Upload
ilwi
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
1/13
ILWI Buletin No 04-2009 1
uletin
ILWI ( Indonesian Land
reclamation & Water management
Institute), adalah sebuah lembaga kajian
dibidang reklamasi dan pengelolaan air.
Lembaga ini berupaya untuk
menyebarkan informasi dan
pengetahuan di bidang reklamasi &
pengelolaan air kepada masyarakat.
Salah satunya dengan penerbitan
buletin.
Buletin ini kami kirimkan
secara gratis. Tulisan, saran dan
pemberitaan media menjadi bagian dariisi buletin ini.
Alamat :
Jl. Rajawali II No. 5A
Manukan, Condong Catur
Yogyakarta 55283
atau
P.O. Box 7277/JKSPM
Jakarta Selatan 12072
Email :[email protected]
No : 04-2009
Oktober 2009
Cengkareng drainQ = 510 m3/s(JICA 1997)
BKBQ=500 m3/s(JICA 1997)
BKTQ=390 m3/s
Cengkareng drainQ = 510 m3/s(JICA 1997)
BKBQ=500 m3/s(JICA 1997)
BKTQ=390 m3/s
MENGHADANG
LANDSUBSIDENCE &
SEA LEVEL RISE
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
2/13
ILWI Buletin No 04-2009 2
Pengantar Redaksi
Pembaca yang budiman, DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan daerah yang paling padatpenduduknya di Indonesia, tampaknya sudah kelelahan menanggung beban. Ibarat orang yangsudah tua renta, Jakarta tak mempunyai tenaga yang cukup untuk menyelesaikan permasalahan yangsemakin melilit kota ini. Lihat saja masalah-masalah seperti keruwetan transportasi, banjir, polusiudara, dan lain-lain, sampai saat ini belum ada penyelesaian yang efektif.
Pembaca, secara peralahan-lahan namun pasti Jakarta juga mulai terancam masalah lainyang lebih serius, yaitu amblesan dan kenaikan muka air laut. Jika tak segera diambil langkah yang
tepat, hanya dalam hitungan puluhan tahun lagi, bisa dipastikan Jakarta Utara akan terendam airlaut. Ini tentu sangat mencemaskan. Keresahan akan kemungkinan inilah yang membuat kamimengangkat permasalahan ini dalam salah satu tema buletin kali ini.
Masih berkaitan dengan masalah air, kami juga mengulas tentang semakin terbatasnyaketersedian air bersih. Menurut perkiraan tahun 2009 ini adalah tahun terakhir di mana ketersediaanair di DKI Jakarta masih bisa melebihi kebutuhan air warganya. Selepas tahun ini, kemungkinanbesar kebutuhan air di DKI Jakarta akan mulai melaju melebihi jumlah ketersediaan air di Jakarta.
Jakarta yang semakin tenggelam dan Jakarta menjelang defisit air bersih, adalah dua temamenarik yang kami angkat dalam kesempatan kali ini. Tanpa bermaksud mendramatisir keadaan,tulisan-tulisan kami bermaksud untuk menggugah pembaca agar lebih memberi perhatian terhadapdua permasalahan itu. Harus ada upaya yang cepat, terarah dan konsisten agar Jakarta bisa lebihsiap menghadapi permasalahan tersebut.
Sama seperti masalah berat lainnya di Jakarta, pemerintah daerah tak bisa berjalan sendirian
menyelesaikan permasalahan ini. Persoalan ini muncul karena akumulasi pengelolaan yang tidakteratur selama puluhan tahun. Karena itu setiap warga Jakarta seharusnya mulai berperilaku positifdalam mendukung sekaligus mengurangi beban persoalan yang ada.
Pembaca, dalam rangka menggugah perasaan untuk bersama-sama berbuat untukmenyelamatkan kota Megapolitan ini, maka kami mengangkat topik ini dalam Buletin ILWI Nomor 4ini. Semoga kita bisa menemukan langkah bersama untuk membawa Jakarta menjadi satu daerahyang nyaman dan aman. Dalam kesempatan ini kami juga Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri,Mohon Maaf lahir dan Batin.
Redaksi ILWI
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
3/13
ILWI Buletin No 04-2009 3
Amblesan dan Kenaikan Muka Air Laut Mengancam Jakarta
PERLU TANGGUL LAUT DI PANTURA JAKARTA
Amblesan dan kenaikan muka air laut mulai mengancam ibukota. Pembangunan tanggul yang terintegrasi
dengan reklamasi, mungkin dapat membantu mengamankan Jakarta Utara. Keberadaan kawasan baru ini
bisa pula dimanfaatkan untuk memperbaiki sistim tata air Jakarta secara keseluruhan..
Bagi Anda yang sering wira-wiri di jalan-jalan
di Jakarta Utara, mungkin tak pernah menyangka kalau
sekitar 30 tahun yang akan datang, jalan tersebut
mungkin akan ditenggelamkan air laut. Ini tentu bukan
mengada-ada, kenyataannya memang jalan-jalan di
daerah tersebut mengalami penurunan cukup tinggi
setiap tahunnya.Bisa mencapai 8 cm per tahun
Ini artinya selama tiga puluh tahun ke depan
jalan ini akan ambles setidaknya sedalam 2,5 meter.
Kenyataan ini sangat mencemaskan, apalagi saat ini
saja banyak daerah di Jakarta Utara sudah berada dibawah permukaan air laut. Bisa dibayangkan dalam 30
tahun yang akan datang air laut tak akan bisa tertahan
lagi akan menerjang sebagian kawasan Jakarta.
Apalagi musuh Jakarta tak hanya amblesan,
kecenderungan global berupa kenaikan muka air laut
juga menjadi momok yang menakutkan, yang tentunya
akan menambah daya jangkau air laut menembus
daratan.
Situasi teluk Jakarta
Selama ini menurut pemantauan yang sudah
dilakukan, setiap tahunnya wilayah Jakarta mengalami
amblesan rata-rata berkisar 5 cm per tahun dengandaerah paling tinggi laju amblesannya adalah di Kapuk,
Kamal, Cengkareng dan Jalan Daan Magot. Secara
keseluruhan memang kondisi muka tanah di Jakarta
sudah sangat mengkawatirkan. Saat ini saja sudah lebih
dari 40 % wilayah Jakarta berada dibawah permukaan
laut.
Jika kondisi semacam ini terus berlangsung,
semakin cepat meluas wilayah ibukota yang berada di
bawah permukaan laut. Kondisi Jakarta sekarang ini
mirip dengan yang terjadi di negeri Belanda. Di negara
Kincir Angin ini, sebagian besar wilayahnya jauh
berada dibawah permukaan air laut. Untungnya,
dengan teknologi yang mereka miliki, Belanda bisa
membentengi wilayahnya dengan tanggul.
Pertanyaannya adalah apakah hal yang sama
bisa dilakukan di Jakarta ? Menurut Sawarendro,
praktisi reklamasi dan pengelolaan air, hal itu sangat
memungkinkan. Jika tidak segera dilakukan maka
sebagian kawasan Jakarta Utara akan mulai
ditinggalkan penduduknya dalam 20 sampai 40 tahun
kedepan, ujarnya. Pembangunan tanggul laut itu bisadilakukan sebagai bagian dari reklamasi Pantai Utara
(pantura) Jakarta. Dalam pengembangan tanggul laut
ini ada beberapa hal teknis yang perlu diperhatikan.
Pertama tentu saja keberadaan Jakarta yang
memang wilayahnya banyak yang berada dibawah
permukaan laut. Disamping itu perlu juga
mempertimbangkan keberadaan dari tiga aliran sungai
yang mempunyai debit cukup besar Cengkareng Drain,
Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur
(BKT). Juga perlu diperhatikan pula adanya
Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Sunda Kelapa,
yang menjadi tempat keluar masuknya transportasi
kapal.
Secara keseluruhan pembangunan tanggul itu
harus dikaitkan dengan reklamasi di pantura Jakarta
serta sistim tata air yang sudah ada sekarang. Sehingga
reklamasi dan tanggul yang dibangun, sekaligus
memperbaiki sistem tata air yang ada saat ini, kata
alumni Technische Universiteit Delft, Belanda ini.
Usulan Konsep sistim tata air mendatang
CengkarengdrainQ = 510 m3/s(JICA 1997)
BKBQ=500 m3/s(JICA 1997)
BKT
Q=390 m3/s
CengkarengdrainQ = 510 m3/s(JICA 1997)
BKBQ=500 m3/s(JICA 1997)
BKT
Q=390 m3/s
Laut
Wilayah
ProvDKI
Jakarta
WadukRetensidiluar wilayahDKI Jakarta
13 Sungai
BKT
BKB
Area Reklamasi Pantai
Daerah
Rendah
Daerah
Cukup
Tinggi
Daerah
Rendah
TanggulLaut
Wadukpadasistempolder
Situ/Waduk
Pompa
Pintu air / pompa
Tanggullaut
Pelabuhan existing
Laut
Wilayah
ProvDKI
Jakarta
WadukRetensidiluar wilayahDKI Jakarta
13 Sungai
BKT
BKB
Area Reklamasi Pantai
Daerah
Rendah
Daerah
Cukup
Tinggi
Daerah
Rendah
TanggulLaut
Wadukpadasistempolder
Situ/Waduk
Pompa
Pintu air / pompa
Tanggullaut
Pelabuhan existing
Situ/Waduk
Pompa
Pintu air / pompa
Tanggullaut
Pelabuhan existing
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
4/13
ILWI Buletin No 04-2009 4
(Sumber:Seminar Jakarta Berkelanjutan Juli 2009)
Jika mengacu pada Peraturan Presiden
(Perpres) 54, Tahun 2008, tentang Tata Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur, maka reklamasi bisa dilakukan
hingga kedalaman -8 meter dibawah permukaan laut.
Kawasan reklamasi ini sebisa mungkin bisa
melengkapi kekurangan sistem tata air yang ada di
Jakarta. Karena kondisi Jakarta saat ini sangat susah
untuk secara radikal melakukan perubahan sistem tataair.
Sebagai contoh, nantinya kawasan perairan
diantara pulau reklamasi dan daratan dapat
dimanfaatkan sebagai retensi tambahan. Ini secara tidak
langsung bisa menjadi pengganti kekurangan rasio
badan air yang ada di Jakarta Utara. Ini sangat
menguntungkan bagi kota metropolitan ini secara
keseluruhan, karena keberadaan retensi ini pasti akan
memperbaiki sistem pengelolaan banjir di masa yang
akan datang.
Disamping itu waduk atau sungai-sungai yang
mengalir di daerah reklamasi diharapkan lebih bersih
dari yang sekarang ada di Jakarta, sehingga bisa
dimanfaatkan sebagi sumber air baku bagi warga
ibukota. Seperti diketahui bahwa semakin lama Jakarta
semakin mengalami penurunan jumlah sumber air
baku secara signifikan (lihat : Semakin Tercemar
Semakin Terbatas).
Keuntungan lain dengan adanya sistem
reklamasi dan tanggul ini, dengan menggunakan
storage dan recovery, intrusi air laut juga bisa
dihambat. Selama ini, salah satu penyebab utama
tercemarnya air tawar di daerah Jakarta Utara adalah
disebabkan oleh semakin meningkatnya intrusi air laut
di daerah ini.
Tanggulnya sendiri bisa berupa jalan yang
mengelilingi kawasan reklamasi, ujar Sawarendrosambil menunjukan beberapa tulisan yang
disampaikannya dalam Seminar Jakarta Berkelanjutan,
Juli 2009 lalu. Dengan adanya jalan tersebut maka akan
mengurangi beban lalu lintas di dalam Kota Jakarta.
Bahkan, jika berupa jalan tol maka uang yang didapat
dari tarif tol bisa digunakan untuk pembiayaan
konstruksi dan perawatan jalan yang sekaligus
berfungsi sebagai tanggul tersebut.
Integrasi offshore highway (jalan diatas tanggul)
dengan sistim jalan Jakarta
Di negeri Belanda penggunaan tanggul
semacam ini sudah berlangsung puluhan tahun. Sampai
saat ini upaya yang dilakukan pemerintah Belanda
cukup berhasil, negara itu bisa memanfaatkan lahannyasecara maksimal, meski berada dibawah permukaan
laut. Dengan teknologi semacam ini masyarakat di sana
tak perlu kawatir akan meluapnya air laut ke lahan-
lahan milik mereka.
Karena itu, untuk memberikan rasa aman maka
tanggul laut yang dibuat harus benar-benar kuat,
mengingat daerah Jakarta Utara termasuk daerah padat
dengan nilai aset ekonomi yang tinggi. Pada dasarnya
tingkat keamanan tanggul harus disesuaikan dengan
kepadatan penduduk dan nilai aset yang hendak
dilindungi, tambah Sawarendro.
Perlu diingat pula, walaupun tanggul laut nanti
dibangun bukan berarti Jakarta tak harus menahan lajuamblesan yang terjadi. Kebijakan menahan penyedotan
airtanah yang membabi buta di ibukota harus tetap
dijalankan. Bagaimanapun juga pengurangan
penurunan muka tanah di wilayah ini harus segera
dikurangi.
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
5/13
ILWI Buletin No 04-2009 5
JAKARTA MENJELANG DEFISIT AIR
Tahun ini adalah tahun terakhir dimana ketersediaan air lebih banyak dari kebutuhan air warga Jakarta. Jikatak segera diatasi maka krisis air bersih akan mengancam ibukota. Perlu perubahan perilaku warga terhadapair dan sumber air.
Setidaknya seminggu sekali Budi, 40 tahun,
mencuci mobilnya dengan menggunakan air yang
diperolehnya melalui PAM Jaya. Warga Pasar Minggu,
Jakarta Selatan ini, setidaknya menghabiskan satu meter
kubik air untuk mencuci mobilnya. Air bersih yang
jumlahnya terbatas itu dihamburkannya begitu saja.
Padahal untuk mencuci mobil seharusnya dia cukup
melakukannya dengan menggunakan air yang
kualitasnya tak sebaik air yang berasal dari PAM.
Budi adalah potret dari kebanyakan warga
Jakarta, yang belum sadar bahwa sumber air di Jakarta
semakin terbatas. Orang-orang yang merasa sudah
membayar, maka air pun menjadi haknya. Memakai air
yang sebenarnya bukan diperuntukan untuk keperluan
semacam itu. Di mana sebagian masyarakat lain masih
membutuhkannya.
Penggunaan air yang berlebihan dan semakin
sedikitnya sumber air bersih kini menjadi ancaman di
depan mata bagi warga Jakarta. Jika tak ada upaya-
upaya yang serius dan tanpa keterlibatan warga, serta
pihak-pihak lain di luar pemerintah, maka tahun ini
adalah tahun terakhir dimana ketersediaan air di Jakarta
masih melebihi dari kebutuhan air warga di ibukota.
Angka Indeks Penggunaan Air (IPA) untuk
wilayah Provinsi DKI Jakarta di luar Kepulauan Seribu
tahun 2009 ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Kebutuhan air warga Jakarta hanya sedikit dibawah
ketersediaan air yang dimiliki. Dari 616.723.899 meter
kubik yang dibutuhkan kemampuan penyediaan airnya
hanya 636.871.688 meter kubik.
Daya Dukung Sumberdaya Air di Wilayah DKI Jakarta
Ketersediaan Air Kebutuhan Air
Sumber Air Volume (m3)Jenis
Kebutuhan AirVolume (m3)
IPA
Status
Daya
Dukung
SD Air
Airtanah tidak
tertekan 103.920.000
Domestik non
PAM 338.611.212
Airtanah
tertekan 23.610.000
Domestik dgn
PAM 156.220.000PAM (Air
Permukaan) 509.341.688
Non domestik
non PAM 22.205.353
Non domestik
dgn PAM 99,687,334
Total 636.871.688 Total 616.723.899
1.03aman
bersyarat
Sumber : kajian BPPT, 2009
Melihat hasil perhitungan tersebut, berarti di
tahun 2010 bisa dipastikan kebutuhan air sudah pasti
akan melampui ketersediaan air yang dimiliki. Ini
cukup beralasan, karena untuk beberapa tahun ke depan
sumber air yang dimiliki bisa dipastikan tidak akan
bertambah secara signifikan. Bahkan ketersediaan aircenderung mengalami penurunan akibat pencemaran air
yang semakin berat (lihat: Semakin Tercemar Semakin
Terbatas).
Sebagai catatan ketersediaan airtanah tidak
tertetekan yang diperhitungkan dalam tabel di atas
dihitung sebanyak 30 % dari jumlah sesungguhnya. Ini
dilakukan karena kebanyakan airtanah yang tidak
tertekan sudah mengalami pencemaran berat. Sekitar
70 % airtanah tidak tertekan sudah mengalami
pencemaran.
Melihat ketersediaan air yang ada maka angka
IPA yang 1,03 sudah mendekati ambang batas
kemampuan penyediaan air. Ini artinya mulai tahun
2010 ketersediaan air di Jakarta mulai terancam.
Tanpa mempertimbangkan jumlah penduduk yang
semakin banyak saja Jakarta dipastikan akan tidakmampu memenuhi kebutuhan airnya.
Air Permukaan Tak Bisa Diandalkan
Betapa tidak, setiap tahunnya kemampuan
Jakarta untuk memperoleh sumber-sumber air yang
memadai untuk dimanfaatkan manusia, justru semakin
berkurang. Ini terlihat dari semakin banyaknya sumber
air yang tercemar. Bahkan, PAM yang diandalkan
untuk dapat mengolah air permukaan menjadi air yang
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
6/13
ILWI Buletin No 04-2009 6
layak konsumsi saja semakin kesulitan mencari sumber
air yang dapat diolah.
Air sungai yang menjadi andalan untuk diolah,
kualitasnya semakin menurun saja. Meski terdapat 13
sungai utama di ibukota, namun hanya sebagian kecil
segmen sungai-sungai tersebut yang dapat digunakan
sebagai air baku air minum ( golongan B ). Sebagian
besar sungai yang ada diperuntukkan sebagai Golongan
C (air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanandan peternakan) dan D (air yang dapat digunakan untuk
keperluan pertanian, dan dapat dimanfatkan untuk
usaha perkotaan, industri pembangkit listrik tenaga air).
Sedangkan air sungai yang langsung sebagai air minum
atau Golongan A tidak terdapat di wilayah ini.
Sungai-sungai yang termasuk Golongan B
sebagian besar hanya berupa segmen-segmen sungai
yang tidak terlalu panjang, kecuali Sungai Tarum Barat
dan Sungai Ciliwung. Sungai-sungai tersebut antara
lain, Sungai Krukut (segmen hulu sungai di Jakarta
sampai Banjir Kanal), Kali Mampang (segmen hulu
sungai di Jakarta sampai Sungai Krukut), Sungai
Kalibaru (segmen hulu sungai di Jakarta sampai Banjir
Kanal).
Kondisi yang sudah minim ini, masih
diperparah lagi dengan semakin bertambahnya jumlah
sungai yang tercemar. Jika tak ada langkah-langkah
yang benar-benar efektif dalam menanggulangi masalah
pencemaran ini bisa jadi PAM akan kesulitan untuk
mendapatkan sumber air untuk diolah.
Melihat situasi semacam ini tampaknya harus
ada langkah-langkah cepat dan kongkrit untuk
menyelamatkan Jakarta dari krisis air bersih.
Perencanaan pengelolaan sumber dan penggunaan air
bersih harus diatur secara sisitematis dan terukur.
Sehingga kebutuhan air beberapa tahun ke depan bisa
diprediksi dan tetap bisa dipenuhi.Ini tentu bukan persoalan gampang, masalah
air bersih sama dengan masalah-masalah berat lainnya
di Jakarta seperti polusi, kemacetan lalu lintas, banjir
dan lain-lain. Semua akibat dari lemahnya penataan
sistem sejak awal. Sejak dini pula semua problem
terakumulasi, ketika mencapai puncaknya seperti
sekarang ini, sudah tak banyak yang bisa dilakukan.
Semuanya menjadi serba terlanjur.
Sialnya, pemerintah yang sedang
melaksanakan tugas sekarang, justru dianggap sebagai
penyebab utama terhadap semua permasalahan. Padahal
apa yang terjadi selama ini adalah tabungan
kesalahan sejak puluhan tahun yang lalu. Ini pula yang
terjadi dalam urusan air bersih.
Seandainya sejak awal pemerintah melakukan
kontrol yang ketat terhadap pembuangan limbah baik di
sungai maupun daratan tentu problem air tak separah
sekarang ini. Karena ketersediaan air sungai/waduk
yang bisa diolah cukup banyak, serta kualitas airtanah
dangkalpun tak sejelek sekarang ini. Tapi, kinimasalahnya sudah terlanjur banyak. Untuk mengurai
dan mencari jalan keluarnya butuh waktu yang tidak
sedikit
Semakin banyaknya masalah yang berkaitan
dengan pengadaan air bersih tentu harus segera dicari
penyelesaiannya (lihat box : Beragam Masalah Air di
Jakarta). Pemerintah tak lagi bisa sendirian untuk
menyelesaikan masalah ini. Warga dan pemangku
kepentingan lainnya, harus memberi dukungannya.
Karena tanpa dukungan dari mereka maka akan sangat
sulit bagi Jakarta untuk keluar dari lilitan krisis air.
Perubahan Perilaku Terhadap Air dan Sumber Air
Bagaimana memperlakukan sumber-sumber
air yang ada harus dimengerti dan sekaligus
dilaksanakan oleh masyarakat dan kalangan swasta.
Selama ini perilaku seenaknya menggiring kepada
satu perbuatan yang secara masal membuat sungai,
waduk dan sumber-sumber airtanah dangkal mengalami
pencemaran sedang hingga berat.
Kini kebiasaan buruk itu tak cukup hanya
dikurangi, bahkan harus distop sama sekali. Jangan ada
pembuangan limbah cair -yang tanpa diolah terlebih
dahulu-, ke aliran sungai. Demikian juga dengan
limbah-limbah industri yang mencemari airtanah
dangkal. Suplai limbah semacam ini harus dihentikan.
Disisi lain warga juga harus mulai menghematpenggunaan air bersih. Air dipakai sesuai dengan
peruntukannya. Penghematan semacam ini sekaligus
untuk memberi kesempatan warga yang lain untuk
menikmati air bersih yang semakin terbatas.
Dua kebiasaan ini harus segera dimulai oleh
masyarakat luas. Sementara itu pemerintah daerah harus
menyiapkan regulasi yang berkaitan dengan aturan
hukum berkenaan dengan perubahan perilaku semacam
ini.
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
7/13
ILWI Buletin No 04-2009 7
t
BERAGAM MASALAH AIR DI JAKARTA
Air, sebagai kebutuhan dasar untuk hidup tak lagi memadai untuk memenuhi kebutuhanwarganya. Masyarakat mulai melakukan segala cara untuk mendapatkan air bersih, termasukdengan menyedot airtanah dalam yang masih mungkin diambil. Akibatnya fatal, keseimbanganalam menjadi terganggu, ancaman ibukota semakin amblas pun semakin mendekati kenyataan.
Berikut adalah beberapa penyebab dimana krisis air bersih sangat berpotensi terjadi :- Kualitas air permukaan buruk yang disebabkan adanya pencemaran baik secara fisik,
kimia maupun biologis. Diperkirakan sungai tercemar akibat dari limbah industri danrumah tangga. Disamping itu bagi sebagian masyarakat masih banyak yang membuangsampah ke dalam sungai.
- Hal yang sama juga terjadi pada waduk/situ. Kualitas dan kuantitasnya semakinmenurun, akibat tidak dikelola secara benar. Disamping menjadi tempat pembuanganlimbah industri dan domestik, luasan situ juga semakin berkurang
- Adanya ancaman penurunan muka airtanah dan penurunan tanah (land subsidence)akibat tidak terkendalinya pemanfaatan airtanah dalam (akuifer tertekan).
- Suplai air yang tergantung dari provinsi lain dari Provinsi Jawa Barat (Waduk Jatiluhurdan Ciburial, Bogor), dan Provinsi Banten (Sungai Cisadane, Tangerang).
- Untuk Jakarta Utara, adanya air rob yang berasal dari dari Teluk Jakarta/Laut Jawasangat mempengaruhi kualitas air di sana.
- Daerah imbuhan airtanah (DIAT) yang berfungsi untuk menyuplai atau menambahairtanah secara alamiah pada cekungan airtanah sebagian besar terletak di luar wilayahJakarta.
- Daerah resapan airtanah dangkal di Jakarta semakin berkurang karena semakinbertambahnya jumlah bangunan. Ini mengurangi jumlah air yang meresap ke dalamtanah. Air hujan lebih banyak mengalir menjadi limpasan permukaan yang masuk kedalam sungai.
- Minimya infrastruktur pelayanan air bersih, tahun 2008 cakupan tingkat layanan airbersih perpipaan di provinsi ini baru mencapai 44% dengan tingkat kebocoran rata-ratamencapai angka 40 50 %.
- Adanya ancaman intrusi air laut terhadap airtanah, khususnya di wilayah Jakarta Utara
dan Kepulauan Seribu. I
SEKILAS BERITA DALAM GAMBAR
Kiri: Menteri PU Joko Kirmanto Kamis, 15 Oktober mencanangkan beberapa proyek diSemarang, Jawa Tengah. Kanan: Lokasi yang kelak akan menjadi waduk Kreo
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
8/13
ILWI Buletin No 04-2009 8
Sumber Air di Jakarta
Semakin Tercemar Semakin TerbatasKualitas air di Jakarta semakin hari semakin merisaukan. Perlu langkah cepat dan sikap tegas daripemerintah daerah untuk menghindari krisis air bersih. Swasta dan masyarakat harus mengambil peranan.
Mencuci muka dengan menggunakan air yang
mengaliri sungai-sungai di Jakarta, memang hanya bisa
dirasakan di alam mimpi. Sekarang jangankan
menyentuhnya, mendekat saja orang tak sudi. Maklum
sungai-sungai yang ada di ibukota ini tak hanya
berwarna hitam dan jorok, tapi juga mengeluarkan bau
yang tak sedap.
Air sungai yang mengalir tak lagi segar dan
enak dipandang, seperti layaknya sungai-sungai lain di
pedalaman Indonesia. Di Jakarta, sungai tak ubahnya
sebagai aliran limbah cair yang menebar bau tak sedap
ke seluruh wilayah perkotaan. Entah bagaimana
caranya mengolah air-air pekat tersebut menjadi layak
konsumsi.
Padahal dengan semakin meningkatnya jumlah
orang di DKI Jakarta kebutuhan terhadap air sungai
juga meningkat. Karena sungai inilah salah satu
sumber yang bisa diolah oleh PAM Jaya menjadi air
bersih. Ironisnya, banyaknya air sungai yang bisa
diolah justru berbanding terbalik dengan jumlah
peningkatan kebutuhan air bersih. Ini bisa dilihat dari
pemantauan yang dilakukan oleh Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI.
Dari pemantauan itu hingga tahun 2007 sudah tak ada
lagi sungai yang bermutu baik atau yang sekedar
tercemar ringan. Mayoritas sungai di DKI sudah
mengalamai pencemaran berat, ini terlihat dari indeks
pencemaran yang dimiliki.
Kualitas Air Sungai Jakarta
Indeks Pencemar (%)Status Mutu
2004 2005 2006 2007
Baik 0 0 3 0
Cemar Ringan 3 4 9 0
Cemar Sedang 16 16 10 6
Cemar Berat 81 79 78 94Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Sungai-sungai di DKI Jakarta tercemar akibat
kecenderungan warga yang menjadikannya sebagai
tempat pembuangan limbah industri dan limbahdomestik. Apalagi limbah-limbah tersebut dibuang
tanpa terlebih dahulu diolah, sehingga tak sesuai
dengan baku mutu yang berlaku. Limbah-limbah
tersebut tak hanya berasal dari wilayah DKI Jakarta,
tapi juga berasal dari daerah-daerah hulu sungai. Tak
hanya limbah cair saja yang merusak kualitas sungai
di DKI Jakarta, sampah padat juga menambah
rendahnya mutu air di sungai tersebut.
Semakin menurunnya kualitas sungai ternyata
diikuti pula dengan rendahnya mutu air yang berada di
waduk-waduk di wilayah Jakarta. Harapan untuk
menjadikan waduk sebagai alternatif sumber air bersih
kepentok masalah yang sama dengan yang dialami
sungai-sungai di ibukota. Sudah banyak yang tercemar.
Situ dan Sumur Tak Lagi Jernih
Dari 40 buah jumlah situ yang ada di Provinsi
DKI Jakarta hingga tahun 2006 sudah tak ada lagi
yang berkondisi baik. Satu tahun sebelumnya, 2005,
masih terdapat situ dengan indeks pencemaran
tergolong baik. Hasil pemantaun juga menunjukan
bahwa dari tahun 2004 hingga tahun 2007 terdapat
kecenderungan kualitas situ yang semakin buruk.
Secara umum memang kondisi situ di DKI
Jakarta tak ada yang terawat secara baik. Tak hanya
secara fisik, kualitas airnya juga semakin payah.
Rendahnya kualitas air ini disebabkan oleh beberapa
hal seperti banyaknya sampah yang menumpuksepanjang pinggiran situ, masuknya limbah cair dari
rumah tangga, pertanian dan industri dan kurangnya
fungsi ekologis situ. Jangankan berharap ada perbaikan
kualitas air waduk untuk bertahan dengan kondisi yang
ada sekarang saja semakin sulit.
Segala jenis limbah ada di sungai
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
9/13
ILWI Buletin No 04-2009 9
Kualitas Air Situ/Waduk
Status Mutu Indeks Pencemar (%)
2004 2005 2006 2007
Baik 0 7 0 0
Cemar Ringan 22 33 38 0
Cemar Sedang 20 27 38 17
Cemar Berat 58 33 25 83
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Hingga tahun 2007 satu-satunya sumber air
yang masih ada yang tergolong berkualitas baik adalah
airtanah dangkal. Sayangnya, jumlahnya pun semakin
terbatas. Meski sempat mengalami peningkatan
kualitas, tapi jumlah airtanah yang indeks pencemaran
tergolong baik masih baru sekitar 25 % saja. Padahal
inilah sumber air bersih yang tergolong masih mudah
mendapatkannya.
BPLHD memantau kualitas air tanah pada 75
Kelurahan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Dimana
masing masing kelurahan 1 titik pantau, terdiri dari 11
titik di Jakarta Pusat, 17 titik di Jakarta Selatan, 15 titik
di Jakarta Barat, 17 titik di Jakarta Timur dan 15 titik di
Jakarta Utara. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa
pencemaran air tanah terutama disebabkan oleh limbah
domestik dan buruknya sanitasi lingkungan.
Status mutu airtanah DKI Jakarta tahun 2007
adalah 12 % tercemar berat, 20 % tercemar sedang, 45
% tercemar ringan dan 25 % kategori baik. Sedangkan
untuk pencemaran coliform mencapai 55 % air tanah
DKI Jakarta hampir merata di seluruh wilayah.
Kualitas Airtanah di DKI Jakarta
Indeks Pencemar (%)Status Mutu
2004 2005 2006 2007
Baik 18% 16% 7% 25%
Cemar Ringan 33% 33% 55% 43%
Cemar Sedang 28% 35% 13% 20%
Cemar Berat 21% 16% 25% 12%
Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2007
Melihat kondisi air sungai, waduk dan airtanah
dangkal yang sudah semakin tercemar, orang punmelirik airtanah dalam yang dianggap masih layak
konsumsi. Bagi kalangan industri dan kebanyakan
warga kalangan atas tentu tak masalah jika harus
membuat sumur bor.
Tapi, menyedot air secara masal di sumber
airtanah dalam justru menimbulkan masalah yang lebih
gawat lagi. Menyebabkan amblesan di daratan Jakarta,
yang membuat ketinggian wilayah Jakarta menjadi
semakin jauh dibawah permukaan air laut. Pengambilan
airtanah dalam ini sangat berisiko terhadap
kesimbangan alam. Pemerintah daerah sendiri sudah
berusaha membatasi pengambilan airtanah ini (lihat :
Krisis Airtanah Dalam, Jakarta Semakin Ambles).
Harus Ada Langkah Strategis
Melihat kondisi sumber air di Jakarta yang
semakin parah, tentu semua orang sepakat untuk
memperbaikinya. Meski demikian untuk
memformulasikan langkah apa yang harus dilakukan
juga bukan perkara gampang. Tak mudah untuk
melakukan satu gerakan yang bisa secara cepat
membawa perubahan pada kualitas dari sumber air
tersebut.
Tidak usah muluk-muluk, untuk
mempertahankan kualitas air sejelek sekarang saja perlu
upaya keras. Pengalaman menunjukan bahwa himbauanyang sudah diberikan untuk mengurangi pencemaran,
tak punya pengaruh apa-apa. Sungai dan waduk
bukannya semakin baik malah semakin tercemar.
Mengingat semakin banyaknya warga dan
industri baru di wilayah ibukota. Mereka yang datang
ini bisa jadi tidak tahu atau tidak mau tahu terhadap
permasalahan yang dihadapi Jakarta. Sehingga limbah
yang mereka buang semakin menambah pencemaran
pada sumber-sumber air yang telah ada.
Ini tentu risikonya sangat besar. Bisa jadi air
yang sudah diolah sekalipun tak lagi layak dikonsumsi
oleh manusia. Padahal, seiring dengan bertambahnya
waktu maka jumlah penduduk Jakarta juga semakin
besar, ini berarti kebutuhan akan air bersih jugameningkat. Bisa dibayangkan betapa sulitnya Jakarta
dalam beberapa tahun ke depan, jika sumber-sumber
airnya semakin rendah mutunya.
Peran Masyarakat dan Penegakan Aturan
Harus diakui bahwa perbaikan kualitas sumber
air ini adalah sangat mendesak untuk DKI Jakarta.
Karena itu upaya yang dilakukan harus bersifat segera
dan sedikit kaku dalam hal pengakan aturan. Artinya
peraturan untuk tidak mencemari sumber air yang ada,
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
10/13
ILWI Buletin No 04-2009 10
harus dibuat secara lengkap dan pelaksanaannya secara
tegas. Hukuman harus segera diberikan jika dalam
jangka waktu tertentu warga, swasta atau pihak-pihak
lain tak menaatinya.
Penegakan hukum ini harus segera
dilaksanakan untuk mencegah warga bersifat masa
bodo terhadap aturan yang membatasi pencemaran
lingkungan. Hal ini harus tegas dilaksanakan karena
berdasarkan pengalaman selama ini, aturan yang dibuattanpa penegakan hukum yang tegas nyaris tak
berdampak apa-apa. Kejadian semacam ini sudah tak
bisa ditolerir lagi dalam keadaan darurat semacam
ini.
Masyarakat dan pihak swasta juga tidak bisa
hanya menunggu upaya dari pemerintah saja. Mereka
harus sadar bahwa keterlambatan dalam menangani
pencemaran air ini, cepat atau lambat akan
mempengaruhi kehidupan mereka. Untuk itu peran dari
berbagai pihak untuk segera menyelamatkan sumber air
yang ada harus pula dilakukan.
Sungai di jakarta
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
11/13
ILWI Buletin No 04-2009 11
E mail Pembaca
Kami mendapat puluhan e-mail, yang memberi tanggapan terhadap penerbitan Buletin ILWI. Secara umum tanggapan
dari para pembaca menyambut baik atas kiriman buletin ini. Tak, hanya itu ada juga pembaca yang mau bersusah payah
memberi masukan dan kritikan yang cukup berguna bagi. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Berikut inisebagian dari e-mai yang dikirim kepada kami :
Redaksi ILWI, yang terhormat,
Terima kasih atas kiriman ILWI Buletin.
Saya sangat tertarik terhadap isi dari Buletin ini, sangat berguna. Terutama untuk perkembangan daerah-daerah di
seluruh Indonesia. Saya mohon setiap kali terbit Buletin ini bisa selalu dikirimi kepada saya.
Semoga sukses di masa mendatang.
Salam takzim,
Wim Latuputty, Apeldorn, Belanda
Redaksi ILWI, yang terhormat,
Saya sudah membaca beberapa Buletin ILWI terdahulu, ada beberapa komentar saya tentang isi dari buletin ini :
- Mutu dan detail dari pada artikel-artikel yang disampaikan sangat bagus. BRAVO!- Topik mengenai Manajemen Bencana pada Edisi 3, disaster sangat penting dan harus di- pertajam dan di bawakan tiap buletin baru. Sangat di butuhkan, terutama untuk DKI Jakarta.- Saya berpendapat bahwa buletin ILWI di tujukan untuk pejabat tinggi, para pengambil keputusan di Pemda dan
Departemen Pekerjaan Umum, Pakar Air dan Lingkungan. Untuk itu tulisannya jangan terlalu akademis harus
lebih praktis dan pragmatis. Buletin Edisi 3 adalah contoh yang saya anggap cukup bagus, deskriptif, tajam,
langsung ke pokok permasalahan, alur cerita jelas, serta identifikasi persoalan yang tepat. Disamping itu isinya
juga tak hanya berusaha melakukan propaganda terhadap pembaca dan tak sekedar beretorika.
- Kami menantikan liputan hasil dari pilot dredging di Jakarta, dari segi hidrolis sungai sanagt berguna.- Air dan lingkungan harus mendapat perhatian lebih, karena itu sangat aktuil di Indonesia terutama Jakarta.
Salam,
Gerard Pichel, Bangladesh
Terima Kasih atas masukan bapak -Redaksi-
Redaksi ILWI,
Terima kasih untuk newsletter. Sangat menarik, kami menunggu edisi berikutnya.
Monique Soesman
Head Scholarships Section
Neso Indonesia, Menara Jamsostek, Jakarta
Redaksi Buletin ILWI,
Saya bekerja di Pusat Litbang SDA, Badan Litbang PU, Departemen Pekerjaan Umum sebagai Peneliti Utama bidang
Teknik Hidraulik spesialisasi Teknologi Sabo (Pengendalian Bencana akibat Erosi dan Sedimentasi). Untuk menambah
wawasan saya mohon dikirimi Buletin ILWI sejak pertama terbit dan penerbitan yang akan datang secara rutin.
Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Wassalam,
Ir. Agus Sumaryono, Dipl. HE., APU.
Balai Sabo, Puslitbang SDA, Departyemen PU,
Sopalan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
12/13
ILWI Buletin No 04-2009 12
UPAYA MENCEGAH KRISIS AIRTANAH DALAM
Penyedotan airtanah dengan menggunakan sumur dalam berdampak pada penurunan muka tanah. Pemdamenaikan pajak berkali-kali lipat. Meski demikian tetap perlu ada upaya kongkrit lainnya untuk menahankenaikan jumlah pengguna airtanah dalam sistem akuifer tertekan bawah.
Ada berita menarik di pengujung bulanAgustus 2009 lalu, berkaitan dengan penerapan tarif
baru pajak air tanah dalam. Fauzi Bowo, Gubernur
DKI Jakarta, mengatakan bahwa penerapan tarif pajak
baru mulai dilakukan pada bulan itu juga (Kompas 26
Agustus 2009). Ini berarti tarif air tanah untuk rumah
tangga mewah naik dari Rp 525 menjadi Rp. 8.800 per
meter kubiknya.
Sedangkan bagi pelanggan industri hotel dan
komersial dinaikan dari Rp. 3.300 menjadi Rp. 23.000
per meter kubik. Ini artinya pajak air tanah dalam,
untuk pelanggan komersil menjadi hampir dua kali lipat
dari tarif tertinggi air bersih yang diproduksi PT PAM
Jaya, yang berkisar Rp. 12.550 per meter kubiknya.Perbedaan harga yang cukup mencolok. Dalam
kesempatan itu gubernur mengatakan bahwa pajak ini
sangat berguna untuk membatasi penyedotan air tanah
dalam.
Bagi beberapa kalangan, tentu saja kenaikan
tarif pajak berlipat-lipat ini sangat memberatkan
mereka. Bagaimana tidak, tarif pajak airtanah dalam
untuk rumah tangga mewah naik lebih sepuluh kali
lipat. Kenaikan tajam itu tentu mengejutkan para
konsumen. Tapi, disisi lain upaya penarikan tarif pajak
yang semakin tinggi bisa jadi merupakan warning
dari pemerintah untuk segera menyelamatkan air yang
berada di dalam perut Jakarta. Terutama airtanah yang
berasal dari sumur tanah dalam.Penyedotan airtanah dalam yang tidak terukur
sangat mengganggu keseimbangan alam di DKI Jakarta.
Disamping mengakibatkan terjadinya amblesan,
pengambilan air secara berlebihan juga mempercepat
ibukota ke dalam krisis air bersih. Amblesan dan krisis
air adalah ancaman yang harus segera diantisipasi, tak
hanya oleh pemerintah tapi juga oleh warga Ibu Kota.
Amblesan merupakan permasalahan geologi
yang disebabkan oleh pengambilan airtanah yang
berlebihan, pemampatan secara alami, beban bangunan
dan tektonik. Menurut hasil pemantauan, pada tahun
1997 menunjukan bahwa laju ambelasan berkisar
antara 1,3 12 cm per tahun. Salah satu daerah yangmempunyai intensitas amblesan tinggi adalah Jalan
Daan Mogot dengan laju amblesan 12 cm/tahun.
Nah, Di DKI Jakarta ada dua faktor utama
yang menyebabkan terjadinya amblesan, yaitu
pengambilan airtanah pada sistem akuifer tertekan atas
dan tertekan bawah serta adanya pemapatan tanahsecara alami. Karena itu, wajar jika ibukota terus
menerus mengalami penurunan. Dampak dari semakin
rendahnya daratan di beberapa wilayah DKI, terlihat
dengan semakin luasnya daerah yang terkena banjir.
Potensi banjir akan semakin luas karena semakin lama
sistem drainase yang mengandalkan gaya grafitasi akan
semakin tak berfungsi.
Kecenderungan ini harus segera diantisipasi
agar kemungkinan banjir tidak meluas karena daratan
yang semakin rendah. Penggunaan airtanah dalam, ini
jika tidak diatur secara benar, bisa menjadi masalah
besar di kemudian hari. Pemenuhan kebutuhan air
dalam jumlah besar untuk keperluan domestik danindustri, dengan mengambil airtanah dalam kerap
dilakukan karena dianggap lebih mudah dan murah.
Airtanah dalam ini memang cenderung lebih
bersih dibandingkan airtanah dangkal yang sudah
banyak yang tercemar. Berdasarkan kajian oleh BPLHD
(2007) dan juga Teknik Lingkungan UI (2007)
menunjukkan bahwa hampir 70 - 75 persen dari sampel
air tanah dangkal yang dianalisis berada dalam kondisi
tercemar. Bahkan hasil kajian BPPT tahun 1998
menunjukkan dari 100 buah sampel air tanah dangkal
di Jabotabek yang diambil, 100% nya telah mengalami
pencemaran.
Alasan inilah yang menyebabkan banyak
pihak lebih memilih untuk mempergunakan air tanahdalam. Apalagi selama ini harganya masih lebih
rendah dari air yang diproduksi oleh PAM JAYA.
Karena itu langkah Pemda DKI untuk meningkatkan
jumlah pajak penggunaan air tanah dalam, dianggap
bisa sedikit membatasi jumlah penyedotan air yang
dilakukan di wilayah DKI Jakarta.
Meski demikian peningkatan jumlah pajak
penggunaan airtanah dalam tak cukup untuk
mengurangi penyedotan air melalui sistm akuifer
tertekan bawah itu. Pembatasan jumlah penyedotan air
ini harus juga dilakukan. Karena, walaupun jumlah
pajaknya tinggi tetapi penggunannya banyak, tentu
tetap menimbulkan masalah. Apalagi untuk mengecekpara penggunan airtanah dalam ini juga tak gampang,
terutama yang dilakukan oleh warga masyarakat biasa,
yang bukan untuk komersial dan industri.
8/3/2019 ILWI Buletin No 04-2009
13/13
ILWI Buletin No 04-2009 13
Penanganan Sungai Di Jakarta
TAK SEKEDAR BUTUH REVITALISASIBelum lagi revitalisasi sungai berjalan dengan baik, tuntutan yang lain mulai muncul. Perbaikan aliran sungaitak hanya terbatas pada peningkatan kuantitas, kualitaspun harus segera diperbaiki. Membuat program yangmendukung, penegakan aturan dan konsistensi menjadi kunci keberhasilan.
Kondisi sungai di Jakarta memang sudah
semakin parah, disamping kewalahan menerima
limpasan air di musim hujan, kini hanya sedikit bagian
(segmen) dari sungai yang bisa dijadikan sumber air
oleh PAM Jaya. Secara umum peran sungai tak lagi
bisa berjalan sebagaimana mestinya. Oleh warga
Jakarta , fungsi sungai justru diubah menjadi jamban
dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah raksasa.
Kebiasaan warga inilah menjadi awal mula
segala permasalahan berkenaan tak berfungsinya sungai
dengan baik. Ditambah lagi dengan keberanian warga
untuk mendirikan rumah dibantaran-bantaran sungai,
yang seharusnya menjadi daerah bebas bangunan.Kondisi ini membuat sungai menjadi kesulitan
melaksanakan fungsinya dengan baik.
Ini bisa dimengerti karena dengan adanya
rumah penduduk yang didirikan secara sembarangan
ditepi-tepi sungai, otomatis juga pembangunannnya
tidak menuruti aturan yang benar. Tak heran, jika
banyak jamban-jamban warga dibangun langsung di
atas kali-kali tersebut. Maksudnya, tentu saja agar
kotoran dari jamban-jamban itu bisa langsung dibuang
ke dalam sungai.
Jika hanya satu dua rumah saja mungkin tak
begitu mencemari sungai, tapi kalau sudah sepanjang
sungai warga membangun jamban, maka pencamaran
yang diakibatkannya cukup parah. Kotoran sungaiakibat tinja diperkirakan mencapai 6 ton per hari.
Belum lagi urusan sampah permukaan, yang dibuang
ke sungai jumlahnya juga cukup tinggi sekitar 66 ton
per hari. Sepanjang 250 kilometer panjang saluran yang
ada di DKI Jakarta, hampir seluruhnya mengalami
pencemaran semacam ini.
Kondisi ini masih diperparah lagi dengan
adanya limbah cair yang dibuang ke aliran sungai, baik
itu limbah domestik maupun industri. Permasalahan
semacam ini membuat sungai-sungai di Jakarta semakin
hari semakin terbebani. Semakin sulit menahan
gempuran banjir dan airnya pun semakin tak mungkin
untuk diolah sebagai air bersih. Ironisnya, sangkingjeleknya kualitas air banyak sungai yang airnya tak bisa
digunakan untuk apapun, termasuk menyiram tanaman
atau sekedar untuk menyuci mobil. Ini menunjukan
bahwa sungai-sungai di Jakarta tak mampu lagi
menopang kehidupan warga ibukota ini.
Untuk itu perlu ada pembenahan terhadap
sungai-sungai di Jakarta secara mendasar. Upaya
revitalisasi sungai memang tengah berjalan. Kapasitas
saluran yang berkurang menyebabkan air dengan
mudah melimpas ke luar sungai di kala musim
penghujan tiba. Upaya pengerukan harus dilakukan
secara berkelanjutan dan harus pula diikutin dengan
pembebasan lahan-lahan di bantaran sungai.
Ini bukan masalah gampang, bertahun-tahun
pemerintah DKI berkutat di masalah ini, tapi masalah
sosial yang berkaitan dengan penggusuran warga
memang selalu akan menanggung biaya dan risiko
yang besar. Padahal, meskipun itu bisa dilaksanakan
baru sebagian masalah sungai bisa diselesaikan. Yaitu
yang berkaitan dengan meningkatkan kembali kapasitas
aliran sungai.
Masih ada masalah lain, yaitu pengembalian
kualitas air agar tidak tercemar berat seperti sekarangini. Satu-satunya upaya yang harus dilakukan adalah
melarang warga dan kalangan industri membuang
limbah dan sampah padat ke aliran sungai. Jika ada air
kotor yang ingin dibuang harus terlebih dahulu
dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Memang untuk
itu diperlukan investasi yang cukup mahal. Namun bagi
Jakarta, hal ini sudah merupakan suatu keharusan.
Aturan untuk melarang pembuangan sampah
padat ke dalam sungai juga harus segera diterapkan.
Hukuman harus diberikan pada yang melanggarnya.
Akan tetapi, disisi lain pemda juga harus memperbaiki
manajemen sistem persampahannya. Untuk mengatasi
masalah ini diperlukan manajemen persampahan yang
kompleks, melibatkan seluruh warga masyarakat daritingkat provinsi, kotamadya, kecamatan, RT/RW dan
bahkan rumah tangga.
Kita memang agak pesimis usaha-usaha ini
bisa dilakukan. Beberapa tahun terakhir ini memang
kita sudah melihat adanya upaya revitalisasi sungai
yang lebih menekakankan kepada upaya peningkatan
kembali kapasitas aliran sungai. Belakangan memang
masalah sungai semakin banyak, persoalan peningkatan
kualitas air juga tak bisa dikesampingkan. Untuk itu
tampaknya tak cukup hanya revitalisasi, kini Jakarta
perlu melakukan Revolusi terhadap aliran sungainya.
Limbah padat di Kali Grogol