Upload
hendra
View
19
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK 2,4 ATA 3X30 MENIT SELAMA
5 HARI TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH NETROFIL DARAH PADA
PENYEMBUHAN LUKA IRIS HARI KE-5 PADA TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR WISTAR
(THE EFFECT OF HYPERBARIC OXYGEN THERAPY 2,4 ATA GIVEN FOR 3X30
MINUTES DURING 5 DAYSTOWARDS INCREASE TOTAL NEUTROPHILS ON THE 5th
DAY OF INCISED WOUND HEALING OF WISTAR RATS)
Pradita Mayhendra Jaya
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya
ABSTRAK : Setiap kejadian luka, tubuh akan berupaya mengembalikan komponen-komponen
jaringan yang rusak. Terapi oksigen hiperbarik merangsang produksi sumsum tulang, sehingga
membantu meningkatkan produksi netrofil. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah
terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan jumlah netrofil darah pada penyembuhan luka iris hari ke-5 pada tikus putih jantan galur Wistar. Penelitian ini menggunakan metode post test only
control group design yang dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah Surabaya dan di Lakesla, RSAL dr.Ramelan Surabaya. Enam belas ekor tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dibagi kedalam 2 kelompok: kelompok 1 tikus
dengan luka iris tanpa terapi oksigen hiperbarik dan kelompok 2 tikus dengan luka iris diberi terapi
oksigen hiperbarik 2,4 ATA 3x30 menit dalam 5 hari. Setelah 5 hari perlakuan, dilakukan
pemeriksaan jumlah netrofil darah pada masing-masing kelompok. Rerata kelompok 1( =
26,63%) dan kelompok 2 ( = 33,88%). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat
perbedaan bermakna (P<0,05) antara kelompok tikus dengan luka iris tanpa terapi oksigen
hiperbarik dan kelompok tikus dengan luka iris diberi terapi oksigen hiperbarik (P= 0,342). Jadi dapat disimpulkan ada kecenderungan peningkatan jumlah netrofil pada rerata dari kelompok tikus
dengan luka iris hari ke-5 tanpa terapi oksigen hiperbarik dan kelompok tikus dengan luka iris hari
ke-5 diberi terapi oksigen hiperbarik.
Kata kunci : luka iris, netrofil, oksigen hiperbarik
ABSTRACT : A body will restore the damaged tissue components and create a new structure.
Hyperbaric oxygen therapy is able to increase bone marrow production in order to enhance the
neutrophil production as a part of leukocyte. The purpose of this research is to study that
Hyperbaric Oxygen Therapy will enhance the neutrophil count on the 5th day of incised wound
healing of male Wistar Rats. This research use post – test only control group design method which
has been done in Biochemistry Laboratory Faculty of Medicine, Hang Tuah University and Lakesla at Dr. Ramelan Naval Hospital Surabaya. Sixteen male Wistar Rats was divided into 2
groups: the first group was incised and treated without Hyperbaric Oxygen Therapy and second
group was incised and treated with Hyperbaric Oxygen Therapy 2,4 ATA 3x30 minutes for 5 days.
All rats was checked the total blood neutrophil on day 5 for each group. The average of the total
neutrophil of the first group was 26,63% whereas the second group 33,88%. The Mann – Whitney
test showed there was not significant differences between the incised group without and with
hyperbaric oxygen therapy (P = 0,342). The conclusion of this study showed that hyperbaric
oxygen therapy tend to increase total blood neutrophil in day 5 of the incised wound healing.
Keywords: incised wound, neutrophils, hyperbaric oxygen
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada saat melakukan aktifitas
setiap hari dapat mengalami luka besar
ataupun kecil. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana
secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang (Baxter,1990). Luka iris (incised wound)
adalah luka akibat benda atau alat yang
bermata tajam, terjadi dengan suatu tekanan ringan atau goresan pada
permukaan tubuh. Dapat disebabkan
oleh alat-alat seperti pisau, pecahan
kaca, silet, pedang dan sebagainya(Apuranto, 2012). Setiap
kejadian luka, mekanisme tubuh akan
mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang
rusak tersebut dengan membentuk
2
struktur baru dan fungsional sama
dengan keadaan sebelumnya. Proses
penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal,
tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
faktor endogen, seperti: umur, nutrisi,
imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolic (Baxter,1990).
Proses penyembuhan luka akan
terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan
serta tergantung pada tipe/jenis dan
derajat luka. Sehubungan dengan adanya
perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari atas Fase
inflamasi dimana proses yang
menghentikan perdarahan dan mempersiapkan tempat luka menjadi
bersih dari benda asing atau kuman
sebelum dimulai proses penyembuhan dilanjutkan dengan Fase
proliferasi/granulasi; pembentukan
jaringan granulasi untuk menutup defek
atau cedera pada jaringan yang luka kemudian terakhir, Fase
maturasi/deferensiasi; memoles jaringan
penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional
(Morris dan Malt,1995).
Terapi hiperbarik oksigen di negara-negara maju telah berkembang
dengan pesat. Terapi ini telah dipakai
untuk menanggulangi bermacam
penyakit, baik penyakit akibat penyelaman maupun bukan penyelaman.
Di Indonesia, kesehatan hiperbarik telah
mulai dikembangkan oleh kesehatan TNI AL pada tahun 1960 dan terus
berkembang sampai saat ini
(Rijadi,2009). Pengaruh oksigen
hiperbarik terhadap sel jaringan tubuh dapat membantu proses penyembuhan
luka dalam keadaan tertentu. Penelitian
dan kenyataan klinis menunjukkan bahwa pada luka selalu terdapat hipoksia
dan bahwa adanya oksigen merupakan
faktor yang menentukan dalam proses penyembuhan luka dan faktor penting
dalam pertahanan terhadap infeksi
(Rijadi,2009). Salah satu fungsi terapi
oksigen hiperbarik pada penyembuhan luka adalah oxidative leucocyte killing,
yang paling banyak melibatkan netrofil,
dan berguna untuk mencegah infeksi
yang tidak terkontrol pada luka,
sehingga mempercepat penyembuhan luka (Rijadi, 2009). Neutrofil adalah tipe
leukosit yang paling umum dan
membentuk 40-75% komponen dari sel
darah putih yang beredar. Neutrofil menjadi sangat motil dan fagositik
ketika melakukan fungsi utamanya
selama fase inflamasi akut. Sel-sel ini merespon ketika terjadi luka pada
jaringan dimana neutrofil melepaskan
enzim-enzim yang mendegradasi
komponen jaringan, mengingesti dan menghancurkan jaringan yang rusak dan
membunuh mikroorganisme yang
menginvasi, terutama bakteri (Young et al, 2000). Infeksi yang berkepanjangan
juga menginduksi proliferasi precursor
leukosit di sumsum tulang yang disebabkan oleh peningkatan produksi
colony stimulating factor (CSF).
Rangsangan produksi CSF juga
diperantarai oleh IL-1 dan TNF. Sehingga terjadi peningkatan jumlah
netrofil pada darah, karena pengeluaran
timbunan cadangan leukosit pada sumsum tulang dan peningkatan
pembentukan leukosit pada sumsum
tulang (Ahmad, 2004).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan
dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan post test only
control group design yaitu suatu
eksperimen yang kelompok intervensi dan kelompok kontrolnya sudah
dirandomisasi (Notoatmodjo,2002).
Populasi sampel dalam penelitian ini
menggunakan hewan coba tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan
150-250 gram, berumur 2-3 bulan
dengan kondisi sehat fisik. Pembagian kelompok hewan coba dilakukan secara
random dan terdiri dari 2 kelompok
yaitu : K1 : Kelompok kontrol menggunakan 8
tikus dengan luka iris 3 cm di punggung
sampai subcutis hari ke-5 tanpa pemberian oksigen hiperbarik 2,4 ATA
3x30 menit selama 5 hari.
3
K2 : Kelompok perlakuan menggunakan
8 tikus dengan luka iris 3 cm di
punggung sampai subcutis hari ke-5 hari ke-5 diberi terapi oksigen hiperbarik
2,4 ATA 3X30 menit selama 5 hari
berturut – turut. Besar sampel pada
penelitian ini adalah 60 0rang responden.
Teknik pengambilan sampel
penelitian untuk pengelompokan perlakuan menggunakan metode Simple
Random Sampling karena sampel hewan
coba diambil secara acak.
Kriteria inklusi adalah jenis Wistar, umur ± 2-3 bulan, berat badan ±
150 gram, jenis kelamin jantan.
Kriteria Ekslusi adalah Tikus cacat secara anatomi, bukan strain
wistar, jenis kelamin betina, berat badan
tidak mencapai 150 gram atau lebih dari 250 gram.
Kriteria Drop out adalah tikus
sakit dalam masa persiapan atau adaptasi
(tubuh melemah, kurang lincah, mata pudar, nafsu makan turun, bulu kasar
dan berdiri), tikus mati dalam masa
penelitian. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : kandang
berukuran 40 x 30 x 12 cm, tempat makanan (pelet), tempat minum untuk
tikus, timbangan torbal (Thorsion
balance) untuk berat badan tikus,
lempengan logam untuk alas pembedahan tikus, alat pembedahan
tikus berupa pisau, gunting, dan pinset,
tabung reaksi 5 ml, spuit tiga millimeter untuk mengambil sampel darah, tissue
dan kapas, stopwatch yang digunakan
untuk menghitung waktu selama 90
menit, ruangan oksigen hiperbarik (chamber) hewan, serie:
2000/04420140 CE 0197 93/42 MDD,
oksigen 100%, jarum suntik, alat ukur untuk memeriksa jumlah netrofil.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel darah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat
badan 150-170 gram berumur kurang
lebih 2-3 bulan dengan kondisi sehat
fisik yang dicampur dengan larutan Ethylene Diamine Tetra Acetate
(EDTA) agar tidak menggumpal.
Data yang diperoleh dalam
penelitian ini kemudian diolah secara
statistic dengan menggunakan program SPSS 17.0. Data yang diperoleh dari
hasil penelitian disajikan dengan uji
statistic deskriptif. Sebelumnya
dilakukan uji normalitas. Apabila hasilnya normal, maka dilakukan uji t
bebas (independent t-test). Apabila
hasilnya tidak normal, maka dilakukan uji Mann-Whitney.
Alur dari penelitian ini adalah
HASIL PENELITIAN Data yang didapat dari hasil
penelitian berupa rerata jumlah netrofil
darah pada kelompok hewan coba dengan luka iris hari ke-5 tanpa diberi
terapi oksigen hiperbarik (26,63%) dan
kelompok hewan coba dengan luka iris
hari ke-5 diberi terapi oksigen hiperbarik (33,88%), dapat dilihat pada Gambar
5.1.
4
Gambar 5.1 Rerata Jumlah Netrofil
Darah Pada Kelompok Hewan Coba Dengan Luka Iris Hari Ke-5 Tanpa
Diberi Terapi Oksigen Hiperbarik Dan
Kelompok Hewan Coba Dengan Luka Iris Hari Ke-5 Diberi Terapi Oksigen
Hiperbarik.
Hasil Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah data
yang akan dianalisis berdistribusi
normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas menggunakan parameter
Saphiro-Wilk karena besar sampel
kurang dari 50. Hasil uji normalitas jumlah
netrofil darah pada kelompok hewan
coba dengan luka iris hari ke-5 tanpa
diberi terapi oksigen hiperbarik dan kelompok hewan coba dengan luka iris
hari ke-5 diberi terapi oksigen
hiperbarik, dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Dengan
Menggunakan Parameter Saphiro-Wilk
Berdasarkan Tabel 5.2
menunjukkan hasil signifikan pada
kelompok hewan coba yang diberi terapi oksigen hiperbarik menunjukkan nilai
signifikansinya 0,001. Syarat suatu data
agar berdistribusi normal yaitu nilai
signifikansinya P > 0.05. Jadi data tersebut berdistribusi tidak normal, maka
harus dilakukan transformasi data agar
data berdistribusi normal.
Hasil Transformasi Data
Hasil transformasi data kelompok
hewan coba dengan luka iris hari ke-5
tanpa diberi terapi oksigen hiperbarik dan kelompok hewan coba dengan luka
iris hari ke-5 diberi terapi oksigen
hiperbarik, dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Transformasi Data
Dari Tabel 5.3 menunjukkan nilai
signifikan P kelompok hewan coba
dengan luka iris hari ke-5 yang diberi terapi oksigen hiperbarik yaitu 0,002
yang berarti data masih berdistribusi
tidak normal. Syarat suatu data agar
berdistribusi normal yaitu nilai signifikansinya P > 0.05. Jika data
masih berdistribusi tidak normal maka
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna diantara ke
dua kelompok tikus dilakukan uji Mann-
Whitney.
Hasil Uji Mann-Whitney
Hasil uji Mann-Whitney
kelompok hewan coba dengan luka iris hari ke-5 tanpa diberi terapi oksigen
hiperbarik dan kelompok hewan coba
dengan luka iris hari ke-5 diberi terapi oksigen hiperbarik, dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Hasil Uji Mann-Whitney
Hasil P=0,342 menunjukkan tidak
terdapat perbedaan bermakna . Syarat
hasil bermakna: P<0,05 Jadi dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna jumlah
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Rerata jumlah Neutrofil
26.63%
33.88%
H5(-)
H5(+)
5
netrofil darah pada luka iris hari ke-5
antara kelompok hewan coba yang tanpa
diberi terapi oksigen hiperbarik dan kelompok hewan coba yang diberi terapi
oksigen hiperbarik selama 5 hari.
PEMBAHASAN Penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh terapi oksigen hiperbarik 2,4
ATA 3x30 menit selama 5 hari terhadap peningkatan jumlah netrofil pada
penyembuhan luka iris hari ke 5 pada
tikus putih jantan galur wistar. Pada
penelitian ini terdapat kelompok hewan coba dengan luka iris hari ke-5 tanpa
diberi terapi oksigen hiperbarik dan
kelompok hewan coba dengan luka iris hari ke-5 diberi terapi oksigen
hiperbarik.
Pada penelitian terhadap manusia pemberian terapi oksigen hiperbarik
dilakukan selama 90 menit pada tekanan
2,4 ATA berdasarkan penelitian
sebelumnya untuk mendapatkan efek terapeutik yang baik (Nugroho, 2010)
dan untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan selama penelitian karena pada pemberian terapi oksigen
hiperbarik yang melebihi 90 menit dan
tekanan 2,5 ATA akan terjadi suatu mekanisme keracunan oksigen yang
dikemukakan oleh Jain (1996) sehingga
terjadi efek keracunan pada metabolisme
cerebral, mengakibatkan inhibisi enzim dan pembentukan radikal bebas. Dan
menurut Balentine, pemberian terapi
oksigen hiperbarik yang melebihi 90 menit dan tekanan 2,5 ATA dapat
menyebabkan mekanisme jejas pada sel
yang dapat mengakibatkan perubahan
enzim, membran dan inti sel serta dapat mengakibatkan perubahan tidak
langsung seperti iskemia, hipoksia,
asidosis, anemia dan hiperbilirubinemia. Pada saat pemberian terapi
oksigen hiperbarik dengan tekanan 2,4
ATA juga dapat menghasilkan penurunan pembentukan radikal bebas
(Reacrive Oxigen Species) dibandingkan
pada peberian oksigen hiperbarik pada
tekanan 3 ATA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia
Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya dan di Lakesla, Rumah
Sakit Angkatan Laut Dr.Ramelan
Surabaya selama 5 hari. Berdasarkan analisis data, pada
kelompok hewan coba dengan luka iris
hari ke-5 tanpa diberi oksigen hiperbarik
menunjukkan nilai rerata 26,63% dan kelompok hewan coba dengan luka iris
hari ke-5 diberi terapi oksigen hiperbarik
menunjukkan nilai rerata 33,88%. Salah satu fungsi terapi oksigen
hiperbarik pada penyembuhan luka
adalah oxidative leucocyte killing, yang
paling banyak melibatkan netrofil, dan berguna untuk mencegah infeksi yang
tidak terkontrol pada luka, sehingga
tidak memperlambat penyembuhan luka karena terdapat infeksi (Rijadi, 2009).
Netrofil merupakan sel yang
terbanyak dalam leukosit, netrofil dapat mencerna atau menghancurkan
penyebab cedera, membunuh bakteri
atau mikroba lainnya, dan mendegradasi
jaringan nekrotik dan antigen asing. Netrofil nantinya akan mengalami
fagositosis dan pengeluaran berbagai
enzim yang merupakan suatu proses penting yang didapat dari
terakumulasinya netrofil di daerah
inflamasi (Sjamsuhidajat, 2004). Leukosit memiliki beberapa
macam sel, dan netrofil termasuk salah
satu macam sel leukosit yang berjenis
polimorfonuklear, dan mempunyai presentasi terbanyak pada leukosit. Pada
saat terjadi luka dan terjadi infeksi,
leukosit akan merespon stimulus infeksi atau imunologis dan reaksi toksin,
dengan menghasilkan dan melepaskan
IL-1, IL-6, dan TNF-α ke sirkulasi
darah. Infeksi akan menyebabkan efek sistemik inflamasi, yang merupakan
peningkatan jumlah leukosit hingga
15.000 atau 20.000 sel per mililiter, bahkan dapat mencapai jumlah luar
biasa hingga 40.000 atau 100.000 per
mililiter. Leukositosis terjadi pada awalnya disebabkan oleh percepatan
pengeluaran sel dari timbunan cadangan
pascamitosis di sumsum tulang yang
diinduksi oleh IL-1 dan TNF, serta berhubungan dengan kenaikan jumlah
netrofil yang belum matang pada aliran
6
darah. Infeksi yang berkepanjangan juga
menginduksi proliferasi precursor
leukosit di sumsum tulang yang disebabkan oleh peningkatan produksi
colony stimulating factor (CSF).
Rangsangan produksi CSF juga
diperantarai oleh IL-1 dan TNF. Terapi oksigen hiperbarik dapat merangsang
produksi sumsum tulang, sehingga salah
satunya membantu meningkatkan produksi netrofil yang termasuk
leukosit, yang diperantarai oleh CSF
pada sumsum tulang. Sehingga terjadi
peningkatan jumlah netrofil pada darah, karena pengeluaran timbunan cadangan
leukosit pada sumsum tulang dan
peningkatan pembentukan leukosit pada sumsum tulang (Sjamsuhidajat, 2004).
Salah satu fungsi netrofil dalam
proses penyembuhan luka adalah melakukan fagositosis benda asing dan
bakteri di daerah luka selama 3-5 hari
dan kemudian akan digantikan oleh sel
makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses
penyembuhan luka. Fungsi makrofag
disamping fagositosis adalah: dapat mensintesa kolagen, membentuk
jaringan granulasi bersama-sama dengan
fibroblast, memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi, dan
juga membentuk pembuluh kapiler baru
atau angiogenesis (Sjamsuhidajat, 2004).
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau
kuman serta terbentuknya makrofag dan
fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase
inflamasi ditandai dengan adanya:
eritema, hangat pada kulit, edema dan
rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-5 (Morris dan
Malt,1995).
Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney menunjukkan hasil signifikansi
= 0,342 (P>0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna jumlah netrofil antara
kelompok hewan coba dengan luka iris
pada hari ke 5 yang diberi terapi oksigen
hiperbarik dan kelompok hewan coba tanpa diberi terapi oksigen hiperbarik.
Ketidak signifikansian penelitian
ini mungkin dikarenakan beberapa
faktor, seperti : adaptasi tikus didalam chamber hiperbarik, lamanya waktu
dalam pemberian terapi oksigen
hiperbarik, lamanya waktu istirahat saat
setelah pemberian terapi oksigen hiperbarik 30 menit pertama ke 30 menit
kedua dan 30 menit ketiga, dapat juga
dikarenakan faktor stress yang dihasilkan oleh kejadian eksternal
(misalnya fisik atau lingkungan) dan
faktor internal (misalnya fisiologis atau
psikologis), yang dimaksud dengan adanya stressor adalah yang dapat
menginduksi perubahan pada
keseimbangan biologis hewan coba (Dany, 2000).
Hasil penelitian terapi oksigen
hiperbarik 2,4 ATA 3x30 menit selama 5 hari, belum menunjukkan hasil yang
signifikan, oleh karena itu mungkin
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan tekanan 2,4 ATA selama 2x30 menit.
Pada hasil penelitian ini terjadi
peningkatan netrofil pada hari ke-5 yang cukup tinggi pada rerata kelompok
hewan coba dengan luka iris hari ke-5
tanpa diberi terapi oksigen hiperbarik
( = 26,63%) dan kelompok hewan coba
dengan luka iris hari ke-5 diberi terapi
oksigen hiperbarik ( = 33,88%), tetapi secara statistik masih belum
menunjukkan hasil yang signifikan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian eksperimental dengan post test only
control group design terbukti dari rerata
bahwa terapi oksigen hiperbarik 2,4 ATA 3x30 menit selama 5 hari dapat
meningkatkan jumlah netrofil darah
pada penyembuhan luka iris hari ke-5, tetapi belum ada perbedaan yang
bermakna secara statistik antara
kelompok hewan coba dengan luka iris
hari ke-5 tanpa diberi terapi oksigen hiperbarik dan kelompok hewan coba
dengan luka iris hari ke-5 diberi terapi
oksigen hiperbarik. Jadi terdapat kecenderungan peningkatan jumlah
netrofil pada rerata dari kelompok
7
hewan coba dengan luka iris hari ke-5
tanpa diberi terapi oksigen hiperbarik
(26,63%) dan kelompok hewan coba dengan luka iris hari ke-5 diberi terapi
oksigen hiperbarik (33,88%).
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian dengan terapi oksigen hiperbarik pada
luka iris dengan 2,4 ATA selama
60 menit. 2. Terapi oksigen hiperbarik selama
3x30 menit belum menunjukkan
hasil yang signifikan, maka perlu
dilakukan penelitian terapi oksigen hiperbarik pada
penyembuhan luka iris selama
2x30 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Apuranto,H et al. 2012.Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Eighth Edition.
DepartemenIlmu kedokteran forensik
dan medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Arjono, A.S. (2004). Petunjuk
Praktikum Patologi Klinik. Surabaya: Laboratorium Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah. Baxter C ; The nomal healing process.
In: New Directions in wound
Healing. Wound care manual ;
February 1990.Princetion, NJ:E.R &Sons,Inc;1990.
Farris and Griffith, 1962 ; Prosedur
Pemeliharaan dan Pengambilan Darah pada Hewan Coba
Penelitian.
Gill, A L and Bell, C N A. 2004.
Hyperbaric Oxygen its Uses, mechanisms of action and
outcomes. Oxford journals.
Available from: URL: http://qjmed.oxfordjournals.org/content/
97/7/385.2.full
Guyton, A.C., Hall, J.E. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Singapore: Elsevier.
Hoediyanto, Hariadi, A. (2012). Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya:
Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikkolegal
Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/202
83057-T%20Nuh%20Huda.pdf
http://www.nursingtimes.net/acute-
wounds-an-overview-of-the-physiological-healing-
process/204990.article
http://www.rsaldrmintohardjo.com/index.php?pg=pelayanan_kubt
Junqueira and Carneiro. 2004. Histologi
Dasar. Edisi 10. Penerbit Buku
Kedokteran ECG. Jakarta. Kumar et al. 2010. Robbins Cotran
Patologic Basis of Disease 8th
edition. Saunders , Elsevier. Philadelphia.
Kusumawati, 2004 ; Bersahabat dengan
Hewan Coba. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
McCulloch, Joseph M., Kloth, Luther
C., Feedar, Jeffry A. 1995.
Wound Healing in Alternatives Management, 2
nd edition. Jean
Francois Vilain. Philadelphia.
Morris P J and Malt R A, edition : Text book of surgery ,Sec.1 Wound
Healing, New York –Oxford-
Tokyo Oxford University Press ;1995.
Notoatmojo S, 2002. Metodologi
Penelitian Kesehatan; Rineka
Cipta, Jakarta. Nugroho, 2010 ; Administrasi Oksigen
Hiperbarik.
Pagana, K.D., Pagana, T.J. (2006). Mosby’s Manual of Diagnostic
and Laboratory Tests. Missouri:
Elsevier.
Rijadi S, R. (2009). Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik.
Surabaya: Lakesla.
Sjamsuhidajat, R., Jong W. (2005). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Steel and Torrie, 1991 :Rumus Besar Sample.
Suriadi. (2004). Perawatan Luka.
Jakarta: CV. Sagung Seto.
Young Barbara et al. 2000. Wheather’s Functional Histology. Fifth
Edition.El Sevier. New York.
8