13
IDENTITAS KUTXT]RAL DAN TELEYISI LOKAL ( Studi Tentang Konstruksi dan Representasi Identitas Kultural dalam Tayangan Banyumas TY) Tli NugnohoAdi ABSTRACT This research is descriptive research which aims to get an understanding about how cultural identity of Banyumas society is represented in Banyumas TV local programs. Conducting in Focus Group Discussions with reception onalysis the research discovering the meanings which small groups of readers generate for media cultural texts, focusing on the audience'situadness'withininpmticular socio cultxral context. The methods inthis research are qualitative content analysis, indepth interviewing andfocus groups discussions. HovW analysed the data, the researclrcr can draw a conclusion that BMSW generally has not optimum in represented caltural identity at Banyumas society. Only a few programs particularly a comedy genre which apparently W to represent Banyumas cultural identrty. Through those cahural content programs BI6TV construct Banyumas cultural as contemlrorory, transpardnt, solvent, dinamic and open. This reflect Bayumas cultural characteristic which iconic the society 'cablaka'.Through reception analysis this resewch found that audience from different cultural background lws various reception. Culnral identity and social economic baekground dffirences become factors intluence cultwal rcception of the audience particularly upon the pragram which represented Banymas cultural identity. For Banyumas originwhichcharacteristic consider traditional the programs likc Kartun Banyumasan and Gudril Banyumasan hove succeed interpelate tlwt audience os the subjectwhich represent its cultural identity; meanwhile,for the audience which sre not origin Banywnas and the origin modern characteristic Banyumas, consider recepting and intrepeting the program critical through their own culturolframe. Keywords : Cukural ldentity, Local Tblevision, Representation LATARBELAKA}IG Lahirnya sebuah televisi lokal membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat tempat televisi tersebut mengudara. Ada beberapa alasan mengapa televisi lokal memungkinkan memiliki daya tarik, misalnya, karena adanya unsur kedekatan emosional setiap program yang ditawarkan dengan kognisi warga masyarakat setempat. Namun karena televisi lokal tetap juga harus bersaing dengan sekian banyak televisi swasta nasional maka meskipun dilihat dari muatanyaadalah lokal akan tetapi kemasannya harus nasional (Mashuri, dalam sebuatr wa\ rancara dengan 96 Maj alah Cakram Edisi 06/ 2003 ). Kehadiran televisi lokal dengan narna Banyumas TV (selanjutnya disebut BMST\ di Banyumas dalarn pemalraman di atas kemudian mendapatkan peran strategisnya. Televisi lokal ini akan berinteraksi dengan warga pemirsanya yaog terdiri dari berbagai identias emis kulttnal. Sebagaimana sifat suatu media, kehadirannya selalu berarti melakukan interpelasi atau penyapaan dengan kfialayaknya (Althuser dalam Lapsley dan Westlake, 1988:12). Media lalu membawakan sebuah /err yang tidak saja menyapa pemirsanya namun juga menempatkannya sebagai subjek tertentu. Acta Diurna, Volume 5 No.2, September 2008

IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

  • Upload
    ngodan

  • View
    260

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

IDENTITAS KUTXT]RAL DAN TELEYISI LOKAL( Studi Tentang Konstruksi dan Representasi Identitas Kultural

dalam Tayangan Banyumas TY)

Tli NugnohoAdi

ABSTRACTThis research is descriptive research which aims to get an understanding about how

cultural identity of Banyumas society is represented in Banyumas TV local programs.

Conducting in Focus Group Discussions with reception onalysis the research discovering themeanings which small groups of readers generate for media cultural texts, focusing on the

audience'situadness'withininpmticular socio cultxral context. The methods inthis research

are qualitative content analysis, indepth interviewing andfocus groups discussions. HovWanalysed the data, the researclrcr can draw a conclusion that BMSW generally has notoptimum in represented caltural identity at Banyumas society. Only a few programsparticularly a comedy genre which apparently W to represent Banyumas cultural identrty.Through those cahural content programs BI6TV construct Banyumas cultural ascontemlrorory, transpardnt, solvent, dinamic and open. This reflect Bayumas culturalcharacteristic which iconic the society 'cablaka'.Through reception analysis this resewch

found that audience from different cultural background lws various reception. Culnralidentity and social economic baekground dffirences become factors intluence cultwalrcception of the audience particularly upon the pragram which represented Banymascultural identity. For Banyumas originwhichcharacteristic consider traditional the programslikc Kartun Banyumasan and Gudril Banyumasan hove succeed interpelate tlwt audience osthe subjectwhich represent its cultural identity; meanwhile,for the audience which sre notorigin Banywnas and the origin modern characteristic Banyumas, consider recepting andintrepeting the program critical through their own culturolframe.

Keywords : Cukural ldentity, Local Tblevision, Representation

LATARBELAKA}IG

Lahirnya sebuah televisi lokalmembawa daya tarik tersendiri bagimasyarakat tempat televisi tersebutmengudara. Ada beberapa alasan mengapatelevisi lokal memungkinkan memiliki dayatarik, misalnya, karena adanya unsurkedekatan emosional setiap program yangditawarkan dengan kognisi wargamasyarakat setempat. Namun karena televisilokal tetap juga harus bersaing dengansekian banyak televisi swasta nasional makameskipun dilihat dari muatanyaadalah lokalakan tetapi kemasannya harus nasional(Mashuri, dalam sebuatr wa\ rancara dengan

96

Maj alah Cakram Edisi 06/ 2003 ).Kehadiran televisi lokal dengan

narna Banyumas TV (selanjutnya disebutBMST\ di Banyumas dalarn pemalramandi atas kemudian mendapatkan peranstrategisnya. Televisi lokal ini akanberinteraksi dengan warga pemirsanya yaogterdiri dari berbagai identias emis kulttnal.Sebagaimana sifat suatu media,kehadirannya selalu berarti melakukaninterpelasi atau penyapaan dengankfialayaknya (Althuser dalam Lapsley danWestlake, 1988:12). Media lalumembawakan sebuah /err yang tidak sajamenyapa pemirsanya namun jugamenempatkannya sebagai subjek tertentu.

Acta Diurna, Volume 5 No.2, September 2008

Page 2: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

Dengan kata hnL si subjek (dalam hal inipemirsa) dibentuk oleh sebuah text yarrydibawakan media; di sini kuasa yangdimiliki media terletak pada kemarnpuannyauntuk'memposisikan' si subjek dengan caratertentu sehingga representasi si subjek akanmenjadi refleksi atas realitas keseharianmergka. Bagaimana media ini menyapapemirsa lalu berarti berkaitan dengan potifihrepresentasi (Branston dan Stafford,1996:78).

Berkaitan dengan pentingnya posisistrategis kehadrat BMSWsebagai mediatelevisi lokal dalam keragamao- etris dankekayaan kolt*l mas.ygakat Banyumasinila-h penelitian ini memperolehsignifikansinya. Pokok-pokok persoalan

-tqinci yang hendak dikdi dalam penelitian

ini selanjutnya dapat dilihat dalamperumusan masalah berikut :Bagaimanakonsepsi pelgelola media BMSW tentangidentitas kultural Banyumas? Bagaimaniidentitas kultural masyarakat Banyumasterepresentasikan dalam media televisi lokalBMSTW P enandakultural apa yang dipakaiuntuk mengkonstnrksi identitas

-tutturat

Banytrmas dalaur prograrn acaftl BMSWterselut? Bagaimana resepsi (penerimaan)pemina terhadap tayangan-tayangan yangmerepresentasikan identitas kulturalmereka?

KA.IIANTEORI

Media dalam Pendekatan KulturatTerdapat dua pendekatan dalam

mengkaji komunikasi umumnya danlrlrususnya kajian media: pertama, yangkonvensional yang acapkali disebut

"eUagaipandangan transmisional. Kedua, yangmunculnya sebenamya jatrh lebih aanUudibanding pandangan transmisional rutmuntidak begitu populer yang disebut sebagaipandangan ritual (Carey, 2002:39).

Pandangan ritual komunikasimemfokuskan persoalan yang berbeda.Misalny4 televisi tidak ditihat sebagaipengirim atau penggali informasi semata

Acta Diurna, Yolume 5 No.2, September 2009

tetapi lebih sebagai media yang menyajikankepada masyarakat suatu situasi ai aUam

-mana sebenarnya tidak ada sesuatu yangbaru yang dipelajari melainkan sel"atrpohet realitas dengan cara pandang yangbaru. Menonton televisi lalu menjadi reLual,tindalmn ritual, batrkan suatu tindakan yangdramatis sifatnya. Menonton televisi-bisadigambarkan sebagai tindakan drauratik diryana seseoftrng turut bagian dalam suatudunia yang penuh dengan kekuatan-ketuahn tertentu, meski penonton ifu hanyasebagai seorang pengamat.

Konsepsi komunikasi ritual dengandemikian memandang komunikasi seb{aidasar terbenfuknya persahabatan umatmanusia; ia menghasilkan jalinan sosialyang meugikar manusia bersama-sama danmem-ungkinkan terjadinya kelompokkehidupan. Masyarakat meqiadi ada karenaadanya kekuatan-kekuatan yang meogikatyang berasal dari sirkulasi infonnasi yangdimiliki bersama dalam sebuah sistemorganik. Inilah yang me4iadi pokok pikiransekaligus melandasi konsepsi komunikasiritual.

Media dan Identitas Kultural dalamMasyarakat Pluralis

Kehadiran media massa dalamsebuatr masyarakat pluralis (etnis danbudaya) sesungguhnya memiliki peran yangamat strategis. Media mendapatkan amanatuntuk tunrt serta membantu upaya apresiasiterhadap berbagai elemen kultural yang ada

iAuq masyarakat sehingga tetap terja[ahhkeutuhan dan persatuan bangsa. Ua initgn{ny.a berangkat dari asumsi yangdiyakini bersama bahwa berbagai elemenbangsa yang berbeda kultural tersebutmemang memiliki hak hidup bersama dalamkonteks masyarakat demokratis modem.

Masyarakat yang pluralis sudahbarang tenfu akan berunsur orang-orang ataukelompok-kelompok yang saling UerteOaidentitas kulturalnya. Identitas trutturat aisini mengacu pada perasaan memilikiseseorang terhadap kebudayaan atau

i

97

Page 3: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

kelompok etnik tertentu. Identitas kulturatdibentuk di dalam proseryroses yaflgdihasilkan dari keanggotaan seseorang kedalam kebudayaan tertentu; dan dalamsebuah identitas kultural tersebutterkandung proses pembelajaran danpenerimaan berbagai tradisi, warisan,bahasa, agafrfi5 leluhur, seni, pola-polaberpikir, dan struktur sosial sebuahkebudayaan. Di sinilah, orang lalumenginternalisasikan keyakinan-keyakinarunilai-nilai, dan norma-norma darikebudayaannya dan mengidentifikasikandiri dengan kebudayaan sebagai bagian darikonsep diri mereka (Lusting dan Koester,2003:140-141).

Menurut FErnando Delgado (dalarrLustingdanKoester,2003:145) beberapaaspek identitas kultural seseorang bisa'dibangkitkan' (activated) tidak saja melaluipengalaman langsung melainkan jugamelalui reportase (apa yang disajikan - pen )media, misalnya melalui pengganrbaranartistik di mana di dalamnya terkandrmgtema-tema budaya tertentu; denganpertunjukan-pertuqiukan musik yangdiidentifikasikan dengan suatu kelompokkebudayaan tertentu; dan melalui berbagaipengalaman dengan orang-orang ataumedia-mediayanglain.

Identitas kultural sesungguhnya jugamultifaset. Dalam suatu keadaan tertentu,kita kadangkala memitiki banyakkomponen' yang membenttrk identitaskultural kita. Misalnyq dalam waktu yangbrsamaan, seseorang bisa melihat dirinyasebagai seorang murid, sebagai pekerja,sebagai teman, sebagai perempuan, oraogselatan, seorang anak, anggota gcrejaMefhodist, pengasuh analq dst. Pendeknya,terdapat berbagai faset yang membentukidentitas kultural kita (Lusting dan Koester,2003:145).

Berbagai identitas kultural yang adadalam masyarakat ini secara alamiah akansaling terekspresikan dan salah satunya akanterepresentasikan dalam wacana media.Media lalu menjadi ajang dalam

98

mengembangkan wacana identitas kultrralyang terkandung lewat muatan informasidan citraannya. Media menghadapitantangan untuk tidak hanya mampumenyebarluaskan informasi kepadakhalayak melainkan juga dapat menjadisarana penumbuhan citra ( image building)(Pawito,2006:1).

PolitikRepresentasiMenurut Eriyanto (2001:113),

setidaknya terdapat dua hal pentingberkaitan dengan representasi; pertama,bagaimana seseorang, kelompok, ataugagasan tersebut ditampilkan bila dikaitkandengan realias yang ada; dalam arti apakahditampilkan sesuai dengan fakta yang adaatau cenderung diburukkan sehinggamenimbulkan kesan meminggirkan atauhanya menampilkan sisi buruk seseorangatau kelompok tertentu dalam pemberiaan.Ke duo, bagaimana eksekusi penyaj ian obj ektersebut dalam media Ekselarsi representasiobjek tersebut bisa mewujud dalampemilihan kata, kalimaL aksentuasi danpenguatan dengan foto atau imaji macamapa yang akan dipakai untuk menampilkanseseorang, kelompok atau suatu gagasandalam pemberitaan. Penjelasan mengenairepresentasi menurut Eriyanto di atastampaknya lebih bersifat spesifik diterapkandalam praktek pemberitaan suatu media. Halini akan berbeda nuansanya manakalakonsep representasi dipahami sebagaisebuah politik penyajian realitas dalamsebuah media secara umum dan tidaksekedar berkaitan dengan suatu isipemberitaan.

Selcarang kita simak pendapat JohnFiske mengenai representasi. Menurut Fiske(1997 ;5) representasi merupakan sejumlahtindakan yang berhubungan dengan teknikkamera, pencahayaan, proses editing, musikdan suara tertentu yang mengolah simbol-simbol dan kode-kode konvensional kedalam representasi dari realitas dan gagasanyang akan dinyatakannya.

Apa yang dikemukakan oleh Fiske di

Acto Diwna, Yohtme 5 No.2, September 2008

Page 4: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

sas memiliki kesamaan dengan pendapatFairclough (l 995: l0a). Menurut Faircloughdalam sebuah analisis representasi terhadapisi media sebenarnya kita mencobimenentukan apa yang dicakupkan atautidatq yang eksplisit atau pun implisit, yangmenjadiforeground atau pun back ground,dan yang menjadi tematik atau pun tidakserta menentukan kategori mana yangmerupakan representasi sebuah peristiwa,karakter, situasi atau pun keadaan tirtentu.

Sampai di sini pembahasanmengenai representasi mulai kelihatanbatrwa menyoal representasi tampaknyapemang tidak bisa dilepaskan dengankonsepsi rcalitas itu sendiri sebagaimanapendapat Branston dan Stafford (1996:78)yang makin menajamkan pengertianmengenai representasi berikut ini. MmwtrtmerekA representasi bisa diartikan sebagaisegenap tanda di dalam mana mediamenghadirkan kembali (re-present) sebuahperistiwa atau realitas. Namun demikian'tealitas" yang tampak dalam citaan atausuara tersebut tidaklah semata-matamenghadirkan realitas sebagaimana adanya.Di dalamnya senantiasa akan ditemukansebuatr konstruksi (a cowtrrction), atautakpenmh ada 'jendela' realitas yang benar-benax transparan. Menunrt Branston danStafford meskipun dalam praktekrepresentasi diandiikan senantiasa terjadikonstnrksi ftlmun konsepsi'representasi'tidak lalu bisa diterjematrkan setara dengan'konstruksi';'representasi' bahkan bergeraklebih jauh karena mendekati pertanyaantentang bagaimana sebuah kelompok atauberbagai kemungkinan hal-hal yang aAa ailuar media telah direpresentasikan olehproduk suatu media Pertanyaan tentang"bagaimana" itu lalu membawa implikasipolitis yang lebih luas sebagai berikut:Pertama, representasi mengingatkan kitapada politik representasi. Suatu mediamembrikao kita citraan tertentu, yaifu suatucara menggambarkan sebuah kelompoktertentu sehingga kita seakan sampai padapengertian t€ntang bagaimana kelompok

Acta Dimrq Yolutc 5 No.2, September 2008

tersebut mengalami dunianya, danbagaimana kelompok tersebut bisa dipahamidan bahkan bagaimana mereka bisa diterimaoleh kelompok lainnya. Kedua, dalampraktek representasi suafu media besarmemiliki kekuasaan untuk menghadirkankembali suatu kelompok tertenfu, berulang-ulang, beberapa cihaan tertentq beberapaasumsi, dan kuasa unfuk meniadakankelompok yang lain, dan karenanyamenjadikan kelompok yang lain itu menjadiasing @ranston dan Stafford, 1996:7 8).

Pendapat Branston dan Staffordmengenai representasi di atas bila dikaitkandengan, misalnya, representasi suafuidentitas ses€orang atau kelompok tertentudalam suatu media tampaknya akanmemiliki denganpendapat StuartHall. Menurut Hall (dalam Gillespie,1995:11) dalam politik representasi: ,,Itcorrceives of representation as not merelyexpressive butformative of identities; and itconceives of dffirence not as unbridgeablesepwation b* as positional, conditiorwland canjuncturql". Membandingkankonsepsi representasiBranston dan Stafford

menurutdi atas

Hall danbisa kita

pahami bahwa keduanya sepakatrepresentasi itu tidak sekedar prosespenyajian kembali suatu objek di dalamsebuatr media naxnun lebih dari itu mediaternyata juga menjalankan prosespembentukan suatu identitas tertentu atausuatu positioning tertentu terhadap objekyang dicifrakan dalam suatu media

Konsepsi atau peta teoritik mengenairepresentasi dalam sebuah media akan lebihlengkap bila kita mencoba menukik lebihdalam mengenai 'makna' yang laludihadirkan melalui representasi. MenurutSturken dan Cartwrigth, representasi tidakhanya diyakini senantiasa melekat padakonstruksi tetapi juga pada prosespemaknaannya sebagaimana teriermindalam penjelasan dalam bukunya Prac tice ofLooking bahwa "Representasi merujukpada penggunaan bahasa dan imaji rmtukmenciptakan makm tentang dunia sekitar

r

99

Page 5: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

kita." (Shrken dan Cartwrigth, 2001 :66).Dari beberapa konsep mengenai

representasi di atas, mulai kelihatan bahwamedia - representasi - konstruksi - realitasdan makna temyata memiliki jalinan yangtak terpisatrkan. Demikian bisa kita simakdari pendefinisian mengenai representasisebagaimana dikemukakan oleh O'Sullivan,Dutton dan Rayner (1998:71) yang meskisingkat namun bisa ,merangkumkanpemahaman tentang representasi : " The

concept of representation embodies thetheme that the media construet meaningsabaout the world - they represent it, and indoing so, help audiences to make sense ofit." ( Konsep representasi mencahtp temadasar medio mengkorxtrulcsikan maknadunia ini---+nedia menompilkannya, dansekaligus membantu audiens untukmemahaminya).

Sekarang kita menuju pada konsepsirepresentasi dalam kaitannya denganidentitas kultural khususnya yang terjadi dimedia televisi. Dalam media televisirepresentasi suatu identitas kultural hadirdalam signifikansi imaji-imaji. Suatu paketacara tertentr, akan menarnpakkan imajiyang menandakan identitas kultural dalamkemasan pemilihan karakter pelakuny4batrasanya, pakaiannya, setting dekorasinyadan seterusnyq dan tentunya keseluruhantema yang memang dibawakan aearatersebut. Seluruh imaji ini menandakan danmerayakan suatu nilai tertentq seperti nilaikelokalan atau justru global, asimilasi ataupluralistis, dst. lengkap dengan pemaknaartakan nilai baik dan buruh normal mauptmketidak-normalan.

Mengeksplorasi makna imaji - imajiadalah dengan menyadari bahwa imaj l-imaj itersebut diproduksi dalam dinamikakekuasaan dan ideologi(SturkendanCartlvright 2001 :66).'Gejala-gejala' yang kemudian ditangkap dandianggap sebagai realitas menrpakan salahsatu bentuk operasionalisasi ideologimelalui media massa. Sebagaimanadiformulasikan oleh Althusser (dalam

100

Stevenson,l995:37) produksi ideologimemiliki dua karakteri stik : P ertamo, kefrkaideologi terikat pada sebuah analisisinstitusional, hal ini tidak dapat dipahamisebagai pembalikan atau refleksi dari yangreal. Ideologi dalam kaitan ini lebihdipalrami sebagai 'represent the imaginaryrelationship of individuals to their realcondition of existence'; Kedua, ideologitidak hanya merupakan hubungan simbolikdengan yang real, tapi juga mengubatrhuman beings menjadi subjek-subjek.Ideologi membiarkan individu-individumengenali diri mereka sendiri sebagai'sel/determining agents', padatnl kenyataannyasubjek-zubjek tersebut dibentuk melaluimekanisme lineuistik dan psikis. Mediamassa menrang, termasuk salah satu dari apayang oleh Althusser (dalamLapsleydanWestlake, 1988:8) disebutsebagai'Ideological State Apparatus'.Mdia massa adalah aparatus ideologi yangbergerak dalam praktek-praktek sosial.

METODOLOGI

Metode yang diterapkan dalampenelitian ini adalah analisis isi mediakualitatif, wawancara mendalam dan focusgtoup discussions. Analisis isi kualitatifdigunakan untuk memperolatr data kualitatifdari tayangan-tayangan BMSTV, sedangkanwawancara mendalam dan diskusikelompk (FGD) di$makan rmtuk menggalidata kualitatif dari informan pengelolastasiun televisi juga dari informan yangb€rasal dari pemirsa. Menunrt Bryman(2001:336-337) metode FGD bermanfaatuntuk memperoleh data b4gaimana individusebagai bagian dari sebuah kelompokmendiskusikan sesuatu topik atau isutsrtentu, jadi tidak sematamelihat infonnansebagai individu. Data yang diperoleh dalamFGD kemudian dianalisis denganmenggunakan analisis resepsi.

Validasi diupayakan denganmenggutrakan triangulasi data dantriangulasi teori. Triangulasi data

Acta Diurna, Yolune 5 No.2, September 2008

Page 6: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

diupayakau dengan menguji dan/ataumengkonfirmasi data satu dengan lainnya,dan tiangulasi teori dilahrkan dneganmembandingkan dar/atau mencocokkanteori-teori yang digunakan dengan temuanyangdiperoleh.

DISKUSIHASIL

BMSTY dalam Setting KuhwalBanyumas

Data yang kita peroleh dalampenelitian ini memperlihatkan adanya faktakelahiran televisi lokal BMSTV tidakdiawali dengan pemetaan masalah sekitarmedia televisi lokal dalam setting kulturallokal Banytrmas yang mer{adi lCIme-basetelevisi ini. Selain rttr, kesan yang mrurculadalah asumsi pengelola televisi lokal iniyaog menganggap televisi lokal sebagaipotensi, aset kemungkinan atau peluangdalam mengembangkan bidang usaha

Padahal dalam literatur mutakhirkomunikasi massa senantiasa diingatkanbetapa media penyiaran tidak hanya sematalembaga bisnis melainkan sebuah institusi dimana di dalamnya terdapat sumberinformasi yang signifikan yang digunalcnoleh masyarakat sebagai dasar untukpengambilan keputusan sehari-hari. Itulatrsebabnya media massa dalam sistemAmerika Serikat, misalnya, yang dikenalwbagu 'the Western Libertarian model,sering menjadi sasaran lfiitik karena terlalumengedepankan kepentingan ekonomi danalpa akan kewajibannya memasok tayanganinformatif yang berkualitas yang diperlukanpubliknya (Coppen" d'HaenensdanSaeys,2@ I dalam Manayang, 2003 :33).

Karena semangat yang padamulanya, menjadi pendorong kelahirantelevisi lokal ini adalah untukmengembangkan bisnis penyiaran makakelihatan sekali betapa perencanaanprogrrun acaranya ---selain acara WartaBanyumas tentu saja -- masih berorientasipada menjualjam tayang. Hal inilah nrpanya

Acta Diwna, Yolume 5 No.2, September 2008

yang kemudian meqiadi titik awal adanyabeberapa ketidaksesuaian antara apa yangdisqiikan kepada pemirsa dengan apa yangsesungguhnya dibutuhkan pemirsa" Karenaapa yang disuguhkan kepada pemirsa lalubukan berdasarkan pada apa yangdikehendaki oleh pemirsanyi namunberdasarkan apa yang diinginkan olehpengiklan atau pihak yang mensponsorisuatu mata acara tertentu.

Telaah terhadap tayangan BMSTVdengan fokus pada mualan identitas kulturalBanyumasnya ini menemukan fakta masihbanyaknya potensi budaya lokat yangrupanya luput dari perhatiao peogelolaprogram dan terepresentasikan dalamtayangan-tayangan Banyumas TV.Sebabnya, adalah kembali pada persoalasemula bahwa tayangan yang sematamenyajikan budaya lokal rupanya dianggapbelum tentu'laku dijual'; atau dengan katalain belum tentu bisa diterima olehpemirsanya Padahal dari beberapa temuanyang diperoleh di lapangan, menunjukkanbetapa pemirsa yang tergolong asliBanyumas sangat mendambakan tayangatrBMSTV yang sengaja mengaogkatkeunikan dan kekayaan warisan seni brdayaBanyumas. Hal demikian rupatryame,nguatkan sinyalemen yang diangkat olehsementara pemerhati media televisi lokalbahwa sekalipun TV komersial lokal lebihmemiliki unsur kedekatan denganmasyarakat lokal (locality). namlm cmamereka mangamati masalah,mengangkatnya ke layar TV, mergemasaya,memperhitungkan rating dan iklannya,mengaturjam-jam Wang utamanya tetaplahsesuai dengan nafas TV komersial nasional,atau TV komersial mana pun di selunrhdunia (Gazali dkk. 2003 : 140).

Meskipun pada keuyataanya secaraumum BMSTV masih belum secaramaksimal menampilkan budaya lokalBanyumas namun setidaknya terdapatbeberapatayangan yang dilihat dari mnatanpesannya relatif signifikan denganrepresentasi budaya Banyumas yakni pada

t0t

Page 7: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

rnata acara ge nre dranakomedi.Strategi yang dipakai BMSTV

dengan pemanfaatan tayangan yang bersifatkomedi seperti Kortun Banytmasan atatGudril Banyumasan sebagai saranapromosi atau katakanlah upaya melestarikanunsur budaya Banyumas dalam hal ini dialekbatrasa Banyumasannya ternyata cukuptepat. Disadmi atau tidak, oleh pengelolapro$am acara ini telah terjadi upayakonstruksi teks berdasarkan konvensi sosiokultural Banyumas. Walaupun hampir jatuhpda stere orype budayq rupanya penggagasprogram ini mempersepsi masyarakatBanyumas sebagai masyarakat yangmenyukai suasana canda dan humor. Gayatutur yang ekspresif dan transparan yangkemudian tergarrbar dalam satu ikon kata'cablaka' memang zudah melekat dalambudaya Banyumas. Hal inilah yangtampaknya membuat tayangan ini cukupb€rhasil menarik minat pemirsa khususnyayangasliBanyumas.

Dalam literatur "etnography ofcommunication" memang dikenal adanyaenarn kategori yang membedakan satubudaya dengan budaya yang lain; dankategori tersebut kesemuanya berkaitandengan aspek kebahasaan (tlymes dalamLittlejobn 2A02:194). Bila kategori-kategoritersebut diterapkan dalam tampilan ataurepresentasi budaya Banyumas yang adadalam tayangan Kartun Banyumasanmisalnya, tampak bahwa perggagasprogram ini, setidaknya, mencobamerrasuH€n unsur wrys of speeking-nyaorang Banyumas dalam adegan-adegarmya.Hampir tiap pelaku dalam serial karhmBanyumasan ini lalu 'diwajibkan' untukberbicara secara tngotot mingkem enggaketnpn papan'-demikian sutadara acara inimengistilahkan, yang tidak lain adalahkarakteristik bagaimana orang Banyumaskalau sedang berbicara.

Sedangkan untuk kategori speech ofsituation, satu ciri yang membedakantindakan komunikasi bergaya Banyumasadalah pada suasana canda yang begitu cair

102

dan transparan. Idlah yang kemudiandikenal sebagai cablaka. Bila dalammasyarakat Jawa Tengah yang lain misalnyadalam kultur Jawa Solo atau Jogia dikenalstata kebahasaan yang rumit, lain halnyadengan di Banyumas. Sifatrya yang egalitermenjadikan suasaoa percakapan menjadidemikian lugas. Inilah yang terganrbarhampir di dalam semtra setting adegan diserial Kartun Banyumasan.

Selanjutrya dalam telaah penandakultural yang lebih detil misalnya ditihat darikostum yang dikenakan oleh para pemaindalam tayangan Gudril Bonyumasanmaupnn Kartun Banyumasan, atau padamata acara lain yang mengangkat temaBanyunas seperti Nagasari dsb. ditemukanadanya pemilihan kostum yang bagi parapengamat yang jeli akan dinilai ktrangmerepresentasikan kekhasan budayaBanyumas. Pemilihan j arit misalny4 masihditemui corak jarit yang jusbu mewakilikekhasanT'an7 Jogia atau Solo. Juga untukmodel beskap atau pun blangkon-tyu Halyang demikian bisa jadi karena faktorketidaksengajaan' dari penggagas acaranya,karena kurang tatrunya mengenai corak atauciri pakaian adat yang pakem Banyumasan.

Namrm dalam perspektif yang lain,bisa ditafsirkaq adanya pencampuradukkanantara ikon penanda sub kultural yang satudengan sub kultural yang lain dalam sebuahformat tayangan tertentu justrumencenninkan karal<tedstik pelaku budayayang kreatifdan dinamis. Hal yang demikianlalu menjadi sah-sah saja dilakukan.Bukankah watak yang melekat dalam diriBqwor salah satu karakter dalampunakawan gagrak Banyumasan -- adalahunatak yang 'tiba wor' yang artinya kira-kirabisa membaur alias karakter budaya yangcair? Dengan de,mikian tidak menjadi soaljika kemudian dalam menerjemahkanBanyumas justru adalah Banyumas yang takbisa lepas dari masuknya uuur sub kulfiryang lain dan seakan merayakan bersamasebagai sebuah identitas kultural Banyumaskontemporer. Hal yang demikian seakan

Acta Diurna, Volume 5 No.2, *ptember 2008

Page 8: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

menegaskan bahwa sebagai bagian dariproduk seni dan budaya, tayangan TV lokalbisa senantiasa menjadi ajang tempatkeragaman, identitas, dan nilai budayadiproduksi dan dipertentangkan (Marcusdan Myers,l99l:ll). Dalam pemahamanbudaya global, media memangmemungkinkan mempromosikan'kombinasi' dan'pencampuan' dari berbagaielemen kultural. pencampuran berbagaicitraaru saliag antarUudayr, &"peqiajaryt berbagai unsur budaya initerjadiantara lain karena media mau tidak mauhu.-u--r. melayani orang-orang denganmobilitas tinggi sehingga audiens media 6isaberasal dari manipun dia berada(Ahmed,l992:26).

thfsiran seperti di atas akan lebihkuat manakala kita menelusuri kebiasaanyang dilalflkan oleh kelompok Sopsan

ry*nry yakni grup musik- lokal yangditampilkan untuk memeriahkan acara iruTBanyumas ke 424 dalam acara GudritBanyumasan Sebagai salah satu gnrp musiklokal, Sapsan selama ini dikenal taeatif Oantak jarang menyuguhkan lagu-lagu yangbercorak akulturis. Dari tiga albmt Sopsanyang telah dirilis selalu ada lagu:hgubernafaskan irama Melayu bahkan iramaMandarin meski syairnya adalah syairguyonan menggunakan bahasa Jawa dialekBanyumasan.

Gejala untuk merepresentasikanbudaya Banyumas secara dinamis terbukadan tidak kaku juga akan terlihat misalnyadalam salah satu episode OudiitBanyumasan yakni Gareng Gowe Ontran-Ontran yang tiba-tiba saja memasuktcansequen adegan Togog ketika tengah memadukasih dengan wanita idamannya di sebuahtaman dengan backsound lagt India;padahal Togog dan kekasihnya itu dikemasdalam kostum lengkap puaakawan.

Dari beberapa temuan di atas kitabisa menarik benang merah bahwaBanyumas yang hendak ditampilkan dalamtelevisi lokal ini adalah Banyumas yangsenantiasa terbuka dan dinamis; dau

Acta Diurna, Volume 5 No.2, September 200g

kekuatan utama yang mencirilon kultrnBanyumasan-- dan itu yang diangkat olehBMSTV--- adalah pada ekspresi bahasanya.Sementara dalam beberapakasus yang liitaIdruh .ternyata kostum sebagai peoanOakultural tidak terlalu ditekankan untukmencirikan identitas Banyumas. Hal inilahgng dimaksudkan oleh Carlyle (dalamDillistone 2002:60) bahwa tidak ada suatuapa pun yang tetap dan tidak berubah dalamsebuah simbol. Simbol dapat menjadi usangdan kuno. Dapat digantikan dengan apa yangpsryr delgan keadaan dan kondiii yangberubatr. Pakaian sebagai salah reLua[simbol, demikian menunrt Carlyle, hanyalatr

:"lruh topelg, sebuah petunjuk tentaugj,ut-utu", tingka! status, peftman, tetaplbukan identifikasi dengan suatu bagiao daripengadahakiki.

Kajion Teleyisi Lokal dalam perxpektifCulturalStudies

Menurut Hall, media massa memangmemiliki kecenderungan untu[mereproduksi interpretasi yang melayaoikelompok kepentingan dari kelas penguasa,da1 qedia rnassa juga merupakan tempatterjadinya pertiarungan ideologi. ttittberpendapat bahwa ideologi dominan secarakhusus bisa digarnbarkan sebagai ,preferred

reading' dalam teks media, namun ini tidakserta merta diadopsi oleh pembacanya(MarrisdanThornham,lggg,57). Situisisosial yang ada dalam diri pembacqpenonton" pendengar meqiadi faktor yangmendorong mereka untuk menangtapmakna secara berbeda-beda. yang dimal$uddengan 'reading'di sini menurut Hall tidakhanya merupakan kapasitas untukmengidentifikasi dan mer,-de code sejumlahtanda tertenfll melainkan juga kapasitaszubjektif untuk menempatkan tanda-tandaitu dalam hubungan kreatif antara diripembaca itu sendiri dengan tanda-tandayang lain; suatu di dalaurmanaseseorang mengenali kesadaran dirinyasecara total dalam lingkungannya(MarrisdanThornharn" I 999 : 5 8).

J

IA3

= ==;E=

Page 9: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

menegaskan bahwa sebagai bagian dariproduk seni dan budaya tayangan-TV lokalbisa senantiasa menjadi ajang tempatkeragaman, identitas, dan iritul Uuaiyudiproduksi dan dipertentangkan (Marcus.dan_ Myers,199l:ll). Dalarn pemalramanbudaya global, media ^

memangpeTyngkinkan mempromosikai'kombinasi' dan,pencampuran' dari berbagaielemen kultural. pencampuran berbaiaicitaarS salinSketerkaitan anta, budaya, &oper$ajqT frbagai unsur budaya initerjadiantara lain karena media mau tidak mauhur-lL melayani_ orang-orang denganmobilitas tinggi sehingga iudieos media 6isaberasal dari manipun dia berada(Ahmed,l992:26).

thfsirar seperti di atas akan tebihkuat manakala kita meneluswi kebiasaanyang dilakukan oleh kelompok Sapsanmisalnya, yakni grup musik- lokal yangditampilkan untuk memeriahkan acara frufBanyumas ke 424 dalam acara GudrilBanyumasan Sebagai salah satu gnrp musiklokal, Sopsan selama ini dikenal t r&tif O*1ak

jarang- menyugtrhkan lagu-lagu yangbercorak akulturis. Dari tiga albui Sopranyang telatr dirilis selalu ada lagu_1agubernafaskan irama Melayu bahka; iramaMandmin meski syairnya adalah syairguyonan menggunakan bahasa Jawa dialekBanyumasan.

Gejala untuk merepresentasikanbudaya Banyumas secara dinamis terbukadan tidak kaku juga akan terlihat misalnyadalam salah satu episode CudittB_anyumasan yakni Gareng Gawe Ontran-Ontran yang tiba-tiba saja memasukkansequen adegan Togog ketika tengatr memadukasih dengan wanita idamannya di sebuaht qT _dengan backsound laga India;padahal Togog dan kekasihnya itu dikemasdalam kostum lengkap punalcawan.

Dari beberapa temtran di atas kitabisa menarik benang merah bahwaBanyumas yang hendak ditampilkan dalamtelevisi lokal ini adalah Banyumas yangsenantiasa terbuka dan dinamis;

-dai

Acta Diurna, Volume 5 No.2, September 200g

kekuatan utama yang mencirikan kulturBanyumasan--- dan itu yang diangkat olehBMSTV--- adalatrpada ekspresi bahasanya.Sementara dalam beberapa-kasus yaog titlelaah ternyata kostum sebagai-penanaakultural tidak terlalu ditekankan untukmencirikan identitas Banyumas. Hal inilahyang dimaksudkan oleh Carlyle (dalamDillistone 2002:60) bahwa tidak ada suatuapa pun yang tetap dan tidak berubatr dalamsebuah simbol. Simbol dapat menjadi usangdan kuno. Dapat digantikan aengan apa yang

:esu-a, dengan keadaan dan liondiii y*gberubah. Pakaian sebagai salah ,eLua[simbol, demikian menurui Carlyle, hanyalahplu"h topelg, sebuah petunjuk tentang

iub.u,uq,. tingka! status, p€ftman, tetap'ibukan identifikasi deagan siratu Uagian daxipengadahakiki.

Kajian Televisi Lokal dalam percpektifCulturalStudics

Menurut Hall, media massa meurangmemiliki kecenderungan untukmereproduksi interpretasi yang melayanikelompot kepentingan dari kelas penguasa,dan media massa juga merupa*o ti*puttedadinya pertarungan idiologi. Uattberpendapat bahwa ideologi dominin secarahq* bisa digambarkan sebagai ,prefenedreading'dalam teks medi4 namun ini tiOatserta merca diadopsi oleh pembacanya(MarrisdanThornham,lggg :i7). Situasisosial yang ada dalam diri pembaca,penonton, pendengar menjadi fhktor yangmendorong mereka untuk menangtalmakna secara berbeda-beda. yang dimakuddengan'reading, di sini menurufHail tidakhanya merupakan kapasitas untukmengidentifikasi dan men-de code sej umlahtanda tertenfil melainlan juga kapasitaszubjektif untuk menempatkan- tanaa-tanaaitu dalam hubrmgan laeatif antara diripembaca itu sendiri dengan tanda-tandayang lain; suatu kemampuan A dahm nmnaseseorang mengenali kesadaran dirinyasecara total dalam Iingkungannya(MarrisdanThornham, t 999: 5 [).

103

!rii{!EG=]-: :;.:=*==-:-'-

Page 10: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

'Dominant reading' dihasilkan oleh merekayang situasi sosialnya sejalan dengan'pefened reading'. Sementara'negotiatedreoding' dihasilkan oleh mereka yangmenilai' prefene d re ading' tidaksepenuhnyasejalan dan bisa diterapkan sesuai dengansitnasi sosialnya. Sedangkan'oppositionalreading' dibasilkan oleh mereka yang posisisosialnya menempatkan merekaberseberangan dengan apa yang ditawarkandalam'preferred reading'(ManisdanThornham, I 999: 5 8).

Data-data yang digali dalampenelitian ini menuqiul*an adanya pola-pola pemaknaan kultural yang beragamdalam diri pemirsa terhadap teks, di rlatralatar belakang kultural yang mulivasetdalam diri seseorang memilikikecederungan yang kuat memengaruhipemaknaan terhadap teks tersebut. Biladikaitkan dengan beberapa kategori konsepidentitas kultrral yang menjadi perhatianpenelitian ini maka bisa dilihat bagaimanapemirsa kemudian mendefinisikan teks itumertrlrntt pe r speltif kultur al mereka s endir i.

Hal ini mengingatkan kita pada teori responpembaca yang dikemtrkakan oleh StanleyFish (dalam Littlejohn,2O02: 190). MenurutFish makna itu terletak pada sisi pembaca

dengan mekanisme yang kemudian dikenalsebagai teori respon pembaca. Teksmenstimulasi pembaca aktif, namun dalamdiri pembaca tersebut sudah terkandungmakna, dan penafsiran lalu tidak bergantungpadateksnya Dalam penafsiran, individu sipembaca itu tidaklah terlepas dari kontekskomunitasaya. Menurut Fish pembaca

adalah bagian dari sebuah komunitaspenafsia suatu kelompok yang salingberinteraksi satu dengan lainnya yangkemudian mengftonstnrksikan realitasserta makna-makna bersama danmenjadikannya dasar di dalam pembacaanmereka. Dalam model penafsiran seperti inimaka tidak ada makna objektif turggaldalam sebuah teks. Juga tidak ada yangdisebut penafsiran yang benar. Segalasesuatu bergantung pada si pembaca. Teorirespon pembaca inilah yang kemudiansangat berpenganrh dalam studi media.

Tabel I Kategori Persepsi Kultural dan Definisinya

KATEGORI KETERA}IGA}I

Respon Interpelasi Gejala yang tampak :

Peserta diskusi memberikan tanggapan terhadap sapaan teks yangbermuatan kultural Banyumas. Ada dua kecenderungan yang muncul:pertama partisipur merasa "teiengkuh" menjadi bagan dalam kulturyangterepresentasikan (+) ; kedua,partisipan menjadi subjekyang di luarwacana kultural teks tersebut (- )

Definisi:Yang dimaksud respon interpelasi dalam konteks ini adalah tanggaPaapemirsa terhadap tayangan yang merepresentasikan suatu ikon btrdayat€rtentu, yang menunjukkan apakah pemirsa tersebut terbangkiftan atautidak rasa identitas kulturalnya sejalan dengan'kultud yangterepresentasikan dalam tayangan tersebut.

Resepsi ( AdopsiKode Program)

Gejala yang tampak : pernyataan peserta dalam diskusi yangmencemrinkan sebuah penilaian terhadap muatan yang terkandrmgdalam tayangan. Ada yang secara lugas sepakat dengan nilai-nilaiyang ditawarkan oleh pembuat program, se,mentaratidak dikit

104 Acta Diurna, Volume 5 No.2, &pember 2008

Page 11: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

yang cenderung tidak sejalan dengan'isi' atau muatan yang dibawakantayangan. Pernyataan tersebut tampaknya sudah menrpakan bentukinterpretasi dan tidak lagi sekedar tingkat pembacaan atau pemahaman.Dari beberapa pernyataan tersebut maka dikategorikan ke dalam tigaposisi sebagai berikut:l.-Dominant (ataa thegemonfc) reading: pembaca sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya terkandung nilai-nilai,sikap,keyakinandan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dandikehendaki oleh si pembuat program.ZNegotiated reading: pembaca dalam batas-batas tertentu sejalandengantode-kode program dan pada dasarnya menerima maknayangdisodorkan oleh si pembuat program namun memodifikasikannyasedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minatpribadinya.3.Oppositianal ('counter hegemonic) readtng: pembaca tidak sejalandengantode-kode program dan menolak makna atau pembacaaa yangdisodorkan, dan kemudian menentukan frame altematif sendiri di dalammenginterpretasikan pesan/program.

Irnc{ Sienifikasi Gejalayang taurpak:Schgian peserta mencoba menangkap 'maksud' dari tayangan tersebut

{!"g* pengertian mencoba menangkap apa sesungguhnya yang hendakdisampaikan pembuat program dalam tayangao ini. Gejaia interpretasiteks dalam kosep'level signifikansi' ini ke'mudian didefinisikan sebagai:

Pemalmasn pembaca teks terhadap program, apakatr teks tersebutdipahami sebagai semata teks denotatif ftumor) atau teks konotatif (pesanpolitik atau lainnya dalam kemasan satire)

fr*rcnsiKultural Gejalayang tampak :

Bebe,rapa peserta mencoba untuk menangkap ikon-ikon kulturalBanyumas tertentu sebagai salah satu referensi untuk mengenal karakterorang Banyumas. Beberapa penanda kultural yang menonjol adalahdialek bahasa Banyumag gesture atau bahasatubuh ketika orangberdialog. Gejala ini kerrudian didefinisikan sebegai :

Pemalnaan pemirsa terhadap program tayangan dan menjadikannyasebagai salah satu referensi kultural urrtuk memahami budaya Banyumas

ffier :, d*aprimer diolah

rm}III.AIY

Sebagai sebuah televisi lokalTV memiliki konsepsi bahwa

ini beroperasi pada settingyang memiliki keunikan dan

E5raao budaya lokal. Selain itq sebagaih lrrcisi yaog mempertemukan antara

ifrperekonomian Jawa bagian Barat dan

Timur maka Banyumas memang mencirikankondisi yang plural di mana masyarakatnyaberasal dari berbagaidaerah. Hal inilahyangkemudian membuat media ini harusmelakukan pilihan antam melayani pemirsayang beragam kultural dengan pemirsa yanghanya masyarakat asli Banyumas. Narrun,karena dalam proses pembentukannyamedia lokal ini belum membekali diri

Dhm4 Yolume 5 No.2, September 2008 105

Page 12: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

dengan kajian terhadap calon pemirsanyaberkaitan dengan kebutuhan akan muatanlokal maka dalam beberapa hal masihterjadi ketidaksesuaian antara apa yangdikehendaki pemirsa dengan tayangan yangdisaj ikan kepada mereka.

Sebagai sebuah media televisi lokalyang tengah mencoba untuk mencarisosoknya yang mapan, Banyumas TV padaumumnya memang belum maksimal didalam merepresentasikan unsur-unsurkekayaan budaya lokal. Hal ini dikarenakanketerbatasan dalam penyelenggaraanprogram acara lokal yang memang memrntutbiaya produksi yang amat besar. Namundemikian, dalam beberapa mata acara yangditayangkan melalui kerjasama denganrunatr produksi lokal, Banyumas TV tetapmencoba untuk bisa memberi ruang bagirepresentasi identitas kultural Banyumas;meski untuk ini baru sebatas pada genreacara komedi seperti serial KartunBatyumasan atau gewe acara talk slnwbernuansa humor seperti GudrilBanyumasan. Melalui tayangan yangberntransa kultural lokal ini, Banytmas Wmengkonstuksi budaya Banyumas sebagaibudaya yang kontemporer, transparan, cair,dinamis dan terbuka. Hal ini sejalan dengankarakteristik budaya Banyumas yang dalamikon batrasanya dikenal sebagai masyarakatTrangcablalw.

Di dalam memberi ruang taurpilnya(representasi) identitas kuttural Banyumasdalanr tayangan, khususnya dalam genremata acara komedi, bahasa atau dialek JawaBanyumasan menjadi satu kekuatansekaligus penanda kultural yang dominan.Sementara, dalam hal kostum sebagai salahsatu ikon kultural dalam tayangan-tayangannya, ternyata bukan dijadikanpenanda yang spesifik menampilkancirikhas Banytrmas, karena tidak sedikitkostum yang dipakai justru menampilkankek*rasan sub kultur Jawa negarigung (Solo-Jogia-nan). Hal ini justru menguatkanasumsi batrwa televisi lokal ini mencobamenampilkan karakteristik budaya

106

Banyumas yang terbuka sehingga tidakmeniadakan mastrknya unsur penanda subkultural lainflya dalam tayangarmya.

Hasil yang diperoleh melalui kajianresepsi khalayak, penelitian ini menemukankenyataan bahwa pemirsa dari berbagai latarbelakang kultural memiliki penerimaan(resepsi) yang beragam khususnya terhadaptayangan yang merepresentasikan identitaskultural Banyumas. Perbedaan identitaskulfiral, dan latar belakang sosial ekonomipemirsa menjadi faktor yarg sangatmewarnai resepsi kultural pemirm. Bagipemirsa asli Banyumas yang karaktemyamasih cenderung tradisional, tayanganseperti Kartun Banyumasan dan GufuilBanyumasan telah berhasil menyapa(interpelasi) mereka dan menempatkanpemirsa tersebut sebagai subjek yangterwakili identias kulturalnya. Sedanglenbagi pemirsa yang bukan asli Banyumas danjuga pemirsa yang asli Banyumas namunberkarakter modern, cenderung meresepsitayangan-tayangan tersebut secara lebihlaitis dan me'maknai tayangan tersebutdalam kerangka kultural mereka sendiri.

Sebagai salah satu tayangan yangmencoba melestarikan unsur budayaBanyumas, meskipun baru dalam aspekdialek bahasa Banyumasannya, tayanganseperti Kartun Banyumasan relatif bisamenarik minat pemirsa yang btrkan asliBanyumas trntuk masuk dan memahamikarakter Banyumas. Dalam kadar tertentu,tayangan ini sudah bisa dikatakan sebagaisalah satu referensi lultural bagi pemirsayang btrkan asli Bayumas.

I}AT'TARPUSTAKA

Ahmed, A. Postmodernism and Islam.London: Routledge, 19E2.

Branston, Gill danRoy Staford.The MediaStudent's Book New Yorlg N.Y.:Roudledge,1996.

Bryman, Alan. Social Research Metlwds.USA : Oxford University hess,2001.

Acta Diurna, Volume 5 No.2, @ember 2008

Page 13: IDENTITAS KULTURAL DAN TELEVISI LOKAL

Caey, James'W. *A Cultural Approach toCornmunication". Dalam Dennis

- Mc Quail ( ed.). Mc.Quail's Readerin Mass Communication Theory.London : SagePublicatioq 2002.

Dillistone, F.W. The Power of Symbol -Dqya Kehtatan Simbol. Ted. A.Widyamartaya. Yogyakarta:Kanisius,2002.

Effendi Gazali dkk (ed.) Konstruksi SosialIndustri Penyiaran (Plus Acuantentqng Penyiaran Publik danKomunitas. Jakarta: penerbitDepartemen Ilmu Komunikasi FISIPuI,2003.

Eriyanto. Analisis Wacana PengantarAnalisis Teks Media. Yoryakarta :Lkis, 2001.

Fiske, John. Tblevision Culture. London:Rotledge, 1997.

Fairclough, Noruran. Media Discourse.London:Arnold, 1995.

Gillespie, Marie. Television, Ethnicity andCultural Change. London danl.IewYok: Routledge, 1995.

Lapsley, Robert. dan Michael Westlake.Film Theory : An Introduction.Manchester: Manchester UniversityPress,1988.

LittlejohrU Stephen W. Theories of HumanC o mmuni c ati on.(7 ed.)U SA :

Wadworth,2W2.Lustig, Myron.W. dan Jolene Koester.

Intercultural Competence: Interpersonal Communicatianacross Cultures. USA : Allyn danBacon,2003.

Manayang, Victor. "Penyiaran Sebagai Pers:Menyikapi UU Penyiaran dan KPI' .

Dalam Effendi Gazali dkk (ed.)Konstruksi Sosial IndustriPenyiaran (Plus Acuan tentangPenyiaran Publik dan Kotnunitas.Jakarta: penerbit Departemen IlmuKomunikasi FISIP UI, 2003.

lvlarcuq George E. dan Fred. R Myers. *The

Traffic in Art and Culture : AnIntroduction" Dalam George E.Marcus dan Fred R. Myers @d.), TheTrafrc in Culture:Refigurating Artand Antopology.Berkeley:University of California Ptess, I 991 .

Marris, Paul dan Sue Thomham. MediaStudies A Reader 2ed. Ednbxgh:Edinburgh University Press Ltd.,t996.

O'Shaughnessy, Michael dan Jane Stadler,Media and Society qn Introduction(2ed.). New York: oxfordUniversity,200z.

O'Sullivan, Brian Dutton dan Philip Rayner.Studying The Media: anIntroduction, London: Arnol{ I 998.

Pawito. "Media Massa dalanr MasyarakatPluralis". Sarasehon NasionalEtnisitas, Multulturolisme, danMedia Mossa, Surakarta, 28November 2006, Program StudiIlmu Komunikasi PascasarjanaUniversitas Sebelas Maret (UNS).

Stevenson, Nick Understanding MediaCulane. London : Sage Publication"1995.

SturkerU M. dan Lisa Cartwright Practicesof Looking, an Inlroduction to YiswlCulture. New York: OxfordUniversity Press, 200 I .

Acta Diurna, Volume 5 No.2, September 2008 ta7