113

jurnal%20full.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • Vol II. No 2. September 2014 ISSN : 2337-5310

    DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI

    Terbit setiap Maret dan September

    PENGELOLA JURNAL DENTINO

    Pelindung :

    Prof. Dr. dr. H. Ruslan Muhyi, Sp. A (K)

    (Dekan Fakultas Kedokteran Unlam)

    Pembina :

    Dr. dr. H. Zairin NH, Sp.OT (K), MM, SPINE, FICS

    (Pembantu Dekan I - Fakultas Kedokteran Unlam)

    dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd

    (Pembantu Dekan II - Fakultas Kedokteran Unlam)

    dr. H. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes

    (Pembantu Dekan III - Fakultas Kedokteran Unlam)

    Penasehat :

    Dr. drg. H. RosihanAdhani, S.Sos., MS

    (Ketua Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

    Ketua :

    drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM

    (Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

    Sekretaris :

    drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc

    (Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

    Penyunting :

    drg. Maharani L.A., Sp.PM (Oral Medicine - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Didit

    Aspriyanto (Pedodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Amy Nindia C. (Biologi Oral -

    Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc. (Biologi Oral - Fakultas

    Kedokteran Unlam); drg. Deby Kania T.P. (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg.

    M.Y. Ichrom N., Sp KG (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Bayu Indra

    Sukmana (Bedah Mulut - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Widodo (Ortodonsia - Fakultas

    Kedokteran Unlam); drg. Fajar D.K., Sp Orto (Ortodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam);

    Dr. drg. H. Rosihan Adhani, MS (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran

    Unlam); drg. Cholil, M.Kes.M.M (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran

    Unlam); drg. Debby Saputera, Sp. Prosto (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran

    Unlam); drg. I Wayan Arya K.F (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran Unlam) ;

    drg. Beta Widya Oktiani (Periodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam)

    Administratif :

    Hastin Atas Asih, AMKg

    (Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

  • Vol II. No 2. September 2014 ISSN : 2337-5310

    DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI

    DAFTAR ISI

    1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil Dengan Perilaku Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Poli Kandungan RSUD Banjarbaru

    Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana .. 110-114

    2. Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok Di Lingkungan Batalyon Infanteri

    621/Manuntung Barabai Hulu Sungai Tengah

    Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil 115-119 3. Perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan Pasta gigi non herbal terhadap

    penurunan indeks plak Pada siswa SDN angsau 4 pelaihari

    Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo .. 120-124 4. Perbandingan Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Jahe Putih Kecil (Zingiber

    Officinale Var. Amarum) 30% Dengan Chlorhexidine Glukonat 0,2% Terhadap

    Candida Albicans In Vitro

    Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly . 125-129

    5. Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal Dan Berjejal Rahang Bawah Pada Bentuk

    Lengkung Narrow Rahang Bawah

    Puteri Islami Savitri, Priyawan Rachmadi, Widodo 130-133

    6. Deskripsi Gigi Impaksi Molar ke tiga Rahang Bawah Di RSUD Ulin Banjarmasin Tinjauan pada bulan juni-agustus 2013 Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo .... 134-137

    7. Gambaran Pola Kehilangan Gigi Sebagian Pada Masyarakat

    Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar

    Muhammad Fauzan Anshary, Cholil, I Wayan Arya . 138-143

    8. Efektivitas Metode Peragaan Dan Metode Video Terhadap Pengetahuan Penyikatan Gigi Pada Anak Usia 9-12 Tahun di SDN Keraton 7 Martapura

    Amelia Nurfalah, Emma Yuniarrahmah, Didit Aspriyanto ...... 144-149 9. Efektivitas Menyikat Gigi Metode Horizontal, Vertical Dan Roll Terhadap

    Penurunan Plak Pada Anak Usia 9-11 Tahun

    Destiya Dewi Haryanti, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Ike Ratna Dewi 150-154

    10. Tingkat nursing mouth caries anak 2-5 tahun Di puskesmas cempaka banjarmasin Nadya Novia Sari, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Teguh Hadiyanto 155-161

    11. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica Papaya) 100% Terhadap Waktu

    Penyembuhan Luka Eka Oktavia Ruswanti, Cholil, Bayu Indra Sukmana .. 162-166

    12. Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih (Piper Betle Linn) 50% dan 100% Sebagai Obat Kumur Terhadap Peningkatan Ph Dan Volume Saliva

    Dea Raissa Pratiwi, Deby Kania Tri Putri, Siti Kaidah ... 167-173

    13. Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi Di Poli Gigi RSUD Ulin Banjarmasin

    Maya Sagita, Cholil, Deby Kania Tri Putri.... 174-178

  • 14. Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol Yang Mengandung

    Cetylpyridinium Chloride Dengan Chlorhexidine Terhadap Penurunan Plak Dian Novita Sari, Cholil, Bayu Indra Sukmana ... 179-183

    15. Gambaran Klinis Xerostomia Pada Wanita Menopause Di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura Raudah, Maharani Laillyza Apriasari, Siti Kaidah .... 184-188

    16. Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru

    Rona Permata Sari Y. H. Zein, Priyawan Rachmadi, Deby Kania Tri Putri 189-195

    17. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakaian Protesa Dengan Pemakaian Protesa Di RSUD Ulin Banjarmasin Nadya Pramasanti, Rosihan Adhani, Bayu Indra Sukmana ...... 196-199

    18. Insidensi Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di TK Merah Mandiangin

    Martapura Periode 2012-2013

    Mirna Dara Mustika, Amy N. Carabelly, Cholil 200-204 19. Perbandingan Perubahan Warna Heat Cured Acrylic Basis Gigi Tiruan Yang

    Direndam Dalam Klorheksidin Dan Effervescent (Alkaline Peroxide) Yordan Kangsudarmanto, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya KF ..... 205-209

    20. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Batang Pisang Mauli (Musa Sp) Terhadap Sel

    Fibroblas BHK (Baby Hamster Kidney) 21

    Maharani Laillyza Apriasari, Rosihan Adhani, Diah Savitri......................

    210-214

  • DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014

    HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA HAMIL DENGAN PERILAKU

    KESEHATAN GIGI DAN MULUT

    DI POLI KANDUNGAN RSUD BANJARBARU

    Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana

    Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

    ABSTRACT

    Background: Pregnant women are one of the group whose oral health vulnerable to oral disease. The

    research have claimed that level of knowledge, attitudes, and behavior of pregnant women can affect their dental

    oral health. Some dental oral problem that can occur in pregnant women are pregnancy gingivitis, periodontitis

    pregnancy, pregnancy tumor, dental erosion, dental caries and teeth mobility. Purpose: The purpose of this

    research was to determine the correlation between knowledge level of pregnant women with dental oral health

    behaviors in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru. Methods: This study used quantitative

    methods. Samples were taken by purposive sampling method with total 60 pregnant women. Results: The

    categorization result of dental oral health knowledge in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD

    Banjarbaru were obtained that there was no subject (0%) that in low category, 53 person subject (88,33%) in

    moderate category and 7 person subject (11,67%) in high category. The categorization result of dental oral

    health behavior in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru were obtained that there was no

    subject (0%) that in bad category, 44 person subject (73,33%) in moderate category and 16 person subject

    (26,67%) in good category. The correlation knowledge level of pregnant women with dental and oral health

    behaviors with Spearman statistical test were obtained p value = 0.029 (p

  • PENDAHULUAN

    Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga

    (SKRT) tahun 2001, 60% penduduk Indonesia

    menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah

    satunya adalah penyakit periodontal sebesar

    87,84%.1 Menurut Riskesdas tahun 2007, penduduk

    bermasalah gigi dan mulut di Provinsi Kalimantan

    Selatan 29,2% dan khusus untuk kota Banjarbaru

    yang mengalami masalah gigi dan mulut sebesar

    15,9%.2 Peningkatan prevalensi ini terjadi seiring

    dengan meningkatnya usia dan gejala yang

    dijumpai pada seluruh populasi, dan salah satu

    kelompok yang rentan terhadap masalah ini adalah

    kelompok wanita hamil. Kehamilan adalah suatu

    proses alamiah, yang melibatkan perubahan

    fisiologi, anatomi dan hormonal. Efek perubahan

    hormonal pada wanita hamil akan mempengaruhi

    hampir semua sistem organ, termasuk rongga

    mulut.1,3

    Beberapa studi menyatakan bahwa efek

    perubahan hormonal akan mempengaruhi kesehatan

    gigi dan mulut wanita hamil, 27-100% wanita

    hamil mengalami gingivitis dan 10% mengalami

    granuloma piogenik. Lesi mukosa oral lebih sering

    terjadi pada wanita hamil daripada wanita yang

    tidak hamil.4 Penelitian yang dilakukan Apriasari

    dan Hasbullah. di poli kebidanan RSUD Banjarbaru

    tahun 2012, melaporkan wanita hamil dengan

    gingivitis gravidarum 30,2 % dan epulis

    gravidarum 7,5 % dari 53 wanita hamil.5 Pada

    penelitian Wirawan pada tahun 2012 di RSUD

    Banjarbaru, dilaporkan prevalensi gingivitis pada

    wanita hamil sebesar 40,5% dari total 42 wanita

    hamil.6 Hal ini disebabkan karena perubahan

    hormonal dan vaskular yang menyertai dengan

    kehamilan akan memperberat respon gingiva

    terhadap plak bakteri. Pemeliharaan kesehatan gigi

    dan mulut akan mengurangi insidensi gingivitis

    selama kehamilan.4,7 Menurut penelitian yang

    dilakukan Santoso dkk. tahun 2009, penyakit

    periodontal seperti gingivitis yang tidak dirawat

    pada wanita hamil merupakan salah satu faktor

    resiko bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

    kurang bulan. Hasil analisis data menunjukkan

    bahwa responden dengan kebersihan mulut kurang,

    mempunyai risiko 2,55 kali melahirkan bayi BBLR

    kurang bulan dibandingkan dengan responden

    dengan kebersihan mulut baik.8

    Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil

    di Iran tahun 2008 didapatkan hanya 5,6% sampel

    yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi,

    30% sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan

    dan 34,4% sampel yang memiliki perilaku

    kesehatan yang baik (3). Hasil penelitian Diana di

    Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa hanya

    sedikit (38%) wanita hamil yang mengetahui

    hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi

    dan mulut. Selebihnya (43%) wanita hamil

    menjawab tidak ada hubungan antara kehamilan

    dengan kesehatan gigi dan mulut. Seluruh wanita

    hamil pada penelitian ini, semuanya tidak ada yang

    mengubah cara membersihkan dan memelihara

    kesehatan gigi dan mulut.9 Hasil penelitian tersebut

    menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan dan

    perilaku wanita hamil terhadap pemeliharaan

    kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pemeliharaan

    kesehatan gigi dan mulut akan menyebabkan

    terjadinya penyakit gigi dan mulut.3Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui pengetahuan wanita

    hamil mengenai kesehatan gigi dan mulut,

    mengetahui perilaku kesehatan gigi dan mulut dan

    mengetahui hubungan tingkat pengetahuan wanita

    hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilaksanakan di Poli

    Kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-

    Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan metode

    penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini

    adalah seluruh wanita hamil yang datang ke poli

    kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-

    Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan

    secara Purposive Sampling. Sampel yang

    digunakan adalah 60 orang wanita hamil yang

    berkunjung pada periode Juli-Agustus 2013.

    Kriteria inklusi dalam penelitan ini adalah wanita

    hamil pengunjung Poli Kandungan RSUD

    Banjarbaru dan wanita hamil yang bersedia mengisi

    kuesioner.

    Instrumen (alat ukur) yang digunakan pada

    penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah item yang

    telah dinyatakan valid dan reliabel untuk tingkat

    pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

    wanita hamil sebanyak 20 item dan jumlah item

    untuk perilaku kesehatan gigi dan mulut wanita

    hamil 24 item. Penilaian skala pengetahuan dan

    perilaku menggunakan pengukuran skala Likert,

    yang dimodifikasi menjadi empat alternatif

    jawaban. Skor untuk pernyataan positif adalah

    SS=3, S=2, TS=1, STS=0, sedangkan skor

    pernyataan negatif SS=0, S=1, TS=2, STS=3.

    Alat ukur diuji validitas dan reliabilitas

    sebelum penelitian. Uji validitas alat ukur skala

    pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan perilaku

    kesehatan gigi dan mulut pada penelitian ini

    menggunakan Corrected Item- Total Correlation

    dan uji reliabilitas skala pengetahuan kesehatan gigi

    dan mulut dan perilaku kesehatan gigi dan mulut

    menggunakan Alpha Cronbach. Uji validitas dan

    reliabilitas kuesioner dilakukan dengan bantuan

    program komputer. Subjek penelitian mengisi

    informed concent sebelum mengisi kuesioner.

    Pengisian kuesioner oleh subjek didampingi oleh

    peneliti. Kuesioner yang terkumpul kemudian

    dilakukan pengolahan dan analisis data. Analisis

    data yang digunakan untuk mengetahui hubungan

    tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku

    Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu

    Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil 111

  • 112

    kesehatan gigi dan mulut di poli kandungan RSUD

    Banjarbaru menggunakan uji kolerasi Spearman.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil kategorisasi data variabel

    pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan variabel

    perilaku kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat

    pada Gambar 1 dan 2.

    Gambar 1. Kategorisasi Data Variabel

    Pengetahuan Kesehatan Gigi dan

    Mulut

    Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 1,

    maka didapatkan tidak ada subjek (0%) yang

    memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

    berada pada kategori rendah, 53 orang subjek

    (88,33%) memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan

    mulut kategori sedang dan 7 orang subjek (11,67%)

    memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

    berada pada kategori tinggi. Pengetahuan

    dikategorikan rendah jika skor (x 24,95), sedang jika skor (24,95< x 47,97), dan tinggi jika skor nilainya (35,05 x).

    Gambar 2. Kategorisasi Data Variabel Perilaku

    Kesehatan Gigi dan Mulut

    Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 2,

    maka didapatkan tidak ada subjek (0%) memiliki

    perilaku kesehatan gigi dan mulut berada pada

    kategori buruk, 44 orang subjek (73,33%) memiliki

    perilaku kesehatan gigi dan mulut kategori sedang

    dan 16 orang subjek (26,67%) memiliki perilaku

    kesehatan gigi dan mulut berada pada kategori baik.

    Perilaku dikategorikan buruk jika skor (x 25,03), sedang jika skor (25,03< x 47,97), dan tinggi jika skor nilainya (47,97 x).

    Hasil uji normalitas menggunakan

    Kolmogorov-Smirnov Test untuk pengetahuan

    sebesar 0,001 (p

  • 113

    Banyak orang yang keliru memilih cara

    pengobatan yang tepat, disebabkan mereka tidak

    tahu tentang penyebab penyakit dan upaya

    pencegahannya. Pengetahuan yang rendah terhadap

    kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi faktor

    predisposisi timbulnya penyakit gigi dan mulut.

    Pada kenyataannya, informasi yang diterima subjek

    dapat langsung menimbulkan tindakan terhadap

    rangsangan itu. Artinya wanita hamil tidak harus

    mengetahui makna dari rangsangan itu terlebih

    dahulu untuk melakukan suatu tindakan. Perilaku

    kesehatan gigi dan mulut wanita hamil merupakan

    respon terhadap stimulus yang berhubungan dengan

    konsep sehat, sakit dan penyakit.11,12

    Hubungan perilaku yang berupa tindakan

    dengan pengetahuan, kepercayaan dan persepsi

    dijelaskan oleh Rosenstock pada tahun 1974 dalam

    Health Belief Model bahwa kepercayaan seseorang

    terhadap timbulnya penyakit dan potensi penyakit,

    akan menjadi dasar seseorang melakukan tindakan

    pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit

    tersebut. Pada saat hamil gigi menjadi mudah

    mengalami kerusakan, ibu hamil dapat melakukan

    pencegahan dengan mengosok gigi minimal 2 kali

    sehari, berkumur-kumur sehabis muntah dan

    kontrol ke dokter gigi minimal 1 kali selama masa

    kehamilan.11 Upaya agar masyarakat berperilaku

    atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara

    persuasi, bujukan, himbauan ajakan, pemberian

    informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya.

    Dampak yang timbul dari cara ini terhadap

    perubahan perilaku masyarakat terutama wanita

    hamil akan memakan waktu lama, namun bila

    perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat

    maka perilaku sehat selama hidup dilakukan.13

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

    dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan

    yang bermakna antara tingkat pengetahuan wanita

    hamil dengan perilaku kesehatan rongga mulut di

    Poli Kandungan RSUD Banjarbaru. Hasil

    penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

    kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan

    mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut

    pada masa kehamilan, supaya wanita hamil tidak

    hanya memperhatikan janin yang ada pada

    kandungannya tetapi juga memperhatikan

    kesehatan tubuh termasuk kesehatan gigi dan

    mulut. Pada umumnya kehamilan berhubungan

    dengan rongga mulut, karena apabila kesehatan

    rongga mulut tidak diperhatikaan pada masa

    kehamilan maka akan terjadi kelainan-kelainan

    rongga mulut seperti gingivitis kehamilan,

    periodontitis, epulis gravidarum, karies, dan bayi

    lahir BBLR akibat terjadinya ketidakseimbangan

    hormon wanita dan adanya faktor-faktor iritasi

    lokal dalam rongga mulut.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ekaputri N dan Sjahruddin FLD. Hubungan perilaku wanita hamil dalam membersihkan

    gigi dan mulut dengan kedalaman poket

    periodontal selama masa kehamilan. M I

    Kedokteran Gigi. 2005; 62: 90-2.

    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar

    Provinsi Kalimantan Selatan. Badan Penelitian

    dan Pengembangan Kesehatan Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia. 2007. p.

    116,119.

    3. Hajikazemi E, Fateme O, Shoaleh HM, Soghra N, and Hamid H. The relationship between

    knowledge, attitude, and practice of pregnant

    women about oral and dental care. Euro J,

    2008; 24 (4): 556-61.

    4. Sarifakioglu E, Gunduz C, and Gorpelioglu. Oral mucosa manifestations in 100 pregnant

    versus non-pregnant patients: an

    epidemiological observational study (abstract).

    EDJ. 2006; 16 (6): 674.

    5. Apriasari, ML dan Irnamanda DH. Prevalensi gingivitis dan epulis gravidarum pada wanita

    hamil trimester ke tiga di RSUD Banjarbaru

    (Januari-Juni 2012). Dentino. 2013;1(3): 129-

    125

    6. Wirawan, P. Prevalensi gingivitis pada wanita hamil di rumah sakit umum daerah Banjarbaru

    bulan Juni-Agustus 2012. Skripsi.

    Banjarmasin: FK Unlam.2012. p.26

    7. Habashneh, Guthmiller JM, Levy S, Jonhson GK, Sequier C, Dawson DV, and Fang Q.

    Factors related to utilization of dental services

    during pregnancy. J Clin Periodontal, 2005;

    32(7): 815-6.

    8. Santoso O, Wildam ASR dan Dwi Retroningrum. Hubungan kebersihan mulut

    dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadiaan

    bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di

    RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringanya.

    Media Medika Indonesiana. 2009; 43: 288-

    293.

    9. Diana, D. Pengetahuan, sikap, dan perilaku wanita hamil pengunjung poli ibu hamil (PIH)

    RSUD dr. Pirngadi Medan terhadap kesehatan

    gigi dan mulut selama masa kehamilan periode

    November-Desember 2009. Skripsi. Medan:

    FKG USU. 2009. p: 42-47.

    10. Kholid, A. Promosi kesehatan: dengan pendekatan teori perilaku, media dan

    aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

    2012. p. 17-26.

    11. Notoatmodjo S,1900 dalam Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan

    pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC.

    2010. p. 1-2,6,7,24.

    Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil

    Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil

  • 114

    12. Hasibuan, S. Perawatan dan pemeliharaan kesehatan gigi-mulut pada masa kehamilan.

    Medan: USU digital library. 2004. p.1-6.

    13. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.p.13.

    Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 110 - 114

  • 115

    DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014

    PREVALENSI PENYAKIT PERIODONTAL PADA PEROKOK DI LINGKUNGAN

    BATALYON INFANTERI 621/MANUNTUNG BARABAI HULU SUNGAI TENGAH

    Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil

    Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

    ABSTRACT

    Background: Periodontal disease is a periodontal tissues disease of the teeth characterized by the

    presence of inflammatory gingival, periodontal pockets, and gingival recession. Plaque, calculus and bacteria

    accumulation is a major cause of periodontal disease, while the predisposing factors are smoking, stress, and

    alcohol. Smoking can cause damage of periodontal tissues and affect to the salivary antibodies (IgA) against the

    bacteria causing neutralize disruption the bacteria in the mouth. The heat from the burning cigarette can cause

    vascularization disruption and secretion of salivary. Cigarettes contain danger toxic that interfere with health.

    Purpose: This study was to determine the prevalence of periodontal disease of smokers in the infantry battalion

    621/manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah. Methods: This study was an observational descriptive study

    obtained from the history and clinical examination of the teeth 16, 21, 24, 36, 41, 44 and account with

    Periodontal disease index method. Screening was done to 45 samples that have been adapted to the inclusion

    criteria. Results: The results were obtained as 16 people or 35,6% were normal, 27 people or 60% with

    gingivitis, and 2 people or 4,4% with periodontitis. Based on the group of age at 20-30 years old was high

    gingivitis which is 46,7% (21 people), while the condition periodontitis in the group of age at 30-40 years old

    4,4% (2 people). Conclusion: The research concluded the prevalence of periodontal disease of smoker in the

    infantry batalyon 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah more gingivitis than periodontitis.

    Keywords: prevalence, periodontal disease, smoking, periodontal disease index

    ABSTRAK

    Latar Belakang: Penyakit periodontal adalah suatu penyakit pada jaringan pendukung gigi yang

    ditandai dengan adanya inflamasi gingiva, poket periodontal, dan resesi gingival. Plak, akumulasi kalkulus dan

    bakteri merupakan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal, sedangkan faktor predisposisinya yaitu

    merokok, stres, dan mengkonsumsi alkohol. Merokok dapat menyebabkan kerusakan periodontal. merokok dapat

    mempengaruhi antibodi dalam saliva (IgA) terhadap bakteri sehingga terjadi gangguan dalam menetralisir

    bakteri di dalam mulut. Panas yang ditimbulkan dari pembakaran rokok dapat menyebabkan gangguan

    vaskularisasi dan sekresi saliva. Kandungan yang terdapat di dalam rokok mengandung toksik yang berbahaya

    yang mengganggu kesehatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit

    periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah.

    Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang diperoleh dari hasil anamnesa dan

    pemeriksaan klinis pada gigi 16, 21, 24, 36, 41, 44 dan dihitung dengan indeks penyakit periodontal.

    Pemeriksaan ini dilakukan pada 45 sampel yang sudah disesuaikan dengan kriteria inklusi. Hasil: Hasil

    penelitian diperoleh sebanyak 16 orang atau 35,6% normal, 27 orang atau 60% mengalami gingivitis, dan 2

    orang atau 4,4% mengalami periodontitis. Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia 20-30 tahun lebih

    banyak mengalami gingivitis yaitu 46,7% (21 orang), sedangkan kondisi periodontitis ada di golongan usia 30-

    40 tahun yaitu 4,4% (2 orang). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi

    penyakit periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai

    Tengah lebih banyak mengalami gingivitis dibandingkan periodontitis.

    Laporan Penelitian

  • 116

    Kata-kata kunci: prevalensi, penyakit periodontal, merokok, indeks penyakit periodontal

    Korespondensi: Zuhda Febrina Ramadhani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas

    Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Jaringan periodontal adalah suatu jaringan

    yang mengelilingi dan mendukung gigi. Struktur

    jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen

    periodontal, tulang alveolar dan sementum. Gingiva

    adalah bagian mukosa rongga mulut yang menutupi

    tulang alveolar dan berfungsi melindungi jaringan

    di bawahnya. Gingiva normal memiliki warna

    merah muda, konsistensi yang kenyal dan tekstur

    stippling atau seperti kulit jeruk. Ligamen

    periodontal adalah jaringan konektif yang

    mengelilingi gigi dan mengikatnya ke tulang.

    Ligamen periodontal berfungsi melindungi

    pembuluh darah dan saraf, perlekatan gigi terhadap

    tulang dan pertahanan benturan keras akibat

    tekanan oklusal. Tulang alveolar adalah jaringan

    keras yang tersusun dari lapisan-lapisan tulang

    yang berfungsi sebagai penyangga gigi. Sementum

    adalah bagian yang menyelimuti akar gigi, bersifat

    keras, tidak memiliki pembuluh darah dan

    berfungsi sebagai perlekatan ligamen periodontal.1,2

    Gingivitis dan periodontitis merupakan

    penyakit periodontal yang sering ditemui.

    Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi

    gingiva yaitu gingiva berwarna merah sampai

    kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena

    edema dan mudah berdarah jika diberikan stimulasi

    seperti saat makan dan menyikat gigi.3 Periodontitis

    adalah suatu infeksi campuran dari mikroorganisme

    yang menyebabkan infeksi dan peradangan jaringan

    pendukung gigi, biasanya menyebabkan kehilangan

    tulang dan ligamen periodontal. 4

    Plak dan akumulasi kalkulus serta bakteri

    merupakan penyebab utama terjadinya penyakit

    periodontal. Faktor predisposisi penyakit

    periodontal yaitu merokok, sering mengkonsumsi

    alkohol, dan stres.5,6 Penelitian sebelumnya

    menyatakan bahwa peradangan pada peridodontal

    akan semakin parah jika kondisi oral hygiene

    buruk, dan mempunyai riwayat penyakit sistemik

    seperti diabetes mellitus.7,8

    Kebiasaan merokok menyebabkan

    perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva akibat

    panas yang dihasilkan oleh asap rokok. Perubahan

    vaskularisasi akibat merokok menyebabkan dilatasi

    pembuluh darah kapiler dan infiltrasi agen-agen

    inflamasi sehingga dapat terjadi pembesaran pada

    gingiva. Kondisi ini diikuti dengan bertambahnya

    jumlah limfosit dan makrofag. Tar yang terkandung

    dalam rokok dapat mengendap pada gigi dan

    menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar,

    sehingga mudah dilekati plak dan bakteri. Invasi

    kronis bakteri plak di bawah margin gingival

    mengakibatkan terjadinya gingivitis yang dapat

    berlanjut menjadi periodontitis. Kondisi

    periodontitis yang parah ditandai dengan hilangnya

    perlekatan gingiva dengan gigi sehingga terjadi

    resesi gingiva serta kehilangan tulang alveolar dan

    gigi yang diakibatkan akumulasi sel-sel inflamasi

    kronis.9

    Berbagai jenis rokok dan seringnya

    frekuensi merokok telah terbukti mempunyai

    hubungan kuat dengan status jaringan gingiva,

    kerusakan jaringan periodonsium serta tingkat

    keparahan periodontitis.9 Hasil penelitian

    sebelumnya menyatakan bahwa perokok lebih

    rentan mengalami gingivitis dan periodontitis atau

    kerusakan jaringan periodonsium 2-7 kali lebih

    besar dibanding yang bukan perokok. Risiko ini

    ditemukan lebih tinggi terjadi pada kelompok

    perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun.6

    Berdasarkan Riset Kesehatan di Kalimantan Selatan

    (RISKESDAS,2007) menyatakan bahwa perokok

    lebih banyak ditemukan pada pekerja dan jumlah

    rokok yang dikonsumsi lebih tinggi di perdesaan

    dibandingkan di perkotaan.10

    Tomar dan Asma (1999) dari National

    Health and Nutrition Examination Survey III

    (NHANES) menyatakan bahwa perokok yang

    mengisap lebih dari 9 batang rokok per hari

    kemungkinan untuk menderita periodontitis lebih

    besar 2,8 kali dibandingkan bukan perokok.

    Menurut Sitepoe (2000) berdasarkan dari jumlah

    rokok yang dikonsumsi setiap hari, perokok dibagi

    menjadi empat bagian7:

    1) Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang per

    hari

    2) Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang per

    hari

    3) Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per

    hari

    4) Perokok sangat berat adalah perokok yang mengkonsumsi lebih dari 30 batang per hari

    Ketergantungan terhadap tembakau menjadi

    epidemiologi secara global yang dapat

    menyebabkan penyakit dan kematian. Menurut

    World Health Organization (WHO) sepertiga dari

    1,3 milyar perokok di dunia berasal dari populasi

    berusia 15 tahun ke atas. Konsumsi rokok di

    Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam,

    pada tahun 1970 pemakaian rokok berkisar 33

    miliar batang per tahun dan menjadi 230 miliar

    batang pada 2006. Tingkat konsumsi rokok di

    Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119

  • 117

    Indonesia menempati urutan lima besar dunia.12,13

    Berdasarkan Riset kesehatan (RISKESDAS) tahun

    2007 laki-laki perokok di Kalimantan Selatan

    mencapai 54,5% dengan jumlah konsumsi rokok

    yang lebih tinggi pada kalangan pekerja dan daerah

    perdesaan. 10

    Sampai sekarang belum terdapat data

    mengenai angka kejadian penyakit periodontal

    akibat merokok pada usia dewasa muda di daerah

    Kalimantan Selatan. Berdasarkan beberapa

    penelitian sebelumnya maka peneliti merasa tertarik

    untuk melakukan penelitian di kalangan pekerja

    usia muda. Penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan gambaran angka kejadian penyakit

    periodontal akibat merokok di kalangan pekerja

    usia dewasa muda. Menurut hasil dari studi

    pendahuluan yang telah dilakukan diketahui

    beberapa prajurit dengan rentang usia 20-40 tahun

    di Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu

    Sungai Tengah memiliki kebiasaan merokok.

    Beberapa diantaranya pernah ada yang

    mengeluhkan gingivanya terkadang bengkak.

    Kondisi tersebut mungkin ada kaitannya dengan

    kebiasaan merokok yang sering dilakukan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    prevalensi penyakit periodontal pada perokok di

    Lingkungan Batalyon Infanteri 621/Manuntung

    Barabai, Hulu Sungai Tengah.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini adalah penelitian deskriptif

    observasional. Data diperoleh dari hasil anamnesa

    dan pemeriksaan klinis pada rongga mulut perokok

    di lingkungan Batalyon Infanteri 621/ Manuntung

    Barabai, Hulu Sungai Tengah. Populasi dalam

    penelitian adalah laki-laki perokok di lingkungan

    Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu

    Sungai Tengah. Sampel pada penelitian ini diambil

    dengan purposive sampling. Sampel adalah

    sebagian laki-laki perokok di lingkungan Batalyon

    Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai

    Tengah. Kriteria inklusi : Laki-laki perokok berusia

    20-40 tahun, perokok ringan (dengan ketentuan

    merokok lebih dari 9 batang per hari) Perokok sedang, merokok selama 2 tahun, merokok jenis filter dan menggosok gigi minimal 2 kali sehari.

    Kriteria ekslusi: menggunakan gigi tiruan,

    mengkonsumsi minuman beralkohol,

    mengkonsumsi obat tertentu (phenytoin,

    cyclosporine A) dan memiliki penyakit sistemik.

    Penelitian ini menggunakan perhitungan

    dengan periodontal disease index. Indeks ini

    digunakan untuk memeriksa keparahan inflamasi

    gingiva dan hilangnya perlekatan jaringan

    pendukung gigi. Penilaian menggunakan enam gigi

    yang disebut Ramfjords teeth yaitu, 16, 21, 24, 36,

    41, dan 44. Skor indeks periodontal tiap individu didapat dengan menambah semua skor gigi kemudian dibagi dengan jumlah gigi yang

    diperiksa. Jika hasil akhir menunjukkan berada

    pada 1-3 maka dikategorikan gingivitis dan jika

    berada pada 4-6 maka dikategorikan periodontitis.

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat

    diagnostik (kaca mulut, sonde half moon,

    ekskavator, dan pinset), probe periodontal (WHO)

    yang memiliki kalibrasi dalam millimeter,

    nierbekken, alkohol, tisu, dan larutan klorin.

    Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih

    dahulu dilakukan studi pendahuluan di Batalyon

    Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai

    Tengah, kemudian dilakukan proses perizinan.

    Prosedur selanjutnya subyek penelitian akan

    berkumpul di tempat yang telah disediakan. Peneliti

    memberikan penjelasan tentang manfaat dan

    prosedur penelitian dan melakukan anamnesa serta

    memberikan lembar informed consenst sebagai

    tanda persetujuan menjadi subjek penelitian.

    Kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan

    periodontal disease index. Data yang didapat dari

    hasil pemeriksaan menggunakan periodontal

    disease index kemudian dicatat. Data yang telah

    didapatkan kemudian ditabulasi atau dimasukkan

    ke dalam tabel serta disajikan dalam persentase.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil penelitian tentang prevalensi penyakit

    periodontal pada perokok di Lingkungan Batalyon

    Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai

    Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1 Persentase penyakit periodontal pada

    perokok di lingkungan batalyon infanteri

    621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah

    No Kondisi Klinis Frekuensi

    (orang)

    Persentase

    (%)

    1 Normal 16 35,6

    2 Gingivitis 27 60,0

    3 Periodontitis 2 4,4

    Jumlah 45 100

    Berdasarkan Tabel 1 diketahui angka

    kejadian penyakit periodontal pada perokok di

    lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung

    Barabai, Hulu Sungai Tengah berupa gingivitis

    yaitu 27 orang atau sebesar 60%. Jumlah yang

    mengalami periodontitis yaitu 2 orang atau sebesar

    4,4% dan jumlah yang normal yaitu 16 orang atau

    sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan dari sejumlah

    sampel yang diperiksa lebih dari setengahnya

    masuk dalam kategori gingivitis setelah dilakukan

    pemeriksaan dan perhitungan skor akhir.

    Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok

  • 118

    Tabel 2 Persentase penyakit periodontal terhadap

    usia di lingkungan Batalyon Infanteri

    621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah

    Kondisi

    periodontal

    Usia Total

    20-30

    tahun

    31-40

    tahun

    n % n % N %

    Normal 16 35.6 0 0 16 35.6

    Gingivitis 21 46.7 6 13.3 27 60

    Periodontitis 0 0 2 4.4 2 4.4

    Total 37 82.2 8 17.8 45 100

    Berdasarkan Tabel 2 diketahui pada usia 20

    sampai 30 tahun terdapat besar sampel sebanyak

    82,2% (37 orang) dengan persentase normal yaitu

    35,6% (16 orang) dan persentase gingivitis 46,67%

    (21 orang). Pada usia 31 sampai 40 tahun terdapat

    besar sampel sebanyak 17,8% (8 orang). Penyakit

    periodontal pada kelompok umur tersebut terdiri

    dari gingivitis dengan persentase 13,3% (6 orang)

    dan periodontitis dengan persentase 4,4% (2 orang).

    PEMBAHASAN

    Menurut Tomar dan Asma (2000) dan Eddie

    Kasim (2001) hubungan antara merokok dengan

    terjadinya penyakit periodontal tergantung pada

    dosis dan selang waktu merokok. Perokok yang

    merokok 9 batang per hari beresiko 3 kali lebih

    besar untuk terjadinya penyakit periodontal di

    banding yang bukan merokok. Pada perokok yang

    merokok lebih dari 30 batang per hari beresiko 6

    kali lebih besar dibanding bukan perokok, sehingga

    dapat dikatakan efek negatif dari merokok terhadap

    jaringan periodontal dipengaruhi jumlah rokok

    yang dikonsumsi.15

    Dalam penelitian ini yang mengalami

    periodontitis terdapat pada kisaran usia 31 sampai

    40 tahun yakni sebanyak 4,4% atau 2 orang. Hal ini

    dapat dihubungkan dengan lama dan jumlah

    merokok yang lebih besar.15 Berdasarkan hasil

    anamnesa responden yang mengalami periodontitis

    mengkonsumsi rokok lebih dari satu kotak per hari

    atau kira-kira berkisar antara 16 hingga 20 batang

    per hari dan merokok dalam jangka waktu lebih

    dari 5 tahun.

    Dalam jurnal Mullaly (2004) memuat

    tentang penelitian yang dilakukan oleh Hujoel

    menyatakan bahwa terjadinya kasus penyakit

    periodontal akibat merokok di Amerika lebih sering

    terjadi pada kisaran usia 30 sampai 39 tahun.

    Arowojolu dan Nwokorie menemukan prevalensi terjadinya penyakit periodontal di Nigeria berupa

    periodontitis adalah sebanyak 1,6% pada usia 34

    tahun. Mullaly juga menyatakan pada kasus

    inflamasi gingiva karena merokok selain karena

    rokok dapat merubah vaskularisasi gingiva yang

    pada akhirnya menyebabkan inflamasi, ternyata

    merokok juga dapat menyebabkan perlekatan plak

    lebih mudah sehingga memicu terjadinya inflamasi

    gingiva. Pada penelitiannya, Mullaly (2004)

    menemukan perokok muda lebih banyak

    mengalami gingival bleeding dibanding bukan

    perokok, selain karena faktor merokok hal ini juga

    disebabkan oleh tingginya level kalkulus dan plak

    yang ditemukan pada perokok. Penelitian terdahulu

    oleh Mullaly di Northen Ireland menemukan dari

    82 responden perokok di kisaran usia 21 sampai 33

    tahun, 41% diantaranya mengalami gingivitis, hal

    ini dikaitkan dengan penumpukan akumulasi plak

    dan kalkulus akibat kebiasaan merokok.16

    Hasil yang serupa juga terdapat dalam

    penelitian prevalensi penyakit periodontal di

    lingkungan Batalyon Infanteri 621/manuntung

    Barabai, Hulu Sungai Tengah untuk kasus

    gingivitis didapatkan sebanyak 46,7% atau 21

    orang di kisaran usia 20 sampai 30 tahun dan

    13,3% atau 8 orang di kisaran usia 31 sampai 40

    tahun. Responden yang mengalami gingivitis

    mengkonsumsi rokok antara 10 hingga 16 batang

    per hari atau kira-kira satu kotak per hari dan dalam

    jangka waktu 2-3 tahun. Pada beberapa responden

    lainnya gejala klinis gingivitis tampak pada satu

    atau dua daerah gingiva saja sementara ada daerah

    gingiva lain respon peradangannya hilang dan

    mulai terjadi resesi gingiva.

    Mullaly menyatakan periodontitis karena

    merokok dapat terjadi akibat konsumsi rokok

    dengan dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang

    lama. Tidak ditemukan kasus periodontitis pada

    perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 5

    batang per hari dan memiliki kebiasaan merokok

    kurang dari 3 tahun. Periodontitis mungkin terjadi

    jika konsumsi rokok lebih dari 15 batang per hari

    dan dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun.16

    Pada 16 orang lainnya atau sebesar 35,6% di

    Batalyon Infanteri 621/Manuntung tidak termasuk

    dalam kategori gingivitis dan periodontitis.

    Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan hal ini

    dapat dihubungkan dengan jumlah atau dosis dari

    rokok yang dikonsumsi tidak melebihi 10 batang

    per hari. Faktor lain yang mungkin berpengaruh

    adalah penjagaan oral hygiene seperti

    menggunakan obat kumur. Beberapa responden

    lainnya juga menyatakan pernah beberapa kali

    memeriksakan giginya ke dokter. Menurut

    Gunsolley obat kumur atau mouthwash dapat

    digunakan untuk meningkatkan kebersihan rongga

    mulut. Juga mampu membunuh bakteri penyebab

    karies, gingivitis, dan bau mulut.17

    Selain faktor penjagaan oral hygiene yang

    baik, ada kemungkinan faktor dari jenis rokok

    berpengaruh dalam kondisi jaringan periodontal.

    Berdasarkan dari hasil anamnesa masing-masing

    responden menyatakan mengkonsumsi rokok

    dengan merek yang berbeda. Dalam penelitiannya

    Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119

  • 119

    berkaitan dengan studi kadar nikotin dan tar oleh

    Kusuma Ali dkk (2012) menemukan kadar nikotin

    dan tar yang berbeda pada setiap merek rokok jenis

    filter.25 Menurut Kusuma (2010) menyebutkan

    bahwa nikotin adalah salah satu bahan dari rokok

    yang berkaitan dengan jaringan periodontal.14

    Menurut Tirtosastro S dan Murdiyati (2010) dalam

    penelitiannya mengenai kandungan kimia dan

    tembakau dan rokok juga menyatakan bahwa jenis

    tembakau yang digunakan juga mempengaruhi

    kadar nikotin yang terkandung di dalamnya.19

    Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan

    bahwa prevalensi penyakit periodontal pada

    perokok di lingkungan batalyon infanteri

    621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah

    paling banyak mengalami gingivitis yakni 60% (27

    orang), kemudian diikuti periodontitis yakni 4,4%

    (2 orang), sedangkan yang tidak mengalami

    penyakit periodontal yakni 35,6% (16 orang).

    Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia

    20-30 tahun yang tidak mengalami penyakit

    periodontal atau normal yakni 35,6% (16 orang),

    gingivitis sebanyak 46,7% (21 orang) dan tidak ada yang mengalami periodontitis atau 0 %. Pada

    golongan usia 30-40 tahun kondisi periodontal normal adalah 0% atau tidak ada, gingivitis

    sebanyak 13,3% (6 orang) dan periodontitis

    sebanyak 4,4% (2 orang).

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Newman M.G, Takei H.H, Klokkevoid P.R and Carranza F.A. Carranzas Clinical Periodontology, 10th. St.Louis Missouri:

    Saunders Elsevier, 2006: p 46-7, 68, 72-75,

    116-120.

    2. Campbell N.A, Reece J.B and Mitchell L.G. Biology 5th ed vol.3. Jakarta: Erlangga. 2004 .

    p81-2.

    3. Marcuschamer E, Hawley C.E, Israel S, Romero D.M.R and Molina M.J. A Lifetime

    of Normal Hormonal Events and Their

    Impact on Periodontal Health. Perinatol

    Reprord Hum. 2009; 23:53.

    4. Carranza F.A, Newman M.G and Takkei H.H. Carranzas Clinical Peridontology. 10th ed. Philadelphia: Saunders. 2008. p495-9.

    5. Sham A, Cheung L, Jin L and Corbet E. The Effects of Tobacco Use on Oral Health.

    Hongkong Med J. 2003; 9:271-77.

    6. Dewi N.M. Peran Stres Terhadap Kesehatan Jaringan Periodontal. Jakarta: EGC. 2010. p3-

    4.

    7. Alamsyah R.M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan

    Hubungannya Dengan Status Penyakit

    Periodontal di Kota Medan. Skripsi. Medan:

    Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

    Sumatera Utara. 2007.

    8. Mealey L.B and Ocampo L.G. Diabetes Mellitus and Periodontal Disease. Journal

    Compilation 2007; 44:127-153.

    9. Pejcic A, Obradovic R, Kesic L and Kojovic D. Smoking and Periodontal Disease: A

    review. Medicine and Biology 2007. 14(2): 53

    9. 10. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

    Kalimantan Selatan: Laporan Hasil Kesehatan

    Dasar Provinsi Kalimantan Selatan. 2007.

    11. Eley B.M and Manson J.D. Periodontics. USA: Philadelphia. 2004. p10-11,124-5.

    12. Gondodiputo S. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung:

    Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

    kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.

    2007.

    13. Curry C.M. Tobacco Use and Periodontal Disease. JCCC Honours Journal 2010; 1: 4-6.

    14. Kusuma A.R.P. Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Jurnal Sultan

    Agung Unissula 2010; (online), jilid 1, 1-6,

    (http// www.unissula.ac.id, diakses 25

    Februari 2013).

    15. Kasim E. Merokok Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Penyakit periodontal. Skripsi.

    Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

    Jakarta: Fakultas Trisakti. 2001.

    16. Mullaly BH. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of Periodontitis in

    Young Person. Divisi of Periodontics.

    Queens University of Belfast. North Ireland. 2004.

    17. Gunsolley. A Meta Analysis of Six Month Studies of Antiplaque and Antigingivitis

    Agent. American Dental Association Journal

    2006; 137:1-4.

    18. Kusuma Ali D, Yuwono S.S dan Wulan N.S. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk

    Rokok Kretek Filter yang Beredar di Nganjuk.

    Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

    Malang: Fakultas Teknologi Pertanian

    Universitas Brawijaya. 2012.

    19. Tirtosastro S dan Murdiyati A.S. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Skripsi.

    Malang: Universitas Tribuana Tunggadewi

    Malang. 2010.

    Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok

  • 120

    DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014

    PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PASTA GIGI HERBAL DENGAN

    PASTA GIGI NON HERBAL TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK

    PADA SISWA SDN ANGSAU 4 PELAIHARI

    Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo

    Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

    ABSTRACT

    Background: Plaque control is an attempt to remove and prevent the plaque accumulation on the tooth

    surface. Brushing teeth is an effective method in controlling plaque. Plaque control is equipped by additional

    active ingredients in toothpaste form. The addition of herbal ingredients in toothpaste expected to inhibit the

    growth of plaque because it has the ability to inhibit the growth of microbes Purpose: The purpose of this study

    was to compare the effectiveness of herbal toothpaste and non herbal toothpaste in reducing plaque index.

    Methods: This study was a quasi experimental design and used a nonrandomized control group pretest-posttest

    design. Sampling was conducted by purposive sampling. Treatment was conducted by subject brushed their teeth

    with non-herbal toothpaste twice a day for 5 days, then underwent washing periods for 7 weeks, and re-treated

    brushed with herbal toothpaste for 5 days. Index plaque in each treatment was recorded by Patient Hygiene

    Performance (PHP) methods. Results: The mean plaque index before treatment was 2.78 and the mean plaque

    index after brushing the teeth with non-herbal toothpaste and herbal toothpaste respectively 2.19 and 1.47.

    Mann-Whitney statistical test showed p=0.000 (p

  • 121

    Korespondensi: Rizki Yulita Rahmah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas

    Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Tingkat kebersihan rongga mulut merupakan

    salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut.

    Kebersihan rongga mulut dapat dilihat dari ada

    tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel,

    materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi.1

    Saat ini prevalensi tertinggi penyakit gigi dan mulut

    adalah karies dan penyakit periodontal yang

    disebabkan adanya plak gigi.2 Plak merupakan

    deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan

    melekat erat pada permukaan gigi dan gusi serta

    permukaan keras lainnya dalam rongga mulut.3

    Angka kejadian masalah kesehatan gigi dan

    mulut di Indonesia tergolong tinggi. Berdasarkan

    Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Tahun

    2007, prevalensi nasional masalah gigi-mulut

    adalah 23,4%. Terdapat 1,6% penduduk yang telah

    kehilangan seluruh gigi aslinya. Penduduk yang

    menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga

    kesehatan gigi hanya 29,6% dari total penduduk

    dengan masalah gigi-mulut.4

    Penelitian Kazemnejad et al (2008)

    menunjukkan 88,7% siswa di Tehran, Iran memiliki

    tingkat kesehatan periodontal yang buruk.5

    Penelitian Chuckpaiwong et al (2000) di Laos

    menunjukkan dari 2453 responden, hanya 0,5%

    yang memiliki gingiva yang sehat, dan ditemukan

    deposit kalkulus pada 90% responden sejak

    berumur 12 tahun.6 Carneiro et al (2012)

    melaporkan bahwa dari 785 siswa pada suatu

    sekolah di Tanzania, 74% memiliki plak

    supraginggival dan 56,9% memiliki kalkulus.7

    Prevalensi penyakit periodontal menurut kelompok

    umur pada tahun 2004 di dua kecamatan di kota

    medan yakni 97,62% pada usia 15-24 tahun,

    93,88% pada usia 23-34 tahun, 94,64% pada usia

    34-44 tahun, dan 100% pada usia 45-65 tahun.8

    Pengendalian plak adalah upaya membuang

    dan mencegah penumpukan plak pada permukaan

    gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara

    mekanis maupun kimiawi. Penyingkiran secara

    mekanis merupakan metode yang efektif dalam

    mengendalikan plak dan gingivitis. Penyingkiran

    mekanis dapat meliputi penyikatan gigi dan

    penggunaan benang gigi. Saat ini kontrol plak

    dilengkapi dengan penambahan jenis bahan aktif

    yang mengandung bahan dasar alami ataupun

    bahan sintetik sebagai bahan anti mikroba. Bahan

    anti mikroba tersebut tersedia dalam bentuk larutan

    kumur dan pasta gigi.9,10,11

    Penelitian Almajed (1994) menunjukkan

    pembersihan plak dengan menyikat gigi

    menggunakan pasta gigi lebih efektif dibandingkan

    dengan menyikat gigi tanpa pasta gigi.12 Pasta gigi

    yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi

    untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat

    gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles

    permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi

    bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta

    memelihara kesehatan gusi.13

    Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnya

    mengandung fluor yang efektif dalam mencegah

    dan mengendalikan karies gigi.14 Fluor dapat

    menghambat demineralisasi email dan

    meningkatkan remineralisasi. Flour sangat berperan

    penting terhadap peningkatan kesehatan gigi.15

    Pasta gigi pada umumnya mengandung bahan

    abrasif, air, pelembab, bahan perekat, bahan

    penambah rasa, bahan terapeutik, bahan

    desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan pemutih,

    bahan pengawet, serta bahan antimikroba seperti

    triklosan dan klorheksidin yang berperan sebagai

    bahan aktif yang dapat memberikan efek inhibisi

    secara langsung pada pembentukan plak.16

    Estafan et al (1998) melaporkan bahwa

    pasta gigi herbal lebih unggul dibandingkan pasta

    gigi konvensional dalam pengurangan plak.17

    Penambahan herbal pada pasta gigi dapat

    menghambat pertumbuhan plak, karena beberapa

    jenis herbal memiliki kemampuan menghambat

    pertumbuhan mikroba. Bahan antimikroba pada

    ekstrak daun sirih dan siwak berperan sebagai

    bahan aktif dan mampu membunuh bakteri yang

    menjadi penyebab terbentuknya plak. Selain itu,

    karena herbal berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka

    bahan tersebut aman dan alami.18,19

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka

    peneliti melakukan penelitian mengenai

    perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan

    pasta gigi non herbal terhadap penurunan indeks

    plak pada siswa SDN Angsau 4 Pelaihari. Tempat

    penelitian dipilih karena rendahnya persentase

    berperilaku benar dalam menyikat gigi di daerah

    tersebut, serta pelaksanaan kegiatan UKGS yang

    tidak sesuai dengan semestinya. Penelitian ini

    diharapkan dapat berfungsi sebagai pendataan

    status indeks plak pada siswa di sekolah tersebut,

    sehingga plak yang merupakan salah satu sumber

    permasalahan pada gigi dapat dicegah sedini

    mungkin. Tujuan penelitian ini adalah untuk

    membandingkan efektivitas pasta gigi herbal

    dengan pasta gigi non herbal terhadap penurunan

    indeks plak

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Jenis penelitian ini menggunakan metode

    quasi eksperimental dengan rancangan penelitian

    nonrandomized control group pretest posttest

    design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa

    kelas V dan VI di SDN Angsau 4 Pelaihari. Sampel

    diambil dengan teknik purposive sampling. Besar

    sampel yang diambil sebanyak 30 orang dan

    Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal

  • 122

    memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria

    inklusinya antara lain siswa kelas V dan VI SDN

    Angsau 4 Pelaihari Kalimantan Selatan Tahun

    Ajaran 2013/2014, bersedia untuk berpartisipasi

    dan dijadikan responden penelitian, minimal

    memiliki seluruh gigi yang diperlukan dalam

    pemeriksaan, yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31 dan 46.

    Kriteria eksklusinya antara lain terdapat karies pada

    gigi yang diperlukan dalam pemeriksaan dan

    memakai alat ortodonti.

    Penelitian ini dilakukan di SDN Angsau 4

    Pelaihari Kalimantan Selatan dengan prosedur

    pasien dijelaskan tentang manfaat dan prosedur

    penelitian dan diberikan lembar informed consent.

    Peneliti menyiapkan alat dan bahan yang meliputi

    kaca mulut (dental mirror), pinset, nierbeken, sikat

    gigi, alat tulis, masker, sarung tangan, handuk putih

    dan model peraga rahang atas dan rahang bawah.

    Bahan penelitian yang digunakan antara lain

    disclosing solution, alkohol 70%, air mineral, pasta

    gigi herbal, pasta gigi non herbal, dan kapas.

    Pengukuran indeks plak indeks pertama pada

    responden dengan menggunakan larutan pewarna

    plak/disclosing solution. Penggunaannya dengan

    cara mengoleskan kapas yang telah ditetesi

    disclosing solution pada permukaan gigi-gigi yang

    menjadi indeks penelitian, yaitu permukaan labial

    pada gigi anterior atas dan bawah, permukaan bukal

    gigi posterior rahang atas, dan permukaan lingual

    gigi posterior rahang bawah. Responden diminta

    berkumur dengan air mineral. Pemeriksaan Indeks

    plak menggunakan metode PHP (Patient Hygiene

    Performance) yang dilakukan pada permukaan

    mahkota gigi bagian fasial atau lingual dengan

    membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi

    lima subdivisi, yaitu distal, 1/3 servikal (gingival),

    mesial, 1/3 tengah, 1/3 insisal/oklusal. Gigi yang

    diperiksa adalah gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46.

    Dicatat indeks plak dari setiap sampel yang

    diperiksa.

    Langkah selanjutnya adalah penyuluhan

    mengenai cara menyikat gigi yang baik dan benar,

    kemudian dilakukan pengukuran indeks plak kedua

    pada seluruh responden setelah 5 hari. Hal ini

    dilakukan untuk mengidentifikasi adanya

    penurunan indeks plak setelah menyikat gigi

    dengan pasta gigi non herbal. Indeks plak pada

    setiap sampel yang diperiksa dicatat. Seluruh

    responden diinstruksikan menyikat gigi dua kali

    sehari dengan pasta gigi yang biasa digunakan di

    rumah. Responden kemudian diistirahatkan dari

    pemakaian pasta gigi non herbal (washing periode)

    selama 7 minggu.20 Responden diinstruksikan untuk

    menyikat gigi 2 kali sehari dengan menggunakan

    pasta gigi herbal. Pemeriksaan dan perhitungan

    indeks plak dilakukan kembali pada responden

    setelah 5 hari. Hasil pemeriksaan dicatat dalam

    formulir penilaian indeks plak. Hasil penilaian

    indeks plak pada responden sebelum dan setelah

    menyikat gigi dengan pasta gigi herbal

    dibandingkan dengan pasta gigi non herbal.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil pemeriksaan indeks plak dengan

    menggunakan PHP (Patient Hygiene Performance)

    dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Rata-rata indeks plak sebelum diberi

    perlakuan, sesudah penggunaan pasta gigi

    non herbal, dan sesudah penggunaan

    pasta gigi herbal.

    Penurunan indeks plak pada kelompok

    kontrol dan kelompok perlakuan diuji dengan

    menggunakan uji T berpasangan. Hasil penurunan

    indeks plak pada penggunaan kedua pasta gigi yaitu

    0,000 (p

  • 123

    matriks plak. Kariogenitas makanan tergantung

    pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi sukrosa,

    sifat perlekatan makanan pada permukaan gigi,

    kecepatan pembersihan rongga mulut dan kualitas

    pembersihan.16

    Penyikatan gigi dengan menggunakan pasta

    gigi non herbal dapat menurunkan indeks plak

    secara bermakna. Hal tersebut disebabkan terdapat

    bahan abrasif yang dapat membersihkan dan

    memoles permukaan gigi tanpa merusak email.

    Pasta gigi juga mengandung bahan pembersih

    (detergent) yang fungsinya menurunkan tegangan

    permukaan dan melonggarkan ikatan debris dengan

    gigi yang akan membantu gerakan pembersihan

    sikat gigi. Adanya kandungan bahan abrasif dan

    detergent menyebabkan pembuangan plak, debris,

    material alba, dan sisa makanan menjadi lebih

    mudah.16,21

    Komposisi pasta gigi non herbal pada

    penelitian ini antara lain: Calcium Carbonate

    sebagai bahan abrasif, water sebagai bahan pelarut,

    sorbitol sebagai bahan pelembab, Sodium Lauryl

    Sulfate sebagai bahan deterjen, Flavor, Cellulose

    Gum, Pottasium Citrate, Sodium Silicate, Sodium

    Saccobarin, serta Sodium Monofluorophosphate

    sebagai bahan fluoride yang dapat mencegah

    demineralisasi pada gigi sekaligus sebagai bahan

    aktif dalam pasta gigi tersebut. Pasta gigi dengan

    kandungan herbal dapat digunakan sebagai terapi

    tambahan untuk penyakit periodontal dan

    pencegahannya yang dapat digunakan secara rutin,

    terutama untuk pasien yang menginginkan produk

    alami.22

    Penelitian ini menggunakan pasta gigi herbal

    dengan komposisi utama siwak dengan berbagai

    bahan tambahan lain seperti Calcium Carbonate

    sebagai bahan abrasif yang dapat membersihkan

    permukaan gigi tanpa merusak email, water sebagai

    bahan pelarut, sorbitol sebagai bahan pelembab,

    Sodium Lauryl Sulfate sebagai bahan deterjen yang

    dapat melonggarkan ikatan debris dengan gigi dan

    akan membantu gerakan pembersihan sikat gigi,

    Sodium Carboxyl Methyl Cellulose, Fumed Silicium

    Dioxide, flavor peppermint, Sodium

    Monofluorophosphate, Salvadora persica powder

    yang dapat membantu pembersihan sisa makanan

    pada sela-sela gigi, sodium saccharine, titanium

    dioxide, clove oil (Eugenia Caryophyllus), dan

    metyl paraben. Efek terapeutik dan profilaktik

    siwak diakibatkan adanya pembersihan mekanis

    dan pelepasan zat kimia aktif yang terdapat

    didalamnya. Substansi silica pada Salvadora

    persica (siwak) diduga membantu aksi mekanis

    siwak terhadap pembersihan plak.10,23

    Penelitian ini menggunakan pasta gigi

    dengan komposisi utama siwak dengan kandungan

    kimiawi seperti Klorida, Pottasium, Sodium

    Bikarbonat, Fluor, Silika, Sulfur, Vitamin C,

    Trimetilamin, Salvadorin, Tannin dan beberapa

    mineral lainnya yang berfungsi untuk

    membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan

    gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak

    sebagai bahan penyusun pasta gigi. Minyak aroma

    alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, yang

    dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau

    tidak sedap. Enzim dapat mencegah pembentukan

    plak yang merupakan penyebab radang gusi dan

    penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.

    Anti Decay Agent (zat anti pembusukan) dan

    Antigermal System bertindak seperti Penicilin yang

    menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah

    terjadinya proses pembusukan. Siwak juga turut

    merangsang produksi saliva. Saliva merupakan

    organik mulut yang melindungi dan membersihkan

    mulut.23

    Siwak dapat menghambat pertumbuhan dan

    perkembangan bakteri rongga mulut terutama

    spesies Streptococcus. Tannin (asam tanan) yang

    terkandung di dalam siwak dapat mengurangi

    perlekatan bakteri pada permukaan gigi.

    Mekanisme tannin dalam menghambat dan

    mengurangi terbentuknya plak adalah dengan cara

    menghambat enzim glukosil transferase yang

    diproduksi oleh Streptococcus mutans.

    Streptococcus mutans dapat membuat polisakarida

    ekstraseluler dari sukrosa salah satunya glukan

    (dekstran) yang tidak larut dalam air yaitu perekat

    pelikel yang disintesis oleh glukosil transferase.

    Glukan ini berperan dalam menimbulkan koloni

    bakteri pada permukaan gigi. Terhambatnya enzim

    glukosil transferase akan menghambat proses

    perlekatan bakteri ke pelikel gigi, sehingga

    mencegah proses kolonisasi awal pada

    pembentukan plak gigi.19

    Penelitian lain dengan menjadikan serbuk

    siwak sebagai bahan tambahan pada pasta gigi

    menunjukkan prosentase hasil terbaik bagi

    kesehatan gigi secara sempurna, karena mampu

    menjangkau sela-sela gigi secara sempurna dan

    mengeluarkan sisa-sisa makanan yang masih

    berkumpul pada sela-sela gigi. Hal ini yang

    mendorong perusahaan-perusahaan pasta gigi di

    dunia menyertakan serbuk siwak ke dalam produk

    pasta gigi mereka. World Health Organization

    (WHO) turut menjadikan siwak sebagai salah satu

    komoditas kesehatan yang perlu dipelihara dan

    dibudidayakan.23

    Hasil penelitian menyatakan terdapat

    perbedaan efektivitas pasta gigi herbal dengan pasta

    gigi non herbal terhadap penurunan indeks plak.

    Penggunaan pasta gigi herbal dapat menurunkan

    indeks plak lebih besar. Penggunaan pasta gigi

    yang mengandung herbal disarankan untuk

    disebarluaskan sebagai alternatif dalam

    menurunkan akumulasi plak, serta dapat dijadikan

    alternatif formulasi konvensional untuk individu

    yang tertarik pada produk alami.

    Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal

  • 124

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ambarwati FE, Utami DF dan Pramono D. Pengaruh pemberian larutan ekstrak jeruk nipis

    (Citrus aurantifolia) terhadap pembentukan

    plak gigi. Jurnal Media Medika muda 2012; 3-

    18.

    2. Fontana M and Zero DT. Assessing patients caries risk. J Am Dent Assoc 2006; 137(9)

    :1231-1239.

    3. Haake SK: Periodontal microbiology. Dalam F.A.Carranza dan M.G.Newman. Clinical

    Periodontology. 9th Ed. Philadelphia: W.B.

    Saunders. 2002. Hal. 96-113.

    4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

    (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen

    Kesehatan RI, 2008. Hal.176

    5. Kazemnejad A, Zayeri F, Rokn AR and Kharazifard MJ. Prevalence and risk indicators

    of periodontal disease among highschool

    students in Tehran. Eastern Mediterranean

    Health Journal 2008; 14(1) :119-125.

    6. Chuckpaiwong S, Ngonephady S, Dharmbhibhit J, Kasetsuwan J and Sirirat M.

    The Prevalence of Periodontal Disease and

    Oral Hygiene Care in Savannakhet Province,

    Lao Peoples Democratic Republic. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2000; 31(4)

    :775-779.

    7. Carneiro LC and Kabulwa MN. Dental Caries, and Supragingival Plaque and Calculus among

    Students, Tanga, Tanzania. International

    Scholarly Research Network ISRN Dentistry

    2012; 1-6.

    8. Tampubolon NS. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup.

    Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap

    dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi

    Pencehagan/Kesehatan Gigi Masyarakat pada

    Fakultas Kedokteran Gigi 2005; 1-30.

    9. George J, Shashikant Hegde, KS Rajesh and Arun Kumar. The efficacy of a herbal-based

    toothpaste in the control of plaque and

    gingivitis: A clinico-biochemical study. Indian

    J Med Res 2009; 20 :480-482.

    10. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi

    yang mengandung herbal. J Dent 2005; 38 :6467.

    11. Morgana S, Carneiro T, Silva SL, Morais O and Ximenes M. Effect of a dentifrice

    containing aloe vera on plaque and gingivitis

    control: a double-blind clinical study in

    humans. J Appl Oral Sci 2008; 16(4) :293-296.

    12. Zanatta FB, Antoniazzi RP, Pinto TM and Rsing CK. Supragingival Plaque Removal

    with and without Dentifrice: A Randomized

    Controlled Clinical Trial. Braz Dent J 2012;

    23(3) :235-240.

    13. Pannuti CM, Mattos JP, Ranoya PN, Jesus AM, Lotufo RFM and Romito GA. Clinical

    effect of a herbal dentifrice on the control of

    plaque and gingivitis: a double-blind study.

    Pesqui Odontol Bras 2003; 17 :1517-1522.

    14. Damle SG, Deoyani D, Bhattal H, Yadav R and Lomba A. Comparative efficacy of

    dentifrice containing sodium

    monofluorophosphate + calcium

    glycerophosphate and non-fluoridated

    dentifrice: A randomized, double-blind,

    prospective study. Dental Research Journal

    2012; 9(1) :68-73.

    15. Davies R, Scully C and Preston AJ. Dentifrices - an update. Med Oral Patol Oral Cir Bucal

    2010; 15(6) :976-982.

    16. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan

    jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC, 2010.

    Hal.56-77, 98-121.

    17. Wright AA, Agbelusi GA, Dayo AF and Olunuga OJ. Oral and peri-oral signs and

    symptoms of herbal dentifrices in patients in

    two oral medicine clinics in LagosA preliminary study. Open Journal of

    Stomatology 2012; 2 :27-32.

    18. Nalina T and Rahim ZHA. Effect of Piper betle L. Leaf Extract on the Virulence

    Streptococcus mutans-An in vitro Study.

    Pakistan Journal of Biological Sciences 2006;

    9(8) :1470-1475.

    19. Adriyati P dan Santoso O. Pengaruh Pemberian Larutan Ekstrak Siwak (Salvadora persica)

    terhadap Pembentukan Plak Gigi [Karya Tulis

    Ilmiah]. Semarang. Fakultas Kedokteran

    Universitas Diponegoro 2011, 1-12.

    20. Senn S. Cross-over trials in clinical research. 2nd Ed. England: Wiley, 2002. P.13-14.

    21. Storehagen S and Shilpi Midha OS. Dentifrices and Mouthwashes Ingredients and Their Use.

    Oslo University of andidatus/candidate Odonto

    degree quide to Clinic. 2003; 1-44.

    22. Maldupa I, Brinkmane A, Rendeniece I and Mihailova I. Evidence based toothpaste classifi

    cation, according to certain characteristics of

    their chemical composition. Stomatologija,

    Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2012;

    14(1) :12-22.

    23. Ahmad H and Ahamed N. Therapeutic properties of meswak chewing sticks: A

    review. African Journal of Biotechnology

    2012; 11(83) :14850-7.

    Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 120 - 124

  • 125

    DENTINO

    JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014

    PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL

    JAHE PUTIH KECIL (Zingiber officinale Var. AMARUM) 30%

    DENGAN Chlorhexidine glukonat 0,2% TERHADAP Candida albicans IN VITRO

    Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly

    Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

    ABSTRACT

    Background: One of many medicinal plants used by the Indonesian people and has been known long time

    ago that is small white ginger ( Zingiber officinale var. Amarum), a small white ginger has antifungal activity,

    one of them is Candida albicans. The chemical composition of small white ginger acts as the other antifungal

    compounds such as phenol; gingerol, shogaol, and zingeron. Purpose: The Purpose of this research was to

    determine differences in the antifungal activity of ethanol extract of small white ginger ( Zingiber officinale var.

    Amarum ) 30% and Chlorhexidine gluconate 0.2% to the growth of Candida albicans. Method: The method of

    this research was a true experimental design and completely randomized post-test-only design using 2

    treatments, the treatment group was given a small white ethanol extract of ginger ( Zingiber officinale Var.

    amarum ) 30% and a positive control group Chlorhexidine gluconate 0.2%. Antifungal activity of each group

    was tested on cultures of Candida albicans using by a diffusion method and assessed from the diameter of the

    radical zone or clear zone around the paper disk. Result: The result is average of radical zone in a given culture

    treated with ethanol extract small white ginger was 12 mm, while Chlorhexidine gluconate given 0.2% was

    14.875 mm. Conclusion: The results of research was showed the antifungal activity of 0.2% Chlorhexidine

    gluconate greater than the antifungal activity of ethanol extract of white small ginger 30%, but the antifungal

    activity of white small ginger extract good enough to inhibit the growth of Candida albicans.

    Key words: Candida albicans, 0.2% Chlorhexidine gluconate, ethanol extract small white ginger ( Zingiber

    officinale var. Amarum ) 30% , antifungal activity

    ABSTRAK

    Latar Belakang: Salah satu tanaman obat yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah

    lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil (Zingiber officinale var. amarum), jahe putih kecil ini memiliki

    aktivitas sebagai antijamur, salah satunya pada Candida albicans. Kandungan kimia jahe putih kecil yang

    berperan sebagai antijamur antara lain senyawa fenol seperti; gingerol, shogaol, dan zingeron. Tujuan: Tujuan

    penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber

    officinale var. amarum) 30% dan Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

    Metode: Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan rancangan penelitian post test-only

    design dengan rancangan acak lengkap menggunakan 2 perlakuan, yaitu kelompok yang diberikan perlakuan

    berupa ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber officinale Var amarum) 30% dan kelompok control positif

    Chlorhexidine gluconate 0,2%. Aktivitas antijamur dari masing-masing kelompok pada biakan Candida albicans

    diuji dengan menggunakan metode difusi dan dinilai dari diameter zona radikal atau zona bening disekitar paper

    disk. Hasil: Rata-rata zona radikal pada biakan yang diberikan perlakuan dengan ekstrak etanol jahe putih kecil

    adalah 12 mm, sedangkan yang diberikan Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah 14,875 mm. Kesimpulan: Hasil

    penelitian menujukan aktivitas antijamur Chlorhexidine gluconate 0,2% lebih besar daripada aktivitas antijamur

    ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, namun aktivitas antijamur ektrak jahe kecil cukup tinggi menghambat

    pertumbuhan Candida albicans.

    Kata kunci : Candida albicans, Chlorhexidine gluconate 0,2%, ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber

    officinale Var. amarum) 30%, aktivitas antijamur

    Laporan Penelitian

  • 126

    Korespondensi: Haluanry Doane Santoso, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas

    Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]

    PENDAHULUAN

    Candida albicans merupakan mikroflora

    normal rongga mulut yang seringkali menyebabkan

    infeksi opurtunistik pada pasien yang mengalami

    penurunan pertahanan tubuh akibat penuaan,

    penyakit diabetes dan AIDS, serta faktor

    iatrogenik.1,2,3 Spesies tersebut seringkali

    berkolonisasi dalam rongga mulut yaitu sebesar

    30% - 60% dan permukaan gigi tiruan yang tidak

    pas sebesar 60% - 100%.4,5 Invasi C. albicans pada

    jaringan lunak rongga mulut, dapat menyebabkan

    terjadinya Kandidiasis oral.

    Prevalensi kandidiasis oral di Indonesia pada

    pasien yang dirawat di RSCM sebesar 84% sampai

    tahun 2009.5 Terapi yang diberikan pada lesi

    rongga mulut akibat infeksi tersebut adalah berupa

    pemberian obat obatan antijamur, tetapi saat ini banyak dilaporkan beberapa jamur yang resisten

    terhadap obat obatan antijamur tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai terapi

    antijamur alternatif. Salah satu obat topikal umum

    yang digunakan sebagai terapi antijamur alternatif

    dalam rongga mulut adalah Chlorhexidine

    gluconate.6

    Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah

    antiseptik bisbiguanida yang aktif melawan bakteri

    dan jamur.7,8 Obat ini digunakan untuk

    meningkatkan kebersihan mulut dan penyembuhan

    luka secara topikal dalam rongga mulut.

    Chlorhexidine gluconate 0,2% terbukti dapat

    mengurangi pertumbuhan mikroorganisme secara

    signifikan serta mempunyai daya hambat yang

    sama dengan nistatin terhadap beberapa spesies

    jamur terutama terhadap Candida albicans.6,9

    Penggunaan Chlorhexidine dapat menimbulkan

    rasa tidak nyaman pada pemakainya. Rasa tidak

    nyaman tersebut diakibatkan karena iritasi mukosa,

    ulserasi, perubahan indra perasa, dan perubahan

    warna gigi dan lidah.10, karena penggunaan

    Chlorhexidine menimbulkan rasa yang tidak

    nyaman pada pemakainya maka dilakukan

    penelitian tanaman obat tradisional yang mampu

    melawan pertumbuhan C. albicans yang nantinya

    dapat menjadi obat alternatif yang lebih murah,

    mudah didapat, dan banyak terdapat di masyarakat.

    Tanaman obat dapat menghasilkan metabolit

    sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas

    biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi

    yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat

    berbagai penyakit. Menurut perkiraan badan

    kesehatan dunia WHO 80% penduduk dunia masih

    menggantungkan kesehatan pada pengobatan

    tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal

    dari tanaman. Salah satu tanaman obat yang banyak

    dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah

    lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil

    (Zingiber officinale var. amarum).11

    Rimpang jahe selain berkhasiat sebagai obat

    batuk, penawar racun, antitusif, laksatif, antasida,

    dan sebagai antioksidan serta dilaporkan rimpang

    jahe memiliki aktivitas sebagai antijamur pada

    Candida albicans, sebagai agen penyebab

    Kandidiasis oral.11,12,13 Pada penelitian terdahulu

    didapatkan efektivitas antijamur dari ekstrak etanol

    jahe putih kecil 30% terhadap T. mentagrophytes

    dan C. neoforrmans lebih efektif dibandingkan

    dengan ekstrak etanol jahe putih kecil 25%, 20%,

    15%, dan 10%.11 Hasil penelitian tersebut menjadi

    salah satu alasan peneliti menggunakan ekstrak

    etanol jahe putih kecil konsentrasi 30%. Pada

    penelitian lain juga disebutkan ekstrak etanol jahe

    besar (Zingiber officinale) efektif melawan C.

    albicans pada konsentrasi 2mg ml-1 dengan

    konsentrasi dilusi 1:5.14

    Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui

    ekstrak etanol jahe putih kecil 30% memiliki

    aktivitas antijamur terhadap C. neoforrmans, tetapi

    belum diketahui apakah aktivitas antijamur ekstrak

    etanol jahe putih kecil 30% sama dengan

    Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida

    albicans. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan

    penelitian mengenai perbandingan aktivitas

    antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan

    Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida

    albicans. Aktivitas perlakuan terhadap Candida

    albicans, dapat diketahui melalui uji difusi, dengan

    menghitung zona hambat yang terbentuk,

    menunjukan efek dari aktivitas masing masing perlakuan yang diuji.

    BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    Rancangan penelitian yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah metode eksperimental

    laboratoris murni (true exsperimental) dengan post

    test only with control group design rancangan acak

    lengkap menggunakan 2 perlakuan perlakuan 1:

    Ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, perlakuan 2:

    Chlorhexidine gluconate 0,2%. Jumlah

    pengulangan setiap perlakuan adalah 16 kali yang

    diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan

    rumus Federer. Alat-alat penelitian yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah neraca analitik, mortir

    dan stamper, autoclave, inkubator, tabung reaksi,

    cawan petri, ose bulat, lampu bunsen, kapas lidi

    steril, pipet tetes, caliper (skala millimeter), gelas

    beker, labu erlenmeyer, alat pengaduk, kertas

    saring, aluminium foil, laminary flow. Bahan-bahan

    penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber

    Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 125 - 129

  • 127

    officinale var. amarum) 30%, Chlorhexidine

    gluconate 0,2%, isolat Candida albicans, media

    agar darah, Sabouraud Dextrose Agar, aquades

    steril, media Brain Heart Infusion (BHI), paper disk

    kosong - steril, CMC-Na dan deretan larutan

    McFarland.

    Rimpang jahe putih kecil dicuci bersih lalu

    setelah dikeringkan kemudian ditimbang. Jahe

    putih kecil kemudian diiris kecil-kecil dan

    dikeringkan dengan pengeringan alamiah yaitu

    diangin-angin dan tidak dipanaskan di bawah sinar

    matahari langsung (ditutup dengan kain hitam)

    serta ditimbang. Dihaluskan dengan blender hingga

    berupa serbuk halus dan ditimbang lagi.

    Pembuatan Ekstrak etanol jahe putih kecil

    30%. Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang

    digunakan ialah maserasi. Sebanyak 500 g sampel

    serbuk dimasukkan dalam alat maserasi. Kemudian

    larutan etanol 70% dituangkan secara perlahan-

    lahan ke dalam alat maserasi yang berisi sampel,

    lalu diaduk-aduk hingga merata. Larutan penyari

    dituangkan hingga 1 cm di atas permukaan sampel.

    Diaduk sekali-sekali, setiap 1x24 jam filtrat

    disaring dan pelarut diganti dengan yang baru

    sambil sekali-sekali diaduk. Penggantian pelarut

    dilakukan hingga cairan berwarna bening. Setelah

    itu ekstrak dikumpulkan dan diuapkan dengan

    rotary evaporator pada tekanan rendah dengan

    temperatur 40oC sampai didapatkan ekstrak etanol

    yang kental kemudian diuapkan di waterbath

    sehingga didapatkan bobot tetap. Ekstrak kental

    kemudian dilarutkan dalam CMC-Na sehingga

    didapat konsentrasi 300 mg ekstrak per ml.

    Isolat Candida albicans (ATCC 10231)

    ditumbuhkan pada media cair BHI selama 5-8 jam

    sesuai dengan standar McFarland 0,5. Selanjutnya

    dilakukan seri pengenceran suspensi dengan

    ditambahkan akuades sampai kekeruhan suspensi

    sebanding dengan standar McFarland 0,5 yaitu

    setara dengan jumlah jamur atau ragi sebanyak 5 x

    106 cfu/ml. Dilakukan kultur Candida albicans

    menggunakan kapas lidi steril yang dimasukan

    dalam suspense jamur dan diusapkan pada

    permukaan perbenihan agar Sabouraud (SDA+,

    SDA yang telah diberikan kloramfenikol) hingga

    rata. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 24

    jam.

    Paper disk dengan diameter 5 mm disaturasi

    dengan filter kemudian diambil dengan

    menggunakan pinset dan direndam selama 3 jam

    dalam suspensi ekstrak etanol jahe putih kecil 30%

    dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Masing-masing

    Paper disk kemudian diletakkan pada permukaan

    media SDA+. Candida albicans yang telah

    diinkubasi pada media SDA+ kemudian diberi

    paper disk yang telah diletakkan dalam suspensi

    ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan

    Chlorhexidine gluconate 0,2%. Selanjutnya media

    pengujian diinkubasi selama 24 jam pada suhu

    37oC. Kemudian dilakukan pembacaan hasil dengan

    ukuran zona hambat setelah masa inkubasi. Zona

    hambat diukur dari sekeliling disk. Pengukuran

    dilakukan dengan menggunakan calliper (dalam

    satuan milimeter).

    HASIL PENELITIAN

    Hasil penelitian zona hambat esktrak jahe

    putih kecil dan Chlorhexidine gluconate dapat

    dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Rata-rata zona hambat antijamur pada

    setiap perlakuan.

    Hasil uji indepedent t-Test diperoleh nilai p

    = 0,000 (p < 0,05) yang berarti ekstrak etanol jahe

    putih kecil 30% mempunyai aktivitas antijamur

    yang sama dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%

    terhadap Candida albicans (H0) ditolak, sehingga

    dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa terdapat

    perbedaan bermakna pada kedua perlakuan tersebut

    dengan tingkat kepercayaan 95%.

    PEMBAHASAN

    Dari hasil penelitian ini dapat diketahui

    bahwa konsentrasi 30% ekstrak etanol jahe putih

    kecil memiliki efek antijamur terhadap Candida

    albicans. Menurut Atai, ekstrak etanol jahe pada

    konsentrasi 2mg ml-1 efektif terhadap jamur

    Candida albicans metode uji dilusi 1:5.14

    Selanjutya penelitian Gholib, mengatakan bahwa

    ekstrak etanol jahe putih kecil pada konsentrasi

    30% mempunyai aktivitas antijamur terhadap C.

    neoformans.11 Candida albicans dan C. neoformans

    termasuk ragi dengan struktur membran sel yang

    sama yaitu memiliki dinding sel khamir

    (Blastospora) dengan komponen utama kapsula

    polisakarida berupa glukan, khitin, mannan.15

    Efek antijamur dari perlakuan ekstrak etanol

    jahe putih kecil disebabkan adanya kandungan

    minyak atsiri yang terdiri dari senyawa aktif yaitu

    gingerol, shogaol, zingeron, dan zingiberen.

    Gingerol, shogaol, dan zingeron termasuk dalam

    senyawa fenol, yang diketahui dapat mendenaturasi

    ikatan protein membran sel Candida albicans,

    sehingga membran sel menjadi lisis dan fenol dapat

    Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur

    Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur

  • 128

    menembus ke dalam inti sel, menyebabkan jamur

    Candida albicans tidak dapat berkembang.16,17,18

    Letak dan jumlah kelompok hidroksil pada

    kelompok fenol diduga berhubungan dengan sifat

    toksiknya terhadap mikroorganisme, yang dapat

    meningkatkan hasil hidroksilasi dan peningkatan

    toksisitas. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

    inhibisi enzim oleh senyawa teroksidasi atau

    interaksi nonspesifik dengan protein

    mikroorganisme.19 Mekanisme kerja lain yang

    dipercaya bahwa ekstrak jahe menghambat

    pertumbuhan Candida albicans dengan berlakunya

    efek apoptosis pada kandungan sel Candida

    albicans. Sel mengalami penghambatan proliferasi,

    terjadi pengerutan sel dan kondensasi pada

    kromosom. Efek ini merupakan penelitian dari

    ekstrak jahe terhadap Cell-line Hep-2. Oleh karena,

    sel jamur termasuk sel eukaryote dan tidak berbeda

    dengan sel tersebut sehingga dianalogikan untuk

    mekanisme kerja terhadap sel Candida albicans.20

    Senyawa antijamur lain yang terkandung

    dalam ekstrak jahe diduga berasal dari komponen

    minyak atsiri rimpang jahe yang mengandung

    senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke

    dalam golongan seskuiterpen. Senyawa turunan

    yang termasuk ke dalam turunan seskuiterpen yaitu

    : a-zingiberen, b-zingiberen, b-bisabolen, belemen,

    b-parnesen, d-salinen, dan b-seskuiphelandren dan

    senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga

    mempunyai sifat antijamur.21 Senyawa

    seskuiterpene ini diduga dapat mengganggu

    metabolisme energi dalam mitokondria yaitu dalam

    tahap transfer elektron dan fosforilasi.

    Terhambatnya transfer elektron akan mengurangi

    oksigen dan mengganggu fungsi dalam siklus sel

    pada mitokondria. Akibat tidak terjadinya tahap

    fosforilasi menyebabkan terhambatnya

    pembentukan ATP dan ADP. Terhambatnya

    pertumbuhan Candida albicans dalam penelitian

    ini, karena adanya penurunan pengambilan oksigen

    oleh mitokondria yang mengalami kerusakan

    membran dan kerusakan krista akibat adanya

    aktivitas senyawa antijamur, sehingga

    menyebabkan energi ATP yang dihasilkan untuk

    proses pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi

    berkurang, sehingga pertumbuhannya terhambat

    secara normal.21

    Pada penelitian ini didapatkan bahwa

    perlakuan Chlorhexidine glukonate 0,2% terhadap

    Candida albicans memiliki zona hambat rata-rata

    sebesar 14,875 mm. Hasil ini hampir mendekati

    dengan hasil Pramitha yang meniliti tentang

    efektifitas fungisidal ekstrak daun jambu mente

    terhadap Candida albicans dengan menggunakan

    Chlorhexidine glukonate 0,2% sebagai kontrol

    positif. Pramitha menyebutkan bahwa zona hambat

    rata-rata Chlorhexidien glukonate terhadap

    Candida albicans sebesar 16,25 mm.22

    Molekul Chlorhexidine merupakan

    biguanidakationik tinggi dan mengikat permukaan

    kutub negatif dengan kuat, termasuk sel-sel

    epithelial dan dapat digunakan dalam konsetrasi

    yang bervariasi. Chlorhexidine pada dosis yang

    rendah akan menganggu transport seluler, sehingga

    sel bakteri atau sel ragi mengalami kerusakan

    dengan terbentuknya poripori pada membran seluler. Pada penggunaan Chlorhexidine

    konsentrasi yang lebih tinggi, larutan merembes ke

    dalam sel bakteri dan menyebabkan terjadinya

    kerusakan mikroorganisme tersebut.23 Pada

    penelitian ini digunakan Chlorhexidine dengan

    dosis rendah.

    Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya

    tetang penggunaan Chlorhexidine terhadap

    Candida spp. Menyebutkan bahwa Chlorhexidine

    dapat mengkoagulasi nucleoprotein dan merubah

    dinding sel ragi, sehingga menyebabkan keluarnya

    komponen sitoplasma ke plasmalemma.

    Mekanisme antimikroba dari Chlorhexidine

    tersebut dapat mencegah pertumbuhan Candida

    albicans yang berlebih, tetapi tidak dapat

    menghentikan germinasi spora sel ragi tersebut,

    terdapat re