11
Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018 ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X 140 IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT IN SME? Kanya Ashri Bukhairina 1 , Lily Sudhartio 2 1 Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, [email protected] 2 Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, [email protected] ABSTRAK Latifa Corp. adalah UKM yang bergerak di bidang jasa spa dengan salah satu lini bisnisnya adalah Latifa Home Spa. Problem utama yang dihadapi oleh Latifa Home Spa adalah sistem booking yang masih manual dan terdesentralisasi pada masing- masing business partnernya. Kurangnya kontrol dan sulitnya manajemen pusat dalam memverifikasi laporan pemesanan yang dibuat oleh business partner setiap bulannya berpotensi menciptakan risiko fraud. Untuk meminimalisir hal tersebut, Latifa Corp. membuat sistem IT agar sistem booking menjadi tersentralisasi. Tesis ini merupakan hasil dari proses business coaching yang bertujuan untuk menerapkan konsep System Development Life Cycle (SDLC) waterfall pada pembuatan aplikasi ponsel dan website untuk sistem booking Latifa Home Spa. SDLC akan dipaparkan mulai dari alur tahapan, analisis dan dokumen yang perlu dihasilkan untuk masing - masing tahapan. Tujuan dari penerapan metode SDLC adalah untuk menghindari terjadinya risiko lainnya seperti gangguan bisnis dan kegagalan sistem. Pengumpulan data untuk penulisan ini dilakukan melalui teknik wawancara semi terstruktur, observasi dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Proses Operasional, Asesmen Risiko fraud, SWOT, Kanvas Bisnis Model, Pareto, dan GAP. Kata Kunci: Business coaching, Fraud, Risiko, SDLC, Waterfall. ABSTRACT Latifa Corp. is a SME in spa service field with one of its business line is Latifa Home Spa. The main problem faced by Latifa Home Spa is its booking system still manual and decentralized to each of its business partner. The lack of control and the headquarters difficult to verify the booking summary report that made by the business partner every end of the month, are potentially to create fraud risk. To minimize it, Latifa Corp. is eager to develop information technology (IT) system to centralize the booking system. This paper is the result of business coaching process in order to apply the concept of System Development Life Cycle (SDLC) waterfall on the development of mobile application and website for Latifa Home Spa booking system. The SDLC will be exposed starting from the stages flow, analysis to the documentation that need to be deliver for each of the stage. The purpose of applying the SDLC method is to avoid another risk such as business disruption and system failure. The data in this paper is collected by using semi-structured interview technique, observation and analyzed by using Operational Process, Fraud Risk Assessment, SWOT, Business Canvas Model, Pareto and GAP analysis method. Keywords: Business coaching, Fraud, Risk, SDLC, Waterfall. PENDAHULUAN Latifa Home Spa merupakan salah satu cabang usaha dari Latifa Corp. yang bergerak di bidang penyedia jasa home spa untuk ibu dan anak. Latifa Home Spa memiliki total 24 business partner (cabang) dan 32 talent (terapis) yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatra. Partnership yang diterapkan oleh Latifa Corp. menggunakan sistem franchise dengan biaya sebesar 20 juta yang dibayarkan di muka dan bagi hasil dengan persentase 15 persen untuk masing-masing Latifa Corp. dan business partner, 65 persen untuk talent dan 5 persen untuk zakat. Persentase ini diambil dari nominal order yang diterima oleh business partner setiap bulannya.

IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

  • Upload
    phamdan

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

140

IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT IN

SME?

Kanya Ashri Bukhairina1 , Lily Sudhartio2

1Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, [email protected]

2Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, [email protected]

ABSTRAK Latifa Corp. adalah UKM yang bergerak di bidang jasa spa dengan salah satu lini bisnisnya adalah Latifa

Home Spa. Problem utama yang dihadapi oleh Latifa Home Spa adalah sistem booking yang masih

manual dan terdesentralisasi pada masing- masing business partnernya. Kurangnya kontrol dan sulitnya

manajemen pusat dalam memverifikasi laporan pemesanan yang dibuat oleh business partner setiap

bulannya berpotensi menciptakan risiko fraud. Untuk meminimalisir hal tersebut, Latifa Corp. membuat

sistem IT agar sistem booking menjadi tersentralisasi. Tesis ini merupakan hasil dari proses business

coaching yang bertujuan untuk menerapkan konsep System Development Life Cycle (SDLC) waterfall

pada pembuatan aplikasi ponsel dan website untuk sistem booking Latifa Home Spa. SDLC akan

dipaparkan mulai dari alur tahapan, analisis dan dokumen yang perlu dihasilkan untuk masing - masing

tahapan. Tujuan dari penerapan metode SDLC adalah untuk menghindari terjadinya risiko lainnya seperti

gangguan bisnis dan kegagalan sistem. Pengumpulan data untuk penulisan ini dilakukan melalui teknik

wawancara semi terstruktur, observasi dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Proses

Operasional, Asesmen Risiko fraud, SWOT, Kanvas Bisnis Model, Pareto, dan GAP.

Kata Kunci: Business coaching, Fraud, Risiko, SDLC, Waterfall.

ABSTRACT Latifa Corp. is a SME in spa service field with one of its business line is Latifa Home Spa. The main

problem faced by Latifa Home Spa is its booking system still manual and decentralized to each of its

business partner. The lack of control and the headquarters difficult to verify the booking summary report

that made by the business partner every end of the month, are potentially to create fraud risk. To

minimize it, Latifa Corp. is eager to develop information technology (IT) system to centralize the booking

system. This paper is the result of business coaching process in order to apply the concept of System

Development Life Cycle (SDLC) waterfall on the development of mobile application and website for

Latifa Home Spa booking system. The SDLC will be exposed starting from the stages flow, analysis to the

documentation that need to be deliver for each of the stage. The purpose of applying the SDLC method is

to avoid another risk such as business disruption and system failure. The data in this paper is collected by

using semi-structured interview technique, observation and analyzed by using Operational Process,

Fraud Risk Assessment, SWOT, Business Canvas Model, Pareto and GAP analysis method.

Keywords: Business coaching, Fraud, Risk, SDLC, Waterfall.

PENDAHULUAN

Latifa Home Spa merupakan salah satu cabang usaha dari Latifa Corp. yang

bergerak di bidang penyedia jasa home spa untuk ibu dan anak. Latifa Home Spa

memiliki total 24 business partner (cabang) dan 32 talent (terapis) yang tersebar di

Pulau Jawa dan Sumatra. Partnership yang diterapkan oleh Latifa Corp. menggunakan

sistem franchise dengan biaya sebesar 20 juta yang dibayarkan di muka dan bagi hasil

dengan persentase 15 persen untuk masing-masing Latifa Corp. dan business partner,

65 persen untuk talent dan 5 persen untuk zakat. Persentase ini diambil dari nominal

order yang diterima oleh business partner setiap bulannya.

Page 2: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

141

Industri yang bergerak dibidang jasa seperti, perhotelan dan spa sangat bergantung

kepada penerimaan order sebagai faktor penentu utama dari pendapatan yang diperoleh.

Setiap penyedia jasa harus mempertimbangkan secara matang sistem booking seperti

apa yang ingin diterapkan (Lee, 2018).

Penerapan sistem booking yang berbeda akan menghasilkan risiko yang berbeda

pula. Seperti misalnya sistem booking yang diterapkan oleh Latifa Home Spa dimana

pelanggan yang ingin melakukan pemesanan hanya dapat menghubungi customer

service (CS) melalui SMS, whatsapp atau telepon. Apabila pelanggan sudah sering

memesan, dapat langsung menghubungi business partner terdekat. Untuk pembayaran,

pelanggan dapat melakukan transfer ke nomor rekening dari business partner. Pada

setiap akhir bulan, business partner akan melakukan rekonsiliasi, mengirimkan laporan

dan perolehan bagi hasil kepada Latifa Corp. Dari hasil wawancara dengan pemilik dari

Latifa Corp. Diperoleh informasi bahwa Latifa Corp. sangat menyadari bahwa sistem

booking pada Latifa Home Spa yang masih manual dapat menimbulkan potensi

terjadinya risiko yang diakibatkan oleh penyelewengan order dan pemasukan (fraud)

yang dilakukan oleh pihak internal. Fraud merupakan penggunaan pekerjaan seseorang

untuk pengkayaan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja atau kesalahan

penerapan sumber daya atau aset organisasi (ACFE, 2002) dan internal fraud terjadi

ketika seorang karyawan melakukan kecurangan terhadap organisasinya (Phua et al.,

2005). Menurut survey yang dilakukan oleh KPMG (2016), sebanyak 42% fraud

dilakukan oleh pihak internal dan 61% fraud terjadi dikarenakan lemahnya internal

control.

Fraud yang terjadi pada Latifa Home Spa dapat berbentuk business partner yang

lupa mencatat atau dengan sengaja memanipulasi data dan tidak melaporkan order dari

pelanggan sesuai dengan yang seharusnya. Ditambah dengan Latifa Corp. yang tidak

dapat memverifikasi laporan yang diberikan, dapat semakin memunculkan peluang bagi

business partner untuk melakukan penggelapan. Tidak sesuainya jumlah penerimaan

order yang dilapokan akan berbanding lurus dengan ketidaksesuaian perolehan bagi

hasil. Dua hal tersebut akan berdampak langsung pada pemasukan Latifa Corp. Untuk

meminimalisir potensi terjadinya fraud dan seiring dengan semakin berkembangnya

usaha yang dijalankan oleh Latifa Corp., seperti misalnya Latifa Home Spa yang saat ini

sedang mempersiapkan konsep home spa untuk para ayah dan juga rencana untuk kerja

sama di beberapa negara, Latifa Corp. berencana untuk mengubah sistem manual

tersebut ke sistem Information Technology (IT) sehingga menjadi tersentralisasi dan

dapat lebih termonitor dan terverifikasi oleh Latifa Corp.

IT dirasakan sebagai pendorong utama untuk meningkatkan produktivitas (Lin and

Chuang, 2013). Selain itu, teknologi informasi dapat digunakan untuk otomatisasi

proses bisnis untuk meningkatkan efiesiensi dalam kegiatan operasional (Neirotte et al.,

2016). Menurut daily social.id dalam Start Up Report (2017), saat ini di Indonesia

terdapat 177.9 juta pengguna handphone dan 132.7 juta pengguna internet dengan rata –

rata penggunaan internet dari handphone sebesar 78.91% dan melalui komputer sebesar

4.80%. Menurut survey dari KPMG (2016) sebanyak 47% tidak menggunakan

teknologi IT dalam melakukan fraud.

Selama ini dalam pembuatan sistem IT yaitu aplikasi ponsel dan situs web yang

pernah dilakukan oleh Latifa Corp., semua diskusi dan kesepakatan hanya dilakukan

melalui lisan, sms, atau whatsapp, dan tidak ada dokumentasi tertulis antara Latifa

Corp. dan vendor IT. Hal ini mengakibatkan terjadinya dispute yang berujung pada

pemutusan hubungan kerja sepihak. Selain itu, tidak ada karyawan Latifa Corp. yang

Page 3: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

142

memiliki latar belakang IT, sehingga tidak mengetahui bahwa dalam pembuatan sistem

IT terdapat metode System Development Life Cycle (SDLC).

SDLC adalah pendekatan bertahap untuk melakukan analisis dan membangun

rancangan sistem dengan menggunakan siklus yang spesifik terhadap kegiatan pengguna

(Kendall, 2006). SDLC terdiri dari 4 (empat) langkah kunci, yaitu, perencanaan dan

seleksi, analisis, desain, implementasi dan operasional (Valacich, George, & Hoffer,

2012). SDLC memiliki beberapa metodologi. Metodologi dari SDLC yang paling tua

dan banyak diketahui adalah waterfall. Waterfall terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu

Requirement Analysis, Design, Development, Testing, dan Maintenance (Pressman,

2015). Dimana setiap tahapan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dapat berlanjut

ke tahapan selanjutnya. Masing – masing dari tahapan tersebut memiliki dokumen yang

harus dideliver baik oleh user maupun vendor. Dokumen ini akan menjadi kesepakatan

dan pedoman antara vendor dan Latifa Corp. dalam pembuatan aplikasi ponsel.

Tanpa analisis yang mendalam dan dokumentasi yang lengkap pembuatan aplikasi

ponsel dan situs web dapat berpotensi menimbulkan risiko terganggunya bisnis dan

kegagalan sistem. Risiko ini dapat terjadi akibat kegagalan sistem (perangkat keras atau

perangkat lunak) .Untuk meminimalkan risiko dalam pembuatan sistem IT, organisasi

dapat menggunakan proses yang terintegrasi dan menyeluruh dalam SDLC. Untuk

mencapai tujuan ini organisasi juga perlu mendapat dukungan luas dan partisipasi

manajer, anggota dan pejabat organisasi (Tohidi, 2011).

Permasalahan yang dihadapi oleh Latifa Corp adalah: bagaimana meminimalisir

potensi risiko fraud pada sistem booking di Latifa Home Spa dengan pembuatan aplikasi

ponsel dan situs web dengan metode SDLC waterfall?

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pelaksanaan business coaching pada

Latifa Home Spa adalah: meminimalisir potensi risiko fraud pada sistem booking di

Latifa Home Spa dengan pembuatan aplikasi ponsel dan situs web dengan metode

SDLC waterfall.

TINJAUAN LITERATUR

SDLC adalah sebuah proses memahami bagaimana Sistem Informasi dapat

mendukung kebutuhan bisnis, merancang sistem, membangun sistem, dan

memberikannya kepada pengguna (Dennis, Wixom, & Tegarden, 2005).

Menurut Rosa dan Shalahudin (2014) model waterfall sangat cocok untuk pemula

yang baru pertama kali mengenal SDLC karena model yang memiliki nama lain “Linear

Sequential Model” ini, melalui tahap demi tahap secara berurutan dan harus menunggu

tahap sebelumnya selesai sebelum dapat lanjut ke tahap sesudahnya. Model waterfall

adalah model klasik yang bersifat sistematis dan berurutan dalam membangun software

(Pressman, 2015).

Page 4: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

143

Gambar 1. Alur SDLC Waterfall

Sumber: Pressman, 2015.

Requirement Analysis

Tahapan ini berisikan aktifitas yang berkaitan dengan pengumpulan dan analisis

permintaan (requirement gathering) dari user. Fase requirement gathering merupakan

fase paling kritikal dari SDLC. Kesalahan atau kekurangan pada requirement dapat

menyebabkan produk yang tidak lengkap, meskipun fase berikutnya berjalan dengan

sangat baik (Alshazly et al., 2014).

Analisis yang dilakukan terhadap requirement dari user yaitu mendefinisikan

kebutuhan system, menentukan prioritas kebutuhan system, dan mereview rekomendasi

terhadap pihak manajemen. Dokumen yang dihasilkan (deliverables) berupa URD (User

Requirement Document).

Dokumen URD mendefinisikan kemampuan perangkat lunak yang diinginkan

(Morgan, 1999). Penulisan URD yang jelas dan mendetail sangat penting dan

menentukan kualitas dari sistem yang dihasilkan (Aurum et al., 2005). Karena itu, jika

analis atau programmer tidak memiliki pemahaman yang sama tentang requirement

tersebut, hasil dari sistem atau aplikasi yang dibangun tidak akan memuaskan kebutuhan

dan keinginan user (Thomas, 2005).

Design

Tahapan desain berisikan aktifitas: mendesain alur data, arsitektur dari sistem yang

akan dibangun dan user interface (UI).

UI merupakan sebuah antar muka yang berisikan kumpulan teknik dan mekanisme

untuk berinteraksi dengan sesuatu (Galitz, 2007). Shneiderman (1998) mengemukakan

8 (delapan) aturan yang disebut dengan Eight Golden Rules of Interface Design, yaitu:

konsistensi, memungkinkan pengguna untuk menggunakan shortcut, memberikan

umpan balik yang informatif, merancang dialog untuk menghasilkan suatu penutupan,

memberikan penanganan kesalahan yang sederhana, mudah kembali ke tindakan

sebelumnya, mendukung tempat pengendali internal (internal locus of control), dan

mengurangi beban ingatan jangka pendek

Tahapan ini dilakukan oleh programmer namun dalam mendesain UI akan

berkolaborasi dengan user. Apabila user setuju dengan desain yang diberikan oleh

programmer, maka akan berlanjut ke tahapan development.

Dokumen yang dihasilkan adalah FSD (Functional Spesification Document) yaitu

dokumen yang berisi tentang spesifikasi fungsional sistem biasanya berupa desain dari

screen, keterangan mengenai field yang terdapat pada screen (panjang dari field, tipe

data dari field, dan beberapa tersebut dan alur dari screen tersebut.

Development

Tahap development merupakan tahapan mengkonversi alur logic menjadi source

code, pembuatan algoritma, dan membuat sistem yang sebenarnya. Tahapan ini

dilakukan oleh programmer. Adapun dokumen yang dihasilkan (Deliverables)

berupa source code. Source code merupakan suatu kode yang bersifat statis, tekstual,

mudah dibaca manusia, dan penuh akan deskripsi program komputer yang dapat

dijalankan dan dijadikan bentuk yang dapat dieksekusi secara otomatis (Binkley, 2017).

Page 5: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

144

Testing

Tahap testing merupakan tahap pengujian sistem perangkat lunak yang telah

dibangun. Pengujian perangkat lunak merupakan pengeksekusian program terhadap

skenario tes yang telah disusun dengan maksud untuk mengungkapkan kesalahan.

Sebuah kesalahan adalah jika program tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan

atau jika itu melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan (Myers et al., 2011).

Pengujian perangkat lunak merupakan kegiatan penting dalam penjaminan mutu

sebagian besar produk perangkat lunak (Deak et al., 2016).

Pengujian yang dilakukan paling sedikit ada 2 yaitu: SIT (System Integration Test)

test yang dilakukan oleh pembuat sistem tersebut untuk memastikan bahwa antar sistem

sudah terintegrasi dengan baik dan UAT (User Acceptance Test) test yang dilakukan

oleh user untuk memastikan bahwa sistem yang dibuat sudah sesuai dengan keinginan

user.

Dokumen yang disampaikan (deliverables) berupa Test Case yaitu dokumen yang

terdiri dari satu set input dan output yang diharapkan untuk sebuah program (Myers et

al., 2011) dan Test Result (hasil dari pengujian yang dilakukan berupa print screen dari

layar sesuai dengan alur skenario yang dijalankan).

Maintenance

Tahapan maintenance biasa juga disebut deployment. Deployment merupakan

tahapan implementasi software ke customer, pemeliharaan software secara berkala,

perbaikan software, evaluasi software dan pengembangan software berdasarkan umpan

balik yang diberikan agar sistem dapat tetap berjalan dan berkembang sesuai dengan

fungsinya (Pressman, 2015).

METODE PENELITIAN

Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian business coaching ini dilakukan

dengan metode kualitatif. Penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif antara

lain bertujuan untuk dapat mengembangkan konsep penelitian dengan lebih jelas,

menetapkan prioritas, mengembangkan definisi operasi, dan memperbaiki desain akhir

penelitian (Cooper & Schindler, 2006).

Menurut Cooper & Schindler (2006), terdapat beberapa pendekatan dalam

mengerjakan penelitian yang dilakukan dengan metode kualitatif. Beberapa pendekatan

tersebut antara lain: wawancara secara mendalam pada individu, melakukan observasi

secara langsung, analisis dokumen untuk melakukan evaluasi.

Wawancara adalah alat penelitian yang hebat dan sarana pengumpulan data yang

sangat baik. Tetapi penuh dengan kesulitan seperti: kurangnya kepercayaan, kurangnya

waktu, perbedaan kedudukan, ambiguitas penggunaan kata, dan wawancara bisa

berjalan tidak lancar (Myers et al., 2011).

Ada berbagai jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur, wawancara tanpa

terstruktur atau semi terstruktur, dan wawancara kelompok (Fontana & Frey, 2000).

Wawancara yang akan dilakukan dengan menggunakan semi-terstruktur, yakni

wawancara yang dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan tertentu yang telah disiapkan

sebelum dilakukan wawancara, yang nantinya akan diikuti dengan pemikiran dari

peserta wawancara (Cooper & Schindler, 2006). Pewawancara harus selalu

menggunakan naskah yang tidak lengkap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

Page 6: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

145

wawancara membutuhkan keterbukaan, fleksibilitas dan improvisasi (Myers &

Newman, 2007).

Selain wawancara, dalam penelitian business coaching ini juga dilakukan observasi

secara langsung terhadap Latifa Corp.. Observasi secara langsung ini dilakukan untuk

mengetahui dan merasakan secara langsung apa yang dialami oleh obyek penelitian

dalam situasi yang sebenarnya (Cooper & Schindler, 2006). Hasil pengambilan data dari

observasi secara langsung ini akan menghasilkan data primer. Menurut Sugiyono

(2008), pada dasarnya kegiatan observasi dibagi menjadi dua jenis yang berbeda, yaitu

observasi yang terstruktur dan tidak terstruktur. Observasi terstruktur adalah observasi

yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan

dimana tempatnya, lebih sempit dan terarah. Sedangkan observasi tidak terstruktur

adalah observasi yang tidak disiapkan secara sistematis tentang apa yang akan

diobservasi.

Selain data primer yang didapatkan dari wawancara dan observasi langsung

business coaching ini juga mengumpulkan data sekunder. Data sekunder yang diperoleh

dilakukan dengan studi literatur, antara lain melalui artikel ilmiah, buku, dan internet.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Dalam

melakukan analisis data secara kualitatif, digunakan alat bantu yaitu Asesmen risiko

fraud. Menurut Sadgrove (2015), kerentanan suatu perusahaan terhadap risiko fraud

dapat dianalisis melalui Risk Assessment. Risk Assesment berisikan sekumpulan

pertanyaan yang disusun untuk mengetahui kerentanan perusahaan terhadap suatu

risiko. Pertanyaan ini disusun berdasarkan topik yang ingin diamati. Jumlah dan jenis

pertanyaan serta bobot poin dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan

Tabel 1. Risk Assesment Fraud Latifa Home Spa

Topik Pertanyaan Y/N Point

Aset

1. Apakah perusahaan memiliki Asset berharga untuk dicuri? Y 1

2. Apakah ada rahasia komersil dari perusahaan anda yang diinginkan

oleh kompetitor? Y 1

Karyawan

3. Apakah ada karyawan tertentu yang bertanggung jawab untuk financial

yang tidak diawasi? Y 1

4. Apakah ada karyawan yang memiliki tanggung jawab financial yang

berat? Y 1

5. Apakah ada karyawan yang memiliki hubungan dekat dengan supplier

atau pelanggan? N 0

6. Apakah ada karyawan yang memamerkan kekayaan lebih dari

pendapatan yang dihasilkan? N 0

7. Apakan karyawan tidak mengambil liburan? Y 1

Sistem

8. Apakah pencatatan record perusahaan buruk? Y 1

9. Apakah ada kekurangan dalam sistem atau prosedur yang

memungkinkan terjadinya fraud? Y 1

10. Apakah manajemen tidak ada mekanisme pemeriksaan secara

menyeluruh dan berkala? Y 1

11 Apakah organisasi tidak pernah mengadakan audit untuk fraud? Y 1

Total : 9

Sumber: Olahan Penulis, 2017.

Dari total 11 pertanyaan assessment risiko untuk Latifa Home Spa diatas, dilakukan

pembagian bobot poin sebagai berikut: 0-4 poin : Low Risk, 5-8 poin : Moderate Risk,

Page 7: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

146

dan 9-11 Poin : High Risk. Dari hasil tabel di atas diperoleh total 9 poin yang

menunjukkan bahwa Latifa Home Spa sangat rentan terhadap risiko fraud.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk meminimalisir potensi risiko fraud pada sistem booking Latifa Home Spa

yang masih menggunakan sms, telepon atau whatsapp dan terdesentralisasi ke masing –

masing business partner, serta tidak dapat terverifikasinya laporan penerimaan order

dan bagi hasil dilakukan perubahan sistem order menjadi tersentralisasi di Latifa Corp.

Untuk dapat mengakomodir perubahan yang diinginkan pada sistem booking dilakukan

pembuatan sebuah aplikasi ponsel yang terintegrasi dengan situs web.

Untuk menghindari dispute yang dapat terjadi dengan Vendor IT dalam

pembuatan suatu aplikasi ponsel dan situs web, diperlukan adanya transparansi dan

dokumentasi yang terstuktur dengan menerapkan SDLC waterfall.

Requirement Analysis

Proses requirement gathering dan analisis dengan Latifa Corp. meliputi temu muka

dan diskusi antara coach, CEO dan GM dari Latifa Corp.. Proses diskusi dilakukan

dengan menampung semua requirement mengenai aplikasi dan situs web yang ingin

dibangun. Setelah ditampung, dilakukan analisis dan seleksi guna menentukan prioritas

mana yang perlu dibangun saat ini, atau yang dapat digantikan dengan cara lain. Sebelum

melakukan seleksi, harus dilakukan penilaian mulai dari kegunaan hingga biaya. Seperti

misalnya yang terjadi Latifa Corp., dimana pada awalnya ingin menggunakan payment

gateway agar memiliki e-wallet (seperti gopay pada gojek) agar memudahkan pelanggan

dan talent dalam melakukan dan menerima pembayaran. Namun setelah dilakukan

pendalaman diperoleh bahwa jika menggunakan payment gateway akan menambah cost

pada operasional yang belum berbanding lurus dengan pendapatan yang dihasilkan.

Selain itu Latifa Corp. ingin aplikasinya dapat diakses di Negara lain (seperti misalnya

grab bike) namun dengan pertimbangan bahwa Latifa Home Spa belum beroperasi di

Negara lain, sehingga requirement tersebut dibatalkan.

Requirement yang dihasilkan dari proses diskusi tersebut kemudian dituangkan

dalam User Requirement Document (URD). URD kemudian dikirimkan kepada vendor

dan vendor akan mengirimkan Vendor’s Quotation. Berdasarkan hasil presentasi dan isi

dari vendor’s quotation akan dilakukan penilaian guna memilih dan menentukan vendor

yang akan melakukan pembuatan aplikasi. URD akan kembali didiskusikan dengan

vendor terpilih.

Diskusi dilakukan untuk mementukan solusi terbaik atau alternative lain dari yang

sudah ditawarkan oleh vendor. Selama diskusi berlangsung, tidak menutup kemungkinan

URD akan berubah, berkurang atau bertambah. Hal ini akan berkaitan dan berbanding

lurus dengan harga yang harus dibayar. Perubahan yang terjadi pada URD Latifa Home

Spa adalah pada sistem One Time Password (OTP). Pada awalnya yang diinginkan

adalah OTP ke nomor ponsel pelanggan / talent namun dengan adanya penawaran dari

vendor untuk pengiriman OTP ke alamat email dengan free of charge, maka dilakukan

perubahan.

Setelah URD difinalisasi akan dilakukan penandatanganan yang menandakan bahwa

requirement sudah dikunci dan disepakati oleh Latifa Corp. dan Vendor. Vendor

melakukan development dan desain aplikasi berdasarkan URD tersebut. Adapun

Page 8: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

147

perubahan yang terjadi setelahnya dapat dikenai biaya tambahan sesuai kesepakatan

kedua belah pihak.

Design

Untuk desain, Latifa Corp. tidak memiliki permintaan khusus dalam arti

membebaskan vendor dalam melakukan desain. Latifa Corp. tidak ingin membatasi

vendor dalam berkreasi selama semua tombol, layar, dan fungsional yang disebutkan

dalam URD sudah terpenuhi.

Proses desain akan dilakukan setelah Surat Perintah Kerja (SPK) ditandatangani dan

pembayaran tahap pertama dilakukan. Vendor akan mengirimkan dokumen FSD dan

Latifa Corp. akan melakukan analisis dan verifikasi dari desain yang diberikan vendor.

Apabila masih belum sesuai, maka Latifa Corp. dapat menuliskan pertanyaan ataupun

perbaikan yang perlu dilakukan oleh vendor pada Review Feedback Form (RFF). Vendor

akan menuliskan tindak lanjut yang dilakukan pada dokumen tersebut dan melakukan

perbaikan pada desain.

Development

Pada proses ini, vendor yang ditunjuk oleh Latifa Corp. yang akan mengerjakan

proses pembuatan aplikasi ponsel dan situs web, Latifa Corp. hanya akan menyediakan

Logo, template report, dan dokumen standar lainnya yang diperlukan oleh vendor.

Testing

Adapun kegiatan yang dilakukan Latifa Corp. dalam tahap ini, antara lain: membuat

skenario pengujian, melakukan pengujian sistem (UAT), dan mendokumentasikan hasil

dari UAT. Apabila terdapat defect (kesalahan atau ketidaksesuaian) perlu dilaporkan

kepada vendor IT agar segera diperbaiki dan dilakukan pengujian ulang.

Maintenance

Tahap ini dimulai pada saat aplikasi selesai dibangun dan siap untuk diluncurkan

(go live). Sebelum diluncurkan kepada pelanggan atau talent harus dilakukan

sosialiasasi dengan cara mengirimkan pemberitahuan kepada business partner, talent

dan pelanggan. Pengiriman dapat melalui email, sms, whatsapp ataupun di media sosial.

Untuk business partner dan talent dapat disertakan pula user manual penggunaan

aplikasi. Jika sosialisasi dan user manual dinilai belum cukup, dapat pula dilakukan

training.

Dengan adanya aplikasi ponsel untuk sistem booking pada Latifa Home Spa,

terdapat perubahan pada proses operasional dari Latifa Corp. dan juga Canvas Business

Model. Selain perubahan tersebut, Latifa Corp. juga akan memiliki ilmu baru mengenai

SDLC (System Development Life Cycle) waterfall, bagaimana analisis dan dokumen

yang dihasilkan pada setiap tahapannya

Proses operasional pada Latifa Home Spa berubah menjadi lebih efektif, efisien dan

tersentralisasi dimana proses booking dari pelanggan dan penerimaan order oleh talent

dilakukan melalui aplikasi ponsel. Sebelum dapat menerima order, talent harus terlebih

dahulu mengisi saldo (e-wallet). Setiap kali talent menerima order, saldo terapis akan

dipotong oleh sistem sebanyak 35% dari total yang harus dibayar oleh pelanggan.

Setelah jasa selesai diberikan pelanggan dapat memberikan rating dengan bintang dan

komentar untuk mereview hasil kerja dari talent.

Page 9: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

148

Setiap order yang diterima dan berhasil diselesaikan oleh talent akan dicatat oleh

sistem dan dikirimkan ke dalam server. Server akan mengolah catatan booking tersebut

menjadi suatu laporan harian dan bulanan yang dapat dilihat pada situs web. Pada awal

bulan, Latifa Corp. akan melakukan proses pembayaran bagi hasil ke business partner

berdasarkan perhitungan pada laporan bagi hasil yang sudah diolah secara otomatis oleh

sistem. Dengan berubahnya proses operasional ini, maka potensi terjadinya risiko fraud

menjadi semakin minim.

Canvas Business Model Latifa Home Spa ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. Perubahan Canvas Business Model Pada Latifa Home Spa

Sumber: Olahan Penulis, 2017.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Untuk meminimalisir risiko fraud yang terjadi pada sistem booking Latifa Home

Spa, Latifa Corp. membangun aplikasi ponsel dan situs web. Sistem booking Latifa

Home Spa akan mengalami perubahan menjadi tersentralisasi sehingga penerimaan

order dan bagi hasil dapat dikontrol dan diverifikasi oleh Latifa Corp.

Dalam pembuatan sistem IT diperlukan adanya kerja sama, transparansi dan

dokumentasi yang terstuktur. Semua permintaan, perubahan, atau penambahan yang

terjadi tercatat dengan detail, disepakati, dan dipahami bersama guna menghindari

terjadinya dispute dan pemutusan kerja sepihak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

menerapkan metode SDLC waterfall dimulai dari tahapan requirement analysis hingga

maintenance. Menjalankan setiap tahapan secara terstruktur dan dokumentasi yang

tertata rapi untuk setiap tahapan yang dilalui, akan memudahkan dalam melakukan trace

back apabila terjadi defect pada saat aplikasi digunakan oleh customer nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arum, A., & Wohlin, C. (2005). Engineering and Managing Software Requirements.

USA: Springer-Verlag New York, Inc.

Alshazly, A. A., Elfatatry, A. M., & Abougabal, M. S. (2014). Detecting defects in

software requirements specification. Alexandria Engineering Journal, 53(3), 513-

Page 10: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

149

527. Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1110016814000568

Association of Certified Fraud Examiners. (2002). Report to The Nations on

Occupational Fraud and Abuse. Tersedia di: http://www.acfe.com/rttn-2012.aspx

Binkley, D. (2007). Source code analysis: a road map. In: Proceedings of the workshop

on the future of software engineering collocated with the international conference

on software engineering. Minneapolis, MN, USA, 104–119. Tersedia di:

https://ieeexplore.ieee.org/document/4221615/

Biro Pusat Statistik. (2015). Statistik Solus Per Aqua (SPA). Jakarta: CV Marshadito

Intan Prima.

Budijanto & Didik Djunaedi9, Penerjemah. Jakarta: Media Global Edukasi.

Carr, N. G. (2003). IT doesn’t matter. USA: Harvard Business Review (May 2003 ed.).

Educ. Rev. 38, 24–38.

Cooper, D.R., & Schindler, P.S. (2006). Metode Riset Bisnis (Edisi ke-9).

Dailysocial.id. (2017). Startup Report Presentation Slide. Indonesia. Tersedia di:

https://dailysocial.id/report/post/startup-report-2017

Deak, A., Stålhane, T., & Sindre, G. (2016). Challenges and strategies for motivating

software testing personnel. Information and software Technology, 73, 1-15.

Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0950584916000045

Dennis, A., Wixom, B. H., & Tegarden, D. (2005). Systems Analysis And Design with

UML Vesion 2.0 (2nd ed.). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Fontana, A., & Frey, J. H. (2000). The interview: from structured questions to

negotiated text. Handbook of qualitative research (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage.

Galitz, W. O. (2007). The Essential Guide to UI Design (3rd ed.). USA: Addison-

Wesley.

Lee, M. (2018). Modeling and forecasting hotel room demand based on advance

booking information. Tourism Management, 66, 62-71. Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0261517717302431

Lin, W. T., & Chuang, C. H. (2013). Investigating and comparing the dynamic patterns

of the business value of information technology over time. Eur. J. Oper. Res. 228,

249–261. Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0377221713000532

Morgan-Thomas, A. (2016). Rethinking technology in the SME context: Affordances,

practices and ICTs. International Small Business Journal, 34(8), 1122-1136. Tersedia di: http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0266242615613839

Myers, M. D., & Newman, M. (2007). The qualitative interview in IS research:

Examining the craft. Information and organization, 17(1), 2-26. Myers, G.J., Sandler, C., & Badgett, T. (2011). The Art of Software Testing (3rd ed.).

USA: Wiley Publishing.

Neirotti, P., & Ragueso, E. (2016). On the contingent value of IT-based capabilities for

the competitive advantage of SMEs: Mechanisms and empirical evidence.

Information & Management, 54, 139–153. Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0378720616300519

Shneiderman, B. (1998). Designing the User Interface – Strategies for Effective Human-

Computer Interaction (3rd ed.). USA: Addison-Wesley.

Page 11: IS SDLC WATERFALL APPLICABLE FOR IT DEVELOPMENT …cmbs.untar.ac.id/images/prosiding/2018/023_CMBS2018_Kanya-Lily.pdfConference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara,

Conference on Management and Behavioral Studies Universitas Tarumanagara, Jakarta, 25 Oktober 2018

ISSN NO: 2541-3406 e-ISSN NO: 2541-285X

150

Tohidi, H. (2011).The Role of Risk Management in IT systems of organizations.

Procedia Computer Science, 3, 881–887. Tersedia di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877050910005193

Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Business Model Generation Terjemahan

Indonesia. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Phua, C., Lee, V., Smith, K., & Gayler, R. (2010). A comprehensive survey of data

mining-based fraud detection research. arXiv preprint arXiv:1009.6119.

Pressman, R. S. (2015). Software Engineering: A Practitioner’s Approach (8th ed.).

USA: McGraw-Hill Education.

Rosa A. S., & Shalahuddin, M. (2013). Rekayasa Perangkat Lunak. Bandung:

Informatika.

Sadgrove, K. (2005). The complete guide to business risk management (2nd ed.). United

Kingdom: Publisher Gower.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Valacich, G., & Hoffer. (2012). Essentials of Systems Analysis and Design (5th ed.).

New Jersey, USA: Prentice Hall.

BIODATA

Kanya Ashri Bukhairina, Pendidikan S2 diselesaikan di Magister Manajemen

Universitas Indonesia dengan peminatan Manajemen Risiko. Pendidikan S1

diselesaikan di Universitas Gunadarma dengan jurusan Teknik Informatika. Dan

saat ini bekerja sebagai IT Business Analyst di PT Bank Central Asia, tbk

Lily Sudhartio, Pendidikan S3 diselesaikan di Universitas Indonesia. Pendidikan S2

diselesaikan di TMI ITB Pendidikan S1 diselesaikan di Universitas Indonesia. Saat

ini menjabat sebagai komisaris utama di PT. Sequis Life.