Upload
winda-galuh-pertiwi
View
315
Download
17
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
Vol II. No 2. September 2014 ISSN : 2337-5310
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Terbit setiap Maret dan September
PENGELOLA JURNAL DENTINO
Pelindung :
Prof. Dr. dr. H. Ruslan Muhyi, Sp. A (K)
(Dekan Fakultas Kedokteran Unlam)
Pembina :
Dr. dr. H. Zairin NH, Sp.OT (K), MM, SPINE, FICS
(Pembantu Dekan I - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd
(Pembantu Dekan II - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes
(Pembantu Dekan III - Fakultas Kedokteran Unlam)
Penasehat :
Dr. drg. H. RosihanAdhani, S.Sos., MS
(Ketua Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Ketua :
drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Sekretaris :
drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Penyunting :
drg. Maharani L.A., Sp.PM (Oral Medicine - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Didit
Aspriyanto (Pedodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Amy Nindia C. (Biologi Oral -
Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc. (Biologi Oral - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Deby Kania T.P. (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg.
M.Y. Ichrom N., Sp KG (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Bayu Indra
Sukmana (Bedah Mulut - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Widodo (Ortodonsia - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Fajar D.K., Sp Orto (Ortodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam);
Dr. drg. H. Rosihan Adhani, MS (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Cholil, M.Kes.M.M (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Debby Saputera, Sp. Prosto (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. I Wayan Arya K.F (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran Unlam) ;
drg. Beta Widya Oktiani (Periodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam)
Administratif :
Hastin Atas Asih, AMKg
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Vol II. No 2. September 2014 ISSN : 2337-5310
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
DAFTAR ISI
1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil Dengan Perilaku Kesehatan Gigi Dan Mulut Di Poli Kandungan RSUD Banjarbaru
Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana .. 110-114
2. Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok Di Lingkungan Batalyon Infanteri
621/Manuntung Barabai Hulu Sungai Tengah
Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil 115-119 3. Perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan Pasta gigi non herbal terhadap
penurunan indeks plak Pada siswa SDN angsau 4 pelaihari
Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo .. 120-124 4. Perbandingan Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Jahe Putih Kecil (Zingiber
Officinale Var. Amarum) 30% Dengan Chlorhexidine Glukonat 0,2% Terhadap
Candida Albicans In Vitro
Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly . 125-129
5. Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal Dan Berjejal Rahang Bawah Pada Bentuk
Lengkung Narrow Rahang Bawah
Puteri Islami Savitri, Priyawan Rachmadi, Widodo 130-133
6. Deskripsi Gigi Impaksi Molar ke tiga Rahang Bawah Di RSUD Ulin Banjarmasin Tinjauan pada bulan juni-agustus 2013 Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo .... 134-137
7. Gambaran Pola Kehilangan Gigi Sebagian Pada Masyarakat
Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar
Muhammad Fauzan Anshary, Cholil, I Wayan Arya . 138-143
8. Efektivitas Metode Peragaan Dan Metode Video Terhadap Pengetahuan Penyikatan Gigi Pada Anak Usia 9-12 Tahun di SDN Keraton 7 Martapura
Amelia Nurfalah, Emma Yuniarrahmah, Didit Aspriyanto ...... 144-149 9. Efektivitas Menyikat Gigi Metode Horizontal, Vertical Dan Roll Terhadap
Penurunan Plak Pada Anak Usia 9-11 Tahun
Destiya Dewi Haryanti, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Ike Ratna Dewi 150-154
10. Tingkat nursing mouth caries anak 2-5 tahun Di puskesmas cempaka banjarmasin Nadya Novia Sari, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Teguh Hadiyanto 155-161
11. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica Papaya) 100% Terhadap Waktu
Penyembuhan Luka Eka Oktavia Ruswanti, Cholil, Bayu Indra Sukmana .. 162-166
12. Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih (Piper Betle Linn) 50% dan 100% Sebagai Obat Kumur Terhadap Peningkatan Ph Dan Volume Saliva
Dea Raissa Pratiwi, Deby Kania Tri Putri, Siti Kaidah ... 167-173
13. Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi Di Poli Gigi RSUD Ulin Banjarmasin
Maya Sagita, Cholil, Deby Kania Tri Putri.... 174-178
14. Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol Yang Mengandung
Cetylpyridinium Chloride Dengan Chlorhexidine Terhadap Penurunan Plak Dian Novita Sari, Cholil, Bayu Indra Sukmana ... 179-183
15. Gambaran Klinis Xerostomia Pada Wanita Menopause Di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura Raudah, Maharani Laillyza Apriasari, Siti Kaidah .... 184-188
16. Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru
Rona Permata Sari Y. H. Zein, Priyawan Rachmadi, Deby Kania Tri Putri 189-195
17. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakaian Protesa Dengan Pemakaian Protesa Di RSUD Ulin Banjarmasin Nadya Pramasanti, Rosihan Adhani, Bayu Indra Sukmana ...... 196-199
18. Insidensi Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di TK Merah Mandiangin
Martapura Periode 2012-2013
Mirna Dara Mustika, Amy N. Carabelly, Cholil 200-204 19. Perbandingan Perubahan Warna Heat Cured Acrylic Basis Gigi Tiruan Yang
Direndam Dalam Klorheksidin Dan Effervescent (Alkaline Peroxide) Yordan Kangsudarmanto, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya KF ..... 205-209
20. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Batang Pisang Mauli (Musa Sp) Terhadap Sel
Fibroblas BHK (Baby Hamster Kidney) 21
Maharani Laillyza Apriasari, Rosihan Adhani, Diah Savitri......................
210-214
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA HAMIL DENGAN PERILAKU
KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI POLI KANDUNGAN RSUD BANJARBARU
Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Pregnant women are one of the group whose oral health vulnerable to oral disease. The
research have claimed that level of knowledge, attitudes, and behavior of pregnant women can affect their dental
oral health. Some dental oral problem that can occur in pregnant women are pregnancy gingivitis, periodontitis
pregnancy, pregnancy tumor, dental erosion, dental caries and teeth mobility. Purpose: The purpose of this
research was to determine the correlation between knowledge level of pregnant women with dental oral health
behaviors in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru. Methods: This study used quantitative
methods. Samples were taken by purposive sampling method with total 60 pregnant women. Results: The
categorization result of dental oral health knowledge in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD
Banjarbaru were obtained that there was no subject (0%) that in low category, 53 person subject (88,33%) in
moderate category and 7 person subject (11,67%) in high category. The categorization result of dental oral
health behavior in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru were obtained that there was no
subject (0%) that in bad category, 44 person subject (73,33%) in moderate category and 16 person subject
(26,67%) in good category. The correlation knowledge level of pregnant women with dental and oral health
behaviors with Spearman statistical test were obtained p value = 0.029 (p
PENDAHULUAN
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001, 60% penduduk Indonesia
menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah
satunya adalah penyakit periodontal sebesar
87,84%.1 Menurut Riskesdas tahun 2007, penduduk
bermasalah gigi dan mulut di Provinsi Kalimantan
Selatan 29,2% dan khusus untuk kota Banjarbaru
yang mengalami masalah gigi dan mulut sebesar
15,9%.2 Peningkatan prevalensi ini terjadi seiring
dengan meningkatnya usia dan gejala yang
dijumpai pada seluruh populasi, dan salah satu
kelompok yang rentan terhadap masalah ini adalah
kelompok wanita hamil. Kehamilan adalah suatu
proses alamiah, yang melibatkan perubahan
fisiologi, anatomi dan hormonal. Efek perubahan
hormonal pada wanita hamil akan mempengaruhi
hampir semua sistem organ, termasuk rongga
mulut.1,3
Beberapa studi menyatakan bahwa efek
perubahan hormonal akan mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut wanita hamil, 27-100% wanita
hamil mengalami gingivitis dan 10% mengalami
granuloma piogenik. Lesi mukosa oral lebih sering
terjadi pada wanita hamil daripada wanita yang
tidak hamil.4 Penelitian yang dilakukan Apriasari
dan Hasbullah. di poli kebidanan RSUD Banjarbaru
tahun 2012, melaporkan wanita hamil dengan
gingivitis gravidarum 30,2 % dan epulis
gravidarum 7,5 % dari 53 wanita hamil.5 Pada
penelitian Wirawan pada tahun 2012 di RSUD
Banjarbaru, dilaporkan prevalensi gingivitis pada
wanita hamil sebesar 40,5% dari total 42 wanita
hamil.6 Hal ini disebabkan karena perubahan
hormonal dan vaskular yang menyertai dengan
kehamilan akan memperberat respon gingiva
terhadap plak bakteri. Pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut akan mengurangi insidensi gingivitis
selama kehamilan.4,7 Menurut penelitian yang
dilakukan Santoso dkk. tahun 2009, penyakit
periodontal seperti gingivitis yang tidak dirawat
pada wanita hamil merupakan salah satu faktor
resiko bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
kurang bulan. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa responden dengan kebersihan mulut kurang,
mempunyai risiko 2,55 kali melahirkan bayi BBLR
kurang bulan dibandingkan dengan responden
dengan kebersihan mulut baik.8
Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil
di Iran tahun 2008 didapatkan hanya 5,6% sampel
yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi,
30% sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan
dan 34,4% sampel yang memiliki perilaku
kesehatan yang baik (3). Hasil penelitian Diana di
Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa hanya
sedikit (38%) wanita hamil yang mengetahui
hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi
dan mulut. Selebihnya (43%) wanita hamil
menjawab tidak ada hubungan antara kehamilan
dengan kesehatan gigi dan mulut. Seluruh wanita
hamil pada penelitian ini, semuanya tidak ada yang
mengubah cara membersihkan dan memelihara
kesehatan gigi dan mulut.9 Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan dan
perilaku wanita hamil terhadap pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut akan menyebabkan
terjadinya penyakit gigi dan mulut.3Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan wanita
hamil mengenai kesehatan gigi dan mulut,
mengetahui perilaku kesehatan gigi dan mulut dan
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan wanita
hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Poli
Kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-
Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh wanita hamil yang datang ke poli
kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-
Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan
secara Purposive Sampling. Sampel yang
digunakan adalah 60 orang wanita hamil yang
berkunjung pada periode Juli-Agustus 2013.
Kriteria inklusi dalam penelitan ini adalah wanita
hamil pengunjung Poli Kandungan RSUD
Banjarbaru dan wanita hamil yang bersedia mengisi
kuesioner.
Instrumen (alat ukur) yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah item yang
telah dinyatakan valid dan reliabel untuk tingkat
pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
wanita hamil sebanyak 20 item dan jumlah item
untuk perilaku kesehatan gigi dan mulut wanita
hamil 24 item. Penilaian skala pengetahuan dan
perilaku menggunakan pengukuran skala Likert,
yang dimodifikasi menjadi empat alternatif
jawaban. Skor untuk pernyataan positif adalah
SS=3, S=2, TS=1, STS=0, sedangkan skor
pernyataan negatif SS=0, S=1, TS=2, STS=3.
Alat ukur diuji validitas dan reliabilitas
sebelum penelitian. Uji validitas alat ukur skala
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan perilaku
kesehatan gigi dan mulut pada penelitian ini
menggunakan Corrected Item- Total Correlation
dan uji reliabilitas skala pengetahuan kesehatan gigi
dan mulut dan perilaku kesehatan gigi dan mulut
menggunakan Alpha Cronbach. Uji validitas dan
reliabilitas kuesioner dilakukan dengan bantuan
program komputer. Subjek penelitian mengisi
informed concent sebelum mengisi kuesioner.
Pengisian kuesioner oleh subjek didampingi oleh
peneliti. Kuesioner yang terkumpul kemudian
dilakukan pengolahan dan analisis data. Analisis
data yang digunakan untuk mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu
Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil 111
112
kesehatan gigi dan mulut di poli kandungan RSUD
Banjarbaru menggunakan uji kolerasi Spearman.
HASIL PENELITIAN
Hasil kategorisasi data variabel
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan variabel
perilaku kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat
pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Kategorisasi Data Variabel
Pengetahuan Kesehatan Gigi dan
Mulut
Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 1,
maka didapatkan tidak ada subjek (0%) yang
memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut
berada pada kategori rendah, 53 orang subjek
(88,33%) memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan
mulut kategori sedang dan 7 orang subjek (11,67%)
memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut
berada pada kategori tinggi. Pengetahuan
dikategorikan rendah jika skor (x 24,95), sedang jika skor (24,95< x 47,97), dan tinggi jika skor nilainya (35,05 x).
Gambar 2. Kategorisasi Data Variabel Perilaku
Kesehatan Gigi dan Mulut
Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 2,
maka didapatkan tidak ada subjek (0%) memiliki
perilaku kesehatan gigi dan mulut berada pada
kategori buruk, 44 orang subjek (73,33%) memiliki
perilaku kesehatan gigi dan mulut kategori sedang
dan 16 orang subjek (26,67%) memiliki perilaku
kesehatan gigi dan mulut berada pada kategori baik.
Perilaku dikategorikan buruk jika skor (x 25,03), sedang jika skor (25,03< x 47,97), dan tinggi jika skor nilainya (47,97 x).
Hasil uji normalitas menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test untuk pengetahuan
sebesar 0,001 (p
113
Banyak orang yang keliru memilih cara
pengobatan yang tepat, disebabkan mereka tidak
tahu tentang penyebab penyakit dan upaya
pencegahannya. Pengetahuan yang rendah terhadap
kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit gigi dan mulut.
Pada kenyataannya, informasi yang diterima subjek
dapat langsung menimbulkan tindakan terhadap
rangsangan itu. Artinya wanita hamil tidak harus
mengetahui makna dari rangsangan itu terlebih
dahulu untuk melakukan suatu tindakan. Perilaku
kesehatan gigi dan mulut wanita hamil merupakan
respon terhadap stimulus yang berhubungan dengan
konsep sehat, sakit dan penyakit.11,12
Hubungan perilaku yang berupa tindakan
dengan pengetahuan, kepercayaan dan persepsi
dijelaskan oleh Rosenstock pada tahun 1974 dalam
Health Belief Model bahwa kepercayaan seseorang
terhadap timbulnya penyakit dan potensi penyakit,
akan menjadi dasar seseorang melakukan tindakan
pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit
tersebut. Pada saat hamil gigi menjadi mudah
mengalami kerusakan, ibu hamil dapat melakukan
pencegahan dengan mengosok gigi minimal 2 kali
sehari, berkumur-kumur sehabis muntah dan
kontrol ke dokter gigi minimal 1 kali selama masa
kehamilan.11 Upaya agar masyarakat berperilaku
atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara
persuasi, bujukan, himbauan ajakan, pemberian
informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya.
Dampak yang timbul dari cara ini terhadap
perubahan perilaku masyarakat terutama wanita
hamil akan memakan waktu lama, namun bila
perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat
maka perilaku sehat selama hidup dilakukan.13
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan wanita
hamil dengan perilaku kesehatan rongga mulut di
Poli Kandungan RSUD Banjarbaru. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan
mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut
pada masa kehamilan, supaya wanita hamil tidak
hanya memperhatikan janin yang ada pada
kandungannya tetapi juga memperhatikan
kesehatan tubuh termasuk kesehatan gigi dan
mulut. Pada umumnya kehamilan berhubungan
dengan rongga mulut, karena apabila kesehatan
rongga mulut tidak diperhatikaan pada masa
kehamilan maka akan terjadi kelainan-kelainan
rongga mulut seperti gingivitis kehamilan,
periodontitis, epulis gravidarum, karies, dan bayi
lahir BBLR akibat terjadinya ketidakseimbangan
hormon wanita dan adanya faktor-faktor iritasi
lokal dalam rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ekaputri N dan Sjahruddin FLD. Hubungan perilaku wanita hamil dalam membersihkan
gigi dan mulut dengan kedalaman poket
periodontal selama masa kehamilan. M I
Kedokteran Gigi. 2005; 62: 90-2.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Provinsi Kalimantan Selatan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007. p.
116,119.
3. Hajikazemi E, Fateme O, Shoaleh HM, Soghra N, and Hamid H. The relationship between
knowledge, attitude, and practice of pregnant
women about oral and dental care. Euro J,
2008; 24 (4): 556-61.
4. Sarifakioglu E, Gunduz C, and Gorpelioglu. Oral mucosa manifestations in 100 pregnant
versus non-pregnant patients: an
epidemiological observational study (abstract).
EDJ. 2006; 16 (6): 674.
5. Apriasari, ML dan Irnamanda DH. Prevalensi gingivitis dan epulis gravidarum pada wanita
hamil trimester ke tiga di RSUD Banjarbaru
(Januari-Juni 2012). Dentino. 2013;1(3): 129-
125
6. Wirawan, P. Prevalensi gingivitis pada wanita hamil di rumah sakit umum daerah Banjarbaru
bulan Juni-Agustus 2012. Skripsi.
Banjarmasin: FK Unlam.2012. p.26
7. Habashneh, Guthmiller JM, Levy S, Jonhson GK, Sequier C, Dawson DV, and Fang Q.
Factors related to utilization of dental services
during pregnancy. J Clin Periodontal, 2005;
32(7): 815-6.
8. Santoso O, Wildam ASR dan Dwi Retroningrum. Hubungan kebersihan mulut
dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadiaan
bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di
RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringanya.
Media Medika Indonesiana. 2009; 43: 288-
293.
9. Diana, D. Pengetahuan, sikap, dan perilaku wanita hamil pengunjung poli ibu hamil (PIH)
RSUD dr. Pirngadi Medan terhadap kesehatan
gigi dan mulut selama masa kehamilan periode
November-Desember 2009. Skripsi. Medan:
FKG USU. 2009. p: 42-47.
10. Kholid, A. Promosi kesehatan: dengan pendekatan teori perilaku, media dan
aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2012. p. 17-26.
11. Notoatmodjo S,1900 dalam Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan
pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC.
2010. p. 1-2,6,7,24.
Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil
Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil
114
12. Hasibuan, S. Perawatan dan pemeliharaan kesehatan gigi-mulut pada masa kehamilan.
Medan: USU digital library. 2004. p.1-6.
13. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.p.13.
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 110 - 114
115
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014
PREVALENSI PENYAKIT PERIODONTAL PADA PEROKOK DI LINGKUNGAN
BATALYON INFANTERI 621/MANUNTUNG BARABAI HULU SUNGAI TENGAH
Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Periodontal disease is a periodontal tissues disease of the teeth characterized by the
presence of inflammatory gingival, periodontal pockets, and gingival recession. Plaque, calculus and bacteria
accumulation is a major cause of periodontal disease, while the predisposing factors are smoking, stress, and
alcohol. Smoking can cause damage of periodontal tissues and affect to the salivary antibodies (IgA) against the
bacteria causing neutralize disruption the bacteria in the mouth. The heat from the burning cigarette can cause
vascularization disruption and secretion of salivary. Cigarettes contain danger toxic that interfere with health.
Purpose: This study was to determine the prevalence of periodontal disease of smokers in the infantry battalion
621/manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah. Methods: This study was an observational descriptive study
obtained from the history and clinical examination of the teeth 16, 21, 24, 36, 41, 44 and account with
Periodontal disease index method. Screening was done to 45 samples that have been adapted to the inclusion
criteria. Results: The results were obtained as 16 people or 35,6% were normal, 27 people or 60% with
gingivitis, and 2 people or 4,4% with periodontitis. Based on the group of age at 20-30 years old was high
gingivitis which is 46,7% (21 people), while the condition periodontitis in the group of age at 30-40 years old
4,4% (2 people). Conclusion: The research concluded the prevalence of periodontal disease of smoker in the
infantry batalyon 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah more gingivitis than periodontitis.
Keywords: prevalence, periodontal disease, smoking, periodontal disease index
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit periodontal adalah suatu penyakit pada jaringan pendukung gigi yang
ditandai dengan adanya inflamasi gingiva, poket periodontal, dan resesi gingival. Plak, akumulasi kalkulus dan
bakteri merupakan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal, sedangkan faktor predisposisinya yaitu
merokok, stres, dan mengkonsumsi alkohol. Merokok dapat menyebabkan kerusakan periodontal. merokok dapat
mempengaruhi antibodi dalam saliva (IgA) terhadap bakteri sehingga terjadi gangguan dalam menetralisir
bakteri di dalam mulut. Panas yang ditimbulkan dari pembakaran rokok dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi dan sekresi saliva. Kandungan yang terdapat di dalam rokok mengandung toksik yang berbahaya
yang mengganggu kesehatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit
periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang diperoleh dari hasil anamnesa dan
pemeriksaan klinis pada gigi 16, 21, 24, 36, 41, 44 dan dihitung dengan indeks penyakit periodontal.
Pemeriksaan ini dilakukan pada 45 sampel yang sudah disesuaikan dengan kriteria inklusi. Hasil: Hasil
penelitian diperoleh sebanyak 16 orang atau 35,6% normal, 27 orang atau 60% mengalami gingivitis, dan 2
orang atau 4,4% mengalami periodontitis. Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia 20-30 tahun lebih
banyak mengalami gingivitis yaitu 46,7% (21 orang), sedangkan kondisi periodontitis ada di golongan usia 30-
40 tahun yaitu 4,4% (2 orang). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi
penyakit periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah lebih banyak mengalami gingivitis dibandingkan periodontitis.
Laporan Penelitian
116
Kata-kata kunci: prevalensi, penyakit periodontal, merokok, indeks penyakit periodontal
Korespondensi: Zuhda Febrina Ramadhani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]
PENDAHULUAN
Jaringan periodontal adalah suatu jaringan
yang mengelilingi dan mendukung gigi. Struktur
jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen
periodontal, tulang alveolar dan sementum. Gingiva
adalah bagian mukosa rongga mulut yang menutupi
tulang alveolar dan berfungsi melindungi jaringan
di bawahnya. Gingiva normal memiliki warna
merah muda, konsistensi yang kenyal dan tekstur
stippling atau seperti kulit jeruk. Ligamen
periodontal adalah jaringan konektif yang
mengelilingi gigi dan mengikatnya ke tulang.
Ligamen periodontal berfungsi melindungi
pembuluh darah dan saraf, perlekatan gigi terhadap
tulang dan pertahanan benturan keras akibat
tekanan oklusal. Tulang alveolar adalah jaringan
keras yang tersusun dari lapisan-lapisan tulang
yang berfungsi sebagai penyangga gigi. Sementum
adalah bagian yang menyelimuti akar gigi, bersifat
keras, tidak memiliki pembuluh darah dan
berfungsi sebagai perlekatan ligamen periodontal.1,2
Gingivitis dan periodontitis merupakan
penyakit periodontal yang sering ditemui.
Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi
gingiva yaitu gingiva berwarna merah sampai
kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena
edema dan mudah berdarah jika diberikan stimulasi
seperti saat makan dan menyikat gigi.3 Periodontitis
adalah suatu infeksi campuran dari mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi dan peradangan jaringan
pendukung gigi, biasanya menyebabkan kehilangan
tulang dan ligamen periodontal. 4
Plak dan akumulasi kalkulus serta bakteri
merupakan penyebab utama terjadinya penyakit
periodontal. Faktor predisposisi penyakit
periodontal yaitu merokok, sering mengkonsumsi
alkohol, dan stres.5,6 Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa peradangan pada peridodontal
akan semakin parah jika kondisi oral hygiene
buruk, dan mempunyai riwayat penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus.7,8
Kebiasaan merokok menyebabkan
perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva akibat
panas yang dihasilkan oleh asap rokok. Perubahan
vaskularisasi akibat merokok menyebabkan dilatasi
pembuluh darah kapiler dan infiltrasi agen-agen
inflamasi sehingga dapat terjadi pembesaran pada
gingiva. Kondisi ini diikuti dengan bertambahnya
jumlah limfosit dan makrofag. Tar yang terkandung
dalam rokok dapat mengendap pada gigi dan
menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar,
sehingga mudah dilekati plak dan bakteri. Invasi
kronis bakteri plak di bawah margin gingival
mengakibatkan terjadinya gingivitis yang dapat
berlanjut menjadi periodontitis. Kondisi
periodontitis yang parah ditandai dengan hilangnya
perlekatan gingiva dengan gigi sehingga terjadi
resesi gingiva serta kehilangan tulang alveolar dan
gigi yang diakibatkan akumulasi sel-sel inflamasi
kronis.9
Berbagai jenis rokok dan seringnya
frekuensi merokok telah terbukti mempunyai
hubungan kuat dengan status jaringan gingiva,
kerusakan jaringan periodonsium serta tingkat
keparahan periodontitis.9 Hasil penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa perokok lebih
rentan mengalami gingivitis dan periodontitis atau
kerusakan jaringan periodonsium 2-7 kali lebih
besar dibanding yang bukan perokok. Risiko ini
ditemukan lebih tinggi terjadi pada kelompok
perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun.6
Berdasarkan Riset Kesehatan di Kalimantan Selatan
(RISKESDAS,2007) menyatakan bahwa perokok
lebih banyak ditemukan pada pekerja dan jumlah
rokok yang dikonsumsi lebih tinggi di perdesaan
dibandingkan di perkotaan.10
Tomar dan Asma (1999) dari National
Health and Nutrition Examination Survey III
(NHANES) menyatakan bahwa perokok yang
mengisap lebih dari 9 batang rokok per hari
kemungkinan untuk menderita periodontitis lebih
besar 2,8 kali dibandingkan bukan perokok.
Menurut Sitepoe (2000) berdasarkan dari jumlah
rokok yang dikonsumsi setiap hari, perokok dibagi
menjadi empat bagian7:
1) Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang per
hari
2) Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang per
hari
3) Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per
hari
4) Perokok sangat berat adalah perokok yang mengkonsumsi lebih dari 30 batang per hari
Ketergantungan terhadap tembakau menjadi
epidemiologi secara global yang dapat
menyebabkan penyakit dan kematian. Menurut
World Health Organization (WHO) sepertiga dari
1,3 milyar perokok di dunia berasal dari populasi
berusia 15 tahun ke atas. Konsumsi rokok di
Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam,
pada tahun 1970 pemakaian rokok berkisar 33
miliar batang per tahun dan menjadi 230 miliar
batang pada 2006. Tingkat konsumsi rokok di
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119
117
Indonesia menempati urutan lima besar dunia.12,13
Berdasarkan Riset kesehatan (RISKESDAS) tahun
2007 laki-laki perokok di Kalimantan Selatan
mencapai 54,5% dengan jumlah konsumsi rokok
yang lebih tinggi pada kalangan pekerja dan daerah
perdesaan. 10
Sampai sekarang belum terdapat data
mengenai angka kejadian penyakit periodontal
akibat merokok pada usia dewasa muda di daerah
Kalimantan Selatan. Berdasarkan beberapa
penelitian sebelumnya maka peneliti merasa tertarik
untuk melakukan penelitian di kalangan pekerja
usia muda. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran angka kejadian penyakit
periodontal akibat merokok di kalangan pekerja
usia dewasa muda. Menurut hasil dari studi
pendahuluan yang telah dilakukan diketahui
beberapa prajurit dengan rentang usia 20-40 tahun
di Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu
Sungai Tengah memiliki kebiasaan merokok.
Beberapa diantaranya pernah ada yang
mengeluhkan gingivanya terkadang bengkak.
Kondisi tersebut mungkin ada kaitannya dengan
kebiasaan merokok yang sering dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi penyakit periodontal pada perokok di
Lingkungan Batalyon Infanteri 621/Manuntung
Barabai, Hulu Sungai Tengah.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
observasional. Data diperoleh dari hasil anamnesa
dan pemeriksaan klinis pada rongga mulut perokok
di lingkungan Batalyon Infanteri 621/ Manuntung
Barabai, Hulu Sungai Tengah. Populasi dalam
penelitian adalah laki-laki perokok di lingkungan
Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu
Sungai Tengah. Sampel pada penelitian ini diambil
dengan purposive sampling. Sampel adalah
sebagian laki-laki perokok di lingkungan Batalyon
Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah. Kriteria inklusi : Laki-laki perokok berusia
20-40 tahun, perokok ringan (dengan ketentuan
merokok lebih dari 9 batang per hari) Perokok sedang, merokok selama 2 tahun, merokok jenis filter dan menggosok gigi minimal 2 kali sehari.
Kriteria ekslusi: menggunakan gigi tiruan,
mengkonsumsi minuman beralkohol,
mengkonsumsi obat tertentu (phenytoin,
cyclosporine A) dan memiliki penyakit sistemik.
Penelitian ini menggunakan perhitungan
dengan periodontal disease index. Indeks ini
digunakan untuk memeriksa keparahan inflamasi
gingiva dan hilangnya perlekatan jaringan
pendukung gigi. Penilaian menggunakan enam gigi
yang disebut Ramfjords teeth yaitu, 16, 21, 24, 36,
41, dan 44. Skor indeks periodontal tiap individu didapat dengan menambah semua skor gigi kemudian dibagi dengan jumlah gigi yang
diperiksa. Jika hasil akhir menunjukkan berada
pada 1-3 maka dikategorikan gingivitis dan jika
berada pada 4-6 maka dikategorikan periodontitis.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat
diagnostik (kaca mulut, sonde half moon,
ekskavator, dan pinset), probe periodontal (WHO)
yang memiliki kalibrasi dalam millimeter,
nierbekken, alkohol, tisu, dan larutan klorin.
Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih
dahulu dilakukan studi pendahuluan di Batalyon
Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah, kemudian dilakukan proses perizinan.
Prosedur selanjutnya subyek penelitian akan
berkumpul di tempat yang telah disediakan. Peneliti
memberikan penjelasan tentang manfaat dan
prosedur penelitian dan melakukan anamnesa serta
memberikan lembar informed consenst sebagai
tanda persetujuan menjadi subjek penelitian.
Kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan
periodontal disease index. Data yang didapat dari
hasil pemeriksaan menggunakan periodontal
disease index kemudian dicatat. Data yang telah
didapatkan kemudian ditabulasi atau dimasukkan
ke dalam tabel serta disajikan dalam persentase.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian tentang prevalensi penyakit
periodontal pada perokok di Lingkungan Batalyon
Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase penyakit periodontal pada
perokok di lingkungan batalyon infanteri
621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah
No Kondisi Klinis Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
1 Normal 16 35,6
2 Gingivitis 27 60,0
3 Periodontitis 2 4,4
Jumlah 45 100
Berdasarkan Tabel 1 diketahui angka
kejadian penyakit periodontal pada perokok di
lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung
Barabai, Hulu Sungai Tengah berupa gingivitis
yaitu 27 orang atau sebesar 60%. Jumlah yang
mengalami periodontitis yaitu 2 orang atau sebesar
4,4% dan jumlah yang normal yaitu 16 orang atau
sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan dari sejumlah
sampel yang diperiksa lebih dari setengahnya
masuk dalam kategori gingivitis setelah dilakukan
pemeriksaan dan perhitungan skor akhir.
Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok
118
Tabel 2 Persentase penyakit periodontal terhadap
usia di lingkungan Batalyon Infanteri
621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah
Kondisi
periodontal
Usia Total
20-30
tahun
31-40
tahun
n % n % N %
Normal 16 35.6 0 0 16 35.6
Gingivitis 21 46.7 6 13.3 27 60
Periodontitis 0 0 2 4.4 2 4.4
Total 37 82.2 8 17.8 45 100
Berdasarkan Tabel 2 diketahui pada usia 20
sampai 30 tahun terdapat besar sampel sebanyak
82,2% (37 orang) dengan persentase normal yaitu
35,6% (16 orang) dan persentase gingivitis 46,67%
(21 orang). Pada usia 31 sampai 40 tahun terdapat
besar sampel sebanyak 17,8% (8 orang). Penyakit
periodontal pada kelompok umur tersebut terdiri
dari gingivitis dengan persentase 13,3% (6 orang)
dan periodontitis dengan persentase 4,4% (2 orang).
PEMBAHASAN
Menurut Tomar dan Asma (2000) dan Eddie
Kasim (2001) hubungan antara merokok dengan
terjadinya penyakit periodontal tergantung pada
dosis dan selang waktu merokok. Perokok yang
merokok 9 batang per hari beresiko 3 kali lebih
besar untuk terjadinya penyakit periodontal di
banding yang bukan merokok. Pada perokok yang
merokok lebih dari 30 batang per hari beresiko 6
kali lebih besar dibanding bukan perokok, sehingga
dapat dikatakan efek negatif dari merokok terhadap
jaringan periodontal dipengaruhi jumlah rokok
yang dikonsumsi.15
Dalam penelitian ini yang mengalami
periodontitis terdapat pada kisaran usia 31 sampai
40 tahun yakni sebanyak 4,4% atau 2 orang. Hal ini
dapat dihubungkan dengan lama dan jumlah
merokok yang lebih besar.15 Berdasarkan hasil
anamnesa responden yang mengalami periodontitis
mengkonsumsi rokok lebih dari satu kotak per hari
atau kira-kira berkisar antara 16 hingga 20 batang
per hari dan merokok dalam jangka waktu lebih
dari 5 tahun.
Dalam jurnal Mullaly (2004) memuat
tentang penelitian yang dilakukan oleh Hujoel
menyatakan bahwa terjadinya kasus penyakit
periodontal akibat merokok di Amerika lebih sering
terjadi pada kisaran usia 30 sampai 39 tahun.
Arowojolu dan Nwokorie menemukan prevalensi terjadinya penyakit periodontal di Nigeria berupa
periodontitis adalah sebanyak 1,6% pada usia 34
tahun. Mullaly juga menyatakan pada kasus
inflamasi gingiva karena merokok selain karena
rokok dapat merubah vaskularisasi gingiva yang
pada akhirnya menyebabkan inflamasi, ternyata
merokok juga dapat menyebabkan perlekatan plak
lebih mudah sehingga memicu terjadinya inflamasi
gingiva. Pada penelitiannya, Mullaly (2004)
menemukan perokok muda lebih banyak
mengalami gingival bleeding dibanding bukan
perokok, selain karena faktor merokok hal ini juga
disebabkan oleh tingginya level kalkulus dan plak
yang ditemukan pada perokok. Penelitian terdahulu
oleh Mullaly di Northen Ireland menemukan dari
82 responden perokok di kisaran usia 21 sampai 33
tahun, 41% diantaranya mengalami gingivitis, hal
ini dikaitkan dengan penumpukan akumulasi plak
dan kalkulus akibat kebiasaan merokok.16
Hasil yang serupa juga terdapat dalam
penelitian prevalensi penyakit periodontal di
lingkungan Batalyon Infanteri 621/manuntung
Barabai, Hulu Sungai Tengah untuk kasus
gingivitis didapatkan sebanyak 46,7% atau 21
orang di kisaran usia 20 sampai 30 tahun dan
13,3% atau 8 orang di kisaran usia 31 sampai 40
tahun. Responden yang mengalami gingivitis
mengkonsumsi rokok antara 10 hingga 16 batang
per hari atau kira-kira satu kotak per hari dan dalam
jangka waktu 2-3 tahun. Pada beberapa responden
lainnya gejala klinis gingivitis tampak pada satu
atau dua daerah gingiva saja sementara ada daerah
gingiva lain respon peradangannya hilang dan
mulai terjadi resesi gingiva.
Mullaly menyatakan periodontitis karena
merokok dapat terjadi akibat konsumsi rokok
dengan dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang
lama. Tidak ditemukan kasus periodontitis pada
perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 5
batang per hari dan memiliki kebiasaan merokok
kurang dari 3 tahun. Periodontitis mungkin terjadi
jika konsumsi rokok lebih dari 15 batang per hari
dan dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun.16
Pada 16 orang lainnya atau sebesar 35,6% di
Batalyon Infanteri 621/Manuntung tidak termasuk
dalam kategori gingivitis dan periodontitis.
Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan hal ini
dapat dihubungkan dengan jumlah atau dosis dari
rokok yang dikonsumsi tidak melebihi 10 batang
per hari. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah penjagaan oral hygiene seperti
menggunakan obat kumur. Beberapa responden
lainnya juga menyatakan pernah beberapa kali
memeriksakan giginya ke dokter. Menurut
Gunsolley obat kumur atau mouthwash dapat
digunakan untuk meningkatkan kebersihan rongga
mulut. Juga mampu membunuh bakteri penyebab
karies, gingivitis, dan bau mulut.17
Selain faktor penjagaan oral hygiene yang
baik, ada kemungkinan faktor dari jenis rokok
berpengaruh dalam kondisi jaringan periodontal.
Berdasarkan dari hasil anamnesa masing-masing
responden menyatakan mengkonsumsi rokok
dengan merek yang berbeda. Dalam penelitiannya
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119
119
berkaitan dengan studi kadar nikotin dan tar oleh
Kusuma Ali dkk (2012) menemukan kadar nikotin
dan tar yang berbeda pada setiap merek rokok jenis
filter.25 Menurut Kusuma (2010) menyebutkan
bahwa nikotin adalah salah satu bahan dari rokok
yang berkaitan dengan jaringan periodontal.14
Menurut Tirtosastro S dan Murdiyati (2010) dalam
penelitiannya mengenai kandungan kimia dan
tembakau dan rokok juga menyatakan bahwa jenis
tembakau yang digunakan juga mempengaruhi
kadar nikotin yang terkandung di dalamnya.19
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan
bahwa prevalensi penyakit periodontal pada
perokok di lingkungan batalyon infanteri
621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah
paling banyak mengalami gingivitis yakni 60% (27
orang), kemudian diikuti periodontitis yakni 4,4%
(2 orang), sedangkan yang tidak mengalami
penyakit periodontal yakni 35,6% (16 orang).
Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia
20-30 tahun yang tidak mengalami penyakit
periodontal atau normal yakni 35,6% (16 orang),
gingivitis sebanyak 46,7% (21 orang) dan tidak ada yang mengalami periodontitis atau 0 %. Pada
golongan usia 30-40 tahun kondisi periodontal normal adalah 0% atau tidak ada, gingivitis
sebanyak 13,3% (6 orang) dan periodontitis
sebanyak 4,4% (2 orang).
DAFTAR PUSTAKA
1. Newman M.G, Takei H.H, Klokkevoid P.R and Carranza F.A. Carranzas Clinical Periodontology, 10th. St.Louis Missouri:
Saunders Elsevier, 2006: p 46-7, 68, 72-75,
116-120.
2. Campbell N.A, Reece J.B and Mitchell L.G. Biology 5th ed vol.3. Jakarta: Erlangga. 2004 .
p81-2.
3. Marcuschamer E, Hawley C.E, Israel S, Romero D.M.R and Molina M.J. A Lifetime
of Normal Hormonal Events and Their
Impact on Periodontal Health. Perinatol
Reprord Hum. 2009; 23:53.
4. Carranza F.A, Newman M.G and Takkei H.H. Carranzas Clinical Peridontology. 10th ed. Philadelphia: Saunders. 2008. p495-9.
5. Sham A, Cheung L, Jin L and Corbet E. The Effects of Tobacco Use on Oral Health.
Hongkong Med J. 2003; 9:271-77.
6. Dewi N.M. Peran Stres Terhadap Kesehatan Jaringan Periodontal. Jakarta: EGC. 2010. p3-
4.
7. Alamsyah R.M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan
Hubungannya Dengan Status Penyakit
Periodontal di Kota Medan. Skripsi. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara. 2007.
8. Mealey L.B and Ocampo L.G. Diabetes Mellitus and Periodontal Disease. Journal
Compilation 2007; 44:127-153.
9. Pejcic A, Obradovic R, Kesic L and Kojovic D. Smoking and Periodontal Disease: A
review. Medicine and Biology 2007. 14(2): 53
9. 10. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
Kalimantan Selatan: Laporan Hasil Kesehatan
Dasar Provinsi Kalimantan Selatan. 2007.
11. Eley B.M and Manson J.D. Periodontics. USA: Philadelphia. 2004. p10-11,124-5.
12. Gondodiputo S. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
2007.
13. Curry C.M. Tobacco Use and Periodontal Disease. JCCC Honours Journal 2010; 1: 4-6.
14. Kusuma A.R.P. Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Jurnal Sultan
Agung Unissula 2010; (online), jilid 1, 1-6,
(http// www.unissula.ac.id, diakses 25
Februari 2013).
15. Kasim E. Merokok Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Penyakit periodontal. Skripsi.
Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.
Jakarta: Fakultas Trisakti. 2001.
16. Mullaly BH. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of Periodontitis in
Young Person. Divisi of Periodontics.
Queens University of Belfast. North Ireland. 2004.
17. Gunsolley. A Meta Analysis of Six Month Studies of Antiplaque and Antigingivitis
Agent. American Dental Association Journal
2006; 137:1-4.
18. Kusuma Ali D, Yuwono S.S dan Wulan N.S. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk
Rokok Kretek Filter yang Beredar di Nganjuk.
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Malang: Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. 2012.
19. Tirtosastro S dan Murdiyati A.S. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Skripsi.
Malang: Universitas Tribuana Tunggadewi
Malang. 2010.
Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok
120
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PASTA GIGI HERBAL DENGAN
PASTA GIGI NON HERBAL TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK
PADA SISWA SDN ANGSAU 4 PELAIHARI
Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Plaque control is an attempt to remove and prevent the plaque accumulation on the tooth
surface. Brushing teeth is an effective method in controlling plaque. Plaque control is equipped by additional
active ingredients in toothpaste form. The addition of herbal ingredients in toothpaste expected to inhibit the
growth of plaque because it has the ability to inhibit the growth of microbes Purpose: The purpose of this study
was to compare the effectiveness of herbal toothpaste and non herbal toothpaste in reducing plaque index.
Methods: This study was a quasi experimental design and used a nonrandomized control group pretest-posttest
design. Sampling was conducted by purposive sampling. Treatment was conducted by subject brushed their teeth
with non-herbal toothpaste twice a day for 5 days, then underwent washing periods for 7 weeks, and re-treated
brushed with herbal toothpaste for 5 days. Index plaque in each treatment was recorded by Patient Hygiene
Performance (PHP) methods. Results: The mean plaque index before treatment was 2.78 and the mean plaque
index after brushing the teeth with non-herbal toothpaste and herbal toothpaste respectively 2.19 and 1.47.
Mann-Whitney statistical test showed p=0.000 (p
121
Korespondensi: Rizki Yulita Rahmah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]
PENDAHULUAN
Tingkat kebersihan rongga mulut merupakan
salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut.
Kebersihan rongga mulut dapat dilihat dari ada
tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel,
materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi.1
Saat ini prevalensi tertinggi penyakit gigi dan mulut
adalah karies dan penyakit periodontal yang
disebabkan adanya plak gigi.2 Plak merupakan
deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan
melekat erat pada permukaan gigi dan gusi serta
permukaan keras lainnya dalam rongga mulut.3
Angka kejadian masalah kesehatan gigi dan
mulut di Indonesia tergolong tinggi. Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Tahun
2007, prevalensi nasional masalah gigi-mulut
adalah 23,4%. Terdapat 1,6% penduduk yang telah
kehilangan seluruh gigi aslinya. Penduduk yang
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga
kesehatan gigi hanya 29,6% dari total penduduk
dengan masalah gigi-mulut.4
Penelitian Kazemnejad et al (2008)
menunjukkan 88,7% siswa di Tehran, Iran memiliki
tingkat kesehatan periodontal yang buruk.5
Penelitian Chuckpaiwong et al (2000) di Laos
menunjukkan dari 2453 responden, hanya 0,5%
yang memiliki gingiva yang sehat, dan ditemukan
deposit kalkulus pada 90% responden sejak
berumur 12 tahun.6 Carneiro et al (2012)
melaporkan bahwa dari 785 siswa pada suatu
sekolah di Tanzania, 74% memiliki plak
supraginggival dan 56,9% memiliki kalkulus.7
Prevalensi penyakit periodontal menurut kelompok
umur pada tahun 2004 di dua kecamatan di kota
medan yakni 97,62% pada usia 15-24 tahun,
93,88% pada usia 23-34 tahun, 94,64% pada usia
34-44 tahun, dan 100% pada usia 45-65 tahun.8
Pengendalian plak adalah upaya membuang
dan mencegah penumpukan plak pada permukaan
gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara
mekanis maupun kimiawi. Penyingkiran secara
mekanis merupakan metode yang efektif dalam
mengendalikan plak dan gingivitis. Penyingkiran
mekanis dapat meliputi penyikatan gigi dan
penggunaan benang gigi. Saat ini kontrol plak
dilengkapi dengan penambahan jenis bahan aktif
yang mengandung bahan dasar alami ataupun
bahan sintetik sebagai bahan anti mikroba. Bahan
anti mikroba tersebut tersedia dalam bentuk larutan
kumur dan pasta gigi.9,10,11
Penelitian Almajed (1994) menunjukkan
pembersihan plak dengan menyikat gigi
menggunakan pasta gigi lebih efektif dibandingkan
dengan menyikat gigi tanpa pasta gigi.12 Pasta gigi
yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi
untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat
gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles
permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi
bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta
memelihara kesehatan gusi.13
Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnya
mengandung fluor yang efektif dalam mencegah
dan mengendalikan karies gigi.14 Fluor dapat
menghambat demineralisasi email dan
meningkatkan remineralisasi. Flour sangat berperan
penting terhadap peningkatan kesehatan gigi.15
Pasta gigi pada umumnya mengandung bahan
abrasif, air, pelembab, bahan perekat, bahan
penambah rasa, bahan terapeutik, bahan
desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan pemutih,
bahan pengawet, serta bahan antimikroba seperti
triklosan dan klorheksidin yang berperan sebagai
bahan aktif yang dapat memberikan efek inhibisi
secara langsung pada pembentukan plak.16
Estafan et al (1998) melaporkan bahwa
pasta gigi herbal lebih unggul dibandingkan pasta
gigi konvensional dalam pengurangan plak.17
Penambahan herbal pada pasta gigi dapat
menghambat pertumbuhan plak, karena beberapa
jenis herbal memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan mikroba. Bahan antimikroba pada
ekstrak daun sirih dan siwak berperan sebagai
bahan aktif dan mampu membunuh bakteri yang
menjadi penyebab terbentuknya plak. Selain itu,
karena herbal berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka
bahan tersebut aman dan alami.18,19
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti melakukan penelitian mengenai
perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan
pasta gigi non herbal terhadap penurunan indeks
plak pada siswa SDN Angsau 4 Pelaihari. Tempat
penelitian dipilih karena rendahnya persentase
berperilaku benar dalam menyikat gigi di daerah
tersebut, serta pelaksanaan kegiatan UKGS yang
tidak sesuai dengan semestinya. Penelitian ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai pendataan
status indeks plak pada siswa di sekolah tersebut,
sehingga plak yang merupakan salah satu sumber
permasalahan pada gigi dapat dicegah sedini
mungkin. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membandingkan efektivitas pasta gigi herbal
dengan pasta gigi non herbal terhadap penurunan
indeks plak
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode
quasi eksperimental dengan rancangan penelitian
nonrandomized control group pretest posttest
design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas V dan VI di SDN Angsau 4 Pelaihari. Sampel
diambil dengan teknik purposive sampling. Besar
sampel yang diambil sebanyak 30 orang dan
Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal
122
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusinya antara lain siswa kelas V dan VI SDN
Angsau 4 Pelaihari Kalimantan Selatan Tahun
Ajaran 2013/2014, bersedia untuk berpartisipasi
dan dijadikan responden penelitian, minimal
memiliki seluruh gigi yang diperlukan dalam
pemeriksaan, yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31 dan 46.
Kriteria eksklusinya antara lain terdapat karies pada
gigi yang diperlukan dalam pemeriksaan dan
memakai alat ortodonti.
Penelitian ini dilakukan di SDN Angsau 4
Pelaihari Kalimantan Selatan dengan prosedur
pasien dijelaskan tentang manfaat dan prosedur
penelitian dan diberikan lembar informed consent.
Peneliti menyiapkan alat dan bahan yang meliputi
kaca mulut (dental mirror), pinset, nierbeken, sikat
gigi, alat tulis, masker, sarung tangan, handuk putih
dan model peraga rahang atas dan rahang bawah.
Bahan penelitian yang digunakan antara lain
disclosing solution, alkohol 70%, air mineral, pasta
gigi herbal, pasta gigi non herbal, dan kapas.
Pengukuran indeks plak indeks pertama pada
responden dengan menggunakan larutan pewarna
plak/disclosing solution. Penggunaannya dengan
cara mengoleskan kapas yang telah ditetesi
disclosing solution pada permukaan gigi-gigi yang
menjadi indeks penelitian, yaitu permukaan labial
pada gigi anterior atas dan bawah, permukaan bukal
gigi posterior rahang atas, dan permukaan lingual
gigi posterior rahang bawah. Responden diminta
berkumur dengan air mineral. Pemeriksaan Indeks
plak menggunakan metode PHP (Patient Hygiene
Performance) yang dilakukan pada permukaan
mahkota gigi bagian fasial atau lingual dengan
membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi
lima subdivisi, yaitu distal, 1/3 servikal (gingival),
mesial, 1/3 tengah, 1/3 insisal/oklusal. Gigi yang
diperiksa adalah gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46.
Dicatat indeks plak dari setiap sampel yang
diperiksa.
Langkah selanjutnya adalah penyuluhan
mengenai cara menyikat gigi yang baik dan benar,
kemudian dilakukan pengukuran indeks plak kedua
pada seluruh responden setelah 5 hari. Hal ini
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
penurunan indeks plak setelah menyikat gigi
dengan pasta gigi non herbal. Indeks plak pada
setiap sampel yang diperiksa dicatat. Seluruh
responden diinstruksikan menyikat gigi dua kali
sehari dengan pasta gigi yang biasa digunakan di
rumah. Responden kemudian diistirahatkan dari
pemakaian pasta gigi non herbal (washing periode)
selama 7 minggu.20 Responden diinstruksikan untuk
menyikat gigi 2 kali sehari dengan menggunakan
pasta gigi herbal. Pemeriksaan dan perhitungan
indeks plak dilakukan kembali pada responden
setelah 5 hari. Hasil pemeriksaan dicatat dalam
formulir penilaian indeks plak. Hasil penilaian
indeks plak pada responden sebelum dan setelah
menyikat gigi dengan pasta gigi herbal
dibandingkan dengan pasta gigi non herbal.
HASIL PENELITIAN
Hasil pemeriksaan indeks plak dengan
menggunakan PHP (Patient Hygiene Performance)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata indeks plak sebelum diberi
perlakuan, sesudah penggunaan pasta gigi
non herbal, dan sesudah penggunaan
pasta gigi herbal.
Penurunan indeks plak pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan diuji dengan
menggunakan uji T berpasangan. Hasil penurunan
indeks plak pada penggunaan kedua pasta gigi yaitu
0,000 (p
123
matriks plak. Kariogenitas makanan tergantung
pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi sukrosa,
sifat perlekatan makanan pada permukaan gigi,
kecepatan pembersihan rongga mulut dan kualitas
pembersihan.16
Penyikatan gigi dengan menggunakan pasta
gigi non herbal dapat menurunkan indeks plak
secara bermakna. Hal tersebut disebabkan terdapat
bahan abrasif yang dapat membersihkan dan
memoles permukaan gigi tanpa merusak email.
Pasta gigi juga mengandung bahan pembersih
(detergent) yang fungsinya menurunkan tegangan
permukaan dan melonggarkan ikatan debris dengan
gigi yang akan membantu gerakan pembersihan
sikat gigi. Adanya kandungan bahan abrasif dan
detergent menyebabkan pembuangan plak, debris,
material alba, dan sisa makanan menjadi lebih
mudah.16,21
Komposisi pasta gigi non herbal pada
penelitian ini antara lain: Calcium Carbonate
sebagai bahan abrasif, water sebagai bahan pelarut,
sorbitol sebagai bahan pelembab, Sodium Lauryl
Sulfate sebagai bahan deterjen, Flavor, Cellulose
Gum, Pottasium Citrate, Sodium Silicate, Sodium
Saccobarin, serta Sodium Monofluorophosphate
sebagai bahan fluoride yang dapat mencegah
demineralisasi pada gigi sekaligus sebagai bahan
aktif dalam pasta gigi tersebut. Pasta gigi dengan
kandungan herbal dapat digunakan sebagai terapi
tambahan untuk penyakit periodontal dan
pencegahannya yang dapat digunakan secara rutin,
terutama untuk pasien yang menginginkan produk
alami.22
Penelitian ini menggunakan pasta gigi herbal
dengan komposisi utama siwak dengan berbagai
bahan tambahan lain seperti Calcium Carbonate
sebagai bahan abrasif yang dapat membersihkan
permukaan gigi tanpa merusak email, water sebagai
bahan pelarut, sorbitol sebagai bahan pelembab,
Sodium Lauryl Sulfate sebagai bahan deterjen yang
dapat melonggarkan ikatan debris dengan gigi dan
akan membantu gerakan pembersihan sikat gigi,
Sodium Carboxyl Methyl Cellulose, Fumed Silicium
Dioxide, flavor peppermint, Sodium
Monofluorophosphate, Salvadora persica powder
yang dapat membantu pembersihan sisa makanan
pada sela-sela gigi, sodium saccharine, titanium
dioxide, clove oil (Eugenia Caryophyllus), dan
metyl paraben. Efek terapeutik dan profilaktik
siwak diakibatkan adanya pembersihan mekanis
dan pelepasan zat kimia aktif yang terdapat
didalamnya. Substansi silica pada Salvadora
persica (siwak) diduga membantu aksi mekanis
siwak terhadap pembersihan plak.10,23
Penelitian ini menggunakan pasta gigi
dengan komposisi utama siwak dengan kandungan
kimiawi seperti Klorida, Pottasium, Sodium
Bikarbonat, Fluor, Silika, Sulfur, Vitamin C,
Trimetilamin, Salvadorin, Tannin dan beberapa
mineral lainnya yang berfungsi untuk
membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan
gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak
sebagai bahan penyusun pasta gigi. Minyak aroma
alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, yang
dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau
tidak sedap. Enzim dapat mencegah pembentukan
plak yang merupakan penyebab radang gusi dan
penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.
Anti Decay Agent (zat anti pembusukan) dan
Antigermal System bertindak seperti Penicilin yang
menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah
terjadinya proses pembusukan. Siwak juga turut
merangsang produksi saliva. Saliva merupakan
organik mulut yang melindungi dan membersihkan
mulut.23
Siwak dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bakteri rongga mulut terutama
spesies Streptococcus. Tannin (asam tanan) yang
terkandung di dalam siwak dapat mengurangi
perlekatan bakteri pada permukaan gigi.
Mekanisme tannin dalam menghambat dan
mengurangi terbentuknya plak adalah dengan cara
menghambat enzim glukosil transferase yang
diproduksi oleh Streptococcus mutans.
Streptococcus mutans dapat membuat polisakarida
ekstraseluler dari sukrosa salah satunya glukan
(dekstran) yang tidak larut dalam air yaitu perekat
pelikel yang disintesis oleh glukosil transferase.
Glukan ini berperan dalam menimbulkan koloni
bakteri pada permukaan gigi. Terhambatnya enzim
glukosil transferase akan menghambat proses
perlekatan bakteri ke pelikel gigi, sehingga
mencegah proses kolonisasi awal pada
pembentukan plak gigi.19
Penelitian lain dengan menjadikan serbuk
siwak sebagai bahan tambahan pada pasta gigi
menunjukkan prosentase hasil terbaik bagi
kesehatan gigi secara sempurna, karena mampu
menjangkau sela-sela gigi secara sempurna dan
mengeluarkan sisa-sisa makanan yang masih
berkumpul pada sela-sela gigi. Hal ini yang
mendorong perusahaan-perusahaan pasta gigi di
dunia menyertakan serbuk siwak ke dalam produk
pasta gigi mereka. World Health Organization
(WHO) turut menjadikan siwak sebagai salah satu
komoditas kesehatan yang perlu dipelihara dan
dibudidayakan.23
Hasil penelitian menyatakan terdapat
perbedaan efektivitas pasta gigi herbal dengan pasta
gigi non herbal terhadap penurunan indeks plak.
Penggunaan pasta gigi herbal dapat menurunkan
indeks plak lebih besar. Penggunaan pasta gigi
yang mengandung herbal disarankan untuk
disebarluaskan sebagai alternatif dalam
menurunkan akumulasi plak, serta dapat dijadikan
alternatif formulasi konvensional untuk individu
yang tertarik pada produk alami.
Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal
124
DAFTAR PUSTAKA
1. Ambarwati FE, Utami DF dan Pramono D. Pengaruh pemberian larutan ekstrak jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) terhadap pembentukan
plak gigi. Jurnal Media Medika muda 2012; 3-
18.
2. Fontana M and Zero DT. Assessing patients caries risk. J Am Dent Assoc 2006; 137(9)
:1231-1239.
3. Haake SK: Periodontal microbiology. Dalam F.A.Carranza dan M.G.Newman. Clinical
Periodontology. 9th Ed. Philadelphia: W.B.
Saunders. 2002. Hal. 96-113.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2008. Hal.176
5. Kazemnejad A, Zayeri F, Rokn AR and Kharazifard MJ. Prevalence and risk indicators
of periodontal disease among highschool
students in Tehran. Eastern Mediterranean
Health Journal 2008; 14(1) :119-125.
6. Chuckpaiwong S, Ngonephady S, Dharmbhibhit J, Kasetsuwan J and Sirirat M.
The Prevalence of Periodontal Disease and
Oral Hygiene Care in Savannakhet Province,
Lao Peoples Democratic Republic. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2000; 31(4)
:775-779.
7. Carneiro LC and Kabulwa MN. Dental Caries, and Supragingival Plaque and Calculus among
Students, Tanga, Tanzania. International
Scholarly Research Network ISRN Dentistry
2012; 1-6.
8. Tampubolon NS. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup.
Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi
Pencehagan/Kesehatan Gigi Masyarakat pada
Fakultas Kedokteran Gigi 2005; 1-30.
9. George J, Shashikant Hegde, KS Rajesh and Arun Kumar. The efficacy of a herbal-based
toothpaste in the control of plaque and
gingivitis: A clinico-biochemical study. Indian
J Med Res 2009; 20 :480-482.
10. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi
yang mengandung herbal. J Dent 2005; 38 :6467.
11. Morgana S, Carneiro T, Silva SL, Morais O and Ximenes M. Effect of a dentifrice
containing aloe vera on plaque and gingivitis
control: a double-blind clinical study in
humans. J Appl Oral Sci 2008; 16(4) :293-296.
12. Zanatta FB, Antoniazzi RP, Pinto TM and Rsing CK. Supragingival Plaque Removal
with and without Dentifrice: A Randomized
Controlled Clinical Trial. Braz Dent J 2012;
23(3) :235-240.
13. Pannuti CM, Mattos JP, Ranoya PN, Jesus AM, Lotufo RFM and Romito GA. Clinical
effect of a herbal dentifrice on the control of
plaque and gingivitis: a double-blind study.
Pesqui Odontol Bras 2003; 17 :1517-1522.
14. Damle SG, Deoyani D, Bhattal H, Yadav R and Lomba A. Comparative efficacy of
dentifrice containing sodium
monofluorophosphate + calcium
glycerophosphate and non-fluoridated
dentifrice: A randomized, double-blind,
prospective study. Dental Research Journal
2012; 9(1) :68-73.
15. Davies R, Scully C and Preston AJ. Dentifrices - an update. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
2010; 15(6) :976-982.
16. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjannah N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan
jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC, 2010.
Hal.56-77, 98-121.
17. Wright AA, Agbelusi GA, Dayo AF and Olunuga OJ. Oral and peri-oral signs and
symptoms of herbal dentifrices in patients in
two oral medicine clinics in LagosA preliminary study. Open Journal of
Stomatology 2012; 2 :27-32.
18. Nalina T and Rahim ZHA. Effect of Piper betle L. Leaf Extract on the Virulence
Streptococcus mutans-An in vitro Study.
Pakistan Journal of Biological Sciences 2006;
9(8) :1470-1475.
19. Adriyati P dan Santoso O. Pengaruh Pemberian Larutan Ekstrak Siwak (Salvadora persica)
terhadap Pembentukan Plak Gigi [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro 2011, 1-12.
20. Senn S. Cross-over trials in clinical research. 2nd Ed. England: Wiley, 2002. P.13-14.
21. Storehagen S and Shilpi Midha OS. Dentifrices and Mouthwashes Ingredients and Their Use.
Oslo University of andidatus/candidate Odonto
degree quide to Clinic. 2003; 1-44.
22. Maldupa I, Brinkmane A, Rendeniece I and Mihailova I. Evidence based toothpaste classifi
cation, according to certain characteristics of
their chemical composition. Stomatologija,
Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2012;
14(1) :12-22.
23. Ahmad H and Ahamed N. Therapeutic properties of meswak chewing sticks: A
review. African Journal of Biotechnology
2012; 11(83) :14850-7.
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 120 - 124
125
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 2. September 2014
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL
JAHE PUTIH KECIL (Zingiber officinale Var. AMARUM) 30%
DENGAN Chlorhexidine glukonat 0,2% TERHADAP Candida albicans IN VITRO
Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin
ABSTRACT
Background: One of many medicinal plants used by the Indonesian people and has been known long time
ago that is small white ginger ( Zingiber officinale var. Amarum), a small white ginger has antifungal activity,
one of them is Candida albicans. The chemical composition of small white ginger acts as the other antifungal
compounds such as phenol; gingerol, shogaol, and zingeron. Purpose: The Purpose of this research was to
determine differences in the antifungal activity of ethanol extract of small white ginger ( Zingiber officinale var.
Amarum ) 30% and Chlorhexidine gluconate 0.2% to the growth of Candida albicans. Method: The method of
this research was a true experimental design and completely randomized post-test-only design using 2
treatments, the treatment group was given a small white ethanol extract of ginger ( Zingiber officinale Var.
amarum ) 30% and a positive control group Chlorhexidine gluconate 0.2%. Antifungal activity of each group
was tested on cultures of Candida albicans using by a diffusion method and assessed from the diameter of the
radical zone or clear zone around the paper disk. Result: The result is average of radical zone in a given culture
treated with ethanol extract small white ginger was 12 mm, while Chlorhexidine gluconate given 0.2% was
14.875 mm. Conclusion: The results of research was showed the antifungal activity of 0.2% Chlorhexidine
gluconate greater than the antifungal activity of ethanol extract of white small ginger 30%, but the antifungal
activity of white small ginger extract good enough to inhibit the growth of Candida albicans.
Key words: Candida albicans, 0.2% Chlorhexidine gluconate, ethanol extract small white ginger ( Zingiber
officinale var. Amarum ) 30% , antifungal activity
ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu tanaman obat yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah
lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil (Zingiber officinale var. amarum), jahe putih kecil ini memiliki
aktivitas sebagai antijamur, salah satunya pada Candida albicans. Kandungan kimia jahe putih kecil yang
berperan sebagai antijamur antara lain senyawa fenol seperti; gingerol, shogaol, dan zingeron. Tujuan: Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
officinale var. amarum) 30% dan Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap pertumbuhan Candida albicans.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan rancangan penelitian post test-only
design dengan rancangan acak lengkap menggunakan 2 perlakuan, yaitu kelompok yang diberikan perlakuan
berupa ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber officinale Var amarum) 30% dan kelompok control positif
Chlorhexidine gluconate 0,2%. Aktivitas antijamur dari masing-masing kelompok pada biakan Candida albicans
diuji dengan menggunakan metode difusi dan dinilai dari diameter zona radikal atau zona bening disekitar paper
disk. Hasil: Rata-rata zona radikal pada biakan yang diberikan perlakuan dengan ekstrak etanol jahe putih kecil
adalah 12 mm, sedangkan yang diberikan Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah 14,875 mm. Kesimpulan: Hasil
penelitian menujukan aktivitas antijamur Chlorhexidine gluconate 0,2% lebih besar daripada aktivitas antijamur
ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, namun aktivitas antijamur ektrak jahe kecil cukup tinggi menghambat
pertumbuhan Candida albicans.
Kata kunci : Candida albicans, Chlorhexidine gluconate 0,2%, ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
officinale Var. amarum) 30%, aktivitas antijamur
Laporan Penelitian
126
Korespondensi: Haluanry Doane Santoso, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: [email protected]
PENDAHULUAN
Candida albicans merupakan mikroflora
normal rongga mulut yang seringkali menyebabkan
infeksi opurtunistik pada pasien yang mengalami
penurunan pertahanan tubuh akibat penuaan,
penyakit diabetes dan AIDS, serta faktor
iatrogenik.1,2,3 Spesies tersebut seringkali
berkolonisasi dalam rongga mulut yaitu sebesar
30% - 60% dan permukaan gigi tiruan yang tidak
pas sebesar 60% - 100%.4,5 Invasi C. albicans pada
jaringan lunak rongga mulut, dapat menyebabkan
terjadinya Kandidiasis oral.
Prevalensi kandidiasis oral di Indonesia pada
pasien yang dirawat di RSCM sebesar 84% sampai
tahun 2009.5 Terapi yang diberikan pada lesi
rongga mulut akibat infeksi tersebut adalah berupa
pemberian obat obatan antijamur, tetapi saat ini banyak dilaporkan beberapa jamur yang resisten
terhadap obat obatan antijamur tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai terapi
antijamur alternatif. Salah satu obat topikal umum
yang digunakan sebagai terapi antijamur alternatif
dalam rongga mulut adalah Chlorhexidine
gluconate.6
Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah
antiseptik bisbiguanida yang aktif melawan bakteri
dan jamur.7,8 Obat ini digunakan untuk
meningkatkan kebersihan mulut dan penyembuhan
luka secara topikal dalam rongga mulut.
Chlorhexidine gluconate 0,2% terbukti dapat
mengurangi pertumbuhan mikroorganisme secara
signifikan serta mempunyai daya hambat yang
sama dengan nistatin terhadap beberapa spesies
jamur terutama terhadap Candida albicans.6,9
Penggunaan Chlorhexidine dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman pada pemakainya. Rasa tidak
nyaman tersebut diakibatkan karena iritasi mukosa,
ulserasi, perubahan indra perasa, dan perubahan
warna gigi dan lidah.10, karena penggunaan
Chlorhexidine menimbulkan rasa yang tidak
nyaman pada pemakainya maka dilakukan
penelitian tanaman obat tradisional yang mampu
melawan pertumbuhan C. albicans yang nantinya
dapat menjadi obat alternatif yang lebih murah,
mudah didapat, dan banyak terdapat di masyarakat.
Tanaman obat dapat menghasilkan metabolit
sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas
biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi
yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat
berbagai penyakit. Menurut perkiraan badan
kesehatan dunia WHO 80% penduduk dunia masih
menggantungkan kesehatan pada pengobatan
tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal
dari tanaman. Salah satu tanaman obat yang banyak
dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah
lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil
(Zingiber officinale var. amarum).11
Rimpang jahe selain berkhasiat sebagai obat
batuk, penawar racun, antitusif, laksatif, antasida,
dan sebagai antioksidan serta dilaporkan rimpang
jahe memiliki aktivitas sebagai antijamur pada
Candida albicans, sebagai agen penyebab
Kandidiasis oral.11,12,13 Pada penelitian terdahulu
didapatkan efektivitas antijamur dari ekstrak etanol
jahe putih kecil 30% terhadap T. mentagrophytes
dan C. neoforrmans lebih efektif dibandingkan
dengan ekstrak etanol jahe putih kecil 25%, 20%,
15%, dan 10%.11 Hasil penelitian tersebut menjadi
salah satu alasan peneliti menggunakan ekstrak
etanol jahe putih kecil konsentrasi 30%. Pada
penelitian lain juga disebutkan ekstrak etanol jahe
besar (Zingiber officinale) efektif melawan C.
albicans pada konsentrasi 2mg ml-1 dengan
konsentrasi dilusi 1:5.14
Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui
ekstrak etanol jahe putih kecil 30% memiliki
aktivitas antijamur terhadap C. neoforrmans, tetapi
belum diketahui apakah aktivitas antijamur ekstrak
etanol jahe putih kecil 30% sama dengan
Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida
albicans. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan
penelitian mengenai perbandingan aktivitas
antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan
Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida
albicans. Aktivitas perlakuan terhadap Candida
albicans, dapat diketahui melalui uji difusi, dengan
menghitung zona hambat yang terbentuk,
menunjukan efek dari aktivitas masing masing perlakuan yang diuji.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimental
laboratoris murni (true exsperimental) dengan post
test only with control group design rancangan acak
lengkap menggunakan 2 perlakuan perlakuan 1:
Ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, perlakuan 2:
Chlorhexidine gluconate 0,2%. Jumlah
pengulangan setiap perlakuan adalah 16 kali yang
diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan
rumus Federer. Alat-alat penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah neraca analitik, mortir
dan stamper, autoclave, inkubator, tabung reaksi,
cawan petri, ose bulat, lampu bunsen, kapas lidi
steril, pipet tetes, caliper (skala millimeter), gelas
beker, labu erlenmeyer, alat pengaduk, kertas
saring, aluminium foil, laminary flow. Bahan-bahan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 125 - 129
127
officinale var. amarum) 30%, Chlorhexidine
gluconate 0,2%, isolat Candida albicans, media
agar darah, Sabouraud Dextrose Agar, aquades
steril, media Brain Heart Infusion (BHI), paper disk
kosong - steril, CMC-Na dan deretan larutan
McFarland.
Rimpang jahe putih kecil dicuci bersih lalu
setelah dikeringkan kemudian ditimbang. Jahe
putih kecil kemudian diiris kecil-kecil dan
dikeringkan dengan pengeringan alamiah yaitu
diangin-angin dan tidak dipanaskan di bawah sinar
matahari langsung (ditutup dengan kain hitam)
serta ditimbang. Dihaluskan dengan blender hingga
berupa serbuk halus dan ditimbang lagi.
Pembuatan Ekstrak etanol jahe putih kecil
30%. Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang
digunakan ialah maserasi. Sebanyak 500 g sampel
serbuk dimasukkan dalam alat maserasi. Kemudian
larutan etanol 70% dituangkan secara perlahan-
lahan ke dalam alat maserasi yang berisi sampel,
lalu diaduk-aduk hingga merata. Larutan penyari
dituangkan hingga 1 cm di atas permukaan sampel.
Diaduk sekali-sekali, setiap 1x24 jam filtrat
disaring dan pelarut diganti dengan yang baru
sambil sekali-sekali diaduk. Penggantian pelarut
dilakukan hingga cairan berwarna bening. Setelah
itu ekstrak dikumpulkan dan diuapkan dengan
rotary evaporator pada tekanan rendah dengan
temperatur 40oC sampai didapatkan ekstrak etanol
yang kental kemudian diuapkan di waterbath
sehingga didapatkan bobot tetap. Ekstrak kental
kemudian dilarutkan dalam CMC-Na sehingga
didapat konsentrasi 300 mg ekstrak per ml.
Isolat Candida albicans (ATCC 10231)
ditumbuhkan pada media cair BHI selama 5-8 jam
sesuai dengan standar McFarland 0,5. Selanjutnya
dilakukan seri pengenceran suspensi dengan
ditambahkan akuades sampai kekeruhan suspensi
sebanding dengan standar McFarland 0,5 yaitu
setara dengan jumlah jamur atau ragi sebanyak 5 x
106 cfu/ml. Dilakukan kultur Candida albicans
menggunakan kapas lidi steril yang dimasukan
dalam suspense jamur dan diusapkan pada
permukaan perbenihan agar Sabouraud (SDA+,
SDA yang telah diberikan kloramfenikol) hingga
rata. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam.
Paper disk dengan diameter 5 mm disaturasi
dengan filter kemudian diambil dengan
menggunakan pinset dan direndam selama 3 jam
dalam suspensi ekstrak etanol jahe putih kecil 30%
dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Masing-masing
Paper disk kemudian diletakkan pada permukaan
media SDA+. Candida albicans yang telah
diinkubasi pada media SDA+ kemudian diberi
paper disk yang telah diletakkan dalam suspensi
ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan
Chlorhexidine gluconate 0,2%. Selanjutnya media
pengujian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC. Kemudian dilakukan pembacaan hasil dengan
ukuran zona hambat setelah masa inkubasi. Zona
hambat diukur dari sekeliling disk. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan calliper (dalam
satuan milimeter).
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian zona hambat esktrak jahe
putih kecil dan Chlorhexidine gluconate dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rata-rata zona hambat antijamur pada
setiap perlakuan.
Hasil uji indepedent t-Test diperoleh nilai p
= 0,000 (p < 0,05) yang berarti ekstrak etanol jahe
putih kecil 30% mempunyai aktivitas antijamur
yang sama dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%
terhadap Candida albicans (H0) ditolak, sehingga
dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna pada kedua perlakuan tersebut
dengan tingkat kepercayaan 95%.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa konsentrasi 30% ekstrak etanol jahe putih
kecil memiliki efek antijamur terhadap Candida
albicans. Menurut Atai, ekstrak etanol jahe pada
konsentrasi 2mg ml-1 efektif terhadap jamur
Candida albicans metode uji dilusi 1:5.14
Selanjutya penelitian Gholib, mengatakan bahwa
ekstrak etanol jahe putih kecil pada konsentrasi
30% mempunyai aktivitas antijamur terhadap C.
neoformans.11 Candida albicans dan C. neoformans
termasuk ragi dengan struktur membran sel yang
sama yaitu memiliki dinding sel khamir
(Blastospora) dengan komponen utama kapsula
polisakarida berupa glukan, khitin, mannan.15
Efek antijamur dari perlakuan ekstrak etanol
jahe putih kecil disebabkan adanya kandungan
minyak atsiri yang terdiri dari senyawa aktif yaitu
gingerol, shogaol, zingeron, dan zingiberen.
Gingerol, shogaol, dan zingeron termasuk dalam
senyawa fenol, yang diketahui dapat mendenaturasi
ikatan protein membran sel Candida albicans,
sehingga membran sel menjadi lisis dan fenol dapat
Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur
Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur
128
menembus ke dalam inti sel, menyebabkan jamur
Candida albicans tidak dapat berkembang.16,17,18
Letak dan jumlah kelompok hidroksil pada
kelompok fenol diduga berhubungan dengan sifat
toksiknya terhadap mikroorganisme, yang dapat
meningkatkan hasil hidroksilasi dan peningkatan
toksisitas. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
inhibisi enzim oleh senyawa teroksidasi atau
interaksi nonspesifik dengan protein
mikroorganisme.19 Mekanisme kerja lain yang
dipercaya bahwa ekstrak jahe menghambat
pertumbuhan Candida albicans dengan berlakunya
efek apoptosis pada kandungan sel Candida
albicans. Sel mengalami penghambatan proliferasi,
terjadi pengerutan sel dan kondensasi pada
kromosom. Efek ini merupakan penelitian dari
ekstrak jahe terhadap Cell-line Hep-2. Oleh karena,
sel jamur termasuk sel eukaryote dan tidak berbeda
dengan sel tersebut sehingga dianalogikan untuk
mekanisme kerja terhadap sel Candida albicans.20
Senyawa antijamur lain yang terkandung
dalam ekstrak jahe diduga berasal dari komponen
minyak atsiri rimpang jahe yang mengandung
senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke
dalam golongan seskuiterpen. Senyawa turunan
yang termasuk ke dalam turunan seskuiterpen yaitu
: a-zingiberen, b-zingiberen, b-bisabolen, belemen,
b-parnesen, d-salinen, dan b-seskuiphelandren dan
senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga
mempunyai sifat antijamur.21 Senyawa
seskuiterpene ini diduga dapat mengganggu
metabolisme energi dalam mitokondria yaitu dalam
tahap transfer elektron dan fosforilasi.
Terhambatnya transfer elektron akan mengurangi
oksigen dan mengganggu fungsi dalam siklus sel
pada mitokondria. Akibat tidak terjadinya tahap
fosforilasi menyebabkan terhambatnya
pembentukan ATP dan ADP. Terhambatnya
pertumbuhan Candida albicans dalam penelitian
ini, karena adanya penurunan pengambilan oksigen
oleh mitokondria yang mengalami kerusakan
membran dan kerusakan krista akibat adanya
aktivitas senyawa antijamur, sehingga
menyebabkan energi ATP yang dihasilkan untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi
berkurang, sehingga pertumbuhannya terhambat
secara normal.21
Pada penelitian ini didapatkan bahwa
perlakuan Chlorhexidine glukonate 0,2% terhadap
Candida albicans memiliki zona hambat rata-rata
sebesar 14,875 mm. Hasil ini hampir mendekati
dengan hasil Pramitha yang meniliti tentang
efektifitas fungisidal ekstrak daun jambu mente
terhadap Candida albicans dengan menggunakan
Chlorhexidine glukonate 0,2% sebagai kontrol
positif. Pramitha menyebutkan bahwa zona hambat
rata-rata Chlorhexidien glukonate terhadap
Candida albicans sebesar 16,25 mm.22
Molekul Chlorhexidine merupakan
biguanidakationik tinggi dan mengikat permukaan
kutub negatif dengan kuat, termasuk sel-sel
epithelial dan dapat digunakan dalam konsetrasi
yang bervariasi. Chlorhexidine pada dosis yang
rendah akan menganggu transport seluler, sehingga
sel bakteri atau sel ragi mengalami kerusakan
dengan terbentuknya poripori pada membran seluler. Pada penggunaan Chlorhexidine
konsentrasi yang lebih tinggi, larutan merembes ke
dalam sel bakteri dan menyebabkan terjadinya
kerusakan mikroorganisme tersebut.23 Pada
penelitian ini digunakan Chlorhexidine dengan
dosis rendah.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
tetang penggunaan Chlorhexidine terhadap
Candida spp. Menyebutkan bahwa Chlorhexidine
dapat mengkoagulasi nucleoprotein dan merubah
dinding sel ragi, sehingga menyebabkan keluarnya
komponen sitoplasma ke plasmalemma.
Mekanisme antimikroba dari Chlorhexidine
tersebut dapat mencegah pertumbuhan Candida
albicans yang berlebih, tetapi tidak dapat
menghentikan germinasi spora sel ragi tersebut,
terdapat re