatif pola silvofishery juga dapat dikaji lebih dalam untuk menentukan manajemen dan pengelolaan tambak yang optimal. Beberapa jenis bakau yang dinilai sesuai untuk kegiatan rehabilitasi bagi lahan setempat antara lain Rhizophora spp, Bruguiera spp. dan Ceriops spp.

Areal kosong di kebun, pekarangan dan di sekitarnya akan lebih optimal hasilnya apabila ditanami dengan beberapa jenis tanaman yang bernilai ekonomis dan lingkungan, misalnya dengan tanaman Belimbing wuluh Averrhoea bilimbi (untuk bahan utama asam sunti), Melinjo Gnetum gnemon (untuk bahan baku emping) dan Jarak pagar Jatropha curcas (sebagi bahan utama biodisel)

Di desa Keupula telah berlangsung kegiatan rehabilitasi berskala kecil. Di desa ini, Dinas Kehutanan Kabupaten Pidie telah memberikan bantuan berupa 640 bibit Cemara laut Casuarina equisteifolia dengan harga satuan Rp. 6000. Bibit-bibit tersebut ditanam di sepanjang pesisir pantai dengan jarak tanam 5 m x 5m.

Sementara itu rehabilitasi infrastrukstur yang dilakukan di desa ini meliputi pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pembuatan/rehabilitasi rumah tinggal yang hancur karena Tsunami.

290 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.1.2. Desa Pasi Rawa

Identifikasi lahan

Di desa Pasi Rawa setidaknya terdapat 2 lokasi yang dinilai prospektif untuk direhabilitasi atau dioptimalkan. Kedua lokasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

• Tambak dan di sekitarnya

Hasil pengamatan pada tambak menunjukkan bahwa substrat dan kondisi genangan di tambak tersebut sesuai dengan syarat tumbuh tanaman bakau. Namun demikian, kondisi genangan yang ada di tambak tersebut relatif lebih tinggi dan menimbulkan arus air. Kuatnya arus air ini diduga kuat berkaitan dengan kencangnya angin dari laut tanpa terbendung oleh vegetasi pantai. Seperti halnya dengan kondisi di Ds Keupula, upaya rehabilitasi tambak dengan penanaman bakau di dalam dan sekitarnya, hendaknya disepakati dan atas dasar kesadaran para pemilik tambak. Konsep silvofishery (menggabungkan tambak dengan pohon) merupakan salah satu pendekatan yang perlu dianjurkan untuk diterapkan.

• Areal kosong disekitar desa

Di desa ini, areal tidak produktif/kosong masih banyak dijumpai. Berdasarkan dokumentasi yang diambil selama survey, semak belukar masih banyak dijumpai disekitar desa. Dalam menyikapi kondisi ini, penanaman beberapa jenis tanaman yang multi guna dapat dilakukan untuk mengoptimalkan daya dukung lingkungan dan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.

Penilaian kesesuaian lahan

Berdasarkan penilaian lahan, tanaman bakau dinilai sangat cocok ditanam di tambak. Namun intensitas dan pola penanaman harus disesuaikan dengan peruntukan tambak itu sendiri, terutama dalam perencanaan jangka panjang. Penanaman sebaiknya tidak dilakukan apabila lokasi tersebut direncanakan akan diaktifkan kembali sebagai tambak oleh pemiliknya atau pemilik tidak memberi jaminan bahwa tanaman yang (nanti) akan ditanam tidak akan dicabut dikemudian hari. Jenis bakau yang dinilai sesuai dengan kondisi setempat antar lain Rhizophora spp, Bruguiera spp. dan Ceriops spp.

Optimaliasai lahan kosong menjadi lahan yang lebih produktif merupakan salah alternatif yang dapat ditempuh. Belimbing wuluh Averrhoea bilimbi dan Melinjo Gnetum gnemon Jarak pagar Jatropha curcas merupakan alternatif jenis tumbuhan yang dinilai sesuai dengan kondisi tanah di desa ini, selain memiliki nilai ekonomi.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 291

b.1.3. Desa Peukan Baro

Identifikasi lahan

Di desa ini, tiga lokasi tercatat memiliki prospek untuk direhabiitasi dan dioptimalkan. Ketiga lokasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

• Pantai berpasir

Di pantai ini, dijumpai kawasan seluas sekitar 1600 M2 (panjang 20 m x 80 m) yang substratnya dinilai cocok/siap untuk ditanami dengan jenis tanaman pantai seperti Cemara, Waru, dan Kelapa. Hal ini didukung oleh adanya tumbuhan indikator Katang-katang Ipomea pes-caprae yang menandakan lahan siap untuk ditanami jenis tanaman pantai lainnya yang sesuai.

• Sekitar tambak

Sebagian besar pesisir di Desa Peukan Baro adalah areal pertambakan. Berdasarkan pengamatan, kondisi pasca Tsunami menyebabkan jangkauan pasang jauh mencapai daratan sehingga genangan yang ditimbukan pada lahan-lahan eks tambak semakin luas dan bahkan timbul arus air pasang yang kuat di atas tambak. Pada kondisi demikian, penanaman bakau dinilai masih cocok namun harus disesuaikan dengan kondisi adanya arus saat pasang, juga pertimbangan akan kesediaan pemilik tambak untuk menjadikannya lokasi tambak mereka sebagai tempat rehabilitasi.

• Areal kosong di sekitar desa

Sebagaimana dijumpai di desa lainnya, Desa Peukan Baro juga memiliki areal yang masih terlantar dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Pengalaman masyarakat dalam menanam beberapa jenis tanaman seperti kuda-kuda, gamal, jarak pagar dll sangat memungkinkan untuk melakuan optimalisasi pemanfaatan areal kosong tersebut.

Penilaian kesesuaian lahan

Pantai berpasir dinilai sangat sesuai untuk ditanami dengan beberapa jenis tanaman pantai seperti Cemara Casuarina equisteifolia, Waru Hibiscus tiliaceus, dan Kelapa Cocos nucifera, terutama di formasi Pes Caprae

Perencanaan mengenai peruntukan/pemanfaatan tambak pasca tsunami di desa ini harus segera dilakukan. Pola silvofishery perlu dipertimbangkan dalam pegelolaan tambak, yaitu mengkombinasikan kegiatan penanaman bakau (untk penghijauan pantai) dengan aktivitas budidaya perikanan. Dalam hal ini, perencanaannya harus melibatkan para ahli dan praktisi lapangan yang berpengalaman, diantaranya dibidang Silvo-fishery, budidaya perikanan dan lingkungan. Beberapa jenis bakau yang dinilai sesuai dengan kondisi tambak adalah Rhizophora spp, Bruguiera spp. dan Ceriops spp.

Sementara itu, pemanfaatan areal kosong di desa dan sekitarnya dapat dilakukan melalui kegiatan penanaman beberapa jenis tanaman tertentu, misalnya Gamal Glirichidia sepium (untuk pakan ternak), Belimbing wuluh Averrhoea bilimbi (untuk bahan utama asam sunti), Pinang Areca chatecu (bahan dapur), Melinjo Gnetum gnemon (untuk bahan baku emping), Jarak pagar Jatropha curcas, dan aneka tanaman buah-buahan.

292 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.2. Persepsi masyarakat terhadap rehabilitasi

Diseluruh desa yang disurvey (Desa Pasi rawa dan Desa Pasi Peukan Baro Kecamatan Kota Sigli dan Desa Keupula Kecamatan Simpang Tiga), semua responden memberikan dukungan dan respons yang sangat positif terhadap prospek kegiatan rehabilitasi ke depan.

Informasi yang diperoleh melalui kuisioner dari survey sosial ekonomi yang dilakukan, seluruh responden menyadari peran tumbuhan pantai, terutama mangrove dalam mereduksi gelombang tsunami dan fungsinya sebagai pencegah abrasi. Dampak nyata yang dialami langsung oleh masyarakat antara lain adalah terpaan angin yang jauh lebih kuat dari sebelumnya sebagai akibat hilangnya sebagian besar tanaman di pantai dan mangrove.

b.3. Faktor pendukung dan potensi

Sebagian masyarakat dari desa-desa yang disurvei di atas telah memiliki pengalaman dalam membibitkan dan menanam beberapa jenis tumbuhan, terutama kelapa dan mangga.

• Tingginya minat dan keinginan masyarakat untuk melakukan rehabiitasi tanaman di pesisir ketiga desa wilayah survei merupakan suatu pertanda/indikasi yang perlu segera ditindaklanjuti dalam bentuk program rehabilitasi pesisir yang nyata.

• Terdapatnya lahan yang berpotensi untuk dapat ditanami jenis-jenis tanaman lain, diantaranya dengan tanaman Jarak pagar Jatropha curcas dalam kaitannya dengan peluang bisnis Bioidisel perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Kondisi tanah dan iklim di ketiga desa sangat sesuai untuk ditanami jenis ini.

• Home industry emping melinjo (di desa Keupula) dan kerajinan anyaman pandan (di desa Pasi Rawa dan Pekan Baro) membutuhkan bahan baku yang kontinyu. Salah satu alternatif dalam pemenuhan bahan baku ini adalah dengan cara menanam pandan (di lahan pantai) dan melinjo Gnetum gnemon di lahan pemukiman/desa

• Masih adanya sisa pohon induk yang dapat dijadikan sumber penghasil benih untuk tujuan rehabiliasi, misal: nyamplung, cemara, waru, dan beberapa jenis bakau.

b.4. Faktor penghambat

Faktor penghambat utama dalam kegiatan rehabilitasi kawasan pesisir adalah terbatasnya kapasitas masyarakat dan belum pernah sama sekali melakuan kegiatan rehabilitasi pantai, terutama dalam hal penanaman mangrove dan jenis tanaman pantai lainnya, meskipun beberapa penduduk berpengalaman menyiapkan bibit tanaman kelapa dan mangga. Selain itu, menurunnya kondisi lingkungan juga sangat berpotensi menghambat pelaksanaan kegiatan rehabilitasi.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 293

c. Potensi pengembangan pertanian berdasarkan kesesuaian lahan

Analisis Evaluasi Kesesuian Lahan dan Pertanian

Memacu pada data analisis tanah dan data pengamatan tanah sebagai dasar dalam evaluasi kesesuaian lahan, daerah penelitian mempunyai faktor-faktor pembatas antara lain; toksisitas dan salinitas (xc), bahaya sulfidik (xs) dan bahaya banjir/genangan (fh). Faktor-faktor pembatas tersebut sangat sulit untuk diperbaiki secara tradisionil dan memerlukan biaya dan teknologi yang tinggi dalam pengelolaan lahannya.

Penilaian evaluasi kesesuaian lahan diarahkan pada kelompok tanaman pangan (serelia, umbi-umbian dan kacang-kacangan), kelompok tanaman perkebunan/industri, kelompok tanaman holtikultura (buah dan sayuran), perikanan payau dan penggunaan lainnya. Hasil evaluasi lahan secara langsung di daerah penelitian, mendapatkan bahwa pertanian sulit dikembangkan secara intensif, dikarenakan hal-hal seperti tercantum pada Tabel 103 di bawah ini.

Tabel 103. Evaluasi Lahan di wilayah survey

Kelas Kesesuaian Lahah Satuan lahan

Tan pangan Perkebunan Holtikultur Perikana

air payau

Rekomendasi

Beting Pantai (B.1.1) N-rc,nr S3-wa, rc,nr S3-wa,

rc,nr N-wa Rehabilitasi Pantai (cemara)

Dataran pasang surut berawa (B.4.2)

N-xs,Fh N-xs,F2 N-xs,F2 N-xs,F2 Rehabilitasi mangrove/tambak

Keterangan : Tan. pangan : Padi, jagung, kacang2an (kedelai dan Kacang tanah)

Tan. Perkebunan : kelapa, kapuk, kemiri Tan. Holtikultur (buah-buahan dan sayuran) : durian, salak, sukun, nangka, cabe merah, bayam, mentimun, kacang panjang N= tidak sesuai, wa=ketersedia air tidak ada, xs= Bahaya sulfidik, Fh=bahaya banjir/genangan, S3= sesuai marginal, rc= media perkaran bertektur pasir (kasar) atau drainase (terhambat), nr= retensi hara sangat rendah.

d. Aspek Sosial Ekonomi

Pemulihan Kegiatan Perikanan Tangkap.

Perahu, alat tangkap pancing, jaring dan pukat darat milik nelayan di ketiga desa di atas telah rusak atau hancur akibat bencana gempa bumi dan tsunami. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar nelayan kehilangan sumber mata pencaharian (tidak bisa menangkap ikan seperti biasanya).

Berdasarkan hal di atas, maka bantuan berupa perahu, alat tangkap pancing, jaring dan pukat darat masih dibutuhkan. Akan tetapi, informasi mengenai

294 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

jumlah dan komposisi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan belum jelas. Kondisi ini akan menyulitkan pemberian bantuan kepada masyarakat yang ditargetkan, yaitu nelayan.

Sementara itu, bantuan berupa perahu dari Dinas Kelautan dan Perikanan telah ada. Namun, bantuan ini masih terbatas dan tampaknya belum banyak membantu menyelesaikan permasalahan karena jumlah nelayan nampaknya lebih banyak daripada bantuan yang sudah diberikan. Oleh karena itu, bantuan berupa perahu, juga alat tangkap pancing, jaring dan pukat darat masih diperlukan oleh para nelayan yang belum mendapatkan bantuan.

Agar dapat diketahui jenis alat tangkap yang sebaiknya diberikan, berikut ini adalah matriks perbandingan antara alat tangkap pancing, jaring dan pukat darat.

Tabel 104. Matriks perbandingan berbagai jenisalat tangkap di Desa Keupula,

Peukan Baroe dan Pasi Rawa

Komponen Pancing Jaring Pukat Darat

Harga lebih murah lebih mahal paling mahal Efektifitas kurang efektif lebih efektif paling efektif Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit lebih banyak paling banyak Biaya operasi Mahal paling mahal paling murah

Berdasarkan matriks di atas, alat tangkap pancing, jaring dan pukat darat masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari keempat (4) faktor di atas, harga alat tangkap, efektifitas dan biaya operasi merupakan faktor kunci untuk memilih jenis alat tangkap yang akan diberikan. Berdasarkan hal tersebut, maka alat tangkap pukat darat relatif lebih baik karena lebih efektif, hasil tangkapan paling banyak, biaya operasinya sangat murah meskipun harganya paling mahal. Jika bantuan yang akan diberikan berupa alat tangkap jaring, meskipun lebih efektif, hasil tangkapan paling banyak, tetapi harganya relatif mahal dan biaya operasinya paling mahal dan jika bantuan berupa alat tangkap pancing, meskipun harganya murah tetapi kurang efektif, jumlah hasil tangkapan sedikit dan biaya operasinya mahal. Oleh karena itu, bantuan berupa alat tangkap pukat darat relatif lebih baik, namun demikian perlu dipertimbangkan sifat selektifitas alat terhadap ikan-ikan yang akan ditangkap. Karena mata jaring yang terlalu rapat (meskipun hasil tangkapnya banyak) dikhawatirkan menggaggu populasi ikan di alam dikemudian hari karena anak-anak ikan juga akan tertangkap.

Selain itu agar pemberian bantuan berupa alat tangkap pukat darat ini dapat bermanfaat, maka diperlukan sarana pendukung, antara lain:TPI (tempat pelelangan ikan) dan lembaga ekonomi masyarakat (koperasi).

Kegiatan rehabilitasi tambak di Desa Keupula

Ditinjau dari aspek tanah, lahan bekas tambak masih memungkinkan untuk dijadikan lahan pertambakan, tapi perlu dilakukan perbaikan tanggul, pematang tambak dan saluran air serta mengakat lumpur yang tertimbun di atsnya. Untuk

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 295

semua kegiatan ini biaya yang dibutuhkan sangat besar. Untuk itu (disarankan) sebaiknya lahan tambak dikembalikan kembali menjadi lahan hutan mangrove atau jika tetap ingin dikembalikan sebagai tambak maka disarankan agar diikuti pula dengan penanaman pohon bakau pada lokasi sekurangnya di atas dan sekitar tanggul maupun muara sungai.

Jika alternatif prertama yang diambil maka perlu dicarikan alternatif mata pencaharian lain sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat yang tambaknya tidak bisa dimanfaatkan kembali.

4. REKOMENDASI

a. Kelembagaan dan peran serta masyarakat

Saat ini, karena letak desa yang menyebar, tidak jelas instansi mana yang melakukan identifikasi jumlah dan komposisi penduduk serta nelayan yang telah mendapatkan bantuan di Kabupaten Pidie. Untuk itu, agar agar pemberian bantuan dapat tepat sasaran atau nelayan yang telah memperoleh bantuan tidak memperolehnya dua kali, nama instansi tersebut perlu ditetapkan (diusulkan paling tinggi berada ditingkat kecamatan).

Diperlukan sarana pendukung pemasaran seperti pembangunan TPI (tempat pelelangan ikan) dan lembaga ekonomi masyarakat (koperasi).

Upaya-upaya rehabilitasi pesisir (termasuk di atas eks tambak yang hancur) sebaiknya melibatkan masyarakat pemilik tambak dan dalam pelaksanaannya disarankan agar masyarakat yang nantinya terlibat dalam kegiatan rehabilitasi ini dibentuk berkelompok dan masing-masing anggota kelompok diberi tugas dan tanggung jawab.

b. Peningkatan Kapasitas

Jika tambak tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka petani tambak memerlukan alternatif mata pencaharian, antara lain:

Alternatif 1 : Perlu diberikan bantuan berupa perahu dan alat tangkap pukat darat agar petani tambak dapat melakukan kegiatan penangkapan. Akan tetapi, petani tambak perlu diberi pelatihan karena profesi sebagai penangkap ikan merupakan hal baru bagi mereka.

Alternatif 2 : Jika alternatif 1 tidak bisa dilakukan, maka petani tambak dapat diberikan modal usaha lainnya seperti untuk berternak atau bersawah atau disesuaikan dengan potensi alam yang ada di desanya. Namun untuk itu, kapasitas mereka perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan pelatihan yang sesuai dan memadai.

296 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

5. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN 5 (KABUPATEN PIDIE)

Tabel 105 di bawah mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Kabupaten Pidie yang telah dimulai sejak bulan May 2006. Saat laporan ini ditulis, sebagian dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove. Tabel 105. Nama fasilitator/penerima dana small grant dan jenis pemanfaatannya di

beberapa lokasi Kabupaten Pidie

No Nama

fasilitator/penerima dana small grant

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam &

luas/lokasi lahan rehabilitasi

Lokasi kegiatan di

1 CPSG (Campus Professional and Scientific Group), Aceh Besar

Pemberan modal usaha kepada: petani garam, nelayan, perempuan pedagang kaki lima,

20.000 bakau dan 2300 tanaman pekarangan pada lahan seluas 10 ha

Kelurahan Pasie Peukan Baroe, Kota Sigli

2 Yayasan Citra Desa Indonesia, Pidie

Pengembangan usaha tambak silvo-fishery (1 ha) dengan bibit ikan bandeng

40.000 bakau pada lahan seluas 8 ha dan 2.000 tanaman campuran (kelapa, cemara, rambutan pinang) seluas 5 ha

Desa Pulo Unim, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie

3 Kelompok Masyarakat Desa Tuha Biheu, Kec. Muara Tiga, Kab Pidie

Pengadaan sarana perikanan tangkap (boat dan motor tempel) dan usaha menjahit (mesin jahit)

15.000 bibit bakau pada lahan seluas 3 ha

Desa Tuha Biheu, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie

4 Kelompok Masyarakat Kecamatan Muara Tiga Pidie, Pidie (KMTP)

Program Rehabilitasi dan Reboisasi Hutan Pantai dan Peningkatan Ekonomi Rakyat Pasca Tsunami

di Kecamatan Muara Tiga Pidie, Pidie

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 297

F. WILAYAH PENELITIAN VI: KABUPATEN ACEH UTARA & LHOKSEUMAWE (kajian pada wilayah ini dilakukan oleh Tim Survei dari Universitas Syahkuala)

1. PROFIL UMUM WILAYAH PENELITIAN

a. Geografi & Demografi

Kabupaten Aceh Utara

Sejak 5 (lima) tahun terakhir, Kabupaten Aceh Utara telah mengalami beberapa kali perubahan letak dan luas wilayah. Kabupaten ini mengalami pemekaran wilayah menjadi 3 (tiga) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Aceh Utara dengan 22 Kecamatan, Kabupaten Biereun dengan 10 Kecamatan dan Kota Lhokseumawe dengan 3 Kecamatan. Oleh karena itu, Kabupaten Aceh Utara telah mengalami pengurangan luas, perubahan letak/posisi, jumlah penduduk, sarana dan prasarana serta perubahan jumlah pendapatan daerah.

Kabupaten Aceh Utara adalah salah satu kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi di Provinsi NAD. Beberapa kecamatan di kabupaten ini terkena bencana tsunami. Kabupaten Aceh Utara memiliki luas area 3.297 km2 yang terdiri atas 22 Kecamatan yang membawahi 60 Kemukiman dan memiliki 852 Desa. Jumlah penduduk Kabupaten ini mencapai 487.526 jiwa, dengan 120.640 Kepala Keluarga (KK). Penduduk dari kabupaten ini adalah 12 % dari penduduk Provinsi NAD.

Gambar 128. Peta dareah penelitian di Aceh Utara & Lhokseumawe

298 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Secara geografis, Kabupaten Aceh Utara terletak pada 96.52.000 - 97.31.000 BT dan 04.46.000 - 05.00.400 LU. Kabupaten Aceh Utara (Ibu Kotanya di Lhok Sukon) memiliki batas-batas wilayah daerah sebagai berikut :

• Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur; • Sebelah Barat dengan Kabupaten Biereun; • Sebelah Utara dengan Selat Malaka dan Kota Lhokseumawe; • Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah.

Di kabupaten ini, 5% dari jumlah Gampong (Desa)/Kelurahan menempati kawasan pantai, 83% dataran rendah, 6 % merupakan kawasan lembah dan 6 % sisanya merupakan kawasan berbukit.

Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Utara adalah 477.745 jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun 2002 sebesar 4,58 %. Berikut ini adalah jumlah penduduk lahir, mati, datang dan pindah dalam Kabupaten Aceh Utara sejak tahun 2002.

• Jumlah penduduk yang lahir pada tahun 2002 berjumlah 2.407 jiwa dan pada tahun 2003 berjumlah 2.607 jiwa atau mengalami kenaikan sebesar 8,31%.

• Jumlah penduduk yang meninggal pada tahun 2002 berjumlah 1.397 jiwa dan pada tahun 2003 berjumlah 1.044 jiwa atau mengalami penurunan sebesar 25,27%.

• Jumlah penduduk sebagai pendatang baru pada tahun 2002 berjumlah 774 jiwa dan pada tahun 2003 berjumlah 1.015 jiwa atau mengalami kenaikan sebesar 31,14%.

• Jumlah penduduk yang pindah pada tahun 2002 berjumlah 845 jiwa dan pada tahun 2003 berjumlah 514 jiwa atau terjadi penurunan sebesar 39,17%.

Sebagian besar (90,32%) masyarakat pedesaan Kabupaten Aceh Utara bermata pencaharian di sektor pertanian (petani, nelayan dan buruh tani) dan sekitar 9,68 % di sektor non-pertanian. Oleh karena itu, kebijakan anggaran pembangunan Kabupaten Aceh Utara sebagian besar (sekitar 90%) diarahkan ke sektor pedesaan.

Pengamatan/survei yang dilakukan di Kabupaten Aceh Utara meliputi 7 desa, yaitu: Desa Dayah Tuha (Kecamatan Syamtalira Bayu), Desa Kuta Krueng dan Desa Meunasah Meucat (Kecamatan Samudera), Desa Kuala Krueng Kreto dan Desa Kuala Cangkoi (Kecamatan Tanah Pasir), Desa Teupin Kunyuen dan Blang Mee (Kecamatan Seunudon).

Semua desa-desa pengamatan di atas terletak di tepi pantai dan berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka. Hampir semua desa-desa ini juga dilalui oleh sungai (krueng) dan penduduk desa umumnya berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 299

Kota Lhokseumawe

Pada awalnya Kota Lhokseumawe merupakan Ibu Kota Kabupaten Aceh Utara. Pemekaran Kabupaten Aceh Utara membuat Kota Lhokseumawe mempunyai pemerintahan sendiri. Saat ini, Ibu Kota Kabupaten Aceh Utara adalah Kota Lhok Sukon. Secara geografis, Kota Lhokseumawe terletak di pantai Selat Malaka. Di kota ini terdapat perusahaan gas PT. Arun, perusahaan pupuk PT. PIM dan PT. Asean sehingga Kota Lhokseumawe merupakan kota industri.

Kota Lhokseumawe memiliki luas 181 km2 terdiri atas 3 Kecamatan yang membawahi 8 Kemukiman dan memiliki 68 Desa. Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe mencapai 138.663 jiwa, dengan 31.936 Kepala Keluarga (KK). Penduduk kota ini mewakili sekitar 3,4% dari total penduduk provinsi NAD. Secara umum penduduk Kota Lhokseumawe bermata pencarian sebagai petani dan nelayan (BPS NAD, 2005). Kerusakan akibat gelombang tsunami pada wilayah ini terutama melanda desa-desa nelayan di pesisir pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka.

Pengamaatan yang dilakukan di wilayah Kota Lhokseumawe meliputi 2 desa, yaitu: Desa Cot Mamplam dan desa Meunasah Mee (Kecamatan Muara Dua). Kedua desa terletak di tepi pantai dan berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka dan penduduknya sebagian besar adalah nelayan dan petani tambak.

b. Iklim

Menurut klasifikasi Oldemann, kedua wilayah penelitian (Lhok Seumawe dan Aceh Utara) tergolong ke dalam zona iklim E yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah kurang dari 3 bulan dan bulan kering selama 5 bulan secara berturut-turut. Bulan basah didefinisikan sebagai bulan dengan curah hujan rata-rata 200 mm atau lebih dan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kurang dari atau sama dengan 100 mm. Indeks Curah Hujan Tahunan mencapai 13.6 – 20.7 mm/hari/tahun.

C. Profil Ekosistem umum

Eksosistem pesisir yang dijumpai di wilayah survei, semuanya menghadap ke Selat Malaka, meliputi: dataran pantai berpasir, dataran berlumpur, hutan mangrove yang sudah hancur akibat dikonversi menjadi tambak, dan berbagai muara sungai dari Sungai/Krueng Pasie di Kec. Samudera, Sungai/Krueng Kreto di Kec. Tanah Pasir dan Sungai/Krueng Jambo Aye di Kec. Seneudon. Beberapa dari muara sungai ini kaya dengan berbagai jenis burung, seperti di muara Krueng Kreto (terutama di tambak dan tepian pantainya) banyak dijumpai burung kuntul putih Egretta alba dan Egretta garzetta. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa abrasi air laut di wilayah survei, terutama di Desa Cot Mamplam dan Desa Meunasah Mee (Lhokseumawe) sudah sangat parah, bahkan di Desa Meunasah Mee, bibir pantai nyaris mendekati tambak penduduk. Tabel 106 menggambarkan kondisi lahan secara umum pada berbagai desa-desa yang disurvei.

300 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 106. Kondisi Lahan Pesisir Pada berbagai Desa yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe

Nama Kabupaten/Kecamatan Nama Desa Kondisi Lahan Pesisir Pasca Tsunami

KABUPATEN ACEH UTARA

Kecamatan Syamtalira Bayu Desa Dayah Tuha ♦ Tambak rusak akibat tsunami. ♦ Konversi mangrove menjadi tambak

berlangsung sebelum tsunami ♦ Ketinggian gelombang tsunami di

pemukiman ini mencapai 3 meter Desa Kuta Krueng ♦ Tambak rusak akibat tsunami, tapi kini

tengah diperbaiki pemliknya ♦ Konversi mangrove menjadi tambak

berlangsung sebelum tsunami ♦ Saat ini nelayan sudah mulai aktif melaut

Kecamatan Samudera

Desa Meunasah Meucat ♦ Konversi mangrove menjadi tambak berlangsung sebelum tsunami

♦ Tambak rusak, tapi kini tengah diperbaiki pemiliknya.

♦ Nelayan mulai aktif melaut. ♦ Sejauh ini bantuan yang sudah diberikan

donor adalah perahu (boat) berserta alat tangkap ikan

Desa Kuala Krueng Kreto

♦ Penduduk umumnya nelayan tangkap ♦ Perumahan penduduk rusak total, tidak

ada yang tersisa. ♦ Muara kuala Kreto mengalami

pendangkalan oleh lumpur tsunami dan muaranya telah bergeser ke arah timur.

♦ Kebun kelapa sepanjang bibir pantai rusak dan mati

♦ Kesulitan air bersih ♦ Nelayan setempat ada yang telah

menerima bantuan boat dan alat tangkap dari Depsos dan Menkokesra, namun jumlahnya masih terbatas.

Kecamatan Tanah Pasir

Desa Kuala Cangkoi ♦ Penduduk umumnya nelayan tangkap, petambak dan petani garam.

♦ Bantuan perbaikan tambak sejauh ini belum ada, hanya ada usaha perbaikan saluran utama saja sedangkan saluran sekunder terpaksa dikerjakan sendiri oleh nelayan.

Kecamatan Seunudon Desa Teupin Kunyuen ♦ Konversi mangrove menjadi tambak berlangsung sebelum tsunami

♦ Penduduk umumnya nelayan tangkap dan petambak

♦ Sudah ada pembibitan bakau yang dikerjakan secara swakelola oleh nelayan

TPI sudah lama tidak aktif lagi akibat konflik (jalan menuju TPI rusak berat akibat tsunami dan hanya dapat dilalui kendaraan roda 2)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 301

Nama Kabupaten/Kecamatan Nama Desa Kondisi Lahan Pesisir Pasca Tsunami

Blang Mee ♦ Konversi mangrove menjadi tambak berlangsung sebelum tsunami

♦ sebagian besar tambak rusak pematangnya dan saat ini belum ada usaha perbaikan tambak.

KOTA LHOKSEUMAWE

Desa Cot Mamplam ♦ Konversi mangrove menjadi tambak berlangsung sebelum tsunami

♦ Tambak rusak akibat gelombang tsunami ♦ Pantai mengalami abrasi kuat ♦ Hampir seluruh masyarakatnya berprofesi

sebagai petani tambak

Kecamatan Muara Dua

Desa Meunasah Mee ♦ Konversi mangrove menjadi tambak berlangsung sebelum tsunami

♦ ± 80 orang berprofesi sebagai nelayan sedangkan sebagian kecil lainnya sebagai petani tambak

♦ Tambak rusak akibat gelombang tsunami ♦ Pasang air laut akibat gelombang tsunami

memasuki pemukiman penduduk hingga ketinggian mencapai 3 meter

♦ Setelah tsunami terjadi perubahan garis pantai akibat abrasi. Bibir pantai nyaris mendekati tambak penduduk. Masyarakat di desa ini membutuhkan bantuan pembuatan tanggul pantai sebagai prioritas dibandingkan dengan bantuan untuk tujuan-tujuan

♦ Sudah pernah ada usaha penanaman vegetasi manggrove pada tepi pantai yang terabrasi, dilakukan secara swadaya, namun gagal.

2. DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

a. Aspek Biofisik

a.1. Tipologi lahan Basah

Pada wilayah penelitian V (Aceh Utara & Lhokseumawe) terdapat beberapa tipe lahan basah yaitu : pantai berpasir, kolam ikan/tambak, hutan rawa mangroves, dataran berlumpur/mud flat dan muara sungai/river mouth/estuarine,

a.2. Keanekaragaman vegetasi

Berdasarkan pengamatan lapangan dan informasi masyarakat, hutan mangrove di sepanjang pesisir utara dari lokasi survei sebelum bencana Tsunami telah mengalami kerusakan karena adanya konversi lahan menjadi tambak udang serta beberapa bentuk pemanfaatan lainnya. Dalam konversi lahan menjadi tambak, hampir semua pohon mangrove yang terdapat di lokasi ini ditebang.

302 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Selain dikonversi menjadi areal tambak, pemanfaatan/eksploitasi pohon bakau sebagai bahan mentah arang juga berperan dalam kerusakan hutan mangrove. Di pesisir Aceh Utara, beberapa pabrik arang telah lama beroperasi dengan menggunakan pohon bakau yang ada di sekitarnya sebagai bahan baku. Berbagai tekanan dan kerusakan yang dialami hutan mangrove kini hanya menyisakan hutan mangrove dalam luas yang sangat terbatas serta keberadaannya tersebar tidak merata (patchy).

Dengan adanya bencana Tsunami, hutan mangrove yang masih tersisa tersebut menjadi semakin berkurang serta menambah tingkat kerusakan yang dialaminya. Suatu hal yang sangat memprihatinkan adalah tidak adanya usaha pihak-pihak terkait untuk menanam kembali lahan-lahan yang sudah ditebang, atau kalaupun ada, dilakukan dalam skala yang sangat kecil, misalnya hanya dengan menanam 500 bibit. Usaha penanaman ini juga tidak dilakukan dengan serius dan tanpa pengetahuan (skill) yang memadai, sehingga bibit yang ditanam tidak berhasil tumbuh dan berkembang sebagai mana mestinya.

Di pesisir Aceh Utara, dijumpai pula pantai berpasir yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan umum pantai seperti cemara laut Cassuarina equisetifolia dan kelapa Cocos nucifera serta waru Hibiscus tiliaceus. Berdasarkan pengamatan, formasi Pes-caprae seringkali terlihat dan umumnya diikuti oleh formasi Barringtonia.

Paragraf dibawah ini adalah beberapa jenis formasi/tipe vegetasi yang dijumpai di pesisir Aceh Utara dan Lhokseumawe.

Formasi mangrove

Formasi ini dijumpai di semua desa pengamatan. Pohon bakau seringkali dijumpai di pantai berlumpur dan disepanjang sungai yang masih terpengaruh pasang surut air laut. Penyebaran formasi mangrove tidak hanya dijumpai dipinggir pantai, bahkan pada beberapa lokasi hingga 5 km dari garis pantai.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa formasi mangrove ini tidak terbentuk oleh tegakan pohon-pohon yang kontinyu melainkan oleh beberapa rumpun bakau yang tumbuh secara acak/sporadis. Dengan demikian, terdapat lahan/ruang kosong di antara rumpun-rumpun bakau tersebut. Berdasarkan pengamatan, formasi hutan mangrove di pantai Aceh Utara tersusun oleh empat genera utama yaitu Rhizophora sebagai genus yang paling dominan, sedang sisanya adalah Ceriops, Avicennia dan Bruguiera.

Pada wilayah yang berada di pinggiran sungai/krueng, formasi mangrove umumnya sangat tipis. Dibelakang formasi mangrove yang tipis ini, tata guna lahan didominasi oleh areal pertambakan yang sangat luas, dimana dulunya merupakan kawasan hutan mangrove yang sangat subur. Di areal tambak, terutama pada bagian yang belum dikonversi, masih terdapat sisa-sisa pohon bakau yang tersusun atas Avicenia spp., Sonneratia spp. dan Bruguiera spp.

Rhizophora spp. dan Avicennia spp. merupakan dua jenis dari komponen utama hutan mangrove yang cukup dominan di lokasi-lokasi pengamatan, baik dari segi kerapatan individunya maupun frekuensi kehadirannya. Selain itu ditemukan juga jenis Bruguiera spp., Ceriop spp., Xylocarpus spp. dan Nypa fruticans (Tabel 107).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 303

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat terungkap bahwa pada wilayah yang hutan mangrovenya masih baik, kerusakan akibat tsunami dapat diminimalisir. Sebaliknya, pada wilayah yang tidak ada mangrove, gelombang Tsunami masuk hingga jauh ke daratan dengan kekuatan yang lebih besar dan cepat sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah.

Tabel 107. Kehadiran vegetasi mangrove pada wilayah pengamatan berbagai Desa yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe

Desa No Vegetasi Mangrove 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Rhizophora spp. + + + + + + + + + 2 Avicennia spp. + + + - + + - + + 3 Bruguiera spp. + - + - + - + + + 4 Sonneratia spp. - - - - + - + + + 5 Ceriops sp. - - + - - - + + + 6 Xylocarpus spp. - - - + - - - + - 7 Nypa fruticans + + + + + + + + -

Keterangan: 1 Desa Cut Mamplam/Kecamatan Muara Dua; 2 Meunasah Me/Muara Dua; 3 Dayah Tuha/Bayu; 4 Kuta Krueng/Samudera; 5 Meunasah Meucat/ Samudera; 6 Blang Nibung/Tanah Pasir; 7 Kuala Cangkoi/Tanah Pasir; 8 Ulee Matang/Seunuddon, dan; 9 Teupen Kuyuen/Seunuddon; + = ada, - = tidak ada

Formasi Pes-caprae

Formasi Pes-caprae umumnya dijumpai di pantai berpasir yang tidak terjangkau oleh pasang air laut. Selain katang-katang Ipomea pes-caprae, tumbuhan lain yang ditemukan di formasi ini adalah rumput lari Spinifex littoreus.

Formasi Ipomoea pes-caprae di lokasi survei umumnya dijumpai secara acak dan berada jauh dari garis pantai. Gelombang tsunami diduga berpengaruh terhadap penyebaran biji /benih katang-katang hinggga jauh dari pantai ke daratan. Biji tanaman tersebut, oleh air pasang tsunami, diduga terdampar jauh ke darat dan kemudian tumbuh dengan subur.

Formasi baringtonia

Secara umum, formasi barringtonia di semua lokasi/desa memiliki jenis-jenis tanaman penyusun yang relatif sama. Keadaan ini dikarenakan semua lokasi survei berada dalam satu kawasan yang memiliki karakter fisik lahan yang relatif sama. Beberapa jenis yang umum dijumpai pada formasi baringtonia, antara lain: Butun/Keben Baringtonia asiatica, Cemara laut Causarina equisetifolia, Waru Hibiscus tiliaceus, Nunuk Ficus spp., Paku Laut Acrosticum aureum, Kedondong Laut Spondias pinnata, Kelapa Cocos nucifera, Lamtoro Leucaena glauca / L.leucocephala. Selain itu, pada bagian lahan yang kosong dapat pula dijumpai kara pedang Canavalia rosea, teki-tekian Cyperus stoloniferus dan Pandan Pandanus tectorius. Pengaruh Tsunami terlihat jelas di formasi Baringtonia. Beberapa jenis seperti butun dan kedondong mengalami kematian karena terkena hempasan dan genangan air laut dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan pengamatan, jenis pohon paling tahan terhadap air laut adalah cemara laut.

304 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Vegetasi daratan (inland) di sekitar desa

Masyarakat pesisir di Aceh Utara melakukan penanaman beberapa jenis tumbuhan yang dianggap bermanfaat bagi kehidupannya. Mereka melakukan penanaman di pekarangan, kebun atau areal kosong di sekitarnya. Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah kelapa Cocos nucifera. Jenis-jenis tanaman lainya yang juga umum ditanam masyarakat di sepanjang pesisir Aceh Utara dapat dilihat pada Tabel 108 dibawah ini.

Tabel 108. Jenis tanaman di pekarangan, kebun, dan sekitar desa pengamatan yang disurvei di Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe

No Nama Jenis Nama Lokal Manfaat

1 Cocos nucifera Kelapa/baku Bahan bangunan, bumbu 2 Artocarpus heterophyllus Nangka/panah Makanan dan sayur 3 Mangifera indica Mangga/mamplam Makanan 4 Musa paradisiaca Pisang/pisang Makanan 5 Averhoa carambola Belimbing/ limeng Bumbu dan makanan 6 Jatropha curcas Jarak pagar/nawah Pagar rumah 7 Hibiscus tiliaceus Waru/Siren Pagar 8 Areca cathecu Pinang/pineang Bumbu dapur 9 Eryrhrina variegata Dadap laut - 10 Citrus maxima Jeruk bali/giri Makanan 11 Psidium guajava Jambu/jambe Makanan 12 Coffea robusta Kopi/kupi Dijual 13 Spondias sp. Kedondong /kledong Pagar 14 Barringtonia racemosa Putat sungai - 15 Artocarpus elasticus Sukun/sukon Makanan

Lebih ke darat lagi, biasanya ditemukan lagi hamparan tambak yang sangat luas milik masyarakat. Satu keluarga dapat memiliki 2-7 ha lahan tambak yang kelihatannya kurang produktif karena ternyata tingkat kesejahterahan penduduknya masih tergolong menengah ke bawah.

a.3. Keanekaragaman fauna

Informasi tentang fauna (khususnya burung) tidak disajikan karena datanya hanya berasal dari hasil wawancara dengan penduduk dan hasilnya dianggap kurang memadai. Kalaupun dimuat, dikhawatirkan akan menimbulkan intepretasi yang bias bagi para peneliti selanjutnya.

a.4. Aspek Tanah

a.4.1. Geomorfologi

Di Aceh Utara dan Lhokseumawe, secara Geografis 5% dari jumlah Gampong (Desa)/Kelurahan menempati kawasan pantai, 83% dataran rendah, dan 6 % merupakan kawasan lembah serta 6 % sisanya merupakan kawasan berbukit.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 305

Menurut keadaan topografi, 88% Gampong (Desa)/Kelurahan merupakan daerah datar dan sisanya 12% berbukit hingga bergunung. Menurut klasifikasi perkembangan Gampong (Desa)/Kelurahan, ternyata seluruh Gampong (Desa)/Kelurahan yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara termasuk dalam kategori Gampong (Desa)/Kelurahan Swakarya.

Sesuai dengan letak ketinggian wilayah 26,31% berada pada ketinggian 0 - 10 m dari permukaan laut, 13,06% terletak pada ketinggian 10 - 25 m dari permukaan laut, 45,59% terletak pada ketinggian 25 - 500 dari permukaan laut, 4,87% terletak pada ketinggian di atas 500 - 1000 m dari permukaan laut, sisanya 10,17% terletak pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut.

Sedangkan dari keadaan kemiringan lereng, 32,62% dari luas wilayah terletak pada kemiringan 0 - 2%, 8,43% terletak pada kemiringan 2 - 15%, 30,92% terletak pada kemiringan 15 - 40% dan sisanya 28,03% terletak pada kemiringan di atas 40 %. Sedangkan dilihat dari kedalaman efektif tanah maka 78,67% dari luas wilayah mempunyai kedalaman efektif > 90 cm, 10,70% dengan kedalaman efektif 60 - 90 cm dan 10,63% dengan kedalaman efektif 30 - 60 cm.

a.4.2. Keadaan tanah

Tanah-tanah di lokasi penelitian merupakan tanah mineral yang terbentuk dari bahan endapan laut yang terdiri dari pasir dan liat. Beberapa tempat adalah lumpur dengan kandungan bahan organik tinggi. Tanah-tanah ini menempati dataran pantai, mulai dari pantai sampai ke arah peralihan dengan lahan yang lebih tinggi. Pada lahan yang lebih rendah tanahnya selalu tergenang dan selalu jenuh air karena pengaruh air pasang dari laut maupun sungai. Pada lahan yang rendah ini, proses pematangannya terhambat dan terbentuk tanah-tanah dalam lingkungan yang terreduksi dan mempunyai kandungan garam-garam. Sedangkan pada lahan yang agak melandai tanahnya tidak terpengaruh oleh kondisi air tergenang dan terjadi proses oksidasi sehingga terjadi proses pematangan dan perkembangan penampang.

Secara umum lokasi penelitian (ada 9 desa) merupakan daerah dengan topografi datar. Sebagian besar kawasan pesisir pantai areal tambak udang yang dikelola oleh masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok.

Secara umum suhu tanah tambak berada lebih rendah dari pada suhu lingkungan pada siang hari yang berkisar 23.9 oC sampai 25 oC. Rendahnya suhu tanah tambak dikarenakan kondisi yang selalu tergenang dan intensitas cahaya matahari yang mencapai permukaan tanah tambak (beberapa) terhalang vegetasi.

a.4.3. Kesuburan Tanah

Untuk mengetahui status kesuburan tanah di wilayah penelitian telah diambil beberapa contoh tanah secara komposit yang merupakan gabungan beberapa contoh tanah yang diambil dari kedalam 0-50 cm. Contoh-contoh tanah tersebut kemudian dianalisis sifat kimia dan fisik.

306 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Analisa sifat fisika seperti suhu, warna dan tekstur. Analisa sifat kimia seperti pH tanah, kadar Phosfor, Nitrogen, Carbon, Redoks, Fe2O3.

Tekstur

• Tekstur adalah perbandingan antara persentase berat kadar pasir, debu dan liat tanah. Fraksi liat secara langsung berhubungan dengan penyediaan unsur hara, sedangkan fraksi pasir merupakan cadangan mineral untuk jangka panjang. Fraksi liat bersama bahan organik merupakan faktor yang menentukan kapasitas tukar kation yang mampu menahan air dan hara untuk diserap oleh tanaman

• Tekstur tanah lahan tambak yang terdapat diberbagai desa wilayah survei bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tekstur “Liat Berpasir” lebih sering dijumpai pada setiap stasiun pengamatan. Adapun desa-desa yang terdapat tekstur liat berpasir adalah Desa Cot Mamplam (Kec. Muara Dua), Desa Blang Me (Kec. Samudera), Desa Jerat Manyang dan Desa Kuala Cangkoi (Kec. Tanah Pasir). Sementara lokasi lain umumnya mempunyai kondisi tanah Lempung.

Kemasaman tanah (pH)

• Derajat keasaman tanah (pH) menunjukkan bahwa semua lokasi sampling mempunyai derajat kemasaman cenderung sama berkisar 7-8. Kisaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pH tanah pada lokasi penelitian dalam kisaran alkalis. Namun derajat kemasaman tanah merupakan salah satu unsur penilaian kesuburan tanah dan merupakan faktor pembatas yang menpengaruhi penyerapan unsur hara, dimana pada pH 6.0 digunakan sebagai titik batasnya. Pada pH tanah yang tinggi (>6.0) secara tidak langsung unsur-unsur hara seperti fosfat menjadi tidak tersedia.

Bahan organik

• Kadar bahan organik tanah diukur dengan menetapkan karbon (C), nitrogen (N). Kadar bahan organik disamping dapat mengikat unsur hara. Bahan organik juga dapat menjaga kelembaban tanah dan membuat struktur tanah menjadi gembur. Di lokasi penelitian ke empat kecamatan, kadar bahan organik karbon dan nitrogen cenderung rendah (<0.50%).

Phosphat

• Fosfor yang terdapat dalam bentuk organik sebagai sumber unsur hara utama. Dalam lingkungan masam fosfat bereaksi dengan besi dan aluminium membentuk Fe-P dan Al-P sehingga ia menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Sifat dan karakteristik tanah penting artinya dalam hubungan antara tanah, air dan tanaman. Pengambilan unsur-unsur hara oleh tanaman selain ditentukan oleh ketersediaan unsur-unsur tersebut secara kimiawi, ditentukan pula oleh keadaan sifat fisik tanahnya. Faktor aerasi dan tersedianya air dalam tanah adalah faktor terpenting dalam hubungan di atas. Aerasi ini tergantung bagaimana struktur tanah memiliki jumlah pori –pori dan

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 307

bagaimana pula permeabilitasnya. Tanah yang memiliki jumlah pori aerasi yang cukup, belum tentu memiliki aerasi yang baik apabila sebagian pori diisi oleh air yang sering terjadi pada musim hujan atau daerah genangan. Pada lahan tambak dan rawa di lokasi penelitian, jumlah pori aerasi sedang dan permeabilitas lambat. Hal demikian terjadi karena lahan selalu jenuh air dan menjadi faktor penghambat.

Redoks

• Redoks tanah tercatat secara umum untuk ke semua kecamatan bahwa menunjukkan hasil yang negatif berkisar antara –13 sampai –191 mV. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen dalam tanah tambak yang tergenang sangat sedikit sehingga dalam tanah tersebut tidak terjadi proses reduksi dan oksidasi. Dengan demikian tanah pada lahan tambak sangat sulit mencapai kematangan tanah.

Hasil uji kondisi fisika dan kimia tanah lahan tambak di kawasan pesisir Aceh Utara yang terbagi dalam 4 kecamatan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 109.

Tabel 109. Hasil pengukuran kualitas Tanah Tambak di Kabupaten Aceh Utara

Hasil Uji No. Parameter Satuan A B C D

1 Suhu (0C) 24.0 23.9 25.0 23.9

2 Tekstur - Liat berpasir, Lempung berdebu

Liat, Liat berpasir

Lempung berliat, Liat berpasir

Lempung berliat,

3 Warna - Coklat keabuan, Abu kehitaman

Kuning keabuan, Hitam keabuan

Hitam keabuan, Abu kehitaman

Abu kehitaman, Coklat keabuan

1 pH 8.03 7.25 7.9 7.5 2 Redoks mV -73 -13 -108 -191.75 3 Fe2O3 Mg/l 1.22 1.19 0.81 0.42 4 Phospor mg/L 2.42 2.21 2.10 1.27 5 Nitrogen (N) Mg/l 0.015 0.29 0.04 0.17 6 Carbon % 0.21 0.12 0.07 0.12

Keterangan :

A. Kecamatan Muara Dua Kabupaten Aceh Utara B. Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara C. Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara D. Kecamatan Seunudon Kabupaten Aceh Utara

308 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

a.5. Kualitas air

Pengukuran kualitas air dilakukan terhadap air yang terdapat dalam tambak, sumur masyarakat serta aliran sungai di desa-desa penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe yang semuanya terkena dampak tsunami (lihat Tabel 110). Tiap pengukuran dilakukan dengan tiga ulangan. Pengukuran suhu, kecerahan, DHL, salinitas, pH dan oksigen terlarut dilakukan secara langsung di lapangan (in situ). Sementara analisis kandungan nutrien (nitrat, nitrit dan sulfat) serta zat yang bersifat racun (toksik) seperti kandungan air raksa, sulfida dan sianida dilakukan secara eks situ yaitu mengoleksi sampel dari lapangan kemudian dianalisa oleh UPTD Laboratorium Kesehatan, Dinas Kesehatan NAD.

Tabel 110. Koordinat titik-titik pengambilan contoh air di desa-desa penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe

No Koordinat Lokasi dan jenis contoh air yang diambil untuk dianalisa

1 05o 08’ 56.70” LU; 97 o 08’ 37.56” BT Desa Cot Mamplam Kec. Muara Dua (air tambak dan air sumur)

2 05o 09' 27.42” LU; 97 o 08’ 27.78” BT Desa Meunasah Mee Kec. Muara Dua (air tambak dan air sumur)

3 05o 07’ 50.22” LU; 97 o 11’ 32.64” BT Desa Dayah Tuha Kec. Samudera (air tambak dan air sungai)

4 05o 08’ 24.24” LU; 97 o 13’ 26.64” BT Desa Blang Mee Kec. Samudera (air tambak)

5 05o 09’ 53.16” LU; 97 o 16’ 11.40” BT Desa Kuala Kreto Kec. Tanah Pasir (air tambak dan air sungai)

6 05o 09’ 12.90” LU; 97 o 15’ 55.62” BT Desa Jerat Manyang Kec. Tanah Pasir (air tambak)

7 05o 10’ 05.16” LU; 97 o 18’ 00.12” BT Desa Kuala Cangkui Kec. Tanah Pasir (air tambak)

8 05o 12’ 46.74” LU; 97 o 26’ 27.48” BT Desa Ule Matang Kec. Seunodon (air tambak dan air sumur dan sungai)

9 05o 12’ 21.90” LU; 97 o 29’ 09.36” BT Desa Teupin Kuyun Kec. Seunodon (air tambak dan air sumur)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 309

Kualitas Air Tambak. Hasil analisa air tambak (lihat Tabel 111) pada berbagai lokasi pengamatan memperlihatkan kualitas air yang relative masih baik dan layak bagi kepentingan budidaya perikanan tambak (terutama ditinjau dari kandungan oksigen terlarut yang relative tinggi 5,5 – 7,1 mg/l dan nilai salinitasnya). Semua air tambak mencerminkan kondisi air yang bergaram yaitu dipengaruhi air laut, hal demikian terlihat dari nilai salinitas (17 – 25 ppt) dan DHL (31400-47000µS/cm) yang relatif tinggi, air bersifat alkaline (pH 7,13 – 8,70) dan kandungan sulfatnya tinggi. Meskipun beberapa parameter kualitas air yang dianalisa mempelihatkan kondisi air tambak yang relative baik, namun tidak berarti pembangunan/restorasi tambak yang rusak nantinya akan menjamin produktivitas budidaya. Hal demikian dikarenakan masih banyaknya faktor lain yang perlu dipertimbangkan, antara lain: ketersediaan air tawar sebagai pengencer air laut (biasanya dari sungai terdekat) dalam jumlah dan kualitas yang memadai, issue tentang hama dan penyakit ikan/udang (seperti white spot), kemudahan perolehan bibit udang dan ikan untuk dibudidaya dsb.

Kualitas Air Sumur. Hasil analisa air sumur pada berbagai lokasi pengamatan (lihat Tabel 112) memperlihatkan kualitas air yang tawar (salinitas nol) tapi relative bersifat basa/alkaline (pH 7,60 – 8,70). Dari beberapa parameter yang diukur, kualitas air dari semua sumur memang masih baik dan layak bagi kepentingan air baku untuk minum. Namun demikian tidak berarti air ini sudah cukup aman untuk diminum, karena masih banyak lagi parameter-parameter penting lainnya yang tidak diukur, diantaranya keberadaan logam-logam berat dan kemungkinan adanya kontaminasi mikroorganisme phatogen (seperti E. coli dsb). Seperti misalnya dari hasil pengukuran air sumur di wilayah penelitian 2 (Aceh Barat dan Nagan Raya) dan 3 (Banda Aceh dan Aceh Besar), yang hampir semua air sumur di daerah ini terkontaminasi mikroorganisme pathogen.

Kualitas Air Sungai. Hasil analisa air sungai pada berbagai lokasi pengamatan (lihat Tabel 113) memperlihatkan kualitas air yang tawar (salinitas nol, tidak ada pengaruh air pasang dari laut) tapi relative bersifat basa/alkaline (pH 7,13 - 8,70) dan keruh. Dari semua parameter yang diukur, kualitas air dari semua sungai masih cukup baik untuk dijadikan pengencer air tambak maupun baku air minum. Namun demikian tidak berarti air ini sudah cukup aman, karena masih banyak lagi parameter-parameter penting lainnya yang tidak diukur, diantaranya keberadaan logam-logam berat dan kemungkinan adanya kontaminasi mikroorganisme phatogen (seperti E. coli dsb).

310 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 111. Hasil pengukuran kualitas air Tambak di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe

Kecamatan Kadar max yang diperbolehkan No. Parameter Satuan

A B C D Air laut Air Sumur

FISIKA :

1 Suhu 0C 25.0 – 27.4 28.0-31.5 24.0-28.0 28.0-31.0 28-30 Deviasi 3

2 Kecerahan Cm < 50 cm <50 cm <100 cm <100 cm >5 m -

3 DHL µS/cm 31.400 33.400 41.200 47000 - -

4 Salinitas Ppt 17 18 23 25 30-34 -

KIMIA :

1 pH 8.70 7.13 8.07 7.60 7-8.5 6-9

2 Oksigen terlaru (DO) mg/L 6.20 7.10 6.30 5.50 >5 >3

3 Kesadahan (CaCO3) mg/L 249.60 648.00 362.40 333.60 - 500

4 Air raksa (Hg) mg/L 0.00 0.00 0.00 0.00 - 0.001

5 Nitrat (NO3) mg/L 0.345 0.553 0.297 0.345 - 50

6 Nitrit (NO2) mg/L 0.066 0.055 0.024 0.021 - 3.0

7 Sulfat (SO4) mg/L 260.10 337.80 304.30 300.90 - 250

8 Sulfida (H2S mg/L 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05

9 Sianida (Cn) mg/L 0.00 0.00 0.00 0.00 - 0.07

Ket. A. Kec. Muara Dua (Lhokseumawe) B. Kec. Samudera (Aceh Utara) C. Kec. Tanah Pasir (Aceh Utara) D. Kec. Seneudon (Aceh Utara)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 311

Tabel 112. Hasil pengukuran kualitas air Sumur di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe

Kecamatan Kadar max yang diperbolehkan No. Parameter Satuan A B C D Air laut Air Sumur

FISIKA :

1 Suhu (0C) 23.0 – 24.0 - - 23.0-25.0 28-30 Deviasi 3

2 Kecerahan M > 5 m - - > 5 m >5 m -

3 DHL µS/cm 750.00 - - 697.00 - -

4 Salinitas (ppt) 0.00 - - 0.00 30-34 -

KIMIA :

1 pH 8.70 - - 7.60 7-8.5 6-9

2 Oksigen terlaru (DO) mg/L 6.20 - - 5.40 >5 >3

3 Kesadahan (CaCO3) mg/L 40.80 - - 52.80 - 500

4 Air raksa (Hg) mg/L 0.00 - - 0.00 - 0.001

5 Nitrat (NO3) mg/L 11.89 - - 0.316 - 50

6 Nitrit (NO2) mg/L 0.087 - - 0.043 - 3.0

7 Sulfat (SO4) mg/L 90.66 - - 197.5 - 250

8 Sulfida (H2S mg/L 0.00 - - 0.00 0.05

9 Sianida (Cn) mg/L 0.00 - - 0.00 - 0.07

Catatan: Kec. Samudera dan Kec. Tanah Pasir tidak ada data dari sumur masyarakat karena umumnya tidak mempunyai sumur. Sebagai air konsumsi mereka mengambil air bersih siap minum bantuan pasca tsunami.

Ket. A. Kec. Muara Dua (Lhokseumawe) B. Kec. Samudera (Aceh Utara) C. Kec. Tanah Pasir (Aceh Utara) D. Kec. Seneudon (Aceh Utara)

312 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 113. Hasil pengukuran kualitas air Sungai di berbagai kecamatan pada Kabupaten Aceh Utara & Lhokseumawe

Kecamatan Kadar max yang diperbolehkan No. Parameter Satuan

A B C D Air laut Air Sumur

FISIKA :

1 Suhu (0C) - 28.4 29.0 30.4 28-30 Deviasi 3

2 Kecerahan Cm - < 30 cm < 30 cm < 50 cm >5 m -

3 DHL µS/cm - 750.00 821.00 113.00 - -

4 Salinitas (ppt) - 0.00 0.00 0.00 30-34 -

KIMIA :

1 pH - 8.70 7.13 7.60 7-8.5 6-9

2 Oksigen terlaru (DO) mg/L - 6.20 7.50 6.40 >5 >3

3 Kesadahan (CaCO3) mg/L - 16.50 124.80 52.80 - 500

4 Air raksa (Hg) mg/L - 0.00 0.00 0.00 - 0.001

5 Nitrat (NO3) mg/L - 0.363 0.941 10.40 - 50

6 Nitrit (NO2) mg/L - 0.030 0.047 1.065 - 3.0

7 Sulfat (SO4) mg/L - 200.30 97.38 106.30 - 250

8 Sulfida (H2S mg/L - 0.00 0.00 0.00 - 0.05

9 Sianida (Cn) mg/L - 0.00 0.00 0.00 - 0.07

Ket. A. Kec. Muara Dua B. Kec. Samudera (Sungai Krueng Pasie) C. Kec. Tanah Pasir (Sungai Krueng Kruto)

D. Kec. Seneudon (Sungai Krueng Jambo Aye)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 313

b. Aspek Sosial Ekonomi

b.1. Perikanan Laut

Hasil survey selama tiga hari di Aceh Utara dan Lhokseumawe telah dijumpai ± 147 orang nelayan (120 orang nelayan tangkap, 16 orang nelayan budidaya, 2 orang toke bangku dan 6 orang petani garam). Dari jumlah tersebut hanya 16 orang saja yang diwawancarai sebagai sampel, diantaranya 11 orang nelayan tangkap, 1 orang nelayan budidaya dan 4 orang petani garam.

Ditinjau dari segi kisaran umur, sebagian besar responden berada dalam kisaran umur produktif (17-50 tahun) yaitu sebanyak 87,5% dan sisanya berumur diatas 50 tahun serta tidak ada responden yang berumur dibawah 17 tahun.

Jika ditinjau dari segi kekuatan mesin kapal, sebagian besar boat yang digunakan nelayan berkekuatan mesin antara 5-23 HP (PK) yaitu sebanyak 37,5%. Sebanyak 56,2% berkekuatan dibawah 5 HP dan hanya 6,3% saja yang berkekuatan cukup besar. Hal ini menyebabkan areal tangkapan tidak terlalu jauh, yaitu pada umumnya/kebanyakan menangkap ikan di sekitar pantai (≤ 5 mil), beberapa menangkap di daerah fishing ground (10 mil dari pantai) dan belum ada yang menangkap di ZEE (zona ekonomi ekslusive). Semua responden menilai hasil tangkapan atau peliharaan ikan menurun setelah tsunami.

Hampir semua nelayan baik nelayan tangkap maupun budidaya merasa hutan bakau sangat bermanfaat baik dari segi perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun dari segi aspek kehidupan lainnya, misalnya sebagai benteng pelindung pantai dan pemukiman. Semua responden bersedia melakukan kegiatan restorasi hutan pantai. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya nelayan sudah mempunyai pengetahuan yang cukup memadai akan pentingnya hutan pantai. Namun demikian, saat survey hanya ditemukan satu lokasi pembibitan yang dikerjakan secara swakelola oleh nelayan yaitu di Desa Teupin Kunyuen Kecamatan Seunudon.

Jika ditinjau dari segi jenis ikan yang tertangkap, maka ikan muara dan ikan karang merupakan jenis ikan yang banyak tertangkap. Menurut nelayan, tidak ada perbedaan jenis ikan tangkapan sebelum dan sesudah tsunami (Lampiran 2), hanya saja hasil tangkapan dirasakan semakin menurun. Hal ini diduga bukan disebabkan oleh berkurangnya stok ikan di laut, akan tetapi lebih disebabkan karena minimnya teknologi penangkapan yang dipakai oleh nelayan (jenis alat tangkap yang dipakai kurang efektif) dan biaya melaut yang semakin mahal karena naiknya harga BBM sejak Oktober 2005.

Dari hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa sebagian nelayan telah memperoleh bantuan boat. Namun demikian, perlengkapan tangkap yang diberi tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

Desa Menasah Mee dan Cut Mamplam, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe

Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, sebagian besar masyarakat Desa Meunasah Mee (± 80 orang) berprofesi sebagai nelayan sedangkan sebagian kecil lainnya sebagai petani tambak. Sementara di Desa Cot Mamplam, hampir seluruh masyarakatnya berprofesi sebagai petani tambak.

314 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Pada umumnya, nelayan di kedua desa ini hanya menangkap ikan di dekat pantai (jarak tangkap sekitar 2-5 mil dari pantai). Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan sarana penangkapan seperti perahu dan jaring serta kekurangan modal kerja seperti membeli BBM, es, garam dan konsumsi selama melaut. Selain itu, waktu melaut nelayan hanya ± 8-12 jam, misalnya berangkat pagi hari, maka pulang sore hari dan sebaliknya. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah dan jenis hasil tangkapan setelah tsunami dirasakan semakin menurun.

Setelah bencana gempa bumi dan tsunami, sebagian besar masyarakat Desa Menasah Mee belum bisa melaut karena sarana penangkapan ikan yang hilang dan rusak oleh tsunami. Sementara di Desa Cot Mamplam sebagian besar petani tambak juga belum aktif melakukan usahanya, karena areal tambaknya telah hancur terkena tsunami.

A

B

Gambar 129. A. Perahu boat; B. Alat tangkap jaring

Desa Menasah Tuha Lancok, Kec. Syamtalira Bayu, Kab. Aceh Utara

Kegiatan perikanan yang dominan di Desa Meunasah Tuha Lancok adalah penangkapan ikan. Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, jumlah boat yang ada ± 35-40 boat. Sementara setelah tsunami, boat yang ada hanya 25 unit dengan 10 unit diantaranya adalah bantuan dari Depsos dan Oxfam. Selain itu, 12 unit diantara 25 unit boat yang tersisa, berkekuatan 23-30 HP sedangkan lainnya 5-15 HP.

Ditinjau dari segi kekuatan armada, nelayan seharusnya dapat menjangkau daerah penangkapan ZEE. Namun, kekurangan modal kerja menyebabkan para nelayan hanya mampu mencapai daerah penangkapan ± 6 mil dari pantai.

Berdasarkan hasil wawancara, bantuan boat dari Depsos dan Oxfam belum memadai sehingga sebagian besar nelayan belum bisa bekerja seperti biasanya. Nelayan di desa ini sangat berharap adanya bantuan boat dan jaring untuk udang (jaring nilon). Jaring ini sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil tangkapan dan pendapatan mereka.

Kampung Tengoh, Kec. Samudera, Kab. Aceh Utara

Kegiatan perikanan yang dominan di Kampung Tengoh adalah penangkapan ikan. Biasanya nelayan mencari ikan di kawasan yang jauh dari pantai. Namun demikian, karena adanya keterbatasan alat tangkap dan modal maka kegiatan penangkapan hanya di sekitar pantai. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 315

nelayan adalah jaring insang dan pukat langgar. Pada umumnya mereka mengoperasikan jaring dasar (trawl) untuk menangkap udang dan ikan kerapu. Saat ini, berbagai jaring di atas banyak yang rusak. Sementara bantuan dari Depsos dan LSM asing tidak memenuhi spesifikasi yang diinginkan terutama ukuran panjangnya.

Saat ini terdapat ± 70-75 kapal motor dengan berbagai spesifikasi (6-23 HP) berlabuh di desa ini, tepatnya di Kuala Pasee (TPI tradisional dekat muara sungai Pasee). Sebagian kapal tersebut adalah milik nelayan setempat sedangkan sebagian lagi adalah milik nelayan dari luar desa yang hanya mendaratkan hasil tangkapannya. Namun demikian, lokasi tempat pendaratan ini belum dapat dikategorikan sebagai TPI yang baik karena sarana pendukung seperti stasiun pengisian bahan bakar dan pabrik/kios penjual es batangan belum tersedia.

Selain kegiatan menangkap ikan, di kampong ini juga terdapat kegiatan tambak. Namun demikian, saat ini tambak telah mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami. Selain itu, gempa bumi dan tsunami juga telah menghancurkan hutan mangrove di kampong ini. Kini masyarakat kampong ini telah mengusahakan (?) kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dan diperoleh informasi bahwa ada nelayan dari desa tetangganya yaitu, Desa Menasah Krueng yang telah mampu membibitkan mangrove.

Desa Kuala Kreto, Kec. Tanah Pasir, Kab. Aceh Utara

Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, kegiatan utama masyarakat Kecamatan Tanah Pasir adalah melakukan penangkapan ikan yang terpusat di Desa Kuala Kreto dan usaha tambak garam di Desa Kuala Cangkoi. Bencana tsunami telah menyebabkan sarana penangkapan ikan dan areal tambak garam rusak. Selain itu, sebagian besar rumah penduduk di Desa Kuala Kreto rusak total dan ±30 orang meninggal dunia.

Berdasarkan hasil wawancara, saat ini nelayan mengalami kesulitan dalam mendapatkan minyak solar karena keterbatasan modal. Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat, di Desa Kuala Cangkoi akan dibangun TPI (tempat pendaratan ikan) yang cukup baik dan saat ini sedang dalam tahap studi AMDAL.

Sementara itu, kondisi petani garam saat ini dinilai lebih memprihatinkan dibandingkan dengan nelayan. Pada umumnya, pada musim kemarau harga garam umumnya sangat rendah dari harga pasaran yang berlaku meskipun pada musim hujan harga garam yang mereka hasilkan sedikit lebih tinggi.

Desa Teupin Kunyuen, Kec. Seunodon, Kab. Aceh Utara

Sebagian besar masyarakat Desa Teupin Kunyuen berprofesi sebagai nelayan dan sebagian kecil lainnya sebagai petani tambak. Pada umumnya nelayan menangkap ikan di daerah muara sungai. Di desa ini telah terdapat satu unit TPI yang cukup baik meskipun agak kurang terawat. Desa ini merupakan salah satu desa yang terkena musibah tsunami cukup parah. Saat ini, sebagain besar perahu dan areal tambak telah rusak.

316 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

b.1.1. Jenis ikan hasil tangkapan

Tabel di bawah ini memperlihatakan berbagai jenis ikan hasil tangkapan pada beberapa desa yang disurvei. Ikan-ikan yang ditangkap diperairan pantai Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe ternyata paling banyak jenisnya dibanding dengan jenis hasil tangkapan di desa-desa lainnya. Selain udang, Ikan kerapu, bawal hitam dan kakap umumnya merupakan jenis-jenis ikan yang paling sering tertangkap di semua perairan desa yang disurvei.

Tabel 114. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan yang sering dijumpai di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe

Nama Lokal Nama Ilmiah A B C D E

Ikan Kerapu Epinephelus spp. + + + + Pari Anabastis narinari + Kakap Lates calcarifer + + + + Belanak Mugil sp. + Jenaha Lutjanus russelli + + Bandeng Chanos-chanos + Bawal hitam Formio niger + + + + Pari kekeh Rhynchobatus

djiddensis +

Pari ayam Dasyatis sephen + Teri Stolephorus

commersonii +

Rambe Caranx oblagus Ambe-ambe Katsuwanus sp. Lainnya Udang + + + Kepiting Scylla cerrata +

Keterangan:

A: Hasil survei di Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe B: Hasil survei di Desa Kampung Tengoh, Kecamatan Samudera, Aceh Utara C: Hasil survei di Desa Menasah Tuha Lancok, Kecamatan Tanah Pasir, Aceh

Utara D: Hasil survei di Desa Kuala Kreto, Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara E: Hasil survei di Desa Teupin Kuyuen, Kecamatan Seunodon, Aceh Utara

+ = sering dijumpai

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 317

Desa Menasah Mee dan Cut Mamplam, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe

Berdasarkan hasil wawancara, ikan kerapu (Epinephelus spp) dan ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Harga jual udang dapat mencapai Rp 45.000/kg dan ikan bandeng Rp15.000 – Rp20.000/kg. Harga jual ikan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim barat, harga ikan dapat meningkat dua kali lipat. Hal ini dikarenakan tidak banyak nelayan yang melaut sehingga jumlah ikan hasil tangkapan sedikit sedangkan permintaan tetap/banyak. Sebaliknya, kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi petani tambak ikan karena dapat menjual ikan hasil budidayanya dengan harga yang cukup tinggi.

Desa Menasah Tuha Lancok, Kec. Syamtalira Bayu, Kab. Aceh Utara

Sebelum tsunami, sebagian besar nelayan Desa Meunasah Tuha Lancok menjadikan induk udang sebagai tangkapan utama. Harga jual induk udang dapat mencapai Rp300.000 – Rp500.000/ekor. Setelah tsunami, hasil tangkapan induk udang menurun drastis. Hal ini diduga oleh rusaknya areal hutan bakau dan terumbu karang akibat tsunami. Selain itu, permintaan induk udang juga semakin sedikit akibat dari usaha pertambakan yang terhenti akibat tsunami di sejumlah daerah.

Sementara itu, di desa ini, ikan kerapu dan kakap juga termasuk ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Harga jualnya dapat mencapai Rp25.000-Rp40.000/kg.

Kampung Tengoh, Kec. Samudera, Kab. Aceh Utara

Di Kampung Tengoh, ikan kerapu termasuk ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Harga jualnya dapat mencapai Rp25.000/kg dan dipasarkan hingga ke Medan. Namun demikian, setelah bencana gempa bumi dan tsunami, hasil tangkapan ikan kerapu dirasakan relatif menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh rusaknya terumbu karang dan hutan mangrove di kawasan ini.

Desa Kuala Kreto, Kec. Tanah Pasir, Kab. Aceh Utara

Berdasarkan hasil wawancara, ikan kerapu (Epinephelus spp) dan ikan kakap (Lates carcarifer) termasuk jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Di desa ini harga jual ikan kerapu dapat mencapai Rp 45.000/kg dan ikan bandeng Rp15.000 – Rp25.000/kg. Harga jual ikan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim barat, harga ikan dapat meningkat dua kali lipat. Hal ini dikarenakan tidak banyak nelayan yang melaut sehingga jumlah ikan hasil tangkapan sedikit sedangkan permintaan banyak. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi petani tambak ikan karena dapat menjual ikan hasil budidayanya dengan harga yang cukup tinggi.

318 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Desa Teupin Kunyuen, Kec. Seunodon, Kab. Aceh Utara

Ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi bagi nelayan di Desa Teupin Kunyuen adalah ikan kerapu. Sebagian besar nelayan menjadikan benih kerapu sebagai tangkapan utama. Hasil tangkapan ini dipasarkan hingga ke Medan. Harga jual benih ikan kerapu di pengumpul berkisar antara Rp. 2000-Rp3000/ekor.Untuk ikan kerapu ukuran konsumsi dijual dengan harga Rp. 25.000-30.000/kg sementara ikan bandeng dijual dengan harga berkisar antara Rp15.000-Rp30.000/ kg.

b.1.2. Karakteristik kegiatan penangkapan

Informasi mengenai karakteristik kegiatan penangkapan di wilayah penelitian disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 115. Karakteristik kegiatan penangkapan di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe

Nama Lokasi/ Desa Komponen

A B C D E

Alat tangkap Perahu mesin 5 HP dan 16 HP Jaring insang (500 m)

Boat thep-thep 23 HP

Pukat sorong

Boat thep-thep 23 HP dan Boat dompleng 23 HP

Jaring insang

Boat thep-thep 15 HP

Jaring insang

Perahu dayung

Jaring insang

Jumlah trip per bulan

26 trip/bulan atau 312 trip/thn

26 trip/bulan atau 312 trip/thn

26 trip/bulan atau 312 trip/thn

26 trip/bulan atau 312 trip/thn

26 trip/bulan atau 312 trip/thn (pukat darat

Rata-rata hasil tangkapan

130-300 kg/bln, fluktuasi 50-100 kg/bln

250 – 400 kg/bln, fluktuasi 150-250 kg/bln

400-800 kg/bln, fluktuasi 100 kg/bln (boat thep-thep)

250-400 kg/bln, fluktuasi 100-150 kg/bln (boat dompleng)

150-300 kg/bln, fluktuasi 50-100 kg/bln

200-300 kg/bln, fluktuasi 50-100 kg/bln

Harga rata-rata hasil tangkapan

Rp. 10.000-30.000/kg, fluktuasi 20.000/kg

Rp. 5.000-25.000/kg, fluktuasi 15.000/kg

Rp.15.000-30.000/kg, fluktuasi 15.000/kg (boat thep-thep)

Rp.15.000-25.000/kg, fluktuasi 10.000/kg

Rp.20.000-25.000/kg, fluktuasi 5.000/kg

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 319

Nama Lokasi/ Desa Komponen

A B C D E

Rp.5.000-

25.000 kg/bln, fluktuasi 15.000 (boat dompleng)

Jarak melaut ± 2 – 5 mil ± 1-3 mil ± 2-3 mil ± 1-2 mil muara sungai

Biaya operasi untuk satu trip

Rp. 150.000-250.000

Rp. 240.000 Rp. 240.000 Rp. 220.000 Rp. 20.000

Pemasaran TPI Pengumpul (mugee)

Toke bangku TPI Pengumpul

Keterangan:

A: Hasil survei di Desa Menasah Mee dan Cot mamplam Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe

B: Hasil survei di Desa Lancok, Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara C: Hasil survei di Desa Kampung Tengoh, Kecamatan Samudera, Aceh Utara D: Hasil survei di Desa Kuala Kreto Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara E: Hasil survei di Desa Teupin Kuyuen, Kecamatan Seunodon, Aceh Utara

b.1.3. Harga alat tangkap

Berikut ini adalah harga alat tangkap di wilayah penelitian

Tabel 116. Daftar harga alat tangkap di wilayah penelitian Aceh Utara dan Lhokseumawe

Nama Lokasi / Desa & Kisaran Harga Alat Unit

A B C D E

Perahu mesin 5 HP

1 Rp. 5-6 juta - - - -

Perahu mesin 16 HP

1 Rp. 12 juta - - - -

Boat thep-thep15 HP

1 - - - Rp. 10 juta -

Boat thep-thep 23 HP

1 - Rp.10 juta Rp. 14 juta - -

320 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Nama Lokasi / Desa & Kisaran Harga Alat Unit

A B C D E

Boat dompleng 23 HP

1 - - Rp. 4 juta - -

Perahu dayung

1 - - - - Rp. 2 juta

Jaring insang

1 Rp. 1,5-3 juta - Rp. 4-5 juta Rp.3 juta Rp. 1,5 juta

Pukat sorong

1 - Rp. 5 juta - - -

Biaya perawatan

Rp. 200-550 ribu

Rp. 350 ribu Rp. 450-600 ribu

Rp. 400 ribu Rp 20 ribu

Keterangan:

A: Hasil survei di Desa Menasah Mee dan Cot mamplam Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe

B: Hasil survei di Desa Lancok, Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara C: Hasil survei di Desa Kampung Tengoh, Kecamatan Samudera, Aceh Utara D: Hasil survei di Desa Kuala Kreto Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara E: Hasil survei di Desa Teupin Kuyuen, Kecamatan Seunodon, Aceh Utara

b.2. Perikanan Darat

b.2.1. Pertambakan

Berikut ini adalah kondisi tambak-tambak pada beberapa lokasi wilayah survei. Hasil analisis kualitas air di tambak di desa-desa yang di survey, telah di bahas sebelumnya dan hasil analisanya disajikan dalam Tabel 111.

Desa Menasah Mee dan Cot Mamplam, Kec. Muara Dua, Kota Lhokseumawe

Di Desa Cot Mamplam, terdapat ±100 ha tambak. Sebagian besar merupakan usaha tambak tradisional. Setiap petani tambak rata-rata memiliki 1-4 ha tambak. Selain itu juga, ada petani yang tugasnya mengolah tambak dan mendapatkan upah melalui sistem bagi hasil dengan pemilik tambak.

Sebelum terjadi bencana gempa bumi dan tsunami, tambak-tambak di desa ini sebagian besar ditelantarkan pemiliknya. Hal ini dikarenakan petani tambak trauma dengan serangan penyakit udang (MBV) yang mengakibatkan gagal panen dan kerugian cukup besar. Sejak saat itu, sebagian besar petani tambak tidak lagi memelihara udang dan beralih ke budidaya ikan bandeng.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 321

Setelah bencana gempa bumi dan tsunami, tambak di desa ini mengalami kerusakan. Saat ini hanya beberapa petani tambak yang telah memperbaiki tambaknya, khususnya yang mengalami rusak ringan. Sementara tambak yang mengalami rusak berat, sebagian besar belum diperbaiki. Hal ini dikarenakan sebagian besar petani tambak tidak memiliki modal untuk memperbaiki tambaknya.

Gambar 130. Perbaikan tambak di lokasi survei (kiri) dan upaya pembibitan bakau yang telah dilakukan masyarakat dalam skala kecil.

Desa Menasah Tuha Lancok, Kec. Syamtalira Bayu, Kab. Aceh Utara

Selain sebagai nelayan, sebagian masyarakat juga berprofesi sebagai petani tambak. Namun demikian, hanya beberapa orang saja yang masih aktif menjalankan usaha tambak. Akibatnya tambak banyak yang terlantar. Salah satu penyebabnya adalah serangan hama penyakit dan harga jual udang yang tidak stabil.

Saat ini hanya terdapat 10-15 petani tambak yang masih menggarap tambaknya. Jenis ikan yang umumnya dipelihara adalah ikan bandeng (muloh) dan ikan kerapu. Tidak ada lagi petani tambak yang memelihara udang windu. Namun, ada beberapa nelayan yang memelihara udang putih secara tradisional, tanpa pemberian pakan.

Desa Kampung Tengoh, Kec. Samudera, Kab. Aceh Utara

Sebagian besar tambak di desa ini telah rusak akibat tsunami sehingga para petani tambak tidak bisa bekeja seperti biasanya. Untuk memperbaiki tambaknya, para petani tambak tidak memiliki modal.

c. Aspek Sosial Kemasyarakatan

Bencana gempa bumi hebat diikuti gelombang tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga saat ini masih meninggalkan trauma dan kepedihan yang mendalam. Bencana tersebut tidak hanya menyebabkan kehancuran fisik dan materi tetapi juga memberi dampak tekanan psikologis yang cukup berat bagi sebagian besar masyarakat. Hampir semua aspek dan

322 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

tatanan kehidupan masyarakat pada desa-desa atau kawasan yang terkena bencana secara langsung menjadi porak poranda. Salah satu aspek penting dari kehidupan masyarakat yang terkena dampak paling parah adalah aspek sosial ekonominya. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh bencana besar tersebut terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat, maka dilakukan survey dan observasi langsung ke desa-desa pada kawasan yang terkena bencana.

Hampir seluruh kawasan (Kabupaten) pesisir pantai di Provinsi NAD tekena dampak tsunami mulai dari kategori ringan hingga kategori sangat parah. Berikut ini akan diuraikan gambaran umum mengenai kondisi masyarakat pada beberapa desa di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh utara pasca tsunami.

Kota Lhokseumawe

Survey di Kota Lhokseumawe dilakukan pada salah satu kecamatan yang kawasannya berhadapan langsung dengan Selat Malaka, yaitu Kecamatan Muara Dua yang terdiri dari dua desa. Desa tersebut adalah Desa Cot Mamplam dan Desa Meunasah Mee.

Sebagian besar penduduk pada kedua desa tersebut adalah petani tambak dan nelayan. Desa terletak persis di tepi pantai, berhadapan langsung dengan selat Malaka. Tambak ditemukan dalam jumlah relatif banyak di garis pantai dan dibatasi oleh vegetasi mangrove. Akibat bencana, tambak mengalami kerusakan dengan kategori sedang dan beberapa mulai pulih kembali pada saat survey dilakukan.

Pasca bencana, masyarakat yang terkena dampak langsung telah mendapat bantuan kebutuhan pangan sehari-hari dari PMI dan Pemda setempat. Uang Jatah hidup dari Pemerintah untuk korban juga telah diterima. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di desa Meunasah Mee telah mendapat bantuan berupa perahu/boat dari Menkokesra dan Depsos. Perahu bermotor ini dibagikan melalui Panglima Laot. Meskipun jumlahnya masih terbatas, tetapi masyarakat telah memanfaatkannya. Hal yang dikeluhkan oleh masyarakat adalah, ketidaksesuaian antara spesifikasi perahu/boat yang diberikan dengan spesifikasi yang dibutuhkan masyarakat. Hasil pengamatan langsung terhadap perahu bantuan menunjukkan bahwa kualitas bahan kayu yang digunakan untuk perahu sangat rendah, sehingga perahu masih harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum dipakai. Selain bantuan perahu, petani tambak di Desa Meunasah Mee juga mendapat bantuan 3000 benih ikan kerapu.

Abrasi di pantai kedua desa ini sangat kuat. Masyarakat di kedua Desa ini sangat berharap ada upaya dari Pemda setempat atau pihak manapun untuk membantu mereka mengatasi ancaman abrasi ini. Salah satu keinginan yang mereka sampaikan adalah adanya pembuatan tanggul atau pemecah ombak di sepanjang pantai. Masyarakat juga sangat mendukung adanya upaya penanaman kembali vegetasi manggrove pada pematang tambak, terutama yang berbatasan langsung dengan pantai.

Kepemimpinan kepala Desa di kedua desa tersebut cukup mendapat tempat di masyarakat. Namun demikian, hasil wawancara menunjukkan bahwa Panglima Laot dan salah seorang tokoh GAM mempunyai pengaruh yang lebih besar.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 323

Kabupaten Aceh Utara

Survey di Kabupaten Aceh Utara dilakukan pada desa-desa dekat pantai di empat kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Syamtalira Bayu, Kecamatan Samudera, Kecamatan Tanah Pasir, dan Kecamatan Seuneudon.

Kecamatan Syamtalira Bayu

Survey di kecamatan ini dilakukan di Desa Dayah Tuha. Desa ini terletak lebih kurang 2 (dua) km dari pantai. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar tambak yang rusak telah diperbaiki dan mulai berfungsi kembali. Tambak yang ada di desa ternyata bukan milik petani setempat. Sebagian besar tambak tersebut dimiliki oleh pengusaha yang bermukim di Kota Lhokseumawe sedangkan status petani tambak hanya sebagai pekerja. Kepemilikan tambak oleh pemodal yang kuat memungkinkan tambak yang rusak dapat segera diperbaiki dan berfungsi seperti sedia kala.

Menurut petani tambak, hasil tambak mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak pasca bencana. Sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan juga mengaku bahwa hasil tangkapan mereka juga menurun dibandingkan sebelum terjadi bencana.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak ditemukan vegetasi mangrove pada pematang tambak penduduk. Namun hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa mereka sangat mendukung adanya usaha penanaman vegetasi mangrove pada tambak-tambak. Selain itu, desa juga memiliki TPI yang berfungsi dengan baik.

Pasca bencana, masyarakat yang terkena bencana mendapat bantuan kebutuhan pangan sehari-hari dari Pemda setempat dan beberapa LSM asing, seperti Oxfam dan IOM. Uang Jatah hidup dari Pemerintah untuk korban juga telah diterima. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di desa ini telah mendapat bantuan berupa perahu/boat dari Menkokesra dan Depsos. Perahu bermotor ini dibagikan melalui Panglima Laot. Meskipun jumlahnya masih terbatas, tetapi masyarakat telah memanfaatkannya. Hal yang dikeluhkan oleh masyarakat adalah, ketidaksesuaian antara spesifikasi perahu/boat yang diberikan dengan spesifikasi yang dibutuhkan masyarakat.

Selama suvey dilakukan, rehabilitasi rumah, jalan, dan prasarana lainnya terlihat sedang giat dikerjakan. Lembaga yang terlihat sangat aktif membantu adalah Oxfam dan IOM. Selain itu, pemerintah Jerman juga memberi perhatian yang cukup besar melalui rencana pembangunan bengkel pelatihan, yang nantinya akan memberi keterampilan bagi masyarakat. Selain kepala desa, panglima laot juga memiliki pengaruh yang cukup besar di desa ini.

Kecamatan Samudera

Desa-desa pantai di kecamatan ini merupakan salah satu kawasan yang paling parah terkena bencana tsunami. Survey dilakukan pada dua Desa, yaitu Desa Meucat dan Desa Kuta Krueng. Kedua desa ini letaknya berhadapan langsung

324 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

dengan Selat Malaka. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani tambak dan nelayan. Tambak di Desa Meucat hanya dijumpai dalam jumlah terbatas.

Pasca bencana, masyarakat yang terkena bencana telah mendapat bantuan kebutuhan pangan sehari-hari dari Pemda setempat. Uang Jatah hidup dari Pemerintah untuk korban juga telah diterima. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di desa ini telah mendapat bantuan berupa perahu/boat dari Menkokesra dan Depsos. Perahu bermotor ini dibagikan melalui Panglima Laot. Meskipun jumlahnya masih terbatas, tetapi masyarakat telah memanfaatkannya. Hal yang dikeluhkan oleh masyarakat adalah, ketidaksesuaian antara spesifikasi perahu/boat yang diberikan dengan spesifikasi yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat nelayan di desa Meucat mengakui bahwa hasil tangkapan pasca bencana juga menurun tajam.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tambak penduduk yang dijumpai mengalami kerusakan yang sangat parah dan belum berfungsi kembali. Menurut masayarakat, mereka tidak mampu memperbaiki tambak karena besarnya skala kerusakan. Masyarakat juga menginginkan agar pada kawasan tambak mereka ditanami vegetasi mangrove.

Beberapa LSM asing terlihat memberi bantuan. Pembersihan saluran air dilakukan oleh CARDY. Bantuan perumahan dikerjakan oleh IOM dan Oxfam. Saat survey dilakukan, balai kesehatan masyarakat juga telah dibantu oleh Medican International. Namun demikian, ternyata belum pernah ada pelatihan keterampilan pada pasca bencana. Sehingga sebagian petani tambak yang menganggur terpaksa melakukan kerja sambilan apa saja untuk bertahan hidup. Tokoh yang sangat berpengaruh di kedua Desa tersebut adalah Panglima Laot dan Kepala Desa.

Kecamatan Tanah Pasir

Survey dilakukan pada salah satu desa yang terkena bencana, yaitu Desa Kuala Kreto.. Desa ini terletak di tepi pantai, berhadapan langsung dengan selat Malaka. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan. Selama survey, tambak hanya dijumpai dalam jumlah terbatas.

Akibat bencana, tambak yang jumlahnya terbatas mengalami kerusakan yang cukup parah. Pada saat survey dilakukan, kondisi tambak terlantar dan belum berfungsi seperti semula. Pantai sebagai tempat para nelayan mendaratkan hasil tangkapan juga terlihat rusak parah dan belum ada tanda-tanda perbaikan. Sebagian nelayan terlihat pasrah menghadapi kondisi ini. Mereka hanya berharap ada perhatian dan usaha perbaikan dari Pemda setempat agar lebih mudah mendaratkan ikan.

Pasca bencana, masyarakat yang terkena dampak mendapat bantuan kebutuhan pangan sehari-hari dari Pemda setempat. Uang Jatah hidup dari Pemerintah untuk korban juga telah diterima. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di desa ini telah mendapat bantuan berupa perahu/boat dari Menkokesra dan Depsos. Perahu bermotor ini dibagikan melalui Panglima Laot. Meskipun jumlahnya masih terbatas, tetapi masyarakat telah memanfaatkannya. Hal yang dikeluhkan oleh masyarakat adalah, ketidaksesuaian antara spesifikasi perahu/boat yang diberikan dengan spesifikasi yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat juga mengakui bahwa hasil tangkapan pasca bencana menurun tajam.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 325

Beberapa LSM asing terlihat memberi bantuan. LSM asing tersebut adalah CARDI, IOM, Oxfam, dan Save The Children. Sebagai desa yang didominasi oleh nelayan, maka sosok yang paling berpengaruh di desa ini adalah Panglima Laot. Meski demikian, masyarakat juga sangat menghormati Kepala Desa.

Kecamatan Seuneudon

Pada Kecamatan ini, survey dilakukan pada tiga Desa, yaitu Desa Blang Mee, Desa Tepien Kunyuen dan Desa Ulee Matang. Ketiga desa terletak di tepi pantai, berhadapan langsung dengan selat Malaka. Pada ketiga desa, tambak yang dijumpai dalam jumlah cukup besar dan sangat luas. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani tambak, petani garam, dan nelayan.

Hasil pengamatan di Desa Teupin Kuyuen dan Blang Mee menunjukkan bahwa tambak mengalami kerusakan yang sangat parah. Besarnya skala kerusakan menyebabkan masyarakat tidak mampu memperbaikinya sehingga tambak masih terbengkalai dan belum berfungsi kembali. Selama setahun terakhir masyarakat bertahan hidup dengan bantuan dari Pemda dan bantuan dari LSM asing. Mereka tidak tahu lagi harus mengerjakan apa setelah tambak sebagai tempat mencari nafkah tidak berfungsi lagi.

Sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan mengaku bahwa hasil tangkapan setelah tsunami lebih sedikit dibandingkan sebelum tsunami. Para nelayan telah mendapatkan bantuan berupa perahu/boat dari Menkokesra dan Depsos. Perahu bermotor ini dibagikan melalui Kepala Desa. Desa Tepien Kuyuen memiliki TPI (tempat pendaratan ikan) di tepi sungai Jambo Aye. TPI ini terletak persis di dekat muara sungai Jamboaye. Menurut informasi masyarakat, TPI ini sangat maju dan menjadi sentra ekonomi sebelum terjadi krisis politik dan bencana tsunami. TPI ini diperkirakan akan sangat maju pesat dimasa mendatang karena letaknya yang sangat strategis dan dapat dijangkau oleh nelayan yang datang dari kawasan Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

Hasil wawancara dengan petani garam menunjukkan bahwa mereka merasa kurang mendapatkan perhatian dibandingkan dengan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Pasca bencana, petani penghasil garam ini hanya mendapatkan bantuan beras, lauk-pauk, dan biaya hidup. Sedangkan bantuan untuk usaha Lancang garam, sama sekali belum mereka terima. Pada umumnya petani garam ini merangkap sebagai buruh tambak. Kondisi mereka cukup memprihatinkan, karena harus tinggal di lokasi lancang garam yang kondisinya sangat tidak sehat.

Beberapa LSM asing telah memberi bantuan. Pembuatan saluran air dilakukan oleh CARDY. Bantuan perumahan dikerjakan oleh IOM dan Oxfam. Saat survey dilakukan, pembangunan perumahan sederhana juga sedang dikerjakan. LSM lain yang juga terlihat aktif di tiga desa tersebut adalah CARE dan Save the Children. Tokoh yang sangat berpengaruh di ketiga desa tersebut adalah Kepala Desa. Namun tokoh mantan GAM juga sangat berpengaruh di masyarakat. Satu hal yang mungkin perlu mendapat perhatian lebih adalah penyuluhan atau pendampingan dan bentuk bantuan pembinaan lainnya terhadap petani garam.

326 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

3. ANALISIS HASIL PENELITIAN

a. Kondisi perairan saat ini

Ditinjau dari hasil analisa kualitas air pada berbagai tambak dan sungai di kawasan pesisir Aceh Utara & Lhokseumawe menunjukkan bahwa kondisi perairan sudah dalam keadaan kondisi normal. Parameter-parameter yang vital seperti oksigen terlarut, salinitas dan nutrien sudah berada dalam status normal dam layak bagi kegiatan budidaya perikanan. Namun untuk mengetahui lebih jauh tentang kelayakan perairan ini bagi kegiatan pertambakan, masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan, antara lain: keberadaan lumpur yang sangat tebal di lahan tambak dan muara sungai, hancurnya pematang tambak sebagai batas-batas tambak yang terkait dengan status kepemilikannya.

b. Prospek rehabilitasi kawasan pesisir

Identifikasi lokasi dan kesesuaian lahan

Berdasarkan penilaian terhadap semua lokasi pengamatan, maka hampir semua lokasi perlu dilakukan rehabilitasi vegetasi, kecuali pada sebagian kecil lokasi yang tidak memungkinkan karena adanya alasan tertentu. Lokasi yang tidak memungkinkan (sulit) dilakukan rehabilitasi vegetasi, terutama disebabkan oleh adanya abrasi pantai yang kuat dan kontinyu terdapat di Meunasah Me (juga sedikit di Cot Mamplam) di Kecamatan Muara Dua. Selain itu beberapa faktor penghambat seperti ketidaksesuaian lokasi, perubahan pola intrusi air laut, atau tidak ada/kurangnya minat masyarakat merupakan alasan lain sehingga kegiatan rehabilitasi sulit untuk dilakukan.

Dari sembilan desa yang diamati, hanya satu desa yang diduga akan sangat sulit untuk ditanami mangrove yaitu Desa Meunasah Me di Kecamatan Muara Dua. Penyebabnya utamanya adalah masih berlangsungya abrasi pantai serta tidak adanya dukungan dari masyarakat. Masyarakat di desa ini lebih menginginkan upaya konkrit untuk mengurangi abrasi dan membangun kembali darmaga TPI yang rusak parah.

Penanaman mangrove untuk rehabilitasi disarankan dilakukan pada delapan desa dari sembilan desa yang diamati. Upaya perbaikan ini dapat berupa penanaman diikuti dengan kegiatan lain yang mampu meningkatkan nilai penting lahan. Lokasi-lokasi yang dianjurkan untuk direhabilitasi adalah:

• Hamparan kosong di sekitar formasi mangrove. Pasang-surut air laut masih menjangkau areal ini, sesuai dengan kebutuhan hidup tanaman bakau. Selain itu, jenis substrat yang ada dilokasi ini sesuai untuk jenis mangrove yaitu tanah lumpur.

• Hamparan mangrove yang mati. Lokasi ini juga terdapat di semua Desa pengamatan. Masih terdapatnya aliran air laut dan substrat yang sesuai sangat cocok untuk ditanami kembali tanaman mangrove.

• Disepanjang/pinggiran sungai krueng/sungai. Lokasi ini dijumpai pada sejumlah desa, antara lain di Dayah Tuha/Kecamatan Bayu; Meunasah Meucat/ Kecamatan Samudera; Blang Nibung/Tanjung Pasir, dan ; Teupen Kuyuen/Seunudon. Sejumlah lahan kosong di bagian kiri dan kanan sungai masih memungkinkan untuk dilakukan penanaman kembali.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 327

Tumbuhan pionir juga tidak terlihat pada wilayah ini. Bahkan berdasarkan pengamatan, sejumlah anakan alam mangrove sudah mulai muncul kembali. Disisi lain, usaha pembibitan dalam skala kecil telah ada di desa. Dengan demikian ketersediaan bibit dapat terpenuhi oleh desa tersebut, tanpa tergantung pasokan bibit dari luar desa.

• Pematang dan sekitar tambak. Lokasi ini dijumpai pada hampir semua desa pengamatan. Di dalam tambak-tambak yang sudah ada terlihat anakan mangrove sudah mulai tumbuh secara alami mencapai ukuran hampir 0,5 m. Penananam di pinggir tambak diharapkan mampu memperkuat tanggul/pematang dari erosi.

Adapun jenis mangrove yang cocok untuk ditanam di lokasi-lokasi yang telah disebutkan di atas antara lain adalah Rizhopora spp. (R. Apiculata, R.mucronata, R.Stylosa), Ceriops decandra, dan Bruguiera gymnorizha. Khusus untuk lokasi yang salinitasnya tinggi (paling dekat dengan garis pantai), jenis mangrove yang direkomendasikan adalah api-api Avicinea marina.

Selain lokasi - lokasi tersebut diatas, areal kosong terlantar di desa dan sekitarnya disarankan untuk ditanami dengan jenis-jenis tanaman yang menguntungkan. Salah satu jenis tanaman yang disarankan adalah Jarak Pagar Jatropha curcas. Buah jarak dapat diolah secara langsung oleh masyarakat untuk minyak lampu dan pengganti minyak tanah. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi tergantung dengan minyak tanah yang harganya semakin mahal. Bahkan apabila diolah lebih lanjut, buah jarak dapat menghasilkan minyak pengganti bahan bakar solar.

Persepsi masyarakat tentang rehabilitasi pantai

Secara umum, masyarakat desa sepanjang pesisir Aceh Utara memiliki persepsi yang positif terhadap upaya rehabilitasi pantai. Informasi ini diperoleh dari survey sosial ekonomi yang dilakukan pada 9 desa dari enam kecamatan. Hampir seluruh responden menyadari sepenuhnya bahwa tumbuhan yang ada di sekitar pantai terutama bakau memiliki kemampuan untuk melindungi masyarakat dari kejadian Tsunami. Penanaman mangrove bagi masyarakat tidak hanya menghijaukan pantai namun juga dapat memberi manfaat langsung kepada masyarakat yaitu berupa peningkatan hasil perikanan, seperti udang liar, ikan dan kepiting.

Kendala klasik juga diutarakan masyarakat desa pengamatan yaitu berupa kurangnya modal dan ketidakmampuan mereka untuk membuat persemaian serta melakukan kegiatan rehabilitasi secara benar. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi yang masih cenderung lesu akibat masih trauma dengan suasana konflik yang berkepanjangan, kurangnya pengalaman dalam rehabilitasi pantai dan kegagalan proyek-proyek rehabilitasi sebelumnya.

Delapan desa dari sembilan masyarakat desa menyatakan siap berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitas asal diberikan pelatihan disamping adanya bantuan dana operasional untuk kegiatan tersebut. Banyak sekali penduduk yang mau terlibat dalam kegiata rehabilitasi. Mereka siap untuk dilatih dan melaksanakan kegiatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa SDM untuk rehabilitasi tersedia di sejumlah desa di Kawasan Aceh Utara, baik ditingkat pelaksana maupun fasilitator.

328 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Faktor Penghambat

Sebagian besar mayarakat tidak/kurang mempunyai kemampuan/kapasitas dalam teknik menyiapkan bibit tanaman keras. Disamping teknik pembibitan, masyarakat juga tidak memiliki kapasitas yang baik dalam hal prosedur kegiatan penanaman bibit misalnya: teknik menanam, waktu menanam, perlakukan sebelum dan setelah menanam. Padahal hal-hal tersebut sangat dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan rehabilitasi. Oleh karena itu, pelatihan sebelum rehabilitasi sangat direkomendasikan untuk diberikan kepada masyarakat setempat.

c. Aspek sosial ekonomi

Secara umum desa-desa di Kecamatan Muara Dua, Syamtalira Bayu, Samudera, Tanah Pasir dan Seunudon telah terkena dampak tsunami dengan tingkat kerusakan yang bervariasi. Tingkat kerusakan yang cukup parah biasanya terjadi di sekitar muara hingga mencapai ± 1 km dari garis pantai ke arah darat. Sebagian besar perkampungan nelayan hancur tapi korban jiwa tidak terlalu besar dibandingkan dengan kawasan pantai barat NAD. Hal ini diduga dikarenakan ketinggian air tsunami rata-rata di Aceh Utara adalah 1 meter (meskipun ada juga yang mencapai 3 meter). Selain menghancurkan perumahan, gelombang tsunami juga telah merusak hutan bakau di tepi pantai dan kebun kelapa milik masyarakat.

Hasil survey menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh nelayan saat ini adalah jumlah dan kualitas alat tangkap yang kurang memadai dan kurangnya modal kerja. Saat ini, sebagian besar nelayan hanya memiliki boat dengan kekuatan mesin 8-16 HP dan hanya sanggup membeli bahan bakar maksimal sebanyak 4 jirigen (100 liter). Kondisi demikian menyebabkan para nelayan hanya mampu menangkap ikan di sekitar pantai dengan waktu penangkapan tidak lebih dari satu hari.

Berdasarkan hasil wawancara, ada beberapa nelayan yang memiliki boat dengan kekuatan mesin di atas 18 HP. Namun demikian, nelayan tersebut juga tidak dapat melaut terlalu jauh karena tidak sanggup membeli bahan bakar lebih banyak, sehingga Jenis-jenis ikan yang tertangkap umumnya adalah ikan-ikan pantai atau muara sungai. Selain kekurangan modal untuk membeli bahan bakar, para nelayan juga kesulitan memperoleh bahan bakar karena belum ada stasiun pengisian bahan bakar yang dekat dengan tempat pendaratan ikan. Selain itu, ada juga beberapa nelayan yang sudah mendapatkan bantuan alat tangkap berupa jaring atau pukat. Namun spesifikasi alat tangkap tersebut belum memadai dan tidak seperti yang diharapkan, misalnya jaring atau pukat yang dioperasikan kurang sesuai dengan kondisi perairan setempat.

Harga jual ikan relatif masih cukup baik. Meskipun demikian, pembelian ikan seringkali tidak dibayar tunai oleh pengumpul. Harga jual ikan biasanya akan turun drastis pada musim-musim hasil tangkapan meningkat. Selain itu, adanya keterbatasan alat pengolahan ikan atau penyimpanan ikan juga memaksa nelayan menjual ikan dengan harga murah.

Hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar tempat pendaratan ikan adalah pelabuhan darurat di muara-muara sungai besar dengan fasilitas yang kurang memadai (misalnya tidak adanya stasiun pengisian bahan bakar dan kios penjual es balok atau cold storage).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 329

Masalah lainnya adalah perumahan. Hingga saat dilakukannya survey, para nelayan masih banyak yang tinggal di barak-barak pengungsi. Barak tersebut letaknya relatif jauh dari laut. Hal ini menyebabkan para nelayan menjadi terhambat untuk pergi ke laut. Menurut hasil survey, sudah ada beberapa nelayan yang kembali ke desa asal meskipun rumah yang ditempati belum layak huni.

4. REKOMENDASI

a. Rehabilitasi Tambak

Di Aceh Utara dan Lhokseumawe, Tsunami telah menyebabkan tambak dan saluran air ke tambak tertimbun lumpur dan pematangnya hancur sehingga batas-batas kepemilikan tambak menjadi tidak jelas, upaya untuk merehabilitasi kembali tambak-tambak yang rusak ini akan membutuhkan biaya dan tenaga yang sangat besar. Untuk itu direkomendasikan sebagai berikut:

• Mendata kembali status kepemilikan tambak dan melakukan analisis biaya untuk pemulihannya

• Mengidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan lain yang lebih ramah lingkungan terhadap lahan tambak dan lahan pesisir yang telah hancur. Diantaranya dengan membuat kajian mendalam tentang alternative pengelolaan tambak -dalam bentuk silvofishery- dimana sebagian dari bekas lahan tambak yang hancur dihijaukan kembali dengan tanaman mangrove sehingga fungsi jasa lingkungan dari mangrove dapat dioptimalkan bagi ekosistem pesisir di sekitarnya

• Mengidentifikasi luasan ruas-ruas muara sungai untuk di tanami mangrove untuk meredam erosi dan luapan pasang dari laut.

• Melakukan program kesadaran lingkungan pesisir bagi masyarakat, terutama terkait dengan manfaat mangrove bagi penyelamatan pantai dan pemukiman penduduk

b. Rehabilitasi Vegetasi

Sesuai dengan jenis substrat dan kondisi biofisik yang ada di lokasi survei, maka sekurangnya terdapat empat jenis tumbuhan yang dinilai sesuai untuk tujuan rehabilitasi tanaman di lahan bekas tambak dan salurannya, muara sungai dan pantai yang berpasir, yaitu: Riszhopora apiculata, Avecennia marina, Ceriops decandra, dan Bruguiere gymnoriza serta Waru (Hibiscus tiliaceus). Namun bila terdapat keterbatasan dana dan stok bibit maka sebaiknya jenis terpilih diutamakan untuk Rizhopora apiculata dengan pertimbangan bahwa jenis ini memiliki ketahanan yang lebih tinggi dan mudah disiapkan dibandingkan jenis lainnya, serta pada lokasi tersebut pembibitan jenis ini telah berhasil dilakukan. Namun mendukung rencana kegiatan rehabilitasi yang lebih luas, maka perlu dikembangkan sentra-sentra pembibitan tanaman khususnya tanaman pantai.

Khusus di Desa Menasah Mee, Kuala Lancok dan Kuala Kreto perlu dilakukan prioritas untuk kegiatan rehabilitasi tanaman pantai karena di kawasan ini abrasi pantai sudah sangat parah/kritis. Jika pembangunan pemecah gelombang

330 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

(jetty/tembok) hendak dibuat di lokasi ini dengan bahan beton/batu maka kajian AMDAL yang komprehensif sangat dianjurkan terlebih dahulu (kajian tersebut dapat meliputi design, bahan baku, aspek hydro-oceanology, sosial ekonomi, keanekaragaman hayati dll).

c. Pemulihan Pertanian

Secara visual, dapat digambarkan bahwa hasil pemantaun terhadap lahan pertanian di lokasi survei sangat berpotensi untuk ditanami tanaman seperti kelapa, cabai, terong, semangka, melon, nenas, kacang-kacangan, rambutan, mangga, jeruk dan tomat serta tanaman lain yang daunnya berpotensi untuk digunakan sebagai makanan ternak, karena hal ini akan sangat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir.

d. Konservasi Keanekaragamanhayati

Rusak/hilangnya hutan mangrove dan tanaman pantai di wilayah survey (baik akibat konversi maupun tsunami) diduga telah menimbulkan dampak terhadap habitat maupun keberadaan satwa liar di wilayah survey. Hal ini tersirat dari laporan masyarakat yang mengatakan bahwa bahwa burung elang kepala putih dan monyet ekor pajang, tidak lagi terlihat di lokasi survey (terutama setelah tsunami). Untuk mengembalikan fungsi hutan pantai dan mangrove sebagai habitat satwa liar, juga untuk mengembalikan jasa-jasa lingkungan lainnya, maka disarankan agar kegiatan rehabilitasi tanaman mendapatkan perhatian yang sama pentingnya jika tambak-tambak akan dipulihkan kembali.

e. Pemulihan Perikanan Tangkap

Untuk memulihkan mata pencaharian nelayan di lokasi survey, berikut ini adalah hal-hal yang dapat direkomendasikan:

1. Perlu diberikan bantuan boat (berikut motor tempelnya) dan alat tangkap ikan (jaring/jala) di 5 kecamatan yang disurvey. Untuk menghindari adanya duplikasi terhadap bantuan, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pendataan calon penerima secara cermat dengan melibatkan segenap komponen nelayan.

2. perlu dibangun tempat pengadaan bahan bakar untuk perahu para nelayan dan harga bahan bakar diupayakan tidak lebih mahal dari harga pasaran yang berlaku

3. Perlu dibentuk suatu wadah pekumpulan nelayan, misalnya koperasi nelayan, sebagai wadah untuk mengumpulkan modal kerja dan kerjasama dengan pihak luar.

4. Pada beberapa tempat (khususnya di setiap muara sungai besar) perlu dibangun TPI (Tempat Pendaratan Ikan) yang reperesentatif. Saat ini hampir sebagian besar muara sungai di sepanjang pantai timur kabupaten Aceh Utara telah digunakan oleh nelayan sebagi TPI darurat. Oleh karena itu, pembangunan TPI yang representatif bukanlah hal yang sulit asalkan ada kemauan dari semua pihak.

5. Perlu dikaji cara-cara pengolahan ikan atau penyimpanan ikan pasca panen agar ikan memiliki nilai jual yang lebih tinggi da tahan lama (tidak cepat busuk)

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 331

5. SEBARAN DANA HIBAH GCRP DI WILAYAH PENELITIAN VI (KABUPATEN ACEH UTARA DAN LHOKSEUMAWE)

Peta dan Tabel 117 di bawah mencerminkan dana hibah yang telah disalurkan oleh WI-IP ke berbagai lokasi di Aceh Utara dan Lhokseumawe yang telah dimulai sejak bulan Januari 2006. Saat laporan ini ditulis, sebagian dana telah disalurkan kepada masyarakat dan konsep penyalurannya adalah menggabungkan bantuan keuangan kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan LSM tertentu (untuk digunakan sebagai modal usaha) dengan keterikatan masyarakat binaan tersebut untuk menanam dan merawat sejumlah bibit tanaman pantai dan/atau mangrove.

Tabel 117. Sebaran dana small grant dan jenis pemanfaatannya di beberapa lokasi Aceh Utara dan Lhokseumawe

No Desa/ Kecamatan Pelaksana/difasilitasi oleh LSM/KSM

Jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan

Jumlah bibit pohon yang ditanam & luas/lokasi

lahan rehabilitasi

1 Ds Beuringen, Kec. Samudera Geudong, Kab Aceh Utara

Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup Aceh, Lhokseumawe

Budidaya ikan kerapu dalam karamba terapung

40.000 bakau pada lahan seluas 8 ha dan 2.000 tanaman campuran (kelapa, cemara, rambutan pinang) seluas 5 ha

2 Ds Lancang, Kec. Jeunib, Kab Bireun

Jaringan Aliansi Ekonomi Pendidikan dan Lingkungan Hidup, Bireun

Pengembangan usaha tambak silvo-fishery (1 ha) dengan bibit ikan bandeng

40.000 bakau pada lahan seluas 8 ha dan 2.000 tanaman campuran (kelapa, cemara, rambutan pinang) seluas 5 ha

3 Ds Kandang, Kec. Muara Dua, Lhok seumawe

Lembaga Informasi Masyarakat Independen Aceh, Lhokseumawe

Pengembangan usaha tambak silvo-fishery (1 ha) dan manajemen usaha

40.000 bakau pada lahan seluas 8 ha dan 2.000 tanaman pantai seluas 5 ha

332 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Bab 4. Kajian Khusus Bidang Pengelolaan Kawasan Pesisir

Bagian ini akan mengangkat isu-isu pokok yang disarikan dari berbagai temuan yang diperoleh selama melakukan kajian terhadap beberapa wilayah survei di Propinsi NAD dan Nias (Sumatera Utara). Isu-isu pokok yang akan disampaikan terutama berkenaan dengan kondisi ekosistem pasca tsunami terkait dengan rencana pengelolaan pesisir khususnya bagi sektor perikanan dan rehabilitasi vegetasi pada berbagai wilayah survei dengan mempertimbangkan potensi dan kendala yang dihadapi.

A. TEMUAN PENTING TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN PESISIR DI 6 WILAYAH SURVEI

1. Wilayah Penelitian I (Kabupaten Simeulue)

Degradasi sumberdaya pesisir yang terjadi pada Kabupaten Simeulue sebagian besar diakibatkan oleh adanya gempa dan sebagian kecil diakibatkan oleh tsunami. Akibat gempa bumi kondisi pesisir mengalami penaikan/terangkat (uplift) sehingga luas daratan di pantai menjadi bertambah sekitar 100 m kearah laut.

Penaikan daratan ini menyebabkan kerusakan/kematian terumbu karang. Kematian terumbu karang ini mengakibatkan hilangnya tempat berlindung dan tempat memijah ikan dan biota laut lainnya. Dalam jangka panjang kerusakan ini diduga akan mengakibatkan berkurangnya stok ikan alami di pesisir Kabupaten Simeulue. Kondisi demikian kini sudah dirasakan oleh masyarakat pesisir Simeulue, yaitu akibat hilangnya terumbu karang semakin sulit mendapatkan ikan di kawasan pesisir. Sedangkan bertambahnya daratan pantai, akibat uplift, menyebabkan jarak dari lokasi tempat tingal mereka menuju pantai untuk mencari ikan kini menjadi lebih jauh.

Selain kondisi di atas, kegiatan penangkapan ikan juga sangat bergantung pada perubahan musim. Pada musim barat hembusan angin kencang menyebabkan tingginya gelombang laut dan kegiatan perikanan laut menjadi sangat berisiko, sehingga masyarakat beralih usaha pada kegiatan bertani. Tapi sebaliknya pada musim timur, saat angin berhembus tenang dan laut menjadi lebih teduh, para nelayan Simeulue melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Masyarakat setempat melakukan kegiatan penangkapan ikan umumnya dengan menggunakan perahu dayung dan perahu mesin merk Robin (buatan China). Jenis alat tangkap yang digunakan berupa pancing. Hasil tangkapan umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kelebihan produksinya dijual kepada agen pengumpul baik dari dalam maupun luar pulau.

Pemanfaatan kawasan terumbu karang yang saat ini telah menjadi daratan berbatu kapur perlu segera direhabilitasi dengan penanaman berbagai tanaman perintis (bukan bakau) yang memiliki toleransi terhadap kadar garam. Hal demikian disebabkan karena kawasan batu kapur yang sebelumnya berupa terumbu karang diperkirakan masih mengandung kadar salinitas yang tinggi. [catatan: penanaman bakau oleh LSM lokal pada lahan semacam ini terbukti gagal, tapi berhasil jika ditanami nyamplung, Callophylum sp]

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 333

Hal penting yang dianggap mendesak sebelum melakukan kegiatan rehabilitasi tanaman di pesisir Kabupaten Simeulue adalah berupa kejelasan status pemilikan lahan yang sebelumnya berupa laut. Ketidakjelasan status pemilikan lahan dapat menyebabkan konflik pemanfaatan dimasa mendatang. Tidak adanya pemanfaatan lahan saat ini dikarenakan lahan masih tidak dapat dimanfaatkan karena berupa batu kapur dan mengandung kadar salinitas yang tinggi.

Selain desa Alus-alus dan Labuan Bakti, WI-IP juga telah melakukan kajian cepat (rapid assessment) terhadap 14 desa-desa pesisir lainnya yang terdapat di kecamatan Teupah Selatan dan kecamatan Alafan (Kabupaten Simeulue) bagi keperluan rehabilitasi pesisir. Dari 14 desa pesisir ini sekurangnya ada 90 ha lahan pesisir yang layak untuk segera direhabilitasi dengan tanaman mangrove dan tanaman pantai (seperi nyamplung, cemara laut dan waru laut).

Kegiatan lainnya yang juga perlu mendapat perhatian di kedua Desa di atas adalah bantuan sarana dan alat tangkap bagi nelayan. Saat terjadi tsunami, perahu dan alat tangkap yang ditambatkan dipinggir pantai telah hilang atau rusak disapu gelombang.

Bantuan perahu dan alat tangkap yang akan diberikan sebaiknya ditujukan kepada kelompok nelayan (bukan individu). Dengan adanya kelompok nelayan, maka individu anggota kelompok dapat melakukan pengamanan/perawatan terhadap barang-barang bantuan tersebut secara bergiliran. [catatan: jarak antara tempat pengungsian dengan laut tempat menambatkan perahu kini semakin jauh, sehingga terdapat kemungkinan hilang/rusaknya barang-barang ini jika tidak dijaga/dirawat. Terbentuknya kelompok nelayan akan membatu upaya penjagaan dan perawatan terhadap barang-barang tersebut secara bergilir].

Saat ini terdapat beberapa LSM lokal dan intenasional (diantaranya adalah WI-IP, Care International Indonesia dan Australian Red Cross) yang bergerak dibidang rehabilitasi di Simeulue. Kerjasama antara berbagai Lembaga Internasional tersebut perlu ditingkatkan agar diperoleh hasil rehabilitasi pantai yang optimal dan berkelanjutan. Kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk program penyadaran lingkungan keberbagai pihak. Diantaranya bagi anak-anak sekolah dengan memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam muatan lokal dari kurikulum pendidikan yang ada, pemberian pelatihan kepada para LSM lokal tentang tehnik rehabilitasi dan penyiapan bibit serta tentang peningkatan pemahaman akan fungsi hutan pantai dan mangrove, kepada para pengambil kebijakan, bahkan kepada masyarakat luas lainnya.

2. Wilayah Penelitian II (Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat)

a. Wilayah Kabupaten Nagan Raya

Kawasan pertanian yang terkena dampak tsunami memiliki kendala untuk dapat dimanfaatkan kembali sebagai lahan pertanian. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut mengalami penggenangan oleh air asin dan bahkan tertimbun Lumpur tsunami.

Pemanfaatan kembali kawasan di atas membutuhkan suatu kajian yang rinci tentang aspek hidro-oceanologis. Terutama dalam usaha mengeluarkan air asin yang terperangkap dari lahan pertanian disatu sisi, tapi di sisi lain mencegah masuknya kembali air laut saat pasang ke kawasan ini. Pembangunan saluran air (drainase) pada kawasan-kawasan tertentu di pantai barat aceh yang

334 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

berhadapan langsung dengan Lautan Hindia membutuhkan perencanaan yang tepat sehingga arus dan gelombang yang membawa partikel pasir tidak terendapkan di (menutup) mulut saluran. Fenomena umum yang terjadi pada kawasan pantai barat aceh adalah terjadinya penggerusan pasir di pantai pada saat musim barat dan penimbunan (kembali) pasir-pasir tersebut pada musim timur. Dinamika laut pada kedua musim yang berbeda ini merupakan siklus tahunan yang harus dipertimbangkan. Tipe kebanyakan sungai pada kawasan pantai barat juga sangat dipengaruhi oleh kedua musim ini sehingga banyak dijumpai nama-nama sungai yang dimulai dengan sebutan suak (artinya: sungai yang muaranya terbuka pada musim barat dan tertutup saat musim timur). Untuk penutupan muara sungai yang permanent, seperti terdapat di Kuala Trang-kecamatan Kuala, maka ia membentuk suatu ekosisem lahan basah pesisir yang baru, disebut Laguna.

Mengingat kegiatan pembuatan saluran drainase membutuhkan dana yang besar maka pada kawasan yang tergenang ini (terutama pada laguna yang terbentuk dari hasil penutupan muara sungai) disarankan untuk dijadikan wadah kegiatan perikanan budidaya (aquaculture) yang dikelola secara bersama oleh masyarakat (komunal). Pada bagian tepi dari laguna ini disarankan untuk ditananami cemara laut, ketapang atau tanaman pantai lainnya sehingga kawasan menjadi rindang dan tepiannya tidak mudah terabrasi oleh air.

b. Wilayah Kabupaten Aceh Barat

Kabupaten Aceh Barat dengan wilayahnya yang berhadapan langsung dengan lautan Hindia, sebelum tsunami sudah sangat rawan terhadap abrasi pantai. Keadaan ini lalu diperparah setelah terjadinya tsunami, karena tanaman pelindung pantai berupa cemara laut, kelapa dan tanaman lainnya yang dulu pernah ada telah hilang disapu gelombang tsunami.

Kawasan pertanian, pertambakan dan permukiman yang rusak oleh tsunami juga mengalami penggenangan oleh air laut sehingga menyulitkan untuk direstorasi. Pengembalian lahan pertanian dan tambak kekondisi semula dapat saja dilakukan, tapi ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan diperlukan kajian-kajian hidro-oceanografi yang mendalam. Kondisi semacam ini misalnya terjadi di Di Pucok Lueng, Kecamatan Samatiga. Lokasi ini dulunya merupakan hamparan pertambakan, persawahan dan sungai yang bermuara ke laut. Bencana gempa bumi dan tsunami telah menyebabkan masuknya air laut jauh ke arah darat dan akhirnya menggenangi ketiga jenis lahan basah ini dan membentuk suatu kesatuan eksositem pesisir yang baru disebut Laguna

Pemanfaatan lahan yang tergenang oleh air di atas selain dapat digunakan sebagai habitat untuk budidaya ikan secara komunal (seperti karamba apung), ia juga dapat ditananami nipah. Tumbuhan nipah sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai atap rumah. Selain dimanfaatkan daunnya, buahnya juga sering dimanfaatkan terutama pada saat bulan Ramadhan sebagai salahsatu penganan berbuka puasa, bahkan niranya dapat diekstrak untuk dijadikan gula.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 335

3. Wilayah Penelitian III (Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh)

Kerusakan lingkungan akibat tsunami.

Secara umum tingkat kerusakan lingkungan pesisir yang diakibatkan oleh Tsunami di Banda Aceh dan Aceh Besar relative hampir sama. Bentuk kerusakan tersebut meliputi: 1) Berkurangnya luas areal pantai sebagai akibat terjadinya penurunan daratan/subsidence, 2) Perubahan sifat fisika-kimia air dan tanah karena pengaruh air laut dan endapan dari laut yang masuk ke darat, dan 3). Hilangnya sebagian besar vegetasi di kawasan pesisir.

Butir-butir berikut ini merupakan dampak bencana tsunami terhadap lingkungan yang dinilai perlu diperhatikan dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir di Aceh Besar dan Banda Aceh.

• Garis pantai di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh mengalami perubahan akibat abrasi dan adanya subsidence. Kondisi muara saat ini mengalami pendangkalan yang cukup parah akibat timbunan pasir. Pendangkalan ini menyebabkan mulut muara semakin mendekati daratan dan bahkan beberapa dari muara ini tertutup lumpur dan pasir sehingga terpisah dari laut dan membentuk genagan air baru yang disebut Laguna. Sekurangnya dijumpai ada 4 buah laguna yang terdapat di wilayah Aceh Besar, yaitu laguna di Desa Meunasah, Desa Meunasah Layeun, Desa Pulot, dan Desa Krueng Kala. Keberadaan ekosistem pesisir yang baru semacam ini, sebagai akibat bencana tsunami, diduga memiliki dampak positif bagi perekonomian masyarakat di sekitarnya karena potensi ikannya yang cukup beragam dan tinggi. [catatan: saat ini WI-IP tengah membuat program pengelolaan laguna terpadu di Pulot sebagai suatu percontohan. Hasil kegiatan ini nantinya diharapkan dapat ditiru untuk mengelola laguna-laguna lannya yang kini banyak dijumpai disepanjang pantai barat Aceh].

• Dengan berkurangnya daratan di kawasan pesisir, maka luas kawasan pantai yang dapat direhabilitasi tanaman juga semakin terbatas.

• Hilangya tegakan/hutan mangrove menyebabkan hilangnya sumber benih/bibit tanaman maupun berbagai larva ikan dan udang dari alam.

• Beberapa lokasi pesisir tertentu di Aceh Besar, seperti Lhok Nga (setelah Lham puuk), telah memperlihatkan adanya pertumbuhan alami dari cemara pantai (Cassuarina) dalam jumlah sangat banyak dan tingginya telah mencapai 1-2 meter (pengamatan bulan Juni 2006). Anakan cemara yang tumbuh alami di daerah ini perlu dijaga agar tidak dicabut, karena ia berfungsi melindungi garis pantai bahkan jalanraya di sekitarnya dari abrasi.

• Gelombang tsunami menyebabkan sebagian besar areal tambak tertimbun oleh pasir. Tambak-tambak ini jika akan direstorasi (dikembalikan kepada fungsi tambak) akan memerlukan biaya dan tenaga yang mahal, demikian pula jika hendak direhabilitasi tanaman mangrove kendala tebalnya timbunan pasir harus diperhitungkan.

• Dengan hilangnya sebagian vegetasi di pantai dan kawasan pesisir maka angin yang menuju daratan pemukiman menjadi tidak terbendung. Berdasarkan pengamatan, kencangnya angin ini juga menyebabkan arus genangan air di lokasi penanaman bergerak lebih liar. Bahkan, beberapa propagul (bibit bakau) yang ditanam menjadi miring atau bahkan tercabut.

336 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Kawasan pantai timur Aceh Besar-Banda Aceh mempunyai 2 buah sungai sebagai pemasok utama air tawar, yaitu: Sungai Krueng Aceh dan Sungai Proyek Krueng Cut (kanal/ saluranbuatan). Pada saat musim penghujan, pasokan air dari kedua sungai ini melimpah dan limpasannya (overflow) menggenangi kawasan pertambakan di sekitarnya yang posisinya lebih rendah. Kondisi ini akan bertambah parah jika saat pasang, air dari laut juga masuk ke dalam kawasan ini. Oleh karena itu keberadaan tanggul (sea wall) di tepi pantai Lham Dingin, yang dibangun dari muara Krueng Aceh hingga Krueng Cut, dan pembangunannya dilakukan tanpa kajian AMDAL justru diduga akan menambah tinggi genangan dikawasan pertambakan ini.

• Setelah tsunami kawasan persawahan (termasuk saluran irigasi yang lama) tergenang air asin dan tertimbun lapisan lumpur pasir. Untuk itu upaya untuk mengembalikan fungsi sawah sebagai lahan pertanian akan membutuhkan biaya besar.

Kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan.

• Marginalisasi dan kemiskinan masyarakat menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius dalam kegiatan pengembangan wilayah pesisir di Aceh Besar dan Banda Aceh. Rendahnya akses masyarakat terhadap permodalan dan lilitan kemiskinan menyebabkan sebagian masyarakat sangat sulit untuk kembali berusaha. Masyarakat terutama yang mempunyai lahan pertambakan bersedia lahannya dipinjam pakaikan kepada pihak lain (dengan syarat harus diperbaiki) selama beberapa tahun tanpa mendapat imbalan bagi hasil dengan harapan pada saat dikembalikan tambak mereka telah siap (masih layak) untuk digunakan kembali.

• Dalam pengelolaan wilayah pesisir di Aceh Besar dan Banda Aceh, peran lembaga Panglima Laot harus dilibatkan, karena lembaga ini dapat berperan sebagai juru penyelesai masalah jika terjadi konflik dalam masyarakat pesisir (termasuk dalam pengelolaan mangrove). Dalam hal pengelolaan mangrove yang berada pada alur sungai pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemilik tambak yang dibatasi oleh sungai tersebut.

• Berbagai kegiatan jangka pendek yang bersifat crash program dan sporadis, seperti adanya penanaman bakau secara acak dan pembangunan tangul pantai, hendaknya direncanakan dengan matang dan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang jangka panjang kawasan di Aceh Besar dan Banda Aceh. Untuk itu peranan dari Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan lebih pro-aktif dalam mengkordinasikan kegiatan-kegiatan semacam ini sehingga pembangunan-pembangunan/kegiatan yang kini tengah dilakukan dapat memberikan manfaat berlanjut dan memiliki dampak positif bagi lingkungan serta perekonomian masyarakat.

• Program cash for work (yaitu memberikan uang tunai setelah masyarakat diminta mengerjakan sesuatu kegiatan, misal menanam mangrove atau membersihakan sampah tsunami) yang banyak dilakukan para donor saat kondisi tanggap darurat, agaknya dapat merubah pola fikir/tradisi gotong royong (kerhasama tanpa bayaran) yang selama ini (sebelum tsunami) banyak diterapkan masyarakat pesisir Aceh. Hal demikian terlihat dalam beberapa kasus, dimana masyarakat sulit untuk diajak berpartisipasi memperbaiki kerusakan lingkungan jika tidak mendapatkan imbalan berupa uang. Program

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 337

cash for work yang meminta masyarakat menanam mangrove ternyata tidak memberikan hasil optimal, karena banyak dari tanaman ini akhirnya mati karena tidak dirawat atau lokasi menanamnya tidak tepat. Namun dapat dimengerti, bahwa tujuan cash for work adalah bersifat sementara dan ditujukan semata-mata untuk memberikan pekerjaan bagi masyarakat, tapi sayang kegiatan ini kurang/tidak direncanakan denga matang sehingga hasilnya kurang optimal.

4. Wilayah Penelitian IV (Kabupaten Nias)

Kerusakan lingkungan akibat tsunami.

Secara umum tingkat kerusakan lingkungan pesisir yang diakibatkan oleh Tsunami di Pulau Nias dibedakan antara di bagian utara Nias (Desa Lahewa, Desa Lafau, dan Desa Moawö) dan dibagian timur ke arah selatan (Desa Onolimbu). Bentuk kerusakan tersebut meliputi: 1 Bertambahnya luas areal pantai sebagai akibat terjadinya pengangkatan daratan/uplift di utara Nias, 2) Berkurangnya luas areal pantai sebagai akibat terjadinya penurunan daratan/subsidence di belahan timur bagian selatan, dan 3). Hilangnya sebagian besar vegetasi di kawasan pesisir.

Butir-butir berikut ini merupakan dampak bencana tsunami terhadap lingkungan yang dinilai perlu diperhatikan dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir di Nias.

Pantai Utara Nias

• Garis pantai bagian utara Nias semakin jauh ke laut karena adanya pengangkatan daratan. Kondisi demikian menyebabkan vegetasi mangrove sebagian telah mengering akibat tidak cukupnya pasokan air.

• Penaikan daratan ini juga menyebabkan terangkatnya terumbu karang kepermukaan lalu mati kekeringan. Kondisi demikian diduga akan menurunkan produktivitas perikanan tangkap, khususnya terkait dengan hasil tangkapan ikan dari jenis-jenis yang membutuhkan keberadaan terumbu karang sebagai habitatnya.

• Pengangkatan daratan juga telah menyebabkan kematian pada sebagian kawasan mangrove. Alur sungai sebagai pemasok air bagi habitat mangrove mengalami penyusutan air yang cukup besar sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup mangrove.

• Di lokasi bekas hutan bakau yang kini kering di Lahewa, pencegahan kebakaran harus diprioritaskan. Penanaman bakau di hutan bakau yang kering ini sebaiknya tidak dilakukan tergesa-gesa. Suatu kajian mendalam sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui perkembangan (status hidup/mati) mangrove yang kering tersebut dan perlu diidentifikasi jenis-jenis tanaman lain untuk rehabilitasi yang sesuai dengan lahan kering semacam itu.

• Di Lafau, kegiatan rehabilitasi pantai sebenarnya tidak perlu dilakukan mengingat tidak adanya kerusakan yang berarti terhadap vegetasi pantai. Namun demikian, penanaman pengayaan (enrichment planting) dapat dilakukan melalui penanaman beberapa beberapa jenis tumbuhan pantai seperti Cemara Casuarina equisetifolia, Malapari Pongamia pinnata dan Waru Hibiscus tiliaceus yang dinilai sesuai dengan substrat pantai yang berpasir. Penanaman ini sebaiknya dilakukan pada Formasi Pes-Caprae.

338 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Di desa Lafau terdapat penebangan pohon bakau untuk dijual sebagai bahan kontruksi bangunan yang telah hancur/rusak akibat gempabumi. Kondisi demikian menyebabkan hutan bakau di desa Lafau mengalami kerusakan serius dan apabila dibiarkan terus berlangsung akan menjadi ancaman kerusakan pantai yang sangat serius

Pantai Timur bagian selatan Nias

• Tsunami pada bulan Desember 2004 dan Gempa bumi pada bulan Maret 2005 telah menyebabkan pantai timur bagian selatan Nias mengalami penurunan/ subsiden. Penurunan ini menyebabkan sebagian kawasan permukiman Desa Onolimbu dan Desa Bozihona berubah menjadi laut. Saat ini masyarakat Desa Onolimbu mengungsi ke desa tetangga yang berjarak + 1 km dari garis pantai. Masyarakat kedua desa sangat memerlukan bantuan karena banyaknya aset-aset mereka yang hilang karena kampungnya tenggelam.

• Penurunan daratan di kedua desa di atas juga menyebabkan terjadinya tergenangnya daerah perkebunan kelapa

Kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan

• Meskipun faktor-faktor pendukung untuk melaksanakan rehabilitasi pesisir di desa Lafau dan Lahewa cukup tinggi (bibit alami tersedia banyak dan area yang perlu di rehabilitasi cukup luas), namun rendahnya minat dan persepsi masyarakat kedua desa ini akan perlunya rehabilitasi pesisir perlu dipertimbangkan. Karena persepsi semacam ini akan berpotensi menjadi faktor pembatas dalam kegiatan rehabilitasi ke depan, dan untuk mengatasinya diperlukan suatu pendekatan sosial-budaya yang khas temasuk melibatkan lembaga Panglima Laot.

• Meskipun menurut hukum adat yang berlaku di Nias Utara, bahwa kawasan mangrove yang mengalami kematian (+ 1 km dari garis pantai, seperti yang terjadi di Lahewa) berhak untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, namun dalam pemanfaatannya harus diawasi terutama mengingat kawasan mangrove yang kering ini sangat rawan akan terbakar

• Rendahnya tingkat kepercayaaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga lain termasuk NGO yang bekerja di Nias (karena dianggap lambat dalam membantu menanggulangi kondisi sosial ekonomi mereka pada saat tanggap darurat) perlu dibenahi agar berbagai program rehabilitasi dan pembangunan terhadap desa-desa yang rusak akibat tsunami dapat berjalan dengan baik dan lancar. Untuk mengatasinya perlu dilakukan komunikasi yang intensif dengan masyarakat melalui tokoh-tokoh kunci yang ada.

5. Wilayah Penelitian V (Kabupaten Pidie)

Kerusakan lingkungan akibat tsunami.

Kerusakan lingkungan pesisir di kawasan ini akibat tsunami tidak separah di bagian pantai utara dan barat dari NAD. Namun lingkungan pesisir di kawasan ini, terutama yang dulunya merupakan kawasan hutan mangrove, memang telah banyak dialih fungsikan (konversi) menjadi pertambakan jauh sebelum tsunami terjadi. Dampak yang ditimbulkan dari tsunami di kawasan ini umumnya berupa masuknya air laut ke darat, tertimbunya lahan pertambakan oleh endapan pasir, rusaknya sebagian pematang tambak serta saluran air yang menuju tambak.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 339

Butir-butir berikut ini merupakan dampak bencana tsunami terhadap lingkungan yang dinilai perlu diperhatikan dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Pidie.

• Setelah tsunami, garis pantai di Desa Keupula bergeser ke arah darat. Jarak tambak dari pantai sekitar ± 400 m dengan pasang air sejauh ± 500 m dan tinggi pasang surut sekitar 0-1 m, sehingga kondisi demikian menyebabkan tambak akan tergenang/kebanjiran saat air laut pasang. Selain itu adanya timbunan lumpur dan pasir (setebal ± 20-40 cm) dalam tambak menyebabkan fungsi tambak sebagai kolam budidaya menjadi tidak aman lagi untuk dioperasikan (mudah tergenang) dan untuk mengembalikannya sebagai fungsi tambak dibutuhkan biaya besar.

• Hampir seluruh tambak di pesisir Pidie merupakan hasil konversi dari hutan bakau yang berlangsung jauh sebelum tsunami pada bulan Desember 2004 terjadi. Jadi kerusakan pesisir telah berlangsung sejak lama dan diperparah setelah tsunami

• Walaupun sebagian besar hutan magrove telah beralih fungsi, namun sisa tegakan mangrove masih dapat dijumpai di lokasi penelitian secara sporadis dengan luasan yang sangat terbatas. Di desa Peukan Baro, tegakan mangrove dapat dijumpai disekitar muara. Sedangkan di Desa Keupula, tegakan magrove dijumpai disekitar tambak masyarakat.

• Perlu dilakukan re-konversi lahan tambak yang telah hancur untuk dihutankan kembali, meskipun tidak seluruhnya, dengan tanaman mangrove. Hal ini memerlukan program penyadaran masyarakat pemilik tambak untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi hutan mangrove dengan komitmen jangka panjang.

• Bencana tsunami menyebabkan banyak masyarakat nelayan di desa Peukan Baroe dan Keupula kehilangan boat atau sarana untuk melaut lainnya. Sehingga pengadaan/bantuan sarana perikanan bagi mereka perlu dilakukan.

• Hampir seluruh pantai di sekitar kota Sigli sampai ke Pantairaja di bagian selatan merupakan pantai bersubstrat pasir dan sebagian dari pantai ini ditanami pandan yang daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan kerajinan. Potensi ini perlu digali dan ditingkatkan dalam rangka memperluas lapangan kerja dan terciptanya lapangan pekerjaan khususnya bagi kaum perempuan

6. Wilayah Penelitian VI (Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe)

Semua desa-desa yang disurvei di Aceh Utara dan Lhokseumawe,merupakan desa pesisir yang menghadap ke Selat Malaka. Seperti halnya dengan Kabupaten Pidie, hampir semua kawasan hutan mangrove di lokasi ini telah mengalami kerusakan sebelum bencana Tsunami karena di konversi menjadi tambak dan bentuk-bentuk pemanfaatan lainnya. Namun sisa-sisa formasi mangrove masih dijumpai di semua desa pengamatan, terutama di pantai yang berlumpur dan di sepanjang sungai yang masih terpengaruh pasang surut air laut dan bahkan pada beberapa lokasi hingga 5 km dari garis pantai ke darat.

340 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Butir-butir berikut ini merupakan dampak bencana tsunami terhadap lingkungan dan persepsi masyarakat akan pentingnya hutan bakau dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Pidie.

• Hampir semua desa yang disurvei tergenang air laut saat tsunami dengan ketinggian air 1 – 3 meter dan sebagain besar masyarakat mengakui bahwa beberapa desa yang kondisi hutan mangrovenya masih relatif baik tingkat kerusakan rumahnya relatif lebih ringan

• Sebagian besar lahan pertambakan, beserta pematang dan saluran-saluran air yang menuju tambak rusak dan tertimbun oleh endapan pasir

• Setelah tsunami, hampir semua nelayan baik nelayan tangkap maupun budidaya merasa hutan bakau sangat bermanfaat baik dari segi perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun dari segi aspek kehidupan lainnya, misalnya sebagai benteng pelindung pantai dan pemukiman. Untuk mengurangi dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari suatu bencana alam semua responden dari semua desa yang disurvei bersedia melakukan kegiatan restorasi hutan pantai.

• Berdasarkan penilaian terhadap semua lokasi pengamatan, maka hampir semua lokasi perlu dilakukan rehabilitasi vegetasi, kecuali pada sebagian kecil lokasi yang tidak memungkinkan karena adanya abrasi yang sangat kuat (misalnya di desa Meunasah Me (juga sedikit di Cot Mamplam) di Kecamatan Muara Dua, Lhok Seumawe. Untuk tujuan rehabilitasi tanaman di lahan bekas tambak dan salurannya, muara sungai dan pantai yang berpasir, sekurangnya ada 4 jenis tanaman yang layak ditanam yaitu: Riszhopora apiculata, Avecennia marina, Ceriops decandra, dan Bruguiere gymnoriza serta Waru (Hibiscus tiliaceus).

• Tidak ada perbedaan jenis ikan tangkapan sebelum dan sesudah tsunami, hanya saja setelah tsunami hasil tangkapan dirasakan semakin menurun. Hal ini diduga bukan disebabkan oleh berkurangnya stok ikan di laut, akan tetapi lebih disebabkan karena minimnya teknologi penangkapan yang dipakai oleh nelayan (jenis alat tangkap yang dipakai kurang efektif) dan biaya melaut yang semakin mahal karena naiknya harga BBM sejak Oktober 2005.

• Sebagian nelayan di wilayah survei telah memperoleh bantuan boat. Namun demikian, perlengkapan tangkap yang diberi tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, jumlah dan kualitas alat tangkap yang kurang memadai dan kurangnya modal kerja

• Sebagian besar tempat pendaratan ikan adalah pelabuhan darurat di muara-muara sungai besar dengan fasilitas yang kurang memadai (misalnya tidak adanya stasiun pengisian bahan bakar dan kios penjual es balok atau cold storage).

• Para nelayan masih banyak yang tinggal di barak-barak pengungsi. Barak tersebut letaknya relatif jauh dari laut. Hal ini menyebabkan para nelayan menjadi terhambat untuk pergi ke laut.

• Terdapat keluhan dari beberapa petani garam bahwa bantuan pasca tsunami tidak banyak menyentuh mereka, tapi umumnya untuk nelayan. Sementara itu, harga produk garam yang dihasilkan petani garam saat ini dinilai sangat rendah, terutama pada saat musim kemarau.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 341

B. ANALISIS DAN REKOMENDASI UMUM UNTUK WILAYAH PESISIR NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) DAN NIAS

Gelombang tsunami yang menghantam pesisir Aceh mengakibatkan kerusakan terhadap berbagai sumberdaya pesisir terutama terkait dengan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) dari hutan mangrove maupun terumbu karang. Dampak lainnya adalah terjadinya perubahan bentang alam (land scape) dan lingkungan pesisir. Gelombang tsunami menyebabkan pengurangan rata-rata garis pantai sejauh + 40 m. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan luasan pantai yang sebelum tsunami bahkan memang telah sempit, khususnya di pantai barat NAD. Meskipun dalam beberapa lokasi terjadi perluasan pantai akibat daratannya terangkat. Kondisi-kondisi demikian tentunya harus dipertimbangkan sebelum kebijakan menghijaukan garis pantai dapat diterapkan.

1. Buffer zone/Sabuk hijau pantai Aceh 500m, apakah realistis ?

Berdasarkan blue print Aceh buku 2 tentang sumberdaya alam dan lingkungan aceh, rehabilitasi kawasan pesisir pasca tsunami menganut prinsip dasar yang memadukan antara unsur pertanian dalam arti luas dikaitkan dengan pengetahuan tentang gempa, tsunami, sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dalam upaya membangun sistem pembangunan yang berkelanjutan yang terpadu. Point lainnya yang menjadi ketentuan atau usulan dalam blue print tersebut adalah berkenaan dengan penataan ruang wilayah pesisir Aceh dengan diusulkannya pembentukan buffer zone (green belt/sabuk hijau) sejauh 500 m dari garis pantai dengan tanaman mangrove atau vegetasi tanaman keras lainnya. Pada buffer zone ini tidak diperuntukkan sebagai kawasan permukiman. Pembangunan permukiman pada kawasan buffer zone ini harus melalui pengawasan dan penataan yang sangat ketat. Zone ini disiapkan sebagai benteng alami untuk mengurangi ketinggian dan kecepatan tsunami. Jika pendekatan alamiah (natural protection/soft approach) ini dilakukan maka membutuhkan perencanaan mitigasi yang tepat. Perencanaan mitigasi bencana harus didasarkan pada tingkat bencana terparah yang pernah dialami suatu daerah. Run up maksimal yang terjadi pada tsunami di Aceh adalah 34 m. Nilai ini menjadi patokan mitigasi dalam melakukan perencanaan pembangunan daerah terhadap bencana tsunami dimasa mendatang. Berikut ini adalah tabel efektifitas lebar hutan pantai dalam meredam energi tsunami yang dikutip dari berbagai sumber.

Tabel 118. Efektivitas hutan pantai dalam meredam tsunami

Tinggi Tsunami (m) 1 2 3

Hutan Pantai (Shuto, 1985) Mitigasi kerusakan, menghentikan benda yang hanyut, meredam tsunami

Jarak run-up Lebar hutan 50 m 0.98 0.86 0.81 100 m 0.83 0.80 0.71 200 m 0.79 0.71 0.64 400 m 0.78 0.65 0.57 Tinggi genangan Lebar hutan 50 m 0.98 0.86 0.81 100 m 0.83 0.80 0.71 200 m 0.79 0.71 0.64 400 m 0.78 0.65 0.57

342 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tinggi Tsunami (m) 1 2 3

Hutan Pantai (Shuto, 1985) Mitigasi kerusakan, menghentikan benda yang hanyut, meredam tsunami

Arus Lebar hutan 50 m 0.71 0.58 0.54 100 m 0.57 0.47 0.44 200 m 0.56 0.39 0.34 400 m - 0.31 0.24 Gaya hidrolis Lebar hutan 50 m 0.53 0.48 0.39 100 m 0.33 0.32 0.17 200 m 0.01 0.13 0.08 400 m - 0.02 0.01

Sumber: (Harada-Imamura, dalam: Diposaptono, 2005)

Dari tabel diatas terbaca bahwa kemampuan hutan pantai dengan ketebalan 400 m mampu meredam energi tsunami dengan ketinggian 3 m sebesar 57%. Berdasarkan simulasi penelitian Harada-Imamura 2005, kemampuan hutan pantai untuk meredam energi tsunami tidak lagi efektif jika ketinggian tsunami melebihi 8 m. [contoh: jika gelombang tsunami di Kab Aceh Utara dan Lhokseumawe mencapai ketinggian 1-3 meter, sesuai hasil wawancara dengan masyarakat pesisir di sana, maka jika kedua wilayah ini dihutankan kembali dengan mangrove selebar 50 m ke arah darat, maka diharapkan tingkat kerusakan dapat diredam hingga 81-98 %]

Telah menjadi pendapat umum yang sering terdengar baik dari media massa maupun perbincangan masyarakat bahwa parahnya kerusakan pada pesisir NAD akibat tsunami diakibatkan oleh telah rusak atau hilangnya kawasan hutan pantai yang berfungsi sebagai benteng alami peredam energi tsunami. Kerusakan hutan pantai antara lain disebabkan oleh konversi lahan hutan pantai sebagai kawasan permukiman dan lahan pertambakan. Jika pendapat umum ini telah menjadi kesepakatan umum maka pengembalian fungsi hutan pantai sebagai benteng alami untuk mengurangi dampak tsunami dimasa mendatang merupakan suatu keharusan. Namun dalam kenyataannya, dalam kasus nelayan, dibangunnya kembali/restorasi terhadap hutan pantai akan berpengaruh terhadap jarak antara lokasi pemukiman baru dengan tempat mencari nafkah. Sehingga banyak nelayan yang menolak pembangunan kawasan pemukiman baru yang letaknya jauh dari tempat mencari nafkah dan akibatnya konsep green belt/buffer zone yang telah diwacanakan oleh Pemerintah sulit dapat diterapkan di lapangan. Selain itu, green belt dengan lebar 500 meter di banyak lokasi pantai Barat Aceh dipandang tidak realistis, karena pada kenyataannya, sebagian besar pantai barat Aceh di belakangnya (kurang dari 500meter) berhadapan langsung dengan perbukitan dan dilintasi jalan raya serta persawahan dan pemukiman lama yang tidak terkena dampak tsunami (misal daerah Leupung).

Pengembalian fungsi hutan pantai melalui berbagai program rehabilitasi ekosistem pantai saat ini merupakan suatu tugas yang tidaklah mudah. Permasalahan yang dianggap paling krusial dilapangan saat ini adalah status kepemilikan lahan. Pengurangan garis pantai (daratan menjadi laut) telah menyebabkan kawasan pantai yang sebelumnya berupa private property saat ini telah berada dalam wilayah commmon property dan open access (ambiguitas).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 343

Sebelum tsunami

Setelah tsunami

Ope

n ac

cess

tam

bak

tam

bak

tam

bak Pr

ivat

e pr

oper

ty

Com

mon

pro

pert

y

tam

bak

tam

bak

tam

bak

Priv

ate

prop

erty

Private property/Common property

Ope

n ac

cess

Gambar 131. Keadaan umum pantai setelah dan sebelum tsunami.

Kegiatan rehabilitasi pada kawasan private property yang telah dianggap menjadi common property karena menjadi laut atau tergenang permanen merupakan kegiatan yang potensial menimbulkan permasalahan konflik terhadap keberhasilan tujuan program dimasa mendatang. Saat ini permasalahan itu belum mencuat disebabkan kondisi lahan belum mampu dimanfaatkan dan atau manfaat yang mungkin ada belum terlihat oleh pemiliknya. Kasus yang terjadi pada suatu kapling lahan di Kecamatan Meuraxa adalah kegiatan penanaman mangrove yang telah dilakukan oleh suatu NGO (dalam hal ini OXFARM) yang dilakukan pada lahan penduduk tanpa ada pemberitahuan dan persetujuan dari pemiliknya. Pemilik lahan merasa haknya atas lahan telah dikangkangi oleh NGO tersebut. Dalam hal ini pemahaman terhadap karakter masyarakat harus menjadi prioritas utama.

Selain rehabilitasi terhadap berbagai fungsi ekosistem lingkungan pesisir dan adanya kejelasan status mengenai kepemilikan lahan perlu diperhatikan, maka tinjauan kembali (review) dan jika perlu revisi terhadap berbagai peraturan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang (pernah) ada juga menjadi hal yang mendesak untuk

344 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

ditangani. Saat ini sumberdaya yang diatur dalam peraturan lama tersebut telah rusak/hilang sehingga peraturan tersebut perlu mendapat peninjauan ulang agar dapat berfungsi kembali.

Kegiatan pemanfaatan

Peraturan Skema I

Manusia (stakeholder

Sumberdaya (resources)

Kegiatan pemanfaatan

Peraturan Skema II

?????? Manusia

(stakeholder

Gambar 132. Skema kondisi pemanfaatan sumber daya alam setelah dan sebalum tsunami.

Skema I menunjukkan bahwa adanya peraturan disebabkan oleh adanya kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia (stakeholder) untuk mengamankan sumberdaya dari kerusakan akibat kegiatan pemanfaatan.

Skema II menunjukkan bahwa peraturan telah kehilangan fungsinya karena sumberdaya yang diatur telah tidak ada.

Pengelolaan pesisir NAD pasca tsunami membutuhkan perencanaan wilayah pesisir secara terpadu. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dengan melibatkan berbagai macam ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan untuk tercapainya pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Usaha pembangunan pesisir terpadu NAD membutuhkan informasi berbagai potensi pesisir yang dapat dikembangkan serta berbagai permasalahan yang ada maupun potensial. Pemahaman dan informasi terhadap kondisi sosial ekonomi dan karakter masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi wilayah akan dapat mengurangi potensi konflik antar kelompok masyarakat maupun antar sektor secara vertikal maupun horizontal. Pencapaian tujuan utama pengelolaan secara terpadu tersebut hanya dapat terjadi jika keterpaduan pembangunan secara vertikal dan horizontal dilakukan secara sinergis.

2. Pendekatan Rehabilitasi Lingkungan

Kegiatan rehabilitasi lingkungan dilakukan bertujuan mengembalikan fungsi ekosistem sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan. Kegiatan rehabilitasi lingkungan pada kawasan yang terkena dampak tsunami membutuhkan perencanaan zonasi dan informasi tentang perubahan sifat kimia, biologi, dan fisika tanah. Perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan proses rehabilitasi membutuhkan biaya yang relatif besar dan penerapan teknologi yang tinggi.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 345

Keberhasilan program rehabilitasi lingkungan membutuhkan pendekatan teknis dan pendekatan non teknis. Kedua model pendekatan yang dilakukan harus dilakukan secara bersamaan dan sifatnya saling mendukung. Keterlibatan berbagai pihak terhadap penggunaan pendekatan ini dilakukan melalui koordinasi secara vertikal maupun horizontal. Koordinasi secara vertikal dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai pemerintah pusat. Secara horizontal dilakukan kerjasama antar sektor sehingga tidak terjadi tumpang tindih program.

Kondisi lapangan saat ini, dari segi faktor teknis rehabilitasi meskipun membutuhkan biaya besar dan pengetahuan khusus namun saat ini bukanlah merupakan masalah utama. Hal ini disebabkan membanjirnya dukungan dana dan tenaga ahli dari berbagai negara dan NGO yang turut mengambil peran dalam kegiatan rehabilitasi lingkungan. Survey lapangan mengindikasikan peran faktor non teknis sangat menentukan dalam hal keberhasilan program rehabilitasi lingkungan pesisir.

Faktor non teknis yang perlu mendapat perhatian utama, terutama berupa penetapan tata ruang wilayah pesisir pasca tsunami, zonasi wilayah pesisir, revisi peraturan lingkungan, relokasi pengungsi, dan mitigasi bencana. Dari hasil survey lapangan yang dilakukan ditemukan berbagai kegiatan pembangunan pada wilayah yang terkena dampak tsunami yang tidak sesuai dengan blue print Aceh pasca tsunami. Pembangunan kembali permukiman dan rehabilitasi tambak yang dilakukan oleh berbagai NGO’s dilakukan pada daerah yang berdasarkan blue print berada dalam wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan buffer zone.

Dari kasus tsunami aceh dengan jarak run up maksimal mencapai 34 m, maka pemerintah diharapkan dapat tegas terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dalam blue print pembangunan Aceh pasca tsunami. Blue print mensyaratkan perlu dibentuk daerah buffer zone pada pinggiran pantai sejauh 500 m. Pada kawasan ini segala kegiatan pemanfaatan lingkungan harus diawasi secara ketat. Permasalahan yang potensial terjadi adalah seluruh kawasan pada daerah ini merupakan milik masyarakat. Masyarakat merasa memiliki hak untuk mengolah lahan yang mereka miliki berdasarkan potensi dan kemampuan mereka dalam berusaha. Penggunaan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya sebelum tsunami berupa lahan tambak intensif dan tradisional. Saat ini kawasan tersebut sebagian besar belum dimanfaatkan oleh masyarakat karena upaya restorasi terhadap kondisi biofisik lingkungan akibat tsunami membutuhkan dana yang cukup besar.

Menyikapi adanya keinginan masyarakat untuk mengembalikan keadaan lahan untuk kegiatan budidaya pada buffer zone, kiranya pemerintah perlu mempertimbangkan untuk segera melakukan pembebasan lahan milik masyarakat menjadi milik pemerintah. Meskipun hal ini tidak mudah untuk dilakukan, namun ia perlu segera ditempuh mengingat saat ini peluang tersebut masih terbuka lebar karena kondisi lingkungan masih belum dapat dimanfaatkan.

Kegiatan pengelolaan pesisir terpadu yang berpotensi dapat dilakukan/dikembangkan Pemerintah adalah dengan mempertimbangkan hal-hal sbb:

• Relokasi pengungsi ketempat yang lebih tinggi (up land) memerlukan perencanaan terhadap potensi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Masyarakat pantai yang berbasis perikanan membutuhkan adaptasi yang lebih lama untuk kegiatan pertanian.

346 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

• Pengembangan kawasan pantai membutuhkan perencanaan yang tepat. Pembangunan kota pantai diarahkan berorientasi kedaerah pedalaman. Pola kegiatan pembangunan dilakukan tidak menyebar sejajar garis pantai ( linear) tetapi vertikal menjauh pantai.

• Pengelolaan kawasan pantai sebaiknya didasarkan atas pendekatan Co-Management dan Community Based Coastal Resources Management (CBCRM). Co-management dimaksudkan sebagai pengaturan kemitraan antara pemerintah dan stakehoders untuk berbagi tanggung jawab dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. CBCRM merupakan tanggung jawab yang dipercayakan kepada masyarakat pantai itu sendiri untuk mengatur sumberdaya alamnya serta menentukan sendiri perencanaan pembangunan daerahnya. Keterpaduan antara CBRCM yang berbasis masyarakat dengan co-management yang menekankan peran aktif pemerintah akan menciptakan keserasian pembangunan dalam suatu komunitas. Pemerintah memberikan peluang dan jaminan terhadap penguatan kelembagaan tradisional berupa kearifan lokal untuk mendapatkan peran nyata dalam kegiatan pembangunan.

• Revitalisasi kearifan lokal seperti peran Lembaga Panglima Laot (bidang perikanan dan kelautan), Lembaga Keujruen Blang (bidang pertanian), Lembaga Petua Seuneubok (bidang perkebunan), serta Lembaga Panglima Uteun (bidang kehutanan) perlu mendapat perhatian dalam pendekatan pola pembangunan dan diberi peran yang nyata. Peran lembaga-lembaga tersebut perlu mendapat legitimasi sebagai lembaga lokal dalam kegiatan pembangunan. Penyesuaian peraturan-peraturan lembaga perlu dilakukan agar mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam sistem pemerintahan. Penyesuaian tersebut telah dilakukan oleh Lembaga Panglima Laot dengan menambahkan posisi Panglima Laot Provinsi dalam struktur kelembagaannya. Panglima Laot Provinsi merupakan orang yang dianggap cakap dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam bidang pengelolaan pesisir. Posisi ini diharapkan dapat memberikan nilai tawar yang kuat terhadap penyampaian aspirasi masyarakat nelayan terhadap pemerintah.

• Sebagai daerah yang telah diklaim merupakan kawasan rawan bencana tsunami, pembuatan jalan alternatif sebagai jalur penyelamatan (escaping routes) jika terjadi tsunami perlu segera dipersiapkan. Selain itu kajian mendalam akan perlunya pembuatan artificial escape hill sebagai tempat penyelamatan diri penduduk ketempat yang lebih tinggi perlu segera dipersiapkan.

• Pembuatan peta rawan bencana perlu segera disiapkan dan segera disebarkan serta diinformasikan kepada penduduk. Informasi tentang jalur penyelamatan diri (escape way) yang dapat ditempuh, jika bencana datang harus diketahui penduduk agar tidak terjadi kepanikan (bottle neck).

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 347

Daftar Pustaka

AARD dan LAWOO. 1993. Acid Sulphate Soils in the Humid Tropics: Guidelines for Soil Surveys. Vol.2.

Afrianto, E.dan Liviawaty, E. 1991. Teknik pembuatan tambak udang. Kanisius. Yogyakarta.

Alabaster, J.J. Dan R. Lloyd. 1980. Water Quality Criteria For Freshwater Fish. Fao Of The United Nations. Butterworths. London.

Alaerts, G., S.S. Santika, 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional- Surabaya, Indonesia.

Anonim. 2005. Kunjungan Lapangan ke perairan Nias dan Simeulue sebagai tindak-lanjut kerjasama Indonesia – Italia (2004-2007). Laporan Kegiatan. In prep. BRKP Departemen Kelautan dan Perikanan.

Anonimous (1) 2005. Impact Of Subsidence On Coastal Areas: Drainage And Salt Related Issues. (File Pdf, Diambil Dari Website: Http://Www.Fao.Org)

Asian Turtle Trade Working Group 2000. Cuora amboinensis. In: IUCN 2004. 2004 IUCN Red List of Threatened Species. <www.redlist.org>. Downloaded on 16 November 2005.

Ayers, R.S. And D.W. Westcot, 1994. Water Quality For Agriculture. Fao Irrigation And Drainage Paper. 29 Rev. 1. (File Pdf, Diambil Dari Website: Http://Www.Fao.Org)

Binnie & Partners (Oversea) Ltd – Hunting Technical Services Ltd, 1980. Water snd Land Studies. Water Resources and Potentially Irrigable Land Of Aceh (Figure). Directorate General of Water Resources Development, Directorate Of Planning And Programming. Ministry of public Work. Republic of Indonesia

BirdLife International, 2001. Threatened birds of Asia: the BirdLife International Red Data Book. Cambrigde, UK: BirdLife International.

Butterflies of Singapore. 1997. http://www.geocities.com/RainForest/Vines/2382/index.html. accessed: 21 November 2005.

CSAR. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform (Guidelines for Landform Classification). Laporan Teknis No.5. Versi 3.0. LREP-II Part C. Center for Soil and Agroclimate Research. Bogor.

Djaenudin, D., Basuni Hw., Kusumo Nugroho., M. Anda., dan U. Sutrisno. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan P4N. Dokumen Puslittanak. Bogor.

Ed Colijn, 2005. http://www.nature-conservation.or.id/ Established: 14 November 1996 - Last updated: 04 March 2005, accessed: 21 November 2005..

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Indonesia.

Goldman, C. R. Dan A. J. Horne. 1983. Limnology. Mcgraw Hill International Book Company. New York.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 349

Holmes, D., 1994. A review of the land birds of the West Sumatran Islands. Kukila 7: 28-46.

Holmes, D., Rombang, W.M. 2001. Daerah Penting bagi Burung: Sumatera. PKA/BirdLife International - Indonesia Programme, Bogor.

Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura dan Buaya di Indonesia & Papua Nugini, dengan catatan mengenai jenis-jenis di Asia Tenggara. PALMedia Citra. Bandung

MacKinnon, J., Karen Phillipps dan Bas van Ballen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi - LIPI.

Mitchell, A., 1981. Report of a survey of Pulau Simeulue, Aceh, with a proposal for a Suaka Margasatwa. Report to World Wildlife Fund, Project 1517.

Morrell, R. 1960. Common Malayan Butterflies – Malayan Nature Handbooks. Longman.

Munsel Color, 1975. Munsel Color Charts, Baltimore, USA

Murtidjo, B.A. 1997. Budidaya kakap dalam tambak dan keramba. Kanisius. Yogyakarta.

Najiyati, S., L. Muslihat dan I.N.N. Suryadiputra, 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan, Wetlands International, ix + 241. ISBN 979-97373-2-9

Noor, Y.R, M. Khazali, and I.N.N Suryadiputra, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme, viii + 220. ISBN. 979-95899-0-8

Odum, E. P. 1971. Fundamentals Of Ecology. Third Edition. W. B. Sounder Co. Philadelphia.

Oldeman, L. R. 1975. An Agro-climatic Map of Kalimantan Scale 1:2,500,000. Contribution from The Central Research Institute for Agriculture No.17. CRIA. Bogor.

Oliver, W. L. R. 1993. Status Survey and Conservation Action Plan: Pigs, Peccaries, and Hippos. IUCN - International Union for Conservation of Nature and Natural Resources

Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mammalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. Terjemahan Bahasa Indonesia WCS - Indonesia Program.

Phillips, M. And Agus Budhiman, 2005. An Assessment Of The Impacts Of The 26th December 2004 Earthquake And Tsunami On Aquaculture In The Provinces Of Aceh And North Sumatra, Indonesia. Fao. (File Pdf, Diambil Dari Website: Http://Www.Fao.Org).

Pusayt Penelitian Tanah, 1983. Laporan Survei Kapabilitas Tanah, Daerah Kota Nibong WPP Vc SKP C (Seun’anm) Kabupaten Aceh Barat. Proyek Peneltian Pertnaian Menunjang Transmigrasi (P3MT)

Puslitbangtanak. 1996. Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang. Dokumen Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Rhoades, J.D., A. Kandiah And A.M. Mashali, 1992. The Use Of Saline Waters For Crop Production. Fao Irrigation And Drainage Paper 48. File Pdf, Diambil Dari Website: Http://Www.Fao.Org).

350 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Savitri, L.A.1999. Silvofishery ponds in wetlands areas, Indramayu District-West Java. End of Project Report. WI-IP/Canada fund. Bogor.

Schmidt, F.H. dan J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. 42. Kementerian Perhubungan RI. Jakarta.

Soerjani, M., A.J.G.H. Kostermans, G. Tjitrosoepomo (Eds), 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta – Indonesia.

Soeseno, S. 1987. Budidaya ikan dan udang dalam tambak.. PT. Gramedia. Jakarta.

Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy. SMSS Technical Monograph. No.19. USDA.

van Dijk, P. P. M.J. Cox, Jarujin Nabhitabhata & Kumthorn Thirakhupt. 1998. A Photographic Guide to Snakes and other reptiles of Penninsular Malaysia, Singapore and Thailand. New Holland Publisher Ltd. London.

van Strien, N.J. 1983. A Guide to the Tracks of Mammals of Western Indonesia. School for Environmental Conservation Management, Ciawi, Indonesia.

Wahyunto, S. Ritung, Suparto and H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004, Wetlands International, xxvi + 254. ISBN 979-99373-4-5

Wardhana, W.A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Penerbit Andi, Yogyakarta, Indonesia.

Wibisono, I.T.C., L. Siboro dan I.N.N. Suryadiputra. 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan Gambut, wetlands International Indonesia Programme, xxiii + 174. ISBN 979-99373-0-2

Widjaja Adhi, IPG., K. Nugroho, Didi Ardi S., dan A. Syarifuddin Karama. 1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Makalah Utama disajikan dalam Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Bogor, 3-4 Maret 1992.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 351

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 353

Lampiran 1. Kronologi Kegiatan

Tanggal Kegiatan Keterangan

30-Aug Meninggalkan Bogor menuju Medan (Via Jakarta); mengurus tiket (SMAC) untuk tujuan P. Simeulue

check-in Ibunda Hotel

31-Aug Pesawat dari SMAC batal berangkat, menunggu keberangkatan esok harinya. Team tetap di Medan dan melengkapi logistik untuk survey di wilayah P. Simeulue

kejadian seperti ini nampaknya umum terjadi di pelayanan penerbangan SMAC, gangguan cuaca dan terbatasnya pesawat menjadi alasan utama yang sering disampaikan.

1-Sep 07.00 WIB Meninggalkan Medan menuju Sinabang (Simeulue) 08.05 WIB Tiba di Bandara LASIKIN - Kabupaten Simeulue (Aceh) 09.xx Berkoordinasi dengan Eko Budi Priyanto (EBP), Menuju Sinabang

SMAC 15.xx Ilman (IM) & Afriani (AM) tiba di Sinabang (penerbangan SMAC dari Meulaboh)

2-Sep Orientasi daerah survey: Sinabang-Alus-alus-Labuhan bakti; Sosialisasi kegiatan (pertemuan di Balai Desa Alus-alus), rekrutment lokal labor

Menyampaikan rencana kegiatan, berkoordinasi dengan keltua kelompok (yg telah terbentuk) untuk rekrutment tenaga bantuan setempat (local labor)

3-Sep Memulai kegiatan di daerah Desa Alus-alus, Kec. Teupah Selatan - Kab. Simeulue.

Observasi dan pengambilan data

4-Sep AM & FH, WH Observasi & pengambilan data di daerah Desa Alus-alus, sebagian lain memulai kegiatanSelatan - Kab. Simeulue.

Observasi di daerah Desa Labuhan Bakti Kec. Teupah Selatan- Kab. Simeulue.

AM, FH, DS, HH & WH; 5-Sep

pengumpulan data pendukung dari instansi-instansi di kota Sinabang (Dinas Kehutanan, BMG)

ITW, LM, MI

6-Sep Memberikan Pelatihan untuk Staff CARE EBP yg memfasilitasi Persiapan & pengepakan barang & sampel Seluruh tim berangkat menuju Labuhan Haji dengan

menggunakan KMP Kuala-Batee (Ferry-boat) berangkat pukul 21.00 WIB tiba keesokan harinya sekitar pukul 05.30 WIB merapat di pelabuhan Labuhan Haji

7-Sep Melanjutkan perjalanan darat dari Labuhan Haji dengan menggunakan jalur darat menuju Meulaboh

Tiba di Meulaboh Menginap di rumah Ibu Ernawati (penduduk meulaboh)

8-Sep Sosialisasi dan diskusi dengan rekan-rekan dari KMS (Koalisi Masyarakat Sipil) yang akan mendampingi di lapangan

Kontak person: Muslim, Sofyan & Afrizal

Melakukan orientasi di daerah Kuala Trang, Kab. Nagan Raya 9-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Kuala Trang

hingga daerah Langkak - Nagan Raya

10-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Pucok Leung - Aceh Barat

11-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Lhok Bubon - Aceh Barat

354 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tanggal Kegiatan Keterangan

12-Sep Pengumpulan data pendukung: BMG, YPK, KMS 13-Sep Menuju Banda Aceh menggunakan jalan darat 14-Sep Koordinasi & pengumpulan data tambahan BRR, FFI, Dinas Perikanan, Dinas

Kehutanan 15-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Neuheun - Aceh

Besar FH memesan tiket untuk keberangkatan ke Medan

16-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Lham Nga - Aceh Besar

17-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Lham Dingin & Tibang - Banda Aceh

18-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah Tibang, Alue Naga, Baet - Banda Aceh

19-Sep Observasi dan pengumpulan data di daerah pesisir antara Banda Aceh ke arah Leupeung

20-Sep Pengepakan barang, pengiriman sampel, penyelesaian adminitrasi dan data-data pendukung yg dibutuhkan: persiapan keberangkat menuju Medan

21-Sep 10.50 WIB Team menuju Medan (7 orang: no. 2-8) menggunakan GIA.

Berkoordinasi dengan Dian Zega untuk persiapan observasi di daerah Nias

22-Sep Team istirahat di Medan Trip ke daerah G. lawang untuk melihat daerah pelepas-liaran Orang utan

23-Sep Team berangkat menuju Nias Istirahat sejenak di Gn. Sitoli, kemudian menuju Lahewa

24-Sep Observasi di Lahewa dan sekitarnya 25-Sep Observasi (sight-seeing) ke arah Toyolawa, daerah yang

masih terpengaruhi oleh bencana tsunami/gempa bumi kemudian bergerak kembali ke arah Gunung Sitoli

26-Sep Observasi (sight-seeing) di daerah bagian Selatan Nias, Desa Onolimbu: daerah yang masih terpengaruhi oleh bencana tsunami/gempa bumi

WH menuju Medan dan kembali ke Bogor

27-Sep Menuju Medan 28-Sep LM & HH kembali ke Bogor; AM & MM kembali ke Banda

Aceh; DS, FH & ITW menuju Danau Toba tuk break sejenak.

29-Sep Break DS, FH, ITW 30-Sep ITW & DS kembali ke bogor… FH menuju Bagan Percut

Keterangan: (MI) : Muhammad Ilman (ITW) : Iwan Tri Cahyo (AM) : Hj. Afriani M. (LM) : Lili Muslihat (DS) : Dandun Sutaryo (MM) : Muhammad Muntadhar, (FH) : Ferry Hasudungan (WH) : Wahyu Hermawan (HH) : Heri Hermawan (EBP) : Eko Budi Priyanto

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 355

Lampiran 2. Data Koordinat Pengamatan dan atau Pengambilan Sampel 1. Daftar koordinat titik pengamatan dan titik pengambilan sampel air

Kode Latitude Longitude

Wilayah Penelitan I (Simeulue) STS-1 2º 20' 47.94" LU 96º 22' 21.06" BT STS-02 2º 20' 50.59" LU 96º 22' 16.68" BT STS-03 2º 20' 45.30" LU 96º 22' 09.18" BT STS-04 2º 20' 58.38" LU 96º 23' 15.36" BT STS-05 2º 21' 09.30" LU 96º 23' 15.54" BT STS-06 2º 20' 55.26" LU 96º 22' 21.30" BT STS-07 2º 21' 25.14" LU 96º 22' 17.70" BT STS-08 2º 19' 49.86" LU 96º 26' 31.80" BT STS-09 2º 20' 39.60" LU 96º 28' 17.76" BT STS-10 2º 24' 10.86" LU 96º 28' 44.04" BT STS-11 2º 24' 00.00" LU 96º 28' 32.88" BT STS-02 2º 24' 14.76" LU 96º 28' 44.88" BT

Wilayah Penelitian II (Nagan Raya) STM16 3º 59' 23.64" LU 96º 17' 35.76" BT STM17 3º 59' 28.86" LU 96º 17' 47.76" BT STM18 3º 59' 23.28" LU 96º 17' 56.58" BT STM19 4º 01' 49.32" LU 96º 16' 04.56" BT STM20 4º 01' 25.62" LU 96º 15' 59.94" BT STM21 4º 02' 01.86" LU 96º 15' 52.74" BT ST-20 4º 00' 40.62" LU 96º 17' 18.18" BT STM22 4º 03' 29.10" LU 96º 14' 21.66" BT STM23 4º 02' 55.56" LU 96º 14' 37.20" BT STM24 4º 03' 03.90" LU 96º 14' 38.52" BT STM25 4º 03' 02.94" LU 96º 14' 58.50" BT ST-25 3º 59' 58.32" LU 96º 18' 04.02" BT ST-26 4º 02' 26.62" LU 96º 15' 37.08" BT STM26 4º 02' 02.64" LU 96º 15' 33.36" BT

Wilayah Penelitian II (Aceh Barat) STM28 4º 12' 36.60" LU 96º 02' 17.10" BT STM29 4º 12' 39.60" LU 96º 02' 39.06" BT STM31 4º 12' 50.64" LU 96º 02' 25.32" BT STM32 4º 13' 05.64" LU 96º 02' 26.16" BT ST33 4º 13' 22.50" LU 96º 02' 19.80" BT

STM33 4º 13' 29.28" LU 96º 02' 32.52" BT STM34 4º 12' 14.64" LU 96º 01' 52.26" BT

356 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kode Latitude Longitude

STM35 4º 11' 57.63" LU 96º 01' 78.30" BT STM36 4º 13' 07.98" LU 96º 01' 12.78" BT STM37 4º 13' 04.14" LU 96º 01' 08.46" BT STM38 4º 12' 42.06" LU 96º 01' 27.24" BT STM39 4º 13' 53.58" LU 96º 03' 59.34" BT

Wilayah Penelitian III (Banda Aceh dan Aceh Besar) STB40 5º 38' 02.94" LU 95º 24' 16.68" BT STB41 5º 37' 35.40" LU 95º 24' 16.38" BT STB42 5º 37' 35.58" LU 95º 24' 19.56" BT STB44 5º 38' 36.90" LU 95º 24' 46.62" BT STB45 5º 37' 45.78" LU 95º 23' 58.92" BT STB47 5º 37' 21.90" LU 95º 24' 11.52" BT STB48 5º 37' 09.18" LU 95º 24' 32.52" BT STB49 5º 35' 15.30" LU 95º 20' 45.48" BT STB50 5º 35' 10.44" LU 95º 20' 44.04" BT STB51 5º 34' 56.76" LU 95º.18' 57.54" BT STB52 5º 35' 00.24" LU 95º 19' 04.92" BT STB53 5º 35' 18.30" LU 95º 20' 23.16" BT STB55 5º 35' 10.38" LU 95º 21' 08.22" BT STB56 5º 29' 08.16" LU 95º 14' 46.98" BT STB58 5º 23' 17.64" LU 95º 15' 21.00" BT STB60 5º 21' 19.50" LU 95º 14' 40.44" BT

Wilayah Penelitian IV (Nias) STN61 1º 24' 18.94" LU 97º 13' 15.54" BT STN62 1º 24' 04.77" LU 97º 12' 44.77" BT STN63 1º 24' 06.07" LU 97º 12' 48.78" BT STN64 1º 24' 10.98" LU 97º 11' 54.16" BT STN65 1º 23' 44.07" LU 97º 10' 19.74" BT STN66 1º 23' 29.33" LU 97º 10' 14.96" BT STN67 1º 02' 48.51" LU 97º 53' 01.94" BT

2. Daftar koordinat titik pengamatan dan titik pengambilan sampel tanah

Kode Latutude Longitude

Wilayah Penelitian I L01 2º 20’ 48.74” LU 96º 22’ 20.43” BT L03 2º 21’ 18.03” LU 96º 22’ 10.92” BT L07 2º 24’ 17.99” LU 96º 28’ 58.36” BT L08 2º 23’ 53.13” LU 96º 28’ 05.00” BT

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 357

Kode Latutude Longitude

SAGU-A012 2º 19’ 49.90” LU 96º 26’ 31.70” BT SAGU-2 2º 20’ 36.79” LU 96º 27’ 51.06” BT

M02 2º 20’ 39.25” LU 96º 28’ 17.78” BT Wilayah Penelitian II

L013 3º 59’ 27.15” LU 96º 17’ 36.25” BT L014 3º 59’ 25.58” LU 96º 17’ 56.89’ BT L015 3º 59’ 58.30” LU 96º 18’ 03.97” BT L016 3º 58’ 35.16” LU 96º 18’ 07.43” BT L017 3º 58’ 39.71” LU 96º 18’ 14.80’ BT L018 4º 00’ 35.05” LU 96º 17’ 13.84” BT L019 4º 00’ 40.56” LU 96º 17’ 18.21” BT L020 4º 13’ 22.51” LU 96º 02’ 19.81” BT

L021-KR 4º 13’ 28.72” LU 96º 02’ 13.29” BT SWH 4º 14’ 40.60” LU 96º 03’ 26.61” BT L023 4º 12’ 15.06” LU 96º 01’ 52.16” BT L024 4º 13’ 05.11” LU 96º 01’ 10.59” BT L025 4º 13’ 3.82” LU 96º 01’ 25.72” BT L027 4º 11’ 48.67” LU 96º 5’ 14.64” BT

KBN JAGUNG 4º 06’ 02.47” LU 96º 12’ 10.21” BT Wilayah Penelitian III

L028 5º 37’ 59.35” LU 95º 24’ 16.56” BT L029 5º 37’ 34.81” LU 95º 24’ 32.30” BT L030 5º 37’ 48.68” LU 95º 24’ 39.64” BT L033 5º 38’ 36.80” LU 95º 24’ 46.68” BT L034 5º 37’ 41.77” LU 95º 24’ 02.02” BT L035 5º 37’ 21.83” LU 95º 24’ 11.39” BT L036 5º 37’ 10.36” LU 95º 24’ 29.89” BT

L037-TMBK 5º 34’ 56.97” LU 95º 19’ 00.65” BT L039-TBANG 5º 35’ 10.65” LU 95º 20’ 43.95” BT

L038 5º 35’ 36.03” LU 95º 19’ 44.14” BT L040 5º 35’ 18.29” LU 95º 20’ 23.24” BT L041 5º 28’ 54.26” LU 95º 14’ 17.43” BT L043 5º 24’ 51.18” LU 95º 14’ 56.03” BT

Wilayah Penelitian IV S-M 1º 24’ 15.00” LU 97º 13’ 05.82” BT S-L 1º 24’ 19.02” LU 97º 13’ 15.39” BT

L-NIAS-1 1º 24’ 14.80” LU 97º 13’ 14.51” BT L-NIAS-2 1º 24’ 08.99” LU 97º 13’ 15.78” BT L-NIAS-3 1º 24’ 12.64” LU 97º 11’ 57.04” BT

ONOLIMB-1 1º 03’ 04.75” LU 97º 52’ 58.72” BT ONO-2 1º 02’ 07.65” LU 97º 53’ 02.89” BT

358 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

3. Daftar koordinat titik pengamatan keanekaragaman fauna

Kode Lokasi Latitude Longitude

396 Labuhan Bakti, di daerah sisa saw-mill HPH PTA (Panto Teungku Abadi)

2° 25’ 02.7” LU 96° 29’ 03.7” BT

397 Alus-alus, muara sungai Defayan. 2° 20’ 07.1” LU 96° 22’ 19.1” BT 398 Alus-alus, simpang jalan menuju pengungsian 2° 21’ 02.0” LU 96° 22’ 18.8” BT 399 Alus-alus, kaki bukit dekat pondok pengungsian P'Daeli 2° 21’ 30.7” LU 96° 22’ 16.7” BT 400 Posisi temuan ELPP, adult 1 ekor, terbang 2° 22’ 04.0” LU 96° 19’ 48.6” BT 401 Suak Lamatan, tajuk pohon balota >> birds, mix flocks 2° 20’ 46.9” LU 96° 21’ 48.9” BT 402 Daerah bekas persawahan, sekarang menjadi tempat

penggembalaan kerbau 2° 21’ 13.3” LU 96° 21’ 50.3” BT

403 Bendungan Suak Lamatan (lihat gambar DSC00313 - DSC00316)

2° 22’ 03.4” LU 96° 21’ 42.0” BT

404 Labuhan Bakti, daerah pantai: temuan burung-pantai 2° 24’ 25.0” LU 96° 29’ 02.9” BT 405 Labuhan Bakti, daerah pengungsian (arah ke bukit) 2° 23’ 57.3” LU 96° 28’ 09.7” BT 406 Labuhan Bakti, hutan di arah bukit 2° 04’ 00.4” LU 96° 27’ 31.7” BT 407 Puncak, camp HPH - Taiwan/thailand >> check 2° 26’ 10.1” LU 96° 27’ 06.1” BT 408 Nebus, teupah Barat 2° 24’ 43.1” LU 96° 29’ 08.9” BT 409 Labuhan Bakti, sebelum daerah sisa saw-mill >>

temuan penebangan pohon kelapa 2° 28’ 49.1” LU 96° 22’ 48.9” BT

410 Kuala Kolo, calon pelabuhan ferry yg baru 2° 27’ 21.6” LU 96° 24’ 11.6” BT 411 Blang Pidie, daerah persawahan >> Egrets (91e) 3° 43’ 40.7” LU 96° 51’ 03.1” BT 433 Kuala Batee 4° 05’ 54.7” LU 96° 21’ 49.8” BT 434 Cot Rambong, daerah kebun kelapa 3° 59’ 28.4” LU 96° 17’ 38.7” BT 435 Kuala Tadu, jembatan di dekat muara 3° 57’ 58.2” LU 96° 18’ 39.1” BT 436 Kuala Trang, kebun kelapa 4° 01’ 45.4” LU 96° 15’ 50.8” BT 437 Pantai Sinagar/Nagaya, ada 'lagun' kecil 4° 01’ 34.8” LU 96° 15’ 38.9” BT 438 Kuala Trang, tepi jalan - persawahan tergenang air laut 4° 03’ 21.3” LU 96° 14’ 32.6” BT 439 Langkak, tepi Sungai Nagan (krueng Nagan) 4° 03’ 49.6” LU 96° 14’ 18.1” BT 440 Padang Panjang, Kuala: barak pengungsian, dekat

perumahan perkebunan sawit 4° 02’ 39.4” LU 96° 16’ 35.7” BT

441 Padang Panjang, Kuala: perkebunan sawit, temuan kura-kura darat

4° 02’ 46.6” LU 96° 16’ 46.6” BT

442 Padang Panjang, perkebunan sawit, temuan Macaca 4° 02’ 17.1” LU 96° 16’ 54.6” BT 443 Padang Turi: padang penggembalaan>> temuan

shorebirds 4° 02’ 06.2” LU 96° 17’ 05.0” BT

444 Pucok Leung; Basecamp YPK 4° 13’ 17.9” LU 96° 02’ 25.4” BT 445 Pucok Leung; persawahan 4° 13’ 22.8” LU 96° 02’ 19.5” BT 446 Pucok Leung; persawahan>>rawa 4° 13’ 31.6” LU 96° 02’ 04.5” BT 447 Pucok Leung; persawahan>>rawa 4° 13’ 23.2” LU 96° 02’ 08.6” BT 448 Pucok Leung; persawahan tergenang air

laut>>shorebirds 4° 13’ 09.5” LU 96° 02’ 32.1” BT

449 Lhok Bubon 4° 11’ 55.5” LU 96° 01’ 52.6” BT 450 Lhok Bubon 4° 11’ 51.5” LU 96° 01’ 56.2” BT

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 359

Kode Lokasi Latitude Longitude

451 Dekat Yonif 246 Tamalatea: temuan Elang hitam, terbang rendah

4° 55’ 49.7” LU 95° 59’ 43.9” BT

452 Blang Bintang, persawahan, pasca panen: 44e Bubulcus ibis

5° 30’ 45.5” LU 95° 22’ 24.8” BT

453 Neuheun, pertambakan: temuan E. garzetta, breeding plumage

5° 37’ 26.4” LU 95° 23’ 59.9” BT

454 Neuheun, point 1st 5° 37’ 58.1” LU 95° 24’ 16.3” BT 455 Neuheun, point kedua 5° 38’ 03.5” LU 95° 24’ 15.9” BT 456 Neuheun, point ketiga: seberang jalan 5° 37’ 31.9” LU 95° 24’ 25.6” BT 457 Neuheun, daerah perbukitan: padang penggembalan

berpagar. 5° 37’ 41.5” LU 95° 24’ 53.4” BT

458 Neuheun, salah satu "kandang" penggembalan berpagar.

5° 37’ 44.4” LU 95° 24’ 43.3” BT

459 Neuheun, barak pengungsi 5° 37’ 44.8” LU 95° 24’ 44.2” BT 460 Neuheun, daerah penanaman mangrove COMDECA 5° 38’ 38.0” LU 95° 24’ 47.4” BT 461 Lham Nga, Jembatan Krueng Angan: temuan A.

hypoleucos 5° 37’ 38.8” LU 95° 24’ 08.8” BT

462 Gerbang Unsyiah: penghitungan B. ibis terbang pulang 5° 34’ 18.7” LU 95° 21’ 59.6” BT 463 Lham Nga, tambak sekitar 262 m dari 461 5° 37’ 44.3” LU 95° 24’ 03.1” BT 464 Lham Nga, tambak sekitar 463 5° 37’ 43.7” LU 95° 23’ 57.8” BT 465 Perbatasan Lham Nga - Labuy/lampujuk 5° 36’ 58.8” LU 95° 23’ 54.7” BT 466 Kebun kelapa, Perbatasan Lham Nga - Labuy/lampujuk 5° 37’ 01.6” LU 95° 24’ 02.3” BT 467 Kebun kelapa 5° 37’ 06.4” LU 95° 24’ 11.9” BT 468 Mangrove tersisa diantara kebun kelapa - tambak 5° 37’ 04.8” LU 95° 24’ 18.9” BT 469 Tepi pertambakan 5° 36’ 55.0” LU 95° 24’ 20.8” BT 470 Tambak, temuan beberapa jenis shorebird 5° 36’ 54.9” LU 95° 24’ 25.0” BT 471 Jembatan, check di foto: series foto 5° 35’ 15.7” LU 95° 19’ 45.3” BT 472 Lham Dingin, tambak, daerah target program pak kecik

Lham Dingin 5° 34’ 57.0” LU 95° 19’ 00.5” BT

473 Dekat pelabuhan, 5° 34’ 40.5” LU 95° 19’ 24.5” BT 474 Wilayah kerja Yagasu 5° 35’ 05.7” LU 95° 20’ 45.6” BT 475 Tibang, tambak yg jadi lokasi pembenihan mangrove:

bertemu dengan P' Toro 5° 35’ 10.6” LU 95° 20’ 43.5” BT

476 Tibang, tambak antara Tibang - Alue Naga, dekat sisa sarang Egrets

5° 35’ 20.0” LU 95° 20’ 45.8” BT

477 Lham Dingin, tambak, daerah target program pak kecik Lham Dingin

5° 35’ 01.9” LU 95° 19’ 03.9” BT

478 Lham Dingin, muara dekat daerah target program pak kecik Lham Dingin

5° 35’ 02.1” LU 95° 19' 03.8” BT

480 Tibang - Jeulingke, Point terdekat dengan tenggeran Egrets

5° 34’ 36.9” LU 95° 20’ 23.7” BT

481 Tibang - Alue Naga, ujung aspal dekat pohon dgn sisa sarang egrets

5° 35’ 38.2” LU 95° 20’ 57.0” BT

483 Jeulingke, posisi terdekat dengan kelompok kuntul kecil 5° 35’ 16.7” LU 95° 20’ 32.4” BT 484 Seberang 481, Krueng Aceh - dekat Desa Baet 5° 35’ 06.4” LU 95° 20’ 45.0” BT 485 Desa Baet, pertambakan dengan pohon mangrove

yang hancur 5° 35’ 36.4” LU 95° 21’ 52.9” BT

360 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kode Lokasi Latitude Longitude

486 Desa Rukoh, daerah pertambakan: temuan Pluvialis sp.

5° 34’ 54.6” LU 95° 21’ 33.5” BT

487 Tibang, dekat ke arah tenggeran 5° 34’ 49.6” LU 95° 20’ 37.4” BT 489 Ke arah Leupueng, daerah persawahan sebagian

tergenang: Eg: 10.5 e 5° 30’ 30.9” LU 95° 16’ 13.5” BT

490 Gampong Meunasah Cut 5° 29’ 50.9” LU 95° 14’ 14.5” BT 491 Sisi lain dari 'lagun' besar yg mulai mengering 5° 29’ 00.8” LU 95° 14’ 46.9” BT 492 "Lagun' lain disi jalan baru Banda Aceh - Meulaboh 5° 24’ 51.6” LU 95° 14’ 56.8” BT 493 Sisa Pemukiman; 5° 23’ 46.9” LU 95° 15’ 15.8” BT 494 Lepas Desa Pulot 5° 21’ 52.1” LU 95° 14’ 56.5” BT 495 Temuan Egretta sacra fase hitam, sisi kanan tambak,

sisi kiri sawah 5° 21’ 16.3” LU 95° 14’ 45.7” BT

496 Desa Paroy 5° 18’ 42.2” LU 95° 14’ 20.1” BT 497 Baiturrahman, temuan tenggeran H. rustica di profil

tembok masjid 5° 33’ 12.3” LU 95° 19’ 00.7” BT

499 Lahewa, pelabuhan 1° 23’ 45.1” LU 97° 10’ 16.8” BT 500 Desa Lafau, point1 1° 24’ 08.5” LU 97° 12’ 55.9” BT 501 Desa Lafau, point2 1° 24’ 15.5” LU 97° 12’ 54.2” BT 502 Desa Lafau, point3: temuan Loa - Calotes sp. 1° 24’ 16.7” LU 97° 13’ 13.6” BT 503 Desa Moa'we, hutan mangrove dekat desa masih

cukup baik 1° 24’ 12.9” LU 97° 11’ 54.3” BT

504 Desa Moa'we, bagian terumbu karang mati yg terangkat

1° 24’ 17.0” LU 97° 12’ 12.8” BT

505 Desa Moa'we, hutan mangrove dekat desa masih cukup baik, seberang jalan dari 503

1° 24’ 10.8” LU 97° 11’ 51.7” BT

506 Arah Toyolawa; perkebunan kelapa PT. Sedar Abadi Jaya - Toyolawa

1° 24’ 10.1” LU 97° 06’ 54.1” BT

507 Toyolawa, pantai 1 1° 24’ 32.2” LU 97° 05’ 37.2” BT 508 Pemukiman Toyolawa 1° 24’ 17.5” LU 97° 04’ 50.4” BT 509 Toyolawa, pantai 2 bagian terbarat dari nias Utara 1° 24’ 52.0” LU 97° 03’ 41.7” BT 510 sekitar 300 m dari 509, sejauh ini terumbu karang

terangkat dan memutih 1° 24’ 59.1” LU 97° 03’ 48.1” BT

511 Desa Dewao, temuan penyu hijau yang ditangkap dari laut oleh nelayan

1° 23’ 19.8” LU 97° 16’ 52.3” BT

513 Bodzihona, posisi keberangkatan dengan perahu 1° 05’ 15.7” LU 97° 51’ 14.4” BT 514 Desa Onolimbu, hancur akibat tsunami + gempabumi 1° 03’ 04.8” LU 97° 52’ 58.6” BT 515 Batas desa Botohaenga, pengungsian dari Onolimbu 1° 02’ 39.6” LU 97° 53’ 07.2” BT 516 Bodzihona, temuan shorebird & tern (>100 individu) 1° 05’ 29.0” LU 97° 50’ 10.5” BT

Keterangan : Kode koordinat untuk pengamatan fauna berupa 3 digit angka, angka tersebut merupakan kode dan bukan merupakan nomor urut.

Catatan: Koordinat ditulis dengan format DMS (Degree Minute Second). Penentuan Koordinat menggunakan GPS Garmin type III + dan Garmin tipe 76 S.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 361

Lampiran 3. Data Cuaca Tabel 1. Data Temperatur, Curah hujan, Hari hujan dan Kelembaban Pada stasiun Meulaboh, Aceh.

(2000-2004 ).

Suhu (0C)

Hujan

Penyinaran Matahari

Kelembaban udara Bulan

rata Max min mm HH % %

Januari 26.1 30.4 18.0 277.6 19.4 55.0 88.8 Februari 26.0 30.9 17.7 160.3 16.2 62.2 89.0 Maret 26.1 30.9 17.8 220.0 19.0 55.8 90.2 April 26.2 30.6 18.1 229.6 21.8 49.2 90.6 Mei 26.3 31.1 17.6 193.7 15.4 65.4 89.0 Juni 25.9 30.7 17.2 202.0 18.0 55.8 89.6 Juli 25.6 30.1 18.4 238.7 19.6 56.6 89.4 Agustus 25.5 30.2 19.0 224.2 20.8 52.8 90.4 September 25.6 30.0 19.5 324.8 23.8 43.8 91.0 Oktober 25.5 29.9 19.2 334.1 26.0 41.4 90.6 Nopember 25.5 29.9 19.7 346.5 26.4 42.6 91.0 Desember 25.7 30.1 19.3 292.0 25.6 44.2 90.8 Rata-rata 25.8 30.4 18.4 3.044 21.0 52.1 90.0

Data Curah Hujan Tahunan 2000-2004

278

160

220 230194 202

239 224

325 334 346

292

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

CH

(mm

)

Grafik 1. Curah Hujan di Meulaboh dan sekitarnya berdasarkan data pada Stasiun Meulaboh tahun 2000 -2004

362 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 2. Data Temperatur, Curah hujan, Hari hujan dan Kelembaban pada stasiun Blang Bintang tahun 2000 – 2004.

Curah Hujan Kelembaban Bulan

Temperatur (0C) mm HH %

Januari 26.0 168.2 16 84.9 Februari 26.3 86.4 8 82.3 Maret 26.6 120.6 13 82.3 April 27.5 73.5 13 83.0 Mei 27.5 98.3 13 78.7 Juni 27.6 83.6 10 76.8 Juli 27.4 50.3 10 76.0 Agustus 27.6 43.9 9 73.2 September 26.6 90.2 15 80.0 Oktober 26.3 229.7 16 81.7 Nopember 26.1 243.6 17 86.4 Desember 26.0 191.4 15 85.2

Rata-rata 26.8 1479.5 154 80.9

0

50

100

150

200

250

Jan Mar Mei Juli Sep Nov

Curah hujan

Grafik 2. Curah hujan rata-rata tahunan wilayah Banda Aceh dan sekitarnya berdasarkan data curah hujan di stasiun Blang Bintang.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 363

Tabel 3. Data temperatur, Curah hujan, Hari hujan dan Kelembaban Pada stasiun Binaka Gunung Sitoli (2000-2004).

Suhu (0C)

Hujan

Penyinaran Matahari

Kelembaban Udara Bulan

rata Max min Mm HH % %

Januari 26.1 30.6 18.0 277.6 18.8 54.4 88.8 Februari 26.0 30.9 17.7 160.3 15.0 62.8 89.0 Maret 26.1 30.9 17.6 220.0 15.2 59.0 90.2 April 26.2 30.6 18.0 169.6 20.6 52.8 90.4 Mei 26.3 31.1 17.9 193.7 13.8 62.6 89.0 Juni 25.9 30.7 17.1 202.0 12.0 58.2 89.2 Juli 25.5 30.1 18.4 238.7 17.0 54.4 90.4 Agustus 25.5 30.2 19.1 224.2 17.2 54.0 90.2 September 25.6 30.1 19.4 324.8 19.8 43.8 90.2 Oktober 25.3 29.9 19.2 334.1 23.2 47.2 91.2 Nopember 20.5 29.7 20.4 354.8 23.8 38.0 90.8 Desember 20.6 30.1 20.0 288.8 24.3 49.5 90.8 Rata-rata 25.0 30.4 18.6 2988.7 220.6 53.1 90.0

277.6

160.3

220

169.6193.7 202

238.7 224.2

324.8 334.1354.8

288.8

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Cur

ah h

ujan

(mm

)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Bulan

Grafik Curah hujan tahunan selama 5 tahun (2000-2004)

Grafik 3. Curah Hujan rata-rata tahunan untuk P Nias berdasarkan data curah hujan pada stasiun Binaka Gunung Sitoli tahun 2000-2004

364 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lampiran 4a. Hasil Pengukuran Kualitas Air Tabel 1. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka di wilayah (region) penelitian I

Stasiun Pengamatan No. Urut PARAMETER SATUAN

ST1 STS02 STS03 STS04 STS05 STS08 STS09 STS10 STS11 STS13

F I S I K A : 1 Suhu ºC 25.2 25.2 25.1 25.1 24.6 24.6 25 26.1 27.2 28

2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 10 7 23 52 143 2 14 4 2 2

3 Kekeruhan NTU 4.5 8.5 10.9 37.8 15 0.51 15.5 2.1 4.9 2.1 4 Kecerahan cm 100% 100% 100% 100% 25 cm 100% 100% 100% 100% - 5 DHL µS/cm 260 240 180 180 130 395 400 150 235 350 6 Salinitas ppt (o/oo) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

K I M I A : 1 pH 6.85 6.73 6.6 6.8 6.6 6.14 6.09 5.71 5.97 6.17 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 7.1 6.6 6 5.1 4.5 2.1 3.9 4.4 6 8 3 BOD5 mg/l 3.9 2.7 2.6 3.6 6 3.2 5.6 6.4 6.8 4.4 4 COD mg/l 20.79 11.91 16.35 8.9 20.79 7.47 14.9 17.84 19.32 17.84 5 CO2 mg/l 6 6 6 6 8 10 8 6 6 8 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 100 98 110 220 80 156 40 44 72 340 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 155.17 140.2 130.2 295.3 120.1 290.3 160.2 95 145.2 200.2 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 0.237 0.169 0.395 0.408 1.132 0.029 0.327 0.139 0.134 0.060 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.183 1.613 0.144 1.764 0.320 0.120 0.512 0.668 0.332 1.976 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.292 1.402 1.516 1.261 1.548 1.299 1.435 1.412 1.371 2.059

MIKROBIOLOGI: 1 Fecal Coliform MPN/100ml - - - - - - - - - - 2 Total Coliform MPN/100ml - - - - - - - - - -

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 365

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian I

Stasiun Pengamatan Kadar Max No. Urut

PARAMETER SATUAN STS06 STS07 STS12 Air Sumur

F I S I K A : 1 Suhu ºC 25.6 25.5 26.9 Suhu udara ± 3 ºC 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 6 21 2 - 3 Kekeruhan NTU 0.6 20 1.6 25 4 Kecerahan cm - - - - 5 DHL µS/cm 405 310 1750 - 6 Salinitas ppt (o/oo) 0 0 1 -

K I M I A : 1 pH 6.47 6.27 6.15 6,5 – 9 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l - - 8 - 3 BOD5 mg/l - - - 4 COD mg/l 5.98 8.9 19.32 10 5 CO2 mg/l 8 6 8 - 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 180 72 112 - 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 205.2 180.2 400.4 500 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 <0,001 - 9 Besi (Fe) mg/l 0.033 0.243 0.023 1 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0002 0.016 1 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 3.847 1.119 2.690 10 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.042 1.144 1.158 -

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml 30 80 80 - 2 Total Coliform MPN/100ml 50 900 1600 50

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

366 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka di wilayah (region) penelitiian II (Nagan Raya)

Stasiun Pengamatan No. Urut

PARAMETER SATUAN STM16 STM17 STM18 STM19 STM20 STM21 ST20 STM22 STM23 STM25 ST25 STM26

F I S I K A : 1 Suhu ºC 30.3 30.8 31.6 28.7 31.7 33.1 30.1 26.7 32.2 30.1 31 34 2 Padatan tersuspensi

(TSS) mg/l 55 21 153 15 10 3 9 2 10 7 105 25

3 Kekeruhan NTU 15.3 24 15.6 16.1 7.3 2.1 8.2 1.3 4.5 85.4 85.4 66.9 4 Kecerahan cm 50 cm 25 cm 1 m 5 DHL µS/cm 9000 1800 1500 440 800 1100 180 200 6000 850 450 2000 6 Salinitas ppt (o/oo) 6 1 1 0 0 1 0 0 4 0.5 0 1

K I M I A : 1 pH 6.81 6.26 6.38 6.5 6.75 6.76 5.34 7.3 7.24 7.08 5.5 6.8 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 6 8 4 6 4 6 6 4 4 6 8 6 3 BOD5 mg/l 2.7 3.3 13 6.2 2.3 2.8 28.5 2.8 15.7 2.6 18.6 10.9 4 COD mg/l 134.48 19.32 149 28.2 35.62 14.9 119 7.47 57.07 11.91 163 74.7 5 CO2 mg/l 6 8 4 6 4 6 6 4 4 6 8 6 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 32 8 140 20 20 40 4 100 140 56 8 60 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 965.9 275.3 290.3 75.1 130.2 215.2 70.1 145.2 975.9 245.3 130.2 250.3 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0.043 <0,001 <0,001 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 2.251 0.977 1.663 0.425 0.319 0.351 0.691 0.074 0.145 0.341 1.673 1.583 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 <0,0002 0.004 <0,0002 0.184 <0,0002 <0,0002 <0,0002 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 3.148 1.569 1.055 0.303 4.573 3.830 3.869 1.708 1.635 0.753 0.466 0.488 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.066 2.985 7.094 1.717 1.471 0.932 2.068 1.376 2.118 1.455 3.352 1.457

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml - - - - - - - - - - - - 2 Total Coliform MPN/100ml 500 - - � 1600 - - - � 1600 - - - -

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 367

Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka di wilayah (region) penelitiian II (Aceh Barat)

Stasiun Pengamatan No Urut PARAMETER SATUAN

STM28 STM29 STM32 STM34 STM35 STM36 STM37 STM38 STM39

F I S I K A : 1 Suhu ºC 30.5 31.5 31.5 28.8 30.3 31.7 31.4 33.4 29.8 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 6 12 18 14 65 18 6 15 6 3 Kekeruhan NTU 5.6 7.1 8.6 3.8 33.7 7.7 15.3 16 7.7 4 Kecerahan cm 5 DHL 34000 33000 12500 9000 33000 1800 1900 6000 60 6 Salinitas mg/l 23 22 8.5 6 24 1 1 4 0

K I M I A : 1 pH 7.32 7.7 7.5 7.99 7.86 7.8 7.98 7.7 7.4 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 0 0 0 0 0 5 5.1 2.5 2 3 BOD5 mg/l 3 10.5 6.1 15.6 11.3 15.5 6.2 12.1 5.7 4 COD mg/l 93.73 65.2 65.2 65.2 81.51 74.7 25.23 57.07 25.23 5 CO2 mg/l 0 0 0 0 0 2 2 4 2 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 100 92 14 152 96 36 76 32 80 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 3928.9 4339.4 1586.6 1136.2 4454.5 265.3 270.3 1036.1 80.1 8 Orthofosfat mg/l 0.035 0.05 0.053 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 0.594 0.335 0.579 0.287 1.043 0.666 0.447 0.987 0.014 10 Nitrit (NO2-N) mg/l 0.199 0.006 <0,0002 0.389 0.010 <0,0002 <0,0002 0.001 <0,0002 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.753 0.139 0.359 1.262 0.834 0.434 2.614 1.033 4.436 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.953 2.333 2.499 0.023 0.093 1.075 1.686 2.092 1.679

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml - - - - - - - - - 2 Total Coliform MPN/100ml 240 - - 900 - 240 900 - -

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

368 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian II

23 26 28 31 35 No. Urut PARAMETER SATUAN

STM24 ST26 STM27 STM31 ST35

Kadar Max Air Sumur

F I S I K A : 1 Suhu ºC 28.1 30.5 29 29.9 30.7 Suhu udara ± 3 ºC 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 2 2 2 5 2 - 3 Kekeruhan NTU 0.5 0.7 0.8 0.9 1.6 25 4 Kecerahan Cm - - - - - - 5 DHL µS/cm 600 600 310 450 180 - 6 Salinitas ppt (o/oo) 0.5 0.5 0 0 0 -

K I M I A : 1 pH 7.06 7.25 6.87 7.4 7.18 6,5 – 9 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 4 4 8 4 4 - 3 BOD5 mg/l - - 3.1 - 1.5 - 4 COD mg/l 7.47 8.9 5.98 7.47 5.98 10 5 CO2 mg/l 4 4 8 4 4 - 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 260 48 92 200 60 - 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 215.2 460.5 135.2 125.1 150.2 500 8 Orthofosfat mg/l 0.104 <0,001 <0,001 0.588 <0,001 - 9 Besi (Fe) mg/l 0.157 0.067 0.045 0.042 0.056 1 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 0.006 0.010 <0,0002 <0,0002 1 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.339 4.059 4.644 0.390 1.192 10 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.817 1.413 0.960 1.550 1.132 - 13 Redoks 146 94 -

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml 300 27 22 240 50 - 2 Total Coliform MPN/100ml � 1600 900 500 � 1600 1600 50

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 369

Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka di wilayah (region) penelitian III

Stasiun Pengamatan No. Urut PARAMETER SATUAN

STB40 STB41 STB44 STB45 STB47 STB48 STB49 STB51 STB52 STB53 STB55

F I S I K A : 1 Suhu ºC 30 29 34 29.3 29.5 30.2 29.2 30 30.8 29.5 27.3 2 Padatan tersuspensi

(TSS) mg/l 36 26 35 95 47 72 3 83 36 53 46

3 Kekeruhan NTU 17.4 14.7 11.3 23.5 40.5 47.9 75.7 37.8 17 28.4 4.6 4 Kecerahan cm - - - - - - - - - - - 5 DHL µS/cm 40500 38000 32500 39000 39500 39000 39000 24000 29000 27000 38000 6 Salinitas ppt (o/oo) 26.5 26 23 28 30 26 24 14 23 23.5 23.5

K I M I A : 1 pH 7.67 7.69 7.9 7.89 7.2 6.9 7.7 7.65 7.78 7.5 7.7 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 6.1 5.7 6.8 5.2 5.1 6.9 5.8 6.3 5.2 7 6 3 BOD5 mg/l 5.3 6.2 9.1 8.1 6.7 5.9 8.5 9.1 7.6 6.9 8.5 4 COD mg/l 48.9 44.83 61.13 48.9 52.98 44.83 52.98 61.13 40.75 57.07 48.9 5 CO2 mg/l 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 116 120 116 124 120 216 124 180 168 180 164 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 5540.5 6391.4 5315.3 6446.5 6791.8 6842 9294.3 5290.3 10395.4 9244.3 9644.7 8 Orthofosfat mg/l 0.055 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 9 Besi (Fe) mg/l 0.393 0.420 0.926 1.816 1.292 1.631 0.243 0.526 0.86 0.182 0.111 10 Nitrit (NO2-N) mg/l 0.002 0.009 0.112 0.049 0.035 0.032 0.033 0.298 0.036 0.078 0.010 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.169 0.093 0.300 0.183 0.264 0.327 0.251 0.592 0.244 0.234 0.115 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.140 0.137 0.310 -0.014 0.151 1.297 2.311 0.287 0.085 0.024 0.149

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml - - - - - - - - - - - 2 Total Coliform MPN/100ml - 900 - > 1600 - - - - - - -

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

370 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 7. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian III

Stasiun Pengamatan No. Urut PARAMETER SATUAN

STB42 STB50

Kadar Max Air Sumur

F I S I K A : 1 Suhu ºC 28.4 29 Suhu udara ± 3 ºC 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 8 28 - 3 Kekeruhan NTU 0.7 9.2 25 4 Kecerahan cm - 5 DHL µS/cm 2200 6000 - 6 Salinitas ppt (o/oo) 1.5 3.5 -

K I M I A : 1 pH 7.54 7.02 6,5 – 9 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l - - - 3 BOD5 mg/l - - - 4 COD mg/l 26.64 44.83 10 5 CO2 mg/l 4 4 - 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 280 620 - 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 1091.1 1836.9 500 8 Orthofosfat mg/l 0.766 0.982 - 9 Besi (Fe) mg/l 0.021 1.060 1 10 Nitrit (NO2-N) mg/l 0.092 0.632 1 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.178 2.700 10 12 Amonia (NH3-N) mg/l 1.281 -0.015 -

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml - 50 - 2 Total Coliform MPN/100ml - 1600 50

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 371

Tabel 8. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan terbuka di wilayah (region) penelitiian IV

Stasiun Pengamatan No. Urut PARAMETER SATUAN

STN61 STN62 STN64 STN65 STN67

Kadar Max Air Laut*

Kadar Max Air Sungai*

F I S I K A : 1 Suhu ºC 25.4 27.1 28.8 31.2 - 28-30 deviasi 3 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 7 42 40 21 20 20 400 3 Kekeruhan NTU 0.65 2.23 9.57 1.58 4.2 < 5 - 4 Kecerahan cm 100% 1 m 100% 100% 100% > 5 m - 5 DHL µS/cm 450 6000 3000 26000 - - - 6 Salinitas ppt (o/oo) 0 3 2 15 0.0 33-34 -

K I M I A : 1 pH 6.3 6.8 6.3 7.5 6.82 7-8,5 6 – 9 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 6.5 7.1 3.5 2.5 > 5 min 3 3 BOD5 mg/l 9.2 9 7.2 32.9 8.5 20 6 4 COD mg/l 69.66 69.66 43 191.5 47.44 - 50 5 CO2 mg/l 4 2 4 0 - - - 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 144 172 100 260 - - - 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 162.1 870.9 635.7 1126.2 93.1 - - 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - - 9 Besi (Fe) mg/l 0.019 <0,001 0.324 0.378 0.046 - - 10 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,0002 <0,0002 0.012 0.028 0.063 - 0.060 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 0.705 0.440 0.566 0.473 1.496 0.008 - 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.611 0.352 0.338 0.856 0.292 0.300 -

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml - - - - - - 2000 2 Total Coliform MPN/100ml 1600 - - - - 1000 10000

Keterangan : - : tidak dilakukan pengukuran/analisis

372 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 9. Hasil pengukuran kualitas air pada sumur dan mata air di wilayah (region) penelitiian IV

Stasiun Pengamatan No. Urut PARAMETER SATUAN

STN63 STN66

Kadar Max Air Sumur

F I S I K A : 1 Suhu ºC 25.8 25.5 Suhu udara ± 3 ºC 2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 7 4 - 3 Kekeruhan NTU 0.92 1.26 25 4 Kecerahan cm - 5 DHL µS/cm 1000 2000 - 6 Salinitas ppt (o/oo) 0.5 2 -

K I M I A : 1 pH 7.01 7.25 6,5 – 9 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l - - - 3 BOD5 mg/l - - - 4 COD mg/l 48.69 8.94 10 5 CO2 mg/l 4 2 - 6 Alkalinitas mg/l CaCO3 eq 248 208 - 7 Kesadahan Total mg/l CaCO3 eq 253.3 865.8 500 8 Orthofosfat mg/l <0,001 <0,001 - 9 Besi (Fe) mg/l <0,001 0.102 1 10 Nitrit (NO2-N) mg/l 1.626 0.805 1 11 Nitrat (NO3-N) mg/l 4.899 2.641 10 12 Amonia (NH3-N) mg/l 0.250 0.341 -

MIKROBIOLOGI : 1 Fecal Coliform MPN/100ml 23 13 - 2 Total Coliform MPN/100ml � 1600 1600 50

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 373

Lampiran 4b. Standard Baku Mutu Air Tabel 1. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas

Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

374 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 375

376 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Keterangan :

• mg = miligram • ug = mikrogram • ml = militer • L = liter • Bq = Bequerel • MBAS = Methylene Blue Active Substance • ABAM = Air Baku untuk Air Minum • Logam berat merupakan logam terlarut • Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang

yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum. • Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan • Tanda £ adalah lebih kecil atau sama dengan • Tanda < adalah lebih kecil

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 377

Lampiran 4c. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurut Lampiran I Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/Sk/Vii/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum

1. BAKTERIOLOGIS

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 a. Air Minum E. Coli atau fecal coli Jumlah per

100 ml sampel 0

b. Air yang masuk sistem distribusi E. Coli atau fecal coli

Jumlah per 100 ml sampel

0

Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml sampel

0

c. Air pada sistem distribusi E. Coli atau fecal coli

Jumlah per 100 ml sampel

0

Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml sampel

0

2. KIMIA

A. Bahan-bahan inorganic (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Antimony (mg/liter) 0.005 Air raksa (mg/liter) 0.001 Arsenic (mg/liter) 0.01 Barium (mg/liter) 0.7 Boron (mg/liter) 0.3 Cadmium (mg/liter) 0.003 Kromium (mg/liter) 0.05 Tembaga (mg/liter) 2 Sianida (mg/liter) 0.07 Fluroride (mg/liter) 1.5 Timah (mg/liter) 0.01 Molybdenum (mg/liter) 0.07 Nikel (mg/liter) 0.02 Nitrat (sebagai NO3) (mg/liter) 50 Nitrit (sebagai NO2) (mg/liter) 3 Selenium (mg/liter) 0.01

378 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Ammonia mg/l 1.5 Aluminium mg/l 0.2 Chloride mg/l 250 Copper mg/l 1 Kesadahan mg/l 500 Hidrogen Sulfide mg/l 0.05 Besi mg/l 0.3 Mangan mg/l 0.1 pH - 6,5 - 8,5 Sodium mg/l 200 Sulfate mg/l 250 Padatan terlarut mg/l 1000 Seng mg/l 3

C. Bahan-bahan organik (yang memiliki pengaruh langsung pada kesehatan)

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Chlorinate alkanes carbon tetrachloride (µg/liter) 2 dichloromethane (µg/liter) 20 1,2 -dichloroethane (µg/liter) 30 1,1,1 -trichloroethane (µg/liter) 2000 Chlorinated ethenes vinyl chloride (µg/liter) 5 1,1 -dichloroethene (µg/liter) 30 1,2 -dichloroethene (µg/liter) 50 Trichloroethene (µg/liter) 70 Tetrachloroethene (µg/liter) 40 Benzene (µg/liter) 10 Toluene (µg/liter) 700 Xylenes (µg/liter) 500 benzo[a]pyrene (µg/liter) 0,7 Chlorinated benzenes Monochlorobenzene (µg/liter) 300 1,2 -dichlorobenzene (µg/liter) 1000

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 379

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 1,4 -dichlorobenzene (µg/liter) 300 Trichlorobenzenes (total) (µg/liter) 20 Lain-lain di(2-ethylhexy)adipate (µg/liter) 80 di(2-ethylhexy)phthalate (µg/liter) 8 Acrylamide (µg/liter) 0.5 Epichlorohydrin (µg/liter) 0.4 Hexachlorobutadiene (µg/liter) 0.6 edetic acid (EDTA) (µg/liter) 200 Nitriloacetic acid (µg/liter) 200 Tributyltin oxide (µg/liter) 2

D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pada

konsumen)

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Toluene µg/l 24-170 Xylene µg/l 20-1800 Ethylbenzene µg/l 2-200 Styrene µg/l 4-2600 Monochlorobenzene µg/l 10-12 1.2 -dichlorobenzene µg/l 1-10 1.4 -dichlorobenzene µg/l 0.3-30 Trichlorobenzenes (total) µg/l 5-50 2 -chlorophenol µg/l 600-1000 2,4 -dichlorophenol µg/l 0.3-40 2,4,6 -trochlorophenol µg/l 2-300

E. Pestisida

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Alachlor (µg/liter) 20 Aldicarb (µg/liter) 10 aldrin/dieldrin (µg/liter) 0.03 Atrazine (µg/liter) 2 Bentazone (µg/liter) 30

380 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Carbofuran (µg/liter) 5 Chlordane (µg/liter) 0.2 Chlorotoluron (µg/liter) 30 DDT (µg/liter) 2 1,2 -dibromo-3-chloropropane (µg/liter) 1 2,4 -D (µg/liter) 30 1,2 -dichloropropane (µg/liter) 20 1,3 -dichloropropane (µg/liter) 20 Heptachlor and (µg/liter) 0.03 Heptachlor epoxide Hexachlorobenzene (µg/liter) 1 Isoproturon (µg/liter) 9 Lindane (µg/liter) 2 MCPA (µg/liter) 2 Molinate (µg/liter) 6 Pendimethalin (µg/liter) 20 Pentachlorophenol (µg/liter) 9 Permethrin (µg/liter) 20 Propanil (µg/liter) 20 Pyridate (µg/liter) 100 Simazine (µg/liter) 2 Trifluralin (µg/liter) 20 Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA

2,4 -DB (µg/liter) 90 Dichlorprop (µg/liter) 100 Fenoprop (µg/liter) 9 Mecoprop (µg/liter) 10 2,4,5 -T (µg/liter) 9

F. Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Monochloramine Mg/l 3 di- and trichloramine Chlorine Mg/l 5 Bromate (µg/liter) 25

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 381

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Chlorite (µg/liter) 200 2,4,6 -trichlorophenol (µg/liter) 200 Formaldehyde (µg/liter) 900 Bromoform (µg/liter) 100 Dibromochloromethane (µg/liter) 100 Bromodichloro-methane (µg/liter) 60 Chloroform (µg/liter) 200 Chlorinated acetic acids Dichloroacetic acid (µg/liter) 50 Trichloroacetic acid (µg/liter) 100 Chloral hydrate (Trichloroacetal-dehyde) (µg/liter) 10 Dichloroacetonitrile (µg/liter) 90 Dibromoacetonitrile (µg/liter) 100 Trichloroacetonitrile (µg/liter) 1 Cyanogen chloride (µg/liter) 70 (sebagai CN) (µg/liter) 25

3. RADIOAKTIFITAS

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Gross alpha activity (Bq/liter) 0.1 Gross beta activity (Bq/liter) 1

4. FISIK

Parameter Satuan Kadar Maksimum yang diperbolehkan Ket.

1 2 3 4 Parameter Fisik Warna TCU 15 Rasa dan bau - - Tidak berbau

dan berasa Temperatur ºC Suhu udara ± 3 ºC Kekeruhan NTU 5

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 383

Lampiran 5. Hasil Analisa Kimia Tanah di Wilayah Penelitian

Terhadap Contog Kering 105 oC Tekstur (pipet) Ekstrak 1:5

Bahan Organik HCl 25% OLUen Bray 1 Nilai Tukar kation (NH4-Acetat 1N, pH7) KCl 1N Total

Pasir Debu Liat pH DHL SAL Redoks Wajlkley& Black Kjeldahl P2O5 K2O P2O5 P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTK KB * Al3+ H+ Fe S Pyrite Kadar air Kode

Sampel Koordinat % H2O KCL dS/m mg/l mV C (%) N (%) C/N mg/100g ppm cmolc/kg % cmolc/kg % % %

Wilayah Penelitian I

LM-0/I 02o20'48,7'' LU 96o22’20.4’’ BT

95 1 4 8.4 8.3 0.079 37 - 0.07 0.01 7 56 8 7 22.65 2.02 0.08 0.24 24.99 1.16 >100 0.00 0.02 7.4731972

Lm02/I 93 2 5 5.8 4.9 0.025 12 - 0.26 0.02 13 14 4 41 1.33 0.23 0.08 0.10 1.74 1.71 >100 0.00 0.08 11.913186

II 94 1 5 5.9 5.2 0.018 8 - 0.17 0.02 9 6 3 9 0.77 0.20 0.06 0.08 1.11 1.38 80 0.00 0.06 11.045833

III 96 1 3 5.8 5.2 0.015 7 - 0.09 0.01 9 4 3 7 0.61 0.18 0.06 0.07 0.92 1.18 78 0.00 0.06 10.865844

IV

02o23'58,7'' LU 96o28’14.9’’ BT

96 1 3 5.9 5.5 0.014 7 - 0.05 0.01 10 4 3 7 0.40 0.12 0.06 0.07 0.65 0.90 72 0.00 0.08 17.068282

LM03/I 44 32 24 5.4 4.9 0.148 70 - 3.83 0.25 15 38 5 18.3 12.76 0.51 0.10 0.15 13.52 11.67 >100 0.01 0.13 53.322541

II 46 32 22 6.5 6.1 0.044 21 - 2.13 0.15 14 27 4 16 11.51 0.44 0.08 0.08 12.11 8.20 >100 0.00 0.06 46.99818

III

02o21'18,0'' LU 96o22’10.9’’ BT

66 24 10 6.3 5.3 0.194 9 - 0.20 0.02 10 8 5 8 4.52 0.29 0.08 0.03 4.92 3.44 >100 0.00 0.08 18.704818

LM 08/I 9 44 47 4.5 3.7 0.050 24 - 7.17 0.39 18 11 18 2.2 4.80 2.00 0.20 0.15 7.15 29.59 24 3.47 1.60 4.22 0.21 0.39 69.873566

II

02o23'53,1'' LU 96o28’05.0’’ BT

12 41 47 4.4 3.7 0.048 22 - 6.30 0.28 23 9 14 1.4 5.25 2.14 0.16 0.19 7.74 24.77 31 3.91 0.82 4.06 0.38 0.72 59.016491

LM 09/I 87 6 7 6.1 5.5 0.062 29 - 1.48 0.15 10 57 13 14 6.26 4.02 0.16 0.14 10.58 7.16 >100 0.00 0.08 27.477815

II 89 5 6 6.4 5.1 0.047 22 - 0.89 0.09 10 47 16 15 2.46 2.79 0.23 0.56 6.04 5.32 >100 0.02 0.11 19.787535

III 90 3 7 6.7 5.2 0.057 27 - 0.66 0.06 11 52 10 12 1.86 2.02 0.12 1.05 5.05 4.21 >100 0.04 0.08 19.97408

IV

02o28'49,2'' LU 96o22’48.8’’ BT

95 1 4 6.9 5.4 0.058 28 - 0.12 0.01 12 76 10 17 1.57 1.58 0.12 1.29 4.56 3.21 >100 0.00 0.06 20.282743

Wilayah Penelitian II (Nagan Raya)

LM14/I 24 46 30 3.0 2.8 1.650 808 672.4 18.77 0.94 20 62 49 2.5 0.93 2.15 0.12 1.09 4.29 52.42 8 6.11 4.72 2.31 0.05 0.09 31.925243

II 32 28 40 2.8 2.6 3.370 1710 635.2 17.46 0.74 24 57 21 1.9 14.45 10.92 2.78 0.01 0.02 79.907252

III 61 23 16 5.0 4.2 0.418 199 573.5 3.91 0.31 13 16 12 15.1 2.26 2.46 0.23 1.36 6.31 11.38 55 0.71 0.38 2.64 0.15 0.28 43.58531

IV

02o59'25.6'' LU 96o17’56.9’’ BT

83 9 8 5.4 4.5 0.176 83 586.6 1.48 0.13 11 31 8 34.2 0.85 1.28 0.14 0.54 2.81 4.74 59 0.25 0.19 0.41 0.10 0.20 25.845992

LM15/I 3.2 2.8 0.778 372 741.9 11.29 0.72 16 39 14 4.7 0.40 0.53 0.10 0.12 1.15 50.66 2 1.30 2.64 2.44 0.02 0.04 74.59104

II 3.1 2.5 0.850 410 720.5 15.03 0.40 38 11 4 13.1 0.77 0.89 0.08 0.68 2.42 40.85 6 2.12 3.05 4.16 0.19 0.35 85.844357

III

02o59'58.3'' LU 96o18’04.0’’ BT

4.3 4.1 0.616 294 603.6 3.91 0.27 14 38 6 19.4 1.13 0.96 0.08 1.29 3.46 12.63 27 2.18 0.39 4.94 0.03 0.05 38.563067

LM17/I 66 16 18 2.7 2.5 2.630 1310 6.54 0.26 25 70 45 2.5 1.37 6.15 0.06 0.27 7.85 25.12 31 7.01 7.02 2.75 0.13 0.24 60.433273

II

02o58'39.7'' LU 96o18’14.8’’ BT

78 9 13 5.1 4.5 0.150 71 2.56 0.25 10 108 8 3.8 4.93 2.97 0.12 0.27 8.29 10.18 81 0.06 0.15 1.86 0.01 0.02 33.369662

384 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Terhadap Contog Kering 105 oC Tekstur (pipet) Ekstrak 1:5

Bahan Organik HCl 25% OLUen Bray 1 Nilai Tukar kation (NH4-Acetat 1N, pH7) KCl 1N Total

Pasir Debu Liat pH DHL SAL Redoks Wajlkley& Black Kjeldahl P2O5 K2O P2O5 P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTK KB * Al3+ H+ Fe S Pyrite Kadar air Kode

Sampel Koordinat % H2O KCL dS/m mg/l mV C (%) N (%) C/N mg/100g ppm cmolc/kg % cmolc/kg % % %

Wilayah Penelitian II (Aceh Barat)

LO20/I 40 40 20 6.2 5.7 0.625 299 518.5 11.08 0.37 30 52 14 32 22.81 18.26 0.20 3.22 44.49 50.45 88 0.00 0.08 2.04 0.01 0.02 73.912584 II 87 7 6 4.8 4.4 0.599 286 605.9 2.05 0.15 14 63 5 142.6 1.29 0.53 0.08 1.87 3.77 5.34 71 0.48 0.26 3.25 0.22 0.42 29.163679 III 96 0 4 5.1 4.5 0.113 54 678.4 0.20 0.02 10 89 10 70.6 0.48 0.22 0.04 0.31 1.05 1.86 56 0.15 0.11 2.81 0.10 0.18 22.133081 IV

04o13'22.5'' LU 96o02’19.8’’ BT

47 34 19 5.6 5.4 6.900 3680 435.6 9.50 0.27 35 95 77 33 13.89 24.78 1.09 18.53 58.29 30.54 >100 0.00 0.13 2.28 0.01 0.02 71.756583 LO23/I 04o12'15.1'' LU

96o01’52.2’’ BT 84 9 7 7.6 7.5 3.070 1550 0.95 0.09 11 54 51 19 9.57 5.09 0.51 8.14 23.31 4.80 >100 0.00 0.02 2.24 0.01 0.02 33.152806

LO24/I 85 9 6 6.2 4.7 0.047 22 556.4 1.05 0.09 12 62 10 61 1.33 1.16 0.12 0.58 3.19 4.13 77 0.17 0.15 2.20 0.01 0.01 20.738129 II 92 3 5 6.3 4.9 0.025 12 652.5 0.38 0.03 13 43 10 26 0.73 0.61 0.12 0.37 1.83 2.78 66 0.13 0.17 2.36 0.02 0.04 19.392868 III

04o13'05.1'' LU 96o01’10.6’’ BT

96 1 3 6.1 4.6 0.024 11 677.6 0.12 0.01 12 54 12 13 0.61 0.52 0.10 0.24 1.47 2.47 60 0.13 0.13 2.02 0.03 0.07 19.384597 LO25/I 83 10 7 5.5 4.5 0.180 86 558.5 1.76 0.15 12 38 8 29.0 1.01 1.29 0.08 0.88 3.26 3.77 86 0.15 0.19 2.31 0.00 0.01 25.861029

II 83 10 7 4.9 4.4 0.822 394 568.5 1.67 0.11 15 40 8 21.3 1.90 1.76 0.12 2.14 5.92 3.88 >100 0.27 0.23 0.11 0.05 0.09 19.76553 III

04o13'03.8'' LU 96o01’25.7’’ BT

94 3 3 5.3 4.6 0.422 201 629.4 0.55 0.05 11 52 8 51.7 0.81 0.72 0.08 1.63 3.24 2.82 >100 0.11 0.15 0.09 0.03 0.05 92.754089 LO27/I 3.8 2.8 0.099 46 727.1 20.02 0.60 33 5 4 5.2 1.61 0.80 0.08 0.24 2.73 35.84 8 0.36 1.84 2.48 0.02 0.03 90.751179

II 04o11'48.7'' LU 96o05’14.6’’ BT 3.9 2.8 0.059 28 743.9 12.47 0.44 28 6 4 5.5 2.06 0.78 0.08 0.10 3.02 21.71 14 0.38 1.71 2.56 0.22 0.42 25.560162

Wilayah Penelitian III

LO 28/I 86 7 7 6.9 6.3 2.920 1460 493.6 0.29 0.02 15 67 85 41 1.66 5.29 0.78 9.16 16.89 4.93 >100 0.00 0.06 3.97 0.02 0.03 19.067421 II

05o37'59.4'' LU 95o24’16.6’’ BT 69 15 16 6.0 5.4 3.070 1550 403.6 1.09 0.09 12 71 138 24.4 4.28 23.73 1.80 9.98 39.79 9.98 >100 0.00 0.06 3.09 0.01 0.02 22.476154

LO 29/I 81 11 8 5.2 4.5 0.332 157 530.5 3.65 0.25 15 75 14 21.6 3.84 3.69 0.25 1.02 8.80 9.39 94 0.08 0.15 5.29 0.02 0.04 34.617167 II

05o37'34.8'' LU 95o24’32.3’’ BT 77 15 8 5.0 4.2 0.456 218 639.8 2.69 0.19 14 53 8 4.4 2.62 2.44 0.16 1.73 6.95 6.98 100 0.21 0.19 2.39 0.04 0.07 34.287319

LO 30/I 37 23 40 7.6 6.8 0.156 73 1.68 0.12 14 24 48 17 22.84 9.94 0.38 0.65 33.81 16.25 >100 0.00 0.00 3.53 0.02 0.03 33.131504 II

05o37'48.7'' LU 95o24’39.6’’ BT 38 24 38 7.2 6.4 0.110 52 1.28 0.10 13 19 48 11 21.06 7.51 0.38 0.62 29.57 20.29 >100 0.00 0.00 3.15 0.01 0.02 54.970858

LO 39/I 12 47 41 7.9 7.6 11.560 6430 311.1 2.01 0.15 13 132 366 61 12.53 12.96 4.83 46.20 76.52 18.22 >100 0.00 0.00 4.15 0.22 0.41 24.280683 II 90 3 7 7.7 7.5 4.150 2130 391.1 0.40 0.03 13 101 96 27 4.84 5.71 0.94 19.69 31.18 4.70 >100 0.00 0.00 4.16 0.14 0.26 32.382969 III 62 21 17 7.9 7.4 5.090 2660 369.2 0.87 0.06 15 115 264 101 5.33 12.02 2.48 28.84 48.67 11.40 >100 0.00 0.00 3.47 0.29 0.54 46.787606 IV

05o35'10.6'' LU 95o20’44.0’’ BT

52 25 23 8.1 7.7 6.370 3380 337.8 0.96 0.07 14 123 328 110 6.53 13.91 3.12 34.11 57.67 13.27 >100 0.00 0.00 3.20 0.16 0.30 13.009722 LO 41/I 83 7 10 7.9 7.6 0.145 68 412.5 2.08 0.15 14 26 14 14 12.04 5.37 0.21 0.62 18.24 6.11 >100 0.00 0.00 1.25 0.04 0.07 13.622918

II 84 5 11 8.5 7.5 0.108 51 449.2 1.41 0.11 13 9 7 6 5.95 1.60 0.13 1.40 9.08 3.53 >100 0.00 0.00 1.20 0.02 0.03 15.750286 III 89 4 7 9.0 7.9 0.187 89 427.3 0.95 0.07 14 9 8 6 5.29 1.06 0.13 2.95 9.43 3.01 >100 0.00 0.00 1.30 0.03 0.05 5.9669514 IV

05o28'54.3'' LU 95o14’17.4’’ BT

96 0 4 8.6 7.6 0.075 35 461.1 0.16 0.02 11 3 3 4 0.84 0.22 0.06 0.56 1.68 0.61 >100 0.00 0.00 0.99 0.02 0.04 40.72224 LO 42/I 16 42 42 8.0 7.7 1.009 486 4.60 0.31 15 99 47 94 31.51 15.06 0.68 5.24 52.49 18.86 >100 0.00 0.00 2.43 0.09 0.18 20.775037

II 95 1 4 7.2 6.4 0.350 167 0.30 0.02 15 19 27 12 11.11 1.66 0.51 0.93 14.21 1.13 >100 0.00 0.00 0.80 0.04 0.07 28.11032 III

05o24'51.2'' LU 95o14’56.0’’ BT

61 18 21 7.3 7.0 0.786 378 1.28 0.09 14 18 16 19 11.11 2.81 0.26 3.47 17.65 5.93 >100 0.00 0.00 1.67 0.04 0.08 27.087256 LO44/I 76 14 10 8.3 8.3 2.260 1110 0.51 0.04 13 74 38 33 27.91 4.64 0.30 8.93 41.78 2.61 >100 0.00 0.00 1.82 0.16 0.30 53.176413

II 05o29'06.9'' LU 95o14’46.9’’ BT 31 27 42 7.8 7.4 2.770 1390 3.88 0.27 14 38 38 28 0.40 9.53 0.56 14.26 24.75 30.28 82 0.00 0.04 3.72 0.17 0.32 74.134425

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 385

Terhadap Contog Kering 105 oC Tekstur (pipet) Ekstrak 1:5

Bahan Organik HCl 25% OLUen Bray 1 Nilai Tukar kation (NH4-Acetat 1N, pH7) KCl 1N Total

Pasir Debu Liat pH DHL SAL Redoks Wajlkley& Black Kjeldahl P2O5 K2O P2O5 P2O5 Ca Mg K Na Jumlah KTK KB * Al3+ H+ Fe S Pyrite Kadar air Kode

Sampel Koordinat % H2O KCL dS/m mg/l mV C (%) N (%) C/N mg/100g ppm cmolc/kg % cmolc/kg % % %

Nias 1/I 87 7 6 5.8 5.7 0.701 337 593.0 7.48 0.31 24 8 3 17 18.40 2.22 0.06 1.05 21.73 15.24 >100 0.00 0.02 0.32 0.23 0.43 76.515734

II

01o24'14.8'' LU 97o13’14.5’’ BT

83 7 10 6.5 6.0 0.340 161 490.0 10.81 0.61 18 11 4 34 25.37 3.90 0.04 1.86 31.17 29.05 >100 0.00 0.04 0.34 0.14 0.25 30.296712

Nias 2/I 91 4 5 5.6 4.8 0.020 9 1.09 0.09 12 5 4 11 2.00 0.17 0.04 0.12 2.33 2.32 >100 0.00 0.18 0.50 0.03 0.06 28.929409

II 85 9 6 5.1 4.4 0.044 21 2.20 0.17 13 7 4 23.2 1.16 0.26 0.04 0.22 1.68 3.07 55 0.01 0.67 0.28 0.04 0.07 31.192464

III

01o24'09.0'' LU 97o13’15.8’’ BT

90 4 6 4.8 4.5 0.473 225 1.13 0.09 13 9 8 7.9 4.93 0.23 0.04 0.19 5.39 2.91 >100 0.01 0.18 0.67 0.11 0.20 59.469653

Nias 3/I 46 27 27 5.6 5.5 0.008 4400 5.32 0.21 25 8 102 14 8.62 11.02 1.71 39.69 61.04 18.81 >100 0.00 0.04 0.32 0.65 0.68 59.969065

II

01o24'12.6'' LU 97o11’57.1’’ BT

49 26 25 5.7 5.5 0.010 5600 7.03 0.25 28 10 107 14 10.53 13.27 1.88 45.58 71.26 22.07 >100 0.00 0.04 0.30 1.03 0.63 38.939073

Komp. Kering

2 43 55 5.0 4.2 0.824 395 565.1 26.45 0.72 37 10 17 2.8 12.04 6.63 0.30 8.03 27.00 67.33 40 0.04 0.18 4.06 0.11 0.21 55.787504

Komp. Basah

73 15 12 5.2 4.5 0.234 112 506.2 4.09 0.27 15 95 11 3.1 3.82 2.79 0.13 1.05 7.79 9.55 82 0.04 0.18 5.02 0.07 0.13 28.914717

Komp. LO 29

57 20 23 8.1 7.6 1.255 609 320.1 0.87 0.06 15 52 154 54 20.89 7.85 0.85 5.15 34.74 10.26 >100 0.00 0.02 2.58 0.06 0.12

Keterangan : Angka I, II, III dan IV pada masing masing-masing titik pengambilan sampel menujukkan kedalaman/ lapisan tanah yang diambil contohnya angka I merupakan lapisan paling atas dan IV paling bawah. Komp : Komposit

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 387

Lampiran 6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)

SIFAT TANAH SANGAT RENDAH RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT

TINGGI

C (%) N (%) C/N P2O5HCI (mg/100 g) P2O5 Bray 1 (ppm) P2O5 Olsen (ppm) K2O HCI 25% (me/100 g) KTK (,e/100 g) Susunan kation: K (me/100 g) Na (me/100 g) Mg (me/100 g) Ca (me/100 g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Alumunium (%)

< 100

< 0,10

< 5

< 10

< 10

< 10

< 10

< 5

< 0,1 < 0,1 < 0,4 < 2

< 20

< 10

1,00 -2,00

0,10 – 0,20

5 – 10

10 – 20

10 – 15

10 – 25

10 – 20

5 – 16

0,1 – 0,2 0,1 – 0,3 0,4 – 1,0

2 – 5

20 – 35

10 - 20

2,01 – 3,00

0,21 – 0,50

11 – 15

21 – 40

16 – 25

26 – 45

21 – 40

17 – 24

0,3 – 0,5 0,4 – 0,7 1,1 – 2,0 6 – 10

36 – 50

21 - 30

3,01 – 5,00

0,51 – 0,75

16 – 25

41 – 60

25 – 35

46 – 60

41 – 60

25 – 40

0,6 – 1,0 0,8 – 1,0 2,1 – 8,0 11 – 20

51 – 70

31 - 60

> 5,00

> 0,75

> 25

> 60

> 35

> 60

> 60

> 40

> 1,0 > 1,0 > 8,0 > 20

> 70

> 60

pH H2O

Sangat masam

< 4,5

Masam

4,5 – 5,5

Agak masam

5,6 – 6,5

Netral

6,6 – 7,5

Agak alkalis

7,6 – 8,5

Alkalis

> 8,5

388 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lampiran 7. Hasil Analisa Fisika Tanah di Wilayah Penelitian

Water Contents (%vol) Drainage Pore (% vol) Code

Sample Coordinat Sample Water

Contents (% V)

Bulk Density (g/cc)

Pore Distribution

(% V) pF1 pF2 pF2.54 pF42 Fast Slow

Available Water (% V)

Permeabilities (cm/hour)

Location : Aceh Barat >> Peaty Soil LO27/I 0 - 30 62 0.12 91.02 62.91 52.68 45.7 30.33 38.12 8.59 16.45 8.32

II 04o11'48.7'' LU 96o05’14.6’’ BT 30 - 60 65 0.21 85.13 81.15 70.14 64.31 48.1 14.47 6.91 16.16 3.56

Location : Aceh Besar and Banda Aceh >> Mineral Soil (Sandy Soil) LO 28/I 0 - 30 41.2 0.81 69.4 33.7 29.2 25.7 12.2 40.2 3.5 13.5 2.59

II 05o37'59.4'' LU 95o24’16.6’’ BT 30 - 60 47.7 1.23 53.5 53.5 41.7 36.8 17.6 11.7 5 19.2 4.97

LO 29/I 0 - 20 43 0.73 72.5 40 35.6 31.8 10.9 36.9 3.8 20.9 0.74 II

05o37'34.8'' LU 95o24’32.3’’ BT 20 - 40 40.8 1.21 54.3 23.5 18.9 15.3 8 35.4 3.6 7.3 12.16

Location : Nagan Raya >> Mineral Soil (Glay Soil) LM14/I 0 - 30 45,4 0.95 84.4 50.9 45.9 42.5 13.3 38.5 3.4 29.2 1.01

II 03o59'25.6'' LU 96o17’56.9’’ BT 30 - 60 42.2 1.29 51.2 19.8 15.2 11.4 7.1 36 3.8 4.3 3.84

0 - 20 58.9 1.25 66.5 52.3 46.7 42.2 30.1 15 15 14 0.9 20 - 40 52.1 1.4 68.4 45.7 43.2 38 29.2 25 19 14 2

Location : Aceh Besar and Banda Aceh >> Mineral Soil (Clay Soil) LO 30/I 0 - 30 49.7 1.2 50.9 47.7 44.2 30.87 25.6 24 23 15 2.2

II 05o37'48.7'' LU 95o24’39.6’’ BT 30 - 60 49.2 1.3 52.3 54.3 49.6 39 35.7 15 12 16 1

0 - 20 76.3 1.4 58.6 81.4 70.9 63 11.3 14 8 51 0.7 20 - 40 57.2 1.2 54.7 81 71.5 64 11.2 14 8 52 0.8

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 389

Lampiran 8. Daftar Tumbuhan yang Umum Dijumpai di Wilayah Penelitian

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Adianthaceae

Ceratopteris thalicroides #41# - - - - - + - - - - - - + + - - - + + + - + ++ - ++ ++ -

Apocynaceae -

Alstonia macrophylla #49# Pulai - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Alstonia spathulata Pulai - - - - - ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Alstonia anguistiloba Pulai - - - - - - - - + - + - - - - - - - - - - - - - - -

Cerbera manghas Bintaro + +++ +++ - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Arecaceae

Nypa fruticans Nipah - - + - - - - - ++ +++ - - - + - - - - - - ++ - - - - -

Oncosperma tiggilaria Nibung - - + - + - - - - - + ++ - - - - + - - - - +++ - - - -

Cocos nucifera Kelapa - +++ +++ - +++ - - +++ - ++ - ++ - ++ - ++ - ++ - + +++ - ++ - - +++

Elaeis guineensis Kelapa sawit - - - - - - - - ++ - + +++ - +++ - ++ - - - + ++ - - - - -

Calamus spp. Rotan - - + - - - + ++ - - + ++ - - - - - - - - - - ++ - - -

Metroxylon sagu Sagu - - ++ - - - - - ++ - - +++ - ++ - ++ - - - - ++ - - - - +

Bambusa spp. Bambu - - + - - - - - + - - + - - - + - - - - + - - - - -

Dendrocalamus spp. Bambu - - + - - - - - + - - - - + - - - - - - + - - - - +

Arenga pinnata Aren - - - - - - + - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Areca cathecu Pinang - - +++ - - - - - ++ - + +++ - +++ - ++ - - - + ++ - - - - -

Anacardiaceae

Lannea coromandelica #33# - - ++ - - - - - ++ - - ++ - ++ - ++ - - - ++ ++ - - - - -

Mangifera indica Mangga - - ++ - - - - - ++ - - + - + - + - - - + + - - - - -

Mangifera feoteda Embacang - - ++ - - - - - ++ - - + - + - + - - - + + - - - - -

Mangifera odorata Kueni - - + - - - - - - - - - - + - - - - - + + - - - - -

Amaryllidaceae

Crinum asiaticum Bakung darat - ++ + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - +

Asclepiadaceae

390 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Calotropis gigantea Biduri - + ++ - + - - + + - - ++ - ++ - ++ - ++ + + ++ - ++ - - -

Aviceniaceae

Avicennia marina Api-Api - - - - - - - - - - - - - - - - - + + - - - - - - -

Bignoniaceae

Oroxylum indicum Bungli - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - ++ - - -

Dolichandrone spathacea #58# - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - +++ - - - -

Bombacaceae

Durio zibethinus Durian - - + - - - - - + - - + - + - + - + - + - - - - - -

Combretaceae

Lumnitzera littorea Teruntum - - - - - - - - - + - - - - - - - - - - - - - ++ - -

Celastraceae

Lophopetalum javanicum #62# Parupuk - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - -

Cyperaceae

Cyperus spp. #15# Purun - - ++ - - - - + - - + ++ - - - - - - - - - - ++ - - -

Cyperus maritime Teki laut + - - - + - - - + - - - - - - - - - - - + - ++ - - -

Lepironia mucronata + - - - + - - - + - - - - - - - - - - - + - + - - -

Combretaceae

Terminalia catappa Ketapang - + - - - - - ++ - - - - - - - - - - - - + - - - - ++

Casuarinaceae

Casuarina equisetifolia Cemara - - - - - - - ++ + ++ - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Convolvulaceae

Ipomea aquatica Kangkung - - + - - + - - - - - - - + - - - + - + + - - - - -

Ipomea pes-caprae Katang-katang +++ - + - ++ ++ - +++ - + - - + + + + - - + + +++ - +++ - - -

Euphorbiaceae

Aleurites moluccana Kemiri - - ++ - - - - - + - - + - - - + - + - ++ + - - - - -

Baccaurea dulcis #25# - - - - - - - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hevea brasiliensis Karet - - + - - - +++ - + - +++ + - - - - - - - - - - - - - -

Jatropha gossypiifolia #57# Jarak - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 391

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Jatropha curcas Jarak pagar - - ++ - - - - - + - - - - - - - - - - - + - - - - -

Macaranga tanarius #52# Mahang - - + - - - - - + - - - - - - - - - - - + - - - - -

Macaranga pruinosa Mahang - - + - - - - - ++ - - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Ricinus communis Jarak jawa - - - - - - - - + - - - - - - - - + - + ++ - - - - -

Flacourtiaceae

Scolopia machrophylla #63# Kemanden - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - -

Flagelariaceae

Flagellaria indica Owar - - - - - + + - - - - + - - - - - - - - - - - - - -

Goodeniaceae

Scaevola taccada Gabusan - ++ +++ - - - - - + - - - - + - + - ++ - - ++ - - - - -

Guttiferae

Callophyllum inophyllum Nyamplung - ++ + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Hernandiaceae

Hernandia peltata Bogolono - - + - - - - - + - - - - + - - - + - - + - - - -

Lecythidaceae

Barringtonia asiatica Putat - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Barringtonia racemosa Putat sungai - - ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - -

Leeaceae

Leea indica #3# Kayu tua - + +++ - - - - - ++ - - - - + - - - - - - - - - - - -

Loganiaceae

Fagraea racemosa #1# - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Leguminosae

Acacia auriculiformis Akasia - - - - - - - - + - + +++ - +++ - ++ - - - + ++ - - - - -

Acacia mangium Mangium - - - - - - - - ++ - + +++ - +++ - ++ - - - + ++ - - - - -

Desmodium umbellatum Daun buaya - - + - +++ - - +++ - - - - - - - - - - - - + - +++ - - -

Passiflora feotida Buah pitri - - + - + - - + - - + ++ - - - - - - - - + - + - - -

Leucaena leucacephala Lamtoro - - ++ - - - - - + - - + - + - + - + - + + - - - - -

Parkia speciosa Petai - - + - - - - - ++ - - + - + - + - + - + + - - - - -

392 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Pongamia pinnata Malapari - ++ ++ - - - - - + - - - - - - - - - - - - - ++ - - -

Pterocarpus indica Angsana - - ++ - - - - - ++ - - - - ++ - ++ - ++ - ++ ++ - - - - -

Erythrina orientalis Dadap laut - + + - - - - - + - - - - + - + - + - + - - - - - -

Gliricidia sepium Gamal - - +++ - - - - - +++ - - - - ++ - ++ - ++ - ++ - - - - - -

Vigna marina Kacang laut - ++ + - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Mimosa pigra Ki kebo - - - - ++ + - - + - - - - + - + - + - + - - - - - -

Mimosa pudica Putri malu - - - - +++ ++ - - ++ - - - - ++ - ++ - ++ - ++ - - - - - -

Malvaceae

Hibiscus tiliaceus Waru laut - ++ - - - - - + - + - - - - - + - + - - ++ - - ++ - -

Abutilon hirtum #40# - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Abelmoschus moschantus #55# - - - - - - - - - - - - - - + - + - + - - + - - - - -

Thespesia populnea Waru lot - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - ++

Melastomataceae

Melastoma candidum Senduduk - - + - - - - - + - - - - - - - - - - - + - - - - -

Melastoma malabathricum Senduduk - - ++ - - - - - + - - ++ - - - - - + - - + - - - - -

Meliaceae

Xylocarpus rumphii Nyiri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Xylocarpus moluccensis Nyiri - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Molluginaceae

Sesuvium portulacastrum Seruni air - - - - - - - - - - - - - - ++ - ++ - + - - - - - - -

Moraceae

Artocarpus heterophyllus Nangka - - ++ - - - - - + - - + - + - + - + - + + - - - - -

Artocarpus incisus Sukun - - ++ - - - - - ++ - - ++ - ++ - + - + - + + - - - - -

Ficus microcarpa #9# - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Ficus septica #2# Ki ciyat - + +++ - - - - - +++ - - ++ - + - + - + - + ++ - - - - -

Mimosaceae

Acacia farnesiana #46# Kembang jepun - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - -

Myrtaceae

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 393

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Zyzygium cumini #45# Juwet - - - - - - - - - - - - - + - + - - - - - - - - - -

Zyzigium malaccensis Jambu Bol - - + - - - - - + - - + - + - - - + - - + - - - - -

Myrsinaceae

Ardisia humilis #26# Lampeni - - - - + - - ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - +

Aegiceras cornoculatum Perepat Kecil - - - - + - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - -

Papilionaceae

Cassia sophera #4# Enceng-enceng - - ++ - - - - - ++ - - - - ++ - ++ - ++ - - + - - - - -

Calopogonium mucunoides #20# Kacang asu - - - - +++ - - - + - + - - + - + - + - - - - - - - -

Desmodium umbelatum #7# Daun buaya - - + - +++ - - +++ - - - - - - - - - - - - + - +++ - - -

Crotalaria striata #29# Orok-orok - - - - ++ - - - + - - + - - - - - - - - + - - - - -

Indigofera suffruticosa #27# Tarum siki - - - - +++ - - - ++ - - + - - - - - - - - + - - - - -

Phaseolus lathyroides #54# Kacang batang - - - - - - - - - - - - - + - + - + - - + - - - - -

Aeschynomene indica #48# Katisan - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - + - - - - -

Pandanaceae

Pandanus tectorius Pandan - + + - - - - + - - - - - - - - - - - - + - + - - +

Pandanus odoratissima Pandan - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - +

Pedaliaceae

Sesamum indicum #24# - - - - - ++ - - ++ - - - - - - - - - - - - - - + - - -

Piperaceae

Piper aduncum Sirih lengkung - - + - - - - ++ - - - ++ - - - - - - + - - - ++ - - +

Poaceae

Imperata cylindrica Alang-Alang - - + - ++ - - - + - - ++ - + - + - + - - + - - - - -

Phragmites karka Perumpung - - + - - - - - + - - + - + - + - + - - ++ - - - - -

Ischaemum muticum Teki laut - - ++ - - - - - + - - + - + - + - + - - ++ - - - - -

Sacharum spontaneum - - ++ + - - - - - + - - + - + - + - + - - ++ - - - - -

Spinifex littoreus Rumput angin - ++ + - - - - + - - - - - + - - - + - - + - + - - -

Polypodiaceae

Stenochlaena palustris Paku hurang - - + - + ++ + - + - + ++ - + - + - + - + ++ - + - - +

394 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Pteridaceae

Acrostichum aureum Piai - ++ - - + - - - + - - + - + - + - + + + + +++ + - + ++

Rhamnaceae

Colubrina asiatica #59# - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - - ++ - ++ +

Rhizophoraceae

Rhizophora apiculata Bakau Minyak +++ - - +++ - - - - - - - - ++ - ++ - ++ - ++ - - +++ - +++ - -

Rhizophora stylosa Bakau Kurap - - - + - - - - - - - - - - - - + - +++ - - + - + - -

Rhizophora mucronata Bakau Merah + - - - - - - - - - - - - - + - - - + - - + - - - -

Bruguiera gymnorrhiza Tanjang + - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - +- - ++ - -

Bruguiera parviflora Tanjang - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - -

Ceriops decandra Tengal + - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - + - -

Rubiaceae

Morinda citrifolia Mengkudu - - +++ - - - - - ++ - - ++ - ++ - ++ - ++ - + + - - - - -

Scyphiphora hydrophyllacea Perepat Lanang - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - -

Ophiorrhiza cf. teymanni #10# - - - ++ - - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - -

Clausena excavata #50# Tikusan - - + - - - - - - - - - - - - - - - - + + - - - - -

Timonius compressiacaulis #17# - - - ++ - - - - - ++ - - - - ++ - - - ++ - - ++ - - - - -

Guettarda speciosa #56# Ki bolot - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ++ - - - - -

Salixaceae

Salix tetrasperma #28# Dedalu tangis - - - - - - - - - - - - + + - - - - - - - - - - - -

Sapindaceae

Dodonaea viscosa #60# Kayu mesen - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - ++ -

Sonneratiaceae

Sonneratia alba Bogem - - ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Sonneratia ovata Bogem - - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Sterculiaceae

Abroma mollis #42# Lawe - - - - - - - - - - - ++ - - - - - - - - ++ - - - - -

Pterospermum diversifolium #44# Bayur - - - - - - - - - - - - - - - - - - + - ++ - - - - -

Typacheae

Typa anguistifolia Typa - - - - + - - - - - - ++ - - - - - - - + ++ - - - - -

Verbenaceae

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 395

Kelimpahan di setiap lokasi pengamatan (relevees)* Family/Jenis tumbuhan Coll Nama umum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Gmelina elliptica #21# - - - - - + ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Premna corymbosa #8# - - + ++ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Callicarpa arborea #51# - - - + - - - - - - - - - - - - + - + - - ++ - - - - -

Vitex pinnata #23# Laban - - - - - +++ - - ++ - - - - - - - - - - - ++ - + - - -

Stachytarpheta jamaicensis Pecut kuda - + + - ++ - - - - - - - - + - + - - - + + - - - ++ -

Vitaceae

Cissus quandrangula #47# - - - - - - - - - - - - - + + + - + - - - - - - - - -

Keterangan : * Kelimpahan jenis + = Sedikit

++ = Sedang +++ = Banyak

* Lokasi pengamatan

Lokasi Kondisi lokasi Tanggal pengamatan Wilayah

1 Mangrove yang substratnya terangkat, Desa Labuan Bhakti 1 September 2005 Semeulue 2 Pantai berpasir, Desa Alus-alus 2 September 2005 Semeulue 3 Sekitar desa, Desa Alus-alus 2 September 2005 Semeulue 4 Tegakan sporadis magrove, Desa Labuan Bhakti 3 September 2005 Semeulue 5 Sekitar laguna, di belakang oantai berpasir, desa Cot Rambong 8 September 2005 Nagan raya 6 Tanah bergambut yang terdegradasi, Desa Cot Rambong 8 September 2005 Nagan raya 7 Perkebunan karet milik masyarakat, Desa Rambong 9 September 2005 Nagan raya 8 Pantai berpasir, Desa Cot Rambong 10 September 2005 Nagan raya 9 Sekitar desa, Desa Cot Rambong 10 September 2005 Nagan raya 10 Pantai berpasir yang terdegradasi berat, Desa Lhok bubon 11 September 2005 Aceh barat 11 Perkebunan karet milik masyarakat, Desa Simpang tiga 11 September 2005 Aceh barat 12 Sekitar desa, Desa Simpang tiga 11 September 2005 Aceh barat 13 Lokasi penanaman bakau, Desa Lam Nga 15 September 2005 Aceh Besar 14 Sekitar desa, Desa Lam Nga 15 September 2005 Aceh Besar 15 Lokasi penanaman bakau, Desa Neuheun 16 September 2005 Aceh Besar 16 Sekitar desa, Desa Neuheun 16 September 2005 Aceh Besar 17 Lokasi penanaman bakau, Desa Lam Dingin 17 September 2005 Banda Aceh 18 Sekitar desa, Desa Lam Dingin 17 September 2005 Banda Aceh 19 Lokasi penananaman bakau, Desa Tibang 18 September 2005 Banda Aceh 20 Sekitar desa, Desa Tibang 18 September 2005 Banda Aceh 21 Pesisir barat aceh 19 September 2005 Banda Aceh 22 Hutan mangrove yang mati karena substratnya terangkat , Desa Lahewa 24 September 2005 Nias 23 Pantai berpasir, Desa Lafau 25 September 2005 Nias 24 Hutan magrove yang masih hidup walaupun terangkat substratnya, Desa Lafau 25 September 2005 Nias 25 Pantai yang substratnya terangkat, Desa Toyolawa 26 September 2005 Nias 26 Pantai yang terendam air laut karena turunnya substrat 27 September 2005 Nias

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 397

Lampiran 9. Daftar Temuan Fauna Tabel 1. Daftar Jenis Burung di Simeulue dan Nias

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

Ardeidae 1 Cangak laut Ardea sumatrana Great-billed Heron r o o 2 Cangak merah Ardea purpurea Purple Heron i ? x 1 3 Kuntul besar Casmerodius albus Great Egret i ND 4 Kuntul sedang Egretta intermedia Intermediate Egret i o 5 Kuntul kecil Egretta garzetta Little Egret i o 1 6 Kuntul karang Egretta sacra Reef Egret r x x 1 7 Blekok Cina Ardeola bacchus Chinese Pond-heron m o o 8 Kokokan laut Butorides striatus Striated Heron em xm 1 x 1 9 Bambangan kuning Ixobrychus sinensis Yellow Bittern m x 10 Bambangan hitam Ixobrychus flavicollis Black Bittern m o

Accipitridae 11 Elang tiram Pandion haliaetus Osprey m x 12 Elang bondol Haliastur indus Brahminy Kite r x 1 x 1

13 Elang laut perut-putih

Haliaeetus leucogaster White-bellied Sea-eagle r x 1 x 1

14 Elang-ular bido Spilornis cheela Crested Serpent-eagle e x1 x2 15 Elang-alap Cina Accipiter soloensis Chinese Goshawk m o o

16 Elang-alap Nipon Accipiter gularis Japanese Sparrow-hawk m o o

17 Elang hitam Ictinaetus malayensis Black Eagle r o

18 Elang brontok Spizaetus cirrhatus Changeable Hawk-eagle e o1

19 Elang gunung Spizaetus alboniger Blyth's Hawk-eagle r o 1 20 Elang Wallace Spizaetus nanus Wallace's Hawk-eagle em o

Falconidae 21 Alap-alap Erasia Falco tinnunculus Eurasian Kestrel m o 22 Alap-alap kawah Falco peregrinus Peregrine Falcon m ? o

Anatidae

23 Belibis kembang Dendrocygna arcuata Wandering Whistling-duck i x

24 Belibis batu Dendrocygna javanica Lesser Whistling-duck i 1 o

Rallidae 25 Mandar-padi sintar Gallirallus striatus Slaty-breasted Rail r x 26 Tikusan alis-putih Poliolimnas cinerea White-browed Crake i ND

27 Kareo padi Amaurornis phoenicurus

White-breasted Waterhen r x 1 1

398 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

Charadriidae 28 Cerek kernyut Pluvialis fulva Pacific Golden Plover m x 1 1 29 Cerek Melayu Charadrius peronii Malaysian Plover r o 1 o 1

30 Cerek-pasir Mongolia Charadrius mongolus Lesser Sand-plover m o ? ND

31 Cerek-pasir besar Charadrius leschenaultii Greater Sand-plover m o 1 x 1

Scolopacidae 32 Gajahan pengala Numenius phaeopus Whimbrel m x 1 x 1 33 Gajahan besar Numenius arquata Eurasian Curlew m o

34 Biru-laut ekor-blorok Limosa lapponica Bar-tailed Godwit m o

35 Trinil kaki-merah Tringa totanus Common Redshank m o 1 x 1 36 Trinil kaki-hijau Tringa nebularia Common Greenshank m x o 37 Trinil semak Tringa glareola Wood Sandpiper m o 38 Trinil bedaran Xenus cinereus Terek Sandpiper m ND 1 39 Trinil pantai Actitis hypoleucos Common Sandpiper m x 1 o 1 40 Trinil pembalik batu Arenaria interpres Ruddy Turnstone m o - - 41 Berkik ekor-lidi Gallinago stenura Pintail Snipe m o - - 42 Kedidi leher-merah Calidris ruficollis Rufous-necked Stint m o 1 x 43 Kedidi golgol Calidris ferruginea Curlew Sandpiper m 1 o

Burhinidae 44 Wili-wili besar Burhinus giganteus Beach Thick-knee r x o

Glareolidae 45 Terik Asia Glareola maldivarum Oriental Pratincole m o

Laridae 46 Dara-laut biasa Sterna hirundo Common Tern 1

Columbidae 47 Punai besar Treron capellei Large Green Pigeon i ND

48 Punai lengguak Treron curvirostra Thick-billed Green Pigeon e x1 x2

49 Punai bakau Treron fulvicollis Cinnamon-headed Green Pigeon e x

50 Punai hijau Treron vernans Pink-necked Green Pigeon e x 1 x 1

51 Walik jambu Ptilinopus jambu Jambu Fruit-dove r o 52 Pergam hijau Ducula aenea Green Imperial Pigeon e x1 x1 1

53 Pergam gunung Ducula badia Mountain Imperial Pigeon r x

54 Pergam laut Ducula bicolor Pied Imperial Pigeon r x 1 x 1

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 399

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

55 Merpati-hutan perak Columba argentina Silvery Pigeon r o ?

56 Uncal buau Macropygia emiliana Ruddy Cuckoo-dove e x1 x2 57 Uncal kouran Macropygia ruficeps Little Cuckoo-dove e o

58 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Spotted Dove 1

60 Delimukan zamrud Chalcophaps indica Emerald Dove r x 1 x 1 61 Junai mas Caloenas nicobarica Nicobar Pigeon r o o

Psittacidae 62 Betet biasa Psittacula alexandri Red-breasted Parakeet e x1 x3 63 Nuri tanau Psittinus cyanurus Blue-rumped Parrot e x1

64 Serindit Melayu Loriculus galgulus Blue-crowned Hanging-parrot r ND 1 x

Cuculidae 65 Kangkok India Cuculus micropterus Indian Cuckoo mr om 66 Kangkok ranting Cuculus saturatus Oriental Cuckoo m o o

67 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Plaintive Cuckoo r x

68 Wiwik uncuing Cacomantis sepulcralis Rusty-breasted Cuckoo r x

69 Kedasi ungu Chrysococcyx xanthorhynchus Violet Cuckoo r o

70 Kedasi hitam Surniculus lugubris Drongo Cuckoo m o

71 Tuwur Asia Eudynamys scolopacea Asian Koel m?r o o

72 Bubut besar Centropus sinensis Greater Coucal r x 1 Tytonidae 73 Serak bukit Phodilus badius Oriental Bay Owl r o

Strigidae 74 Celepuk Simalur Otus umbra Simeulue Scopsowl E x i 75 Beluk ketupa Ketupa ketupu Buffy Fish-owl e o 76 Kukuk beluk Strix leptogrammica Brown Wood-owl e o2

Caprimulgidae

77 Taktarau Melayu Eurostopodus temminckii

Malaysian Eared Nightjar r o

78 Taktarau besar Eurostopodus macrotis Great Eared Nightjar e o

79 Cabak kota Caprimulgus affinis Savanna Nightjar r o Apodidae

80 Walet sarang-putih Aerodramus fuciphagus Edible-nest Swiftlet r x? x?

400 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

81 Walet sarang-hitam Aerodramus maximus Black-nest Swiftlet i x? x? 82 Walet sapi Collocalia esculenta Glossy Swiftlet e x 1 x1 1

Hemiprocnidae

83 Tepekong jambul Hemiprocne longipennis Grey-rumped Tree-swift e x 1 x

84 Tepekong rangkang Hemiprocne comata Whiskered Tree-swift r o

Trogonidae

85 Luntur harimau Harpactes oreskios Orange-breasted Trogon e x

Alcedinidae 86 Raja-udang Erasia Alcedo atthis Common Kingfisher m o o

87 Raja-udang meninting Alcedo meninting Blue-eared Kingfisher r o ? x

88 Udang api Ceyx erithacus Oriental Dwarf Kingfisher e x1 x2

89 Pekaka emas Pelargopsis capensis Stork-billed Kingfisher e x1 x2 90 Cekakak merah Halcyon coromanda Ruddy Kingfisher r o o

91 Cekakak Cina Halcyon pileata Black-capped Kingfisher m x

92 Cekakak suci Halcyon chloris Collared Kingfisher e x1 1 x1 1 Meropidae

93 Kirik-kirik senja Merops leschenaulti Chestnut-headed Bee-eater m o

94 Kirik-kirik laut Merops philippinus Blue-tailed Bee-eater m x o 1 95 Kirik-kirik Australia Merops viridis Blue-throated Bee-eater r o?

Coraciidae 96 Tiong-lampu biasa Eurystomus orientalis Common Dollarbird em om

Bucerotidae

97 Kangkareng perut-putih

Anthracoceros albirostris Asian Pied Hornbill e? x

Capitonidae 98 Takur tenggeret Megalaima australis Blue-eared Barbet e ? x1 1

Picidae 99 Tukik tikus Sasia abnormis Rufous Piculet e x 100 Pelatuk kijang Celeus brachyurus Rufous Woodpecker e o

101 Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Crimson-winged

Yellownape e o

102 Pelatuk merah Picus miniaceus Banded Woodpecker e x 1

103 Caladi batu Meiglyptes tristis Buff-rumped Woodpecker r x

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 401

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

104 Caladi badok Meiglyptes tukki Buff-necked Woodpecker e x1

105 Pelatuk ayam Dryocopus javensis White-bellied Woodpecker e 1 x

106 Caladi belacan Dendrocopos canicapillus

Grey-capped Woodpecker r x

Eurylaimidae 107 Madi-hijau kecil Calyptomena viridis Green Broadbill e o Pittidae 108 Paok hijau Pitta sordida Hooded Pitta m o 109 Paok hujan Pitta moluccensis Blue-winged Pitta m o Hirundinidae 110 Laying-layang api Hirundo rustica Barn Swallow m x 1 o 1 111 Laying-layang batu Hirundo tahitica Pacific Swallow r x 1 x 1 Motacillidae

112 Kucuit hutan Dendronanthus indicus Forest Wagtail m o o

113 Kucuit kerbau Motacilla flava Yellow Wagtail m x o 114 Kucuit batu Motacilla cinerea Grey Wagtail m o 1 o 1

115 Apung tanah Anthus novaeseelandiae Richard's Pipit r ND o 1

Campephagidae

116 Kepudang-sungu Sumatera Coracina striata Bar-bellied Cuckoo-

shrike e x1 o3

117 Kepudang-sungu kecil Coracina fimbriata Lesser Cuckoo-shrike e x1

118 Kapasan kemiri Lalage nigra Pied Triller r x 119 Sepah tulin Pericrocotus igneus Fiery Minivet e x1 1 o

120 Sepah hutan Pericrocotus flammeus Scarlet Minivet e x1

121 Jingjing batu Hemipus hirundinaceus Black-winged Hemipus r o o

Pycnonotidae

124 Cucak rawa Pycnonotus zeylanicus Straw-headed Bulbul r o

125 Cucak kuricang Pycnonotus atriceps Black-headed Bulbul e x1 1 x 1

126 Merbah belukar Pycnonotus plumosus Olive-winged Bulbul r x x

127 Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Cream-vented Bulbul r x

128 Merbah mata-merah Pycnonotus brunneus Red-eyed Bulbul r x

402 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

129 Merbah kacamata Pycnonotus erythropthalmos Spectacled Bulbul r x

Irenidae 130 Cipoh kacat Aegithina tiphia Common Iora r x 131 Cica-daun besar Chloropsis sonnerati Greater Green Leafbird e o1

132 Kacembang gadung Irena puella Asian Fairy Bluebird r x

Laniidae 133 Bentet loreng Lanius tigrinus Tiger Shrike m o o 134 Bentet coklat Lanius cristatus Brown Shrike m ND Turdidae 135 Kucica kampung Copsychus saularis Oriental Magpie-robin e x1 1 x2 1

136 Kucica hutan Copsychus malabaricus White-rumped Shama e x3 1 x3 1

137 Meninting besar Enicurus leschenaulti White-crowned Forktail e o 138 Decu belang Saxicola torquata Common Stone-chat m ND 139 Anis Siberia Zoothera sibirica Siberian Thrush m o Timaliidae

140 Asi besar Malacopteron cinereum Scaly-crowned Babbler e o1

Sylviidae 141 Kecici belalang Locustella certhiola Pallas's Warbler m o

142 Kerak-basi besar Acrocephalus orientalis Oriental Reed-warbler m o ND

143 Cici padi Cisticola juncidis Zitting Cisticola m x 1 x 144 Perenjak rawa Prinia flaviventris Yellow-bellied Prinia m ? x1 1 145 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Ashy Tailorbird e 1 x 1 146 Cikrak kutub Phylloscopus borealis Arctic Leaf-warbler m o Muscicapidae

147 Sikatan kepala-abu Culicicapa ceylonensis

Grey-headed Flycatcher r x x

Acanthizidae 148 Kehicap ranting Hypothymis azurea Black-naped Monarch e x1 x Monarchidae

149 Seriwang Asia Terpsiphone paradisi Asian Paradise-flycatcher e x1 o2m

Pachycephalidae 150 Kancilan bakau Pachycephala grisola Mangrove Whistler r x x Sittidae 151 Munguk beledu Sitta frontalis Velvet-fronted Nuthatch r o

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 403

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

Climacteridae

152 Pentis raja Prionochilus maculatus

Yellow-breasted Flowerpecker r x

Dicaeidae

153 Cabai bunga-api Dicaeum trigonostigma

Orange-bellied Flowerpecker r x x

154 Cabai merah Dicaeum cruentatum Scarlet-backed Flowerpecker e x1 x2 1

Nectariniidae

155 Burung-madu polos Anthreptes simplex Plain Sunbird r ?

156 Burung-madu kelapa

Anthreptes malacensis Brown-throated Sunbird r x 1 x 1

157 Burung-madu belukar

Anthreptes singalensis Ruby-cheeked Sunbird e x

158 Burung-madu pengantin Nectarinia sperata Purple-throated Sunbird e x x

159 Burung-madu bakau

Nectarinia calcostetha

Copper-throated Sunbird r x 1

160 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird e 1 ND 1

161 Burung-madu sepah-raja Aethopyga siparaja Crimson Sunbird r x x

162 Pijantung kecil Arachnothera longirostra Little Spiderhunter e x2 1

163 Pijantung telinga-kuning

Arachnothera chrysogenys

Yellow-eared Spiderhunter r o

Estrildidae

164 Bondol peking Lonchura punctulata Scaly-breasted Munia r x 1

165 Bondol haji Lonchura maja White-headed Munia r x 1 x

Ploceidae

166 Burung-gereja Erasia Passer montanus Tree Sparrow r 1 ND 1

167 Manyar tempua Ploceus philippinus Baya Weaver r o

Sturnidae

162 Perling kumbang Aplonis panayensis Asian Glossy Starling e x1 x1

163 Jalak Cina Sturnus sturninus Purple-backed Starling m o

164 Kerak kerbau Acridotheres javanicus White-vented Myna F 1

165 Tiong emas Gracula religiosa Hill Myna e x o1 s

404 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Simeulue Nias No. Familia,

Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris STA << 2005 << 2005

Oriolidae

166 Kepudang kuduk-hitam Oriolus chinensis Black-naped Oriole e x1 1 o1

Dicruridae 167 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus Ashy Drongo e x1

168 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Greater Racquet-tailed Drongo r x 1 x 1

Corvidae 169 Gagak hutan Corvus enca Slender-billed Crow e x1 1 x 1 170 Gagak kampong C. macrorhynchos Large-billed Crow r ?

Catatan: X = temuan hasil observasi langsung; s = suara; i = informasi dari penduduk setempat; ? = perlu dikonfirmasi kembali Status: En endangered, kriteria keterancam-punahan menurut IUCN (Intern. Union for Conservation of Nature and Natural Resources) nt near threatened (ICBP list) p Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999 App I Appendix I of CITES App II Appendix II of CITES

STA Status i Tidak dideterminasikan r penetap/ dianggap penetap m bermigrasi/ diperkirakan bermigrasi E Species yang endemik

e Sub-species yang endemik di beberapa pulau di kepulauan di sebelah barat Sumatera

o Keberadaan tercatat sebelum tahun 1970. x Catatan temuan setelah tahun 1970.

ND Catatan temuan oleh N. Dymond, 1990.

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 405

Tabel 2. Daftar Jenis Mammalia yang Ditemui di Seluruh Wilayah Penelitian

Temuan No. Nama

Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris Si Ni NR Aba BA Abe

STA

1 - Macroglossus minimus Common long-tongued fruit bat x, - - -

2 - Cynopterus horsfieldii Horsfield's fruit bat x, - - -

3 - Pteropus hypomelanus Island flying fox x, - - -

4 - Emballonura monticola Malaysian sheath-tailed bat x, - - -

5 - Hipposideros larvatus Large leaf-nosed bat x, - - -

6 - Megaderma spasma Malayan false vampire bat x, - - -

7 - Rhinolophus affinis Intermediate horseshoe bat x, - - -

8 - Myotis muricola Wall-roosting mouse-eared bat x, - - -

9 Kera Ekor-panjang Macaca fascicularis Long-tailed

macaque x, o o o o - o App II

10 Musang pandan Paradoxurus hermaphroditus Common palm civet x, t o o - - -

11 Duyung Dugong dugon Dugong x, i - - - - -

12 Kerbau Bubalus bubalis Water buffalo x, o o o o - o

13 Babi-hutan Sus celebensis Celebes warty pig x, t o o j - j

14 Tikus Rattus exulans Pacific rat x, i - - - - -

15 Tikus rumah Rattus rattus House rat x, o - - - - -

16 Tikus Rattus tiomanicus Malaysian wood rat x, - - - - - -

Catatan: x = catatan temuan penelitian sebelumnya (Ed Colijn, 1996) o = temuan hasil observasi langsung (Data Primer 2005) t = jejak i = informasi penduduk setempat. Status: En endangered, kriterian keterancam-punahan menurut IUCN (Intern. Union for Conservation of Nature and Natural Resources) p Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999 App I Appendix I of CITES App II Appendix II of CITES

406 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 3. Daftar Jenis Herpetofauna yang Ditemui di Seluruh Wilayah Penelitian

Temuan No. Nama

Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris Si Ni NR ABa BA ABe

STA

1 Kuya batok Cuora amboinensis Asian Box Turtle x - o - - - 2 Penyu hijau Chelonia mydas Green Turtle x o - - - i 3 Penyu sisik Eretmochelys imbricata Hawksbill Turtle x - - - - - P

4 Penyu belimbing Dermochelys coriacea Leatherback Turtle x - - - - - P

5 - Aphaniotis acutirostris - x - - - - - 6 - Aphaniotis fusca - x - - - - - 7 - Bronchocela cristatella Crested Lizard x - - - - -

8 Kadal terbang Draco volans Common Flying Lizard xo o o - - -

9 - Cnemaspis kandianus - x - - - - -

10 - Cyrtodactylus marmoratus - x - - - - -

11 - Gekko monarchus Spotted House Gecko x - - - - -

12 - Hemidactylus frenatus House Gecko x - - - - -

13 - Hemiphyllodactylus typus Indo-Pacific Tree Gecko x - - - - -

14 - Ptychozoon kuhli Kuhl's Flying Gecko x - - - - - 15 - Dasia olivacea Olive Tree Skink x - - - - - 16 - Emoia atrocostata Mangrove Skink x - - - - - 17 - Lipinia relicta x - - - - - 18 Kadal biasa Mabuya multifasciata Common Sun Skink xo o o o o o 19 - Mabuya rugifera Striped Sun Skink x - - - - - 20 Biawak Varanus salvator Water Monitor xo o o o - o 21 Ular hijau daun Ahaetulla prasina Green Whip Snake x - - - - -

22 Boiga nigriceps Black-headed Cat Snake x - - - - -

23 Calamaria modesta x - - - - -

24 Ular Lumpur Cerberus rynchops Dog-faced Water Snake x o - - - o

25 Elaphe flavolineata Yellow-striped Racer x - - - - -

26 Enhydris albomaculata x - - - - - 27 Lycodon subcinctus Banded Wolf Snake x - - - - - 28 Psammodynastes pictus Painted Mock Viper x - - - - -

29 Rhabdophis chrysargos Speckle-bellied Keelback x - - - - -

30 Trimeresurus brongersmai x - - - - -

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 407

Temuan No. Nama

Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris Si Ni NR ABa BA ABe

STA

31 Trimeresurus hageni Hagen's Pit-Viper x - - - - - 32 Trimeresurus puniceus Flat-nosed Pit-Viper x - - - - - 33 Trimeresurus sumatranus Sumatran Pit-Viper x - - - - - 34 Ophiophagus hannah King Cobra x - - - - - 35 Python reticulatus Reticulated Python x - - - - i 36 Xenopeltis unicolor Sunbeam Snake x - - - - - 37 Buaya muara Crocodylus porosus Saltwater Crocodile x - - - - - P

39 Bufo melanostictus Common Asian Toad x o - - - -

40 Phrynoglossus laevis - x - - - - - 41 Limnonectes limnocharis - x - - - - - 42 Limnonectes macrodon - x - - - - - 43 Rana erythraea - x - - - - - 44 Rana hosii - x - - - - - 45 Rana nicobariensis - x - - - - - 46 Polypedates leucomystax - x - - - - -

Sumber: x = catatan temuan penelitian sebelumnya (Ed Colijn, 1996)

o = temuan pada survey ini (Data Primer 2005). Catatan: x = catatan temuan penelitian sebelumnya (Ed Colijn, 1996) o = temuan hasil observasi langsung (Data Primer 2005) i = informasi penduduk setempat. Status: p Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999. App I Appendix I of CITES App II Appendix II of CITES

408 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Tabel 4. Temuan Avifauna di Nagan Raya, Aceh Barat, Banda Aceh, dan Aceh Besar

Lokasi No. Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris

A B C D Status

Ardeidae 1 Cangak merah Ardea purpurea Purple Heron 1 1 1 1 2 Kuntul besar Casmerodius albus Great Egret 1 3 Kuntul sedang Egretta intermedia Intermediate Egret 1 4 Kuntul kecil Egretta garzetta Little Egret 1 1 1 5 Kuntul karang Egretta sacra Reef Egret 1 6 Kuntul kerbau Bubulcus ibis Cattle Egret 1 1 7 Kokokan laut Butorides striatus Striated Heron 1 8 Bambangan kuning Ixobrychus sinensis Yellow Bittern 1

Ciconiidae 9 Bangau tongtong Leptoptilus javanicus Lesser Adjutant 1 1 P, VU, I

Accipitridae 10 Elang bondol Haliastur indus Brahminy Kite 1 1 P, LC, II 11 Elang laut perut-

putih Haliaeetus leucogaster White-bellied Sea-eagle 1 1 1 P, LC, II

12 Elang-hitam Ictinaetus malayensis Black Eagle 1 P, LC, II 13 Elang brontok Spizaetus cirrhatus Changeable Hawk-eagle 1 P, LC, II

Rallidae 14 Kareo padi Amaurornis

phoenicurus White-breasted Waterhen i LC

Charadriidae 15 Cerek kernyut Pluvialis fulva Pacific Golden Plover 1 1 1 LC 16 Cerek-pasir

Mongolia Charadrius mongolus Lesser Sand-plover 1 LC

17 Cerek-pasir besar Charadrius leschenaultii Greater Sand-plover 1 LC Scolopacidae 18 Gajahan pengala Numenius phaeopus Whimbrel 1 1 LC 19 Gajahan besar Numenius arquata Eurasian Curlew 1 LC 20 Trinil kaki-merah Tringa totanus Common Redshank 1 LC 21 Trinil pantai Actitis hypoleucos Common Sandpiper 1 1 LC 22 Trinil-lumpur Asia Limnodromus

semipalmatus Asian dowitcher 1

Columbidae 23 Punai hijau Treron vernans Pink-necked Green

Pigeon 1 LC

24 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Spotted Dove 1 1 1 LC 25 Perkutut Geopelia striata Zebra Dove 1 LC 26 Delimukan zamrud Chalcophaps indica Emerald Dove 1 LC

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 409

Lokasi No. Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris

A B C D Status

Psittacidae 27 Serindit melayu Loriculus galgulus Blue-crowned Hanging-

parrot 1 LC, II

Cuculidae 28 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Plaintive Cuckoo 1 LC

Caprimulgidae 29 Cabak kota Caprimulgus affinis Savanna Nightjar 1 LC

Apodidae 30 Walet sarang-putih Aerodramus fuciphagus Edible-nest Swiftlet ? LC 31 Walet sarang-hitam Aerodramus maximus Black-nest Swiftlet ? LC 32 Walet sapi Collocalia esculenta Glossy Swiftlet 1 1 1 1 LC

Alcedinidae 33 Cekakak suci Halcyon chloris Collared Kingfisher 1 1 1 1 LC

Meropidae 34 Kirik-kirik laut Merops philippinus Blue-tailed Bee-eater 1 LC

Capitonidae 35 Takur tenggeret Megalaima australis Blue-eared Barbet 1 1 1 LC

Picidae 36 Caladi batu Meiglyptes tristis Buff-rumped Woodpecker 1 LC 37 Pelatuk ayam Dryocopus javensis White-bellied Woodpecker 1 LC

Hirundinidae 38 Laying-layang api Hirundo rustica Barn Swallow 1 LC 39 Laying-layang batu Hirundo tahitica Pacific Swallow 1 1 1 LC

Motacillidae 40 Kucuit kerbau Motacilla flava Yellow Wagtail ? LC 41 Kucuit batu Motacilla cinerea Grey Wagtail 1 1 LC 42 Apung tanah Anthus

novaeseelandiae Richard's Pipit 1 1 LC

Pycnonotidae 43 Merbah terucuk Pycnonotus goiavier Yellow-vented Bulbul 1 1 LC

Irenidae 44 Cipoh kacat Aegithina tiphia Common Iora s LC

Turdidae 45 Kucica kampung Copsychus saularis Oriental Magpie-robin 1 1 1 1 LC 46 Kucica hutan Copsychus malabaricus White-rumped Shama LC

Sylviidae 47 Cici padi Cisticola juncidis Zitting Cisticola 1 LC 48 Perenjak rawa Prinia flaviventris Yellow-bellied Prinia 1 1 1 LC 49 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Ashy Tailorbird 1 LC

410 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lokasi No. Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris

A B C D Status

Muscicapidae 50 Kipasan belang Rhipidura javanica Pied Fantail 1 1

Nectariniidae 51 Burung-madu

kelapa Anthreptes malacensis Brown-throated Sunbird 1 LC

52 Burung-madu sriganti

Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird 1 1 1 LC

Estrildidae 53 Bondol peking Lonchura punctulata Scaly-breasted Munia 1 LC 54 Bondol haji Lonchura maja White-headed Munia 1 1 1 LC

Ploceidae 55 Burung-gereja

Erasia Passer montanus Tree Sparrow 1 1 1 LC

56 Manyar tempua Ploceus philippinus Baya Weaver 1 LC Sturnidae 57 Perling kumbang Aplonis panayensis Asian Glossy Starling 1 LC 58 Kerak kerbau Acridotheres javanicus White-vented Myna 1 1 LC 59 Tiong emas Gracula religiosa Hill Myna 1 LC, II

Oriolidae 60 Kepudang kuduk-

hitam Oriolus chinensis Black-naped Oriole i LC

Dicruridae 61 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Greater Racquet-tailed

Drongo 1 LC

Corvidae 62 Gagak hutan Corvus enca Slender-billed Crow s s LC

Catatan: 1 = temuan hasil observasi langsung s = suara i = informasi dari penduduk setempat Status: VU Vulnerable, rentan; kriteria keterancam-punahan menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources); p Dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999. I Appendix I of CITES II Appendix II of CITES A = Nagan Raya B = Aceh Barat C = Banda Aceh D = Aceh Besar

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 411

Lampiran 10. Jumlah dan Kelompok Responden Wawancara Tabel 1. Jumlah Kelompok dan Responden yang diwawancarai di wilayah penelitian I – IV

No Wilayah Penelitian

Kelompok yang diwawancarai

Kisaran umur responden Laki-laki- Perempuan

Jlh LK

Jlh PR Profesi

01 Wilayah Penelitian I

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompok petani, kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 4 15

Penjahit, ketua PKK, Kel. Wirid Yasin Pekerja ,ibu R.T, petani, nelayan, ketua desa, ketua pemuda, pekerja PT, mahasiswi, pedagang

02 Wilayah Penelitian II (Nagan Raya)

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompokpetani,kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 4 3 Petani, pekebun, ketua barak,kepala desa ,ibu RT, guru, pedagag, masyarakat korban

03 Wilayah Penelitian II (Aceh Barat)

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompok petani, kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 3 4

Pedagang, petani, penjahit, panglima laut, kepala desa, ibu PKK, Ibu Rumah Tangga

04 Wilayah Penelitian III (Aceh Besar)

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompok petani, kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 2 3 Ibu rumah tangga, ketua barak, kepala desa, ibu jahit sulaman, ibu penjahit.

05 Wilayah Penelitian III (Banda Aceh)

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompok petani, kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 3 7

Pekerja tirom, PNS, ibu rumah tangga, pelajar, pedagang, kepala desa, kepala lingkungan tenda, ketua lingkungan tenda / barak, ketua pemuda

06 Wilayah Penelitian IV

Kelompok ibu PKK, kelompok pemerintahan desa, kelompok janda, kelompok remaja, kelompok nelayan, kelompok petani, kelompok perempuan, kelompok pedagang

19 s/d 65 tahun 4 9

Kontraktor, ketua cabang Parpol, kepala desa, ibu PKK, ibu rumah tangga, guru, pelajar, nelayan, petani.

412 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lampiran 11. Kuesioner KUESIONER (Perikanan) Responden : Nama : Alamat : Pekerjaan : Umur : INFORMASI TAMBAK

Pertanyaan Jawaban

LUAS TAMBAK Berapa luas tambak ini (dalam ha)? Ada berapa petak? Berapa luas tambak tiap petak? Berapa kedalaman per petak? Apa substratnya? Berapa luas tambak untuk satu desa? KONDISI TAMBAK Berapa jarak tambak dari pantai? Pada saat pasang, berapa meter air masuk ke darat? Apakah saluran-saluran irigasi tambak masih ada? Apakah saluran tersebut tertimbun lumpur? Berapa panjang, lebar dan dalam saluran ini (mengacu sebelum tsunami)?

Apakah tambak tertimbun lumpur? Berapa tebal lumpurnya? Kalau lumpur diangkat, dipindahkan kemana? Siapa yang mengangkat lumpur tersebut? Dengan apa diangkatnya? SEBELUM TSUNAMI Sebelum tsunami, jenis ikan/udang apa yang dulunya dibudidaya?

Sumber benihnya dari mana? Berapa hasil produksinya (dalam ton/ha)? Produknya dijual kemana? Apakah disekitarnya dulu ada pohon bakau/lainnya? Berapa luas pohon-pohon tersebut? SETELAH TSUNAMI Apakah telah ada bantuan dari pihak-pihak lain yang bertujuan membantu para petambak melakukan rehabilitasi/pemulihan tambak termasuk rehabilitasi pohon bakau?

Siapa yang membantu?Jenis bantuannya apa? Sejak kapan program bantuan ini dimulai dan hingga kapan?

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 413

INFORMASI TAMBAK

KEPEMILIKAN

Apakah pemilik tambak masih hidup? Jika masih hidup, apakah masih mau menggarap tambaknya? Apa alasannya?

Jika pemilik sudah meninggal, status kepemilikannya bagaimana?

Apakah ada sertifikatnya? Jika pemilik mau bertambak lagi, dari mana sumber benih ikan/udang diperoleh?

Apakah ada sumber air? Ukur kualitas air! Apa teknik dan skala budidaya yang akan dikembangkan (monokultur atau campuran) dan (berskala besar intensif atau ekstensif)?

Apakah pakan ikan/udang ada dijual disekitar lokasi? Kalau tidak bagaimana mengatasinya?

Produknya nanti dijual kemana? Apakah pemilik bersedia menanam bakau di pematang-pematang tambaknya?

INFORMASI PENANGKAPAN IKAN DI LAUT

Jenis-jenis hasil tangkapan laut Sebelum tsunami Setelah tsunami

Apakah di lokasi dijumpai satwa akuatik yang dilindungi? Jenis alat tangkap (Foto!!!) Sebelum tsunami Setelah tsunami

Jumlah nelayan Sebelum tsunami Setelah tsunami

Nelayan punya perahu atau boat? Sebelum tsunami Setelah tsunami Dari mana diperoleh? Bantuan dari mana? Cukup berapa orang? Berapa harganya?

Apakah mereka masih mau turun ke laut jadi nelayan? Atau masih trauma dengan bencana tsunami?

414 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lampiran 12. Foto-foto Lokasi Penelitian

Lokasi : Muara sungai yang menyerupai laguna

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 4º 03’ 29.10’’ E 96º 14’ 21.66” - Kuala Tuha Kuala Nagan Raya

Lokasi : Muara sungai yang menyerupai kolam air laut atau laguna

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 3º 59' 23.64" E 96º 17' 35.76" - Kuala Trang Kuala Nagan Raya

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 415

Lokasi : Muara sungai dan areal persawahan yang menyerupai laguna

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 4º 13' 22.50" E 96º 02' 19.80" - Pucok Lueng Samatiga Aceh Barat

Lokasi : Muara sungai/saluran air tambak yang tertutup pasir di Desa Lhok Bubon

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 4º 13' 04.14" E 96º 01' 08.46" - Lhok Bubon Samatiga Aceh Barat

416 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lokasi : Tambak di Desa Neuheun

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 5º 38' 02.94" E 95º 24' 16.68" - Neuheun - Aceh Besar

Lokasi : Tambak di Desa Lham Nga

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 5º 37' 21.90" E 95º 24' 11.52" - Lamnga - Aceh Besar

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 417

Lokasi : Tambak di Desa Lham Dingin

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kotamadya N 5º 34' 56.76" E 95º18' 57.54" - Lamdingin - Banda Aceh

Lokasi : Tambak di Desa Tibang

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kotamadya N 5º 35' 15.30" E 95º 20' 45.48" - Tibang - Banda Aceh

418 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Lokasi : Desa Alus-alus

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 2o 21’ 02.0” E 96 o 22’ 18.8” - Alus-alus Teupah Selatan Simeulue

Lokasi : Desa Labuan Bakti

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 2o 23’ 57.3” E 96o 28’ 09.7” - Labuan Bakti Teupah Selatan Simeulue

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 419

Lokasi : Desa Siheneasi

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 1o 24’ 08.5” E 97o 12’ 55.9” - Siheneasi Lahewa Nias

Lokasi : Desa Lahewa

Batas Administrasi No. Koordinat

Kampung Desa Kecamatan Kabupaten N 1o 23’ 45.1” E 97o 10’ 16.8” - Lahewa Lahewa Nias

420 Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias

Kondisi stasiun-stasiun pengamatan di sekitar Cot Rambong dan Kuala Trang

Kajian Kondisi Lingkungan Pasca Tsunami di Beberapa Lokasi NAD dan Nias 421

Kondisi stasiun-stasiun pengamatan di sekitar Lhok Bubon dan Pucok Lueng